Makalah musik melayu deli takari

Page 1

MUSIK MELAYU DELI KONTINUITAS DAN PERUBAHAN

Muhammad Takari bin Jilin Syahrial

Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara dan Departemen Adat, Seni, dan Budaya Pengurus Besar Majlis Adat Budaya Melayu Indonesia

0


MUSIK MELAYU DELI: KONTINUITAS DAN PERUBAHAN Muhammad Takari bin Jilin Syahrial Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, USU Departemen Adat, Seni, dan Budaya Pengurus Besar Majlis Adat Budaya Melayu Indonesia

1. Pengantar Kalau bicara tentang musik Melayu Deli, pastilah kita akan dibawa ke dalam dimensi kebudayaan yang khas Melayu dari kawasan Deli. Kebudayaan artefak yang khas misalnya adaah Istana Maimun Kesultanan Deli, Mesjid Raya Al-Mansun Kesultanan Deli, pelabuhan Belawan, sungai Deli, perkebunan-perkebunan (tembakau, karet, kelapa sawit) di wilayah Deli, dan lain-lainnya. Dari sisi musik, di sisi lain ada pula lagu-lagu yang khas dikenal sebagai lagu-lagu Melayu Deli, seperti: Selayang Pandang, Kuala Deli, Sri Deli, Zapin Deli, hadrah Deli, dan lain-lainnya. Kemudian kalau mengkaji keberadaan terminologi Deli, sebenarnya maknanya dapat meluas bukan hanya Kesultaan Deli saja, dengan pusatnya di Kota Medan, tetapi mewakili keseluruhan Sumatera Timur (Oostkust van Sumatra), yang kini dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merdeka bertransformasi menjadi bahagian wilayah pesisir timur Provinsi Sumatera Utara. Kini Provinsi Sumatera Utara dibagi ke dalam 34 kabupaten dan kota (distrik). Wilayah ini, dari sisi historis dimulai sejak bermastautinnya nenek moyang orang Melayu, seputar 3000 tahun Sebelum Masehi (S.M.), yang berada di era animisme dan dinamisme, yang berterusan hingga abad pertama, ketika Hindu dan Budha masuk ke kawasan ini. Masa ini muncul kerajaan-kerajaan di kawasan ini, dengan tipe Hindu dan Budha. Kini peninggalan artefak Hindu itu tercermin dalam salah satu peninggalannya yaitu Candi Portibi, di bahagian selatan Provinsi Sumatera Utara. Kemudian Islam masuk ke kawasan pesisir timur ini sejak abad ketiga belas. Yang paling terkenal dalam sejarah adalah Kerajaan Haru atau Aru yang bercorak Islam, namun sebahagian rakyatnya masih ada yang menganut animisme dan Hindu. Kemudian kerajaan ini sejak abad kelima belas berkembang menjadi kesultanan-kesultanan Islam, yang terus wujud hingga ke hari ini. Kesultanan tersebut adalah: Langkat, Deli, Serdang, Asahan, Kota Pinang, Merbau, Kualuh, Bilah, Pane, ditambah Kedatukan-kedatukan Batubara. Kemudian masuk pula pengaruh Eropa di kawasan ini, sampai datangnya Indonesia merdeka di tahun 1945. Yang menarik pengertian Melayu Deli itu merupakan istilah generik untuk menyebutkan keseluruhan budaya Melayu di wilayah Timur Provinsi Sumatera Utara. Melalui makalah ini, penulis akan memaparkan keberadaan budaya musik Melayu Deli, dari sisi kesejarahan dan fungsi sosialnya. 2. Musik Melayu Deli Musik adalah salah satu media ungkap kesenian. Kesenian adalah salah satu daripada unsur kebudayaan unversal. Musik mencerminkan kebudayaan masyarakat pendukungnya. Di dalam musik, terkandung nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi bahagian dari proses enkulturasi budaya--baik dalam bentuk formal maupun informal. Musik itu sendiri memiliki bentuk yang khas, baik dari sudut struktural maupun genrenya dalam kebudayaan. Demikian juga yang terjadi musik dalam kebudayaan masyarakat Melayu Sumatera Utara.1

1

Keadaan budaya musik Melayu di Semenanjung Malaysia, sebagai wilayah budaya yang sama dengan masyarakat Melayu Sumatera Utara, menurut seorang pengamat seni dari Malaysia, Hamzah (1988), perkembangan musik Melayu di Malaysia dapat diklasifikasikan kepada sembilan bentuk, yaitu: (1) musik tradisional Melayu; (2) musik pengaruh India, Persia, dan Thailand atau Siam, seperti: nobat, menhora, makyong, dan rodat; (3) musik pengaruh Arab seperti: gambus, kasidah, ghazal, zapin, dan hadrah; (4) nyanyian anak-anak; (5) musik vokal (lagu) yang berirama lembut seperti Tudung Periuk, Damak, Dondang Sayang, dan ronggeng atau joget; (6) keroncong dan stambul yang tumbuh dan berkembang awalnya di Indonesia; (7) lagu-lagu langgam; (8) lagu-lagu patriotik tentang tanah air, kegagahan, dan keberanian; (9) lagulagu ultramodern yang kuat dipengaruhi budaya Barat.

1


Pertunjukan musik tradisional mengikuti aturan-aturan tradisional. Pertunjukan ini, selalu berkaitan dengan penguasa alam, mantera (jampi) yang tujuan menjauhkan bencana, mengusir hantu, atau setan. Musik tradisi Melayu berkembang secara improvisasi, berdasarkan transmisi tradisi lisan. Setiap musik mempunyai nama tertentu dan alat-alat musik mempunyai legenda asalusulnya. Pertunjukan musik mengikuti aturan dan menjaga etika permainan. a. Alat Musik Berdasarkan sistem klasifikasi yang ditawarkan oleh Curt Sachs dan Eric M. Von Hornbostel (1914), maka keseluruhan alat-alat musik Melayu Sumatera Utara dapat dikelompokkan ke dalam klasifikasi: (1) idiofon, penggetar utamanya badannya sendiri; (2) membranofon, penggetar utamanya membran; (3) kordofon, penggetar utamanya senar; dan (4) aerofon, penggetar utamanya kolom udara (Hornbostel dan Sachs 1914). Dalam kebudayaan musik Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara, alat-alat musik yang termasuk ke dalam klasifikasi idiofon adalah: tetawak, gong, canang, calempong, ceracap (kesi), dan gambang. Alat-alat musik yang termasuk ke dalam klasifikasi membranofon adalah: gendang ronggeng,2 gendang rebana (hadrah, taar), kompang, gendang silat (gendang dua muka), gedombak, tabla, dan baya. Alat-alat musik kordofon di antaranya adalah: ‘ud, gambus, biola, dan rebab. Alat-alat musik aerofon di antaranya asalah: akordion, bangsi, seruling, nafiri, dan puput batang padi. Dari keberadaan alat-alat musik yang dipergunakan, kita dapat melihat bahwa etnik Melayu mempunyai alat-alat musik yang berciri khas dari alur utama kebudayannya dan juga menyerap musik luar dengan tapisan budaya. Transformasi yang terjadi adalah untuk pengkayaan khasanah. Keberadaan alat-alat musik tersebut juga mengalami proses kesejarahan. Misalnya alat musik praIslam contohnya adalah gong, tetawak, dan gendang ronggeng. Kemudian selepas masuknya Islam mereka juga menyerap alat-alat musik khas Islam seperti ‘ud dan gedombak (darabuka). Kemudian dengan masuknya Portugis, Inggris, dan Belanda, mereka menyerap alat musik akordion dan biola.3 Kemudian diteruskan dengan mengambil alat musik saksofon, klarinet, trumpet, drum trap set, gitar akustik, gitar elektronik, dan yang terkini adalah keyboard. Walaupun mempergunakan alat musik dari budaya luar, namun struktur musiknya khas garapan Melayu. Selain itu, musik dari luar ini dianggap menjadi bagian dari musik tradisi Melayu. Dari keadaan ini tampaklah bahwa proses transformasi sosiobudaya musik mengikuti sejarah budaya seperti yang telah diuraikan dia atas. Dengan bergulirnya waktu, maka teknologi elektronika dunia turut pula diserap oleh etnik Melayu. Pada masa kini ensambel musik ronggeng, peranan musikalnya sering pula diganti dalam bentuk band (orkes) dan kombo Melayu, dengan menggunakan alat-alat musik yang berasal dari Barat. Pada pesta-pesta pernikahan, kalau pada mulanya disajikan musik dan tari inai, silat, hadrah, marhaban, dan joget, kini telah digantikan secara “efektif� dengan keyboard buatan Jepang, dengan berbagai merek (seperti KN Technic 1000, 2000, 6000). Alat musik ini dapat menghasilkan berbagai jenis suara alat musik, membutuhkan hanya seorang pemain alat musik. Berbagai lagu bisa diprogram dalam alat musik ini, melalui sistem MIDI atau sejenisnya. 2

Dalam konteks Dunia Melayu, alat musik gendang ronggeng ini memiliki penyebutan yang berbeda-beda. Di Riau, Jambi, dan Palembang, alat musik ini disebut dengan gendang Medan, karena mereka banyak membeli gendang ini dari Medan, buatan Yusuf Wibisono, Ahmad Setia, Syahrial Felani, Retno Ayumi, dan lainnya. Sementera di Semenanjung Malaysia, alat musik gendang ronggeng ini lazim disebut dengan rebana. Dari semua tempat di kawasan Dunia Melayu, gendang ronggeng buatan orang-orang dari Medan dianggap memiliki kualitas yang relatif baik, dan disertai dengan ornamentasi yang khas pula. 3 Para penganut teori difusi di dalam etnomusikologi meyakini bahwa alat musik biola Barat berasal dari alat musik spike fiddle muslim, yang secara umum disebut rebab. Kemudian menjadi bowed lute Eropa pada abad pertengahan, yang disebut rebec sampai kemudian berkembang menjadi biola modern (violin). Kemudian kedua jenis alat musik yang memiliki asal-usul sama ini, sampai juga ke Dunia Melayu (Nusantara), tetapi melalui dua peradaban yang berbeda—biola dari Eropa dan rebab dari Timur Tengah. Lebih jauh lihat Albert Seay (1975:75).

2


b. Ragam Kebudayaan Musik Dari tabel yang dibuat secara “ketat� oleh Goldsworthy (1979) ragam atau genre budaya musikal etnik Melayu pesisir timur Sumatera Utara dikelompokkan ke dalam tiga masa, yaitu: PraIslam, Islam, dan Pasca-Portugis. Jika dilihat secara seksama, klasifikasi ragam ini memiliki beberapa kelemahan, misalnya: satu genre musik tidak sepenuhnya mencerminkan gaya masa Pra-Islam, Islam, atau Pasca-Portugis. Bisa saja dua atau ketiganya berpadu dalam sebuah genre musik tertentu. Misalnya pada lagu Pulau Sari, yaitu satu lagu yang dipergunakan untuk mengiringi tari serampang dua belas dari Serdang, struktur musiknya memperlihatkan masa-masa tersebut. Melodinya berciri pra-Islam dengan nada-nada mikrotonal dan tak terikat pada modus tertentu, namun dalam penyajiannya dengan akordeon terdapat pula unsur nada-nada akord yang lazim dipergunakan dalam musik Barat, namun harmoninya tidak disusun sebagaimana layaknya peraturan harmoni musik Barat. Selain itu kebudayaan musik ini tidak bersifat statis, yaitu sama dalam kurun waktu tertentu. Tentu saja ia mengalami perkembangan-perkembangan sehinga tidak mungkin bagi kita mengkalasifikasikan secara statis. Misalnya apakah ronggeng (joget) berasal dari masa Portugis? Tentu kita dapat menjawabnya tidak statis pada masa Portugis ini timbulnya ragam seni ronggeng atau joget Melayu, tetapi lagu-lagu yang dipergunakan seperti Gunung Sayang, Pulau Sari, Jalak Lenteng, dan lainnya pada kesenian ini, berasal dari masa sebelum Portugis. Ragam-ragam seni musik yang ada di kawasan Sumatera Utara adalah seperti yang diuraikan berikut ini. Adapun genre-genre musik yang terdapat dalam kebudayaan Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara, berdasarkan penelitian yang kami lakukan adalah seperti yang dideskripsikan berikut ini. Dalam kebudayaan Melayu di Sumatera Utara terdapat genre lagu yang berkaitan dengan anak. Di antaranya adalah Lagu Membuai Anak, yaitu nanyian yang dipergunakan untuk menidurkan anak. Selain itu dikenal pula lagu Dodoi Sidodoi atau Dodoi Didodoi, yaitu lagu yang juga untuk menidurkan anak. Di kawasan Asahan terdapat lagu Si La Lau Le yaitu lagu yang digunakan untuk membuaikan anak. Kemudian ada juga lagu Timang yaitu lagu yang digunakan untuk membuaikan anak. Seterusnya ada satu lagu lagu yang bertajuk Tamtambuku yang digunakan untuk permainan anak. Musik yang berkaitan dengan mengerjakan ladang. Musik ini contohnya adalah: Lagu Dedeng Mulaka Ngerbah, yaitu nyanyian yang disajikan pada saat awal kali menebang hutan untuk dijadikan lahan pertanian. Kemudian ada pula lagu yang bertajuk Dedeng Mulaka Nukal, yaitu nyanyian yang disajikan pada saat menukal (melubangi dan mengisi lubang tanah dengan padi), sebagai proses penanamn. Kedua jenis lagu tersebut secara umum dikenal pula dengan istilah Dedeng Padang Rebah. Lagu-lagu ini terdapat di bahagian utara Pesisir Timur Sumatera Utara, seperti di Langkat dan Deli. Nyanyian hiburan sambil kerja (working song) atau dalam konteks bekerja juga terdapat dalam kebudayaan Melayu. Musik seperti ini biasanya dilakukan dalam rangka bercocok tanam, bekerja menyiangi gulma, menuai benih, mengirik padi, menumbuk padi, sampai menumbuk emping. Begitu juga dengan nyanyian sambil bekerja di laut, yang dikenal dengan Sinandung Nelayan atau Sinandung Si Air yang dijumpai di kawasan Asahan dan Labuhanbatu. Musik yang berhubungan dengan memanen padi. Ragam ini terdiri dari Lagu Mengirik Padi atau Ahoi, yaitu lagu dan tarian memanen padi—melepaskan gabah padi atau bertih padi dari tangkainya dengan cara menginjak-injaknya. Posisi para penari biasanya membentuk lingkaran.4 Kemudian ada pula Lagu Menumbuk Padi yaitu lagu yang disajikan pada saat menumbuk padi— melepaskan kulit padi menjadi beras. Seterusnya adalah Lagu Menumbuk Emping yaitu lagu yang dinanyikan pada saat memipihkan beras menjadi emping. Musik yang memperlihatkan ekspresi masa animisme. Adapun contoh lagunya adalah Dendang Ambil Madu Lebah yaitu lagu yang dipergunakan untuk mengambil madu lebah yang dilakukan seorang pawang madu lebah. Contoh lainnya adalah Lagu Memanggil Angin atau Sinandong 4

Di Semenanjung Malaysia, seperti di Kedah dan Perlis, tari sejenis Ahoi ini disebut dengan Tari Lerai Padi, yang tujuan dan struktur persembahannya mendekati seni Ahoi dari Sumatera Utara ini. Di Sumatera Utara, tarian ini dijumpai di kawasan utara budaya Melayu, terutama wilayah budaya Langkat.

3


Nelayan kadang disebut pula Senandung atau Nandung saja, yaitu lagu yang dinyanyikan oleh nelayan untuk memanggil angin agar menghembus layar perahu (sampannya). Lagu ini yang terkenal adalah Senandung Asahan, senandung Bilah, Senandung Panai, dan Senandung Kualuh. Contoh genre ini adalah Lagu Lukah Menari, yaitu lagu untuk mengiringi nelayan menjala ikan. Berikutnya adalah Lagu Puaka, yaitu lagu yang dinyanyikan pada upacara yang bersifat animistik, memuja roh-roh ghaib. Bagaimanapun lagu ini dilarang oleh alim-ulama Islam, sehingga lagu ini saat sekarang tinggal tersisa bagi mereka-mereka yang mengamalkannya saja. Nyanyian naratif, yaitu nyanyian yang sifatnya bercerita. Contohnya adalah Lagu Hikayat, yaitu nyanyian tentang cerita rakyat, sejarah, dan mite. Contoh lainnya adalah Syair dengan berbagai judul, yang terkenal adalah Syair Puteri Hijau tulisan A. Rahman tahun 1959. Musik hiburan, yang terdiri dari Lagu Dedeng yaitu lagu solo tanpa iringan alat musik untuk hiburan pdaa pesta perkawinan atau panen. Kemudian adalah Lagu Gambang, yang dibawakan secara solo oleh pemain gambang (xilofon) yang terbuat dari kayu. Lagu lainnya adalah Musik Tari Pencak Silat yaitu musik yang dipergunakan untuk mengiringi tari pencak silat, yang gerakannya diambil dari pencak silat, gerakan-gerakan mempertahankan diri dari serangan musuh. Kemudian lagu pendukung genre ini adalah Musik Tari Piring atau Musik Tari Lilin atau Musik Tari Inai, yaitu musik yang dipakai untuk mengiringi Tari Piring, Tari Lilin, atau Tari Inai. Genre musik lainnya adalah yang kuat mengekspresikan ajaran-ajaran Islam, yang dapat dirinci lagi sebagai berikut. Yang khusus merupakan kegiatan keagamaan Islam dan dipandang lebih dari sekedar musik adalah azan, yaitu merupakan seruan untuk sembahyang. Kemudian takbir, yaitu nyanyian pujian kepada Allah pada hari raya Idul Fitri atau Idul Adha. Ada juga lagu dan musik rakyat Islam, di antaranya adalah qasidah, yaitu nyanyian solo tanpa iringan musik, menggunakan teks-teks agama seperti dari Kitab Al-Barzanji. Ada pula marhaban, yaitu nyanyian paduan suara yang menggunakan teks-teks keagamaan seperti dari Kitab Al-Barzanji. Kemudian ada pula lagu Kur Semangat yaitu nyanyian yang bersifat religius tanpa diiringi oleh alat musik. Selanjutnya ada barodah yaitu nyanyian yang menggunakan teks keagaman dan umumnya diiringi oleh alat musik. Selain itu ada hadrah, yaitu nyanyian sekelompok pria yang disajikan dengan teknik responsorial atau antifonal, mempergunakan teks-teks religius dengan iringan alat musik rebana berbentuk frame disertai dengan tarian. Selanjutnya ada genre gambus atau zapin adalah nyanyian dan tarian tentang moral atau religius yang disajikan secara solo, diiringi oleh suatu ensambel gendang marwas dan alat musik gambus disertai oleh tarian yang mengutamakan gerakan kaki. Genre lainnya kelompok ini adalah dabus, yaitu nyanyian tarian trance (seluk) untuk memperlihatkan kekebalan tubuh terhadap benda tajam seperti dari besi karena ridha Allah. Diiringi oleh gendang berbentuk frame dan penyanyi solo atau berkelompok. Hubungan antara rakyat yang diperintah dan golongan yang memerintah juga terekspresi dalam seni musik. Nobat adalah musik yang menjadi lambang kebesaran negara, dan ada hubungannya dengan struktur sosial. Secara etnomusikologis, nobat diperkirakan berasal daripada Persia. Perkataan nobat berasal dari akar kata naba (pertabalan), naubat bererti sembilan alat musik. Kata ini kemudian diserap menjadi salah satu upacara penobatan raja-raja Melayu. Nobat yang dipercayai berdaulat telah diinstitusikan sejak zaman Kesultanan Melayu Melaka pada abad kelima belas. Ensambel musik ini dapat memainkan berbagai jenis lagu dan orang yang memainkannya dihidupi oleh kerajaan dan disebut dengan orang kalur (kalau). Alat-alat musik nobat dipercayai mempunyai daya magis tertentu, dan tak semua orang dapat menyentuhnya. Nobat menjadi musik istiadat di istana-istana Pattani, Melaka, Kedah, Perak, Johor, Selangor, Terengganu, Deli, dan Serdang Sumatera Utara. Alat-alat musik nobat yang menjadi asas adalah: gendang, nafiri, dan gong. Namun, serunai, nobat besar dan kecil, dan gendang nekara juga dipergunakan. Pada masa sekarang ini, sebahagaian warga etnik Melayu menyadari perlunya mengembangkan musik-musik Islam sebagai salah satu jati dirinya. Upaya-upaya pemeliharaan dan pengembangan musik Islam di Sumatrera Utara dilakukan oleh setiap warga muslim yang secara organisasi tergabung dalam Perhimpunan Seni Budaya Islam (PSBI). Medan sendiri banyak melahirkan pemusik-pemusik Islam. Di antaranya adalah: Ahmad Baqi, Mukhlis, A. Chalik, Said Effendi, Ahmad

4


C.B., Umar Asseran, Husin Bawafie, dan Hajjah Nurasiah Jamil. Musik mereka ini selanjutnya meluas secara nasional, bahkan sampai ke negeri-negeri jiran seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Ciri khas musik Melayu turut mewarnai musik-musik Islam, seperti penggunaan sajak, puisi, bahasa Melayu, rentak musik dan tari Melayu, dan lainnya—yang digabungkan dengan ide-ide musik Timur Tengah, India, dan Barat dengan sintesis yang baik sekali. Akulturasi terjadi secara alami. Dengan demikian tata cara, norma, dan sistem estetika Melayu tetap diperunakan dalam proses pembentukan musik Islam di Sumatera Utara. Selain itu, di dalam budaya Melayu Sumatera Utara dikenal pula ensambel makyong yang mengiringi teater makyong. Alat-alat musik yang dipergunakan adalah rebab, gendang anak, gendang ibu, gong ibu, gong anak, dan serunai. Dalam persembahannya, makyong mempergunakan unsur-unsur ritual. Teater ini memiliki lebih dari 100 cerita dan 64 jenis alat musik, dan 20 lagu. Di antara lagu-lagu makyong yang terkenal adalah Pak Yong Muda, Kijang Mas, Sedayung, Buluh Seruan, Cagok Manis, Pandan Wangi dan lainnya. Pada genre hadrah, marhaban, zikir, tampak pengaruh yang diserap dari Timur Tengah. Pada genre-genre ini aspek ajaran-ajaran agama Islam muncul. Biasanya alat musik yang menjalani asasnya adalah jenis rebana. Genre musik seperti ini memainkan peran penting dalam berbagai aktivitas sosial seperti upacara perkawinan dan khitanan, dan khatam Al-Quran. Genre musik lainnya adalah ronggeng atau joget. Musik ini adalah hasil akulturasi antara musik Portugis dengan musik Melayu. Musik ronggeng terdapat di kawasan yang luas di Dunia Melayu. Genre musik dan tari ronggeng adalah seni pertunjukan hiburan yang melibatkan penonton yang menari bersama ronggeng yang dibayar melalui kupon atau tiket dengan harga tertentu. Tari dan musik ronggeng termasuk ke dalam tari sosial yang lebih banyak melibatkan perkenalan antara berbagai bangsa. Di dalam seni ronggeng juga terdapat unsur berbagai budaya menjadi satu. Hingga sekarang seni ini tumbuh dan berkembang dengan dukungan yang kuat oleh masyarakat Melayu, walau awalnya dipandang rendah. Musik Barat populer sejak etnik Melayu dengan budaya Barat sejak awal abad keenam belas. Etnik Melayu menyerap genre-genre musik dan tari seperti: fokstrot, rumba, tanggo, mambo, samba, beguin, hawaian, wals, suing, blues, bolero, dan sebagainya. Rentak jazz dan swing juga sangat populer dalam lagu-lagu Melayu. Dikaji dari aspek historis, maka musik Melayu Sumatera Utara dapat diklasifikasikan kepada masa-masa: Pra Islam; Islam, dan Globalisasi. Untuk masa Pra-Islam terdiri dari masa: animisme, Hindu, dan Budha. Masa Pra-Islam yang terdiri dari lagu anak-anak: lagu membuai anak atau Dodo Sidodoi; Si La Lau Le; dan lagu Timang. Lagu permainan anak yang terkenal Tamtambuku. Musik yang berhubungan dengan mengerjakan ladang terdiri dari: Dedeng Mulaka Ngerbah, Dedeng Mulaka Nukal dan Dedeng Padang Rebah. Musik yang berhubungan dengan memanen padi; lagu Mengirik Padi atau Ahoi, Lagu Menumbuk Padi, dan Lagu Menumbuk Emping. Musik yang bersifat animisme terdiri dari: Dedeng Ambil Madu Lebah (nyanyian pawang mengambil madu lebah secara ritual), Lagu Memanggil Angin atau Sinandong Nelayan (nyanyian nelayan ketika mengalami mati angin di tengah lautan), Lagu Lukah Menari (mengiringi nelayan menjala ikan), dan Lagu Puaka (lagu memuja penguasa ghaib tetapi pada masa sekarang telah diislamisasi). Selain itu dijumpai juga lagu-lagu hikayat, yang umum disebut syair. Terdapat juga musik hiburan: dedeng, gambang, musik pengiring silat, musik tari piring/lilin/inai. Pada masa Islam, “musik-musik� pada masa ini di antaranya adalah azan (seruan untuk shalat), takbir (nyanyian keagamaan yang dipertunjukkan pada saat Idul Fitri dan idhul Adha), qasidah (musik pujian kepada Nabi), marhaban dan barzanji (musik yang teksnya berdasar kepada Kitab AlBarzanji karangan Syekh Ahmad Al-Barzanji abad kelima belas). Di samping itu dijumpai pula barodah (seni nyanyian diiringi gendang rebana dalam bentuk pujian kepada Nabi), hadrah (seni musik dan tari sebagai salah satu seni dakwah Islam, awalnya adalah seni kaum sufi), gambus/zapin (musik dan tari dalam irama zapin yang selalu dipergunakan dalam acara perkawinan), dabus (musik dan tari yang memperlihatkan kekebalan penari atau pemain dabus terhadap benda-benda tajam

5


atas ridha Allah), dan sya'ir (nyanyian yang berdasar kepada konsep syair yaitu teks puisi keagamaan) dan lain-lain. Pada masa pengaruh Barat terdapat musik dondang sayang (musik dalam tempo asli, meternya 8, iramanya lambat yang awalnya adalah untuk menidurkan anak, dan kemudian menjadi satu genre yang terkenal terutama di Melaka), ronggeng dan joget (tari dan musik sosial yang mengadopsi berbagai unsur tari dan musik dunia, dengan rentak inang, joget, dan asli), pop Melayu (yaitu lagulagu Melayu yang digarap berdasarkan gaya musik kontemporer Barat). Pengaruh Barat ini dapat dilihat dengan dibentuknya kumpulan-kumpulan kombo atau band yang terkenal di antaranya band Serdang dan Langkat di Sumatera Timur. Dengan demikian, genre musik Melayu sebenarnya adalah mencerminkan aspek-aspek inovasi seniman dan masyarakat Melayu ditambah dengan akulturasi secara kreatif dengan budaya-budaya yang datang dari luar. Masyarakat Melayu sangat menghargai aspek-aspek universal (seperti yang dianjurkan dalam Islam), dalam mengisi kehidupannya. Demikian sekilas budaya lagu dan musik Melayu Sumatera Utara dan selanjutnya kita lihat bagaimana budaya tari Melayu di kawasan tersebut. Tabel 1: Daftar Beberapa Lagu Melayu Sumatera Utara No. Tajuk Lagu 1 Abdukal Miskin 200 Ada Apa Dengan Cinta 2 Adikku Sayang 3 Ahbabina

Jenis/Genre irama Padang Pasir mak inang nasyid irama Padang Pasir

Pencipta Ahmad Baqi Jalaut Hb Nurasiah Jamil Ahmad Baqi

Keterangan bahasa Arab Asahan dan Batubara pesan sayang kepada adik bahasa Arab

4 Al-Ayyam 5 Al-Quran 6 Ambil Madu Lebah 7 Anak Berbudi 8 Anak Kala 9 Anak Tiung 10 Anakku Sayang 11 Asholatu Ala Nabi

irama Padang Pasir nasyid lagu rakyat nasyid lagu dua lagu dua nasyid nasyid

Ahmad Baqi Nurasiah Jamil anonim Nurasiah Jamil anonim anonim Nurasiah Jamil Nurasiah Jamil

bahasa Arab pesan Al-Qur'an kitab suci memuja lebah nasehat cerita tentang anak kala cerita tentang anak tiung kasih terhadap anak pujian kpd Nabi Muhammad

nasyid nasyid senandung mak inang senandung lagu dua nasyid hadrah

Nurasiah Jamil Nurasiah Jamil anonim Jalaut Hb anonim anonim anonim anonim

ucapan salam keselamatan cerita tentang kemerdekaan Asahan dan Batubara cerita rakyat Melayu kerinduan karena bercerai kasih n asehat tentang kehidupan kebenaran Islamn

19 Bismillah Mula-Mula 20 Bonda 21 Bunga Tanjung (A) 22 Bunga Tanjung (B) 23 Burug Nuri 24 Cek Minah Sayang 25 Cinta Hampa 26 Cintaku Terbagi Dua

nasyid irama Padang Pasir senandung senandung lagu dua mak inang mak inang dangdut

anonim/Takari Ahmad Baqi anonim anonim anonim anonim T Perdana/A.Chalik Jefri Bule

kebenaran Islam kasih sayang Ibunda kisah tenang bunga tanjung kisah tentang bunga tanjung cerita tentang burung nuri pujian terhadap Cek Minah cinta yang tak tulus lagu dangdut, cinta mendua

27 Cintaku 28 Cintamu dan Cintaku 29 Ciptaan-Mu 199 Dadong

irama Padang Pasir mak inang nasyid lagu rakyat

Ahmad Baqi anonim Kahfi/Takari anonim

cinta pada Allah tentang kasih sayang tentang alam ciptaan Tuhan menidurkan anak

12 Assalamu Alaik 13 Babussalam 14 Bahtera Merdeka 196 Batongkar 15 Batu Belah 16 Bercerai Kasih 17 Bisikan Dunia 18 Bismillah Mula-Mula

6


30 Da'i Lawton 31 Dalam Kesunyian 32 Damai Dunia 33 Damak 34 Dedeng Mulaka Nukal 35 Dedeng Padang Rebah

nasyid ghazal nasyid senandung senandung senandung

Nurasiah Jamil anonim Kahfi/Takari anonim anonim anonim

cinta tanah air keadaan sepi keinginan dunia damai cerita tentang Damak nyanyian menanam padi huma nyanyian membuka lahan

36 Demi Masa 37 Di Ambang Sore 38 Doa dalam Irama 39 Doa dalam Kenangan 40 Doa Ibu 41 Dodoi Didodoi 42 Dondang Siti Fatimah 43 Dua Belas Rabiul Awal

nasyid senandung irama Padang Pasir nasyid nasyid mak inang senandung nasyid

Nurasiah Jamil Said Effendi Ahmad Baqi Nurasiah Jamil Nurasiah Jamil anonim anonim Kahfi/Irwan

keadaan dimensi waktu menanti kekasih sore hari nyanyian berisi doa tema doa doa seorang ibu menidurkan anak mengayun anak lahirnya Nabi Muhammad

44 Embun Pagi 45 Fajar Menyingsing 46 Fatwa Pujangga 47 Gunung Sayang 48 Gunung Seulawah 49 Hanya Nyanyian 50 Harapan Hampa 51 Harapan Kecewa

nasyid nasyid senandung nasyid nasyid senandung mak inang senandung

Nurasiah Jamil Nurasiah Jamil Said Effendi anonim Mukhlis anonim anonim anonim

keadaan pagi hari saat matahari pagi terbit surat dari kekasih nyanyian pembuka joget gamabaran GunungSeulawah harapan hanya nanyian harapan hampa harapan kecewa

52 Harta Dunia 53 Hati Merana 54 Hayal dan Penyair 55 Hilang Tak Berkesan 56 Hitam Manis 57 Hujan di Malam Minggu 58 Ibda' bi Nafsi 59 Inang Lenggang

nasyid senandung ghazal mak inang/dangdut lagu dua dangdut nasyid mak inang

Ahmad Baqi anonim Husin Bawafie M. Mashabi anonim Jefri Bule Nurasiah Jamil anonim

jangan leka dengan harta dunia gambaran hati merana hayalan penyair cinta hilang tak berkesan Pujian kecantikan Hujan di malam minggu cinta keluarga musik tari inang

60 Ingatlah 61 Injit-Injit Semut 62 Insan dan Bunga 63 Iradat Tuhan 64 Isra' Mi'raj 65 Iya ya Ilahi 66 Iyolah Molek 67 Jandaku

nasyid mak inang senandung nasyid nasyid nasyid mak inang ghazal/dangdut

Kahfi anonim anonim Nurasiah Jamil Nurasiah Jamil Kahfi anonim anonim

ingat keadaan dalam hidup lagu rakyat manusia bagai bunga Allah Maha berkehendak gambaran Nabi Isra’ Mi’raj doa kepada Allah lagu anak Asahan permohonan pada bekas istri

68 Jangan Lekas Percaya 69 Jangan Tangisi 70 Jaya Bahagia 71 Jodoh Tak Kemana 72 Johor Sport Club 73 Kalaulah Kaca Jadi Intan 74 Kasih Ibu 75 Kasih Sekejap

lagu dua irama Padang Pasir lagu dua ghazal lagu dua ghazal nasyid senandung

anonim Ahmad Baqi anonim anonim anonim anonim Nurasiah Jamil Suhaimi

nasehat jangan mudah percaya jangan tangisi yang kembali Kejayaan kalau jodoh tak kemana pantun-pantun cinta bagaikan kaca jadi intan kasih ibu kasih sebentar saja

nasyid senandung mak inang ghazal senandung

Nurasiah Jamil anonim Jalaut Hb P. Ramlee anonim

kata hati katakanlah ibu Asahan dan Batubara pujian pada gadis sep bulan kekasih pergi tanpa relaku

76 Kata Hati 77 Katakanlah Mama 194 Katak Bortung 78 Kau Laksana Bulan 79 Kau Pergi Tanpa Relaku

7


80 Keagungan Tuhan 81 Kecak Lenggang 82 Khana 83 Kinabalu 84 Ku Kenang Hingga Abadi 85 Ku Tak Kan Bercinta Lagi

senandung mak inang dangdut mak inang lagu dua

A. Chalik anonim Rhoma Irama anonim anonim anonim

keagungan Tuhan musik tari inang pujian pada Gadis Khana gambaran Kinabalu kenangan selamanya patah hati

86 Kuala Deli 87 Kuala Deli 88 Laksemana 89 Lambaian Iman 90 Lancang Kuning 91 Lebah 92 Maafkanlah 93 Madah Terakhir

senandung senandung senandung nasyid zapin nasyid mak inang nasyid

anonim anonim anonim Nurasiah Jamil anonim Nurasiah Jamil anonim Ahmad Baqi

keadaan Kuala Deli keadaan Kuala Deli gambaran Laksemana iman pendorong kebaikan hidup bagai lancang kuning khasiat dan contoh dari lebah memaafkan lambaian terakhir ketika azan

94 Mak Inang Kayangan 95 Mak Inang Pulau Kampai 96 Mak Inang Selendang 97 Makan Sirih 98 Mali Ila Ahadi 99 Mawar 100 Mega Mendung 202 Mencari Ganti

mak inang mak inang mak inang senandung nasyid nasyid senandung mak inang

anonim anonim anonim anonim Mukhlis Mukhlis anonim Jalaut Hb

lagu tari inang lagu tari inang lagu tari inang lagu pembukaan acara bahasa Arab irama pd pasir mawar sebagai simbol nasehat Asahan dan Batubara

101 Menempuh Hidup 102 Mengapa Ku Tak Tahu 103 Menuntut Ilmu 104 Merapi Singgalang 105 Mohon Ampunan 106 Muhasabah 107 Mukjizat 108 Musafir

irama Padang Pasir lagu dua nasyid Nasyid irama Padang Pasir nasyid nasyid nasyid

Ahmad Baqi anonim Anonim Anonim Ahmad Baqi Kahfi Kahfi Anonim

Nasehat mengapa tidak tahu nasehat menuntut ilmu keadaan Gunung Singgalang doa mohon ampunan Tuhan berzikir dalam setiap saat gambaran Mukjizat Nabi-Nabi jiwa pengelana musafir

109 Nabi Salam 201 Nasib 110 Nasyidul Amal 111 Pahlawan Pak Ketipak Ketipung 112 (Rentak 106) 113 Pak Malau 114 Pancang Jermal 115 Pancang Jermal 116 Panggilan Jihad 117 Panggilan Ka'bah 118 Pangglan Ka'bah

nasyid mak inang nasyid nasyid

Anonim Jalaut Hb Anonim Anonim

salam kepada Nabi Muhammas Asahan dan Batubara nyanyian untuk beramal keutamaan pahlawan

lagu dua Inang Lagu dua Lagu dua nasyid nasyid nasyid

Ahmad C.B. anonim anonim anomim anonim anonim anonim

suara gendang Melayu lagu tarian inang lagu tarian joget lagu tarian joget keutamaan jihad ibadah haji ibadah haji

Pasir Roboh 119 Patah Hati 120 Patah Kemudi 121 Patam-patam 122 Patam-Patam 123 Pautan Hati 124 Pemberian Ikhlas 125 Perjuangan

senandung senandung senandung Tempo patam-patam Tempo patam-patam mak inang irama Padang Pasir Irama Padang Pasir

anonim anonim Hajah Dahlia anonim anonim anonim ahmad Baqi anonim

Lagu tradisi Melayu patah hati patah kemudi di laut lepas lagu iringan silat lagu iringan silat cinta yang universal pemberian ikhlas tema perjuangan

126 Petani 127 Petuah Guru

Irama Padang Pasir irama Padang Pasir

anonim Ahmad Baqi

gambaran tentang petani nasehat dari guru

8


128 Pilihan Terakhir 129 Pilu 130 Pucuk Pisang 198 Pulau Kampai 131 Pulau Puteri

nasyid ghazal mak inang mak inang mak inang

Anonim Husein Aidid Anonim anonim anonim

133 Pulau Sari 133 Pura-pura 134 Ramadhan 135 Raudatunabi

lagu dua lagu dua nasyid nasyid

anonim anonim H. Nurasyiah Jamil Kahfi

keadaan menjelang akhir hayat rasa rindu pantun kasih setting budaya Langkat tema pantun pulau puteri lagu iringan Tari Pulau Sari yang kemudian menjadi serampang XII tentang kepura-puraan keutamaan Ramadhan kisah tentang umrah

136 Renungan Masa 137 Ridha-Mu 138 Romantika Hidup 195 Sakit Gigi 139 Sakitnya Dimadu 140 Sambas 141 Sayang Musalmah 142 Seandung China

Nasyid Nasyid Nasyid mak inang Lagu dua Ghazal senandung senandung

anonim Kahfi anonim Jalaut Hb anonim anonim anonim anonim

demi masa manusia merugi ridha Allah gambaran hidup di dunia Asahan dan Batubara derita perempuan dimadu pantun dengan tema Sambas cerita tentang Musalmah senandung t nada pentatoik Asia

143 Selamat Datang

Nasyid

anonim

144 Selawat Al-Banjari 145 Selayang Pandang 146 Selimut Putih

Nasyid lagu dua irama Padang Pasir

Kahfi Lily Suheiry Ahmad Baqi

ucapan selamat datang salawat yang menggunakan unsur rentak dari Kalimantan tentang selayang pandang cerita tentang kematian

147 Semalam di Malaysia 148 Semerah Padi 149 Senandung Asahan 150 Serampang Dua Belas

senandung Ghazal senandung lagu dua

Syaiful Bahri anonim anonim anonim

cerita duka di Negeri Malaysia cerita Semerah Padi kesedihan yang dinyanyikan lagu iringan tari Serampang XII

151 Serampang Laut 152 Seratus Enam 153 Seribu Impian 154 Seringgit Dua Kupang

lagu dua lagu dua nasyid mak inang

anonim Ahmad C.B. anonim anonim

pantun tentang Serampang Laut pantun dalam nyanyian seribu impian di dunia pantun tentang seringgit dua kupang

155 Sholat 156 Si Baju Merah 157 Sibacong 158 Siput Air

Nasyid lagu dua mak ianng lagu dua

Nurasiah Jamil anonim anonim anonim

keutamaan shalat lagu joget setting Asahan Nasehat

159 Siti Payung Sorga di Bawah Telapak 160 Kaki Ibu 161 Sri Banang 162 Sri Kedah

senandung

anonim

pujian pada Gadis Siti Payung

senandung senandung senandung

Said Effendi anonim anonim

sorga di bawah telapak kaki ibu keadaan Sri Banang keadaan Kedah Malaysia

163 Sri Langkat 164 Sri Mersing 165 Sri Serawak 166 Sri Siantan 167 Sri Siantar 168 Sri Taman 169 Sri Tamiang 170 Stanggi Dua

mak inang senandung senandung senandung senandung senandung ghazal mak inang

anonim anonim anonim anonim anonim anonim anonim anonim

keadaan Langkat Sumut keadaan Mersing Malaysia keadaan Serawak Kalimantan keadaan Siantan keadaan Siantar keadaan Taman keadaan tamiang tentang Stanggi Dua

171 Subhanallah 172 Surat Merah 173 Tabah Menanti 174 Tak Mau Bercinta Lagi 175 Tamtambuku

nasyid mak inang ghazal

Ahmad Baqi anonim anonim anonim anonim

maha Suci Allah surat bersampul merah tabah menanti kekasih hati patah hati karena cinta lagu anak-anak

mak inang

9


176 Tanjung Katung Tari Lenggang/Joget 177 Pahang 178 Tebak-tebakan 179 Teganya Hatimu 180 Teluk Simeuleu 181 Tudung Periuk 182 Tudung Periuk 183 Tudung Saji 184 Untuk Bungamu

lagu dua

anonim

pantun Tanjung Katung

lagu dua nasyid mak inang nasyid senandung lagu dua senandung wals

anonim anonim anonim anonim anonim anonim anonim Said Effendi

lagu joget dari Pahang lagu untuk anak khianat kekasih tentang Teluk Simeuleu falsafah kain yang buruk falsafah kain yang buruk pantun tentang tudung saji pujian pada bunga

185 Untukmu Bunga 196 Wak Ali 186 Wak Uteh 187 Ya Habibi 188 Ya Maqsit 189 Ya Maulidan 190 Ya Rabbi 191 Ya Rabbi Barik

Irama padang pasir mak inang mak inang nasyid nasyid nasyid nasyid nasyid

anonim Jalaut Hb Jalaut Hb anonim anonim anonim anonim anonim

pujian bagi bunga Asahan dan Batubara setting budaya Asahan, irama roncah Muhammad kekasih Allah keluhuran Islam kelahiran Nabi pujian pada Allah pujian pada Allah

192 Ya Rasulullah Zapin Laksmana Raja di 193 Laut Zapiun Menjelang Maghrib

nasyid

anonim

pujian pada Nabi Muhammad

zapin

anonim

Lagu zapin Melayu

zapin

Karya Rizaldi Siagian

Lagu zapin M elayu

Notasi 1: Lagu Bismillah Mula-Mula dari Genre Hadrah

10


Notasi 2: Lagu Bunga Tanjung dengan Rentak Senandung

3. Kontinuitas dan Perubahan Kontinuitas dan perubahan lagu dan tari Melayu di Sumatera Utara mengikuti era-era pra-Islam, Islam, Barat dan masa kemerdekaan. Era pra-Islam dimulai dari sejak adanya nenek moyang etnik Melayu di kawasan ini hingga kurun abad pertama Masehi. Era ini disebut juga dengan era animisme dan dinamisme. Animisme adalah kepercayaan kepada roh-roh nenek moyang dan alam ghaib yang menguasai kehidupan manusia. Mereka menghormati dan memberikan sembahan kepada roh-roh nenek moyang mereka ini. Sementara dinamisme pula adalah keparcayaan kepada benda-benda yang memiliki kekuatan-keuatan ghaib dan tidak dapat dilihat dengan mata biasa. Kekuatan ini bersemayam di tempat-tempat tertentu bahkan pohon. Begitu juga kekuatan ghaib ini

11


terdapat dalam binatang. Dalam keadaan ini kepercayaan tersebut dapat dikategorikan sebagai totemisme. Kemudian masuklah kebudayaan Hindu dan Budha dalam kebudayaan etnik Melayu. Masanya dimulai sejak abad pertama sampai abad ketiga belas Masehi. Masa ini kosmologi masyarakat Melayu diperkaya dengan perwatakan kemanusiaan (personalised beings) pada dewa-dewi. Hindu memperkenalkan berbagai budaya, seperti pengenalan terhadap kekuasaan agung dalam alam semesta seperti Dewa Mulia Raja, Sang Hyang, yang menjelma dalam berbagai rupa manusia yang kemudian dikenal sebagai dewa-dewi. Masa ini lahirlah konsep dan praktik di kalangan orang Melayu faham keagamaan Hindu dan Budha yang berakulturasi dengan kosmologi asli Melayu dalam bentuk Budha Tantraisme, termasuk terapannya dalam seni budaya. Kekuasaan politik yang bercorak Hindu dan Budha ini kemudian berangsur-angsur meredup seiring datangnya agama Islam di kawasan ini, yang masuk secara damai dan masif, dan memeperbaharui keadaan yang sudah ada baik dari masa animisme maupun Hindu dan Budha itu sendiri. Ini terjadi sejak abad ke-13, ketika Majapahit mengalami degradasi politik, yang kemudian digantikan oleh kerajaan Islam di seluruh Nusantara, tak terkecuali di Sumatera Utara. Dari semua pengaruh luar, sejak abad ke-13 hingga kini, Islam menjadi dasar dan pusat peradaban Melayu. Dalam sistem kosmologi Melayu, yang pada masa Hindu dikonsepkan dengan Dewata Mulia Raja dan Sang Hyang, maka setelah masuknya Islam dipolarisasikan ke dalam konsep Al-Khalik yang Allah S.W.T dan makhluk, yang terdiri atas manusia dan alam semesta, termasuk alam ghaib, jin, setan, bintang, bulan, planet, dan lain-lainnya. Muncullah konsep kekuasaan Tuhan (Rabb) yang teragung dengan segala kemahakuasaanNya. Tidak lagi sekedar kuasa semangat atau dewa-dewi saja. Konsep kosmologi baru yang dibawa Islam itu menuntut manusia Melayu sebagai makhluk untuk menyembah Allah. Melakukan ibadah atau perhambaan hanya kepada Allah saja. Selain itu, Islam membawa kepercayaan kepada alam ghaib yang mencakup malaikat, jin, iblis, dan setan. Jika masa animisme serta Hindu dan Budha pawang atau dukun mendapat peran penting, maka dalam masa Islam orang Melayu dianjurkan untuk langsung berdoa dan meminta kepada Allah. Dalam bidang seni budaya Islam banyak melahirkan genre-genre kesenian baru seiring dengan perkembangannya yang masif dan adaptif di Dunia Melayu. Islam yang datang ini tidak mematikan dan memupus habis kebudayaan era-era sebelumnya. Islam menyempurnakan kebudayaan Alam Melayu itu menurut ajaran Islam, terutama untuk tauhid kepada Allah. Islam di Nusantara atau Alam Melayu ini mencoba untuk membumikan wahyu Allah dalam konteks kawasan. Namun inti ajaran yang utama tetap diaplikasikan, terutama tanzil wahyu yang terkodifikasi dalam Al-Qur’an dan Hadits. Hasilnya adalah kebudayaan Melayu Islam yang unik dan dinamik mencul di kawasan ini. Sekali gus menyumbang kepada peradaban Islam yang lebih besar, bahkan kebudayaan dunia. Dalam bidang seni budaya, di rantau ini muncul genre-genre baru seperti seudati, shaman, rateb, dikie, zikir rapano, salawaik dulang, meusekat, irama padang pasir, berzanjen, kuntulan, terbangan, yang sifatnya adalah akulturatif antara peradaban Islam dengan peradaban Nusantara. Keduanya bersebati dalam bentuk berbagai ide, aktivitas, dan artefak budaya. Di sisi lain, alur utama tamadun Islam juga muncul di kawasan ini, sepertialunan azan, iqamat, marhaban dan barzanji, zapin (dikenal sebagai zapin Arab atau marawis dan zapin Melayu dengan berbagai variannya seperti sepin, dana, bedana, dan lainnya). Aktivitas-aktivitas upacara atau yang dikategorikan sebagai adat istiadat dalam sistem adat Melayu, juga memasukkan unsur-unsur Islam dan Melayu sekali gus. Pelbagai aktivitas upacara itu seperti melenggang perut, mandi Safar, melepas lancang, upacara tujuh bulan, upacara turun tanah, aktivitas upacara khitan, pernikahan dengan berbagai tahapannya, dan lain-lain—memperkayah khazanah peradaban Melayu Islam di rantau Nusantara ini. Sejak masyarakat Melayu menganut agama Islam, maka segala ide, aktivitas, dan benda hasil kebudayaannya menyerap roh intiqat Islam. Dengan demikian Islam mendapatkan tempat yang paling asas dan mendalam dalam semua sistem budaya masyarakat Melayu. Sejak dekade kedua abad ke-16, Eropa melalui Portugis dan kemudian disusul Belanda dan Inggris, datang melakukan kolonialisasi ke kawasan Nusantara ini. Cara masuk Eropa ke kawasan ini

12


adalah dengan kekerasan dan tipu daya. Selama berabad-abad Eropa menjajah kawasan Melayu. Namun demikian, pertemuan kebudayaan Eropa dengan Melayu melahirkan pula bentuk kebudayaan akulturatif seperti keroncong, dondang sayang (ronggeng atau joget), musik kombo, band kerajaan, dan sejenisnya, yang mengindikasikan adanya percampuran budaya. Genre-genre seni ini selepas saja negera-negara rumpun Melayu merdeka tetap dipertahankan. Bahkan genre seperti keroncong dijadikan musik populer Indonesia. Bagaimanapun, masyarakat rumpun Melayu di Nusantara ini banyak juga belajar dari penjajahnya dan dapat membukakan pemikiran saintifik bagi perkembangan kebudayaan kawasan ini. Huruf Romawi dan tulisan Arab-Melayu sama-sama dipergunakan di rantau Nusantara. Bahasa Melayu dan Inggris dijadikan bahasa pergaulan seharihari. Bagaimanapun, dari pengaruh luar tersebut, masayarakat Melayu tidak sekedar mengambilnya secara bulat-bulat. Masyarakat Melayu mengolah dan menata kembali budaya yang diserapnya dengan kearifan berpikir lokal. Demikian sekilas ulasan tentang lintasan sejarah kebudayaan Melayu. Selanjutnya mari kita kaji secara lebih rinci, keberadaan seni budaya Melayu dari masa ke masa. a. Masa Animisme Sebelum datangnya pengaruh seni pertunjukan Hindu, Islam, dan Barat, sebenarnya etnik Melayu telah memiliki konsep-konsep tersendiri tentang tangga nada atau ritme. Berdasarkan penelitian yang penulis lakuan, etnik Melayu memiliki konsep musik, baik yang diteruskan dari tradisinya, yang disebut bunyi-bunyian atau yang diambil dari Barat. Sebelum datangnya agama Hindu dan Islam ini, dapat dilihat dari kajian sistem msik Melayu yang menggunakan suara dengan sebutan seperti mersik, garau, garau alang, dan pekak. Sebuah ide yang mencakup pengertian nada dengan karakteristik tertentu. Termasuk unsur pelarasan alat musik, yang dalam hal ini biasanya dihubungkan dengan biola dan rebab, serta sistem modus. Para pemusik dan pencipta lagu Melayu masa dahulu kala juga telah mengenalkonsep-konsep improvisasi, baik melodi atau ritme. Dalam improvisasi dikenal istilah-istilah: (1) cengkok yang berarti suatu ide improvisasi dengan teknik mengayunkan nada-nada, yang dalam musik Barat seperti teknik sliding pitch, dengan contoh seperti berikut. Notasi 3: Contoh Cengkok

(2) gerenek, yang berarti satu ide improvisasi dengan menggunakan nada-nada yang berdensitas rapat, mendekati konsep tremolo di dalam musik Barat, dengan contoh sebagai berikut. Notasi 4: Contoh Gerenek

(3) patah lagu, yang berarti suatu ide improvisasi melodi dengan memerikan tekanan-tekanan (aksentuasi) pada nada-nada tertentu, terutama pada nada down beat, dengan contoh sebagai berikut. Notasi 5: Contoh Patah Lagu

13


Konsep tentang ritme, pada masa sebelum Hindu dan Islam, seacra umum disebut rentak, yang mengandung pengertian pola-pola ritme, durasi, onomatopeik/tiruan bunyi oleh suara manusia pada berbagai tipe gendang, ostnato, dan lainnya, yang juga dapat dikaitkan dengan konsep-konsep hitungan, atau gerak tari yang diiringi rentak ini. Umumnya struktur tari mempunyai kesinkronan dengan konsep-konsep rentak musik. Di Pesisir Timur Sumatera Utara, pada umumnya hitungan pertama ritme bukan pada jatuhnya pukulan gong/tetawak, tetapigong/tetawak dianggap sebagai akhir dari rangkaian siklus musik dan tarinya. Menurut Nasuruddin (1977:162) musik etnik Melayu awalnya berasal dari musik masyarakat primitif yang memiliki religi animisme. David J. Goldsworthy (1979:42-43) mengklasifikasikan musik ini kepada musik pra-Islam. Lebih lanjut, menurut Nasuruddin, musik yang berasal dari masa animisme ini, dipergunakn untuk mengiringi teater-teater tradisional Melayu, di antaranya untuk teater wayang kulit, makyong, menhora, mendu, bangsawan, dan lainnya. Unsur-unsur religi animisme yang terkandung dalam kebudayaan musikal etnik Melayu antara lain dapat dipantau dari penggunaannya pada masyarakat, seperti musik dalam wayang kulit, dimainkan seusai menuai padi, sebagai rasa terima kasih etnik Melayu kepada kuasa-kuasa ghaib, yang telah mengaruniai hasil padi yang melimpah-ruanh. Alat-alatmusik pada teater ini, sebelum dipergunakn terlebih dahulu diberi jampi (mantera) yang berciri animisme. Begitu juga repertoar lagu, seperti Lagu Bertabuh, bertujuan untuk menyatakan rasa perdamaian dengan kuasa ghaib, seperti: hantu, jembalang tanah, jembalang laut, jin, puaka, mambang, dan lain-lain (Nasuruddin 1977:162). Sebenarnya pernyataan yang dikemukakan Nasuruddin ini, tidak semuanya benar, karena pada teater wayang kulit, instrumentasi atau materi wayang, dan cerita yang disajikan, terdapat pula pengaruh-pengaruh kebudayaan Hindu, bukan animisme. Pada era animisme masyarakat Melayu umumnya menumpukan perhatian kepeda keperluan hidup sehari-hari. Mereka meyakini bahwa di alam ini semua benda dikuasai oleh kekuatankekuatan ghaib. Kemudian mereka melakukan berbagai ritus kepada kekuatan ghaib tersebut. Selanjutnya, mereka melakukan enkulturasi budayanya dengan menggunakan berbagai mitos dan legenda. Melalui ritual ini, mereka juga telah beraktivitas tari dan teatrikal. Mereka selalu mengadakan upacara pada siklus musim tertentu. Unsur-unsur religi animisme yang terkandung dalam kebudayaan Melayu dapat dipantau dalam penggunaannya dalam masyarakat, seperti pada pesta panen padi, sebagai rasa terima kasih kepada kuasa-kuasa ghaib, yang telah mengkaruniai hasil yang melimpah ruah. Menurut Nasaruddin (2000) ritual animisme atau primitif terdapat pada masyarakat Melayu lama, terutama di kalangan orang asli di Malaysia, seperti pada kelompok masyarakat Temiar, Senoi, Semai, Jakun, Iban, Dayak, dan Mahameri. Umumnya ritual yang mereka lakukan adalah untuk memahami alam sekitar dan memuja roh-roh. Salah satu contoh ritual tersebut adalah Tari Balai Raya pada masyarakat Mahameri yang merupakan bagian perayaan dari hari nenek moyang, yaitu hari ulang tahun roh-roh. Pada tarian ini, topeng mewakili berbagai moyang atau roh dan sekali gus berfungsi untuk menghormati roh-roh ini. Di Pesisir Timur Sumatera Utara tarian yang mengandungi unsur animisme ini misalnya pada tari meghadap rebab pada pertunjukan makyong, yang mengindikasikan pemujaan terhadap penguasa tanah (jembalang tanah)--namun telah diislamisasi dengan kata-kata seperti: "berkat La Ilaha Ilallah". Begitu juga dengan Tari Gebuk, yaitu tari pengobatan penyakit yang dianggap sebagai penyakit keturunan di daerah Serdang. Pada masyarakat Melayu Sumatera Utara juga dijumpai upacara memuja roh, seperti yang dilakukan pada saat awal musim menangkap ikan. Para nelayan mengadakan ritual main pantai yang tujuannya untuk mendapat restu para makhluk halus di laut untuk menjaga keselamatan mereka saat menangkap ikan di laut. Begitu juga dengan para petani, pada saat usai panen mereka mengadakan persembahan seperti Ahoi yang tujuannya adalah berterima kasih kepada penguasa Tuhan. Unsur-unsur upacara tradisional animisme ini mengalami kontinuitas dalam tari Melayu seperti saat membuka dan menutup panggung yang menggunakan berbagai upacara. Unsur-unsur animisme ini, pada masa sekarang masih ada yang hidup, namun biasanya diselaraskan dengan ajaran-ajaran agama Islam.

14


Di beberapa kawasan Melayu, terdapat aktivitas musikal, tari, dan teater, yang dipergunakan untuk upacara jamu laut dan melepas lancang, sebagi ungkapan rasa terima kasih kepada penguasa laut. Begitu juga dengan aktivitas agrikultural seperti mulaka ngerbah (upacara menebang hutan untuk lahan pertanian) yang menggunakan dedeng padang rebah dan mulaka nukal (menanam benih padi ke lahan yang telah selesai dikerjakan) yang mempergunakan lagu ahoi. Upacara-upacara lainnya yang mempergunakan unsur musikal dalam aktivitasnya, yang berciri khas religi animisme adalah upacara mengambil manisan lebah, musik dan tari menghadap rebab (alat musik lute gesek berleher panjang dengan dua senar/three-string long neck lute) yang dipergunakan pada teater makyong, bertujuan menghormati rebab yang dianggap mengandung kuasa ghaib agar pertunjukan teater tersebut direstui oleh kuasa ini. Hal-hal seperti itu terlihat juga pada berbagai lagu senandung yang dipergunakan untuk keperluan seperti memanggil angin, meredakan badai, dan lainnya. Selanjutnya sesuai dengan perjalanan sejarah, etnik Melayu juga berhubungan dengan berbagai budaya lainnya, yang turut “mewarnai� keberadaan musikal etnik Melayu. Penerimaan yang adaptif dalam kebudayan Melayu ini disesuaikan dengan konsep-konsep tradisionalnya yang berwujud: keterbukaan terhadap unsur-unsur asing dan diolah kepada tradisi yang berakar dari adat bersendikan syarak dan syarakbersendikan kitabullah—membentuk jati diri Melayu menuju kepada keseimbangan alam semula jadi. b. Masa Hindu Pertama kali masuknya agama Hindu ke Asia Tenggara diperkirakan sejak akhir abad ke-2 Masehi, yang dibawa oleh orang-orang India dan Asia Tenggara. Yang palin utama membawa agama Hindu (Budha) ialah masyarakat Funan, yang terdapat di Sungai Mekong (sekarang di Kamboja) mengadakan perdagangan secara maritim dengan kerajaan di Sumatera pada abad ke-3 Masehi. Selanjutnya pada abad ke-5 dan ke-6 terdapat tulisan tentang kerajaan-kerajaan di Sumatera dan Jawa yang dijumpai di China (Hall 1968:12). Referensi tentang kerajaan-keajaan Melayu, Langkasuka, dan Ligor, ada dalam catatan-catatan berbahasa China. Pada abad pertama Masehi, ekonomi dan kebudayaan Melayu berkembang di kawasan Utara yang disebut dengan daerah Semenanjung Malaysia. Mereka telah mencapai tinkat peradaban yang tinggi. Kerajaan Langkasuka ditaklukkan dan dikuasai oleh Rajendra Chola dari Coromandel India sekitar tahun 1025 (Sheppard 1972:9). India dengan agama Hindu masuk ke dalam kehidupan etnik Melayu pada abad pertama dan kedua Masehi, yang dibawa oleh para penyiar agamanya atau pedagangnya. Selanjutnya pada bada ke-18, ketika Penang menjadi basis koloni Inggris di Semenanjung Malaya, daerah ini tunduk ke Madras di India Selatan. Sehingga banyak pegawai dan serdadu Sepahi India yang bekerja pada pemerintah Inggris bertugas di Penang dan Singapura (Luckman Sinar 1986:17). Selain itu, terdapat pula lagu dan tari yang diolah dari budaya Hindu. India dengan agama Hindu masuk ke dalam kehidupan etnik Melayu pada abad pertama dan kedua Masehi, yang dibawa oleh para penyiar agamanya atau pedagang. Selanjutnya pada abad kedelapan belas, ketika Penang menjadi basis koloni Inggeris di Semenanjung Melaka, daerah ini tunduk ke Madras di India Selatan, sehingga banyak pegawai dan serdadu sepahi keturunan India yang bekerja pada kerajaan Inggris yang bertugas di Penang dan Singapura (Sinar 1986:17). Menurut Hall (1968:12) hubungan antara orang-orang India dengan orang-orang Asia Tenggara telah lama terjadi, sejak zaman prasejarah. Daerah Asia Tenggara merupakan bagian yang penting dari route perdagangan antara India dan China. Sumber-sumber kesejarahan dari China menyebutkan bahwa masyarakat Melayu juga memainkan peran yang penting dan menjadi pionir dalam hubungan perdagangan ini. Pelabuhan-pelabuhan di Asia Tenggara merupakan pelabuhan yang baik untuk perdagangan antara India dan China dan sebagai tempat persinggahan. Para pedagang atau pelayar dari Asia Tenggara selalu berkunjung ke India, Srilangka, dan China untuk berdagang langsung.

15


Berbagai unsur budaya India biasanya diasosiasikan dengan pengaruh India di Asia Tenggara. Ajaran-ajaran Hindu dan Budha, dan konsep-konsep Hindu di kerajaan, dapat dilihat dengan penggunaan teks-teks berbahasa Sanskerta, juga penggunaan cerita filosofis seperti Ramayana dan Mahabrata. Seni arsitektur dan disain agama Hindu, serta dasar bentuk tarian, diserap dan digabungkan dengan unsur-unsur budaya tradisional Nusantara, dan terus-menerus berinteraksi. Masuknya unsur-unsur Hindu ini juga terdapat pada struktur singgasana kerajaan Melayu, seperti yang dideskripsikan Sheppard sebagai berikut. The prince sat cross-legged but errect on a low-railed flatform sheltered from the head of the morning sun by three-tiered roof. The platform rested on the broad silken back of a winged creature, frerred to by the Malay public, with caused familiarity, as ‘the bird’, but graced by court officials with traditional title Pertala Indera Maha Sakti—the winged of stead of shiva, the king of the Gods (Sheppard 1977:1).

Menurut Sheppard putera mahkota duduk dengan kaki bersila tetapi bertumpu pada sandaran di punggung yang rendah dengan payung (atap) yang berbentuk mentari pagi dengan tiga langitlangit. Panggungrendah tersebut disandarkan pada suatu kain sutera yang luas di belakangnya, yang paling umum dibentuk seperti burung, tetapi menurut sopan-santun yang ditentukan oleh para pejabat istana. Keseluruhan singgasana ini disebut dengan nama secara tradisional Pertala Indera Maha Sakti—sebagai kendaraan Shiwa, raja dari segala Dewa-dewa. Jadi jelas pengaruh Hindu pada arsitektur singgasana kerajaan Melayu tersebut. Dilihat dari strukturnya musik etnik Melayu banyak juga dipengaruhi oleh musik Hindu. Hal ini dapat dilihat pada penggunaan raga (dimensi ruang musik India). Daalm musik Melayu dikenal imporvisasi atau variasi melodis yang dikenal dengan cengkok, gerenek, dan patah lagu. Di India disebut dengan kampita. Kedua improvisasi ini terkdang memperlihatkan kesamaan konsep, seperti yang memakai luncuran-luncuran nada berinterval kecil, tidak sampai 50 sent.5 Selain itu, pengaruh musik India pada musik Melayu, dapat dilihat pada musik untuk mengiringi teater Mendu, seperti materi cerita dan lagu-lagu yang dipergunakan. Pada wayang kulit Melayu, ide-ide cerita diambil dari cerita-cerita versi Hindu. Alat-alat musik dari India yang dipergunakan pada kebudayaan Melayu adalah harmonium, tabla, dan gendang keling (di India disebut mridanga, yaitu gendang dua sisi berbentuk konis ganda), baya, kesi, dan lain-lain. Salah satu contoh genre musik dari budaya Hindu yang diserap etnik Melayu adalah musik chalti, yaitu ensambel ang menggunakan harmonium, biola, dan tabla. Rentak chalti selalu dibawakan olehorkesorkes Melayu sejak dasawarsa lima puluhan dipelopori oleh seniman serba bisa Tan Sri P. Ramlee,6 dengan filmnya Juwita (1952) dan di Jakarta penyanyi Said Effendi 7 dalam filmnya 5

Secara umum konsep tentang dimensi ruang dalam musik India disebut dengan raga. Namun demikian, sebenarnya dimensi ruangini disusun pula oleh: (1) nada yang dapat didefinisikan sebagai getaran suara; (2) sruti, yaitu interval-interval mikrotonal dengan berbagai ukuran; (3) svara yaitu interval-interval musik yang telah diaplikasikan dan merupakan kombinasi dari sruti; (4) grama adalah perbendaharaan tonal dasar yang dibangun dari tujuh svara terdiri dari gandhara grama, sa grama, dan ma grama; (5) murcchana adalah tangga nada yang diturunkan dua tangga nada induk yang masih dipertahankan sampai kini, yatu sa dan ma grama; (6) jati yaitu modus-modus dasar, yang merupakan klasifikasi modus berdasarkan jumlah nada-nadanya; (7) raga yaitu bentuk-bentuk melodi skalar yang didasari oleh berbagai jati; dan (8) melakarta atau that, yaitu kelompok-kelompok nada yang berkaitan dengan raga. Lebih lanjut lihat Malm (1977:96). 6 P. Ramlee bernama Teuku Nyak Puteh saat lahir. Ayahnya seorang suku Aceh yang merantau ke Penang, Malaysia. P. Ramlee berbakat dalam musik dan film. Dia belajar piano, biola, dan ukulele dengan seroang guru yang berkebangsaan Jepang, selama pendudukan Jepang di Malaysia. Setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua, P. Ramlee bermain drama keliling di Penang. Tahun 1948, P. Ramlee ditawari oleh B.S. Rajhan, seorang sutradara keturunan India dari Singapura, untuk bernyanyi dalam produksi sebuah film. Judul lagunya adalah Azizah (yang dipercayai masyarakat ramai sebagai nama kekasihnya), yang kemdian mengangkat pupularitasnya sebagai seniman. Dari dasawarsa 1950-an sampai 1960-an, P. Ramlee menjadi penulis lagu dan komposer paling terkenal di Malaysia. Setelah P. Ramlee wafat, pemerintah Malaysia mendirikan P. Ramlee Memorial untuk mengenang jasa-jasanya di bidang seni (khususnya musik dan film). P. Ramlee juga dianugerahi gelar kehormatan Tan Sri. P. Ramlee juga mendukung para pelatih dan pengarah tari Melayu untuk menemukan motif-motif tari tradisi Melayu dan motif-motif tari baru, untuk dipergunakan pada produksi film-film Melayu. Dia dan kawan-kawanya sering mengunjungi kabaret untuk menari. P. Ramlee percaya bahwa beberapa motif tari zapin

16


Serodja (1955). Selanjutnya pada dasawarsa enam dan ujuh puluhan abad ke-20, musik ini dikembangkan oleh A. Chalik, Husin Bawafie, Hasnah Tahar, dan Elya Alwi Khadam, dan kemudian diikuti oleh Rhoma Irama dan Elvi Sukaesih, dan lainnya yang membawakan lagu Melayu rentak dangdut, yang berakar dari musik chalti. Pada kesenian hadrah yang memakai konsep musik Islam, pengaruh India terdapat pada penggunaan teksnya, yang memakai bahasa Hindustani, seperti yang dideskripsikan oleh Nasuruddin di Perlis Semananjung Malaysia. Kesenian ini dalam eberapa lagu memakai bahasa India seperti pada lagu Pari melayang, Cempa Vella, dan Kutum Marogi. Dari keberadaan ini, dapat dilaak bahwa kesenian Islam sebahagian datang melalui orang-orang India juga. Dalam konteks seni pertunjukan, pengaruh India Hindu ini tampak dengan dipergunakannya berbagai tokoh seperti: Batara Guru, Wisnu, Syiwa, dan Brahma. Begitu juga dengan berbagai teknik gerak tari seperti ancita (menapak pada tumit, bagian depan kaki diangkat), pataka, gajahastamudra, patakamudra, dandahasta, karihasta, viciyakaram dan lainnya. Di Sumatera Utara pada dasawarsa 1930-an terdapat tari yang diolah dari unsur-unsur India yang disebut dengan Tari Chalti, yang iramanya kemudian melahirkan dangdut. Dalam bidang musik pula unsur India yang diadun etnik Melayu diantaranya adalah penggunaan tabla, gendang keling, harmonium serta gerenek lagu dan tangga nada ala raga (namun diolah sesuai dengan estetika masyarakat Melayu). c. Masa Budha Unsur yang diadun lainnya adalah dari budaya Budha. Seperti sudah disebutkan sebelumnya, kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara telah mengadakan kontak dengan masyarakat Budha sekitar akhir abad kedua Masehi (Hall 1968:24 dan Sheppard 1972:56). Perdagangan melalui laut terjadi pada abad ketiga Masehi. Kemudian pada abad kelima dan keenam deskripsi tentang kerajaankerajaan di Sumatera dan Jawa telah dijumpai pada tulisan-tulisan di China (Hall 1968:38, 40). Adanya hubungan antara orang-orang Budha dengan orang Melayu dapat dilihat dari tulisan penulis China yang beragama Budha I-Tsing, yang berkunjung dan menulis tentang Sumatera tahun 671, 685, dan 689 Masehi (Blagden 1899:211-213 dan Hall 1968:42). Dalam tulisannya, I-Tsing membicarakan tentang suatu negeri yang disebut dengan Mo-Lo-Yeu. Ia tinggal di negeri ini selama dua bulan dalam perjalanannya dari India ke kerajaan Sriwijaya, yaitu kerajaan nasional pertama letaknya di Sumatera Selatan. Kata Mo-Lo-Yeu dalam tulisan ini dapat diidentifikasikan sebagai Melayu, yaitu suatu kerajaan yang berada di Jambi, di tepian sungai Batanghari (Hall 1964:42). Selanjutnya Sriwijaya merupakan negeri resmi yang memeluk agama Budha. Pada akhir abad kesebelas kepemimpinan Sriwijaya berada di Palembang sampai Jambi (Melayu). Pada akhir abad ketiga belas Melayu merupakan suatu negeri di Sumatera yang berdiri sendiri. Pada saat kepemimpinan Adityawarman (raja kerajaan Pagaruyung Minangkabau), kerajaan Melayu disatukan pada pertengahan abad keempat belas. Bagian utara pantai Sumatera Timur dibagi kepada beberapa kerajaan yang bertipe Hindu dan Budha, termasuk Panai (Tapanuli Selatan) dan Aru di Besitang (Sinar 1971:19). Kebanyakan kerajaan di sini merupakan bagian dari kerajaan Sriwijaya, pada awal perkembangan Budha di Sumatera. Kerajaan Aru dijumpai pada sumber-sumber sejarah berbahasa China sejak tahun 1225. Berbagai unsur Budha wujud pula dalam seni persembahan Melayu. Misalnya teater menhora yang diperkirakan berasal dari Thailand, pada berbagai tarinya mengekspresikan budaya Budha. Di Sumatera Timur tari seperti Senandung China atau Inang China juga mengadopsi unsur-unsur budaya Budha ini. Dalam musik unsur Budha (Asia Tenggara) ini dapat dilihat dari penggunaan alat musik ching (simbal kecil dari Thailand). Begitu juga tangga nada anhemitonik pentatonik (lima nada tanpa jarak setengah laras), atau lagu-lagu Melayu yang bertangga nada pentatonik kreatif yang dijumpai pada tari zapin nasional Malaysia, dihasilkan para pengarah dari studio filmnya. Lebihjauh lihat Mohd Anis Md Nor (1990:168). 7 Said Effendi adalah putera Melayu (keturunan Arab) dari Sumatera Utara, yang berhasil membina karirnya sebagai pencipta lagu dan penyanyi lagu-lagu popular Melayu. Lagu-lagu ciptaannya antara lain adalah: Bunga Serodja, Bunga Tanjung, dan Hanya Nyanyian. Lagu-lagu ciptaannya ini sekarang dinyanyikan oleh penyanyi-penyanyi muda seperti: Edi Silitonga, Betharia Sonata, Iis Dahlia, Iyeth Bustami, dan lain-lainnya.

17


seperti pada lagu Senandung China, Inang China, Mas Merah, Tudung Periuk, dan lainnya—namun dengan mengalami penyesuasian-penyesuaian dengan cita rasa musik Melayu. Contoh penggunaan tangga nada penatonik dari dataran Asia dan Asia Tenggara adalah pada cotoh berikut ini. Di Pesisir Timur Sumatera Utara, unsur-unsur musik Budha ini dapat dilihat dari materi tangga yang dipergunakan pada serunai dengan menggunakan langkah-langkah ekuadistan tujuh nada seperti pada umumnya musik di wilayah Asia Tenggara. Seperti musik yang dipergunakan pada seni silat dan inai. d. Masa Islam Dari semua pengaruh yang bertapak kuat dalam budaya Melayu adalah peradaban Islam. Islam sendiri merupakan ajaran dalam bentuk wahyu Ilahi. Dalam keadaan sedemikian, ia bukan budaya tetapi wahyu. Dalam bentuk aktivitas masyarakat Islam ia akan lahir sebagai sebuah tamadun Islam, termasuk dalam budaya Melayu. Para pedagang Arab telah aktif mengadakan hubungan perdagangan dengan orang-orang di kepulauan Nusantara sejak belum lahir dan turunnya agama Islam (Legge 1964:44) dan juga mungkin para nelayan Melayu telah mengadakan hubungan persahabatan dengan orang-orang Arab sebelum datangnya agama Islam. Setelah lahirnya agama Islam di Timur Tengah, agama ini menyebar secara luas di dunia, termasuk ke Gujarat dan daerah Barat Laut India. Islam yang masuk ke Asia Tenggara diperkirakan melalui baik langsung dari orang-orang Arab atau dari India. Masuknya Islam yang berdensiti padat ke Asia Tenggara yang tercatat dalam sejarah adalah pada abad ketiga belas. Marco Polo mencatat bahwa tahun 1292 di Sumatera Utara telah berdiri kerajaan Islam yang bernama Perlak (Hill 1963:8). Dalam abad-abad ini Islam menyebar ke daerah lainnya. Pada awal abad kelima belas, kerajaan Aru di pesisir timur Sumatera Utara merupakan suatu kerajaan yang rakyatnya sebagian besar beragama Islam (Coedes 1968:235), sehingga Islam berpengaruh kuat sejak saat ini. Bandar Melaka menjadi pusat perdagangan maritim, sekali gus sebagai pusat persebaran agama Islam ke seluruh kepulauan di kawasan ini. Melaka merupakan bandar yang letaknya strategis dan tidak memiliki saingan sehingga begitu maju (Sheppard 1972:14). Penguasa Melaka menganut Islam pada awal dasawarsa abad kelima belas; sejak abad ini Melaka menjadi pusat dan persebaran Islam ke seluruh Asia Tenggara (Hill 1968:213-214). Di Pesisir Timur Sumatera Utara pada abad ke-15 dan ke-16 terdapat tiga kesultanan Islam yang besar, yaitu: Langkat, Deli, dan Serdang—yang berada di kawasan bekas Kerajaan Aru pada masa sebelumnya. Kesultanan ini merupakan kerajaan Islam yang penting di Sumatera. Pada abad ke-16 dan ke-17, Aru menjadi rebutan antara Aceh dan Johor. Kerajaan Aru berada di Deli Tua, berdiri abad ke-16. Sesudah tahun 1612, kerajaan ini lebih dikenal sebagai Kerajaan Deli. Kemudian Serdang memisahkan diri dari Kesultanan Deli tahun 1720 (Sinar 1986:67). Pada masa sekarang ini, mantera-mantera yang berciri khas animisme, yang dapat dilihat melalui teksnya seperti memuja kayu, sungai, laut, atau hewan, telah diubah dengan teks yang berciri kebudayaan Islam seperti menggunakan kata pembukaan Bismillahirrahmanirrahiim. Selain itu, kata-kata yang mengandungunsur animisme itu dan sejenisnya, diganti dengan sebutan Allah, abi Muhammad, Nabi Khaidir, Nabi Sulaiman, dan lainnya sesuai dengan ajaran-ajaran dalam agama Islam. Dengan keadaan seperti ini, dapatdikatakan telah terjadi penyesuaian budaya era animisme dengan era Islam. Selanjutnya menjadi spesifikasi peralihan budaya Islam pada umumnya di Nusantara. Unsur-unsur kesenian Islam yang terdapat di dalam kebudayan Melayu Sumatera Utara, antara lain adalah: zikir, bazanji, marhaban, rodat, ratib, hadrah, nasyid, irama padang pasir, dan lainnya. Dalam kebudayaan musik, dapat dilihat dengan dipergunakannya alat-alat musik khas budaya Islam, seperti: rebab, biola (melalui budaya Barat), gendang nobat, nafiri, serunai, gambus, ‘ud, dan lainlainnya.

18


Konsep musik Islam juga turut diserap oleh etnik Melayu di kawasan ini. Apalagi kosep adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah turut mengabsahkan proses ini. Di kawasan Islam di Timur Tengah dan sekitarnya, konsep-konsep dimensi ruang (modus) dalam musik, dikenal dengan istilah maqam di Turki, datsgah di Persia, naghmah di Mesir, dan taba di Afrika Utara. Sedangkan ide ritme dikenal denagn iqaat di Arab Timur, durub di Mesir, usul di Turki, dan mazim di Maghribi. Kita juga dapat melihat penyerapan unsur musik Islam dalam bentuk gaya-gaya ritmik yang tak terikat ke dalam metrum, terutama dalam melodi-melodi pembuka musik Islam seperti pada zapin dan nasyid. Di dalam musik Islam teknik demikian dikenal dengan sebutan avaz. Setiap negeri Islam memunyai sejumlah pola ritme dalam teori dan praktik—tetapi pada umumnya dari beberapa ketukan dasar (beat) sampai 50 ketukan dasar dalam satu siklusnya. Dalam musik Islam, pola-pola ritme secara umum selalu ditulis dan dihubungkan dengan gendang tamburin, dengan mempergunakan mnemonik atau onomatopeik dalam proses belajarnya. Seni membaca Al-Qur’an sendiri mengandung unsur-unsur musikal, walau pada prinsipnya kegiatan membaca Al-Qur’an (termasuk azan dan iqamat), tidak dapat disamakan dengan musik, dalam pemahaman Islam ia “lebih” dari pengertian musik secara konvensional. Di Pesisir Timur Sumatera Utara konsep-konsep musik Islam dalam teori dan praktiknya mereka serap dari budaya Islam lainnya. Hal ini merupakan penerapan dari konsep bahwa sesama muslim di seluruh dunia adalah saudara. Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat dilihat beberapa maqam yang mereka serap sebagai dasar pengembangan melodi musik-musik Islam, seperti: rast, bayai, husaini, hijaz, yaman hijaz, sikahira, ushaq, sama’ani, nilwan, nahawan, dan lain-lain. Maqam-maqam inilah yang menjadi dasar pengembangan melodi musik-musik Islam, seperti: nasyid, hadrah, marhaban, barzanji, qasidah, dan sejenisnya. Teks lagu-lagunya umumnya berdasar kepada Kitab Al-Barzanji dan karyakarya seniman Melayu di kawasan ini. Dalam setiap festival (pesta) budaya Melayu berbagai seni musik Islam ini selalu dipertunjukkan. Dalam konteks seni tari, Islam memberikan kontribusi ke dalam berbagai jenis tari, seperti pada tari zapin. Dengan berbagai normanya seperti adanya gerak sembah atau salam, gerak ragam-ragam (langkah belakang, siku keluang), anak ayam, anak ikan, buang anak, lompat kecil, lompat tiung, pisau belanak, pecah, tahto, tahtim dan lain-lainnya. Begitu juga dengan genre hadrah, yang menggunakan gerak-gerak selepoh, senandung, ayun, sembah dan lainnya. Berbagai unsur tari sufisme juga muncul dalam kebudayaan Melayu. Gerak-gerak simbolik seperti alif, mim, ba, merupakan bagian dari tradisi sufi di kawasan ini. Dengan demikian, kontinuiti dan perubahan tari Melayu menuruti perubahan internal dalam budaya Melayu sendiri atau perubahan eksternal dari luar. Selanjutnya dikaji musik dan lagu, tari dan teater Melayu. e. Masa Pengaruh Eropa Budaya Barat pada umumnya mencakup wilayah Eropa Barat dan Timur, Amerika Serikat, Amerika Latin, atau diasporanya seperti Australia dan Selandia Baru. Seni dalam peradaban Barat umum dibagi dalam dua bentuk yakni seni folk (rakyat) dan art (seni untuk seni). Seni (musik, tari, teater, dan rupa) di Barat biasanya dikenal melalui periode-periode sejarah, seperti: Zaman Antik, Abad Pertengahan (Abad 10-15), Renaisans (abad ke-16), Barok (1600-1750), dengan tokohtokohnya seperti Monteverdi, Coreli, Vivaldi, Bernini, an Dyck, Rembrant, J.S. Bach, Scarlatti, dan Handel. Dilanjutkan ke masa Rokoko (1700-1775) dengan para tokohnya seperti Adison, Pope, dan Tiepelo. Seterusnya masa Pra-Klasik (1740an-1775) dengan tokohnya seperti Emanuel, Willibald, dan Cimarosa. Diteruskan ke Zaman Romantik (1820an sampai 1900an) dan masa Modern (1900an sampai pertengahan abad ke-20), sampai akhirnya ke masa Posmodern hingga kini. Dalam sejarah seni di Barat, terjadi beberapa daur ulang baik gaya maupun konsep seni. Konsep ulang yang paling terasa adalah terjadi pada masa Renaisans. Pada saat itu, setelah selama beberapa abad mereka berada dalam abad kegelapn (Dark Ages) yang menghasilkan kevakuman perkembangan budaya, maka mereka akhirnya kembali ke akar kebudayaan Yunani-Romawi melalui perantaraan peradaban Islam di timur. Sehingga akhirnya berkembanglah kebudayaan Barat itu.

19


Kebudayaan Barat memilikiberbagai mainstream peradaban seperti dari Yunani, Romawi, dan Nazareth Timur Tengah. Dalam seni musik dikenal berbagai genrenya, seperti troubadour, trouvere, plain song, folk, sampai rhythm and blues, blues, coldbob, bibob, bossanova, tango, jazz, underground, dan lainnya. Dalam bidang tari dikenal pula tari chacha, tango, wals, marengge, breakdance, dan lain-lainnya. Membicarakan budaya di Eropa tentu sangat kompleks. Begitu juga saling bersinggungannya berbagai gaya, apakah termasuk budaya folk atau art. Atau mengandung keduanya. Apakah termasuk budaya pedesaan atau urban? Apakah mencerminkan masa renaisans, Klasik, Romantik, dan sejenisnya? Begitu pula perkembangannya yang dahsyat setelah ditemukannya alat-alat percetakan. Serta diadopsinya berbagai pengaruh dari globalisasi seperti dariperadaban Islam, India, dan China. Inilah yang menjadi pertanyaan dalam mengkaji akar budaya seni di Eropa seperti yang dikemukakan Nettl berikut ini. We really know very little about the history of European folk-song. We have little evidence as to the age of individual songs, although some idea can be gained from the notations of folk songs made by composers ever since the renaissance. But in such cases we don’t know wheter a song was really part of the folk tradition, or wheter it was art or popular song that later moved into the realm of folklore. We also know little about the age of the various styles of folk music in Europe. Still, we are sure that for centuries there has been a close relationship between the art music of the continent and its folk music. How could be otherwise? Villages and cities could not live without some mutual contact. In the early Middle Ages, wandering minstrels carried their tunes from court to village and from country to country. The villagers of the Middle Ages attended church and heard Gregorian chant. The composer at the court of a minor duke in seventeenthcentury Germany drew his performers from the village musicians living on his lord’s estate. We have sample evidence for assuming a constant relationship between the folk musician and his sophisticated counterpart. All of this contact was accelerated by the invention and rapid dissemination of printing after the fifteenth century, especially in Western Europe. We tend to think of the folk and the art music traditions as living essencially separate lives, but this is surely erroneus not only in the consideration of European culture but also in the case of those Asian civilizations that have similar stratification. The folk music of China, India, the Islamic, world, and elsewhere all bear important similarities to the art musics of their countries. And in Europe, where printing provided a particularly good an rapid method of the dissemination, especially of the words but to and importand extent also the music of song, the relationship has been especially close (Nettl 1973:3839).

Selain itu, karakteristik musik Eropa umumnya adalah berbentuk strofik, tangga nadanya anhemitonik pentatonik, dengan memakai modus-modus gereja, seperti: aeolian, frigian, dorian, miksolidian, lokrian, dan ionian. Begitu juga dengan tangga nada diatonik mayor dan minor (subnya minor natural, harmonis, melodis, dan zigana), serta tangga nada blues. Meter yang umum adalah 4/4, 3/4, 6/8, atau kadang-kadang 5/8, 7/8, dan seterusnya. Tempo yang paling umum adalah parlando rubato dan tempo guisto. Gaya musik Eropa kuno dapat dijumpai di Inggris Utara, Hebrides, Skandinavia, Cekoslovakia, Yugoslavia Barat, Italia Barat, Italia Utara, Jerman, Balkan, Ukraina, dan Kaukasus. Musik Eropa modern berada meneruskan gaya kuno tersebut, namun dipengaruhi oleh kebudayaan kota. Umumnya dijumpai di Inggris dan Perancis, Hungaria, Italia Tengah, dan Amerika. Dua gaya nyanyian yang utama di Eropa adalah epik dan balada. Yang terkahir balada berkembang di Eropa pada masa Abad Pertengahan, yang dilakukan oleh para komposer di kotakota dan di istana-istana, yang kemudian berkembang melalui tradisi lisan pada budaya seni rakyat. Portugis dan Spanyol memiliki variasi kebudayaan seni, karena berdasarkan sejarah, Islam pernah bertapak di kawasan ini dan memberikan pengaruh yang cukup kuat. The influence of Arabic music on Spanish folk song seem to have been considerable which is not surprising when we remember the long period of Arab rule over the peninsula (ninth through

20


fifteent centuries). Specific tunes from he Arabic tradition do not seem to have remained in any large numbers however. The scales with augmented second may have been introduced by the Arabs, or the may have developed as a result of Arabic influence, since such intervals are typical feature of much Arabic music. The great amount of ornamentation found in some of the melodies that have no metric structure may also ultimately be of Near East orogin, for singing of a related sort is found in some Arabic music today (Nettl 1973:120).

Budaya Barat masuk ke dalam kehidupan etnik Melayu dengan densitas padat sejak Portugis menaklukkan Melaka tahun 1511. Sejak saat itu masyarakat Melayu mengadopsi berbagai unsur kebudayaan Barat, seperti alat-alat musik: akordion, saksofon, drum trap set, gitar akustik, ukulele, juga alat musik elektronik (keyboard, piano elektrik, gitar elektrik, biola elektrik, dan lainnya). Budaya Barat ini, pada masa sekarang menjadi begitu kuat pengaruhnya di seluruh dunia, terutama di bidang sains dan teknologi. Oleh karena itu, menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat rumpun Melayu untuk menuntut ilmu dan teknologi Barat bagi kemajuan budayanya. Epilog Akar budaya seni pertunjukan Melayu merupakan budaya yang diwarisi sebelum datangnya pengaruh luar dan terus ditransformasikan saat datangnya pengaruh luar. Akar budaya seni pertunjukan musik ini menjadi bagian dalam memperkuat jati diri musik Melayu dan masyarakat Melayu. Secara budaya, etnik Melayu selalu merespons dan mengadopsi pengaruh kesenian luar sebagai bagian dari kebudayaan dunia secara umum. Akulturasi ini terjadi dalam semua wujud dan isi budaya. Namun demikian, Islam menjadi asas utama dalam proses akulturasi ini. Dengan demikian, perubahan kesenian Melayu akan selalu diimbangi oleh kontinuitasnya. Bukan perubahan yang terjadi secara terpenggal. Dengan menggali nilai-nilai Islam, etnik Melayu mencoba mengisi kehidupannya demi tujuan hidup dunia dan akhirat. DAFTAR PUSTAKA

Fadlin, 1988. Studi Deskriptif Konstruksi dan Dasar-dasar Pola Ritem Gendang Melayu Sumatera Timur. Medan: Skripsi Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Garraghan, Gilbert J., S.J. 1957. A Guide to Historical Method. East Fordham Road, New York: Fordham University Press. Gazalba, Sidi. 1989. Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Indonesia. Gillin, J.L. dan J.P. Gillin. 1954. For A Science of Social Man. New Yor: McMillan. Goldsworthy, David J. 1979. Melayu Music of North Sumatra: Continuities and Changes. Sydney: Monash University. Disertasi Doktoral. Gullick, J.M. 1972. Sistem Politik Bumi Putera Tanah Melayu Barat. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Hall, D.G.E., 1964, A History of South-East Asia, St. Martin’s Press, New York. Terjemahannya dalam bahasa Indonesia, D.G.E. Hall, Sejarah Asia Tenggara, 1988, diterjemahkan oleh I.P. Soewasha dan terjemahan disunting oleh M. Habib Mustopo, Surabaya: Usaha Nasional. Harun Mat Piah, 1989. Puisi Melayu Tradisional: Suatu Pembicaraan Genre dan Fungsi. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Hasan M. Hambari, 1980. “Peranan Beberapa Bandar Utama di Sumatera Abad Ke-7 sampai 16 M dalam Jalur Darat Melalui Lautan,” dalam Saraswati. Jakarta: Pusat Penyelidikan Arkeologi Nasional. Harun Mat Piah, 1989. Puisi Melayu Tradisional: Suatu Pembicaraan Genre dan Fungsi. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Hill, A.H., 1960. “Hikayat Raja-raja Pasai.” Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society. 33(2). Hill, A.H.,, 1963. “The Coming of Islam to North Sumatra,” Journal of Southeast Asian History, 4(1). Ismail Husein, 1984. Antara Dunia Melayu dengan Dunia Indonesia. Kuala Lumpur: University Kebangsaan Malaysia. Ismail Hussein, 1978. The Study of Traditional Malay Literature with Selected Bibliography. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Jose Rizal Firdaus, 2007. “Teknik Tari Serampang 12 Karya Guru Sauti. Makalah pada Seminar Internasional Tari Serampang Dua Belas di Medan. Karl J. Pelzer, 1985. Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria 1863-1947, terjemahan J. Rumbo, Jakarta: Sinar Harapan. Langenberg, Michael van, 1976. “National Revolution in North Sumatra: Sumatra Timur and Tapanuli 19421950,” tesis doktor falsafah, Sydney: University of Sidney. Langenberg, Michael van, 1977, “North Sumatra Under Dutch Colonial Role: Aspects of Structural Changes,” Review of Indonesian and Malaysian Affairs, 11(1), 1977. Lavignac, A. (ed.), 1922. Encyclopédie de la musique et dictionarie des conservatoire. Paris: Delagrave.

21


Linda Asmita, 1994. Studi Deskripif Musik Inai dalam Konteks Upacara Perkawinan Melayu di Desa Batang Kuis Pekan, Kecamatan Batang Kuis dan Desa Nagur, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Deli Serdang. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Malm,William P., 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terJemahannya dalam bahasa Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur Tengah, dan Asla, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Merriam, Alan P. (1964), The Anthropology of Music. Chicago Nortwestern University. Metzger, Laurent, 1994. “Kekuatan dan Kelemahan Orang Melayu: Suatu Pandangan Seorang Asing,” Alam Melayu, Yaacob Harun (ed.), Kuala Lumpur: Akademi Pengkajian Melayu Universiti Malaya. Mohammed Ghouse Nashuruddin, 1977. Muzik Melayu Tradisi. Selangor, Malavsia: Pereetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. Mohammed Ghouse Nasharuddin. 2000. Teater Tradisional Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Mohd Anis Md Nor, 1990. The Zafin Melayu Dance of Johor: From Village to A National Performance Tradition, disertasi Doktoral, Michigan: The University of Michigan. Mohd Anis Md Nor, 1994. “Continuity and Change: Malay Folk Dances of the Pre-Second World War Period.” Sarjana. Kuala Lumpur: University Malaya. Mohd Anis Md Nor, 1995. “Lenggang dan Liuk dalam Tari Pergaulan Melayu,” Tirai Panggung, jilid 1, no. 1. Muhammad Takari, 1998. Ronggeng Melayu Sumatera Utara: Sejarah, Fungsi, dan Strukturnya. Yogyakarta: Tesis S-2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. Nettl, Bruno, 1973. Folk and Traditional of Western Continents, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. Pelzer, Karl J., 1978. Planters and Peasant Colonial Policy and the Agrarian Struggle in East Sumatra 18631847. s’Gravenhage: Martinus Nijhoff. Juga terjemahannya dalam bahasa Indonesia, Karl J. Pelzer, 1985. Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria 1863-1947. Terjemahan J. Rumbo. Jakarta: Sinar Harapan. Raffles, Sir Thomas Stanford, 1830. The History of Java. Volume Satu. London: Muray. Rahmah Bujang, 1975. Sejarah Perkembangan Drama Bangsawan di Tanah Melayu dan Singapura. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pelajaran Malaysia. Sachs, Curt dan Eric M. Von Hornbostel, 1914. “Systematik der Musikinstrumente.” Zeitschrift für Ethnologie. Berlin: Jahr. Juga terjemahannya dalam bahasa Inggeris, Curt Sachs dan Eric M. von Hornbostel, 1992. “Classification of Musical Instruments.” Terjemahan Anthony Baines dan Klaus P. Wachsmann. Ethnomusicology: An Inroduction. Helen Myers (ed.). New York: The Macmillan Press. Seay, Albet. 1975. Music in the Medieval World. Edisi Kedua. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. Sheppard, Mubin, 1972. Taman Indera: Malay Decorative Arts and Pastimes. London: Oxford University Press. Tengku Lah Husni, 1975. Lintasan Sejarah Peradaban dan Budaya Penduduk Pesisir Sumatera Timur 16121950. Medan: B.P. Lah Husni. Tengku Lah Husni, 1985. “Keserasian Sosial dalam Kearifan Tradisional Masyarakat Melayu.” Makalah Seminar Keserasian Sosial dalam Masyarakat Majemuk di Perkotaan, di Medan. Tengku Lah Husni, 1986. Butir-butir Adat Budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tengku Luckman Sinar, 1971. Sari Sejarah Serdang. Medan: t.p. Tengku Luckman Sinar, 1985. "Keserasian Sosial dalam Kearifan Tradisional Masyarakat Melayu." Makalah Seminar Keserasian Sosial dalam Masyarakat Majemuk di Perkotaan, Medan. Tengku Luckman Sinar, 1986. “Perkembangan Sejarah Musik dan Tari Melayu dan Usaha Pelestariannya.” Makalah dalam Seminar Budaya Melayu Indonesia, di Stabat, Langkat, 1986. Tengku Luckman Sinar, 1988. Sejarah Deli Serdang. Lubuk Pakam: Badan Penerbit Pemerintah Daerah Tingkat II Deli Serdang. Tengku Luckman Sinar, 1990. Pengantar Etnomusikologi dan Tarian Melayu, (Medan: Perwira, 1990). Tengku Luckman Sinar, 1991. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Medan: Majlis Adat Budaya Melayu Indonesia. Tengku Luckman Sinar, 1994. Jatidiri Melayu. Medan: Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia. Usman Pelly, 1994. Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing. Jakarta: LP3ES. Wan Abdul Kadir, 1988. Budaya Popular dalam Masyarakat Melayu Bandaran, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. W.J.S. Poerwadarminta (ed.), 1965. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Biodata Penulis Muhammad Takari, dosen Etnomuzikologi Fakultas Sastra USU, lahir pada tanggal 21 Disember 1965 di Labuhanbatu. Menamatkan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas di Labuhanbatu. Tahun 1990 menamatkan studi sarjana seninya di Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya tahun 1998 menamatkan studi magister humaniora pada Program Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Sekarang sedang studi S-3 Pengajian Media (Komunikasi) di Universiti Malaya, Malaysia. Aktif sebagai dosen, peneliti, penulis di berbagai media dan jurnal dalam dan luar negeri. Juga sebagai seniman khususnya musik Sumatera Utara, dalam rangka kunjungan budaya dan seni ke luar negeri. Kini juga sebagai Staf Ahli Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Kantor: Jalan Universitas No. 19 Medan, 20155, telefon/fax.: (061)8215956. Rumah: Tanjungmorawa, Bangunrejo, Ds I, No. 40/3, Deliserdang, 20336. E-mail: mtakari@yahoo.com.

22


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.