Lupe Bima

Page 1

lupe bima

H A N I F A F I J R I A H N U R S E T O N U G R O H O

lupe bima

H A N I F A F I J R I A H N U R S E T O N U G R O H O

Lupe adalah payung tradisional masyarakat Bima yang terbuat dari kerajinan berbahan dasar tanaman. Orang-orang Sambori menyebut payung yang terbuat dari anyaman daun lontar atau pandan duri ini dengan sebutan Waku, sedangkan orang-orang di Bima menyebutnya dengan sebutan Lupe.

Mayoritas orang Bima (Mbojo) bermata pencaharian sebagai petani, sehingga bentuk Lupe menyesuaikan gerakan dalam aktivitas bertani. Lupe berbentuk lonjong, menutupi kepala dan badan yang berfungsi sebagai topi/payung sekaligus jas hujan.

Material yang digunakan biasanya adalah daun pandan duri atau lontar karena keduanya memiliki daun yang lebar dan panjang, seratnya kuat dan tidak mudah robek. Lupe sangat cocok bagi petani atau penggembala yang sedang bekerja di sawah atau ladang. Pohon pandan dan lontar dalam berbagai jenis bisa tumbuh subur di daerah Bima. Sehingga persediaan bahan baku untuk anyaman Lupe tidak ada masalah.

Hampir sebagian besar kerajinan Bima seperti Lupe dan semacamnya menggunakan daun lontar atau pandan, baik yang berdaun lebar maupun berdaun kecil. Karena pohon lontar atau pandan banyak ditemukan tumbuh secara liar di sekitar Bima. Leluhur orang Bima memang cukup arif melihat peluang dalam keseharian mereka. Namun sayangnya pohon lontar atau pandan sebagai bahan baku utama kerajinan masyarakat Bima saat ini sudah semakin berkurang.

yang perlu dilindungi

Surface

Sumber: google maps

Kabupaten Bima, peta persebaran Lupe/Waku

ALAT & BAHAN

- Cutter

- Gunting

- Jarum atau peniti untuk melubangi

Bahkan dalam eksplorasi kami untuk membuat lubang di daun lontar cukup dengan menggunakan ujung pulpen.

- Daun Lontar

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, umumnya terdapat 2 pilihan bahan dalam membuat lupe. Namun daun pandan duri cukup sulit untuk didapat sehingga kami memilih untuk menggunakan daun lontar yang lebih mudah didapat.

PROSES EKSPLORASI

Sebelum memulai pembuatan, kami tidak mendapatkan cara pembuatan Lupe baik melalui media elektronik maupun media cetak, maupun contoh Lupe yang dapat kami analisis, sehingga sebelum pengerjaan, kami membuat mockup berupa Lupe dalam ukuran kecil terlebih dahulu berdasarkan ingatan pada saat ekskursi Bima. Tujuannya adalah agar dapat membuat perkiraan sistem konstruksi yang digunakan untuk membuat Lupe.

Keunikan dari daun lontar sendiri adalah, hampir semua bagian dari daun dapat dimanfaatkan. Bahkan untuk mengikat daun lontar agar tidak mengembang biasa digunakan sobekan dari daun lontar tersebut. Sehingga untuk dapat mengupas anak daun terlebih dahulu kita harus melepas ikatan daun tersebut.

Karakteristik daun lontar adalah bahwa setiap daun memiliki anak-anak daun yang terlipat-lipat membentuk satu batang daun. Dan lipatan-lipatan tersebut membentuk V-configuration baik pada bagian bonggol daun maupun bagian ujung daun.

Daun lontar yang akan digunakan sebaiknya adalah daun lontar yang telah tua dan kering. Untuk membedakannya daun lontar yang tua dan kering berwarna lebih kuning dan mudah dibuka, sedangkan daun lontar yang masih muda dan basah berwarna lebih hujau dan lebih susah untuk dibuka.

Langkah selanjutnya adalah melepaskan anak-anak daun tersebut satu persatu dalam bentuk satu pasang daun berbentuk V, agar dapat dirangkai antar pasangan daun secara overlap dengan tujuan mendapat surface yang menerus dan tidak bocor,

Setelah beberapa kali percobaan, kami menemukan bahwa pasangan anak daun yang benar adalah yang memiliki ujung pasangan daun berbentuk V, bukan yang lancip. Hal ini ditandai dengan kemudahan merobek hanya menggunakan tangan dengan hasil potongan daun yang sempurna, serta posisi lidi yang tidak terlalu panjang dan tidak terlalu tebal. Sementara untuk lidi yang panjang dan tebal akan dimanfaatkan sebagai alat untuk mengikat antar helai daun. Hal ini kami ambil kesimpulan dengan anggapan bahwa masyarakat Bima terbiasa untuk memanfaatkan semua bagian dari daun lontar. Sehingga untuk lidi pengikatnya kami simpulkan juga menggunakan lidi dari daun lontar tersebut.

Setelah semua helai daun dapat dipisah-pisah untuk mendapatkan pasangan daun dan lidinya. Potong bagian kecil berbentuk v dari daun yang telah dipisahkan menjadi potongan yang memiliki penampang dengan luasan yang seimbang (tidak lancip di salah satu sisi). Sedangkan lidi juga dihaluskan/ditipiskan dengan cutter. Pastikan lidi yang telah ditipiskan tidak mudah putus/patah namun tidak pula terlalu tebal.

Sambung potongan tersebut dengan potongan lain secara bertumpuk dengan pola memanjang menggunakan lidi yang telah ditipiskan (lubangi daun terlebih dahulu dengan jarum/peniti, masukkan lidi, lalu ikat). Sambung hingga panjangnya kurang lebih mencapai 200 cm.

Buatlah ±20 sambungan dengan panjang 200 cm tersebut. Satukan anyaman panjang menjadi 1 penampang yang utuh secara bertumpuk dari satu arah. Lipat anyaman yang telah disatukan menjadi 2 dan ikat 2 garis keliling terpanjang lipatan pada sisi yang terbuka menjadi satu.

Lupe siap digunakan.

DIAGRAM PEMBUATAN

lidi

lidi lidi

lidi lidi lidi

lidi
lidi lidi lidi
lidi lidi lidi lidi lidi lidi potong

Pola bertumpuk pada Lupe tercipta dari perpaduan

pola daun lontar dan keseharian orang Mbojo dalam mengakomodasi kebutuhannya. Sesuai fungsinya, Lupe digunakan untuk melindungi petani dari air hujan, utamanya saat mereka sedang berkegiatan di sawah.

Oleh karenanya, pola yang dihasilkan tidak seperti pola anyam silang yang biasa kita temui dalam pembuatan tikar, tas, dan lain sebagainya, melainkan pola anyam tumpuk. Pola ini menjadikan permukaan Lupe tak bercelah, sehingga air tidak masuk ke sisi dalam Lupe.

Pola tersebut diatas merupakan hasil olah pikir masyarakat Mbojo di masa lalu dimana mereka mencoba menyelesaikan persoalan dalam keseharian dengan benda-benda lokal yang tersedia di sekitar mereka.

Pada masanya, daun lontar maupun daun pandan duri merupakan tanaman yang mudah ditemukan di Bima.

Orang Mbojo kemudian mempelajari karakteristik daun tersebut dan segala kemungkinannya untuk kemudian digunakan sebagai alat pemecah persoalan mereka.

Dari fenomena ini, kita dapat mempelajari bahwa alam pada dasarnya telah menyediakan apa yang makhluk hidup butuhkan. Konteks tapak Bima mengharuskan penghuninya berlindung dari panas dan hujan sekaligus. Pada dasarnya, tak perlu bagi orang Mbojo pada masa itu untuk mencari material daerah lain untuk menjawab persoalan kesehariannya. Misalnya, teknologi payung yang kompleks, terdiri dari besi, plastik, kain dan sebagainya. Untuk mendapatkan material besi,

KESIMPULAN

plastik dan kain kedap air, dibutuhkan berbagai senyawa yang didatangkan dari berbagai penjuru bumi dan proses pembuatan rumit dengan mesin tertentu. Mesin ini pula jauh lebih kompleks dari payung yang dihasilkan. Material dan sistem penggeraknya didatangkan dari tempat yang lebih jauh rantai keberadaannya baik dari segi rentang ruang maupun waktu. Sedangkan untuk berlindung dari panas dan hujan orang Mbojo khususnya petani hanya menjawabnya dengan Lupe yang terbuat dari daun lontar/ pandan duri yang terdapat tak jauh dari rumah. Benda sederhana ini secara sederhana pula mengingatkan kita bahwa pada dasarnya, sering kali jawaban dari persoalan dalam keseharian seseorang telah hadir disekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Malingi, A. (2018). Kreajinan Dan Kreasi Masyarakat Sambori. [online] Available at: https://alanmalingi. wordpress.com/2012/05/22/kreajinan-dan-kreasimasyarakat-sambori/ [Accessed 27 Nov. 2018].

Tim Ekskursi Bima 2017. (2018). Catatan Perjalanan Mahasiswa Arsitektur Indonesia, Bima: Antara Padi dan Arsitektur, Eksursi Bima 2017. Depok: Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.