Proyek Akhir Sarjana
Re-coding The Code’s Urban Kampong Penataan Ulang Kampung Sungai Code Melalui Rekam Bahasa Rancangan Spasial Kampung Sebagai Pendekatan Perancangan
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe
Ditulis oleh
Satria Agung Permana 14512200
Dr.-Ing, Ilya F. Maharika, Ir., MA, IAI.
a an
Pembimbing
Penguji Syarifah Ismailiyah Alathas, ST, MT, IAI.
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta 2018
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
[8/26, 15:35] Yu Sing: Jadi walau mulanya lebih lama daripada gedung yang dibangun secara proses proyek biasa, sebetulnya justru lebih cepat membangun manusia menjadi lebih baik. Kan, yang penting membangun manusia. Bukan bangun gedung rusun.
14
- Chat Yu Sing dalam Grup Whatsapp
Penataan Kampung Pulo, Buku Stensil Arsitektur, 2015
a an
rm pe
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51 14
a an rm pe
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51 14
a an rm pe
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51 14
a an rm pe
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51 14
a an rm pe
Pengantar
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Dalam proyek akhir sarjana ini, kampung-kota mungkin dapat membuat paradigma politisi lahan sangat melebur, sehingga tidak banyak terjadi kekuasaan kepentingan lahan. Mungkin saja dalam satu kavling dapat dihuni oleh lebih dari satu keluarga. Mungkin saja bisa menjadi dua kavling yang menyatu untuk memberi ruang hidup yang lebih banyak. Rumah kampung adalah rumah yang tumbuh, dan penataan dapat berjalan secara inkremental, bukan sekaligus besar.
a an
Dalam pola fikir sehari-hari, kita memahami bahwa angka akan menunjukkan sebuah kuantitas. Di dalam penyediaan hunian terutama kampung-kota, pemerintah terbiasa
berniat untuk mengatasi peningkatan populasi dengan merekonstruksi kampung menjadi rumah susun. Secara kuantitas, memang akan sangat efisien menjadikan rusun sebagai solusi. Namun pada kenyataannya, masyarakat belum terbiasa untuk tinggal di tempat tersebut. mereka lebih memilih untuk menapak tanah di kampung-kota yang organis dengan beragam budaya didalamnya. Sebagai contoh sederhana, beberapa masyarakat memiliki usaha warung di depan rumahnya. Ketika kebiasaan tersebut dirubah dalam rumah susun, mungkinkah beliau akan membuka kembali ruang usahanya tersebut?
rm pe
Dengan segala syukur dan kebesaran Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini di waktu yang tepat. Dukungan doa, moral, dan material dari kedua orang tua yang menjadi gerbang utama tertunaikannya pengerjaan tugas ini. Dengan segala kerendahan hati mengutarakan banyak terimakasih kepada pembimbing, DrIng. Ilya F. Maharika Ir. MA, IAI. ; penguji, Syarifah Ismailiyah Alatas, ST. MT., IAI.; serta kepala jurusan arsitektur, Noor Cholis Idham ST. M.Arch, Ph.D, IAI. yang telah memberikan tempat bagi penulis untuk mengembangkan diri dalam khasanah pendidikan arsitektur. Terimakasih sebanyak-banyaknya kepada masyarakat Jogoyudan yang memberikan pandangan baru penulis terhadap kampung; Yu-sing, yang berkenan memberikan evaluasi terhadap gagasan penulis; teman-teman arsitektur 2014, teman-adik-kakak yang mendiami lab arsitketur digital sedari dulu hingga lulus, serta seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian proyek akhir sarjana ini, mohon maaf tidak sempat menuliskannya satu demi satu. Semoga bermanfaat.
Jadi, mengapa harus selalu mengubah kampung menjadi rumah susun jika kita dapat membuat kampung menjadi ruang hidup yang visioner?
Satria Agung Permana
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
Menerka Satria Agung Permana, 2017
Abstraksi
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
Urbanization from village to the city has contributed to crowded the city until leaving only 18 percent green space in Yogyakarta. Limited affordability of the community to own a house makes them less consider the green space aspect of building a house, so that much-owned land are maximized only for building. Their intent is only to survive. This case is much found in Jogoyudan Kampong, Yogyakarta, also similar city kampong that was built in the Code Riverside. This Undergraduate Architectural Design Thesis (UADT) is intended to identify the kampong’s core code that found in Jogoyudan Kampong. The study was focused on recoding the kampong’s core code into next-gen kampong settlement without losing the urban kampong cultures in Code Riverside Yogyakarta. The UADT output was intended to become a guideline to build kampong in the future. Visioning them towards the future. Keywords: towards the future, kampong, coding, architectural programming, Jogoyudan.
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
Menerka Satria Agung Permana, 2017
Abstraksi
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
Urbanization from village to the city has contributed to crowded the city until leaving only 18 percent green space in Yogyakarta. Limited affordability of the community to own a house makes them less consider the green space aspect of building a house, so that much-owned land are maximized only for building. Their intent is only to survive. This case is much found in Jogoyudan Kampong, Yogyakarta, also similar city kampong that was built in the Code Riverside. This Undergraduate Architectural Design Thesis (UADT) is intended to identify the kampong’s core code that found in Jogoyudan Kampong. The study was focused on recoding the kampong’s core code into next-gen kampong settlement without losing the urban kampong cultures in Code Riverside Yogyakarta. The UADT output was intended to become a guideline to build kampong in the future. Visioning them towards the future. Keywords: towards the future, kampong, coding, architectural programming, Jogoyudan.
Daftar Isi
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
ii
Lembar Pengesahan
iv
Catatan Dosen Pembimbing
v
14
Halaman Judul
Pernyataan Keaslian
vi
Pengantar vii Abstraksi ix Daftar Isi
rm pe
Daftar Gambar
x xii
Pendahuluan 1
a an
Latar Belakang 2 Mengenal Kampung Jogoyudan 4 Penjelajahan Niat 6 Metode dan Dasar Teori 8 Kajian Preseden 16 Peta Persoalan dan Batasan Rancangan 24 Kebaruan (Novelty) 26 Hipotesa 27
Konteks Kampung & Arsitektur
29
Kampung Jogoyudan, Kampung Sungai Code Kondisi Fisik dan Tipologi Regulasi & Data Lokasi
30 34 38
Membahasakan Kampung
43
Koding Kampung Konteks Satu : Kampung Konteks Dua : Ketetanggaan Konteks Tiga : Arsitektural Menggunakan Bahasa Rancangan Kampung
45 46 56 80 105
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Penjelajahan Skenario & Gagasan
109 110 112 114 128
14
Peleburan Niat Tapak yang Diajukan Penjelajahan Skenario & Gagasan Pendekatan Sintesa Penjelajahan
Hasil Perancangan
133
rm pe
Pengembangan Rancangan Secara Holistik 134 Membayangkan Kembali Tatanan Kampung 136 Proyeksi Rekoding Kampung Jogoyudan RW 11 142 Rancangan Arsitektural 147 Balekampung 148 Eksperimentasi Ruang Hidup Burung 154 Lapis Ganda Rumah Rumah 158 Code Riverside 166 Tentang Kampung 168
Epilog 175
a an
Ulasan dan Kesimpulan 176 Refleksi Penulis 178 Pustaka 180
Daftar Gambar
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Gambar 1.1 Abstraksi Gambar 1.2 Representasi Berfikir Perancangan Gambar 1.3 Lingkup Rancangan Gambar 1.4 Lawson Building Block Model for Design Problem Gambar 1.5 Alur Pemikiran Koding Gambar 1.6 Preferensi Masyarakat Kampung Terban Terhadap Kampung Pintar Gambar 1.7 Metode Pengkajian Klasifikasi Preseden Gambar 1.8 Architecture Catalogue Gambar 1.9 Catalogue Scenario Gambar 1.10 Kajian Preseden - Architectural Catalogues Gambar 1.11 Tampak Udara New Hutong Gambar 1.12 Mixed Community ) Gambar 1.13 Kajian Preseden - Reimagine Hutong Gambar 1.14 Konseptual Half-a-house Gambar 1.15 Transformasi Rancangan Gambar 1.16 Kajian Preseden - Half a House Gambar 1.17 Perencanan Melbourne oleh Hoddle, R Gambar 1.18 Rencana Layout Blok (1837). Hoddle, Gambar 1.19 Place for People: Melbourne Gambar 1.20 Jalan Tematik di Melbourne Gambar 1.21 Kajian Preseden - Melbourne Laneways Gambar 1.22 Suasana Pemukiman Aranya Gambar 1.23 Rancangan Pemukiman Gambar 1.24 Kajian Preseden - Half a House Gambar 1.25 Kajian Preseden Gambar 1.25 Sketsa Kampung Gambar 2.1 Kampung Code Gambar 2.2 Kampung Jodipan Gambar 2.3 Kampung Cikini, Ayun Ayun Kaliku Gambar 2.4 Peta Kampung Jogoyudan Gambar 2.5 Potret Kondisi Kampung Jogoyudan Gambar 2.7 Sketsa Tipologi Jalan di Jogoyudan Gambar 2.8 Sketsa Tipologi Bangunan di Jogoyudan Gambar 2.9 Regulasi di Jogoyudan Gambar 2.10 Koleksi Data Urban Jogoyudan Gambar 2.12 Kepemilikan Tanah dan Kavling Gambar 2.13 Profil Urban Batasan Tapak Rancangan Gambar 3.1 Ilustrasi Aerial Kampung Jogoyudan
a an
rm pe
7 8 8 9 12 15 17 18 18 18 19 19 19 20 20 20 21 21 21 21 21 22 22 22 23 27 31 31 31 32 35 36 37 38 39 40 41 44
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Gambar 3.2 Ilustrasi Rekoding Kampung Gambar 3.3 Ilustrasi Rekoding Fasilitas Kampung Gambar 3.4 Ilustrasi Rekoding Fasilitas Kampung Gambar 3.5 Permerintahan Kampung Terpusat dan Tersebar Gambar 3.6. Ilustrasi Rekoding Gerbang Gambar 3.7. Pos Jaga - Pos Publik Gambar 3.8. Fungsi Campuran Gambar 3.9. Balai Kampung Gambar 3.10 Evolusi Bank Air Gambar 3.11 Mengembalikan Akses Sungai Gambar 3.12 Ruang Publik adalah Jalanan Gambar 3.13 Akses Publik Sungai Gambar 3.14 Atraksi Jalanan Utama Gambar 3.15 Pertemuan Spontan Gambar 3.16 Menemukan Rumah Perangkat Gambar 3.17 Percakapan Spontan Gambar 3.18 Warna Kampung Gambar 3.19 Kantor Desa Gambar 3.20 Ekspresi Langit-langit Gambar 3.21 Masjid Gambar 3.22 PAUD Melebur di Kampung Gambar 3.23 Mengkampungkan Perpustakaan Gambar 3.24 Perayaan Pertemuan Gambar 3.25 Evolusi Pos Ronda Gambar 3.26 Pos Sampah Mandiri Gambar 3.27 Ambiguitas Ruang Gambar 3.28 Mencari Ruang Kreatif Gambar 3.29 Ambiguitas Ruang Gambar 3.30 Rumah Kampung Gambar 3.31 Warung Kampung Gambar 3.33 Rekoding Dapur Pribadi Gambar 3.32 Rekoding Atap Gambar 3.34 Rekoding Pawon Gambar 3.35 Rekoding Dinding Gambar 3.36 Rekoding Fasad Multisisi Gambar 3.37 Rekoding Fasad Satu Sisi Gambar 3.38 Rekoding Gerbang Gambar 3.39 Rekoding Fasilitas Hewan
a an
rm pe
47 49 50 51 52 53 55 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 81 81 82 82 83 83 84 84
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Gambar 3.40 Rekoding Info-Infrastruktur Gambar 4.41 Rekoding Fasilitas Jemuran Gambar 3.42 Rekoding Jembatan Gambar 3.43 Rekoding Jendela Kecil Gambar 3.44 Rekoding Jendela Lebar Gambar 3.45 Rekoding Fasilitas MCK Gambar 3.46 Rekoding Ruang Tidur Gambar 3.47 Rekoding Akses Angin Gambar 3.48 Rekoding Cahaya Matahari Gambar 3.49 Rekoding Masa Bangunan Gambar 3.50 Rekoding Material Bambu Gambar 3.51 Rekoding Material Bata Gambar 3.52 Rekoding Material Industri Gambar 3.53 Rekoding Masa Bangunan Gambar 3.54 Rekoding Kaca Gambar 3.55 Rekoding Material Bata Gambar 3.56 Rekoding Perilaku Memancing Gambar 3.57 Rekoding Masa Bangunan Gambar 3.58 Rekoding Pagar Gambar 3.59 Rekoding Material Bata Gambar 3.60 Rekoding Parkir Gerobak Dagang Gambar 3.61 Rekoding Parkir Mobil Gambar 3.62 Rekoding Parkir Motor Gambar 3.63 Rekoding Material Bata Gambar 3.64 Rekoding Pintu Gambar 3.65 Rekoding Program Ruang Rumah Gambar 3.66 Rekoding Ruang Burung Gambar 3.67 Rekoding Ruang Makan Gambar 3.68 Rekoding Ruang Multifungsi Gambar 3.69 Rekoding Ruang Usaha Gambar 3.70 Rekoding Ruang Burung Gambar 3.71 Rekoding Material Bata Gambar 3.72 Rekoding Tangga Gambar 3.73 Rekoding Taman Besar Gambar 3.74 Rekoding Taman Kecil Gambar 3.75 Rekoding Taman Vertikal Gambar 3.76 Rekoding Depan Bangunan Gambar 3.77 Rekoding Tempat Sampah
a an
rm pe
85 85 86 86 87 87 88 88 89 89 90 90 91 91 92 92 93 93 94 94 95 95 96 96 97 97 98 98 99 99 100 100 101 101 102 102 103 103
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Gambar 3.78 Rekoding Taman Kecil Gambar 3.79 Rekoding Taman Vertikal Gambar 3.80 Rekoding Ruang Kampung 2018 Gambar 4.1 Aerial Jogoyudan Gambar 4.2 Aerial RW11 Gambar 4.3 Ilustrasi Magersari 2.0 Gambar 4.4 Teritori Multi-lapis Gambar 4.5 Hubungan dengan Sungai Gambar 4.6 Konstruksi Angan dan Ketidaktentuan Gambar 4.7 Bahasa Perancangan Gambar 4.8 Parti Pengolahan Tapak Gambar 4.9 Parti Pengolahan Basis Gambar 5.1 Diagram Pengembangan Gambar 5.2 Perbandingan Situasi Masterplan Gambar 5.3 Tampak Barat dan Selatan Kawasan Gambar 5.4 Potongan Kawasan Gambar 5.6 Rekoding Basis Masa (kolektif) Gambar 5.5 Imajinasi Rancangan Tapak Gambar 5.7 Rekoding Basis Masa (kolektif) Gambar 5.8 Rekoding Basis Masa (kolektif) Gambar 5.9 Denah Balekampung Gambar 5.10 Skematik Tampak dan Potongan Balekampung Gambar 5.11 Skematik Explode Detail Balekampung Gambar 5.12 Denah Rumah Burung Gambar 5.13 Tampak Rumah Burung Gambar 5.14 Detail Rumah Burung Gambar 5.15 Denah GF Rumah Tumpuk Gambar 5.16 Denah Rumah Tumpuk (kolektif) Gambar 5.16 Potongan Rumah Tumpuk Gambar 5.17 Tampak Rumah Tumpuk Gambar 5.18 Siteplan Riverside Gambar 5.19 Exploded Riverside Gambar 5.20 Ilustrasi Riverside Gambar 5.21 Ilustrasi Balekampung dari Atas Gambar 5.22 Ilustrasi Perpustakaan Balekampung Gambar 5.23 Ilustrasi Interior Rumah Tumpuk Gambar 5.24 Ilustrasi Interior Rumah Burung
a an
rm pe
104 104 107 111 113 115 117 119 121 123 129 131 135 137 138 141 142 143 144 146 149 151 153 155 156 157 159 160 163 164 167 167 169 170 171 172 172
+
Melayangkan di Atap Satria Agung Permana, 2017
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51 14
a an
Pendahuluan
+
rm pe
.1
+
Latar Belakang
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Kota-kota di Indonesia sebagian besar memiliki daerah kampung, baik itu formal maupun informal. Dalam hal ini kota Yogyakarta, khususnya kampung Jogoyudan menjadi lokasi rancangan proyek akhir sarjana (PAS) ini. Jogoyudan merupakan salah satu pemukiman yang berada di bantaran sungai Code.
2
a an
Salah satu solusi yang sedang direncanakan oleh pemerintah adalah wisata kampung sungai. Beberapa diantaranya telah meremajakan kampungnya menjadi lebih baik, misalnya di daerah Karangwaru, Jetisharjo, dan Gondolayu. Sementara perkembangan di Terban, sebelumnya
Kampung responsif berawal dari eksperimentasi pengembangan sistem kampung pintar yang sebelumnya telah dijelaskan oleh Permana et.al (2017), bahwa kampung pintar merupakan pemanfaatan teknologi informasi sebagai perangkat pendukung keberlangsungan kampung, kecerdasan artifisial penyedia informasi, dan manajemen sumber daya. Eksperimentasi ini mengikuti gagasan kota responsif yang sedang dikaji secara mendalam dimulai pada tahun 2017 oleh Future City Laboratories, ETH Zurich.
rm pe
Pemukiman kampung Code pada umumnya menjadi salah satu pemukiman informal sebagai akibat urbanisasi yang juga memiliki permasalahan yang kompleks. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ayodiya pada tahun 2013, mayoritas penduduk di tepi sungai Code memilih untuk tetap tinggal daripada pindah atau direlokasi, disebutkan 81% memilih untuk menetap (Ayodiya, 2014). Sebelumnya pemerintah memiliki kebijakan dalam mengatasi hal tersebut, yaitu pembangunan rusunawa di tepi sungai Code seperti rusunawa Jogoyudan, Cokrodirjan, dan Juminahan. Namun menurut Ayodiya (2014), solusi tersebut dianggap belum dapat menyelesaikan permasalahan pemukiman di tepi sungai Code dengan efektif. Perlu adanya solusi yang terbarukan dan dapat direplikasi di banyak kampung di Yogyakarta khususnya.
telah dibangun waterbank berbasis Internet of Things (IoT) bernama Airkami. Dimana infrastruktur berbasis IoT merupakan salah satu komponen dalam pengembangan kota pintar. Hal ini dapat menjadi dasar gagasan awal karakter kampung Terban yang membedakan dengan kampung tepi sungai Code lainnya, dan mungkin dapat menjadi acuan bagi kampung serupa, salah satunya di Jogoyudan.
Responsif dalam bahasa artinya adalah tanggap, menanggapi (KBBI). Penulis menyepakati bahwa dasar dari kampung responsif menjadi keterkaitan dengan definisi kota responsif yang disampaikan oleh O’Donnel (2017), bahwa kota responsif, seperti namanya, merupakan kemampuan kota dalam menanggapi kebutuhan, keinginan, dan kehendak dari warganya. Tidak peduli warga itu adalah pekerja, masyarakat, atau pendatang. Semua sistem bekerja secara real-time, dan aktif dengan aplikasi yang beragam.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
PAS ini didasari oleh kebutuhan akan sistem baru di kampung-kota, agar dapat berkembang sesuai lini masa yang terus berjalan. Diharapkan akan menjadi pijakan awal sistem kampungkota responsif, khususnya di Indonesia.
Yang akan menjadi poin penting dalam pembahasan ini adalah rumah, pemukiman, dan evolusi pemukiman dengan adanya pendekatan rekoding. Sebagai pembuka keilmuan arsitektur yang baru, kajian akan lebih mendalam pada pengkodean ulang pemukiman responsif di Jogoyudan.
a an
rm pe
Pendahuluan
3
+
Mengenal Kampung Jogoyudan
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Jogoyudan adalah sebuah kampung yang secara administratif berada di kelurahan Gowongan, Jetis, Kota Yogyakarta. Terbagi atas 7 Rukun Warga (RW) dan 28 Rukun Tetangga (RT) baik fisik maupun non-fisik dalam area seluas 95.551 m2. Kampung Jogoyudan yang terletak di samping sungai Code (barat sungai) juga berada dibelakang kawasan hotel di jalan Mangkubumi, menegaskan kehidupan yang ada di antara kedua hal yang berbeda tersebut.
Daerah yang berada di belakang hotel, memaksakan hunian yang berbatas jalan menempel pada dinding hotel. Tidak jarang yang hanya memiliki kedalaman panjang rumah sekitar 2 meter. Beberapa mengakalinya dengan menambah lantai menjadi 2-3 lantai.
4
Sementara itu, telah dilakukan penataan pinggiran sungai pada RW 11-13, sehingga lebih tertata dan jalan lebih lebar. Tanggul telah ditegaskan di sepanjang pinggir sungai Code di RW 11-13. Tampak beberapa rumah yang terpotong dan telah diperbaiki jalan selebar 3 meter.
a an
Selain pemukiman organis yang masih bertahan hingga saat ini, telah terbangun rumah susun (rusun) Jogoyudan terbagi atas 4 blok dengan total 96 unit yang dikelola oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Bapak Riksan menjelaskan bahwa setengah penghuni rusun tersebut kebanyakan berasal dari pendatang, sementara sisanya merupakan warga setempat.
Pada daerah bantaran sungai, sebagian besar hunian masih tidak teratur dan sangat organis. Rumah berdekatan dengan badan sungai sehingga masih ditemui rumah yang hampir menutup jalan di badan sungai. Kemudian sungai ditangguhkan menggunakan brojong pada jalan di area RW tersebut.
rm pe
Pemukiman yang tersebar di sekitar sungai Code (dapat dikatakan sebagai kampung) sebagian besar merupakan pemukiman organis, merujuk pada pernyataan Dobbins (2009), yang menyatakan bahwa pemukiman organis merupakan pemukiman yang berkembang mengikuti kebutuhan dan kondisi alam menjadi pemukiman yang permanen.
Banyak masyarakat yang kontra dengan hotel hotel tersebut. Akses fasilitas umum menjadi terbatas ditambah jika ada yang sakit atau kecelakaan. Satu satunya jalan menuju kota terbentang dari Jl. Sudirman hingga Jl. Abu Bakar Ali, itupun hanya selebar 2 hingga 3 meter.
Secara spasial, hubungan sungai dan pemukiman terputus dengan adanya pagar di badan sungai yang telah tertata di RW 11-13. Banyak masyarakat yang lompat pagar demi mewujudkan kembali hubungan tersebut. Masih ditemui anak anak bermain di sungai, bapak bapak yang memancing, buang air, bahkan ada yang tanpa sehelai pakaian pun mandi di sungai. Terbangun juga kolam buatan dengan menanggul air sungai menggunakan kantong pasir di sungai yang digunakan untuk memelihara ikan. Namun sekali lagi, hubungan manusia dan sungai ini harus ditempuh Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
dengan tenaga dan pemikiran yang ekstra.
14
Sementara pemukiman yang tumbuh diantara kedua hal tersebut terbangun rumah-rumah yang menyadari adanya kontur tapak. Sehingga akses jalan menjadi sangat organis dan variatif.
a an
rm pe
Pendahuluan
5
+
Penjelajahan Niat
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Niat, dimaknai sebagai landasan yang disadari baik sadar maupun tidak. Niat membentangkan segala kemungkinan yang mendasari perancangan. Dalam buku Umranisme (Maharika, 2018) upaya menemukan kesadaran baru agar berani membangun teori yang berbasis persoalan di Indonesia menjadi salah satu pembentuk niat-niat dalam PAS ini. Penulis menginginkan gagasan yang cukup, bukan sebuah kepuasan. Mencoba mendidik kepekaan rasa terhadap rancangan.
Pada akhirnya, niat ini meski seperti remeh, penulis percaya bahwa walaupun tidak banyak, pengerjaan ini dapat menjadi bahan pemikiran penataan kampung di masa depan. Penjelajahan penulis dalam Relativitas (Purnomo, 2004), menemukan bahwa ketimpangan ruang batas manusia terasa sangat timpang di zaman ini. Seseorang yang merasa mampu, menggunakan ruang gerak manusia yang berlebih. Manusia lain yang kurang mampu, bertahan hidup dengan dimensi ruang yang seadanya. Ataukah ini menjadi dimensi keharusan?
rm pe
Rekoding, penelusuran kampung. Upaya-upaya penulis mengimajinasikan kampung yang baru tanpa mereduksi esensi yang ada.
a an
Penulis menyadari hal tersebut dalam sebuah kegelisahan. Kampung bertahan atas kehendak hidup, bertahan hidup. Ruang-ruang harapan, cita-cita, dibatasi geraknya karena penyebutan entitas menjadi berbeda. Kampung dan kota, dua hal yang menurut kebanyakan orang berbeda, namun kampung-kota berada dalam ruang yang sama di dalam sebuah kota. Dan seakan diberi pagar tinggi, membelakanginya.
suatu saat, kampung akan menjadi elemen penting dalam konteks kota, dan tidak dapat dipisahkan. Meski saat ini ruang-ruang kota membuat pembatas tersebut.
Keresahan tersebut menjadi niat terdalam penulis dalam perancangan PAS ini. Diawali dengan mengenal bentuk ruang secara indrawi di dalam kampung, yang berulang kali penulis merasakan hal yang tidak sama, dinamis. Upaya penulis menunjukkan “inti� dari kampung dengan pendekatan rekoding. Secara mudah, rekoding dapat diartikan sebagai penemuan pola yang di-pola-kan kembali. Penulis merasa konsep kampung susun yang kebanyakan menjadi tren saat ini belum cukup untuk menjawab persoalan ini. Mempercayakan bahwa
6
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe Gambar 1.1 Abstraksi (Sumber: Penulis, 2017)
Pendahuluan
7
+
Metode dan Dasar Teori
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Peta Persoalan dan Batasan Rancangan
14
Untuk memperkuat fokus bahasan, di dalam perancangan akan memiliki batasan-batasan yang menyepakati beberapa perumusan batasan oleh Lawson (2005), yaitu batasan radikal sebagai basis fundamental yang akan menjadi tujuan perancangan, batasan
8
Gambar 1.2 Representasi Berfikir Perancangan (Sumber: Lawson, 2005)
a an
Representasi berfikir perancangan pada gambar 1.2 menunjukkan keterkaitan yang runtut dalam setiap tahap rancangan. Lawson (2005), menjelaskan proses berfikir perancangan secara tradisional, desain dari gambar, dan kombinasi desain dengan sains. Desain dengan sains membuat proses perancangan menjadi lebih komprehensif dan dapat dievaluasi secara ilmiah. Dan metode pemikiran tersebut menjadi landasan dalam pengerjaan PAS ini.
praktikal yang lebih menuju bagaimana metode untuk mencapai hal tersebut, serta batasan formal untuk membatasi lingkup rancangan pengerjaan PAS.
rm pe
Perancang (arsitek), tidak seperti seniman, tidak dapat membuat penyelesaian rancangan sesuai ketertarikan mereka secara ekslusif (Lawson, 1997). Lawson mendefinisikan hal tersebut dalam empat aktor yang membentuk peta persoalan, diantaranya perancang, klien, pengguna, hingga legislator. Perancang tidak dapat merancang sesuai kehendaknya saja. Sementara klien menjadi sumber persoalan rancangan. Pengguna menjadi pengguna yang entah menjadi klien atau orang lain. Sementara legislator mengatur segala hal yang berkaitan dengan aturan dan regulasi.
Gambar 1.3 Lingkup Rancangan (Sumber: Lawson, 2005)
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Gambar 1.4 Lawson Building Block Model for Design Problem (Sumber: Lawson, 2005, dengan penyesuaian penulis)
Pendahuluan
Batasan batasan tersebut menjadi peta persoalan perancangan yang dapat di aplikasikan dalam perancangan arsitektural. Faktor faktor yang saling terkait, sebenarnya memiliki inti yang memayunginya. Keterkaitan sosial ekonomi, fisik, psikologi, metode, kontrol, serta budaya dan sejarah. Ada kaitan yang mungkin jelas atau samar dirasakan dalam rancangan.
a an
Batasan radikal, Lawson (2005), dijelaskan bahwa batasan radikal merupakan tujuan utama dari objek/sistem yang akan dirancang. Mengacu kepada hal-hal yang mendasar dan fundamental. Sementara batasan praktikal, dijelaskan bahwa batasan tersebut merupakan aspek yang mendasari permasalahan rancangan, dimana hal tersebut berkaitan tentang bagaimana memproduksi, membuat, atau membangun rancangan tersebut, lebih kepada permasalahan teknis. Batasan formal, merupakan batasan yang medasari objek secara visual/fisik, dapat berupa proporsi, bentuk, warna, maupun tekstur. Serta batasan simbolis, membentuk model konseptual yang kita gunakan untuk berinteraksi dengan objek, benda, ruang, dan sistem. Lebih leluasa daripada batasan formal,
batasan simbolis lebih menangani hubungan daripada prosedur.
rm pe
Gambar 1.3 merupakan pemetaan persoalan dan batasan rancangan yang dikemukakan oleh Lawson (2005). Diagram tersebut menunjukkan adanya relasi keterkaitan batasan dan persoalan. Penulis menyepakati hal tersebut untuk menjadi salah satu acuan PAS.
PAS ini lebih mempertimbangkan penemuan kode pemukiman kampung yang telah ada, sehingga dapat di evaluasi, serta dibarukan dengan adanya pendekatan kampung-kota responsif. Sehingga peta persoalan dan batasan akan menitikberatkan pada hal-hal yang berkaitan dengan tujuan tersebut.
9
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Koleksi dan Analisa Data
14
Koleksi data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: •
•
Aspek arsitektural Diharapkan gagasan yang dikeluarkan telah melalui analisa yang dalam dalam meliputi teori dan sintesa pengembangan rancangan. Khususnya dalam lingkup koding arsitektur dan kota responsif.
•
Aspek sosial Tidak lupa bahwa yang akan menempati bentuk arsitektur itu adalah manusia. Bagaimana rancangan akan setidaknya memiliki keterkaitan sosial pada lingkungan, bangunan, dan manusia lainnya.
a an
•
•
rm pe
•
Pengumpulan data langsung di lapangan dengan memperhatikan aspek sosial, lingkungan, dan budaya pembangunan kampung yang ada di Jogoyudan. Wawancara dengan tokoh yang berkaitan dalam pengembangan kampung Jogoyudan dan keterkaitannya dengan regulasi pembangunan wilayah di kota Yogyakarta. Studi literatur untuk mendapatkan dasar teori yang relevan dengan tema rancangan dari referensi cetak maupun elektronik. Studi kasus serta preseden yang terkait dengan rancangan, baik dari dalam maupun luar Indonesia. Sehingga dapat menjadi rujukan untuk menemukan tipologi baru yang sesuai.
ekologis, khususnya di ekosistem kampung bantaran sungai.
Data yang terkumpul dianalisa sesuai konteks dan gagasan terkait batasan rancangan. Untuk mencapai hal tersebut, gagasan secara orisinil diharapkan akan memenuhi aspek berikut: •
10
Aspek lingkungan Rancangan yang diolah diharapkan mampu untuk memenuhi atau bahkan memberikan gambaran baru terkait regulasi pembangunan di kota Yogyakarta yang memperhatikan apsek Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Koding, Rekoding, dan Bahasa Ruang
14
Bangunan yang baik tidak serta merta jadi. Berasal dari perancangan dan pemikiran yang mendalam, serta muncul dari kolaborasi arsitek dan klien yang baik (Pena & Parshal, 2001). Dasar dari hal tersbut merupakan program arsitektur yang kuat. Secara garis besar, terdapat lima inti tahapan dalam pemrograman arsitektur yang dijelaskan oleh Pena & Parshal, diantaranya adalah :
a an
Pemrograman dapat dikatakan sebagai pencarian persoalan, sementara rancangan adalah penyelesaiaan persoalan. Koding berasal dari metode pemrograman perangkat lunak yang kurang lebih dapat diartikan sebagai pemrograman arsitektur, namun lebih ke arah inti program arsitektur dapat terbentuk.
Penemuan pola dalam buku “A Pattern Language� dimulai dari yang paling besar, kota, lingkungan ketetanggaan, kumpulang bangunan, bangunan, ruangan, hingga detail konstruksi. Alexander (1977) menemukan hingga 253 pola yang tentatif dan masih dapat berevolusi. Ketika pola diibaratkan sebagai bahasa, Alexander (1977) menjelaskan penggunaan hasil penemuan pola tersebut cukup mudah. Perancang memilih “bahasa pola� yang sesuai dengan rancangan, kemudian menggunakan bahasa tersebut untuk menjawab persoalan rancangan yang telah disepakati sebelumnya.
rm pe
1. Menentukan tujuan (goals) 2. Koleksi dan analisa fakta (fact) 3. Menemukan dan menguji konsep (concept) 4. Menentukan kebutuhan (needs) 5. Menyatakan persoalan (problem)
sehingga dapat digunakan berulang kali, tanpa melakukan perulangan yang sama.
Bahasa ruang (Lawson, 2001), menerjemahkan ruang dalam bahasa yang sederhana, serta kompleks. Dari fungsi hingga keterjangkauan manusia menjadi hal yang perlu diperhatikan.
Koding dimaksudkan untuk menemukan pola yang terbentuk dari beberapa objek sehingga ditemukan benang merah (esensi) yang mengikat keseluruhan objek arsitektur. Menyepakati Alexander (1977) bahwa pola sebagai bahasa, setiap pola mendeskrepsikan persoalan yang terjadi setiap waktu, dan menjelaskan inti serta pemecahan persoalan, Pendahuluan
11
+
Gambar 1.5 Alur Pemikiran Koding
Identifikasi Pola Kawasan
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Identifikasi Pola Ketetanggaan
Identifikasi Pola Bangunan
Identifikasi Pola Struktur dan Material
Identifikasi Pola Sistem
a an
rm pe
Identifikasi Pola Ruang
Inti Program Arsitektural
Koding
Alur kerja koding mengadaptasi dari penemuan pola yang dijelaskan oleh Alexander (1977), dimulai dari kawasan hingga detail bangunan. Pola-pola yang ditemukan serta membentuk program arsitektural tertentu, disebut dengan data koding.
12
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
Tabel 1.1 Four Consideration (Sumber: Pena & Marshall, 2001, dengan penyesuaian penulis)
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51 • • •
People Activities Relationship
Form
• • •
Site Environment Quality
Economy
• • •
Initial Budget Operating Cost Lifecycle Cost
Time
• • •
Past Present Future
Function
14
Dalam buku Problem Seeking yang ditulis oleh Pena dan Marshall, terdapat empat konsiderasi dalam penemuan persoalan hingga solusi dalam pemrograman arsitektur. Fungsi terbagi atas manusia, aktivitas, dan Pendahuluan
a an
Rekoding, atau pengkodean ulang sebuah program diperlukan dalam menyelesaikan tantangan persoalan rancangan yang baru. Terdapat berbagai metode dalam penyelesaiannya. Misalkan secara konvensional melibatkan peran arsitek yang dominan atau dengan intelejensi artifisial (AI) yang didominasi oleh pernyelesaian secara algoritmik.
rm pe
Rekoding
hubungan. Bentuk terbagi atas tapak, lingkungan, dan kualitas. Ekonomi terbagi atas keterjangkauan, biaya operasi, dan biaya keberlangsungan. Waktu terbagi atas masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Penemuan inti program arsitektural pada tahap koding, kemudian dianalisa dan diberi alternatif baru sehingga membentuk program arsitektural yang sama sekali baru. Rekoding dapat dikatakan sebagai evaluator dan eksekutor. Maksudnya mengevaluasi program dan memberi solusi program baru.
13
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Kampung-kota Responsif
14
Kampung responsif menjadikan halhal tersebut sebagai salah satu dasar pembentukan sistemnya. Sehingga kampung dapat merespon kebutuhan dan kondisi yang ada, berdampingan dengan manusia yang tinggal didalamnya.
a an
Itu tentang kota, bagaimana dengan kampung? Berbeda dengan kota, kampung memiliki keterbatasan yang lebih banyak dalam hal penerapannya salah satunya karena faktor ekonomi. Apakah akan terjadi ketimpangan bilamana kota responsif diterapkan dimasa mendatang? Dengan mengadaptasi, mereduksi, dan improvisasi dasar gagasan kota responsif, kampung responsif dapat diartikan kurang lebih sama.
akan tetap menjadi hal yang diinginkan untuk berdampingan dengan konsep tersebut. Dalam diagram disamping, teknologi terbarukan diharapkan banyak berdampingan dengan energi alam, air, udara, dan lingkungan. Dan masih lebih memilih bertemu secara langsung daripada secara virtual.
rm pe
Dalam sebuah pemaparan konferensi TEDxTUM di tahun 2016, Prof. Gerhard Schmitt percaya bahwa komunikasi antara kota masa depan dan manusia harusnya saling timbal balik. Kajian kota responsif masih sangat baru, sehingga terdapat banyak definisi yang hampir sama. Penulis menyepakati hal tersebut. Hal serupa dikemukakan oleh O’Donnel (2017), bahwa kota responsif, seperti namanya, merupakan kemampuan kota dalam menanggapi kebutuhan, keinginan, dan kehendak dari warganya. Tidak peduli warga itu adalah pekerja, masyarakat, atau pendatang. Semua sistem bekerja secara real-time, dan aktif dengan aplikasi yang beragam. O’Donnel menjelaskan juga bahwa kota responsif merupakan evolusi dari kota pintar.
Penelitian Permana et.al (2017) dalam perumusan dan pengambilan preferensi masyarakat tentang kampung pintar, menemukan benang merah bahwa ketika konsep kampung pintar diterapkan, kultural dan kebiasaan
14
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe Gambar 1.6 Preferensi Masyarakat Kampung Terban Terhadap Kampung Pintar (Sumber: Permana et.al, 2017, dengan penyesuaian penulis)
Pendahuluan
15
+
Kajian Preseden
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Metode Kajian
14
16
Do It Yourself (D.I.Y) Ability Design Openness Bottom-up Approach Responsiveness Arhitectural Coding Replicability
• • • • •
Architectural Catalogues : D.I.Y Urbanism of Hoehyeon, oleh Jeong Hyun Cho; Reimagine The Next Hutong, oleh MVRDV; Half a House, oleh Alejandro Aravena; Melbourne Laneways; Aranya Community Housing, oleh Balkhrisna V. Doshi.
a an
• • • • • •
Adapun teknis penilaian disampaikan pada gambar 1.7 Penilaian berdasarkan kemampuan preseden tersebut mendukung klasifikasi yang diberikan. Beberapa preseden yang menurut penulis memiliki karakteristik yang mendukung tema rancangan PAS ini adalah sebagai berikut:
rm pe
Dalam perumusan batasan rancangan dalam tugas akhir sarjana ini, preseden menjadi penting untuk mempercepat proses dan pengayaan teori. Dalam mengkaji preseden, dilakukan penilaian dengan skala, menyepakati metode yang digunakan oleh Lawson (2005), dalam buku How Designer Thinks. Kaitannya dengan pengkajian preseden ini, penulis dan/atau perancang dapat memberikan penilaian secara mandiri. Penulis memberikan klasifikasi dalam mengkaji preseden yang telah ada selain mejelaskan narasi pengetahuan yang didapatkan dari preseden. Klasifikasi tersebut merupakan strategi yang digunakan oleh preseden dan memiliki potensi kesamaan terhadap tugas akhir sarjana ini. Untuk mempermudah penjelasan kajian, digunakan sistem penilaian tingkat kemudahan sesuai dengan strategi yang dipaparkan pada tiap preseden dalam skala angka satu hingga sepuluh. Beberapa klasifikasi yang dinilai:
Pemilihan preseden tersebut tidak terlepas dari kesamaan bagianbagian dari faktor pendukung koding pemukiman kampung responsif yang penulis tuju.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
Gambar 1.7 Metode Pengkajian Klasifikasi Preseden
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
Pendahuluan
17
+
14
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Arsitek Jeong Hyun Cho Tipe Perancangan Urban Lokasi Hoehyeon, Korea Selatan Tahun Rancangan 2017 Sumber https://www.inspireli.com/en/ awards/detail/2147509951
a an
rm pe Architectural Catalogues Hal yang dilakukan oleh Jeong Hyun Cho adalah memperlakukan arsitektur dan perancangan urban sebagai sebuah platform baru. Cho menyebutnya “katalog arsitektur�, pendekatan perancangan arsitektur dari bawah ke atas, dari komunitas yang terbentuk dari kumpulan katalog yang memiliki alur menghasilkan sebuah rancangan.
18
Klien dapat membuat rancangan sesuai dengan keinginannya berdasarkan katalog yang tersedia. Hasil dari pemilihan katalog tersebut, desain akan dikonsultasikan ke arsitek untuk kemudian dihasilkan rancangan final.
Gambar 1.8 Architecture Catalogue (Sumber: Cho, 2017)
Gambar 1.9 Catalogue Scenario
(Sumber: Cho, 2017)
Gambar 1.10 Kajian Preseden Architectural Catalogues
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
14
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Arsitek MVRDV Tipe Perancangan Urban Lokasi Hutong Tahun Rancangan Sumber https://www.archdaily. com/779706/the-nexthutong-mvrdv
a an
rm pe Reimagines Next Hutong
Gambar 1.11 Tampak Udara New Hutong (Sumber: MVRDV, 2017)
Gambar 1.12 Mixed Community ) (Sumber: MVRDV, 2017)
Gambar 1.13 Kajian Preseden Reimagine Hutong
Pendahuluan
Rancangan ini didasari oleh keterbatasan biaya pembangunan kampung kota yang berada di Jogoyudan. Diskusi yang dihadirkan menghasilkan rancangan yang bertahap. Dilakukan secara individual terlebih dahulu, hingga ke skala meso, kampung itu sendiri.
memaparkan kode-kode perancangan urban yang dihasilkan dari kondisi dan kebutuhan masyarakat kampung tersebut. Kode tersebut terbatas pada jalanan kampung, arsitektural sederhana, dan peremajaan bantaran sungai.
Dalam perancangan tersebut, Permana
19
+
14
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Arsitek Alejandro Aravena Tipe Perumahan Lokasi Chile Tahun Rancangan 2003 Sumber h t t p s : // w w w . a r c h d a i l y . com/10775/quinta-monroyelemental
a an
rm pe
Half a House Alejandro Aravena, peraih penghargaan Pritzker Prize memiliki visi rancangan yang lebih mengarah ke segmen informal. Dalam kasus ini, Aravena menghasilkan tipologi perumahan baru, yaitu rumah setengah jadi. Pencarian tipologi tersebut didasari oleh kebutuhan ruang dan kelayakan sebuah rumah. Mengubah paradigma apartemen, flat-house, perumahan
20
konvensional, hingga menghasilkan tipologi ini. Half a House dimaksudkan untuk menghasilkan rancangan yang disempurnakan oleh penghuni rumah itu sendiri, dengan atau tanpa arsitek. Desain tersebut gratis untuk diunduh.
Gambar 1.14 Konseptual Half-ahouse
(Sumber: Cho, 2017)
Gambar 1.15 Transformasi Rancangan
(Sumber: Cho, 2017)
Gambar 1.16 Kajian Preseden - Half a House
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Arsitek Tipe Perancangan Urban Lokasi Melbourne, Australia Tahun Rancangan Sumber http://courses.be.uw.edu/ SDMasterStudio/wpcontent/themes/gehl-studio/ downloads/Autumn2008/ Melbourne_Lanes.pdf
rm pe
Gambar 1.17 Perencanan Melbourne oleh Hoddle, R
a an
(Sumber: http://www.slv.vic.gov.au/ergo/ uploads/images/2.3.2.3_00_full.jpg)
Gambar 1.18 Rencana Layout Blok (1837). Hoddle, (Sumber: http://upload.wikimedia.org/ wikipedia/en/b/b7/Block3.png)
Gambar 1.19 Place for People: Melbourne (Sumber: Gehl Architects & The city of Melbourne)
Gambar 1.20 Jalan Tematik di Melbourne (Sumber: http://www.visitmelbourne.com/ regions/Melbourne/Destinations/Streets/VVPresgrave-Place.aspx)
Gambar 1.21 Kajian Preseden Melbourne Laneways
Pendahuluan
Melbourne Laneways Melbourne memiliki ruang publik yang terbentuk tanpa perencanaan khusus. Sebelumnya Robert Hoddle merencanakan Melbourne tersusun atas bentuk kota yang memiliki pola grid pada 1837. Namun tanpa direncanakan, ruang ruang yang berada di antara grid tersebut menjadi ruang urban yang dinamis. Meskipun awalnya terbentuk dari seni jalanan
seperti grafiti, saat ini Melbourne laneways menjadi sangat beragam.
21
+
14
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Arsitek Balkrishna V. Doshi Tipe Pemukiman Lokasi Indore, India Tahun Rancangan 1989 Sumber h t t p : // w e b . m i t . e d u / incrementalhousing/ articlesPhotographs/pdfs/ aranya-3-Details1146.pdf
a an
rm pe Aranya Community Housing Pemukiman Aranya di Indore merupakan realisasi gagasan Balkrishna V. Doshi. Keseluruhan hunian memiliki banyak kemungkinan dan variasi sesuai keinginan penghuni. Keseluruhan sistem dibuat secara komunal. Masterplan mempertimbangkan kondisi sosial dan budaya lokal yang ada di lokasi.
22
Gambar 1.22 Suasana Pemukiman Aranya (Sumber: http://www.akdn.org/de/architecture/ project/aranya-community-housing)
Gambar 1.23 Rancangan Pemukiman (Sumber: http://www.akdn.org/sites/akdn/ files/media/documents/AKAA press kits/1995 AKAA/Aranya Community Housing - India. pdf)
Gambar 1.24 Kajian Preseden - Half a House
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
Gambar 1.25 Kajian Preseden
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Penilaian Architectural Catalogues
Pembelajaran Preseden
Penerapan teknologi, baik itu aktif maupun pasif, menjadikan arsitektur menjadi responsif, menjadi salah
Penilaian Half a House
a an
Koleksi penilaian yang ditunjukkan dalam setiap kajian memperlihatkan keunggulan masing-masing preseden. Memberikan penilaian dengan skala dan persepsi menghasilkan beberapa hal, diantaranya adalah kesamaan visi, ke-lima kasus tersebut memiliki tujuan pengembangan yang lebih mengakar. Pengembangan yang dapat dilakukan secara individual hingga komunitas. Dan intervensi yang hadir sangat tidak bisa diprediksi. Dan pembelajaran yang didapat dari preseden ini menjadi pijakan untuk memberikan solusi tipologi perancangan hunian di level kampung yang baru.
rm pe
Penilaian Melbourne Laneways
Pendahuluan
Penilaian Half a House
Penilaian Hutong
satu tujuan dalam tugas akhir ini. Meskipun belum ada yang benarbenar menjelaskan konsep responsif dalam preseden yang telah dibahas (selain karena belum ada yang mengembangkan hal tersebut), preseden ini mbemberikan gambaran bagaimana sistem responsif yang dapat dilakukan. Manusia adalah subjek serta objek. Arsitektural baik itu konvensional maupun modern, baiknya akan tetap menuju ke ranah yang lebih humanis, memanusiakan manusia, dan membuat manusia menjadi makhluk sosial seutuhnya tanpa sekat-sekat arsitektur, menyepakati paparan Kent Larson dalam seminar TEDx berjudul “Brilliant Designs to Fit More People in Every City�.
23
+
Rekoding yang dihasilkan merupakan representasi kampungkota yang responsif, tanpa meninggalkan kultur dan budaya setempat.
•
Aspek arsitektur yang dihasilkan merupakan perwujudan keinginan klien berdasarkan panduan rekoding.
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Peta Persoalan dan Batasan Rancangan
•
Koding merupakan penemuan saat ini. Rekoding merupakan panduan dan proyeksi hunian di masa depan. Memberikan pilihan penggunaan sistem dan material dalam panduan rekoding. Mempertimbangkan penggunaan teknologi sebagai penunjang responsifitas kampung-kota.
•
Klien memiliki hak untuk menentukan material dan teknologi. Antar rumah dalam pemukiman membentuk sistem responsif yang terpadu. Sistem dan teknologi responsif dapat dibangun secara individual atau gotong royong.
Menghasilkan panduan rekoding hunian kampung. Objek rancangan berupa rumah, pemukiman, dan kaitannya dengan kampung-kota responsif. Mempertimbangkan aspek lingkungan dan teknologi masa depan. Mempertimbangkan kehidupan keseharian kampung dan proyeksinya.
•
Melakukan kajian mendalam untuk memahami kode pemukiman kampung Jogoyudan hingga mengkodekan ulang dengan mempertimbangkan pendekatan kampung-kota responsif, sehingga dapat menjadi kebaruan solusi pembangunan pemukiman kampung di masa depan.
•
• •
14
• •
• •
•
• •
Klien menjadi hal yang dipertimbangkan dalam perancangan panduan rekoding. Klien dapat mempertimbangkan perancangan dengan arsitek. Pola/alur pengembangan ketika direalisasikan.
a an
•
•
rm pe
•
•
Klien dikhususkan untuk masyarakat yang memiliki hak menempati tanah di Kampung Jogoyudan. Dalam perancangan PAS ini, difokuskan dalam wilayah RW 11. Secara formal, hasil panduan dibutuhkan oleh klien yang memiliki kewenangan dalam perancangan pemukiman dan rumah tinggal.
Designer
Client
Arsitek, perancang. Dalam PAS ini, arsitek dimaksudkan untuk menunjukkan alternatif kebaruan pengkodean ulang rancangan pemukiman kampung responsif.
Selain masyarakat yang tinggal, klien berasal dari pemerintah desa hingga kota. Klien memiliki kewenangan untuk memberikan intervensi rancangan.
Flexible 24
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
Responsifitas arsitektur hingga pemukiman kampung-kota seperti metafora berinteraksi dengan benda hidup.
•
Pengguna dapat menempati atau mengunjungi objek terbangun. Pengguna dapat berinteraksi dengan sistem yang terbangun secara responsif.
•
Pengguna secara tidak langsung memiliki peran yang dipertimbangkan dalam perancangan. Kemungkinan berganti pengguna dalam objek arsitektur terbangun diatasi dalam panduan rekosing.
•
Rancangan memperhatikan aspek pengguna dalam objek arsitektural yang terbentuk.
•
•
14
•
•
Batasan Simbolis
Bila memungkinkan, peraturan keistimewaan Yogyakarta dapat menjadi pertimbangan.
Batasan Formal
•
• •
Usulan material dan integrasi teknologi yang digunakan sesuai standar nasional, atau lebih dari itu. Penggunaan material lokal tetap dipertahankan di beberapa aspek.
Batasan Praktikal
Regulasi pembangunan bangunan di subzona padat, sesuai peraturan undang-undang. Regulasi pembangunan bantaran sungai sesuai peraturan undangundang. Regulasi tidak tertulis, terkait kultur dan sosial.
Regulasi menjadi dasar utama yang membatasi rancangan secara keseluruhan dan/atau dapat memberikan kebaruan dalam regulasi di masa depan.
User
Legislator
Pengguna permanen merupakan masyarakat. Pengguna temporer merupakan pengunjung/tamu di Jogoyudan.
Pemerintah, kementrian, memiliki hak untuk memberikan batasan dan standar rancangan. Dalam hal ini merupakan regulasi pembangunan di Jogoyudan.
Batasan Radikal
a an
rm pe
•
•
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
•
Rigid Pendahuluan
25
+
14
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
[8/26, 15:13] Yu Sing: Belum lagi modal ikatan sosial ekonomi budaya yang telah terbentuk di kampung puluhan tahun. Itu modal yang sangat mahal dan berharga. Membangun peradaban kota dengan cara meningkatkan martabat kampung yang sebenarnya punya nilai positif yang sangat banyak dan kuat, tetapi biasanya tertutupi oleh kekurangannya spt sanitasi, kumuh, dll.. - Chat Yu Sing dalam Grup Whatsapp
Penataan Kampung Pulo, Buku Stensil Arsitektur, 2015
Di Indonesia, khususnya di Yogyakarta. Penelitian dan riset desain dengan tema serupa belum ditemukan. Kebanyakan memiliki kesamaan pada solusi kampung vertikal. Keterbaruan ini mengantisipasi perubahan perubahan yang tidak tentu. Dalam disruptive era, pentingnya ide-ide baru sangat diperlukan. Arsitek juga harus memahami kondisi ini. Selain itu revolusi industri 4.0 dalam dunia arsitektur juga sudah banyak ditemui. Fabrikasi, robotika, hingga kecerdasan artifisial dalam perancangan sudah sangat berkembang. Berikut merupakan beberapa skripsi, tesis, proyek akhir sarjana yang telah ditelusuri untuk menyepakati kebaruan
26
PAS yang penulis tulis. • • •
a an
rm pe
Kebaruan (Novelty)
Adaptable Vertical Kampong, Fadlan Maulana (2017), Universitas Islam Indonesia. Hyperdensity : Super Kampong 2050, Lina Fong (2015), Singapore. Flexible Social Space in The Middle of Urban Kampong in Surabaya, Wijaya Suryanegara Yapeter (2014), University of Sheffield.
Penelitian dan riset desain yang ditawarkan untuk masa depan masih dapat dikembangkan, begitu juga dengan PAS yang penulis tulis. Namun kebaruan gagasan menjadi poin penting.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
Proses perancangan yang akan dilakukan telah dibatasi oleh beberapa kriteria batasan yang sebelumnya telah dijelaskan. Tugas akhir ini dimaksudkan untuk menghasilkan tipologi dan metode perancangan baru yang solutif di ranah kampung, khususnya kampung kota.
rm pe
Hipotesa
Reposisi Kampung Satria Agung Permana, 2017
Jogoyudan menjadi wilayah yang akan dijadikan fokus perancangan, dan terbagi menjadi tiga tipologi umum yang berada di Jogoyudan, sehingga pengkajian dan perancangan akan lebih fokus dan detail. Rancangan menjadi jawaban atas isu arsitektural dan non arsitektural di tapak tersebut.
Proses yang dihasilkan berupa pemrograman arsitektur - koding yang lebih sederhana dan dipahami oleh awam. Hasil yang dimaksudkan akan sangat terbuka oleh intervensi, tidak menutup kemungkinan akan lebih dikembangan oleh pengguna itu sendiri. Hal ini menyepakati kultur dan budaya pembangunan di kampung yang organis (Dobbins, 2009). Pendahuluan
27
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
Jalanan (?) Satria Agung Permana, 2017
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe
.2
a an
Konteks Kampung & Arsitektur
+
+
Kampung Jogoyudan, Kampung Sungai Code
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Kampung Sungai Code
14
Sebelum mengkaji lebih dalam tentang Jogoyudan, Sungai Code menjadi salah satu faktor penting adanya kampung Jogoyudan. Sungai ini memiliki panjang kurang lebih 46 kilometer. Luas daerah aliran sungai sebesar 62,191 km2. Sungai ini mengalir dari mata air Gunung Merapi hingga Laut Selatan, Samudera Hindia.
30
Kreatifitas yang tidak terprediksi itu menjadi keistimewaan perkampungan kota di bantaran sungai. Code menjadi salah satu yang memiliki kampung kota dengan demografi yang cukup besar, Geospasial BNPB menyebutkan sekitar 151.292 jiwa yang menempati kampung sepanjang sungai Code pada tahun 2010, dan akan semakin bertambah. Kepadatan penduduk oleh Adi (2015), diperkirakan mencapai 25000 jiwa/km2.
a an
Kampung-kampung yang terbangun di bantaran sungai Code memiliki karakteristik yang kurang lebih sama. Aliran sungai Code nampaknya mempengaruhi kelayakan kampung tersebut. Kampung Jetis dan Terban lebih tertata daripada kampung yang berada di aliran setelahnya. Polusi sungai juga mempengaruhi, semakin ke bawah akan semakin kotor karena kurangnya kesadaran masyarakat tentang perawatan sungai.
rm pe
Perkembangan pemukiman di bantaran sungai code menyepakati pola pikir pengembangan kota yang organis yang dikemukakan oleh Dobbins (2009). Perkembangan ini tanpa disadari merupakan akibat dari penataan sungai Code oleh pemerintah yang tidak melihat unsur ekologis sungai seperti betonisasi tanggul (Tanesia, 2016). Pembuatan tanggul itu menumbuhkan pemukiman baru di sepanjang sungai Code. Tanesia (2016) menyebutkan bahwa dahulu, bantaran sungai Code masih dipenuhi pohon, banyak warga yang menanam sayuran, hingga membuat kolam/karamba.
Pembangunan yang lebih manusiawi di kampung bantaran sungai Code dipelopori oleh YB Mangunwijaya yang telah diakui oleh Aga Khan Award dalam penataan kampung Code di daerah Gondolayu. Hal ini menjadi titik awal bahwa pembangunan kampung di kota dapat direncanakan dengan baik. Mengekor solusi kasus serupa yang terjadi di kampung warna warni Jodipan di Malang, hingga pendekatan lain yang lebih eksperimental yang dipelopori oleh Evawani Ellisa di kampung Cikini, Jakarta.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14 2.1
rm pe
Gambar 2.1 Kampung Code
(Sumber: https://arifkoes.files.wordpress. com/2015/05/img_20150513_104442-copy.jpg)
Gambar 2.2 Kampung Jodipan (Sumber: http://www.dakatour.com/wpcontent/uploads/2017/04/akses-menujukampung-warna-warni-jodipan-malang.jpg)
a an
2.3
2.2
Gambar 2.3 Kampung Cikini, Ayun Ayun Kaliku (Sumber: http://www.rumahkita.co/tinymcpuk/ gambar/image/ 523186_4667833139664_8047 31617_n.jpg)
Konteks Kampung & Arsitektur
31
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
Gambar 2.4 Peta Kampung Jogoyudan (Sumber: Google Maps, 2017, dengan penyuntingan penulis)
32
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Perkembangan di Jogoyudan tidak terlepas dari peran BKM Mulia Artha, sebagai perencana dan pelaksana pembangunan di Jogoyudan oleh masyarakatnya sendiri. Dalam hal ini, Jogoyudan memiliki kemandirian yang cukup baik. Namun kurangnya dukungan yang intens dari pemerintah membuat pembangunan menjadi lama. Saat ini baru terbangun jalan di bantaran sungai yang benar-benar tiga meter hanya mencapai wilayah RW 11.
mengikuti keadaan yang telah ada. Terdapat rumah susun di wilayah RW 12 dan 13. Rumah susun tersebut merupakan subsidi dari pemerintah untuk mengatasi lonjakan pertumbuhan penduduk. Namun pada kenyataanya, Riksan (2017) menjelaskan bahwa kebanyakan rumah susun tersebut ditinggali pendatang.
a an
Jogoyudan merupakan kampung yang berada di kelurahan Gowongan, kecamatan Jetis, kota Yogyakarta. Jogoyudan berada di daerah yang berdampingan dengan sungai Code. Jogoyudan terdiri dari 7 RW, terbagi atas RW7 di sisi utara hingga RW13 di sisi selatan.
rm pe
Kampung Jogoyudan
Secara administratif, Jogoyudan berbatasan dengan Gondolayu di sebelah utara, Kota Baru di sebelah timur, Ledok Macanan di sebelah selatan, dan Gowongan di sebelah barat. Kali code memiliki peran besar di Jogoyudan. Suhu rata-rata tahunan mencapai 26.4 oC, dengan curah hujan mencapai 2157 mm. Dengan curah hujan setinggi itu, hingga saat ini jarang terjadi banjir yang berarti.
Secara konteks arsitektur, Jogoyudan dipadati pemukiman yang organis,
Konteks Kampung & Arsitektur
33
+
Kondisi Fisik dan Tipologi
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Kondisi Fisik
14
Kondisi fisik kampung Jogoyudan sebagian besar masih seadanya. Beberapa sudah meremajakan rumahnya, terutama yang terkena dampak pelebaran bantaran sungai, karena dibantu oleh pemerintah. Pertumbuhan pemukiman di Jogoyudan menciptakan ruang himpit diantara bangunan yang bisa diebut sebagai lorong. Lorong tersebut menjadi akses sehari-hari warga.
34
Selain itu di bantaran sungai, warga menjadikan sungai sebagai tempat memelihara ikan. Tangga bambu dibuat untuk mendapatkan akses ke sungai. Di bantaran sungai juga ditemui beberapa warga yang memelihara ayam.
a an
Daya bertahan hidup warga dengan kreatifitasnya membuat Jogoyudan
Fasilitas umum nampak berkurang, seperti kamar mandi komunal, tangki air komunal, lebih sedikit. Setiap rumah di warga sudah memiliki kamar mandi masing-masing.
rm pe
Tanesia (2016) menjelaskan bahwa dahulu masih terdapat banyak belik (mata air) di kampung. Akibat pertumbuhan kepadatan bangunan yang tinggi, serta pembangunan hotelhotel, membuat belik tersebut hilang. Sungai menjadi dibatasi oleh tanggul tanggul, menciptakan ruang untuk dijadikan rumah. Semakin padat.
lebih baik dengan perlahan. Saat ini sudah ada jalan selebar tiga meter di bantaran sungai, meskipun baru mencapai RW11. Atok (2017) menjelaskan bahwa akan direncanakan jalan tersebut mencapai RW7, kendala yang cukup berarti adalah untuk meyakinkan warga yang melewati batas sempadan tersebut untuk merelakan lahannya demi kepentingan umum.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Gambar 2.5 Potret Kondisi Kampung Jogoyudan
14
a an
rm pe
Konteks Kampung & Arsitektur
35
Scanned by CamScanner
+
14
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Jalan Kampung
Jalan Utama
Tipologi
Tipologi struktur jalan di Jogoyudan didominasi oleh jalanan di lorong kampung. Jalan utama rata rata selebar 3-4 meter. Begitu pula dengan kondisi di bantaran sungai.
36
Jalan Pinggir Sungai (lama)
a an
Di bagian tengah kampung, langgam bangunan lebih beragam. Terdapat rumah yang masih mempertahankan gaya rumah lama, minimalis, hingga organis. Ruang-ruang publik direklaim menjadi hak milik, seperti parkir pribadi dengan ditutupi terpal, hingga ruang parkir karyawan hotel di jalanan kampung (Permana, 2017).
rm pe
Aspek arsitektural di Jogyudan didominasi oleh bentuk yang organis atau tumbuh sesuai kondisi. Di sepanjang jalan utama, tipologi bangunan banyak dijumpai menempel di dinding sebelah hotel. Ruang lebih sempit, dan warga mengakalinya dengan membuatnya vertikal.
Jalan Pinggir Sungai (baru)
Gambar 2.7 Sketsa Tipologi Jalan di Jogoyudan (Sumber: Penulis)
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
Keistimewaan pemukiman organis di kampung kota, rumah berdempet, padat, membentuk lorong lorong. Dan banyak tercipta interaksi sosial.
WC komunal tampaknya menyatu dengan penampung air. Namun tidak banyak dijumpai di Jogoyudan karena keterbatasan lahan.
14
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Di samping dinding hotel banyak rumah yang dibangun secara menempel dengan dinding. Sehingga luas rumah begitu sempit.
Beberapa menambah luas rumahnya dengan dibangun di atas jalan kampung. Entah positif atau negatif.
Satu kavling rumah juga terdapat beberapa kepala keluarga, ada yang kreatif untuk membuat rumah tumpuk.
Beberapa lokasi terdapat penampung air yang dibawahnya terdapat keran, beberapa warga menggunakannya sebagai tempat mencuci.
Ada beberapa titik parkir umum yang tersebar di sepanjang jalan kampung.
Rumah susun yang hanya ada 4 blok cukup populer di masyarakat. Namun banyak dipakai oleh pendatang juga.
a an
rm pe
Dapat dikatakan sebagai pemula adanya kampung di pinggir sungai. Ada rumah menjorok ke sungai sehingga memotong akses jalan.
Di samping dinding hotel didapati warga secara pribadi membuat garasi terpal untuk kendaraan roda empat pribadinya.
Gambar 2.8 Sketsa Tipologi Bangunan di Jogoyudan (Sumber: Penulis)
Konteks Kampung & Arsitektur
37
+
Regulasi & Data Lokasi
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Peraturan Daerah
14
Sementara di bagian sungai, idealnya memiliki peraturan terkait yang diatur oleh undang-undang. Namun pada kenyataanya, fungsi ruang telah dipenuhi oleh pemukiman yang melebihi batas sempadan sungai.
a an
(Sumber: Rencana Detail Tata Ruang Kota Yogyakarta 2015)
rm pe
Sebagian besar wilayah Jogoyudan merupakan pemukiman. Ruang hijau sangat terbatas dan jarang ditemui. Berbicara tentang regulasi, secara fakta regulasi tidak terlalu diperhatikan dan bahkan lebih rendah daripada yang diizinkan. Peraturan Daerah memiliki regulasi yang mengatur hal tersebut. Jogoyudan sendiri diklasifikasikan sebagai zona kepadatan tinggi (R-1) Ketentuan Intensitas Bangunan dan Ruang: • KDB Maksimal 80% • TB maksimal 20 meter • KLB maksimal 4 • KDH minimal 10% • Lebar jalan minimal 3 meter • GSB minimal 4,5 meter dari as jalan.
Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c, ditentukan paling sedikit berjarak 3 (tiga) meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai. Gambar 2.9 Regulasi di Jogoyudan
(Permen PU NOMOR 28/PRT/M/2015, Pasal 7)
38
(Sumber: RTDR kota Jogja 2015; Permen PU no. 28/PRT/M/2015, pasal 7; dengan penyesuaian penulis)
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Batasan Kawasan
Kegunaan Jalan
rm pe
Jangkauan Jalan Kaki
Perbedaan Ketinggian
Tipografi
a an
Fungsi Bangunan
Gambar 2.10 Koleksi Data Urban Jogoyudan (Sumber: Analisa Penulis)
Konteks Kampung & Arsitektur
39
+
Gambar 2.12 Kepemilikan Tanah dan Kavling (Sumber: peta.bpn.go.id)
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Dalam tapak seluas 7300 meter persegi, terdapat 27 blok kavling yang dihuni oleh warga setempat yang terdiri dari hunian dempet dinding, tengah kampung, dan pinggir sungai. Hunianhunian tersebut mengikuti kontur yang ada. Di pinggir jalan utama cenderung lebih rata. Dan di bawahnya memiliki ketinggian yang beragam. Kemajemukan dan persebaran blok yang tidak rata, membentuk jaringan jalan yang beragam juga. Selain itu blok di area ini memiliki beberapa ruang hijau yang masih terdapat pohon yang
40
a an
rm pe
Profil Tapak Rancangan
cukup besar. Berbeda dengan daerah lain di Jogoyudan yang sudah terlanjur padat. Sikap terhadap sungai dibatasi dengan adanya brojong. Berbeda dengan RW 13- RW 11 yang sudah terbangun pagar permanen serta lebar jalan sebesar tiga meter, memenuhi regulasi setempat. Gambar 2.12 menunjukkan peta kepemilikan lahan di RW 11. Sebagian besar telah memiliki hak milik tanah.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
Gambar 2.13 Profil Urban Batasan Tapak Rancangan (Sumber: Google Maps dan Analisa Penulis)
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
Konteks Kampung & Arsitektur
41
+
Sungai dan Kampung Satria Agung Permana, 2017
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51 14
a an
rm pe
.3
+
Membahasakan Kampung
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
Gambar 3.1 Ilustrasi Aerial Kampung Jogoyudan
44
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
Koding Kampung
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Keniscayaan
14
rm pe
Telah disampaikan sebelumnya pada bagian ikhtisar, bahwa kode merupakan program maupun pola tertentu yang secara sadar maupun tidak melekat pada sebuah benda, termasuk arsitektur. Pencarian kode memerlukan kesadaran penuh dalam pemaknaan program. Alexander (1977) memiliki 253 bahasa pola dalam buku The Pattern Language, yang menjadi salah satu landasan dalam penemuan kode dalam pembahasan bab ini. Untuk memudahkannya, Pena (2001) memiliki lima poin penting dalam pemaknaan program, yaitu tujuan, fakta, konsep, kebutuhan, dan persoalan.
a an
Menggali kode di kampung menjadi unik. Pada dasarnya menurut kamus besar bahasa Indonesia, kampung terbentuk atas kumpulan kelompok rumah yang menghuni suatu daerah. Dan kemajemukan budaya dan manusia yang tinggal menjadi kode tersendiri yang berbeda dari pemukiman yang lain. Penjelasan akan dibagi dalam tiga level konteks. Terdiri dari kampung, ketetanggaan, hingga arsitektur, mengadaptasi hierarki klasifikasi desain oleh Lawson (2005). Rekoding ini merupakan koleksi komponen serta kritik, upaya untuk menjadi bank/ kamus konsep perencanaan kampung.
Membahasakan Kampung
45
+
Konteks Satu : Kampung
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Rekoding Kampung
14
46
Rekoding yang dirancang merupakan pemikiran dari penulis serta warga dalam lingkup yang lebih visioner, sehingga rekoding yang dihasilkan dapat digunakan dalam pembangunan kampung di masa depan. Kajian khusus yang mempengaruhi hasil rekoding salah satunya adalah pendekatan kota responsif. Dimana kota menjadi seperti organisme hidup yang saling memberi respon, itu yang penulis harapkan akan terjadi di kampung juga.
a an
Bila belajar dari Kotagede, adanya kepadatan dihasilkan oleh reklaim tanah kosong yang dijadikan kesempatan untuk didirikan bangunan. Keraton Mataram yang saat itu ditinggalkan membuat alun-alun dan ruang lain hilang dan dipadati oleh pemukiman. Bisa dirasakan ketika berkunjung ke Kotagede, jalan kampung menjadi sempit, tidak teratur, mungkin seperti labirin. Hal yang sama terjadi di perkampungan kota lain di Yogyakarta. Di Jogoyudan sendiri saat ini terbantu dengan adanya jalan utama kampung, walau hanya satu buah saja. Selain itu sama, tidak memiliki aturan yang baku. Kadang kita jumpai tanjakan yang tinggi, kadang landai. Kadang lebar, kadang sempit. Dan ini menjadi keistimewaan lain. Jalan tersebut membuat hubungan ketetanggaan menjadi erat. Bahkan kita bisa biarkan pintu terbuka begitu saja.
Pada pembahasan level pertama ini, halhal pokok yang menjadi pembahasan rekoding meliputi komposisi kampung secara meso, dan atau yang menjadi ciri terbentuknya kampung. Hal-hal tersebut akan menjadi bagian untuk membuat rumusan tatanan kampung yang baru, hingga konsolidasi pelaksanaannya di bab berikutnya.
rm pe
Beranjak dari skala desain yang terluas dalam pembahasan PAS ini, yaitu kampung. Di Jogoyudan dan kampung kota lain di wilayah Yogyakarta, sebagian besar memiliki karakteristik yang sama. Dalam beberapa kali pengamatan secara intim hingga publik, kampung memiliki banyak hal yang tidak akan pernah ditemui di penataan pemukiman saat ini, terutama di wilayah perkotaan. Kampung kebanyakan tumbuh tidak terencana dan spontan. Hingga terbentuk pola yang kita jumpai saat ini.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
14
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Gambar 3.2 Ilustrasi Rekoding Kampung
a an
rm pe Beberapa komponen yang melengkapi pembahasan rekoding konteks pertama adalah sebagai berikut (menjadi bahasa dalam perancangan): • • • • • •
Membahasakan Kampung
Kampung Kota Fasilitas Kampung Kampung Susun Pemerintahan Kampung Petanda, Penanda Keamanan dan Keselamatan Kampung
• •
Ruang Publik Fasilitas Ibadah dan Pendidikan
47
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
A-1. Kampung Kota
Koding
48
a an
Karakteristik yang dijumpai, kampung memiliki jalan yang abstrak dan sering sempit. Rumah berhadapan langsung dengan jalan, sehingga regulasi kadang dihiraukan. Namun dengan adanya ini, jalan menjadi teras yang hidup, ruang publik yang mempertemukan manusia dengan manusia lain.
Beberapa karakteristik yang dinyatakan oleh Nugroho (2009) cukup menarik. Sebuah kampung baiknya memiliki keterjangkauan pejalan kaki, konektifitas yang mudah, keberagaman dan multifungsional, keberagaman rumah, sense of place yang baik, struktur ketetanggaan tradisional, transportasi yang cerdas, keberlanjutan, dan pada akhirnya adalah kualitas hidup itu sendiri. Penulis menganggap ini menjadi tataran role model yang baik.
rm pe
Kita mengenal kampung kota sebagai sebuah pemukiman. Dari berbagai macam kampung kota yang terbentuk, kebanyakan bila dilihat memiliki keserasian yang serupa. Mereka terbentuk atas kehendak yang sama, memiliki tempat tinggal di kota dengan keuangan yang tidak banyak. Sehingga beberapa diantaranya belum memiliki izin. Hasilnya beberapa diantara mereka telah direlokasi, seperti yang terjadi di kebanyakan kampung kota di Jakarta. Benang merah lain adalah pola hidup yang sangat royong. Kesadaran bahwa hidup tidak dapat sendiri menjadi nilai positif yang lain. Nugroho (2009) menyatakan bahwa kampung kota menjadi sebuah titik tolak dalam membentuk urbanitas dan ruang kota yang berkelanjutan.
Rekoding
Rekoding ini merupakan narasi imajinatif ketika kampung kota menjadi tatanan yang responsif. Misalnya, ketika kita memasuki kampung, kita akan jarang menemui sinyal yang menuntunmu ke suatu tempat. Namun signage dan komunikasi membuatmu mencapai tempat tersebut. Secara tidak langsung, kita menjalin silaturahim dengan masyarakat, dan ini tidak lain merupakan salah satu ciri kota yang baik kualitas hidupnya dengan adanya interaksi manusia yang baik. Respon di tataran kampung kota menjadi intim dan hidup, bukan berdasarkan hal-hal yang artifisial.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+ Gambar 3.3 Ilustrasi Rekoding Fasilitas Kampung
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
A-2. Multifungsi Fasilitas
Rekoding
Pada umumnya fasilitas umum di kampung meliputi jalan, tempat sampah komunal, taman kecil, kamar mandi komunal, tempat cuci komunal, sumur komunal, pos kamling, dan balai desa. Upaya lain juga bermunculan dengan adanya perpustakaan kampung bahkan wisata kampung. Pola yang ditemui kurang lebih sama. Apa potensi dan kebutuhan mendasar serta kemampuan ekonomi kampung mewujudkan hal tersebut. Semua masih sama, didasari oleh gotong royong.
Fasilitas dasar tersebut menjadi penting. Dalam tatanan responsif, rekoding fasilitas menjadi hal yang fundamental dalam perencanaan. Fasilitas dapat menjadi satu masa satu fungsi, atau multi fungsi. Hal ini merespon kebutuhan dan kemampuan pembangunan. Kita dapat membayangkan misalnya sebuah balai desa, sekaligus ruang kreatifitas kampung.
Membahasakan Kampung
a an
Namun peran arsitek sangatlah minim. Kemampuan empiris tukang lokal menjadi satu satunya pembentuk ruang di kampung. Sehingga, banyak yang menganggapnya kumuh. Citra tersebut mulai dirubah setelah adanya Romo Mangun mewajahkan kampung Code menjadi lebih baik dengan pendekatan yang beragam. Namun masih sama saja, hanya sebatas objek bagi masyarakat di luar kampung. Kehidupan kampung belum banyak berubah.
rm pe
Koding
Future Cities Project oleh ETH Zurich (2017) menyepakati adanya ruang multifungsi dalam menjawab persoalan lahan yang terbatas. Fasilitas fasilitas kampung mungkin dapat menjadi mixuse. Mungkin menjadi hybird.
49
+ Gambar 3.4 Ilustrasi Rekoding Fasilitas Kampung
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14 Koding
Rekoding
Kampung susun merupakan upaya yang kebanyakan dilakukan untuk meningkatkan kepadatan di lahan yang terbatas. Gagasan gagasan bermunculan dengan adanya konsep ini. Yusing menjadi pelopor kampung susun yang manusiawi di Indonesia. Elemen penting yang ada di kampung susun tidak jauh berbeda dengan rumah susun. Namun yang menjadi berbeda adalah adanya titik komunal yang khas. Walau demikian, disadari atau tidak, konsep ini masih perlu dikaji ulang. Tidak semudah itu kebiasaan landed house masyarakat dengan tetiba berubah menjadi vertikal. Tentu juga tidak membuat mudah bagi kaum lansia.
Tidak ada yang salah dari konsep tersebut, namun kesesuaian yang tepat masih dicari. Pola kampung susun konvensional sepertinya perlu melihat perspektif lain. Saat ini banyak basement menjadi ruang parkir sekaligus usaha. Mungkin sebelumnya mereka biasa berjualan di rumah. Formula menjadikan kampung tumbuh ke atas sebenarnya sederhana. Budaya dan ruang ekonomi menjadi aspek yang perlu diperhatikan dalam perencanaan kampung susun.
a an
50
rm pe
A-3. Kampung di Susun?
Mari kita imajinasikan kampung susun ini seperti dunia yang berlapis. Setiap tingkat memiliki karakter yang berbeda. Kebiasaan yang berbeda diambil dari kebiasaan landed house. Mungkin bisa juga terdapat lapangan bermain ditengah-tengahnya.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+ Gambar 3.5 Permerintahan Kampung Terpusat dan Tersebar
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Koding
Rekoding
Pemerintahan kampung sebenarnya sederhana. Secara hierarki dari Kepala Desa, Ketua RW, Ketua RT, hingga kepala keluarga. Umum ditemui di banyak kampung di Indonesia. Terdapat organisasi pengembangan kampung seperti PKK dan Karang Taruna. Sebenarnya baik, beberapa yang menjadi persoalan adalah aspek sosial. Kekuasaan menjadi sesuatu yang tabu, berselisih. Pemerintahan yang periodik juga membuat perencanaan kampung berganti-ganti. Program selalu menjadi persoalan.
Pendekatan musyawarah dalam pemerintahan kampung guna menjadi perencanaan kampung yang baik menjadi hal penting. Kita bisa melihat Yuli Kusworo dari Arkom mendampingi warga kampung merencanakan pengembangan kampung mereka. Membuat masyarakat menjadi arsitek. Namun kadang ini menjadi dilema, persoalan arsitektur menjadi hal yang dirasa sepele. Kita perlu perencanaan kampung yang berkelanjutan, bertahap, didampingi serius oleh arsitek maupun urban desainer. Kita bisa melihat kampung menjadi sebuah pusat peradaban di masa depan ketika direncanakan dengan matang. Entah pemerintahan berganti, perencanaan yang berkelanjutan tetap berjalan.
a an
Membahasakan Kampung
rm pe
A-4. Pemerintahan Kampung
51
+ Gambar 3.6. Ilustrasi Rekoding Gerbang
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14 Koding
52
Rekoding
Upaya kreatif masyarakat dalam menyikapi adanya penanda ini menjadi pendekatan yang menarik. Bagaimana ketika gerbang menjadi bukan sekedar gerbang. Gerbang menjadi ruang publik yang dinamis. Upaya upaya merumuskan program baru tentang gerbang menjadi tren. Kita tidak melihat gerbang sebatas gerbang lagi, bisa menjadi landmark, penanda dan petanda kampung.
a an
Petanda, penanda, sebuah ciri khas. Penanda kampung banyak dijumpai sebagai gerbang. Setiap gerbang menjelaskan makna dan identitas kampung tersebut. Gerbang biasanya juga digunakan sebagai perayaan ulang tahun kemerdekaan Indonesia setiap tahunnya. Jadi dapat dikatakan, gerbang ini tidak tetap. Berubah setiap tahunnya. Lantas apa yang menjadi penanda kampung tersebut? Nampaknya hanya sebatas nama. Selamat datang di kampung “......�. Beberapa upaya lain ada yang membuatnya sebagai pos pantau dari atas gerbang. Keterbukaan juga melahirkan warung temporer di bawah gerbang yang memiliki atap. Penanda ini sangat eksploratif.
rm pe
A-5. Penanda Kampung
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+ Gambar 3.7. Pos Jaga - Pos Publik
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Koding
Rekoding
Keamanan dan keselamatan di kampung merupakan hal yang unik. Secara kompak, gotong royong menjaga keamanan dengan adanya pos kamling. Pintu-pintu terbuka pun aman-aman saja. Tetangga dengan keguyubannya saling menjaga. Yang perlu diperhatikan adalah evakuasi ketika terjadi bencana. Masih belum terencana dengan baik, walau sekedar pengarah ke tempat berkumpul saja belum ada. Persoalan lain ketika terjadi kebakaran. Akan butuh perjuangan yang lebih keras. Berbeda dengan banjir yang sudah jarang ditemui. Gempa, dan lain sebagainya. Namun keguyuban dan gotong royong mampu melewatinya. Walaupun belum ada pencegahan yang pasti.
Persoalan menarik justru berada di fungsi pos ronda yang kini dapat dikatakan multi guna. Pos ronda seakan dimiliki publik, mungkin karena kurangnya ruang publik di kampung. Pos ronda kadang dapat menjadi warung, kadang tempat menunggu. Di malam hari digunakan untuk menjaga/ ronda. Fungsi kentongan masih ada dan langgeng. Mungkin rekoding fasilitas keamanan dan keselamatan perlu menjadi terintegrasi dengan kampung. Sehingga tiap tiap persoalan ada jalan keluarnya.
a an
Membahasakan Kampung
rm pe
A-6. Keamanan dan Keselamatan
53
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Rekoding
Ruang publik di kampung adalah seluruhnya. Apapun menjadi publik. Jalanan kadang menjadi tempat bermain, tempat menjemur pakaian, mencuci motor, dan kita tidak dapat mendefinisikan jalan sebagai jalan saja. Jalan adalah ruang publik utama yang dimiliki kampung. Selain karena kepadatan bangunan yang terbangun.
Ruang publik yang kita kenal di kampung sebenarnya adalah ruang publik yang ambigu, tidak jelas. Namun justru itu menjadi cir khas. Dengan pendekatan lain, jalan sekalipun dapat menjadi ruang publik yang kaya. Melihat karya BIG di Superkillen, dimana ruang kota menjadi ruang publik yang unik dan menyatukan beragam ras. Kita dapat melihat kampung sedemikian rupa. Cobalah berjalan diantara kampung, dan temui hal-hal yang belum pernah dirasakan sebelumnya.
a an
Koding
Beberapa upaya membuat taman kecil sepertinya kurang menjadi minat. Jalan tetap menjadi hal utama. Mungkin karena jangkauannya lebih dekat. Hal berbeda dengan kampung yang berada di bantaran sungai. Sungai adalah ruang publik yang luas. Beragam aktifitas berada disana. Dalam buku Reklaim yang ditulis oleh penulis sebelumnya, sungai memiliki peran penting dalam keberlangsungan kampung, bahkan sempat ingin dijadikan wisata oleh masyarakat di Jogoyudan.
54
rm pe
A-7. Ruang-ruang Publik
Mungkin setiap rumah dapat berpartisipasi membentuk ruang publik kampung yang lebih dinamis. Partisipasi warga menyumbangkan sebagian tanahnya atau temboknya. Kita dapat memiliki ruang publik di kampung yang berbeda.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+ Gambar 3.8. Fungsi Campuran
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Rekoding
Sepertinya hal ini menjadi dilema, terutama pendidikan. Pendidikan hanya secara fisik diutarakan. Semisal dibangun perpustakaan, itupun tidak menambah minat warga terhadap pendidikan. Ibadah? kita lebih sering menjumpai warga yang sudah berumur. Jarang kita temui pemuda pemuda. Mungkin masih banyak anak-anak, itupun hanya ketika TPA.
Kampung membutuhkan sesuatu yang dapat digunakan harian. Mungkin fasilitas tersebut dapat menyatu dengan fasilitas lain sehingga menarik minat lebih. Semisal kita memiliki perpustakaan di warung, atau di pinggir sungai. Budaya membaca bisa dimulai dimana saja. Fasilitas ibadah? mungkin juga bisa terintegrasi dengan balai desa atau balai pemuda. Sehingga tidak melupakan diri untuk beribadah. Mungkin konsep catur gatra keraton dapat kita adopsi. Dimana satu komplek berisi fungsi penting di sekitar alun-alun.
a an
Koding
Dengan arus teknologi yang lebih berkembang, kita terjebak dan terlena karenanya. Terutama gadget yang sekarang bukan menjadi barang mewah. Upaya upaya sosial banyak dilakukan untuk mengatasinya.
Membahasakan Kampung
rm pe
A-8. Ibadah dan Pendidikan
55
+
Konteks Dua : Ketetanggaan
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Atas, Tengah, Bawah
14
Dalam skala yang lebih kecil, kampung terdiri dari ketetanggaan yang beragam dan dinamis. Penulis mengkategorikannya kedalam tiga hal yaitu ketetanggaan di jalan utama, ketetanggaan di tengah kampung, dan ketetanggaan di kampung bantaran sungai. Ketiga kategori ini memiliki keunikan dan pola hidupnya masing masing, namun tetap dalam koridor yang sama.
dalam perancangan kampung masa depan. Di level ini pemahaman penangkapan makna ruang menjadi penting. Ruang adalah keduanya yang membuat kita bersama dan sekaligus memisahkan kita dengan yang lainnya (Lawson, 2001). Dan diharapkan rekoding ruang yang dirancang memiliki hal tersebut.
Beberapa rekoding yang membentuk tatanan ruang dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut: • • • • • • • • • • •
56
Balai Kampung Bank Air Bantaran Sungai Jalan Dalam Kampung Jalan Bantaran Sungai Jalan Utama Jalan Menurun dan Tanjakan Ketua RT-RW Kamar Mandi + Cuci Komunal Kampung Warna Kantor Desa
• • • • • • • • • • • •
Langit Langit Kampung Masjid PAUD Perpustakaan Kampung Pertemuan Jalan Pos Ronda Pos Sampah Ruang Ambigu Ruang Kreatif Ruang Publik Rumah Kampung Rumah Warung
a an
rm pe
Pembahasan akan lebih rinci di tiap kategori, menemukan komposisi rekoding yang menjadi pertimbangan
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+ Gambar 3.9. Balai Kampung
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Koding
Rekoding
Balai desa memiliki peran penting di kampung. Selain menjadi tempat bertemunya warga dalam agenda agenda tertentu, beberapa balai desa menjadi sarana olah raga bagi masyarakat, misal badminton. Balai desa biasanya terbangun di suatu pusat dari kampung tersebut, sehingga tidak banyak. Yang menjadi perhatian, kebanyakan balai desa dirancang tertutup, berbeda dengan pendopo. Akses yang tertutup ini membuat balai desa jarang menjadi rutinitas harian. Hanya agenda formal saja, dan jika luas dapat menjadi arena olah raga, namun tidak banyak. Selain itu balai desa yang luas sering digunakan sebagai tempat hajatan, misal pernikahan.
Bila melihat budaya penggunaan balai desa yang mampu menampung banyak aktifitas, sepertinya balai desa perlu memelajari nilai-nilai dari pendopo. Tetap memiliki nilai kesakralan tempat, namun dapat tetap menyambut beragam aktifitas. Hal ini dapat mengatasi terbatasnya lahan kampungkota dengan memaksimalkan aktifitas yang dapat ditampung. Menyepakati rekoding sebelumnya dimana mix-use building menjadi salah satu solusi.
a an
Membahasakan Kampung
rm pe
B-1. Balai Kampung
57
+ Gambar 3.10 Evolusi Bank Air
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14 Koding
Rekoding
Bank air sebenarnya menjadi masih baru, juga lama. Beberapa kampung memiliki sumber air seperti mata air, dikenal dengan nama belik di sekitar kampung Code. Mata air tersebut menjadi tempat bertemunya masyarakat ketika ingin mandi atau mencuci baju. Beberapa upaya menerapkan teknologi dilakukan Bohlen dan Maharika (2012) dalam pembuatan bank air di kampung Terban yang bernama Airkami. Upaya tersebut menghasilkan bentuk baru dari bank air dan menghasilkan air siap minum. Upaya lainnya terdapat bank air yang berdampingan dengan kamar mandi komunal.
Air menjadi sumber penting dalam kehidupan manusia. Penulis melihat ini dalam kacamata arsitektur sebagai magnet. Pada masa dahulu, air telah mempertemukan manusia dalam berbagai kegiatan (Laurens dan Hendrayani, 2002). Dan tidak dipungkiri bahwa arsitektur dapat membuat pengaruh dengan adanya air. Fungsi bank air mungkin tidak hanya menjadi sumber air, namun dapat menjadi distributor ke tiap rumah. Menjadi terintegrasi dengan ruang publik kampung sehingga beragam aktifitas dapat terjalin.
a an
58
rm pe
B-2. Bank Air
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+ Gambar 3.11 Mengembalikan Akses Sungai
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Koding
Rekoding
Bantaran Sungai menjadi ruang menarik di kampung. Segala elemen menjadi kesatuan yang padu. Semisal memancing. Memancing dapat dilakukan di pinggir sungai, di sungai sekalipun, di bawah jembatan, atau di atas jembatan. Anak-anak juga sering bermain air di sungai. Namun kualitas air sungai tidak sejernih dahulu. Upaya upaya dilakukan, namun masih perlu usaha keras dari keseluruhan penghuni bantaran sungai. Ekosistem sebenarnya sudah terganggu. Kesaksian beberapa warga menuturkan bahwa dahulu sungai ditanami oleh rimbunnya bambu. Saat ini sudah tergantikan oleh dinding penahan di sepanjang sungai. Upaya mengatasi banjir kah? Mungkin begitu.
Kita perlu mengembalikan sungai kepada ekosistemnya. Sehingga manusia dan alam hidup berdampingan. Sungai menjadi ruang publik yang lebih sehat. Upaya yang mungkin dilakukan dapat dimulai dari perlakuan kita terhadap sungai. Untuk tidak membuang limbah di sungai misalnya. Mungkin bisa mencontoh upaya yang dilakukan Seoul di Chonghyechon Stream. Mereka berhasil mengembalikan ekosistem sungai, sekaligus menjadi ruang publik yang hidup. Airnya jernih, dan furnitur arsitekturnya sangat interaktif secara pasif.
a an
Membahasakan Kampung
rm pe
B-3. Bantaran Sungai
59
+ Gambar 3.12 Ruang Publik adalah Jalanan
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14 Koding
Rekoding
Ketika memasuki kampung, kita tidak disajikan dengan visual jalan yang umum. Jalannya kompleks dan sangat detail. Kompleksitas tersebut tercipta dengan adanya individual support dari setiap rumah. Jalan menjadi halaman bagi mereka, dan dekorasi sangatlah beraneka ragam. Yang sering dijumpai mungkin ketika jalan dicat sedemikian rupa, bahkan ada yang mengecatnya dengan gambar permainan ular tangga. Jalan di kampung merupakan halaman bagi masyarakat, sebuah ruang publik.
Melihat potensi masyarakat terhadap jalan, memberikan sebuah nafas baru dimana jalan tidak lagi menjadi milik publik semata. Namun menjadi milik masyarakat, milik siapapun. Yang mungkin perlu diperhatikan adalah penggunaan material jalan tersebut. Jika menginginkan jalan yang membuat orang berjalan pelan dan ramah, gunakanlah bebatuan. Itu juga akan aman bagi anak-anak untuk bermain. Lika-liku jalan menjadi perhatian lain ketika itu menjadi sarana bertemu, berpapasan. Maka akan cocok menggunakan jalan seperti itu. Namun jika ingin jalan yang cepat, gunakanlah conblock atau aspal. Mahal dan mungkin kurang aman berada di kampung. Itu soal preferensi.
a an
60
rm pe
B-4. Jalanan Kampung
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+ Gambar 3.13 Akses Publik Sungai
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Koding
Rekoding
Bagi kampung yang berdiri berdampingan dengan sungai, merespon sungai adalah sebuah keniscayaan. Begitu pula dengan jalanannya. Apakah jalan tersebut menjadi batas, atau perantara antara manusia dan sungai. Yang terjadi di kampung Code, sungai dan jalanan dibatasi dengan tanggul, serta pagar. Ada upaya melompat pagar untuk menikmati hubungan dengan sungai. Secara regulasi, jalan diharuskan memenuhi 3 meter dari sungai. Penulis memiliki hipotesa bahwa hal tersebut berlaku ketika sungai sudah ditanggul. Serta jalan yang lebar memudahkan akses kendaraan. Kita tidak bisa egois akan hal tersebut.
Untuk mengupayakan jalanan yang lebih humanis, kita perlu melihat perilaku-perilaku yang ada. Saat ini jalan menjadi batas visual, membelakangi sungai. Berharap ada hubungan yang serasi antara sungai dan kampung, maka bukalah jalan untuknya. Bukan membelakangi, namun berkomunikasi. Bukan menjadikan sungai sebagai pembuangan, namun pencaharian. Kita perlu pertimbangkan jalan yang mengembalikan hubungan dengan sungai. Jalan yang seimbang dengan ekosistem yang ada.
a an
Membahasakan Kampung
rm pe
B-5. Jalanan di Sungai
61
+ Gambar 3.14 Atraksi Jalanan Utama
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14 Koding
Rekoding
Jalan utama yang ada saat ini tidak banyak. Kebanyakan kampung hanya memiliki jalan kampung. Sehingga upaya evakuasi semisal akses untuk ambulan menjadi terhambat. Bagi kampung yang tidak terlalu besar, itu tidak menjadi soal yang berarti. Namun kampung yang besar, memerlukan tindakan ekstra. Jalan utama yang ditemui kebanyakan juga sudah bertransformasi menjadi jalan dalam kampung, sehingga kecepatannya lebih lamban. Perlu pertimbangan menghadirkan akses jalan utama ini.
Jalan utama bisa berada di tengah kampung sehingga menjangkau keseluruhan, atau berada di bantaran sungai, menjadi sekaligus lebar. Upaya menghadirkan jalan utama menjadi pertimbangan untuk menghindari halhal yang tidak diinginkan. Sehingga akses menjadi lebih mudah, namun tetap harus memperhatikan budaya yang terdapat di kampung tersebut.
a an
62
rm pe
B-6. Jalanan Utama
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+ Gambar 3.15 Pertemuan Spontan
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Koding
Rekoding
Jalanan ini menjadi ruang bertemu yang puitis. Ketika bertemu senior (masyarakat lanjut usia), kita dapat melihat semangat mereka naik turun di jalan tersebut, bahkan membantunya. Di sepanjang perjalanan mungkin kita akan mendengarkan kisah-kisah menarik. Selain aspek sosial, dari segi arsitektur, jalanan ini campuraduk. Justru menjadi petualangan tersendiri. Terdapat tangga-tangga, atau tanjakan lurus, bahkan di persimpangan dapat menjumpai rumah yang terbuka. Kampung pelangi menyiasatinya dengan menambahkan payungpayung, sehingga menjadi tempat foto yang menarik. Komunikasi jalan dengan rumah dijumpai dengan jendela dan teras yang menghadap ke jalan.
Ketidakteraturan dalam jalan tersebut menjadi hal yang baik. Melihat dinamika yang ada, mungkin perlu mempertimbangkan jalan yang lebih nyaman dilalui oleh lansia namun tetap akan memicu adanya interaksi. Adanya akses difabel juga perlu diperhatikan. Karena vertikal, akses air juga menjadi soal. Mungkin perencanaan yang lebih dalam baiknya diperhatikan untuk menjawab soal-soal tersebut.
a an
Membahasakan Kampung
rm pe
B-7. Jalanan Terdalam
63
+ Gambar 3.16 Menemukan Rumah Perangkat
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14 Koding
Rekoding
Sistem pemerintahan kampung yang berbeda dari sistem negara lain menjadi menarik. Ketua-ketua ini biasanya berkantor di rumah pribadinya, dan periodik. Sehingga berubah-ubah lokasinya. Sebagai penanda, biasanya dipasang di depan rumah masingmasing. Terdapat plang petunjuk arah juga. Namun pemerintahan saat ini tidak mengharuskan ketua tersebut menjadi warga, sehingga menjadi persoalan lain.
Sifatnya yang temporer menjadi penting untuk diperlakukan dengan baik. Apalagi posisi ini memiliki peran penting setiap harinya. Semisal ada yang menginap, atau yang lain. Kadang menjadi susah menemukan posisi pastinya, sehingga perlu untuk bertanya pada masyarakat sekitar bagi pendatang. Namun bukan masalah besar, karena hal tersebut menjadi pemicu komunikasi yang lebih kaya. Tidak bergantung pada teknologi semata. Atau mungkin perlu disamarkan, sehingga masyarakat maupun pendatang tidak apatis.
a an
64
rm pe
B-8. Rumah Perangkat Kampung
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+ Gambar 3.17 Percakapan Spontan
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Koding
Rekoding
Budaya mandi dahulu menjadi hal yang biasa. Masih ditemui pemandian umum di Kotagede. Kita perlu belajar dari Jepang dalam melestarikan budaya tersebut. Namun saat ini, mandi menjadi sesuatu yang sangat privat. Kita dapat kategorikan jenis mandi yang dilakukan, sehingga budaya ini masih tetap ada. Memang saat ini populasi fasilitas untuk itu sangat terbatas dan kurang terawat. Begitu pula soal cuci mencuci. Saat ini budaya tersebut hanya ditemui di tempat yang memiliki belik, atau mata air.
Mengembalikan budaya ini dengan pendekatan arsitektur memerlukan program yang khusus. Fasilitas komunal ini perlu direkayasa agar nyaman, dan tetap memiliki privasinya masing masing. Budaya ini mendekatkan masyarakat satu dengan lainnya. Bila ada sumur, membantu menimba mengembalikan budaya gotong royong tenpa pamrih.
a an
Membahasakan Kampung
rm pe
B-9. Mandi, Cuci, Komunal
65
+ Gambar 3.18 Warna Kampung
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14 Koding
Rekoding
Makeup kampung dengan warna sebenarnya bukan hal baru. Diprakarsai oleh YB Mangunwijaya di kampung Code, dan menjamur di beberapa lokasi seperti di Malang, Semarang, bahkan Jakarta. Kampung ini menjadi tempat wisata, namun tidak semudah itu. Lebih banyak hanya menjadi make up, namun tidak menambah kualitas hidup masyarakatnya.
Warna menjadi elemen dekoratif yang menarik. Bilamana integrasi dekoratif dengan infostruktur kampung mungkin bisa menambah fungsi. Sehingga tidak sekedar menjadi dekorasi saja. Kita melihat kemunkginan ini akan menjadi tren. Namun baiknya tidak hany mengekor. Perilaku khusus dapat menjadi potensi lain daripada sekedar dekorasi.
a an
66
rm pe
B-10. Make-up
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+ Gambar 3.19 Kantor Desa
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Koding
Rekoding
Kantor desa biasanya bersebelahan dengan balai desa. Secara fungsional, kantor ini memiliki peran penting dalam keberlangsungannya. Namun perilaku masyarakat dengan kantor desa kadang terbatasi. Jarang ada warga ke kantor tanpa urusan khusus. Kantor menjadi hal yang terbatas, meskipun di desa.
Definisi kantor desa yang baru memungkinkan banyak aktifitas didalamnya, sehingga tidak segan untuk memberi masukan dan saran demi masa depan kampung yang lebih baik. Lebih gotong royong dalam ide maupun eksekusi.
a an
Membahasakan Kampung
rm pe
B-11. Meleburkan Kantor Desa
67
+ Gambar 3.20 Ekspresi Langit-langit
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14 Koding
Rekoding
Langit-langit kadang menjadi gelap, seperti yang ditemui di kampung Tambora di Jakarta karena tertutup oleh atap-atap yang rapat. Langitlangit juga dibiarkan terbuka begitu saja. Ada upaya lain untuk meneduhkannya dengan tanaman. Ada pula yang menghiasnya seperti kesesuaian kampung warna dengan payung-payung.
Kita berdiri ditengah jalan kampung, berharap teduh, rindang, panas, atau keduanya. Permainan seperti ini akan menjadi elemen yang menarik untuk diperdalam. Kampung dapat menjadi laboratorium hidup dalam memperlakukan langit-langit kampung. Semisal ada teknologi lampu yang siang menyerap energi sekaligus menjadi peneduh, dan malamnya berubah menjadi penerang. Itu sangatlah mungkin.
a an
68
rm pe
B-12. Langit-langit
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+ Gambar 3.21 Masjid
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Koding
Rekoding
Masjid memiliki peran penting selain balai desa. Beberapa agenda kampung juga dilaksanakan disini, terutama agenda religius. Masjid saat ini menjadi pusat pengembangan masyarakat yang efektif. Dalam 5 waktu pasti ada jamaah yang berada dalam masjid. Hal ini dapat menjadi generator keilmuan yang baik.
Di kampung terutama, masjid perlu beradaptasi agar dapat menyentuh banyak lapis dan bukan hanya sekedar menjadi pengisi. Di dalam masjid kita bertemu manusia dari berbagai latar belakang. Masjid dapat menjadi pusat keilmuan kampung yang baik. Sandingkanlah dengan perpustakaan atau balai desa, atau hal lain yang dapat menampung banyak manusia.
a an
Membahasakan Kampung
rm pe
B-13. Masjid
69
+ Gambar 3.22 PAUD Melebur di Kampung
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14 Koding
Rekoding
Anak-anak merupakan masa depan suatu daerah, dan sejak dini PAUD adalah pembentuk karakter yang baik. Beberapa hanya ditemui PAUD ala kadarnya, sekedar menjadi penitipan dan persiapan untuk sekolah tingkat lanjut. Model PAUD yang penulis temui di Atambua berbeda, PAUD menjadi model yang hidup dan sekaligus mengenalkan budaya desa pada anakanak sejak dini.
Melihat perbedaan tersebut, nampaknya perlu saling belajar dan membentuk model PAUD kampung yang baik. Kembali lagi, penggabungan fungsi menjadi hal penting di kampung. Penulis menyebutnya sebagai keterbukaan rancangan dalam kampung. Namun penempatan PAUD menjadi hal yang harus diperhatikan agar aman dan kondusif bagi anakanak.
a an
70
rm pe
B-14. Setidaknya PAUD
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+ Gambar 3.23 Mengkampungkan Perpustakaan
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Koding
Rekoding
Kurangnya budaya membaca di Indonesia membuat perpustakaan menjadi penting. Namun kebanyakan yang dijumpai, perpustakaan ini masih asing dan jauh dari layak. Buku ala kadarnya. Dan tidak ada agenda khusus yang mendukung adanya budaya membaca ini. Beberapa komunitas dan lembaga swadaya masyarakat gencar mengkampanyekan kegiatan ini.
Kampung perlu membuka diri untuk adanya kolaborasi meningkatkan kapasitas kampung sebagai pusat pembelajaran juga. Komunitas dan lembaga swadaya masyarakat sudah banyak, namun akses perlu dialurkan kejelasannya. Sehingga tidak sekedar mampir, namun intens membuka peluang budaya membaca di kampung.
a an
Membahasakan Kampung
rm pe
B-15. Perpustakaan Kampung
71
+ Gambar 3.24 Perayaan Pertemuan
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14 Koding
Rekoding
Nodes, persimpangan adalah perjumpaan. Bertemunya antara lebih dari dua hal dalam satu tempat. Pertemuan ini dirayakan dengan beberapa perlakuan arsitektur, semacam taman, atau landmark. Di kampung, pertemuan dapat dirayakan dengan teras rumah yang membuka peluang untuk pertemuan manusia.
Pertemuan ini perlu dirayakan dengan lebih baik, namun dalam porsinya juga sehingga tidak berlebihan. Sama seperti rekoding pada bermacam jalan sebelumnya. Pertemuan ini kadang dirayakan juga dengan adanya pos ronda. Munkgin dapat menjadi pocket public space yang baik.
a an
72
rm pe
B-16. Pertemuan Jalan
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+ Gambar 3.25 Evolusi Pos Ronda
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Koding
Rekoding
Pos ronda menjadi pusat keamanan kampung, baik aktif maupun pasif. Beberapa dilengkapi dengan televisi dan catur sebagai penghibur ketika berjaga malam hari. Dan yang tetap ada adalah kentongan. Ruang pos ronda menjadi dinamis dengan fungsinya yang bermacam. Kadang menjadi pos jaga, kadang menjadi warung, kadang menjadi tempat bermain. Abidin Kusno (2007) menjelaskan peran gardu ronda dari masa ke masa. Dan sampai saat ini menjadi fungsi yang sedemikian rupa berbeda dari sebelumnya yang hanya menjadi penjaga keamanan saja.
Potensi ini perlu diapresiasi secara lebih dalam. Keberadaannya yang di setiap RW ada menjadi persebaran yang rata. Mungkin perlu adanya komunikasi yang baik antara setiap pos ronda demi menjaga keamanan yang lebih baik. Serta pos ronda ini dapat menjadi ruang publik di kampung dalam mengatasi kekurangannya. Bisa juga dikombinasikan dengan fungsi lain, seperti perpustakaan. Pos ronda ini potensial.
a an
Membahasakan Kampung
rm pe
B-17. Pos Ronda
73
+ Gambar 3.26 Pos Sampah Mandiri
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14 Koding
Rekoding
Sama seperti pos ronda, pos sampah berada di setiap wilayah kampung. Namun belum terkelola dengan baik. Pengambilannya pun periodikal, bau tidak dapat diatasi dengan maksimal. Sampah menjadi satu, pun jika dipisah antara organik, anorganik, serta daur ulang, pengolahannya masih dijadikan satu sehingga tidak berarti apapun. Sampah menjadi dilema besar di setiap kota di Indonesia. Bila di desa, sampah kebanyakan dibakar begitu saja.
Sampah ketika dibiarkan akan menjadi bencana. Namun bila diperlakukan dengan baik akan menjadi berkah. Semisal adanya bank sampah, sampah di daur ulang dengan baik. Sampah organik dapat dijadikan kompos atau energi terbarukan. Pengolahan sampah adalah sebuah keniscayaan. Jangan dilewatkan sedikitpun.
a an
74
rm pe
B-18. Mendayakan Sampah
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+ Gambar 3.27 Ambiguitas Ruang
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Koding
Rekoding
Ruang ambigu adalah ruang yang tidak jelas mau diapakan, namun dirasa penting kehadirannya. Di kampung terdapat semacam teras namun tinggi di depan rumah, tepatnya di depan jendela. Tempat ini kadang menjadi tempat duduk, atau tempat berjualan. Kadang menjadi meja juga. Ketidak jelasan ini menjadi hal yang menarik untuk dikaji.
Mungkin kita perlebar kemungkinan ruang ambigu ini. Semisal teras tadi, bisa foldable sehingga dapat dilebarkan dalam keadaan tertentu. Atau dapat menjadi lemari perkakas di luar ruangan. Segalanya mungkin, apalagi dengan kreatifitas masyarakat yang tidak terbatas.
a an
Membahasakan Kampung
rm pe
B-19. Menusuri Ruang Ambigu
75
+ Gambar 3.28 Mencari Ruang Kreatif
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14 Koding
Rekoding
Ruang kreatif sebenarnya tidak jelas definisinya seperti apa. Namun perlu dipahami bahwa setiap sudut dapat menjadi ruang kreatif dilihat dari bagaimana manusia menyikapinya. Semisal dinding, dinding menjadi mural bagi masyarakat yang memperhatikannya. Rumah menjadi workshop bagi kesenian tertentu. Apapun dapat menjadi ruang yang kreatif.
Tidak perlu ada klasifikasi khusus terkait ruang kreatif. Biarkan manusia menemukan potensinya dengan segala sumber daya dan keterbatasan yang ada. Semua dapat didefinisikan sesuai selera masyarkat.
a an
76
rm pe
B-20. Ruang Kreatif ?
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+ Gambar 3.29 Ambiguitas Ruang
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Koding
Rekoding
Ruang publik adalah ruang dimana manusia dipertemukan baik sengaja maupun tidak. Di kampung, semua tempat adalah ruang publik, mengingat tidak ada fungsi yang pasti dan tidak tersedianya ruang yang memang dikhususkan menjadi publik. Sehingga secara ambigu, semua menjadi ruang publik.
Kejelasan dan ketidakjelasan fungsi ruang dapat dilihat menjadi positif dan negatif. Ruang publik baiknya terbuka dan dapat disimak oleh siapapun. Jangan menjadi tertutup dan digunakan untuk hal yang tidak diinginkan. Taman dan fasilitas lain menjadi salah satu contoh yang baik dalam mendeskrepsikan ruang publik.
a an
Membahasakan Kampung
rm pe
B-21. Ruang Publik
77
+ Gambar 3.30 Rumah Kampung
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14 Koding
Rekoding
Rumah kampung dapat dibilang rumah bagi semua orang. Tidak ada batasan khusus semacam pagar, dan semua punya kesempatan untuk mampir. Hal ini menjadikan kekeluargaan di kampung lebih erat. Manusia tidak dapat hidup sendirian. Sehingga mereka menyadari bahwa komunikasi menjadi penting. Banyak rumah yang terbuka begitu saja. Beberapa juga ada yang menguncinya rapat-rapat.
Model perumahan seperti ini yang patut diapresiasi dan di contoh. Kita melihat pemukiman saat ini cenderung tertutup dan apatis. Keterbukaan dan keramahan perlu dijadikan contoh. Di masa depan, mungkin rumah tidak hanya berfungsi sebagai rumah. Mungkin bersamaan menjadi workshop, perpustakaan, ruang kreatif, dan lain sebagainya. Bahkan dapat menampung lebih dari satu keluarga.
a an
78
rm pe
B-22. Rumah Kampung
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+ Gambar 3.31 Warung Kampung
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Koding
Rekoding
Ekonomi menjadi faktor utama terbentuknya rumah dengan warung. Nama lainnya adalah ruko, namun ini lebih intim dan sederhana. Warung disini memang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan warganya sehingga tidak perlu keluar kampung. Semisal sembako. Selain itu upaya kreatifitas juga diungkapkan dalam warung yang beragam.
Apa yang kita lihat sekarang mungkin akan berubah dengan adanya era disrupsi saat ini. Sehingga mungkin warung fisik tergantikan dengan adanya e-shop. Bagi beberapa mungkin perlu, namun sembako mungkin masih akan bertahan. Kebutuhan keseharian tidak semudah itu di online kan. Terutama makanan. Kualitas makanan bila tidak dilihat secara langsung akan menjadi pertanyaan.
a an
Membahasakan Kampung
rm pe
B-23. Warung + Rumah
79
+
Konteks Tiga : Arsitektural
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Elemen-elemen Kecil
14
berkelanjutan berasal dari warganya sendiri serta pandangan lain dari arsitek secara kolaboratif. Yang akan penulis sampaikan adalah kemungkinan lain dalam elemen tersebut dengan sketsa mentah, agar dapat dikembangkan.
Beberapa rekoding yang membentuk tatanan arsitektur dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
80
Atap Rumah Dapur Pribadi Dapur Komunal (Pawon) Dinding Fasad Banyak Sisi Fasad Satu Sisi Gerbang Hewan Peliharaan dan Ternak Info-infrastruktur Jemuran Jembatan Jendela Kecil Jendela Lebar Kamar Mandi Kamar Tidur Respon Angin Respon Cahaya Matahari Masa Bangunan Material Bambu Material Bata Material Industri Material Kayu
Material Kaca Material Metal Memancing di Sungai Menghadap Sungai Pagar Parkir Becak Parkir Gerobak Parkir Mobil Parkir Motor Parkir Sepeda Pintu Program Ruang Ruang Burung Ruang Makan Ruang Multifungsi Ruang Usaha Rumah Warung Sumur Air/ Belik Tangga Taman Besar Taman Kecil Taman Vertikal Tempat Duduk Depan Rumah Tempat Sampah Teras Bersama Workshop/Bengkel
a an
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
rm pe
Skala terkecil rekoding kampung ini terletak pada elemen arsitekturalnya. Sangat variatif dan bermacam macam. Kajian akan menitikberatkan pada rekoding itu sendiri. Bagaimana elemen terebut berevolusi namun tetap dalam ranah yang layak dan kontekstual. Ketika keseluruhan kode terkumpul, perencanaan kampung akan seperti menyusun kepingan kode. Penulis menyepakati bahwa perencanaan yang
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
C-1. Atap Rumah
Modul Atap Standar
Ekspansi Atap
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Green Roof
Perilaku masyarakat terhadap atap cukup kreatif, atap dapat menjadi tempat menjemur, tempat antena, mungkin juga menjadi penampung. Melihat kemungkinan lain, dimana atap
Glass + Solar Cell Gambar 3.32 Rekoding Atap
menjadi ruang, sehingga menambah ruang hidup bagi manusia.
C-2. Dapur Pribadi
Onetable Kitchen
Dapur Full Size
Dapur Tradisional
a an
rm pe
Pantry
Gambar 3.33 Rekoding Dapur Pribadi
Dapur menjadi jantung setiap rumah dalam menghidupi manusia didalamnya. Dapur lebih sering bergabung dengan ruang makan pada model baru. Sementara model lama,
Membahasakan Kampung
dapur menjadi ruang sendiri yang lebih luas. Beberapa interaksi dan pendidikan dapur penting dilestarikan.
81
+
C-3. Pawon
Dapur Komunal Bersama
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Satu Akses
Komponen Pawon Tradisional
Kekayaan pawon terletak pada ruangnya yang luas, menampung banyak manusia. Sehingga proses memasak cenderung berkelompok. Saat ini model pawon jarang ditemui,
Multi Akses
Gambar 3.34 Rekoding Pawon
biasanya secara spontan ketika ada hajatan. Mungkin model ini dapat diadaptasi ketika masyarakat membuka catering.
C-4. Dinding
Transparan
Berlubang
Pembatas
a an
rm pe
Solid
Gambar 3.35 Rekoding Dinding
Dinding secara tegas melambangkan batas, serta pembentuk ruang. Dinding telah menjadi elemen dekoratif suatu bangunan. Ketukangan dapat membuat dinding menjadi berlubang, sehingga
82
kesan bernafas timbul. Atau benar benar transparan dengan materialnya. Munkgin juga dapat menggunakan tanaman sebagai perantara/batas.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
C-5. Fasad Multisisi
Dua Akses
Dekoratif
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Kosong
Fasad menjadi elemen eksterior yang sangat diperhatikan oleh pemiliknya. Upaya yang terjadi di kampung, fasad memiliki banyak sisi. Sehingga perlakuan di setiap sisi mungkin
Satu Akses, Selebihnya Jendela Gambar 3.36 Rekoding Fasad Multisisi
diperlukan.
C-6. Fasad Satu Sisi
Akses dan Warung
Satu Akses, Sisanya Kosong
Terbuka
a an
rm pe
Pintu dan Jendela
Gambar 3.37 Rekoding Fasad Satu Sisi
Fasad menjadi elemen eksterior yang sangat diperhatikan oleh pemiliknya. Beberapa masa hanya memiliki satu sisi, seperti di pinggir jalan utama. Sehingga komposisi perlu ditata.
Membahasakan Kampung
83
+
C-7. Gerbang
Gerbang Konvensional
Gerbang 2 Tingkat
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Gerbang + Ruang Publik
Monumental
Gambar 3.38 Rekoding Gerbang
Gerbang sebagai identitas kampung menjadi penyambut. Namun sambutan yang ada sebatas simbolis. Rekoding ini mengupayakan agar gerbang menjadi ruang penyambut sekaligus.
C-8. Hewan Peliharaan
Secara Komunal
Habitat Asli
Halaman Rumah
a an
rm pe
Menempel Dinding
Gambar 3.39 Rekoding Fasilitas Hewan
Hewan menjadi salah satu pelengkap kehidupan manusia. Entah peliharaan atau ternak. Beberapa upaya dijumpai secara konvensional, terdapat beberapa yang ekstrim seperti
84
membuat kandang ayam di pinggir sungai. Mengupayakan agar hewan berdampingan hidup dengan manusia.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
C-9. Info-Infrastruktur
Menempel Dinding
Berbasis Suara
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Melayang
Info-infrastruktur berfungsi sebagai singage, atau petunjuk. Beberapa alternatif diupayakan untuk mempermudah fungsi. Upaya lain diharapkan tetap dapat melestarikan
Digital Gambar 3.40 Rekoding Info-Infrastruktur
budaya bertanya, silaturahim.
C-10. Jemuran
Menggantung
Floating
As Structure
a an
rm pe
Expandable
Gambar 4.41 Rekoding Fasilitas Jemuran
Sempitnya lahan membuat aktifitas menjemur menjadi sembarangan. Sehingga nampak citra yang tidak nyaman dilihat. Upaya ini menerjemahkan fasilitas tersebut
Membahasakan Kampung
supaya tidak kampung.
mengurangi
estetika
85
+
C-11. Jembatan
Jembatan Konvensional
Dua Level
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Jembatan Rendah
Fungsi utama adalah menghubungkan, namun di berbagai kesempatan, jembatan menjadi atraksi serta ruang publik spontan. Upaya lain menerjemahkan jembatan sebagai
Jembatan Miring
Gambar 3.42 Rekoding Jembatan
penghubung interaksi dengan berbagai pendekatan.
C12. Jendela Kecil
Satu Jendela
Beragam Bentuk
Lubang Lubang
a an
rm pe
Jendela Kecil
Gambar 3.43 Rekoding Jendela Kecil
Jendela adalah media untuk melihat sisi yang lain. Jendela juga menjadi alat komunikasi, serta privasi. Kadang kesadaran terhadap pentingnya jendela sebagai sirkulasi sangat
86
minim. Sehingga pengap dan lembab ruang didalamnya. Upaya ini adalah menghadirkan jendela dengan berbagai macam cara.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
C-13. Jendela Lebar
Jendela Full
Jendela Pop-up
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Jendela Berirama
Jendela yang lebar kadang menjadi simbol tingkat kemampuan suatu keluarga. Positif dan negatif disikapi dengan pola arsitektur yang fungsional. Sehingga jendela tidak mubazir.
Jendela Sebagai Simbol Gambar 3.44 Rekoding Jendela Lebar
Semisal terlalu banyak memasukkan cahaya sehingga panas.
C-14. Kamar Mandi
Double
Shower
Komunal
a an
rm pe
Single + Compact
Gambar 3.45 Rekoding Fasilitas MCK
Kamar mandi menjadi keseharian penting dalam kehidupan. Kebersihan serta fungsi yang perlu terjaga. Meski sederhana, sebenarnya cukup kompleks dengan utilitas yang ada.
Membahasakan Kampung
Upaya mengklasifikasikan kamar mandi ini untuk menjaga kesucian dan kebersihannya. Semisal untuk buang air besar/kecil terpisah dengan mandi.
87
+
C-15. Kamar Tidur
Shared Bed
Double Bed
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Bed + Ruang Keluarga
Kasur Tingkat
Gambar 3.46 Rekoding Ruang Tidur
Tidur/istirahat meminta 1/3 waktu hidup manusia. Dan karakter juga dapat dibentuk dari sini. Semisal kita memiliki ruang tidur berbagi, otomatis kita belajar toleransi dari hal kecil, yaitu
lampu.
C-16. Respon Angin
Dihalang Tumbuhan
Kisi Kisi
Terbuka
a an
rm pe
Bolak Balik
Gambar 3.47 Rekoding Akses Angin
Angin berperan penting mengatur sirkulasi udara dalam satu ruang. Udara panas cenderung berada di bagian yang lebih tinggi, sehingga pengaturan antara dingin dan panas
88
perlu dipertimbangkan. Mungkin tidak perlu menggunakan penghawaan buatan.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
C-17. Respon Cahaya Matahari
Memecah Cahaya yang Masuk
Penghalang Cahaya
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Dibiarkan Masuk
Cahaya matahari menjadi sumber energi paling besar. Jika panas stabil, maka dapat dimanfaatkan sebagai solarcell. Dalam hal ini cahaya sebagai pembentuk ruang arsitektur diapat
Dihalangi oleh Tanaman Gambar 3.48 Rekoding Cahaya Matahari
direkayasa sedemikian rupa untuk memperoleh suasana yang diharapkan. Berkaitan dengan efisiensi energi juga.
C-18. Masa Bangunan
Multi Mass
Mengurangi Menambahkan Masa
Irama
a an
rm pe
Single Mass
Gambar 3.49 Rekoding Masa Bangunan
Masa menjadi gambaran nampak luar sebuah bangunan. Pengolahan masa menjadi krusial dalam perancangan. Di kampung terutama, masa membentuk ruang-ruang yang bermacam macam.
Membahasakan Kampung
89
+
C-19. Material Bambu
Dinding Bambu
Anyaman
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Struktur Bambu
Elemen Dekoratif
Gambar 3.50 Rekoding Material Bambu
Bambu menjadi alternatif material karena kemudahan pendapatannya. Dengan pengolahan yang baik, bambu akan sangat awet dan kuat. Harga yang terjangkau membuat kemungkinan
bahwa bambu dapat menjadi material masa depan.
C-20. Material Bata
a an
rm pe
Pola Konvensional
Menjadi Furnitur
Penataan Bata Menjadi Sirkulasi
Menjadi Pot Tanaman Gambar 3.51 Rekoding Material Bata
Bata juga akrab dijumpai di berbagai bangunan di Indonesia. Peran bata tergerus karena dinding instan dan bata ringan. Eksotisme bata dengan pengolahan yang baik oleh tukang menjadi hal yang tidak ternilai.
90
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
C-21. Material Industri
Mesh
Board
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14 Steel
Karena kemudahan dan kecepatan konstruksi, material industri seringkali menjadi pilihan utama. Dengan pemahaman material yang dalam, rancangan dapat menjadi berbeda.
Pipe
Gambar 3.52 Rekoding Material Industri
Semisal ketika material ini menjadi furnitur. Tidak perlu terpatok pada standar yang umum.
C-22. Material Kayu
Menjadi Furnitur
Sebagai Struktur
Kayu dilengkungkan
a an
rm pe
Kayu Balok
Gambar 3.53 Rekoding Masa Bangunan
Kayu menjadi elemen yang mahal saat ini karena eksploitasi yang berlebih. Namun banyak kayu bekas yang diolah kembali menjadi hal yang baru. Ini upaya recycle yang baik.
Membahasakan Kampung
91
+
C-23. Material Kaca
Lembaran Kaca
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Tempered
Mozaik
Elemen transparan menjadi hal yang diperlukan dalam setiap bangunan untuk meneruskan cahaya. Apalagi untuk menghemat penggunaan energi. Kaca dapat terintegrasi dengan
Layering
Gambar 3.54 Rekoding Kaca
teknologi lain, atau dikreasikan sesuai seleranya.
C-24. Material Metal
Lembar Berlubang
Irama
Sebagai Struktur
a an
rm pe
Lembaran
Gambar 3.55 Rekoding Material Bata
Metal, baik besi, baja, alumunium, dan lain sebagainya menjadi pelengkap lain. Barangkali menginginkan lantai yang berlubang namun tetap kuat, metal menjadi salah satu alternatif.
92
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
C-25. Memancing di Sungai
Duduk di Pinggir Sungai
Di Mulut Sungai
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Di Atas Jembatan
Memancing menjadi salah satu hiburan serta sumber makanan bagi sebagian warga. Setiap hari pasti akan ditemui perilaku tersebut. Tidak pasti tempat mereka menunggu, tergantung
Menjaring di Sungai Gambar 3.56 Rekoding Perilaku Memancing
banyaknya ikan berada dimana.
C-26. Menghadap Sungai
a an
rm pe
Di Samping Sungai
Membuat Ruang di Sungai
Mengembalikan Kondisi Alam
Membatasi Pagar Gambar 3.57 Rekoding Masa Bangunan
Sungai adalah halaman, ruang publik, sumber, dan lain sebagainya. Perilaku masyarakat kepada sungai sangatlah tidak dapat dihindarkan. Meski ada pagar, tetap dilompati. Hal ini
Membahasakan Kampung
menunjukkan bahwa keputusan dalam merancang harus didasari kebiasan dan keinginan masyarakat setempat.
93
+
C-27. Pagar
Pagar Solid
Pagar Tanaman
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Pagar Sequence
Pagar kadang diperlukan dan tidak. Bagi yang merasa membutuhkan privasi dan keamanan yang menurut mereka penting, pagar menjadi wajib. Namun jarang di temui di kampung-
Pagar Jarak
Gambar 3.58 Rekoding Pagar
kampung, kecuali pendatang.
C-28. Parkir Becak
Di Dalam Rumah
Di Bawah Pohon
Tidak Tentu
a an
rm pe
Di Stasiun Becak
Gambar 3.59 Rekoding Material Bata
Transportasi umum yang mudah ditemui di kampung adalah salah satunya becak. Barangkali dapat menjadi alternatif sebagai pengganti mobil, bila kedepannya kampung akan
94
menjadi lingkungan yang lebih ramah.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
C-29. Parkir Gerobak
Depan Rumah
Parkir Komunal
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Di Dalam Rumah
Gerobak dagang menjadi pilihan karena portabilitasnya dalam membawa benda, terutama ketika berjualan semisal bakso. Ketika memiliki ruang, gerobak biasanya tinggal di tempat
Membuat Warung Gambar 3.60 Rekoding Parkir Gerobak Dagang
tersebut.
C-30. Parkir Mobil
Samping Jalan
Membuat Basement Komunal
Parkir Komunal
a an
rm pe
Garasi Pribadi
Gambar 3.61 Rekoding Parkir Mobil
Meskipun tidak banyak yang memiliki mobil, namun adanya mobil membuat akses jalan menjadi sempit. Solusi lain ketika memiliki penampungan parkir secara komunal.
Membahasakan Kampung
95
+
C-31. Parkir Motor
Parkir Pribadi
Parkir Komunal
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Parkir Komunal di Basement
Parkir Eksperimental Gambar 3.62 Rekoding Parkir Motor
Sebagian besar masyarakat memiliki sepeda motor sebagai moda transportasi sehari-hari. Ketika dimungkinkan menjadi daerah yang ramah pejalan, parkir komunal menjadi
pertimbangan penting.
C-32. Parkir Sepeda
Berdiri di Dinding
Menggantung di Dinding
Di Dalam Rumah
a an
rm pe
Parkir Berbaris
Gambar 3.63 Rekoding Material Bata
Sepeda yang lebih ramah akan menjadi pilihan di masa mendatang. Sehingga sepeda dapat diparkirkan di rumah masing-masing.
96
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
C-33. Pintu
Pintu Solid
Pintu Double
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Pintu Kaca
Pintu menjadi akses utama menuju rumah. Secara empiris ditemui banyak pintu ayun. Beberapa upaya kreatif menjadi menarik dengan memberi triplek di bawah supaya hewan tidak
Pintu Geser Gambar 3.64 Rekoding Pintu
masuk.
C-34. Program Ruang Rumah
Banyak Kamar
Rumah dan Warung
Satu Kamar
a an
rm pe
Dua Kamar Tidur
Gambar 3.65 Rekoding Program Ruang Rumah
Banyak pola program ruang rumah yang ditemui lebih sederhana namun detail. Koleksi ini merupakan beberapa program ruang yang dijumpai di Jogoyudan. Benang merah diantaranya
Membahasakan Kampung
adalah adanya ruang multifungsi yang dapat digunakan apa saja.
97
+
C-35. Ruang Burung
Sarang di Pohon
Sarang Besar
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Tempat Makan
Konvensional
Gambar 3.66 Rekoding Ruang Burung
Burung membentuk ruang dengan suara-suaranya. Banyak burung yang dibiarkan bebas, serta dipelihara di depan rumah. Pola yang digunakan masyarakat cukup beragam,
seperti menggantungkan hingga menempelkan di dinding rumah. Mungkin ketika burung dibebaskan, akan ada sarang komunal.
C-36. Ruang Makan
Luar Ruangan
Bebas
Komunal
a an
rm pe
Formal
Gambar 3.67 Rekoding Ruang Makan
Makan menjadi kegiatan harian yang diperlukan. Sementara perliaku kuliner lebih ke arah menikmati makanan. Ruang-ruang makan sebenarnya lebih bebas. Terutama di kampung.
98
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
C-37. Ruang Multifungsi
Tidak Teratur
Pop-up
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Standar
Kompak Gambar 3.68 Rekoding Ruang Multifungsi
Keterbukaan perancangan di dalam kampung melahirkan banyak ruang multifungsi. Ruang ini sangat efisien melihat keterbatasan ruang yang ada.
C-38. Ruang Usaha
a an
rm pe
Kompak
Berjualan di Tempat Umum
Komplek Usaha
Portabel Gambar 3.69 Rekoding Ruang Usaha
Faktor ekonomi membuat segala upaya untuk menghadirkan ruang usaha menjadi mungkin. Entah menetap atau berpindah pindah.
Membahasakan Kampung
99
+
C-39. Rumah Warung
Menyatu
Terpisah
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Berdampingan
Atas Bawah
Gambar 3.70 Rekoding Ruang Burung
Warung entah itu fisik maupun tidak, di masa depan masih menjadi hal yang akan ditemui. Meski dunia telah membuat semua terhubung, warung fisik masih menjadi pilihan karena kita
dapat berinteraksi denganya.
C-40. Sumur Air/Belik
Menjadi Cuci Komunal
Menjadi Bank Air
Menjadi MCK Komunal
a an
rm pe Kontak Langsung & Tidak Langsung
Gambar 3.71 Rekoding Material Bata
Sumber air di kampung diupayakan berasal dari mata air yang ada seperti sumur. Di daerah Code, dikenal dengan istilah Belik. Upaya mendatang adalah mengolahnya sehingga aman
100
untuk di minum secara langsung dan didistribusikan ke tiap rumah.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
C-41. Tangga
Tangga Konvensional
Ramp
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Random
Sequence Gambar 3.72 Rekoding Tangga
Fungsi tangga berada di bangunan multi lantai dan jalanan kampung. Beberapa alternatif model memberikan pengalaman yang berbeda
C-42. Taman Besar
Pojokan
Innercourt
Riverside
a an
rm pe
Teras + Taman
Gambar 3.73 Rekoding Taman Besar
Kurangnya taman menjadi salah satu persoalan di kebanyakan kampung. Upaya ini tidak didasari oleh dukungan dan finansial yang baik. Namun upaya ini dapat direncanakan secara pribadi
Membahasakan Kampung
maupun kelompok. Agar ruang hijau kampung menjadi ada kembali.
101
+
C-43. Ruang Tanaman
Pocket Garden
Hidroponik
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Media Tanam Pipa
Pocket Garden
Gambar 3.74 Rekoding Taman Kecil
Ada alternatif lain dalam padatnya lahan ialah membuat taman-taman kecil di setiap rumah. Selain itu taman juga dapat diberdayakan sebagai urban farming.
C-44. Taman Vertikal
Random Order
Dinding Hijau
Di Jendela
a an
rm pe
Menggunakan Bambu/Botol
Gambar 3.75 Rekoding Taman Vertikal
Selain taman kecil, kita dapat membuat taman vertikal dengan cara-cara sederhana. Memanfaatkan dinding sebagai media tanam atau bisa juga hanya sebagai tempat bernaung.
102
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
C-45. Tempat Duduk Depan Rumah
Tempat Duduk
Sebagai Penyimpan
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Eskpansi
Ciri khas yang mudah ditemui adalah adanya tempat duduk di depan rumah. Entah tempat duduk, entah meja, apapun bisa. Upaya ini dihadirkan untuk mengganti adanya teras,
Pop-up Gambar 3.76 Rekoding Depan Bangunan
sehingga lebih efisien dengan jalan sebagai halaman mereka.
C-46. Tempat Sampah
a an
rm pe
Pemilahan Sampah
Saluran Sampah Terintegrasi
Bank Recycle
Kreasi Dengan Sampah Gambar 3.77 Rekoding Tempat Sampah
Pengelolaan tempat sampah generasi berikutnya adalah pengelolaan yang berkelanjutan. Sampah tidak selamanya menjadi sampah, namun menjadi benda yang bermanfaat.
Membahasakan Kampung
103
+
C-47. Teras Bersama
Jalan Sebagai Halaman
Pendopo
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Jalan dan Terras
Ruang Sempit
Gambar 3.78 Rekoding Taman Kecil
Pemahaman teras bagi masyarakat adalah tempat bertemu. Bukan sebagai simbol penyambut. Ketika berada di teras, masyarakat lebih sering beraktifitas disana. Selain itu
dengan teras tersebut, saling sapa selalu terjadi.
C-48. Workshop/ Usaha, Kerajinan Kampung
Berdiri Sendiri
Bergabung
Komunal
a an
rm pe
Terpisah
Gambar 3.79 Rekoding Taman Vertikal
Workshop menjadi pendukung usaha di kampung. Sejalan dengan adanya program Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), perlu adanya ruang ruang kreatif sebagai workshop.
104
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
Menggunakan Bahasa Rancangan Kampung
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Membahasakan Arsitektur
14
Kode-kode tersebut ibaratnya merupakan kartu. Dimaksudkan untuk memudahkan dalam pencarian konsep rancangan kampung. Metodenya cukup sederhana berdasarkan hierarki, berurutan sesuai level. Penyampaiannya dapat disesuaikan. Misal menggunakan formulir, kartu fisik, atau lainnya. Menurut penulis, ini salah satu cara merancang yang menyenangkan.
Membahasakan Kampung
Tahap ketiga adalah persoalan yang lebih detail, yaitu arsitektur. Kita bicara tentang struktur, pintu, jendela, dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam perancangan bersama masyarakat. Perpaduan antara blackbox dan glassbox. Peran arsitek dan warga menjadi seimbang dan tidak ada yang superior maupun inferior. Keduanya saling menghargai, dan budaya menghargai pemikiran dan gagasan dapat dimulai dari hal-hal yang sederhana.
a an
Dalam tahap pertama, tentu memiliki persoalan rancangan di tapak masingmasing. Kita awali dari level pertama, apa yang akan dibuat oleh masyarakat? Semisal fasilitas pendidikan dan ibadah. Telah tertera kode berupa narasi untuk menjelaskan fasilitas pendidikan dan ibadah yang berkembang namun tidak melupakan kultur yang ada. Dari hal tersebut arsitek dan masyarakat dapat berdiskusi terhadap narasi tersebut. Pengambilan kode dapat memilih satu
Tahap kedua, kita berdiskusi pada kode di level dua. Fasilitas apa yang diharapkan, dan tentunya dapat memilih lebih dari satu kode. Semisal terpilih kode masjid, perpustakaan, dan site berada di samping jalan kampung bantaran sungai. Dari sini arsitek dapat mulai memunculkan bentuk masa serta program yang diharapkan oleh masyarakat.
rm pe
Penemuan ini berasal dari pengembangan The Pattern Language (Alexander, 1977) dan The Timeless Way of Building (Alexander, 1979). Keduanya merupakan buku yang saling berkaitan. Menghasilkan metode berbeda dalam perancangan suatu objek arsitektural. Memadukan antara pemikiran glassbox dan blackbox. Penulis menyepakatinya dan mengembangkannya ke ranah kampung.
atau lebih. Semisal fasilitas pendidikan dan ibadah tersebut bersanding dengan kode fasilitas kampung yang hybird. Sehingga tujuan perancangannya menjadi luas.
105
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
106
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
Gambar 3.80 Rekoding Ruang Kampung 2018
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe Jogoyudan 2018
Penulis menyerap kode-kode tersebut dalam tiga buah ilustrasi sesuai ketetanggaan yang ada di Jogoyudan. Pada gambar yang paling kiri, merupakan situasi yang terjadi di kampung bagian atas (jalan utama).
Membahasakan Kampung
Gambar di tengah merupakan situasi di dalam kampung. Sementara paling kanan merupakan kondisi kampung yang berada di bantaran sungai.
107
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
Per-atap-an Jogoyudan Satria Agung Permana, 2017
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe
.4
a an
Penjelajahan Skenario & Gagasan
+
+
Peleburan Niat
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Memahami pemikiran Adi Purnomo dalam bukunya Relativitas (2005), seberapa cukup adalah cukup? Seberapa besar kebutuhan sebuah ruang hidup? Bukan besaran volume yang dipermasalahkan, melainkan besaran relatif terhadap fungsi dan efisiensi. Beberapa berfikir bahwa memiliki lahan yang besar menjadi investasi di masa depan. Mungkinkah lahan itu akan tetap bertambah nilai jualnya? atau malah sebaliknya, menjadi sangat murah. Yang jelas, lahan diperlukan untuk menjadi ruang tinggal manusia. Di kota, rata rata tanah formal dihuni oleh
110
a an
Bertahan/harapan/kehancuran ?, pilih dengan bijak
rm pe
Survive / Vision / Destruction? Please Choose Wisely
keluarga kecil, namun memiliki lahan yang sangat luas. Berbeda dengan kampung, dengan lahan yang minim bahkan dapat menghidupi dua atau tiga generasi. Mungkinkah kampung menjadi tolak ukur di masa depan? Daripada membiarkannya tergusur oleh pengekoran pembangunan perkotaan yang hanya berfikir material. Penulis akan mempertimbangkan kemungkinan itu. Untuk itu tujuan dari proyek ini merupakan angan-angan kemungkinan tatanan kampung di masa depan, tanpa menciderai esensi kampung itu sendiri. Sebenarnya Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe Gambar 4.1 Aerial Jogoyudan
terjadi kekhawatiran bagi penulis mengangkat tema ini. Apakah solusi hanya seakan melompat satu dua hari dari saat ini? mampukah membuat visi sebuah kampung di masa depan? Pemikiran umran oleh Maharika (2018) membuka sebuah kemungkinan lain perencanaan kampung yang memungkinkan menghilangkan batas antara kampung dan kota, melebur menjadi konteks urban yang utuh. Hal itu dapat terjadi dengan berani menggali potensi dan pengembangan teori di Indonesia. Untuk itu, dalam strategi ini penulis melandasi Penjelajahan Skenario & Gagasan
perancangan dengan rekoding, bahasa arsitektural yang penulis gagas untuk membahasakan esensi kampung dalam kemungkinan yang lain. Dari yang semula tatanan kampung diminta untuk bertahan hidup, mencoba untuk merangkai visi, harapan, cita-cita.
111
+
Tapak yang Diajukan
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
RW 11 Jogoyudan 7033 sqm
14
Mengawali perancangan dengan seadanya. Memilih lokasi yang kompak, memiliki segala aspek yang menjadi sebuah ciri kampung. Terpilihlah satu kawasan kecil di RW 11, kampung Jogoyudan yang kompak dengan kode-kode yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Pemilihan tapak di kampung membuat kemungkinan skenario lain, ketika tanah-tanah menjadi satu, melebur. Masyarakat memiliki prinsip bertahan hidup dengan bergotong-royong, saling membantu. Sehingga semua memiliki tempat beristirahat. Ketika ruang pribadi menjadi publik untuk kebermanfaatan bersama. Mengingat kesejatian hidup merupakan upaya untuk mengumpulkan bekal, bahwa akan menemui sebuah perpisahan hidup. Bukan tidak mungkin ini menjadi prototip peradaban yang lebih ahsan. Sebuah upaya rekoding kepemilikan lahan.
a an
Secara fisik, terdapat 27 masa rumah yang penulis rekam. Ruang-ruang kosong kebanyakan menjadi sumur bersama, menjemur pakaian, dapat dihitung ada berapa pohon yang tumbuh ketika berada di dalamnya.
rm pe
Bentuk tapak berkontur, semakin menuju sungai, semakin rendah. Rencana-rencana warga yang akan berjalan dibiarkan menjadi koleksi data tapak yang digunakan. Seperti misalnya, jalan di bantaran sungai sudah menjadi 3 meter persegi. Yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan- kemungkinan masa depan yang tidak terduga. Bisa saja tapak menjadi lebur, dan yang penulis hindari adalah menjadikan kampung kota menjadi kota seutuhnya. Ini adalah upaya untuk membuat batas itu lebur, sehingga tidak menjadi entitas yang bersaing, namun bersama.
budaya ini. Yogyakarta memiliki kebijakan sultan ground, dimana tanah keraton dapat digunakan oleh warga/ abdi selama tanah tersebut tidak dialihgunakan oleh keraton. Upaya budaya tersebut sangat membantu pada masanya. Begitu juga dengan yang terjadi di Jogoyudan. Berbeda dengan saat ini, ketika politis lahan menjadi sangat kuat. Lahan menjadi investasi. Mungkinkah kemungkinan di suatu saat nanti lahan menjadi hal yang tidak mahal, menjadi terserah, atau menjadi sangat tidak terjangkau?
Ketika Surakarta memiliki budaya magersari, merupakan penggunaan lahan tanpa memilikinya, dapat menyewa atau dihibahkan. Walaupun saat ini politis lahan menggerus
112
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
Gambar 4.2 Aerial RW11
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
Penjelajahan Skenario & Gagasan
113
+
Penjelajahan Skenario & Gagasan Pendekatan
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Magersari 2.0, Mengubah Paradigma Politisi Tanah
14
114
Alur pemikiran rekoding secara tidak langsung mengajak penulis untuk memikirkan kembali esensi tanah, terutama di kawasan kampungkota. Menurut analisa penulis secara kualitatif tanah tidak menjadi persoalan serius di kampung-kota, kasusnya di Jogoyudan. Seberapapun yang ada sangat dimanfaatkan oleh warga. Namun reduksi juga terjadi di beberapa upaya pembangunan baru di kampung, hingga membentuk teritori, sebagai simbol strata kehidupan.
a an
Magersari (Purnomo, 2005) adalah pola menghuni dengan berbagi ruang ketika bangsawan atau penguasa lahan mengijinkan sebagian tanah kosongnya untuk dipakai sebagai tempat tinggal para abdi yang lama kelamaan berkembang menjadi kampung. Dalam kadar tertentu model seperti ini bersifat simbiosis mutualisme. Magersari meninggalkan hasrat penaklukan ruang. Ruang kosong dimanfaatkan begitu saja. Hingga dinamika politik berubah, tanah menjadi sesuatu yang begitu bernilai. Kepemilikan, sertifikasi, legalitas membuat ruang ruang teritori. Meski begitu, keadaan di kampung tidak mengubah banyak tentang paradigma teritorial. Semua tetap rukun dalam bertahan hidup. Hal serupa terjadi di Jogoyudan. Berbeda dengan pemikiran di negara maju yang menjadikan bertahan hidup berada di ruang-ruang sewa apartemen. Untuk
memiliki rumah, haruslah menjadi kaya, atau berada di desa jika lebih terjangkau. Di Indonesia, politisi lahan menjadi keseragaman yang tidak seragam, lebih kepada persaingan, terutama di kota.
rm pe
Bagaimana jika suatu saat nanti, pola teritori ini pudar, bosan. Atau menjadi sangat tidak realistis untuk dimiliki? Mungkinkah pola hidup akan berubah seperti menghuni flat-flat sewa yang dilakukan oleh negara lain? Atau menjadi sangat murah, terutama di tapak yang menjadi perancangan, erupsi gunung Merapi mengurangi ruang tanah yang dapat digunakan. Sehingga tanah di daerah ini menjadi sangat murah, hingga tidak terkontrol pembangunannya dan mungkin akan menjadi slum yang disengaja.
Mengadopsi dari budaya magersari di Solo, mungkin saja suatu saat nanti tanah- tanah ini menjadi kolektif. Menjadi kebutuhan bersama untuk kepentingan bersama. Ini menjadi skenario bertahan hidup di masa depan. Jika magersari yang dulu mengijinkan tanah kosong untuk dipakai orang lain, magersari 2.0 yang penulis fikirkan dengan rekoding menjadikan upaya tanah secara kolektif untuk kepentingan bersama. Sehingga biaya pajak dan administrasi lainnya dapat menjadi ringan dengan upaya gotong royong bersama-sama. Ini merupakan permulaan peradaban yang penulis tuju.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
Magersari 1.0
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Magersari 2.0
a an
rm pe
Tanah seseorang (biasanya bangsawan) di gunakan untuk membantu orang lain memiliki tempat tinggal dengan perjanjian yang disepakati.
Tanah secara kolektif dimanfaatkan untuk kepentingan bersama dengan perjanjian yang disepakati.
Penjelajahan Skenario & Gagasan
Gambar 4.3 Ilustrasi Magersari 2.0
115
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Ruang Hidup Bukan Lagi Dua Dimensi
14
a an
116
Multi-lapis ini memberikan pandangan lain dalam berarsitektur. Kembali kepada upaya rekoding, memikirkan evolusi esensi yang ada saat ini hingga kemungkinan-kemungkinannya. Misalnya satu kavling lahan memiliki hak milik udara dan tanah, manusia akan membangun setinggi-tingginya, dan munkgin sedalam-dalamnya. Namun upaya tersebut perlu dilandasi oleh kepahaman hak ruang yang lain, seperti tumbuhan, hewan di dalam tanah, udara, dan sebaliknya.
rm pe
Era disrupsi meleburkan pemahaman ruang dari dua dimensi menjadi multi dimensi. Secara fisik ketika kita menempati suatu tanah, kita bergerak secara dua dimensional. Upaya tiga dimensional terjadi ketika memiliki beberapa lapisan. Dan multi dimensi terjadi saat teknologi berkembang dengan pesat. Misal secara virtual, ruang satu dengan satunya dapat menyatu, meski ini masih sangat mahal untuk diaplikasikan di kampung. Mengambil contoh yang lebih sederhana, adanya e-commerce, dan layanan elektronik lainnya membuat dunia menjadi saling terhubung. Mungkin drone akan lebih berkembang menjadi moda transportasi. Bawah tanah menjadi jalan alternatif lain untuk kendaraan maupun manusia.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
14
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
sky layer
Lapisan udara yang nirpapan, memberikan kemungkinan lain terkait moda transportasi udara , ruang hidup, hingga energi terbarukan.
ground layer
a an
rm pe
Lapisan tanah pada umumnya menjadi ruang bagi bangunan sehingga banyak ruang hijau terpenggal.
underground layer
Ruang bawah tanah yang memiliki potensi menjadi moda trasnportasi di masa depan, sehingga yang nampak di permukaan lebih terorientasi kepada makhluk hidup.
Gambar 4.4 Teritori Multi-lapis
Penjelajahan Skenario & Gagasan
117
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Kembali ke Sungai
14
118
a an
Melihat identifikasi dalam buku River. Space.Design, Code memiliki karakter yang dinamis. Mengembalikan hubungan kepada sungai, melepaskan segala trauma yang sebenarnya
disebabkan oleh kelalaian manusia itu sendiri. Perlu melihat kembali bahwa sungai memiliki peran penting dalam keseimbangan ekologi, sekaligus arsitektural dan urban. Sehingga upaya masyarakat yang lompat pagar demi mendapatkan hubungannya kembali dengan sungai dapat diakomodasi dengan lebih baik, dan memberi peluang untuk bersahabat dengan sungai. Kita perlu melihat kasus sukses membuat sungai menjadi ruang publik seperti yang terjadi di Seoul dengan Chonghyechon Streamnya.
rm pe
Sungai merupakan elemen natural sekaligus artifisal, dapat dikatakan hybrid (Promininski, 2015). Peran sungai kawasan urban sangat mutlifungsi. Namun peran Code di kota Yogyakarta nampaknya belum signifikan untuk saat ini. Bila kita melihat secara tenang, sungai sebenarnya memiliki peran penting di kampung sekitar sungai. Semisal sungai menjadi rekreasi tersendiri, mandi, atau memancing. Walaupun suatu saat dapat menyebabkan banjir ketika arus sungai meningkat. Dan membuat relasi manusia dan sungai dibatasi oleh tanggul-tanggul, pagar, dan nasihat untuk tidak bermain-main di sungai.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
separated river/ embankment walls
a an
rm pe dynamic river landscapes
Gambar 4.5 Hubungan dengan Sungai
Penjelajahan Skenario & Gagasan
119
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Konstruksi Angan, Inkremental, dan Ketidaktentuan
Upaya pengembangan secara bertahap (inkremental), sering menjadi solusi pengembangan pemukiman di kampung-kota. Upaya ini dilandasi keterbatasan sumber daya dan kesadaran bertahan hidup masyarakat untuk memiliki tempat tinggal. Sehingga menjadi tidak tentu, kadang segera, kadang terhenti.
a an
120
Yang membuatnya berbeda adalah faktor ketidak tentuan. Seringkali dengan adanya pemindahan kekuasaan, rencana dirubah sedemikian rupa, atau ditambahkan rencana lain yang lebih sesuai konteks.
rm pe
Konstruksi angan (visi/cita-cita) merupakan upaya lain sebagaimana melengkapi adanya pengembangan inkremental untuk memberi tujuan utama adanya pembangunan suatu proyek. Kesempatan ini menjadi baik mengingat keterbatasan sumberdaya kampung-kota. Namun bukan menjadi alasan untuk memiliki angan tinggal di kampung yang berbeda.
Angan ada setelah manusia bertahan hidup. Sehingga upaya ini dapat berjalan ketika pondasi (kecukupan umum) sudah dipenuhi. Setelah memiliki kecukupan dan pola yang runtut, upaya membangun visi dalam fisik akan berjalan secara bertahap dengan tujuan utama yang telah disepakati, misalnya kampung-kota masa depan.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
current building.
14
rm pe
future development
a an vision planning
Gambar 4.6 Konstruksi Angan dan Ketidaktentuan
Penjelajahan Skenario & Gagasan
121
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Hasil Rekoding Kampung Menjadi Bahasa Perancangan
14
122
a an
Terdapat tiga kelompok kode utama yang telah dijelaskan, dari konteks kampung secara umum hingga arsitektural. Dapat digunakan untuk mengidentifikasi bahasa yang telah terbangun dan menjadi capaian dalam upaya perancangan berikutnya. Kodekode tersebut juga merupakan upaya kemudahan penjelasan suatu bentuk rancangan arsitektural kampung.
Dr. Malone-Lee Lai Choo (School of Design and Environment, National University of Singapore) memaparkan panelnya dalam kuliah daring edx tentang responsive cities yang diikuti penulis pada april 2018, menjelaskan bahwa seringkali ketika perancang merasa rancangannya baik, bisa jadi manusia yang mengalaminya tidak merasa demikian. Masyarakat seringkali mengubahnya sesuai preferensi mereka. Pola hidup kampung yang dibawa ke apartemen terutama dalam aspek sosial menjadi minimal. Daripada ruang-ruang yang terencana untuk interaksi, masyarakat lebih banyak berinteraksi secara spontan. Strategi mempertimbangkan manusia sebagai tujuan utama menjadi penting.
rm pe
Bahasa menjadi perantara maksud dan tujuan akan sesuatu. Menurut penulis, bahasa memiliki peran penting dalam berkomunikasi dan menunjukkan kepahaman, keinginan, tujuan dalam perancangan. Di dalam bab tiga dijelaskan penerjemahan kampung menjadi hal yang baru dalam berbagai kode. Kode-kode tersebut secara tidak langsung telah menjadi bahasa perancangan yang memberikan penjelasan makna elemen suatu rancangan di dalam kampung.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe Gambar 4.7 Bahasa Perancangan
Penjelajahan Skenario & Gagasan
123
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Rekam Kondisi Aktual dan Upaya Kemungkinan Lain
14
124
Semisal akan terdapat parkir komunal yang terdapat dibawah tanah, sehingga di permukaan akan lebih aman bagi pejalan, terutama anak-anak. Suasanasuasana lain dapat tercipta dengan pengalaman ruang yang menarik.
a an
Selain rumah, kondisi aktual lain seperti jalan-jalan kampung, jalan sungai dengan pagarnya, serta ruangruang komunal menjadi konsiderasi
yang dilakukan. Mungkin kelompokkelompok ini dapat menghasilkan kemungkinan lain di dalam penataan kampung.
rm pe
Elemen utama yang penulis rekam terdapat 27 rumah warga dengan luas yang bervariasi. Mencoba mengambil benang merah kode yang terdapat di rumah-rumah tersebut sehingga dapat menjadi basis rumah dalam perancangan ini. Basis yang penulis maksud adalah pondasi (bukan secara harfiah) yang dapat dikembangkan oleh pemilik rumah. Bukan bermaksud untuk menyeragamkan, namun memberi bekal untuk dilengkapi oleh pemilik. Meminjam makna yang diresapi Aravena dalam half a house.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Konstruksi Basis Kampung
14
Upaya ini menghadirkan keberagaman dalam kebutuhan yang sama. Sehingga mengurangi ketimpangan sosial yang ada. Semua warga guyub dengan rumah yang terbentuk. Basis ini menjadi bahan dasar yang dapat dikembangkan sendiri oleh warga. Basis akan terbangun di struktur kampung yang terbangun berdasar konsiderasi magersari 2.0.
a an
rm pe
Menggunakan kode-kode rekoding yang sebelumnya sudah penulis rangkum di bab 3, dibentuk sebuah basis rumah kampung yang mencakup kebutuhan dasar sebuah keluarga. Misalnya kamar tidur, kamar mandi, dapur, dan satu ruang komunal. Elemen lain berdasarkan kode-kode yang diharapkan menjadi tambahan khusus pada setiap rumah. Namun ada beberapa kode yang menjadi benang merah kampung, semisal tempat duduk depan rumah.
Penjelajahan Skenario & Gagasan
125
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Konstruksi Basis Arsitektural Pendukung
14
Yang coba penulis gali, misalnya akan adanya ruang komunal kembali seperti kamar mandi umum, adanya tempat ibadah, adanya balai kampung di setiap RW. Elemen ini akan mendukung secara urban untuk melengkapi keberlangsungan kampung. Boleh juga ketika setiap basis rumah melakukan evolusi menjadi warung, mungkin warung di jalanan kampung. Pun dapat secara temporer ruang ruang dapat menjadi festival.
a an
rm pe
Basis yang terbangun tidak hanya untuk upaya menyediakan tempat tinggal saja, namun sekaligus sebagai landasan terbentuknya fungsi arsitektural lain. Mengupayakan fasilitas yang sebelumnya ada di dalam kampung untuk hadir kembali menjadi tantangan tersendiri. Penulis percaya bahwa komunitas yang baik berawal dari kebiasaan warganya sendiri. Upaya upaya ini hadir pula melalui tatanan kampung yang ada. Menggali pontensi fasilitas pendukung di kampung.
126
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Re-ekologi Sungai
14
Sungai merupakan bagian penting yang sering dianggap sepele bagi masyarakat, terutama kebanyakan perkotaan di Indonesia. Membelakangi sungai hingga mengotorinya menjadi kebiasaan yang membudaya. Ekologi sungai terganggu akibatnya, populasi ikan tidak lagi banyak. Air tidak lagi jernih. Mungkinkah sungai dapat direstorasi kembali?
Sungai menjadi sebuah keniscayaan, meski ekologi telah berubah. Bagaimana jika upaya-upaya mengembalikan ekologi ini dapat terlaksana? Sungai bukan lagi menjadi pameran, namun sungai dapat menjadi kawan.
a an
rm pe
Sebenarnya upaya manusia menjalin hubungan dengan sungai tidak dapat dipisahkan, namun perilakunya berbeda setiap masa. Saat ini sungai diberi pagar tinggi seakan menyampaikan suatu bahaya. Mungkin trauma akan
banjir menjadi sebab. Meski begitu, tetap saja masyarakat yang sudah nyaman dengan sungai melompatinya untuk kembali ke sungai.
Penjelajahan Skenario & Gagasan
127
+
Sintesa Penjelajahan
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Parti-parti Komposisi Konsiderasi Tapak
14
Dinamika tapak di kampung menjadi tantangan tersendiri dalam penelusuran gagasan. Membuka kemungkinan terbuka dengan tapak, sehingga tapak menjadi ruang-ruang hijau yang kampung. Pengolahan tapak yang operatif tidak serta merta memisahkan tapak dan arsitektur, semua terintegrasi dalam sebuah pengolahan rasa yang sama.
a an
128
rm pe
Dalam pengolahan di proyek yang penulis kerjakan, tapak di tata kemungkinan magersari 2.0 sehingga dapat memberi ruang hidup yang lebih banyak daripada sebelumnya. Dengan begitu, penataan kembali ekologi dapat dirancang sedemikian rupa, terutama di sepanjang bantaran sungai. Mengupayakan tapak yang berasal dari nyawa-nyawa kampung yang tumbuh secara organis.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe Gambar 4.8 Parti Pengolahan Tapak
Penjelajahan Skenario & Gagasan
129
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Parti-parti Rekoding Basis Kampung
14
Mencoba memberi ruang untuk ditumbuhkan rumah di dalamnya menggunakan strategi struktur tumbuh. Strutur menjadi basis untuk dikembangkan, ditumbuhkan basis arsitektur yang lain. Penulis mengupayakan penggunaan kayu atau baja profil sebagai basis karena kemudahannya untuk tumbuh daripada beton.
a an
130
rm pe
Awalnya hanya berupa tiang-tiang saja, kemudian ditumbuhkan dengan rumah, infrastruktur, jalan, hingga tiaptiap rumah dapat menumbuhkannya sendiri. Semi-organis, mengadopsi inkremental kampung dalam pembangunannya dalam sebuah struktur yang besar, juga kecil.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe Gambar 4.9 Parti Pengolahan Basis
Penjelajahan Skenario & Gagasan
131
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
Sungai Code Satria Agung Permana, 2017
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51 14
a an
Hasil Perancangan
+
rm pe
.5
+
Pengembangan Rancangan Secara Holistik
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Kampung : Organis, Keragaman Atap, Peleburan Ruang
masa eksisting di tapak rancangan
04
a an
Memperhatikan tapak secara sadar, masa bangunan memperhatikan lapisan hak tanah yang dinamis, entah menuju atas atau bawah tanah. Perilaku terhadap sungai menjadi poin penting yang diharapkan, sehingga sungai bukan lagi menjadi latar belakang, namun menjadi sebuah kesatuan yang mutualisme.
01
rm pe
Capaian proses perancangan yang diharapkan merupakan suatu proses tatanan kampung yang terintegrasi. Tidak ada masa-masa utama. Semua melebur menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi. Tiap-tiap basis rumah berdasarkan bahasa rancangan yang berbeda setiap client (untuk dikembangkan sendiri), namun dalam satu basis yang sama. Sehingga capaian ada beberapa basis rumah yang telah berkembang.
Upaya-upaya penggunaan energi alami mulai dihadirkan mengingat ketidak tentuan dimasa mendatang memerlukan persiapan yang cukup baik. Menghadirkan pengalaman ruang-ruang kampung dan karakter lokalitas yang tidak direduksi. Mencoba menghadirkan perspektif lain dalam penataan kampung-kota yang meleburkan batas antara kampung dan kota. penumbuhan masa bangunan secara organis sesuai kebutuhan yang sebelumnya ada dengan penambahan beberapa fasilitas
134
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
Gambar 5.1 Diagram Pengembangan
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
02
03
rm pe
basis rekoding kampung menyesuaikan eksisting sehingga pembangunan dapat berjalan secara inkremental
05
06
penyempurnaan basis arsitektural sesuai kebutuhan tiap keluarga dan tapak yang ada, serta menumbuhkan pohon
tindakan-tindakan evolutif oleh masyarakat yang mungkin dapat terjadi bersamaan dengan penataan ekologi sungai secara inkremental
Hasil Rancangan
a an
masa bangunan yang ditandai, akan direkoding dengan sistem baru
135
+
Membayangkan Kembali Tatanan Kampung
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Memberi Ruang Tumbuh
14
Ketika penataan, perancangan kembali telah berjalan secara inkremental, ada sebuah cita-cita yang menjadi tujuan besar. Visi kawasan kampung menjadi hal yang diinginkan. Dalam gambar 5.2 di samping terlihat perbedaan tatanan yang terbentuk saat ini dan yang dirancang kembali. Ada sebuah harapan memberi ruang tumbuh tanaman yang lebih banyak.
136
a an
Sungai menjadi elemen penting setelah ditata kembali. Sebelumnya akses menuju ke sungai sangat terkesan memaksakan. Rancangan ini mempertimbangkan agar sungai dapat menjadi ruang rekreasi seperti yang diharapkan oleh cita-cita penduduk Jogoyudan yang penulis dapatkan dalam diskusi bersama beberapa tokoh pembangunan kampung di Jogoyudan.
rm pe
Dalam tatanan sebelumnya, koleksi data jumlah masa bangunan terdapat sejumlah 27 rumah dengan 27 keluarga. Beberapa konsiderasi rekoding dalam rancangan dapat memberi ruang lebih sehingga memiliki sejumlah 41 ruang tinggal. Mempersiapkan kemungkinan adanya penambahan jumlah penduduk baik dari warga sendiri maupun pendatang.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe Gambar 5.2 Perbandingan Situasi Masterplan
Hasil Rancangan
137
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
Gambar 5.3 Tampak Barat dan Selatan Kawasan
138
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe Varietas Masa
Karakter kuat dalam kampung adalah keberagaman bangunan yang dengan individual dirancang oleh pemiliknya masing-masing. Menumbuhkan ruang tinggalnya sesuai kebutuhan. Ini bukan tentang penataan yang menyeragamkan segalanya. Kampung memiliki sesuatu yang tidak akan ditemui di tipologi kawasan lain, yaitu keberagaman dan masyarakatnya.
Hasil Rancangan
139
+
0.10.100.100 GSPublisherVersion
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
140
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
Gambar 5.4 Potongan Kawasan
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe Mengurangi Cidera Tanah
Tapak yang berkontur direspon dengan memahami kondisi yang ada. Beberapa kasus rancangan yang penulis dapatkan dari buku Operative Landscapes (Alissa North) memberi cakrawala dalam perhatian memperlakukan tapak. Lebih banyak rumah yang diangkat dari tanah sehingga menyisakan banyak ruang serap air. Dinding dingind pembatas sungai dibuat bertingkat dengan material yang dapat menyerap air.
Hasil Rancangan
141
+
Proyeksi Rekoding Kampung Jogoyudan RW 11
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Bahasa Perancangan Rekoding Kampung
14
a an
rm pe
Dalam perancangan awal basis masa, penulis memperhatikan bahasabahasa yang penulis utarakan dalam pembahasan bab 3. Bahasa-bahasa tersebut menjadi alat untuk mengerti keinginan berdasarkan konteks yang ada sehingga dapat memunculkan alternatif rancangan yang baru. Penulis mencoba memberi ruang hidup yang lebih banyak dari sebelumnya, namun dengan konsiderasi tapak yang minimal untuk memunculkan banyak ruang tanaman.
bale kampung + public library
code riverfront
population capacity : public facilities codes: A-1,2,5,7,9; B-1,15,20,21; C-1,4,5,7,9,41,42,48
population capacity : public facility codes: A-,12,7; B-3,9,16,19,20,21; C-11,25,26,27,35,37,38,41,42,45
Gambar 5.6 Rekoding Basis Masa (kolektif)
142
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe
Gambar 5.5 Imajinasi Rancangan Tapak
a an
Hasil Rancangan
stacked houses
taman tapak
population capacity : 7 family + food garden codes: A-1,2,3; B-22,23; C-1,4,5,17,18,40,41,47
population capacity : public facilities codes: A-,12,7; B-16,19,20,21; C-41,42
143
+
multifamily houses 1
population capacity : 4 family codes: A-1; B-22,23; C-1,4,5,17,18.
population capacity : 7 family + public codes: A-1,3; B-22,23; C-1,4,5,17,18,41,47
14
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
twin house
rm pe
water tower house 1
population capacity : 2 family codes: A-1; B-22,23; C-1,4,5,17,18,41,47
population capacity : 3 family codes: A-1,2,3; B-2,22,23; C-1,4,5,17,18,40,41,47
lifted houses 1
kampong foodcourt + riverseeing
population capacity : 3 family + public codes: A-1,2,3,7; B-22,23; C-1,4,5,17,18,41,47
population capacity : public facility codes: A-1,2,5,6,7; B-16,19,20,21,26; C-38,41,43
a an
twin house 2
Gambar 5.7 Rekoding Basis Masa (kolektif)
144
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
multifamily houses + public parking
14
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
population capacity : 5 family + publc parking codes: A-1,2,6,7; B-22,23; C-1,4,5,17,18,31,32,41,47
multifamily houses 3
population capacity : 3 family codes: A-1,3; B-22,23; C-1,4,5,17,18,41,47
population capacity : 2 family codes: A-1,3; B-22,23; C-1,4,5,17,18,41,47
water tower house 2
labo freak house
population capacity : 1 family + public codes: A-1,2,3; B-2,22,23; C-1,4,5,17,18,40,41,47
population capacity : 1 family + knowledge codes: A-1,2,8; B-22,23; C-1,4,5,17,18,41,47
a an
rm pe
multifamily houses 2
Penjelajahan Skenario & Gagasan
145
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe
lifted houses 2
multifamily houses + waterbank
population capacity : 1 family + public codes: A-1,7; B-22,23; C-1,4,5,17,18,41,47
population capacity : 2 family + water bank codes: A-1,2,3; B-2,22,23; C-1,4,5,17,18,40,41,47
a an
Gambar 5.8 Rekoding Basis Masa (kolektif)
146
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
Rancangan Arsitektural
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Sampel Rancangan
14
a an
rm pe
Sebagai pembuktian rancangan arsitektural, penulis memberikan beberapa hasil rancangan dari basis masa yang telah didapatkan dalam perancangan sebelumnya. Mencoba membuat balai kampung yang lebih banyak memberi ruang aktivitas (sebelumnya belum memiliki balai kampung di RW tersebut). Mencoba memikirkan sebuah keadaan dimana dalam satu ruang hidup tapak memiliki banyak potensi ruang untuk hidup keluarga. Serta satu ruang eksperimental untuk burung-burung memberi harapan memperbaiki ekologi ruang hidup hewan di dalam kampung.
Hasil Rancangan
147
+
Balekampung
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Tiga Level, Tiga Ragam Aktivitas
14
1 2
2
0
200
a an
Dalam level kedua dibawahnya, terdapat ruang edukatif yang saat dalam perancangan ini hanya berisi perpustakaan kampung. Penulis memang sengaja tidak menyelesaikan secara tuntas agar kemudian dapat bertumbuh gagasan rancangan dari masyarakat.
2
rm pe
Balekampung memiliki peran penting dalam penyediaan fasilitas publik di kampung. Dalam penemuan sebelumnya, masyarakat memanfaatkan jalan sebagai ruang kegiatan secara keseluruhan. Misalnya dalam perhelatan sepak bola dunia, sering masyarakat membuat layar tancap di jalan kampung untuk menonton bersama. Penulis memberi ruang lebih dengan adanya ruang bebas di level lantai paling atas bersanding dengan jalan. Sehingga dapat memberi ruang aktivitas yang lebih luas.
1. Kampong Field 2. Entrance
600
GF Plan
Dan level terakhir, ruang dimiliki oleh balekampung itu sendiri. Balekampung biasanya digunakan untuk kegiatan hajatan kampung dan kesehariannya dapat digunakan untuk aktivitas pendukung kegiatan lain.
GSPublisherVersion 0.7.100.100
148
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
Gambar 5.9 Denah Balekampung
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14 8
3. Kids Book Corner 4. Common Book Corner 5. Observer 6. Class/Workshop Corner
7. Hall 8. Kampong Street
8
4
3
5
8
200
600
0
UG Plan
Hasil Rancangan
200
600
a an
rm pe
6
0
7
LG Plan
149
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14 North Elevation
a an
rm pe 3. Kids Book Corner 4. Common Book Corner 5. Observer 6. Class/Workshop Corner
1. Kampong Field 2. Entrance
7. Hall 8. Kampong Street
8
8 4
2 3
1 7
5 2
6
2
8
0
200
600
0
GF Plan
200
600
0
UG Plan
200
600
LG Plan
Section GSPublisherVersion 0.7.100.100
150
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14 West Elevation
a an
rm pe Gambar 5.10 Skematik Tampak dan Potongan Balekampung
Hasil Rancangan
151
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe 0.500
a an
2.000
Levitated Workspace
GSPublisherVersion 0.7.100.100
152
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+ Detailed Planter
0.760
0.400
0.260
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
fences
14
1.000
roof field
a an
rm pe
library + workshop area
balekampung hall
Gambar 5.11 Skematik Explode Detail Balekampung
Hasil Rancangan
153
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
1 Terrace 2 Sitting 3 Bedroom 4 Living Room 5 Restroom 6 Washing Room
2
1 4
rm pe
Eksperimentasi Ruang Hidup Burung
3
5
6
Bagaimana ketika ada warga yang mencintai burung-burung memiliki rumah yang sekaligus menjadi penangkaran pengembangbiakan habitat burung di kampung. Secara arsitektural terbagi atas tiga level lantai yang berbeda. Di lantai paling bawah dimiliki untuk ruang hidup pemilik. Lantai kedua untuk merawat burungburungnya. Dan terdapat lantai tiga (ruang luar) yang dapat diakses dari celah dinding, menyelinap.
154
GSPublisherVersion 0.7.100.100
0
100
300
a an
Upaya Mengembalikan Ruang Hidup Hewan
GF Plan
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
7 Petting Room 8 Birds Cage 9 Ladder
8
9
10
rm pe 11
7
100
300
0
Lvl 1 Plan
100
300
a an
0
10 Upperdeck 11 Roofgarden
Lvl 2 Plan
Gambar 5.12 Denah Rumah Burung
Hasil Rancangan
155
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
South View
a an
rm pe
East View
Gambar 5.13 Tampak Rumah Burung
156
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Bird Roofgarden
14
1.573
+7.00
Concrete Structure
0.466
+5.50
Bird Cage
+4.00
rm pe
Concrete Stair
+0.00
a an
2.550
0.300
2.000
0.786
Bird Nest
Detailed Section
Gambar 5.14 Detail Rumah Burung
Penjelajahan Skenario & Gagasan
157
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
Lapis Ganda Rumah Rumah
Satu Upaya Magersari 2.0 Lahan Daripada mengekor vertikalisasi kampung yang cenderung kaku (kebanyakan), penulis membuka pandangan lain untuk menyediakan rumah dalam konsiderasi magersari 2.0. Kepemilikan lahan menjadi gotong royong menyediakan rumah, tentu dengan beberapa kesepakatan yang mungkin terjadi. GSPublisherVersion 0.7.100.100
158
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
1 Terrace 2 Workshop 3 Living Room 4 Bedroom 5 Restroom 6 Stall/ Warung 7 Balcony 8 Gardening Workshop 9 Ladder/stair 10 Levitated Pathway 11 Roof Garden 12 Watertank
3 6
1
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51 4
14
5
3 6
1
4
5
rm pe 4
a an 1
3 4
2
5
0
100
300
Groundfloor Plan
Gambar 5.15 Denah GF Rumah Tumpuk
Hasil Rancangan
159
+
1 Terrace 2 Workshop 3 Living Room 4 Bedroom 5 Restroom 6 Stall/ Warung 7 Balcony 8 Gardening Workshop 9 Ladder/stair 10 Levitated Pathway 11 Roof Garden 12 Watertank
3 5
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
3 5
100
300
a an
rm pe 0
3
7
Mezanine Plan
GSPublisherVersion 0.7.100.100
Gambar 5.16 Denah Rumah Tumpuk (kolektif)
160
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
race hop oom oom oom ung cony hop tair way den ank
1 Terrace 2 Workshop 3 Living Room 4 Bedroom 5 Restroom 6 Stall/ Warung 7 Balcony 8 Gardening Workshop 9 Ladder/stair 10 Levitated Pathway 11 Roof Garden 12 Watertank
7
3
4
5
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
4
12
1
14
10
3
12
7
4
5
3
7
4
5
10
11
1
10
12
4
8
rm pe
3 4
10
100
300
Lvl 1 Plan
0
100
300
a an
0
10
5
Rooftop Plan
GSPublisherVersion 0.7.100.100
Hasil Rancangan
161
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
Dinamika Split Level
Secara fungsi, terdapat dua hal yang berbeda. Di atas adalah rumah biasa, dan dibawahnya adalah rumah sekaligus warung. Penulis mencoba memberi kemungkinan lain dalam rumah tersebut dalam dinamika splite level di rumah warung.
162
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
1 Terrace 2 Workshop 3 Living Room 4 Bedroom 5 Restroom 6 Stall/ Warung 7 Balcony 8 Gardening Workshop 9 Ladder/stair 10 Levitated Pathway 11 Roof Garden 12 Watertank
3 6
1
4
5
3 6
1
4
5
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
4
1
3
4
5
0
300
Groundfloor Plan
14
GSPublisherVersion 0.7.100.100
100
2
a an
rm pe
Section
Gambar 5.16 Potongan Rumah Tumpuk
Hasil Rancangan
163
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
West View
East View
Gambar 5.17 Tampak Rumah Tumpuk
164
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51 14
a an
165
Hasil Rancangan
rm pe
South View
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe
Code Riverside
a an
Mengembalikan Ekologi Sungai
Cita-cita masyarakat memiliki ruang rekreatif yang kedepannya dapat menjadi wisata kampung menjadi sesuatu yang dapat dicapai setelah ruang sungai menjadi lebar. Ruang lebar ini mencoba merekonstruksi keadaan sungai sebelum menjadi padat dan sempit. Ruang luas yang dulu sempat ada diceritakan kembali secara interaktif. Konsiderasi rancangan dari Promininski (2015) memberi ruang hidup sungai secara dinamis.
Exploded Riverside Landscap
GSPublisherVersion 0.7.100.100
166
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
Kampong Road
River Access Step
14
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Step
Fishing Deck Stone Riverpathway Stone Riverpathway
Kampong Road Figure
a an
rm pe Configured Land
Leveled River Retaining Wall
Naturalized Waterbed
pe
Gambar 5.18 Siteplan Riverside
Gambar 5.19 Exploded Riverside
Hasil Rancangan
167
+
Tentang Kampung
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14 168
a an
Bagaimana jika sungai menjadi ruang publik yang sangat diminati. Ditengah keramaian kota yang membuat suntuk, air adalah salah satu elemen penting yang memberi kesegaran. Dalam survey singkat yang penulis lakukan dengan instagram, menunjukan keberpihakan sungai dalam suatu kawasan mencapai angka 100 persen.
rm pe
Narasi Sungai
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
Gambar 5.20 Ilustrasi Riverside
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
Hasil Rancangan
169
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
Gambar 5.21 Ilustrasi Balekampung dari Atas
170
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe Gambar 5.22 Ilustrasi Perpustakaan Balekampung
Hasil Rancangan
171
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
Gambar 5.23 Ilustrasi Interior Rumah Tumpuk
Gambar 5.24 Ilustrasi Interior Rumah Burung
172
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
Penjelajahan Skenario & Gagasan
173
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
a an
rm pe
Tangan-tangan Masa Depan Satria Agung Permana, 2017
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51 14
a an
Epilog
+
rm pe
.6
+
Ulasan dan Kesimpulan
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Menguji Rancangan (?)
14
Berikut penulis tulis ulang ulasan dari Yusing : Landasan berpijak Satria terlihat masih meraba-raba antara mempertahankan bentuk geometri kampung yang organik dinamis abstrak dengan upaya mempertahankan kehidupan kampung (bukan hanya manusia, tapi ekosistem) itu sendiri. Kampung kota belum dilihat sebagai satu lokus kota yang penting dan strategis (baik keuntungan bagi
176
Walaupun banyak kekurangan analisa dan visi, namun kesadaran atas keunikan ruang kampung dapat tetap menjadi salah satu rujukan dalam pengembangan kota di masa depan, Baik di yogyakarta maupun kota-kota lainnya di Indonesia.
a an
Penulis menerima evaluasi dari Yusing, arsitek profesional yang menjadi pejuang kampung susun di Indonesia. Wiryono Raharjo, dosen arsitektur Univesitas Indonesia yang mendalami ruang rural. Serta dari penguji dan pembimbing.
penghuninya maupun kontribusinya bagi kota), tetapi reaktif pada ancaman hadirnya tipologi rusun sebagai solusi pasokan hunian dari pemerintah yang seragam. Fokusnya pada bahasabahasa bentuk arsitektural dalam pengembangan kampung sah-sah saja. Tapi pertanyaannya kemudian, darimana biaya pembangunannya? bagaimana intervensi arsitektural seperti ini dapat membuat warga kampung menjadi setara dan ikut andil dalam pengembangan kotanya?
rm pe
Untuk tipe rancangan yang tidak tentu dan inkremental yang eksperimental, penulis sejujurnya belum menemukan metode pengujian yang sesuai. Berbeda dengan perancangan dengan parameter yang sudah ditentukan seperti uji suhu, cahaya, dan lain yang sepaham. Rancangan kampung lebih subjektif kebanyakan, bisa saja dari arsitek itu sepakat, namun bertentangan dari prinsip masyarakat. Atau menjadi perdebatan tersendiri bagi arsitek. Penulis menyepakati saran yang diajukan oleh pembimbing, yaitu expert judgement. mencoba menerima ulasan dari arsitek ahli. Selain itu pengujian juga dilakukan ketika penyampaian hasil rancangan.
Sementara dari sisi akademis, Wiryono Raharjo, Ilya F Maharika, dan Syarifah I Alathas melihat gagasan ini sebagai sebuah kebaruan dalam arsitektur, terutama dalam penataan kampung. Metode ini memungkinkan menjembatani arsitek dan masyarakat dalam konteks yang berbeda. Semisal menjawab masukan Yusing tentang pendanaan, bisa saja pendanaan didapatkan dari CSR, dalam skala yang kecil. Atau menanam saham, semua mungkin. Mereka memberi masukan nama gagasan ini sebagai inbetween architect.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Kesimpulan
14 Epilog
Kode- kode tersebut menjadi bahasa bagi penulis menyajikan rancangan kampung yang baru. Penulis berharap tatanan kampung baru ini tidak kehilangan esensinya, budaya kampung. Meski masih terdapat banyak kekurangan, dalam pengerjaan proyek akhir sarjana ini penulis menemukan kesimpulan bahwa kampung memiliki potensi menjadi pusat peradaban di masa depan. Penulis merasa miris dengan maraknya pembangunan yang (lebih banyak) komersil, terutama tempat untuk tinggal seperti property. Serasa kehilangan jati diri arsitektur.
a an
Dan akhirnya, penulis memilih kampung sebagai tempat menjelajah di titik awalnya dalam dunia arsitektur. Sebagian besar keputusan terinspirasi dari mas Yu Sing yang banyak sekali menhasilkan ide- ide tentang kampung vertikal. Kemudian penulis mencoba jalan lain dengan menelusuri kodekode sebagai bahasa perancangan kampung. Pada akhirnya memang belum semaksimal yang penulis
harapkan mengingat waktu pengerjaan tugas akhir sudah ditentukan oleh panitia sebanyak 3x30 hari, dengan tiga evaluasi.
rm pe
Penulis sebenarnya cukup jahil untuk mencoba lari dari kebiasaan tugas akhir yang sangat “diatur�. Beruntung, pembimbing mendukung keputusan tersebut dan penulis harus berani menerima resikonya (misal ditolak oleh perpustakaan kampus). Berawal dari format tulisan yang monoton, menjelajah konten- konten maya hingga menemukan fakta bahwa tugas akhir arsitektur dapat dibuat dengan kreatif, terutama dalam laporan dan penyajian, walau kebanyakan preseden laporan tugas akhir tersebut berasal dari luar Indonesia.
177
+
Refleksi Penulis
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Mencari Ketenangan Jiwa
14
178
Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Proses belajar ini penulis nikmati. Seperti ketika menjelajah kampung, senyumsenyum anak anak yang bermain, senja di sungai code, dan lain sebagainya yang penulis coba resapi. Meski menemukan titik ketenangan itu tidak mudah, penulis yakin, mengerjakan arsitektur dapat mencapai titik tersebut. Dimana hati, jiwa, dan perbuatannya tertuju kepada arsitektur serta rahmat Allah.
a an
Pada akhirnya upaya ini setengahsetengah, banyak distraksi. Penulis belum sepenuhnya menikmati proses ini di awal. Hingga ada sengatan yang membuat penulis tergugah di awalawal ramadhan. Awalnya penulis merasa itu mustahil dapat selesai. Namun ketika penulis menikmati proses, pelan, dengan suka cita.
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah, telah mempersilakan untuk menyelesaikan thesis sarjana ini.
rm pe
Ada sesuatu yang penulis merasa iri melihat orang-orang bekerja dengan senyum, dengan tulus, hingga menguasai suatu pekerjaan berturunturun dari sang guru. Seperti koki sushi yang menyajikan didepan pengunjung. Semua dengan dedikasi dan ketulusan. Hal yang sama mungkin penulis rasakan ketika memasak sesuatu hingga menyeduh kopi. Perlahan, pelan, meresapi setiap maknanya. Mungkinkah sensasi tersebut dapat dirasakan ketika mengerjakan suatu proyek arsitektural?
Re-coding The Code’s Urban Kampong
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51 14
a an rm pe
+
Pustaka
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Agrest, D. I. (1993). Architecture From Without. Cambridge, Massachusetts: The MIT Press.
Archdaily, & Elemental. (2008). Quita Monroy/ ELEMENTAL. Retrieved February 2, 2018, from https://www.archdaily. com/10775/quinta-monroy-elemental
Dobbins, M. (2009). Urban Design and People. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
BNPB. (2010). Peta Jumlah Penduduk Di Sekitar Kali Code Kota Yogyakarta. Retrieved February 3, 2018, from http:// geospasial.bnpb.go.id/2010/11/29/petajumlah-penduduk-di-sekitar-kali-codekota-yogyakarta/
Doshi, B. V. (1995). Aranya Community Housing. Indore, India. Retrieved from http://www.akdn.org/sites/akdn/files/ media/documents/AKAA press kits/1995 AKAA/Aranya Community Housing - India. pdf
Cahyo Nugroho, A. (2009). Kampung Kota Sebagai Sebuah Titik Tolak Dalam Membentuk Urbanitas Dan Ruang Kota Berkelanjutan. Jurnal Rekayasa, 13(3).
Ferreter, S., Lewis, M., & Pickford, M. (2008). Melbourne Lane. Washington. Retrieved from http://courses.be.uw.edu/ SDMasterStudio/wp-content /themes/ gehl-studio/downloads/Autumn2008/ Melbourne_Lanes.pdf
Cho, J. H. (2017). Architectural Catalogue - D.I.Y Urbanism Scenario of Hoehyeon. Retrieved February 1, 2018, from https://www.inspireli.com/en/awards/ detail/2147509951
180
Diamond, M. R. (2009). The Meaning and Nature of Property : Homeownership and Shared Equity in the Context of Poverty. Georgetown Public Law and Legal Theory Research Paper, 112.
a an
Ayodiya, N. R. P. (2014). Model Kebijakan Permukiman Kampung Code Utara di Tepi Sungai Code. Jurnal Pembangunan Wilayah Dan Kota, 10(1), 22–23. Retrieved from https://doi.org/10.14710/pwk.v10i1.7630
Davy, B. (2014). Polyrational property: Rules for the many uses of land. International Journal of the Commons, 8(2), 472–492. https://doi.org/10.18352/ijc.455
rm pe
Alexander, C., Ishikawa, S., & Silverstein, M. (1977). A Pattern Language. Ch. Alexander. Oxford University Press. https://doi. org/10.2307/1574526
Collin O’Donnel. (2017). Smart cities are boring. Give us responsive cities. Retrieved January 1, 2018, from https://techcrunch. com/2017/10/14/smart-cities-are-boringgive-us-responsive-cities/
Harbraken, N. J. (1998). The Structure of The Ordinary. (J. Teicher, Ed.) (2000th ed.). MIT, USA: MIT Press.
Re-coding The Code’s Urban Kampong
+
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
Khuarizmi, M., & YG, P. (n.d.). Stensil Arsitektur : Proses. Jakarta Selatan: Biangdesainpress.
Lawson, B. (2001). The Language of Space. Oxford, United Kingdom: Architectural Press Elsevier.
Marcus, C. C., & Sarkissian, W. (1986). Housing as If People Mattered. In Housing as If People Mattered. California, USA: University of California Press, Ltd.
Tribute, G. C. (2007). Urban Design and Townscape, (9), 1–38. https://doi. org/10.1017/CBO9781107415324.004
a an
Maharika, I. F. (2018). Umranisme : Penjelajahan Niat Arsitektur untuk Membangun Adab. Yogyakarta.
Tanesia, A. (2016). Cerita Code. Retrieved February 3, 2018, from http://creativenet. ga/cerita-code/
rm pe
Lawson, B. (2005). How Designer Think, Fourth Edition. Design Studies (Vol. 2). Oxford, United Kingdom: Biddles Ltd.
Promininski, M., Stokman, A., Zeller, S., Stimberg, D., & Voermanek, H. (2015). River.Space.Design : Planning Strategies, Methods and Projects for Urban Rivers (2nd Edition). Basel: Birkhäuser.
Peña, W. M., & Parshall, S. a. (2001). Problem Seeking : An Architectural Programming Primer, 249. Permana, S. A., Nugraheni, F., & Maharika, I. F. (2017). Preference Study of Smart Kampung Indicators in Terban Yogyakarta. 3rd Habitechno International Conference. Permana, S. A., & Raharjo, W. (2017). Reclaim : Studi Urban Kampung Jogoyudan (GGKEY:Y1LA). Yogyakarta: Dapur Mimpi - Google Books. Retrieved from https://play.google.com/store/books/ details?id=ApNFDwAAQBAJ
Epilog
181
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51 14
a an rm pe
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe
Ramadhan 1439 H
a an
menghitung milidetik, mengubah malam menjadi siang, siang menjadi malam, dan segala syukur, yang tidak terduga.
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51 14
a an rm pe
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51 14
a an rm pe
Lampiran
reimagining code’s urban kampong
proposed by satria agung permana
project : jogoyudan.11
supervised by ilya f. maharika & syarifah ismailiyah alathas
multifamily houses 1
lifted houses 1
population capacity : 7 family + public codes: A-1,3; B-22,23; C-1,4,5,17,18,41,47
population capacity : 3 family + public codes: A-1,2,3,7; B-22,23; C-1,4,5,17,18,41,47
twin house population capacity : 4 family codes: A-1; B-22,23; C-1,4,5,17,18.
Let us rethinking them. How if numbers are combined with another rule of numbering. As example, rather than mention “340” to tell the quantity, how if we call them as “34A” that “A” means the number were multipled by 10. And how if we applied this thinking to the kampong?
bale kampung + public library population capacity : public facilities codes: A-1,2,5,7,9; B-1,15,20,21; C-1,4,5,7,9,41,42,48
multifamily houses + public parking
water tower house 1
How if kampong are applicable to evolve. The landowner were joined to break the political rule of landowning. They grow the kampong incrementally starting from their own house to provide bigger capacity by upgrading them to have another space for another family. They also build better environment by increasing the green area from each house. The conciousness will lead them to better community.
population capacity : 5 family + publc parking codes: A-1,2,6,7; B-22,23; C-1,4,5,17,18,31,32,41,47
population capacity : 3 family codes: A-1,2,3; B-2,22,23; C-1,4,5,17,18,40,41,47
multifamily houses + waterbank
taman tapak
population capacity : 2 family + water bank codes: A-1,2,3; B-2,22,23; C-1,4,5,17,18,40,41,47
population capacity : public facilities codes: A-,12,7; B-16,19,20,21; C-41,42
In our common thinking way of numbers (quantity), we know that numbers will show how much the content is in housing specially. The government intends to solve the increasing population in the city (urban-kampong related) by replacing the built kampong environment to “rusun” or stacked vertical housing. Sure, it should hold mass family in one place. But it seems that this community weren’t ready to live in that way. They consider the landed, organicly, and variated housing culture. For an simple example if they used to have a store/ warung that built their house, how could they rebuild them in the front of their “door” that have same space relationship in narrow hall.
Why make another “rusun” if we could create visionary kampong? multifamily houses 2 population capacity : 3 family codes: A-1,3; B-22,23; C-1,4,5,17,18,41,47
twin house 2
multifamily houses 3
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
population capacity : 2 family codes: A-1; B-22,23; C-1,4,5,17,18,41,47
population capacity : 2 family codes: A-1,3; B-22,23; C-1,4,5,17,18,41,47
14
labo freak house population capacity : 1 family + knowledge codes: A-1,2,8; B-22,23; C-1,4,5,17,18,41,47
code riverfront
pe
population capacity : public facility codes: A-,12,7; B-3,9,16,19,20,21; C-11,25,26,27,35,37,38,41,42,45
rm
water tower house 2
lifted houses 2
population capacity : 1 family + public codes: A-1,2,3; B-2,22,23; C-1,4,5,17,18,40,41,47
an
population capacity : 1 family + public codes: A-1,7; B-22,23; C-1,4,5,17,18,41,47
a
stacked houses population capacity : 7 family + food garden codes: A-1,2,3; B-22,23; C-1,4,5,17,18,40,41,47
kampong foodcourt + riverseeing population capacity : public facility codes: A-1,2,5,6,7; B-16,19,20,21,26; C-38,41,43
kampong’s base(s), generated by apply the recoding design languages/codes incremental development phase 01
02
03
04
05
06
masa eksisting di tapak rancangan
masa bangunan yang ditandai, akan direkoding dengan sistem baru
basis rekoding kampung menyesuaikan eksisting sehingga pembangunan dapat berjalan secara inkremental
penumbuhan masa bangunan secara organis sesuai kebutuhan yang sebelumnya ada dengan penambahan beberapa fasilitas
penyempurnaan basis arsitektural sesuai kebutuhan tiap keluarga dan tapak yang ada, serta menumbuhkan pohon
tindakan-tindakan evolutif oleh masyarakat yang mungkin dapat terjadi bersamaan dengan penataan ekologi sungai secara inkremental
proposed by satria agung permana - supervised by ilya f. maharika & syarifah ismailiyah alathas
undergraduate design thesis of architecture universitas islam indonesia
recoded jogoyudan upper level kampong (2018)
recoded jogoyudan middle kampong (2018)
recoded jogoyudan riverside kampong (2018)
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
pe an
rm a
site project
visioned siteplan
generated design approach, as an visioned sollution
Magersari 1.0
sky layer
Lapisan udara yang nirpapan, memberikan kemungkinan lain terkait moda transportasi udara , ruang hidup, hingga energi terbarukan.
Tanah seseorang (biasanya bangsawan) di gunakan untuk membantu orang lain memiliki tempat tinggal dengan perjanjian yang disepakati.
ground layer
Lapisan tanah pada umumnya menjadi ruang bagi bangunan sehingga banyak ruang hijau terpenggal.
Magersari 2.0
separated river/ embankment walls
underground layer
Ruang bawah tanah yang memiliki potensi menjadi moda trasnportasi di masa depan, sehingga yang nampak di permukaan lebih terorientasi kepada makhluk hidup.
dynamic river landscapes
Tanah secara kolektif dimanfaatkan untuk kepentingan bersama dengan perjanjian yang disepakati.
magersari 2.0
multilayer activity
proposed by satria agung permana - supervised by ilya f. maharika & syarifah ismailiyah alathas
rethinking river
recoding design language
undergraduate design thesis of architecture universitas islam indonesia
kampong foodcourt
riverseeing deck
revitalized code river
stacked house (upper)
kampong foodcourt (upper)
ersion 0.10.100.100 GSPublisherV
communal bath
balekampung library
stacked house
innercourt
communal parking
balekampung
stacked house
balekampung public field
kampong alleys
riverbed garden
balekampung architectural plan 3. Kids Book Corner 4. Common Book Corner 5. Observer 6. Class/Workshop Corner
1. Kampong Field 2. Entrance
7. Hall 8. Kampong Street
8
fences 8 4
2 3
1 2
7
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
5
roof field
14 6
2
8
200
600
0
200
600
0
pe
0
600
library + workshop area
rm
GF Plan
200
UG Plan
LG Plan
an 2.000
a
0.500
balekampung hall
3. Kids Book Corner 4. Common Book Corner 5. Observer 6. Class/Workshop Corner
1. Kampong Field 2. Entrance
7. Hall 8. Kampong Street
8
GSPublisherVersion 0.7.100.100 8 4
2 3
1 7
5 2
6
2
8
0
200
600
0
GF Plan
North Elevation
200
600
0
UG Plan
200
600
LG Plan
Section GSPublisherVersion 0.7.100.100
GSPublisherVersion 0.7.100.100
exterior view of balekampong
revitalized code river
proposed by satria agung permana - supervised by ilya f. maharika & syarifah ismailiyah alathas
undergraduate design thesis of architecture universitas islam indonesia
the visioned kampong environment. intending space become kampong forrest.
14
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
nguripimanuk.co architectural plan
1 Terrace 2 Sitting 3 Bedroom 4 Living Room 5 Restroom 6 Washing Room
bird roof garden
7 Petting Room 8 Birds Cage 9 Ladder
10 Upperdeck 11 Roofgarden
pe rm
2
roofdeck
an
8
first floor
a
1 4
9
10 11
7
3
5 6
0
100
300
0
100
300
0
100
300 groundfloor
GF Plan
Lvl 1 Plan
Lvl 2 Plan
1 Terrace 2 Sitting 3 Bedroom 4 Living Room 5 Restroom 6 Washing Room
7 Petting Room 8 Birds Cage 9 Ladder
1 Terrace 2 Sitting 3 Bedroom 4 Living Room 5 Restroom 6 Washing Room
10 Upperdeck 11 Roofgarden
7 Petting Room 8 Birds Cage 9 Ladder
10 Upperdeck 11 Roofgarden
GSPublisherVersion 0.7.100.100
2
2
8
8
1
1 4
4
9
11
7
3
5
100
5
300
0
100
GSPublisherVersion 0.7.100.100
South View
proposed by satria agung permana - supervised by ilya f. maharika & syarifah ismailiyah alathas
11
6
GF Plan
West View
10 7
3
6
0
9
10
300
0
Lvl 1 Plan
100
300
0
Lvl 2 Plan
100
300
0
100
GF Plan
300
0
Lvl 1 Plan
100
300
Lvl 2 Plan
GSPublisherVersion 0.7.100.100
Passive Air Conditioning
Daylighting Consideration
undergraduate design thesis of architecture universitas islam indonesia
stacked house interior, shows the different leveling (mezanine) become space in the house
interior of kampong’s library.
stacked house architectural plan 1 Terrace 2 Workshop 3 Living Room 4 Bedroom 5 Restroom 6 Stall/ Warung 7 Balcony 8 Gardening Workshop 9 Ladder/stair 10 Levitated Pathway 11 Roof Garden 12 Watertank
1 Terrace 2 Workshop 3 Living Room 4 Bedroom 5 Restroom 6 Stall/ Warung 7 Balcony 8 Gardening Workshop 9 Ladder/stair 10 Levitated Pathway 11 Roof Garden 12 Watertank
3 6
1
4
1 Terrace 2 Workshop 3 Living Room 4 Bedroom 5 Restroom 6 Stall/ Warung 7 Balcony 8 Gardening Workshop 9 Ladder/stair 10 Levitated Pathway 11 Roof Garden 12 Watertank
7
3
4
1 Terrace 2 Workshop 3 Living Room 4 Bedroom 5 Restroom 6 Stall/ Warung 7 Balcony 8 Gardening Workshop 9 Ladder/stair 10 Levitated Pathway 11 Roof Garden 12 Watertank
3
12
5 4
5
5
1 10
3
12 3
6
7
4
1 3
5 4 3
5
7
4
5 5
11
10 1
10
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
4
12
4
1
4
14
8
3
2
10
5
0
100
Groundfloor Plan
300
0
100
300
5
10
Lvl 1 Plan
0
Mezanine Plan
300
an
1.573
rm
1 Terrace 2 Workshop 3 Living Room 4 Bedroom 5 Restroom 6 Stall/ Warung 7 Balcony 8 Gardening Workshop 9 Ladder/stair 10 Levitated Pathway 11 Roof Garden 12 Watertank
GSPublisherVersion 0.7.100.100
GSPublisherVersion 0.7.100.100
+5.50
0
100
Rooftop Plan
300
3 6
Bird Cage
1
4
5
3 6
a
Bird Nest
0.466
100
pe
+7.00
Concrete Structure
7
4
Bird Roofgarden
GSPublisherVersion 0.7.100.100
3
3
1
4
5
4 1
+4.00
3 4
2.000
0.786
2
5
0
100
300
Groundfloor Plan
0.300
GSPublisherVersion 0.7.100.100
2.550
Concrete Stair
+0.00
West View
South View
Section
nguripimanuk.co interior view, shows the birds could be seen from stair. Kampong Road
River Access Step
Step
Fishing Deck Stone Riverpathway Stone Riverpathway
Kampong Road Figure
Configured Land
Leveled River Retaining Wall
Naturalized Waterbed
GSPublisherVersion 0.7.100.100
proposed by satria agung permana - supervised by ilya f. maharika & syarifah ismailiyah alathas
undergraduate design thesis of architecture universitas islam indonesia
re-coding the code’s urban kampong undergraduate design thesis of
satria agung permana supervised by
dr.-ing. ilya f. maharika, m.a, iai.
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe a an drawing report reimagines code’s urban kampong project : jogoyudan.11 by
Satria Agung Permana 14512200
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe a an
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Urban-Kampong Situation A2/1:500
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
2
undergraduate design thesis 2018
ersion 0.10.100.100 GSPublisherV
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe a an
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Visioned West-Elevation A2/1:200
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
3
undergraduate design thesis 2018
ersion 0.10.100.100 GSPublisherV
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe a an
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Visioned South-Elevation A2/1:200
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
4
undergraduate design thesis 2018
ersion 0.10.100.100 GSPublisherV
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe a an
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Visioned South-Elevation A2/1:200
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
5
undergraduate design thesis 2018
02
01
03
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
masa bangunan yang ditandai, akan direkoding dengan sistem baru
basis rekoding kampung menyesuaikan eksisting sehingga pembangunan dapat berjalan secara inkremental
04
05
06
penumbuhan masa bangunan secara organis sesuai kebutuhan yang sebelumnya ada dengan penambahan beberapa fasilitas
penyempurnaan basis arsitektural sesuai kebutuhan tiap keluarga dan tapak yang ada, serta menumbuhkan pohon
rm pe
masa eksisting di tapak rancangan
a an
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Development Phase A2/NotToScale
tindakan-tindakan evolutif oleh masyarakat yang mungkin dapat terjadi bersamaan dengan penataan ekologi sungai secara inkremental
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
6
undergraduate design thesis 2018
multifamily houses 1
bale kampung + public library
multifamily houses + public parking
population capacity : 4 family codes: A-1; B-22,23; C-1,4,5,17,18.
population capacity : 7 family + public codes: A-1,3; B-22,23; C-1,4,5,17,18,41,47
population capacity : public facilities codes: A-1,2,5,7,9; B-1,15,20,21; C-1,4,5,7,9,41,42,48
population capacity : 5 family + publc parking codes: A-1,2,6,7; B-22,23; C-1,4,5,17,18,31,32,41,47
twin house 2
water tower house 1
lifted houses 2
population capacity : 2 family codes: A-1; B-22,23; C-1,4,5,17,18,41,47
population capacity : 3 family codes: A-1,2,3; B-2,22,23; C-1,4,5,17,18,40,41,47
population capacity : 1 family + public codes: A-1,7; B-22,23; C-1,4,5,17,18,41,47
14
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
twin house
rm pe
multifamily houses 3
population capacity : 3 family codes: A-1,3; B-22,23; C-1,4,5,17,18,41,47
population capacity : 2 family codes: A-1,3; B-22,23; C-1,4,5,17,18,41,47
a an
multifamily houses 2
lifted houses 1
kampong foodcourt + riverseeing
multifamily houses + waterbank
water tower house 2
labo freak house
population capacity : 3 family + public codes: A-1,2,3,7; B-22,23; C-1,4,5,17,18,41,47
population capacity : public facility codes: A-1,2,5,6,7; B-16,19,20,21,26; C-38,41,43
population capacity : 2 family + water bank codes: A-1,2,3; B-2,22,23; C-1,4,5,17,18,40,41,47
population capacity : 1 family + public codes: A-1,2,3; B-2,22,23; C-1,4,5,17,18,40,41,47
population capacity : 1 family + knowledge codes: A-1,2,8; B-22,23; C-1,4,5,17,18,41,47
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Kampong Design Language Application A2/NotToScale
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
7
undergraduate design thesis 2018
code riverfront
taman tapak
population capacity : 7 family + food garden codes: A-1,2,3; B-22,23; C-1,4,5,17,18,40,41,47
population capacity : public facility codes: A-,12,7; B-3,9,16,19,20,21; C-11,25,26,27,35,37,38,41,42,45
population capacity : public facilities codes: A-,12,7; B-16,19,20,21; C-41,42
14
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
stacked houses
rm pe a an
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Kampong Design Language Application A2/NotToScale
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
8
undergraduate design thesis 2018
3. Kids Book Corner 4. Common Book Corner 5. Observer 6. Class/Workshop Corner
1. Kampong Field 2. Entrance
7. Hall 8. Kampong Street
8
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51 4
14
2
1
8
3
7
5
2
rm pe
6
a an
2
8
0
200
600
0
200
600
0
GF Plan
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
GSPublisherVersion 0.7.100.100
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
200
600
UG Plan
drawing title scale
Balekampung Floorplan A2/1:200
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
LG Plan
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
9
undergraduate design thesis 2018
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
North Elevation
West Elevation
rm pe a an
3. Kids Book Corner 4. Common Book Corner 5. Observer 6. Class/Workshop Corner
1. Kampong Field 2. Entrance
7. Hall 8. Kampong Street
8
8 4
2 3
1 7
5 2
6
2
8
0
200
600
0
200
600
GF Plan
0
200
600
UG Plan
LG Plan
Section GSPublisherVersion 0.7.100.100
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Balekampung Elevation(s) & Section(s) A2/1:100
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
10
undergraduate design thesis 2018
Detailed Planter
0.760
0.400
0.260
fences
1.000 roof field
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe
2.000
library + workshop area
a an
0.500
balekampung hall
Levitated Workspace
GSPublisherVersion 0.7.100.100
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Balekampung Exploded Details A2/1:30
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
11
undergraduate design thesis 2018
1 Terrace 2 Sitting 3 Bedroom 4 Living Room 5 Restroom 6 Washing Room
7 Petting Room 8 Birds Cage 9 Ladder
10 Upperdeck 11 Roofgarden
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
2
8
1 4
9
10 11
7
rm pe
3
5
a an
6
0
100
300
0
100
300
0
GF Plan
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11 GSPublisherVersion 0.7.100.100
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
100
300
Lvl 1 Plan
Nguripi Manuk.co Floorplan A2/1:100
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
Lvl 2 Plan
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
12
undergraduate design thesis 2018
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
West View
South View
rm pe a an
North View
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
East View
drawing title scale
Nguripi Manuk.co Elevation A2/1:100
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
13
undergraduate design thesis 2018
1 Terrace 2 Sitting 3 Bedroom 4 Living Room 5 Restroom 6 Washing Room
7 Petting Room 8 Birds Cage 9 Ladder
1 Terrace 2 Sitting 3 Bedroom 4 Living Room 5 Restroom 6 Washing Room
10 Upperdeck 11 Roofgarden
2
7 Petting Room 8 Birds Cage 9 Ladder
2
8
8
1
1 4
4
9
11
5
10 11
7
3
5
6
100
9
10 7
3
0
10 Upperdeck 11 Roofgarden
6
300
0
300
0
100
300
0
Lvl 1 Plan
100
300
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
GF Plan
100
Lvl 2 Plan
0
100
300
GF Plan
0
100
300
Lvl 1 Plan
Lvl 2 Plan
14
GSPublisherVersion 0.7.100.100
GSPublisherVersion 0.7.100.100
rm pe a an
Passive Air Conditioning
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
Daylighting Consideration
drawing title scale
Nguripi Manuk.co Section + System A2/1:100
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
14
undergraduate design thesis 2018
bird roof garden
Bird Roofgarden +7.00
14
1.573
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
roofdeck
Concrete Structure +5.50
Bird Nest
0.466
first floor
Bird Cage +4.00
Concrete Stair
a an
2.550
rm pe
0.300
2.000
0.786
+0.00
groundfloor
Detailed Section
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11 GSPublisherVersion 0.7.100.100
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Nguripi Manuk.co Explode Detail A2/1:50
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
15
undergraduate design thesis 2018
1 Terrace 2 Workshop 3 Living Room 4 Bedroom 5 Restroom 6 Stall/ Warung 7 Balcony 8 Gardening Workshop 9 Ladder/stair 10 Levitated Pathway 11 Roof Garden 12 Watertank
3 6
1
4
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51 5
14
3
6
1
4
rm pe
5
a an
4
1 3 4
2
5
0
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11 GSPublisherVersion 0.7.100.100
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
100
Stacked House Floorplan A2/1:100
Groundfloor Plan
300
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
16
undergraduate design thesis 2018
1 Terrace 2 Workshop 3 Living Room 4 Bedroom 5 Restroom 6 Stall/ Warung 7 Balcony 8 Gardening Workshop 9 Ladder/stair 10 Levitated Pathway 11 Roof Garden 12 Watertank
3 5
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
3
5
rm pe a an
3
0
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11 GSPublisherVersion 0.7.100.100
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
100
Mezanine Plan
300
Stacked House Floorplan A2/1:100
7
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
17
undergraduate design thesis 2018
1 Terrace 2 Workshop 3 Living Room 4 Bedroom 5 Restroom 6 Stall/ Warung 7 Balcony 8 Gardening Workshop 9 Ladder/stair 10 Levitated Pathway 11 Roof Garden 12 Watertank
7
3
4
4
5
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51 1
14 10
3
7
4
5
3
rm pe
5
7
4
10
a an
1
10 4 8 3 4
10
0
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11 GSPublisherVersion 0.7.100.100
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
100
Lvl 1 Plan
300
Stacked House Floorplan A2/1:100
5
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
18
undergraduate design thesis 2018
1 Terrace 2 Workshop 3 Living Room 4 Bedroom 5 Restroom 6 Stall/ Warung 7 Balcony 8 Gardening Workshop 9 Ladder/stair 10 Levitated Pathway 11 Roof Garden 12 Watertank
12
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
12
rm pe
11
a an
12
10
0
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11 GSPublisherVersion 0.7.100.100
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
100
Stacked House Floorplan A2/1:100
Rooftop Plan
300
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
19
undergraduate design thesis 2018
1 Terrace 2 Workshop 3 Living Room 4 Bedroom 5 Restroom 6 Stall/ Warung 7 Balcony 8 Gardening Workshop 9 Ladder/stair 10 Levitated Pathway 11 Roof Garden 12 Watertank
1 Terrace 2 Workshop 3 Living Room 4 Bedroom 5 Restroom 6 Stall/ Warung 7 Balcony 8 Gardening Workshop 9 Ladder/stair 10 Levitated Pathway 11 Roof Garden 12 Watertank
3 6
1
4
3 6
1
4
5
5
3
3 6
6
1
4
1
4
5
5
4
4 1 3
4
1 3
2
4
5
0
100
300
2
5
Groundfloor Plan
0
100
Groundfloor Plan
300
GSPublisherVersion 0.7.100.100
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe a an
Section
Section
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Stacked House Section A2/1:50
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
20
undergraduate design thesis 2018
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
West View
South View
rm pe a an
East View
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Stacked House Elevation A2/1:100
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
21
undergraduate design thesis 2018
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe a an
From Kampong Water Bank
To Septictank
From Water Tank
To Abrsorbtion Clean Water System
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Clean Water & Black Water System A2/NotToScale
Black Water System
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
22
undergraduate design thesis 2018
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe a an
Vertical Access Rule
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Vertical & Safety System A2/NotToScale
APAR Position
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
23
undergraduate design thesis 2018
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe a an
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Exploded Riverside Landscape Plan A2/1:200
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
24
undergraduate design thesis 2018
Kampong Road
River Access Step
Step
Fishing Deck
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
Stone Riverpathway
14
Stone Riverpathway
Kampong Road Figure
rm pe a an Configured Land
Leveled River Retaining Wall
Naturalized Waterbed
Exploded Riverside Landscape
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
GSPublisherVersion 0.7.100.100
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Exploded Riverside Landscape Plan A2/1:200
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
25
undergraduate design thesis 2018
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe a an
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Riverside Illustration A2/NotToScale
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
26
undergraduate design thesis 2018
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe a an
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Balekampung Illustration A2/NotToScale
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
27
undergraduate design thesis 2018
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe a an
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Jogoyudan Alleys Illustration A2/NotToScale
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
28
undergraduate design thesis 2018
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe a an
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Balekampung Interior Illustration A2/NotToScale
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
29
undergraduate design thesis 2018
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe a an
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Stacked House Interior Illustration A2/NotToScale
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
30
undergraduate design thesis 2018
g un ag 0 a 0 tri 22 sa 51
14
rm pe a an
reimagining code’s urban kampong project : jogoyudan.11
undergraduate design thesis | universitas islam indonesia
drawing title scale
Nguripi Manuk.co Interior Illustration A2/NotToScale
drawn by
Satria Agung Permana 14512200
supervised by
Dr.-Ing. Ilya F. Maharika, MA., IAI Syarifah Ismailiyah Alathas, ST., MT., IAI
page number
31
undergraduate design thesis 2018