7 minute read
Alternatif Gelatin dari Ikan
Oleh Nur Aini Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Jenderal Soedirman
Gelatin merupakan hidrokoloid yang banyak digunakan di industri pangan karena memiliki sifat yang khas dan unik dengan aplikasi yang luas. Pada industri pangan, gelatin digunakan untuk meningkatkan elastisitas, penstabil, pengental, pengemulsi, pengikat, dan pembentuk film.
Advertisement
Selain di industri pangan, gelatin juga banyak digunakan dalam bidang farmasi dan kosmetika. Oleh karena itu, kebutuhan gelatin semakin meningkat, dan menurut Huang et al. (2019), kebutuhan gelatin tiap tahun mencapai 326.000 ton.
Gelatin merupakan protein yang berasal dari hidrolisis parsial kolagen dari kulit, tulang dan jaringan hewan, terutama mamalia. Glisin, prolin dan hidroksiprolin merupakan asam amino dominan yang ada di protein gelatin. Sampai saat ini masih ada kontroversi terkait kehalalan gelatin (Ahmed et al., 2020). Sumber utama gelatin adalah tulang dan kulit mamalia (terutama sapi dan babi). Menurut Gelatin Manufacturer‟s of Europe gelatin yang ada 80% berasal dari kulit babi, 15% dari kulit sapi dan sisanya (5%) berasal dari tulang sapi dan babi, unggas serta ikan (Shah & Yusof, 2014). Selain itu, harga gelatin sapi relatif lebih mahal
daripada gelatin dari babi, dan gelatin babi memiliki rentang kekuatan bloom lebih luas dibandingkan gelatin sapi. Hal ini tentu menjadi pertimbangan pemilihan gelatin sebagai ingridien di industri pangan. Sekarang, penggunaan gelatin sapi juga menjadi masalah dengan adanya penyakit Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) dan foot-and-mouth disease (FMD). Oleh karena itu, perlu alternatif pengganti gelatin dari mamalia sebagai ingridien pangan. Berbagai bahan alternatif pengganti gelatin dalam perannya sebagai ingridien pangan sesungguhnya telah lama dikembangkan, misalnya gelatin ikan, gelatin dari kulit unta, gelatin dari kulit ayam, berbagai jenis polisakarida dan campuran antara protein dan polisakarida yang dapat membentuk gel.
Berdasarkan proses pembuatannya, ada 2 jenis gelatin yaitu gelatin A dan B. Gelatin A diperoleh dengan cara ekstraksi menggunakan asam, sedangkan gelatin B diproduksi dengan proses ekstraksi menggunakan basa. Kedua jenis gelatin tersebut memiliki sifat fisikokimia berbeda, dan penggunaannya di industri juga
berbeda. Parameter fisik gelatin terpenting yang menjadi dasar dalam penggunaannya adalah derajat bloom dan viskositas. Berdasarkan derajat bloom-nya, kekuatan gelatin dikelompokkan menjadi kuat (>220300 g), sedang (>150-220 g) dan gelatin lemah (≤150 g). Kekuatan gel, viskositas dan suhu pelelehan merupakan sifat fungsional dan teknologi terpenting pada gelatin dan alternatif gelatin perlu dikembangkan agar memiliki sifat tersebut.
Gelatin ikan
Di antara berbagai alternatif pengganti gelatin, gelatin ikan berpotensi besar sebagai pengganti gelatin dari mamalia. Menurut Karim & Bhat (2009), gelatin ikan merupakan alternatif yang baik karena memiliki kesamaan sifat fungsional dengan gelatin dari mamalia. Gelatin ikan sebenarnya bukan merupakan hal yang baru karena sudah diproduksi sejak 1960 dengan proses ekstraksi menggunakan asam.
Berdasarkan manfaat bagi lingkungan dan ekonomi, pemanfaatan hasil samping pengolahan ikan untuk mendapatkan gelatin ikan juga menguntungkan bagi industri pengolahan ikan. Penelitian mengenai pembuatan gelatin ikan dari berbagai hasil samping pengolahan ikan juga telah banyak dilakukan, misalnya dari kulit, tulang, dan sisik ikan. Akan tetapi gelatin ikan ini memiliki beberapa masalah teknis, misalnya sifat reologi dan pembentukan gel lebih rendah dibandingkan gelatin mamalia. Keterbatasan gelatin ikan disebabkan kecilnya rendemen dan kadar asam amino glisin serta hidroksiprolin rendah. Glisin dan hidroksiprolin ini yang mendukung pembentukan gel pada gelatin. Untuk memperbaiki sifat pembentukan gel telah dilakukan proses modifikasi pada gelatin ikan sehingga dapat digunakan sebagai pengganti gelatin dari mamalia.
Modifikasi gelatin ikan
Cara paling sederhana untuk memperbaiki sifat gel gelatin ikan adalah penambahan elektrolit dan nonelektrolit pada gelatin ikan. Garam merupakan senyawa elektrolit yang umum digunakan karena akan memodifikasi ikatan elektrostatis dan membentuk jembatan garam. Jenis garam yang digunakan bervariasi seperti kalsium klorida, magnesium klorida dan natrium fosfat, yang dapat memperbaiki kekuatan gel dan titik leleh, serta efisiensi tertinggi terdapat pada natrium fosfat. Pengaruh garam terhadap sifat gel ditentukan oleh jenis garam, kondisi modifikasi dan komposisi asam amino pada gelatin. Garam natrium klorida dan magnesium klorida menurunkan sifat pembentukan gel dan suhu pelelehan gelatin ikan pada pH 5 dan 8. Senyawa nonelektrolit seperti gula, polisakarida, gliserol dan protein juga dapat digunakan untuk memodifikasi gelatin ikan guna mendapatkan sifat yang diinginkan. Penambahan gum gellan dan karagenan dapat memperbaiki karakter pembentukan gel pada gelatin ikan.
Metode crosslinking juga efektif dalam memperbaiki sifat fungsional gelatin ikan, di antaranya menggunakan fosfor. Bahan yang digunakan untuk fosforilasi yaitu fosfor-oksiklorida (POCl3), trisodium trimetafosfate (STMP), sodium tripolifosfat (STPP) dan fosfokinase. Masuknya gugus fosfat ke dalam rantai protein dapat meningkatkan ikatan hidrofobik di antara protein dan pada permukaan butiran minyak. Hal ini akan memperbaiki stabilitas emulsi pada gelatin ikan. Aldehid juga dapat berperan sebagai senyawa crosslinking dan pada rantai gelatin, hal tersebut dapat memperbaiki sifat termal, mekanis dan daya tahan pada ikatan kovalennya.
Penggunaan enzim dapat mengubah sifat fungsional gelatin ikan, dan enzim terbaik adalah microbialtransglutaminase (MTGase). Modifikasi menggunakan MTGase dapat memperbaiki sifat tekstural produk, seperti elastisitas, kohesi, adhesiveness pada suhu 60oC sehingga dihasilkan gel yang lebih kuat (Huang et al., 2019) Peningkatan konsentrasi transglutaminase dapat meningkatkan elastisitas dan kohesivitas gel.
Perlakuan mekanis seperti tekanan tinggi dan iradiasi juga dapat memperbaiki sifat gelatinisasi gelatin ikan. Pemberian tekanan 400 MPa selama 10 menit dapat memperbaiki distribusi berat molekul, viskositas dan kemampuan membentuk gel pada gelatin ikan. Modifikasi gelatin ikan juga bisa dilakukan menggunakan senyawa fenolik (asam kafeat, asam tannin,
asam galat dan rutin). Senyawa fenolik tersebut dapat meningkatkan aktivitas antioksidan dan sifat emulsi gelatin ikan.
Aplikasi gelatin ikan
Penggunaan biopolimer dan bahan aditif alami semakin meningkat dalam rangka menghasilkan edible film dengan sifat mekanik tinggi, sebagai barriers, antimikroba dan antioksidan untuk memperpanjang umur simpan produk (Huang et al., 2019). Gelatin ikan memiliki karakteristik yang baik sebagai pengganti gelatin, yaitu kemampuan membentuk film, menahan oksigen dan cahaya serta dapat memenuhi keinginan konsumen terkait kesehatan dan agama.
Untuk mendapatkan produk yang optimal, aplikasi gelatin ikan tersebut sesuai dengan sumbernya. Sebagai contoh, gelatin dari kulit ikan yang hidup pada air dingin hanya dapat membentuk gel pada suhu di bawah 8-10oC, tetapi tidak dapat membentuk gel pada suhu ruang. Gelatin tersebut tidak dapat diaplikasikan pada produk yang memerlukan derajat bloom tinggi atau pembentukan gel, akan tetapi dapat digunakan untuk mencegah sineresis. Gelatin tersebut dapat digunakan pada produk beku yang harus dikonsumsi cepat setelah defrosting.
Suhu pembentukan gel yang rendah pada gelatin dari ikan air dingin juga memberi karakter penting yaitu sebagai bahan pelapis (coating) yang sensitif terhadap cahaya. Gelatin dari ikan air dingin juga merupakan medium yang baik untuk mengendapkan emulsi yang dilakukan pada suhu rendah dibandingkan gelatin dari hewan mamalia atau ikan air panas.
Sebagai protein, gelatin ikan memiliki nilai kalori rendah dan sifat meleleh dalam mulut sehingga memiliki sifat sensori seperti lemak yang baik. Sifat ini menjadikan gelatin ikan tepat digunakan sebagai produk rendah lemak. Hal ini dapat menjadikan pertimbangan bagi produsen untuk menggunakan gelatin ikan menjadi produk yang dicari konsumen, misalnya keju oles rendah lemak dan yoghurt. Pada umumnya, produk-produk tersebut menggunakan gelatin kulit babi, sehingga gelatin ikan yang memiliki titik leleh rendah dapat digunakan sebagai penggantinya.
Suhu pembentukan gel yang rendah pada gelatin ikan juga memungkinkan aplikasinya pada produk kering (misalnya untuk mikrosenkapsulasi), dan pada kenyataannya gelatin dari kulit ikan banyak digunakan untuk
mikroenkapsulasi vitamin, pewarna dan flavoran. Penggunaan kapsul gelatin ikan lunak ini umum digunakan untuk zat-zat suplemen gizi.
Gelatin dari ikan air panas memiliki derajat bloom lebih tinggi, yaitu 200250 g dan titik leleh tinggi (25-27oC). Sifat gelatin dari ikan air panas ini mirip dengan gelatin sapi atau babi yang dapat diaplikasikan untuk produk pada suhu ruang. Gelatin ikan jenis ini memiliki pelepasan aroma yang lebih baik dan menawarkan rasa yang lebih kuat sehingga tepat diaplikasikan ke makanan penutup (dessert).
Meningkatnya kebutuhan gelatin membuka peluang untuk mengeksplorasi peluang untuk meningkatkan produksi gelatin. Beberapa modifikasi yang dilakukan pada gelatin ikan berhasil memperbaiki kelemahan gelatin ikan sehingga penggunaannya lebih fleksibel. Meskipun gelatin ikan tidak akan dapat sepenuhnya menggantikan gelatin mamalia, namun diharapkan suatu saat dapat menjadi produk khusus yang menawarkan sifat unik dan kompetitif bagi biopolimer lain.
Referensi:
Ahmed, M. A., Al-Kahtani, H. A., Jaswir, I., AbuTarboush,
H., & Ismail, E. A. (2020). Extraction and characterization of gelatin from camel skin (potential halal gelatin) and production of gelatin nanoparticles.
Saudi Journal of Biological Sciences, 27(6), 1596–1601. https://doi.org/10.1016/j.sjbs.2020.03.022 Huang, T., Tu, Z. cai, Shangguan, X., Sha, X., Wang,
H., Zhang, L., & Bansal, N. (2019). Fish gelatin modifications: A comprehensive review. Trends in
Food Science and Technology, 86(November 2017), 260–269. https://doi.org/10.1016/j.tifs.2019.02.048 Karim, A. A., & Bhat, R. (2009). Fish gelatin: properties, challenges, and prospects as an alternative to mammalian gelatins. Food Hydrocolloids, 23(3), 563–576. https://doi.org/10.1016/j.foodhyd.2008.07.002 Shah, H., & Yusof, F. (2014). Gelatin as an ingredient in food and pharmaceutical products: An islamic perspective. Advances in Environmental Biology, 8(3
SPEC. ISSUE), 774–780.