Siaran Pers Kelompok Kerja Instrumen Pendanaan Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+ LAPORAN PROSES KERJA PRISAI, KERANGKA PENGAMANAN DENGAN PENDEKATAN BARU, SIAP DIINTEGRASIKAN KE INSTRUMEN PENDANAAN REDD+ LATAR BELAKANG DAN RANCANGAN AWAL REDD+ adalah kesepakatan internasional mengenai mekanisme insentif bagi negara-negara yang mau menjaga kelestarian hutan dan lingkungannya demi mengurangi emisi karbon global. Agar bisa terlibat dalam skema REDD+ ini, negara-negara calon penerima insentif harus membangun lembaga REDD+ di tingkat nasional dan sub nasional. Pilar-pilar penting dari kelembagaan REDD+ ini adalah tersedianya instrumen pendanaan dan mekanisme pemantauan, pelaporan dan verifikasi (MRV). Di Indonesia, lembaga REDD+ ini dipersiapkan oleh Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+, di mana kelompok kerja Instrumen Pendanaan menjadi salah satu tim kerja pendukungnya. Sebagai bagian dari skema tata kelola lingkungan, instrumen pendanaan REDD+, selain harus memenuhi standar akuntabilitas dan transparansi, harus juga dipastikan tidak akan mendatangkan dampak negatif dari sisi sosial dan lingkungan. Untuk memenuhi prasyarat itu, instrumen pendanaan membutuhkan kerangka pengamanan (selanjutnya disebut dengan “safeguards�). Secara ringkas safeguards ini merupakan upaya dini untuk memastikan bahwa sebuah program mau pun proyek REDD+ ini tidak melawan atau menyimpang dari tujuannya sendiri, selain juga membebaskan proyek itu dari kemungkinan menjadi arena baru korupsi, kolusi dan nepotisme. Dengan demikian, keberadaan safeguards mencirikan tata kelola instrumen pendanaan REDD+ yang baik dan berstandar tinggi. Bila berhasil diwujudkan, ini akan menjadi daya tarik yang kuat bagi pemberi donor dan juga sektor swasta yang ingin berinvestasi pada kegiatan REDD+. Menjawab kebutuhan tersebut, Kelompok kerja Instrumen Pendanaan Satgas Kelembagaan REDD+ memprakarsai sebuah kerangka pengamanan dengan pendekatan baru. Kerangka safeguards itu disusun dengan mempertimbangkan pencapaian berbagai standar safeguards yang ada, berpijak pada kerangka hukum nasional dan internasional dan diproses dengan melibatkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan. Pokja Instrumen Pendanaan menyebut kerangka safeguards yang mereka kembangkan itu dengan nama PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator Safeguards Indonesia), nama yang menunjukkan fungsi yang ingin dicapai kerangka ini: perlindungan. Butir-butir utama yang dicakup dalam usulan awal dari PRISAI adalah bahwa semua perencanaan, pengelolaan dan pemantauan dana REDD+ harus memenuhi prinsip-prinsip berikut: - Menjamin pengurangan emisi secara permanen - Mendukung keanekaragaman hayati, perlindungan hutan alam dan jasa lingkungan - Menjunjung hak-hak asasi manusia dan mendukung perbaikan tata kelola kehutanan - Menghormati dan mengakui hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alam - Menghargai pengetahuan, tradisi, dan hak akses masyarakat lokal terhadap hutan, - Menjamin pembagian manfaat secara adil
-
Membuka partisipasi terhadap semua pemangku kepentingan
KONSULTASI DAN MASUKAN Sebelum diintegrasikan ke dalam instrumen pendanaan REDD+, sesuai prinsip-prinsip good governance konsep PRISAI ini dikonsultasikan terlebih dahulu dengan para pemangku kepentingannya. Para pemangku kepentingan yang dilibatkan dalam pembahasan PRISAI ini beragam, mulai dari Pemerintah, kelompok bisnis, LSM, Masyarakat, Lembaga Pendanaan, Komunitas Donor dan Pengembang. Proses konsultasi, dilanjutkandengan serangkaian FGD, diadakan di Jakarta dan Palangkaraya, ibukota provinsi percontohan REDD+ Indonesia, Kalimantan Selatan, mulai dari 19 Januari hingga 17 Februari 2012. Selain itu, Pokja menerima pula masukan dari surat elektronik. Untuk mempermudah interaksi dengan masing-masing kelompok, Pokja membuat pesan-pesan yang sesuai dengan karakter mereka: 1. Kepada para Pembuat kebijakan, Safeguards REDD+ yang partisipatif tidak akan membuat kewenangan pemerintah berkurang, tapi sebaliknya akan membuat proses tata kelola hutan dan sektor berbasis lahan lainnya akan menjadi lebih didukung dan dipatuhi. 2. Kepada kelompok pelaku usaha, Safeguards REDD+ bukan beban tambahan karena ia merupakan alat untuk memastikan investasi berbasis REDD+ menjadi aman dan berkesinambungan dan memberi manfaat baik dari sisi ekonomi, ekologi dan sosial. Kepatuhan terhadap safeguards akan mengurangi biaya mitigasi konflik. 3. Kepada Masyarakat lokal/asli, Safeguards REDD+ memastikan bahwa masyarakat menjadi bagian inklusif dari seluruh program/proyek REDD+, bukan hanya pendukung tapi bagian pemilik dari program/proyek REDD+ itu sendiri. Safeguards juga memastikan bahwa hak dan pengetahuan masyarakat (adat dan lokal) diakui dan dihargai dalam pelaksanaan REDD+. 4. Kepada LSM, Safeguards REDD+ dapat ditempatkan sebagai alat untuk mendorong perubahan dalam proses tata kelola hutan dan kegiatan berbasis lahan lainnyan yang lebih transparan, adil dan partisipatif. NGOs secara berkesinambungan juga berpeluang mendorong penyempurnaan dan perbaikan safeguards itu sendiri. Dari serangkaian konsultasi, FGD dan komunikasi elektronik di atas, Pokja Instrumen pendanaan mendapatkan sejumlah masukan penting untuk perbaikan PRISAI ini. Masukan itu pada intinya menyatakan bahwa PRISAI harus: -
Menjunjung keadilan gender Menjamin keanekaragaman hayati Mampu membangun ownership dari semua kalangan, terutama komunitas Sederhana, mudah dipahami dan dilaksanakan sehingga tidak jadi beban bagi birokrasi dan pemangku kepentingan lain Tidak hanya merujuk kepada kesepakatan dan hukum internasional tapi juga hukum nasional dan akomodatif terhadap keberagaman situasi lokal
Semua masukan dan tanggapan ini kemudian didokumentasikan dan diolah oleh Pokja Instrumen Pendanaan menjadi PRISAI DRAF 1 yang isinya terdiri dari dua bagian: PRISAI Sosial Lingkungan (10 poin) dan PRISAI Fiduciary (7 poin). PRISAI draf 1 ini telah dipaparkan dalam acara Penutupan Konsultasi Nasional yang diadakan di Jakarta pada 5 Maret 2012.
LANGKAH SELANJUTNYA Setelah mendapatkan masukan melalui rangkaian Konsultasi nasional dan provinsi, PRISAI draf 1 ini masih akan menerima masukan publik lebih lanjut (public disclosure) melalui situs Satgas Kelembagaan REDD+. Setelah itu dilalui, PRISAI akan memasuki tahapan proses baru: persiapan integrasi dengan Sistem Penyediaan Informasi Safeguards REDD+ (SIS-REDD+) yang dikembangkan Kementerian Kehutanan. Perpaduan keduanya akan menjadi bagian dari instrumen pendanaan REDD+ di Indonesia. Ketua Kelompok Kerja Instrumen Pendanaan, Agus Sari, dalam kata penutupnya menegaskan harapannya bahwa PRISAI ini tidak hanya akan diterapkan pada proyek-proyek REDD+ di Indonesia, tapi semua proyek berbasis lahan (land based) lainnya. Jakarta, 6 Maret 2012 Informasi lebih lanjut, silahkan menghubungi Kepala Kelompok Kerja Komunikasi dan Pelibatan Para Pihak Chandra Kirana kirana.chandra@gmail.com