Pola Pemanfaatan Ruang Terbuka pada Alun-Alun Cicendo, Bandung Muhammad Fadlan Ramadhan1 dan Muhammad Satya Adhitama2 1
Mahasiswa Program Sarjana Arsitektur, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya 2 Dosen Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Alamat Email penulis: fadlanizer@yahoo.co.id
ABSTRAK Alun-alun Cicendo sebagai ruang terbuka publik merupakan salah satu respon Pemerintah Kota Bandung terhadap peningkatan kebutuhan ruang kota akan hubungan manusia masyarakat kota dengan alam kota itu sendiri. Namun, berada di tengah kawasan permukiman, perdagangan, industri, dan jasa membuat beragamnya kebutuhan aktivitas masyarakat sehingga tercampurnya seluruh fungsi ruang yang terdistribusi di dalam alun-alun Cicendo. Kompleksitas ruang ini menimbulkan masalah tersendiri dengan ketidakmerataannya pemanfaatan ruang alun-alun Cicendo. Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu mengemukakan aspek–aspek yang mempengaruhi pola pemanfaatan ruang dalam alun-alun Cicendo, Bandung. Metode penelitian yang digunakan merupakan deskriptif kualitatif dengan pendekatan Behavior Setting menggunakan teknik pengambilan data Behavioral Mapping dan metode observasi Place-centered Mapping untuk dapat mengetahui aktivitas pengguna dalam alun–alun Cicendo dengan setting tertentu. Hasil penelitian didapatkan pola pemanfaatan ruang pengguna alun-alun Cicendo dipengaruhi setting fisik aspek keberhasilan ruang dalam masing-masing zona, waktu aktivitas dan aktivitas pengguna. Aspek fisik sittable berpengaruh besar dalam pemanfaatan ruang alun-alun Cicendo. Lainnya, aspek fisik accessible, active dan green juga berpengaruh sedangkan aspek clean tidak terlalu berpengaruh. Masih ditemukan pemanfaatan ruang yang belum optimal dan penyimpangan pemanfaatan aspek fisik dibeberapa area. Kata kunci: pemanfaatan ruang, ruang publik, pola aktivitas
ABSTRACT Alun-Alun Cicendo as an open public space is one of the Bandung City Government responses to the increasing need for urban space as a relationship between the community and the city. However, a variety of needs makes all spatial functions are mix throughout the Alun-Alun Cicendo. The complexity of this space raises its own problems with the inequality use of space in the Alun-Alun Cicendo. The purpose of this research is to formulate aspects that affect the space utilization pattern in Alun-Alun Cicendo, Bandung. The method used in this research is descriptive qualitative with the Behavior Setting approach using Behavioral Mapping technique and Place-centered Mapping observation method to understand user activity with certain settings. The results showed that the pattern of space utilization of Alun-Alun Cicendo is influenced by the physical setting, time of activity, and user activity. The sittable aspect has a big influence on the space utilization of Alun-Alun Cicendo. Other physical aspects accessible, active, and green also take effect, while the clean aspect does not really have an affect. There are areas with less optimal space utilization and deviation in the utilization of a certain physical aspect. Keywords: spatial utilization, public space, activities pattern
1.
Pendahuluan
Suatu perkotaan setiap tahunnya dipastikan mengalami peningkatan dalam segala aspek, termasuk aktivitas yang ada didalamnya. Hal ini membuat kebutuhan ruang dalam kota semakin meningkat dan beragam. Secara umum, kota akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan melalui keterlibatan aktivitas antara sumber daya manusia sebagai masyarakat kota dan sumber daya alam atau lingkungan kota ini sendiri (Hendarto, 1997). Ruang Terbuka Publik (RTP) yang merupakan suatu wadah dari kota itu sendiri, pada dasarnya bertujuan untuk menampung serta memfasilitasi kebutuhan berbagai aktivitas tertentu dari masyarakat (C. Hakim, 1987). Kebutuhan hubungan antara masyarakat dengan lingkungan sekitarnya membuat pemerintah semakin gencar dalam pembangunan infrastruktur kota untuk menyeimbangi kebutuhan ruang masyarakat. Didukung dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 perihal Penataan Ruang, membuat sudut-sudut kota mulai mengalami transformasi fungsi lahan yang salah satunya adalah Alun-alun Cicendo yang telah dibuka untuk umum tahun 2018 dengan mentransformasi ruang lahan kosong tanpa fungsi jelas yang dialih fungsikan menjadi ruang terbuka publik terbangun hingga sekarang untuk memfasilitasi kebutuhan aktivitas oleh masyarakat yang disediakan oleh pemerintah Kota Bandung. Dengan terbangunnya Alun-alun Cicendo, Gubernur Jawa Barat menjadikan alun-alun ini sebagai salah satu ruang terbuka publik pembuka dalam perealisasian ambisi pemerintah kota Bandung agar setiap kecamatan di Kota Bandung memiliki Alun-alun sendiri ataupun suatu ruang terbuka publik agar masyarakat memiliki tempat melaksanakan berbagai kegiatan. Jika dilihat dari lokasinya yang berada di tengah kawasan pemukiman, perdagangan, industri, dan komersial membuat beragamnya kebutuhan masyarakat sekitar alun-alun Cicendo. Sehingga tercampurnya seluruh fungsi ruang yang terdistribusi di seluruh alunalun Cicendo serta menghilangkan batas antar fungsi ruang agar terciptanya ruang multifungsi. Kompleksitas ruang ini menimbulkan masalah tersendiri dengan terdapatnya area yang sepi ataupun tidak terdapatnya aktivitas dari pengguna alun-alun. Ketidakmerataan penggunaan ini menimbulkan pertanyaan bagaimana kondisi alun-alun Cicendo sekarang setelah digunakan oleh masyarakat umum yang seharusnya dimanfaatkan secara maksimal. Pemahaman akan aspek-aspek yang mempengaruhi pola pemanfaatan ruang alun-alun Cicendo sebagai hasil penelitian yang diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengembangan alun-alun Cicendo ini sendiri dan alun-alun atau ruang terbuka publik kedepannya yang akan dibangun untuk dimanfaatkan secara optimal. 1.1
Tinjauan Ruang Terbuka Publik
Ruang umum/publik pada dasarnya merupakan suatu wadah yang dapat menampung aktivitas tertentu dari masyarakatnya, baik secara individu maupun secara kelompok, dimana bentuk ruang publik itu sendiri sangat bergantung pada pola dan susunan massa bangunan (Hakim, 1987). Sehingga menurut sifatnya, ruang publik terbagi menjadi 2 jenis, yaitu: a. Ruang publik tertutup, Ruang publik yang terdapat di dalam suatu bangunan. b. Ruang publik terbuka, Ruang publik yang berada di luar bangunan yang sering juga disebut ruang terbuka (open space).
1.2
Tinjauan Behavior Setting
Behavior Setting secara teori merupakan hubungan antara suatu individual (Manusia) dengan lingkungan sekitar (Alam). Behavior Setting adalah interaksi antara suatu kegiatan dengan tempat yang spesifik yang meliputi sekelompok orang sebagai pelaku aktivitas, perilaku atau aktivitas, tempat terjadinya aktivitas, serta waktu spesifik saat aktivitas tersebut berlangsung (Setiawan Hariadi B. 2010). Menurut Haryadi & Setiawan (2010) Behavior setting terdiri dari System of Setting yang merupakan tatanan dari berbagai unsur fisik yang memiliki hubungan tertentu dan terkait sehingga dapat dimanfaatkan dalam keberlangsungan suatu kegiatan serta System of Activity yaitu rangkaian perilaku yang dilakukan dengan disengaja oleh satu atau beberapa orang. Hal ini berselaras dengan penjelasan Widley & Scheid dalam Weisman (1987) bahwa dengan mewadahi aktivitas dalam suatu ruang maka dapat membentuk perilaku penggunanya yang dapat diartikan perilaku pengguna dipengaruhi oleh tatanan fisik. 1.3
Tinjauan Aspek Keberhasilan Ruang
Project for Public Space (PPS) suatu organisasi peneliti Internasional berfokus pada Ruang Publik menemukan bahwa untuk menjadikan ruang publik yang sukses atau berhasil harus memiliki empat kunci, yaitu: (1) Memiliki kenyamanan dan estetika yang baik (Comfort and Image); (2) Terdapat aktivitas didalamnya (Uses and Activity); (3) Dapat tercapainya Ruang Publik (Access and Linkage); dan (4) Berlangsungnya kegiatan sosial yang terjadi (Sociability). Didapati obyek amatan dari turunan kunci-kunci tersebut pada alun-alun Cicendo sebagai System of Setting atau aspek fisik, yaitu: a. Clean, terbentuknya keberhasilan ruang publik yaitu lingkungan yang bebas dari segala penyakit dan sampah. (Arifudin, 2017) b. Green, vegetasi yang tepat untuk ruang publik adalah vegetasi yang sesuai dengan kondisi alam dan pemanfaatannya. (Rochim & Syahbana, 2013) c. Sittable, ruang publik akan berfungsi dengan baik jika memiliki sejumlah tempat untuk duduk ataupun berdiri yang cukup, dimana lokasi keberadaan tempat duduk dan bagaimana pengguna untuk berdiri dari tempat duduk ini. (Helleman, 2017) d. Active, salah satu pendukung aktifnya ruang publik dengan adanya play elements atau elemen bermain yang dapat digunakan sebagai aktivitas tambahan selain aktivitas-aktivitas dasar lainnya. (Helleman, 2017) e. Accessible, lingkungan yang dapat digunakan untuk berjalan kaki atau diakses merupakan lingkungan yang lebih hidup. (Burden, 2008) 1.4
Tinjauan Pola Pemanfaatan Ruang
Pola pemanfaatan ruang adalah persebaran kegiatan budidaya dan perlindungan serta keterkaitannya untuk mewujudkan sasaran pembangunan sosial, ekonomi, dan budaya sesuai potensi sumber daya alam, manusia, dan buatan (Chamdany, 2004). Pola pemanfaatan ruang dapat diartikan sebagai hubungan dari aspek non fisik berupa proses, cara, dan perbuatan pelaku aktivitas dalam suatu bentuk terstruktur yang tetap atau berulang dengan pemanfaatan suatu ruang sebagai aspek fisik sehingga dapat terlihat bagaimana pola pemanfaatan yang dilakukan oleh pelaku aktivitas.
Tabel 1. Variabel Penelitian Aspek Non Fisik Aspek
Sumber - Gehl (2002)
Pelaku Aktivitas Aspek Non Fisik
- Hermawan (2006) - Altman & Zube (1987)
Variabel - Pelaku Tetap - Pelaku Tidak Tetap Usia Gender (Jenis Kelamin)
Intensitas Pelaku Aktivitas
- Douglas (1977)
Jenis Aktivitas
- Gehl (2010)
2.
Metode
2.1
Lokasi Penelitian
- Anak-anak - Remaja - Dewasa - Laki-laki - Perempuan
- Individu (1 orang) - Berpasangan/Berdua (=2 orang) - Berkelompok (>2 orang) - Necessary Activity - Optional Activity - Social Activity - Stationary Activity - Moving Activity
Gambar 1. Lokasi Alun-Alun Cicendo (Sumber: RTRW Kota Bandung 2011-2031)
Lokasi penelitian berada di Persimpangan Jl. Arjuna, Kecamatan Cicendo, Kelurahan Husein Sastranegara, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Kawasan fungsi bangunan disekitar alun-alun Cicendo merupakan daerah komersial, terminal, permukiman, ruang terbuka, pemakaman, tempat ibadah, pendidikan, dan jasa (Rahadian et al., 2019). 2.2
Metode Penelitian
Pemenuhan kebutuhan pengguna ruang dalam alun-alun Cicendo merupakan tujuan dilakukannya penelitian ini dengan merumuskan aspek-aspek yang mempengaruhi pola pemanfaatan ruang terbuka publik Alun-alun Cicendo, Bandung. Penggunaan metode penelitian yaitu deskriptif kualitatif untuk menggambarkan kondisi lokasi penelitian dengan pendekatan Behavior Setting menggunakan teknik pengambilan data Behavioral Mapping atau pemetaan perilaku dan teknik observasi Place-centered Mapping untuk menggambarkan aktivitas dalam bentuk sketsa gambar yang menunjukkan persebaran aktivitas pengguna agar dapat melihat kecenderungan aktivitas yang dilakukan dan mengetahui bagaimana pelaku aktivitas memanfaatkan, menggunakan dan atau mengakomodasikan perilakunya dalam suatu situasi waktu dan tempat tertentu.
Gambar 2. Metode Penelitian
Dengan dilakukannya pendekatan penelitian Behavior Setting observasi obyek pengamatan alun-alun Cicendo yang terdiri dari aktivitas pengguna alun-alun (person) terbagi menjadi kelompok pelaku aktivitas, jenis aktivitas, dan intensitas aktivitas yang dilakukan; setting fisik berdasarkan aspek keberhasilan ruang di setiap zona fungsi ruang (milleu) yaitu aspek clean, green, sittable, active, dan accessible; setting waktu (temporal) yaitu kelompok waktu pengambilan data penelitian pada alun-alun Cicendo yang dilakukan pada keseluruhan hari dalam satu minggu Senin-Minggu pada waktu sore hari (16.0017.00) dan malam hari (20.00-21.00) di setiap harinya. Selanjutnya dilakukan pengambilan data penelitian dan dilakukan identifikasi kesesuaian aspek fisik dan aspek non fisik yang terdapat pada kawasan penelitian, data-data tersebut dianalisa terhadap bagaimana pelaku aktivitas memanfaatkan setiap zona dalam alun-alun Cicendo yang digambarkan dalam teknik overlay untuk mengetahui kecenderungan dan pengaruhnya dalam pola pemanfaatan aspek fisik terhadap keseluruhan alun-alun Cicendo. 3.
Hasil dan Pembahasan
3.1.
Zonasi Lokasi Penelitian
Dengan luas 5400 m2, alun-alun Cicendo dibagi menjadi 6 zona pengelompok fungsi ruang dalam mempermudah pengambilan data dan mendetailkan analisis yang dilakukan pada keseluruhan alun-alun CIcendo. Zona 1 merupakan zona penyambut sebagai pintu utama alun-alun; Zona 2 merupakan zona perdagangan yang berada di bagian selatan alunalun Cicendo; Zona 3 merupakan pengelompokan fungsi ruang olahraga sebagai zona aktif; Zona 4 merupakan pengelompokan fungsi ruang pada pusat alun-alun Cicendo; Zona 5 merupakan pengelompokan fungsi ruang yang berada di bagian utara dengan ketinggian menaik; Zona 6 merupakan zona perdagangan dan pendukung alun-alun Cicendo.
3.2.
Pemanfaatan Alun-Alun Cicendo Tabel 2. Keseluruhan Aktivitas dan Pelaku Aktivitas Pada Alun-alun Cicendo
Dari keseluruhan aktivitas yang dilakukan dalam alun-alun Cicendo selama pengambilan data penelitian, didapatkan jenis aktivitas duduk yang merupakan salah satu stationary activity sebagai jenis aktivitas yang paling sering dilakukan. Pada kelompok pengguna, usia remaja cenderung memanfaatkan alun-alun Cicendo, selanjutnya adalah usia dewasa dan pengguna usia anak-anak menjadi kelompok pengguna yang paling sedikit menggunakan alun-alun Cicendo. Serta kelompok pengguna gender laki-laki mendominasi pemakaian alun-alun dibandingkan gender perempuan. Pemaparan akan pola pemanfaatan ruang di setiap zona kelompok fungsi ruang yang terdapat pada alun-alun Cicendo, yaitu: a.
Zona 1
Gambar 3. Pola pemanfaatan ruang Zona 1
Intensitas aktivitas yang dilakukan di zona 1 membentuk pola pemanfaatan ruang dimana aspek fisik sittable berupa tempat duduk terbangun tangga duduk menjadi aspek penting akan dimanfaatkan pengguna untuk beraktivitas didekatnya. Namun, tetap terdapat pengguna yang duduk pada sirkulasi vertikal tangga dengan beda ketinggian untuk pengguna melakukan aktivitas duduk. Disetiap tempat duduk tangga duduk zona 1
bersampingan dengan sirkulasi vertikal tangga yang menghubungkan tingkatan-tingkatan tangga duduk zona 1. Tidak terkecuali pada fungsi ruang pavilion sebagai area yang paling digunakan dalam zona 1 yang dimanfaatkan pengguna untuk menaiki dan menuruni pavilion. Fungsi ruang art sculpture sebagai fungsi ruang dengan intensitas aktivitas urutan kedua setelah pavilion memiliki tanaman hijau dengan fungsi hias yang memberikan kesan sejuk dan nyaman kepada pengguna sehingga terlihat banyak pengguna pada area ini. Pemanfaatan aspek accessible berupa sirkulasi penjalan kaki belum optimal dengan kurang dimanfaatkannya jalur sirkulasi utama memasuki alun – alun Cicendo oleh pelaku aktivitas. Terdapat pula pelaku aktivitas yang berjalan di area yang bukan merupakan jalur sikulasi pejalan kaki yang dapat membahayakan pengguna tersebut. Keberadaan sampah berserakan kurang berpengaruh akan intensitas aktivitas zona 1 dengan sering terlihatnya berada di area intensitas aktivitas tinggi. Tidak terdapatnya fungsi ruang khusus juga tidak mempengaruhi intensitas aktivitas zona 1 yang tetap memiliki banyak pengguna. b.
Zona 2
Gambar 4. Pola pemanfaatan ruang Zona 2
Pelaku aktivitas pada zona 2 cenderung memanfaatkan area dengan keberadaan tempat duduk sebagai aspek sittable dan melakukan aktivitas di dekatnya. Namun, dengan hanya terdapatnya 7 tempat duduk portable serta tempat duduk terbangun menyebabkan terdapatnya pengguna yang duduk pada sirkulasi vertikal tangga dan ramp yang memiliki beda ketinggian untuk pengguna melakukan aktivitas duduk. Di tengah area dengan kumpulan tempat duduk zona 2 terdapat aspek green berupa tanaman peneduh dan tanaman hias yang ada disekitarnya memberikan naungan dan kesan nyaman akan berada di area tersebut. Dari 24 kiosk, hanya 1 kiosk yang dimanfaatkan oleh pengguna untuk digunakan sebagaimana mestinya yaitu berjualan yang membuat area ini sepi pengguna. Keberadaan sampah berserakan kurang berpengaruh akan intensitas aktivitas zona 2 dengan sering terlihatnya berada di area intensitas aktivitas tinggi. Berlokasi di area yang berbatasan langsung dengan kawasan luar alun-alun Cicendo tidak memberikan pengaruh
banyak akan jumlah pelaku aktivitas pada zona 2 dengan jumlah aktivitas paling sedikit dari keseluruhan zona alun-alun Cicendo. Terdapat pula penyelimpangan akan aktivitas berjalan pengguna dari zona 2 menuju zona 1 dengan melompati tanaman hias yang bukan merupakan jalur sirkulasi antar zona. c.
Zona 3
Gambar 5. Pola pemanfaatan ruang Zona 3
Pada zona 3 memiliki pola pemanfaatan ruang yang jelas akan pemisahan antara pengguna pada fungsi ruang khusus untuk melakukan moving activity yaitu aktivitas olahraga dan bermain dengan area disekitarnya yang dimanfaatkan pelaku aktivitas untuk melakukan stationary activity yaitu aktivitas duduk dan berdiri. Aktivitas -aktivitas tersebut memiliki hubungan dengan pengguna yang melakukan stationary activity melihat aktivitas yang berlangsung pada fungsi ruang khusus zona 3. Untuk melakukan stationary activity, pengguna memanfaatkan area dengan aspek fisik sittable berupa tempat duduk terbangun tangga duduk dan tempat duduk portable. Tidak sedikit pula pengguna yang duduk pada batas skateboard pit dengan beda ketinggian dan sirkulasi vertikal tangga yang bukan merupakan tempat duduk. Terdapatnya jalur akses untuk keluar-masuk alun-alun Cicendo pada zona 3 menyebabkan didapatinya pengguna yang berjalan memasuki alun-alun ataupun keluar melalui zona 3. Di dalam zona 3 sendiri, sirkulasi vertikal tangga pada tangga duduk kurang dimanfaatkan dengan terdapatnya pengguna yang menuruni dan menaiki tangga duduk langsung melompati tingkatan tangga duduk tersebut. Tanaman hijau yang terdapat di area tangga duduk dengan intensitas aktivitas tinggi kurang memberikan pengaruh akan intensitas aktivitas di area tersebut dengan rusaknya tanaman hias. Berbeda dengan tanaman hijau fungsi peneduh yang memberikan barrier dengan kawasan luar alun-alun dan memberikan teduhan di area dekat tanaman peneduh ini. Keberadaan sampah berserakan kurang berpengaruh akan intensitas aktivitas zona 3 dengan sering terlihatnya berada di area intensitas aktivitas tinggi berupa sampah anorganik sampah plastik bungkus makanan dan minuman.
d.
Zona 4
Gambar 6. Pola pemanfaatan ruang Zona 4
Pada zona 4, didapati pola dimana pengguna cenderung melakukan moving activity dengan terdapatnya sirkulasi horizontal center dengan permukaan tanah datar dan luas. Sedangkan stationary activity lebih dilakukan di sekitar area ini. Pada malam hari, didapati kelompok pengguna anak-anak cenderung memanfaatkan area sirkulasi horizontal center zona 4 ini untuk melakukan aktivitas bermain sepakbola. Terdapatnya jalur alternatif untuk keluar-masuk alun-alun Cicendo dimanfaatkan pengguna dengan didapatinya aktivitas berjalan memasuki alun-alun melewati zona 4 dan berpindah menuju ataupun dari zona lain. Perbedaan ketinggian tanah yang ada di zona 4 dihubungkan dengan keberadaan sirkulasi vertikal tangga yang cenderung dimanfaatkan pengguna untuk melakukan stationary activity terutama aktivitas duduk yang bukan merupakan tempat untuk duduk. Selain itu, intensitas aktivitas tinggi juga didapati pada area zona 4 yang memiliki tempat duduk terbangun tangga duduk yang juga terdapat tanaman hijau berupa tanaman peneduh besar rindang menaungi area dibawahnya. Selain itu, intensitas aktivitas tinggi juga didapati pada area zona 4 yang memiliki tempat duduk terbangun tangga duduk yang juga terdapat tanaman hijau berupa tanaman peneduh besar rindang menaungi area dibawahnya. Fungsi ruang khusus yang terdapat pada zona 4 hanya dimanfaatkan sesuai fungsinya yaitu aktivitas olahraga voli pada sore hari. Pada waktu dimanfaatkannya fungsi ruang khusus volley court, area ini menjadi pusat perhatian akan zona 4 dengan pengguna melihat pertandingan voli di sekitar fungsi ruang khusus ini. Sedangkan area yang didapati tanaman hijau lainnya berupa tanaman hias di zona 4 pada tangga duduk kurang memberikan pengaruh akan intensitas aktivitas pengguna. Lainnya, didapati sampah berserakan dalam zona 4 dengan keberadaan sampah sering terlihat berada di area yang memiliki intensitas aktivitas tinggi dan melakukan stationary activity. Sedangkan area yang jarang terlihatnya sampah berserakan menjadi area yang dimanfaatkan pengguna untuk melakukan moving activity.
e.
Zona 5
Gambar 7. Pola pemanfaatan ruang Zona 5
Zona 5 merupakan zona dengan intensitas aktivitas terbanyak dibandingkan zona lainnya pada alun-alun Cicendo. Keberadaan tempat untuk duduk sangat mempengaruhi akan intensitas aktivitas yang terjadi dalam zona 5 dengan pengguna membentuk pola pemanfaatan ruang di area dimana terdapatnya tempat untuk duduk. Tidak sedikit pengguna yang duduk pada beda ketinggian batas antar fungsi ruang dan lantai zona 5. Lokasi zona 5 yang berada di atas zona 6 menjadikan zona 5 sebagai zona dengan ketinggian yang lebih tinggi dibandingkan zona lainnya. Hal ini didukung akan jalur sirkulasi yang terdapat pada zona 5 dan zona disekitarnya. Sirkulasi vertikal tangga dan ramp terlihat dimanfaatkan pengguna untuk menaiki dan memanfaatkan area tinggi zona 5 untuk beraktivitas dan menjadi area dengan intensitas aktivitas tinggi. Namun, seringkali didapati pengguna yang melompati tingkatan-tingkatan tangga duduk untuk menaiki ataupun menuruni tangga duduk terutama pada area dekat jalur sirkulasi penghubung zona 5 dengan zona 6. Jalur penghubung zona 6 dan zona 4 dari zona 5 ini dimanfaatkan pengguna sebagai jalur sirkulasi yang tidak hanya pengguna pada zona 5 namun juga pengguna pada zona 4 dan zona 6 yang didapati melakukan aktivitas berjalan menuju ataupun dari zona 5. Area dengan tanaman hijau pada zona 5 terlihat dimanfaatkan oleh pelaku aktivitas untuk melakukan aktivitas di dekat tanaman tersebut terutama pada area yang terdapat tanaman hias. Begitu juga pada area yang terdapat tanaman peneduh dalam zona 5 yang didapati tumbuh tinggi dari bawah zona 5 yaitu zona 6. Tidak terdapatnya fungsi ruang khusus pada zona 5 tidak berpengaruh akan intensitas aktivitas zona 5 yang tetap memiliki intensitas aktivitas tinggi dan menjadi zona dengan aktivitas terbanyak. Namun didapati pada waktu sore hari, aktivitas olahraga yang terdapat pada fungsi ruang khusus zona 4 mempengaruhi akan intensitas aktivitas pada zona 5 di area tangga duduk dekat dengan volley court dan jalur sirkulasi menuju zona 6 dengen pengguna melihat pertandingan olahraga voli pada zona 4.
f.
Zona 6
Gambar 8. Pola pemanfaatan ruang Zona 6
Kelompok pelaku aktivitas usia dewasa cenderung beraktivitas pada zona 6 ini yang sebagian besar merupakan pelaku tetap yaitu penjual dari kiosk-kiosk zona 6. Dari 69 kiosk yang ada pada zona 6, hanya terdapat 8 kiosk makanan atau minuman dan 35 kiosk besi bekas atau onderdil yang dimanfaatkan oleh pelaku aktivitas tetap zona 6 untuk menjual barang dagangannya. Sisa kiosk dimanfaatkan sebagai gudang penyimpanan barang dagangan penjual ataupun tidak dimanfaatkan sama sekali. Tempat duduk pada zona 6 disediakan oleh penjual kiosk yang tidak menentu keberadaannya sehingga cenderung pelaku tetap yang memanfaatkan tempat duduk ini. Hal ini menyebabkan terdapatnya pengguna yang duduk pada besi hiasan dinding ataupun duduk di lantai zona 6 serta pengguna yang duduk di atas kendaraan motor yang diparkirkan. Terdapatnya tempat parkir pada zona 6 menjadi akses dimana pengguna terlihat memasuki ataupun keluar dari alun-alun Cicendo melalu jalur sirkulasi ini dan juga menjadi tujuan ataupun asal dari aktivitas berjalan yang dilakukan pelaku aktivitas di area utara. Naungan dari tanaman hijau terlihat dimanfaatkan pelaku aktivitas zona 6 dengan terdapatnya intensitas aktivitas tinggi di dekat tanaman hijau dengan fungsi peneduh pada area kiosk-kiosk zona 6. Tidak terdapatnya tempat sampah pada zona 6 menyebabkan sampah-sampah bungkus makanan atau minuman ataupun kotoran dari pekerjaan penjual besi bekas yang selalu terlihat mengotori zona 6, namun dikarenakan area ini merupakan tempat pelaku aktivitas tetap berjualan menjadikan area ini tetap memiliki aktivitas tinggi. 4.
Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dalam penelitian ini, pengguna membentuk pola pemanfaatan pada alun-alun Cicendo yang dipengaruhi oleh aspek fisik mengikuti pembagian zona fungsi ruang alun-alun sesuai dengan kebutuhan aktivitas pengguna. Secara keseluruhan, pengaruh aspek fisik dapat dilihat dari pola pemanfaatan ruang pengguna pada area tempat duduk sebagai aspek fisik sittable yang memiliki pengaruh
besar dalam pemanfaatan ruang alun-alun Cicendo. Keberadaan aspek fisik lainnya sebagai pendukung aktivitas yaitu aspek accessible, active dan green yang juga berpengaruh pada pola aktivitas pengguna. Sedangkan keberadaan aspek clean tidak terlalu berpengaruh dalam pemanfaatan suatu ruang dalam alun-alun Cicendo. Aktivitas pada sore dan malam hari tidak memiliki jumlah yang jauh berbeda, namun pada zona-zona tertentu pengaruh akan aspek waktu antara waktu sore menuju malam dapat terlihat dengan peningkatan aktivitas pada zona 1 dan zona 5 dengan aspek fisik sittable area serta penurunan aktivitas pada zona 3 dan zona 6 dengan aspek fisik active atau fungsi ruang khusus. Baik dari segi dimensi dan kesesuaian material dalam kondisi eksisting pada alunalun Cicendo sudah sesuai akan standar sebagian besar aspek fisik. Namun dari segi persebaran aspek fisik terutama aspek fisik clean perlu ditingkatkan, serta dari segi fungsional masih belum optimalnya pemanfaatan aspek fisik dalam alun-alun seperti terdapatnya penyimpangan pemanfaatan ruang ataupun aktivitas-aktivitas yang tidak sesuai fungsinya sehingga perlu pengelolaan lebih lanjut agar Alun-alun Cicendo dapat dimanfaatkan secara optimal. Daftar Pustaka Carmona, M., Heath, T., Oc, T., & Tiesdall, S. (2003). Public Places Urban Places. Oxford: Architectural Press. Carr, S., Francir, M., Rivlin, L. G., & Store, A. M. (1992). Public Space. Australia: Press Syndicate of University of Cambridge. Chu, N. S. (2017). Walkability and Accessibility: Users' Perspectives of a Planned Neighborhood. Thesis and Dissertations. Fajarwati, A. N. (2016). Kajian Behavior Setting di pasar Tugu Simpang Lima Gumul Kediri. Jurnal Arsitektur NALARs Volume 15. Gehl, J. (2002). Public Spaces and Public Life - City of Adelaide : 2002. Hakim, C. (1987). Research Design: Strategies and Choices in the Design of Social Research (Contempora). Allen and Unwin. Hakim, R. (2012). Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap : Prinsip - unsur dan Aplikasi Desain. PT. Bumi Aksara. Haryadi & Setiawan B, (2010). Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku: Pengantar ke Teori, Metodologi, dan Aplikasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Rahadian, E. Y., Salamah, A. N., Kania, V. D., & Lestari, V. T. (2019). Karakteristik Elemen Pembentuk Fisik Kota pada Ruang Terbuka Publik di Alun-alun Cicendo Bandung. Jurnal Arsitektur TERRACOTTA, I(1), 1–12. Rochim, F. N., & Syahbana, J. A. (2013). Penetapan Fungsi dan Kesesuaian Vegetasi pada Taman Publik Sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Pekalongan. Teknik PWK Volume 2 Nomor 3, 314-327.