UNIVERSITAS INDONESIA
KEBIJAKAN PRIVATISASI AIR DKI JAKARTA SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA
SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
PRASHASTI WILUJENG PUTRI 1006693243
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI KRIMINOLOGI DEPOK 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
:
Prashasti Wilujeng Putri
NPM
:
1006693243
Tanda Tangan :
Tanggal
:
7 Mei 2014
ii
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertandatangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia. Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
Depok, 7 Mei 2014
Prashasti Wilujeng Putri
iii
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi yang diajukan oleh nama
: Prashasti Wilujeng Putri
NPM
: 1006693243
program studi : Kriminologi judul
: Kebijakan Privatisasi Air DKI Jakarta sebagai Bentuk Pelanggaran Hak Asasi Manusia
ini telah berhasil dipertahankan di depan hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
: Ferdinand T. Andi Lolo, S.H., L.L.M., Ph.D
Penguji Ahli
: Prof. Dr. Muhammad Mustofa
Ketua Sidang
: Dra. Mamik Sri Supatmi, M. Si.
Sekretaris Sidang : Dr. Iqrak Sulhin, M. Si.
Ditetapkan di
:
Universitas Indonesia, Depok
Tanggal
:
7 Mei 2014
iv
Universitas Indonesia
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan segala keterbatasan peneliti, peneliti sadar bahwa tidak mungkin naskah skripsi ini dibuat apabila peneliti tidak mendapat bantuan dari siapapun. Untuk itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih untuk segala pihak yang membantu pembuatan naskah skripsi ini.
Segala puji, hormat, juga syukur dipanjatkan bagi Sang Pencipta semesta. Hanya dengan berkat dan pengampunan-Nya, peneliti dapat menyusun naskah skripsi ini dari awal hingga akhirnya.
Terima kasih kepada Yohanes Haryono, Soeastuti Poerwanti, Prabham Wulung Pratipodyo, Prathiwi Widyatmi Putri, Susi Lusiani, Galuh Dahayu Waranggani Pratipodyo, dan Bhre Reksa Bhagawanta Pratipodyo untuk cinta kasih yang tak terhingga.
Ferdinand T. Andi Lolo, S.H., L.L.M., Ph.D. selaku dosen pembimbing peneliti yang telah memberikan bimbingan, bantuan, kritik, dan berbagai ilmu sehingga peneliti dapat mengerjakan skripsi ini dengan baik.
Prof. Dr. Muhammad Mustofa selaku penguji ahli. Terima kasih atas semua masukan akan konsep, teori, dan metode selama saya mengerjakan skripsi ini.
Dr. Iqrak Sulhin, M. Si. selaku sekretaris sidang dan yang telah banyak menemani saya berdiskusi dan mencerahkan pikiran saya yang kadang menemui jalan buntu.
Dra. Mamik Sri Supatmi, M. Si. selaku ketua sidang dan ketua program studi reguler.
Para dosen dari Departemen Kriminologi FISIP UI yang kerap membantu saya selama studi strata satu saya. Semoga semakin berkembang.
Arief Effendy beserta staff Departemen Kriminologi FISIP UI yang lain, yang sangat membantu saya selama masa perkuliahan dalam bidang administrasi. Ntah apa jadinya kalau mas Arief dan rekan-rekan tidak ada.
Para narasumber yang memberikan saya banyak data, masukan, dan sudut pandang baru: Riant Nugroho, Sri Widayanto Kaderi, Ahmad Lanti, Firdaus Ali; Ibu-ibu di Muara Baru: Muhayati, Siti Maryam, Hamidah, Linda; Ibu-ibu di Rawa Badak: Ella, Ncih, Halimah. v
Universitas Indonesia
Pihak-pihak yang membantu saya mengakses dokumen dan narasumber penelitian: M. Reza Shahib, Suachman, dan Sigit Karyadi Budiono dari Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air; Arif Maulana dan Zae dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta; Royke dari PAM Jaya; Nurhidayah dari Solidaritas Perempuan; Marsha, Mimi, dan Palgunadi dari Badan Regulator Pelayanan Air Minum Jakarta; Andreas Harsono.
Teman-teman dari Departemen Kriminologi yang memberi warna-warni dalam kehidupan peneliti selama empat tahun ini, terutama Agustin, Agalliso, Akbar Acil, Alala, Alwin, Anggi, Anin, Annisa Nichi, Annisa Ica, Anugrah, Ardi Putra, Argina, Arief Ucup, Arief Padang, Arsendi, Ayu, Azhara, Azizul, Fahmi, Firyan, Gerald, Gome, Hardiat Dani, Harris, Hawlah, Ical, Irfan Lele, Juliana, Meutia Udung, Mulki, Nadia, Nisa, Kasa, Kenn, Kunto, Marcha, Rahmadiani, Razhes, Remon, Ridho, Rini, Sekar, Suci, Syahrizal, Taufan, Tubagus, Teddy, Tyas Puspo, Vanny, Wahid, Wara, Yudith, Yunia, Oshin, Bob, Rima, Techa, Swaswa, Sherlyna, Bagas, Manshur Zikri, Ovan, Affin, Endah, Vivi, Maria, Pangesti, Tua, Rasyel, Ace, Shaila, Zainal, Naya, Cika, Tiani, Agung, Arma, Dila.
Acista Nitbani, Aditya Hizkia, Alanda Arifin, Albino Panjaitan, Ananda Putri Permatasari, Andreas Wahyu Apridiyanto, Berto Tukan, Carl Jaya, Christ Billy Ariyanto, Christin Stefphanie, Febrina Manalu, Grace Manalu, Jefri Tien Yun, Joseph Rustandi Harahap, Kara Toruan, Pascalia Bertie, Pingkan Polla, Tanius Sebastian, Thalita Adwinda, Theresa Panjaitan, Thomas Galih Satria, Whisnu Yonar yang membantu saya dalam memberi saran, pemikiran, teknik pengambilan data, operasional penelitian, dan penghiburan, serta semangat.
Semoga semua pihak yang telah membantu bisa mendapat karma baik dari hal yang telah dilakukan. Semoga naskah skripsi ini bisa membawa kebaikan dan manfaat bagi dunia akademis dan praktis.
Depok, 2014
Peneliti
vi
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program studi Departemen Fakultas Jenis Karya
: : : : : :
Prashasti Wilujeng Putri 1006693243 Kriminologi Kriminologi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-ekslusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Kebijakan Privatisasi Air DKI Jakarta sebagai Bentuk Pelanggaran Hak Asasi Manusia beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmediakan atau memformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Depok Pada tanggal: Yang menyatakan,
2014
Prashasti Wilujeng Putri
vii
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama
:
Prashasti Wilujeng Putri
Program Studi :
Kriminologi
Judul
Kebijakan Privatisasi Air DKI Jakarta sebagai Bentuk
:
Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Skripsi ini membahas tentang bagaimana pemerintah Indonesia melakukan kejahatan dalam melakukan kebijakan privatisasi air bagi warga DKI Jakarta. Teori yang dipakai dalam skripsi ini adalah kejahatan negara yang dilakukan karena melakukan pelanggaran HAM oleh Julia dan Herman Scwendinger, teori Strukturasi oleh Giddens, dan crimes of domination oleh Quinney. Skripsi ini melihat bagaimana praktik-praktik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia tidak terlepas dari dan mendukung adanya struktur yang lebih besar dalam globalisasi. Indonesia dihegemoni oleh Bank Dunia dalam rangka globalisasi yang kemudian diberi reaksi oleh Indonesia sebagai bentuk adaptasi struktural sehingga pemerintah Indonesia melakukan crimes of domination. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia melakukan kejahatan dengan adanya pelanggaran hak asasi manusia atas air bersih terhadap warga DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kriminologi kritis untuk mengkaji masalah kebijakan privatisasi air bersih ini. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan studi dokumen, wawancara, FGD, dan penelusuran data sekunder sebagai teknik mengumpulkan data. Kata Kunci: Privatisasi Air, Hak Asasi Manusia, Strukturasi, Crimes of Domination, Pelanggaran HAM, Kejahatan Negara.
viii
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name
:
Prashasti Wilujeng Putri
Course
:
Criminology
Title
:
Water Privatization Policy in DKI Jakarta as a Form of Human Rights Violation
This thesis discusses about how the Indonesian government commit a crime in doing water privatization policy for the Jakarta citizens. The theory and concept used in this thesis are a state crime for committing human rights violations by Julia and Herman Schwendinger, Structuration theory by Giddens, and crimes of domination by Quinney. This thesis sees how the practices done by the government of Indonesia cannot be separated from and promote the bigger structure in the globalization. World Bank performs hegemony in the context of globalization to Indonesia whose the reaction, as a form of structural adaptation, is committing crimes of domination. In this case, the Indonesian government commit a crime in the presence of human right to water violation to the people in Jakarta. This study uses critical criminology approach to study the problem of clean water privatization policy. The method used is a qualitative method with the documents study, interviews, focus group discussions, and secondary data retrieval as data gathering technique. Keywords: Water Privatization, Human Rights, Structuration, Crimes of Domination, Human Rights Violation, State Crime.
ix
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................... PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ....................................................... UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................................................... ABSTRAK ......................................................................................................... DAFTAR ISI ...................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................... DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
i ii iii v vii viii x xiii xiv
1.
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1.1. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1.2. Masalah Penelitian ................................................................................ 1.3. Pertanyaan Penelitian ........................................................................... 1.4. Tujuan Penelitian ................................................................................. 1.5. Signifikansi Penelitian ......................................................................... 1.5.1. Signifikansi Akademis ............................................................... 1.5.2. Signifikansi Praktis .................................................................... 1.6. Sistematika Penulisan ..........................................................................
1 1 8 9 9 9 9 10 10
2. KAJIAN PUSTAKA ................................................................................... 2.1 Kerangka Konsep ................................................................................... 2.1.1. Hak Asasi Manusia ..................................................................... 2.1.2. Globalisasi................................................................................... 2.1.3. Neoliberalisme ............................................................................ 2.1.4. Strukturasi ................................................................................... 2.1.5. Hegemoni .................................................................................... 2.1.6. Kebijakan Publik ........................................................................ 2.1.7. Privatisasi Air.............................................................................. 2.1.8. Barang Publik dan Barang Ekonomi........................................... 2.1.9. Viktimisasi Struktural ................................................................. 2.1.10. Welfare Justice .......................................................................... 2.1.11. Crime of Domination sebagai Kejahatan Negara...................... 2.2. Landasan Teori Pendekatan Kriminologi Kritis oleh Julia dan Herman Schwendinger 2.3. Kajian Kepustakaan dengan Isu Sebidang ............................................ 2.4. Kerangka pemikiran .............................................................................
12 12 12 14 16 17 18 20 21 23 25 26 27
x
29 31 36
Universitas Indonesia
3.
METODE PENELITIAN .......................................................................... 3.1. Pendekatan Penelitian .......................................................................... 3.2. Batasan Penelitian ................................................................................. 3.3. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 3.3.1. Studi Dokumen ........................................................................... 3.3.2. Wawancara Mendalam................................................................ 3.3.3. Focus Group Discussion ............................................................. 3.3.4. Penelusuran Data Sekunder ........................................................ 3.4. Waktu Penelitian ................................................................................... 3.5. Hambatan Penelitian .............................................................................
39 39 40 40 40 41 43 44 44 45
4. TEMUAN DATA ......................................................................................... 4.1. Awal Perjalanan Privatisasi Air DKI Jakarta ........................................ 4.2. Keterlibatan Badan-Badan Internasional .............................................. 4.3. Regulasi ................................................................................................. 4.4. Pelayanan Air Bersih terhadap Warga .................................................. 4.5. Kerugian yang Dialami oleh Warga Akibat Privatisasi Air ..................
46 46 54 56 60 63
5.
ANALISIS ................................................................................................... 5.1. Air sebagai Hak Asasi Manusia ............................................................ 5.2. Dominasi Bank Dunia akan Nilai Neoliberalisme terhadap Indonesia Dalam Jubah Globalisasi....................................................................... 5.3. Reaksi Pemerintah Indonesia atas Hergemoni Bank Dunia ................. 5.4. Implementasi Kebijakan Privatisasi Air ............................................... 5.5. Viktimisasi Struktural ...........................................................................
67 67
PENUTUP ................................................................................................... 6.1. Kesimpulan ........................................................................................... 6.2. Saran .....................................................................................................
86 86 90
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ LAMPIRAN .......................................................................................................
92 99
6.
xi
69 74 78 81
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Tabel Perubahan Perjanjian Kerjasama Sebelum dan Sesudah Diperbaiki dan Diberlakukan Kembali tanggal 22 Oktober 2001 ..........50 Tabel 4.2. Tabel Upaya Penurunan Kehilangan Air yang Dicantumkan pada Lampiran Perjanjian Kerjasama ..............................................................60 Tabel 4.3. Tabel Pembagian Tarif Air PAM .............................................................61 Tabel 4.4. Tabel Kategori Pembagian Tarif Air PAM ...............................................62
xii
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Gambar Pembagian Wilayah Produksi dan Distribusi Air .................52 Gambar 4.2. Bagan Mekanisme Kenaikan Water Tariff ..........................................57 Gambar 4.3. Grafik Ilustrasi Grafik Water Charge dan Water Tariff yang Terjadi Sebenarnya ............................................................................58 Gambar 4.4 Grafik Ilustrasi Grafik Water Charge dan Water Tariff yang Ideal Menurut Perjanjian Kerjasama Gambar ............................................58 Gambar 4.5. Penjual Air di Muara Baru .................................................................65
xiii
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Pada UUD 1945 pasal 33 ayat 3 dikatakan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”. Secara eksplisit dinyatakan bahwa air merupakan suatu hal yang digunakan untuk kemakmuran rakyat. Leonardo da Vinci mengatakan, bahwa air adalah poros penggerak kehidupan (Biswas & Tortajada,
2005).
Air
bersih
merupakan
salah
satu
kebutuhan
dasar
manusia.Selain untuk diminum, air bersih digunakan untuk mencuci, mandi, memasak, industri, rekreasi, dan pertanian.Ada istilah yang tersebar, bahwa di mana ada air, di situ lah ada kehidupan.Air merupakan sumber kehidupan yang bermanfaat untuk lingkungan hidup manusia dan vital bagikesehatan umat manusia. Kebutuhan manusia akan air merupakan hal yang tidak terelakkan. Produktivitas manusia untuk mengaktualisasi diri sangat bergantung pada air karena air merupakan hal yang sangat fundamental bagi keberlangsungan siklus kehidupan alam semesta ini. Semakin manusia bertumbuh, semakin manusia membutuhkan air. Untuk itu, air merupakan hal yang harus dikuasai oleh negara untuk kemudian digunakan untuk rakyat. Dalam buku Water Wars: Privatization, Pollution, and Profit, Vandana Shiva (2002) menulis, “Water has traditionally been treated as a natural right–a right arising out of human nature, historic conditions, basic needs, or notions of justice. Water rights as a natural rights do not originate with the state; they evolve out of a given ecological context of human existence. As natural rights, water rights are usufructuary rights, water can be used but not owned. People have a right to life and the resources that sustain it, such as water.”(Shiva, 2002; 20-21)
Hal yang dikatakan oleh Vandana Shiva adalah benar. Hak atas air merupakan natural rights. Shiva menyebutkan, bahwa natural rights adalah hak yang melekat pada sifat manusia, kondisi historis, kebutuhan dasar, dan gagasan akan keadilan. Dalam Talbott (2010) juga disebutkan, bahwa natural rights adalah hak yang membuat seseorang tidak dapat dilukai secara sengaja ataupun karena
1
Universitas Indonesia
2
kelalaian. Hak atas air pun merupakan usufructuary rights. Usufructuary rights adalah hak untuk menggunakan dan menikmati keuntungan dari sesuatu hal yang dimiliki pihak lain selama hal tersebut tidak rusak atau diubah dengan cara apapun. Tidak terkecuali, setiap orang membutuhkan air untuk hidup dan setiap orang berhak memperoleh air. Hak atas air merupakan hak asasi manusia. Di Indonesia, hak asasi manusia telah dijamin dalam UUD 1945 Amandemen Keempat pada Bab XA Pasal 28 sampai 28 J. Namun, terdapat fakta bahwa World Health Organization (WHO) mengestimasi bahwa satu miliar orang di dunia tidak mendapatkan akses terhadap air minum yang bersih. Oleh karena itu, terdapat masalah kesehatan yang menimpa orang-orang yang tidak mendapatkan akses air bersih tersebut (Hale, 2007).Dengan gambaran kecil ini, kita bisa melihat bahwa air bersih merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Kelangkaan air semacam itu telah terjadi di Indonesia, misalnya di Jawa. Jawa yang mempunyai penduduk banyak dan padat tentunya mempunyai kebutuhan akan air bersih yang sangat tinggi. Warga Jakarta merasakan adanya krisis air saat musim kemarau. Dengan semakin banyaknya orang yang datang ke pulau Jawa, khususnya Jakarta, krisis air bersih akan meningkat. Belum lagi masalah industrialisasi dengan banyaknya pabrik dan teknologinya.Polusi membuat air bersih semakin terbatas. Setiap orang membutuhkan paling sedikit dua belas liter air bersih untuk dikonsumsi per hari (Overman, 1976).Warga Jakarta, yang pada November 2011 berjumlah 10.287.595 jiwa (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2011), tentu saja membutuhkan air sebagai salah satu penunjang hidup.Apablila setiap orang membutuhkan paling sedikit dua belas liter air per hari, warga Jakarta tentu membutuhkan paling sedikit 123.451.140 liter setiap harinya.Sebenarnya manusia bisa menggunakan air yang tersedia di sungai, namun, karena berbagai limbah domestik dan limbah industri berat di Jakarta, warga Jakarta tidak bisa mengkonsumsi air di sungai.Air sungai menjadi coklat, bahkan hitam pekat, dan mengeluarkan bau. Air bersih keluar dari mata air menuju sungai dan selokan-selokan, lalu menuju ke laut. Namun, yang terjadi sekarang adalah terdapat pihak yang
Universitas Indonesia
3
mempunyai kekuasaan politik dan ekonomi merasa berhak untuk menampung dan mengolah air bersih tersebut, kemudian menjualnya. Air menjadi barang mahal bagi manusia, apalagi bagi kaum miskin yang tidak diperhatikan oleh penguasa.Air bersih hanya bisa diakses oleh warga yang kelas ekonominya menengah ke atas. Dari data penelitian Walhi, 65 persen penduduk Indonesia tinggal di pulau Jawa yang kapasitas kandungan airnya hanya 4,5 persen saja. Data lain dari Kompas, 85 persen sumur di Jakarta tercemar bakteri e-coli. Hal itu dapat menimbulkan adanya penyakit menular antarwarga.Komplikasi lainnya adalah penyakit tersebut dapat mewabah dan lebih menyebabkan kerugian yang lebih besar lagi. Selain itu, hanya 40 persen warga perkotaan dan 30 persen warga pedesaan yang tersambung jaringan PAM. Dengan kata lain, masih banyak warga yang tidak mendapatkan akses air bersih untuk kehidupannya.Bila merujuk lagi pada tahun 1991, dikatakan bahwa populasi penduduk Jakarta nyaris mencapai angka tujuh juta, namun hanya 45 persen masyarakat Jakarta yang dapat menikmati air keran yang bersih dan berkualitas (Sopian dkk, 2006). Selain itu, di daerah Jakarta Utara, sejumlah pengusaha pencucian sepeda motor dan mobil menyedot air tanah karena pasokan PAM tidak lancer. Salah satu karyawannya mengungkapkan bahwa distribusi air dari PAM kadang terhenti tanpa pemberitahuan. Usaha pencucian sepeda motor ini dapat terhambat apabila tidak ada air. Dengan begitu, akan banyak pekerja di pencucian sepeda motor ini yang tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, mereka harus menyedot air tanah agar tetap bisa melakukan usaha. Namun, para pihak pengelola usaha pencucian motor dan mobil tersebut tidak mempunyai surat izin pengambilan air tanah. Rupanya para pelaku usaha pencucian motor dan mobil tersebut mengambil air tanah secara diam-diam karena tarif pengambilan air tanah dilipatgandakan oleh pemerintah daerah setempat pada 2009 untuk menghambat defisit air tanah yang kian parah (KRuHA, 2012). Hal ini dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Contoh kasus dalam masalah ini adalah kasus di Penjaringan (KRuHA, 2011).Penjaringan merupakan salah satu daerah termiskin di DKI Jakarta. Dari
Universitas Indonesia
4
segala ketidakpastian hidup, seperti pekerjaan dan makanan sehari-hari, air merupakan salah satunya. Endang (41) mengungkapkan kepada KruHA bahwa air bersih susah sekali didapat. Tempat itu berdekatan dengan laut sehingga air laut masuk ke sumur dan akhirnya air sumur pun tidak bisa diminum. Juga, untuk mencuci, air terlalu keruh. Untuk mendapatkan air bersih, penduduk membeli air per gerobak setiap hari.Selain itu, ada juga warga yang berlangganan air perpipaan dari perusahaan swasta PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA), dan ada juga yang terpaksa menggunakan air sumur.Air hanya mengalir antara pukul dua hingga tiga dini hari dengan aliran sangat kecil.Dalam satu malam, air bersih yang didapat hanyalah sebanyak dua ember. Dinyatakan di dalam Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, bahwa air bersih merupakan hak setiap warga negara.Kovenan tersebut telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui UU No. 11 tahun 2005.Dalam kovenan tersebut dinyatakan bahwa negara harus mengakui hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak, termasuk pangan, sandang, dan papan, dan atas perbaikan kondisi yang terus-menerus. Negara juga harus meningkatkan cara produksi, konservasi, dan distribusi pangan dengan ilmu pengetahuan melalui penyebarluasan pengetahuan kepada seluruh masyarakat. Setiap warga negara harus menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental.Negara harus sangat mengupayakan perwujudan hak ini sepenuhnya dengan membuat ketentuan-ketentuan, perbaikan, pencegahan, pengobatan, dan pengendalian segala penyakit, perkembangan kehidupan, dan kesehatan lingkungan. Komentar Umum Nomor 15 Tahun 2002 dari Komite Hak Ekonomi Sosial dan Budaya PBB tentang Hak atas Air adalah hak atas air merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari hak-hak asasi manusia lainnya. “Water is a limited natural resource and a public good fundamental for life and health. The human right to water is indispensable for leading a life in human dignity. It is a prerequisite for the realization of other human rights.� (Committee on Economic, Social, and Cultural Rights, 2002, Art. I.1.) “The human right to water entitles everyone to sufficient, safe, acceptable, physically accessible and affordable water for personal and domestic use.�(Committee on Economic, Social, and Cultural Rights, 2002, Art. I.2.) Universitas Indonesia
5
Kemudian, terdapat Sidang Umum PBB pada tahun 2010 yang menyepakati bahwa air minum yang bersih dan sanitasi yang baik merupakan hak asasi manusia yang sangat penting untuk kehidupan dan keseluruhan hak asasi manusia. Sidang Umum PBB tersebut juga meminta negara-negara dan organisasi-organisasi internasional untuk menyediakan keuangan, sumber daya, peningkatan kapasitas, dan transfer teknologi melalui bantuan dan kerjasama internasional dalam rangka meningkatkan upaya pemberian air minum yang bersih, aman, mudah diakses, dan dapat dijangkau oleh semua orang. (United Nations, 2010) Sidang Umum PBB pada Juli 2010 telah menetapkan air sebagai Hak Asasi Manusia. Untuk itu, terdapat standar air bersih yang harus dipenuhi (United Nations, 2014), yaitu 1. Mencukupi: pasokan air untuk setiap orang harus cukup dan berkesinambungan untuk keperluan pribadi dan rumah tangga. Menurut WHO, antara 50 dan 100 liter air per orang per hari yang diperlukan untuk memastikan bahwa sebagian besar kebutuhan dasar terpenuhi. 2. Aman: Air harus bebas dari mikroorganisme, zat kimia, dan bahaya radiologis yang merupakan ancaman bagi kesehatan seseorang. 3. Layak: Air harus dalam keadaan warna, bau, dan rasa yang dapat diterima (acceptable) untuk setiap penggunaan pribadi atau rumah tangga. Semua fasilitas dan layanan air harus sensitif dengan budaya, gender, siklus hidup, dan kebutuhan privasi. 4. Mudah diakses: setiap orang berhak atas layanan air dan sanitasi yang dapat diakses secara fisik di dalam atau di sekitar rumah tangga, lembaga pendidikan, tempat kerja, atau lembaga kesehatan. Menurut WHO, sumber air harus dalam 1.000 meter dari rumah dan waktu mengambilnya tidak boleh lebih dari 30 menit. 5. Terjangkau: air dan fasilitas pelayanan air harus terjangkau bagi semua. UNDP menunjukkan, bahwa biaya air tidak boleh melebihi tiga persen dari pendapatan rumah tangga.
Universitas Indonesia
6
Sangat disayangkan, bahwa yang membuat air bersih menjadi sulit dijangkau adalah kebijakan pemerintah sendiri yang memasukkan swasta dalam sektor penyediaan air bersih. Awal masuknya pihak swasta dalam sektor penyediaan air ini adalah pada tahun 1980-an dan 1990-an. Bank Dunia dan lembaga-lembaga donor mengeluarkan strategi privatisasi untuk pengembangan sistem air bersih di negara-negara berkembang(Hall & Lobina, 2008). Hal tersebut didasari pada adanya pandangan bahwa pemerintah negara berkembang tidak dapat memberikan pelayanan air bersih kepada warga negaranya. Kemudian, privatisasi ini muncul sebagai solusi akan hal itu. Harapan dari privatisasi ini adalah untuk dapat menjaring dana untuk investasi, perbaikan efisiensi, dan pengelolaan yang lebih baik. Tergiurnya pebisnis-pebisnis dunia akan bisnis air bersih ini membuat kebijakan privatisasi air ini berlanjut. Pelanggengan atas masuknya swasta dalam sektor penyediaan air bersih ini dilakukan pemerintah dengan adanya UU Nomor 7 tahun 2004 mengenai Sumberdaya Air. Dalam undang-undang tersebut, terdapat tiga macam hak guna air: “(1) Hak guna air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) berupa hak guna pakai ai dan hak guna usaha air. (2) Hak guna air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan, sebagian atau seluruhnya.” (UU Nomor 7 tahun 2004 Pasal 7) “Hak guna pakai air adalah hak untuk mengalirkan air dari atau ke tanahnya melaluia tanah orang lain yang berbatasan dengannya. Hak guna pakai air diperoleh tanpa izin untuk kebutuhan sehari-hari.” (UU Nomor 7 tahun 2004 Pasal 8) “Hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan
izin
pemerintah
atau
pemerintah
daerah
sesuai
dengan
kewenangannya.” (UU Nomor 7 tahun 2004 Pasal 9)
Universitas Indonesia
7
Ada dua bentuk privatisasi.Yang pertama bersifat pengalihan sebagian ke pihak swasta.Yang kedua bersifat pengalihan keseluruhan aspek, seperti peran, tanggung jawab, dan kepemilikan dari pemerintah ke pihak swasta(Tim KRuHA, 2005).Bagaimana pun bentuknya, apabila peran dan tanggung jawab sudah sebagian dialihkan adalah privatisasi.Namun, Bank Dunia lebih memilih istilah lain, seperti Private Sector Participation (PSP) atau Public Private Partnership (PPP). Sepertinya, kebijakan privatisasi air di DKI Jakarta ini tidaklah menghasilkan buah yang baik dan bermanfaat untuk masyarakat banyak. Dari hasil diskusi kampung yang dilakukan oleh KRuHA dan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) pada 23 Agustus 2013 di Pesisir Marunda Kepu, Cilincing Jakarta Utara, banyak masyarakat miskin yang tidak mendapat pelayanan air yang baik secara kualitas maupun kuantitas. Mereka menyatakan, bahwa sejak diberlakukannya privatisasi air pada 1997, yaitu pada saat perjanjian kerjasama pengelolaan air antara pemerintah Indonesia dengan dua swasta asing, air menjadi semakin sulit didapat karena layanan air semakin memburuk, seperti air mengalir hanya sedikit dan air menjadi kuning dan berbau. Padahal sebelum adanya privatisasi, air mengalir lancar, tidak mengeluarkan bau, dan tidak berwarna. (KIARA dan KRuHA, 2013) Air bersih yang merupakan suatu hal utama penyokong kehidupan merupakan hak asasi setiap manusia yang harus dipenuhi. Namun, air menjadi barang yang mahal dan eksklusif karena air menjadi milik swasta. Air sebagai kebutuhan pokok manusia untuk hidup tidak terpenuhi. Hal tersebut merupakan kerugian sosial yang dirasakan oleh masyarakat. Kerugian sosial merupakan masalah serius bagi disiplin Kriminologi. Sutherland dalam Cohen (1993), memasukan kriteria kerugian sosial untuk mendefinisikan kejahatan. Julia dan Herman Schwendinger mengatakan pula, bahwa genosida dan eksploitasi ekonomi yang dilakukan oleh negara juga merupakan kejahatan karena ada pihak yang dirugikan. Hal itu dikatakan dalam wacana politik sebagai kejahatan negara. Genosida dan eksploitasi ekonomi setara dengan perang, rasisme, dan seksisme. Apabila kita masuk ke ranah diskursus kriminologi, kita berbicara tentang pelaku kriminal yang menyebabkan kerugian sosial. (Cohen, 1993)
Universitas Indonesia
8
Dalam kasus privatisasi air ini, pemerintah melanggengkan privatisasi air tersebut dan membuat adanya diskriminasi yang muncul dari adanya rakyat miskin yang tidak mempunyai akses terhadap distribusi air bersih. Situasi ini dijelaskan dengan faktor-faktor, termasuk ketidakmampuan mereka untuk membayar, dan investasi infrastruktur yang bias antara pemerintah daerah dengan korporasi.
1.2. Masalah Penelitian Sebagaimana yang telah disinggung di bagian Latar Belakang Masalah, air merupakan hak asasi manusia setiap warga negara. Hal itu telah diakui oleh pemerintah Indonesia dengan meratifikasi Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya dalam UU No. 11 tahun 2005. Namun, pemerintah membuat undang-undang dan kebijakan lain. Terdapat UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang dalam pasal 9 dikatakan bahwa hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin dari pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Masalah kebijakan privatisasi air ini adalah masalah Kriminologi, karena kebijakan ini membuat banyak warga DKI Jakarta yang tidak mempunyai cukup uang untuk membeli jasa pelayanan air menjadi tidak bisa menikmati air bersih yang sebenarnya adalah hak hidup yang sangat penting. Masyarakat DKI Jakarta menjadi korban dari kebijakan akan air bersih ini. Namun, ironisnya masih banyak warga Jakarta dan para akademisi yang tidak sadar bahwa privatisasi air ini merupakan suatu masalah yang apabila dibiarkan akan bisa membuat kerugian lebih banyak terhadap warga Jakarta. Dalam kajian kriminologis pun, masalah privatisasi air ini jarang dibahas, padahal jelas HAM ini adalah hal serius bagi kriminologi. Dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 butir keenam, disebutkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan,
Universitas Indonesia
9
atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Melihat fenomena tersebut, permasalahan yang akan peneliti coba angkat adalah bahwa ada masalah dalam kebijakan privatisasi air ini yang berdampak pada ketiadaan akses masyarakat DKI Jakarta atas pemenuhan kebutuhan pokok, dalam hal ini adalah air bersih. Peneliti ingin mencoba menjawab pertanyaan bahwa seberapa jauh kebijakan privatisasi air di DKI Jakarta dikategorikan sebagai kejahatan.
1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan masalah penelitian yang telah peneliti jelaskan sebelumnya, peneliti merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Seberapa jauh kebijakan privatisasi air di DKI Jakarta dapat dikategorikan sebagai kejahatan?
1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diidentifikasi oleh peneliti, tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisis kritis secara akademis tentang kejahatan apa yang ada pada kebijakan privatisasi air di DKI Jakarta. Selain itu, peneliti ingin memberi saran terkait dengan masalah privatisasi air ini kepada para penegak hukum dan lembaga-lembaga yang peduli dan menaruh fokus kepada masalah privatisasi air ini.
1.5. Signifikansi Penelitian 1.5.1. Signifikansi akademis Dalam kriminologi, terdapat empat pilar utama, yaitu kejahatan, pelaku kejahatan,
korban
kejahatan,
dan
reaksi
masyarakat.
Penelitian
ini
menitikberatkan pada pilar kejahatan. Kejahatan itu sendiri, menurut. Mustofa (2010), adalah tindakan yang dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok yang dapat merugikan orang lain ataupun kelompok lain. Penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam ranah akademis bagi penelitian dalam masalah privatisasi air
Universitas Indonesia
10
di DKI Jakarta dengan menggunakan pendekatan kriminologi kritis. Hal ini disebabkan oleh karena belum pernah ada yang mengkaji masalah kebijakan privatisasi air di DKI Jakarta ini dalam pendekatan kriminologi kritis. Untuk itu, peneliti ingin mengkaji lebih dalam tentang kejahatan yang terdapat dalam kebijakan privatisasi air di DKI Jakarta ini.
1.5.2. Signifikansi praktis Penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam ranah praktis untuk memberikan suatu bentuk penyadaran untuk masyarakat, terutama mahasiswa sebagai kaum intelektual bahwa kebijakan privatisasi air di DKI Jakarta ini merupakan masalah yang terdapat di dalam kehidupan kita. Peneliti berharap bahwa dengan sadarnya masyarakat akan masalah ini, masyarakat akan bisa beraksi untuk menolak privatisasi air dan mengembalikannya ke ruang publik.
1.6. Sistematika Penulisan Bab 1
Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang permasalahan dan masalah penelitian yang menjadi dasar dan acuan peneliti dalam melakukan penelitian tentang analisa kebijakan privatisasi air Jakarta dalam kajian kriminologis. Bab ini juga berisi pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan signifikansi penelitian.
Bab 2
Kajian Pustaka Bab ini berisi konsep-konsep yang peneliti gunakan dalam rangka menganalisa masalah penelitian. Selain konsep, bab ini juga berisi teori dan kajian penelitian yang terdahulu yang digunakan oleh peneliti sebagai dasar untuk membuat kerangka pemikiran.
Bab 3
Metode Penelitian Bab ini berisi metode penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian tentang analisa kebijakan privatisasi air Jakarta dalam kajian kriminologis ini.
Universitas Indonesia
11
Bab 4
Temuan Data Bab ini berisi pemaparan data berupa hasil studi dokumen, penelusuran data literatur, dan beberapa dokumentasi foto yang berhubungan dengan topik penelitian.
Bab 5
Analisis Bab ini berisi tentang analisa dari paparan data yang telah peneliti paparkan pada Bab 4. Analisis yang dilakukan oleh peneliti mengacu pada kerangka pikir yang telah peneliti buat di Bab 2.
Bab 6
Penutup Bab ini berisi kesimpulan dari hasil temuan data yang telah dianalisa oleh peneliti. Selain itu, bab ini juga berisi saran yang peneliti berikan berkaitan dengan kebijakan privatisasi air Jakarta.
Universitas Indonesia
12
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Konsep 2.1.1. Hak Asasi Manusia dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada manusia, apapun kebangsaannya, tempat tinggalnya, jenis kelamin, suku bangsa, warna kulit, agama, bahasa yang ia pakai, ataupun status-status lain yang melekat pada diri manusia. Kita semua sebagai manusia berhak akan pemenuhan hak asasi. Hak-hak ini semua saling terkait, saling tergantung, dan tak terpisahkan. Prinsipprinsip HAM adalah universal, saling tergantung dan tak terpisahkan, setara dan tidak bersifat diskriminatif, dan memerlukan kedua hal: hak dan kewajiban. Universal maksudnya adalah semua orang di seluruh dunia terikat pada HAM.Universalitas ini maksudnya adalah semua masyarakat di dunia terikat pada nilai moral dan etika bersama yang dimiliki seluruh wilayah di dunia. Saling tergantung dan tak terpisahkan maksudnya adalah pemenuhan satu hak tergantung pada pemenuhan hak yang lain. Misalnya, hak atas pendidikan bergantung pada pemenuhan hak akan fasilitas, akses, dan informasi. Setara dan tanpa diskriminatif maksudnya adalah setiap orang tidak diperlakukan secara berbeda berdasarkan suatu status yang melekat pada dirinya, seperti warna kulit, gender, orientasi seksual, usia, ras, asal-usul sosial, dan lainnya. Selain itu, HAM memerlukan pemenuhan kedua hal ini: hak dan kewajiban. Pemenuhan hak menuntut adanya kewajiban yang harus dilakukan, seperti menghormati dan mengaplikasikan HAM dalam kehidupan (United Nations Human Rights, 2013). HAM dalam pemenuhannya tidak bersifat paralel antara hak dan kewajiban, HAM bukanlah sesuatu yang akan seseorang dapatkan setelah ia menunaikan kewajiban. Suatu kewajiban bagi negara untuk melindungi dan mewujudkan hak asasi manusia. Hak asasi manusia merupakan properti yang hanya akan terwujud apabila orang lain memberikan suatu hak asasi manusia itu. Hak dan kewajiban dalam HAM ini merupakan sesuatu yang saling terkait antarmanusia. Mengacu pada Klawitter & Qazzaz (2007), instrumen hukum yang berlaku di dalam suatu negara tidak lah menentukan HAM. Hukum bukanlah sumber dari
12
Universitas Indonesia
13
hak-hak asasi manusia ini. HAM tidak diberikan oleh otoritas manusia atau pemerintah, namun berasal dari martabat dan kemanusiaan itu sendiri. Dalam HAM, tidak terdapat hierarki sehingga semua hak harus dianggap sebagai prioritas yang setara. Hak Asasi Manusia menjadi sebuah cita-cita yang dapat direalisasikan dengan politik budaya. Politik budaya di sini maksudnya adalah kurang lebih adalah sebuah simbol yang membingkai isu, kejadian, atau proses aktor-aktor sosial yang secara emosional dan intelektual berinvestasi dalam membagikan pengertian kepada dunia. Namun, politik budaya ini tidak hanya semata-mata sebuah simbol, namun fokus pada bagaimana masyarakat itu dibayangkan, bagaimana kehidupan hubungan sosial, dan bagaimana masyarakat diatur. Hal itu membuat konsep HAM tidak hanya menjadi sebuah hal yang abstrak dan kemudian HAM dapat dihormati secara penuh. (Nash, 2009) Hak atas air bersih merupakan HAM. Hal ini berkaitan dengan hak hidup dan atas kehidupan yang layak untuk manusia. Air bersih merupakan hal yang sangat penting dan vital bagi kehidupan manusia.Tanpa air bersih, manusia tidak dapat menjaga kesehatannya dan berproduksi. Di dalam masyarakat tradisional, hak kolektif akan air dan manajemen air merupakan kunci dari konservasi dan pemanenan. Dengan membuat peraturan dan batas akan penggunaan air, manajemen air kolektif memastikan keberlanjutan akan hak akan air tersebut dan kesetaraan (Shiva, 2002). Dalam buku Water Wars ini, Vandana Shiva juga mengatakan bahwa air adalah hal yang secara turun-temurun dipergunakan secara gratis oleh masyarakat.Peraturan dan manajemen air diaplikasikan dengan kebijakan warga lokal dan secara musyawarah diaplikasikan.Hal itu membuat pemakaian air bersih menjadi rata dan tidak ada yang termarginalkan. Bingkai kerja hak atas air ini merujuk pada air sebagai hak sosial dan ekonomi yang penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Hal ini bukan lah hanya hak sebagai izin untuk menggunakan air, namun, hak asasi manusia atas air ini menyadarkan bahwa semua manusia mempunyai kebutuhan akan air bersih yang melekat pada dirinya. (Hale, 2007) Hak asasi manusia atas air juga disebut dengan konsep usufructuary rights. Usufructuary rights adalah hak untuk menikmati atau menggunakan suatu hal
Universitas Indonesia
14
yang dimiliki oleh pihak lain dengan tidak menyebabkan kerusakan atau mengubah daya guna hal tersebut (World Wide Words, 2002). Vandana Shiva (2002) juga menyebutkan konsep usufructuary rights ini. Shiva menjelaskan bahwa seseorang berhak menggunakan dan menikmati suatu hal dengan tidak melarang orang lain untuk menggunakan dan menikmati hal tersebut. Air merupakan milik publik yang dapat dinikmati bersama demi berlangsungnya
kehidupan
manusia.
Secara
tradisional,
masyarakat
memperlakukan air sebagai milik bersama. Apabila ada tanah bermata air yang dimiliki oleh suatu pihak, ia akan membiarkan masyarakat di sekitarnya mengambil air dari situ sehingga masyarakat bisa mengonsumsi air bersih untuk berbagai macam keperluan. Masyarakat tradisional menganut nilai bahwa walaupun seseorang menjadi pemilik tanah tersebut, mata airnya adalah tetap milik masyarakat bersama. Pengurangan atau peniadaan hak manusia atas air merupakan pelanggaran HAM. Pelanggaran atas HAM merupakan hal yang sangat serius. Dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 butir keenam disebutkan, bahwa pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
2.1.2. Globalisasi Adanya gagasan tentang hak asasi manusia yang kemudian diterapkan di seluruh negara dunia tersebar melalui globalisasi. Selain itu, terdapat pula gagasan tentang privatisasi air yang lahir dari menyebarnya ideologi neoliberal ke seluruh negara di dunia. Indonesia pun tidak luput dari globalisasi ini dan kemudian turut melakukan privatisasi air. Globalisasi dalam Ahalla (2012) disebutkan sebagai suatu proses meningkatnya keterkaitan antarmasyarakat yang kemudian memberi pengaruh
Universitas Indonesia
15
kepada seluruh warga dunia. Kejadian yang terjadi di suatu belahan dunia dapat memberikan pengaruh terhadap orang-orang di belahan dunia yang lain. Batasbatas antarnegara sudah tidak terlihat lagi, yang dapat dibuktikan dari mudahnya akses berita dan informasi suatu negara yang dapat diperoleh oleh masyarakat negara lain dalam waktu yang bersamaan tanpa harus berada di tempat kejadian. Kejadian yang dapat memberi pengaruh terhadap belahan dunia lain, seperti yang dijelaskan oleh Ahalla tersebut dapat dijelaskan alasannya oleh tulisan Gregg Barak (2001) yang menyatakan, bahwa globalisasi merujuk pada adanya proses pertumbuhan keadaan saling tergantung antara kejadian, masyarakat, dan pemerintah di seluruh dunia yang terhubung melalui ekonomi-politik di seluruh dunia serta komunikasi, transportasi, dan komputer yang berkembang. Mark Findlay dalam bukunya yang berjudul Globalisation of Crime mengatakan, bahwa dalam dunia yang terglobalisasi, hanya ada satu masyarakat dan budaya yang ada di dalam planet bumi ini. Globalisasi adalah negara transisi. Berbicara tentang globalisasi tidak hanya tentang hilangnya waktu dan ruang, namun juga adanya kesadaran manusia sebagai penghuni dunia global tersebut terhadap adanya dunia secara utuh, dunia yang hubungan antarwarga di dalam dunia ini secara konkret saling tergantung. (Findlay, 2004) Globalisasi kemudian memberikan kesempatan bagi sektor ekonomi dan politik di seluruh dunia untuk saling membuka diri. Keterbukaan ekonomi-politik di seluruh dunia dalam proses globalisasi ini memberikan janji-janji. Stiglitz (2002) mengatakan, bahwa membuka diri terhadap perdagangan internasional bisa membuat pertumbuhan negara menjadi lebih cepat. Perdagangan internasional bisa menolong pembangunan ekonomi saat ekspor suatu negara mendukung pertumbuhan ekonomi. Itulah janji globalisasi. Globalisasi itu sendiri sangat dipengaruhi
oleh
korporasi
internasional
yang
tidak
hanya
membantu
memindahkan modal dan barang melewati batas-batas negara, tapi juga membantu memindahkan teknologi. Kemudian, ada bantuan asing sebagai satu aspek dunia global(Stiglitz, 2002). Ciri-ciri globalisasi sebagai hal-hal positif tidak memperhitungkan dampaknya bagi hal-hal yang tidak terkait langsung dengan modal dan terutama bagi mereka yang lemah dari segi modal (Imam, 2006). Bantuan asing tersebut masuk ketika negara berkembang terpuruk dalam rangka
Universitas Indonesia
16
mencapai level pembangunan yang dilakukan oleh negara maju. Seperti yang dinyatakan oleh Barak (2001), bahwa negara berkembang ditandai oleh tersedianya sumber daya yang murah, dan yang mempunyai standar kehidupan yang rendah. Hal itu lah yang akhirnya dikatakan oleh Barak, bahwa ada ketergantungan negara berkembang terhadap bantuan asing tersebut dengan adanya bantuan untuk melakukan pembangunan di negara berkembang tersebut.
2.1.3. Neoliberalisme Neoliberalisme merupakan kelanjutan dari paham liberalisme klasik yang yang pernah berkembang dan mengalami krisis. Globalisasi yang sangat mempengaruhi perdagangan antarnegara dalam dunia internasional sangat bergantung pada pasar (Serra & Stiglitz, 2008). Namun, masih adanya campur tangan yang besar dari negara membuat pasar tidak bebas dalam melakukan kegiatanya. Untuk itu, lahir lah paham neoliberalisme ini yang ingin menyingkirkan campur tangan negara dalam kegiatan pasar. Paham itu lah yang kemudian dilembagakan dalam suatu konsensus yang bernama Konsensus Washington (The Washington Consensus). Konsensus Washington ini merupakan konsensus antara IMF, Bank Dunia, dan the US Treasury tentang kebijakan untuk negara berkembang (Stiglitz, 2002). Konsensus Washington menyatakan, bahwa era negara dalam memimpin industrialisasi dan substitusi impor sudah berakhir (Serra & Stiglitz, 2008). Mengacu pada Aminuddin (2009), terdapat reaksi dari negara-negara di dunia untuk mencapai akselerasi ekonomi global. Hal itu membuat negara-negara di dunia tidak luput dari neoliberalisasi ekonomi. Gagasan neoliberalisme itu sendiri muncul dari paham bahwa semua aktivitas, tindakan, dan hubungan antarmanusia merupakan model transaksi pasar ekonomi. Paham neoliberalisme ini mengontrol seluruh kehidupan manusia. Kehidupan manusia dibuat menjadi mekanisme pasar, yang penuh dengan kegiatan jual-beli. Dalam hal ini, hal-hal seperti pendidikan, kesehatan, makanan, air, dan tempat tinggal untuk hidup tidak lagi dipandang sebagai hak, namun sebagai barang yang harus dibeli. Oleh karena itu, masyarakat harus mempunyai daya beli untuk membeli segala hal tersebut (Priyono, 2006). Hal itu berimplikasi
Universitas Indonesia
17
pada kebijakan pemerintah yang harus memotong anggaran untuk melakukan pelayanan publik untuk warga negaranya. Serra dan Stiglitz (2008) dalam bukunya juga menyatakan, bahwa Konsensus Washington ini mempunyai tiga ide besar yang diambil dari paham neoliberal, yaitu privatisasi, liberalisasi, dan deregulasi. Hal itu sangat berdampak pada bentuk hubungan antara negara, publik, dengan pasar. Satu-satunya tolok ukur dalam menilai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah adalah dengan kinerja dan kepentingan pasar. Akibatnya, terjadilah liberalisasi dan deregulasi. Negara tidak memiliki wewenang untuk mengontrol dan mencampuri pasar bebas. Logika pasar bukan mengedepankan kepentingan publik, namun mengedepankan kepentingan tiap individu. Menurut penganut neoliberalisme, pelayanan publik merupakan bentuk inefisiensi finansial. Untuk itu, harus dilakukan privatisasi agar terjadi efisiensi finansial.
2.1.4. Strukturasi Giddens dalam teori strukturasi ini mengangkat hubungan antara struktur dan agensi (Priyono, 2002).Giddens mengatakan bahwa, “Setiap penelitian ilmu sosial atau sejarah pasti melibatkan pengaitan tindakan [seringkali digunakan secara sinonim dengan agensi] dengan struktur ... tidak mungkin struktur „menentukanâ€&#x; tindakan atau sebaliknya.â€?(Ritzer & Goodman, 2011). Namun, menurut Giddens, hubungan antara struktur dan agensi merupakan dualitas (timbal-balik) dan bukan dualisme (pertentangan).Agensi merupakan orang-orang yang melakukan tindakan dan praktik yang konkret dalam kontinuitas tindakan dan peristiwa di dunia.Kemudian, struktur merupakan aturan dan sumberdaya yang terbentuk dari dan membentuk perulangan praktik sosial (Priyono, 2002). Dualitas yang dimaksud oleh Giddens adalah bahwa agensi dan struktur tidak dapat dipahami secara terpisah satu sama lain. Semua tindakan sosial melibatkan struktur dan semua struktur melibatkan tindakan sosial.Aktivitas yang terus-menerus dijalankan oleh manusia ini adalah hal yang membentuk jalinan erat antara agensi dengan struktur.Ketika agensi mengekspresikan dirinya, manusia melakukan praktik.Kemudian, praktik tersebut menghasilkan kesadaran dan struktur (Ritzer & Goodman, 2011).Dualitas terletak pada saat tindakan sosial
Universitas Indonesia
18
menghasilkan struktur sosial dan struktur sosial memperkuat tindakan sosial sehingga praktik sosial bisa berlanjut terus-menerus. Giddens melihat adanya tiga gugus besar struktur.Pertama, struktur penandaan atau signifikasi, yang menyangkut tata simbol dan wacana.Kedua, struktur dominasi, yang mencakup tata penguasaan atas orang (politik) dan barang (ekonomi).Ketiga, struktur pembenaran atau legitimasi, yang mencakup peraturan normatif yang terungkap dalam tata hukum.Ketiga gugus besar ini berkelindan dan membentuk suatu struktur besar.Struktur ini lah yang menjadi dasar untuk melakukan praktik sosial.(Priyono, 2002) Giddens menyatakan, bahwa manusia sebagai agen atau pelaku praktik sosial ini mengetahui akan keberlangsungan struktur ini, namun tahu tidak berarti sadar. Terdapat tiga dimensi internal pelaku.Pertama, motivasi tak sadar, yang menyangkut
keinginan
atau
kebutuhan
yang
berpotensi
mengarahkan
tindakan.Kedua, kesadaran diskursif, yang mengacu pada kapasitas kita merefleksikan dan memberikan penjelasan rinci serta eksplisit atas tindakan kita.Ketiga, kesadaran praktis, yang menunjuk pada gugus pengetahuan praktis yang tidak selalu bisa diurai. Kesadaran praktis ini merupakan kunci untuk memahami proses bagaimana berbagai tindakan dan praktis sosial lambat-laun bisa menjadi struktur, dan bagaimana struktur tersebut bisa mengekang serta memampuan tindakan dan praktik sosial manusia. (Priyono, 2002)
2.1.5. Hegemoni Globalisasi merupakan konteks kekuasaan dan menegaskan hirarki dalam kekuasaan (Findlay, 2004). Dalam globalisasi, Gramsci dalam Green dan Ward (2004) menyebutkan, bahwa negara kapitalis mengamankan legitimasi mereka dengan proses hegemoni. Hegemoni merupakan proses yang mendukung status quo yang dimiliki oleh masyarakat dominan sehingga hal itu muncul seolah-olah sebagai konsensus yang telah disepakati bersama. “Konsensus� ini kemudian diaplikasikan menjadi hukum yang berlaku di masyarakat dan dapat mempertahankan pemerintahan yang berkuasa. Dalam Adamson (1980), disebutkan, bahwa terdapat konsep dominasi dalam hegemoni, yaitu monopoli negara dalam arti kekerasan dan peran yang
Universitas Indonesia
19
konsekuen sebagai wasit dari semua sengketa. Dalam definisi selanjutnya, Adamson menuliskan tentang level hegemoni yang merepresentasikan kesadaran kelas yang dimengerti tidak hanya secara ekonomi, namun juga dalam hal intelektual dan kesadaran moral dalam pengaruh kultural. Jadi, masyarakat yang dikuasai harus menyetujui subordinasi atas diri mereka. Cox (1997) menyatakan bahwa hegemoni didefinisikan sebagai kemampuan dari kelompok dominan untuk memberlakukan serangkaian praktik-praktik sosial pada skala spasial tertentu untuk keuntungan kelompok dominan tersebut (misalnya perusahaan, pemilik modal). Lebih umumnya, Cox menyatakan bahwa hegemoni itu sendiri adalah kapasitas dari model hubungan sosial untuk memaksakan dirinya sebagai model yang diinginkan atau diimpikan pada seluruh masyarakat, dan bahkan pada masyarakat yang belum ada di bawah dominasinya. Istilah “hegemoni� dapat digunakan dalam hubungan internasional. Pertama, hegemoni mengacu pada hubungan kekuasaan dan distribusi, seperti militer, teknologi, dan finansial. Yang kedua, adalah dominasi dari beberapa ide atau asumsi-asumsi, seperti liberalisme ekonomi dan globalisasi (Moghalu, 2006). Moghalu juga mengatakan bahwa hegemoni ini berjubah sebagai globalisasi norma yang seakan menuntut semua pihak yang terlibat untuk tunduk dalam hegemoni. Dalam Held (2003) yang dikutip oleh Aas (2007), selain berbicara soal hubungan sosial kekuasaan, hegemoni dalam globalisasi berbicara tentang meningkatnya intensitas dan kecepatan interkoneksi global serta meningkatkan dampaknya terhadap local development. Dalam teori Strukturasi Giddens, terdapat konsep motivasi tak sadar, kesadaran diskursif, dan kesadaran praktis. Dalam arus globalisasi, wacana perdagangan internasional yang akan memajukan ekonomi suatu negara membuat munculnya keinginan suatu negara untuk mencapai kemajuan ekonomi yang tinggi. Hal itu merupakan motivasi tak sadar yang kemudian berkembang menjadi kesadaran diskursif dan kesadaran praktis. Dalam hal ini, hegemoni membuat adanya kesadaran moral dan pengaruh kultural, kemudian pihak yang dihegemoni menyetujui subordinasi atas diri mereka. Konsep kesadaran Giddens ini turut memunculkan adanya struktur yang lebih besar, yaitu struktur dominasi yang juga tidak bisa terlepas dari adanya struktur signifikasi dan legitimasi.
Universitas Indonesia
20
2.1.6. Kebijakan Publik Kebijakan privatisasi air merupakan kebijakan publik. Dalam buku Analisis Kebijakan Publik karya Edi Suharto (2006), terdapat kutipan Dye yang diambil dari Young dan Quinn (2002) yang memberikan definisi kebijakan publik, yaitu whatever governments choose to do or not to do.Edi Suharto juga mengutip definisi yang disampaikan oleh Anderson tentang kebijakan publik yang lebih spesifik, yaitu a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern. Edi Suharto (2006) mengutip dalam Young dan Quinn (2002) bahwa kebijakan
publik
merupakan
tindakan
pemerintah
yang
dibuat
dan
diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memiliki kewenangan hukum, politis, dan finansial.Kebijakan publik merupakan reaksi atas kenyataan kebutuhan yang ada di dalam masyarakat.Orientasi kebijakan publik adalah pada suatu tujuan dan bukan merupakan keputusan tunggal, melainkan terdiri dari beberapa pilihan tindakan atau strategi yang dibuat untuk mencapai tujuan tersebut demi kepentingan masyarakat luas (Suharto, 2006).Kebijakan adalah soal pilihan. Pilihan akan objektivitas, pilihan akan alasan untuk melakukan suatu aksi, pilihan akan instrumen kebijakan, dan pilihan untuk merespon konsekuensi dari hasil kebijakan (Kay, 2006).Dalam menentukan kebijakan, pemerintah harus memiliki public awareness dan juga membuat masyarakat terlibat dalam menentukan kebijakan tersebut (Moran, Rein, & Goodin, 2008).Hal itu disebabkan karena masyarakat pula lah yang merasakan implementasi dari kebijakan publik tersebut. Merujuk pada buku Public Policy for the Developing Countries karya Riant Nugroho, sejak berakhirnya Perang Dunia II sampai sekarang ini, judul dari program negara-negara berkembang adalah pembangunan. Setiap negara tentu mempunyai ideologi masing-masing. Buah dari ideologi itu diimplementasikan dalam
bentuk
kebijakan-kebijakan
publik
yang
berusaha
melakukan
pembangunan di dalam negara tersebut. Dalam bukunya, Riant Nugroho menulis, bahwa tujuan dari adanya kebijakan untuk pembangunan tersebut adalah untuk mencapai tujuan negara, untuk membangun masyarakat, dan untuk mengimbangi kemajuan dari negara yang sudah maju. (Nugroho, 2012)
Universitas Indonesia
21
Kebijakan publik yang fokus dalam memperhatikan kesejahteraan sosial disebut dengan kebijakan sosial. Area kebijakan sosial ini mencakup kebijakan tentang keamanan sosial, jaminan untuk pengangguran, perumahan, kesehatan, pendidikan, dan keluarga. Kebijakan sosial tersebut memperhatikan: 1. Peran negara dalam distribusi sumber daya dan kesempatan antara yang kaya dan yang miskin, pekerja dan orang yang bergantung, orang tua dan muda. 2. Pembagian tanggung jawab akan distribusi kepada pemerintah dan institusi sosial lainnya, seperti pasar, bidang amal, keluarga dan individual. 3. Pengertian tentang konsekuensi sosial dan ekonomi dari perubahan pengaturan. (Knepper, 2007) Dalam hal ini, air merupakan arena kebijakan sosial. Negara dituntut untuk berperan dalam distribusi sumber daya dan kesempatan akan akses terhadap air bersih kepada seluruh masyarakat. Kemudian, tanggung jawab pemerintah harus ditekankan di sini walaupun ada distribusi tugas antara pasar, bidang amal, dan kelompok-kelompok masyarakat. Tidak boleh ada hubungan yang timpang antara pemerintah dengan pasar dan pemerintah dengan masyarakat karena pemerintah harus menjamin keamanan dan jaminan akan akses air bersih yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk hidup.
2.1.7. Privatisasi Air Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat. Sesuai dengan pasal 2 Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-01/MBU/2010 tentang Cara Privatisasi, Penyusunan Program Tahunan Privatisasi, dan Penunjukan Lembaga dan/atau Profesi Penunjang serta Profesi lainnya, privatisasi dilakukan dengan cara: pertama, penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal. Yang kedua adalah penjualan saham secara langsung kepada investor. Yang ketiga adalah penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan persero yang bersangkutan. Privatisasi dilakukan
Universitas Indonesia
22
melalui penjualan saham negara pada persero atau penjualan saham dalam simpanan. (Leks & Co Lawyers, 2013) Salah satu bentuk privatisasi adalah privatisasi air. Privatisasi air merupakan fenomena internasional yang terjadi di berbagai tempat di dunia, seperti Inggris, Cina, Argentina, Filipina, Afrika Selatan, dan tidak terkecuali Indonesia. Gelombang neoliberalisme yang dibawa oleh globalisasi membuat privatisasi air ini juga melibatkan institusi global, seperti World Bank dan the United Nations. Kelompok pendukung privatisasi berpendapat, bahwa pemerintah itu korup, tidak akuntabel, tidak imajinatif, dan kekuarangan keuangan tidak mampu memperluas dan meningkatkan pelayanan air. Hal itu membuat sektor swasta harus menjadi pusat komponen strategi penyaluran air bersih (McDonald & Ruiters, 2005). Privatisasi air adalah berpindahnya pengelolaan air, baik sebagian maupun seluruhnya dari sektor publik kepada sektor swasta (Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air, 2011). Dalam privatisasi, perusahaan swasta diberikan hak untuk mengelola air di area tertentu dan bisa mematok harga jual air tersebut (Spronk, 2007). Para pendukung privatisasi air berpendapat bahwa privatisasi adalah cara yang paling baik untuk mengatasi persoalan sulitnya akses masyarakat miskin untuk memperoleh air bersih. Selain itu, privatisasi, dengan menjual-belikan air, dipandang membantu untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi layanan air yang selama ini dikelola oleh pemerintah.Namun, menurut para penentang privatisasi air, air merupakan kebutuhan dasar manusia dan bukan merupakan barang ekonomi yang diperjual-belikan.Memperjual-belikan barang tersebut merupakan salah satu tindakan dari adanya keterlibatan sektor swasta dalam pengelolaan dan penyediaan air bersih. Sektor swasta akan lebih memprioritaskan keuntungan daripada pelayanan kepada masyarakat.(Janmaat, 2011) Dalam perkembangannya, terdapat dua model privatisasi air. Yang pertama adalah model United Kingdom (UK) yang diterapkan di Inggris dan Wales yang kepemilikan dan pengelolaan utilitas air dilakukan oleh sektor swasta. Yang kedua adalah model Prancis, yang kepemilikannya ditangan publik, namun pengelolaannya dilakukan oleh swasta. Perbedaan tersebut adalah kalau model
Universitas Indonesia
23
UK, di bentuk Office of Water Services sebagai badan independen. Sedangkan, di Prancis, peran economic regulator-nya diperankan oleh pemerintah daerah.
2.1.8. Barang Publik dan Barang Ekonomi Bannock, Graham, Baxter, dan Davis (1987) dalam Budds & McGranahan (2003) menyebutkan bahwa barang publik (public goods) didefinisikan sebagai:
Non-rivalrous – pemakaian satu orang tidak mengurangi atau menghilangkan hak orang lain dalam memakai barang tersebut.
Non-excludable – jika satu orang mengonsumsi barang tersebut, hal itu menjadi mustahil untuk melarang orang lain dalam mengonsumsi barang tersebut.
Non-rejectable – individu tidak bisa menjauhkan diri dari konsumsi bahkan apabila ia menginginkan hal itu.
Menurut Nancy Holstrom (2000), terdapat banyak macam barang publik dan beberapa pengertian akan barang publik. Namun, semua barang publik mempunyai hal yang sama, yaitu secara definisi, barang publik adlah barang untuk semua orang atau kebanyakan orang dan kebutuhan orang-orang tersebut bisa dipuaskan hanya dengan barang tersebut. Secara tradisional, air merupakan hal yang digunakan oleh masyarakat secara bebas.Hal ini berarti air merupakan barang publik yang bisa bebas digunakan oleh masyarakat. Dengan hak atas air, manusia diperbolehkan mengonsumsi air untuk bertahan hidup dan untuk berproduksi dalam pekerjaannya. Kebutuhan akan air bersih terus meningkat seiring meningkatnya populasi manusia. Hal ini membutuhkan manajemen air yang bagus di dalam masyarakat.Manajemen air tersebut seharusnya diambil alih oleh negara, namunpemerintah dianggap tidak mampu dalam memberikan pelayanan air.Air, yang merupakan ranah publik, merupakan arena terbuka. Arena terbuka ini mejadi arena yang dapat diperebutkan untuk dibentuk menjadi apa saja, tergantung pada kekuatan mana yang punya sumber daya paling kuat untuk menguasainya (Priyono, 2005). Kemudian, pelayanan air diambil alih oleh pihak swasta yang mempunyai sumber daya yang kuat.Jaringan air di perkotaan, drainase, dan
Universitas Indonesia
24
sanitasi bukan lah murni barang publik, namun, jaringan air di perkotaan, drainase, dan sanitasi tersebut bisa membuat keuntungan pada publik, termasuk perlindungan terhadap publik dari bahaya infeksi dan kesehatan lainnya.Air bersih menjadi barang ekonomi yang memiliki nilai tinggi dalam memenuhi kebutuhan manusia, dan untuk dapat mengakses air bersih, warga negara harus membayar mahal sesuai dengan tarif yang dipatok oleh perusahaan swasta. Dalam mengelola air bersih, Peter Gleick mengatakan bahwa terdapat tiga pandangan yang berbeda-beda: memperlakukan air sebagai public goods, memperlakukan air sebagai economic goods, dan gabungan keduanya (Hadi, Sitepu, Soraya, Kusumaningtyas, Ndaru, & Arumsari, 2007): 1. Pandangan untuk tetap mengelola air sebagai public goods mempunyai alasan bahwa harus terdapat pemenuhan kebutuhan dasar manusia akan air. Dalam setiap proses privatisasi yang terjadi, warga yang berada di wilayah pelayanan harus dijamin pasokan airnya. Selain itu, harus ada pula pemenuhan kebutuhan ekosistem alami akan air. Ekosistem alami harus mendapatkan perlindungan. Penyediaan air dilakukan dengan menggunakan subsidi, terutama bagi warga yang tidak mampu membayar akses air bersih. 2. Sedangkan, pandangan untuk mengelola air sebagai economic goods, beralasan bahwa pengelolaan air membutuhkan biaya yang tinggi arena air harus dirancang untuk meningkatkan penggunaan air yang efektif dan efisien. Pelayanan yang telah disepakati bersama tidak lah murah. Peningkatan pelayanan juga berarti peningkatan harga air. Subsidi yang dilakukan adalah kepada pengguna air, bukan mengurangi harga air. Hal itu disebabkan karena pengurangan harga air akan berdampak pada pengurangan efisiensi penggunaan air. 3. Pandangan yang menggabungkan keduanya menuntut untuk menjaga pengawasan dan pengaturan dari pemerintah. Kontrol atas sumber air merupakan hak pemerintah. Kepemilikan atau sumber daya air tidak boleh sepenuhnya dikuasai oleh pihak swasta. Pemerintah harus ikut andil. Lembaga publik dan pengelola air juga harus mengawasi kualitas air. Pemerintah dan lembaga publik independen harus bekerjasama
Universitas Indonesia
25
secara terpadu dengan pengelola air dalam mengawasi kualitas air. Selain itu, sebelum ditentukan dan diputuskannya privatisasi, pemerintah dan pihak swasta harus menentukan prosedur penyelesaian perselisihan untuk membangun prosedur yang tidak merugikan rakyat. Yang paling penting adalah negosiasi privatisasi harus terbuka, transparan, dan melibatkan semua pihak yang berkepentingan.
2.1.9. Viktimisasi Struktural Intensi manusia akan pencapaian tujuan politik dan ekonomi dicerminkan dalam setiap kebijakan yang diambil. Kebijakan tersebut tentu akan berdampak pada orang-orang yang terlibat dan mempunyai relasi dengan pembuat keputusan yang tentunya mempunyai kepentingan. Seringkali, orang lain yang terlibat di dalamnya namun tidak mempunyai daya apa-apa akan disingkirkan. Viktimisasi merupakan tindakan yang membuat pihak tertentu menderita secara baik mental, fisik, maupun sosial yang dilakukan oleh pihak tertentu dan demi kepentingan tertentu (Gosita, 2004). Kemudian, Fattah mengklasifikasi viktimisasi ke dalam beberapa tipe, salah satunya adalah viktimisasi struktural. Terdapat korelasi positif antara ketidakberdayaan (powerlessness) dengan perampasan dan frekuensi viktimisasi. Hal ini meningkatkan risiko atas timbulnya viktimisasi dengan cara merancang kelompok tertentu sebagai korban (Fattah, 2000). Perancangan ini dimasukkan ke dalam struktur sosial yang melembaga. Fattah (1991) dalam Andari (2012) menyebutkan, bahwa viktimisasi struktural memiliki beragam bentuk, seperti perang, genosida, tirani, kediktatoran, opresi, represi, penyiksaan, penderitaan, eksploitasi, diskriminasi, rasisme, seksisme, ageism, dan classism. Viktimisasi ini kemudian berujung pada adanya kerusakan sosial. Mengacu pada Chambliss, Michalowski, & Kramer(2010), dari perspektif kerusakan sosial, konten kriminologi harus ditentukan dengan hasil dari aksi-aksi daripada status legal. Kerusakan sosial mengacu pada intensi aksi manusia akan pencapaian tujuan politik dan ekonomi, yang di dalamnya terdapat kebijakan publik, yang menghasilkan kerusakan kesetaraan sebagai tindakan yang disebut sebagai kejahatan.
Universitas Indonesia
26
2.1.10. Welfare Justice Berbicara tentang kejahatan tidak terlepas dari kesejahteraan (welfare), kemudian, kesejahteraan tersebut menjadi salah satu tujuan dari diadakannya kebijakan publik, termasuk kebijakan sosial seperti air bersih. Mustofa (2010) menyebutkan, bahwa kesejahteraan sosial sebagai tujuan dari kemerdekaan bangsa tidak dapat dilepaskan dari konsep kejahatan. Keadaan tidak terwujudnya kesejahteraan berhubungan secara umum dengan konsep kejahatan. Goodin (1988) yang dikutip oleh Mustofa (2010) menyatakan, tujuan dari kesejahteraan sosial bukanlah persamaan keadaan dari kelas-kelas dalam masyarakat, atau untuk menatur kegiatan ekonomi, namun adalah untuk menyediakan pelayanan barang dan barang untuk pihak yang berhak mendapatkannya. Perwujudan kesejahteraan sangat berhubungan dengan hak-hak asasi manusia yang diwujudkan oleh pemerintah. Menurut Neil Gilbert dalam bukunya yang berjudul Welfare Justice, kesejahteraan dilandaskan pada keadilan (equity), bukan pada persamaan (equality). Keadilan itu sendiri merupakan suatu gagasan bahwa kontrak sosial menentukan tanggung jawab timbal-balik antara individu dengan negara (Stoesz, 1996). Keadilan tersebut bisa diukur dengan kesejahteraan. Kesejahteraan itu mencakup pendidikan, kesehatan, dan pangan. Ketiadaan akses terhadap hal-hal mendasar tersebut membuat tidak adanya keadilan kesejahteraan. Gilbert melihat pada kasus Amerika Serikat, di mana kebijakan untuk memajukan kesejahteraan menjadi tidak adil. Hal itu disebabkan oleh adanya redistribusi akan barang dan jasa yang dilandaskan pada kemampuan untuk membayar. Hal tersebut menjadi isu yang sangat serius, yaitu ketidakadilan (Borgatta, 1996). Apa yang Gilbert nyatakan berlaku juga di Indonesia. Kebijakan privatisasi air juga telah menjadikan air sebagai objek yang didistribusikan pada kemampuan untuk membayar. Oleh karena itu, kebijakan privatisasi bertentangan dengan kebijakan kesejahteraan. Konsep welfare justice selalu ditentang oleh orang-orang berpendekatan ekonomi karena tidak bisa diukur oleh ekonomi. Dalam welfare justice, negara tetap
boleh
menjalan
bisnis.
Bisnis
dapat
menjadi
salah
satu
jalan
Universitas Indonesia
27
menyejahterakan warga negara, namun bukan untuk mencari keuntungam. Oleh karena itu, ada konsep subsidi silang dalam pembedaan kelas ekonomi.
2.1.11. Crime of Domination sebagai Kejahatan Negara Vito, Maahs, dan Holmes (2006), dalam bukunya, menjelaskan tentang Quinney yang menggambarkan beberapa tipe kejahatan. Gregg Barak (2001) mengutip tulisan dari Quinney (1977), bahwa dalam konteks pembangunan kapitalis dan perjuangan kelas, terdapat berbagai macam bentuk dan ekspresi dari kejahatan itu sendiri yang disebut sebagai adaptasi struktural. Adaptasi struktural tersebut yang membuat muncul atau terjadinya kejahatan. Tipe kejahatan yang pertama yang pertama adalah crimes of domination, yang merupakan kejahatan yang dilakukan oleh para kapitalis dalam rangka mempertahankan kekuasaan dan kontrol mereka atas masyarakat. Di dalamnya termasuk crimes of control, crimes of government, crimes of economic domination, dan social injuries. Kemudian, tipe kejahatan yang kedua adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang berada di kelas pekerja atau kelas bawah. Kejahatan ini disebut sebagai crimes of accommodation, yang di dalamnya termasuk predatory crimes, personal crimes, dan crimes of resistance. Kejahatan negara ini dimasukkan Quinney ke dalam tipe crimes of domination. (Vito, Maahs, & Holmes, 2006) Alan Doig (2011) menyatakan, bahwa state crime merupakan gagasan jangka panjang yang merujuk hanya pada tindak kejahatan yang dapat pemerintah lakukan. Istilah kejahatan itu sendiri harus dijelaskan. Kejahatan menurut Mustofa (2010) sesuai dengan definisi sosiokriminologis adalah a. Pola tingkah laku yang dilakukan oleh individu, sekelompok individu baik yang terstruktur ataupun tidak, dan suatu organisasi baik formal maupun nonformal di dalam masyarakat yang merugikan masyarakat secara fisik, psikologis, ataupun materi. Tingkah laku tersebut diberikan definisi sebagai tingkah laku jahat dan dirumuskan di dalam hukum tertulis. Pelaku dari kejahatan ini diberi reaksi formal, seperti sanksi pidana.
Universitas Indonesia
28
b. Pola tingkah laku individu, sekolompok individu baik yang terstruktur ataupun tidak, dan suatu organisasi baik formal maupun nonformal di dalam masyarakat yang bertentangan dengan perasaan moral dan nilai masyarakat. Pelaku dari kejahatan ini diberi reaksi nonformal oleh masyarakat, seperti pengucilan. Kejahatan negara itu adalah salah satu kategori penyimpangan organisasi, seperti kejahatan korporasi, kejahatan terorganisasi. Analisis kejahatan negara lebih meluas ke arah bagaimana politik dan ekonomi negara yang brutal pada abad kedua puluh satu. Negara dan ekonomi merupakan kerangka pikir untuk studi kejahatan negara. Kejahatan negara merupakan kejahatan dengan definisi yang lebih terfokus pada kerugian sosial. Dominasi ekonomi yang berasal dari sistem perekonomian suatu negara merupakan sebab dari adanya kerugian sosial. Namun, faktanya adalah bahwa kejahatan negara sangat jarang diekspos atau dihukum dalam sistem peradilan pidana. (Chambliss, Michalowski, & Kramer, 2010) Barlow dan Decker (2010) menyebutkan, bahwa perilaku kriminal pada tingkat organisasi mempunyai tekanan untuk mencapai tujuan. Namun, kejahatan pada tingkat negara (state crime), merupakan kejahatan kasat mata sehingga tidak dapat dengan mudah didefinisikan, bahkan ditentukan siapa pelakunya. Hal itu disebabkan oleh karena konsep kejahatan itu sendiri merupakan bentukan negara. Kejahatan merupakan pelanggaran hukum. Tidak peduli dengan tingkat imoralitasnya, tingkat ketercelaannya, dan tingkat ketidaksenonohannya suatu tindakan, tindakan tersebut tidak akan disebut sebagai tindakan jahat apabila tidak dituliskan dalam hukum oleh negara. (Sutherland & Cressey, 1978) Kejahatan negara yang kasat mata dan sangat jarang diberikan perhatian serius dalam praktiknya disebutkan sebagai crime of omission atau crimes against humanity yang merupakan kejahatan dalam pengabaian hak asasi manusia. Kejahatan ini dibatasi oleh pendefinisian kejahatan dalam hukum pidana. Hasilnya, kegagalan dalam mengakui kemanusiaan ini mendorong untuk membentuk gagasan baru akan kejahatan, kerusakan, dan kerugian. (Barak, 2009)
Universitas Indonesia
29
2.2. Landasan Teori Pendekatan Kriminologi Kritis oleh Julia dan Herman Schwendinger Julia dan Herman Schwendinger berasumsi bahwa ada hubungan antara kejahatan dan kerusakan. Dengan itu, mereka mengkritik definisi legal atas kejahatan dengan dasar bahwa mereka menggunakan kriteria yang ditentukan oleh perjuangan kelas yang tidak adil sebagai dasar dari praktik keilmuan (Lasslett, 2010). Dengan begitu, definisi legal akan kejahatan gagal untuk menangkap beragam contoh akan kerusakan serius yang dilakukan oleh kelas yang mendominasi dan membuat peraturan. Solusi alternatif yang diberikan oleh Julia dan Herman Schwendinger (1975) dalam artikel mereka yang berjudul Defenders of Order or Guardians of Human Rights? adalah bahwa definisi kejahatan harus terbuka dengan isu moral. Isu moral dalam kehidupan manusia tidak lah sederhana (Coicaud, Doyle, & Gardner, 2003). Secara tradisional, isu moral tersebut misalnya kerusakan sosial dan
tindakan anti-sosial. Terminologi-terminologi tersebut ditentukan oleh
adanya hak-hak asasi manusia. Agenda politik modern (abad kedelapan belas) sangat mendukung adanya penegakkan hak asasi manusia, seperti hak mendapatkan rasa aman, hak berbicara, dan hak berkumpul secara bebas. Pada saat itu, kelas menengah baru muncul dan membentuk tantangan terhadap hak istimewa ekonomi dari aristrokat feodal. Dengan bentuk ini, kesetaraan merupakan hak yang immutable (abadi, kekal) untuk berkompetisi secara setara dan bebas dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik. Namun, persamaan yang bersifat kompetitif tersebut, yang juga disebut sebagai prinsip egaliter, menimbulkan pembenaran akan adanya ketidaksetaraan dalam hal jenis kelamin, kelas, ras, dan bangsa. Hal tersebut justru membuat ketiadaan equality of opportunity (keseteraan akan kesempatan).(Schwendinger & Scwendinger, 1975) Julia dan Herman Schwendinger beranggapan bahwa kesetaraan akan kesempatan tersebut tidak ada kaitannya dengan prinsip egaliter. Kesetaraan akan kesempatan merujuk pada prinsip keadilan yang harus mengendalikan adanya ketidaksetaraan sosial di dalam masyarakat. Dalam menyediakan kesempatan dalam pembangunan bebas akan potensi-potensi individu untuk diraih dalam masyarakat industri, individu harus dilihat dan diperhatikan sebagai lebih dari
Universitas Indonesia
30
objek yang diperlakukan secara setara oleh institusi. Semua orang harus dijamin prasyarat kehidupannya, termasuk makanan, tempat berlindung, pakaian, pelayanan medis, pekerjaan, rekreasi, dan keamanan dari individu predator atau elit sosial yang imperialistik dan represif. Hal-hal tersebut merupakan hal dasar yang tidak boleh dianggap sebagai hadiah ataupun privileges. Hal-hal tersebut merupakan hak. (Schwendinger & Scwendinger, 1975) Namun, dalam perjuangan memperjuangkan kesetaraan, kesetaraan itu sendiri sering kali secara meyakinkan dibela bukan atas dasar logika formal, melainkan atas dasar politik. Atas dasar siapa yang menang. Hal tersebut membuat semua manusia tidak terlahir bebas dan setara. Pencapaian kebebasan dan kesetaraan tersebut harus dicapai dengan harga tinggi sebagai usaha pencapaiannya.(Schwendinger & Scwendinger, 1975) Julia dan Herman Schwendinger (1975) menyatakan, bahwa sistem sosial yang menyebabkan ketidaksetaraan tersebut merupakan pelaku kejahatan. Saat hak asasi manusia dibuat menjadi dasar dari definisi akan perilaku kejahatan, maka pelanggaran terhadap hak asasi manusia merupakan domain utama dari kriminologi. Suatu hal yang pasti adalah bahwa keamanan akan seseorang merupakan hal yang mendasar. Ancaman terhadap kesehatan seseorang atau kehidupan seseorang membahayakan hal lainnya. Begitu juga hak kesetaraan dalam hal ekonomi, seksual, dan rasial. Pemusnahan akan hak-hak tersebut membatasi kesempatan individu untuk memenuhi kehidupannya. Pernyataan tersebut membuat pihak yang menolak hak tersebut merupakan pelaku kejahatan. Demikian pula, hubungan sosial dan sistem sosial yang secara teratur menyebabkan adanya pemusnahan akan hak-hak ini disebut pelaku kejahatan karena menyebabkan adanya kerusakan sosial yang besar. Itu sebabnya, pemerintah yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia secara legal disebut sebagai pelaku kejahatan. Namun, seringkali korban dari pelanggaran hak asasi manusia tidak disadari oleh banyak orang dan bahkan orang yang menjadi korban itu sendiri tidak menyadari bahwa mereka adalah korban kejahatan. Hal tersebut disebabkan oleh tidak adanya definisi legal akan kerugian sosial yang disebabkan oleh pelanggaran hak asasi manusia. (Schwendinger & Scwendinger, 1975)
Universitas Indonesia
31
2.3. Kajian Kepustakaan dengan Isu Sebidang Terdapat penelitian di Manila, Filipina yang dilakukan oleh Sarah Hale (2007). Manila adalah tempat dengan banyak kebijakan air baru. Penduduk Manila tidak memiliki hak atas air. Biaya akan air meningkat karena adanya privatisasi air. Selain itu, kualitas air menurun pula. Kebijakan yang ada di Manila adalah bahwa individu memiliki hak untuk menggunakan air. Hak tersebut melindungi aksesibilitas, keterjangkauan, dan kualitas air. Hal tersebut disebut dengan water right atau lisensi air. “Individuals may apply for a water rughts permit allowing use of the water, but all uses must be beneficial.� tulis Hale. Kebijakan tersebut bukannya menjamin right to water bagi masyarakat Manila, namun malah membuat penduduk manila tidak memiliki hak atas air. Hale berpendapat bahwa menerapkan HAM dalam masalah hak air ini adalah langkah penting dalam perbaikan privatisasi air yang jelas gagal di Manila. Hukum dan peraturan arus air tidak memadai untuk melindungi dan memberikan solusi bagi pengguna air individu. Pemerintah Filipina harus mengakui peran penting air dalam menopang kehidupan. Langkah pertama dan paling signifikan adalah mengadopsi hak hukum positif terhadap air untuk semua warga negara. Jessica Budds dan Gordon McGranahan (2003) melakukan penelitian yang berjudul “Are the Debates on Water Privatizaion Missing the Point? Experiences from Africa, Asia, and Latin America.� Prtivatisasi di Timur Tengah dan Afrika utara menggunakan subsidi dan tidak menerapkan pemulihan biaya penuh. Kontrak manajemen yang ada sangat merugikan masyarakat. Perusahaan yang dominan adalah Suez dan Veolia. Budds dan McGranahan ingin mengungkap beberapa argumen dengam masalah privatisasi yang kontroversial. Selain itu, mereka juga ingin meninjau skala dan sifat penyediaan sektor swasta air dan sanitasi di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Air dan sanitasi umum atau pribadi dioperasikan dengan kebingungan dan banyak hambatan. Hal ini bukan untuk mengatakan bahwa daerah tidak diimbau untuk bekerjasama dengan perusahaan swasta dalam hal air dan sanitasi, namun hal ini menunjukan bahwa tidak ada pembenaran dan persetujuan bagi badan internasional untuk dapat membuat partisipasi sektor swasta lebih besar.
Universitas Indonesia
32
Dalam tulisannya, Budds dan McGranahan (2003) berpendapat bahwa kekuatan privatisasi air adalah perubahan politik internasional dan pergeseran kebijakan di arena pembangunan internasional, khususnya lembaga keuangan internasional di akhir 1970an. Penyediaan sarana umum yang gagal dalam hal penyediaan air diberi solusi berupa privatisasi air yang merupakan kebijakan tanpa pembuktian bahwa kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang efektif. Permukiman informal dan kepemilikan lahan pun menjadi hambatan privatisasi. Sektor swasta tidak dapat meningkatkan pelayanan dan menghilangkan politisasi penyediaan air. Rhodante Ahlers (2010) melakukan penelitiannya yang berjudul Fixing and Nixing: The Politics of Water Privatization. Ahlers melakukan penelitian di Meksiko dengan fokus sistem irigasi di sana. Kebijakan penyesuaian struktural di Meksiko didefinisikan oleh Bank Dunia dan IMF. Awal tahun 1990-an di Meksiko telah ada kebijakan air yang mengarah pada desentralisasi manajemen dan mengandalkan harga. Pemulihan biaya penuh dan peningkatan partisipasi oleh semua pemangku kepentingan di sektor air dibuat sebagai barang ekonomi. Hal itu membuat definisi air yang tadinya merupakan barang publik menjadi komoditas. Ahlers menemukan bahwa adanya konsep pasar global yang bertemu dengan sektor publik merupakan gagasan untuk komodifikasi dan privatisasi barang dan aset publik. Kelangkaan air dibuat menjadi produksi pertanian dalam neoliberal sehingga dapat menjadikan lahan air dan tenaga kerja untuk sarana pasar. Sementara itu, Terhorst (2008) melakukan penelitian yang mengeksplorasi kontra-hegemonik kasus air minum dan sanitasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membahas signifikansi dari jaringan transnasional dan dampaknya pada sektor air dan sanitasi. Proyek reclaiming public water merupakan proyek yang disajikan dalam konteks pembangunan dan pergerakan globalisasi. Argumen dan materi perkara yang proyek reclaiming public water tersebut kembangkan dirangkum dan diproses serta dieksplorasi secara signifikan dengan gagasan globalisasi. Ruang publik transnasional akan proyek ini diperiksa potensinya untuk mengembangkan masyarakat melawan agenda privatisasi.
Universitas Indonesia
33
Tanpa adanya gerakan publik menentang privatisasi, hanya akan ada ruang yang kecil bagi masyarakat transnasional untuk mengembangkan sistem air publik. Tanpa tekanan populer, kebijakan liberalisasi yang bias akan tetap dikembangkan. Terhorst menulis bahwa untuk itu, kesempatan politik ada harus diciptakan untuk membuka level baru dari lokal ke global untuk melakukan delegitimasi privatisasi air. Allen, Davila, dan Hofmann (2006) melakukan penelitian di peri-urban lima kota metropolitan, yaitu Kairo, Caracas, Chennai, Dar es Salaam, dan Mexico City. Kota-kota tersebut adalah kota dengan penduduk yang sulit sekali mendapatkan akses air bersih dan sanitasi untuk kebutuhan kehidupan mereka. Di Dar es Salaam, terdapat privatisasi air yang berbentuk Public-Private Partnership (PPP) dengan komponen komunitas. Di Kairo, terdapat dua agensi publik yang terpisah untuk pelayanan air dan sanitasi. Sedangkan di Mexico City, terdapat sistem publik yang melayani air dan sanitasi, namun dengan konsesi privat.Di Caracas dan Chennai, yang melakukan pelayanan air dan sanitasi adalah agensi publik. Lima studi kasus ini memberikan gambaran yang kompleks tentang berbagai sarana pelayanan air dan sanitasi dasar penduduk pinggiran kota. Kegagalan pelayanan yang dilakukan oleh publik dan swasta untuk mendukung pelayanan air dan sanitasi memperlihatkan bahwa kaum miskin seringkali tertinggal dalam pelayanan-pelayanan publik. Mereka seringkali “invisibleâ€? untuk sektor publik. Untuk itu, Allen, Davila, dan Hofmann mengeluarkan istilah, bahwa warga negara terlihat sebagai konsumen atau pelanggan, bukan sebagai warga negara yang harus dipenuhi haknya dalam pelayanan publik. Cynthia Morinville dan Lucy Rodina (2012) menulis artikel yang berjudul Rethinking the Human Right to Water: Water Access and Dispossession in Botswanaâ€&#x;s Central Kalahari Game Reserve. Artikel itu berisikan penelitian Morinville dan Rodina tentang perdepatan akan hak manusia atas air melalui eksplorasi hukum antara San dan Bakgaladi dengan pemerintah Botswana tentang akses terhadap air di Central Kalahari Game Reserve. Morinvillr dan Rodina menawarkan evaluasi kontekstual dari proses yang memungkinkan realisasi sebenarnya dari hak asasi manusia atas air bagi penduduk Central Kalahari Game
Universitas Indonesia
34 Reserve. Morinville dan Rodina menggunakan kata “perampasan� sebagai lensa analitis titik awal yang berguna untuk mengonsepkan hak asasi manusia atas air. Akses
terhadap
air
adalah
bagian
tak
terpisahkan
dari
mata
pencaharian.Dalam kasus San dan Bakgaladi ini, hak atas air dan hak atas tanah merupakan hak yang tidak dapat dipisahkan untuk menjamin kehidupan mereka. Konseptualisasi yang lebih luas dari hak atas air ini fokus pada perampasan dan implikasi yang bersamaan untuk pertanyaan reproduksi sosial. Hak atas air ini tidak hanya menjamin hak manusia atas air, tapi juga turut menjamin keadilan sosial yang lebih luas. Dalam artikel jurnal yang berjudul Water Rights in the Context of Pluralism and Policy Changes in Malawi, Wapulumuka O. Mulwafu (2010) meneliti tentang sumber daya air yang digunakan oleh banyak pengguna dan digunakan untuk berbagai kegiatan dengan menggunakan kerangka kerja pluralisme legal. Tahun 1990-an merupakan tahun dengan penuh pembangunan akan berbagai kebijakan dan legislasi yang diselaraskan dengan politik dan ekonomi bari di Afrika. Tujuan dari pembangunan tersebut adalah untuk melonggarkan cengkraman negara akan kekuasaan dan sumber daya dari struktur yang dikendalikan secara terpusat ke sistem desentralisasi dengan partisipasi yang lebih besar dari negara-negara stakeholders. Mulwafu mengkaji dampak perubahan kebijakan tentang hak atas air di Malawi. Ia berargumen bahwa, di Malawi, seperti tempat lain di Afrika, reformasi kebijakan tidak berarti akan menghasilkan peningkatan akses orang miskin dan kelompok marjinal lainnya terhadap hak atas air. Namun, peningkatan partisipasi dan memperluas akses terhadap hak atas air oleh kelompok miskin dan marjinal adalah salah satu argumen terkuat untuk melakukan pengubahan kebijakan. Kajian ini menggarisbawahi kenyataan bahwa jika tidak dipahami dengan jelas, perubahan kebijakan dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan jutaan orang yang bergantung pada air dan sumber daya alam lainnya. Dalam tulisan yang ditulis oleh Karen Bakker (2007), terdapat bingkai paradigma atas hal privatisasi ini, yaitu neoliberalization of nature. Penelitian yang dilakukan oleh Bakker fokus pada dampak negatif dari bentuk neoliberalisme, termasuk dampak lingkungan dan distributif pada akumulasi
Universitas Indonesia
35
disposisi. Terdapat pandangan yang menganggap bahwa neoliberalization of nature tersebut bisa terjadi dalam konteks regulasi ulang negara yang turut menemani privatisasi. Komersialisasi alam, seperti air bersih, seringkali diikuti oleh komodifikasi air bersih itu sendiri. Dalam pandangan neoliberalization of nature,
kampanye
anti-privatisasi
yang
dilakukan
oleh
orang-orang
pergerakanhanyalah mengatasnamakan hak asasi manusia tanpa melihat kemungkinan dari privatisasi yang berhasil. Namun, kelompok neoliberalization of nature dengan begitu hanyalah memberi batasan kepada istilah hak asasi manusia itu sendiri. Privatisasi di negara-negara berkembang dipengaruhi oleh fragmentasi politis yang dimainkan oleh peran yang dignifikan dalam menjelaskan keputusan pemerintah untuk melakukan privatisasi. Hal itu disebutkan dalam artikel jurnal yang berjudul Delayed Privatization yang ditulis oleh Bernardo Bortolotti dan Paolo Pinotti (2008). Proses penetuan kebijakan dilakukan atau tidaknya privatisasi sangat ditentukan oleh banyaknya partai politik dan pemegang kepentingan. Dengan begitu, bentuk ekonomi yang ditentukan juga akan bisa terombang-ambing selama para pemegang kepentingan itu masih beradu argumen. Dalam artikel jurnal yang berjudul Subaltern Strategies and Development Practice: Urban Water Privatization in Ghana, Ian Yeboah (2006) menulis bahwa praktik pembangunan di Ghana ditandai dengan ketergantungan pada sumber-sumber asing modal dan keahlian yang menggambarkan jiwa dan pola pikir Eurosentrisme terkait dengan elit pengambil keputusan di Ghana itu sendiri. Dasar pemikiran untuk adanya privatisasi air tidak hanya menunjukkan ketergantungan, namun juga sejauh mana pembuat keputusan bersedia mengorbankan kedaultan dan budaya yang sensitif dalam melakukan sesuatu, modal global, dalam pertukaran untuk dana pembangunan. Privatisasi air ternyata juga sangat berpengaruh bagi kehidupan para perempuan di Jakarta, seperti yang diltulis oleh Triyananda (2013) dalam skripsinya. Privatisasi air oleh PAM Jaya sebagai Perusahaan Daerah Air Minum setempat dilakukan dengan alasan efisiensi dan efektivitas yang tida dapat dihasilkan oleh PAM Jaya. Namun, pada kenyataannya, pelayanan air memburuk dan krisis air bersih menjadi berkepanjangan. Pertanyaan yang dicoba dijawab
Universitas Indonesia
36
adalah bagaimana pola diskriminasi yang terjadi kepada di Muara Baru, dan bagaimana peran pengawasan pemerintah kota dalam praktik pelayanan air minum pasca privatisasi PAM Jaya. Terdapat tiga pola diskriminasi yang terjadi dalam tiga bentuk. Pertama, telah ada larangan hidran umum di daerah yang memiliki jaringan pipa, namun pengusaha hidran umum masih bertebaran. Yang kedua, tidak ada upaya signifikan dari Palyja untuk menutup usaha hidran umum sehingga hidran umum tersebut bisa dimanfaatkan dan ada oknum-oknum yang meraih keuntungan dari situ. Yang ketiga adalah bantuan fasilitas yang diberikan Palyja kepada masyarakat tidak lah signifikan sehingga masyarakat tidak dapat mendapatkan air bersih secara layak, terutama perempuan yang bekerja di rumah. Intias Maresta Buditami (2012) juga melakukan penelitian terkait pengawasan Public-Private Partnership (PPP) di PAM Jaya dalam tinjauan akuntabilitas
publik.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
dan
menggambarkan apa saja lembaga-lembaga pengawas dalam proses pengawasan PPP serta bagaimana pengawasan tersebut berjalan dalam tinjauan akuntabilitas publik. Hasil dari penelitian tersebut adalah pengawasan internal dan eksternal PPP PAM Jaya masih memiliki banyak masalah dan pengawasan tersebut tidak berjalan optimal. Sedangkan, dalam Irwansyah (2001), dituliskan dalam skripsinya, bahwa terdapat perlakuan diskriminatif dalam hal wewenang, kepercayaan, dan sistem gaji. Pada temuannya, Irwansyah menemukan bahwa dengan adanya privatisasi ini, karyawan PAM Jaya mempunyai wewenang dan kepercayaan yang kurang daripada karyawan swasta. Selain itu, karyawan PAM Jaya mempunyai gaji yang lebih kecil daripada karyawan swasta. Dalam pergerakan Serikat Pekerja di PAM Jaya, terdapat rasa ketidakadilan yang menjadi sentral dalam teori mobilisasi tentang eksploitasi dan dominasi dalam ekonomi kapitalis yang diturunkan dari analisa Marxis.
2.4. Kerangka Pemikiran Hak Asasi Manusia merupakan hak yang terdapat pada diri manusia yang tidak diberikan oleh negara ataupun penguasa. Manusia sejak lahir telah
Universitas Indonesia
37
mempunyai hak asasi yang harus lah dipenuhi.Pemenuhan hak dan kewajiban tentang air bersih sangat lah kurang.Kita semua tahu bahwa air bersih merupakan hal yang vital bagi kehidupan manusia. Hak atas air merupakan hak sosial dan ekonomi yang penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Namun kemudian terjadi kebijakan privatisasi air yang membuat pelayanan pendistribusian air bersih ke seluruh penduduk belumlah merata dan berkualitas baik. Masih banyak penduduk yang tidak mendapatkan akses air bersih. Dikatakan dalam Ahlers (2010) bahwa privatisasi dianggap sebagai babak baru milik bersama, dilaksanakan oleh negara neoliberal untuk membuka wilayah baru untuk pembangunan kapitalis dan bentuk kapitalis pasar.Hal itu merupakan bertemunya konsep pasar global dan sektor publik sebagai gagasan yang mengambil makna baru untuk komodifikasi dan privatisasi barang dan aset publik. Padahal, di dalam Schwab (2008), disebutkan bahwa korporasi harus terlibat di dalam isu global walaupun komunitas bisnis tidak bisa sendirian memecahkan masalah global, seperti kemiskinan, pendidikan yang buruk, dan pelayanan kesehatan yang tidak setara. Untuk itu, tanggung jawab pemerintah dan organisasi multilateral tidak bisa dilepaskan begitu saja. Tulisan Scwab ini menunjukkan,
bahwa
neoliberalisme
sangat
mempengaruhi
perdagangan
internasional. Dengan adanya globalisasi, seluruh rangkaian kegiatan pasar global dijalankan dengan paham neoliberal, yang berusaha meminimalisasi peran negara dan lebih memaksimalisasi peran swasta dan komunitas bisnis. Hal itu membuat Indonesia, sebagai negara berkembang, mendapat tekanan dalam rangka pembangunan dan perjuangan kelas agar bisa menyetarakan diri dengan negara-negara maju dunia. Merujuk pada Quinney, reaksi yang diberikan Indonesia dalam tekanan dan perjuangan kelas internasional tersebut menimbulkan adanya kejahatan, yaitu crimes of domination. Negara sendiri yang akhirnya harus melaksanakan kebijakan privatisasi, khususnya privatisasi air, dalam rangka pembangunan. Dalam makna neoliberal, air tidak lagi dianggap sebagai hak, namun sebagai barang yang harus dibeli. Untuk itu, warga nergara Indonesia harus memiliki daya beli untuk memenuhi kebutuhannya atas air bersih. Air, yang tadinya merupakan barang publik, diubah menjadi barang ekonomi.
Universitas Indonesia
38
Merujuk pada Branco & Henriques (2010), terdapat fakta bahwa banyak keluarga
miskin
yang
tidak
memiliki
akses
distribusi
air,
termasuk
ketidakmampuan mereka untuk membayar jasa pelayanan air bersih merupakan bentuk dari adanya diskriminasi. Ketidaksetaraan dan diskriminasi ini merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia, dan oleh karena itu tidak boleh ditoleransi. Pelanggaran hak asasi manusia ini lah yang menjadi kejahatan negara, seperti apa yang dikatakan oleh Julia dan Herman Schwendinger.
Alur Pemikiran: Neoliberalisme
Dominasi Bank Dunia
Privatisasi Air DKI Jakarta
Proses viktimisasi Kerugian Korban Reaksi Korban
State Crime - Crime of Domination
Universitas Indonesia
39
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian Neuman (1997) menyatakan, bahwa critical social science bertujuan untuk mengungkap struktur dalam dunia material dengan tujuan membantu masyarakat membangun dunia yang lebih baik. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang emansipatif. Emansipatif berarti mempunyai ambisi untuk mendorong adanya perubahan. Pendekatan ini menolak pendekatan positivisme dan interpretivisme karena kedua pendekatan tersebut bersifat amoral dan pasif. Sedangkan, pendekatan kritis ini menganggap bahwa penelitian merupakan aktivitas politis sekaligus aktivitas moral, bukan hanya sekadar pencapaian akademis. Pendekatan kritis ini menganggap, bahwa peneliti sosial mempunyai tanggung jawab untuk menempatkan diri dalam relasi dengan pihak yang berjuang sebagai karakteristik masyarakat yang berkonflik. Untuk itu, pendekatan ini menuntut peneliti untuk berpihak (Neuman, 1997). Penelitian ini menggunakan pendekatan kritis. Peneliti bermaksud mengkaji kebijakan pemerintah Indonesia yang menyangkut soal privatisasi air di DKI Jakarta. Dengan menggunakan pendekatan penelitian kritis, penelitian ini berpihak pada masyarakat dan mencoba melakukan perubahan pemikiran tentang konsep kejahatan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat DKI Jakarta. Jenis pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis proses kebijakan. Dalam Dunn (2003), disebutkan bahwa penelitian analisis kebijakan bersifat deskriptif dan normatif. Penelitian ini bersifat deskriptif karena peneliti ingin menggambarkan sebab dan akibat dari kebijakan privatisasi air di DKI Jakarta. Sedangkan bersifat normatif karena peneliti ingin mengkaji nilai kebijakan publik untuk masa lalu, masa kini, dan masa datang. Dalam analisis proses kebijakan, terdapat metode analisis perilaku berganda. Analisis perilaku berganda ini merupakan analisis dengen mempelajari dan mencari data-data terkait dengan pembuat kebijakan dan pihak yang merasakan kebijakan tersebut. Bentuk analisisnya adalah analisis kebijakan retrospektif yang berorientasi pada disiplin ilmu. Analisis kebijakan bentuk ini
39
Universitas Indonesia
40
ingin menerangkan sebab dan konsekuensi kebijakan, seperti konteks masa lalu di saat kebijakan itu dibuat, dan dampak dari kebijakan itu sendiri. Dalam
menjelaskan
konteks
global
dan
konteks
lokal,
peneliti
menggunakan hubungan makro dengan mikro oleh Anthony Giddens yang berjudul strukturasi. Konsep globalisasi yang turut mempengaruhi Indonesia dalam pengambilan keputusan kebijakan dapat dijelaskan dengan teori strukturasi Giddens yang menghubungkan dengan praktik pemerintah Indonesia dalam melakukan kejahatan pelanggaran hak asasi manusia.
3.2. Batasan Penelitian Penelitian ini fokus pada bagaimana kebijakan privatisasi air dapat membuat air menjadi barang ekonomi. Peneliti akan mengaitkan kebijakan ini ke dalam konteks global yang sedang berlangsung saat kebijakan tersebut dibuat dan dijalankan. Kemudian, hal itu akan dihubungkan pada dampak yang dirasakan oleh masyarakat miskin dari kebijakan privatisasi air itu.
3.3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan pengumpulan data dengan penelitian multimetode (Dunn, 2003). Penelitian multimetode adalah penelitian yang teknik pengumpulan datanya adalah kajian terhadap dokumen-dokumen kebijakan privatisasi air DKI Jakarta, wawancara, FGD, dan penelusuran data sekunder.
3.3.1. Studi Dokumen Penelitian ini membutuhkan dokumen-dokumen kebijakan privatisasi air DKI Jakarta. Dokumen yang dibutuhkan adalah perjanjian, surat keputusan, undang-undang, laporan, rekomendasi, dan notulensi. Studi dokumen ini bertujuan untuk melihat bagaimana proses terjadinya privatisasi ini dan bagaimana konteks masa lalu yang terjadi pada saat kebijakan ini dibuat. Pada awalnya, peneliti mencari dokumen-dokumen tersebut di kantor Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (KRuHA). Peneliti dapat mengakses kontrak perjanjian antara PAM Jaya dengan pihak swasta. Untuk mengakses surat
Universitas Indonesia
41
keputusan, notulensi, surat rekomendasi, dan notulensi, peneliti menghubungi salah satu advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana, yang sedang mengurus Gugatan Warga Negara atas privatisasi air Jakarta yang diproses di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Untuk itu, peneliti mengurus berbagai keperluan administrasi yang dibutuhkan untuk mengakses dokumen-dokumen tersebut di LBH Jakarta. Karena adanya keterbatasan waktu dan tenaga dari LBH Jakarta, pengumpulan dokumen dilakukan dalam dua kali. Yang pertama adalah pada tanggal 18 November 2013 dan yang kedua adalah pada tanggal 25 November 2013. Dokumen-dokumen yang terdapat di LBH Jakarta tidak boleh difotokopi ataupun dipinjam oleh peneliti. Oleh karena itu, peneliti mencatat isi inti dari dokumen-dokumen tersebut dalam tabel yang dilampirkan di akhir naskah skripsi ini. Selain mengakses dokumen dari LBH Jakarta, peneliti juga mencari dokumen-dokumen di internet, seperti surat pinjaman Bank Dunia dan rekomendasi Bank Dunia terkait privatisasi air ini. Selain itu, peneliti juga mengakses beberapa Undang-Undang di internet. Setelah mengumpulkan semua dokumen yang diperlukan, peneliti menyusunnya sehingga menjadi cerita kronologis yang lengkap. Hal itu dilakukan supaya peneliti bisa mempelajari dan mengerti bagaimana proses kelahiran kebijakan ini berlangsung dan bagaimana keadaan yang melatarbelakangi adanya kelahiran kebijakan tersebut.
3.3.2. Wawancara Mendalam Setelah
mempelajari
dokumen,
peneliti
melakukan
wawancara.
Wawancara ini dilakukan dengan teknik snow-balling. Awalnya, peneliti menghubungi Muhammad Reza dari KRuHA yang mengenal salah satu mantan pengurus Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BRPAM) Jakarta periode 2005-2008 dan 2008-2011, yaitu Riant Nugroho, yang adalah seorang ahli kebijakan publik. Selain itu, ia merupakan dosen kebijakan publik di pascasarjana FISIP UI. Ia juga menjadi pengajar tamu di Universitas Sebelas Maret, Universitas Gajah Mada, dan Diklatpim I dan II Lembaga Administrasi Negara.
Universitas Indonesia
42
Setelah mendapatkan kontaknya, peneliti menghubungi Riant Nugroho untuk mewawancarai beliau. Kepada Riant Nugroho, peneliti menanyakan bagaimana kebijakan tarif dan kinerja oleh PAM Jaya dan kedua mitra swastanya. Riant Nugroho juga menjelaskan bagaimana Bank Dunia mempengaruhi adanya kebijakan tersebut dan juga menjelaskan posisi BRPAM dalam pelayanan air minum di DKI Jakarta. Dari Riant Nugroho, peneliti diberi kontak ke mantan asisten Riant Nugroho, Marsha dan Mimi di kantor BRPAM yang terletak di Pejompongan. Dari Marsha dan Mimi, peneliti mendapatkan buku-buku yang memuat penelitian dan kajian BRPAM tentang pelayanan air minum di Jakarta. Setelah itu, peneliti menghubungi Firdaus Ali, seorang ahli air dan sanitasi dan juga dosen di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik UI. Firdaus Ali juga merupakan mantan penguus BRPAM Jakarta di tahun yang sama dengan Riant Nugroho. Dengan Firdaus Ali, peneliti menanyakan soal bagaimana keadaan air bersih dan sanitasi di Jakarta dalam segi teknis. Kemudian, dari Firdaus Ali, peneliti mendapat kontak Ahmad Lanti. Pada saat pelaksanaan negosiasi perjanjian kerjasama, Ahmad Lanti menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. Ahmad Lanti merupakan anggota tim negosiasi gabungan yang menegosiasikan perjanjian kerjasama privatisasi air Jakarta. Kemudian, beliau juga merupakan ketua Badan Regulator PAM pada 2002-2008. Dari Ahmad Lanti, peneliti menanyakan soal bagaimana keadaan saat proses awal perjanjian kerjasama antara PAM Jaya dengan swasta. Rentang waktu dari pertemuan dengan Firdaus Ali sampai ke pertemuan dengan Ahmad Lanti memakan waktu lebih dari seminggu. Di waktu yang kosong itu, peneliti mengikuti perkembangan sidang Gugatan Warga Negara atas privatisasi air Jakarta. Saat persidangan, peneliti bertemu dengan Arif Maulana dan kawan-kawan LBH Jakarta yang lain. Di sana, Arif Maulana mengenalkan peneliti dengan seorang karyawan administrasi PAM Jaya yang bernama Royke. Dari Royke, peneliti dipertemukan dengan Sriwidayanto Kaderi, seorang Direktur Umum PAM Jaya yang sekarang sedang menjabat. Kepada Sriwidayanto Kaderi, peneliti menanyakan tentang bagaimana kondisi PAM Jaya sekarang secara
Universitas Indonesia
43
umum, bagaimana kebijakan tarif, dan soal perjanjian kerjasama dengan pihak swasta, serta pelayanan PAM kepada masyarakat miskin. Di persidangan itu juga, peneliti berkenalan dengan Andreas Harsono, yang saat itu menjadi saksi di persidangan Gugatan Warga Negara atas privatisasi air Jakarta. Andreas Harsono merupakan jurnalis yang pernah melakukan liputan investigasi akan kasus perjanjian kerjasama antara PAM Jaya dan swasta. Ia juga pernah mewawancarai Ahmad Lanti. Dengannya, peneliti berdiskusi sebentar sehingga peneliti mendapat pengetahuan lebih banyak tentang kasus air ini dan peneliti pun lebih bisa mengerti dan membicarakan dengan baik apa yang Ahmad Lanti bahas saat mewawancara Ahmad Lanti. Setiap wawancara peneliti rekam dan dibuat hasil transkripnya sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan penulisan penemuan data. Selain itu, transkrip juga berguna untuk memudahkan analisa.
3.3.3. Focus Group Discussion Selain itu studi dokumen dan wawancara kepada pihak-pihak yang terkait dengan pembuatan kebijakan, peneliti melakukan teknik focus group discussion (FGD) kepada warga yang terkena dampak kebijakan privatisasi air Jakarta ini. Dalam melakukan FGD, terdapat dua kelompok berbeda, yang pertama adalah ibu-ibu di Rawa Badak yang daerahnya dialiri oleh air PAM dengan operator Aetra. Yang kedua adalah ibu-ibu di Muara Baru yang daerahnya dialiri oleh air PAM dengan operator Palyja. Konsep ibu-ibu di sini adalah seorang perempuan yang menjadi ibu rumah tangga. Peneliti memilih ibu-ibu karena ibu-ibu dekat dengan urusan domestik rumah tangga, yang mana air merupakan kebutuhan dasar rumah tangga. Dalam melakukan FGD, peneliti dibantu oleh teman-teman peneliti dalam hal operasional, seperti mendokumentasikan kegiatan FGD dan melakukan notulensi. Dalam mengajukan pertanyaan dan isu untuk didiskusikan, peneliti memakai pedoman sehingga hal-hal yang dibicarakan tidak keluar dari konteks privatisasi air. Peneliti melakukan FGD karena peneliti ingin memperoleh jawaban konsensus yang dimiliki oleh warga yang terkena dampak kerugian kebijakan
Universitas Indonesia
44
privatisasi air Jakarta. Peneliti ingin memperoleh pandangan kelompok. Peneliti ingin menggali pendapat tentang bagaimana efek yang dirasakan tentang privatisasi air. Peneliti ingin memperoleh informasi mendalam tentang persepsi, sikap, dan pengalaman narasumber. Peneliti juga membutuhkan informasi tambahan berupa data kualitatif yang melibatkan persoalan masyarakat. Dalam hal ini, pendapat kelompok sangat penting bagi peneliti. FGD dilakukan dengan pedoman agar data yang didapat dapat sesuai dan dapat digunakan oleh peneliti. FGD dilakukan untuk mendukung hasil kajian terhadap dokumen kebijakan privatisasi air DKI Jakarta. Hasil FGD ini dicatat di dalam catatan peneliti serta direkam agar peneliti tidak melupakan informasi yang diberikan oleh narasumber. Dengan catatan dan rekaman itu pula peneliti dapat menyusun hasil FGD dengan baik sehingga dapat melakukan analisis data.
3.3.4. Penelusuran Data Sekunder Peneliti mencari data sekunder sebagai sumber tambahan dalam memahami kebijakan privatisasi air Jakarta ini. Peneliti melakukan pencarian dari beberapa sumber untuk mendapatkan data yang tepat. Peneliti mendapat data dari BRPAM berupa buku-buku yang berisi penelitian dan kajian tentang pelayanan air minum DKI Jakarta. Selain itu, dari pak Sriwidayanto Kaderi, peneliti mendapatkan profil perusahaan PAM Jaya yang berisi soal pembagian daerah pelayanan di Jakarta, tarif air, dan kriteria penggolongan tarif air.
3.4. Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan oleh peneliti dilakukan dalam dua tahap. Yang pertama adalah pengambilan data untuk studi dokumen yang dilakukan peneliti mulai dari 18 November 2013 sampai 25 November 2013. Kemudian, peneliti mulai mewawancarai para narasumber pada 20 Januari 2014 sampai 13 Februari 2014. Peneliti memakan waktu lama dalam bertemu dengan narasumber karena adanya hambatan seperti ada banjir bandang di Jakarta, dan juga para narasumber merupakan orang sibuk. Selama
proses
mewawancarai
para
narasumber,
peneliti
juga
mengumpulkan data sekunder, seperti data-data implementasi kebijakan
Universitas Indonesia
45
privatisasi air dari Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BRPAM) dan PAM Jaya. Selain itu, sambil menunggu proses wawancara, peneliti melakukan observasi dan pendekatan kepada para narasumber berikutnya dengan cara datang ke persidangan gugatan swastanisasi air Jakarta.
3.5. Hambatan Penelitian Pelaksanaan penelitian ini mempunyai beberapa hambatan. Pertama, para narasumber merupakan orang-orang sibuk sehingga seringkali peneliti harus menjadwal ulang pertemuan dengan mereka. Hal itu membuat proses turun lapangan memakan waktu lama. Yang kedua, pada saat peneliti menghubungi pihak Bank Dunia (Alain Locussol), peneliti tidak direspon sama sekali. Untuk itu, peneliti mencari data dari perjanjian tertulis antara Bank Dunia dan Indonesia, yaitu Loan AgreementNumber 3219 IND, dengan proyek bernama Second Jabotabek Urban Development Project. Ketiga, adanya banjir besar di Jakarta selama awal Januari sampai akhir Februari membuat proses turun lapangan terhambat. Narasumber yang berada di daerah Rawa Badak dan Muara Baru kebanjiran dan banjir saat itu memakan waktu yang lumayan lama.
Universitas Indonesia
46
BAB 4 TEMUAN DATA
4.1. Awal Perjalanan Privatisasi Air DKI Jakarta Pada awalnya, pelayanan air minum DKI Jakarta dilayani oleh PAM Jaya yang dalam operasinya membagi wilayah pelayanan menjadi enam wilayah (dapat dilihat pada Gambar 4.1.: 1. Wilayah I: Sekitar Jakarta Pusat 2. Wilayah II: Sebagian Jakarta Pusat dan sebagian Jakarta Timur 3. Wilayah III: Sebagian Jakarta Utara bagian Timur 4. Wilayah IV: Jakarta Barat 5. Wilayah V: Jakarta Selatan 6. Wilayah VI: Jakarta Timur bagian Selatan Pembagian wilayah tersebut disebabkan oleh adanya pembatasan pipa-pipa primer yang mengaliri air untuk Jakarta. “...wilayah Jakarta ini kan dari awal PAM Jaya dalam operasinya membagi wilayah pelayanan enam wilayah. Ini adalah berdasarkan keberadaan pipa-pipa besar dan instalasi di area itu.Wilayah satu itu secara kewilayahan itu sekitar Jakarta Pusat.Wilayah dua itu sebagian Jakarta Pusat, kemudian sebagian Jakarta Timur.Wilayah tiga itu sebagian Jakarta Utara tapi sisi timur.Wilayah empat itu Jakarta Barat. Wilayah lima ini hampir semua Jakarta Selatan. Wilayah enam itu Jakarta Timur sisi selatan.Tapi itu sebenernya karena dibatasin oleh pipa-pipa primer.Basenya adalah pipa yang ada.Jadi waktu awalnya itu sebenernya kerjasama ini adalah bahwa Jakarta yang sudah seperti itu silakan aja diteruskan. Awalnya itu kita akan membangun di jatiluhur. Kemudian mengirim air bersih dijual kepada Jakarta.� (Wawancara dengan pak Sriwidayanto Kaderi tanggal 10 Februari 2014)
Kebijakan privatisasi air di Jakarta itu sendiri awalnya merupakan salah satu pinjaman Bank Dunia (World Bank). Ditemukan dalam Loan Agreement Number 3219 IND, tertanggal 6 Juli 1990, ditulis bahwa International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) menyetujui pemberian pinjaman kepada Pemerintah RI dalam proyek yang bernama Second Jabotabek Urban Development Project.IBRD ini sendiri merupakan salah satu bagian dari Bank Dunia.Pinjaman yang diberikan oleh IBRD kepada pemerintah RI berjumlah total
46
Universitas Indonesia
47
190 juta USD. Pinjaman tersebut dibagikan kepada tiga lembaga yang ketigatiganya bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan air minum DKI Jakarta: 19 juta USD kepada Pemprov DKI Jakarta, 92 juta USD kepada PAM Jaya, dan 13 juta USD kepada PDAM Tangerang. Dalam Loan Agreement tersebut dikatakan bahwa per 1 April 1991 pengelolaan dan pengoperasian saluran air dan limbah DKI Jakarta sudah harus berjalan. Kemudian, peneliti menemukan dokumen Risalah Rapat Koordinasi Penyediaan Air Bersih bagi DKI Jakarta dan sekitarnya. Di dalam dokumen tersebut, peneliti mengetahui bahwa pada 12 Juni 1995, Presiden RI saat itu, Soeharto, mengeluarkan Petunjuk Presiden RI kepada Menteri PU yang sedang menjabat, Ir. Radinal Mochtar, yang berisi perlu penanganan penyediaan air bersih
untuk
DKI
Jakarta
dan
sekitarnya,
dan
penanganan
tersebut
mengikutsertakan dua perusahaan swasta. Untuk menindaklanjuti Petunjuk Presiden tersebut, Menteri PU mengadakan Rapat Koordinasi Penyediaan Air Bersih bagi DKI Jakarta dan Sekitarnya pada 15 Juni 1995. Inti hasil rapat tersebut adalah bahwa pengelolaan air bersih untuk DKI Jakarta dan sekitarnya ditetapkan menjadi dua bagian, yaitu sebelah timur kali Ciliwung dan sebelah barat kali Ciliwung dengan operator swasta. Setelah diadakan rapat tersebut, dengan Surat Keputusan Menteri PU No. 249/KPTS/1995 tertanggal 6 Juli 1995, Menteri PU membentuk Tim Koordinasi Penyiapan Proyek Penyediaan Air Bersih Kota Jakarta dan Kawasan Sekitarnya dengan Peran Swasta. Salah satu narasumber, Ahmad Lanti menyatakan bahwa saat itu menteri PU mensyaratkan adanya uji kelayakan sebelum ditentukannya privatisasi. Setelah uji kelayakan tersebut selesai, uji kelayakan tersebut diterima dan disetujui oleh menteri PU dengan sedikit perubahan di sana-sini. “Tapi waktu itu persyaratannya menteri PU adalah mereka harus melakukan kajian tentang kelayakan. Uji kelayakan itu dibuat hampir enam sampai sepuluh bulan ya.Selesai, disampaikan kepada menteri PU.Kemudian PU membuat evaluasi yang dipimpin oleh Dirjen Cipta Karya. Namanya Ir. Rahmadi B. S. Nah tim ini lah yang menilai uji kelayakan tersebut. Nah, akhirnya uji kelayakan itu dengan sedikit perubahan di sana-sini dapat diterima oleh Kementerian PU. Nah, jadi untuk itu
Universitas Indonesia
48
diminta jadi menteri PU supaya dibentuk Tim Gabungan. Tapi tetap diketuai oleh Dirjen Cipta Karya ya.Jadi ada dari Kementerian PU, ada dari Pemprov DKI. Nah saya waktu itu ditunjuk sebagai wakil tim Negosiasi. Ketua Tim Negosiasinya waktu itu Pak Prawoto� (Wawancara dengan pak Ahmad Lanti tanggal 10 Februari 2014)
Selanjutnya, peneliti menemukan bahwa terdapat dokumen Surat Keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta No. 1327 Tahun 1995 tentang Pembentukan Tim Negosiasi Pemerintah DKI Jakarta untuk Kerjasama Kemitraan antara PAM Jaya dengan Swasta (Tim Negosiasi Gabungan). Gubernur yang saat itu menjabat adalah pak Suryadi Sudirja. SK ini merupakan tindak lanjut dari uji kelayakan yang diterima oleh menteri PU tersebut. Tim Negosiasi Gabungan yang dipimpin oleh Dirjen Cipta Karya, Ir. Rahmadi B. S. Ketua tim negosiasi gabungan ini sendiri adalah pak Prawoto, yang saat itu merupakan Asisten Pembangunan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan wakilnya adalah Ahmad Lanti, yang waktu itu menjabat sebagai pejabat Dinas Pekerjaan Umum Eselon Satu. Anggotanya merupakan Direktur Utama PAM Jaya, pak Rama Boedi dan banyak orang teknis lainnya. Termasuk juga di dalamnya ada orang-orang dari TPJ dan Palyja. Negosiasi tersebut berlangsung berkali-kali, pak Ahmad Lanti sendiri tidak bisa mengingatnya. “Iya. Dengan SK menteri PU waktu itu.Itu dibuat tahun 96.Ketuanya dari DKI ada asisten pembangunan, pak Prawoto, wakilnya saya.Anggotanya Dirut PAM Jaya dan banyak lagi orang-orang teknis yang lainnya.Terus termasuk juga di dalamnya ada namanya TPJ dan Palyja.Waktu itu sudah dibentuk PT-nya.Waktu itu sudah terdiri dari orang asing dan orang Indonesia itu Palyja dan TPJ.Negosiasi itu berlangsung berkali-kali bolak-balik, lupa saya berapa kali, sampai akhirnya satu tahun setengah negosiasinya.14 bulan kalau ga salah waktu itu.Akhirnya pada bulan Juni, ditandatanganilah kontrak itu dengan Palyja dan TPJ.Yang taken contract adalah Dirut PAM Jaya namanya Ir. Rama Boedi. Dan dari pihak swasta itu saya lupa, nama asing semua. Diketahui dan disetujui oleh gubernur, pak Suryadi Sudirja.Menteri PU hadir menyaksikan aja di Balaikota.Itu tahun 97, bulan juni.Kalau 25 tahun, berakhirnya Juni 2022 kan.� (Wawancara dengan pak Ahmad Lanti tanggal 10 Februari 2014)
Pada saat negosiasi-negosiasi itu dibuat, pak Ahmad Lanti dan rekanrekannya berada di bawah tekanan Suharto.
Universitas Indonesia
49 “Ya itu orde baru sih ya. Di bawah tekanan itu kerjanya.Karena ada kepentingankepentingan bisnis dari orang-orang dekatnya pak Harto.Jadi kalau mau ngomong keras, ditegur gitu.Ditegur melalui menteri PU.Pak Kardono asisten presiden bidang militer ya?Pokoknya itu lah.Dia staf presiden bidang militer.Nah itu yang menekan.Ya seolah-olah ya kepada menteri PU, menteri PU menyampaikan ke kita.Kita bekerja di bawah tekanan.Susah ngomongnya. Terus cost nya dibayar sama masyarakat Jakarta. Social cost nya.� (Wawancara dengan pak Ahmad Lanti tanggal 10 Februari 2014)
Jika mereka mulai menentang, mereka akan ditegur melalui menteri PU. Sebelum menteri PU menegur, ia mendapat teguran dari seorang asisten presiden bidang militer yang bernama pak Kardono. Di dalam dokumen ini disebutkan bahwa biaya pelaksanaan sebagai akibat dikeluarkannya keputusan ini dibebankan pada anggaran PAM Jaya tahun 1995/1996.Keputusan ini berlaku sejak 15 September 1995. Keputusan ini ditetapkan di Jakarta, 31 Oktober 1995. Keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta tersebut ditindaklanjuti oleh Ketua Tim Negosiasi Pemda DKI Jakarta untuk Kerjasama Kemitraan antara PAM Jaya dengan Swasta, Ir. H. Prawoto Danoemihardjo dengan membuat Surat Keputusan No. 010/TN/XI/1995 tentang Pembentukan Satuan Tugas untuk Kerjasama Kemitraan antara PAM Jaya dengan Swasta tertanggal 16 November 1995. Untuk menindaklanjuti hal itu, terdapat Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 1996 tentang Petunjuk Kerjasama antara Perusahaan Daerah Air Minum dengan Pihak Swasta tertanggal 22 Juli 1996 di Jakarta dengan ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri saat itu: Moh. Yogie S. M. Kemudian, perjanjian kerjasama ditandatangani pada 6 Juni 1997 antara PAM Jaya dengan mitra swasta. Pelaksanaan penyediaan air bersih Provinsi DKI Jakarta dialihkan kepada pihak swasta, yaitu PT PAM Lyonnaise Jaya (gabungan dari Lyonnaise des Eaux dan Salim Group) untuk wilayah barat Jakarta, dan PT Thames PAM Jaya (gabungan dari Thames Water Overseas dan perusahaan milik Sigit Harjojudanto, anak dari presiden RI saat itu, Suharto) untuk bagian timur Jakarta. Namun, perjanjian kerjasama tersebut baru berlaku efektif pada 1 Februari 1998. Hal itu disebabkan karena berlakunya condition precedent (persyaratan pendahuluan) yang sudah disepakati. (Lanti, Nugroho, Ali, Kretarto, & Zulfikar,
Universitas Indonesia
50
2008). Kemudian, para pihak dalam perjanjian kerjasama tersebut menyepakati untuk perlu diadakan beberapa perubahan atas isi kerjasama untuk disesuaikan dengan perkembangan kondisi. Pada 22 Oktober 2001 terdapat Re-stated Cooperation Agreement (RCA) yang disebakati oleh semua pihak.
Tabel 4.1.: Tabel Perubahan Perjanjian Kerjasama Sebelum dan Sesudah Diperbaiki dan Diberlakukan Kembali tanggal 22 Oktober 2001 No
1
2
3
4 5
Pokok Hal Perjanjian kerjasama efektif
Penyelesaian perselisihan
Status karyawan Kontrak air baku dan air curah Target teknis dan standar pelayanan
6
Sanksi dan penalti
7
Pemompaan air tanah
Perjanjian Kerjasama 6 Juni1997 11 persyaratan pendahuluan sebelum berlaku efektif. Dimulai efektif 1 Februari 1998. Penyelesaian secara musyawarah, melalui mediasi, expert. Arbritase melalui UNCITRAL, Singapura. 2.803 karyawan yang diperbantukan memiliki “status ganda� – kondisi kurang stabil. Kontrak melalui PAM Jaya. Berdasarkan studi kelayakan 1996. Obyek yang dikenal sanksi/peneliti terbatas pada volume air terjual dan kualitas air. Kehilangan pendapatan akibat kegagalan menutup sumur dalam dikompensasi oleh PAM Jaya. Akibatnya, target teknis dapat berubah.
Perjanjian Kerjasama 22 Oktober 2001 Tidak ada persyaratan pendahuluan. Segera efektif 22 Oktober 2001. Penyelesaian secara musyawarah, melalui mediasi Badan Regulator. Melalui mediasi pakar yang ditunjuk. Arbritase dilakukan oleh UNCITRAL, Singapura. Dialihkan menjadi status tunggal melalui mekanisme tiga opsi. Kontrak langsung dengan mitra swasta. Direvisi karena krisis moneter 1998-2000. Obyek ditambah: Angka kebocoran air, cakupan pelayanan, ketepatan penyampaian laporan. Dalam hal gagal menutup sumur dalam: kehilangan pendapatan tidak dikompensasi, PAM Jaya hanya sebagai fasilitator. Tidak mempangurhi
Universitas Indonesia
51
No
Pokok Hal
8
Finpro dan imbalan air
9
Badan pengatur (Badan Regulator)
10
11
Perjanjian Kerjasama 6 Juni1997 Retribusi pajak air tanah dibagi untuk Mitra Swasta.
Karena krisis moneter, Finpro 1997 tidak bisa diterapkan dan tidak memenuhi kelayakan. Imbalan air > tarif (defisit besar. Untuk Kompensasi defisit, pihak kedua dapat menjual kelebihan aset apabila disetujui PAM Jaya.
Perjanjian Kerjasama 22 Oktober 2001 target teknis. Pihak kedua tidak berhak menerima pajak air tanah. Kenaikan tarif 35%, Finpro baru disepakati (sebagai lampiran PKS baru). Imbalan baru (bersifat indikatif) diturunkan lebih kurang 20%. Defisit yang lalu diaudit oleh BPKP. Imbalan air yang dievaluasi ditetapkan setelah periode transisi (Januari 2003) sebagai titi awal untuk sisa waktu kontrak kerjasama.
Badan Pengawas = Badan Badan Regulator Regulator kurang independen disepakati. efektif/produktif Pada akhir periode Program investasi kerjasama, sisa nilai buku dijadwalkan tidak ada aset dikompensasi oleh sisa nilai buku pada akhir PAM Jaya. Pada akhir Manajemen aset kerjasama. Jaminan kerjasama, tidak ada Performance Bond atas jaminan dari pihak kedua aset yang dikembalikan tentang kondisi aset pihak pada akhir konsesi. pertama. Mekanisme pengambilan Mekanisme pengambilan Mekanisme dana dari E/A hanya dana atas persetujuan Escrow Account berdasarkan instruksi kedua pihak. sepihak pihak kedua. Sumber: Djamal, Utami, Ali, Kretarto, & Nugroho (2011)
Universitas Indonesia
52
Gambar 4.1.: Gambar Pembagian Wilayah Produksi dan Distribusi Air Sumber: Profil Perusahaan PAM Jaya 2012
Pada Perjanjian Kerjasama PAM dengan swasta tertanggal 6 Juni 1997 (sebagaimana telah diubah dan dinyatakan kembali tertanggal 22 Oktober 2001), terdapat klausula hak dan kewajiban. Dalam klausula 9 (Hak dan Kewajiban), hak PDAM DKI Jakarta (pihak pertama) adalah memeriksa, mengawasi, menilai, dan mengevaluasi pelaksanaan kewajiban-kewajiban pihak kedua; memberikan saransaran kepada Badan Pengatur dan Instansi Pemerintah terkait dengan penetapan tarif; menerima bagian pendapatan pihak pertama, pendapatan yang tidak dibagi dari pihak pertama, dan kebutuhan bulanan sekunder pihak pertama; menerima laporan proyek dari pihak kedua; menerima dan menyetujui program lima tahun untuk setiap periode berikutnya. Kewajiban PDAM adalah menyediakan, memperbaharui, memperpanjang perizinan; memberi seluruh bantuan yang wajar kepada pihak kedua sehubungan dengan pelaksanaan proyek oleh pihak kedua sepanjang bantuan tersebut berada dalam kewenangan pihak pertama; memberikan data dan informasi yang disimpan oleh pihak pertama kepada pihak Universitas Indonesia
53
kedua untuk maksud pengelolaan, operasi, pengembangan proyek; mengalihkan pengelolaan dan operasi dari aset yang ada kepada pihak kedua; membantu pihak kedua dalam pengaturan penawaran opsi untuk menjadi karyawan. Hak pihak kedua (swasta) adalah secara eksklusif melaksanakan proyek dan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan perjanjian ini selama jangka waktu sesuai dengan perjanjian ini; menerima bantuan umum yang pantas dari pihak pertama dan badan pengatur berkenaan dengan hubungan dengan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah dan Departemen Dalam negeri dan Otonomi Daerah dan Instansi Pemerintah lainnya; menerima bagian pendapatan pihak kedua dan pendapatan yang tidak dibagi dari pihak kedua; mengatur pengukuran meter dan penagihan para pelanggan; mengatur penagihan pendapatan yang dibagi dan pendapatan yang tidak dibagi; mengadakan sambungan-sambungan baru pada fasilitas distribusi. Kewajiban pihak kedua adalah mengatur seluruh pendanaan yang diperlukan untuk proyek; memenuhi target teknis dan standar pelayanan sementara bertindak sesuai dengan tata cara pengoperasian yang baik; Memperoleh dari pihak ketiga terkait seluruh persediaan air baku dan aiar curah olahan yang diperlukan untuk pelajsanaan kewajiban; menyampaikan laporan megenai proyek kepada pihak pertama; Bekerjasama dalam penggunaan bersama aset (apabila perlu dengan pihak lain) dengan ketentuan bahwa hal ini tidak akan mengganggu kemampuan pihak kedua untuk melaksanakan kewajibannya; menyiapkan program lima tahunan berdasarkan hasil studi kelayakan dan menyerahkan serta membicarakan rencana investasi tahunan dan program pengoperasian dan pemeliharaan tahunan; mengalihkan pengetahuan, keahlian, dan teknologi yang berkaitan dengan proyek kepada pihak pertama. Namun kemudian, pada 1997, Palyja menjual sahamnya 49% Kepada Astratel dan 51% masih dipegang oleh Prancis (Suez Environment – Lyonnaise des Eaux). Kemudian, di sisi timur, Thames PAM Jaya menjual saham seluruhnya kepada PT Aetra, yang merupakan perusahaan Indonesia, beberapa tahun setelahnya.
Universitas Indonesia
54
4.2. Keterlibatan Badan-Badan Internasional Dalam melakukan pembangunan besar-besaran, Pemerintah RI melakukan pinjaman kepada Bank Dunia. Hal itu terdapat pada dokumen Loan Agreement Number 3219 IND pada tanggal 6 Juli 1990. Proyek tersebut bernama Second Jabotabek Urban Project. Bank Dunia meminjamkan dana sebanyak 190 juta USD, dan 92 juta dari uang tersebut digunakan untuk memperbaiki infrastruktur air. Dana pinjaman tersebut sudah harus dibuat untuk mendirikan sistem pengolahan air kotor pada 1 April 1991. Kemudian, disebutkan bahwa penarikan dana terakhir adalah pada tanggal 31 Desember 1996. Peneliti juga diceritakan oleh pak Ahmad Lanti bahwa perjanjian kerjasama antara PAM Jaya dengan kedua mitra swasta tersebut memakai pengadilan internasional: Singapore International Arbritation Centre (SIAC) yang merupakan bagian dari International Criminal Court (ICC). Badan PBB yang fokus pada hal ini adalah United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL). Pada saat itu, pengadilan Indonesia belum kuat. Dengan memakai SIAC, pemerintah dapat menjamin bahwa investasi swasta asing di indonesia tetap akan dibayar apabila terjadi huru-hara. “...Tapi begini, masalahnya kalau pengadilan Indonesia memutuskan, itu tidak bisa dieksekusi.Karena di dalam kontrak itu dibilang kalau terjadi pemutusan kontrak, itu harus di Singapura, di SIAC namanya.”“Kenapa begitu pak?” “Ya begitu memang bunyi kontraknya zaman pak Harto. SIAC: Singapore International Arbritation Centre. Itu bagian dari ICC.Itu ga bisa.Jadi misalnya ini mau dieksekusi, dibawa ke Genewa itu nanti.Pengadilan Indonesia ga berdaya itu.Kan gini, ada ICC itu ini di Genewa.Ini semua seluruh dunia mengakui ini.Indonesia juga anggota di sini.Ga bisa ini diputusi kalau tidak melalui sini. Model-model kayak apa itu ga ada itu. Kontraknya waktu itu pake ini ni. Jadi pinter swastanya itu mempengaruhi pak Harto terus dia setuju dengan ini. Bukannya pengadilan Indonesia.Karena waktu itu pengadilan arbitrasi Indonesia belum kuat.Jadi mereka minta ini supaya ga kelamaan. Kan waktu itu dia minta recost investment kan. Artinya gini, pemerintah menjamin bahwa barang-barang di Indonesia ini tetap akan dibayar apabila terjadi huruhara. Sekarang sudah ada jaminan kan. Lembaga pemberi jaminan itu.Waktu itu, ditetapkan Non-recost Investment.Artinya, tidak dijamin pemerintah investasi dia itu kalau terjadi huru-hara akan kembali.” (Wawancara dengan pak Ahmad Lanti tanggal 10 Februari 2014)
Pada 30 Oktober 1997, tim kajian dari Bank Dunia yang diketuai oleh Alain Locussol mengeluarkan laporan yang berjudul Indonesia Urban Water
Universitas Indonesia
55
Supply Sector Policy Framework. Ada beberapa poin penting yang Locussol kemukakan di dalam laporan itu: 1. Pinjaman Bank Dunia yang 92 juta USD dari 190 juta USD tersebut adalah untuk perbaikan infrastruktur air. 2. PAM tidak akuntabel dalam efisiensi operasi pelayanan air karena PAM tidak mempunyai otonomi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan-keputusan. Hal itu disebabkan oleh semua keputusan saat itu harus ditentukan oleh pemerintah RI. 3. Pencapaian yang bagus akan sektor penyediaan air hanya dapat dicapai apabila terdapat kebijakan yang mengubah perusahaan penyedia air bersih yang sekarang (PAM) menjadi industri pelayanan yang berorientasikan pada pelanggan (costumer). 4. Terdapat ketidakdisiplinan dalam hal finansial dalam pemerintah RI yang telah melakukan pinjaman atas performa PDAM yang buruk. 5. Memisahkan kepemilikan aset penyediaan air dari manajemen penyediaan air dapat membatasi pengaruh politik dalam manajemen operasi penyediaan air. 6. Kondisi keuangan PAM dan pemerintah RI yang saat itu buruk dapat menyebabkan bisnis yang berisiko. 7. Untuk itu, harus ada badan regulator yang bekerja secepatnya setelah kerjasama privatisasi tersebut menjadi efektif. Badan regulator ini bertugas untuk menentukan water tariff, standar pelayanan yang layak, memonitor performa pihak swasta, mengarbritase perselisihan di antara PAM dan swasta, dan untuk menentukan sanksi atas kegagalan memenuhi standar Hal ini diperkuat dengan tuturan dari pak Riant Nugroho saat ditemui di kantornya di daerah Kebon Sirih: “..., itu Bank Dunia mengucurkan pinjaman untuk pembangunan pengelolaan air...96 dana (terakhir) dikucurkan, 97 diaudit oleh Bank Dunia. Hasilnya adalah PAM Jaya
Universitas Indonesia
56
itu performanya jelek, karena utangnya kegedean. ...Tahun 97, Bank Dunia keluar dengan fatwa harus diprivatisasi.� (Wawancara dengan pak Riant Nugroho tanggal 20 Januari 2014)
Dalam dokumen Loan Agreement Number 3219 IND, disebutkan bahwa sistem pengelolaan air yang dilakukan oleh Indonesia harus dioperasikan dalam standar kepuasan Bank Dunia. Oleh karena itu, Indonesia sangat tergantung dan harus melakukan privatisasi air, seperti yang direkomendasikan oleh Bank Dunia.
4.3. Regulasi Di dalam kontrak kerjasama, pihak swasta bertanggung jawab untuk mendistribusikan air kepada publik. Untuk itu, swasta berhak mendapatkan imbalan air atau water charge per meter kubik air tertagih yang dibebankan kepada PAM Jaya. Water charge ini disesuaikan setiap semester sesuai dengan indikator inflasi dan beberapa penghitungan lain yang ditetapkan oleh PAM Jaya bersama swasta. Sementara itu, water tariff adalah tarif air yang dibebankan kepada masyarakat. (Lanti, Nugroho, Ali, Kretarto, & Zulfikar, 2008). Kenaikan water tariff tentunya dibuat untuk menyesuaikan dengan water charge dengan water tariff lebih tinggi daripada water charge agar selisih di antaranya bisa didapatkan sebagai surplus. Terdapat mekanisme kenaikan water tariff pada Bagan 4.1. Tahun 1998-2001 merupakan masa-masa krisis moneter hebat di Indonesia. Oleh karena itu, water tariff tidak naik sama sekali, sementara water charge naik. Akibat dari itu, water charge lebih tinggi daripada water tariff. Hal tersebut menyebabkan adanya shortfall atau utang yang diharus ditanggung oleh PAM Jaya. Oleh sebab itu, setiap lima tahun sekali diadakan rebasing. Rebasing adalah evaluasi lima tahunan yang salah satunya membahas water tariff dan target-target untuk meningkatkan pelayanan air. Karena ada shortfall besar pada krisis moneter, Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BRPAM) DKI Jakarta periode pertama menaikkan water tariff dengan persentase tinggi (Penyesuaian Tarif Otomatis/PTO). Namun, dari enam kali usulan PTO, BRPAM hanya mengajukan empat kali usulan PTO, dan
Universitas Indonesia
57
dua kali mengajukan usulan tidak memelaksanakan PTO. Keputusan itu diambil karena kinerja belum memenuhi syarat. Kenaikan water charge tidak dikaitkan dengan kinerja, sementara kenaikan water tariff dinilai BRPAM harus berdasarkan kinerja pelayanan (Lanti, Nugroho, Ali, Kretarto, & Zulfikar, 2008). Hal tersebut didukung oleh pernyataan pak Ahmad Lanti: “..., pada 1998 ini ga bisa naik ini karena demo. Kalau misalnya dia naik ke sana, tidak naik dia. Flat terus. Akibat dari itu, terjadi shortfall.Antara WC dan WT. Defisit.Ini jadi tiap enam bulan naik WC mengikuti indeksasi statistik, tapi tarif di Indonesia sekali setahun naik.Sehingga dia tetap berada di atas WC tarif rataratanya.Nah.Waktu itu terjadi shortfall besar.Waktu saya masuk, supaya ini tidak shortfall, ini dinaikin tarifnya berapa puluh persen waktu itu.Dengan izin gubernur, naik lagi ini dia.� (Wawancara dengan pak Ahmad Lanti tanggal 10 Februari 2014)
Usulan mitra swasta kepada PAM Jaya
PAM Jaya berkonsultasi dengan Badan Pengawas PAM Jaya
PAM Jaya mengusulkan kepada BRPAM
BRPAM melakukan kajian
DPRD memberi masukan kepada Gubernur DKI Jakarta
Gubernur konsultasi dengan DPRD
BRPAM membuat proposal ke Gubernur DKI Jakarta
Konsultasi publik untuk mendapat masukan dari masyarakat (pelanggan)
Tarif ditetapkan dengan SK Gubernur DKI Jakarta
BRPAM, PAM Jaya, swasta melakukan sosialisasi kenaikan tarif
30 hari setelah itu, tarif baru berlaku
Gambar 4.2. Bagan Mekanisme Kenaikan Water Tariff Sumber: Keterangan dari pak Sriwidayanto Kaderi dalam Wawancara Tanggal 10 Februari 2014 yang diolah kembali oleh peneliti
Universitas Indonesia
58
Gambar 4.3. Grafik Ilustrasi Grafik Water Charge dan Water Tariff yang Ideal Menurut Perjanjian Kerjasama Sumber :
Keterangan dari Riant Nugroho dalam Wawancara Tanggal 20 Januari 2014 yang digambar ulang oleh peneliti.
9000 8000 7000
shortfal l
6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 2002
2004 Water tariff
2006
2008
Water charge
Gambar 4.4. Grafik Ilustrasi Grafik Water Charge dan Water Tariff yang Terjadi Sebenarnya Sumber: Keterangan dari Riant Nugraha dalam Wawancara Tanggal 20 Januari 2014 yang digambar ulang oleh peneliti.
Universitas Indonesia
59 “Karena kalau sudah kontrak, setiap enam bulan maka water charge harus naik. Tiap enam bulan.Padahal, tarif air itu tidak progresif.Coba tak gambar sini. (Menggambar) Ini adalah Water Tariff (WT), ini adalah Water Charge (WC).Nah, selisih ini punya nya DKI Jakarta.Tetapi, yang terjadi adalah WC itu naik terus.Tapi WT ga bisa.Sekarang, tarif air tiap tahun naik.Teriak masyarakat, karena tidak affordable.Jadi, untuk ini ada namanya affordability. Sehingga terjadi adalah short fall. Ketika ada short fall, maka kita bilang, tarif air tidak boleh naik. Karena tarif air ga boleh naik, maka terjadi yang namanya short fall nya tertahan.Karena tarif air ga bisa naik maka kurva menjadi seperti ini.Kenapa?Kita itu tidak bisa menentukan WC.Yang bisa menentukan WC adalah PAM dan swasta.Tapi, gara-gara ini maka PAM dan swasta ketika bikin WC itu melibatkan BR. Liat ya, ini kontraknya seperti ini.Tidak adil.Maka kita bekerja di luar ini.Berkembang dari sini ke sini.Itu lah sebabnya, BRPAM itu dibenci oleh PAM Jaya dan swasta.Kenapa?Karena dengan program seperti ini, maunya seperti ini terus.Sehingga pada tahun 2007 sampai 2012 itu tidak ada kenaikan tarif sama sekali.” (Wawancara dengan pak Riant Nugroho tanggal 20 Januari 2014)
Water charge yang tiap enam bulan sekali naik secara tidak langsung menuntut agar water tariff juga naik. Namun, BRPAM memutuskan agar water tariff tidak naik lagi sejak 2007 karena masyarakat banyak yang protes karena mereka tidak mampu untuk membayar tagihan air yang semakin mahal. “Kemudian, water lossnya ini. Kehilangan air.50% hilang.Ini pada kontrak pertama kali, tahun 1998. Pada tahun 2003, mereka mengalami kehilangan air dari 58% turun menjadi 43%. Tapi yang terjadi adalah realisasinya 45%.Bukannya mereka itu kemudian menyatakan bahwa „saya mau perbaiki‟, tidak.Yang mereka lakukan mengoreksi targetnya. Jadi deket kan realisasi sama targetnya? Kalau deket, dendanya murah. Maka lebih baik mereka bayar denda ketimbang kerja keras. Koreksi ini dilakukan tanpa sepengetahuan BR. ..., setiap kontrak kerjasama dengan asing, itu basisnya adalah performance kan. Kalau orang performance ga bisa, dia cabut kan. Ini enggak.Ini berdasarkan yang namanya kebutuhan keuangan. Liat kata-katanya: Water charge is not based on kinerja. But based on a great finpro.Finpro tuh financial projection. Kalau mereka menyatakan, tahun depan harus untung sekian, nah itu acuannya. Bukan performance.” (Wawancara dengan pak Riant Nugroho tanggal 20 Januari 2014)
Tabel 4.2. adalah tabel yang berisi target penurunan kehilangan air yang disepakati oleh PAM Jaya dan pihak swasta. Pada 1998, disepakati target kehilangan air adalah 58,35%. Lalu pada saat rebasing tahun 2003, target kehilangan air turun menjadi 43%. Namun, realisasinya adalah 45,26%. Alih-alih memperbaiki realisasi, pihak PAM Jaya dan swasta justru memperbaiki target menjadi 45,34% pada tahun 2004. Hal itu menyebabkan realisasi dekat dengan
Universitas Indonesia
60
target. Apabila realisasi dekat dengan target, denda yang diberikan akan menjadi lebih murah. Koreksi target ini dilakukan oleh PAM Jaya dengan swasta tanpa sepengetahuan BRPAM. Selain itu, alih-alih dibuat dengan dasar kinerja atau performa, kontrak kerjasama ini juga dibuat dengan berdasarkan great financial projection. Jadi, target capaian yang harus dicapai adalah target untung, bukan target performa, seperti yang dikemukakan oleh pak Riant Nugroho di atas.
Tabel 4.2.: Upaya Penurunan Kehilangan Air yang Dicantumkan pada Lampiran Perjanjian Kerjasama
Sumber: Djamal, Ali, Nugroho, Kretarto, & Utami (2009)
4.4. Pelayanan Air Bersih terhadap Warga Dalam melakukan pelayanan air bersih, PAM akan memberikan saluran air kepada warga masyarakat. Apabila ternyata ada warga yang belum mendapat aliran air tapi di sekitarnya sudah ada aliran air PAM, warga tersebut harus aktif meminta kepada PAM dan/atau pihak swasta untuk menjadi pelanggan. Hal itu Universitas Indonesia
61
disebabkan karena PAM tidak bisa menawarkan terus-menerus. Namun, apabila ada suatu kawasan tertentu yang belum ada aliran PAM, PAM mempunyai program kerja yang memang sudah menargetkan akan melayani daerah-daerah tertentu yang belum dialiri oleh PAM. “Jadi gini, kalau warga belum ada aliran air tapi misalnya di sekitarnya, di deketnya dia sudah ada aliran air, itu berarti warga yang harus aktif minta kepada PAM, saya mau jadi pelanggan, rumah saya di sini, tetangga yang terdekat dengan saya di sini. Kalau misalnya satu kawasan tertentu yang belum ada alirannya PAM, PAM pasti punya program apa tahun sekian akan masuk ke sana, tahun sekian apa masuk ke sana. Jadi dua.PAM yang memang sudah memprogramkan untuk itu atau sebenernya sudah ada cuma warganya yang belum minta.Kan kita juga ga bisa menawarkan terus-terusan. ... Cuma kan saya ga boleh melayani di daerah ilegal. Kecuali sekarang karena kalau saya ga melayani, mereka kan butuh air. Makanya kalo di area ilegal itu, sekarang sistemnya adalah kami layani dengan master meter. Jadi kami layanin misalnya nih areanya segini. Kita alirin ke sini, kita berhenti di sini, kita pasang meter di sini. Nah meter ini lah nanti yang akan dikelola oleh warga yang ada di sini ini, mereka akan milih, siapa yang akan ditunjuk sebagai pengelola ini. Jadi nanti saya tinggal mintanya kepada orang yang ditunjuk itu.Nanti dia yang menyalurkan kepada warga yang ditunjuk di sini. ... Harus bayar. Ke mitra. Kalau ini kan ke mitra kan. Kecuali kalau misalnya mitra ga layanin.Yang layanin PAM. Kemudian bayarnya PAM.� (Wawancara dengan pak Sriwidayanto Kaderi tanggal 10 Februari 2014)
Tabel 4.3.: Pembagian Tarif Air PAM
Sumber: http://www.pamjaya.co.id/Informasi-Tarif.html
Universitas Indonesia
62
Tabel 4.4.: Kategori Pembagian Tarif Air PAM
Sumber: http://www.pamjaya.co.id/Pelanggan-PAM-JAYA.html
Hal berbeda diterapkan oleh PAM di area ilegal. Area ilegal misalnya adalah tanah sengketa, seperti Tanah Merah. PAM atau pihak swasta akan mengalirkan air ke daerah sana, namun hanya berhenti sampai di perbatasan. Di perbatasan tersebut, PAM akan memasang meteran atau hidran air. Meteran tersebut akan dikelola oleh warga yang ada di daerah tersebut. Warga akan memilih, siapa yang akan ditunjuk sebagai pengelola sehingga pihak PAM atau
Universitas Indonesia
63
swasta hanya berkoordinasi dengan orang yang ditunjuk tersebut. Sistem pembayarannya adalah warga masyarakat yang akan membayar kepada pengelola hidran air atau meteran tersebut. Kemudian, orang tersebut akan membayar kepada PAM Jaya sesuai dengan hitungan meteran. Soal tarif, PAM memberikan harga untuk masyarakat tidak mampu hanya Rp1.050,00. Soal keluhan pelanggan, pak Sriwidayanto Kaderi mengemukakan, bahwa keluhan dapat disampaikan baik ke pihak swasta maupun ke pihak PAM Jaya. Dengan begitu, PAM Jaya pun bisa melakukan pengawasan secara langsung.
4.5. Kerugian yang Dialami oleh Warga Akibat Privatisasi Ibu Ella, ibu Ncih, dan ibu Halimah adalah warga Rawa Badak Utara RT 9 RW 9. Ibu Ella merupakan perempuan kelahiran tahun 1972. Ia tinggal bersama satu suami dan dua anak di sebuah kontrakan di Rawa Badak Utara. Ia memakai jasa PAM Jaya untuk mengkonsumsi air bersih sejak tahun 1994. Sedangkan, ibu Ncih seorang kelahiran 1965 telah berada di Rawa Badak Utara sejak tahun 1980. Ia tinggal bersama satu suami dan tujuh anak. Pada tahun 1983, ia sudah mulai mengonsumsi air bersih dari PAM Jaya. Ibu Halimah juga merupakan warga lama di Rawa Badak Utara, yaitu sejak tahun 1990 dan ia langsung berlangganan PAM. Ia tinggal di sana bersama satu suami, tiga anak, dan seorang cucu, serta lima orang ipar. Mereka mengonsumsi air sehari-harinya dengan berlangganan PAM. Namun, sudah lama PAM tidak mengaliri rumah mereka. Pada siang hari, mereka mengaku tidak mendapat air sama sekali. Mereka harus menunggu dari jam satu pagi untuk hanya mendapatkan dua ember air yang banyak jentiknya. Selama air mati, warga tetap diharuskan membayar pelayanan air dari Aetra walaupun mereka tidak pernah mendapatkan pelayanan air bersih. “...mungkin dulu itu kita dipenuhin ama pam jaya karena masih konsumennya kan masih dikit, pabrik pabrik baru ada di pos satu, sekarang kan pabrik banyak butuh air, udah banyak pabrik disini, dulu kelapa gading masih rawa, masih sawah, ya. Jadi ibaratnya belum dibutuhkan, sekarang kelapa gading udah jadi apartemen, udah tingkat-tingkat sampai berjulang tinggi ke atas langit apa ga butuh air banyak, sehingga ya mungkin kesininya kita dapatnya ga banyak lah ga seperti dulu.� (FGD dengan ibu-ibu di Rawa Badak Tanggal 29 Januari 2014)
Universitas Indonesia
64
Mereka menuturkan, bahwa sekarang ini banyak pabrik, apartemen, serta perumahan yang membutuhkan banyak asupan air bersih. Hal itu membuat permukiman-permukiman kumuh tidak mendapatkan air. Kadang memang air menyala, namun airnya berwarna hitam, bau, dan banyak jentiknya. Hal tersebut dibenarkan oleh pak Firdaus Ali, yang berkata bahwa air baku yang jumlahnya tetap tidak sebanding dengan banyaknya warga Jakarta sekarang sehingga warga banyak yang berebut air. “...operator kan dibunyikan dia harus menambah layanannya dengan bertambahnya pelanggan. Sementara, jumlah air baku yang diolah kan tidak bertambah. Otomatis jumlah pelanggan yang dulu pada saat kontrak itu 328 ribu, sekarang jadi 807 ribu, kan naik dua kali lipat lebih kan. Jadi apa, dengan air baku yang sama, air baku sama kan, ga bertambah kan. Pelanggan bertambah dua kali lipat lebih. Otomatis kan ya logikanya ada pelanggan yang tidak akan dapat air. Kalau ada pelanggan yang harusnya dapat air 24 jam, sekarang jadi 12 jam.Kalau dulu dia dapet 12 jam, sekarang dia dapet 6 jam.Kemudian, karena jumlah pelanggan bertambah, jumlah air yang dibutuhkan bertambah, sementara tidak tersedia air bakunya.Jadi orang berebut.Air susah, mahal, dan sebagainya.� (Wawancara dengan pak Firdaus Ali tanggal 3 Februari 2014)
Saat ditanya mengenai sosialisasi struktur dan besaran tarif serta tagihan, mereka mengaku tidak mendapat sosialisasi apa-apa. Merasa dirugikan, mereka pun protes. Awalnya, mereka menanyakan sebab air mati kepada RT dan RW. Namun, tidak ada yang tahu. Akhirnya, mereka meminta surat pengantar dari RT dan RW bahwa air PAM tidak menyala di wilayah Rawa Badak RT 9 RW 9 itu. Setelah itu, mereka melakukan protes kepada pihak operator. Namun, aduan mereka tidak ditanggapi oleh pihak operator. Mereka akhirnya melakukan demo di Kantor Gubernur DKI Jakarta. Puncaknya, mereka menjadi saksi dalam pengadilan tuntutan rakyat atas privatisasi air Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hal itu membuat mereka harus beli air dengan gerobak-gerobak. Dengan memakai gerobak, mereka mengonsumsi air sebanyak 24 jerigen. Harga setiap dua jerigen adalah Rp4.500,00 sampai dengan Rp5.000,00. Gerobak-gerobak tersebut mengambil air dari hidran-hidran air yang selalu menyala. Hidran-hidran air itu merupakan milik Aetra yang dikelola oleh seseorang yang kemudian
Universitas Indonesia
65
menjualnya kembali ke tukang gerobak air. Kemudian, tukang air gerobak tersebut menjual lagi ke warga masyarakat di sekitar situ.
Gambar 4.5. Penjual Air Sumber: dokumen peneliti
Hal yang sama juga dialami oleh warga di Muara Baru RT 20 RW 17 Kelurahan Penjaringan. Ibu Linda, ibu Siti Maryam, dan ibu Hamidah merupakan warga yang sudah lama tinggal di sana. Ibu Linda, yang merupakan kelahiran 1973, hidup di sana dengan satu suami dan dua anak sejak tahun 1992 dan sejak itu pula sudah berlangganan air PAM. Ibu Siti Maryam merupakan perempuan yang lahir pada tahun 1972. Ia tinggal di sana sejak tahun 1980 bersama dengan suami dan tiga anaknya. Sejak itu pula ia langganan air PAM. Kemudian, ibu Hamidah merupakan kelahiran tahun 1974. Ia pindah ke Muara Baru pada tahun 1980 bersama dengan satu orang suami dan satu orang anak dan langsung berlangganan air PAM.
Universitas Indonesia
66
“Nyala juga kapan tau udah lama.” “Kita disuruh bayar abodemennya doang tadinya itu. Kalau air jalan, ya kita bayar. Misalnya air mulai Januari nyala, ya kita mau bayar. Ya orang ga jalan-jalan ya gimana.” “Kalau jalan, baunya minta ampun.” “Jijik ya.Bau banget.Item lagi.Jijik buangget.Ih.Jijik deh.Kadang ya ga item, kuning gitu.Tapi ya bau.” “Itu dimasak juga itu buat diminum?” “Ga bisa.Mandi aja ga bisa.” (FGD dengan ibu-ibu di Muara Baru tanggal 13 Februari 2014)
Mereka mengaku, bahwa air PAM sudah lama tidak menyala. Terakhir menyala adalah saat lebaran, itu pun hanya dua hari. Hal itu disebabkan oleh pabrik di dekat tempat mereka sedang libur. Namun, kalaupun menyala, airnya berbau dan berwarna hitam atau kuning. Hal itu membuat air tidak bisa diminum dan dimasak. Saat ditanya mengenai operator yang sudah bukan dilakukan oleh PAM, mereka sama sekali tidak tahu. Mereka tidak pernah diberi sosialisasi akan penggantian operator dan besaran tarif. Petugas yang datang hanya melihat meterannya. Mereka pun masih disuruh membayar abodemennya walaupun air tidak mengalir. Tidak adanya aliran air PAM membuat mereka harus mengambil air dari sumur warga yang sifatnya kolektif. Namun, air sumurnya terasa payau sehingga mereka hanya bisa menggunakannya untuk mencuci. Oleh karena itu, mereka juga harus membeli air dengan jerigen-jerigen. Rata-rata satu harinya mereka menghabiskan sepuluh pikul dengan harga per pikulnya adalah Rp2.500,00. Namun, saat persediaan air di hidran utama sedikit, harga menjadi Rp5.000,00. Kemudian, untuk minum, mereka harus membeli galon air mineral kemasan lagi. Apabila kelompok ibu-ibu di Rawa Badak Utara aktif melakukan protes apabila air tidak menyala, kelompok ibu-ibu di Muara Baru tidak melakukan protes, baik kepada perangkat pemerintahan setempat maupun kepada pihak swasta atau PAM Jaya. Kemudian, perbedaan selanjutnya adalah bahwa kelompok ibu-ibu di Rawa Badak Utara mengetahui dan mengerti akan privatisasi air yang terjadi di Jakarta dengan cara mencari tahu sendiri, namun kelompok ibuibu di Muara Baru tidak mengetahui privatisasi air yang terjadi di Jakarta.
Universitas Indonesia
67
BAB 5 ANALISIS
5.1. Air sebagai Hak Asasi Manusia Pada UUD 1945 pasal 33 ayat 3 dikatakan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Hal itu merupakan penegasan bahwa hak atas air merupakan hak konstitusi setiap warga negara. Selain itu, pada Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya dinyatakan secara implisit bahwa hak atas air merupakan hak setiap orang. Dalam pasal 11 dan 12 disebutkan bahwa negara harus mengakui hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak, termasuk pangan, sandang, dan papan, dan atas perbaikan kondisi yang terus-menerus. Kesehatan fisik dan mental warga negara merupakan hal yang sangat penting.Peningkatan produksi setiap warga negara, termasuk juga konservasi dan distribusi pangan dengan ilmu pengetahuan juga harus dijamin oleh negara.Perwujudan hak ini diwujudkan dengan membuat ketentuan-ketentuan, perbaikan, pencegahan, pengobatan, pengendalian
segala
penyait,
perkembangan
kehidupan,
dan
kesehatan
lingkungan.Kovenan Internasional ini telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dengan UU Nomor 11 Tahun 2005. Kemudian, kovenan tersebut mempunyai turunan kovenan yang berupa Komentar Umum (General Comment) No.15/2002 yang harus diperhatikan oleh negara. Dalam Komentar Umum tersebut dinyatakan: “Article 11, paragraph 1, of the Covenant specifies a number of rights emanating from, and indispensable for, the realization of the right to an adequate standard of living “including adequate food, clothing and housing”. The use of the word “including” indicates that this catalogue of rights was not intended to be exhaustive. The right to water clearly falls within the category of guarantees essential for securing an adequate standard of living, particularly since it is one of the most fundamental conditions for survival.”
Hal yang menjadi penekanan di sini adalah kalimat yang menyatakan, bahwa hak atas air secara jelas termasuk ke dalam kategori jaminan penting untuk mengamankan standar kehidupan yang layak, terutama karena hak atas air adalah
67
Universitas Indonesia
68
salah satu dari kondisi-kondisi mendasar untuk bertahan hidup. Kemudian, terdapat Sidang Umum PBB pada tahun 2010 yang menyepakati bahwa air minum yang bersih dan sanitasi yang baik merupakan hak asasi manusia yang sangat penting untuk kehidupan dan keseluruhan hak asasi manusia. Dari apa yang telah peneliti paparkan, masyarakat dunia lewat lembaga internasional PBB telah menyatakan, bahwa air merupakan hak asasi manusia. Hak manusia atas air adalah hak yang melekat pada diri manusia apapun status yang melekat padanya. HAM yang bersifat universal mengingatkan kita, bahwa seluruh manusia di dunia ini terikat pada nilai moral dan etika bersama. Air merupakan kebutuhan yang tidak bisa dihindari oleh setiap manusia di belahan dunia mana pun. Kemudian, hak atas air merupakan hal yang saling tergantung pada pemenuhan atas hak tersebut. Hak manusia atas air tergantung pada aksesibilitas dan informasi atas penyediaan air bersih. Setiap orang berhak atas air dan tidak boleh ada perlakuan berbeda berdasarkan suatu status tertentu. Selain itu juga, hak manusia atas air menuntut adanya kewajiban yang harus dilakukan, seperti saling menghormati dan melayani hak tersebut kepada orang lain. Seperti ungkapan Hale (2007), Hak Asasi Manusia atas air ini tidak hanya sekadar izin untuk menggunakan air. Hak atas air ini merupakan hak sosial dan ekonomi yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Hak atas air ini menyadarkan kita, bahwa semua manusia mempunyai kebutuhan akan air yang tidak bisa diambil oleh apapun dan siapa pun. Vandana Shiva (2002) menulis tentang hak atas air yang merupakan usufructuary rights. Usufructuary rights ini sendiri adalah hak untuk menikmati atau menggunakan suatu hal yang dimiliki oleh pihak lain tanpa menyebabkan kerusakan atau mengubah daya guna hal tersebut. Seseorang yang mengkonsumsi air bersih tidak boleh melarang orang lain untuk menggunakan dan menikmati air bersih. “Terus apa sih bu yang diharapkan ke depannya untuk masalah air bersih ini?” “Ya pengennya sih ke depannya jalan. Soalnya repot ini air bersih soalnya.” “Iya, yang ga punya juga bisa minta ke kita.” (FGD dengan ibu-ibu di Muara Baru tanggal 13 Februari 2014)
Universitas Indonesia
69
Ibu-ibu di Muara Baru saat ditemui oleh peneliti menyatakan, bahwa mereka sangat kerepotan saat air bersih tidak ada. Hal itu menunjukkan, bahwa air bersih merupakan hal yang sangat penting bagi keberlangsungan aktivitas seharihari. Selain itu, kolektivitas masyarakat di Muara Baru masih menganut nilai yang menganut bahwa air merupakan milik bersama. Mereka berbagi air apabila ada yang tidak mempunyai air bersih sehingga semua orang bisa mengonsumsi air bersih untuk beragam keperluan. Memang, secara turun-temurun air dipergunakan secara gratis oleh masyarakat (Shiva, 2002). Manajemen air yang diaplikasikan oleh masyarakat merupakan manajemen air yang berdasarkan kebijakan warga lokal dan hasil musyawarah. Dengan begitu, pembagian air bersih menjadi rata. Warga sendiri menyadari bahwa air merupakan kebutuhan yang tidak bisa tidak dipenuhi, dan lebih dari itu, air bersih merupakan hak.
5.2. Dominasi Bank Dunia akan Nilai Neoliberalisme terhadap Indonesia dalam Jubah Globalisasi Tahun 1980-an sampai 1990-an merupakan tahun-tahun saat Indonesia sedang melakukan banyak pembangunan demi naiknya nama Indonesia di kalangan internasional. Banyak pembangunan besar-besaran seperti jalan tol dan pembangunan gedung-gedung. Tak terkecuali pelayanan air bersih. Dalam melakukan pembangunan besar-besaran tersebut, pemerintah Republik Indonesia (RI) melakukan pinjaman kepada Bank Dunia, dilihat dari adanya dokumen Loan Agreement Number 3219 IND, pada tanggal 6 Juli 1990. Proyek tersebut bernama Second Jabotabek Urban Development Project. Pinjaman tersebut diberikan kepada Indonesia sebesar 190 juta USD. Pinjaman tersebut juga akan digunakan untuk perbaikan infrastruktur air sebanyak 92 USD. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Ahalla (2012), bahwa terdapat proses meningkatnya keterkaitan antarmasyarakat yang kemudian memberi pengaruh kepada seluruh warga dunia. Kemudian, Barak (2011) juga menyatakan, bahwa globalisasi merujuk pada adanya proses pertumbuhan keadaan saling tergantung antara kejadian, masyarakat, dan pemerintah di seluruh dunia yang terhubung melalui ekonomi-politik di seluruh dunia serta komunikasi, transportasi, dan komputer yang berkembang.
Universitas Indonesia
70
Hal yang dikatakan oleh Stiglitz (2002) menjadi tampak dalam hal ini. Dalam era globalisasi, Indonesia, negara yang sedang berkembang, ingin membuka diri terhadap perdagangan internasional agar pertumbuhan negara menjadi lebih cepat. Sebagai salah satu aspek dunia global, Stiglitz mengatakan, bahwa ada lembaga asing yang bersifat “membantu� dalam meminjamkan dana kepada
negara
berkembang
agar
negara
tersebut
bisa
memajukan
perekonomiannya. Bantuan asing, dalam kasus ini adalah Bank Dunia, masuk saat Indonesia berusaha ingin mencapai level pembangunan yang telah dilakukan oleh negara maju. Hal itu disebabkan tidak adanya modal yang cukup yang dimiliki oleh Indonesia untuk melakukan pembangunan tersebut. Hal ini membuat Indonesia, yang sumber dayanya masih murah dan mempunyai standar kehidupan yang rendah, bergantung kepada Bank Dunia. Konsensus Washington, yang mana Bank Dunia ada di dalam salah satu yang membuat konsensus tersebut, menganut paham neoliberal. Tiga ide besarnya, yaitu liberalisasi, deregulasi, dan privatisasi. Hal tersebut membuat adanya dampak besar bagi hubungan antara negara, publik, dengan pasar. Seperti yang dikatakan oleh Serra dan Stiglitz (2008), neoliberalisme menganut bahwa kinerja dan kepentingan pasar merupakan satu-satunya tolok ukur untuk menilai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Oleh karena itu, dilakukan liberalisasi dan deregulasi agar campur tangan dan kontrol negara dalam pasar dapat berkurang. Tolok ukur atas dasar kepentingan pasar ini yang membuat negara harus menyingkirkan kepentingan publik. Hal itu disebabkan oleh adanya pandangan bahwa anggaran untuk pelayanan publik merupakan bentuk inefisiensi finansial. Untuk menimbulkan efisiensi finansial, dilakukanlah privatisasi. Dalam McDonald & Ruiters (2005) dikatakan, bahwa privatisasi dibawa oleh gelombang neoliberalisme yang masuk dalam arus globalisasi. Pemerintah yang korup, tidak akuntabel, dan kekurangan keuangan membuat pelayanan air menjadi tidak efektif dan efisien. Untuk itu, harus ada peran swasta. Privatisasi itu sendiri merupakan masuknya pihak swasta dalam pengelolaan aset publik. Pembahasan tentang globalisasi dan pengaruhnya terhadap Indonesia dapat dijelaskan dengan teori Strukturasi oleh Anthony Giddens. Terdapat aktivitas manusia yang dijalankan terus-menerus, yang membentuk jalinan erat antara
Universitas Indonesia
71
agensi dengan struktur. Agensi merupakan orang-orang yang melakukan tindakan dan praktik yang konkret dalam kontinuitas tindakan dan peristiwa di dunia. Sedangkan, struktur adalah aturan dan sumberdaya yang terbentuk dari dan membentuk perulangan praktik sosial. Agensi dan struktur ini merupakan hubungan dualitas atau timbal-balik. Agensi dan struktur ini tidak bisa dipahami secara terpisah satu sama lain. Semua tindakan sosial melibatkan struktur, dan semua struktur melibatkan tindakan manusia. Dalam hal privatisasi air di DKI Jakarta ini, agensi adalah pemerintah Indonesia, Bank Dunia, pasar (perusahaan), dan warga DKI Jakarta. Kemudian ada suatu struktur besar, yaitu struktur globalisasi. Struktur signifikasi globalisasi yang ada adalah terdapat wacana, bahwa apabila suatu negara mengikuti perdagangan internasional, pertumbuhan ekonomi negara tersebut akan maju. Hal tersebut menimbulkan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia kemudian memiliki motivasi tak sadar yang adalah menginginkan kesamaan tingkat ekonomi dengan negara maju di dunia. Dengan begitu, Indonesia mengikuti perdagangan internasional. Namun, Indonesia tidak memiliki modal dan teknologi yang cukup sehingga harus meminjam dana ke lembaga donor internasional. Kemudian, Indonesia pun mempunyai kesadaran diskursif, bahwa pemerintah Indonesia harus meminjam dana ke lembaga donor internasional, dalam hal ini Bank Dunia, karena pemerintah Indonesia membutuhkannya untuk mengikuti perdagangan Internasional. Dalam mengikuti perdagangan internasional dengan sistem ekonomi neoliberalisme, pemerintah juga harus turut melanggengkan sistem privatisasi air yang terkandung dalam aktivitas internasional dalam relasi negara dengan pasar. Hal tersebut terulang sehingga saat pemerintah Indonesia menginginkan untuk melakukan aktivitas internasional namun tidak mempunyai modal, dengan sendirinya Indonesia meminjam dana kepada lembaga donor internasional, dan dalam relasinya dengan pasar, pemerintah seakan mempunyai acuan bagaimana harus berinteraksi dengan korporasi internasional sehingga pemerintah Indonesia akan mulai melakukan proses privatisasi air. Hal tersebut lah yang dikatakan sebagai kesadaran praktis oleh Giddens.
Universitas Indonesia
72 “..., itu Bank Dunia mengucurkan pinjaman untuk pembangunan pengelolaan air...96 dana (terakhir) dikucurkan, 97 diaudit oleh Bank Dunia. Hasilnya adalah PAM Jaya itu performanya jelek, karena utangnya kegedean....Tahun 97, Bank Dunia keluar dengan fatwa harus diprivatisasi.� (Wawancara dengan Riant Nugroho tanggal 20 Januari 2014)
Pinjaman Indonesia kepada Bank Dunia membuat Indonesia tidak luput dari neoliberalisasi ekonomi yang terjadi di dunia. Dalam dokumen Loan Agreement Number 3219 IND, disebutkan bahwa sistem pengelolaan air yang dilakukan oleh Indonesia harus dioperasikan dalam standar kepuasan Bank Dunia. Kajian yang dilakukan oleh Bank Dunia menghasilkan laporan yang berjudul Indonesia Urban Water Supply Sector Policy Framework. Inti dari laporan tersebut adalah bahwa dana pinjaman dari Bank Dunia untuk memperbaiki pelayanan air bersih digunakan dengan tidak efektif dan efisien. Disebutkan, bahwa PAM tidak akuntabel, tidak disiplin dalam hal finansial, masih terpengaruh sistem politik, dan hal-hal tersebut dapat menyebabkan bisnis yang berisiko. Untuk itu, Bank Dunia membuat rekomendasi untuk mengganti orientasi PAM menjadi industri pelayanan yang berorientasikan pada pelanggan. Indonesia sebagai negara berkembang yang melakukan pinjaman dana kepada Bank Dunia menjadi tidak mempunyai daya tawar. Indonesia menjadi sangat tergantung kepada Bank Dunia sehingga Indonesia harus mengganti orientasi PAM menjadi industri pelayanan yang berorientasikan pada pelanggan. Dengan kata lain, Indonesia harus melakukan privatisasi air. Hal ini merupakan cerminan hegemoni dalam rangka globalisasi. Terdapat sistem global yang melakukan hegemoni atas Indonesia. Indonesia tidak sadar akan keberadaan hegemoni ini. Seakan terdapat norma global yang berlaku sehingga Indonesia seakan harus turut mengikuti aktivitas internasional. Terdapat hegemoni dalam hubungan internasional ini. Hegemoni tidak hanya mengacu pada hubungan antara negara dan rakyatnya, namun juga mengacu pada hubungan kekuasaan dan distribusi dalam dunia global, seperti militer, teknologi, dan finansial. Kemudian, ketergantungan negara berkembang terhadap donor-donor asing membuat negara berkembang didominasi oleh donor asing tersebut. Dari dominasi tersebut, masuklah dominasi ide-ide, seperti neoliberalisme ekonomi. Dalam Moghalu (2006) disebukan, bahwa hegemoni Universitas Indonesia
73
berjubah sebagai globalisasi norma yang menuntut semua pihak untuk tunduk dalam hegemoni. Lewat adanya Konsensus Washington juga dapat dikatakan bahwa itu merupakan sebuah bentuk hegemoni dari lembaga internasional kepada negara berkembang, khususnya Indonesia. Gramsci mengatakan, bahwa negara kapitalis mengamankan legitimasi mereka dengan proses hegemoni. Lembaga internasional membutuhkan proses yang mendukung status quo mereka dalam rangka menjadi yang dominan sehingga dominasi tersebut terdapat dalam suatu konsensus yang seolah-olah telah disepakati bersama. Konsensus inilah yang dapat mempertahankan pihak yang berkuasa. Ini lah yang disebut Giddens sebagai struktur dominasi sekaligus struktur legitimasi. Tata politik Bank Dunia berkuasa dengan Loan Agreement yang berlaku antara pemerintah Indonesia dengan Bank Dunia. Di sini, Bank Dunia mendominasi
dan
berkuasa
atas
Indonesia
sehingga
Indonesia
harus
memprivatisasi air. Struktur legitimasinya terletak pada adanya Loan Agreement yang ditandatangani oleh Bank Dunia dan pemerintah Indonesia. Dalam kasus pinjaman dana kepada Bank Dunia ini, Indonesia pun terlihat menyetujui keputusan Bank Dunia. Hal itu disebut oleh Adamson (1980) sebagai penyetujuan subordinasi atas diri mereka sendiri. Indonesia, yang tergiur janji globalisasi yang membuat perekonomian suatu negara dapat meningkat, menyetujui untuk melakukan pinjaman kepada Bank Dunia. Padahal, Loan Agreement tersebut secara eksplisit menyebutkan bahwa praktik-praktik pelaksanaan dari pinjaman tersebut harus dioperasikan dengan standar Bank Dunia. Cox (1997) menyebutkan, bahwa hegemoni itu sendiri merupakan kapasitas dari model hubungan sosial untuk memaksakan dirinya sebagai model yang diimpikan seluruh masyarakat, bahkan pada masyarakat yang belum ada di bawah dominasinya. Adanya struktur signifikasi, dominasi, dan legitimasi ini kemudian membuat pemerintah Indonesia dengan mudah melakukan privatisasi air. Hal ini merupakan sistem timbal-balik yang tidak bisa dijelaskan secara terpisah, karena saat membicarakan privatisasi air sebagai praktik sosial, hal itu tidak bisa dilepaskan dari dominasi Bank Dunia dan relasi pemerintah Indonesia dengan pasar internasional. Di sini lah kemudian muncul adanya paradigma pasar dalam
Universitas Indonesia
74
melakukan pemerintahan karena adanya nilai neoliberalisme yang masuk. Saat negara mengutamakan pasar, rakyat lah yang dirugikan karena tidak semua rakyat memiliki daya yang cukup untuk melakukan aktivitas pasar. Hal itu membuat ada pihak-pihak yang tersisih dan dirugikan. Dalam hal ini, konsep kesejahteraan sosial (Mustofa, 2010) dan keadilan kesejahteraan oleh Neil Gilbert (Stoesz, 1996) tidak dipenuhi. Keadilan merupakan gagasan kontrak sosial yang menentukan tanggung jawab timbal-balik antara rakyat dengan negara. Keadilan tersebut diukur dari kesejahteraan, yang mencakup pendidikan, kesehatan, dan pangan. Ketiadaan akses terhadap hal-hal mendasar tersebut membuat tidak adanya keadilan kesejahteraan.
5.3. Implementasi Kebijakan Privatisasi Air Salah satu poin perjanjian kerjasama antara PAM Jaya dengan kedua mitra swasta adalah tentang hak dan kewajiban PAM Jaya sebagai pihak pertama dan mitra swasta sebagai pihak kedua. Beberapa dari hak PAM Jaya adalah memeriksa, mengawasi, menilai, dan mengevaluasi pelaksanaan kewajibankewajiban pihak kedua. Kemudian, PAM Jaya juga berhak menerima laporan proyek, menerima dan menyetujui program lima tahun untuk setiap periode berikutnya. Sedangkan, kewajibannya adalah menyediakan, memperbaharui, memperpanjang perizinan; memberi seluruh bantuan yang wajar kepada pihak kedua, memberikan data dan informasi yang disimpan kepada mitra swasta dalam rangka pengelolaan dan operasi. Sedangkan, hak pihak kedua adalah melaksanakan proyek, menerima bantuan umum,menerima pendapatan, mengatur pengukuran meter dan penagihan para pelanggan. Kewajibannya di antaranya adalah mengatur seluruh pendanaan yang diperlukan untuk proyek; memenuhi target teknis dan standar pelayanan sementara bertindak sesuai dengan tata cara pengoperasian yang baik. Dalam perjanjian tersebut disebutkan, bahwa pihak yang mengatur pendanaan, target teknis, standar pelayanan, pengukuran dan penagihan, dan melaksanakan seluruh operasional adalah pihak swasta. Sedangkan, pihak pertama hanya berhak menerima dan menyetujui laporan dan target, serta berkewajiban untuk memberi bantuan kepada pihak swasta.
Universitas Indonesia
75
Selain itu, perjanjian kerjasama ini telah melanggar Pasal 2 Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 13 Tahun 1992 tentang PDAM DKI Jakarta, yang menjelaskan bahwa PAM Jaya adalah badan hukum yang bewenang melakukan pengusahaan, penyediaan dan pendistribusian air minum serta usaha-usaha lain berdasarkan Peraturan Daerah ini. Perjanjian kerjasama disebut melanggar karena dalam hak dan kewajiban yang disebutkan di dalam perjanjian, PAM Jaya hanya menjadi pengawas atas hak dan kewajiban yang diberikan kepada pihak swasta.PAM Jaya menjadi kehilangan fungsi karena kewenangannya dialihkan kepada pihak swasta. Isi dari perjanjian tersebut sangat mencerinkan prinsip neoliberalisme yang meminimalisasi peran negara dan memaksimalisasi peran swasta. Peraturan perundangan tentang sumber daya air kemudian diatur pada UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Pada pasal 2, pasal 5, dan pasal 6 dijelaskan bahwa sumber daya air dikelola dengan menganut asas keadilan, kemandirian, transparansi, dan akuntabilitas.Hal itu dijamin oleh negara bahwa setiap orang berhak untuk mendapat air bagi kebutuhan pokok mereka.Air yang didistribusikan merupakan air yang sehat, bersih, dan produktif supaya warga negara bisa memenuhi standar kehidupan yang layak untuk bertahan hidup.Oleh karena itu, sumber daya air dikuasai oleh negara.Masyarakat, sebagai warga negara mempunyai peran dalam pengelolaan sumber daya air. Peran ini mempunyai korelasi dengan pemenuhan hak serta penjaminan pemenuhan hak asasi manusia atas air itu sendiri. Dalam pasal 84 ayat 1 disebutkan bahwa masyarakat berperan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya air. Namun, UU Nomor 7 Tahun 2004 ini bersifat tidak konsisten akan peraturan yang diproduksi. Pada pasal 9 ayat 1 disebutkan bahwa hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin pemerintah atau pemerintah daerah.Jelas, badan usaha merupakan badan yang bersifat mencari untung. Penjaminan hak atas air menjadi tidak ada karena pemberian hak guna usaha kepada perseorangan atau badan usaha merupakan hal yang membuat air diubah sifatnya dari yang tadinya barang publik menjadi barang ekonomi.Rupanya, pasal 9 UU Nomor 7 Tahun 2004 merupakan bentuk
Universitas Indonesia
76
pelanggengan atau legitimasi atas swastanisasi air atau privatisasi air yang telah dilakukan pada tahun 1980-an dan 1990-an atas dasar kebijakan Bank Dunia. Di dalam kontrak kerjasama antara PAM Jaya dengan pihak swasta, disebutkan bahwa pihak swasta adalah pihak yang bertanggung jawab untuk mendistribusikan air kepada masyarakat. Hal itu membuat PAM Jaya harus memberikan bantuan kepada swasta agar swasta dapat menjalankan kewajibannya dengan baik, yaitu dengan cara memberikan imbalan air kepada swasta. Imbalan air ini disebut dengan water charge. Tingginya water charge ini disesuaikan setiap semester sesuai dengan indikator inflasi dan beberapa penghitungan lain yang ditetapkan oleh PAM Jaya bersama swasta. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh adanya keinginan perusahaan untuk mencapai surplus. Surplus tidak akan dicapai apabila water charge tidak disesuaikan dengan perhitungan-perhitungan seperti inflasi. Kemudian, terdapat water tariff. Water tariff merupakan biaya yang dibebankan kepada masyarakat untuk membayar jasa pelayanan distribusi air. Kenaikan water tariff ini disesuaikan dengan water charge sehingga besarnya water tariff tersebut lebih tinggi daripada water charge. Hal itu akan membuat adanya selisih yang menjadi surplus. Namun, apabila water tariff lebih rendah daripada water charge, akan terjadi shortfall (lihat Grafik 4.2.). Shortfall merupakan utang yang harus dibayarkan PAM Jaya kepada mitra swasta sehingga PAM Jaya mengalami kerugian seperti yang dialami oleh PAM Jaya sekarang ini. Hal ini sangat sesuai dengan nilai-nilai yang dikemukakan oleh paham neoliberal yang melihat bahwa semua interaksi antarmanusia merupakan interaksi pasar yang mana isinya adalah tentang untung dan rugi. Bank Dunia dalam Loan Agreement Number 3219 IND mengatakan bahwa untuk mencapai efisiensi pendistribusian air bersih kepada warga, Indonesia harus melakukan privatisasi. Paham neoliberal di sini melihat, bahwa pengadaan anggaran untuk pelayanan publik merupakan bentuk inefisiensi finansial. Dalam hal ini, Badan Regulator PAM Jaya, yang telah memutuskan untuk tidak menaikkan water tariff agar tarif air masih bisa dicapai oleh masyarakat yang kurang mampu, secara tidak langsung melakuan pelayanan publik. Pelayanan publik tersebut menyebabkan adanya inefisiensi anggaran sehingga PAM Jaya mengalami kerugian karena paham yang
Universitas Indonesia
77
dipakai dalam kebijakan ini adalah neoliberalisme. Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya konsep pelayanan publik dalam konteks pasar. Hal yang penting hanyalah apakah pelaku kegiatan pasar mendapatkan untung atau rugi sehingga konsep pelayanan publik disingkirkan. “Kemudian, water lossnya ini. Kehilangan air.50% hilang.Ini pada kontrak pertama kali, tahun 1998. Pada tahun 2003, mereka mengalami kehilangan air dari 58% turun menjadi 43%. Tapi yang terjadi adalah realisasinya 45%.Bukannya mereka itu kemudian menyatakan bahwa „saya mau perbaikiâ€&#x;, tidak.Yang mereka lakukan mengoreksi targetnya. Jadi deket kan realisasi sama targetnya? Kalau deket, dendanya murah. Maka lebih baik mereka bayar denda ketimbang kerja keras. Koreksi ini dilakukan tanpa sepengetahuan BR. ..., setiap kontrak kerjasama dengan asing, itu basisnya adalah performance kan. Kalau orang performance ga bisa, dia cabut kan. Ini enggak.Ini berdasarkan yang namanya kebutuhan keuangan. Liat kata-katanya: Water charge is not based on kinerja. But based on a great finpro.Finpro tuh financial projection. Kalau mereka menyatakan, tahun depan harus untung sekian, nah itu acuannya. Bukan performance.â€? (Wawancara dengan Riant Nugroho tanggal 20 Januari 2014)
Dalam Tabel 4.2. pada bab Temuan Data dipaparkan data target upaya penurunan kehilangan air oleh mitra swasta dan PAM Jaya. Realisasi yang dicapai tidak sesuai dengan targetnya. Hal itu akan membuat denda yang harus dibayarkan oleh swasta kepada PAM Jaya lebih besar, dan pertanggungjawaban PAM Jaya juga akan dinilai buruk. Kemudian, untuk mengakali hal itu, PAM Jaya dan swasta melakukan koreksi target selanjutnya agar realisasi dekat dengan angka target. Hal itu akan membuat denda yang dibayarkan akan menjadi lebih murah. Dapat dilihat dari hal ini, bahwa capaian yang ingin dicapai adalah target untung, bukan target performa. Hal ini menunjukkan, bahwa air, yang tadinya merupakan barang publik, diubah menjadi barang ekonomi. Bannock, Graham, Baxter, dan Davis (1987) mendefinisikan barang publik sebagai hal yang non-rivalrous, non-excludable, dan non-rejectable. Pemakaian air oleh satu orang tidak akan mengurangi hak orang lain untuk memakai air. Kemudian, apabila ada satu orang yang mengonsumsi air bersih, orang lain tidak boleh dilarang untuk mengonsumsi air bersih tersebut. Dan lagi, air bersih merupakan hal yang tidak bisa dijauhkan dari setiap individu, bahkan apabila individu tersebut menginginkan hal tersebut.
Universitas Indonesia
78
Namun, kebijakan privatisasi air yang mencerminkan nilai neoliberalisme membuat air menjadi barang jualan yang dijual kepada masyarakat. Dengan demikian, air sekarang menjadi barang ekonomi yang memiliki nilai jual-beli yang tinggi. Nilai jual beli yang tinggi tersebut disebabkan oleh adanya sistem yang membuat pelayanan air yang telah disepakati bersama tidak lah murah. Pengelolaan air membutuhkan biaya yang tinggi karena air harus dirancang untuk meningkatkan penggunaan air yang efektif dan efisien. Pandangan pasar adalah bahwa apabila pelayanan pendistribusian air meningkat, berarti harga air juga meningkat. Dalam Hadi, Sitepu, Soraya, Kusumaningtyas, Ndaru, & Arumsari (2007), terdapat pandangan yang menggabungkan air sebagai barang publik dan air sebagai barang ekonomi. Hal ini juga merupakan bentuk privatisasi air. Kontrol atas sumber air merupakan hak pemerintah dan pemerintah pun harus ikut andil. Namun, swasta juga dapat masuk untuk mengelola air. Pandangan ini merupakan bentuk kamuflase atau bentuk pelembutan kata privatisasi karena apabila swasta masuk ke dalam pengelolaan air, swasta pasti akan mencari untung di situ.
5.4. Viktimisasi Struktural Pihak yang paling merasakan dari adanya orientasi pasar yang diaplikasikan pada pelayanan air bersih adalah masyarakat miskin. Air yang mengaliri ke rumah-rumah warga di Rawa Badak Utara dan Muara Baru sangat sedikit. Bahkan, seringkali mereka kehabisan air karena air tidak mengaliri rumah-rumah mereka. Tidak jarang mereka harus menunggu air mengalir pada dini hari hanya untuk mendapatkan dua ember air. Air yang didapatkan pun tidak layak untuk minum karena banyak jentiknya, berbau, dan berwarna hitam ataupun kuning. Hal itu sangat memberatkan mereka karena mereka masih harus bayar pelayanan air dari swasta walaupun air tidak mengalir. Untuk mempertahankan hidup, mereka akhirnya membeli air dari tukang gerobak dengan harga mahal. Setiap dua jerigen, mereka harus membayar Rp2.500,00 sampai Rp5.000,00. Untuk mendapatkan satu meter kubik air, mereka harus membeli sebanyak satu gerobak, yaitu kira-kira dua puluh jerigen. Untuk itu, mereka harus membayar
Universitas Indonesia
79
kurang lebih Rp50.000,00 sampai Rp100.000,00 per pikul. Padahal, kalau mereka hanya berlangganan air PAM, mereka hanya membayar Rp1.050,00 sampai Rp1.575,00 per 10 meter kubiknya (lihat tabel 4.3. dan tabel 4.4. pada bab Temuan Data). Dengan banyaknya anggota keluarga yang ada di rumah, pemakaian air pun akan meningkat. Hal tersebut akan memperberat pengeluaran untuk kebutuhan air bersih warga. Warga merasa tidak pernah diberitahu atau diberi sosialisasi mengenai besaran tarif, tagihan, ataupun pergantian operator dari PAM Jaya menjadi pihak swasta. Merasa diperlakukan tidak adil, mereka pun melakukan protes. Namun, sampai sekarang, tidak ada perubahan signifikan terhadap pelayanan air bersih yang diberikan kepada mereka. Pada subbab sebelumnya, terdapat penuturan bahwa air sudah menjadi barang ekonomi. Dengan berubahnya nilai air menjadi barang ekonomi, air menjadi ajang bisnis bagi para pemilik modal. Air menjadi ajang meraih keuntungan. Nilai sosial air menjadi tidak ada dan untuk mendapat air, warga harus menjadi pelanggan. Meminjam istilah Allen, Davila, dan Hofmann (2006), di sini, warga tidak lagi menjadi warga negara yang haknya harus dipenuhi, melainkan hanya menjadi pelanggan akan suatu barang yang harus dibeli dan jasa pendistribusiannya harus dibayar dengan mahal. Kemudian, adanya pabrik-pabrik, perumahan elite, dan apartemen di dekat kawasan Rawa Badak membuat aliran air ke daerah permukiman kumuh berkurang karena telah diserap oleh pabrik, perumahan, dan apartemen tersebut. Hal itu membuat hak warga Rawa Badak Utara akan air dikurangi. Air baku yang jumlahnya tetap tidak sebanding dengan banyaknya warga Jakarta sekarang. Hal itu membuat pihak operator mendahului para pelanggan yang terdapat di daerah perumahan elite dan apartemen, serta pabrik-pabrik yang masuk dalam Kelompok IV dalam kategori tarif PAM (lihat Tabel 4.4.) Kelompok IV adalah kelompok dengan pembagian tarif nomor dua termahal di bawah Kelompok V yang adalah pelabuhan (lihat Tabel 4.3.). Sedangkan warga Muara Baru RT 20 RW 17 Kelurahan Penjaringan dan warga Rawa Badak Utara RT 09 RW 09. Pasar Ular Plumpang, Permai Koja, Jakarta Utara merupakan warga yang masuk dalam
Universitas Indonesia
80
Kelompok II yang membayar lebih kecil daripada warga yang berada di Kelompok IV. Hal itu meminimkan akses warga miskin terhadap air bersih. Warga miskin menjadi disingkirkan karena tidak mempunyai daya beli yang cukup untuk membeli air bersih. Jaringan pipa air yang ada untuk dialiri air menjadi kosong dan air tidak mengalir ke rumah warga. Untuk dapat bertahan hidup, mereka harus membeli air dari tukang air yang menjual air dengan jerigen atau gerobak. Dengan membeli air bersih dari tukang air, warga harus mengeluarkan uang dengan jumlah yang lebih besar lagi, yaitu sebanyak Rp50.000,00 sampai Rp100.000,00 per dua puluh jerigen atau sekitar satu meter kubik air bersih. Bisa dilihat di sini bahwa akses terhadap air bersih menjadi minim sekali. Hal ini merupakan suatu bentuk viktimisasi struktural. Menurut Gosita (2004), viktimisasi merupakan tindakan yang membuat pihak tertentu menderita secara baik mental, fisik, maupun sosial yang dilakukan oleh pihak tertentu dan demi kepentingan tertentu. Warga miskin di Muara Baru dan Rawa Badak Utara merupakan pihak yang menjadi korban karena mereka menderita secara sosial yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia demi kepentingan pasar. Mengacu pada Fattah (2000), ketidakberdayaan warga miskin diperkuat dengan adanya perampasan akan hak asasi manusia akan air bersih. Ada crisis by design atau krisis yang dibuat melalui perencanaan. Perencanaan tersebut dimasukkan ke dalam struktur sosial yang melembaga, yang dilegalkan dalam bentuk kebijakan publik. Viktimisasi struktural ini diperlihatkan dalam bagaimana warga susah mengakses air bersih yang merupakan suatu kebutuhan dasar manusia, terlebih air bersih ini merupakan hak asasi manusia. Viktimisasi struktural ini kemudian berujung pada adanya kerusakan sosial. Pemerintah Indonesia berambisi untuk mencapai kesetaraan dengan negara maju dalam bidang ekonomi dan politik membuat adanya kerusakan sosial yang menghasilkan kerusakan kesetaraan akan akses terhadap air bersih. Mengacu pada Fattah (2000), viktimisasi ini timbul dengan cara merancang kelompok tertentu sebagai korban. Dapat kita lihat, bahwa pihak yang diuntungkan dalam hal ini adalah korporasi internasional dan juga Bank Dunia yang menginginkan status quo dalam aktivitas internasional. Di lain
Universitas Indonesia
81
pihak, warga Indonesia, khusunya Jakarta malah mengalami kerugian. Warga Jakarta dirancang sebagai pihak yang menjadi korban. Apabila warga Jakarta tetap dapat mendapat air bersih, keuntungan jangka panjang hanya akan didapat oleh korporasi internasional, bukan warga negara Indonesia.
5.5. Crime of Domination sebagai Bentuk Kejahatan Negara dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia akan Air Bersih Di awal bab ini, peneliti telah menyatakan, bahwa hak atas air merupakan suatu hak asasi manusia yang harus dipenuhi. Sidang Umum PBB pada tahun 2010 telah menyepakati bahwa air minum yang bersih dan sanitasi yang baik merupakan hak asasi manusia yang sangat penting untuk kehidupan dan keseluruhan hak asasi manusia.Hak atas air ini ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai kebutuhan akan air yang tidak bisa digantikan oleh apapun juga. Air merupakan penggerak roda kehidupan manusia. Seperti kata Hale (2007), bahwa Hak Asasi Manusia atas air ini tidak hanya sekadar izin untuk menggunakan air. Hak atas air ini merupakan hak sosial dan ekonomi yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Manusia mempunyai hak yang kekal dan abadi untuk berkompetisi secara setara, adil, dan bebas dalam bidang sosial, ekonomi, dan poolitik. Kesempatan yang setara ini merujuk pada prinsip keadilan yang harus mengendalikan adanya ketidaksetaraan sosial di dalam masyarakat. Segala prasyarat kehidupan manusia, seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, pekerjaan, rekreasi, dan keamanan harus dijamin. Hal-hal tersebut merupakan hal dasar yang tidak boleh dianggap sebagai hadiah. Hal tersebut merupakan hak yang harus dijamin pemenuhannya (Schwendinger & Scwendinger, 1975). Dalam hal ini, air bersih merupakan hak yang kekal dan abadi dan melekat pada manusia. Apabila kita membicarakan hak asasi manusia akan air bersih, kita harus pula membicarakan kesempatan yang setara dan adil dalam mengakses air bersih. Dengan akses yang bisa dicapai, air bersih pun dapat dicapai dan bisa membuat adanya kesejahteraan di dalam kehidupan manusia. Hak atas air ini tidak bisa dianggap sebagai hadiah semata. Hak atas air ini harus dipenuhi oleh pemerintah agar warga negaranya bisa hidup sejahtera.
Universitas Indonesia
82
Namun, air sekarang tidak bisa diakses dengan mudah, murah, dan berkualitas oleh masyarakat dengan kelas ekonomi bawah. Akses terhadap air bersih menjadi sangat sulit. Hal itu membuat pemenuhan hak asasi manusia akan air pun menjadi susah, karena pemenuhan HAM akan suatu hal tidak bisa dilakukan tanpa adanya akses terhadap hal itu. Oleh karena itu, ketiadaan akses akan air ini merupakan suatu bentuk pelanggaran HAM. Pun disebutkan dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 butir keenam, bahwa pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Dalam rangka menyesuaikan diri dari dominasi Bank Dunia, pemerintah RI membuat kebijakan privatisasi air dan mengadakan perjanjian kerjasama dengan pihak swasta. Mengacu pada Barak (2001), tindakan Indonesia dalam membuat kebijakan privatisasi air merupakan produk dari kegiatan yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam akumulasi modal. Quinney berkata, bahwa terdapat reaksi dan ekspresi dari adanya penekanan struktural dan perjuangan kelas. Reaksi dan ekspresi tersebut disebut sebagai adaptasi struktural, dan hal itu merupakan sebab dari adanya tindak kejahatan (Barak, 2001). Mengacu pada Vito, Maahs, & Holmes (2006), bentuk adaptasi struktural melahirkan adanya crimes of accommodation. Kebijakan privatisasi air ini lah yang menjadi bentuk reaksi dan ekspresi sebagai hasil adaptasi struktural dari pemerintah Indonesia dari adanya perjuangan kelas yang dilakukan oleh negara Indonesia dalam dunia global. Mengacu pada Giddens dalam Priyono (2002), struktur signifikasi, dominasi, dan legitimasi yang terdapat pada praktik globalisasi membuat pemerintah Indonesia berada dalam lingkaran struktur yang membentuk praktikpraktik yang kemudian lebih menguatkan struktur tersebut. Dalam dominasi dan legitimasinya, Bank Dunia mengharuskan Indonesia membuat kebijakan
Universitas Indonesia
83
privatisasi air. Dalam hal ini, Indonesia berada dalam suatu sistem yang merupakan timbal-balik antara struktur dan praktik sosial yang terus-menerus dilakukan. Oleh karena itu, Indonesia pun menjalani proses pergeseran orientasi PAM Jaya, yang tadinya adalah sebagai pelayanan publik menjadi berorientasi pelanggan (costumer oriented) atau berorientasi pasar. Proses pergeseran orientasi PAM Jaya tersebut dijalani dengan proses yang cukup lama, yaitu sejak adanya Petunjuk Presiden RI pada 12 Juni 1995 sampai dengan ditandatanganinya perjanjian kerjasama antara PAM Jaya dengan kedua mitra swasta. Dalam hal ini, rakyatlah yang dirugikan. Terdapat viktimisasi struktural dalam kebijakan ini. Terdapat struktur yang secara kontinyu yang membuat warga miskin dirugikan. Adanya viktimisasi struktural membuktikan bahwa telah terjadi ketidakadilan yang dilahirkan oleh kebijakan publik ini. Menurut Neil Gilbert dalam Stoesz (1996), keadilan merupakan suatu gagasan bahwa kontrak sosial menentukan tanggung jawab timbal-balik antara individu dengan negara. Keadilan ini dapat diukur dengan kesejahteraan. Hal yang dialami oleh warga miskin di Rawa Badak Utara dan Muara Baru merupakan bentuk dari ketiadaan akses terhadap air bersih. Hal itu menunjukkan bahwa terdapat ketidaksejahteraan karena tidak adanya akses terhadap air bersih yang merupakan kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia. Distribusi akan barang dan jasa dilandaskan pada kemampuan untuk membayar, bukan atas dasar kemanusiaan. Tidak ada konsep keadilan dalam kebijakan privatisasi air ini. Hal tersebut disebabkan oleh karena orang-orang berpaham neoliberal, yang menilai bahwa semua tindakan manusia merupakan tindakan pasar, menentang konsep welfare justice karena hal tersebut tidak bisa diukur oleh ekonomi. Dalam Schwendinger & Scwendinger (1975), dikatakan bahwa prinsip keadilan harus mengendalikan adanya ketidaksetaraan sosial di dalam masyarakat. Individu harus dilihat dan diperhatikan sebagai lebih dari objek yang diperlakukan secara setara oleh institusi. Semua orang harus dijamin prasyarat kehidupannya, termasuk makanan, tempat berlindung, pakaian, pelayanan medis, pekerjaan, rekreasi, dan keamanan dari individu predator atau elit sosial yang imperialistik dan represif. Namun, kesetaraan seringkali dibela bukan atas dasar logika formal,
Universitas Indonesia
84
namun atas dasar politik. Dalam privatisasi air ini, kebijakan dibuat atas dasar kepentingan pemerintah yang berparadigma pasar dalam rangka neoliberalisme. Hal ini membuat warga Jakarta menjadi tidak terlahir bebas dan setara. Kesetaraan dalam hal mengakses air bersih menjadi harus dicapai dengan harga tinggi sebagai usaha pencapaiannya. Dalam hal ini, konsep welfare justice tidak diaplikasikan. Menurut Mustofa (2010), apabila masyarakat mengalami kerugian, baik secara fisik, psikologis, maupun materi yang disebabkan oleh adanya suatu pola tingkah laku, di situ terdapat kejahatan. Kejahatan dapat dilakukan baik secara individu maupun secara kelompok, baik dalam suatu organisasi, maupun di luar organisasi. Negara merupakan suatu organisasi besar. Apabila suatu negara melakukan suatu tindakan, tindakan tersebut pastilah akan berdampak pada warga negaranya. Tidak bisa dipungkiri, bahwa dalam melakukan suatu kebijakan, negara bisa melakukan kejahatan. Dalam hal ini, negara melakukan kejahatan dengan meniadakan akses air bersih bagi warga miskin. Warga miskin menjadi dirugikan karena mereka tidak mendapatkan air bersih. Namun, Barlow dan Decker (2010) menyebutkan, bahwa kejahatan negara merupakan hal yang kasat mata karena tidak dapat dengan mudah didefinisikan. Hal itu disebabkan oleh apa yang disebut Quinney sebagai pendefinian kejahatan oleh aparat penegak hukum. Aparat penegak hukum merupakan representasi dari negara yang membuat hukum dan definisi kejahatan untuk mengontrol kelas bawah (Vito, Maahs, & Holmes, 2006) dan hal itu membuat negara sulit didefinisikan sebagai pelaku kejahatan. Menurut Julia dan Herman Schwendinger, definisi kejahatan harus terbuka dengan isu moral (Schwendinger & Scwendinger, 1975). Isu tentang air bersih ini merupakan isu moral yang apabila dilanggar, akan menyebabkan kerusakan sosial. Pelanggaran hak asasi manusia atas air ini berwujud pada viktimisasi struktural oleh negara yang membuat warga miskin tidak bisa mengkses air bersih. Hal tersebut menyebabkan kerusakan sosial, dan oleh sebab itu kesempatan individu untuk memenuhi kehidupannya pun manjadi terbatas. Mengacu pada Schwendinger & Scwendinger (1975), terdapat sistem sosial yang menyebabkan ketidaksetaraan. Sistem sosial ini lah yang merupakan pelaku
Universitas Indonesia
85
kejahatan. Adanya kegiatan yang berulang-ulang dan ajeg membuat rakyat semakin menderita karena sulit mengakses air bersih. Keadaan ini bertentangan dengan sila kelima Pancasila yang berbunyi, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.� Pemerintah sebagai institusi yang netral
dan
mempunyai
kuasa
untuk
mengatur
negara
dengan
tujuan
mensejahterakan rakyatnya, seharusnya menegakkan pemenuhan hak asasi manusia bagi warganya. Pemerintah harus dapat menyediakan pelayanan barang dan jasa untuk semua pihak yang berhak mendapatkannya. Hal tersebut membuat negara, sebagai pelaku yang membuat air bersih menjadi tidak bisa diraih, menjadi pelaku kejahatan. Menurut Schwendinger & Scwendinger (1975), saat hak asasi manusia dibuat menjadi dasar dari definisi perilaku kejahatan, pelanggaran terhadap hak asasi manusia merupakan perhatian utama kriminologi. Keamanan dan jaminan kesehatan dan akses akan air bersih merupakan hal yang mendasar. Ancaman terhadap kesehatan seseorang akan membahayakan hal lainnya.Pemusnahan akan hak-hak asasi manusia, termasuk hak asasi atas air yang disebabkan oleh adanya hubungan dan sistem sosial yang teratur dan kontinyu menghasilkan suatu kerusakan sosial (Schwendinger & Scwendinger, 1975). Hal tersebut akan membatasi kesempatan individu untuk memenuhi kehidupannya. Penolak hak asasi manusia merupakan pihak pelaku kejahatan. Hal itu membuat Julia dan Herman Scwendinger menyebutkan, bahwa pemerintah secara legal disebut sebagai pelaku kejahatan karena telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Pemerintah membuat sistem dan hubungan sosial yang secara terus-menerus membuat air bersih menjadi susah dan mahal diraih oleh warga miskin. Oleh karena itu, dapat disebutkan bahwa pemerintah Indonesia melakukan pelanggaran hak asasi manusia atas air.
Universitas Indonesia
86
BAB 6 PENUTUP
6.1. Kesimpulan Globalisasi yang terjadi membuat batas ruang dan waktu menjadi pudar, bahkan menghilang. Akses berita dan informasi dari suatu tempat akan mudah didapatkan dan diketahui oleh orang-orang yang berada di belahan dunia lain. Transportasi dan komunikasi berkembang pesat untuk memenuhi era globalisasi, dan globalisasi pun turut mendukung adanya transportasi dan komunikasi yang makin canggih. Dengan begitu, mengambil istilah dari Mark Findlay (2004), bahwa terdapat kesadaran manusia sebagai penduduk dunia secara global terhadap adanya dunia secara utuh. Hal ini memberikan kesempatan bagi setiap negara untuk membuka diri terhadap politik dan ekonomi global. Dalam dunia yang secara utuh tergabung ini, hubungan antarmanusia di dalam dunia menjadi saling tergantung. Salah satu cerminan dari globalisasi adalah adanya pengakuan atas hak asasi manusia atas air. Pengakuan atas hak asasi manusia atas air ini awalnya adalah dari Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya yang salah satu poinnya menyatakan bahwa terdapat hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak, termasuk pangan, sandang, dan papan, dan atas perbaikan yang terusmenerus. Kemudian, terdapat Komentar Umum Nomor 15 Tahun 2002 dari Komite Hak Ekonomi Sosial dan Budaya PBB tentang Hak atas Air yang menyatakan, bahwa hak atas air merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari hak-hak asasi manusia lainnya. Dalam Komentar Umum itu terdapat kalimat yang menyatakan, bahwa hak atas air masuk ke dalam jaminan penting untuk mengamankan standar kehidupan yang layak. Untuk menindaklanjuti hal itu, diadakan Sidang Umum PBB tahun 2010 yang menyepakati bahwa air minum yang bersih dan sanitasi yang baik merupkan hak asasi manusia yang sangat penting untuk kehidupan. Selain meningkatkan kesadaran akan hak asasi manusia, globalisasi juga memberikan janji-janji ekonomi kepada semua negara di dunia. Globalisasi menjanjikan akan memberikan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dalam
86
Universitas Indonesia
87
suatu negara apabila negara tersebut mau membuka diri terhadap perdangan internasional
(Stiglitz,
2002).
Dengan
keterbukaan
ekonomi,
korporasi
internasional dapat membantu memindahkan teknologi, modal, dan barang melewati batas-batas negara. Dengan itu, suatu negara, khususnya negara yang sedang berkembang, dapat melakukan akselerasi pembangunan negara untuk mencapai pembangunan yang telah dilakukan oleh negara-negara maju, seperti USA dan UK. Kemudian, dalam rangka melakukan pembangunan untuk mencapai akselerasi level global, negara berkembang tidak mempunyai modal yang cukup untuk memulai pembangunan. Untuk itu, diadakan suatu lembaga bantuan asing sebagai salah satu aspek dunia global. Hal ini dialami sendiri oleh Indonesia. Dalam era globalisasi, Indonesia ingin turut melakukan pembangunan untuk menjadi negara maju di dunia. Namun sayangnya, Indonesia tidak mempunyai cukup modal dan teknologi dalam membangun negara. Untuk itu, Indonesai meminjam dana kepada Bank Dunia dalam rangka melakukan pembangunan. Dengan adanya pinjaman tersebut, Indonesia menjadi terikat dengan suatu perjanjian peminjaman dana yang membuat Indonesia menjadi tergantung kepada Bank Dunia. Bank Dunia sendiri merupakan lembaga yang turut membuat Konsensus Washington (the Washington Consensus) yang menganut paham neoliberal, bersama dengan IMF dan the US Treasury. Tiga ide besar paham neoliberal adalah liberalisasi, deregulasi, dan privatisasi. Neoliberalisme menganut bahwa hubungan antarmanusia dinilai dengan kegiatan pasar. Tolok ukur untuk menilai kebijakan pemerintah adalah bagamana kegiatan, kinerja, dan kepentingan pasar terjadi. Oleh karena itu, dilakukan liberalisasi dan deregulasi agar campur tangan negara dapat berkurang dan dapat menyilakan pasar untuk berkegiatan sebebas mungkin. Kemudian, untuk menyokong kepentingan pasar, negara harus menyingkirkan kepentingan publik. Hal itu didasari oleh pandangan bahwa anggaran untuk pelayanan publik merupakan bentuk inefisiensi finansial. Untuk itu, dilakukan privatisasi agar dapat menumbuhkan efisiensi finansial. Dengan melakukan pinjaman kepada Bank Dunia, Indonesia disusupi nilai-nilai dari paham neoliberal tersebut. Bank Dunia mengeluarkan kajian yang berisi bahwa pelayanan air di Indonesia masih terpengaruh sistem politik dan
Universitas Indonesia
88
tidak disiplin dalam hal finansial. Hal itu merupakan kamuflase agar pelayanan publik dapat jatuh ke ranah pasar yang kemudian akan menghilangkan nilai barang publik tersebut dan menggantinya menjadi barang ekonomi. Indonesia yang terikat dan tergantung pada Bank Dunia pun harus melakukan privatisasi dengan alasan harus terciptanya peningkatan efisiensi kerja dan finansial. Pelayanan publik akan air pun berubah orientasi menjadi berorientasi pada pelanggan. Dengan kata lain, air menjadi barang ekonomi yang diperjualbelikan kepada pelanggan yang untuk mengonsumsinya harus mempunyai daya beli. Hal ini merupakan bentuk dari struktur globalisasi yang di dalamnya terdapat tata wacana, tata politik, dan tata legitimasi Bank Dunia sebagai aspek globalisasi. Dalam praktiknya, Indonesia tidak bisa menentukan sendiri kebijakan apa yang harus diputuskan karena Indonesia sudah masuk ke dalam sistem yang mana struktur dan praktik sosial merupakan dua hal yang saling mendukung keberlangsungan keduanya. Susupan ide neoliberalisme ini merupakan bentuk hegemoni yang dilakukan oleh Bank Dunia terhadap Indonesia dalam dunia internasional. Mengacu pada Gramsci, hegemoni ini merupakan bentuk pengamanan legitimasi Bank Dunia dalam dunia global. Bank Dunia membutuhkan pengakuan akan status quo yang kemudian dapat mengamini dominasinya sehingga dominasi tersebut seolah-olah disepakati bersama oleh semua negara di dunia, termasuk Indonesia, dan kemudian dilembagakan dalam suatu konsensus. Di sini jelas Indonesia ditekan dalam rangka hegemoni Bank Dunia terhadap Indonesia. Dalam konteks ini, apabila mengacu pada Barak (2001), penekanan yang dilakukan oleh Bank Dunia membuat Indonesia menghasilkan suatu reaksi sebagai bentuk adaptasi struktural. Mengacu pada Quinney, reaksi tersebut adalah berupa crimes of domination. Privatisasi air itu lah yang merupakan bentuk dari crimes of domination yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap rakyatnya. Hal itu disebabkan oleh karena adanya rakyat miskin yang dimarginalisasi karena tidak dapat mengakses air bersih dengan murah, mudah, dan berkualitas. Dengan sistem privatisasi, air bersih menjadi barang ekonomi yang hanya dapat dikonsumsi apabila pelanggan mempunyai daya beli. Rakyat Indonesia, dalam kasus ini adalah rakyat Jakarta, dianggap
Universitas Indonesia
89
sebagai pelanggan, bukan sebagai warga negara yang haknya harus dipenuhi oleh negara. Air bersih merupakan isu moral karena ia berhubungan dengan bagaimana manusia dapat terus-menerus menggerakkan roda kehidupan mereka. Menurut Julia dan Herman Schwendinger, isu moral tersebut ditentukan dengan adanya hak asasi manusia. Prasyarat kehidupan semua orang harus dijamin, seperti makanan, tempat berlindung, pakaian, kesehatan, pekerjaan, rekreasi, dan keamanan. Termasuk juga di dalamnya adalah air bersih. Air bersih tersebut merupakan hal dasar yang tidak boleh hanya dianggap sebagai hadiah. Air bersih merupakan hak asasi yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia. Mengacu pada Julia dan Herman Schwendinger dalam Taylor, Walton, Young (1975), kesetaraan untuk mendapatkan air bersih sebagai hak asasi manusia dibela dengan dasar politik atau atas dasar siapa yang menang. Pemerintah melegitimasikan hal itu dalam bentuk kebijakan yang dibuat dan diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memiliki kewenangan hukum, politis, dan finansial (Suharto, 2006), dan dibuat dengan tujuan pembangunan negara (Nugroho, 2012) sebagai bentuk kamuflase. Hal itu membuat pencapaian kebebasan dan kesetaraan harus dicapai dengan harga tinggi. Julia dan Herman Schwendinger mengatakan, bahwa saat hak asasi manusia dibuat sebagai dasar definisi akan tindak kejahatan, maka pelanggaran terhadap hak asasi manusia merupakan domain utama dari kriminologi. Terdapat pembatasan yang membuat manusia menjadi terhambat untuk memenuhi kehidupannya. Dalam kasus privatisasi air ini, pemerintah melanggengkan privatisasi air tersebut dan membuat adanya diskriminasi yang muncul dari adanya rakyat miskin yang tidak mempunyai akses terhadap distribusi air bersih. Situasi ini dijelaskan dengan faktor-faktor, termasuk ketidakmampuan mereka untuk membayar, dan investasi infrastruktur yang bias antara pemerintah daerah dengan korporasi. Padahal, manusia mempunyai hak untuk hidup dan sumber daya yang menunjang kehidupan itu sendiri. Kebijakan privatisasi air DKI Jakarta ini mendorong adanya krisis. Banyak kejadian yang mengindikasikan bahwa negara merugikan masyarakat, seperti
Universitas Indonesia
90
koreksi target yang bukannya memperbaiki performa, malah akan membuat untung PAM Jaya dan pihak swasta, air bersih yang jarang mengalir ke permukiman miskin, dan kualitas air yang sangat buruk sehingga tidak bisa dikonsumsi. Masyarakat miskin tidak mendapatkan pelayanan distribusi air bersih sehingga mereka harus membeli air bersih di gerobak atau jerigen dengan harga yang mahal. Hal itu dilakukan oleh pemerintah Indonesia sebagai hasil adaptasi struktural dari hegemoni Bank Dunia yang di dalamnya mengandung suntikan ide neoliberal yang dilakukan dalam jubah globalisasi. Kondisi ini merepresentasikan adanya pelanggaran serius akan hak asasi manusia dan hal itu tidak bisa ditoleransi. Dengan dilanggarnya hak asasi manusia masyarakat DKI Jakarta atas air bersih, masyarakat menjadi korban atas ketidakadilan sistem sehingga mereka tidak bisa mengakses air bersih untuk kehidupan mereka. Masyarakat DKI Jakarta dirugikan.Negara jelas melakukan kejahatan dengan mengeluarkan kebijakan privatisasi air ini.Jadi, dengan ini, pemerintah Indonesia melakukan pelanggaran hak asasi manusia atas air. Dengan melanggar hak asasi manusia atas air, pemerintah melakukan suatu tindakan kejahatan yang berat.
6.2. Saran Dalam memenuhi hak asasi mansuai warga atas air bersih, pemerintah Indonesia harus menyerahkan operasional pelayanan air seluruhnya kepada publik. Hal ini berarti, pemerintah lah yang memegang semua bentuk kendali dan operasional pelayanan air bersih. Peneliti menyarankan hal ini atas dasar pikiran bahwa dalam melakukan tugas kenegaraan, negara melakukan bentuk pelayanan kepada warga negaranya. Namun, apabila ada peran swasta di dalamnya, penyediaan air bersih untuk warga harus didasari oleh berapa keuntungan yang bisa didapat tanpa melihat sisi kemanusiaan dalam pelayanan publik. Dengan pemerintah yang memegang kendali, manajemen pelayanan bisa dilakukan atas dasar hak asasi manusia atas air bersih. Kemudian, negara harus meninjau kembali semua undang-undang dan segala bentuk peraturan lainnya yang berimplikasi pada pemenuhan hak asasi manusia. Negara harus menyesuaikan segala bentuk peraturan yang dibuat dengan
Universitas Indonesia
91
UUD 1945 dan konvensi HAM yang diikuti. Hal itu akan membuat segala bentuk kebijakan, hukum, dan peraturan akan sejalan dengan realisasi pemenuhan hakhak asasi manusia. Selain itu, perlu diadakan penelitian lanjutan yang membahas fenomena yang sama namun dengan subjek yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh kompleksnya masalah air bersih dan sanitasi di DKI Jakarta. Masalah-masalah tersebut meliputi pencurian air dari pipa saluran air oleh warga, preman-preman yang menguasai suatu daerah sehingga pihak operator tidak bisa menyalurkan air dengan leluasa, dan indikasi korupsi dalam penyediaan air bersih ini. Selain itu, perlu juga ada penelitian dari sudut pandang kriminologis soal pasokan air bersih ke gedung-gedung bertingkat yang minim sehingga menyebabkan terjadinya penghisapan air tanah dalam secara besar-besaran yang mengakibatkan turunnya tanah Jakarta sehingga mengakibatkan banjir bandang di Jakarta.
Universitas Indonesia
92
DAFTAR PUSTAKA
Buku Aas, K. F. (2007). Globalization and Crime. London: SAGE Publication. Adamson, W. L. (1980). Hegemony and Revolution: A Study of Antonio Gramsci's Political and Cultural Theory. California: University of California Press, Ltd. Aminuddin, M. F. (2009). Globalisasi dan Neoliberalisme: Pengaruh dan Dampaknya bagi Demoratisasi Indonesia. Yogyakarta: Logung Pustaka. Barak, G. (2009). Criminolgy: An Integrated Approach. Plymouth: Rowman & Littlefield Publishers. Barlow, H. D., & Decker, S. H. (2010). Criminology and Public Policy: Putting Theory to Work. Pennsylvania: Temple University Press. Biswas, A. K., & Tortajada, C. (2005). Water Pricing and Public-Private Partnership. New York: Routledge. Chambliss, W. J., Michalowski, R., & Kramer, R. (2010). State Crime in the Global Age. Portland: Willan Publishing. Coicaud, J.-M., Doyle, M. W., & Gardner, A.-M. (2003). The Globalization of Human Rights. Tokyo: The United Nation University Press. Committee on Economic, Social, and Cultural Rights. (2002). The Right to Water. United Nations. Cox, K. R. (1997). Spaces of Globalization. New York: The Guilford Press. Doig, A. (2011). State Crime. New York: Willan Publishing. Dunn, W. N. (2003). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Findlay, M. (2004). Globalisation of Crime. Cape Town: Cambridge University Press. Green, P., & Ward, T. (2004). State Crime : Governments, Violence and Corruption. London: Pluto Press. Gosita, A. (2004). Masalah Korban Kejahatan: Kumpulan Karangan. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Universitas Indonesia
93
Hadi, S., Sitepu, D. S., Soraya, D., Kusumaningtyas, D., Ndaru, H., & Arumsari, M. (2007). Post Washington Consensus dan Politik Privatisasi di Indonesia. Tangerang: Marjin Kiri. Hall, D., & Lobina, E. (2008). Air Sebagai Layanan Publik. Jakarta: KRuHA. Kay, A. (2006). The Dynamics of Public Policy. Cheltenham: Edward Elgar Publishing. KIARA dan KRuHA. (2013). Catatan Diskusi Komunitas Nelayan Marunda Kepu. Jakarta: KIARA - KRuHA. Knepper, P. (2007). Criminology and Social Policy. London: SAGE Publication. Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta. (t.thn.). Praktik Swastanisasi Air di Jakarta. Praktik Swastanisasi Air di Jakarta. Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta. Lanti, A., Nugroho, R., Ali, F., Kretarto, A., & Zulfikar, A. (2008). Sepuluh Tahun Kerjasama Pemerintah-Swasta pada Pelayanan Air PAM DKI Jakarta 1998-2008. Jakarta: Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI Jakarta. McDonald, D. A., & Ruiters, G. (2005). The Age of Commodity. London: Earthscan. Moghalu, K. C. (2006). Global Justice: The Politics of War Crimes Trials. Connecticut: Praeger Security International. Moran, M., Rein, M., & Goodin, R. (2008). The Oxford Handbook of Public Policy. New York: Orford University Press. Mustofa, M. (2010). Kriminologi. Bekasi: Sari Ilmu Pratama. Nash, K. (2009). The Cultural Politics of Human Rights. Cambridge: Cambridge University Press. Neuman, L. M. (1997). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches in Social Works. New York: Columbia University. Nugroho, R. (2012). Public Policy for the Developing Countries. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Overman, M. (1976). Water: Solutions to a Problem of Supply and Demand. London: The Open University Press. Priyono, H. (2002). Anthony Giddens: Suatu Pengantar. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Universitas Indonesia
94
Priyono, H. (2006). Neoliberalisme dan SIfat Elusif Kebebasan. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta. Ritzer, G., & Goodman, D. J. (2011). Teori Sosiologi. Bantul: LKPM. Serra, N., & Stiglitz, J. E. (2008). The Washington Consensus Reconsidered: Towards a New Global Governance. New York: Oxford University Press. Shiva, V. (2002). Water Wars: Privatization, Pollution, and Profit. London: Pluto Press. Sopian, A., & dkk. (2006). Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Schwendinger, J., & Scwendinger, H. (1975). Defenders of Order or Guardians of Human Rights? dalam I. Taylor, P. Walton, & J. Young, Critical Criminology (hal. 113-146). London: Routledge and Kegan Paul Ltd. Stiglitz, J. E. (2002). Globalization and Its Discontents. New York: W. W. Norton & Company. Suharto, E. (2006). Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. Bandung: Alfabeta. Sutherland, E. H., & Cressey, D. R. (1978). Criminology. New York: J. B. Lippincott Company. Talbott, W. J. (2010). Human Rights and HUman Well-Being. New York: Oxford University Press. Tim KRuHA. (2005). Kemelut Sumber Daya Air: Menggugat Privatisasi Air di Indonesia. Yogyakarta: LAPERA dan KRuHA. United Nations. (2010). UN General Assembly: Resolution adopted by the General Assembly on 28 July 2010: The Human Right to Water and Sanitation. United Nations. United Nations Human Rights; WHO. (2008). Human Rights, Health, and Poverty Reduction Strategies. Geneva: WHO Press. Vito, G. F., Maahs, J. R., & Holmes, R. M. (2006). Criminology: Theory, Research, and Policy. Sudbury: Jones and Bartlett Publishers.
Universitas Indonesia
95
Jurnal Ahlers, R. (2010). Fixing and Nixing: The Politics of Water Privatization. Review of Radical Political Economics, Sage Publication. Allen, A., Dรกvila, J. D., & Hofmann, P. (2006). The peri-urban water poor: citizens or consumers? Environment and Urbanization, 333-351. Bakker, K. (2007). The "Commons" Versus the "Commodity": Alterglobalization, Anti-privatization and the Human Right to Water in the Global South. Journal Compilation: Editorial Board of Antipode, 430455. Barak, G. (2001). Crime and Crime Control in and Age of Globalization: A Theoretical Dissection. Critical Criminology, 57-72. Borgatta, E. F. (1996). Welfare Justice: Restoring Social Equity by Neil Gilbert (Review). Contemporary Sociology, 498-499. Bortolotti, B., & Pinotti, P. (2008). Delayed Privatization. Public Choice, 331351. Branco, M. C., & Henriques, P. D. (2010). The Political Economy of the Human Right to Water. Review of Radical Political Economics, 142-156. Budds, J., & McGranahan, G. (2003). Are the debates on water privatization missing the point? Experiences from Africa, Asia, and Latin America. Environment and Urbanization, 87-114. Cohen, S. (1993). Human Rights and Crimes of The State: The Culture of Denial. Austrialian & New Zealand Journal of Criminology, 97-116. Fattah, E. A. (2000). Victimology: Past, Present, and Future. Criminologie, 17-46. Hale, S. (2007). The Significance of Justiciability: Legal Rights, Development, and the Human Right to Water in the Philippines. The SAIS Review of International Affairs, 139-150. Janmaat, J. (2011). Water Markets, Licenses, and Conservation: Some Implications. Land Economics, 145-160. Klawitter, S., & Qazzaz, H. (2007). Water as a Human Right: Understanding of Water in the Arab Countries of the Middle East. Water Resources in the Middle East, 283-290. Lasslett, K. (2010). Crime or Social Harm? A Dialectical Perspective. Crime, Law, and Social Change, 1-19.
Universitas Indonesia
96
Morinville, C., & Rodina, L. (2012). Rethinking the human right to water: Water access and dispossession in Botswana’s Central Kalahari Game Reserve. Geoforum, 150-159. Mulwafu, W. O. (2010). Water Rights in the Context of Pluralism and Policy Changes in Malawi. Physics and Chemistry of the Earth, 35, 752-757. Schwab, K. (2008). Global Corporate Citizenship: Working with Governments and Civil Society. Foreign Affairs, 107-118. Spronk, S. J. (2007). The Politics of Water Privatization in the Third World. Review of Radical Political Economics, 126-132. Stoesz, D. (1996). Welfare Justice: Restoring Social Equity (Review). Scholarly Journals, 570-571. Terhorst, P. (2008). 'Reclaiming public water': changing sector policy through globalization from below. Progress in Development Studies, 103-114. Yeboah, I. (2006). Subaltern Strategies and Development Practice: Urban Water Privatization in Ghana. The Geographical Journal, 50-65.
Skripsi Andari, A. J. (2012). Analisis Viktimisasi Struktural terhadap Tiga Korban Perdagangan Perempuan dan Anak Perempuan. Depok: Universitas Indonesia. Buditami, I. M. (2012). Pengawasan Pelaksanaan Privatisasi Air di Indonesia dalam Tinjauan Akuntabilitas Publik (Studi Kasus Public-Private Partnership di Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta). Depok: Universitas Indonesia. Irwansyah. (2001). Mobilisasi dan Aksi-Aksi Kolektif Serikat Pekerja PAM Jaya Menentang Privatisasi PAM Jaya. Depok: Universitas Indonesia. Triyananda, A. (2013). Dampak Privatisasi Air di Jakarta terhadap Diskriminasi Perempuan atas Akses Air Periode 1998-2003 (Studi Kasus Pelayanan Palyja di Muara Baru). Depok: Universitas Indonesia.
Universitas Indonesia
97
Website Ahalla, M. (2012, Desember 14). Globalisasi dalam Hubungan Internasional. Dipetik November 9, 2013, dari Ahalla Tsauro: http://muhammad-ahallafisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-68388-umumGlobalisasi%20dalam%20Hubungan%20Internasional.html Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2011, November). Jumlah Penduduk Provinsi DKI Jakarta. Dipetik Februari 23, 2013, dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Provinsi DKI Jakarta: http://dki.kependudukancapil.go.id/?Itemid=63&id=4&option=com_conte nt&view=article Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air. (2011, Maret 15). Privatisasi Air. Dipetik September 23, 2013, dari KRuHA.org: http://www.kruha.org/page/id/dinamic_detil/11/101/Privatisasi_Air/Privati sasi_Air.html Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air. (2011). Profil KRuHA. Dipetik Maret 29, 2013, dari Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air: http://www.kruha.org/page/id/static/1/Profil.html KRuHA. (2011, Desember 3). Warga Miskin Jakarta Menjadi Tumbal Swastanisasi Layanan Air. Dipetik November 18, 2012, dari KRuHA: http://www.kruha.org/page/id/dinamic_detil/22/221/Kampanye/Warga_Mi skin_Jakarta_Menjadi_Tumbal_Swastanisasi_Layanan_Air_.html KRuHA. (2012, Desember 8). Skandal Swastanisasi Air Jakarta: Negosiasi Bagi Untung PAM JAYA dan PALYJA. Dipetik Februari 19, 2013, dari KRuHA: http://www.kruha.org/page/id/dinamic_detil/59/283/Berita/Negosiasi_Bagi _Untung_PAM_Jaya_dan_PALYJA.html Leks & Co Lawyers. (2013, November 6). Privatisasi Perusahaan Perseroan. Dipetik Maret 3, 2014, dari Hukum Perseroan Terbatas: http://www.hukumperseroanterbatas.com/2013/11/06/privatisasiperusahaan-perseroan/ Liputan6.Com. (2013, Agustus 6). [VIDEO] Tak Mengucur, Warga Penjaringan Patungan Beli Air. Dipetik November 13, 2013, dari Liputan6.Com: http://news.liputan6.com/read/659100/video-tak-mengucur-wargapenjaringan-patungan-beli-air PAM
Jaya. (2012). PAM Jaya. http://www.pamjaya.co.id/home
Dipetik
2014,
dari
PAM
Jaya:
Universitas Indonesia
98
PosKotaNews.Com. (2012, Februari 24). 475 KK di Penjaringan Minim Air Bersih. Dipetik November 13, 2013, dari PosKotaNews.Com: http://www.poskotanews.com/2012/02/24/475-kk-di-penjaringan-minimair-bersih/ United Nations Human Rights. (2013). What are human rights? Dipetik Februari 24, 2013, dari United Nations Human Rights: http://www.ohchr.org/en/issues/Pages/WhatareHumanRights.aspx World Wide Words. (2002, Agustus 10). Usufructuary. Dipetik Oktober 30, 2013, dari World Wide Words: http://www.worldwidewords.org/weirdwords/ww-usu1.htm
Universitas Indonesia
99
DAFTAR DOKUMEN Kode Dokumen 01
02
03
04
Nama Dokumen
Isi Dokumen
"Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di UUD 1945 Pasal 33 dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk Ayat 3 sebesar-besar kemakmuran rakyat." Bahwa negara harus mengakui hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak, termasuk pangan, sandang, dan papan, dan atas perbaikan kondisi yang terus-menerus. Negara juga harus meningkatkan cara Kovenan produksi, konservasi, dan distribusi pangan dengan ilmu Internasional Hakpengetahuan melalui penyebarluasan pengetahuan Hak Ekonomi, Sosial, kepada seluruh masyarakat. Setiap warga negara harus dan Budaya (pasal 11 menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas dan 12). Ratifikasi: kesehatan fisik dan mental. Negara harus sangat UU No. 11 Tahun mengupayakan perwujudan hak ini sepenuhnya dengan 2005 membuat ketentuan-ketentuan, perbaikan, pencegahan, pengobatan, dan pengendalian segala penyakit, perkembangan kehidupan, dan kesehatan lingkungan . “Article 11, paragraph 1, of the Covenant specifies a number of rights emanating from, and indispensable for, the realization of the right to an adequate standard of living “including adequate food, clothing and housing”. Komentar Umum The use of the word “including” indicates that this PBB No. 15 Tahun catalogue of rights was not intended to be exhaustive. 2002 The right to water clearly falls within the category of guarantees essential for securing an adequate standard of living, particularly since it is one of the most fundamental conditions for survival.” Pasal 2: "Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas." Pasal 5: "Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal seharihari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif." UU No. 7 Tahun Pasal 6: "Sumber daya air dikuasai oleh negara dan 2004 tentang Sumber dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat." Daya Air Pasal 9 ayat 1: "Hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya." Pasal 84 ayat 1: "Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya air."
Universitas Indonesia
100
05
06
Pasal 2: Bahwa PAM Jaya adalah badan hukum yang bewenang melakukan pengusahaan, penyediaan dan pendistribusian air minum serta usaha-usaha lain berdasarkan Peraturan Daerah ini. Pasal 15: Bahwa direksi harus mendapatkan persetujuan Perda DKI Jakarta tertulis dari Gubernur Kepala Daerah dalam mengadakan No. 13 Tahun 1992 perjanjian kerjasama yang berlaku untuk jangka waktu tentang PDAM DKI lebih dari satu tahun; mengadakan pinjaman dari dalam Jakarta dan luar negeri; memperoleh, memindahtangankan dan menghipotekkan benda tak bergerak milik PAM Jaya; penyertaan modal dalam perusahaan lain; melaksanakan hal yang bersifat prinsip lainnya yang berhubungan dengan penyelenggaraan dan pengelolaan PAM Jaya.
Perjanjian Kerjasama PAM-Palyja tertanggal 6 Juni 1997 (sebagaimana telah diubah dan dinyatakan kembali tertanggal 22 Oktober 2001)
Universitas Indonesia
PT PAM Lyonnaise Jaya merupakan pihak yang secara eksklusif ditunjuk oleh Direktur Utama PDAM DKI Jakarta untuk melaksanakan proyek berupa memproduksi atau mendistribusikan air bersih dan atau air minum di dalam atau untuk wilayah kerjasama, yakni wilayah barat Jakarta.Dalam klausula 9 (Hak dan Kewajiban), hak PDAM DKI Jakarta (pihak pertama) adalah memeriksa, mengawasi, menilai, dan mengevaluasi pelaksanaan kewajiban-kewajiban pihak kedua; memberikan saran-saran kepada Badan Pengatur dan Instansi Pemerintah terkait dengan penetapan tarif; menerima bagian pendapatan pihak pertama, pendapatan yang tidak dibagi dari pihak pertama, dan kebutuhan bulanan sekunder pihak pertama; menerima laporan proyek dari pihak kedua; menerima dan menyetujui program lima tahun untuk setiap periode berikutnya. Kewajiban PDAM adalah menyediakan, memperbaharui, memperpanjang perizinan; memberi seluruh bantuan yang wajar kepada pihak kedua sehubungan dengan pelaksanaan proyek oleh pihak kedua sepanjang bantuan tersebut berada dalam kewenangan pihak pertama; memberikan data dan informasi yang disimpan oleh pihak pertama kepada pihak kedua untuk maksud pengelolaan, operasi, pengembangan proyek; mengalihkan pengelolaan dan operasi dari aset yang ada kepada pihak kedua; membantu pihak kedua dalam pengaturan penawaran opsi untuk menjadi karyawan.Hak pihak kedua (PALYJA) adalah secara eksklusif melaksanakan proyek dan kewajibankewajiban lainnya berdasarkan perjanjian ini selama jangka waktu sesuai dengan perjanjian ini; menerima bantuan umum yang pantas dari pihak pertama dan badan pengatur berkenaan dengan hubungan dengan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah dan Departemen Dalam negeri dan Otonomi Daerah dan Instansi Pemerintah lainnya; menerima bagian pendapatan pihak kedua dan pendapatan yang tidak dibagi dari pihak kedua; mengatur pengukuran meter dan
101
penagihan para pelanggan; mengatur penagihan pendapatan yang dibagi dan pendapatan yang tidak dibagi; mengadakan sambungan-sambungan baru pada fasilitas distribusi. Kewajiban pihak kedua adalah mengatur seluruh pendanaan yang diperlukan untuk proyek; memenuhi target teknis dan standar pelayanan sementara bertindak sesuai dengan tata cara pengoperasian yang baik; Memperoleh dari pihak ketiga terkait seluruh persediaan air baku dan aiar curah olahan yang diperlukan untuk pelajsanaan kewajiban; menyampaikan laporan megenai proyek kepada pihak pertama; Bekerjasama dalam penggunaan bersama aset (apabila perlu dengan pihak lain) dengan ketentuan bahwa hal ini tidak akan mengganggu kemampuan pihak kedua untuk melaksanakan kewajibannya; menyiapkan program lima tahunan berdasarkan hasil studi kelayakan dan menyerahkan serta membicarakan rencana investasi tahunan dan program pengoperasian dan pemeliharaan tahunan; mengalihkan pengetahuan, keahlian, dan teknologi yang berkaitan dengan proyek kepada pihak pertama.
07
Perjanjian Kerjasama tertanggal 6 Juni 1997 (sebagaimana telah diubah dan dinyatakan kembali tertanggal 22 Oktober 2001)
PT Thames PAM Jaya merupakan pihak yang secara eksklusif ditunjuk oleh Direktur Utama PDAM DKI Jakarta untuk melaksanakan proyek berupa memproduksi atau mendistribusikan air bersih dan atau air minum di dalam atau untuk wilayah kerjasama, yakni wilayah timur Jakarta. Bahwa pada saat penandatangan Perjanjian Kerjasama, saham dari PT. Thames PAM Jaya dimiliki secara bersama-sama oleh Thames Water Overseas, Ltd dan PT. Tera Meta Phora, dengan komposisi kepemilikan 95 % Thames Water Overseas, Ltd dan 5 % PT. Tera Meta Phora. Bahwa pada tahun 2006, Thames Water Overseas, Ltd menjual 100 (seratus) % saham miliknya kepada Aquatico Pte. Ltd dan dan PT. Tera Meta Phora menjual seluruh saham miliknya, yakni 5 (lima) % ke Alberta Utilities. Dengan demikian seluruh hak dan kewajiban dari pemegang saham PT. Thames PAM Jaya telah beralih ke pemilik saham yang baru. Bahwa kemudian Aquatico Pte. Ltd dan PT. Alberta Utilities membentuk PT. Aetra Air Jakarta untuk melaksanakan proyek berupa memproduksi dan mendistribusikan air bersih dan air minum yang sebelum pengalihan saham dilakukan oleh PT. Thames PAM Jaya.Dalam klausula 9 (Hak dan Kewajiban), hak PDAM DKI Jakarta (pihak pertama) adalah memeriksa, mengawasi, menilai, dan mengevaluasi pelaksanaan kewajiban-kewajiban pihak kedua; memberikan saran-saran kepada Badan Pengatur dan Instansi Pemerintah terkait dengan penetapan tarif; menerima bagian pendapatan pihak pertama, pendapatan yang tidak dibagi dari pihak pertama, dan kebutuhan
Universitas Indonesia
102
bulanan sekunder pihak pertama; menerima laporan proyek dari pihak kedua; menerima dan menyetujui program lima tahun untuk setiap periode berikutnya. Kewajiban PDAM adalah menyediakan, memperbaharui, memperpanjang perizinan; memberi seluruh bantuan yang wajar kepada pihak kedua sehubungan dengan pelaksanaan proyek oleh pihak kedua sepanjang bantuan tersebut berada dalam kewenangan pihak pertama; memberikan data dan informasi yang disimpan oleh pihak pertama kepada pihak kedua untuk maksud pengelolaan, operasi, pengembangan proyek; mengalihkan pengelolaan dan operasi dari aset yang ada kepada pihak kedua; membantu pihak kedua dalam pengaturan penawaran opsi untuk menjadi karyawan.Hak pihak kedua (THAMES PAM JAYA) adalah secara eksklusif melaksanakan proyek dan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan perjanjian ini selama jangka waktu sesuai dengan perjanjian ini; menerima bantuan umum yang pantas dari pihak pertama dan badan pengatur berkenaan dengan hubungan dengan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah dan Departemen Dalam negeri dan Otonomi Daerah dan Instansi Pemerintah lainnya; menerima bagian pendapatan pihak kedua dan pendapatan yang tidak dibagi dari pihak kedua; mengatur pengukuran meter dan penagihan para pelanggan; mengatur penagihan pendapatan yang dibagi dan pendapatan yang tidak dibagi; mengadakan sambungan-sambungan baru pada fasilitas distribusi. Kewajiban pihak kedua adalah mengatur seluruh pendanaan yang diperlukan untuk proyek; memenuhi target teknis dan standar pelayanan sementara bertindak sesuai dengan tata cara pengoperasian yang baik; Memperoleh dari pihak ketiga terkait seluruh persediaan air baku dan aiar curah olahan yang diperlukan untuk pelajsanaan kewajiban; menyampaikan laporan megenai proyek kepada pihak pertama; Bekerjasama dalam penggunaan bersama aset (apabila perlu dengan pihak lain) dengan ketentuan bahwa hal ini tidak akan mengganggu kemampuan pihak kedua untuk melaksanakan kewajibannya; menyiapkan program lima tahunan berdasarkan hasil studi kelayakan dan menyerahkan serta membicarakan rencana investasi tahunan dan program pengoperasian dan pemeliharaan tahunan; mengalihkan pengetahuan, keahlian, dan teknologi yang berkaitan dengan proyek kepada pihak pertama.
Universitas Indonesia
103
08
09
10
Selain mendapat dana dari Pemerintah Pusat, PDAM Jaya juga mendapat pinjaman dari OECF untuk pembangunan instalasi pengolahan air dan dana pinjaman dari Bank Dunia untuk pembangunan jaringan Laporan Invesitgasi pipa distribusi (PAM Jaya System Improvement ICW Project). Total pinjaman dari Bank Dunia kepada PDAM Jaya melalui Departemen Pekerjaan Umum maupun Pemerintah DKI jakarta sejak tahun 1978 hingga 1999 sejumlah 4 Trilyun Rupiah. Sedangkan jumlah total pinjaman dari OECF kepada PDAM Jaya. Pada 6 Juli 1990, International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) yang merupakan salah satu bagian dari Bank Dunia, menyetujui pemberian pinjaman kepada Pemerintah Indonesia, yaitu Second Jabotabek Urban Development Project. Pinjaman total Loan Agreement adalah 190 juta USD. Pinjaman tersebut dibagikan Number 3219 IND kepada tiga lembaga yang ketiga-tiganya bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan air minum DKI Jakarta: 19 juta USD kepada Pemprov DKI Jakarta; 92 juta USD kepada PAM Jaya; 13 juta USD kepada PDAM Tanggerang. Rapat diadakan pada Kamis, 15 Juni 1995 di ruang sidang Menteri Pekerjaan Umum. Rapat dipimpin oleh Menteri Pekerjaan Umum. Dokumen ini berisikan bahwa untuk menindaklanjuti kebijakan privatisasi Bank Dunia, Presiden RI (Soeharto) mengeluarkan Petunjuk Presiden RI pada 12 Juni 1995 kepada Menteri PU (Ir. Radinal Mochtar) yang berisi: (1) Perlu penanganan secara tepat penyediaan air bersih untuk DKI Jakarta dan sekitarnya bagi kepentingan masyarakat luas. (2) Penanganannya agar mengikutsertakan dua perusahaan swasta dengan pengaturan batas penanganan adalah Kali Ciliwung sebelah barat dan sebelah timur di mana masing-masing perusahaan diberi tugas dalam penyediaan air bersih Risalah Rapat masing-masing lebih-kurang 20 m3/detik. Koordinasi Hasil rapat tersebut adalah: Penyediaan Air i. Pengelolaan air bersih untuk DKI dan seitarnya Bersih bagi DKI ditetapkan menjadi dua bagian: sebelah timur dan barat Jakarta dan sekitarnya dengan batas kali ciliwung ii. Perum otorita Jatiluhur akan menjamin pasokan air baku baik menyangkut kuantitas, kualitas, dan kontinuitas sesuai dengan kemampuannya, dan akan ditetapkan sebagai persyaratan dalam kerjasama iii. Agar dalam waktu yang tidak terlalu lama (tahun 1997) sudah tampak realisasinya berupa peningkatan, penyediaan air bersih untuk DKI dan sekitarnya, maka perlu diusahakan pada akhir agustus agar sudah diperoleh kesepakatan umum (MoU) tentang pendekatan penanganan penyediaan air bersih untuk DKI dan sekitarnya yang akan ditandatangani bersama. iv. Segera diadakan rapat teknis tentang pola penanganan
Universitas Indonesia
104
implementasi dan kesiapannya lebih lanjut. Untuk itu, tim koordinasi akan dibentuk melalui surat keputusan menteri PU yang diketuai Direktur Jenderal Cipta Karya. v. Dalam waktu dekat (Juli) perlu dipersiapkan laporan sebagai dasar langkah tindak lanjut untuk dimohonkan petunjuk Presiden.
11
12
13
14
Menteri PU membentuk Tim Koordinasi Penyiapan Proyek Penyediaan Air Bersih Kota Jakarta dan Kawasan Sekitarnya dengan Peran Swasta.Tim Koordinasi diketuai Direktur Jenderal Cipta Karya yang Surat Keputusan merangkap sebagai anggota dengan anggota-anggotanya Menteri PU No. sebagai berikut:1. Dirjen PUOD2. Dirjen Pengairan3. 249/KPTS/1995 Ketua Bappeda Tk I DKI Jakarta4. Kakanwil PU Jawa Barat5. PDAM DKI Jakarta6. Kepala Dinas Cipta Karya ymewakili PDAM Jabar7. Perum otorita jatiluhur8. PT Kekar Plastindo9. PT Salim Group Surat Keputusan No. 010/TN/XI/1995 Ketua Tim Negosiasi Pemda Pemerintah DKI Jakarta tentang Pembentukan untuk Kerjasama Kemitraan antara PAM Jaya dengan Satuan Tugas untuk Swasta (Ir. H. Prawoto Danoemihardjo) menindaklanjuti Kerjasama Kemitraan Keputusan Gubernur No. 1327 Tahun 1995 tentang antara PAM Jaya Pembentukan Tim Negosiasi Pemda Pemerintah DKI dengan Swasta Jakarta untuk Kerjasama Kemitraan antara PAM Jaya tertanggal 16 dengan Swasta. November 1995 Pasal 4: bahwa setiap pengelolaan air minum yang diusahakan selain oleh PAM Jaya harus terlebih dahulu Perda DKI Jakarta mendapat izin tertulis dari Gubernur Kepala Daerah. No. 11 Tahun 1993 Kemudian, tata cara dan persyaratan perizinan tentang Pelayanan Air sebagaimana dimaksud oleh ayat satu pasal ini Minum ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.
Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Pendapatan dan Biaya NonOperasional Tahun Buku 2007 dan 2008 pada PAM Jaya di Jakarta Nomor 05/LHP/XVIII.JKTXVIII.JKT.3/01/2009 tertanggal 23 Januari 2009
Universitas Indonesia
Hasil pemeriksaan BPK RI atas dokumen perjanjian kerjasama (PKS) operasional tersebut: 6 juni 1997 PDAM DKI Jakarta sebagai BUMD melakukan PKS tentang penyediaan dan peningkatan pelayanan air bersih di wilayah barat jakarta, yaitu PT GDS.i. Tidak ada persetujuan tertulis dari gubernur kepala daerah jakarta mengenai direksi pam jaya mengadakan perjanjian kerjasama dengan PT. GDS. hasil pemeriksaan diketahui bahwa sebelum dilakukan penandatanganan PKS ini ada suatu mekanisme yang terlebih dahulu harus dilakukan DIREKSI PAM Jaya yaitu mendapatkan persetujuan tertulis dari Gubernur sebagai Kepala Daerah Provinsi Jakarta. Namun dokumen persetujuan tertulis dari Gubernur Daerah Jakarta kepada Direksi PAM JAYA untuk mengadakan PKS dengan pihak lain dengan jangka waktu lebih dari satu tahun, hingga pemeriksaan berakhir tanggal 31 Desember 2008 dokumen persetujuan tersebut belum disampaikan/diterima BPK
105
RI.ii. Pemindahtanganan benda tidak bergerak milik pam jaya kepada pt gds terkait pks tidak didukung persetujuan tertulis gubernuriii. Pks melanggar tugas dan fungsi pam jaya sebagai badan hukum yang berwenang melakukan pengusahaan, penyediaan, dan pendistribusian air minumiv. Penyerahan aset yang dikerjasamakan milik pam jaya ke swasta sebesar Rp1.775.229,91 juta belum didukung dokumen penyerahan yang memadai dan pemanfaatannya oleh pt palyja tidak dikenali biaya.v. Pembayaran rekening air dari konsumen yang dtiampung dalam escrow account untuk tahun 2007 hingga september 2008 senilai Rp1.667.489,26 juta tidak dapat diyakini kewajarannya.vi. Saldo piutang tahun 1007 senilai Rp168.691,99 juta dan tahun 2008 (sampai dengan september 2008) senilai Rp188.674,67 juta yang tercantum dalam laporan keuangan pt palyja belum diakui sebagai pendapatan pam jaya.vii. Hasil penjualan air PT Palyja untuk tahun 2007 senilai Rp3.319,16 juta dan tahun 2008 (sampai dengan september 2008) senilaiRp1.727,82 juta tidak sesuai dengan tarif yang ditetapka dalam peraturan gubernurviii. Penjualan aset baru milik proyek oleh pt palyja senilai Rp3.043,30 juta tidak disetorkan ke kas pam jaya.ix. Adanya utang bulk water retroaktif sebesar Rp52.291,84 juta merugikan pam jayax. Pengeliaran biaya expatriate tahun 2007 pada pt palyja sebesar Rp3.865,49 juta tidak perlu dibayar oleh PAM Jayaxi. Kelebihan pembayaran kompensasi dan sanksi denda untuk pengurangan shortfall pam jaya sebesar Rp34.038,59 jutaxii. Pengadaan barang/jasa pam jaya tahun 2008 senilai Rp373,45 juta dilakukan dengan penunjukkan langsungxiii. Penghitungan dan penetapan water charge oleh pt palyja kurang transparan dan tidak seimbangxiv. Tarif watercharge diindeksasi setiap 6 bulan sehingga terjadi kenaikan watercharge setiap 6 bulan. Sedangkan water tariff tidak dapat selalu naik setiap 6 bulan karena mempertimbangkan kemampuan/keterjangkauan konsumen. Risiko ketidakmampuan tarif untuk naik ini tidak ditanggung oleh pt palyja (mitra swasta)xv. Hal tsb tidak sesuai dengan Peraturan pemerintah nomor 16 tahun 2005 tentang pengembangan sistem air minum yang menyatakan:a. Pasal 60 ayat 2 dan 3:i. Perhitungan dan penetapan tarif air minumii. Komponen biaya yang diperhitungkan dalam perhitungan tarifb. Peraturan menteri dalam negeri nomor 23 tahun 2006 tentang pedoman teknis dan tata cara pengaturan tarif air minum pada pdam yang dinyatakan pada pasal 5,7,12,13,14,22c. Keputusan mendagri dan otda no 43 tahun 2000 tentang pedoman kerjasama perusahaan daerah dan pihak ketiga pasal 10 yang menyatakan kerjasama sebagaimana dimaksud pasal 6 harus dapat menjamin:i. Peningkatan efisiensi dan produktivitas perusahaan daerah atau Universitas Indonesia
106
15
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum pada PDAM
Universitas Indonesia
peningkatan pelayanan kepada masyarakatii. Peningkatan pengamanan modal/aset perusahaaniii. Kerjasama harus saling menguntungkan bagi kedua belah pihakiv. Peranan dan tanggung jawab masing2 pihak dikaitkan dengan risiko yang mungkin terjadi, baik dalam masa kerjasama maupun setelah berakhirnya perjanjian kerjasama.d. Hal tersebut mengakibatkan:i. Tingginya watercharge menyebabkan tarif air minum di DKI Jakarta menjadi lebih tinggi sehingga memberatkan bagi konsumen DKI Jakartaii. Watercharge yang tidak diimbangi oleh kenaikan tarif membebani keuangan pam jaya sehingga timbul utang shortfall.e. Hal tersebut disebabkan:i. Ketimpangan dalam pembuatan perjanjian kerjasama beserta lampirannya sehingga hanya mengamankan posisi pt palyja dan merugikan pam jaya.ii. Direksi pam jaya tidak melaksanakan perencanaan, pengawasan, dan evaluasi yang memadai sehingga membuat komitmen-komitmen yang merugikan masyarakat dan keuangan daerah. Pasal 2 menyebutkan bahwa penetapan tarif harus didasarkan pada prinsip keterjangkauan dan keadilan, mutu pelayanan, pemulihan biaya, efisiensi pemakaian air, transparansi dan akuntabilitas, serta perlindungan air baku.Pasal 3 menyebutkan bahwa tarif untuk standar kebutuhan pokok air minum harus terjangkau oleh daya beli masyarakat pelanggan yang berpenghasilan sama dengan upah minimun provinsi. Tarif memenuhi prinsip keterjangkauan apabila pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi standar kebutuhan pokok air minum tidak melampaui 4% dari pendapatan masyarakat pelanggan.
107
16
Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 1996 tentang Petunjuk Kerjasama antara Perusahaan Daerah Air Minum dengan Pihak Swasta (Jkt, 22 Juli 1996: Mendagri: Moh. Yogie S. M.)
a. Bentuk kerjasama PDAM dengan Pihak Swasta dilakukan dengan dua bentuk dasar:i. Kerjasama Pengelolaan (Joint Operation): PDAM dengan pihak swasta bersama-sama mengelola suatu usaha yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama, tanpa membentuk badan usaha baru.ii. Kerjasama Patungan (Joint Venture): PDAM dan pihak swasta bersama-sama membentuk suatu Perseroan Terbatas (PT) patungan, dengan tidak menghilangkan keberadaan Perusahaan Daerah.b. Proses Kerjasamai. Penunjukan secara langsung: suatu kerjasama yang prakarsanya berasal dari kesiapan Pihak Swasta yang diajukan kepada Pemerintah Daerah/PDAM.ii. Pemilihan pihak swasta: suatu kerjasama yang prakarsanya berasal dari PDAM yang ditawarkan kepada Pihak Swasta.c. Bagan langkahlangkah Penyiapan Perjanjian Kerjasama melalui Proses Penunjukan Langsung (Scanned)d. Pembentukan Panitia dalam Rangka Pelaksanaan Proses Kerjasamai. Pembinaanii. Bentuk Panitia Proyek Kerjasama1. Panitia Persiapan Perjanjian Kerjasama2. Panitia Pengawasan (supervisi) Pelaksanaan Perjanjian Kerjasamaiii. Pembentukan Panitia1. Pada daerah tingkat I: SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I2. Pada daerah tingkat II: SK Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II3. Sipervisi ditetapan dengan SK Direktur Utama PDAM Tk. I dan Tk. II.iv. Susunan Keanggotaan1. Panitia Persiapan Perjanjian Kerjasamaa. Pengarah:i. Ketua: Kepala Daerahii. Anggota: Badan Pengawas, Ketua Bappeda Tk. I / II, Biro/Bagian Perekonomianb. Pelaksana:i. Ketua: Direktur Utama PDAMii. Sekretaris: Direktur Umum/Keuanganiii. Anggota: Direktur Teknik, Biro/Bagian Hukum, Dinas PU/Pengarian Tk. I/Tk. II, Aparat PDAMc. Susunan anggota panitia dapat disesuaikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah masing-masing.2. Panitia Pengawasan Pelaksanaan Perjanjian Kerjasamaa. Pejabat PemDab. Aparat PDAM c. Wakil pihak swastad. Tenaga ahli atau konsultan independen
17
Keputuasn Gubernur Kepala Daerah DKI Jakarta No. 1327 Tahun 1995 tentang Pembentukan Tim Negosiasi Pemerintah DKI Jakarta untuk Kerjasama Kemitraan antara PAM Jaya dengan Swasta (Tim Negosiasi).
Sebagai penyusunan Kerjasama, Gubernur mengeluarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah DKI Jakarta No. 1327 Tahun 1995. Bahwa dalam keputusan ini disebutkan bahwa tugas tim negosiasi adalah menilai studi kelayakan, melakukan negosiasi, menyusun berita acara persetujuan studi kelayakan, menyusun draft perjanjian kerjasama, menyusun laporan periodik. Biaya pelaksanaan sebagai akibat dikeluarkannya keputusan ini dibebankan pada anggaran PAM Jaya tahun 1995/1996. Keputusan ini berlaku sejak 15 September 1995. Keputusan ini ditetapkan di Jakarta, 31 Oktober 1995.
Universitas Indonesia
108
18
Indonesia Urban Water Supply Sector Policy Framework Summary Report by Alain Locussol (Principal Water Supply and Sanitation Specialist, EASUR) 30 Oktober 1997
19
UN General Assembly: The Human Right to Water and Sanitation
Universitas Indonesia
1. Pinjaman Bank Dunia yang 92 juta USD dari 190 juta USD tersebut adalah untuk perbaikan infrastruktur air. 2. PAM tidak akuntabel dalam efisiensi operasi pelayanan air karena PAM tidak mempunyai otonomi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan-keputusan. Hal itu disebabkan oleh semua keputusan saat itu harus ditentukan oleh pemerintah RI. 3. Pencapaian yang bagus akan sektor penyediaan air hanya dapat dicapai apabila terdapat kebijakan yang mengubah perusahaan penyedia air bersih yang sekarang (PAM) menjadi industri pelayanan yang berorientasikan pada pelanggan (costumer). 4. Terdapat ketidakdisiplinan dalam hal finansial dalam pemerintah RI yang telah melakukan pinjaman atas performa PDAM yang buruk. 5. Memisahkan kepemilikan aset penyediaan air dari manajemen penyediaan air dapat membatasi pengaruh politik dalam manajemen operasi penyediaan air. 6. Kondisi keuangan PAM dan pemerintah RI yang saat itu buruk dapat menyebabkan bisnis yang berisiko. 7. Untuk itu, harus ada badan regulator yang bekerja secepatnya setelah kerjasama privatisasi tersebut menjadi efektif. Badan regulator ini bertugas untuk menentukan water tariff, standar pelayanan yang layak, memonitor performa pihak swasta, mengarbritase perselisihan di antara PAM dan swasta, dan untuk menentukan sanksi atas kegagalan memenuhi standar Sidang Umum PBB pada tahun 2010 menyepakati bahwa air minum yang bersih dan sanitasi yang baik merupakan hak asasi manusia yang sangat penting untuk kehidupan dan keseluruhan hak asasi manusia. Sidang Umum PBB tersebut juga meminta negara-negara dan organisasi-organisasi internasional untuk menyediakan keuangan, sumber daya, peningkatan kapasitas, dan transfer teknologi melalui bantuan dan kerjasama internasional dalam rangka meningkatkan upaya pemberian air minum yang bersih, aman, mudah diakses, dan dapat dijangkau oleh semua orang.
109
Pedoman Wawancara kepada Badan Regulator PAM
1. Mengapa Badan Regulator PAM itu penting sehingga dapat berdiri? 2. Bagaimana proses pendirian badan regulator PAM? 3. Apa tugas pokok organisasi badan regulator PAM? 4. Produk kebijakan apa saja yang telah dibuat oleh Badan Regulator PAM? 5. Evaluasi dari produk kebijakan yang dibuat. (Apa saja yang sudah berjalan, apa saja yang tidak berjalan, mengapa) 6. Pengetahuan tentang kebijakan privatisasi air. 7. Proses pembuatan kebijakan privatisasi air. (konteks saat itu, World Bank) 8. Aktor-aktor yang bermain. 9. Perbandingan sebelum dan sesudah adanya kebijakan privatisasi air. 10. Dampak kepada masyarakat atas kebijakan tersebut menurut perspektif Badan Regulator PAM?
Universitas Indonesia
110
Pedoman Wawancara kepada Pejabat PAM Jaya
1. Bagaimana sistem pengelolaan air minum Jakarta? 2. Pengetahuan soal kebijakan privatisasi air. 3. Proses pembuatan kebijakan privatisasi air. (konteks saat itu, World Bank) 4. Aktor-aktor yang bermain dalam kebijakan privatisasi air. 5. Perbandingan sebelum dan sesudah kebijakan privatisasi air. 6. Dampak kepada masyarakat. 7. Solusi atas masalah dampak.
Universitas Indonesia
111
Pedoman FGD kepada Warga
1. Identitas umum (nama, keluarga, lama tinggal) 2. Konsumsi air dalam sehari 3. Langganan air PAM atau tidak? 4. Bagaimana pelayanan PAM? 5. Dapat air dari mana saja? Kalau kurang, mencari air di mana? 6. Pengetahuan soal kebijakan privatisasi air. 7. Perbandingan sebelum dan sesudah adanya kebijakan privatisasi air. 8. Apakah warga mendapatkan informasi tentang struktur dan besaran tarif serta tagihan? 9. Apakah warga memperoleh pelayanan pembuangan air limbah atau penyedotan lumpur tinja? 10. Merasa dirugikan atau tidak? (Apakah dengan adanya kebijakan ini, warga dapat mencukupi kebutuhan pokok lainnya?) 11. Apabila dirugikan, apakah warga mengajukan gugatan ke pengadilan? 12. Apakah warga mendapatkan ganti rugi yang layak?
Universitas Indonesia
112
Transkrip Wawancara dengan Dr. Riant Nugroho Hari, tanggal : Senin, 20 Januari 2014 Tempat
: Kantor Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia
Nomor Isi 1 Peneliti (P) : Iya pak, saya tau dari mas Reza, dari KRuHA. Katanya bapak dulu di Badan Regulator PAM (BRPAM)? Riant Nugroho (RN) : Iya, dua periode. P : Dua periode. Saya mau nanya dulu, awalnya, kenapa BRPAM itu dulu kenapa bisa berdiri? RN : Jadi, tahun 95, itu Bank Dunia mengucurkan pinjaman untuk pembangunan pengelolaan air. Namanya IPA. Instalasi Penjernihan Air. Buaran 12. Itu untuk PAM. 96 dana dikucurkan, 97 diaudit oleh Bank Dunia. Hasilnya adalah PAM Jaya itu performanya jelek, karena utangnya kegedean. Jadi bayangkan, itu duit baru dikucurkan buat bangun pabrik, setahun kemudian pabrik belum selesai, dia dinyatakan sebagai perusahaan yang nggak perform. Tahun 97, Bank Dunia keluar dengan fatwa harus diprivatisasi. P : Yang WATSAL itu ya pak? RN : Iya, WATSAL. Setelah diprivatisasi, yang menang dua: satu Anthony Salim, satu si Sigit. Anthony join sama Prancis, Sigit sama Inggris. Anthony sama Lyonnaise, kemudian Sigit sama Thames. Jadi Anda tahu, sejak awal itu kacau kan. Tetapi satu hal yang tidak bisa dihindari adalah standar Bank Dunia adalah kalau ada privatisasi aset publik maka harus ada badan regulator. Inget, Bank Dunia juga tidak bodoh. Karena, Bank Dunia tahu, bahwa ini adalah ranah regulasi. Karena ini sifatnya monopoli. Sesuatu yang naturally monopoli maka dia harus diregulasi. Untuk meregulasi, maka nggak bisa diserahkan pada pemerintah. Tapi, diserahkan pada badan regulator. Kenapa? Badan regulator itu dianggap independen. Sehingga di New York, itu ada badan regulator untuk listrik, untuk air, untuk transportasi publik. Untuk itu, di Jakarta, pada
Universitas Indonesia
Keterangan Alasan Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BRPAM) Jakarta; Proses pendirian BRPAM Jakarta.
113
waktu dibentuknya badan regulator adalah karena kerjasama itu mensyaratkan. Ini standar dunia. Jadi PPP, Public Private Partnership, itu dia adalah privatisasi layanan publik sebagai monopoli sehingga dia harus membentuk badan regulator. Periode pertama itu ditunjuk oleh Gubernur Jakarta. Periode kedua mulai seleksi, dan seterusnya seleksi. Saya masuk periode kedua dan ketiga. 2
P : RN :
Nah, lalu tugas pokoknya BRPAM itu apa aja pak? Tugas pokok Memastikan kerjasama itu sesuai dengan kontrak. BRPAM Tetapi BRPAM pada waktu era saya, itu melanggar itu. Karena kita memastikan bahwa yang namanya pelayanan itu sesuai dengan kewajaran. Fairness. Kenapa seperti itu? Karena kalau sudah kontrak, setiap enam bulan maka water charge harus naik. Tiap enam bulan. Padahal, tarif air itu tidak progresif. Coba tak gambar sini. (Menggambar) Ini adalah Water Tariff (WT), ini adalah Water Charge (WC). Nah, selisih ini punya nya DKI Jakarta. Tetapi, yang terjadi adalah WC itu naik terus. Tapi WT ga bisa. Sekarang, tarif air tiap tahun naik. Teriak masyarakat, karena tidak affordable. Jadi, untuk ini ada namanya affordability. Sehingga terjadi adalah short fall. Ketika ada short fall, maka kita bilang, tarif air tidak boleh naik. Karena tarif air ga boleh naik, maka terjadi yang namanya short fall nya tertahan. Karena tarif air ga bisa naik maka kurva menjadi seperti ini. Kenapa? Kita itu tidak bisa menentukan WC. Yang bisa menentukan WC adalah PAM dan swasta. Tapi, gara-gara ini maka PAM dan swasta ketika bikin WC itu melibatkan BR. Liat ya, ini kontraknya seperti ini. Tidak adil. Maka kita bekerja di luar ini. Berkembang dari sini ke sini. Itu lah sebabnya, BRPAM itu dibenci oleh PAM Jaya dan swasta. Kenapa? Karena dengan program seperti ini, maunya seperti ini terus. Sehingga pada tahun 2006 sampai 2012 itu tidak ada kenaikan tarif sama sekali. Sebagai konsekuensinya, kami pada waktu itu seluruh anggota BR tidak mau naik gaji sama sekali. Hanya staf, tapi yang paling bawah. Nah dengan adanya Universitas Indonesia
114
3
P
:
RN :
ini ga naik tarif, yang namanya WC juga ga naik. Nah, keuntungannya adalah pada tahun 2007, yang namanya bagian timur, masuklah Aetra. Aetra begitu masuk maka yang punya orang Indonesia. Dia membuat sebuah sequence: sampai tahun akhir konsesi, dia tidak minta WT karena WC ga perlu naik. Kemudian, water lossnya ini. Kehilangan air. 50% hilang. Ini pada kontrak pertama kali, tahun 1998. Pada tahun 2003, mereka mengalami kehilangan air dari 58% turun menjadi 43%. Tapi yang terjadi adalah realisasinya 45%. Bukannya mereka itu kemudian menyatakan bahwa „saya mau perbaikiâ€&#x;, tidak. Yang mereka lakukan mengoreksi targetnya. Jadi deket kan realisasi sama targetnya? Kalau deket, dendanya murah. Maka lebih baik mereka bayar denda ketimbang kerja keras. Koreksi ini dilakukan tanpa sepengetahuan BR. Jadi kejahatan juga dilakukan oleh PAM Jaya. Jadi, air sebagai politic community, ditambah lagi performance nya, financial teknis finance, maka dikatakan sebagai undermanage. Manajemen jelek karena privatisasi. Setiap lima tahun itu ada namanya rebasing. Pada waktu kita di BRPAM, itu kita kendalikan. Setelah itu enggak. Ada di buku saya, judulnya Public Policy for Developing Countries, ada di salah satu chapter saya, tentang pertemuan World Water Week. Hanya beberapa negara yang bisa, di antaranya adalah Manila. Kenapa? Karena operatornya perusahaan lokal. Perusahaan lokal itu ikut Good Corporate Governance Lokal. Perusahaan internasional ketika masuk, dia akan lari ke arbritase internasional. Pertamina aja kalah. Apalagi yang lain-lain. Ada lagi? Baik, tentang ini pak, tentang sejarahnya kebijakan Sejarah kebijakan privatisasi ini pak. privatisasi air Jakarta Sejarahnya ya. Jadi waktu itu, tolong cari yang namanya Ahmad Lanti. Ahmad Lanti itu adalah orang PU, eselon dua. Dia yang ngedesain kontrak kerjasama. Namun kemudian kontrak kerjasama itu tiba-tiba hilang, diganti draft yang disiapkan oleh Bank Dunia. Begitu cepat pergeserannya, tiba-tiba
Universitas Indonesia
115
P
:
RN :
P : RN :
P : RN :
4
RN : P : RN :
jadi aja. Waktu itu nggak ada seorang pun yang berani dengan pak Harto. Salah satu mind masternya itu namanya Radinal Mochtar. Menteri PU waktu itu. Nah dia yang termasuk membuat kesalahan besar. Karena membiarkan kontrak yang tidak balance. Bahkan dia yang membuat pertemuan lanjutan tentang itu ya pak. Saya melihat dokumennya. Iya. Tidak balance kenapa? Karena setiap kontrak kerjasama dengan asing, itu basisnya adalah performance kan. Kalau orang performance ga bisa, dia cabut kan. Ini enggak. Ini berdasarkan yang namanya kebutuhan keuangan. Liat kata-katanya: Water charge is not based on kinerja. But based on a great finpro. Finpro tuh financial projection. Kalau mereka menyatakan, tahun depan harus untung sekian, nah itu acuannya. Bukan performance. Jadi justru keuntungannya yang ditargetin ya Internal rate of written dari operator itu 22%. Ditambah dengan yang namanya franchise fee gitugitu. Total kira-kira 32%. Di Aetra sudah berhasil diubah menjadi 15%. Palyja nggak bisa. Nggak mau. Kenapa? Dia orang Prancis. Itu lah sebabnya Ahok mau ambil alih. Ini lagi diproses supaya nanti Jakarta yang kuasai asetnya Palyja. Jadi mau dibeli sahamnya ya? Iya. Itu pun kacau. Karena pembelian harganya kira-kira 2 triliyun. Dan itu buat Jakarta itu akan teriak-teriak. Nilai pasarnya kira-kira hanya 300400 milyar. Tapi 2 triliyun itu juga estimasi keuntungan ke sana. Tapi kenapa mau diambil langkah nekat sama DKI Jakarta? Karena jika konsesi ini diselesaikan dengan apa adanya, maka pada akhir tahun 2022, maka DKI Jakarta akan punya short fall 19 triliyun. Nah, mbak mau tinjau masalah ini dari mana? Kebijakan privatisasi Dari state-crime nya pak. Bagaimana negara air mengabaikan hak asasi manusia atas air. Nah agak sulit mbak sebenarnya. Karena dalam membuat kebijakan, harus memperhitungkan nih Soeharto. Lalu di kondisi bisnis ada Tommy dan Universitas Indonesia
116
P : RN :
Anthony. Kemudian kondisi BUMD. Keempat, kondisi Bank Dunia. Karena ini atas nasihat Bank Dunia. Kalau nggak dilaksanakan, maka Indonesia punya masalah. Di sini Anda akan melihat bahwa ada namanya crime by international intention. Jadi pada saat kita menjadi Badan Regulator, pada saat itu lah hak-hak asasi manusia mulai naik. Kenapa? Waktu itu kita bilang sama pak Sutiyoso. Pak, sebelum you bikin apa-apa, coba you coba yang namanya YLKI. Ga usah pake kita. Supaya dia jadi partnernya Sutiyoso. Sehingga pada waktu kita masuk, yang namanya WC sama WT itu freeze. Jadi waktu itu operator terpaksa kerja keras. Ketika zaman Foke, ilang. Sutiyoso itu setiap bulan melakukan rapat dengan BR rata-rata antara dua sampai empat kali. Foke ga pernah. Nah sekarang, pak Ahok mulai seperti ini bukan karena BRPAM berkerja. Karena personally, ada dua orang yang dekat dengan pak Ahok. Saya pribadi dengan pak Firdaus Ali. Kenapa? Karena BRPAM hari ini tuh ga bisa bekerja dengan baik. Ga kompeten. Karena BRPAM diberhentikan dengan paksa sama Foke. Dicabut. Jadi kita itu kerja pada...pokoknya pada waktu bulan Maret, kita tuh mendapatkan surat pemberhentian yang berlaku bulan Desember. Desember 2000...? Jadi 2012 itu kita kerja diberhentikannya 2011. Pernah ga pemberhentian berlaku mundur? Udah gitu, biasanya pemberhentian itu sudah ada yang baru. Nah karena pemberhentian mendadak, nggak ada yang baru, seleksinya asal. Ada dua kali seleksi karena ga ada yang daftar. Untuk diketahui, zaman saya itu ada lima orang. Ahmad Lanti, ketuanya, dia yang desainer itu. Dia itu ahli air. Luar biasa jeniusnya. Kemudian Firdaus Ali. Firdaus Ali adalah ahli ilmu Teknik Lingkungan dan dia temennya Bill Gates. Dia ketua asosiasi mahasiswa Indonesia di luar negeri sedunia. Lalu saya menguasai public policy dan saya mengajar di berbagai negara, di Cina, India, Malaysia. Satu lagi Agus Kretarto. Dia senior audit untuk BPKB. Itu matanya udah kayak elang itu, ga bisa orang nipu
Universitas Indonesia
117
P
:
RN :
P
:
itu. Kelima, namanya Andi Zulfikar. Dia itu adalah lawyer yang kerja di Singapura. BRPAM hari ini? Ketuanya mantan direkturnya PAM Jaya yang dikenal orang yang baik. Era sebelumnya, ketika pimpinan diganti sama pak Irsal Jamal. Tapi yang terjadi kalau kembali ke sini adalah pemerintah melakukan yang namanya kriminalisasi hak-hak asasi manusia, hak atas air. Nah ingat hati-hati. Hak atas air itu menjadi ambigu. Karena yang namanya hak atas air itu hanyalah berdasarkan kesepakatan. Dia belum masuk ke HAM yang tahun 46 itu lho. Dia masih grey area. Saya ga tau kondisi terakhirnya. 2010 ada komentar umum PBB soal bahwa hak atas air merupakan hak asasi manusia. Coba cek lagi, kalau sudah masuk, bagus. Berarti betul hak asasi. Kedua, hak asasi atas air itu rumit. Kenapa? Nomor satu kalau hak asasi atas pendidikan, atas kesehatan, pekerjaan itu abstrak. Susah dihukum gitu lho. Tapi kita berhubungan dengan air, sangat real gitu. Produksinya melibatkan banyak hal. Sekarang kenapa Jakarta ga bisa menyupply air bersih untuk orangnya sendiri? Karena Jakarta, untuk mensupply 80% penduduk Jakarta, kita memerlukan supply air bersih dari hulu dengan jumlah kira-kira 36 liter per detik. Nah kita itu hanya dapet kira-kira 16. Nggak ada bahan bakunya. Di Jakarta ada 13 air tapi nggak ada satu pun yang bisa dipakai. Dia hanya dari Tarum Barat. Dan Tarum Barat itu open channel. Nah ketika ada longsor, mati aja. Lalu ketika kemarau, ngumpul itu petani-petani, abis airnya. Ketiga, dia dilewati oleh tiga sungai di Bekasi yang buat dia contaminated. Rusak. Hal lain yang berhubungan dengan air minum adalah kalau kita mengatakan sebagai hak, bisa ga kita melihat itu sebagai security to water. Nah ini yang ga masuk. Nation Security itu ada tiga: energy security, food security, water security. Kalau yang namanya energy sama food security udah tau lah ya. Tau ga film James Bond yang The World is not Enough? Belum nonton pak. Universitas Indonesia
118
RN :
5
P
:
RN :
P
:
RN :
Ha kau harus nonton film, kau. Itu yang namanya kelangkaan energy itu bikin perang. Perangnya udah nampak di mana-mana. Nah perang air, nonton juga James Bond, the Quantum of Solace. Itu rebutan air kan? Nah yang namanya Malaysia sama Singapura udah perang. Nanti perang di banyak dunia perang untuk itu. Ini yang ga pernah diangkat di ranah kebijakan, khususnya Indonesia. Karena Indonesia ga punya kebijakan publik. Kita hanya punya hukum. Kita ga punya policy. Kenapa? Policy tuh forward, hukum itu dia cenderung backward. Ada kasus, selesaikan. Nah ini yang ga bisa dijembatani. Nah ini, Anda masukkan yang namanya komplikasi. Satu, komplikasi kriminalisasi negara. Negara melakukan kriminalisasi. Oke, fine, karena kontraknya seperti itu. Tapi penyebabnya Anda masukkan nanti. Kenapa? Karena ke depan kita ga bisa mencegah negara itu melakukan hal kriminal kalau ujungnya ga kita pegang. Misalnya, perilaku bisnis, perilaku sektor perbankan, perilaku lembaga internasional. Anda ga bisa ngatur negara. Kedua, di sini yang harus diliat adalah setiap kontrak antarnegara, sorry, setiap kontrak yang memprivatisasi pelayanan publik, yang berkenan dengan hal-hak dasar manusia itu harus melibatkan misalnya usernya atau wakil dari pelanggannya. Saya mengatakan wakil user. Nah, dulu kenapa Indonesia bisa harus Konteks global saat menandatangani perjanjian itu? Awalnya tuh World itu Bank kenapa gitu? Yang saya bilang tadi, tahun 96 World Bank itu kasih pinjaman, 97 mengevaluasi bahwa pengelolaannya buruk. Nah itu maksudnya pinjaman itu pinjaman atas dasar apa? Jadi waktu itu sebelumnya ada namanya Research Jakarta...lupa namanya. Jadi itu sebuah proyek Bank Dunia untuk merevitalisasi Jakarta. Jadi saya terus terang, kenapa saya bilang ini kriminalisasi dari Bank Dunia karena tahun ini dikasih pinjaman, tahun depan dievaluasi, kesimpulan seperti itu maka harus
Universitas Indonesia
119
P : RN : 6
RN :
P : RN :
diprivatisasi. Itu missing link nya. Betul-betul hilang. Sehingga kenapa Bank Dunia itu sangat malu? Pada tahun 2006 itu ada GPOB. Ini apa lah, Global Partnership Output apa gitu.. Jadi, itu ceritanya Bank Dunia memberikan Grand 50 milyar supaya masyarakat yang ga mampu diberi sambungan air. Tapi saya bilang ini kesalahan fatal ini. Jadi kan orang miskin dikasih sambungan free. Supaya ga free oke deh, supaya mereka ikut memiliki, disuruh bayar cuma 50ribu. Kan kecil kan. Tapi, itu harga per meter kubiknya 1050. Nah, harga WC itu 7000. Ini aja, shortfall kan 6000 kan. Kalau pelanggan baru jumlahnya 100ribu, maka ada 600juta perbulan. Kali 10 lah. 6milyar kan. 6 milyar tambah 12. 7,2 milyar kan. 7,2 milyar per tahun shortfall siapa yang nanggung? PAM? Mampus dia! Kena KPK dia. Kenapa PAM memperkaya pihak lain dengan kasih ini? Susah kan. Kenapa ga ada? Karena harganya 1050. Kalau Tarif air operator ngasih air ke sini, yang mereka dapatkan adalah 1050 plus shortfall. Shortfall artinya utang. Ga ada cashnya. Kamu mau dibayar pake utang? Ini lah sebabnya waktu saya jadi BRPAM, bayangan saya, tarif air DKI Jakarta satu aja. 7000. Selesai. Semuanya dapat air. Supaya semangat. Tapi, yang namanya WC itu jadi 3000. Ada untung 4000. Saya bilang ke orang-orang, eh mau ga kalo tarif 5000 per meter kubik? Wah boleh itu. 5000 per meter kubik kami mau. Tau ga kenapa? Harga air kalo mereka...kamu rumahmu di mana? Di Lubang Buaya. Wah ga ada masalah. Kamu ga pernah ikut susahnya sana. Kalau kamu tinggal di Jakarta Utara, maka kamu harus beli air pake itu lho, gerobak. Pada waktu musim tidak kering, harga air per gerobak itu 50.000/m3. Pada waktu musim kering, 75.000/m3. Coba, mereka kasih harga 10.000 mau? Mau!
Universitas Indonesia
120
Transkrip Wawancara dengan Ir. Firdaus Ali, M. Sc., Ph. D. Hari, tanggal : Senin, 3 Februari 2014 Tempat
: Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Nomor 1 Peneliti (P)
Isi : Ya pak, pertamanya saya pengen nanya, dulu gimana sih badan regulator PAM itu berdiri? Jadi kebijakan privatisasi air ini gimana bisa ada sampe akhirnya BRPAM itu berdiri? Firdaus Ali (FA) : Sebetulnya yang mendorong masuknya investor swasta ke air minum Jakarta itu Bank Dunia. Kenapa? Karena Bank Dunia punya kepentingan, pertama karena Bank Dunia meminjamkan uang untuk membangun instalasi pengelolaan air di Buaran satu dan Buaran dua sehingga ini kemudian ketika Bank Dunia melihat cakupan PAM Jakarta untuk melayani itu masih rendah, sementara kebutuhan airnya tinggi, dan menurut Bank Dunia belum dikelola secara profesional, sehingga Bank Dunia kemudian menawarkan mengundang sektor swasta ke dalam air minum Jakarta. Pada saat itu, tender tidak ada seperti sekarang. Tahun 97, Bank Dunia memberikan rekomendasi lalu kemudian, lapor ke pemerintah, lalu nembus ke presiden, lalu presiden memerintahkan menteri PU untuk turut kemudian menyiapkan kerjasama antara PAM Jaya dengan dua operator asing, yaitu di timur Thames, di barat Suez. Memang ga ada tender waktu itu. Karena prosedurnya prosedur izin. Pada saat itu, setau saya, pengadaan barang dan jasa itu belum ada. Jadi, terutama adalah terkait dengan kerjasama dengan pihak asing, yang ada barangkali pada waktu itu peraturan lelang, tapi lokal sifatnya. Lalu kemudian dikerjasamakan. Perusahaan asing dibagi dua wilayahnya. Kontrak kerjasama yang dibuat, terutama yang berkepentingan adalah investor. Karena dia punya lawyer kan. Dibikin lah, kontrak kerjasama tentunya. Dalam perjalanan ketika
Universitas Indonesia
Keterangan Alasan Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BRPAM) Jakarta; Proses pendirian BRPAM Jakarta.
121
2
sampai di BRPAM tidak seimbang. Lalu dalam kontrak kerjasama itu dituliskan bahwa nanti akan dibentuk badan pengatur yang akan meregulasi segala kebijakan terkait dengan kerjasama ini dan badan pengatur itu kemudian dibentuk tahun 2001. Tiga tahun setelah kontrak itu ditandatangani, dibentuklah Badan Regulator Air Minum Jakarta. Jadi BRPAM itu ada karena dibunyikan dalam kontrak. Lalu kemudian, tugas BRPAM melakukan mediasi, lalu kemudian mengusulkan tarif, mengawasi kinerja, hal yang seperti itu lah. FA : Lalu kemudian, begitu ada BRPAM, lalu ada PAM Tarif Air Jaya pihak pertama, ada operator pihak kedua, tetap kontrak kerjasama tidak berimbang kan. Makanya, salah satu misinya BRPAM waktu saya dan pak Lanti itu adalah me-rebalancing itu tadi. Sehingga ya denda yang seharusnya sama dengan kerugian, ternyata tidak. Kita coba naikin dendanya. Lalu kemudian, BRPAM mengusulkan tarif. Dalam salah satu poin di isi kerjasama adalah pihak operator mendapatkan imbalan air. Lalu, setiap meter kubik yang digunakan oleh pelanggan, ga peduli dia kelas menengah, atas, atau miskin gitu ya, dia akan mendapatkan imbalan air yang disebut dengan water charge. WC tadi itu tadi diitung dengan formulasi macam-macam. Ada catex, capital expenditure, kemudian ada opex, pengembalian pinjaman luar negeri, kemudian TAD untuk DKI Jakarta, kemudian biaya operasionalnya PAM Jaya, biaya operasionalnya BRPAM. Dari semua komponen cost tadi, ditambahkan kemudian berapa keuntungannya, dapatlah WC pada saat awal kontrak. Disebutlah WCnya Xo. Di perjanjian dibunyikan, setiap enam bulan, untuk menghadapi inflasi dan sebagainya ini diindeksasi rumusnya. Jadi gini, WC akan naik terus kan. Lalu kemudian di sisi lain, pelanggan dikenakan tarif. Dari golongan satu 1.050, sampai golongan atas 14.650. Nah sekarang makin banyak pelanggan bawah, tarif rata-ratanya itu semakin rendah kan. Jadi Anda lihat, ini WC, ini water tarif. Jadi awalnya gini, tarif di sini rata-rata, WC di sini. Tarif ini kan naiknya pelan-pelan. Nah ini naik terus kan. Dan Universitas Indonesia
122
suatu ketika kemudian, tarif itu di bawahnya WC. Begitu tarif itu di bawahnya WC, timbul utang. Lalu kemudian, yang jadi persoalan politiknya adalah kok PAMnya ngutang. Di perjanjian dibunyikan begitu. Ini kan perjanjian internasional. Terlepas dari kontrak yang tidak seimbang, tapi kan kontrak ini kan diakui dunia. Karena kan kita akan maju ke arbitrasi internasional. Di arbitrasi nanti akan dilihat, kontak berbunyi seperti apa, kendatipun undangundang mengatakan lain bunyinya. Nanti Anda lihat, bagaimana nanti ini. Ada di kontrak dibunyikan begini, pasalnya lupa saya, kewajiban pihak pertama adalah menyediakan air baku. Kewajiban pihak kedua adalah mengelola dan mendistribusikan air. Berarti kan kewajiban pemerintah adalah memenuhi air baku. Kenapa? Kalau air baku ga ada, ya otomatis persoalannya terkait dengan cakupan layanan, target teknisnya yang mereka, seperti kebocoran, kemudian kualitas air akan berpengaruh. Tapi pemerintah DKI Jakarta tidak punya kendali di air baku. Kendalinya ada di Pemerintah Pusat. Karena air baku kita kan di Jati Luhur. Tapi air baku kita sudah terkontaminasi kan. Jadi, DKI tidak berhasil melakukan kewajibannya. Sementara, operator kan dibunyikan dia harus menambah layanannya dengan bertambahnya pelanggan. Sementara, jumlah air baku yang diolah kan tidak bertambah. Otomatis jumlah pelanggan yang dulu pada saat kontrak itu 328 ribu, sekarang jadi 807 ribu, kan naik dua kali lipat lebih kan. Jadi apa, dengan air baku yang sama, air baku sama kan, ga bertambah kan. Pelanggan bertambah dua kali lipat lebih. Otomatis kan ya logikanya ada pelanggan yang tidak akan dapat air. Kalau ada pelanggan yang harusnya dapat air 24 jam, sekarang jadi 12 jam. Kalau dulu dia dapet 12 jam, sekarang dia dapet 6 jam. Kemudian, karena jumlah pelanggan bertambah, jumlah air yang dibutuhkan bertambah, sementara tidak tersedia air bakunya. Jadi orang berebut. Air susah, mahal, dan sebagainya. Disedot dengan sumur bor apa namanya air gitu kan. Ini kan membahayakan. Begitu pagi-pagi semua orang menyedot air dengan pompa kan pompa akan Universitas Indonesia
123
3
P
:
FA P FA P
: : : :
FA :
vakum. Begitu vakum, sambungannya pasti akan rusak. Begitu rusak, ya air dari tanah yang di kali, di got pasti akan masuk. Kemudian kualitasnya akan, ya terbukti, kualitasnya jelek. Kemudian ya instalasi di Pejompongan, ya kalau kita lihat instalasinya ya dia bersih sekali. Memenuhi standar kualitas. Ini kan persoalannya ketika distribusi. Ditambah dengan pipanya kemudian mengalami penuaan. Sehingga kemudian ada isu kualitas. Ada isu kuantitas, jumlahnya ga cukup. Ada isu kontinuitas. Kenapa? Nggak 24 jam sehari mengalir. Sementara, WC jalan terus kan sehingga beban short fall meningkat. Kemudian berusahalah mengejar tarif tadi. Otomatis ya dua hal yang berkompetisi ini kemudian yang jadi beban ke masyarakat. Terus pak, lalu masalah instalasi air nih. Di rumah Teknis saya sendiri tuh ga ada saluran PAM gitu. Nah itu sebenarnya kewajiban PAM atau kewajiban swasta? Lalu kemudian... Tinggalnya di mana? Di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Itu ga ada jaringan atau emang ga langganan? Ga ada jaringan. Jadi emang satu deret tuh semua pompa semua. Jadi gini, sesuai dengan Perda 13 tahun 1993, kewajiban PAM Jaya adalah melayani kebutuhan air bersih masyarakat. Otomatis dengan perpipaan. Tapi ya kemudian karena air baku terbatas, jaringan terbatas, otomatis kemudian pelayanan kan juga tertahan. Ditambah lagi karena ada sebagian masyarakat merasa ga usah pasang PAM. Kenapa? Karena sumur saya masih bersih. Ketika PAM melakukan survey, dari 1000 rumah, cuma beberapa yang berminat memasang PAM. Secara ekonomi, tidak masuk. Sehingga dia tidak melayani. Sehingga kemudian, PAM di sisi lain dia hanya melayani apabila ada permintaan yang ekonomik. Pipa kita pasang, ada yang berlangganan, kebanyang kan. Kenapa? Karena PAM kan Perusahaan Air Minum. Perusahaan kan harus untung. Di sisi lain, secara undang-undang, dia mempunyai fungsi sosial. Dia mempunyai kewajiban memeberikan air ke Universitas Indonesia
124
masyarakat. Ini posisi yang sangat dilematis. Makanya saya bilang, harusnya namanya bukan PDAM, tapi BPAM. Badan Pelayanan Air Minum. Kalau PD, Perusahaan, di mana pun di muka bumi ini, perusahaan pasti nyari untung. Kalau enggak ya, bukan perusahaan namanya. Nanti, kalau hukum bisa diputus. Kamu perusahaan kok begitu. Kamu merugikan negara sekian. Jadi dilematis. Artinya, kita udah salah dari kor-nya. Ini mau memberikan layanan apa mau commercial? Jangan banci. Kalau ini kan banci. Namanya PDAM. Kemudian dituntut untung. Kalau ga untung ya diganti direkturnya ya kan. Tapi di sisi lain kemudian memberikan pelayanan sosial. Akhirnya kemudian dalam praktiknya kita mencari binding criteria. Binding criterianya gini, tiap menambah 5 pelanggan orang miskin, harus dapat pelanggan orang kaya dua. Untuk menutupi ini gitu kan. Nanti Anda pelajari itu. Sebetulnya kita komit. Terkait dengan masalah air minum kita. Kenapa cakupan air minum kita di republik ini lambat sekali dengan di vietnam lah yang baru merdeka? Kalau tadi itu iya-iya-enggakenggak. Kenapa? Kalau kita lihat, BBM, pupuk, energi, listrik itu kan disubsidi langsung oleh negara. Misalnya harga ekonomisnya premium itu misalnya 8500 rupiah, lalu kemudian dijual di SPBU itu 6500. Berarti 2000 rupiah uangnya negara dibayarkan ke Pertamina untuk subsidi kan. Energi juga demikian, pupuk juga demikian. Artinya apa? Jadi negara mensubsidi real. Jangan lupa, air minum negara tidak mensubsidi. Yang mensubsidi adalah pelanggan antar pelanggan. Padahal pupuk, listrik, bbm, bukan kebutuhan pokok negara. Jadi dia makanya saya selalu menkritisi, pemerintah sangat sembrono. Kenapa kalau ya, ini kebutuhan basic orang. Orang bisa sakit kalau ga ada air. Penyakit bisa berkembang. Tetapi lucunya, pemerintah tidak memberikan subsidi. Kenapa BBM disubsidi? Soalnya seksi. Klo ini kan enggak. Jadi, klo kita pergi ke arbitrasi, kita juga akan kalah. Kamu katanya hak asasi. Kalau hak asasi buktinya apa? Kontrak tidak kamu lakukan, terus yang subsidi Universitas Indonesia
125
4
FA : P : FA : P
:
FA :
P
:
siapa? Pelanggan. Ya itu bukan hak asasi. Kalau hak asasi, ya itu tanggung jawab negara full. Jadi persoalan ini kemudian, diingatkan pemerintah gitu. Mereka salah nih. Operator ini. Kemudian, kesalahan mereka berpangkal juga dari kesalahan kita. Aturannya ga jelas. Kemudian juga, kewajiban kita menyupply air baku tidak dilakuan. Ya kan? Sehingga kemudian, saya senang aja Anda mempelajari ini. Sisi hukumnya gimana. Ya menurut Anda, apa yang ditujukan dari citizen Citizen Law Suit law suit ini? Dimiliki kembali oleh negara. Apa jaminannya dimiliki kembali oleh negara? Apa yang kita harapkan? Bahwa air itu kemudian bisa didistribusikan dengan murah dan mudah. Kalau tidak ada air bakunya gimana? Ini kenapa, karena saya akademisi dan praktisi gitu ya. Ada 400 PDAM yang dimiliki Indonesia, tidak sampai sepertiganya yang baik airnya. Sisanya semuanya sakit. Kenapa? Ga ada air bakunya. Dikelola oleh pemerintah daerah. Jadinya, bagi saya adalah ya apa target dari menendang Suez dari Indonesia gitu kemudian dikembalikan ke PAM Jaya. Ide kita mengundang sektor swasta dalam layanan publik itu adalah pertama adalah kita ingin mendapatkan teknologi yang lebih bagus. Kedua, kita ingin mendapatkan manajemen yang lebih bagus. Ketiga, karena kita ingin mendapatkan kapital, karena kita kekurangan. Ya kan? Ya tiga tadi. Manajemen kita buruk. Kapital kita kurang, jadi nawar-nawarin ke luar. Kalau kapital kita kuat, pemerintah tinggal bangun kan. Teknologi ya kita lebih rendah. Sekarang kalau kemudian CLS ini berhasil dan hakim memutuskan oke, demi hukum, perjanjian kerjasama dibatalkan. Lalu kemudian ada turunannya kan? Menurut Anda, apa yang akan diputuskan hakim? Semua saham PAM dipegang milik DKI, PDAMnya. Jadi, setidaknya kalau misalnya kita tidak berurusan dengan swasta luar. Karena kalau swasta luar kan ke arbitrasi internasional. Jadi kayak lebih mudah Universitas Indonesia
126
FA :
5
P
:
FA :
P : FA :
6
P : FA :
mungkin. Persoalan luar dan dalam negeri itu kan karena kita bodoh aja gitu kan. Kalau kalah kan selama ini karena kita ceroboh. Taruhlah sengketanya dengan perusahaan dalam negeri. Arbitrasinya Indonesia. Iya sebenarnya juga saya ingin mengangkat dan Pengaruh lembaga menghubungkan ini dengan World Bank. Bagaimana dunia dominasi World Bank ke Indonesia. Pertanyaan ini akan saya tanyakan juga ke hakim. Saya juga akan diundang jadi saksi nanti gitu. Kenapa? Karena memang ini kesalahan dari negara. Pasal 33 ayat 3 itu tidak pernah diterjemahkan secara sesungguhnya gitu. Bumi, air, dan kekayaan yang dikandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk kemaslahatan banyak orang. Contohnya apa? Batu bara, minyak. Selama ini kan negara fokusnya cuma di batubara sama minyak doang. Jadi airnya sendiri kan dilupain. Padahal yang mendasar itu kan ya air tadi. Air diserahkan ke mekanisme pasar. Menjadi barang ekonomi? Ya iya, menjadi barang ekonomi apabila kemudian negara tidak campur kaki untuk mengurus ini. Di sisi lain, kita ga mau ada apa-apa terus bikin chaos sistem kan? Swasta pergi terus ga ada operator kan? Sehari aja. Ibu kota ini bisa lumpuh total. Jadi hal seperti itu kan kemudian menjadi akan operator akan menjadi yang ditawarkan dalam CLS ini dia akan dibawa ke arbitrasi. Di arbitrasi ya kamu tidak melaksanakan kewajiban kamu kok. Air baku kan tanggung jawab kamu. Ya kan? Terus mau ngapain coba? Makanya dari dulu saya katakan, penuhi dulu kewajiban kita sehingga kita tidak punya labelity. Ini kan lalu jadi persoalan gitu kan. Di sisi lain, ketika operator mau memberantas pencurian. Seperti kebocoran ya? Teknis Ya, kebocorannya itu nontechnical. Kenapa? Karena di lapangan itu banyak preman, mafia. Palyja dan Aetra sudah meminta bantuan kepada pemerintah DKI Jakarta, memberikan bantuan dalam bentuk operasional melalui satpol pp, atau dibentuk polisi air gitu. Untuk mengawasi orang yang mencuri gitu. Karena yang mencuri juga oknum. Ex PAM Jaya.
Universitas Indonesia
127
P
:
FA :
P
:
FA :
P
:
FA :
P FA P FA P FA
: : : : : :
Yang nyolong juga orang-orang itu juga. Lalu juga negara harus tegas memposisikan PAM ini sebagai fungsi sosial atau bisnis. Lalu subsidi apa yang diberikan negara kalau ini memang hak asasi? Energi hak asasi ga? BBM hak asasi ga? Ya enggak. Air? Iya. Buktinya apa kamu sebagai negara tapi kamu ga hadir di sana? Terus tadi bisa diceritain lebih detil ga pak soal pencurian air itu? Pencurian air adalah ya oknum yang tau bagaimana cara masang pipa dan sebagainya kemudian disambungkan ke pelanggan lain kemudian dia collect uangnya. Yang lebih celaka lagi, airnya dijual ke pelabuhan. Salah kita di sini. Tarif kita untuk golongan bawah itu 1.050 termasuk terminal air dan hidran umum. Jadi Asti nih, ngaku orang miskin. Asti kelola hidran umum dan terminal air. Nanti Asti bayar ke saya, PAM ya. Tapi kan Asti bisa jual ke orang lain. Harganya 20 ribu ke pelabuhan. Kenapa? Tarifnya itu mau 10, mau 20, mau 30 sama. Kalau yang lain kan ada progresif. Saya juga dari Muara Baru, Penjaringan, katanya ada satu orang di situ, dia bayar sampe berapa puluh juta ke PAM. Jadi dia bisa memiliki hidran air itu. Dimafia sekarang. Sepertinya hidran umum itu temporary sampe udah ada jaringan. Jadi harusnya, hidran umum dan terminal air ini hanya untuk 5 tahun. Kalau sudah baik, ditutup. Tapi kan kenyataannya ini enggak. Kalau soal perbaikan kebocoran pipa di jalan-jalan itu gimana pak? Ada. Yang dilakukan swasta banyak. Termasuk yang menggunakan helium dan sebagainya. Namun, dalam upaya mengganti pipa tadi, ada macam-macam hambaran. Izin itu setengah mati keluar. Izin kepada? Pemerintah. Izin kan harus bayar. Maksudnya ke polisi? Ke dinas itu apa itu PU? PU. Lalu kemudian pengambilan air secara ilegal itu kan juga merusak. Mempengaruhi pipa. Terus ada Universitas Indonesia
128
P
:
FA :
P
:
FA :
P : FA :
P : FA :
7
P
:
FA :
P : FA :
jalan-jalan tertentu dilapisi beton. Itu kan tidak bisa diganti dengan mudahnya. Itu kalau udah bocor bingung kan. Klo aspal, klo bocor airnya keluar. Kalo udah dibeton, air bocor ga tau. Bocornya ke bawah. Klo aspal kan bocor ke atas, ketangkep. Itu menambah kompleksitas. Berarti ini masuk ke perencanaan tata kota ya pak ya? Iya. Itâ€&#x;s too complicated. Pertama kamu tata kota kamu salah, kedua kamu ga pernah menegakkan peraturan dengan benar. Ketiga kamu undang orang, konsekuensinya kamu ya tunduk dengan aturan kerjasama ini gitu kan. Lalu kalau sebelum dan sesudah adanya privatisasi ini gimana pak? Ya dulu kan salah satunya adalah cakupan layanan. Dulu Cuma 328 ribu. Sekarang 807 ribu. Jumlah sambungan sudah jelas peningkatan. Dulu kebocoran waktu pertama kali 58%, sekarang 43%. Berarti kebocorannya menurun dong? Menurun. Kendati pun tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Yang dijanjikan harusnya sudah 26% sekarang. Kenapa bisa gitu pak? Ya tadi itu. Karena penggantian pipa sulit, mafia tidak bisa diberantas. Air baku tidak cukup. Izin penggantian pipa tidak dikeluarkan. Kayak gitu-gitu lah. Terus kalau menurut bapak sendiri, gimana dampak Dampak ke ke masyarakat miskin yang ga dapet saluran PAM? masyarakat miskin Sebenernya masyarakat miskin dapet air termurah 1.050 tadi kan. Hanya kemudian ketika kita ke Penjaringan gitu, ke Kamal Muara, ke Cilincing, di sana persoalannya begini: karena akses ke air perpipaan terbatas, sehingga yang berkuasa itu gerobak-gerobak. Itu gila. Per meter kubik harganya bisa 100ribu. Padahal harusnya 1.050 rupiah kan. Ya kalau yaudah kalau gitu kenapa tidak dikasih sambungan mereka. Kita punya GPOBA. Apa itu pak? Global Partnership Output Based Aid. Jadi Bank Dunia dalam rangka menghapus dosanya
Universitas Indonesia
129
8
P
:
FA :
P
:
FA :
P FA P FA P
: : : : :
FA :
P : FA : P
:
memberikan bantuan kepada PDAM Jakarta melalui dua operator ini untuk membikinkan sambungan langsung kepada daerah-daerah ini. Nanti begitu air mengalir, biaya pipa dan sambungan itu diganti oleh Bank Dunia dalam bentuk cash. Tapi kemudian gimana, airnya ga ada. Yang kedua, perizinannya ga bisa didapatkan. Kenapa? Ada preman tadi. Orang masang pipa, premannya beraksi. Ya akhirnya ga bisa ekspansi kan. Pemerintah atur ini lah, tertibkan. Kita dipukul balik oleh ini. Ngomong-ngomong peran pemerintah, saya juga Tarif air baca kontrak itu bahwa dia juga harus mengawasi swasta kalau misalnya kerjanya tidak baik. Menurut bapak selama ini PAM menjalankan tugas itu ga? PAM tidak melaksanakan. Lepas tangan. PAM takut sama bule. Jadi inilah kontribusi PAM juga besar. Kalau ditanya di pengadilan, kamu tugasnya mengawasi, dilaksanakan ga? Enggak. Kenapa? Kami kalah lobi. Kamu yang goblok. Aset milik kamu, negara milik kamu, kok kamu takut sama asing. Mengetahui itu, waktu bapak di BRPAM, bapak melakukan apa? Ya saya panggil semuanya. Saya push PAMnya. Saya marah-marahin dirut PAMnya. Tapi itu kemudian saya ga tau kalau diam-diam PAM dapat uang dari swasta. Lalu tarif juga ditentukan oleh BRPAM? Itu gubernur yang menentukan. Berarti waktu itu gubernurnya Sutiyoso ya? Sutiyoso dan Foke. Mereka berkooperasi dengan baik ga pak untuk membangun air yang lebih baik untuk Jakarta? Bisa diceritain ga pak? Saya sudah memberikan ide macam-macam. Sampai saat ini alhamdulilah tidak ada yang dikerjakan. Kalau enggak, kita ga akan krisis air. Kalau yang sekarang? Pak Jokowi dan Pak Ahok? Komitmen mereka besar. Mereka mau mengambil alih saham itu. Waktu itu pak Riant juga sempet cerita soal pak Ahmad Lanti yang mendesain awal instalasi atau apa Universitas Indonesia
130
gitu soal air lalu desainnya dihilangkan lalu dipakai desain World Bank. FA : Saya dengan pak Lanti mendesain PAM Jati Luhur. Lalu diambil oleh kementrian PU, lalu kemudian berubah. Jadi sampai hari ini tidak dilaksanakan. P : Lalu bagaimana pak setelah bapak mengetahui itu? FA : Ya saya marah. Hanya marah saja. Tidak bisa melakukan apapun.
Universitas Indonesia
131
Transkrip Wawancara dengan Ir. Ahmad Lanti, M. Eng Hari, tanggal : Senin, 10 Februari 2014 Tempat
: Kantor Indonesia Infrastructure Initiative
Nomor Isi Keterangan 1 Ahmad Lanti (AL) : ...tiba-tiba tahun 2007 PAM Jaya Sejarah Perjanjian membuat perjanjian dengan Lyonnaise Kerjasama PAMdes Eaux dan Thames Water. Menjadi Swasta kerjasama 25 tahun sampai 2022. Nah Jepang kaget. Minta sama saya, kenapa begitu. Saya buatkan paper dalam bahasa Inggris tuh waktu itu. Akhirnya mereka puas. Tapi saya ga tau itu kan saya buatnya udah 10 tahun yang lalu saya buat dek. Sudah ga tau. Tapi ceritanya dulu aja ya. Peneliti (P) : Maaf, boleh saya rekam ya pak? AL : Ya ya silakan aja. Jadi waktu itu, kementerian PU, menterinya waktu itu pak Radinal Mochtar mendapatkan suatu ya dari presiden Soeharto untuk supaya PAM Jaya ini dalam rangka meningkatkan pelayanan coba dibikinkan kerjasama dengan swasta asing yang sangat berpengalaman dalam bidang air minum di dunia gitu ya. Gitu. Waktu itu tahun 95 kalau ga salah permintaannya kepada menteri PU. Nah kemudian menteri PU waktu itu, nah waktu itu di paper ada lengkap itu. Tahun 95 pak Radinal Mochtar membentuk satu tim pengkajian itu. Tapi memang waktu itu sudah dikatakan ada dua perusahaan asing yang sangat berpengalaman di dalam penyediaan air minum hmm anu kerjasama pemerintah-swasta. Atau disingkat dengan KPS ya Kerjasama Pemerintah-Swasta. PPP bahasa Inggrisnya. Public-Private Partnership. Dulu itu anggotanya dari pemprov DKI. Gubernur nya waktu itu Suryadi Soedirdja. Jadi, ditentukan waktu itu oleh pak Harto, Lyonnaise des Eaux dan Thames. Prancis dan Inggris. Tapi waktu itu persyaratannya menteri PU adalah mereka harus melakukan kajian tentang kelayakan. Uji kelayakan itu dibuat hampir enam
Universitas Indonesia
132
sampai sepuluh bulan ya. Selesai, disampaikan kepada menteri PU. Kemudian PU membuat evaluasi yang dipimpin oleh Dirjen Cipta Karya. Namanya Ir. Rahmadi B. S. Nah tim ini lah yang menilai uji kelayakan tersebut. Nah, akhirnya uji kelayakan itu dengan sedikit perubahan di sana-sini dapat diterima oleh Kementerian PU. Nah, jadi untuk itu diminta jadi menteri PU supaya dibentuk Tim Gabungan. Tapi tetap diketuai oleh Dirjen Cipta Karya ya. Jadi ada dari Kementerian PU, ada dari Pemprov DKI. Nah saya waktu itu ditunjuk sebagai wakil tim Negosiasi. Ketua Tim Negosiasinya waktu itu Pak Prawoto. P : Maaf pak, jadi tim negosiasi nya itu ada di tim gabungan itu? AL : Iya. Dengan SK menteri PU waktu itu. Itu dibuat tahun 96. Ketuanya dari DKI ada asisten pembangunan, pak Prawoto, wakilnya saya. Anggotanya Dirut PAM Jaya dan banyak lagi orangorang teknis yang lainnya. Terus termasuk juga di dalamnya ada namanya TPJ dan Palyja. Waktu itu sudah dibentuk PT-nya. Waktu itu sudah terdiri dari orang asing dan orang Indonesia itu Palyja dan TPJ. Negosiasi itu berlangsung berkali-kali bolak-balik, lupa saya berapa kali, sampai akhirnya satu tahun setengah negosiasinya. 14 bulan kalau ga salah waktu itu. Akhirnya pada bulan Juni, ditandatanganilah kontrak itu dengan Palyja dan TPJ. Yang taken contract adalah Dirut PAM Jaya namanya Ir. Rama Boedi. Dan dari pihak swasta itu saya lupa, nama asing semua. Diketahui dan disetujui oleh gubernur, pak Suryadi Sudirja. Menteri PU hadir menyaksikan aja di Balaikota. Itu tahun 97, bulan juni. Kalau 25 tahun, berakhirnya Juni 2022 kan. Tapi begini ya, isi dari perjanjian kerjasama itu sendiri itu timpang sebenarnya, tidak seimbang antara kepentingan PAM Jaya dengan swasta. Lebih menguntungkan swasta. Nah dalam perjalanan, itu kan kebetulan pak Harto jatuh kan. Tahun 98 jatuh. Timbul lah huru-hara di Jakarta kan. Itu orang-orang PAM Jaya itu...karena orang asingnya lari semua ke luar negeri kan dibakar-bakar di Jakarta itu kan. Itu Universitas Indonesia
133
istilahnya diambil paksa gitu lho kantornya. Kan waktu itu seluruh instalasi pengelolaan air apa di barat dan di timur, di Palyja dan TPJ kan diserahkan ke swasta. Karena dengan dasar itu mereka bisa melayani pembeli. Jadi istilahnya itu ada aset yang diserahkan. Ada di agreement nya. Nanti bisa minta sama Marsha nanti isi dari agreement awal. Itu aksesnya yang diambil, diserahkan pada swasta itu diambil alih oleh serikat pekerja PAM Jaya. Istilahnya kudeta. Diambil kembali. Setelah keadaan mulai aman, itu duta besar Prancis dan Inggris tuh protes kepada Presiden Habibie. Akhirnya dipaksa juga untuk dikembalikan ke mereka sampai sekarang. Dalam perjalanannya memang banyak hambatan. Karena isi dari perjanjian kerjasama itu tidak seimbang. Terlalu menguntungkan pihak swasta dibandingkan pemerintah, dalam hal ini PAM Jaya. Kemudian, timbul lah di sini BRPAM atau Jakarta Water Supply Regulatory Body. Dengan keputusan Gubernur. Nah BR ini dimaksudkan supaya bisa menjadi pihak netral. Tidak boleh berpihak pada sini sana. Tapi dia ditugaskan untuk membela kepentingan pelanggan. Tapi tentunya terikat pada isi kontrak yang ada. Seperti yang saya sampaikan tadi, isi kontrak ini kan tidak berimbang. Karena waktu itu memang kepentingan swasta itu bisa mempengaruhi keputusan Presiden. Timbul lah upaya-upaya kita melalui BRPAM untuk melakukan amandemen, revisi terhadap kerjasama ini. Ada komplain apa saja. Itu terus berjalan sampai sekarang. Dalam perjalanan, ternyata ada satu hal yang tidak bisa dianukan karena ini kinerja swasta sebenernya tidak begitu bagus. Tapi dia tetap minta kenaikan tarif tiap enam bulan. Karena ada di perjanjian kerjasama. Itu lah akhirnya pada tahun berapa itu ya, distop, tidak boleh ada lagi kenaikan tarif sampai ia memenuhi standar pelayanannya. Waktu saya terakhir jadi BRPAM, setelah itu tidak ada lagi kenaikan sampai sekarang. Nah itu lah. Tapi 97, Palyja itu menjual sahamnya 49% kepada Astratel. 51% persen masih dimiliki Prancis. Kemudian di sini di timur, TPJ, dua tahun kemudian Universitas Indonesia
134
2
P
:
AL : P
:
AL :
P : AL :
3
P : AL :
dijual seluruhnya sudah menjadi Aetra. Itu perusahaan Indonesia. Tapi ndak tau apakah ada modal dari luar ya. Dulu mereka itu kompak karena sama-sama asing. Sekarang itu tidak kompak. Karena misalnya Aetra mengatakan, oke dengan tarif yang ada, saya bisa bertahan sampai 2022. Kalau Palyja ga mau. Tetap aja tiap enam bulan dia tuntut. Jadi kekurangan bayar itu selisih antara kan di situ ada WC dengan WT kan. Selisihnya ke PAM Jaya. Karena Water Charge itu kan. Itu haknya operator. Nanti uangnya dibagi sebagian besar ke mereka, sebagian kecil ke PAM Jaya untuk biaya operasional PAM Jaya. Tapi kalau namanya tarif, yang tentukan pak Gubernur. Jadi kalau tarif sendiri masih di atas water charge ya oke, bagus. Tapi kalau udah Wcnya naik terus, itu terjadi gap kan. Gap ini shortfall yang ditanggung oleh PAM Jaya. Kalau misalnya sudah ratusan milyar itu nanti PAM Kontrak Kerjasama Jaya menanggulanginya bagaimana? Nanti itu sama pak Chris Tutuko nanti. Tadi Sri ga ngomong? Iya, kalau pak Sri bilangnya itu adalah beban PAM Jaya bersama swasta. Katanya gitu. Tapi ga ada di kontrak. Kan kontraknya belum dirubah. Shortfall itu tanggung jawab PAM Jaya di kontrak. Pihak Aetranya sudah mengiyakan untuk tidak naik. Iya betul. Aetra menyimpang dari kontrak. Karena ia adalah perusahaan Indonesia. Dia mengerti bagaimana hati nurani rakyat Jakarta. Tapi kalau asing ini kan profit making dia. Shortfall yang terjadi itu tetap punyanya PAM Jaya. Makanya dilematis kan. Makanya sekarang lagi upaya untuk melakukan amandemen kontrak. Tapi saya dengar terakhir tidak selesai-selesai. Nah kalau you mau tau lebih detil, sudah ketemu Sri ya tadi. Ketemu juga sama pak Chris. Di sana ada Marsha di sana. Saya tadi cari sudah ga ada. Bapak itu di BRPAM 2001 sampai? Kondisi saat kontrak Terakhir itu hmm.. 2007. Saya dua periode. Jadi saya dibuat ikut di negosiasi awal. Setelah itu jadi ketua BRPAM selama enam tahun.
Universitas Indonesia
135
P
4
: Dulu di tim negosiasinya itu kalau misalnya sudah tahu bahwa perjanjiannya itu berat sebelah ke swasta, itu bagaimana pak adu pendapatnya, bagaimana siapa yang lebih dominan di dalamnya seperti itu? AL : Ya itu orde baru sih ya. Di bawah tekanan itu kerjanya. Karena ada kepentingan-kepentingan bisnis dari orang-orang dekatnya pak Harto. Jadi kalau mau ngomong keras, ditegur gitu. Ditegur melalui menteri PU. Pak Kardono asisten presiden bidang militer ya? Pokoknya itu lah. Dia staf presiden bidang militer. Nah itu yang menekan. Ya seolah-olah ya kepada menteri PU, menteri PU menyampaikan ke kita. Kita bekerja di bawah tekanan. Susah ngomongnya. Terus cost nya dibayar sama masyarakat Jakarta. Social cost nya. Nah ini lah sekarang dengan adanya hmm berapa gubernur pak sutiyoso ga bisa tembus juga. Padahal udah orde reformasi. Zamannya setelah Suryadi Sudirja itu kan Sutiyoso 10 tahun ya gitugitu aja. Foke tetap aja juga ga bisa. Sekarang ini Jokowi dengan Ahok ini lebih keras sekarang. P : Sekarang sih DKI sedang mau membeli sahamnya Tekanan asing dalam Palyja katanya. kontrak kerjasama AL : Nah iya memang ada itu mau dibeli. Mau dibeli semua. Tapi masalahnya gini, dalam kontrak itu masih ada kalau pemutusan kontrak sepihak oleh pihak pemerintah, dalam hal ini PAM Jaya, itu semua sisa keuntungan dia ke depan itu harus dibayar dulu kepada dia. Ada dalam kontrak. Kecuali dia minta putus, maka ini bisa dikorting. Jadi gini, ada keuntungan yang diproyeksikan sampai tahun 2022. Nah itu kalau kita yang mutuskan, keuntungan yang di sini harus dibayar sekarang. Tapi berapa persen saya ga tau angkanya. Di samping itu, semua utang-utang shortfall itu harus dibayar juga di sini. P : Yang bayar PAM? AL : PAM tentunya. PAM dari mana? Ya pasti dari Pemda. P : Bukan dari uang pelanggan? AL : Ndak. Swasta itu kan mau ngambil. Pembangunan Jaya misalnya. Misalnya beli, utang-utang harus dia bayar di depan. Keuntungan ke depan itu sebagian harus dibayar juga sekarang. Itu ada di kontrak. Itu Universitas Indonesia
136
P : AL : P : AL : P : AL :
P : AL :
lah sekarang kenapa sulit sekali terminasi kontrak. Kalau Aetra bilang, tarif yang ada sekarang itu tidak perlu naik sampai 2022. Jadi Aetra itu tidak bermasalah dengan Pemprov. Karena dia swasta nasional kan. Yang masalah itu Palyja. Nah yang dibeli yang Prancis dulu. Baru yang satunya mau dibeli. Tapi belum cocok harga. Karena kontraknya belum diubah. Waktu saya keluar dari sana tahun 2007, saya sudah usulkan ke pak Sutiyoso, kalau bapak mau aman, itu harus diubah pak. Nah diteruskan sama ketua BR yang baru. Itu juga ga berhasil sampai sekarang. Tapi sekarang Jokowi lebih keras ini. Malah dibawa ke pengadilan sekarang ini. Mau dituntut masyarakat ini. Kemarin saya ikuti persidangannya. Keputusannya gimana? Belum ada putusan pak. Baru saksi kemarin, Siapa saksinya? Andreas Harsono, wartawan yang melakukan investigasi. Sama ada satu warga. Andreas memang bagus itu. Tapi begini, masalahnya kalau pengadilan Indonesia memutuskan, itu tidak bisa dieksekusi. Karena di dalam kontrak itu dibilang kalau terjadi pemutusan kontrak, itu harus di Singapura, di SIAC namanya. Kenapa begitu pak? Ya begitu memang bunyi kontraknya zaman pak Harto. SIAC: Singapore International Arbritation Centre. Itu bagian dari ICC. Itu ga bisa. Jadi misalnya ini mau dieksekusi, dibawa ke Genewa itu nanti. Pengadilan Indonesia ga berdaya itu. Kan gini, ada ICC itu ini di Genewa. Ini semua seluruh dunia mengakui ini. Indonesia juga anggota di sini. Ga bisa ini diputusi kalau tidak melalui sini. Model-model kayak apa itu ga ada itu. Kontraknya waktu itu pake ini ni. Jadi pinter swastanya itu mempengaruhi pak Harto terus dia setuju dengan ini. Bukannya pengadilan Indonesia. Karena waktu itu pengadilan arbitrasi Indonesia belum kuat. Jadi mereka minta ini supaya ga kelamaan. Kan waktu itu dia minta recost investment kan. Artinya gini, pemerintah menjamin bahwa barang-barang di Indonesia ini tetap akan
Universitas Indonesia
137
P : AL :
5
P
:
AL :
P : AL :
P
:
dibayar apabila terjadi huru-hara. Sekarang sudah ada jaminan kan. Lembaga pemberi jaminan itu. Waktu itu, ditetapkan Non-recost Investment. Artinya, tidak dijamin pemerintah investasi dia itu kalau terjadi huru-hara akan kembali. Invesatasinya swasta? Iya iya. Makanya oke, dia setuju pilih ini. Makanya nanti di SIAC dia memutuskan kalau ini tanggung jawabnya siapa. Ga bisa pengadilan negeri kita, ga bisa. Kalau campur tangannya World Bank waktu itu Hubungan Indonesia gimana pak? dan Bank Dunia saat Oh ga, world bank waktu itu hanya gini di awal itu tahun 95, itu kan ada studi dari world bank mengenai KPS itu kerjasama pemerintah-swasta di bidang infrastruktur. Karena waktu itu pak Harto minta jangan semua infrastruktur itu dibiayai oleh APBN. Beri kesempatan juga swasta masuk. Di Indonesia, world bank melakukan studi terhadap sektor air minum waktu itu. Nah keluar rekomendasi world bank bahwa itu satu bidang yang bisa dikerjasamakan dengan swasta. World bank. Karena Indonesia belum bisa. Itu awalnya ada pinjaman dari World Bank kan ya? Iya, pinjaman konsultan. Konsultan ya, studi. Karena diminta oleh Indonesia, BAPPENAS waktu itu minta untuk melakukan studi bidang-bidang infrastruktur mana saja yang bisa...waktu itu belum ada peraturan berapa persen yang dikerjasamakan swasta kan. Semua pemerintah kan. Dan waktu itu APBN kita juga sudah mulai kedodoran karena keperluan infrastruktur besar sekali. Makanya keluar rekomendasinya. Jalan tol bisa, air minum bisa, apalagi, telekomunikasi bisa. Keluar itu rekomendasinya world bank. Air minum tadinya diprotek karena ini kan untuk kepentingan rakyat banyak. Sesuai dengan UUD 45 kan mengenai air, bumi, dan apa itu dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya. Pasal 33 itu. Air termasuk waktu itu diprotek. Tapi dengan rekomendasi world bank, dibuka kesempatan. Itu world bank berarti atas dasar permintaan Universitas Indonesia
138
AL : P : AL :
6
P
:
AL :
Indonesia ya? Bukan world bank yang menawarkan? Pemerintah Indonesia. World Bank ga bisa studistudi kalo ga diminta BAPPENAS kok. Jadi tidak ada tekanan world bank sama sekali? Oh ga ada. Itu juga terserah kita. Mau kita pake atau enggak. World Bank waktu itu bilang bisa diswastakan tapi syarat-syaratnya seperti ini, contohcontohn ya seperti ini. Dari situ lah BAPPENAS menetapkan sektor air minum terbuka. Bukan ditekan oleh world bank. Ga ada. Apa hak nya world bank? Ga ada. Locussol. Itu yang merekomendasikan. Itu team leadernya di world bank itu. Tahun 95 studinya itu. Tapi itu atas pemerintah kita, bukan maunya mereka. BAPPENAS itu yang minta. Dasar itu kita bergerak. Kita pilih Jakarta dulu karena Jakarta waktu itu morat-marit kepengurusannya. Kita juga ga punya uang untuk investasi. Atas dasar itu lah kemudian pak harto mengambil inisiatif. Disetujui oleh pemprov DKI. Waktu itu tapi kan gubernur ga setuju ga boleh. Lalu pak, kalau ga salah, syarat PPP itu kan makanya Tarif air ada BRPAM itu kan. Namun, BRPAM itu baru dibentuk tiga tahun setelah penandatanganan. Nah, berarti sebelum adanya BRPAM itu menentukan tarifnya itu gimana? Nah ini pertanyaannya. Ada di tulisan saya itu di BRPAM itu. Ada di Marsha itu. Jadi gini. Jadi ini tarif, ini waktu. Kenaikan tarif itu kan tiap enam bulan. Rata-rata tarif ini. Ada indeksasinya ada. Pake angka-angka statistik itu. Jadi grafiknya gini kirakira. Naik terus gini kan. Nah, seharusnya...eh ini water charge namanya. Imbalan air lah bahasa Indonesianya. Nah, tarif kita itu kan harus di atas. Kalau enggak, dia surplusnya. Namanya defisit. Jadi, tarif itu kan gini ya. Nih, misalnya di sini. Setahun sekali, dia naik. Ini tarif. Enam bulan kan ini naik. Misalnya setelah itu ini udah agak tetap ya. Terus naik, terus flat lagi. Satu tahun. Tapi di sini, ini adalah tarif rata-rata. Sehingga ada selisih antara WT dan WC untuk bayar macam-macam. Nah, pada 1998 ini ga bisa naik ini karena demo. Kalau misalnya dia naik ke sana, tidak naik dia. Flat terus.
Universitas Indonesia
139
P
:
AL :
P : AL : P : AL :
Akibat dari itu, terjadi shortfall. Antara WC dan WT. Defisit. Ini jadi tiap enam bulan naik WC mengikuti indeksasi statistik, tapi tarif di Indonesia sekali setahun naik. Sehingga dia tetap berada di atas WC tarif rata-ratanya. Nah. Waktu itu terjadi shortfall besar. Waktu saya masuk, supaya ini tidak shortfall, ini dinaikin tarifnya berapa puluh persen waktu itu. Dengan izin gubernur, naik lagi ini dia. Tiba-tiba naik tinggi dia. Nah ini kembali lagi, kembalikan seperti ini dia. Lalu, waktu itu pembagian antara PAM dan swasta itu kan PAM hanya mesupervisi, memonitor pihak swasta. Lalu, kalau misalnya menurut bapak sendiri, PAM itu mengawasinya sudah jalan atau bagaimana? Saya tidak mengawasi. Saya hanya bertindak selaku wasit. Kalau terjadi perselisihan, dia datang ke saya. Saya memutuskan. Kalau mereka tidak setuju, naik banding mereka ke gubernur. Lalu penentuan tarifnya itu PAM, gubernur, lalu... Kita. Bukan PAM Jaya. Kita. Bukan PAM Jaya. Oh jadi PAM Jaya tidak menentukan sama sekali? Tidak. Sampe saya selesai, saya yang menentukan. Sudah ada rumus-rumusnya. Tinggal masuk-masukin saja angkanya. Jadi, sudah mekanisme otomatis. Ada rumus. Panjang. Indeks-indeks harga itu misalnya kenaikan harga bahan bakar ada di situ, kenaikan buruh ada. Ada kenaikan harga bahan kimia, kenaikan listrik, ada semua tinggal dimasuk-masukin angkanya. Kayak mekanisme otomatis, keluar angkanya. Saya tidak menyalahi juga. Saya mengikuti kontrak dan melaksanakan isi kontrak. Tapi yang mengusulkan ke Gubernur, saya bukan PAM Jaya. Pak gubernur baca itu, saya dipanggil. Saya bilang, dia ketuk palu. Oke setuju. Jadi saya konsultasi di depan gubernur. Ada PAM Jaya, ada operator. Di depan pak Sutiyoso saya presentasi sekali setahun. Kalau naik itu, saya dipanggil gubernur. Ada PAM Jaya, ada operator-operator. Nah debatlah kita di situ. Gara-gara operator tidak setuju itu kekecilan. PAM Jaya kegedean. Nah saya bilang, saya kerja atas dasar rumus dan indeks yang dari BPS. Akhirnya mereka sepakat dengan angka Universitas Indonesia
140
saya. Karena saya tinggal hitung-hitungan aja kok. Tinggal isi kontrak aja. Jadi semua dalam kontrak itu sudah yaa terlepas dari isi kontraknya tidak berimbang ya, itu sudah rapi sekali, pake rumus, pake angka BPS, masukkan. Putuskan. Keluarklah instruksi gubernur. Tapi sebelum jadi instruksi gubernur, dirapatkan dulu. Rapat pleno namanya. PAM Jaya kadang-kadang minta terlalu tinggi. Tapi swastanya bilang, ah kurang. Tapi saya berdasarkan isi kontrak. Biasanya gubernur selalu setuju dengan saya, pak Sutiyoso.
Universitas Indonesia
141
Transkrip Wawancara dengan Ir. Sriwidayanto Kaderi Hari, tanggal : Senin, 10 Februari 2014 Tempat
: Kantor PAM Jaya
Nomor Isi 1 Peneliti (P) : Pertama mau menanyakan sistem pengelolaan air minum Jakarta itu seperti apa ya pak? Sriwidayanto Kaderi (SK) : Sistem pengelolaan air minum Jakarta itu mengacu pada Perda 13 tahun 1992 dan Perda 11 tahun 1993. Perda 13 itu mengatur pendirian PAM Jaya, abis itu tugasnya yang salah satunya itu mengatur tentang air minum Jakarta. Kalau mulai tahun 98, ada kerjasama antara PAM Jaya dengan mitra swasta, waktu itu GDS yang kemudian diubah menjadi PALYJA. Dan satu lagi di timur itu PT KATI yang kemudian menjadi PT TPJ sekarang menjadi AETRA. Jadi dengan adanya kerjasama itu, fungsi PAM itu adalah mengawasi atau mensupervisi dari proyek kerjasama ini. Operasional pelayanan air minum itu dilakukan oleh kedua mitranya, PAM hanya mengawasi. 2 P : Lalu aturan pembagian tugasnya selain hanya mengawasi itu PAM ngapain lagi ya pak? SK : Ya ngawasin itu dalam artian yang luas. Dari mulai dari bagaimana kita menyepakati target-target yang harus dicapai oleh pelayanan itu, misalnya dengan cakupan layanan terus kemudian tekanan yang harus diberikan kepada masyarakat, kemudian kualitas, kontinuitas, investasi yang harus kita lakukan. P : Kalau soal pemasangan pipa, kebocoran gitu pak? SK : Nah kalau pemasangan pipa, kebocoran itu kan dilakukan oleh mitra swasta. Karena kalau pemasangan pipa gitu bisa jadi investasi yang dilakukan oleh mitra swasta. Kemudian kalau perbaikan adanya kebocoran atau pemasangan baru, itu adalah bagian daripada operasional, perawatan, ataupun kegiatan pembiayaan. P : Jadi kalau sambungan baru segala itu dari swasta ya? SK : Iya. Itu dilakukan oleh mitra. Ketentuan-ketentuan mengenai sambungan baru, tarif itu ditetapkan oleh
Keterangan Sistem pengelolaan air minum Jakarta
Pembagian tugas antara PAM Jaya dengan mitra swasta
Universitas Indonesia
142
3
P
:
SK
:
P
:
SK
:
P
:
SK
:
PAM maupun oleh pemerintah DKI. Nah kalau penentuan tarif nih pak, bisa diceritain ga Penentuan tarif pak? dan saham Ya, penentuan tarif itu sebenarnya diusulkan berdasarkan pada tingkat kebutuhan pembiayaan. Diusulkan oleh mitra swasta, diusulkan oleh PAM Jaya kepada BRPAM. Kemudian, BRPAM akan melakukan evaluasi, kajian, konsultasi publik. Kalau semuanya sudah oke angkanya, angka itu baru kemudian diberikan kepada gubernur. Nah gubernurnya akan melakukan evaluasi juga. Setelah itu, udah oke, kemudian dimintakan pendapat. Jadi bukan persetujuan sebenernya. Pendapat kepada DPRD. Saran. Jadi nanti udah keluar, jadi baru ada peraturan atau SK Gubernur mengenai tarif. Kalau hitung-hitungan tarifnya itu sendiri dapatnya dari mana ya pak? Hitungan tarif diperhitungkan dari tadi itu. Dari biaya operasional, dari pinjaman investasi, dari pengembalian utang-utang PAM, itu semuanya ada itung-itungannya. Saya sempet tau juga soal WC sama WT. Bisa tolong dijelasin ga pak? Ya kalau WT, itu yang tadi, yang ditetapkan oleh Gubernur. Kalau WC atau imbalan itu adalah biaya yang dihitung berdasarkan satu formula yang waktu itu sudah disepakati bersama sehingga imbalan ini dilakukan itung-itungannya sebenernya ya sama, kayak ada biaya operasinya, ada berapa biaya tunjangannya, investasinya, terus dari situ kemudian bisa ditentukan, berapa imbalannya mereka. Kemudian nanti, setiap lima tahun imbalan dasarnya kemudian dibahas kembali. Kemudian tiap enam bulan, clashnya di sini. Tiap enam bulan, ada semacam adjustment berdasarkan pada kondisi tingkat inflasi yang dikeluarkan oleh BPS. Nah dari situ nanti dimasukkan kepada formula tadi, dilihat apakah ada kenaikan harga atau kenaikan imbalan, apakah penurunan imbalan. Cuma di negeri ini kan belum pernah ada yang kemudian kita melakukan adjustment tapi minus gitu kan. Adjustment kan biasanya nambah. Itu juga terjadi di soal air ini. Karena kan inflasi misalnya kaitannya dengan pekerjaan konstruksi ada inflasi misalnya 2%. Nah kita
Universitas Indonesia
143
P SK
: :
P
:
SK
:
harus menghitung itu inflasi 2% pengaruh di konstruksi atau di investasi ada. Formula itu nanti tinggal kita masukkan. Berarti ngaruh ke WT? Enggak, ga ngaruh ke WT. Pengaruhnya kepada WC. Memang yang ideal adalah kemudian setelah WC ada, WT itu harus dilakukan penyesuaian dengan WC gitu. Kalau WT kan tadi, karena melalui pak gubernur, melalui DPRD, melalui ini, sisi politisnya jauh lebih besar. Sehingga dampaknya seperti sekarang. WT itu dari tahun 2007 sampe sekarang blm pernah naik lagi. Terakhir naik itu Januari 2007. Sementara WC itu kan naik terus tiap enam bulan, tiap semester berdasarkan perjanjian kerjasama. Kemudian, kalau untuk Aetra naiknya sekarang tidak tiap enam bulan. Kenapa? Karena Aetra kita udah menyepakati tahun 2012 satu master agreement perjanjian kerjasama ini. Sehingga perjanjian dengan mereka itu naiknya setaun sekali. Itu pun besarannya tidak ditetapkan, sekitar satu setengah persen lah lebih kurang pertahun. Nanti ada perubahan yang sangat besar, kondisi makro ekonomi yang sangat besar berubahnya, kita mengadakan diskusi yang disebut renegosiasi. Kita mendiskusikan, misalnya kayak listrik nih. Katanya Mei nanti listrik mau dinaikin 38% misalnya. Itu kan sesuatu yang sangat ini gitu lho. Artinya klo naik listrik kan biasanya 3% atau berapa gitu. Jadi kalau dalam penyusunan anggaran kita tetapkan angka tertentu, atau misalnya naiknya sampai 30% kan udah bubar semua ininya gitu. Jadi mungkin dimungkinan untuk kemudian kita duduk bersama lagi untuk membicarakan perubahan itu. Misalnya pemerintah, dan misalnya ada kebijakan gaji pegawai negeri, eh jangan pegawai negeri karena kita bukan pegawai negeri. Gaji buruh diturunkan misalnya ekstremnya, kita duduk kembali melakukan renegosiasi. Lalu kalau misalnya WCnya naik terus WT nya tetap seperti itu... Nah itu kemudian itu menjadi defisit. Defisit itu lah yang disebut sebagai shortfall. Shortfall itu lah yang kemudian yang seharusnya shortfall itu ditanggung oleh proyek kerjasama. Jadi yang nanggung bukan Universitas Indonesia
144
P SK
: :
P SK
: :
P SK
: :
hanya PAM saja atau swasta saja. Harus ditanggung bareng-bareng sebenernya. Tapi ga tau saya bermulanya dari mana, kok itu kemudian seolah-olah menjadi bebannya PAM. Lalu PAM sendiri melakukan apa pak terhadap hal itu? Ya itu, PAM melakukan renegosiasi. Yang sekarang lebih terkenal sebagai rebalancing. Contohnya dengan Aetra, kami sudah sepakat. Bahwa yang disebut utang itu tadi sudah menjadi tanggung jawabnya Aetra. Kemudian utang yang kemaren 330 milyar itu memang secara bertahap akan dinolkan oleh kerjasama ini. Oleh Aetra. Aetra mau mengakui bahwa utang yang 330 milyar itu seolah-olah akan menjadi tanggung jawabnya dia. Itu sampai dengan tahun 2016 harus menjadi nol. Setelah 2016 apabila terjadi lagi defisit, itu telah menjadi tanggung jawabnya pihak kedua. Dalam hal ini Aetra. Jadi kalau terjadi defisit lagi, ya itu utangnya Aetra. Jadi kita lebih firm menetapkan. Kalau dulu kan ngambang. Oh itu utangnya proyek. Begitu proyek ga jelas, jadi tanggung jawabnya PAM. Jadi seolah-olah PAM punya utang. Itu kemudian kenapa kita minta Aetra seperti itu. Kepada Palyja juga hal yang sama. Namun Palyja belum sepakat sampai dengan hari ini. Karena belum sepakat, kemudian akhir 2012, mereka akan menjual saham ke Manila Water. Namun kita menolak. Lebih baik BUMD yang membeli sahamnya, sehingga prosesnya kemudian pertengahan tahun 2013 kita tolak. Kita diskusikan kembali dengan Palyja untuk mau menjual kepada BUMD. Kemudian BUMD dengan mereka lah melakukan diskusi tawarmenawar. Yang beritanya soal DKI mau membeli sahamnya... Ya itu tadi. Sahamnya Palyja tadi itu. Suez sama Astratel. Itu prosesnya mudah-mudahan ya dalam waktu dekat bisa disepakati. Tapi itu hanya Palyja ya? Aetra tidak? Belum, bukan tidak. Karena tidak sama belum kan beda. Kenapa belum, pertimbangannya ada dua. Yang pertama, kita juga tidak ingin bahwa kemudian dianggap seolah-olah Pemda DKI ingin hmm kasarnya begitu saja kemudian menginikan peran swasta di dalam pengelolaan air minum. Kan ga mau juga
Universitas Indonesia
145
4
P
:
SK P
: :
P
:
SK :
pemerintah DKI berantem dengan pemerintah pusat gitu kan. Jadi kita bertahap. Yang kedua, juga begitu nanti beralih kan pelayanan kan ga boleh berubah. Harus meningkat. Kita juga pengen tau dulu, begitu nanti berbalik, pelayanannya menjadi seperti apa. Kalau Aetra ga mau, tapi kita pelayanannya lebih bagus, Aetra lebih jelek, ya kan kita bisa langsung kita beli lagi. Yang tadi waktu Palyja ingin dibeli Manila Water tadi, ada proses biddingnya ga? Ada, di sisi mereka sana ada. Tapi PAM tidak? Kan memang di perjanjian kerjasama memang amanatnya seperti itu. Jadi PAM emang cuma dimintakan persetujuannya pada waktu mereka sudah punya calon pembeli. Itu pun juga pada posisi mayoritas pemilik saham. Jadi kalau mereka jual sahamnya Cuma 40-49% itu ga perlu ada persetujuan dari PAM. Cuma mereka lapor aja. Makanya, dulu waktu Palyja jual saham kepada Astratel maupun kepada City Corps pada waktu itu juga mereka ga perlu izin persetujuan. Cuma dia melaporkan aja. Saya sekarang sudah tidak menguasai 100% Palyja lagi, yang 49% sudah saya jual. Jadi pembagiannya 29, 29, 20 kalau ga salah. 29 punya Astratel, 20 punya City Corps. Kalau City Corps dalam jangka waktu sekian tahun dijual kepada Astratel, akhirnya Astratel punya 49, Suez nya punya 51. Nanti Astratel menjual pun, itu ga perlu izin PAM. Dia hanya menyampaikan laporan. Tapi kalau yang Suez ini karena dia 51%, dia harus minta izin persetujuan dari PAM. Itu lah yang kemudian diproses. Walaupun yang membeli siapapun, yang pemda sekalipun. Sekarang Pemda, dalam hal ini BUMD. Tetep harus ada proses itu. Lalu kan sekarang banyak berita tentang privatisasi air Pandangan gitu kan pak. Nah tanggapan bapak sendiri gimana? tentang Jadi sebenernya gini. Mungkin kita jangan, kalau saya privatisasi air lebih seneng sebenernya PPP. Public-Private Partnership. Itu bukan privatisasi. Kalau privatisasi seolah-olah PDAM itu sudah tidak ada. Diganti oleh swasta. Swastanisasi. Menurut saya lebih seneng PPP. Jadi ada swasta yang kemudian bermitra dengan perusahaan publik. Sebenernya itu. Nah, saya tidak Universitas Indonesia
146
5
SK
menolak itu dalam artian jangan hulu-hilir sebagaimana yang terjadi di Jakarta. Jadi boleh kita juga membuka ruang. Boleh swasta ikut berperan serta. Misalnya apakah membangun instalasi misalnya, lalu mereka menjual kepada PDAM. Seperti PLN. Jadi PLN kan gitu. Ada pembangkit, kemudian mereka menjual kepada PLN listriknya. Mereka lah yang menyalurkan kepada masyarakat. Kalau seperti itu, emang itu lah sebenernya peran yang harus dilakukan oleh swasta. Karena kan negara ga mungkin mampu membiayai. Kira-kira seperti itu. Yang kedua juga negara ga boleh juga menutup swasta ga boleh berusaha. Jadi, UUD 45 pasal 33 juga sebenernya tidak tabu terhadap adanya peran swasta di dalamnya walaupun itu kan dulunya dikuasai negara. Dikuasai negara bukan berarti semua diinikan oleh negara. Kan boleh negara: oke bagian ini kamu yang pegang. Jadi intinya adalah bahwa tidak boleh dilakukan, atau tidak boleh diberikan hak ekskusif kepada swasta untuk mengelola satu kawasan atau area dari hulu ke hilir dari seluruh wilayah. : Tapi misalnya sekarang gini, kita punya satu daerah Pelayanan tertentu. Sebutlah misalnya X. Kita pun juga belum distribusi air bisa melayani ke sana. Belum bisa itu banyak sebab. Mungkin karena airnya, mungkin karena finansialnya. Kebetulan ada swasta yang menawarkan. Aku mau tuh melayani daerah X itu. X ini adalah bagian kecil daripada satu wilayah. Misalnya kalau DKI itu wilayah Jakarta, satu pojokan tertentu misalnya Pluit. Atau Kamal misalnya. Ada swasta yang pengen menawarkan itu. Selagi memang itu berdampak positif bagi masyarakat yang dilayani, yang kedua itu berdampak positif bagi PDAM dan DKI ya ga masalah. Atau kalau tidak ya tadi, parsial. Apakah ia hanya produksinya saja, atau dia hanya masangin pipa ya ga masalah. Yang penting adalah jangan dia yang mengelola secara keseluruhan. Makanya, Jakarta ini adalah satu sample, contoh, yang perjanjian pada waktu itu kita buat yang memang kita belum punya dasar-dasarnya. Sehingga kita perlu membuat dasar-dasar hukum yang sepakat. Dulu dasarnya kan pake seinget saya pake UU 11 tahun 74, UU pengairan. Mungkin. Terus ada mendagri untuk kerjasama antara PDAM dengan swasta itu bentuknya
Universitas Indonesia
147
P
:
SK
:
P
:
SK
:
seperti apa. Mungkin gitu aja dasarnya. Nah sekarang itu sebenernya udah diatur lebih detil lagi di dalam UU 7 tahun 2004. Itu jauh lebih bagus peraturannya. Sehingga ga ada lagi kejadian kerjasama seperti yang ada di Jakarta. Cuma dalam amanatnya UU 7 itu, bagi perjanjian yang sudah ada, itu tetap berjalan terus namun demikian dilakukan evaluasi dan negosiasi. Itu lah yang kami lakukan. Dengan Aetra kita clear, sampe kelar. Tapi sama Palyja enggak. Nah terus pembeli Palyja ini, setelah Manila Water kita tolak kan BUMD. BUMD pun itu sudah kita sampaikan: kalian boleh membeli, tapi persyaratan-persyaratan utamanya adalah bagaimana kita merebalancing perubahan terhadap kontrak kerjasama ini yang tidak merugikan PAM, pemerintah, dan masyarakat. Dan juga mencapai cakupan layanan dan pelayanan yang lebih baik. Kita harus punya standar pelayanan minimum yang kemudian disepakati bersama yang disepakati dengan perubahan-perubahan dari kerjasama awal. Lalu kalau misalnya masyarakat mau memberikan keluhan seperti itu ke PAM atau ke operator swasta? Kalau keluhan, itu biasanya banyak juga yang ke kita. Karena pahamnya masyarakat kan pokoknya kalau air minum Jakarta kan PAM. Kan gitu. Jadi ya mau ga mau. Tapi sebenernya ya keluhan itu diterima siapapun ya ga masalah. Mitra juga boleh ke mitra. Cuma kadang-kadang ke mitra itu ga ditanggapin, pasti ke kita. Ada juga yang orang males ke mitra karena susah ga ditanggapin, langsung ke kita. Gapapa. Itu kan yang penting untuk perbaikan bersama. Kita kan juga monitor juga keluhan pelanggan. Kita ada rapat rutin bulanan, evaluasi, lalu setiap kita dapat berita keluhan, kita melakukan teguran untuk mereka. Teguran ke kita pun, karena operasionalnya ke kita, kita juga melakukan teguran ke mereka. Cuma kami ikut memonitor secara langsung jadinya. Karena kami mendapat keluhan dari masyarakat dan sebagainya. Jadi respon dari pihak swasta setelah mendapatkan teguran itu biasanya seperti apa pak? Ya mereka bilang bahwa kami sudah melakukan perbaikan atau oh ini belum bisa karena perlu perizininan, perlu ini perlu itu. Ya kerjasama lah. Universitas Indonesia
148
6
P
SK
: Hmm kita mundur ke belakang nih pak. Boleh Perjanjian antara diceritain ga pak soal dulu kebijakan privatisasi air itu PAM Jaya awalnya gimana sih bisa sampe ada? dengan swasta : Kalau itu tanyanya ke siapa ya. Saya kan ga tau juga saya. Ya kira-kira gini, kalau kebijakannya saya ga tau. Tapi sejarahnya itu dengan pertumbuhan dan perkembangan perekonomian Indonesia tahun 80-an sampai 90-an itu kan sangan tinggi kita. Sangat pesat. Sedangkan kemudian kemampuan pemerintah itu tidak semuanya tidak bisa dilakukan oleh pemerintah, sehingga kemudian ada kebijakan waktu itu untuk melakukan yang disebutkan peran serta swasta di dalam bukan hanya pelayanan air minum. Pada waktu itu kan ada air minum, ada jalan tol, ada listrik, ada perumahan, ada macem-macem kan. Cuman memang dengan melihat Jakarta yang bertumbuh seperti itu, dengan kemampuan PAM Jaya untuk melakukan percepatan pengembangan yang seperti itu dirasa tidak mungkin, kan ada kebijakan dari pemerintah pusat. Katanya adalah instruksinya presiden kepada menteri PU. Yaudah percepatan pelayanan Jakarta dilakukan kerjasama. Jadi kalau ceritanya para pendahulu itu awalnya kerjasama ini ga kemudian Jakarta ini dibagi dua seperti sekarang. Awalnya itu juga sebenernya seperti tadi saya sampaikan bahwa yang baik adalah seperti itu. Dan awalnya mungkin kita oke kita instalasinya aja dulu atau mungkin misalnya wilayah Jakarta ini kan dari awal PAM Jaya dalam operasinya membagi wilayah pelayanan enam wilayah. Ini adalah berdasarkan keberadaan pipa-pipa besar dan instalasi di area itu. Wilayah satu itu secara kewilayahan itu sekitar Jakarta Pusat. Wilayah dua itu sebagian Jakarta Pusat, kemudian sebagian Jakarta Timur. Wilayah tiga itu sebagian Jakarta Utara tapi sisi timur. Wilayah empat itu Jakarta Barat. Wilayah lima ini hampir semua Jakarta Selatan. Wilayah enam itu Jakarta Timur sisi selatan. Tapi itu sebenernya karena dibatasin oleh pipapipa primer. Basenya adalah pipa yang ada. Jadi waktu awalnya itu sebenernya kerjasama ini adalah bahwa Jakarta yang sudah seperti itu silakan aja diteruskan. Awalnya itu kita akan membangun di jatiluhur. Kemudian mengirim air bersih dijual kepada Jakarta.
Universitas Indonesia
149
Nah saya ga tau gimana, ini kan saya cuma denger cerita sejarah ya. Mungkin ya, gubernur mikir bisa lama sekali. Yaudah ini aja, Jakarta dibagi dua saja. Dibagi dua terus gimana? Yaudah PAM nya nanti sebagai pengawas saja. Swastalah nanti yang akan mengoperasikan. Bagi dua, batesnya kali ciliwung. Ciliwung ke barat dan ciliwung ke timur. Kebetulan tadi, karena kewilayahan Jakarta sudah dibagi enam gitu, kalau wilayah timur menjadi wilayah 3, wilayah 2, dan wilayah 6. Nah kebetulan yang di barat, itu ada wilayah 1 Jakarta Pusat, wilayah 4 Jakarta Barat, Jakarta Pusat itu kan sampe ke Utara juga kan. Barat juga sampe ke Utara, kemudian ada Jakarta Selatan di sebelah barat. Kita seperti itu pembagiannya. Di situ lah kita mulai yaudah PAMnya jadi berfungsi sebagai supervisi, kemudian yang mengoperasikan itu adalah swasta. Walaupun yang dipekerjakan tetep karyawan PAM Jaya dulu plus beberapa karyawan mereka. Sehingga dulu itu perjanjiannya itu harus 80-20. 80% adalah orang PAM, 20% adalah mitra swasta. Harusnya itu dipertahankan terus. Cuman karena ini ya saya ga tau, saya cuma dapet warisan, ini posisinya sudah 51 swasta, 49 PAM. Kalau yang di barat. Kalau yang di timur masih tinggian PAM sedikit. PAM 50,3 apa, terus swasta 49,7. Itu. Tapi dalam perubahan renegosiasi itu saya menghendaki tetep 80-20 harus dijalankan. Tapi itu kan tidak membalik tangan. Ada prosesnya. Prosesnya adalah secara perlahan, karyawan-karyawan yang sudah ada di mitra itu kalau yang bagus-bagus nanti ya akan kita wawancara, akan kita rekrut untuk menjadi karyawannya PAM. Jadi bertahap kita akan nambah. Tapi, batasannya memang kalau untuk Aetra, kalau Palyja kan kita emang belum sampai ke sana. Kalau untuk Aetra akan kita sepakati bahwa empat tahun sebelum kerjasama berakhir, itu kita sudah mulai membahas detilnya. Pelaksanaan itu gimana. Pelakasanaan itu kan juga ga mudah. Dua tahun sebelum kerjasama berakhir, baru kemudian beralih. Karena dampaknya dari peralihan status itu kan harus diitung konsekuensinya. Karena gajinya karyawan PAM dengan gajinya karyawan swasta kan berbeda. Di samping hak-hak yang lain lah. Universitas Indonesia
150
7
P
SK
P
SK
: Lalu pak, kalau misalnya mau ada warga yang Pelayanan rumahnya belum teraliri oleh PAM. Lalu dia apakah distribusi air harus minta dulu, request dulu gitu atau memang ada program kerja untuk mengaliri? : Tergantung. Jadi gini, kalau warga belum ada aliran air tapi misalnya di sekitarnya, di deketnya dia sudah ada aliran air, itu berarti warga yang harus aktif minta kepada PAM, saya mau jadi pelanggan, rumah saya di sini, tetangga yang terdekat dengan saya di sini. Kalau misalnya satu kawasan tertentu yang belum ada alirannya PAM, PAM pasti punya program apa tahun sekian akan masuk ke sana, tahun sekian apa masuk ke sana. Jadi dua. PAM yang memang sudah memprogramkan untuk itu atau sebenernya sudah ada cuma warganya yang belum minta. Kan kita juga ga bisa menawarkan terus-terusan. Nanti ada yang disebut sebagai temu pelanggan. Temu pelanggan itu kalau ga salah hampir tiap bulan itu ada. Jadi per bulan di Aetra sekali, sebulan di Palyja sekali. Jadi itu paling tidak ada dua kali pertemuan. Misalnya nanti daerah tertentu gitu misalnya hmm apa kecamatan atau kelurahan slipi misalnya. Itu nanti biasanya ada. Warga-warga di tempat itu yang pelanggan maupun yang bukan pelanggan biasanya akan datang. : Lalu PAM sendiri bagaimana cara memberikan akses kepada orang-orang yang misalnya di Muara Baru, Penjaringan itu kan ada yang belum dapet PAM. Ada yang berteriak air mahal itu bagaimana pak? : Ya kalau misalnya satu wilayah tertentu belum ada air PAMnya ya itu tadi. Kalau misalnya kita emang ada program ke sana, ya kita emang akan alirkan ke sana. Kalau misalnya memang itu harus dilayani kemudian mitranya belum punya kemampuan untuk itu ya PAMnya akan melihat ke sana, seperti apa, propertinya bener apa enggak. Kepemilikannya bener apa enggak. Cuma kan saya ga boleh melayani di daerah ilegal. Kecuali sekarang karena kalau saya ga melayani, mereka kan butuh air. Makanya kalo di area ilegal itu, sekarang sistemnya adalah kami layani dengan master meter. Jadi kami layanin misalnya nih areanya segini. Kita alirin ke sini, kita berhenti di sini, kita pasang
Universitas Indonesia
151
P SK
: :
P SK
: :
meter di sini. Nah meter ini lah nanti yang akan dikelola oleh warga yang ada di sini ini, mereka akan milih, siapa yang akan ditunjuk sebagai pengelola ini. Jadi nanti saya tinggal mintanya kepada orang yang ditunjuk itu. Nanti dia yang menyalurkan kepada warga yang ditunjuk di sini. Area ilegal itu kenapa pak? Area ilegal itu ya misalnya mereka bukan tanahnya. Misalnya kayak Tanah Merah. Itu kan punya Pertamina itu. Warga kan ada di situ. Warga kan butuh air. Kalau zaman dulu kan saya ga mau layanin. Nah tapi karena sekian lama ga kita layani, kemudian mereka nyolong, airnya kan ilang. Lebih baik saya buat seperti itu tadi. Saya bangun di sini ada hidran atau apa. Saya tinggal percaya pada satu atau dua orang itu saja. Lalu satu orang itu harus bayar ke PAM? Iya. Harus bayar. Ke mitra. Kalau ini kan ke mitra kan. Kecuali kalau misalnya mitra ga layanin. Yang layanin PAM. Kemudian bayarnya PAM. Contoh yang dilayanin sama PAM itu misalnya Rusun di Muara Baru. Itu karena Palyja belum sanggup, kemudian PAM melayani. Saya bikin instalasi di sana. Saya layanin bener-bener. Saya ambil air dari waduk pluit. Saya olah, saya proses, saya layankan ke rumah susun itu. Nah kalau harga mahal, itu sebenernya justru kalau bisa dilayanin oleh kami, harganya pasti akan murah. Harga mahal itu karena kemudian mereka belinya dorongan. Kalau dorongan itu kan satu dorongan itu berapa itu ya ada yang 10 ada yang 20. Kalau satu jerigen itu misalnya anggeplah 500 misalnya, kalau satu pikul 2 jerigen itu kan udah 1000. Sedangkan 1kubik itu 50 jerigen. Kalau harganya 2 jerigen itu udah 1000, jadi lebih mahal. Sedangkan air dari PAM, kalau itu warga masyarakat sangat tidak mampu itu kan cuma 1.050 satu kubik pertamanya. Itu lah yang kemudian kami atas pemprov DKI, pimpinan pak gubernur dan pak wakil gubernur, kami sekarang sudah memprogramkan untuk melayani area-area masyarakat tidak mampu. Jadi mereka akan berikan sampai dengan 10 kubik itu tarifnya cuma 1.050. Tapi nanti begitu mereka pakai 11 kubik, 12 dan seterusnya, itu nanti akan kita kenakan 10.000. Itu kalau dihitung pun tetap Universitas Indonesia
152
8
P
:
SK
:
P
:
SK P
: :
masih jauh lebih murah dibandingkan kalau dia itu. Yang jadi problem sekarang adalah ketersediaan air kan gitu. Persediaan air kita untuk bisa sampe ke sana itu kan yang masalahnya belum ada. Sehingga mau ga mau ya gitu. Ya air baku. Kan ga ada air bersih kalau ga ada air baku. Sehingga dengan adanya perbaikanperbaikan sungai-sungai yang ada di Jakarta, kemudian situ-situ itu, saya akan melakukan kajian ulang. Kita pelajari, kualitasnya gimana, kuantitasnya gimana, apakah waduk ini bisa kita olah. Kemudian nanti kami akan bangun instalasi layanan di sekitarnya. Jadi ga perlu lagi air harus dari sini. Di sekitar situ saja. Ini dulu kenapa ini ada di sini ini kan sistemnya dulu masalahnya sentralisasi. Sentralisasi instalasi. Memang pada waktu itu ya mungkin-mungkin saja. Karena kan emang kita belum tahu juga perkembangan Jakarta akan ke mana. Ini dulu di sini juga tempat jin buang anak juga. Tahun 50-60 gitu. Masih sepi banget. Masih rawa-rawa juga. Sehingga kami memang ingin melakukan layanan-layanan kecil. Kluster-kluster gitu. Sehingga tingkat kebocoran juga pasti akan jauh berkurang. Karena kan ga perlu mendorong air lagi dari pejompongan sampe ke pluit. Mungkin Pejompongan cuma kita dorong sampe Tanah Abang. Ya sejauhjauhnya mungkin sampe Grogol gitu kan. Sehingga kita memang ingin membangun instalasi-instalasi di sekitar Jembatan Besi, di sekitaran deket hutan kota sana itu yang pinggir tol, kemudian juga akan nanti juga akan dibangun di bekasi sana terus air nya bisa dialirin ke Muara Karang. Tadi bapak menyebutkan bahwa Water Tariff itu dari Tarif air gubernur, DPRD, kalau misalnya soal PU atau menkeu, mendagri, itu tidak ada campur tangannya di WT ini? Tidak. Campur tangannya mereka kan ada di kebijakan. Kemudian ya kalo PU, mendagri ya dulu pada waktu bentuk kerjasama ini. Kalau pertanggungjawaban PAM sendiri itu ke mana ya pak ya? Pertanggungjawaban PAM kepada gubernur. Baik. Lalu soal ini pak. Saya lihat di webnya PAM ada golongan-golongan tarif. Itu asalnya dari pendapatan atau gimana?
Universitas Indonesia
153
SK
P SK
: Bukan, golongan tarif itu gini. Kan warga masyarakat kita coba bagi-bagi. Ada yang sosial, kayak masjid, gereja, klenteng, terus panti jompo, panti sosial. Itu kita anggep sebagai golongan sosial, golongan 1. Tarifnya berapapun dia pake air 1.050. Tapi nanti kita akan melakukan evaluasi. Karena kita bukan suuzon. Ada juga oknum yang memanfaatkan. Kan gitu kan. Pakai banyak banget, pemakaiannya jadi berlebihan. Tapi berlebihannya jadinya tidak dipakai untuk itu jadi dijual-jual. Makanya kita nanti akan batesin bahwa pemakaian sampai dengan 10 kubik pertama 1.050, terus berikutnya menjadi 10.000 tadi. Biar orang biar bijak juga menggunakan air. Di sisi lain, ada banyak warga yang belum dapat air, di sisi lainnya lagi kemudian warga untuk keuntungannya mereka pakai ini. Keadilan air jadi ga ada kan. Lalu golongan 2. Saya juga ga apal tapi kira-kira gitu. Itu misalnya untuk rumah tangga sangat-sangat sederhana. Pemakaiannya 10 kubik pertama 1.050. Kemudian 11 kubik ke atas itu 1.550 apa 1.575 lah. Gitu. Kemudian ada golongan tiga itu dibagi A sama B. Kalau A itu rumah sederhana, kalau B ini rumah menengah. Nanti ada 4A rumah tangga mewah. Lalu ada 4B ini apartemen mewah, hotel, dan seterusnya, industri. Lalu ada satu lagi, sebenernya ini ga perlu. Tapi karena ini ada di dalem SK itu, ada lagi golongan 5 untuk pelabuhan. Cuma satu pelanggannya, kan cuma Tanjung Priuk doang. : Lalu mengukur rumah tangga sangat sederhana, sederhana, menengah, mewah itu dari mana? : Ada beberapa kriteria. Salah satu di antaranya adalah rumah tangga sangat sederhana itu misalnya lantainya masih tanah, terus kemudian bangunannya belum bangunan permanen tembok. Sederhana misalnya lantainya sudah plitur, sudah tembok tapi baru separo. Termasuk juga luar bangunan. Misalnya sangat sederhana itu 21 meter persegi. Jadi banyak macem kriterianya. Karena apa karena sekarang kan apartemen yang 21 meter juga banyak, tapi apartemennya kan sangat mewah. 21 meter cuma untuk tidur doang. Kan ga mungkin kita kenain 1.050. Kan niaga atau usaha juga macem-macem. Usaha kecil bisa masuk kategori 3B mungkin ya. Nanti diliat aja. Itu kan ada itu nanti Universitas Indonesia
154
P SK P
minta aja tabel tarif gitu ke pak Roy. Nanti ada di situ. Tarif golongan satu itu apa aja gitu. : Jadi ada tabel tarif ya pak. Saya bisa minta pamflet atau apa? : Minta aja nanti. : Baik pak. Segini dulu pak. Terima kasih banyak.
Universitas Indonesia
155
Transkrip FGD dengan ibu-ibu di Rawa Badak Hari, tanggal : Rabu, 29 Januari 2014 Tempat
: Rumah ibu Ncih, Rawa Badak
Nomor 1 P (Peneliti) Ibu Ncih
Ibu Ella Ibu Halimah Ibu Ncih P Ibu Halimah Ibu Ella Ibu Ncih
Ibu Ella Ibu Ncih Ibu Halimah Ibu Ncih Ibu Ella Ibu Halimah
Ibu Ncih P Ibu Ncih P Ibu Ncih Ibu Halimah
Isi Keterangan : Asalnya ibu dari mana ibu? Data demografi : Asal mulanya ibu dari banten pandeglang. Daerah ini dulu bersahabatnya dengan demitdemit dan setan-setan, betul benar saya kalo mau ngomong kan dulu di sini rawa-rawa ibu tinggal disini. : Iya benar : Iya dulu rawa-rawa, sawah kemudian menjadi perumahan : Orang lamanya mah udah pada ga ada, orangorang baru : Ibu udah lama ya disini? : Udah, udah lama dia : Dia pas mau nikah aku baru disini : Duluan ibu mah, tahun 80 masih rawa rawa disini. Ibu mah dari tahun 80 udah disini. Masih bersahabatnya wilayah gini udah rame ni, ayam-ayaman yang suka di rawa itu neng itu udah ramai itu : Kita kalo mau lewat mah masi serem : Tahun 80? : Tahun 80 ya? Aku kesini aja tahun 89 : Ini masih bloon.. masih di kampung (menunjuk ke ibu kedua sambil tertawa) : Hehe iya masih di kampung : Saya 89 atau tahun berapa lupa... tapi saya ga disini kalo 79 saya di Sumedang. Baru kesini saya 90nya. : 78, 77 saya di Boncang, 80 saya kesini. : Kalo ibu emm keluarganya.. anggota keluarganya ada berapa? : Ibu pribadi apa keluarga dari ibu atau anak ibu? : Anak ibu : Anak ibu semua ada tujuh.. yang hidup tujuh : Ada yang meninggal?
Universitas Indonesia
156
Ibu Ncih
: Itu almarhum, almarhum mah ga ditulis ya? Delapan semuanya, yang nikah baru tujuh delapan bulan udah dipanggil sama yang mahakuasa P : Dipanggilnya 8 bulan? Ibu Ncih : Tahun 81 dia lahirnya, meninggalnya udah 6 tahun. Ya nikah baru tujuh delapan bulan dia udah ninggalin istrinya yang ga dikasih keturunan, ono no bapanya (menunjuk foto),. Wartawan juga anak ibu dulu, kameraman. P : Oh gitu... sehari-hari ibu ngapain? Ibu Ncih : Sebelumnya ibu tu ga kerja nak, ayah sama suami itu dagang kecil-kecilan jadi bantu ayah dagang kecil-kecilan. Saat ini mah ya udah pensiun dua duanya. Saat ini udah ga ada apa.. kegiatan usahanya sekarang ini laptop mulu namanya udah tua nganggur hahaha. Ibu Halimah : Paling ngurusin cucu ya, dia mah jaya Ibu Ncih : Iya hahaha, ngurusin cucu. Alhamdullilah anak-anak ibu udah ngasih cucu. Coba ditanya ibu anaknya tujuh, cucunya udah mau sepuluh hahaha. Tahun 86 ibu nikah, eh 65 lahir bulan 6, tahun 80 nikah. Anak jaman sekarang mah dipenjara umur segitu nikah haha. P : Kalo ngumpul keluarga berarti rame banget ya? Ibu Ncih : Ih alhamdulillah, malah ga cukup nak. Kalo lagi ngumpul itu kadang-kadang sama nenek ya wahh ga cukup. Ibu Halimah : Berarti kalo masuk ke air kurang aja itu pemasukan air. (Ibu Ncih berbicara sebentar dengan anak perempuannya yang menghampirinya) P : Kalo bu Halimah asalnya dari mana bu? Ibu Halimah : Saya dari Sulawesi Selatan P : Pindah kesininya? Ibu Halimah : Saya pindah kesini 79, ehh sekolah disini sma P : Kalo pindah ke sininya di Rawa Badak? Ibu Halimah : Kalo saya pindah ke Rawa Badak sini sekitar 90, 91. P : Anggota keluarganya berapa ibu? Ibu Halimah : Kalo saya si anggota keluarganya ada... saya, Universitas Indonesia
157
P Ibu Halimah P Ibu Halimah
: : : :
P Ibu Halimah P Ibu Halimah
: : : :
Ibu Ncih
:
Ibu Halimah :
suami, anak saya tiga. Lima orang Udah punya cucu? Baru satu Ohh yang paling tua ya? Iya.. Saya dulu di rumah itu di tempat saya itu ada lima orang itu jadi keluarga saya lima sama ipar-ipar. Jadi saya namanya merantau ya siap menampung keluarga gitu. Kalo pekerjaan sehari-harinya apa ya bu? Siapanya? Ibu Oh kalo saya mah ibu rumah tangga biasa aja cuman saya mulai aktif di lingkungan itu waktu pilpres 2004 itu, saya bergabung dengan LSM itu tahun 2004, emm di perempuan atas dasar program perempuan. Iya, jadi saya disitu memang saya dengan persiwa air ini susah, jadi sebenarnya kita bisa menggali pengalaman orang per orang, dikumpulin gitu. Kebetulan saya ditanggapi, jadi mulai digali, dari apa ya udah berapa periode yang saya langkahi... empat periode di SP saya lalui. Mereka selalu respon terus tentang air kita ini, apa namanya gimana airnya. Saya mulai disitu bergabung dan memang saya ada niatnya disitu. Mereka merespon, jadi ya dan saya sudah sempat jadi pengurus karena memang saya, sebenarnya saya ini ga sanggup jadi pengurus udah tua, udah usia lima puluh, masih tuaan saya dari dia (menunjuk ibu Ncih), aku umurnya 63 lahirnya, dia 65. Walaupun tua tapi kan udah punya pendidikan, ini muda kan buta huruf hehehe. Emm apa namanya, kita bergabung disitu sudah mulai angkat bicara tentang hal ini, ya itu yang saya alami itu sangat berat. Ternyata bukan saya sendiri aja yang merasakan. Jadi kita mulai, istilahnya karena saya mulai mengangkat isu, kenapa si air begini begini ga bisa dibetulin atau bagaiamana, oh ibu kalo bisa ibu kolektif, dikumpulin itunya, orangnya Universitas Indonesia
158
P : Ibu Halimah :
P
:
Ibu Ella P Ibu Ella P Ibu Ella P Ibu Ncih P Ibu Ella P Ibu Ella
: : : : : : : : : : :
P Ibu Ella
: :
Universitas Indonesia
yang airnya mati yang dikampung ibu yang mati airnya kumpulin, kumpulin rekeningnya ibu fotokopi, ibu menghadap ke sana ke tanjung priuk sana, kata saya ribet amat si pak. Saya ini sendiri aja deh, oh ibu jangan kalo mau di liat ininya, ya harus kumpulin orang. Minimal 70 orang Oh awalnya disitu? Iya awalnya disitu, karena saya kesal juga belum ada apa namanya, dari tim yang ini belum ada reaksinya kenapa air mati, kenapa air bau, saya udah mulai emm memasuki apa namanya pertanyaan ke pak RT, pak RT gimana sih caranya, kenapa sih bu? Iya airnya kering, wah kadang-kadang mati juga memang kenapa, akhirnya saya minta surat pengantarnya, ke RT RW tapi ga sampai kelurahan, rt rw aja mengetahui bahwa memang kita di wilayah sini air mati, mulailah dari situ saya kumpulin rekening, saya mau emm buat surat pa rt, bahwa memang air di sekitar sini mati dan bau gitu, sudah mati giliran nyala bau, ga bisa dipake, Cuma bisa buat siram wc aja kan, buat cebok ibu khawatir, ya kan? Iya. Oh iya sebentar itu nanti masuk pertanyaannya nanti. Kalo ibu Ella, ibu Ella mau tau identitasnya dulu nih Namanya Ella Sari. Apa tu, katanya anak dua. Heem. Suami? Suami pengennya ya satu aja lah. Hehehe Gak boleh ya bu? Masa ada poliandri hahahaha Terus lahirnya tahun berapa bu? Emm, 70. Eh sesuai KTP ya? 72 berarti saya. Pindah kesini tahun berapa bu? Kalo tempatnya sekitar tahun 99, 99 baru saya menetap di Jakarta. Dulunya di kampung Oh gitu, 99 jadi pas belum masuk... Udah itu Cuma kita belum heboh hebohnya ya
159
Ibu Halimah : Ibu Ella :
2
P
:
Ibu Ella P
: :
Ibu Ella
:
P
:
Ibu Halimah :
P : Ibu Halimah :
P : Ibu Halimah :
Ibu Ncih : P : Ibu Halimah :
bu ya Heboh setelah mau ke pilpres 2004 Kalo salah itu abis megawati itu, dari megawati. Mmm kalo di rumah Cuma sama anak sama suami aja? Iya Kalo ini kan bu Halimah rame, bu Ncih ada cucu banyak Malah kemarin ada itu ada ade. Kemarin ada ade satu, sekarang mah ga ada. Ibu disini kalo kondisi air seharinya kira kira Konsumsi Air berapa banyak ya bu, itu untuk pakai apa aja? Masak, masak pake air itu kan umum ya. Nyuci, mandi, emm, masak, wudhu, emm kalo itu kan sekarang dulu, dulu ya kita belum ada galon ya bu ya. Tahun berapa itu masih... itu yang kita masak, itu yang kita minum, ya kalo gitu bisa 24 sehari, 24 itu pikulannya 6 pikul jadi 12 jerigen. 12 jerigen dikali dua, berarti 24 jerigen, gitu. Pagi sore. Itu tiap hari? Tiap hari 12 jerigen? Iya setiap hari. Nah setelah saya memasang pam itu kan belum pasang saya, nah itu saya waktu beli air itu ke jerigen itu saya masih nampung di rumah saya lima orang, anak saya tiga ada bapaknya dan saya, jadi itu pagi sore harus diisi Jadi bolak balik gitu ya? Iya kita beli yang jerigen itu yang dorongan gerobak itu, iya kita dulu jaman dulu sepikul berapa si? 500 Sejerigen? Ngga sepikul, sepasang gitu. Itu udah berapa tu itungannya, 250 x 6. Dikali 6 dikali 6 lagi, jadi 1500 kan dikali dua 3000. Jaman dulu tiga ribu mah bisa belanja seharian. Ya itu, benarbenar butuh air. Karena kan kita selalu irit airnya, irit airnya, iya gitu. Kalo ga gitu ya neng, mandi anak itu kita dari bak jadi supaya air ini bisa ngakalinnya seperti itu, ya kan. Universitas Indonesia
160
Ibu Ncih Ibu Ella
: :
P
:
Ibu Ncih
:
Ibu Halimah : P Ibu Ncih
: :
P : Ibu Ncih : Ibu Halimah :
P Ibu Ella
: :
P : Ibu Halimah :
Universitas Indonesia
Saya mandiin baby gimana si, ya kan? Setelah itu diangkat dipake airnya, itu ga dibuang, ditaro. Selesai buang air ya kita itu yang kita buang, kan sayang air bersih Cuma dibuat siram wc mendingan yang itu. Cara ngirit air ya seperti itu. Nah setelah kejadiannya kesini, kejadiannya emm 2004 kesini setelah peristiwa apa si itu... emm itu cerita itu udah mulai tu, apa namanya orang yang berani berani buka buka mulut, dulu kan ga berani kita. Dulu dicomotin, ditarikin, diculik gitu kan. Nah setelah itu masuklah pilpres 2004.. Itu apa ya disebutnya yang begituan? Reformasi, jamannya reformasi akhirnya kita mulai berani gitu Tapi berarti sebelum 98 itu airnya itu maksudnya udah memakai pam atau belum bu? Oh belum lah, belum ada belum masuk pam kesini Tapi saya langganan air sejak 94 mba, saya udah langganan air Oh gitu Sebelumnya kan belum ada, dari tahun 80,81,82 kan belum. Setelah ada pam jaya masuk kan sawah dulu itu. Nah 83 ibu punya anak yang nomor tiga ibu masang Oh masang pam? Iya. Waktu 94 itu aku masang, emm karena kita pengeluaran air luar biasa apalagi anak-anak kan bur burr gitu mandinya. Kadang kadang ya nyimpen nyimpen air. Apalagi ada yang numpang tolong ya, namanya ipar kan, kan ga enak. Kalo bu Ella, gimana bu? Kalo saya dulu memang langganan air, karena begitu, kalo sekarang ya sudah langganan air pam langsung dari aetra. Oh gitu Karena dulu kan berpindah-pindah jadi kalo pernah ngontrak rumah ada fasilitasnya kan
161
P
:
Ibu Ella
:
P
:
Ibu Ella : Ibu Halimah :
P : Ibu Halimah : P :
Ibu Halimah : P : Ibu Halimah : Ibu Ncih
:
Ibu Ncih
:
Ibu Ella
:
Ibu Ncih
:
Ibu Halimah :
sekarang pindah kontrakan sekarang jadi gitu. Kalo dulu pas masih di kontrakan yang lama, yang pake pam itu gimana bu? Bayarnya sih murah sebenarnya, kalo dibanding sekarang itu ada pam. Cuma walaupun boros kita kan minum beli, apa aja beli. Jadi tetep ga bisa diminum Oh gitu, kalo misalnya dimasak dulu baru diminum bisa ga? Ya sekitar 2000... 2002an kesana lah itu Pernah tahun 2000 berapa itu pernah saya ngalamin itu ya, hampir berbulan-bulan ya kita nungguin air dari jam satu pagi kita Cuma dapat dua ember, jadi malam itu rame orang nungguin air. Siangnya itu kering kerontang ga ada sama sekali air. Ada kira-kira tiga bulan seperti itu nyala mati nyala mati, itu yang bikin akhirnya saya bergabung disini. Itu tahun berapa bu? 2004 Oh gitu, mm selain dari ini, selain dari apa yang gerobak-gerobak itu dari mana aja bu? Misalnya dari hydrant-hydarant gitu Nah gerobak-gerobak itu dari hydrant Ohh, ada yang punya ya? Iya, kan yang bikin herannya itu kalo air mati, hydrant itu nyala. Dia mah ga mati-mati, hydrant itu ga pernah mati. Soalnya dia kan ibaratnya induk, kalo kita anaknya. Tapi ya waktu itu kita, walaupun mahal kita merasa bersyukur karena ada yang dibeli Lagipula harga air yang sekarang dengan yang dulu beda jauh, kalo itu mah lima ribu. Tapi kalo dulu mah Cuma 1500, nah sekarang ga bisa harus 4500 lima ribu, itu perpikul. Dua jerigen. Dua setengah satu jerigen, iya udah tinggi harganya sama kaya air pam. Sebenarnya sama aja, nilai uang itu kan justru memang gitu kalo sekarang kan dibilangnya lima ribu. Universitas Indonesia
162
Ibu Ella
3
: Cuma hasilnya lima ribu hasilnya banyak, kalo sekarang mah Cuma segitu Ibu Ncih : Kalo dulunya ibu kalo mau bayar air di pam perbulan mah dua ribu lima ratus, sekarang mah udah seratus ribu lebih P : Oh iya? Ibu Ncih : Iya, tidak percaya? Boleh diambil. Tapi ibu mah udah lama menderita air ini, aetra, setelah pergantian dari pam jaya itu diantara 2007, eh sembilan berapa ya, itu mungkin tahun apa ya, pokoknya ampe belasan tahun menderitanya bukannya setahun dua tahun menderita Ibu Halimah : Dulu kita dipegang pam jaya, masih ada kata mendingan daripada disini dipegang aetra P : Oh gitu ya, emang gimana perbandingannya? Ibu Halimah : Nah perbandingannya, apa ya, emm siapa yang jawab P : Terserah Ibu Ncih : Perbandingannya ibu itu waktu pam jaya ya ibu kan... mungkin dulu itu kita dipenuhin ama pam jaya karena masih konsumennya kan masih dikit, pabrik pabrik baru ada di pos satu, sekarang kan pabrik banyak butuh air, udah banyak pabrik disini, dulu kelapa gading masih rawa, masih sawah, ya. Jadi ibaratnya belum dibutuhkan, sekarang kelapa gading udah jadi apartemen, udah tingkat-tingkat sampai berjulang tinggi ke atas langit apa ga butuh air banyak, sehingga ya mungkin kesininya kita dapatnya ga banyak lah ga seperti dulu. Cuma menderitanya ini nih, ibu itu merasa terdzolimi. Dari aetra itu merasa terdzolimi itu karena apa, karena yang lain lain nyala air, walaupun bau bau juga ya, tapi dulu ibu ngga ga bisa nyala lama. Ga nyala, sekalipun nyala kaya gini ni pas banjir. Ternyata yang masuk tu air kotor. Kan disitu dia ditulis masuk air, ternyata sampe di kamar mandi kita buang, kan ga layak pake neng. Item, bau, banyak jentiknya, air kali air got bagaimana sih. Akhirnya ibu diajak bergabung sama kawan-kawan ibu yah, ibu merasa
Universitas Indonesia
Perbandingan sebelum dan sesudah privatisasi air
163
Ibu Halimah : Ibu Ncih
:
Ibu Halimah : Ibu Ncih :
Ibu Halimah :
Ibu Ncih
:
Ibu Halimah :
dibimbing sama kawan-kawan, karena merasa ibu orang bodoh, tidak mengerti, tapi ibu ada hak disitu sehingga ibu diangkat sama kawankawan, ayo kita gini. Masuklah kita ke SP kita ya, habis itu ibu memberanikan diri neng biar ibu bodoh. Ya, ibu maju lah, ga bakal takut lah ayo kemana ayo. Ya, alhamdulillah habis itu di respon. Baru dua tahun, tiga tahun ini Tahun berapa itu ya... kalo ga salah 2010 bulan desember protesnya Heeh, setelah kita datengin kantor gubernur. Di jalan apa itu ibu Iya, kantor gubernur di Monas itu Iya, tahun 2011. Ibu dari situ tu, karena sakit hati. Beli iya, begadang iya, suruh bayar ke PAM iya, tiada maaf bagimu. Tiada merasa dia itu gimana mengecewakan orang susah, orang miskin, orang bodoh ya gitu ya. Sampesampe ibu dipanggil kesana, dipanggil kesini kaya orang ngerti aja. Suruh kesono kesini ikutin aja sampe dibilangin ibu udah pasrah. Karena kita yang mengalami soalnya. Jadi kita memang harus bersaksi, kami lho yang mengalami ini. Iya, karena kita sebagai perempuan kita ini sekali, apa namanya merasa gimana ya membutuhkan untuk mengharapkan air bersih. Karena kaya ibu kan banyak anak, efeknya gimana kalo ibu mesti konsumsi air kotor. Nah pada akhirnya ibu kesel, ibu kesel, ngadu, setiap ngadu ga pernah didenger karena aduan ibu memang dianggap buku kecil ya. Ya, akhirnya bagaimana caranya supaya ucapan kita ini ditanggapin. Masalahnya dia mau ditanggapin sama kita, sebulan dua bulan ga dibayar main putus putus aja, kita ngadu kaga pernah diiniin. Kita beli punya hak, orang beli itu kan maunya kan yang bagus yang bersih yang bisa dipakai. Ya ini kita tiap bulan bayar, tapi airnya ga pernah layak pakai Telat dapet denda, denda itu air mati, air kotor yang harus dibayar. Letaknya dimana keadilan Universitas Indonesia
164
Ibu Ella Ibu Ncih
: Ga ada ga ada keadilan : Sampai ibu dua tahun atau setahun ibu kesel ga bayar bayar, ya mana anak banyak usaha ayah kan serabutan. Suruh beli tiap hari, suruh bayar juga tiap bulan ibu gamau. Ibu gamau bayar neng, karena apa, untuk bayar listrik untuk beli di luar. Ngapain ibu mau nyumbang ama orang kaya. Udah gitu si aetra katanya ibu denger yang punya orang amerika, orang jerman. Mau bagaimana itu, pas didengerin ibu diundang ke hotel bidakara, ketemuan sama bos yang punya air, wah nekat ibu langsung mau kesono. Dia ngomong bahasa inggris, kita ngomong sunda aja apa ya, biar dia ga tau kita gatau. Kan saya orang bodoh disuruh ngomong bahasa elu gatau, uh saya ngomong bahasa gua juga lu kata saya. Akhirnya, kawan kita kan ada disana, ga boleh gitu ini kan yang diajak ngomong bukan mahasiswa, ibu ibu yang kecil yang ada dibawah yang tidak mengerti Ibu Halimah : Ibu-ibu yang meminta haknya, membayar air kami ini sudah membeli berarti terlayani dengan baik. Kita membeli setidaknya apa namanya kan yang layak diminum, dipakai buat mandi dan nyuci. Ini kelayakan ga ada sama sekali, debitnya kurang, airnya bau, pelayanannya tidak memadai. Misalnya kita terlambat, denda. Yang didenda itu air bau, yang masuk itu angin, putaran itu kita bayar. Putaran itu kan air kan, dengan tanahnya debit air itu bertambah berapa dalam air ga ada yang masuk karena angin, jadi meteran itu mutar. Itu kita bayar coba, didenda pula coba. Bagaimana sakit hatinya kita, makanya saya mulai dari situ, ayo ibu ibu jangan takut kita ke walikota Ibu Ella : Sekarang ibu udah agak berani Ibu Ncih : Habisnya gimana, kita orang sini ngeluh semua ga ada yang berani orang sini, iya disini Cuma bisa marah doang tapi diajak ngga, saya mah walau ga pinter ya saya berani demi hak Universitas Indonesia
165
sendiri ya kan, akhirnya pada saat itu setelah dari sana direspon didatangin sama suruhan orang aetra, pegawai-pegawainya orang aetra akhirnya ini dibongkar semua. Subhanallah kata pak Haji, bu ncih saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, kenapa pak, udah kelamaan ngedzolimin saya orang susah lho, Allah ga suka tau orang susah didzolimi. Yaampun ibu ncih gimana ibu uci katanya ga make air busuk, emang airnya putus dari sana yang masuk kesini memang hanya air kotor. Seandainya ibu orang pintar, di BLB kami , hak kami mana, selama ini kami dikasih air busuk suruh dipakai suruh dibeli dan suruh dibayar. Andai kata ibu pintar, ibu pintar, pintar sekolah ibu, ibu tuntut ini. Masalahnya kami didzolimi hampir sekian tahun, ternyata disini diputus semua dari sono tu putus, jadi yang disedot air kali sendiri, nah itu efek jeranya kami menderita muntah berak, anak kami gatal-gatal. Ya sekarang efeknya suami kena serangan jantung, ibu juga ya kena penyakit dalam batuk-batuk, apa ya efek-efek yang dulu. Nah kalo ibu pintar neng, ibu tuntut terus , masalahnya hak saya punya hak disitu. Berhubung ibu ini merasa dirinya bodoh, entar salah ngomongnya, ibu kan ngomongnya bahasa gitu ya bahasanya orang ga berpendidikan ya, jadi ibu tu apa ibaratnya ga seperti kaya eneng eneng ada pendidikan. Ibu mah kan sekarepnya dewek ya namanya gitu, ibu mah ga ngerti, kalo ibu pinter itu dituntut sama ibu, selama ini bertahun-tahun bahkan belasan tahun kami menderita. Sekarang ini ibu belum 100% ni dikarenakan apa, paralon air ini masih campur ama air limbah Ibu Halimah : Iya, instalasinya itu direndam di dalam got, kalo misalkan ada yang retak atau pecah kan masuk kita pakai air kotor. Ya kan? Ibu Ncih : Dia ga memikirkan kesehatan orang, andai kata ibu ncih bisa tuntut ibu ncih tuntut itu, dituntut bukan karena apa, hak sendiri, kami Universitas Indonesia
166
4
Ibu Halimah : Ibu Ncih : Ibu Halimah :
Ibu Ncih
:
Ibu Halimah :
Ibu Ella Ibu Halimah Ibu Ella Ibu Ncih
Universitas Indonesia
: : : :
ini merasa beli sama kamu. Tahun berapa itu saya aksi itu bu ya, saya aksi Protes warga di depan walikota, saya sempet ikut, Perwakilannya Cuma dua itu Pa Security saya boleh masuk ga? Saya pengen minta sama pa walikota supaya air ini dibenerin, ngga katanya. Akhirnya aku pake toa teriak, hey yang diatas turun semuanya saya bilang gitu. Kita dipkk disuruh sehatkan anak-anak, bagaimana mau sehat anak kalo sumber air sudah kotor, itu sumber semuamuanya kan di air. Masak apapun kan air, mandi air, wudhu air, masak pake air, kalo pake air itu gimana kita dapat generasi yang sehat, akhirnya ibu dorong-dorong pager sakit hati. Sebenarnya itu, lagi menggugat menggugat gitu ibu bilang, apa yang mau digugat kalo sekedar air bersih sekarang udah dibuktikan sama dia. Tetapi kalo kita nuntut hak, dibodohi didzolimi kita bisa disitu. Kalo ibunya mau ngurus lanjut, ibu rasa kan ibu punya hak disitu, udah bayar ga dikasih. Kecuali kita dikasih bener-bener kita masih mau ini, ini hak kan walaupun seperak dua perak ya kan bisa kita tuntut. Saya bertahuntahun itu, ini buktinya (menunjukkan berkas berkas pembayaran) didzolimi sama aetra ini suruh bayar air busuk, nih ibu bawa ni, makanya gua bawa-bawa kemana-mana ke LBH yuk. Gua bodoh bodoh gini ini saya bukti Kemarin si saya udah bersaksi puncaknya, itu perdana menghadirkan saksi, saya yang pertama hadir. Ini belom ya? Sudah Sudah juga ya tanggal berapa? Tanggal.... berapa ya delapan kalo ga salah. Soalnya ibu ncih waktu diminta kesana mereka aja ibu si kalo didata lagi ibu bisa berbicara dengan keadaan bukti, ibu ncih bukan ngebohong. Ibu punya bukti. Mereka
167
Ibu Halimah :
Ibu Ella Ibu Ncih
: :
Ibu Halimah :
mungkin ga ada bukti, kalo saya punya bukti, buktinya ini numpuk dari tahun berapa ini kan bisa diliat tanggalnya, tahunnya, didzoliminya, berapa pemakaian air busuk mesti harus dibayar, disini ada. Kalo orang bisa liat huruf, liat tanggal dan tahun ada disini banyak. Orang sini malah berterima kasih Iya, soalnya kita kan membuktikannya bahwa air itu kapan matinya kapan hidupnya kita susah ngebuktiin ya. Akhirnya saya dengan yayat itu membuat karya macam kalender, jadi kita disitu, kapan mati tanggal sekian dari jam berapa, terus catat nyalanya mulai kapan. Terus kualitas airnya juga dicatat bening, keruh atau bau. Mati kapan, hidup kapan sampai bulan apa itu ya, iya itu ide saya. Saya ngasih wah bagus bu katanya, sampe dibuat selebaran kita bagi disekitar sini saya akhirnya ada bantuan LBH, terus dibilang ibu itu harus dibantu, terus dari bantuan lsm apalagi itu banyak, kita ada tujuh. Semuanya banyak 14 kalo ga salah. Pada gabung kita, dari tarakan, cilincing, alhamdulillah banyak yang gabung. Iya, mulai dari situ semuanya pada ngumpul. Sebenarnya air itu kan hak semua warga negara, dan itu tidak membedakan warga negara seharusnya, tapi kenapa di daerah sana dapat air kita disini orang biasa ga dapat air. Itu seringnya, seperti apa sih kayanya apa ini memang aetra ini membela yang bayar mahal atau memang emm hak kita sebagai warga negara ada dimana? Kita tetap bayar walaupun itu mahal, yang jelas tersedia bersih, layak dikonsumsi, tapi ini kita bayar tidak layak dikonsumsi. Itu yang sehari-harinya kata si bapak merana amat si mah, merana lah bisa sakit-sakitan kalo gini caranya. Kita itu harusnya bisa biaya anak kuliah, sampe sekarang anakku ga kuliah itu tergerus dari situ, aku menampung saudara, anakku sendiri paling tinggi cuma sma, ga ada yang kuliah Universitas Indonesia
168
Ibu Ncih
5
: Kalo ibu ncih ngga, niatnya gini, ibunya ini orang buta huruf tapi andaikata ibunya ibu ncih orang mampu bisa nyekolahin, ibu ncih juga pengen sekolah tinggi mau galak sama orang yang salah. Merasa tertindas maunya maju, jangan bodoh kaya mama. Orang bodoh itu Cuma bisa ngomong, ga bisa bicara ibu, diajak kesana kesini keder. Ibu Halimah : Saya waktu pulang kampung, saya ga ada disini sebenarnya itu tujunya ke saya karena saya memang pertama mengangkat itu ya bu ya. Jadi bertiga, saya dia pentolannya disini, ibaratnya yang keliling nanya bu airnya gimana bu airnya. Ibu ibu gosip air hehehehe Ibu Ncih : Kita dulunya disini bukan air si neng, sebelum sp disini udah lama sebelum kita menggugat karena air, andaikata dari dulu bu ani kesini kita kan dikasih penyuluhan dulu sebelumnya kan ga langsung ke ini, karena kita juga kan pengen tau bergabung dengan orang yang pintar pintar cari pengalaman cari apa namanya, wawasan yang sampai dimana ya kan gitu ya. Ibu Ncih kan namanya minder namanya ibu orang bodoh neng, tapi ibu kalo ditanyain nyerocos mulu Ibu Ella : Bagus lah, apa adanya itu mah.. Ibu Ncih : Iya nyerocos mulu, jadi apa yang ditanya itu yang ibu rasakan, setiap ditanya ama mereka itu ya ibu rasakan ya ibu nyerocos ajalah ya gitu. Ibu Halimah : Saya sebenarnya, untuk mencari pokok permasalahan kita diskusikan dulu ini, tapi kita dicari pengalaman orang per orang apa yang kita alami, apa yang dirasakan. Ya saya maju lah air itu P : Kalo bu Ella sendiri gimana, daritadi diam aja Pengalaman dan hehe. Untuk konsumsi air apakah mengurangi pendapat warga pembelian untuk kebutuhan lain kaya gitu Ibu Ella : Ya jelas, istilah kata kita membeli air udah gitu biasanya kita maap makan pakai ikan istilah kata ya, sekarang kan menunya harus berobah tadinya makan enak, harus beli air
Universitas Indonesia
169
Ibu Halimah : Ibu Ncih :
Ibu Halimah :
Ibu Ncih : Ibu Halimah : Ibu Ncih : Ibu Halimah :
Ibu Ncih
:
karena apa mending kita beli air. Ya kalau kita mau begitu, kita ga mandi ga nyuci. Udah gitu airnya juga kan bukan Cuma itu aja, air minum air galon. Air masak air galon. Pengalaman pahit kita si nadangin air mati ya Berbulan-bulan, bertahun-tahun neng mati idup seminggu matinya tiga bulan. Air itu. Selama tiga bulan ga pernah pere bayar terus. Ga pernah absen itu pere ke kaya kita, dia juga merein kita, iya ga penah pere bayar terus Jadi pengalaman saya mengalami air mati ini, pengalaman pahit saya ni ngalamin yang namanya air mati ini, ngumpulin air beras, ngumpulin air beras ga dibuang itu. Pernah saya ngalamin cebok air beras. Sedih ya, tapi saya selalu ngelap, ngelap. Tapi tetep ada bagaimana ga ada air, sumber air Cuma dari itu. Gilirannya ujan kita wuuhhh semua orang keluar nampung air. Hahahaha. Pernah air mati, di belakang sini ada sumber air, sumber air itu rupanya resapan air got tapi keluarnya bening, nah itu bekas 17an Bekas panjat pinang Iya, itu dicabut keluar air tapi bening, orang dipake mandi ke situ. Ampe sekarang masih ada Nah, ibu berpikir ya kalau dipikir-pikir indonesia ini sumber airnya berlimpah, kenapa kita harus begini. Di undang-undang hak semua warga negara, tapi tidak tersedia oleh negara untuk rakyat. Air itu tersedia hanya untuk orang yang bisnis, orang yang memperjualbelikannya. Untuk kita, orang yang kecil keadilan itu ga ada itu. Makanya gondoknya saya, keluar ampe bener-bener serak itu teriak. HEIII TURUN KESINI, kita disuruh sehatkan bayi bayi coba, bagaimana mau sehat bayi kalo sumber airnya aja udah ga bagus. Ya kan kebetulan kan di ini, apa namanya kader-kader Jakarta, kader posyandu coba. Eh denger-denger dari selentingan dari yang Universitas Indonesia
170
P : Ibu Ncih : Ibu Halimah :
Ibu Ncih
:
Ibu Halimah :
Ibu Ncih
:
Ibu Halimah :
P
:
Ibu Halimah :
Ibu Ncih
Universitas Indonesia
:
nyarter itu pekerja PAM, memang ini mau diambil ama ini, pam ama yang punya jalan tol itu siapa... si nia.... siapa mertua itu yang botak itu palanya yang punya jalan tol ke jawa itu, eh iya bakrie. Aburizal bakrie? Heeh. Kalo saya kalo perjuangan saya, kalo mendengar isu seperti itu saya si maunya dikelola negara ga dimilikin siapa-siapa. Kalo saya maunya dikelola negara, sdm kita banyak ko. Yang nganggur-nganggur coba diangkat lah suruh kerja di PAM itu, banyak yang mau bekerja. Dulu kita dilayani Pam sebelum.... Mungkin selama bertahun-tahun yang megang Aetra ini anteng-anteng kali ya. Sebelum ini, tahun berapa.... sama pam jaya... air tu luber-luber bersih, walaupun memang belum banyak penduduk tapi itu kan layak. Setelah ditanganin aetra, kenapa mesti mati, bau lah, udah gitu airnya kurang lah yakan. Jadi ya memang air ini kan sudah memasuki ranah bisnis, gitu. Bukan lagi itu bukan untuk mensejahterakan rakyat. Memang itu kenyataannya dibuat bisnis, hasilnya juga buat negara orang ya kan.. ya satu ya begitu. Kedua konsumennyakan modal banyak ya kan ga seperti dulu. Iya kan, karena sebetulnya negara wajib menyediakan air untuk rakyat. Negara ini harusnya yang megang air itu, jangan pihak swasta kalo gitu, kalo bisa yang megang BUMN Dulu emm bisa tau apa namanya, dari pam jaya pindah ke Aetra itu ada sosialisasinya gitu ga? Tidak ada, kita mengetahuinya langsung dari rekening sudah tau tau di rekening itu bukan pam jaya lagi tidak pernah diberitahu ini sudah dilimpahkan ke swasta tidak pernah Jadi ibaratnya gini ya. Ini ibaratnya kita ini kan pelanggan, pelanggan itu jemaah,
171
Ibu Ella
:
Ibu Ncih Ibu Ella
: :
Ibu Ncih Ibu Ella
: :
Ibu Ncih : Ibu Halimah :
Ibu Ella
:
P
:
Ibu Ella : Ibu Halimah :
Ibu Ella
:
ibaratnya presiden itu kan menunjuk jadi presiden kan harus dari bawah dari rakyatnya. Dia menerima uang banyak kan dari konsumen rakyat, yang seharusnya dikonfirmasi, dibahwa pam jaya mau dioperalih ke aetra Iya harusnya itu kan harus disosialisasikan ada pemberitahuan ke masyarakat, tau tau udah gitu aja rekeningnya berubah. Sementara air sekarang naik terus. Tapi ibu waktu itu waktu ke pengadilan untuk tuntutan si pt aetra itu tau air itu ga naik. Itu kenapa orang bapak harga air itu di jakarta itu mahal sekali, dia mau mengungkapkan itu tidak pernah naik itu apa harga air itu dari sana ke publiknya. Ini bagaimana kata saya, bagaimana mungkin kata saya. Berarti kan oknum-oknumnya di kantor bapak itu bukan dari masyarakat. Jadi, setelah saya buka itu kemarin, panas panas tu semuanya kuping udah panas wehhh pokoknya mah udah gitu mah. Saya juga udah bolak balik tu bu, udah akhirnya intinya kata saya yang bertanggung jawab itu aetra kata saya Iya naik terus naik perbulan Kubiknya tergantung pemakaian mungkin, ini harganya ini teh naik terus Lah iya itu. Tadinya kalo orang sini emm pakai perkubiknya, sekarang perkubiknya itu naik kalo udah pakai 50 kubik udah berapa? Udah berapa dah tu Nah itu dia, dia katanya ga naik coba, itu ga naik katanya. Tapi berarti dari awal gak dikasih tau kalo misalnya naik mau naik tu ga dikasih tau Iya sosialisasinya ga ada. Iya ga usah deh naik. Air mau mati ibu-ibu pengumuman pengumuman... ga pernah seperti itu tau tau pett ahhh ga ada air. Begitu... Iya tidak ada pemberitahuan Universitas Indonesia
172
Ibu Halimah : Begitu juga kalo air naik, tau-tau blekk...... sekian bayarnya. Belum lagi terlambat denda P : Kira-kira perbulan berapa bu? Ibu Ella : Tergantung pemakaian meter kubiknya P : Rata-rata? Ibu Ncih : 125 ibu perbulan, kalo diuangin, tapi kalo itu 100 lebih. Ibu Halimah : Kalo aku dirumah udah make karna ada yang ngontrak, itu kan juga mereka punya hak sebagai warga negara haknya juga. Walaupun membeli dari saya, saya menyediakan dia punya hak. Saya sekarang bayar lebih dari 200ribu, itu pun diirit cuma sekali dalam sehari isi sebak, bagaimana caranya untuk iritnya itu bagaimana pagi ngisi pagi besok pagi lagi baru diisi, itu pemakaian air kan banyak itu dari pagi ampe pagi lagi. Ibu Ncih : Ibu mereka make air bu Halimah apa beli? Ibu Halimah : ya dari saya kan ngontrak juga kan. Ibu Ncih : Kalo saya sendiri mah udah keluarga udah dibawa lakinya masing-masing tapi masih gede aja ni bayaran air. Ibu Halimah : kesamping-samping itu? Ibu Ncih : Ke Eli? Eli mah dua hari sekali dibelakang ga ada, Ibu Ella : Ini tapi masih gede aja si bayarannya (menunjuk kertas pembayaran ibu Ncih) Ibu Ncih : Iya makin gede.. makanya.. Ibu Halimah : Kalo bisa itu kecilin meterannya juga diliat berapa... Ibu Ncih : Semenjak abis diganti itu meteran Ibu Halimah : Kecilin meterannya diputer sedikit Ibu Ncih : Oh gitu ya Ibu Halimah : Nanti ketahuan cara pemakaiannya gimana ada penurunan atau memang tambah naik. Kalo tambah naik berarti nembak doang ga melihat meteran Ibu Ncih : Ahhh orang udah saya taekin ininya masa ga ditembak Ibu Halimah : Bisa jadi, berarti itu nyala terus airnya Ibu Ncih : Ya kan bu Halimah saya kan orangnya ga bisa begitu, jadi saya langsung ditampung. Jadi Universitas Indonesia
173
Ibu Halimah Ibu Ncih P Ibu Halimah Ibu Ncih Ibu Halimah Ibu Ncih Ibu Halimah
Ibu Ncih Ibu Halimah Ibu Ncih
Ibu Halimah
Ibu Ncih
saya kalo udah dari meteran langsung saya mah langsung. Jadi kalo saya ga pake selang ya ga ambil, ga nembak : Ga pake tampungan? : Ga pake tampungan iya. : Ini bu apa, mm advokasinya awalnya tanggal berapa ya tau digugat : Baru tahun belakangan ini emm tahun 2012 : Dua tahunan lebih ni ibu ini, tiga tahun lah, penderitaan dengan ininya : Jadi dulu ibu belajar dulu di sp :Lama kita sekolahnya belajar dulu : Benar ga sp ini apa namanya membimbing kita layaknya sebagai warga negara mengetahui haknya sebagai negara, hak negara ke kita, hak kita ke negara. Itu kita benar-benar jadi tau. Makanya kita sekarang duh kalo begitumah ya Allah, air udara tanah dan segala isinya atas dasar masyarakat itu sebenarnya dipergunakan sebanyak-banyaknya untuk rakyat Indonesia, lah kita mana? Yang kaya doang, yang punya duit doang, yang punya kesempatan bisnis kita mah udah lah hahaha. Jadi kalo saya sih, ya sekarang di lingkungan sini aja dulu, terakhir saya sakit kemarin tanggal berapa ya sebelum akhir tahun. Karena udah puncak saya perjuangannya di SP, bukan puncak di sp sebenarnya perjuangan di kita terutama di sini. Ncih disuruh mau bersaksi ga pernah nongol orangnya. : Saya kalo disuruh bersaksi beh galak, saya kesel saya. Hahaha : Kalo jadi saksi ga boleh galak-galak malah... : Maksudnya saya kan kenyataan, ya kalo saya mah ga mau bohong orangnya, ya saya rasakan gitu ya saya bersaksi, yang ga saya rasakan ya ngga... : Yang lucunya mah, ya kalo air mati itu, justru malem dari jam 1 ke jam 4, woiii airnya udah belum kita keliling gitu nanya boro-boro. : Jadi ini misalkan dari pusat ni dikirim ni air buat Rawa Badak, ibu Ncih kan ininya kan buntu Universitas Indonesia
174
jadi para apa itu namanya, para yang nyambung ke ibu Ncih ditekuk ni sama orang Aetra, jadi ibarat ditekuk kalo orang sono udah punya air, ya ibu Ncih ga kebagian mulu gimana ga menderita, jadi ibaratnya udah diambil dulu ama orang ujung sekalinya udah mau nyampe diambil ama bu Halimah, kapan ibu Ncihnya bertahun-tahun mah kering kita begini. Makanya saya ngomong ama pa hajinya, pa haji eli jangan tega-teganya kenapa si pa haji mah, iya kasian mah ibu Ncih tenang ibu Ncih saya usahakan. Ibu Ncih udah menderita ya iya pak saya bilang, yaiya coba pak bapak semprot darisana ke sini airnya, ya diambil ama orang-orang sono disedot semua pake jet pump pake ini yang kaya itu... P : Pa haji eli itu siapa ya bu? Ibu Ncih : Ada ini orang Aetra yang ininya tapi dia bagian lapangannya yang bongkar-bongkar jalan gitu, ya ibu Ncih kasian. Ya sekarang pa Eli diini dari sono ke sono, nih ibaratnya dari sini mau ke sini nah ibu Ncih ditengah-tengah, yang disini nyampe disini nyampe. Ya sekarang alhamdulillah mau jam berapa aja airnya selalu ada, ya kalo dulu mah ngga ditekuk neng, begini (memperagakan). Jadi kalo yang dari sini dilewatin, disini kalo di rumah sana duluan mah kita ga kebagian hahahaha orang ditekuk buntu nih dibakar ama dia, ibu kan ngeliatin ya bikinnya, terus kan ditekukin paralonnya. Ya kesini ya sekalinya dedek haha. P : Iya, ibu mau nanya juga kalo misalnya beli di jerigen jerigen itu atau yang abang itu itu bayarnya kemana, terus nanti dia? Ibu Halimah : Dia kan beli di hydrant, dia jual lagi ke kita, kita belinya ke abang-abang itu P : Hydrantnya itu punya siapa? Ibu Ella : Ya punyanya Aetra, nah gini dia itu, saya misalkan punya PAM punya hydrant ya gede, nah itulah kita menampung air disitu, bapakUniversitas Indonesia
175
bapak itu yang penjual gerobak itu ngambil air saya, beli di saya. Ibu Ncih : Andai kita segerobak lima ribu, dijual ama kami lima belas ribu. Ibu Halimah : Jadi kaya tempulak juga modelnya, agen gitu. Ibu Ella : Nah nanti kita bayarnya sama dia dari jerigen. Ibu Ncih : Nah nanti yang punya hydrant itu bayarnya ke PAM. Ibu Halimah : Maksudnya hydrantnya itu beda hydrant itu dia punya saluran sendiri lebih besar dari PAM
Universitas Indonesia
176
Transkrip FGD dengan ibu-ibu di Muara Baru RT 20 Hari, tanggal : Kamis, 13 Februari 2014 Tempat
: Rumah ibu Linda, Muara Baru RT 20
Nomor 1 Peneliti (P)
Isi Keterangan : Selamat siang ibu-ibu. Saya Asti dari Konsumsi Air Bersih FISIP UI. Mau bikin soal bagaimana sih keadaan air di sini. Akses air bersihnya gimana gitu. Dimulai aja, biasanya konsumsi air dalam sehari biasanya berapa sih bu? Mungkin mulai dari Ibu Linda dulu. Bu Linda (L) : Saya? Lima pikulan lah sehari sama nyuci. P : Lima pikul berarti sepuluh jerigen ya? L : Iya. Dua hari saya satu gerobak. P : Buat apa aja bu? L : Mandi doang. Masak juga tapi. Tapi blongnya dipisahin gitu. Pokoknya sehari setengah lah lima pikul itu. Kalau nyuci, sehari. P : Beli aqua lagi ga bu buat minum? L : Galon? Iya itu udah pasti. Dua hari itu segalon. P : Jadi segalon buat dua hari ya? Baik, kalau bu Maryam? Bu Siti Maryam (SM) : Ya empat pikul sehari. Kan ada bantuan air sumur. Kalau ga ada bantuan mah, tujuh pikul. P : Sumurnya sumur warga gitu bu? Kolektif? SM : Iya. Ngambil sendiri-sendiri dari sumur. P : Itu yang ngelola siapa bu? Ada yang misalnya ngelola sendiri L : Kayak misalnya ini punya gue nih, gitu. Enggak sih. Kelola aja bareng-bareng. SM : Kalau banyak warga, ya rame-rame aja. P : Kalau bu Midah, konsumsi air perhari berapa ya bu? Bu Hamidah (H) : Dua setengah pikul. L : Dia mah deket sumurnya. SM : Iya, deket dia mah sumurnya.
Universitas Indonesia
177
H L
2
SM P SM H P SM P : L :
SM : H : SM : P : SM : L : H : L :
SM : P : SM : P : L : H : P H P H
: : : :
: Paling buat mandi doang itu. Kalau yang lainnya kalau nyuci mah sumur. : Kalau buat nyuci tuh bisa. Kalau buat minum yang ga bisa. : Anta airnya. : Anta itu asin? : Enggak... : Asin enggak, tawar enggak. : Oh kayak payau gitu yah bu? : Iya gitu. Kok pake pikul-pikulan gitu, ibu pada langganan air Pelayanan air PAM pam apa enggak bu? Ada yang jual juga sih ya. Ya mungkin langganan air pam juga kali dia. Ngambilnya kan jauh dia. Dari mobil ya dianter ya? Enggak. Dia kan ada khusus untuk penjual air. Selangnya ada lagi beda. Untuk penjual lain lagi, warga lain lagi. Ada izinnya di situ tuh. Kalau ibu-ibu sendiri langganan PAM ga di rumah bu? Ada saluran airnya. Tapi ga nyala. Ga nyala. Percuma. Mau dibongkar ya bongkar aja. Makanya kita ga mau bayar ya Nyala juga kapan tau udah lama. Kita disuruh bayar abodemennya doang tadinya itu. Kalau air jalan, ya kita bayar. Misalnya air mulai Januari nyala, ya kita mau bayar. Ya orang ga jalanjalan ya gimana. Kalau jalan, baunya minta ampun. Oh berbau bu? Jijik ya. Bau banget. Item lagi. Jijik buangget. Ih. Jijik deh. Kadang ya ga item, kuning gitu. Tapi ya bau. Itu dimasak juga itu buat diminum? Ga bisa. Mandi aja ga bisa. Air ledeng mah ga bisa dimasak. Bau dia. Kaporit baunya. Kalau dulu mah bisa. Dulunya tuh kapan bu? Ya masih tahun 80an masih bisa dimasak. Oh gitu? Pas masih ngalir terus? Iya. Bisa dimasak. Yang sekarang ga bisa. Bau dia. Kaporit. Jadi kalau buat masak mah air sulingan aja, air galon. Buat masak air mah ga bisa. Universitas Indonesia
178
L : Kalau buat minum udah ga bisa. P : Tapi ini masih suka disuruh bayar ga bu? SM : Enggak sekarang mah. Orang-orang sini udah ga mau. Kalau nyala juga bau minta ampun. P : Terakhir nyala emang kapan bu? H : Udah lama. SM : Setahun sekali. L : Tapi begitu. H : Ya paling lebaran. L : Lebaran dua hari doang.Gara-gara pabriknya liburan. H : Seminggu aja ga nyampe. L : Seminggu mana, dua hari! SM : Lebaran THRnya air ya. Sering mati, bau. L : Jadi mending kita beli aja di gerobakan. Segerobak 2500. SM : Iya kalau lagi ga capek, anak saya disuruh ambil air gerobakan. P : Selain dari gerobak, dari mana aja bu? SM : Gerobak aja. P : Biasanya kalau sebulan tuh habis berapa bu untuk beli air aja? H : Ya itung aja berapa tuh. 2500 kali sehari kali lima pikulan. L : Dua hari sekali udah 50. Kali tiga puluh hari berapa? SM : Belum beli galon. Air galon pun sekarang ada ugetugetnya. Bau juga. Makanya pake aqua aja. L : Orang yang jualan air itu pinter juga. Dipakein batu es. Ada yang ngisi-ngisi isi ulang itu, katanya pake air pegunungan. Kan kalau baru naro kan dingin ya. Karena itu pam biasa dikasih batu es. Makanya, kata orang yang itu katanya bu ati-ati bu, galon biasanya ledeng biasa. Bukan aqua. SM : Mending beli aqua aja. P : Hmm gitu.. Ibu-ibu tau ga kalau sekarang PAM udah bukan seluruhnya pemerintah yang megang? H : Enggak tau. L : Ga tau saya. SM : Tau, baru aja. Tau dari bu Yati. Hahhaa P : Oh gitu.. Iya bu, sekarang itu PAM udah bukan pemerintah full lagi yang megang. Jadi ada perusahaan Prancis juga yang megang. Nah, dulu waktu air ngalir itu ibu ada struk bayarannya kan ya? Universitas Indonesia
179
SM : Rekening? Udah hanyut ga tau ke mana. P : Itu dikasih tau ga bu kalau misalnya ada perusahaan lain yang megang gitu? L : Enggak. P : Ga ada sosialisasinya gitu bu? L : Kita waktu itu ada orang yang dateng sih sendiri. Mau dipasang PAM ga? Gitu.. SM : Iya kalau ada perubahan sih ga tau. P : Kalau tarifnya waktu sering ngalir waktu sering bayar gitu? H : Yah lupa. Tapi ga mahal. Ga nyampe 10 ribu itu mah. L : Iya kita mah gapapa kalau emang jalan mah kita bayar. P : Berarti waktu masih ngalir itu menurut ibu mahal apa gimana? L : Paling sebulan 30 ribu. SM : Nih dengerin. Mendingan dia disuruh pulang ke negaranya daripada ngerusak kita mah. Ya kan? L : Iya 30-50 ribu sebulan paling. H : Lagian pemerintahnya nerima aja sih. SM : Iya mending pulang aja. H : Daripada kita sendiri. SM : Yang melarat mah tambah sengsara. Hahaha P : Dulu waktu masih ngalir itu dapet tarif itu berapa, kalau mau naik gitu dapet informasi gitu ga bu? SM : Ya informasi dapet sih suka dapet. Tapi belum ada kenaikan ya? L : Ya keburu ga jalan sih. P : Oh selama ga jalan ini, ada petugas yang dateng ga bu? H : Ada tapi cuma dilihat doang. L : Meterannya diliat. Nama-nama kita mah masih ada di dia. Masih nanyain. Ini bu ini gimana sih? Diliat PAMnya. SM : Ada yang dikubur jauh itu pipanya. L : Kilometernya juga. Ada yang banyak dicolongin orang. SM : Kalau saya mah dikubur, tapi kilometernya masih keliatan. Di situ tuh. P : Kalau bu Midah gimana bu? H : Ya hahaha udah diilangin. Abis ga nyala-nyala, ya pusing. Universitas Indonesia
180
P
: Selain petugas itu ada pemerintah gitu ada yang dateng ga bu? H : Ga ada... P : Terus berarti dengan ini ibu merasa dirugikan atau tidak bu? L : Iya lah. Repot. Kalau ga ada air bersih repot. SM : Kalau lagi ga ada air mah yaampun setengah mati nungguin. Tukang dorongan mah ada yang ngasih ada yang enggak. Bang mau beli. Ah ada pesenan orang. P : Oh jadi itu sistemnya langganan juga ya? SM : Iyaaaa. Kalau saya mah ngedorong sendiri. H : Iya, kalau ga langganan mah dia ga mau ngasih. P : Oh karena dia udah jual buat orang gitu? H : Iya. L : Kalau saya mah, kalau udah buka blong, kosong ya udah diisiin. SM : Kalau tengah malem mati mah langsung ngambil aja. L : Dia mah deket tinggal ngambil itu ngedorong dari situ. Kalau saya mah jauh. H : Iya sama. Saya juga ga kuat. SM : Untung punya anak bujangan. Kalau ga mah, ga kuat. P : Emang gimana bu cerita sehari-harinya? Ambil airnya jam berapa, gitu? SM : Nih kalau ga ngantri, tiga jam baru dapet air. P : Ngantrinya di mana? SM : Di sana di tempat ngambil air nya. Gerobak dari sana, terus jerigennya jerigen sana. Jadi nanti dikembaliin. Pokoknya kalo pagi, pagi banget. Kalo sore, sore banget. L : Ya nunggu antrean orang. Tapi daripada nunggu gitu mending pake selang aja ya. Langganan aja. Gausah diangkat-angkat. P : Kalau bu linda emang gimana bu? L : Saya mah ga ngambil air. Langganan. Jadi kalau blong kosong, jadi langsung diisiin. Pokoknya isi aja. Bu, tadi ngisi, bayar gitu. P : Itu maksudnya disediaan ember gitu? L : Blong yang lima pikul. Drum yang lima pukul ditaro. Satu drum itu kan lima pikul, ini lima pikul. Berarti kan segerobak. Jadi langsung diisiin gitu sama dia. Saya nyedot ke dalem. P : Itu tiap pagi? Universitas Indonesia
181
3
L : Kalau habis aja minta isi. Ga pagi, ga malem, ga siang. Pokoknya di bak mandi saya udah habis, di blong ada air, ya sedot. Gitu aja. P : Kalau bu midah gimana bu tiap harinya? H : Kadang ngambil, kadang beli di abang gerobak. P : Tiap jam berapa bu? H : Sore. Kalau pagi mah ga bisa, anak sekolah. Udah langganan. Dua orang. Depan sama belakang. Jadi dua orang langganannya. Maksudnya kalo yang depan ga ada ke langganan belakang, klo belakang ga ada ya ke depan gitu. P : Itu ngambil sendiri bu? H : Enggak, dianterin. Disediain blong-blong gitu juga. P : Kalau bu Maryam juga nyediain blong juga? SM : Iya ada di belakang di kamar mandi. Rata-rata di sini pada punya blong. P : Pernah ga yang di sananya juga ga ada air. Jadi, ga jualan air di gerobakan? L : Ituuu waktu itu kita kan ga ada air yah. Kita nyarinya sampe ke ujung-ujung. Pernah ke bakti. Itu juga mahal. Tadinya 2500 jadi 5000 sepikul. P : Itu udah harga dorong gerobaknya? L : Enggak, klo dorong sendiri mah lain lagi harganya. SM : Lampu merah ke sono lagi noh klo mati mah. H : Yang mau ke kota. P : Oooh.. Terus kalau ibu merasa dirugikan gitu, ibu Protes warga lapor ga kayak ke RT gitu? H : Ya begimana, urusan air mah urusan masing-masing. L : Eh tapi pasar hidup kok. RT 20 nih paling parah. H : Iya, tapi kitanya enggak. L : Tapi daerah situ udah pada ngejual sih ya P : Maksudnya ngejual? L : Jadi agen gitu. Tukang jual air. Disalur-salurin. Klo ke sini enggak. Soalnya sini paling belakang. Habis di depan. SM : Jalanin lagi dah PAMnya. Tapi bayarnya abis nyala. L : Ada pemutihan gitu ya. Yang dulu-dulu mah ga usah bayar. Masa saya disuruh bayar berapa tahun itu saya kena berapa juta tuh. Enam juta apa coba. Mana mau dah. Kalau nyala sih gapapa. Mending nyala. Pernah saya marahin orangnya. Dia ngecek meteran. Disuruh bayar. Lah siapa yang mau bayar, nyala juga enggak. Universitas Indonesia
182
P
:
L : P : L :
P
:
H : L : H : P : SM : P : SM :
P : SM : H : L : SM :
4
P : SM :
Dibilangnya, tapi kan ibu udah nyewa ini. Ya klo nyewa itu ada hasilnya. Hasilnya aja ga ada. Saya mau klo itu jalan, saya bayar. Jalan aja mulai bulan ini, saya bayar sampe seterusnya. Kalo disuruh bayar bulan-bulan kemaren, masa bayar. Terus kan tadi sempet bilang ke RT juga cuma yaudah gitu. Itu ada ini ga sih, misalnya ibu-ibu di sini melakukan perlawanan apa gimana? Ga ada. Hmm ga ada ya. Terus respon pak RT nya juga ga peduli itu? Ya dia punya air juga ga jalan juga. Ya dia paling nanya kontrol PAMnya. Ya saya jawab, dia cuma kontrol doang. Ga tau apa-apa dia. Terus apa sih bu yang diharapkan ke depannya untuk masalah air bersih ini? Ya pengennya sih ke depannya jalan. Soalnya repot ini air bersih soalnya. Iya, yang ga punya juga bisa minta ke kita. Iya, klo air mah udah penting banget. Ohiya bu, dulu waktu pasang pipa ini, emang minta kayak request gitu? Dulu pemutihan. Dia yang nawarin. Bu mau pasang ledeng bu? Itu pasangnya bayar juga ga dulu? Dulu bayarnya berapa sih ya. 700 klo ga pemutihan. Klo pemutihan murah kok. Tapi lupa. Jamannya iwan ya. Itu dari RT juga ngajuin. Tapi klo mau pasang lagi, ke sininya mahal. Soalnya belum ada yang masang juga kan dulu. Tapi sekarang klo mau masang baru, bisa ga sih? Ya bisa aja. Tapi kan ya sami mawon. Ya percuma. Masang baru juga. Gimana ngambil pipanya? Iya, salurannya dari mana. Kita yang ada aja klo emang mau. Sekarang mah ga jelas. Saya nanya yang suka meriksa kan, dia bilang ga tau, saya juga capek meriksameriksa doang. Begitu masa. Periksa-periksa tapi ga ada hasilnya. Ini matinya. Kemarin banjir gimana bu? Pelayanan PAM Se gini kemaren tuh.
Universitas Indonesia
183
L : Kalau rumah saya sedada. SM : Tinggi di sini mah. 17 Januari juga sama taun lalu, yang kemaren juga 17 januari juga. Kata saya ini ulang tahun ini. P : Terus masalah air bersihnya gimana bu? SM : Susah kalau ga ada bantuan dari mobil yang PAM juga itu. Tapi ya itu keroyok. Rebutan. P : Oh jadi ada bantuan gitu ya bu? L : Iya isi air bersih. Gerobak-gerobak kan ga jalan. SM : Bantuannya tapi klo ga dapet ya ga. Orang beli air aja jauhnyaaa minta ampun yang galon itu. P : Oh jadi ga per rumah ya? H : Enggak. Jadi dia mampir kan depan jalan ke kiri nih. Udah kita antre bawa jerigen, bawa ember. P : Baik bu, terima kasih ya bu atas waktunya.
Universitas Indonesia