NEWS OF MEDICAL EDUCATION - 29 AGUSTUS 2018
Autisme: Berbeda, bukan Kurang Dulu, autisme disebut dengan Sindrom Asperger atau Pervasive Developmental Disorder. Autisme sekarang disebut dengan Gangguan Spektrum Autisme (GSA) atau Autism Spectrum Disorder (ASD) dalam bahasa Inggris. Disebut 'spektrum' karena anak dengan ASD bisa menunjukkan berbagai tanda. ASD adalah kumpulan gangguan perkembangan dengan karakteristik lemahnya interaksi sosial, komunikasi, dan ditandai dengan perilaku yang berulang serta minat yang terbatas. Penyebab dari ASD masih belum diketahui secara pasti, namun, diduga faktor genetik dan masalah metabolisme bisa menjadi penyebabnya, dan autisme tidak disebabkan oleh kesalahan pola asuh orang tua. Anak dengan ASD sulit menjalin hubungan sosial-emosional timbal balik, sulit bercakap-cakap, kurang sampai tidak memiliki emosi dan ekspresi yang sesuai dengan keadaan yang dialami, dan kurang memberi respon jika diajak bicara. Berbeda dengan down syndrome, autisme tidak memiliki karakteristik wajah yang khas, namun penyandang autisme umumnya menunjukkan raut muka yang dingin dan tidak ada kontak mata, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh yang lain. Untuk penyandang autisme di usia yang lebih besar di mana biasanya pertemanan mulai terbentuk, penyandang autisme sulit untuk berteman atau bahkan tidak menaruh minat pada pertemanan.
NEWS OF MEDICAL EDUCATION Autisme: Berbeda, bukan Kurang
Perilaku, minat, dan aktivitas anak dengan autisme sangat terbatas (stereotipik) dan sifatnya berulang (repetitif). Dalam berbicara atau berinteraksi dengan benda, anak biasanya menggerakkan anggota tubuh tertentu berulang-ulang, menderetkan mainan, menumpuk kaleng, membolakbalikkan benda atau lembaran buku, atau mengulangi perkataan orang lain (ekoalia, berbicara namun hanya mengulang, tidak berkomunikasi). Anak cenderung melakukan rutinitas selayaknya 'ritual' serta kaku dan hanya menyukai benda atau mainan tertentu.
News of Medical Education Selain reaksi yang kurang terhadap rangsangan luar, anak dengan autisme juga sering memberikan reaksi berlebihan atau tidak wajar terhadap rangsangan nyeri, suhu, suara, atau tekstur benda. Gejala-gejala ini sampai mengganggu interaksi sosial, aktivitas sekolah, bermain, atau fungsi kehidupan anak sehari-hari. Anak bisa saja menangis atau menjerit jika terdapat suhu yang dingin/panas, suara yang tidak disukainya, atau jika disentuh oleh orang lain, dan terkadang, anak bisa menunjukkan kebiasaan yang tidak umum seperti memakai baju dengan posisi terbalik agar label yang ada di bagian belakang sisi dalam baju tidak menyentuh kulitnya. Penting bagi orang tua, pengasuh, guru, atau masyarakat awam untuk mewaspadai red flags (tanda bahaya). Red flags adalah tanda atau gejala yang normal berada pada anak usia kecil dan apabila masih terlihat pada usia tertentu, harus segera dilakukan intervensi. Red flags tersebut antara lain: 1. Tidak ada babbling (ocehan), tidak menunjuk, atau tidak menunjukkan mimik wajah yang wajar pada usia 12 bulan 2. Tidak ada kata-kata yang memiliki makna pada usia 16 bulan 3. Tidak ada kalimat terdiri dari 2 kata yang bukan ekoalia pada usia 24 bulan 4. Hilangnya kemampuan berbahasa atau kemampuan sosial pada usia berapapun (sebelumnya ada, namun tiba-tiba hilang) 5. Anak tidak menoleh atau sulit menoleh apabila dipanggil namanya pada usia 6 bulan – 1 tahun Apabila menemukan salah satu red flags, bawa anak ke dokter spesialis anak agar selanjutnya dilakukan skrining dan pemeriksaan lebih lanjut sehingga intervensi bisa dilakukan sedini mungkin dan bisa segera dirujuk ke dokter spesialis saraf anak maupun disiplin ilmu lainnya yang sesuai dengan keadaan anak. Sebaiknya, anak dibawa ke dokter spesialis anak untuk di skrining perkembangan rutin mulai usia 9 bulan, 18 bulan, dan 30 bulan. Jika pada usia 18 bulan dan 24 bulan, atau pada usia berapapun ditemukan red flags, bisa dilakukan skrining khusus autisme pada anak. Setelah anak didiagnosis menyandang autisme, dibutuhkan konsultasi dengan ahli dari berbagai disiplin ilmu. Tidak semua anak dengan autisme memerlukan terapi berupa obat, namun semua anak dengan autisme memerlukan intervensi non-obat yang diikuti dengan sekolah dan pembinaan kemampuan mandiri serta kemampuan bekerja. Penentuan intervensi ini berdasarkan dari usia anak, beratnya gejala, dan kemampuan intelektual anak. Beberapa program dan teknik intervensi telah terbukti kuat secara ilmiah untuk menangani autisme. Beberapa intervensi tersebut antara lain: sensory integration, sensory-based intervention, intervensi perilaku (program verbal behaviour), intervensi wicara, dan sekolah. Intervensi bisa dilakukan oleh terapis yang ahli dan berpengalaman di tempat-tempat pelayanan autisme. Pelatihan terhadap orang tua sesuai dengan intervensi yang didapat anak juga perlu dilakukan, sehingga orang tua tahu apa yang harus diperbuat dan secara tidak langsung mengurangi stress  Berkembangnya ilmu kedokteran semakin memungkinkan anak-anak penyandang autisme untuk memperbaiki gangguan yang dialaminya dan perlahan-lahan mengembalikan kehidupan yang lebih baik yang seharusnya bisa mereka dapatkan.