Cover
greetings! Ruang Ketiga (sebelumnya akrab dikenal sebagai “Di Bawah Jembatan”) adalah sebuah organisasi nirlaba yang berkomitmen untuk menciptakan ruang publik yang inklusif bagi semua orang. Melalui kolaborasi dengan masyarakat, kami melakukan perubahan melalui intervensi fisik dan non-fisik untuk menyelesaikan masalah yang ada. Kami yakin bahwa memiliki ruang publik yang aksesibel, aman, dan nyaman adalah hak semua orang, dan hal tersebut kami junjung dengan memastikan keterlibatan semua orang dalam pembentukan dan penggunaan ruang publik.
wajah-wajah dibalik Ruang Ketiga.
1
Tentang Kami, Ruang Ketiga
Editor
Christy Immanuela Roulina
Writer
Christy Immanuela Roulina Kenjiro Amadeus
Dokumentasi
Christy Immanuela Roulina Kenjiro Amadeus Phan Narulita Christina Exaudia Irfan Taufikkurahman Baskoro Dheamyra Aysha Ihsanti Donidarmawan Putra Gemilang
2
Pemulihan Ruang Publik di Bawah Jembatan Layang Pasupati
3
S2 Cities Global Covening
4
Riset, Kegiatan, dan Program Lainnya!
(To be covered soon!)
(To be covered soon!)
pada suatu ketika.....
2022
Bulan Agustus 2022, kami memenangkan Social Innovation Hackhaton Challenge yang diselenggarakan oleh WRI (World Resources Institute) Indonesia melalui program Safe and Sound Cities. Kami mengangkat Tema “Pedestrianilization of Cibadak Street” Kemudian, kami mencoba menerapkan proyek ini ke area yang dirasa memiliki urgensi lebih tinggi, Taman Film dan Lapangan Bawet di kota Bandung.
2023
Intervensi kami di Taman Film dan Lapangan Bawet mulai aktif berjalan di 2023, dengan nama “di bawah jembatan”. Pada Februari 2023, kami mengadakan FGD pertama dengan pemangku kepentngan lokal, untuk merumuskan kebutuhan ruang seperti apa pada kondisi saat itu. Di bulan Mei 2023, renovasi Taman Film dan Lapangan Bawet selesai! Kami menyadari potensi dan manfaat yang dibawa dari proyek tersebut, sehingga lahirlah “Ruang Ketiga”, sebuah organisasi yang berfokus dalam menghidupkan kembali ruang-ruang publik.
doni nela
kenji dhea
ipang
naru
sedikit tentang
placemaking
Placemaking adalah pendekatan yang mengedepankan dan berpusat pada komunitas untuk mereka menentukan bagaimana citra dan fungsi dari sebuah tempat (Schneekloth & Shibley, 1995). Placemaking terjadi secara natural ketika sebuah komunitas membentuk identitas kolektif pada sebuah tempat (Gill, 2010). Placemaking menggeser paradigma pada perencanaan dan perancangan kota dimana awalnya fokus utama pada bangunan dan bentuk perkotaan makro, menjadi fokus pada ruang publik dan aktivitas manusia (Courage et al., 2021)
Lalu, apa sih Ruang Publik itu? Ruang publik merupakan ruang yang dapat mewadahi kepentingan publik atau masyarakat umum, misalnya melakukan komunikasi dengan kolega, pertemuan informal komunitas tertentu, bermain, jalan-jalan, melepas lelah, melihat-lihat taman dan penghijauan, sekedar melihat orang lewat atau memperhatikan kegiatan orang di sekitar ruang tersebut (Darmawan, 2005). Keberadaan ruang publik ini sangat penting karena ruang publik adalah tempat yang menjadi perpaduan berbagai dimensi kehidupan kita sehari-hari. Ruang publik yang berhasil adalah tempat di mana berbagai orang dengan berbagai kepentingan berkumpul, berinteraksi, dan melakukan berbagai aktivitas sepanjang hari dan tahun.
Placemaking itu.... Adaptable Context-specific Flexible
Dynamic Community-driven
Collaborative
Sociable
Inclusive
Function before form
Pemulihan Ruang Publik di Bawah Jembatan Layang Pasupati Bandung, Indonesia 2022 - 2023
Kolaborator
Gawat, Taman Sari kekurangan ruang publik! Kelurahan Taman Sari adalah area yang sangat padat, dan 90% penduduknya memiliki pendapatan rendah. Ada sebuah ruang publik di sana, area yang kerap disapa Taman Film dan Lapangan Bawet. Sayangnya, ruang publik itu kurang terawat dan seringkali fungsinya disalahgunakan. Melalui kerjasama dan partisipasi aktif dari masyarakat, kami bertujuan untuk mengubah kondisi ruang publik tersebut menjadi area publik yang lebih bersih dan aman.
Mengenal Taman Pasupati Di awal tahun 2000an, Kota Bandung tengah menggencarkan pembangunan infrastruktur untuk meningkat konektivitasnya. Salah satu infrastruktur yang cukup masif dan manfaatnya masih kita rasakan hingga saat ini adalah Jembatan Pasupati atau yang juga biasa dikenal sebagai Jalan Layang Pasupati. Jembatan Pasupati menghubungkan bagian utara dan timur Kota Bandung melewati lembah Cikapundung, dengan panjang sekitar 2,8 kilometer dan lebar sekitar 21,53 meter. Jembatan Pasupati kini telah menjadi salah satu ikon Kota Bandung yang menyuguhkan pemandangan Kota Bandung yang indah dengan diterangi lampu sorot warna-warni pada malam hari. Pembangunan Jalan Layang terpanjang ke-2 di Indonesia ini menciptakan ruang-ruang kosong di bawahnya.
Sejak awal beroperasi pada tahun 2005, ruang kosong di bawah Jalan Layang Pasupati menjadi seakanakan tidak berpemilik dan tidak ada yang mengelola. Hal ini divalidasi oleh Sumaryanto, selaku warga Kelurahan Tamansari sekaligus Kepala Seksi Ekonomi di Kecamatan Bandung Wetan dan Rudy selaku Ketua RW11 Kelurahan Tamansari yang menyatakan bahwa sebelum adanya taman, ruang di bawah Jalan Layang Pasupati kebanyakan hanya lahan kosong dan terisi bekasbekas konstruksi. Terlebih lagi, ruang ini juga dimanfaatkan oleh tunawisma atau kaum marginal sebagai tempat tinggal sementara mereka. Kelompok masyarakat ini melihat ruang kosong tersebut sebagai alternatif tempat tinggal yang memadai, dalam arti tidak terkena hujan, tidak terkena panas, dan udara yang sejuk. banyak ruang terisolir di bawah Jalan Layang Pasupati yang digunakan oleh orang-orang untuk mabuk minuman beralkohol dan menggunakan narkoba. Selain itu, terdapat ajang mengadu binatang, seperti kompetisi mengadu ayam. Hal ini divalidasi oleh Sumaryanto, selaku warga Kelurahan Tamansari. Fenomena ini disebabkan oleh minimnya pengelolaan dan pengawasan pemerintah pasca konstruksi Jalan Layang Pasupati.
Lalu, pada masa pemerintahan Ridwan Kawil, Beliau membuat sebuah program bernamakan program tematik. Taman Tematik merupakan ide dari Walikota Ridwan Kamil di masa kampanye Beliau, untuk meningkatkan index of happiness atau Indeks Kebahagiaan masyarakat Kota Bandung, salah satu strateginya adalah dengan meningkatkan ruang publik. Ruang publik dapat disediakan dengan melakukan reaktivasi taman. Walikota Ridwan Kamil melihat kondisi taman di Kota Bandung pada masa itu jarang dikunjungi, akhirnya Beliau memiliki ide untuk membuat taman tematik, salah satunya di kawasan kolong Jalan Layang Pasupati.
14 September 2014, Taman Film diresmikan. Taman Film dilengkapi oleh fasilitas videotron berukuran besar yang menjadi daya tarik taman ini. Taman Film dibuat seperti suasana bioskop dengan fasilitas layar videotronnya dan tempat duduk di taman yang berundakundak. Taman Film memiliki luas sekitar 1.300-meter persegi dengan kapasitas 500 orang. Taman Film dilengkapi oleh fasilitas pemutaran film gratis, area parkir dan akses wifi gratis.
Memangnya, ada apa dengan Taman Film & Lapangan Bawet?
Kami melihat potensi besar di area Taman Film & Lapangan Bawet. 1. Lokasinya yang berdekatan dengan pusat-pusat pendidikan seperti sekolah dan universitas, di mana terdapat banyak pemuda yang berada di sekitarnya. 2. Kelurahan Tamansari memiliki komunitas pemuda yang aktif, menjadikannya sebagai pusat yang menjanjikan untuk inovasi. Sangat disayangkan karena ketika inisiatif ini dimulai pada bulan November 2022, survei lapangan yang kami lakukan menunjukkan bahwa kondisi taman sangat kurang terawat, bahkan lapangan futsalnya tidak dapat digunakan lagi! Penyebabnya bermacam-macam, karena para pengunjung yang tidak menjaga kebersihan, dan lapangan futsal digunakan untuk parkir ilegal.
Melalui kegiatan yang kami lakukan, harapannya bisa terjadi perubahan dalam memaknai ruang publik. Kami ingin masyarakat merasa memiliki tanggung jawab terhadap tempat tersebut. Ketika itu terwujud, mereka akan secara otomatis menjaga tempat publik ini dengan sepenuh hati. Banyak pengetahuan baru kami temukan dan aplikasikan dalam proses pemulihan ruang publik ini, dan prosesnya sebenarnya tidak begitu linear. Yuk, coba kita bahas langkah demi langkah!
1. Merumuskan Kebutuhan & Masalah Pertama-tama, kami mencoba merumuskan kebutuhan, bertujuan agar nantinya, intervensi yang akan dilakukan sepenuhnya berdasar pada kebutuhan pengunjung kedua ruang publik tersebut dengan harapan luaran yang diperoleh akan lebih tepat guna dan bermanfaat. Untuk merumuskan kebutuhan, langkah awal yang kami lakukan adalah pengumpulan data terkait kebutuhan intervensi dengan berbagai metode yaitu pengamatan langsung, (Penyebaran survey, wawancara dengan pengunjung & masyarakat setempat, dan focus group discussion (FGD).
Pengamatan secara langsung dilakukan untuk mengetahui kebutuhan berdasarkan kebiasaan sehari-hari pengunjung ruang publik tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan langsung, terhadap beberapa fenomena yang perlu untuk dibenahi dan dirumuskan solusinya sebagai berikut.
Kebutuhan Di Taman Film, dapat ditemukan banyak anak-anak kecil setempat yang sering mengunjunginya dari pagi hingga sore hari. Aktivitas yang mereka lakukan pun beragam mulai dari sekedar berbincang, berlari-larian, hingga bermain sepak bola. Kami menyimpulkan bahwa terdapat kebutuhan ruang bermain bagi anakanak kecil. Dibutuhkan suatu tempat yang luas bagi mereka untuk melakukan berbagai macam aktivitas secara leluasa. Tidak hanya anak-anak kecil, banyak aktivitas orang dewasa seperti senam bersama atau latihan komunitas yang memerlukan ruang gerak yang bebas juga kerap ditemukan pada Taman Film sehingga kebutuhan akan lahan yang luas semakin nyata. Ironisnya, tepat di sebelah Taman Film merupakan sebuah Lapangan multifungsi yang sebenarnya dapat menjawab semua persoalan di atas. Namun, keberadaan mobil-mobil travel yang memakirkan armadanya tepat di dalam lapangan tersebut membuat masyarakat menjadi tidak dapat beraktivitas di lapangan tersebut tergerus dan terkelupas.
Masalah Kondisi taman sepi pada malam hari Pada Taman Film, dapat ditemukan berbagai macam aktivitas yang dilakukan oleh berbagai macam lapisan masyarakat mulai dari warga setempat, pelajar, hingga pengunjung umum. Namun, seluruh aktivitas tersebut hanya terjadi pada pagi hari hingga sore hari saja. Hal tersebut sangat disayangkan karena dengan keterbatasan waktu penggunaan taman terlebih hanya dikarenakan oleh fasilitas yang kurang lengkap, potensi dari pemanfaatan pada malam hari menjadi hilang begitu saja. Penempatan alas kaki kurang rapi Taman Film merupakan sebuah taman yang menggunakan rumput sintetis di keseluruhan kawasannya sehingga pengunjung taman diwajibkan untuk melepaskan alas kakinya sebelum memasuki kawasan taman. Namun, sangat disayangkan bahwa peraturan tersebut justru menyebabkan ketidakindahan di kedua pintu utama taman. Saat kami beberapa kali mengunjungi Taman Film, kami melihat banyak sendal dan sepatu yang berserakan di sekitar pintu masuk taman.
2. Strategi Karena masalah yang ada berkaitan erat dengan para pemangku kepentingan yang beragam, kami berusaha mengatasinya dengan menggunakan pendekatan seperti:
Wawancara
dengan pemangku kepentingan, untuk memahami keinginan dan kebutuhan mereka.
FGD (Focus Group Discussion) dengan penduduk lokal & juga departemen pemerintah kota untuk mengumpulkan umpan balik dan terlibat dalam iterasi kolaboratif. Kami menginovasi beberapa alat yang memungkinkan komunitas menyampaikan pendapat mereka.
Kerja sama dengan Karang Taruna,
kelompok pemuda setempat, untuk memastikan bahwa program yang kami berikan diterima dengan baik oleh masyarakat lokal, dan untuk memastikan tujuan kami sejalan.
Strategi-strategi ini, meskipun mudah untuk ditulis, adalah pekerjaan yang sangat menantang. Pada prosesnya dibutuhkan keterampilan komunikasi, kesabaran, tapiyang pasti membuahkan hasil sepadan dengan usaha!
Melalui penyebaran survey kepada pemuda-pemudi setempat dan juga pelajar yang sering berada di kawasan kedua ruang publik tersebut, kami menemukan suatu fenomena yang menarik bahwa ternyata masih banyak pemuda-pemudi dan pelajar yang tidak tahu akan keberadaan ruangruang publik ini. Mereka menjadi bertanya-tanya, “Apa sih Taman Film itu?” “Apa itu Lapangan Bawet? “ “Di mana tempatnya?”
Hal ini tentu menjadi poin penting yang perlu diperhatikan dalam kebutuhan intervensi, yaitu kurangnya penyebaran informasi akan keberadaan dan potensi pemanfaatan ruang-ruang publik ini. Setelah itu, kami juga melakukan wawancara dengan pengunjung dan masyarakat setempat terkait pandangan mereka terhadap kedua ruang publik ini, dan hal-hal apa saja yang mereka harap dapat ditingkatkan lagi. Kemudian, dari focus group discussion (FGD) dengan berbagai macam latar belakang peserta, mulai dari pihak kedinasan, pihak kelurahan, pihak RW setempat, Karang Taruna, hingga tokoh masyarakat setempat. FGD ini bertujuan dalam memadukan seluruh pandangan dan kebutuhan dari masing-masing pihak agar dapat memajukan kedua ruang publik ini. Tentu terdapat beberapa mispersepsi antar masing-masing pihak namun pada akhirnya, FGD yang kami adakan ini dapat menengahi dan meluruskan mispersepsi tersebut sehingga kedepannya kolaborasi dapat tercipta dengan baik antar seluruh pihak.
3. Persiapan Implementasi Dalam proses perencanaan, kami memiliki berusaha untuk memahami keinginan dan kebutuhan komunitas. Untuk mewujudkannya, dibutuhkan Sumber Daya, yang melibatkan 4 hal.
Anggaran
Kami mencari perusahaan-perusahaan yang memiliki program CSR (Corporate Social Responsibility) terkait dengan proyek kami. Hasilnya, kami dapat menerima produk yang diperlukan secara gratis.
Sumber Daya Manusia (SDM)
Terdapat 30 relawan yang membantu dalam melaksanakan proyek ini, karena antisipasi terhadap beban kerja yang besar. Kami memutuskan untuk merekrut mahasiswa tahun pertama dan tahun kedua dari universitas kami, karena melihat bahwa mereka mencari pengalaman baru.
Kerjasama dengan Komunitas Lain
Proyek ini tidak akan berhasil tanpa bantuan komunitas lain, seperti: x y z. Kami menghubungi mereka dan mendiskusikan bagaimana kerja sama akan berlangsung.
Linimasa
Lapisan-lapisan pekerjaan diatur dalam linimasa yang efektif dan realistis, sebagai dasar proyek dilaksanakan. Dalam linimasa tersebut, terdapat beberapa variabel yang penting: tahapan pengerjaan, waktu yang realistis untuk setiap pekerjaan, dan distribusi tenaga kerja. Dengan linimasa, proyek menjadi lebih teratur dan memiliki target yang nyata.
THE TEAM!
4. Implementasi Setelah data-data kebutuhan terkumpul, kami menyimpulkan bahwa intervensi yang bisa kami lakukan berupa:
Intervensi Fisik
Pengadaan, atau perbaikan fasilitas yang dapat menjawab kebutuhan pengunjung yang dirasa masih kurang.
Intervensi non-Fisik!
Penyelenggaraan program/aktivitas yang dapat mereaktivasi kedua ruang publik ini, sehingga keberadaan dan potensi pemanfaatannya dapat diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat.
“It is difficult to design a place that will not attract people. What is remarkable is how often this has been accomplished.” - William H. Whyte -
Intervensi Fisik di Taman Film Secara garis besar, kondisi taman sudah cukup baik, namun kami merasa terdapat hal-hal yang seandainya bisa diperbaiki atau bisa diadakan, akan membuat Taman Film ini menjadi kian nyaman, indah, dan menarik untuk dikunjungi. Intervensi fisik yang dilakukan pun sepenuhnya berdasar pada data kebutuhan yang telah dikumpulkan sebelumnya. Intervensi fisik juga dilakukan secara bertahap agar tidak mengganggu aktivitas sehari-hari di Taman Film, sehingga taman tidak perlu ditutup sepenuhnya.
01 | Mengubah Railing Sebelumnya, penyekat antara Taman Film dengan jalan utama merupakan beberapa papan besi yang dibariskan secara paralel, sehingga orang-orang yang sedang melewati jalan utama tidak dapat melihat aktivitas yang sedang terjadi di Taman Film. Kami yakin bahwa sebuah ruang publik sebaiknya dapat dilihat dari jalan utama dikarenakan dapat meningkatkan awareness masyarakat tentang keberadaan Taman Film, hanya dengan sekedar melewati jalan utama di sebelahnya. Oleh karena itu, kami mengubah railing yang sepenuhnya tertutup menjadi railing rangka besi yang memiliki rongga sehingga orang-orang dapat melihat aktivitas di dalam taman tanpa mengurangi rasa keamanan dari taman itu sendiri dikarenakan tetap adanya railing yang fungsional.
02 | Menambah Rak Sepatu
03 | Menambah lampu strip
Berdasarkan pengamatan langsung yang telah dilakukan, kami melihat banyak sendal dan sepatu yang berserakan di sekitar pintu masuk taman. Sehingga untuk menyiasati permasalahan tersebut, kami mengadakan 2 buah rak sepatu yang diletakkan di kedua pintu masuk Taman Film (pintu depan & pintu belakang).
Berdasarkan pengamatan langsung yang telah dilakukan, kami menyimpulkan bahwa tidak ada aktivitas yang berlangsung di Taman Film pada malam hari dikarenakan kurangnya penerangan sehingga membuat pengunjung enggan untuk beraktivitas. Oleh karena itu, kami memasang 3 lapis lampu strip di sepanjang podium tempat duduk yang melintang di sepanjang Taman Film.
Rak sepatu tersebut terbuat dari kayu dan langsung ditanam di dasar dan dinding bangunan Taman Film sehingga diharapkan rak sepatu tersebut akan tetap disitu dan tidak dipindahkan/ disalahgunakan.
Dengan adanya penerangan tambahan ini, diharapkan agar Taman Film tidak akan segelap itu pada malam hari sehingga pengunjung masih dapat beraktivitas hingga malam hari. Selain itu, penambahan lampu strip ini juga menambah estetika dari Taman Film itu sendiri karena mempertegas kontur unik dari podium tempat duduk yang merupakan karakteristik unik dari Taman Film.
04 | Memberbaiki tempat sampah Terdapat beberapa tempat sampah yang sudah ada di Taman Film namun dalam kondisi yang kurang baik. Sehingga alihalih mengganti tempat sampah, kami memilih untuk memperbaikinya saja dikarenakan tempat sampah yang sudah ada terbuat dari besi sehingga memiliki kualitas yang sudah baik sehingga disayangkan jika tidak digunakan lagi. 05 | Memperbaiki toilet Terdapat 2 buah toilet yang sudah ada di Taman Film namun dalam kondisi yang kurang baik juga. Keramik kamar mandi yang sudah kurang baik, WC yang sudah tidak berfungsi, cat dinding yang sudah mengelupas, dan tandon air yang sudah retak. Oleh karena itu, kami memperbaiki toilet secara keseluruhan, mulai dari mengganti kemarik kamar mandi, mengganti WC, mengecat ulang dinding kamar mandi, hingga mengganti tandor air dengan yang baru. Selain itu, kami juga melakukan pengecatan ulang mural pada pilarpilar jembatan di sekitar Taman Film dikarenakan mural sebelumnya sudah mulai pudar sehingga perlu diperbaharui. Mural yang baru dibuat juga memiliki tema-tema yang sesuai dengan citra Taman Film. Tidak hanya itu, spanduk dari beberapa sponsor Taman Film juga kami cetak ulang dengan format yang lebih modern dan sesuai dengan branding Taman Film.
Intervensi Non-Fisik di Taman Film Untuk intervensi non-fisik yang diadakan di Taman Film, kami melakukan beberapa kegiatan yang bertujuan untuk memperkenalkan Taman Film sebagai sebuah ruang publik yang nyaman untuk digunakan dan diadakan kegiatan. Tidak hanya itu, kegiatan-kegiatan yagn kami lakukan tentu perlu memiliki nilai lebih dan membawa manfaat bagi masyarakat setempat serta pengunjung taman.
02 | Selebrasi Edukasi
Ada beberapa kegiatan yang telah kami lakukan di Taman Film : Selebrasi Edukasi dan Saujana.
Engish Day merupakan sebuah kegiatan dimana kami berkolaborasi dengan komunitas pengabdian masyarakat untuk mengajar bahasa Inggris sederhana kepada anak-anak setempat. “Dewantara” Tutoring Session merupakan sesi mentoring oleh mahasiswa-mahasiswa ITB untuk murid-murid kelas 12 terkait ujian akhir dan ujian perguruan tinggi. Kongkow Massa Kampus merupakan sesi dikusi bebas untuk mahasiswa-mahasiswi di Kota Bandung untuk memperluas koneksi antar jurusan dan universitas.
01 | Saujana Saujana merupakan sebuah acara yang bertujuan untuk meningkatkan awareness masyarakat dan memberikan edukasi terkait pentingnya ruang publik yang berkelanjutan. Para peserta dapat belajar dalam berbagai aktivitas kelompok yang menyenangkan seperti tur keliling kota dengan menggunakan transportasi umum, sesi diskusi, dan juga sesi talkshow. Selain itu, ada beberapa instalasi interaktif yang dipasang di sekitar kawasan Taman Film untuk mengumpulkan pendapat para peserta tentang pandangan mereka terhadap ruang publik di Kota Bandung.
Dalam rangka menyambut Hari Pendidikan Nasional, kami mengadakan sebuah acara bernama “Selebrasi Edukasi” yang bertujuan untuk memajukan pendidikan di Indonesia dalam beberapa bentuk sub-event yaitu English Day, “Dewantara” Tutoring Session, dan Kongkow Massa Kampus.
Intervensi Fisik di Lapangan Bawet Berbeda dengan yang dilakukan pada Taman Film, intervensi fisik yang dilakukan pada Lapangan Bawet secara garis besar bertujuan untuk membangun ulang lapangan secara keseluruhan agar dapat digunakan kembali untuk aktivitas sehari-hari. Lapangan pun tidak dibangun ulang dari awal, namun dengan menambahkan lapisan beton yang diplester sehingga nyaman digunakan untuk beraktivitas. Hal ini dikarenakan pembangunan ulang lapangan dari awal akan membutuhkan waktu yang lama dan dana yan besar, sehingga alternatif yang kami ambil ini kami rasa merupakan yang paling efektif dengan keterbatasan keadaan saat ini. Lalu, sama halnya dengan yang dilakukan di Taman Film, kami juga melakukan pengecatan ulang mural pada pilar-pilar jembatan, melalui kerjasama dengan bekomunitas. di sekitar Lapangan Bawet dikarenakan mural sebelumnya sudah mulai pudar sehingga perlu diperbaharui. Mural yang baru dibuat juga memiliki tema-tema yang sesuai dengan citra Lapangan Bawet.
A | Pembangunan lapangan diawali dengan pembersihan lahan dan pencabutan lapisan-lapisan karet yang dulunya merupakan lapisan dasar dari sebuah lapangan futsal.
B | Selanjutnya, dilakukan pencampuran agregat, semen, pasir, dan juga air yang merupakan bahan dasar dari lapisan beton yang akan ditambahkan. Setelah tercampur dengan baik, campuran beton tersebut diratakan lalu diplester agar lapangan memiliki permukaan yang halus.
Dilakukan juga pengukuran ketinggian lapisan beton yang akan ditambahkan dikarenakan lapangan berada pada kondisi jalan menurun sehingga ketinggiannya perlu disesuaikan kembali.
C | Selain itu, kami juga menambahkan sepasang gawang dan beberapa bangku besi sebagai fasilitas penunjang kegiatan pada lapangan tersebut.
Intervensi Non-Fisik di Lapangan Bawet Sama halnya dengan yang dilakukan pada Taman Film, untuk intervensi nonfisik yang diadakan di Lapangan Bawet, kami melakukan beberapa kegiatan yang bertujuan untuk memperkenalkan Lapangan Bawet sebagai sebuah lapangan multifungsi yang dapat digunakan kembali secara mudah dan gratis oleh seluruh lapisan masyrakat. Dengan ini, diharapkan agar masyarakat setempat dapat kembali menggunakan lapangan ini untuk berbagai aktivitas, baik itu untuk acara-acara besar maupun aktivitas sehari-sehari saja. Beberapa kegiatan yang telah kami lakukan di Lapangan Bawet adalah Pekan Olahraga Taman Sari & Community Fest.
01 | Pekan Olahraga Tamansari Kami bekerjasama dengan Karang Taruna Kecamatan Bandung Wetan dalam mengadakan Pekan Olahraga Tamansari yang terdiri dari 3 sub-event yaitu senam aerobik dengan ibu-ibu setempat, coaching clinic futsal, dan turnamen futsal anak-anak setempat. Kolaborasi yang dilakukan dengan Karang Taruna setempat ini diharapkan dapat menjadi sarana pengembangan kapasitas bagi mereka untuk mengadakan kegiatankegiatan selanjutnya dengan skala yang besar secara konsisten.
02 | Community Fest Community Fest merupakan sebuah kegiatan kolaborasi dengan Kejar Mimpi CIMB Niaga yang bertujuan untuk mendukung dan memperkenalkan berbagai macam UMKM yang ada di Kota Bandung. Tidak hanya UMKM, terdapat berbagai komunitas yang tergabung dalam acara ini sehingga diharapkan dapat menciptakan kolaborasi yang berkelanjutan antar masing-masing komunitas. Selain itu, terdapat beberapa talkshow terkait UMKM dan industri kreatif.
Selama proses keberlangsungan kegiatan-kegiatan ini, pengusahaan terhadap berbagai UMKM, komunitas, dan sponsor terkait potensi kolaborasi jangka panjang terus kami lakukan dengan harapan pada akhir rangkaian program, dapat mulai terbentuk sebuah ekosistem yang berkelanjutan pada kawasan kedua ruang publik ini sehingga menjaga keberlangsungan dan memantapkannya sebagai buah hasil penerapan konsep placemaking yang tepat.
faces behind
dibawahjembatan