Lihat Ke Bawah

Page 1

“Lihat Ke Bawah”

-­‐ Lembar 1 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

“Lihat ke Bawah” oleh La Rane Hafied diterbitkan dalam format buku elektronik/ e-­‐book dengan lisensi Crea=ve Commons A@ribu=on-­‐NonCommercial-­‐NoDerivs 3.0 Unported License. Foto sampul depan: Putri Naila Gany Foto sampul belakang: Fenny Krisnawa= Informasi lebih lengkap silahkan hubungi rane.hafied@gmail.com h@p://nol.suarane.org/pages/e-­‐book

© Oktober 2011 -­‐ La Rane Hafied

-­‐ Lembar 2 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

LIHAT KE BAWAH La Rane ‘JaF Hafied

Tokyo, Oktober 2011

-­‐ Lembar 3 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Da#ar Isi

(Lembar 6)

Mukadimah: Sandal Jerami dan Kamera Bermerek “Haiku” (Lembar 9)

Petunjuk Dari Bawah (Lembar 15)

Aku dan Bayangku (Lembar 18)

Semusim

(Lembar 26)

Surga Para Pengayuh (Lembar 31)

Bukan Sekedar Penutup Got (Lembar 35)

Perbatasan (Lembar 38)

Rumah

(Lembar 42)

Penutup: Ayo Bikin Buku Elektronik

-­‐ Lembar 4 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Kuikat bunga iris di sekeliling kakiku -­‐ tali sandal jerami (Matsuo Basho, 1689)

-­‐ Lembar 5 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Mukadimah

Sandal Jerami dan Kamera Bermerek “Haiku” Tahukah Anda bahwa salah satu literatur sastra tertua Jepang adalah sebuah buku karya fotografi yang diciptakan sekitar akhir abad ke 17 berjudul Oku No Hosomichi ? Buku itu berisi kumpulan “potret” perjalanan sejauh 156 hari menempuh pedalaman utara Jepang, kebanyakan dengan berjalan kaki. Si tukang potret bernama Matsuo Basho dan merek kameranya “Haiku.” Oke, ini cuma pengandaian, tapi rasanya =dak berlebihan. Haiku adalah sebuah puisi pendek Jepang yang lumayan rumit. Sebuah haiku dibentuk dalam =ga frasa dengan aturan jumlah bunyi fone=s 5 -­‐ 7 -­‐ 5, mengandung kigo atau acuan terhadap suatu musim/ keadaan dan beberapa aturan lainnya. Karena itulah sering ada yang salah menyangka bahwa haiku adalah puisi tentang alam. Padahal =dak sepenuhnya demikian. Buat saya sendiri hanya ada satu penjelasan untuk menunjukkan esensi haiku: “memotret dengan kata-­‐kata!” Cekrek! Mari saya beri satu contoh haiku favorit saya dari buku hasil perjalanan Basho si penyair legendaris Jepang itu. Alkisah saat akan meninggalkan perhen=annya yang ke 18 di kota Sendai, sang penyair diberi hadiah sendal jerami dengan tali pengikat berwarna biru gelap. Warna biru gelap itu didapat dengan mencelupkan jerami pengikat sendal tadi ke bahan pewarna yang dibuat dari bunga Iris. Sang penyair pun “memotret” tali sendal itu dan ini hasilnya: あやめ艸足に結ん草鞋の緒

-­‐ Lembar 6 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Kuikat bunga iris di sekeliling kakiku -­‐ tali sandal jerami Cekrek! Sejak kenal haiku saya merasa kembali terilhami dalam memotret, sebuah hobi yang sebenarnya perlahan mulai saya lupakan karena digerogo= rasa bosan. Saya belajar memotret dari kesederhanaan sekaligus keindahan dan kedalaman makna sebuah haiku. Jadi buat Anda sesama tukang potret ama=ran seper= saya, cobalah belajar membuat haiku. Siapa tahu cocok :) Dalam haiku “sendal jerami”nya tadi saya membayangkan sosok Basho tengah berdiri, melihat ke bawah, lalu dengan kamera merek haiku iapun memotret sendal baru yang dipakainya. Ah, lantas muncul gagasan memulai sebuah proyek foto pribadi. Idenya sederhana: melihat ke bawah dan memotret apapun di bawah sana, di bawah pijakan kaki saya. Hasilnya kemudian saya olah dengan piran= lunak di ponsel atau di komputer, lalu saya unggah satu per satu, dari hari ke hari, ke layanan jejaring sosial foto Instagram™ dengan tajuk: “Look Down” alias “Lihat ke Bawah.” Itu saja! Adalah sosok Dony Alfan, seorang teman yang saya kenal di sejumlah media jejaring sosial yang kemudian memberi ilham untuk membebaskan foto-­‐foto itu dari “kemubaziran” di Instagram™ yang masih terbatas pengaksesnya. Dony ini seorang juru foto freelance di Solo, Jawa Tengah. Suatu hari saat menyambangi blognya yang sarat foto-­‐foto bagus di h@p://photoblog.web.id, saya menemukan buku eletronik karyanya berjudul “K800 Fotografia” yang bebas diunduh siapapun. Buku setebal 70 halaman itu berisikan foto-­‐foto yang dijepretnya dengan menggunakan ponsel Sony Ericsson K800™. Cekrek! (Untuk tukang potret ini mungkin sama dengan bunyi “Vng!” yang mengiringi menyalanya bohlam lampu di kepala). Sayapun terilhami untuk menyusun 41 foto yang sejauh ini sudah terkumpul menjadi sebuah buku elektronik yang sedang Anda baca ini. Mengapa judulnya “Lihat ke Bawah”? Ya bisa saja sih saya menyertakan berbagai penjelasan yang “dalam” dan “filosofis”. Misalnya: Dalam hidup kita jangan melulu melihat ke atas tapi juga harus melihat ke bawah. Atau yang -­‐ Lembar 7 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

lebih filosofis lagi: Selalu lah melihat ke bawah, siapa tahu Anda menemukan uang jatuh hehe. Tapi =dak ada alasan lain selain yang sudah saya jelaskan beberapa paragraf sebelumnya tadi. Terus kenapa 41 foto? Kenapa jumlahnya ganjil? Kenapa bukan 40 biar bulat? Oh, kalau itu ada alasannya yang bisa anda lihat di rangkaian foto terakhir di buku ini. Terakhir, saya ingin berterimakasih kepada teman-­‐teman yang memberikan apresiasinya dan pas=nya kepada Dony Alfan yang sudah mengilhami saya. Unduhlah buku kumpulan foto ponselnya. Keren! Terimakasih juga kepada Fenny KrisnawaV dan Putri Naila Gany yang saat jalan-­‐ jalan bersama di akhir pekan seringkali harus selalu bersabar menunggu saya yang ter=nggal jauh di belakang karena asik memotret sebuah obyek. Oya, foto di sampul depan buku ini saya olah dari hasil jepretan Putri, anak saya tercinta sementara foto di sampul belakang adalah hasil jepretan Fenny, istri terkasih. Love you, my two princess’ Dan pas=nya terimakasih kepada kedua orang tua saya yang jauh sebelum saya kenal Basho secara =dak langsung sudah lebih dulu mengilhami saya dalam memotret kehidupan dengan Rollei 35™ mereka. Oya, foto-­‐foto ini semuanya saya ambil di berbagai penjuru kota Tokyo. Tapi jangan harap melihat foto Shibuya, Harajuku atau para cosplayer yang sebenarnya ada di sekitar saya, karena di buku ini saya sedang tertarik memotret ke bawah. Mari melihat sisi bawah Tokyo yang =dak kalah menarik. Selamat menikma=. Semoga berkenan. Tokyo, 9 Oktober 2011

La Rane ‘JaF’ Hafied *di perhenVan ke 41 -­‐ Lembar 8 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

“PETUNJUK DARI BAWAH” Karena Vdak selalu petunjuk itu datang dari atas :D

-­‐ Lembar 9 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Mau Ke Mana? Inilah foto pertama dari rangkaian serial “Lihat ke Bawah.” Tiga tahun di Tokyo dan hampir se=ap hari melewa= jalan yang sama menuju ke kantor. Namun suatu hari di sebuah persimpangan saya tersadar selama ini =dak pernah memperha=kan rambu jalan yang satu ini, padahal mungkin sudah ratusan kali saya pijak :)

-­‐ Lembar 10 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Lurus Ke Depan Cukup satu anak panah. Tapi siapa yang =dak tahu ar=nya?

Yah, kadang kita juga memang perlu petunjuk yang lebih lengkap.

You Are Here! -­‐ Lembar 11 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Gerbong No. 6 Sekilas =dak pen=ng. Tapi dengan petunjuk ini kita bisa tahu mana tangga keluar terdekat dengan gerbong tertentu. Lumayan mengirit tenaga dan waktu saat berkereta.

Media ini sekarang lebih sering terbuang dan menjadi keset pengering kaki saat hujan. Padahal sarat petunjuk bagus..

Koran Basi Hari Ini -­‐ Lembar 12 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Bunga di Tepi Peron Kadang petunjuk itu =dak punya fungsi prak=s, melainkan este=s. Penyegar mata penat.

Jalan beraspal yang panas terpanggang matahari pun akan tampak sejuk oleh citarasa seni manusia.

Siput Aneh -­‐ Lembar 13 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Terkotak-­‐kotak Sering petunjuk akan muncul kalau pikiran kita biarkan lepas bebas dan =dak terkotak-­‐kotak.

Lihat lebih dekat, siapa tahu akhirnya kan kau temukan siapa dirimu.

(A)ku -­‐ Lembar 14 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

“AKU DAN BAYANGKU” Sudah pernah mencoba bercermin lewat bayang-­‐bayang?

-­‐ Lembar 15 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Aku dan Bayangku (1) Aku dan bayang-­‐bayang Vdak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan.

Terinspirasi cuplikan puisi Pak Sapardi Djoko Damono: “Berjalan ke Barat di Waktu Pagi”

-­‐ Lembar 16 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Aku dan Bayangku (2) Suatu hari kau akan melangkah jauh, mengiku= bayangmu sendiri. Tapi yakinlah, doa kami =dak akan pernah berhen= membayangimu.

-­‐ Lembar 17 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

“SEMUSIM” Sekarang musim apa? Sebentar, saya lihat ke bawah dulu..

-­‐ Lembar 18 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Merekah Setelah menahan dingin berselimut tanah, keluarlah mereka, merekah, menyambut hangatnya sang surya..

-­‐ Lembar 19 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Menghijau Warna yang selalu membawa harapan bahwa se=ap saat hidup selalu memperbaharui dirinya.

Melihat benda yang satu ini, orang Jepang pas= akan langsung ingat pada satu musim: Musim kipas-­‐ kipas gra=s :p

Mengipas -­‐ Lembar 20 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Mengembang Sekali hujan turun, pantang payung tak terkembang :D

Matahari menyembul, menyapa genangan dengan pendar cahayanya.

Menggenang -­‐ Lembar 21 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Meranggas (1) Di sempitnya sudut-­‐ sudut tepi jalan.

Di luasnya taman-­‐ taman umum.

Meranggas (2) -­‐ Lembar 22 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Semoga Panjang Umur Selembar lagi daun lepas dari tangkainya. -­‐ semoga panjang umur.. (RH, 2010)

-­‐ Lembar 23 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Musim Bermain Ke=ka akhirnya terik matahari dilembutkan oleh hembusan angin sejuk dari utara, waktunya kita bermain keluar.

Inilah saat ke=ka Tuhan memamerkan maha citarasa seninya di berbagai penjuru.

Musim Berwarna -­‐ Lembar 24 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Retak Kekuatan alam memang jauh lebih dahsyat dari kehebatan ciptaan manusia.

Sementara ciptaan manusia =dak pernah ada yang sempurna. Selalu perlu diperbaiki dari waktu ke waktu.

Under Construc[on -­‐ Lembar 25 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

“SURGA PARA PENGAYUH” Jitensha jitensha koi de, ano hito ni ai ni iko u* (Sepeda, sepeda, mengayuh, untuk bertemu dengannya ) * potongan lirik lagu penutup ke 13 film “Naruto Shippuden” oleh OreskaBand -­‐ 2010

-­‐ Lembar 26 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Hanya Ada Dua! Ya, hanya ada dua cara termurah menelusuri relung-­‐relung kota serba mahal ini: Dua kaki! Dua roda!

-­‐ Lembar 27 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Si Louis * 2 dari 3 orang Jepang memiliki sepeda, termasuk si “Louis”, sepeda andalan saya :D * diambil dari merek sepeda: “Louis Garneau”

S=ker parkir sepeda di kantor dan apato (apartemen). Wajib diperbaharui se=ap tahun.

S[cker Parkir -­‐ Lembar 28 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Mau Aman? Pakai perlengkapan sepatutnya.

Patuhi peraturan di jalanan.

Mau Nyaman? -­‐ Lembar 29 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Pengalaman Pertama Hikmah =nggal di negeri para pengayuh: Untuk pertama kalinya menambal ban sepeda sendiri, karena =dak tahu harus tambal di mana :D

-­‐ Lembar 30 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

“BUKAN SEKEDAR PENUTUP GOT” Benda-­‐benda kokoh tapi indah yang menutupi kotornya limbah-­‐limbah kehidupan.

-­‐ Lembar 31 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Chūken Hachikō Hachiko yang se=a. Di sebuah sudut =dak jauh dari patung Hachiko di Shibuya. Mungkin disini Hachi pernah ter=dur menunggu tuannya yang tak kunjung datang.

-­‐ Lembar 32 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

SAKURA Mo=f bunga kebanggaan negeri. Dari uang logam sampai penutup got.

Mengingatkan pada mesin transporter di film Star Trek :p

Beam Me Up, ScoIy! -­‐ Lembar 33 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Mizu (1) Air, sumber kehidupan. Biar mahal tapi siapa yang tak perlu?

Ke=ka musim hujan, sering ada kekhawa=ran masuknya zat radioak=f dari PLTN yang rusak waktu gempa. Semoga jangan..

Mizu (2) -­‐ Lembar 34 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

“PERBATASAN” Kita selalu berada di daerah perbatasan antara menang dan maV. Tak boleh lagi ada kebimbangan memilih keputusan: Adakah kita mau merdeka atau dijajah lagi. (kepingan puisi Subagio Sastrowardoyo, 1970)

-­‐ Lembar 35 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Di Batas Kota Konon, ia terbenam jauh ke dalam bumi, hanya untuk menandai batas di permukaannya..

-­‐ Lembar 36 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Dua Pilihan KeVka Vba di perbatasan pilihan, pertanyaan terpenVng bukanlah memilih yang mana, tapi memilih atau Vdak :D

Hanya penanda jalan yang baru diperbaiki.

(T)anda -­‐ Lembar 37 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

“RUMAH” Di penghujung hari yang panjang, ke sanalah jiwa dan raga merindu.

-­‐ Lembar 38 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Tatami Bukan sekedar =kar. Hangat ke=ka dingin menggigit, nyaman saat panas menyengat

-­‐ Lembar 39 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Telanjang (1) Rumah adalah tempat dimana kita bebas menjadi diri sendiri.

Menghadap, mengadu, mengeluh, bersyukur, berterimakasih, mengharap...

Telanjang (2) -­‐ Lembar 40 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

“41” Di perhen=an ke empat puluh satu. Sejenak mengucap doa, semoga masih terus diperkenankan memotret karya-­‐karya Nya yang luar biasa.. Terimakasih sudah berkenan mengapresiasi...

-­‐ Lembar 41 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Penutup

Ayo Bikin Buku Elektronik! “Bos, kalau ente mau sabar aja, kayaknya ada deh penerbit yang mau nyetak,” kata seorang teman setelah melihat draj buku ini. Terimakasih, jawab saya. Itu pas= bentuk apresiasi ter=nggi darinya. Tapi saat ini saya lebih tertarik menjadikannya buku elektronik. Ini bukan juga soal kualitas sehingga saya merasa buku ini =dak layak naik cetak. Semua karya-­‐karya saya di internet digarap dengan sangat serius seper= layaknya mempersiapkan sebuah buku untuk diterbitkan. Bahkan satu pos=ng blog atau satu buah foto di Instagram™ pun bisa memakan beberapa hari sebelum akhirnya saya menekan tombol send. Begitu juga dengan buku ini yang memakan waktu hampir satu bulan untuk saya susun. Kemajuan teknologi saat ini memungkinkan siapapun untuk menerbitkan buku di internet dalam bentuk buku elektronik atau e-­‐book. Jadi anda yang sudah lama mengidam-­‐idamkan menerbitkan buku, kenapa =dak juga coba membuatnya dalam format ini. Jangan pula menganggap ini proyek gra=san, karena sudah mulai banyak penerbit di Indonesia yang juga menjual bukunya dalam bentuk buku elektronik. Ditambah pula dengan semakin maraknya penggunaan piran=-­‐piran= pembaca buku elektronik baik yang berdiri sendiri maupun yang berupa aplikasi di ponsel-­‐ponsel pintar. Tinggal pintar-­‐pintar kita saja untuk memanfaatkan kecenderungan ini, bukan? Buku elektronik juga satu sarana bagus buat para penggiat fotografi ama=ran. Sudah berapa banyak foto-­‐foto bagus Anda yang tersimpan di komputer? Mengapa =dak kumpulkan dan jadikan semacam buku esai foto atau sekedar buku kumpulan foto.

-­‐ Lembar 42 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Tapi apa untungnya? Mungkin ada yang lantas bertanya begitu. Pertama dan paling utama utama, sayang sekali kalau foto-­‐foto itu cuma teronggok di dalam wadah penyimpan di komputer Anda dan bahkan mungkin suatu waktu terlupakan. Kedua, buku-­‐buku foto ini juga bisa menjadi semacam poreolio Anda, bukan? Katakanlah ada klien yang tertarik dan mau melihat karya Anda. Kenapa =dak kirimkan porkolio dalam bentuk buku elektronik lengkap dengan data diri dan informasi lain tentang Anda. Prak=s dan mempermudah mereka untuk melihatnya. Ke=ga, mengajak orang lain untuk mengapresiasi karya-­‐karya Anda. Keempat, silahkan pikirkan sendiri karena keuntungan lainnya =dak terbatas. Bagaimana cara membuat buku elektronik? Meski namanya terdengar canggih, tapi sebenarnya buku elektronik hanyalah file komputer biasa saja yang bisa berwujud pdf, word dan lain sebagainya. Cuma itu. Jangan silau dengan is=lah kerennya sampai menghalangi niat untuk membuatnya. Memang banyak format buku elektronik lain yang lebih canggih, tapi mulailah dengan bentuk yang paling sederhana atau umum digunakan. Menurut saya, nilai sebuah buku itu bukan pada seper= apa wujudnya atau harganya, tapi lebih kepada seberapa besar kita mau mencurahkan perha=an untuk menyusunnya. Jadi ayo ramai-­‐ramai bikin buku elektronik dan bagi-­‐bagikan kepada sanak, saudara, kerabat atau bahkan dijual kepada umum kalau mau. Siapa tahu bermanfaat. Siapa tahu pula karya itu akan menjadi awal terbitnya karya-­‐karya dalam bentuk lain, termasuk dalam bentuk cetakan. Kenapa =dak? Selamat mencoba dan jangan lupa saya dikirimi satu kalau bukunya sudah jadi ya. Lumayan menambahi koleksi dan bisa saling berbagi ilmu. Tokyo, 22 Oktober 2011

La Rane ‘JaF’ Hafied *akhirnya rampung juga :D -­‐ Lembar 43 -­‐


“Lihat Ke Bawah”

Hayooo, Pipis Sembarangan, Ya? “Ayah kayak lagi pipis aja,” kata Istri dan Putri saya ketika melihat saya memotret ke bawah seperti yang hasilnya ada di buku ini. Mereka bukan orang pertama yang komentar seperti itu. Sering orang melihat saya dengan tatapan aneh, namun kemudian tersenyum saat menyadari apa yang saya lakukan hanyalah memotret. Tak apalah, ini namanya “resiko profesi.” :D “Lihat Ke Bawah” adalah kumpulan foto-foto ke arah bawah, ke arah tempat kaki saya berpijak. Cuma itu saja. Tapi bukankah sebuah gambar konon menyimpan seribu kata. Semoga seribu kata itu keluar dari benak anda saat melihat foto-foto ini.

Siapa Sih Orang Ini? Ada yang bilang dia ini seorang jurnalis, penyiar radio, penulis, blogger, fotografer, podcaster dll. Tapi Dia lebih suka menyebut dirinya seorang “Tukang Cerita.” Tentang: http://about.me/rane Twitter: @jafrane Facebook: ranehafied Blog: http://nol.suarane.org -­‐ Lembar 44 -­‐


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.