Tafriq nikah karena aib

Page 1

B. Dasar Hukum Tafriq Nikah Karena Aib 1. Pengertian aib Aib secara etimologi adalah kekurangan, cacat atau cela.1 Secara umum aib adalah sesuatu yang pada asalnya tidak ada pada sesuatu yang baik 2. Secara terminology yaitu kekurangan yang ada pada badan atau akal pada salah satu pihak suami istri yang menyebabkan hubungan suami istri tidak nyaman, diliputi gundah dan tidak tenang,3serta tidak dapat menikmati indahnya kehidupan bersuami istri4. 2. Pengertian Faskh Nikah Karena Aib Sebagaimana pengertian diatas maka dapat kita ambil pengertian mengenai faskh nikah karena aib dengan pengertian bahwa ia adalah mencabut ikatan pernikahan karena adanya kekurangan pada salah satu pihak suami istri yang dapat menghambat bahkan menghalangi tujuan utama pernikahan serta mengancam kelanggengan hidup suami istri.5 3. Aib dan Macamnya Aib yang dapat memisahkan hubngan suami istri terbagi menjadi 3 bagian: a. Aib yang ada hanya pada pihak laki-laki Aib yang ada hanya pada pihak laki-laki terdapat tiga macam, yaitu, al-Jabb atau dikebiri6 yaitu terpotong. Adapun majbub7 yaitu orang yang terpotong buah dazakrnya atau hanya pelirnya saja. Al- ‘Innah atau impoten, yaitu8 seorang laki-laki enggan untukk… Adapun ‘unnah menurut fuqaha9 yaitu terpotongnya tulang yang menyebabkan tidak mampunya seorang lelaki melakukan hubungan suami istri. Hal ini dinamakan juga dengan al-‘inin. Sebab dzakar lelaki tersebut lemas, hanya beergerak kekanan dan kekiri dari farj wanita karena penyakit atau memang lemah.

1 Ibnu Mandhur, Lisanul al-Arab, (Kairo: Dar at-Taufiqiyyah li at-Turats, 2009), jild. 9, hlm. 566 2Abul Baqa al-Kufy, Al-kuliyyat/ 656 3 Al-wajiz, mu’jam lughah fuqaha 4 Mu’awwidh Abdu at-Tawwab, Mausu’ah ahwal syakhsiyah, 1/ 378 5 Majid Hadi dan Muhammad Hadi, Al- Faskhu Baina az-Zaujaini bi Sababi Al-‘Aib, (Ramadi: Jami’ah al-Anbar, 2012 M), hlm. 5

6 Ibnu Mandhur, Lisan al- ................, jild. 2, hlm. 187 7 Ibid. 8 Ibid, jild. 9..hlm. 506 9 al-Buhuty, Manshur bin Yunus bin Idris al-Buhuty, Kasyful Qina’ an Matan al-Iqna’, (Bairut: ‘Alam al-Kutub, 1983 M), jild. 5, hlm. 106


Sedangkan menurut Malikiyah10 yaitu kecilnya dzakar sehingga tak mungkin untuk masuk dan terbenam. Al-khisha’, yaitu terpotongnya dua buah pelir atau hilangnya keduanya karena pecah atau dikebiri.2 b. Aib yang ada hanya pada pihak perempuan, diantaranya yaitu; ar-ritqu atau daging tumbuh pada vagina/ tertutup. Ar-ritqu menurut jumhur fuqaha3 yaitu robeknya labia mayora dan minora sehingga farjnya tertutup oleh daging, sehingga menghalangi sperma saat bersenggama. Al-qarnu atau terdapat tulang pada alat kelaminnya. Menurut Syafiiyyah4 yaitu seorang wanita yang pada alat kelaminya terdapat terdapat tulang atau sesuatu yang menutupi farj sehingga tak bisa melakukan hubungan suami istri. Al- Ifdha’atau fagina menyatu5. Yaitu menyatunya kedua saluran pembuangan. Atau jalan untuk jimak dan buang air kecil menyatu atau jalan zakar dan anus menyatu. Al-Affal, yaitu tumbuhnya daging di kubul wanita yang selalu mengeluarkan cairan. Hal ini dapat mengurangi kenikmatan hubungan suami istri. 6Al-Bakhar, yaitu bau mulut yang sangat. Bau tersebut dapat pula terjadi pada daerah lainya.7Adapun menurut fuqaha yaitu bau busuk yang keluar dari farj8. c. Aib yang ada pada kedua belah pihak Aib yang ada pada kedua belah pihak pasangan suami istri sangatlah banyak yang diantaranya yaitu: Gila, cacat, lepra, keluar kotoran terus menerus saat berhubungan, bisul, korengan di pantat yang bernanah. 1. Syariat Tafriq Tersebab Aib Sebelum masuk pada pembahasan tafriq karena aib, maka kita akan berbicara dahulu mengenai masyruiyyah adanya tafriq dengan sebab aib. Mulanya merupakan 1 Abu al-Qasim Muhammad bin Ahmad bin Juzai al-Kalbi al-Gharnaty al-Maliki, al-Qawanin alFiqhiyyah fi Talkhish Madzhab al-Malikiyyah, (t.tp: tp, t.t), hlm. 354

2 Abu Abdillah bin Ahmad bin Muhammad Qudamah al-Maqdisi, Al-mughni , (Riyadh: Dar Alam alKutub, 1997 M), jild.10, hlm. 58

3 al-Buhuty, Manshur bin Yunus bin Idris al-Buhuty, Kasyful Qina’………., hlm. 106 4 Ibnu Hajar al-Haitami, Hawasyi Tuhfah al-Muhtajbi Syarh al-Minhaj, ( Mesir: Mathba’ah Musthafa Muhammad, t.t), jild. 7, hl. 340

5 Mausu’ah fiqhiyyah, jild. 29, hlm. 67 6Abu Abdillah bin Ahmad bin Muhammad Qudamah al-Maqdisi, Al-Mughni,........., hlm. 57, Malik bin Anas Al-Asbahy, Al-Mudawwanah Al-Kubra, (Kairo: Dar Al-Hadits, 2005), jild. 2, hlm. 332

7 Ibnu al-mandhur, Lisan al-Arab,.......hlm. 401, Ibnu Hajar al-Haitami, Hawasyi Tuhfah alMuhtaj........hlm. 340

8 Syamsuddin asy-syaikh Muhammad ad-Dasuqy, Hasyiyah ad-Dasuqy ‘ala Syarh al-Kabir, (Ttp: Badan Ihya’ al-Kutub al-Arabiyyah, t.t), jild. 2, hlm. 282


perkataan para fuqaha dan dalil masyruiyyah masig-masing pendapat, kemudian memaparkan ikhtilaf mereka dalam menetapkan tafriq karena aib lalu memaparkan aib-aib yang diperbolehkan adanya tafriq menurut setiap masing-masing pendapat yang mensyariatkanya. 1. Secara umum Para fuqaha berbeda pendapat mengenai tafriq karena aib menjadi dua kelompok: a.

Diperbolehkan tafriq karena aib, pendapat jumhur fuqaha Hanafiyyah,

Malikiyyah, Syafiiyyah dan Hanabilah.1 Dalil yang mereka gunakan diantaranya, 1. As-Sunnah Diriwayatkan dari Zaid bin Ka’ab bin ‘Ujrah berkata: Rasululloh menikahi wanita ari Bani Ghaffar, lantas beliau melihat putih-putih di punggungnya. Maka kemudian nabi berkata padanya, “pakailah pakaianmu dan kembalilah pada keluargamu.”2 Wajh dalalah dari hadits tersebut yaitu bahwa khabar tersebut menetapkan tolakan atau pengembalian karena adanya sopak, adapun aib selainya maka dikiyaskan pada penyakit tersebut. Sebab makna dari semuua itu adalah terhalangnya seseorang dari istimta’ dengan pasanganya.3 2. Rasional

,Sebagaimana termaktub dalam sebuah atsar dari Ibnu Umar ra., ia berkata ‫على‬- ‫ فلها صداقها وذلك‬-‫“ أيا رجل تزوج امرأة با جنون أو جذام أو برص فمسها – دخل با‬ "‫ لوليها‬-‫زوجها‬ Tersebab nikah merupakan akad mufawadhah4 yang dapat dibatalkan dengan cara mengembalikan mahar, maka tentunya diperbolehkan juga bagi seseorang membatalkan pernikahanya baik sebelum atau setelah digauli- pen., karena adanya aib yang memberi pengaruh besar terhadap tujuan utama sebuah pernikahan yaitu al-

1 Abu Ishak asy-Syirazy, al-Muhadzab fi Fiqhi al-Imam as-Syafi’i, (Damaskus: Dar a-Qalam, 1996), jild. 4, hlm.165, Muwaffiqu ad-Din Abdulloh bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Qudamah al-Maqdisi, al-Mughni………., jild. 5, hlm.529, ibnul hammam fathul qaadir, Taqiyuddin Ahmad bin Taimiyah alKhirany, Majmu’ah al-Fatawa, (Kairo: Maktabah at-Taufiqiyyah, tt), jild. 32, hlm. 113, Syamsuddin asy-syaikh Muhammad ad-Dasuqy, Hasyiyah ad-Dasuqy…………, jild. 2, hlm. 282

2Al-Baihaqy, sunan kubra kitab nikah bab ma yarud minal uyub 3Abu Ishak asy-Syirazy, al-Muhadzab fi Fiqhi...........jild. 2, hlm. 49 4 Mufawadhah adalah akad adanya pengembalian


istimta’.1 Disisi lain akad pernikahan tak ubahnya seperti akad jual beli yang didalamnya ada hak khiyar. b. Tidak diperbolehkan tafriq karena sebab aib. Pendapat ini diambil oleh madzhab Dhahiri dan imam asy-Syaukani. Imam Ibnu Hazm2 menyebutkan bahwa nikah tidak dapat dihapuskan setelah sah dengan adanya aib, baik aib tersebut berupa lepra yang baru ada setelah pernikahan, tidak pula ada keluar kotoran terus menerus, gila. Hal tersebut berlaku pada pihak suami dan istri3. Imam asy-Syaukani4 menyebutkan hal serupa dalam kitabnya as- Sail al-Jarrar bahwa pernikahan tidak difaskh karena adanya aib setelah akad. Adapun dalil yang mereka jadikan sandaran dinataranya yaitu: 1. As-Sunnah Mereka yang menyatakan bahwa aib tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk melakukan faskh berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Urwah bin zubair bahwa Aisyah mengabarkanya, “bahwasanya istri Rifa’ah al-Quradhiyy mendatangi Rasululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam., dan berkata, “wahai Rasululloh, sesungguhnya Rifa’ah telah menthalakku dengan thalak ba’in. Lantas kemudian aku menikah dengan Abdurrahman bin Zubair al-Quradhy, dan tidaklah aku bersamanya kecuali ia ibarat ujung kain. Rasululloh bersabda, “apakah kau ingin kembali pada Rifa’ah? Tidak, sampai ia merasakan madumu dan kamu merasakan madunya.”5 2. Rasio Bahwasanya dalam hadits pengaduan istri Rifaah bahwa dengan bergaulnya ia dengan suami keduanya justru menyebabkan kesulitan baginya, padahal Alloh berfirman al-Baqarah:230, atau istri menyulitkan suami (thalak: 6). Sedangkan ketidakmampuan suami untuk berjimak merupakan madharat untuk istri. Sedang hadits ini menunjukan bahwa syariat tidak menunjukan bolehnya faskh yang hanya dikarenakan rasa benci atau tidak suka.6 1 Taqiyyuddin Abi Bakr bin Muhammad al-Husaini al-Hishni, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah alIkhtishar, (Lebanon: Dar al-Kotob al-Ilmiyyah, 2012), jild. 2, hlm. 487-488

2 Imam Ibnu Hazm yaitu 3 Muhammad Ali bin Ahmad bin Said bin Hazm, al-Muhalla bi al-Atsar, ( Lebanon: Dar al-Kotob alIlmiyyah, 2003 ), cet. Ketiga, jild. 9, hlm. 279

4 Muhammad bin Ali asy-Syaukani, as-Sail al-Jarrar al-Mutadaffiq ala Jadaiq al-Azhar, (Lebanon: Dar Ibnu Hazm, 2004), cet. 1, hlm. 350

5 Ahmad bin Ali bin Hajar al-‘Asqalani, Fathu al-Bary Syarh Shahih Al-Bukhory, (Lebanon: Dar alKotob al-ilmiyyah, 2012), No. 5260, kitab Thalak, bab. Diperbolehkan nikah tiga, jild. 10, hlm. 309

6Muhammad bi Ali asy-Syaukani, as-Sail ………….., hlm. 350


C. Aplikasi Tafriq Nikah karena Aib Setelah kita ketahui dasar adanya tafriq nikah karena adanya aib, maka sudah selayaknya kita ketahui bagaimana cara mengaplikasikan tafriq tersebut jika memang terjadi. 1. Aib yang dapat Memisahkan Ikatan Pernikahan Dalam madzhab Maliki1 disebutkan bahwa aib yang dapat memberikan hak khiyar terdapat 13 jenis aib. Empat jenis aib yang berlaku pada suami maupun istri yaitu, gila, judzam, barash dan ghidzyathah. Empat yang hanya dimiliki dan berlaku pada pihak lelaki yaitu jubb, khisha, i’tiradh dan unnah. Lima aib hanya ada pada wanita yaitu, ritqu, qarn, afl, ifdha dan bahr. Maka jika ada seorang lelaki yang menikahi seorang wanita lantas didapati pada salah satu pihak bahwa pasanganya memiliki aib yang dipebolehkan untuk mengajukan faskh nikah maka bagi pihak yang tidak memiliki aib boleh meminta cerai. Adapun dalam kitab al-Muwatha’ imam Malik merujuk pada perkataan Umar mengatakan bahwa seorang wanita dapat dicerai dengan sebab aib. Adapun aib yang seorang wanita dapat dicerai denganya terdapat tiga macam, yaitu gila, judzam, dan barash saja2. Disisi lain, Imam Malik3 menambahkan bahwa penyakit farj berkedudukan sama dengan yang tersebut diatas. Sebagaimana para ahli ilmu mengatakan bahwa penyakit farj atau kelamin dapat menjadikan seorang perempuan dapat dicerai menurut pendapatku –imam Malik walaupun terkadang sebagian penyakit farj tak menghalangi seseorang menggauli istrinya. Adapun madzhab Hanafi4 menyebutkan bahwa Imam Abu Hanifah dan Abu Yusuf mengatakan wanita memiliki hak khiyar tafriq pada aib jubb, khisha’ dan unnah yang ada pada pihak lelaki. 2. Khiyar Karena Cacat dalam Nikah

1 As-Shadiq Abdurrahman Al-Gharyani, Mudawwanah Al-Fiqhu Al-Maliki wa Adillatuhu, (t.tp: Muassah Ar-Rayyan, t.t), jild. 2, hlm. 506

2ibid, hlm. 508 3 Malik bin Anas Al-Asbahy, Al-Mudawwanah.............., jild. 2, hlm. 332- 333 4 Al-Humam Maulana As-Syaikh Nidham, Al-Fatawa Al-Hindiyyah, cet. Pertama, (Bairut, Lebanon: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyyah, 2000), jild. 1, hlm. 301


a. Jika diketahui adanya aib dalam diri pasangan sebelum dilakukanya akad maka, pihak lainya memiliki hak khiyar atas pasanganya. b. Ketika akad atau setelahnya Jika setelah akad salah satu pihak suami istri mendapati aib pada pasanganya lantas ia ridho, maka gugurlah hak khiyar untuknya. Adapun jika istri mengetahui suaminya impoten sebelum menikah atau setelahnya dan ia mengharap kesembuhan untuk sang suami, maka untuk permasalahan ini sang istri masih memiliki hak khiyar ketika ia dapati sang suami tidak mampu menggaulinya.1 c. Jika pasangan suami istri menikah dan tidak mengetahui aib pasanganya, lantas tahu dan pihak yang tidak cacat tidak meridhoinya maka ia memiliki hak khiyar menurut jumhur. Adapun menurut madzhab Dhahiri pihak tersebut tidak memiliki hak khiyar lagi atau gugur dengan adanya pernikahan. d. Diketahui setelah akad Dalam masalah ini terbagi menjadi 2 pendapat: 1. Hanafiyah2 dan sebagian Hanabilah3 mengatakan tidak ada khiyar terhadap aib yang baru muncul setelah akad. 2. Jumhur Hanabilah mengatakan bahwa masih terdapat hak khiyar untuk mereka walaupun aib tersebut baru didapati setelah akad maupun sudah lama setelah akad. 3. Maliki mengatakan jika istri mendapati suami cacat belang, gila, kusta maka istri memiliki hak khiyar. Namun jika ia mendapati suaminya menderita al-jubb (dzakar terpotong), I’tiradh (tidak dapat ejakulasi), atau al-khashi (dikebiri) maka, jika ia tahu setelah adanya dukhul walaupun sekali, sang istri tidak memiliki hak khiyar lagi. Adapun jika istri yang menderita cacat maka suami tidak memilki hak khiyar. 3. Barometer dan Syarat Adanya Tafriq dengan Sebab Aib Fuqaha berpeda pendapat mengenai syarat yang dapat ditetapkan untuk tafriq karena aib menjadi dua pendapat: 1 Al-mughni 2 3


a) Jumhur berpendapat bahwa tafriq karena aib terjadi dan berlaku dengan beberapa syarat yang diantaranya, yang pertama, yaitu tidak ada keridhoan terhadap adanya aib, baik ada sebelum dukhul atau pun setelahnya, saat akad maupun setelahnya, jelas atau hanya dengan isyarat bukti. Jika pihak yang tidak memiliki aib ridho terhadap aib tersebut, seperti ia berkata, “ aku ridho akan aib yang lain yang mungkin akan kutemukan lambat launya”. Hal tersebut dengan syarat adanya aib tersebut masih memungkinkan adanya wath’, maka dengan keridhoan tersebut pihak yang tidak memiliki aib tidak lagi memiliki hak khiyar untuk faskh. Adapun syarat yang kedua yaitu, tidak diketahui sebelumnya, tidak ridho terhadap aib tersebut ketika ia tahu akan hal itu dan ia tidak merasakan kenikmatan saat dukhul setelah ia tahu 1. Adapun dalam kitabnya, Wahbah Az-Zuhaili menambah bahwa syarat lainya adalah menuntut pada qadhi karena suami cacat dan setelah itu menunggu keputusan qadhi.2 4. Prosedur Jatuhnya Tafriq Akibat Adanya Cacat Prosedur jatuhnya tafriq berbeda dikalangan ulama madzhab. Madzhab Hanafiyah3 menyatakan bahwa tidak akan terjadi tafriq kecuali hak untuk perempuan4, yaitu dengan adanya laporan dan pengaduan yang diajukan pada hakim. Lantas hakim meminta pada pihak suami untuk menceraikanya dengan thalak. Malikiyyah5 berpendapat bahwa hal tersebut tergantung pada pilihan kedua belak pihak suami istri. Maka istri meminta izin pada hakim untuknya dengan thalak jika aib tersebut berasal dari dalam dirinya. Setelah itu hakim memutuskan perkaranya. Hukum yang berasal dari hakim tersebut sifatnya hanyalah sebagai isyhad atau persaksian dan tawtsiq atau sebagai penguat, tidak pada terjadinya thalak. Hal ini dikarenakan thalak hanya dapat jatuh dengan perkataan sang suami. Madzhab Syafii6 menyatakan bahwa kedua belah 1 Shalih Abdu As-Sami’ Al-Abi Al-Azhari, Jawahir Al-Iklil, (Beirut: Al-Maktabah Ats-Tsaqafiyyah, t.t), jild. 1, hlm. 299-301

2 Fiqh islam 3 Al-Bahru ar-Raiq/ 1: 125, 322 at-talqin fi fiqhi al-maliki, jild. 1 4 Alauddin As-Samarqandi, Tuhfah Al-Fuqaha, cet. 1, (Beirut, Lebanon: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1984), jild. 1, hlm. 225

5 Syamsuddin asy-syaikh Muhammad ad-Dasuqy, Hasyiyah ad-Dasuqy ‘ala Syarh al-Kabir, (t.tp: Badan Ihya’ al-Kutub al-Arabiyyah, t.t), jild. 2, hlm. 282-283

6 Abi Zakariyya bin Syaraf an-Nawawi, Mughni al-Muhtaj, (Lebanon: Dar al-Fikr, 2009), jild. 3, hlm. 262


pihak mengajukanya pada hakim sebab ia merupakan mujtahid mengenai hal-hal seperti itu. Kalaupun terdapat unsur keridhaaan dari dua belah pihak, tetap harus diajukan pada qadhi. Adapun jika tidak diajukan pada qadhi maka faskh tersebut tidak sah terlaksana sebagaimana tafriq karena suami tidak memberi nafkah. Namun jika tidak didapati qadhi maka faskh tersebut dapat terlaksana tanpanya dengan alasan dharurat1. Adapun madzhab Hanbali2 berpendapat bahwa prosedur jatuhnya tafriq terdapat hak khiyar didalamnya. Jika suami istri berbeda pendapat mengenai gugatan ada tidaknya cacat atau apakah hal ini dapat membolehkan perpisahan atau tidak. Lantas keputusan hakim akan memutus akar perselisihan. Pendapat yang diambil dari dua pihak tersebut adalah pendapat orang yang mengingkari bahwa ia mengetahui adanya cacat tersebut disertai dengan sumpahnya sebab pendapat inilah yang berpegang pada asal.3 5. Status Tafriq karena Cacat Madzhab Hanafiyyah4 dan Malikiyyah5 berpendapat bahwa adanya tafriq tersebut menyebabkan jatuhnya thalak ba’in. Hal ini ditujukan untuk membendung adanya madharat bagi si istri jika masih diberlakukan raj’I. Sedangkan alasan dari Malikiyah adalah karena hal tersebut terjadi sebelum persetubuhan. Sedangkan madzhab Syafiiyyah6 mengatakan bahwa hak faskh nikah karena aib adalah hak istri dan walinya, sebab ia masuk dalam kategori kafaah sehingga ia dianggap sebagai fasakh bukan thalak. Hanabilah7 menyatakan bahwa pernikahan tersebut jatuh dalam faskh bukan thalak. 1 Hlm. 346 2 Abi al-Qasim Umar bin Husain al-Khiraqy, al-Mughni………… jild. 5, hlm. 546 3 Wahbah az-Zuhaili, al-Fikhu al-Islami wa Adillatuh, 4 Abdulloh bin Mahmud bin Maudud Al-Muhali Al-Hanafi, Al-Ikhtar li Ta’lil Al-Mukhtar, (Beirut, Lebanon: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyyah, t.t.), Jild. 3, hlm. 115

5Shalih Abdu As-Sami’ Al-Abi Al-Azhari, Jawahir ………., hlm. 303 6 Abi Zakariyya bin Syaraf an-Nawawi, Mughni al-Muhtaj, cet. 4, (Beirut, Lebanon: Dar Al-Kotob AlIlmiyyah, 2014), jild. 3, hlm. 202, 260

7 Manshur bin Yunus Al-Buhuti, Irsyad Ulinnuha li Daqaiq Al-Muntaha, (Makkah: Jamiah Ummu AlQura, 1995), jild. 5, Hlm. 374


JIKA DIDAPATI ISTRI RATQ Ibnu Itab seorang ulama dari madzhab Hanafi pernah ditanya mengenai seorang lelaki yang menikahi seorang perempuan lantas ia dapati istrinya tersebut ratq. Hal tersebut disampaikan pada qadhi Ibnu Dzakwan lantas bermusyaarah dengan para fuqaha disekitarnya. Kemudian beliau menjawab bahwa sang suami menunggu dan melihat istrinya terlebih dahulu dan inimerupakan perkataan sahnun, namun Ibnu Qathan berpendapat sebaliknya.1 Jika pihak suami mengalami impoten, dzakar terputus atau dikebiri atau fasal maka istri memiliki hak faskh saat itu juga. Hal ini dikarenakan dengan adanya aib tersebut mengahalangi dari melakukaan hubungan atau minimal melemahkan. Jika ia impoten berdasar pengakuanya atau beradasar pada bukti maka pihak istri meminta suami bersumpah lantas ia nakala. Kemudia diusahakan supaya tidak meninggalkan wath’ selama satu tahun qamaryah sejak dilaporkanya hal itu pada hakim. Jika suami enggan berusaha menggaulinya maka istri memiliki hak faskh.2 Adapun aib dapat jatah hiyar terjadi bagi orang yang tahu sebelum akad nikah, jika akad nikah sudah tahu lantas ia tak mengajukan batalan maka setelah nikah ia tak memiliki hak khiyar. Hanya saja jika aib tersebut berupa impoten, maka hak khiyar terus berlanjut sampai istri bilang ia ridha. Jika diundur pengaduanya pada hakim maka hak khiyar gugur, sebab ia tahu tapi mengurungkanya.kecuali jika ia tak tahu ada hak khiyar dalam kondisi seperti itu.3ar-ritqu dan qarn bisa ditetapkan khiyar jika memang menghalangi jimak, jika tidak maka tak ada hak khiyar. Buat suami yang buah pelirnya hilang atau terputus, maka bagi pihak stri terdapat dua pilihan: 1. Tidak ada jatah khiyar, karena suami bisa jima’. Sebagaimana jika sebagianya terpotong dzakarnya dan masih tersissa sedikit dari buah pelirnya.

1 Abu Abbas Ahmad bin Yahya Al-Wansarisi, Al-Mi’yar Al-Mi’rab, (Beirut: Dar Al-Gharb al-Islami, 1981), jild. 3, hlm. 132

2 Ibrahim bin muhammad bin salim bin dharyan, manar as-sabil fi syarh ad-dalil, (kairo: dar al-Akidah, 2007), jild. 2, hlm. 131-132

3 Musthafa


2. Istri boleh khiyar, karena itu adalah cacat buat suami. Jika suami mendapati istri mufdzah, dan ia yang digauli diantara tempat kencing dan keluar darah, sang suami tak ada khiyar. Begitu pula jika suami aqiim atau mandul. 1 402/ manahij tahsil: 3 1. Suami impoten Disyaratkan dalam faskh nikah karena impoten harus dibawa kepada hakim: Selain itu ada dua pendapat : yang paling shahih juga diajukan pada hakim. Karena hakim adaah mujtahid seperti ketika suami pelit. Dikatakan dalam kitab At-Tahdzib , dan ta’khir supaya diajukan pada hakim diperbolehkan menurut dua wajh. Hakim tidak mendengarkan kesaksian dari impoten sendirinya (suami). Tapi qadhi menetapkanya dengan pengakuan suami atau bukti atas pengakuanya.jika suami mengingkarinya, maka istri harus bersumpah dulu atas si suami. Jika ia masih mungkir, maka diberikan waktu: dan hukum yang berlaku jadi seperti hukum orang yang mungkir dalam hukum. Sumpah tak dikembalikan pada istri jika suami tetap ngeyel dan mungkir.namun pendapat yang lebih shahih si istri bersumpah.dan disandrkan pada buktibukti yang mengirinya. Lalu jika terbukti ia impoten maka si hakim memutuskan suapaya diberi waktu satu tahun. Baik sang suami budak maupun merdeka. Supaya melambankan proses

supaya benar-benar

terbukti kelemahanya. Sebab terkadang hal seperti itu (impoten) disebabkan beberapa hal, diantaranya: 1. Karena hawa panas dalam musim panas 2. Atau kedinginan pada musim dingin 3. Atau kering saat musing semi 4. Bsah saat musim gugur Disyaratkan saat penundaanya karena permintaan si istri atau tanya dulu, karena hal tersebut merupkan haknya. Kalau si istri diam karena tidak paham dan tak tahu, maka dikasih dan disadarkan sama si hakim. Pemberian waktu itu dimulai dari pas pengajuanya pada hakim, bukan dari saat pengakuanya. Karena mujtahid ada saat itu. Pendapat kedua: langsung faskh sama hakim, dan hakim menyuruh istri supaya memfaskh! Karena ini ladang ijtihad. 1Al-Baghawy, At-tahdzib/ 452, jild. 5 (bairut dar kutub ilmiyyah, 1997)


Diberlakukan dengan diri istri perkataan hakim untuk menetapkan impoten

atau hak faskh. Tidak cukup hanya

dengan pengakuan suami saja menurut pendapat yang paling shahih. Kemudian waktunya itu dihitung jika tidak terpotong. Jika terpotong karena istri haidh, sakit maka waktunya gak dihitung. Kalau tidak terpotong selain itu misalnya sakit maka tidak dihitung waktu kecuali jika suami yang sakit. Jika istri ridha setelah masa itu, mka gugur dan jatuh hak faskhnya. Dan gak bisa balik hak faskhnya sebagaiamana aib lainya setelah habis waktu batas impoten!1

1 Badruddin Muhammad bin Bahadir Az-Zarkasyi, Ad-Dibaj fi Tawdhih Al-Minhaj, (Beirut, Lebanon: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyyah, 2009), jild. 2, hlm. 115-116


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.