6. Padiu
T
ersebutlah kisah seorang anak laki-laki yang hidup sebatang kara. Kedua orangtuanya sudah meninggal ketika ia belum menginjak dewasa. Padiu nama anak itu. Selain hidup miskin, ia mengidap penyakit yang tak kunjung dapat disembuhkan. Padiu benarbenar menjadi anak yang malang sepanjang hidupnya. Padiu merasa tersiksa luar biasa oleh penyakitnya. Setiap kali mau buang air besar, Ia selalu kesakitan. Rasa nyeri juga terasa ketika ia sedang duduk. Pada saat Padiu dewasa, terpikir olehnya untuk pergi merantau agar nasib bisa berubah menjadi lebih baik. Keinginan Padiu merantau begitu kuat. Ia segera meninggalkan kampung dan hanya berbekal baju yang melekat di tubuhnya serta mandau peninggalan orang tuanya. Siang dan malam ia berjalan sendiri. Sesekali berhenti sekedar melepas lelah. Harapan akan nasib yang lebih baik membuatnya tidak merasa letih. Setelah beberapa hari berjalan, Padiu tiba di sebuah kampung. Ia lalu membuat rumah sederhana di ujung jalan. Ia mulai membuat lesung. Itulah keahlian yang diwarisi dari bapaknya. Hampir setiap hari Ia disibukkan dengan pekerjaan ini. Pada suatu hari, saat ia sedang membuat Lesung, Jalung beserta rombongannya melintas. Mereka sebenarnya satu kampung dengan Padiu yang sama-sama sedang merantau. Rombongan Jalung berhenti. “Sedang membuat apa, Engkau?” tanya Jalung. “Lesung laran,” jawab Padui. ”Balangian (babi besar)?” tanya Jalung. “Bukan, lesung laran,” jawab Padui. Tampaknya Jalung tidak mendengar jawaban Padiu. Berkali-kali Jalung selalu berucap seperti itu. Lantaran kesal, Padiu kemudian menjawab seperti yang disampaikan Jalung. 128
Cerita Rakyat Dayak Kenyah Lepoq Jalan