Booklet Kanistha Film Festival

Page 1


Daftar Isi Pengantar Kurator Festival

1

Profil Kurator

2

Kompetisi: Ibu Kota

3

Sinambung

8

Kala Nanti

11

Renjana

14

Awarding Night

16


Pengantar Kurator Festival Seperti kemajuan inovasi dan teknologi, kultur masyarakat mengalami perubahan yang sama pesatnya. Persebaran manusia yang tidak tentu arahnya pun memberi kontribusi dalam perubahan budaya ini, dengan adanya fenomena akulturasi (percampuran dua kebudayaan yang saling mempengaruhi). Dampaknya terletak tidak hanya pada kebiasaan manusia sehari-hari, tetapi juga dicerminkan secara kental pada wujud-wujud produk yang dihasilkan manusia modern. Karya-karya ini menjadi buah peninggalan historis paling baru dalam lembar panjang sejarah dunia. Sementara itu, jika kita tilik kembali pelakupelaku yang menjadi penggerak perubahan tadi, orangnya ialah kalangan muda. Generasi termudalah yang dapat menuturkan perubahan kultur ini semurni-murninya. Dewasa ini, limpahan informasi yang semakin mudah untuk diakses menjadi sebuah dorongan tersendiri khususnya bagi kalangan muda untuk membuat film-film pendek. Peran sineas muda dalam perkembangan industri perfilman Indonesia menduduki posisi yang cukup penting, sebagai tombak penentu arah tren perfilman. Ide-ide dan metode baru selalu timbul, sekaligus menjadi motivasi yang menggerakkan generasigenerasi selanjutnya. Antusiasme yang tinggi juga mengantar mereka untuk terus mencari wadah yang dapat menampung karyanya, baik untuk tujuan penyebaran lebih luas maupun poin pencapaian pribadi. Di sinilah peran Kanistha Film Festival berada. "Kanistha" berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya termuda. Dari nama "Kanistha" tercerminkan visi dari festival ini yaitu menjadikan para generasi muda sebagai inovator-inovator kreatif dalam dunia perfilman. Dalam nama “kanistha� ada juga harapan lahirnya penerus dalam dunia perfilman yang bisa menginspirasi lebih banyak orang, menyebarkan semangatnya untuk berkarya, dan membuat terobosan baru dalam dunia perfilman Indonesia pada masa yang akan datang. Selain itu, diharapkan para sineas-sineas muda Indonesia dapat menjadi Agent of Change dengan mengoptimalkan penggunaan teknologi dan informasi dalam membuat karya-karya di jaman yang serba digital ini. Agent of Change yang dimaksud adalah seorang individu yang mempunyai kualitas jiwa dan pikiran yang positif dalam merealisasikan hasratnya. Generasi muda selamanya akan menjadi agen perubahan. Membuat inovasi dan terobosan dalam berbagai bidang memanglah hal-nya anak muda. Dalam hal ini, yaitu pada industri perfilman. Dengan Kanistha Film Festival (KFF) sebagai wadahnya, sineas muda Indonesia dengan rentang umur generasi termuda, 18-25 tahun, dapat menyalurkan perasaan dan pemikiran mereka dalam bentuk yang bisa dinikmati oleh berbagai kalangan, yaitu melalui film. Pada karya film yang dikemukakan, mereka dapat menempatkan pandangan yang mewakilkan generasi muda terhadap eksistensi dunia perfilman Indonesia. Hal ini dilakukan dengan mengambil pendekatan dari isu terkini, yang mana tentunya menganut pesan yang mengikhtisarkan pandangan anak muda terhadap isu yang berkembang.

Kanistha Film Festival tahun ini mengangkat tema "Damba'' yang bisa dibilang erat kaitannya dengan generasi muda. Damba sendiri dapat diartikan sebagai perasaan ataupun hasrat akan sesuatu. Rentang usia 18 sampai dengan 25 tahun merupakan masa-masa di mana seseorang penuh akan hasrat mendambakan hal-hal yang rasa nya ideal. Masa di mana seseorang mendamba-dambakan pekerjaan, pasangan, jurusan kuliah, dan banyak hal lainnya yang diidamkan. Masa di mana seseorang bebas menentukan pilihannya serta dengan leluasa mencari peluang yang ada untuk mencari jati dirinya. Masa di mana seseorang memahami betul keinginan dirinya. Mengenai problema-problema terkini pula, sineas muda dapat menempatkan dirinya melalui perasaan damba atas keadaan ideal yang terhalangi oleh permasalahan tertentu. Sebut saja pandemi COVID-19 yang melanda berbagai penjuru dunia, memaksa setiap-setiap penghuninya untuk menetap di rumah selama sekian lamanya. Kondisi menutup diri yang menyekat kontak manusia satu dengan manusia lainnya secara lumrah menyebabkan kerinduan dan hasrat untuk melakukan hal-hal alamiah semestinya. Sesederhana rutinitas pun lenyap dari keseharian, digantikan rasa kehilangan yang berlarut-larut. Film-film yang mengangkat tema ini diharapkan bisa menjadi udara segar dari kemelut segala persoalan. Melalui cerita-cerita inovatif ini, penonton dapat memposisikan dirinya ke dalam citra dambaan masing-masing. Akhir dari semua ini, bagi kami, makna dari Kanistha bukan hanyalah yang tertulis dalam kamus, pemilihan nama Kanistha dalam festival film pendek ini memiliki arti dan makna yang jauh lebih besar. Anak muda indonesia membutuhkan wadah untuk berkarya, tempat untuk menyalurkan cerita dan ide mereka yang tak ada batasnya. Kami mendengar panggilan mereka untuk bercerita, berkarya, dan menuangkan perasaan mereka. Untuk itu kami sediakan Kanistha Film Festival. Kanistha Film Festival diharapkan dapat menjadi wadah bagi para sineas-sineas muda Indonesia untuk berkarya sekaligus dapat mengasah keterampilan dan kreativitas para generasi muda dalam bidang perfilman. Terlebih lagi, tentu saja melalui Kanistha Film Festival, karya-karya sineas muda dapat diperkenalkan ke pasar yang lebih luas. Melalui film pendek, cerita yang tak ada habisnya dapat tersalurkan pada pasar yang lebih luas, menjadi media untuk menuangkan kreativitas dan inovasi. - Tim Kurator KFF 2021

1


Profil Kurator

Dinda Maharani

Misbah Baihaqi

Penyusun Program Kala Nanti Penyusun Program Kompetisi: Ibu Kota

Penyusun Program Renjana Penyusun Program Kompetisi: Ibu Kota

Muhammad Rohadi Roid

Seranti Ninan Nury

Layouter

Penyusun Program Sinambung Penyusun Program Kompetisi: Ibu Kota

2



Kompetisi: Ibu Kota Seperti tahun-tahun sebelumnya, pada tahun ini Kanistha Film Festival membawakan program kompetisi yang ditujukan untuk memberi kesempatan bagi sineas muda Indonesia dalam mempertunjukkan karya film pendeknya. Pada tahun ini sineas muda semakin giat dalam mengeksplorasi tren global dari hulu ke hilir, mulai dari menerapkan metode-metode dan ide-ide yang segar, kreatif, dan penuh inovasi sampai menelusuri isu sosial masyarakat dengan pola pikir yang reseptif. Film-film pendek yang ditampilkan membawakan perspektif masing-masing sineasnya akan permasalahan sekitar tanpa menghapus nilai lokal dan substansinya. Kacamata generasi termuda dalam menyaksikan fenomena perubahan yang pesat ini akan terus menjadi tolok ukur baru yang pada akhirnya menentukan arah tombak industri perfilman Indonesia. Program kompetisi ini tidak hanya menjadi panggung bagi para sineas muda yang akan berpartisipasi, namun juga beriringan dengan citra kota yang juga menjadi lokasi perhelatan Kanistha Film Festival tahun ini, yakni kota Jakarta. Ibu kota Indonesia, dengan ragam keistimewaannya, kaya akan sumber daya anak muda yang gigih dalam menghasilkan karya. Tinggal di pusat perekonomian dan pemerintahan bangsa, anak muda ibu kota hidup sangat dekat dengan berbagai kebudayaan yang merambah ke dalam setiap aspek-aspek kehidupan. Hal ini tentunya juga memberikan privilese tertentu yang menyumbangkan modal dalam mengikuti alur perkembangan teknologi, informasi, dan budaya. Akulturasi merupakan hal yang telah dianggap maklum, yang mana tercerminkan dalam cerita-cerita yang diangkat pada program tahun ini. Program ini mengangkat kegelisahan akan proses menjalani situasi yang belum mencapai keidealan menurut perspektif masing-masing. Kegelisahan akan suatu kondisi yang didambakan, namun citranya masih jauh dari kenyataan. Keinginan yang mendalam akan suatu potret ibu kota, dirinya, maupun kerinduan tak tersampaikan atas Jakarta. Melalui berbagai karakter dan latar dengan citra khas ibu kota, pandangan yang bersifat optimis, realis, maupun pesimis ini menjadi lakon penyampai sentimen ini. Filmfilm ini kemudian menyisipkan bentuk pendambaan masing-masing sineas dengan kaitan erat akan kota Jakarta. Pada tahun ini, dipilih empat film yang dirasa dapat merepresentasikan keidealan ibu kota dari pandanganpandangan yang beragam. Film pertama, Before Morning Comes, menggambarkan dua pandangan sejajar dari figur dengan karakteristik berbeda, yakni bagaimana keidealan hidup di ibu kota justru menjadi perangkap bagi mereka dalam menjalani kehidupan semestinya. Dambaan atas kesejahteraan hidup yang banyak diwanti-wanti dituturkan melalui tukar cerita yang personal antara keduanya. Pertemuan yang tidak disengaja di suatu dini hari tanpa disengaja memberi pencerahan serta mimbar reflektif untuk masing-masing dari mereka.

Djakarta-00 memberi gambaran kritis atas kondisi Jakarta. Melalui film pendek animasi ini, gambaran ibu kota dengan semua masalahnya dijejerkan selayaknya pameran, terus muncul sebagai pengingat akan keburukan demi keburukan yang ada. Namun dihadirkan juga pandangan optimis akan kebaikan yang tak kunjung terjadi, dihalangi gedung-gedung tinggi pencakar langit, kepulan asap polusi, dan kebanjiran yang menenggelamkan harapan orang-orangnya. Keidealan potret Jakarta yang didambakan semua orang hanya tersimpan dalam lukisan berwarna pada cerita ini. Bentuk dambaan yang menjelma kerinduan yang mendalam disampaikan juga pada film pendek Jakarta Jablay. Kegelisahan yang berubah jengkel, marah akan ibu kota yang seolah disulap menjadi gedung-gedung pencakar langit tanpa emosi. Seakan-akan seluruh kotanya mati dari harapan, mati dari kehidupan yang dulu memenuhi kota. Bahkan keinginan untuk bermain layangan pun harus sirna, seperti semua cita, mimpi, dan gairah yang kini hilang dalam ambisi belaka. Pendambaan atas ibu kota tidak hanya pada citra dan penampilan kemegahannya, tapi juga segala suguhan mimpi atas kehidupan yang lebih baik. Merantaulah ke kota Jakarta, agar hidupmu lebih sejahtera, keluargamu lebih bahagia. Film The Disposal (Buang) menggambarkan realita kelam di balik janji yang terkesan muluk ini. Katakata manis yang ditawarkan begitu saja berubah menjadi nasib yang suram. Seperti angan-angannya yang dikoyakkoyak tidak bersisa, harga diri dan masa depan yang sebelumnya sudah buram dibuat semakin gelap. Penghargaan yang dapat dimenangkan pada Kanistha Film Festival adalah penghargaan Kanigara dan Srawa. Penghargaan Kanigara merupakan suatu penghargaan untuk film pendek pilihan komunitas, sementara penghargaan Srawa merupakan penghargaan untuk film pendek dengan pesan yang terbaik. Kedua penghargaan tersebut ditentukan melalui pertimbangan yang dilakukan oleh dewan juri. Program Kompetisi yang dibawakan oleh Kanistha Film Festival tahun ini tidak hanya menyentuh kegelisahan atas kondisi ibu kota yang tidak bersimpangan dengan dambaan, tetapi juga menampilkan serangkaian ciri khas, daya tarik, serta citra ibu kota lewat visualisasi pada film pendek. Posisi sineas muda dalam penuturan pesan ini terletak pada sekian penggambaran isu aktual terkini yang diselipkan pada cerita. Mereka harapannya akan selalu menjadi pelaku-pelaku terdepan yang senantiasa membawa dunia perfilman Indonesia dalam perjalanan menuju kemajuan. Selamat menonton! -Tim Kurator KFF 2021

3


Before Morning Comes Asaf Kharisma / 2016 / 14 menit Menceritakan tentang perbedaan pandangan hidup seorang pelacur, yang ditinggal di pinggir jalan oleh seorang pria, dengan bapak tua pembersih jalanan. “Before Morning Comes adalah pertemuan antara dua pandangan, dua latar belakang, dan dua kehidupan yang kontras. Namun, terdapat kesamaan erat yang membuat percakapan mereka lebih dari sekadar basa-basi di pagi hari. Di dalam pertukaran perspektif ini, ada kaitan emosi yang tersirat dari kegelisahan masing-masing akan kehidupan ideal masing-masing di ibu kota. Dalam perbincangan tentang cinta, kerja, dan kehidupan semestinya, keduanya menemukan satu yang hilang dari pencarian mereka selama ini.”

“Tujuan bekerja dan berkeluarga yang berbeda dari 2 tokoh dalam film Before Morning Comes. Pandangan terhadap jeleknya kehidupan akhirnya berubah karena perbincangan singkat dini hari. Membuat penonton merefleksikan akan kebahagiaan yang selama ini mereka cari.” - Dinda Maharani

“Ibu kota lebih kejam dari Ibu tiri— ungkapan yang kerap terdengar akan kerasnya hidup di Jakarta. Padatnya arus kehidupan di Ibu kota menyisakan sedikit sekali ruang untuk memanusiakan manusia. Film Before Morning Comes menyorot berbagai pandangan akan bagaimana kehidupan yang didambakan di Ibukota yang merupakan sebuah polemik yang tidak kunjung usai.” - Misbah Baihaqi

- Seranti Ninan Nury

4


Djakarta-00 Galang Larope / 2015 / 8 menit Gani, seorang seniman hipokrit, dan Antya, gadis remaja yang penuh dengan rasa penasaran, dipertemukan di kota fiksional, Djakarta 00. Bersama mereka pun berkeliling serta bercerita tentang keadaan kota Djakarta 00 saat itu. “Polusi, banjir, kemacetan, serta kejelekan-kejelekan lain menetap pada pikiran selewat seseorang ketika membayangkan permasalahan ibu kota. Realita yang bertabrakan dengan imaji animasi pada Djakarta-00 mengingatkan kembali akan narasi buruk kota Jakarta dengan pikiranpikiran pesimistis karakternya. Walau selalu tumbuh titik cerah yang penuh harapan, potret ideal Jakarta: bangunan tinggi dengan pepohonan hijau, rasanya sangat sulit untuk digapai. Keinginan ini menjelma menjadi dunia fiksi yang semata-mata hadir dalam dambaan semua penduduknya.”

“Dampak akan kebiasaan kami saat ini, kebiasaan akan buang sampah sembarangan, penggunaan benda berpolusi berlebihan, dan ketidakpedulian kami akan lingkungan digambarkan secara tepat pada film Djakarta 00. Seperti bentuk peringatan pada penonton agar sadar dan bertindak tepat sebelum terlambat.” - Dinda Maharani

“Djakarta 00, kota distopia yang merupakan sebuah bentuk kritis akan kondisi Ibu kota. Film Djakarta 00 membuat kita merefleksikan kembali urgensi mengembalikan Ibu kota ke bentuk idealnya. Jakarta yang ideal, yang tidak banjir, tidak polusi, dan tidak macet. Akan tetapi, selama air mengalir dari hulu ke hilir, sampah dibuang dari daratan ke lautan, dan asap kendaraan menyelimuti awan dari fajar ke senja, apakah kita sebenarnya peduli akan Jakarta?” - Misbah Baihaqi

- Seranti Ninan Nury

5


Jakarta Jablay Arli Akbar / 2016 / 4 menit Gani, seorang seniman hipokrit, dan Antya, gadis remaja yang penuh dengan rasa penasaran, dipertemukan di kota fiksional, Djakarta 00. Bersama mereka pun berkeliling serta bercerita tentang keadaan kota Djakarta 00 saat itu. “Jakarta Jablay menyuarakan kemarahan. Kejengkelan yang dirasakan atas muslihat manusiamanusia haus akan eksistensi yang kemudian mengubah ibu kota menjadi kepulan asap dan terik pantulan kaca gedung pencakar langit. Keinginan sesederhana bermain layangan dengan tenang terpaksa harus disimpan dalam dambaan belaka.”

“Mencari-cari tempat untuk menerbangkan layangan di Ibu Kota rasanya mustahil untuk saat ini, itulah yang dirasakan tokoh utama dalam film pendek Jakarta Jablay. Suasana kota yang yang perlahan berubah menjadi penuh dengan gedung nan tinggi dan kotornya udara malah merugikan segelintir warga Jakarta.” - Dinda Maharani

- Seranti Ninan Nury

“Jakarta. Udah panas, penuh gedung pencakar langit, dan penuh polusi— katanya. Angan-angan untuk sekadar menikmati bermain layangan di Jakarta pun lenyap. Jakarta yang ideal telah sirna. Murka, jengkel, jijik. Itulah emosi yang terpancar dari Hatta pada film Jakarta Jablay. Film Jakarta Jablay menyorot pemuda yang menuntut akan hak dan keadilannya untuk dapat menikmati Jakarta yang didambakannya.” - Misbah Baihaqi

6


The Disposal (Buang) Andri Cung dan William Chandra / 2012 / 25 menit Seorang ibu miskin melepaskan anak gadisnya ke Ibu kota hanya demi angan-angan kehidupan yang lebih baik tanpa tahu ancaman yang menyelimutinya. "Alih-alih memperoleh cita-cita yang dijanjikan, film Buangan mengungkapkan realita kelam yang diterima para perempuan korban pemalsuan masa depan. Mereka tidak hanya dibohongi mentah-mentah, tapi juga direndahkan serendah-rendahnya. Pendambaan akan suguhan manis Ibu Kota, uang, kesejahteraan, semua sirna dalam kegelapan dan siksaan paksa."

"Mengambil tema perdagangan manusia di indonesia, film pendek Buangan ini memperlihatkan bagaimana suatu kejadian dapat merusak mental sesorang, sampai begitu hancurnya. begitu banyaknya dambaan di film ini, dambaan sang korban untuk pulang, dambaan ibu menanti anaknya kembali, dan dambaan tim penyelamat untuk segera memulihkan mental korban."

“Film pendek The Disposal menyorot realita pahit akan kejamnya modus operandi perdagangan manusia yang sudah mendarah daging di Indonesia secara frontal. Film ini secara gamblang mempertontonkan eksploitasi manusia. Dari perdagangan manusia sampai budak seks. Dibuat murka kita akan kenyataan bahwa lingkaran setan ini tidak pernah berhenti bahkan sampai sekarang.�

- Dinda Maharani

- Misbah Baihaqi

- Seranti Ninan Nury

7



Sinambung Semua orang merupakan keturunan dari orang-orang sebelumnya. Sejak sejarah pertama manusia diciptakan, naluri untuk melakukan reproduksi generasi-generasi baru selalu bertahan. Hal ini disertai tujuan-tujuan tertentu yang secara alamiah merupakan usaha untuk menghasilkan keturunan yang berkesinambungan. Akan tetapi, pada hakikatnya, pasti tersisipkan tujuan yang sifatnya tersirat dari semua orang tua pada anaknya. Entah itu kesejahteraan hidup, harapan, mimpi, atau sekadar kesehatan dunia dan batin. Ada doa-doa dan keinginan mendalam yang disimpan oleh setiap orang tua kepada anak-anaknya. Dambaan akan hal-hal yang sempat tidak tercapai di kala masanya yang lalu dititipkan pada si anak, atau keinginan kuat akan suatu profil ideal untuk dicapai anaknya. Walau pada kenyataannya, pendambaan yang diberikan secara cuma-cuma oleh orang tua kepada anaknya tidak senantiasa diterima dengan baik oleh si anak. Seolah tanggung jawab yang tidak disertai negosiasi awal, secara mau tidak mau harus disanggupinya sebagai bentuk bakti seorang anak yang dilahirkan ke dunia. Mungkin bagi beberapa, ihwal ini tidak seberapa. Namun untuk sebagian lainnya yang diberatkan, khususnya ketika masa pertumbuhan untuk memikul beban tanggung jawab ini, dambaan yang dititipkan orang tua bukan lagi merupakan suatu kondisi ideal untuknya. Suatu dambaan ini juga menggambarkan relasi orang tua dengan anaknya. Dari potongan-potongan keinginan yang kuat itu, hubungan yang dibentuk oleh orang tua mencerminkan seberapa berarti dambaan yang mereka tanamkan pada anaknya. Sederhananya, tutur kata dan komunikasi sehari-hari di lingkungan rumah dapat menceritakan hubungan ini. Ikatan emosional yang dimiliki di antaranya divisualisasikan melalui interaksi biasa. Dambaan, yang memiliki arti lain kerinduan, juga dituturkan oleh program ini melalui penggambaran beratnya rasa rindu orang tua, baik kepada anaknya maupun hubungan yang dibentuk keduanya. Program Sinambung menyampaikan bentuk-bentuk dambaan orang tua kepada anaknya melalui tiga film pendek yang dipilih. Dibuka dengan film pendek Amak (Ella Angel) yang mengambil perspektif seorang ibu yang ditinggalkan anaknya merantau ke kota. Perasaan rindu sangat kental pada film pendek ini. Menjalar menjadi suatu dambaan yang pesimistis, namun desirnya kuat dan selalu timbul di lubuk hati terdalam layaknya semua orang tua. Namun wujud dambaan atas anak yang pergi jauh melebihi sekadar kerinduan yang mendalam, melainkan rasa kehilangan yang merajam. Walaupun kehadiran anaknya nyata ketika pulang kampung, si orang tua masih berusaha menemukan suatu hal yang hilang. Sesuatu yang bentuknya tidak terlihat dan tidak lengkap hanya dengan kehadiran itu. Ia mendambakan relasinya dulu, yang kini hanya dipenuhi dengan pulang kampung sesekali dan kiriman uang dari kota.

Wei (Samuel Rustandi) menelusuri harapan orang tua yang telah sirna. Keinginan yang disimpannya sejak lama, beringsut-ingsut menjadi doa yang ditujukan pada anak perempuannya. Akan tetapi, takdir berkata lain, ketika anaknya sendiri mengambil jalan yang menghalanginya untuk mengamini doa tersebut. Perbedaan ini seolah menjadi tembok yang dibentuk tinggi-tinggi oleh si orang tua. Bersama hubungan yang perlahan menjarak jauh, ia mengubur dalam-dalam keinginan itu dan memilih untuk berada di bayang-bayang kesendirian. Perihal yang tidak dia sadari adalah bagaimana sebuah dambaan bukanlah perkara yang ajek, tidak hanya bisa digapai dengan kiat-kiat yang telah ditentukannya, dan juga bukan menjadi kewajiban yang patut diikuti oleh anaknya. Melainkan itu hanya sebuah titipan sementara oleh orang tua demi anganangan yang dibentuknya. Dambaan oleh orang tua tidak selalu dapat diterima dengan mulus oleh anaknya. Utamanya ketika dambaan itu terkesan muluk, wujudnya terlalu ideal untuk dijalani oleh seorang anak yang, kasarnya, tidak meminta untuk diberi tanggung jawab itu dalam hidupnya. Film terakhir pada program Sinambung, In Middle of The Blackhole (Daniel Victory), menerangkan kegelisahan ini dari sudut pandang anak. Film ini menceritakan seorang anak yang terjebak dalam keidealan ciptaan orang tuanya. Ia sudah terlampau lelah dengan figur imajiner yang disadarinya tidak akan pernah menjadi kenyataan. Dia tidak peduli lagi dengan semprotan orang tua yang terus-menerus menanamkan keidealan yang seolah olah wajib ia penuhi, menghujam dalam suara-suara yang repetitif, menggentayanginya setiap hari. Baginya, ini hanya dambaan belaka yang berujung delusi kemaslahatan bagi orang tuanya, bukan untuk dirinya sendiri. Program Sinambung dibuat dengan menyajikan ragam bentuk dambaan yang dituturkan orang tua pada anaknya. Melalui keinginan tadi, direfleksikan pula corak hubungan dengan usaha untuk mempertahankannya melalui visualisasi sederhana. Perihal ini pula yang menyangkal pernyataan bahwa sejatinya, manusia hanya melakukan reproduksi semata-mata untuk menjaga kesinambungan keturunan, melainkan terdapat harapan, doa, keinginan, dan dambaan yang dititipkan kepada generasi-generasi selanjutnya. Akan tetapi, pada kenyataannya dambaan ini tidak selamanya tersampaikan sebagaimana diharapkan, yang mana menjadi tujuan lain program ini dibuat. Selamat menyaksikan! - Seranti Ninan Nury

8


Amak

Wei

In Middle of the Blackhole

Ella Angel / 2017 / 12 menit

Samuel Rustandi / 2016 / 21 menit

Daniel Victory / 2017 / 21 menit

Amak ditinggal suaminya yang telah berpulang dan anak perempuannya merantau jauh ke kota. Menetap seorang diri di rumah, ia tidak bisa menyiasati rasa kesepiannya.

Mei, seorang mualaf yang juga anak dari pemilik rumah makan sup iga babi mengalami gundah gulana kala ayahnya berhenti menghiraukannya. Namun, usahanya selalu dia tunjukkan bersama rantang opor yang ia kirim kepada ayahnya.

Willy bukan anak pintar seperti kakaknya Iyan, bukan juga anak disiplin seperti kakaknya Tommy. Perihal ini ternyata menjadi beban yang ditekankan orang tuanya setiap hari, padahal dirinya semakin tidak peduli.

9


10



Kala Nanti Pada saat seseorang terlahir di dunia, ia lahir sebagai lembaran kertas kosong. Tanpa makna, tanpa tujuan, tanpa harapan. Seiring berjalannya waktu, bermula dari belajar dan berinteraksi dengan orang terdekat, yaitu keluarga sampai mulai meluas ke lingkungan pendidikan, sekolah, bertemu dengan orang-orang berbeda di suatu lingkungan baru, lambat laun akan mengubah pola pikir seseorang serta memberikannya sebuah makna dan cita-cita. Berangkat pagi dan pulang malam merupakan hal biasa bagi seorang pelajar menimba ilmunya demi masa depan, demi membanggakan orang tua, dan demi kepentingan pribadi tiap orangnya. Selalu konsisten termotivasi menimba ilmu bukanlah sesuatu yang mudah, bahkan tak sedikit anak di luar sana yang harus berjuang lebih dengan alasan sosial ekonomi keluarga ataupun situasi kondisi sekolah di daerahnya tersendiri. Tapi masing-masing dari diri kita mempunyai tujuan, harapan, dan dambaan untuk masa depannya kelak. Program Kala Nanti akan mengangkat sebuah tema tentang dedikasi dan perjuangan anak-anak Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang mereka pantaskan. Menimba ilmu untuk masa depan tiap anaknya dan masa depan negara ini merupakan harapan yang akan berguna bagi orang banyak di kemudian hari. Harapan disini bukan hanya untuk masa depan ia sendiri, namun merupakan harapan bagi bangsa dan negaranya. Merekalah satusatunya harapan bagi masa depan. Film-film pendek dalam program ini akan mengulas tentang perjuangan dan kehidupan sehari-hari di sekolah dari mereka yang sedang menimba ilmu untuk maksud memperindah zaman yang akan datang. Dengan total durasi 39 menit, penonton diharapkan terhibur dan menangkap makna yang ingin disampaikan bahwa pendidikan di negara ini penuh dengan cerita dan harapan yang tersembunyi. Diawali dengan bentuk sindiran pada sistem pendidikan Indonesia, film pendek dengan judul Lembar Jawaban Kita (Sofyana Ali Bindiar) yang tidak mengajarkan muridnya untuk menjadi seorang yang amanah dan jujur. berlatarkan sekolah dasar saat ujian nasional, di awal diperlihatkan satu dari anak-anak tersebut diberi selembar kertas kunci jawaban oleh gurunya. Sepanjang ujian, kertas tersebut dioper sampai akhirnya sampai di seorang anak yang diperlihatkan sebagai pribadi yang jujur, ia pun keluar sesaat setelah ia mendapat kunci jawaban tersebut tanpa mengoper ke temannya. sang ibu pengawas melihat kunci jawaban tersebut, namun anehnya bukannya melaporkan kejadian tersebut, alih-alih malah mengoperkan ke murid di belakangnya. hal tersebut sangat ironis dan benar terjadi di sekolah-sekolah indonesia. Dambaan dari para murid dan guru untuk mendapat nilai bagus yang saking besarnya hingga menghiraukan kejujuran, mencapai tujuan dengan proses yang salah. Dengan menonton film ini, tidak aneh lagi melihat kenyataan banyaknya koruptor yang dilahirkan di negara ini. Karena pada dasarnya saja sudah diajarkan untuk tidak jujur dan hal tersebut sangat lah memalukan dan miris.

Selanjutnya menjelaskan bahwa jarak tidak menjadi penghalang bagi seorang anak sekolah dasar yang tinggal di Bangka, suatu daerah di bagian timur Pulau Sumatera. Film pendek berjudul 15.7 km (Rian Apriansyah) ini menunjukkan perjuangan seorang anak SD yang memerlukan tenaga dan waktu yang lama untuk mencapai sekolahnya. Berjalan kaki, menggunakan perahu dayung untuk melewati sungai, menumpangi motor seorang warga merupakan hal biasa yang dilakukan oleh anak-anak di Bangka apabila ingin pergi bersekolah. Jarak yang terbilang cukup jauh tidak membuat mereka malas-malasan, usaha yang mereka kerahkan untuk menimba ilmu bagi masa depan memberikan secercah harapan bagi Indonesia. Berbeda sekali dengan anak-anak di kota besar yang diantar supir untuk bersekolah, namun malas-malasan untuk belajar. Uniknya dari film pendek ini sama sekali tidak menggunakan dialog untuk menceritakan pesannya. Diakhiri dengan film pendek berjudul Sepeda Tua (Nugroho Prasetyo), menceritakan tentang seorang anak bernama Asep di pedesaan terpencil, yang berkeinginan kuat untuk bersekolah. Ia tahu betapa pentingnya suatu pendidikan untuk memajukan hidup desanya. Cita-citanya yang begitu mulia sempat membuat ia jadi omongan warga karena dikira gila. Namun pada akhirnya semua tahu, bahwa yang anak ini inginkan adalah menjadi sama seperti bapaknya, menjadi guru yang dikemudian hari berbagi ilmu pada anak-anak di desa. Damba dari Asep begitu kuat, dambaan untuk memajukan pendidikan desanya pun akhirnya terwujud dengan bantuan warga desa dan ibu nya. Sekolah yang dulunya kosong dan tidak terpakai pun akhirnya mempunyai seorang guru kecil yang berkeinginan mulia. Program Kala Nanti ini berusaha menunjukkan betapa banyaknya cerita dan kisah dari mereka yang sedang dalam proses merealisasikan dambaan untuk masa depannya. Dambaan untuk memperluas ilmu bagi dirinya dan bagi orang banyak di kemudian hari. Dengan adanya damba ini lah diharapkan agar kita semua dapat terdorong untuk lebih memajukan kondisi pendidikan yang saat ini masih jauh dari kata sempurna. Selamat terhibur dengan beberapa film pilihan program ini! - Dinda Maharani

11


Lembar Jawaban Kita Sofyana Ali Bindiar / 2015 / 7 menit

Ali dipertemukan pada situasi sulit, dimana dia harus memilih antara bersikap jujur mengerjakan soal UN sendiri atau menggunakan kunci jawaban yang disebarkan oleh guru pengawas.

15.7 KM

Sepeda Tua

Rian Arpiyansyah / 2018 / 15 menit

Nugroho Prasetyo / 2018 / 17 menit

Perjuangan seorang anak sekolah dasar di Bangka yang pergi ke sekolah tiap harinya dengan jarak cukup jauh, yaitu 15.7km

Seorang anak di desa yang tidak mempunyai fasilitas memadai, mempunyai mimpi untuk memajukan kondisi pendidikan di desanya dengan menjadi guru.

12


13



Renjana “Jangan rindu. Berat. Kamu nggak akan kuat, biar aku saja.”—ungkapan cinta Dilan kepada Milea, Dilan 1990 (2020). Dilan dan Milea, sosok idealis dalam hubungan asmara generasi muda Indonesia, katanya. Merajalelanya film-film romantis pembuat baper generasi muda, seperti Dilan 1990 (2020), Dear Nathan (2017) dan Mariposa (2020), menciptakan ekspektasi tidak realistis akan hubungan percintaan. Ekspektasi yang kian tumbuh akhirnya menciptakan standar tertentu di kalangan generasi muda yang mengharapkan hubungan percintaan layaknya cerita cinta romantis nan penuh afeksi. Ekspektasi tetaplah ekspektasi, tidak akan seindah realita. Kenyataannya, percintaan tidaklah seindah seperti adegan-adegan pada film, akan tetapi perasaan mencinta tetap menjadi landasan fundamental yang menjadikan realita jauh lebih manis dibanding ekspektasi. Apa sih arti cinta? Apakah saat seseorang rela mengorbankan apapun demi kekasihnya? Atau perasaan berbunga-bunga saat melihat si Dia? Apakah cinta merupakan hubungan yang tulus antara dua belah pihak? Atau sinkronisasi antara kasih sayang dan emosi? Apapun itu, satu hal yang pasti, cinta sejatinya haruslah membuat kita merasa bahagia. Di Indonesia sendiri ada namanya cinta monyet, yang tentu saja tidak ada hubungannya dengan teori Charles Darwin yang mengatakan kita berasal dari monyet. Cinta monyet, ungkapan sehari-hari di Indonesia yang disematkan kepada para pemuda pemudi yang menggambarkan hubungan percintaan yang mudah berubah, alias labil. Pada masa muda, masa-masa di mana meluapnya perasaan mendamba yang kerap menggebu akan sesosok kekasih idaman, ataupun mendambakan keadaan yang ideal bersama sang belahan jiwa, kerap terjadi peningkatan hormon-hormon. Hormon-hormon tersebut membuat emosi serta fisik kita berubah, termasuk salah satunya emosi yang membuat hati “dag-dig-dug” alias jatuh cinta. Bahkan hanya sekadar muncul notifikasi chat dari si Dia atau bertatapan mata sekilas bisa membuat produksi hormon dopamin dan serotonin membludak. Suatu hubungan dua sejoli pastinya pernah mengalami gejolak emosi yang bervariasi, dari suka sampai duka. Kadangkala berbunga-bunga dan dunia serasa milik berdua, kadangkala juga ada pertengkaran-pertengkaran dengan si Dia. Adakalanya rasa cinta justru membuat kita takut. Takut akan ketidakpastian, ataupun takut tersakiti. Ada pula orang yang merasa tidak layak untuk dicintai, sehingga merasa tidak pantas untuk jatuh cinta. Itulah ‘bumbu’ percintaan. Pada program ”Renjana” akan dipertontonkan lika-liku percintaan anak muda Indonesia yang penuh akan perasaan mendamba sosok ataupun kondisi yang diidam-idamkan. Film-film pendek yang akan diputarkan pada program “Renjana”, yaitu The Fire Longing For The Mist (2018), Laki Laki Virtual (2014), dan Kisah 3 Tahun (2020).

Program “Renjana” dibuka dengan film pendek yang mengangkat isu yang umum ditemui pada hubungan percintaan anak muda Indonesia—bucin, budak cinta. The Fire Longing For The Mist (2018) yang disutradarai oleh sineas muda Roufy Nasution, menceritakan tentang Drupadi, wanita muda yang tidak bisa menahan kerinduannya akan belahan hatinya, Bima. Ia mulai menjelajahi hutan belantara yang dipenuhi makhlukmakhluk supranatural dan diselubungi misteri-misteri hanya agar dapat bertemu sang pujangga hati. Segala upaya yang dilakukan Drupadi sangat merefleksikan tingkah laku generasi muda Indonesia yang rela melakukan apapun hanya untuk bertemu kekasihnya. Dengan medium pelampiasan rasa jatuh cinta yang tak ada habisnya, pemutaran dilanjutkan dengan dengan film pendek Laki Laki Virtual (2016) yang disutradarai oleh sineas muda Efi Sri Handayani, lulusan Institut Kesenian Jakarta. Diceritakan kehidupan Yara, seorang pegawai toko rental DVD, yang rutinitas kehidupannya monoton. Kehidupan Yara berubah seratus delapan puluh derajat setelah bertemu lelaki idamannya, akan tetapi lelaki idaman Yara dibatasi oleh kotak ajaib bernama televisi di dalam ruang sempit nan kumuh kamar kosannya. Dalam realita sekarang, dengan berkembangnya penggunaan teknologi dan informasi, problematika dalam menemukan sesosok pasangan ideal sudah relatif lebih mudah. Banyak sekali platform media sosial yang dapat mendukung pengekspresian diri kita akan rasa jatuh cinta. Akan tetapi, bagai pisau bermata dua, banyak hal yang tidak diinginkan terjadi apabila kita terlalu terkesima dan terlena akan sosok yang belum pernah kita temui sama sekali. Program “Renjana” ditutup dengan film pendek Kisah 3 Tahun (2020) karya sineas muda Dara Roshertanty, yang mengangkat isu ‘kumpul kebo’ sekaligus hubungan tanpa status. Kisah Tiga Tahun menceritakan tentang hubungan Kara dan Adra yang hidup bersama di bawah satu atap dan telah sama-sama berkomitmen untuk tidak menikah. Cerita yang sederhana, tapi memperlihatkan bahwa suatu hubungan perlu mimpi dan tujuan yang sama dari kedua belah pihak. Film pendek ini sekaligus menggambarkan hubungan asmara para pemuda pemudi Indonesia yang telah menjalin hubungan selayaknya kekasih yang dimabuk cinta tetapi tidak ada status apapun yang mengikat. Cinta adalah kesenangan, komitmen, pengertian, ketulusan, kasih sayang, dan banyak hal baik lainnya. Cinta tidak bisa dijelaskan dengan satu kalimat lalu titik, apalagi hanya dengan satu kata. Melalui program “Renjana” diharapkan dapat menjadi wadah bagi para sineas muda Indonesia untuk berkarya dalam mengekspresikan ketidakbatasan bentuk cinta. Selamat menonton! -Misbah Baihaqi

14


Kisah 3 Tahun Dara Roshertanty / 2020 / 17 menit

Adra dan Kara, hubungan penuh asmara di bawah atap yang sama tanpa ada ikatan apapun. Mereka saling jatuh cinta, tetapi berkomitmen untuk tidak akan menikah.

Laki Laki Virtual Efi Sri Handayani / 2016 / 23 menit

Yara, seorang pegawai toko rental DVD jatuh cinta dengan sesosok lelaki yang muncul di dalam video pada kaset DVD.

The Fire Longing for the Mist Roufy Nasution / 2018 / 11 menit

Dupradi, yang terpisah dari kekasihnya, Bima, memulai perjalanan demi menemui sang belahan hati melewati hutan gaib nan misterius.

15


Awarding Night

Before Morning Comes Asaf Kharisma / 2016 / 14 menit

"Dalam penghargaan Kanigara yang bermakna unggul ini, Before Morning Comes dipilih oleh komunitas film anak muda Jakarta atas kemampuannya dalam menyampaikan citra ibu kota. Bentuk pendambaan yang berasal dari pergumulan untuk bisa menunjang gaya hidup di ibu kota menjadikan cerita terasa lebih nyata. Before Morning Comes dinilai berhasil mengangkat isu kepelikan hidup di Ibu kota yang merupakan polemik yang tidak kunjung usai. Terlebih lagi, Before Morning Comes dengan ciamik menunjukkan imaji Ibu Kota dari perspektif yang terpaut antar generasi akan dambaan Ibu Kota."

16


Awarding Night

The Disposal (Buang) Andri Cung dan William Chandra / 2012 / 25 menit "The Disposal (Buang) membawakan sebuah pesan dengan pengemasan cerita paling sempurna dibandingkan empat film lainnya. Kata Srawa itu sendiri memiliki arti suara, yang berarti bahwa film pendek berjudul The Disposal (Buang) menyuarakan pesan yang disampaikan dengan penuh emosi. Pesan-pesan yang disampaikan di film pendek ini begitu menyentuh hati dengan alur cerita paling sesuai dengan tema program ini. Masing-masing tokoh memiliki damba nya masingmasing akan suatu hal. Seperti Siti yang memiliki dambaan untuk segera kembali ke rumah, Ibu yang damba akan kepulangan anak satu-satunya, tim penyelamat yang damba akan pemulihan mental dari sang korban, serta pendambaan atas citra ibu kota yang seolah menyuguhkan mimpi akan kehidupan yang lebih baik."

17


Terima kasih kepada Super-V kami, Raina, yang telah membimbing kami sampai bisa menyelesaikan booklet ini.

18


19



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.