Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Page 1

-1-


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

KATA PENGANTAR Kemuliaan atas kehadiran Allah SWT, yang memberikan kita limpahan nikmat, iman, rezeki serta memuliakan orang yang berakhlak dan berilmu, menempatkannya pada maqom tertinggi di sisi-Nya, memberikan cinta kepada yang di cintai, sumber dari segala kebenaran dan zat penentu masa depan. Puja dan puji untuk manusia yang diberikan wahyu yang maha dahsyat oleh Allah SWT, sang revolusioner sejati islam, Nabi Muhammad SAW. (Allahummasollii alaa Muhammad). Sejak awal ketika saya masih kuliah di strata satu di fakultas farmasi Universitas Indonesia Timur Makassar pada tahun 2007 dan menggiatkan diri dalam aktivitas keorganisasian, serta aktif membuat catatan-catatan kecil tentang dinamika berorganisasi dan berpolitk di kampus. Di lingkungan kampus, saya pernah bercita-cita untuk menghadirkan pers kampus untuk memberikan informasi seputar dunia kampus dan perkembangannya kepada mahasiswa. Pada saat itu teman saya membuat redaksi kampus tapi tidak mempunyai legalitas, tetapi tidak menyurutkan semangat kami untuk melakukan kegiatan-kegiatan peliputan. Pada tahun 2008 kami merilis kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) angkatan tahun 2004 di Enrekang dalam buletin yang sumber dananya dari patungan bersama teman-teman. Tetapi sekarang redaksi itu sudah tidak ada lagi. Semenjak itulah saya aktif menulis, menuangkan ide-ide dan gagasan dalam catatan-catatan kecil hingga terkumpul menjadi tulisan yang belum utuh.

-2-


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Buku ini merupakan sebuah usaha untuk mendorong generasi farmasi Indonesia untuk menggulung lengan bajunya, siap berfikir, bekerja dan berjuang, memberikan sumbangsi bagi perbaikan kondisi farmasi saat ini. Buku ini memperbincangkan tentang isuisu kekinian, mulai dari wilayah akademisi hingga wilayah praktisi dan regulasinya walaupun masih kulit luarnya saja dan tentunya masih banyak kekurangannya. Mungkin buku ini tidak akan pernah tertulis andai saja saya tidak terdorong dan tidak memiliki tanggungjawab besar terhadap profesi ini. Karena dengan berbagai aktivitas organisasi, perkuliahan dan aktivitas sampingan untuk menambah uang saku membeli bensin. Buku ini merupakan bagian dari proses curahan hati intelektual penulis, diskusi dengan beberapa senior, temanteman mahasiswa saat penulis ber-Ismafarsi. Kritik merupakan bagian dari cinta, karena hadirnya idealitas sang pencinta terhadap kekasihnya. Berbagai kritikan terhadap dunia kesehatan Indonesia, profesi dokter dan apoteker serta organisasinya dalam buku ini juga merupakan bagian dari manivestasi kecintaanku terhadapnya. Melalui tulisan-tulisan yang masih amburadul ini, saya ingin menyampaikan satu pesan khusus sebagai bahan perenungan bagi siapa saja yang berkecimpung dalam dunia farmasi untuk terus berjuang dan berusaha untuk meningkatkan pembangunan kondisi profesi ini. Terkhusus buat teman-teman yang baru dan akan menyelesaikan study sarjananya agar melanjutkan studinya pada pendidikan Apoteker. Karena itulah ruh dari profesi ini dan setelah selesai harus siap mewakafkan dan mengabdikan dirinya di garis perjuangan profesi ini. -3-


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Berbagai pandangan, gagasan, ide dan pemikiran serta kritikan yang disajikan dalam buku ini lebih ditujukan untuk membuka paradigma berfikir kita dan menambah wawasan para bibit-bibit farmasi yang akan tumbuh di Indonesia. Saya dikelilingi oleh lingkungan orang-orang yang hebat. Selain orang tua dan keluarga, ada banyak orang yang sengaja di utus oleh Allah SWT dalam memberikan warna dikehidupan ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besaranya, penghormatan yang setinggi-tingginya kepada kakak sekaligus guru kami, Kakanda Retno Adiwijaya S,Farm.,Apt, Kakanda Azhar Iskandar S,Farm.,Apt, Kakanda Hendra Rahman S,Farm.,M,Kes.,Apt, Kakanda Faisal Lantang S,Farm.,Apt, Kakanda Zul Asfi S,Farm.,M,Si.,Apt, Kakanda Irman Idrus S,Farm.,M,Kes, Kakanda Zakariah S,Farm.,Apt,. Kakanda Suherman S,Farm.,Apt, Kakanda Khaerul Nur S,Farm.,M,Kes, Kakanda Syawal Omar Dai S,Farm.,Apt, Kakanda Firmes S,Farm, Mustakim Muin, S,Farm.,Apt. Ucapan terima kasih juga kepada semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung sehingga buku ini terpenuhi syaratnya untuk diterbitkan. Kepada Adinda-adindaku di Farmasi UIT Makassar, GAM (Gerakan Aktivis Mahasiswa), IKA Smanses Makasar, ISMAFARSI (Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Indonesia), BEM Farmasi UIT, HMI Komisariat MIPA UIT, APT KECE, Apt Unhas 2014. Dan terkhusus kepada Supriadi Bintang,SH, Hasri jack,SH, Akbar farmasi 013, Hasril Hamun,SE, Gilang Talha,Spi,M,Si, Maxi Tandi Payuk S,Si, Dwi Resky Pertiwi, Awaluddin,S,Farm, Redho Maisudi S,Si.,Apt, Irmin S,Farm dan keluarga besar ISMAFARSI kepengurusan 2010-2012 serta kepada siapapun yang ingin berjuang dalam peningkatkan pembangunan profesi ini.

-4-


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

-5-


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar isi Chapter 1 Dunia Kesehatan Indonesia Bukan Hanya Milik Dokter Chapter 2 Mafia Obat, Selingkuh yang Menggiurkan Chapter 3 Indonesia Merdeka, Dunia Kesehatan Terjajah. Chapter 4 Siapa Penjajah Dunia Kesehatan ? Chapter 5 Dokter dan Apoteker, VS atau CS ? Chapter 6 Interprofessional Education, Keharusan yang Semestinya. Chapter 7 Pharmaceutical Care, Solusi yang Terpinggirkan Chapter 8 Peran Apoteker yang Dibungkam Chapter 9 SJSN, Jaminan atau Maling Budiman ? Chapter 10 Masihkah Orang Miskin Dilarang Sakit ? -6-


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Chapter 11 Karakter Building Untuk Kualitas Pendidikan Farmasi. Chapter 12 ISMAFARSI dan Kemundurannya. Chapter 13 Neo ReFarmasi. Chapter 14 Mau Kaya ? Jangan Masuk FARMASI ! Chapter 15 Kita Masih Disini, Masih Bergerak ! Chapter 16 Cerita Kemarin

-7-


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

--------------------- CHAPTER 1 ----------------------

-8-


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

“Hari ini Anda adalah seorang yang sama dengan Anda di lima tahun yang akan datang, kecuali dua hal yaitu orang-orang di sekitar Anda dan bukubuku yang Anda baca.�

-9-


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 10 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Dunia Kesehatan Indonesia Bukan Hanya Milik Dokter. (Sebuah opini, kritikan, keresahan atas permasalahan dunia kesehatan di Indonesia) “Manusia harus mencari kebenaran. Bukan karena kebenaran itu tersesat, tetapi karena manusialah yang tersesat. Semoga kita bisa tersesat dalam kebenaran�. Di dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat. Hak dasar semua rakyat Indonesia sudah diatur oleh negara di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, sehingga UndangUndang kesehatan nomor 36 tahun 2009 yang terbentuk harus mengacuh kepada hak dasar rakyat pada Undang-Undang Dasar 1945. Urutan perundang-undangan di Negara ini seperti yang kita ketahui yaitu yang pertama, Undang-Undang Dasar 1945, kedua, ketetapan MPR, ketiga, Undang-undang (Perpu), keempat, Peraturan Pemerintah (PP), kelima, Keputusan Presiden, keenam, Peraturan menteri, ketujuh, Peraturan Daerah Provinsi, kedelapan, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Jadi sejatinya semua institusi negara maupun swasta yang menyangkut semua aspek kehidupan di Republik Indonesia ini sudah diatur oleh negara agar tidak ada ketimpangan-ketimpangan dalam melaksanakan kerja individu, instansi, masyarakat, profesi dan lain-lain terlebih profesi kesehatan dan sistemnya yang ada di Indonesia.

- 11 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Jika kita mereview ingatan kita tentang apa itu kesehatan, tentunya kita akan mengaitkan dengan satu sistem yang akan mengatur sistem tersebut. Sistem kesehatan menurut WHO (World Health Organization) adalah suatu proses kumpulan berbagai faktor yang kompleks dan berhubungan dalam suatu negara, yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok dan masyarakat pada setiap saat dibutuhkan. Dalam sebuah sistem harus terdapat unsur-unsur input, proses, output, feedback, impact dan lingkungan. Sistem kesehatan yang telah disahkan sesuai dengan surat keputusan menteri kesehatan bahwa tujuan yang pasti adalah meningkatkan derajat yang optimal dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan yang sesuai dengan pembukaan UUD 1945. Aktor-aktor yang punya andil besar dan mempunyai peran penting dalam sistem kesehatan antara lain pemerintah sebagai perencana (perancang) sistem, pelaksana sistem dan sebagai pengawas, tim medis dalam hal ini meliputi semua element kesehatan tanpa kecuali, termasuk apoteker, bukan hanya dokter tetapi semua secara keseluruhan. Pemerintah harus mencari formulasi yang mampu merancang, melaksanakan dan mengawasi sistem yang kesemuanya tidak boleh di intervensi oleh kekuatan apapun. Juga harus mampu member kesejahteraan terhadap semua profesi kesehatan agar supaya tidak ada yang saling berbenturan dan melakukan pengklaiman terhadap kerja-kerja profesi.

- 12 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Masih terbesik di benak kita kasus puyer pada tahun 2007 silam yang menewaskan seorang bayi. pada saat itu, di media elektronik salah satu stasiun TV swasta, dokter melalui organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) angkat bicara soal puyer, padahal itu bukan wilayah dokter untuk menjelaskan hal-hal yang menyangkut obat (puyer) tersebut. Idealnya, farmasislah (apoteker) yang mempunyai wewenang untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan obat puyer tersebut. Secara umum, sebenarnya itu bukan persoalan yang besar, karena siapapun bisa memberikan pandangan mengenai hal tersebut, termasuk dokter. Tetapi kalangan apoteker tidak menginginkan adanya pengerdilan profesi akibat pengaruh media yang coba mengaburkan paradigma masyarakat tentang profesi apoteker dan juga menginginkan aspek profesi bekerja pada substansi, esensi dan eksistensinya masing-masing. Yang berhak memberikan penjelasan mengenai informasi, komunikasi dan edukasi tentang obat adalah profesi apoteker sehingga memperjelas dan memberikan pandangan terhadap masyarakat luas bahwa ada profesi lain selain dokter yang mampu memberikan penjelasan - 13 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

pendalaman mengenai semua aspek yang berkaitan dengan obat dan ada ketegasan pembeda antara dokter dan apoteker, tetapi tidak menghilangkan hakikat pekerjaan profesi apoteker bahwa apoteker juga bagian dari tenaga kesehatan yang mampu memberikan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di apotik. Ada sebuah gagasan konsep pharmaceutical care dan lebih ditekankan pada farmasi klinik dimana semua stakeholder kesehatan di Indonesia berpegang teguh pada profesinya masing masing. Untuk menyembuhkan seorang pasien, maka dibutuhkan kerja-kerja semua stakeholder kesehatan seperti dokter, farmasis (apoteker), perawat, bidan, analisis kesehatan, ahli gizi dan lainlain untuk bekerja pada prinsip profesinya masing masing. Dokter tugasnya melakukan pendiagnosaan terhadap pasien, farmasis (apoteker) yang melakukan monitoring penggunaan obat dan menentukan obat apa yang cocok untuk pasien tersebut setelah mendapat hasil diagnosa dari dokter, perawat yang merawat pasien itu hingga sembuh, ahli gizi memantau kondisi gizi pasien. Tugas ini diterapkan di rumah sakit dalam rangka memberikan pelayanan yang paripurna terhadap pasien. Perawat bekerja 24 jam menjaga pasien hingga sembuh, sedangkan oknum dokter hanya punya waktu beberapa jam di rumah sakit, setelah mengecek kesehatan pasien maka oknum dokter pindah ke klinik yang dia tempati bekerja selain rumah sakit tersebut. Wajar saja jika perawat menjerit meminta keadilan lewat pengesahan undang-undang keperawatan, wajar saja jika farmasis meminta keadilan atas profesi apotekernya. - 14 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Pada bulan 6 tahun 2013 silam, KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) menegur keserakahan oknum dokter yang melalukan transaksi jual beli dan menyimpan obat. Ini sudah jelas mengambil lahan pekerjaan profesi lain yaitu apoteker. Oknum dokter yang melakukan dispensing (membagikan) obat kepada pasien tentunya juga melakukan penyimpanan obat. Dengan menggunakan dalil hukum undang-undang praktik kedokteran nomor 29 tahun 2004 maka banyak oknum dokter melakukan hal ini. Praktek transaksi yang dilakukan oknum dokter menambah pundi-pundi literatur bahwa memang dokter sang penguasa dunia kesehatan di Indonesia. Apakah menurut kalian itu salah ?, jika kita melakukan survey di daerah-daerah akan banyak kita temui oknum dokter melakukan praktek pekerjaan kefarmasian dalam hal ini menyimpanan dan penjualan obat daftar G (obat keras). Deretan pencitraan negatif yang di lakukan sebahagian oknum dokter bukan tidak mungkin merobek kepercayaan masyarakat terhadap dunia kesehatan Indonesia, keramahaan yang penuh kesantunan yang melekat erat pada identitas profesi ini tidak boleh tercecer.

- 15 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Dokter Dicetak dengan Nominal Rupiah yang Banyak.

Kami menyadari kesemuanya ini terjadi karenan dunia pendidikan kedokteran di Indonesia yang semakin mahal, anda mau jadi dokter ? siapkan modal besar kurang lebih 100 Juta, sehingga muncul paradigm kapitalisme di dunia kesehatan. Sebuah keresahan atas permasalahan pendidikan dan dunia kesehatan indonesia. Dunia kesehatan yang di dominasi oleh kerja kerja kedokteran, hal ini tidak bisa kita pungkiri karena sejarah yang membentuk masa depan kesehatan Indonesia ini, tetapi bukan berarti melupakan essensi stakeholder kesehatan yang lain. Apa yang dituntut oleh farmasis (apoteker) dan perawat itu sah-sah saja karena perilaku oknum dokter yang tidak bekerja profesional dan merampas hak profesi tenaga kesehatan yang lain. Tentu semua masyarakat pernah melihat iklan obat yang ada di media visual, di akhir iklan ada tulisan "bila sakit berlanjut, hubungi dokter". Apa yang salah dari pernyataan ini ? apakah ini - 16 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

ada pengaruhnya dengan politik dan pasar (bisnis) ? Jika kita sadar konteks, maka iklan tersebut mempertegas kalo di Indonesia dunia kesehatan hanya milik dokter. Padahal jika sakit kita berlanjut dan ketika harus kembali ke dokter akan menambah beban biaya lagi buat pasien. Mahalnya biaya pendidikan kedokteran di Indonesia membuat sebahagian oknum dokter menghilangkan esensi Undang-Undang Dasar negara ini yaitu memberikan rasa keadilan sosial untuk semua masyarakat Indonesia tanpa terkecuali, tentunya pahaman masyarakat juga harus diubah. Pemerintah di Indonesia sudah merumuskan konsep kesehatan gratis dengan hitungan matematika yang dianggap sudah pas. Sulawesi Selatan menjadi salah satu percontohan konsep ini, tapi definisi gratis menurut pemahaman pemerintah tidak sejalan dengan definisi pemahaman orang awam, buktinya rumah sakitrumah sakit di Makassar milik pemerintah masih tetap saja membuyarkan harapan masyarakat miskin. Masyarakat miskin selalu dijadikan objek propaganda dalam program-program pemerintah, yang pada akhirnya si miskin tetap tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang katanya gratis. Menyadari hal itu, ini semakin mempertegas lemahnya kekuatan konstitusi yang menganut asas pancasila. Adanya dikotonomi jabatan strategis lembaga/institusi kesehatan di Indonesia seperti, menteri kesehatan, dinas kesehatan, balai POM (Pemeriksaan Obat dan Makanan) pusat bahkan daerah serta rumah sakit rumah sakit itu masih 90% dikepalai oleh lulusan kedokteran. Bahkan ada oknum dokter yang menjadi kepala instalasi farmasi di rumah sakit. Hal ini memperbesar keyakinan masyarakat kalau di Indonesia dunia kesehatan hanya milik dokter. Bukan persoalan - 17 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

kompetisi atau kapasitas tapi ini adalah persoalan sistem yang sengaja terbangun untuk memperkuat asumsi dunia kesehatan Indonesia. Bagi masyarakat, dokter adalah satu satunya profesi yang di eluheluhkan, bagi masyarakat dokter tidak lebih dari sepenggal tangan tuhan untuk meringankan rasa derita bahkan menyembuhkan suatu penyakit, bagi masyarakat profesi ini menjadi profesi yang menguntungkan tujuh turunan dan bagi masyarakat profesi dokter yang menjadi icon kesehatan di Indonesia bahkan di dunia, tapi bagi kami, dokter tidak lebih dari profesi kesehatan yang bertugas melayani kepentingan orang banyak, bagi kami dokter bukan tangan tuhan yang bekerja sendiri tanpa membutuhkan profesi kesehatan lainnya, dan bagi kami pendidikan kedokteran sangat mahal, dan inilah tugas negara untuk memberikan rasa aman buat profesi kesehatan lainnya.

- 18 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 19 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

--------------------- CHAPTER 2----------------------

- 20 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

“Hawa dipuncak gunung kadang memang lebih hangat dari pada dilembah. Sayangnya dipuncak gunung tidak tersedia banyak ruang lapang sehingga harus diperebutkan�

- 21 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Mafia Obat, Selingkuh yang Menggiurkan “Hawa di puncak gunung kadang memang lebih hangat dari pada di lembah. Sayangnya di puncak gunung tidak tersedia banyak ruang lapang sehingga harus diperebutkan� Industri obat-obatan di Indonesia berkembang sangat pesat. Banyaknya industri farmasi baik yang dalam negeri maupun dari luar negeri menimbulkan persaingan yang sangat ketat bahkan ada yang melakukan persaingan secara tidak sehat agar produk yang diproduksinya bias digunakan oleh pasien, apapun hadiahnya. Industri farmasi memberi sumbangsi besar terhadap kemajuan suatu bangsa. Sektor kesehatan menjadi bagian yang sangat penting dalam membangun peradaban yang modern dan hal ini diimpikan oleh semua orang sepanjang hayatnya tetapi hadirnya suatu penyakit merupakan hal yang tidak bisa dihindari walaupun terkadang kita bisa dicegah. Obat dan sakit bagaikan dua mata logam yang tak terpisahkan, bak paku dan palu yang saling melengkapi, melekat pada substansi yang sama. Ingat orang sakit berarti yang terlintas adalah obat. Menurut undang-undang kesehatan no. 36 tahun - 22 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

2009 mendefinisikan obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka

penetapan

diagnosis,

pencegahan,

penyembuhan,

pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Profesi yang bergelut di bidang kesehatan yang berkaitan dengan obat dan sakit yaitu apoteker, dokter, ahli gizi dan perawat. Masing-masing profesi mempunyai tanggungjawab dan peran yang

sangat

vital

dalam

memberikan

pengobatan

dan

penyembuhan kepada si sakit. Industri farmasi adalah komponen yang tak kalah pentingnya dalam mempengaruhi dan menentukan kondisi kesehatan suatu bangsa. Persaingan industri farmasi yang sangat ketat dan berlomba-lomba menawarkan serta memasarkan produknya pada profesi yang menulis surat sakti (resep) yang bisa menjadi penentu kesehatan seseorang menjadi daya tarik tersendiri untuk dilakukan pengkajian. Jasa yang menawarkan produk obat dari industri farmasi yaitu medical

representative

menyampaikan

informasi

(medrep). dan

Medrep

mempromosikan

bertugas tentang

keunggulan produk (obat) yang ditawarkan kepada sang penulis - 23 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

surat sakti ( dokter) sehingga dokter mau meresepkan obat tersebut kepada pasien. Tak jarang medrep merayu dokter dengan menjanjikan fasilitas, hadiah, hiburan dan lain-lain.

Conflict of interest antara dokter dan medrep sudah menjadi kontroversi sejak tahun 1850. Rawlin adalah salah seorang yang paling pertama mengambil sikap sangat kuat menentang hubungan mesra kedua profesi tersebut. Dalam artikelnya yang dipublikasikan di The Lancet (1984) menyatakan hubungan dokter dan industri farmasi adalah hubungan yang korup dan telah menghilangkan kemerosotan kepercayaan masyarakat.

- 24 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Di beberapa tahun terakhir ini, di dunia kesehatan, hal ini menjadi marak untuk diperbincangkan. Hampir semua dokter pernah bertatap muka dengan medrep dan hampir banyak juga dokter yang melakukan praktek perselingkuhan dengan medrep. Melalui medical representative (medrep), perusahaan farmasi merayu habis-habisan para dokter. menjanjikan hadiah, insentif, hingga bonus wisata bersama keluarga menjadi senjatanya. Targetnya, sang dokter mau meresepkan obat produknya kepada para pasiennya. Sebagai contoh, dokter yang sudah kontrak dengan perusahaan farmasi melalui medrep akan mendapatkan bonus 300 juta jika dalam setahun atau beberapa bulan sang dokter mampu menuliskan resep obat seharga 900 juta. Jika terjadi praktek seperti ini bukan tidak mungkin akan mengikis profesionalisme oknum dokter tersebut. Siapa yang bisa memaksa pasien membeli obat tertentu, kalau bukan kelihaian tangan dokter yang menuliskannya di atas kertas sakti. jika sudah seperti ini, siapa yang dirugikan ?. Tak hayal, terkadang apoteker tertawa melihat obat yang diresepkan dokter yang tidak masuk akal. Fungsi medrep atau detailer sesungguhnya sebagai agen penjualan obat ethical kepada target pasarnya yaitu apotek dan rumah sakit. Tugas mereka jelas, memperkenalkan produk, baik

- 25 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

dari sisi fungsi, manfaat, maupun efek samping, karena produk itu memang tidak diiklankan. Dari situlah sang dokter mendapat banyak pengetahuan mengenai farmakologi obat pada saat medrep mempresentasikan obat dari perusahaannya. Namun, peran mereka rupanya dari waktu ke waktu makin bergeser. Tidak lagi sekadar agen obat, melainkan juga fasilitator untuk banyak kepentingan, baik dari sisi dokter atau rumah sakit maupun dari sisi produsen. Mereka bekerja untuk mempertemukan dua kebutuhan besar yang sama yaitu duit. Adanya mafia obat ini dan perselingkuhan yang menggiurkan antara dokter dan perusahaan farmasi yang terjadi memberikan dampak negatif terhadap perilaku sosial dan ekonomi di masyarakat. Nampaknya nilai kemanusian dipertaruhkan guna kepentingan bisnis yang menggiurkan. Pasienlah yang dirugikan akan ketidaktahuan mereka terhadap perselingkuhan itu, pasien akan membayar berapapun harganya untuk sebuah kesembuhan tapi tidak dengan cara meresepkan obat yang tidak masuk akal. Sangat memprihatinkan, apalagi jika ada oknum dokter yang hanya berorientasi semata-mata untuk kepentingan bisnis saja, memeriksa pasien dengan singkat dan tidak memberikan informasi mengenai penyakit yang diderita - 26 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

pasien dan hanya memberikan selembar coretan tangan dari kertas sakti yang akan menjadi penebus sakit sang pasien.

- 27 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

--------------------- CHAPTER 3---------------------

- 28 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

“Merdeka hanyalah sebuah jembatan, walaupun jembatan emas, diseberang jembatan itu jalan pecah dua: sat ke dunia sama rata sama rasa, satu ke dunia sama ratap sama tangis!" (Bung Karno)

- 29 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 30 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Indonesia Merdeka, Dunia Kesehatan Terjajah "Merdeka hanyalah sebuah jembatan, walaupun jembatan emas, di seberang jembatan itu jalan pecah dua: satu ke dunia sama rata sama rasa, satu ke dunia sama ratap sama tangis!" ( Bung Karno) Sesuai Undang-Undang Dasar 1945 bahwa kesehatan merupakan hak dasar setiap individu dan warga Negara. Maka Pemerintah wajib untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau sesuai dengan amanah UU 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan. Dengan sumber daya di bidang

kesehatan yang ada pemerintah coba untuk memaksimalkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat Indonesia yang mencapai kurang lebih 250 juta jiwa. Timbul pertanyaan apakah rakyat Indonesia sudah mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau ? Jika telinga kita tuli, mata kita buta dan hati penuh kemunafikan kita akan menjawab “Ya� karena di luar sana kesehatan bukan lagi menjadi tanggung jawab kita sebagai penikmat kemerdekaan namun bentuk penjajahan terhadap sebagian besar saudara - 31 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

sebangsa dan setanah air. Kita tidak bisa diam diarus masyarakat yang kacau dan Tenaga kesehatan dalam hal ini Dokter, Perawat, bidan, analis, farmasis (apoteker) dan semua tenaga kesehatan lainnya memiliki andil yang besar untuk bisa mewujudkan ini semua.

Antara profesi kesehatan yang satu dan lainnya memiliki keterkaitan, olehnya harus ada kesatuan aksi dari seluruh tenaga kesehatan. Walau dalam kenyataan dilapangan hari ini terjadi kesenjangan diantara profesi kesehatan yang di latar belakangi oleh tidak meratanya sumber daya manusia di setiap profesi kesehatan, arogansi pada setiap profesi kesehatan yang terkadang merasa hebat dari lainnya, tingkat kesejahteraan,

regulasi

pemerintah yang terkadang tidak adil serta kurangnya azas pemerataan.

Salah satu pemicu yang semakin memperparah dunia kesehatan di tanah air adalah sikap dari industri farmasi dan alat kesehatan yang coba menggeruk keuntungan sebesar-besarnya dengan memanfaatkan beberapa profesi kesehatan. Terciptalah simbiosis mutualisme di antara mereka-mereka yang melunturkan sifat kemanusiaannya dan sumpah profesi yang telah di-IKRAR-kan dalam setiap hembus nafasnya. - 32 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Salah satu contoh dalam penetapan Harga Jual Pabrik (HJP) atau Cost of Goods Sales (COGS) untuk suatu produk. HJP = HPP + Biaya Pemasaran + Biaya Administrasi + Biaya Manajemen + Pajak + Keuntungan + Lisensi. Pemerintah bisa menjalankan fungsi regulasi dan pengawasan dengan menekan Biaya Administrasi + Biaya Manajemen + Pajak agar harga obat dan alkes bisa terjangkau oleh seluruh masyarakat. Namun lucunya Pemerintah malah sibuk mengurusi pengurangan pajak barang mewah untuk elektronik tanpa pernah sadar impor bahan baku obat yang begitu besarnya berdampak pada semakin mahalnya harga obat dan alat kesehatan. Dari sisi biaya pemasaran industri farmasi khusus untuk produk ethical/resep bisa mencapai 35 persen dari harga jual pabrik. Timbul pertanyaan mengapa begitu tingginya biaya pemasaran ? Biaya pemasaran tersebut dikucurkan oleh industri farmasi melalui pasukan-pasukan detailer (Medical representative) untuk mempengaruhi dokter menuliskan resep obat yang diproduksinya dan apoteker meyiapkan obat tersebut di apotek. Sebuah konspirasi yang nyata dari tenaga kesehatan. Tidak semua begitu tapi kebanyakan.

Strategi pemasaran yang dilakukan oleh industri farmasi dan alat kesehatan telah berhasil mengadu-domba profesi kesehatan. - 33 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Karena terbukti mampu untuk memperkaya segelintir dokter. Bagaimana dengan tenaga kesehatan yang coba menjaga idealisme mereka ? Mereka terpojokkan, mereka menjadi termaginalkan baik dari sisi kesejahteraan, jabatan dan profesi. Yang benar disalahkan, yang salah coba untuk tampil menjadi ratu keadilan. Gratifikasi yang dilakukan oleh industry farmasi seharusnya di tindak oleh lembaga KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Industri farmasi, detailer dan tenaga-tenaga kesehatan yang merugikan hajat hidup orang banyak harus di tangkap dan dipenjarakan. Menjadi tugas kita semua untuk merubah citra dunia kesehatan di Indonesia tanpa harus saling menyalahkan dan membenarkan apa yang kita lakukan. Kita sebagai tenaga kesehatan harus mahfum bahwa dalam menjalankan profesi kita bukan hanya untuk mencari penghasilan yang sebesar-besarnya tetapi ada tanggung jawab sosial didalamnya sebagai putra-putri bangsa ini.

- 34 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 35 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

--------------------- CHAPTER 4----------------------

- 36 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

“Manusia ideal bukan pada banyaknya uang dan jabatan yang di miliki, tetapi banyaknya kebaikan yang diperbuat�

- 37 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 38 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Siapa Penjajah Dunia Kesehatan ? “Manusia ideal bukan pada banyaknya uang dan jabatan yang di miliki, tetapi banyaknya kebaikan yang diperbuat� “Penindasan hanya bisa terjadi ketika ada kerja sama antara yang di tindas dengan yang menindas� Penjajahan di negara ini secara seremonial memang sudah tidak ada lagi karena terhapuskan oleh simbol kemerdekaan bangsa, tetapi sejatihnya aktivitas penjajahan masih terjadi di masyarakat Indonesia. Esensi dari praktek penjajahan adalah pembatasanpembatasan kewenangan kolektif masyarakat di suatu tempat. Sinonim penjajahan adalah penindasan, penghisapan dan penaklukan. Dalam bahasa asing sering diistilahkan kolonialisme atau imperialisme. Penjajahan merupakan bentuk aktifitas dominasi relasi manusia, kelompok atau negara yang timpang serta tidak adil, yang satu menindas yang lain, yang satu menghisap yang lainnya, yang satu memiliki keuntungan lebih berlipat dari yang lainnya. Dalam praktek kerja-kerja dunia kesehatan sering kita jumpai suatu profesi dijajah oleh profesi lainnya, penulis menggunakan istilah penjajahan karena menjadi faktual di kondisi kekinian. Berangkat dari definisi penjajahan di atas bahwa sesungguhnya - 39 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

mata kita bisa melihat, telinga kita mampu mendengar di dunia kesehatan dan industri obat-obatan di Indonesia, siapa yang menjajah dan siapa yang terjajah ?. Adanya dikotonomi jabatan strategis oleh perangkat kesehatan yang hamper di kuasai (di dominasi) secara utuh oleh satu profesi menguatkan asumsi kita tentang penjajahan gaya baru di dunia kesehatan.

Apa yang Menyebabkan Penjajahan itu Terjadi ? Motif ekonomi, pasar, politik dan budaya selalu menjadi alasan utama terjadinya penjajahan antar kelompok. Di antara beberapa motif ekonomi adalah pemicu awal dan paling utama sedangkan pemicu lainnya hanya ikutan dan turunan dari praktek dominasi penghisapan ekonomi. Iklim yang membuat penjajahan itu terjadi adalah adanya jurang pemisah yang tajam antara si miskin dan si kaya. Sudah jelas semua element masyarakat dan profesi menolak hadirnya penjajahan gaya baru ini. Mari kita berbicara tentang hokum kausaliatas, sebab-akibat dan akibat-sebab. Sebagai contoh, jika seseorang ingin melanjutkan jenjang pendidikannya di fakultas kedokteran, harus menyiapkan anggaran sekitar 100 juta sampai 200 juta, fakultas farmasi dan Perawat sekitar 10 sampai 20 juta, Analisis kesehatan 10 sampai - 40 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

20 juta, kebidanan 15 sampai 30 juta. Sangat jauh pembeda dari masing masing biaya pendidikan kesehatan. Level inilah yang membuat akar permasalahan penjajahan di dunia kesehatan berkembang

dan

menjalar

dan

mampu

mempengaruhi

profesionalisme & moral suatu profesi. Logikanya sederhana, jika seseorang kuliah di fakultas termahal dengan menghabiskan biaya sebanyak itu, dan ketika seseorang telah menjadi seorang yang berprofesi dengan biaya pendidikan yang tinggi, maka bukan tidak mungkin paradigma kapitalis akan berkembang, mengembalikan modal pendidikan yang begitu besar. Contoh lain. Si baco dan Becce ingin mencalonkan diri sebagai gubernur di daerahnya, dia menghabiskan dana besar sampai ratusan milyar rupiah. Setelah si baco dan si becce menjadi gubernur maka bukan tidak mungkin langkah pertama yang dilakukannya adalah bagaimana cara untuk mengembalikan biayabiaya pada saat mencalonkan menjadi gubernur. Ini bukan persoalan etika seseorang tapi persoalan ekonomi yang akan menggerus logika berfikir sehat kita sehingga terjadi degradasi moral.

- 41 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Bagaimana Anatomi Penjajahan Bekerja ? Situasi dan kondisi suatu tempat akan membedakan bagaimana mesin penjajahan awalnya bergerak. Biasanya Perangkat penjajah memaksa masuk menggunakan pola kekerasan pada masyarakat yang kuat, berdaulat, dan memiliki imajinasi kebersamaan atau pandangan nation state-nya yang sudah tertanam sedari awal (rentetan sejarah). Teknik pekerjaan dengan penguasaan wilayah perwilayah menjadi pola utama menumbangkan sistem dan pemerintah yang sudah ada serta menggantikannya dengan pemerintahan penjajah. Situasi seperti itu yang terjadi ketika belanda datang menaklukkan aceh. Gaya ini hampir sama dengan penjajahan di dunia kesehatan Indonesia zaman ini. Penguasaan di barisan strategis struktural kesehatan yang berkedok konstitusi negara oleh salah satu profesi kesehatan memberi bukti bahwa adanya praktek penjajahan di dunia kesehatan Indonesia. Lalu siapa penjajah itu? Pada suatu profesi dengan kekuatan yang lemah masuk tanpa kendala maka misi ekonomi menjadi topeng dimulainya penjajahan. Tidak sulit, si penjajah tidak perlu menaklukkan masyarakatnya, cukup bekerja sama dengan para pemimpin - 42 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

feodal (sistem sosial politik yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan bangsawan) setempat serta mengelolah konflik yang terjadi antar sesama pemimpin feodal. Biasanya para pemimpin feodal memiliki konflik antar sesama. Mereka cenderung mencari kekuatan luar untuk memperkuat diri dan di sinilah si penjajah masuk dan merangkul elit feodal setempat, menancapkan kuku dominasinya. Secara perlahan menarik semua pimpinan feodal di suatu regional untuk bekerja demi kepentingan si penjajah.

- 43 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

--------------------- CHAPTER 5----------------------

- 44 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

�Dosa paling besar cendikiawan adalah apabila dia tahu yang sebenarnya dikatakan tetapi menghindari untuk mengatakannya“ (Edward.W.Said)

- 45 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 46 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Dokter dan apoteker, VS atau CS ? �Dosa paling besar cendikiawan adalah apabila dia tahu yang sebenarnya dikatakan tetapi menghindari untuk mengatakannya“ (Edward.W.Said) Sejak dulu, sejarah selalu memberikan penafsiran yang selalu bisa di pandang berbeda dari segala aspek. Akan ada selalu pertanyaan besar apakah ada konspirasi mengenai profesi dokter dan apoteker. Jika dilihat dari fakta sejarah bahwa dulunya ilmu mengobati dan meracik obat di pegang oleh satu orang dan jika saja sejarah tidak pernah bohong, maka profesi apoteker adalah saudara kandung dari profesi dokter dikarenakan lahir dan besar dari rahim yang sama, lalu kenapa terbuang ?. Di zaman sekarang pendidikan dokter berdiri sendiri dari fakultas kedokteran, sementara pendidikan farmasi masih terpisah dan masih ada yang berada di bawah naungan fakultas MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam), bahkan dulu, pendidikan farmasi berada di bawah naungan fakultas teknik. Ada banyak hal yang bisa menjadikan dua profesi ini terpisahkan antara lain, lingkup kerja, profesionalisme, politik, pasar (ekonomi) dan mungkin saja konspirasi besar sehingga apoteker menjadi saudara kandung yang terlupakan. - 47 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Selanjutnya kita akan membahas secara eksistensi dan esensi dari kedua profesi ini dipandang dari aspek kerja profesionalisme. Dikutip langsung dari artikel prof. Zullies Ikawati. Apa yang Anda ketahui tentang profesi apoteker ?, apakah tukang bikin obat ?, apakah tukang jualan obat ?, atau mungkin saja Anda tidak tahu sama sekali tentang apoteker ?. yaah, anda tidak salah, bahkan jika anda tidak kenal dengan profesi ini mungkin anda salah masuk di jurusan farmasi ini. Sejak dulu, apoteker atau farmasis memang di kenal sebagai pembuat obat di pabrik atau penjual obat di apotik. Stigma ini tidak bisa terlepaskan dari paradigma kita sebab yang kita lihat di apotik pelayanan, ada transaksi jual beli antara pasien dengan apoteker jadi tidak salah jika anda mengatakan bahwa apoteker sebagai pembuat obat di pabrik dan penjual obat di apotik. Tapi sebenarnya kebiasaan apoteker tidak hanya itu. Bermula di suatu negara maju seperti Amerika dan Inggris pada dua dasawarsa terakhir, orientasi kegiatan farmasis (Apoteker) telah mengalami pergeseran dari yang berorientasi pada produksi obat menjadi orientasi pada pelayanan pasien. Artinya bahwa pelayanan farmasis tidak sebatas membuat atau menjual obat saja, akan tetapi juga memastikan bahwa pasien menggunakan obatnya dengan tepat dan benar. Hal ini dapat di capai dengan - 48 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

memberikan informasi dan edukasi seluas-luasnya pada pasien dan masyarakat mengenai penggunaan obat yang benar. Informasi dan edukasi ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, bisa di apotik, di rumah sakit, di klinik dan di puskesmas lewat media massa atau dengan cara apa saja yang terpenting apa yang ingin disampaikan bisa tersalurkan.

Sementara itu di rumah sakit mulai tampil apoteker dengan wajah baru yaitu sebagai farmasi klinik di mana apoteker yang memiliki keahlian klinik dan terlibat dalam tim kesehatan di rumah sakit untuk memantau terapi dan pengobatan pasien guna memastikan bahwa pasien mendapatkan pengobatan yang tepat, aman dari efek samping dan ekonomis. Di Indonesia profesi farmasi klinik mulai menggeliat, walaupun masih perlu melewati jalan panjang. Oleh karena itu, apoteker diharapkan mampu bekerjasama dengan tenaga kesehatan yang lain, termasuk dengan dokter. Konsep kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain relative masih cukup baru bagi farmasi dibandingkan dengan perawat yang telah mengenal konsep tersebut sejak lama dan hal itu mudah ditemukan dalam berbagai literature ilmu keperawatan. Di Amerika Serikat sendiri, hubungan antara dokter dan apoteker belum mencapai taraf yang ideal. Usaha untuk meyakinkan dokter guna memanfaatkan keahlian apoteker dalam membantu - 49 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

melakukan managemen terapi pasien masih belum sepenuhnya berhasil. Mencoba menyoroti hubungan dokter dan apoteker yang semestinya CS bukan VS, kawan bukan lawan. Sebelum membahas hubungan kerjasama dan kolaborasi yang ideal antara dokter dan apoteker, ada beberapa peran dan tugas masing-masing profesi ini dalam proses penyerahan obat. Didalam Pionas BPOM Republik Indonesia mengatakan bahwa : Dokter bertanggungjawab terhadap hal-hal berikut ;

1. Diagnosis: dengan memastikan diagnosis yang tepat yang dijelaskan kepada pasien, kepatuhan terhadap terapi akan lebih baik

2. Peresepan: Dengan meresepkan obat dalam jumlah sesedikit mungkin dan menerangkan tujuan penggunaan dari masingmasing obat kepada pasien, pengertian pasien akan meningkat.

3. Informasi obat: Pemberi resep harus menerangkan bagaimana cara pakai setiap obat, efek samping yang mungkin terjadi, dan apa yang harus dilakukan jika terjadi efek yang tidak diharapkan atau tidak terjadi efek yang diharapkan.

- 50 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Apoteker mempunyai fungsi yang penting dalam sistem pelayanan kesehatan dalam hal :

1. Pengadaan: Memastikan tersedianya obat dengan kualitas yang baik, pada saat diperlukan

2. Distribusi: Memindahkan obat dengan aman kemanapun obat akan diberikan, memastikan kondisi perjalanan dan penyimpanan obat tidak mempengaruhi kondisi obat.

3. Peresepan: Apoteker sering diminta untuk memberikan obat bebas atau obat bebas terbatas untuk membantu pasien melakukan swamedikasi.

4. Monitoring: Apoteker perlu melakukan monitoring terhadap terapi jangka panjang pasien penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes dan asma. Peran lain dari apoteker adalah melakukan :

1. Komunikasi dengan dokter dalam melakukan konfirmasi resep atau menjawab pertanyaan

2. Mematuhi standar terapi, terutama yang berlaku secara lokal: apoteker di rumah sakit dapat diberi tanggungjawab untuk memastikan kepatuhan resep terhadap standar terapi. Terutama untuk regimen yang sifatnya kompleks seperti terapi kanker.

3. Penelitian terhadap pola peresepan dan penggunaan obat: Apoteker memiliki posisi yang strategis dalam melakukan - 51 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

monitor dan evaluasi terhadap peresepan dan penggunaan obat terutama di rumah sakit lokasi dia bekerja.

4. Edukasi pasien: Apoteker, pada umumnya, dipercaya oleh pasien dan dapat memberikan saran yang dihargai oleh pasien serta melakukan edukasi pada pasien secara individual atau edukasi kepada kelompok pasien dengan penyakit tertentu. Dalam sebuah publikasinya, Mc Donough dan Doucette (2001) mengusulkan suatu metode untuk hubungan kerja kolaborasi antara dokter dan apoteker (Pharmacist-Phycisian Collaborative Working Relationship).Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hubungan ini antara lain adalah : a. Karasteristik partisipan Yang

termasuk

karakteristik

partisipan

adalah faktor

demografi seperti pendidikan dan usia, contohnya, dokter muda yang sejak awal di didik untuk dapat bekerjasama dalam tim interdisipliner mungkin akan lebih mudah menerima konsep hubungan dokter-apoteker. b. Karasteristik konteks. Yang termasuk karasteristik konteks adalah faktor faktor kondisi pasien, tipe praktek (apakah sendiri atau bersama), kedekatan jarak praktek, banyak nya interaksi yang

- 52 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

terbangun akan menentukan seberapa intens hubungan yang terjalin. c. Karasteristik pertukaran Yang termasuk karasteristik pertukaran adalah ketertarikan secara professional, komunikasi yang terbuka dan dua arah, kerja sama yang seimbang, penilaian terhadap penampilan, konflik dan resolusinya. Semakin seimbang pertukaran antara kedua pihak, akan memungkinkan hubungan kolaborasi yang lebih baik Bagaimana memulai suatu hubungan kerjasama yang kolaboratif antara dokter dan apoteker ? menurut Mc Donough dan Doucette (2001) ada 4 tahap hubungan, yaitu : Tahap awal Professional awareness Merupakan tahap awal dimana masing-masing profesi saling mengenal dan mengetahui hubungannya masih alamiah, hanya sebatas apoteker menerima resep dari dokter kemudian dispensing. Apoteker melakukan komunikasi dengan dokter jika terjadi hal-hal yang tidak jelas terkait dengan resep. Resep yang diterima oleh apoteker harus secara detail di periksa dan di kaji dari segi administrasi resep meliputi (nama pasien, umur, berat badan, jenis kelamin, nama dokter, nomor izin praktek, alamat praktek, nomor telpon dan paraf dokter), kajian kesesuaian farmasetik meliputi (bentuk dan kekuatan sediaan, - 53 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

stabilitas dan kompabilitas) dan kajian pertimbangan klinis yang meliputi (ketepatan indikasi dan dosis obat, aturan, cara dan lama penggunaan obat, polifarmasi, interaksi, reaksi obat yang tidak diinginkan dan kontraindikasi) dan menjawab pertanyaan tentang informasi obat. Tidak ada diskusi lebih lanjut apakah obat telah memberikan efek yang baik terhadap pasien. Seharusnya apoteker tidak boleh puas pada tahap awal ini walaupun di anggap lebih aman secara professional. Apoteker perlu meningkatkan perannya untuk mencapai tahap selanjutnya. Tahap pertama Professional recognition Pada awalnya usaha untuk meningkatkan frekuensi dan kualitas hubungan dokter dan apoteker cenderung unilateral (dipengaruhi oleh satu golongan saja) dengan apoteker yang harus memulai. Apoteker perlu berusaha untu membuat dokter menjadi paham tentang apa-apa yang bisa disumbangkan apoteker terhadap pelayanan pasien, misalnya menunjukkan keahliannya dalam memberikan informasi obat yang up to date (terbaru), memberikan alternative obat untuk kondisi-kondisi tertentu pasien. Dari situ dokter akan dapat membangun dasar kepercayaan dan menumbuhkan komitmen terhadap hubungan kerjasama dengan apoteker. Pada tahap ini, komunikasi merupakan tantangan - 54 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

tersendiri terhadap hubungan kerja sama antara dokter dan apoteker. Jangan sampai terjadi miskomunikasi bahwa seolaholah apoteker mengintervensi wewenang dokter dalam memilih obat atau akan menjadi polisi yang akan mengawasi pengobatan yang dilakukan oleh dokter. Justru perlu ditekankan bahwa apoteker adalah mitra dalam memberi pelayanan maksimal demi tercapainya pengobatan yang optimal kepada pasien. Pada tahap ini dapat dirumuskan mengenai bentuk kerjasama, bagaimana cara berkomunikasi, bagaimana protokolnya dan di buat suatu kesepakatan. Tahap kedua Exploration and trial Setelah hubungan kerjasama di sepakati dan berlanjut, masuklah pada tahap kedua. Pada tahap ini partisipan (dokter dan apoteker) akan menguji kekompakan, harapan, kepercayaan dan komitmen mereka

terhadap

hubungan

kerjasama.

Tidak

menutup

kemungkinan ketika hal itu sdah terbangun, dokter mungkin saja akan memutuskan untuk merujuk pasien ke apoteker untuk halhal yang berkaitan dengan obat, misalnya penyesuaian dosis dan konseling obat, dan mengevaluasi kompetensi apoteker untuk apakah kerjasama ini cukup bermanfaat dan dapat dilanjutkan. Selanjutnya apoteker juga dapat menilai apakah dokter dapat di ajak bekerjasama yang positif. Pada fase ini, jika harapan dokter terhadap

apoteker

terpenuhi,

dokter

akan

memberikan - 55 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

kepercayaan terhadap apoteker untuk meneruskan kerjasama untuk sama-sama memberikan pelayanan terbaik kepada pasien. Sebaliknya jika ternyata harapan masing-masing tidak terpenuhi dari adanya hubungan ini, maka hubungan kerjasama mungkin akan berakhir. Jika dokter dan apoteker telah melihat dan mendapatkan manfaat kerjasama mereka dari tahap ini, maka mereka

akan

meningkatkan

dan

memperluas

kerjasama

professional tersebut dan sampai pada tahap ketiga. Tahap ketiga professional relationship expansion pada tahap ini kuncinya adalah komunikasi, pengembangan norma atau aturan yang di sepakati, penilaian performance, dan resolusi konflik. Pada tahap ini upaya pertukaran masih belum seimbang. Apoteker secara berkelanjutan harus mengadakan komunikasi mengenai manfaat bagi pasien yang mendapat pelayanan farmasi yang tepat. Jika performance apoteker sesuai dengan ekspektasi dokter, dokter dan apoteker secara pelan-pelan akan menetapkan lingkup dan kedalaman saling ketergantungan mereka. Tujuannya adalah memelihara atau meningkatkan kualitas pertukaran sehingga hubungan professional dapat terus dikembangkan.

- 56 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Tahap keempat Commitment to the collaborative working relationship Kolaborasi akan semakin mungkin terwujud jika dokter telah melihat bahwa dengan adanya kerjasama dengan apoteker, resiko praktek pelayanannya menjadi lebih kecil dan banyak nilai tambah yang diperoleh dari kepuasan pasien. Komitmen akan lebih mungkin tercapai jika usaha dan keinginan bekerjasama dari masing-masing pihak relative sama. Dokter akan mengendalkan pengetahuan dan keahlian apoteker mengenai obat-obatan, sementara apoteker akan bersandar pada informasi klinis yang diberikan oleh dokter ketika akan membantu memanage terapi pasien. Pada tahap ini pertemuan tatap muka untuk mendiskusikan masalah pasien, masalah pelayanan dan hal-hal lain harus di jadwalkan dan bisa dikembangkan bersama tenaga kesehatan yang lain. Selain itu adanya komitmen kerjasama ini perlu diinformasikan kepada tenaga kesehatan yang lain sehingga mereka dapat ikut terlibat didalamnya. Inilah model kolaborasi antar tenaga kesehatan khususnya antara dokter dan apoteker. Tentunya masih diperlukan waktu untuk bisa sampai pada tingkat yang diinginkan. Bagi apoteker sendiri sangat perlu untuk meningkatkan pengetahuan dan keahliannya, memperbaharui diri terhadap informasi-informasi kesehatan yang sangat cepat perkembangannya, sehingga mendapat kepercayaan - 57 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

dari tenaga kesehatan lain sebagai tenaga yang berkompeten dalam hal obat dan pengobatan.

- 58 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 59 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

--------------------- CHAPTER 6----------------------

- 60 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

“Lima jari tangan memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda, semuanya memiliki fungsi masing-masing dan saling melengkapi satu sama lain.� ( Arsitawati P.Raharjo).

- 61 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 62 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Interprofessional Education, Keharusan yang Semestinya. “Lima jari tangan memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda, semuanya memiliki fungsi masing-masing dan saling melengkapi satu sama lain.� ( Arsitawati P.Raharjo). Pendidikan

profesi

sejatinya

mengarah

pada

output

profesionalisme yang mengedepankan asas moralitas tak terbatas bukan pada alat kerja semata yang diperjualbelikan. Dimensi pendidikan menjadi tuntunan wajib yang membawa pengaruh signifikan terhadap perkembangan dunia pendidikan profesi yang harus profesionalisme. Peserta didik, pendidik dan institusi pendidikan harus mampu bersinergi dan saling melengkapi dalam pengembangan potensi yang harus mengedepankan output yang bermutu serta mampu menjadi motor penggerak profesi tersebut. Pernahkah kita menerima terapi yang salah dari rumah sakit, puskesmas, klinik karena miskomunikasi (komunikasi yang salah) antara dokter, perawat dan apotekernya ?. atau apakah kita sudah bisa membedakan antara nutritionist dengan dietician ?.

- 63 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Masih ingatkah kita dengan kasus Misran seorang perawat di Kuala Samboja tepatnya di Kutai Kartanegara, yang dipenjarakan akibat melakukan pekerjaan kefarmasian ? atau masih ingatkah kasus dokter Ayu di Manado yang dituding melakukan malpraktek?. Sebelum

kita

membahas

lebih

jauh

seperti

apa

itu

Interpofessional Education (IPE) dan sejauh mana manfaatnya. Saya akan refresh kembali ingatan anda 6 tahun yang lalu pada kasus Misran dan juga kasus dokter Ayu. Misran yang merupakan seorang perawat yang divonis 3 bulan penjara dan didenda 2 juta rupiah karena dituding melanggar undang-undang kesehatan nomor 23 tahun 1992 pasal 82 ayat 1 huruf b. Misran menyimpan dan memberikan obat daftar G yang memiliki ciri tulisan huruf K lingkaran warna merah atau dengan kata lain obat keras, di mana obat keras hanya bisa diresepkan oleh dokter dan diserahkan oleh apoteker. Misran melakukan hal tersebut, karena di tempatnya tidak ada dokter dan apoteker yang berpraktek, sehingga atas dasar kemanusiaan, Misran menyerahkan obat kepada pasien tersebut. Tapi apa yang dilakukan oleh misran itu salah menurut undangundang di negara kita. Olehnya itu Misran melakukan yudisial

- 64 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

review ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan permohonannya dikabulkan. Keputusan MK ini di sambut sorak dan gemuruh kemenangan bagi para mantri yang selama ini selalu di hantui pelanggaran hukum bila berpraktek. Bagi sebagian dokter keputusan MK ini adalah musibah. Sudah bukan rahasia lagi di daerah-daerah antara dokter dan mantri saling curiga dan berebut pasien. Dokter menuduh perawat menyerobot lahan profesi lain sedangkan perawat dengan enteng akan menjawab bahwa itu salahnya dokter punya lahan kenapa tidak digarap atau karena kemauan masyarakat yang lebih senang ke mantri atau ke dokter. Lagi-lagi pasien yang akan dirugikan karena dijadikan media propaganda dan sarana uji coba bagi kedua profesi tersebut. Lalu bagaimana dengan farmasis (apoteker) ? bukankah jika dengan menyimpan obat dan mendistribusikannya (apalagi obat daftar G) ke pasien yang notabenenya merupakan pekerjaan kefarmasian itu melanggar ?. Tentunya kita sering menjumpai di suatu daerah, mantri atau dokter bahkan tenaga kesehatan lainnya melakukan pekerjaan kefarmasian dengan menyimpan dan mendistribusikan obat.

- 65 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Sama-sama mempunyai niat baik dengan Misran, untuk menolong orang lain karena dasar kemanusiaan, seorang dokter di Manado yaitu dr. Ayu divonis penjara 10 bulan karena dituding melakukan malpraktek. Melakukan tindakan operasi cito secsio sesaria (dengan segera melakukan operasi sesar), dr. Ayu di nilai tidak melakukan perjanjian dengan keluarga pasien untuk operasi sehingga dokter Ayu dinilai melakukan malpraktek dan juga melanggar pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dua kisah itu memberikan pelajaran berharga buat dunia kesehatan di Indonesia. Kadang kita lupa memperhatikan dengan siapa saja yang nantinya akan bekerja sama dengan kita. Masingmasing profesi kesehatan menjalankan peran dan fungsi pada jalurnya sendiri, padahal sesungguhnya kolaborasi antar profesi kesehatan memegang peranan yang sangat penting. Interprofessional Education (kolaborasi antar profesi) merupakan kumpulan berbagai program studi kesehatan serta disiplin ilmu yang terkait berdiskusi bersama mengenai konsep pelayanan kesehatan dan bagaimana kualitasnya dapat ditingkatkan demi masyarakat luas. Secara spesifik, Interprofessional Education (IPE) dapat dimanfaatkan untuk membahas isu-isu kekinian dunia kesehatan maupun kasus tertentu yang terjadi dimasyarakat agar dengan

melalui

diskusi

Interprofessional

Education

(IPE)

ditemukan solusi-solusi yang tepat dan dapat diimplementasikan. - 66 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Manfaat Interprofessional Education dalam perkembangan dunia kesehatan Dalam dunia pendidikan di bidang kesehatan, Interprofessional Education (IPE) akan membantu mempersiapkan mahasiswa profesi

kesehatan

untuk

nantinya

mampu

terlibat

dan

berkontsribusi aktif. Interprofessional Education (IPE) memegang peranan penting sebagai jembatan agar di suatu negara sistem kolaborasi praktisi kesehatan dapat dilaksanakan. Dalam Interprofessional Education (IPE) mahasiswa akan terlatih untuk ambil bagian di dalam sebuah tim, bagaimana bisa berkontribusi, mendengar pendapat, dan berdiskusi demi sebuah tujuan, bukan hanya sesama jurusan tetapi juga dengan mahasiswa program kesehatan lainnya. Bagi seorang mahasiswa yang menempuh pendidikan profesi kesehatan, untuk nantinya mampu berkontribusi di dalam pemecahan masalah tentang kesehatan, maka sejak awal mereka harus mampu memahami konsep Interprofessional Education (IPE). Bila mereka sudah mampu bekerja secara Interprofessional, maka mereka sudah siap untuk nantinya saat lulus dan memasuki dunia kerja untuk bisa masuk ke dalam team kolaborasi praktisi. Di sana akan terjadi komunikasi, saling menukar pemikiran, proses belajar, sampai kemudian menemukan sesuatu yang bermanfaat - 67 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

antara para pekerja profesi kesehatan yang berbeda dalam rangka penyelesaian suatu masalah atau untuk peningkatan kualitas kesehatan. Di Indonesia Interprofessional Education (IPE) diharapkan mampu bisa menjadi suatu model pembelajaran di kalangan profesi kesehatan. Beberapa pihak baik personal maupun institusional telah

menyadari

pentingnya

model

pembelajaran

Interprofessional Education (IPE) karena dapat menjanjikan paradigma yang positif terhadap dunia pendidikan dan dunia kesehatan. Oleh karena itu, apabila Interprofessional Education (IPE) diterapkan sebagai sebuah standar pendidikan yang berlaku secara nasional, harus ada kebijakan-kebijakan baru yang diterapkan dalam dunia pendidikan profesi kesehatan di Indonesia. Di dalam mekanisme edukasi dan mekanisme kurikulum, hal yang diperlukan adalah : 1. Kebijakan institusional yang mendukung 2. Komunikasi yang baik antar para peserta didik antara profesi kesehatan 3. Antusiasme

untuk

mewujudkan

Interprofessional

Education (IPE)

- 68 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

4. Berbagi visi dan memahami manfaat dari perkenalan kurikulum baru 5. Prinsip pembelajaran yang tepat seperti problem-based learning 6. Metode pembelajaran yang dapat merefleksikan praktek nyata di dunia kesehatan kepada mahasiswa 7. Interaksi yang baik antar mahasiswa. Olehnya itu, Interprofessional Education (IPE) harus menjadi bagian dari partisipasi mahasiswa terhadap sistem pendidikan kesehatan. Mahasiswa merupakan elemen penting dalam Interprofessional Education (IPE) serta modal awal untuk terjadinya kolaborasi praktisi kesehatan. Untuk itu, sebagai suatu yang baru, Interprofessional Education (IPE) harus dipahami konsep dan manfaatnya agar mahasiswa termotivasi untuk mewujudkan Interprofessional Education (IPE) dalam proses pendidikan dan menjadi keharusan yang semestinya untuk dilaksanakan karena sejatinya semua profesi kesehatan harus mengutamakan kepentingan kesehatan pasien karena itulah objek profesi ini dan tidak boleh menjadikan pasien wadah untuk melakukan propaganda.

- 69 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

--------------------- CHAPTER 7----------------------

- 70 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

“Seorang intelektual tidak akan pernah mengatakan lebih dari apa yang dia ketahui�

- 71 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 72 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Pharmaceutical Care , Solusi yang Terpinggirkan “Seorang intelektual tidak akan pernah mengatakan lebih dari apa yang dia ketahui�. Pada tahun 1998 konsep pharmaceutical care di adobsi dari federasi farmasi internasional dan merupakan penuntun bagi organisasi apoteker untuk mengimplementasikan pelayanan kefarmasian di negara-negara berkembang dan disesuaikan dengan kebutuhan masing masing negara. Dalam perkembangan pelayanan farmasi telah terjadi pergeseran orientasi pelayanan farmasi dari orientasi terhadap produk menjadi

orientasi

terhadap

kepentingan

pasien

yang

dilatarbelakangi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan serta menguatnya tuntutan terhadap jaminan keselamatan pasien. Orientasi terhadap kepentingan pasien tanpa mengeyampingkan produk di kenal dengan konsep pharmaceutical care. Dengan banyak ditemukannya masalah yang berkaitan dengan obat dan penggunaannya semakin meningkatnya keadaan sosio-ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat serta adanya tuntutan dari masyarakat akan pelayanan kefarmasian yang bermutu terutama - 73 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

di rumah sakit maupun di komunitas, pharmaceutical care merupakan mempertegas

hal

yang

atas

mutlak

pernyataan

harus

diterapkan.

Bukan

profesi

farmasi

bahwa

dipertanyakan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat. Penekanan pharmaceutical care terletak pada dua hal utama, yaitu: 1. Apoteker

memberikan

pelayanan

kefarmasian

yang

dibutuhkan pasien sesuai kondisi penyakit. 2. Apoteker membuat komitmen untuk meneruskan pelayanan setelah dimulai secara berkesinambungan. Secara prinsip, pharmaceutical care atau pelayanan kefarmasian terdiri dari beberapa tahap yang harus dilaksanakan secara berurutan: 1. Penyusunan informasi dasar atau database pasien. 2. Evaluasi atau pengkajian (Assessment). 3. Penyusunan Rencana Pelayanan Kefarmasian (RPK). 4. Implementasi Rencana Pelayanan Kefarmasian (RPK). 5. Monitoring implementasi.T 6. indak lanjut (Follow Up).

- 74 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Keseluruhan tahap pelayanan kefarmasian ini dilakukan dalam suatu proses penyuluhan dan konseling kepada pasien mengenai penyakit yang dideritanya. Penggagasan konsep ini menjadikan tugas dan fungsi seorang farmasis

(apoteker)

menjadi

pokok

potensi

yang

harus

dimaksimalkan. Apoteker harus memberikan sumbangsih besar atas keahlian dan kewenangan yang dimiliki untuk menghasilkan pekerjaan yang bemutu dan dapat dipertanggungjawabkan. Di era modern ini, konsep ini sudah harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dari aspek pendidikan, kesehatan dengan implementasinya,

sebab

konsep

ajaib

ini

mampu

mengkombinasikan semua aspek fungsi dan tugas apoteker dalam pelaksanaan pekerjaan kefarmasian tanpa mengenyampingkan pekerjaan profesi lain. Namun, konsep ini seolah menjadi pesan dalam teks yang tak teraktualkan. Merupakan sebuah solusi yang diisolasi, tak mampu bergerak banyak akibat intimidasi dan merupakan sebuah solusi yang terpinggirkan akibat kurangnya perhatian pemerintah terhadap pengembangan konsep ini. Tujuan akhir pharmaceutical care yaitu bagaimana seorang apoteker mampu memberikan pelayanan (asuhan) kefarmasian - 75 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

yang maksimal dan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kelayakan hidup pasien. Intervensi apoteker dalam pelayanan kesehatan diruang keperawatan diharapkan mampu menurunkan kejadian efek penggunaan obat yang merugikan dan mampu mencegah

kemungkinan

interaksi

yang

tidak

diinginkan,

mengurangi pemberian polifarmasi yang tidak diinginkan sehingga dapat menekan angka pembiayaan kesehatan pasien. Jika pemerintah mampu memberikan ruang yang sebesarbesarnya untuk penerapan konsep ini, maka bukan tidak mungkin, biaya penggunaan obat mampu ditekan hingga milyaran rupiah. Berdasarkan pemantau penulis, terkhusus di daerah metropolitan seperti di Makassar belum banyak fasilitas kesehatan seperti rumah sakit yang menerapkan konsep ini dalam hal pelayanan kefarmasian di ruang keperawatan. Mungkin karena kekuatan intervensi profesi lain terhadap kebijakan dan regulasi pemerintah sehingga konsep ini masih harus berdiri di persimpangan jalan menunggu kelayakan uji coba dari tempat yang sudah menerapkan. Atau mungkin kota sekelas metropolitan seperti Makassar belum layak menerapkan konsep ini, atau bahkan mungkin ada ketakutan yang cukup besar terhadap pelemahan konsep ini misalnya jika konsep ini dilaksanakan maka ada lahan besar yang akan terampas dari profesi lain. Mungkin‌.. - 76 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 77 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

--------------------- CHAPTER 8 ----------------------

- 78 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

“Ketika ada yang ingin merusak , mengolokolok profesi ini, maka perlawanan adalah akhlak yang tertinggi yang harus kita persembahkan untuk mereka�

- 79 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 80 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Peran Apoteker yang Dibungkam “Ketika ada yang ingin merusak , mengolok-olok profesi ini, maka perlawanan adalah akhlak yang tertinggi yang harus kita persembahkan untuk mereka”. Di negeri ini, sudah begitu banyak apoteker yang dicetak oleh universitas, diproduksi dari mesin-mesin yang berkualitas dan diharapkan menghasilkan produk yang bermutu yang mampu menselaraskan pemikiran dan tindakan dalam mengeksploitasi ilmu dan keahlian menganalisa penyakit dan pengobatannya sehingga mampu berguna untuk nusa dan bangsa. Namun, tidak banyak masyarakat yang tahu seperti apa wujud profesi ini ditengah-tengahnya. Ketika di rumah sakit atau di klinik, orang awam bingung mau dipanggil apa (singkatan) dari apoteker ini. Kalau seorang dokter sangat jelas dan lazim diperdengarkan di telinga orang lain, semua orang tau, masyarakat memanggilnya dengan singkatan ”dok” (dokter), kalau seorang perawat, umumnya orang memanggilnya “sus” (suster), tetapi saya mencoba memberikan singkatan dari seorang apoteker baik di apotik maupun di rumah sakit yaitu Apt (apoteker), semoga si awam dan si professional mau menerimanya.

- 81 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Farmasis (apoteker) kini menjadi suatu profesi di bidang kesehatan yang masih banyak diminati oleh mahasiswa berbagai golongan setelah profesi kedokteran. Alasannya banyak, salah satunya, banyak orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya di fakultas kedokteran tetapi terkendala masalah biaya pendidikan yang begitu mahal, sehingga jalan satusatunya untuk lebih dekat dengan kedokteran adalah apoteker dan perawat. Bukan rahasia umum lagi bagi semua orang atas kebanggaan tersendiri yang dimiliki orang tua jika menyebutkan bahwa anaknya kuliah dan tumbuh besar di fakultas kedokteran, karena akan menjadi suatu kejelasan pekerjaan apa nantinya yang akan dikerjakan anak-anaknya setelah lulus dari fakultas kedokteran. Jika anak-anaknya tumbuh dan besar di fakultas farmasi masih ada yang meragukannya jika suatu saat anaknya menjadi apoteker yang handal di bidang obat. Kita lupakan dulu cara dan bagaimana membanding-bandingkan antara profesi apoteker dan dokter, mari mengarahkan sejenak pandangan untuk mencari tahu peranan apoteker. Dalam UndangUndang (UU) Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 dan ditunjang dengan Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2009, telah diatur tentang peranan profesi apoteker yaitu pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, - 82 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat dan obat tradisional. Sehingga sangat jelas tugas dari seorang apoteker baik di industri farmasi maupun di pelayanan apotik. Peran dan fungsi apoteker di apotik yang melayani langsung pasien adalah sebagai pelayan yang membaca dengan teliti resep dari dokter, menyiapkan, memberikan komunikasi, informasi dan edukasi melalui konseling obat kepada pasien secara detail dan terperinci sehingga pasien mendapatkan pelayanan yang paripurna dan merasa aman dalam mengkonsumsi obat. Dibeberapa apotik yang ada di Indonesia, masih banyak apoteker yang tidak mengindahkan etika profesi dalam melakukan praktekprakek kefarmasian, misalnya di suatu apotik, tak jarang banyak apoteker yang hanya memasang nama dan hanya masuk sebulan sekali. Inilah yang merusak tatanan profesi apoteker. Pantaskah mereka disalahkan ? dimana muara dari kesalahan yang dilalukan para apoteker ini ? sehingga program TATAP (Tiada Apoteker, Tiada Pelayanan) hampir tak terealisasikan di beberapa apotikapotik di Indonesia. Di makassar, ada beberapa apotik yang diproses di pengadilan sebab kedapatan melakukan penjualan obat daftar G (obat keras) - 83 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

secara bebas tanpa resep dari dokter. Jika dalam praktekprakteknya seorang apoteker mampu memahamisecara esensi dari peran, tugas dan tanggungjawabnya, maka kejadian ini tidak harus terjadi. Peran organisasi profesi sangat dibutuhkan untuk memberikan kenyamanan dan angin segar bagi keberlangsungan profesi ini. Buruknya tatanan regulasi mulai dari Undang-Undang, peraturan pemerintah, peraturan kementerian kesehatan dan peraturanperaturan lain yang mengikat profesi ini dan apoteker yang tidak mendapatkan kesejahteraan sehingga apoteker tidak maksimal dalam melakukan kerja-kerja kefarmasian. Banyak apoteker dalam melakukan praktek kefarmasian di luar sumpah yang pernah diucapkan disebabkan lebih kepada kesejahteraan hidup. Saya meyakini bahwa apotik yang menjual bebas obat daftar G (obat keras) tanpa resep itu lebih ditekankan untuk mendapatkan pemasukan (omset) yang besar. Organisasi profesi sebagai alat perjuangan untuk mengembalikan hakikat dari profesi ini. Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dituntut untuk mampu melihat permasalahan yang ada di profesi ini yang sudah sangat kompleks permasalahannya, mulai dari tatanan regulasi yang tidak memberikan kesejahteraan para apoteker sampai

kerja-kerja

apoteker di

lapangan.

Tugas

dan - 84 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

tanggungjawab

apoteker

sangat

banyak,

apoteker

akan

memikirkan tanggungjawabnya yang besar terhadap sosial masyarakat. Hal ini harus diimbangi dengan jasa pelayanan yang dilakukan oleh apoteker dalam memberikan pelayanan kepada pasien sehingga apoteker mampu total dalam melakukan tugas dan perannya. Dimensi baru pekerjaan kefarmasian di Indonesia meliputi aspek : Asuhan kefarmasian, kebutuhan mengunjungi pasien, penanganan pasien penyakit kronik & HIV/AIDS, pengobatan diri sendiri, jaminan mutu pelayanan kefarmasian, monitoring efek samping obat dan farmasi klinik. Mari kita membahas satu persatu peran farmasis (apoteker) di masa kini. Yang pertama adalah asuhan kefarmasian. Secara umum telah dijelaskan seperti apa gambaran asuhan kefarmasian melalui konsep

dasar

pharmaceutical

care.

Pharmaceutical

care

mengisyaratkan bahwa semua elemen praktisi kesehatan memberikan tanggungjawab penuh atas pemberian obat kepada pasien. Hal ini meliputi jenis-jenis pelayanan dan fungsi dari elemen kesehatan tersebut. Konsep ini juga meliputi aspek komitmen emosional dan spiritual untuk memberikan kelayakan hidup bagi pasien (kesehatan yang paripurna) baik secara individual maupun secara kelompok - 85 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

dimasyarakat, sehingga masyarakat mendapatkan manfaat dari keberadaan profesi apoteker. Aspek kerja konsep ini berbasiskan masyarakat dengan menggunakan statistik kependudukan dalam kondisi masyarakat baik secara struktural maupun secara kultural dan kondisi penyebaran suatu penyakit di masyarakat untuk mengembangkan suatu formulasi daftar obat, pengelolaan farmasi, monitoring kebijakan penggunaan obat dan biaya pengobatan. Karena obat bukanlah suatu zat yang bernyawa sehingga obat tidak bisa bicara. Saat obat diresepkan dan diserahkan maka pasien membutuhkan pelayanan apoteker pada waktu menerima obat. Apoteker mempunyai tanggungjawab yang besar terhadap segala sesuatu informasi yang menyangkut penggunaan obat termasuk memonitoring penggunaan obat. Yang kedua, kebutuhan mengunjungi pasien. Dalam pelayanan baik di rumah sakit maupun di apotik umum, pasienlah yang menjadi objek prioritas yang harus disembuhkan, tantangannya adalah bagaimana mengidentifikasi kebutuhan pasien yang berubah-ubah. Apoteker harus dapat memberikan rasa aman dan menjamin bahwa setiap orang bisa memperoleh obat atau petuah mengenai ilmu

kefarmasian

dengan

mudah.

Apoteker

harus

bisa - 86 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

memberdayakan

pasien

dan

melakukan

dialog

untuk

menyampaikan pengetahuan yang dimiliki dalam mengelolah pengobatan sendiri (self medication). Apoteker juga dituntut untuk meningkatkan dan memperluas pelayanan kefarmasian pada pasien termasuk identifikasi kebutuhan obat perorangan, pengembangan kerjasama dalam bidang kesehatan, kordinasi dari peresepan dan peracikan, peninjauan kembali target pengobatan dan tindak lanjutnya. Ketiga, penanganan pasien penderita HIV/AIDS. Dalam sejarah dunia selama ini belum pernah ada tantangan kesehatan sehebat menghadapi penyebaran HIV/AIDS. Diperkirakan 40 juta orang di dunia hidup dengan virus HIV dan 3 juta orang mengidap AIDS. Penularan HIV/AIDS menampilkan masalah kemanusiaan yang luar biasa, hak asasi manusia, krisis kemanusiaan, tragedi sosial yang luar biasa yang memukul ekonomi dan kesehatan masyarakat. Ketersediaan sumber dana untuk pengobatan retrovirus (ART) mulai meningkat berasal dari WHO ( World Health Organization) dan negara yang tergabung kelompok G-8 guna pencegahan dan pengobatan HIV/AIDS. Salah satu profesi kesehatan yang dilibatkan dan digerakkan dalam melawan virus ini adalah apoteker. Untuk itu perlunya pelatihan terhadap profesi ini. Pada tahun 2003 majelis IPF (International Pharmaceutical Federation) mengadopsi standar profesi tentang peranan apoteker dalam - 87 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

penanganan pengobatan jangka panjang, seperti HIV/AIDS ini sehingga IPF meluncurkan website international network untuk apoteker yaitu www.fip.org/hiv/aids yang berfokus pada pilar utama yaitu pelatihan, dokumentasi, dan pertukaran pengalaman.

Keempat, pengobatan diri sendiri sebagai tanggungjawab apoteker dalam pemberian memberikan pengobatan swamedikasi (pengobatan diri sendiri) kepada pasien. Sebagai seorang yang ahli karena pendidikannya dalam hal obat-obatan, farmasis (apoteker) harus menjadi sumber pengetahuan dan kebenaran tentang obatobatan dan masalah pengobatan. Saat ini kontribusi apoteker di dunia kesehatan sedang berkembang dalam bentuk baru untuk mendukung pasien dalam penggunaan obat dan ikut mengambil keputusan klinis bersama spesialis yang lain. Pengobatan diri sendiri yang biasa akan menjadi popular, tumbuh dengan aman dengan obat-obatnya yang mudah didapat tanpa perlu resep dari dokter. Apoteker harus mempunyai keahlian memberi nasihat dan petuah, memilih obat dan keamanannya serta keefektifan penggunaannya.

Kelima, jaminan mutu pelayanan kesehatan. Konsep dasarnya adalah jaminan kualitas dari pelayanan pasien yang meliputi struktur, proses dan dampak. Jaminan mutu adalah rangkaian - 88 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

aktivitas yang dilakukan untuk melakukan monitoring dan meningkatkan penampilan sehingga pelayanan kesehatan bisa efisien dan efektif. Pelayanan dan praktek dari pharmaceutical care harus didukung dan ditingkatkan dengan pengukuran, pengkajian dan peningktan aktifitas apotik baik di rumah sakit maupun di puskesmas dan apotik umum. Keenam, farmasi klinis. Dibuat dengan menguraikan kerja-kerja apoteker yang tugas utamanya adalah berinteraksi dengan tim kesehatan lain. Interview dan menafsir pasien, membuat rekomendasi terapi spesifik, monitor respon pasien atas terapi obat dan pemberian informasi obat. Farmasi klinis tempat kerjanya di rumah sakit dan ruang gawat darurat dan pelayanan lebih berorientasi pada pasien. Farmasi klinis dipraktekkan terutama pada pasien rawat inap di mana data hubungan dengan pasien dan tim kesehatan mudah diperoleh. Rekam medis atau file dari pasien adalah dokumen resmi informasi yang diberikan rumah sakit, dimulai dari riwayat pasien, kemajuan latihan fisik sehari-hari yang dibuat tenaga kesehatan yang professional yang berinteraksi dengan pasien, konsultasi, catatan perawatan, hasil laboratorium, prosedur diagnosa dan lain sebagainya.

- 89 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Ketujuh, monitoring efek samping obat. Keamanan obat-obatan adalah isu penting lainnya karena kompetisi yang kuat diantara pabrik farmasi, dimana produk harus didaftarkan dan dipasarkan dibanyak negara secara serentak. Hasilnya adalah efek samping tidak terpantau secara sistemik. Monitoring efek samping obat merupakan suatu proses yang terstruktur untuk memantau dan mencari efek samping obat dari obat yang telah diberikan. Data-data diperoleh dari sumber-sumber seperti informasi kesehatan, toxicology yang relevan dan bernilai pendidikan dalam managemen keamanan obat. Masalah yang berhubungan dengan obat, sekali ditemukan, perlu ditetapkan, dianalisa, ditindak lanjuti dan dikomunikasikan kepada pejabat yang berwenang, profesi kesehatan dan masyarakat.

- 90 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 91 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

--------------------- CHAPTER 9----------------------

- 92 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

“Kita mengorbankan kesehatan untuk mendapatkan uang, kemudian kita mengorbankan uang untuk kembali meraih kesehatan�. (Voltaire)

- 93 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 94 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

SJSN, Jaminan atau Maling Budiman? “Kita mengorbankan kesehatan untuk mendapatkan uang, kemudian kita mengorbankan uang untuk kembali meraih kesehatan�. (Voltaire) Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah jaminan sosial yang diterapkan di Indonesia melalui peraturan perundang-undangan nomor 40 tahun 2004 menggantikan program jaminan sosial yang ada sebelumnya seperti (askes, jamsostek, asabri dan taspen) yang di nilai kurang memberikan manfaat terhadap peserta karena minim peserta. Ini adalah bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh negara yang memberikan kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Mulai dari jaminan kesehatan, jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun hingga jaminan kematian. Program ini harusnya di respon baik oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, karena sangat komprehensif. Berdasarkan catatan sejarah, tidak bisa dihindari suatu kenyataan bahwa sistem jaminan sosial nasional dibidang jaminan kesehatan di Indonesia baru mulai serius diurusi oleh Negara seiring dengan disahkannya UU SJSN ini. Jaminan kesehatan sebagai salah satu komponen sistem jaminan sosial nasional yang merupakan - 95 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

aplikasi dari penerapannya. Pembahasan selanjutnya mengenai, apakah SJSN ini masuk dalam kategori jamin menjamin atau maling budiman dalam konteks yang lebih realitas secara faktual dalam konteks kekinian ?

BPJS Untuk Apa dan Untuk Siapa ? Pemerintah memberikan pandangan tentang keberadaan UU BPJS ini melalui nalar aspek konstitusi dan aspek kebutuhan masyarakat. Aspek konstitusi meliputi: setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28 H ayat 1), setiap orang berhak memperoleh kesempatan & manfaat yang sama (Pasal 28 H ayat 2), setiap orang berhak memperoleh jaminan sosial (Pasal 28 H ayat 3), Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara (Pasal 34 ayat 1), Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi rakyat (Pasal 34 ayat 2). Aspek

kebutuhan masyarakat meliputi:

Semua penduduk

Indonesia mendapat pelayanan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari tua dan jaminan kematian, jaminan kesehatan: Bagi yang mampu. Dengan membayar iuran sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan bagi fakir miskin dan tidak mampu, iuran dibayarkan oleh Pemerintah. Sehingga dari dasar inilah Negara menjamin kehidupan sosial masyarakatnya. - 96 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Tapi tidak sedikit dari elemen masyarakat yang menolak keberadaan UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) yang dinilai sarat akan kepentingan politik. Banyaknya pasal titipan dalam Undang-undang ini sehingga niat baik pemerintah untuk menjamin kesehatan seluruh rakyat Indonesia ternodai dan tidak sedikit masyarakat Indonesia menolak pelaksanaan UU SJSN.

Mengapa Dia Menolak ? Mewakili aspirasi masyarakat Indonesia secara umum, penolakan ini bukan tanpa alasan, sebab SJSN (Sistem Jaminan Nasional Sosial) adalah sistem asuransi yang memungut iuran dari pesertanya, karena ini diwajibkan maka setiap orang harus membayar kisaran antara Rp. 25.500 sampai Rp. 59.000 perbulannya sesuai formasi kelas yang diinginkan mulai kelas tingkat I sampai kelas tingkat III. Hal ini tentunya akan menambah beban masyarakat indonesia. Apalagi jika dalam 1 keluarga terdapat 6 orang atau lebih maka minimal per keluarga akan mengeluarkan Rp. 135.000 rupiah Perbulannya itu untuk fasilitas kelas III. Bagi si kaya ini bukan masalah besar, tapi bagi si miskin tentunya ini adalah beban yang berat.

- 97 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Untuk menangkis dan menjawab keresahan masyarakat jika SJSN ini

diberlakukan,

maka

Pemerintah

menjawab

dengan

menggratiskan masyarakat yang masuk dalam kategori fakir miskin. Masyakarat yang masuk dalam kategori miskin semua beban iuran kepesertaan akan di tanggung oleh pemerintah. Tapi pemerintah lupa kalau fakir miskin yang dimaksud adalah mereka yang berpenghasilan Rp. 300.000 perbulannya, sementara rata-rata pendapatan masyarakat Indonesia dalam sebulan itu sudah tidak adalagi yang berpenghasilan di bawah Rp.300.000. Artinya tidak ada warga negara yang asuransinya ditanggung oleh Pemerintah. Kalaupun ada, hanya 2% sampai 6% dari 230 juta jiwa penduduk indonesia. Masih hangat penyajian media massa tentang seorang warga di Jogjakarta yang mengeluhkan pelayanan jaminan kesehatan nasional dari badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan, sebab dia tidak mendapatkan informasi mengenai biaya tambahan yang diminta oleh pihak rumah sakit saat istrinya melakukan persalinan. Istri merupakan peserta BPJS kesehatan, dengan menjadi anggota, maka biaya persalinan ditanggung oleh BPJS, namun bayi yang baru saja lahir memerlukan perawatan lanjut karena bayi lahir dengan berat badan lahir rendah. Sang ibu sudah diperbolehkan pulang, namun bayinya belum bisa pulang. - 98 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Bukan karena alasan kesehatan yang mengharuskan bayi tersebut tinggal dan dirawat di rumah sakit, melainkan karena biaya perawatan sebesar 71 juta rupiah sang bayi belum dibayar. Hal ini mengundang kerisauan dan menjadi miris di tambah lagi dengan alasan rumah sakit yang mengatakan bahwa sang bayi belum menjadi peserta BPJS kesehatan. Pertanyaan kemudian, apakah negara sudah mengatur mengenai administrasi pendaftaran seorang bayi yang belum diberi nama untuk menjadi anggota BPJS kesehatan ?. Penerapan BPJS ini masih

menyimpan

banyak

permasalahan

yang

ketika

permasalahan itu terjadi, maka pasienlah yang menjadi korban dalam menghadirkan solusi dari setiap permasalahan klasik dari BPJS kesehatan. Ini merupakan salah satu alasan yang sangat tepat mengapa banyak orang menolak terlebih lagi pekerja buruh atas keberadaan PT. BPJS kesehatan ini.

Gotong Royong, Subsidi Silang dan Maling Budiman. Pada dasarnya prinsip SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) adalah saling silang subsidi, sistem robin hood istilahnya mencuri dari si kaya dan memberikan ke si miskin, inilah yang kami sebut maling Budiman. Didalam situs website Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), pemerintah mengalokasikan anggaran belanja obat-obatan - 99 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

untuk menunjang jalannya Program SJSN ini adalah sekitar 30 triliun pertahun, itu baru alokasi biaya obat, belum lagi alokasi biaya alat kesehatan, biaya medis, biaya paramedis, biaya jaminan dan lain lain. Bukan tidak mungkin akan mencapai angka 100 triliun rupiah. Keseluruhan dana ini adalah dari peserta asuransi. Dana ini akan rawan di salah gunakan jika badan yang menyelenggarakan dalam hal ini BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) tidak dikontrol secara baik. Apalagi awal dari pembentukan UU SJSN ini yang pada rezim Megawati Soekarno Putri sebagai presiden Republik Indonesia telah diketuk palu pengesahannya dan rawan akan kepentingan kelompok maupun pihak asing karena baru dilaksanakan setelah 10 tahun berlalu. Bukan tidak mungkin kehadiran BPJS membuka peluang investasi kepada lembaga asing dan dana peserta dimanfaatkan oleh pihak asing. Seharusnya negara yang mensubsidi rakyatnya bukan saling silang antara masyarakat. Ada apa dengan UU ini, berpihak kemanakah UU SJSN ini ? Apakah UU ini bertentangan dengan Pancasila dan pasal 33 UUD 1945 atas hak dasar warga negara Republik Indonesia ?. Gotong royong sebagai wujud solidaritas sosial untuk kepentingan bangsa dan bernegara. Salah satu prinsip BPJS ini menjadikan - 100 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

wujud tolong-menolong semakin terasa. Gotong-royong dalam bentuk tolong menolong dilakukan secara sukarela untuk membantu orang lain, tetapi ada suatu kewajiban sosial yang memaksa secara moral bagi seseorang yang telah mendapat pertolongan tersebut untuk kembali menolong orang yang pernah menolongnya, sehingga saling tolong menolong ini menjadi meluas tanpa melihat orang yang pernah menolongnya atau tidak. Dengan demikian, bahwa tolong menolong ini merupakan suatu usaha untuk menanam budi baik terhadap orang lain tanpa adanya imbalan jasa atau kompensasi secara langsung atas pekerjaan itu yang bersifat kebendaan, begitupula yang ditolong akan merasa berhutang budi terhadap orang yang pernah menolongnya, sehingga terjadilah keseimbangan berupa bantuan tenaga yang diperoleh bila suatu saat akan melakukan pekerjaan yang sama. Konsep gotong-royong atau subsidi silang saling membantu untuk meningkatkan derajat kesehatan merupakan salah satu prinsip BPJS.

- 101 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Posisi Apoteker di Era BPJS Kesehatan “Belajar, bekerja, beribadah dan berjuang adalah usaha kita untuk membuat para malaikat tersenyum� Dalam Undang-undang nomor 40 tahun 2004 pada pasal 24 ayat 3 menyatakan

“Badan

Penyelenggara

Jaminan

Sosial

mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Undang-undang nomor 24 tahun 2011 pada Pasal 10 huruf (f) membayarkan

Manfaat

dan/atau

membiayai

pelayanan

kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial; pada Pasal 11 huruf (d) membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah dan pada Pasal 11 huruf (e) membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan; Dari dasar inilah BPJS kesehatan ada dan menghadirkan kontroversi dikalangan professional maupun dikalangan awam. Tapi

sejatinya

negara

menjalankan

kewajibannya

dalam

memberikan pemenuhan hak hidup layak bagi siapa saja yang tinggal di Indonesia dengan berpengang teguh pada prinsip jaminan sosial prinsip gotong royong, keterbukaan, kehati-hatian, - 102 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

nirlaba, akuntabilitas, portabilitas, pengelolaan dana sebesarbesarnya untuk kepentingan peserta. Menurut ketua pansus (panitia khusus) BPJS kesehatan di komisi 9 DPR RI di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yaitu dr. Ahmad Nizar Shihab,SP,An, menjelaskan bahwa sejatinya undangundang ini akan memberikan pelayanan paripurna kepada pesertanya dengan melibatkan semua elemen kesehatan dan membentuk team multidisiplin. PARAMEDIS

DOKTER

SISTEM PENUNJANG KESEHATAN

MANAJEMEN MUTU DARI CLINICAL PATHWAY (bergantung dari alur perawatan kesehatan yang baik)

JAMINAN KESEHATAN NASIONAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA

RAKYAT SEHAT

- 103 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Lalu, seperti apa peran apoteker sebagai tenaga kesehatan ? Sebagai profesi yang bergerak di bidang pelayanan, pemerintah wajib memperhitungkan jasa pelayanan apoteker. Apoteker bukan penjual obat tetapi apoteker professional di bidang farmasi. Di dalam implementasi BPJS, apoteker tidak diberi ruang dalam proporsi pembayaran kembali, yang dihitung hanya jasa dokter dan harga obat, ini diatur dalam peraturan presiden nomor 12 tahun 2013. Jika BPJS kesehatan mengalokasikan anggaran sekitar 30 triliun untuk biaya obat, maka market industri farmasi meningkat. Tentunya ini merupakan angin segar buat industri farmasi Indonesia. Tetapi harga obat harus dipisahkan dengan apoteker. Apoteker harus mendapatkan jasa dari professional fee dari jasa yang ditawarkan misalnya dalam melakukan pelayanan konseling obat,

praktek

farmasi

klinik

dan

penerapan

konsep

pharmaceutical care baik di rumah sakit, puskesmas, klinik maupun di apotik. Dari anggaran 30 triliun itu, pemerintah harus memisahkannya untuk jasa apoteker, misalnya 25 triliun untuk biaya obat dan 5 triliun untuk jasa apoteker. Sehingga dengan jasa apoteker mampu menekan biaya penggunaan obat dengan menggunakan

- 104 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

otentisitasnya dan profesionalitasnya dalam pelayanan obatobatan untuk mencegah penggunaan obat yang tidak rasional.

- 105 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

--------------------- CHAPTER 10----------------------

- 106 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

“Jika miskin dan kaya pembedanya adalah harta dimata manusia, maka tak akan boleh ada beda keduanya dihadapan Allah, kecuali amal & imannya�

- 107 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 108 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Masih kah Orang Miskin Dilarang Sakit? Jika miskin dan kaya pembedanya adalah harta dimata manusia, maka tak akan boleh ada beda keduanya dihadapan Allah, kecuali amal & imannya. Ungkapan “orang Miskin Dilarang Sakit� sejak dulu sangat akrab diperdengarkan ditelinga kita oleh Eko Prasetyo. Mahalnya biaya rumah sakit dan obat membuat rakyat miskin di negara ini tak mampu berobat ke rumah sakit. selalu ada beban dan kecemasan bagi si miskin yang sakit, selalu dihantui dengan harga dan biaya pengobatan yang begitu mahal padahal untuk makan sehariharipun masih banyak masyarakat Indonesia yang masih sulit mendapatkannya. Setiap orang pasti pernah sakit dan pernah bersinggungan dengan petugas kesehatan dan obat-obatan. Setiap orang yang pernah sakit pasti pernah juga merasakan mahalnya biaya pengobatan. Lalu bagaimana dengan mereka yang miskin dan hidup pas-pasan ketika mereka sakit dan harus berobat ?. Indonesia merupakan negara berkembang yang masih mencari suatu sistem yang tepat dalam segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk dalam sistem pembiayaan - 109 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

kesehatan. Perubahan mengantarkan

paradigma

Indonesia

pada

pembangunan perubahan

kesehatan

suatu

sistem

pembiayaan kesehatan dari sistem purna bayar menjadi sistem prabayar. Hanya saja pembiayaan kesehatan di Indonesia masih didominasi oleh masyarakat dan swasta karena kegagalan pemerintah dalam menyediakan suatu sistem pembiayaan kesehatan yang menjangkau seluruh warga negara Indonesia baik dia yang kaya, miskin dan fakir miskin agar supaya tidak ada ketakutan lagi buat yang miskin ketika dia sakit. Penulis sudah sedikit memberikan gambaran mengenai suatu sistem yang dibuat oleh pemerintah yang diatur di dalam UndangUndang SJSN dan dilaksanakan oleh BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Di mana melalui aturan ini, negara memberi jaminan sosial kepada seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Pemerintah berasumsi bahwa melalui Undang-Undang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) dan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) ini wujud dari suatu sistem yang berkeadilan, tidak diskriminasi dan tidak membatasi. Benar kah hal itu ? Di dalam UU SJSN ada lima program, yaitu jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan

- 110 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

jaminan kematian. Tapi tidak semuanya bisa mendapatkan 5 jaminan sosial. Siapa saja yg tidak menerima jaminan sosial itu ? yang pertama adalah mereka yang fakir miskin dan orang tidak mampu dan orang yg tidak menerima upah padahal di dalam Undang-Undang SJSN pada Bab I yaitu Ketentuan Umum pasal 1 ayat 1 berbunyi : "Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak". Alinea pembukaan UU SJSN pada point MENIMBANG, yang berisi : Menimbang : a. Bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi

kebutuhan

dasar

hidup

yang

layak

dan

meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. b. Bahwa untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia; menjamin semua rakyat Indonesia tanpa terkecuali, artinya mau dia fakir, dia miskin, dia kaya, dia pekerja, dia pengusaha, dia penganguran, dia yang tidak menerima upah, dia yang tua, dia yang muda, dan sebagainya, berhak mendapatkan jaminan Sosial oleh Negara. Hak ini juga - 111 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

merupakan amanah Undang-Undang Dasar 1945 dan pancasila yang merupakan hak dasar rakyat indonesia. Tetapi pemerintah memberikan batasan kepada rakyat nya yang tergolong fakir dan miskin. Dalam Undang-Undang SJSN fakir miskin dibantu iurannya oleh pemerintah hanya untuk jaminan kesehatan, 4 jaminan sosial yang lain tidak dijamin dan untuk mendapatkan jaminan itu mereka harus membayar. Niat baik negara untuk melaksanakan amanah pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai perwujudan perlindungan negara dan memberikan rasa aman dengan aspek keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia tidak diimbangi secara tekstual dan kontekstual dalam implementasinya karena tidak searah dan sejalan serta mengingkari konsep kebenaran. Apa yang ada dalam ide tidak sesuai dengan realitas. Di dalam Undang-Undang SJSN tidak menyebutkan bahwa hanya untuk jaminan sosial tertentu yang negara tanggung pembayarannya untuk rakyat miskin. Adapun pasalnya, yaitu : Pasal 1 ayat 5 Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan orang mampu sebagai peserta program jaminan sosial. - 112 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Pasal 14 ayat 2 Penerima bantuan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fakir miskin dan orang tidak mampu. Pasal 17 Ayat 4 Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh Pemerintah. Pasal 17 Ayat 5 Pada tahap pertama, iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibayar oleh Pemerintah untuk program jaminan kesehatan. Pada pasal-pasal tersebut diatas tidak termaktum bahwa hanya jaminan kesehatan saja yang ditanggung oleh pemerintah untuk rakyatnya yang fakir dan miskin. Semua jaminan yang menyangkut keadaan sosial seseorang terkhusus fakir dan miskin itu ditanggung oleh negara melalui amanah Undang-undang ini tetapi masih banyak lagi hal-hal yang menganjal pada Undang-Undang ini. Tidak jarang ada rumah sakit menolak pasien yang tergolong miskin dengan cara halus agar terkesan bahwa si miskin juga diberi fasilitas yang sama atas jaminan kesehatan dengan alasan kamar bangsal penuh dan alasan-alasan lain supaya si miskin tidak berada di rumah sakit tersebut. Padahal pada pasal 28 UndangUndang Dasar Negara 1945 mengatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama di muka hukum, termaksud untuk - 113 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

mendapatkan pelayanan kesehatan. Belum lagi penyelenggara jaminan kesehatan yaitu BPJS hanya memberi jaminan kepada siapa saja yang menjadi pesertanya dengan batas biaya pengobatan hingga 250 juta. Bagaimana jika si miskin atau yang kurang mampu mengalami sakit dan harus dioperasi dan membutuhkan biaya operasi hingga milyaran rupiah ?.

Masih pantaskah kita katakan kalau di

Indonesia, sudah tidak ada lagi orang miskin yang dilarang sakit ? inilah sistem kesehatan dengan cara asuransi yang ditetapkan oleh negara untuk menjamin rakyatnya. Tapi sejatinya, lahirnya sampai pada tahap pelaksanaan undangundang ini seolah menjawab keresahan masyarakat akan penjaminan dan perlindungan negara terhadap rakyatnya. Negara tidak mau lagi melihat orang miskin ditolak di rumah sakit atau pelayanan-pelayanan kesehatan sehingga tidak ada orang miskin yang dilarang sakit. Jika seseorang masuk dalam kategori miskin lalu dia sakit, maka harus segera diantar ke rumah sakit atau pelayanan-pelayanan kesehatan yang bekerjasama dengan badan yang menyelenggarakan jaminan sosial yaitu BPJS.

- 114 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 115 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

--------------------- CHAPTER 11----------------------

- 116 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

“Saya curiga terhadap hal-hal yang tidak disampaikan secara terbuka, karena disanalah sumber segala kekacauan� ( JeanPaul Sartre)

- 117 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 118 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Karakter

building

untuk

kualitas

pendidikan farmasi. “Saya curiga terhadap hal-hal yang tidak disampaikan secara terbuka, karena disanalah sumber segala kekacauan.� ( Jean-Paul Sartre) Persoalan nyata yang dihadapi pendidikan farmasi saat ini adalah bagaimana membentuk pendidikan farmasi Indonesia dengan nilai-nilai yang telah mengakar kuat pada bidang obat dan berhadapan

dengan

arus

globalisasi

yang

demikian

mengancam sehingga bukan tidak mungkin pendidikan farmasi keluar dari karakter building kefarmasian. Bagaimana pun juga khazanah

keberagaman

kurikulum

pendidikan, disatu

sisi

merupakan keistimewaan disisi lain menimbulkan kekhawatiran. Pendidikan farmasi saat ini dibenturkan dengan kurikulum pendidikan yang belum merata, amburadul bahkan kehilangan reputasi esensi karakter sehingga jauh lebih tertinggal dari pendidikan profesi kesehatan lain. Dalam proses implementasi peraturan pemerintah nomor 51 tahun 2009, mahasiswa farmasi dituntut untuk meningkatkan kompetensi akan disiplin ilmu dalam setiap mata kuliah yang kita - 119 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

dapat, selanjutnya berdasarkan produk politik yang merupakan landasan hukum dalam rangka implementasi program sesuai dengan visi dan misinya, maka pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, bahwa pendidikan harus memiliki kompetensi yang meliputi

kompetensi

padagogik,

kompetensi

kepribadian,

kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Berdasarkan peraturan pemerintah maka

nomor 19 tahun 2005 tersebut

sangat perlu dibutuhkan kesamarataan kompetensi

mahasiswa farmasi di seluruh Indonesia dengan menyamaratakan kurikulum berbasis kompetensi. Hal ini akan menimbulkan distorsi paradigma ketika seorang farmasis di seluruh indonesia dituntut untuk meningkatkan kompetensi, sementara kurikulum pendidikan farmasi tidak jelas arah implementasinya.

Lalu apa yang harus dilakukan ?? Penyamarataan kurikulum, kompetensi dosen dan skill mahasiswa farmasi adalah harga mati yang sangat dibutuhkan untuk pembangunan karakter pendidikan farmasi. Disebagian universitas di

Indonesia,

lulusan

S1

sudah

bisa

menjadi

dosen

pengajar, padahal menurut Undang-Undang No.20 tahun 2003 SISDIKNAS bab XI pasal 39 tentang tenaga kependidikan dalam - 120 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

salah

satu

poin

mengatakan

memiliki

kualifikasi

akademik, memiliki kompetensi yang diperlukan sementara peraturan DIKTI (Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi), untuk tenaga pengajar S1 tidak boleh diajar oleh lulusan S1, istilahnya jeruk makan jeruk. Implementasi kesetaraan kurikulum adalah istilah yang bisa ditujukan terhadap upaya mewujudkan kurikulum sebagai tindakan-tindakan nyata didalam proses pendidikan farmasi dalam membangun karakter building kefarmasian. Keseteraan kurikulum pada intinya adalah bagaimana menyeragamankan kurikulum disemua universitas sehingga lulusan-lulusan farmasi mempunyai kemampuan yang sama dibidangnya. Perguruan tinggi farmasi di Indonesia mempunyai organisasi yaitu Asosiasi Perguruan Tinggi Farmasi Indonesia yang disingkat APTFI. Tugas APTFI adalah meningkatkan standar mutu pendidikan farmasi di Indonesia yang berasaskan ilmu, tehnologi dan profesi. Keanggotaan APTFI adalah lembaga pendidikan tinggi farmasi Indonesia yang telah menyelenggarakan program studi S1 yang telah lulus akreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN PT). Berdasarkan fungsi, tugas dan keanggotaannya, APTFI seharusnya mampu merangkul dan memberikan masukan terhadap kemajuan pendidikan farmasi di Indonesia, terkhususnya kampus-kampus - 121 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

yang masih dalam tahap pengembangan. Tidak adanya fatwa yang dijadikan sebagai founding statement untuk dijadikan kebijakan sentral dan digunakan oleh semua kampus yang mempunyai program studi farmasi di Indonesia sehingga banyak kampuskampus swasta kehilangan arah karakter yang ingin di bangun.

Sudah benarkah pola pendidikan farmasi di Indonesia ? Sebelum membahas pendidikan farmasi di Indonesia, terlebih dahulu penulis menyajikan bingkai sejarah pendidikan secara umum di Indonesia setelah masa kemerdekaan. Setelah kemerdekaan, pendidikan di Indonesia berada di bawah naungan Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan yang pada masa itu di nahkodai oleh Ki Hajar Dewantara sejak tanggal 19 agustus 1945 hingga 12 maret 1946, selanjutnya dijabat oleh Muhammad Sjafei dan dilanjutkan oleh Mr. Suwandi sampai pada tahun 1947. Tampaknya pada awal kemerdekaan tidak banyak yang dilakukan oleh para menteri pendidikan, karena masa kerja yang singkat dan pada saat ini negara menghadapi ancaman belanda dan sekutu. Belanda berkeinginan kembali menjajah Indonesia dengan

- 122 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

memanfaatkan sekutu dengan tujuan meronrong kedaulatan NKRI. Upaya yang dilakukan oleh menteri pendidikan Indonesia pada awal kemerdekaan, dapat dilihat dengan upaya Mr. Suwardi merumuskan pedoman dengan 10 pasal untuk mendidikan anakanak dan pemuda Indonesia, yaitu : 1. Hormat kepada tuhan yang maha esa. 2. Cinta kepada tanah air Indonesia. 3. Hormat dan cinta kepada kedua orang tua. 4. Cinta kepada alam. 5. Cinta kepada kepala Negara. 6. Wajib ikut memajukan negara sesuai kekuatan dan pembawaannya. 7. Keyakinan bahwa orang menjadi bagian tidak terpisahkan dari keluarga dan masyarakat. 8. Keyakinan bahwa orang yang hidup di masyarakat harus tunduk pada tata tertib. 9. Menghormati sesama masyarakat. 10. Keyakinan bahwa Negara memerlukan warga negara yang rajin bekerja, tahu pada kewajiban, memiliki pikiran tindakan jujur.

- 123 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Landasan ideal pendidikan pengajaran setelah Indonesia merdeka adalah pancasila. Butir-butir pancasila yang merupakan falsafah negara dijadikan dasar dalam pendidikan Indonesia. Upayah dalam pembaharuan pendidikan pada awal kemerdekaan, dimulai pada tanggal 1 maret 1946 ketika menteri Suwandi memutuskan untuk membentuk panitia penyelidik pendidikan pengajaran dan kebudayaan dibawah pimpinan Ki Hajar Dewantara. Panitia tersebut melakukan peninjauan mulai taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi mengenai corak pendidikan, soal agama, budi pekerti, kebudayaan dan kewajiban belajar. Pembaharuan

pendidikan

pengajaran

tersebut

diharapkan

sesegera mungkin dilaksanakan sesuai dengan rencana pokok usaha-usaha pendidikan dan pengajaran baru. Tugas panitia penyelidik pendidikan dan pengajaran seperti itu adalah merencanakan menetapkan

susunan bahan-bahan

dari

tiap-tiap

pengajaran

macam

dengan

sekolah,

menimbang

keperluan yang praktis dan jangan terlalu berat serta menyiapkan rencana-rencana pelajaran untuk tiap-tiap fakultas atau kelas.

- 124 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Tujuan pendidikan Tujuan pendidikan berdasarkan UU nomor 4 tahun 1950 pada bab II adalah membentuk manusia susila yang cakap, warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Sementara pada tahun 1965 tujuan pendidikan nasional adalah melahirkan warga negara sosialis Indonesia yang susila, bertanggungjawab atas terselenggaranya masyarakat sosial indonesia, adil dan makmur baik secara materi maupun spiritual, serta berjiwa pancasila. Tujuan pendidikan nasional ini diatur dalam keputusan presiden indonesia nomor 145 tahun 1965.

Perkembangan pendidikan tinggi Beberapa perguruan tinggi yang terdiri pada awal terbentuknya negara ini antara lain adalah Universitan Negeri Gadja Mada (UGM) pada tahun 1949 baru diresmikan, Universitas Indonesia (UI) di Jakarta pada tahun 1950 berdasarkan Undang-undang nomor 7 tahun 1950. Berdasarkan Undang-undang nomor 22 tahun 1961 tentang perguruan

tinggi,

ditetapkan

agar

seluruh

universitas

diselenggarakan secara uniform. Berdasarkan Undang-undang ini, maka Universitas Negeri Gadja Mada terdiri atas fakultas - 125 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

kedokteran, hukum, teknik, sastra dan filsafat, pertanian, dan fakultas kedokteran hewan. Sementara Universitas Indonesia (UI) terdiri dari fakultas hukum, kedokteran, sastra, dan fakultas ekonomi yang terdapat di Jakarta. Sedangkan di fakultas kedokteran hewan dan fakultas pertanian terletak di Bogor, fakultas teknik dan ilmu pasti (alam) di bandung. Dan di Makassar ada fakultas ekonomi. Perguruan tinggi lainnya seperti perguruan tinggi pendidikan guru (PTPG) dan Universitas Airlangga berdiri pada tahun 1954, mengahiri percabangan Universitas Indonesia di Surabaya. Menyusul

terbentuknya

Universitas

Andalas

di

Padang,

Universitas Hasanuddin di Makassar, Universitas Padjajaran di Bandung, Universitas Udayana di Bali dan Universitas Lambung Mangkurat di Banjarmasin. Perkembangan selanjutnya, adalah berdirinya

Institusi yang

statusnya sama dengan Universitas, seperti Institusi Teknologi Bandung (ITB), Institusi Teknologi Surabaya (ITS), Institusi Pertanian Bogor (IPB), serta Institusi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP). Pada tahun 1961 ditiap provinsi terdapat satu Universitas. Tanggal 10 November 1962, berdiri Universitas Cendrawasih. Perkembangan pendidikan tinggi negeri tersebut di ikuti berdirinya berbagai Universitas swasta di Indonesia. - 126 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Keberadaan perguruan tinggi negeri dan swasta menghasilkan sarjana yang kemudian menjadi kaum intelektual yang siap membangun Indonesia. Lulusan perguruan tinggi tersebut, kemudian mengisi berbagai sektor kehidupan, mereka menjadi lapisan

elit

Indonesia,

yang

kemudian

menjadi

pelopor

pembangunan dibidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, kesehatan dan lain-lain. Untuk

perkembangan

pendidikan

kesehatan,

terkhusus

pendidikan farmasi di Indonesia baru didirikan setelah tahun 1945 dan apoteker pertama didirikan di Indonesia lulus di tahun pelajaran 1952/1953. Di tahun 1950, telah ada 150 buah apotik dengan 57 apoteker, diantaranya 42 orang masih WNA (Warna Negara Asing), sedangkan sisanya 15 orang warga negara Indonesia terhadap kurang lebih 80 juta penduduk Indonesia pada saat itu. Berbicara tentang rentetan sejarah pendidikan di Indonesia, sudah seharusnya

para

akademisi

merefleksi

kembali

kebijakan

pemerintah terhadap keinginan mewujudkan masyarakat cerdas dan menjadikan pancasila sebagai falsafah negara dalam meraih cita-cita pendidikan di Indonesia. Saat ini, bagi sebahagian kalangan memberikan penilaian terhadap perkembangan dunia pendidikan farmasi yang masih dianggap belum menyentuh kaedah kesesuaian antara harapan, keinginan dan realitas. Para - 127 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

sejarawan farmasi Indonesia tentunya menginginkan adanya pendidikan farmasi yang berkarakter, tidak lagi amburadul dari segi kurikulum, institusi kampus baik negeri maupun swasta di era kekinian mampu mencetak lulusan-lulusan farmasi yang mampu bersaing di era globalisasi. Mungkin kampus-kampus besar seperti UGM, ITB, UI, AIRLANGGA, UNHAS, UNPAD, UDAYANA, USU dan lain-lain yang merupakan kiblat pendidikan farmasi di Indonesia mampu mencetak keluaran yang bagus dan bermutu, ketika dilepas ke masyarakat, mereka mampu bersaing secara kompetitif dengan elemen kesehatan lain. Tapi jangan lupa, bahwa saat ini ada sekitar 70 kampus negeri dan swasta yang membuka program studi farmasi. Apakah pola pendidikan disemua kampus harus disamakan untuk melahirkan produk unggulan yang sama ? Bagaimana formulasi pendidikan farmasi jika kita menginginkan konsep pharmaceutical care sebagai

konsep

terbaik

untuk

mengangkat

citra

profesi

dimasyarakat ? Ada hal yang harus diperbaiki dipendidikan farmasi. Jikalau pemerintah dengan peraturan pemerintahnya nomor 51 tahun 2009 yang menyamakan tingkatan pendidikan sekolah Menengah Farmasi, Diploma III dan Sarjana farmasi dalam bentuk tenaga teknis kefarmasian yang kerjanya membantu apoteker dalam melakukan pelayanan obat atau istilah lain adalah asisten - 128 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

apoteker. Ini adalah bentuk kekeliruan pemerintah dalam merumuskan

paduan

sarjana

farmasi

dengan

pendidikan

dibawanya yang notabenenya jenjang pendidikannya berbeda. Jika Sekolah Menengah Farmasi dan Diploma III disumpah jabatan untuk melakukan praktik kefarmasian, apakah sarjana farmasi juga mengucapkan sumpah jabatan ? pertanyaan kemudian, apakah sanksinya jika sarjana farmasi melakukan kesalahan dalam berpraktek yang melanggar sumpah yang pernah diucapkan oleh SMF dan diploma III ? karena sarjana farmasi tidak disumpah. Ini adalah polemik besar bagi pendidikan strata 1 farmasi di Indonesia. Konsekuensi logisnya adalah, sarjana farmasi wajib melanjutkan pendidikan apotekernya dan APTFI ( Asosiasi Perguruan Tinggi Farmasi) dan IAI harus mencarikan format yang bagus untuk menghasilkan produk yang berkompoten. Dan jika pemerintah serta semua stakeholder terkait mampu melihat kondisi pendidikan farmasi, berangkat dari sejarah lahirnya pendidikan asisten apoteker di Indonesia, sudah seharusnya diploma III dihapuskan dan lebih ditekankan pada pendidikan strata 1. Sebab jika lulusan diploma III yang mau melanjutkan pendidikan apotekernya itu juga harus melewati jenjang strata 1. Jika kita mau samakan profesi ini dengan profesi kedokteran dalam hal - 129 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

tugas dan memberi bantuan kepada tenaga medis lain, sebagai tenaga yang bergelut di dunia kesehatan, mari kita melihat pendidikan kedokteran. Pertanyaan pertama, adakah jenjang pendidikan kedokteran diploma III ? berapa tahunkah pendidikan koas ? lalu bandingkan dengan pendidikan apoteker, kemudian, adakah pendidikan spesialis untuk apoteker ?. Jika dengan alasan terpisahnya diploma III yang lebih ditekankan di wilayah praktisi dan strata 1 yang lebih di tekankan pada wilayah akademisi hanya pada konsep itu, kenapa pemerintah menjadikan sarjana farmasi masuk dalam tenaga teknis kefarmasian ?. Pendidikan farmasi seharusnya menjadi starter pencetak dan penggerak industri ekonomi kreatif farmasi di Indonesia, sehingga tidak ada lagi kita temukan penggangguran setelah mereka sarjana atau tak melanjutkan studi profesi apotekernya. Kuliah dikampus negeri ataupun swasta bukan lagi berbicara tentang gengsi universitas tetapi tentang bagaimana pengembangan potensi sumber daya manusia yang dimana kampuslah yang bertanggungjawab atas sistem yang terbangun sehingga produk sumber daya manusia yang dihasilkan mampu maksimal dan menjadi motor penggerak perkembangan profesi farmasis (apoteker) di Indonesia. Tentunya juga pemerintah harus ikut - 130 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

andil dalam memberikan fasilitas yang memadai sehingga kita mampu menakar potensi sumber daya manusia farmasi Indonesia.

‌..

- 131 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

--------------------- CHAPTER 12----------------------

- 132 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

“Belajar bukan pekerjaan menghafal teori, tetapi proses untuk memahami kehidupan�

- 133 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 134 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

ISMAFARSI dan Kemundurannya. “Belajar bukan pekerjaan menghafal teori, tetapi proses untuk memahami kehidupan”. “Jangan pernah berhenti belajar, berhenti belajar maka kita adalah pemilik masa lalu, jadilah pemilik masa depan dengan cara belajar, belajar dan belajar”. ISMAFARSI (Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia) adalah suatu Organisasi Kemahasiswaan dengan orientasi gerak kaderisasi dan perjuangan. Lahir di Kaliurang, Jogjakarta pada tahun 1955 yang pada saat itu dengan nama MAFARSI (Mahasiswa Farmasi Indonesia). Lahir beriringan dengan kemerdekaan Indonesia,

ISMAFARSI

tumbuh

dan

menjadi

organisasi

kemahasiswaan yang diharapkan mampu memberikan konstribusi yang besar terhadap Indonesia. Permasalahan besar dan serius yang dihadapi Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia (ISMAFARSI) saat ini adalah mengapa ISMAFARSI tidak bergaung bahkan tidak mempunyai taring

mulai

awal

munculnya

hingga

kini,

semestinya

ISMAFARSI yang sudah melewati 50 tahun harus jauh lebih maju mengkritisi perkembangan dunia kesehatan di Indonesia akan

- 135 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

tetapi kenyataan tidak demikian, malah semakin mundur dan memudar bahkan kehilangan esensi reputasinya. Tanda-tanda keterpurukan ISMAFARSI nampak jelas pada saat pengetahuanku tentang ISMAFARSI diawal tahun 2008. Dari segi kaderisasi tidak berjalan secara maksimal bahkan tidak ada kontroling tentang arah pengkaderan ISMAFARSI yang jelas. Dengan kondisi ini ISMAFARSI banyak terlibat dalam kegiatan hedonisme, sehingga menimbulkan stigma bahwa ISMAFARSI adalah organisasi “Jalan-jalan�. Kita semua warga farmasi berharap agar Rakernas ke X yang dilaksanakan di Makassar pada tahun 2010 menjadi momentum kebangkitan kembali ISMAFARSI. Semoga hal ini menjadi kenyataan, bukan sekedar retorika yang menggamblangkan suasana. Kepada para peserta Rakernas diamanahkan agar citacita dan kehendak mulia dan luhur ini semoga dapat terlaksanakan dengan semangat persatuan dan kesatuan seluruh warga farmasi. Dari pemikiran serta gagasan-gagasan yang terdapat dalam tulisan ini mudah-mudahan dapat dijadikan sumber inspirasi, motivasi atau acuan dan pegangan untuk menggalang kebersamaan sehingga ISMAFARSI dapat bangkit dan menjadi IOMS ( Ikatan

- 136 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Organisasi Mahasiswa Sejenis) yang tetap eksis sesuai dengan esensinya sebagai organisasi kemahasiswaan.

Peran Kader Dalam Perjuangan ISMAFARSI ISMAFARSI Tidak Pernah Ada Banyaknya pemahaman adalah sesuatu yang nyata dalam kehidupan manusia. Manusiapun menanggapi pola pikirnya berbeda-beda, ada yang praktis, sistematis tergantung sejauh mana mereka menanggapi dan memahami sesuatu. Walaupun demikian bisa dipastikan bahwa semua manusia menyadari sepenuhnya bahwa pola pikir mempengaruhi karakter seseorang dan ini sangat penting. Kalau ditinjau dari realitas keberadaan bahwa secara fisik hari ini ISMAFARSI berdiri dengan gagahnya dan dia selalu ada, artinya secara eksistensi dia masih memperlihatkannya. Lalu mengapa ISMAFARSI tak perlu ada ? karena apa yang dilakukan atau dikerjakan ISMAFARSI hanya bersifat status saja, namun kenyataan yang dapat kita saksikan saat ini bahwa ISMAFARSI itu ada, kalau begitu mengapa demikian. Kehadiran dan keberadaan ISMAFARSI selain berstatus sebagai organisasi mahasiswa, berfungsi sebagai organisasi kader juga perperan

sebagai

organisasi

perjuangan

yang

dengan - 137 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

kesungguhan berjuang untuk melakukan perubahan terhadap segala tatanan khususnya di bidang kesehatan yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan kontemporer sehingga tercipta suasana baru yang belum pernah terjadi sebelumnya. Maka sepanjang keberadaan ISMAFARSI tugasnya adalah untuk melakukan perombakan, perubahan, perbaikan, penyempurnaan terhadap

segalah

sesuatu

untuk

memenuhi

kebutuhan

masyarakat keaarah lebih baik dan sempurna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk melakukan tugas-tugas yang mulia itulah maka dibutuhkan kerja yang terorganisir, sistematis, tekun, kerja keras, sungguh-sungguh dengan niat ikhlas tanpa pamri, penuh amanah yang dilakukan setiap anggota kader farmasi dengan semangat militansi yang tingggi.

Ciri Kader ISMAFARSI Sampai hari ini, pelaksanaan pengkaderan belum terjamah dan merata diseluruh wilayah di Indonesia, mengapa demikian ? alasannya sederhana, lagi-lagi karena sistem arah pengkaderan yang tidak jelas. Banyaknya mahasiswa farmasi di Indonesia belum bisa diakomodir oleh para pengurus ISMAFARSI, baik di komisariat, wilayah maupun pusat. Oleh karena itu staf ahli kaderisasi 2008-2010 merancang pembentukan buku pedoman kaderisasi, karena menyadari dimasa yang akan datang, disamping - 138 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

anggota yang bertambah banyak

juga ISMAFARSI harus

mempunyai anggota yang terdidik sehingga menjadi Sumber Daya Manusia yang handal. Pembicaraan awal tentang pengkaderan di ISMAFARSI sebenarnya sudah lama sehingga menelorkan jenjang pendidikan Latihan Kader 1 sampai 3. Untuk memahami dan melaksanakan pengkaderan di ISMAFARSI, telah dirumuskan berbagai konsep sebagai pedoman untuk melaksanakan pengkaderan di ISMAFARSI, yaitu : 1. Pengertian kader 2. Arah pengkaderan 3. Training 4. Jenjang training 5. Kurikulum training 6. Metode training 7. Organisasi training 8. Evaluasi pengkaderan 9. Follow up training

- 139 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Wujud profil kader yang diinginkan Pertama, pengertian kader Terlihat dalam tubuh organisasi, kader memiliki fungsi tersendiri yaitu sebagai tenaga penggerak organisasi, sebagai calon pemimpin dan sebagai benteng organisasi secara kualitatif, kader mempunyai mutu, kesanggupan bekerja dan berkorban yang lebih besar dari pada anggota biasa. Kader itu adalah anggota inti. Kader merupakan benteng dari serangan dari luar serta penyelewengan dari dalam, kader merupakan pembina yang tidak berfungsi sebagai pimpinan. Kader adalah penggerak organisasi yang memahami sepenuhnya dasar dan ideologi perjuangan, kader mampu melaksanakan program perjuangan secara konsekuen disetiap waktu, situasi dan tempat. Terbawa oleh fungsinya itu untuk menjadi kader organisasi yang berkualitas anggota harus menjalani pendidikan, latihan dan praktikum. Pendidikan kader harus dilaksanakan secara terus menerus, rapi dan berencana yang diatur dalam pedoman pengkaderan. Dari definisi dan pengertian diatas, setidaknya terdapat tiga ciri yang terintegrasi dalam diri seorang kader. Pertama, seorang kader bergerak dan terbentuk dalam organisasi. Kader mengenal aturan permainan organisasi sesuai dengan ketentuan yang ada, - 140 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

seperti GBHO (Garis Besar Haluan Organisasi) dan dari segi operasional organisasi kader selalu berpegang dan mematuhi AD/ART ISMAFARSI, pedoman pengkaderan dan ketentuan lain. Kedua, seorang kader mempunyai komitmen yang tinggi secara terus-menerus, konsisten dalam perjuangan dan pelaksanaan kebenaran. Ketiga, seorang kader memiliki bakat dan kualitas sebagai tulang punggung organisasi dan mampu menyangga kesatuan kumpulan manusia yang lebih besar. Jadi, fokus seorang kader terletak pada kualitas. Kader ISMAFARSI adalah anggota ISMAFARSI yang telah menjalani proses pengkaderan sehingga memiliki ciri kader yang integritas kepribadian yang utuh, beriman, berilmu, ilmiah sehingga

siap

mengemban

amanah

dalam

kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kedua, Arah Pengkaderan Mengingat fungsi ISMAFARSI sebagai organisasi kader, maka seluruh

aktivitasnya

harus

dapat

memberi

kesempatan

berkembang bagi kualitas-kualitas pribadi anggota-anggotanya. Sifat kekaderan ISMAFARSI dipertegas dalam visi dan misi organisasi, ini telah memberi tuntutan kemana pengkaderan diarahkan.

- 141 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Anggota ISMAFARSI yang merupakan human material yang dihadapi ISMAFARSI untuk dibina dan dikembangkan menjadi kader adalah mereka-mereka yang memiliki kualitas-kualitas sebagai a). mahasiswa, yaitu mereka yang mencapai tingkat pendidikan

intelektual

tertentu,

calon

farmasi,

potensial

memberikan intelegensia, b) kader, yaitu mereka yang memiliki kesediaan untuk berlatih dan menggembangkan kualitas-kualitas pribadinya guna menyongsong tugas masa depan bangsa, c) perjuangan, yaitu mereka yang ikhlas, bersedia berbuat dan berkorban guna mencapai cita-cita bangsa Indonesia pada waktu sekarang dan masa yang akan datang. Inilah yang dijadikan landasan, bahan, bagemana pendidikan kader dilingkungan ISMAFARSI dilaksanakan

dan diarahkan

hakekatnya tugas pokok ISMAFARSI adalah tugas pengkaderan. Semua kegiatan hendaklah mendeskripsikan fungsi kekaderannya. Artinya strategi bagi pembinaan kader ISMAFARSI adalah memberikan

wawasan

kepemimpinan

bagi

kader-kader

ISMAFARSI sesuai dengan fungsi dan peranannya. Guna

melaksanakan

fungsi

kekaderan

ISMAFARSI,

maka

diperlukan media sebagai instansi pengkaderan yang dapat dikelompokkan dalam dua macam yaitu training dan aktivitas. Berarti kegiatan ISMAFARSI merupakan pendidikan kader dengan sasaran anggota-anggota ISMAFARSI dalam hal : - 142 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

1. Watak dan kepribadiannya yaitu dengan memberikan kesadaraan nasionalisme, akhlak dan watak serta mahir dalam disiplin ilmunya. 2. Kemampuan ilmiah, yaitu dengan membina seseorang hingga memiliki pengetahuan serta kecerdasaan dan kebijaksanaan. 3. Keterampilan, yaitu kepandaian menterjemahkan ide dan pikiran dalam praktek. Dengan terbinanya tiga sasaran tersebut maka terwujudlah insan kader ISMAFARSI yang berintegritas, berdaya saing dan ilmiah, Tujuan memberikan gambaran tentang itu. Tujuan ISMAFARSI sebagai tujuan umum yang hendak dicapai menjadi arah dan titik sentral seluruh kegiatan dan aktivitas pengkaderan ISMAFARSI. Konsekuensi dari tujuan itu, maka dengan sendirinya tujuan merupakan ukuran dari semua kegiatan ISMAFARSI sehingga segala kegiatan ISMAFARSI relevan dan sejalan dengan tujuannya. Bagi anggota, tujuan organisasi merupakan titik pertemuan persamaan kepentingan yang paling pokok dari seluruh anggota, oleh karena itu peranan anggota dalam mencapai tujuan organisasi adalah sangat besar dan menentukan.

- 143 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Untuk mewujudkan ISMAFARSI yang memiliki integritas dan daya saing dalam pembangunan kesehatan di Indonesia sebagai tujuan arah pengkaderan ISMAFARSI, maka kegiatan ISMAFARSI dapat dikelompokkan dalam 2 macam, yaitu : kegiatan kampus dan kegiatan di luar kampus. Peranan ISMAFARSI untuk selalu berpartisipasi dan selalu berusaha membina, melatih dan mengkader sehingga mampu menciptakan manusia akademisi yang berkualitas terletak dalam aspek ini. Aktivitas perguruan tinggi, diusahakan untuk mampu menopang tercapainya tujuan ISMAFARSI. Oleh karena itu, penguasaan kampus dalam arti positif dan konstruktif adalah termaksud perjuangan ISMAFARSI, artinya ISMAFARSI dan kampus satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Secara ideal, adalah bagemana usaha ISMAFARSI agar mampu mencetak kader yang dicita-citakan ISMAFARSI. Ketiga, wujud kader yang di inginkan Bertolak dari landasan-landasan, arah dan tujuan pengkaderan ISMAFARSI, maka akhir dari kegiatan pengkaderan diarahkan dalam rangka pembentukan profil kader yang ideal yaitu berintegritas dan berdaya saing yang tinggi. Dua aspek yang ditekankan

dalam

usaha

pelaksanaan

kaderisasi

yaitu

pembentukan integritas watak dan kepribadian, pengembangan kualitas

intelektualitas

atau

kemampuan

ilmiahnya, - 144 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

pengembangan kemampuan professional atau keterampilannya, harus berintegrasi secara utuh, jadi secara spesifik wujud profil kader ISMAFARSI tergambar jelas dalam visi ISMAFARSI.

Misi ISMAFARSI Misi ISMAFARSI secara tersirat terlihat dari sejarah berdirinya ISMAFARSI dan secara tersurat diformulasikan dalam rumusan visi misi ISMAFARSI. Latar belakang berdirinya ISMAFARSI sebagai kajian terbaru yaitu : 1) perlunya menjalin komunikasi untuk memecahkan sebuah permasalahan bangsa. 2) kedudukan farmasi pada saat itu yang berada dibawa naungan fakultas lain 3) permasalahan kurikulum pendidikan yang tidak jelas. Dalam situasi yang seperti itulah sehingga ISMAFARSI yang dulunya MAFARSI yang berganti nama pada tahun 1970 lahir untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa yang penuh tantangan, walaupun rumusan tafsir tujuan ISMAFARSI yang pertama berbeda dengan ISMAFARSI yang sekarang secara formulatif, namun esensinya tetap sama. Kalau melihat arti dari kata misi, berarti utusan atau perintah, utusan yang dimaksud di sini yaitu membawa ide-ide, gagasangagasan, cita-cita, kemauan yang bernilai tinggi sehingga tercipta regenerasi kader yang tidak terputus. - 145 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Munculnya pemikiran dan berdirinya ISMAFARSI merupakan kultiminasi dari perlunya komunikasi untuk mengarahkan farmasi yang akan datang menjadi sebuah energi baru di dunia pendidikan di Indonesia dan gerakan pembaharuan untuk membebaskan jurusan farmasi yang masih ada dibawa naungan fakultas lain. Kajian yang dilakukan dan pembahasan mengenai latar belakang munculnya pemikiran dalam berdirinya ISMAFARSI , dapat pula mengidentifikasikan misi ISMAFARSI. 1.)

Berperan dan berpartisipasi aktif, konstruktif, proaktif

integrative

bersama-sama

pemerintah

guna

memecahkan

permasalahan-permasalahan kebangsaan khususnya dibidang kesehatan sehingga mampu meningkatkan harkat dan martabat bangsa. 2.) Berusaha memandirikan farmasi sesuai dengan disiplin ilmu kefarmasian sehingga lebih member variasi wajah pendidikan di Indonesia. 3.) Membina kader-kader intelektual yang berwawasan, berilmu, ilmiah dan independent. Kader ISMAFARSI memiliki ciri-ciri yang berkualifikasi : 1. Sebagai

pemuda,

kader

ISMAFARSI memiliki

sifat

perjuangan, peka dan militan menjawab tantangan zaman. - 146 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

2. Sebagai warga masyarakat, kader ISMAFARSI diharapkan mampu

menjadi

panutan

dilingkungan

masyarakat

sekitar. 3. Sebagai mahasiswa, kader ISMAFARSI adalah seseorang yang sangat berpendidikan tinggi, tekun dan giat belajar sehingga dapat mengembangkan kemampuan ilmunya. 4. Sebagai pemimpin, kader ISMAFARSI adalah seorang yang bersifat amanah, adil, benar, jujur, tanpa pamri, cerdas sekaligus penyantun, pengayom, berilmu dan terampil serta kreatif. Rumusan misi diatas bukan berarti sudah final, namun dengan tetap berpegang pada paradigma yang transendental itu misi ISMAFARSI masih dapat dikembangankan secara dinamis, sepanjang pengembangannya tetap relevan dan subjektif. Jika dikaji secara seksama bahwa misi itu masih bersifat ide dan tematis.

Belum

merupakan

suatu

teori

yang

siap

dioperasionalkan. lmplementasi misi ISMAFARSI untuk menjawab tantangan yang dihadapi

dunia

kesehatan

kita,

dapat

dilakukan

dengan

merapatkan ide dan pemikiran dari IOMS-IOMS (Ikatan Organisasi Mahasiswa Sejenis) yang lain. Pada sisi lain, kita ingin tahu bagaimana partisipasi dan peran yang diambil ISMAFARSI dalam - 147 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

membentuk kepribadiaan, identitas wajah kesehatan Indonesia di tengah realitas sosial yang dihadapi bangsa ini.

ISMAFARSI Hari Ini Gugatan dan kritikan terhadap ISMAFARSI Perjalan panjang sejarah ISMAFARSI yang memasuki usia 56 tahun, menyimpan banyak masa lampau yang sering dipersoalkan dari dalam dan di luar ISMAFARSI, dalam setiap event (kegiatan) ISMAFARSI selalu saja para delegasi menginginkan sebuah perbaikan dari dalam terutama secara struktural dan pengkaderan yang dianut oleh ISMAFARSI. Bukti sejarah adalah kritikan nyata untuk ISMAFARSI yang tidak berbeda jauh kelahirannya dengan kemerdekaan Indonesia tak satu mediapun tidak pernah menampakkan transparansi sejarah ISMAFARSI. Bahkan, para pencetak sejarahpun tak pernah memberikan bukti sejarah itu kepada penerusnya, sehingga orang awam melihatnya ISMAFARSI tidak pernah pencetak sejarahnya. Purnomo Singgih, Midian Sirait, Eddy Lembong atau para pelaku sejarah lainnya yang begitu dibangga-banggakan tak pernah menampakkan wajah ISMAFARSI yang dulu, ini mungkin karena kita terjebak di dalam ketidaktahuan kita tentang sejarah ISMAFARSI sehingga kita bingung dengan alasan lahirnya ISMAFARSI sebelum kita mengkajinya jauh lebih dalam lagi. - 148 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Untuk mengkaji bagaimana realitas kondisi ISMAFARSI hari ini, akan dibahas beberapa pandangan ktiris terhadap ISMAFARSI, mari kita mengkaji satu persatu secara kritis untuk menemukan permasalahan dan jalan keluar yang kita harapkan bersama. Pertama, sesuai dengan perkembangan zaman, perubahanperubahan kecil, besar maupun mendasar berlangsung kian pesat sehingga mengalami kesulitan untuk diikuti terutama oleh organisasi yang lambat melakukan penyusuaian secara struktural, ISMAFARSI berjalan ditempat dan kurang antisipatif terhadap kondisi

yang

berkembang

dengan

berbagai

perubahan.

Perbandingan gerak organisasi dan gerak perubahan yang terjadi di luar organisasi dapat menjadi tolak ukur guna menilai kesiapan dan kemapanan maupun kematangan suatu organisasi.

Indikator memudarnya ISMAFARSI Berbagai pandangan kritik yang ditujukan kepada ISMAFARSI baik dari orang dalam sendiri maupun dari luar, memperlihatkan banyaknya indikator memudarnya ISMAFARSI secara empiris dapat dilihat dan dibuktikan. Tidak adanya aturan yang mengikat tentang kedudukan yang pasti atau ketidak jelasannya ISMAFARSI di kampus sehingga - 149 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

menimbulkan tafsir yang berbeda di masing-masing komisariat. Sebagai organisasi kader komisariat merupakan ujung tombak ISMAFARSI. ISMAFARSI semakin jauh dari mahasiswa. Hal ini disebabkan karena ISMAFARSI kurang mampu menyerap aspirasi mahasiswa yang berkembang di masing-masing komisariat, apa yang menjadi keinginan, kebutuhan mahasiswa di komisariat tersebut yang sangat penting sesuai dengan perkembangan dan perubahan yang sangat cepat, ISMAFARSI kurang dapat menawarkan kegiatan atau program kepada mahasiswa. Pola pengkaderan yang dirancang ISMAFARSI tidak sesuai dengan tuntutan zaman, maka dengan sendirinya output pengkaderan, tidak siap pakai, sehingga tidak mampu merespon berbagai perkembangan yang timbul di dunia kemahasiswaan khusunya dan masyarakat pada umunya dengan cepat dan tepat. ISMAFARSI kurang mampu menciptakan metode baru sesuai dengan tuntutan kontemporer. Pengkaderan ISMAFARSI sebagai jantung kehidupan ISMAFARSI kurang membawa dampak yang signifikan bagi kebutuhan ISMAFARSI yang berfungsi sebagai organisasi kader dan perperan sebagai organisasi profesi. Nampaknya pengkaderan hanya sebagai formalitas, oleh karena itu dibutuhkan suatu reformasi yang menyeluruh dengan - 150 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

meninjau

kembali

tujuan

pengkaderan

ISMAFARSI.

Arah

pengkaderan, kurikulum pengkaderan, jenjang training, sistem dan metode pengkaderan, penyelenggaraan training serta follow up pengkaderan. Training merupakan suatu pewarisan nilai, akan tetapi hasil training berada dalam posisi dilematis, karena output LK I,II,III tidak siap pakai, karena latihan kader tidak mampu memberikan wawasan luas dan utuh serta meningkatkan pengetahuan, pemahaman, penghayatan terhadap semua materi karena metode yang dilakukan tidak fleksibel.ISMAFARSI dan kader-kader penerus kurang mampu mengikuti jejak pendiri ISMAFARSI yang memiliki pandangan yang visioner. Kurang berfungsinya koordinasi antara komisariat, wilayah dan pusat. Lemahnya menejemen organisasi ISMAFARSI dan sudah ketinggalan zaman. Mekanisme berjalan kurang sebanding dengan yang semestinya, akibat dari kelemahan tersebut terlihat dari penyusunan program kerja yang dirancang tiap periodenya, pelaksanaan program kerja, pemantauan, evaluasi tidak sesuai dengan prinsip-prinsip menejemen organiasi modern. Baik anggota, kader dan para pengurus kurang menyadari bahwa konsolidasi organisasi adalah masalah besar. Terlihat bahwa konsolidasi dalam arti yang luas nampaknya dalam keadaan - 151 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

rapuh, menurut saya yang terjadi di lapangan hal ini terjadi disebabkan kurangnya pengetahuan dan aplikasi tentang ilmu menejemen pada latihan kader. Mereka yang jadi pengurus baik komisariat, wilayah bahkan pusat pada umumnya pengetahuan ilmu menejemennya sangat minim padahal mereka yang jadi pengurus harus paham betul tentang menejemen organisasi dan sering disebut menejer organisasi. Peringatan HUT ISMAFARSI setiap tahunnya yang jarang lagi dilaksanakan, padahal acara-acara ini menjadi penting karena sebagai pengintrokspeksian diri tentang ke-ISMAFARSI-an kita. Seperti kegiatan-kegiatan ilmiah, pengabdian kepada masyarakat, kegiatan kesenian, pameran hasil karja mahasiswa farmasi, bazar dan lain-lain. Dalam beberapa tahun terakhir ini ISMAFARSI tidak pernah mengadakan dies natalis. Setiap acara-acara atau kegiatan yang dilakukan ISMAFARSI sangat minim peserta. ISMAFARSI tidak punya gagasan atau karya yang layak diketengahkan sebagai kontribusi untuk memecahkan berbagai problem kesehatan bangsa. Kegiatan ISMAFARSI hanya bersifat rutinitas, dan kurang membawa dampak dan gaung luas serta mendalam di masyarakat. Efektivitas pemikiran-pemikiran ISMAFARSI

untuk

memecahkan

berbagai

masalah

kini

dipertanyakan. Masih kentalnya arogansi almamater di ISMAFARSI sehingga ISMAFARSI nampak tidak adanya kesatuan dan - 152 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

persatuan yang kokoh ditubuhnya. Selain itu warna-warna di ISMAFARSI sangat sulit disatukan dikarenakan kondisi mahasiswa farmasi yang kekinian sudah jauh dari esensi mahasiswa. ISMAFARSI kehilangan basis intelektual di kampus-kampus. Hal ini disebabkan antara lain karena ISMAFARSI sudah jauh dari mahasiswa dan kurang tanggap akan denyut aspirasi mahasiswa, realitas seperti ini mempunyai implikasi yang dalam bagi perkembangan ISMAFARSI, dinilai bahwa ISMAFARSI tidak mampu merespon apa yang dicari mahasiswa farmasi, akibatnya ISMAFARSI dianggap tidak popular. Momentum ini dimanfaatkan oleh organisasi-organisasi eksternal seperti GAM, HMI, LDK, PMII, KAHMI, LMND, Organisasi daerah dan lain-lain, sehingga kader mahasiswa farmasi yang seharusnya diambil alih oleh ISMAFARSI dicuri duluan oleh organisasi lain. Follow up pengkaderan tidak berjalan sebagai mana mestinya, paska LK I, II dan III tidak pernah diperhitungkan. Akibatnya pembinaan dan pembinaan anggota tidak memadai. Semestinya seluruh peserta LK I dan II harus diarahkan untuk mengikuti semua jenjang training berikutnya. Hal ini, disebabkan karena pengurus komisariat, wilayah bahkan di pusat pun kurang memahami pelaksanaan follow up pengkaderan sebagaimana mestinya.

- 153 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Selesainya latihan kader I, II dan III bukan berarti selesai semua proses pengkaderan bagi anggota ISMAFARSI. Proses pengkaderan memerlukan pembinaan jangka panjang dengan program yang teratur berencana, sistematis dan berkelanjutan. Ibarat obat mulai dari pengambilan bahan baku, pembuatan, pencampuran, distribusi sampai siap pakai. Pengkaderan di ISMAFARSI pun juga demikian, diperlukan berbagai upaya sebagai kelanjutan training bagi para lulusan training untuk pengembangan potensi-potensi dari kecakapannya baik

secara

konseptual

maupun

operasional.

Follow

up

dimaksudkan bagi para lulusan training diharapkan dengan pengalaman dari apa yang diperoleh oleh para kader tidak hanya memahami

berbagai

pengetahuan

tetapi

benar-benar

menghayati aspirasi dan cita-cita ISMAFARSI dan akan menjadi kader-kader ISMAFARSI yang militan dan kreatif.

Untuk

pelaksanaan follow up ini maka sekjenlah yang bertanggung jawab. ISMAFARSI jarang melakukan evaluasi terhadap perjalanan organisasi dengan segala aktivitas pada umumnya, maupun pelaksanaan program kerja pada khususnya secara proporsional, berencana dan berkelanjutan. Pada evaluasi dalam suatu organisasi mutlak dilakukan karena dengan evaluasi itulah kita bisa mengukur dan mengetahui sejauh mana kondisi dan posisi - 154 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

ISMAFARSI dalam mencapai tujuannya. Evaluasi terhadap pelaksanaan program kerja juga untuk mengetahui sejauh mana program terlaksana atau tidak dari target yang direncenakan. Kalau berhasil apa faktor pendukungnya dan kalau gagal apa faktor penghambatnya. Kalau terdapat kegagalan dengan evaluasi yang dilakukan akan dapat menghindari agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Evaluasi mutlak dilakukan sepanjang organisasi masih eksis selama pelaksanaan program kerja masih berlanjut. Evaluasi adalah suatu bagian yang terpenting dari menejemen. Menurunnya peranan ISMAFARSI dalam gerakan kemahasiswaan ditingkat wilayah maupun pusat dalam merespon berbagai tantangan. Hal ini disebabkan karena ide, inisiatif tidak muncul lagi dari ISMAFARSI sehingga ISMAFARSI dipandang sebelah mana oleh organisasi-organisasi lain atau instansi pemerintahan. Berlarut-larutnya

masalah

domestik

ISMAFARSI

seperti

penggodokan tiap periode AD/ART yang belum dipatenkan. Hal ini mengganggu kinerja organisasi karena tiap periode kepengurusan ISMAFARSI selalu mengadakan pramunas yang dalam kegiatan nasional tersebut melakukan penggodokan AD/ART. ISMAFARSI kurang mampu mencetak kader yang bertipe problem solving dan tipe solidaritas making. ISMAFARSI sebagai mata rantai gerakan pembaharuan di Indonesia, akhir-akhir ini tidak - 155 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

menampakkan lagi pemikiran-pemikiran yang cemerlang untuk melakukan pembaharuan dalam berbagai pemikiran. Daya kritis kader ISMAFARSI menurun. ISMAFARSI sebagai moral force, semestinya setiap kader-kadernya memiliki daya kritis yang tinggi, untuk selalu menyuarakan kebenaran dan keadilan akan tetapi, daya kritis ISMAFARSI menurun. Patut dikritisi sebagai suatu kelemahan ISMAFARSI adalah di bidang dokumen dan sejarah yang langsung ditangani pengurus nampaknya bahwa ISMAFARSI mulai dari pengurus komisariat sampe pengurus pusat sangat lemah dalam pengumpulan dokumen dan sejarah. ISMAFARSI lambat bahkan tidak dapat mengikuti perkembangan realitas sosial di masyarakat yang sangat cepat, sehingga tidak mampu mengantisipasi dengan cepat dan tepat selain itu, ISMAFARSI lemah dalam metodelogi pengkaderan. Tidak adanya sumbangsi nyata yang dimiliki alumni ISMAFARSI dewasa ini, kebanyakan para alumni mulai dari kader pertama tidak menampakkan partisipasinya baik dari segi moral maupun material untuk membangun kejayaan ISMAFARSI padahal sudah banyak alumni ISMAFARSI yang bisa dikatakan sukses, tapi tidak menengok lagi kondisi ISMAFARSI hari ini.

- 156 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

ISMAFARSI dalam analisis SWOT Letak kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki dan dihadapi ISMAFARSI dalam konstalasi nasional dan perubahan sosial yang terjadi dapat dianalisis dari berbagai aspek. Sebagai organisasi yang berusia 57 tahun dan memerankan dirinya sebagai organisasi kader dan perjuangan dalam menghadapi konstalasi dan perubahan sosial dan memiliki kekuatan, kelemahan, peluang dan

ancaman

sebagai

mana

analisi

SWOT

yang

lazim

dipergunakan untuk melihat 4 faktor itu, berdasarkan pengalaman dapat dianalisis melalui pandangan berikut : A. Kekuatan Letak pada kekuatan ISMAFARSI dasarnya nampak pada aspek wawasan keISMAFARSIan itu sendiri dan kemahasiswaan yang berorientasi pada keilmuan, bersifat independent, berfungsi sebagai organisasi yang memiliki kesadaran tinggi sebagai kader pelopor dan kader bangsa. Berfungsi

sebagai

organisasi

perjuangan

yang

berusaha

melakukan perubahan, perbaikan yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan kontemporer sehingga tercipta suasana baru yang belum pernah terjadi. Namun demikian apabila kekuatan ini tidak dipertahankan atau ditingkatkan, tidak diasah dan diasuh maka dia akan lemah dan dengan sendirinya dia akan menurun dan - 157 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

memudar sehingga bias mengakibatkan hilangnya ISMAFARSI dari peredaran, maka dari itu, visi dan misi organisasi harus senantiasa dilakukan

secara

berkesinambungan

sebagai

bagian

dari

konsolidasi organisasi. B. Kelemahan Dari berbagai faktor kelemahan yang dialami ISMAFARSI terdapat beberapa faktor dominan, yaitu : 1. Terlalu berfikir umum dan global sehingga kurang mampu berfikir kritis dan mendetail sebagai bagian dari menejemen. 2. Kurang cepat menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi sehingga selalu tertinggal. 3. Lemah dalam disiplin organisasi. 4. Menejemen organisasi yang lemah serta hubungan komunikasi yang tidak solid. 5. Kurang mampu menindaklanjuti keberhasilan yang pernah diperoleh berupa follow up yang dapat menunjang konsolidasi organisasi untuk langkah berikutnya. 6. Kurang mengetahui, memahami, menghayati ISMAFARSI secara utuh dan benar serta pengamalan ketentuanketentuan organisasi yang tidak konsekuen, konsisten dan sepadan.

- 158 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Tentu selain faktor utama diatas masih banyak kelemahan yang terdapat dalam tubuh ISMAFARSI akan tetapi anehnya walaupun kelemahan sudah dirasakan sebagai suatu hal yang harus diperbaiki, namun seolah-olah kelemahan itu dianggap tidak ada. Peringatan kritik yang ditujukan kepada ISMAFARSI nampaknya saat ini sudah kebal dari berbagai koreksi, peringatan dan kritik. C. Peluang Peluang yang dimilki ISMAFARSI sesuai dengan peran dan kekuatan yang dimilikinya boleh dikatakan cukup besar dan mempunyai peluang yang luas dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, peluang itu antara lain : 1. ISMAFARSI

dapat

berpeluang

besar

untuk

mengembangkan organisasi karena memiliki aparat yang merata di seluruh Indonesia dari komisariat sampai pengurus pusat serta memiliki masyarakat farmasi yang relatif banyak. 2. ISMAFARSI dapat menjalankan perannya untuk melakukan berbagai perubahan dalam masyarakat sehingga tercipta suasana baru yang belum pernah terjadi sebelumnya. 3. ISMAFARSI dapat menempatkan dan memposisikan sebagai kader bangsa di tengah kehidupan masyarakat,

- 159 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

berbangsa dan bernegara yang plural sehingga dapat menjadi perekat bangsa. D. Ancaman Ancaman dan tantangan ISMAFARSI hari ini datang dari dua arah yaitu dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal). Sebagai organisasi perjuangan dan kader, setiap saat ISMAFARSI dihadapkan kepada berbagai tantangan yang datang silih berganti tanpa berhenti. Tantangan itu pun akan selalu muncul, terlebih lagi dimasa depan yang bentuk dan wujudnya jauh lebih besar dan berat. Analisis SWOT yang singkat dan sederhana seperti terungkap diatas dapat disimpulkan bahwa ISMAFARSI dewasa ini, karena besar dan kuatnya kelemahan maupun ancaman dan tantangan yang dihadapkan kepada ISMAFARSI, maka dewasa ini ISMAFARSI dalam posisi lemah dan mengalami keterpurukan organisasi. Peluang yang seharusnya dapat diraih, akan tetapi ISMAFARSI berada dalam posisi lemah sehingga peluang itu tidak mungkin dicapai dalam waktu dekat kecuali terjadi perubahan yang signifikan dalam tubuh ISMAFARSI.

- 160 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

ISMAFARSI Harus Bergerak Untuk

menghadapi

perubahan,

pergantian

zaman

dan

menyongsong masa depan, ISMAFARSI semestinya memiliki kemampuan organisasi yang handal dan mantap. Karena masalah yang dihadapi bukanlah tugas ringan tetapi tugas yang sangat berat dan rumit. Kini ISMAFARSI berada dalam keterpurukan sejarah dan kondisi kekinian dari segala aspek. Melihat ISMAFARSI hari ini yang digambarkan sebagai sebuah kegagalan

perjuangan

karena

ditandai

dengan

lemahnya

perjuangan ISMAFARSI. Walaupun belum banyak kritikan, kecaman, gugatan, hujatan yang disarangkan kepada ISMAFARSI bukan berarti ISMAFARSI tanpa kelemahan. Secara faktual yang terjadi di lapangan ISMAFARSI terpuruk, ISMAFARSI tinggal mitos, tidak pernah lagi membuahkan karya yang dapat dibanggakan dan secara ekstrim ISMAFARSI kita bubarkan saja dan diganti dengan yang lain. Dari realitas tersebut maka tidak ada jalan lain, ISMAFARSI harus berani mereformasi diri untuk membangkitkan aura semangat ISMAFARSI. Menjemput masa depannya yang lebih baik dari masa lalu. Hal ini nampaknya bukan masalah sepele akan tetapi masalah mendasar dan mendesak, yang tidak bisa ditawar dan ditunda lagi. Harga mati ISMAFARSI harus mereformasi diri. - 161 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Untuk memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi ISMAFARSI ada beberapa tawaran tentang agenda perubahan yang mendesak yang dilakukan ISMAFARSI : 1. Mengingat tingginya kompleksitas permasalahan yang dihadapi, maka seluruh jajaran pengurus mulai komisariat, wilayah dan pusat wajib melakukan koreksi total terhadap keberadaan ISMAFARSI saat ini, untuk melihat dan mengevaluasi di mana letak kekurangan, kesalahan, serta faktor-faktor

apa

yang

menyebabkan

mundurnya

ISMAFARSI. 2. Melakukan

reformasi

kesehatan

bangsa

untuk

meningkatkan pelayanan kesehatan dan memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang kader baru ISMAFARSI. 3. Mampu melakukan perubahan atau mereformasi diri. Kalau

ISMAFARSI

tidak

mampu

merubah

dan

memperbaiki dirinya, maka ISMAFARSI akan menjadi organisasi yang asing di masyarakat, khususnya di kalangan kampus dan masyarakat pada umumnya. Perbaikan itu meliputi perbaikan moral para pengurus, aktivis kader dan masyarakat farmasi.

- 162 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 163 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

--------------------- CHAPTER 13----------------------

- 164 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

“Sejarah mampu menjadi penentu masa depan suatu bangsa, selama sejarah itu tak membohongi kita�

- 165 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 166 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Neo ReFarmasi “Sejarah mampu menjadi penentu masa depan suatu bangsa, selama sejarah itu tak membohongi kita�. Sejarah perkembangan farmasi di Indonesia dimulai setelah masa kemerdekaan. Belum ada apoteker yang lahir dari sekolah atau kampus-kampus di Indonesia, pada masa penjajahan tenaga apoteker berasal dari Belanda, Jerman, Demark dan Austria. Pada tahun 1946 dan 1947 berdirilah perguruan tinggi farmasi di Indonesia tepatnya di Klaten dan di Bandung. Lembaga pendidikan farmasi yang didirikan setelah masa kemerdekaan ini memberikan pengaruh yang sangat besar bagi kemajuan perkembangan farmasi dikondisi kekinian. Saat ini farmasi berkembang sangat luas, mulai dari industri farmasi, kewirausahaan, ilmu pengetahuan dan tehnologi serta pendidikan farmasi. Industri farmasi Indonesia sudah mampu menjadi penyedia perbekalan sediaan farmasi dalam jumlah yang banyak dan kurang lebih 90% kebutuhan obat nasional di produksi di Indonesia. Perkembangan dunia farmasi mengeser paradigma masyarakat bahwa dunia farmasi Indonesia tidak hanya berorientasi pada aspek pembuatan obat saja, tapi di era kekinian, sudah menjadi - 167 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

tanggungan apoteker untuk berorientasi pada pelayanan kepada pasien sehingga pasien mendapatkan perlindungan seutuhnya untuk mendapatkan kesehatan secara paripurna. Untuk menuju perkembangan

pelayanan

institusi

kesehatan

dengan

konsep“Pharmaceutical Care�. Apoteker diperhadapkan dengan berbagai permasalahan sosial, baik mengenai wilayah kerja maupun maktuman dari regulasi yang mengikat profesi ini. Keadaan sosial ini, secara ideal, mendorong kita agar ada rintisan mengenai neo refarmasi atau farmasi dengan gaya baru yang menuntut apoteker juga bisa berada dalam kelembagaan eksekutif dan legislatif ditatanan berbangsa dan bernegara. Di era tahun 1970-1990 dunia farmasi Indonesia mempunyai banyak orang-orang hebat yang mampu menyeimbangi pasar farmasi dengan

kemampuan

Apt, Prof. Dr. Midian

berpolitik. Sirait,

Drs.

H.Sampurno

Eddie

Lembong.,

dkk.

Mereka

memantapkan peranan industri farmasi di Indonesia dalam pelayanan kesehatan nasional dengan kemampuan pendekatan politik dan penguatan di institusi negara. Diskriminasi terhadap penegakan payung hukum masih terasa dan mewarnai profesi ini. Di satu sisi, satu-satunya profesi yang berhak melalukan

pekerjaan

kefarmasian

dari

meracik

hingga

menyerahkan obat adalah apoteker, disisi lain, entah dengan alasan apa ada profesi lain yang berwenang melakukan pekerjaan - 168 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

kefarmasian. Seperti di daerah terpencil yang tidak terdapat apoteker,

maka

menteri

menetapkan

melalui

peraturan

pemerintah No.51 tahun 2009 bahwa tenaga teknis kefarmasian yang meliputi lulusan SMF, D3 farmasi, analisis farmasi dan sarjana farmasi yang mempunyai STRTTK ( Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknik Kefarmasian) pada sarana pelayanan kesehatan dasar berwenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien. Ini termaktum dalam Peraturan Pemerintah No.51 pasal 21 ayat 3. Sementara pada peraturan yang sama pada pasal 22 dokter atau dokter gigi juga berwenang melakukan pekerjaan kefarmasian dalam hal ini meracik dan menyerahkan obat kepada pasien di daerah terpencil yang tidak memiliki apotik. Pelayanan kefarmasi di apotik, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit hanya dapat dilakukan oleh apoteker sesuai dengan pasal 51 ayat 1 Peraturan Pemerintah nomor 51. Mari melihat kondisi realitas yang ada, dibeberapa intalasi farmasi di rumah sakit di indonesia, oknum dokterlah yang punya andil dalam pengambilan keputusan tertinggi atau dengan kata lain, menjadi kepala instalasi farmasi Rumah Sakit. Dibeberapa daerah ada sebahagian oknum dokter yang melakukan dispensing dan memberikan obat kepada pasien dan melakukan praktik pekerjaan kefarmasian. Dengan melakukan pengklaiman, banyak oknum - 169 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

dokter melakukan pembelaan dengan menggunakan UU No. 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran sebahagai senjata bahwa dokter juga bisa melakukan pekerjaan dispensing obat dengan menggunakan dalil hukum dan kitab perundang-undangan bahwa ada istilah lex spesialis dan legi generali, leg generali adalah undang-undang yang mengatur secara umum, yaitu undangundang kesehatan tahun 2009, dan lex spesialis adalah undangundang praktek kedokteran nomor 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran. Prinsip yang harus diperhatikan dalam asas lex spesialis dan legi generali yaitu : 1. Ketentuan-ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap berlaku, kecuali yang khusus dalam aturan hukum khusus tersebut. 2. Ketentuan-ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan-ketentuan

lex

generalis

(undang-undang

dengan undang-undang). 3. Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada dalam lingkungan

hukum

(rezim)

yang

sama dengan

lex

generalis. Kitab Undang-Undang Kesehatan dan Kitab Undang-Undang Praktek kedokteran sama-sama termasuk lingkungan hukum kesehatan.

- 170 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Dengan menggunakan kaedah ini untuk membantah bahwa dokter juga bisa melakukan pekerjaan dispensing dan merujuk pada undang-undang kedokteran nomor 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran, pada pasal 35 mengatakan, bahwa : 1. Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kemampuan yang dimiliki, yang terdiri atas : a. Mewawancarai pasien b. Memeriksa fisik dan mental pasien c. Menentukan pemeriksaan penunjang d. Menegakkan diagnosis e. Menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien f.

Melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi

g. Menulis resep obat dan alat kesehatan h. Menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi i.

Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang di izinkan

j.

Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah terpencil dan tidak ada apotik

Dengan dasar point i dan j, maka banyak oknum dokter menggunakan dalil ini untuk dijadikan topeng untuk bisa menjadi dokter sekaligus apoteker. Ketika kemudian ada dokter atau - 171 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

tenaga kesehatan lain yang melakukan pekerjaan kefarmasian bukan di daerah terpencil, itu sudah barang tentu melanggar kode etik profesi apoteker. Pelanggaran yang dilakukan ini harus dipertegas dengan adanya sanksi yang tegas pula. Dan tidak boleh mengatakan bahwa dalam keadaan mendesak dan ketika pasien meminta tolong kepada tenaga medis, maka pekerjaan kefarmasian menjadi pekerjaan yang bersifat fleksibel yang dimana semuanya bisa memberikan pelayanan pekerjaan kefarmasian, termasuk dokter dan tenaga medis lainnya. Suatu kekeliruan yang besar dan membuat profesi ini

menjadi

profesi

yang

lemah,

ujung-ujungnya

terjadi

perampasan profesi. Ini adalah salah satu dari banyaknya aturan mengenai profesi ini yang diintervensi oleh kekuatan politik yang mengatasnamakan hukum diatas norma-norma yang ternormatif. Banyaknya pasalpasal titipan yang mengatasnamakan kepentingan rakyat tapi tidak mengindahkan etika profesi sehingga ada yang diuntungkan dan dirugikan dalam aspek perancangan regulasi. Sedikit, penulis akan memberikan gambaran teoritis melalui pendekatan politik, kemudian di kaitkan dengan melihat tatanan kondisi farmasi Indonesia.

- 172 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Pengaruh kekuatan politik tidak bisa kita pisahkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan hukum pun bisa diintervensi oleh politik, apalagi pasar global yang mencakup aspek ekonomi. Contoh kasus yang dipertontonkan oleh hampir semua media cetak dan elektronik di Indonesia yaitu KPK dan Polri, Apakah Cs atau Vs ?. Pendekatan

politk

yang

dimaksud

adalah

pendekatan

institusionalisme, pendekatan perilaku dan pilihan rasional, pendekatan

kelembagaan

baru.

Dalam

pendekatan

institusionalisme Setidaknya, ada lima karakteristik atau kajian utama pendekatan ini, yaitu Legalisme yang mengkaji aspek hukum, yaitu peranan pemerintah pusat dalam mengatur hukum. Strukturalisme, yakni berfokus pada perangkat kelembagaan utama atau menekankan pentingnya keberadaan struktur dan struktur itu pun dapat menentukan perilaku seseorang. Holistik yang menekankan pada kajian sistem yang menyeluruh atau holistik alih-alih dalam memeriksa lembaga yang bersifat individu seperti legislatif. Sejarah yang menekankan pada analisisnya dalam

aspek

sejarah. Analisis normatif yang

menekankan analisisnya dalam aspek yang normatif sehingga akan terfokus pada penciptaan good government.

- 173 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Adapun aspek yang ditekankan dalam pendekatan perilaku dan pilihan rasional adalah : Menekankan pada teori dan metodologi. Dalam mengembangkan studi ilmu politik, teori berguna untuk menjelaskan berbagai fenomena dari keberagaman di dalam masyarakat. Menolak pendekatan normatif. Kaum behavioralis menolak halhal normatif yang dikaji dalam pendekatan institusionalisme karena

pendekatan

normatif

dalam

upaya

menciptakan

"pemerintahan yang baik" itu bersifat bias. Menekankan

pada

analisis

individual.

Kaum

behavioralis

menganalisis letak atau pengaturan aktor politik secara individual karena fokus analisisnya memang tertuju pada analisis perilaku individu. Masukan yang memperhatikan masukan dalam sistem politik atau tidak hanya ditekankan pada strukturnya saja seperti dalam pendekatan institusionalisme. Pendekatan kelembagaan baru lebih merupakan suatu visi yang meliputi beberapa pendekatan lain, bahkan beberapa bidang ilmu pengetahuan lain seperti ekonomi dan sosiologi. Berbeda dengan institusionalisme lama yang memandang institusi negara sebagai suatu hal yang statis dan terstruktur, pendekatan kelembagaan - 174 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

baru memandang negara sebagai hal yang dapat diperbaiki ke arah suatu tujuan tertentu. Kelembagaan baru sebenarnya dipicu oleh pendekatan behavioralis atau perilaku yang melihat politik dan kebijakan publik sebagai hasil dari perilaku kelompok besar atau massa, dan pemerintah sebagai institusi yang hanya mencerminkan kegiatan massa itu. Bentuk dan sifat dari institusi ditentukan oleh aktor beserta juga dengan segala pilihannya.

- 175 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

\

--------------------- CHAPTER 14----------------------

- 176 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 177 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Mau Kaya ?, Jangan Masuk FARMASI ! Jika hidup tinggal semangat, Maka itulah modal terbesar, yakinkan dengan iman rezeki kita sudah diatur oleh Allah SWT. Saya mendengarkan curahan hati seseorang yang kewalahan dengan aktivitas perkuliahannya di salah satu perguruan tinggi farmasi di Indonesia. Dia mengajak semua orang yang baru menamatkan sekolahnya di bangku SMU dan punya cita-cita masuk kuliah di jurusan/sekolah farmasi untuk sebaiknya dipikir seribu kali dalam mengambil keputusan itu. Alasannya jelas, katanya, kuliah di farmasi akan dibebankan dengan mata kuliah yang sangat berat, ditambah dengan praktikum

yang

sehari

bisa

sampai

empat

kali

masuk

laboratorium, belum lagi sebelum masuk laboratorium harus membuat tugas pendahuluan dari asisten dan tak jarang asisten meminta agar tugas pendahuluan itu (TP) diketik manual pada mesin ketik. Belum lagi diberi respon (ujian) tulis dan mau masuk laboratorium direspon lagi, setelah masuk laboratorium ada lagi laporan yang harus dibuat dan tak jarang lagi asisten biasanya meminta laporan tersebut dikumpul paling lambat 2 hari setelah praktikum. Bayangkan jika dalam satu mata kuliah yang mempunyai - 178 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

praktikum itu terdapat 5 sampai 6 percobaan dan asistennya berbeda-beda. Dan dalam satu semester terdapat 4 sampai 5 mata kuliah yang mempunyai praktek. Ditambah lagi dengan hafalan yang sebetulnya lebih membutuhkan pemahaman dari pada hafalan, tetapi beban kurikulum yang tidak sebanding dengan jumlah jam belajar, tapi itulah yang terjadi. Ditambah lagi setelah kita lulus dan butuh waktu 4 tahun untuk mendapatkan gelar S,Farm (Sarjana Farmasi) pekerjaan menjadi Asisten Apoteker (AA) yang gajinya di bawa UMR (Upah Minimum Regional) bahkan ada apotik yang memberikan gaji kepada asisten apoteker sebesar Rp.750.000. Penghinaan banget kan?!. Jika ingin meningkatkan status profesi menjadi apoteker anda masih harus menempuh pendidikan apoteker selama kurang lebih setahun, apalagi ada wacana dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menjadi dua tahun, dengan biaya pendidikan kurang lebih 20 juta dan ujiannya dibuat seram seakan-akan menghadapi medan perang. Yang paling menyesakkan lagi, jika anda memilih bekerja dipelayanan

sebagai

apoteker

penanggungjawab

apotik,

perusahaan besar farmasi (distributor), rumah sakit, yang notabenenya secara gaji jauh lebih kecil dari pada mereka yang berkecimpung di industri farmasi, anda diwajibkan oleh Ikatan - 179 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Apoteker Indonesia (IAI) untuk mengikuti uji kompetensi dengan biaya kurang lebih satu jutaan. Dan itu diulang tiap 5 tahun dan dalam kurung waktu 5 tahun anda harus mengikuti seminarseminar nasional maupun internasional untuk mengup-date ilmu pengetahuan anda dan harus mengumpulkan kurang lebih 100150 Satuan Kredit Partisipan (SKP). Ditambah lagi jika anda berpraktek misalnya di apotik dengan gaji sesuai pendapatan apotik yang bisa dikatakan rata-rata gaji apoteker di apotik dibawah standar kesejahteraan tenaga yang berkecimpung di dunia kesehatan diwajibkan oleh pemerintah melalui aturan perundang-undangan tidak boleh memegang (menjadi penanggungjawab) lebih dari satu apotik dan melalui program Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) yaitu TATAP “Tiada Apoteker Tiada Pelayanan� artinya apoteker diwajibkan ada di apotik selama apotik itu dibuka sampai tutup, jika tidak ada di apotik berarti melanggar. Ribet kan kuliah di farmasi ? dan setelah selesai gajinya rendah ! jadi kalau mau kaya, jangan masuk disini (Farmasi). Inilah sepenggal curahan hati seseorang yang mengenyam pendidikan di fakultas tersulit di indonesia dengan urutan ke empat ini. Dia bukan satu-satunya yang berfikir demikian, bahkan di salah satu media sosial, seorang mahasiswi farmasi semester akhir menuliskan status di akun pathnya (media sosial) dan - 180 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

mengatakan farmasilah yang merengguk kebahagiannya selama 3 tahun belakangan ini. Pemahaman itu tidaklah salah hanya sedikit keliru, karena merupakan asumsi pribadi berdasarkan pengalaman sehingga dia mengambil keputusan untuk menyimpulkan bahwa itu adalah kebenaran menurut akalnya, tetapi ada yang meleset dari cara berfikirnya, baik secara empiris maupun secara ilmiah. Sudut pandang penilaiannya hanya menggunakan pengalaman pribadi sebagai tolak ukur kebenaran dan tidak menyelidiki asal mula mengapa itu terjadi, bukan pada sistematika konsep. Sumber pengetahuan manusia dikelompokkan atas pengalaman, otoritas, cara berfikir deduktif, cara berfikir induktif dan cara berfikir melalui pendekatan ilmiah. Cara berfikir induktif merupakan cara berfikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual sedangkan cara berfikir deduktif adalah suatu cara berfikir dari pernyataan yang bersifar umum menuju kesimpulan yang bersifat khusus. Pertimbangan akal yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa dapat membantu kita untuk berfikir rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metode dan koheren sehingga terjadi peningkatan kemampuan berfikir secara cermat dan objektif dan mendorong kita untuk berfikir melalui asas-asas yang sistematis. - 181 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Dalam berfikir sistematis ada tiga cabang ilmu yang digunakan yaitu : 1. Epistimologi (teori pengetahuan) yaitu cabang filsafat yang menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan. 2. Ontologi (teori hakikat) yaitu teori tentang makna dari suatu objek, property dari suatu objek, serta relasi dari objek tersebut

yang

mungkin

terjadi

pada

suatu

domain

pengetahuan atau dengan kata lain spesifikasi dari sebuah konseptual. 3. Aksiologi (teori nilai) yaitu menjadikan nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normatif penelitian dan penggalian serta penerapan ilmu.

Mengapa terjadi kesalahan berfikir ? Berawal dari kecendrungan untuk menggunakan satu atau dua kasus untuk mendukung argument yang bersifat umum, ini biasanya dalam menyimpulkan sesuatu itu merujuk pada pengalaman pribadi. Atau juga mengaitkan dengan kebiasaan masyarakat yang menganggap masalah sosial yang sekarang terjadi sebagai suatu yang secara historis memang selalu ada, tidak bisa dihindari dan merupakan akibat dari sejarah yang cukup panjang. Cara berfikir ini selalu mengacuh pada “kembali ke - 182 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

belakang� atau secara jelasnya disebutkan sebagai upaya kembali pada sesuatu yang seakan-akan sudah ditentukan dalam sejarah masa lalu. Permasalahan demi permasalahan di farmasi sangatlah kompleks, mulai dari sistem pendidikan kita, implementasi dari regulasi yang mengatur profesi ini, wujud pengaplikasian profesi, organisasi dan lain-lain. Telah mengantarkan kita untuk mampu menuangkan pikiran, ide-ide, gagasan baik dengan pendekatan konseptual maupun dengan pendekatan spiritual. Bukan berarti ketika masalah itu datang lalu memutuskan untuk menyimpulkan bahwa farmasi telah merengguk kebahagian kita, farmasi adalah jurusan yang sangat sulit dan tidak membuat kita kaya. Menghadirkan rasa kepemilikan yang tinggi terhadap profesi ini dan

berjuang

untuk

memberikan

kelayakan

profesi,

kesejahteraan, baik secara esensi (hakikat) maupun secara eksistensinya merupakan manivestasi wujud kecintaan kita terhadap profesi ini. Sudah jutaan orang yang pernah mengenyam pendidikan farmasi di Indonesia, jika semua memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap profesi ini bukan tidak mungkin semua permasalahan besar mampu diretas dengan menghadirkan solusi yang mampu diimplementasikan untuk kesejahteraan profesi ini.

- 183 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Penulis menyakini bahwa farmasi menjadi prioritas utama di masa depan dalam konteks pelayanan di bidang-bidang kesehatan dengan konsep pharmaceutical care-nya, industri farmasi, farmasi administrasi, pendidikan dan penelitian. Era Pharmaceutical care sudah di depan mata dan dinilai sebagai prioritas utama mengingat alasan-alasan objektif berdasarkan pemantauan terhadap penderita akan ketaatan menggunakan obat, penentuan dosis, bentuk sediaan, penilaian farmakoekonomi dan lain-lain. Inilah yang menjadi fokus pendidikan yang patut diperhatikan bagi para pendidikan farmasi di Indonesia.

- 184 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 185 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

--------------------- CHAPTER 15----------------------

- 186 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

(Semua yang bergerak akan menuju kesempurnaan, jika ada tembok yang bergerak dan retak serta hancur, maka itulah kesempurnaannya)

- 187 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 188 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Kita Masih Disini, Masih Bergerak ! (Semua yang bergerak akan menuju kesempurnaan, jika ada tembok yang bergerak dan retak serta hancur, maka itulah kesempurnaannya) “Orang yang sangat mulia adalah orang yang mempelopori suatu gerakan moral yang berguna bagi generasinya dan juga generasi berikutnya, selanjutnya orang yang memberikan jasa besar bagi masyarakat pada umumnya, dan selanjutnya adalah orang yang kata-katanya memberikan inspirasi bagi orang lain. ini adalah tiga pencapaian yang tak akan mati dalam kehidupan� (The Tso Chuan) Merupakan tanggungjawab sejarah generasi muda, khususnya mahasiswa, untuk terus berjuang memperbaiki kondisi bangsanya. Sebagian besar rakyat kita adalah masyarakat yang belum bebas dari kebodohan dan kemiskinan, di pundak mahasiswa-lah mereka menaruh harapan akan masa depan anak-anaknya agar hidup lebih baik di masa yang akan datang. Melalui kemampuan intelektualnya, mahasiswa harus mampu mengerti kemauan rakyat akan pentingnya kesejahteraan dan demokrasi, yang adil dan merata, sebagai konsekuensi logis dari negara yang merdekaberdaulat. - 189 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Kemerdekaan berarti kebebasan untuk menentukan nasib dan memiliki kesempatan yang tidak diktator untuk berkehidupan. Artinya, kemerdekaan harus mampu mengangkat harkat dan martabat rakyat untuk hidup layak, serta turut andil dalam proses ber-negara. Itulah demokrasi, rakyat memiliki hak untuk terlibat dalam urusan negara, sesuai dengan sistem negara yang disepakatinya. Dalam hal ini rakyat berhak mempertanyakan nasibnya dan menyuarakan pendapatnya. Secara kolektif, perikehidupan rakyat yang baik akan tercipta jika negara dikelola oleh

aparat

yang

bersih,

jujur

dan

transparan

dalam

melaksanakan tugasnya. Konsekuensinya negara harus bebas dari praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme ekonomi yang mengorbankan kepentingan rakyat. Maka hanya dengan pemerintahan yang bersih dan kejujuran, para pengelola negara memiliki kewibawaan. Untuk menjamin negara yang sehat, tidak lain Hukum harus ditegakkan. Supremasi hukum,

merupakan

pondasi

yang

mengikat

objektifitas

penyelenggaraan negara di mana pengelola negara hanya mengabdi pada kebenaran dan kepentingan umum. Hanya dengan menegakkan hukum dan moralitas kejujuran, demokrasi yang sebenarnya akan terbangun dengan kokoh. Kawan–kawan semua, semoga kita sadar bahwa kita kuliah (sekolah) dan menuntut ilmu di farmasi tidak menginginkan - 190 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

menjadi sampah, bukan juga menjadi penikmat, penggembira (mengikut pada apa yang ada), tapi kita menempuh kuliah di farmasi dengan segala latarbelakang untuk mencoba menjadi cahaya bagi bangsa Indonesia. Kita harus mendorong suatu perubahan dari sejarah yang hanya secuil kita ketahui keberadaannya, kita harus menciptakan sebuah kesadaran baru, sebuah kearifan baru, lebih progresif, lebih adil, lebih kreatif, inovatif, solutif dalam menghadirkan solusi-solusi atas permasalahan yang kompeks di dunia farmasi Indonesia. Kita harus optimis bahwa kebaikan akan selalu menemukan kawannya. Bergerak dalam melawan kemalasan dalam bertindak, bergerak karena dukungan moral yang independen, sehingga kita tidak menjadi manusia yang mati secara sosial. Kita tidak bisa berhenti dan terus berjuang untuk memperoleh hak-hak profesi atas kehadiran profesi (apoteker) ini di Indonesia. Menghadirkan konsistensi dalam berjuang dan memperjuangkan keyakinan, mendorong suatu gerakan perubahan agar bertambah kuat dan meluas serta menyentuh seluruh masyarakat farmasi Indonesia dan tidak dapat dihentikan oleh siapapun sebelum sampai ke tujuannya. Kita adalah generasi yang dilahirkan untuk tak pernah berhenti berjuang. Itu adalah keyakinan yang niscaya, jangan meragukannya kawan. - 191 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Olehnya

itu,

perjuangan

jangan

pernah

lepas

dengan

intelektualisme dan spiritualisme, karena hal tersebut yang menentukan apakah kita gagal atau menjadi penghianat dari apa yang di cita-citakan, kita menjadi pejuang yang utuh dan sukses sehingga kita bisa mati dalam kebahagiaan, bukan mati dalam kebodohan dan penyesalan. Ayo ajak siapapun untuk bangkit dari tidurnya agar bisa bersamasama melawan kemalasan, ketidakadilan, yang ingin melihat pendidikan terkhususnya di farmasi dan ingin melihat profesi apoteker sejahterah dan menjadi bagian dari pelayanan kesehatan di Indonesia yang paripurna.

- 192 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 193 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

--------------------- CHAPTER 16----------------------

- 194 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

(Jika tidak ada cerita, lalu siapa yang mau berbicara tentang sejarah)

- 195 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Cerita Kemarin (Jika tidak ada cerita, lalu siapa yang mau berbicara tentang sejarah)

Suara Farmasi dari Balik Jeruji Besi Makassar 7 November 2014 seakan menjadi neraka bagi Akbar, seorang mahasiswa Universitas Indonesia Timur Makassar fakultas farmasi angkatan 2013. Betapa tidak, Akbar yang hanya menjadi penonton dan tidak bergabung dalam barisan massa aksi harus mendekap di balik jeruji besi karena kebringasan oknum aparat yang membabi buta pengunjuk rasa pada waktu itu. Langit nampak cerah dan menunjukkan keberkawanannya untuk suara-suara yang mewakili suara kebenaran, masih tetap biru dari lahir sampai sekarang. Riakan suara penyemangat yang keluar dari pengeras suara disambut kobaran semangat dari yel-yel para pengunjuk rasa yang menolak keras keputusan presiden Indonesia yang terpilih yaitu Joko Widodo yang berencana menaikkan harga BBM. Sengatan matahari, kepulan asap hitam hasil dari ban bekas yang terbakar, ratusan aparat kepolisian yang ketika mendapat instruksi dari atasannya akan siap membubarkan massa pengunjuk rasa tidak menyurutkan semangat aksi mahasiswa yang mengatasnamakan dirinya sebagai “Aliansi Mahasiswa UIT - 196 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Menolak Kenaikan Harga BBM� untuk mundur. Alasan utamanya yaitu membawa sebuah misi pembelaan terhadap rakyat. Disekitaran lokasi aksi, suasana mencekam, para pengunjuk rasa, masyarakat dan wartawan tumpah ruah di jalan seakan-akan, akan ada pertempuran antara aparat dan pengunjuk rasa. Sebelumnya mahasiswa juga menuntut pelaku penembakan salah seorang rekannya yang tertembak pada unjuk rasa sebelumnya. Tepat pukul 17.00, aparat kepolisian menyerang pengunjuk rasa dan memukul mundur dengan senjata gas air mata. Alhasil puluhan mahasiswa diamankan oleh pihak kepolisian. Akbar juga terjaring dan diserahkan kepolsekta setempat. Babak baru perjalanan Akbar dimulai dari dalam bui. Proses pendewasaan didapatkan dari rekannya yang juga

baru

berkenalan dan bertemu di balik jeruji. Akbar mahasiswa farmasi semester 3 tak tahu apa-apa saat kejadian berlangsung ikut tertangkap oleh pihak polisi. Kurang lebih 3 bulan menjadi tahanan polda sulselbar, Akbar dan rekannya dipindahkan ke rutan kelas 1 Makassar dan menjalani sidang di Pengadilan Negeri Makassar dan terus meminta keadilan lewat suara-suara yang dibungkam dari balik jeruji. Akbar menyakini dirinya tidak bersalah namun dia harus menjalani dan mengikuti proses hukum yang berlaku di negara ini sebagai warga - 197 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

negara yang baik dan patuh terhadap hukum walaupun dia harus mempertengkarkan hati dan pikirannya, katanya, hukum macam apa ini ?. Di dalam sel, Akbar belajar banyak tentang makna kehidupan, dia ditempa masalah yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Dukungan dari keluarga, teman-teman aktivis se-Makassar, teman-teman kuliahnya dan pihak birokrat di fakultas farmasi menguatkan hati dan jiwanya untuk terus bersuara walau raga di penjara. Dengan cermat, Akbar sering mengikuti perkembangan bangsa ini. Mulai dari demokrasi yang kebablasan, hukum yang diperjualbelikan, kasus-kasus yang diselesaikan di meja mediasi serta HAM yang diperkosa oleh elit. Kejadian demi kejadian seperti kasus Polri vs KPK menajamkan analisis kuat Akbar karena ditopang dengan diskusi-diskusi lepas didalam sel dan digurui oleh Jack. Walau raga tak berdaya, suara kebenaran harus dikabarkan, angin akan membawanya kepada orang-orang yang menyatukan hatinya pada kebenaran. Mata tetap melihat, telinga terus mendengar, mulut terus bersuara dan tangan ini akan terus menulis sampai pada si pembaca yang berani melawan, melawan ketidakadilan, melawan penindasan termasuk melawan hawa nafsu.

- 198 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Di balik jeruji, buku demi buku sudah dibacanya. Akbar mampu memperkaya khasana berpikirnya dan berdiri tegar dalam menyikapi masalah yang dihadapinya. Akbar mulai menyoroti perkembangan dunia kefarmasian di Indonesia dari sudut pandangnya sebagai mahasiswa. Menyikapi dengan memberi semangat kepada kawannya dan kepada seluruh mahasiswa farmasi Indonesia bahwa kita harus berdiri dibarisan terdepan perubahan, kita adalah potensi bangsa yang terkualifikasi dan terseleksi oleh alam untuk berani mengatakan “akan ku wakafkan diri ini, ku sumbangkan pikiranku, ku kerahkan energi positif pada nusa dan bangsa ku, terlebih lagi profesiku�. Kawanku, pasti engkau tahu di mana keberadaanku, tak ku minta engkau datang menjemputku dan menolehku, tak ku minta pula engkau membawakanku makanan untuk ragaku dan makanan untuk jiwaku dalam bentuk buku-buku farmasimu. Yang ku pinta hanya,

suarakan

kemampuan

kalian

untuk

menegakkan

kebenaran dan kebaikan. Saya menyakini mahasiswa farmasi dari Sabang sampai Merauke sudah sangat hebat dan mampu mengabdikan keilmuannya di tengah-tengah masyarakat. Saya tak meragukan ilmu-ilmu mereka. Kawanku, engkau tahu, dibalik ragaku yang terkurung ini, ada pengharapan besar terhadap profesi ini, profesi yang kelak akan ku banggakan selepas ragaku ini bergaul dengan alam. Akan kulanjutkan jenjang pendidikanku - 199 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

ke pendidikan apoteker kelak dan bersungguh-sungguh belajar, tidak akan kemana-mana, kuwakafkan diriku dan akan berdiri dibarisan terdepan atas sebuah nama pengabdian. Kawanku, tak kusalahkan diri ini dan kalian yang tak melaraiku atas tertangkapku yang tidak tahu apa-apa, mungkin inilah yang dimaksud panggilan jiwa, kehadiranku dilokasi unjuk rasa membawa ragaku terpanggil dari kobaran semangat para gerak dan penggerak revormis tanah daeng. Saya harus mengatakan bahwa sentral gerakan memang lahir dari tanah ini. Jiwa siapa yang tidak terpanggil jika yang disuarakan adalah suara rakyat. Bukankah suara rakyat adalah suara Tuhan ?, dan bukankah kehadiranku merupakan seruan dari Tuhan ?, tapi saya tidak menyakini kalau tertangkapku karena perintah tuhan, mungkin saja perintah tuannya bukan perintah undang-undang.

- 200 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Pribadi memuat potensi Manfaatkan potensi dalam diri kelak jadi intelektual muda yang idealis. Hal ini akan diceritakan dalam setiap paragrap dibawah ini, bertujuan agar kisah masa lalu bukan untuk dilupakan melainkan dipelihara dalam diri karena kelak akan menjadi cermin dalam setiap langkah dalam hidup kita. Sekedar contoh adalah pengalaman organisasi atau tidak ada pengalaman sebelumnya dan menapaki hidup yang lebih berwarna karena jenjang yang berbeda maka akan menguak kisah yang berbeda pula, seperti halnya yang diuraikan dalam catatan ini, tentang potensi dalam dalam diri mahasiswa yang mengambil pelajaran berharga dari sejak masih SMA, namun telah mereka rasakan perbedaannya dengan teman-temannya yang berbeda dengan diri yang berorganisasi sejak masih SMA dengan yang tidak. Mengenang masa-masa berorganisasi di kampus, satu organisasi yang terdiri dari beberapa macam otak dan gaya pemikiran yang berbeda seringkali membuat para anggotanya keteteran dalam menjalankan tampuk kepengurusan. Bagi para mahasiswa yang background organisasi di sekolah menengah tentu tidak akan merasa kesulitan dalam berorganisasi di kampus, mereka hanya beradaptasi kemudian mengembangkan ilmu organisasi tersebut menjadi lebih luas lagi. - 201 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Organisasi merupakan kumpulan manusia individu atau berbagai kelompok untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Tidak ada organisasi tanpa tujuan, baik itu tujuan secara tertulis dibahas dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga atau tujuan yang hanya tersirat hasil pemikiran para pengurus terdahulu yang diwariskan secara turun-temurun. Bagi para mahasiswa baru yang tidak ada background organisasi di SMA seringkali merasa ketakutan untuk masuk ke dalam dunia organisasi kampus. Alasannya memang beragam, tapi banyak yang mengatakan masuk ke suatu organisasi kampus akan membuat nilai-nilainya turun dan akan sangat mengganggu aktivitas perkuliahan. Mereka para pemikir-pemikir hebat yang terlalu mengagungkan akademik dibandingkan keterampilan softskill beralasan masuk organisasi hanyalah membuang-buang waktu belajar. Secara umum kita melihat bahwa orang-orang yang berkecimpung di dalam organisasi hanyalah para mahasiswa yang lulusannya selalu telat dengan IPK yang lumayan buruk. Itulah sekelumit pandangan terhadap para organisatoris. Tunggu dulu, bukannya pemikiran/pandangan itu lahir beberapa puluh tahun yang lalu ? Fenomena

para

organisatoris

masa

lampau

memang

kenyataannya seperti itu, dan saya percaya kejadian seperti itu

- 202 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

hanyalah sebagian kecil saja dan disampaikan dengan gaya berita yang berlebihan dan tidak berdasar. Organisasi membuat kita menjadi lebih kritis dalam menghadapi suatu masalah, menjadi lebih peka dengan lingkungan sekitar, juga belajar berinteraksi untuk menyampaikan suatu gagasan yang seringkali berbeda satu sama lain. Seharusnya para organisatoris mengerti betul tentang manajemen waktu, hal itulah yang menjadi suatu kelebihan dibandingkan orang yang tidak berorganisasi sama sekali. Seabreg tugas dari dosen adalah kewajiban

yang

harus

diselesaikan

tapi

bukanlah

suatu

permasalahan untuk kemudian menyelesaikan tugas-tugas dalam organisasi. Jadi apapun nilai IPK yang kita dapatkan tolong jangan sekali-kali menyalahkan organisasi. Ada beberapa organisatoris seringkali mengeluh dengan nilainya yang anjlok, tapi banyak juga yang berterimakasih karena dengan berorganisasi justru membuat nilai menjadi bagus, kemampuan berbicara lancar, dan selalu bertambah teman. Jadi siapa yang salah, organisasinya atau mahasiswanya yang membandel. Banyak hal-hal positif dengan belajar berorganisasi, baik itu di lingkungan kampus atau organisasi di masyarakat. Organisasi mengajarkan untuk menjadi pemimpin yang bijak sekaligus - 203 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

menjadi bawahan yang baik pula. Tidak ada rasa egois dan individualistis,

semuanya

berjalan

beriringan.

Semuanya

diselesaikan bersama-sama. Rasa-rasa sakit hati, dicuekin, sedih, menangis, bahagia, puas, tertawa hanyalah bumbu penyedap organisasi itu dan semua orang pasti merasakannya. Jangan takut berorganisasi, karena di sana tersimpan berlian yang akan membuat kita melejit jauh ke depan.

- 204 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Sarjana Farmasi Takluk Pada Gadis Desa Sebulan lalu bersama teman-teman kampus dahulu lagi sibuk mempersiapkan diri untuk liburan di tempat (kampoeng) teman sebaya waktu masih kuliah yang kebetulan kami sama-sama selesai kuliah di sebuah kampus swasta dan jurusan yang sama yakni jurusan farmasi. Kami berencana berakhir pekan di rumah teman yang letaknya jauh dari keramaian kota metropolitan, di desa itu saya bersama teman yang lainnya diantar untuk jalan jalan umtuk liburan kerumahnya. Perjalanan dari kota tempat kami berangkat menuju kampung teman saya memang terhitung agak jauh, karena dengan kendaraan roda empat, perjalanan ditempuh dengan waktu 4-5 jam, sedangkan kalau dengan kendaraan sepeda motor mampu ditempuh dengan waktu 3,5-4 jam. Kami memutuskan berangkat dengan menggunakan kendaraan roda empat yang kami sewah di tempat penyewaan mobil di kota ini. Pada keesokan harinya kami bertamu di rumah orang desa, dan di dalam rumah itu ada sosok gadis remaja yang ayu nan putih mulus, usianya 19 tahun. Anak gadis itu tampak begitu tenang dan anggun namun ternyata dia (Nhaila namanya) begitu kritis sekalipun Nhaila hanya lulusan Sekolah Dasar.

- 205 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Ayah gadis tersebut pekerjaan sehari-harinya sebagai petani. Kemampuannya dalam bidang itu di dapat dari belajar sendiri, tidak melalui latihan atau kursus dalam jangka waktu tertentu, bukan?.

Ia

bisa

menjadi

petani,

belajar

dari

tetangga.

Pekerjaannya sebagai petani, tidak dituntut kualitas tinggi, sebagaimana yang dibutuhkan orang kota yang memiliki banyak uang. Begitupun gadis desa itu, Nhaila bekerja membantu ayahnya di sawah atau di ladang, meskipun dia anak perempuan tapi tidak menyimpan rasa malu sedikitpun dalam hati sanubarinya, atau bahkan merasakan minder atau malu bertemu dengan orang kota. Tidak…. tuturnya, karena semua manusia itu sama dan saling membutuhkan satu sama lain. Menjadi kebiasaan yang tak terhindarkan, ketika kedatangan orang kota, yang masih ada hubungan famili atau tetangga, menyampaikan semacam curhat. Karena tahu bahwa saya sebagai orang perguruan tinggi apalagi sarjana farmasi, sekalipun tidak bermaksud menyindir ataupun protes, mereka merasakan kebinggungan tatkala berusaha memahami kualitas para sarjana, yang mereka sebut “dokturandus kala dulu” maksudnya sekarang adalah sarjana . Ia (Nhaila) dengan lugu mengatakan, “saya kok bingung memahami para doktorandus itu”. Ia menggugat, mengapa orang-orang yang sudah memiliki gelar “doktorandus” tampak kemampuannya tidak ada bedanya dengan lulusan - 206 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

sekolah menengah seperti SMU dan bahkan juga lulusan SLTP sekalipun. Oleh karena sarjana yang ia lihat tidak tampak keunggulannya, apalagi kemudian mereka bekerja sebagai sopir, kernet, penjaga toko dan bahkan juga tukang bangunan atau tukang kayu, maka Nhaila yang sudah jadi teman saya yang asli desa ini tidak mampu membedakan antara yang doktorandus dengan yang bukan. Bagi orang desa pekerjaan tersebut dianggap biasa dan bahkan rendah. Artinya, untuk dapat memasuki lapangan pekerjaan seperti itu, tidak

perlu

dipersyaratkan

harus

sarjana

atau

bergelar

“doktorandus�. Ia juga menunjukkan kekecewaannya, sebab ternyata para lulusan perguruan tinggi yang pulang ke desa itu tatkala menghadapi persoalan juga tampak lembek. Dia tidak memiliki ide apalagi konsep-konsep atau pandangan yang handal. Orang desa kemudian berkesimpulan bahwa sama saja antara yang tidak sekolah dengan yang bersekolah. Gadis desa ini lalu berkalkulasi, berapa besar biaya yang telah dikeluarkan oleh orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya itu. Kalau hasilnya sekedar seperti itu, dia mempertimbangkan, apakah tidak sebaiknya biaya yang semestinya untuk kuliah dibelikan sapi saja. Gadis lain, karena kebetulan Nhaila - 207 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

kedatangan teman sebayatnya juga dan mereka bertiga (Dira dan Lela), mengatakan bisa jadi jika dibelikan sapi mendapat satu kandang. Sebutan satu kandang menggambarkan jumlah yang cukup banyak. Saya mencoba untuk menjelaskan bahwa betapapun pendidikan tinggi itu penting, lebih penting dari pada uang itu dibelikan sapi, sekalipun dapat satu kandang. Kepintaran dan juga keluasan wawasan yang diperoleh melalui kampus akan sangat berguna bagi masyarakat yang selalu berubah maju dengan cepat ini. Kepintaran dan juga keluasan wawasan itu harganya lebih mahal dari pada harta yang berupa hewan ternak itu. Saya kaget, ternyata Gadis desa inipun belum puas dengan penjelasan itu. Dia malah

berganti

menjelaskan

bahwa

para

“doktorandus�

maksudnya Sarjana itu seringkali malah merugikan masyarakat. Gadis tersebut menambahkan bahwa tidak sedikit orang pintar, justru seringkali berbuat merugikan terhadap orang desa. Dia mengatakan, banyak kasus sarjana di desa tatkala ada proyek selalu berusaha menjadi pelaksana, dan ujung-ujungnya uangnya habis sedangkan pekerjaannya, kalau pun selesai, kualitasnya rendah. Citra seperti itulah yang disandang oleh sarjana. Jelas tidak, tidak semua sarjana berperilaku seperti itu, ada juga yang bagus dan memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat. Namun saya kira, kritik semacam ini penting dijadikan renungan oleh kita - 208 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

semua, lebih-lebih yang sehari-hari menggeluti kehidupan kampus perguruan tinggi. Atas kritik berharga itu kita harus selalu berbenah dan meningkatkan kualitas sebagai mana tuntutan masyarakat yang selalu meningkat. Hanya TUHAN yang Tahu.

- 209 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Galau Berakhir Senyuman Dari sejak kemarin cuaca kota Makassar begitu sangat tidak bersahabat. Gerimis berselimut hujan deras seakan menjadi alarm disetiap pagi hari, membuat Ay suntuk dan terbebani dalam setiap kali ingin melangkahkan kakinya kemana-mana. Ahwat itu bernama Ay. Waktu terus memaksanya kekampus untuk mengikuti jadwal praktikum. Hari itu adalah hari terakhir Ay menghabiskan waktu di kampus untuk praktikum pada semester awal (ganjil 1) untuk Ay. Kebetulan hari itu juga hari terakhir semua jadwal praktikum di fakultas farmasi UIT Makassar. Dan itu pula yang membuat Ay harus semangat 45 menjalaninya. Akan tetapi dasar Ay menganut sifat yg jutek, cuek dan manjamanja badaki (istilah anak gaul maluku). Jadinya‌‌ paras yang cantik lembut dan berambut panjang terurai indah dipandangi itu terlihat kusut ibarat kertas terlipat-lipat dan tetap saja sombong...!!! Tak heran jika banyak senior maupun asisten yang tidak senang dengannya, apalagi senior atau asisten cewek. Tak jarang Ay dibentak bahkan diledekin. Perasaan tidak karuan, bingung dan bimbang, bibir terbungkam, serasa menghirup aroma eter. Perasaan sudah bercampur aduk, Galau, gelisah, takut, jengkel, semuanya bagaikan puyer, jadi satu dalam kemasan. Hanya bisa diam sedikit cuek, sesekali melirik, - 210 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

hanya itu yang bisa dilakukan Ay. Namun bertolak belakang apa yang dirasakan Yoland. Gadis itu terlihat begitu santai, senyum mungil selalu menghiasi hari harinya. Memang sangat berbeda dengan teman-temannya yang lain yang begitu risau, galau, takut karena selalu berfikir akan dibentak walaupun perbuatan salah tidak mereka lakukan. Yaaaa…h seperti itulah tingkah laku para asisten dan senior-senior saat berhadapan dengan praktikan dan junior-juniornya di kampus. Sebut saja ini sebagai masa pembentukan mental dan proses membimbing dari Senior-senior dan asisten sebagai warga mahaiswa Farmasi. Weeee….Kamu yang di pojok !!! kenapa kamu melihat aku seperti itu? Sapaan yang keras dan lantang salah satu Asisten atau Senior kepada Ay. Enrhe” Namanya ”Siapa juga yang lihat kaka? dan bagaimana juga cara aku melihat kak ? saya di sini duduk tenang memperhatikan tukang sapu kampus yang menyapu di luar sana, ”tutur Ay judes dan nyeletuk” sambil menaikkan keningnya sebagai isyarat menunjuk Tukang sapu di balik jendela laboratorium. Sambil tertawa Keras Enrhe melangkah menuju Ay setelah mendengar jawaban Ay. Melihat Enrhe menghampirinya Ay langsung gugup dan tegang, wajah yang tadinya adem-adem seketika itu berubah memerah karena merasa dongkol dengan Enrhe yang dari tadi menertawainya. - 211 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Kamu…. !!! kenapa wajahmu berubah begitu ? Kerutannya banyak banget lagi, Kamu kedepan berdiri dan jawab soal ujian praktikum ini dengan cara berdiri dan tidak pakai meja, perintah Enrhe kepada Ay. Baaaa… Berdiri di depan, tidak pakai meja ? Saya ini cewek dan saya tidak bisa menulis tanpa meja bisa-bisa tidak konsentrasi. Ayoo.. cepat .. itu hukuman buat kamu “ tutur Enrhe lagi”. Hukuman..? saya kan tidak punya salah, apa Kesalahan saya ? “ jawab Ay dengan tergesah-gesah”. “Berani membantah lagi? Wee.. asal kamu tau, kamu punya dua kesalahan, pertama kamu tidak mendengar dan memperhatikan arahan dari saya, kedua kamu lebih memperhatikan tukang sapu kampus ketimbang memperhatikan saya. Sekarang cepat kedepan jawab soal ujian sambil berdiri dan tidak pakai meja, setelah selesai ujian bersihkan ruangan ini, “bentak Enrhe lagi dengan nada yang keras dan marah”. Keadaan pada saat itu tiba-tiba berubah menjadi sunyi dan tak ada aktifitas apapun akibat tingkah Ay. Nampaknya Perintah dari Enrhe sudah tidak bisa ditawar lagi, Ay pun beranjak dari tempat duduk dan melangkah menuju papan tulis.

- 212 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Kak, sudah‌.selesai, tutur Ay Kepada Enrhe dengan irama suara yang lemas dan sambil mengusap-usap telapak tangan Ay yang kotor akibat sisa tintah spidol yang melengket. Ya‌. Cepat duduk kembali, dan angkat kursi kamu kedepan “ jawab Enrhe. Ay langsung mengambil tas, mengangkat kursinya kedepan dan duduk seperti biasanya. Teman kelas Ay langsung melihat dengan tatapan sinis kearah Ay setiap kali diberi hukuman oleh Enrhe. Selama 2 minggu praktikum berjalan, Ay memang selalu saja berbuat ulah dengan asisten yang satu ini. Maksudnya Enrhe asisten Kimia dasar sekaligus Koordinator Asisten Praktikum ini dan praktikum yang lain. Enrhe ini juga mantan Ketua BEM di fakultasnya. Tapi ada yang berbeda dengan sikap Yoland, sahabat dan teman sekelas Ay yang selama ini setia bersama Ay. Anak ini sekalipun tidak pernah tampak diraut kerutan dan tatapan sinis diwajahnya selama bersma-sama dengan Ay. Mungkin anak ini memang sahabat Ay sampai selesai (sarjana) karena sangat berbeda dengan yang lainnya. Hari sudah siang dan peraktikum sudah selesai tinggal pengamatan

namun

belum

waktunya

pengamatan,

jadi

mahasiswa diberikan kesempatan untuk istirahat. Di depan tangga ada tempat duduk yang biasanya mahasiswa duduk sambil beristirahat dan bercengkrama, saat itu Ay dan Yoland sedang duduk berdua sambil minum minuman dingin. Tanpa ada yang - 213 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

menyadari tiba-tiba saja mata Ay membelalak tak berkedip melihat Enrhe duduk tepat disampinya dan langsung menyapa mereka berdua dengan bahasa yang sopan dan lemah lembut namun tetap khas karismatik. “Sedang minum apa dan lagi ngobrolin apa ? Mendengar suara Enrhe, Yoland pun memalingkan mukanya dan menoleh tepat kearah Enrhe, karena merasa kaget minuman dingin yang sudah diminum dan belum sempat ditelan disemburkan kelantai. Memang tidak seperti biasanya, Enrhe yang memiliki sikap dingin dan cuek dating tiba tiba menghampiri Ay di koridor. Apalagi selama dua minggu ini Enrhe selalu saja bermasalah dengan Ay. “Kak’ sedang apa kaka di sini? Yoland bertanya dengan suara terbata-bata kepada Enrhe. Memangnya dilarang yah, kalau saya duduk disamping sahabat kamu ini?” Jawab Enrhe sambil tersenyum kepada Yoland. Huuuftt…….. mimpi apa yah aku semalam? “kayanya para dewa sedang tidur, dan teka teki selama dua minggu ini bakalan terkuak” sapaan kepada Ay yang sedikit menggoda dari Yoland karena Ay yang dari tadi membisu heran sambil mengotak atik telpon genggamnya.

- 214 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Sekitar setengah jam duduk di koridor depan tangga, Ay tetap pada posisinya yang diam membisu ketimbang memilih untuk merespon percakapan Enrhe dengan Yoland meskipun hanya satu atau dua kata. Saatnya Masuk laboratorium kembali untuk melanjutkan ujian praktikum percobaan yang lainnya, jangan sampai terlambat, “tutur Enrhe kepada mereka berdua�. Didalam

ruangan

laboratorium,

Yoland

tetap

saja

mempermainkan Ay, yoland seakan tidak ada rasa takut Ay marah terus menggodanya, karena sikap Enrhe terhadap Ay di koridor tadi. Tidak ada perkiraan dari mereka berdua sebelumnya, tibatiba saja Enrhe kembali berteriak menegur Ay dan Yoland. Akhirnya Susana dalam ruangan kembali hening, semuanya kaget dan tertunduk, kecuali Ay yang tetap saja tak bergeming, wajahnya tetap pada posisnya tanpa ada perasaan takut sedikitpun. Seperti hari hari kemarin Enrhe kembali berbicara tentang praturan tata tertib dalam laboratorium di mana harus bersikap saling menghormati dan menghargai antara sesame praktikan dan praktikan dengan asisten serta disiplin yang tinggi. Enrhe kembali memanggil Ay maju kedepan untuk yang kesekian kalinya. Ay pun

- 215 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

kembali berdiri dan melangkahkan kakinya dengan santai dan cuek. “Weee.. Kamu tidak ada rasa jerahnya, hari ini adalah hari terakhir praktikum kimia dasar, kamu selalu membuat saya naik pitang (marah)” jawab Enrhe dengan suara yang keras kepada Ay. “ Di meja sana, dalam laci ada tas saya , didalamnya ada banyak kertas, kamu kesana dan ambil selembar kertas yang sudah terlipat dua. Jangan buka sebelum kagiatan Ujian praktikum hari ini selesai, mengerti? “Enrhe sambil menunjuk ke dalam ruangan asisten. Ay pun segerah pergi mengambil yang diperintahkan oleh Enrhe, Ay kembali ke depan dengan tanpa sepatah katapun dan berdiri tepat di depan Enrhe. “Tumben ngga dihukum, biasanya kalau sudah begini pastinya dihukum lagi, kok cumin disuruh ngambilin kertas ? “sapa Ay sambil membolak-balik kertas yang ada ditanganya dengan perasaan yang sedikit bingung”. Praktikum kimia dasar untuk semester satu sudah selesai, arahan dari asisten pun sudah selesai. Semua praktikan dipersilahkan keluar ruangan dengan tertib. Ay pun keluar dari rungan bersama yoland selepas memberishkan ruangan sesuai perintah Enrhe sebelumnya. Ay melangkah sambil memeriksa kembali kertas yang - 216 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

diambilnya di tas Enrhe. Ay berjalan dengan tergesah gesah menuju parkiran tempat motornya di tempat parkir. Dengan perasaan sedikit aneh, wajah yang bingung dan penasaran, Ay mencoba membuka tasnya dan mengambil kertas itu, secara perlahan-lahan Ay membuka kertas yang diambilnya dari tas Enrhe. Begitu membuka kertas itu, Ay yang sudah dua minggu terakhir ini selalu berwajah murung dan galau, tiba-tiba berubah saat itu, kulitnya wajahnya yang putih menjadi merah, sikap murungnya menjadi ceria dan perasaan galaunya hilang berganti senyuman setelah membaca tiap kata dan kalimat yang tertulis dalam kertas yang diambil dalam tas Enrhe. “Semoga kita bisa bersama sama berdiri didepan adik-adik mahasiswa sebagai Asisten dan kelak kamu jadi senior nanti, Agar kita semua dapat menjadi mahaiswa farmasi yang berkualitas dan selalu menjaga almamater serta membanggakan fakultas farmasi UIT Makassar. Ini tidak mudah, tetapi kita akan mencoba bersama. Jayalah farmasiku - Farmasi Indonesia.

- 217 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Daftar Pustaka Departemen Kesehatan RI, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta, 2014. Departemen Kesehatan RI, Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. DepKes RI; Jakarta, 2011. Departemen Kesehatan RI, Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. DepKes RI; Jakarta, 2009 Departemen Kesehatan RI, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian; Jakarta, 2009 Departemen Kesehatan RI, Undang-Undang RI No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. DepKes RI; Jakarta, 2004 Drs. Eddie Lembong, Geliat industri Farmasi di Indonesia menuju era globalisasi, pustaka sinar harapan, Jakarta, 1999 Demsi Kamar, Intan, Potret pendidikan Indonesia dalam deretan masa,Yabuindo Press,Makassar,Sulawesi Selatan, 2005. Doyal, Lesley (1995) What Makes Women Sick: Gender and the Political Economy of Health, Palgrave. Evans, Mary and Ellie Lee (eds) (2002) Real Bodies: A Sociological Introduction, Palgrave.

- 218 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Fasta, Feni. Modul Sistem Perekonomian Indonesia. Universitas Mercu Buana. Hepler, C.D. and L.M. Strand, Opportunities and responsibilities in pharmaceutical care. Am J Hosp Pharm, 1990. HPEQ Project Dikti, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Mahasiswa Kesehatan harus Tahu, Jakarta, 2010. I Gusti Bagus Rai Utama,MA, Filsafat Ilmu dan Logika, Universitas Dhayana Pura, Bandung.2013 Ikawati, Zullies, artikel Dokter -apoteker , cs apa vs ?, weblog, 2008

Irwan, Muhammad, artikel dunia kesehatan hanya milik dokter, Makassar tribun timur, Makassar, 2013. Indriyanti, Alexandra, Mafia Kesehatan, Pinus Book Publishe, Yogjakarta, 2008. Koran Tribun Jogja, 24 November 2014, Spirit baru DIY-JATENG Lantang, Faisal, artikel Indonesia Merdeka, Dunia Kesehatan Terjajah, Makassar tribun timur, Makassar, 2013. Manan,bagir, Hukum Positif Indonesia (satu kajian teoritik), FHUI press, sinar grafika, Jakarta. 2004. Nettleton, Sarah (1995) The Sociology of Health and Illness, Polity Press. Priyono, Heri. (2007) Adam Smith dan Munculnya Ekonomi: Dari Filsafat Moral ke ilmu Sosial. Sekolah Tinggi Filsafat Drikaryana. Jakarta. - 219 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Prasetyo,Eko, Orang Miskin Dilarang Sakit, Resist Book, Yogyakarta, 2004. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan S.K. RI, Editor, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia: Jakarta, 2013 Pusat Informasi Obat Nasional Badan Pengawa Obat dan Makanan, pentunjuk teknis penggunakan obat yang benar. RI, K.K., Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 455/MENKES/SK/XI/2013 tentang Asosiasi Fasilitas Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI: Jakarta, 2013 Sitompul, Agussalim, 44 Indikator Kemunduran HMI , Suatu Kritik dan Koreksi untuk Kebangkitan Kembali HMI (50 tahun pertama HMI 1947-1997) ,Jakarta, Misaka Galiza, 2005 World Health Organization. The Framework for Action on Interprofessional Education and Collaboration Practice, Geneva, 2010. WHO, Developing Pharmacy Practice A Focus On Patient Care Handbook 2006 edition. Geneva. 2006. Yus, Kautsar Muhammad, artikel Penjajahan, Kautsar.net, 2013. http://ilmukesmas.com http://www.ikatanapotekerindonesia.net http://www.fip.org - 220 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

http://kesehatan.kompasiana.com, medis, jebakan batman gula gula untuk dokter. Kompasiana.com Tribunnews.com www.ugm.ac.id www.kebijakankesehatanindonesia.net/

- 221 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 222 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

- 223 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Lampiran www.hukumonline.com

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

: a.

bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b.

bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional;

c.

bahwa setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara;

d.

bahwa setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung

- 224 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai jawab semua pihak baik Pemerintah maupun masyarakat;

Mengingat

e.

bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu dicabut dan diganti dengan Undang-Undang tentang Kesehatan yang baru;

f.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Kesehatan;

: Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

- 225 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan

: UNDANG-UNDANG TENTANG KESEHATAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1.

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

2.

Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

3.

Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.

4.

Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.

5. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. 6.

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

- 226 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai 7.

Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

8.

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.

9.

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

10. Teknologi kesehatan adalah segala bentuk alat dan/atau metode yang ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosa, pencegahan, dan penanganan permasalahan kesehatan manusia. 11. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. 12. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan. 13. Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit. 14. Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. 15. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke

- 227 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. 16. Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. 17. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 18. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 19. Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma agama. Pasal 3 Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.

- 228 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai BAB III HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Hak Pasal 4 Setiap orang berhak atas kesehatan. Pasal 5 (1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. (2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. (3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Pasal 6 Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. Pasal 7 Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab. Pasal 8 Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan. Bagian Kedua Kewajiban Pasal 9 (1) Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya.

- 229 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan. Pasal 10 Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial. Pasal 11 Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya. Pasal 12 Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung jawabnya. Pasal 13 (1) Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial. (2) Program jaminan kesehatan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IV TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH Pasal 14 (1) Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. (2) Tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikhususkan pada pelayanan publik. Pasal 15 Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial bagi masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggitingginya.

- 230 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 16 Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pasal 17 Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggitingginya. Pasal 18 Pemerintah bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan. Pasal 19 Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau. Pasal 20 (1) Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui sistem jaminan social nasional bagi upaya kesehatan perorangan. (2) Pelaksanaan sistem jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

- 231 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai BAB V SUMBER DAYA DI BIDANG KESEHATAN Bagian Kesatu Tenaga Kesehatan Pasal 21 (1) Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan. (2) Ketentuan mengenai perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. (3) Ketentuan mengenai tenaga kesehatan diatur dengan UndangUndang. Pasal 22 (1) Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum. (2) Ketentuan mengenai kualifikasi minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 23 (1)

Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

(2)

Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.

(3)

Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah.

(4)

Selama memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang mengutamakan kepentingan yang bernilai materi.

(5)

Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.

- 232 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 24 (1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. (2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi. (3) Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 25 (1) Pengadaan dan peningkatan mutu tenaga kesehatan diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat melalui pendidikan dan/atau pelatihan. (2) Penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. (3) Ketentuan mengenai penyelengaraan pendidikan dan/atau pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 26 (1) Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan untuk pemerataan pelayanan kesehatan. (2) Pemerintah daerah dapat mengadakan dan mendayagunakan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan daerahnya. (3) Pengadaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan: a. jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat; b. jumlah sarana pelayanan kesehatan; dan c. jumlah tenaga kesehatan sesuai dengan beban kerja pelayanan kesehatan yang ada. (4) Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap memperhatikan hak tenaga kesehatan dan

- 233 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang merata. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan tenaga kesehatan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 27 (1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. (2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. (3) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 28 (1) Untuk kepentingan hukum, tenaga kesehatan wajib melakukan pemeriksaan kesehatan atas permintaan penegak hukum dengan biaya ditanggung oleh negara. (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kompetensi dan kewenangan sesuai dengan bidang keilmuan yang dimiliki. Pasal 29 Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi. Bagian Kedua Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pasal 30 (1) Fasilitas pelayanan kesehatan, menurut jenis pelayanannya terdiri atas: a. pelayanan kesehatan perseorangan; dan b. pelayanan kesehatan masyarakat.

- 234 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pelayanan kesehatan tingkat pertama; b. pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan c. pelayanan kesehatan tingkat ketiga. (3) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pihak Pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta. (4) Ketentuan persyaratan fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan oleh Pemerintah sesuai ketentuan yang berlaku. (5) Ketentuan perizinan fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Pasal 31 Fasilitas pelayanan kesehatan wajib: a. memberikan akses yang luas bagi kebutuhan penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan; dan b. mengirimkan laporan hasil penelitian dan pengembangan kepada pemerintah daerah atau Menteri. Pasal 32 (1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. (2) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka. Pasal 33 (1) Setiap pimpinan penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat harus memiliki kompetensi manajemen kesehatan masyarakat yang dibutuhkan.

- 235 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (2) Kompetensi manajemen kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Pasal 34 (1) Setiap pimpinan penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan perseorangan harus memiliki kompetensi manajemen kesehatan perseorangan yang dibutuhkan. (2) Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dilarang mempekerjakan tenaga kesehatan yang tidak memiliki kualifikasi dan izin melakukan pekerjaan profesi. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 35 (1) Pemerintah daerah dapat menentukan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan serta pemberian izin beroperasi di daerahnya. (2) Penentuan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemerintah daerah dengan mempertimbangkan: a. luas wilayah; b. kebutuhan kesehatan; c. jumlah dan persebaran penduduk; d. pola penyakit; e. pemanfaatannya; f. fungsi sosial; dan g. kemampuan dalam memanfaatkan teknologi. (3) Ketentuan mengenai jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan serta pemberian izin beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga untuk fasilitas pelayanan kesehatan asing. (4) Ketentuan mengenai jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku untuk jenis rumah sakit khusus karantina, penelitian, dan asilum.

- 236 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Perbekalan Kesehatan Pasal 36 (1) Pemerintah menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan kesehatan, terutama obat esensial. (2) Dalam menjamin ketersediaan obat keadaan darurat, Pemerintah dapat melakukan kebijakan khusus untuk pengadaan dan pemanfaatan obat dan bahan yang berkhasiat obat. Pasal 37 (1) Pengelolaan perbekalan kesehatan dilakukan agar kebutuhan dasar masyarakat akan perbekalan kesehatan terpenuhi. (2) Pengelolaan perbekalan kesehatan yang berupa obat esensial dan alat kesehatan dasar tertentu dilaksanakan dengan memperhatikan kemanfaatan, harga, dan factor yang berkaitan dengan pemerataan. Pasal 38 (1) Pemerintah mendorong dan mengarahkan pengembangan perbekalan kesehatan dengan memanfaatkan potensi nasional yang tersedia. (2) Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan terutama untuk obat dan vaksin baru serta bahan alam yang berkhasiat obat. (3) Pengembangan perbekalan kesehatan dilakukan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup, termasuk sumber daya alam dan sosial budaya. Pasal 39 Ketentuan mengenai Peraturan Menteri.

perbekalan

kesehatan

ditetapkan

dengan

- 237 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 40 (1) Pemerintah menyusun daftar dan jenis obat yang secara esensial harus tersedia bagi kepentingan masyarakat. (2) Daftar dan jenis obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau dan disempurnakan paling lama setiap 2 (dua) tahun sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan teknologi. (3) Pemerintah menjamin agar obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersedia secara merata dan terjangkau oleh masyarakat. (4) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat melakukan kebijakan khusus untuk pengadaan dan pemanfaatan perbekalan kesehatan. (5) Ketentuan mengenai keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan mengadakan pengecualian terhadap ketentuan paten sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur paten. (6) Perbekalan kesehatan berupa obat generik yang termasuk dalam daftar obat esensial nasional harus dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya, sehingga penetapan harganya dikendalikan oleh Pemerintah. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai perbekalan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 41 (1) Pemerintah daerah berwenang merencanakan kebutuhan perbekalan kesehatan sesuai dengan kebutuhan daerahnya. (2) Kewenangan merencanakan kebutuhan perbekalan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap memperhatikan pengaturan dan pembinaan standar pelayanan yang berlaku secara nasional.

- 238 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Bagian Keempat Teknologi dan Produk Teknologi Pasal 42 (1) Teknologi dan produk teknologi kesehatan diadakan, diteliti, diedarkan, dikembangkan, dan dimanfaatkan bagi kesehatan masyarakat. (2) Teknologi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup segala metode dan alat yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit, mendeteksi adanya penyakit, meringankan penderitaan akibat penyakit, menyembuhkan, memperkecil komplikasi, dan memulihkan kesehatan setelah sakit. (3) Ketentuan mengenai teknologi dan produk teknologi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 43 (1) Pemerintah membentuk lembaga yang bertugas dan berwenang melakukan penapisan, pengaturan, pemanfaatan, serta pengawasan terhadap penggunaan teknologi dan produk teknologi. (2) Pembentukan lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 44 (1) Dalam mengembangkan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dapat dilakukan uji coba teknologi atau produk teknologi terhadap manusia atau hewan. (2) Uji coba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan jaminan tidak merugikan manusia yang dijadikan uji coba. (3) Uji coba sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh orang yang berwenang dan dengan persetujuan orang yang dijadikan uji coba. (4) Penelitian terhadap hewan harus dijamin untuk melindungi kelestarian hewan tersebut serta mencegah dampak buruk yang tidak langsung bagi kesehatan manusia.

- 239 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan uji coba terhadap manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 45 (1) Setiap orang dilarang mengembangkan teknologi dan/atau produk teknologi yang dapat berpengaruh dan membawa risiko buruk terhadap kesehatan masyarakat. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB VI UPAYA KESEHATAN Bagian Kesatu Umum Pasal 46 Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Pasal 47 Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Pasal 48 (1) Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dilaksanakan melalui kegiatan: a. pelayanan kesehatan; b. pelayanan kesehatan tradisional; c. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit; d. penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan; e. kesehatan reproduksi;

- 240 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai f. g. h. i. j. k. l.

keluarga berencana; kesehatan sekolah; kesehatan olahraga; pelayanan kesehatan pada bencana; pelayanan darah; kesehatan gigi dan mulut; penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran; m. kesehatan matra; n. pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan; o. pengamanan makanan dan minuman; p. pengamanan zat adiktif; dan/atau q. bedah mayat. (2) Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didukung oleh sumber daya kesehatan. Pasal 49 (1) Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab atas penyelenggaraan upaya kesehatan. (2) Penyelenggaraan upaya kesehatan harus memperhatikan fungsi sosial, nilai, dan norma agama, sosial budaya, moral, dan etika profesi. Pasal 50 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung meningkatkan dan mengembangkan upaya kesehatan.

jawab

(2) Upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya memenuhi kebutuhan kesehatan dasar masyarakat. (3) Peningkatan dan pengembangan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pengkajian dan penelitian. (4) Ketentuan mengenai peningkatan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kerja sama antarPemerintah dan antarlintas sektor.

- 241 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 51 (1) Upaya kesehatan diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi individu atau masyarakat. (2) Upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada standar pelayanan minimal kesehatan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Pelayanan Kesehatan Paragraf Kesatu Pemberian Pelayanan Pasal 52 (1) Pelayanan kesehatan terdiri atas: a. pelayanan kesehatan perseorangan; dan b. pelayanan kesehatan masyarakat. (2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Pasal 53 (1) Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga. (2) Pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat. (3) Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien disbanding kepentingan lainnya.

- 242 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 54 (1) Penyelenggaraan pelayanan kesehatan bertanggung jawab, aman, bermutu, nondiskriminatif.

dilaksanakan secara serta merata dan

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Pasal 55 (1) Pemerintah wajib menetapkan standar mutu pelayanan kesehatan. (2) Standar mutu pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Paragraf Kedua Perlindungan Pasien Pasal 56 (1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap. (2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada: a. penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam masyarakat yang lebih luas; b. keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau c. gangguan mental berat. (3) Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- 243 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 57 (1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan. (2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal: a. perintah undang-undang; b. perintah pengadilan; c. izin yang bersangkutan; d. kepentingan masyarakat; atau e. kepentingan orang tersebut. Pasal 58 (1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. (2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat. (3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Pelayanan Kesehatan Tradisional Pasal 59 (1) Berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi: a. pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan; dan b. pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan. (2) Pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibina dan diawasi oleh Pemerintah agar dapat

- 244 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan jeni pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksudpada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 60 (1) Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi harus mendapat izin dari lembaga kesehatan yang berwenang. (2) Penggunaan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat. Pasal 61 (1) Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan, meningkatkan dan menggunakan pelayanan kesehatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya. (2) Pemerintah mengatur dan mengawasi pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan didasarkan pada keamanan, kepentingan, dan perlindungan masyarakat.

Bagian Keempat Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit Pasal 62 (1) Peningkatan kesehatan merupakan segala bentuk upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat untuk mengoptimalkan kesehatan melalui kegiatan penyuluhan, penyebarluasan informasi, atau kegiatan lain untuk menunjang tercapainya hidup sehat. (2) Pencegahan penyakit merupakan segala bentuk upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau

- 245 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai masyarakat untuk menghindari atau mengurangi risiko, masalah, dan dampak buruk akibat penyakit. (3) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin dan menyediakan fasilitas untuk kelangsungan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kelima Penyembuhan Penyakit dan Pemulihan Kesehatan Pasal 63 (1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan diselenggarakan untuk mengembalikan status kesehatan, mengembalikan fungsi tubuh akibat penyakit dan/atau akibat cacat, atau menghilangkan cacat. (2) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengendalian, pengobatan, dan/atau perawatan. (3) Pengendalian, pengobatan, dan/atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatan dan keamanannya. (4) Pelaksanaan pengobatan dan/atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. (5) Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengobatan dan/atau perawatan atau berdasarkan cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan. Pasal 64 (1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel punca.

- 246 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (2) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan. (3) Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun. Pasal 65 (1) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu. (2) Pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan pendonor yang bersangkutan dan mendapat persetujuan pendonor dan/atau ahli waris atau keluarganya. (3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 66 Transplantasi sel, baik yang berasal dari manusia maupun dari hewan, hanya dapat dilakukan apabila telah terbukti keamanan dan kemanfaatannya.

Pasal 67 (1) Pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu. (2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

- 247 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 68 (1) Pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu. (2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 69 (1) Bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. (2) Bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat dan tidak ditujukan untuk mengubah identitas. (3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara bedah plastic dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 70 (1) Penggunaan sel punca hanya dapat dilakukan untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, serta dilarang digunakan untuk tujuan reproduksi. (2) Sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh berasal dari sel punca embrionik. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Keenam Kesehatan Reproduksi Pasal 71 (1) Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari

- 248 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada lakilaki dan perempuan. (2) Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. saat sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan sesudah melahirkan; b. pengaturan kehamilan, alat konstrasepsi, dan kesehatan seksual; dan c. kesehatan sistem reproduksi. (3) Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Pasal 72 Setiap orang berhak: a. menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, serta bebas dari paksaan dan/atau kekerasan dengan pasangan yang sah. b. menentukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari diskriminasi, paksaan, dan/atau kekerasan yang menghormati nilai-nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia sesuai dengan norma agama. c. menentukan sendiri kapan dan berapa sering ingin bereproduksi sehat secara medis serta tidak bertentangan dengan norma agama. d. memperoleh informasi, edukasi, dan konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pasal 73 Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana. Pasal 74 (1) Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan/atau rehabilitatif, termasuk reproduksi

- 249 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai dengan bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan memperhatikan aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi perempuan. (2) Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tidak bertentangan dengan nilai agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan mengenai reproduksi dengan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 75 (1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi. (2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan: a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. (3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 76 Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan: a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis; b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri; c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan

- 250 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai e.

penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 77

Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketujuh Keluarga Berencana Pasal 78 (1) Pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas. (2) Pemerintah bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat dalam memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat. (3) Ketentuan mengenai pelayanan keluarga berencana dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Bagian Kedelapan Kesehatan Sekolah Pasal 79 (1) Kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan setinggitingginya menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. (2) Kesehatan sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui sekolah formal dan informal atau melalui lembaga pendidikan lain.

- 251 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (3) Ketentuan mengenai kesehatan sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kesembilan Kesehatan Olahraga Pasal 80 (1) Upaya kesehatan olahraga ditujukan untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat. (2) Peningkatan derajat kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upaya dasar dalam meningkatkan prestasi belajar, kerja, dan olahraga. (3) Upaya kesehatan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui aktifitas fisik, latihan fisik, dan/atau olahraga. Pasal 81 (1) Upaya kesehatan olahraga lebih mengutamakan pendekatan preventif dan promotif, tanpa mengabaikan pendekatan kuratif dan rehabilitatif. (2) Penyelenggaraan upaya kesehatan olahraga diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Bagian Kesepuluh Pelayanan Kesehatan Pada Bencana Pasal 82 (1) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan pada bencana. (2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan kesehatan pada tanggap darurat dan pascabencana. (3) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup pelayanan kegawatdaruratan yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut.

- 252 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (4) Pemerintah menjamin pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

pelayanan

kesehatan

(5) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), atau bantuan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 83 (1) Setiap orang yang memberikan pelayanan kesehatan pada bencana harus ditujukan untuk penyelamatan nyawa, pencegahan kecacatan lebih lanjut, dan kepentingan terbaik bagi pasien. (2) Pemerintah menjamin perlindungan hukum bagi setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Pasal 84 Ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada bencana diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 85 (1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan pada bencana bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan. (2) Fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka terlebih dahulu.

- 253 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Bagian Kesebelas Pelayanan Darah Pasal 86 (1) Pelayanan darah merupakan upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan darah manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk tujuan komersial. (2) Darah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari pendonor darah sukarela yang sehat dan memenuhi kriteria seleksi pendonor dengan mengutamakan kesehatan pendonor. (3) Darah yang diperoleh dari pendonor darah sukarela sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebelum digunakan untuk pelayanan darah harus dilakukan pemeriksaan laboratorium guna mencegah penularan penyakit. Pasal 87 (1) Penyelenggaraan donor darah dan pengolahan darah dilakukan oleh Unit Transfusi Darah. (2) Unit Transfusi Darah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau organisasi sosial yang tugas pokok dan fungsinya di bidang kepalangmerahan. Pasal 88 (1) Pelayanan transfusi darah meliputi perencanaan, pengerahan pendonor darah, penyediaan, pendistribusian darah, dan tindakan medis pemberian darah kepada pasien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. (2) Pelaksanaan pelayanan transfusi darah dilakukan dengan menjaga keselamatan dan kesehatan penerima darah dan tenaga kesehatan dari penularan penyakit melalui transfusi darah. Pasal 89 Menteri mengatur standar dan persyaratan pengelolaan darah untuk pelayanan transfusi darah. Pasal 90

- 254 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (1) Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan pelayanan darah yang aman, mudah diakses, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. (2) Pemerintah menjamin pelayanan darah.

pembiayaan

dalam

penyelenggaraan

(3) Darah dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun. Pasal 91 (1) Komponen darah dapat digunakan untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan melalui proses pengolahan dan produksi. (2) Hasil proses pengolahan dan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikendalikan oleh Pemerintah. Pasal 92 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan darah diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Belas Kesehatan Gigi dan Mulut Pasal 93 (1) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi, dan pemulihan kesehatan gigi oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan. (2) Kesehatan gigi dan mulut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan gigi perseorangan, pelayanan kesehatan gigi masyarakat, usaha kesehatan gigi sekolah. Pasal 94 Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat kesehatan gigi dan mulut dalam

- 255 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai rangka memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat. Bagian Ketiga Belas Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Gangguan Pendengaran Pasal 95 (1) Penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran merupakan semua kegiatan yang dilakukan meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan indera penglihatan, dan pendengaran masyarakat. (2) Penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Pasal 96 Ketentuan lebih lanjut mengenai penanggulangan gangguan penglihatan dan pendengaran diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Keempat Belas Kesehatan Matra Pasal 97 (1) Kesehatan matra sebagai bentuk khusus upaya kesehatan diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam lingkungan matra yang serba berubah maupun di lingkungan darat, laut, dan udara. (2) Kesehatan matra meliputi kesehatan lapangan, kesehatan kelautan dan bawah air, serta kesehatan kedirgantaraan. (3) Penyelenggaraan kesehatan matra harus dilaksanakan sesuai dengan standar dan persyaratan. (4) Ketentuan mengenai kesehatan matra sebagaimana dimaksud dalam pasal ini diatur dengan Peraturan Menteri.

- 256 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Bagian Kelima Belas Pengamanan dan Penggunaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Pasal 98 (1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau.

harus

aman,

(2) Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat. (3) Ketentuan mengenai pengadaan, penyimpanan, pengolahan, promosi, pengedaran sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (4) Pemerintah berkewajiban membina, mengatur, mengendalikan, dan mengawasi pengadaan, penyimpanan, promosi, dan pengedaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Pasal 99 (1) Sumber sediaan farmasi yang berasal dari alam semesta dan sudah terbukti berkhasiat dan aman digunakan dalam pencegahan, pengobatan, dan/atau perawatan, serta pemeliharaan kesehatan tetap harus dijaga kelestariannya. (2) Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengolah, memproduksi, mengedarkan, mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan sediaan farmasi yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya. (3) Pemerintah menjamin pengembangan dan pemeliharaan sediaan farmasi. Pasal 100 (1) Sumber obat tradisional yang sudah terbukti berkhasiat dan aman digunakan dalam pencegahan, pengobatan, perawatan, dan/atau pemeliharaan kesehatan tetap dijaga kelestariannya. (2) Pemerintah menjamin pengembangan dan pemeliharaan bahan baku obat tradisional .

- 257 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Pasal 101 (1) Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengolah, memproduksi, mengedarkan, mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan obat tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya. (2) Ketentuan mengenai mengolah, memproduksi, mengedarkan, mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan obat tradisional diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 102 (1) Penggunaan sediaan farmasi yang berupa narkotika dan psikotropika hanya dapat dilakukan berdasarkan resep dokter atau dokter gigi dan dilarang untuk disalahgunakan. (2) Ketentuan mengenai narkotika dan psikotropika dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 103 (1) Setiap orang yang memproduksi, menyimpan, mengedarkan, dan menggunakan narkotika dan psikotropika wajib memenuhi standar dan/atau persyaratan tertentu. (2) Ketentuan mengenai produksi, penyimpanan, peredaran, serta penggunaan narkotika dan psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 104 (1) Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau khasiat/kemanfaatan. (2) Penggunaan obat dan obat tradisional harus dilakukan secara rasional. Pasal 105

- 258 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (1) Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia atau buku standar lainnya. (2) Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditentukan. Pasal 106 (1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar. (2) Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan. (3) Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 107 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 108 (1) Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Ketentuan mengenai pelaksanaan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

- 259 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Bagian Keenam Belas Pengamanan Makanan dan Minuman Pasal 109 Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi, mengolah, serta mendistribusikan makanan dan minuman yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil teknologi rekayasa genetik yang diedarkan harus menjamin agar aman bagi manusia, hewan yang dimakan manusia, dan lingkungan. Pasal 110 Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi dan mempromosikan produk makanan dan minuman dan/atau yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil olahan teknologi dilarang menggunakan kata-kata yang mengecoh dan/atau yang disertai klaim yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Pasal 111 (1) Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan. (2) Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang berisi: a. Nama produk; b. Daftar bahan yang digunakan; c. Berat bersih atau isi bersih; d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan makanan dan minuman kedalam wilayah Indonesia; dan e. Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa. (4) Pemberian tanda atau label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara benar dan akurat. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian label sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

- 260 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (6) Makanan dan persyaratan sebagaimana ditarik dari dimusnahkan undangan.

minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar, kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diedarkan, peredaran, dicabut izin edar dan disita untuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

Pasal 112 Pemerintah berwenang dan bertanggung jawab mengatur dan mengawasi produksi, pengolahan, pendistribusian makanan,ndan minuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109, Pasal 110, dan Pasal 111. Bagian Ketujuh Belas Pengamanan Zat Adiktif Pasal 113 (1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan. (2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya. (3) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan. Pasal 114 Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia wajib mencantumkan peringatan kesehatan. Pasal 115 (1) Kawasan tanpa rokok antara lain: a. fasilitas pelayanan kesehatan; b. tempat proses belajar mengajar;

- 261 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai c. d. e. f. g.

tempat anak bermain; tempat ibadah; angkutan umum; tempat kerja; dan tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.

(2) Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya. Pasal 116 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedelapan Belas Bedah Mayat Pasal 117 Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantungsirkulasi dan sistem pernafasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan. Pasal 118 (1) Mayat yang tidak dikenal harus dilakukan upaya identifikasi. (2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas upaya identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya identifikasi mayat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 119 (1) Untuk kepentingan penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan dapat dilakukan bedah mayat klinis di rumah sakit. (2) Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menegakkan diagnosis dan/atau menyimpulkan penyebab kematian.

- 262 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (3) Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas persetujuan tertulis pasien semasa hidupnya atau persetujuan tertulis keluarga terdekat pasien. (4) Dalam hal pasien diduga meninggal akibat penyakit yang membahayakan masyarakat dan bedah mayat klinis mutlak diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan/atau penyebab kematiannya, tidak diperlukan persetujuan. Pasal 120 (1) Untuk kepentingan pendidikan di bidang ilmu kedokteran dan biomedik dapat dilakukan bedah mayat anatomis di rumah sakit pendidikan atau di institusi pendidikan kedokteran. (2) Bedah mayat anatomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap mayat yang tidak dikenal atau mayat yang tidak diurus oleh keluarganya, atas persetujuan tertulis orang tersebut semasa hidupnya atau persetujuan tertulis keluarganya. (3) Mayat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus telah diawetkan, dipublikasikan untuk dicarikan keluarganya, dan disimpan sekurangkurangnya 1 (satu) bulan sejak kematiannya. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bedah mayat anatomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 121 (1) Bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis hanya dapat dilakukan oleh dokter sesuai dengan keahlian dan kewenangannya. (2) Dalam hal pada saat melakukan bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis ditemukan adanya dugaan tindak pidana, tenaga kesehatan wajib melaporkan kepada penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 122 (1) Untuk kepentingan penegakan hukum dapat dilakukan bedah mayat forensik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Bedah mayat forensik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh dokter ahli forensik, atau oleh dokter lain apabila tidak ada

- 263 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai dokter ahli forensik dan perujukan ke tempat yang ada dokter ahli forensiknya tidak dimungkinkan. (3) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas tersedianya pelayanan bedah mayat forensik di wilayahnya. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan bedah mayat forensik diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 123 (1) Pada tubuh yang telah terbukti mati batang otak dapat dilakukan tindakan pemanfaatan organ sebagai donor untuk kepentingan transplantasi organ. (2) Tindakan pemanfaatan organ donor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan kematian dan pemanfaatan organ donor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 124 Tindakan bedah mayat oleh tenaga kesehatan harus dilakukan sesuai dengan norma agama, norma kesusilaan, dan etika profesi. Pasal 125 Biaya pemeriksaan kesehatan terhadap korban tindak pidana dan/atau pemeriksaan mayat untuk kepentingan hokum ditanggung oleh pemerintah melalui APBN dan APBD.

- 264 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai BAB VII KESEHATAN IBU, BAYI, ANAK, REMAJA, LANJUT USIA, DAN PENYANDANG CACAT Bagian Kesatu Kesehatan ibu, bayi, dan anak Pasal 126 (1) Upaya kesehatan ibu harus ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu. (2) Upaya kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. (3) Pemerintah menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas, alat dan obat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan ibu secara aman, bermutu, dan terjangkau. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatan ibu diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 127 (1) Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan: a. hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal; b. dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu; dan c. pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu. (2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

- 265 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 128 (1) Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis. (2) Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus. (3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum. Pasal 129 (1) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara eksklusif. (2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 130 Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak. Pasal 131 (1) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak. (2) Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak anak masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. (3) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi tanggung jawab dan kewajiban bersama bagi orang tua, keluarga, masyarakat, dan Pemerintah, dan pemerintah daerah.

- 266 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 132 (1) Anak yang dilahirkan wajib dibesarkan dan diasuh secara bertanggung jawab sehingga memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal. (2) Ketentuan mengenai anak yang dilahirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan. (3) Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis-jenis imunisasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Pasal 133 (1) Setiap bayi dan anak berhak terlindungi dan terhindar dari segala bentuk diskriminasi dan tindak kekerasan yang dapat mengganggu kesehatannya. (2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat berkewajiban untuk menjamin terselenggaranya perlindungan bayi dan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyediakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan. Pasal 134 (1) Pemerintah berkewajiban menetapkan standar dan/atau kriteria terhadap kesehatan bayi dan anak serta menjamin pelaksanaannya dan memudahkan setiap penyelenggaraan terhadap standar dan kriteria tersebut. (2) Standar dan/atau kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselenggarakan sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama, dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 135 (1) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat wajib menyediakan tempat dan sarana lain yang diperlukan untuk

- 267 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai bermain anak yang memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara optimal serta mampu bersosialisasi secara sehat. (2) Tempat bermain dan sarana lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi sarana perlindungan terhadap risiko kesehatan agar tidak membahayakan kesehatan anak.

- 268 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Bagian Kedua Kesehatan Remaja Pasal 136 (1) Upaya pemeliharaan kesehatan remaja harus ditujukan untuk mempersiapkan menjadi orang dewasa yang sehat dan produktif, baik sosial maupun ekonomi. (2) Upaya pemeliharaan kesehatan remaja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk untuk reproduksi remaja dilakukan agar terbebas dari berbagai gangguan kesehatan yang dapat menghambat kemampuan menjalani kehidupan reproduksi secara sehat. (3) Upaya pemeliharaan kesehatan remaja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Pasal 137 (1) Pemerintah berkewajiban menjamin agar remaja dapat memperoleh edukasi, informasi, dan layanan mengenai kesehatan remaja agar mampu hidup sehat dan bertanggung jawab. (2) Ketentuan mengenai kewajiban Pemerintah dalam menjamin agar remaja memperoleh edukasi, informasi dan layanan mengenai kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pertimbangan moral nilai agama dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Kesehatan Lanjut Usia dan Penyandang Cacat Pasal 138 (1) Upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia harus ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonomis sesuai dengan martabat kemanusiaan. (2) Pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok lanjut usia untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis.

- 269 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 139 (1) Upaya pemeliharaan kesehatan penyandang cacat harus ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial, ekonomis, dan bermartabat. (2) Pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi penyandang cacat untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis. Pasal 140 Upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia dan penyandang cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 dan Pasal 139 dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. BAB VIII GIZI Pasal 141 (1) Upaya perbaikan gizi masyarakat ditujukan untuk peningkatan mutu gizi perseorangan dan masyarakat. (2) Peningkatan mutu gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui : a. perbaikan pola konsumsi makanan yang sesuai dengan gizi seimbang; b. perbaikan perilaku sadar gizi, aktivitas fisik, dan kesehatan; c. peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi yang sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi; dan d. peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi. (3) Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat bersamasama menjamin tersedianya bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi secara merata dan terjangkau. (4) Pemerintah berkewajiban menjaga agar bahan makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memenuhi standar mutu gizi yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

- 270 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (5) Penyediaan bahan makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara lintas sektor dan antarprovinsi, antarkabupaten atau antarkota. Pasal 142 (1) Upaya perbaikan gizi dilakukan pada seluruh siklus kehidupan sejak dalam kandungan sampai dengan lanjut usia dengan prioritas kepada kelompok rawan: a. bayi dan balita; b. remaja perempuan; dan c. ibu hamil dan menyusui. (2) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan standar angka kecukupan gizi, standar pelayanan gizi, dan standar tenaga gizi pada berbagai tingkat pelayanan. (3) Pemerintah bertanggung jawab atas pemenuhan kecukupan gizi pada keluarga miskin dan dalam situasi darurat. (4) Pemerintah bertanggung jawab terhadap pendidikan dan informasi yang benar tentang gizi kepada masyarakat. (5) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat melakukan upaya untuk mencapai status gizi yang baik. Pasal 143 Pemerintah bertanggung jawab meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi dan pengaruhnya terhadap peningkatan status gizi.

BAB IX KESEHATAN JIWA Pasal 144 (1) Upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.

- 271 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (2) Upaya kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas preventif, promotif, kuratif, rehabilitatif pasien gangguan jiwa dan masalah psikososial. (3) Upaya kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. (4) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab menciptakan kondisi kesehatan jiwa yang setinggi-tingginya dan menjamin ketersediaan, aksesibilitas, mutu dan pemerataan upaya kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (2). (5) Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban untuk mengembangkan upaya kesehatan jiwa berbasis masyarakat sebagai bagian dari upaya kesehatan jiwa keseluruhan, termasuk mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan jiwa. Pasal 145 Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menjamin upaya kesehatan jiwa secara preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk menjamin upaya kesehatan jiwa di tempat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 ayat (3). Pasal 146 (1) Masyarakat berhak mendapatkan informasi dan edukasi yang benar mengenai kesehatan jiwa. (2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menghindari pelanggaran hak asasi seseorang yang dianggap mengalami gangguan kesehatan jiwa. (3) Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban menyediakan layanan informasi dan edukasi tentang kesehatan jiwa. Pasal 147 (1) Upaya penyembuhan penderita gangguan kesehatan jiwa merupakan tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.

- 272 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (2) Upaya penyembuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang dan di tempat yang tepat dengan tetap menghormati hak asasi penderita. (3) Untuk merawat penderita gangguan kesehatan jiwa, digunakan fasilitas pelayanan kesehatan khusus yang memenuhi syarat dan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 148 (1) Penderita gangguan jiwa mempunyai hak yang sama sebagai warga negara. (2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persamaan perlakuan dalam setiap aspek kehidupan, kecuali peraturan perundang-undangan menyatakan lain. Pasal 149 (1) Penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum wajib mendapatkan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan. (2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat wajib melakukan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum. (3) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas pemerataan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat. (4) Tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa untuk masyarakat miskin. Pasal 150 (1) Pemeriksaan kesehatan jiwa untuk kepentingan penegakan hukum (visum et repertum psikiatricum) hanya dapat dilakukan oleh dokter spesialis kedokteran jiwa pada fasilitas pelayanan kesehatan.

- 273 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (2) Penetapan status kecakapan hukum seseorang yang diduga mengalami gangguan kesehatan jiwa dilakukan oleh tim dokter yang mempunyai keahlian dan kompetensi sesuai dengan standar profesi. Pasal 151 Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya kesehatan jiwa diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB X PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR Bagian Kesatu Penyakit Menular Pasal 152 (1) Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakatbertanggung jawab melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular serta akibat yang ditimbulkannya. (2) Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk melindungi masyarakat dari tertularnya penyakit, menurunkan jumlah yang sakit, cacat dan/atau meninggal dunia, serta untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat penyakit menular. (3) Upaya pencegahan, pengendalian, dan penanganan penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi individu atau masyarakat. (4) Pengendalian sumber penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan terhadap lingkungan dan/atau orang dan sumber penularan lainnya. (5) Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan harus berbasis wilayah. (6) Pelaksanaan upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui lintas sektor.

- 274 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (7) Dalam melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat melakukan kerja sama dengan negara lain. (8) Upaya pencegahan pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 153 Pemerintah menjamin ketersediaan bahan imunisasi yang aman, bermutu, efektif, terjangkau, dan merata bagi masyarakat untuk upaya pengendalian penyakit menular melalui imunisasi. Pasal 154 (1) Pemerintah secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis dan persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu yang singkat, serta menyebutkan daerah yang dapat menjadi sumber penularan. (2) Pemerintah dapat melakukan surveilans terhadap penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Dalam melaksanakan surveilans sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah dapat melakukan kerja sama dengan masyarakat dan negara lain. (4) Pemerintah menetapkan jenis penyakit yang memerlukan karantina, tempat karantina, dan lama karantina. Pasal 155 (1) Pemerintah daerah secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis dan persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu yang singkat, serta menyebutkan daerah yang dapat menjadi sumber penularan. (2) Pemerintah daerah dapat melakukan surveilans terhadap penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Dalam melaksanakan surveilans sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemerintah daerah dapat melakukan kerja sama dengan masyarakat. (4) Pemerintah daerah menetapkan jenis penyakit yang memerlukan karantina, tempat karantina, dan lama karantina.

- 275 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (5) Pemerintah daerah dalam menetapkan dan mengumumkan jenis dan persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu singkat dan pelaksanaan surveilans serta menetapkan jenis penyakit yang memerlukan karantina, tempat karantina, dan lama karantina berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 156 (1) Dalam melaksanakan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (1), Pemerintah dapat menyatakan wilayah dalam keadaan wabah, letusan, atau kejadian luar biasa (KLB). (2) Penentuan wilayah dalam keadaan wabah, letusan, atau kejadian luar biasa (KLB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan berdasarkan hasil penelitian yang diakui keakuratannya. (3) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat melakukan upaya penanggulangan keadaan wabah, letusan, atau kejadian luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Penentuan wilayah dalam keadaan wabah, letusan, atau kejadian luar biasa dan upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 157 (1) Pencegahan penularan penyakit menular wajib dilakukan oleh masyarakat termasuk penderita penyakit menular melalui perilaku hidup bersih dan sehat. (2) Dalam pelaksanaan penanggulangan penyakit menular, tenaga kesehatan yang berwenang dapat memeriksa tempat-tempat yang dicurigai berkembangnya vektor dan sumber penyakit lain. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

- 276 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Bagian Kedua Penyakit Tidak Menular Pasal 158 (1) Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan penanganan penyakit tidak menular beserta akibat yang ditimbulkannya. (2) Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan berperilaku sehat dan mencegah terjadinya penyakit tidak menular beserta akibat yang ditimbulkan. (3) Upaya pencegahan, pengendalian, dan penanganan penyakit tidak menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi individu atau masyarakat. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 159 (1) Pengendalian penyakit tidak menular dilakukan dengan pendekatan surveilan faktor risiko, registri penyakit, dan surveilan kematian. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan memperoleh informasi yang esensial serta dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam upaya pengendalian penyakit tidak menular. (3) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kerja sama lintas sektor dan dengan membentukjejaring, baik nasional maupun internasional. Pasal 160 (1) Pemerintah, pemerintah daerah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi yang benar tentang faktor risiko penyakit tidak menular yang mencakup seluruh fase kehidupan.

- 277 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (2) Faktor risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi diet tidak seimbang, kurang aktivitas fisik, merokok, mengkonsumsi alkohol, dan perilaku berlalu lintas yang tidak benar. Pasal 161 (1) Manajemen pelayanan kesehatan penyakit tidak menular meliputi keseluruhan spektrum pelayanan baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. (2) Manajemen pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola secara profesional sehingga pelayanan kesehatan penyakit tidak menular tersedia, dapat diterima, mudah dicapai, berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. (3) Manajemen pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dititikberatkan pada deteksi dini dan pengobatan penyakit tidak menular.

- 278 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai BAB XI KESEHATAN LINGKUNGAN Pasal 162 Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggitingginya. Pasal 163 (1) Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi kesehatan. (2) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum. (3) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bebas dari unsur-unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan, antara lain: a. limbah cair; b. limbah padat; c. limbah gas; d. sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan pemerintah; e. binatang pembawa penyakit; f. zat kimia yang berbahaya; g. kebisingan yang melebihi ambang batas; h. radiasi sinar pengion dan non pengion; i. air yang tercemar; j. udara yang tercemar; dan k. makanan yang terkontaminasi. (4) Ketentuan mengenai standar baku mutu kesehatan lingkungan dan proses pengolahan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

- 279 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai BAB XII KESEHATAN KERJA Pasal 164 (1) Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. (2) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pekerja di sektor formal dan informal. (3) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi setiap orang selain pekerja yang berada di lingkungan tempat kerja. (4) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga bagi kesehatan pada lingkungan tentara nasional Indonesia baik darat, laut, maupun udara serta kepolisian Republik Indonesia. (5) Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (6) Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan menjamin lingkungan kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja. (7) Pengelola tempat kerja wajib bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 165 (1) Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja. (2) Pekerja wajib menciptakan dan menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat dan menaati peraturan yang berlaku di tempat kerja. (3) Dalam penyeleksian pemilihan calon pegawai pada perusahaan/instansi, hasil pemeriksaan kesehatan secara fisik dan

- 280 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai mental digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 166 (1) Majikan atau pengusaha wajib menjamin kesehatan pekerja melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja. (2) Majikan atau pengusaha menanggung biaya atas gangguan kesehatan akibat kerja yang diderita oleh pekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Pemerintah memberikan dorongan dan bantuan untuk perlindungan pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). BAB XIII PENGELOLAAN KESEHATAN Pasal 167 (1) Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat melalui pengelolaan administrasi kesehatan, informasi kesehatan, sumber daya kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta dan pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. (2) Pengelolaan kesehatan dilakukan secara berjenjang di pusat dan daerah. (3) Pengelolaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam suatu sistem kesehatan nasional. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.

- 281 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai BAB XIV INFORMASI KESEHATAN Pasal 168 (1) Untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan informasi kesehatan. (2) Informasi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sistem informasi dan melalui lintas sektor. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 169 Pemerintah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memperoleh akses terhadap informasi kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. BAB XV PEMBIAYAAN KESEHATAN Pasal 170 (1) Pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. (2) Unsur-unsur pembiayaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas sumber pembiayaan, alokasi, dan pemanfaatan. (3) Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, swasta dan sumber lain. Pasal 171 (1) Besar anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5% (lima persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara di luar gaji.

- 282 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (2) Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10% (sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah di luar gaji. (3) Besaran anggaran kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan publik yang besarannya sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari anggaran kesehatan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pasal 172 (1) Alokasi pembiayaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171 ayat (3) ditujukan untuk pelayanan kesehatan di bidang pelayanan publik, terutama bagi penduduk miskin, kelompok lanjut usia, dan anak terlantar. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara alokasi pembiayaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 173 (1) Alokasi pembiayaan kesehatan yang bersumber dari swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 ayat (3) dimobilisasi melalui sistem jaminan sosial nasional dan/atau asuransi kesehatan komersial. (2) Ketentuan mengenai tata cara penyelenggaraan system jaminan sosial nasional dan/atau asuransi kesehatan komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XVI PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 174 (1) Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan maupun terorganisasi dalam segala bentuk dan tahapan pembangunan kesehatan dalam rangka membantu mempercepat pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

- 283 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup keikutsertaan secara aktif dan kreatif. BAB XVII BADAN PERTIMBANGAN KESEHATAN Bagian Kesatu Nama dan Kedudukan Pasal 175 Badan pertimbangan kesehatan merupakan badan independen, yang memiliki tugas, fungsi, dan wewenang di bidang kesehatan. Pasal 176 (1) Badan pertimbangan kesehatan berkedudukan di Pusat dan daerah. (2) Badan pertimbangan kesehatan pusat dinamakan Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional selanjutnya disingkat BPKN berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia. (3) Badan pertimbangan kesehatan daerah selanjutnya disingkat BPKD berkedudukan di provinsi dan kabupaten/kota. (4) Kedudukan BPKN dan BPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berada sampai pada tingkat kecamatan. Bagian Kedua Peran, Tugas, dan Wewenang Pasal 177 (1) BPKN dan BPKD berperan membantu pemerintah dan masyarakat dalam bidang kesehatan sesuai dengan lingkup tugas masingmasing. (2) BPKN dan BPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan wewenang antara lain: a. menginventarisasi masalah melalui penelaahan terhadap berbagai informasi dan data yang relevan atau berpengaruh terhadap proses pembangunan kesehatan;

- 284 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai b. c. d.

e.

f. g.

memberikan masukan kepada pemerintah tentang sasaran pembangunan kesehatan selama kurun waktu 5 (lima) tahun; menyusun strategi pencapaian dan prioritas kegiatan pembangunan kesehatan; memberikan masukan kepada pemerintah dalam pengidentifikasi dan penggerakan sumber daya untuk pembangunan kesehatan; melakukan advokasi tentang alokasi dan penggunaan dana dari semua sumber agar pemanfaatannya efektif, efisien, dan sesuai dengan strategi yang ditetapkan; memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan kesehatan; dan merumuskan dan mengusulkan tindakan korektif yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan yang menyimpang.

(3) BPKN dan BPKD berperan membantu pemerintah dan masyarakat dalam bidang kesehatan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan, susunan organisasi dan pembiayaan BPKN dan BPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden. BAB XVIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 178 Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan terhadap masyarakat dan terhadap setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya kesehatan di bidang kesehatan dan upaya kesehatan. Pasal 179 (1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 diarahkan untuk: a. memenuhi kebutuhan setiap orang dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan;

- 285 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai b. c. d.

e. f.

menggerakkan dan melaksanakan penyelenggaraan upaya kesehatan; memfasilitasi dan menyelenggarakan fasilitas kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan; memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan perbekalan kesehatan, termasuk sediaan farmasi dan alat kesehatan serta makanan dan minuman; memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sesuai dengan standar dan persyaratan; melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. komunikasi, informasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat; b. pendayagunaan tenaga kesehatan; c. pembiayaan. Pasal 180 Dalam rangka pembinaan, Pemerintah dan pemerintah daerah, dapat memberikan penghargaan kepada orang atau badan yang telah berjasa dalam setiap kegiatan mewujudkan tujuan kesehatan. Pasal 181 Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinan diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Pengawasan Pasal 182 (1) Menteri melakukan pengawasan terhadap masyarakat dan setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya di bidang kesehatan dan upaya kesehatan. (2) Menteri dalam melakukan pengawasan dapat memberikan izin terhadap setiap penyelengaraan upaya kesehatan. (3) Menteri dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat mendelegasikan kepada lembaga

- 286 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai pemerintah non kementerian, kepala dinas di provinsi, dan kabupaten/kota yang tugas pokok dan fungsinya di bidang kesehatan. (4) Menteri dalam melaksanakan pengawasan mengikutsertakan masyarakat. Pasal 183 Menteri atau kepala dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 dalam melaksanakan tugasnya dapat mengangkat tenaga pengawas dengan tugas pokok untuk melakukan pengawasan terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan sumber daya di bidang kesehatan dan upaya kesehatan. Pasal 184 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183, tenaga pengawas mempunyai fungsi: a. memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan; b. memeriksa perizinan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan. Pasal 185 Setiap orang yang bertanggung jawab atas tempat dilakukannya pemeriksaan oleh tenaga pengawas mempunyai hak untuk menolak pemeriksaan apabila tenaga pengawas yang bersangkutan tidak dilengkapi dengan tanda pengenal dan surat perintah pemeriksaan. Pasal 186 Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya dugaan atau patut diduga adanya pelanggaran hukum di bidang kesehatan, tenaga pengawas wajib melaporkan kepada penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 187 Ketentuan lebih lanjut tentang pengawasan diatur dengan Peraturan Menteri.

- 287 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Pasal 188 (1) Menteri dapat mengambil tindakan administrative terhadap tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (2) Menteri dapat mendelegasikan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada lembaga pemerintah nonkementerian, kepala dinas provinsi, atau kabupaten/kota yang tugas pokok dan fungsinya di bidang kesehatan. (3) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. peringatan secara tertulis; b. pencabutan izin sementara atau izin tetap. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan tindakan administratif sebagaimana dimaksud pasal ini diatur oleh Menteri. BAB XIX PENYIDIKAN Pasal 189 (1) Selain penyidik polisi negara Republik Indonesia, kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan pemerintahan yang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana di bidang kesehatan; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang kesehatan; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang kesehatan; d. melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang kesehatan;

- 288 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai e.

melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang kesehatan; f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan; g. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan adanya tindak pidana di bidang kesehatan. (3) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh penyidik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB XX KETENTUAN PIDANA Pasal 190 (1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliarrupiah). Pasal 191 Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

- 289 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 192 Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 193 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastic dan rekonstruksi untuk tujuan mengubah identitas seseorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) Pasal 194 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 195 Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan darah dengan dalih apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 196 Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 197 Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar

- 290 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Pasal 198 Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Pasal 199 (1) Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau memasukkan rokok ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tidak mencantumkan peringatan kesehatan berbentuk gambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan dendan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); (2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar kawasan tanpa rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Pasal 200 Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) Pasal 201 (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196 , Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200.

- 291 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: a. pencabutan izin usaha; dan/atau b. pencabutan status badan hukum. BAB XXI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 202 Peraturan Perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal pengundangan Undang-Undang ini. Pasal 203 Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. BAB XXII KETENTUAN PENUTUP Pasal 204 Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 205 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

- 292 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Disahkan di Jakarta pada tanggal 13 Oktober 200913 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 13 Oktober 200913 Oktober 2009 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ANDI MATTALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 144144 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI Kepala Biro Peraturan Perundangundangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat, ttd Wisnu Setiawan

- 293 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN I.

UMUM Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum jelas citacita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di antaranya pembangunan kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsure kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta pembangunan nasional. Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggitingginya pada mulanya berupa upaya penyembuhan penyakit, kemudian secara berangsurangsur berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat secara luas yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan. Perkembangan ini

- 294 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai tertuang ke dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) pada tahun 1982 yang selanjutnya disebutkan kedalam GBHN 1983 dan GBHN 1988 sebagai tatanan untuk melaksanakan pembangunan kesehatan. Selain itu, perkembangan teknologi kesehatan yang berjalan seiring dengan munculnya fenomena globalisasi telah menyebabkan banyaknya perubahan yang sifat dan eksistensinya sangat berbeda jauh dari teks yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Pesatnya kemajuan teknologi kesehatan dan teknologi informasi dalam era global ini ternyata belum terakomodatif secara baik oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Perencanaan dan pembiayaan pembangunan kesehatan yang tidak sejiwa dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, yaitu menitikberatkan pada pengobatan (kuratif), menyebabkan pola pikir yang berkembang di masyarakat adalah bagaimana cara mengobati bila terkena penyakit. Hal itu tentu akan membutuhkan dana yang lebih besar bila dibandingkan dengan upaya pencegahan. Konsekuensinya, masyarakat akan selalu memandang persoalan pembiayaan kesehatan sebagai sesuatu yang bersifat konsumtif/pemborosan. Selain itu, sudut pandang para pengambil kebijakan juga masih belum menganggap kesehatan sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga di dalam menjalankan pembangunan sehingga alokasi dana kesehatan hingga kini masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara lain. Untuk itu, sudah saatnya kita melihat persoalan kesehatan sebagai suatu faktor utama dan investasi berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah paradigma baru yang biasa dikenal dengan paradigma sehat, yakni paradigma kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Dalam rangka implementasi paradigma sehat tersebut, dibutuhkan sebuah undang-undang yang berwawasan sehat, bukan undangundang yang berwawasan sakit. Pada sisi lain, perkembangan ketatanegaraan bergeser dari sentralisasi menuju desentralisasi yang ditandai dengan

- 295 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang tersebut memuat ketentuan yang menyatakan bahwa bidang kesehatan sepenuhnya diserahkan kepada daerah masing-masing yang setiap daerah diberi kewenangan untuk mengelola dan menyelenggarakan seluruh aspek kesehatan. Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 yang mengatur tentang pembagian urusan antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Berdasarkan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan perlu disesuaikan dengan semangat otonomi daerah. Oleh karena itu, perlu dibentuk kebijakan umum kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh semua pihak dan sekaligus dapat menjawab tantangan era globalisasi dan dengan semakin kompleksnya permasalahan kesehatan dalam suatu Undang-Undang Kesehatan yang baru untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. II.

PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Pembangunan kesehatan harus memperhatikan berbagai asas yang memberikan arah pembangunan kesehatan dan dilaksanakan melalui upaya kesehatan sebagai berikut: (1) asas perikemanusiaan yang berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dengan tidak membedakan golongan agama dan bangsa.

- 296 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (2) asas keseimbangan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dilaksanakan antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan mental, serta antara material dan sipiritual. (3) asas manfaat berarti bahwa pembangunan kesehatan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanausiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap warga negara. (4) asas pelindungan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dapat memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada pemberi dan penerima pelayanan kesehatan. (5) asas penghormatan terhadap hak dan kewajiban berarti bahwa pembangunan kesehatan dengan menghormati hak dan kewajiban masyarakat sebagai bentuk kesamaan kedudukan hukum. (6) asas keadilan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau. (7) asas gender dan nondiskriminatif berarti bahwa pembangunan kesehatan tidak membedakan perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki. (8) asas norma agama berarti pembangunan kesehatan harus memperhatikan dan menghormati serta tidak membedakan agama yang dianut masyarakat. Pasal 3 Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya. Derajat kesehatan yang setinggi-tingginya mungkin dapat dicapai pada suatu saat sesuai dengan kondisi dan situasi serta kemampuan yang nyata dari setiap orang atau masyarakat. Upaya kesehatan harus selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus agar masyarakat yang sehat sebagai investasi dalam pembangunan dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pasal 4

- 297 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Hak atas kesehatan yang dimaksud dalam pasal ini adalah hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dari fasilitas pelayanan kesehatan agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Ayat (1) Agar upaya kesehatan berhasil guna dan berdaya guna, Pemerintah perlu merencanakan, mengatur, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan ataupun sumber dayanya secara serasi dan seimbang dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang merata kepada masyarakat, diperlukan ketersediaan tenaga kesehatan yang merata dalam arti pendayagunaan dan penyebarannya harus merata ke seluruh wilayah sampai ke

- 298 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai daerah terpencil sehingga memudahkan masyarakat dalam memperoleh layanan kesehatan. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Peran serta aktif masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan perlu digerakkan dan diarahkan agar dapat berdaya guna dan berhasil guna. Pasal 19 Untuk melaksanakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat diperlukan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan di seluruh wilayah sampai daerah terpencil yang mudah dijangkau oleh seluruh masyarakat. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Ayat (1) Pada prinsipnya perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan ditujukan kepada seluruh tenaga kesehatan dalam menyelenggarakan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan dapat dikelompokkan sesuai dengan keahlian dan kualifikasi yang dimiliki, antara lain meliputi tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga kesehatan masyarakat dan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, dan tenaga kesehatan lainnya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pengaturan tenaga kesehatan di dalam undang-undang adalah tenaga kesehatan di luar tenaga medis. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Ayat (1) Kewenangan yang dimaksud dalam ayat ini adalah kewenangan yang diberikan berdasarkan pendidikannya

- 299 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai setelah melalui proses registrasi dan pemberian izin dari pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Selama memberikan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan harus mengutamakan indikasi medik dan tidak diskriminatif, demi kepentingan terbaik dari pasien dan sesuai dengan indikasi medis. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah dimaksudkan agar memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengatur sendiri pengadaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan yang diperlukan sesuai kebutuhan daerahnya dengan tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Kewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dimaksudkan agar tenaga

- 300 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai kesehatan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi baru. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Mediasi dilakukan bila timbul sengketa antara tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan dengan pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan. Mediasi dilakukan bertujuan untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan oleh mediator yang disepakati oleh para pihak. Pasal 30 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan spesialistik. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan sub spesialistik. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34

- 301 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Bagi tenaga kesehatan yang sedang menjalani proses belajar diberikan izin secara kolektif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Yang dimaksud dengan “obat generik� adalah obat generik dengan menggunakan nama Internasional Non Propertery Name (INN). Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Ayat (1)

- 302 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan ditujukan untuk menghasilkan informasi kesehatan, teknologi, produk teknologi, dan teknologi informasi (TI) kesehatan untuk mendukung pembangunan kesehatan. Pengembangan teknologi, produk teknologi, teknologi informasi (TI) dan Informasi Kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hak kekayaan intelektual (HKI). Untuk penelitian penyakit infeksi yang muncul baru atau berulang (new emerging atau re emerging diseases) yang dapat menyebabkan kepedulian kesehatan dan kedaruratan kesehatan masyarakat (public health emergency of international concern/PHEIC) harus dipertimbangkan kemanfaatan (benefit sharing) dan penelusuran ulang asal muasalnya (tracking system) demi untuk kepentingan nasional. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “teknologi kesehatan� dalam ketentuan ini adalah cara, metode, proses, atau produk yang dihasilkan dari penerapan dan pemanfaatan disiplin ilmu pengetahuan di bidang kesehatan yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan, kelangsungan, dan peningkatan mutu kehidupan manusia. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 43 Ayat (1) Kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi terdiri atas unsure perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, badan usaha, dan lembaga penunjang. Lembaga penelitian dan pengembangan kesehatan berfungsi menumbuhkan kemampuan pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 44 Ayat (1) Yang dimaksud dengan uji coba adalah bagian dari kegiatan penelitian dan pengembangan. Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara

- 303 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik simpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada atau menghasilkan teknologi baru. Ilmu pengetahuan adalah rangkaian pengetahuan yang digali, disusun, dan dikembangkan secara sistematis dengan menggunakan pendekatan tertentu yang dilandasi oleh metodologi ilmiah, baik yang bersifat kuantitatif, kualitatif, maupun eksploratif untuk menerangkan pembuktian gejala alam dan/atau gejala kemasyarakatan tertentu. Ayat (2) Semua uji coba yang menggunakan manusia sebagai subjek uji coba wajib didasarkan pada tiga prinsip etik umum, yaitu menghormati harkat martabat manusia (respect for persons) yang bertujuan menghormati otonomi dan melindungi manusia yang otonominya terganggu/kurang, berbuat baik (beneficence) dan tidak merugikan (nonmaleficence) dan keadilan (justice). Ayat (3) Uji coba pada manusia harus dilakukan dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan. Penelitian dan pengembangan yang menggunakan manusia sebagai subjek harus mendapat informed consent. Sebelum meminta persetujuan subyek penelitian, peneliti harus memberikan informasi mengenai tujuan penelitian dan pengembangan kesehatan serta penggunaan hasilnya, jaminan kerahasiaan tentang identitas dan data pribadi, metode yang digunakan, risiko yang mungkin timbul dan hal lain yang perlu diketahui oleh yang bersangkutan dalam rangka penelitian dan pengembangan kesehatan.

- 304 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Ayat (4) Hewan percobaan harus dipilih dengan mengutamakan hewan dengan sensitivitas neurofisiologik yang paling rendah (nonsentient organism) dan hewan yang paling rendah pada skala evolusi. Keberhati-hatian (caution) yang wajar harus diterapkan pada penelitian yang dapat mempengaruhi lingkungan dan kesehatan hewan yang digunakan dalam penelitian harus dihormati. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 45 Ayat (1) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat ini ditujukan bagi pengembangan teknologi dan/atau produk teknologi yang bertujuan untuk penyalahgunaan sebagai senjata dan/atau bahan senjata biologi, yang menimbulkan bahaya bagi keselamatan manusia, kelestarian fungsi lingkungan, kerukunan bermasyarakat, keselamatan bangsa, dan merugikan negara, serta membahayakan ketahanan nasional. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54

- 305 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Ayat (1) Yang termasuk “kerugian” akibat pelayanan kesehatan termasuk didalamnya adalah pembocoran rahasia kedokteran. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “penggunaan alat dan teknologi” dalam ketentuan ini adalah yang tidak bertentangan dengan tindakan pengobatan tradisional yang dilakukan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “fasilitas pelayanan kesehatan tertentu” dalam ketentuan ini adalah fasilitas yang ditetapkan oleh Menteri yang telah memenuhi persyaratan antara lain peralatan, ketenagaan dan penunjang lainnya

- 306 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai untuk dapat melaksanakan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Ayat (1) Pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh dilakukan dalam rangka penyelenggaraan penelitian dan pengembangan kesehatan, pelayanan kesehatan, pendidikan serta kepentingan lainnya. Kepentingan lainnya adalah surveilans, investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB), baku mutu keselamatan dan keamanan laboratorium kesehatan sebagai penentu diagnosis penyakit infeksi, upaya koleksi mikroorganisme, koleksi materi, dan data genetik dari pasien dan agen penyebab penyakit. Pengiriman ke luar negeri hanya dapat dilakukan apabila cara mencapai maksud dan tujuan pemeriksaan tidak mampu dilaksanakan oleh tenaga kesehatan maupun fasilitas pelayanan kesehatan atau lembaga penelitian dan pengembangan dalam negeri, maupun untuk kepentingan kendali mutu dalam rangka pemutakhiran akurasi kemampuan standar diagnostik dan terapi oleh kelembagaan dimaksud. Pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh dimaksud harus dilegkapi dengan Perjanjian Alih Material dan dokumen pendukung yang relevan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “sel punca� dalam ketentuan ini adalah sel dalam tubuh manusia dengan kemampuan

- 307 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai istimewa yakni mampu memperbaharui atau meregenerasi dirinya dan mampu berdiferensiasi menjadi sel lain yang spesifik. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “konselor� dalam ketentuan ini adalah setiap orang yang telah memiliki sertifikat sebagai konselor melalui pendidikan dan pelatihan. Yang dapat menjadi konselor adalah dokter, psikolog, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan setiap orang yang mempunyai minat dan memiliki keterampilan untuk itu. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 77 Yang dimaksud dengan praktik aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab adalah aborsi yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan yang bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak profesional, tanpa mengikuti standar profesi dan pelayanan yang berlaku, diskriminatif, atau lebih mengutamakan imbalan materi dari pada indikasi medis.

- 308 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “bencana� dalam ketentuan ini adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Pemerintah harus memfasilitasi tersedianya sumber daya dan pelaksanaan pelayanan kesehatan pada prabencana, saat bencana dan pascabencana. Ayat (2) Yang dimaksud “tanggap darurat bencana� dalam ketentuan ini adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas.

- 309 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Guna menjamin ketersediaan darah untuk pelayanan kesehatan, jaminan pemerintah diwujudkan dalam bentuk pemberian subsidi kepada unit transfusi darah (UTD) yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan bantuan lainnya. Ayat (3) Darah sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Pemurah kepada setiap insan tidaklah sepantasnya dijadikan objek jual beli untuk mencari keuntungan, biarpun dengan dalih untuk menyambung hidup. Pasal 91 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “proses pengolahan� dalam ketentuan ini adalah pemisahan komponen darah menjadi plasma dan sel darah merah, sel darah putih dan sel pembeku darah yang dilakukan oleh UTD dan biaya pengolahan tersebut ditanggung oleh negara. Yang dimaksud dengan “proses produksi� dalam ketentuan ini adalah proses fraksionasi dimana dilakukan penguraian protein plasma menjadi antara lain albumin, globulin, faktor VIII dan faktor IX dilakukan oleh industri yang harganya dikendalikan oleh Pemerintah. Ayat (2)

- 310 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Yang dimaksud dengan “dikendalikan” dalam ketentuan ini termasuk harga hasil produksi yang bersumber dari pengolahan darah transfusi. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Ayat (1) Lingkup masalah dari kesehatan gigi dan mulut ditinjau dari fase tumbuh kembang: a. Fase janin; b. Ibu Hamil; c. Anak-anak; d. Remaja; e. Dewasa; dan f. Lanjut Usia. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Ayat (1) Pemerintah menggerakan pemberdayaan masyarakat untuk donor kornea dan operasi katarak dalam rangka mencegah kebutaan dan pendengaran. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas. Pasal 97 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kesehatan matra” dalam ketentuan ini adalah kondisi dengan lingkungan berubah secara bermakna yang dapat menimbulkan masalah kesehatan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “kesehatan lapangan” dalam ketentuan ini adalah kesehatan matra yang berhubungan dengan pekerjaan didarat yang temporer dan serba berubah. Adapun sasaran pokok adalah melakukan

- 311 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai dukungan kesehatan operasional dan pembinaan terhadap setiap orang yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam kegiatan dilapangan. Yang dimaksud dengan “kesehatan kelautan dan bawah air� dalam ketentuan ini adalah kesehatan matra yang berhubungan dengan pekerjaan di laut dan yang berhubungan dengan keadaan lingkungan yang bertekanan tinggi (hiperbarik) dengan sasaran pokok melakukan dukungan kesehatan operasional dan pembinaan kesehatan setiap orang yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pengoperasian peralatan laut dan dibawah air. Yang dimaksud dengan “kesehatan kedirgantaraan� dalam ketentuan ini adalah kesehatan matra udara yang mencakup ruang lingkup kesehatan penerbangan dan kesehatan ruang angkasa dengan keadaan lingkungan yang bertekanan rendah (hipobarik) dengan mempunyai sasaran pokok melakukan dukungan kesehatan operasional dan pembinaan kesehatan terhadap setiap orang secara langsung atau tidak langsung. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 98 Cukup jelas. Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 100 Cukup jelas. Pasal 101 Cukup jelas. Pasal 102 Cukup jelas. Pasal 103 Cukup jelas. Pasal 104 Cukup jelas. Pasal 105

- 312 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Ayat (1) Yang dimaksud dengan “buku standar lainnya� dalam ketentuan ini adalah kalau tidak ada dalam farmakope Indonesia, dapat menggunakan US farmakope, British farmakope, international farmakope. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 106 Cukup jelas. Pasal 107 Cukup jelas. Pasal 108 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “tenaga kesehatan� dalam ketentuan ini adalah tenaga kefarmasian sesuai dengan keahlian dan kewenangannya. Dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik kefarmasian secara terbatas, misalnya antara lain dokter dan/atau dokter gigi, bidan, dan perawat, yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 109 Cukup jelas. Pasal 110 Cukup jelas. Pasal 111 Cukup jelas. Pasal 112 Dalam pengaturan termasuk diatur penggunaan bahan tambahan makanan dan minuman yang boleh digunakan dalam produksi dan pengolahan makanan dan minuman. Pasal 113 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)

- 313 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Penetapan standar diarahkan agar zat adiktif yang dikandung oleh bahan tersebut dapat ditekan untuk mencegah beredarnya bahan palsu. Penetapan persyaratan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif ditujukan untuk menekan dan mencegah penggunaan yang mengganggu atau merugikan kesehatan. Pasal 114 Yang dimaksud dengan “peringatan kesehatan� dalam ketentuan ini adalah tulisan yang jelas dan mudah terbaca dan dapat disertai gambar atau bentuk lainnya. Pasal 115 Ayat (1) Khusus bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok. Ayat (2) Pemerintah daerah dalam menetapkan kawasan tanpa rokok harus mempertimbangkan seluruh aspek secara holistik. Pasal 116 Cukup jelas. Pasal 117 Cukup jelas. Pasal 118 Cukup jelas. Pasal 119 Cukup jelas. Pasal 120 Cukup jelas. Pasal 121 Cukup jelas. Pasal 122 Cukup jelas. Pasal 123 Cukup jelas. Pasal 124 Cukup jelas. Pasal 125 Cukup jelas. Pasal 126

- 314 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Cukup jelas. Pasal 127 Cukup jelas. Pasal 128 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pemberian air susu ibu ekslusif” dalam ketentuan ini adalah pemberian hanya air susu ibu selama 6 bulan, dan dapat terus dilanjutkan sampai dengan 2 (dua) tahun dengan memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sebagai tambahan makanan sesuai dengan kebutuhan bayi. Yang dimaksud dengan “indikasi medis” dalam ketentuan ini adalah kondisi kesehatan ibu yang tidak memungkinkan memberikan air susu ibu berdasarkan indikasi medis yang ditetapkan oleh tenaga medis. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 129 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kebijakan” dalam ketentuan ini berupa pembuatan norma, standar, prosedur dan kriteria. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 130 Cukup jelas. Pasal 131 Cukup jelas. Pasal 132 Cukup jelas. Pasal 133 Cukup jelas. Pasal 134 Cukup jelas. Pasal 135 Cukup jelas. Pasal 136 Ayat (1)

- 315 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Setiap anak usia sekolah dan remaja berhak atas informasi dan edukasi serta layanan kesehatan termasuk kesehatan reproduksi remaja dengan memperhatikan masalah dan kebutuhan agar terbebas dari berbagai gangguan kesehatan dan penyakit yang dapat menghambat pengembangan potensi anak. Setiap anak usia sekolah dan remaja berhak mendapatkan pendidikan kesehatan melalui sekolah dan madrasah dan maupun luar sekolah untuk meningkatkan kemampuan hidup anak dalam lingkungan hidup yang sehat sehingga dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Upaya pembinaan usia sekolah dan remaja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditujukan untuk menyiapkan anak menjadi orang dewasa yang sehat, cerdas dan produktif baik sosial maupun ekonomi. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 137 Cukup jelas. Pasal 138 Cukup jelas. Pasal 139 Cukup jelas. Pasal 140 Cukup jelas. Pasal 141 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “gizi seimbang� dalam ketentuan ini adalah asupan gizi sesuai kebutuhan seseorang untuk mencegah resiko gizi lebih dan gizi kurang. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4)

- 316 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 142 Cukup jelas. Pasal 143 Cukup jelas. Pasal 144 Cukup jelas. Pasal 145 Cukup jelas. Pasal 146 Cukup jelas. Pasal 147 Cukup jelas. Pasal 148 Cukup jelas. Pasal 149 Cukup jelas. Pasal 150 Cukup jelas. Pasal 151 Cukup jelas. Pasal 152 Cukup jelas. Pasal 153 Cukup jelas. Pasal 154 Cukup jelas. Pasal 155 Cukup jelas. Pasal 156 Cukup jelas. Pasal 157 Ayat (1) Perilaku hidup bersih dan sehat bagi penderita penyakit menular dilakukan dengan tidak melakukan tindakan yang dapat memudahkan penularan penyakit pada orang lain. Ayat (2)

- 317 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 158 Cukup jelas. Pasal 159 Cukup jelas. Pasal 160 Cukup jelas. Pasal 161 Cukup jelas. Pasal 162 Cukup jelas. Pasal 163 Cukup jelas. Pasal 164 Cukup jelas. Pasal 165 Cukup jelas. Pasal 166 Cukup jelas. Pasal 167 Cukup jelas. Pasal 168 Cukup jelas. Pasal 169 Cukup jelas. Pasal 170 Cukup jelas. Pasal 171 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Bagi daerah yang telah menetapkan lebih dari 10% (sepuluh persen) agar tidak menurunkan jumlah alokasinya dan bagi daerah yang belum mempunyai kemampuan agar dilaksanakan secara bertahap. Ayat (3)

- 318 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Yang dimaksud dengan “kepentingan pelayanan publik� dalam ketentuan ini adalah pelayanan kesehatan baik pelayanan preventif, pelayanan promotif, pelayanan kuratif, dan pelayanan rehabilitatif yang dibutuhkan masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatannya. Biaya tersebut dilakukan secara efisien dan efektif dengan mengutamakan pelayanan preventif dan pelayanan promotif dan besarnya sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari APBN dan APBD. Pasal 172 Cukup jelas. Pasal 173 Cukup jelas. Pasal 174 Cukup jelas. Pasal 175 Cukup jelas. Pasal 176 Cukup jelas. Pasal 177 Cukup jelas. Pasal 178 Cukup jelas. Pasal 179 Cukup jelas. Pasal 180 Cukup jelas. Pasal 181 Cukup jelas. Pasal 182 Cukup jelas. Pasal 183 Cukup jelas. Pasal 184 Cukup jelas. Pasal 185 Cukup jelas. Pasal 186 Cukup jelas.

- 319 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 187 Cukup jelas. Pasal 188 Cukup jelas. Pasal 189 Cukup jelas. Pasal 190 Cukup jelas. Pasal 191 Cukup jelas. Pasal 192 Cukup jelas. Pasal 193 Cukup jelas. Pasal 194 Cukup jelas. Pasal 195 Cukup jelas. Pasal 196 Cukup jelas. Pasal 197 Cukup jelas. Pasal 198 Cukup jelas. Pasal 199 Cukup jelas. Pasal 200 Cukup jelas. Pasal 201 Cukup jelas. Pasal 202 Cukup jelas. Pasal 203 Cukup jelas. Pasal 204 Cukup jelas. Pasal 205 Cukup jelas.

- 320 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50635063 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pekerjaan Kefarmasian;

Mengingat

:

1. 2.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);

MEMUTUSKAN: Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN.

- 321 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan dimaksud dengan: 1.

2. 3.

4.

5.

6.

Pemerintah

ini

yang

Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya

- 322 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Fasilitas Kesehatan adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk memproduksi obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk mendistribusikan atau menyalurkan Sediaan Farmasi, yaitu Pedagang Besar Farmasi dan Instalasi Sediaan Farmasi. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama. Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Toko Obat adalah sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas untuk dijual secara eceran.

- 323 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai 15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

Standar Profesi adalah pedoman untuk menjalankan praktik profesi kefarmasian secara baik. Standar Prosedur Operasional adalah prosedur tertulis berupa petunjuk operasional tentang Pekerjaan Kefarmasian. Standar Kefarmasian adalah pedoman untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan kefarmasian. Asosiasi adalah perhimpunan dari perguruan tinggi farmasi yang ada di Indonesia. Organisasi Profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di Indonesia. Surat Tanda Registrasi Apoteker selanjutnya disingkat STRA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi. Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian selanjutnya disingkat STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah diregistrasi. Surat Izin Praktik Apoteker selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada Apotek atau Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Surat Izin Kerja selanjutnya disingkat SIK adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas

- 324 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

24.

25.

26.

produksi dan fasilitas distribusi atau penyaluran. Rahasia Kedokteran adalah sesuatu yang berkaitan dengan praktek kedokteran yang tidak boleh diketahui oleh umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rahasia Kefarmasian adalah Pekerjaan Kefarmasian yang menyangkut proses produksi, proses penyaluran dan proses pelayanan dari Sediaan Farmasi yang tidak boleh diketahui oleh umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.

Pasal 2 (1)

Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi.

(2)

Pekerjaan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Pasal 3

Pekerjaan Kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta

- 325 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi yang memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan. Pasal 4 Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk: a.

b.

c.

memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian; mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundanganundangan; dan memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.

- 326 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai BAB II PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KEFARMASIAN Bagian Kesatu Umum Pasal 5 Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian meliputi:

a. b. c. d.

Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi; Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi; Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi; dan Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi.

Bagian Kedua Pekerjaan Kefarmasian Dalam Pengadaan Sediaan Farmasi Pasal 6 (1)

(2)

Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada fasilitas produksi, fasilitas distribusi atau penyaluran dan fasilitas pelayanan sediaan farmasi. Pengadaan Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh Tenaga kefarmasian.

- 327 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (3)

(4)

Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat Sediaan Farmasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengadaan Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga Pekerjaan Kefarmasian Dalam Produksi Sediaan Farmasi Pasal 7 (1)

(2)

Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus memiliki Apoteker penanggung jawab. Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.

Pasal 8 Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi dapat berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, dan pabrik kosmetika.

Pasal 9

- 328 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (1)

(2)

(3)

Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang Apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi Sediaan Farmasi. Industri obat tradisional dan pabrik kosmetika harus memiliki sekurangkurangnya 1 (satu) orang Apoteker sebagai penanggung jawab. Ketentuan lebih lanjut mengenai Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 10

Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 harus memenuhi ketentuan Cara Pembuatan yang Baik yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 11

(1)

(2)

Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) harus menetapkan Standar Prosedur Operasional. Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- 329 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 12 Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan proses produksi dan pengawasan mutu Sediaan Farmasi pada Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pasal 13 Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang produksi dan pengawasan mutu.

Bagian Keempat Pekerjaan Kefarmasian Dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi Pasal 14 (1)

(2)

Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab. Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.

- 330 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 15

Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 harus memenuhi ketentuan Cara Distribusi yang Baik yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 16 (1)

(2)

Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 harus menetapkan Standar Prosedur Operasional. Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 17

Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan proses distribusi atau penyaluran Sediaan Farmasi pada Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi wajib dicatat oleh

- 331 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pasal 18 Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang distribusi atau penyaluran. Bagian Kelima Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian Pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian Pasal 19 Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berupa : a. b. c. d. e. f.

Apotek; Instalasi farmasi rumah sakit; Puskesmas; Klinik; Toko Obat; atau Praktek bersama.

Pasal 20 Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian.

- 332 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 21 (1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian. Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker. Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menurut jenis Fasilitas Pelayanan Kefarmasian ditetapkan oleh Menteri. Tata cara penempatan dan kewenangan Tenaga Teknis Kefarmasian di daerah terpencil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 22

Dalam hal di daerah terpencil yang tidak ada apotek, dokter atau dokter gigi yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi mempunyai wewenang meracik dan menyerahkan obat kepada pasien yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

- 333 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Pasal 23 (1)

(2)

Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 harus menetapkan Standar Prosedur Operasional. Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 24

Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat: a. b.

c.

mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA; mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien; dan menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

- 334 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 25 (1)

(2)

(3)

Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerja sama dengan pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan. Ketentuan mengenai kepemilikan Apotek sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 26

(1)

(2)

(3)

Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e dilaksanakan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki STRTTK sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dalam menjalankan praktek kefarmasian di Toko Obat, Tenaga Teknis Kefarmasian harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian di Toko Obat. Ketentuan lebih lanjut mengenai Fasilitas Pelayanan Kefarmasian di Toko Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan standar pelayanan kefarmasian di toko obat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 27

- 335 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan pelayanan farmasi pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pasal 28 Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib mengikuti paradigma pelayanan kefarmasian dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. Pasal 29 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Keenam Rahasia Kedokteran Dan Rahasia Kefarmasian Pasal 30 (1)

(2)

Setiap Tenaga Kefarmasian dalam menjalankan Pekerjaan Kefarmasian wajib menyimpan Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian. Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian hanya dapat dibuka untuk kepentingan pasien, memenuhi permintaan hakim dalam rangka

- 336 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

(3)

penegakan hukum, permintaan pasien sendiri dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketujuh Kendali Mutu dan Kendali Biaya Pasal 31 (1)

(2)

Setiap Tenaga Kefarmasian dalam melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya. Pelaksanaan kegiatan kendali mutu dan kendali biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui audit kefarmasian.

Pasal 32 Pembinaan dan pengawasan terhadap audit kefarmasian dan upaya lain dalam pengendalian mutu dan pengendalian biaya dilaksanakan oleh Menteri.

- 337 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai BAB III TENAGA KEFARMASIAN Pasal 33

(1)

Tenaga Kefarmasian terdiri atas:

a. Apoteker; dan b. Tenaga Teknis Kefarmasian. (2)

Tenaga Teknis kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Pasal 34

(1)

Tenaga Kefarmasian melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada: a. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, pabrik kosmetika dan pabrik lain yang memerlukan Tenaga Kefarmasian untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi dan pengawasan mutu; b. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi dan alat kesehatan melalui Pedagang Besar Farmasi, penyalur alat kesehatan, instalasi Sediaan Farmasi dan alat kesehatan milik Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; dan/atau c. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian melalui praktik di Apotek, instalasi

- 338 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

(2)

farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 35

(1)

(2)

(3)

(4)

Tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 harus memiliki keahlian dan kewenangan dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Keahlian dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan dengan menerapkan Standar Profesi. Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus didasarkan pada Standar Kefarmasian, dan Standar Prosedur Operasional yang berlaku sesuai fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan Kefarmasian dilakukan. Standar Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 36

(1)

(2)

Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a merupakan pendidikan profesi setelah sarjana farmasi. Pendidikan profesi Apoteker hanya dapat dilakukan pada perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan.

- 339 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (3)

(4)

(5)

Standar pendidikan profesi Apoteker terdiri atas: a. komponen kemampuan akademik; dan b. kemampuan profesi dalam mengaplikasikan Pekerjaan Kefarmasian. Standar pendidikan profesi Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dan diusulkan oleh Asosiasi di bidang pendidikan farmasi dan ditetapkan oleh Menteri. Peserta pendidikan profesi Apoteker yang telah lulus pendidikan profesi Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhak memperoleh ijazah Apoteker dari perguruan tinggi. Pasal 37

(1)

(2)

(3)

(4)

Apoteker yang menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki sertifikat kompetensi profesi. Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi, dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung setelah melakukan registrasi. Sertifikat kompetensi profesi berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap 5 (lima) tahun melalui uji kompetensi profesi apabila Apoteker tetap akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tata cara registrasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

- 340 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 38 (1)

(2)

(3)

(4)

Standar pendidikan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku di bidang pendidikan. Peserta didik Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki ijazah dari institusi pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan. Untuk dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), peserta didik yang telah memiliki ijazah wajib memperoleh rekomendasi dari Apoteker yang memiliki STRA di tempat yang bersangkutan bekerja. Ijazah dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk memperoleh izin kerja. Pasal 39

(1)

(2)

Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi. Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi: a. Apoteker berupa STRA; dan b. Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK.

- 341 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 40 (1)

(2)

Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan: a. memiliki ijazah Apoteker; b. memiliki sertifikat kompetensi profesi; c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker; d. mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik; dan e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. STRA dikeluarkan oleh Menteri. Pasal 41

STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1). Pasal 42 (1)

(2)

Apoteker lulusan luar negeri yang akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia harus memiliki STRA setelah melakukan adaptasi pendidikan. STRA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. STRA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1); atau b. STRA Khusus.

- 342 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai (3)

(4)

Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada institusi pendidikan Apoteker di Indonesia yang terakreditasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian STRA, atau STRA Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan pelaksanaan adaptasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 43

STRA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a diberikan kepada:

a.

b.

c.

Apoteker warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang telah melakukan adaptasi pendidikan Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) di Indonesia dan memiliki sertifikat kompetensi profesi; Apoteker warga negara asing lulusan program pendidikan Apoteker di Indonesia yang telah memiliki sertifikat kompetensi profesi dan telah memiliki izin tinggal tetap untuk bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian; atau Apoteker warga negara asing lulusan program pendidikan Apoteker di luar negeri dengan ketentuan: 1. telah melakukan adaptasi pendidikan Apoteker di Indonesia;

- 343 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai 2. 3.

telah memiliki sertifikat kompetensi profesi; dan telah memenuhi persyaratan untuk bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian.

Pasal 44 STRA Khusus sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 ayat (2) huruf b dapat diberikan kepada Apoteker warga negara asing lulusan luar negeri dengan syarat: 1. 2. 3.

atas permohonan dari instansi pemerintah atau swasta; mendapat persetujuan Menteri; dan Pekerjaan Kefarmasian dilakukan kurang dari 1 (satu) tahun. Pasal 45

(1)

(2)

(3)

Penyelenggaraan adaptasi pendidikan Apoteker bagi Apoteker lulusan luar negeri dilakukan pada institusi pendidikan Apoteker di Indonesia. Apoteker lulusan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan yang berlaku dalam bidang pendidikan dan memiliki sertifikat kompetensi. Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi pendidikan Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan dari

- 344 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pendidikan. Pasal 46 Kewajiban perpanjangan registrasi bagi Apoteker lulusan luar negeri yang akan melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia mengikuti ketentuan perpanjangan registrasi bagi Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41. Pasal 47 (1)

(2) (3)

Untuk memperoleh STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memenuhi persyaratan: a. memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya; b. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktek; c. memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA di tempat Tenaga Teknis Kefarmasian bekerja; dan d. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian. STRTTK dikeluarkan oleh Menteri. Menteri dapat mendelegasikan pemberian STRTTK kepada pejabat kesehatan yang berwenang pada pemerintah daerah provinsi.

- 345 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 48 STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1). Pasal 49 STRA, STRA Khusus, dan STRTTK tidak berlaku karena:

a.

b. c. d. e.

habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang oleh yang bersangkutan atau tidak memenuhi persyaratan untuk diperpanjang; dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan; permohonan yang bersangkutan; yang bersangkutan meninggal dunia; atau dicabut oleh Menteri atau pejabat kesehatan yang berwenang. Pasal 50

(1)

(2)

Apoteker yang telah memiliki STRA, atau STRA Khusus, serta Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK harus melakukan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki. Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK mempunyai wewenang untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian dibawah bimbingan dan pengawasan Apoteker yang telah

- 346 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

(3)

memiliki STRA sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya. Ketentuan lebih lanjut mengenai wewenang Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 51

(1)

(2) (3)

Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit hanya dapat dilakukan oleh Apoteker. Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki STRA. Dalam melaksanakan tugas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Apoteker dapat dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK. Pasal 52

(1)

(2)

Setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja. Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit; b. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan

- 347 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

c.

d.

Kefarmasian sebagai Apoteker pendamping; SIK bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di fasilitas kefarmasian diluar Apotek dan instalasi farmasi rumah sakit; atau SIK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Kefarmasian.

Pasal 53 (1)

(2)

Surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di Kabupaten/Kota tempat Pekerjaan Kefarmasian dilakukan. Tata cara pemberian surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 54

(1)

(2)

Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf a hanya dapat melaksanakan praktik di 1 (satu) Apotik, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit. Apoteker pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf b hanya dapat melaksanakan praktik paling banyak di 3 (tiga) Apotek, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit.

- 348 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 55 (1)

(2)

Untuk mendapat surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, Tenaga Kefarmasian harus memiliki: a. STRA, STRA Khusus, atau STRTTK yang masih berlaku; b. tempat atau ada tempat untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian atau fasilitas kefarmasian atau Fasilitas Kesehatan yang memiliki izin; dan c. rekomendasi dari Organisasi Profesi setempat. Surat Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal demi hukum apabila Pekerjaan Kefarmasian dilakukan pada tempat yang tidak sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin.

- 349 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai BAB IV DISIPLIN TENAGA KEFARMASIAN Pasal 56 Penegakkan disiplin Tenaga Kefarmasian dalam menyelenggarakan Pekerjaan Kefarmasian dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 57 Pelaksanaan penegakan disiplin Tenaga Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

- 350 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 58 Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya serta Organisasi Profesi membina dan mengawasi pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian. Pasal 59 (1)

(2)

Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 diarahkan untuk: a. melindungi pasien dan masyarakat dalam hal pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian yang dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian; b. mempertahankan dan meningkatkan mutu Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan c. memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat, dan Tenaga Kefarmasian. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

- 351 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 60 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:

1. Apoteker yang telah memiliki Surat

2.

Penugasan dan/atau Surat Izin Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini. Asisten Apoteker dan Analis Farmasi yang telah memiliki Surat Izin Asisten Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 61

Apoteker dan Asisten Apoteker yang dalam jangka waktu 2 (dua) tahun belum memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, maka surat izin untuk menjalankan Pekerjaan Kefarmasian batal demi hukum.

- 352 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 62 Tenaga Teknis Kefarmasian yang menjadi penanggung jawab Pedagang Besar Farmasi harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

- 353 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 63 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2752), sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3169) dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1990 tentang Masa Bakti Dan Izin Kerja Apoteker (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3422), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 64 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

- 354 -


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Ditetapkan di Jakarta pada tanggal September 2009

1

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 September 2009 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 124

- 355 -


PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN I.

UMUM Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tenaga Kefarmasian sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan, khususnya Pelayanan Kefarmasian. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi Pelayanan Kefarmasian dari pengelolaan obat sebagai komoditi kepada pelayanan yang komprehensif (pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola obat namun dalam pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error).


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kefarmasian dirasakan belum memadai, selama ini masih didominasi oleh kebutuhan formal dan kepentingan Pemerintah, dan belum memberdayakan Organisasi Profesi dan pemerintah daerah sejalan dengan era otonomi. Sementara itu berbagai upaya hukum yang dilakukan dalam memberikan perlindungan menyeluruh kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan, dan Tenaga Kefarmasian sebagai pemberi pelayanan telah banyak dilakukan, akan tetapi dirasakan masih belum memadai karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang sangat cepat tidak seimbang dengan perkembangan hukum. Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, untuk meningkatkan, mengarahkan dan memberi landasan hukum serta menata kembali berbagai perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kefarmasian agar dapat berjalan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perlu mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam suatu peraturan pemerintah. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur: 1. Asas dan Tujuan Pekerjaan Kefarmasian; 2. Penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan, Produksi, Distribusi, atau Penyaluran dan Pelayanan Sediaan Farmasi; 3. Tenaga Kefarmasian; 4. Disiplin Tenaga Kefarmasian; serta 5. Pembinaan dan Pengawasan;

357


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai II.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas.

Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Yang dimaksud dengan : a.

b.

c.

d.

e.

”Nilai Ilmiah” adalah Pekerjaan Kefarmasian harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh dalam pendidikan termasuk pendidikan berkelanjutan maupun pengalaman serta etika profesi. ”Keadilan” adalah penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian harus mampu memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada setiap orang dengan biaya yang terjangkau serta pelayanan yang bermutu. ”Kemanusiaan” adalah dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian harus memberikan perlakuan yang sama dengan tidak membedakan suku, bangsa, agama, status sosial dan ras. ”Keseimbangan” adalah dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian harus tetap menjaga keserasian serta keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat. ”Perlindungan dan keselamatan” adalah Pekerjaan Kefarmasian tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan semata, tetapi harus mampu memberikan peningkatan derajat kesehatan pasien.

358


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan tata cara dalam ayat ini untuk sektor pemerintah mengikuti peraturan yang berlaku. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas.

359


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 10 Yang dimaksud dengan �Cara Pembuatan Yang Baik� adalah petunjuk yang menyangkut segala aspek dalam produksi dan pengendalian mutu meliputi seluruh rangkaian pembuatan obat yang bertujuan untuk menjamin agar produk obat yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Keharusan memperbaharui Standar Prosedur Operasional dimaksudkan agar dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik. Pasal 12 Kewajiban untuk melakukan pencatatan dimaksudkan sebagai alat kontrol dalam rangka pengawasan mutu Sediaan Farmasi yang disesuaikan dengan prosedur Cara Pembuatan yang Baik. Pasal 13 Kewajiban mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan disamping sebagai tuntutan etika profesi juga dalam rangka untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian.

360


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Yang dimaksud dengan “Cara Distribusi Obat Yang Baik� adalah suatu pedoman yang harus diikuti dalam pendistribusian obat yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas.

361


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Penggantian obat merek dagang dengan obat generik yang sama dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pasien yang kurang mampu secara finansial untuk tetap dapat membeli obat dengan mutu yang baik. Huruf c Cukup jelas Pasal 25 Ayat (1) Dalam ketentuan ini Apoteker yang mendirikan Apotek dengan modal sendiri melakukan sepenuhnya Pekerjaan Kefarmasian. Ayat (2) Dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari pekerjaan kefarmasian dilakukan oleh yang tidak memiliki kompetensi dan wewenang.

362


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Ayat (1) Pemberian obat oleh dokter pada dasarnya mempunyai hubungan sangat erat dengan Pekerjaan Kefarmasian di mana obat pada dasarnya mempunyai fungsi mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan, oleh karena itu perlu dijaga kerahasiaannya dan agar tidak menimbulkan dampak negatif kepada pasien. Ayat (2) Cukup jelas.

363


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 31 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kendali mutu” dalam ayat ini adalah suatu sistem pemberian Pelayanan Kefarmasian yang efektif, efisien, dan berkualitas dalam memenuhi kebutuhan Pelayanan Kefarmasian. Yang dimaksud dengan “kendali biaya” adalah Pelayanan Kefarmasian yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan didasarkan pada harga yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “audit kefarmasian” adalah upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu Pelayanan Kefarmasian yang diberikan kepada masyarakat yang dibuat oleh Organisasi Profesi atau Asosiasi Institusi Pendidikan Farmasi. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas.

364


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 35 Ayat (1) Keahlian dan kewenangan Tenaga Kefarmasian dibuktikan dengan memiliki surat izin praktik. Terhadap tenaga kesehatan di luar Tenaga Kefarmasian juga dapat diberikan kewenangan melakukan Pekerjaan Kefarmasian yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Standar kefarmasian pada sarana produksi adalah cara pembuatan yang baik (Good Manufacturing Practices), pada sarana distribusi adalah cara distribusi yang baik (Good Distribution Practices), dan pada sarana pelayanan adalah cara pelayanan yang baik (Good Pharmacy Practices). Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Ayat (1)

365


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Yang dimaksud dengan “sertifikat kompetensi� adalah pernyataan tertulis bahwa seseorang memiliki kompetensi. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas.

366


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Ayat (1) Adaptasi dilakukan melalui evaluasi terhadap kemampuan untuk menjalankan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas.

Pasal 49 Cukup jelas.

367


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Dalam hal Apoteker dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian, pelaksanaan pelayanan Kefarmasian tetap dilakukan oleh Apoteker dan tanggung jawab tetap berada di tangan Apoteker. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56

368


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5044

369


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di Apotek yang berorientasi kepada keselamatan pasien, diperlukan suatu standar yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pelayanan kefarmasian di Apotek; b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tent ang Standar Pelayanan Farmasi di Apotek sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, perlu menetapkan Peraturan MenteriKesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembara Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah

370


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5419);

371


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 189/Menkes/SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional; 9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/lll/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 741); 10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 322); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker. 2. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. 3. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. 4. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.

372


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

5. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. 6. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. 7. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. 8. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundangundangan. 9. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. 10.Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. 11.Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang bertanggung jawab di bidang kefarmasian dan alat kesehatan. Pasal 2 Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk: a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian; b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan

373


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). Pasal 3 (1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar: a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan b. pelayanan farmasi klinik. (2) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. perencanaan; b. pengadaan; c. penerimaan; d. penyimpanan; e. pemusnahan; f. pengendalian; dan g. pencatatan dan pelaporan. (3) Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. pengkajian Resep; b. dispensing; c. Pelayanan Informasi Obat (PIO); d. konseling; e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care); f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO); (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

374


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Pasal 4 (1) Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien. (2) Sumber daya kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. sumber daya manusia; dan b. sarana dan prasarana. Pasal 5 (1) Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Apotek, harus dilakukan evaluasi mutu Pelayananan Kefarmasian. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi mutu Pelayananan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 6 Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau. Pasal 7 Penyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian di Apotek wajib mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. Pasal 8 Apotek wajib mengirimkan laporan Pelayanan Kefarmasian secara berjenjang kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian Kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

375


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Pasal 9 (1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai tugas dan fungsi masing-masing. (2) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan organisasi profesi. Pasal 10 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Apotek dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 11 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Juli 2014 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ttd NAFSIAH MBOI

376


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 19 Agustus 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1162

377


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian Obat, pelayanan Obat atas Resep dokter, pelayanan informasi Obat serta pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundangundangan, Pelayanan Kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan Obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif meliputi pelayanan Obat dan pelayanan farmasi klinik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran Obat, pengelolaan Obat, pelayanan Obat atas Resep dokter, pelayanan informasi Obat, serta pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat tradisional.

378


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Pekerjaan kefarmasian tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Peran Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi Obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait Obat (drug related problems), masalah farmakoekonomi, dan farmasi sosial (sociopharmacoeconomy). Untuk menghindari hal tersebut, Apoteker harus menjalankan praktik sesuai standar pelayanan. Apoteker juga harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan Obat yang rasional. Dalam melakukan praktik tersebut, Apoteker juga dituntut untuk melakukan monitoring penggunaan Obat, melakukan evaluasi serta mendokumentasikan segala aktivitas kegiatannya. Untuk melaksanakan semua kegiatan itu, diperlukan Standar Pelayanan Kefarmasian. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, di bidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi Pelayanan Kefarmasian dari pengelolaan Obat sebagai komoditi kepada pelayanan yang komprehensif (pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola Obat namun dalam pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan Obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan Obat untuk mengetahui tujuan akhir, serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan.

379


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan peraturan perundang-undangan dan perubahan peran Apoteker sebagaimana tersebut di atas, maka perlu dilakukan revisi terhadap Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. B. Ruang Lingkup Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan prasarana. BAB II PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan. A. Perencanaan Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.

380


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

B. Pengadaan Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. C. Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. D. Penyimpanan 1. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa. 2. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya. 3. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis. 4. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out) E. Pemusnahan 1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika

381


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir. 2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. F. Pengendalian Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.

382


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

G. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stock), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika (menggunakan Formulir 3 sebagaimana terlampir), psikotropika (menggunakan Formulir 4 sebagaimana terlampir) dan pelaporan lainnya. BAB III PELAYANAN FARMASI KLINIK Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan farmasi klinik meliputi: 1. pengkajian Resep; 2. dispensing;

383


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

3. Pelayanan Informasi Obat (PIO); 4. konseling; 5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care); 6. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan 7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO). A. Pengkajian Resep Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Kajian administratif meliputi: 1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan; 2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan 3. tanggal penulisan Resep. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi: 1. bentuk dan kekuatan sediaan; 2. stabilitas; dan 3. kompatibilitas (ketercampuran Obat). Pertimbangan klinis meliputi: 1. ketepatan indikasi dan dosis Obat; 2. aturan, cara dan lama penggunaan Obat; 3. duplikasi dan/atau polifarmasi; 4. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain); 5. kontra indikasi; dan 6. interaksi. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep. B. Dispensing

384


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:

1. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep: - menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep; - mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik Obat. 2. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan 3. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi: - warna putih untuk Obat dalam/oral; - warna biru untuk Obat luar dan suntik; - menempelkan label “kocok dahulu� pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi. 4. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah. Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut: 1. Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep); 2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien; 3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien;

385


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

4. Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat; 5. Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat dan lain-lain; 6. Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil; 7. Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau keluarganya; 8. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh Apoteker (apabila diperlukan); 9. Menyimpan Resep pada tempatnya; 10.Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan Formulir 5 sebagaimana terlampir. Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai. C. Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal.

386


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi: 1. menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan; 2. membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan); 3. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien; 4. memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi; 5. melakukan penelitian penggunaan Obat; 6. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah; 7. melakukan program jaminan mutu. Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan Formulir 6 sebagaimana terlampir. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat : 1. Topik Pertanyaan; 2. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan; 3. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon); 4. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium); 5. Uraian pertanyaan; 6. Jawaban pertanyaan; 7. Referensi;

387


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

8. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, per telepon) dan data Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat. D. Konseling Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan. Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling: 1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui). 2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi). 3. Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off). 4. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin). 5. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat. 6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

388


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Tahap kegiatan konseling: 1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien 2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime Questions, yaitu: - Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda? - Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda? - Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat tersebut? 3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat 4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan Obat 5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling dengan menggunakan Formulir 7 sebagaimana terlampir. E. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care) Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi : 1. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan 2. Identifikasi kepatuhan pasien

389


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

3. Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin 4. Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum 5. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien 6. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan menggunakan Formulir 8 sebagaimana terlampir. F. Pemantauan Terapi Obat (PTO) Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping. Kriteria pasien: a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui. b. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis. c. Adanya multidiagnosis. d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati. e. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit. f. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan. Kegiatan: a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria. b. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan Obat dan riwayat alergi; melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain c. Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah terkait Obat antara lain adalah adanya indikasi tetapi

390


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

d.

e.

f.

g.

tidak diterapi, pemberian Obat tanpa indikasi, pemilihan Obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi Obat yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi Obat Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat dengan menggunakan Formulir 9 sebagaimana terlampir.

G. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis. Kegiatan: a. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping Obat. b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO) c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan menggunakan Formulir 10 sebagaimana terlampir.

391


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Faktor yang perlu diperhatikan: a. Kerjasama dengan tim kesehatan lain. b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

392


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

BAB IV SUMBER DAYA KEFARMASIAN A. Sumber Daya Manusia Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi, Surat Izin Praktik atau Surat Izin Kerja. Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi kriteria: 1. Persyaratan administrasi a. Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi b. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) c. Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku d. Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) 2. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal. 3. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing Professional Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang berkesinambungan. 4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau mandiri. 5. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang berlaku.

393


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan peran yaitu: a. Pemberi layanan Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien. Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan. b. Pengambil keputusan Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan efisien. c. Komunikator Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik. d. Pemimpin Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan. e. Pengelola Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti kemajuan teknologi informasi dan bersedia

394


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

berbagi informasi tentang Obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan Obat. f. Pembelajar seumur hidup Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing Professional Development/CPD) g. Peneliti Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam mengumpulkan informasi Sediaan Farmasi dan Pelayanan Kefarmasian dan memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian. B. Sarana dan Prasarana Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana Apotek dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta kelancaran praktik Pelayanan Kefarmasian. Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi: 1. Ruang penerimaan Resep Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat penerimaan Resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer. Ruang penerimaan Resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien. 2. Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)

395


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Ruang pelayanan Resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas meliputi rak Obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan, timbangan Obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok Obat, bahan pengemas Obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan Resep, etiket dan label Obat. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup, dapat dilengkapi dengan pendingin ruangan (air conditioner). 3.Ruang penyerahan Obat Ruang penyerahan Obat berupa konter penyerahan Obat yang dapat digabungkan dengan ruang penerimaan Resep. 4. Ruang konseling Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien. 5. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu dan kartu suhu.

396


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

6. Ruang arsip Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu.

BAB V EVALUASI MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN Evaluasi mutu di Apotek dilakukan terhadap: A. Mutu Manajerial 1. Metode Evaluasi a) Audit Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja yang berkaitan dengan standar yang dikehendaki. Oleh karena itu, audit merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan Pelayanan Kefarmasian secara sistematis. Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap proses dan hasil pengelolaan. Contoh: • audit Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai lainnya (stock opname), • adit kesesuaian SPO, • audit keuangan (cash flow, neraca, laporan rugi laba)

397


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

b) Review Review yaitu tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi dan seluruh sumber daya yang digunakan. Contoh: • pengkajian terhadap Obat fast/slow moving • perbandingan harga Obat c) Observasi Observasi dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap seluruh proses pengelolaan Sediaan Farmasi. Contoh : • observasi terhadap penyimpanan Obat • proses transaksi dengan distributor • ketertiban dokumentasi 2. Indikator Evaluasi Mutu a) kesesuaian proses terhadap standar b) efektifitas dan efisiensi

B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik 1. Metode Evaluasi Mutu a) Audit

398


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap proses dan hasil pelayanan farmasi klinik. Contoh : • audit penyerahan Obat kepada pasien oleh Apoteker • audit waktu pelayanan b) Review Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap pelayanan farmasi klinik dan seluruh sumber daya yang digunakan. Contoh: review terhadap kejadian medication error c) Survei Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Survei dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap mutu pelayanan dengan menggunakan angket/kuesioner atau wawancara langsung Contoh: tingkat kepuasan pasien d) Observasi Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan menggunakan cek list atau perekaman. Observasi dilakukan oleh berdasarkan hasil monitoring terhadap seluruh proses pelayanan farmasi klinik. Contoh : observasi pelaksanaan SPO pelayanan 2. Indikator Evaluasi Mutu

399


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah : a) Pelayanan farmasi klinik diusahakan zero deffect dari medication error b) Standar Prosedur Operasional (SPO): untuk menjamin mutu pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan c) Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit d) Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik berupa kesembuhan penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya gejala penyakit, pencegahan terhadap penyakit atau gejala, memperlambat perkembangan penyakit.

BAB VI PENUTUP Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ditetapkan sebagai acuan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Untuk keberhasilan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek diperlukan komitmen dan kerjasama semua pemangku kepentingan. Hal tersebut akan menjadikan Pelayanan Kefarmasian di Apotek semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh pasien dan masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

400


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NAFSIAH MBOI .

401


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

Tentang Penulis

Penulis lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 09 -09 -1989. Hidup sederhana dan tumbuh besar bersama cinta yang begitu dalam dari pasangan kedua Orang tua yang berpendidikan hanya sampai sekolah dasar, Anak pertama dari Intan dan Maro. Setelah menempuh pendidikan formal di sekolah dasar negeri panyikkokang II Makassar, SMP negeri 13 makassar, SMU negeri 11 makassar, penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi Universitas Indonesia Timur Makassar fakultas Farmasi pada tahun 2007

kemudian melanjutkan

pendidikan Profesi Apoteker di Universitas Hasanuddin Makassar

pada tahun 2014 dan sekarang sementara

melanjutkan Magister Kesehatan di Universitas Indonesia Timur Makassar. Sejak dulu, penulis menyadari pentingnya organisasi di samping kegiatan formal belajar. Semenjak SMP sudah aktif di

402


Farmasi dan Catatan yang Belum Usai

PMR dan OSIS kemudian melanjutkan organisasi yang sama di bangku SMU. pada saat menjadi mahasiswa, beberapa pengalaman organisasi yang di ikuti baik di internal maupun eksternal kampus. Antara lain : HIMAFA (Himpunan Mahasiswa Farmasi)

UIT,

HMI

komisariat

MIPA,

Universitas, Liga Mahasiswa NASDEM, ISMAFARSI,

BEM GAM

(Gerakan Aktivis Mahasiswa) dan lain-lain. Saran dan kritik : irwanmuhammad776@yahoo.co.id

403


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.