Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

Page 1

PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

1


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

2


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

PERTEMUAN Embrio Antologi

3


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

PERTEMUAN (Embrio Antologi) Rilis Eka Perkasa Pustaka Individum Anti-©2016 Desain Sampul: Nanang Suroso Tata Letak: Sunarto Tukang Edit: Ikhwan Abdul CV. Kertas Imaji Jl. Sunkencourt No. 68 Bandung

4


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Pengantar Sayangnya, kata pengantar buku-bukumu gagal mengantarkanku pada pagar yang rapat mengelilingi dirimu. *** Memang tidak perlu pengantar. Yang sedang saudara sekalian baca adalah kumpulan puisi, itu saja. Oh, mungkin saya perlu menjelaskan mengapa “Pertemuan� dijadikan judul. Buat saya puisi adalah pertemuan, dengan apapun, dengan siapapun. Mulai dari Tuhan hingga diri sendiri, sampai sisi pendosa dalam diri itu. Sekian. Biarpun kata pengantar ini gagal mengantar saudara sekalian ke manapun, semoga saudara sekalian berhasil bertemu, berkenalan, dan berkawan baik dengan semua yang ada di kumpulan ini.

Rilis

Tata letak dan kolase dikerjakan oleh kawan Senartogok.

5


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

6


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Panen Pernahkah kautanyakan pada larik-larik sajak: untuk siapakah diksinya yang gembur dibajak? Inilah ladang sajakku. Kusiram air mata, kupupuk duka agar kelak di akhir musim aku bahagia: Dari sela larik-lariknya akan kupanen makna. Bandung, 2015

7


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Apakah Ada Aturan Judul Puisi Tidak Boleh Lebih Panjang Dari Isinya? Anjing! Bandung, 2015

8


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Pax Romana Memoar tanah yang dipeluk dua sungai Vini Vidi Vici. Hanya sepatah kata yang sedikit bertanya Bagaimanakah rasanya lahir? Belumkah lelah memandang mentari yang pucat? Lindungan Tuhankah yang kau kenakan itu? Pontifex Maximus. Bangun dari darah serigala Bermandi tulang belulang yang terluka Hanya sedikit hitam berberkas Kau hanya membangun istana tengkorak manusia Hanya saja segumpal panji emas kau kobarkan Menerangi dunia yang terus memelas Gladiator. Lengkap sudah debu beserta anginnya yang membakar Kau hanya ingin tertawa bersama maut Bersulang dengan jejak kuda yang diam berdarah Mencumbu nama mereka yang tersesat bersama jasad mereka Tertawalah. Pedang, tombak, dan mata mereka bukanlah segalanya. Mengapa mati dalam pelukan sungai? Mengapa hanya teguncang? Mengapa masuk kegelapan yang lantang? Kenapa tak menjawab? Aku lupa. Debu berwarna lumpur memakan sumsummu yang kering. Entah dengan jiwamu. Dia hanya bisa tenggelam memandang dirinya dimangsa senja. Malang, 2009

9


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Puisi Tai "Aku ingin mencium taimu" Seolah kautembakkan peluru menuju ulu jantungku hanya agar ia meleset agar nyaring desingnya mengejek rasa maluku. Bikin pusing, anjing. "Aku ingin mencium taimu" Mengapa tak kau cium saja aku? Toh akan kau temui tai di dalam diriku. Sebenarnya apa yang membuatmu mengira akan kau temukan wajahku dalam tai? Bisa saja, di dalamnya hanya ada taimu, tai kata-kata yang tak tersampaikan, atau tai-taiku yang lain. Atau malah takkan kau temukan apapun di dalamnya Sungguh, bagi banyak orang ampas hanya ada untuk dibuang. "Aku ingin mencium taimu" Namun, bagaimana apabila benar yang kau cari adalah taimu, tai kata-kata yang tak tersampaikan, atau tai-taiku yang lain? Kau takkan tahu, taiku tidak memiliki apapun selain bau busuk dan rasa yang hanya pantas dicecap oleh kege-eranku. "Aku ingin mencintaimu." Seperti tai, pelurumu melesat. Melubangi jidatku seolah membuat lubang telinga ketiga. Tai lu. Bandung, 2015

10


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Malam Ungu, Wajah Membiru, 1 (Baroness – Chlorine and Wine) Untuk apa menulis apabila kata-kata tidak mengerti untuk apa kau suruh mereka menangis? Bandung, 2015

11


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Malam Ungu, Wajah Membiru, 2 (Baroness – Chlorine and Wine) Malamku ungu sedang wajahmu membiru dan bulan bagi kata hanya wajah dungu sedang hidup bagi kita bukan lagi sesuatu untuk ditunggu. Ia menderu dan memburu. Bandung, 2015

12


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Menyekap Kata-Kata Kupandangi puisiku itu malam. Puluhan mulutnya tersumpal kain putih kusam Bau keringat, nafas tua yang masam. Kuamati, kurasai puisiku. Tersekap di sudut jiwaku yang sempit dan pengap: Aku rasai sepercik kebencian di kedua matanya. Laknat! Kefanaan kata-katanya tajam membelah Lepas ragaku dari jiwanya. Bandung, 2015

13


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Malam 13 Di hamparan beledu, pendar purnama membundar tidak tampak kawanan laron mengitarinya tidak tampak pula jawaban sebenar-benarnya benar. tidak juga kutemukan sepatahpun untuk membanjur "terlanjur". Bandung, 2014

14


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Tinggal Rangka (Chairil Anwar – Tak Sepadan) Sepanjang dinding buta Sesamar tawa canda yang untuk kutinggal jua namun hanya terbawa. Aku terpanggang. Tinggal rangka. Malang, 2011

15


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

23:00 23:00 dan aku belum juga terlelap yang aku tahu telah lelah terik matahari telah puas menelan dan memuntahkanku begitu saja. asap dan perih mengaku bernama senja nanti malam hanya bertamu hanya membuatku makin padam saja memaksa terlelap walau tetap tak tentu. 23:00 entah, jiwa dan lukaku telah padam aku masih tak tahu apakah aku ingin tenggelam. Malang, 2009

16


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Es Kelapa (Melancholic Bitch – Dinding Propaganda) Cuma pada kamu saja, aku bisa menemukan telaga dalam bola mata. Kantin kampus yang biasa-biasa saja, embusan berdebu suatu siang yang biasa-biasa saja, dan pelarian yang seperti biasa. Aku bolos kelas mekanika, dan kamu lari dari kuliah, apapun itu namanya, mengontrol opini manusia. Kembali kita menceburkan diri ke kenakalan yang sudah biasa itu. Namun siang ini, di kantin ini, tepat di antara cakap kita (juga di lengkung senyummu), semua yang biasa itu adalah segala. Rambut ayumu sedikit berderai ditiup kerontang siang. Kantin sedang sepi ini siang. Cukup kita berdua, ayo pesan es kelapa. Basahi hausmu, ciprati keringku. Kita lanjutkan tawa yang tertunda jam-jam tertidur di kelas. Kita teruskan tawa canda tentang beda dunia, beda fakultas. Susun rencana ke tempat petualangan yang tak mampu dijamah bis kota manapun, tempat rekaan cerita kita. Habisi kebosanan kita akan kelas dan hidup. Aku dan kamu. Pejamkan mata dan kitalah seisi sepi kantin siang itu. Kitalah dunia, kitalah semua canda dan cerita. Tenang saja, di bolos siang ini kita tidak akan dicari dosen manapun, kawan mahasiswa siapapun. Ibu-ibu kantin pun tidak akan mencarimu. Es kelapa kita sudah kubayar lunas. Di sana, di kedua bola matamu, ada telaga. Bersamamu kutuntaskan dahaga. Yang kamu tahu siang ini tidak akan bisa dituntaskan dengan es kelapa manapun jua. Bandung, 2015

17


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Terjaga masih terjaga di hari malam khusus meratapi dosa-dosa yang sudah tambal sulam. kelak aku ingin bisa kembali tanpa jadi hitam. Bandung, 2012

18


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Serdadu Kabut Malam malam menjelang, kabut baru datang aku hanya satu dari mereka, kumpulan serdadu merdeka hanya belum lepas dari tuntutan diri hingga kemerdekaan itu sendiri mati dikebiri. saya, serdadu menatap buana malam, membidik kebebasan terdalam Malang, 2009

19


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

20


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Pertemuan Buat Kierkegaard, juga Muhammad. Di manakah dapat kau temui Tuhan? Ia bersemayam di altar tempatmu berkorban akal budi Ia dapat kau temui dalam pemahamanmu bahwa: tidak ada "maha" dalam kata manusia. Bandung, 2015

21


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Hujan Dalam (de)Kompisisi, 4 Untuk SDD, juga untuk Salim Kancil. Oh, juga hujan. Mengapa hujan turun sewarna darah? Di kotaku, pria wanita tua muda bersujud, menagih hujan yang dijanjikan oleh musim. Agaknya dahaga bangsa kali ini cukup parah hingga teh gelas yang biasa dijajakan pengasong di macet Dago tidak mampu membanjurnya lagi. Terlebih, lima hari ini aku tidak melihatnya di perempatan. Barangkali ia ikut bersujud dan menagih. Ia sudah sering dihutangi. Mengapa hujan turun? Sesekali ia turun, namun hanya sayat tajamnya di wajahku yang diabadikan oleh rintik. Begitu pula asap. Ia turun dari cerobong-cerobong pabrik tukang bikin kefanaan. Kurang pedihkah hidup warga kota dan desa hingga kefanaan harus diproduksi tanpa henti? Para bos, tukang sewa tanah dan kontraktor tidak sadar pekarangan bungalo mereka memerah darah. Mengapa? Ah, sudahlah. Seorang ayah tergolek di setapak merah darah. Kepalanya digergaji. Paling tidak, hujan sesekali turun. Sesekali tagihan kami dibayar. Bandung, 2015

22


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Mayat Tanpa Cacat Mayat-mayat di dalam kelas mayat yang sedang mengajar mayat yang sedang mengejar mayat yang sedang mendengar mayat yang mencatat ujar mayat sedang belajar mayat yang sedang berpuisi sembunyi-sembunyi. Slide kuliah penuh mayat bau busuknya walau lamat tercium di setiap kata yang dicatat dari bingkai jendela, mayat lain bisa lihat ini tempat sudah penuh mayat. Mayat-mayat hidup di dalam kelas Mayat-mayat hidup di semua tempat Mereka tanpa cacat. Bandung, 2015

23


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Warna, 2 Arak-arakan wisuda kadang melelahkan untuk mata. dan di lapangan tumpah, seperti palet seperti Dali, jatuh dari langit semua warna, semua gempita memagari dunia, memagari batas-batas visual di luar pagar tidak ada apa-apa lagi di luar pagar semuanya monokrom tidak ada apa-apa. Aku bosan akan mimpiku yang terlalu dipenuhi warna. Suatu hari seorang gadis pernah melompati pagar di wajahnya tidak ada warna apapun ia mungkin mencari warna yang tidak pernah ada di dalam pagar warna yang tidak pernah ada di dunia. Seminggu ia menghilang seminggu kemudian ditemukan bersandar pada bagian dalam pagar tanpa nyawa, wajahnya masih tanpa warna di perutnya lubang menganga, kemungkinan besar bekas tusukan dari lubang itu mengalir darah berwarna violet. Aku lelah menunggu hari ketika hujan tidak lagi memiliki warna sungguh, memandang terlalu banyak warna sekaligus dapat melukai mata. Bandung, 2015

24


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Sajak Polimer Hayati Persetan polimerisasi! *** Aku takkan pernah bisa setua ilmu polimer itu sendiri. Langkahku tergesa berkejaran dikejar reaksi propagasi yang merambat tak berkesudahan dan sebelum terminasi sempat terjadi akupun mati Dibelit untai rantai polimer Dicekik kusut masai tanda tanya yang tak pernah selesai. Bandung, 2015

25


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Senja Bunga Tebu Bunga tebu di pinggir jalan Nafas ribuan nama membelaimu mesra Hangat tersapu senja Masih bisakah aku berjalan? Aku dan jiwaku melangkah kembali Hatiku terus bertanya tak mengerti “Dari manakah kau kembali?” Kujawab “baru kujawab sesal dalam dirimu.” Habis sudah tenagaku Ada apa denganku? Mengapa tak kudengar angin yang menderu? Kini hanya tercium bau darah, bebatuan, dan kesalahan. Wahai bunga tebu yang tegar Lelah sudah ku mengiba Ku memohon pada pemilik jiwamu yang rapuh Ku ingin Dia ampuni dosaku Dan aku ingin tetap kuat dan tegar Seperti dirimu. Malang, 2009

26


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Sepasang Kekasih yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa (Melancholic Bitch dan Frau – Judul yang sama) Kita tidak perlu cincin emas. Atau topas. Atau berlian dengan cahaya membias. Kontrak kita lepas, bebas. Kontrak kita tertinggal di sana, mengawang-awang terbang melayang di luar angkasa. Sejatinya, apakah kontrak itu ada? Tangan kita waktu itu dingin. Kamu tegang mungkin. Saya tegang, pasti. Bayangkan, ini pertama kali. Pertama bercinta, di luar angkasa pula. Padahal kalau kamu tahu, luar angkasa tidak sedingin itu. Radiasi surya, radiasi gamma, dari bumi radiasi polusi menggema, entah lagi radiasi apa, saya yakin harusnya luar angkasa hampir sepanas neraka (biarpun saya belum pernah - dan tidak mau - masuk neraka). Tapi begitu saja. tangan kamu di dalam tangan saya tangan kita menggenggam makin erat tangan kita digenggam dingin erat hanya perlahan sadar, makin akrab hangat karena tahu, karena sadar, kita sedang bercinta walau pertama di luar angkasa. Kita tidak perlu bertanya. Apakah batas norma kita sama? Apakah dimensi waktu kita serupa? Apakah saya sedang khawatir menantimu di batas negara? Apakah kamu dikejar kata segera? Apakah kiamat datang segera? Apakah komet Halley lepas dari orbit dengan misi mengobrak-abrik dunia? Apakah? Apakah? Apakah... Apakah... Mengapa kita di luar angkasa? Kita tidak perlu bertanda tanya karena kita di luar angkasa, mencinta. Di sini tidak ada campur tangan negara. Komet Halley pun malas menghiraukan kata segera. Dia pasti mengerti. Berempati. *** Kita adalah sepasang kekasih yang pertama bercinta di luar angkasa. Saya bertanya "Kapan mau pulang?" Kamu jawab "Sepertinya tidak akan. Di sini saja." Kita membias. Mengalahkan cincin berlian. Mengalahkan rasi bintang. Bandung, 2013

27


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Malam 24 (Pearl Jam – Black) Eddie Vedder meraung dan tetes gerimis ini malam berwarna hitam. Gerimis tidak menyadari malam juga di depan kamarku jatuh merinai akulah ratapan biduan yang menggerung tak kunjung lelah. Bandung, 2015

28


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Di Stasiun Tugu, Yogyakarta Dan di tiap sisi peron, kata-kata yang tak sempat kutuliskan menyambutku. Menebarkan kain tirai lembab yang mencegah waktu bertukar dan menemukan dirinya yang lain di seberang luar. Aku kedinginan. Yogyakarta, 6 Juli 2015

29


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Cermin Beribu segan untuk God Bless dan di hadapan cermin kau belah wajahmu pecahan beling menyayat dingin. dari belahan cermin tidak muncul wajah tuhan. pun wajah setan. dan sekarang, wajahmu tinggal pekarangan kosong (mungkin esok) tuhan dan setan tertawa berpesta pora di atasnya sementara di cermin cekung wajahku terkungkung matamu yang kosong itu ternyata cekung. Aku? Kubelah cermin karena tak kutemukan wajahku padanya. Bandung, 2015

30


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Puisiku pun Membeku pintu itu terbuka bagi siapa saja juga bagi pencuri yang kedinginan yang mencuri kunci dan segelas plastik air hangat. pintu itu masih terbuka dan terlambat angin dingin mencuri pintu itu. seisi ruangan membeku juga air hangat juga gelas plastik juga si pencuri. Bandung, 2015

31


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Rigor Mortis Sejarah kata-kata buta dan tatapmu yang dingin membekukan: udara, waktu, dan doa juga: tubuh-tubuh tanpa nyawa. Ajalku tak ingin upacara menggugah tubuhku tak perlu mausoleum megah. Cukup cakram senja merah: Membakar. Segalanya sudah. Tubuhku kaku. Terbujur di liku zaman yang beku. Bandung, 2015

32


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Tusuk Dadaku Dengan Apapun Tusuk dadaku dengan apapun! Dengan pisau dapur Dengan pisau cukur Dengan tatapan hampa atau dengan pena maktubkanlah ajal di detak jantungku! Bandung, 2015

33


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Bara Sang Kata Untuk CA Dalam surat yang gagal kuselesaikan (sebuah permohonan maaf untuk kata-kata) Kutulis penyesalanku. Kerinduanku akan segala yang tak terkejar Kuratapi hukuman yang menantiku hingga basah kertasku oleh tangisan dan kegamangan. Namun suratku tak kunjung selesai. Bait-bait membakarku hidup-hidup Tak ada sisa kulitku tak tersentuh sang agni. Bait-bait membakarku. Tiada ampun. **** (Dalam abu kutemukan segala yang tak pernah kutemukan sebelumnya. Segala yang tak terkejar. Penyesalan. Suratku. Kata maaf untuk diri sendiri) Aku tetap hidup. Bara dalam dada mengganas. Aku meradang, menerjang membakar Dalam kertas, pena, blok biner, dan kata-kata: Akan kurangkum segala yang tak mungkin bagimu. Malang, 2015

34


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

35


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

Apapun Judulnya Untuk ST. Kupandang tubuh yang pulas di hadapanku itu. Anarki terpampang di lengannya. Tegas dan keras. Anjing! Segumpal jiwa berbalut raga di depanku. Ia tidak sedang kelelahan. Hanya saja, ide dan tenaga juga butuh diam, mundur sejenak sebelum menghantam lebih kejam, hingga lebam berdebam. Ia, yang rajin menggunting dan menempel potongan-potongan hidupnya, menjadi bentuk kehidupan lainnya. Ia, yang melafalkan bait "Tuhan Sudah Mati" dari Also Sprach Zarathustra selepas Al-Fatihah di penghujung tiap rakaat tahajudnya. Ia, yang akan menikammu dengan akustik dan semantik tepat di jantungmu. Matilah. Darahmu akan habis mendidih karenanya. Anjing! Hidup, terbentang di antara sudut-sudut ufuk, tak henti mencambuk. Siang penuh perang, berganti malam penuh cinta. Tak henti mendera. Dan ia bukan manusia tanpa luka. Digaraminya bekas-bekas kehidupan agar makin merdu rintihnya. Kau pasti paham, kehidupan tidak boleh berhenti karena luka yang digarami. Anjing! Dengarlah lolong anjing di penghujung pesing malammu. Apakah ia sedang memimpikan anjing-anjing bersenandung merdu dalam pulas sesaatnya? Om.

Bandung, 2015

36


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

37


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

TENTANG PENULIS Sejak posting pertama di blognya tahun 2009, Rilis belum tentu melihat di tahun 2016 ini semua karya disana akan menjelma satu jilid besar “Pertemuan� ini. Rilis lahir di Malang, 4 April 1993. Ditangan Rilis, Kepenulisan paralel dengan aktivitas keseniannya di sanggar seni Loedroek dan pergelutannya dengan musik Doom. Penampakan sangarnya memang mengejutkan bagi beberapa orang bila mengetahui bahwa Ia sibuk melukis gejala seharihari dengan kata-kata. Ini nampak jelas melalui penemuannya tentang keberadaan kuah gulai yang lebih baik daripada yang ia temui di Simpang Tigo. Kemudian diluar kesibukannya menulis, Ia rajin menyambangi kampus Tiang Bendera untuk apresiasi karya, bertanya tentang tuhan, membaca puisi dadakan, atau berbagi kosakata umpatan dalam bahasa jawa. Pun begitu, diantara kawan Tiang Bendera, ia merupakan salah satu yang paling rajin beribadah dan berdoa di sekretariat. Soal cinta, kau tak bisa sekali-kali meragukan kesetiannya pada pecintanya di Malang. Begitupun banyak perempuan yang mendekati dan mengajaknya berlari, ia tetap betah membatu di rumah yang sama. Terakhir, penjilidan karya bertahun-tahun ini akan menjadi pijakan awal untuk merintis toko material dan kelistrikan.

38


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

39


PERTEMUAN – Embrio Antologi

Rilis Eka Perkasa

40


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.