Berhenti Panggil Aku Gila !

Page 1

“Berhenti Panggil Aku Gila”

“Jangan mendekat, dia orang gila. Keluarganya gimana, sih? Kenapa enggak dipasung? Daripada jalan-jalan enggak jelas gitu. Bikin takut aja.” “Mama kasih tahu ya, dek. Kamu kalau main jangan ke rumah sebelah sana, kamu tahu kan kakaknya itu gila? Iya, yang Adik lihat lagi dipasung.” Halo sobat NOME! Pasti sudah tidak asing dengan kalimat-kalimat di atas, kan? Ya benar, Kalimat-kalimat pembuka yang selalu dilemparkan pada Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). ODGJ tidak gila, ODGJ hanya mengidap gangguan jiwa. Menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014, Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang muncul dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia. Di Indonesia, 6% dari total penduduk adalah penderita gangguan jiwa. Hingga saat ini, ODGJ tidak hanya memperoleh tekanan dari penyakitnya tetapi tekanan dari masyarakat sekitar juga memiliki dampak yang besar dalam proses kesembuhannya. Masyarakat Indonesia masih banyak yang memandang bahwa ODGJ dengan sebelah mata. ODGJ sudah diberi label sebagai sesuatu yang sangat buruk dan negatif. Pandangan yang buruk terhadap ODGJ memiliki dampak buruk bagi keluarga dan penderita. Keluarga akan merasa sakit hati, stress, dan akhirnya tidak memperbolehkan ODGJ keluar rumah ataupun sekedar bertatap muka dengan orang lain. Keluarga akan memasung bahkan mengurung ODGJ. Pengaruh lain terhadap ODGJ sendiri yaitu merasa ketakutan dan mengganggap dunianya sudah tidak aman sehingga seringkali menimbulkan kekerasan terhadap dirinya sendiri atau bahkan kemungkinan terburuknya ODGJ akan semakin berontak, bertindak brutal, dan akan semakin enggan untuk membuka diri yang pada akhirnya mengganggu kesembuhan mereka. Kita sebagai seseorang yang berada di sekitar ODGJ seharusnya memberikan dukungan penuh. Lalu apa yang bisa kita lakukan?

Syanur An-Nisa


1. Dimulai dari diri sendiri

Tanamkan kesadaran dan kepedulian kepada sesama tanpa memandang status sosial, status kesehatan, dan masalah dalam hidupnya. Kita harus bisa sematang mungkin paham bahwa kita hidup tidak sendirian sehingga kita harus merangkul satu sama lain. Kita harus menganggap dan menyadari bahwa ODGJ merupakan bagian dari kita, sesama manusia. ODGJ hanya sakit bukan berarti mereka sudah tidak lagi menjadi manusia yang butuh dengan manusia lain. Kita harus tahu bahwa ODGJ membutuhkan kita setidaknya sebagai teman di kala kepalanya ingin pecah atau teman yang tidak menganggapnya sebelah mata. Yang tidak kalah penting adalah berhenti memanggil ODGJ dengan sebutan gila, tidak lengkap, ataupun abnormal. Selain itu, kita juga harus menghindari penyebaran stigma buruk. Jangan melanjutkan pembicaraan yang mengandung cemooh terhadap ODGJ dan akan lebih baik jika kita berhasil mengajak lawan bicara kita untuk menghentikan pembicaraan tentang hal tersebut. Semakin sedikit yang mendukung stigma tersebut, maka akan semakin hilang stigma buruk yang ada. 2. Bawa ODGJ pergi berobat, jangan dipasung di rumah!

Bawa ODGJ pergi berobat. ODGJ hanya sakit dan sudah sepantasnya mendapatkan pengobatan dari yang lebih ahli. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2017, pemasungan ODGJ termasuk dalam hal terlarang karena termasuk tindakan yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan melanggar Hak Asasi Manusia. Maka dari itu, ketika orang terdekat kita mengalami gangguan jiwa biarkan tenaga yang lebih ahli yang menangani. Penanganan yang tepat akan meningkatkan kemungkinan sembuh pada ODGJ. Mari kita sama-sama mengingat bahwa ODGJ adalah orang sakit dan sudah sepantasnya mendapat pengobatan. 3. Kontak dengan ODGJ

Cobalah untuk mengajak ODGJ berbicara dengan sabar, bermain, dan bersosialisasi. Ajak ODGJ untuk bercerita dan dengarkan dengan baik seperti teman terdekat kita yang bercerita. ODGJ masih manusia, ODGJ masih punya hati nurani sudah sepantasnya kita tetap menganggapnya ada, bukan? Namun, dalam melakukan kontak dengan ODGJ harus menghindari perbuatan yang bisa membuat emosi ODGJ terguncang. Jadilah manusia yang memanusiakan manusia lain. Gunakan pikiran, akal, dan hati nurani kita yang masih utuh untuk memanusiakan manusia lain. Hargai manusia lain lebih dari bagaimana kita ingin dihargai. Setelah hal itu berhasil kita terapkan, kalimat "Berhenti panggil aku gila" mungkin tidak akan lagi terdengar. Mari bersama-sama memandang sekitar dan turun tangan dengan hati yang membumi. ODGJ dan kita semua tidak berbeda, masih sama-sama menyandang status sebagai manusia.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2017 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa Pinto-Foltz, M. D., & Logsdon, M. C. (2009). Reducing stigma related to mental disorders: initiatives, interventions, and recommendations for nursing. Archives of Psychiatric Nursing, 23(1), 32-40. Kurniawan, Y., & Sulistyarini, I. (2016). Komunitas SEHATI (Sehat Jiwa dan Hati) sebagai intervensi kesehatan mental berbasis masyarakat. INSAN Jurnal Psikologi Dan Kesehatan Mental, 1(2), 112-124.

Syanur An-Nisa


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.