Edisi 01 April 2013
Satu Papua N
Konferensi dan Lokakarya Nasional
NATIONAL PAPUA SOLIDARITY Wahid Institute, Jakarta, 22-23 Maret 2013
Viva Papua United Can Never Be Defeated!
PAS
DARI REDAKSI
DAFTAR ISI Viva Papua United Can Never Be Defeated!
2. Dari Redaksi 3. Dua Hari Berdiskusi 4. Papua Butuh Common Vision Isu strategis 5. Solidaritas di Jantung Indonesia Papua Untuk Kapitalis 6. Perusak Alam 7. Sejarah Papua 8. Bebaskan Tapol Napol Papua Pemerintah RI Pro Investasi 9. Kekerasan Perempuan Jurnalisme Damai 10. Pesan Solidaritas 11. Sepuluh Program 12. Struktur Napas 13. Profile Zely Ariane Kematian di Kwor 14. Salam Solidaritas
Terima Kasih
SOLIDARITAS
P
ada tanggal 22-23 Maret 2013, bertempat di Wahid Institute, Jakarta telah sukses dilangsungkan “Lokakarya Nasional: Membangun Solidaritas Kemanusiaan Menuju Papua Yang Damai, Bermartabat dan Berkeadilan.” Acara ini diorganisir oleh kepanitian yang menamakan dirinya National Papua Solidarity (NAPAS), sebuah lembaga solidaritas dari gerakan demokrasi di Indonesia untuk penyelesaian Papua dengan damai, adil dan manusiawi. Lokakarya ini mendapat dukungan dari sekitar 30 lembaga, organisasi, dan individu dari Indonesia dan Papua yang menginginkan sebuah organisasi solidaritas yang secara berkelanjutan merajut berbagai isu Papua yang berserak diberbagai lembaga dan organisasi. Hadir sebagai narasumber utama dalam lokakarya adalah individu dan lembaga yang memang menguasai secara mendalam bidang-bidang yang menjadi pembahasan dan isu utama di Papua. Dinamika diskusi selama lokakarya juga menjadi berimbang dengan kehadiran peserta Papua, baik yang datang dari Papua maupun yang berdomisili di Jawa-Bali. Dengan begitu perspektif Papua dan Indonesia saling bertemu dan memberi masukan yang bermanfaat bagi kedua belah pihak. Acara konferensi/lokakarya sengaja diadakan di Wahid Institute, karena presiden Abdurahman Wahid, adalah presiden yang memajukan pendekatan budaya dan kemanusiaan untuk menyelesaikan kasus Papua. Gus Dur pula yang dengan bijak mengganti nama Irian Jaya pemberian Orde Baru menjadi Papua. Ia bahkan memperbolehkan pengibaran bendera Bintang Kejora, simbol kultural papua, bersebelahan dengan bendera Merah-Putih. Lokakarya ini sebagai salah satu penghargaan dan upaya melanjutkan nilai-nila perjuangan Gus Dur untuk perdamaian Papua. Acara dibuka oleh Inayah Wahid, anak bungsu Gus Dur yang mengatakan bahwa “Wahid Institute akan terus mendukung upaya penyelesaian damai dan bermartabat bagi penyelesaian konflik di Papua.”. Secara simbolis, Sam Awom, ketua panitia memberikan foto Gus Dur berukuran poster dengan tulisan kapital “Gus Dur Guru Demokrasi Papua” kepada Inayah Wahid mewakili pihak keluarga dan Wahid Institute.
Satu Papua Pemimpin Redaksi Zely Ariane Sekretaris Redaksi Wilson Obrigados Anggota Redaksi Alves Fonataba, Sam Awom, April, Herman Katmo, Mutiara Ika, Hilmar Farid Pemasaran Heni Lani, Bernard Agapa Sirkulasi dan Distribusi Heni Lani 2 | NAPAS | 15 APRIL 2013
Alamat Redaksi Jalan Borobudur No 14 Menteng Jakarta Pusat 10320 Email sekretariat.napas@gmail.com BLog infonapas.blogspot.com
Viva Papua United Can Never Be Defeated!
DUA HARI BERDISKUSI Lokakarya Dua Hari Mencapai Tujuan
L
okakarya selama dua hari dirasakan telah berhasil mencapai tujuan, yaitu: 1. Membangun diskusi, dialog dan pemahaman yang lebih obyektif , tajam, dan menyeluruh atas isu-isu strategis Papua dikalangan masyarakat sipil Indonesia. Dari komposisi peserta, narasumber, diskusi dan proses acara menunjukan tujuan dari konferensi ini telah tercapai. Individu, intelektuil, rohaniawan, lembaga HAM, organisasi di akar rumput, organisasi politik progresif dari Papua dan Indonesia, selama dua hari duduk berdiskusi secara konstruktif untuk membangun strategi jalan damai dan adil untuk Papua dimasa kini dan masa depan. Persoalan Papua yang multi kompleks dan multi dimensi dibahas secara komprehensif dari berbagai perspektif agar terdapat pemahaman yang obyektif atas kondisi di Papua. 2. Membangun dialog dan kesepahaman dengan para pengambil kebijakan di pemerintahan dan dewan perwakilan. Lokakarya ini dihadiri oleh anggota DPR RI anggota kaukus Papua dan angggota Bappeda dari Papua. Juga dihadiri asosiasi lembaga ilmu pengetahuan negara yaitu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indo3 | NAPAS | 15 APRIL 2013
Dua peserta konferensi NAPAS berdiskusi | Dok NAPAS
nesia (LIPI). Program-program yang disepakati dalam konferensi akan menjadi program perjuangan yang akan disampaikan, didiskusikan, dilobi dan dituntut kepada pengambil kebijakan di eksekutif dan legislatif, baik di Indonesia maupun di Papua 3. Membangun sebuah jaringan atau wadah solidaritas dilingkungan gerakan masyarakat sipil untuk solusi damai dan demokratis bagi Papua secara berkelanjutan. Lokakarya telah menyepakati memberikan mandat kepada NAPAS untuk melakukan solidaritas dan berbagai agenda aksi untuk memperjuangkan perdamaian di Papua secara berkelanjutan dan permanen. Para pendukung dan peserta konferensi telah bersepakat merumuskan 10 program NAPAS; menyepakati struktur dan koordinator organisasi; dan menyepakati peran dan fungsi NAPAS. Ini merupakan peristiwa bersejarah, karena untuk pertama kali sebuah upaya serius dan berkelanjutan dilakukan untuk mendukung perdamaian di Papua dengan mendapat dukungan yang luas dari organisasi,lembaga dan individu yang sudah terlibat dan berperan dalam proses perdamaian Papua.
OPINI
Viva Papua United Can Never Be Defeated!
“ situasi di Papua begitu kompleks dan multi dimensi, sehingga sebuah organisasi solidaritas juga harus melihat seluruh aspek yang kompleks dan multi dimensional tersebut untuk menyelesaikan persoalan di Papua ” Adriana Elizabeth LIPI | Dok NAPAS
Papua Butuh Common Vision
A
cara lokakarya dibagi dalam dua sesi utama yang dilakukan dalam dua hari. Sesi Hari Pertama (22 Maret) adalah diskusi untuk mengupas tuntas seluruh aspek persoalan di Papua dengan mengundang narasumber ahli dibidangnya masing-masing. Sesi Hari Kedua (23 Maret) adalah diskusi pleno membentuk organsisasi solidaritas dan mengambil kesepakatan lokakarya. Sesi diskusi hari pertama dibagi dalam tiga diskusi pleno untuk memperdalam pemahaman kondisi di Papua dalam dimensi internasional, nasional, lokal dan sektoral. Semua pembahasan adalah problem-problem utama yang saling berkait di bumi Papua dan mengembangkan wacana strategi yang dapat diusulkan untuk program solidaritas kedepan. Dalam diskusi Pleno I hadir sebagai narasumber utama peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Adriana Elizabeth, salah seorang anggota tim penyusun “Roadmap Papua Damai” dan penggagas Jaringan Damai Papua. Adriana membahas tema “Papua Dalam Bingkai Indonesia”. Menurutnya situasi di Papua begitu kompleks dan multi dimensi, sehingga sebuah organisasi solidaritas juga 4 | NAPAS | 15 APRIL 2013
harus melihat seluruh aspek yang kompleks dan multi dimensional tersebut untuk menyelesaikan persoalan di Papua. Solusi Papua memerlukan sebuah Common Vision (visi bersama) mengenai apa dan bagaimana membangun Papua yang damai, sejahtera dan demokratis. LIPI sendiri memajukan pen dekatan ‘strategic foresight’ yaitu ‘negotiating the past, improving the present and securing the future’ (menegosiasikan masa lalu, meningkatkan masa sekarang dan menyelamatkan masa depan). Masih menurut Adriana, strategi ini dibutuhkan karena sebetulnya NKRI belumlah final ditinjau dari kompleksitas persoalan Papua.
Isu Strategis Indigenous People
P
embicara kedua di Pleno I adalah Haris Azhar, Koordinator Kontras dengan tema “Papua dalam Bingkai Internasional”. Menurut Haris, isu self detemination secara umum, dan secara khusus menyangkut Papua,
sangat sulit menjadi agenda pembicaraan utama dalam lembaga resmi PBB, multinasional, bilateral atau organisasi regional seperti ASEAN dll. Indonesia menjadi bagian dan terikat dalam berbagai kerjasama international tersebut. Karena itu dalam kerja kampanye/advokasi internasional, perlu dibentuk tim khusus yang berperan untuk bekerjasama dengan berbagai mitra yang ada dengan tujuan untuk melakukan kampanye ditingkatan PBB, ASEAN, Negara-negara G20, OKI dll. Untuk itu forum seperti sidang Komisi HAM PBB, kunjungan Special Reporter PBB, dan pembahasan isu masyarakat adat di PBB menjadi pintu masuk untuk memberi tekanan pada pemerintah Indonesia dalam isu Papua. Solidaritas juga perlu membangun komunikasi dengan negaranegara selatan seperti Brazil, Afrika Selatan, Korea Selatan, Argentina, Mesir, Mexico, Filipina karena pengalaman masa lampau mereka mengatasi persoalan-persoalan serupa dengan persoalan Papua. Untuk itu diperlukan tulisan-tulisan dan laporan singkat namun jelas memberikan gambaran mengenai situasi Papua (briefing paper).
OPINI
Viva Papua United Can Never Be Defeated!
“ forum seperti sidang Komisi HAM PBB, kunjungan Special Reporter PBB, dan pembahasan isu masyarakat adat di PBB menjadi pintu masuk untuk memberi tekanan pada pemerintah Indonesia dalam isu Papua “
Pemateri pada pleno pertama lokakarya NAPAS | Dok NAPAS
Solidaritas di Jantung Indonesia
P
embicara ketiga dalam Pleno I adalah Herman Katmo aktivis Gerakan Demokrasi Papua (Garda Papua) dengan tema “Papua dalam Perspektif Papua”. Menurut narasumber, akar persoalan Papua adalah pada proses awal sejak integrasi Papua kedalam Republik Indonesia. Telah terjadi pelanggaran hak politik bangsa Papua lewat New York Agreement dan the Act of Free Choice (PEPERA) yang pura-pura. Hasil dari perjanjian ini adalah sebuah ingatan penderitaan bagi rakyat Papua yang disebut sebagai “Memoria Passionis”. Akibatnya orang Papua tidak pernah merasa menjadi bagian dari NKRI. Kedamaian rakyat Papua semakin terganggu karena kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-hak sipil politik dan ekosob masih terus terjadi. Ruang demokrasi semakin tertutup, dengan meningkatnya upaya-upaya pembatasan terhadap kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat secara damai. Berbagai upaya telah dilakukan oleh para aktivis gerakan sipil di Papua untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut dan melakukan konsolidasi antar berbagai elemen gerakan rakyat, meskipun hal tersebut belum menunjukkan hasil yang maksimal. Sekarang ini, sudah saatnya dibangun sebuah solidaritas di jantung Indonesia (Jakarta) agar gerakan masyarakat di Papua tidak lagi bekerja sendirian dan mendapatkan solidaritas yang lebih luas untuk berjuang bersama dengan gerakan solidaritas di Indonesia dan internasional. 5 | NAPAS | 15 APRIL 2013
Haris Azhar KontraS | Dok NAPAS
Papua Untuk Kapitalis
P
leno II membahas isu-isu yang lebih sektoral untuk mendalami berbagai persoalan Papua yang kompleks tapi saling berkait satu sama lain. Menurut pembicara pertama, Andri Wijaya, Direktur Eksekutif Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) telah terjadi monopoli ruang dimana Papua dianggap sebagai ruang kosong dan tidak berpemilik sehingga dikapling-kapling. Papua telah dipetakan dan di blok untuk kepentingan kapitalis, bukan hanya di permukaan tanah tetapi juga di dalam atau di bawah permukaan tanah. Konsesi diberikan kepada perusahaan untuk melakukan eksplorasi yang meningkat menjadi eksploitasi sehingga mendatangkan keuntungan ke pemilik modal dan pasar, namun rakyat disekitar areal tambang tidak merasakan hasil ekstraksi tersebut. Negara dan modal telah membuat fungsi alam yang secara sosial melayani masyarakat untuk hidup telah dihilangkan. Di Papua, perampasan lahan untuk pengerukan bahan mentah sudah berada pada tahap yang brutal karena dilegalkan oleh banyaknya peraturan dan undang-undang yang bertujuan menaikkan prospek saham perusahan-perusahan besar di pasar saham.
OPINI
Viva Papua United Can Never Be Defeated!
Khalisah Khalid WALHI | Dok NAPAS
Andri Wijaya JATAM | Dok NAPAS
Koorporasi dan Pemerintah Aktor Perusak Alam Terbesar
S
ementara menurut Khalisah Khalid, Wakil Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), di Papua telah terjadi krisis eksploitasi sumberdaya alam di sektor hutan dan perkebunan dengan melegalkan adanya perubahan tata guna dan fungsi hutan. Aktor terbesar konflik Sumberdaya alam dan perusakan lingkungan adalah koorporasi dan aparat negara (pemerintah). Hasil kongres Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) awal Maret 2013 menyimpulkan bahwa MP3EI (Masterplan Percepatan Pertumbuhan bagi Pembangunan Ekonomi Indonesia) menjadi jalan untuk mengakumu6 | NAPAS | 15 APRIL 2013
lasi keuntungan kapital dan akan meningkatkan konflik agraria dan konflik sumber daya alam, yang melahirkan pelanggaran HAM. Dalam hal konsolidasi strategis isu ekonomi dan investasi merupakan ruang-ruang yang potensial. Menurut aktivis Dewan Adat Papua, John Warijo, berdaulat bagi masyarakat adat adalah sebuah kemerdekaan. Masyarakat adat Papua adalah orang asli Papua yang keturunan ras Melanesia dan mendiami tanah Papua sejak turun temurun, serta memiliki wilayah adat yang terdiri dari 250 lebih suku yang dibagi menjadi 7 wilayah adat. Sekarang sistem kepemimpinan adat sudah terkikis karena peru-
bahan zaman. Namun demikian, masyarakat adat berusaha mempertahankan apa yang menjadi hak miliknya sejak jaman nenek moyang. Masyarakat adat Papua dalam perjuangannya harus bekerja sama dan merangkul semua pihak yang dapat membantu perjuangan. Gubernur Barnabas Suebu pernah mengatakan Papua sebagai “ raksasa yang sedang tidur�. Namun menurut masyarakat adat, kalau raksasa yang sedang tidur itu dibangunkan secara paksa, maka raksasa itu akan kaget dan berontak seperti orang gila.
OPINI
Viva Papua United Can Never Be Defeated!
Sejarah Papua Membentuk Manusia Papua
D
alam pemaparan Sejarah dan Perlawanan Rakyat Papua, sejarawan Hilmar Farid dari Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI) mengangkat pemahaman sejarah terkait politik perlawanan. Apa yang mau dicapai dalam sebuah perlawanan sangat ditentukan oleh sejarah perlawanan itu sendiri. Perlawanan di Papua selama ini lebih banyak memberikan perhatian pada dimensi legal dan politik seperti menggugat PEPERA, UNTEA, dll, dengan tujuan untuk Merdeka. Perjuangan itu ternyata seringkali mengalami kebuntuan, karena itu diperlukan pemahaman sejarah yang lengkap untuk terus mencari strategi perlawanan. Sejarah Papua adalah sejarah yang membentuk manusia Papua hingga sekarang ini, sekaligus sejarah dalam melihat kekuatan-kekuatan yang dapat menjadi potensi perjuangan. Dalam konteks ini program NAPAS harus menjadi sarana untuk menyajikan atau menulis sejarah Papua yang beragam dan dapat menjadi legitimasi bagi perlawanan itu sendiri. Pemahaman sejarah juga penting untuk menyatukan identitas Papua yang sekarang masih terserak. Identitas Papua perlu dipertegas agar suatu saat jika terjadi referendum tidak lagi diperdebatkan tentang siapa saja yang berhak ikut dalam referendum. Solidaritas menjadi penting untuk perjuangan Papua. Tapi solidaritas bukan hanya berbasis belas kasihan tapi merupakan solidaritas yang berbasis kepentingan yang positif bagi Papua dan demokrasi. Indonesia tidak akan menjadi demokratis jika Papua masih tertindas. Tidak ada demokrasi di Indonesia tanpa ada pembebasan Papua.
7 | NAPAS | 15 APRIL 2013
Hilmar Farid ISSI | Dok NAPAS
“ Indonesia tidak akan menjadi demokratis jika Papua masih tertindas. Tidak ada demokrasi di Indonesia tanpa ada pembebasan Papua �
OPINI
Viva Papua United Can Never Be Defeated!
Bebaskan TAPOL NAPOL PAPUA
D
iskusi Pleno III dibuka dengan pemaparan Usman Hamid, aktivis Kontras dengan tema tahanan politik di Papua. Menurutnya, tidak ada landasan hukum sebetulnya untuk mempertahankan status tahanan politik, yang sebelumnya hanya ada dalam sejarah rejim otoriter Orde Baru. Pemberian amnesti ataupun pembebasan terhadap tahanan politik dijamin dalam Pasal 14 UUD 1945. Presiden Soekarno pernah memberikan pembebasan tahanan politik demi kesatuan bangsa dan kepentingan negara. Bahkan pemerintahan Orde Baru Soeharto pada tahun 1977 pernah memberikan pembebasan tapol untuk alasan pembangunan. Pemerintah pasca orde baru yakni Presiden Habibie, pernah memberikan pembebasan tapol Papua dan tapol Indonesia. Beberapa contoh diatas menunjukkan bahwa seharusnya tidak ada alasan bagi pemerintah SBY untuk tidak memberikan pembebasan bagi tapol yang mengekspresikan pandangan-pandangan politik mereka secara damai.
Usman Hamid Change.org | Dok NAPAS
Pemerintah RI Pro Investasi
P
embicara lain, Gunawan, direktur IHCS membahas kondisi sosial konomi di Papua. Papua yang kaya raya, dikategorikan rawan pangan oleh pemerintah, karena itu pertanian skala besar dianggap penting untuk mengatasi persoalan rawan pangan di Papua, Indonesia, dan dunia. Krisis ekonomi, krisis pangan, krisis lingkungan, dll membuat pemerintah Indonesia mengeluarkan regulasi-reguasi yang pro investasi. Akibatnya orang Papua dapat ditangkap karena menyuarakan hak-hak ekonominya yang dirampas atau diabaikan oleh negara dan investor. Hal ini dapat dilihat dalam kasus program MIFEE di Papua yang menganggap tanah adalah milik negara sehingga negara bebas memberikan ijin kepada para investor. Akibatnya masyarakat adat yang menjadi pemilik syah tersingkir dari tanahnya. Kedepan, menurutnya, isu-isu yang menyangkut sosial-ekonomi dan pemenuhan hak-hak dasar manusia dapat menjadi basis perlawanan penting di Papua.
Gunawan IHCS | Dok NAPAS
8 | NAPAS | 15 APRIL 2013
OPINI
Viva Papua United Can Never Be Defeated!
Kekekasan Terhadap Perempuan Papua
D
alam pemaparan tentang kondisi perempuan di Papua, Sylvana Yolanda (Komnas Perempuan) mengatakan bahwa kekerasan yang terus terjadi atas perempuan adalah persoalan utama di Papua. Kekerasan terjadi karena pendekatan keamanan yang diterapkan sejak awal Papua menjadi bagian dari NKRI melalui operasi militer, yang kemudian melahirkan tindak kekerasan, perkosaan dan intimidasi. Kekerasan juga terjadi akibat konflik sumber daya alam, konflik politik dan perebutan kekuasaan dari tingkat lokal sampai nasional. Sementara itu diskriminasi terhadap perempuan juga masih terjadi dalam adat dan budaya Papua. Dari tahun 2009–2010 muncul gagasan untuk pendokumentasian terhadap kekerasan yang dialami perempuan akibat militer dan kekerasan domestik. Pendokumentasian difasilitasi oleh Komnas HAM dan MRP. Dokumentasi ini dikeluarkan dalam bentuk laporan yang diberi judul “Stop Sudah!” Program ini bertujuan agar ada pertanggungjawaban dari negara terhadap kejahatan dan kekerasan yang terjadi, terutama terhadap para korban paling rentan yaitu perempuan dan anak-anak. Pendokumentasian juga bertujuan un-
Jurnalisme Damai dan Konflik Papua
P
embicara terakhir pada diskusi Pleno III adalah Fransiska Ria Susanti, wakil Pemimpin Redaksi koran Sinar Harapan dengan tema ”jurnalisme damai dan konflik Papua”. Menurut Santi, mayoritas media di Indonesia tidak memberitakan Papua secara obyektif, tapi masih menyampaikannya secara provokatif, diskriminatif bahkan rasis. Karena itu perlu membuat sebuah perubahan dan itu bisa dilakukan dengan mendengarkan informasi yang sebenarnya, bukan hanya dari sumber resmi pemerintah. Dalam konteks ini jurnalisme damai menjadi penting bagi isu Papua. Jurnalisme damai tidak hanya menghitung korban, memihak polisi-tentara-pemerintah, tetapi benarbenar menulis dan memberitakan apa yang dialami 9 | NAPAS | 15 APRIL 2013
Sylvana Yolanda Komnas Perempuan | Dok NAPAS
tuk penguatan kapasitas perempuan dan masyarakat ditingkat lokal. Beberapa hal harus dilakukan untuk menghentikan kekerasan seperti; 1) mengubah cara pandang dan perilaku terhadap persoalan Papua dan orang Papua; 2) Perlu menghapus stigma separatis, makar, subversif atas aktivitas warga Papua; 3) negara dan masyarakat perlu dialog yang tulus dan iklas layaknya sebuah para-para adat dalam tradisi Papua.
oleh rakyat tanpa melupakan sejarah dan latar belakang terjadinya. Sementara itu diluar informasi media mainstream generasi muda Papua sekarang semakin cerdas dalam memilih siapa (media apa) yang bisa mereka “manfaatkan”dan mana yang tidak. Kemajuan teknologi informasi menjadikan sumber berita dari berbagai penjuru dunia dapat diakses,belum lagi aktivitas sosial media yang tak dapat dicegah dan dikontrol. Jadi mustahil bagi negara untukmengontrol informasi didunia maya yang takberbatas ditengah jaman digital dan media sosial yang tanpa batas. Semua kemajuan teknologi informasi ini dapat menjadi alat yang menguntungkan bagi perjuangan rakyat Papua asal digunakan dengan tepat.
SOLIDARITAS
Viva Papua United Can Never Be Defeated!
PESAN SOLIDARITAS
Elice Higginbotham ETAN | Dok NAPAS
L
okakarya NAPAS juga mendapat pesan solidaritas dari beberapa organisasi solidaritas berbagai negara. Pesan solidaritas datang dari Ibu Carmel Budiarjo, pimpinan Tapol, sebuah organisasi HAM yang bedomisili di di London, Inggris dan sejak lama membela perjuangan HAM di Indonesia, Aceh, Timor Leste dan Papua. Menurut Ibu Carmel dalam sambutanya, selama beberapa dekade rakyat Papua telah melalui perjuangan yang sangat pahit dan sulit untuk memperjuangkan hak-hak dasar sebagai manusia dan untuk menentukan masa depannya. “Perjuangan rakyat Papua adalah perjuangan yang sendirian, kurang mendapat dukungan yang seharusnya mereka dapatkan dari organisasi solidaritas di Indonesia dan belahan dunia lainnya.” Karena itu ia sangat mendukung acara lokakrya NAPAS dan dalam penutup pesan dikatakan oleh Bu Carmel: “Papua membutuhkan solidaritas dari kalian. Percayalah, solidaritas akan membuat dunia menjadi berbeda untuk rakyat Papua.” Konferensi juga mendapatkan solidaritas dari Asian Federation Againsts Involuntary Disappearances (AFAD) yang berbasis di Manila, Filipina. AFAD beranggotakan organisasi HAM dari Nepal, Thailand, Srilanka, Banglades, Kashmir, India, Korea Selatan dan Timor Leste. Lembaga ini setiap tahun diundang oleh Komisi HAM PBB di Jenewa untuk melaporkan kasus penghilangan paksa di Asia. Dalam pesan solidaritas yang ditandatangi Ketua AFAD Mugiyanto dan Sekjen AFAD Mary Aileen D. Bacalso dikatakan bahwa di Papua dan 10 | NAPAS | 15 APRIL 2013
Indonesia penghilangan paksa dan kekerasan militer bukanlah masa lalu tetapi sesuatu yang masih dan terus terjadi hingga sekarang. AFAD menyatakan dukungan pada perjuangan rakyat Papua untuk keadilaan dan kemanusiaan dan menyatakan “Sangat terbuka untuk bekerjasama dengan NAPAS dalam perjuangan melawan penghilangan paksa di Papua dan untuk menciptakan perdamaiaan, kemanusiaan dan keadilan di Papua dan juga di Indonesia”. Lokakarya juga mendapat solidaritas yang ditandatangai oleh Celestino Gusmao Koordianator dari Timor Leste Solidarity fo Free Papua, yang berdomisili di Dili. Dalam pesan solidaritas dikatakan bahwa perjuangan bangsa Papua tidak jauh berbeda dengan perlawanan rakyat Timor Leste. Kepada para peserta konferensi diingatkan bahwa masalah Papua bukan hanya milik orang Papua, namun sebagai tugas dan amanat umat manusia diseluruh dunia atas nama “Solidaritas Internasional.” Dari Amerika Serikat acara lokakarya mendapat sambutan solidaritas dari John Miller, koordinator national ETAN (East Timor Action Network). Dalam sambutannya ETAN mengatakan bahwa pemerintah Amerika Serikat terkait dengan militer di Indonesia. Bantuan militer kepada Indoneisa diambil dari pajak rakyat Amerika Serikat. Karena itu ETAN akan menuntut kepada pemerintah AS agar tidak menggunakan pajak dari warga untuk mendukung militer yang melakukan kekerasan di Papua.
PROGRAM
Viva Papua United Can Never Be Defeated!
Sepuluh Program
K
esepakatan-kesepakatan lokakarya dilakukan dalam diskusi Pleno Hari Kedua pada tanggal 23 Maret yang dipimpin oleh Hilmar Farid, Direktur Eksekutif perkumpulan Praxis. Sebelum diambil kesepakatan dipaparkan pentingnya membangun organisasi solidaritas yang permanen dan berkelanjutan di Indonesia untuk memperjuangan kemanusiaann dan perdamaian di papua. Zely Ariane dan Sam Awom dari NAPAS menjelaskan tentang sejarah dan prinsip-prinsip organisasi solidaritas yang dibutuhkan dalam konteks perjuangan di Papua dan demokrasi di Indonesia. Juga menjadi narasumber aktivis ETAN Elice Higginbotham yang menjelaskan tentang pengalaman membangun organisasi solidaritas di Amerika Serikat. Menurut Zely dan Sam Awom, persoalan konflik Papua dan pemerintah pusat di Jakarta menunjukkan bahwa pengawalanatasberbagaikesepakatanuntukperdamaian, keadilan dan kesejahteraan menjadi penting.Pengawalan ini menjadi semakin mendesak ketika aktor-aktor utama yang terlibat dalam konflik menemui jalan buntu. Dalam konteks ini, peran dari masyarakat sipil Indonesia yang menghendaki perdamaian, keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat Papua sangat diperlukan. Penyatuan potensi seluruh kekuatan gerakan di dalam dan di luar Papua, dalam bentuk gerakan solidaritas akan memberikan tekanan kepada pemerintah untuk menciptakan kekuasaaan yang menghormati hak sipil politik maupun ekonomi, sosial, dan budaya rakyat Papua. Karena itu gerakan solidaritas merupakan kebutuhan mendesak bagi rakyat Papua saat ini agar perjuangan untuk kemanusiaan, demokrasi, dan kesejahteraan di Papua mendapatkan kekuatannya. Tujuan wadah solidaritas ini adalah sebagai pusat bagi pembangunan dan perluasan gerakan solidaritas di luar Papua, menjadi pusat penyebaran informasi dan komunikasi antar sesama aktivis gerakan masyarakat sipil, serta melakukan kampanye berkelanjutan terhadap seluruh persoalan kemanusiaan di Papua. Kerja-kerja solidaritas antar gerakan selama ini sudah terjalin, walau baru bersifat momentual dan kasuistik, sehingga semakin besar kebutuhan untuk pembangunan solidaritas yang lebih bersifat jangka panjang, sistematis dan strategis. Dalam Sidang Pleno lalu diputuskan beberapa hal 11 | NAPAS | 15 APRIL 2013
yang menyangkut program, struktur dan peran yang akan dijalankan NAPAS untuk membangun solidaritas bagi Papua.
KESEPAKATAN PROGRAM Para peserta lalu menyepakati 10 program yang mengikat seluruh pendukung NAPAS dan menjadi mandat yang harus dijalankan oleh pengurus NAPAS. Sepuluh program yang disepakati dalam konferensi adalah sbb: 1. Pelurusan sejarah melalui dialog-dialog demokratik dengan mendengarkan keragaman perspektif diluar kerangka sejarah dominan; 2. Pembangunan sumber daya manusia Papua yang berkualitas dan peningkatan kesejahteraan; 3. Perlindungan terhadap kebudayaan dan hakhak masyarakat adat berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan; 4. Perlindungan terhadap kekayaan alam dan masa depan ekologi Papua; 5. Jaminan akan hak demokratik rakyat Papua yang seluas-luasnya untuk berkumpul, berorganisasi, berekspresi, berideologi seperti yang dijamin oleh konstitusi; 6. Melakukan Advokasi atas praktek koorporasi swasta dan militer yang melegalkan perampasan tanah adat; 7. Pengadilan dan penghukuman terhadap semua pelaku pelanggaran HAM di Tanah Papua melalui berbagai mekanisme hukum nasional dan internasional; 8. Pembebasan Tahanan Politik atau Narapidana Politik di Papua tanpa syarat sebagai salah satu pondasi untuk membangun dialog dan kepercayaan rakyat Papua; 9. Pemenuhan hak-hak perempuan secara ekonomi dan politik agar bebas dari kekerasan dan kemiskinan di dalam dan di luar rumah. 10. Mendorong dan mewujudkan ekologi dan peradaban hidup yang baik untuk ketertiban dan perdamaian dunia.
STRUKTUR
Viva Papua United Can Never Be Defeated!
Struktur NAPAS
Zely Ariane Koordinator NAPAS Dok NAPAS
Konferensi Nasional
Zely Ariane Koordinator
Heni Lani Sekretariat
Advokasi Kampanye Alves Fonataba
12 | NAPAS | 15 APRIL 2013
Dokumentasi Riset dan informasi Mutiara Ika Pratiwi
Jaringan Wilson Obrigados
Dana Usaha Rosa Moiwend
PROFILE
Viva Papua United Can Never Be Defeated!
Saya Jatuh Cinta Pada Papua
Z
ely Ariane hanya aktivis politik biasa. Berjuang untuk perubahan Indonesia sejak menjadi aktivis mahasiswa. Berkenalan dengan persoalan di Papua setelah lebih dahulu memahami persoalan penindasan di Aceh. Zely juga orang Aceh, yang baru merasa bangga karenanya setelah tahu bahwa ada perlawanan akbar rakyat bertahun-tahun terhadap kekerasan Negara di Aceh Pertemuan dan wawancara dengan Filep Karma, kemudian berkunjung ke Papua, telah mengubah Pandangan politik Zely terhadap Papua “Saya jatuh cinta pada Papua”. Papua bagi Zely bukan lagi hanya soal demonstrasi di depan Istana, yang sudah dia lakukan sejak tahun 2006, menuntut keadilan bagi semua korban pelanggaran HAM, menolak kekerasan, penyingkiran penduduk asli, dan pemiskinan; atau pengibaran bendera bintang kejora dan polemik Papua merdeka, melainkan politik yang jauh lebih besar, kompleks, sekaligus indah, menyangkut martabat, keadilan sejarah, dan kemanusiaan rakyat Papua.
RESPON POLITIK
P
NAPAS: Kematian di Kwor, Bukti Otsus dan UP4B bukan solusi
ada 04 April 2013, NAPAS menggelar jumpa pers menindaklanjuti rilis yang dikeluarkan oleh Solidaritas Rakyat untuk Kemanusiaan terkait kematian sekitar 95 orang (mayoritas balita dan perempuan di lima kampung (di Jocjoker, Kosefo, Baddei, Sukuwes dan Krisnos) Distrik Kwor Kabupaten Tambrauw Papua Barat. Penyebab kematian dan sakit sementara diduga karena menderita gizi buruk atau busung lapar dan diserang jenis penyakit tertentu. Menurut laporan masyarakat setempat, sejak November 2012 – Februari 2013 jumlah yang sakit dan meninggal mencapai: 250 orang yang sakit dan meninggal 45 orang di Kampung Baddei; 210 orang sakit dan 15 orang meninggal di Kampung Jokjoker ada; 75 orang sakit dan 35 orang meninggal di Kampung Kosefo. NAPAS menyatakan protes keras atas bantahan pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan RI, bahwa tidak ada kelaparan di Papua dan jumlah korban tak sebesar yang dirilis oleh para aktivis. Pemerintah daerah Papua melalui Dinas Kesehatan Papua Barat juga mengatakan bahwa medan menuju kelima desa tersebut sangat sulit ditempuh dan membutuhkan kendaraan udara yang harus disewa dari perusahaan tambang sebesar Rp. 30 juta. Pernyataan tersebut adalah pernyataan klise sekaligus tak bertanggung jawab. Sekalipun jika yang men13 | NAPAS | 15 APRIL 2013
Mendengar keteguhan Filep Karma yang menolak meminta amnesti atau grasi pada Presiden Indonesia karena mengibarkan bendera; merasakan semangat berlawan rakyat yang terus berjuang untuk hidup dan kebebasannya di dalam situasi yang sangat sulit; menyaksikan keindahan dan kelimpahan alam yang dirampok oleh korporasi tanpa menyisakan masa depan bagi anak-anak Papua; mengurai kebelakang berbagai kebohongan sejarah Papua masa kini dalam manipulasi sejarah Indonesia secara keseluruhan; membuat Zely bertambah yakin masa depan Papua tak boleh lagi hanya ditentukan oleh elit di Jakarta. Papua adalah dangangan politik dan ekonomi Jakarta; Papua juga menjadi katalisator demokrasi Indonesia. Tanpa demokrasi di Papua, tak ada demokrasi di Indonesia, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, gerakan solidaritas harus dibangun dan bergerak dari Jakarta untuk mengelilingi Indonesia. Tanpa perubahan di pusat kekuasaan Jakarta, dan gerakan solidaritas nasional dan internasional untuk persoalan Papua, maka diplomasi di tingkat internasional tidak akan membawa perubahan di Papua.
inggal “hanya” 15 orang seperti klaim pemerintah, bila dibandingkan dengan seluruh penduduk Kwor yang tak lebih dari 2250 orang, maka jumlahnya mencapai 0,6%. Dan 0,6 persen dibanding keseluruhan penduduk Indonesia maka berjumlah sekitar 1,5 juta jiwa. NAPAS menyesalkan pemerintah lebih memilih membuat pernyataan yang sembrono ketimbang segera mengambil tindakan investigasi dan pengobatan. Dalam kesempatan yang sama NAPAS juga memprotes ketiadaan fasilitas kesehatan, tenaga medis dan obat-obatan yang memadai di sekitar pemukiman warga. Terdapat sebuah Puskesmas Bantu (Pustu) di Kwor, namun dalam keadaan kosong tanpa tenaga medis. Oleh karenanya warga yang sudah mulai mengalami sakit sejak November tidak dapat segera mengetahui apa penyakitnya. Mereka harus berjalan hingga 4 hari menuju Pustu terdekat di Distrik Sausapor. Oleh karena itulah NAPAS menggugat kebijakan Otonomi Khusus dan UP4B yang telah menelan dana trilyunan rupiah namun tak memberi perubahan berarti terhadap infrastruktur layanan kesehatan masyarakat. Hingga rilis dilakukan, koresponden NAPAS di Tambrauw masih terus melakukan pengumpulan foto, data baru dan video, untuk meneruskan advokasi persoalan Tambrauw yang bukan merupakan persoalan pertama di Papua, setelah sebelumnya di Kabupaten Dogiyai dan Yahukimo.*
PENUTUP
Viva Papua United Can Never Be Defeated!
SALAM SOLIDARITAS
D
emikianlah laporan final dari panitia “Lokakarya Nasional: Membangun Solidaritas Kemanusiaan Menuju Papua Yang Damai, Bermartabat dan Berkeadilan.� Kami ucapakan terimakasih secara khusus kepada Wahid Institute, terutama pada Alissa Wahid dan Inayah Wahid yang telah membantu fasilitas dan membuka acara lokakarya. Terimakasih juga kepada Suaedy Direktur Eksekutif Abdurahman Wahid Center karena mendukung persiapan acara ini. Terimakasih kami ucapakan kepada berbagai pihak yang telah memberikan sumbangan dana,tenaga dan pemikiran untuk mendukung acara ini. Terimaksih kepada para narasumber ahliyang telah membuat makalah,meluangkan waktu dan berbagi pemikiran tanpa harus dibayar. Terimakasih juga kami ucapkan kepada Kontras,yang telah memberikan sekretariat untukpanitia dan segala fasili-
tasnya.Kepada peserta dari Papua dan Indonesia dari berbagai kota di Jawa-Bali, terimakasih telah berpartisipasi dengan dukungan biaya sendiri,sebagai komitmen nyata untuk sebuah upaya perjuangan. Kepada seluruh panitia, kami ucapkan terimakaih karena dengan gigih dan penuh semangat menyiapkan acara konferensi ini. Terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan berbagai dukungan dalam berbagai bentukyang tak dapat kami sebutkan satu-bersatu semuanya.Obrigado untuksemuanya. Akhir kata, semoga lokakarya dan pembentukan NAPAS dapat terus dikawal oleh para pendukung NAPAS dan program yang disepakati dapat dilaksanakan oleh koordinator dan jajaran pengurus yang mendukung organisasi NAPAS. Semoga solidaritas ini menjadi langkah awal bagi perjuangan panjang menuju Papua yang damai, bermartabat dan berkeadilan.
Terima Kasih
K
onferensi Nasional NAPAS terselenggara berkat dukungan banyak organisasi dan individu terima kasih untuk dukungan dari: Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) | AMAN Papua Barat | Bersatu Untuk Kebenaran (BUK) | BELANTARA PAPUA | Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah - Papua Indonesia (AMPT PI) | CHANGE.org | Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) | Engage Media | Front Nasional Mahasiswa Papua (FNMP) | Forum Kerjasama (FOKER) LSM PAPUA | Forum Independen Mahasiswa (FIM) | Gerakan Rakyat Demokratik Papua (Garda Papua) | Solidaritas Nasional Mahasiswa Papua (SONAMAPA) | Komite Nasional Pemuda Papua (KNPP) | Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) | Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) | Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI) | Islamic Center for Democracy and Human Rights (ICDHR) | Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) | Jujur Bicara (JUBI) | Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) | Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) | Konsorsium Rakyat Jombang (KRJ) | Kongres Politik Organisasi- Perjuangan Rakyat Pekerja (KPO-PRP) | Papuan Voices | Partai Pembebasan Rakyat (PPR) | Perkumpulan AL-HARAKA | Perkumpulan Praxis | Perempuan Mahardika | Pusat Studi Advokasi dan Dokumentasi Masyarakat Adat (PUSAKA) | Persatuan Perjuangan Indonesia (PPI) | Pusat Perjuangan Mahasiswa Untuk Pembebasan Nasional (PEMBEBASAN) | POLITIK RAKYAT | Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) | Sekretariat Besama (SEKBER) Buruh | Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) | Voice of Human Rights (VHR) | INDIVIDU | Filep Karma | Haris Azhar | Pastor Nelles Tebay, Pr | Br.Budi Hernawan ,OFM | Usman Hamid | Pdt. Socratez
14 | NAPAS | 15 APRIL 2013
Viva Papua United Can Never Be Defeated!
15 | NAPAS | 15 APRIL 2013
Viva Papua United Can Never Be Defeated!
Aksi di depan Kedutaan Jerman 2012| Dok NAPAS
Tak ada demokrasi bila rakyat tak bebas berekpresi dan berideologi Bebaskan seluruh tahanan politik Papua tanpa syarat
16 | NAPAS | 15 APRIL 2013