JALAN SALIB DIPIMPIN OLEH SRI PAUS FRANSISKUS JUMAT AGUNG, 10 APRIL 2020 LAPANGAN SANTO PETRUSVATIKAN
JALAN SALIB DIPIMPIN OLEH SRI PAUS FRANSISKUS JUMAT AGUNG, 10 APRIL 2020 LAPANGAN SANTO PETRUSVATIKAN
2020
Tim Penerjemah: Rm. Leo Mali, Rm. Anton Baur, P. Doddy, Shirley, Lucy Dosem SMI, Chika Manek SFSC , Thress Leo SFSC, Fr. Hiro Osm, Fr. Troy, Fr. Vian. Editor: P. Doddy Sasi, CMF. Layout: Rm. Anton Baur. Penanggungjawab: Rm. Leo Mali.
diterjemahkan dari Via Crucis 2020 Presieduta dal Santo Padre Francesco, Libreria Editrice Vaticana, Citta del Vaticano 2020.
KATA PENGANTAR Renungan Jalan Salib tahun ini diusulkan oleh kapelan penjara “Due Palazzi� di kota Padua, Italia. Menanggapi permintaan Paus Fransiskus; empat belas orang merenungkan Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus, agar menjadi aktual dan relevan dalam hidup mereka. Di antara mereka ada lima orang tahanan, seorang keluarga korban kejahatan pembunuhan, anak perempuan dari seorang pria yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, seorang pendidik penjara, seorang hakim, ibu dari seorang tahanan, seorang katekis, seorang biarawan yang juga relawan di penjara, seorang petugas penjara dan seorang Pastor terdakwa dan kemudian dibebaskan secara definitif dari dakwaan itu setelah delapan tahun menjalani proses pengadilan. Menemani Kristus di Jalan Salib, bersama suara serak derita orang-orang yang hidup di penjara, adalah kesempatan untuk menemani dan mengalami pergulatan luar biasa antara 1
Hidup dan Mati, menemukan bagaimana benang-benang kebaikan yang tak terhindarkan terjalin dengan benang-benang kejahatan. Merenungkan Kalvari dari balik jeruji adalah mempercayai bahwa seluruh kehidupan dapat mengalami titik balik dalam sekejap saja, seperti yang terjadi pada salah satu penjahat yang disalibkan bersama Yesus. Cukup mengisi saat-saat itu dengan kebenaran: pertobatan atas kesalahan yang dilakukan, keyakinan bahwa kematian bukanlah untuk selamanya, kepastian bahwa Kristus adalah orang yang tidak bersalah namun diperlakukan dengan tidak adil. Segalanya mungkin bagi mereka yang percaya, karena bahkan dalam kegelapan penjara pun masih dapat terdengar kabar penuh pengharapan: “Tidak ada yang mustahil bagi Allah� (Luk 1:37). Jika seseorang memegang tangan Tuhan, orang yang melakukan kejahatan paling mengerikan pun akan dapat menjadi pelaku utama dari kebangkitan yang tak terduga. Percaya bahwa ketika kejahatan dan penderitaan dikisahkan, seseorang dapat diberi ruang atau kesempatan untuk bisa memperoleh penebusan, mengenali dinamika kebaikan di tengah-tengah kejahatan dan memberinya kesempatan (lih. Pesan dari Bapa Suci untuk Hari Komunikasi 2
Sosial Sedunia 2020). Sehingga Jalan Salib itu menjadi Jalan Terang. Teks-teks, yang dikumpulkan oleh Pastor Marco Pozza dan Tatiana Mario (seorang relawan), ditulis langsung oleh ke-empat belas orang di atas tanpa mau disebutkan namanya. Siapa saja yang mengambil bagian dalam jalan salib ini, menggemakan kembali suara dari mereka yang menghadapi pengalaman yang sama di dunia ini. Menyadari arti pentingnya ibadat jalan salib ini di tengah drama kemanusiaan universal Pandemi yang sedang melanda dunia saat ini, sejumlah rohaniwan dan religius Indonesia yang sedang berada di Roma berupaya menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Agar umat katolik Indonesia dapat lebih mudah mengikuti ibadat jalan salib ini. Dengan harapan melalui jalan salib ini, jeritan seseorang yang sedang berharap dalam keheningan penjara-penjara di seluruh dunia menjadi juga jeritan dan doa-doa kita semua yang sedang berharap. ***
3
Marilah kita berdoa Ya Allah, Bapa yang Mahakuasa, dalam Yesus Kristus, PutraMu, Engkau mengambil luka-luka dan penderitaan umat manusia. Hari ini aku memberanikan diri memohon kepadaMu, seperti si penjahat yang bertobat: “Ingatlah aku!� Aku di sini, sendirian di depanMu, dalam kegelapan penjara ini, miskin, telanjang, lapar dan hina. KepadaMu aku memohon, tumpahkanlah minyak pengampunan dan penghiburan pada lukaku dan anggur persaudaraan yang menguatkan hati. Sembuhku dengan rahmatMu dan ajariku untuk berharap dalam kekecewaan. Tuhanku dan Allahku, aku percaya, bantulah aku dalam keraguanku.
5
Bapa yang pengasih, tetaplah percaya padaku, berikanlah padaku selalu kesempatan yang baru,untuk memelukMu dalam cin taMu yang tak terbatas. Dengan pertolonganMu dan anugerah Roh Kudus, semoga aku sanggup mengenalMu dan melayani sesamaku. Amin.
6
RENUNGAN DAN DOA
Renungan Jalan Salib tahun ini diusulkan oleh kapelan penjara "Due Palazzi" di kota Padua, Italia. Kisah dan renungan ditulis oleh: I Renungan dari seorang yang dihukum seumur hidup II Renungan dari dua orangtua yang seorang puterinya dibunuh III Renungan dari seorang tahanan IV Renungan dari ibu seorang narapidana V Renungan dari seorang narapidana VI Renungan dari seorang Katekis di paroki VII Renungan dari seorang Narapidana
7
VIII Renungan seorang Gadis yang ayahnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup IX Renungan dari seorang Tahanan X Renungan dari seorang Pendidik di penjara XI Renungan dari seorang Imam yang dijadikan tersangka dan kemudian dibebaskan XII Renungan dari seorang Hakim pengawas XIII Renungan dari seorang Biarawan sukarelawan XIV Renungan dari seorang Polisi Lembaga Pemasyarakatan
8
PERHENTIAN I YESUS DIJATUHI HUKUMAN MATI *(Merenungkan kisah dari seorang yang dihukum seumur hidup) Sekali lagi Pilatus berbicara dengan suara keras kepada mereka, karena ia ingin melepaskan Yesus. Tetapi mereka berteriak membalasnya, katanya: “Salibkanlah Dia! Salibkanlah Dia!” Kata Pilatus untuk ketiga kalinya kepada mereka: “Kejahatan apa yang sebenarnya telah dilakukan orang ini? Tidak ada suatu kesalahanpun yang kudapati pada-Nya, yang setimpal dengan hukuman mati. Jadi aku akan menghajar Dia, lalu melepaskanNya.” Tetapi dengan berteriak mereka mendesak dan menuntut, supaya Ia disalibkan, dan akhirnya mereka menang dengan teriak mereka. Lalu Pilatus memutuskan, supaya tuntutan mereka dikabulkan. Dan ia melepaskan orang yang dimasukkan ke dalam penjara karena pemberontakan dan pembunuhan itu sesuai dengan tuntutan mereka, tetapi Yesus diserahkannya kepada mereka untuk diperlakukan semau-maunya. (Luk 23:20-25).
9
Kerap kali, di berbagai pengadilan dan media, bergemalah seruan: “Salibkan dia! Salibkan dia!� Itulah seruan yang juga saya dengar atas diri saya sendiri. Saya telah dihukum bersama ayah saya dengan sebuah hukuman seumur hidup. Penyaliban saya telah dimulai sejak kecil. Jika saya ingat, saya mendapati diri meringkuk di dalam bus yang membawa saya ke sekolah, terasing karena kegagapan saya, tanpa seorang teman. Saya telah bekerja sejak kecil tanpa bisa belajar: hanya ketidak-mengertian yang saya miliki. Kekerasan dan penindasan telah merenggut kisah manis dari seorang anak yang lahir di Provinsi Calabria, Italia di tahun tujuh puluhan. Saya lebih mirip dengan Barabas daripada Kristus. Namun, kutukan yang mengerikan tetap ada di dalam hati nurani saya. Di malam hari, saya buka mata dan terus berusaha mencari secercah cahaya untuk menerangi kisah hidup saya. Ketika, terkurung dalam sel penjara ini, saya membaca kembali lembaran demi lembaran penderitaan Kristus dan saya menangis. Setelah lebih dari dua puluh sembilan tahun di sini ternyata saya belum kehilangan kemampuan untuk menangis, memandang masa lalu dengan penuh malu atas kejahatan yang telah saya lakukan. Saya merasa laksana Barabas, Petrus, dan Yudas pada saat yang bersamaan. Kalau diingat, masa lalu saya sungguh menyeramkan. Selama bertahun-tahun saya berada hukuman yang berat dan ayah saya pun meninggal dalam keadaan yang serupa. Kerap kali, saya dengar, ia menangis diam-diam di selnya pada malam hari dan saya merasakannya. Kami berada di dalam kegelapan yang mengerikan. Namun, dalam kegelapan itu, saya selalu mencari sesuatu yang mungkin adalah kehidupan: aneh untuk dikatakan, namun penjara ini adalah keselamatan saya. Jika bagi seseorang, saya tetap seorang Barabas, saya tidak marah. Namun, 10
saya merasa dari hati terdalam bahwa Yesus, orang tak berdosa yang dihukum itu datang dan mencari saya di sini, di dalam penjara. Ia mengajari saya tentang hidup. Tuhan Yesus, meskipun kami berpaling dariMu, kami melihatMu di antara khalayak ramai yang berseru bahwa Engkau harus disalibkan. Atau, malahan mungkin kami berada di antara mereka dan ikut berseru-seru tanpa menyadari kejahatan dan dosa yang telah kami lakukan. Dari lubuk hati terdalam ini, kami ingin berdoa kepada Bapa-Mu untuk mereka yang dihukum mati sepertiMu dan bagi mereka yang masih menantikan penghakimanMu yang tertinggi. Marilah berdoa Ya Tuhan, pencinta kehidupan, dalam pertobatan Engkau senantiasa memberikan kami sebuah kesempatan untuk merasakan belas kasih-Mu yang tak terhingga. Kami mohon kepada-Mu agar Engkau sudi memberikan kepada kami rahmat kebijaksanaan untuk memperhatikan dan menghargai tiap pribadi manusia bagai bait-Mu yang kudus. Engkaulah Tuhan dan pengantara kami, kini dan sepanjang segala masa. Amin.
11
PERHENTIAN II YESUS MEMANGGUL SALIB *(Merenungkan kisah dari dua orangtua yang seorang puterinya dibunuh) Kemudian serdadu-serdadu membawa Yesus ke dalam istana, yaitu gedung pengadilan, dan memanggil seluruh pasukan berkumpul. Mereka mengenakan jubah ungu kepada-Nya, menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya. Kemudian mereka mulai memberi hormat kepada-Nya, katanya: "Salam, hai raja orang Yahudi!� Mereka memukul kepala-Nya dengan buluh, dan meludahiNya dan berlutut menyembah-Nya. Sesudah mengolok-olokkan Dia mereka menanggalkan jubah ungu itu dari pada-Nya dan mengenakan pula pakaian-Nya kepada-Nya. (Mrk.15:16-20). Di musim panas itu, hidup kami selaku orangtua mati bersamaan dengan kematian kedua puteri kami. Yang satu dibunuh bersama teman dekatnya oleh kekerasan brutal dari seorang pria yang kejam tanpa ampun; yang lainnya, selamat secara ajaib, namun ia kehilangan senyumnya selamanya. Milik kami adalah hidup yang penuh pengorbanan, atas dasar pekerjaan dan keluarga. Kami telah mengajarkan kepada anak-anak kami rasa hormat kepada orang lain dan nilai dari pelayanan kepada yan lebih miskin. Sering kami bertanya: “Men12
gapa justru atas diri kami kejahatan ini jatuh me-nimpa?� Kami tidak menemukan kedamaian. Bahkan keadilan, yang telah selalu kami yakini, tidak mampu meringankan luka yang paling dalam: hukuman kami terhadap penderitaan akan tetap ada sampai akhir. Waktu tidak meringankan beban salib yang mereka tumpuk di pundak kami: kami tidak mampu melupakan siapa yang tidak ada lagi hari ini. Kami sudah lanjut usia, semakin tidak berdaya, dan kami benar-benar merasakan rasa sakit terburuk yang ada: bertahan atas kematian seorang puteri. Sulit dikatakan, tetapi pada saat keputus-asaan tampaknya mengambil alih, Tuhan, dengan cara yang berbeda, datang menemui kami, memberi kami rahmat untuk saling mengasihi sebagai suami-istri, saling menopang satu sama lain bahkan dengan susah payah. Tuhan mengajak kami untuk tetap membuka pintu dari rumah kami kepada yang paling lemah, kepada yang putus-asa, menyambut mereka yang mengetuk bahkan untuk semangkuk sup. Menjadikan pemberian sedekah sebagai perintah, bagi kami adalah bentuk keselamatan: kami tidak mau menyerah pada kejahatan. Kasih Allah, pada nyatanya, mampu meregenerasi kehidupan karena, sebelum kita, PutraNya, Yesus telah mengalami penderitaan manusia untuk dapat merasakan belas-kasih yang tepat untuknya. Tuhan Yesus, sangat menyakitkan bagi kami melihatMu dipukuli, diejek dan ditelanjangi, korban tak bersalah dari kekejaman yang tak manusiawi. Pada malam penderitaan ini, kami berpaling untuk memohon kepada BapaMu untuk mempercayakan kepadaNya semua orang yang telah mengalami kekerasan dan ketidakadilan. 13
Marilah berdoa Ya Allah, keadilan dan penebusan kami, yang telah memberikan kami Putera tunggalMu dengan memuliakan Dia di atas takhta Salib, tanamkanlah di dalam hati kami pengharapanMu untuk mengenali diriMu yang hadir di saat-saat yang gelap dalam hidup kami. Hiburlah kami di setiap kesengsaraan dan bantulah kami dalam pencobaan sambil menantikan KerajaanMu. Demi Kristus, Tuhan kami. Amin.
14
PERHENTIAN III YESUS JATUH UNTUK PERTAMA KALINYA *(Merenungkan kisah dari seorang tahanan) Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi Tuhan telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian. (Yes. 53:4-6) Itu adalah pertama kalinya saya jatuh, tetapi kejatuhan itu telah menjadi kematian bagi saya: saya telah mengambil nyawa seseorang. Cukup satu hari untuk beralih dari kehidupan yang tak bercela kepada suatu tindakan melakukan sebuah sikap di mana pelanggaran terhadap semua perintah terkemas. Saya merasa diriku seperti versi modern dari pencuri yang memohon kepada Kristus: “Ingatlah aku!�. Lebih dari bertobat, saya membayangkan dia sebagai orang yang sadar dia berada di jalur yang salah. Dari masa kecilku, saya ingat akan lingkungan yang dingin dan tidak bersahabat tempat saya tum15
buh: cukup menemukan kerapuhan orang lain untuk menerjemahkannya ke dalam bentuk kesenangan. Dulu saya mencari teman sejati, saya ingin diterima sebagaimana adanya, tanpa hasil. Saya menderita untuk kebahagiaan orang lain, saya merasa dihalangi, mereka meminta kepada saya hanya pengorbanan dan peraturan untuk dihormati: saya merasa seperti orang asing bagi semua orang dan saya mencari, dengan cara apa pun, sebuah balas dendam saya. Saya tidak menyadari bahwa kejahatan perlahan-lahan tumbuh dalam diri saya. Sampai, suatu malam, waktu kegelapan sayang datang melanda: dalam sekejap, seperti longsoran salju, saya menjadi liar melawan ingatan-ingatan dari semua ketidakadilan yang saya derita dalam hidup. Kemarahan telah membunuh kebaikan, saya telah melakukan kejahatan yang jauh lebih besar daripada yang telah saya terima. Di penjara, kemudian, luka orang-orang lain menjadi kebencian kepada diri saya sendiri: tidak perlu banyak untuk mengakhirinya, saya berada di ujung tanduk. Saya juga telah membawa keluarga saya ke jurang: karena saya, mereka kehilangan nama keluarga, reputasi baik mereka, mereka hanya menjadi keluarga si pembunuh. Saya tidak mencari alasan atau potongan, saya akan menjalani hukuman saya sampai hari terakhir karena di penjara saya menemukan orang-orang yang telah mengembalikan kepercayaan saya yang hilang. Jangan berpikir bahwa di dunia kebaikan ada adalah kejatuhan pertama saya. Yang kedua, pembunuhan itu, hampir merupakan sebuah akibat: di dalam diri saya sudah mati.
16
Tuhan Yesus, Engkau juga berakhir di tanah. Pertama kali mungkin yang paling sulit karena semuanya baru: pukulannya kuat dan kepanikan muncul. Kami percayakan kepada BapaMu orang-orang yang menutup diri dengan alasan mereka sendiri dan gagal mengenali kesalahan yang dilakukan. Marilah berdoa Ya Allah, Engkau yang membangkitkan manusia dari kejatuhannya, kami mohon kepadaMu: datanglah untuk membantu kami dalam kelemahan kami dan berilah kami mata untuk merenungkan tandatanda kasihMu yang tertabur dalam kehidupan kami sehari-hari. Demi Kristus, Tuhan kami. Amin.
17
PERHENTIAN IV YESUS BERJUMPA DENGAN IBU-NYA * (Merenungkan Kisah Ibu Seorang Narapidana) Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Kleopas dan Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!" Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya. (Yoh 19: 25-27) Tidak untuk sesaat pun saya tergoda untuk meninggalkan anak saya di hadapan hukumannya. Hidup kami berubah saat ia ditangkap: seluruh keluarga turut masuk penjara bersamanya. Hingga saat ini belum mereda penilaian orang-orang, itu adalah pisau tajam yang diasah: jari-jari yang tertunjuk pada kami membuat pen-deritaan yang ada dalam hati kami ini menjadi lebih berat. Dengan berjalannya waktu, luka-luka ini semakin bertambah, sampai membuat kami sulit untuk bernapas. Saya merasakan kedekatan Bunda Maria: hal ini membantu saya untuk tidak hancur oleh keputusasaan, membantu saya untuk menanggung hal-hal buruk. Saya mempercayakan putra saya padanya: hanya kepada Maria saya dapat mengungkapkan rasa takut saya, karena dia sendiri telah 18
mengalaminya saat menuju Kalvari. Dalam batinnya ia tahu bahwa Putranya tidak dapat melarikan diri dari kejahatan manusia, tetapi dia tidak meninggalkanNya. Dia ada di sana, untuk berbagi rasa sakit itu, menemani Putranya dengan kehadirannya. Saya membayangkan Yesus yang mengangkat pandanganNya, menatap dengan pandangan penuh cinta dan tidak pernah merasa sendirian. Seperti itu saya ingin lakukan.Saya menanggung kesalahan-kesalahan putra saya, saya meminta ampun juga pada tanggung jawab saya. Saya memohon belas kasihan pada saya, bahwa hanya seorang ibu yang dapat merasakan, agar putra saya dapat hidup kembali setelah hukumannya berakhir. Tak hentinya saya mendoakan dia, agar dari hari ke hari, dia dapat menjadi manusia yang berbeda, yang mampu mencintai kembali dirinya sendiri dan orang lain. Tuhan Yesus, perjumpaan dengan IbuMu, sepanjang jalan salib, mungkin itulah yang paling mengharukan dan menyakitkan. Antara tatapannya dan tatapanMu kami serahkan tatapan-tatapan dari keluarga-keluarga serta teman-teman yang berduka dan merasa tak berdaya atas kehilangan orang-orang tersayang. Marilah berdoa Ya Maria, Bunda Allah dan Gereja, sebagai pengikut setia dari anakMu, kami berseru padamu, tuk serahkan kepada tatapan kasihmu dan kepada keibuan hatimu yang melindungi, seruan umat manusia yang meratap dan menderita dalam penantian saat di mana air mata akan terhapus dari wajah kami. Demi Kristus, Tuhan kami. Amin. 19
PERHENTIAN V YESUS DITOLONG SIMON DARI KIRENE * (Merenungkan Kisah dari Seorang Narapidana) Ketika mereka membawa Yesus, mereka menahan seorang yang bernama Simon dari Kirene, yang baru datang dari luar kota, lalu diletakkan salib itu di atas bahunya, supaya dipikulnya sambil mengikuti Yesus. (Luk. 23:26) Dengan pekerjaan saya, saya telah membantu generasi muda agar mereka dapat berjalan dengan bahu mereka yang tetap tegap. Lalu suatu hari saya terjatuh. Hal ini terjadi seakan-akan punggung saya mereka patahkan: pekerjaan saya pun terganjal pencemaran nama baik. Saya masuk rumah tahanan: penjara telah masuk ke rumah saya. Sejak itu saya menjadi gelandangan kota: saya kehilangan martabat, mereka menjuluki saya dengan sebutan kriminal sebagaimana dituduhkan kepada saya oleh pengadilan, saya tidak lagi menjadi tuan atas hidup saya sendiri. Saat saya merenungi ini, terbayang dalam benak saya seorang anak dengan sepatu rusak, kakinya basah, memakai pakaian usang; anak itu adalah diri saya saat itu. Kemudian, suatu ketika terjadi penangkapan: tiga laki-laki berseragam, dengan surat penangkapan yang tegas, serta penjara yang menelan saya hidup-hidup dalam temboknya. Salib yang mereka letakkan dipundak saya ini berat 20
rasanya. Seiring berjalannya waktu saya belajar untuk menjalaninya, menatapnya, dan memanggilnya dengan sebuah nama: sepanjang malam kami saling menemani. Di penjara-penjara semua mengenal sosok Simon dari Kirene: itu adalah nama kedua untuk para sukarelawan, sapaan bagi mereka yang mendaki Kalvari untuk membantu memikul salib; mereka adalah orang-orang yang menolak taat pada aturan bersama dan lebih mendengar suara hati mereka. “Simon dari Kirene� itu juga teman saya di dalam sel: saya mengenalnya pada malam pertama yang saya lalui di rumah tahanan ini. Dia adalah seorang yang bertahun-tahun hidup di jalan, tanpa kasih sayang dan juga penghasilan. Kekayaan satu-satunya yang ia miliki adalah satu pak croissant (makanan ringan/roti). Dia yang sangat menyukai makanan manis, memaksa saya agar membawa croissant itu pada istri saya saat pertama kali dia datang mengunjungi saya: istri saya menangisi hal ini, hal yang tak terduga namun sangat penuh menyentuh. Saya semakin tua di penjara: saya mengimpikan agar suatu hari nanti saya dapat kembali menaruh kepercayaan kepada orang lain, yakni menjadi Kireneus sebagai kabar sukacita bagi orang lain. Tuhan Yesus, dari sejak Engkau lahir hingga Engkau bertemu dengan seorang asing yang membawa salibMu, Engkau sendiri membutuhkan bantuan kami. Kami juga, seperti Simon dari Kirene, ingin menjadi sesama bagi saudara serta saudari kami dan turut berpartisipasi dalam belas kasih Allah untuk meringankan kuk kejahatan yang menindas mereka.
21
Marilah berdoa Ya Allah, pembela orang miskin dan penghibur orang-orang yang menderita, pulihkan kami dengan kehadiranMu dan bantulah kami setiap hari, agar kami mampu membawa kuk manis dari perintah kasihMu. Demi Kristus, Tuhan kami, Amin.
22
PERHENTIAN VI VERONIKA MENGUSAP WAJAH YESUS *(Merenungkan kisah dari seorang katekis di paroki) Hatiku mengulangi undangan-Mu: “Carilah wajah-Ku!�. Wajah-Mu, ku cari, Ya Tuhan. Janganlah menyembunyikan wajah-Mu kepadaku, janganlah menolak hamba-Mu ini dengan murka; Engkaulah penolonganku, janganlah membuang aku, janganlah meninggalkan aku, ya Allah penyelamatku! (Mzm 27, 8-9). Sebagai seorang katekis, saya mengusap banyak air mata, membiarkannya berderai: mereka tidak dapat membendung kehancuran yang membanjiri hati. Seringkali saya berjumpa dengan orang-orang yang putus asa, yang berada dalam kegelapan penjara, mereka mencari sebuah alasan tentang kejahatan yang sepertinya tak pernah berakhir bagi mereka. Tetasan air mata tersebut penuh dengan rasa kekalahan dan kesepian, penyesalan dan kurangnya pemahaman. Seringkali saya membayangkan Yesus yang dipenjara untuk saya: bagaimana air mata itu akan kering? Bagaimana akan menenangkan ketakutan dari orangorang ini di mana mereka tidak menemukan sebuah jalan keluar sehingga membuat mereka menyerah pada kejahatan? Menemukan jawaban merupakan suatu pekerjaan yang sulit, acapkali tidak dapat dipahami oleh kekecilan kita dan keterbatasan logika manusia. Sebuah jalan yang disarankan oleh Kristus kepada saya adalah mengkontem23
plasikan wajah-wajah yang luka karena penderitaan, tanpa merasa takut. Dia meminta diriku untuk tinggal di sana, di samping mereka, menghargai keheningan mereka, mendengarkan keluh-kesah mereka, mencoba untuk melihatnya melampaui prasangka. Sama seperti Kristus melihat segala kelemahan dan keterbatasan kita dengan mata yang penuh cinta. Kepada semua orang, bahkan kepada para tahanan, setiap hari ditawarkan kesempatan untuk menjadi manusia-manusia yang baru berkat adanya pandangan yang tidak menghakimi, tetapi memberikan kehidupan dan harapan. Dan dengan cara ini tetesan air mata dapat menjadi tunas-tunas baru dari sebuah keindahan yang sebelumnya susah sekalipun hanya untuk dibayangkan. Tuhan Yesus, Veronica menaruh belas kasihan kepada-Mu, ia bertemu dengan seorang lelaki yang menderita dan ia menemukan wajah dari Tuhan. Dalam doa kami percayakan kepada Bapa-Mu para pria dan wanita di zaman sekarang yang terus menghapus air mata dari sesama saudara kami. Marilah berdoa Ya Allah, sumber cahaya sejati, dalam deritaMu, Engkau mengungkapkan kemahakuasaan dan cinta yang luar biasa, biarkanlah wajahMu melekat di dalam hati kami, sehingga kami dapat mengenali-Mu dalam setiap penderitaan umat manusia. Demi Kristus, Tuhan kita. Amin.
24
PERHENTIAN VII YESUS JATUH UNTUK KEDUA KALINYA * (Merenungkan kisah dari seorang narapidana) Yesus berkata: "Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat". Kemudian mereka membagi pakaianNya, mereka membuang undi (Luk 23:34). Ketika saya melangkah di depan sebuah penjara, saya berpaling ke arah lain: “sungguh hidup saya tidak akan pernah berakhir di dalam sana,� demikian gumamku pada diri sendiri. Sesekali saya melihatnya, saya menarik napas dalam-dalam, seperti orang yang keadaan suram-gelap tak berpengharapan: saya rasa ,sepertinya sedang melewati kuburan orang-orang mati yang hidup. Kemudian, suatu hari, saya mengakhiri diriku di balik jeruji besi, bersama dengan saudaraku. Namun seolah-olah itu tidak, cukup saya juga membawah ayah dan ibuku ke sana. Di sebuah negeri asing di zaman itu, penjara telah menjadi rumah kami: kami yang laki-laki berada di dalam satu sel, ibu kami berada di sel lain. Saya melihat mereka, saya merasa malu dengan diri saya sendiri: saya tidak lagi merasa layak untuk menyebut diriku sebagai seorang manusia. Mereka semua di penjara karena saya.
25
Saya tama saya jauh yang
jatuh ke tanah untuk kedua kalinya. Perkali ketika kejahatan memikati hatiku dan menyerah: menjajakan narkoba, di mata saya lebih berharga daripada pekerjaan ayah saya membanting tulangnya sepuluh jam sehari.
Yang kedua terjadi setelah keluarga hancur, saya mulai bertanya pada diri sendiri: “Siapakah saya ini sehingga Kristus mati untuk saya?”. Saya membaca seruan dari Yesus – “Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” – di mata ibu saya: dia menanggung malu dari semua orang di rumah untuk menyelamatkan keluarga. Dan dia memiliki wajah ayah saya yang diam-diam putus asa di selnya. Hanya pada hari ini saya dapat mengakuinya: pada tahun-tahun itu saya tidak tahu apa yang saya lakukan. Sekarang saya tahu, dengan bantuan Tuhan, saya sedang berusaha untuk membangun kembali kehidupan saya. Saya berutang kepada kedua orangtua saya: pada tahun-tahun sebelumnya mereka melelang semua barang berharga yang kami miliki sebab mereka tidak mau saya hidup sebagai anak jalanan. Saya berutang terutama kepada diri saya sendiri: bahwa pikiran jahat yang terus menuntun hidupku pada akhirnya dapat dipangkas. Ini telah menjadi jalan salib bagi diri saya sendiri. Tuhan Yesus, Engkau jatuh lagi ke tanah: dengan beban yang berat karena kelekatanku pada kejahatan, karena ketakutanku sehingga tidak bisa keluar untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Dengan iman kami berpaling kepada Bapa-Mu dan kami berdoa kepada-Nya untuk semua orang yang belum bisa lepas dari belenggu setan, pada semua karyanya yang memikat hati dan ribuan bentuk rayuannya. 26
Marilah berdoa Ya Allah, Engkau yang tidak meninggalkan kami dalam kegelapan dan bayang-bayang kematian, Engkau menopang kelemahan kami, membebaskan kami dari belenggu kejahatan dan melindungi kami dengan perisai kekuatan-Mu, sehingga kami dapat memadahkan belas kasihan-Mu untuk selamanya. Demi Kristus, Tuhan kita. Amin.
27
PERHENTIAN VIII YESUS MENGHIBUR PEREMPUAN-PEREMPUAN YERUSALEM YANG MENANGISI-NYA *(Merenungkan kisah seorang gadis yang ayahnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup) “Sejumlah besar orang mengikuti Dia; di antaranya banyak perempuan yang menangisi dan meratapi Dia. Yesus berpaling kepada mereka dan berkata: "Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu! Sebab lihat, akan tiba masanya orang berkata: Berbahagialah perempuan mandul dan yang rahimnya tidak pernah melahirkan, dan yang susunya tidak pernah menyusui. Maka orang akan mulai berkata kepada gununggunung: Runtuhlah menimpa kami! dan kepada bukit-bukit: Timbunilah kami!” (Luk. 23:27-30) Kerap kali, sebagai putri dari seorang narapidana, saya sering mendengar pertanyaan ini: “Kamu mencintai ayahmu: apakah kamu pernah berpikir tentang rasa sakit yang disebabkan ayahmu kepada para korban?”. Selama bertahun-tahun saya tidak pernah lepas dari pertanyaan itu dan saya selalu memberi jawaban: “Tentu 28
saja, tidak mungkin bagi saya untuk tidak memikirkannya”. Lalu saya juga mengajukan pertanyaan kepada mereka: “Pernahkah Anda berpikir bahwa saya adalah yang pertama dari semua korban tindakan ayah saya? Selama dua puluh delapan tahun saya telah menjalani hukuman dengan bertumbuh tanpa ayah”. Selama bertahun-tahun saya hidup dengan amarah, rasa gelisah, cemas, khawatir: ketidakhadirannya selalu lebih berat untuk ditanggung. Saya mengelilingi seluruh Italia dari Selatan ke Utara untuk selalu ada di sampingnya: Saya tahu kota-kota itu bukan karena monumen-monumen indahnya tetapi karena penjara yang saya kunjungi. Saya seperti Telemakus ketika dia pergi mencari ayahnya Ulises: kisah hidup saya adalah kisah perjalanan dari penjara-penjara di Italia dan kisah mencari kasih sayang seorang ayah. Bertahun-tahun lamanya saya telah kehilangan rasa cinta yang mendalam karena saya adalah putri seorang narapidana, ibu saya mengalami depresi berat, keluarga kami hancur-runtuh. Saya tetap dengan gaji yang kecil, berusaha menanggung beban kisah hidup yang dramatis dan berantakan ini. Hidup memaksa saya untuk menjadi seorang wanita tanpa sedikit pun memberi saya waktu untuk menjadi seorang anak. Di rumah kami semuanya terasa seperti salib: Ayah adalah salah satu dari mereka yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Pada hari saya menikah, saya bermimpi agar dia bisa berdiri disamping saya: tapi justru saat yang sama dia bahkan harus memikirkan saya dari ratusan kilometer jauhnya. “Inilah hidup!” Saya mengulang kata-kata itu untuk menjadi berani: Inilah Hidup. Memang benar kata orang: ada orang tua yang karena cinta, belajar menunggu sampai anak-anak mereka menjadi dewasa. Bagi saya, demi cinta, yang terjadi justru se29
baliknya, saya harus menunggu kepulangan ayah saya. Bagi semua mereka dan kita semua, dalam situasi seperti ini berharap dan berharap adalah sesuatu yang wajib. Tuhan Yesus, kami merasakan teguran-Mu kepada para wanita di Yerusalem sebagai peringatan bagi kami semua. Kami merasa teguranMu sebagai undangan bagi kami untuk bertobat, untuk berpindah dari penghayatan agama yang sentimentalis menuju iman yang berakar pada Sabda-Mu. Kami berdoa juga bagi mereka yang dipaksa menanggung beban rasa malu, penderitaan karena ditinggalkan, dan kekosongan dalam diri karena ketidahadiran orang-orang yang dicintai. Dan untuk kita masing-masing, agar dosadosa ayah kita tidak menimpa kita anak-anaknya. Marilah berdoa Ya Allah, Bapa yang Mahabaik, yang tidak pernah meninggalkan kami anak-anak-Mu dalam segala cobaan hidup ini. Berilah kami rahmat untuk dapat beristirahat dalam kasihmu dan untuk selalu menikmati penghiburan dari kehadiranmu. Demi Kristus, Tuhan kami. Amin.
30
PERHENTIAN IX YESUS JATUH UNTUK KETIGA KALINYA *(Merenungkan Kisah Seorang Tahanan) “Adalah baik bagi seorang pria memikul kuk pada masa mudanya. Biarlah ia duduk sendirian dan berdiam diri kalau TUHAN membebankannya. Biarlah ia merebahkan diri dengan mukanya dalam debu, mungkin ada harapan. Biarlah ia memberikan pipi kepada yang menamparnya, biarlah ia kenyang dengan cercaan. Karena tidak untuk selama-lamanya Tuhan mengucilkan. Karena walau Ia mendatangkan susah, Ia juga menyayangi menurut kebesaran kasih setia-Nya�. (Rat. 3:27-32). Jatuh di tanah tidak pernah menyenangkan: jatuh berulang kali dan jatuh lagi selain tidak menyenangkan, juga menjadi semacam penghukuman, seolah-olah seseorang tidak lagi bisa tetap berdiri tegak. Sebagai seorang pria, saya telah jatuh terlalu banyak kali: dan beberapa kali saya berusaha untuk bangkit. Di penjara saya sering berpikir tentang berapa kali seorang anak jatuh ke tanah sebelum belajar berjalan: Saya yakin itu adalah latihan awal untuk belajar ketika kita akan jatuh begitu kita dewasa. Sejak kecil saya telah hidup di penjara dalam rumah sendiri: Saya hidup dalam penderitaan hukuman, kesedihan yang harusnya dialami oleh orang dewasa sudah saya alami sejak 31
masa kecil saya. Di tahun-tahun itu saya teringat akan Suster Gabriella, satu-satunya gambar hidup yang ceria dan gembira: dialah satu-satunya hadiah terbaik dalam hidup saya yang bisa membuat saya melihat adanya satu kebaikan di tengah beragam keburukan. Seperti Petrus, saya telah mencari dan menemukan seribu alasan untuk kesalahan-kesalahan saya: yang anehnya adalah bahwa ada sepotong kebaikan selalu tetap menyala di dalam diri saya. Saya berada di penjara sampai menjadi seorang kakek: Saya kehilangan kesempatan untuk ada bersama anak saya yang hamil. Saya berjanji bahwa suatu hari nanti, untuk cucu perempuan saya, saya tidak akan menceritakan semua kejahatan yang telah saya lakukan tetapi hanya menceritakan kebaikan yang saya temukan. Saya akan bercerita, ketika saya jatuh di tanah, saya merasa dibawa untuk merasakan rahmat belas kasih Tuhan. Di penjara, keputusasaan sejati yang dialami adalah merasakan bahwa hidup ini tidak lagi artinya: mengalami penderitaan yang hebat, merasakan kesepian yang dalam, kesepian di tengah dunia yang ramai. Saya telah mengalami seribu kepingan hidup yang buruk, tetapi yang luar biasa adalah bahwa keping-kepingan masih bisa disusun ulang menjadi menjadi satu kepingan kebaikan dalam hidup yang bermakna. Tuhan Yesus, untuk ketiga kalinya Engkau jatuh ke tanah dan saat itu semua orang berpikir inilah yang terakhir, tapi sekali lagi Engkau bangun. Kami yakin dan percaya untuk menempatkan diri kami ke dalam tangan Bapa-Mu dan mempercayakan kepadanya orang-orang yang merasa dipenjara di dalam jurang kesalahan mereka, sehingga 32
mereka dapat memiliki kekuatan untuk bangkit dan keberanian untuk membiarkan diri mereka ditolong. Marilah berdoa Ya Allah, benteng orang-orang yang berharap pada-Mu, kabulkanlah doa-doa kami yang mengikuti ajaran-ajaran-Mu untuk hidup dalam damai, topanglah langkah-langkah dalam Jalan yang menakutkan dalam hidup, bangkitkanlah kami dari kejatuhan karena ketidaksetiaan kami, dan tuangkanlah berlimpahnya minyak penghiburan dan anggur harapan pada luka-luka hidup kami. Demi Kristus, Tuhan kita. Amin.
33
PERHENTIAN X PAKAIAN YESUS DITANGGALKAN *(Merenungkan Kisah Seorang pendidik di penjara) “Sesudah prajurit-prajurit itu menyalibkan Yesus, mereka mengambil pakaian-Nya lalu membaginya menjadi empat bagian untuk tiap-tiap prajurit satu bagian — dan jubah-Nya juga mereka ambil. Jubah itu tidak berjahit, dari atas ke bawah hanya satu tenunan saja. Karena itu mereka berkata seorang kepada yang lain: “Janganlah kita membaginya menjadi beberapa potong, tetapi baiklah kita membuang undi untuk menentukan siapa yang mendapatnya.” Demikianlah hendaknya supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci: “Mereka membagi-bagi pakaian-Ku di antara mereka dan mereka membuang undi atas jubah-Ku.” Hal itu telah dilakukan prajurit-prajurit itu”. (Yoh.19:23-24). Sebagai seorang pendidik di penjara saya melihat ketika orang masuk penjara segala sesuatu miliknya di rampas habis: ia ditelanjangi dari semua martabat karena dosa dan kesalahan yang dilakukan, dan semua kehormatan dalam dirinya dilucuti sehabis-habisnya. Setiap hari saya juga memperhatikan bahwa otonomitas diri mereka yang ada dibalik jeruji besi sungguh hilang total. Saya kadang membantu mereka hanya untuk menulis sepucuk surat karena ketakberdayaan mereka. Mereka menjadi se34
perti makhluk-makhluk yang ditangguhkan dan dipercayakan pada saya: mereka adalah orang-orang yang tidak berdaya dan kadang mereka juga merasa jengkel dengan kerapuhan mereka sendiri. Tapi bagi saya, mereka seperti bayi yang baru lahir yang masih bisa dibentuk. Saya merasakan bahwa kehidupan mereka dapat dimulai baru lagi ke arah lain, yakni dengan berpaling dari kejahatan. Namun, kekuatan saya memudar dari hari ke hari. Saya merenungkan bahwa sekalipun kita menjadi orang yang paling disiapkan, tapi jika kita berada dalam situasi yang setiap harinya penuh dengan amarah, rasa sakit dan kejahatan, pada akhirnya kita merasakan juga semangat dan kekuatan pun menjadi pudar. Saya memilih pekerjaan ini setelah ibu saya terbunuh dalam suatu kecelakaan hebat oleh seorang lelaki remaja pecandu narkoba. Saya memutuskan untuk segera memaknai kejadian jahat menyedihkan itu dengan sikap hati yang baik. Saya menyukai perkejaan ini, tapi kadang saya kesulitan menemukan kekuatan untuk meneruskannya. Dalam pekerjaan yang sulit ini, bagi saya yang paling dibutuhkan adalah merasa sebagai orang yang tidak ditinggalkan sendiri. Selalu ada saja orang yang mendukung saya. Tuhan Yesus, dalam merenungkan kisah pakaianmu ditanggalkan, kami merasa sangat malu. Dimulai dengan Adam, manusia pertama, di hadapan kebenaran yang ditelanjangi kami mulai melarikan diri. Kami bersembunyi di balik topeng kehormatan dan menenun pakaian kebohongan, dan sering kami haus rakus akan uang dan kekuasaan dengan menindas sesama kami yang miskin menderita. Semoga BapaMu mengampuni kami dan dengan sabar membantu 35
kami menjadi lebih sederhana, lebih terbuka, lebih berani berkata benar dan mampu secara total meninggalkan kemunafikan yang kami piara dalam diri. Marilah berdoa Ya Allah, bebaskanlah kami dengan kebenaranMu yang mulia, lepaskan kami kemanusiaan lama kami dan sinarilah kami dengan cahaya-Mu agar menjadi cerminan kemuliaan-Mu di dunia ini. Demi Kristus, Tuhan kita. Amin.
36
PERHENTIAN XI YESUS DIPAKU PADA KAYU SALIB *(Merenungkan kisah seorang imam yang dijadikan tersangka dan kemudian dibebaskan) Ketika mereka sampai di tempat yang bernama Tengkorak, mereka menyalibkan Yesus di situ dan juga kedua orang penjahat, yang seorang di sebelah kanan-Nya dan yang lain di sebelah kiri-Nya. Yesus berkata: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Dan mereka membuang undi untuk membagi pakaianNya. Orang banyak berdiri di situ dan melihat semuanya. Pemimpin-pemimpin mengejek Dia, katanya: “Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri, jika Ia adalah Mesias, orang yang dipilih Allah.” Juga prajuritprajurit mengolok-olokkan Dia; mereka mengunjukkan anggur asam kepada-Nya dan berkata: “Jika Engkau adalah raja orang Yahudi, selamatkanlah diri-Mu!” Ada juga tulisan di atas kepalaNya: "Inilah raja orang Yahudi”. Seorang dari penjahat yang di gantung itu menghujat Dia, katanya: "Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami! “Tetapi yang seorang menegor dia, katanya: “Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, se37
bab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah”. Lalu ia berkata: “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja”. Kata Yesus kepadanya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Surga” (Luk. 23: 33-43). Kristus dipaku pada kayu salib. Sebagai seorang imam, perikop Injil di atas seringkali saya renungkan. Hingga kemudian, tatkala suatu ketika mereka menempatkan saya di kayu salib, saya sungguh merasakan betapa beratnya kayu itu: saya dituduh dengan kata-kata yang begitu tajam bagai paku, hingga saya merasa pendakian itu sungguh tajam. Bahkan penderitaan itu sampai terukir pada kulitku. Momen paling mengerikan terjadi ketika saya melihat nama saya tergantung di luar ruang pengadilan. Ketika itu pula saya menyadari bahwa saatnya saya harus membuktikan dengan tulus, jujur dan tegas kalau saya tidak bersalah. Sebelumnya saya mengalami`pengalaman salib selama sepuluh tahun. Bagi saya, rentang waktu itu adalah bentuk jalan salib saya yang diwarnai dengan berbagai kecurigaan dan tuduhan yang tak berdasar serta bentuk-bentuk penghinaan keji lainnya. Pada saat di pengadilan, saya seringkali mengarahkan pandangan pada Salib yang tergantung di dinding ruang persidangan: saya terus memandangnya tatkala hukum berupaya menyelidiki kasus saya. Rasa malu pernah membuat saya seketika berpikir bahwa mungkin lebih baik mengakhiri semuanya, dalam hal ini meninggalkan imamat saya. Namun kemudian saya memutuskan untuk tetap menjadi imam seperti sebelumnya. Tidak pernah terlintas dalam benak saya untuk meningal38
kan salib yang telah saya terima, bahkan ketika hukum memaksa saya untuk melakukannya. Saya memilih untuk tunduk pada pengadilan biasa: dalam hal ini saya berutang budi pada diri saya sendiri, kepada anak-anak yang saya dampingi selama bertahun-tahun di seminari, dan juga kepada keluarga mereka. Ketika pengalaman saya yang mengerikan itu terjadi, saya menjumpai mereka di sepanjang perjalanan: mereka itu seperti orangorang Kirene yang menanggung beban salib bersama saya, menghapus setiap peluh dan air mata yang jatuh. Bersama saya, banyak dari antara mereka yang mendoakan anak laki-laki yang telah menuduh saya tanpa alasan hingga saya diadili. Kami akan terus mendoakannya. Ketika saya dibebaskan sepenuhnya, saya mengalami sukacita yang luar biasa, lebih dari yang saya rasakan sepuluh tahun sebelumnya: saya menyentuh dengan tangan saya sendiri betapa luar biasanya karya Tuhan dalam hidup saya. Meskipun tergantung di salib, imamat saya tidak pernah pudar, bahkan semakin bersinar. Tuhan Yesus, kasih-Mu yang tiada tara kepada kami telah membawa-Mu pada peristiwa salib. Ketika dalam sakrat maut pun Engkau tetap mengampuni kami dan memberi kami kehidupan baru. Kami serahkan kepada Bapa di Surga orangorang yang tidak berdosa yang sungguh menderita akibat hukuman yang tidak adil. Gaungkanlah selalu dalam hati mereka gema sabda-Mu ini: “hari ini kamu akan bersama-Ku di Surga�.
39
Marilah berdoa Ya Allah, sumber rahmat dan pengampunan, Engkau selalu menyatakan diri dalam pen-deritaan umat manusia. Terangilah kami dengan anugerah-Mu yang mengalir dari bilur-bilur luka penderitaan di salib, serta berikanlah kami kesetiaan dan ketekukan dalam iman manakala pengalaman penuh kegelapan menghampiri hidup kami. Demi Kristus, Tuhan Kami. Amin.
40
PERHENTIAN XII YESUS WAFAT DI KAYU SALIB * (Merenungkan kisah seorang hakim pengawas) Ketika itu hari sudah kira-kira jam dua belas, lalu kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga, sebab matahari tidak bersinar. Dan tabir Bait Suci terbelah dua. Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya (Luk. 23: 44-46)
Sebagai hakim pengawas, saya tidak bisa menangkap seseorang, siapa pun dia yang sementara berada dalam proses peradilan: itu berarti menghukumnya untuk kedua kalinya. Adalah perlu bagi seseorang untuk menebus kejahatan yang telah dilakukannya: jika tidak maka kejahatannya kita anggap sebagai hal yang sepele, berarti membenarkan kejahatan yang tidak boleh didapat diterima karena menyebabkan penderitaan fisik dan moral orang lain. Akan tetapi, keadilan sejati hanya dimungkinkan melalui belas kasih yang tidak selalu harus memaku seseorang di atas salib: keadilan sejati hadir sebagai penuntun dalam membantu seseorang untuk bangkit kembali, meng-ajarinya untuk menerima kembali kebaikan itu yang (meskipun ia telah berbuat jahat) tidak pernah 41
sepenuhnya padam di hatinya. Hanya dengan menemukan kembali kemanusiaannya, orang yang dihukum dapat mengenali kemanusiaan dari sesamanya, pada korban yang telah ia sakiti. Meskipun jalan kelahirannya kembali mungkin berliku dan ia mungkin jatuh kembali ke kejahatan yang tetap mengintai, tidak ada cara lain untuk mencoba merekonstruksi sejarah pribadi dan bersama. Kekakuan dalam proses hukum sering menempatkan harapan manusia pada ujian yang berat: membantu untuk merefleksikan dan menanyakan alasan proses yang kaku ini bisa menjadi kesempatan untuk melihat diri dari sudut pandang lain. Namun, untuk melakukan ini, perlu belajar mengenali pribadi manusia yang tersembunyi di balik kesalahan yang dilakukan. Dengan melakukan hal itu, anda kerap dapat memandang cakrawala yang dapat menanamkan harapan terhadap para terpidana dan, ketika masa hukuman selesai, mereka kembali ke masyarakat, anda dapat mengundang orang-orang kembali menyambut mereka, setelah mungkin sebelumnya sempat menolak mereka. Karena kita semua, bahkan mereka yang dihukum, adalah anak-anak dari kemanusiaan yang sama. Tuhan Yesus, Engkau mati untuk karena persengkokolan hukuman yang korup, tidak adil dank arena tekanan massa. Kebenaran yang ada padaMu ditukar dengan salib hina itu. Kami mempercayakan kepada Bapa-Mu, para hakim dan para pengacara, sehingga mereka dapat tetap tegak dalam men-
42
jalankan pelayanan mereka kepada Negara dan warganya, terutama mereka yang menderita karena situasi kemiskinan, kemelaratan dan ketidakadilan. Marilah berdoa Ya Allah, raja keadilan dan kedamaian, Engkau telah mendengar seruan Putra-Mu, seruan dari seluruh umat manusia, ajarkan kami untuk tidak melekatkan diri kami dengan rupa-rupa kejahatan dan bantulah kami untuk melihat dalam diri masing-masing nyala api Roh-Mu yang hidup. Demi Kristus, Tuhan kita. Amin.
43
PERHENTIAN XIII YESUS DITURUNKAN DARI SALIB * (Merenungkan kisah seorang biarawan sukarela) Adalah seorang yang bernama Yusuf. Ia anggota Majelis Besar, dan seorang yang baik lagi benar. Ia tidak setuju dengan putusan dan tindakan Majelis itu. Ia berasal dari Arimatea, sebuah kota Yahudi dan ia menanti-nantikan Kerajaan Allah. Ia pergi menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus. Dan sesudah ia menurunkan mayat itu, ia mengapaninya dengan kain lenan, lalu membaringkannya di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu, di mana belum pernah dibaringkan mayat (Luk 23:50-53). Orang-orang yang ditahan dalam penjara, mereka selalu menjadi guru saya. Selama enam puluh tahun saya mengunjungi penjara sebagai biarawan sukarela dan saya merasa beruntung di mana, untuk pertama kalinya, saya bertemu dengan dunia tersembunyi seperti ini. Dalam pandangan ini saya mengerti dengan jelas bahwa saya berada di sana untuk mereka, walaupun hidup saya berada di jalan yang berbeda. Kita orang-orang kristiani, sering jatuh dalam sanjungan yang membuat kita rasa lebih baik daripada orang lain, 44
seperti seolah-olah berada dalam sebuah posisi untuk dapat merawat orang-orang miskin yang membuat kita menjadi lebih tinggi dan hal ini menuntut kita untuk menghakimi orang lain, sering kali kita menghukum orang lain sesuai dengan apa yang kita inginkan, tanpa melihat siapa dia. Kristus, dalam hidup-Nya, telah memilih dan ingin tinggal bersama dengan mereka yang terlupakan: Ia melakukan perjalanan ke desa-desa yang terlupakan di dunia, di antara para pencuri, kusta, pelacur, selingkuh. Dia ingin berbagi kesengsaraan, kesepian, gangguan. Saya selalu berpikir bahwa ini adalah arti yang sebenarnya dari kata-kata-Nya: “Ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku� (Mat 25:36). Berjalan dari satu sel ke sel yang lain, saya hanya melihat kematian yang berada di dalamnya. Penjara terus me-ngubur orang-orang yang masih hidup: itu adalah kisah yang tidak diinginkan lagi oleh siapa pun. Bagi saya, Kristus setiap kali mengatakan: “Maju terus, jangan berhenti. Ambilah dan peluklah�. Saya tidak bisa tidak mendengarkannya: juga di dalam diri manusia yang pa-ling buruk selalu ada Dia, betapa buruk ingatannya. Saya hanya bisa menahan diri, berhenti dalam diam di depan wajah-wajah yang hancur oleh kejahatan dan men-dengar-kan mereka dengan belas kasihan. Itulah satu-satunya cara yang saya ketahui untuk menyambut setiap orang, memindahakan dari hadapaku kesalahan yang telah ia lakukan. Hanya dengan cara ini ia akan mendapatkan kembali kepercayaan dan menemukan kembali ke-kuatan untuk menyerah kepada kebaikan, membayangkan perbedaan dirinya dari apa yang dilihat sekarang.
45
Tuhan Yesus, tubuh-Mu yang cacat itu terbentuk karena begitu banyak kejahatan, sekarang, terbungkus dalam sebuah kain dan dimasukan ke dalam lubang tanah: inilah ciptaan baru. Kami percayakan Gereja kepada Bapa-Mu, yang lahir dari sisi kanan-Mu, yang tidak pernah menyerah dalam menghadapi kegagalan dan penampilan, tetapi terus melangkah maju untuk membawa kepada semua orang warta kebahagian akan keselamatan. Marilah berdoa Ya Allah, awal dan akhir dari segala sesuatu, bahwa dalam Paskah Kristus PutraMu, Engkau telah menebus seluruh umat manusia, berilah kami hikmat salib agar membawa kami pada kehendakMu, menerimanya dengan jiwa yang bahagia dan bersyukur. Demi Kristus, Tuhan kami. Amin.
46
PERHENTIAN XIV YESUS DIMAKAMKAN
*(Merenungkan kisah dari seorang Polisi Lembaga Pemasyarakatan) Hari itu adalah hari persiapan dan sabat hampir mulai. Dan perempuan-perempuan yang datang bersamasama dengan Yesus dari Galilea, ikut serta dan mereka melihat kubur itu dan bagaimana mayat-Nya dibaringkan. Dan setelah pulang, mereka menyediakan rempah-rempah dan minyak mur (Luk 23:54-56). Dalam misi saya sebagai petugas penjara, setiap hari saya menyentuh dengan tangan penderitaan orang-orang yang tinggal di penjara. Tidak mudah untuk menghadapi orangorang yang telah dikuasai oleh kejahatan dan telah menimbulkan luka besar pada orang lain, dan memperumit eksistensi mereka. Namun, dalam penjara, ketidak-pedulian menciptakan kerusakan lebih lanjut, dalam sejarah mereka yang karena keterlambatan dan sedang membayar utang justru mereka diajukan ke pengadilan. Seorang sahabat, yang pernah menjadi guru saya, sering berujar: “Penjara mengubahmu: orang yang baik bisa menjadi orang yang lebih jahat. Orang jahat bisa menjadi lebih baik�. Hasilnya juga tergantung dari saya dan menggertakkan gigi adalah
47
sesuatu yang sangat penting untuk mencapai maksud dari pekerjaan kami: memberikan kesempatan lagi kepada mereka yang menyukai kejahatan. Demi tantangan ini, saya tidak bisa membatasi diri untuk membuka dan menutup sebuah sel, tanpa melakukannya dengan rasa kemanusiaan. Menghormati waktu dari setiap orang, relasi manusia dapat berkembang perlahan-lahan terutama di dalam dunia atau situasi yang sulit ini. Mereka menerjemahkan setiap perbuatan, perhatian dan kata-kata yang mampu membuat perbedaan, terutama jika diucapkan dengan nada suara yang rendah. Saya tidak malu untuk melatih diakon permanen dengan berpakaian seragam yang saya banggakan. Saya memahami penderitaan dan keputusasaannya: Saya mencobannya sejak kecil. Keinginan saya yang sederhana adalah menjadi suatu acuan bagi mereka yang mengalami tantangan. Saya bekerja keras untuk mempertahankan harapan orang-orang yang menyerah pada diri mereka sendiri, takut pada pikiran bahwa satu hari nanti setelah keluar akan ditolak sekali lagi oleh masyarakat. Di penjara, saya mengingatkan mereka bahwa, bersama Tuhan, tidak ada dosa yang akan pernah memiliki kata akhir (dosa bukanlah segalanya). Tuhan Yesus, sekali lagi Engkau diserahkan kepada tangan manusia, namun kali ini, tangan-tangan pengasih Yusuf dari Arimatea dan beberapa wanita saleh yang datang dari Galilea, mereka mengetahui bahwa tubuh-Mu sangat berharga. Tangan-tangan ini mewakili tangan semua orang yang tidak pernah lelah melayani Engkau dan mereka membuat cinta-
48
Mu menjadi nyata oleh karena Engkau memampukan manusia. Justru cinta inilah yang membuat kami berharap akan kemungkinan dunia yang lebih baik: hanya dari pihak manusia cukup dengan rela membiarkan dirinya digapai oleh rahmat yang datang dari Engkau. Dalam doa, kami mempercayakan kepada Bapa-Mu, secara khusus semua petugas Polisi Lembaga Pemasyarakatan dan semua orang yang bekerja sama dalam berbagai kapasitas di penjara. Marilah berdoa Ya Allah, cahaya abadi dan matahari yang tak pernah terbenam. Penuhilah dengan kebaikanMu hati orang-orang yang melayani mereka yang menderita. Mereka memujiMu dengan melayani sesama yang menderita di tempat-tempat penderitaan umat manusia yang tak terhitung jumlahnya di seluruh dunia. Demi Kristus, Tuhan kami. Amin.
49
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR - 1 PERHENTIAN I: YESUS DIJATUHI HUKUMAN MATI Seorang yang dihukum seumur hidup - 9 PERHENTIAN II: YESUS MEMANGGUL SALIB Dua orangtua yang seorang puterinya dibunuh - 12 PERHENTIAN III: YESUS JATUH UNTUK PERTAMA KALINYA Seorang tahanan - 15 PERHENTIAN IV: YESUS BERJUMPA DENGAN IBU-NYA Ibu Seorang Narapidana - 18 PERHENTIAN V: YESUS DITOLONG SIMON DARI KIRENE Seorang Narapidana - 20 PERHENTIAN VI: VERONIKA MENGUSAPI WAJAH YESUS Seorang katekis di paroki - 23 PERHENTIAN VII: YESUS JATUH UNTUK KEDUA KALINYA Seorang narapidana - 25
PERHENTIAN VIII: YESUS MENGHIBUR PEREMPUAN-PEREMPUAN YERUSALEM YANG MENANGISI-NYA Seorang gadis yang ayahnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup - 28 PERHENTIAN IX: YESUS JATUH UNTUK KETIGA KALINYA Seorang Tahanan - 31 PERHENTIAN X: PAKAIAN YESUS DITANGGALKAN Seorang pendidik di penjara - 34 PERHENTIAN XI: YESUS DIPAKU PADA KAYU SALIB Seorang imam yang dijadikan tersangka dan kemudian dibebaskan - 37 PERHENTIAN XII: YESUS WAFAT DI KAYU SALIB Seorang hakim pengawas - 41 PERHENTIAN XIII: YESUS DITURUNKAN DARI SALIB Seorang biarawan sukarela - 44 PERHENTIAN XIV: YESUS DIMAKAMKAN Seorang Polisi Lembaga Pemasyarakatan - 47
KEMULIAAN KEPADA BAPA, DAN PUTERA, DAN ROH KUDUS, SEPERTI PADA PERMULAAN, SEKARANG, SELALU, DAN SEPANJANG SEGALA ABAD. AMIN.