MENCAPAI KEMULIAAN DARI CARA MELIHAT KARYA SENI Zine vol. 7
Terlihat kedua sosok penikmat seni ini kebingungan. Suatu benda ketika sudah disebut karya seni ini sudah bukan sekedar bernilai fungsi. Namun lebih dari itu yang jauh lebih berharga
P
Kata Pengantar
andemi yang disebabkan oleh virus Covid-19 telah memaksa hampir seluruh warga dunia melakukan aktivitas di dalam rumah. Saat ini, kita diusahakan untuk tetap waras dengan adanya bantuan teknologi. Ayah bekerja, ibu berbelanja, anak bersekolah – semua dapat dilakukan secara mudah untuk melanjutkan hidup, tentunya dengan jaringan internet dan teknologi yang memadai. Tidak hanya melanjutkan kegiatan pokok melalui dukungan internet, manusia sebagai makhluk sosial pun mulai dibiasakan mengadakan pertemuan secara daring; seperti buka puasa bersama daring di bulan Ramadan yang lalu, lembaga dan institusi pendidikan merayakan wisuda melalui media daring, bahkan mengadakan pameran seni secara virtual. What News merupakan satu dari sekian banyak pameran seni virtual yang diadakan selama masa pandemi virus Covid-19. Pameran ini sendiri mengusung tema besar berupa rasa kangen yang dapat mencakup sebaran yang luas. Sederhananya, seperti kangen bercengkerama dengan orang-orang terdekat di luar rumah tanpa takut tertular atau menularkan virus, atau rasa kangen mengerjakan kegiatan sehari-hari tanpa dibatasi oleh layar digital yang membuat mata perih atau sakit punggung akibat terlalu lama duduk, hingga kangen untuk melakukan kerja sebagai seniman – dalam konteks ini berkarya lalu mengadakan pameran – sembari duduk santai berhadapan dengan para seniman lainnya membicarakan tentang konsep karya yang akan dibuat.
Tajuk What News pun dipilih sebagai sebuah bentuk pertanyaan, tidak hanya bagi para seniman namun untuk siapa saja jika merasa terpanggil dan ingin menjawab; ada berita baik apa tentang kreativitasmu di masa inkubasi ini? Tentunya jawaban yang diharapkan adalah kabar baik mengenai karya yang segar dan baru, pertanda bahwa kreativitas tidak lantas mati suri dalam keadaan yang tidak kooperatif sekalipun. Dalam What News, kami percaya bahwa selalu ada hal baru yang bisa dikembangkan meski hanya di rumah dan melewati sistem digital. Pame ran se ni virtual What News menghadirkan bagi para seniman muda untuk saling bertegur sapa dan bertukar kabar soal produktivitas mereka selama masa diam di rumah. Selain itu, diharapkan pula bahwa What News dapat menjadi pengingat baik bagi para kontributor maupun pengunjung pameran, bahwa kreativitas selalu mampu dikembangkan di manapun selama otak di raga seorang individu masih dapat bekerja sama dengan sistem tubuh lainnya agar membuat raga tersebut tetap hidup.
Meutia Swarna Maharani Banjarbaru, 27 Juni, 2020
Mencapai Kemuliaan dari Cara Melihat Karya Seni
D
alam melihat karya seni, kita tidak dapat menjadi pengamat visual tanpa melibatkan nilai yang membuat sesuatu itu disebut “karya seni”. Karena nilai inilah yang akan membedakan sebuah sandal dari sebingkai lukisan. Sekalipun sandal adalah produk yang dapat dikategorikan hasil senikebudayaan, tapi nilainya hanya berhenti pada fungsinya sebagai alas kaki. Beda halnya bila kita menghadapi artwork, meski lukisan hanya berupa benda sama seperti sandal, tapi nilai lebih yang membebani lukisan membuat benda itu menjadi berharga. Bayangkan saja seekor kera dengan buku di mukanya. Melihat kera itu membolak-balik kertas akan sama seperti yang manusia lakukan. Tapi apakah kera itu sungguh-sungguh membaca seperti kita? Apresian yang tidak melibatkan daya nalar dan rasanya akan menjadi kera seperti yang diterangkan. Semisal lukisan “Cimon and Pero” karya Peter Paul Rubens (1630-1640), y a n g m e n g g a m b a r k a n s e o r a n g perempuan tengah menyusui laki-laki. Maka pikiran non-seni (pikiran tanpa melihat nilai) akan menerima gambar itu sebagai sampah; gambar cabul dan amoral. Sebaliknya, jika kita memakai kacamata seni, justru mutiara-mutiaralah yang bakal kita dapat.
Lukisan itu meminjam plot cerita tentang R o m a n a C h a r i t y . C e r i t a y a n g m e n g i s a h k a n C i m o n y a n g s e d a n g m e n j a l a n i h u k u m a n m a t i d e n g a n dibiarkan kelaparan. Diam-diam dalam kunjungan penjara, si anak, Pero, datang menyambung nyawa sang ayah dengan menyusuinya. Jauh dari cabul, lukisan itu dalam kacamata seni malah memberi kemuliaan pada apresiannya, sebuah nilai darma bakti seorang anak kepada orang tua yang layak dihayati. Begitulah seharusnya kita sebagai pengamat visual melihat sebuah artwork. Karena sejatinya seni adalah sebagian dari keindahan, dan keindahan itu m e r u p a k a n s a r a n a a m p u h u n t u k memperhalus jiwa. Di edisi ke-7 ini kita akan dihadapkan dengan berbagai macam artwork: patung, cetak grafis, dan lukisan yang menyajikan aneka macam tema. Mulai nude art sampai karya bernuansa spiritual akan kita jumpai—simbol-simbol yang semoga a k a n m e n g a n t a r k i t a p a d a t a h a p mengapresiasi karya yang sebenarnya. Berbekal pengantar inilah selanjutnya kita akan menikmati karya-karya itu. Bahwa karya seni menjadi berharga karena nilainya, dan nilai itulah yang harus kita baca dan resapi. M. Sifak Suliswanto Kediri, 22 Juli, 2020
Rifkkivia Rofik “Pesan dari Kegaiban” Oil on Moldy Canvas and Eaten by Termites 40cm x 45cm 2020
Lebih dikenal dengan panggilan Rofik, ia sendiri merupakan ketua angkatan Nawanata 2019. Rofik ,sosok pria yang bertanggung jawab ini pun sama seperti beberapa teman lainnya yang belakangan ini juga aktif mengikuti pameranpameran.
Deskripsi Karya
“
Karena peradaban atau apa yang menyebut diri sebagai p e r a d a b a n g e m a r menganggap semua yang alami sebagai keanehan"
Multatuli Dalam kondisi saat ini beberapa kegiatan terpaksa dihentikan sejenak, untuk waktu yang mungkin tak bisa ditebak. Dari situlah kegiatan yang lebih intens terhadap suatu lingkungannya sendiri terjalin,sebagai wujud saling menjaga dengan membersihkan diri juga sekitarnya. Tanpa kita sadari, kita telah begitu banyak membenahi diri dan bersiasat dalam pandemi ini yang didorong oleh rasa "rindu" akan kenormalan seperti dulu. Karya saya kali ini "Pesan dari Kegaliban" mencoba memvisualkan tentang adanya suatu kehendak dari alam yang malah terkadang kita anggap aneh dan mungkin juga ada yang berlebih hingga menganggapnya ini sebagai bencana. Padahal jika diambil sisi baiknya, saat ini kita lebih banyak berintrospeksi, bersiasat dan saling menjaga atas keadaan ini. Dari situlah s a y a k e m b a l i m e n g i n g a t d a n membenarkan kata-kata Multatuli itu.
Dengan kanvas yang tak sengaja saya temukan pada tumpukan di dalam gudang bersama kondisinya yang seperempat rusak dipangan oleh rayap dan jamur akibat tempat yang terlalu lembab dan figur seseorang yang membawa pohon dengan seperempat nyawanya itu saya simbolkan sebagai pandemi kali ini yang walaupun masih beberapa bulan namun terasa sangat lama. Saya ingin meneruskan siasat rindu saya akan keseimbangan dengan menyadarinya, berbenah dan tentunya saling menjaga.
M. Sifak Suliswanto “Tawanan Kegembiraan” Oil on Canvas 50cm x 70cm 2020
M. Sifak Suliswanto, lahir di Kediri, 31 Desember, 2000. Saat ini tengah menempuh pendidikan seni rupa di ISI Yogyakarta. Aktif menulis dan melukis.
Deskripsi Karya
S
etiap pecinta adalah tawanan dari apa yang ia cinta. Secara p e n a m p a k a n , l u k i s a n “Tawanan Kegembiraan” ini m e n g g a m b a r k a n r o m a n klasik dari kasusastran Persia, Layla Majnun. Dalam terminologi tasawuf, cinta bisa bermakna vertikal dan horizontal sekaligus. Ambiguitas yang m e n u r u t p e r u p a b e r h a s i l menerjemahkan dzat Ilahi dengan bahasa paling bahagia. Untuk itu, perupa mencoba mencitrakan lukisan ini s e b a g a i h a s i l p a n d a n g a n d a n perenungan spiritual. Dalam visualisasinya, selain simbol pecinta dan cintanya, sahaya dan Tuhannya, yang direpresentasikan lewat pelukisan figur Qais Majnun dan Layla. Perupa juga menambahkan gambar anak menjangan dalam dekapan dua objek utama. Hal itu merupakan ilustrasi dalam roman Layla Majnun yang ditulis Nizami Ganjavi (1141-1209), di mana Qais dikisahkan pernah menyelamatkan seekor kijang dari jeratan pemburu karena kilat mata hewan itu yang mengingatkannya pada mata Layla. Dari situ perupa membaca, bila cinta dan kerinduan telah benar terbenam dalam hati, maka segala sesuatu akan tampak sebagai wujud sang kekasih dalam mata pecinta.
Tajalli, istilah yang dipakai kaum sufi untuk menyebut percik-percik Ilahi dalam setiap ciptaan-Nya. Bagi Qais, kijang itu merupakan tajalli dari Layla, dan bagi para darwis, apa yang di muka bumi adalah tajalli dari Tuhannya. P e n g g u n a a n w a r n a c e r a h merepresentasikan kegembiraan, sedang distorsi pada objek dimaksudkan perupa sebagai perwakilan keluwesan dunia spiritual. Background berlatar landscape tropis dan atribut middle east yang dikenakan figur utama adalah simbol orientalisme. Dengan kata lain, perupa ingin menyampaikan gagasan d a n p e m i k i r a n n y a y a n g b e r l a t a r belakang dari falsafah dan kebudayaan bangsa Timur (Asia).
Gabrielle Maria Anna “Inner Child” Acrylic on Canvas 50cm x 40cm 2020
Gabrielle Maria Anna kerap dipanggil Bule dikalangan teman-temannya. Hal ini dikarenakan dirinya sendiri yang memiliki keturunan Eropa. Perempuan asal Yogyakarta ini menempuh pendidikan seni rupa di kampus ISI Yogyakarta. Selain ketertarikannya terhadap seni, Ia juga senang berpetualang dan merupakan sosok yang tangguh.
Deskripsi Karya
S
uatu tanggung jawab yg dirindukannya. kehadiran, kenyamanan dan ketulusan yang belum pernah dirasa sebelumnya. Bagaimana ia hidup dihantui rasa rindu yang belum pernah tercipta. dia sendiri yang mencipta kerinduannya, melihat apa yang ingin di lihat, merasa apa yang ingin dirasa. dan malah melahirkan bayang yang tak terbayang.
Rochmat Basuki “Kangen” Linocut Print on Paper 21cm x 30cm 2020
Berasal dari Gunung Kidul, Yogyakarta. Rochmat Basuki ini kerap dipanggil dengan nama Basuki atau Bas. Ia kerap menjual kanvas kepada teman-teman luar kota yang kesulitan mencari penjual kanvas pada awal semester. Basuki masih menempuh pendidikan seni murni di kampus ISI Yogyakarta, namun karya grafisnya kerap telah tdiakui di banyak kalangan.
Deskripsi Karya
M
ungkin aku tak punya musik untuk mengenang semua yang telah berlalu, atau mungkin puisi untuk m e n g u n g k a p k a n r a s a
rinduku, bahkan sekedar perantara untuk menanyakan kabarmu, a k u t a k p u n y a a p a p u n u n t u k melampiaskan semua itu, sungguh aku tak punya... yang kupunya hanyalah keheningan bersama asap dan secangkir cairan hitam, sebagai teman ceritaku...
Ahmad Labib Fikri Ash Shidqy “Upgrade Alam” Acrylic on Canvas 90cm x 70cm 2020
Ahmad Labib Fikri Ash shidqy, Mahasiswa Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Pria kelahiran Tulungagung tanggal 19 september tahun 2000 ini sangat mahir dalam membuat kaligrafi dan lukisan realis.
Deskripsi Karya
K
e a d a a n A l a m s a a t i n i sangatlah memprihatinkan. Hampir semua orang tidak memperhatikan atau berpikir u n t u k m e r a w a t d a n menjaganya. Karya ini saya buat untuk mengajak semua orang agar tersadar dengan keindahan alam yang perlu dijaga dan dirawat. Maka keadaan alam yang seperti saat ini perlu diperbarui lagi. Tidak hanya dalam hal tindakan tapi juga dalam hal spiritual. Agar alam kita memberikan kenyamanan bagi makhluk yang terlibat didalamnya, dan terlihat asri kembali.
Faiha Maghrista B. “Jerawat Rindu” Epoxy Clay 10cm x 9cm x 1,5cm 2020
Faiha maghrista, wanita asal jogja yang dikenal selalu memakai celana batik setiap ke kampus akrab disapa dengan nama Ista. Merupakan seorang mahasiswi jurusan seni murni di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Sedang berusaha untuk menabung ilmu, agar kelak dapat menjadi salah seorang seniman perempuan di bidang seni patung.
Deskripsi Karya
I
stilah 'Jerawat Rindu' kali ini menginspirasi saya dalam membuat karya. istilah yang d i m a k s u d k a n j i k a a d a jerawat yang muncul di wajah seseorang, berarti ada yang sedang merindukannya. Rasa rindu tersebut muncul dalam bentuk jerawat. Inspirasi ini juga diperkuat berdasarkan peristiwa yang dialami beberapa teman saya. Mereka mengeluh karena banyaknya jerawat yang muncul di wajah mereka. Istilah 'Jerawat Rindu' ini saya kemas ke
d a l a m b e n t u k k a r y a d e n g a n m e l a l u i kenampakan botol bekas kemasan pembersih wajah, yang diatasnya terdapat wajah seorang pria yang sedang tersenyum walaupun wajahnya dipenuhi oleh 'Jerawat Rindu'. Jerawat tersebut merupakan rasa rindu dari teman-temannya yang tidak dapat ditemui selama masa pandemi Covid-19. Menggunakan bahan epoxy clay, dan diwarnai menggunakan cat akrilik, saya berhasil membuat karya ini.
Hudan Sulthan “Untitled” Acrylic on Canvas 80cm x 60cm 2020
Kerap disapa Sulthan, pria yang dikenal ekspresif dan ambisius dalam berkarya ini lahir pada 9 Desember 2000. Merantau dari bukittinggi ke Yogyakarta demi melanjutkan studinya di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
Deskripsi Karya
A
euphoria
Gregorius Pandu Wijaya “Menanti Kamajaya” Oil on Canvas 100cm x 100cm 2020
Pria kelahiran Surakarta ini dikenal dengan misuhan nya yang tetap terdengar halus, setelah menyelesaikan pendidikan di SMA Pangudi Luhur Van Lith pada tahun 2019, kemudian iasekarang sedang belajar dan berproses di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta jurusan
Deskripsi Karya
S
e p e r t i s e o r a n g k e k a s i h , dengan setia dan sabar hati, dirinya menanti Kamajaya. Saban malam, dalam polos dan bersih tubuhnya, ia menanti dan terus melihat ke atas, m e m o h o n k e p a d a Y a n g M a h a P e n y a y a n g u n t u k m e n g a k h i r i penantiannya. Ia membiarkan tubuhnya di selimuti dinginnya biru malam dan dihangatkan cahaya kuning matahari. T a n g a n k a n a n n y a m e l a y a n g k a n pandangan jauh, menerawang dan
berharap Kamajaya akan ada di sana. Ia mencintai Kamajaya dengan sepenuh hatinya, dengan eros, philia, dan agape sepenuhpenuhnya.
Muhammad Nur Ikhsan “Rindu Berlayar” Acrylic on Canvas 50cm x 70cm 2020
Dipanggil dengan nama Ikhsan, pria asal Magelang ini adalah salah satu mahasiswa seni murni di kampus ISI Yogyakarta. Ikhsan dikenal dengan orang yang senang bercanda dan memiliki sifat lucu. Karya-karyanya memiliki goresan yang berbeda dan membuatnya terlihat lebih khas.
Deskripsi Karya
S
ore waktu itu, di pelabuhan... Begitu padat, perahu-perahu nelayan bersandar, berlabuh, lama... Diam, tak bergerak, terlilit tali, terpaku jangkar... Begitu rindu berlayar... Rindu bergoyangkan ombak lautan...
“Hal terhebat dalam karya tidak datang dari sebuah kuas. Ia datang dari jiwa” – Michael Carini –
Thanks to
Terima kasih sebesar-besarnya atas bantuannya kepada Lutse Lambert Daniel Morin, M.Sn., Satrio Hari Wicaksono, M.Sn., Devy Ika Nurjanah, S.Sn., M.Sn., AC Andre Tanama, M.Sn., Opung Farhan, Guruh Ramdani, Alodia Yap, Lor band, Danang Nasution, Saltys Spitoons, anggota Nawanata, dan para penulis yang terdiri dari; Meutia Swarna Maharani, Desi Sofianti, Awi Nasution, Tarisya Amalia, Anggieta Maharani, Maila A. Fainanita, dan M. Sifak Suliswanto, serta sponsor dan media partner yang membantu kelancaran pameran virtual ini.
Sponsored by :
Media Partner :
@chantfelicia