Report Pembangunan Tanpa Mata

Page 1


Untuk informasi lebih lanjut silakan kontak: puspita.ik@backsilmove.org wirdan.ar@backsilmove.org Ditulis oleh: Puspita Insan Kamil Disunting oleh: Arif Fiyanto Tim Riset: Canny Lestari Vernon, Gerry Marta Gumilang, M. Singham Raja Lagatari, Nadia Ilma Nurwulanti, Rivera Ilham Firdaus, Wildan Angga Rahman. Terima kasih kepada: Wirdan Ardi Rukmana, Hadi Priyanto, Lentia Reno Fatih, Adrian Dwiputra. Terima kasih untuk reviewer: Wildan Abdurrahman, Andreas Suryanda Laksono. Diterbitkan Mei 2013 Oleh Backsilmove www.backsilmove.org

Gambar Halaman Depan Pepohonan dan Lingkungan di area Babakan Siliwangi, Bandung 2


Isi Bagian 1. Pengantar _________________________________________________ 4 2. Babakan Siliwangi di Tengah Laju Pembangunan ________________ 6 3. Dampak Ekologis Hilangnya Hutan Kota ________________________12 4. Kehidupan Budaya di Tengah Sempitnya Belantara _______________18 5. Bergerak Bersama Melindung Babakan Siliwangi _________________22 Referensi ____________________________________________________25 Apendiks 1—Peta Babakan Siliwangi _____________________________26 Apendiks 2—Hasil Olah Data Studi Persepsi Lingkungan Restoratif ____28 Apendiks 3—Hasil Olah Data Studi Informasi RTRW Bandung_________30

Gambar pepohonan di hutan kota Babakan Siliwangi, Bandung. 3


Pengantar Peradaban manusia berkembang pesat sejak manusia melakukan perjalanan. Dari menjadi makhluk nomaden, hingga akhirnya menetap setelah memilih tempat terbaik untuk membangun kehidupan serta kebudayaan yang melingkupinya. Namun peradaban manusia juga telah memasuki babak baru: manusia yang membangun hidupnya dengan menetap di kota besar kini merasa jenuh dan membutuhkan perjalanan untuk lepas dari lelah bekerja. Sebuah prediksi mengenai pasar konsumen mengatakan bahwa hingga tahun 2020 akan terus ada peningkatan signifikan pada industri jasa pariwisata (Deloitte Global Service Ltd., 2011). Peningkatan tersebut didukung dengan majunya perkembangan industri transportasi dan perbaikan infrastruktur. Prediksi tersebut nampaknya tidaklah berlebihan, karena memang terdapat peningkatan signifikan dalam jumlah kunjungan wisatawan mancanegara atau wisman. Badan Pusat Statistik Indonesia membukukan pada Januari-Desember 2012 terdapat 8.044.462 wisman datang ke Indonesia, meningkat sebesar 5,16% dari tahun 2011 (Badan Pusat Statistik, 2013). (Badan Pusat Statistik, 2013).

Tentunya kabar tersebut merupakan sebuah peluang bagi industri pariwisata untuk meningkatkan pundi-pundi pendapatan khususnya di kota-kota sarat budaya dan keindahan alam dalam beberapa tahun terakhir seperti Yogyakarta, Bali, dan tentunya yang terdekat dengan ibukota DKI Jakarta: Bandung. Pada 2012, terjadi jumlah kenaikan wisman dengan persentase kenaikan tertinggi di pintu masuk Bandara Husein Sastranegara, Bandung, sebesar 27,28 persen .

Gambar 1.1 Hutan Babakan Siliwangi yang masih dikunjungi warga Kota Bandung 4


Gambar 1.2 Pepohonan di Hutan babakan Siliwangi

Bandung merupakan kota dengan wilayah kurang lebih 17.000 hektar dengan letak geografis 6o 50’ 38” – 6o 58’ 50” Lintang Selatan dan 107o 33’ 34” – 107o 43’ 50” Bujur Timur (Pemerintah Kota Bandung, 2011). Bagi warga daerah ibukota Jakarta, kota Bandung merupakan salah satu pilihan tempat untuk menghabiskan akhir pekan. Bandung yang dijuluki Paris van Java dikenal dengan industri kreatif serta suhu rendah yang semakin membuat sejuk. Ada penawaran, maka ada permintaan. Permintaan akan penopang pariwisata oleh konsumen menyebabkan maraknya pembangunan hotel serta restoran baik dari tingkat kaki lima hingga bintang lima. Pembangunan fasilitas seperti hotel kini sudah mengancam kota Bandung sebagai tempat yang nyaman untuk ditinggali bagi warga Bandung sendiri. Dari sektor pariwisata yang memiliki kunci untuk melayani wisatawan dari luar daerah dengan sebaik-baiknya, kini warga Bandung sendirilah yang terancam kenyamanannya. Salah satu penopang ekologis Bandung terancam dialihfungsikan menjadi perhotelan. Penopang tersebut adalah hutan kota Babakan Siliwangi, hutan kota seluas 3,1 hektar yang termasuk sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik Kota Bandung.

Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung, RTH Publik merupakan sebuah area yang penggunaannya bersifat terbuka, dan merupakan tempat tumbuhnya tanaman (Pemerintah Kota Bandung, 2011). RTH Publik termasuk dalam kawasan lindung yang oleh pemerintah kota Bandung ditargetkan mencapai 20 hektar dari luas kota Bandung atau sekitar 3.400 hektar sampai akhir tahun 2031. Maka, kawasan Babakan Siliwangi tidak boleh diubah sama sekali atau dialihfungsikan untuk menjaga keseimbangan kota. Di tengah laju pembangunan berlabelkan “pariwisata” mampukah Babakan Siliwangi bertahan untuk menyediakan kesejahteraan penduduk asli Kota Bandung? Gerakan Backsilmove percaya hanya dengan gerakan nyata kita mampu melawan komersialisasi hak penduduk Kota Bandung. Laporan ini akan memuat pemaparan Babakan Siliwangi, rencana alihfungsi, kerugian ekologis, kehidupan budaya di tengah hutan Babakan Siliwangi, serta bagaimana upaya kita bersama untuk melindungi Babakan Siliwangi, sebagaimana Babakan Siliwangi telah melindungi Kota Bandung kita bersama.

5


Babakan Siliwangi di Tengah Laju Pembangunan Babakan Siliwangi sebagai hutan kota satu-satunya yang dimiliki kota Bandung adalah salah satu penyeimbangtatanan ekologis Kota Bandung. Terletak di Bandung Utara, Babakan Siliwangi adalah kawasan seluas 3,84 hektar yang dikategorikan sebagai Ruang Terbuka Hijau Publik. Dari total luas Kota Bandung seluas 17.000 hektar, Babakan Siliwangi hanyalah sekitar 0,02 % dari total wilayah Kota Bandung. Berdasarkan peraturan mengenai Penataan Ruang Indonesia, RTH sebuah kawasan harus mencapai 30 % dari total wilayah kota, yang terdiri dari RTH Publik dan RTH Privat (Pemerintah Republik Indonesia, 2007). Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung sendiri, RTH Publik dalam Kota Bandung seharusnya mencapai 20 % atau sekitar 3.400 hektar (Pemerintah Kota Bandung, 2011). Namun total tersebut tidak hanya berisi hutan kota, bisa juga merupakan area sempadan sungai, taman, Tempat Pemakaman Umum, atau kawasan konservasi. Tetapi jika area Babakan Siliwangi berkurang lagi, maka Kota Bandung akan kehilangan hutan kotanya yang menyumbang persentase RTH Publik. Masyarakat akan kehilangan haknya untuk tinggal di kota yang sehat dan nyaman bagi mereka, juga bagi generasi penerus mereka. 6

Hutan Kota Babakan Siliwangi Babakan Siliwangi telah dinobatkan menjadi hutan kota pertama yang disahkan dalam Tunza Indonesia, sebuah konferensi anak dan pemuda oleh United Nations Environment Program (UNEP) pada 27 September 2011 (Suwarni & Dipa, 2011). Penobatan tersebut tidak berlebihan mengingat Babakan Siliwangi adalah satu-satunya hutan kota terakhir yang dimiliki Bandung dan memenuhi semua klasifikasi hutan kota menurut perundang-undangan Indonesia. Untuk menjadi sebuah hutan kota, areal tersebut minimal harus seluas o,25 hektar. Definisi hutan kota sendiri di Indonesia adalah: “Suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.� (Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, 2009) Jika mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung yang dibuat oleh pejabat berwenang dalam Pasal 46 ayat 6, Babakan Siliwangi jelas merupakan Ruang Terbuka Hijau Hutan Kota seluas 3,1 hektar (Pemerintah Kota Bandung, 2011). Seperti telah dijelaskan sebelumnya, luas tersebut hanyalah sebesar 0,02 % dari luas total wilayah Kota Bandung. Sementara, hutan kota ideal yang dimiliki sebuah kota adalah seluas 10 % dari wilayah perkotaan (Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, 2009). Jika dihitung, seharusnya Kota Bandung memiliki hutan kota seluas 1.700 hektar!


Pada pasal 2 Undang-undang Peraturan Menteri Kehutanan nomor P-71 tahun 2009 mengenai Penyelenggaraan Hutan Kota, dijelaskan pada ayat 1 bahwa penyelenggaraan hutan kota bertujuan untuk kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya (Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, 2009). Hal tersebut sesuai dengan fungsi Babakan Siliwangi di Kota Bandung yang memiliki unsur lingkungan sebagai hutan, sosial sebagai tempat berkumpulnya masyarakat, serta budaya, karena terdapat sanggar seni dan pusat budaya di Babakan Siliwangi. Sementara dari perundangan yang sama pada Pasal 3, disebutkan bahwa fungsi hutan kota adalah untuk : a. memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika; b. meresapkan air; c. menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota; dan d. mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.

Selain hutan kota, Babakan Siliwangi juga dikategorikan menjadi sebuah Kawasan Strategis Kota (KSK) menurut RTRW Kota Bandung pada Pasal 60 ayat 4 huruf k (Pemerintah Kota Bandung, 2011). Dari lampiran RTRW tersebut, dapat diketahui mengenai peraturan terkait perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan Babakan Siliwangi sebagai KSK. Pemanfaatan Babakan Siliwangi sebagai RTH adalah sebagai hutan kota, laboratorium hidup, dan pemanfaatan infrastruktur. Untuk mengendalikan pemanfaatan tersebut, tertulis pula disinsentif bahwa di lokasi KSK Babakan Siliwangi poin pertama adalah tidak dikeluarkannya izin membangun dan poin kedua adalah menerapkan aturan yang ketat. Dalam tabel tahapan pembangunan, terdapat pula alokasi pendanaan yang disiapkan pemerintah untuk perencanaan sebesar Rp. 1.000.000.000, pemanfaatan sebesar Rp. 50.000.000.000, dan pengendalian pemanfaatan sebesar Rp. 50.000.000.000 untuk Babakan Siliwangi.

Gambar 2.1 Lampiran RTRW Kota Bandung

7


Jika sebuah kawasan telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Provinsi/Kabupaten/Kota, maka aturan hukum yang berlaku harus mengikuti hukum Penataan Ruang Republik Indonesia. Dalam UU RI No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Pasal 1 ayat 30 berbunyi: “Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.� (Pemerintah Republik Indonesia, 2007) Dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi Babakan Siliwangi sebagai KSK Bandung adalah wilayah yang seharusnya diprioritaskan oleh pemerintah kota untuk dilindungi, karena fungsinya menyangkut hajat hidup masyarakat Kota Bandung. KSK Babakan Siliwangi secara undang-undang diakui memiliki pengaruh yang penting baik dari segi berbagai aspek, khususnya adalah sosial, budaya dan juga lingkungan.

Babakan Siliwangi juga diidentifikasi Pemerintah Kota Bandung sendiri dalam RTRW Kota Bandung sebagai Ruang Terbuka Hijau yang bersifat Publik. Jika kembali merujuk pada Undang-undang Penataan Ruang Republik Indonesia, Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Pemerintah Republik Indonesia, 2007). Dalam penjelasannya, yang termasuk ke dalam RTH Publik adalah ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Termasuk di dalamnya adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Sementara yang termasuk ke dalam ruang terbuka hijau privat adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Dari kajian perundangan kembali ditarik kesimpulan bahwa Babakan Siliwangi adalah sebuah hutan kota yang merupakan KSK, sehingga harus diprioritaskan perlindungannya karena memiliki fungsi lingkungan, sosial dan budaya. Status Babakan Siliwangi sebagai RTH Publik juga berarti penggunaan Babakan Siliwangi diperuntukkan kepentingan masyarakat umum dan dikelola pemerintah kota, bukan komersialisasi swasta untuk mencari profit semata.

8


Babakan Siliwangi milik Masyarakat Bandung: Mutlak! Babakan Siliwangi merupakan sebuah hutan kota, yang merupakan hak masyarakat kota Bandung. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan RI no. P-71 tahun 2009, pasal 2 dapat dipahami bahwa hutan kota diperuntukkan untuk menekan mengurangi peningkatan suhu udara di perkotaan; menekan/ mengurangi pencemaran udara (kadar karbonmonoksida, ozon, karbondioksida, oksida nitrogen, belerang dan debu); mencegah terjadinya penurunan air tanah dan permukaan tanah; dan mencegah terjadinya banjir atau genangan, kekeringan, intrusi air laut, meningkatnya kandungan logam berat dalam air (Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, 2009). Sementara dari Pasal 16, dapat ditarik poin-poin seperti berikut. 1. Babakan Siliwangi termasuk dalam hutan kota dengan karakteristik Tipe kawasan pemukiman dengan karakter pepohonan yang berakar kuat, ranting tidak mudah patah, daun tidak mudah gugur, serta menghasilkan bunga/buah/biji yang bernilai ekonomis. 2. Hutan kota Tipe kawasan pemukiman dibangun untuk berfungsi sebagai penghasil oksigen, penyerap karbondioksida, peresap air, penahan angin, dan peredam kebisingan. 3. Isi dari hutan kota Tipe kawasan pemukiman sendiri berupa jenis komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan tanaman perdu dan rerumputan. Poin-poin tersebut merupakan fungsi hutan kota Tipe pemukiman yang memang diperuntukkan fungsinya demi kemaslahatan rakyat (Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, 2009).

Gambar 2.2 Keanekaragaman Babakan Siliwangi Data menyebutkan Babakan Siliwangi memiliki ratusan pohon yang terdiri dari 48 spesies, seperti pohon durian dan pohon Ki Hujan (Samanea saman) yang mampu menghasilkan 4.680 kilogram oksigen dan menyerap 5.400 kilogram karbon dioksida setiap harinya, menghemat Rp. 42,7 triliun rupiah setiap tahunnya (Suwarni & Dipa, 2011). Sementara studi terbaru dari Edriani (2013) menemukan bahwa terdapat total 1661 individu pohon dari 85 spesies dan 36 famili dengan tiga spesies pohon dengan jumlah terbanyak adalah Delonix regia (flamboyan), Homalanthus populneus (kareumbi), dan Cupressus sempervirens (cemara lilin). Fungsi-fungsi pohonpohon dari hutan kota tersebut seharusnya dijaga oleh pemerintah karena merupakan amanat dan hak dari rakyat Kota Bandung untuk tetap hidup sejahtera di tengah gempuran industri pariwisata. 9


Masyarakat Bandung memiliki hak-hak atas lingkungannya. Menurut Pemerintah Republik Indonesia dalam UU No. 26 tahun 2007 Penataan Ruang dalam pasal 60, setiap orang berhak untuk mengetahui rencana tata ruang, menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang, memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang, mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya, mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang, dan mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian. Sementara menurut pasal 65, penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat dengan partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, serta pengendalian pemanfaatan ruang. Sudah jelas bahwa masyarakat berhak dan juga memiliki kewajiban untuk mengambil peran serta terlibat dalam tata ruang kota Bandung, bukan hanya pemerintah kota.

10

Pada kenyataannya, Babakan Siliwangi sebagai salah satu elemen tata ruang kota Bandung telah mengalami perjalanan panjang hingga kini. Paparan dari Darmoyono (2004) merupakan salah satu paparan terlengkap mengenai perjalanan Babakan Siliwangi. Setelah bertransformasi dari kawasan Lebak Siliwangi dan pada tahun 1980-an, mulai dibangun restoran Babakan Siliwangi oleh Pemerintah Kota Bandung dan Sanggar Olah Seni dan Sanggar Mitra Seni oleh Departemen Kebudayaan Jawa Barat. Kemudian, ITB atau Institut Teknologi Bandung mulai membangun Sasana Budaya dan Olahraga (Sabuga) di kawasan Babakan Siliwangi. Luas tersisa pada saat itu adalah 3,84 hektar yang dibiarkan menjadi hutan kota. Kemudian karena Babakan Siliwangi dianggap tidak mendatangkan pemasukan bagi pemerintah kota, maka mulai direncanakan akan dibangun apartemen oleh investor pada 2001. Pada 2003, gerakan menentang pembangunan apartemen di kawasan tersebut mulai menyeruak. Berbagai peninjauan kembali dilakukan, salah satunya menghitung beban transportasi yang akan muncul setelah pembangunan apartemen. Pada saat artikel ditulis oleh Darmoyono (2004), ada 2000 kendaraan melintas di Jalan Siliwangi pada jam-jam sibuk. Kondisi tersebut sudah sangat menjadi beban, dan tidak mungkin ditambah lagi. Berbagai pertentangan di masyarakat akhirnya pada tahun 2004 walikota Bandung yang baru terpilih mengeluarkan pernyataan tertulis bahwa Babakan Siliwangi akan tetap diperuntukkan sebagai daerah hijau. Rangkaian kasus tersebut diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk lebih aktif lagi dalam partisipasi kontrol kebijakan pemerintah daerah.


Masyarakat memiliki hak untuk bersuara mengenai tata kelola lingkungannya. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) adalah sebuah instrument yang perlu dikenali oleh masyarakat untuk mendapat keadilan lingkungan dari pemerintah. Menurut UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup nomor 32 Tahun 2009, Amdal harus dibuat oleh siapapun yang akan membangun usaha dan/ atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup. Jika usaha yang akan dibuat akan mengubah bentuk lahan dan bentang alam, memiliki potensial untuk mencemari lingkungan hidup dan kemerosotan sumber daya alam, serta dapat mengganggu lingkungan alam, sosial, dan budaya, maka pihak yang akan membangun usaha tersebut wajib memiliki Amdal.

Masyarakat harus dilibatkan pula dalam pembuatan Amdal, dan hak tersebut dijamin oleh Undangundang. Masyarakt juga dapat mengajukan keberatan akan dokumen Amdal. Bila Amdal tidak terlengkapi, maka walikota wajib menolak permohonan izin lingkungan dari pengusaha terkait. Maka, masyarakat Bandung sebenarnya memiliki legitimasi akan lingkungan dan kotanya sendiri.

Gambar 2.3 Babakan Siliwangi, hutan kota milik masyarakat Bandung

11


Dampak Ekologis Hilangnya Hutan Kota Kurt Lewin, seorang ahli teori belajar manusia pernah membuat rumus dari perilaku manusia pada tahun 1951 yakni:

B = f (P,E) B adalah behavior atau tingkah laku dalam kelompok, P adalah person atau orang yang tergabung dalam kelompok, dan E adalah environment atau lingkungan tempat kelompok berada (Forsyth, 2010). Rumus tersebut memberikan penjelasan bagaimana tingkah laku kelompok atau individu dalam kelompok merupakan hasil interaksi dari karakteristik personal individu serta lingkungannya. Artinya, selamanya manusia tidak akan pernah bisa lepas dari kondisi pengaruh lingkungan. Berbagai budaya lahir dari inspirasi alam, bermacam nilai luhur lahir dari perenungan manusia dengan memperhatikan sekitarnya, dan beragam makna hidup dapat dicapai seorang individu dengan melihat lingkungannya. Bahkan, manusia mampu bertahan hidup karena beradaptasi dengan lingkungannya.

12

Lingkungan telah memberikan manusia kebutuhan dasar untuk bertahan hidup, seperti makanan, air, dan udara. Lingkungan memiliki keseimbangannya sendiri dan jika kita mengubah hanya sedikit bagian dari lingkungan tersebut, akan terdapat perubahan lain yang tidak kita inginkan dan dapat berbahaya bagi makhluk hidup (Bell, Greene, Fisher, & Baum, 2001).

Rusaknya Tata Ruang Kota Bandung tanpa Babakan Siliwangi Apakah benar Bandung semakin cantik ketika semua kotanya telah dibangun menjadi gedung hotel tinggi atau restoran? Berlyne’s Aesthetic adalah salah satu konsep ilmiah yang dapat mendefinisikan dari indikator apa saja sebuah lingkungan dapat dikatakan cantik. Merujuk pada Bell dkk. (2001), Berlyne’s Aesthetic mengajukan empat indikator bahwa satu tempat dapat diidentifikasikan sebagai lingkungan yang cantik, yakni: Complexity (kompleksitas), atau derajat keberagaman komponen-komponen yang terdapat dalam lingkungan tersebut, Novelty (kebaruan), atau derajat seberapa lingkungan tersebut memiliki hal yang baru bagi pengunjungnya, Incongruity (tidak kongruen), atau derajat ketidaksesuaian faktor lingkungan dan konteksnya, Surprisingness (mengejutkan), atau derajat bahwa sebuah tempat berbeda dari ekspektasi pengunjung sebelumnya.


Jika Bandung akan berubah menjadi kota pariwisata metropolitan dengan ratusan hotel dan restoran, derajat keberagaman dari lingkungan Bandung akan menjadi lebih rendah. Selain itu, karena pada umumnya hotel dan restoran seragam bahkan dengan kota besar asal para turis, maka derajat kebaruan Bandung akan menjadi rendah. Kemudian, faktor lingkungan dan konteks akan menjadi terlalu kongruen, menimbulkan rendahnya derajat perbedaan ekspektasi pengunjung dengan kondisi Bandung. Bandung akan lebih macet, berisik, dan berbahaya. Sejak itu pula, Bandung tidak akan lagi menjadi cantik. Para turis pun akan pindah mencari tempat lain yang baru.

Namun Babakan Siliwangi menyediakan seluruh derajat indikator “cantik� yang dibutuhkan kota Bandung untuk menjadi kota pariwisata. Babakan Siliwangi menyediakan keberagaman di tengah kota Bandung, tidak hanya alam namun juga budaya. Babakan Siliwangi juga menyediakan kebaruan bagi turis dari kota besar khususnya Jakarta dengan tempat Pamidangan Domba dan pusat budaya di tengah alam. Babakan Siliwangi juga tidak kongruen dengan sibuknya kota Bandung, menjadikannya tempat yang berbeda dengan ekspektasi wisatawan bahwa “tidak ada lagi hutan kota di kota Bandung�. Babakan Siliwangi adalah potensi terakhir milik kota Bandung untuk menambah cantik kota pariwisata ini.

Paparan sebelumnya diberikan dari sudut pandang wisatawan. Namun bagaimana dengan penduduk atau masyarakat kota Bandung? Apakah Babakan Siliwangi masih menjadi tempat yang menyenangkan dan memiliki fungsi signifikan bagi kota Bandung? Paparan Darmoyono (2004) menunjukkan bahwa terdapat berbagai dampak negatif jika Babakan Siliwangi diubah fungsinya dari hutan kota menjadi fungsi lain, misalnya apartemen. Selain kepadatan transportasi di Jalan Siliwangi yang tidak mungkin lagi mendapat beban tambahan, untuk kebutuhan apartemen atau tempat rekreasi buatan lain tentu membutuhkan eksplorasi air tanah yang akan mengganggu sistem air tanah Babakan Siliwangi. Ada pula limbah yang akan dihasilkan seperti limbah cair dan padat yang berdampak negatif bagi lingkungan sekitar.

Gambar 3.1 Pepohonan besar di hutan kota Babakan Siliwangi 13


Pada tahun 1995, Steven Kaplan membuat sebuah teori Psikologi Lingkungan terkemuka, bernama Attention Restoration Theory (ART). ART menggambarkan bagaimana manusia harus memberikan usaha lebih untuk fokus pada sebuah tugas atau kegiatan, namun lama kelamaan usaha tersebut akan menimbulkan kelelahan atau directed attention fatigue (Bell, Greene, Fisher, & Baum, 2001). Ketika dalam kondisi kelelahan tersebut, manusia membutuhkan sebuah tempat untuk “mengisi baterai�-nya kembali di tempat yang tidak menuntut usaha lebih dari manusia untuk fokus dan menikmati lingkungan. Menurut Kaplan, karakteristik yang sesuai untuk sebuah tempat yang restoratif tersebut adalah jauh dari keseharian, mampu memberikan pengalaman dalam ruang dan waktu, menarik dan melibatkan, dan kemampuan lingkungan untuk mendukung kegiatan yang diinginkan (1989, dalam Bell, Greene, Fisher, & Baum, 2001). Jika ditelaah, Babakan Siliwangi memiliki empat karakteristik tersebut. Babakan Siliwangi sangat berbeda dari lingkungan kantor tempat warga Bandung menghabiskan harinya, mampu memberikan pengalaman baru seperti Pamidangan Domba atau galeri seni, menarik dan melibatkan masyarakat untuk menjelajahi hutannya, serta kemampuan lingkungan untuk mendukung berbagai kegiatan seperti jogging, fotografi, musik, dan lainnya. Namun benarkah analisis tersebut sesuai dengan persepsi warga Bandung? Untuk mengetahui lebih lanjut, Backsilmove membuat sebuah penelitian deskriptif yang akan dipaparkan dalam penjelasan selanjutnya.

14

Studi Persepsi Lingkungan Restoratif Studi ini merupakan studi kuantitatif yang melibatkan 52 partisipan, dari Jakarta dan Bandung. Alat ukur yang digunakan dalam studi ini adalah adaptasi dari Perceived Restorativeness Scale (PRS) yang sudah terbukti valid dan reliabel dalam mengujikan persepsi masyarakat apakah sebuah tempat dikategorikan sebagai lingkungan yang restoratif atau tidak. PRS dikonstruksikan dan diujikan oleh Hartig, Korpela, Evans, dan Gärling (1996). Skala PRS yang digunakan kali ini terdiri dari 16 item yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia. Item-item tersebut adalah: 1. Babakan Siliwangi adalah tempat saya kabur dari keramaian kota Bandung. 2. Menghabiskan waktu di sini memberikan saya istirahat sejenak dari rutinitas sehari-hari saya. 3. Suasana di Babakan Siliwangi sangat menyenangkan. 4. Perhatian saya saat mengunjungi Babakan Siliwangi terbagi ke banyak hal yang menarik. 5. Saya ingin mengetahui Babakan Siliwangi lebih jauh lagi. 6. Saya ingin lebih mengeksplor area Babakan Siliwangi. 7. Saya ingin menghabiskan waktu lebih lama untuk memperhatikan sekitar saat di Babakan Siliwangi. 8. Terlalu banyak hal yang terjadi di Babakan Siliwangi. 9. Babakan Siliwangi adalah tempat yang membingungkan. 10. Ada hal-hal yang mengganggu saya di Babakan Siliwangi. 11. Suasana di Babakan Siliwangi sangat kacau. 12. Saya bisa melakukan hal yang saya suka di Babakan Siliwangi. 13. Saya memiliki perasaan bahwa saya memang seharusnya berada di Babakan Siliwangi. 14. Saya memiliki rasa kebersatuan dengan Babakan Siliwangi. 15. Berada di Babakan Siliwangi cocok dengan kepribadian saya. 16. Saya bisa menemukan cara untuk nyaman dengan diri saya sendiri saat berada di Babakan Siliwangi.


Item nomor 1 dan 2 mengujikan apakah Babakan Siliwangi termasuk dalam kategori tempat yang mampu menjauhkan warga dari hiruk pikuk perkotaan Bandung (being away). Kemudian item nomor 3 sampai 7 mengujikan apakah Babakan Siliwangi termasuk dalam kategori tempat yang mampu menarik perhatian pengunjung (fascination). Sementara itu item no.8 sampai 11 mengujikan koherensi dan dikoding terbalik, apakah Babakan Siliwangi tempat yang koheren dan mampu menyediakan ketenangan bagi pengunjungnya (coherence). Terakhir, item nomor 12 sampai 16 mengujikan apakah Babakan Siliwangi kompatibel untuk kegiatan warga (compatibility). Studi ini diikuti oleh 52 warga Bandung dan Jakarta dengan rata-rata usia 20,81 tahun (SD= 2.843). Kriteria partisipan studi ini adalah sudah pernah mengunjungi Babakan Siliwangi. Sebanyak 86.4 % partisipan adalah warga Bandung dan 15.4 % partisipan adalah warga Jakarta. Metode pengumpulan data secara online dengan Google Form. Untuk jenis kelamin, 63.5% adalah pria dan 36.5% adalah wanita. Hasil deskriptif dari studi ini adalah Untuk kategori being away, mean sebesar 4.425 dari total maksimum 6.00 (SD= 1.356). Untuk kategori fascination, mean sebesar 4.916 dari total maksimum 6.00 (SD= 1.113). Untuk kategori coherence, mean sebesar 3.98 dari total maksimum 6.00 (SD= 1.455). Untuk kategori compatibility, mean sebesar 4.412 dari total maksimum 6.00 (SD= 1.26). Rerata keseluruhan 4.43 dari 6.00, dengan SD= 1.296. Hasil uji reliabilitas mengunakan Cronbach Alpha menunjukkan alat ukur yang digunakan cukup reliable dengan hasil 0.718. Interpretasi Secara keseluruhan, partisipan memandang Babakan Siliwangi sebagai lingkungan yang restoratif bagi mereka (M= 4.43, SD= 1.296). Lingkungan yang restoratif atau mampu menyembuhkan kelelahan sehari -hari memiliki 4 kriteria yakni being away, fascinating, coherence, dan compatibility. Secara being away, Babakan Siliwangi cukup dipandang sebagai tempat yang mampu menjauhkan warga dari hiruk pikuk padatnya kota Bandung (M= 4.425, SD= 1.356). Temuan studi ini membuktikan bahwa Babakan Siliwangi menyediakan fungsi psikologis bagi tidak hanya warga Bandung, namun juga warga Jakarta yang pernah mengunjungi Babakan Siliwangi. Kemudian selanjutnya, secara fascination, Babakan Siliwangi dipandang sebagai tempat yang menarik bagi orang yang pernah mengunjunginya (M= 4.916, SD= 1.113). Mean yang didapat Babakan Siliwangi dalam kategori ini cukup besar, yang artinya sebenarnya pemerintah memiliki peluang untuk mempromosikan Babakan Siliwangi sebagai hutan kota Bandung yang alami. Hal tersebut terbukti menarik bagi warga Bandung dan Jakarta. Selanjutnya adalah dimensi coherence atau koherensi. Mean yang didapat Babakan Siliwangi dalam dimensi ini cukup kecil, yakni sekitar 3.98 (SD= 1.455). Artinya, bagi warga Babakan Siliwangi memiliki koherensi yang tidak begitu besar. Mungkin pandangan tersebut disebabkan letaknya yang berdempetan dengan Sabuga, restoran, atau jalan raya yang cukup padat. Perlu diperhatikan juga simpangan dari dimensi ini juga cukup besar yang artinya terdapat pendapat yang amat berbeda-beda dari setiap partisipan. Dimensi terakhir adalah compatibility atau kompatibilitas Babakan Siliwangi. Menurut peserta, Babakan Siliwangi cukup kompatibel (M= 4.412, SD= 1.26) yang artinya Babakan Siliwangi adalah sebuah tempat yang mampu memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang digemari oleh warga Bandung dan Jakarta. Hasil studi ini membuktikan bahwa meski pemerintah membuat klaim akan kerugian lahan Babakan Siliwangi yang tidak dialihfungsikan secara komersil, nyatanya Babakan Siliwangi masih sangat berfungsi bagi warga sekitar. 15


Dampak Psikologis Berkepanjangan yang Merugikan Rakyat Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan kondisi lingkungan menjadi terasa menekan kondisi psikologis manusia. Menurut Forsyth (2010), penyebab-penyebab tersebut adalah suhu yang tinggi, kebisingan, keberbahayaan tempat tersebut (misal rawan bencana). Berdasarkan bermacam studi yang sudah dilakukan, manusia akan tertekan jika berada di lingkungan yang bersuhu tinggi, bising, dan berbahaya bagi dirinya. Sementara itu, pemanasan global telah merangsang terjadinya berbagai hal pemicu stres lingkungan yang telah disebutkan sebelumnya. Pemanasan global telah menaikkan suhu bumi, pembangunan membuat suara bising, dan pemanasan global telah membuat berbagai daerah rawan bencana khususnya di negara tropis. Di Indonesia sendiri, pemerintah sudah menetapkan kriteria baku terjadinya pemanasan global jika merujuk pada UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan nomor 32 tahun 2009: Kenaikan temperatur Kenaikan air laut Badai dan/atau Kekeringan

Babakan Siliwangi sebagai hutan kota, jelas memiliki fungsi untuk mencegah kenaikan temperatur lingkungannya. Dalam jangka panjang, suhu yang tetap akan menjaga es abadi di kutub tidak mencair dan mencegah kenaikan air laut. Hal tersebut akan mencegah badai dan juga kekeringan di tempat rawan bencana.

16

Meurujuk pada Bell dkk. (2001), gangguan psikologis berkepanjangan yang akan ditimbulkan dari gangguan lingkungan termasuk hal-hal berikut ini; A. Noise (kebisingan) – kebisingan adalah suara-suara yang tidak diinginkan oleh individu dalam lingkungannya. Sumber-sumber kebisingan adalah transportasi, pekerjaan pembangunan, atau sumber lain yang suaranya tidak diinginkan. Efek dari kebisingan ini salah satunya adalah tingginya derajat kebisingan akan meningkatkan stres pada yang mendengarnya (e.g. Cohen, dkk. 1986). Kebisingan tinggi juga memicu atensi dan memori akan hal-hal negatif (Willner & Neiva, 1986). Sebuah studi juga menemukan bahwa kebisingan akan meningkatkan agresivitas terutama jika seseorang sedang merasa marah (Konecni, 1975). Padatnya lalu lintas Bandung yang akan terus meningkat seiring pembangunan akan menimbulkan derajat kebisingan yang melelahkan bagi warga Bandung. B. Overstimulation (terlalu banyak stimulus lingkungan) – kemacetan, tugas kantor, tugas kuliah, PR, beban hidup dan lainnya ditambah dengan gedung tinggi tanpa hijau pohon, akan menimbulkan kondisi yang disebut beban lingkungan atau environmental load. Kondisi tersebut dapat memunculkan tunnel vision pada manusia, yakni manusia memilih menghiraukan berbagai kondisi dan situasi lingkungan dan memilih satu saja stimulus untuk difokuskan. Fenomena tidak peduli dengan orang lain yang butuh pertolongan sementara diri sendiri sibuk dengan ponsel di tangan merupakan salah satu contoh tunnel vision. Jika Bandung akan menjadi kota yang terlalu padat, banyak stimulus seperti papan reklame serta pusat-pusat perbelanjaan atau pariwisata buatan, tingkat kepedulian masyarakatnya akan berkurang dan kriminalitas jelas dapat meningkat. C. Suhu – beberapa dampak psikologis akan timbul setelah ada peningkatan suhu. Sebuah studi berhasil membuktikan bahwa keinginan seseorang untuk menolong orang lain akan menurun saat suhu sedang meningkat di musim panas, dan meningkat di musim dingin (Cunningham, 1979). Pemanasan global merangsang kenaikan suhu yang dapat menyebabkan kerusakan beberapa tatanan masyarakat, maka kita harus bersama-sama menghentikan berbagai kegiatan yang berkontribusi terhadap peningkatan suhu.


Babakan Siliwangi memiliki kriteria-kriteria tersebut. Ada budaya lokal, tanaman tidak sejenis, material alamiah, memungkinkan anak banyak melakukan sesuatu, menstimulasi indera pendengaran, penglihatan, penciuman, dan perabaan, serta menginspirasi anak untuk bertanya mengenai berbagai hal. Dewasa ini, orang tua serta pembuat kebijakan sudah lupa mereka pernah menjadi anak-anak, sehingga fasilitas kota yang ada pun lebih ditujukan untuk populasi remaja hingga dewasa madya. Ini saatnya kembali memperhatikan anakanak dan haknya untuk tumbuh dan berkembang di lingkungan yang baik bagi perkembangan psikologisnya. Gambar 3.2 Anak-anak harus bermain di alam bebas Anak-anak merupakan korban lain yang cukup krusial jika Babakan Siliwangi akan dialihfungsikan. Di era teknologi canggih seperti ini, anakanak kehilangan hak mereka untuk bermain di alam bebas. Anak-anak tidak terlahir dengan memilih playstation atau telepon genggam sebagai alat permainan mereka – mereka dipaksa oleh lingkungannya untuk tidak bermain di alam, salah satunya karena ketidaktersediaan fasilitas tersebut. Pembangunan kota besar baik untuk perkantoran maupun pariwisata seperti hotel dan restoran telah mengambil alih lahan terbuka yang menjadi hak anak-anak sebagai area bermain. Lalu seperti apa lahan yang cocok menjadi tempat anak bermain di alam bebas? Menurut Rosenow dan Wirth (2010), kriteria lahan yang cocok untuk anak bermain di alam adalah: memiliki aset alamiah, misal budaya lokal, iklim, atau sejarah daerah, adanya tanaman-tanaman yang tidak sejenis, material alamiah, menyediakan kemungkinan yang banyak untuk anak melakukan sesuatu, menstimulasi semua indera, serta menginspirasi anak untuk bertanya dan menemukan jawabannya.

Bermain adalah cara anak mempelajari diri mereka sendiri serta dunia lewat pengalaman yang mereka buat sendiri (Elkind, 2009). Selain itu secara internasional, Konvensi Hak Anak PBB telah mengatur dalam Pasal 29 bahwa pendidikan anak harus diarahkan kepada kepribadian, bakat, mental, fisik, hak asasi manusia, sikap menghormati anak, tanggung jawab, dan menghormati lingkungan. Sementara pada Pasal 31, anak memiliki hak untuk beristirahat dan bersenang -senang dalam kegiatan yang layak untuk usia anak (Unicef, 2003). Tisna Sanjaya, seniman dari Bandung mengatakan akan jauh lebih baik jika kita mau bersama menjaga Babakan Siliwangi dan menjadikannya tempat bermain dan berwisata yang ramah, baik secara lingkungan maupun untuk semua kalangan usia. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan membangun tapak jalan yang rapi, seperti jembatan yang melintang saat ini di Babakan Siliwangi dan memasang informasi berbagai spesies tanaman yang ada di Babakan Siliwangi. Selain menjaga, kita juga dapat bersama-sama memfasilitasi anak cucu kita sebuah tempat pembelajaran yang ramah lingkungan. Oleh sebab itu, penting bagi para pemangku kebijakan untuk benar-benar memperhatikan kebutuhan masyarakatnya, dari kecil hingga tua, dan menjaga fungsi Babakan Siliwangi sebagai hutan kota sebagai fasilitas untuk semua kalangan usia – mewujudkan pembangunan yang benar-benar peduli masyarakat, bukan tanpa mata. 17


Kehidupan Budaya di Tengah Sempitnya Belantara “Kurasakan sejukmu saat ku gapai dirimu Terlintas di mataku keindahan yang takkan pernah mati Kupandangi begitu lama hijaumu takkan pernah memudar Akankah semuanya berhamparan dan takkan pernah berakhir? Takkan pernah mati? Ini hutanku, jangan kau curi hutanku! Ini hutanku, jangan kau bakar hutanku! Dapatkah kunikmati suara kicau burung bernyanyi Berharap ku terbawa dalam sejuk yang takkan pernah berakhir, takkan pernah mati Ini hutanku, jangan kau rusak hutanku! Ini rumahku, jangan kau ganggu hidupku!� – Negeri Lumut, Jenggala

18

Gambar 4.1 Tempat Adu Ketangkasan Domba di Babakan Siliwangi


Alam memberikan banyak inspirasi, setidaknya itulah prinsip yang dipegang oleh banyak seniman. Lirik lagu Jenggala dari penggiat musik asal Bandung, Negeri Lumut, adalah sajak yang menggambarkan bagaimana hutan adalah rumah bagi semua orang dan tidak seharusnya dialihfungsikan. Lagu tersebut dilantunkan pada salah satu acara yang diadakan oleh Backsilmove, yaitu Aprilmove di pelataran Sanggar Olah Seni Babakan Siliwangi. Babakan Siliwangi sendiri telah lama menjadi pusat budaya sejak didirikannya Sanggar Olah Seni pada tahun 1980-an oleh Pemerintah Kota Bandung (Darmoyono, 2004). Dalam bab ini, akan dibahas bagaimana Babakan Siliwangi telah bertumbuh menjadi pusat seni, adu ketangkasan domba, serta kegiatan kreatif anak muda.

Gambar 4.2 Sanggar Olah dan Mitra Seni Babakan Siliwangi

Kehidupan Seniman Babakan Siliwangi Babakan Siliwangi telah lama menjadi bagian dari seniman Kota Bandung. Tisna Sanjaya, seorang seniman dari Kota Bandung yang juga merupakan Dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung memaparkan bagaimana Babakan Siliwangi tidak hanya menyangga lingkungan hidup, namun juga kebudayaan dan menjadi tempat berkumpul masyarakat untuk menyampaikan pendapat baik mengenai lingkungan, budaya, sosial, dan politik (Sanjaya, 2013). Warga akan resah jika Babakan Siliwangi nantinya akan dialihfungsikan. Kini seniman sudah mulai melukis di jalanan dengan media seng untuk bersuara. Menurutnya, seni adalah sebuah bentuk protes terhadap lingkungan. Seniman punya sikap, dan jumlah seniman yang akan bersuara untuk Babakan Siliwangi akan terus bertambah. Sejak tahun 2003, isyu pengalihfungsian Babakan Siliwangi dimulai dengan rencana pembangunan apartemen. Saat itu, elemen masyarakat khususnya seniman menyuarakan dengan berbagai cara. Contohnya adalah almarhum Harry Rusli dengan musik serta Tisna Sanjaya sendiri dengan karya instalasi. Bandung sudah terlalu penuh, sudah terlalu banyak restoran dan pembangunan sebagai bentuk hegemoni terhadap kapital. Bandung membutuhkan filter, penyangga kota untuk berkebudayaan sembari menjaga lingkungan. Jika Babakan Siliwangi akan dibangun restoran, akan ada kebutuhan lahan parkir dan air yang disedot dalam jumlah banyak. Kultur Bandung adalah keseimbangan. Seni adalah keseimbangan. Keseimbangan diperlukan Kota Bandung dengan menyelaraskan pembangunan dan perlindungan ruang hijau. Pemerintah harus punya nyali untuk mempertahankan Babakan Siliwangi dari deru pariwisata yang membutakan.

19


Pamidangan Domba Jika kita melihat keseluruhan lingkungan Babakan Siliwangi, kita akan mendapati sebuah tempat seperti gelanggang. Tempat tersebut diberi tempat duduk bertingkat di sekelilingnya, mengelilingi padang rumput yang mungkin tidak terlalu besar. Tempat tersebutlah yang dulu secara rutin digunakan untuk adu ketangkasan atau pamidangan domba.

Seperti dipaparkan oleh Darmoyono (2004), sejak tahun 1960-an rutin diadakan seni ketangkasan domba oleh Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI) setiap minggu pertama awal bulan. Adu ketangkasan domba merupakan tradisi masyarakat Sunda yang seharusnya dipertahankan dan hak pengelolaannya harus dikembalikan pada warga (Sanjaya, 2013). Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, mengapa kesenian ini tidak dipromosikan oleh pemerintah, padahal keunikannya jelas memiliki nilai jual sembari melestarikan Babakan Siliwangi?

Gambar 4.4 Jembatan untuk menikmati Babakan Siliwangi

Gambar 4.3 Lukisan di Sanggar Olah dan Mitra Seni Babakan Siliwangi

20


Kegiatan kreatif anak muda Anak muda di Kota Bandung tidak ketinggalan sebagai salah satu peran yang mengisi kehidupan seni di hutan yang sudah semakin menyempit ini. Baksilmove merupakan salah satu penggagas acara kreatif untuk mengisi kehidupan seni di Babakan Siliwangi. Terakhir, gerakan Backsilmove telah menggelar acara bertitel Aprilmove pada tanggal 13 April 2013.

Berbagai penggiat seni, band, stand-up comedy dan komunitas-komunitas anak lainnya secara sukarela mengisi kegiatan di pelataran Sanggar Olah Seni Babakan Siliwangi. Tidak hanya berasal dari kota Bandung, namun juga dari Ibukota Jakarta. Bukan tidak mungkin jika suatu saat nanti Babakan Siliwangi akan kembali hidup sebagai pusat kegiatan masyarakat kota Bandung, asalkan semua lini masyarakat mau bergerak bersama.

Gambar 4.4 Kegiatan Anak Muda Aprilmove di Babakan Siliwangi 21


Bergerak Bersama Melindungi Babakan Siliwangi “It is not enough to understand the natural world; the point is to defend and preserve it.” – Edward Abbey “Tidak cukup hanya dengan memahami lingkungan alam saja; yang terpenting adalah melindungi dan melestarikannya.” – Edward Abbey Sudah menjadi tugas bersama untuk melindungi hutan kota terakhir di Bandung; Babakan Siliwangi. Tugas tersebut adalah tanggung jawab pemerintah serta masyarakat – dan dalam undangundang korporasi pun dikategorikan dalam label “masyarakat”. Masyarakat jelas memiliki hak-hak atas lingkungannya, yakni hak atas informasi yang benar dari pihak otoritas, hak untuk dilibatkan dalam pengaturan lingkungan, serta hak untuk bersuara atas nama lingkungannya. Hak atas informasi Tidak ada yang lebih kuat dari isi pasal 65 ayat 2 UU Perlindungan Hidup no. 32 Tahun 2009: “Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.” (Pemerintah Republik Indonesia, 2009).

22

Dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Bandung, hal tersebut dipertegas dengan pasal 117 hingga 122, yang menjelaskan bahwa Pemerintah Kota Bandung memiliki tanggung jawab untuk melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan pedoman bidang penataan ruang. Informasi adalah hak semua masyarakat, yang harus diberikan tanpa masyarakat harus aktif meminta. Namun benarkah pemerintah sudah melaksanakan fungsinya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tim Backsilmove mengadakan studi kuantitatif deskriptif untuk mencari tahu apakah benar warga Kota Bandung telah mendapatkan akses dan informasi dari pemerintah mengenai lingkungannya.

Studi Informasi RTRW Kota Bandung Terdapat 130 partisipan yang terlibat dalam studi ini, namun 9 partisipan tidak menjawab dengan lengkap sehingga data mereka harus dibuang. Dengan demikian, terdapat 121 data yang diolah secara statistik untuk mendapatkan kesimpulan apakah warga Bandung sudah mendapatkan akses informasi yang mudah akan Rencana Tata Ruang Wilayah kotanya sendiri. Seluruh sampel adalah warga Kota Bandung, dengan 33.9% adalah pria dan 54.5% wanita, sementara 11.6% tidak menyebutkan jenis kelamin mereka. Mayoritas partisipan adalah mahasiswa (50.4%) atau pelajar (30.6%). Sebagai populasi yang cukup tersentuh dengan berbagai lini media, seharusnya mereka dengan mudah mendapat akses informasi akan wilayah Kota Bandung. Ratarata usia partisipan adalah 21.56 tahun (SD= 8.591).


Kuesioner secara offline disebarkan secara langsung kepada warga dan terdiri dari 4 buah pertanyaan. Item nomor 1 berbunyi: “Apakah Anda tahu mengenai rencana perubahan tata ruang wilayah hutan kota Babakan Siliwangi?” Pertanyaan ini terkait dengan rencana diubahnya Babakan Siliwangi oleh salah satu perusahaan pengembang tempat rekreasi dan rencananya Babakan Siliwangi akan diubah menjadi restoran (Rahardjo, 2011). Hasilnya, sebesar 26.4% partisipan tahu bahwa Baksil akan dialihfungsikan. Sebesar 53.7% partisipan tahu Baksil akan diubah, tapi tidak tahu diubah jadi apa. Sebesar 19.8% partisipan tidak tahu Baksil akan diubah. Total, sebesar 73.6% partisipan tidak tahu Baksil akan diubah jadi apa, sebesar 9.9% partisipan tahu Baksil akan diubah menjadi restoran. Item nomor 2 berbunyi: “Dari mana Anda mengetahui rencana perubahan tata ruang wilayah Babakan Siliwangi?” Pertanyaan ini terkait dengan kewajiban pemerintah yang seharusnya menjadi sumber informasi akan rencana perubahan tata ruang Babakan Siliwangi.Hasilnya, Sebanyak 47.9% partisipan mengetahui dari berita di media massa, 16.5% mengetahui dari Kampanye LSM. Sebanyak 16% mengetahui dari sumber lain (teman), dan hanya 3.3% yang mengetahui dari sosialisasi pemerintah. Artinya, pemerintah belum menjalani kewajibannya secara optimal untuk menginformasikan masyarakat mengenai lingkungannya. Item nomor 3 berbunyi: “Dari skala 1-6, seberapa mudah selama ini Anda mendapatkan kemudahan akses informasi mengenai tata ruang wilayah dari Pemerintah Daerah Kota Bandung?” Hasilnya sebanyak 31.4% partisipan mengaku kesulitan mendapat informasi RTRW dari pemkot Bandung. Hanya sebesar 10.7% yang menganggap mudah. Tidak ada partisipan yang menganggap sangat mudah mendapat info RTRW dari pemerintah (0%). Item nomor 4 berbunyi: “Apakah Anda pernah dilibatkan dalam kegiatan pemerintah untuk menggalang opini, kritik, dan saran terkait perencanaan tata ruang kota Bandung?” Hasilnya mengejutkan, sebanyak 98.3% mengaku tidak pernah dilibatkan oleh pemerintah, dan menyalahi Undang-undang RTRW Kota Bandung. Artinya, pemerintah telah menyalahi Undang-undang informasi RTRW yang telah disusun sebelumnya. Temuan studi tersebut telah membuktikan bagaimana keadilan lingkungan masyarakat Kota Bandung tidak dipenuhi seutuhnya oleh lembaga otoritas. Padahal jelas disebutkan pula dalam Permenhut no. 71 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Hutan Kota Pasal 44, Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/ Kota harus mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan hutan kota.Peran serta masyarakat tersebut dapat dilakukan sejak penunjukan, pembangunan, penetapan, pengelolaan, pembinaan dan pengawasan. Kemudian, jika kita mengetahui kita memiliki hak yang tidak dipenuhi – akankah kita diam?

23


Gambar 5.1 Aksi bersuara untuk Babakan Siliwangi Kebebasan Bersuara Semua lini masyarakat, jelas memiliki hak untuk bersuara mengenai lingkungannya. Pasal 65 UU no. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup secara jelas memaparkan dalam ayat 1: Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Kemudian, pada ayat 3 disebutkan setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. Terakhir, dipertegas dengan Pasal 66 yang berbunyi: “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.� Kita bisa bergerak bersama untuk menolak komersialisasi lahan hutan kota terakhir kita di Kota Bandung: Babakan Siliwangi. Kita bisa menolak dengan berbagai cara kreatif, solutif, serta damai. Tujuannya jelas, menolak segala macam bentuk komersialisasi Babakan Siliwangi, tidak menjadikannya restoran atau hotel. Pemerintah harus memiliki blueprint yang jelas untuk meningkatkan RTH di masa mendatang dan mengajak masyarakat secara aktif mengelola Babakan Siliwangi sebagai pendukung Tata Ruang Wilayah Kota Bandung. 24

Pada dasarnya, menjamin kelestarian lingkungan yang berkelanjutan secara ekologis adalah penting karena hal tersebut mampu meningkatkan kesehatan dan fungsi psikologis warga untuk melakukan kegiatannya sehari-hari (Corral-Verdugo, 2010). Maka dari itu, diperlukan berbagai langkah gerakan bersama untuk melindungi Babakan Siliwangi demi keuntungan yang tidak terhitung secara moneter. Menetapkan Babakan Siliwangi sebagai lahan yang tidak bisa diubah lagi fungsi utamanya sebagai hutan kota adalah solusi, dan mencapai solusi tersebut adalah pekerjaan rumah kita bersama. Dimulai dari langkah kecil dengan aktif berkegiatan di Babakan Siliwangi, hingga mempertanyakan secara kritis semua kebijakan pemerintah Kota Bandung yang terkait di Babakan Siliwangi. Berkegiatan dan mengisi Babakan Siliwangi dengan acara positif seperti kesenian adalah langkah awal yang bisa dilakukan semua pihak untuk mempertahankan hutan kota terakhir Bandung ini. Babakan Siliwangi bukan lagi sekedar lahan sebesar 3,1 hektar – ia adalah penyangga nafas, keseimbangan kota, seni, budaya, kesehatan fisik dan jiwa warga Kota Bandung beserta anak cucunya. Jangan lagi ada deru pembangunan beratasnamakan pariwisata, yang sebenarnya tidak memiliki mata – hanya melihat fungsi moneter, tanpa melihat fungsi dari sudut pandang yang lain. Pemerintah harus punya nyali besar untuk menyelamatkan Babakan Siliwangi, melakukan restorasi Babakan Siliwangi menjadi hutan kota milik masyarakat Kota Bandung.


Referensi Badan Pusat Statistik. (2013, Februari 1). Perkembangan Pariwisata dan Transportasi Nasional. Berita Resmi Statistik. Badan Pusat Statistik. Bell, P. A., Greene, T., Fisher, J., & Baum, A. S. (2001). Environmental Psychology 5th ed. New York: HartcourtBrace, Inc. Corral-Verdugo, V. (2010). The Psychological Dimensions of Sustainability. In J. Valentin, & L. Gamez, Environmental Psychology New Developments (pp. 63-89). New York: Nova Science Publishers, Inc. Darmoyono, L. T. (2004). Kasus Babakan Siliwangi, Suatu Proses Pembelajaran Masyarakat. 1st International Seminar National Managing Conflict in Public Spaces Through Urban Design, 2004 (pp. 1-12). Bandung: ITB. Deloitte Global Service Ltd. (2011). Consumer 2020: Reading the signs. London: Deloitte. Edriani, A. C. (2013, Maret). Keanekaragaman Tumbuhan di Kawasan Babakan Siliwangi, Bandung, Jawa Barat. Bandung: Program Studi Biologi Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung. Elkind, D. (2009). Introduction. In CommunityPlaythings, The Wisdom of Play (p. 2). Community Playthings. Forsyth, D. R. (2010). Group Dynamics. Belmont: Cengage Learning. Hartig, T., Korpela, K., Evans, G. W., & Gärling, T. (1996). Validation of a measure of perceived environmental restorativeness. Göteborg Psychological Reports, 26(7), 1-64. Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. (2009, Desember 10). Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Pemerintah Kota Bandung. (2011). Peraturan Daerah Kota Bandung nomor: 18 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung tahun 2011-2031. Lembaran Daerah Kota Bandung. Bandung, Jawa Barat: Pemerintah Kota Bandung. Pemerintah Republik Indonesia. (2007, April 26). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-undang Republik Indonesia no. 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Rahardjo, D. P. (2011, September 27). Restoran Tetap Dibangun di Hutan Kota. Retrieved Februari 26, 2013, from Kompas.com: regional.kompas.com/read/2011/09/27/14054832/ Restoran.Tetap.Dibangun.di.Hutan.Kota Rosenow, N., & Wirth, S. (2010). Outdoor Spaces. In CommunityPlaythings, The Wisdom of Nature (p. 2). Community Playthings. Sanjaya, T. (2013, Mei 19). (P. I. Kamil, Interviewer) Suwarni, Y. T., & Dipa, A. (2011, September 28). Bandung urban forest named RI’s first World City Forest. Retrieved April 16, 2013, from The Jakarta Post: http://www.thejakartapost.com/ news/2011/09/28/bandung-urban-forest-named-ri%E2%80%99s-first-world-city-forest.html Unicef. (2003). Pengertian Konvensi Hak Anak . Unicef.

25


Apendiks 1 PETA BABAKAN SILIWANGI

26


Keterangan Babakan Siliwangi diberi nomor 11. Peta diambil dari Lampiran Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung tahun 2011-2031 yang dipublikasikan bebas. 27


Apendiks 2 HASIL OLAH DATA STUDI PERSEPSI LINGKUNGAN RESTORATIF Descriptive Statistics N

Mini-

Ma

mum

xim

Mean

Std. Deviation

um 1. Babakan Siliwangi adalah tempat saya kabur dari keramaian kota Bandung.

52

1

6

4.29

1.348

2. Menghabiskan waktu di sini memberikan saya istirahat sejenak dari rutinitas

52

1

6

4.56

1.364

3. Suasana di Babakan Siliwangi sangat menyenangkan.

52

2

6

5.08

.926

4. Perhatian saya saat mengunjungi Babakan Siliwangi terbagi ke banyak hal

52

1

6

4.38

1.286

5. Saya ingin mengetahui Babakan Siliwangi lebih jauh lagi.

52

3

6

5.10

1.015

6. Saya ingin lebih mengeksplor area Babakan Siliwangi.

52

1

6

5.00

1.283

7. Saya ingin menghabiskan waktu lebih lama untuk memperhatikan sekitar

52

2

6

5.02

1.057

8. Terlalu banyak hal yang terjadi di Babakan Siliwangi.

52

1

6

2.75

1.341

9. Babakan Siliwangi adalah tempat yang membingungkan.

52

1

6

4.52

1.260

10. Ada hal-hal yang mengganggu saya di Babakan Siliwangi.

52

1

6

4.27

1.586

11. Suasana di Babakan Siliwangi sangat kacau.

52

1

6

4.38

1.635

12. Saya bisa melakukan hal yang saya suka di Babakan Siliwangi.

52

2

6

4.37

1.121

13. Saya memiliki perasaan bahwa saya memang seharusnya berada di Ba-

52

1

6

4.23

1.366

14. Saya memiliki rasa kebersatuan dengan Babakan Siliwangi.

52

1

6

4.25

1.341

15. Berada di Babakan Siliwangi cocok dengan kepribadian saya.

52

1

6

4.42

1.319

16. Saya bisa menemukan cara untuk nyaman dengan diri saya sendiri saat

52

2

6

4.79

1.177

sehari-hari saya.

yang menarik.

saat di Babakan Siliwangi.

bakan Siliwangi.

berada di Babakan Siliwangi. Valid N (listwise)

28

52


DATA DEMOGRAFIS PARTISIPAN STUDI PERSEPSI LINGKUNGAN RESTORATIF

One-Sample Statistics N

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

Usia Partisipan

52

20.81

2.843

.394

Jenis Kelamin Partisipan Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Pria

33

63.5

63.5

63.5

Wanita

19

36.5

36.5

100.0

Total

52

100.0

100.0

Tempat Tinggal Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Bandung Jakarta Total

44

84.6

84.6

84.6

8

15.4

15.4

100.0

52

100.0

100.0

29


Apendiks 3 HASIL OLAH DATA STUDI INFORMASI RTRW BANDUNG

Pengetahuan Tata Ruang Baksil Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

1

32

26.4

26.4

26.4

2

65

53.7

53.7

80.2

3

24

19.8

19.8

100.0

121

100.0

100.0

Total

Sumber Pengetahuan Frequency Valid

Valid Percent

Cumulative Percent

Berita Media Massa

58

47.9

47.9

47.9

Kampanye LSM

20

16.5

16.5

64.5

Lainnya

16

13.2

13.2

77.7

4

3.3

3.3

81.0

23

19.0

19.0

100.0

121

100.0

100.0

Sosialisasi Pemerintah Tidak tahu Total

30

Percent


Kemudahan Akses Informasi RTRW Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

1

18

14.9

14.9

14.9

2

38

31.4

31.4

46.3

3

35

28.9

28.9

75.2

4

17

14.0

14.0

89.3

5

13

10.7

10.7

100.0

121

100.0

100.0

Total Melibatkan Masyarakat Frequency Valid

Tidak Ya Total

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

119

98.3

98.3

98.3

2

1.7

1.7

100.0

121

100.0

100.0

31


Backsilmove adalah organisasi independen anak muda yang bergerak secara kreatif dan tanpa kekerasan untuk menjaga dan mempertahankan Babakan Siliwangi sebagai kawasan lindung Ruang Publik Terbuka Hijau (RPTH) dengan fungsi ekologis, sosial, dan budaya secara berkelanjutan.

www.backsilmove.org

32


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.