Profil ke-8 Imam baru Jesuit yang menerima Sakramen Imamatnya di Yogyakarta, 31 Juli 2019

Page 1


“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 1


RITUS PEMBUKA PERARAKAN [Urutan perarakan: (1) Pembawa dupa, (2) Pembawa salib, (3) Pembawa lilin (4) Diakon yang akan ditahbiskan, didampingi oleh orang tua/wali, (5) Pembawa mitra, (6) Para imam asisten, (7) Uskup.]

NYANYIAN PEMBUKA

[umat berdiri]

AKU ABDI TUHAN Ke depan altar aku melangkah seraya bermadah gembira ria Saat bahagia hari yang mulia hari yang penuh kenangan Tuhan berkenan pada yang hina seumur hidup aku abdi-Nya Tuhan berkenan pada yang hina seumur hidup aku tetap jadi abdiNya

PANGGILAN TUHAN

Aku terkenang masa yang lalu Tuhan berbisik merdu dalam kalbu Ku ingat sabda lembut nan merayu: Marilah ikuti Aku! Tuhan berkenan pada yang hina seumur hidup aku abdi-Nya Tuhan berkenan pada yang hina seumur hidup aku tetap jadi abdiNya

Lagu, syair: Herman Galut (MB 456)

Panggilan Tuhan bagi umat-Nya di atas bumi ciptaan-Nya; api cinta-Nya, nyala kasih-Nya, sumber semangat bagi kita. Wartakan semangat cinta-Nya bagi orang yang dambakan kasih-Nya, Terpujilah Tuhan Allah yang telah mengutus Putra-Nya. Sungguh berlimpah kasih Sang Bapa, kita dikurniai rahmat. Kita semua t'lah dibangkitkan, dan disatukan dalam Tuhan. Kita akan diberi tempat dalam surga; mulia bersama-Nya. Terpujilah Tuhan Allah kar'na kasih karunia-Nya.

TANDA SALIB DAN SALAM [Uskup berdiri di belakang altar, menghadap umat, membuka Ekaristi.] Uskup : [†] Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus. Umat : Amin. Uskup : Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah Bapa, dan dari Tuhan kita, Yesus Kristus, besertamu. Umat : Dan sertamu juga. PENGANTAR PATER PROVINSIAL [umat duduk] PERNYATAAN TOBAT Uskup : Saudara-saudari yang terkasih, sungguh besar belas kasih Allah kepada kita, kendati kita penuh keterbatasan dan kelemahan. Dengan rendah hati, marilah kita mohon ampun kepada Tuhan agar kita layak ikut serta dalam ekaristi tahbisan imam ini. [Hening sejenak] Uskup : Tuhan Yesus Kristus, Engkau telah memanggil dan memilih kami untuk Kaujadikan milik-Mu yang kudus, meskipun kami berdosa. Kor : Tuhan, kasihanilah kami. Umat : Tuhan, kasihanilah kami. “Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 2


Uskup : Di antara umat-Mu, Engkau juga memilih orang-orang yang Kauberi kepercayaan untuk melayani umat-Mu, meskipun mereka penuh kelemahan. Kor : Kristus, kasihanilah kami. Umat : Kristus, kasihanilah kami. Uskup : Engkau menghendaki agar kami saling mengasihi dan menyerahkan diri demi perkembangan Gereja-Mu dan pewartaan Injil bagi segala bangsa. Kor : Tuhan, kasihanilah kami. Umat : Tuhan, kasihanilah kami. Uskup : Semoga Allah, sumber rahmat dan kasih sejati, mengasihani kita, mengampuni dosa kita, dan mengantar kita ke hidup yang kekal. Umat : Amin. MADAH KEMULIAAN (Misa Kita II)

[umat berdiri]

DOA PEMBUKA [umat berdiri] Uskup : Marilah berdoa. Allah Bapa kami, sumber segala rahmat dan kasih, Engkau menetapkan Putra-Mu yang tunggal sebagai Imam Agung Abadi. Pandanglah dengan rela para hamba-Mu yang berhimpun dalam perayaan penuh syukur ini. Limpahkanlah rahmat-Mu kepada mereka yang akan menerima tahbisan imam bagi pelayanan di dalam Gereja-Mu. Um-Usk :Dengan rahmat-Mu, jadikanlah mereka pewarta kasih-Mu yang gembira sehingga mereka taat dalam perutusan, teguh dalam iman, serta setia dalam pengharapan. Uskup : Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Umat : Amin.

LITURGI SABDA DAN TAHBISAN IMAM BACAAN PERTAMA L: Pembacaan dari Kitab Yesaya [61: 1-11] Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orangorang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, untuk memberitakan tahun rahmat TUHAN dan hari pembalasan Allah kita, untuk menghibur semua orang berkabung, untuk mengaruniakan kepada mereka perhiasan kepala ganti abu, minyak untuk pesta ganti kain kabung, nyanyian puji-pujian ganti semangat yang pudar, supaya orang menyebutkan mereka "pohon tarbantin kebenaran", "tanaman TUHAN" untuk memperlihatkan keagungan-Nya. Mereka akan membangun reruntuhan yang sudah berabad-abad, dan akan mendirikan kembali tempat-tempat yang sejak dahulu menjadi sunyi; mereka akan membaharui kota-kota yang runtuh, tempat-tempat yang telah turun-temurun menjadi sunyi. Orang-orang luar akan melayani kamu sebagai gembala kambing dombamu, dan orang-orang asing akan bekerja bagimu sebagai petani dan tukang kebun anggurmu. Tetapi kamu akan disebut imam TUHAN dan akan dinamai pelayan Allah kita. Kamu akan menikmati kekayaan bangsa-bangsa dan akan memegahkan diri dengan segala harta benda mereka. Sebagai ganti bahwa kamu mendapat malu dua kali lipat, dan sebagai ganti noda dan ludah yang menjadi bagianmu, kamu akan mendapat warisan dua kali lipat di negerimu dan sukacita abadi akan menjadi kepunyaanmu. Sebab Aku, TUHAN, mencintai hukum, dan membenci perampasan dan

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu� | 3


kecurangan; Aku akan memberi upahmu dengan tepat, dan akan mengikat perjanjian abadi dengan kamu. Keturunanmu akan terkenal di antara bangsa-bangsa, dan anak cucumu di tengah-tengah suku-suku bangsa, sehingga semua orang yang melihat mereka akan mengakui, bahwa mereka adalah keturunan yang diberkati TUHAN. Aku bersukaria di dalam TUHAN, jiwaku bersorak-sorai di dalam Allahku, sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran, seperti pengantin laki-laki yang mengenakan perhiasan kepala dan seperti pengantin perempuan yang memakai perhiasannya. Sebab seperti bumi memancarkan tumbuh-tumbuhan, dan seperti kebun menumbuhkan benih yang ditaburkan, demikianlah Tuhan ALLAH akan menumbuhkan kebenaran dan puji-pujian di depan semua bangsa-bangsa. Demikianlah sabda Tuhan. Umat : Syukur kepada Allah. NYANYIAN ANTARBACAAN (Bersabdalah Ya Tuhan) BAIT PENGANTAR INJIL Alleluia (Manuel Francisco, SJ)

[umat berdiri]

BACAAN INJIL [umat berdiri] Diakon :Tuhan sertamu. Umat :Dan sertamu juga. Diakon :Inilah Injil Yesus Kristus menurut St. Lukas [24:13-34]. Umat :Dimuliakanlah Tuhan. Pada hari itu juga dua orang dari murid-murid Yesus pergi ke sebuah kampung bernama Emaus, yang terletak kira-kira tujuh mil jauhnya dari Yerusalem, dan mereka bercakapcakap tentang segala sesuatu yang telah terjadi. Ketika mereka sedang bercakap-cakap dan bertukar pikiran, datanglah Yesus sendiri mendekati mereka, lalu berjalan bersamasama dengan mereka. Tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia. Yesus berkata kepada mereka: "Apakah yang kamu percakapkan sementara kamu berjalan?"Maka berhentilah mereka dengan muka muram. Seorang dari mereka, namanya Kleopas, menjawab-Nya: "Adakah Engkau satu-satunya orang asing di Yerusalem, yang tidak tahu apa yang terjadi di situ pada hari-hari belakangan ini?" Kata-Nya kepada mereka: "Apakah itu?" Jawab mereka: "Apa yang terjadi dengan Yesus orang Nazaret. Dia adalah seorang nabi, yang berkuasa dalam pekerjaan dan perkataan di hadapan Allah dan di depan seluruh bangsa kami. Tetapi imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin kami telah menyerahkan Dia untuk dihukum mati dan mereka telah menyalibkan-Nya. Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel. Tetapi sementara itu telah lewat tiga hari, sejak semuanya itu terjadi. Tetapi beberapa perempuan dari kalangan kami telah mengejutkan kami: Pagi-pagi buta mereka telah pergi ke kubur, dan tidak menemukan mayat-Nya. Lalu mereka datang dengan berita, bahwa telah kelihatan kepada mereka malaikat-malaikat, yang mengatakan, bahwa Ia hidup. Dan beberapa teman kami telah pergi ke kubur itu dan mendapati, bahwa memang benar yang dikatakan perempuan-perempuan itu, tetapi Dia tidak mereka lihat." Lalu Ia berkata kepada mereka: "Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?" Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitabkitab Musa dan segala kitab nabi-nabi. Mereka mendekati kampung yang mereka tuju, lalu Ia berbuat seolah-olah hendak meneruskan perjalanan-Nya. Tetapi mereka sangat mendesak-Nya, katanya: "Tinggallah bersama-sama dengan kami, sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam." Lalu masuklah Ia untuk tinggal “Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu� | 4


bersama-sama dengan mereka. Waktu Ia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. Ketika itu terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah mereka. Kata mereka seorang kepada yang lain: "Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?" Lalu bangunlah mereka dan terus kembali ke Yerusalem. Di situ mereka mendapati kesebelas murid itu. Mereka sedang berkumpul bersama-sama dengan teman-teman mereka. Kata mereka itu: "Sesungguhnya Tuhan telah bangkit dan telah menampakkan diri kepada Simon." Lalu kedua orang itupun menceriterakan apa yang terjadi di tengah jalan dan bagaimana mereka mengenal Dia pada waktu Ia memecah-mecahkan roti. Demikianlah Injil Tuhan. Umat : Terpujilah Kristus. PENGAJUAN PARA DIAKON [umat duduk] [Uskup mengenakan mitra, duduk di depan altar.] Uskup : Saudara-saudari yang terkasih, dari zaman ke zaman, Allah telah memanggil orang-orang pilihan-Nya untuk menjadi para saksi kasih-Nya. Petrus dan para rasul telah dipanggil dan diutus Allah untuk menjadi penjala-penjala manusia. Mereka tekun mewartakan Injil sehingga semakin banyak orang menjadi percaya. Semoga Allah pada saat ini memilih juga orang-orang yang menyediakan diri untuk menjadi para pewarta Injil dan para saksi kasih-Nya. As. 1 : Bapak Uskup, ada di antara kita delapan diakon yang telah menyediakan diri untuk hidup menurut Injil sebagai para imam. Kiranya Allah memilih dan memberkati mereka bagi karya pelayanan-Nya. Uskup : Jika demikian, kiranya para diakon tersebut dipersilakan maju. As. 2 : Saudara-saudara yang akan ditahbiskan menjadi imam, silakan berdiri dan maju ke depan altar: [Diakon yang disebut namanya berdiri berjajar di hadapan Uskup dan menjawab, “Saya hadir,” lalu maju.] Diakon Agustinus Wahyu Dwi Anggoro, S.J. Diakon Benny Beatus Wetty, S.J. Diakon Bernadus Christian Triyudo Prastowo, S.J. Diakon Fransiskus Kristino Mari Asisi, S.J. Diakon Harry Setianto Sunaryo, S.J. Diakon Hendricus Satya Wening Pambudi, S.J. Diakon Paulus Prabowo, S.J. Diakon Rafael Mathando Hinganaday, S.J. As.1 : Bapak Uskup yang kami hormati, inilah mereka. Bunda Gereja yang kudus memohon agar Bapak Uskup berkenan menahbiskan saudara-saudara kita ini untuk tugas pelayanan sebagai imam. Uskup : Apakah menurut Rama saudara-saudara ini sudah cukup teruji dan layak untuk ditahbiskan menjadi imam? As.1 : Mereka telah mempersiapkan diri untuk menjalankan tugas imamat. Menurut penilaian kami dan orang-orang yang mengenal para diakon ini, mereka layak untuk ditahbiskan menjadi imam. Uskup : Jika demikian, dengan bantuan Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus, kami memilih mereka untuk melaksanakan tugas pelayanan sebagai imam. Umat : Syukur kepada Allah. [umat menyambut dengan tepuk tangan]

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 5


PERNYATAAN KESANGGUPAN Uskup : Para Diakon yang terkasih, dengan bantuan rahmat Allah, Anda menyediakan diri bagi tugas pelayanan sebagai imam. Di hadapan Umat Allah yang hadir di sini, silakan Anda menegaskan kesediaan Anda. [Hening sejenak.] Menjadi imam berarti selalu terbuka dan peka akan bimbingan Roh Kudus dalam Gereja, taat setia kepada pemimpin Gereja, kepada pembesar Anda dan para penggantinya, membiarkan Roh Kudus memimpin Anda untuk mempersatukan umat Allah dengan iman, dalam kerja sama dengan para uskup dan para rekan imam. Bersediakah Anda? Diakon: Dengan bantuan Roh Kudus, kami bersedia. Uskup : Menjadi imam berarti dengan pengurapan Roh Kudus menjadi pelayan dan saksi kabar gembira kepada segala makhluk, membantu sesama menemukan dan mengikuti Kristus, berjalan bersama kaum miskin dan mereka yang terbuang karena ketidakadilan, merawat bumi rumah kita bersama, menemani kaum muda dalam menciptakan masa depan yang penuh harapan, serta dengan setia merayakan penebusan Allah dalam perjamuan Ekaristi. Bersediakah Anda? Diakon: Dengan bantuan Roh Kudus, kami bersedia. Uskup : Menjadi imam berarti selalu membarui diri dalam semangat tobat yang sejati, selalu mengupayakan persatuan dengan Kristus, agar imamat Kristus semakin penuh Anda hayati dalam kehidupan rohani, komunitas, dan kerasulan. Bersediakah Anda? Diakon: Dengan bantuan Roh Kudus, kami bersedia. Uskup : Semoga Allah yang memulai karya baik dalam diri Anda berkenan menyelesaikannya pula sampai hari kedatangan Kristus. Umat : Amin. MOHON RESTU [Para diakon memberikan hormat kepada umat, umat menyambut dengan bertepuk tangan. Diakon lalu mohon restu ke orang tua/ wali masing-masing lalu kembali berdiri menghadap ke altar.] HOMILI

[umat duduk]

LITANI PARA KUDUS Uskup : Saudara-Saudari yang terkasih, marilah kita dalam persahabatan dengan Kristus dan dalam kesatuan seluruh Gereja berdoa agar Allah berkenan melimpahkan anugerah-anugerah ilahi kepada para diakon yang telah dipilih menjadi imam ini. [Uskup dan para asisten berlutut di depan tabernakel. Para diakon tiarap di depan altar.] Solis Solis Solis Solis

: : : :

Tuhan, kasihanilah kami. Kristus, kasihanilah kami. Tuhan, kasihanilah kami. Santa Maria, Bunda Allah,

Umat:Tuhan, kasihanilah kami. Umat:Kristus, kasihanilah kami. Umat:Tuhan, kasihanilah kami. Umat:Doakanlah kami.

Solis : Santo Mikael, Santo Gabriel, Santo Rafael, serta semua malaikat yang menjadi utusan Allah bagi kami, Umat : Doakanlah kami. Solis : Santo Yusuf, Santo Yohanes Pembaptis, Nabi Elia, para nabi, serta semua yang dengan rendah hati merintis jalan bagi Sang Juru Selamat, Umat : Doakanlah kami.

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu� | 6


Solis : Santo Petrus dan Santo Paulus, Santo Andreas, Santo Yohanes dan Santo Yakobus, Santo Matius dan Santo Thomas, Santo Lukas dan Santo Markus, Santa Maria Magdalena, Santo Barnabas serta semua rasul Tuhan, Umat : Doakanlah kami. Solis : Santo Stefanus dan Santo Ignatius dari Antiokhia, Santo Polikarpus dan Santo Yustinus, Santa Perpetua dan Felisitas, Santo Laurensius dan Santo Siprianus, Santa Agnes dan Santa Anastasia, serta semua martir saksi iman, Umat : Doakanlah kami. Solis : Santo Edmund Campion, Santa Maria Goretti, Beato Miguel Augustin Pro, Santo Maximilianus Maria Kolbe, Santa Edith Stein, dan semua yang membaktikan diri demi penebusan di tengah kekerasan, Umat : Doakanlah kami. Solis : Santo Ireneus dan Santo Hironimus, Santo Basilius dan Santo Gregorius, Santo Agustinus dan Santo Thomas Aquinas, Santo Albertus Agung dan Santa Theresia dari Avilla, Santo Robertus Bellarminus dan Santo Petrus Kanisius, serta semua pujangga yang membentangkan iman Gereja, Umat : Doakanlah kami. Solis : Santo Carolus Borromeus, Santo Claudius de la Colombière, Beato John Henry Newman, Santa Theresia dari Kanak-Kanak Yesus dan Santo Yohanes Paulus II, serta semua yang mengajar umat beriman, Umat : Doakanlah kami. Solis : Santo Benediktus dan Santo Dominikus, Santo Fransiskus Asisi dan Santa Klara, Santo Hendrikus, Santa Angela Merici dan Santo Yohanes XXIII, serta semua yang membarui kehidupan Gereja dalam semangat mengikuti Kristus, Umat : Doakanlah kami. Solis : Santo Ignatius Loyola, Santo Fransiskus Xaverius, Santo Petrus Faber, Santo Yohanes de Britto dan Santo Petrus Claver, Santo Yohanes Berchmans dan Santo Alfonsus Rodrigues, Santo Aloysius Gonzaga dan Santo Yoseph Pignatelli, serta semua orang kudus Serikat Jesus yang telah menapaki jalan pengabdian sampai tuntas, Umat : Doakanlah kami. Solis : Santa Elisabeth dari Hungaria, Santo Vincentius, Santo Yohanes Don Bosco, Beato Rupert Mayer, Santo Oscar Romero, dan Santa Teresa dari Kalkuta serta semua pejuang keadilan dan perdamaian, Umat : Doakanlah kami. Solis : Santo Bernardinus Realino, Santo Yohanes Maria Vianney dan Santo Yosef Maria Rubio, dan Santo Albertus Hurtado serta semua gembala umat yang menjadi teladan bagi kami, Umat : Doakanlah kami. Solis Umat Solis Umat Solis Umat Solis Umat Solis Umat Solis

: : : : : : : : : : :

Tuhan Maharahim, Bebaskanlah umat-Mu. Dari segala kejahatan dan kekerasan, Bebaskanlah umat-Mu. Dari segala penindasan dan dosa, Bebaskanlah umat-Mu. Dari segala kelaparan dan ketidakadilan, Bebaskanlah umat-Mu. Dari budaya kematian dan kematian kekal, Bebaskanlah umat-Mu. Karena penjelmaan dan kelahiran-Mu, “Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 7


Umat Solis Umat Solis Umat Solis Umat Solis Umat Solis Umat

: : : : : : : : : : :

Bebaskanlah umat-Mu. Karena salib dan penderitaan-Mu, Bebaskanlah umat-Mu. Karena wafat dan kebangkitan-Mu, Bebaskanlah umat-Mu. Karena kenaikan-Mu yang mengagumkan, Bebaskanlah umat-Mu. Karena pencurahan Roh Kudus, Bebaskanlah umat-Mu. Pada hari kedatangan-Mu yang mulia, Bebaskanlah umat-Mu.

Solis Umat Solis Umat Solis

: : : : :

Kami orang berdosa. Dengarkanlah umat-Mu. Sudilah Engkau memberikan damai dan persatuan kepada segala bangsa, Dengarkanlah umat-Mu. Sudilah Engkau membimbing dan memelihara Gereja-Mu dalam pengabdian kepada-Mu, Dengarkanlah umat-Mu. Sudilah Engkau memberkati dan mendampingi Bapa Suci dan para uskup, para imam dan diakon, serta semua pengikut-Mu dalam pelayanan Injil, Dengarkanlah umat-Mu. Sudilah Engkau memperkuat dan memelihara kami dalam pengabdian suci kepada-Mu, Dengarkanlah umat-Mu. Sudilah Engkau melimpahkan rahmat-Mu kepada mereka yang terpilih ini, Dengarkanlah umat-Mu. Sudilah Engkau memberkati dan menguduskan mereka yang terpilih ini, Dengarkanlah umat-Mu.

Umat : Solis : Umat : Solis : Umat Solis Umat Solis Umat

: : : : :

Solis : Kristus, dengarkanlah kami. Umat : Kristus, dengarkanlah kami. Solis : Kristus, kabulkanlah doa kami. Umat : Kristus, kabulkanlah doa kami. [Uskup dan para asisten berdiri dan berdoa dengan tangan terkatup.] Uskup : Allah, Bapa kami, sudilah Engkau mendengarkan doa-doa kami. Curahkanlah rahmat Roh Kudus-Mu ke dalam hati para hamba-Mu ini. Kami antarkan saudarasaudara kami ini ke dalam tangan-Mu untuk Kautahbiskan menjadi imam. Bantulah mereka dengan rahmat kasih-Mu yang abadi. Kami sampaikan semua ini kepada-Mu dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami. Umat : Amin. PENUMPANGAN TANGAN [umat duduk] As. 2 : Saudara-saudari, sebentar lagi kita akan memasuki bagian inti perayaan tahbisan imam: penumpangan tangan dan doa tahbisan. Bapak Uskup akan menumpangkan tangan atas mereka yang akan ditahbiskan menjadi imam. Ini melambangkan bahwa mereka diterima dalam jabatan imamat atas kuasa Roh Kudus. Begitu pula semua imam yang hadir di sini akan melakukan hal yang sama bagi para rekan seimamat mereka yang baru.

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu� | 8


Marilah kita ikut serta dalam upacara ini dengan khidmat, seraya berdoa dalam hati bagi para imam baru, supaya mereka mencintai dan mengabdi keagungan ilahi, dengan menjadi pewarta kasih Allah bagi sesama. [Para diakon maju satu per satu, berdiri di depan Uskup. Uskup menumpangkan kedua tangan di atas kepala masing-masing diakon. Demikian juga para imam pendamping. Lalu para diakon berdiri berjajar untuk menerima penumpangan tangan dari para imam.] DOA TAHBISAN [Para diakon berlutut di hadapan Uskup. Uskup mengulurkan tangan dan berdoa.] Uskup : Bantulah kami, ya Tuhan, Bapa yang kudus, Allah yang Mahakuasa dan kekal. Engkau pencipta dan pembagi martabat terhormat. Dan dari-Mulah berasal alam semesta. Oleh kekuasaan-Mu, segala sesuatu berkembang dan diteguhkan. Engkau pun senantiasa meningkatkan derajat manusia dengan pengadaan tata aturan yang memadai. Dengan demikian telah berkembang martabat imamat dan jabatan para Levita, yang diperlengkapi dengan sakramen-sakramen suci. Oleh karena itu, ketika Kauangkat para Uskup menjadi pemimpin umat, Engkau telah memilih sekelompok orang sebagai rekan dan pembantu dalam suatu jajaran dan martabat yang dibawahi para Uskup. Atas cara ini Engkau telah memperluas semangat Musa di padang gurun, dibantu oleh petuah dari tujuh puluh orang bijak. Berkat pemanfaatan bantuan mereka di tengah umat, Musa sanggup memerintah rakyat yang tak terbilang banyaknya dengan mudah. Demikian pula Engkau mencurahkan kesuburan kebapaan bagi anak-anak Harun, guna mencukupi jumlah imam-imam yang dapat menyelenggarakan kurban-kurban penyelamatan, dan upacara-upacara kebaktian secara berkala. Atas cara yang sama, ya Tuhan, telah Engkau berikan tenaga pengajar imam, yang membantu para Rasul Putra-Mu, memenuhi seluruh bumi, dengan para pewarta yang berdaya guna. Oleh karena itu, ya Tuhan, bantulah kami yang lemah; karena semakin rapuh kelemahan kami, semakin besar pula bantuan yang kami butuhkan. Kami mohon, ya Bapa yang Mahakuasa, anugerahkanlah kepada hamba-hamba-Mu ini martabat imamat. Perbaruilah dalam diri mereka Roh Kekudusan. Semoga mereka sanggup memangku jabatan dalam jajaran imam yang telah Kau terimakan kepada mereka, ya Allah. Semoga mereka menjadi rekan kerja yang saleh dalam jajaran kami, untuk menyebarkan warta Injil-Mu sampai ke ujung bumi, supaya segala bangsa bertobat menjadi umat kudus Allah dan dipersatukan dengan Kristus. Dengan pengantaraan Tuhan kami Yesus Kristus, Putra-Mu, yang hidup dan bertakhta bersama Dikau dalam persatuan Roh Kudus, Allah sepanjang masa. Umat : Amin. PENGENAAN STOLA IMAM DAN PENYERAHAN KASULA [Beberapa misdinar mempersiapkan kasula yang akan diberikan kepada imam baru. Para imam baru berdiri. Uskup mengenakan mitra lalu duduk dan mengucapkan doa berikut] Uskup : Sabda Kristus ini benar, “Sesungguhnya ketika masih muda, engkau mengikat pinggangmu sendiri dan pergi ke mana saja kaukehendaki. Tetapi, jika sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikatmu dan membawamu ke tempat yang tidak kaukehendaki.” “Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 9


[Dibantu oleh asisten, imam baru melepas stola diakon dan mengenakan stola imam. Kemudian, satu demi satu imam baru berlutut di depan Uskup. Uskup dibantu oleh asisten membagikan kasula kepada masing-masing imam baru.] Uskup : Rama ‌

Agustinus Wahyu Dwi Anggoro, S.J. Benny Beatus Wetty, S.J. Bernadus Christian Triyudo Prastowo, S.J. Fransiskus Kristino Mari Asisi, S.J. Harry Setianto Sunaryo, S.J. Hendricus Satya Wening Pambudi, S.J. Paulus Prabowo, S.J. Rafael Mathando Hinganaday, S.J. jadilah pelayan umat yang baik. Imam Baru : Mohon doa Bapak Uskup. [Imam baru membawa kasula tersebut ke tempat duduknya. Imam baru mengenakan kasula dibantu oleh orang tua/wali.] PENGURAPAN TANGAN [Uskup duduk di depan altar, lalu mengenakan gramiale, yaitu kain alas yang diletakkan di pangkuan dan ditalikan di pinggang.] As. 2 : Saudara-saudari, tugas imamat hanya dapat dilaksanakan dalam kekuatan Roh Kudus. Inilah yang dilambangkan dengan pengurapan tangan. Marilah kita turut mengiringinya dengan mohon rahmat Roh Kudus. [Satu per satu imam baru maju dan berlutut di hadapan Uskup. Uskup mengurapi tangan imam baru. Lalu, imam baru menuju sakristi untuk mencuci tangan. Kor mengiringinya dengan lagu.] Uskup : Semoga Tuhan kita Yesus Kristus yang diurapi oleh Bapa dengan daya kekuatan Roh Kudus, melindungi Rama dalam tugas menguduskan umat dan mempersembahkan kurban kepada Allah, demi kemuliaan nama-Nya. Imam Baru : Amin.

LITURGI EKARISTI PERSIAPAN PERSEMBAHAN [Perarakan bahan persembahan dibawa oleh wakil keluarga. Persembahan diterima oleh Uskup didampingi oleh imam baru yang ditugaskan. Altar disiapkan oleh imam baru. Kor dan umat menyanyikan lagu persembahan.] LAGU PERSEMBAHAN [Uskup dan para imam baru menuju altar. Mereka bersama Uskup mempersembahkan roti dan anggur. Para imam asisten ikut konselebrasi.] Uskup : Terpujilah Engkau, ya Tuhan, Allah semesta alam, sebab dari kemurahan-Mu kami menerima roti yang kami siapkan ini. Inilah hasil dari bumi dan dari usaha manusia yang bagi kami akan menjadi roti kehidupan. “Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu� | 10


Umat : Terpujilah Allah selama-lamanya. Uskup : Terpujilah Engkau, ya Tuhan, Allah semesta alam, sebab dari kemurahan-Mu kami menerima anggur yang kami siapkan ini. Inilah hasil dari pohon anggur dan dari usaha manusia yang bagi kami akan menjadi minuman rohani. Umat : Terpujilah Allah selama-lamanya. Uskup : Berdoalah, Saudara-saudari, supaya persembahanku dan persembahanmu berkenan pada Allah, Bapa Yang Mahakuasa. Umat : Semoga persembahan ini diterima demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan kita serta seluruh Umat Allah yang kudus. Uskup : Allah Bapa kami, Engkau menghendaki agar para imam-Mu melayani altar dan mengabdi umat-Mu. Terimalah persembahan ini, dan berkatilah pengabdian para imam-Mu ini, agar menghasilkan buah melimpah bagi Gereja-Mu, demi Kristus, Pengantara kami. Umat : Amin. DOA SYUKUR AGUNG X (Allah Baik Hati) Uskup : Tuhan sertamu. Umat : Dan sertamu juga. Uskup : Marilah mengarahkan hati kepada Tuhan. Umat : Sudah kami arahkan. Uskup : Marilah bersyukur kepada Tuhan, Allah kita. Umat : Sudah layak dan sepantasnya. Uskup : Sungguh layak dan pantas, ya Tuhan, Bapa Yang Kudus, Allah Yang Kekal dan Kuasa, bahwa di mana pun kami senantiasa bersyukur kepada-Mu. Sebab dengan urapan Roh Kudus, Engkau mengangkat Putra-Mu menjadi satu-satunya Imam Perjanjian Baru yang kekal. Dengan keputusan-Mu yang mengagumkan, Engkau menetapkan bahwa imamat tunggal Kristus tetap berlangsung dalam Gereja. Umat pilihan-Nya dilengkapi-Nya dengan imamat rajawi, dan dalam kebaikan dan persaudaraan-Nya, Ia memilih orang-orang yang dalam nama Kristus akan membarui kurban keselamatan umat dan menghidangkan perjamuan paskah bagi anak-anak-Mu. Mereka memimpin umat-Mu yang kudus dalam kasih, menghidupinya dengan sabda, dan menyegarkannya dengan sakramensakramen. Hendaknya mereka berusaha menyerupai citra Kristus. Hendaknya mereka membaktikan kehidupan mereka demi Dikau dan demi keselamatan saudara-saudari mereka; dan tanpa henti mempersembahkan kepada-Mu iman dan kasih. Karena itu, bersama para malaikat dan semua orang kudus, kami memuji-Mu dan dengan sukacita bernyanyi: KUDUS (Misa Kita II) Uskup : Sungguh kuduslah Engkau, ya Allah. Engkau baik hati terhadap kami dan menaruh kasih sayang kepada semua orang. Terima kasih, ya Bapa, karena segala kebaikan-Mu itu, terutama karena Engkau mengutus Yesus Kristus, Putra-Mu, kepada kami. Ia datang ke dunia hendak membuka mata dan telinga kami supaya kami dapat mengenal Engkau sebagai Bapa dan hidup rukun sebagai saudara. Ia mengumpulkan kami disini supaya merayakan perjamuan sesuai dengan pesan-Nya. Bapa Yang Baik, kuduskanlah persembahan roti dan anggur ini dengan kuasa Roh Kudus agar menjadi bagi kami Tubuh dan [†] Darah Putra-Mu terkasih, Tuhan kami, Yesus Kristus. “Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu� | 11


Para imam :Sebab dalam perjamuan malam sebelum sengsara dan wafat-Nya, Yesus mengambil roti. Ia mengucap syukur dan memuji Dikau, memecah-mecahkan roti itu, dan memberikannya kepada murid-murid-Nya seraya berkata: TERIMALAH DAN MAKANLAH: INILAH TUBUH-KU YANG DISERAHKAN BAGI-MU. Para imam :Sesudah itu, Ia mengambil piala berisi anggur. Ia mengucap syukur dan memuji Dikau, lalu memberikan piala itu kepada murid-murid- Nya seraya berkata: TERIMALAH DAN MINUMLAH: INILAH PIALA DARAH-KU, DARAH PERJANJIAN BARU DAN KEKAL, YANG DITUMPAHKAN BAGIMU DAN BAGI SEMUA ORANG DEMI PENGAMPUNAN DOSA. LAKUKANLAH INI UNTUK MENGENANGKAN DAKU. Imam baru: Marilah mewartakan misteri iman. Umat : Yesus, Tuhan kami, dengan wafat, Engkau menghancurkan kematian; dengan bangkit, Engkau memulihkan kehidupan. Datanglah dalam kemuliaan. Imam baru :Oleh karena itu, ya Bapa yang kudus, dengan gembira kami mengenangkan segala sesuatu yang telah diperbuat oleh Yesus Kristus demi keselamatan kami. Dalam Ekaristi ini, kami merayakan wafat dan kebangkitan-Nya. Maka kami mohon, terimalah kami sendiri bersama Putra-Mu. Ia rela mati bagi kami, tetapi Engkau membangkitkan-Nya kembali. Umat : Ya Allah, Engkau sungguh baik hati. Trimalah persembahan pujian kami. Imam baru : Kini Yesus hidup bersama-Mu namun tetap tinggal di tengah-tengah kami. Umat : Ya Allah, Engkau sungguh baik hati. Trimalah persembahan pujian kami. Imam baru : Pada akhir zaman, Ia akan datang sebagai raja agung. Dalam kerajaan-Nya tiada lagi orang yang menderita sengsara. Umat : Ya Allah, Engkau sungguh baik hati. Trimalah persembahan pujian kami. Imam baru : Bapa, Engkau menghibur hati kami dengan Roh Kudus dan mengundang kami menyambut Tubuh Kristus dari meja perjamuan ini. Semoga makanan ini menguatkan kami dalam mengabdi Engkau. Ya Bapa, dampingilah Bapa Suci Fransiskus, Uskup Agung kami Robertus, dan para Uskup semuanya. Imam baru : Bantulah para murid Kristus supaya selalu berusaha membawa damai dan menggembirakan orang lain. Dan semoga dalam kerajaan-Nya yang abadi, bersama Santa Perawan Maria, Santo Yusuf mempelainya, dan para kudus, terlebih Santo Ignatius Loyola, kami dapat bersatu dengan Kristus dan hidup bahagia selama-lamanya. Para imam: Dengan pengantaraan Kristus, bersama Dia dan dalam Dia, bagi-Mu, Allah Bapa Yang Mahakuasa, dalam persekutuan dengan Roh Kudus, segala hormat dan kemuliaan sepanjang segala masa. Umat : Amin. Amin. Amin. BAPA KAMI (Kotabaru) ` [umat berdiri] EMBOLISME Uskup : Ya Bapa, bebaskanlah kami dari segala yang jahat, dan berilah kami damai-Mu, kasihanilah dan bantulah kami, agar selalu bersih dari noda dosa dan terhindar

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu� | 12


dari segala gangguan, sehingga kami dapat hidup dengan tenteram, sambil menantikan kedatangan Penyelamat kami Yesus Kristus Umat : Sebab Engkaulah raja, yang mulia dan berkuasa untuk selama-lamanya. DOA DAMAI Uskup : Tuhan Yesus Kristus, Engkau berkata kepada para Rasul, “Damai Ku-berikan kepada-Mu, damai-Ku Ku-tinggalkan bagi-Mu.” Jangan memperhitungkan dosa kami, tetapi perhatikanlah iman Gereja-Mu, dan restuilah kami, supaya hidup bersatu dengan rukun, sesuai dengan kehendak-Mu. Engkau yang hidup dan berkuasa sepanjang masa. Umat : Amin Uskup : Damai Tuhan besertamu. Umat : Dan sertamu juga. ANAK DOMBA ALLAH (Misa Kita II) KOMUNI Uskup : Saudara-saudari yang terkasih, inilah Anak Domba Allah, Sang Sumber Rahmat dan Kasih Sejati. Berbahagialah kita yang diundang ke dalam perjamuan-Nya. Umat : Ya Tuhan, saya tidak pantas Tuhan datang kepada saya, tetapi bersabdalah saja, maka saya akan sembuh. NYANYIAN KOMUNI DOA SESUDAH KOMUNI [umat berdiri] Uskup : Marilah berdoa. [Hening sejenak] Ya Allah, kami bersyukur atas rahmat dan kasih-Mu yang besar, terutama lewat kurban ilahi yang telah kami persembahkan dan kami rayakan ini. Umat : Semoga dengan Sabda-Mu yang kami dengarkan dan Tubuh-Mu yang kami sambut, kami semakin terbuka kepada bimbingan Roh Kudus dan bersedia diutus untuk mewartakan kasih-Mu dengan penuh sukacita kepada sesama kami di mana pun kami berada. Uskup : Berilah kami ketekunan dalam panggilan dan perutusan kami masing-masing, sampai akhirnya kami boleh menikmati sukacita abadi bersama Bapa di surga. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Tuhan kami. Umat : Amin.

RITUS PENUTUP BERKAT DARI USKUP [umat berdiri] [Uskup mengenakan mitra dan mengambil sikap memberi berkat.] As. 1 : Saudara-saudari, pada akhir perayaan syukur ini, marilah kita mohon rahmat Tuhan, agar kita mampu melaksanakan perutusan kita masing-masing. Uskup : Tuhan sertamu. Umat : Dan sertamu juga. Uskup : Dimuliakanlah nama Tuhan. Umat : Kini dan sepanjang masa. Uskup : Pertolongan kita pada nama Tuhan. Umat : Yang menjadikan langit dan bumi.

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 13


Uskup : Semoga Allah, Bapa Yang Maharahim, melimpahkan syukur dan iman sejati kepada Saudara-saudari. Umat : Amin. Uskup : Semoga Allah Putra, Sang Penebus, memperolehkan bagi Saudara-saudari segala rahmat dan kasih untuk ikut serta berkarya bersama-Nya dalam pergulatan di dunia ini. Umat : Amin. Uskup : Semoga Roh Kudus senantiasa membina kesatuan dan kerukunan Saudarasaudari sebagai satu umat beriman. Umat : Amin. Uskup : Semoga Saudara-saudari dilindungi, dibimbing, dan diberkati oleh Allah Yang Mahakuasa, [†] Bapa dan [†] Putra dan [†] Roh Kudus. Umat : Amin. LAGU PENUTUP (MARCHA DE SAN IGNACIO DE LOYOLA) Lagu: Nomesio Otaño SJ, Syair: Manuel Pintado SJ. PENGUMUMAN MC

[umat duduk]

SAMBUTAN-SAMBUTAN 1. PROVINSIAL SERIKAT YESUS (P. SUNU HARDIYANTA, SJ) [Semua imam baru maju ke depan altar dan menghadap umat] 2. SAMBUTAN WAKIL IMAM BARU [Setelah semua sambutan selesai, semua misdinar turun] BERKAT PERDANA PARA IMAM BARU [umat berdiri] Imam baru : Semoga Saudara sekalian dianugerahi secara berlimpah-limpah, rahmat dan berkat Allah Yang Mahakuasa, [†] Bapa dan Putra dan Roh Kudus. Umat : Amin. PENGUTUSAN As. 1 : Saudara-saudari, Perayaan Ekaristi dan Tahbisan imam sudah selesai. Umat : Syukur kepada Allah. As. 1 : Marilah kita pergi. Kita diutus mewartakan kasih Tuhan dalam sukacita. Umat : Amin. Terima Kasih atas Doa dan Dukungan Anda Sekalian! - Ad Maiorem Dei Gloriam -

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 14


TEMA TAHBISAN SJ 2019 & NARASI PANGGILAN

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 15


“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” (Narasi Tema Tahbisan Imam SJ 2019)

Tahbisan imamat sungguh merupakan rahmat Allah yang kami sambut dengan penuh syukur. Rasa syukur itu kami rangkum dengan tema “Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu”. Rumusan tema ini merupakan rangkuman dari pengalaman personal kami masing-masing yang didampingi oleh Yesus yang telah dibangkitkan, layaknya dua murid dalam perjalanan ke Emmaus (Luk 24:13-35). Lukisan “Emmaus” Sieger Kӧder (lih. cover teks misa) melukiskan dengan sangat indah dinamika “terang” dan “gelap” jalan kemuridan kami dalam usaha menanggapi panggilan-Nya. Di dalam peziarahan panggilan ini, kami sungguh menyadari betapa dahsyat pengalaman transformasi yang terjadi. Tuhan mencintai dan mendidik kami melalui berbagai momen tak terduga (penuh kejutan), perjumpaan dengan para sahabat dan dukungan dari keluarga. Perjalanan kemuridan yang berakar pada pengalaman dicintai inilah yang membuat kami berani untuk melangkah maju dalam panggilan Tuhan: meski kami berdosa, kami merasa dicintai, diampuni, dan dipanggil untuk mewartakan pengalaman kasih-Nya ini kepada semakin banyak orang. Di dalam pendampingan itu, terjadi dua transformasi. Pertama, mata kami dibuka untuk selalu menyadari kasih Allah yang tetap tercurah walaupun kami bergelut dengan kerapuhan manusiawi kami. Kedua, oleh kesadaran itu, hati kami yang kadang redup kembali dikobarkan untuk terus mengikuti-Nya sampai akhir. Kedua transformasi itu membawa sukacita di dalam hidup panggilan kami sebagai Jesuit. Kini, dengan tahbisan imamat, kami mengenangkan kembali pendampingan Yesus dan rahmat transformatif-Nya. Pengenangan itu terjadi setiap kali Ekaristi dirayakan, seperti kedua murid yang mengenali Yesus saat Ia memecah-mecah roti. Kami juga mengenangkannya saat mewartakan kasih-Nya kepada orang-orang di sekitar kami. Seperti kami sendiri mengalami sukacita karena kasih-Nya, kami berharap sukacita yang sama dapat mengobarkan hati orang yang menerima pewartaan kami lewat aneka tugas perutusan yang akan kami jalankan. Dengan demikian, semoga kita semua ikut serta ditempatkan bersama Kristus, agar semakin dapat mengenal lebih dalam, mencintai lebih mesra, dan mengikuti Dia lebih dekat lagi (Latihan Rohani 104). AMDG.

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 16


“Kemenangan itu Milik Tuhan” Agustinus Wahyu Dwi Anggoro, S.J. Pendidikan 1990: Tk Kanisius Pelem Dukuh 1991: SD Kanisius Pelem Dukuh 1997: SMP Sanjaya Nanggulan 2000: Seminari Menengah Mertoyudan 2004: Novisiat St. Stanislaus Kostka, Ungaran, Semarang 2006: Yuniorat di Arrupe International Residence, Manila, Filipina 2007: Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta 2011: Pendidikan Fisika Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta 2015: Fakultas Teologi Wedabhakti, Yogyakarta “Each man is the bard of his own existence” (Cormac McCarthy) Bagi sebagian orang, sepak bola atau futsal mungkin hanyalah permainan, sarana melepas lelah, cara cari keringat atau refreshing bergembira ria. Tapi, bagi saya tidak. It’s not just a game. It’s about winning or losing. Moreover, it’s about me winning. Saya atau tim saya harus menang. Begitulah selama ini saya memaknai panggilan atau hidup saya. Saya harus meraih kemenangan itu. Namun, sedikit demi sedikit Allah menjungkirbalikkan pemahaman itu. Dulu sewaktu kecil, jika ditanya ingin jadi apa, saya selalu menjawab ingin jadi dosen karena konon dosen adalah profesi dengan bayaran termahal (kata bapak saya). Namun, suatu ketika, Rama paroki berkunjung ke rumah saya, dan waktu bersamaan denganku berkata, “Suk gedhe dadi Rama, ya le” (Nanti kalau besar jadi Rama, ya). Di sinikah benih panggilan itu tersemai? Aku juga tidak tahu pasti. Yang pasti kedua orang tuakulah yang mengajari aku berdoa dan mengajak ke gereja, tapi baru saat itu aku tertegun dan terpikir untuk jadi Rama. Aku lahir dalam situasi yang menangan. Keluarga kami tidak kaya, tapi cukup terpandang. Bapak saya prodiakon dan ketua dewan stasi serta anak dari salah satu umat Katolik pertama di stasiku. Di masyarakat, bapakku merupakan ketua LKMD, kader dan jurkam Golkar, kepala sekolah SD dan guru SMP. Hampir selalu aku dipanggil dengan sebutan ‘mas Agus’. Tanpa status bapakku, pasti aku akan dipanggil ‘Agus’ saja. Namun,

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 17


bapak yang kuanggap sebagai pahlawan dan patronku itu dipanggil Tuhan saat aku masih delapan tahun. Ternyata justru ibuku yang menjadi pahlawan hidupku dengan menemani aku selama lebih dari setahun saat aku sakit paru-paru basah. Lalu, ketika sedang marak-maraknya serial TV dengan karakter pendekar atau superhero (Wiro Sableng, Ksatria Baja Hitam, The Return of the Condor Heroes, dsb.), saya sering bermain perang-perangan. Rasanya asyik berpura-pura menjadi pendekar menumpas kejahatan. Keinginan selalu menang itu juga merebak ke bidang lain: ingin unggul dan selalu juara kelas, ingin bisa ngomong banyak bahasa, ingin bisa ini dan itu (musik —yang saya nggak bisa-bisa, menggambar, komputer, dll.), bahkan nge-game pun harus menangan. Demikian pula dengan panggilan. Awalnya, saya ingin menjadi imam karena melihat sosok imam yang menangan, selalu disubya-subya umat. Sebagai misdinar saya melihat sosok imam yang sentral dalam Perayaan Ekaristi. Orang juga selalu memakai krama inggil saat berbicara dengan Rama. Ibu saya bahkan selalu masak enak saat mendapat jatah caos dhahar. Saya ingin seperti itu. Maka selepas SMP saya memutuskan masuk seminari. Di Mertoyudan, lewat bimbingan para Rama dan frater, saya semakin memurnikan motivasi saya. Saya masih ingat bahwa di kelas III saya merumuskan alasan saya menjadi imam karena merasa dicintai Allah dan perlu membalas itu dengan melayani sesama. Namun, agenda-agenda kecil untuk selalu meraih kemenangan masih mengikuti. Serikat Yesus konon adalah ordo terhebat dan paling sulit dimasuki. Maka, kalau saya bisa masuk, saya menangan. Dan, saya mencoba. Lho, kok diterima. Di dalam Serikat, kembali saya memurnikan motivasi, saya ingin memenangkan jiwa semakin banyak orang. Menjadi Yesuit kemudian terlalu saya maknai sebagai mengatasi kelemahan-kelemahan diri, masa lalu yang tidak selalu indah, atau mengalahkan kuasa kejahatan dan menebarkan kuasa Allah. Lama-lama, lelah juga kalau harus berusaha selalu menang dan unggul. Main bola tak kunjung menang pasti melelahkan. Kenapa tidak dinikmati saja? Demikian pula usaha untuk ingin unggul dan menang di segala lini. Akhirnya, aku sadar bahwa kemenangan ini harusnya menjadi milik Tuhan dan biarlah aku dimenangkan oleh-Nya. Jika aku mengabdi-Nya, tentu kemenangan-Nya adalah kemenanganku juga. "What is better - to be born good, or to overcome your evil nature through great effort?" (Paarthurnax)

***

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu� | 18


“Benih Panggilan yang Bersemi” Benny Beatus Wetty, S.J. Pendidikan 1994-2000 2000-2003 2003-2007 2007-2009 2009-2013 2013-2015 2015-2016 2016-2019

: SD Negeri 2, Sanggalangit, Bali : Seminari Menengah Roh Kudus Tuka, Bali : Seminari Menegah St. Petrus Kanisius, Mertoyudan : Novisiat St. Stanislaus Kostka, Girisonta : STF Driyarkara, Jakarta : Seminari Menegah St. Petrus Kanisius, Mertoyudan (TOK) : Paroki St. Yusuf, Baturetno (TOK) : Fakultas Teologi Wedabhakti Universitas Sanata Dharma Benih panggilan menjadi seorang imam secara samar-samar tumbuh karena saya aktif di Sekolah Minggu dan menjadi anggota misdinar di Paroki St. Paulus, Singaraja. Kesadaran ini perlahan-lahan muncul ketika saya menengok balik sejarah panggilan saya, sebab dua kegiatan itu secara natural ternyata mendekatkan saya yang masih anak-anak pada Gereja dan altarnya. Dalam suasana samar-samar itu, peran keluarga dan pastor beserta umat paroki menjadi tanah subur untuk benih panggilan yang masih rentan itu. Bapak ibu saya selalu mendorong saya mengikuti kegiatan gerejawi dan

menumbuhkan suasana rohani dengan doa bersama dalam keluarga. Dan, pastor paroki saat itu, Rm. Yan Tanumiardja SVD, dengan setia menemani dan mendampingi kami, anak-anak paroki, dalam aneka kegiatan gerejawi. Karena itu, Gereja St Paulus Singaraja bagi saya sangat penting karena di sanalah tempat pertama kali benih iman dan panggilan ditaburkan. Lalu, dari mana benih panggilan itu berasal? Tentu saja dari Allah. Tetapi, Allah menitipkannya lewat siapa sehingga benih itu bersemi di hati Benny kecil walaupun belum sepenuhnya disadari waktu itu? Pertanyaan ini menggiring saya untuk melihat latar belakang keluarga saya. Jawaban spontan saya adalah kemungkinan besar dari bapak saya yang berasal dari Bajawa, Flores. Kata orang, di Flores yang Katolik tidak hanya orangnya, “bahkan pohon, batu, dan burung beragama Katolik” (Webb, 1990). Kekatolikan yang amat kental di Flores dengan kekuasaan gereja yang begitu besar hingga (mungkin) sebelum reformasi mengantarkan Flores pada sebutan “negara teokratis kecil” (Lombard, 1996) dan Maumere, salah satu kotanya dijuluki “kota seribu biara” (HIDUP, 2017). Oleh karena itu, tak mengherankan jika Flores yang menerima pewartaan Injil dari para misionaris: Dominikan (1561-1621), Serikat Yesus (18591917), dan Serikat Sabda Allah (1914/1917-1951) (Prior, 1988), menjadi kebun yang subur untuk benih panggilan hidup bakti entah menjadi imam, suster, dan bruder. “Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 19


Walaupun benih panggilan itu berasal dari Flores, namun dia tumbuh di Bali. Pada 14 Mei 1988, saya dilahirkan di Tabanan, Bali, tempat keluarga besar Hindu dari ibu saya berasal. Kendati kemudian saya besar di Buleleng, tetapi Tabanan merupakan tempat penting bagi tahap awal proses formasi panggilan saya. Jika saya liburan, saya selalu menyempatkan diri untuk menengok keluarga di Tabanan. Entah bagaimana, perjumpaan dengan keluarga di Tabanan menyegarkan saya secara spiritual khususnya selama saya bersekolah di Seminari Roh Kudus, Tuka, dan secara kultural saat saya merantau ke Seminari Mertoyudan, Magelang. Seturut kepercayaan kakek saya yang Hindu, mungkin karena ada “saudara” (ari-ari saya) di Tabanan yang turut menjaga saya, sehingga saya selalu tergerak untuk datang berkunjung. Kakak saya, Freddy, membukakan pintu ke Seminari Tuka. Tanpa dia, jelas saya tidak akan masuk ke Seminari Tuka dan selanjutnya melangkah ke Seminari Mertoyudan. Kalau kakak saya tidak mendahului saya sebagai seminaris Tuka waktu itu, kemungkinan besar saya tak punya bayangan untuk melangkah ke tempat yang sama. Di Seminari Tuka, saya belajar hidup berkomunitas pertama kalinya, berbaur dan bergaul dengan teman dari lain kebudayaan. Karena di Seminari Tuka, saya mendengar informasi tentang Seminari Mertoyudan dan akhirnya masuk ke sana. Dengan demikian, benih panggilan itu selanjutnya dipupuk dan dikembangkan di Pulau Jawa. Saat saya di Mertoyudan, Rm. Galih Arga, Pr, salah satu pamong saya, membantu saya untuk mengolah pengalaman-pengalaman masa lalu saya sehingga saya ditolong untuk melihat jejak-jejak karya Allah dalam hidup saya. Saat saya begitu ragu dan hendak memutuskan mundur dari jalan ini, Rm. Gustawan, SJ, rektor Mertoyudan saat itu, meneguhkan saya dengan mengatakan bahwa keragu-raguan adalah ciri roh Jahat. Sejak saat itu, saya mantap dengan panggilan ini dan memilih Serikat Yesus sebagai style untuk menghidupinya. Di Novisiat, Rm. L. A. Sardi, SJ dan Rm. S. Suyitna, SJ membantu saya memupuk dan merawat panggilan saya dengan menawarkan kekayaaan spiritualitas Ignasian. Pengalaman Latihan Rohani 30 hari di Novisiat jelas merupakan pengalaman iman bagi saya dimana Allah hadir dan menemani saya. Teman-teman seangkatan novisiat saya: Anggun, Melky, Suryadi, Win, dan Yudo, hingga saat ini menjadi teman sharing suka duka menghidupi panggilan. Para pembimbing rohani saya sejak setelah novisiat hingga sekarang: Rm. B.S. Mardiatmadja SJ, Rm. Krispurwana Cahyadi SJ, dan Rm. Hasto Rosariyanto SJ, membantu menjaga api panggilan menjesuit saya. Tentu saja, masih ada banyak pribadi berpengaruh lainnya dalam perjalanan sejarah panggilan saya yang tak sempat saya tuliskan di narasi ini. Untuk mereka, saya mengucapkan banyak terima kasih, dan saya masih tetap mohon doa-doa Anda semua agar lewat rahmat imamat yang saya terima, saya dikuatkan untuk mewartakan kasih Allah dalam sukacita bagi semua orang. AMDG.

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 20


“Sapaan Itu Terasa Tak Pernah Menua” Bernadus Christian Triyudo Prastowo, S.J. Sapaan itu terkadang sederhana, namun bisa menghembuskan makna saat nada rasa berjumpa dengan peristiwa bernama. Saat masih berada di bangku Sekolah Dasar (SD), aku sering diajak keluarga untuk ikut berkunjung ke tempat saudara di daerah Magelang. Dalam perjalanan, biasanya kami saling berbagi canda. Gelak tawa seringkali mengiringi perjalanan, namun suasana menjadi berbeda ketika melewati depan Seminari Mertoyudan. Entah bapak atau ibu biasanya menghaluskan suara dan bertanya, “Yud, tempat di sana itu terlihat begitu adem yo…besok kamu mau sekolah di sana?” Jawaban saya selalu sama, “Tidak!” Namun, pada perjalanan balik dari Magelang, walaupun bapak atau ibu tidak lagi bertanya, secara spontan aku mengarahkan perhatian pada tempat yang terlihat teduh dan adem itu, seolah ingin tahu sebenarnya ada kehidupan manusia seperti apa di dalamnya. Seperti ada getar nada yang menarik rasa. Apakah itu awal panggilan Tuhan? Aku juga tidak bisa menilai sepenuhnya. Walaupun selalu menjawab “tidak,” sapaan itu mengundangku untuk sejenak ingin tahu. Sapaan itu muncul lagi ketika di masa akhir Sekolah Menengah Pertama (SMP). Seorang guru agama yang pernah mengenyam penuh pendidikan di Seminari Mertoyudan bercerita dengan penuh antusias di kelas mengenai model belajar dan hidup di Seminari yang unik. Pertanyaan-pertanyaan nyleneh kuungkapkan guna memuaskan rasa ingin tahu yang sempat terpendam beberapa tahun. Setelah itu, beliau mendekatiku yang sering kali bersikap nyleneh ketika di kelas dan bertanya, “Yud, di Seminari, kamu bisa mengekspresikan dirimu seutuhnya lho…kamu mau sekolah di sana? Ini ada formulir pendaftaran yang bisa kamu isi.” Kali ini jawaban saya lebih elegan dan mendadak serius, “Saya kira model pendidikan di Seminari yang ‘tidak biasa’ sangat menarik. Namun saya butuh waktu untuk menimbang-nimbang.” Belum sempat untuk memikirkan lebih lanjut apa aku akan memilih Seminari setelah lulus dari SMP, seminggu setelahnya, setelah misa di lingkungan, Romo Paroki mendatangiku dan bertanya, “Yudo, saya dengar kamu mau masuk Seminari ya?” Tak sempat terucap apapun dari mulutku, Romo langsung mengatakan dengan tegas, “Besok tolong datang ke Paroki untuk bimbingan. Saya tunggu.” Walaupun ada banyak keraguan, namun sapaan itu mengundangku untuk datang. Setelah masuk Seminari, sapaan itu bernuansa lain, lebih personal dan mengajak untuk mendalami sesuatu. Salah satunya, “Yud, kamu terlalu fokus untuk membuktikan

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 21


diri dalam olah otak. Wis cukup. Waktunya menyeimbangkan dirimu. Besok silakan tinggal dua minggu di Panti Asih Pakem untuk belajar menyeimbangkan hatimu. Sinauo soko wong-wong sing tinggal nyang kono (belajarlah dari orang-orang yang tinggal di sana).” Kurang lebih begitu sapaan seorang Yesuit yang pernah mendampingiku di Seminari, sambil memberikan buku “Wasiat dan Petuah St. Ignatius.” Tak lupa setelah memberikan misi ke Panti Asih dan membekali dengan buku, beliau berkata, “Oh iya, jangan lupa memberikan ringkasan buku itu sambil merefleksikan pengalamanmu di sana. Saya tunggu ceritamu. Mugo-mugo kowe iso nangis.” Walaupun awalnya penuh gerutuan karena ke-nyleneh-an seorang Yesuit, namun sapaan itu mengundangku untuk memahami arti perhatian personal dalam perjumpaan yang menggunakan hati dan rasa (bahasa kerennya dalam spiritualitas ignatian, cura personalis). Dalam perjalanan kurang lebih dua belas tahun, mulai dari Girisonta, Jakarta, Papua, dan Manila, ada banyak sekali sapaan personal serupa yang menuntun, mengingatkan, membenturkan diri untuk menginternalisasikan pengalaman sebagai bekal. Hal yang tak akan kulupakan adalah pengalaman menjelang menerima rahmat tahbisan imam ini. Ditinggalkan secara fisik selamanya oleh tiga orang yang begitu dekat denganku sejak kecil (nenek, kakak sepupu, bapak) dalam kurun waktu tiga bulan adalah sesuatu yang sangat sulit, apalagi sedang dalam masa-masa ujian komprehensif dan penyelesaian tesis. “Gusti, iki opo meneh?” Namun dalam situasi sangat sulit dan penuh protes itu, aku juga merasa bersyukur karena Tuhan terus menyapa dan menuntunku untuk terus belajar, lewat sahabat-sahabat se-serikat yang selalu hadir, menyediakan waktu untuk mendengarkan udar rasaku, keluarga yang terus mengajakku untuk berdoa dan memiliki harapan yang tak pernah padam, dan semua pihak yang terus menyemangati. Sapaansapaan itu mengundangku untuk tumbuh dalam rasa iman, harapan, dan kasih. Hal-hal ini mengingatkanku akan janji Yesus kepada para muridNya, seperti yang tertulis dalam Mat 28: 20, “Aku menyertai kamu sampai kepada akhir zaman.” Akhirnya, salah satu hal yang kurasakan ketika berada di perjalanan panjang adalah disapa secara personal dan ditemani untuk menemukan makna dalam setiap canda-tawa, duka-lara. Ada banyak peristiwa yang membawaku untuk percaya bahwa aku perlu menjawab dan sungguh terbuka pada apa yang ingin ditunjukkan oleh-Nya sendiri. “Inilah, ya Tuhan, persembahanku.” Kiranya demikian isi sejumput kata yang ingin kututurkan dalam sapa. Dengan suka cita, ingin kubawa bersama dengan semua untuk pelayanan kabar gembira. Mohon doanya.

***

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 22


“Ini Cerita Sederhana tentang Awalnya” Fransiskus Kristino Mari Asisi, S.J. “Take me to your place, where our hearts belong together, I will follow You, You’re the reason that I breathe” (Glenn Fredly) Awalnya adalah nada. Sejak kecil saya suka mendengarkan musik dan bernyanyi. Mama papa suka nyanyi bersama di rumah dengan lagu-lagu Broery Marantika, Bob Tutupoli, Chrisye, Koes Plus, dan ABBA. Alunan musik sungguh menghangatkan ikatan keluarga. Saat kelas 6 SD saya mulai belajar gitar secara otodidak dan main band dengan teman-teman. Saya sempat pinjam gitar teman untuk belajar hingga akhirnya menabung dan bisa membeli gitar sendiri. Dari sinilah saya belajar apa artinya berhemat. Keterbatasan hidup dalam keluarga bukanlah alasan untuk menyerah pasrah pada kehidupan. Hal itu malahan menjadi tantangan sekaligus peluang untuk lebih giat belajar, menabung dan berlatih musik. Waktu terus berjalan. Ketika SMP saya suka musiknya Glenn Fredly. Bisa dibilang saya lebih senang ikut paduan suara di sekolah daripada jadi misdinar. Sewaktu di Seminari Stella Maris Bogor (2004-2008) saya dan teman-teman grup musik akustik punya lagu andalan yang berjudul “Hotel California” dari The Eagle. Kala itu kemampuan bermusik dan cakrawala wawasan musik saya mulai berkembang. Saat studi Filsafat di Jakarta, saya berusaha mencari jalan untuk menonton konsernya secara langsung di Java Jazz Festival. Banyak hal yang dapat dipelajari dari dunia musik. Lewat musik, saya belajar disiplin, fokus, tekun, daya tahan, berkolaborasi dan yang tak kalah penting adalah mendengarkan kata hati. Kalau direfleksikan, mendengarkan kehendak Tuhan dalam lubuk hati adalah langkah awal panggilan saya. Maka tak heran kalau dalam filsafat Yunani kuno mengenal diri sendiri (know thyself) adalah hal mendasar dalam hidup manusia. Namun hal itu juga perlu diasah terus-menerus dengan membaca buku, berpikir kritis, olah batin, olahraga, menulis hingga menciptakan lagu. Bermusik bagi saya adalah sarana olah batin dan pelayanan, yang bermuara pada keakraban mendalam dengan Yang Ilahi serta berbuah dalam hidup sehari-hari. Lewat musik, kepekaan indra pendengaran dan mata batin saya kian terasah. Dari waktu ke waktu saya berusaha mengintegrasikan perutusan studi dengan seni musik. Saya berdoa dengan musik. Saya belajar bahasa-bahasa asing dengan musik. Saya curhat dengan musik. Bahkan saya berdamai dengan diri sendiri lewat musik. Secara khusus di Kamboja, saya memakai musik untuk kerasulan. Di sana saya mengajar musik. Menyaksikan sendiri “Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 23


para murid bergembira bernyanyi bersama adalah momen berahmat bagi saya. Wajah Tuhan yang tak kelihatan menjadi kelihatan dalam keceriaan orang-orang yang tersingkirkan. Tak pernah terbayangkan dalam hidup saya mengajar musik di Kamboja. Namun, bagi Tuhan tak ada yang mustahil. Mengikuti kehendak Tuhan selalu membawa saya masuk ke dalam wilayah ambang batas. Dari sanalah iman saya makin ditumbuhkan. Saya percaya bahwa Dia terus menguatkan saya. Semuanya butuh proses panjang, dirajut dengan goresan-goresan luka dan asa dalam menempa diri. Itulah mengapa saya katakan di awal bahwa bermusik menjadi sarana olah rohani, jalan pengolahan batin dan pelayanan. Saya pun banyak belajar dari Santo Ignatius Loyola yang mengajak para sahabatnya untuk bertekun dalam latihan rohani. Kunci utamanya pada latihan dan latihan (pembiasaan) sampai terbiasa dalam keseharian. Ini harga mati yang tak bisa ditawar lagi. Secara khusus hingga kini saya pun terus latihan mendengarkan nada-nada kehendak Tuhan lewat diskresi (pembedaan roh) untuk mampu mengambil jarak secara sehat dengan musik, pelbagai pikiran dan emosi-emosi tak teratur. Dalam perjalanan menjesuit, saya bersyukur atas kerapuhan diri, yang memampukan saya berani keluar dari diri sendiri, memikul kerapuhan sesama. Hal ini saya alami sungguh melalui pengalaman formasi sejak Novisiat (2008-2010), studi Filsafat di STF Driyarkara (2010-2014), merasul di Kamboja (2014-2016), dan studi Teologi di Universitas Sanata Dharma (2016-2019). Harus saya katakan di sini bahwa kisah perjuangan hidup Santo Ignatius Loyola (1491-1556), yang mulanya dipenuhi ambisi kemuliaan diri (la vana Gloria) sampai berjuang demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar (la mayor Gloria de Dios) menginspirasi saya untuk menjadi Jesuit. Jalan penempaan diri Santo Ignatius Loyola menggerakkan saya untuk mengikuti Kristus di tengah dunia. Kekayaan Spiritualitas Ignatian dan cara hidup dalam Konstitusi Serikat Jesus membantu saya untuk terus belajar sederhana dan rendah hati mengikuti-Nya. Ini sangat tak mudah! Tetapi saya percaya bahwa kuasa Roh Kudus juga ikut bekerja. Campur tangan Tuhan lewat para formator dan teman komunitas tentunya berperan penting dalam hidup kejesuitan saya. Pesan papa: “Selesaikan pertandinganmu sampai ronde terakhir!” dan juga petuah Magister Sardi: “Banyak berdoa ya!” terus menguatkan saya hingga detik ini untuk berdiri lagi di kala jatuh, dan terus melangkah setia mengikuti Sahabat Sejati, Yesus Kristus. Akhirnya, biarlah cinta dan rahmat Tuhan yang menyelesaikan seluruh perutusan Allah yang dipercayakan kepada saya. All I need is Your Love. That’s enough for me.

***

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 24


“Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau” (Yes 41:10) Harry Setianto Sunaryo, S.J. Tahun 2005, setelah lulus dari SMA PL Van Lith Muntilan, saya memberanikan diri untuk mendaftar ke Seminari St. Petrus Kanisius, Mertoyudan, Magelang. Sebagai remaja berusia 18 tahun, motivasi yang dominan saat itu adalah keinginan untuk berpetualang dan mengambil jalan yang berbeda dari teman-teman seusia saya. Sementara mereka memilih untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi, saya masuk KPA (Kelas Persiapan Atas) di seminari. Motivasi lainnya adalah karena di seminari ada lapangan sepakbola yang bagus. Siapa sangka, Tuhan justru menyapa lewat motivasi yang tampak sepele itu. Di lapangan bola, saya berkenalan dengan seorang imam Yesuit muda yang amat tangkas bermain bola. Dari situlah, saya mulai mencari informasi tentang Serikat Yesus. Tahun 2006, ketika melamar ke Serikat Yesus, salah satu Romo bertanya pada saya, “terima kasih atas motivasimu yang baik. Apakah ada motivasi-motivasi yang ‘kurang baik.’” Saya berkata jujur. Selain karena ingin membalas kebaikan Tuhan, alasan lain saya ingin menjadi Yesuit adalah karena para religius hidupnya terjamin, tidak perlu memikirkan menafkahi anak-istri, dan bisa pergi ke luar negeri. Tidak saya duga, kejujuran itulah yang membawa saya masuk Novisiat Serikat Yesus di Girisonta, Semarang. Perjalanan selanjutnya adalah pemurnian motivasi. Pengalaman Novisiat, belajar Filsafat, Tahun Orientasi Kerasulan, dan belajar Teologi, menyadarkan saya bahwa jika hanya ingin ke luar negeri, saya tidak perlu jadi Yesuit. Saya bisa saja bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia. Memang tidak perlu memikirkan anak dan istri, namun Yesuit bertanggung jawab atas kesejahteraan para guru dan karyawan, dan pendidikan para murid. Saya pun tidak bisa menentukan komunitas tempat saya tinggal dan berkarya. Saya bisa saja diminta untuk tinggal selama bertahun-tahun dengan Yesuit yang dengannya saya tidak cocok. Singkatnya, untuk sekadar pergi keluar negeri dan mempunyai hidup yang terjamin, Yesuit bukanlah satu-satunya pilihan. Masih ada pilihan-pilihan lain yang lebih bisa memenuhi kebutuhan itu. Saya memilih Serikat Yesus karena di dalam Serikat Yesus saya mengalami bahwa hidup saya bermakna bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Kesadaran ini saya terima lewat pengalaman krisis dalam panggilan. Saat menghadapi krisis itu, saya dikuatkan lewat pengalaman konsolasi atau hiburan rohani berupa keteguhan hati dan kesadaran mendalam akan penyertaan Tuhan yang nyata melalui para sahabat, baik di dalam

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 25


maupun di luar Serikat Yesus. Konsolasi itu datang dalam bentuk kata-kata penerimaan yang tulus. Kata-kata itu muncul dalam percakapan dengan seorang Yesuit ketika ia berkata “siapa pun kamu, entah Yesuit atau bukan, kamu tetaplah sahabatku.” Itu juga muncul dalam percakapan saya dengan orangtua, ketika mereka berkata, “jalan apa pun yang kamu ambil, kamu tetaplah anak kami.” Dan di saat doa dan hening, muncul katakata penyertaan dalam hati: “Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau.” Kata-kata itu adalah restu dan berkat yang memberikan saya kedamaian, kemerdekaan dan keberanian untuk melanjutkan perjalanan panggilan saya untuk menjadi abdi Tuhan dalam Serikat Yesus. Dengan menjadi Yesuit saya menemukan makna dan mengalami sukacita. Hidup dalam sukacita bukan berarti hidup yang selalu penuh senyum dan tawa, bukan pula hidup yang didasarkan pada kenyamanan dan kemudahan. Hidup dalam sukacita adalah hidup yang berakar pada keyakinan bahwa Tuhan selalu menyertai.

***

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 26


“Masukkan Aku dalam Lingkaran Sahabat-Mu” Hendricus Satya Wening Pambudi, S.J. “Masukkan Aku dalam Lingkaran Sahabat-Mu” adalah sebuah doa yang dibuat oleh Joseph Tetlow SJ. Doa ini sangat menarik bagi saya dan menjadi sebuah

permohonan

menapaki

rahmat

panggilan

dalam

menjesuit.

Setidaknya ada dua hal yang membuat saya memohon rahmat tersebut. Oleh karena itu saya merangkumnya dengan gambaran “1+1=1”. Gambaran ini tentu saja akan menyesatkan jika hanya dilihat dalam kerangka matematis. Masing-masing angka “1” mewakili dua keinginan saya sejak kecil yang pada akhirnya dapat saya gabungkan dalam imamat di Serikat Yesus. “1” yang pertama Saat saya masih SD pukul 21.00 wib adalah salah satu waktu yang menyenangkan karena saya boleh menonton TV setelah kurang lebih 2 jam belajar di kamar (meskipun seringkali saya tidak belajar melainkan utak-atik tamiya atau kreativitas lainnya). Acara TV yang bisa saya tonton pun tidak sevariatif sekarang ini. Jam 21.00 adalah waktunya nonton “Dunia Dalam Berita”, salah satu program yang menyajikan berbagai macam berita dari berbagai tempat. Tentu saja yang saya tunggu-tunggu bukanlah berita-berita serius melainkan berita-berita olah raga. Suatu malam tiba-tiba perhatian saya terserap pada sebuah berita non olah raga yang mengerikan. Berita itu tentang penderitaan yang terjadi di belahan timur Indonesia dan di Afrika. Saya melihat begitu banyak anak kecil, yang mungkin sebaya dengan saya, mempunyai badan yang sangat kurus. Mereka mengalami kelaparan dan keterasingan. Tanah di sekitar mereka sangat kering. Fasilitas di sekitar mereka pun sangat minim. Jangankan peralatan elektronik, sekolah pun nampaknya tidak ada. Saya merasa kasihan dengan mereka dan rasanya ingin menolong mereka. Ingatan ini terekam hingga suatu saat saya berkesimpulan bahwa penderitaan yang ada terjadi karena adanya penjajahan, ketidakadilan, ketidakpedulian, kebodohan, dan pendidikan yang kurang memadai. Orang kecil yang tidak mempunyai pendidikan dasar yang memadai dengan gampangnya menjadi sasaran penindasan. Bahkan cenderung kurang diperlakukan secara manusiawi. Oleh karena itu, menolong orang hingga memiliki kemampuan dasar adalah impian dan cita-cita saya.

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 27


“1” yang kedua Sejak kecil saya dibiasakan untuk menghidupi iman Katolik dan aktif dalam berbagai kegiatan rohani dan Gereja. Saya selalu diajak untuk misa mingguan, berdoa dan ikut novena di Gua Maria Kerep, mengikuti kegiatan sekolah minggu, ibadat lingkungan, dan misdinar. Saya senang mengikuti kegiatan-kegiatan gereja itu. Sejak kecil memang ada keinginan untuk menjadi imam seperti imam-imam yang saya jumpai ketika perayaan Ekaristi. Saya tidak terlalu paham dengan kehidupan para imam tetapi ketika merayakan perayaan Ekaristi, mereka membuat saya kagum. Kok bisa ya mereka menghadirkan Tuhan dalam bentuk roti kecil? Para imam dapat membagikan roti itu untuk banyak orang dan semua orang terlihat senang setelahnya. Saya juga kagum dengan mereka karena mereka bisa dekat dengan banyak orang. Sebagai anak kecil, saya juga merasa tersapa oleh mereka. Melihat hal itu, saya tidak mau kalah. Konon katanya ketika saya masih kecil, saya suka sekali bermain misa-misaan. Demi permainan tersebut kreativitas pun bermunculan. “Roti” yang istimewa itu saya ganti dengan “sempe”. Saya juga menggunakan selimut bayi untuk menggantikan "mantol" yang sering dipakai oleh para imam. Gereja juga menjadi tempat yang mengesan bagi saya karena saya tumbuh dan berkembang sebagai pribadi di sana. Saya masih ingat dengan sapaan para romo ketika saya masih kecil. Lambat laun saya mulai disadarkan oleh Tuhan bahwa melayani-Nya dalam Gereja dan menjadi perpanjangan tangan kehadiran-Nya adalah sebuah hal yang luhur. Inilah yang kemudian saya refleksikan dan saya tangkap sebagai motivasi yang sangat kuat dalam diri saya untuk terlibat dalam proyek besar Allah. “= 1” Setelah lulus dari SMP Pangudi Luhur Ambarawa, akhirnya saya memberanikan diri untuk masuk ke Seminari Menengah St. Petrus Canisius Mertoyudan. Sebenarnya tidak ada bayangan apapun tentang kehidupan di seminari. Inilah pertama kalinya saya harus tinggal di sebuah asrama dan jauh dari orang tua. Saya merasa senang bisa mempunyai teman-teman baru yang juga ingin menjadi imam (Bee Community). Pendidikan selama empat tahun di Mertoyudan mengubah diri saya. Saya banyak dikembangkan sebagai pribadi, baik itu secara intelektual, bakat, minat, maupun cita-cita. Di sinilah saya juga bisa menggabungkan dua keinginan saya sebelumnya yaitu menjadi imam dan menolong orang. Saya tidak tahu banyak mengenai Jesuit tetapi perkenalan saya dengan beberapa Jesuit dan spiritualitasnya langsung mengunci keinginan hati saya. “Menyelamatkan jiwajiwa” dan Ad Maiorem Dei Gloriam adalah dua ungkapan yang selalu memukau bagi saya. Akhirnya saya memutuskan untuk bergabung dengan Jesuit demi mewujudkan dua keinginan saya.

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 28


Saya masuk Serikat Yesus pada 22 Juni 2008. Formasi demi formasi saya jalani di Serikat Yesus. Masa dua tahun di novisiat memberi saya banyak bekal spiritualitas, pengalaman dicintai Allah (khususnya lewat Retret Agung), dan juga cara bertindak di Serikat. Banyak probasi yang harus saya harus jalani sebagai cara untuk menguji iman, kepribadian, dan motivasi panggilan. Saya bersyukur bisa merasakan serta merefleksikan itu semua sebagai sebuah cara Allah untuk membentuk saya dan melibatkan saya dalam proyek besar-Nya. Formasi Filsafat di Jakarta selama empat tahun menyiapkan dimensi kemanusiaan saya. Saya digembleng untuk tekun, bersikap kritis, berpikir secara logis, serta berani mengambil keputusan. Formasi di Jakarta juga penuh dengan dinamika. Banyak jatuh bangun di sana. Kaul-kaul yang baru saja saya ucapkan di novisiat langsung mendapat tantangan. Ada banyak ketegangan dalam menghidupi kaul-kaul itu. Ad extra mengajar di SMAN 8 Jakarta dan PERSINK KAJ membawa saya pada kemampuan untuk berdinamika dan bersahabat dengan orang muda. Perjumpaan dengan orang muda lainnya (PMKAJ, Magis, dan teman-teman di Kampus STF Driyarkara) juga mengajari saya pentingnya kerja sama dan saling membantu dalam mencari Tuhan serta mengusahakan kedalaman hidup. Formasi filsafat semakin disempurnakan ketika saya diminta untuk belajar bekerja dan merasul di ATMI Cikarang. Betapa tidak mudahnya mengusahakan diri menjadi seorang Jesuit yang unggul dalam spiritualitas dan kerohanian serta mampu bekerja dan bekerja sama dengan baik. Di sinilah saya belajar lagi untuk berbagi dan berjalan bersama dengan mahasiswa-mahasiswi teknik mesin industri dan teknik mekatronika dengan aneka latar belakangnya. Hingga akhirnya setelah dua tahun saya diperkenankan untuk memasuki jenjang formasi teologi di FTW dan Kolsani Yogyakarta. Formasi teologi menjadi sebuah kesempatan bagi saya untuk semakin memahami Allah yang menciptakan, hadir, dan berkarya dalam kehidupan sehari-hari. Tidak jarang saya terpesona oleh-Nya hingga saya merasa semakin yakin untuk terlibat lebih dalam lagi di karya penyelamatan-Nya dengan menjadi perpanjangan tangan dan rekan kerja-Nya di dunia ini. Tentu saja menjadi perpanjangan tangan itu bukan sekadar menyediakan diri saja dengan menyelesaikan berbagai jenjang persiapan dan pembentukan diri. Menyediakan diri berarti tahu betul siapakah saya di hadapan Tuhan. Saya adalah orang yang dari hari ke hari semakin merasakan dikasihi oleh Allah lewat orang-orang di sekitar saya. Pengalaman ini juga yang pada akhirnya mendorong saya untuk mau menyediakan diri menjadi imam agar semakin bisa mewartakan kasih-Nya dan menjadi perpanjangan tangan-Nya bagi orang lain. Tuhan masukkanlah aku dalam lingkaran sahabat-sahabatMu. Semoga.

***

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu� | 29


“Berakar untuk Tumbuh” Paulus Prabowo, S.J. Saat duduk di bangku SD, aku suka sekali pelajaran IPA. Mempelajari fenomena alam dan makhluk hidup membuatku takjub, kagum dan selalu bertanya, “Kok bisa ya?” Bagaimana mungkin hanya di atas sebuah kapas basah, biji kecil itu tumbuh? Demikian pula pertumbuhan “benih panggilan”. Dukungan keluarga dan perjumpaan dengan para sahabat membantuku menyelami karya Sang Misteri.

Jejak hidup dan panggilanku merupakan momen bagaimana Tuhan mencintai dan menemani proses pertumbuhanku secara personal. Masa kecil (hingga kelas 4 SD) kuhabiskan di Malang dan Surabaya (TK-SD St. Carolus). Di sinilah benih panggilan untuk pertama kalinya muncul. Kebiasaan baik yang ditanamkan dalam keluarga kecilku melahirkan ketertarikan dan rasa damai ketika berjumpa dengan sosok religius. Makan dan doa bersama (bayangkan apa yang dibuat anak SD dengan buku brevir ); ikut misa sebelum berangkat sekolah; main « romo-romo » an yang mimpin misa di rumah; serta tak kalah seru, mengunjungi ke biara tante Suster saat liburan sekolah di Malang. Semuanya menyiapkan lahan subur bagi tumbuhnya sang benih. Kelas 5 SD (1999) hingga 3 SMP kujalani dengan gembira di Marsudirini, Bekasi (2001-2004). Ada perubahan situasi sosial yang membuatku sungguh belajar mengenai ‘kehidupan’ dan tumbuh sebagai remaja yang mencari identitas dirinya. Sementara, di Seminari Menengah St. Petrus Kanisius Mertoyudan (2004-2008), aku merasa dikancani secara personal dengan penuh persahabatan. Aku diberi ruang yang sangat luas untuk menggali potensi, mengenali panggilan Ilahi dan menanggapinya bersama para sahabat se-angkatan (Bee Community). Bacaan rohani yang berkisah tentang pengalaman misionaris (alm.) Frater Richie Fernando, SJ membuka mataku. Jesuit Manila yang menjalani tahun orientasi kerasulan di Kamboja ini wafat terkena granat ketika melindungi para murid yang sedang belajar. Rm. Nano, SJ memberikan bacaan rohani itu persis di saat aku bimbang hendak melangkah ke mana. Perjumpaan dengan Rama pamong ‘gokil’ Medan Utama inilah yang membuatku menemukan orientasi pada identitas baru yang ingin kuhayati sampai mati: “aku ingin jadi Jesuit!” Perjalanan panggilanku pun bergulir di rumah formasi Serikat Yesus, novisiat yang semilir. Dengan penuh ketelatenan, Rm. Sardi, SJ & Rm. Suyitna, SJ membantuku merawat benih dan secara mendalam menemani proses formasi awal dalam Serikat Yesus. Di Novisiat St. Stanislaus Kosta (Giri Sonta) aku menemukan cinta. Aku sungguh bersyukur bahwa Retret Agung (Latihan Rohani) 30 hari membantu mengolah “tanah” menjadi lebih subur. Dengan cara-cara yang luar biasa, pengenalan dan panggilan dalam Serikat semakin terasa. Seperti pengalaman transformasi Ignatius di Manresa, aku pun merasa bagaimana Latihan Rohani menyentuh dan mengubah caraku berefleksi, berpikir, dan

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 30


bertindak dengan satu keyakinan dasar: “Sebagai manusia berdosa, aku ternyata dicintai, diampuni, dan dipanggil oleh Tuhan”. Novisiat mengubahku menjadi pribadi yang lebih merdeka, autentik, berani berdamai dengan masa lalu dan mengatakan « Ya ». Dari yang sejak kecil berlindung di balik “selimut” (soal ini tanyalah ibuku :P), kini aku mendengar bisikan lirih dari Sang Misteri: “Jangan Takut!” Setelah mencecap dan mendalami kharisma ke-Jesuit-an di Novisiat, benih itu pun semakin berkembang, dan berakar pada suatu konteks hidup. Dengan hati berkobar aku memasuki proses studi filsafat di STF Driyarkara, Jakarta. “Bagaimana dapat memandang dan memahami dunia yang kompleks jika tidak ada kedalaman cara pandang, cara berpikir kritis, serta komprehensif tentang realitas?” Aku merasa sungguh ditantang untuk membuka diri: ‘diberi sinar’, ‘diberi air’, ‘diberi pupuk’, ditempa dengan aneka tantangan dan tegangan kreatif di dalamnya. Aku diajak untuk berani ‘masuk dalam dunia’, membenamkan diri pada jantung ibukota; terlibat bersama dengan para mahasiswa di PMKAJ unit Jakarta Barat dan Magis Jakarta. Integrasi berbagai dimensi hidup menJesuit kurasakan tidak mudah dan saling berkelindan satu sama lain. “Kalau kita meyakini Yesus adalah wajah Tuhan dalam seluruh pergolakan sejarah (Tuhan yang menjelma), maka apa yang terjadi dalam dunia, itu adalah situs dari suara dan langkah Tuhan sendiri. Kita ingin ditempatkan bersama Yesus yang memanggul salib, tidak bisa tidak kita terlibat dalam sejarah, dengan lights dan shadows-nya”. Ungkapan Rm. Herry Priyono, SJ itu sungguh menjadi trigger yang menyentuhku karena menjadi Jesuit berarti suatu pengalaman menghayati panggilan untuk terlibat di dalam dunia bersama Dia yang masih memanggul salib, dalam konflik dan damai, dalam tawa dan air mata. Di sinilah aku merasa sungguh bahagia menjadi Jesuit. Di Jakarta, aku dibantu untuk menancapkan akar identitas sebagai Jesuit dalam konteks dunia yang nyata; tidak asing atau lari dari dunia yang bising, melainkan berkehendak mengontemplasikan Wajah Ilahi dalam realitas insani. Melalui pergumulan dimensi hidup manusiawi, serta diskursus filsafat yang mengolah budi, aku belajar berkontemplasi dalam aksi. Inilah momen terbaik untuk mengasah discerning habit bersama para pembimbing dan pater unit: Rm. Adisusanto, SJ, Rm. Krispur, SJ, Rm. Thomas, SJ, dan Rm. Ageng, SJ untuk mengenal diri dengan lebih autentik dan merdeka sebagai Jesuit. Jejak langkah formasi di Novisiat dan Filsafat membawaku pada pengalaman Tahun Orientasi Kerasulan di SMA Kolese De Britto (JB). Di kota gudeg ini kompetensi diriku diasah. Dengan prinsip fortiter in re suaviter in modo (cek google :D), aku mencoba melayani para siswa dan sungguh bersyukur karena dapat menimba banyak pembelajaran hidup: bagaimana semakin autentik, keluar dari zona nyaman dan berani mengambil risiko. Aku membuka diri seluas mungkin untuk dibentuk, mulai dari para siswa, guru, karyawan, alumni, hingga para orang tua. Inilah miniatur hidup dan kerasulan seorang Jesuit. Kolaborasi dengan rekan awam dan persahabatan dengan Rm. Gustawan, SJ, Rm. John, SJ, Rm. Fajar, SJ, Rm. Koko, SJ, dan Fr. Dani, SJ menginspirasiku untuk semakin dapat memeluk nilai dan menghayati cara bertindak Jesuit. Di tengah kesulitan dan tenggelam dalam kesibukan, aku tak sadar melulu mengejar kesempurnaan; semuanya masih berbicara mengenai urusan “rasio”, pride, idealisme, dan bagaimana rasa takut gagalku membayangi. Dalam dinamika tersebut, lagi-lagi, perjumpaan dengan para sahabat pembimbing rohani, Rm. Putranto, SJ dan Rm. “Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 31


Budi Go, SJ membuatku melihat kembali akar serta proses bagaimana Tuhan berkarya secara positif. Aku diajak untuk tidak fokus hanya pada “apa” yang kubuat, melainkan berorientasi pada “bagaimana” aku menjalankan tugas perutusan itu. JB membantuku memaknai panggilan sebagai pengalaman iman: menemukan kehendak Tuhan dalam proses berakar untuk tumbuh dan berbuah. “Dear brothers, be not afraid!” Pesan sederhana Pater Jenderal Arturo Sosa, SJ kurasakan sebagai konfirmasi atas rahmat yang sekian lama kumohon, terutama bekal dalam menjalani formasi akhir, menjalani studi teologi di Kolsani. Ungkapan tersebut membuatku berani untuk menembus tapal batas-batas diriku, termasuk bagaimana menjalani ad-extra di Majalah ROHANI bersama para sahabat di Pringgo. Rm. Andre, SJ dan para formator juga ikut membantuku merawat benih, mengenali keseluruhan jejak karya Tuhan melalui banyak pribadi: keluarga dan para sahabat. Secara khusus, Rm. Bagus, SJ & Rm. Sardi, SJ memberiku inspirasi untuk menyelami dan menikmati “isi teologi” dan proses penulisan tesis secara mendalam. Aneka ‘hama’ dan pergantian ‘musim’ yang silih berganti membuatku belajar untuk menerima bila (ada yang) tak sempurna. Idealisme mengejar kesempurnaan; rasa takut dominan serta rasa aman-nyaman kumaknai sebagai bagian tak terpisahkan dari perjalanan khas pergumulanku sebagai Jesuit. “Pendosa yang dipanggil” buatku tidak hanya sekadar slogan semata. Narasi ini tidak bermakna tanpa campur tangan rahmat Tuhan sendiri, bukan semata-mata usaha manusiawiku. Akhirnya, seraya mensyukuri rahmat tahbisan imamat ini, aku menyadari bahwa seseorang akan mampu tumbuh dan menghasilkan buah yang baik jika ia berakar pada cinta Tuhan sendiri. Rahmat Tuhan yang selalu menyertai inilah yang membuatku berani menjawab “Ya” untuk mempersembahkan diri. Pengalaman berakar dalam cinta Tuhan seperti dua murid Emmaus inilah yang mengobarkanku untuk mewartakan kasih-Nya dengan sukacita. “Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku” (Mzm. 23). Terima kasih atas segala doa dan dukungannya. Ad Maiorem Dei Gloriam.

***

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 32


“Pemberian dalam Keterbatasan” Rafael Mathando Hinganaday, S.J. Minggu Palma 2015. Weno, Chuuk, Micronesia dihajar taifun Maysack. Semua fasilitas sekolah rusak, termasuk kapel kecil sekolah kami di Xavier High School. Perpustakaan sekolah menjadi satu-satunya tempat paling aman saat itu. Di sanalah akhirnya kami merayakan Ekaristi, ditemani deru angin kencang dan lilin bernyala. Alih-alih menghayati perayaan Ekaristi, saat itu saya protes dalam hati. Bukan karena tempatnya tidak nyaman dan aman, melainkan karena merasa tidak bisa berbuat apaapa. Meminjam ungkapan Martin Heidegger, seorang filsuf Jerman yang pemikirannya saya pelajari pada masa studi filsafat di STF Driyarkara (2010-2014), saya itu seperti “manusia (Dasein) yang terlempar ke dunia dan mengalami kecemasan (Angst).” Padahal, dengan menjadi Jesuit, saya berharap bisa berguna bagi Tuhan dan banyak orang. Seperti yang ditanamkan orangtua dan keluarga saya. Seperti dulu dicontohkan oleh beberapa romo paroki saya di Cinere, yang menggugah panggilan saya saat masih anak-anak. Seperti yang diajarkan staf, guru, teman, dan banyak orang yang saya jumpai saat dididik di SD Charitas Jakarta (1996-2002), SMPN 85 Jakarta (2002-2004), dan Seminari Menengah Stella Maris, Bogor (2004-2008). Toh hidup tetap harus berjalan. Bersama dengan orang-orang lain, saya melakukan apa yang bisa dilakukan, khususnya setelah angin reda. Mulai dari membersihkan kapel dan lingkungan sekolah sampai membagikan bantuan untuk warga yang mengungsi di lingkungan sekolah. Saat itulah Tuhan mendidik saya, terutama melalui para pengungsi dan donatur. Para pengungsi ikut memperbaiki dan membersihkan sekolah kami, padahal belum sempat melihat kondisi rumah mereka sendiri. Para donatur memberi banyak sumbangan. Mereka seperti orang-orang yang teman-teman dan saya jumpai saat peregrinasi— ziarah jalan kaki sambil meminta-minta—pada masa novis dulu (2008-2010); entah kaya atau miskin, ada saja yang mau memberi makanan dan penginapan bagi kami, kadangkala tanpa kami minta. Melalui mereka, Tuhan mengajarkan, “Semua orang itu punya batasnya, Bro! Tapi, asalkan tulus, sedikit atau banyak, setiap pemberian itu amat berarti untuk hidup banyak orang.” Sudah tiga tahun saya meninggalkan Micronesia untuk menjalani masa studi teologi di Kolese St. Ignatius, Yogyakarta. Panggilan untuk memberi diri dan memaknai hidup terus tumbuh di dalam keterbatasan dan kelemahan manusiawi saya. Namun, Tuhan

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 33


telah menunjukkan, terutama melalui pengalaman di Micronesia: “… harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami (2Kor 4:7).”

Terima Kasih atas Doa dan Dukungan Anda Sekalian!

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 34


DOA MOHON PANGGILAN Bapa Mahasetia, Engkau telah berkenan memilih Bapa Ignatius dan para sahabatnya untuk berjuang di bawah panji salib Putra-Mu dalam Serikat Jesus. Bukalah hati dan budi kami, agar kami mampu mengenal-Mu lebih dalam, mencitai-Mu lebih mesra, dan mengikuti-Mu lebih dekat. Anugerahilah kami sikap rendah hati dan kehendak untuk ikut berjuang; tuntunlah kami untuk berjalan bersama-Mu; serta panggillah dengan berbagai cara yang Kau kehendaki sendiri. Khususnya kami mohon kepada-Mu dengan perantaraan Santa Maria, Bunda Kami, Santo Ignatius, dan semua orang kudus untuk membantu Serikat Jesus agar mampu meneruskan pelayanan kepada Gereja-Mu di dunia ini demi lebih besarnya kemuliaan nama-Mu. ***

AMBILLAH YA TUHAN (St. Ignatius Loyola) Ambillah, Tuhan, dan terimalah seluruh kemerdekaanku, ingatanku, pikiranku, dan segenap kehendakku, segala kepunyaan dan milikku. Engkaulah yang memberikan, pada-Mu Tuhan kukembalikan. Semuanya milik-Mu, pergunakanlah sekehendak-Mu. Berilah aku cinta dan rahmat-Mu, cukup itu bagiku. *** MASUKKAN AKU DALAM LINGKARAN SAHABAT-MU (Joseph Tetlow, S.J.) Sejak awal, Tuhan Yesus, Dikau mengundang orang-orang sederhana datang ke tempat tinggal-Mu. Apabila mereka datang, Engkau sambut, Engkau panggil 'tuk bekerja, berkarya, bersukaria bersama Dikau. Engkau sungguh manusia paling baik di antara semua manusia dan aku hampir tak percaya, aku Engkau kehendaki menjadi sahabat-Mu! Engkau kuasa, ya Tuhan; masukkan aku semakin dalam ke dalam lingkaran sahabat-Mu dan bimbinglah aku menyusur jalan-Mu bersama rekan-rekan-Mu.

PEMERIKSAAN BATIN (St. Ignatius Loyola) Pemeriksaan Batin (examen conscientiae) adalah suatu metode doa dengan cara melihat kembali aktivitas harian kita di hadapan Tuhan dan merefleksikan di mana Tuhan berada di hidup harian kita. Cara itu membantu kita memahami kehendak Tuhan dan melihat bagaimana Allah bekerja di dalam pengalaman-pengalaman kita. Berikut lima langkah tuntunan pemeriksaan batin: “Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu� | 35


(ambil waktu hening, mohon agar aku dapat merasakan kehadiran-Nya saat ini) Bersyukur | Berterima kasih pada Tuhan atas rahmat dan kasihnya pada hari ini, mulai dari yang terbesar (hidupku, rasa aman, kasih sayang) hingga yang paling kecil dan sederhana (tidur malam yang nyenyak, telepon dari sahabat, tugas yang terselesaikan, apresiasi & pujian yang kuterima). Untuk setiap anugerah yang muncul, kuambil beberapa saat untuk mensyukurinya dan memuji keagungan Tuhan. Mohon Rahmat Meneliti Hari | Sadar bahwa aku membutuhkan bantuan Tuhan untuk melihat hariku jujur-apa adanya, dan sisi-sisi rapuhku dari sudut pandang cinta-Nya yang penuh belas kasih, kumohon Tuhan untuk memenuhiku dengan Roh Kudus-Nya. Kumohon pada-Nya agar memimpin dan membimbing doaku. Meneliti Hari | Dari jam ke jam, aku memutar kembali hariku. Kuhidupkan kembali pengalaman-pengalaman penting dalam hariku. Kuberi perhatian lebih pada pengalaman-pengalaman kuat dan menyentuh yang kualami. Aku tinggal untuk mencecap momen-momen itu. Mohon Ampun dan Bertobat | Berhenti sejenak pada momen-momen sulit dalam hariku–ketika aku memikirkan sesuatu, mengucapkan atau melakukan sesuatu yang buruk. Kuperhatikan pula berbagai kesempatan yang terlewat, semisal ketika aku sebenarnya mampu bersikap lebih Kristiani namun tidak. Aku berhenti sejenak dan memohon pengampunan dari Tuhan. Kucoba untuk merasakan belas kasih-Nya yang menyembuhkan membasuhku, membuatku bersih dan utuh. Membangun Niat | Kumohon Tuhan menunjukkan padaku, secara konkret, apa yang sekiranya Ia kehendaki untuk kuperbuat selanjutnya; untuk menjadi pribadi seperti apakah Ia memanggilku esok. Lalu aku membangun niat untuk menjadi pribadi seperti itu. Kumohon bantuan Tuhan tuk menjadikan diriku seturut kehendak-Nya. *** LITANI TANDA BAKTI (Louis J. McCabe, S.J. dan Philip G. Steele, S.J.) St. Ignatius Loyola, pendiri Serikat Yesus, yang senantiasa berkobar-kobar hatinya serta sempurna kerendahan hatinya, doakanlah kami. St. Fransiskus Xaverius, pendekar pemberani yang senantiasa mencari jiwa baru bagi Kristus, .... St. Petrus Faber, sahabat pertama Santo Ignatius dan sahabat kesayangan semua saja, .... St. Stanislaus Kostka, hatimu selalu siap dan perhatianmu selalu satu, ... St. Fransiskus Borgias, bangsawan berjiwa miskin dan contoh sikap lepas bebas, .... St. Edmund Campion, ahli pidato pemberani dan sumber keberanian bagi mereka yang dikejar-kejar, ... St. Aloysius Gonzaga, sumber penghiburan serta perawat bagi mereka yang sakit dan lagi sekarat, ... St. Robertus Southwell, pujangga sumber penghiburan dan kekuatan yang di penjara, ... St. Petrus Kanisius, sarjana, arsitek, dan guru anak-anak, ...

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu� | 36


St. Nicholas Owen, pengolah kayu cerdik dan sahabat setia sampai mati, ... St. Alfonsus Rodriguez, sahabat gaib dan contoh keramahtamahan, ... St. Robertus Bellarminus, kaya pemikiran namun berjiwa miskin, ... St. Yohanes Berchmans, mahasiswa yang hanya memiliki perhatian tunggal dan contoh kesederhanaan, ... St. Yohanes Fransiskus Regis, pengaku iman penuh belas kasih dan penyulut iman redup, .... St. Isaac Joques, misionaris yang menaruh kepercayaan pada orang lain, dan yang patuh sampai mati, ... St. Yohanes de Brébeuf, pecinta salib dan nama Yesus, .... St. Petrus Claver, tak mengenal lelah mencintai kaum miskin dan mereka yang tak berdaya, .... St. Klaudius de la Colombière, abdi setia dan sahabat sempurna bagi hati yang mencintai Kristus, .... Rm. Gerard Manley Hopkins, penyundut dan pengukir kata, .... Rm. Pièrre Teilhard de Chardin, pecinta mistik segala yang ada dan yang akan ada, .... Rm. Rutilio Grande, penggembala penuh bakti bagi kaum miskin dan kaum tertindas, .... Rm. Karl Rahner, guru besar doa dan abdi setia Gereja, .... Rm. Ignacio Ellacuria dan kawan-kawan, penyiar kabar gembira yang tak kenal gentar dan setia dalam pengejaran, ... Rm. Pedro Arrupe, pemimpin pembaharuan dan rededikasi yang berkarisma, .... Marilah berdoa: Allah Yang Mahakuasa dan Yang selalu berjaga, Tuhan Penguasa langit di atas dan bumi di bawah, Kebaikan Ilahi-Mu menciptakan kami dalam cinta, kami dari setiap wilayah, dari ujung benua sampai ujung benua, dari Kutub Utara sampai ke Kutub Selatan, dari Sabang sampai Merauke, dari ..... sampai .... Kebijaksanaan Ilahi-Mu menempatkan kami dalam kekacauan dan kegelapan Abad 2021, sebagai pujangga dan penyanyi, insinyur dan kepala sekolah, sarjana dan penggembala, penjahit dan tukang kebun, pembangun dan pegawai pemerintah, seniman dan penggemar, ..... dan ..... Penyelenggaraan Ilahi-Mu memanggil kami menjadi sahabat Putera-Mu, Yesus. Maka dari itu, kami membaktikan seluruh tenaga kami bagi keagungan Allah, untuk mengantarkan tata tertib ke dunia, menyuburkan dunia, dan memberkati jagat raya. Kami berjanji akan membaktikan seluruh waktu kehidupan kami da kematian kami kepada-Mu dengan perantaraan Bunda kami, Perawan Maria, dan dengan perantaraan Raja dan Saudara kami, Yesus. Amin

Selamat Pesta Nama St. Ignatius Loyola

“Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu” | 37


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.