LAMPU LED
1
2
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
LAMPU LED
3
4
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
Belakangan mulai muncul usaha jasa yang belum pernah saya bayangkan sebelumnya yaitu jasa penghematan energi bangunan. Biasanya berbentuk konsultan atau bahkan bisa sebagai jasa kontraktor pemasangan teknologi dalam bentuk alat atau software tertentu, yang pastinya untuk mengontrol penggunaan energi. Kebetulan Januari lalu saya magang di usaha seperti itu. Dunia ini sebegitu berkembangnya sehingga masalah yang adapun semakin kompleks, tentu membutuhkan tenaga ahli yang semakin banyak untuk menyelasaikan setiap masalah yang muncul, Contohnya usaha ‘unik’ yang saya sebutkan di awal. Ibaratnya seperti tidak ingin ditinggal terlalu jauh pada sebuah lomba balap lari, teknologi akan selalu menyusul. Seolah setiap muncul masalah baru pasti akan muncul teknologi baru. Begitupun sebaliknya. ‘Lomba Balap lari’ antara masalah dan teknologi ini yang ingin diulas pada konten utama kali ini. Untuk membuatnya nyaman untuk dibaca dan agar sesuai dengan bidang yang pernah saya geluti , maka bahasannya dipersempit di sektor pengelolaan energi pada bangunan. Tapi percayalah ini masih cukup luas untuk dikaji dan saya khawatir menginformasikan hal yang kurang saya pahami. Berbekal pengalaman magang pada salah satu konsultan pencahayaan di Jakarta, saya terinspirasi untuk menggabungkan pengelolaan energi pada bangunan dengan pembahasaan penggunaan lampu LED serta efek ‘lomba balap lari’ yang ditimbulkannya. Semoga edisi kali ini tidak hanya menjadi sekedar berkas lamaran kerja tapi juga menjadi bacaan yang informatif dan menghibur. Anggaplah saya sedang menceritakan mengenai keresahan saya terkait alam di bidang yang saya pahami. Terima kasih karena sudah membaca lamaran kerja ini. Saya akan sangat senang jika dapat diterima bergabung dengan National Geographic Indonesia. Mohon kesediannya untuk menerima saya bekerja dan bergabung dalam tim yang saya sebut sebagai ‘penebar inspirasi untuk menyelamatkan bumi’.
LAMPU LED
5
6
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
LAMPU LED
7
Nurhaida Adha adalah mahasiswi Teknik Lingkungan ITB yang terbiasa berurusan dengan sampah. Pernah menjabat sebagai ketua U-Green ITB, organisasi penjaga dan pencinta lingkungan hidup di kampus Ganesha. sumber gambar : Akun Facebook Nurhaida Adha Puteri
Darimana keyakinan ka Aida bahwa waste are sources? Pembangunan infrasturktur, perkembangan ekonomi, peningkatan jumlah penduduk memicu terbentuknya timbulan sampah. Pelayanan pengelolaan sampah belum maksimal. Paradigma yang digunakan hanya kumpul-angkut-buang. Padahal jika sampah dikelola dengan baik, sampah memiliki nilai ekonomi yang tinggi, menjadi bahan bakar alternatif, karpet, tas, payung, kompos, dan produk bermanfaat lainnya. Apa yang akan ka Aida lakukan ke depan dengan ‘sampah’ ? Sejujurnya saya pribadi juga belum maksimal melakukan yang terbaik dalam menangani sampah, khususnya sampah yang saya hasilkan. Hanya saja saya selalu berusaha untuk lebih konsisten menerapkan ecolifestyle dari hal-hal kecil, seperti me8
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
milih menggunakan reusable bag daripada plastik, menggunakan refillable bottle, memilah sampah, memperkecil volume sampah, hingga menggunakan barang-barang reuse recycle. Untuk mimpi besar nya, saya bercita cita membangun recycling center di Bekasi nanti (kalau sudah terkumpul modalnya, hehe). Bagaimana ka Aida membayangkan Bandung atau Jakarta dengan manajemen sampah yang baik? Wah tidak akan ada lagi masyarakat yang dengan seenaknya membuang sampah everywhere everytime. Pasti sungai jadi sangat bersih, selokan tidak ada yang mampet, fenomena banjir berkurang, lebih lebih kota Bandung/Jakarta bisa dapat side income dari hasil pengolahan sampah secara mandiri.[]
LAMPU LED
9
10
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
LAMPU LED
11
12
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
LAMPU LED
13
14
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
LAMPU LED
15
16
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
LAMPU LED
17
18
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
LAMPU LED
19
20
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
LAMPU LED
21
22
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
LAMPU LED
23
R
uangan kelas saat itu sepi senyap. Mahasiswa yang tertulis di daftar hadir harusnya berjumlah 60 orang lebih, saya salah satunya. Perkiraan saya yang hadir saat itu sekitar 40 orang, mungkin lebih banyak, karena kelas terasa penuh. Kelas ini sepi karena banyak mahasiswa yang tertidur. Mungkin mereka tidak menyukai materi Kuliah Konversi Energi yang diberikan atau mungkin cara dosennya menjelaskan tidak terlalu menarik. “ Coba bayangkan!” Seru Pak Suyatman sambil mengentakkan kaki dengan semangat. Membuat beberapa mahasiswa yang tertidur menegakkan badan dengan mata sayup tapi masih ada yang tetap tertidur dan tidak peduli. “Menciptakan Trafo (mesin penghasil listrik, biasanya diubah dari tenaga gerak) dengan efisiensi sebesar 60% saja merupakan pencapaian yang luar biasa untuk pembangkit listrik berukuran ribuan mega watt. Kisaran rata-rata saja hanya 28 hingga 35 persen.” Terang dosen yang menjadi pengajar mata kuliah Konversi Energi di Jurusan Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung ini. Semoga saya tidak salah mengutip kata-kata beliau. 24
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
“Makanya selain harus dapat memahami teknologi, sebagai mahasiswa teknik fisika, kita harus mampu mendesain trafo dengan efisiensi yang cukup besar agar rugi-rugi daya yang dihasilkan tidak terlalu besar. Kerugian negara kita sangat besar karena rugi-rugi daya tersebut.” Jika mengingat kata-kata itu, saya ya-
Lutfi Arifin, 21, sedang mengukur terang dan kualitas lampu pada salah satu konsultan cahaya di Jakarta. Perusahaan Konsultan ini pasti merekomendasikan penggunaan lampu LED yang jauh lebih hemat dibandingkan lampu jenis lain, contohnya Halogen yang memiliki beban 10 kali lebih besar dari LED.
kin bukan termasuk orang yang senang terlibat dalam ‘mendesain’ trafo yang efisien. Biarkan teman saya yang nilainya lebih baik yang melakukannya. “Setidaknya sebagai orang terpelajar cobalah untuk dapat menggunakan energi sehemat mungkin. Seperti begini,� lanjut beliau, sambil menekan saklar untuk mematikan lampu ruang kelas
yang sebenarnya sudah cukup terang dengan pencahayaan alami yang berada di kategori berlebihan. Siang itu matahari bersinar terik pukul sebelas pagi. Mahasiswa yang tadi bangun, mulai tertidur kembali diikuti dengan semangat dosen yang agak meredup karena kembali fokus mengajarkan materi mengenai listrik tiga fasa yang LAMPU LED
25
Satu aksi kecil kita, misal mematikan lampu yang tidak terpakai, akan berdampak global jika dilakukan bersamaan 7 miliar penduduk bumi yang lain. Maka Orang-orang yang mengampanyekan ‘matikan lampumu’ adalah pahlawan edukasi penyelamat bumi. sepertinya sudah sangat dihafalkannya. Kewajiban berhemat energi bukanlah kewajiban yang hanya boleh tersemat kepada ‘orang terpelajar’ saja seperti kata Pak Suyatman (mungkin beliau bermaksud untuk ‘mencambuk’ mahasiswa agar menjadi golongan bijak dengan status kelimuan yang dimiliki). Ini adalah kewajiban untuk siapapun manusia yang hidup di bumi. Hanya saja kebiasaan hemat energi akan dilakukan dengan tepat dan penuh kesadaran jika mendapat edukasi yang tepat. Orang-orang yang telah melakukan kegiatan hemat energi harus memahami satu aksi kecil mereka, contohnya mematikan lampu ruangan yang sedang tidak dimanfaatkan, akan berpengaruh pada kehidupan global jika dilakukan serentak bersamaan oleh 7 miliiar penduduk bumi lain. Maka dari itu selain menjalankan aksi kecil tersebut, penduduk bumi juga harus berani mengampanyekan hemat energi dengan cara apapun sebagai bagian dari 26
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
mengedukasi orang disekitarnya. Mereka yang cukup heboh untuk rutin mengampanyekan matikan lampu bagi saya adalah ‘pahlawan edukasi penyelamat bumi’. Di depan sebuah rumah yang pintunya terletak lebih tinggi dua meter dari permukaan jalan. Saya memencet bel di pintu pagar, menunggu pemilik rumah untuk keluar mempersilahkan masuk. Rumah ini berada di kawasan Awiligar, masih bagian dari kota Bandung di sebelah utara. Berada pada daerah perumahan yang berkontur miring dan naik turun. Perumahan sejuk seperti ini sangat diminati orang Jakarta setiap akhir pekan sehingga membuat jalan Dago selalu penuh sesak kendaraan plat B—huruf pertama untuk nomor kendaraan di daerah sekitar Jakarta— yang antre menuju villa tujuan masingmasing. “Silahkan masuk, naik saja, jangan lupa pagarnya tutup lagi.” Sapa seorang pemuda berbadan tambun dan berpakaian rapi. “Perkenalkan nama saya Hayyu. Selamat datang di Adhmora.” Dia adalah bos disini. Adhmora adalah nama perusahaan tempat saya akan menghabiskan waktu liburan karena tidak memiliki uang untuk melancong atau sekedar pulang kampung. Sekitar sebulan kedepan saya akan magang disini. Kebetulan hari ini tanggal 28 Desember 2015. Sebelum melamar untuk magang, saya sempat mencari profil dari perusahaan
yang kantornya menyewa rumah dengan satu ruang utama, empat kamar tidur, dua kamar mandi dan satu dapur serta bagasi yang letaknya di kolong bangunan. Bangunan ini lebih cocok digunakan oleh sebuah keluarga yang bahagia dengan 2 anak daripada menjadi sebuah kantor. Pada situs resmi yang dimiliki oleh perusahaan ini, menjelaskan bahwa mereka bekerja dalam bidang jasa efisiensi energi. Hanya itu yang saya dapat saya pahami. Informasi di situsnya terlalu sedikit sehingga saya tidak begitu terpuaskan. Pertanyaan lalu muncul di benak saya, “apa yang dapat dilakukan perusahaan ‘kecil’ ini untuk efisiensi energi? Mungkin mereka akan datang ke rumah-rumah untuk mengampanyekan ‘matikan lampumu yang tidak terpakai’ kemudian mereka dibayar.” Mungkin tidak sesederhana itu karena kampanye hemat energi seperti itu harusnya menjadi pekerjaan untuk orang-orang yang ikhlas melindungi bumi. “Jadi disini kita akan menawarkan jasa penghematan energi pada bangunan.” Lanjut Hayyu. Sepertinya kali ini saya akan mendapat jawaban. “Pertama kita akan memasangkan peralatan sensor dan pengontrol chiller disertai perangkat lunak yang dapat merekayasa aliran pendingin pada bangunan, agar dapat diatur penggunaannya sesuai jumlah orang yang ada dalam gedung tersebut. Biasa kita sebut sebagai sistem pintar” Awalnya saya juga tidak mengerti apa
itu chiller. Sehingga saya bertanya seperti apa benda itu. Chiller adalah sistem pendingin yang sering digunakan pada gedung-gedung bertingkat. Orang awam mungkin sering melihatnya sebagai pipa kotak berukuran cukup besar yang melintang di langit-langit parkiran mall dan pusat perbelanjaan. Ibaratnya chiller adalah sistem Air Conditioner raksasa. Secara estetis keuntungannya adalah tidak perlu memasang kotak AC di luar jendela gedung seperti di rumahrumah. Bayangkan betapa berantakannya dilihat suatu gedung jika harus memasang kotak besi yang di pasang di luar jendela setiap ruangan. Selain itu potensi freon yang tercemar ke udara akan semakin banyak karena akan susah untuk melakukan perawatan AC yang terpasang di luar gedung, misal, di lantai 25, terlalu berbahaya untuk diperiksa oleh orang awam. Jika tidak dilakukan perawatan rutin maka kandungan freon yang tercemar dapat membahayakan ozon. Penggunaan chiller lebih baik untuk mencegah keluarnya ‘hal-hal yang tidak dibutuhkan alam’. Setidaknya kita bisa berasumsi pengelola gedung lebih teredukasi dan profesional dalam menjalankan penghematan energi ketimbang individu berjumlah 100 orang dengan tingkat kesadaran hemat energi berbeda tiap orangnya. Di seluruh dunia, isu penghematan energi selalu menyenangkan untuk dibicarakan. Mulai dari seberapa LAMPU LED
27
28
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
Pendingin Raksasa
Pemandangan kotak raksasa di atap gedung bukan hal yang asing lagi di kota Metropolitan, seperti Jakarta bahkan tidak jarang kehadirannya tidak kita pedulikan. Menurut Adhmora, biaya operasional gedung paling besar dihabiskan untuk listrik yang paling banyak terbebani oleh lampu dan saluran AC seperti tampak pada gambar di atas. Maka usaha penghematan energi adalah ladang uang yang cukup menggiurkan.
LAMPU LED
29
kemampuan manusia untuk menciptakan pembangkit listrik yang efisien. Memanfaatkan sumber daya sebanyak mungkin untuk dijadikan energi, mulai dari aliran air yang jatuh dari ketinggian puluhan meter, angin yang bertiup sangat kencang di pesisir pantai, hingga matahari yang bersinar sepanjang tahun di garis katulistiwa. Semua bidang tersebut memerlukan perkembangan teknologi. Proses riset dan penciptaan teknologi terbarukan untuk mengonversi energi tentu me30
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
merlukan waktu yang lama dan cenderung tidak pasti, tapi tidak mustahil. Untuk memaksimalkan teknologi yang sudah ada saja memerlukan waktu bertahun-tahun. Dari mengubah efisiensi trafo yang hanya 28 persen hingga mencapai 60 persen memakan waktu seadad lebih. Beberapa kalangan menyebut, pemanfaatan barang yang sudah dimiliki akan lebih bijak dari pada menciptakan lebih banyak barang. Begitu pemahaman aliran zen Budha yang banyak berkem-
bang di Jepang. Untuk mengimplikasikan pemahaman tersebut maka menghemat energi adalah cara yang disebut ‘langkah paling bijak dan sederhana untuk melindungi bumi’. Waktu saya masih bersekolah dasar, saya memahami program penghematan energi adalah program individu sederhana; mematikan lampu yang tidak diperlukan di atas jam lima sore sampai jam sepuluh malam. Padahal, bukannya lebih baik melaksanakan program tersebut sepanjang waktu; mungkin saya belum mendengar teori beban listrik peak hours kala itu. Namun kini saya sadar isu ini sudah dapat dikomersialisasi menjadi lahan uang yang cukup menjanjikan.
Adhmora menjalin kerja sama dengan Institut Teknologi Bandung dan Himpunan Iluminati Indonesia. Hayyu, bos Adhmora, berdiri kedua dari kiri. sumber gambar : Official Acount Facebook Adhmora
Bayangkan ini, saya akan memberi contoh nyata. Adhmora akan mendapat keuntungan dari persenan penghematan yang mampu dihasilkan sistem yang dipasangkan oleh mereka pada chiller. Anggap gedung A mengeluarkan ratarata pengeluaran operasional untuk Chiller sebesar 1 miliar rupiah perbulan. Jika sistem yang dipasang Adhmora dapat menurunkan pembayaran operasional tersebut menjadi 800 juta rupiah sebulan, maka penghematan yang dihasilkan sebesar 200 juta rupiah. Seandainya di awal telah disepakati bahwa adhmora akan mengambil untung sebesar 50 persen dari penghematan perbulan selama dua tahun, maka perusahaan akan mendapat penghasilan LAMPU LED
31
Tampak ruangan kerja di sebuah kantor yang berlokasi di Jakarta. Semua lampu di gedung ini menggunakan LED yang super hemat energi. Biaya penghematan lainnya dapat digunakan untuk operasional lain seperti membayar gaji para karyawan yang tampak lembur hingga malam seperti di gambar.
32
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
LAMPU LED
33
100 juta rupiah perbulan dengan total yang dihasilkan bisa mencapai 2,4 miliar rupiah; harga yang fantastis untuk usaha penghematan energi. “Masih ada layanan efisiensi energi yang lain lagi.” Sela Hayyu saat saya masih tercengang dengan keadaan dunia yang berkembang dengan cara yang tidak pernah saya bayangkan ini. Bahkan kegiatan menghemat energi pun bisa menghasilkan duit. 34
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
Kemudian sejenak saya coba membayangkan mempunyai rumah yang cukup besar dengan lampu yang banyak. Saat saya melihat tunggakan listrik yang berlebih, maka saya akan membayar orang untuk menghemat energi rumah saya. Bukankah hemat energi harusnya menjadi kesadaran setiap individu untuk melindungi bumi. Mungkin saat berada pada keadaan ‘sedang malas’ berhemat energi saya harus membayar orang lain untuk melakukannya. Entahlah. “Coba pikirkan orang yang membayar
Pemandangan pemukiman di daerah Cihampelas Bandung dari salah satu kamar indekos di tengah pemukiman yang sama. Pemukiman seperti ini hampir seluruhnya menggunakan listrik yang disubsidi oleh pemerintah. Meski beban daya listrik yang dikonsumsi setiap rumah tidak besar tapi dengan jumlah yang banyak serta masarakat yang tidak teredukasi hemat energi dengan baik, maka akan cukup membebani. Masih ada resiko kebakaran yang juga bisa terjadi kapanpun.
tagihan listrik dengan cara konvensional!” Saya membayangkan rumah orang tua saya di Palu; salah satu kota terpanas di Indonesia dengan fenomena georafi yang unik. Bayangkan kota kalian dihimpit oleh gunung disisi timur yang hijau dan subur. Padahal disebelah barat ada perbukitan yang tandus tempat kaktus tumbuh dengan subur. Jarak Bukit dan gunung itu hanya 10 kilometer. Ayah saya akan pergi ke kantor cabang PLN (perusahaan listrik negara) setiap tengah bulan untuk membayar tagihan listrik. Kemudian cek tagihan tersebut akan diserahkan ke ibu saya untuk dihitung rata-rata pengeluaran listrik per bulannya. Jika menurut perhitungan ibu saya tagihan listrik melebihi nilai rata-rata, bersiaplah ayah saya dan ketiga anaknya untuk menjalani program ‘pembatasan jam menonton televisi’. “Kita bisa membantu pemiliki gedunggedung atau bangunan besar untuk dapat mengontrol tagihan listrik mereka sendiri setiap saat, kapanpun dan dimanapun.” Biasanya digunakan istilah real time data untuk menyebut teknik ini. “Dengan real time data, penanggung jawab bangunan akan menyadari kapan terjadi penggunaan energi listrik berlebihan. Tentunya didukung dengan teknologi peta penggunaan energi (heat map). Sehingga jika ada ruangan yang memakai energi berlebihan, sang manajer dapat mengambil tindakan untuk menghubungi penanggung jawab ruangan, menyuruh untuk mengefisienLAMPU LED
35
Dengan Skala satu kota penggunaan lampu halogen dapat mengonsumsi beban sebesar 10 megawatt. Penggunaan LED akan menghemat sebesar 90 persen. Penghematan tersebut dapat digunakan untuk menerangi seluruh Indonesia. kan penggunaan listrik atau dapat memutuskan sambungan listrik ke ruangan tersebut dari panel room.” Jelas Hayyu sambil menyeruput kopi di cangkir yang terletak di atas meja besar dan panjang, terlihat seperti meja rapat tapi meja ini diletakkan di ruang tamu. Gubernur Jakarta dan lampu LED Ketimbang memasang sensor serta peralatan rekayasa untuk menghemat energi di gedung, sepertinya lebih baik mengganti semua lampu gedung menggunakan lampu LED. Begitu dulu saya beranggapan setelah menyelesaikan magang di bisnis penghematan energi yang telah saya ceritakan sebelumnya. Kemudian hipotesis saya tersebut terjawab ketika melihat realita langsung di lapangan. Sebelum menuju ‘realita langsung di lapangan’ yang saya maksud. Saya akan menceritakan perkenalan saya dengan LED. Sebenarnya sudah lama saya mengenal LED, setidaknya dari iklan televisi LED yang sering terpampang di baliho 36
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
jalan raya atau bahkan disiarkan di siaran televisi. Namun saya belum memahami ‘kehebatan’ LED ini. Bahkan awalnya saya berpikir biji lampu LED yang dijual dengan harga satu bijinya sebesar 1000 rupiah di toko komponen elektronik berbeda dengan LED-nya televisi. Pemahaman saya berubah saat ikut kuliah elektronika. Ternyata LED adalah sebuah ‘batu kecil’ dengan material semikonduktor. Batu kecil ini akan menyala jika tegangan yang mengalir lebih tinggi dari tegangan pembangkitan yang dimiliki bahan semikonduktor terebut. Biasanya untuk Germanium bernilai 0,7 volt. Jika tegangan yang lewat lebih dari nilai tersebut maka LED akan menyala, dan berlaku sebaliknya. Intinya LED adalah bahan yang bisa menghasilkan cahaya jika dialiri listrik. Semakin banyak ilmu yang diketahui, maka orang akan semakin bingung. Begitupun yang saya alami tentang LED ini. Meskipun sudah memahami tentang material LED, tapi saya dibuat bingung dengan munculnya lampu rumahan yang bertajuk lampu LED. Bukannya lampu LED hanya berbentuk biji kecil yang harganya hanya seribu rupiah? Kenapa bisa muncul lampu LED berukuran seperti lampu CL dengan harga seratus ribu? Akhirnya saya memahami bahwa lampu LED yang dijual untuk dipasang pada rumah-rumah, LED pada televisi, dan LED yang sebijinya berharga 1000 rupiah adalah sama. Sama-sama LED.
Hanya bedanya adalah untuk yang berbentuk biji hanya terdiri dari sebuah LED. Pada televisi LED, terdapat ribuan titik-titik yang setiap titiknya merupakan sebuah LED kemudian beda nyala titiktitik tersebut akan menampilkan gambar yang berubah-ubah; Televisi LED tentunya tidak perlu lagi menggunakan tabung untuk menembakan sinar, karena layarnya yang akan bersinar sendiri. Terakhir untuk lampu LED yang digunakan di rumah-rumah adalah LED yang telah didesain menjadi sebuah chip sehingga dapat menghasilkan cahaya seterang lampu halogen dengan daya beban yang bisa berukuran sepuluh kali lebih kecil.
kita mempunyai gedung bertingkat 50. Setiap lantai memiliki lampu sejumlah 100 buah. Maka total terdapat 5000 lampu dalam gedung tersebut. Semuanya merupaka lampu halogen dengan daya beban yang sama yaitu 20 Watt. Maka total daya yang membebani gedung tersebut adalah sebesar 100.000 Watt. Dengan skala satu kota, seandainya terdapat 1000 bangunan gedung yang sama, konsumsi daya yang dihabiskan bisa mencapai angka 10 Mega Watt. Jika semua lampu diganti lampu LED, kota tersebut hanya perlu mengonsumsi sekitar 0,9 Mega Watt. Sehingga daya yang tersisa mungkin dapat digunakan untuk menerangi satu negara minimal seluas Indonesia. SeKehebatan utama dari lampu hingga peristiwa mati lampu tidak akan ini adalah sangat hemat energi. Sean- lagi terjadi. Jika ilustrasi ini dikonversi dainya sebuah lampu halogen dengan ke uang, maka akan membuat kita terdaya sebesar 50 Watt dipasang 2 me- cengang. Saya tidak akan memberi tahu ter di atas meja kerja. Lampu tersebut nominalnya karena kita harus berlatih mampu menghasilkan iluminansi sebe- menyingkirkan sifat materialis untuk sar 35 footcandle—iluminansi adalah menjaga ‘kemurnian hati’ dalam probesar daya cahaya per satuan luas dan gram menghemat energi ini. footcandle adalah satuan iluminansi menggunakan satuan British—diukur Selama tiga bulan belakang ini sejak pada permukaan meja. Dengan meng- akhir Mei 2016, hampir setiap hari saya gunakan lampu LED, kita hanya butuh bermain dengan lampu LED. Tempat lampu sebesar 5 Watt untuk menghasil- magang saya kali ini adalah sebuah kan efek cahaya dengan keadaan yang kantor konsultan pencahayaan ternama sama. Sehingga penghematan secara di Indonesia, Lumina group. Tempat konsumsi energi bisa mencapai 90 ini yang akhirnya menampilkan ‘repersen. alita langsung di lapangan’ yang akan Coba kita membuat ilustrasi pada skala membuat saya merenungi program lebih besar untuk mendapat hasil yang penghematan energi. lebih menyenangkan lagi! Bayangkan Hampir semua gedung-gedung besar LAMPU LED
37
38
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
Di dunia ini telah ditemukan 3 warna utama untuk semikonduktor, yaitu merah, hijau dan biru. sehingga penggabungan warna untuk lampu dihasilkan dari kombinasi ke-tiga warna tersebut. Untuk menemukan salah satu warna yaitu warna biru, seorang ilmuan berhasil diganjar penghargaan nobel.
LAMPU LED
39
Basuki Tjahja Purnama, Gubernur DKI Jakarta, pernah memecat salah satu pejabat yang ‘lamban’ untuk mengganti lampu jalan menjadi lampu LED. sumber gambar : megapolitan.kompas.com
di Jakarta telah menggunakan lampu LED. Bahkan banyak gedung yang melakukan renovasi khusus untuk merombak dan mengganti seluruh lampu yang telah dipasang menjadi lampu LED. Setidaknya harapan untuk menciptakan penghematan besar-besaran akan menemui jalannya. Masyarakat di pulau Jawa setidaknya bisa berharap mati lampu tidak akan terjadi lagi. 40
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
Migrasi dari lampu konvensional ke lampu LED sudah berlangsung besarbesaran. Walaupun tidak bisa dipungkiri, masih banyak pemukiman yang masih menggunakan lampu konvensional. Setidaknya perubahan ini dimulai dari konsumen kelas pemilik gedung, kemudian orang-orang yang sadar dengan kehebatan penghematan lampu LED. Semoga di akhir semua orang akan me-
yang harus dupayakan. Semua pihak di kota Jakarta—kota terpadat di Indonesia bahkan dunia—telah bergerak bersama untuk menggiatkan konversi lampu konvensional menuju lampu LED yang jauh lebih hemat energi. Namun sepertinya tidak mengalami perubahan yang berarti. Beberapa titik di Jakarta masih mengalami pemadaman bergulir, meski dengan intensitas yang jarang. Daerah kabupaten di pulau Jawa mulai dari Pandeglang hingga Banyuwangi masih banyak yang sering mendapat pemadaman bergilir bahkan di pedalaman garut masih ada daerah yang belum mendapat berkah ‘penghematan semu’ lampu LED tersebut. “Apakah solusi sedang balap lari dengan masalah? Ataukah kita yang sebenarnya lari dari masalah dan solusi?” tanya saya sendiri.
Dari diri sendiri
milih menggunakan lampu super hemat energi ini. Gubernur Jakarta, Basuki Tjahja Purnama, pernah menceritakan pada sebuah wawancara di salah satu stasiun televisi swasta Indonesia bahwa dia pernah ‘memecat secara halus’ seorang pejabat yang tidak mau—sepertinya beliau merasa tidak perlu—mengganti lampu jalan menjadi lampu LED. Ini menunjukan kesadaran pemerintah bahwa lampu unyil tersebut merupakan salah satu solusi penghematan energi
Fenomena penghematan energi yang telah saya alami di dua tempat magang itu membuat saya menyimpulkan. Penghematan energi bukan hanya sekedar untuk mengurangi biaya tagihan listrik tapi merupakan bagian dari pola pikir cinta lingkungan dan memanfaatkan semaksimal mungkin sumber daya yang dimiliki, khususnya listrik. Satu aksi kecil mematikan lampu yang tidak terpakai saja, merupakan satu langkah besar jika kita turut serta mengajak orang disekitar kita untuk melakukan hal yang sama. Karena sang juru selamat bumi adalah diri kita sendiri. [] LAMPU LED
41
Keindahan
Tanggul yang berada di pantai Santolo, pesisir selatan Garut, dibuat secara gotong royong untuk mengurangi debit air yang masuk ke sungai dan sebagai dermaga agar kapal-kapal nelayan dapat berlabuh di saat ombak cukup besar. Gambar ini menunjukan sisi terang dan sisi gelap dari potongan keindahan di Selatan Jawa Barat. Begitupun artikel yang akan disajikan 42
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
Pantai selatan tanah sunda
LAMPU LED
43
44
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
Pagi hari yang mendung di pantai timur Pangandaran, memiliki kontur pantai yang curam sehingga berbahaya untuk wisatawan yang ingin berlibur dipantai. Lebih dugunakan sebagai pelabuhan untuk kapal nelayan. Tampak sebuah kapal nelayan yang pulang dari melaut. Disebelah hutan tanjung tersebut adalah pantai barat Pangandaran yang selalu ramai oleh wisatawan yang ingin berlibur di Pantai. LAMPU LED
45
Cerita di antara tembok gunung dan ombak samudera Akhir April tahun 2015 Kota Bandung menjadi perhatian dunia setidaknya oleh pemerintahan negara-negara di Asia Afrika yang pada era pasca perang dunia ke 2 berusaha membebaskan diri dari belenggu kolonialisme. Maklum saat itu merupakan peringatan ke 60 tahun sejak negara-negara yang pernah terjajah itu untuk bertukar pikiran dan menebar semangat untuk dapat membebaskan diri dari penjajah masingmasing, dalam forum yang dinamakan Konferensi Tingkat Tingkat Asia Afrika (KTT Asia Afrika). Waktu itu, tempat pelaksanaan kegiatan ini adalah kota Bandung. Bersamaan dengan bilangan tahun yang cukup bagus untuk melakukan sebuah peringatan, maka pemerintah Kota melaksanakan renovasi besar-besaran untuk 46
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
mempercantik Bandung dan mengadakan festival yang meriah. Membuat bandung menjadi pusat perhatian wisatawan saat itu. Seorang mahasiswa di Institut Teknologi Bandung memanfaatkan momen ini untuk mengadakan kegiatan juga. Bukan untuk ikut serta meramaikan festival dan kemeriahan di Bandung, tapi untuk menjauhkan diri dari penatnya kehidupan kota dan menikmati hawa sejuk jalanan pedesaan, dan tentunya mencari sensasi mencium aroma angin laut yang tidak bisa di rasakan di Bandung karena secara letak geografis, berada dihimpitan kawasan pegunungan. Enggar Nanggalih, biasa dipanggil Mas Enggar, mahasiswa tingkat tiga akhir saat itu. Hobinya melakukan perjalanan
Mas Enggar, sedang mengambil gambar melalui kamera telepon genggam. Rombongan perjalanan sedang beristirahat di Situ Cileunca, Pangalengan, 48 km dari Kota Bandung.
menggunakan sepeda motor. Dia mengajak serta teman-teman jurusannya yang punya hobi yang sama, dan yang paling penting, mempunyai keinginan yang sama, yaitu jalan-jalan menjauhi Bandung untuk merasakan kenikmatan udara di desa yang sejuk dan puncaknya menikmati aroma pantai disertai pemandangan matahari terbenam dan matahari terbit keesokan harinya. “Makna utama perjalanan ini, agar kita lebih mencintai alam sebagai ciptaan Tuhan yang perlu kita jaga dan lestarikan sehingga bisa terus dinikmati oleh semua orang,� Tutup Mas Enggar dalam pidato singkatnya sesaat sebelum berangkat. Saat itu pukul 9 pagi Tanggal 26 April di Jalan Ganeca Bandung. Jumlah rombongan saat itu ada delapan orang dengan lima motor. Saya duduk
sebagai penumpang di kursi motor teman saya, Syauqi, yang menceritakan rencana Mas Enggar ini kepada saya sehingga saya menawarkan diri dan diterima untuk ikut rombongan. Menurut saya, lima sampai enam motor adalah jumlah ideal untuk melakukan perjalanan rombongan. Asap kendaraan rombongan yang dikeluarkan knalpot tidak akan terlalu mengganggu pengguna jalan yang lain, yang berkendara maupun pejalan kaki, dan yang utama, suara bising yang dihasilkan tidak terlalu mengganggu rumah penduduk yang dilewati saat konvoi. Rute perjalanan kali ini adalah Bandung menuju pangandaran dengan jalur pergi via jalur selatan alternatif melewati daerah pegunungan Pangalengan, penghasil susu sapi Nasional yang PANTAI SELATAN
47
namanya cukup termasyhur di pulau Jawa. Kemudian turun ke Rawa Buaya. Lanjut ke Pamengpeuk di daerah pesisir selatan kabupaten Garut dan terus menuju ke arah timur menuju Pangandaran.
Letak pantai selatan yang jauh dari kota besar menyebabkan daerah ini kurang diperhatikan. Di Indonesia kita sering menyebutnya ‘pembangunan yang tidak merata’. Adapun jalur balik akan melewati jalur selatan utama yaitu jalur Nagrek yang namanya selalu tersohor saat fenomena mudik lebaran. Jalur selatan di daerah jawa barat yang kami lewati untuk menuju Pangandaran ini menghadirkan sensasi yang sangat indah. Komposisi Laut, pesisir pantai serta garis perbukitan dan pegunungan yang memanjang dari timur ke barat sepanjang selatan pesisir jawa sebelah barat, mungkin juga terus memanjang hingga ujung timur jawa, menghasilkan lembah yang ikut memanjang disepanjang garis pantai selatan jawa barat ini. Berita baik dari keadaan ini adalah Jalur sepanjang pesisir selatan Jawa Barat hingga banten terhitung sepi. Jalanannya pun cukup mulus, meski ada beberapa titik yang rusak parah, terutama sepanjang pantai selatan daerah Banten 48
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
Jalur perjalanan yang akan dilewati rombongan perjalanan. Jalur pergi melewati jalur paling selatan (Waktu tempuh 7 jam, jarak 247 km) dan jalur pulang melewati jalur nagrek (waktu tempuh 6 jam 50 menit, jarak 252 km). Jalur warna jingga merupakan jalur utama. Terlihat jalur utama terkonsentrasi di utara pulau jawa (jalur pantura) dan tidak ada satupun di selatan Jawa Barat. Sumber Gambar: Google Map
dan perbatasan Kabupaten Cianjur dan Sukabumi. Kondisi jalanan yang baik ini membuat perjalanan sangat menyenangkan bagi konvoi kendaraan bermotor untuk menikmati udara sejuk. Setidaknya penghasil polusi yang pasti ditemui hanyalah motor sendiri yang sedang dikendarai. Berita baik tentang keindahan alam selalu diikuti berita buruk yang selalu disayangkan. Letaknya yang jauh dari kota besar di pulau Jawa menyebabkan pengelolaan dan pengawasannya lingkungan yang kurang diperhatikan. Di Indonesia kita terbiasa menyebutnya
‘Pembangunan yang tidak merata’. Begini ceritanya. Letak Ibukota Negara dan 3 Ibukota Provinsi di pulau Jawa berada di pesisir utara pulau Jawa. Kota tersebut adalah Serang, Jakarta, Semarang dan Surabaya. Bandung sebagai Ibukota Jawa Barat berada di tengah pulau Jawa, terhimpit oleh rangkaian bukit dan pegunungan. Serta Kota Jogjakarta yang berada agak ke selatan masih kurang dekat dengan garis pantai selatan. Pola persebaran kota besar di Jawa PANTAI SELATAN
49
50
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
Sore yang gelap di pesisir pantai pulau Karang, kawasan Wisata pantai Santolo. Pemandangan seperti ini akan mudah ditemukan saat musim penghujan. Pada musim seperti ini nelayan sering memilih untuk beristirahat dari melaut, menunggu musim yang lebih bersahabat. LAMPU LED
51
52
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
Barisan perkebunan teh yang mengikuti kontur tanah pebukitan menghasilkan komposisi yang menakjubkan di kawasan Pangalengan, 48 km dari Bandung. Dibalik jajaran pegunungan itu menunggu laut selatan beserta masyarakatnya yang sedang menunggu musim kemarau tiba agar dapat melaut dengan tenang. LAMPU LED
53
ini menyebabkan jalur jalanan utama semua provinsi di Pulau Jawa terkonsentrasi di sepanjang jalur pantai utara (jalur Pantura). Beberapa ada letaknya agak keselatan tapi pasti agak jauh dari garis pantai, setidaknya selang sebukit
Untuk apa membangun infrastruktur di daerah yang tidak strategis? Jawablah! maka kita akan mengetahui alasan tidak terurusnya kawasan pantai selatan Jawa Barat. atau segunung dulu. Mungkin pemerintah di pulau Jawa menunggu jawaban dari pertanyaan berikut ini. “Untuk apa membangun daerah yang bahkan tidak menghubungkan kota-kota besar?� TAMBAHAN kabar baik adalah pemandangan indah sepanjang pantai dan perbukitan pesisir selatan Jawa Barat ini menjadikannya daya tarik sebagai objek Pariwisata. Mulai dari pantai yang panjang dengan nama yang cukup tersohor yaitu Pantai Pangandaran. Dilanjutkan Pantai Santolo dengan Kawasan peluncuran roket dan pulau karangnya yang indah. Selanjutnya ada Pantai Ujung Genteng yang menampilkan fenomena tanah genting dan terdapat salah satu penangkaran penyu terbesar di Indonesia yang bisa melepaskan hingga 1600 penyu 54
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
dalam sehari. Masih ada Pantai ikonik Sawarna yang memiliki karang yang menjulang cukup tinggi dan terlihat alami dengan resort dan penginapan sederhana di sepanjang pesisirnya. Masih di kawasan pesisir selatan Jawa Barat. Terdapat aliran sungai yang dapat dijadikan sarana arung jeram, sebut saja Green Canyon, berada tidak jauh dari pantai Pangandaran. Jauh ke barat, di selatan Sukabumi, sebelah utara Pantai Ujung Genteng. Terbentang lembah luas Ciletuh yang disebut-sebut sebagai ampiteater al-
Saat itu menjelang terbenamnya matahari di pantai pulau Karang di Santolo. Syauqi meminjam kamera telepon genggam saya dan mencoba mengabadikan beberapa gambar. Angin bertiup sangat kencang kala itu, maka hasil jepretannya kabur seperti gambar di atas. Bahkan untuk mengendalikan kamera ponsel pun akan sangat sulit saat berhadapan dengan angin Pantai Selatan.
ami terbesar di dunia, yang seluruh kawasannya disebut ‘situs purba’ dan telah disahkan oleh UNESCO sebagai Geo Park di dunia. Bahkan di titik paling barat pulau Jawa-pun masih terdapat kawasan ujung Kulon yang dilestarikan sebagai cagar alam di Indonesia karena terdapat hewan endemik yaitu badak bercula satu.
Budaya merantau dan hantangan Samudera Hindia Masyarakat pesisir selatan mayoritas bekerja sebagai nelayan. Ada juga yang bekerja di kebun milik pemerintah, biasanya kebun kelapa dan kelapa sawit. Kebiasaan merantau menyusuri lautan bukan menjadi budaya di daerah ini. Setidaknya ada tiga faktor yang menyePANTAI SELATAN
55
babkan masyarakat disini tidak suka merantau mengarungi lautan. Pertama, orang sunda yang memang terkenal tidak suka merantau keluar dari tanah sunda. Kedua, kota besar di pulau Jawa yang berada di utara pulau lebih mudah dan lebih dekat untuk dicapai menggunakan jalur darat. Ketiga, Laut selatan yang merupakan bagian dari Samudera Hindia (karena kecintaan terhadap tanah air, orang Indonesia sering menyebutnya Samudera Indonesia) memang tersohor keganasannya 56
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
dan sering menelan korban jiwa terutama nelayan setempat (ini yang menyebabkan jalur darat menuju kawasan Utara lebih baik dipilih, selain karena menggunakan jalur laut akan memutar jauh). Faktor pertama bisa jadi hanya alasan yang berkembang di dalam masyarakat di pulau Jawa dan Indonesia. Jumlah penduduk Jawa Barat (atau lebih populer dengan sebutan orang sunda karena mayoritas bersuku Sunda) terhitung paling banyak di Indonesia den-
Walaupun air laut terlihat tenang, namun laut selatan tetap saja sangat berbahaya. Itu juga alasannya didirikannya sebuah penjara yang sangat terkenal di Indonesia yaitu di Pulau Nusakambangan. Di atas tampak pulau Nusakambangan (Daratan di balik kapal nelayan) difoto dari pantai timur Pangandaran.
gan jumlah mencapai 46 juta penduduk menurut survey Badan Pusat Statistik tahun 2010. (bisa membuat 5 negara swedia dengan ukuran jumlah penduduk yang sama). Anehnya, dengan jumlah penduduknya sebanyak itu, orang sunda cukup jarang ditemukan jika kita melancong keliling seluruh kota di Indonesia. Tentunya jika kita membandingkan dengan keberadaan orang Jawa yang hampir pasti dapat ditemukan di kawasan manapun di negara kepulauan Indonesia. Fenomena ini yang menyebabkan Panggilan Mas (sebutan untuk pria dewasa di suku Jawa) lebih populer di Indonesia dibandingkan Kang (padanan Mas di suku Sunda). Padahal letak Ibukota Negara Indonesia, Jakarta, dihimpit oleh tanah Sunda dan berada cukup jauh dari tanah suku Jawa. Serta secara kedekatan budaya, Suku Betawi (suku asli Jakarta) lebih berkerabat dekat dengan suku Sunda. (Orang betawi juga terkenal tidak suka merantau). Faktor selanjutnya sangat berhubungan antara faktor kedua dan ketiga. Penduduk pesisir selatan tanah Sunda hanya memanfaatkan kegiatan berlaut sekedar untuk mencari nafkah dan menangkap ikan, itu pun dilakukan ketika laut sedang tidak pasang. Ancaman Ombak Samudera Hindia tidak mainmain. Bahkan sangat sedikit nelayan yang berani bertaruh nyawa untuk menerjang laut saat pasang. Para nelayan terpaksa ‘beristirahat’ saat ombak lagi tinggi-tingginya. Belum lagi perhitungan perubahan musim antara pengPANTAI SELATAN
57
hujan dan kemarau yang makin tidak menentu di Indonesia menyebabkan pola melaut dan ‘hibernasi’ yang makin sulit diperkirakan. Hukum Angin Muson pada bulan November sampai April yang mengisi buku teks pelajaran Geografi saat saya masih bersekolah dulu sepertinya sudah tidak berlaku lagi. Ini juga yang menyebabkan isu penduduk 58
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
pesisir selatan yang kemiskinannya cukup tersohor di daaerah Jawa Barat. Saya berjumpa dengan pemuda tanggung asal Rawa Buaya, salah satu daerah di pesisir selatan yang cukup dekat ke Bandung, tentunya harus melewati jalan naik dan turun gunung terlebih dahulu. Waktu itu saat rombongan perjalanan pimpinan Mas Enggar mampir
Pemilik perahu penyeberangan sedang menjelaskan kondisi pulau Karang diseberang muara sungai. Lokasi Pamengpeuk, selatan Kabupaten Garut.
di situ Cileunca, daerah Pangalengan Kabupaten Bandung. Menurut si pemuda sangat susah untuk bersekolah di daerah pantai selatan, terutama sekolah menengah. Sehingga anak-anak remaja disana sering disekolahkan jauh dari pesisir di balik gunung dan yang tidak bersekolah terpaksa ha-
rus membantu orang tua melaut atau bekerja di kebun-kebun yang biasanya dikelola pemerintah dan swasta. Jumlah remaja yang tidak melanjutkan sekolah terlalu sedikit untuk dapat meneruskan profesi turun temurun kakek moyang pesisir selatan sebagai nelayan. Mereka pun cenderung lebih mePANTAI SELATAN
59
milih berkebun daripada melaut karena resiko yang lebih kecil ketimbang menantang samudera yang ganas. Besi murah Saat itu di kelas kuliah, dosen saya sedang menjelaskan cara pengolahan pasir besi sampai menjadi besi yang sering kita jumpai di toko bahan bangunan. Menurut Bapak Ahmad Nuruddin, Ahli Material di Jurusan Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung, jika Indonesia dapat memanfaatkan pasir pantai sepanjang Pesisir Selatan Pulau Jawa, terutama di daerah tanah Sunda, maka Indonesia bisa menjadi salah satu eksportir besi terbesar di dunia. Ini disebabkan kandungan besi yang sangat melimpah di pantai pesisir selatan. Bahkan menurut Profesor Bambang Sunendar (pengajar senior dan seorang ahli material di ITB), masih penuturan Pak Ahmad, Jika ditarik garis sejauh 10 kilometer dari pesisir selatan maka kandungan besi masih mudah untuk ditemukan. Sayangnya Indonesia belum memiliki teknologi yang mumpuni untuk mengolahnya (masalah klasik negara kepulauan terbesar di dunia ini). Agar tetap menjadi pedagang, sebagaimana biasanya orang-orang yang akan kaya jika berdagang, maka Indonesia menjual pasir pantai di lokasi dengan kandungan besi yang melimpah seharga 100 rupiah per kilogramnya, biasanya dijual ke Korea Selatan atau negara pengimpor pasir besi lain, seperti Cina dan Amerika Serikat, un60
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
tuk diolah menjadi bijih besi. Krakatau Steel, perusahaan negara yang mengolah bijih besi menjadi batang besi, membeli bijih besi dari korea Selatan seharga sepuluh kali lipat dari yang dijualkan. Bahkan tidak jarang Indonesia juga lebih memilih mengimpor besi ‘jadi’ yang bisa mencapai ratusan bahkan ribuan kali lipat dari harga pasir bessi yang diekspor. Orang Korea Selatan yang ketagihan dengan kandungan besi pantai pesisir selatan Jawa Barat, mencoba mencari inisiatif untuk memotong ongkos operasional. Mereka mengambil langkah
Pasir di pantai selatan Jawa memiliki kandungan besi yang tinggi. Bahkan sering kali kandungan titanium dan ilaminat nya juga banyak dan ‘tersembunyi’. Sehingga pemerintah Indonesia terkadang tidak menyadari telah menjual kandungan yang lebih mahal dengan harga jual hanya untuk pasir besi.
dengan membeli tanah di salah satu titik pantai selatan Cianjur. Tentu langkah tersebut berjalan mulus karena kebijakan ramah investor asing yang dianut birokrasi di Indonesia. Daerah pesisir yang terbelakang dalam ‘pembangunan’ ini tentu akan terasa menguntungkan jika ada yang berminat untuk berinvestasi. Setidaknya begitu cara pikir birokrasi negara kepulauan yang selalu merasa ‘ketinggalan
perkembangan teknologi’ ini, tanpa peduli potensi yang mungkin dimiliki dan dampak yang akan terjadi akibat eksploitasi pasir pantai menjadi pertambangan pasir besi. Pantai tersebut sekarang tertutup untuk umum. Jika ditanya kependuduk sekitar maka mereka akan bilang, “udah dibeli orang Korea.” Tutur Pa Ahmad di akhir kuliah kali itu. [] PANTAI SELATAN
61
62
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
Tulisan yang dibuat di atas pantai Pelabuan Ratu Sukabumi dalam perjalanan menuju sawarna. Foto diambil pada bulan juli 2015. LAMPU LED
63
64
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
Tampak pemandangan karang layang di pantai Sawarna. Perlu waktu 7 jam dari Jakarta menggunakan kendaraan darat. Pantai ini cukup sulit untuk dijangkau. Jauh dari keramaian memberikan ciri khas sendiri. Kebanyakan resort dan penginapan di sekitar pantai terlihat alami dan sederhana. LAMPU LED
65
Galeri Penelusuran Sisi Selatan Pulau Jawa Keindahan Ujung Genteng hingga Sawarna Terbesit pikiran saya untuk dapat mengeksplor pantai selatan Jawa Barat melalui rangkaian perjalanan dengan teknik yang sama seperti sebelumnya. Naik motor. Saya berhasil melakukannya dua kali lagi setelah bersama rombongan mas Enggar. Pertama bertepatan dengan ibadah puasa pada bulan Juli 2015 bersama teman saya, Taufik Hidayat. Dia adalah mahasiswa Agrikultur Institut Pertanian Bogor asal Setu, desa terpencil dihimpitan metropolitan Jakarta dan Bekasi. Kami sudah saling kenal sejak sekolah menengah atas. Dia sebagai empunya motor matic yang kami kendarai, walaupun sebenarnya motor itu bukanlah miliknya. Seorang kerabat meminjamkannya untuk memudahkan bertransportasi ke kampus. Atas dasar keinginan liburan (serta misi pribadi saya untuk menyusuri pantai selatan Jawa Barat dari Pangandaran hingga Ujung Kulon) maka kami melakukan kesepakatan untuk melakukan perjalanan dari Bogor menuju Pantai Sawarna dengan jalur pergi via Perkebunan di Gunung Halimun Leuwi Taufik Hidayat, Mahasiswa Institut Pertanian Bogor yang meminta difoto dengan latar pegunungan Halimun. Daerah ini terdapat pembangkit listrik tenaga panas bumi yang dikelola oleh Chevron, perusahaan minyak asal Amerika Serikat. 66
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
GALERI PERJALANAN
67
liang yang akan tembus melewati Cikidang menuju Pelabuan Ratu dan jalur pulang melewati Malimping, daerah perkebunan yang dikelola pemerintah di daerah Lebak Banten sebelum melewati Pandeglang dan Rangkas Bitung kemudian menuju Bogor. Perjalanan kedua, yang saat itu tanggal 25 maret 2016 dan bertepatan dengan hari libur nasional di hari jumat, saya sudah menyusun agenda dan mempersiapkan rombongan perjalanan yang merupakan warisan dari rombongan perjalan pimpinan Mas Enggar pada edisi “Cerita di Pesisir Selatan Tanah Sunda.� Meskipun hanya berisi dua orang peserta perjalanan sebelumnya, termasuk tidak ikutnya penginisiasi kegiatan tahun sebelumnya yaitu Mas Enggar, tapi kali ini jumlah peminatnya bertambah menjadi total sepuluh orang dengan enam motor. Selain saya hanya ada Dani, mahasiswa dengan jurusan yang sama dengan saya, yang ikut kegiatan yang sama setahun lalu. Kali ini rutenya saya rancang lebih panjang dan waktu yang lebih lama agar lebih banyak kawasan yang bisa dieksplorasi. Tantangan yang lainnya adalah dalam rombongan terdapat empat wanita yang semuanya kurang berpengalaman dalam mengendarai motor. Mengingat jalur yang akan dilewati adalah naik turun gunung, sebePemandangan luar biasa tersaji di penanjoan, bukit yang tepat menghadap langsung ke lembah luas ciletuh. Salah satu lokasi yang diresmikan menjadi taman bumi di dunia. Di Indonesia, kawasan yang memiliki status yang sama adalah daerah terasering di Batur Bali 68
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
GALERI PERJALANAN
69
70
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
Anak-anak pekerja kebun di kawasan perkebunan negara di gunung Halimun, malu-malu saat disapa dan diajak berfoto. Tampak mereka seolah berlari menuju gunung salak yang menjulang tinggi di balik jurang pinggir lapangan. GALERI PERJALANAN
71
Macam potret kejadian selama perjalanan menelususri pantai selatan Jawa Barat. (gambar dari kiri atas sampai kanan bawah beruruta) Mulai dari pemandangan orang yang berbaris rapi melihat pelepasan penyu di pantai, kondisi jalan di perkebunan teh kawasan pegunungan halimun, instruksi kepala rombongan untuk membatalkan misi menuju puncak Darma di kawasan Ciletuh yang terhalang kondisi medan yang sulit. Serta gambar terakhir adalah potret persiapan meninggalkan lokasi bermalam yang lebih baik dan lebih indah daripada puncak Darma; orang sekitar menyebutnya puncak dulo. Di Puncak ini ada sebuah gubuk tidak berpenghuni yang kata masyarakat setempat sengaja di bangun untuk tempat peristirahatan pribadi 72
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
GALERI PERJALANAN
73
lum benar-benar sampai pesisir, maka dibuat keputusan wanita boleh mengendarai motor jika telah sampai pos peristirahatan, terutama saat perlu berbelanja logistik. Itupun kalau mereka bersedia. Seperti kebiasaan saya saat melakukan perjalanan jauh sebelum-sebelumnya (sebelum mengeksplorasi jalur selatan, saya punya pengalaman mengendarai motor ke Palembang dan Bromo dengan mengendarai motor, boncengan dengan teman saya, tentunya dia yang punya motor karena saya tidak punya), saya senang merancang perjalanan pulang dan pergi dengan jalur yang berbeda. Sama seperti yang dilakukan Mas Enggar pada perjalanan tahun lalu. Apalagi kali ini saya ingin memanfaatkan waktu libur 3 hari selama mungkin sehingga tujuan perjalanannya dibuat menjadi dua tempat yaitu Pantai Ujung Genteng dan Kawasan Ciletuh Geopark. Untuk perjalanan ke dua, saya memutuskan untuk berangkat melewati jalur pesisir selatan, melewati kawasan Ciwideuy di Kabupaten Bandung, Cidaun dan Sindang Barang di ujung selatan Kabupaten Cianjur kemudian menuju Daerah Ujung Genteng di selatan kabupaten Sukabumi. Rute ini untuk perjalanan hari pertama. Rencananya kami akan mendirikan tenda di pinggir Ujung Genteng, salah satu kawasan dengan garis pantai yang panjang dan kontur serta objek wisata yang berbeda-beda, mulai dari pantai Karang, pantai pasir putih, penangkaran penyu, kawasan latihan militer hingga curug. 74
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
GALERI PERJALANAN
75
pantai Ujung Genteng. Perjalanan hari kedua kami akan menuju Taman Bumi Ciletuh, dua jam perjalanan ke utara dari Ujung Genteng. Rencananya kami akan bermalam di puncak darma. Salah satu tempat dengan pemandangan ma76
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
tahari terbenam yang mempesona; Ciletuh berbentuk seperti lubang bekas injakan kaki kuda raksasa di tanah dengan luas tapak seukuran tiga buah desa yang salah satu sisi lubang terbuka menghadap laut di sebelah barat.
Fenomena bentuk ini menciptakan kesan ampiteater alam terbesar di dunia. Yang lebih unik lagi, baru di Ciletuh saya menemukan air terjun yang langsung mengucur ke arah laut.[]
Nurul Mukarromah, fotografer pada perjalanan jelajah Ujung Genteng dan Ciletuh. Seluruh foto pada perjalanan Ujung Genteng dan Ciletuh yang ditampilkan pada rubrik ini merupakan jepretannya. Tampak latar belakang teluk ciletuh dan hamparan pantai Palangpang. GALERI PERJALANAN
77
78
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
Lutfi sedang menunjukan letak puncak darma yang menjadi tujuan utama perjalanan dan lokasi bermalam. Latar belakang adalah suasana pantai palangpang di Ciletuh dan tampak juga puncak darma di kejauhan. LAMPU LED
79
Gagal mencapai puncak darma yang legendaris, kami malah nyasar ke puncak dulo. Letak yang lebih tinggi dan tidak ada orang lain yang singgah menciptakan suasana yang lebih intim. Ditambah panorama matahari yang terbenam yang indah ini. Bahkan disini laut selatan terlihat jinak. Perjalanan ini sempurna. 80
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
LAMPU LED
81
82
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016
FOTO OLEH : SANDRA SENTOSA SUNTING OLEH LUTFI ARIFIN LAMPU LED
83
84
NATIONAL GEOGRAPHIC . SEPTEMBER 2016