Demokrasi Ala Negeri Antah Berantah

Page 1

DEMOKRASI ALA NEGERI ANTAH BERANTAH Sebuah anekdot tentang arti demokrasi. Aceng bertanya kepada bapaknya tentang arti demokrasi. Bapaknya kemudian menjawab bahwa demokrasi itu bisa diibaratkan dalam rumah tangga. Bapak bertindak sebagai kaum kapitalis yang mencari nafkah, ibu sebagai pemerintah yang mengelola hasil, Aceng sebagai rakyat, adiknya sebagai masa depan yang perlu diperhatikan dan pembantu sebagai pekerja. Suatu ketika Aceng pulang ke rumah dan mendapati adiknya sedang buang air besar di lantai. Dilihatnya ibunya sedang tidur lelap. Aceng kemudian ke kamar pembantunya untuk minta tolong. Tetapi ternyata ia mendapati bapaknya sedang meniduri pembantunya itu. Aceng kemudian menyimpulkan; “Sekarang saya tahu arti demokrasi yaitu kaum kapitalis “menekan� para pekerja, pemerintah tertidur lelap, rakyat tidak berani membangunkan, hanya bisa melihat masa depan yang penuh dengan kekotoran�. Demokrasi Kapitalis dan Feodalis Deretan angka-angka statistik yang dihadirkan pemerintah untuk menguatkan pernyataan tentang kemajuan ekonomi tidak dirasakan oleh rakyat. Berapa persenpun kemajuan ekonomi dalam bentuk yang kontras di lapangan, di pasar-pasar dan di dapur-dapur rakyat dirasakan sebagai isapan jempol belaka. Harga bahan makanan melonjak, lahan pekerjaan sempit dan penghasilan rakyat rendah. Dengan demikan, jauh panggang dari api, hak rakyat mendapatkan kesejahteraan kehidupan sebagai konsekuensi moral dari kehidupan bernegara tidak tercapai. Hal ini terjadi terutama disebabkan tumbuh suburnya praktek-praktek kapitalis dan feodalis di negeri ini. Indikator utama dari praktek kapitalis yang tumbuh subur di negeri ini adalah bermunculannya korporat besar milik asing dan juga pribumi yang mengupah para pekerja dengan upah rendah. Serta hadirnya korporat yang mematikutukan ekonomi kerakyatan. Alhasil, kesenjangan sosial di masyarakat semakin kentara. Yang kaya yakni pemilik modal semakin kaya, dan yang miskin yakni rakyat semakin miskin. Contoh, berdirinya mall-mall besar, super market maupun minimarket di dekat pusat-pusat ekonomi kerakyatan (baca: pasar). Serta hegemoni ekonomi korporat besar milik pribumi maupun asing; Amerika, Eropa dan Cina di negeri ini di berbagai sektor seperti pertanian, industri, pertambangan, perkebunan hingga sektor kesehatan dan pendidikan yang mendapatkan keleluasaan dari pemilik kekuasaan (pemerintah). Kebijakan yang diambil pemerintah sama sekali tidak pro rakyat, tetapi sesuai dengan pesanan dan kepentingan korporat. Jelas di depan mata kita bagaimana dengan mudahnya pemerintah mengeluarkan izin kepada korporat untuk mendirikan market-market besar serta izin mengeksplorasi lahan pertambangan dan lahan hutan. Disinilah praktek-praktek suap mengakar kuat dari pemerintah pusat hingga ke sendi-sendi pemerintah daerah. Dapat disimpulkan salahsatu akibat praktek kapitalis ini juga tumbuh suburnya suap menyuap. Praktek feodalis dapat kita cermati dari kasus-kasus sengketa agraria antara rakyat dan korporat. Masalah utamanya yakni penyerobotan lahan milik rakyat atau milik adat oleh korporat yang dalam beberapa kasus pemerintah memberikan perizinan. Bukankah, praktek seperti ini


mirip dengan praktek feodal di zaman kolonial. Dimana tanah-tanah rakyat dipakasa diambil dan ditanami tanaman yang dikehendaki oleh korporat?! Kasus pembubaran aksi secara paksa oleh aparat kepolisian di Bima yang menewaskan tiga orang demonstran dan kasus kerusuhan di Mesuji yang juga menewaskan beberapa orang berawal dari akar permasalahan yang sama yakni; izin pengelolaan lahan dari pemerintah untuk pertambangan dan perkebunan. Polisi yang seharusnya mengayomi rakyat malah menjadi alat korporat. Polisi dalam hal ini sebagai robot penjaga korporat yang dikontrol untuk kepentingan korporat tersebut. Tak jarang pendekatan agresif seperti penyerangan dan bahkan pembunuhan dilakukan untuk melindungi korporat dari para demonstran. Ironis memang, pemerintah yang seharusnya melindungi kepentingan rakyat malah menjadi makelar. Padahal pemerintah mendapatkan legitimasi kekuasaan dari rakyat melalui proses demokrasi. Jargon demokrasi dari rakyat untuk rakyat di negeri ini berubah menjadi dari pejabat untuk korporat. Peran mahasiswa sangat dibutuhkan untuk menghancurkan praktek kapitalis dan feodalis di negri ini. Mahasiswa harus berani mengkritisi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terutama yang berkenaan dengan korporat. Mengkritisi izin praktek usaha yang dilakukan korporat. Membela kaum buruh dalam memperjuangkan upah yang layak. Membantu rakyat mempertahankan dan merebut kembali tanah yang diserobot oleh korporat. Bila perlu mahasiswa harus melakukan dan mengkampanyekan pemboikotan terhadap produk-produk kapitalis dan feodalis. Tidak berbelanja di market-market, tidak membeli produkproduk dari korporat besar milik pribumi maupun asing. Mengkampanyekan untuk kembali ke pasar-pasar rakyat dan menuntut kepada pemerintah untuk melakukan revitalisasi pasar, pertanian, perkebunan dan industri milik rakyat. Mahasiswa harus melakukan revolusi intelektual, yakni memberikan pendidikan kepada masyarakat lewat tulisan-tulisan di media massa dan menyiapkan think tank dan gerakan dari grass root. Menjadi yang terdepan dalam menyuarakan aspirasi dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Dan suatu saat nanti, siap merebut kekuasaan dan memimpin negeri antah berantah ini menuju negeri madani tanpa praktek kapitalis dan feodalis. (Mr. A)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.