Rewind Exhibition Catalog

Page 1

A Photography Exhibition by SPEKTRUM

ab imo pectore

1


K

abar yang tiba pada dini hari nan sejuk-menyengat selepas hujan pembuka dimulainya musim hujan medio September kemarin sangat menyesakkan dada kami. Salah satu sahabat, teman dekat, dan rekan berproses di Spektrum, Unit Fotografi Universitas Padjadjaran, baru saja dipanggil Sang Maha Pemilik. Tensi keadaan di hari pertama Muharram 1439 Hijriyah ini sempat naik-turun. Awalnya, kami mendapat berita bahwa Mochammad Restu Fauzi mengalami kecelakaan tunggal di Jalan Raya Bandung – Jatinangor selepas ia menghadiri perkulihan sekitar pukul 10.00 pagi. Awalnya Tutu, sapaan kami pada Restu, dilarikan ke sebuah Rumah Sakit (RS) Swasta di Cileunyi. Tetapi alat-alat di sana kurang mumpuni hingga Tutu terpaksa dirujuk ke salah satu RS Swasta di Bandung kota. Keadaan belum juga bisa diatasi. Dari RS di Jalan Halmahera itu, Tutu terpaksa kembali dibawa ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), kabarnya tindakan medis untuk Tutu baru bisa dilaksanakan di sana. Tungkai kirinya patah, kaki kanannya robek hebat, dan sebagian tulang belakangnya remuk. Tutu harus menjalani dua kali operasi besar: pertama operasi tulang, berikutnya operasi daging. Tetapi RSHS tak juga mampu untuk itu! RSHS merujuk Restu untuk dioperasi di RS Melinda keesokan paginya. Restu masih sadar waktu itu. Dia masih bisa melayani Ibunya ngobrol dengan baik. Tutu banyak minta maaf pada Sang Ibu. Teman-teman yang langsung menyinggahi Restu malam itu juga mengabari bahwa Restu masih sadar. Kami tenang. Niat ingin menjenguk tengah malam hari itu pun kami simpan untuk besok.

2

Adzan penanda masuknya waktu Subuh belum berkumandang. Gawai kami berdering nyaring lebih dulu dari alarm. Semuanya notifikasi obrolan dalam grup. Restu meninggalkan kami. Kabar itu resmi disampaikan oleh rekan sejurusannya dari Jaket Biru, Departemen Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, pukul 02.00. Innalillahi wa innailaihi raajiun. Dia menemui Sang Maha dalam usia yang masih sangat muda, 20 tahun. Selepas matahari terbit, beregu-regu teman restu dari berbagai penjuru meluncur ke arah Bunderan Cibiru menuju Komplek Bumi Panyileukan, Kel. Cipadung Kidul, Kec. Panyileukan. Semuanya datang untuk satu tujuan, mengantar Restu menuju titik awal pengembaraan abadinya. Selepas tanah terakhir menutupi pusaranya, tangis tak lagi pecah sebab air mata justru mengalir ke dalam. Awalnya Restu adalah salah satu peserta pada pameran ini. Dia akan membuat proyek foto cerita—dengan pendekatan esei foto—tentang Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Tetapi di awal proses review karya, Tutu mendapat kendala, narasumbernya enggan dipotret sehingga tak ada foto yang ia setor saat proses kurasi awal. Sementara enam rekan yang lain terus melanjutkan proses berkaryanya ke tahapan berikutnya. Restu memang agak ngotot untuk mengambil topik itu hingga pada akhirnya, ia terseleksi. Restu terpaksa mundur dari proyek pameran ini. Sepemantauan saya, Restu termasuk salah satu dari 24 orang anggota Spektrum angkatan XVIII yang cukup produktif dan memiliki karya yang ‘berani’. Desember 2015 lalu, bersama rekan seangkatannya Tutu meyuguhkan proyek fotografinya tentang


kedengkian dan memicu kebencian bagi mereka yang sedang merasa kurang beruntung (saat itu) juga tak bisa disalahkan. Tak jarang, fotografi juga dijadikan sebagai alat provokasi untuk menyuarakan kebohongan dan kebencian, meskipun ini sudah terjadi sejak zaman fotografi, saya katakan, masih “sulit”.

sepupunya yang berkebutuhan khusus. Karya itu turut kami tampilkan dalam pameran ini, sebagai penghormatan tinggi kami terhadap dedikasi Restu. Proses panjang telah dilewati 6 orang anggota Spektrum. Hampir dua kali libur semester waktu yang diperlukan untuk sampai tiba pada garis ini, Mulai dari diskusi membahas topik proyek foto apa yang akan dikerjakan, brainstorming menyusun perencaan pemotretan, eksekusi, editing, persiapan pameran, hingga sampai karya mereka berhasil terpajang. Diskusi, diskusi, dan diskusi. Semua dilakukan bersama-sama, termasuk pemilihan judul untuk pameran ini, REWIND: Ab Imo Pectore, juga mereka tentukan secara demokratis merujuk pada benang merah dari topik-topik karya yang mereka kerjakan.

Perkembangan fotografi yang gesit membuatnya semakin diberi banyak ruang oleh penggunanya sendiri. Fotografi tumbuh subur menjadi rimba belantara visual yang memiliki beragam jenis gaya dan sudut pandang. Siapapun di dunia— nyata maupun maya—ini tidak pernah ada larangan untuk menjelajahinya; enam fotografer muda Spektrum ini telah (terlanjur) masuk ke dalamnya. Dengan fotografi para pameris kali ini merespon hal yang berhasil melekat erat di hati mereka. Representasi makna

Fotografi masa kini sudah menjadi milik siapa saja. Sebagai medium, ia sudah sangat dekat dan akrab dengan masyarakat. Perannya tak lagi sebatas ilustrasi pada media massa, bahkan pada praktiknya fotografi kini hampir tak lepas dari kegiatan keseharian manusia. Peran dan fungsi fotografi semakin dipakai oleh, dapat dikatakan, semua elemen masyarakat. Apapun perlu fotografi. Bahkan, untuk menyampaikan sebuah kenyataan yang benar perlu fotografi. Sampai-sampai pernah muncul dan viral ungkapan “No pict, hoax!”. Melihat kenyataan seperti ini, peran dan fungsi fotografi yang tepatlah yang menjadi soal. Citra lanskap pemandangan alam dengan matahari terbit yang memancarkan cahaya keemasan di sebuah laut dan terdapat siluet Nyiur lengkap dengan hempasan ombak kadang menjadi ilustrasi doa beberapa netizen kepada Tuhan. Atau, citra vertikal berskala 9x16 inch, seukuran layar ponsel pintar, yang penuh coretan warna-warni pada update-an para Banci Media Sosial di fitur Instastory aplikasi Instagram berisi hal tak penting, (relatif) tak berguna bagi orang lain, dan mungkin hanya menimbulkan

Pameran Foto Spektrum, Uit Fotografi Unpad Galeri Yuliansyah AKbar, Urbane Asharia Mahmuddah Dindan Tamara Putri Fajar Bolipia Hari Oktarini Laila Rachmawati Teguh Kurniawan

3

Kurator Willy Kurniawan Vanya Safitri Layout Laila Rachmawati


dan rasa terhadap hal yang telah berlalu dan bagaimana menyikapinya menjadi argumen mereka untuk menggunakan judul “REWIND”. Frasa dari bahasa Yunani Ab Imo Pectore yang berarti ‘dari hati yang paling dalam’ mereka sematkan guna menguatkan judul utama.

Memaknai Proses Banyak cara untuk menyerap saripati makna dari hal yang pernah dialami. Berbagai sudut pandang juga muncul terhadap satu persoalan dan angle terbaik mereka pilih untuk itu. Hari Oktarini yang baru menyelesaikan studinya teringat jalan yang selalu ia lalui pulang-pergi semasa menyelesaikan ‘urusan’ ke kampus. Lewat proyek foto cerita “Road to Future” Hari memaknai bahwa jalan-jalan kecil, gang-gang, maupun hal yang acap dianggap sepele ternyata memiliki peran penting dalam sebuah proses yang besar, meraih sarjana misalnya. Tak jauh berbeda dari Hari, Asharia Mahmuddah sering terjebak nostalgia setiap ia melalui sudutsudut kota Bandung yang menjadi jalurnya pergi sekolah, tumbuh, dan bermain bersama teman-teman remajanya dulu. “Growin’ Up” muncul karena itu. Kedewasaan yang tumbuh seiring dengan berjalannya kehidupan justru membuat Laila Rachmawati merasa bahwa konsep kebahagiaan menjadi lebih rumit. Sering bermain dengan anak-anak mengingatkan Rara, panggilan Laila, bahwa bahagia itu memang betulbetul sederhana. Dalam “Little Things Called Happiness”, Rara memadukan kemampuan gambar sketsanya dengan fotografi untuk merepresentasikan hal-hal yang sering anak-anak lakukan untuk bermain—mencari kebahagiaan. Pertama kali menginjakkan kaki di Benua Biru dan mendapat sambutan super hangat dari orang-orang baru membuat Fajar Bolipia merasa menjadi orang yang paling beruntung, yang diceritakan lewat proyek foto “They Called Me Boris” Seribu orang teman masih sedikit; satu orang musuh terlalu banyak. Dinda Tamara Putri menyadari bahwa Tuhan telah menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia lewat Semesta, termasuk ketenangan. “Feelin’ Blue” adalah

4

representasi keping-keping pemicu rasa tenang yang Dinda rasakan dari melakukan perjalanan menghirup udara sejuk di berbagai dataran tinggi dan menyimak nyanyian-nyanyian ombak. Mendalami fotografi telah membuat mereka dapat memaknai penanda-penanda dalam kehidupan ini secara lebih dalam. Teguh Kurniawan membuat proyek foto “How Does it Feel” untuk merepresentasikan beragam perasaannya dalam memaknai apa-apa yang telah dilalui. Teguh, dkk. telah mencicipi sebagian manis-getir atmosfer dalam berproses. Pada tahap ini, dapat dikatakan, mereka telah berhasil menggunakan fotografi sebagai medium untuk menceritakan hasil kontemplasi mereka terhadap masa lampau dan berani menyuguhkan hasil buah pikir mereka dalam bentuk pameran foto. Bermacam kendala dan persoalan memang tak luput dari jalur telah yang mereka lewati. Hal yang perlu ditekankan, pameran bertajuk “Rewind: Ab Imo Pectore” ini bukanlah titik akhir bagi Teguh, dkk. dalam mengembara di belantara raya fotografi. Ini baru salah satu Check Point bagi mereka. Tujuan utama dari proses—menyelenggarakan pameran—seperti ini pada dasarnya adalah bagaimana mereka mampu untuk membimbing rekan-rekan mereka yang lain agar mau mencoba jalan yang telah mereka tempuh. Seperti judul besar pameran ini, “Rewind”, mereka diharuskan untuk mengulang kembali proses yang telah mereka lewati bersama rekan-rekan mereka yang lain, setelah ini. Evaluasi akan menjadi hal yang sangat penting dan mahal di sini. Spektrum Unpad sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) bidang fotografi berbasis kekeluargaan telah menjadi ruang apresiasi tanpa batas anggotanya selama 19 tahun. Kami sering terbentur. Banyak kendala dan persoalan yang pernah ditemui. Bermacam keadaan telah dilewati. Belum lama ini, seperti yang saya tuliskan pada awal pengantar ini, kami baru kehilangan salah satu anggota keluarga kami yang produktif dan memiliki peran penting di saat kami sedang membutuhkan semangat dan kekuatan dalam berproses.


Kesedihan memang ada untuk dirasakan dan dinikmati. Tetapi air mata tidak diciptakan untuk melarutkan semangat dan tekad kita. The show must go on! Sesuatu yang dikutip dari ‘ruang tengah’ jiwa manusia dan telah melalui serangkaian proses di ‘ruang atas’ mesti tetap dituntaskan. Dalam berproses, kita boleh menangis dan meringis, langkah boleh jadi lambat; tetapi tak boleh terhenti. Karena berhenti berarti mati./ Salam! Willy Kurniawan Spektrum XV

5


1

Growin’-up!

Asharia Mahmuddah

D

alam Growin’ Up! saya mengenang dan mengulang memori masa lampau saya tentang jalanan. Beberapa sudut kota Bandung yang saya lalui bersama teman-teman saat remaja, memiliki kisah dan kesan khusus bagi saya. Proyek foto ini berangkat dari kesadaran saya terhadap memori-memori yang terekam itu. Hampir setiap saya melewati jalan atau daerah di masa-masa sekolah saya dulu, memori masa kecil saya seakan terulang secara otomatis dalam benak, bahkan tak jarang saya berhenti dan terdiam dibuatnya: menikmati apa yang terlintas, mengenang apa yang teringat, seperti menonton film dokumenter tentang hidup saya sendiri. Melalui proyek foto “Growin Up!�, saya mencoba merekam dan mengumpulkan citracitra fotografi dari bagian-bagian kecil dalam memori perjalanan saya di masa remaja: untuk mengenang masa lalu. Sambil merancang masa depan.

6


7


8


9


10


11


12


13


14


15


16


17


18


19


20


21


2

Feelin’ Blue. Dinda Tamara Putri

22


23


P

ada dasarnya manusia membutuhkan sesuatu yang dapat menyegarkan pikirannya dan setiap kita memiliki caranya masing-masing untuk itu. Bagi saya, lewat sesmta, Tuhan sudah menyediakan segala hal yang kita butuhkan, termasuk untuk menenagkan pikiran. Apa-apa yang ada di bumi ini sudah cukup membuat kita untuk dapat meluapkan beban. Meski mungkin Cuma sejenak, setiap bagian dari alam: langit, gunung-gunung, maupun lautan lepas, sudah berhasil untuk membuat saya merasa “biru”. Biru yang menyenangkan, biru yang menenagkan. Proyek foto “Feelin’ Blue” ini adalah rekaman dari sebagian “biru” yang pernah saya rasakan. I feel blessed to have this feelin’ and this view also. Yes, I just feel’ blue.

24


25


26


27


28


29


3

They Called Me Boris

Fajar Bolipia

T

ahun lalu saya mendapat kesempatan untuk menghadiri seminar pertanian di Kroasia, Eropa Timur. Kegiatan bersama International Association of Agricultural Students (IAAS) itu menjadi pengalaman pertama bagi saya menginjakkan kaki di Benua Biru. Bertemu orang baru dan berbeda latar belakang menjadi hal yang sangat berkesan sampai saat ini. Hal-hal tak biasa yang saya dapatkan di sana secara tidak sadar memang mampu mengubah kepribadian dan kebiasaan, serta suasana hati, entah itu untuk menjadi lebih baik maupun sebaliknya. Di samping lanskap yang indah, arsitektur yang menarik, cuaca yang sejuk, penduduk yang ramah menjadi kesan khusus selama di sana. Saya merasa sangat beruntung, mereka—para teman baru itu—memberi sambutan yang sangat hangat kepada saya. Sampai-sampai, mereka memberi saya “nama baru” menggunakan bahasa dan aksen mereka, ‘Boris’. Oleh sebab itu, proyek foto ini saya beri judul “They Called Me Boris”. Dalam proyekfoto ini, saya menyusun kembali ingatan dan kenangan saya saat berkegiatan pertama kali di negeri dan bersama orang-orang yang “beda”. Pada akhirnya saya menyadari, membuka diri dan pikiran itu perlu dalam sebuah interaksi. “Musuh satu terlalu banyak, teman seribu terlalu sedikit.”

30


31


32


33


34


35


36


37


38


39


40


41


4

Road to Future Hari Oktarini

S

etiap manusia memiliki jalannya sendiri dalam mencapai cita-cita; setiap proses dan tahapan tak melulu melalui jalan yang lebar dan panjang. Dalam mengejar suatu tujuan yang besar, selalu ada jalanjalan kecil yang justru sering luput dari kesadaran kita. Dalam proyek “Road to Future”, saya merekam kembali “jalan-jalan kecil” yang saya lalui menuju kampus—untuk mencapai salah satu cita-cita saya. Pada akhirnya saya sadar bahwa jalan-jalan kecil yang saya lalui—dalam setiap proses—itu justru memiliki pengaruh besar. Sebab, tanpa melalui “jalan kecil” itu, saya tak akan pernah menemui gerbang untuk memasuki jalan baru yang lebih lebar dan panjang dalam perjalanan menuju sebuah tujuan yang besar.

42


43


44


45


46


47


5

Little Things Called Happiness Laila Rachmawati

S

alah satu hakekat hidup manusia adalah mencari kebahagiaan. Bahagia memang hal abstrak dan sangat relatif. Bahagia memiliki banyak definisi: saat hati kita merasa tenang, damai, dan bersyukur atas apa yag telah dimiliki saat ini. “Little things called happiness� merupakan proyke fotografi yang berangkat dari ingatan saya tentang konsep kebahagiaan di masa kecil saya: saat kaki melangkah dengan ringan tanpa beban, saat mendapatkan kepuasan dan kebahagiaan tanpa perlu menuntut banyak hal. Beranjak dewasa membuat saya kadang berpikir bahwa mendapatka kepuasan dan kebahagiaan menjadi lebh sulit dan rumit. Kadang-kadang kita terlalu menuntut banyak hal untuk mendapatkan kepuasaan dan kebahagiaan. Mungkin kita bisa belajar lagi dari anak kecil, atau masa kanak-kanak kita sendiri, tentang mengungkapkan rasa syukur atas apa yang telah kita miliki. Untuk behagia, bisa kita dapatkan dari hal-hal sederhana di sekeliling kita yang (mungkin) sering tidak kita sadari.

48


49


50


51


52


53


54


55


56


57


58


59


60


61


62


63


6

Teguh Kurniawan

M

engenal, mempelajari, dan mendalami fotografi membuat saya menjadi lebih ‘dalam’ dan larut setiap melihat, merasakan, dan memaknai (hampir) seluruh elemen dalam kehidupan. Kepekaan lebih yang muncul membuat saya menjadi mampu untuk lebih bersyukur atas apa-apa yang telah disuguhkan Tuhan kepada saya. Apakah hal yang saya hadapi itu sekadar untuk dinikmati, atau saya memang harus memaknai apa-apa yang terlihat oleh indra penglihat saya. Proyek foto “How Does It Feel?” adalah antologi dari representasi perasaan-perasaan saya yang telah mampu merasakan sesuatu yang biasa menjadi lebih bermakna dalam melewati kehidupan sampai hari ini.

64


65


66


67


68


69


70


71


72


73


74


75


76


Laila Rachmawati Asharia Mahmuddah Hari Oktarini

Fajar Bolipia

Teguh Kurniawan

Dinda Tamara Putri

77


Asharia Mahmuddah

Lahir di bandung 10 mei 1995. Saat ini merupakan mahasiswa aktif pada program studi analisis kimia. Ashar, nama panggilannya, menjadi anggota spektrum unit fotografi unpad angkatan XVIII. Fotografi menjadi kesukaannya semenjak di bangku sma. Mottonya ‘there is a chemistry inside a photograph’ memadukan dua bidang yang ia tekuni. Pernah berpameran dengan anggota spektrum lainnya dengan tajuk ‘Aku’ pada tahun 2015.

Fajar Bolipia

atau akrab disapa Boli, lahir di Batusangkar (Sumatera Barat), 16 April 1995. Boli telah menyukai fotografi sejak SMA. Pada tahun 2013, ia bergabung sebagai anggota Spektrum, Unit Fotografi Unpad Angkatan XVI dan pernah dipercaya sebagai Ketua UKM tersebut. Boli juga pernah menggelar pameran bersama sepuluh orang anggota Spektrum lainnya di Gedung Indonesia Menggugat Bandung dengan tajuk “Pameran Senin Kelima; Self Expressions!” tahun 2015. Ketertarikan akan fotografinya juga dikembangkan dengan bergabung bersama Persma Genera Fakultas Pertanian Unpad sebagai Videografer. Saat ini, Boli aktif sebagai fotografer lepas dan bergabung dalam tim Sounds From The Corner sebagai videographer, sembari menyelesaikan tugas akhirnya di Fakultas Pertanian Unpad.

Dinda Tamara Putri

Lahir di kota Jakarta dan terbiasa hidup berpindah dari kota satu ke kota lainnya. Dinda memulai hobi ‘cekrek-cekrek’ pada saat menjadi siswi di SMA yang berada di Jambi. Hobi jalan-jalan pun dimilikinya sejak menjadi mahasiswi Universitas Padjajaran. Dinda aktif di Spektrum sejak tahun 2013 dan dipercaya menjadi Koordinator Divisi Eksternal pada tahun 2015. Selain itu, Dinda juga menjadi anggota Pers Mahasiswa DIPAN angkatan II sampai sekarang. Dinda pun pernah terlibat langsung menjadi fotografer pada seremonial Pembukaan dan Penutupan PON XIX Jawa Barat tahun 2016. Mencoba hal baru adalah suatu tantangan yang menyenangkan baginya.

78


Hari Oktarini

Biasa disapa Arri sudah menyenangi dunia fotografi sejak di bangku SMA, walaupun hanya untuk sekedar mendokumentasikan segala hal yang menyenangkan yang dia lalui tapi membuka gerbang baginya untuk benarbenar terjun ke dunia potret-memotret ini. Gadis kelahiran 13 Oktober 1994 tersebut sempat menjadi bagian tim Dokumentasi PMB Fakultas Ilmu Komunikasi dan berbagai tim Dokumentasi dalam berbagai acara yang dia ikuti, saah satunya gelaran Instameet Spetrum 2015 lalu. Foto jurnalistik menjadi kesukaannya walau masih mengusahakan estetika agar semua foto-fotona tetap indah dipandang mata. Menjadi bagian dari Spektrum sejak 2013 sampai sekarang. Foto-foto karyanya bisa dilihat disudut-sudut kamar kos lantai 3 miliknya.

Laila Rachmawati

Lahir di sebuah kota kecil di Kalimantan, Sintang pada tanggal 7 Februari 1995. Gadis yang lebih akrab disapa Rara ini menyukai fotografi sejak ia duduk dibangku kuliah tahun 2013 dan akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan Spektrum, Unit Fotografi Unpad angkatan XVI dan pernah dipercaya menjadi sekretaris periode 2014-2015. Untuk menyalurkan hobinya ini ia kerap kali mengikuti kepanitiaan seperti PRABU, OOTRAD 8 dan lain-lain sebagai tim dokumentasi. Saat ini, ia bergabung dengan Alableo.Inc dan Kost-Hunt sebagai Videoeditor dan Marketing Graphic Designer dan sedang berjuang untuk menyelesaikan tugas akhirnya sebagai mahasiswa jurusan Manajemen Komunikasi.

Teguh Kurniawan

Mahasiswa semester akhir di jurusan Administrasi Perpajakan. Ia lahir di Kota Bandung pada tanggal, 19 mei 1996 dari kedua orang tuanya berasal dari Sumatra Barat (Bukittinggi). Sebenarnya ia adalah pemain Basket di SMA dan di jurusan FEB, dan mengenal fotografi sekedar untuk hobi sejak berseragam Putih Abu-abu dan terus berlanjut di tempat dia kuliah sekarang. Teguh adalah salah satu anggota SPEKTRUM unit Fotografi Unpad dari angkatan XVIII di akhir tahun 2014 dan sekarang dia di percayai menjadi koordinator Internal SPEKTRUM. Sebelumnya ia pernah menggelar pameran bertajuk “AKU� di UKM tersebut. Kesibukannya saat ini, ia menjadi fotografer website www.nyikreuh.com dan menyelesaikan Studi akhirnya di Unpad.

79


80


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.