Edisi 2 Mata Sumenep

Page 1

Edisi 15 September 2014

Harga Eceran 13.000,-

Objektif & Merakyat

2010 HINGGA 2014

Mengerek PAD 377%

Kunci utama adalah kerja keras bupati bersama SKPD terkait�

Menyulap Wisata Air Kali Marengan

SUPER MANTAP

Selengkapnya | Hal. 19

Sumenep Makin Sejahtera

!!! tkan u j n a L

TAHUN 2014

REKAPITULASI PAD 2010 - 2014

143,671,123,954.00 TAHUN 2013 95,661,749,835.00

TAHUN 2012 73,543,192,488.00

Epistemologi Politisi KEBENARAN pengetahuan (epistemologi) yang dibangun politisi masih absurd. Kata-katanya ambigu. Tidak heran, banyak orang menilai kosa kata yang keluar dari bibir politisi hanya dirinya yang tahu. Sebab, arah makna kalimat yang dimaksud tidak jelas.

Selengkapnya | Hal. 8

TAHUN 2011 52,934,248,649.00 TAHUN 2010 38,795,914,251.00

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 1


salam redakasi Objektif & Merakyat Pembaca Mata Sumenep. Edisi kali ini mulai ada perbaikan, terutama dalam perwajahan cover. Termasuk tambahan materi lainnya. Semua itu, menuju kepuasan pembaca meski relatif.

MAA UAMA

Sumenep Makin Sejahtera

3 MAA ESANREN

7

Al-Is`af; Pesantren Salaf di Tengah Himpitan Modernisasi Pendidikan

R MAA II

9

Berharap Suhu Politik Kondusif

MAA FIRI

Sumenep Labuhan Hati Mata Potensi KEJAHTERAAN DARI TERNAK AYAM POTONG | 6 Testimoni BUYA IBARAT LAUTAN I 11 Sosok & Opini PNS BOLEH BERPOLITIK | 12 Pangesto SONGENNEP FLOWERS FESTIVAL | 13 Mata Desa PILKADES GRATIS | 17 Travelling & Kuliner EKSOTISME GUA MAHA KARYA GILI IYANG | 20 Mata Budaya MEMAKNAI TANEYAN LANJENG | 22 Suri Tauladan METAMORFOSIS AL GHAZALI | 24

27

edaksi sengaja mengambil tema peningkatan PAD sebagai laporan utama, sebagai salah satu ukuran keberhasilan kepemimpinan Bupati Abuya Busyro Karim selama 4 tahun menjalankan roda pemerintahan Sumenep. Membincangkan kegagalan sebuah roda pemerintahan, mudah dilihat. Karena tidak lepas dari kapasitas individu bupati seorang manusia. Apalagi kompleksitas problem yang mengikuti alur cerita, sebelum dan sedang berlangsung. Keberhasilan roda pemerintahan bisa dilihat dari berbagai kacamata. Salah satunya, kesuksesan merengguh PAD sebagai efek domino sebuah kesejahteraan warganya. Sayang, laporan utama kali ini, redaksi belum bisa mendeskripsikan secara detail kaitan peningkatan PAD atas hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) Sumenep, pada bulan Maret 2014. Semoga edisi berikutnya menjadi kajian mendalam. BPS merilis tingkat inflasi Sumenep sampai Februari 2014 sebesar 0,76 persen. Ranking kedua tingkat inflasi diantara kabupaten/kota di Jawa Timur, setelah Banyuwangi sebesar 1,02 persen. Secara sederhana, tingkat inflasi hasil BPS menunjukkan frekwensi konsumsi masyarakat Sumenep kian tinggi. Dan ini menandakan

daerah kaya, karena penduduknya memiliki daya beli tinggi. Sebagai warga Sumenep mesti bersuka. Apalagi, riset Majalah Warta Ekonomi, tahun 2012, menyebut Sumenep masuk 50 daerah terkaya (kabupaten/kota). Imam Sukandi, Kabid Pendapatan DPPKA, menyebut, salah satu raihan PAD yang menonjol, diperoleh dari perputaran ekonomi desa. Pasar-pasar tradisional yang tersebar di berbagai kecamatan sebagai tonggak ekonomi masyarakat bawah, terus diperbaiki. Sambil mengutip saran Bupati Abuya Busyro Karim, perbaikan pasar, kata Imam, memprioritaskan los pasar, pengerasan pelataran pasar, tersedianya MCK dan Mushallah, termasuk perbaikan pagar pasar. Sayang, DPPKA hanya mealokasikan perbaikan pasar, Rp 8,069 Miliar dalam kurun waktu 4 tahun. Tentu alokasi dana revitalisasi pasar tradisional itu, belum sebanding dengan target raihan PAD. Edisi berikutnya, sebagian saran dari pembaca, Mata Sumenep, bisa mengulas problem kota Sumenep yang banyak dikeluhkan warga. Seperti tidak adanya tata ruang perumahan dan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari sejumlah perusahaan di Sumenep, yang publik perlu ngerti. Selamat membaca.

SUSUNAN REDAKSI Komisaris: Asmawi Dewan Redaksi: Moh. Jazuli, Ali Humaidi, Syaf Anton Wr Dewan Ahli: Mohammad Ilyas Direktur: Hambali Rasidi Pemimpin Redaksi: Hambali Rasidi Redaktur Pelaksana: Busri Toha Redaktur: Syaf Anton Wr, Reporter: Ahmadi, Rusdiyono, Mahdi, Fathol Alif, Ahmad Faidi, M. Farhan Muzammily Desain Grafis: Al-Mabruri, Anton Hermawan Manajer Iklan & Promosi: M. Adi Irawan Penagih Iklan: Fathor Rahem Manajer Sirkulasi & Distribusi: Moh. Junaedi Koordinator Event: Asip Kusuma, Ach.Mustafa Ali Purnomo Keuangan: Imraatun Nisa’ Penerbit: PT MATA SUMENEP INTERMEDIA NPWP: 70.659.553.5-608-000 SIUP: 503/29/ SIUP-M/435.213/2014 TDP: 13.21.1.58.00174. Kantor Redaksi: Jl Matahari 64 Perum Satelit, Tlp (0328) 673100 Email: matasumenep@gmail.com , mataopinisumenep@gmail.com PIN BB: 7D0B6F42 2 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014


MATA UTAMA

Sumenep Makin Sejahtera Bisa anda bayangkan, jika sebuah daerah (kabupaten), tergolong kecil Pendapatan Asli Daerah (PAD)? Tentu masyarakatnya banyak yang terkategori miskin. Sebaliknya, apabila pertumbuhan PAD terus tumbuh kembang, sebagai indikator tingkat kesejahteraan warga di kabupaten itu, menuai kemakmuran.

P

ernyataan di atas, sejalah dengan tolak ukur kemakmuran sebuah negara. Alat pengukur yang sering digunakan untuk mengetahui secara kuantitatif, arah, intensitas, dan kecepatan keberhasilan dalam pembangunan ekonomi suatu negara adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product ) atau yang sering dikenal sebagai Pendapatan Nasional. Memang, untuk mengukur kemakmuran sebuah daerah salah satunya adalah peningkatan PAD. Berdasar Undang-Undang N0 28 Tahun 2009, PAD merupakan sumber keuangan daerah yang digali terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah (laba perusahaan daerah), dan lain-lain PAD yang sah. Dan atas kepemimpinan Bupati, Abuya Busyro Karim, Sumenep berhasil mengerek kenaikan PAD sebesar, 377% dari tahun 2010 hingga 2014. (Rincian Lihat Tabel) Keberhasilan mengerek PAD bukan jatuh dari langit. Dari mana saja kenaikan PAD Sumenep? Imam Sukandi, Kabid Pendapatan DPPKA (Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset) Sumenep, menyebut peningkatan PAD ditunjang beberapa sektor. Salah satunya potensi pajak dan retribusi daerah yang terus dilakukan itensifikasi dan ekstensifikasi terhadap objek baru. “Tahun-tahun sebelumnya masih terbatas di sekitar perkotaan, sekarang petugas DPPKA menyebar hingga ke kecamatan,” ungkap Imam. “Kunci utama

adalah kerja keras bupati bersama jajaran Satuan Kerja Perangkat Daeah (SKPD) terkait untuk terus aktif menggali potensi-potensi PAD,” tambahnya. Dikatakan Imam, salah satu raihan PAD diraih parkir berlangganan Rp 2,4 miliar. Retribusi sarana telekomunikasi (tower) Rp 1,9 miliar. Deposito Bank Rp 18 miliar. Jasa Giro 1,8 miliar. Penerimaan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebesar Rp 30 miliar per 31

Agustus. Selain faktor di atas, efek dari desentralisasi fiskal, kata Imam, juga turut membantu peningkatan PAD Sumenep. Dia mencontohkan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang semula dikelola pusat, kini diserahkan ke pemerintah daerah, sebagai pajak daerah. Dalam sektor Lain-Lain PAD yang sah Tahun 2010, semula sebesar Rp 6,293 miliar kini meningkat tajam pada tahun 2014

Rekapitulasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sumenep Sejak Tahun 2010 Sampai Dengan Tahun 2014 NO

URAIAN

sebesar Rp 94,710 miliar. “Banyak potensi pajak lokal yang terus kami benahi. Salah satunya, evaluasi tarif papan reklame papan (billboard) yang semula Rp 21 rb/m2/bulan kini dinaikkan menjadi Rp 76 rb/m2/bulan. Itu pun harganya, masih termurah se Madura. Selain itu, DPPKA juga memasang sejumlah papan reklame di jalan-jalan untuk menambah PAD,” tambahnya. Dari kacamata ekonomi makro, kesejahteran sebuah daerah diukur dari tingkat konsumsi masyarakat seba-

gai kontributor utama bagi pertumbuhan ekonomi (economic growth) sebuah daerah. John Maynard Keynes, seorang ekonom Inggris yang hidup antara tahun 1883 sampai 1946, memberi hipotesa soal siklus arus keuangan yang mengacu pada peningkatan belanja (konsumsi). Bagi Keynes, laju konsumsi akan menggiring pada peningkatan pendapatan individu, yang pada akhirnya mendorong peningkatan belanja (konsumsi).Makna lain, individu yang memiliki kekayaan tapi tidak dibelanjakan, akan mematikan pendapatan orang lain. Pada gilirannya, perputaran keuangan menjadi macet dan perekonomian lumpuh. Keynes sebagai bapak ekonomi pertama yang mampu menjelaskan secara sederhana penyebab dari Great Depression, sebuah peristiwa mengenaskan mengenai depresi besarbesaran yang terjadi di berbagai penjuru dunia, termasuk negara super power, Amerika Serikat, pada tahun 1930-an. Teori Keynes bisa menjadi tolok ukur seorang membelanjakan uang, akan membantu meningkatkan pendapatan orang lain. Siklus ini terus berlanjut dan membuat perekonomian dapat berjalan secara normal. Semua ahli ekonomi sepakat bahwa konsumsi masyarakat menjadi salah

TAHUN 2010

TAHUN 2011

TAHUN 2012

TAHUN 2013

TAHUN 2014

KETERANGAN

5,930,698,550.00

6,755,055,500.00

7,696,564,500.00

11,789,033,850.00

17,616,525,497.00

Sejak tahun 2011 PAD selalu naik

21,537,616,828.00

25,968,170,000.00

11,359,489,000.00

20,915,865,979.00

17,079,119,550.00

Sampai dengan tahun 2014

1

Pajak Daerah

2

Retribusi Daerah

3

Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

5,034,557,620.00

9,482,264,473.00

16,691,000,000.00

11,848,300,000.00

14,264,500,000.00

Kenaikannya Rp.143.671.123.954,-

4

Lain Lain Pendapatan Aasli Daerah Yang Sah

6,293,041,250.00

10,728,758,672.00

37,796,138,983.00

51,108,550,000.00

94,710,978,900.00

Rp. 38.795.914.251 = Rp.104.875.209.703,Selama 4 Tahun Berjalan

38,795,914,251.00

52,934,248,649.00

73,543,192,488.00

95,661,749,835.00

143,671,123,954.00

Peningkatan Sekitar 377%

JUMLAH

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 3


MATA UTAMA Peringkat 50 Kota/Kabupaten Terkaya Versi Warta Ekonomi

satu faktor peningkatan inflasi sebuah daerah, selain ketidaklancaran distribusi produk dan berlebihnya likuiditas pasar. Indikasi daerah kaya adalah penduduknya memiliki daya beli tinggi dibanding daya beli masyarakat daerah miskin. BPS Sumenep, pada bulan Maret 2014, merilis, tingkat inflasi Sumenep sampai Februari 2014 sebesar 0,76 persen. Kabupaten/ kota di Jawa Timur, inflasi tertinggi terjadi di Banyuwangi sebesar 1,02 persen. Urutan kedua diikuti Sumenep sebesar 0,76 persen. Ketiga, Madiun sebesar 0,60 persen. Keempat, Malang sebesar 0,31 persen. Surabaya sebesar 0,23 persen, Kediri dan Jember masingmasing sebesar 0,05 persen, dan inflasi terendah terjadi di Probolinggo sebesar 0,02 persen. Paket komoditas di Sumenep hasil Survey Biaya Hidup (SBH) 2012 terdiri dari 319 komoditas meningkat dibanding hasil SBH 2007 sebanyak 296 komoditas. Paket komoditas kota IHK di Jawa Timur terbanyak di Surabaya yaitu 424 komoditas, dan yang pal-

ing sedikit di Banyuwangi sebanyak 244 komoditas. Jumlah paket komoditas kota IHK lainnya adalah Kediri sebanyak 377 komoditas, Malang sebanyak 372 komoditas, Jember sebanyak 360 komoditas, Madiun sebanyak 325 komoditas, Probolinggo sebanyak 323 komoditas.

50 Kabupaten/Kota Terkaya di Indonesia Warga Sumenep harus berbangga diri. Riset Majalah Warta Ekonomi mengenai daerah terkaya (kabupaten/kota) tahun 2012 telah menghasilkan peringkat kabupaten/kota terkaya, salah satunya Kabupaten Sumenep. (Rincian lihat tabel). Warta Ekonomi, tahun 2012, merilis sejumlah daerah yang meraih peringkat teratas tidak mengalami perubahan. Salah satunya, peringkat 50 kota terkaya, sama dengan tahun 2008. Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) menduduki peringkat pertama dengan total pendapatan dalam APBD terbesar yakni Rp4,1 triliun, pada tahun 2011. Tahun itu, hanya ada 7 kabupaten/kota

4 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

yang memiliki penerimaan APBD lebih dari Rp2 triliun. APBD Sumenep 2012, masih Rp Rp1,189 triliun. Dan APBD Sumenep 2014 meningkat mencapai Rp 1,42 Triliun. Keberhasilan Sumenep merangkak sebagai kabupaten/kota terkaya tak lepas dari desentralisasi fiskal dalam kurun waktu 10 tahun yang dapat menggairahkan PAD. Potensi Sumber Daya Alam (SDA), salah satunya objek Migas, tentu menjadi objek pendapatan dari dana perimbangan pusat, 15% dibagi dalam imbangan 3% untuk provinsi penghasil, 6% untuk kabupaten/ kota dalam provinsi dan 6% dibagikan untuk Kabupaten/Kota penghasil (Sumenep). Efek domino tersebut telah menggairahkan roda perekonomian lokal, yang tentu mengalir ke PAD. Menurut Imam Sukandi, Kabid Pendapatan DPPKA (Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset) Sumenep, salah satu kontribusi pajak lokal yang menyumbang ke PAD adalah pajak catering atau jasa boga yang digunakan sejumlah K3S Migas. “Selain,

volume hotel dan restoral akibat dari banyaknya investor yang membuka usaha di Sumenep,” tutur Imam, mengawali pembicaraan dengan Mata Sumenep. Dan prediksi sejumlah pengamat, 5 tahun akan datang, kekuatan APBD Sumenep tembus di atas angka Rp 2 Triliun. Salah satu prediksi itu bisa dilihat dari beroperasinya (ekploitasi) sejumlah Kontraktor Kontrak Kejasama (K3S) Migas di Kabupaten Sumenep, seperti Energy Mineral Langgeng (EML), Husky Cnooc Madura Ltd, SPE Petroleum Ltd dan Petrojava North Kangean. Dikatakan Imam, selain desentralisasi fiskal, banyaknya investor tentu menjadi pemicu utama dalam meraih keberhasilan ekonomi daerah. “Mari kita undang investor ke Sumenep untuk menggali potensi kekayaan Sumenep,” sambung Imam sembari menunjukkan data keberhasilan dinasnya dalam meraih PAD, salah satunya diperoleh dari perputaran ekonomi desa. Karena itu, Imam terus merehabilitasi pasar-pasar tradisional yang tersebar di berbagai kecamatan sebagai tonggak

NO

DAERAH

TOTAL INDEKS

1

Kab. Kutai

4.425

2

Kota Surabaya

4.400

3

Kota Bandung

4.350

4

Kab. Siak

3.950

5

Kab. Bogor

3.950

6

Kota Medan

3.925

7

Kab. Kutai Timur

3.925

8

Kab. Bengkalis

3.900

9

Kab. Bandung

3.900

10

Kab. Muara Enim

3.850

11

Kab. Banyuwangi

3.875

12

Kota Balikpapan

3.775

13

Kota Samarinda

3.775

14

Kab. Malang

3.800

15

Kab. Sidoarjo

3.750

16

Kab. Kampar

3.750

17

Kab. Subang

3.725

18

Kota Makassar

3.725

19

Kota Bekasi

3.700

20

Kab. Badung

3.700

21

Kab. Cilacap

3.675

22

Kab. Musi Banyuasin

3.700

23

Kab. Bekasi

3.675

24

Kota Semarang

3.650

25

Kab. Kutai Barat

3.650

26

Kab. Karawang

3.650

27

Kab. Malinau

3.650

28

Kab. Deli Serdang

3.600

29

Kota Pekanbaru

3.600

30

Kab. Rokan Hilir

3.600

31

Kab. Indramayu

3.625

32

Kab. Berau

3.600

33

Kab. Merauke

3.650

34

Kota Batam

3.550

35

Kab. Kolaka

3.675

36

Kab. Tanah Datar

3.625

37

Kab. Agam

3.625

38

Kota Palembang

3.550

39

Kab. Tulang Bawang

3.650

40

Kab. Tanggamus

3.650

41

Kab. Kota Baru

3.600

42

Kab. Banggai

3.600

43

Kota Jambi

3.575

44

Kab. Mimika

3.550

45

Kab. Lumajang

3.575

46

Kab. Tabanan

3.550

47

Kab. Batanghari

3.575

48

Kab. Sambas

3.575

49

KAB. SUMENEP

3.600

50

Kab. Lampung Utara

3.575

ekonomi masyarakat bawah. Sambil mengutip saran Bupati Abuya Busyro Karim untuk memprioritaskan los pasar, pengerasan pelataran pasar, tersedianya MCK dan Mushallah, termasuk perbaikan pagar pasar, DPPKA selalu mealokasikan perbaikan pasar, yang mencapai Rp 8,069 Miliar dalam ku-


MATA UTAMA run waktu 4 tahun. Daerah kaya memiliki daya tarik investasi. Pemkab harus terus mencanangkan peningkatan investasi. Tentunya investasi yang ramah lingkungan dan memiliki dampak positif bagi masyarakat sekitar. Tidak sedikit kabupaten/ kota berhasil mengerek PAD, salah satunya membuka peluang investasi yang besar. Target peningkatan PAD pada gilirannya melahirkan kebijakan pro produktif bagi iklim usaha dan inves-

tasi. Iklim investasi yang kondusif pasti dapat meningkatkan kegiatan ekonomi. Pada gilirannya, mendongkrak kemampuan pelaku ekonomi lokal. “Jika kegiatan ekonomi masyarakat bergairah akan menciptakan lapangan kerja. Perputaran uang meningkat tentu mendatangkan PAD,” tam-

bah

Imam. Warta Ekonomi menyebut indikasi daerah kaya adalah penduduknya memiliki daya beli tinggi. PDRB per kapita yang tinggi makin meningkatkan aktivitas perekonomian. Hasil riset warta ekonomi, 2012, PDRB per kapita tertinggi dipegang Kabupaten Kutai Kartanegara, disusul Kota Surabaya

dan Kota Bandung. PDRB per kapita tinggi lainnya kebanyakan berada di luar Pulau Jawa yaitu di Kabupaten Siak, Kota Medan, Kabupaten Kutai Timur, dan Kabupaten Bengkalis. Di sisi lain, hanya dua kabupaten di Pulau Jawa yang memiliki PDRB per kapita tinggi, yaitu Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bandung. Dan Sumenep masuk dalam 50 kabupaten/kota terkaya di Indonesia. hambali rasidi/dari berbagai sumber

Revitalisasi Pasar Tradisional di Sejumlah Kecamatan

Konisi Pasar Rubaru sebelum ireitalisasi ole Pemerinta Kabupaten Sumenep

Konisi Pasar Rubaru setela ireitalisasi ole Pemerinta Kabupaten Sumenep

Sala satu kios pasar traisional ang ibangun ole Pemerinta Kabu paten Sumenep meneiakan usalla i Pasar Rubaru

Pemerinta Kabupaten Sumenep meneiakan usalla i Pasar Rubaru

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 5


MATA POTENSI

Kesejahteraan dari Ternak Ayam Potong

D

ESA yang tandus bukan menjadi problem untuk meningkatkan kesejahteraan warga.Nawara, 33, warga Dusun Gunong Pekol, Desa Jenangger, Kecamatan Batang-Batang mencari terobosan bersama para warga membuat peternakan ayam potong dengan pola kerja bagi hasil. Hasil ternak warga, dibeli oleh Nawara kemudian di jual sendiri ke pasar-pasar desa di Kecamatan Dungkek. Hasilnya menggiurkan. Keuntungan dari mitra kerja itu bisa mendongkrak kesejahteraan warga. Nawara sempat hijrah ke Banyuwangi untuk jualan buah-buahan. Bersama Moh. Ribut, sang suami, dia mencari rezeki ke daerah rantau karena di desanya sulit mendapat pekerjaan, kecuali bertani dan ternak sapi dengan sistem bagi hasil. Selama 2,5 tahun di rantau, Nawara berpikir untuk kembali ke desanya mengembangkan usaha ternak ayam potong. Nawara tergolong otodidak beternak ayam. Bersama sang suami, ia mengawali ternak 10 ekor pada tahun 2009. “Semula saya coba-coba beternak ayam potong,” tutur Wara, panggilan akrab Nawara, memulai pembicaraan dengan Mata Sumenep. Awal coba-coba ia terasa sukes. Dia berembuk dengan sang suami untuk membangun kandang. Kemudian memperluas kandang ayam, dari 10 ekor menjadi 500 ekor ayam. Anak ayam di datang-

kan secara estafet selama 5 kali. “Minggu pertama, saya datangkan 100 ekor anak ayam. Minggu kedua, juga 100 ekor anak ayam, terus sampai minggu kelima, tiba masa panen yang 100 ekor pertama. Begitu seterusnya,” jelas Ribut, mendampingi istrinya menjelaskan secara detail pola ternak yang ia terapkan. Dengan pola itu, tidak membutuhkan banyak modal dan hasil ternak mulai terasa. “Ya..modal bisa berputar,” tambah Wara. Semula, hasil ternak Wara dijual ke pengepul daging ayam di sekitar desanya. Beberapa bulan berjalan, ia berinisiatif menjual sendiri hasil ternaknya dengan membuka lapak di pasar Candi dan Pasar Kecamatan Dungkek. Banyak pelanggan yang terpikat dengan ayam dagangannya. Permintaan daging ayam potong terus bertambah. Nawara kewalahan. Ia tidak mampu melayani pembeli di pasar. Lalu,

6 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

muncul gagasan mengajak warga sekitar rumahnya untuk menjadi mitra kerjanya dalam beternak ayam. Kini Nawara memiliki 10 kandang ternak ayam dengan pola mitra kerja yang tersebar di empat desa. Terbanyak, di desa sendiri, Desa Jenangger sebanyak 6 warga yang menjadi mitra kerjanya. 2 kandang mitra kerjanya berada di Desa Torosan. Dan 1 mitra di Desa Banuaju Timur serta 1 mitra di Desa Banuaju Barat. Masingmasing diisi 500 ekor ayam potong. Jumlah ini bisa bertambah tergantung luas kandang. Setiap bulan Nawara mengantongi hasil penjualan sebesar Rp 45 juta. Keuntungan itu belum dipotong biaya karyawan 13 orang dan biaya angkut dari kandang mitra peternak. Nawara mengaku memberi modal ke mitra sekitar Rp 15 juta untuk 500 ekor ayam potong. Biaya ini untuk

pembelian benih Asna,37,warga Desa Jenangger Kecamatan Batang-Batang sebelum bermitra dengan Nawara hanya bekerja serabutan. Seperti, buruh tani. Apabila ada orang yang minta mengerjakan ladang pertaniannya, Asna baru bekerja. Ongkos buruh tani sehari sebesar Rp. 40.000. Itu pun tidak pasti setiap hari bekerja. Sejak menjadi bermitra dengan Nawara, kehidupan Asna mulai cerah. Selama 40 hari merawat ayam ternak. Memberi pakan 2 x sehari. Memberi minum dan membersihkan kotoran ayam,

ia merengguh keuntungan bersih dari bagi hasil mitra, minimum Rp 1,9 juta.” Tergantung harga daging ayam di pasaran. Kalau bulan puasa, keuntungan bagi hasil bisa mencapai Rp 2,5 – Rp 3 juta,” cerita Asna. Dari keuntungan itu, Asna bisa beli peralatan rumah tangga, seperti tivi dan kursi. “Yang terpenting bisa menyekolahkan kedua anak,” tuturnya kepada Mata Sumenep. Anak sulung Asna, mondok di salah satu pesantren di Kec. Lenteng. Dan putra keduanya, masih sekolah MI dekat rumahnya. | rusdiyono


MATA pesantren

Al-Is’af

Pesantren Salaf di Tengah Himpitan Modernisasi Pendidikan Pondok Pesantren Al-Is’af, tergolong pesantren unik. Ditilik dari makna Al-Is’af adalah Ambulan. “Nama itu sengaja diambil untuk menampung orang sakit bagi mereka yang butuh pengobatan rohani,” tutur KH Jurjis Muzammil, salah satu pengasuh ponpes, menjelaskan pesantrennya bisa menjadi rujukan bagi yang membutuhkan ilmu Islam. Al-Is’af tetap istiqamah, menempatkan sebagai pesantren yang melulu mengajarkan kitab-kitab Islam kalsik warisan ulama dahulu, hingga saat ini. Sejak berdiri hingga kini, konon, ponpes enggan menerima bantuan/hibah dari institusi pemerintah. Kecuali hibah individu atau pemberian dari alumni pondok atau wali santri. Ponpes yang memiliki hampir seribu santri putra-putri ini menolak modernisasi pendidikan dengan dalih sederhana; ingin menjadi benteng, menjaga serta merawat ilmuilmu Islam klasik yang sudah sepi peminat. Udara sejuk menyengat pori-pori tubuh. Matahari mulai beranjak menampakkan sinar di ufuk timur. Kanan kiri telihat perbukitan menambah panorama alami. Begitulah kondisi alam pondok Al-Is’af yang berlokasi di Dusun Kalaba’an, Desa Guluk-Guluk, Kecamatan Guluk-Guluk. Untuk menuju pondok tersedia dua jalur. Pertama, bisa lewat pertigaan Prenduan dengan jarak sekitar 24 kilometer. Kedua, jika melewati kota Sumenep, sejauh 38 kilometer melalui Kecamatan Ganding. Menurut Jailani, salah satu pengurus, Pesantren al-Is’af didirikan (alm) KH M Habibullah Rois Ibrahim, pada tahun 1960 yang berawal dari langgar kecil dan sederhana untuk mengajarkan 10 santri yang berasal dari warga sekitar. Kiai Habib wafat tahun 2010, sejak itu kepemimpinan pesantren diganti putra yang kedua, KH Lathfan Habibi, sampai sekarang Kiai Habib,-begitu pangilan pendiri Al-Is’af, waktu berumur tujuh tahun, nyantri ke Ponpes An-Nuqayah. Di pesantren, Kiai Habib berguru ke KH M. Ilyas Syarkowi, yang masih tergolong keluarga. Kiai Ilyas merupakan putra

dari Kiai Syarkowi, pendiri Ponpes An-Nuaqayah. Kiai Ilyas, seorang ulama legendaris yang terkenal alim dan tawaddhu’. Kiai Habib menjadi kesayangan Kiai Ilyas. Seringkali Kiai Ilyas menyuruh Kiai Habib menulis kitab dengan bahasa Arab Fushah. Setelah menamatkan pendidikannya di AnNuqayah, Kiai Habib melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuran. Beberapa bulan di Sidogiri, Kiai Habib pindah ke Pondok Pesantren, Manbaul Ulum, Bata-Bata, Pamekasan. Di pesantren itu, Kiai Habib dibimbing langsung oleh pengasuh terkenal alim KH Abd al-Majid ibn KH Abd. al-Hamid. Tidak dijelaskan berapa bulan, Kiai Habib nyantri di Bata-Bata. Sepeningggal Kiai Majid, Kiai Habib kembali ke Pondok Pesantren Sidogiri. “Setelah pulang dari Pesantren Sidogiri, kiai baru menerima santri untuk belajar kitab dan al-Qur’an,” tuturnya mengawali pembicaraan dengan Mata Sumenep. Sebagai pesantren salafi, al-Is’af memelihara dan mempraktekkan nilai-nilai yang diwariskan para ulama terdahulu. Setiap santri wajib mandiri dan hidup

sederhana. Pola dan menu makanan sederhana termasuk cara berpakaian santri sehari-hari. Sikap asketisme atau zuhud menjadi ciri khas santri al-Is’af. Ketenaran Ponpes alIs’af masih kalah akrab dengan sebutan Pesantren Kalaba’an, yang merujuk nama dusun lokasi pesantren. "Orang sudah biasa menyebut Pesantren Kalaba’an, ketimbang al-Is’af. Mungkin karena orang Madura lebih gampang menyebut daerah," tutur Kiai Jurjis Muzammil. Diceritakan, nama alIs’af disematkan oleh Kiai Habib, sang pendiri pesantren setelah proses istikharah (minta pentunjuk kepada Allah Swt). Para santrinya, ditarget pandai membaca kitab kuning (kitab klasik Islam yang tidak berharkat). “Para santri dipacu untuk banyak menghafal berbagai macam kitab. Seperti Kitab Alfiyah Karya Ibnu Malik, AlAjurumiyaj, Safinatunnaja, Zubad dan lainnya. Pengetahuan tentang baca kitab kuning, fardhu ‘ain. Sehingga kami menekankan santri untuk bisa membaca kitab kuning," tambah Kiai Jurjis. Menurut Jailani, kitab tasawuf seperti al-Hikam karya Ibnu Ataillah menjadi pengajian wajib bagi santri

senior. Pengajian kitab ini disyarah langsung oleh KH Latfan Habibi, setiap hari sabtu. Dijelaskan, waktu pengajian kitab dibagi menjadi dua kali dalam sehari, yaitu pagi dan sore. Pagi hari materi kitab Tafsir Jalalain dan Riyadusshalihin. Sore hari ba’da Ashar pengajian kitab Alfiyah dan Fathul Mu’in. Kendati tergolong salafi, tiap santri akan dievaluasi dengan penjenjangan Madrasah Habibiyah yang berada di lingkungan pesantren. Setiap empat bulan ada ujian kepada santri. Butuh berapa tahun santri bisa lancar membaca kitab klasik (kitab kuning)? “Kalau yang standart butuh waktu kurang lebih 4 tahun, bisa saja tidak sampai, tergantung pada tingkat kemampuan santri,” tambahnya. Biaya mondok relatif terjangkau. Bagi santri baru cukup membayar Rp. 330.000 selama setahun. Pada tahun berikutnya, setiap santri hanya dibebani biaya Rp. 300 ribu. “Dana ini untuk biaya belajar, uang kamar, lampu, dan air, serta kegiatan di pesantren,” jelas Jailani. Tenaga pengajar dari lulusan pesantren yang ingin mendarmabaktikan ilmu dan tenaganya.

Termasuk santri-santri senior. Agar para santri memiliki kemampuan penguasaan kitab-kitab salafiyah, pesantren menyelenggarakan pengajian kitab untuk semua santri dengan berjenjang; kategori wusta, ‘ulya dan kelas musyawarah (yaitu forum diskusi yang diikuti oleh para ustad), dengan menggunakan metode pembelajaran wetonan. Mempertahankan tradisi pesantren tradisional, yaitu sorogan, wetonan/bandongan, musyawarah (bahth almasail) Jumlah santri yang hampir mencapai 1000 ini berasal dari berbagai daerah di Sumenep dan luar Madura. Kebanyakan santri berasal dari desa sekitar, seperti Pakong, Lengkong dan Ganding. Dari kepulauan, seperti Kecamatan Gili Genting dan Raas. “Serta putra habaib dari tanah Jawa yang banyak nyantri ke sini,”cerita Jailani. Ahmad, 55, warga sekitar pesantren merasa senang adanya pesantren kalabaan. Dia berdalih seperti warga lainnya, kehidupannya merasa damai dengan banyak mendengar suara santri mengaji. “ate noro’ cellep jugan,” tutur Ahmad kepada Mata Sumenep. | rusdiyono

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 7


MATA POLITIK

Epistemologi Politisi

D

ALAM kehidupan sehari-hari, seringkali kita berhadap-hadapan dengan suatu lingkungan yang menyisakan pertanyaan, apakah yang dilihat dan didengar itu, tergolong benar atau salah, baik atau buruk, indah atau tidak indah. Seketika itu pula, pikiran langsung menyimpulkan. Seperti saat kita menonton tivi, mendengar radio atau membaca koran atau tabloid soal berita politik. Ter update kontroversi RUU Pilkada;Gubernur,Bupati/ Walikota semula setuju dipilih langsung, secara instan balik arah. Dalam kacamata akademik, menilai sesuatu itu benar-tidak benar, baik-tidak baik, indah-tidak indah, butuh penyelidikan atau kajian lebih mendalam berdasar aksiologi (filsafat nilai). Suatu ilmu yang mempelajari hakikat nilai dalam kacamata filsafat. Dan untuk mengetahui hakikat nilai itu, perlu cara memperoleh pengetahuan sebelum menarik kesimpulan. Di kancah intelektual di kenal dengan istilah epistemologi. Suatu ilmu yang mempelajari kebenaran pengetahuan. Hanya saja, kebenaran pengetahuan (epistemologi) yang dibangun intelektual Barat berdasar kesesuaian rangkaian pengertian, lewat konsepsi dan sensasi. Artinya, kebenaran pengetahuan tergantung dari sudut pandang mana individu menilai. Seperti Filsuf Amerika, John Locke yang menilai kebenaran berdasar empirisme.

Kebenaran pengetahuan yang dimaksud berdasar pengalaman yang dilihat dan didengar. Dia berdalih, pada dasarnya akal manusia sejenis buku catatan kosong. Sehingga akal masih tergantung pada proses inderawi. Locke menyebut akal sebatas penampungan yang bekerja pasif atas hasil penginderaan. Temuan Locke, ditentang Rene Descartes, Filsuf Prancis yang tersohor dengan kaidah Cogitu Ergo Sum. Rene menyebut kebenaran pengetahuan hanya bisa diperoleh lewat rasionalisme. Descartes ingin mencari kebenaran pengetahuan dengan cara meragukan semua hal. Dan ia menyimpulkan kebenaran pengetahuan sesuai dengan akal. Sehingga ia melontarkan istilah Cogitu Ergo Sum (karena berpikir diri manusia itu ada). Langkah Rene juga ditolak oleh Henry Bergson yang menilai indera dan

8 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

akal memiliki keterbatasan. Menurut Bapak Intuisionisme ini, indera dan akal hanya mampu menghasilkan kebenaran sepotong. Dengan metode intuisi, kata Filsuf kelahiran Belanda ini, manusia dapat menghasilkan pengetahuan yang utuh. Itu tiga aliran utama epistemologi Barat dalam memperoleh kebenaran pengetahuan. Berbeda dengan kebenaran pengetahuan versi Islam (epistemologi Islam). Kebenaran pengetahuan dalam Islam berpijak pada bayani, burhani dan irfani. Bayani memperoleh pengetahuan berdasar pemahaman atas teks agama. Seperti al-Qur’an dan al-Hadits. Meski manusia memiliki akal, bukan berarti teks agama (al-Qur’an dan al-Hadis) menyesuaikan keinginan akal manusia. Rasio atau akal sebatas memahami teks sebagai pengetahuan jadi

untuk dipraktekkan. Sedangkan pengetahuan burhani berdasar kekuatan rasio. Secara istilah, pengetahuan burhani merupakan pengetahuan definitif dan jelas karena bersandar pada kekuatan akal lewat kombinasi sistem rasio dan empiris atas pengetahuan sebelumnya. Sementara, pengetahuan irfani tidak berdasar atas teks agama (bayani) juga tidak berdasar kekuatan rasio, melainkan pada cara kasyf, suatu pengetahuan yang diperoleh lewat olah ruhani dengan kesucian hati. Dengan harapan, Allah Swt melimpahkan pengetahuan langsung. Sehingga tersingkap rahasia-rahasia Allah Swt. Kata irfan memiliki akar kata yang sama dengan ma’rifat. Dalam kajian tasawuf, individu yang meraih makrifatullah (mengenal kepada Allah) teristilah mukasyafah, orang yang memiliki makna penyingkapan tabir-tabir (hijab) yang selama ini menghijab individu untuk mengakses sebuah dunia yang agung. Dalam ilmu tasawuf, pengetahuan irfani dibangun lewat olah batin. Meliputi, olah hati, rasa dan ruh secara berjenjang. Sehingga pengetahuan yang diperoleh bukan berdasar penyelidikan sistem logika dan teks, tapi berasal dari pancaran

Nur Ilahi (Cahaya Tuhan) yang dipantulkan lewat hati paling dalam. Terupdate muncul epistemologi versi politisi. Maksudnya, kebenaran pengetahuan itu dibangun atas dasar konsesi para politisi, apakah perwujudan di legislatif atau di ruang-ruang partai politik (parpol). Hanya saja, sistem pengetahuan yang dibangun para politisi ini, masih absurd alias remang-remang. Kata-katanya ambigu. Tidak heran, banyak orang menilai kosa kata yang keluar dari bibir politisi, hanya dirinya yang tahu. Sebab, arah makna kalimat yang dimaksud tidak jelas. Hal ini seperti menjadi ciri khas seorang politisi ulung. Gaya bahasa yang terlontar sengaja tidak memperjelas arah makna agar lawan sulit menerka langkahnya. Sehingga muncul kaidah kosakata multitafsir. Apakah ia (politisi) berbicara atas nama empiris (fakta) atau cita-cita (idea) konstituen? atau sebaliknya. Sepintas, bahasa yang diungkap tampak tulus, tapi seketika abstrak atau absurd. Memperjelas kebenaran politisi, ibarat semut hitam di atas batu hitam di kegelapan malam. Praktis, tidak bisa diraba dan dilihat. Wallahu wa‘lam | redaksi


Mata POLITIK

Berharap Suhu Politik Kondusif Beberapa hari usai diambil sumpah jabatan sebagai anggota DPRD Sumenep oleh Ketua PN Sumenep, Eni Sri Rahayu, terdengar kabar, sejumlah anggota DPRD, sedang mengajukan kredit (pinjaman) ke Bank Jatim. Nilai pinjaman para wakil rakyat itu bervariasi. Mulai dari angka, Rp 100 juta, Rp 200 juta, Rp 300 juta hingga Rp 400 juta. Kemampuan Bank sebagai pemberi pinjaman sebesar 80% dari pendapatan yang diterima dengan jangka waktu 3-4 tahun. Fenomena ini tentu jamak.Tapi, yang menjadi tanda tanya, bagaimana efektifitas kinerja para legislator, apabila sisa gaji per bulannya kurang dari harapan memacu mobilitas aspirator? Lantas, bagaimana fenomena dewan? Berikut wawancara, Hambali Rasidi dan Rusdiono, dari Mata Sumenep, dengan Ketua (sementara) DPRD Sumenep, KH Abrori Mannan, S.Ag, di ruang kerjanya. Assalamu alakaikum, Bapak Ketua? Walaikum Salam.. Bagaimana kesan sebagai Ketua DPRD? Yang beda hanya kebiasaan lama untuk adaftasi dengan dunia baru. Jabatan sebelumnya sebagai Ketua Komisi A, waktu datang ke gedung dewan, masuk ke ruang komisi dan mimpin rapat komisi. Sekarang, banyak hal yang perlu dilakukan termasuk aktivitas sebagai ketua dewan. Ya..perlu adaftasi saja…ya sekarang sudah biasa. Soal info banyak anggota dewan mengajukan kredit ke Bank, menurut Ketua? Hahahaha. Saya husnodzan saja. Barangkali itu untuk kebutuhan sarana peningkatan kinerja anggota dewan dalam merespon kebutuhan konstituen. Seperti, anggota dewan dari kepulauan, barangkali butuh dana untuk rumah aspirasi. Atau dana pinjaman itu untuk membeli mobil demi kelancaran tugas kedewanan. Berapa anggota dewan yang minta persetujuan ketua? Saya tidak tahu pasti jumlah anggota dewan yang mengajukan. Pastinya sudah ada yang ditandatangani. Besarnya variasi. Ada yang Rp 100 juta, Rp 200 juta hingga Rp 300 juta. Sampai sekrang saya belum ambil kredit, heheheh.. Gonjang-ganjing di media soal Bapak suruh turun dari jabatan ketua, bagaimana kondisi sebenarnya?

Oh…baru saja dijelaskan jam 11, usai rapat paripurna pembentukan fraksi. Setelah paripurna ditutup, temanteman minta ada forum klarifikasi soal gonjangganjing itu. Ada 8 poin yang kami jelaskan. Isu itu sebatas diskomunikasi saja. Inti dari acara klarifikasi itu, semuanya sudah menerima secara legowo. Sekarang sudah clear.Teman-teman akhirnya memaklumi, kami sebagai pimpinan sementara, pasti ada kekurangan. Pasti ada kealfaan, secara manusiawi. Misal ada kritik dan saran, saya sangat mengapresiasi. Bagi saya bisa menjadi pembelajaran, jika misalnya, tetap memangku jabatan difinitif. Bisa dijelaskan 8 poin itu? Salah satunya, tidak mendahulukan pembentukan fraksi, mendahulukan orientasi pada tanggal 31 Agustus lalu, karena ada beberapa faktor. Pertama, berdasar surat edaran Menteri Dalam Negeri. Kedua, sebelum keberangkatan sudah melakukan pertemuan dengan pimpinan partai politik,27 Agustus. Dalam pertemuan itu telah disepakati, kalau pembentukan fraksi setelah orientasi. Kenapa pimpinan partai politik diundang? Karena fraksi belum terbentuk. Jadi saluran komunikasi yang ada kami manfaatkan. Kabar yang santer, sosok Bapak kurang diterima oleh sejumlah anggota dewan sehingga muncul koalisi pelangi dan boikot acara orientasi.

Bisa dijelaskan? Saya ini kader partai. Saya bukan pengurus. Saya menjadi Ketua DPRD karena ditunjuk partai. Soal mekanisme partai mengusulkan nama untuk menjabat Ketua DPRD, sebenarnya bukan ranah saya. Hanya saja, ada informasi. Sebelum menunjuk nama saya, sudah ada musyawarah yang dipimpin ketua dewan periode sebelumnya. Karena belum ada mufakat diantara pimpinan parpol peraih jatah pimpinan, maka dikembalikan pada peraturan, bahwa partai yang memperoleh suara terbanyak, menduduki Ketua (sementara) DPRD. Saya ditunjuk DPC. Sebagai kader yang baik, saya samikna waatokna. Bagaimana harapan Bapak merespon dinamika politik DPRD Sumenep? Saya hanya berharap suhu politik di kantor ini kondusif dan lebih baik. Karena masyarakat sudah menunggu gebrakan wakil rakyat demi peningkatan kesejahteraan. Apalagi, sebentar lagi, bulan November akan mengesahkan APBD 2015. Kalau boleh tahu, siapa ketua definitif? Haha… Saya tidak tahu. Semua berharap cemas. Apabila Bapak, ditunjuk sebagai ketua definitif, apa saja yang akan dilakukan? Kalau misalnya, saya dipercaya mengemban amanat ketua dewan, saya ingin berbuat yang terbaik untuk

Sumenep. Tentu saya perlu dibantu kekuatan elemen lain. Waktu 5 tahun bukan waktu lama, waktu yang sangat singkat untuk membawa Sumenep lebih baik. Segera membuat schedule, apaapa yang harus dilakukan. Tugas ketua dewan nanti hanya melanjutkan rentetan apa yang dirumuskan ketua dewan sementara. Seperti, pembentukan kelengkapan dewan sebagai target utama. Ada adagium hasil Pileg 2014, kompetensi anggota dewan banyak diragukan. Selain efek dari hight cost politik saat Pileg kemarin. Apa yang bisa dilakukan Bapak, untuk menepis itu? Hasil Pemilu 2014 sudah menjadi realitas politik. Demokrasi yang cukup dinamis, proses demokrasi sudah menghasilkan anggota DPRD. Tiap anggota dewan yang terpilih itu, pasti memiliki latar belakang dan potensi yang berbeda. Lagi-lagi, jikalau saya jadi pimpinan difinitif, langkah pertama yang harus dilakukan menyamakan visi dan misi sesama anggota dewan meski dari beragam warna. Kita satukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sumenep. Kedua, kompetensi anggota dewan terus di pacu lewat berbagai kegiatan orientasi kedewanan. Bagaimana dengan rencana Tenaga Ahli DPRD? Saya sangat setuju jika ada tenaga ahli per anggota dewan. Sebab, tugas dewan

yang menumpuk dengan beragam latarbelakang sangat membantu tugas-tugas kedewanan. Seperti, anggota dewan yang berlatarbelakang pendidikan bisa dibantu tenaga yang berlatarbelakang anggaran.Tentu ini meringankan beban tugas kedewanan. Rencana kapan? Saya ingin melihat kekuatan APBD 2015. Kalau misalnya cukup alokasi untuk mengangkat TA, saya usulkan ke teman-teman dewan lain untuk dialokasikan. Sebab, secara legal merekrut TA, sifatnya diperbolehkan, bukan kewajiban. Tergantung kemauan teman-teman dewan dan kemampuan APBD. Bagaimana dengan jaring aspirasi masyarakat, yang populer dengan Pokmas, apakah akan ditambah? Itu kan hasil kesepakatan antara DPRD dan bupati. Jasmas tahun sebelumnya hasil komunikasi pimpinan dewan lama. Kesepakatan ini tidak ada keharusan dianggarkan lagi. Kalau APBD 2015 mau dianggarkan, perlu konsesi kembali antara anggota dewan dan bupati. Secara pribadi, sangat setuju berdasar aspirasi konstituen dengan keberhasilan yang sudah terasa. Soal nominal berapa, saya setuju jika ditambah. Karena manfaatnya sungguh dirasakan masyarakat. Ada pemerataan. Tiap dapil ada usulan sesuai kebutuhan konstituen. Berbeda dengan alokasi yang difokuskan dengan satu SKPD. | busri toha

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 9


MATA POLITIK

Kuli Tinta di Parlemen

Srikandi Dua Periode

S

P

IAPA yang asing dengan nama abe? hampir separuh warga Sumenep akrab dengan panggilan pena, jurnalis senior Koran Madura ini. Popularitas nama abe, nyaris berurutan posisi di belakang popularitas nama kiai di jagat politik. Sebut saja, Abuya Busyro Karim dan Ramdlan Siradj. Tahun 2014, nasib baik sedang menimpa pencetus koran lokal berwajah nasional ini. Pada 21 Agustus lalu, abe dilantik sebagai anggota DPRD Sumenep, priode 2014-2019. Abe terpilih sebagai wakil rakyat dari Dapil IV (Pragaan-Guluk-Gluk dan Ganding) dari PDI-P dengan raihan suara cukup spektakuler. Kenapa? Sebagai new comer di jagat politik Sumenep, abe mampu menumbangkan lawan diinternal parpol pengusung sekaligus konstestan lain.

10 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

Bagaimana kesan abe usai dilantik sebagai anggota DPRD Sumenep? “Ini bukan sesuatu yang “wah” dalam hidup pribadi saya. Tapi, wajib saya syukuri,” jelas suami Imalah mengawali pembicaraan dengan Mata Sumenep. Sejak awal, Abrori nama lengkap abe, menyadari betul bahwa dalam kehidupan ini akan selalu ada sesuatu yang baru. Dia mencontohkan, sebelumnya sebagai kuli tinta, kini sebagai aspirator, yang kebetulan berkantor di DPRD. Faktor lain yang membuat abe bersikap biasa menyandang wakil rakyat karena selama delapan tahun, dia menjadi pendamping anggota DPR RI. “Tugas dewan secara umum hanya tiga, kan? Budgeting, controlling dan legislasi. Itu saja,” tandasnya di kantor barunya, kepada Mata. Bagaimana sikap abe, ketika berhadapan antara kepentingan konstituen dan kepentingan parpol pengusung dalam menjalankan tugas aspirator?”Sebagai kader partai saya pasti loyal terhadap keputusan partai. Tapi saya yakin, suara partai pasti seirama dengan suara konstituen,” jelas Magister Psikologi ini. Kendati demikian, abe sangat setuju menempatkan kepentingan masyarakat berada di atas kepentingan kelompok, termasuk parpol pengusungnya. “Seacara ideal, setiap anggota dewan terpilih harus bisa terlepas dari kepentingan parpol jika tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat banyak. Setiap anggota dewan, harus memiliki kewajiban memperjuangkan aspirasi masyarakatnya. Apapun partainya,” tandas ayah empat anak ini. Ketika ditanya kans-nya sebagai bacawabub, abe menepis dengan guratan absurd. “Saya tidak berpikir sampai sejauh itu. Meskipun dalam politik tidak ada yang tidak mungkin. Tapi saya belum bisa berandai-andai. Tetapi kalau partai saya mengatakan seperti itu, saya tidak punya alasan untuk berkata tidak,” katanya mengakhiri pecakapan. | fathol alif

ERASAAN senang dan syahdu tidak bisa hilang di wajah cantik Dwita Andriani setelah kembali terpilih sebagai anggota DPRD Sumenep periode 2014-2019. Perasaan itu terpancar saat berbincang dengan wartawan Mata Sumenep di kantornya pada hari Senin, 25 Agustus 2014. “Pertama tentu sangat bersyukur mendapat kepercayaan kembali dari masyarakat Dapil I,” ungkap perempuan yang akrab disapa Ita ini samb i l

tersenyum saat ditanya suara hatinya oleh wartawan Mata Sumenep. Selain senang, Ita juga merasa bangga ketika masyarakat yang berkuasa masih percaya kepada dirinya. “Mendapat kepercayaan dari masyarakat saat ini tidak mudah, mas,” tandas politisi perempuan dari Partai Amanat Nasional (PAN). Ita juga mengakui adanya perbedaan dalam pemilu legislatif, April lalu dibanding waktu pertama kali mencalonkan sebagai anggota legislatif tahun 2009. Menurut Ita, pemilu 9 April lalu, kompetisi calon sangat ketat. Penuh tantangan dan medan garapan nyaris tak bisa tersentuh. “Yang jelas, pertarungan 9 April lalu, calon yang menang dan yang kalah, sama-sama babak belur. Kapolitic-nya lebih besar rena cost politic dibanding sebelumnya,” katanya. Dengan terpilih kembali menjadi anggota DPRD Sumenep, Ita mengaku akan terus memaksimalkan tugas dan fungsinya sebagai wakil rakyat. Dia mengaku, banyakkeinginan masyarakat yang belum terwujud saat menjabat 5 tahun lalu. Ita mencontohkan problem pasar Anom yang masih belum usai. Selain itu, Ita juga akan berjuang untuk terus membuka mata perempuan agar lebih banyak berperan di politik. Meskipun hal itu diakuinya tidak akan mudah. Karena, lanjutnya, patriarkhi di lingkungan DPRD Sumenep pasti berlaku. Oleh sebab itu, Ita berharap, ketika ada perempuan berhasil menjadi anggota dewan dan diakomodir harus benar-benar membuktikan kalau perempuan bisa berbuat banyak di politik. Selebihnya, Ita berkomitmen memposisikan kepentingan masyarakat secara umum di atas kepentingan segalanya, termasuk parpol pengusungnya. “Saya berada di sini karena parpol, tapi bukan segalanya. Saya juga akan memperjuangkan setiap aspirasi dari warga yang terlanjur menaruh kepercayaan kepada saya,” jelasnya mengakhiri percakapan dengan Mata. | fathol alif


TESTIMONI Kisah Mereka Bersama Bupati Abuya Busyro Karim (1)

A

Buya Ibarat Lautan

LLAH Swt menciptakan mahluk dengan berbagai karakter. Sosok pemimpin merupakan karunia Ilahi sebagai figur pilihan yang sengaja diberi kelebihan, baik dari segi bakat (intuisi), kapasitas dan pengetahuan. Kendati demikian, pemimpin juga manusia yang penuh kelemahan. Tidak terkecuali, Bupati Sumenep, KH Abuya Busyro Karim. Tulisan ini sengaja menurunkan sisi positif Buya, sapaan akrab Bupati Sumenep, berdasar pengalaman pribadi mereka ketika bersama Buya. Sufiyanto, tergolong PNS yang kenyang di dunia protokol pemerintah. Tercatat ia bergelut dalam keprotokolan, sejak tahun 1985. Dan pada tahun 2013, ia baru menjabat Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemkab Sumenep. Sofi bercerita, saat mendampingi Buya naik sepeda pancal menuju acara di gedung Korpri. Di tengah jalan, Buya berhenti saat melihat pengemis. Dan memberikan uang sekedarnya. Kejadian lain saat Sofi mendampingi sebuah acara kunjungan ke desa, tiba-tiba sopir mobil yang ditumpanginya disuruh berhenti karena melihat bapak-bapak berkerumun di pinggir jalan. Buya turun dari mobil, menyapa dan berbincang sambil senda gurau. Tak lama kemudian, Buya pamit untuk melanjutkan perjalanan, sambil menyerahkan uang untuk dibelikan apa saja yang menurut mereka berharga. Sofi sering bersama Buya, baik acara formal maupun informal. Setiap minggu pagi, habis shalat subuh, Buya tetap sebagai pengasuh ponpes Al-Karimiyah dengan memberi pengajian kitab para santri. Jika ada acara luar kota, diganti pada waktu siang, sore atau malam. Sofi bercerita saat mendampingi Buya menuju pesantren, tepatnya antara desa Parsanga dan Paberasan, Buya melihat penjual bambu mendorong gerobak penuh dagangannya. Buya menyuruh sopir untuk berhenti. Buya turun dan memberi uang seadanya. Pria yang akrab dengan kalangan jurnalis ini mengaku banyak terinspirasi dari sikap dan pemikiran Buya. Menurut Sofi, Buya memiliki jiwa entrepreneurship, disiplin dan senang membaca. Dalam menjalankan tugas sebagai bupati, Buya selalu meorientasikan pada kehidupan sosial dan responsif terhadap keadaan. Dia mencontohkan, ketika Buya menerima laporan dari masyarakat, apakah dari kiai maupun tokoh

masyarakat, Buya langsung merespon dan memerintahkan Satuan Kerja Pimpinan Daerah (SKPD) untuk menindaklanjuti laporan mereka. Buya tidak suka berwacana, tapi lebih senang beraksi nyata dengan cara kreatif dan inovatif. Buya tidak suka kepada kegiatan yang monoton tanpa ada kreasi dan inovasi. Kisah lain dialami, Abdul Kadir, staf administrasi bupati. Kadir tercatat sebagi staf senior karena ia bertugas sejak tahun 1995 hingga sekarang. Namanya cukup familiar di kalangan para tamu bupati. Entah kenapa, barangkali karena kumis tebal sebagai ciri khasnya. Kadir bercerita, suatu waktu, beberapa hari sejak Buya dilantik sebagai Bupati Sumenep, dirinya bersama ajudan bupati, Joko Herlambang, membantu menyusun surat-surat penting yang perlu di tandantangani maupun disposisi bupati. Kebetulan surat menumpuk. Tidak tahu berapa jumlah surat itu. Tapi Buya tetap ingin menyelesaikan surat-surat yang sudah ada di atas meja kerjanya. Tepat jam 01.00 dini hari, Buya tampak kelelahan karena seharian melayani tamu. Tiba-tiba Buya merebahkan diri di kursi sambil tertidur. Kadir dan Piping, panggilan akrab Joko Herlambang, tidak punya keberanian membangunkan Buya untuk pamit pulang. Maklum kadir dan Piping belum banyak tahu karakter Buya. Mereka bersabar sambil menunggu Buya bangun. Tapi belum juga bangun dari kursi. Tepat pukul 03.00, Piping memberanikan diri, menyentuh telapak kaki Buya untuk membangunkan. Setelah sadar, Buya kaget karena kedua pembantunya juga belum pulang. “Kok belum pulang. Saya biasa tidur di atas kursi kerja sebelum pekerjaan selesai,” ujar Buya kepada Kadir dan Piping. Dan keduanya pamit pulang. Beberapa jam kemudian,Kadir kembali ke rumah dinas bupati.

Kadir melihat Buya masih menyelesaikan sisa-sisa tumpukan surat di atas meja kerjanya. “Itu kebiasan Buya menyelesaikan surat-surat. Tidak menunggu hingga esok hari. Prinsip Buya surat yang masuk satu hari harus selesai. Dan Buya jeli apabila ada surat yang perlu disposisi bawahannya sebelum ditandatanganinya,” cerita Kadir kepada Mata Sumenep. Kisah lain datang dari teman karib Buya yang pernah menjabat ajudan bupati, M. Ilyas. Dia hampir tak bisa mengungkapkan apa yang bisa diceritakan kepada Mata Sumenep karena memiliki kenangan tersendiri ketika mau bercerita sosok Abuya Busyro Karim, baik secara bupati maupun pribadi. Pria yang pernah menjadi anggota dewan syuro PKB ini mengaku sulit membaca gesture Buya. “Hampir tidak bisa membedakan kapan waktu Buya marah atau Buya senang. Kalau memang harus marah, secara manusiawi. Tapi, Buya tidak langsung reaktif, mimiknya tetap senyum sembari melontarkan kata-kata yang mendidik,” cerita Ilyas memperagakan mimik senyum yang dicontohkan Buya kepada banyak orang. Menurut staf DPU Cipta Karya dan Tata Ruang ini, sejak menjabat bupati, Buya tetap tidak berubah. Memperlakukan sama kepada semua tamu. Siapapun yang ingin bertamu, Buya tidak menolak selama tidak berbenturan dengan acara dinas atau jadwal acara yang tersusun sebelumnya. Buya ibarat lautan. Menerima tamu dari segala lapisan dan berbagai latarbelakang. Mereka semua direspon secara manusiawi, bercanda ria. Maklum Buya berlatarbelakang pesantren. Sebuah kerendahan hati dan kesederhanaan yang ia tampakkan. Madani, salah satu staf bupati lain punya cerita unik tentang Buya ketika pertemuan warga dengan Energi Mineral Langgeng (EML), salah satu kontraktor migas yang akan

melakukan eksplorasi di Kecamatan Saronggi, di pendopo kabupaten. Madani bercerita: waktu itu Buya sedang sakit. Dokter pribadinya menyarankan Buya untuk istirahat total, meski tanpa rawat inap di rumah sakit. Kata dokter, Buya kekurangan cairan sehingga perlu istirahat dan diinfus untuk mempercepat kesembuhannya. Sementara, di pendopo ada pertemuan antara warga Kec. Saronggi dengan manajemen EML. Pemkab sebagai mediator. Dalam pertemuan itu bupati absen. Bupati diwakili asisten dan sekda serta satker terkait. Ketika pertemuan hampir selesai, tiba-tiba Buya keluar dari rumah dinas, berjalan menemui warga di pendopo sambil memapah infus yang masih menempel di tubuhnya. “Tentu saja banyak undangan yang kaget. Tidak seperti biasa, dalam pertemuan resmi, bupati hadir dengan aksesoris infus. Ya..begitulah Buya. Selama bisa berjalan, pasti menemui apa yang menjadi keinginan warganya,” tutur Madani kepada Mata Sumenep. bersambung.. | rusdiyono

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 11


sosok & opini

PNS Boleh Berpolitik “PNS jangan tabu terhadap politik,” tutur Ilyas mengawali pembicaraan dengan Mata Sumenep. Bagi Ilyas, politik itu hak individu warga Indonesia yang diatur dalam UUD 1945. Semua orang boleh berpolitik, tanpa terkecuali pegawai negeri sipil (PNS). Hanya saja, tambah Ilyas, yang menjadi larangan PNS tercatat sebagai anggota atau pengurus Parpol. Termasuk tercatat tim sukses pasangan calon Pilkada. Mohammad Ias Pegaai DPU ipta Kara an ata Ruang

I

lyas memiliki cerita saat dirinya mendapat surat peringatan dari Inspektorat Kabupaten Sumenep, tahun 2010, lalu. Ketika itu, Ilyas diadukan oleh tim pasangan Pilkada ke Sekretaris Daerah (Sekda) dan Bupati KH Ramdlan Siradj. Ilyas kepergok kamera, saat menemani teman karibnya (Abuya Busyro Karim) saat

maju sebagai kontestan Pilkada 2010. “Waktu itu saya bermain ke rumah Buya (panggilan Ilyas ke bupati, Red.) sebagai teman lama, saya kangen karena lama tidak berjumpa. Kebetulan ada orang yang mengambil gambar saya, dijadikan bukti ke Sekda dan bupati,” kenang Ilyas. Atas kejadian itu, Ilyas me-

miliki pemikiran, apa yang keliru ketika individu bermain kepada teman yang kebetulan menjadi kontestan Pilkada. “Bagi saya, ini hak individu warga Indonesia. Yang terpenting, saya tidak tercantum dalam tim sukses. Alhamdulillan penjelasan saya diterima Pak Sekda,” tutur Ilyas. | ham

Kesuksesan Anak Didik; Sekolah,Keluarga dan Lingkungan

K

esuksesan dalam suatu pendidikan dari seorang anak didik, menurut Edy Suprapto, harus terdiri dari tiga unsur. Pertama, Keberhasilan pendidikan harus ada singkronisasi antara pendidikan sekolah, keluarga dan lingkungan. “Keluarga yang baik tidak hanya pasrah kepada sekolah. Namun, ikut memberikan pendidikan kepada anak didik. Termasuk lingkungan, peran tokoh masyarakat dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap pembentukan krakter dari seorang anak,” tutur mantan Ka UPT Diknas Kecamatan Masalembu ini saat dimintai tanggapan soal keberhasilan dunia pendidikan. Dikatakan, pembentu-

kan karakter dari seorang anak di sekolah, pendidik sebagai model karekter dari anak didik. Begitu juga ketika berada di rumah. “Orang tua, lingkungan harus bisa menjadi contoh atau tauladan bagi anak didik. Sedangkan pergaulan dari sorang anak didik, penting mendapatkan pengawasan dari sekolah, orang tua dan juga lingkungan,” jelasnya. Menurutnya, untuk mencapai tujuan bersama demi kesuksesan anak didik, dia memberi tips “harus ada komunikasi intens antara pihak sekolah, orang tua dan tokoh masyarakat di lingkungan. Selama ini, tidak sedikit orang tua yang sukses secara ekonomi, tetapi lupa dalam mendidik anak hingga pasrah kepada sekolah,”. | ahmadi

12 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

Ed Surato Kepala UP Disik Kec Kota Sumenep

ENAAAN ASA NSRUSI

Curhat Soal LPSE

N

a m a A b u B a kar Bahrisy, tidak asing di dunia pelaku jasa konstruksi di Sumenep. Sosoknya tidak pernah absen setiap ada hajatan pengadaan proyek yang dihelat LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) di Kabupaten Au Baar Bahris Sumenep. Tapi akil Ketua DPD kali ini, Wakil apeksino Sumenep Ketua DPD Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapeksindo) Sumenep, berwajah kecut ketika diajak ngobrol soal dinamika kontruksi di Sumenep. “Kalau berbicara tender proyek, tergantung LPSE. Sekarang banyak teman-teman mengeluh karena sikap LPSE tidak mengundang peserta tender yang memasukkan penawaran untuk menyaksikan dokumen peserta lain, termasuk kelengkapan dokumen pemenang tender,” tutur Bekar, panggilan akrab Abu Bakar Bahrisy, memulai pembicaraan saat berkunjung ke redaksi Mata Sumenep. Menurut Bekar, sikap panitia LPSE bertentangan dengan Keputusan Presiden (Keppres) No 54 tahun 2010 bagian e no 1. “Dalam UU itu disebutkan, dokumen penawaran dibuka dihadapan peserta pada waktu dan tempat sesuai ketentuan dalam dukomen pengadaan. Jelas..panitia tidak menghadirkan saksi. Tiba-tiba ada pengumuman pemenang tender. Dan peserta yang kalah, terletak dari metode pelaksaan pekerjaan yang ditawar. Padahal metode itu, sifatnya subyektif. Jika peserta yang kalah tidak terima, panitia memberi waktu untuk menyangggah. Toh..kalau masih belum puas, peserta diberi hak banding, dengan cara membayar biaya banding. Kalau tetap kalah, biaya banding itu hilang,” paparnya. Kenapa LPSE tidak melibatkan saksi? “Itu yang menjadi tanda tanya saya. Padahal, saksi itu, hal penting yang harus dihadirkan oleh panitia LPSE. Jika ada saksi, maka saksi itu bisa melihat terhadap kualitas penawaran peserta lain. Saksi berhak mengetahui kualitas penawaran peserta lain. Saksi bisa mengetahui kelengkapan penawaran peserta yang memasukkan penawaran. Karena tidak ada saksi, panitia terkadang meminta persyaratan di luar kewajaran. Misalnya permintaan Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Meminta sesuatu yang tidak dimiliki peserta tender,” sambung pria etnis Arab ini berapi-api. Solusinya? “Belum ada pengawasan di LPSE. Karena tidak ada kontrol, justru sangat rentan terjadi permainan yang merugikan peserta penawaran yang tidak lolos,”. | busri toha


PANGESTO

Soengennep Flowers Festival

Pawai mobil hias bunga sebagai bentuk promosi wisata religi, wisata alam dan wisata budaya Sumenep. �Bunga merupakan simbol keindahan dan kedamaian. Tentu selaras dengan karakter masyarakat Sumenep. Selama ini, pelaksanaan pembangunan berlangsung aman, lancar dan damai. Ini ada pada lambang bunga. Karena itu, Kabupaten Sumenep harus menjadi pusat wisata di daerah timur Madura. Kita harus mencintai dan menggalakkan penanaman bunga,� tandas Bupati Abuya Busro Karim dalam sambutan Soengennep Flowers Festival sebelum melepas pawai mobil hias bertabur bunga, yang dilanjutkan dengan pemberian bunga kepada Ketua TP– PKK, Nurfitriana Busyro Karim.

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 13


PANGESTO

14 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014


PANGESTO

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 15


PANGESTO advertorial

Serahkan 41 Unit Alshintan

D

inas Pertanian dan Tanaman Pangan (Disperta) Kabupaten Sumenep, optimis dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Sebab, selama 2014, pemkab telah menyerahkan puluhan alat mesin pertanian (Alshintan) ke sejumlah kelompok masyarakat (Pokmas) dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang tersebar di 34 desa dalam 14 kecamatan. Bulan Juni lalu, Kepala Disperta, Bambang Heriyanto bersama dengan Bupati Sumenep KH A Busyro

Karim, menyerahkan 41 unit Alshintan yang dipusatkan di Desa Tambuko, Kecamatan Guluk-Guluk. Bantuan Alshintan tersebut diberikan kepada 7 Gapoktan, 28 Kelompok Tani, dan 3 Pokmas. Bambang berharap, bantuan mesin pertanian itu, bisa membantu petani agar lebih mudah dan lebih nyaman dalam mengolah lahannya. “Jika selama ini petani mengunakan alat tradisional, kini bantuan pemkab diharap lebih mudah mengolah lahan pertanian sehingga hasil produk-

si maksimal. Bantuan ini sebagai bentuk kepedulian pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani Kabupaten Sumenep,” ujar Bambang Heriyanto, ketika ditemui wartawan Mata Sumenep. Dengan bantuan Alshintan tersebut diharap bisa menyeimbangkan SDA dan SDM petani Sumenep. Para petani lebih cepat berkembang dalam mengolah lahannya. “Semoga dengan bantuan Alsintan ini ada peningkatan hasil petani Sumenep,” harapnya. | ahmadi

Siap Siaga, Menekan Dampak Bencana

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumenep, selalu siaga 24 jam dengan mendirikan Pusat Pengendalaian Operasional. Dengan harapan dapat menekan dampak bencana yang menimpa masyarakat. Karena itu, Kepala BPBD, Koesman Hadi menggandeng 100 relawan dari unsur BPBD, Tagana, PMI, Dinas Sosial, Tim Sar Linmas, menggelar pelatihan teknis (Bintek) Penanggulangan Bencana, bertempat di sebuah hotel, 3/9. 16 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

Dikatakan Koesman, berdasar UU 24/ 2007 penyelenggaraan penanggulangan bencana menjamin penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh dalam rangka memberi perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko dan dampak bencana. ”Dengan kegiatan ini, para relawan bisa profesional yang dapat diwujudkan dengan langkah antisipatif. Selalu siap siaga dan dapat dilakukan pencegahan sedini mungkin terhadap ancaman

bencana,” jelas Koesman, kepada Mata Sumenep. Salah satu tujuan pelatihan ini, tambah Koesman, menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terampil, potensial, terlatih dan tangguh serta siap berkorban untuk kemanusiaan. ”Pelatihan teknis penanggulangan bencana ini tentu bertujuan memberi pemahaman dan pengetahuan kepada para relawan agar mengerti apa yang harus dilakukan. Dengan kata lain SIAPA DAN BERBUAT APA serta siap diterjunkan apabila ter-

jadi bencana,” pungkas mantan Kadis Sosial ini. Kegiatan ini sebagai salah satu upaya untuk mamaksimalkan dalam penanggulangan bencana. Para peserta dibekali aneka macam materi, meliputi; pelatihan teknis, manajemen bencana serta simulasi langkah-langkah dalam penanggulangan bencana. Sementara itu, musim kemarau yang ditandai kekeringan yang melanda Kabupaten Sumenep, BPBD, telah mendeteksi sebanyak 44 titik yang terdiri dari kategori 20 kering kritis dan 44 kering langka. Menurut Koesman, kering kritis jarak ambil air sejauh sekitar 3 Km. Sedangkan kering

langka, sumber air tidak mencukupi. ”Semua itu tersebar di 17 kecamatan di daratan dan kepulauan dengan 64 desa. Seperti. Kec. Batang-batang, Saronggi, Batuputih, Pasong-songan, Talango, Dasuk, Rubaru dan sebagainya. Karena itu, sejak pertengahan Juli lalu, BPBD sudah mendistribusi 301 tangki air PDAM Sumenep. ”1 tangki air relatif penggunaannya. Penggunaan air itu juga digunakan untuk hewan peliharaan warga. Terkadang warga mengalah kepada hewan peliharaannya,” cerita Koesman mengakhiri pembicaraan dengan Mata Sumenep. | ahmadi


OTSEGNAP MATA DESA

Pilkades Gratis Cakades Cukup Serahkan Tanda Tangan Warga

A

DA kabar baik bagi warga desa yang hendak mencalonkan sebagai Kepala Desa. Sebab, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep telah mengalokasikan anggaran pelaksanaan Pilkades sebesar Rp 7,058 miliar untuk anggaran panitia Pilkades. Calon kepada desa (Cakades) cukup menyerahkan dukungan tandatangan warga, maksimal 20% dari jumlah hak pilih. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Kabupaten Sumenep akan digelar serentak pada Oktober 2014. Sebanyak, 90 desa yang tersebar di daratan dan kepulauan, dipastikan menggelar Pilkades di bulan Oktober mendatang. Kepala Bagian Pemerintahan Desa (Kabag Pemdes), Pemkab Sumenep, Moh. Ramli saat ditemui wartawan Mata Sumenep mengatakan, anggaran miliaran ru-

piah itu, salah satu itemnya adalah pembuatan kotak suara yang dibuat per dusun. Selain itu, alokasi panitia yang sudah menggratiskan biaya pendaftaran bagi warga yang ingin maju sebagai calon kepala desa. ”Semua calon kepala desa (Cakades) tidak akan dibebani biaya apapun yang sifatnya mengikat,” tegas Moh. Ramli. Menurutnya, penetapan tanpa biaya itu sesuai dengan undang-undang No 6 Tahun 2014 tentang desa, PP No 43 Tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan undang-undang tahun sebelumnya, dan Perda No 8 tahun 2014. Selain itu, lanjut Ramli, teknik pelaksanaan Pilkades sesuai dengan PP itu akan dilaksanakan secara serentak dan bertahap. Lebih jauh Ramli menjelaskan, sesuai dengan PP No 43 Tahun 2014 pasal 45 ayat (6) bahwa, penetapan calon

kepala desa antarwaktu oleh panitia pemilihan, paling sedikit 2 (dua) calon dan maksimal 5 calon, dengan dukungan maksimal 20% dari hak pilih. Dukungan cukup tandatangan warga, tanpa lampiran foto copy KTP. Setelah dukungan diserahkan, panitia Pilkades melakukan verifikasi kepada warga yang memberi dukungan. Kenapa teristilah maksimal 20%? “Pemkab melakukan kreasi hukum agar tidak terjadi benturan di bawah. Jika ada calon, misalnya, mengantongi dukungan 80% atau lebih, panitia hanya mengakui 20%. Sisanya untuk calon yang lain. Walaupun calon hanya mengantongi 5 atau 1 %, ketika di ranking diantara dukungan calon belum mencapai 100%, bisa lolos sebagai calon kepala desa. Rinciannya, percalon yang diakui 20%. Kalau ada 6 calon, yang lolos ya 5 calon.

Semua calon kepala desa (Cakades) tidak akan dibebani biaya apapun yang sifatnya mengikat," MH. RAMI Kabag Pemes Karena sudah genap 100%,” jelas Ramli. Bagaimana dengan Cakades kurang dari dua calon? “Tahapan Pilkades tidak bisa dilanjutkan,” tambah Ramli. Bapak tiga anak ini menambahkan, Penentuan siapa yang terpilih menjadi kepala desa, selain ditentukan oleh banyaknya jumlah dukungan suara, juga ditentukan oleh luas wilayah dimana suara dukungan itu diperoleh. ”Dengan ikhtiar tersebut, pemerintah berharap, agar panitia bisa terbantu untuk mensukseskan Pilkades di masing-masing desa. Termasuk, agar semua warga desa bisa mendapat kesem-

patan untuk maju sebagai calon kepala desa tanpa terbebani biaya,” terangnya. Sementara itu, berdasarkan PP Nomor 43 Tahun 2014 itu tentang peraturan pelaksanaan undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa, pada pasal 47 tentang Masa Jabatan Kepala desa disebutkan, pada ayat (1) Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Dan ayat (2) bahwa Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling lama 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. | ahmadi/busri toha

ADVERTORIAL

Bimtek Menyambut Otonomi Desa

Pemkab Sumenep terus mempersiapkan diri menyambut pelaksanaan Oto-

nomi Desa. Salah satu kesiapan itu, Bagian Pemdes menggelar Sosialisasi Pen-

gelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset Desa. Dengan nara sumber: DPPKA, Ba-

gian Hukum, BPN, dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cabang Pamekasan. Tahapan pertama pelatihan Bintek ini diperuntukkan 244 Sekretaris Desa (Sekdes) dan Kasi Tata Pemerintahan Desa, se Kecamatan Daratan, berlangsung dua tahap, selama 6 hari, bertempat di Hotel Utami, pertengan Agustus, lalu. Kabag Pemdes, Moh. Ramli, selaku penyelenggara kegiatan, menyebut pelaksanaan otonomi desa perlu kesiapan SDM yang bisa mengelola keuangan sebagai dampak dari penerapan UU No 06 dan Peraturan Pemerintah Nomo 43 tahun 2014. Termasuk tertibnya administrasi ke-

kayaan desa (tanah pecaton). Dikatakan, kemampuan aparatur desa dalam mengelola keuangan dan kekayaan desa menjadi ujung tombak kesuksesan otonomi desa. “Pemkab konsisten melakukan sosialisasi dan pembinaan sebagai wujud dari keperdulian mengawali otonomi desa dan efektifitas pemerintahan desa,” ujarnya kepada Mata Sumenep. Dari kegiatan tersebut, kata mantan Camat Gayam ini, setiap peserta (sekdes) diberi tugas melaporkan hasil pendataan dan inventarisasi aset desa secara rutin dan berjenjang. | ahmadi

151 SEPTEMBER SEPTEMBER 2014 2014 || MATA MATA SUMENEP SUMENEP || 1717


MATA DESA

Abang Becak Jadi Kades

P

BIODATA Nama : Sulaiman Tetala : Sumenep, 4 Maret 1969 Jabatan : Kepala Desa Jenangger Kecamatan BatangBatang. Istri : Sahni Pengalaman Organisasi : NU

ROFESI sebagai tukang becak, jual es keliling dan bekerja serabutan, tak akan pernah berpengaruh kepada nasib seseorang. Jika cita-cita ingin memberikan yang terbaik kepada masyarakat, selalu mendapatkan jalan untuk mencapai cita-cita. Barangkali, predikat tersebut sangat tepat pada sosok sederhana namun bijaksana, Sulaiman, Kepala Desa Jenangger, Kecamatan Batang-Batang Sumenep. Berbagai persoalan hidup telah dia hadapi dengan hati sabar. Segetir apapun perjalanan hidup, berusaha survive. Selama ini, adagium seseorang bisa menjadi pemimpin harus ketu-

runan pemimpin atau raja, memang sempat membuat dirinya tidak semangat untuk menduduki posisi sebagai kepala desa. Tetapi niat tulus untuk selalu membantu orang banyak, selalu tertanam dalam hati. ”Saya pernah berjualan es dan tukang becak,” kisah Sulaiman kepada wartawan Mata Sumenep. Lambat laun keberuntungan mulai berpihak pada pria kelahiran Sumenep, 04 Maret 1969 ini. Bersama isterinya, Sahni, untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga, membuka toko dekat rumahnya, sambil lalu menjadi sopir mobil taxi. Waktu bersamaan, mencoba berkecimpung di organisai Nahdhatul Ulama’

(NU) dan organisasi lain di masyarakat. Sebelumnya, alumni Madrasah Miftahul Ulum Batang-Batang ini, mengaku kurang tertarik di dunia politik, lebih-lebih di tingkat desa. Prinsipnya, membantu masyarakat tanpa harus menunggu memiliki jabatan. Tapi, dorongan masyarakat agar dia bersedia mencalonkan sebagai kepala desa, tak bisa dia bendung. Akhirnya, pada tahun 2013 lalu memberanikan diri menjadi calon kades dan terpilih. Bagi Suliman, jabatan kepala desa bukan kesempatan untuk mengambil keuntungan. Tetapi amanah warga yang harus dilaksanakan. Tujuannya, Desa Jenangger harus lebih

baik dan lebih maju. ”Selain program fisik, seperti perbaikan jalan, irgasi dan lain-lain, pembenahan administrasi desa kami utamakan. Pastinya, bersama seluruh perangkat desa kami bertekad akan memperbaiki ekonomi masyarakat, pendidikan, kesehatan. Begitu juga dalam bidang olahraga,” kometmennya. Berkat kesungguhannya, pada awal 2014 lalu, Desa Jenagger termasuk satu-satunya desa di Kecamatan Batang-Batang yang bisa ikut lomba Rumah Sehat. ”Kemajuan suatu masyarakat tidak terlepas dari niat bersama warga untuk membangun desa lebih maju dan sejahtera,” pungkasnya. | rusdiyono/busri toha

Membangun Desa dengan Pendidikan

"

M

UH Munif, Kepala Desa Duko, Kecamatan Rubaru. Namanya pendek tetapi bermakna lembut. Ia memiliki cita-cita cukup mulia, membangun Desa Duko lebih maju terutama dari sektor pendidikan. Sebab, kemajuan suatu desa akan di lihat dari tingkat pendidikan warganya. “Saya ingin menjadikan Desa Duko sebagai Desa Pendidikan,” ujar Munif, kepada wartawan Mata Sumenep. Sebagai langkah awal untuk memajukan pendidikan, alumni Pondok Pesantren Annuqayah ini mendirikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Melati 2008. Bahkan, alumni S2 IAIN Sunan Ampel Surabaya ini, sedang menyusun sejarah Desa Duko. Rencananya, sejarah desa tersebut akan dibentuk buku. Penyusunan sejarah dilakukan dengan segera agar tidak kehilangan sejarah. Apalagi, saat ini, masih banyak sesepuh desa yang

Saya ingin menjadikan Desa Duko sebagai Desa Pendidikan," MUH MUNIF Kepala Desa Duko Kecamatan Rubaru mengetahui seluk beluk tentang desa. “Saya khawatir, jika tidak dibentuk sejarah desa, generasi muda nanti tidak akan mengetahui sejarah desanya. Sebelum masa jabatan saya sebagai kepala desa berakhir, buku sejarah desa harus terbentuk,” tegasnya. Suami Hafshah ini sangat optimis bisa membangun masa depan Desa Duko lebih baik, baik di sektor pendidikan, ekonomi dan infrastruktur. Sehingga, warga Desa Duko yang 90 persen penduduk sebagai petani, kedepan harus lebih maju. Sudah saatnya para

18 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

petani lebih cerdas mengulah lahan. Harapannya, hasil pertanian mereka lebih menguntungkan mereka. Kita tidak selalu bisa membangun masa depan untuk genarasi muda, tapi kita dapat membangun generasi muda untuk masa depan. ”Selama ini, saya sering ngobrol dengan genarasi muda. Mereka masih sangat minim pengetahuan terutama tentang sejarah desa sendiri. Saya khawatir beberapa tahun mendatang, mereka tidak tahu sejarah desa duko lagi,” pungkas alumni MA 1 Annuqayah Guluk-Guluk. | ahmadi/busritoha

BIODATA Nama : Muh Munif Tetala : Sumenep, 06 Maret 1973 Jabatan : Kepala Desa Duko Kecamatan Rubaru. Istri : Hafshah Anak : Moh Rifqi Zulfa Kamilia Masyhur Hashinatul Humairoh


MATA INSPIRATIF

Menyulap Wisata Air Kali Marengan

M

eski baru menjabat Kepala Kantor Kebersihan dan Pertamanan (KKP) Sumenep, RB. Ahmad Wahid terus berkreasi mencari bentuk pengembangan keindahan kota. Setelah sukses menyulap wajah kota saat malam, kini, giliran Kali Marengan, yang akan disulap menjadi area permainan dan hiburan warga kota. “Launching Wisata Air Kali Marengan sengaja digelar bersamaan HUT Kemerdekaan RI ke 69. Usai upacara 17 Agustus, Buya (Bupati Busyro Karim,Red.) bersedia membuka launching Wisata Air melalui lomba panjat pinang dan lomba dayung di Kali Marengan,” tutur Gus Wahid, panggilan akrabnya, kepada Mata Sumenep. Dikatakan, kegiatan serupa akan terus berlanjut bersamaan dengan moment warga.

Sehingga masyarakat dapat menikmati Kali Marengan sebagai tempat wisata alternatif. Warga bisa naik perahu dan sepeda air. Apakah alokasi ini tergolong nonbujeter? “Ya.. saya tidak mengatakan itu. Yang pasti, rencana ini datang tiba-tiba diluar rencana APBD,” ungkap Gus Wahid. Gagasan Wisata Air sebenarnya hasil konfigurasi antara KKP dan Dinas PU Pengairan. Eric Susanto, Kadis PU Pengairan saat dihubungi Mata Sumenep, bercerita ihwal adanya Wisata Air Kali Marengan. Pada awal cerita, Eric memiliki site plan pemecah banjir dalam kota yang selama ini terpusat di Kali Marengan. Karena itu, dia berencana membangun pintu gerak air di Kali Marengan untuk memecah luapan banjir saat musim penghujan. “Saat musim penghujan, banjir dalam kota akan kami

pecah melalui pintu gerak. Pertama, ke arah selatan sebagai lokasi penampugan air hujan (bosem). Sisanya, lewat kali marengan. Sebab, kalau luapan banjir dalam kota masih terpusat di Kali Marengan, saya pastikan tidak bisa menampung,” jelas Eric. Untuk biaya bangunan pintu gerak, Eric akan mengusulkan lewat APBD 2015. “Semoga disetujui di dewan. Soal biaya yang dibutuhkan, nanti konsultan yang akan menghitung,” tuturnya. Nah..dua ide itu akhirnya muncul bersamaan dengan rencana KKP memecah keramaian kota yang masih terpusat di taman bunga. Gus Wahid, bercita keramaian kota harus bergeser ke pinggiran kota lewat aneka permainan dan hiburan warga di beberapa titik. Menurut Gus Wahid, agar pengunjung merasa ny-

RB. Ahmad Wahid

Eric Susanto

Kepala KKP Sumenep

Kepala DPU Pengairan

aman, KKP bersama Dinas PU Pengairan akan membangun rest area sepanjang 200 meter di bibir Kali Marengan. “Kami akan bangun tempat duduk khusus pengunjung yang ingin bersantai atau mereka yang antri. Tiap 10-20 meter pot bunga milik KKP akan kami potong disediakan untuk rest area sepanjang 5 meter,” jelas Gus Wahid Untuk pengelolaan Wisata Kali Marengan, KKP menghibahkan pada Kope-

rasi Dinas PU Pengairan. “Kami target sebelum Desember 2014, Wisata Kali Marengan terwujud. Untuk menampung air Kali Marengan sementara menggunakan cara konvensional. Hal ini salah satu cara memecah keramaian kota yang masih terpusat di satu titik Taman Bunga. Selain itu, tentu bisa memberikan konstribusi pada PAD (pendapatan asli daerah)," tuturnya mengakhiri kepada Mata Sumenep. | ahmadi

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 19


TRAVELLING & KULINER

Eksotisme Gua Mahakarya Gili Iyang

P

ULAU Gili Iyang, Kecamatan Dungkek memang tak habishabisnya menjadi pusat perhatian masyarakat, selain dikenal sebagai pulau banyak gua, beberapa waktu terangkat kepermukaan bahwa di pulau ini terdapat kandungan oksigen yang tinggi di dunia, selain kawasan Laut Mati di Yordanian, yaitu memiliki kadar 27 persen. Maka ayal bila di pulau ini banyak warga setempat memiliki rata-rata usia 80 tahun keatas, bahkan sampai didapat berusia 175 tahun. Pantas saja, bila memasuki daratan pulau ini, akan dirasakan kesegaran alami dan merasakan detak jantung dan paru-paru demikian ritmis bagi pernafasan manusia. Bahkan di pulau banyak kalangan menyebut sebagai pula penyehatan, dan ada pula menyebut “pulau awet muda�. Nah. Lepas dari ketinggian kadar oksigen yang ada, yang juga tak kalah menarik diungkap, yaitu kekayaan

20 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

gua yang konon terdapat sampai 17 gua. Yang kerap dikenal oleh masyarakat seperti, Gua Air, Gua Syarifah, Gua Petapa Kelompang, Guna Mahakarya dan lainnya. Namun untuk Gua Mahakarya tampaknya mempunyai karakter spisifik, unik dan eksotik. Gua ini yang berlokasi di desa Banraas, memang bikin orang takjub. Bagaimana tidak, ornamen stalaktik dan stalakmit yang menjuntai di langit-langit batu gua menjadi sesuatu yang menarik untuk dinikmati dan diabadikan. Gua Mahakarya yang memiliki luas sekitar 800 meter pesergi, terbagi dalam 7 ruang yang cukup luas dengan suasana cukup nyaman. Sedang stalaktik dan stalakmit yang ada masih aktif dengan menunjukkan tetesan-tetesan air yang nantinya akan membentuk ornamen-ornamen baru. Tentu saja dengan keleluasan halaman gua, sirkulasi udara akan

lebih leluasa menghembuskan rasa sejuk bagi siapa saja yang memasuki ruang gua. Bahkan lantaran keluasan ruang, didalam gua bisa digunakan sebagai lapangan bulu tangkis. Menuju Pulau Gili Iyang tidaklah sulit. Berangkat dari pelabuhan Dungkek, hanya makan waktu sekitar 1-1,5 jam akan tiba dipelabuhan kecil Banraas Gili Iyang. Selama waktu perjalanan, tidak akan melelahkan, karena ketika menuju kearah timur, tubuh akan disejukkan angin sepoi (dalam musik teduh) serta hidangan hamparan laut selat Sepudi ini dapat dijadikan moment bersejarah untuk mengabadikan kisaran pulau Gili Iyang yang kecil itu. Selain itu, menjelang memasuki gerbang pelabuhan Banraas, lepas mata memandang akan terhidang pesisir pantai Gili Iyang yang indah, hamparan batu karang dengan struktur dan tekstur batu garis-garis memanjang, membentang menjulur ke laut. Dalam getaran imaji, mung-

kin terbayangkan Tanah Lot di Bali, Cuma bedanya, di pantai ini tidak terdapat pura di atasnya. Tidak seperti biasanya keberadaan wisata pantai Sumenep yang didominasi oleh hamparan pasir, karena memang dalam kisaran pantai yang masuk wilayah Kecamatan Dungkek ini, terdapat bebatuan atau cadas. Namun ketika menikmati pesisir di pulau ini, salah satunya akan dirasakan keindahan sunset maupun sunrise. Pulau Gili Iyang memang sangat potensial sebagai objek wisata alam. Namun demikian diperlukan fasilitas yang representatif untuk memberikan nilai nyaman bagi wisatawan. Sebab selain kekayaan yang dimiliki, diperlukan konsep dan strategi yang matang serta infrastuktur yang memadai. Anda pencinta traveling?, nah Pulau Gili Iyang perlu dipertimbangkan. | syaf


TRAVELLING & KULINER

K

Ooo… Nasi Pocong

ETIKA mendengar nama pocong, pikiran pasti terbayang hantu. Apalagi saat malam hari di kegelapan malam. Bulukuduk langsung berdiri. Tapi, itu tidak berlaku bagi warga Desa Batang-Batang. Meski berdempetan dengan tempat pemakaman, tempat ini malah jadi hiburan warga. Kok bisa? Ya..sekitar 15 meter arah timur balai desa, ada warung yang berjualan nasi. Warga menyebutnya “Nasi Pocong”. Bagaimana asbabul nuzul “Nasi Pocong”? Masdiyah, salah satu pelanggan, bercerita, nama “Pocong” sengaja dilabel para pelanggan. Sebab, penjual hanya membuka dagangannya pada malam hari. “Tepatnya pukul 22.00 hingga pukul 02.30 dini hari. Selain itu, lokasi warung berdempetan dengan kuburan,” ceritanya, kepada Mata Sumenep. “Nasi Pocong” sudah ada sejak sembilan tahun lalu, tepatnya tahun 2005. Sejak itu pengunjung tak pernah sepi hingga kini. Dari mana saja pembelinya? ”Pelanggan Nasi Pocong dari berbagai desa di Sumenep.Seperti Batu

Putih, Gapura, Dungkek dan Batang-Batang,” cerita Nyai Besta, pemilik warung “Nasi Pocong”. Warung “Nasi Pocong”, memang selalu ramai dikunjungi pembeli. Mereka harus bersabar menunggu antrean. Sebab, pembeli selalu berjubel minta dilayani lebih awal. Padahal, pengunjung terus berdatangan. Bahkan ada pembeli yang antre hingga dua jam. Apa sih keistimewaan “Nasi Pocong”? Sepintas tidak ada yang istimewa. Bisa jadi karena murah dan berjualan tengah malam. Menunya hanya Nasi putih. Wadahnya bukan piring, tapi daun kayu jati. Ada urap-urap. Teoti (Madura,Red). Termasuk telor dan sambal. Harga Rp 1.500-Rp 4.000,-. Nyai Besta, penjual “Nasi Pocong” setia melayani pembeli tiap Selasa Malam (Malam Rabu) dan Sabtu Malam (Malam Minggu). Kenapa hanya dua malam berjualan? Nyai Besta mengaku sederhana “agar tidak ada pesaing,” tuturnya lugu. | rusdiyono

Wisata Napak Tilas ke Gua Jeruk

K

ETIKA pantai Lombang dan pantai Selopeng Sumenep tidak sepopuler sekarang ini, saat tiba hari raya (tellasan) ketupat, yaitu tujuh hari setelah Hari Raya Idul Fitri, masyarakat Sumenep berbondongbondong berjalan kaki menuju ke tempat wisata Gua Jeruk. Memang lokasi gua Jeruk pada tahun-tahun itu, tidak dapat dilalui dengan alat transportasi kendaraan (sekarang telah dibangun jalan menuju gua, sebagai jalan akses masyarakat setempat menuju kota). Jarak dari kota menuju gua Jeruk sebenarnya tidak begitu jauh, kurang lebih 2 km, namun lantaran route jalan harus naik turun bukit dengan medan bebatuan yang terjal, yaitu

ke arah barat daya dan termasuk wilayah Desa Kebunagung, Kota Sumenep, perjalanan tersebut cukup melelahkan. Tapi justru dari tapak tilas itulah berwisata ke Gua Jeruk menjadi makin menarik. Satu hal yang menarik lagi, para wisatawan lokal biasanya tidak melupakan membawa bekal ketupat lengkap dengan lauk pauknya, dan tentu nantinya untuk disantap bersama-sama di lokasi wisata. Menurut kisah, Gua Jeruk adalah sebagai tempat pertapaan Sultan Abudurrahman Pakunataningrat I (Kanjeng R. Tumenggung Abdurrahaman), yaitu Adipati Sumenep pada tahun 1811-1854 M. Setelah pemerintahan Sumenep dipimpin Panembahan

Sumolo (Kanjeng R. Tumenggung Ario Natakusuma). Sultan Abdurrahman adalah satu-satunya Adipati Sumenep yang sangat cerdik cendekia dalam mengelola dan mengendalikan pemerintahan pada zamannya. Beliau pernah bertugas keluar Madura untuk membasmi pemberontakan seperti; di Japan, Cirbon, Bali, Sulawesi pada tahun 1811-1916. Pada masa pemerintahan Sultan Abdurrahman seluruh rakyat Sumenep merasa aman dan damai, tentram dan roda perekonomian sangat lancar. Sehingga beliau mendapat tempat di hati rakyatnya, setiap masyarakat segan, hormat dan mencintai sang sultan. Namun disayangkan,

tempat wisata gua itu, kini tidak lagi menjadi tumpuan masyarakat, lantaran pilihan tempat wisata yang lebih representatif seperti Lombang dan Salopeng, wisata Gua Jeruk tidak lagi menjadi pilihan. Sebenarnya berwisata di Gua Jeruk cukup unik dan mengesankan, selain sebagai tapak tilas kesejarahan. Dalam perjalanan menuju ke arah tempat tersebut akan memberi kesan tersendiri, jkarena setiba di lokasi tersebut suasana terasa damai, tentram, segar, selain berdampingan dengan sungai Kebunagung dan dapat juga bermandi ria di sungai. Namun tempat gua tersendiri, terpisah dari sisir sungai, untuk menuju lokasi harus sedikit ber-

jalan kaki mendaki bukit (sebenarnya gundukan), melalui jalan setapak. Nah ketika memasuki rongga gua akan tampak stalaktit yang menajam seperti taring dari langit-langit gua. Bukan hanya itu, dari celah-celah stalaktit itulah menetes air bening dan segar. Apakah sekarang Gua Jeruk tinggal nama?. Tergantung seberapa jauh pemerintah untuk mengelolanya, agar gua bersejarah itu, dapat dihidupkan kembali sebagaimana awal masyarakat mengelukannya. | han

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 21


MATA BUDAYA

Memaknai Taneyan Lanjeng

M

asyarakat Madura di kenal sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi tali kekerabatan. Hal ini dapat disimbolkan dalam sebuah komunitas rumah keluarga yang kemudian dikenal rumah Taneyan Lanjeng. Terbentuknya permukiman Taneyan Lanjeng ini diawali dengan sebuah rumah induk yang disebut tonguh, yaitu rumah cikal bakal atau leluhur suatu keluarga dan dilengkapi dengan langgar, kandang, dan dapur. Apabila sebuah keluarga memiliki anak yang berumah tangga, khususnya anak perempuan, maka orang tua akan atau bahkan ada keharusan untuk membuatkan rumah bagi anak perempuan. Posisi rumah diawali menghadap selatan, kemudian dalam perkembangannya sesuai dengan kebutuhan rumah penguhuninya berkembang sampai berhadap-hadapan. Sedang untuk penempatan rumah anak perempuan berada pada posisi di sebelah timur. Kelompok pemukiman ini disebut pamengkang, demikian juga bila generasi berikutnya telah menempati, maka akan terbentuk koren dan sampai taneyan lanjeng. Taneyan Lanjeng terbentuk karena sejumlah rumah di tata berjejer berbanjar dengan rumah induk yang

berada di tengah-tengah. Rumah induk ini diatapnya biasanya ditandai dengan simbol jengger ayam. Rumah induk, ditempati orang tertua (orang tua) dalam kerabat keluarga tersebut. Orang tertua ini kemudian di sebut kepala soma. Ibarat kerajaan kecil, kepala somah memiliki otoritas dalam menentukan kebijakan keluarga, terutama menyangkut masalah prinsip, terutama masalah perkawinan. Taneyan menjadi wahana utama, dan berada di tengah permukiman, yaitu halaman terbuka terbuka, berfungsi sebagai tempat sosialisasi antar anggota keluarga, bermain bagi anak-anak, atau melakukan kegiatan sehari-hari seperti menjemur hasil panen, tempat melakukan ritual keluarga, dan kegiatan lain yang melibatkan banyak orang. Disinilah kelebihan taneyan, bahwa taneyan adalah tempat berkomunikasi dan mengikat hubungan satu keluarga dengan keluarga yang lain. Peran taneyan sangat penting, karena disinilah kebersamaan dibangun, otonomi besar dalam sebuah komunitas rumah taneyan lanjeng, menjadi media pertautan antara keluarga satu dengan keluarga lain, sehingga keakraban dalam persaudaraan menjadi kental, satu dengan yang lain

22 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

saling mengikat. Taneyan sifatnya terbuka dengan pembatas yang tidak permanen, tetapi untuk memasuki taneyan harus melalui pintu yang tersedia. Apabila memasuki taneyan tanpa melewati pintu – meski tanpa pembatas pagar taneyan - maka akan dianggap tidak sopan. Bahkan bisa jadi, orang luar yang tidak punya hubungan kerabat, khususnya laki laki, tidak bisa masuk begitu saja ketika penghuni laki-laki taneyan lanjeng tidak berada di tempat. Hal ini menandakan bahwa, taneyan lanjeng bukan sekedar deretan rumahrumah, tapi sebuah komunitas yang dibangun dari nilai-nilai adat istiadat, serta komunitas masyarakat yang patuh terhadap komponen utama indentitas keetnikan sekaligus sebagai indentitas keIslaman. Susunan ruang yang berjajar dengan ruang pengikat di tengahnya menunjukkan bahwa taneyan adalah pusat aktivitas sekaligus sebagai pengikat ruang yang sangat penting. Sumbu barat timur secara imajiner terlihat memisahkan antara kelompok rumah dan ruang luar. Langgar sebagai akhiran semakin memberikan arti penting dan utama dari komposisi ruangnya. Ruang tinggal atau rumah adalah ruang utama, memiliki satu pintu utama

dan hanya terdiri atas satu ruang tidur yang dilengkapi serambi. Ruang bagian belakang atau bagian dalam sifatnya tertutup dan gelap. Pembukaan hanya didapati pada bagian depan saja, baik berupa pintu maupun jendela, bahkan rumah yang sederhana tidak memiliki jendela. Ruang dalam ini adalah tunggal, artinya ruang ini terdiri atas satu ruang dan tanpa sekat sama sekali. Fungsi utama ruang tersebut adalah untuk mewadahi aktifitas tidur bagi perempuan atau anak-anak. Serambi memiliki dinding setengah terbuka, pembukaan hanya ada di bagian depan. Fungsi utama ruang ini adalah sebagai ruang tamu bagi perempuan. Langgher, atau langgar berada di ujung barat (kiblat), merupakan bangunan ibadah keluarga. Berfungsi sebagai pusat aktivitas laki laki yaitu transfer nilai religi kepada generasinya, sebagai tempat peristirahatan, tempat menerima tamu khsusus laki-laki, tempat musayawarah keluarga, kadang juga sebagai tempat tidur bagi laki laki, selain sebagai tempat melakukan ritual seharihari dan juga sebagai gudang hasil pertanian. Tata letak kandang dan dapur dalam permukiman tidak memiliki posisi yang pasti, artinya letaknya dapat berubah sesuai dengan kebutuhan. Namun bisanya posisi kandang diletakkan bagian belakang langgar. Pada permukiman awal perletakan kandang cenderung di sisi selatan berhadapan dengan rumah tinggal. Kandang terbuat dari bahan bambu atau kayu dengan atap daun kelapa atau genteng. Sementara itu, dinding terdiri atas bambu atau kayu. Masing masing keluarga memiliki kandang sendiri-sendiri. Sedang dapur terletak di depan, di samping langgar ataupun di belakang rumah. Bahan bangunan yang digu-

nakan juga sangat variatif sesuai dengan kemampuan ekonomi keluarga tersebut. Salah seorang budayawan Sumenep Ahmad Darus mengaku, aset peninggalan budaya Madura taneyan lanjeng ini perlu diselamatkan dan dilestarikan, “budaya taneyan lanjeng menyimpan banyak pesan moral dan selalu dilandasi nilai-nilai tatakrama yang tinggi”, ujar Daruk, panggilan akrabnya pada Mata Sumenep di tempat tinggalnya, Rubaru, beberapa waktu lalu. Usaha Pemkab Sumenep menurunkan Perda Cagar Budaya perlu keseriusan, “karena ada sejumlah peninggalan bangunan bersejarah di Sumenep perlu dirawat dan dilestarikan, sebagai aset sejarah dan budaya Sumenep, termasuk di dalamnya adat budaya taneyan lanjeng”, ungkapnya. Taneyan lanjeng menjadi simbol keutuhan hubungan kekerabatan dalam komuniktas keluarga, hal ini juga menunjukkan bahwa konsep persaudaraan dan solidaritas dalam tradisi Madura, yang antara lain direpresentasi dari konsep taneyan lanjeng bersifat luas dalam tatanan keluarga, sehingga menunjukkan konsep persaudaraan dalam tradisi masyarakat Madura sangat bersifat guyub. Konsep guyub ini semakin jelas dengan tetap eksisnya istilah songosong lombung, rampa’ naong beringin korong dan sebagainya. Meski demikian sebagaimana terjadi pada budaya Madura umumnya, taneyan lanjeng juga mengalalami degradasi budaya, kadang penghuninya lebih memperhatikan kebutuhan perkembangan budaya modern, sehingga rumah-rumah taneyan lanjeng, pada akhirnya tak ubahnya seperti komplek perumahan modern umumnya. | syaf anton wr


MATA BUDAYA

Tanamkan Kearifal Lokal Sejak Dini

C

ERMIN Kearifan lokal seperti nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, persaudaraan dan sikap ketauladanan mulai banyak terkikis di dalam lingkungan budaya masyarakat. Ironisnya, tidak adanya institusi yang menyokong secara masif dalam usaha mengembalikan perangkat budaya masyarakat ini menjadi intrumen untuk merawat dan merivitalisai kembali kearifan budaya lokal Madura. Akibatnya, kalangan generasi muda kita, kurang banyak mengenal dan tidak banayak memahami ajaran-ajaran berupa nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, serta aturanaturan yang disepakati oleh komunitas masyarakat. “Sebagian besar generasi muda kita sudah mulai apatis dan tidak peduli terhadap nilai-nilai kearifan lokal yang kita miliki”, ungkap Moh. Taufik , salah seorang pemerhati budaya lokal Madura ketika ditemui tabloit ini dikediamnnya, Braji Gapura (20/08/2014) Salah satunya, hal ini terjadi lantaran keuatnya budaya asing masuk wilayah komunitas masyarakat, “tampaknya masyarakat kita tidak mampu membendung, sehingga kearifan budaya kita makin tertekan”, tambah Taufik, penulis buku bahasa Madura “Sangkolan Bukona Tamba”. Menurutnya, penerapan kearifan lokal tidak terlepas dari media pendidikan. Kurikulum 2013 sekarang lebih mengutamakan pendidikan karakter, salah satunya pelajaran bahasa daerah ke dalam muatan lokal turut memberikan kontribusi positif terhadap penguatan kecintaan generasi muda terhadap daerahnya. “Namun, hal itu tidak cukup dibahas hanya dari sudut pandang kebijakan pengadaan pelajaran bahasa daerah, namun perlu juga dipersiapkan adanya pendidik profesional di bidangnya masing-masing”, ujar guru SMPN 2 Gapura itu. Senada dengan D. Zawawi Imron, budayawan Madura ini menyatakan, agar budaya Madura tetap eksis harus dipelihara sejak dini. “Saya kira, untuk memelihara bisa diawali dan melalui dunia pendidikan di sekolah-sekolah.Ya, paling tidak perkenalkan kembali nilai-nilai Madura lama yang penuh dengan kearifan lokal”, ujarnya ketika ditemui beberapa waktu lalu. Ditanya budaya daerah masuk kurikulum 2013, sang penyair itu sepakat. “Lebih bagus lagi”. Katakanlah, nantinya bisa masuk dalam muatan lokal, diberi tempat dan peluang kembali sehingga budaya lokal terus eksis. “Yang terpenting bisa nyambung dari generasi yang dulu, kini dan generasi yang akan datang.”, ungkap Zawawi. | syaf

Mengubah Stigma Madura Melalui Budaya Lokal

M

ASYARAKAT Madura sudah sepatutnya untuk kembali pada jati diri dan rekonstruksi nilai-nilai luhur budaya lokal. Dalam kerangka itu, upaya yang perlu dilakukan adalah menguak makna substantif kearifan lokal. Untuk itu, sebuah ketulusan, memang, perlu dijadikan modal dasar bagi segenap unsur masyarakatnya. Ketulusan untuk mengakui kelemahan diri masing-masing, dan ketulusan untuk membuang egoisme, keserakahan, serta mau berbagi dengan yang lain sebagai entitas dari warga yang sama. Para elit di berbagai tingkatan perlu menjadi garda depan, bukan dalam ucapan, tapi dalam praktis konkret untuk memulai; kearifan lokal yang digali, dipoles, dikemas dan dipelihara dengan baik yang nenatinya bisa berfungsi sebagai alternatif pedoman hidup manusia Madura dewasa ini dan dapat digunakan untuk menyaring nilai-nilai baru/asing agar tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa dan menjaga keharmonisan hubungan manusia dengan Sang Khalik, alam sekitar, dan sesamanya. Persoalannya adalah bagaimana mengimplementasikan kearifan lokal untuk membangun karakter di masyarakat? Oleh karena itu, perlu ada revitalisasi budaya lokal (kearifan lokal) yang relevan untuk membangun karakter. Hal ini dikarenakan kearifan lokal pada gilirannya akan mampu mengantarkan masyarakat untuk mencintai daerahnya. Kecintaan masyarakat Madura pada daerahnya akan mewujudkan ketahanan daerah. Ketahanan daerah adalah kemampuan suatu daerah yang ditunjukkan oleh kemampuan warganya untuk menata diri sesuai dengan konsep yang diyakini kebenarannya dengan jiwa yang tangguh, semangat yang tinggi, serta dengan cara memanfaatkan alam secara bijaksana. Andhap asor tampaknya menjadi tolok ukur dalam menanamkan etika dan estetika, termasuk didalamnya tentang

kesantunan, kesopanan, penghormatan, dan nilai-nilai luhur lainnya sehingga menjadi raddin atena, bagus tengka gulina. Untuk membangun kebersamaan dalam saloka diungkap bila cempa palotan, bila kanca taretan, untuk menjaga keutuhan persabatan perlu dijaga mon ba’na etobi’ sake’ ja’ nobi’an oreng. Kehidupan yang harmoni menjadi penekanan kehidupan yang diharapkan dalam rampa’ naong beringin korong, serta ghu’tegghu’ sabbhu’ atau songosong lombhung, merupakan solidaritas sosial antar warga. Meski kekerasan kerap menjadi indentitas orang Madura seperti carok misal, dalam pandangan orang Madura memiliki tempat tersendiri, karena alasan-alasan tertentu yang berhubungan perasaan malo akibat harga diri diinjak-injak sehingga melahirkan carok. “Ango’ potea tolang etembhang pote mata atau otang pesse nyerra pesse, otang rassa nyerra rassa, otang nyaba nyerra nyaba” yang barangkali menjadi pertimbangan mereka. Sebenarnya semua itu dapat diselesaikan dengan terhormat bila diawali dengan bhak-rembhak yang sebenarnya mengakar kuat dalam masyarakat Madura. Contoh di atas merupakan bagian kecil dari pendidikan karakter masyarakat melalui kearifan lokal, yang seharusnya telah dikenal dan atau diperkenalkan dari generasi ke generasi. Karena pada dasarnya kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai kebijaksanaan atau nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kekayaan budaya lokal berupa tradisi, petatah-petitih dan semboyan hidup.

Revitalisasi Budaya Lokal Revitalisasi budaya lokal adalah kegiatan yang memungkinkan budaya lokal itu mampu menjawab tantangan jaman, tantangan hidup hari ini dengan menjadikan gantang penakarnya memanusiawikan manusia, kehidupan dan masyarakat. Langkah ini merupakan tindak lanjut yang menyusul langkah pelestarian alias pendataan

(pendaftaran) dan pengenalan hasil budaya angkatan-angkatan terdahulu guna melawan lupa dan memulihkan ingatan kolektif suatu komunitas masyarakat. Dengan demikian angkatan hari ini tidak menjadi angkatan lepas akar atau angkatan kosong. Jika terhenti hanya sebatas pelestarian dan menganggap budaya lokal sebagai buah karya angkatan-angkatan sebelumnya, maka dihawatirkan komunitas masyarakat akan hidup menyeret diri mundur ke masa silam sehingga kian tergenang di lumpur keterpurukan. Dengan menganggap budaya silam itu yang paling sempurna dan berlaku di segala jaman. Kenyataannya, karya-karya budaya masa silam tidak semuanya tanggap zaman dalam artian mempunyai daya guna untuk memecahkan masalah-masalah kekinian. Karena itu ia patut ditepis mana yang tanggap dan mana yang sudah kedaluarsa. Yang kedaluarsa cukup catat saja menjadi sejarah, simpan di museum sebagai bandingan dan pelajaran, sebagai bagian dari sejarah dari mana kelak bisa melihat perkembangan diri sebagai suatu komunitas. Untuk menilai kedaluarsa tidaknya suatu hasil budaya, tentu yang jadi ukurannya adalah kemampuan nilainya menjawab tantangan hari ini. Menghidupkan kembali ingatan kolektif terhadap hal tersebut salah satu metode melalui pendekatan budaya merupakan usaha yang signifikan. Melalui dialog budaya, yaitu bagaimana mengembalikan suku, etnik dan masyarakat Madura, kembali menjadi komunitas-komunitas lokal, menjadi diri sendiri dengan nilai-nilai yang luhur. Untuk itu, pendidikan pembebasan melalui proses penyadaran akan menjadi kunci dan bisa dilakukan melalui pemaduan usahausaha produktif guna menjawab persoalan hari-hari yang kongkrit, dengan tanpa melupakan, bahwa usaha produktif ini merupakan bagian integral dari proses penyadaran dan pembebasan diri komunitas dari jebakan-jebakan globalisasi budaya. |syaf

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 23


SURI TAULADAN

Metamorfosis Al-Ghazali (2) Dari Filsuf Menuju Sufi

AL

aui Muhtar Anggota Dewan Redaksi Mata Sumenep

Dia sadar bahwa apa-apa yang selama ini dilakukan dengan status guru besar dan tokoh yang dihormati penguasa dan rakyat, hanya senda gurau. Tidak mengantarkan dirinya dekat kepada Allah Swt. Ilmuilmu yang dipelajari sebatas ilmu wacana, bukan ilmu yang mengantarkan dirinya dekat dan dicintai oleh Allah Swt.

24 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

-GHAZALI terperanjat saat ditunjukkan guru tasawuf adiknya, di dalam pasar yang bekerja sebagai penjahit sepatu. (Kepada siapa alGhazali bergurut tasawuf sehingga merubah total kehidupannya di tengah bersanding gelar dan kekayaan, tidak ada sumber yang jelas. Margaret, Ebrahim Moosa menyebut al-Ghazali dan sanga adik, Ahmad pernah belajar tasawuf saat muda di Thus kepada teman ayahnya, Syekh Ahmad bin Muhammad Radhkani (w. 477/1082). Kemungkinan sang adik menunjuk guru tasawufnya di Thus). Dia sadar bahwa apa-apa yang selama ini dilakukan dengan status guru besar dan tokoh yang dihormati penguasa dan rakyat, hanya senda gurau. Tidak mengantarkan dirinya dekat kepada Allah Swt. Ilmu-ilmu yang dipelajari sebatas ilmu wacana, bukan ilmu yang mengantarkan dirinya dekat dan dicintai oleh Allah Swt. Al-Ghazali bertekad meninggalkan status selebritisnya demi kehidupan yang sejati. Dalam curahan bathin yang ia tulis di Munqidz min al-Dhalal, selama enam bulan AlGhazali terombang-ambing antara mempertahankan dan keluar dari dunia yang mengantarkan dirinya sebagai tokoh intelektual yang dihormati menuju dunia Sufi. Selama pergulatan bathin itu, nafsu makan al-Ghazali hampa. Dipaksa untuk mengajar, mulutnya tidak bisa keluar kata-kata. Keinginan al-Ghazali untuk meninggalkan sekolah Nidzamiyah sempat dihalangi sang karib yang juga perdana menteri Saljuk, Nidzam alMulk. Sang penguasa mengirim dokter pribadinya untuk memeriksa penyakit yang diderita Al-Ghazali. Sang dokter tak sanggup menyembuhkan karena penyakit al-Ghazali tergolong penyakit bathin, tiada obat luar kecuali dirinya sendiri. Sehingga pada suatu waktu, al-Ghazali berpamitan ke sang penguasa dan teman-temannya di sekolah Nidzamiyah untuk pergi haji ke Makkah, sebagai alasan untuk kabur dari kehidupan yang menipu dirinya. Sebelum pergi, seluruh kekayaan Al-Ghazali disedakahkan kepada para

fakir miskin. Tersisa hanya untuk kebutuhan keluarganya. Dia menuju Syria dan menetap selama dua tahun untuk tafakur, mengasah hati dengan menyepi. Pada tahun 489/1096 al-Ghazali pergi ke Damaskus dengan identitas baru, berpakaian orang miskin demi mencari guru Sufi. Suatu waktu, Al-Ghazali duduk di emperan pintu Khangah Samisatiyah (Padepokan Samisat di tepi sungai Eufrat). Di tempat itu, ada orang tidak dikenal menyilakan Al-Ghazali masuk ke tempatnya. Ternyata al-Ghazali diterima sebagai murid. Tapi al-Ghazali di uji kesabarannya dengan tugas sebagai pelayan padepokan. Begitu gigihnya al-Ghazali mencari guru spiritual, dia rela meninggalkan kebesaran dirinya sebagai orang kaya dan terhormat menjadi pekerja kasar yang bertugas menyapu dan membersihkan halaman sekaligus menyediakan kebutuhan para tamu di padepokan barunya. AlGhazali rela mengabdi demi ilmu sejati yang dicari. Belum ada penjelasan berapa waktu Al-Ghazali menempati padepokan itu. Suatu hari, Al-Ghazali duduk di emperan Masjid Umayyah, dalam masjid ada sekelompok mufti sedang berdiskusi. Ketika ada orang minta nasihat, para mufti tidak mampu menjawab, merasa tidak puas dengan jawaban mufti, orang itu minta nasihat kepada al-Ghazali. Jawaban alGhazali mengagetkan orang asing itu dan diketahui para mufti, sehingga meminta Al-Ghazali datang ke masjid untuk diskusi. Al-Ghazali menyanggupi keesokan harinya. Namun pada malam harinya, Al-Ghazali meninggalkan Damaskus menuju Makkah dan Madinah melewati Yerussalem dan Hebron. Sekembali dari menunaikan ibadah Haji, Al-Ghazali merasa rindu kepada keluarganya yang menetap di Thus, kota kelahirnya. Dia melewati Baghdad sebelum ke Thus, pada tahun 1097. Setelah itu, dia kembali lagi ke Damaskus dan menetap di menara masjid Umayyah yang dikenal dengan Menara al-Ghazali (Minaret of al-Ghazali) untuk menyepi. Masjid Umayyah memiliki tiga kamar se-

bagai tempat meditasi. Satu kamar di bagian barat menyerupai menara tinggi. Kamar-kamar tersebut tertutup dan dihuni para petapa dari Maghribi. Menara tertinggi dihuni oleh Al-Ghazali. Kehidupan ini, dilalui Al-Ghazali tiada tujuan lain kecuali membersihkan hati dari ujub, riya' menuju kehidupan yang sederhana (zuhud) dan berharap ridha-Nya. Setelah itu, Al-Ghazali kembali mengembara mengunjungi sejumlah padepokan Sufi dan makam-makam suci. Selama pengembaraanya, alGhazali tetap berpakaian sangat sederhana dan membawa bekal seadanya selama perjalanan. Pada tahun 439/1099-1100 AlGhazali berhenti mengembara dan berkumpul kembali dengan keluarganya di Thus serta mendirikan padepokan Sufi (khanaqah). AlGhazali menyebut selama 10 tahun dirinya mengembara mencari ilmu sejati. Mendengar al-Ghazali sudah menetap di Thus, Fakhr al-Mulk (w. 499/1106) penguasa Saljukah di Khurasan yang juga Putra Nidzam al-Mulk memaksa al-Ghazali mengajar di sekolah Nidzamiyah cabang Nishapur. Pada bulan Dzulqaidah/ Juli-Agustus 1106, Al-Ghazali kembali mengajar di sekolah tempat dia belajar saat muda. Ebarim Moosa menyebut al-Ghazali mengajar tidak lama, sekitar tiga tahun. Saat mengajar ini, Al-Ghazali mencurahkan kegelisahannya rekam jejak kehidupannya dalam buku yang berjudul AlMunqidz min Al-Dhalal (Penyelamat dari Kesesatan). bersambung..


KISAH DI BALIK PENDOPO

Mengintip Aktivitas Bupati Kiai Haji Abuya Busyro Karim di Al-Karimiyah

S

EBAGAI manusia biasa, KH Abuya Busyro Karim, kini meniti di atas banyak jalan yang berbeda pada saat bersamaan. Melekat sebagai pengasuh Pondok Pesantren Al-Karimiyah, Braji, menyandang sebagai Bupati Sumenep, tercatat mahasiswa doktoral dan sesekali diundang warga sebagai penceramah pada acara hari besar Islam. Aktivitas multi bagi sosok Buya,-panggilan akrab KH Abuya Busyro Karim,-tentu menarik untuk diintip. Jabatan Ketua DPRD Sumenep, selama 10 tahun, sambil merangkap pengasuh, bukan halangan. Sepulang tugas di dewan, Buya kembali ke pesantren meski negara menyediakan fasiltas rumah dinas. Berbeda dengan jabatan bupati, Buya harus tinggal di rumah dinas, karena beban tugas seiring padatnya aktivitas. Kendati demikian, atributpengasuh ponpes, tetap ia jalani, pada waktu libur dinas. Sebelum menetap di rumah dinas bupati, setiap ba’da maghrib, Buya memberi pengajian al-Qu’an kepada para santri. Dan dilanjutkan pengajian tafsir Jalalain, sesudah shalat Isya’. “Kecuali malam Jumat,” tutur Ust. Abd.

Rahman mengawali pembicaraan dengan Mata Sumenep. Khusus pada hari Rabu sehabis shalat Shubuh, santri menerima pengajian kitab Fathul Mu’in. Dan setiap tanggal 15, Buya menggelar pengajian yang di ikuti santri, alumni pesantren dan bersama warga, bertempat di halaman masjid ponpes. Pengajian itu dikenal dengan Majelis Dzikir wal Fikr. Majelis Dzikir wal Fikr dari namanya memberi makna kumpulan dzikir yang diselingi ulasan tafsir al-Qur’an dan kisah Nabi Muhammad Saw, para sahabat serta para auliya’. Buya menempatkan diri sebagai mursyid sekaligus penceramah. Sehingga lau-

tan emosi jamah larut dalam kekhusu’an yang ditransfer lewat deruan dzikir dan kisah. Sontak para jamaah ada yang nangis histeris mengingat dosa-dosa yang telah diperbuat. Apakah kepada orang tua sendiri atau orang lain, termasuk para guru yang membimbingnya. Dalam acara itu, sosok Buya memiliki makna tersendiri bagi mereka yang merasakan sosok baru Buya. Sejak menyandang bupati, Buya tetap meluangkan waktu pada hari Minggu untuk memberi pengajian kepada para santri. “Jika bersamaan waktu dinas ke luar kota, Buya menyelipkan waktu tertentudi minggu itu. Atau diqadha (diganti) di hari lain di minggu beri-

kutnya. Tapi secara rutin, hari Minggu sesudah shalat Subuh kalau tidak ada halangan, Buya pasti menemui para santrinya dan memberi pengajian kitab,” ucap Sufiyanto, Kabag Humas dan Protokol, menjelaskan aktivitas Buya di ponpes. Perhatian Buya kepada pesantren kini terasa beda. Ust Imam, salah satu pengurus pondok, melihat keperdulian yang begitu besar kepada Ponpes meski dipisah jarak, Buya tetap meluangkan waktu untuk bercengkrama dengan pengurus dan memberi materi kajian kitab kepada santri. “Kalau diteliti, kepedulian kiai kepada pondok, tergolong lebih perhatiannya dibanding sebelum menyandang bupati. Saya tidak tahu kenapa kiai berbuat demikian,” tutur Ust Imam kepada Mata Sumenep. Penanggungjawab sehari-hari di pesantren, Buya menyerahkan kepada Kiai Wafi Khatib, adik dua pupu dari jalur ibu dan bapak.

Posisi Buya sementara diisi Kiai Wafi untuk mengurus segala hal terkait ponpes. Untuk lembaga pendidikan dari PAUD hingga Sekolah Tinggi Al-Karimiyah, Buya menyerahkan penuh kepada masing-masing kepala sekolah untuk dikelola secara profesional. Pada saat tertentu yang dibutuhkan ponpes atau lembaga, seperti imtihanan atau seminar kampus, Buya meluangkan waktu untuk memimpin atau membuka acara. Para pengurus pondok merasa lega saat sang kiainya menempati tugas sebagai penguasa di Kabupaten Sumenep. “Tak semua yang pahit itu racun. Malah kami senang sang kiai bisa menempati posisi bupati untuk membantu masyarakat yang membutuhkan,” tuturnya sembari tersenyum kepada Mata Sumenep. bersambung.. | fathol alif

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 25


MAJELIS TAKLIM

Syarifah Nora as-Segaf:

“Hidup Hanya Mencari Ridla Allah”

B

AGI warga Sumenep dan sekitarnya, nama Pa Nora sudah tidak asing. Apalagi bagi kalangan ibu-ibu, mulai dari tingkat awam hingga elit. Aktivitasnya yang hampir tak lepas dari kegiatan da’wah membuat dirinya lebih karib dengan masyarakat. Nama aslinya Nora asSegaf. Kata "Pa" sebelum namanya biasa dipanggil merupakan singkatan dari Saripa menurut lidah orang Madura. Saripa berasal dari kata Syarifah, yakni sebutan bagi perempuan dari kalangan Saadah (kata jamak dari Sayyid atau Sayyidah, panggilan atau gelar bagi keturunan Rasulullah SAW). Sedangkan bagi kalangan laki-lakinya dipanggil Syarif atau Sayyid, atau Iyek ketika dilafalkan oleh orang-orang di pulau garam ini. "Gelar itu tidak lebih hanya untuk menandakan asalusul saja. Sejatinya tidak ada perbedaan dengan yang lain. Yang membedakan kita hanya iman dan taqwa saja. Di hadapan Allah kelak kita tak membawa nasab, melainkan amal," katanya dengan rendah hati pada tabloid ini saat ditemui di rumahnya, Senin malam (24/08). Dalam sehari-harinya kegiatan janda dengan dua buah hati ini sangat padat. Hampir tidak ada kata libur dalam setiap pekannya. Meski begitu, Pa Nora mengaku tidak pernah mengeluh, karena ia memang telah me-

milih untuk mendedikasikan hidupnya di jalan Allah. "Oleh karena itu kemudian menjadi tujuan utama kegiatan da'wah saya juga kepada masyarakat, yakni upaya pengenalan diri untuk memberikan jalan mengenal Allah," tambah perempuan kelahiran Sumenep 1975 silam ini. Selain kerap diundang masyarakat untuk memberikan tausyiah, saat ini Pa Nora memusatkan kegiatan da'wah di kediamannya di Jalan Seludang Desa Kolor Kecamatan Kota Sumenep. Kegiatan-kegiatannya di sana di bawah naungan Yayasan Nuruzzahro yang didirikannya sejak 1991. "Yayasan Nuruzzahro ini awalnya diberi nama Yayasan an-Nur. Dulu tempatnya di rumah asal saya di kampung Atas Taman Kelurahan Pajagalan, atau tepatnya di sebelah timur pendapa keraton. Namun sekitar tahun 1992 pindah ke sini," cerita alumnus Pondok Pesantren az-Zahro Bondowoso ini. Kegiatan rutin di kediamannya itu ditampung dalam sebuah bangunan mushalla berlantai dua yang lumayan luas dan sedikit megah. Berbagai aktivitas seperti kuliah agama, tadarus al-Quran, pengajian kitab-kitab turats, pembacaan shalawat Nabi, hingga istighatsah berlangsung secara kontinyu di tempat itu.

26 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

Untuk kuliah agama, menurut Pa Nora dilangsungkan setiap hari ba'da shalat shubuh dan ba'da shalat Ashar. Setelah itu dilanjutkan dengan mengkaji kitab-kitab lawas dan istighatsah bersama. "Khusus hari Jum'at, setelah kuliah Shubuh dilanjutkan dengan pembacaan Shalawat Fatih dan Shalawat Nariyah. Shalawat Fatih sebanyak 10 ribu kali dan Shalawat Nariyah sebanyak 4444 kali. Jumlah itu dibagi pada setiap jamaah, jadi bukan berarti setiap jamaah masing-masing membaca sebanyak itu," jelas perempuan yang memutuskan untuk bercadar ini. Sedangkan untuk kegiatan tadarus al-Quran, menurut isteri almarhum Didik Hariyanto ini dijadwalkan setiap hari Ahad. "Disamping itu setiap malam Jumat diagendakan pembacaan tahlil bersama bagi pini sepuh," lanjutnya. Kegiatan-kegiatan itu dikatakan Pa Nora terbuka bagi kalangan umum perempuan meski bukan jamaah resmi maupun santri perempuan yang mukim di kediamannya. Khusus bagi beberapa santri perempuannya diberikan pengajaran tambahan di luar jam-jam yang telah disebut di atas. "Kami juga setiap ba'da Maghrib mengajar al-Quran bagi anak-anak didik," tambah ibu dari Jannatul Firdaus dan Firza ini.

Seperti halnya jalan, kehidupan tentu tidak mulus begitu saja. Ada kerikil, bebatuan, lubang, tanjakan maupun turunan, belum lagi postur jalan yang berkelok-kelok. Pun, begitu juga dengan kehidupan Pa Nora. Apalagi aktivitas yang digelutinya merupakan ranah publik. Suka dukanya hampir bersahutan nyaris tanpa putus. Namun buah dari pohon yang terus dirawat tentu akan berakhir manis. Duka dalam aktivitas sosialnya itu selalu dianggap Pa Nora sebagai bagian dari dinamika kehidupan semata. “Ini sebuah proses, jadi saya selalu berusaha untuk tegar terhadap cacian atau makian. Itu saya anggap wajar. Karena prinsip saya, sepahit apapun asalkan itu dari Allah saya terima,”

tegasnya. Yang menarik, aktivitas Pa Nora tak semata di wilayah ta'lim saja melainkan juga merambah ke dunia politik. Untuk yang terakhir ini pilihannya jatuh pada Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ketika ditanya mengenai alasan dirinya aktif di parpol, jawaban anggota Dewan Syuro PKB Sumenep ini sangat sederhana. "Hidup itu keseimbangan antara akhirat dan dunia. Kegiatan da’wah dan ta'lim itu ranahnya akhirat, sedangkan politik merupakan ranah dunia. Kita jelas tidak akan pernah bisa lepas dari keduanya. Namun intinya hidup kita hanya untuk mencari keridlaan Allah," pungkas mantan Ketua II Muslimat Nahdlatul ‘Ulama (NU) Sumenep ini. | han

"

Hidup itu keseimbangan antara akhirat dan dunia. Kegiatan da’wah dan ta'lim itu ranahnya akhirat, sedangkan politik merupakan ranah dunia. Kita jelas tidak akan pernah bisa lepas dari keduanya. Namun intinya hidup kita hanya untuk mencari keridlaan Allah," NRA ASSEAF antan Ketua  uslimat alatul Ulama U Sumenep


MATA FITRI

Sumenep

Labuhan Hati Sumenep menjadi labuhan hati. Masyarakatnya ramah dan beragama. Kalau berbicara lemah lembut. Individu satu lainnya saling menghargai. Kalau ada perbedaan, lebih mengedepankan rasionalitas daripada pendekatan emosi. egitu pandangan Ny Nur Fitriana, pengalaman pribadi selama setahun lebih mendampingi lakilaki pujaan hatinya, Abuya Busyro Karim, di bumi Sumekar. Perempuan yang baru berulangtahun, 5 September 1978 ini, merasa kedamaian ketika berbincang atau bercakap dengan orang-orang yang ditemuinya. “Bersyukur saya memiliki bekal ilmu agama. Dari kecil saya diajari ilmu agama yang cukup oleh abah dan ummi di rumah,” tutur Bunda Fitri, begitu ia akrab disapa, saat ditanya pengalaman bathin selama tinggal di ujung timur pulau Madura. Gesturnya selalu mengumbar senyum ketika bertemu kepada setiap orang, termasuk mereka yang baru jumpa. Tidak tahu apa yang melatarbelakanginya. Ketika ditanya wartawan selalu menjawab senyum manis. Tiada makna kata terucap. Kecuali menjawab pertanyaan yang berkait dengan tugas sebagai Ketua TP PKK. Sosoknya menampakkan kamera berjalan. Selalu action, meski alami. Senyum manis mendahului sapa menjadi ciri khas mantan model Islami ini. Diluar jam kerja mendapingi sang suami, Bunda Fitri selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke masyarakat bawah. “Saya ingin selalu bersama rakyat bawah. Di kampung halaman saya, saban hari selalu bergelut dengan petani, nelayan, pedagang dan profesi,” jelas

mantan presenter ANTV ini. Karena itu, banyak cara dilakukan Bunda Fitri untuk berbagi kebahagiaan dengan orang lain. Seperti saati bulan Ramadhan lalu, bersama pengurus Tim Penggerak PKK, mencari dan mendatangi para pemulung serta petugas kebersihan, di sudut-sudut kota Sumekar. Bunda Fitri bersama rombongan tanpa lelah dan tak kenal bau menyengat untuk mencari pemulung dan petugas kebersihan. “Saya datangi para pemulung dan petugas kebersihan sekedar berbagi kebahagiaan,” cerita Bunda Fitri dengan hati merendah. Para pemulung mayoritas ibu-ibu yang sudah renta tampak kaget bercampur tidak percaya bisa berjumpa dan bersalaman dengan istri Bupati Sumenep. “Alhamdulillah, kalangkong bu (Terima Kasih Bu, Red),” ujar salah satu pemulung dengan logat bahasa Madura yang kental. “same bu,” jawab bunda sembari tersenyum manis. Saat kegiatan Sahur On The Road, Bunda Fitri juga menyapa para abang becak. Saat me nemui pengayuh becak yang tengah menunggu kedatangan bis malam di area terminal Aria Wiraraja, beberapa waktu lalu, mereka terbangun merasa kaget bercampur bingung. Namun dari ekspresi wajah para pengayuh becak tampak haru yang tidak bisa tersembunyi. “Selamat pagi bapak-bapak, ini ada bingkisan makan sahur dan juga kain sarung. Silakan disantap dan mudah-mudahan bermanfaat. Semoga sehat selalu,” sapa Bunda Fitri dengan ciri khasnya. Selain aktivitas sosial, Bunda Fitri kerap mendampingi sang suami menemani undangan warga di acara-acara luar jam dinas. Seperti, acara resepsi pernikahan atau acara-acara hari-hari besar Islam, misal, peringatan Maulid Nabi SAW, imtihanan pondok pesantren, dan acara informal lainnya.

Dalam tugas pokok sebagai ketua TP PKK, Bunda Fitri terus melakukan pembinaan sekaligus penguatan PKK di tingkat kecamatan hingga desa. Beberapa waktu lalu, saat memberi sambutan Bimbingan Teknik (Bintek) dan Pembinaan Administrasi bagi pengurus PKK Kecamatan dan Desa, bertempat di Pendopo Kecamatan Pragaan, Bunda Fitri, bercita untuk meningkatkan kualitas kinerja TP-PKK mulai dari tingkat Kecamatan hingga Desa. “Melalui Bintek dan Pembinaan Administrasi PKK, saya berharap para pengurus PKK tingkat Kecamatan hingga tingkat desa mampu memberikan data dan informasi tentang 10 Program Pokok PKK secara akurat dan menyeluruh, mulai dari Dasawisma, RT dan RW,” jelas Ny Nur Fitriana Busyro Karim saat memberi sambutan. Dijelaskan, pengelolaan program dan administrasi PKK merupakan bentuk pengetahuan secara konprehensif yang membahas sistem informasi manajemen PKK. Proses pengumpulannya sistematis, sehingga menghasilkan informasi data yang dapat dijadikan dasar pengambilan kebijakan. Menurut mantan model muslimah ini, pengetahuan manajemen PKK ini bisa meningkatkan kinerja bersama anggota. Selain itu, imbuhnya, juga meefektifkan pembinaan administrasi untuk menyaring TP – PKK tingkat desa yang akan dikirim ke Jawa Timur sebagai Duta lomba Administrasi 10 Program Pokok PKK di tingkat Propinsi Jawa Timur. “Saya berharap, pengetahuan ini bisa diaplikasikan hingga ke tingkat paling bawah. Selain meningkatkan kualitas kinerja TP-PKK di tingkat Kecamatan dan Desa, juga sebagai sarana mensejahterakan masyarakat,” tambah ibu satu anak ini. | busri toha

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 27


Ekslusif MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

Gagasan Bersama KUNCI KEBERHASILAN Mohon maaf, kami menyita waktu Bapak? Tidak apa-apa, selama tidak ada acara keluar kota atau rapat mendadak, kami bersedia melayani tamu. Termasuk melayani wartawan untuk wawancara. Jabatan Sekda sebagai puncak karier seorang Pejabat Negeri Sipil (PNS) di birokrasi. Bisa diceritakan, awal mula karier sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga menjabat Sekda? Saya bekarier sebagai staf Bagian Hukum dan Organisasi Tata Laksana Pemda Sumenep, 1981 hingga 1987. Beberapa tahun kemudian, saya diperbantukan sebagai Kabag Administrasi Keuangan di PDAM Sumenep. Tahun berikutnya, kembali diberi amanah sebagai Kasubbag Pemdes/Kelurahan Setda sampai dengan tahun 1997. Tahun 1998 – 2006 di alih tugaskan di Bappeda, masing masing sebagai sekretaris, beberap tahun kemudian beralih sebagai Kabid Analisa, Evaluasi dan Laporan di Bappeda. Dari 2006-2011, saya memperoleh tugas sebagai Kabag Organisasi Setda Sumenep. Sejak Januari 2011 promosi ke Eselon II/b di Dinas Koperasi dan UKM. Setahun kemudian, tepatnya bulan Pebruari 2012, ditugaskan kembali Sebagai Kepala Bappeda. Jabatan Sekda berawal sebagai Plt Sekda sejak tgl 4 Januari 2013 sampai dengan 7 April 2013.

28 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

Sebelum dilantik sebagai Sekda definitif pada tgl 8 April 2013, melalui mekanisme di tingkat kabupaten dalam bentuk usulan kepada Bapak Gubernur Jawa Timur terhadap ASN yang akan diberi amanah sebagai Sekda guna dilakukan uji kompetensi berupa Fit and Propertest oleh Tim Baperjakat Provinsi Jawa Timur. Adakah kesan yang membekas dalam pengalaman Bapak, selama menjabat PNS? Kesan sebagai PNS yang membekas hingga saat ini saat mengikuti Diklat dan Pelatihan baik di dalam negeri maupun luar negeri (Amerika). Dengan bertambahnya pengetahuan dan sharing karakteristik wilayah beragam dari peserta lain. Hal ini bermanfaat dalam menyikapi permasalahan Sumenep. Apakah ada isyarat batin sebelum menjabat Sekda? Biasa…tidak punya firasat. Jabatan bagi saya merupakan amanah dan kepercayaan yang harus diemban. Setiap jabatan yang di amanahkan Bapak Bupati melalui berbagai macam pertimbangan dan penilaian. Ibarat menu makanan, Sekda sebagai koki di pemerintahan, apakah Bapak setuju dengan istilah itu? Saya tidak setuju Istilah koki. Barangkali istilah itu cocok untuk meracik makanan, hehehe..Tapi

Status face book. Bisa jadi sebatas informasi atau curahan hati pengguna. Tapi itu tidak berlaku bagi Hadi Soetarto, Sekretaris Daerah (Sekda) Sumenep. Secara jujur, Atok, panggilan akrabnya, memanfaatkan kemajuan teknologi informasi itu sebagai sarana memonitor pelayanan di sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terupdate di jejaring sosial. Ketika ada keluhan terkait pelayanan pemkab, ia langsung merespon. Dalam hitungan jam, suami Nunuk H Luthfia memverifikasi dan inspeksi mendadak (Sidak) ke SKPD. “Face book dan media menjadi aspirasi dan inspirasi untuk mengelola pemerintahan Sumenep lebih maju,” tutur Pak Atok, mengawali wawancara dengan Ahmadi dan Busri Toha dari Mata Sumenep, di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu.

mengelola pemerintahan banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Sejalan dinamika kompleksitas permasalahan yang ada.

dengan baik, karena telah tercipta pemahaman yang sama dengan mengedepankan kepentingan publik.

Bisa diceritakan suka-duka menjabat Sekda? Tentu saja dalam melakukan sesuatu termasuk pelaksanaan tugas, suka duka pasti ada. Dengan spirit solidaritas dan soliditas semuanya dapat dilaksanakan secara tuntas.

Selama menjabat Sekda, bisa ditunjukkan keberhasilan yang dilakukan Bapak? Kalau berbicara keberhasilan dalam tugas merupakan idaman bagi semua Aparatur Sipil Negara (ASN) termasuk saya. Sedangkan kegagalan dan keberhasilan bukan diri sendiri yang menilai, tetapi pimpinan dan masyarakat. Tetapi setiap tempat tugas dimana saya diberi amanah secara maksimal dilaksanakan dengan baik, tentunya tidak terlepas dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak. Karena setiap ide pribadi ketika dirumuskan bersama akan beralih menjadi ide bersama termasuk keberhasilannya.

Pasca Reformasi, Pemkab Sumenep, Tiga Priode dipimpin figur bupati berlatarbelakang pesantren. Bagaimana Penilaian Bapak? Saya kira tidak ada dikotomi kepemimpinan bupati berlatar belakang pesantren dan non pesantren. Karena yang terpilih sebagai bupati adalah sosok pemimpin yang memiliki kompetensi paripurna serta tulus ikhlas mengabdi dengan niatan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang di pimpinnya. Bapak sebagai komunikator antara bupati,wakil bupati dan legislatif dalam menyusun anggaran,bisa dijelaskan? Proses dan mekanisme penyusunan APBD sudah ada regulasi berupa Peraturan Perundangan termasuk Dokumen Perencanaan sebagai pedomannya. Sekda sebagai ketua TAPD bersama sama dengan Badan Anggaran DPRD. Alhamdulillah selama penyusunan APBD komunikasi berjalan

Sumenep memiliki banyak potensi alam, seperti migas dan wisata. Bisa dijelaskan dalam mengembangkan potensi alam tersebut? Memang diakui Sumenep memiliki banyak potensi alam berupa migas, wisata dan banyak lainnya. Dari berbagai macam potensi tersebut harus didukung oleh potensi SDM guna menghasilkan resources. Karena itu, perlunya kreatifitas dalam mengembangkan potensi tersebut. Kreativitas itu tentu diharap berimbas pada sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.