90
Prisma Vol. 31, No. 1, 2012
pemimpin partai setelah mengalahkan kakak kandungnya sendiri, David Miliband.
Bukan JFK dan Bobby Sulit membayangkan bagaimana suasana kongres Partai Buruh Inggris pada Mei 2010 lalu, menjelang hasil pemungutan suara untuk kursi nomor satu diumumkan sebagai pengganti Gordon Brown. Ini momen ganjil sekaligus menakjubkan. Yang bertarung dua saudara kandung, David dan Ed Milliband, di antara lima kandidat yang bertanding untuk posisi puncak Partai Buruh. Ruangan kongres malam itu sempat senyap sejenak. Suara dihitung. Lalu sontak bergemuruh memberikan ucapan selamat kepada sang pemenang. Sang adik, Ed Milliband terpilih menduduki kursi kepemimpinan Partai Buruh Inggris (hal. 238). Ed dan David Milliband adalah generasi muda partai yang digadanggadang sebagai pemimpin masa depan untuk mengembalikan kejayaan Partai Buruh Inggris. Dalam berbagai hal, kita menemukan persamaan di antara keduanya. Besar dan tumbuh berkembang di tengah keluarga sosialis yang kental, keduanya sama-sama intelek, dan menempuh jalur pendidikan yang sama sejak kecil hingga dewasa. Ed mengikuti jejak sang kakak berkuliah PPE (Filsafat, Politik dan Ekonomi) di Universitas Oxford. Mereka sama-sama melanjutkan pendidikan ke program master. David ke Massachusets Institute of Technology (MIT) dan Ed ke London School of Economics (LSE), sebelum akhirnya mengikuti jejak sang kakak ke Cambridge-Massachusets sebagai fellow di Universitas Harvard (hal. 81). Mereka punya karier politik cemerlang, mulai dari menjadi penasihat partai, anggota parlemen, sampai duduk sebagai menteri dalam kabinet pemerintahan saat Partai Buruh berkuasa. Keduanya dekat dengan elite partai, dan dipandang mewakili dua generasi kepemimpinan Partai Buruh sebelumnya, Tony Blair dan Gordon Brown.
Malam penuh emosi itu telah berakhir. Tapi rivalitas antardua bersaudara itu mungkin akan kekal. Seperti kekhawatiran sang ibu, Marion Milliband, kehangatan di tengah keluarga Milliband tak akan kembali seperti dulu. Kisah kedua kakak beradik itu mungkin tak seindah kisah Robert Kennedy, yang menjadi sekutu terdekat kakaknya John Fitzgerald Kennedy, dalam pertarungan politik di Amerika Serikat. Saat berbicara masa depan dan kepemimpinan Partai Buruh, Ed memilih keluar dari bayang-bayang sang kakak. Dia menempuh jalan yang bagi kebanyakan orang terkesan ganjil dan beraroma pengkhianatan atas ikatan persaudaraan. Terlepas dari kesamaan di antara keduanya, David dan Ed Milliband sesungguhnya berbeda, baik watak personal maupun politik. Menurut Richard Kuper, yang merupakan sahabat ibu mereka di Asosiasi Yahudi untuk Keadilan Palestina, Ed tampak lebih pemalu, tidak egois dan lebih introspektif ketimbang David Milliband, yang kelak menjadi Menteri Luar Negeri Inggris pada era Tony Blair (hal. 16). Rivalitas keduanya bukan sekadar ambisi politik meraih kursi Perdana Menteri Inggris masa depan. Ada yang lebih fundamental: bahwa Partai Buruh Inggris akan menempuh jalur yang berbeda di tangan masing-masing dari mereka. Setidaknya, dalam pemahaman umum, Ed adalah seorang Brownian, sementara David seorang Blairite. Rivalitas keduanya adalah refleksi pertarungan ideologis tentang apa yang seharusnya menjadi ruh Partai Buruh Inggris. David mewakili generasi partai yang ingin mempertahankan visi New Labour yang dicanangkan Tony Blair. Ed mewakili visi tradisional Partai Buruh sebagai partai sosialis. Jika kemenangan Ed melukai David, itu sebetulnya berupa hantaman atas gagasan New Labour yang diusung generasi Tony Blair.
Warisan Politik Keluarga Kedua kakak beradik itu berasal dari keluarga kelas menengah sayap kiri yang aktif B U K U
Budiman Sudjatmiko, Muhammad Arah Fauzi, “Kiri� Membaca Partai Buruh dan Berdialog Inggeris
dalam dunia intelektual maupun politik marxis di Inggris. Ayah mereka seorang intelektual kiri terkenal dari Belgia, Ralph Miliband, yang karena darah Yahudi-nya mengungsi dari Belgia ke Inggris pada era Perang Dunia II. Ibu mereka Marion Kolzak juga seorang Yahudi aktivis kiri yang aktif dalam berbagai kegiatan gerakan antiperang, pro-perlucutan senjata nuklir, dan kemerdekaan Palestina. Di kalangan para peminat teori marxian, Ralph Miliband sejajar dengan nama-nama seperti Herbert Marcuse, Louis Althuser, Andre Gunder Frank, Ernesto Laclau, Samir Amin, Perry Anderson dan sebagainya, yang memberi kontribusi paling mutakhir terhadap marxisme. Sebagai pelarian politik, Ralph Miliband dan istri tak memiliki kerabat siapa pun di Inggris, kecuali pergaulan intelektual dan politik mereka. Ed dan David tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga intelektual yang dipenuhi berbagai pemikiran politik. Berbeda dengan anak-anak lain seusia mereka, sejak kecil dua bersaudara ini terbiasa menyaksikan diskusi politik yang berlangsung di rumah mereka. Rumah keluarga Miliband adalah tempat persinggahan pelbagai elite intelektual kiri dan figur ternama Partai Buruh Inggris saat itu; kritikus budaya Raymond Williams yang merupakan tokoh penting pemikiran New Left, sejarawan marxis EP Thomson yang menjadi kritikus utama Partai Buruh Inggris di zamannya, Tariq Ali sang penulis terkenal. Selain itu, elite Partai Buruh Inggris seperti Ken Livingstone, mantan anggota parlemen dan Wali Kota London, atau Tony Benn, mantan anggota parlemen serta menteri kabinet Partai Buruh era Harold Wilson dan James Callaghan. Ruang keluarga mereka adalah panggung bagi beragam pemikiran politik yang diperdebatkan oleh para figur ternama tersebut. Berbeda dengan David yang lebih dekat dengan sang ayah, Ed adalah anak ibu. Jika Ralph memberi banyak pengaruh intelektual kepada kedua anaknya, sang ibu lebih memberikan sentuhan aktivisme kiri dengan mendekatkan mereka pada aktivitas Partai Buruh. B U K U
91
Walaupun demikian, terutama pada tahun 1980an, Ralph lambat-laun tertarik masuk area politik praktis melalui persahabatannya dengan tokoh sayap kiri Partai Buruh Inggris, Tony Benn. Bahkan, di rumah Tony Benn, Ralph bersama editor New Left Review, Perry Anderson, ekonom Andrew Glyn dan sejumlah anggota parlemen dari Partai Buruh sayap kiri mendirikan The Independent Left Corresponding Society (ILCS) (hal. 21). Komunitas ILCS ini menjadi semacam “jembatan penghubung� di antara intelektual marxis (yang rata-rata skeptis dengan perkembangan Partai Buruh) dengan elemen-elemen sayap kiri Partai Buruh. Dalam suasana kaya akan eksplorasi intelektual itulah David dan Ed dibesarkan. Ralph Miliband kerap mendorong keduanya untuk menyaksikan sekaligus terlibat aktif dalam berbagai diskusi politik dengan tamu-tamu ternama tersebut. Mereka berdua mengagumi dan menganggap sang ayah, yang juga bekerja sebagai pengajar di London School of Economics yang prestisius, sebagai peletak fondasi awal visi politik mereka yang sosialistik. Visi sosialisme Ed lebih dekat dengan sang ayah, namun mereka berdua memilih jalan politik jauh berbeda dengan Ralph. Ralph Miliband adalah seorang pengkritik tangguh Partai Buruh Inggris. Dia percaya sosialisme tidak akan pernah bisa diwujudkan melalui Partai Buruh. Cukup ironis ketika sang ayah menyaksikan kedua putranya ikut berperan besar dalam proses tranformasi Partai Buruh lewat visi New Labour. Pada zamannya, jika Ralph adalah figur yang mengilhami kalangan akademisi kiri, maka Marion menjadi inspirasi bagi aktivis kiri di Inggris. Sang ibu berperan besar membentuk dan melapangkan jalan politik yang diambil oleh kedua bersaudara Miliband. Berbeda dengan suaminya, Marion tetap memandang Partai Buruh Inggris sebagai kendaraan yang sesuai dengan visi politiknya. Dari sang ibu, Ed dan David banyak belajar tentang politik akar-rumput. Tidak mengherankan, besar di lingkungan keluarga seperti itu membuat dunia politik lebih
92
Prisma Vol. 31, No. 1, 2012
mirip takdir daripada pilihan bagi kedua bersaudara Miliband. Sampai umur belasan tahun, politik bagi Ed Miliband lebih sebagai pergulatan ide daripada sebuah permainan. Dunia kampus menjadi tempat menyenangkan baginya untuk mengasah kapasitas intelektual. Dia rajin berdiskusi dan berdebat serius dengan para intelektual muda Partai Buruh. Namun, eksplorasi intelektual hanya sebagian dari dirinya. Sebagian lainnya, Ed aktif di dunia aktivitas kemahasiswaan dan penggalangan massa. Dia belajar berkomunikasi, melakukan persuasi dan berhubungan dengan banyak orang dengan beragam latar belakang. Kemampuan inilah yang di kemudian hari, ketika terjun ke dunia politik, membentuk citra dirinya sebagai seorang coalition builder.
Di antara Brown dan Blair Mengikuti ibunya, kedua bersaudara Miliband menjadi anggota Partai Buruh sekaligus melawan ketidakpercayaan ayahnya bahwa Partai Buruh bisa menjadi alat mewujudkan kesetaraan dan keadilan sosial dalam masyarakat. Dengan reputasi keluarganya dalam pemikiran kiri dan gerakan buruh, karier politik kedua bersaudara ini melesat cepat. David bekerja sebagai staf Tony Blair, dan dalam waktu singkat menjadi salah satu orang kepercayaannya. Ed direkrut untuk membantu Gordon Brown menyusun arahan kebijakan ekonomi Partai Buruh. Rivalitas antara Tony Blair dan Gordon Brown adalah kisah tersendiri dalam politik Partai Buruh Inggris. Rivalitas keduanya lebih bernuansa personal terkait siapa lebih pantas menjadi pemimpin partai. Meskipun demikan, sekilas dapat dikenali para Brownite cenderung mengutamakan peran negara daripada pasar dalam berbagai kebijakan ekonomi. Lebih dari itu, para Brownite cenderung lebih bersahabat dengan faksi serikat buruh di tubuh partai, dan menerima gerakan buruh sebagai salah satu akar tradisi Partai Buruh Inggris. Para Brownite berada di sisi kiri dari para Blairite.
Di tengah perseteruan itulah, dua bersaudara Miliband membangun karier politik sekaligus berseberangan, dan menjadi loyalis dari kubu yang berseteru. Ketika Partai Buruh berhasil meraih kekuasaan, Ed dan David berada di tengah perseteruan tersebut. Keduanya menjadi sekutu terdekat dari pihak yang bertikai. Di sini, Ed berhasil membangun reputasinya sebagai diplomat, yang menjembatani perbedaan pendapat antara Kantor Kementerian Keuangan yang ditempati Gordon Brown dan Kantor Perdana Menteri Toni Blair. Ed mulai menunjukkan diri bukan sekadar bayangbayang sang kakak. Meskipun keduanya berupaya mengelakkan cap sebagai Brownite maupun Blairite, tidak dapat dimungkiri perseteruan yang mengikuti garis patron masing-masing menjadi awal perbedaan jalan politik keduanya. Terlebih ketika generasi mereka mendapat giliran memegang tampuk kekuasaan Partai Buruh Inggris. Akan tetapi, seperti terjadi pada malam suksesi tersebut, kedekatan Ed dengan kalangan gerakan buruh itulah yang kemudian menjadi kunci menentukan kemenangan dirinya atas kakaknya.
Seorang Sosialis Seperti ayahnya, Ed adalah seorang pengkritik komunisme yang tangguh dari perspektif demokratik-sosialisme. Namun, berbeda dengan David, Ed selalu melihat dirinya sebagai seorang “Kiri�. Dalam berbagai kesempatan Ed tak pernah ragu mengungkapkan secara tegas dia adalah seorang Sosialis. Baginya, menjadi sosialis berarti berani mengkritik kapitalisme dan tegas mengatakan sistem itu menghasilkan banyak ketidakadilan dalam masyarakat. Mengritik kapitalisme bukan berarti meniadakan keberadaan sistem ini, tetapi mengubahnya melalui jalur politik. Dengan posisi politik di sisi “Kiri� kakaknya, Ed lantas terang-terangan mengkritik sejumlah kebijakan pemerintahan Blair seperti dalam soal Perang Irak. Dia juga bersikap skeptis terhadap keberhasilan solusi nonnegara dalam meningB U K U
Budiman Sudjatmiko, Muhammad Arah Fauzi, “Kiri” Membaca Partai Buruh dan Berdialog Inggeris
katkan keadilan sosial. Dia menolak sejumlah upaya komersialisasi sektor publik, seperti pendidikan, yang dipandangnya akan semakin memperlebar jurang kesenjangan sosial. Dia percaya, negara seharusnya berperan menghilangkan jurang itu dan mewujudkan keadilan sosial. Dengan perspektif ini, Ed tak hanya harus berhadapan dengan kalangan konservatif, tetapi juga terlihat radikal dalam urusan internal partai, terutama bagi kelompok Blairite. Dia mengingatkan kembali pada jalan politik yang pernah ditempuh Partai Buruh dekade 1970-an. Namun, berkat perspektif itu pula dia berhasil merengkuh dukungan kelompok gerakan buruh dan menjamin kemenangannya dalam pemilu internal partai. Akan tetapi, terlepas dari segala tudingan, Ed mendeskripsi diri berada di luar faksionalisasi Blairite dan Brownite. Dia justru menyerukan agar perbedaan di dalam tubuh partai harus segera diakhiri. Lebih jauh, Ed menye-
B U K U
93
rukan perlunya jalan politik baru bagi Partai Buruh Inggris yang berbeda dengan New Labour-nya Tony Blair. Sebuah jalan yang diilhami oleh buku karya ayahnya, Ralph Miliband, Socialism for a Sceptical Age: Di semua negeri, ada sejumlah orang, entah banyak atau sedikit, yang sedang digerakkan oleh visi mewujudkan tatanan sosial baru di mana demokrasi, kesetaraan dan kerja sama – nilai-nilai inti sosialisme — akan menjadi prinsip lestari dalam organisasi sosial. Jumlah mereka terus tumbuh dan dalam keberhasilan perjuangan mereka itulah bersemayam harapan terbaik bagi kemanusiaan” (hal. 57).
Jika politik Ed digerakkan oleh visi yang demikian, mungkin dalam waktu tidak terlalu lama kita akan melihat Inggris yang lain. Sebuah wajah Inggris yang akan mengalami arus balik dari gelombang neoliberalisasi ala Margaret Thatcher pada awal tahun 1980-an• Budiman Sudjatmiko