DESEMBER 2016
VOLUME 1
US KA kausa ruang
Edisi
#01
sambang tukang : mas yono
rupa daya
NGayogjazz : arsitektur yang diperdengarkan
jagalan festival : ruang malu mekar kembali
sekaten :
arus yang diarahkan ke muaranya
Menelisik komunitas Hal-hal yang sedang marak terjadi akhir-akhir ini adalah munculnya komunitas-komunitas yang banyak bermunculan di Yogyakarta. Komunitas menjadi hal yang menarik minat dan tempat berekspresi bagi berbagai kalangan, baik dari yang anak-anak, remaja dan dewasa. Rata-rata anggota dari komunitas-komunitas ini ikut kegiatan ini untuk mengisi waktu luang mereka ataupun menyempatkan waktu mereka dengan berkomunitas.
1
US KA kausa ruang
Tim Pemimpin Redaksi Army Wiratama Editor Konsep dan Ide Furqon Badriantoro Editor Tata Bahasa Astrid Yuliandini Jurnalis M. Siswa Purnajati Fotografer Agam Akbar Daffa Ulhaq Adabi Visual dan Tata Letak Rischy Dhanang W. Gustafian Dewantara
Kontributor Aulia chairurrijal : @rizalzr Adinda larasati : @dindabaki Malihah nurul izzah : ikahikah.tumblr.com Agam akbar : @agamakbr Daffa ulhaq : @daffaulhaqadabi
2
Boleh sepakat boleh tidak, arsitektur justru tercipta dari hal– hal yang subtil. Kami percaya bahwa hal subtil itu berada di dalam rasa syukur di balik hingar bingar, geliat ide untuk bergerak merdeka, alunan improvisasi sirkulasi, dan semua ini tentulah terjadi di dalam ruang. Berkatalah Paman Rumi, “kebenaran sepenuhnya bersemayan dalam hakIkat, tapi orang lugu mencarinya di dalam kenampakan”. Ruang selalu mempunyai makna dalam setiap detil, gerak arus, sudut, tekstur, dan aliran angin. Kasatmata maupun tidak, terkadang menjawab banyak persoalan, namun di lain waktu juga menyampaikan pertanyaan. Mencoba menyelami makna ruang, melalui majalah USAKA edisi pertama, sebuah majalah arsitektur non-fisik ini, kami mencoba mencari kausa ruang dialog antara arsitek dan komunitas. Disadari atau tidak, arsitek perlahan bergerilya dalam komunitas. Mengutip dari Mas Yoshi, “komunitas bisa menjadi sekadar gaya hidup, atau justru kekuatan melawan prinsip-prinsip”. Sejalan dengan itu pula, mengutip tuturan Mas Yuli, “arsitek itu mempunyai keberpihakan”. Dialog di antara arsitek dan komunitas pun terjadi. Lalu? Army Wiratama
4-7
sambang tukang Tukang bangunan atau yang biasa di Indonesia cukup dipanggil “tukang� adalah profesi yang sudah tidak asing lagi di perputaran hidup kita. Terbayang di benak tentang pekerjaan kasar, serabutan, melelahkan, dan tidak elitis sama sekali. Walaupun begitu, dapatkah kita bayangkan sehari saja di dunia ini ada aksi mogok kerja para tukang?
komunitas
8-9
jogja berkebun
12-19
Adakah hubungan arsitektur dengan dunia lingkungan? Adakah hubungan arsitektur dengan pengaplikasian metode menanam? Adakah hubungan arsitektur dengan kebutuhan pangan dan kebutuhan ruang hijau?
10-11 night at the museum Komunitas bisa terjadi karena minat yang sama, berada di lokasi yang sama, dan memiliki ide yang sama. Yang menarik dari terbentuknya sebuah komunitas adalah kita tak perlu memikirkan untung dan rugi, sulit dan lapang dilalui dengan kekuatan bersama, masalah dan keuntungan dipikir kemudian.
menelisik sebuah komunitas Hal-hal yang sedang marak terjadi akhir-akhir ini adalah munculnya komunitas-komunitas yang banyak bermunculan di Yogyakarta. Komunitas menjadi hal yang menarik minat dan tempat berekspresi bagi berbagai kalangan, baik dari yang anak-anak, remaja dan dewasa. Rata-rata anggota dari komunitas-komunitas ini ikut kegiatan ini untuk mengisi waktu luang mereka ataupun menyempatkan waktu mereka dengan berkomunitas.
events
28-29
ngayogjazz 2016
26-27
jagalan festival Apa yang lebih membuat senyum dari hal – hal yang akan kusebutkan berikut ini : anak –anak yang berlarian sambil tertawa, gang sempit yang diteras rumah ada simbok yang tersenyum hangat menyapa, dan harum jajanan pasar yang masih hangat. Ada yang lebih ? ada ?
Apa sedianya gayutan musik dengan arsitektur? Ada pendapat yang mengungkapkan bahwa arsitektur adalah musik yang membeku dan musik adalah arsitektur yang diperdengarkan.
30-31
pe-raya(h)-an sekaten Siapa yang tidak tahu tradisi perayaan wajib yang ada di Jogja ini. Yang terlaksana karena penghormatan besar kepada kelahiran Nabinya.
3
Perlengkapan ketukangan dok. Agam A. Akbar
sambang tukang Furqon Badriantoro
4
Yono, Tukang spesialis bambu dok. Agam A. Akbar
Tukang bangunan atau yang biasa di Indonesia cukup dipanggil “tukang� adalah profesi yang sudah tidak asing lagi di perputaran hidup kita. Terbayang di benak tentang pekerjaan kasar, serabutan, melelahkan, dan tidak elitis sama sekali. Walaupun begitu, dapatkah kita bayangkan sehari saja di dunia ini ada aksi mogok kerja para tukang? Secara hiperbolis, mungkin saja bumi ini juga berhenti berputar. Seolah dunia ini sejenak berhenti berkembang dan bersolek rupa. Sepenting itukah profesi tukang? Banyak pembicaraan mengenai sebuah bangunan selalu dihubungkan dengan arsitek sebagai perancangnya. Bagaimana karya arsitektur itu dikonsep selalu menjadi pokok pembahasan. Padahal, di balik itu semua ada sosok yang berpeluh getih mewujudkan gagasan arsitek. Profesi yang bahkan boleh dibilang lebih dahulu ada daripada profesi arsitek itu sendiri. Secara historis bisa saja profesi arsitek lahir dari gagasan-gagasan tentang ilmu pertukangan. Pada rubrik ini kita mencoba kembali mendekat dengan para tukang. mencoba membuka obrolan tentang kegiatan dan profesinya, membuka pandangan tentang proses dalam membangun. Pada edisi pertama ini tim USAKA mendapat kesempatan untuk bertemu tukang yang mempunyai keahlian khusus. Bangunan dengan konstruksi material bambu menjadi bidangnya dalam menyelami dunia pertukangan. Obrolan dimulai saat sela-sela waktu istirahatnya di tengah hamparan sawah Godean, Sleman, kebetulan sedang ada pekerjaan gapura bambu di jalan masuk desa. Mas Yono, panggilan akrabnya sedang menjadi kepala tukang untuk proyek kecil tersebut. Dikatakan kecil karena karyanya sudah menyebar hingga keluar pulau Jawa bahkan luar negeri. Di balik sosoknya yang sederhana, sosok kelahiran 21 Februari
1985 ini menyimpan keilmuan teknis yang mendalam. Bersama dengan Bambubos, dirinya beberapa kali membantu mewujudkan karya para arsitek di Indonesia, khususnya yang menggunakan material bambu pada desainnya. Terakhir kali, tukang yang saat ini berdomisili di Sedayu, Bantul, ini ikut terlibat dalam pembuatan karya instalasi di ajang Bamboo Biennale 2016 di Solo. Profesi tukang itu menurut Mas Yono seperti apa? Profesi tukang buat aku itu tempat berekspresi. Kenapa Mas memilih profesi sebagai tukang? Ya karena itu, kita bisa bebas berekspresi. Dari mana mendapat keahlian petukangan? Otodidak, dari hasil melihat-lihat. Menurut Mas, bagaimana upah tukang saat ini? Upah tukang mulai membaik, lumayan. Bisa dikatakan cukup untuk menghidupi keluarga. Sejak kapan menjadi tukang? Dari tahun 2000, berarti sudah enam belas tahun. Sebelum menjadi tukang, apa ada profesi lain? Tidak ada, aku dari dulu fokus sama bambu. Selama mas Yono menjadi tukang, apa proyek yang memakan waktu paling lama dengan proses pengerjaan yang rumit? Salah satunya proyek terakhir di Malaysia, bikin masjid, sama di Kalimantan bikin pusat informasi lestari Buntoi.
5
Yono, Tukang spesialis bambu dok. Agam A. Akbar
Apa pandangan Mas Yono tentang arsitek? Arsitek itu perannya sangat penting untuk para tukang dan pengrajin-pengrajin lainnya dapat berkembang mengikuti zaman. Apakah pernah mengerjakan proyek tanpa arsitek? Pernah, sering juga. Bagaimana pengalamannya saat mengerjakan proyek tanpa arsitek? Kalo gak pake arsitek, ya kita yang jadi arsitek langsung hahaha... secara tidak langsung, secara tidak resmi hahaha... Dalam proyek lain apa pernah diajak terlibat dalam proses merancang bangunan? Pernah juga Keasyikan apa yang didapat saat diajak merancang? Keasyikannya ya itu, kita jadi tambah pengalaman, kita jadi banyak tahu tentang model-model yang sebelumnya kita gak tahu, dan lebih mengikuti zaman. Apa arsitek pernah bertanya kepada Mas Yono tentang proses di lapangan dalam mengambil keputusan-keputusan teknis? Sering juga. Dia (arsitek) bertanya karena kita sama-sama belajar. Menurut Mas, bagaimana jika dalam sebuah proyek arsitek tidak memiliki tukang yang baik? Sama saja, tukang tanpa arsitek atau arsitek tanpa tukang untuk mencapai hasil yang maksimal itu akan kurang. Karena arsitek, mungkin dia menguasai secara teori, terus tukang menguasai di lapangan secara taknis. Jadi kita saling membutuhkan. Simbiosis mutualisme, hahaha... Menurut Mas, pelajaran yang dapat diambil oleh arsitek dari seorang tukang itu apa? Kebanyakan dari arsitek muda khususnya itu (bisa belajar) di segi kekuatan. Biasanya (memang) kekuatan itu terlihat kurang bagus di seni, sedangkan kekuatan itu pokok untuk sebuah bangunan.
6
Jadi para arsitek muda bisa belajar tentang kekuatan bangunan kepada para tukang? Ya. Pengalaman menarik selama menjadi tukang? Pengalaman menarik banyak juga sih, yaitu salah satunya di Malaysia kita bisa membuat bangunan yang luar biasa, masjid dari bambu dan tower jam bambu di dekat (perbatasan) Thailand. Menurut saya itu pengalaman yang “wah� . Bedanya apa tukang bangunan biasa dengan tukang yang ahli di bambu? Biasanya tingkat kesulitannya di ukuran karena bambu itu sulit cari ukuran yang sama. Dia (bambu) benar-benar alami. Untuk cari yang benar-benar lurus atau siku itu susah. Kalo kayu mau dibuat bentuk yang lurus atau bentuk kotak lebih mudah. Bata juga seperti itu, ukurannya pasti, kalau di bambu enggak. Jadi material bambunya sendiri yang membuat kesulitannya berbeda dari tukang yang lain? Ya. Sebagai tukang, adakah rencana berhenti menjadi tukang ataupun beralih profesi? Kalau keinginannya sih ada untuk berhenti jadi tukang. Pengin buka usah sendiri, tapi tetap di bambu. Punya anak sudah berapa, Mas? Sudah dua Kira-kira kalau ada anak Mas Yono yang ingin jadi ahli konstruksi bambu bagaimana, Mas? Kalau jadi tukang, jangan, kalau jadi arsitek, boleh, hahaha... Harus lebih baik, satu tingkatan setidaknya. Kalau bisa jangan ikut orang, harus punya sendiri, dan kelihatannya dunia bambu mulai dianggap di mata masyarakat. Terakhir Mas, pesannya untuk para arsitek dan mahasiswa arsitektur di Indonesia? Terus berkarya dan terus belajar.
Material bambu 1 dok. Agam A. Akbar
Material bambu 2 dok. Agam A. Akbar
7
night at the museum kekuatan sebuah komunitas Army Wiratama
8
Museum Sandi, Kota Baru dok. Agam A. Akbar
Diskusi dengan pengelola museum dok. Agam A. Akbar
Komunitas bisa terjadi karena minat yang sama, berada di lokasi yang sama, dan memiliki ide yang sama. Yang menarik dari terbentuknya sebuah komunitas adalah kita tak perlu memikirkan untung dan rugi, sulit dan lapang dilalui dengan kekuatan bersama, masalah dan keuntungan dipikir kemudian. Komunitas kini—meski berskala kecil—menjadi basis yang kuat untuk bergerak atas kesamaan ide. Adalah Night At The Museum, sebuah komunitas muda pencinta segala hal tentang museum yang kelat identik beraroma tua. Night At The Museum berdiri pada 2012 dinisiasi oleh teman–teman jurusan sejarah UGM. Bersatu dalam sebuah komunitas, mereka mempunyai misi yang sederhana, “ingin mengenalkan asyiknya museum, karena wisata gak hanya mall dan wisata alam”, ungkap salah satunya, dengan tentu pengemasan yang luar biasa. Mereka menghancurkan stereotip museum yang membosankan, kaku, interaksi satu arah, dan formal dengan pengemasan dengan bentuk yang cair, discuss-able, dan
interaktif. Bagaimana tidak, museum dilibatkan sebagai wahana games bertajuk “Amazing Race Night At The Museum”. Wahana ini adalah penjelajahan museum di malam hari yang dilengkapi kelas heritage, sebuah diskusi pendalaman sejarah di balik bangunan cagar budaya. Museum memang merupakan fungsi yang ringkih. Ia bisa menjadi senjata penggubah jati diri dengan segala jejak cerita dan kebesaran di masa lalu, tetapi, ibarat sepuh yang mencoba mendongengkan pengalamannya, asyik atau tidaknya bergantung kepada pendengar, bersediakah untuk berimajinasi dan katut pada cerita yang didongengkan? Hal inilah yang disadari oleh Mas Erwin dan teman-teman di Night At The Museum, serta hendak membagi pemikiran tersebut kepada masyarakat. Sentimental ‘kan? Ya iyalah, anak sejarah!
9
jogja berkebun M. Siswa Purnajati
Adakah hubungan arsitektur dengan dunia lingkungan? Adakah hubungan arsitektur dengan pengaplikasian metode menanam? Adakah hubungan arsitektur dengan kebutuhan pangan dan kebutuhan ruang hijau? Yap, tentu saja semua itu ada hubungannya dengan dunia arsitektur. Di era seperti sekarang ini arsitektur sangat penting posisinya untuk memerangi permasalahan lingkungan di sekitar kita. Dikarenakan banyak sekali space dan spot yang baik untuk diaplikasikan di dalam bangunan itu sendiri. Seperti yang terjadi di salah satu komunitas berkebun yang cukup dikenal di sekitar kita, nama komunitas ini adalah Jogja Berkebun. Komunitas ini sudah cukup lama melakukan kegiatannya dan menjadi tamu di sebuah seminar beberapa tempat di Yogyakarta. Mereka rutin dalam berkegiatan sesuai agenda setiap minggunya yaitu berkebun di kebun komunitas ini. Anggota komunitas satu den-
10
gan yang lainnya selalu riang gembira dan diselingi candaan saat mereka berkebun. Tentunya itu bertujuan agar tidak adanya rasa jenuh saat berkegiatan. Seperti yang diutarakan salah satu anggota Jogja Berkebun yang bernama Dityo Puspito Yuwono di kebun Jogja Berkebun. Beliau menjelaskan bahwa kegiatan seperti ini rutin diadakan setiap minggu nya dikebun bagi anggota komunitas ini yang sedang ingin mengisi waktu luangnya. Dityo menyebutkan bahwa anggota dari komunitas ini mereka lebih suka menyebutnya sebagai “penggiat�, dikarenakan nama itu dirasa lebih pas untuk menyebut anggota yang aktif berkegiatan di dalamnya. Beliau juga menuturkan bahwa dalam dunia berkebun seperti ini juga dekat dengan dunia arsitektur. Dityo menjelaskan dan mengambil contoh dari arsitek Bandung bernama Ridwan Kamil, sosok arsitek ini yang mendirikan Bandung Berkebun, Indonesia Berkebun dan akhirnya merambah ke kota-kota
Racikan kombucha hasil berkebun dok. Agam A. Akbar
Komunitas Jogja Berkebun dok. Agam A. Akbar
lainnya. Kepiawaian Ridwan Kamil dalam mengorganisasi bermula dari lingkungan tempat dia berasal, dengan memperkenalkan proses berkebun di kota serta tidak lupa mengajak kaum muda untuk berperan aktif dalam rangka menghijaukan kota itu sendiri. Kegiatan kaum muda itu coba disalurkan kearah yang positif, karena melihat anak-anak muda sekarang yang kurang peduli dengan lingkungan sekitarnya. Di metode berkebun itu sendiri juga ada cara-cara yang bisa di aplikasikan ke dalam arsitektur. Dityo menjelaskan ada beberapa media yang bisa digunakan yaitu landed farming dan vertical farming. Dalam mengaplikasikan landed farming itu sendiri bisa langsung di atas tanah dengan membuat bedeng-bedeng kebun dan tidak menutup kemungkinan dengan pemanfaatan rooftop namun dengan teknologi intalasi yang mumpuni, selain itu juga bisa menggunakan media pot. Sementara untuk vertical farming bisa menggunakan teknik hidroponik yang memakai pipa bekas yang disusun vertical; menggunakan senar dan rangka besi juga bisa menjadi media rambatan tanaman; ada juga teknik verticultur yang menggunakan pipa dilubangi setiap sisinya lalu diisi tanah sebagai media tanamnya; selain itu banyak sekali cara-cara lain yang bisa digunakan dengan botol bekas, ban bekas, dan sebagain-
ya. Kategori tanaman itu sendiri terdiri dari 3 kategori: ada tanaman sayur dan buah, tanaman hias, tanaman obat dan keluarga (toga). Di dalam karakteristik tanamannya pun, ternyata masing-masing tanaman ini perlakuannya berbeda. Pengetahuan tentang tanaman ini sangat penting bagi dunia arsitektur dikemudian hari. Hal itu berkaitan dengan adanya isu ketersedian pangan dan tanah sebagai lahan semakin berkurang di era yang akan datang. Memang sangat disayangkan bilamana dulu negara kita Indonesia ini yang dikenal sebagai negara agraris harus mengimport kebutuhan pangan. Setidaknya langkah kecil yang dijalankan komunitas ini bisa menginspirasi anak-anak muda di lingkungan sekitar mereka, selain itu menjadikan komunitas ini sebagai penyaluran kegiatan yang positif. Tentunya penghijauan di dalam kota memang sangat dibutuhkan karena suhu dan cuaca yang semakin tak menentu. Oleh karena itu marilah kita ikut berpartisipasi dengan turut serta bergotong royong untuk menginspirasi anak-anak muda seperti di era sekarang ini. Hidup pemuda Indonesia!
11
Kegiatan komunitas dok. Agam A. Akbar
menelisik sebuah komunitas M. Siswa Purnajati
Komunitas itu terbentuk karena adanya sebuah visi yang dijunjung dan bersifat melawan sebagai prinsip dasar mereka membentuk komunitas itu, namun ada juga komunitas yang hanya sekedar menjadi gaya hidup saja
12
Yoshi Fajar Kresna Murti dok. Agam A. Akbar Hal-hal yang sedang marak terjadi akhir-akhir ini adalah munculnya komunitas-komunitas yang banyak bermunculan di Yogyakarta. Komunitas menjadi hal yang menarik minat dan tempat berekspresi bagi berbagai kalangan, baik dari yang anak-anak, remaja dan dewasa. Rata-rata anggota dari komunitas-komunitas ini ikut kegiatan ini untuk mengisi waktu luang mereka ataupun menyempatkan waktu mereka dengan berkomunitas. Komunitas-komunitas ini banyak yang terdiri dari hanya sekedar hobby ataupun bidang yang memang sesuai dengan anggota atau penggiat di dalam komunitas tersebut. Beberapa komunitas ini ada yang bergerak dibidang sosial, lingkungan, seni, budaya, dll. Komunitas ini biasanya mengadakan pertemuan rutin, baik tiap minggu, tiap bulan atau fleksibel dengan waktu yang mereka jadwalkan, tentu biasanya mereka melakukan perjanjian terlebih dulu menggunakan telepon genggam (gadget). Pertemuan itu bisa berlangsung di markas mereka, di cafe, di warung atau bisa dimana saja. Rata-rata anggota maupun penggiat itu ikut dalam berkomunitas berangkat dari rasa penasaran, kekhawatiran maupun rasa senang, sehingga mereka bisa bergerak secara otomatis sesuai keinginan mereka masing-masing.
Perspektif Komunitas Dalam hal ini seorang Arsitek di Yogyakarta, Yoshi Fajar Kresna Murti menuturkan, komunitas-komunitas ini bermunculan karena mereka membutuhkan tempat bertukar pikiran dan membangun opini bersama, yang menyangkut kepentingan komunitas atau pribadi demi mendukung sesama anggota komunitas. Komunitas itu terbentuk karena adanya sebuah visi yang dijunjung dan bersifat melawan sebagai prinsip dasar mereka membentuk komunitas itu, namun ada juga komunitas yang hanya sekedar menjadi gaya hidup saja, pungkas Yoshi. Beliau memberi beberapa contoh seperti komunitas Abdi Dalem yang ada di kraton Ngayogyakarta, mereka mengadakan pertemuan rutin untuk saling bertukar pikiran dan informasi mengenai kehidupan sehari-hari mereka untuk bisa bertahan hidup di kemudian hari. Di sisi lain Abdi Dalem ini memang tidak mendapatkan gaji perbulannya karena tugas mereka ini adalah mengabdi penuh kepada Keraton, maka komunitas ini menjadi penting disana demi menyambung hidup walaupun berawal dari obrolan-obrolan sederhana. Tidak hanya disitu komunitas lain seperti Bandung Berkebun dan Jogja Berkebun juga menjadi sorotan, beliau mengungkapkan kalau komunitas
13
Yuli Kusworo dok. Agam A. Akbar ini mempunyai dinamika yang dihadapi bisa berbeda antara kedua kota ini yaitu Bandung dan Yogyakarta. Versi di Bandung dan Jogja bisa lain walaupun didalam satu institusi yang sama, sebagai pusatnya yaitu ada di Jakarta. Pandangan mengenai komunitas juga dikemukakan oleh Yuli Kusworo selaku kordinator arkomjogja (arsitek komunitas jogja), beliau beranggapan bahwa komunitas itu hadir tidak hanya soal tren belaka, terutama bagi arsitek ini dikarenakan soal sikap, pilihan dan dasar mereka yang kuat untuk tetap bekerja bersama komunitas. Dari sikap yang terbentuk inilah, interfensi dari berbagai pihak yang tidak sejalan dengan prinsip tetap saja tidak dapat tergoyahkan. Fenomena-fenomena bekerja bersama komunitas ini juga semakin menjadi topik hangat di dunia Arsitektur, Yuli mengambil contoh pemenang Pritzker Architecture Prize 2016 yaitu Alejandro Aravena yang melibatkan komunitas itu sendiri untuk ikut berproses mendesain didalamnya sehingga menemukan langkah yang solutif di dalamnya. Alejandro Aravena itu sendiri bersaing dengan Arsitek-arsitek ternama kelas dunia dengan desain yang monumental dan ekspresional, namun dari desain yang sederhana dan bukan karya arsitektur yang agung malah dimenangkan Alejandro Aravena. Hal-hal ini yang kemungkinan bisa menjadi masa peralihan dan pergeseran Arsitek di masa mendatang untuk bekerja bersama komunitas. Langkah Berkomunitas Modal sosial dan budaya menjadi salah satu metode untuk mengelola komunitas itu, seperti yang dilakukan seorang arsitek di Jakarta, Yori Antar dengan Rumah Asuh di Wae Rebo. Mereka mencoba mempertahankan warisan budaya dan arsitektur vernakular yang ada di sebuah desa yang berlokasi di Indonesia bagian timur. Satu contoh lain dengan yang ada di Bandung yaitu Bandung Berkebun, disana ada komunitas yang bermodalkan sosial, lingkungan dan ketahanan pangan. Komunitas ini berupaya untuk
14
menghijaukan kota mereka karena khawatir generasi-generasi muda di Kota mereka kedepannya kurang peduli dengan keadaan lingkungan yang kurang penghijauan, selain itu isu ketahanan pangan juga diangkat didalamnya. Berbeda dengan salah satu non-government organization yang ada di Jogja yaitu arkomjogja, sejatinya metode yang mereka lakukan lebih dari modal sosial dan budaya, mereka berani mencoba menyelam lebih dalam dan melakukan pendampingan dengan pemuda maupun yang dituakan dengan melalui proses yang panjang, dengan berusaha menemukan metode membangun yang berangkat dari komunitas itu sendiri, tutur Yoshi. Persoalan metode juga dikemukakan oleh Yuli, beliau berpendapat dalam membangun komunitas itu sendiri, yang perlu dibangun adalah struktur dasar sosial yang ada di lapisan masyarakat, arsitektur itu bukan suatu tujuan namun hanya menjadi alat yang digunakan untuk menyelesaikan ketidakadilan, terlebih dikarenakan rasa memiliki dari masyarakat adalah aspek sosial yang diutamakan didalamnya. Tentunya hal-hal ini belajar dari kasus-kasus yang terjadi di Aceh pasca tsunami yang selesai terakhir pada tahun 2007 dan kasus-kasus lainnya hingga saat ini, pungkas Yuli. Selama di Aceh beliau menjumpai bahwa ketika masyarakat tidak mempunyai kemampuan membangun dan membenahi rumah mereka, hal yang menjadi dasar pegangan adalah dengan melatih mereka untuk bisa membangun kembali hunian mereka tanpa harus mendatangkan tenaga dari pulau Jawa. Semangat ingin bergerak dan mau berbenah ini yang menjadi dasar warga Aceh untuk melanjutkan kehidupan mereka nantinya. Di kasus lain, terkadang beliau juga menjumpai bahwa tidak hanya dari arsitektur saja persoalan yang perlu dibenahi, bisa saja persoalan-persoalan lain seperti perbaikan ekonomi warga, pengolahan sampah, wc umum, banjir, dll., karena menurut beliau ruang belum tentu arsitektur (fisik). Berkegiatan berbasis ruang hidup ternyata sangat strategis sekali, bisa mengetahui banyak aspek mengenai aspek
Kali Code dok. Daffa Ulhaq Adabi
15
Aktivitas anak-anak di Kali Code dok. Daffa Ulhaq Adabi
politik, ekonomi, sosial dan budaya. Unsur keberpihakan politik di dalam arsitektur peranannya itu besar sekali. Yuli, mengibaratkan dalam sebuah skema segitiga, arsitektur itu berada di sebuah titik paling atas kecil, yang lain berada di paling bawah itu adalah sosial, ekonomi, budaya. Bilamana yang berada dibawah ini tidak dibangun terlebih dulu dengan kokoh, pasti yang berada di atasnya juga akan ikut roboh. Sehingga banyak sekali bangunan-bangunan yang telah dibangun tanpa pendekatan partisipatif dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat akhirnya mangkrak, bagus hanya dalam artian estetis belaka. Pendidikan Arsitek Paham Sosial Metode yang lebih kolektif ini mirip seperti yang dilakukan oleh almarhum Y.B. Mangunwijaya (Romo Mangun) sebelumnya. Bahwasanya didalam ilmu Arsitektur itu sendiri metode seperti ini tidak ada, namun metode itu berhasil dilakukan di Yogyakarta sebagaimana contohnya. Sebelum tahun 1965, yaitu setelah merdeka perdebatan yang membangun bisa silih berganti muncul, namun sekarang hal itu semakin kehilangan arah setelah tahun 65-an. Padahal pendidikan di Indonesia mengambil peranan sangat penting kenapa pendekatan sosial tidak di ajarkan, kebanyakan dari pendidikan kita ini lebih menggunakan ilmuilmu membangun setelah tahun 65-an, metode yang dijalankan lebih ke metode pengembang (developmentalis), tutur Yoshi. Mahasiswa di era sekarang ini juga kurang mandiri dan kritis dalam menanggapi persoalan, karena di sistem pendidikan kita di arsitektur ini memang jarang yang
16
memperkenalkan dan menggunakan sistem pendekatan sosial ini. Pendapat yang sama juga dikemukakan Yuli, beliau mengingatkan anekdot yang disampaikan Romo Mangun, �Arsitek itu cocoknya masuk kedalam ilmu sospol�, kelakarnya. Pendidikan di era sekarang menurut Yuli, tidak adanya ajaran keberpihakan terhadap kehidupan sosial di lapisan paling bawah. Bilamana tidak adanya keberpihakan di dalam sistem pendidikan yang diajarkan berarti sistem pendidikan itu sendiri berpihak dan melanggengkan pada status quo, pungkas beliau. Pemahaman lain di bidang pendidikan yang keliru juga ada pada kurang maksimalnya pengenalan kembali Arsitektur tradisional. Kearifan lokal yang diajarkan dan diwariskan oleh nenek moyang kita tidak dapat diilhami dengan baik pertimbangan-pertimbangan adaptasi dengan letak geografis, kebencanaan dan lain-lain. Bicara soal arsitektur tradisional juga tak lepas dari material lokal yang ada, seakan satu paket ini bisa menjadi punah di era yang akan datang. Media juga menjadi pengaruh yang besar terhadap pengiklan dari material-material industri dengan hasil produksi yang besar-besaran. Belum lagi peran serta dari pemerintah, yang mengatakan bahwa rumah tahan gempa itu adalah rumah dengan tipe 36 yang menggunakan struktur beton bertulang. Ada contoh lagi yang beliau sampaikan dari pemerintah, yaitu rumah yang layak huni adalah yang bertembok bata, lantai keramik dan seterusnya. Hal-hal semacam inilah yang semakin membawa pengaruh kurang baik yang berdampak besar terhadap masyarakat di Indonesia, untuk memaknai kembali kearifan lokal dan khazanah yang diwariskan nenek moyang kita.
Aktivitas warga Kali Code dok. Daffa Ulhaq Adabi
17
Dua kondisi kontras dok. Agam A. Akbar
Dibalik Nama Komunitas dan Korporasi Menurut Yoshi, komunitas-komunitas yang dimobilisasi non-government organization ini dalam praktiknya melakukan semacam menjual kisah di berbagai tempat baik di dalam maupun luar negeri, untuk mengakomodasi komunitas itu. Pihak-pihak terkait patut dibedah, sehingga tahu siapa yang dirugikan dan siapa yang lebih diuntungkan. Biasanya metode awal yang digunakan melalui pendekatan sosial, tutur Yoshi Fajar Kresna Murti. Namun, beberapa komunitas patut dibedah perihal pendanaan mereka darimana saja, apakah berasal dari perusahaan-perusahaan yang merusak lingkungan atau tidak, hal ini yang perlu di analisis lebih mendalam di sana, sejalan dengan visi yang mereka anut sudah sesuai prinsip dasar komunitas mereka atau tidak. Sehingga tidak hanya tren membentuk sebuah komunitas dan hanya golongan yang asyik-asyik saja, pesan beliau.
18
Hal serupa juga dikemukakan Yuli Kusworo, beliau menceritakan pengalamannya ketika diajak kerjasama dengan sebuah perusahaan. Yuli bersama teman-temannya jeli dalam memilih perusahaan-perusahaan mana yang ingin menjalin kerjasama dengannya. Prinsip yang ditanamkan bersama teman-temannya yaitu bukan perusahaan-perusahaan yang telah merusak lingkungan. Jalinan kerjasama juga tidak ingin sebagai alat untuk image branding belaka salah satu perusahaan tersebut, yang sebenarnya tujuan mereka sekadar memperbaiki kesan perusahaan ini yang telah merusak lingkungan. Beliau juga menceritakan salah satu program yang berhasil diwujudkan jalinan kerja sama corporate social responsibility salah satu perusahaan dengan arkomjogja. Yuli menuturkan, pengambilan posisi strategis, program-program dan proses perencanaan seluruhnya dilaksanakan oleh timnya. Hal ini dengan alasan karena arkom-
jogja dan teman-temannya lah yang lebih mengetahui kondisi lapangan sesungguhnya, bilamana ada tindakan dengan tujuan mengendalikan program arkomjogja pasti tidak akan berlanjut. Proses sosialisasi dengan masyarakat tidak hanya setahun, namun berlanjut dan berangsur-angsur kemudian. Jalinan kerjasama bisa dengan pendanaan sebagian dari pihak perusahaan dan juga dari arkomjogja sendiri. Pada akhirnya, perusahaan ini tahu bahwa proses yang dilalui itu berbeda, namun mempunyai pondasi yang kuat di lapisan masyarakat. Ternyata dalam pengambilan posisi, sikap dan sifat bila terjun dimasyarakat harus benar dan tepat. Berlandaskan pendekatan sosial terlebih dulu adalah hal yang paling utama, proses bisa terbilang dalam waktu yang cukup lama. Namun, bila dasar dari itu semua sudah terbentuk dan terwujud selama berangsur-angsur, pasti nantinya akan ada kepuasan yang tak
terhingga didalamnya. Jalinan kerjasama dengan komunitas, non-government organization, perusahaan-perusahaan, lembaga, instansi pemerintah-swasta dan intansi pendidikan bukan menjadi langkah yang tidak mungkin. Titik temu diantara semua itulah yang nantinya akan menjadi jalinan yang erat untuk mensolusikan bersama permasalahan yang timbul di kalangan masyarakat. Jalinan itu yang tidak bergerak secara sendiri-sendiri nantinya bakal menjadi ujung tombak permasalahan berikutnya yang akan dihadapi di masa depan. Sehingga, nantinya itu semua dapat dinikmati bersama dengan berasas sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keren yaaah!!
19
rupa daya
20
Aulia Chairurrujal 2015
21
22
Agam Akbar 2016
23
Daffa Ulhaq Adabi 2016
Ruang Berjalan. Adinda L arasati Baki
Ingin aku punya satu ruang Dengan dimensi yang sederhana untuk aku dan kamu Dengan kaki-kaki yang mampu berjalan seiring percakapan yang berlangsung Yang perjalanannya akan berhenti tepat saat dialog itu usai Tanpa sekat yang hanya akan membatasi kepercayaan Dan tanpa fondasi yang hanya akan menghambat kekuatannya untuk berjalan Aku hanya ingin keintiman itu benar-benar terasa antara kita Aku ingin benar-benar tahu seperti apa rasanya berada dalam ruang yang berjalan Aku ingin membuktikan bahwa kedekatan itu perlu didukung oleh objek-objek yang dirancang dengan roda sebagai salah satu pesawat sederhana Lalu jika ruang itu pada akhirnya berhenti dan merenggut jiwa percakapan kita, akankah keintiman itu raib jua? Atau haruskah ruang itu tetap berjalan, Tetap tanpa penyangga apa-apa Agar kita tak merasa dikekang dan dapat leluasa, Agar keintiman itu benar-benar kekal pada suatu rasa?
24
25
HUT Kota Yogyakarta 259 Malihah Nurul Izzah
Panggung Jagalan Festival dok. Rischy Dhanang W.
jagalan festival Army Wiratama
26
Suasana event Jagalan Festival dok. Rischy Dhanang W.
Apa yang lebih membuat senyum dari hal – hal yang akan kusebutkan berikut ini : anak –anak yang berlarian sambil tertawa, gang sempit yang diteras rumah ada simbok yang tersenyum hangat menyapa, dan harum jajanan pasar yang masih hangat. Ada yang lebih ? ada ? Itulah yang membuatku tersenyum hari itu 30 Oktober 2016, sore hari, di Gang Soka, Jagalan, Kota Baru. Kukasih lengkap agar suatu saat kamu tergerak kesana. Jagalan Festival adalah wujud ke-aku-an dari jagalan, mencoba memperkenalkan wajah Jagalan yang sedari dulu sudah indah. Jagalan Festival adalah rangkaian dari Jagalan Tlisih yang tahun 2015 lalu diselenggarakan dengan wujud workshop dari ahli perak ke ahli perak lainnya yang berkedudukan di Desa Jagalan. Kali ini lebih marak, wujudnya festival, karena itu para hadirin memang harus tersenyum dan minimal bahagialah. Mas Aldi bilang gini “alasannya sebenernya , karena temen – temen dari jagalan datang ke ARKOM terus minta didampingi, bagaimana caranya Jagalan menjadi tuan rumah sendiri. Sekarang Kota gede di guide oleh
tamu luar dan kurang berinteraksi dengan kami” . Satu alasan itu kemudian diformulasikan menjadi menyenangkan, aku melihat setidaknya ada 3 jenis ruang yang tercipta dari pinyi jagalan, pertama ruang yang dulu tertombun menjadi tampil lagi, apakah itu? Jagalan dahulu dikenal dengan pasar paginya, disepanjang gang sempit itu simbok menjajakan dagangannya sekitar jam – jam matahri menyeruak sela sela bangunan, dan di 29-30 Oktober itu simbok simbok sumringah kembali. Kedua, ruang yang rantau pulang kerumah, apakah itu? Keroncong kharisma yang legenda itu di momen festival jagalan ini mudik kembali, bermain di akar sendiri. Ketiga, ruang yang malu menjadi mekar, apakah itu? Yaitu para pengrajin perak yang menerima pesanan dari kulakan besarmenjadi pemateri di festival ini, suatu proses buruh menjadi seorang mpu, suatu dorongan untuk percaya diri, suatu langkah untuk eksplor meninggi. Ruang – ruang inilah yang justru makna, dan hingar bingar selama festival adalah bunga.
27
ngayogjazz 2016 Army Wiratama
Apa sedianya gayutan musik dengan arsitektur? Ada pendapat yang mengungkapkan bahwa arsitektur adalah musik yang membeku dan musik adalah arsitektur yang diperdengarkan. Sebagaimana adanya irama dan repetisi dalam musik, arsitektur juga mempelajarinya dalam hal pencarian bentuk. Jika kembali kepada indra penerima yang ada, tentulah jauh berbeda antara musik dan arsitektur. Musik yang mewahana gema pada udara ditangkap oleh liang rungu, sedangkan arsitektur yang bermedia cahaya dalam bentuk matra tertangkap kelopak netra. Kali ini bahasan akan lebih menarik dengan mencari hubungan keduanya pada acara NgayogJazz 2016. Mengapa NgayogJazz? Acara yang “diarsiteki� oleh Djaduk Ferianto dkk ini sangatlah memaut. Ia mencoba mengalihkan ruang musik jaz untuk awam digaungkan. Dari panggung-panggung besar seperti JavaJazz ataupun JakJazz ke panggung sederhana di pelataran rumah. Dari gedung-gedung pertunjukan nan megah dengan tata akustik mumpuni ke perkampungan yang masih hijau dengan pepohonan dan persawahan.
28
Tanda tanya selanjutnya adalah seberapa jazkah acara NgayogJazz 2016 dalam segi keruangan. Musik jaz memiliki arti musik yang hidup, dinamis, tertuang pada intonasi yang menarik, improvisasi, interaktif, dan ekspresif. Dari beragam makna mengenai musik jaz itulah kita mencoba mendalami. “Ngayogjazz 2106� bukan lagi dalam prosesnya menghidupkan ruang, namun telah pada tahap pemanfaatan ruang warga desa biasa hidup. Terlebih pada acaranya tahun ini di Padukuhan Kwagon, Desa Sidorejo, kecamatan Godean, kabupaten Sleman, Yogyakarta. Panggung musik dibawa tidak hanya ke hunian warga, namun juga ke ruang mereka biasa bekerja. Beberapa panggung dibuat di pelataran rumah ataupun di pendopo desa. Sebagian lagi di buat berdampingan dengan rumah pembakaran genting tradisional. Dari sini kita juga bisa melihat kedinamisan ruang antara panggung musik dengan sela-sela area kehidupan warga yang saling menyesuaikan. Intonasi ruang juga tercipta di acara ini. Jalan utama acara NgayogJazz seperti bersanding erat dengan kalen (saluran irigasi sawah) yang tanpa penanda namun megarahkan para pengunjung ke berbagai panggung di
Suasana event Ngayogjazz 2016 dok. Daffa Ulhaq Adabi
sekitarnya. Arah aliran air dengan kincir bambunya seakan menggiring para pengunjung untuk menikmati tiap acara. Kalen sebagai penanda arah seketika menghilang di hamparan sawah yang terbuka dengan udara segar, setelah sebelumnya berpeluh desak dengan pengunjung yang memadati jalan. Namun bukan berarti pengunjung kehilangan arah, di penghujung jalan sudah menunggu panggung utama dengan alunan musik yang sayup menarik telinga. Area pedukuhan juga dihiasi dengan berbagai intalasi seni yang dibuat bersama dengan warga setempat. Ekspresi warga dituangkan dalam bentuk kreativitas dekorasi apik menambah kesan jaz yang menyatu dengan kesederhanaan. Acara musik yang dimulai serentak di setiap panggung menimbulkan ruang improvisasi bagi para pengunjung. Menentukan pilihan panggung mana yang akan dituju menjadi pertimbangan yang harus dipikirkan. Pada poin ini, NgayogJazz mengajak para pengunjung untuk kembali berperilaku sebagaimana halnya musik jaz yang gemar berimprovisasi. Pola ini juga menjadikan keadaan di sepanjang area NgayogJazz terkesan semerawut, tidak karuan, saling beradu arah, dan berjubel. Tapi ruang seperti itulah yang diinginkan oleh musik jaz. Di dalam keadaan seperti itu malah terjadi banyak aktivitas yang asyik. Saling bertegur sapa ataupun tiba-tiba bisa berpapasan dengan kawan lama. Interaksi dengan warga sekitar yang mencipta warung dadakan juga menjadi sangat mungkin terjadi dengan pola seperti ini. Seperti halnya musik jaz yang sebagian besar orang sulit untuk mencernanya, konsep ruang seperti ini juga tidak akan bisa dinikmati jika hanya melihat dari segi keteraturan saja. Ruang yang sangat sosial bisa terbentuk, dan keakraban yang terjalin di-
atas ke-tidak saling kenal-an antarpengunjung itulah yang malah membentuk ruang itu sendiri. Hal terakhir yang sangat arsitektural di NgayogJazz 2016 ini adalah nama-nama panggung yang menggunakan nama atap khas daerah Kwagon. NgayogJazz 2016 seperti kembali mengingatkan, bahkan mengedukasi bahwa material atap dari tanah liat memiliki jenis yang beragam. Seperti hampir terlupa karena tergantikan dengan jenis atap fabrikasi alumunium, acara musik ini malah menandai tiap panggungnya dengan nama genting tanah liat. Genting Paris, Krepus, Kripik, Garuda, Wuwung, dan Kodok menjadi akrab di telinga selama acara berlangsung. Kematerialan lokal dan proses pembuatannya diperkenalkan kembali, juga lingkungan alam dan manusia dari mana bahan lokal itu didapatkan seperti diajarkan ulang. Setidaknya NgayogJazz 2016 sudah menciptakan ruang kasat mata yang mengawinkan dua pola kehidupan berbeda dalam satu tempat. Pengemar musik jaz yang biasanya menonton konser musik dengen tertib dan nyaman harus merasakan sensasi konser musik sebagaimana menyaksikan kesenian jatilan. Warga pedukuhan yang biasanya melihat jatilan ini “dipaksa� mendengar komposisi rumit musik jaz yang belum pernah didengar sekalipun. Di situlah NgayogJazz 2016 dapat membentuk ruang yang secara arsitektural terasa seperti membalut sajian musik jaz, sehingga pengalaman suasana yang ada dapat menciptakan kebahagiaan. Seperti halnya tema kali ini “Hamemangun Karyenak Jazzing Sesama� yang bermakna membangun karya jaz yang indah demi kebahagian sesama manusia, semoga arsitektur juga bisa terus tercipta demi kebahagian sesama manusia.
29
pe-raya(h)-an sekaten Army Wiratama
Siapa yang tidak tahu tradisi perayaan wajib yang ada di Jogja ini. Yang terlaksana karena penghormatan besar kepada kelahiran Nabinya. Yang terlaksana karena kepatuhan kepada tradisinya, Yang selalu terlaksana setiap tahunnya dengan semarak masyarakatnya, Yang terlaksana dengan rasa syukurnya terhadap hasil bumi, Yang terlaksana oleh masyarakatnya memenuhi area tersebut. Apalagi namanya kalau bukan perayaan Sekaten. Perayaan yang selalu di adakan pada bulan Mulud menurut penanggalan Jawa (Rabiul Awal tahun Hijriyah) untuk memberikan rasa hormat atas kelahiran sang Nabi, oleh pihak Kraton sebagai penyelenggaranya. DInamakan sekaten karena memang ada dua set pusaka gamelan Kyai Sekati disana, satu bernama Kyai Nogowilogo dan satunya bernama Kyai Gunturmadu. Upacara seperti ini di buat sudah ada sejak Sultan Hamengkubuwono I selaku pendiri keraton Yogyakarta, yaitu awalnya ingin mengajak dan mengundang masyarakat untuk memeluk Islam. Disini melihatnya semacam
30
upacara kelahiran kembali manusia untuk menuju hijrah dan fitrahnya ke sebuah masjid. Iring-iringannya pada malam hari tanggal 5 Mulud berawal dengan membawa dua set gamelan tadi, dimulai dari dalam kraton berakhir di depan masjid Agung (Alun-alun Utara). Gamelan Kyai Nogowilogo ditempatkan di sisi utara masjid dan gamelan Kyai Gunturmadu diletakkan di sisi utara masjid. Gamelan tersebut akan dimainkan selama tujuh hari dengan lagu-lagu jawa, setelah itu gamelan akan disemayamkan kembali di dalam kraton. Di dalam perayaan Grebeg Mulud dilaksanakan satu hari setelah upacara tadi. Terdapat proses-proses meruang yang muncul sedemikian rupa di prosesi iring-iringan Gunungan maupun di pasar Sekatennya. Pada saat Gunungan, arakan yang berisi ketan, sayur mayur dan buah-buahan mencoba dihadirkan kepada masyarakat, melalui jalur yang ada dari dalem bangsal kraton dan berakhir di depan masjid Agung juga pastinya. Hal-hal menarik dari prosesi ini yang bisa kita amati dan ra-
Suasana event Sekaten dok. Agam A. Akbar
sakan dari event-event lainnya. Keteraturan yang coba dibentuk untuk membedakan pola ruang masyarakat dan ruang performa nya. Prosesi yang muncul karena adanya keteraturan, yaitu masyarakat yang berjubel memenuhi tepian jalan untuk menanti dan melihat bagaimana arakan itu sedang berlangsung. Sorak sorai masyarakatnya yang menanti sejalan dengan genderang tabuhan bregada (prajurit kraton) itu. Dengan sistem buka jalan, pawai itu dilakukan dengan tidak adanya sebuah batas diantara kedua ruang ini, terbentuk dengan tidak adanya pembatas semacam barikade hanya dibatasi dengan stand jualan masyarakat pada acara itu, dimulai dari gerbang utara kraton yang berada ditengah-tengah akses yang linier dengan sumbu gunung merapi sebagai jalan utamanya. Walaupun ada juga pastinya masyarakat yang sedikit melebihi jalur itu untuk menyaksikannya prosesi itu dengan antusiasnya. Disaat yang sama setelah bregada tadi membawa arakannya berupa gunungan yang ditandu melewati jalur utama, selayaknya seperti barisan koloni semut yang berbaris rapi menuju tempat peraduannya. Ketika arakan itu telah sampai di peraduannya, yang berisi gunungan sebagai simbol penuh berkah dari hasil bumi dan dipercaya sebagai penolak bencana oleh masyarakat itu akhirnya menjadi bahan rebutan disana. Menyemut lagi dengan penuh sesak, berjubel, tumpah ruah (tumpleg) menuju pusat yang ingin masyarakat raih, dari dasar hingga pucuknya habis ludes di rebutnya. Pembatas tegas semacam barikade tidak dihadirkan, ketika pengguna dapat menyesuaikan sendiri kapasitas didalamnya. Sirkulasi dan akses hadir dari ruang sebagai pengalaman ini memang sudah ada sejak lama dan juga terbentuk pola ruang dengan sendirinya yang mengikuti arus itu akan diarahkan kemana muaranya. Berbeda dengan Pasar sekatennya, pasar ini pengunjung bebas bergerak lebih dinamis. Dimulai dari pintu sisi utara pengunjung bisa memasuki areal ini untuk menentukan tujuan mereka untuk selanjutnya mengunjungi stand-stand jualan atau wahana bermain yang sudah di hadirkan. Pesta rakyat ini berlangsung lebih gemerlap, riuh dan berwarna-warni. Banyak barang-barang jualan, makanan dan minuman juga ada disini, semua bercampur menjadi satu namun di tempatkan di lahan yang terpisah. Jalur-jalur itu disediakan lahan pembatas di sana untuk memberikan
fungsi dan ruang antara wahana dan areal jual beli. Gemerlap lampu terlihat disana sini, keriuhan muncul dari berbagai wahana stand dengan menonjolkan ciri khasnya satu sama lain ataupun ada juga keramaian interaksi pengunjung dengan pembelinya. Warna-warni cahaya lampu, produk jualan, dan tenda mereka di dominasi oleh warna-warna primer, lalu bercampur dengan warna sekunder pada setiap bendanya, memberikan kesan yang “wuah!� dan penuh kemeriahan pada perayaan ini. Sekaten telah menyediakan sebuah sajian yang komplit didalamnya. Di awali dengan prosesi yang cenderung lebih khidmat nan sakral lalu berubah dan berakhir dengan gemerlap pesta rakyat, dua hal yang sangat berbeda bukan? Tapi yang pasti hal ini tidak lepas dari konsep dasar atas penyambutan hari lahirnya sang Nabi tadi, yang menurut tradisi memang selayaknya hari itu menjadi eluk-elukan penuh suka cita yang ditunggu-tunggu masyarakat. Arsitek, Perencana Kota dan Arsitektur erat kaitannya dalam mempelajari akses dan sirkulasi yang didesainnya. Penddikan kontemporer hari ini dan masa mendatang pasti membutuhkan elemen-elemen yang sangat berbeda itu tadi untuk mempelajarinya dengan menyandingkannya kedalam sebuah bentuk desain, namun dijunjung dan tetap dimasukkan kedalam susunan yang sama. Seperti mengambil beberapa contoh kecil, Trafalgar Square oleh Norman Foster dengan pendekatan understanding movement dan urban structure –nya. Beliau berhasil memahami pergerakan manusia disana dan menjawab kebutuhan yang fundamental di area kota London itu. Penstrukturan jaringan transportasi dan pengelolaan akses dengan pedestrian di sana sangat mempengaruhi bagaimana tempat itu nantinya bekerja dan digunakan oleh penggunanya. Hal itukah yang sangat dibutuhkan pada perkembangan kota pada masa kini? Akankah pemahaman kearah sana bisa dilakukan juga di sini? Hal inilah yang menjadi pengingat kita dalam memasukkannya kedalam pola merancang, sejatinya tidak lupa akar yang telah lama itu coba ditanamkan kembali, sehingga ada peleburan yang membaur pada setiap aspeknya. Bagaimana kita menyikapinya wahai arsitek?
31
ulasan buku
Rupa Nir-Rupa Arsitektur Bali Judul Penulis Kata Pengantar Penerbit Tahun terbit ISBN Jumlah Halaman Harga
: Rupa Nir-Rupa Arsitektur Bali : I Nyoman Gde Suardana : Dr.Ir. Ni Ketut Ayu Siwalatri, MT. (Dosen Arsitektur, Udayana) : Buku Arti : Cetakan pertama, Bali, Oktober 2015 : 978-602-6896-02-05 : viii + 210 halaman : Rp 85.000,- Dibeli dari Aquarium Buku (Online shop) Yogyakarta.
Penulis buku ini merupakan arsitek yang juga aktif menulis disela-sela kesibukannya. Banyak karya tulisnya tentang arsitektur Bali sempat menghiasi beberapa media cetak. Buku Rupa Nir-Rupa Arsitektur Bali adalah hasil dari upaya penulis mencoba menghimpun kembali tulisannya, dari banyak artikel terpisah menjadi bunga rampai. Terbagi menjadi tiga pokok pembahasan, buku ini mencoba mengulas secara lengkap tentang arsitektur Bali serta lingkup disekitar yang turut mempengaruhi. Mulai dari masa arsitektur Bali dalam serat lontar Hasta Kosala-kosali hingga masa dimana arsitektur Bali mesti melebur diri bersama pengaruh yang ada. Sekilas membaca tentang judul buku ini, penulis mencoba membahas arsitektur Bali dari segi yang lengkap dan tidak bisa terpisahkan. Rupa yang merupakan wujud matra dan kematerialan arsitektur tidak akan bermakna tanpa adanya rasa nyawa dan jiwa yang berbentuk Nir-Rupa. Terdapat beberapa kelebihan yang dimiliki buku milik I Nyoman Gde Suardana ini. Meskipun bentuk fisik dan ukuran buku ini tidak terlalu besar, namun isinya cukup detail dan mendalam. Penulisannya juga selalu dilengkapi dengan data yang baik dengan preseden yang representatif. Pembahasan mengenai arsitektur Bali juga dibahas secara meluas namun diulas secara ringkas dan mendalam. Mulai dari keadaan saat ini mengenai arsitektur Bali, para arsitek bali dan karyanya, hingga mengulas tentang pendidikan arsitektur dan kegiatan akademik didalamnya. Pada buku ini juga pembaca diberi pemahaman tentang apa itu arsitektur Bali dan Arsitektur tradisional Bali. Dari berbagai keunggulan tersebut, terdapat pula kekurangan dari buku ini. Meskipun ulasannya sangat mendalam dan lengkap akan tetapi penyusunannya masih kurang teratur dari segi periodisasi. Bisa dilihat dari pembahasan mengenai arsitektur tradisional Bali secara spesifik baru diulas setelah diawal terlebih dahulu membicarakan keadaan arsitektur Bali saat ini. Bagi pembaca awam akan merasa saling lompat saat mencoba memahami arsitektur Bali itu sendiri. Bisa jadi penulis ingin langsung mengajak pembaca mengetahui problematika masa sekarang mengenai arsitektur Bali. Ataupun cara penyusunannya memang berdasarkan pokok pembahasan yang ada sehingga penulisan yang teratur secara periodisasi kurang diperlukan. Secara keseluruhan buku ini sangat menarik untuk dibaca, baik kepada peminat arsitektur Nusantara ataupun para pemerhati kebudayaan Bali. Prof. Josef Prijotomo pada catatan belakang mengatakan “buku ini patut dipandang sebagai sebuah ensiklopedia ringkas dan populer mengenai arsitektur Bali pada umumnya, dan arsitektur Bali-tradisional pada khususnya.� Jika ingin mencari pemahaman tentang arsitektur Bali secara ringkas namun berbobot maka buku ini dapat menjadi rujukan yang tepat.
32
Brilliance of limasan Judul Penulis Kata Pengantar Penerbit Tahun Terbit ISBN Jumlah Halaman Harga
: Brilliance of Limasan – Pancaran Limasan : Mitu M. Prie : N. Nuranto - Ketua Yayasan : TeMBI Rumah Budaya : November 2016 : 978-602-6202-05-5 : 238 halaman : Rp450.000,-
Penulis ini adalah seorang Arkeolog yang berfokus di era Klasik, sebelumnya pernah menulis buku Ini Tong Pu Hidup, buku fotografi yang bercerita tentang kehidupan di papua.Brilliance of Limasan adalah hasil perjalanan penulis mencari akar dari atap limasan di Indonesia. Buku ini membagi menjadi 3 era Atap Limasan, yaitu kekinian, kekunaan dan kolonial yang masing masing bab di awali dengan prolog kemudian disuguhi oleh foto dan sketsa Beberpa kelebihan yang menyertai buku ini antara lain, penyampaian penjelsan yang ringan sehingga pembaca awam arkeologi bisa senang memahaminya. Penggunaan foto dan sketsa sebagai presentasi penjelsan, memanjakan mata dan sekalgus sebagai bukti otentik. Terdapat lrbih dari 200 foto Atap Limasan di dalam buku ini, layout buku yang clean and wide membuat pembaca fokus dengan prsentasi foto di buku. Periodeissi dalam buku ini unik, dimana akar berada di bab tengah seolah memberi alasan bagi bab sebelum dan sesudqahnta, Adapun kekurangan buku adalah, kurang dalamnya penjelsan atap limasan dengan teori – teori, hal ini memang dijelaskan penulis di peluncuran buku bahwa hal ini disengaja, karena agar pembaca awam lebih nyaman dalam memahami. kajian mendalam akan dibuka oleh penulis di diskusi – diskusi kecil tentang buku ini. Secara keseluruhan buku ini menarik unutk studi atap limasan, dengan foto otentik yang disajikan akan mempermudah pendeskripsian.
33
pertanyaan acak.
34
Somadi, penjaga parkiran ftsp uii A: Bapak tau arsitek? B: Taulah, saya kan kerja di FTSP A: Rumah bapak di desain arsitek? B: Nggak. Saya desain sendiri pake Angan angan saya saja A: Ada rencana desain rumah pake arsitek pak? B: nggak
Bapak kuwat, wiraswasta A: Tau arsitek pak? B: Ya taulah A: Rumahnya dirancang pake arsitek? B: Iya
M. Mayandre bethatian, Mahasiswa Teknik Informatika A: Tau arsitek mas? B: Tau A: Rumahnya di desain arsitek nggak? B: Nggak, papa saya sendiri yang desain
35
Rahmawati, pegawai laundry A: Tau arsitek nggak teh? B: Tau tau A: Rumahnya dirancang pake arsitek teh? B: Nggak lah. rumah aja ngontrak A: Kalo misal ada uang nih teh, ada rencana rumahnya di rancang pake arsitek nggak? B: Kalo ada mah pengen teteh mah hahaha
Mas agus, Pegawai Nitrogen A: Tau arsitek nggak mas? B: Nggak mas A: Jadi rumahnya nggak di rancang pake arsitek? B: Ooo.. perancang bangunan yang desain desain itu ya? Nggak mas. Kalo ada duit mungkin bakal pake arsitek mas hehe..
Tularno, Security A: Pak, tau arsitek nggak? B: Tau, yang desain bangunan toh? A: Rumahnya dirancang arsitek nggak? B: Yaa nggak di desain sih tapi ada nyontoh desain desainnya hehehe A: Kedepannya ada rencana pake arsitek nggak? B: Mudah mudahan
Agung wahyono, pengusaha warteg A: Tau arsitek pak? B: Yang tukang gambar itu kan? A: Rumahnya di rancang arsitek pak? B: Wah nggak hahaha, saya mah tinggal di warteg A: Kira kira kedepannya ada rencana pake arsitek nggak buat desain rumah? B: Ada. Doain aja rejeki lancar
36
Supardi, Chef A: Bapak tau arsitek? B: Tau tau A: Rumahnya di desain arsitek nggak pak? B: Iya
Bahruddin, Dosen Teknik Kimia A: Bapak tau arsitek? B: Tau A: Rumahnya didesain arsitek? B: Nggak, saya desain sendiri dan dengan tukang juga yang memberi masukan desain
Rio adi nugraha, Mahasiswa FISIPOL A: Tau arsitek mas? B: Tau dong, Orang yang bekerja mendesain rumah orang lain. Jadi rumah orang yg di desain pakai arsitek bisa terlihat lebih bagus A: Rumahnya di desain arsitek gak mas? B: Rumah yang di batam di desain arsitek kok. Kalo disini ngekos
37
US KA 38
kausa ruang