Kata Mereka : Cerita dari Anak Saat Pandemi Melanda

Page 1



Buku ini diterbitkan oleh Yayasan Sekretariat Anak Merdeka Indonesia (SAMIN) melalui Program Peduli dengan dukungan dari The Asia Foundation dan Kedutaan Besar Australia di Indonesia. Pandangan yang diungkapkan dalam buku ini tidak mencerminkan pandangan pemerintah Australia.


2020


Penyunting: Fathuddin Muchtar, Tiara Dewiyani Kurator: Bodhi IA Desain Cover & Tata Letak: Yadi De Wiryo Diterbitkan oleh: Yayasan Sekretariat Anak Merdeka Indonesia (SAMIN) Jl. Perintis I, Soragan RT. 02, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55184 Telp. (0274) 5306210 - E-mail: office@yayasan-samin.org Website:http://yayasan-samin.org Penerbitan ini didukung oleh Program Peduli Cetakan Pertama, 2020


Kata Pengantar Anak-anak di samping perempuan dan usia lanjut- adalah kelompok yang sangat rentan dalam situasi bencana. Bukan saja dalam situasi bencana kondisi mereka sering terabaikan, bahkan dalam situasi normal sehari-hari pun mereka termasuk dalam kelompok rentan mengalami peminggiran atau eksklusi. Mereka sering tidak mendapatkan apa yang semestinya diperoleh sebagaimana orang dewasa lainnya. Pandemi Covid-19 yang melanda negeri ini juga menambah buruk kondisi anak-anak. Sejak pemerintah menyatakan Indonesia termasuk negara yang mengalami dampak langsung, baik dengan jatuhnya korban maupun perubahan situasi sosial dan ekonomi, imbas terbesar sangat dirasakan oleh anak-anak. Berbagai perubahan situasi dan kebijakan memaksa mereka harus beradaptasi dengan situasi baru yang cenderung membuat mereka tidak nyaman. Hanya saja, jika kita mencermatinya sangat sedikit perhatian pemerintah dan orang dewasa yang peduli dengan situasi anak-anak tersebut. Jika kita buka kembali dokumentasi pemberitaan dan kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah, fokus yang berkaitan langsung dengan anak-anak terbatas pada situasi pendidikan saja. Muncul wacana tentang pembelajaran dari rumah yang juga masih tetap menyisakan persoalan-persoalan sampai hari ini. Persoalan minimnya atau bahkan tidak adanya akses yang mendukung kegiatan pembelajaran tersebut. Belum lagi infrastruktur yang utama seperti jangkauan layanan komunikasi yang bisa dengan mudah diakses oleh anak-anak selama proses pembelajaran dari rumah berlangsung. Selebihnya, praktis wacana selain pendidikan sangat minim. Sebut misalnya, bagaimana situasi psikologis anak-anak selama di rumah? Apakah ada intervensi program yang dikembangkan oleh pemerintah agar anak-anak tetap bisa mengembangkan daya jelajah imajinasi selain mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru? Banyak pihak yang menyatakan bahwa bisa jadi, anak-anak pada fase ini adalah generasi yang kehilangan Pengantar Penerbit

v


banyak hal akibat tidak adanya penyikapan secara komprehensif berkaitan dengan pemenuhan dan perlindungan hak-hak anak dalam situasi pandemi yang ujungnya tidak kita ketahui. Buku ini mencoba merangkum situasi anak-anak sejak pandemi berlangsung di tiga desa di Yogyakarta; Desa Wukirsari Cangkringan Sleman, Desa Wedomartani Ngemplak Sleman dan Desa Wukirsari Imogiri Bantul. Melalui serangkaian kegiatan yang dilakukan, kami mencoba memberi ruang agar anak-anak tetap bisa menyuarakan situasi mereka. Situasi dengan keluarga seharihari, situasi dengan lingkungan sekitar dan situasi mereka tentang kerinduan untuk segera masuk sekolah dan bertemu dengan rekan-rekan mereka seperti biasanya. Kegiatan-kegiatan tersebut kami harapkan bisa menjadi media baru bagi anak-anak di tengah kondisi yang cukup membebani; mengerjakan tugas sekolah, menghadapi situasi orangtua selama 24 jam sehari dan siasat anak-anak agar tetap bisa tersenyum dan tertawa sebagaimana sebelum pandemi terjadi. Yayasan Sekretariat Anak Merdeka Indonesia (SAMIN) berterima kasih kepada seluruh pihak sehingga kegiatan-kegiatan bersama dengan anak-anak tetap bisa berlangsung di tiga desa tersebut. Kepada The Asia Foundation yang telah mendukung Program Peduli sehingga rangkaian kegiatan di tiga lokasi bisa berlangsung selama kurang lebih enam bulan. Juga kepada seluruh kader dan pemerintah desa setempat yang telah memberikan dukungan penuh, mengawal dan menemani anakanak secara langsung (tentu dengan protokol kesehatan yang sangat ketat). Terakhir kepada anak-anak yang telah dengan leluasa menuliskan dan menggambarkan situasi mereka. Semoga ini menjadi pembelajaran bagi orang dewasa dan pengambil kebijakan agar lebih memperhatikan anak-anak ke depannya. Semoga buku ini bisa memberikan pelajaran bagi kita semua bahwa ada banyak situasi anak-anak yang tidak muncul ke permukaan, tetapi sangat penting untuk didengarkan oleh semua pihak.

vi

Pengantar Penerbit


Catatan Pembuka:

Anak-anak dan Apa yang Terjadi Hari Ini Bodhi IA | Seniman Mendapatkan memori peristiwa baik adalah hak semua anak Anak-anak harus memiliki waktu-waktu yang menyenangkan. Menjalani peristiwa-peristiwa yang pada akhirnya ikut membangun persepsi keindahan. Saya teringat ketika kecil dan memiliki kemerdekaan untuk mencoret tembok, melakukan eksperimen warna, membentuk dan membangun realitas menyenangkan. Sementara, orang dewasa sibuk berpolitik, perang, dan mendominasi, anak-anak meluangkan waktu dengan menjadi diri sendiri, melakukan eksplorasi dalam kisah petualangan. Di masa itu informasi belum berjalan secepat sekarang. Saat ini anak-anak mulai akrab dengan gawai dan arus informasi yang sangat deras. Dan tiba-tiba pandemi terjadi Kebutuhan ekplorasi, aktivitas sosial, dan pendidikan tiba-tiba terhambat. Seperti sebuah kereta yang sedang melaju kencang lalu tiba-tiba tuas rem ditarik, mendadak. Kemudian, teknologi dianggap sebagai penolong. Yang terjadi adalah, area bermain menjadi lapangan virtual, interaksi sosial berjalan melalui aplikasi digital, hal-hal yang seharusnya dilalui dengan pertemuan fisik telah beralih wahana. Meski demikian, akses internet tidak dapat diperoleh dengan mudah di beberapa daerah. Bahkan menurut beberapa anak selama masa pandemi, mereka lebih sering disalah pahami. Anakanak menjadi korban yang sangat terdampak. Perubahan interaksi sosial melalui dunia maya. Bahkan seorang anak menulis perubahan perilaku yang dialami, anak melabeli dirinya sebagai Catatan Pembuka

vii


kaum “rebahan”. Melakukan berbagai aktivitas dengan gawainya berjam-jam. Hingga akhirnya mereka bersentuhan dengan seni. Sebuah waktu jeda atas ruwetnya peristiwa akhir-akhir ini. Kesenian menjadi sebuah aktivitas yang memerdekakan, yang inklusi dan universal, milik semua umat manusia, bukan hanya golongan tertentu. Tentu hak merawat jiwa-jiwa merdeka juga milik anak-anak dari ketiga desa yang karyanya terpampang dalam buku ini: Desa Wukirsari Kecamatan Cangkringan, Desa Wukirsari Kecamatan Imogiri, dan Desa Wedomartani Kecamatan Ngemplak, ketiganya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Komunikasi yang dilakukan anak-anak melalui karya seni menerjemahkan apa yang sedang mereka alami. Goresan dan simbol visual yang diciptakan menceritakan apa yang sedang terjadi di lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Pun, juga cerita-cerita yang mereka tulis. Terbukti bahwa pandemi merubah segala hal, termasuk lanskap imajinasi anak. Figur orang-orang dengan masker menceritakan berbagai hal selain tata kebiasaan baru yang diakibatkan pandemi. Figur-figur bermasker ini juga menyembunyikan emosi, menyembunyikan identitas objek yang terekam dalam memori anak. Di Desa Wedomartani, anak-anak menceritakan berbagai kerinduannya yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19. Waktu bermain anak semakin kurang, beban tambahan berupa aneka materi Belajar Jarak Jauh yang sulit dicerna –ditambah keinginan orangtua untuk membentuk anak menjadi individu siap tanding – membuat anak semakin tertekan. Memori ini terekam di kepala anak dan kemudian bertransformasi menjadi ekspresi kesenian. Melihat karya seni rupa anak memang seperti membaca buku harian. Apa yang mereka alami cenderung menjadi pilihan obyek yang akan digambar. Menyinggung soal kerinduan karena perubahan tata kebiasaan baru, anak-anak dari tiga desa ini pun menggambarkan aktivitasnya dengan keluarga. Simbol-simbol visual yang sering

viii

Catatan Pembuka


ia temui adalah jarak antar figur, misalnya, ketika seorang anak menggambarkan situasi piknik ke pantai ataupun pegunungan. Jarak inilah yang menarik untuk kita lihat lebih teliti. Social distancing, memang menjadi kalimat baru yang mulai akrab bagi anak-anak semasa pandemi. Dampak paling nyata dari pandemi memang pengurangan interaksi fisik, apalagi jika orangtua harus melakukan karantina mandiri untuk menghambat persebaran virus. Fungsi afeksi dan pedampingan yang seharusnya diberikan akhirnya hilang atas nama kesehatan dan pemutusan mata rantai virus. Sayangnya, gambaran situasi piknik tersebut hanyalah rekam memori anak sebelum Covid-19 menyerang, bukan datang dari inisiatif orangtua untuk melakukan fungsi afeksi dan pendampingan. Adapun aktivitas lainnya yang digambar oleh anak saat mereka menerjemahkan hubungannya dengan keluarga membuat saya semakin heran. Salah seorang anak menggambarkan aktivitasnya dengan keluarga hanya banyak dihabiskan di atas sofa, menonton televisi -sebuah aktivitas yang sebaiknya dihindari karena anak sudah terlalu lama di depan gawai digitalnya untuk sekolah online. Bahkan saya menemukan beberapa karya anak berupa komik yang menunjukan support system yang tidak sehat seperti punishment dari orang tua. Hukuman dan ancaman yang diberikan orangtua terbukti menjadi memori yang membekas. Sebab di antara banyaknya aktivitas bersama keluarga, seorang anak malah memilih menampilkan figur ayah yang menenteng sapu. Pada pertemuan awal saya bahkan kecewa melihat beberapa gambar anak yang tampak sama. Karena sebaiknya aktivitas menggambar berasal dari refleksi personal. Gambar yang sama terjadi karena sistem pendidikan kita yang lebih mengutamakan kompetisi daripada kolaborasi. Mental anak menjadi tertekan, bahkan terkekang. Karena takut menjadi yang paling jelek, anakanak lebih memilih mencontoh gambar yang aman, gambar yang banyak digambar oleh anak lainnya. Ini menjadi catatan khusus Catatan Pembuka

ix


bagi pendamping anak, bahwa ekspresi anak harus berangkat dari emosi personal. Gambar yang sama mengaburkan tinjauan emosi anak. Meskipun kita dapat membaca emosi anak melalui garis dan warna yang dipilih, tapi objek visual yang digambar berasal dari memori yang mewujud sebagai simbol, citra, dan cerita. Jika gambar yang dibuat antar anak hampir serupa-maka tinjauan semiotik gambar anak menjadi terdistorsi. Tapi tidak semua anak terkekang kompetisi. Beberapa anak bahkan melakukan pengamatan aktivitas keluarganya yang mulai berubah. Mulai dari memasak bersama, bersih-bersih rumah, dan berkebun menjadi tema yang banyak digambarkan anak mengenai aktivitas keluarga. Saya juga menemukan karya yang kritis di mana seorang anak sedang berkumpul dengan keluarganya di atas sofa dan semua anggota keluarga sibuk dengan gawai masing-masing. Jika anak memilih menggambar situasi demikian, maka ciptakanlah perubahan dirumah dengan mulai membangun interaksi sehat dan mendukung ekplorasinya. Selain support system dari keluarga, mentalitas anak juga tumbuh dari lingkungan sekolah dan teman-teman belajar disekitarnya. Pada suatu sesi kunjungan saya saat anak-anak menggambarkan situasi pendidikan, apa yang saya temui sangat beragam. Mulai dari keharusan anak untuk menguasai teknologi, mampu melakukan multitasking, bahkan deadline tugas yang mengerikan. Beberapa anak menganggap tugas yang menjadi berlipat ganda ini sebagai beban, namun beberapa anak memiliki persepsi lain. Ada yang membenci belajar di rumah, ada yang menyukainya. Anak yang menyukai perubahan sistem pendidikan saat pandemik memperlihatkannya melalui dari wajah pada figur yang mereka buat lebih banyak tersenyum. Selain itu kita dapat melihat gambar anak ketika mereka harus belajar tanpa harus menggunakan seragam, belajar di kamar yang nyaman. Gambargambar bahagia tersebut merupakan rekam emosi atas peristiwa baik.

x

Catatan Pembuka


Apa yang tidak mereka sukai dari belajar di rumah dilatarbelakangi oleh tugas yang sangat banyak, presensi melalui grup online, pemberian materi online yang diperparah oleh deadline pengumpulan tugas di malam hari, dan yang paling sering adalah perubahan perilaku orangtua. Anak-anak lebih rentan mengalami kekerasan verbal saat sistem pendidikan berubah wujud menjadi daring. Generasi orangtua yang kurang akrab dengan teknologi lebih sering memandang smartphone mirip dengan pocket game. Tampak juga dalam sebuah karya anak yang menceritakan kemarahan seorang ayah karena anaknya terlalu lama memegang gawai digitalnya. Selain itu, banyak anak yang menggambarkan kerinduan mereka bertemu dengan teman-teman. Memakai seragam, bahkan sebuah gambar menampilkan figur anak dengan wajah sumringah namun mereka berjarak, tidak bisa lagi berjabat tangan, memeluk sahabat, atau melakukan permainan. Anak-anak juga mengeluhkan kekurangan belajar di rumah, terutama jika ada materi yang sukar dipahami. Karya salah satu anak dari Wukirsari Bantul menyinggung persoalan ini. Orangtua yang tidak menguasai pelajaran anaknya tidak bisa membantu apabila anak tersebut menghadapi hal-hal yang susah dipahami. Tidak semua orangtua dapat mengoptimalkan kemajuan teknologi. Bahkan anak-anak yang seringkali mengajari orangtua mereka untuk memahami bahwa zaman sudah berubah. Meskipun internet menawarkan fitur pencarian search engine, tapi banjir informasi ini menyebakan anak-anak susah menggali materi lebih dalam karena potensi informasi hoax yang cukup besar. Parahnya, orangtua lebih sering menyebarkan berita hoax dan mempercayainya. Kepercayaan-kepercayaan yang salah tersebut malah diajarkan ke anaknya yang diwajibkan percaya apa kata orangtua. Blaik! Untuk itulah seni menciptakan ruang dialog antara anak dan realitasnya. Fantasi yang memang terbangun dari eksplorasi ide dan keingintahuan tinggi dapat disalurkan melalui medium seni, Catatan Pembuka

xi


dan tak ada batas absolut dalam kesenian. Anak lebih memilih menggambarkan khayalannya melalui eksplorasi seni daripada intrik politik melalui broadcast berita palsu. Dalam temuan saya, anak-anak yang memiliki kemudahan akses informasi mulai dapat berpikir kritis. Sebuah gambar milik seorang anak bahkan mengajak kita mempertanyakan metode pemberian tugas dari sekolah. Salah satunya adalah kerja kelompok. Anak tersebut mempertanyakan ambiguitas kerja kelompok di masa pandemi. Apabila sekolah diliburkan dan dirubah menjadi sistem online karena demi menjaga kontak fisik atau interaksi langsung maka kerja kelompok adalah antitesis dari semua itu. Tertera dalam gambar yang ia ciptakan bahwa tugas kelompok menjadi membingungkan jika dikerjakan selama pandemi karena anak-anak harus datang langsung ke rumah teman satu kelompoknya. Ada juga seorang anak yang menuliskan rutinitas barunya setiap pagi. ia menuliskan, bahwa setiap pagi harus “sarapan besi= laptop-hp”. Kebiasaan baru itu muncul karena anak-anak harus segera mengakses gawainya untuk update agenda sekolah. Gawai seperti smartphone dan laptop memang memberikan solusi sementara untuk melanjutkan pendidikan anak. Tetapi medium tersebut memiliki risiko yang harus segera ditanggulangi. Cyber bullying, pelecehan seksual melalui media sosial, dan bahkan perdagangan anak banyak dimulai dari teknologiteknologi dalam genggaman. Pembimbing dan orangtua perlu mengaktifkan filter parenting control pada sistem akses informasi anak. Sehingga anak-anak hanya dapat mengakses pengetahuan sesuai usia dan kebutuhannya. Beberapa anak menggunakan teknologi untuk menemukan referensi dan tutorial teknik menggambar. Teknik mewarnai yang digunakan setelah anak mengakses referensi internet menjadi berkembang. Seorang anak dari Desa Wukirsari Bantul menguasai medium oil pastel dengan sangat baik. ketika saya menyaksikan prosesnya, anak tersebut menggoreskan krayonnya dengan mantap, membentuk gradasi warna. Mula-mula ia

xii

Catatan Pembuka


menyusun sketsa menggunakan pensil, lalu setelah semua imajinasinya tertuang, tanpa berpikir panjang, ia menumpuk garis pensil dengan marker outline lebih tebal. Beberapa anak sesekali melihat gawainya, tapi anak ini seperti sangat fokus untuk segera menyelesaikan gambarnya dengan maksimal. Ternyata anak tersebut memang sangat senang dengan aktivitas menggambar, sayangnya tak setiap hari ia bisa menggambar bebas, beban tugas sekolah yang berat lagi-lagi menjadi hambatan untuk tumbuh kembang potensi anak. Seorang pendamping yang saya temui dalam kegiatan anak, Arief Winarko, menceritakan bahwa aktivitas kesenian memang jarang diluangkan oleh orangtua anak. Jarang sekali ada orangtua yang mendampingi anaknya melakukan self healing melalui kegiatan kesenian bersama anak. Sebenarnya, aktivitas kesenian juga dapat mengobati trauma anak pada situasi pandemi dengan cara menggambar bersama, menulis bersama, menari bersama bermain peran atau bermusik bersama. Aktivitas seperti itulah yang dapat membuka pengetahuan orangtua terhadap persepsi yang dimiliki anaknya atas situasi hari ini. Dalam prosesnya, beberapa anak mulai aktif bertanya kepada saya melalui fitur pesan di Instagram. Pertanyaannya seputar bagaimana mengembangkan teknik karya, bagaimana supaya karya bisa diapresiasi dan bahkan seorang anak punya mimpi yang jelas: membuat buku yang berisi gambar dan tulisannya. Siapa lagi yang akan mewujudkan mimpi anak-anak itu jika bukan support system-nya? Lingkungan adalah faktor yang tidak bisa dipungkiri ikut membentuk mentalitas anak. Sayang, ketika anakanak menceritakan lingkungan sekitarnya melalui gambar, yang ditemukan adalah gambar-gambar penuh aturan. Social distancing, jaga jarak, wajib pakai masker, wajib cuci tangan, portal jalan, dan berbagai protokoler anti Covid-19. Yang saya temukan adalah berbagai aturan pencegahan Covid-19. Apakah hal ini dapat diartikan bahwa lingkungan tempat tumbuh kembang anak hanya berisi anjuran-anjuran pencegahan Covid-19? Bagaimana hak Catatan Pembuka

xiii


anak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat dan menyenangkan? Apakah anak-anak dilibatkan dalam mengambil keputusan yang menyangkut kehidupan masa kecilnya? Merancang lingkungan tumbuh kembang anak tanpa melibatkan pendapat anak adalah salah satu bukti bahwa anak-anak belum dipandang sebagai jiwa yang setara. Seperti mewajibkan anak menghafalkan hal-hal yang tidak penting daripada mendukung potensi-potensi yang mereka minati. Mendengarkan pendapat anak adalah kunci bagaimana orangtua bisa menjamin anak-anak mengalami tumbuh kembang yang lebih sehat. Kesehatan dalam persepsi anak-anak adalah hak terpenuhinya nutrisi makanan sehat. Hal ini dapat dilihat dari gambar anakanak mengenai pentingnya asupan nutrisi untuk menjaga sistem imun. Selain nutrisi, aktivitas olahraga juga menjadi gambar yang sering saya lihat ketika anak-anak ingin mengungkapkan lingkungan hidup yang sehat. Anak lainnya menggambar lingkungannya dengan aktivitas kerja bakti di lingkungan hijau dan memberi imbuhan teks: petani menanam untuk memberikan nutrisi pada anak. Selain banyaknya aturan-aturan yang menjamur di manamana, ada sisi positif yang ditemui anak-anak selama pandemi. Aktivitas itu adalah gotong royong. Aktifitas saling bantu saling jaga menanamkan nilai-nilai kolaborasi yang jauh dari kompetisi. Lebih baik mana, kolaborasi untuk mengatasi pandemi atau kompetisi untuk mengatasi pandemi? Di buku ini karya anak-anak dari Desa Wedomartani, Desa Wukirsari, Sleman dan Desa Wukirsari, Bantul dapat disikapi sebagai refleksi kita atas apa yang terjadi hari ini dan apa yang dialami oleh anak-anak selama pandemi. Apakah kita sebagai orangtua atau pendamping sudah melakukan keputusan yang tepat? Apakah kita mendengarkan pendapat mereka? Tentu kita semua pernah mengalami masa anak-anak, tapi anak-anak hari ini memiliki banyak tekanan. Area bermain dan belajar melalui

xiv

Catatan Pembuka


smartphone atau laptop memerlukan biaya yang tidak sedikit, ada kuota internet yang harus dibeli. Selain sebagai refleksi, kumpulan karya anak dalam buku ini juga dapat menjadi referensi untuk siapapun yang ingin mendampingi anak-anak selama masa pandemi. Tunjukkan pada lingkungan sekitarmu, bahwa anakanak masih memiliki haknya untuk bersenang-senang dan hidup bahagia. Psikologis anak akan terjaga apabila lingkungannya memberi apresiasi. Apabila jiwa setiap anak dapat dirawat dengan baik, maka tak ada mimpi yang tak mungkin diwujudkan. Saya teringat gambar salah satu anak dari Desa Wukirsari Sleman tentang optimismenya untuk giat belajar agar vaksin Covid-19 segera ditemukan dan anak-anak dapat bermain bebas di luar, menjelajahi segala kemungkinan baik, dan menelusuri petualangan paling seru. Semoga seluruh anak di berbagai belahan dunia memiliki jiwa yang merdeka.

Catatan Pembuka

xv


xvi

Catatan Pembuka


Daftar Isi Kata Pengantar ..............................................................

v

Catatan Pembuka Anak-anak dan Apa yang Terjadi Hari Ini Oleh: Bodhi IA .......................................................... vii Daftar Isi ........................................................................... xvii Pada Mulanya adalah Keluarga .............................

1

Mengolah Imaji Sekolah ........................................... 39 Anak dan Lingkungannya ......................................... 75 Catatan Penutup Menggagas Pemulihan Psikososial bagi Anak di Masa Pandemi Covid-19 Oleh : Tiara Dewiyani ........................................... 109 Catatan Pendamping Lapangan Oleh : Arief Winarko ............................................. 112

Daftar Isi

xvii


xviii

Daftar Isi


Pada Mulanya adalah Keluarga “Cah enom saiki bedo karo cah enom mbien. Cah enom mbien, saiki wes tuo” (Anak-anak zaman sekarang berbeda dengan anak zaman dulu. Anak-anak zaman dulu sekarang sudah tua. Hahaha!) Keluarga adalah lingkungan yang terdekat dengan tumbuh kembang anak. Dari keluargalah anak-anak meniru bagaimana melakukan sesuatu, bagaimana menyikapi sesuatu dan bagaimana memaknai sesuatu. Memberikan tekanan terlalu berlebihan pada anak sangat berpotensi menyebabkan anak-anak mengalami depresi. Hukuman atau ancaman yang diberikan orangtua akan menciptakan relasi kuasa yang diakibatkan oleh manajemen ketakutan. Selanjutnya, kepatuhan yang lahir dari ketakutan, menciptakan lapisan-lapisan perilaku lainnya untuk menyembunyikan kesalahan. Orangtua perlu menciptakan ruang dialog yang terbuka, yang tidak menghakimi Ayah yang mengancam anaknya dengan sapu ketika melakukan kesalahan tak membuat anak tersebut paham kenapa ia tidak boleh melakukan hal-hal tersebut. Saya selalu heran ketika orang tua melakukan kekerasan terhadap anak, apakah mereka tidak pernah mengalami masa kanak-kanak? Seperti kutipan mobil truk yang saya sebut di atas, anak-anak zaman sekarang memiliki jarak dengan keluarganya. Apalagi jika kedua generasi tersebut dipertemukan dalam lanskap teknologi Aku dan Keluarga

1


dan arus informasi. Norma-norma yang dulu dipercayai oleh orangtua, sangat mungkn tidak relevan untuk diterapkan pada anak-anak zaman sekarang. Contohnya, orangtua yang memandang gawai seperti smartphone dan laptop hanyalah game konsol. Banyak orangtua justru tidak tahu fungsi optimal sebuah gawai yang mereka bawa sehari-hari. Dalam tema ini, kita bisa melihat aktifitas orangtua dan anak banyak didominasi oleh kegiatan memasak, belajar, dan membersihkan rumah bersama. Entah karena banyak gambar yang dibuat bersama, atau memang aktifitas orangtua di daerah yang saya kunjungi hampir serupa sehingga kita banyak menjumpai gambar anak dan keluarga duduk bersama, memperkenalkan anggota keluarganya. Ada juga gambar-gambar yang dibuat oleh anakanak karena ekspresi kerinduan mereka bertamasya bersama keluarga.

2

Aku dan Keluarga


Yang menarik dari tema ini adalah kita bisa melihat bagaimana keluarga meluangkan waktu bersama anaknya. Seorang anak yang dikelilingi anggota keluarga lain yang sibuk dengan gawai masing-masing, seorang anak yang didampingi orangtuanya belajar memiliki indikasi bahwa anak-anak dari tiga desa di Yogyakarta mendapat pendampingan orangtua yang berbedabeda. Anak yang tidak akrab dengan lingkungan keluarganya, akan memilih lingkungan keluarga yang ia bangun berdasarkan pertemanan. Banyak anak yang lebih nyaman bercerita apapun kepada teman bermainnya daripada orangtua masing-masing. Tapi di masa pandemi ini support system alternative dari hubungan pertemanan menjadi lebih susah diwujudkan, bahkan intensitas pertemuan orangtua dan anak menyebabkan orangtua lebih sering menegur atau memarahi anaknya. Dampak dari pendidikan yang agresif pada anak hanya akan menciptakan lingkaran setan, budaya kekerasan akan diserap anak menjadi Aku dan Keluarga

3


norma yang dapat dimaklumi mereka apabila orangtua anak juga melakukan tindakan kekerasan. Gambar-gambar anak dalam tema ini adalah refleksi atas pengalaman mereka terhadap situasi keluarga di masa pandemi. Saya berharap setiap orangtua atau pendamping yang melihat karya mereka akan memberikan afeksi dan pendampingan terbaik setelah melihat gambar anak-anak tentang keluarga. Setiap anak memiliki mimpi, setiap mimpi mendorong tumbuhnya bakat, setiap bakat memiliki tujuan. Jika tujuan itu mampu merubah dunia menjadi lebih baik, maka tak ada satupun orang dewasa di dunia yang berhak menghentikan mimpi mereka. (Bodhi IA)

4

Aku dan Keluarga


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wedomartani Sleman Aku dan Keluarga

5


6

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wedomartani Sleman Aku dan Keluarga


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wedomartani Sleman Aku dan Keluarga

7


8

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wedomartani Sleman Aku dan Keluarga


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wedomartani Sleman Aku dan Keluarga

9


10

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wedomartani Sleman Aku dan Keluarga


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wedomartani Sleman Aku dan Keluarga

11


12

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wedomartani Sleman Aku dan Keluarga


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wedomartani Sleman Aku dan Keluarga

13


14

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wedomartani Sleman Aku dan Keluarga


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wukirsari Bantul Aku dan Keluarga

15


16

Kumpulan Karya Anak | Aku dan KeluargaAku | Wukirsari Bantul dan Keluarga


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wukirsari Bantul Aku dan Keluarga

17


18

Kumpulan Karya Anak | Aku dan KeluargaAku | Wukirsari Bantul dan Keluarga


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wukirsari Bantul Aku dan Keluarga

19


20

Kumpulan Karya Anak | Aku dan KeluargaAku | Wukirsari Bantul dan Keluarga


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wukirsari Bantul Aku dan Keluarga

21


22

Kumpulan Karya Anak | Aku dan KeluargaAku | Wukirsari Bantul dan Keluarga


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wukirsari Bantul Aku dan Keluarga

23


24

Kumpulan Karya Anak | Aku dan KeluargaAku | Wukirsari Bantul dan Keluarga


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wukirsari Bantul Aku dan Keluarga

25


26

Kumpulan Karya Anak | Aku dan KeluargaAku | Wukirsari Bantul dan Keluarga


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wukirsari Bantul Aku dan Keluarga

27


28

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wukirsari Bantul


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wukirsari Sleman Aku dan Keluarga

29


30

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga Aku | Wukirsari Sleman dan Keluarga


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wukirsari Sleman Aku dan Keluarga

31


32

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga Aku | Wukirsari Sleman dan Keluarga


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wukirsari Sleman Aku dan Keluarga

33


34

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga Aku | Wukirsari Sleman dan Keluarga


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wukirsari Sleman Aku dan Keluarga

35


36

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga Aku | Wukirsari Sleman dan Keluarga


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wukirsari Sleman Aku dan Keluarga

37


38

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Keluarga | Wukirsari Sleman


Mengolah Imaji Sekolah Melalui berbagai jalur pendidikan, anak-anak dapat memahami situasi yang terjadi di sekitarnya. Sekolah menjadi salah satu institusi yang dipercaya oleh banyak orangtua untuk memberikan pendidikan pada anaknya. “Semua orang itu guru, alam raya sekolahku” kutipan tersebut merupakan sebuah lagu yang mendambakan pendidikan yang bisa diakses oleh siapapun, kapanpun. Tapi apakah orangtua memahami bahwa alam raya adalah sekolah dan semua orang adalah guru? Institusi sekolah, hanyalah lembaga pendukung, sementara pendidikan tentang kehidupan lebih sering ditemukan seiring tumbuh kembang pengalaman anak. Selama masa pandemi, wajah pendidikan di Indonesia tampak carut marut. Akses pendidikan online juga tidak dapat dirasakan oleh semua anak, misalnya di wilayah yang jauh dari sinyal telekomunikasi atau internet. Ditambah sistem absensi dan pengumpulan tugas berdasarkan waktu dianggap memiliki kendala. Waktu yang ditentukan sekolah untuk mengumpulkan tugas bermacam-macam. Seorang anak mengaku harus mengumpulkan tugas pada jam 9 malam. Sinyal internet yang belum stabil, mengancam penilaian yang diberikan karena pengiriman file tugas tertunda sinyal. Apabila seorang siswa tidak memiliki sinyal internet yang baik, maka siswa dianggap tidak hadir dalam pertemuan online dan hal tersebut mempengaruhi penilaian sekolah. Berbeda dengan tiga wilayah di Wedomartani, Wukirsari Sleman dan Wukirsari Bantul. Institusi pendidikan di sana telah menerapkan sekolah online. Kita dapat melihat gambar anak tentang sekolah yang menjadi sepi, kerinduan mereka bertemu Aku dan Sekolah

39


dengan kelompoknya di sekolah juga dapat dilihat dalam gambar anak tentang sekolah. Meskipun demikian banyak anak-anak yang menggambar aktifitas belajar di rumah. Belajar di rumah bisa menjadi menyenangkan, karena anak bisa belajar tanpa harus diseragamkan. Beberapa karya terlihat menggambarkan situasi anak-anak yg dapat belajar dengan nyaman sembari ditemani susu coklat, jajan, memakai baju favorit atau ditemani kucing kesayangan. Tapi sekali lagi, tidak semua orang memiliki hak istimewa seperti itu. Karena kenyataanya, masih ada beberapa anak yang mengalami kesukaran belajar, stres dan bosan karena belajar di rumah. Ada yang senang belajar di rumah karena didampingi keluarga, ada pula yang kecewa karena banyak materi yang susah dipahami dan anak tidak bisa langsung bertanya pada gurunya. Dari anggota forum anak yang saya mengetahui, tugas sekolah yang diberikan selama masa pandemi semakin banyak. Tiap murid harus selalu update pelajaran setiap hari melalui

40

Aku dan Sekolah


gawainya. Parahnya, selama masa awal pandemi tidak ada yang memperhatikan kebutuhan anak-anak. Pemberian kuota internet ataupun nutrisi anak tidak dipenuhi oleh pihak sekolah, padahal menurut anak-anak, orangtua mereka masih harus membayar uang sekolah. Bahkan menurut anak-anak dari tiga desa tersebut, bantuan berupa paket data dan asupan nutrisi pertama kali diberikan oleh Yayasan SAMIN melalui kerja kolaboratif dengan The Asia Foundation, bukan dari sekolah ataupun dinas pendidikan terkait. Sistem pendidikan online memang menjadi solusi sementara selama pandemi. Tetapi semua pihak harus segera melakukan tinjauan ulang atas kebijakan sekolah online. Banyak keluhan yang digambarkan oleh anak-anak melalui karyanya terhadap peristiwa belajar dirumah. Menghadap monitor LCD terlalu lama membuat anak merasakan burnout, mata lelah dan pening di Aku dan Sekolah

41


kepala, belum lagi resiko pelecehan seksual yang dapat mereka alami melalui aplikasi media sosial yang juga ada di gawai mereka. Sebuah komik karya anak di Wukirsari juga menceritakan kebutuhan sosial anak untuk bisa berinteraksi secara tatap muka dengan kelompoknya. Setiap pagi tokoh dalam komik tersebut harus memulai aktifitasnya dengan sarapan besi yaitu konsumsi data melalui smartphone dan laptop. Karena interaksi melalui dunia maya sudah menjadi tata kebiasaan baru, skil sosial anak untuk berinteraksi dengan orang lain berkurang. Hal ini tampak ketika saya bertatap muka langsung dengan mereka, anak-anak cenderung lebih pendiam dan kaku. Namun, ketika saya sampai rumah dan membuka kotak pesan masuk Instagram, anak-anak ini dapat melakukan percakapan yang komunikatif dan menyenangkan! Saya berandai-andai, bagaimana jika pandemi ini berlangsung sangat lama, apakah komunikasi antar anak dan guru akan berubah menjadi saling kirim emoji? Pendidikan macam apa yang akan dihasilkan jika guru memberikan apresiasinya hanya dengan mengirim emoji ibu jari?

42

Aku dan Sekolah


Aku dan Sekolah

43


44

Aku dan Sekolah


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Wedomartani Sleman Aku dan Sekolah

45


46

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Wedomartani Sleman Aku dan Sekolah


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Wedomartani Sleman Aku dan Sekolah

47


48

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Wedomartani Sleman Aku dan Sekolah


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Wedomartani Sleman Aku dan Sekolah

49


50

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Wedomartani Sleman Aku dan Sekolah


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Wedomartani Sleman Aku dan Sekolah

51


52

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Wedomartani Sleman Aku dan Sekolah


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Wedomartani Sleman Aku dan Sekolah

53


54

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Wedomartani Sleman Aku dan Sekolah


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Wukirsari Bantul Aku dan Sekolah

55


56

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah Aku | Wukirsari Bantul dan Sekolah


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Wukirsari Bantul Aku dan Sekolah

57


58

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah Aku | Wukirsari Bantul dan Sekolah


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Wukirsari Bantul Aku dan Sekolah

59


60

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah Aku | Wukirsari Bantul dan Sekolah


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Wukirsari Bantul Aku dan Sekolah

61


62

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah Aku | Wukirsari Bantul dan Sekolah


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Wukirsari Bantul Aku dan Sekolah

63


64

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Wukirsari Bantul


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Wukirsari Sleman Aku dan Sekolah

65


66

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Aku Wukirsari Sleman dan Sekolah


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Wukirsari Sleman Aku dan Sekolah

67


68

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Aku Wukirsari Sleman dan Sekolah


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Wukirsari Sleman Aku dan Sekolah

69


70

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Aku Wukirsari Sleman dan Sekolah


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Wukirsari Sleman Aku dan Sekolah

71


72

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Aku Wukirsari Sleman dan Sekolah


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Wukirsari Sleman Aku dan Sekolah

73


74

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Sekolah | Aku Wukirsari Sleman dan Sekolah


Anak dan Lingkungannya Lingkungan masyarakat merupakan tempat anak-anak mempelajari kebudayaan dan perilaku bermasyarakat. Gotong royong atau kerjabakti adalah salah satu kegiatan positif yang kerap diadakan di desa, termasuk juga anak-anak di Wedomartani, Wukirsari Sleman, dan Wukirsari Bantul. Aktivitas ini sering menjadi referensi prilaku anak untuk melakukan kerjasama dengan anak lain. Selama masa pandemi, ketiga desa tersebut tampak sering melakukan kerja bakti, gotong royong membangun tempat cuci tangan, atau menjaga pintu masuk kampung selama tempat tinggalnya mengalami lockdown. Aturan-aturan baru diberlakukan di kampung. Melalui sesi tanya jawab dalam aktivitas yang saya kunjungi saat anak-anak menggambar, banyak yang mengaku bahwa orang dewasa di

Aku dan Lingkungan

75


lingkungan anak-anak kita masih belum memberi kesempatan anak-anak untuk ikut berpendapat. Sehingga aturan yang bertebaran hanya seputar Covid-19, sehingga tidak ada lingkungan bermain sehat yang memang dipersiapkan selama masa pandemi. Dampaknya dapat kita lihat dalam karya anakanak mengenai lingkungan masyarakatnya. Memori yang terekam oleh anak perihal lingkungannya saat pandemi adalah aturan-aturan protokol kesehatan. Memang protokol tersebut diperlukan, dan wajib ditaati. Tapi apabila hal tersebut dilakukan dengan mengesampingkan hak anak untuk dapat bermain dengan aman selama pandemi maka psikologis anak semakin tertekan. Untuk urusan kesehatan di lingkungan masyarakat, anak-anak Wedomartani sudah paham bagamana harus bersikap selama pandemi. Gambar cuci tangan pakai sabun, memakai masker, dan anjuran social distancing sudah melekat dalam imaji mereka. hal

76

Aku dan Lingkungan


ini tak berbeda jauh dengan anak-anak di kedua wilayah lainnya. Masker menjadi identitas baru dalam ingatan mereka soal wajahwajah. Harapan agar pandemi segera berakhir juga dapat kita lihat dalam gambar yang mereka ciptakan. Dalam tema anak dan lingkungan kali ini pendamping anak mencoba metode baru agar anak berani melakukan gambar cepat dan menuangkan memori mereka atas lingkungannya dengan memakai krayon. Hasilnya dapat dilihat sangat berbeda antara dua tema sebelumnya dengan tema ketiga. Dalam tema ini anakanak harus menggambar situasi lingkungannya dengan cepat, dan ingatan tercepat yang meraka tampilkan lebih banyak berisi aturan-aturan. Mendekatkan anak dengan aktivitas langsung dalam masyarakat adalah pilihan terbaik, terlebih apabila anakanak dilibatkan untuk menyampaikan pendapatnya atas aturan yang akan dibuat di kampungnya. Aku dan Lingkungan

77


Jika kebijakan mengenai anak-anak dalam lingkungan masyarakat tidak melibatkan pendapat mereka, yang terjadi selanjutnya hanyalah pengekangan dan layunya jiwa-jiwa merdeka.

78

Aku dan Lingkungan


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan | Wedormartani Sleman Aku dan Lingkungan

79


80

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan | Wedormartani Sleman Aku dan Lingkungan


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan | Wedormartani Sleman Aku dan Lingkungan

81


82

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan | Wedormartani Sleman Aku dan Lingkungan


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan | Wedormartani Sleman Aku dan Lingkungan

83


84

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan | Wedormartani Sleman Aku dan Lingkungan


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan | Wedormartani Sleman Aku dan Lingkungan

85


86

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan | Wedormartani Sleman Aku dan Lingkungan


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan | Wedormartani Sleman Aku dan Lingkungan

87


88

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan | Wedormartani Sleman


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan | Wukirsari Bantul Aku dan Lingkungan

89


90

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan Wukirsari Bantul Aku |dan Lingkungan


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan | Wukirsari Bantul Aku dan Lingkungan

91


92

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan Wukirsari Bantul Aku |dan Lingkungan


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan | Wukirsari Bantul Aku dan Lingkungan

93


94

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan Wukirsari Bantul Aku |dan Lingkungan


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan | Wukirsari Bantul Aku dan Lingkungan

95


96

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan Wukirsari Bantul Aku |dan Lingkungan


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan | Wukirsari Sleman Aku dan Lingkungan

97


98

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan Sleman Aku| Wukirsari dan Lingkungan


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan | Wukirsari Sleman Aku dan Lingkungan

99


100

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan Sleman Aku| Wukirsari dan Lingkungan


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan | Wukirsari Sleman Aku dan Lingkungan

101


102

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan Sleman Aku| Wukirsari dan Lingkungan


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan | Wukirsari Sleman Aku dan Lingkungan

103


104

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan Sleman Aku| Wukirsari dan Lingkungan


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan | Wukirsari Sleman Aku dan Lingkungan

105


106

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan Sleman Aku| Wukirsari dan Lingkungan


Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan | Wukirsari Sleman Aku dan Lingkungan

107


108

Kumpulan Karya Anak | Aku dan Lingkungan | Wukirsari Sleman


Menggagas Pemulihan Psikososial bagi Anak di Masa Pandemi Covid-19 Tiara Dewiyani Yayasan Sekretariat Anak Merdeka Indonesia (SAMIN) pada awal tahun 2020 ini telah merancang kegiatan Program Inklusi Sosial di tiga desa di Daerah Istimewa Yogyakarta. Ketiga desa tersebut adalah Desa Wedomartani Kecamatan Ngemplak, Desa Wukirsari Kecamatan Cangkringan Sleman, dan Wukirsari Kecamatan Imogiri Bantul. Kegiatan ini merupakan rangkaian Program Peduli yang memperoleh dukungan dari The Asia Foundation. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperkuat inklusi sosial yang berfokus pada perlindungan anak. Inklusi sosial dalam konteks ini berarti menitikberatkan pada mendorong keterlibatan berbagai pihak untuk terlibat dalam isu perlindungan hak-hak anak, baik dari pemerintah, orang tua, masyarakat dan anak-anak itu sendiri. Namun rancangan program berubaha total. Seperti yang kita ketahui bersama awal Maret 2020 kasus positif Covid-19 ditemukan di Indonesia dan hari-hari selanjutnya situasi sosial di Indonesia berubah, termasuk di Yogyakarta. Semua orang sibuk memperbincangkan virus, desa dan dusun-dusun melakukan lockdown mandiri. Pos-pos satuan tugas yang berfokus pada penanggulangan virus didirikan. Masyarakat mulai cemas. Interaksi fisik dibatasi, berubah menjadi interaksi daring. Rencanarencana kerja yang sudah disiapkan, turut dipikirkan ulang bahkan mengalami perubahan metode pelaksanaan. Melalui komunikasi mendalam antara Yayasan SAMIN dan tiga desa dampingan dengan memanfaatkan media daring, diperoleh temuan bahwa anak-anak adalah salah satu pihak yang paling terdampak dengan adanya situasi pandemi Covid-19 ini. Catatan Penutup

109


Perubahan-perubahan pola hidup tidak dapat dihindari, baik di lingkungan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Dalam beberapa kasus, sebagian anak mendapatkan kekerasan di rumah justru karena intensitas pertemuan yang lebih tinggi dengan orangtua. Hal ini diperburuk dengan situasi perekonomian orang tua yang semakin sulit dalam situasi pandemi Covid-19 ini. Kasus lainnya yang paling umum dirasakan oleh anak adalah kegiatan belajar di rumah yang meningkatkan tingkat stress baik anak dan orangtua, kebosanan, sampai peningkatan durasi penggunaan media sosial oleh anak. Atas dasar tersebut, kegiatan pemulihan psikososial bagi anak dianggap penting dalam situasi pandemi seperti ini. Kegiatan pemulihan psikososial ditujukan untuk memfasilitasi dan membangun daya tahan anak yang memungkinkan mereka mencari potensi untuk bertahan dari situasi yang tidak biasa dan perubahan-perubahan lingkungan yang dialaminya. Sehingga diharapkan dapat terbangun daya tahan anak dalam menghadapi krisis baru atau situasi hidup lainnya. Daya lenting anak (child resilience) adalah kemauan dan kemampuan anak untuk mengatasi tantangan dan berkembang dengan cara yang sehat dan positif untuk terlepas dari kesulitan. Hal ini merupakan kemampuan yang memandu anak menjalani periode sulit dalam hidupnya. Pemulihan dan perkembangan anak-anak dalam situasi pandemi Covid-19 membutuhkan pendekatan permainan untuk memulihkan dan memperkuat fungsi otak. Kita tahu bahwa bermain berguna bagi perkembangan anak sekaligus sebagai media pemulihan. Oleh karena itu kita akan bermain dan bersenang senang dengan anak sekaligus bermain secara terstruktur untuk memfasilitasi proses pemulihan dan perkembangan anak. Melalui kegiatan dan permainan yang telah disusun secara baik, anakanak akan akan mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan diri untuk belajar dan berkembang. Bersamaan dengan berjalannya proses pemulihan psikososial bagi anak, masyarakat yang terlibat menjadi kader-kader

110

Catatan Penutup


penggerak perlindungan anak antara lain: SATGAS PPA Desa Wedomartani; Tim Pintar Desa Wukirsari Cangkringan; dan Jaringan Perlindungan Anak (JPA) Wukirsari Imogiri, yang bekerja sama dengan Yayasan SAMIN turut memanfaatkan teknologi daring untuk meningkatkan kapasitasnya dalam melakukan kerjakerja perlindungan anak di wilayah masing-masing. Pelatihan demi pelatihan dilakukan dalam keadaan terbatas, menggunakan aplikasi zoom dan aplikasi daring lainnya. Pelatihan pertama dimulai dengan Pelatihan Konseling Dasar bagi Masyarakat. Pelatihan ini ditujukan untuk kader kader di desa, karena merekalah yang sesungguhnya berhadapan langsung rengan realita yang dialami oleh anak-anak di lingkungannya. Setelah itu, Pelatihan Respon Kasus, atau paralegal bagi kader juga dilakukan, agar masyarakat memperoleh gambaran dan pengetahuan tentang langkah-langkah dalam merespon persoalan anak yang terjadi di desa. Yang terakhir adalah pelatihan Media Belajar. Yang terakhir ini dilakukan untuk kader dan anak, setelah melakukan kegiatan-kegiatan agar mereka dapat menuangkan pengetahuan dan pengalaman mereka ke dalam media Komunikasi, Informasi dan Edukasi menjadi sebuah kampanye baik tentang hak anak, khususnya dalam konteks isu yang relevan dengan wilayah tinggal mereka. Meskipun demikian apa yang telah dilakukan Yayasan SAMIN beserta anak dan seluruh pihak yang terlibat, baik kader kader perlindungan anak berbasis masyarakat, perangkat desa, dalam menjalankan kegiatan ini masih jauh ideal, namun lewat semangat dan senyum anak-anak kita dan semangat penggerak dari masyarakat, perbaikan dan pengembangan kreativitas dapat terus dilakukan.

Catatan Penutup

111


Catatan Pendamping Lapangan Arief Winarko Masa anak-anak, berarti pula masa tumbuh kembang seorang manusia, baik secara fisik, mental, sosial, maupun intelektual. Masa ini adalah masa yang menentukan kepribadian seseorang dalam menjalani kehidupan setelahnya. Di Yayasan SAMIN, kami berkomitmen untuk bekerja dalam isu perlindungan hak-hak anak, bersama dengan Program Peduli kemudian memberi pendalaman tentang makna dari pentingnya inklusi. Sementara, tidak jauh setelah tahun 2020 dimulai, situasi menjadi sangat berbeda karena pandemi. Dalam situasi ini, inklusi menjadi sangat relevan untuk segera diimplementasikan, khususnya dalam pemenuhan hak-hak anak. Kegiatan pemulihan psikososial kemudian dilaksanakan. Selama kurang lebih empat bulan, yaitu sejak awal pandemi mulai menghantam Yogyakarta dan mengubah banyak hal, kami (saya dan rekan Sri Sulandari) yang merupakan konsultan desa dalam program ini, menjadi penghubung antara apa yang digagas Yayasan SAMIN dengan kader masyarakat dan anak di tiga desa tersebut di atas. Pemulihan psikososial ini dilakukan dengan banyak keterbatasan, yang mana kegiatan-kegiatan implementatif dengan anak seharusnya dilakukan dengan interaksi langsung tatap muka beralih, hampir semua kegiatan dilakukan secara daring. Namun, disitulah tantangan untuk selalu bertumbuh dan berkembang.

Eksplorasi Metode dengan Keterbatasan Pemulihan psikososial yang dijalankan, mengacu pada modul yang dirancang oleh seorang konsultan di bidangnya. Namun berbeda dari sebelumnya, modul ini adalah acuan yang masih terus menerus kami eksplorasi. Begitu pula pelaksanaannya, dari

112

Catatan Penutup


satu tema menuju tema yang lain, modul terus menerus mengalami revisi berdasarkan pengalaman di lapangan dalam situasi pandemi yang baru pertama kali kita alami ini. Melalui media daring saya memahami situasi anak dalam masa pembelajaran jarak jauh berbenturan dengan keterbatasan ruang, waktu dan fasilitas yang tidak merata, hal ini berdampak pada banyak hal. Perubahan suasana, permasalahan pembelajaran karena terkendala oleh metode penyampaian materi sampai kendala teknis kuota internet maupun jangkauan sinyal provider telekomunikasi. Selain itu kesulitan orangtua dalam menggantikan peran guru untuk mendukung pembelajaran anak di rumah semakin menambah deretan permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak. Anak-anak merasa dirinya sedang dilatih kesabarannya, tidak emosional menghadapi perubahan yang terjadi selama pandemi, lebih disiplin untuk menjaga diri, menjaga kesehatan. Anak-anak juga sesungguhnya cukup bijak dalam memanfaatkan waktu selama pandemi untuk beraktivitas melalui media sosial. Problem sosial yang pada masa pandemi yang dihadapi oleh anak-anak dikumpulkan melalui kuesioner singkat sebelum kegiatan pemulihan psikososial dilakukan. Beranjak dari data yang dikumpulkan, Yayasan SAMIN mulai meracik metode dibantu oleh penyusun modul Pemulihan Psikososial. Kami memulai kegiatan di setiap tema dengan bincangbincang melalui media online. Perbincangan diarahkan untuk tetap fokus pada tema yang sedang berlangsung, membicarakan keluarga, sekolah dan lingkungan selama pandemi. Setelah itu, kader-kader di masyarakat menjadi pilar pendampingan anak di lapangan. Memantau dan mendampingi anak di rumah untuk meluapkan apa yang mereka rasakan melalui media seni. Pemulihan psikososial di kala pandemi akhirnya diperlakukan sebagai ruang untuk berkeluh kesah anak-anak yang diluapkan melalui karya berupa gambar, tulisan dan video.

Catatan Penutup

113


Karya-karya anak inilah yang kemudian memperlihatkan bahwa anak-anak adalah makhluk yang tangguh, berada dalam situasi yang serba terbatas. Melalui gambar yang dibuat anakanak dapat dipahami bahwa mereka meski bosan di rumah, tidak bertemu dengan teman-teman yang biasa mereka temui di sekolah, menghadapi orangtua yang menjadi sulit karenanya, namun mereka masih memiliki harapan yang kuat. Harapan bahwa pandemi ini akan berakhir dan mereka dapat menjalani keceriaan yang sebelumnya mereka dapatkan.

Inklusi Sosial: Memahami Pentingnya Sinergitas Penguatan kapasitas kader-kader perlindungan anak berbasis masyarakat menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pemulihan psikososial yang berlangsung. Kader menjadi pendamping bagi anak, dan berperan untuk terlibat langsung dalam mendorong perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak. Pemulihan dalam kegiatan ini bukanlah pekerjaan mudah. Selama pandemi ini tantangan baru untuk bisa bekerja bersama masyarakat melalui respon pemulihan terutama bagi anak-anak. Dan ini menjadi komitmen untuk penguatan yang berfokus pada anak, pembelajaran kepada kader dan membangun partisipasi masyarakat untuk peduli kepada anak di dalam situasi pandemi. Upaya ini tidak lain sebagai proses tumbuh kembang anak agar anak-anak selama pandemi tetap mendapatkan perlindungan dan diberikan kebutuhan untuk kehidupan yang lebih baik. Karya ini bukan semata-mata masterpiece berkesenian. Proses berkarya hanya menjadi salah satu metode dalam manifestasi apresiasi. Hal ini menegaskan bahwa duduk bersama anak mendengarkan dan memahami apa yang sedang mereka alami dari sudut pandang anak adalah upaya fundamental dalam mendorong kepedulian terhadap anak. Selanjutnya, perlu komitmen bersama baik pemerintah, lembaga, dan lingkungan masyarakat untuk menjadi bagian dalam mendorong pemenuhan hak-hak anak.

114

Catatan Penutup



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.