Majalah SOLUSI.exe edisi 1

Page 1

'ERDA NO. 6 I 2004 Transparansi dan Partisipasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Banduna

Vol 1. No 1. Juni-Agustus 2006

PERDA NO. 8 1201 a2a Cara Penyusunan mrencanaan Pembangunan Daeral

'?uk Rakyat Advokasi Proses dan Su Jangka ~ e n e n g a . h Advokasi L'l

.#'

J

<

PJM

yang Pro-Rakyat .:anaan Partisipatif 'roses Penganggaran anaan Perda tentang Partisipasidi P e r ah

I

!ran Indikatif Anggaran 'Desent r ilisasi Kewenangan dan Fiskal ke Desa Civic Modus

Canaan Desa Menurut Bandung No. 8/2005

I Bebas Bicara Bebas mtan Anggota Pokja AKP ) :

-

ridak Dilaksanakan"

!view :THIRD WORLD POLITICAL ECOLOTY


PARTICIPATORY DEVELOPMENT AND GOVERNANCE Perkumpulan lnisiatif secara formal didirikan pada tanggal 19 Juni 2005. Secara aktual, kegiatannya telah dimulai sejak Juli 2000. Perkumpulan lnisiatif didirikan untuk memperluas dan melanjutkan kerja-kerja yang dirintis sejak itu, sekaligus mewadahi lebih banyak individu-individu yang peduli dan memiliki kesamaan visi.

lembaga yang dapat meningkatkan derajat kehidupan kelompok marjinal khususnya melalui partisipasi dalam tata pemerintahan lokal.

P

Mendorong reformasi kebijakan publik yang dapat meningkatkan derajat

I kehidu~ankelom~okmariinal.

~enddron pengbatan ~ kelompok marjinal agar dapat memperjuangkan upaya peningkatan derajat kehidupannya. Mensinergikan antara proses-proses reformasi kebijakan dengan penguatan kelompok marjinal. advokasi kebiiakan ~ u b l i kdan ~endam~inuan terhadac, kelom~okkelompok marjinal dengin mensinergikan keduanya. Fasilitasi pengembangan jaringan dengan pihak-pihak strategis dan sejalan dengan prinsip organisasi.

Perencanaan Kebijakan Publik Alamat Redaksi SOLUSI.exe 31. Guntur Sari IV/16 - Bandung40264 TelpJFax. (022) 7309987 - Email: inisiatif@bdg.centrin.net.id Website: www.inisiatifbandung.org

I

Redaksi menerima kritik, saran, dan kontribusi tulisan dari pembaca. Penanggung JawabIPimpinan UmumIPimpinan Redaksi: Diding Sakri. Redaktur Pelaksana Vol. 1Edisi I Diding Sakri. Sidang Redaksi Vol. 1Edisi. I: Saiful, Diding, Ari. Kontributor Vol. 1Edisi. I: Saiful, Ari, Diding, Wulandari, Adeu. Ilustrator/Layouter: Yudhi P. Distribusi: Agus, Eri. Harga Eceran: Gratis. , No. 1 , JuniEdisi Perdana: Vol 1 Agustus 2006. ISSN: 2129-2906

II

Penelitian Konsultansi Teknis Peningkatan Kapasitas Advokasi Kebijakan Pendampingan Masyarakat Perencanaan dan penganggaran partisipatif Pelayanan publik dasar Desentralisasi Monitoring dan evaluasi Perencanaan Penganggaran Partisipatif dan Penelusuran Belanja APBD -Advokasi Perda Perencanaan dan Penganggaran Partisipatif di ~abupaten Sumedang dan Kota Bandung Advokasi dan Sosialisasi Devolusi Fiskal dan Kewenangan dari Kabupaten ke Desa Advokasi PerdalPerbup tentang Prosedur Penyusunan RDTRK Pengembangan Pusat Sumberdaya Komunitas Penegakan Hukum Lingkungan Melalui Pengembangan Koalisi Masyarakat Sipil Penelitian dan Advokasi untuk Peningkatan lndeks Pembangunan Manusia Pengembangan Kapasitas Warga dalam Perencanaan dan Penganggaran Partisipatif Program Beasiswa Penelitian Edisi 1Vol 1. Juni - Agustus 2006, SOLUSl.exe


Salam Solusi! Selamat berjumpa dalam edisi perdana Majalah Solusi. Solusi berarti jalan keluar dari suatu masalah. Exe kependekan dari execution, yang berarti tindakan mengimplementasikan suatu konsep. Jadi "solusi dot exe" berarti suatu sajian konsep untuk keluar dari suatu masalah dan disertai dengan tindakan mengimplementasikan konsep tersebut. Pemilihan nama "solusi dot exe" didasarkan atas dua hal. Pertama, bahwa selama ini, para aktivis INISIATIF bekej a dengan pola identifikasi masalah, merumuskan konsep solusi, dan mengimplementasikannya. Jadi nama ini bersifat menegaskan pola kej a INISIATIF. Kedua, bahwa INISIATIF bermaksud mengingatkan kepada diri kita sendiri dan juga publik bahwa saat ini masalah kemasyarakatan dan kenegaraan kita demikian berat dan kompleksnya. Tidak perlu ahli untuk sekedar mengidentifikasi. Yang sekarang diperlukan adalah solusi di level konsep dan praktik. Jadi, kami akan berusaha agar semangat dan isi majalah ini adalah memberi solusi atau setidaknya mencari solusi. Ruang lingkup isi majalah ini ada tiga. Pertama isu-isu participatory development. Kedua, isu-isu participatory governance. Ketiga, ideide inovatif dalam kerangka besar kebijakan publik. Development kami maksudkan sebagai suatu intervensilkegiatan yang dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan publik. Bidang tata ruang, pendidikan, kesehatan, perekonomian, politik, sosial budaya, hukum, dll. Governance adalah seperangkat nilai dan tata cara bekerjanya sektor publiklpemerintahan dalam rangka mengelola berbagai bidang kehidupan publik. INISIATIF percaya bahwa saat ini pola pikir dan praktik partisipasi diperlukan untuk memperbaiki nilai dan tata cara bekerjanya sektor publik agar terjadi perbaikan dalam berbagai bidang kehidupan publik itu sendiri. Dengan demikian, setiap konsep dan praktik yang mengarah pada perbaikan governance akan menjadi salah satu isi majalah ini. Namun demikian, INISIATIF percaya bahwa pola pikir tidaklah mapan, akan mengalami dan perlu untuk didekonstruksi. Oleh karena itu, harus ada inovasi agar pola pikir tidak mandek. Dengan demikian dalam majalah ini akan diangkat pula tulisantulisan yang reflektif dan memperbaiki konsep dan praktik participatory development dan governance. Dalam edisi perdana ini, kami mengangkat tema utama: "Mengadvokasi Perangkat Kebijakan Dasar Menuju Alokasi Anggaran untuk Rakyat". Tema ini perlu diangkat mengingat saat ini telah teridentifikasi bahwa alokasi APBD di banyak Daerah sebagian besar justru diserap oleh belanja aparatur. Sementara itu kebutuhan rakyat yang seringkali diusulkan dalam proses perencanaan partisipatif (Musrenbang, dsb) tidak mendapat alokasi yang memadai. Untuk sampai kepada alokasi Edisi 1Vol 1. Juni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

anggaran untuk rakyat. Setidaknya, menurut kami, ada empat kebijakan yang harus diperjuangkan rakyat dan atau dimiliki Daerah. Pertama, adanya RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) yang memuat kerangka kebijakan, program, dan indikasi belanja APBD yang mengutamakan hak dasar rakyat. Kedua, adanya prosedur perencanaan dan penganggaran tahunan yang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk terlibat. Ketiga, adanya pemberian kewenangan kepada desa untuk mengelola urusan publik yang berskala desa untuk menjamin efisiensi dan efektivitas pembangunan. Keempat, adanya prosedur transparansi dan akuntabilitas, yang mewajibkan Pemda untuk transparan dan bertanggung jawab, serta memberikan kesempatan dan landasan hukum kepada rakyat untuk melakukan kontrol publik. INISIATIF mengangkat kisah advokasi atas tiga dari empat kebijakan tersebut. Kisah pertama, tentang pengalaman mengadvokasi prosedur dan substansi RPJMD Kabupaten Bandung tahun 20062010. Dalam kisah ini terungkap bahwa ketidakberpihakan Pemda terhadap proses partisipasi menjadi sebab tidak dijalankannya prosedur partisipasi publik yang telah ditatapkan dalam Perda No. 812005. Oleh karena itu, INISIATIF mencoba mengadvokasi kondisi tidak partisipatifnya proses penyusunan RPJMD dengan lebih menekankan kepada advokasi terhadap substansi yang dimuat dalam RPJMD ini. Pelajarannya adalah bahwa rakyat harus memiliki kekuatan kontrol untuk menuntut agar Perda No. 812005 dijalankan secara konsekuen oleh Pemda. Tidak terlampau relevan lagi, mengandalkan Pemda untuk

menjalankan mekanisme partisipasi dengan sendirinya. Kisah kedua, bertutur tentang urgensi devolusi kewenangan dari Kabupaten ke Desa, disertai dengan proses panjang advokasi oleh INISIATIF di Kabupaten Bandung. Dalam tulisan ini terungkap Daerah tidak berani untuk memproduksi kebijakan yang inovatif atau dengan kata lain, reformasi kebijakan di Daerah sangat tergantung kepada peraturan yang dikeluarkan oleh Pusat. Akhirnya, diangkat kisah KPL (Komunitas Peduli Lingkungan) Majalaya dalam mengadvokasi Kerangka Acuan Kerja (KAK) implementasi belanja APBD oleh Dinas Lingkungan Hidup. Advokasi ini merupakan suatu langkah implementasi hak rakyat yang diatur dalam Perda No. 612004 Kabupaten Bandung. Pelajaran penting dari kisah ini adatah bahwa alokasi anggaran yang memadai belum tentu menjawab kebutuhan warga jika desain kegiatan di lapangan menyimpang. Kami percaya, bahwa dari kisahkisah advokasi yang ada dapat disarikan suatu formulasi solusi yang akan bermanfaat bagi pembaca. Baik dari kalangan pemda, akademisi, NGO, DPRD, dan masyarakat pada umumnya. Untuk itu Majalah Solusi memiliki rubrik How To. Yaitu suatu rubrik yang berisi solusi-solusi teknis maupun konseptual terhadap berbagai problem teknis maupun konseptual yang ada dalam isu kebijakan publik. Dalam edisi ini ada lima solusi yang dipaparkan, yaitu: (1) bagaimana mendesain RPJMD yang pro-rakyat; (2) bagaimana mengintegrasikan proses partisipasi dalam perencanaan dan penganggaran; (3) bagaimana merumuskan pagu indikatif anggaran pembangunan; (4) bagaimana mendesain desentralisasi kewenangan ke desa; serta (5) bagaimana


Sampul Depan "Mengadvokasi Perangkat Kebijakan Dasar Menuju Alokasi Anggaran untuk Rakyat." (Gambar sampul: Peta Batas Daerah Administratif Kabupaten Bandung)

Mencari Solusi "Edisi Perdana Majalah Solusi lahir dengan spirit rnenjadi bagian dari solusi atas sernua kompleksitas permasalahan kebijakan publik. Dengan segala keterbatasan rubrik, tarnpilan, dan materi- Solusi diterbitkan dengan kesiapan untuk perbaikan di masa datang."

Advokasi Proses dan Substansi RPJMD Kabupaten Bandung 2005-2010 "RPJMD adalah dokumen strategis yang mengekspresikan keberpihakan pemda terhadap sektor pembangunan prioritas selama lirna tahun ke depan. Publik harus memperjuangkan agar sektor mendasar yang merupakan hak dasar bagi rakyat dijadikan prioritas untuk diselesaikan dan mendapat alokasi indikatif APBD yang terbesar."

Advokasi Devolusi Fiskal dan Kewenangan dari Kabupaten ke Desa "Menciptakan kesejahteraan masyarakat harus dimulai dengan menyelesaikan problem kesejahteraan di tingkat lokal, yakni desa. Ternyata ada banyak problem desa yang muncul karena terlampau jauhnya rentang kontrol dari Kabupaten."

Advokasi KAK Implementasi APBD oleh KPL Majalaya "Berapapun besarnya alokasi APBD tidak akan rnenjamin problem di lapangan dapat diintewensi dengan baik (dan kemudian teratasi) apabilan desain kegiatan untuk belanja APBD ini tidak baik."

Mendesain RPJMD yang Pro-Rakyat "Kebijakan Anggaran Pro-Rakyat dapat diperjuangkan melalui advokasi perencanaan dan penganggaran tahunan. Akan lebih mudah bagi para pelaku advokasi, bila dapat meletakan dasar kebijakan anggaran pro-rakyat di dalam materi rencana jangka menengah (RPJMD)."

Mengintegrasikan Proses Partisipasi dalam Perencanaan dan Penganggaran "Masalah terbesar dari perencanaan partisipatif adalah usulan masyarakat segera hilang dan tidak terkontrol ketika telah memasuki proses penganggaran. Ada dua solusi yang dapat diajukan. Pertama adalah dengan mewajibkan pemda untuk mernpublikasikan pagu anggaran indikatif ketika musrenbang desa dimulai. Kedua adalah dengan mernbentuk lernbaga Forum Anggaran Kabupaten yang mewadahi seluruh delegasi rnasyarakat untuk mengontrol proses penganggaran."

Mendesain Pagu Indikatif Anggaran Pembangunan Daerah

I I I I

"Perencanaan baru bermakna jika dilakukan dengan mernpertimbangkan keberadaan surnber daya. Pagu anggaran indikatif membuat proses musrenbang lebih berrnakna".

Mendesain Devolusi Kewenangan dan Fiskal dari Kabupaten ke Desa Mendesain Langkah Pemantauan Publik atas Kewajiban Pemda Mengimplementasikan Perda tentang Transparasi dan Partisipasi Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah Bebas Bicara Bebas: Rencana Aksi I t u Tidak Dilaksanakan !( Wawancara dengan lwan Syarif ) Book Review: Third World Political Ecology Lembaran Daerah Perda No.612004 dan Perda No. 812005 Kontributor Vol. 1Edisi l/Juni 2006

I

lmemantau pelaksanaan Perda tentang transparansi dan partisipasi di Daerah. Kelima formulasi How To ini diangkat dari suatu pengalaman empirik INISIATIF di Kabupaten Bandung dan telah mengalami generalisasi. Dengan demikian, harapan kami adalah formulasi How To ini dapat menjadi referensi untuk diterapkan di Daerah lain. Rubrik berikutnya adalah Civic Modus. Dalam rubrik ini, akan diperkenalkan dan ditelaah peraturan perundangan nasional maupun Daerah mengenai tata pemerintahan serta tata kelola berbagai sektor pembangunan. Khususnya akan ditinjau pengaruhnya terhadap partisipasi masyarakat dalam berbagai sektor publik. Pengaruhnya bisa positif

atau negatif. Dalam edisi ini, diperkenalkan dan ditelaah Perda Kabupaten Bandung No.8 (D tahun 2005 tentang Tatacara Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah. Secara 3 umum Perda ini memberikan peluang bagi peningkatan peran masyarakat untuk mempengaruhi isi APBD. Namun demikian, ada dua langkah advokasi yang harus Idilakukan untuk menyempurnakannya. Yaitu mendesak Pemda untuk menerapkan Devolusi Kewenangan ke Desa dan menuntut Pemda untuk mengeluarkan pagu anggaran indikatif sebagai bahan Musrenbangdes. Dua ha1 ini secara nyata diamanatkan dalam Perda 812005. Untuk melengkapi isi majalah dari perspektif stakeholders. Dihadirkan rubrik Bebas Bicara Bebas! Untuk pertama kalinya, Iwan Syarif (mantan anggota Pokja Analisis Kemiskinan Partisipatif) diwawancarai oleh reporter Solusi.exe. Iwan mengatakan bahwa secara dokumen perencanaan, upaya penanganan kemiskinan telah jelas, masalahnya adalah dalam implementasinya. Tentu saja, ini menjadi PR untuk kita semua. Akhirnya, kami ucapkan selamat menikmati hidangan perdana ini. Kami yakin edisi perdana pasti dilirik meski belum tentu baik dan menarik. Oleh karena itu kami tunggu kritik dan saran anda untuk perbaikan edisi berikutnya.

c

8

5 6.

Diding Sakri, Direktur Eksekutif INISIATIF Edisi 1Vol 1.Juni - Agustus 2006, SOLUSl.exe


ADVOKASI RPJMD KABUPATEN BANDUNG:

MELETAKAN DASAR KEBERPIHAKAN Oleh: Saeful Muluk

#

.

Berdasarkan UU No. 2512004, Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Definisi SPPN di atas secara tegas menyebutkan bahwa dalam perencanaan diisyaratkan harus ada unsur keterlibatan penyelenggara negara dan masyarakat. Selanjutnya UU No. 2512004 pasal 2 ayat 3 menyatakan bahwa SPPN diselenggarakan berdasarkan asas umum penyelenggaraan negara. Asas umum penyelenggaraan negara dalam UU No. 2512004 merujuk pada UU No. 2811999 tentang Penyelenggaraaan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme. Ada tiga asas penting yang membuka partisipasi masyarakat dalam undang-undang tersebut yaitu: 1. Asas "kepentingan umum" yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dennan cara vann aspiratif, akomodatif, dan selektif; 2. Asas "kete;bukaanV yait; asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia Negara 3. Asas "akuntabilitas" yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. UU No. 2512004 juga menetapkan "mengoptimalkan partisipasi masyarakat" sebagai salah satu tujuan SPPN (pasal2 ayat 4 huruf d). Yang dimaksud dengan "partisipasi masyarakat" adalah keikutsertaan masyarakat untuk mengakomodasikan kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan (Penjelasan Pasal 2 ayat 4 huruf d). Sedangkan yang dimaksud dengan "masyarakat" adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum yang berkepentingan dengan kegiatan dan hasil pembangunan baik sebagai penanggung biaya, pelaku, penerima manfaat maupun penanggung risiko (Penjelasan Pasal 2 ayat 4 huruf d). Selain sebagai tujuan, UU No. 2512004 juga menempatkan partisipasi sebagai salah satu pendekatan SPPN disamping pendekatan politik, teknokratik, top-down, dan bottom-up. Penjelasan UU 2512004 menyatakan bahwa perencanaan dengan pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Jika UU No. 2512004 menempatkan pentingnya partisipasi masyarakat baik dalam penjelasan maupun dalam batang tubuhnya, maka UU 3212004 hanya memberikan penekanan pada pentingnya partisipasi dalam bagian penjelasannya saja. Berdasarkan UU No. 3212004 partisipasi masyarakat penting dalam sintem pemerintahanan daerah. Partisipasi masyarakat berguna untuk: 1. Mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat 2. Menciptakan rasa memiliki pemerintahan 3. Menjamin keterbukaan, akuntabilitas dan kepentingan umum

4

I

Edisi 1 Vol 1. Juni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

I

Yang dimaksud dengan "partisipasi masyarakat" adalah keikutsertaan masyarakat untuk mengakomodasikan kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan I 4. Mendapatkan aspirasi masyarakat dan 5. Sebagai wahana untuk agregasi kepentingan dan mobilisasi dana Berbeda dengan UU No. 2512004 dan UU No. 3212004 yang menekankankan pentingnya partisipasi masyarakat, UU No. 1712003 sama sekali tidak menyebutkan mengenai pentingnya partisipasi. UU No. 1712003 menyerahkan mekanisme prosesproses sosial dalam penganggaran kepada kebijakan di daerah. Untuk konteks Kabupaten Bandung, jaminan bagi partisipasi masyarakat dalam berbagai perumusan kebijakan publik termasuk dalam merumuskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) diatur dalam Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2004 tentang Transparansi dan Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupten Bandung (baca tulisan Memantau Pelaksanaan Transparansi dan Partisipasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah). Selain ketentuan tersebut, proses penyusunan RPJMD di


Kabupaten Bandung secara khusus diatur dalam Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan Perencanaan Daerah. Berbagai ketentuan di atas merupakan landasan dalam melakukan advokasi penyusunan RPJMD Kabupaten Bandung. Advokasi ini dilakukan pada dua aspek yaitu proses penyusunan dan substansi RPJMD. Advokasi proses dimaksudkan untuk memastikan proses penyusunan RPJMD dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sedangkan advokasi substansi dimaksudkan untuk memberikan alternatif disain pembangunan yang mencerminkan keberpihakan kepada masyarakat miskin dengan mengadvokasi sektor-sektor yang terkait dengan kebutuhan dasar masyarakat yaitu sektor pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, yang sejalan dengan pendekatan pembangunan manusia (human development).

Kabupaten Bandung telah memiliki ketentuan mengenai tata cara penyusunan perencanaan pembangunan daerah, yaitu Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2005 yang di dalamnya mengatur antara lain mengenai proses penyusunan RPJM Daerah. Menurut ketentuan ini, RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif (Pasal4 ayat 2). Pasal7 menyatakan bahwa tahapan penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah meliputi: penyusunan rencana, penetapan rencana, pengendalian pelaksanaan rencana, dan evaluasi pelaksanaan rencana. Sementara pada Pasal8 ayat (2) menyatakan bahwa penyusunan RPJM Daerah dilakukan melalui urutan kegiatan:

Kabupaten Bandung telah memiliki ketentuan mengenai tata cara penyusunan perencanaan pembangunan daerah, yaitu Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2005 yang di dalamnya mengatur antara lain mengenai proses penyusunan RPJM Daerah.

a) penyiapan rancangan awal rencana pembangunan daerah; b) musyawarah perencanaan pembangunan daerah; dan c) penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan daerah.

Proses penyusunan RPJM Daerah dalam Perda 812005 diatur dalam Pasal 13 sampai Pasal 18. Pasal 13 mengatur tugas Kepala Bapeda untuk menyusun rancangan awal dan menyelenggarakan konsultasi publik. Proses penyusunan rancangan awal RPJM Daerah berdasarkan Pasal 13 adalah Pertama, Kepala Bapeda menyiapkan rancangan awal RPJM Daerah sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah ke dalam strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, program prioritas Kepala Daerah, dan arah kebijakan keuangan Daerah. Kedua, Kepala Bapeda menyelenggarakan konsultasi publik dalam rangka menerima masukan untuk rancangan awal RPJM Daerah. Konsultasi publik diikuti oleh peserta yang terdiri dari: organisasi masyarakat di tingkat kabupaten, forum warga di tingkat kecamatan, organisasi kepemudaan di tingkat kabupaten, organisasi perempuan di tingkat kabupaten, perguruan tinggi, asosiasi profesi, dan media massa (pasal 10 ayat 2). Pasal 14 mengatur mengenai ketentuan dalam penyusunan rancangan Renstra SKPD dan rancangan RPJM Daerah. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa Kepala Satuan Kerja Perangka Daerah (SKPD) menyusun rancangan Rencana Strategis SKPD dengan berpedoman kepada rancangan awal RPJM Daerah yang sudah mendapatkan masukan dari masyarakat melalui forum konsultasi publik. Selanjutnya, Kepala Bapeda menggunakan rancangan Renstra SKPD tersebut untuk menyusun Rancangan RPJM Daerah dengan berpedoman kepada RPJP Daerah. Musrenbang Jangka Menengah Pasal 15 dan pasal 16 menjelaskan mengenai pelaksanaan Musrenbang Jangka Menengah. Rancangan RPJM Daerah menjadi bahan bagi Musrenbang Jangka Menengah yang diselenggarakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah Kepala Daerah dilantik. Musrenbang ini diselenggarakan oleh Kepala Bapeda dengan peserta yang terdiri dari unsur-unsur penyelenggara pemerintahan daerah dan unsur-unsur masyarakat. Keputusan mengenai hasil musrebang ini kemudian ditandatangani oleh unsur pemerintah daerah dan perwakilan dari unsur masyarakat yang dipilih dalam forum ini.

Pasal 17 menyatakan bahwa Kepala Bapeda menyusun rancangan akhir RPJM Daerah berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Menengah Daerah dan menyelenggarakan sosialisasi publik untuk mendapatkan masukan terhadap rancangan akhir RPJM Daerah.

Pasal 18 ayat ( I ) menyatakan RPJM Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Kepala Daerah dilantik. Setelah RPJM Daerah ditetapkan selanjutnya penetapan Renstra SKPD oleh masing-masing Kepala SKPD setelah disesuaikan dengan RPJM Daerah.

Edisi 1Vol 1. Juni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

I


V

Kisah Advokasi

Tabel 1. Tahapan dan Proses Penyusunan RPJM Daerah (Perda No. 812005) Tahapan IKegiatan

Input

Penyusunan RancanganAwal RPJM Daerah Menyiapkanrancanganawal RPJM daerah Konsultasi Publik

Proses

Masukan dar+ masyarakat (usulan perubahan)

2

1

Penyusunan rancangan Renstra SKPD

Kegiatan lni dilakukan oieh Kepala Bapeda.

Dokumen RancanganAwal RPJM Daerah.

Kegiatan ini diselenggarakanoleh Kepala Bapeda dengan tujuan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat.

peNbahan dokumen mncangan Awal RPJM Daerah berdasarkan masukan dari masyarakat

RancanganRPJP Daerah Visi dan misi Kepala Daerah terpilih. Dokumen Rancangan Awal RPJM Daerah.

Dokumen Rancangan Awal RPJM Daerah hasil konsultasi publik

'I

Output

Peserta konsultasi terdiri dari organisasi masyarakatdi tingkat kabupaten, forum warga di tingkat kecamatan, organisasi kepemudaan di tingkat kabupaten, organasas, perempuan 01I ngkal kabupalen perguruanungg asoslas profes dan medla massa Kegiatan ini dilakukan oleh Kepala SKPD.

Dokumen Rancangan Renstra SKPD.

Pmgram dan kegiatan berdasarkan tugas dan fungsi SKPD.

Dokumen Rancangan Awal RPJM Daerah hasil konsultasi publik.

Kegiatan ini dilakukanoleh Kepala Bapeda.

Dokumen Rancangan RPJM Daerah

Kegiatan ini diselenggarakanoleh Kepala

P e ~ b a h a nDokumen Rancangan

Dokumen Rancangan Renstra SKPD Rancangan RPJP Daerah Musrenbang Jangka Menengah(Pa1ing lambat 2 bulan setelah Kepaia Daerah dilantik)

Dokumen Rancangan RPJM Daerah Masukan dari masyarakat (usula" perubahan dan penyepakatan).

z E " . " , ~ ~ ~ ~ ~ , " ~ ~ , " nRPJM " ~Daerah ri~~~~~tkan berdasarkan tanggapan dan

Peserta terdiri dari unsur-unsur pemerintahandan unsur masyarakat.

Penetapan RPJM Daerah (Paling lambat 3 bulan setelah Kepala Daerah dilantik)

I'

~

Dokumen Rancangan Akhir RPJM Daerah.

Dokumen Rancawan RPJM Daerah hadl musrenbang. Masukan dari masyarakat (usulan perubahan dan penyepakatan).

Kegiatan sosialisasi ini difasilitasi oleh Bapeda.

Pewbahan Dokumen Rancangan Akhlr RPJM Daerah berdasarkanrnasukan dark proses sosialisasi publik.

Dokumen RancanganAkhir RPJM Daerah hasil sosialisasi publik

Kegiatan ini dilakukandalam proses legislasi Perda RPJM Daerah dan lampirannya di DPRD oleh Pansus RPJM Daerah dan berupa dokumen RPJM Daerah. komisi DPRD bersama eksekutif.

Penetapan Renstra SKPD

Kegiatanini dilakukan oleh Kepala SKPD dalam rangka menyesuaikanrancangan Renstra SKPD dengan RPJM Daerah yang sudah ditetapkan

Perda RPJM Daerah. Rancangan Renstra SKPD

...... d

Konsultasi Publik

,

Penetapan RPJM Daerah

-

Sosialisasi Publik

I

Penyusunan Rancangan Akhir

1 T

Musrenbang Jangka Menengah

4

Penyusunan Rancangan RPJM

T 1

Penyusunan Rancangan Renstra SKPD

Konsultasi Publik Kepala Daerah dilantik (5 Desember2005)

Edisi 1Vol 1. luni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

-

Dokurnen Renstra SKPD yang sudah disesuaikandengan RPJM Daerah.

Peraturan Daerah tentang RPJM Daera

T

Pembahasan di DPRD

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .>.

MusrebangJangka Menengahpaling lambat 2 bulan setelah pelantikan (5 Februari2006)

I

I

Rancangan Perda RPJM Daerah.

Penetapan RPJM Daerah paling lambat 3 bulan setelah pelantikan (5 Maret 2006)

6

rnasukan dari Derserta musrenbana. Kesepakatanpublik mengenai RPJM Daerah.

Kegiatan sosialisasi ini difasilitasi oleh Bapeda

PenyusunanRancangan Akhir RPJM Daerah Menyosun Dokumen Rancangan RPJM Daerah hasil musrenbang. rancanganakhir RPJM Daerah

6

-

I

Penyusunan Rancangan Awal RPJM

...

. . . .Wilayah . . . legislatif ........ Wilayah eksekutif

Dokumen Rancangan Akhir RPJM Daerah

7 7 7 7 -

Dokumen Rancangan RPJM Daerah yang sudah disepakati

Dokumen Rancangan RPJM Daerah

Dokumen Rancangan Renstra SKPD

Dokumen Rancangan Awal RPJM Daerah

I


Proses advokasi RPJMD oleh INlSlATlF tidak terlepas dari proses advokasi Perda No. 812005. Pada waktu itu, sekitar pertengahan tahun 2005, INlSlATlF telah menyampaikan kepada pemda bahwa ujicoba implementasi Perda No. 812005 adalah dalam proses penyusunan RPJMD yang akan dimulai setelah pelantikan Bupati baru pada Desember 2005. Selanjutnya INlSlATlF berkunjung kepada Bapeda Kabupaten Bandung pada 9 Januari 2006. Kunjungan ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana proses penyusunan RPJMD yang dilakukan oleh Bapeda. Karena sesuai dengan ketentuan, penyusunan RPJMD dilakukan sejak Kepala Daerah yang terpilih dalam Pilkada 2005 dilantik yaitu pada 5 Desember 2005. Dari kunjungan tersebut didapat keterangan bahwa penyusunan rancangan awal RPJMD sedang dalam proses oleh Bapeda yang dibantu oleh konsultan dari Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) UNPAD. Namun, dari kunjungan ini belum didapat keterangan mengenai jadwal proses penyusunan RPJMD secara keseluruhan yang meliputi berbagai tahapan seperti yang ditetapkan dalam Perda No. 8 Tahun 2005. Maka pada tanggal 12 Januari 2006, INlSlATlF kembali berkunjung ke Bapeda dan langsung bertemu dengan pemimpin kegiatan penyusunan RPJM Kabupaten Bandung. Dari diskusi dengan pimpinan kegiatan tersebut didapat keterangan bahwa seluruh tahapan proses penyusunan RPJM Kabupaten Bandung sudah dimasukkan ke dalam rencana dan jadwal kegiatan penyusunan RPJMD. Pada kesempatan itu pula, INlSlATlF mendapatkan tawaran untuk ikut memfasilitasi proses tersebut sekaligus turut pula dalam mengawal substansi dokumen rancangan RPJMD. Tawaran ini disambut dengan baik oleh INlSlATlF dengan rencana tindak lanjut fasilitasi kegiatan. Selanjutnya, INlSlATlF terlibat aktif memfasilitasi kegiatan pembahasan Rancangan Awal RPJMD yang dilakukan oleh Tim Teknis Penyusunan RPJMD Bapeda sampai 17 Januari 2006. Pembahasan oleh tim ini telah menghasilkan suatu matriks perencanaan yang merupakan penjabaran dari visi dan misi Bupati Bandung terpilih. Sebagai catatan, matriks yang disusun oleh tim teknis ini sedikit berbeda dari format yang disusun sebelumnya oleh konsultan. Format yang disusun konsultan mendapat kritik karena substansinya hanya memindahkan serangkaian substansi yang ada dalam buku Visi dan Misi Bupati Bandung tanpa proses elaborasi dan diskusi mengenai rasionaliasi dan koherensinya. Kritik ini muncul dari suatu persepsi bahwa proses penjabaran visi dan misi sebenarnya merupakan proses teknokratis yang menjadi tanggung jawab para perencana di Bapeda yang tergabung dalam tim teknis tersebut. Sementara matriks yang disusun oleh konsultan merupakan buah dari persepsi bahwa seluruh penjabaran visi dan misi yang meliputi tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, dan indikasi program rnerupakan bagian dari keputusan politis yang harus diterima apa adanya. Pada 19 Januari 2006, Bapeda menyelenggarakan pertemuan dengan seluruh SKPD Kabupaten Bandung. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengkoordinasikansubstansi RancanganAwal RPJMD dengan Rancangan Renstra SKPD yang sedang disusun secara paralel oleh SKPD. Bagi INlSlATlF sendiri, kegiatan ini merupakan titik balik dari proses perumusan substansi dokumen RPJMD karena ternyata substansi RPJMD yang tercermin dalam matriks perencanaan yang disebarluaskan kepada seluruh SKPD dalam forum tersebut bukan matriks yang disusun oleh tim teknis yang sudah disepakati melainkan matriks yang disusun oleh konsultan sebelumnya dengan sedikit modifikasi agar tidak terlihat menyimpang dari matriks yang disusun oleh tim teknis. Peristiwa tersebut menjelaskan satu ha1 bahwa persepsi mengenai substansi RPJMD sebagai keputusan politis yang harus diterima apa adanya telah meminggirkan persepsi lainnya yang menyatakan bahwa substansi itu sebenarnya merupakan proses teknokratis. Peristiwa ini memaksa INlSlATlF untuk memutuskan keluar dari proses pembahasan substansi dokumen Rancangan Awal RPJMD dan tidak lagi memfasilitasinya.Akan tetapi, INlSlATlF tetap memantau proses pelaksanaan tahapan-tahapan penyusunan RPJMD agar sejalan dengan ketentuan yang ada. Berdasarkanjadwal yang disusun dalam Bapeda, tanggal 23 Januari 2006

Peristiwa tersebut menjelaskan satu ha1 bahwa persepsi mengenai substansi RPJMD sebagai keputusan politis yang harus diterima apa adanya tela h meminggirkan persepsi lainnya yang menyatakan bahwa substansi itu diagendakan pelaksanaan kegiatan Konsultasi Publik dalam rangka penyusunan rancangan awal RPJMD untuk menerima masukan dari publik terhadap substansi RancanganAwal RPJMD. Akan tetapi, sampai awal Februari 2006 kegiatan ini belum dilaksanakan. Maka pada 8 Februari 2006, INlSlATlF mengunjungi Bapeda untuk mengkonfirmasi masalah ini. Keterangan dari pimpinan kegiatan penyusunan RPJM Kabupaten Bandung menyebutkan bahwa proses penyusunan RPJMD sudah akan memasuki tahap Musyawarah Perencanaan Pernbangunan (Musrenbang) Jangka Menengah yang akan dilaksanakan sekitar 15 Februari 2006. Ini berarti tahap konsultasi publik batal dilaksanakan. Ketika ha1 ini ditanyakan, tidak jelas alasannya mengapa kegiatan konsultasi publik ini tidak dilaksanakan. Menyikapi peristiwa tersebut, maka pada 10 Februari 2006 INlSlATlF menyampaikan surat kepada Bapeda perihal rekomendasi prosedur dan mekanisme penyusunan RPJM Kabupaten Bandung. Penyampaian surat ini dimaksudkan untuk mengingatkan Bapeda agar kegiatan konsultasi publik yang merupakan tahapan yang harus ditempuh dalam proses penyusunan Rancangan Awal RPJM Kabupaten Bandung dilaksanakan. Karena ini merupakan hak publik untuk terlibat dan tentu saja menjadi kewajiban pemerintah untuk menjalankannya. Akan tetapi, Bapeda

Edisi 1Vol 1. Juni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

7


tetap pada keputusannya untuk melakukan Musrenbang Jangka Menengah pada 15 Februari 2006 dengan mengirimkan surat undangan kepada INlSlATlF pada 13 Februari 2006 untuk hadir dan memberi tanggapan dalam forum tersebut. Materi tanggapan pun disiapkan oleh INISIATIF. Materi tanggapan berkisar pada dua hal, yaitu tanggapan terhadap proses penyusunan dan terhadap substansi Rancangan RPJMD itu sendiri. Tanggapan terhadap proses penyusunan menyimpulkan bahwa proses penyusunan Rancangan RPJMD belum dilaksanakan secara optimal karena meninggalkan tahap konsultasi publik yang harusnya dilaksanakan ketika menyusun RancanganAwal RPJMD. Sementara itu, tanggapan terhadap substansi menyoroti masalah konsistensi dan koherensi substansi dokumen Rancangan RPJM Kabupaten Bandung. Kesimpulannya adalah secara substansi, Rancangan RPJM Kabupaten Bandung konsisten secara aturan tetapi secara materi belum koheren. Sedianya, tanggapan ini akan disampaikan secara resmi dalam forum Musrenbang Jangka Menengah pada 15 Februari 2006. Akan tetapi, agenda forum yang dilaksanakan pada hari itu telah mengalami perubahan dari agenda yang telah diterima INlSlATlF sebelumnya. Namun demikian, tanggapan tersebut tetap disampaikan kepada Bapeda dan disebarluaskan kepada sebagian peserta yang hadir dalam forum tersebut. Setelah tahap Musrenbang Jangka Menengah, tahap selanjutnya adalah penyusunan Rancangan Akhir RPJM Kabupaten Bandung. Menurut ketentuan, pada tahap ini Bapeda harus melakukan kegiatan Sosialisasi Publik dalam rangka menerima masukan untuk perumusan RancanganAkhir RPJMD. Akan tetapi, menurut pemantauan INlSlATlF kegiatan ini tidak dilakukan oleh Bapeda. Walhasil, pada 9 Maret 2006 INlSlATlF mendapatkan keterangan bahwa Rancangan Akhir RPJM Kabupaten Bandung sudah memasuki tahap pembahasan di DPRD Kabupaten Bandung. Pada tahap ini, ketentuan mengatur harus ada proses konsultasi publik yang dilakukan oleh DPRD untuk menerima masukan dari masyarakat. Dalam suatu diskusi Edisi 1 Vol 1. luni - Agustus 2006, SOLUsl.exe

Sidang Panitia Musyawarah (Panmus) DPRD Kabupaten Bandungyang mengagendakan penetapan raperda mengenai RPJM Kabupaten Bandung sesuai dengan kesepakatan sebelumnya dilakukan pada 13 April 2006.

dengan salah seorang anggota Panitia Khusus DPRD yang membahas Rancangan Akhir RPJM Kabupaten Bandung didapat suatu kesepahaman mengenai proses dan substansi yang seharusnya dilaksanakan dan diadopsi dalam rancangan tersebut. Pansus RPJMD dipastikan akan melaksanakan kegiatan konsultasi publik sebagaimana yang diperintahkan oleh Perda No. 8 Tahun 2005. Berangkat dari kesepahaman tersebut, INlSlATlF kemudian menyusun materi yang akan disampaikan dalam forum konsultasi publik tersebut. Sampai tanggal 15 Maret 2006, masukan untuk Pansus telah diformulasikan. Untuk mendapatkan dukungan politis dari masyarakat, materi masukan ini kemudian dibahas bersama dengan berbagai organisasi masyarakat yang tergabung dalam Konsorsium LSM Kabupaten Bandung. Diskusi ini melahirkan kesepakatan mengenai materi tersebut sehingga masukan ini secara resmi diterima sebagai masukan dari masyarakat yang akan disampaikan dalam forum konsultasi publik di DPRD. Diskusi ini dilaksanakan sesaat sebelum konsultasi publik dilakukan pada 22 Maret 2006 karena jadwal konsultasi ini sebenarnya lebih cepat dari rencana jadwal semula yang diperkirakan sekitar 27 Maret 2006. Tanggal 22 Maret 2006 kegiatan Public Hearing oleh Pansus RPJMD dilakukan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat terhadap

Rancangan Akhir RPJMD yang sudah disusun dan diserahkan oleh eksekutif kepada DPRD Kabupaten Bandung. Sidang public hearing menyepakati masukan dari masyarakat diadopsi dalam rancangan RPJMD dan pansus menugaskan tim kecil yang terdiri dari elemen anggota Pansus RPJMD, Bapeda dan Masyarakat untuk melakukan revisi terhadap rancangan RPJMD. Tim kecil ini mulai bekerja sejak 23 Maret 2006 sampai 12 April 2006 dengan tugas pokok melakukan revisi draft RancanganAkhir RPJM Kabupaten Bandung sebelum akhirnya rancangan tersebut ditetapkan oleh DPRD. Pada 7 April 2006, tim kecil menyampaikan hasil revisi Rancangan Akhir RPJMD dalam sidang pleno Pansus RPJMD. Dalam sidang ini, Pansus telah menerima dan sepakat dengan beberapa catatan terhadap revisi rancangan tersebut. Sidang ini kemudian ditunda untuk memberikan kesempatan kepada tim kecil untuk melakukan finalisasi draft yang akan dibahas kembali pada sidang pleno pansus pada 12 April 2006. Sidang pleno Pansus RPJMD pada 12 April 2006 selain mengagendakan pembahasan akhir juga mengagendakan sosialisasi publik dalam rangka menyampaikan hasil revisi Rancangan Akhir RPJMD. Dalam sidang ini, baik Pansus DPRD maupun masyarakat menerima revisi Rancangan Akhir RPJMD dan disepakati akan ditetapkan esok harinya yaitu pada 13 April 2006. Sidang Panitia Musyawarah (Panmus) DPRD Kabupaten Bandung yang mengagendakan penetapan raperda mengenai RPJM Kabupaten Bandung sesuaidengan kesepakatan sebelumnya dilakukan pada 13 April 2006. Akan tetapi, sidang ini tidak dapat diikuti oleh masyarakat. Sampai tulisan ini disusun, status raperda RPJM Kabupaten Bandung baru ditetapkan di tingkat Panmus dan diperkirakan akan memasuki sidang paripurna pada minggu keempat April 2006. Materi yang dirumuskan sebagai masukan untuk Pansus RPJMD secara substansi mencakup dua hal. Pertama, kejelasan mengenai disain pembangunan jangka menengah yang akan diadopsi oleh dokumen RPJMD. Kedua, advokasi arah pembangunan


yang lebih jelas kepada pembangunan manusia. Pada ranah disain pembangunan, advokasi dilakukan untuk memastikan adanya kejelasan kerangka pembangunan yang akan dilakukan dalam rangka mencapai visi dan misi pembangunan. Kerangka pembangunan ini setidaknya harus menjelaskan mengenai kerangka permasalahan pembangunan, kerangka intervensi, dan kerangka implementasinyadalam satu kerangka fikir yang logis dan rasional. Sementara itu, advokasi pada arah pembangunan yang lebih jelas kepada pembangunan manusia dilakukan dengan mendorong penentuan alokasi anggaran yang lebih besar untuk sektor-sektor pendukung pembangunan manusia seperti sektor pendidikan, kesehatan, dan ekonomi (baca tulisan RPJM Kabupaten Bandung 2006 2010, Sebuah Disain Pembangunan Daerah). Dalam serangkaian pembahasan revisi draft RancanganAkhir RPJMD oleh tim kecil yang dibuat Pansus DPRD sebenarnya tidak terdapat perbedaan pandangan yang tajam. Seluruh masukan dari masyarakat yang bersifat strategis diterima dan diadopsi dengan mudah tanpa perdebatan panjang sehingga kerja tim kecil lebih banyak bersifat teknis. Substansi strategis yang menjadi masukan bagi revisi draft tersebut mencakup poin-poin berikut: 1. Adanya kerangka permasalahan pembangunan. Kerangka ini merupakan analisis terhadap isu-isu strategis yang diangkat dalam draft RancanganAkhir RPJMD. Analisis ini menghasilkan suatu konfigurasi permasalahan yang mencerminkan kedudukan dan keterkaitan antar isu strategis tersebut dalam konteks pembangunan yang akan dilaksanakan sehingga dapat dirumuskan berbagai langkah intervensinya secara tepat

-

Pada ranah disain pembangunan, advokasi dilakukan untuk memastikan adanya kejelasan kerangka pembangunan yang akan dilakukan dalam rangka mencapai visi dan misi pembangunan.

-

Gambar 2. Konfigurasi Permasalahan

Kinerja birokrasi masih rendah religius, sosial dan

pembangunandesa

Kesemrawutankota dan kemacetan lalu-lintas

I

Menurunnyadaya dukung dan kualitas lingkungan

I

2. Adanya kerangka intervensi yang jelas. Rumusan visi dan misi serta sasaran dan tujuannya harus berangkat dari pemahaman yang jelas terhadap kerangka permasalahan pembangunan. Rumusan-rumusan ini bukanlah sekadar daftar dari serangkaian rencana tetapi harus diletakkan dalam suatu kerangka intervensi pembangunan yang jelas dan mengacu kepada kerangka permasalahan tersebut sehingga jelas terlihat keterkaitan antara

Edisi 1Vol 1. Juni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

I


F Kisah Advokasi

Oleh: Ari Nurman

Penguatan Otonomi Desa Melalui Desentralisasi di Kabupaten Bandung Masih belum baiknya kebijakan publik di Indonesia dapat dilihat dari masih tingginya kemiskinan, ketertinggalan daerah tertentu, ketidakadilan alokasi sumberdaya, penyediaan pelayanan publik yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, korupsi, hilangnya kemandirian daerah, dll. Keterlibatan masyarakat dalam kebijakan publik, yang saat ini banyak diperjuangkan oleh banyak Organisasi non-Pemerintah (Ornop/NonGovernment Organization), dianggap sebagai upaya terbaik untuk memperbaiki masalah-masalah diatas. Sejalan dengan ha1 tersebut, otonomi desa dianggap sebagai cara yang paling strategis untuk dapat mendekatkan pelayanan publik pada masyarakat sebagai penerima manfaat (beneficiaries) pembangunan. Ini karena desa adalah pemerintahan pada tingkatan paling rendah dan paling dekat dengan masyarakat. Konsep ideal mengenai desa adalah desa yang otonom, yang mana memiliki kewenangan untuk mengelola surnber daya alam dan sumber daya ekonomi untuk kesejahteraan warganya dan mendistribusikannya secara adil kepada semua kelompok, terutama kelompok marginal. Lalu bagaimana otonomi desa di Indonesia?

Desa dan Otonominya Terkait dengan konsep otonomi desa, dalam wacana politik hukurn, dikenal dua konsep hak otonomi desa berdasarkan asal-usulnyal,yaitu hak berian dan hak bawaan. Hak bawaan adalah hak yang sejak dulu telah dimiliki desa (yang melekat pada sejarah asal-usul). Sedangkan berian adalah kewenangan yang diberikan pemerintah daerah. Pengadopsian hak bawaan ini dapat dilihat diantaranya dalam: Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 1 angka 122yang mendefinisikan desa sebagai "kesatuan masyarakat hukurn yang memiliki batas-batas wilayah yang benvenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia". PP 7212005 disebutkan pada Pasal 1 angka 6 disebutkan bahwa "Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia". PP 7212005 Pasal2 ayat (I) yang berbunyi "Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat". UU 3212004 Pasal206 huruf a' mengenai kewenangan desa. Sementara pengadopsian adanya hak berian, diantaranya dapat dilihat dari: Adanya pembentukan pemerintahan desa sebagaimana diatur dalam UU 3212004, pasal 200 ayat (1) yang berbunyi "Dalam pemerintahan daerah kabupatenlkota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa". UU 3212004 Pasal206 mengenai kewenangan desa, huruf b, c dan huruf d4

D

Konsep ideal mengenai desa adalah desa yang otonom, yang mana memiliki kewenangan untuk mengelola sumber daya alam dan sumber daya ekonomi untuk kesejahteraan Warganya dan mendistribusikannya SeCara adil kepada semua kelompok, terutama kelompok margina1 riimmmm

,.Zakana R. Yando, ihkanDesa BeberapaCatatan tentangup ayaUpaya Pengembalian Otonomi Desa, Yogyakarta, Desember 2W3.

'.Dalam PP No.72 tahun 2005 tentang Desa defmisi ini disebutkan pada Pasal 1 angka 5.

'.Dalam PP No.72 tahun 2005 tentang Desa ada pada Past47 huruf a '. Dalam PP No.72 tahun 2005 tentang Desa ada pada Past47 hurufb, c, dan d.

Edisi 1 Vol 1. luni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

I


Paparan diatas, desa baik dalam pengertian genealogis maupun administratif, memberikan pengakuan akan adanya otonomi desa. Selain itu pengakuan akan otonomi desa di Indonesia dapat dilihat lebih jauh dalam penjelasan PP No.7212005 pada penjelasan umum, yang menyebutkan bahwa salah satu dari lima prinsip6yang digunakan dalam penyusunan peraturan perundangan yang terkait dengan desa yaitu otonomi asli. Implikasi dari adanya otonomi, desa yang otonom berarti: -

-

kepada desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan umsan pemerintah tertentu. mempunyai hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan mengums sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat setempat diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa itu sendiri. Ini berarti desa mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat serta berkewajiban menyelenggarakan umsan pemerintahan. Pelaksanaan kewenangan tersebut dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa.

Kewenangan Desa dan Konsekuensinya Kondisi saat ini implementasi UU No.3212004 diharapkan berimplikasi pada pergeseran paradigma tatanan kepemerintahan dari yang bersifat sentralistis menuju yang bersifat desentralistis. Ketika status desa yang otonom sudah diakui secara hukum, yang kemudian menjadi pertanyaan adalah bagaimana status otonomi dan keberadaan desa diadopsi dan diimplementasikan? Masih dari sisi hukum, pengadopsian otonomi desa ini dapat dilihat dari adanya pasalpasal yang mengatur mengenai umsan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup: urusan vemerintahan vanrr" sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupatenlkota yang diserahkan pengaturannya kepada desa. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dadatau pemerintah kabupatedkota. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-perundangandiserahkan kepada desa. 2

Bila didalami kewenangan berdasar "hak asal-usul" desa pada saat ini mempakan kewenangan atas urusan yang tidak jelas. Kewenangan tersebut hanya ada pada desadesa yang "kuat" memegang teguh adat istiadatnya, yang mana umsan-urusan yang menjadi asal-usul masih jelas ada. Hal ini mungkin masih bisa dilihat di desa-desa di luar jawa. Sementara di desa-desa yang lain, seperti kebanyakan desa di Jawa, seiring dengan waktu dan "kebijakan" pemerintah pusat di masa lalu yang "menyeragamkan" perlakuan pada desa, adat istiadat dan kebiasaan di desa lambat laun menghilang dan seringkali terlupakan. Kemudian kewenangan desa menumt perundangan saat ini membuka peluang adanya devolusi kewenangan dari daerah kepada desa. Hal itu tercantum dalam kalimat kewenangan desa berupa urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupatedkota yang diserahkan pengaturannya kepada desa. Tentu saja ha1 ini suatu yang menjanjikan bagi desa. Disaat kewenangan atas umsan-urusan yang selayaknya dimiliki desa terkonsentrasi di daerah, adanya penyerahan sebagian urusan pemerintahan dari daerah ke desa akan menjadi jalan bagi kemandirian dan otonomi desa. Selain melalui penyerahan (devolusi) ke desa, kewenangan desa juga didapat melalui "Tugas Pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dadatau Pemerintah Kabupaten". Namun tugas perbantuan kepada desa hanya menjadikan desa sebagai pelaksanaleksekutorprogram kerja pemerintah pusat. Karena pada hakikatnya tugas perbantuan adalah desa mengerjakan urusan-urusan yang menjadi kewenangan pemerintahan yang lebih tinggi. Tugas pembantuan bagai pisau bermata dua. Di satu sisi tugas pembantuan dapat digunakan oleh pemerintahan yang lebih tinggi untuk memenuhi tujuan-tujuan tertentu atau melaksanakan urusan-urusan dalam usaha pengembangan desa. Tapi di sisi lain, tugas pembantuan juga berpotensi menjadikan desa lebih tergantung pada pemerintah yang lebih tinggi. Desa, tanpa merasa perlu berfikir dan merusaha mengembangkan inisiatifnya, memperoleh sumber dana untuk melaksanakan urusan-urusan pemerintahan

I

12

Edisi 1Vol 1. luni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

Tugas pembantuan bagai pisau bermata dua. Di satu sisi tugas pembantuan dapat digunakan oleh pemerintahan yang lebih tinggi untuk memenuhi tujuan-tujuan tertentu atau melaksanakan urusan-urusan dalam usaha pengembangan desa. Tapi di sisi lain, tugas pembantuan juga berpotensi menjadikan desa lebih tergantung pada pemerintah yang lebih tinggi.

, u tldakmempenlmbangkan ada atau tidali nyadesa tersebut dl masa lalu, sepenl desa yang dibentuk karena pemekaran desa atau karena uansmlgrasi ataupun !arena alasan lam yang warganya plurahstls, majemuk ataupun heterogen, d m saat ml entitasnya dlaliul sebagai desa Pnnsip dasar sebagat landasan pemtklran pmgaturan mengenai desa yam, ( I ) Keanekaragaman, (2) Pmsipasl, (3) otonom~ash, (4) Demokrattsasl, d m (5) Pemberdayaan masyaraliat


cukup hanya dengan mengikuti petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang diberikan. Tugas pembantuan ini berpotensi untuk hanya menjadikan desa sebagai "kuli" di desanya sendiri. Desa tidak akan merasa perlu dan tidak dapat mengembangkan inisiatifnya dalam melaksanakan umsan-urusan yang mempakan tugas perbantuan ini. Desa hanya perlu melaksanakan tugas perbantuan sesuai dengan petunjuk dan pedoman yang diberikan pemberi tugas pembantuan. Demikian juga dengan pertanggungjawabannya, desa hams mempertanggungjawabkan apa yang dikerjakannya pada pemberi tugas pembantuan. Kewenangan desa yang terakhir adalah "urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan pemndang-perundangan diserahkan kepada desa. Namun sayangnya, saat ini masih belum ada peraturan perundangan yang memberikan kejelasan mengenai urusanurusan apa saja yang diserahkan pada desa. Implikasi dari belum jelasnya jenis-jenis urusan tersebut menyebabkan desa "heureut lengkah", tidak bisa bebas melaksanakan inisiatifnya. Kemudian sebagai konsekuensi pelaksanaan hak dan kewajiban otonomi, desa mempunyai dukungan sumberdaya keuangan desa. Dukungan sumberdaya ini diperoleh dari pendapatan asli Desa, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupatenlkota, bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupatenlkota, bantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta hibah dan dijabarkan sumbangan dari pihak ketiga7.Lebih jauh dalam SE Mendagri No. 140/6401S~~ mengenai Alokasi Dana Desa, yang dimaksudkan membiayai program Pemerintahan Desa dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat. Pemberian Alokasi Dana Desa merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dari desa itu sendiri.

Otonomi Desa di Kabupaten Bandung: Sedang berusaha diwujudkan! Wacana pengembangan otonomi desa di Kabupaten Bandung mulai muncul pasca reformasi. Wacana tersebut terkait dengan keinginan mereformasi pemerintahan di tingkat kabupaten, terutama terkait dengan perbaikan pelayanan publik. Wacana perlunya pengembangan otonomi desa ini muncul dalam momen perencanaan tahunan yang mana banyak desa pada waktu itu kesulitan dalam mengusulkan kegiatan tahunannya. Banyak keluhan dari desa bahwa usulan mereka banyak "berguguran di jalan", dan sangat jarang yang kemudian t e m j u d . Tentu saja ha1 ini menimbulkan banyak kekecewaan di masyarakat dan ada kesan bahwa pemerintah tidak lagi memperhatikan kepentingan dan nasib masyarakat di desa. Keluhan lain datang dari pemerintah kabupaten, terutama instansi yang terkait dengan perencanaan. Kesulitan yang dihadapi adalah terlalu banyaknya usulan kegiatan dari masyarakat, melebihi kapasitas kemampuan pemerintah kabupaten untuk memenuhinya. Banyak usulan kegiatan yang tidak sesuai dengan prioritas pembangunan kabupaten, tidak layak di usulkan, tidak sesuai dengan kapasitas kemampuan atau pun usulan kegiatan yang "bukan merupakan kewenangan pemerintah daerah". Desa memiliki posisi yang strategis dalam menyediakan pelayanan publik sesuai dengan kehendak dan preferensi masyarakat. Tapi selama ini upaya desa dan partisipasi masyarakatnya terhambat oleh tidak jelasnya urusan-urusan yang menjadi kewenangan desa. Padahal berdasarkan pertimbangan lokalitas dampak, skala ekonomi dan keunikan, beberapa umsan sangat mungkin untuk diserahkan pada desa. Selain itu, dalam menyediakan pelayanan publik, desa juga masih terhambat oleh tidak adanya kepastian dukungan sumber daya yang dimiliki desa. Bahkan PBB dan pungutan lainnya yang diambil dari desa sedikit sekali yang kembali ke desa. Salah satu usulan pemecahan masalah tersebut, baik untuk mengurangi keluhan dari desa dan juga mengurangi pekerjaan pemerintah kabupaten, adalah dengan menegaskan kegiatan apa saja yang bisa diusulkan. Penegasan ini tentu saja terkait dengan kejelasan hubungan atau pembagian kewenangan antara pemerintahan kabupaten dengan pemerintahan desa. Konsekuensi dari ha1 tersebut desa akan memiliki pendapatan desa yang bersumber pada pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi setempat dan diperlukan adanya pengembangan model perimbangan keuangan antara kabupaten dengan desa. Harapannya, jika kegiatan yang diusulkan dalam proses perencanaan tahunan tersebut bisa dan mampu dilakukan oleh desa, untuk kepentingan desa itu sendiri, dan manfaatnya hanya untuk desa itu sendiri, tidak perlu kegiatan tersebut diusulkan pada pemerintah kabupaten. Hal ini sesuai sekali dengan harapan untuk lebih mendekatkan pelayanan publik pada masyarakat, yang mana kegiatan pelayanan publik yang bisa di lakukan di tingkat pemerintahan yang lebih rendah tidak perlu dan tidak hams dilakukan oleh pemerintahan yang lebih tinggi. Sesuai dengan asas kemudahan administratif. Momen tersebut akhirnya dapat seiring dengan pemberlakuan UU No.25 tahun 2004, UU No.32 tahun 2004, UU No.33 tahun 2004, serta terbitnya surat Menteri Dalam Negeri

Hal ini sesuai sekali dengan harapan untuk lebih mendekatkan pelayanan publik pada masyarakat, yang mana kegiatan pelayanan publik yang bisa di lakukan di tingkat pemerintahan yang lebih rendah tida k perlu dan tidak harus dilakukan oleh pemerintahan yang lebih tinggi.

Llhat UU3212004 pasal212 ayat 3 atau PP7212005 pas8168 Surat Edaran Menten Dalam Negert Nomor 1401640lSJ tanggal 22 Maret 2005 Perihal Pedoman Alokasl Dana Desa dart Pemerintah KabupatenlKota kepada Pemerintah Desa.

Edisi 1Vol 1. luni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

I

l3


Nomor: 140/640/SJ. Dewan Penvakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bandung kemudian menindaklanjutinya dengan menggunakan hak inisiatifnya untuk mengadopsi keempat perundangan tersebut dalam sebuah peraturan daerah tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah (Perda 812005). Hal tersebut telah memberikan sebuah kesempatan bagi desa untuk lebih terlibat dalam proses pembangunan. Desentralisasi dalam pembangunan desa hams selalu melibatkan ketiga elemen politik, fiskal dan institusional. Dimensi politis desentralisasi ke desa umumnya memberikan perhatian pada peningkatan partisipasi publik melalui pemicuan keaktifan warga dalam institusi publik. Dikabupaten bandung, ha1 ini terlaksana dengan diadopsinya sistem perencanaan pembangunan dalam perda adalah elemen politis. Sementara desentralisasi elemen fiskal juga telah terpenuhi dengan dirumuskannya peraturan daerah tentang Alokasi Dana Perimbangan Desa (Perda ini bam disahkan Febmari tahun 2006). Setelah elemen politik terpenuhi dengan diadopsinya sistem perencanaan pembangunan, dan elemen fiskal terpenuhi dengan dana perimbangan desa, kemudian yang diperlukan adalah adanya desentralisasi elemen institusional. Desentralisasi elemen institusi yang dimaksud adalah adanya desentralisasi kewenangan urusan-urusan tertentu dari kabupaten ke desa.

Hambatan Desentralisasi di Kabupaten Bandung Di Kabupaten Bandung, usaha untuk kendesentralisa; elemen institusi sebagaimana dimaksud diatas sebenarnya sudah mulai dirintis sejak tahun 2000. Saat itu sudah ada usaha yang dilakukan salah satu NGO lokal yang bekerjasama, secara tidak resmi, dengan elemen perencanaan di pemerintahan kabupaten bandung untuk merumuskan umsanumsan pemerintahan kabupaten apa saja yang mungkin untuk diserahkan ke desa. Namun ternyata ha1 tersebut mendapat hambatan karena belum adanya dasar hukum yang lebih tinggi yang memungkinkan adanya penyerahan sebagian umsan kewenangan kabupaten ke desa. Pada akhir tahun 2005 Dewan Penvakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bandung menggunakan mengambil hak inisiatif untuk menyusun rancangan peraturan daerah tentang Penyerahan Sebagian Kewenangan Kabupaten pada Desa. Proses penyusunan raperda tersebut berjalan sekitar 3 bulan sampai akhir januari 2006. selama proses tersebut banyak hambatan, terutama dari pihak eksekutif yang merasa keberatan dengan raperda tersebut. Alasan utama yang mereka ungkapkan adalah belum adanya peraturan yang lebih tinggi yang mengatur mengenai penyerahan sebagian kewenangan kabupaten pada desa. Alasan lainnya adalah bahwa saat ini, pasca munculnya UU3212004, belum ada kejelasan mengenai apa saja umsan pemerintahan kabupaten. Berbeda dengan UU 5/79 tentang pemerintahan daerah yang pada UU tersebut dijelaskan secara rinci apa saja umsan pemerintahan pada masing masing tingkatan. Namun sejak munculnya UU 22/99 dan revisinya UU3212004, pemerintah pusat belum memberikan kejelasan rincian umsan pemerintahan untuk tiap tingkatan pemerintahan. Keadaan ini memunculkan pertanyaan di kalangan NGO: Lalu selama ini, sejak tahun 1999, umsan pemerintahan apa saja dan mempakan kewenangan pemerintahan yang mana yang dikerjakan oleh pemerintah Kabu~atenBandune? " Tantangan yang jelas dihadapan mata bagi stakeholder di Kabupaten Bandung untuk memajukan otonomi desa adalah: Meneruskan pekerjaan penyusunan dan perumusan peraturan daerah mengenai penyerahan sebagian umsan pemerintahan kewenangan kabupaten ke desa. Selain itu juga melakukan advokasi ke pemerintah pusat agar sesegera mungkin merilis daftar umsan pemerintahan kewenangan pemerintah pada setiap tingkatan, mulai dari pusat, propinsi, daerah, dan desa. Mensosialisasikan peraturan daerah tentang - alokasi dana perimbangan - desa; dalam ha1 ini mempersiapkan dan menyediakan petunjuk bagaimana penggunaan alokasi dana perimbangan desa serta mempersiapkan dan menyediakan sistem pengawasan penggunaannya. Khusus bagi desa, menggunakan kesempatan musrenbang desa untuk merencanakan kegiatan dan mengalokasikan dana dari perimbangan desa untuk kegiatan kegiatan yang akan dilakukan di desa serta kegitan kegiatan yang akan diusulkan ke kabupaten.

Penutup: Tantangan Desentralisasi di Kabupaten Bandung Memang disadari bahwa penguatan otonomi desa melalui desentralisasi di Kabupaten Bandung masih belum selesai. Namun setidaknya dengan sudah adanya realisasi perencanaan partisipatif melalui musrenbang desa, serta desentralisasi fiskal melalui perda Alokasi Dana Perimbangan Desa, warga desa sudah dapat menggunakannya untuk mengadvokasikan kepentingan mereka.l

I

14

Edisi 1Vol 1. luni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

Dengansudahadanya realisasi perencanaan partisipatif melalui musrenbang desa, serta desentralisasi fiskal melalui perda Alokasi Dana Perimbangan Desa, warga desa sudah dapat menggunakannya untuk mengadvokasikan kepentingan mereka.


Kisah Advokasi

I

Oleh: Wulandari

Upaya Komunitas Peduli Lingkungan (KPL) Untuk Memastikan Efektivitas dan Efisiensi APBD

Dalam tulisan ini akan diangkat sekelumit kisah advokasi anggaran oleh kelompok penerima manfaat kegiatan pembangunan (beneficiariesi) dengan dukungan dari NGO (sebagai kelompok peduli). Yaitu advokasi Pemberdayaan Masyarakat Peduli Lingkungan di Majalaya. Kasus ini terdiri dari lima tahap yaitu: 1. Pengusulan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Peduli Lingkungan di Majalaya 2. Pengusulan dan Pengawalan Alokasi APBD untuk Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Peduli Lingkungan di Majalaya sebesar Rp. 25 Juta 3. Pembuatan KAK untuk Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Peduli Lingkungan di Majalaya 4. Pelaksanaan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Peduli Lingkungan di Majalaya 5. Transparansi dan Akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan untuk kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Peduli Lingkungan di Majalaya Dinamika dari tiap tahap tersebut dipaparkan dalam uraian berikut ini.

Pengusulan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Peduli Lingkungan di Majalaya Majalaya adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Bandung yang penduduknya padat, kemudian banyak pabrik industri, banyak Pedagang Kaki Lima (PKL), memiliki banyak pasar (Pasar Bingung, Pasar Baru, Pasar Desa Ciwalengke, Pasar Desa Wangisagara), sehingga kalau menginjakkan kaki ke pusat kota Majalaya, kekumuhan adalah hidangan pembukanya. Kondisi ini diperparah karena saat ini proses pengelolaan sampah masih menggunakan pola tradisional yaitu: buang, angkut, dan buang. Padahal sudah saatnya ada suatu sistem pengelolaan yang berbasis komunitas, yaitu sampah dibuat menjadi produk yang kembali dapat digunakan. Hal ini akan mengurangi jumlah sampah yang harus diangkut ke tempat pembuangan akhir. Pola seperti ini masih terus berjalan karena dua hal. Pertama faktor kebijakan. Yaitu bahwa arah kebijakan pengelolaan sampah di Kabupaten Bandung masih mengandalkan kepada daya angkut truk sampah. Bukan diarahkan pada pemberdayaan masyarakat agar menjalankan sistem pengelolaan komunal. Faktor kedua adalah pengetahuan masyarakat yang kurang sehingga mereka tidak memahami bahwa ada cara lain dalam mengelola sampah. Hal ini disadari betul oleh INISIATIF. Sehingga pada tahun 2004, salah satu program INlSlATlF diarahkan pada pengembangan komunitas peduli lingkungan. Hal sejalan dengan pemikiran INlSlATlF bahwa dua masalah pembangunan terbesar khususnya di perkotaan saat ini adalah masalah kemiskinan dan lingkungan.

Sebagai langkah awal INlSlATlF melakukan suatu riset partisipatif bersama warga Majalaya. khusus dalam sektor lingkungan. Riset ini kemudian menyimpulkan dua hal. Pertama bahwa pola kebijakan pembangunan sektor lingkungan hidup harus diubah. Perubahan ini harus dilakukan dengan suatu advokasi kebijakan oleh warga. Kesimpulan kedua, bahwa agar dampak dari advokasi kebijakan ini meluas di warga, maka harus dimulai dengan suatu advokasi yang menghadirkan kegiatan konkrit sesuai kebutuhan warga. Dari kesimpulan ini, kemudian dikembangkan suatu ide bahwa advokasi harus diarahkan kepada perlunya pemda membuat suatu program atau kegiatan pemberdayaan masyarakat peduli lingkungan. Output dari kegiatan ini adalah: , adanya pemahaman warga tentang tata kelola sampah berbasis komunitas

,

-

Kemudian dikembangkan ide bahwa advokasi harus diarahkan kepada perl~nyapemda membuat suatu program atau kegiatan pemberdayaan masyarakaf peduli lingkungan. SU&U

-

Edisi 1 Vol 1. Juni - Agustus 2006, SOLUSl.exe


2. dimulainya suatu upayalpraktik pengelolaan sampah berbasis komunitas 3. diagendakannya kegiatanlprogram pengelolaan sampah berbasis komunitas oleh Dinas Lingkungan Hidup. Adapun outcomes dan atau dampak lebih jauh yang diharapkan adalah diterapkannya pola pengelolaan sampah berbasis komunitas ini di Kabupaten Bandung. Untuk memulai langkah ke arah itu, komunitas Majalaya membentuk suatu Komunitas Peduli Lingkungan (KPL). Disepakati dalam pertemuan-pertemuanKPL bahwa warga akan mengusulkan kegiatan pemberdayaan itu melalui Musyawarah Perencanaan Kegiatan Tahunan (MPKT). Dimulailah keterlibatan KPL dalam MPKT desa dan kecamatan. Selain berhasil mengusulkan kegiatan pemberdayaan masyarakat peduli lingkungan, KPL juga berhasil menempatkan kadernya sebagai ketua delegasi kecamatan yang akan mengikuti proses MPKT di kabupaten.

Mengusulkan dan Mengawal Alokasi APBD untuk Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Peduli Lingkungan Delegasi kecamatan dalam MPKT kabupaten pada dasarnya berperan dalam mengawal alokasi RAPBD. Dalam proses pengawalan ini, ada beberapa langkah yang ditempuh: 1. melakukan negosiasi dan rasionalisasi dengan pihak DLH (pemda) tentang pagu anggaran untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat peduli lingkungan yang telah diusulkan kecamatan. 2. memastikan bahwa kegiatan pemberdayaan masyarakat peduli lingkungan beserta pagu anggaran yang telah disepakati bersama DLH, telah pula dimasukan dalam daftar rekapitulasi usulan desa dan kecamatan yang telah diverifikasi.

-

Berdasarkan prinsip ini, maka jelas, sebesar apapun sumber daya (APBD) yang berhasil kita advokasikan untuk dialokasikan pada kegiatan, tetap saja yang lebih penting adalah desain kegiatan untuk memanfaatkan dana tersebut.

-

Pembuatan KAK adalah langkah wajib dan penting yang dilakukan oleh setiap dinas untuk mengeksekusi dana APBD. Dalam KAK ini pada intinya terdapat dua informasi penting: 1. proses pengerjaan kegiatan yang akan ditempuh agar tujuan kegiatan tercapai; dan 2. spesifikasi output yang akan dihasilkan oleh kegiatan tersebut.

Mengingat pentingnya langkah advokasi pembuatan KAK, salah seorang pendamping komunitas dari INlSlATlF mengadakan serangkaian diskusi dengan aktivisi KPL. Dalam diskusi ini, dibahas bahwa metoda pemberdayaan masyarakat peduli lingkungan harus tepat agar anggaran Rp. 25 juta ini bermanfaat. Setidaknya harus memuat tiga ha1 penting, yaitu: 1. Pelatihan (outputnya adalah kognitif). Diharapkan masyarakat bisa mengetahui dan memahami bagaimana memperlakukan sampah dengan baik. 2. Studi banding (outputnya adalah afektif). Diharapkan masyarakat bisa termotivasi dengan melihat komunitas lain yang sudah mempraktikkan ha1 tersebut. Contohnya komunitas Cibangkong, Pasar Minggu Jakarta, Jagakarsa Jakarta, dll. 3. Uji coba melalui praktek langsung dengan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, (outputnya adalah psikomotorik). Diharapkan masyarakat bisa mempraktekkannya langsung dan menjalankan proses belajar. Mengetahui hambatan, tantangan dan keberhasilan dalam mengelola sampah.

Dalam proses perumusan KAK ini prinsip dasarnya adalah bahwa "sumberdaya (APBD) adalah input. Proses pemanfaatan input ini tergantung desain kegiatannya. Semakin baik desain kegiatan, akan semakin baik pula manfaat penggunaan input tersebut. Demikian pula sebaliknya". Berdasarkan prinsip ini, maka jelas, sebesar apapun sumber daya (APBD) yang berhasil kita advokasikan untuk dialokasikan pada kegiatan, tetap saja yang lebih penting adalah desain kegiatan untuk memanfaatkan dana tersebut.

Setelah masyarakat yang dimotori KPL memiliki konsep ini, maka dilakukan serangkaian audiensi dengan DLH. Dalam serangkaian audiensi ini, diketahui bahwa ternyata konsep pemberdayaan masyarakat peduli lingkungan dari DLH hanya menyentuh

Dalam dua langkah di atas, delegasi kecamatan Majalaya telah berhasil memasukan usulan kegiatan pemberdayaan masyarakat peduli lingkungan ke dalam rekapitulasi usulan desan dan kecamatan. Adapun besaran biayanya adalah Rp. 25 juta. Sesungguhnya masih ada tahap berikutnya selain terlibat dalam MPKT kabupaten. Yaitu terlibat dalam proses pembahasan APBD di DPRD. Namun demikian, pada tahun 2004, untuk APBD 2005, delegasi kecamatan belum dapat terlibat dalam proses ini. Hal ini sangat penting untuk dilakukan, karena daftar usulan yang telah ada dalam rekapitulasi tadi, bisa saja tercoret karena ulah DPRD. Namun demikian, untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat peduli lingkungan, ha1 ini ternyata tidak terjadi. Pada awal tahun 2005, ketika APBD sudah disahkan, INlSlATlF mengakses data di DLH, dan diketahui dalam DASK (daftar anggaran satuan kerja), bahwa pemberdayaan masyarakat peduli lingkungan resmi terdaftar sebagai salah satu kegiatan APBD 2005. Kemudian INlSlATlF melakukan suatu langkah taktis yaitu menyebarluaskan DASK untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat peduli lingkungan kepada masyarakat Majalaya khususnya KPL. Berbekal DASK ini, maka KPL melakukan proses advokasi berikutnya. Yaitu proses pengawalan pembuatan Kerangka Acuan Kerja (KAK).

Pembuatan KAK untuk Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Peduli Lingkungan

I

16

Edisi 1 Vol 1. luni - Agustus 2006, SOLUSl.exe


nomor 1, yaitu pembekalan secara pengetahuan saja. Hal ini tentu saja tidak sesuai dennan - harapan dan kebutuhan warna. Dari sisi pendanaan, anggaran sebesar RP. 25 juta itu, dibelanjakan habis hanya untuk kegiatan di kelas selama 2 hari. Sementara itu, dengan anggaran yang sama, KPL memiliki desain pemberdayaan masyarakat peduli lingkungan yang meliputi tiga poin di atas. Singkat cerita terjadi proses diskusi tentang konsepd dan desain KAK. Karena pada dasarnya konsep KPL berangkat dari kebutuhan warga, maka pada akhirnya DLH menerima usulan KAK dari KPL. Pada akhirnya disepakati bahwa: 1.KAK dari KPL akan meniadi ~anduandalam ~elaksanaankeaiatan Pemberdayaan ~ a s ~ a i a k a Peduli t' ~in~kungan 2. Karena kegiatan ini hanya bernilai Rp. 25 juta maka akan dilaksanakan dengan mekanisme swakelola 3. Dalam mekanisme swakelola ini dibentuk Panitia Bersama antara DLH dan KPL 4. Pada akhir kegiatan akan dilakukan pertanggungjawabankegiatan kepada masyarakat Majalaya sebagai penerima manfaat kegiatan

-

Dengan adanya kesepakatan di atas, maka advokasi memasuki tahap berikutnya yaitu pelaksanaan kegiatan di lapangan.

Karena sejak perencanaan sampai dengan monev, warga terlibat maka pertanggungjawaban diterima oleh warga. Singkatnya, Warga pUaS atas proses pelaksanaan kegiatan Pemberdayaan Masvarakat Peduli ~ i n ~ k u n yang ~an menelai biaya APBD 2005 sebesar Rp. 25 juta.

Pelaksanaan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Peduli Lingkungan Kegiatan dilaksanakan dengan jadwal sbb: Tanggal 2123 November 2005 kuliah di kelas, dengan materi: Cleaner production Mengenal sampah, bahayanya dan cara pengelolaannya Teori dan praktik komposting sampah Kebijakan pengelolaan sampah di Kabupaten Bandung beserta Kebijakan Anggarannya. e. lnisiatif pengelolaan sampah yang dilakukan oleh komunitas secara mandiri f. Teori dan praktik daur ulang sampah non organik menjadi karya seni g. Teori dan praktik biogas dari kotoran kuda h. Teori dan praktik bioteknologi dari kotoran kuda i. Peran pendamping masyarakat 2. Tanggal 24 November 2005 Pembuatan kreasi tong sampah 3. Tanggal 25 November 2005 Kampanye lingkungan ke empat desa dan empat sekolah 4. Tanggal 26 November 2005 Kunjungan lapangan ke komunitas yang sudah melakukan pengelolaan kompos sampah secara mandiri yaitu: Kelurahan Cibangkong (RW 11) dan Wahana Peduli Lingkungan. 1. a. b. c. d.

Semua kegiatan di atas diikuti oleh 38 orang yang berasal dari 11 desa di Kecamatan Majalaya.

Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pengelolaan Keuangan Setelah selesai kegiatan di lapangan, pada awal Desember 2005, dilakukan pertanggungjawaban keuangan oleh DLH kepada masyarakat Majalaya. Mekanismenya adalah dalam suatu rapat yang difasilitasi oleh KPL. Karena sejak perencanaan sampai dengan monev, warga terlibat maka pertanggungjawaban diterima oleh warga. Singkatnya, warga puas atas proses pelaksanaan kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Peduli Lingkungan yang menelai biaya APBD 2005 sebesar Rp. 25 juta.

Kesimpulan Pertama, bahwa suatu proses advokasi kebijakan harus utuh ditempuh dari tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan monev. Keutuhan proses ini akan memastikan pula keutuhan manfaat dari materi yang diadvokasikan. Selain itu akan menjadi proses pembelajaran yang utuh pula kepada masyarakat dan pemda tentang siklus kebijakan yang partisipatif, transparan, dan akuntabel. Kedua, advokasi kebijakan publik harus merupakan kombinasi dari kekuatan

teknislteknokratis dan partisipatif. Kekuatan teknis diperlukan karena memang siklus kebijakan sarat dengan ketentuan administratif yang baku. Juga diperlukan kemampuan teknis untuk menjalankan suatu kegiatan pembangunan. Baik berupa pengadaan barang dan jasa (seperti kasus ini) maupun dalam pembuatan regulasi. Pengusaaan substansi sangat penting dalam ha1 ini. Tanpa pengawalan ini, maka alokasi belanja pembangunan akan sia-sia (tidak efisien). Kekuatan partisipasi diperlukan di satu sisi sebagai kekuatan penekan dan kontrol pemerintahan. Di sisi lain sebagai pemberi masukan tentang kebutuhan riil yang harus dipenuhi oleh kegiatan pembanguan daerah. Ketiga, arah advokasi anggaran jangan dipersempit hanya menjadi advokasi dalam penyebarluasan informasi tentang alokasi belanja publik. Sekali lagi, karena alokasi belanja ini adalah hanya sebuah input bagi pelaksanaan kegiatan yang dibiayai APBD. Sebesar apapun alokasi belanja, jika implementasi tidak dikontrol oleh publik maka akan siasia.B

Edisi 1 Vol 1. Juni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

I

17


RPJMD KABUPATEN BANDUNG 2006-2010

Sebuah Disain Pembangunan Daerah Pro- Rakyat Oleh: Tim Peneliti INlSlATlF Kebijakan mengenai otonomi daerah dimaksudkan meningkatkan kemampuan pemerintah dalam memberikan layanan publik yang lebih baik dengan mendesentralisasikansebagian kewenangan dan fiskalnya kepada daerah. Dengan adanya desentralisasi kewenangan dan peningkatan kapasitas fiskal daerah diharapkan pemerintah daerah dapat memberikan pelayan publik secara lebih efektif dan efisien kepada masyarakat terutama menyangkut sektor-sektor yang terkait dengan kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Selain kebijakan mengenai desentralisasi kewenangan dan fiskal, salah satu kebijakan strategis lainnya yang turut memberikan dinamika di daerah adalah pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung. Pilkada langsung adalah suatu momentum yang menegaskan pentingnya partisipasi warga lokal dalam pembangunan di daerah. Dengan pilkada langsung, diharapkan akan muncul figur pimpinan daerah yang dekat dengan masyarakat dan memahami kebutuhan-kebutuhannya. Figur yang kemudian terpilih menjadi pimpinan daerah adalah figur yang dianggap bakal membawa perubahan kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Agenda pertama pimpinan daerah terpilih adalah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah yang substansinya merupakan penjabaran dari visi dan misi. RPJMD sebagai sebuah disain pembangunan jangka menengah (5 tahunan) setidaknya mencakup 3 unsur kerangka pembangunan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dalam proses pelaksanaan pembangunan. Ketiga aspek tersebut adalah pertama, kerangka permasalahan pembangunan. Kerangka ini mencerminkan suatu pemahaman yang komprehensif tentang kondisi objektif dari berbagai aspek atau sektor pembangunan yang menjadi landasan dalam menentukan kerangka pembangunan berikutnya yaitu kerangka intervensi pembangunan. Kerangka intervensi adalah serangkaian upaya strategis dan sistematis dalam rangka mengubah kondisi ke arah yang lebih baik. Sebuah kerangka intervensi mencerminkan suatu rumusan mengenai tujuan, pendekatan dan metodologi dalam mewujudkan tujuan utama (goals) pembangunan, yaitu kesejahteraan masyarakat. Kerangka terakhir adalah kerangka implementasi pembangunan. Kerangka ini mencerminkan berbagai instrumen pembangunan yang meliputi kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan serta instrumen untuk pemantauan pelaksanaannya dan evaluasi hasil-hasil pembangunan. Ketiga kerangka ini harus ada dalam sebuah disain pembangunan.

Kerangka Permasalahan

Kerangka lntewensi

I

I Kebijakan keuangan

Kondisi umum daerah Isu strategis

I

18

Kerangka lmplementasi

Kebijakan pembangunan Strategi dan Pr~or~tas Pembangunan

Edisi 1 Vol 1. Juni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

Program pembangunan Mon~tor~ng dan evaluas~

Selain kebijakan mengenai desentralisasi kewenangan dan fiskal, salah satu kebijakan strategis lainnya yang turut memberikan dinamika di daerah adalah pemilihan kepala daerah (Pil kada) secara langsung.


Dengan menggunakan kerangkakerangka tersebut kita bisa melakukan sebuah analisis terhadap suatu disain pembangunan yang akan diadopsi, misalnya, sejauhmana disain pembangunan berpihak kepada masyarakat miskin dan memperhatikan keberlanjutan lingkungan.

Dalam konteks Kabupaten Bandung, setidaknya ada 9 isu strategis yang diangkat oleh Bupati Bandung yang terlipih pada pilkada tahun 2005 lalu yang mencerminkan kepekaan seorang pimpinan terhadap berbagai masalah pembangunan di daerah yang dipimpinnya. Sekadar mengingatkan kembali, kesembilan isu resistensi nilaistrategis itu adalah (I) nilai religius, sosial dan budaya sebagai akibat dari derasnya arus perubahan dan globalisasi, munculnya berbagai penyakit masyarakat, menurunnya kepekaan dan solidaritas sosial, serta berkurangnya kesadaran dan citra budaya Sunda dalam kehidupan masyarakat, (2) kualitas pendidikan masih relatif rendah disebabkan antara lain belum tercapainya target RLS, kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pelayananan pendidikan, persebaran dan kesejahteraan tenaga pendidik yang belum memadai, (3) kualitas pelayanan kesehatan, kesadaran hidup bersih dan sehat, serta kualitas kesehatan lingkungan yang masih relatif rendah, (4) Jumlah penduduk miskin masih relatif tinggi yang disebabkan oleh tingginya tingkat pengangguran, rendahnya tingkat pendapatan dan tingginya LPP, (5) koordinasi, integrasi, simplikasi, sinkronisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dan belum optimalnya aplikasi konsep pembangunan partisipatif, (6) kualitas pelayanan publik belum optimal disebabkan antara lain oleh terbatasnya kualitas sumberdaya manusia aparatur, kinerja birokrasi, SPM, dan sarana prasarana yang belum memadai, (7) masih rendahnya keterpaduan pemanfaatan ruang kota, seperti terminal, pasar dan sistim transportasi sehingga menyebabkan kesemrawutan kota dan kemacetan lalu lintas, (8) menurunnya daya dukung dan kualitas lingkungan ditandai dengan meningkatnya pencemaran air dan udara serta

masalah lingkungan lainnya seperti banjir dan longsor, yang disebabkan oleh rendahnya kesadaran, perhatian dan kepedulian terhadap lingkungan, aktivitas pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan, rendahnya efektivitas penataan ruang dan lemahnya pengawasan dan pengendalian, dan (9) rendahnya kinerja pembangunan desa disebabkan kualitas SDM, sarana infrastruktur perdesaan, pemanfaatan ruang kawasan pedesaan, lemahnya kelembagaan desa dan belum teralokasikannya sumber keuangan desa secara memadai. Bila dianalisis, kesembilan isu strategis tersebut setidaknya mencerminkan 3 . . pokok permasalahan pembangunan yang ingin diperbaiki oleh pemerintah daerah yaitu pertama, masalah kinerja birokrasi yang masih rendah yang diindikasikan oleh rendahnya koordinasi pembangunan dan rendahnya ~elavanan~ublik.Kedua, masalah rendahnva akselerasi Dembangunan ieruiama pads sektor layanan dasar sepertfpendidikan, kesehatan, infrastruktur dan tata ruang wilayah. Hal ini diindikasikan oleh rendahnya akses dan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat, serta rendahnya kualitas infrastruktur dan penataan wilayah. Ketiga, masalah dampak negatif pembangunan seperti resistensi nilai-nilai sosial, kultural dan agama serta faktor eksternal yang mempengaruhi proses pembangunan yang umumnya berada di luar kendali pemerintah seperti bencana alam dan proses globalisasi. Indikator-indikator pembangunan pada awal tahun 2006 ini menunjukkan situasi yang sejalan dengan kondisi-kondisi yang ingin diselesaikan oleh pemerintah daerah di bawah kepemimpinan Bupati Bandung terpilih. Secara umum, indeks-indeks pada indikator-indikator pembangunan dalam 5 tahun terkahir tidak mengalami peningkatan yang signifikan, bahkan untuk indikator kesehatan cenderung terjadi penurunan dari 68,37 pada tahun 2000 turun menjadi 65,85 pada tahun 2004.

Tabel lndeks komponen

PEM

2001

2002

2003

2004

95,50

97.61

97.44

97.53

98.23

N.a

7.43

7.56

8.03

RLS

7,16

AHH

68,37

68.93

Nda

65.4

65.85

N.a

N.a

N.a

530.000

534.320

Daya Beli

\

2000

Sumber: diolah dari Bapeda Kabupaten Bandung

Langkah-langkah intervensi pembangunan yang akan dilakukan Pemerintah Kabupaten Bandung merujuk kepada kerangka permasalahan yang sudah diidentifikasi sebelumnya. Ada tiga karaktersitik intervensi dalam disain pembangunan jangka menengah yang dirumuskan dalam RPJM Kabupaten Bandung, yaitu (I) intervensi terhadap sistem dan pelaku pembangunan daerah yang ditujukan untuk mewujudkan tata kepemerintahan yang baik., (2) intervensi akselerasi pembangunan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan infrastruktur pendukungnya, dan (3) intervensi terhadap faktor penunjang pembangunan yang ditujukan untuk membangun dan memelihara karakter dan kearifan lokal. Yang paling penting dari disain pembangunan ini adalah suatu kerangka implementasi yang jelas yang menunjukkan adanya prioritas dan proporsi alokasi anggaran untuk setiap karakteristik intervensi dan setiap kebijakan dan program turunannya. RPJM Kabupaten Bandung telah menunjukkan sebuah kerangka implementasi seperti itu dimana setiap kebijakan dan program telah ditetapkan urutan prioritas dan alokasi anggarannya. Tabel berikut menjelaskan proporsi alokasi tahunan untuk setiap kategori intervensi pembangunan. Kecenderungan

Edisi 1 Vol 1. luni - Agustus 2006, IOLUSl.exe

I

19


proporsi alokasi ini lebih jelas lagi dalam gambar. Tabel. ProporsiAlokasi APBD untuk Lima Tahun Untuk Tiap Kategori lntervensi Pembangunan

KERANGKA INTERVENSI

Surnber: RPJM Kabupaten Bandung 2006 2010. *) proporsi dihitung dari total belanja pembangunan

Gambar diatas menjelaskan beberapa ha1 yaitu: (a) pada tahun pertama dan kedua perwujudan pemerintahan yang baik menjadi prioritas karena ha1 ini dianggap sebagai modal dan persiapan untuk melakukan langkah langkah akselerasi pembangunan. Dengan demikian, alokasi anggaran untuk kategori ini cukup besar pada tahun-tahun awal ini, (b) kategori intervensi akselerasi pembangunan mulai mendapat perhatian yang lebih pada tahun kedua. Hal ini diindikasikan dari besaran proporsi alokasi APBD yang lebih besar dan cenderung meningkat dibanding tahun sebelumnya. Ini berimplikasi seluruh kebijakan dan program terkait dengan akselerasi pembangunan mendapat prioritas, (c) pada tahun ketiga dan seterusnya, perbaikan sistem dan pelaku dianggap sudah selesai, tinggal aspek pemeliharaannya. Untuk itu proporsi alokasi APBD untuk kategori intervensi ini diturunkan hanya untuk membiayai hal-ha1 yang sifatnya rutin saja (seperti operasional dan pemeliharaan). Sementara kategori intervensi akselerasi pembangunan dianggap sudah saatnya digenjot. Artinya proporsi alokasi APBD untuk misi-misi dalam kategori intervensi akselerasi pembangunan beserta semua turunannya lebih besar dari yang lainnya, dan bahkan ditingkatkan tiap tahunnya, (d) sementara itu, untuk kategori intervensi pemeliharaan karakter dan kearifan lokal, dari tahun pertama sampai tahun ke lima dipertahankan mendapat proporsi alokasi yang sama tiap tahunnya karena kategori ini bersifat memelihara situasi dan kondisi seperti keamanan, ketertiban, kerukunan

20

I

Edisi 1Vol 1. Juni - Agustus 2006, SOLUSl.exe


beragama, dll. Salah satu strategi pokok yang dikembangkan dalam disain pembangunan jangka menengah Kabupaten Bandung adalah akselerasi peningkatan lndek Pembangunan Manusia (IPM) dengan prioritas regulasi dan anggaran pada bidang pendidikan, kesehatan, dan peningkatan daya beli masyarakat. Seperti apa strategi ini akan implemenasikan dapat dilihat dari seberapa besar proporsi alokasi anggaran untuk kebijakan yang terkait dengan itu. Pada tabel di bawah ini, menarik untuk dicermati bahwa ternyata, disain pembangunan Kabupaten Bandung meletakkan kebijakan yang terkait dengan pembangunan manusia pada kedudukan yang sama bila dilihat dari proporsi masing-masing kebijakan yang sama persis. Selain itu, kencenderungan pertumbuhan proporsi setiap tahunnya menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, meskipun untuk sektor pendidikan belum sampai pada target proporsi 20 persen seperti yang diperintahkan undang-undang. Tabel. Proporsi Alokasi APBD Tahunan Untuk Kebijakan Pembangunan Manusia

P KEBIJAKAN

TAHUN I O/.

Kebijakan Peningkatan Kualitas Pendidikan Kebijakan Peningkatan Kapasitas Kesadaran Hidup Sehat dan Kualitas Kesehatan Masyarakat Kebijakan Peningkatan Potensi Perekonomian Daerah dan Penanggulangan Kemiskinan

APRn*

10,016%

TAHUN 2 O/.

APRn

11,538%

TAHUN 3 O ./

APRn

15,577%

TAHUN 4 O ./

APRn

TAHUN 5 O ./

APRn

17,308%

18,881%

10,016%

11,538%

15,577%

17,308%

18,881%

10,016%

11,538%

15,577%

17,308%

18,881%

L Disain pembangunan jangka menengah Kabupaten Bandung juga telah mengidentifikasi program-programyang akan dilaksanakan. Tidak kurang dari 190 program sudah ditetapkan yang merupakan penjabaran dari sekitar 30 kebijakan. Seperti halnya kebijakan, program-program ini juga sudah ditentukan proporsi anggarannya yang besarannya ditentukan dari alokasi kebijakan induknya. Besaran proporsi program ini menjadi pagu indikatif tahunan yang akan menjadi pedoman bagi penyusunan Rencana Kegiatan Pembangunan Daerah (RKPD) yang disusun setiap tahun. Yang menjadi permasalahan berikutnya adalah bagaimana suatu program yang &dah jelas' proporsi alokasi anggarannya itu diterjemahkan ke dsam disain kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan setiap tahun. Disain kegiatan ini yang akan menentukan keberhasilan program-program pembangunan sehingga pelaksanaan kegiatan tidak sekadar upaya untuk menyerap anggaran tetapi lebih dari itu memberi dampak yang nyata bagi masyarakat luas. lnilah agenda yang harus disikapi secara serius baik oleh pemerintah maupun masyarakat pada awal tahap pelaksanaan kegiatan setiap tahun. Pengawalan dalam proses penyusunan disain kegiatan merupakan tahap pertama proses pemantauan pelaksanaan pembangunan untuk memastikan substansi yang ingin dicapai oleh program pembangunan diinterpretasikan dengan sebaik-baiknya ke dalam berbagai bentuk kegiatan dan pendekatannya. Tahap ini sangat krusial dan perlu diwaspadai karena seringkali publik terlalu percaya kepada aparat birokrasi dan menyerahkan sepenuhnya kepada mereka. Di sisi lain, pemerintah daerah juga harus terbuka dan memberi ruang yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk ikut menentukan disain kegiatan yang akan dilaksanakan terutama bagi kelompok-kelompokmasyarakat yang menjadi sasaran kegiatan (beneficiary groups). Selain itu, agenda yang juga sangat penting adalah melakukan evaluasi pembangunan tahunan. Evaluasi bukan sekadar untuk melihat realisasi dari program dan anggaran tetapi yang lebih penting adalah melihat sejauhmana dampak-dampak dari kegiatan pembangunan yang sudah dilaksanakan..

-

Disain kegiatan ini yang akan menentukan keberhasilan programprogram pembangunan sehingga pelaksanaan kegiatan tida k sekadar upaya untuk menyerap anggaran tetapi lebih dari itu memberi dampak yang nyata bagi masyarakat luas.

-

Edisi 1Vol 1. Juni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

I

21


MENGINTEGRASIKAN PARTlSlPASl DALAM PROSES PERENCANAAN DENGAN PARTlSlPASl DALAM PROSES PENGANGGARAN Oleh: Tim Peneliti INlSlATlF

(

Pendahuluan Belakangan ini, partisipasi publik dalam proses perencanaan dan penganggaran di daerah cenderung meningkat. Hal ini tidak terlepas dari peran dan pengaruh dua factor. Factor pertama adalah adanya berbagai inisiatif yang dimotori oleh berbagai kelompok advokasi perencanaan dan penganggaran partisipatif yang telah eksis di berbagai daerah di Indonesia. Gerakan ini mengakibatkan munculnya kesadaran di kalangan warga bahwa partisipasi dalam perencanaan dan penganggaran adalah hak warga dan secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi nasibnya. Factor kedua adalah adanya kerangka legal yang memberikan tekanan dan kewajiban khususnya kepada pemerintahan daerah- untuk menyelenggarakan suatu mekanisme perencanaan yang partisipatif dan penganggaran yang transparan dan bertanggung jawab. Di antara kerangka legal itu adalah UU 2512004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang mengakui pendekatan partisipasi dalam perencanaan-, dan diperkuat oleh Surat Edaran dari Mendagri dan Bappenas pada tahun 2005, tentang Pedoman Pelaksanaan Forum Musrenbang dan Perencanaan Partisipatif Daerah. Menurut pengamatan penulis, dalam dua tahun terakhir ini setidaknya tiga bentuk partisipasi public telah dipraktikkan di daerah: 1. partisipasi public dalam perencanaan dilakukan dengan cara diselenggarakannya Forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Tahunan, dari mulai desa sampai dengan tingkat kabupatenlkota. Ini adalah bentuk partisipasi yang terbuka (untuk level desa) dan partisipasi dengan perwakilanldelegasi untuk level kecamatan dan desa. 2. partisipasi public dalam penganggaran dilakukan dalam bentuk publikasi hasil akhir alokasi APBD (misalnya dokumen Daftar Anggaran Satuan Kerja). Sehingga masyarakat mengetahui usulan mana yang diakomodasi dan usulan mana yang tidak. 3. partisipasi public dalam pengawasan realisasi belanja APBD dengan cara melakukan mekanisme komplain dan pengaduan ketika terjadi penyimpangan belanja APBD. Sebagai catatan, ketiga bentuk ini belum tentu terjadi di satu daerah. Artinya, mungkin saja ada daerah yang baru mempraktikkansalah satu di antara ketiga bentuk ini. Bentuk manapun yang dipraktikkan daerah, masalah utama yang dihadapi saat ini adalah lepasnya kaitan antaran proses perencanaan dengan penganggaran. Artinya, usulan dalam proses perencanaan tidak menjadi bahan utama dalam penganggaran. Akhirnya, daftar akhir kegiatan yang didanai APBD berbeda jauh dengan daftar kegiatan yang diusulkan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa ternyata proses partisipasi warga tidak efektif mempengaruhi alokasi APBD. Masalah ini bisa mengakibatkan adanya skeptisisme bahkan rasa frustasi warga untuk terlibat lagi dalam musrenbang. Mengapa ini terjadi? Bagaimana ha1 ini dapat diatasi?

Dua Sebab Ada dua sebab terdisintegrasinya perencanaan dengan penganggaran. Pertama, partisipasi publik pada proses perencanaantidak memenuhi kaidah perencanaan yang benar. Kedua, bentuk partisipasi publik dalam proses penganggaran yang ada selama ini yaitu dengan cara mensosialisaskan DASKkurang tepat untuk tujuan mengawal usulan yang dibawa dari musrenbang.

Edisi 1 Vol 1. luni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

Kaidah dasar perencanaanyang seringkali dilupakan dalam proses musrenbang adalah soal danalanggaran. Merencanakan bukanlah sekedar menyusun atau mengusulkan kegiatan. Merencanakan adalah menyusun kegiatan dengan mempertimbangkan dana atau anggaran yang dimiliki. Dalam praktik musrenbang selama ini, besarnya anggaran yang akan dibelanjakan dikeluarkan dari pertimbangan. Seolah-olah masyarakat diberikan kesempatan untuk mengusulkan sebanyak-banyaknya kegiatan. Ini lah yang disebut shopping list atau wishing list. Akhirnya semakin banyak usulan dibuat akan semakin banyak pula yang didrop dalam proses penganggaran. Karena kegiatan tersebut tidak mungkin didanai lagi. Problem ini kemudian bertambah, ketika memasuki proses penganggaran. Yaitu, dalam proses penganggaran sama sekali tidak ada partisipasi masyarakat. Tugas dan keberadaan delegasi masyarakat kecamatan dan sektoral selesai paska penyelenggaraan musrenbang kabupatenlkota. Dan ini sebenarnya lucu sekali. Mengingat musrenbang kabupatenlkota itu diselenggarakan bulan april. Sementara itu, usulan yang dulu diangkat oleh delegasi ini, masih akan terus mengalami proses pembahasan sampai bulan desember. Yakni ketika APBD disahkan. Bagaimana mungkin delegasi masyarakat hanya menunggu selama itu?


Dua Solusi Ada dua solusi yang dapat ditempuh untuk mengatasi dua masalah di atas. Pertama, dengan menyusun pagu anggaran indikatif. Kedua, dengan melembagakan delegasi kecamatan dan sektoral agar dapat terus terlibat dalam proses paska musrenbang kabupaten. Pagu anggaran indikatif adalah suatu perkiraan tentang besarnya alokasi belanja untuk suatu unit perencanaan. Pada saat musrenbang desa, berarti unit perencanaannya adalah desa, musrenbang kecamatan, forum SKPD, dst. Dengan kata lain, pagu anggaran indikatif harus dibuat untuk semua level perencanaan. Dan harus sudah ada ketika proses perencanaan itu dilakukan. Langkah teknis penyusunan pagu anggaran indikatif disajikan dalam tulisan "Bagaimana Merumuskan Pagu Anggaran lndikatif untuk Pembangunan". Dengan adanya pagu anggaran indikatif ini, usulan kegiatan dari

musrenbang dapat lebih dibatasi dan rasional. Sehingga pada proses penganggaran tidak akan terjadi lagi pencoretan usulan dengan alasan kurangnya dana. Delegasi masyarakat kecamatan dan sektoral tidak seyogyanya selesai bertugas paska musrenbang kabupaten. Tugas berikutnya adalah mengawal proses penganggaran untuk memastikan nasib usulan yang dibawanya dari masyarakat. Untuk memastikan keberadaan para delegasi ini, dapat dibuat suatu Forum yang beranggotakan para delegasi. Karena tugas utamanya mengawal proses penganggaran, maka Forum ini disebut Forum Anggaran KabupatenlKota (FAK). Dua solusi di atas adalah solusi utama untuk mengintegrasikan perencanaan dan penganggaran. Solusi turunannya meliputi mekanisme turunan yang mengatur keberadaan FAK dan pagu anggaran indikatif. Secara lebih lengkap, mekanisme perencanaan

dan penganggaran yang terintegrasi, digambarkan dalam skema di halaman berikutnya.

Catatan Akhir Konsep perencanaandan penganggaran yang terintegrasi ini pada akhirnya harus ditetapkan dalam peraturan yang berlaku di daerah. Ada dua peraturan yang harus dibuat di daerah untuk mengakomodasi konsep ini. Pertama adalah perda tentang tata cara penyusunan rencana pembangunan daerah. Dalam perda ini harus ditegaskan bahwa pagu anggaran indikatif akan dikeluarkan sebagai bekal bagi masyarakat untuk melaksanakan musrenbang. Kedua adalah tata tertib DPRD yang mengatur tentang persidangan untuk membahas RAPBD. Dalam tata tertib ini harus dimuat klausul yang mengatur tentang hak FAK untuk terlibat dalam proses pembahasan RAPBD.

Gambar. Siklus Perencanaan Daerah Tahunan Evaluasi dan Perencanaan oleh Bappeda Prioritas Fungsi

PenyepakatanPrioritas Fungsi dan Rancangan PlatfonAnggaran lndikatif RAKU ( RancanganArah Kebijakn Umum )

Nota Kesepakatanantara Bupati dengan DPRD ttg Prioritas Fungsi dan Rancangan Platfon Anggaran lndikatif untuk setiap SKPD dan Desa

Januan T-l

PenuanganprioritasFungsi Rancangan Awal RKPD

Penyebaran Dokumen RancanganAwal RKPD ke desa ( wilayah ) sebagai bahan musrenbang serta ke SKPD dan pelaku terkait ( sektoral ) sebagai bahan penyusunan Rancangan Renja -

Muserenbang Kecamatan Februan T-1

Rancangan Renja SKPD

kecamatan ) dan delegasi

( dalam rangka membentuk Forum Anggaran Kota )

Edisi 1Vol 1. Juni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

23


Garnbar. Siklus Perencanaan Daerah Tahunan ( lanjutan )

Rancangan Renja

Forum SKPD

+ Analisis dan Kompilasi Oleh Bappedda

Rancangan RKPD M~~~~ ~ - 1

Musrenbang Kabupaten .I

Penyusunan Renja SKPD

Raker Bappeda, BPKD dan Forum Anggaran Kota Pembahasan di DPRD

4

AP~IT-I

.-

-

-

Rancangan KUA

-

v

Me, Fl

Rancangan KUA (Perbaikan) \

Pembuatan Nota Kesepakatan DPRD dengan Bupati

J"", 7.1

1

Raker Bappeda dengan BAKD Penganggaran oleh SKPD

JUl, T-1 S.d

September 7.1

Penganggaranoleh Bupati

-

.

i

Rapat dengan pendapat DPRD, Forum Anggaran KotaSKPD

- --

Raperda APBD

-

0kfober 7.1

---

RaperdaAPBD (diberi masukan)

RaperdaAPBD (diberi masukan)

Konsultasi Publik

N"em"rT-'

-

Raperda APBD (diberi masukan)

n Pelaksanaan

Penyusunan KAK Kegiatan

+ Tender ISwakelola

4 Pengadaan Barang dan Jasa

Pelaksanaan Kegiatan

Evaluasi

+ Publikasi dan Rekomendasi

24

I

Edisi 1 Vol 1. luni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

I

.

LAKIP, LPJ Desember

Hasil Evaluasi


1 Pi u

P

uu

n lr "' tif?

Oleh: Tim Peneliti INlSlATlF

Menurut Undang-Undang No.25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional pada Pasall angka 1 disebutkan bahwa "Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia". lmplikasi dari definisi tersebut, proses perencanaan pembangunan harus terkait dengan proses penganggaran. Ini karena dalam menyusun rencana pembangunan, harus didasari oleh informasi mengenai sumberdaya yang tersedia. Sumber daya yang dimaksud dalam ha1 ini adalah dana. Terkait dengan perencanaan dan penganggaran pembangunan, di Indonesia di kenal dua kelompok dokumen terpisah yaitu: Dokumen rencana pembangunan: Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Menengah, Tahunan, mulai pada tingkat Nasional sampai Daerah Dokumen anggaran: Anggaran Pendapatan dan Belanja, mulai dari tingkat Nasional sampai Daerah

Apa itu pagu anggaran indikatif? Sebelum menjawab pertanyaan diatas, kita bahas mengenai definisi anggaran. Berdasarkan literatur yang umum, definisi anggaran adalah : "perkiraan atau rencana pengeluaran (biaya) dan semua pendapatan untuk menutup biaya tersebut dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang yang disusun secara sistematis dalam bentuk bentuk tertentu dengan prosedur tertentu." "pernyataan pengeluaran dan penerimaan yang diharapkan akan te,adi dalam suatu periode di mass depan, serta data dari pengeluaran dan penerimaan yang sungguhsungguh terjadi di maSa kini dan masa lalu" 'galatuntuk mencapai tujuan dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakaffrakyat, yang orientasinya tak lain adalah kearah peningkatan kesejahteraan rakyat"

-

Jadi pagU anggaran indikatif adalah "ancerancer angka" yang digunakan sebagai dalamproses penyusunan rencana pembangunan dan anggaran.

-

"alat dari pemerintah yang digunakan untuk perencanaan pengunaan uang dalam rangka pelayanan program" "kombinasi perencanaan pengeluaran publik dan pajak untuk saat mendatang...yang terpenting dari suatu anggaran negara adalah hakekatnya, dari m n a sumber anggaran dan untuk apan Lalu apa itu pagu anggaran indikatif? Sederhananya, pagu anggaran adalah informasi mengenai batasan-batasan nominal atau "ancerangka" daya yang tersedia, yang akan digunakan sebagai masukan untuk menyusun renCana "belanja" pembangunan. Pagu anggaran ini sifatnya indikatif, yang maria yang dimaksud dengan "bersifat indikatif" adalah bahwa informasi, baik tentang sumber daya yang diperlukan maupun keluaran dan dampak yang tercantum di dalam

dokumen rencana ini, hanya merupakan indikasi yang hendak dicapai dan tidak kakug.Jadi pagu anggaran indikatif adalah "ancer-ancer angka" yang digunakan sebagai masukan dalam proses penyusunan rencana pembangunan dan anggaran.

Mengapa harus ada indikasi anggaran? Ada dua alasan mengenai mengapa harus ada pagu anggaran indikatif. Yang pertama adalah alasan logis sistem perencanaan. Tujuan sistem perencanaan1째 pembangunan yang diantaranya adalah menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; dan menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Pembangunan yang baik memerlukan rencana yang baik. Dan rencana yang baik dalam penyusunannya memerlukan setidaknya- informasi sumberdaya yang tersedia untuk dibelanjakan. Alasan kedua adalah alasan hukum. Ketentuan perundangan yang menyebutkan bahwa pagu anggaran indikatif diperlukan diantaranya dalam: Dokumen RPJM Daerah (UU2512004, Pasal 5 ayat (2))" RKPD (UU2512004, Pasal5 ayat (3))12

Tihat pada bagian penjelasan di uu 25,2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), seperti misalnya pada penjelasan pasal4 atau pasal 5. "Lihat pada ~ ~ 2 5 1 2 0 0 tentang 4 SPPN pasal2 ayat (4), Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk: a. mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan; b. menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah; c. menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; d. mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan e. menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Edisi 1Vol 1. Juni - Agustus 2006, SOLUSl.exe


Rancangan awal RPJM Daerah (UU2512004, Pasal 14 ayat (2))13 Musrenbang Tahunan dari tingkat DesaT4 dl1

Kapan dan dimana menentukan indikasi anggaran? Secara umum, pagu anggaran indikatif diperlukan dalam Proses penyusunan rencana pembangunan: sebagai informasi mengenai sumberdaya yang tersedia Dokumen perencanaan: sebagai acuan bagi penyusunan rencana yang lebih detail seperti DASK sampai KAK Dari segi pembagian waktu, pagu anggaran indikatif diperlukan untuk proses proses perencanaan jangka menengah (lima tahunan) dan jangka pendek (tahunan). Pagu anggaran indikatif 5 tahunan diantaranya adalah indikasi anggaran dalam RPJM. lndikasi anggaran ini sifatnya tidak rinci, hanya sampai level kebijakan dan program. Sementara yang sifat waktu nya tahunan, diantaranya adalah: lndikasi anggaran kegiatan-kegiatan untuk setiap SKPD (termasuk kecamatan): pagu anggaran ini adalah 'lancer-ancer angka" yang dialokasikan pemerintah daerah untuk tiap tiap kegiatan di setiap sektorlbidanglfungsi pembangunan. Adanya pagu anggaran ini dapat merefleksikan preferensi dan prioritas sektor utama pembangunan kabupatenlkota setiap tahunnya. Pagu indikasi anggaran kegiatan-kegiatan untuk setiap sektorlbidanglfungsi pembangunan ini mengindikasikan besaran alokasi anggaran yang akan diterima oleh SKPD. Hal ini karena sangat mungkin satu sektorlfungsilbidang pembangunan dikerjakan oleh beberapa SKPD. Sebaliknya, sangat mungkin juga satu SKPD mengerjakan kegiatan kegiatan di beberapa sektor/fungsi/bidangyang berbeda dan kegiatan-kegiatanyang sifatnya lintas sektor/fungsi/bidang. lndikasi anggaran untuk setiap desa: pagu anggaran ini adalah 'lancer-ancer angka" yang akan dialokasikan ke setiap desa, yang nantinya akan digunakan oleh desa sebagai sumber daya yang akan digunakan secara mandiri oleh desa untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan urusan pemerintahan yang merupakan kewenangan desa.

Siapa saja yang terkait dengan pembuatan dan penggunaan pagu anggaran indikatif? Secara umum, seluruh stakeholder pembangunan di kabupatenlkota tentu saja berkepentingan untuk mengetahui pagu anggaran indikatif terkait dengan partisipasi mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan. Tapi stakeholder berikut mempunyai kepentingan yang lebih khusus: Bappeda: Sebagai institusi perencanaan di daerah, bapeda harus mampu menyusun dan menetapkan pagu anggaran indikatif. Pagu tersebut kemudian diinformasikan pada stakeholder lain yang akan menggunakannya dalam proses perencanaan. Selain itu bappeda dapat menggunakan pagu yang telah disusun tersebut sebagai pembandinglalat pengukur untuk melihat apakah anggaran yang disepakati oleh stakeholder dalam proses musrenbang sesuai atau menyimpang. Hal ini karena penyimpangan besaran anggaran yang disepakati dengan pagu indikatif yang terlalu jauh bisa menggambarkan adanya ketidaksesuaian preferensi dan prioritas pembangunan. Sekedar ilustrasi saja, misalnya pemerintah daerah memberikan prioritas paling tinggi pada sektor pendidikan yang implikasinya memberikan pagu anggaran indikatif yang paling besar dibanding sektor lainnya. Tapi kemudian anggaran sektor pendidikan yang disepakati stakeholder dalam musrenbang lebih rendah dari pagu anggaran indikatif tersebut; dan memberian anggaran yang lebih besar untuk sektor lain selain pendidikan. SKPD: SKPD adalah institusi pengguna informasi pagu anggaran indikatif. Dengan memanfaatkan informasi pagu anggaran indikatif yang disediakan oleh institusi perencanaan, SKPD dapat menyusun rencana yang lebih realistis, lebih mendekati ketersediaan sumber daya, dan lebih mendekati prioritas pembangunan. Desa: Desa juga merupakan institusi pengguna informasi pagu anggaran indikatif. Dengan memanfaatkan informasi pagu anggaran indikatif yang disediakan oleh institusi perencanaan, desa dapat menyusun rencana yang

26

I

Edisi 1Vol 1. luni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

lebih realistis, lebih mendekati ketersediaan sumber daya, dan lebih mendekati prioritas pembangunan.

Bagaimana cara menghitung pagu anggaran indikatif Secara umum ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menyusun pagu anggaran indikatif: pendekatan proyek (kuantitatif, penggunaan standar-standar) dan pendekatan visioner (kualitatif, komitmen dan janji, agreement, affirmative action, dll). Kedua pendekatan tersebut akan digunakan pada penentuan pagu anggaran indikatif untuk setiap penyusunan pagu anggaran indikatif. Pedoman mengenai langkah langkah yang disusun ini bukan merupakan pedoman baku dan bukan juga cara yang paling benar. Pedoman mengenai bagaimana cara menghitung pagu anggaran indikatif ini tidak dimaksudkan untuk dijadikan pedoman wajib, namun hanya memberikan salah satu alternatif cara yang mungkin digunakan.

A. Penyusunan Pagu Anggaran untuk Dokumen RPJM Daerah (5 tahun) Seperti telah disebutkan sebelumnya RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang disertai dengan rencanarencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Untuk itu, penyusunan pagu indikatif pun harus sejalan dengan substansi RPJM. Langkah-langkah penyusunan pagu anggaran indikatif sebagai berikut:

Langkah 1. Merumuskan ulang VisiMisi bupati terpilih sampai tingkat program Dalam tahapan ini, kita berasumsi "Ayat tersebut berbunyi: RPJM Daerah ... memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencanarencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. "Ayat tersebut berbunyi: RKPD merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja, dan pendanaannya... "Ayat tersebut berbunyi: ...rancangan awal RPJM Daerah sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah ke dalam strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program prioritas Kepala Daerah, dan arah kebijakan keuangan daerah. '4LAMPIRANSURAT EDARAN BERSAMA Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasionall Kepala BAPPENAS dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 1354/M.PPN/03/2004- 0501744lSJ Tanggal: 24 Maret 2004 Perihal: Pedoman Pelaksanaan Forum Musrenbang dan Perencanaan Partisipatif Daerah


bahwa seluruh janji-janji dan program kerja kepala daerah terpilih adalah sesuatu yang sakral dan sempurna. Ini karena janji politik bupati terpilih merupakan suatu keputusan masyarakat yang harus dipenuhi dan tidak boleh di ganggu gugat. Untuk itu RPJM Daerah bisa diartikan sebagai penjabaran dari janji-janji politik kepala daerah terpilih. Penjabaran tersebut biasanya sampai pada tingkat program. Perumusan ulang visi-misi bupati terpilih sampai tingkat program ini dilakukan untuk menyusun kerangka logis pencapaian visi misi melalui kebijakan15dan pelaksanaan programq6 selama 5 tahun. Ini seperti menyusun anak-anak tangga sebuah gedung. Anak tangga tersebut disusun untuk mencapai satu lantai demi satu lantai, sampai di akhir tahun kelima puncak tertinggi gedung tersebut dapat dicapai. Hasil akhir dari langkah ini adalah adanya keterkaitan yang jelas dan runut mulai dari visi sampai pada program.

KEBIJAKAN

TAHUN 1

TAHUN 2

TAHUN 3

TAHUN 4

BOBOT

BOBOT

BOBOT

BOBOT

Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan infrastruktur pendukungnyal

I

a n ka t% k:ir Kualitas Sumber Dava ~ a n u G a(difokuskan pada masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan)

I

I

1. Kebijakan Peningkatan Kualitas

Pendidikan 2. Kebijakan Peningkatan Kapasitas

Kesadaran Hidup Sehat dan Kualitas Kesehatan Masyarakat

1

3. Kebijakan Pemantapan Pengarusutamaan Kesetaraan Gender 4. Kebijakan Peningkatan Keberdayan

Generasi Muda dan Olah Raga Misi 4. Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Ekonomi Masyarakat.

1. Kebijakan Peningkatan Perlindungan

dan Kesejahteraan Sosial 2. Kebijakan Peningkatan Potensi

Perekonomian Daerah dan Penanggulangan Kemiskinan 3. Kebijakan Perbaikan lklim Ketenagakerjaan 4. Kebijakan Pengendalian

Pertumbuhan Penduduk dan Peningkatan kualitas Keluarga

Langkah 2. Penentuan prioritas kebijakan-program Ketika sudah diurutkan, saatnya kita memberikan prioritas pada kebijakan dan program. Prioritas ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah rnelihat tingkat kepentingan suatu kebijakan dibanding kebijakan yang lain. Selain itu prioritas juga rnenggarnbarkan mengenai kebijakan mana yang harus didahulukan dan mana yang tidak, juga menggambarkan kebijakan mana yang layak rnendapat dukungan sumberdaya lebih besar di banding yang lain. Salah satu cara paling mudah untuk rnembantu menentukan prioritas ini adalah dengan rnelakukan pembobotan. Setiap kebijakan di beri bobot, misal antara 0 (bukan prioritas) sampai 9 (sangat di prioritaskan). Kemudian setiap jabaran program pada setiap kebijakan pun di beri bobot, misalnya antara 0 sampai 9 juga. Pembobotan ini dilakukan untuk setiap tahunnya, mulai dari tahun 1 sampai tahun ke 5. Hal ini dilakukan karena pada tahun yang berbeda, prioritas kebijakan dan program pun bergeser. Misalnya, mulai dari pembobotan kategori intervensi.

I II

Perbaikan Tata Pemerintahan Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan infrast~kturpendukungnya Pemeliharaan karakter dan kearifan lokal 1

1

1

1

1

untuk mencapai tujuan. "Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintahllembaga atau masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi Demerintah untuk mencaDai sasaran dan tujuan serta memperoleh'alokasi anggaran.

Edisi 1Vol 1. Juni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

I

27


Kemudian kebiiakan-kebiiakanturunan dari setiat, misi dalam setiat, kateaori I intervensi pun di6eri bobot, hisalnya dalam kerangka intervensi ~ ~ e n i n ~ k a t & kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan infrastruktur pendukungnya", terdiri dari 2 misi, dan masing masing misi terdiri dari beberapa kebijakan sebagai berikut:

r

KATEGORI 'NTERVENc'

KEBIJAKAN

TAHUN 1

TAHUN 2

-

BOBOT

BOBOT

BOBOT

TAHUN 5

renlngnatan kualitas aan Kuantltas pelayanan publik dan infrastwktur

9

Misi 3. MeninokatkanKualitas Sumber' Dava ~ a n u $ a(difokuskan pada masyarakat seperti pendidikandan kesehatan)

Misi 4. MeningkatkanKesejahteraanSosial Ekonomi Masyarakat.

1. Kebijakan PeningkatanKualitas Pendidikan

9

2. Kebijakan PeningkatanKapasitas Kesadaran Hidup Sehat dan Kualitas Kesehatan Masyarakat

9

3. Kebijakan Pemantapan Pengarusutamaan Kesetaraan Gender

0

4. Kebijakan PeningkatanKeberdayan Generasi Muda dan Olah Raga

1

1. Kebijakan PeningkatanPerlindungan dan KesejahteraanSosial

1

2. Kebijakan PeningkatanPotensi Perekonomian Daerah dan Penanggulangan Kemiskinan

9

3. Kebijakan Perbaikan lklim Ketenagakerjaan 4. Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan Penduduk dan Peningkatankualitas Keluarga

Hal yang sama kemudian di lakukan sampai tingkat program. Misalnya sebagai berikut 7 KATEGORI INTERVENSI

PROGRAM

KEBIJAKAN

Peningkatankualitas dan kuantitas pelayanan publik dan infrastwktur pendukungnyal Misi 3. MeningkatkanKualitas Sumber Daya Manusia (difokuskan pada masyarakat seperti pendidikandan kesehatan)

1. Kebijakan Peningkatanpelayanan PeningkatanKualitas pendidikan; Pendidikan Pengembangan Partisipasi Masyarakat dan dunia usaha terhadap pendidikan

Pengkayaan muatan lokal kebudayaan daerah dan keagamaan;

1

Pemantapan Wajar Dikdas 9 tahun; Peningkatandan pembinaan lembaga pendidikan non formal dan kejuruan; Peningkatankualitas tenaga kependidikan Peningkatansarana dan prasarana pendidikan;

I

Pengembangan manajemen sekolah; Peningkatankesejahteraangum; Pengembangan tingkat partisipasi sekolah; Peningkatanrata-rata lama sekolah (RLS); Pengembangan pendidikan anak dini usia.

28

I

Edisi 1Vol 1. luni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

TAHUN I

TAHUN 2

TAHUN 3

TAHUN 4

TAHUN 5

BOBOT

BOBOT

BOBOT

BOBOT

BOBOT


Langkah 3. Penerjemahan prioritas kedalam angka Pada tahapan ini, kita mulai menerjemahkan bobot prioritas ke dalam angka pagu indikatif. Untuk mempermudah, kita bisa merubah bobot tersebut menjadi persentase dengan membandingkannya dengan bobot total. Misalnya, ancerancer persentase angka untuk tiap kategori intervensi (Ait)tiap tahunnya adalah: Bi,

Ai, =-~100% dimana Ait adalah PersentaseAngka untuk lntervensi i pada tahun t. Bit adalah bobot lntervensi i pada tahun t Bitotalt adalah bobot total intervensi pada tahun t. Misal, hasilnya menjadi sebagai berikut:

r

Tahun I

KERANGKA lNTERVENSl

Bobot

Perbaikan Tata Pemerintahan Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan infrastruktur pendukungnya Pemeliharaankarakter dan kearifan lokal

Tahun 2

%APBD

Bobot 6

%APBD

Bobot

37.50%

3

8

47,06%

8

47,06%

9

56.25%

1

5,88%

1

6.25%

17

100,00%

16

100,00%

Tahun 4

Tahun 3

Y

Tahun 5

Bobot

%APBD

Bobot

%APBD

23.08%

2

16.67%

1

9.09%

69.23%

9

75.00%

9

81 32%

1

7.69%

1

8.33%

1

9.09%

13

100,0o%

12

100,00%

11

100,00%

9

%APBD

L

/

Kemudian angka persentase tersebut di bagi-bagi lagi untuk tiap kebijakan dengan cara yang sama, membagikan bobot kebijakan dengan bobot total, dikalikan dengan persentase tiap kategori intervensi.

Akt =

* Bk

Ait

Dimana AM adalah PersentaseAngka untuk Kebijakan k pada tahun t. BM adalah bobot Kebijakan k pada tahun t BMotalt adalah bobot total Kebijakan pada tahun t. Ait adalah PersentaseAngka untuk lntervensi i pada tahun t. Misalnya, hasilnya sebagai berikut:

KEBIJAKAN INTERVENSl

TAHUN 1

1. Kebijakan Peningkatan Kualitas Pendidikan 2. Kebijakan Peningkatan Kapasitas Kesadaran Hidup Sehat dan Kualitas Kesehatan Masyarakat 3. Kebijakan Pemantapan Pengarusutamaan Kesetaraan Gender 4. Kebijakan Peningkatan K ~ ~ ~~~~~~~~i ~ , ~~d~ - J dan ~ ~ Olah Raga

Misi 4. Meningkatkan KesejahteraanSosial EkOnOmiMasyarakat.

1. Kebijakan Peningkatan perlindungan dan K~~~~~~~~~~~~ Sosial 2. Kebijakan Peningkatan Potensi Perekonomian Daerah dan PenanggulanganKemiskinan 3. Kebijakan Perbaikan lklim Ketenagakerjaan 4. Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan Penduduk dan Peningkatankualitas Keluarga

Misi 7. Memelihara Keseimbangan Lingkungan Dan Pembangunan Berkelanjutan;

TAHUN 3

TAHUN 4

TAHUN 5

BOBOT %APBD BOBOT %APED BOBOT %APBD BOBOT %APBD BOBOT %APBD

Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan infrastruktur pendukungnya Misi 3. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (difokuskan pada masYarakatseperti pendidikan dan kesehatan)

TAHUN 2

1. Kebijakan Meningkatkan daya Dukung dan Kualitas Lingkungan 2. Kebijakan Menyerasikan Pemanfaatandan Pengendalian Ruang Dalam Sistem Tata Ruang Yang Terpadu 3. Kebijakan Percepatan Pembangunan Yang berkelanjutan

8

47,06%

9

56.25%

9

9

11,45%

9

12,98%

9

9

11,45%

9

12,98%

9

1

1,27%

1

1,44%

1

~ 1~

1,27%

1

1,4%

1

1

1,27%

9

11,45%

1 9

1,44%

1

12,98%

9

69,23%

9

75,00%

9

81,82%

9

17,31%

9

18,88%

15,58%

9

17,31%

9

18,88%

1,73%

0

O,OO%

0

O,OO%

1

2810%

15,58%

1,73%

1,73% 15,58%

1

1 9

1,92%

1

2,10%

17,31%

9

18,88%

127%

1

1,4%

'

1

127%

1

1,44%

1

1,73%

1

1,27%

2

3

5,19%

3

5,77%

3

332%

4

6,92%

4

7,69%

127%

1

2,88%

5,77%

1,44%

1

1,73%

1,92%

1,73%

1

1

1,92%

1

2,10%

1,92%

1

2,10%

3

6,29%

1,92%

4

1

8,39%

2,10%

Edisi 1Vol 1. Juni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

I

29


Hal yang sama, dilakukan sampai tingkat program, seperti misalnya hasilnya sebagai berikut

PROGRAM

KEBIJAKAN

TAHUN 1

I

BOBOT % APBr

TAHUN 2

GJLl

TAHUN 3

TAHUN 4

G&ii

TAHUN 5

v

Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan infrastruktur pendukungnya

Misi 3. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (difokuskan pada masyarakat sepert pendidikan dan kesehatan)

1. Kebijakan Peningkatan Kualitas Pendidikan

Peningkatan pelayanan pendidikan; Pengembangan Partisipasi Masyarakat dan dunia usaha terhadap pendidikan; Pengkayaan muatan lokal kebudayaan daerah dan keagamaan; Pemantapan Wajar Dikdas 9 tahun; Peningkatan dan pembinaan lembaga pendidikan non formal dan kejuruan; Peningkatan kualitas tenaga kependidikan; Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan; Pengembangan manajemen sekolah; Peningkatan kesejahteraan guru; Pengembangan tingkat partisipasi sekolah; Peningkatan rata-rata lama sekolah (RLS); Pengembangan pendidikan anak dini usia.

Bila telah didapatkan angka persentasenya, tinggal kita menterjemahkannya ke dalam angka nominal uang (rupiah). Tentu saja untuk menterjemahkannyake dalam angka rupiah diperlukan perkiraan belanja pembangunan untuk lima tahun. Angka ini adalah perkiraan belanja APBD diluar belanja rutin misalnya belanja pegawai dan alokasi dana perimbangan desa". Dalam perhitungan contoh berikut ini, kita menggunakan angka Rp.350 milyar yang diperkirakan tersedia tiap tahunnya.

"Dana Perimbanan Desa, atau Alokasi Dana Desa, atau yang disebut dengan nama lain, sebaiknya dipisahkan dari perhitungan ini. Ini karena dana ters akan diserahkan pada desa untuk melaksanakan kebijakan, program, dan kegiatan pemerintah desa dalam batas kewenangan desa. Hal ini karena UU3212004 dan PP7212005 menentukan bahwa dez mendapatkan alokasi dana yang disisihkan secara khusus, yang besarannya telah

I

30

Edisi 1Vol 1. luni - Agustus 2006, SOLUSl.exe


TAFUN 1 KATEGORI INTERVENSI

KEBIJAKAN

PROGRAM

Penlngkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan infrastruktur pendukung-nya Misi 3 1 Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (difokuskan pada masyarakat sepertl pend~dikan dan kesehatan)

Alokasi Pembangunan

R~ 3so Milyar

Alokasi Pembangunan

R~ 350 Milyar

TAI'UN 4 Alokasi Pembangunan

R~ 3so Milyar

TAHUN 5 Alokasi Pembangunan

Pagu lndikatif

Pagu lndikatif

Pagu lndikatif

Pagu lndikatif

(RP)

(RP)

(RP)

(RP)

(RP)

47.06%

Rp40 063 593 004.8

11.45%

Peningkatan pelayanan pendidlkan.

Rp3 755 961 844 2

Pengembangan Partisipasi Masyarakat dan dunia usaha terhadap pendidikan,

Rp2 921 303 656.6

-Pengkayaan muatan lokal kebudayaan daerah dan keagamaan;

s:,"Q","o

Pernantapan Wajar Dikdas 9 tahun,

Rp3 755 961 844.2

Pentngkatan dan pemblnaan lembaga pendidikan non formal dan kejuruan.

Alokasi Pembangunan

TAHUN 3

Pagu lndikatif

Rp164 705 862 352.9

Kebijakan Peningkatan Kualitas Pendidikan

R~ 3so Milyar

TAHUN 2

1.07%

0.83%

0.60%

1.07%

Rp2 921 303 656.6

0.83%

Rp196 875 ooo ooo.0

Rp242 307 5 6 . 2 5 % 692 307.7

69,23%

Rp262 500 000 O Q O , ~ 75.00%

z,",":,"

12.98%

Rp54 519 230 769.2

15.58%

Rp60 576 923 076.9

17.31%

Rp66 083 916 083.9

18.88%

Rp4 259 314 903.8

1.22%

Rp5 111 177884.6

1.46%

Rp5 679 086 538.5

1.62%

Rp6 195 367 132.9

1.77%

Rp3 312 800 480.8

0.95%

Rp3 975 360 576.9

1 14%

Rp4 417 067 307 7

1.26%

Rp4 818 618 881.1

1.38%

Rp3 155 048 076.9

0.90%

Rp3 441 870 629 4

0.98%

Rp2 366 286 057 7

0 68%

Rp2 839 543 269.2

0.81%

Rp4 259 314903.8

1.22%

Rp5 111 177 884.6

1.46%

Rp5 679 086538.5

Rp3 312 8004808

0.95%

Rp3 975 360 576.9

I 14%

Rp4417 067 307.7

1.62%

1.26%

Rp6 195 367 132.9

1.38%

Rp6 195 367 132.9

1.77%

1.07%

Rp4 259 314 903.8

1.22%

Rp5 111 177 884.6

1.46%

Rp5 679 086 538.5

1.62%

-Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan,

Rp3 755 961844.2

107%

Rp4 259 314903.8

1.22%

Rp5 111 177884.6

1.46%

Rp5 679 086538.5

1.62%

Rp6 195 367132,g

Pengembangan manajemen sekolah

Rp2 921 303656.6

Rp3 312 800480.8

0.95%

1,26%

Rp4 818 618 881.1

Peningkatan kesejahteraan guru;

Rp3 755 961 8442

Pengembangan tingkat partisipasi sekolah;

Rp3 755 961 844.2

Peningkatan rata-rata lama sekolah (RLS).

Rp3 755 961 844.2

Pengembangan pendidikan anak dini usia

Rp4 259 314 903.8

107%

1.07%

xg6

0.83%

Rp4 259 314 903.8 Rp3 312 800480.8

1.22%

Rp3 975 360 576.9 Rp5 111 177 884.6

1~22%

Rp5 111 177884.6

1.22%

Rp5 111 177 884.6

o 95%

Rp3 975 360 5769

1.14%

1.46%

146%

1 46%

1.14%

4$:d77 ' Rp5 679 086 538.5

R8P655637895 Rp5 fi79 086 538.5 Rp4417 067 307.7

1.62%

162%

1.77%

Rp4 818 618 881.1

Rp3 755 961 844.2

1.07%

61.82%

Rp45 432 692 307.7

Peningkatan kualitas tenaga kependidikan,

0.83%

RP 3sa Milyar

Rp6 195 367 132.9 Rp6 195 367 132 9

1.77%

1.38%

1.77%

1.77%

I62%

Rp6 195 367 132.9

1.77%

1.26%

Rp4 818 618 881.1

1.38%

d

Namun yang HARUS DICAMKAN adalah bahwa hasil perhitungan diatas hanyalah ALAT BANTU untuk membuat keputusan mengenai besaran alokasi pagu anggaran indikatif. Besaran pagu anggaran indikatif yang akan di alokasikan untuk setiap program tetap saja di tentukan melalui proses musyawarah antara stakeholder yang terlibat. Dalam ha1 ini, penentuan pagu anggaran indikatif untuk setiap program dilakukan melalui Konsultasi publik dan Musrenbang jangka menengah. Hasilnya mungkin akan berbeda dengan hasil perhitungan diatas. Tapi diharapkan besaran pagu anggaran indikatif yang diputuskan tidak akan terlalu jauh menyimpang. Sebenarnya, jika hanya untuk menghitung pagu anggaran indikatif tiap program, langkah-langkah yang ditempuh diatas sudah cukup. Namun untuk kepentingan perencanaan tahunan, perlu juga ditempuh langkah-langkah selanjutnya.

Edisi 1Vol 1, luni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

31


Langkah 4. Mengelompokkan program, dan pagu anggaran indikatif Program-program, beserta pagu anggaran indikatif yang telah disepakati kemudian dikelompokkan menjadi: Program SKPD beserta SKPD terkait18. Lintas SKPD beserta SKPD terkaitl9. Kewilayahan beserta SKPD kewilayahan, yang dalam ha1 ini adalah kecamatanZ0. Misalnya dapat dilihat pada tabel berikut TAHUN l KATEGORI INTERVENSI

Alokasi KEBIJAKAN

PROGRAM

RP 350.000.000.000

Pembangunan

SKPD

Pagu lndikatif (RD)

% APBD

Peningkatankualitas dan kuantitas pelayanan publik dan infrastruktur pendukungnya Misi 3. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (difokuskan pada masyarakat seperti pendidikandan kesehatan)

1. Kebijakan Peningkatan Kualitas Pendidikan Peningkatanpelayanan pendidikan;

Dinas Pendidikan

Pengembangan Partisipasi ~i~~~ pendidikan Masvarakat dan dunia usaia terhadap pendidikan; Pengkayaan muatan lokal kebudayaan daerah dan keagamaan;

~

Pemantapan Wajar Dikdas 9 tahun;

Dinas Pendidikan

Peningkatandan pembinaan lembaga pendidikan non formal dan kejuruan;

Dinas Pendidikan

~

~

~

~

~

t

a

~

Peningkatankualitas tenaga Dinas kependidikan; Pendidikan Peningkatansarana dan prasarana pendidikan; Pengembangan manajemensekolah;

Dinas Pendidikan, Dinas PU Dims Pendidikan

Pengembangan tingkat partisipasi sekolah;

Dinas Pendidikan

Peningkatanrata-rata lama Dinas Pendidikan, sekolah (RLS); Kecamatan Pengembangan pendidikan anak dini usia, Dinas Pendidikan

Rp 3.755. 961.844,20 Rp 3.755. 961.844,20 Rp 2.921. 303.656,60

Langkah 5. Memasukkan ke dalam format tabel RPJM Hal ini dilakukan untuk memenuhi tuntunan petujuk SE Mendagri No: 050/2020/SJ tanggal 11 Agustus 2005 tentang Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah. Format tabel ini dapat dilihat pada lampiran surat tersebut, yaitu lampiran Tabel 5.1. Matriks Program Lima Tahunan RPJMD, Tabel 5.2. Matrik Program Tahunan RPJM Daerah.

B. Penyusunan Pagu Anggaran untuk kegiatan-kegiatan tahunan SKPD Pada bagian sebelumnya, kita telah mencoba menterjemahkanvisi-misi bupati terpilih sampai pagu anggaran indikatif untuk setiap programnya, setiap tahunnya. Selanjutnya adalah menentukan institusi mana yang akan melakukan.

I

32

Edisi 1Vol 1. luni - Agushls 2006, IOLUSl.exe

"Program Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah sekumpulan rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah. "Program Lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah sekumpulan rencana kerja beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah. "Program Kewilayahandan lintas wilayah adalah sekumpulan rencana kerja terpadu antar Satuan Kerja Perangkat Daerah mengenai suatu atau beberapa wilayah, Daerah, atau kawasan.


Langkah 1. Menentukan "siapa melakukan program apa, dan berapa" Pada tahapan ini, seluruh program yang ada setiap tahunnya, beserta anggarannya, dialokasikan pada SKPD yang sesuai untuk melaksanakan program tersebut. Hal ini dilakukan dengan mengacu pada RPJM Daerah. Contoh hasilnya adalah seperti berikut: 7 Program SKPD o Program Dinas Pendidikan

KEBIJAKAN

PROGRAM

SKPD

1

I

TAHUN l RP 350.000.000.000

Alokasi Pembangunan lndikatif (Rp) pagu

I

%APED

I

Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan infrastruktur pendukungnya Misi 3. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (difokuskan pada masyarakat sepert pendidikan dan kesehatan)

1. Kebijakan Peningkatan Kualitas Pendidikan Peningkatan pelayanan pendidikan;

Dinas Pendidikan

Pengembangan Partisipasi Dinas Pendidikan Masyarakat dan dunia usaha terhadap pendidikan Pemantapan Wajar Dikdas Dinas Pendidikan 9 tahun; Peningkatan dan pembinaan lembaga pendidikan non formal dan kejuruan;

Dinas Pendidikan

Peningkatan kualitas tenag Dinas kependidikan; Pendidikan Pengembangan manajemen sekolah;

Dinas Pendidikan

Peningkatan kesejahteraar Dinas guru; Pendidikan Pengembangan tingkat Dinas partisipasi sekolah; Pendidikan Pengembangan pendidikar Dinas anak dini usia. Pendidikan

Dari tabel diatas, sejumlah program dan sejumlah pagu anggaran indikatif harus diterjemahkan dalam rencana-rencana kegiatan2'yang lebih rinci oleh Dinas Pendidikan melalui proses Musrenbang dan Forum SKPD. 7 Program Lintas SKPD o Program Dinas Pendidikan Kecamatan TAHUN l

KATEGORI INTERVENSI

KEBIJAKAN

PROGRAM

SKPD

Pagu lndikatif (Rp)

Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan infrastruktur pendukungnya

~~l~~~~''~~~a

Manusia (difokuskan pada masyarakat sepert pendidikan dan

Alokasi Pembangunan

1. Kebijakan Peningkatan Kualitas Pendidikan Peningkatan rata-rata lama 3inas Pendidikan, sekolah (RLS); Kecamatan

RP 350.000.000.000 %APED

Rp 164.705 .882.352,94

47,059%

Rp 40.063. 593.004,77

11,447%

RP 3.755. 961.844,20

1,073%

"Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan kerja, sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri dari SekumDulan tindakan DenOerahan sumber dava. baik vana beruoa Dersonil (SDM). barana modal termasuk Deralatan dan teknoloai. dana. atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumbe"r daya tersebut sedagai maiukin (input)'untuk mengh&ilkan k;eluaran (output) dalam bentuk barang/jaia

Edisi 1Vol 1. Juni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

I

33


Program Dinas Pendidikan - Dinas PU

I KATEGORI INTERVENSI

KEBIJAKAN

I

I

PROGRAM

TAHUN l

1

Pernbangunan

350.000.000.000

pagu lndikatif (Rp)

% APBD

Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan infrastruktur pendukungnya Misi 3. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (difokuskan pada masyarakat seperti ~endidikandan

1. Kebijakan Peningkatan Kualitas Pendidikan Peningkatan rarana dan prararana pendidikan.

Dinar Pendidikan, Dinar PU

Rp 3.755. 961.844,20

Dari dua tabel diatas, sejumlah program dan sejumlah pagu anggaran indikatif harus diterjemahkan dalam rencana-rencana kegiatan yang lebih rinci oleh Dinas Pendidikan bersama Kecamatan, dan Dinas Pendidikan bersama Dinas PU. Penterjemahantersebut harus melalui proses Musrenbang dan Forum SKPD. Selain menterjemahkan, SKPD-SKPD yang bekerja sama harus juga menentukan peran dan tanggung jawab bagian masing masing. Semakin banyak kegiatan yang akan dilaksanakan, semakin besar peran dan tanggung jawab yang dipegang oleh suatu SKPD dalam kerjasama tersebut, akan berimplikasi pada besaran bagian anggaran yang akan diterima oleh SKPD terkait. Program kewilayahan oProgram Kecamatan

I KATEGORI INTERVENSI

I

TAHUN l Alokasi

KEBIJAKAN

PROGRAM

SKPD

Pembangunan Pagu lndikatif (Rp)

Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan infrastruktur pendukungnya Misi 3. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (difokuskan pada masyarakat sepedi pendidikan dan kesehatan)

1. Kebijakan Peningkatan Kualitas Pendidikan Pengkayaan muatan lakal kebudayaan daerah dan keagamaan.

1 Kecamatan

Kecamatan adalah salah satu bentuk SKPD. Tapi posisi kecamatan agak unik, dalam arti bahwa kecamatan adalah SKPD yang berbasis wilayah, bukan fungsional. Disini seluruh kecamatan berperan dan bertanggungjawab menterjemahkan salah satu program kedalam kegiatan-kegiatan. Mengingat kecamatan berbasis wilayah, kegiatan untuk tiap-tiap kecamatan bisa jadi berbeda, tergantung keunikan dan kebutuhan masing masing kecamatan. Namun besaran anggarannya tidak berarti harus sama untuk tiap kecamatan, tergantung jenis, desain dan besaran kegiatan yang akan dilakukan di tiap-tiap kecamatan. Selain itu kegiatan yang harus di desain oleh tiap kecamatan harus merupakan kegiatan yang termasuk kewenangan kabupaten dan diluar kegiatan SKPD lain.

34

I

Edisi 1Vol 1. l u n i - Agustus 2006, SOLUSl.exe

% APBD


Setelah dirinci tiap SKPD, yang harus kemudian dilakukan adalah menjumlahkan total pagu anggaran indikatif untuk setiap SKPD fungsional dan kewilayahan berdasarkan beban program yang harus SKPD tersebut lakukan. Dari sini, kita bisa melihat rincian pagu indikatif untuk tiap SKPD

Langkah 2. Pembagian menurut wilayah kerja Ketika tiap SKPD telah "menerima" informasi mengenai total pagu indikatif untuk nya, yang kemudian harus dilakukan oleh SKPD adalah merencanakan usulan kegiatan dan usulan pembagian pagu indikatif tersebut untuk tiap kegiatan dan wilayahlunit kerja. Besaran anggaran untuk tiap kegiatan dapat diperkirakan dengan mengukur besar pelayanan dan volume kegiatannya Disini proses teknokratik berperan. Kemudian besaran pembagian untuk tiap wilayah kerja harus dikaitkan dengan pelayanan yang harus SKPD tersebut berikan melalui pelaksanaan kegiatan.

DlNAS A 1. Kebijakan Peningkatan Kualitas Pendidikan

DlNAS B

DlNAS C

DlNAS ..dst Total Pagu Kecamatan

Pagu Pagu Pagu Pagu Kegiatan Anggaran Kegiatan Anggaran Kegiatan Anggaran Kegiatan Anggaran

KecamatanA

Kecamatan B

Kecamatan C

Kecamatan D

Kecamatan .dst

Total Pagu Tiap dinas

Setelah didapat ancer-ancer angka untuk tiap kecamatan, angka tersebut diinformasikan untuk musrenbang desa dan musrenbang kecamatan. Musrenbang desa dan musrenbang kecamatan, selain untuk menampung usulan masyarakat kecamatan, juga untuk "meminta pertimbangan" terhadap usulan kegiatan yg akan dilakukan kecamatan tersebut hasil proses teknokratik yang dilakukan SKPD.

Langkah 3. Singkronisasi dan finalisasi usulan anggaran Setelah menerima masukan dari Musrenbang kecamatan mengenai rincian kegiatan, besarannya dan lokasinya, bappeda juga secara teknokratik dan partisipatif kemudian "mengsingkron" kannya hasil musrenbang dengan rencana kegiatan hasil proses teknokratik yang dilakukan SKPD sebelumnya. Setelah itu dilakukan finalisasi usulan kegiatan dan usulan anggaran tahunan.

Edisi 1Vol 1. Juni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

I

35


Hasilnya adalah masukan untuk dokumen rencana tahunan.

C. Penyusunan Pagu Anggaran untuk Musrenbang Tahunan Desa Seperti telah disebutkan di bagian sebelumnya, bahwa anggaran untuk desa dialokasikan secara khusus sebesar minimal 10% dari APBD yang dikurangi belanja pegawai2'. Artinya, anggaran yang khusus dialokasikan ini tidak harus terkait dengan visi-misi dan program kerja pemerintah daerah. Anggaran ini nantinya oleh desa akan digunakan untuk melaksanakan kegiatan kegiatan yang merupakan bagian dari urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa. Hal ini menjadi penting untuk dicamkan ketika dalam proses perencanaan di desa, tepatnya dalam musrenbang desa, sedikitnya tiga ha1 yang harus diputuskan. Usulan kegiatan yang akan dilakukan oleh desa sendiri. Usulan kegiatan yang akan dilakukan oleh desa sendiri adalah usulan kegiatan yang nantinya akan dibiayai oleh anggaran khusus tersebut (melalui Alokasi Dana Desa, atau Dana Perimbangan Desa, atau disebut nama lain). Usulan kegiatan yang akan dilakukan oleh kabupaten, melalui SKPD-SKPD terkait. Sementara usulan kegiatan yang akan dilakukan oleh kabupaten, melalui SKPDSKPD terkait, diusulkan melalui musrenbang kecamatan. Usulan kegiatan dalam lingkup kewenangan kabupaten ini nantinya akan dibiayai oleh APBD, dan alokasinya melalui kegiatan-kegiatan SKPD. Delegasi desa yang akan mengawal usulan kegiatan. Untuk dapat merumuskan besaran pagu anggaran khusus indikatif tersebut (melalui Alokasi Dana Desa, atau Dana Perimbangan Desa, atau disebut nama lain yang untuk singkatnya sebut saja Dana Perimbangan DesaIDPD), ada beberapa langkah yang bisa dilakukan.

Langkah 1. Menentukan jumlah total anggaran khusus untuk Dana Perimbangan Desa Berdasarkan PP7212004, pada pasal68 ayat 1 disebutkan bahwa sumber pendapatan desa terdiri atas : pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah; bagi hasil pajak daerah KabupatenIKota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) untuk desa dan dari retribusi KabupatenIKota sebagian diperuntukkan bagi desa; bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh KabupatenIKota untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa; bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah KabupatenIKota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan; hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.

D

Anggaran untuk desa dialokasikan secara khusus sebesar minimal 10% dari APBD yang dikurangi belanja pegawai2'.Artinya, anggaran yang khusus dialokasikan ini tidak harus terkait dengan visimisi dan program kerja pemerintah daerah. Anggaran ini nantinya oleh desa akan digunakan untuk melaksanakan kegiatan kegiatan yang merupakan bagian dari urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa.

Di pasal tersebut disebutkan bahwa sumber pendapatan desa dari pemerintah daerah yang sifatnya pasti adalah penjumlahan dari "bagi hasil pajak daerah KabupatenIKota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) untuk desa dan dari retribusi KabupatenlKota sebagian diperuntukkan bagi desa" dan "bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh KabupatenIKota untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa". Sementara yang sifatnya tidak pasti adalah "bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah KabupatenIKota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan". Singkatnya,

CD=@~CP)Q~CR)E~C(APBD-BP)I

dimana t D = Jumlah total Dana Perimbangan Desa t P = Jumlah total pendapatan Pajak Daerah t R = Jumlah total pendapatan Retribusi Daerah

I

36

Edisi 1Vol 1. luni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

"Lihat PP7212005 pasal 68 ayat 1. Selain itu dapat pula dijadikan referensi SE Mendagri No.140-640-SJ tertanggal 22 Maret 2005


APBD = Total APBD t Bp = Jumlah total Belanja pegawai k = Besaran proporsi bagi hasil pajak daerah, minimal 10% I = Besaran proporsi bagi hasil retribusi daerah, sebagian m = Besaran proporsilbagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Daerah, minimal 10% Hasil akhir perhitungan ini adalah perkiraan jumlah total rupiah yang akan di berikan ke desa.

Langkah 2. Menghitung kebutuhan fiskal (fiscal need) desa. Pada dasarnya, kebutuhan fiskal desa dapat di kategorikan menjadi kebutuhan yang sifatnya sama setiap desa dan kebutuhan yang sifatnya unik untuk setiap desa. Kebutuhan fiskal desa yang sifatnya relatif sama untuk setiap desa diantaranya belanja pegawai desa, operasional lembaga desa, dll. Kebutuhan fiskal desa yang relatif sama ini dapat dihitung dengan menggunakan beberapa kriteria, misalnya belanja pegawai desa, operasional lembaga desa, dll. Dengan cukup menghitung kebutuhan satu desa, jumlah total kebutuhan fiskal desa yang sifatnya sama ini adalah jumlah kebutuhan tetap desa di kali total jumlah desa.

dan Fs, = f (k+l+ ...+n )

dimana t Fs = Kebutuhan total fiskal desa yang sifatnya sama Fsi = Kebutuhan fiskal yang sifatnya sama untuk desa i k,l, sampai n = kebutuhan tetap desa untuk belanja k, I, sampai n

E

Untuk dapat menghitung kebutuhan fiskal desa yang sifatnya unik ini, ada beberapa kriteria yang dipandang dapat merefleksikan beban dan besar kebutuhan pelayanan desa. Misalnya, jumlah penduduk, luas wilayah, panjang jalan desa, dll. I

Sementara kebutuhan fiskal desa yang sifatnya unik untuk setiap desa diantaranya biaya penyediaan barang dan jasa desa. Hal ini terkait dengan potensi desa dan besar pelayanan yang harus diberikan desa. Untuk dapat menghitung kebutuhan fiskal desa yang sifatnya unik ini, ada beberapa kriteria yang dipandang dapat merefleksikan beban dan besar kebutuhan pelayanan desa. Misalnya, jumlah penduduk, luas wilayah, panjang jalan desa, dll. Tapi biasanya, besar dana yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya unik ini tidak ditentukan dari kriteria kriteria tadi. Besar dana yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya unik ini biasanya merupakan sisa dari Jumlah total Dana Perimbangan Desa setelah dikurangi Kebutuhan total fiskal desa yang sifatnya sama

t Fp = Kebutuhan total fiskal desa yang sifatnya unik t D = Jumlah total Dana Perimbangan Desa t Fs = Kebutuhan total fiskal desa yang sifatnya sama Langkah 3. Menghitung pagu indikasi Dana Perimbangan Desa untuk setiap desa Untuk memenuhi dua jenis kebutuhan tersebut, dalam pemenuhannya di indonesia dianut dua asasZ3.Pertama adalah asas merata, yang mana implikasinya adalah semua desa mendapat alokasi yang sama. Kedua adalah asas adil, yang mana implikasinya adalah setiap desa mendapat alokasi yang sifatnya proporsional disesuaikan dengan kebutuhan fiskal desa. Sehingga Dana Perimbangan Desa dibagikan sebagai Dana Merata dan Dana Proporsional

t D = Jumlah total Dana Perimbangan Desa t Dm = Jumlah total Dana Merata t Dp = Jumlah total Dana Proporsional

"Lihat SE Mendagri No.140-640-SJ tertanggal 22 Maret 2005

Edisi 1 Vol 1. Juni - Agustus 2006, IOLUSl.exe

37


Dalam pemenuhannya untuk setiap desa, Dana Perimbangan Desa yang diterima oleh Desa i adalah penjumlahan Dana Merata untuk desa i dengan Dana Proporsional untuk desa i.

Dimana Di = Dana Perimbangan Desa yang diterima oleh Desa i Dmi = Dana Merata untuk desa i Dpi = Dana Proporsional untuk desa i Saat ini, berdasarkan SE Mendagri No.140-640-SJ tertanggal22 maret 2005 disebutkan bahwa besaran dana merata untuk setiap desa adalah jumlah total Dana Merata dibagi dengan jumlah desa.

Dmi = Dimana Dmi = Dana Merata untuk desa i Z Dm = Jumlah total Dana Merata

CCDm Desa

Sementara besaran dana proporsional untuk setiap desa ditentukan oleh kelompok variabel independen utama dan kelompok variabel independen tambahan. Kelompok variabel independen utama menggambarkan beban pelayanan publik dan pembangunan yang sifatnya dasar. Contoh dari kelompok variabel independen utama adalah kemiskinan, pendidikan dasar, kesehatan, keterjangkauan desa, dll. Kemudian kelompok variabel independen tambahan, yang harus mampu menggambarkan beban pelayanan publik dan pembangunan yang ditanggung desa akibat kewenangan yang dimilikinya, akibat kondisi unik setiap desa yang terkait dengan tujuan tahunan yang ingin dicapai desa. Sebagai contoh variabel tersebut adalah penduduk, luas wilayah, potensi ekonomi, partisipasi masyarakat, jumlah unit komunitas di desa, dll.

dan Dpi = Dana Proporsional untuk desa i Z Dp = Jumlah total Dana Proporsional Vui = Variabel utama Desa i Z Vu = Jumlah total variabel utama Vti = Variabel tambahan Desa i Z Vt = Jumlah total variabel tambahan b l ,b2 = Bobot variabel Hasil akhir dari perhitungan ini adalah besaran dana perimbangan desa untuk setiap desa. Angka ini juga merupakan pagu anggaran indikatif untuk setiap desa yang dapat digunakan oleh desa tersebut untuk membiayai pelaksanaan semua kegiatan yang merupakan urusan dalam kewenangan desa.

f

Dana Proporsional

\

Dana Merata Utarna

Tarnbahan

Desa I Desa 2 Desa 3

38

I

Edisi 1Vol 1. luni - Agustus 2006, SOLUSl.exe

/

Sementara besaran dana proporsional untuk setiap desa ditentukan oleh kelompok variabel independen utama dan kelompok variabel independen tambahan.

-


Bagaimana Menentukan Kewenangan Desa? Secara umum, yang dimaksud desentralisasi adalah bentuk penyerahan kekuasaanlkewenangan atas suatu urusan tertentu dari pemerintah yang lebih tinggi pada tingkatan yang lebih rendah. Dengan desentralisasi, diharapkan masyarakat dapat lebih leluasa mengeluarkan aspirasinya. Terminologi yang paling banyak dijadikan acuan adalah seperti yang digunakan oleh Rondinelly (1981), Minis & Rondinelli (1989), dan Prodhomme (1994) yang membedakan antara empat katagori yang berbeda mengenai desentralisasi: (i) dekonsentrasi (ii) delegasi (iii) devolusi dan (iv) privatisasi. a. Dekonsentrasi: Penyelenggaraan berbagai urusan pemerintah yang lebih tinggi di daerah administratif yang lebih rendah, oleh dan merupakan tanggung jawab perangkat pemerintah yang lebih tinggi tadi. b. Delegasi: Penyelenggaraan dan tanggung jawab berbagai urusan pemerintah yang lebih tinggi di daerah administratif yang lebih rendah, oleh pemerintah yang lebih rendah yang tidak otonom atau yang semi otonom. c. Devolusi: Transfer kewenanganlkekuasaan dari pemerintah yang lebih tinggi kepada entity politiklpemerintah yang lebih rendah yang otonom.

Pelaksanaan di daerah oleh: Urusan-urusan Pusat

Daerah

-

-

Pusat

Kewenangan

Pusat yang diberikan ke daerah

Dekonsentrasi Sentralisasi (daerah tidak mampu)

Delegasi

Devolusi

Selain tiga bentuk diatas, yang sering digunakan di Indonesia adalah tugas pembantuan (medebewindlco-administration).Tugas pembantuan sangat mirip dengan delegasi, tapi pelaksananya adalah pemerintah yang lebih rendah dan otonom.

Apa itu desentralisasi kewenangan dari kabupaten ke desa? Desentralisasi kewenangan dari kabupaten ke desa adalah transfer tanggung jawab perencanaan, managemen, dan peningkatan dan alokasi sumber daya dari pemerintah kabupaten pada pemerintah desa. Bentuk desentralisasi dari kabupaten (daerah) ke desa yang paling sesuai adalah devolusi karena desa juga sifatnya otonom.

Mengapa harus ada desentralisasi kewenangan dari kabupaten ke desa? Fungsi penting pemerintah desa adalah untuk memuaskan variasi preferensi masyarakat desa akan pelayanan publik. Oleh karena itu pemerintah desa harus mendapat wewenang yang cukup luas, atau setidak-tidaknya tanggung jawab tertentu. Hal ini karena perbedaan letak, kondisi dan lingkungan memiliki dampak tertentu, dan pemecahan tunggal untuk semua (one size fits all) tidaklah tepat.

Oleh: TirnPenelitilNlSlATlF


Desentralisasi kewenangan dari kabupaten ke desa memberikan manfaat dalam arti: 1. Penyediaan di tingkat lokal (desa) dapat lebih variatif, sehingga dapat memenuhilsesuai dengan keinginan dan kebutuhan warga lokal secara lebih baik. 2. Pengambilan keputusan lebih dekat pada orang yang dimaksudkan dalam penyediaan pelayanan. Sehingga lebih responsif pada perhatianlkeinginan lokal. 3. Mengeliminasi lapisan bertingkat jurisdisi (menghilangkan tingkatan birokrasi pelayanan) 4. Mempertinggi kompetisi antar desa (dalam kabupaten) dan inovasi dalam penyediaan pelayanan umum.

Siapa yang terlibat dalam desentralisasi kewenangan dari kabupaten ke desa? Yang terkait dan terlibat dalam baik dalam perumusan atau dalam penggunaan hasil rumusan kewenangan desa adalah: Pemerintah Kabupaten, yang dalam ha1 ini biasanya bappeda, bidang pengembangan otda, bidang hukum: berperan dalam merumuskan urusan urusan yang didesentralisasikanl diserahkan ke desa. Khususnya Bappeda, adanya list urusan pemerintahan yang bukan kewenangan kabupaten akan memudahkan dalam mensortirlmenyaring kegiatan-kegiatan usulan masyarakat (dicoret karena merupakan kewenangan desa, dilaksanakan karena merupakan kewenangan kabupaten, atau di usulkan ke propinsilnasional karena merupakan kewenangan pemerintah yang lebih tinggi) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah: merumuskan urusan urusan yang didesentralisasikanl diserahkan ke desa, terutama dalam ha1 legislasinya menjadi peraturan daerah yang berkekuatan hukum dan sifatnya mengikat. Pemerintahan dan Masyarakat desa, terutama mereka yang terlibat dalam proses perencanaan pembangunan tahunan (musrenbang desa): merumuskan dan merencanakan kegiatan-kegiatanyang merupakan kewenangan desa dan mencantumkannya sebagai rencana tahunan desa. Sementara rumusan dan rencana kegiatan yang bukan kewenangan desa diusulkan ke kabupaten untuk di laksanakan oleh kabupaten.

Bagaimana cara mendesentralisasikan kewenangan dari kabupaten ke desa? Desentralisasi seperti obat dari sebuah penyakit. Harus ada takaran dan proporsi, serta waktu yang tepat untuk memberikannya. Desentralisasi kewenangan bukanlah sebuah obat generik yang bisa mengobati seribu satu macam penyakit sekaligus. Tidak bisa semua masalah menyangkut hubungan pemerintah atasan dengan pemerintah bawahan bisa selesai dengan desentralisasi. Beberapa ahli telah juga memperingatkan ha1 itu. Harus ada kehati-hatian dalam melakukannya. Ada beberapa langkah yang dilalui untuk dapat mendesentralisasikan kewenangan dari kabupaten ke desa.

Langkah pertama. Buat list urusan pemerintahan secara umum. Memang seringkali sulit untuk menentukan dan menyusun urusan-urusan pemerintahan, terutama yang terkait dengan pelayanan publik. Untuk mempermudah, bisa dilakukan dengan melihat list urusan pemerintahan yang pernah ada sebelumnya, kemudian diperkaya dengan curah gagas yang dilakukan oleh stakeholder governance. Langkah kedua. ldentifikasi urusan pemerintahan yang sudah jelas merupakan wewenang pemerintahan yang lebih tinggi (daerah, propinsi, pusat). Untuk identifikasi ini, kita harus merujuk pada peraturan perundangan yang berlaku di negara ini. Misalnya Tap MPR, Undang-Undang, dll. Yang teridentifikasi sebagai kewenangan pemerintahan yang lebih tinggi pisahkan dan tidak perlu dipertimbangkan pada langkah berikutnya. Langkah ketiga. Sortir wewenang pemerintah yang seharusnya ada di desa dengan kriteria karakteristik yang sesuai.


Banyak kriteria yang telah dikembangkan oleh berbagai pihak. Sebagai contoh, kriteria berikut ini adalah kriteria yang dijadikan referensi di Kabupaten Bandung untuk mendefinisikan urusan pemerintahan yang layak di devolusikan menjadi kewenangan desa. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut: Urusan tersebut berskala lokal desa. Urusan tersebut memerlukan pengambilan keputusan yang khususlspesifik untuk lokasi tertentu (dalam ha1 ini suatu desa). Adanya kriteria ini berkaitan dengan karakteristik desa yang unik sehingga dampak dari penyediaan barang dan jasa publik akan berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Urusan tersebut tidak memiliki konsekuensi-konsekuensiyang signifikan bagi tujuanlprioritas pemeritahan yang lebih tinggi dan dampak yang ditimbulkannya, -baik positif maupun negatif- tidak melewati batas desaltidak menimbulkan eksternalitas lintas desa. Kriteria ini dipertegas dengan istilah eksternalitas. Urusan tersebut dalam pelaksanaannya lebih menguntukan bila dilaksanakan pada skala desa (skala ekonomi yang relatif rendah dibandingkan dengan implementasi atau operasi pada skala luas wilayah tingkat pemerintahan yang lebih tinggi). Dengan kata lain, pembiayaan urusan tersebut paling efisien jika dikelola desa. Kriteria tambahan, yang berlaku hanya dalam keadaan tertentu; yaitu urusan tersebut memerlukan waktu respons yang cepat. Langkah keempat. Merumuskan kembali daftarllist urusan pemerintahan kewenangan desa. List urusan pemerintahan yang sudah ada tersebut kemudian di tambahkan dengan kewenangan desa lainnya yang sudah ada. Menurut UU3212004, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup: a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa. b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupatenlkota yang diserahkan pengaturannya kepada desa. c. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, danlatau pemerintah kabupatenlkota. d. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-perundangan diserahkan kepada desa. Kewenangan yang didesentralisasikan ke desa dalam bentuk devolusi, adalah kewenangan yang termasuk dalam huruf b dan huruf d. Sementara kewenangan yang didesentralisasikan ke desa dalam bentuk tugas pembantuan termasuk dalam huruf c. Langkah kelima. Legislasi! Ketika rumusan urusan-urusan pemerintahan kewenangan desa sudah ada, baik sudah mulai digunakan atau pun belum, akan sangat baik bila kemudian rumusan tersebut diperkuat melalui suatu peraturan. Keuntungan yang akan didapat dengan diadopsinya rumusan ini melalui suatu peraturan adalah adanya kepastian dalam pelaksanaannya serta adanya proses sosialisasi ke desa desa lain. Ada dua jenis peraturan yang mungkin digunakan. Yang pertama adalah menetapkan rumusan tersebut dalam suatu peraturan daerah (perda). Dengan ditetapkan dalam perda, rumusan tersebut sifatnya akan mengikat dan mempunyai kekuatan hukum. Selain itu esensi devolusi kewenangan dari kabupaten ke desa akan terpenuhi saat desa memiliki kewenangan yang legal secara hukum. Jenis peraturan yang kedua adalah peraturan bupati (atau keputusan bupati). Peraturan bupati tidak sekuat peraturan daerah. Peraturan bupati tidak bisa dijadikan acuan hukum dan tidak mengikat semua orang. Selain itu peraturan bupati hanya berlaku pada satu even tertentu saja sebagaimana peraturan tersebut ditujukan yang biasanya hanya di tahun itu saja. Langkah keenam. Aplikasi! Ketika rumusan urusan-urusan pemerintahan kewenangan desa sudah ada, sebenarnya sudah bisa langsung digunakan dalam proses perencanaan pembangunan. Dalam proses musrenbang desa, desa dapat menyusun kegiatan dengan panduan daftar urusan tersebut. Usulan-usulan kegiatan yang urusannya termasuk kewenangan desa, dimasukkan dalam rencana kegiatan tahunan desa

(Rencana Kerja Pemerintah DesalRKP Desa). Sedangkan usulan-usulan kegiatan yang termasuk urusanurusan diluar kewenangan desa diajukan dalam musrenbang kecamatan untuk dilaksanakan oleh pemerintah pada tingkat yang lebih tinggi (kabupaten, propinsi, nasional). Kemudian Bappeda kabupaten dapat menggunakan rumusan urusanurusan pemerintahan kewenangan desa tersebut sebagai acuan untuk "menyaring" usulan-usulan kegiatan dari hasil musrenbang. Usulan-usulan kegiatan yang termasuk urusan pemeirntahan kewenangan desa di kembalikan ke desa untuk dilaksanakan oleh desa. Sementara usulan-usulan kegiatan yang termasuk urusan pemerintahan kewenangan kabupaten didistribusikan pada SKPD untuk diadopsi dalam dalam rencana kerja (Renja) SKPD. Sementara usulan-usulan kegiatan yang bukan merupakan kewenangan desa maupun bukan kewenangan kabupaten, diajukan ke propinsi atau pusat.


MEMANTAU PELAKSANAAN TRANSPARANSI DAN PARTlSlPASl DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Sebuah Model Pemantauan Transparansi dan Partisipasi di Kabupaten Bandung

Pendahuluan Sebuah kebijakan publik yang baik secara subtansi maupun prosesnya tidak akan banyak manfaatnya jika tidak diimplementasikan dengan baik. Idealnya, implementasi kebijakan publik harus didukung oleh administrasi publik yang sejalan dengan prinsip-prinsip penerapan tata kepemerintahan yang baik (good governance). Dengan kata lain, birokrasi pemerintahan sesungguhnya tidak bisa tampil dengan administrasi publik yang baik tanpa didukung oleh kebijakan publik yang transparan, partisipatif, akuntabel, dan responsif. Sebaliknya, sebaik apapun kebijakan publik yang dirumuskan, tidak akan dapat diimplementasikan dengan baik tanpa dukungan administrasi publik dan birokrasi pemerintahan yang efektif, efisien, responsif, bertanggung jawab, dst. Dengan demikian kebijakan publik yang baik haruslah integratif antara substansi, proses dan pelaksanaannya.

Oleh: ~i~ peneliti ~ N ~ S ~ A T ~ F

Perry, ed. (1996) menawarkan pemahaman mengenai konsep kebijakan publik yang integratif tersebut. Menurut Perry, sebuah kebijakan publik secara siklikal berjalan dalam tahapan-tahapan sebagai berikut. Pertama, sebelum menjadi kebijakan terlebih dahulu ia akan menjadi agenda publik, yaitu ketika semua pihak yang mewakili kepentingan publik terlibat dalam perdebatan dan dikusi mengenai bagaimana suatu masalah publik diidentifikasi, disepakati bersama, dan dicarikan solusi alternatifnya. Dalam tahap ini, yang berlangsung adalah sebuah mekanisme yang dapat menggerakkan atau memicu publik untuk sadar akan masalah-masalah yang tengah dihadapinya. Pada tahap inilah kemudian ada usaha-usaha untuk mencapai kesepakatan awal (plan for planning), identifikasi masalah, dan mencari pilihan-pilihan tindakan yang diperkirakan bisa menyelesaikan masalah. Pada tahap kedua, sebuah kebijakan memasuki agenda formal, yaitu ketika pihak-pihak yang berkompeten dan memiliki kewenangan (politik) mulai terlibat secara intens di dalamnya. Pada tahap ini terjadi proses perumusan, pengkajian dan adopsi, implementasi dan evaluasi, serta proses mempetahankan, mengganti, atau menghentikan sebuah kebijakan. Dalam kerangka konsep ini, prosesproses pada tahap agenda formal ini berlangsung SeCara simultan dan

permasalahan dan rencana tindakan yang akan dilakukan baru kemudian memasuki agenda perumusan substansi dan teknis pelaksanaannya oleh lembaga administrasi publik. Kerangka ~erubahankebijakan ini juga memungkinkan untuk suatu saat meneruskan, mengubah, atau mengganti kebijakan publik yang sudah diputuskan ketika agenda publik menghendaki ha1 tersebut. Akan tetapi dialektika ini hanya bisa terjadi dalam lingkungan kebijakan yang sejalan dengan penerapan prinsip-prinsip good governance. Gambar. "The Policy Change Cycle"

berkaitan dengan proses-proses pada tahap agenda publik. Misalnya, keputusan untuk menghentikan kebijakan X akan tergantung juga pada perdebatan publik yang terusmenerus berlangsung sejak kebijakan tersebut dirumuskan, diimplementasikan dan dievaluasi. Keputusan ini tidak semata-mata tergantung kepada hasil evaluasi internal yang dilakukan oleh para pelaksananya, tetapi juga tergantung kepada proses-proses sosial dan politik (lingkungan kebijakan) yang berlangsung pada tahap agenda publik. Demikian seterusnyaz5. Mengikuti kerangka perubahan kebijakan yang ditawarkan oleh Perry, maka kebijakan publik harus bersifat dinamis dan mengacu kepada apa yang menjadi agenda publik. Setiap kebijakan publik yang akan dirumuskan harus diawali dulu dengan kesepakatan publik mengenai isu,

Triggering mechanisms

i i

i

Containment mechanisms

II

2S~eny, James L., ed. (1996). Handbook of Public Administration. San Francisco: Jossey-Bass Publishers. Dalam Riza N. Arfani 8 poppy S. Winanti. Jurnal Dinamika Masyarakat. ~01.1,~ 0 . 2Oktober , 2002. Hal. 42-43.

Public eenda

i i

I

Formal Agenda

: :

1

The Policy Environment


Isu Transparansi dan Partisipasi kebijakan mengenai transparansi dan K O n s e good ~ governance wdahlama partisipasi.Akan tetapi, kebijakan yang bergulir dalam wacana publik di lebih eksplisit terlihat dalam Peraturan Kabupaten Bandung dan Daerah No. 6 Tahun 2004. Substasi menda~atkanmOmentumnyaketika yang diatur dalam perda ini antara lain dilaksanakann~aprogram Prakarsa mencakup asas, tujuan, ruang lingkup Pembaruan Tata Pemerintahan transparansi dan partisipasi, Daerah (P2TPD) pada tahun 2002 mekanisme untuk partisipasi, hingga 2004. Salah satu yang menjadi mekanisme keberatan atas masalah tujuan program tersebut adalah transparansi dan partisipasi serta melembagakan prinsip-prinsip tata pengawasan terhadap pelaksanaan kepemerintahan yang baik dalam transparansi dan partisipasi. Tabel 1 sistem pemerintahan di Kabupaten menjelaskan mengenai asas, tujuan, Bandung dalam bentuk peraturan dan ruang lingkup transparansi. daerah. Dengan tercapainya tujuan tersebut diharapkan pemerintahan Asas dapat berialan secara efektif, efisien, I transparan, partisipatif, dan akuntabe Transparansi 1. Keterbukaan (informasi publik Lebih jauh, dengan kondisi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif) pemerintahan seperti itu, pemerintah 2. Kepatutan (memperhatikan daerah diharapkan dapat melahirkan perlindungan hak asasi, kebijakan publik yang berpihak pribadi, golongan, dan rahasia negara). terutama kepada masyarakat miskin. Pelembagaan prinsip transparansi da 1 3. Fasilitasi (informasi diberikan dengan cepat, tepat waktu, partisipasi dalam sistem pemerintaha I murah, dan sederhana). di Kabupaten Bandung diwujudkan dalam Peraturan Daerah NO.6 Tahun 2004 tentang Transparansi dan Partisipasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Bandung Meskipun, inisiatif reformasi tats pemerintahan ini didorong oleh pihak eksternal, setidaknya ha1 ini menanda Partisipasi 1. Kepentingan umum adanya perubahan mendasar dalam tata kelola pemerintahan yang 2. Proporsional. sebelumnya tidak transparan dan tidak partisipatif menjadi lebih 3. Akuntabilitas. transparan dan partisipatif atau setidaknya mengarah kepada ha1 itu. Kondisi ini tentunya sangat kondusif bagi lahirnya kebijakan-kebijakan publik yang lebih aspiratif dan responsif karena prosesnya memungkinkan berbagai stakeholder Kebijakan transparansi dan partisipasi pembangunan untuk ikut merumuskan di Kabupaten Bandung diarahkan berbagai kebijakan publik. untuk meningkatkan daya tanggap Setelah regulasi mengenai (responsiveness) badan publik di transparansi dan partisipasi terwujud, lingkungan pemerintahan sekaligus maka agenda berikutnya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat penerapan regulasi tersebut dalam dalam rangka mewujudkan tujuan praktik birokrasi sehari-hari. Hal ini pembangunan. Adapun substansi yang yang akan memakan proses panjang harus transparan dan partisipatif karena terkait dengan perubahan meliputi transparansi dalam ha1 perilaku birokrasi yang sekian lama informasi, prosedur, dan pengambilan terbelunggu dalam sistem yang keputusan publik dan partisipasi dalam sangat tertutup dan sentralistik. Oleh karena itu, untuk memastikan regulasi proses-proses kebijakan publik. Menurut ketentuan perda ini, semua tersebut dijalankan oleh pemerintah, jenis informasi yang terkait dengan harus ada pengawasan dari publik yang dilakukan secara sistematis yang penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan bersifat terbuka dan diarahkan untuk mengubah perilaku dapat diakses oleh masyarakat selain birokrasi ke arah yang lebih informasi yang dikecualikan yaitu yang transparan dan partisipatif. menyangkut proses penegakkan Kebijakan Transparansi dan hukum, privasi individu, dan Partisipasi dirahasiakan oleh ketentuan Visi Pemerintah Kabupaten Bandung perundang-undangan.Dalam ha1 ini, 2006 2010 sudah menyiratkan ada kategori informasi yang harus

Tujuan

Ruang lingkup

1, Meningkatkan days tanggap 1. lnformasi yaitu semua bentuk Badan Publik akan makna komunikasi baik berupa faktapentingnya keterbukaan pads fakta dan data-data dengan setiap pengambilan menggunakan media dalam keputusanlkebijakan publik bentuk tulisan, angka, gratik atas penYelenggaraan maupun audio visual. pemerintahan yang demokratis 2. Prosedur yaitu metodeltata dan transparan. cara ang dipakai untuk 2, ~ ~ ~peran idan ~ ~ k ~ ~ k ~ melaksanakan kegiatan yang fungsi Badan Publik dalam sesuai dengan ketentuan mengemban amanat publik peraturan yang berlaku. atas penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis 3. Pengambilan keputusan yang dan transparan. meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, 3. Menciptakan nuansa yang dan evaluasi kebijakan publik. harmonis dan keterbukaan bagi tahap kebijakan publik untuk membangun system pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa.

1. Meningkatkan daya tanggap badan publik. 2. Meningkatkan kesadaran masyarakat 3. lkut serta menentukan arah masa depan dan kehidupan. 4. Mendorong implementasi peran badan publik sebagai fasilitator, katalisator, dan mediator.

Proses kebijakan publik dalam penyelenggaraan pemerintahan.


diumumkan secara aktif oleh pemerintah, informasi yang tersedia setiap saat, dan informasi yang wajib diumumkan secepatnya. Tabel berikut ini menjelaskan rincian dari setiap jenis informasi tersebut.

/ No.

Jenis inforrnasi

Bentuk inforrnasi

lnformasiyang wajib diumumkan secara aktif

\

Keterangan2"

1) Hasil-hasilkegiatan yang dilaksanakan oleh badan publik

Berbagai bentuk laporan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh dinaslinstansipemerintah seperti LPJ Bupati, LAKIP, dan laporan-laporan monitoring dan evaluasi.

2) Aspek-aspek perumusan, perencanaan, pengambilan kebijakanlkeputusan

Berbagai informasi terkait dengan perencanaan pembangunan dan pengambilan kebijakan seperti rancanaan-rancanaan ~eraturandaerah atau rancangan dokumen yang sedang disusun pemerintah misalnya RancanganAPBD. RKPD, dll.

3 ) lnformasi penvusunan tata ruang mulai perencanaan. Dembahasan. DenetaDan. sampai peruntukannya

Dokumen-dokumenterkait proses dan hasil penyusunan tata ruang, seperti dokumen RTRW, RDTRK, dll.

4) lnformasi tentang pengadaan barang dan jasa

lnformasiyang terkait dengan rencana pemerinta untuk belanja pembangunan, seperti d a h r kegiatan yang akan dilelangkan berikut besaran anggarannya, syarat dan jadwal pelelangan, dll.

5 ) lnformasi hasil pengawasan

Hasil-hasilaudit baik yang dilakukan oleh auditor internal (Bawasda) maupun auditor eksternal seperti BPKP atau auditor independen.

6) lnformasi kelembagaan dan ketatalaksanaan badan publik

lnformasiyang tersedia setiap saat

I) Daftar informasi publik yang ada dibawah pengelolaan setiap badan public

I

I

lnformasivanq terkait denqan sistem dan mekanisme yang d~jalankgnoleh badan publik seDerti S t ~ k t u kelembaqaan r dan Dersonilnya, sistem kerja, dan data kepegawaian. Daftar dokumen yang tersedia pada badan 0ublik.se~ertirenstra. DASK. LAKIP dan cara

2) Hasil keputusan dan pertimbangannya 3) Kebijakan berikut dokumen pendukungnya 4) Rencana kerja dan anggaran badan publik. lnformasiyang wajib diumumkan secepatnya

lnformasi yang sifatnya mengancamlmempengaru-hi kehidupan orang banyak

lnformasi yang dikecualikan

I) lnformasiyang apabila dibuka akan menghambat proses penegakkan hukum

1

1

2) lnformasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada orang lain dapat mengganggu kepentingan perlindungan atas kekayaan intelektual dan perlindungan dar persaingan usaha yang tidak sehat 3) lnformasi yang apabila dibuka dan diberikan keDada orana lair dapat melanggai kerahasiaan pribadi 4) lnformasiyang menurut peraturan perundang-undangan tidak dibenarkan untuk diinformasikan secara terbuka.

Dokumen terkait dengan rencana kerja dan anggaran yaitu Rencana kegiatan dan DASK badan publik. lnformasi mengenai kemungkinan bahaya atau bencana yang mengancam keselamatan masyarakat, sepert;informasi mengenai status gunung berapi, epidemi, dll.

Misalnya, informasi mengenai accounffrekening pribadi. lnformasi mengenai kerahasiaan negara yang ditetaDkan oleh undanq-undanq seDerti informasildata intelijeny

Menurut ketentuan mengenai transparansi dan partisipasi, setiap orang berhak mendapatkan informasi dan berkewajiban berpartisipasi dalam menunjang proses penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu, ketentuan ini juga mengatur mekanisme yang harus dilakukan agar proses penyelenggaraan pemerintahan berjalan secara transparan dan partisipatif. Secara garis besar, mekanisme yang diatur dalam perda ini mencakup cara bagaimana untuk tranparan dan partisipatif, dan cara bagaimana mengakses informasi dan proses kebijakan publik serta cara pengajuan keberatan apabila terjadi penolakan dari badan publik. Tabel berikut ini menjelaskan mekanisme-mekanisme tersebut dan

"Rincian keteranqan menurut penulis. Perda mauDun peraturan b ~ p a tboak i mer nc bent~n-bentukdokumen dari setlap ienls dan bentun informasi vanq narJs


kaitannya dengan ruang lingkup transparansi dan partisipasi.

merata dengan bahasa yang mudah dipahami dan dapat dijangkau dengan mudah oleh

terlihavterbaca oleh

melalui media massa baik cetak atau elektronik dan berupa brosur, pamplet, dan

bentuk pampleVpapan

diinformasikan kepada

edaran dan bentuk lainnya. Prosedur pelayanan dibuat secara terperinci dengan bagian akhir yang jelas serta dicantumkan pola organisasi dan tatalaksana pelayanannya Prosedur pelayanan memuat persyaratan, biaya, jangka waktu pelayanan, akurasi, dan kepastian yang dibuat secara ringkas dan mudah dipahami. Prosedur pelayanan publik dibuat dalam bentuk dokumen pelayanan badan publik yang mudah diakses oleh masyarakat. Badan publik mengumumkan dan mensosialisasikan bentukbentuk rencanalprogram kerja yang akan melibatkan partisipasi masyarakat secara terbuka sebelum pelaksanaan suatu proses pembahasan pengambilan keputusanlkebijakan publik dilaksanakan.

Cara untuk partisipatif

Cara untuk akses

Mengajukan permintaan informasi dengan tujuan penggunaannyadisertai dengan identitas pemohon yang jelas.

Cara untuk keberatan

Keberatan dilakukan ketika permintaan informasi ditolak dan tidak disediakannya daftar informasi publik, serta pengenaan biaya yang tidak wajar. Keberatan dilakukan secara tertulis kepada pimpinan badan publik dan dapat mengajukan banding kepada Bupati secara tertulis.

Mengajukan permintaan informasi dengan tujuan penggunaannya disertai dengan identitas pemohon yang jelas.

Keberatan dilakukan ketika terjadi ketidakjelasan dan ketidakpastian prosedur serta pengenaan biaya yang tidak wajar. Keberatan dilakukan secara tertulis kepada pimpinan badan publik dan dapat mengajukan banding kepada Bupati secara tertulis.

Selanjutnya, dalam rangka memastikan pelaksanaan transparansi dan partisipasi oleh pemerintah, ketentuan ini juga mengatur mekanisme pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan ini. Pengawasan yang diatur dalam perda ini terdiri dari 3 jenis pengawasan yaitu pengawasan fungsional yang dilakukan oleh Bupati c.q Bawasda sebagai bentuk pengawasan internal, pengawasan politis/legislatif yang dilakukan oleh DPRD, dan pengawasan publik yang dilakukan oleh masyarakat. Tabel berikut ini menjelaskan ketiga jenis pengawasan tersebut dan mekanisme untuk setiap jenis pengawasan. Temuan-temuan dari kegiatan pengawasan tersebut ditindaklanjuti dengan

Mencari, memperoleh dan memberikan informasi melalui badan publik yang mengelola informasi secara langsung maupun tidak langsung, secara perorangan maupun kelompok atau perwakilan. Keberatan dilakukan ketika tidak diidentitikasinya kebijakan dan tahap perumusan kebijakan publik. Keberatan dilakukan secara t e r m kepada pimpinan badan publik dan dapat mengajukan banding kepada Bupati secara tertulis.


tindakan administratif, tuntutan perbendaharaan atau tuntutan ganti rugi, tuntutan perdata dan pidana bagi pelanggar ketentuan ini. Jenis Pengawasan

I

Pengawasanfungsional

Lembaga Pengawas

1 Bawasda

Mekanisme

I a. b.

c. d. e. f.

Meminta, menerima, dan mengusahakan untuk memperoleh bahan-bahan dan atau keterangandari pihak-pihak rerkait. Melakukan pemeriksaan dan atau memerintahnan penyid~kanatau pemeriksaan dl tempat-tempat pekerjaan. Menerima, memperlajaridan melakukan pemeriksaan atas kebenaran pengaduan publik. Memanggil pejabat-pejabatyang diperlukan untuk diminta keterangan denganmemperhatikan jenjangjabatan yang berlaku. Memerintankan kepada pelabat yang berwenang mengenal langkah-langkah yang bersifat preventif maupun repres~fterhadap segala bentuk pelanggaran. Menunjuk akuntan publik untuk melaksanakankeglatan pemenksaan perbendaharaan.

a. Mengundang pejabat di lingkungan Pemda untuk diminta keterangan, pendapat, dan saran. b. Menerima, meminta dan mengusahakanuntuk memperoleh keterangan dari pejabatlpihak terkait. c. Memberi saran mengenai langkah-langkah preventif dan represif kepada pejabat yang berwenang. d. Melaksanakanpenyelidikan. Masyarakat

a. b.

c. d.

Pemberian informasi adanya indikasi terjadinya korupsi, kolusi, dan neporisme di lingkungan badan publik. Penyampaian pendapat dan saran mengenai perbaikan, penyempurnaan baik bersifat preventif maupun represif atas masalah yang disampaikan. Melakukan kontrol sosial terhadap penyelenggaraankebijakan publik oleh badan publik. Memantau dan atau mengamai perilaku pejabat badan publik dalam menjalankantugasnya.

PP aksanaan Transparansi dan Partisipasi L'ir~:tr.isipemerintahan yang transparan dan partisipatif diyakini akan mampu mendorong terjadinya percepatan dalam proses pembangunan dan peningkatan dalam pelayanan publik yang berkualitas. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana menentukan bahwa birokrasi telah bertindak transparan dan r,~rt.i,?ip-tif?Hal ini akan terkait dengan substansi dan proses apa yang sf r iezri(!ya transparan dan partisipatif serta apa indikasi-indikasinya.

Indikasi-indikasiterpenting dari pelaksanaan transparansi dan partisipasi adalah masalah ketersedian dan aksesibilitas mengenaijenis dan bentuk informasi serta ruang-ruang partisipasi publik. Terkait dengan indikasi-indikasi tersebut, pemerintah mempunyai kewajiban untuk mewujudkannya dan pada saat yang sama masyarakatjuga harus senantiasa memonitor pelaksanaan transparasi


dan partisipasi dengan berbagai cara yang konstruktif. Tabel berikut menyajikan beberapa alternatif metode untuk memantau pelaksanaan transparansi dan partispasi oleh pemerintah. Deskripsi Substansi Yang Dipantau

Substansi Yang Dipantau

Arah Pemantauan

Metoda

1

lnformasi

Semua jenis dokumen publik a.1. dokumen-dokumen perencanaan dan penganggaran seperti RPJMD, RKPD, APBD, DASWDIPA; dokumen DelakSanaan keqiatanseDerti daftar dan jenis kegiatan. Kerangka Acuan Kegiatan; dan dokumen laporan pelaksanaan dan evaluasi kegiatan seperti LPJ BuDati, LAKIP, dokumendokumen evaluasi dan monitoring, dll.

Pemantauan pada substansi ini diarahkan untuk memastikan ketersediaannya, kemudahannya untuk dapat diakses, dan ketejangkauannya untuk dapat dipahami dan dimiliki.

1. Cek kepada dinaslinstansitentang ketersediaan dan kelengkapan informasi. 2. Ujiwba meminta informasildokumen publik. 3. Analisa kesederhanaan penyajian dan kelayakan biaya.

Prosedur

Semua bentuk prosedur yang hams terbuka a.1. prosedur perijinan, pelayanan publik, pengadaan barang dan jasa, dll.

Pemantauan pada substansi ini diarahkan untuk memastikan semua bentuk ~ m e d uyang r ada ielas ketersediaannya,.ke&dahannya untuk daDat diakses, dan keterianqkauannya . untuk dapat diikuti.

1. Cek kepada dinaslinstansitentang jenis dan bentuk prosedur yang ada. 2. Ujicoba pelaksanaan prosedur keDada dinaslinstansi. 3. k a l i s a kesederhanaan prosedur dan kelayakan biaya.

Berbagai mekanismels~klus kebijakan publik seperti mekanisme perencanaan dan penganggaran, mekanisme perumusan regulasi daerah, dll.

Pemantauan pada substansi ini diarahkan unluk memastikan semua mekanisme yang ada dilakukan secara transparan dan partisipatif.

1. Cek kepada dinaslinstansi tentang ruang-ruang yang disediakan dalam berbagai tahapan mekanismelsiklus kebijakan publik. 2. Ujiwba keterlibatan dalam berbagai tahap mekanismelsiklus kebijakan publik.

I

Mekanisme Kebijakan Publik

I

Tabel berikut menyajikan alternatif instrumen yang dapat digunakan dalarn rangka melakukan pemantauan pelaksanaan transparansi dan partisipasi oleh badan publikllernbaga pemerintah. lndikasi lnformasilProsedur IMekanisme Jenis informasi, prosedur yang dikelola atau menjadi tanggung jawab masingmasing dinaslinstansi

Dinasllnstansi Pengelola

Catatan

Keters8diaan

AksesihiliSas

Lemoagalbadan publik penyedia oan pengelola informasi dan prosedur atau leading sector perumus kebijakan publik.

Cek kepastian ketersediaan informasilprosedur. Sesuai ketentuan, dinaslinstansi harus menyediakan daftar informasilprosedur yang ada di bawah pengelolaannya.

Cek kepastian informasi dan prosedur dapat diakses dan bagaimana caranya.

Mekanisme kebijakan publik

Cek kepastian ketersediaan ruang yang dapat diaskses publik untuk berpartisipasi.

Cek kepastian tata cara berpartisipasi dalam mekanisme kebijakan publik.

K

o

t

P

r

Cek kepastian mengenai kesederhanaan penyajian (kemudahan untuk dimengeri dan tidak berbelit-belit) dan kelayakan besaran biayaltarif yang dikenakan.

Rekomendasi Pemerintah daerah sebaiknya segera menyusun suatu rencana aksi transparansi dan partisipasi untuk melaksanakan Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2004. Rencana aksi ini harus mencakup berbagai langkah rinci pemerintah untuk mewujudkan kebijakan transparansi dan partisipasi. Misalnya, penyusunan standar operasional prosedur (SOP) permintaan informasi, perijinan, dan partisipasi masyarakat dalam mekanisme perumusan kebijakan publik. Penyusunan rencana aksi dan detilnya harus dilakukan secara transparan dan partisipatif.

~

~

Alasan-alasan ketidaktersediaan, tidak dapat diakses, dan tidak terjangkau.

Alasan-alasan ketidaktersediaan dan tidak dapat diakses.



sebagian besar anggotanya kemudian terlibat dalam Pokja AKP. Salah satu anggota dari G8 ini kemudian dipilih untuk mengikuti Pelatihan AKP I yang diselenggarakan oleh Konsultan Program P2TPD dan hasilnya kemudian didiskusikan dalam forum G8 yang menghasilkan kesimpulan bahwa akar kemiskinan di Kabupaten Bandung itu ternyata bukan pada faktor ekonomi tetapi pada faktor politik. Selanjutnya, G8 ini kemudian mendatangi Komisi E DPRD Kabupaten Bandung dalam rangka mensinergiskan dan menyamakan persepsi mengenai masalah kemiskinan di Kabupaten Bandung. Sebenarnya, salah satu anggota Komisi E itu ada juga yang terlibat dalam Pelatihan AKP tersebut karena pelatihan itu menuntut keterlibatan berbagai unsur pemerintahan mulai dari eksekutif, legislatif, dan masyarakat sipil. Pertemuan dengan komisi E tersebutnya sedianya dimaksudkan untuk membangun kesepakatan bersama untuk menindaklanjuti hasil-hasil pelatihan tersebut. Akan tetapi, ha1 ini tidak dapat diwujudkan karena adanya miskomunikasi dimana anggota komisi yang hadir tidak mengetahui sama sekali masalah pelatihan tersebut dan tindak lanjutnya. Hal ini yang kemudian menjadikan DPRD tertinggal dalam proses-proses selanjutnya. Akhirnya, pokja AKP hanya melibatkan unsur eksekutif dan masyarakat sipil saja. Sejak saat itu (Maret 2003), Pokja AKP mulai bekerja hingga Maret 2005 ketika SRTPK sudah ditetapkan oleh Peraturan Bupati No. 7 Tahun 2005. Selanjutnya,AKP mulai bekerja untuk merumuskan substansi SRTPK. Perumusan subsantsi ini dimulai dengan diskusi mengenai masalah data kemiskinan. Dalam rangka itu disepakati pengumpulan data kemiskinan akan dilakukan berdasarkan gabungan kluster pekerjaan masyarakat dan geografis. AKP bekerja dari maret 2003 sampai Maret 2005.

Mengapa statusnya hanya Peraturan Bupati dan tidak Peraturan Daerah? Pada awalnya dokumen SRTPK ini diupayakan ditetapkan oleh peraturan daerah sehingga memiliki kekuatan hukum yang cukup kuat untuk memaksa dinas-dinas melaksanakan apa yang ada dalam dokumen tersebut. Akan tetapi, dengan alasan tidak adanya kesiapan dari dinas-dinas untuk menerima SRTPK ini maka, dokumen ini kemudian ditetapkan oleh peraturan bupati. Ketidaksiapan ini lebih dikarenakan oleh kebiasaan dinas-dinas yang lebih suka mengerjakan kegiatan yang sudah menjadi rutinitasnya yang seringkali tidak jelas indikator keberhasilannya. Sementara SRTPK menuntut adanya kejelasan permasalahan, intervensi kegiatan, dan indikator-indikator keberhasilannya. Sebagai contoh, seringkali dinas tertentu melakukan kegiatan-kegiatan pelatihan dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Setelah selesai pelatihan, tidak pernah ada kajian apakah pelatihan tersebut betul-betul berdampak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, SRTPK ini juga menuntut adanya kordinasi antar lembaga pemerintah dalam upaya mengurangi kemiskinan. Hal mana, koordinasi ini sangat sulit dilakukan oleh pemerintah. Akan tetapi setelah mengetahui bahwa kegiatan-kegiatandalam SRTPK akan didanai oleh investasi Program P2TPD, mereka baru mengatakan mengapa mereka tidak dilibatkan. Padahal, upaya untuk melibatkan dinas-dinas sudah sering dilakukan sejak awal. SRTPK yang ditetapkan oleh Perbup No. 7 Tahun

"Sementara SRTPK menuntut adanya kejelasan permasalahan, intervensi kegiatan, dan indikator-indikatorkeberhasilannya. Sebagai contoh, seringkali dinas tertentu melakukan kegiatan-kegiatan pelatihan dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Setelah selesai pelatihan, tidak pernah ada kajian apakah pelatihan tersebut betul-betul berdampak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat."


2005 ini sebenarnya jauh dari sempurna meskipun prosesnya dapat dikatakan lebih partisipatif. Ketidaksempurnaan ini antara lain bisa dilihat dari adanya ketidaksesuaikan antara permasalahan dan program yang dirumuskan. Program dan kegiatan yang harusnya ada karena permasalahannya sudah dinyatakan malah tidak ada sementara ada beberapa program dan kegiatan yang muncul tapi tidak adanya pernyataan masalahnya (problem statement). Namun kabarnya, perbup ini sudah direvisi oleh pemerintah. Apa kendala yang dialami dalam proses tersebut? Kendala utama dalam proses perumusan SRTPK ini adalah tidak adanya kebersamaan dan kuatnya ego sektoral yang menyebabkan proses perumusan berjalan sangat lambat. Sebagai contoh, ketika Pokja AKP meminta data-data yang diperlukan kepada dinas-dinas, mereka menemukan banyak kesulitan karena dinas-dinas menganggap kerja perumusan SRTPK merupakan kerja Bapeda. Hal ini diakibatkan oleh tidak adanya SK mengenai Pokja AKP yang cukup kuat yang menjadi dasar Pokja AKP bekerja. Pokja AKP sendiri berjalan berdasarkan SK Kepala Bapeda yang tidak punya kekuatan untuk memaksa dinas-dinas lain untuk selalu konsisten mengikuti proses-proses perumusan SRTPK.

Perkenalan lwan dalam kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat dimulai ketika ia pertama kali terlibat dalam Program P2KP pada tahun 2000 dan terpilih menjadi Ketua BKM di Desa Sayati tempat dimana ia tinggal. Kemudian pada tahun 2003, sebagai sekretaris Forum BKM Kabupaten Bandung, lwan mulai terlibat dalam proses-proses perumusan kebijakan di tingkat kabupaten melalui program P2TPD. Sebagai pemain baru di lingkungan pemerintah daerah, lwan sempat disarankan oleh rekan-rekan sejawatnya yang bergiat di kabupaten untuk memahami perilaku birokrasi dalam berinteraksi dengan masyarakat. Hal itu menurutnya perlu dilakukan untuk mendukung kelancaran kegiatankegiatan yang akan dilakukan bersama dengan aparat. Bagaimana SRTPK ini melihat masalah kemiskinan? Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan SRTPK ini sebenarnya lebih cenderung linier dalam arti lebih bersifat reaktif terhadap masalah apa yang terjadi yang kemudian diupayakan solusi atau intervensinya. SRTPK ini tidak berpretensi melihat bagaimana masalah kemiskinan ini didekati secara strategis dengan melihat bagaimana visinya ke depan untuk mengatasi masalah kemiskinan. Sebaliknya, SRTPK hanya berupaya untuk mengurangi kemiskinan dengan target yang realistis, bukan untuk menanggulangi kemiskinan. Dalam konteks kebijakan daerah, kedudukan SRTPK ini sebenarnya cukup strategis namun secara hukum lemah sehingga tidak ada jaminan bahwa substansi SRTPK ini akan dilaksanakan oleh dinas-dinas yang bersangkutan kecuali yang sejalan dengan renstra dinas mereka. Karena sejauh ini, hanya renstra itu yang jadi satu-satunya acuan dinas dalam menjalankan kegiatan.

Siapa yang dimaksud penduduk miskin oleh dokumen ini? SRTPK melihat fenomena kemiskinan bukan sebagai fenomena tunggal yang dapat distandarisasi dengan angka-angka statistik. SRTPK mencoba melihat lebih dalam karaktersitik kemiskinan sebagai fenomena yang unik di mana satu komunitas akan berbeda karateristik kemiskinannya dengan komunitas yang lain. Oleh karena itu, ketika mendefinisikan kemiskinan, SRTPK lebih cenderung kepada pengertian miskin menurut persepsi komunitas itu sendiri. Konsekuensinya, karakteritik kemiskinan kemudian menjadi beragam dan intervensinya pun seharusnya disesuaikan dengan karakteritik tersebut. Sebagai contoh, sebuah komunitas di kluster pertanian mendefinisikan orang miskin dengan indikasi ia tidak memiliki pesawat televisi dan tidak punya sambungan listrik sendiri. Pengertian ini berbeda dengan pengertian miskin menurut komunitas di kluster industri dimana semua orang sudah dapat mengakses listrik sendiri.


Lalu, seperti apa karekateristik kemiskinan di Kabupaten Bandung yang teridentifikasi dalam SRTPK ini? Beberapa karakterstik kemiskinan yang terefleksikan dalam SRTPK ini antara lain tingginya tingkat pencemaran lingkungan yang terjadi di kluster industri, adanya eksploitasi buruh di kluster perdagangan, dan tingginya peralihan fungsi dan terbatasnya kepemilikan lahan di kluster pertanian. Selain itu, tidak jarang munculnya kerentanan sosial akibat karakteritik kemiskinan seperti itu. Misalnya yang terjadi di kluster pertanian. Buruh tani biasanya bekerja pada musim tanam dan selesai itu kemudian menganggur atau pergi ke perkotaan untuk mencari kerja sambilan. Kepergiannya itu meninggalkan keluarga mereka yang rentan terhadap masalah pemenuhan kebutuhan mereka selama kepala keluarganya pergi sementara tidak ada jaminan apapun untuk kehidupan mereka sehari-hari.

Dengan karakteristik seperti itu, bagaimana kerangka intervensi yang dikembangkan dalam STRPK ini? Program-program yang dirumuskan dalam SRTPK ini secara umum dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.Akan tetapi, disain programnya tidak dikhususkan untuk mengintervensi komunitas miskin tertentu seperti komunitas yang sudah diasesment sebelumnya. Berbagai karakteristik kemiskinan yang ditemukan di komunitas dan kerangka intervensinya kemudian diformulasikan untuk dijadikan model kebijakan pembangunan yang diarahkan untuk mengurangi kemiskinan. Dengan demikian, dalam pelaksanaanya, program dan kegiatan yang dilakukan tidak lagi spesifik mengatasi masalah kemiskinan di komunitas tertentu. Namun demikian, dengan isu-isu komunitas yang sudah ditemukan, agar dapat diadopsi dalam perencanaan pembangunan, maka isu-isu tersebut diadvokasi melalui proses perencanaan tahunan dan itu sudah coba kita lakukan. Beberapa ada juga yang berhasil.

Sejauhmana rencana aksi yang sudah disusun itu diimplementasikan?

" Sangat disayangkan karena berbagai kegiatan yang dirumuskan dalam SRTPK diluar yang didanai dari investasi Program P2TPD ternyata tidak dilaksanakan juga oleh pemerintah melalui dana APBD karena SRTPK tidak dijadikan acuan dalam menyusun program dinas."

Kondisinya saat ini, rencana aksi yang sudah dirumuskan dengan susah payah itu ternyata tidak dipakai oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena terjadi salah pengertian terhadap Lampiran F surat edaran mendagri yang menjelaskan kisikisi kegiatan yang akan didanai oleh investasi Program P2TPD. Salah pengertian ini muncul karena tidak adanya koordinasi yang baik antara pengelola program di pemerintah sehingga edaran ini dianggap program baru yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan SRTPK. Maka disusunlah program-program baru dengan merujuk kepada lampiran tersebut. Hal ini yang kemudian menimbulkan kekecewaan beberapa ormas dan LSM yang sejak awal terlibat dalam perumusan SRTPK. Masalahnya, dokumen baru ini tidak bisa diubah lagi substansinya karena sudah diadopsi dalam APBD 2006 yang sudah ditetapkan dan harus dilaksanakan. Akan tetapi karena ada tuntutan dari Program P2TPD bahwa kegiatan yang didanai investasi program harus yang tercakup dalam SRTPK, maka dokumen SRTPK yang sudah ditetapkan oleh Perbup 712005 itu kemudian direvisi dengan menambahkan kegiatan-kegiatanyang ada dalam dokumen yang sudah ditetapkan DASK-nya. Namun demikian, beberapa kegiatan baru ada yang sejalan dengan kegiatan di SRTPK seperti pembangunan irigasi dan jalan. Akan tetapi sangat disayangkan karena berbagai kegiatan yang dirumuskan dalam SRTPK diluar yang didanai dari investasi Program P2TPD ternyata tidak dilaksanakan juga oleh pemerintah melalui dana APBD karena SRTPK tidak dijadikan acuan dalam menyusun program dinas. Bagaimana agar program dalam SRTPK itu bisa dirujuk oleh dinas-dinas? Salah satu strateginya adalah meningkatkan status hukumnya dari perbup menjadi perda. Akan tetapi sebenarnya itu bukan faktor yang menentukan karena kalau tidak ada sanksi bagi dinas yang tidak merujuk perda itu, ya tetap saja mereka hanya mengerjakan program yang menjadi rutinitas mereka.

Substansinya sendiri masih relevan? Saya kita masih sangat relevan. Namun memang harus dilakukan revisi-revisi sejalan dengan dinamika yang berkembang. Karena bisa jadi isu-isu yang ada sudah tidak relevan, sebaliknya ada isu-isu baru yang belum diadopsi.


THIRD WORLD POLITICAL ECOLOGY Oleh: Adenantera Dwicaksana Buku "Third World Political Ecology" yang ditulis oleh Raymond L. Bryant and Sinad Bailey mencoba untuk memberikan sebuah review yang utuh tentang tema dan penelitian dalam bidang ekologi politik (political ecology). Pendekatan analisis ekologi politik dikembangkan sebagai reaksi atas berbagai kekurangan pendekatan konvensional dalam menjelaskan berbagai fenomena perubahan dan kerusakan lingkungan terutama di Negara-negara dunia ketiga. Politikal ekologi mencoba untuk menggabungkan pemahaman perubahan lingkungan dengan konteks politik yang lebih luas. Argumen utama yang diajukan oleh Bryant dan Bailey dalam buku ini adalah, pertama, bahwa permasalahan lingkungan di Negara Dunia Ketiga tidak hanya semata-mata akibat dari kegagalan kebijakan maupun mekanisme pasar, sebuah thesis yang sering diajukan oleh World Bank. Permasalahan tersebut secara lebih mendasar merupakan manifestasi dari pengaruh dan kekuatan ekonomi dan politik yang lebih luas. Kedua, terdapat kebutuhan mendasar akan perubahan konfigurasi relasi dan proses politik dan ekonomi yang lebih adil antara kelompok lokal, regional, dan global. Implikasi dari kedua argument ini adalah bahwa penelitian-penelitian tentang permasalahan lingkungan di negara Dunia Ketiga tidak hanya dibatasi dari perspektif kelingkungan secara murni (pure environemtalism) tetapi perlu memasukkan pemahaman yang utuh mengenai relasi ekonomi-politik yang bekerja didalamnya. Buku ini disusun menjadi tiga bagian utama. Bab pertama yang merupakan bagian bertama dari buku ini, mencoba untuk mnelusuri asal usul pendekatan ekologi politik. Pada bab ini penulis memaparkan beberapa pendekatan yang telah banyak digunakan para peneliti ekologi politik dalam menjelaskan banyak tema lingkungan. Pembahasan kemudian dilanjutkan pada pembahasan mengenai konseptualisasi tentang hubungan politik dan permasalahan linkungan di negara Dunia Ketiga di bab dua yang menjadi tema pokok bahasan bagian kedua buku ini. Ekologi politik tidak memandang bahwa permasalahan lingkungan tidak terjadi dalam kekosongan kekuatan politik dan ekonomi. Permasalahan lingkungan di negara Dunia Ketiga lebih banyak berakar dan disebabkan oleh situasi-situai politk dan ekonomi. Pada bab dua ini juga diulas mengenai bagaimana peran relasi kekuasaan yang tidak setara diantara berbagai pelaku berdampak pada permasalahan lingkungan. Pada bagian ketiga buku ini, yang terdiri dari bab tiga hingga bab tujuh, penulis mencoba menjelaskan lebih mendalam berbagai kategori pelaku yang berpengaruh pada meningkatnya permasalahan lingkungan di Dunia Ketiga. Kategorisasi pelaku-pelaku itu antara lain: negaralpemerintah (bab tiga); multilateral institutions~WorldBank (bab empat); pelaku-pelaku bisnis (bab lima); organisasi non-pemerintah (bab enam). Pada bab tujuh, penulis mencoba mendiskusikan berbagai studi kasus tentang bagaimana kelompok-kelompok masyarakat sipil telah termarjinalkan oleh berbagai kelompok yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya. Pada bab ini pun, penulis berusaha untuk memaparkan berbagai upaya berbagai kelompok akar rurnput untuk menolak atau beradaptasi pada berbagai situasi linkungan yang telah terpolitisasi oleh berbagai kelompok politik dan ekonomi yang dominan. Buku ini dapat memberikan kontribusi yang sangat kaya bagi para peneliti, aktivis, maupun para pengambil kebijakan yang peduli pada isu-isu lingkungan. Kerangka analisis yang dicoba dijelaskan dalam buku ini sangat membantu untuk mempertajam berbagai penelitian lingkungan di negara berkembang seperti di Indonesia. Berbagai isu-isu lingkungan di Indonesia, seperti illegal logging, konversi lahan di lahan konservasi seperti dalam kasus Bandung Utara, permasalahan polusi dan pendangkalan hebat di sungai Citarum, pengurasan

Permasalahan lingkungan di negara Dunia Ketiga tidak hanya dibatasi dari perspektif kelingkungan secara murni (pure environemtalism) tetapi perlu memasukkan pemahaman yang utuh mengenai relasi ekonomipolitik yang bekerja didalamnya.

cadangan air bawah tanah di daerah perindustrian Bandung Raya, dapat dipahami secara lebih komprehensif dari pada hanya sekedar diakibatkan oleh perubahan iklim atau lingkungan semata. Bagi para aktifis lingkungan, isu-isu politik dan ekonomi di sekitar permasalahan lingkungan bukanlah ha1 yang baru. Namun, buku ini dapat membantu dalam ha1 pengayaan variasi pendekatan dan sistematisasi dari kerangka penelitian itu sendiri. Buku ini merupakan pengantar yang baik bagi pihak-pihak yang tertarik untuk mendalami tema-tema politik dan lingkungan. Ekologi politik tidak memberikan solusi "siap pakai" atau "satu solusi untuk semua". Tetapi, ekologi politik membantu untuk memahami secara lebih mendalam dan komprehensif berbagai isu lingkungan. Pemahaman yang lebih kaya ini akan mejadi dasar untuk mencari solusi-solusi yang lebih tepat dengan mengkombinasikan berbagai disiplin dan pendekatan. Sekali lagi, buku ini merupakan sebuah karya yang sangat direkomendasikan untuk dibaca.


Lembaran Daerah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

NOMOR : 29

TAHUN : 2004

SERI : D

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 6 TAHUN 2004 TENTANG TRANSPARANSI DAN PARTlSlPASl DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN Dl KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG Menimbang

a. bahwa transparansi dan partisipasi merupakan unsur penting dalam mernbangun dan rnengernbangkan sistem pernerintahan yang dernokratis dan aspiratif, sehingga perlu rnelibatkan unsur rnasyarakat dalam menyusun kebijakan publik, pelaksanaan dan evaluasi dalarn rangka penyelenggaraan pernerintahan yang arnanah, bersih dan berwibawa; b. bahwa transparansi dan partisipasi baik secara langsung maupun tidak langsung merupakan bentuk kemitraan dan keterbukaan antara Pernerintah dan rnasyarakat untuk secara bersama-sama bertanggungjawab terhadap keberhasilan penyelenggaraan pernerintahan di Kabupaten Bandung; c. bahwa untuk menunjang ha1 tersebut di atas, perlu rnenetapkan Peraturan Daerah tentang Transparansi dan Partisipasi Dalarn Penyelenggaraan ernerintahan di Kabupaten Bandung.

Mengingat

1. Undang-undang Nornor 14 Tahun 1950 tentang Pernerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950); 2. Undang-undang nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan (Lernbaran Nagara Tahun 1971 Nomor 32, Tarnbahan Lernbaran Negara Nomor 2964); 3. Undang-undang nomor 9 Tahun 1998 tentang Kernerdekaan Menyarnpaikan Pendapat di Depan Urnum (Lembaran Negara Tahun 1998 Nornor 181, Tarnbahan Lernbaran Negara Nornor 3789); 4. Undang-undang Nornor 22 Tahun 1999 tentang Pernerintahan Daerah (Lernbaran Negara Tahun 1999 Nornor 60, Tarnbahan Lembaran Negara Nornor 3839); 5. Undang-undang Nornor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lernbaran Negara Tahun 1999 Nomor 72 (Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 6. Undang-undang Nornor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisrne (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lernbaran Negara Nornor 3852); 7. Undang-undang Nornor 30 Tahun 1999 tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara tahun 1999 Nomor 138, Tarnbahan Lembaran Negara Nornor 3872); 8. Undang-undang Nornor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia (Lernbaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165); 9. Undang-undang Nornor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nornor 166); 10. Undang-undang Nornor 25 Tahun 2000 tentang Program Pernbangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000 2004 (Lernbaran Negara Tahun 2000 Nornor 206); 11. Peraturan Pemerintah Nornor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban dan Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 104 Tambahan Lemabaran Negara Nomor 3660); 12. Peraturan Pemerintah Nornor 68 Tahun 1999 tentang Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalarn

1


Lembaran Daerah

Penyelenggaraan Negara (Lernbaran Negara Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nornor 3866); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan pengawasanAtas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090); 14. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedornan Pelaksanaan Penyediaa BarangIJasa Pemerintah; 15. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 20 Tahun 2000 tentang tata Cara Pernbentukan dan teknik Penyusunan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nornor 35 Seri D); Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG MEMUTUSKAN : Menetapkan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TENTANG TRANSPARANSI DAN PARTlSlPASl DALAMPENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN Dl KABUPATEN BANDUNG BAB l KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Bandung. 2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonorn yang lain sebagai Badan Eksekutif. 3. Bupati adalah Bupati Bandung. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Legislatif Kabupaten Bandung. 5. Transparansi adalah keadaan dimana semua pihak dapat mengetahui penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Bandung.

6. Partisipasi adalah bentuk keterlibatan rnasyarakat, baik secara langsung rnaupun tidak langsung dalarn rnenyurnbangkanpikiran dan pendapatnya pada setiap proses pengambilan keputusan public sehingga lebih aspiratif, terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. 7. Partisipasi langsung adalah pertisipasi rnasyarakat yang disarnpaikan secara aktif dan spontan kepada badan Publik dan penyelenggaraan pemerintahan di Daerah. 8. Partisipasi tidak langsung adalah partisipasi masyarakat yang dalam penyampaiannya melalui tulisanlmedia kepada Badan Publik dalam menyusun rencanalorogram kerja. 9. Pemerintahan yang amanah adalah adalah penyelenggaraan pemerintahan yang didasarkan atas prinsip-prinsip : Berwawasan kedepan, terbukaltransfaran, cepat tanggaplresponsive, bertanggung jawablakuntabel professionallkornpeten, efisein dan efektif, desentralistis, demokratis, mendorong partisipasi masyarakat. Mendorong kemitraan dengan swasta dan masyarakat, rnenjunjung suprernasi hokum, berkomitrnen pada pengurangan kesenjangan, berkomitmen pada tuntutan pasar dan berkomitmen pada lingkungan hidup. 1O.Prosedur adalah metodeltata cara yang dipakai untuk melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. 11.Badan public adalah semua penyelenggara urusan public di Kabupaten Bandung, yaitu : a. Pemerintah Daerah dan DPRD. b. Pemerintahan Desa, BUMD dan Burndes yang mendapat dana dari APBD dan atau sumber dana public lainnya. c. lnstansi vertical yang mendapat dana bantuan dari APBD. d. Organisasi Non Pemerintah yang rnendapat dana bantuan dari APBD dan atau sumber dana public lainnya; e. BUMN yang beroperasi di Kabupaten Bandung. 12.lnformasi adalah semua bentuk komunikasi baik berupa fakta fakta dan data-data dengan rnenggunakan media dalam bentuk tulisan, angka grafik maupun audio visual. 13.lnformasi public adalah informasi yang dikelola oleh Badan Publik dan dapat diakses oleh masyarakat setiap saat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 14.Kebijakan public adalah keputusan-keputusan yang menyangkut dengan kepentingan dan kebutuhan public. 15.Proses kebijakan public adalah adalah seluruh tahapan pembuatan kebijakan public mulai rencana penyusunan, implernentasi, monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan public.


' Lembaran Daerah I 16.Pejabat Dokurnentasi dan lnformasi adalah adalah pejabat yang bertanggungjawab secara khusus terhadap penyimpanan, pendokurnentasian dan penyediaan pelayanan inforrnasi pada Badan public. 17.Multirnedia adalah berbagai sarana informasi dan komunikasi. 18.lnstansi vertical adalah adalah perangkat Pernerintah Pusat yang melaksanakan tugas-tugas Pernerintah Pusat di Daerah. 19.Masyarakat adalah perorangan dan atau kelompoklperkurnpulan yang terikat oleh suatu lingkungan maupun suatu kebudayaan yang rnereka anggap sarna. BAB II ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP TWNSPARANSI Bagian Pertarna Asas dan tujuan Transparansi Pasal2 (1) Transparansi berasaskan kepada : a. Keterbukaan, melalui inforrnasi public yang benar, jujur dan tidak diskrirninatif; b. Kepatutan, dilaksanakan dengan rnernperhatikan perlindungan hak azasi, pribadi, golongan dan rahasia Negara; c. Fasilitasi, dengan mernberikan inforrnasi yang cepat, tepat waktu, rnurah dan sederhana kecuali informasi yang bersifat rahasia sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. (2) Transparansi bertujuan untuk : a. Meningkatkan daya tangap Badan Publik akan makna pentingnya keterbukaan pada setiap pengarnbilan keputusanlkebijakan public atas penyelenggaraan pernerintahan yang demokratis dan transparan; b. Meningkatkan peran dan fungsi Badan Publik dalarn rnengernban arnanat public atas penyelenggaraan pemerintahan yang dernokratis dan transfara; c. Menciptakan nuansa yang harmonis dan keterbukaan bagi tahap kebijakan public untuk membangun system pernerintahan yang baik, bersih dan berwibawa. Bagian Kedua Ruang Lingkup Transparansi Pasal3 Ruang Llngltup I ransparansl : 1. Informasi; 2. Prosedur; 3. Penaarnbilan Keoutusan vana rneliouti oerencanaan. oelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kebijakan publik. Bagian Ketiga Jenis lnforrnasi Paragraf I lnformasi yang wajib diumurnkan secara aktif Pasal4 (1) Hasil-hasil Kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Publik. (2) Aspek-aspek perumusan, perencanaan, pengarnbilan kebijakanlkeputusan meliputi : a. lnforrnasi berkaitan dengan seluruh proses perencanaan kegiatan badan Publik baik visilstrategi, perencanaan tahunan mulai tingkat KelurahanlDesa, Kecarnatan maupun Kabupaten. b. lnformasi penganggaran, mulai dari mekaninsrne dan proses perencanaan, penetapan, pelaksanaan penggunaan anggaran pada Badan Publik; c. lnformasi tentang pelayanan Publik; d. lnformasi proses perjanjianlkontrak atau kesepakatan dan yang diterbitkan dalam kerangka kewenangan daerah. (3) lnformasi penyusunan Tata Ruang rnulai dari perencanaan, pernbahasan, penetapan, sampai dengan peruntukannya. (4) lnformasi tentang pengadaan barang dan jasa; (5) lnformasi hasil pkngawasan; (6) lnformasi kelembaaaan dan ketatalaksanaan Badan Publik. (7)Aspek penyebarlu&an inforrnasi sebagaimana dirnaksud pada ayat (2), (3), (4), (5) dan (6) pas1 ini, dilakukan dengan rnenggunakan bahasa yang rnudah dipahami dan dapat dijangkau dengan rnudah oleh rnasyarakat luas. (8) Cara-cara sebagairnana dimaksud ayat (7) pas1 ini, harus dirumuskan dalam meknisrne yang rnenjarnin pernerataan informasi yang akan ditentuan lebih lanjut dalam Keputusan Bupati.

1

Paragraf 2 lnforrnasi yang tekedia setiap saat Pasal5 Badan Publik menyediakan inforrnasi publik setiap saat, meliputi : a. Daftar inforrnasi publik yang berada di bawah pengelolaannya; b. Hasil keputusn publik dan pertirnbangannya; c. Kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya; d. Rencana kerjalkegiatan terrnasuk dengan anggaran Badan Publik.


Lembaran Daerah

(1)Untuk mendukung kinerja pelayanan informasi, rnaka Badan Publik secara berkala mendokumentasikan dan rnenyarnpaikan laporan kegiatan yang bersifat terbuka untuk umum baik yang aktif rnaupun informasi yang tersedia setiap saat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Mekanisme pelaporan sebagairnana dimaksud ayat ( I ) pas1 ini, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. Paragraf 3 lnforrnasi yang wajib diumurnkan secepatnya Pasal7 1) Badan Publik, rnengurnurnkan setiap inforrnasi yang sifatnya dapat rnempengaruhilmengancam kehidupan orang banyak melalui rniltimedia. ,2) Penyebarluasan inforrnasi sebagaimana dirnaksud pada ayat ( I ) pasal ini, dilakukan dengan bahasa yang rnudah dipahami dan dapat dijangkau oleh masyarakat. Paragraf 4 Tata cara mendapatkan lnformasi Pasal8 (1) Perrnintaan informasi oleh masyarakat harus mencanturnkan identitas pemohon secara tertulis. (2) Dalam ha1 permintaan informasi tersebut pada ayat ( I ) pasal ini, pernohon menyampaikan pula kepentingan penggunaan inforrnasi yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Badan Publik rnernberikan inforrnasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Paragraf 5 lnformasi yang dikecualikan Pasal9 Setiap badan Publik rnernbuka akses bagi setiap orang untuk mendapatkan informasi publik, kecuali : 1. lnforrnasi yang apabila dibuka akan mengharnbat proses penegakan hukum, yaitu: a. Mengungkapkan identitas inforrnan, pelapor, pengadu, saksi, dan atau korban yang mengetahui adanya kejahatan; b. Mengungkapkan data intelejen kriminal dan rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan kegiatan kriminal dan terorisme. c. Membahayakan keselarnatan dan kehidupan petugas penegak hukurn dan atau keluarganya. d. Membahayakan kearnanan peralatan, saranalprasarna penegakan hukum. e. Menghambat proses pemeriksaan pleh aparat fungsional pengawasan. 2. lnforrnasi yang apabila dibuka dan diberikan kepaa orang lain dapat rnengganggu kepentingan perlindungan atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha yang tidak sehat. 3. lnforrnasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada orang dapat melanggar kerahasiaan pribadi yaitu informasi yang dapat : a. Mengungkapkan riwayat, kondisi dan perawatan kesehatan fisik, psikiatrik, psikologi seseorang. b. Mengungkapkan tentang hasil evaluasi sehubungan dengan kapabiltas , intelektual, dan rekornendasi kemarnpuan seseorang.

.. lnformasi yang menurut peraturan perundang-undangan, tidak dibenarkan untuk diinformasikan secara terbuka. Bagian Keernpat Paragraf I Prosedur PasallO 1) Prosedur yang diinforrnasikan dalam lingkungan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa : a. Segala prosedur yang berkaitan dengan aspek pelayanan Publik. b. Untuk memenuhi hak masyarakat atas inforrnasi yang utuh, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa berkewajiban rnembuat pertirnbangan secara tertulis dari setiap kebijakan yang diarnbil. c. Pertimbangan sebagaimana yang dimaksud huruf (b) di atas, setidak-tidaknya mernbuat pertirnbangan ketentraman dan ketertiban daerah atau pertirnbangan-pertirnbanganlain yang rnenjadi dasar pemikiran dalam pengarnbilan suatu kebijakan. d. Prosedur perencanaan baik dari rnusyawarah DesalKelurahan, Kecamatan dan musyawarah tingkat Kabupaten, sarnpai pada rencana penyusunan anggaran, perencanaan tata ruang kota, tataguna lahan serta prosdur pemanfaatan aset Kabupaten. (2) Prosedur yang diinformasikan di lingkungan DPRD: a. Sernua program kerja DPRD; b. Jadwal dan sifat sernua rapat di lingkungan DPRD c. Hasil Rapat DPRD harus disarnpaikan kepada seluruh anggota DPRD dan disediakan di Hurnas DPRD untuk kepentingan rnasyarakat. (3) Prosedur yang diinforrnasikan dalam lingkungan Badan usaha Milik Daerah : a. Segala ha1 yang berkaitan dengan kepentingan rnasyarakat baik rnenyangkut tentang tarif, dan mekanisme pelaksanaan kegiatan; b. Rapat yang dilaksanakan dalam lingkungan BUMD menyangkut usulan untukkebijakan publik harus tersedia inforrnasinya dan dapat diakses oleh masyarakat. c. Pimpinan di tingkat lingkungan BUMD berkewajiban untuk menyampaikan hasil-hasil pengambilan keputusan tentang kepentingan rnasyarakat dan disampaikan secara terbuka kepada publik melalui multimedia, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.


' Lembaran Daerah I (4) Prosedur yang harus diinformasikan dalam lingkungan BUMN adalah segala ha1 yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat baik menyangkut tentang tarif, pelaksanaan serta dampak dari kegiatan usaha harus diinforrnasikan secara terbuka. 15) Prosedur yang harus diinformsikan dalarn lingkungan lnstansi vertikal adalah sernua program kerja, penganggaran, dan hasil kerja yang pernbiayaannya bersumber dari dana bantuan APBD. 5) Prosedur yang harus diinformasikan dalamorganisasi Non Pemerintah adalah sernua program kerja, penganggaran dan hasil kerja Organisasi Non Pemerintah yang dibiayai dari dana bantuan APBD dan atau dana publik lainnya harus diinformasikan secara terbuka.

Paragraf 2 mekanisme Pengambilan Kebijakan Publik Pasal 11 (1) Mekanisme pengarnbilan kebijakan dalam lingkungan Pernerintah Daerah dan Pemerintah Desa : a. Rapat di lingkungan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa, Jika menyangkut kebijakan publik yang berkaitan. b. Pengarnbilan keputusan yang erat kaitannya dengan kepentingan rnasyarakat sebagaimana dirnaksud pada huruf a ayat ( I ) pasal ini, sedapat mungkin melibatkan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung dan hasilnya dapat diakses oleh masyarakat. c. Apabila Pernerintah Pusat atau Pemerintah Propinsi rnengeluarkan kebijakan yang berbedalbertentangan dengan kewenangan daerah, maka kebijakan tersebut harus diplublikasikan rnelalui multimedia untuk dapat diakses oleh masyarakat. (2) Mekanisme pengarnbilan kebijakan dalam lingkungan DPRD ; a. Rapat yang sifatnya terbuka dan bukan merupakan rapat dengar pendapat, rnaka masyarakat dapat hadir tanpa rnemberikan rnasukan atau pendapatnya; b. Rapat yang sifatnya terbuka dan erat kaitannya dengan pernbahasan kepentingan masyarakat harus rnelibatkan masyarakat secara aktif dengan tetap rnemperhatikan tata tertib DPRD. (3) Mekanisme pengarnbilan kebijakan dalam lingkungan Badan Usaha Milik Daerah ; a. Dalam pelaksanaan rapat yang sifatnya terbuka dan berkaitan dengan kepentingan masyarakat, sedapat rnungkin melibatkan masyarakat secara aktif baik secara langsung maupun tidak langsung; . b. lnformasi tentang pertimbangan hasil-hasil keputusan secara aktif dapat diakses langsung oleh masyarakat; c. Pemberlakuan kebijakan di tingkat BUMD berupa aspek-aspek prosedur pengambilan keputusan, harus disampaikan secara terbuka kepada masyrakat oleh pimpinan BUMD, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4) Mekanisme pengarnbilan kebijakan dalam lingkungan instansi vertikal yang berkaitan dengan program kerja, penganggaran dan hasil kerja yang pernbiayaannya bersunber dari dana bantuan APBD, secara aktif dapat diakses langsung oleh masyarakat. (5) Mekanisme pengarnbilan kebijakan dalam lingkungan Organisasi Non Pernerintah yang berkaitan dengan program kerja, penganggaran dan hasil kerja yang pembiayaannya bersumber dari APBD dan atau surnbar daya lainnya, secara aktif diakses langsung oleh rnasyarakat. '5) Mekanisme pengarnbilan kebijakan dalam lingkungan BUMN yang berdampak langsung terhadap kondisi lingkungan, sedapat rnungkin melibatkan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung. BAB Ill ASAS, TUJUAN DAN PELAKSANAAN PARTlSlPASl Bagian Pertama Asas dan Tujuan Partisipasi Pasal 12 (1) Partisipasi berasaskan kepada : a. Kepentingan umurn, yang mendahulukan kesejahteraan urnum dengan secara aspiratif, akornodatif dan selektif; b. Proporsional, yang rnengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan pernerintah; c. Akuntabilitas, yang mengutamakan tanggungjawab yang dilaksanakan Badan Publik atas kebijakan-kebijakan yang ditetapkan. (2) Partisipasi bertujuan untuk : a. Meningkatkan daya tanggap Badan Publik akan rnakna penting keterlibatan masyarakat pada proses pengambilan keputusanlkebijakan publik dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dernokratis dan partisipasif; b. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan makna penting peran serta dan tanggung jawabnya terhadap proses penyelenggaraan pemerintahan; c. lkut serta rnenentukan arah rnasa depan dan kehidupan sesuai dengan nilai-nilai agarna dan budaya dengan cara mengajak pada kebaikan dan mencegah kemunkaran. d. Mendorong irnplementasi peran Badan Publik sebagai fasilitator, katalisator, dan mediator. Bagian Kedua Bidang-bidang Partisipasi yang Dilakukan Pasal 13 1)Partisipasi dapat dilaksanakan dalam bentuk keterlibatan masyarakat sebagai mitra Badan Publik dalam proses kebijakan publik dalam penyelenggaraan pemerintah di Kabupaten Bandung. (2)Keterlibatan rnasyaraka sebairnana dimaksud ayat ( I ) pasal ini,dalam bentuk ; ., a. Mencari, memperoleh dan memberikan informas'i yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintah; b. Menyarnpaikan saran dan pertimbangan secara bertanggung jawab. Bagian Ketiga Tata Cara Partisipasi Pasal 14 (1) Partisipasi dapat dilakukan secara langsung dan atau tidak langsung baik secara perorangan rnaupun kelompok atau perwakilan. (2) Usulan partisipasi sebagairnana dimaksud ayat ( I ) pasal ini, dapat disampaikan kepada Pimpinan Badan Publik.


r Lembaran Daerah

Bagian Keernpat Jadwal Penyarnpaian partisipasi Pasal I 5 Badan Publik rnengurnurnkan dan rnensosialisasikan bentuk-bentuk rencanalprograrn kerja yang akan rnelibatkan partisipasi masyarakat secara terbuka, sebelum pelaksanaan suatu proses pernbahasan pengambilan keputusanlkebijakan publik dilaksanakan. BAB lV KEBERATAN DAN PENOLAKAN ATAS INFORMASI DAN PARTlSlPASl Bagian Pertarna Keberatan Pasal I 6 (1) Setiap pernohon inforrnasi dan partisipasi dapat rnengajukan keberatan dalarn ha1 ; c. Tidak diindentifikasinya kebijakan publik dan tahapan perurnusan kebijakan publik; d. Ditolaknya permohonan informasi berdasarkan alasan pengecualian sebagaimana diatur dalarn pasal 10 Peraturan Daerah ini; e. Tidak disediakannyan informasi berkala tanpa permintaan sebagairnana diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Daerah ini; f. Tidak dipenuhi dan atau ditanggapinya inforrnasi maupun yang dimohon; Pengenaan biaya yang tidak wajar untuk rnemperoleh informasi; g. (2) Keberatan diajukan ke Pirnpinan Badan Publik. (3) Pirnpinan Badan Publik sebagairnana dirnaksud dalam ayat ( 2 ) Pasal ini, segera rnemberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh pernohon dalarn jangka waktu secepatnya sejak diterirnanya keberatan secara tertulis. (4) Alasan-alasan atas keberatan sebagairnana dirnaksud ayat ( I ) Pasal ini,dapat diselesaikan secara rnusyawarah. Pasal I 7 HpaDlla rlrnplnan Pejabat Bdan Publik tetap pada sikap dan putusanny, rnaka tanggapan harus disertai dengan alasan tertulis. Bagian Kedua Penolakan Pasal I 8 (1) Pirnpinan Badan Publik rnenyarnpaikan penolakan secara tertulis alasa-alasan tidak diberikannya kesernpatan atau keberatan, sepanjang mengenai inforrnasi dan partisipasi yang dikecualikan rnenurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Alasan-alasan tidak diberikan kesempatan atau penolakan inforrnasi dan partisipasi sebagaimana dirnaksud pada ayat ( I ) Pasal ini, keberatan segera diajukan Pernohon ke atasan Pejabat Badan Publik dan disarnpaikan secepatnya sejak diterimanya penyampaian pikiran dan pendapat untuk berpartisipasi. Bagian Ketiga Mekanisrne Keberatan Pasal I 9 (1)Apabila penolakan sebagaimana dirnaksud pada ayat ( 2 ) Pasal 18 tidak terpenuhi, rnaka pemohon berhak dan dapat mengajukan keberatan yang disampaikan kepada Pirnpinan Badan Publik. (2)Keberatan sebagairnana dirnaksud pada ayat ( I ) Pasal ini, diajukan selarnbat- larnbatnya 7 ( tujuh ) hari kerja sejak penolakan. (3)Setelah diterirnanya pernyataan keberatan sebagaimana dirnaksud pada ayat ( 2 ) Pasal ini, segera Pimpinan Badan Publik rneneliti isi keberatan tersebut. (4)Dalarn waktu selambat-lambatnya 7 ( tujuh ) hari kerja berikutnya Pirnpinan Bnadan Publik menyampaikan tanggapan atas keberatan tersebut. BAB V HAK DAN KEWAJIBAN Pasal20 (1) Setiap orang baik secara langsung rnaupun tidak langsung berhak rnendapatkan inforrnasi dan berkewajiban berpartisipasi dalarn menunjang proses penyelenggaraan pernerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Hak dan kewajiban sebagairnana yang dirnaksud ayat ( I ) Pasal ini, agar berjalan dengan baik, perlu ditunjang dengan bentuk pelayanan dan penyediaan inforrnasi publik secara transparan oleh Badan Publik melalui upaya menurnbuhkembangkandan rnerespon partisipasi yang disampaikan oleh rnasyarakat sebagai bentuk keterlibatannya. (3) Masyarakat dan Badan Publik berhak mernperoleh perlindungan hukum dalam ha1 rnemberikan, rnemperoleh dan menyebarluaskan inforrnasi publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


' Lembaran Daerah I BABVl PENGAWASAN Bagian Pertarna Fungsi Pengawasan Pasal21 Fungsi Pengawasan yang dilakukan terhadapBadan Publik, meliputi Pengawasan Fungsional, Pengawasan Legislatif dan Pengawasan Publik.

(1) Pengawasan Fungsional, dilakukan oleh Bupati. (2) Pengawasan Fungsional sebagairnana dimaksud ayat ( I ) Pasal ini, dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Daerah (BAWASDA) yang rnenyangkut pernerintah, Pernbangunan dan Kernasyarakatan maupun evaluasi. Pasal23 DPRD rnelakukan pengawasan Legislatif atas pelaksanaan kebijakan Pemerintah Daerah. Pasal24 Publik rnelakukan pengawasan terhadap penyelenggaran kebijakan publik yang dilakukan oleh badan Publik. Pasal25 ungsi Pengawasan sebagairnana dimaksud Pasal22, Pasal23, dan Pasal24, dapat dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. n

Dalam melaksanakan pengawasan fungsional sebagairnana dimaksud pada pasal22, Bupati Cq. Bawasda, dapat ; a. Meminta, menerima dan mengusahakan untuk mernperoleh bahan-bahan dan atau keterangan dari pihak-pihak yang dipandang perlu; b. melakukan pemeriksaan dan atau mernerintahkan melakukan penyidikan atau perneriksaan di tempat-tempat pekerjaan; c. Menerirna, rnernpelajari dan melakukan perneriksaan atas kebenaran pengaduan publik; d. Memanggil pejabat-pejabat yang diperlukan untuk dirninta keterangan dengan rnemperhatikanjenjang jabatan yang berlaku; e. Memerintahkan kepada Pejabat yang berwenang mengenai langkah-langkah yang bersifat preventif maupun represif terhadap segala bentuk pelanggaran; f. Menunjuk akuntan publik untuk melaksanakan kegiatan pemeriksaan perbendaharaan.

( I ) DPRD rnelakukan Pengawasan Legislatif, melalui : a. Pernandanaan Umum Fraksi-fraksi dalam R a ~ aPariourna t DPRD : b. Rapat ~ernkahasandan Sidang Komisi; c. Rapat Pernbahasan dalarn Panitia-panitia yang dibentuk berdasarkan tata tertib DPRD; d. Rapat Dengar Pendapat dengan Pernerintah Daerah dan Pihak- pihak lainnya yang diperlukan. ( 2 ) Dalam melaksanakan Pengawasan Legislatif sebagairnana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, DPRD dapat a. Mengundang Pejabat di Lingkungan Pernerintah Daerah untuk dirninta keterangan, pendapat dan saran; b. Menerirna, rnerninta dan mengusahakan untuk mernperoleh keterangan dari pejabatlpihak-pihak terkait; c. Memberi saran mengenai langkah-langkah preventif dan represif kepada pejabat yang berwenang; d. Hak untuk melaksanakan penyelidikan; e. Hak untuk menyelenggarakan penyelidikan. Pasal28 (1) rnasyarakat dapat melakukan pengawasan atas penyelenggaraan kegiatan Badan Publik, melalui :

a. Pernberian informasi adanya indikasi terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dilingkungan Badan Publik; b. Penyampaian pendapat dan saran rnengenai perbaikan, penyempurnaan baik bersifat preventif rnaupun represif atas rnasalah yang disampaikan; c. Melakukan kontrol sosial terhadap penyelenggaraan kebijakan publik oleh Badan Publik; d. Memantau dan atau rnengarnati Perilaku Pejabat Badan Publik dalam menjalankan tugasnya.


Lembaran Daerah

Bagian kedua Tindak Lanjut Pengawasan

Tindak Lanjut dari Hasil Pengawasan, adalah : a. Tindakan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan: b. Tuntutan Perbendaharaan atau Tuntutan Ganti Rugi; c. TuntutanlGugatan Perdata; d. Tuntutan Pidana. BAB VII SANKSI

Pejabat Badan Publik, yang tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini, selain akan dikenakan Sanksi Administratif dapat dikenakan Sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB Vlll KETENTUAN LAIN-LAIN DAN PENUTUP

(1) Setiap orang yang memberikan informasi mengenai pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah wajib dilindungi sesuai ketentuan yang berlaku. (2) Setiap orang yang termasuk dalam ketentuan ayat (1) Pasal ini, memiliki hak-hak sebagaimana diatur dalam undang-undang yang mengatur mengenai perlindungan saksi.

lengan ditetapkannya Peraturan Daerah ini, maka segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ada sepanjang tidak Iertentangan dengan Peraturan daerah ini dinyatakan tetap berlaku. ial-ha1 yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. Pasal34 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bandung. Ditetapkan di Soreang 20 Agustus 2004 Pada tanggal BUPATI BANDUNG Ttd,

1

OBAR SOBARNA Diundangkan di Soreang Pada tanggal 20 Agustus 2004 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANDUNG Cap Ittd Drs. H. ABUBAKAR. M.Si. Pembina Tk I NIP. 010 072 603 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2003 NOMOR 29 SERl D


' Lembaran Daerah I LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

NOMOR : 4

TAHUN 2005

SERI : D

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAANPEMBANGUNANDAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG Menimbang

a. bahwa untuk terselenggaranya pembangunan daerah yang efektif, efisien dan tepat sasaran diperlukan perencanaan pembangunan daerah; b. bahwa sehubungan dengan ha1 tersebut dan dalarn rangka pelaksanaan Pasal27 ayat (2) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan pembangunan Nasional perlu adanya pengaturan tentang tata cara penyusunan perencanaan pembangunan daerah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu rnembentuk Peraturan Daerah tentang Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah.

Mengingat

1. Undang-undang Nornor 14 Tahun 1950 tentang Pernerintahan Daerah Kabupaten Dalarn Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950); 2. Undang-undang Nornor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4287); 3. Undang-undang Nornor 10 Tahun 2004 tentang Pernbentukan Peraturan Perundang-undangan (Lernbaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lernbaran Negara Nomor 4389); 4. Undang-undang Nornor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan pernbangunan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4221); 5. Undang-undang Nornor 32 Tahun 2004 tentang Pernerintahan Daerah (Lernbaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lernbaran Negara Nomor 4437); 6. Undang-undang Nornor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lernbaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438); 7. Peraturan Pemerintah Nornor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 142, Tarnbahan Lembaran Negara Nomor 4155); 8. Peraturan Pemerintah Nornor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pernerintah (Lernbaran Negara Tahun 2004 Nomor 74, Tarnbahan Lembaran Negara Nomor 4405); 9. Keputusan Pemerintah Nornor 74 Tahun 2002 tentang Pedoman Administrasi Desa; 10. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 48 Tahun 2002 tentang Tata Cara Penyusunan Peraturan Desa dan Keputusan Kepala Desa; 11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 158 Tahun 2004 tentang Pedoman Organisssi Kecamatan 12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 159 Tahun 2004 tentang Pedoman Organisasi Kelurahan; 13. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nornor 20 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pembentukan dan Teknik Penyusunan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2000 Nomor 35 Seri D); 14. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nornor 8 Tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Kabupaten Bandung Tahun 2002 Nomor 36 Seri D); 15. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nornor 9 Tahun 2002 tentang pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Bandung (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2002 Nornor 37 Seri D); 16. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nornor 10 Tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi Lernbaga Teknis Daerah Kabupaten Bandung (Lernbaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2002 Nomor 38 Seri D); 17. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nornor 6 Tahun 2004 tentang Transparansi dan Partisipasi Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah di Kabupaten Bandung (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2004 Nomor 29 Seri D).

Menetapkan

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG dan BUPATI BANDUNG MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNANDAERAH


Lembaran Daerah BAB l KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dirnaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Bandung; 2. Bupati adalah Bupati Bandung; 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pernerintahan Daerah.; 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Petwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pernerintahan Daerah; 5. Pernerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pernerintahan oleh Pernerintah Daerah clan DPRD menurut azas otonorni clan tugas pernbantuan dengan prinsip otonorni seluas luasnya dalam sistem clan prinsip Negara Kesatuan Republik lndonesia sebagaimana dimaksuddalam UUID Republik lndonesia Tahun 1945; 6. B a ~ ~ e adalah da Badan Perencanaan Pembanaunan Daerah Kabu~atenBanduna: 7. ~ a t u a nKerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD tekdiri dari ~ekre'iaiatDaerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecarnatan dan Kelurahan; 8. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah yang betwenang untuk rnengatur clan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul clan adat istiaclat masyarakat setempat yang diakui clan clihorrnati dalam sistem Pernerintahan Negara Kesatuan Republik lndonesia (NKRI); 9. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa; 10.Pernerintah Desa adalah kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan badan Perrnusyawaratan Desa; 11.Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain yang selanjutnya disebut BPD adalah sebagai lembaga yang berfungsi menetapkan peraturan desa bersarna Kepala Desa, rnenampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat; 12.Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Badan Permusyawaratan Desa bersama dengan Kepala Desa; 13.Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai Perangkat Daerah Kabupaten Bandung; 14.Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kabupaten dibawah Kecarnatan; 15 Perenanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, rnelalui urutan pilihan, dengan rnemperhitungkan sumber daya yang tersedia; 16.Delegasi Masyarakat adalah peserta Musrenbang yang berasal dari kelompok rnasyarakat yang dipilih secara musyawarah untuk mengiktui tahap selanjutnya dalam proses perencanaan dan penganggaran Daerah; 17.PernbangunanDaerah adalah upaya yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam rangka rnencapai tujuan daerah; 18.Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pernbangunan Daerah adalah tata cara untuk rnenghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pernerintah daerah dan masyarakat di tingkat Kabupaten dan Desa; 19.Rencana Pembangunan Jangka panjang Daerah, yang selanjutnya disingkat RPJPD, adalah dokumen perencanaan untuk periode 20 (dua puluh) tahun; 2O.Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, yang selanjutnya disingkat RPJMD, adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lirna) tahun; 21.Rencana Pembangunan Jangka Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut Renstra-SKPD, adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Pemerintah Daerah untuk periode 5 (lima) tahun; 22.Rencana Pembangunan Tahunan Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD), adalah dokurnen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun; 23.Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat daerah (Renia-SKPD), adalah dokumen Derencanaan Satuan Keria Peranakat Daerah untuk periode 1 (satu) tahun; 24. ~ e n c a n a~ e m b a n ~ u n jangka an ~enen~a Desa, h yang selanjutnya dising<at RPJM Desa, adalah dokumen perencanaan desa untuk periode 6 (enarn) tahun; 25. Rencana Pembangunan tahunan Desa yang selanjutnya disebut Rancana kerja Pembangunan Desa (RKP Desa) adalah dokumen perencanaan Desa untuk periode 1 (satu) tahun; 26. Visi adalah rumusan urnum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan; 27. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk rnewujudkan visi; 28. Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi; 29. Kebijakan adalah arahltindakan yang diambil oleh Pemerintah untuk mencapai tujuan; 30. Fungsi adalah perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan daerah; 31. Rancangan plafon anggaran indikatif merupakan ancar-ancar pagu anggaran yang diberikan kepada SKPD dan desa yang dimuat di dalam RancanganAwal RKPD; 32. Program adalah instrurnen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh SKPD; 33. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan kerja sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang berupa personil (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (out put) dalam bentuk barangljasa; 34. Sasaran (target) adalah hasil yang diharapkan dari suatu program atas keluaran yang diharapkan dari suatu kegiatan; 35. Keluaran (out put) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan; 36. Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang rnencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan-kegiatan dalam satu program; 37. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah yang selanjutnya disingkat Musrenbangda adalah forum antar pelaku dalam rangka menyusun rencana pernbangunan; 38. Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalarn pengambilan keputusan dan dalam mengontrol terhadap proses penyusunan rencana, penetapan rencana, pelaksanaan rencana dan evaluasi rencana; 39. Konsultasi publik adalah proses pertukaran pikiran atau pendapat antara pemerintah daerah yang telah menyiapkan suatu rancangan RPJP dan RPJMD dengan masyarakat yang akan rnemberikan masukan terhadap rancangan tersebut sebagai bahan untuk Musrencang Jangka Panjang dan jangka Menengah; 40. Sosialisasi publik adalah penyebarluasan rancangan akhir RPJPD dan RPJMD oleh Pemerintah Daerah baik langsung maupun melalui


media massa; 41.Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi perencanaan pembangunan di Daerah Kabupaten adalah Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang selanjutnya disebut Kepala Bappeda; 42.Masyarakat adalah orang perorangan atau badan hukurn yang berkepentingan dengan kegiatan dan hasil pernbangunan baik sebagai penanggung biaya, pelaku, penerima manfaat, maupun penanggung resiko. BAB II RUANG LINGKUP PERENCANAANPEMBANGUNANDAERAH Pasal2 (1) Perencanaan Pembangunan Daerah mencakup penyelenggaraan perencanaan rnakro semua fungsi pemerintahan yang rneliputi semua bidang kehidupan secara terpadu dalam Wilayah Kabupaten Bandung; (2) Perencanaan Pembangunan Daerah terdiri atas perencanaan pernbangunan yang disusun secara terpadu oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan oleh Pemerintah Desa sesuai dengan kewenangannya; (3) Perencanaan Pembangunan Daerah sebagairnana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan: a. rencana pernbangunanjangka panjang; b. rencana pernbangunanjangka menengah; dan c. rencana pembangunan tahunan.

(1) Perencanaan Pembangunan Desa mencakup penyelenggaraan perencanaan makro semua fungsi pernerintahan Desa yang meliputi semua bidang kehidupan secara terpadu dalam lingkungan Desa; (2) Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (I) menghasilkan : a. Rencana pembangunan jangka menengah; dan b. Rencana pembangunan tahunan. Pasal4 (1) RPJP Daerah memuat visi, misi, dan arah pembangunan Daerah yang rnengacu pada RPJP Nasional. (2) RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, mernuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umurn, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif; (3) RKPD rnerupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP), mernuat rancangan kerangka ekonorni Daerah, prioritas pernbangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakanlangsung oleh pernerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

(1) RPJM Desa merupakan penjabaran dari visi, rnisi, dan program Kepala Desa yang penyusunannya memperhatikan RPJM Daerah, memuat arah kebijakan keuangan Desa, strategi pembangunan Desa, kebijakan umurn, dan program Satuan Kerja Perangkat Desa; (2) RKP Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa yang memuat rancangan kegiatan yang merupakan kewenangan Desa dan di luar kewenangan Desa; (3) Kegiatan dalarn RKP Desa yang merupakan bagian dari kewenangnan Desa akan didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; (4) Kegiatan dalam RKP Desa yang rnerupakan bagian di luar kewenangan Desa akan diajukan ke Musrenbang Kecamatan. Pasal6 (1) Renstra-SKPD rnemuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif; (2) Renja-SKPD disusun dengan berpedoman kepada Renstra SKPD danmengacu kepada RKPD, mernuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. BAB Ill TAHAPANPENYUSUNANPERENCANAANPEMBANGUNANDAERAH Pasal7 mapan Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah rneliputi : a. penyusunan rencana; b. penetapan rencana; c. pengendalian pelaksanaan rencana; dan d. evaluasi pelaksanaan rencana.

1

(1)Penyusunan Penyusunan RPJP Daerah dilakukan mernalui urutan : a. penyiapan rancangan awal rencana pembangunan daerah; b. musyawarah perencanaan pembangunan daerah, dan c. penyusunan rancangan akhir rencana pernbangunan daerah. (2) Penyusunan RPJM Daerah dilakukan melalui urutan kegiatan : a. penyiapan rancangan awal rencana pembangunan daerah; b. musyawarah perencanaan pembangunan daerah, dan c. penyusunan rancangan akhir rencana pernbangunan daerah. (3) Penyusunan RKPD dilakukan melalui urutan kegiatan : a. Penyusunan dan penetapan Fungsi Pembangunan Prioritas; b. Penyusunan dan penetapan rancangan plafon anggaran indikatif untuk SKPD dan Desa;


Lembaran Daerah c. Penyiapan rancangan rencana kerja; d. Penyusunan rancangan akhir rencana kerja pemerintah daerah. BAB IV PENYUSUNANDANPENETAPANRENCANA Bagian Pertama Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Pasal9 (1) Kepala Bappeda rnenyiapkan rancangan awal RPJP Daerah; (2) Kepala Bappeda rnenyelenggarakan konsultasi publik untuk menerirna rnasukan terhadap rancangan awal RPJP Daerah; (3) Rancangan RPJP Daerah sebagairnana dimaksud pada ayat (2) menjadi bahan utama bagi Musrenbang Daerah untuk pembahasan RPJP. Pasal 10 1) Musrenbangda diselenggarakan dalam rangka rnenyusun RPJP dan diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara pemerintahan daerah dengan mengikutsertakan rnasyarakat; (2) Unsur masyarakat yang terlibat dalarn Musrenbang Jangka Panjang Daerah adalah : a. Organisasi rnasyarakat di tingkat Kabupaten; b. Forum warga di tingkat kecarnatan; c. Organisasi kepernudaan di tingkat Kabupaten; d. Organisasi perempuan di tingkat Kabupaten; e. Perguruan Tinggi; f. Asosiasi profesi; dan g. Media massa. ,3) Kepala Bappeda rnenyelenggarakan Musrenbang Jangka Panjang Daerah; (4) Musrenbang Jangka Panjang Daerah dilaksanakan paling lambat 1 (satu) tahun sebelurn berakhirnya periode RPJP yang sedang berjalan; (5) Keputusan Musrenbang Jangka Panjang Daerah ditandatangani oleh unsur pernerintahan Kabupaten dan perwakilan rnasyarakat yang dipilih dalarn Musrenbang. Pasal 11 '1) Kepala Bappeda rnenyusun rancangan akhir RPJP Daerah berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Panjang Daerah berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Panjang daerah sebagairnana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3); 2) Kepala Bappeda rnenyelenggarakan sosialisasi publik untuk rnenerirna masukan terhadap rancangan akhir RPJP Daerah. Pasal 12 RPJP Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Bagian Kedua Rencana Pernbangunan Jangka Menengah Daerah Pasal 13 (1) Kepala Bappeda rnenyiapkan rancangan awal RPJM Daerah sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah ke dalam strategi pernbangunan Daerah, kebijakan umurn, program prioritas Kepala Daerah, dan arah kebijakan keuangan Daerah; (2) Kepala Bappeda rnenyelenggarakan konsultasi publik dalam rangka rnenerima rnasukan untuk rancangan awal RPJMD; (3) Konsultasi publik diikuti oleh peserta sebagaimana diatur dalam pasal 10 ayat 2. Pasal 14 (1) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah rnenyiapkan rancangan Renstra-SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman pada rancanga awal RPJM Daerah sebagaimana dirnaksud dalarn Pasal 13; (2) Kepala Bappeda rnenyusun rancangan RPJM Daerah dengan rnenggunakan rancangan Renstra-SKPD sebagaimana dirnaksud pada ayat ( I ) dan berpedoman pada RPJP Daerah. Pasal 15 (I) Kancangan RPJM Daerah menjadi bahan bagi Musrenbang Jangka Menengah. (2) Musrenbang Jangka Menengah diselenggarakan dalam rangka rnenyusun RPJM Daerah diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara pernerintahan daerah dan unsur-unsur masyarakat sebagaimana dirnaksud dalarn Pasal 10 ayat 2. (3) Kepala Bappeda rnenyelenggarakan Musrenbang jangka Menengah Daerah; (4) Keputusan Musrenbang jangka Menengah daerah ditandatangani oleh Unsur Pernerintahan Kabupaten dan perwakilan dari unsur rnasyarakat yang dipilih dalarn Musrenbang Jangka Menengah Daerah. Pasal 16 Musrenbang Jangka Menengah Daerah sebagaimana dirnaksud dalarn pasal 15, dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah Kepala Daerah dilantik. Pasal 17 (1) Kepala Bappeda rnenyusun rancangan akhir RPJM Daerah berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Menengah Daerah; (2) Kepala Bappeda rnenyelenggarakan sosialisasi publik untuk rnendapatkan rnasukan terhadap rancangan akhir RPJM Daerah.


' Lembaran Daerah I Pasal 18 (I) RPJM Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan stelah Kepala Daerah dilantik; (2) Renstra-SKPD ditetapkan dengan peraturan pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah setelah disesuaikan dengan RPJM Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Bagian Ketiga Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Pasal 19 Kepala Desa menyiapkan rancangan awal RPJM Desa sebagai penjbaran dari visi, misi, dan program Kepala Desa yang penyusunannya berpedoman pada RPJM Daerah ke dalam strategi pembangunan Desa, kebijakan urnum program prioritas Kepala Desa dana rah kebijakan keuangan Desa.

(1)Rancangan RPJM Desa menjadi bahan bagi Musrenbang Jangka Menengah Desa; (2)Musrenbang Jangka Menengah Desa diselenggarakan dalam rangka menyusun RPJM Desa diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara pemerintahan desa dan unsur-unsur masyarkarakat; (3)Unsur masyarakat yang terlibat dalam Musrenbang Jangka Menengah Desa yaitu : a. Lembaga Pengembangan Masyarakat Desa (LPMD); b. Organisasi masyarakat; c. PKK atau organisasi perempuan; d. Ketua RW; e. Tokoh masyarakat desa; f. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Desa; g. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Desa. (4)Kepala Desa menyelenggarakan Musrenbang Jangka Menengah Desa; (5)Keputusan Musrenbang Jangka Menengah Desa ditandatangani oleh unsur pemerintah desa dan perwakilan dari unsur masyarakat yang dipilih dalam Musrenbang Jangka Menengah Desa.

Musrenbang jangka Menengah Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal20, dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah Kepala Desa dilantik. Pasal22 Kepala Desa menyusun rancangan akhir RPJM Desa berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Menengah Desa. Pasal23 RPJM Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa. Bagian Keempat Rencana Pembangunan Tahunan Daerah Pasal24 1)Kepala Bappeda rnenyiapkan Prioritas Fungsi dan Rancangan Plafon Anggaran lndikatif untuk tiap SKPD dan Desa. 2)Prioritas Fungsi dan Rancangan Plafon Anggaran lndikatif untuk SKPD dan Desa dimuat dalam rancangan awal RKPD. 3)Prioritas Fungsi dan Rancangan Plafon Anggaran lndikatif untuk SKPD dan Desa ditetapkan berdasarkan nota kesepakatan antara DPRD dengan Kepala Daerah; 4)Kepala Bappeda rnenyiapkan rancangan awal RKPD tahun yang akan datang sebagai penjabaran dari RPJM Daerah.

(1) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyiapkan Renja-SKPD tahun yang akan datang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan mengacu kepada rancangan awal RKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal24 dan berpedoman pada Renstra-SKPD sebagairnana dimaksud dalam pasal 14; (2) Kepala Bappeda rnengkoordinasikan penyusunan rancangan RKPD tahun yang akan datang dengan menggunakan Renja-SKPD sebagairnana dimaksud pada ayat (1).

(1) Musrenbang dalam rangka penyusunan RKPD yang akan datang diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara pemerintah daerah, delegasi masyarakat kecamatan, dan peserta dari unsur masyarakat sebagaimana diatur dalam pasal 10 ayat 2; (2) Musrenbang Kabupaten dalam rangka menyusun RKPD menghasilkan : a) kesepakatan tentang program; b) kesepakatan tentang kegiatan; C) kese~akatantentana alokasi biava untuk keaiatan, dan d) kesepakatan tentang delegasi masyarakat G n g akan terlibat dalam proses pembahasan RAPBD dan Musrenbang Propinsi. (3) Kepala Bappeda rnenyelenggarakan Musrenbang penyusunan RKPD yang akan datang.


Lembaran Daerah

IvlusrenDang penyusunan 2KPD sebagairnana dimaksud dalam Pasal26 dilaksanakan paling lambat bulan Maret tahun berjalan. Pasal28 K e ~ a l aB a ~ ~ e menvusun da rancanaan akhir RKPD berdasarkan hasil Musrenbang sebagaimana dirnaksud dalarn Pasal27.

(1) KKPD sebaga~manadlrnaltsud dalarn pasal2B menjadl pedoman penyusunan RAPBD;

(2) a) b) c)

Pernbahasan RAPBD rnelibatkan tiga pihak yaitu : DPRD yang rnemiliki hak budget; Pernerintah Kabupaten yang akan rnenjalankanAPBD; dan Delegasi Masyarakat yang dipilih dari peserta Musrenbang Kabupaten.

RKPD ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. Bagian Kelirna Rencana pembangunan Tahunan Desa Pasal31 Kepala Desa rnenyiapkan rancangan awal RKP Desa tahun yang akan datang sebagai penjabaran dari RPJM Desa.

Kepala Desa rnengkoordinasikan penyusunan rancangan RKP Desa tahun yang akan datang.

1)Musrenbang dalam rangka penyusunan RKP Desa yang akan datang diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara pernerintan desa dan unsur masyarakat sebagairnana dimaksud dalam pasal20 ayat 3. (2)Kepala Desa rnenyelenggarakan Musrenbang penyusunan RKP Desa yang akan datang. Pasal34 ,I) Musrenbang penyusunan RKP Desa sebagaimana dirnaksud dalarn pasal33 dilaksanakan paling larnbat bulan Januari tahun berjalan; (2) Musrenbang Desa dalam rangka penyusunan RKP Desa rnenghasilkan : a. kesepakatan tentang program; b. kesepakatan tentang kegiatan; c. kesepakatan tentang alokasi biaya untuk kegiatan; dan d. kese~akatantentana deleaasi rnasvarakat desa yang akan terlibat dalam Musrenbang Kecarnatan.

Kepurusan MusrenDangaes rnengenal RKP Desa sebagaimana dirnaksud dalarn pasal34 ditandatangani oleh Kepala Desa, Ketua BPD dan perwakilan dari unsur rnasyarakat yang dipilih dalam Musrenbangdes.

Yepala Desa rnenyusun rancangan akhir RKP Desa berdasarkan hasil Musrenbangdes sebagairnana dimaksud dalam pasal35.

RKP Desa sebagairnana dimaksud dalam pasal36 rnenjadi pedornan penyusunan RAPB Desa.

RKP Desa ditetapkan dengan Peraturan Kepala Desa.

\

Bagian yang berisi usulan kegiatan di luar kewenangan Desa dalam RKP Desa diajukan kepada pernerintah Kabupaten melalui Musrenbang Kecamatan. Bagian Keenam Musrenbang Kecamatan Pasal40 (1) Camat menyelenggarakan rnusrenbang kecarnatan tahunan dalarn rangka penyusunan Rekapitulasi Usulan Desa-desa di kecamatan yang akan disarnpaikan dalam Musrenbang Kabupaten dan Forum SKPD; (2) Musrenbang Kecamatan diikuti oleh unsur-unsur pernerintahan daerah, instansi pernerintah tingkat kecarnatan, delgasi rnasyarakat


desa, dan wakil dari kelornpok-kelornpok masyarakat yang beroperasi dalarn skala kecamatan.

(1) Musrenbang penyusunan rekapitualsi usulan desa-desa di kecarnatan sebagairnana dimaksud dalam pasal40 dilaksanakan paling larnbat bulan Pebruari tahun berjalan; (2) Musrenbang Kecamatan menghasilkan : a. kesepakatan tentang program; b. kesepakatan tentang kegiatan; c. kesepakatan tentang alokasi biaya untuk kegiatan; dan d. kesepakatan tentang delegasi rnasyarakat kecarnatan yang akan terlibat dalam Musrenbang Kabupaten dan Forum SKPD.

(1) Keputusan Musrenbang Kecarnatan rnengenai rekapitulasi usulan Desa di Kecamatan sebagairnana dimaksud dalam Pasal41 ditandatangani oleh Carnat, perwakilan instansi Pemerintah tingkat kecarnatan, para ketua delegasi masyarakat desa, dan representasi kelornpok-kelornpok masyarakat yang beroperasi dalam skala kecarnatan yang menjadi peserta Musrenbang Kecarnatan; (2) Keputusan Musrenbang Kecarnatan rnengenai rekapitulasi usulan Desa di Kecamatan sebagairnana dimaksud pada ayat ( I ) disarnpaikan kepada anggota DPRD dari wilayah pemilihan kecarnatan. Bagian Ketujuh Forum SKPD Pasa143 (1) Bappeda selaku fasilitator rnenyelenggarakan forum SKPD danlatau gabungan SKPD edalarn rangka menyelaraskan hasil Musrenbang Kecarnatan Tahunan yang dibawa oleh delegasi Masyarakat Kecarnatan sebagaimana dirnaksud dalarn pasal41 ayat (2) dengan Rancangan Renja-SKPD (2) Hasil forum SKPD atau gabungan SKPD digunakan sebagai bahan penyempurnaan rancangan Renja-SKPD; (3) Kepala Bappeda menyempurnakan RancanganAwal RKPD menjadi Rancangan RKPD dengan menggunakan Renja-SKPD sebagaimana dirnaksud pada ayat (2).

Peserta Forum Kabupaten terdiri dari para Delegasi Masyarakat Kecarnatan dan delegasi dari kelornpok-kelornpok masyarakat di tingkat kabupaten yang berkaitan langsung dengan fungsi SKPD atau gabungan SKPD yang bersangkutan.

Forum-SKPD Kabupaten rnenghasilkan : a. Rancangan Renja-SKPD berdasarkan hasil forum SKPD yang rnemuat kerangka regulasi dan kerangka anggaran SKPD; b. Prioritas kegiatan yang sudah dipilah rnenurut surnber pendanaan dari APBD Kabupaten, APBD Propinsi maupun APBN yan gterrnuat dalarn rancangan Renja-SKPD disusun rnenurut kecarnatan dan desalkelurahan; c. Kesepakatan delegasai dari Forum SKPD yang berasal dari organisasi kelompok-kelornpok rnasyarakat skala kabupaten untuk rnengikuti Musrenbang Kabupaten. d. Berita Acara Forum SKPD Kabupaten. BAB V PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA Pasa146 \ I ) Pengendalian pelaksanaan rencana pernbangunan dilakukan oleh masing-masing Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah. (2) Kepala Bappeda rnenghirnpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

Kepala saruan rerangltar uaeran (2) Kepala Bappeda (3) Hasil evaluasi (1 j

Ketentuan lebih lanjut rnengenai tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pernbangunan diatur dengan Peraturan Bupati. BAB VI DATA DAN INFORMASI (1) Perencanaan pembangunan daerah didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. (2) Data dan informasi sebagaimana dirnaksud pada ayat ( I ) rnencakup : a. Penyelenggaraanpemerintahan daerah; b. Organisasi dan tata laksana pemerintahan daerah; c. Kepala Daerah, DPRD, perangkat daerah, dan PNS Daerah; d. Keuangan daerah; e. Potensi sumber daya daerah;


Lembaran Daerah f. Produk hukurn daerah; g. Kependudukan; h. lnforrnasi dasar kewilayahan; dan i. lnforrnasi lain terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah. (3) Dalarn rangka penyelenggaraan pernerintahan daerah, untuk tercapainya daya guna dan hasi guna, pernanfaatan data dan informasi sebagairnana dirnaksud pada ayat (2) dikelola dalarn sistern inforrnasi daerah yang terintegrasi secara nasional. BAB VII KELEMBAGAAN Pasal50 (1) Bupati rnenyelenggarakan dan bertanggungjawab atas perencanaan pernbangunan daerah di daerahnya; (2) Dalarn rnenyelenggarakan perencanaan pernbangunan daerah, Bupati dibantu oleh Kepala Bappeda; (3) Kepala Satuan Perangkat Daerah rnenyelenggarakan perencanaan pernbangunan daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya; (4) Bupati rnenyelenggarakan koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergi perencanaan pernbangunan antar desa. BAB Vl l l KETENTUAN PERALIHAN Pasal51 (1) Sebelurn RPJP Daerah rnenurut ketentuan dalam peraturan daerah ini ditetapkan, penyusunan RPJM daerah tetap rnengikuti ketentuan pasal4 ayat (2) dengan mengesarnpingkan RPJP daerah sebagai pedornan, kecuali ditgentukan lain dalarn ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Penyusunan Dokurnen RPJPD dapat berlanjut dengan rnengikuti ketentuan pasal4 ayat ( I ) dengan rnengesarnpingkan RPJP Nasional dan RPJPD Propinsi sebagai pedornan, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Sebelurn RPJMD menurut ketentuan dalarn peraturan daerah ini ditetapkan, penyusunan RKPD Kabupaten Bandung Tahun 2006 rnengacu kepada Peraturan Daerah Nornor 15 Tahun 2001 tentang Rencana Strategis Daerah Kabupaten Bandung 2001 2005. BAB lX KETENTUANPENUTUP Pasal52 Hal-ha1yang belurn cukup diatur dalarn Peraturan Daerah ini sepanjang rnengenai teknis pelaksanaannya akan diatur dengan Peraturan Bunati.

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar semua orang rnengetahuinya, mernerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penernpatannya dalarn Lernbaran Daerah Kabupaten Bandung Ditetapkan di pada tanggal

Soreang 22 Juli 2005

BUPATI BANDUNG, ttd

OBAR SOBARNA

Diundangkan di pada tanggal

Soreang 22 Julii 2005

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANDUNG, ttd

Drs. H. ABUBAKAR. M.Si Pembina Utama Muda NIP. 010 072 603 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2005 NOMOR 4 SERl D.


' Kontributor I Di INISIATIF, pemuda ini adalah ahlinya dalam segala sesuatu yang berkaitan dengan teknologi informasi. Namun bukan hanya itu, keahliannya dalam riset dan pembuatan konsep tentang perencanaan pembangunan sangat diandalkan dalam advokasi kebijakan. Hal ini terbukti ketika beliau menyusun konsep dan mendampingi masyarakat Majalaya dalam menyusun RDTRK pada tahun 2002. Saat ini alumni Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota ITB ini sedang tugas belajar di program Master of Development Studies di The University of Melbourne, Australia. Penulis dapat dihubungi melalui e-mail: a.dwicaksono@pgrad.unimelb.edu.au atau adenant@gmail.com

Adenantera Dwicaksana, ST,

Sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota ITB serta Master dari TU Delft di Belanda. Memiliki keahlian dalam analisis statistic dan analisis kebijakan public. Saat ini adalah Manager untuk Program Participatory Budgeting and Expenditure Tracking (PBET). Selain itu, semenjak tahun 2001 dia fokus pada agenda devolusi fiskal dan kewenangan yang sekarang sedang memasuki tahap legislasi di Kabupaten Bandung. Konsep dan pengalaman tersebut sedang dituliskan dalam sebuah buku. Kontak lebih lanjut dapat dilakukan melalui email: arinurman@yahoo.com

Ari Nurman, ST, MSc

,.,.

Adalah Community Organizer handal. Kipra....,a di Majala), ...,......... s,ar bagi dua organsisasi masyarakat setempat yaitu FMMS (Forum Masyarakat Majalaya Sejahtera) dan KPL (Komunitas Peduli Lingkungan). Ibu dari satu orang putra ini adalah Sarjana lulusan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung dan telah menjadi aktivis sejak di kampus. Kontak lebih lanjut dapat dilakukan melalui email: Ibuwulan@yahoo.com

wulanaarl, SPd Saat ini adalah Direktur Eksekutif INISIATIF. Sarjana dari Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota ITB ini memiliki visi untuk menjadi activist planner yaitu perencana yang memiliki keberpihakan kepada kelompok marjinal di masyarakat. Beberapa waktu terakhir kajian yang dilakukannya adalah mengenai analisis anggaran dan perencanaan partisipatif. Untuk isu tersebut telah berhasil diadvokasikan menjadi Perda Kabupaten Bandung No. 8 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan. Kontak lebih lanjut dapat ilakukan melalui email: iding96@yahoo.com

Diding Sakri, ST Sarjana Fikom Unpad ini adalah mantan Fasilitas Kabupatn Bandung dalam Program Pengembangan Tata Pemerintahan Daerah. Mengingat misi advokasi tata pemerintahan belum tuntas, maka ia lanjutkan advokasi ini dengan bergabung dalam Program Participatory Budgeting and Expenditure Tracking (PBET). Selain itu, saat ini sedang melakukan kajian tentang kebijakan public sector peningkatan sumber daya manusia. Kontak lebih lanjut dapat dilakukan melalui email: lpung-0404@yahoo.com

Saeful Muluk


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.