7 minute read
BEBAS DARI CENGKERAMAN SETAN
Kesaksian
Bebas dari Cengkeraman Setan
Advertisement
Masa Lalu yang Penuh Misteri
Samar-samar kuingat masa kecilku bersama keluarga di Cirebon dan kemudian pindah ke Jembatan Dua, Jakarta. Sejak muda, mamaku yang energik begitu aktif menuntut “ilmu” di tempat-tempat keramat, guru-guru, dan dukun, bahkan kuburan. Beragam kesaktian mengisi jiwa raganya, tanpa menyadari bahwa itu akan mengikutinya sampai akhir hidupnya, walaupun ia sudah “bertobat”.
Kami berlima putra-putrinya – aku anak ke tiga -- kerap disuruh mama bersemedi (meditasi) pada malam hari, seraya dibacakan jampi-jampi (mantera) oleh mama. Walaupun belum mengenal Kristus, hatiku sudah merasa gelisah dan takut saat itu. Aku kecil merasa itu bukan sesuatu yang benar, tapi tak berani membantah.
Bersyukur, kemudian mama menyekolahkan kami semua di sekolah Kristen (SD Kristen Yusuf), dengan pertimbangan pragmatis: melihat anak-anak di sekolah itu tampaknya baik-baik. Sejak kelas 1 SD kami harus ikut kebaktian di gereja, dan itu syarat untuk mengikuti ulangan di kelas. Karena dididik secara Kristen, lambat-laun aku pun mengenal kebenaran yang sejati dalam diri Yesus Kristus, dan bertekad menjadi orang Kristen.
Dari lima bersaudara, aku yang pertama menerima Kristus dan dibaptis saat usiaku menginjak 17 tahun. Ketika hampir semua temanku didampingi orang tua, aku hanya hadir seorang diri. Dengan percaya diri, aku berkata, ”Saya sudah dewasa; jadi berhak memutuskan apa yang baik bagiku.” Itu jawabku saat ditanya pendeta soal izin orang tua.
Mama tentu saja marah besar saat mendapati foto baptisanku di meja belajar. Dan itu puncak dari semua kegeramannya melihat tingkahku selama ini. Sebelumnya, aku sudah menolak mengikuti ritual yang biasa diikuti keluarga, seperti sembahyang di kelenteng atau memakan makanan bekas persembahan. Di puncak kemarahannya, ia mengusirku dari rumah. Tetapi, aku diam saja dan tetap tinggal di rumah. Mau ke mana remaja putri 17 tahun? Aku terima saja cercaan mama sambil berdoa mohon kekuatan Tuhan.
Tuhan akhirnya melembutkan hati mama. Ia kerap menyisihkan beras dan lauk-pauk untukku, sebelum yang lainnya dipersembahkan untuk upacara persembahyangan. Hatiku sangat bersyukur dan bersukacita karena hal ini.
Dan Tuhan ternyata terus bekerja dengan luar biasa dalam keluargaku. Satu persatu adik dan kakakku menerima Kristus. Kini dua adikku menjadi Kristen, dan dua kakakku Katolik. Adik terkecilku kini bergereja di GKY Puri Indah.
Bagaimana dengan mama dan papa? Papa menerima Kristus dua hari sebelum dipanggil pulang. Aku masih mengingatnya dengan jelas saat papa sakit dan berjanji menjadi orang Kristen bila sembuh. “Pa, kesembuhan kekal ada di surga. Papa harus terima Tuhan Yesus untuk mendapatkan kesembuhan dan keselamatan yang kekal, bukan kesembuhan di dunia ini,” aku berusaha menginjilinya. Selama dua minggu papa yang menderita parkinson mendengarkan penuturan dan pujian-pujian kepada Tuhan, sehingga akhirnya dia menerima Kristus dengan mengucapkan melalui bibirnya sendiri, tepat dua hari sebelum kematiannya.
Sesudah itu mama juga kami dekati untuk mengikuti jejak papa menerima Kristus sebagai Juruselamatnya. Dengan pertimbangan pragmatis, akhirnya dia mengikuti kedua kakakku menjadi Katolik. Di gereja katolik dia masih diperbolehkan memegang hio (dupa) dan memiliki meja persembahan leluhur di rumahnya.
Tapi, sebelum dibaptis secara Katolik, adikku membawanya ke pendeta sebuah gereja dan mohon didoakan, supaya dilepaskan dari roh-roh jahat yang pernah memasukinya. Tak kurang dari delapan orang yang saat itu mendoakan terpental semua. Perlu pergumulan yang luar biasa untuk membebaskannya. Saat itu kami semua percaya ia sudah terbebas dan siap menjalani hidup baru sebagai pengikut Kristus. Tapi, benarkah?
Benarkah ini pertobatan sejati?
Di komunitas gereja, mama diterima dengan baik. Ia pun melayani dengan sukacita, sebagai pemain angklung, anggota paduan suara sampai tim pendoa dan pembesukan. Kami semua anak-anak bersukacita melihat perubahan diri mama. Aku pun mengira ini sudah akhir segalanya. Tuhan sudah menjadikan semua keluarga sebagai anak-Nya dan perjuangan memenangkan jiwa sudah berakhir.
Namun, ternyata perjuangan masih panjang. Iblis mempunyai cara yang keji dan licik untuk menyesatkan manusia. Kenyataannya, mama hidup dalam dua “dunia”. Di satu pihak ia melayani Tuhan dengan segala ketekunannya, namun di pihak lain ada Roh lain yang melayani dan dilayaninya. Hatinya mendua. Dan karena kasih Tuhan saja akhirnya semuanya terungkap sebelum semuanya terlambat!
Semuanya bermula saat mama sakit. Tadinya mama hendak menyembunyikan benjolan di payudaranya, tapi ketika sakitnya menjalar dan saya membantu dia mandi, saya kaget mendapati benjolan itu. Akhirnya terungkap bahwa itu adalah kanker stadium 4B.
Kondisi tubuhnya segera menurun dengan cepat. Tubuhnya yang tadinya gemuk menjadi kurus dan ia menjadi cepat lelah. Namun, kami semua terheran-heran karena wajah mama tetap mulus dan cantik, tak berubah sama sekali. Sempat dioperasi dan dirawat di rumah sakit, tapi kondisinya tidak semakin baik. Mama malah semakin gelisah dan minta pulang ke rumah.
Kami pun iba melihatnya, dan walaupun dokter tadinya melarang pulang, akhirnya kami diizinkan membawa mama untuk dirawat di rumah (home care). Saat itu dokter bilang umur mama hanya tinggal dua minggu. Faktanya, mama masih bersama kami sampai dua bulan lagi. Semuanya untuk menggenapi rencana Tuhan yang indah bagi mama dan keluarga kami.
Lepas dari cengkeraman setan selamanya.
Dirawat di rumah, kami anak-anak bergiliran menjaga mama. Suatu kali saat giliran jaga, mataku terpaku pada gelang giok yang indah di pergelangan tangan mama. Saat itu gelang itu tampak longgar karena mama semakin kurus. Kuraba gelang itu dan tiba-tiba terpikir untuk melepaskan dan mencucinya sebelum kupakaikan kembali.
Saat kulepaskan pelan-pelan, tiba-tiba mama terbangun dan berteriak, lebih tepatnya menggeram dengan keras. Aku sangat terkejut! Kucoba sekali lagi, dan mama berteriak histeris lebih keras, kini dengan meronta-ronta. Mama sendiri kemudian mengatakan ia tak sadar berteriak, hanya mengatakan bahwa sesuatu yang mengerikan telah terjadi.
Kuceritakan pengalaman ini pada kakak-adikku. Kesimpulan kami, masih ada “kuasa” lain dalam diri mama. Belakangan kami tahu, mama bahkan sebenarnya membuka “praktek” tidak resmi sebagai paranormal. Pantesan ia tetap mau tinggal seorang diri di rumahnya di Puri Indah. Berbagai jimat, pusaka, dan benda-benda misterius lain ditemukan di kamar kosong lantai atas yang menyeramkan di rumahnya.
Dalam rapat keluarga hari itu, kami bertekad membebaskan mama dari segala kuasa roh-roh jahat yang masih ada di dalam dirinya. Seorang pembimbing rohani yang berpengalaman dalam okultisme akhirnya mendampingi kami. Ibu Airin, pembimbing dan pendoa itu, menyuruh seluruh keluarga berdoa dan berpuasa selama empat hari, sejak Senin hingga Kamis. Kemudian pada hari Kamis malam kami bersama-sama akan mendatangi mama untuk mendoakan dan melepaskan gelang giok yang mengikat diri mama.
Akhirnya pada Kamis malam yang tak dapat kulupakan, aku datang bersama anakku James. Ia akan mengiringi kami dengan gitar saat lagu-lagu pujian dikumandangkan. Kemudian, kami pun segera mengambil formasi mengelilingi ranjang mama. Aku, koko dan cici di satu sisi dan tim doa Ibu Airin di sisi yang lain, sedangkan James mengiringi kami di kaki mama. Lagu-lagu pujian kemudian dilantunkan, membuat suasana kamar menjadi lebih syahdu dan kemuliaan Tuhan turun dalam kamar mama yang tenang. Mama pun tampaknya menikmati lagu-lagu pujian, kepalanya bergerak pelan, matanya tetap terpejam.
Ketika tiba waktunya, kami larut dalam doa mohon Tuhan hadir dan menguasai ruangan ini. Koko pelan-pelan memegang gelang dengan satu tangan dan tangan yang lainnya memegang lengan mama. Kemudian, semua berkata lantang “dalam nama Tuhan Yesus”, dan koko menarik dengan keras gelang mama melewati semua jari-jarinya. Sekonyong-konyong, mama berteriak, lampu mendadak padam, dan kegelapan total meliputi kami semua. Aku gemetar ketakutan, hanya berteriak dalam hati, ”Tuhan Yesus! Tolong kami!!”
Aku hanya melihat kegelapan, namun James dan Ibu Airin menyaksikan sosok hitam besar bermata merah, bertanduk dan berkuku panjang dengan wajah garang ke luar dari tubuh mama.
Ketika lampu berhasil dinyalakan kembali, pemandangan “mengerikan” terpampang di hadapan kami. Wajah mama yang tadinya mulus dan cantik berubah seketika menjadi keriput dan kisut, seperti layaknya wanita yang telah lanjut usia. Para perawat ketakutan dan kemudian menolak tidur dengan mama karena wajah mama telah berubah.
Namun, selepas itu, mama menjadi tenang. Kami terus memuji dan berdoa sampai kami yakin semua roh jahat sudah terusir dari rumah mama. Sampai kini aku terus bersyukur kepada Tuhan karena Ia memberikan waktu tepat dua bulan sejak mama keluar rumah sakit agar ia sepenuhnya berhasil dilepaskan dari cengkeraman si jahat untuk selama-lamanya.
Sesuai janjiku pada mama, “Aku tak akan pernah berdoa untuk mama saat mama sudah mati. Tapi aku akan mendampingi dan menjaga mama selama mama hidup!” Waktu itu mama menganggapku kurang ajar, tapi kini ia mengerti sepenuhnya apa yang kukatakan.
Aku bahagia, beberapa hari sebelum dipanggil Tuhan, mama berkata bahwa semua anak tak perlu menangis karena ia sudah bahagia dalam pelukan Yesus. Pelukan sang Juruselamat yang tak akan dapat dipisahkan lagi oleh kekuatan apapun yang ada di dunia ini.
Anton Utomo