di puisi
2015
stensil kecil
R. Abdul Azis
di puisi sebuah stensil kecil dari R. Abdul Azis Bandung, 2015
Gambar sampul: Ika Pratiwi Y Tata letak: Ilham Miftahuddin Editor gratis : Fajar M Fitrah
(stensil kecil ini bebas disebarluaskan bagi siapapun yang menginginkannya)
saya hanya hendak berbagi kata-kata semoga berkenan
1
di doa
di doa tuhan tak terjepit di setiap saya mengeluh
R. Abdul Azis
2
di puisi di puisi diksi memilih saya untuk hidup sederhana dan berbagi kesederhanaan hakiki
di puisi
3
di rumah di rumah tak ada yang lebih tak berbahaya dari kedekatan ini melainkan rencana untuk saling tak saling pergi
R. Abdul Azis
4
di jendela di jendela siang hari gordin menghalau cahaya dari keluh bernama silau malam hari gordin memberi tanda bagi seseorang agar bertamu esok siang
di puisi
5
di lampu di lampu terang yang terjadi tak bisa menerangkan mengapa gelap datang seringkali di hati?
R. Abdul Azis
6
di dinding di dinding cicak berhenti bernyanyi jam bergantung dan berhitung: adik sudah remaja ibu pun kini tua aku memandangi masa lalu agak kusam di igura
di puisi
7
di jam di jam sesekali saya menjelang masa depan dari jarum yang senantiasa berputarputar dan seringkali mengingat masa lalu yang terlalu jauh padahal di jam nasib telah dititipkan dan seharusnya saya sadari untuk tak merugi
R. Abdul Azis
8
di rak buku di rak buku ada beberapa buku teori pula antologi puisi tapi sayangnya cuma fotokopi maaf saya tak mampu beli yang asli
di puisi
9
di lemari di lemari pintu kanan milik baju-celana saya dan yang kiri milik adik kami berbagi lemari sejak pertama dibeli kadang-kadang kami berbagi juga bajucelana sejak pertama ukuran badan kami sama
R. Abdul Azis
10
di laci di laci saya menyimpan beberapa surat dan map pribadi sementara kepribadian dan sepotong hati telah saya selipkan di antara diksi puisi
di puisi
11
di kursi di kursi saya belajar melamum sementara adik belajar memilih saluran tv yang cocok dan ibu belajar menunggu ayah pulang membawa uang
R. Abdul Azis
12
di tv di tv semua berusaha menghibur saya dengan kebosanan yang melulu begitu-begitu saja
di puisi
13
di dompet di dompet berlembar-lembar uang bukanlah kebahagiaan ayah!
R. Abdul Azis
14
di teras di teras saya menghadapi tembok tak mendapati halaman atau jalan-kendaraan pergi keluar adalah kemungkinan menambah kemacetan sedang tak ada yang disebut pulang hanya persoalan membuka pintu dan melihat info kemacetan di linimasa twitter di puisi
15
di loteng di loteng di antara sebelum dan sesudah saya mengangkat jemuran sebelum hujan sesudah terik matahari tak sudi lagi berkompromi saya memperhatikan cuaca di atas sana
R. Abdul Azis
16
di cermin
di cermin yang memandang wajahnya berkalikali, lupa memperhatikan siapa dirinya sendiri di depan musuh dan cintanya yang sejati
di puisi
17
di ranjang di ranjang lelah yang merebah di tubuh ayah dan ibu telah mengajarkan saya untuk menyederhanakan hidup
R. Abdul Azis
18
di bantal di bantal kepala menemukan tempatnya untuk mengistirahatkan beban yang selalu hidup dalam dunia pikiran
di puisi
19
di selimut di selimut adik membagi ketakutan dan cerita kesedihan dari bayang-bayang malam yang mencekam
R. Abdul Azis
20
di sarung di sarung saya kerap bersembunyi dari dingin angin dan pergi menepi ke suatu panggilan tuhan
di puisi
21
di dapur di dapur ibu merebus ubi yang diberi tuhan tadi pagi
R. Abdul Azis
22
di kompor di kompor sayur mentah itu mendadak berubah menjadi sop sementara ibu telah lama matang menjadi cinta
di puisi
23
di kamar mandi di kamar mandi dicari tubuh yang bersiap menghadapi segala keintiman dan kejujuran dirinya sendiri
R. Abdul Azis
24
di busa sabun di busa sabun saya kelak terperangkap dalam kehalusan dan keharuman lantas berubah menjadi gelembung udara yang hilang begitu saja
di puisi
25
di sikat gigi di sikat gigi terlampir seoles odol demi berbaris gigi yang kerap terancam sakit dan jorok oleh kuman dan teman
R. Abdul Azis
26
di lubang pintu di lubang pintu kunci menggantung rasa yang benar-benar aman sebuah keluarga padahal tidak!
di puisi
27
di lubang pintu lagi di lubang pintu lagi ditunggu para pengintip yang meluangkan hidupnya untuk sekadar penasaran pada masa depannya
R. Abdul Azis
28
di rak sepatu
di rak sepatu sepasang sepatu tak dapat membujuk pergi sedang kepergian tanpa sepatu adalah ketakutan yang mengerak
di puisi
29
di ventilasi di ventilasi di antara dinding dan langit-langit udara tanpa terduga telah menyumbat sepenuh ruang dan seisi paru-paru
R. Abdul Azis
30
di lantai di lantai telah dijaga kaki-kaki dari luka batu-batu dan warna tanah sementara debu dan sapu kerap bertengkar untuk hadir di antara kita
di puisi
31
di sapu di sapu debu-debu berpaling dan beberapa sampah menghindar dari ancaman penggusuran kebersihan
R. Abdul Azis
32
di tempat sampah di tempat sampah saya belajar terbuang dan saya biarkan seseorang tahu arti kecil dirinya sendiri
di puisi
33
di puisi lagi di puisi lagi di antara sebelum dan sesudah saya mengurung diri sebelum bosan melamun dan sesudah membuka hati bagi siapapun saya menyeimbangkan perasaan dan pikiran di sini
R. Abdul Azis
34
di doa lagi
di doa lagi tuhan tak mengeluh di setiap saya menjepit keluh
di puisi
R. Abdul Azis Tinggal di Bandung. Bergiat di ASAS UPI (Arena Studi Apresiasi Sastra) dan Keluarga Besar emPERAN. Beberapa karyanya pernah dimuat di media massa, antologi bersama dan media cyber. didukung oleh:
Sekber
Institute