EDISI VI| NOVEMBER 2015
SAYYIDUL YYAM
BEBAS, BERKARYA, BERKALA
GURU NEGERI SIPIL 10, Sect. D Nouveau Kouass Yacoub El-Mansour 10050 Rabat E-mail: ppimaroko@gmail.com | Situs: http://www.ppimaroko.com
S USUNAN REDAKSI PENANGGUNG JAWAB FAKIH Abdul Azis PIMPINAN REDAKSI AGUS G. Ahmad WAKIL PIMPINAN AZHARI Mulyana COVER DESIGN Giovani Ahmad_
2 3 7 11 20 24 25 30
Salam Redaksi Fakta Pendidikan Indonesia Opini Pendidik dan Pendikte Cerpen Hilangnya Sebuah Nama Sosok Bung Tomo Puisi Apalah Guru Hot Topic Guru, Pahlawan Moral Pantun Guru
KEUANGAN LAYYINAH Nur CH. STAF REDAKSI RUMAISAH M.A. FAHRUDDIN A.M. M. RISKY Hamzar
20 1 5
D AFTAR ISI 31 35 37
Liputan Khusus Festival Budaya Indonesia Tahukah Kamu? Hari Diabetes Sedunia Pojok Catut
Kepuasan Anda, Tujuan Kami
CP: +212 630325257
1 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
S ALAM REDAKSI
Segala puji kami haturkan kehad- diri-sendiri. Harus ada sokongan irat Allah SWT atas karuniaNya dari berbagai pihak.Ibarat seAssalamu’alaikum Wr. Wb. sehingga buletin khas PPI Maroko buah pohon yang ingin memberSalam Sejahtera bagi kitakemsemua. ini dapat terbit ke khalayak ikan buah dengan kesan terbaik bali . Alhamdulillah, Shalawat serta salam takkehadiran lupa bagibulletin manusia. DisanaAyyam akan bandengan Sayyidul edisi Oktober lalu telah membawa baru bagi kehidupan maskami haturkan kepada junjungannuansa yak elemen-elemen yang saling yarakat di Maroko.SAW. Hal itu tidak lepassatu dari kerja kita NabiIndonesia Besar Muhammad mendukung sama keras lain. dan Mukooperatif teman-teman PPI Maroko telah memberi andil lai yang dari air, akar,ikut ranting, daun, dll. Berbicara sukses adalah berardi dalamnya. Maka pada kesempatan ini, timbahu-membahu redaksi kembalidemi meYang saling ti berbicara mengenai ukuran. 2015 berupa karya tulis dan berbnerbitkan buletin edisi November menciptakan sebuah kehidupan agai pemikiran kritis mahasiswa Ukuran yang nantinya akan dija-yang akan terus menemani aktifitas pohon itu. Dan kehidupan pohon Anda. dikan sebagai pijakan standar daitu adalah Organisasi PPI Maroko. lam menetapkan kesuksesan. Dan Buletin terbaru yang berada dihadapan Anda saat ini menukuran inisebuah tentunya berbeda Marilah kita saling bahu-membagangkat tema yangdisemenarik dan sudah sangat akrab bagi kalangan dengan sebuah peringatan tiap orang.pelajar. Sebagai Ditandai mahasiswa di hu dalam membentuk PPInasional Maroko yang diselenggarakan 25 November lalu, mengungluar negeri, kesuksesantahunan mungkinpada kedepan menjadi yang lebih baik. kapkan bahwaketika betapa besarnya jasa seorang guru sebagai pahlahanya diukur mendapatSalam kemajuan! wan pendidikan. Olehdisebab kan nilai yang tinggi kelas.itu, Se-NILAI-NILAI JASA dan segala output PENGORBANAN SEORANG GURU terhadap bangsa Indonesia menjabagai pedagang akan merasakan DFD di sorotan utama dalam edisi kali ini. kesuksesan ketika mendapatkan untung Disamping itu,disetiap timbullah rangsangan ide-ide kreatif dan filsafat yang lebih harinkritis dari banyak kalangan teman-teman PPI Maroko terya. Remaja yang sedang jatuhterutama cinkait pembahasan ini. Opini dan fakta tentu menjadi topik yang hanta akan merasakan sukses bilagat, begitu pula karya sastra anak bangsa yang akan kami suguhmana cintanya diterima oleh “dia�. kan untuk Anda para pecinta SA. Itulah ukurankami sukses Terakhir, daribagi Dept.setiMedia Informasi beserta tim redaksi ap orang. Pasti terima berbeda. Dan be- para penulis atas kontribusinya. mengucapkan kasih kepada rangkat dari bila situ,ada sayakesalahan sebagai dan kekurangan. Kritik dan saran Mohon maaf akan kami. ketua bermanfaat PPI Maroko bagi terpilih 20152016 ingin mengatakan bahwa Wr. Wb. ukuran kesuksesan bagi Wassalamu’alaikum organisasi adalah menjadi yang terbaik dari yang sebelumnya atau bahkan bisa melampaui prestasi setelahnya. Tentu menjadi yang terbaik tidak bisa dicapai dengan
SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
2
FS AKTA
Indonesia dan
Pendidikan oleh: Syauqi Arinal Haq*
Berbicara
mengenai kemajuan dan kemunduran suatu bangsa, maka tidak bisa dilepaskan dari kualitas pendidikannya. Dalam hal ini mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. Daoed Joesoef mengatakan, “Pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Tidak ada bangsa yang maju, yang tidak didukung pendidikan yang kuat1.” Namun untuk membangun pendidikan yang kuat, dibutuhkan sistem yang baik, keadaan ekonomi politik yang mendukung dan para tenaga pendidik yang berkualitas dan terlatih, baik secara akademis maupun mental. Indonesia, dengan segala kelebihan dan kekurangannya telah dan masih terus berusaha untuk menerapkan pendidikan yang berkualitas kepada para peserta didiknya. Berkaitan dengan pendidikan, Indonesia perlu belajar dari bangsa Jepang tentang bagaimana kesadaran mereka terhadap penting
nya pendidikan. Baik para pemimpin ataupun rakyat Jepang, memiliki pandangan yang sama tentang pentingnya pendidikan. Disebutkan bahwa sesaat setelah Hirosima dan Nagasaki luluh lantah karena bom, yang pertama ditanya oleh Kaisar Jepang adalah, berapa jumlah guru yang tewas dan yang masih selamat, bukan berapa jumlah tentara atau jenderal. Inilah yang menjadi bukti betapa tingginya kesadaran bangsa Jepang terhadap pendidikan. Pada hakikatnya pendidikan di Indonesia bukanlah hal yang baru. Pendidikan di Indonesia modern sudah dimulai sejak lahirnya gerakan Boedi Oetomo di tahun 1908, Pagoeyoeban Pasoendan di tahun 1913, dan Taman Siswa di tahun 1922. Soekarno, presiden pertama Indonesia membawa semangat “Nation and Character Building” dalam pendidikan Indonesia. Demi mewujudkan hal tersebut, di seluruh pelosok tanah air didirikan sekolah,
3 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
dan anak-anak dicari untuk disekolahkan tanpa bayaran. Sang Presiden juga bercita-cita agar Indonesia Berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) dalam rencana pembangunan jangka panjangnya. Maka, pada 1950 ia mulai mengirim putra-putri terbaik Indonesia untuk sekolah ke luar negeri, agar nanti ketika pulang sudah bisa membangun negerinya dengan lebih baik. Untuk mendukung tujuan itu semua, dibutuhkan peningkatan kualitas guru. Oleh karena itu didirikanlah pendidikan guru yang diberi nama KPK-PKB, SG 2 tahun, SGA/KPG, kursus B-1 dan kursus B-22. Selain itu, banyak pula generasi muda yang disekolahkan di luar negeri dengan tujuan agar mereka kelak dapat kembali ke tanah air untuk mengaplikasikan ilmu yang telah mereka dapat. Soekarno, presiden pertama Indonesia membawa semangat “Nation and Character Building” dalam pendidikan Indonesia. Pada masa ini perlahan tapi pasti pendidikan di Indonesia mulai mengalami kemajuan, bahkan Indonesia sudah mampu mengekspor guru ke negara tetangga. Pemerintahan selanjutnya pada masa orde baru tetap melanjutkan usaha orde sebelumnya dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Diantara kemajuan tersebut antara
lain; mengembangkan wajib belajar 9 tahun, menetapkan guru sebagai profesi agar bisa sejajar dengan profesi terhormat lainnya dan membentuk kurikulum nasional. Masa ini yang disebut juga masa pembangunan nasional, tetap memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan, karena dalam amanat UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu cita-cita pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. “Kesombongan awal kehancuran”, mungkin itulah kalimat yang cocok untuk menggambarkan keadaan pendidikan Indonesia pada masa-masa setelahnya. Merasa sudah puas dengan berbagai kemajuan yang dicapai (juga karena kondisi perekonomian yang semakin memburuk) menjadikan perhatian pemerintah dan rakyat Indonesia terhadap pendidikan akhir-akhir ini semakin berkurang. Beberapa hal yang membuktikan hal tersebut antara lain: Penurunan anggaran pendidikan, minat masyarakat untuk menjadi guru semakin berkurang padahal kebutuhan Negara terhadap tenaga pendidik terus bertambah dari tahun ke tahun (dikarenakan kesejahteraan para guru yang tak lagi diperhatikan) dan bertambahnya jumlah Tenaga Kerja Indonesia TKI dari tahun ke tahun (dikarenakan kondisi ekonomi yang semakin sulit)
SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
4
Dalam laporan APBN 2016, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendapatkan anggaran sebesar Rp49,23 triliun dari sebelumnya Rp53,27 triliun. Adapun, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mendapatkan jatah sebesar Rp37,98 triliun dari sebelumnya Rp43,79 triliun3. Penurunan anggaran ini terjadi karena pemerintah akan terus mendorong pertumbuhan infrastruktur tahun depan. Untuk itu, anggaran difokuskan lebih banyak pada kementerian teknis yang membangun infrastruktur tersebut. Selain itu berkurangnya minat masyarakat untuk menjadi guru juga menjadi masalah pelik bagi pemerintah. Total kebutuhan guru dari tahun ke tahun menurut analisa Ditjen PMPTK (Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan) pada tahun 2011 sebanyak 56.982 orang, tahun 2012 sebanyak 71.352 orang, tahun 2013 sebanyak 75.685 orang, dan di tahun 2014 kebutuhan akan guru mencapai 82.684 orang. Maka untuk memenuhi kebutuhan guru yang mencapai 747.898 orang hingga 2014 (menurut data Direktorat Profesi Pendidik, 2009), salah satu solusi di tahun 2011 adalah Kemdiknas memberikan beasiswa kepada 5.000 mahasiswa tingkat akhir yang berprestasi dan berkeinginan menjadi guru4.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena minat masyarakat berpindah yang sebelumnya ingin menjadi guru kini ingin menjadi TKI, karena menurut anggapan mereka, menjadi TKI jauh lebih sejahtera jika dibandingkan dengan menjadi guru. Berdasarkan data pada tahun 2013, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri jumlahnya sudah jutaan orang. Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) M Jumhur Hidayat mencatat setidaknya ada 6,5 juta jumlah TKI yang bekerja di 142 negara dari 194 negara anggota PBB, dan jumlah tersebut akan selalu bertambah setiap tahunnya. Dari jumlah itu, ia mendata bahwa TKI berasal dari 392 Kabupaten/Kota. Padahal di seluruh Indonesia hanya terdapat 500 Kabupaten/Kota5. Selain itu, berkurangnya minat masyarakat untuk menjadi guru juga menjadi masalah pelik bagi pemerintah. Kenapa harus TKI? Kira-kira apa yang menyebabkan fenomena tersebut? Ternyata menurut statistik, jumlah angkatan kerja di Indonesia tiap tahun sebesar 2,8 juta orang, dan tiap 1 persen pertumbuhan ekonomi hanya mampu menyerap sebanyak 250 ribu angkatan ker-
5 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
ja di dalam negeri. Setiap tahunnya ada 1,3 juta orang angkatan kerja di Indonesia yang berpotensi menjadi pengangguran, dan dari jumlah 2,8 juta angkatan kerja diatas, sebanyak 68% (enam puluh delapan persen) hanyalah lulusan SD/SMP. Berdasarkan perhitungan inilah, setiap tahun tetap akan ada yang berangkat menjadi TKI.6
*Penulis merupakan Mahasiswa program S1 Universitas Sidi Mohammed Ben Abdellah - Saiss, Fez
Setiap tahunnya, ada 1,3 juta orang angkatan kerja di Indonesia yang berpotensi menjadi pengangguran. Dari pemaparan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan yang baik (yang juga harus didukung oleh faktor-faktor lainnya) memiliki peran yang sangat penting dalam memajukan sebuah bangsa. Kita berharap agar pemerintah (juga rakyat Indonesia seluruhnya) dapat menuntaskan semua masalah-masalah di dunia pendidikan, juga dapat meningkatkan level kesejahteraan para guru sehingga minat masyarakat terhadap dunia pendidikan terus bertambah. Sedangkan yang bisa kita lakukan saat ini sebagai mahasiswa adalah terus belajar dengan baik dan mengisi diri sehingga bilamana nanti kita kembali ke tanah air, mampu mengajarkan ilmu yang dipunyai dan dapat ikut mengambil peran dalam mencerdaskan dan memajukan bangsa.
r u o
o f In
17 i s a Y m r a l g k n o o a l r F r . P e a b r a 1945 tokol c a o Up stus r p Agu g tanpa sun
SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
6
O PINI
Pendidik dan Pendikte oleh: Agus G. Ahmad*
Berbicara tentang hari guru, sejenak
terlintas di pikiran saya. Mengapa? Mengapa hanya hari guru yang dirayakan? Sementara di samping hari ibu ada juga hari ayah. Dan sedikit melangkah ke dua minggu sebelum hari guru itu, tercatat hari pahlawan. Suatu kebetulan yang tidak direncanakan tentunya. Di Surabaya dulu mana ada yang bakal mengira-ngira, setelah bertempur dengan umpatan jancuk dan lain sebagainya itu, kongres guru Indonesia akan dilaksanakan? Bahkan bung Tomo yang waktu perang “katanya� sedang plesir ke Malang juga mungkin baru tahu saat membaca berita-berita yang dikeluarkan setelah kongres. Kongres Guru Indonesia itu (24-25 November 1945) yang dilansir menjadi cikal-bakal Hari Guru Nasional. Alhasil, November penuh dengan perayaan. Yang terlintas di pikiran saya tadi, mengapa? Mengapa tak ada hari murid? Barulah puas pertanyaan itu saya jawab sendiri
setelah 22 Oktober lalu bapak presiden meresmikan Hari Santri Nasional. Meskipun agak memaksakan, saya menganggap Hari Santri itu sebagai manifesto hari murid yang raib dari kalender tahunan Indonesia. Mungkin memang karena peranan guru yang begitu besarnya dalam memajukan peradaban bangsa, dalam lingkup yang lebih kecil lagi, sekolah dan anak-anak bandel yang susah diatur. Guru menjadi simbol kepahlawanan pendidikan. Pengejawentahan langsung dari kata arif dan bijaksana. Dalam hindu, dewa Ganesa mungkin menjelma menjadi sosok guru yang mengajar di dalam kelas, yang tercangkup dalam ilmu pengetahuan, kecerdasan dan kebijaksanaan. Dalam hal ini, kedudukan guru sudah bisa dibilang sejajar dengan dewa, berbanggalah para guru. Lebih jauh lagi, dalam literatur Jawa dapat ditemukan penjabaran panjang tentang guru, walaupun tak sampai derajat dewa dan makhluk suci lain
7 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
serta tetek bengeknya itu. Namun, dalam lingkup manusia, tetap saja guru dipasangkan dengan sifat-sifat luar biasa dalam pandangan masyarakat Jawa tradisional, sebut saja Nawungkrida, yang dalam satu kata sederhana “sakti”. Definisi lebih lengkapnya seperti dituturkan dalam kitab-kitab yang hurufnya beraksara Jawa itu “mampu mengungkap rahasia-rahasia dan pertanda-pertanda”, sakti betul bukan? Mengungkap rahasia disini bisa ditafsirkan dengan terbukanya mata batin untuk melihat gejala-gejala yang kasat mata. Tanda-tanda yang luput dari pancaindera manusia. Maka, guru sekali lagi menempati posisi istimewa dan agung di seluruh aspek masyarakat. Tak heran, mengapa sampai ada perayaannya, kira-kira begitu jawaban yang saya dapat setelah hampir semalaman berdebat dengan diri sendiri, “update status selamat hari guru atau tidak ya?”. Dalam persamaan katanya yang lain, guru bisa disebut pendidik. Karena bekerja dalam bidang pendidikan. sama halnya dengan pelajar karena kerjanya belajar. Pembolos karena kerjanya tukang bolos, atau seperti itulah yang saya tangkap, maklum jika salah karena saya cuma pelajar yang masih belajar. Dari sini bisa disimpulkan, maka murid adalah orang yang terdidik. Seharusnya rumusnya seperti itu, sebagaimana pengertian
guru sebagai pendidik. Dalam satu kalimat bisa saya ungkapkan seperti ini, “pendidik mendidik, maka yang dididik terdidik”, mulai pusing? Percayalah, saya juga pusing. Namun ini yang ingin saya tekankan, pendidik dan terdidik. Jika pengertiannya benar, seharusnya rumusnya sesuai, dan para murid akan merasakan dampaknya sebagai orang yang terdidik. Namun sekali lagi saya tegaskan, jika saja pengertiannya benar, guru sebagai pendidik. Titik. Toh lihat, banyak pengangguran, bahkan lulusan luar negeri hidupnya sebatas di rumah, sedangkan yang lain hanya bermodalkan ijazah SMP sekarang menjadi menteri perikanan, begitu yang saya baca di berita-berita. Buku-buku yang beredar di toko buku (serba ada tapi mahal itu) juga banyak bercerita hal yang sama, berulang-ulang, bagaimana seorang yang putus sekolah dapat menempuh jalur karirnya sendiri dan berujung di kesuksesan. Buku-buku tadi dapat dijumpai di bagian motivasi dan best seller. Saya juga heran, rumus apa yang digunakan orangorang dalam buku itu, yang mengaku anak singkonglah, yang mimpi sejuta dollar lah, meski saya hanya sekilas membaca judulnya. Toh isinya saya tebak hampir sama, ya begitu. Mungkin mereka menemukan guru yang sebagai pendidik dalam perjalanan panjang hidupnya.
SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
8
Sosok pendidik ini yang saya kira kian beralih menjadi sosok pendikte. Alias baca-tulis, “Saya baca, kamu tulis”. Kalau sudah begini, wajar rumusnya berganti dari rumus aslinya (pendidik+pendidikan=terdidik) menjadi rumus cabang (pendikte+buku paket=terdikte). Bukan berarti saya menghakimi pemanfaatan buku wajib dengan standar yang telah di tetapkan menteri pendidikan, bukan, toh siapa saya? Tapi, saya turut berduka cita sedalam-dalamnya kepada para guru di Indonesia kalau sampai pekerjaannya telah diambil alih sepenuhnya oleh buku paket dan buku pegangan yang lain. Masih berpegang pada literatur Jawa yang bertele-tele itu, saya menganggap guru adalah manusia suci yang diberikan amanah dan tanggungan sebesar gunung di pundaknya. Tiba-tiba saya kembali teringat kisah kecil John Lennon saat masih sekolah, ketika ditanya gurunya. “Besok kamu mau jadi apa?” dan dengan polos ia jawab, “Aku ingin bahagia.” “Bukan itu yang saya maksud, kamu tidak mengerti pertanyaannya John.” “Bukan aku yang tak mengerti pertanyaannya, tapi anda yang tak mengerti kehidupan.” Masih dengan jawaban polosnya ia menjawab. Pada waktu itu, John Lennon kecil bertukar posisi dengan gurunya se-
bagai seorang pendidik. John Lennon sendiri disuruh menjadi bahagia oleh orang tuanya saat di rumah, dan terus ia ingat sampai di kelas. Di rumah, orang tuanya menjadi pendidik. Kalau begitu, saya tadi terlalu cepat menyimpulkan rumus guru sebagai pendidik. Hmm... biar saya ralat, seorang pendidik adalah guru, siapapun itu. Jadi tidak menutup kemungkinan untuk setiap orang menjadi guru, bahkan seorang penjahat sekalipun. Namun Hari Guru Nasional yang tercantum tanggal 25 November kemarin saya yakin dimaksudkan untuk para guru sebagai profesi. Guru yang mengajar di depan kelas, di depan para murid. Iya, guru yang itu. Kalau sudah menjadi profesi, guru sudah barang tentu tidak mesti terpaku pada konsep-konsep yang ada pada literatur Jawa, yang katanya ada delapan orang yang pantas menduduki posisi guru, guru harus memiliki delapan hal kemampuan dan delapan sifat-sifat yang adigung adiluhur itu. Profesi sebagai guru, sekarang terpaku pada undang-undang, bahwa seorang guru harus memiliki kompetensi dalam hal kecakapan pemahaman terhadap peserta didik, kepribadian yang dewasa, kemampuan sosial bergaul dengan peserta didik, maupun mengusai materi pembelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik. Secara garis besar
9 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
sama dengan apa yang ingin disampaikan masyarakat Jawa tradisional dulu, hanya saja dalam bahasa yang lebih ilmiah dan modern. Andaikata para Pegawai Negeri Sipil yang mengatasnamakan “guru� bertindak selaku guru dalam literatur Jawa maupun undang-undang yang ada, mungkin bukan Tenaga Kerja Indonesia yang banyak tersebar di seluruh penjuru dunia, namun Tenaga Didik Indonesia. Kemanakah perginya sosok guru bangsa, sosok Ki Hajar Dewantara, maupun guru-guru besar lain yang terkenang sejarah? Apakah kini buku paket dan buku pelajaran yang tebal dan tak ada habisnya itu malah menggantikan peranan dan fungsi seorang guru? Kalau boleh mengungkapkan dalam satu kalimat, “Aku rindu!� sungguh merindukan sosok guru yang mendidik tak hanya mendiktekan mata pelajaran di depan kelas, sosok guru yang mengajar bahkan di luar kelas, sosok guru yang tersenyum meminta tolong dibonceng sampai ke depan rumah (karena saking tuanya dia masih mengajar), sosok guru yang memberi tumpangan di jok belakang motornya karena seorang muridnya telat masuk kelas, sosok guru yang mendoakan murid nakal yang mengetuk pintu rumahnya untuk meminta tanda tangan, jika masih ada sosok guru yang seperti itu, bahkan saya pun akan mengaminkan segenap
doanya dengan air mata di pipi. Kalau fungsi seorang guru hanya sekedar mencerdaskan, maka berapa banyak guru yang kehilangan pekerjaannya karena di PHK sebelum selesai masa jabatan. Nawungkrida, melihat apa yang tak bisa dilihat oleh mata, merasakan apa yang kasat mata, membaca gejala-gejala dan pertanda-pertanda, tak harus berhubungan dengan segala hal berbau gaib, namun dapat ditemukan dalam diri tiap anak didik yang tak bisa diungkapkan kata-kata. Setiap anak itu cerdas, tergantung dari mana kita melihatnya. Seekor ikan akan tampak bodoh jika disuruh terbang, pun juga burung akan sama bodohnya ketika berenang. Jika terus menyuruh ikan untuk terbang, maka yang patut dipertanyakan, siapa yang lebih bodoh diantara mereka berdua? (red.) *Penulis merupakan Mahasiswa program S1 Universitas Sidi Mohammed Ben Abdellah - Saiss, Fez
SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
10
C ERPEN
Hilangnya Sebuah Nama Oleh: Layyinah Nur CH
11 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
Prolog “Rasionalitasku sedang bekerja keras kali ini. Tak ingin diganggu dan berusaha tak mengganggu. Entah sejak kapan mulai kutangguhkan nurani agar membentuk kata-tidakhanya sekedar pembelaan atas pembenaran yang kulakukan. Aku pernah bingung, namun tak pernah jera menyulut kebingungan itu lagi, lagi dan lagi.” (Arman Haikal) #
Laode pov
Dia datang, iya itu benar-benar dia. Lihat! Rambutnya yang diikat rapi dengan menyisakan beberapa anak rambut yang menari-nari seolah merayu setiap mata yang melihat nya. Sebuah tahi lalat kecil menghiasi pelipisnya. Aku tidak tergoda. Ulangku dalam hati seolah itu adalah mantra tolak bala yang harus kuucapakan sebagai perisai. Mata belonya mengerjap berbinar. Uh, ekspresi apalagi itu? jauhkan dariku, atau... satu, dua, tig.. “Laodee!” Sapaan nyaring, cukup ringan, klise. Khas seorang gadis, dan ‘penggoda’ tentunya. Subjektifku sarkastik. “Haii!” Sialnya, usahaku untuk datar, sepertinya tak berhasil. “Bagaimana harimu? Menyenangkan?” Dia bertanya, basa-basi (aku tau). Ia yang cukup tau tentang hari-
ku yang kelabu. “Tentu!” Aku memaksakan seulas senyuman yang terasa kaku. “Umm.. sesuai harapan.. haha.” Tawanya garing, namun entah bagaimana bisa terdengar renyah digendang telingaku. Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal. “Baiklah,” Ia melanjutkan. “Aku ingin menambahkan kabar bahagia diharimu yang menyenangkan.” Ia mengangkat tangan kirinya. Menunjukkan sesuatu yang berkilauan dijari manisnya. “Tadaa!!” Namun apa yang dikatakannya setelah itu sama sekali tak dapat kucerna dengan baik, pikiranku terlalu sibuk dengan asumsiku terhadap benda tersebut. Dan sampai pada sebuah kesimpulan bahwa tak seharusnya aku bertemu dengannya, dan dia bertemu dengan orang itu. #
2 bulan yang lalu...
Aku tidak yakin sejak kapan lagu Aftermath milik Adam Lambert me-ngalun nyaring dari poselku. Begitu ku ambil, tampak dilayar sederet nama “mate Arya” beserta poto seorang pria tampan berkacamata dengan senyuman mengembang terpampang disana, segera ku geser tanda hijau dilayar poselku untuk memulai percakapan “Ha...” “Cukup lama untuk ukuran seorang
SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
12
“penganggurang” menjawab teleponnya!” Sapaan yang sempurna bukan? “Sori, wassap bro?” Tanggapku singkat. “Saya ingin menunjukkan, mm,, maaf maksud saya memperkenalkan se seorang kepada anda. Kapan anda ada waktu?” Mendadak ia berbicara formal yang terkesan palsu di telinga ku. “Apa lagi?” Aku masih belum mengerti arah pembicaraan kami. “Apa lagi? Jawaban macam apa itu?” Ia terkekeh, nadanya kembali santai. “Jadi kapan kau ada waktu?” “Kapan saja, aku bebas.” Aku mendengus kesal. “Siapa lagi kali ini?” Tanyaku, tidak benar-benar ingin tahu. Ini sudah ketiga kalinya ia memperkenalkan wanita padaku. Iya, itu memang hampir menjadi pekerjaan sampingannya. Atau lebih tepatnya ia rela meluangkan sedikit waktu ditengah kesibukan dibalik mejanya demi mencarikan kekasih teruntuk sahabatnya tercinta. Mengharukan bukan? “Bukan, bukan itu. Kali ini yang ingin kupertemukan denganmu adalah kekasihku,” Katanya datar, seolah itu bukan masalah besar. “Apa? Kekasih?” Aku mengernyit dan tentu saja tanpa sepengatahuannya. “Sejak kapan?” “Sejak...” Ia berhenti sejenak seolah berpikir. “Akan ku ceritakan padamu
saat kita bertemu. Dan tentu saja kali ini berbeda. Ingat! Aku serius!” Nadanya berubah serius saat mengatakannya. Tentu saja aku paling mengerti dengan orang yang namanya kusimpan dengan “mate Arya” dalam poselku ini. Pria mapan yang hampir mempertaruhkan nyawanya hanya demi pemuda sampah sepertiku itu sudah hampir setengah hidupnya ia jalani bersamaku. Meski dari segi usia aku cukup jauh dibawahnya. Ia benar-benar berhasil menghilangkan skat diantara kami. Ia selalu berusaha menghidupkanku dengan segala cara absurdnya, termasuk menjodoh-jodohkanku mulai dari dengan partner kerjanya hingga teman kampusnya. Dan jika sudah begitu, apa yang bisa kulakukan? Tapi kali ini mengubah haluan dengan memperkenalkaku dengan kekasihnya? Hah. “Bagaimana?” terdengar suara menuntut dari seberang. “Apa aku bisa menolak?” “Buddy!! Aku tau kau teman terbaik ku!” ia berseru kegirangan sebelum melanjutkan, “Sore ini, pukul 4 di cafe sebrang gereja,” Ia mendiktekan cafe favorit kami sebagai tempat pertemuan kami dengan kekasihnya. “Huh! Yah, tapi aku tak janji soal hadiah ‘jadi’nya kalian,” Kataku sambil memutar kedua bola mataku. “Bukan masalah besar asal kau datang,” Katanya kalem, ”Well, see you
13 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
letter.” Ia mengakhiri obrolan kami dengan dengan salam perpisahan. “Yeah.. Bye!” Dan sambunganpun terputus. # Dan disinlah aku saat ini terpaku. Memandang intens seorang wanita berparas kalem dengan blues polos dipasangkan rok denim selutut berwarna senada dan rambut dirapikan sedemikian rupa hingga menampilkan sesosok sederhana namun elegan yang tengah duduk diantara kami. Kupandangi ia dengan tatapan ‘takut melewatkan sesuatu’. Kulitnya halus berwarna kecoklatan – khas gadis Indonesia- dengan sedikit semburat merah dibagian pipinya dan tahi lalat kecil dibagian pelipis kirinya, membuat siapapun tak kuasa saat melihatnya. Aku terkekeh dalam hati. Siapa yang kuasa menahan diri unruk tidak mengambil tahi lalatnya dari sana. Aku mengakhiri kegiatanku dan beralih pada sosok Arya yang tengah tersenyum bangga sambil meneguk frappenya yang mulai mendingin. “Laode, perkenalkan ini Waode, sama sepertimu, ia juga dari Bali.” Arya mulai memperkenalkan kami. Kulihat tangan wanita tersebut menjulur kearahku dengan gelang manik terikat disana. Mau tak mau aku menyambut uluran tangannya. “Laode, Laode Bbrahmana.” Aku menyebutkan nama yang (kuyakin)
tertulis dalam akte kelahiranku sejak 24 tahun silam dengan mata mena tap lurus padanya. “Kadek Waode.” Ia membalas tatapanku dengan senyum mengembang. “Jadi kaulah Laode yang selalu dibicarakan Arya, akhirnya aku bertemu langsung denganmu.” Ia menambahkan dengan nada luwes seolah kami adalah teman lama. Aku mencuri pandang kearah sahabatku dengan raut bertanya yang hanya dibalasnya dengan kerlingan nakal. “Bagaimana lagi? Hanya kau teman yang kumiliki.” Arya mengendikkan bahunya. Bohong, akulah yang hanya memilikinya sebagai temanku. “Seperti yang sudah kukakatakan, aku serius soal ini. Dan kemungkinan kami akan menikah akhir tahun ini.” Arya mengalihkan pembicaraan. Aku terbelalak kaget. “Secepat itu?” Tanyaku menyakinkan. “Yeah.” Ia mengetuk-ngetukkan jarinya kemeja kami. “Sebenarnya kami sudah cukup lama saling kenal. Dan aku akan menunjukkan keseriusanku, so..” Ia meraih jemari wanita disampingnya sambil menatap wanita tersebut dengan pandangan yang tak bisa kuartikan. “Berapa lama?” Aku bertanya tak yakin. Ada dua kemungkinan disini, kemungkinan ia menutupnutupi hubungannya dariku. Atau
SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
14
aku yang terlalu tidak peduli, itu artinya sebagai sahabat, aku benar-benar perlu dipertanyakan. Ia berdehem sebentar sambil membenarkan posisi duduknya sebelum kemudian menjawab. “Jauh sebelum aku mengenalmu...” Ia menjawab “...dan Arman” tambahnya hati-hati. Aku menggeram samar. Susah payah aku menahan tanganku agar tidak menggebrak meja. Arman. Nama yang selalu ingin kubuang jauh-jauh. Mungkin kalian berpikir pria itu adalah salah seorang temanku. Tapi percayalah ia ha nya benalu yang aku sendiri tak yakin tentangnya. Orang yang menurut Arya berbagi hidup denganku namun bagiku lebih tampak memberikan petaka dalam hidupku. Tapi mungkin Arya menganggapnya teman, yeah siapa yang tau. # Sebulan setelah perikahan Arya tak banyak hal berubah, kecuali intensitasku bertemu dengannya mulai berkurang secara perlahan. Ia masih sering menelponku untuk sekedar menanyakan kabarku atau mengingatkanku ini-itu. dan soal Waode, aku mendengar kabar kehamilannya baru-baru ini lewat secarik kertas yang diletakkan Arman diatas meja kerjaku beberapa hari yang lalu. Ironisnya aku belum mendengar sendiri dari
Arya. Aku berjalan menuju kamarku untuk melaksanakan hak tubuhku agar beristirahat sejenak. Belum sempat kurasakan sentuhan kasur, lagu Aftermath milik Adam Lambert kembali meraung-raung dari dalam sakuku. Begitu aku mengeluarkannya kudapati nama “Kadek Waode” dilayar ponselku. Aku mengernyit. “Halo?“ Sapaku. “...” Tak ada jawaban dari seberang sana, namun sayup-sayup terdengar suara yang kuyakini lebih mirip isakan seseorang. “Kadek?” Kuulangi sapaanku tak yakin. “Laode... hiks... mas, mas Arya...” Tangisnyapun pecah seketika itu juga. Dan semuanya menjadi gelap. # Sayup terdengar gemuruh suara bisik dari segala penjuru ruangan. Dengan tak yakin kucoba membuka mataku yang terasa berat. Aku tak yakin sejak kapan aku terpejam disini. Yang pertamakali kudapati adalah orang-orang dengan balutan pakaian gelap. Aku mengerjap sesaat mencoba mencerna apa yang kulihat. Mulai kusadari hadirnya aroma kembang melati menyantuh indra penciumanku. “Sabar nak...” Seorang wanita paruh baya dengan balutan selendang cokelat tanah yang menutupi seba-
15 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
gian rambutnya menepukku pelan. “Hmm..?� Hanya itu yang mampu kulontakan. Tenggorokanku terasa kering. Aku merasakan dehidrasi yang luar biasa. Wanita itu berlalu dengan raut wajah samar, antara prihatin dan muak. Aku tak ada ide soal itu. Aku bangkit dari posisiku mencoba untuk meraih segelas air putih yang tak jauh dari tempatku, sambil kuedarkan pandanganku ke seluruh penjuru ruangan yang baru kukenali ternyata ini adalah rumah Arya. Pertanyan-pertanyaan bermunculan dibenakku. Sejak kapan aku berada ditengah hiruk pikuk manusia? Terlebih ini rumah sahabatku Arya. Dan.. mengapa foto pria tampan itu terpajang besar sekali di ruang tamunya? Foto yang tak pernah terpajang sebelumnya, dan tunggu dulu... rangkaian bunga? Aku membelalakkan mataku dan tanganku refleks menutupi mulutku yang menganga lebar. Mungkinkah Arya meninggalkanku? Aku tak bisa mencegah keluarnya air mata dari kedua sudut mataku. Kepalaku terasa hampir meledak dipenuhi kenangan kebersamaan kami yang silih berganti bagaikan siluet. Bagaimana ia selalu ada untukku, kebersamaan kami silih berganti memenuhi kepalaku -walau sebagian besar kenangan kami tak dapat terproses dengan baik oleh memori otakku- kau tau bagaimana rasan-
ya kehilangan hidupmu? Itulah yang kurasakan saat ini. Tapi tunggu... kematian? Ah tentu saja semua ini hanyalah gurauannya... aku terkekeh sendiri mendapatkan kemungkinan yang sangat mungkin terjadi itu. Kemungkinan? Tidak, ini yang sebenarnya. Arya tak mungkin mati sendiri? Ia sahabatku, meski kenyataan pahit bahwa ia menyembunyikan hubungannya dengan wanita itu, ia tetap sahabatku. Kemanapun aku pergi ia pasti ada untukku, begitupun denganku yang pasti bersamanya kemanapun ia pergi. Aku mulai berteriak membubarkan khalayak yang berkumpul di kediaman sahabatku. Aku tak mau mereka tertipu sama sepertiku. Kudapati tatapan mencemooh dari beberapa pasang mata. Ada juga tatapan iba yang ditujukan padaku. Tapi aku tak peduli. Toh, ini semua demi mereka. Jika bertemu dengan Arya nanti, akan kuhabisi dia. Karena membuatku (dan semua orang tentunya) menangis sia-sia. Ketika perlahan orang-orang mulai meninggalkan rumah Arya, aku mulai melepas segala perkakas “kematian� Arya dengan kasar. Aku tak bisa membendung amarahku. Kulempar semua barang kedalam keranjang sampah besar didepan rumahnya, termasuk foto besar dengan karangan bunga mengitar.
SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
16
Setelah kuurus semua, aku melangkahkan kakiku dengan hentakan kaki yang cukup keras menuju kamar Arya. Raut murkaku tak dapat kusembunyikan. Akan kukeluarkan ia dari persembunyiannya dan kutuntut permintaan maafnya pada semua orang. Tuntutku dalam hati. Tanganku mengepal. Tepat didepan kamarnya, kuputar knop pintu dihadapanku dengan kasar, “INI TIDAK LUCU ARYA!! KELUAR!” Teriakku. Namun tak kudapati apapun disana kecuali punggung seorang wanita dibalik balutan baju hitamnya. “Waode? Kadek Waode.” Suaraku sedikit melembut memanggil nama wanita itu. “...” Tak ada jawaban dari pemilik tubuh tersebut, membuatku yakin ia sedang tak sadarkan diri sebelum ia meloloskan sebuah isakan tertahan dari mulutnya. Aku mencoba mendekat tanpa adanya usaha melambatkan langkahku. “Jangan mendekat! Keluar!” Kalimat dengan nada antara memohon dan memerintah keluar dari mulutnya, suaranya terdengar bergetar meski isakannya sudang mulai hilang. Aku terkesiap. Tak benar-benar menolak maupun menerima permintannya. Apa yang terjadi. “Apa yang...” “KELUAR!” “Aku tak bisa, aku harus bertemu
dengannya.” “Apa yang kau inginkan dari mendiang suamiku?” Suaranya terdengar melemah. “Mendiang? Jangan bercanda!” Aku mengangkat salah satu alisku. “Kau yang berhenti main-main.” Ia berjalan mendekat kearahku, wajah manisnya kini basah kembali oleh air mata. “Kau maupun Arman, aku tak peduli lagi saat ini!” Ia semakin mendekat hingga jarak kami tinggal sejengkal. “Jangan bawa-bawa nama pria itu!” Emosiku kembali meluap. Kini nafas kami memburu beriringan. Matanya yang sembab tampak memerah. Bibirnya bergetar seolah berusaha mengucap sesuatu namun gagal. “Dan jangan katakan yang tidaktidak mengenai kematian sahabatku! Mana mungkin! Aku bahkan tak melihat jasadnya.” Aku melanjutkan dengan nada frustasi sambil menjambak rambutku alih-alih terasa pening. “Aku tak tahu harus bagaimana lagi menghadapi kalian! Apakah tak cukup kau mengambil separuh hidup Arya? Sahabat? Huh! Jangan bercanda?!” Ia mengacung-acungkan tangannya. Aku menangkap sesuatu dari sudut mataku. Wanita itu seperti menggenggam sesuatu yang berbentuk seperti buku. “Apa maksudmu?” Tanyaku tak mengerti, namun mataku masih terpaku pada apa yang ia pegang. Aku
17 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
mengenalinya sebagai buku catatan Arya. Atau setidaknya ia selalu membawanya kemanapun. “Berhentilah berpura-pura!” sentakannya menghilangkan sisi lembut yang biasanya ia pancarkan. Ia melempariku dengan buku digenggamannya, namun dengan sekali gerakan mampu kutangkap dengan tangan kiriku. “Kenapa ini ada padamu?” “Menurutmu kenapa?” Ia membalikkan perkataanku dengan sinis. Kubuka halaman pertama buku tersebut, terdapat tulisan yang tidak asing bagiku, tertulis besar-besar disitu bersamaan dengan selembar foto kami (aku dan Arya) didepan sebuah taman bermain, aku tesenyum mengingatnya. Itu sudah terlalu lama. Namun tulisan yang kutemukan dihalaman selanjutnya membuatku tercengang. 10 Tahun Bersama Pengidap D.I.D./Kepribadian Ganda: Perkembangan Pasien Arman Haikal a.k.a Laode (oleh: dr. Arya) (2004-2014) Aku meremas kembali rambutku seolah hal itu bisa mengembalikan sesuatu yang hilang. Aku berusaha merajut kembali helaian memori yang kusut dalam sendi otakku. Mengapa aku disini? Arya? Bagaimana kami bertemu? Dan Ar-
man? kuyakini ada yang hilang. Tentang aku, Arya dan... Arman? “Arman atau siapapun itu, sudah saatnya kau menerimanya.” Kalimat terakhir penuh penekanan darinya membuatku terhenyak beberapa saat. Namun belum sempat aku membuka mulutku, ia telah meninggalkanku sendiri di ruangan yang semakin terasa dingin. #
Epilog Arman Pov
Aku tak menyukai perasaan asing yang mengelilingiku di sini. Aroma asing yang selalu menghantui penciumanku, suasana serba putih yang dikelilingi para manusia (yang kuyakin) bermasalah dalam pola pikir maupun kejiwaannya. Mengapa aku disini? Yeah, pertanyaan itupun selalu kutanyakan pada setiap orang yang kutemui. Soal kematian ‘hidup’ku saja sudah membuatku ingin melubangi kepalaku sendiri. Namun manusia laknat yang selalu mengikutiku kemanapun aku pergi selalu menggagalkan rencanaku. “Pasien 213, Arman Haikal!” satu lagi setan yang tak pernah membiarku bernafas walau sejenak. Pakaian serba putihnya membuatku ingin merubahnya menjadi warna merah. Aku terkekeh dalam hati.
SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
18
Tangan kiriku yang tersembunyi di balik selimut memainkan ‘jimat’ yang selalu kubawa kemanapun, jimat yang mengembalikan ‘Arya’ padaku selamanya. Terasa sedikit sayatan nikmat diujung telunjukku. Aku meringis senang. Sensasi yang kudambakan. Namun kenikmatanku teralihkan saat sudut mataku menangkap sesuatu di tangan pria “putih” itu. Sebuah buku catatan. Kuperhatikan buku catatan yang dibawa pria itu. aku mengenalnya sebagai buku catatan milik Arya. Pria yang darinya kudapat kehidupan dan olehku kuhentikan hidupnya.
For Your Info Billy Milligan adalah tokoh nyata dengan 24 kepribadian dalam satu tubuh
Milikku. Satu-satunya Milikku. Tak ada yang bisa mengambilnya dariku. Dan tak akan menjadi milik siapa pun. (...)
[End]
Layyinah Nur Chadijah
*Mahasiswi S1 Jurusan Dirasat Islamiyyah Univ. Ibn Tofail Kenitra
19 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
S OSOK S
elain proklamasi kemerdekaan RI 17 agustus, Indonesia juga mencatat momen yang sangat bersejarah dalam perjuangan keras melawan penjajah, salah satunya adalah pertempuran Surabaya yang merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November di kota Surabaya jawa timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah proklamasi kemerdekaan indonesia dan merupakan salah satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah revolusi nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terha-
dap kolonialisme sehingga peristiwa ini diabadikan oleh rakyat Indonesia menjadi HARI PAHLAWAN NASIONAL. Jika kita berbicara tentang peristiwa 10 november ini, maka tidak lepas dari seorang Soetomo, ya... siapakah Soetomo??? Soetomo adalah seorang pahlawan yang terkenal karena perannya dalam membangitkan semangat rakyat untuk melawan kembalinya penjajah Belanda
Sosok Bung Tomo dalam Peristiwa 10 November Oleh: Rifqi Hidayatil*
SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
20
melalui tentara NICA, yang berakhir dengan pertempuran 10 November 1945. Soetomo dilahirkan di kampung Blauran, kota Surabaya, Jawa Timur. Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo, seorang kepala keluarga dari kelas menengah. Ia pernah bekerja sebagai pegawai pemerintahan, sebagai staf pribadi di sebuah perusahaan swasta, sebagai asisten di kantor pajak pemerintahan dan pegawai kecil di perusahaan ekspor-impor Belanda. Ia mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa pendamping dekat pangeran Diponegoro yang dikebumikan di Malang. Ibunya berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda dan Madura. Ayahnya adalah orang serba bisa, ia pernah bekerja sebagai polisi di Kotapraja, dan juga pernah menjadi anggota Sarekat Islam, sebelum ia pindah ke Surabaya dan menjadi distributor lokal untuk perusahaan mesin jahit Singer. Soetomo dibesarkan di rumah yang sangat menghargai pendidikan, ia berbicara dengan terus terang dan penuh semangat, ia suka bekerja keras untuk memperbaiki keadaan. Pada usia 12 tahun, ketika ia terpaksa meninggalkan pendidikannya di MULO, ia melakukan berbagai pekerjaan kecil-kecilan untuk mengatasi dampak depresi yang
melanda dunia saat itu. Belakangan ia menyelesaikan pendidikan HBSnya lewat korespondensi, namun tidak pernah lulus resmi. Soetomo kemudian bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia), belakangan Soetomo menegaskan bahwa filsafat kepanduan, ditambah dengan kesadaran nasionalis yang diperolehnya dari kelompok ini dan dari kakeknya, merupakan pengganti yang baik untuk pendidikan formalnya. Pada usia 17 tahun ia menjadi terkenal ketika berhasil menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat pandu Garuda sebelum pendudukan Jepang pada 1942, peringkat ini hanya di capai oleh tiga orang Indonesia. Soetomo juga pernah menjadi seorang jurnalis yang sukses, kemudian ia bergabung dengan sejumlah kelompok politik dan sosial. Ketika ia terpilih pada 1944 menjadi anggota gerakan rakyat baru yang disponsori Jepang, hampir tak seorang pun yang mengenal dia. Namun ini semua mempersiapkan Soetomo untuk peranannya pada Oktober dan November 1945, ia dikenal sebagai yang membangkitkan semangat rakyat. Pada waktu itu Surabaya diserang habis-habisan oleh pasukan Inggris yang mendarat untuk meluncurkan senjata tentara pendudukan Jepang dan membebaskan tawanan Eropa. Soetomo dikenang karena
21 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
seruan-seruan pembukaannya di dalam siaran-siaran radio yang penuh dengan emosi. Ternyata, ada sebuah teks Pidato yang sangat heroik juga penuh perlawanan dari sosok Bung Tomo sesaat dan sebelum berlangsungnya pertempuran tersebut, sehingga pidato Bung Tomo tersebut langsung membuat arek-arek Surabaya untuk terus memilih berjuang dan abaikan ultimatum dari seorang pimpinan pasukan Inggris bernama Mayor Jenderal Mansergh. Dengan menggunakan media stasiun radio saat itu, Bung Tomo mengomando juga mengobarkan semangat untuk terus berjuang bagi para pejuang rakyat. Hentakan heroik tersebut terkenal dengan semboyan ”Merdeka Atau Mati” dan ternyata menurut media bisa langsung membakar semangat para pejuang yang ada di Surabaya. Inilah sedikit penggalan kata dalam pidatonya: “Lebih baik kita ini hancur lebur, dari kita semua tidak merdeka. Ingat! Semboyan kita masih tetap: merdeka atau mati!!” Setelah kemerdekaan Indonesia, Soetomo sempat terjun dalam dunia politik pada tahun 1950-an, namun ia tidak merasa bahagia dan kemudian menghilang dari panggung politik. Pada akhir masa pemerintahan
Soekarno dan awal pemerintahan Soeharto yang mula-mula didukungnya, lalu Soetomo kembali muncul sebagai tokoh nasional. Padahal, berbagai jabatan kenegaraan penting pernah disandang Bung Tomo. Ia pernah menjabat Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata / Veteran sekaligus Menteri Sosial Ad Interim pada 1955-1956 di era Kabinet Perdana Menteri Burhanuddin Harahap. Bung Tomo juga tercatat sebagai anggota DPR pada 1956-1959 yang mewakili Partai Rakyat Indonesia. Namun pada awal 1970-an, ia kembali berbeda pendapat dengan pemerintahan Orde Baru. Ia berbicara dengan keras terhadap program-program Soeharto sehingga pada 11 April 1978 ia ditahan oleh pemerintah Indonesia yang tampaknya khawatir akan kritik-kritiknya yang keras. Baru setahun kemudian ia dilepaskan oleh Soeharto. Meskipun semangatnya tidak hancur di dalam penjara, Soetomo tampaknya tidak lagi berminat untuk bersikap vokal. Ia sangat dekat dengan keluarga dan anak-anaknya, dan ia berusaha keras agar kelima anaknya berhasil dalam pendidikannya. Soetomo sangat bersungguh-sungguh dalam kehidupan imannya, namun tidak menganggap dirin-
SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
22
ya sebagai seorang Muslim saleh, ataupun calon pembaharu dalam agama. Pada 7 Oktober 1981 ia meninggal dunia di Padang Arafah, ketika sedang menunaikan ibadah haji. Berbeda dengan tradisi untuk memakamkan para jemaah haji yang meninggal dalam ziarah ke tanah suci, jenazah Bung Tomo dibawa kembali ke tanah air dan dimakamkan bukan di sebuah Taman Makam Pahlawan, melainkan di Tempat Pemakaman Umum Ngagel di Surabaya. Demikianlah sedikit biografi dan perjalanan hidup dari sosok Bung Tomo yang terlanjur dikenang sebagai pahlawan pada 10 November 1945 atau yang dikenal dengan Hari Pahlawan dan “Battle of Surabaya”.
For Your Info Bung Tomo (menurut K’tut Tantri dalam bukunya), tak ada dalam pertempuran 10 November 1945.
RIFQI HIDAYATIL
*Mahasiswa program S1 Universitas Sidi Mohammed Ben Abdellah - Saiss, Fez
23 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
P UISI
Apalah Guru oleh: Kartika Yusrina* Kala kerikil menjadi saksi Derap langkah kecil dan jejak kaki Di sakunya asin garam dan koran pagi Mencari Tuhan, bertaruh untung dan rugi
Tapi entah, Hanya tatapan nyinyir Dan derajat hanya sebatas anak tangga terbawah Diinjak kaki angkuh dan sombong harta kuasa Apalah daya Menuntut dan hanya bisa angkat suara Mereka tak mendengar jeritannya Semua ini butuh imbalan Hari ini bukanlah seperti dahulu Yang dapat diraih sekejap mata Bukan janji yang tak ditentukan Kemuliaan hanya menjadi tujuan Semua keringat simpanan Hanya terbalas dengan senyuman *Mahasiswi S1 Universitas Cadi Ayyad - Marrakech
SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
24
H OT TOPIC
Guru, Moralkah?_
Photo: Amrullah WD
Pahlawan_ Oleh: Durrotul_ Yatimah, Lc. MA.*_
25 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
_
S
iapakah guru? Adakah sebutan ini cuma dibatasi bagi mereka yang datang pagi-pagi ke sekolah, mendiktekan pelajaran di depan papan tulis, atau mereka yang goresannya di raport siswa bagai cemeti yang nanti meluruskan isi otak generasi depan bangsa ini? Tentu yang kita anggap guru bukan sekedar mereka saja, siapapun bisa jadi guru, kata Sayyidina Ali RA: “Ana ‘abdu man ‘allamani harfan wahidan” aku adalah hamba bagi mereka yang bersedia mengajari walau sehuruf saja. Tulisan ini tidak hendak menyoal definisi guru secara harfiah, ia hanya difokuskan pada guru dalam definisinya sebagai mereka yang mentransfer ilmu dan teladan di sekolah-sekolah republik ini. Hari guru yang diperingati setiap 25 November paling tidak bisa dijadikan sebagai monumen atau paling tidak sebuah simbol bahwa profesi ini memang layak di rayakan. Mengapa layak? Karena ia adalah tolok ukur sebuah bangsa dikatakan sudah beradab atau belum. Maka sesungguhnya peringatan hari guru adalah sebuah perayaan keberadaban suatu masyarakat. Ini secara logis-teoritis, namun apakah realitanya memang demikian? Perlu kiranya mempertimbangkan aspek-aspek berikut: Jika dalam peribahasa Inggris dikatakan knowledge is power, maka guru dalam perannya sebagai agen
transfer ilmu, punya kewajiban yang sungguh tak enteng, mereka garda depan bangsa dalam menyiapkan manusia Indonesia yang tahu bagaimana bersikap, terutama dalam dunia yang kini serba tak adil ini. Ilmu para guru ini –saya turut memasukkan moral ke dalam cakupannya, sebab ia adalah penerapan dan hasil dari pelajaran yang sudah dikondensikan ke dalam tindak-tanduk seorang manusia. Ambil contohnya, mereka yang bermoral matematika tidak akan meremehkan orang lain sebab dalam matematika setiap bilangan, bahkan yang nol dan minus sekalipun ada nilainya– adalah tameng sekaligus mantra sakti yang bisa menolak bala sesat pikir dan sesat laku yang menjangkiti manusia-manusia era modern ini. Guru dalam melaksanakan profesinya -supaya ia sukses menjalankan visi dan misinya- tentu harus diberikan hak-hak dengan sepenuhnya agar ia bebas menjalankan program yang memang sudah semestinya ia jalankan, supaya ia bahagia dan bisa menularkan bahagianya pada anak didiknya. Mereka hendaknya diberi kedaulatan penuh supaya bisa mengajar dengan kesadaran dan kemauan penuh, tanpa didikte orang lain. Namun, pertanyaannya: sudahkan kita (anak didik, sekolah, masyarakat dan negara) melakukan itu semua?
SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
26
Dimulai dari level anak didik, jika merujuk pada perkataan Sayyidina Ali RA di atas, perilaku kita terhadap ilmu dan mereka yang mengajarkan ilmu masih jauh dari adab, kalau tidak mau disebut kurang ajar. Terlalu banyak menuntut tapi sedikit memberi, itulah kita. Berapa banyak dari kita yang tidak hormat, yang hobi menggosipkan gurunya sendiri, atau tidak mengindahkan permintaannya untuk membuat tugas misalnya. Falyaqis maa lam yuqol. Mengenai masyarakat, peningkatan moral macam apa yang kita inginkan? Jika dalam pola pikir masyarakat dan orang tua tujuan utama bersekolah adalah mendapatkan ijazah. Kemudian guru dipaksa memberi contekan pada muridnya pada Ujian Nasional, sebab kalau tidak, impian punya anak “sukses” –dalam artian punya pekerjaan dan digaji besar– mesti dibuang jauh-jauh. Nampaknya ada yang salah dalam cara berpikir masyarakat Indonesia –yang mayoritasnya beragama Islam– dalam satu-dua dekade belakangan ini. Mereka lebih suka anaknya menjadi pembohong dan maling daripada menjadi jujur tapi miskin. Padahal jika dihayati benar, dalam ajaran Islam, mereka yang kaya bukanlah yang materinya berlimpah, tapi sebenar-benar kaya adalah kaya hati. Dan kaya hati ini
tidak akan bisa dicapai kecuali dengan ilmu dan akhlak. Lalu yang jadi pertanyaan: kenapa umat Islam Indonesia tidak bisa berpola pikir seperti itu? Selanjutnya negara, lembaga ini punya dosa tak terperi terhadap suatu profesi yang bernama guru honorer. Bagaimana tidak, negara membuat garis diskriminasi antara guru biasa dengan guru honorer. Fasilitas, gaji, tunjangan yang layak semua tidak pernah menjadi hak mereka. Padahal para honorer ini juga sama gurunya, sama ilmunya, sama manusianya, bahkan jika ingin jujur-jujuran, para honorer ini ikhlasnya lebih tebal dari rekan seperjuangannya. Sebab mereka harus mau mengajar dalam gaji minim dan tanpa kejelasan status, bisa jadi sekolah tidak butuh lagi tenaga mereka lantas dengan mudah di non-aktifkan. Maka berbahagialah orang tua yang anak-anaknya diajar oleh guru honorer, kemungkinan besar barokah ! Negara, dengan kepanjangan tangannya berupa kementrian pendidikan juga turut serta menjajah kedaulatan para guru dalam mengekspresikan ilmu dan pengetahuan yang ia punya. Bersenjatakan kurikulum yang harus seragam dari Sabang sampai Merauke, dari sekolah favorit di ibu kota sampai sekolah atap rumbia berdinding bambu, semua dipaksa menjalankan kuriku-
27 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
lum yang sama, dengan indeks nilai yang harus seragam pula. Para guru lantas harus terengah-engah menjejalkan semua deretan aksara dan angka kedalam kepala bocah-bocah lugu di sekolahan. Sebab kalau tidak begitu, sekolah bisa tidak dapat akreditasi bagus, lalu dana pendidikan tidak mengalir, lalu sekolah tidak bisa membeli fasilitas belajar dan ujung-ujungnya para wali murid enggan menyekolahkan anaknya disitu. Peningkatan moral macam apa yang kita inginkan? Jika dalam pola pikir masyarakat dan orang tua tujuan utama bersekolah adalah mendapatkan ijazah. Dengan sistem belajar kejar tayang seperti ini, masih mungkinkah bicara peningkatan moral? Padahal kita tau benar, bahwa anak-anak itu punya kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri, tidak adil bagi mereka jika diperlakukan seperti robot supaya saat lulus nanti bisa dapat diserap tenaganya dalam bursa lapangan kerja. Para guru tau ini, tapi apa daya mereka dihadapan dunia yang berorientasi kapital dan tidak memanusiakan manusia. Sangat naĂŻf jika membebankan pendidikan ahlak dan budi pekerti pada guru di sekolah sementara orang tua, masyarakat dan negara tutup mata dan telinga. Bagaimana mungkin
anak-anak itu tidak jetlag sedangkan apa yang mereka baca dan pahami dari buku adalah khayalan utopis yang tidak mereka temukan contoh “hidup�nya dalam kehidupan nyata. Mereka diajarkan untuk tidak mencuri tapi yang mereka saksikan ayah dan paman mereka mengorupsi jam masuk kantor. Mereka lihat sendiri negara membegal sawah rakyatnya demi membangun pabrik semen. Bagaimana para pemuda harapan bangsa itu bisa percaya pelajaran moral di sekolah jika televisi mengajarkan kebalikannya dan negara dalam ke-diam-annya mendukung polah para pemilik modal untuk menghancurkan moral masyarakat. Saat profesi guru menjadi idaman di negara-negara maju dan “sekuler�, di Indonesia yang agamis ini, menjadi guru adalah opsi terakhir saat tak ada lagi yang bisa dipilih. Ketika terpaksa menjadi guru, gaji yang minim, penghormatan yang cuma kadang-kadang, dan tekanan yang berlimpah-ruah punya andil besar dalam membuat para guru ini setengah-setengah dalam bekerja. Pengalaman pribadi saya bersentuhan dengan mereka yang berprofesi sebagai guru adalah kesibukan mereka yang luar biasa dalam membuat laporan, mengisi berkas dan segala tetek-bengeknya supaya sekolah terlihat sesuai aturan yang ditetap-
SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
28
kan dinas kependidikan, sementara waktu untuk mengajar tidak banyak. Ini menunjukkan bahwa guru dipaksa mengesampingkan profesi utamanya sebagai pendidik dan diberi side-job menjadi petugas administrasi untuk keperluan yang belum jelas manfaatnya. Solusi yang mungkin bisa ditawarkan adalah jika semua pihak berusaha berintrospeksi dan merenungkan kembali, apa fungsi pendidikan, dan apa yang ingin dicapai dari pendidikan? Membentuk manusia beradab, atau menciptakan mesin pekerja? Pilihan yang diambil akan menentukan apakah para guru mesti jadi polisi moral atau bukan.
For Your Info Gaji awal rata-rata untuk seorang guru Finlandia adalah $ 29.000 pada tahun 2008
Jika pada kenyataannya, kedaulatan guru dipasung masyarakat dan dijajah negara, lantas, peringatan hari guru di Indonesia, mau merayakan apa?
Durrotul Yatimah
*Kandidat Doktoral Institut Dar El Hadith El-Hassania - Rabat Ibn Tofail - Kenitra
29 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
P ANTUN Guru kami guru teladan Mengajar mendidik dengan ikhlas Beribu syukur kami haturkan Hanya Tuhan yang bisa membalas Pergi ke hutan untuk berburu Pulang ke rumah membawa rusa Kaulah pahlawan kami wahai guru Takkan kulupa selama-lamanya Jalan-jalan ke kota Bandung Jangan lupa ke jalan Braga Sungguh senang sungguh beruntung Punya guru seperti anda
Nyebrang jalan di kota besar Tengok kanan dan juga kiri Bukan imbalan dalam mengajar Hanya harap ridho Ilahi Timur barat utara selatan Empat penjuru mata angin Kami sadar banyak kesalahan Maaf darimu yang kami ingin
Said Mohd. SYAKIR SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
30
L
IPUTAN KHUSUS
FESTIVAL BUDAYA INDONESIA
Senin,
16 November 2015 pukul 13:00 waktu Maroko. Departemen Olahraga dan Kesenian (ORSENI) PPI Maroko bekerjasama dengan Universitas Mohammed V Rabat menghelat sebuah festival kebudayaan berisi penampilan seni dan budaya dalam rangka pengenalan budaya Indonesia di ruang 1 gedung A Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Mohammed V Souissi, Rabat. Mengambil contoh dari
beberapa acara kebudayaan yang pernah diselenggarakan oleh KBRI Rabat pada event tertentu, festival budaya oleh mahasiswa Indonesia di Maroko yang baru pertama kali diadakan oleh Departemen ORSENI PPI Maroko ini terbilang sukses. Dari jumlah 180 tiket (untuk mendapat paket makanan ringan khas Indonesia di penghujung acara) gratis yang dicetak, beberapa pengunjung yang tidak mendapatkannya tetap antusias menyaksikan penampilanpenampilan budaya yang disajikan. Bahkan, menurut beberapa panitia terkait, beberapa pengunjung mulai tertarik menyaksikan acara ini bahkan sejak sebelum pintu ruangan dibuka pada pukul 13:00. “Awalnya kami pesimis, akankah ada yang datang nanti pas acara, jadi pada saat penataan ruangan kami membatasi kursi bahkan tidak
31 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
sebanyak kupon yang tercetak. Tapi alhamdulillah, saya nggak nyangka mereka (hadirin, red.) rela berdiri untuk menyaksikan acara kami,” tutur Wardatun Hamra selaku koordinator kepanitiaan sekaligus anggota Departemen ORSENI. Hadirin dalam ruangan itu bukan hanya dari kalangan mahasiswa pribumi Maroko saja, melainkan beberapa mahasiswa asing lain seperti Thailand, Malaysia, dan beberapa dari negara Afrika. Bapak duta besar dan beberapa staff beserta ketua dan anggota Dharma Wanita Persatuan (DWP) KBRI Rabat pun hadir dan memberi apresiasi dalam acara karya mahasiswa Maroko ini. “Waktu mendapat kabar bahwa Pak dubes mau datang, kita semua langsung kalang-kabut, takut yang sudah kami siapkan kurang memuaskan. Yah, tapi ala kulli hal Alhamdulillah,” ungkap Wardatun Hamra lagi. Acara kebudayaan ini dimulai dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan lagu kebangsaan Kerajaan Maroko. Diawali dengan pembukaan yang menarik oleh Arif Afandi dan Dadang Dasuki selaku pembawa acara, para penonton terlihat tidak sabar dengan ‘tampilan apakah selanjutnya’. Setelah itu acara dibuka dengan sambutan oleh saudara Fakih Abdul Azis, ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI Maroko) periode 2015/2016,
Wardatun Hamra lalu barulah dilanjutkan dengan penampilan-penampilan. Dimulai dari penampilan pertama yaitu Tari Pasambahan dari Padang, Sumatra Barat, lalu dilanjutkan dengan dua tampilan pembacaan puisi tentang Indonesia berbahasa Arab dan berbahasa Indonesia. Selanjutnya, pengenalan beberapa lagu tradisional Indonesia diiringi dengan alat musik tradisional angklung serta gendang. Dilanjutkan dengan tampilan Tari Nandak Ondel-Ondel khas Betawi, Jawa Barat. Dan yang terakhir sebagai penutupan, seluruh penari beserta beberapa panitia mengajak hadirin mengikuti gerakan tari pocopoco. Tak lupa disetiap sela antara penampilan satu dengan yang lain diselipkan video-video dokumenter sebagai promosi keindahan dan budaya Indonesia. Sebelum ditutup oleh tari poco-poco, pembawa acara menyuguhkan beberapa pertanyaan sederhana mengenai apa yang ditampilkan sebelumnya kepada hadirin dan yang bisa menjawab mendapat bingkisan menarik yang
SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
32
telah disediakan panitia. Bukan hanya yang terjadi diatas panggung saja yang menarik perhatian pengunjung, melainkan ada hal menarik lain yang tak kalah ramai dikerubungi para hadirin. Ternyata selain penampilan seni, panitia menyediakan booth pameran beserta pembuatan batik yang disampaikan oleh Ibu Wati Istanti, dosen Bahasa Indonesia Universitas Negeri Semarang yang sedang mengikuti program mengajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) selama kurang lebih dua bulan di Maroko ditemani beberapa mahasiswa Indonesia yang secara bergantian mendampingi beliau sebagai penerjemah bagi pengunjung yang mayoritas adalah pribumi Maroko berbahasa Arab. Tidak hanya praktek pembuatan batik, tersedia pula batik-batik yang sudah jadi dan setiap pengunjung boleh mengenakannya untuk berfoto. Gratis, tanpa dipungut biaya. Di paling penghujung acara, panitia membuka booth makanan ringan Indonesia di lorong luar ruangan. Siapapun yang memiliki tiket dapat menukarnya dengan sepaket makanan dengan cuma-cuma. Hingga semua agenda telah usai, pengunjung masih berlalu lalang, berfoto dan bercengkrama sambil menanyakan keingintahuan mereka mengenai Indonesia.
Pengalaman ‘membatik’ ini juga merupakan pengalaman luar biasa bagi Ibu Wati Istanti. Sebelumnya tidak pernah terbayang dalam benak beliau dapat berbagi ilmu membatik dengan para cendekiawan di Negeri Senja baik mahasiswa pribumi Maroko maupun dari negara lain. “Perjalanan seperti pola membatik: kain putih yang polos yang disketsa menurut cara kita, yang akan kita lukis dengan lilin yang akan menguatkan sketsanya dan pada selanjutnya warna itu yang akan menghiasnya. Seberapa indah warna itu menggoreskan. Tak cukup itu memang, karena terkadang warna itupun mampu luntur seirama dengan waktu, namun saat warna itu kuat, warna itu semakin terikat. Dan pada perjalanan itulah, pada penyatuan lukisan lilin batik itu akan terlarutkan dengan didihan air panas yang akan menghilangkannya, namun tidak untuk warnanya. Mengabadi selalu menyatu pada kain putih polos itu. Saat itulah perjalanan kita bermakna. Sama halnya perjalanan saya bisa berbagi di acara festival ini.� Begitu kira-kira yang dituturkan dosen muda tersebut mengenai festival budaya ini. Hingga acara hampi berakhir tampak seluruh hadirin dalam ruangan sangat antusias dengan semua yang disiapkan oleh panitia, semua hal tentang Indonesia, dengan sabar para hadirin menunggu giliran berfoto dengan bendera, batik, dekorasi-
33 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
dekorasi karya panitia, dll. Nampak juga beberapa mahasiswa yang sangat antusias ingin berfoto dengan para penari serta Bapak Duta Besar. “Acara ini sudah bagus, namun mungkin perlu lebih dikemas lagi. Dan yang disayangkan, tidak ada pihak Universitas Mohammed V yang hadir dalam acara ini,” ungkap Dubes RI untuk Kerajaan Maroko merangkap Republik Islam Mauritania yang akrab dengan panggilan Bapak Dede Syamsuri. Pihak panitia sendiri mengaku sudah mengundang beberapa pihak Universitas dalam hal ini Dekan Fakultas Adab dan Humaniora agar berkenan hadir dalam acara ini, namun kebetulan tidak dapat hadir.
Wati Istanti_
Dan sesuai agenda yang telah direncanakan panitia, ruangan ditutup sebelum pukul 17:00 waktu setempat karena batas penyewaan ruangan berakhir tepat pukul 17:00. Setiap awal pasti punya kekurangan, namun harapan menjadi lebih baik pun harus selalu ada dalam jiwa kita. “Harapan dengan terlaksananya festival budaya Indonesia ini adalah menambah rasa cinta kita terhadap tanah air Indonesia. Sekaligus ini juga bagian dari promosi seni Indonesia di kancah Internasional, sekali lagi #WonderfulIndonesia, tetap maju dan jaya,” Tutur Fakih Abdul Azis sebagai harapannya atas terlaksananya agenda ini. (Icha/ red.)
Fakih Abdul Azis
SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
34
T
AHUKAH KAMU?
Hari Diabetes
Dunia
oleh: Ali Mahrus Fuad*
diabetes. Tema yang diusung pada Hari Diabetes Dunia 2007 itu adalah “No Child Should Die of Diabetes”. Fokus utama diberikan kepada anak-anak dan orang dewasa yang menjadi ancaman penyakit diabetes. Kemitraan Global akan mengadakan KAMPANYE KEPEDULIAN GLOBAL (Global Awareness Campaign) perang melawan diabetes bersama Tanggal 14 November 2007 diten- WHO. tukan sebagai Hari Diabetes Dunia Pengertian Diabetes Mellitus atau (World Diabetes Day) yang pertama. kencing manis Para pakar diabetes dari berbagai negara berkumpul di New York, den- Diabetes Mellitus atau kencing mangan dukungan International Diabetes is merupakan sekumpulan gejala Federation (IDF) dan PBB melalui yang timbul pada seseorang, ditandWHO mereka membentuk suatu KE- ai dengan kadar glukosa darah yang MITERAAN GLOBAL dengan me- melebihi normal (hiperglikemia) akinerbitkan “Panduan Praktis untuk bat dari kurangnya produksi insulin Membantu Mencapai Misi Resolusi oleh pankreas atau bisa juga karena kurangnya respon tubuh terhadap PBB pada Diabetes”. insulin, atau bisa juga akibat dari Kemitraan Global juga mendesak adanya pengaruh hormon lain yang negara-negara di dunia, komuni- menghambat kinerja insulin. tas-komunitas sosial untuk melakukan aksi dan berbagi tanggung jawab Tipe Diabetes Melitus dalam pertarungan global melawan Penyakit Diabetes dibagi menjadi
35 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
beberapa tipe berdasarkan penye- mendadak pada anak-anak maupun bab terjadinya. berikut pembagiann- orang dewasa muda, sedangkan ya: pada orang dewasa berusia >40 tahun, penyakit ini sering muncul tan1.Diabetes Tipe 1 pa gejala dan baru diketahui ketika Diabetes tipe 1 disebabkan karena yang bersangkutan melakukan pekerusakan ataupun karena kelain- meriksaan kesehatan rutin. Gejala an genetik pada sel sel yang ada di yang dapat ditimbulkan antara lain : pankreas, sehingga pankreas tidak a. Sering merasa haus (polidipsi) bisa menghasilkan insulin yang cukup untuk mengubah kadar gula dab. Sering kencing (poliuri) terutalam darah menjadi energi. Umumnya ma malam hari penyakit ini menyerang orang-orang c. Mudah lapar sehingga sering yang kurus. makan (poliphagi) 2.Diabetes tipe 2 d. Berat badan turun cepat tanpa Berbeda dengan diabetes tipe 1, disebab yang jelas abetes tipe 2 ini bukan karena hore. Badan terasa lemah, cepat lemon insulin tidak di produksi tubuh, lah, mudah mengantuk melainkan hormon insulin ada di dalam tubuh dalam jumlah yang cukup f. Kulit kering dan gatal-gatal namun respon  tubuh terhadap horg. Sering kesemutan pada jari mon insulin berkurang, atau terjadtangan dan kaki inya resistensi insulin sehingga tidak efektifnya kemampuan tubuh dalam h. Penglihatan menjadi kabur memanfaatkan hormon insulin yang i. Infeksi sulit sembuh dihasilkan pankreas. umumnya penyakit ini menyerang orang-orang j. Bisul yang hilang timbul obesitas atau kelebihan berat badan. k. Keputihan 3.Diabetes tipe gestasional l. Infeksi pada kepala zakar (balDiabetes tipe gestasional ini diemuanitis) atau gatal pada kemalukan akibat berbagai pengaruh horan wanita (pruritus vulvae mon lain, biasanya pada masa kem. Impotensi pada pria hamilan akibat pengaruh plasenta yang berujung pada hiperglikemia. Gejala penyakit Diabetes Mellitus Penyakit DM dapat timbul secara
SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
36
P OJOK
CATUT
Oleh: Risky H.K.*
Belakangan,
kata catut-mencatut kian popular di Indonesia, hampir tiap hari istilah ini wara-wiri di telinga kita. Meskipun gaungnya masih bisa ditutupi dengan berita Nikita Willy yang mencukur kumisnya, atau adegan pelukan Ahmad Dhani-Farhat Abbas. Fenomena catut-mencatut sudah meresap di dalam kalbu masyarakat Indonesia. Mulai dari ojek pangkalan sampai GoJek, warung kaki lima sampai restoran kelas atas, selalu saja ada obrolan tentang kasus yang melibatkan Ketua DPR dan kroni-kroninya. Eniwei, terlebih dahulu kita bahas, apa itu catut-mencatut, apa sejenis konspirasi hitam wahyudi mamarika dan remason-kah? Atau apa? Yang jelas, secara bahasa, kata itu dapat diartikan sebagai usaha memperdagangkan sesuatu dengan cara tidak wajar, mencari keuntungan dengan jalan tidak sah, mengatasnamakan orang lain untuk keuntungan pribadi, dan sederet istilah negative lainnya. Istilah ini erat kaitannya dengan perilaku koruptif dan penyalahgunaan wewenang. Istilah ini wara-wiri ketika seorang Ketua DPR berinisial Setnov, bertemu dengan Freeport, bersama
dengan seorang pengusaha minyak kelas internasional berinisial R. Disebutkan dalam sebuah percakapan, Setnov dan R diduga mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk meminta saham dari PT. Freeport demi kelancaran proses perpanjangan kontrak karya. Dari sini muncullah joke #papamintasaham. Setnov kemudian dilaporkan oleh Menteri Energi dan Sumber daya Mineral inisial SS ke Majelis Kehormatan Dewan (MKD) karena dianggap telah melanggar etika dan menjatuhkan wibawa Dewan yang (katanya terhormat). Setnov dianggap bertindak di luar kapasitasnya sebagai seorang legislative, yang seharusnya tidak ikut campur dalam urusan-urusan eksekutif. Semakin gaduh, ketika konco-konconya macam Fahri Hamzah dan Fadli zon, memasang barikade pertahanan yang kuat, melebihi parkir bus ala Chelsea yang akhir-akhir ini gampang ditembus. FH dan FZ menganggap wajar pertemuan itu, dan malah balik menuding SS (Menteri ESDM)–lah yang mencatut Presiden. Siapa yang benar? bukan urusan
37 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
rakyat jelata macam kita, itu semua kita kembalikan kepada MKD yang konon sudah tidak lagi masuk angin -mungkin karena sudah tidak begadang dan blablabla-. Kembali ke topik catut-mencatut, kita akan fokus di sini, terlepas dari siapa yang benar atau siapa yang salah. Catutmencatut tentu perilaku yang mencerminkan masih korupnya mental pejabat kita. Sekali lagi, tanpa menghakimi pihak mana yang benar, kita tentu khawatir jika budaya ini masih dilestarikan dan dibiasakan di kalangan pemerintah, mulai dari tingkat bawah sampai tingkat atas. Budaya catut-mencatut bukan hanya muncul di kalangan politisi saja, di kalangan agamawan misalnya, Mereka bertindak lebih berani dengan mencatut Tuhan, sekali lagi, mencatut Tuhan. Mereka mengatasnamakan diri sebagai wakil Tuhan yang bebas bertindak atas nama-Nya meskipun bertentangan dengan nilai-nilai yang diajarkan-Nya. Mereka dengan teriakan lantang -selantang emak-emak manggil anaknya buat ngangkatin jemuran- , menahbiskan diri sebagai waki Tuhan di bumi, dan oleh karena itu, bebas berkata , bertingkah laku, tinggal sebutkan semboyan ‘Kami lah wakil Tuhan yang paling benar’. Tentu kita tidak boleh membayangkan Tuhan cekikikan di atas sana melihat kelakuan makhluknya yang mencatut diri-Nya. Tapi yo mosok
ngono rek. Kalau Tuhan saja sudah dicatut, gimana kalian-kalian ini mblo! Kembali ke catut. Di zaman dahulu kala, kita pernah mendengar nama seorang Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santosa -yang menurut anekdot Gus Dur, hanya ada tiga polisi yang jujur; patung polisi, polisi tidur, dan Hoegeng- . Pak Hoegeng adalah teladan nyata bagi kita, diceritakan pada suatu hari, tahun 1960an, beliau diangkat Presiden Soekarno sebagai Kepala Jawatan Imigrasi. Dia diberikan tugas untuk mengungkap penyelewengan yang terjadi di dalamnya. Hoegeng perlahan menyadari, Jawatan Imigrasi bukan dikuasai orang Imigrasi, melainkan Angkatan Darat, intel, polisi, dan kejaksaan ikut ikutan ngurusi Imigrasi . Sedang petugas imigrasi hanyalah tukang cap belaka. Maka Hoegeng kemudian berusaha mengubahnya sekuat tenaga. Jangan sampai ada orangorang yang mencoba main main lewat imigrasi. Pegawai yang terbukti menerima suap langsung ditindak. Lalu apa hubungan Jenderal Hoegeng dengan catut mencatut? (Dikisahkan oleh Hoegeng dalam biografinya yang ditulis Ramadan KH dan Abrar Yusra terbitan Pustaka Sinar Harapan tahun 1993) Suatu hari ketika menjabat Menteri Iuran Negara
SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
38
ada laporan dari Dirjen Bea cukai Padang Sudirjo. Ada pengusaha India menyelundupkan sejumlah besar tekstil. Dia mengaku barang-barang itu untuk orang Kostrad. �Baik, saya akan bicarakan dengan Pangkostrad� begitu kata Hoegeng. Saat itu Pangkostrad dijabat oleh Soeharto. Yang saat itu seingat Hoegeng baru berpangkat Brigadir Jenderal berbintang satu. Hoegeng kemudian menemui Soeharto untuk membicarakan masalah itu, dan mendapatkan jawaban yang melegakan. Atas izin Soeharto, Hoegeng memeriksa siapa saja yang terlibat. Pengusaha India itu akhirnya dikenai denda seberat-beratnya.
saha dengan pejabat membicarakan main golf lah, pesawat jet pribadi lah. Berani kali kau khianati kami! Rasanya kurang lebih seperti seorang tuna asmara -atau lazim dikenal sebagai jomblo menahun- yang hampir tiap hari mendengar cerita tentang nikmatnya memadu asmara, indahnya berumah tangga dan surganya pernikahan. Sakit! Pedih mblo! *Penulis merupakan Mahasiswa program S2 Unviersitas Hassan II - Casablanca
Begitulah Hoegeng, dengan segala keberaniannya membongkar drama catut-catutan yang mengatasnamakan oknum-oknum di lingkaran kekuasaan. Sikap yang langka dan semoga saja belum punah dari pribadi-pribadi bangsa kita. Well, mengakhiri obrolan kita tentang catut-mencatut ini, kita tentu berharap kasus yang sama terulang kedua kalinya, kita juga mendamba satu pemerintahan yang fair, tidak kong kali kong, tidak katabelece, tidak beking-bekingan, dan segala bentuk penyalahgunaan wewenang. Dan semoga pejabat memiliki rasa empati terhadap nasib rakyatnya, di saat ada orang Indonesia kelaparan, lalu terdengar seorang pengu-
39 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
Segenap Keluarga PPI Maroko dan PCINU Maroko mengucapkan:
Selamat Menempuh
Hidup Baru kepada:
JAZMI & SALSA
SYAMSUL & VERA
“semoga menjadi keluarga yang berbahagia” SAYYIDUL AYYAM | EDISI VI | NOVEMBER 2015
40