Siaran Pers
Tim Investigasi Satgas REDD+ Sampaikan Temuan di Rawa Tripa, Aceh Jakarta, 13 April 2012 – Pada penghujung Maret 2012, Pemerintah Indonesia menerima laporan mengenai pembukaan lahan yang sistematis dan terencana melalui pembakaran hutan di Rawa Tripa yang berada di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dan berbatasan dengan Taman Nasional Leuser, di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam. “Kejadian ini menimbulkan keprihatinan dan kegusaran masyarakat di dalam dan di luar negeri. Hal ini didasari atas kesadaran mengenai peranan penting pelestarian lahan gambut dalam mencegah bencana perubahan iklim yang akan berakibat buruk bagi seluruh umat manusia,” ungkap Kepala Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), selaku Ketua Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+, Kuntoro Mangkusubroto. Ketua Satgas REDD+ menjelaskan bahwa Rawa Tripa juga merupakan habitat penting bagi satwa langka yang dilindungi termasuk orangutan. Dalam waktu singkat, sebuah petisi online berhasil mengumpulkan hampir 10.000 pendukung yang meminta pemerintah Indonesia, khususnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Kehutanan, Kepala Kepolisian Indonesia, serta Ketua Satgas REDD+ Kuntoro Mangkusubroto, untuk sungguh-‐sungguh menegakkan hukum dan melindungi rawa gambut Kuala Tripa beserta populasi orangutan yang tinggal di dalamnya. Selain itu, petisi ini juga dialamatkan kepada Duta Besar Norwegia dan Menteri Luar Negeri Indonesia. Ketua Satgas REDD+ dengan segera telah memerintahkan investigasi yang menyeluruh untuk menentukan apakah alokasi lahan telah dibuat sesuai dengan hukum dan sistem tata kelola yang berlaku, dan juga untuk mengetahui apakah kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan ini sejalan dengan peraturan perundang-‐undangan nasional terkait. Temuan dari investigasi tersebut termasuk: 1. Adanya kebakaran lahan di dalam wilayah Perusahaan PT Kalista Alam (PT KA) and PT Surya Panen Subur 2 – yang berada dalam wilayah yang bersebelahan dengan wilayah konsesi PT KA. Dari pengamatan kasat mata, kebakaran tersebut terkesan dilakukan secara teratur dan terencana sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem. Hal ini menurut hemat kami melanggar UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan yang berkaitan dengan (juncto) Peraturan Menteri Pertanian No. 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, dan UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2. Lahan perkebunan PT KA seluas 1.605 hektar berada dalam KEL. Sebagian sudah ditanami kelapa sawit dan selebihnya siap tanam dan sebagian terlihat masih berupa hutan. Hal ini berpotensi melanggar UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang juncto PP No.26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. 3. Berdasarkan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL) Perusahaan, diketahui bahwa aktivitas PT KA berada di atas lahan gambut yang tebal (dari enam titik pengambilan sampling, dua titik memiliki ketebalan kurang dari 3 meter [2,75 &
2,80 m], satu titik berketebalan 3 meter dan tiga titik lainnya di atas 3 meter). Perlu diteliti lebih jauh apakah 70% dari wilayah tersebut terdiri dari gambut dalam. Apabila benar, maka hal tersebut melanggar UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang juncto Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990 tentang pengelolaan Kawasan Lindung juncto Peraturan Menteri Pertanian No. 14 tahun 2009 tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Budidaya Kelapa Sawit. 4. Terdapat laporan yang mengindikasikan bahwa PT KA telah melakukan aktivitas di atas lahan sebelum Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) diterbitkan secara resmi oleh instansi yang berwenang. Terhadap hal ini, foto satelit yang diambil pada 11 Juni 2009 menunjukan pembukaan lahan pada wilayah PT KA sudah terjadi, dan pada foto satelit tertanggal 20 Oktober 2010 pembukaan lahan semakin meluas. Hal ini berpotensi melanggar UU No.18 tahun 2004 tentang Perkebunan, UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Inpres 10/2011 tentang Penundaan Ijin Baru pada Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut dan lampirannya berupa Peta Indikatif Penundaan Ijin Baru (PIPIB). 5. Atas fakta pada butir keempat tersebut, Tim Teknis PIPIB yang dibentuk sebagai bagian dari Inpres 10/2011 akan memasukkan kembali wilayah PT KA termasuk ke dalam wilayah PIPIB pada revisi keduanya yang akan terbit pada 20 Mei 2012. Dari hasil temuan tersebut, Ketua Satgas REDD+ berpandangan terdapat indikasi bahwa telah terjadi pelanggaran peraturan perundang-‐undngan sebagai berikut: 1. UU No. 18 tahun2004 tentang Perkebunan; 2. UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 3. UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang juncto Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Ketua Satgas REDD+ telah meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala Kepolisian Indonesia untuk melakukan investigasi lanjutan. Ketua Satgas REDD+juga mengharapkan bahwa apabila ditemukan bukti -‐bukti hukum, maka Kementerian Lingkungan Hidup dan Kepolisian Indonesia akan mengambil tindakan hukum yang tegas dan tepat serta mendapatkan pengembalian kerugian negara yang hilang akibat kerusakan ekosistem di areal KEL sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Untuk informasi lebih lanjut, silahkan hubungi: Chandra Kirana Ketua Tim Kerja Komunikasi dan Pelibatan Para Pihak kirana.chandra@gmail.com
2