Modul Pelatihan Routing dengan Cisco Router @Laboratorium NCC Teknik Informatika ITS
Oleh: Baskoro Adi Pratomo Hudan Studiawan
5109201005 5109201038
Dosen: Prof. Ir. Supeno Djanali, M.Sc, Ph.D Ir. Muchammad Husni, M.Kom
Program Magister Bidang Keahlian Komputasi Berbasis Jaringan Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2009
Daftar Isi
Daftar Isi.................................................................................................................................................. 2 Sekilas LAN, Subneting, dan Routing ........................................................................................................ 3 LAN ..................................................................................................................................................... 3 Subneting ............................................................................................................................................ 3 Routing................................................................................................................................................ 3 Topologi Uji Coba untuk Routing Statis .................................................................................................... 3 Subnetting pada Topologi untuk Routing Statis........................................................................................ 4 Perhitungan netmask........................................................................................................................... 4 Perhitungan network id, broadcast, dan ip address.............................................................................. 5 Special case ......................................................................................................................................... 6 Konfigurasi Routing Statis pada Cisco ...................................................................................................... 8 Sekilas Routing Dinamis ......................................................................................................................... 14 Static Routing vs Dynamic Routing ..................................................................................................... 14 Link State Routing .............................................................................................................................. 14 OSPF .................................................................................................................................................. 15 Fitur-fitur OSPF .................................................................................................................................. 15 Shortest Path Algorithm .................................................................................................................... 15 OSPF Areas ........................................................................................................................................ 15 Topologi Uji Coba untuk Routing Statis .................................................................................................. 16 Konfigurasi Routing Dinamis pada Cisco ................................................................................................ 16
2
Sekilas LAN, Subneting, dan Routing LAN • • • •
Salah satu arsitektur jaringan paling sederhana Bisa dikembangkan lebih luas Luas LAN: suatu area terdiri dari beberapa terminal yang saling berhubungan Penamaan tiap terminal IP Address.
Subneting • • •
Cara membagi jaringan besar menjadi beberapa jaringan kecil Bila mungkin, hasil pembagian bisa dibagi menjadi jaringan lebih kecil Biasanya digunakan untuk membedakan bagian administratif.
Routing • • •
Proses penyampaian data dari pengirim ke tujuannya Jika pengirim dan tujuan berada pada jaringan berbeda, proses ini membutuhkan router Secara umum dibagi dua: routing statis dan dinamis.
Topologi Uji Coba untuk Routing Statis Uji coba routing akan dilakukan pada GNS3 yaitu sebuah software simulasi untuk konfigurasi router Cisco. Berikut ini topologi jaringan yang akan digunakan untuk melakukan routing statis.
A
B III
I
II
3
Subnetting pada Topologi untuk Routing Statis Subneting ini mempunyai dua tahap utama yaitu perhitungan netmask serta perhitungan network id, broadcast, dan ip address. Perhitungan netmask dilakukan dari bagian bawah topologi. Sedangkan perhitungan network id dan broadcast dilakukan dari bagian atas topologi. Tahap-tahap subneting lebih detail dijelaskan di bawah ini.
Perhitungan netmask Pada topologi yang telah digambarkan pada subbab sebelumnya, subnet I mempunyai 15 host, subnet II mempunyai 20 host, dan subnet III mempunyai 30 host. Sebelum melakukan perhitungan, perlu diketahui bahwa IP versi 4 mempunyai 32 bit yang dibagi menjadi dua bagian yaitu net id dan host id. Untuk menghitung netmask tiap-tiap subnet maka langkah-langkahnya adalah sebagai berikut. 1. Pilih subnet terdalam (level terendah) dengan host terbanyak yaitu subnet III dengan 30 host. Maka, gunakan rumus: 2n jumlah host terbanyak + 1 network id + 1 broadcast 2n 30 + 1 network id + 1 broadcast 2n 32 n=5 n adalah jumlah bit yang akan digunakan sebagai host id. Sehingga, jumlah bit yang akan digunakan sebagai net id bisa dihitung dengan rumus: jumlah bit net id = 32 – n = 32 – 5 = 27 32 merupakan jumlah bit yang masih tersisa pada IP v4. Selanjutnya, netmask didapatkan dengan cara jumlah bit yang menjadi net id diberi nilai 1 semua sedangkan jumlah bit yang menjadi host id diberi nilai 0 semua. Agar lebih jelas, simak ilustrasi di bawah ini: 32 bit IPv4 27 bit net id 5 bit host id Konversi ke desimal
: : : :
________.________. ________.________ 11111111.11111111.11111111.111_____ 11111111.11111111.11111111.11100000 255.255.255.224
Jadi, netmask untuk subnet level terendah (subnet I, II, dan III) pada topologi di atas adalah 255.255.255.224 atau bisa ditulis /27.
4
2. Selanjutnya dihitung netmask untuk subnet di level atasnya yaitu subnet A dan B. a. Perhitungan jumlah bit host id: 2n jumlah host terbanyak + 1 network id + 1 broadcast 2n 2 + 1 network id + 1 broadcast 2n 4 n=2 Jadi, jumlah bit host id = 2 bit. b. Perhitungan net id: jumlah bit net id = 27 – n = 27 – 2 = 25 27 merupakan jumlah bit IPv4 yang masih tersisa dari subnet level sebelumnya. Jadi, jumlah bit net id = 25 bit. c. Perhitungan netmask: 32 bit IPv4 : ________.________. ________.________ 25 bit net id : 11111111.11111111.11111111.1_______ 5 bit host id : 11111111.11111111.11111111.10000000 Konversi ke desimal : 255.255.255.128. Jadi, subnet A dan B mempunyai netmask 255.255.255.128 atau bisa ditulis /25.
Perhitungan network id, broadcast, dan ip address Pada jaringan private, ip address yang bisa digunakan adalah 10.x.x.x. Pada subnet A, netmask-nya adalah /25. Perhatikan ilustrasi di bawah ini: 32 bit IPv4 10.x.x.x 10.66.1.x
: ________.________. ________.________ : 10. _ _ _ _ _ _ _ _ . _ _ _ _ _ _ _ _ . _ _ _ _ _ _ _ _ : 10. 66. 1. 0| _ _ _ _ _ _ _
Network id didapatkan dengan memberikan nilai 0 pada semua bit sisa. Bit sisa ditandai dengan persegi merah pada ilustrasi di atas. Bit sisa bisa dihitung dengan Bit sisa
= 32 – jumlah bit pada netmask = 32 – 25 =7
5
Broadcast diperoleh dengan memberikan nilai 1 pada semua bit sisa. 10.x.x.x Network id Broadcast
: : :
10. _ _ _ _ _ _ _ _ . _ _ _ _ _ _ _ _ . _ _ _ _ _ _ _ _ 10. 66. 1. 0|0 0 0 0 0 0 0 10. 66. 1. 0|1 1 1 1 1 1 1
Jika dikonversi ke desimal, network id adalah 10.66.1.0/25 dan broadcast adalah 10.66.1.127. Nilai 66 dan 1 pada 10.66.1.x bisa dipilih secara sembarang. Dengan cara yang sama, network id pada subnet B adalah 10.66.3.0/25 dan broadcast adalah 10.66.3.127.
Special case Kondisi jaringan yang kita konfigurasi seringkali berubah. Pada bagian ini, diberikan suatu contoh kasus jika jaringan yang telah konfigurasi berubah. Perubahan terjadi pada subnet A yaitu ditambahkan satu host baru. Maka, harus dilakukan perhitungan ulang untuk menentukan network id dan broadcast pada subnet A. Perhitungannya sebagai berikut: 1. Perhitungan jumlah bit host id: 2n jumlah host terbanyak + 1 network id + 1 broadcast 2n 3 + 1 network id + 1 broadcast 2n 5 n=3 Jadi, jumlah bit host id = 3 bit. 2. Perhitungan net id: jumlah bit net id = 32 – n = 32 – 3 = 29 Jadi, jumlah bit net id = 29 bit. 3. Perhitungan netmask, network id, dan broadcast Netmask : 255.255.255.248 Network id : 10.66.1.8/29 Broadcast : 10.66.1.15 Untuk subnet B, kebutuhan ip address yang hanya sedikit (yaitu 2 ip address saja) bisa dibuat lebih efisien dengan perhitungan di bawah ini.
6
1. Perhitungan jumlah bit host id: 2n jumlah host terbanyak + 1 network id + 1 broadcast 2n 2 + 1 network id + 1 broadcast 2n 4 n=2 Jadi, jumlah bit host id = 2 bit. 2. Perhitungan net id: jumlah bit net id = 32 – n = 32 – 2 = 30 Jadi, jumlah bit net id = 30 bit. 3. Perhitungan netmask, network id, dan broadcast Netmask : 255.255.255.252 Network id : 10.66.3.4/30 Broadcast : 10.66.3.7 IP address bisa dipilih sembarang di antara network id dan broadcast. Setelah konfigurasi selesai, maka contoh topologi yang telah lengkap bisa dilihat pada gambar di bawah ini.
N: 10.66.1.8/29 B : 10.66.1.15
10.66.1.9
A 10.66.1.10
N: 10.66.3.4/30 B : 10.66.3.7
10.66.3.5
B 10.66.3.6
III 10.66.3.65
10.66.1.33
I
10.66.3.66 N: 10.66.3.64/27 B : 10.66.3.95
10.66.3.33
II 10.66.1.34
10.66.3.34
N: 10.66.1.32/27 B : 10.66.1.63
N: 10.66.3.32/27 B : 10.66.3.63
7
Konfigurasi Routing Statis pada Cisco Routing statis disimulasikan dengan software GNS3 dan langkah-langkahnya akan dijelaskan di bawah ini. 1. Buka software GNS3. Jika ada kotak dialog New Project, Cancel saja.
2. Letakkan router sesuai topologi pada layar kerja GNS3 dengan cara drag and drop
8
3. Koneksikan router dengan pilihan koneksi fastEthernet 4. Nyalakan router dengan cara klik kanan pada router dan pilih Console 5. Nyalakan console dengan cara klik kanan pada router dan pilih Start
9
6. Tunggu sejenak sampai ada penawaran Would you like to enter the initial configuration dialog? [yes/no]: dan ketikkan no saja. 7. Selanjutnya, terdapat pesan Press RETURN to get started! Dan tekan tombol enter saja. 8. Setting ip address Dari mode user exec, masuk ke privileged exec: Router> Router>enable Router#
Dari mode privileged exec, masuk ke global configuration. Perintah configure terminal bisa juga disingkat dengan conf t. Router# Router#configure terminal Router(config)#
Tentukan interface yang akan diatur ip address-nya. Perintahnya secara umum adalah: Router(config)#interface [jenis interface] [nama interface pada router]
Contoh: Router(config)#interface fastEthernet 1/0 Router(config-if)#
Tentukan ip address dengan perintah secara umum: Router(config-if)#ip address [ip address] [netmask]
Contoh: Router(config-if)#ip address 10.66.1.34 255.255.255.224 Router(config-if)#no shutdown
Jangan lupa memberikan perintah no shutdown untuk mengaktifkan interface yang diberi ip address. Tunggu sejenak sampai tampil status interface telah menyala dan diberi ip address dengan benar (up). Lakukan perintah setting ip address tersebut untuk semua interface pada semua router. Jika proses berjalan dengan benar, maka akan keluar seperti gambar di bawah ini:
10
Untuk melihat hasil konfigurasi ip address, perintahnya umumnya adalah: Router#show interfaces [jenis interface] [nomor interface]
Contoh: Router#show interfaces fastEthernet 1/0
Dan akan keluar tampilan seperti di bawah ini:
9. Setting gateway Untuk melakukan pengaturan gateway, user harus masuk ke global configuration: Router> Router>enable Router#configure terminal Router(config)#
Selanjutnya perintah untuk pengaturan gateway secara umum adalah sebagai berikut: 11
Router(config)#ip route 0.0.0.0 0.0.0.0 [ip gateway]
Contoh: Router(config)#ip route 0.0.0.0 0.0.0.0 10.66.1.33
Lakukan pengaturan gateway untuk semua subnet.
10. Konfigurasi routing statis Jika melihat topologi jaringan uji coba untuk routing statis, proses routing cukup dilakukan pada router nomor 1 (R1) karena routing statis mengacu filosofi “kakek-bapak-cucu”. Seorang “kakek” (dalam topologi uji coba bisa dianalogikan dengan R1) bisa berkomunikasi dengan “cucu” (dianalogikan dengan R4) jika tahu “bapak” (dianalogikan dengan R2). Routing bisa berjalan dengan lancar dengan syarat semua subnet telah diatur ip address dan gateway-nya secara benar. Perintah routing dilakukan dari router R1 ke semua subnet di bawahnya. Untuk melakukan routing, user harus terlebih dulu masuk ke global configuration. Router> Router>enable Router#configure terminal Router(config)#
Setelah itu, lakukan routing dengan perintah sederhana sebagai berikut: Router(config)#ip route [network id] [netmask] [ip untuk masuk ke subnet tujuan]
Contoh: Router(config)#ip route 10.66.1.32 255.255.255.224 10.66.1.10
Untuk mempermudah pemahaman terhadap perintah routing, Perintah tersebut bisa dibaca sebagai berikut: “Lakukan routing ke subnet dengan network id 10.66.1.32 dan netmask 255.255.255.224 lewat pintu ip address 10.66.1.10”. Perintah routing tersebut juga bisa diilustrasikan dengan gambar sebagai berikut:
12
“Kakek”
Pintu masuk: 10.66.1.10
“Bapak” Network id : 10.66.1.32 Netmask : 255.255.255.224
“Anak”
Untuk melihat hasil konfigurasi routing statis, perintahnya umumnya adalah: Router#show ip route
Dan akan keluar tampilan seperti di bawah ini:
13
11. Pengetesan routing Untuk melakukan pengetesan apakah routing yang dilakukan sudah benar atau belum, tinggal menggunakan perintah ping [ip address tujuan].
Sekilas Routing Dinamis Static Routing vs Dynamic Routing 1. Static Routing a. Bentuk paling sederhana dari routing b. Tidak bisa mengatasi koneksi yang terputus c. Penggunaan bandwidth yang kecil 2. Dynamic Routing a. Secara dinamis mencari tujuannya b. Bisa mengatasi koneksi yang terputus c. Penggunaan bandwidth yang lebih besar
Link State Routing 1. Setiap node memiliki salinan topologi 2. Jika ada node yang terputus, node yang lain bisa mencari jalan lain 3. Setiap node harus selalu memiliki gambaran kondisi jaringan yang sama
14
OSPF 1. Open Shortest Path First 2. Link State Routing paling banyak digunakan di internet 3. Sejarah : a. 1989: RFC 1131 OSPF Version 1 b. 1991: RFC1247 OSPF Version 2 c. 1994: RFC 1583 OSPF Version 2 (revised) d. 1997: RFC 2178 OSPF Version 2 (revised) e. 1998: RFC 2328 OSPF Version 2 (current version)
Fitur-fitur OSPF 1. 2. 3. 4. 5.
Ada mekanisme autentikasi Load Balancing Subnetting Multicasting Hierarchical Routing
Shortest Path Algorithm 1. Menggunakan algoritma Dijkstra 2. Link Cost → Metric a. Metric = 108 / Bandwidth (dalam kilobits)
OSPF Areas 1. Mengurangi beban komputasi dan pemakaian memori 2. Teridentifikasi berdasarkan angka-angka 3. Terdiri dari: a. Backbone Area b. Stub Area c. Not So Stubby Area 4. Aturan: a. Semua paket yang tujuannya dalam 1 area, harus tetap berada di area itu b. Semua paket yang tujuannya di luar area itu, harus melewati backbone area
15
Topologi Uji Coba untuk Routing Dinamis
192.168.1.1
172.16.4.5
172.16.4.6
172.16.4.14
172.16.4.13
192.168.3.1
172.16.4.9 192.168.2.1
172.16.4.10
Konfigurasi Routing Dinamis pada Cisco Setting ip address dan gateway pada topologi sama dengan yang dilakukan pada routing statis pada subbab sebelumnya. Untuk routing dinamis, perintahnya secara umum adalah sebagai berikut. Router(config)#router ospf 1 Router(config-router)#network [ip address] [wildcard] area [nomor area]
Contoh konfigurasi pada router R0 : Router(config)#router ospf 1 Router(config-router)# network 192.168.1.1 0.0.0.0 area 0 Router(config-router)# network 172.16.4.5 0.0.0.0 area 0 Router(config-router)# network 172.16.4.14 0.0.0.0 area 0
Lakukan perintah routing ini pada semua router. Kemudian untuk mengetahui jalannya paket, bisa digunakan perintah traceroute [ip tujuan] 16