partisipasi difabel desa dalam aktivitas perekonomian sleman
Temuan yang digambarkan dalam halaman ini merupakan hasil penelitian kolaborasi antara Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) dengan mahasiswa Deakin University Australia. Penelitian yang melibatkan 12 peneliti dengan beragam kemampuan dan latar belakang berlangsung selama 7 bulan, dari November 2017 sampai Mei 2018 di enam desa di Kecamatan Lendah Kulon Progo yaitu Bumirejo, Gulurejo, Ngentakrejo, Wahyuharjo, Jatirejo dan Sidorejo, serta dua desa di Sleman masing-masing di Kecamatan Mlati yaitu Sendangadi dan Kecamatan Berbah yaitu Sendangtirto.
Kulon Progo
bantul gunung kidul
Penelitian kolaborasi ini bertujuan untuk memahami pengalaman dan partisipasi perekonomian difabel desa dalam konteks program Rintisan Desa Inklusi (RINDI). Data kualitatif terkait jenis dan keberagaman penghidupan atau kegiatan yang menghasilkan pendapatan, pencukupan pemenuhan hidup, akses/ layanan/ jaring pengaman sosial, pinjaman usaha, faktor penunjang keberhasilan usaha, pengembangan keterampilan kerja maupun usaha dan alasan bekerja atau tidak bekerja dikumpulkan melalui: Ÿ Ÿ
Wawancara mendalam berdurasi 45-60 menit dengan 157 informan difabel berusia 20 – 65 tahun keatas (116 difabel dari enam desa di Kabupaten Kulon Progo dan 41 difabel dari dua desa di Kabupaten Sleman) Diskusi terfokus dengan kelompok perempuan difabel, lelaki difabel, dan kelompok tuli
Ragam Kerja Difabel dan Perolehan Keterampilan Kerja Temuan penelitian yang dilakukan di Kulon Progo maupun Sleman menunjukkan mayoritas difabel melakukan kerja yang beragam dan pilihan kerja berkarakter informal, contohnya buruh pabrik tahu, ternak kambing, ternak ayam, bengkel, pemulung sampah, pembuat kerupuk/peyek, pedagang, produsen sapu lidi, pemijat netra, pemilik warung makan, penjahit tas belanja, pegawai di rumah makan, pembatik, pengrajin meubel, penjual mainan, dan angkringan. Keterampilan kerja merupakan salah satu faktor penting terkait pilihan kerja dan keberlangsungan kerja difabel, terutama bagi difabel yang mendapatkan keterampilan sesuai dengan minat, kebutuhan dan kondisi fisik, baik dari Lembaga Sipil Masyarakat (LSM) maupun Balai Latihan Kerja, sekolah maupun kerabat, teman atau sosial, serta dengan cara otodidak coba-coba. Ketidakcocokan pelatihan yang didapat dengan minat atau keinginan merupakan alasan mengapa difabel yang telah terlatih tidak menggunakan keterampilan mereka. Alih-alih keterampilan yang diperoleh digunakan, mereka malah mengembangkan keterampilan kerja lainnya yang dapat digunakan untuk kerja yang saat ini mereka geluti.
SIAPA DAN APA YANG DIMAKSUD DENGAN DIFABEL? Definisi disabilitas sudah mengalami perubahan makna ketika sumber hambatan bergeser dari individu ke lingkungan. Disabilitas tidak lagi merupakan kerusakan fungsi tubuh (baik fisik, sensorik, psiko-sosial atau intelektual) yang membatasi partisipasi mereka dalam masyarakat, melainkan merupakan interaksi dengan hambatan lingkungan yang berdampak pada kualitas partisipasi individu dalam segala aspek kehidupan dan masyarakat. Hambatan lingkungan seperti hambatan akses sarana dan prasarana umum, hambatan sikap yang mengarah pada diskriminasi oleh anggota keluarga dan orang lain, dan hambatan komunikasi adalah faktor kunci yang dapat diubah. Istilah difabel yang digagas oleh Mansour Fakih (INSIST) dan Setya Adi Purwanta (Dria Manunggal) merupakan titik awal pembongkaran konstruksi sosial dan pemaknaan baru. Pemaknaan difabel ini mencerminkan sikap aktivis dan gerakan advokasi isu disabilitas di Yogyakarta dan Solo yang memposisikan perbedaan kemampuan (differently abled) dan peranan aktif difabel. Untuk mengambarkan keberagaman dan kompleksitas pengalaman disabilitas, tulisan ini menggunakan istilah difabel, disabilitas dan difabilitas.
Ragam kerja Melakukan 1 pekerjaan 52%
difabel kulon progo
bekerja dan tidak bekerja
Melakukan 2 pekerjaan 41 %
Melakukan lebih dari 2 pekerjaan 7%
76 % 67 % Bekerja
57 % 43 %
61 %
Melakukan 1 pekerjaan 43%
Tidak bekerja 39 % 33 %
24 %
difabel sleman
Kulon Progo
sleman
Melakukan 2 pekerjaan 52 %
Melakukan lebih dari 2 pekerjaan 5%
Alasan bekerja Rp Mampu mendapatkan bahan baku dan modal ekonomi
Keterampilan yang dimiliki sesuai dengan minat dan kesempatan kerja
Memiliki pengalaman kerja, jejaring dan pendapatan yang tetap
Merupakan tulang punggung keluarga
Ada dukungan keluarga
Menjadi nilai hidup yang dipegang
Kondisi kesehatan menunjang
faktor penunjang Keberhasilan dan kegagalan kerja dan usaha
Cuaca dan alam yang mendukung
Keberhasilan dan kegagalan kerja yang dialami oleh informan difabel tidak lepas dari faktor internal seperti motivasi yang kuat serta keterampilan yang dimiliki, ada atau tiadanya dukungan dari keluarga, penguasaan keterampilan maupun faktor lingkungan seperti perubahan kehidupan (menjadi disabilitas setelah kecelakaan), permodalan dan jaringan pemasaran. Mereka yang tergolong berhasil dalam bidang usahanya adalah mereka yang dapat bertahan dengan usaha yang telah digeluti, mampu mengembangkan usaha yang telah dilakukan sesuai dengan kondisi pasar, serta memiliki jalan keluar alternatif saat menghadapi kendala usaha maupun kerja.
Cuaca dan alam yang tidak mendukung
Aktif mencari pekerjaan alternatif Motivasi yang tinggi dalam bekerja Mampu membaca kebutuhan pasar
Tidak percaya diri Takut dicurangi Tidak ada motivasi bekerja
Ada dukungan positif dari keluarga
Tidak ada dukungan positif dari keluarga
Punya keterampilan kerja Pernah bekerja sebelumnya Sehat dalam bekerja Pengelolaan manajemen usaha yang baik Punya strategi marketing
Manajemen waktu tidak baik Keterampilan kerja terbatas Tidak terbiasa dengan teknologi Rentan sakit Kondisi ďŹ sik menurun Jualan sepi Persaingan pasar Media promosi yang kurang
Punya jaringan yang luas Modal terbatas Modal untuk kebutuhan sehari-hari Bahan baku mahal Harus menjaga anak dan ibu yang sakit
tidak bekerja Rp
gagal
Jaringan pemasaran terbatas
Tidak punya akses terhadap informasi kerja
Dihidupi oleh keluarga dan kerabat
Sudah pernah mencoba tapi tidak diteruskan lagi
Keberadaan informan tidak bekerja dilatari oleh kondisi seperti tiadanya akses informasi kesempatan kerja atau untuk mendapatkan informasi kerja yang diinginkan, tidak punya keterampilan atau akses terhadap pelatihan kerja yang diperlukan, serta terbatasnya atau lemahnya jaringan rekanan untuk mewujudkan usaha yang diinginkan. Kondisi ďŹ sik mendominasi alasan tidak bekerja, terutama informan yang gerakan dan mobilitasnya dibatasi oleh disabilitas. Mereka menyebutkan aktivitas ďŹ sik yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut melebihi kemampuan kondisi badan dan kesehatan.
Kapok kerja karena pernah ditipu dan tidak digaji
Belum memiliki keterampilan yang diinginkan
Keterbatasan mobilitas
Pernah gagal dan berhenti
Karena mengasuh anak
jaring pengaman sosial Pemenuhan kebutuhan hidup difabel di desa yang bekerja maupun tidak bekerja tidak terpisahkan dari jaring pengaman sosial. Jaring pengaman sosial yang tersedia berasal dari keluarga maupun pemerintah. Bagi difabel yang bekerja dengan pendapatan tidak tetap per bulan, mereka masih merasa cukup dalam pemenuhan kebutuhan hidup karena adanya dukungan keuangan maupun tempat tinggal dari orang tua dan kerabat. Bentuk jaring pengaman dari keluarga dan kerabat bisa juga berwujud bantuan makanan, ternak dan tawaran pekerjaan yang berkala. Sedangkan bantuan dari pemerintah berupa beras sejahtera, bantuan langsung tunai, jaminan kesehatan dan Pendidikan (seperti Program Keluarga Harapan, Jamkesus, dan Jamkesda).
modal usaha, pinjaman, dan penggunaannya Bagi difabel yang tinggal di daerah dengan lapangan dan kesempatan kerja yang sangat terbatas, modal uang atau pinjaman merupakan motor pelibatan difabel dalam perekonomian lokal. Pinjaman dalam konteks ini mencakup layanan keuangan dan penyediaan modal secara formal kepada orang yang berpenghasilan tetap maupun memiliki jaminan terbatas dan pengadaan modal secara informal melalui sistem kelompok, tanggung renteng maupun arisan. Informan mendapatkan modal usaha dari lembaga formal atau jaringan informal. Mereka tidak mengalami hambatan berarti dalam pinjaman modal usaha dan menggunakan sertifikat tanah dan bukti kepemilikan motor sebagai jaminan. Bahkan mereka yang telah dipercaya oleh pihak bank mendapatkan kemudahan akses pinjaman tahun berikutnya dan penambahan jumlah pinjaman.
Sumber pinjaman Formal
Rp
2 dari 10 informan di Sleman mengakses pinjaman Mayoritas informan difabel memiliki pengetahuan tentang finansial yang rendah. Kebanyakan informan tidak tahu pasti berapa penghasilan dan pengeluaran rumah tangga mereka. Lebih dari setengah informan bercerita bahwa keputusan terkait keuangan dan buku tabungan mereka dipegang oleh saudara atau anggota keluarga yang bukan difabel. Rendahnya pengetahuan dan kemampuan mengelola keuangan informan difabel berdampak pada guna dan manfaat pinjaman.
informal Lembaga Mikrokredit Desa (LKM Desa, KUD, Kelompok Desa, PKK, pinjaman dari PNPM, BPR)
Rp
4 dari 10 informan di Kulon Progo mengakses pinjaman
Bank BUMN (BRI, Mandiri, Credit Unions) Bank komersial (Adira Finance) BMT Koperasi Pabrik Mokase Ventura
Rp
Hutang saudara/orang tua/teman/tetangga Arisan kampung/RT/Yasinan PKK Hutang atasan
Terkait penggunaan pinjaman modal usaha, para informan menggunakan pinjaman untuk memperbaiki kondisi tempat tinggal, memasang listrik atau menambah atap rumah, membeli sepeda motor untuk bekerja atau pengiriman produk, membayar seragam dan biaya sekolah anak, pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dan menyumbang di desa.
Meskipun peran jejaring sosial dan kepercayaan terkait dengan penjaminan kredit dan pelunasan pinjaman belum tergali secara dalam lewat diskusi kelompok, tercatat bahwa beberapa informan yang tidak memiliki jaminan bisa mengakses pinjaman formal karena dijamin oleh anggota keluarga. Mereka yang tidak memenuhi persyaratan aset namun punya usaha kerja yang tetap mendapatkan pinjaman secara informal, seperti bergabung dengan kelompok arisan di desa mereka, menghadiri yasinan, meminjam dari keluarga/ saudara/ teman dan kepala desa dan Badan Amil Zakat. Melalui dukungan anggota keluarga, beberapa informan yang tidak memiliki aset sama sekali bahkan dapat mengakses pinjaman formal.
bentuk pinjaman
syarat dan jaminan pinjaman
KTP
Uang
syarat Salah satu temuan yang tidak terduga berhubungan dengan perawatan jejaring atau modal sosial melalui sumbangan pada komunitas. “Lebih baik saya tidak makan daripada tidak bisa nyumbang di desa,” kata seorang informan. Beberapa menambahkan bahwa mereka bekerja agar dapat menyumbang dan diterima oleh masyarakat. Bagian temuan ini jelas berdampak pada pendekatan inklusi disabilitas.
Kartu Keluarga
Pinjaman lunak untuk kelompok Buku Pemilik Kendaraan Bermotor
Hewan ternak
jaminan
penggunaan pinjaman Modal usaha (usaha dagang, ternak lele, kayu) Membeli motor dan mobil untuk kerja Membeli tanah dan buat rumah Pasang listrik dan membiayai kebutuhan sehari-hari
BPKB Sertifikat Tanah
alasan tidak mengakses pinjaman
Membayar uang sekolah
Sistem tanggung renteng
Takut tidak bisa mengem- Tidak punya pemasukan likan Tidak diizinkan keluarga
Punya aset
Untuk sumbangan sosial (pernikahan, orang sakit) Membeli pakan ternak
Belum pinjam sejak jadi difabel
Pendapatan cukup Tidak punya jaminan
Malu
Tidak mendapat informasi
tua dan masih bekerja Saat proses penelitian juga ditemukan adanya difabel lansia yang masih tetap bekerja. Aktivitas kerja yang mereka lakukan dilandaskan pada motivasi bahwa mereka tidak ingin berdiam di rumah saja, melainkan ingin terus bergerak dan melakukan aktivitas yang antara lain mengarit (mengambil rumput untuk ternak), beternak, dan memanjat pohon kelapa. Keterampilan kerja yang mereka miliki merupakan keterampilan turun-temurun yang diwarisi dari leluhur dan orang tua mereka dan telah dilakukan sejak dari kecil. Pekerjaan yang dilakukan oleh difabel lansia sangat berkaitan erat dengan ketersediaan sumber daya alam di sekitar mereka.
Pilihan kerja
modal sumber daya alam
perolehan keterampilan
Memanjat pohon kelapa
Milik sendiri
Warisan turun temurun
Ternak kambing dan sapi
Mengerjakan milik orang lain
Otodidak
alasan tetap bekerja Tidak mau tinggal diam Perubahan kondisi ďŹ sik
Mancangkul dan cari rumput
tak menghalangi keinginan bekerja
Menganyam bambu
Pemenuhan kebutuhan harian
Memijat
perempuan difabel Berbagai faktor mempengaruhi partisipasi mata pencaharian dan kegiatan ekonomi perempuan disabilitas. Dari diskusi terfokus dengan kelompok perempuan disabilitas, ditemukan bahwa mereka yang sebelumnya bekerja memilih untuk tidak bekerja setelah mengalami kecelakaan. Mereka merasa keterbatasan mobilitas dan kapasitas mereka untuk bekerja terhambat sejak menjadi disabilitas. Selain itu, beberapa dari mereka mengalami masalah kesehatan yang berhubungan dengan disabilitas tubuh seperti mudah lelah atau sering sakit. Menariknya, peranan gender juga berpengaruh pada partisipasi ekonomi. Perempuan disabilitas sebagai pencari na ah utama keluarga atau menghasilkan pendapatan yang lebih besar dibandingkan suami memutuskan untuk tidak aktif demi merawat anak atau orang tua yang sakit.
Berdasarkan Hukum Keluarga Indonesia, perempuan disabilitas yang berstatus janda dikategorikan sebagai Kepala Keluarga (KK). Perempuan disabilitas yang bekerja untuk menambah penghasilan suami atau pencari na ah utama keluarga dikategorikan sebagai Anggota Keluarga (bukan KK) karena nama mereka terdaftar di bawah suami atau orang tua dalam kartu keluarga. Dalam kasus di mana perempuan disabilitas bekerja untuk mendukung suami disabilitas yang tidak bekerja atau menganggur, perempuan tersebut tetap dianggap sebagai Anggota Keluarga (bukan KK).
Kepala keluarga
Ketika ditanyakan alasan terlibat kegiatan ekonomi atau bekerja, beberapa dari mereka berpandangan bahwa bekerja merupakan kewajiban mereka kepada keluarga.
Anggota keluarga
Perempuan single
“Selama saya masih bisa bekerja, saya akan bekerja" adalah prinsip yang dipegang oleh mereka yang tidak ingin menganggur. Beberapa menyebutkan senang bekerja, merasa berguna dan tidak membebani orang lain. Mereka yang tidak berpartisipasi dalam pekerjaan atau kegiatan yang menghasilkan pendapatan cenderung melakukan pekerjaan yang tidak dibayar di sekitar rumah, seperti pengasuhan anak, perawatan anggota keluarga yang sakit, bersih-bersih rumah dan memasak untuk anggota keluarga lainnya. Selain faktor disabilitas, kurangnya keterampilan dan terbatasnya modal awal, ketidakcocokan antara keterampilan dan peluang kerja menyebabkan mereka untuk tetap tinggal diam di rumah. Kegagalan sebelumnya dalam mempertahankan mata pencaharian dan melemahnya motivasi untuk mencoba lagi juga berdampak pada partisipasi perempuan disabilitas dalam kegiatan ekonomi.
0
10
20
30
Kulon Progo Kepala keluarga Bekerja Tidak bekerja
Anggota keluarga
Perempuan single 0
5
10
15
sleman
keterbatasan penelitian dan rekomendasi penelitian selanjutnya Untuk mengetahui dampak jejaring dan pinjaman terhadap kemajuan usaha, kesejahteraan hidup dan rumah tangga difabel, perlu dilakukan penelitian jangka panjang secara mendalam. Tiadanya data terkait situasi partisipasi ekonomi dan rumah tangga difabel menghambat analisa peranan dan partisipasi difabel dalam perekonomian lokal dan nasional.
40