JURNAL EKSPRESI SENI Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni ISSN: 1412–1662 Volume 16, Nomor2,November2014, hlm. 168-335
Terbit dua kalisetahun pada bulanJuni dan November.Pengelola Jurnal Ekspresi Seni merupakan subsistemLPPMPPInstitut Seni Indonesia(ISI) Padangpanjang. Penanggung Jawab Rektor ISI Padangpanjang Ketua LPPMPP ISI Padangpanjang Pengarah KepalaPusat Penerbitan ISI Padangpanjang Ketua Penyunting Dede Pramayoza TimPenyunting Elizar Sri Yanto Surherni Roza Muliati Emridawati Harisman Rajudin Penterjemah Adi Khrisna Redaktur Meria Eliza Dini Yanuarmi Thegar Risky Ermiyetti Tata Letak danDesainSampul Yoni Sudiani Web Jurnal Ilham Sugesti ______________________________________________._________________________________ Alamat Pengelola Jurnal Ekspresi Seni:LPPMPP ISI Padangpanjang Jalan Bahder JohanPadangpanjang27128, Sumatera Barat; Telepon(0752) 82077 Fax. 82803, e-mail;red.ekspresiseni@gmail.com Catatan.Isi/Materi jurnal adalah tanggung jawab Penulis. Diterbitkan oleh Institut Seni Indonesia Padangpanjang
JURNAL EKSPRESI SENI Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni ISSN: 1412–1662 Volume 16, Nomor2,November2014, hlm. 168-335
DAFTAR ISI PENULIS
JUDUL
HALAMAN
Aji Windu Viatra & Slamet Triyanto
Seni Kerajinan Songket Kampoeng Tenun di Indralaya, Palembang
168- 183
Nofroza Yelli
Bentuk Pertunjukan Saluang Orgen dalam Acara Baralek Kawin di Kabupaten Solok
184-198
Evadila
Merefleksikan Kaba Anggun Nan Tongga Melalui Koreografi “Pilihan Andami”
199–218
Nurmalinda
Pertunjukan Bianggung Ditinjau di Kuala Tolam Pelalawan: Tinjauan Musikal dan Ritual
219–238
Mukhsin Patriansyah
Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce Karya Patung Rajudin Berjudul Manyeso Diri
239–252
Nike Suryani
Tubuh Perempuan Hari Ini Melalui Koreografi “Aku dan Sekujur Manekin”
253–269
Nora Anggarini & Nursyirwan
Kreativitas Seniman Salareh Aia (Agam) dalam Pengembangan Musik Ronggeang Rantak Saiyo
270–284
Dede Pramayoza
Penampilan Jalan Kepang di Sawahlunto: Sebuah Diskursus Seni Poskolonial
285–302
Yulimarni & Yuliarni
Suntiang Gadang dalam Adat Masyarakat Padang Pariaman
Perkawinan
303–313
Pandu Birowo
Teater ‘Tanpa-Kata’ dan ‘Minim-Kata’ di Kota Padang Dekade 90-An dalam Tinjauan Sosiologi Seni
314–335
_____________________________________________________________________________ Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49/Dikti/Kep/2011 Tanggal 15 Juni 2011 Tentang Pedoman Akreditasi Terbitan Berkala Ilmiah. JurnalEkspresi SeniTerbitan Vol.16, No.2 November2014Memakaikan Pedoman Akreditasi Berkala Ilmiah Tersebut. i
SENI KERAJINAN SONGKET KAMPOENG TENUN DI INDRALAYA, PALEMBANG Aji Windu Viatra Slamet Triyanto Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Ilmu Pemerintahan dan Budaya Universitas Indo Global Mandiri Palembang. w1ndoe@yahoo.com ABSTRAK Kain songket tradisional Palembang merupakan warisan budaya yang digunakan pada kegiatan tradisi tertentu, seperti busana tradisional adat Sumatera Selatan, upacara pernikahan, marhaba (peresmian nama dan pencukuran anak atau ucapan selamat datang), dan digunakan oleh masyarakat Sumatera Selatan diberbagai kepentingan luar kegiatan adat. Songket saat ini, tidak hanya terdapat di kota Palembang, namun telah berkembang hampir ke semua daerah di Sumatera Selatan, seperti di Kampoeng Tenun Indralaya. Keberadaan Kampoeng Tenun Indralaya merupakan wujud nyata dalam perkembangan seni kerajinan tenun songket. Seni Kerajinan Songket Kampoeng Tenun Indralaya, menggunakan pendekatan multidisplin, yakni pendekatan sejarah, sosiologi, dan estetika.Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan analisis deskriptif analitik. Ragam hias songket dalam perkembangannya, menuntut para perajin tenun untuk memiliki kemampuan dalam menciptakan ragam hias songket yang baru, sebagai ciri khas atau identitas songket yang berasal dari Kampoeng Tenun Indralaya. Kata kunci: Tenun Songket Palembang, Kampoeng Tenun Indralaya. ABSTRACT Traditional songket clothes in Palembang is a cultural heritage which has been used in certain tradition activities, such as the custom of traditional clothing which comes from South Sumatera, wedding ceremony, marhaba (important ceremony of giving baby’s name or baby shearing and welcome ceremony). It is used by people in South Sumatera society in various necessity of activities in non-cultural environtment. Nowdays, songket does not only find in Palembang, but also it has grown in every area of South Sumatera, for example as Kampoeng Tenun Indralaya. The existence of Kampoeng Tenun Indralaya is a kind of concrete form of handycraft songket development. Songket Kampoeng Tenun Indralaya Palembang uses multidiscipline approaches, such as history, sociology, and aeshthetic aprroches. The research method used is a qualitative method by using the analytical of descriptive analysis approaches. The various features of songket force the people’s their ability in creating the various kind of features of new songket, as a symbol as a characteristic or type of songket identity’s which comes from Kampoeng Tenun Indralaya.
168
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
Key words: Palembang Songket, Kampoeng Tenun Indralaya.
kerajinan tenun dan disebut juga
PENDAHULUAN Indonesia adalah negara yang memiliki
wilayah
strategis
dalam
sebagai
Kampoeng
Pengembangan
Tenun.
kerajinan
tenun
perdagangan Asia Tenggara, sejak
songket
ratusan tahun yang lalu.Perdagangan
pemerintah daerah dan instansi swasta,
secara
dilakukan
dalam memajukan usahakecil dan
melalui hubungan antar negara-negara
menengah dalam sektor perekonomian
Asia dan Eropa, seperti India, China,
yang berupa peminjam modalyang
Arab, Portugis dan Belanda.Hubungan
bersifat lunak. Semua itu dilakukan
perdagangan ini telah merasuk ke
oleh
ranah yang meningkatkan cipta dan
masyarakatpengrajin tenun
kreasi seni kerajinan di beberapa
daerah ini lebih maju dan kreatif
wilayah Indonesia, khususnya seni
dalam
kerajinan
melestarikan kebudayaan yang ada.
langsung
telah
Tenun.Para
penenun-
penenun Indonesia telah menghasilkan
sering
pemerintah
Berdasarkan menurut
dengan berbagai hiasannya.Corak seni
bahwa
kerajinan
tenunsongket
Indonesiadibuat
oleh
daerah
agar songket
mengembangkan
seni tenun yang berkualitas baik
tenun
dibantu
Yudhy corak
dan
catatan
sejarah
Syarofie
(2007)
ragam
hias
sebahagian
kain besar
berupa ikatlungsi, sedangkan motif
dipengaruhi oleh budaya dari negara
atau ragam hias disesuaikan dengan
China dan India, sertabudaya Hindu,
keadaan
Budha,
bahkan
alam,lingkungan kadang
sekitar,
disesuaikan
pula
dengan situasi dankondisi pemakai. Palembang sebagai salah satu
dan
perjalan
Islam.Namun
waktu
kerajinan
dalam tenun
songket telah dianggap menjadihasil kebudayaan
bangsa
Indonesia
kota penghasil kerajinan tenun di
khususnya
Indonesia, memiliki tradisi menenun
kerajinan Songket adalah karya tenun
sejak ratusan tahun lalu. Kabupaten
yang tidak dapatdipisahkan dari Alat
Ogan Ilir (OI), Kota Indralaya juga
Tenun Bukan Mesin (ATBM). Jenis
dikenal sebagai daerah penghasil seni
tenunan ini selalu melalui proses
daerah
Palembang.Seni
169
Aji Windu Viatra & Slamet Triyanto, Seni Kerajinan Songket Kampoeng Tenun di Indralaya Palembang
pembuatan yang cukup lama, hampir
PEMBAHASAN
lebih kurang satu bulan untuk satu
Seni Kerajinan Palembang
kain. Sebagaimana diketahui bahwa pekerjaanmenenun
ini
Tenun
Songket
merupakan
kepandaian yang telah diwariskan dari generasi
kegenerasi
secara
informal.Keterampilan
yang
diwariskan tidak hanya menjalankan alat tenun tetapijuga penerapan motifmotif yang telah ada sebelumnya. Motif-motif simbolis
ini
mengandungarti
dalam
hubungannya
kehidupan
dengan
dan
lingkungan
Gambar 1. .Kain tenun Songket Palembang, koleksi Nirmala Songket (Foto: Aji Windu Viatra & Slamet Triyanto, 2014)
hidup sehari-hari. Motivasi bertenun
Seni kerajinan tenun songket
saatini bukan hanya sebagai ekspresi
merupakan warisan budaya bangsa
seni
Indonesia,
tetapi
lebih
cenderung
berorientasi ke pasar.
ini
kontinuitas
kain
telah
ada
sejak
beberapa abad yang lalu .Kapan
Berdasarkan uraian di atas maka penelitian
yang
mengkaji
sampai saat ini belum ada catatan
songket
resmi. Yudhi Syarofie (2007:13-14)
Indralaya,
dalam bukunya “Songket Palembang:
Palembang. Hal yang menarik untuk
Nilai Filosofis, Jejak Sejarah, dan
diungkapkan
Tradisi�
Kampoeng
mengkaji
akan
tepatnya waktu songket diciptakan,
tenun
Tenun
adalah serta
bagaimana menganalisis
menguraikan
ada
dua
pendapat proses hadirnya songket.
keberlangsungan dan perkembangan
Pertama,
songket Palembang melalui beberapa
Palembang sejak ratusan tahun yang
pendekatan yang relevan.
lalu, semasa
songket
telah
ada
di
Kerajaan Palembang
sebelum dikenal Kesultanan (14551659), dan Kesultanan Palembang Darussalam
(1659-1823),
yang
digunakan oleh Raja atau Sultan dan
170
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
kerabat Keraton. Pendapat kedua, songket lahir jauh sebelum masa Kesultanan Palembang, yaitu masa Kerajaan Sriwijaya, terutama pada masa
peralihan
Sriwijaya-Kerajaan
Palembang (abad ke-13 hingga ke-15), perkembangan
kerajinan
tenun
songket ini semakin pesat, seiring dengan
majunya
perdagangan
Gambar 2. Kain tenun Songket Palembang jenis Lepus, koleksi Nirmala Songket (Foto: Aji Windu Viatra, 2014)
internasional di Kerajaan Sriwijaya. Posisi
sentral
Kerajaan
Sriwijaya
Songket adalah kain mewah
sebagai pusat perdagangan menjadikan
yang aslinya memerlukan sejumlah
interaksi dengan berbagai bangsa pun
emas asli untuk dijadikan benang
berlangsung sedemikian rupa. Namun
emas,
tidak hanya perdagangan yang menjadi
menjadi kain yang cantik.Tambang
faktor utamanya, melainkan adanya
emas
persilangan
pedalaman
budaya
yang
saling
kemudian
di
ditenun
Sumatera Jambi
tangan
terletak dan
di
dataran
pengaruh yang memberikan dampak
tinggi Minangkabau.
besar dalam
benang emas ditemukan di reruntuhan
songket
perkembangan tenun
Palembang.
Sejarah
Meskipun
dan
situs Sriwijaya di Sumatera, bersama
kebudayaan Palembang dari kejayaan
dengan batu mirah delima yang belum
masa lampau tercermin pada kain
diasah, serta potongan lempeng emas,
songket, arsitektur rumah adat, bentuk
hingga kini belum ada bukti pasti
ukiran–ukiran kayu, perhiasan logam
bahwa
emas, dan perak yang tetap bertahan
menggunakan benang emas awal tahun
hingga saat ini.
600-an hingga 700-an masehi, songket
penenun
lokal
telah
mungkin dikembangkan pada kurun waktu yang kemudian di Sumatera (Susan
Rodgers:
Palembang
2007).
merupakan
Songket
salah
satu
songket terbaik di Indonesia baik
171
Aji Windu Viatra & Slamet Triyanto, Seni Kerajinan Songket Kampoeng Tenun di Indralaya Palembang
diukur dari segi kualitasnya, bahkan
karakter yang unik dengan tenun
sering disebut "Ratu Segala Kain".
songket lainnya.Hal tersebut dapat
Kata songket berasal
dari
istilah sungkit dalam bahasa Melayu dan bahasa yangberarti
diamati pada mutu bahan, ragam hias, fungsi, dan warna kain tenun songket.
Indonesia,
"mengait"
atau
"mencungkil".Hal ini berkaitan dengan
Kampoeng Indralaya
Tenun
Songket
metode pembuatannya, mengaitkan
Perkembangan songket, tidak
dan mengambil sejumput kain tenun,
hanya terjadi di lingkungan Kerajaan
dan kemudian menyelipkan benang
dan wilayah Kota Palembang, tetapi
emas.Songket juga mungkin berasal
juga
dari
masyarakat Sumatera Selatan.Kegiatan
kata songka,
songkok
telah
berbaur
di
dalam
khas Palembang yang
menenun tersebut sudah ada jauh masa
dipercayapertama kalinya kebiasaan
sebelum Kerajaan Palembang, kala itu
menenun
benang
secara teknis penenunan dilakukan
lain
dengan tenun ikat. Pertemuan antar
menyusun
budaya Palembang dan budaya lain
dengan
emas.Songket
arti
kata
menyungkit,
pekerjaan
benang pakan dan benang lungsi
menghasilkan
perpaduan
melalui proses menenun dengan cara
pengembangan
kreasi
tradisional. Menurut Suwarti Kartiwa
bahan songket.Bahan pakan benang
(1996:8), songket adalah kain yang
sutra dipadukan dengan benang emas
ditenun dengan menggunakan benang
sebagai penghiasnya. Usaha bertahan
emas atau benang perak dan dihasilkan
hidup dengan terpaksa ini, menjadi
dari
proses
daerah-daerah
tertentu
saja,
seperti songket Palembang, songket Minangkabau, songket Samarinda, dan
terciptanya
dalam
pengolahan
songket
untuk
khalayak umum. Berdasarkan Syarofie (2007),
songket Bali. Seni kerajinan tenun
menyebutkan
songket di setiap daerah wilayah
songket secara terbuka dimulai di
Indonesia
yang
kawasan 30 Ilir, Palembang. Proses
beraneka ragam, di setiap daerah
pembuatan dan penjualan songket
memiliki perbedaan dan karakter-
terus berkembang dari satu tempat ke
memiliki
jenis
bahwa
penjualan
172
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
tempat
lain,
bersama
kawasan
penduduk, perpindahan tempat dari
Kelurahan 32 Ilir, 12 Ulu, 13 Ulu, dan
satu desa ke desa lain, kekaguman
14 Ulu. Pada tahun 1996, Pemerintah
terhadap produk songket, pemberian
Kota
hadiah dalam sikap saling hormat-
Palembang
kawasan
tersebut
mencanangkan menjadi
sentra
kerajinan tenun songket Palembang.
menghormati, warga yang melakukan perantauan ke daerah lain, pernikahan,
Seiring waktu perkembangan
pendidikan non formal, pertukaran
dan penyebaran songket tidak hanya
barang (barter), sebagai satu-satu cara
berkisar di kota Palembang saja, saat
untuk memenuhi kebutuhan keluarga,
ini songket telah terdapat di daerah-
keinginan
daerah sekitar Palembang hingga ke
kebutuhan ekonomi keluarga.
desa-desa yang lebih jauh. Masyarakat
untuk
Pertumbuhan
meringankan
seni
kerajinan
Sumatera telah mengenal kerajinan
tenun songket di Indralaya, Kabupaten
tenun.Produk tenun berupa kain yang
Ogan Ilir mengalami pasang surut
dibuat dari benang kapas, didukung
dengan kondisi sosial dan ekonomi di
oleh
subur.
wilayah tersebut. Berdasarkan kisah-
Tanaman kapas yang dimanfaatkan
kisah para tokoh masyarakat dan para
untuk dijadikan benang sebagai bahan
perajin tenun Indralaya, kerajinan
tenun, menjadi salah satu penopang
tenun songket hanya diproduksi oleh
hidup mata pencaharian dengan cara
keluarga-keluarga tertentu saja, masih
bertani.
banyak
kondisi
alam
yang
Kegiatan
menenun
masyarakat
Indralaya
sebelumnya dibuat untuk keperluan
mengandalkan hasil perkebunan dan
pakaian yang berfungsi sebagai benda
pertanian.Pertumbuhan
pakai
dengan
Keahlian temurun
wujud
menenun ini,
penduduk
kain
biasa.
yang meningkat secara pesat, lahan
secara
turun
pertanian dan perkebunan yang mulai
berkembang
dengan
sempit,
serta
kesulitan
mencari
perpaduan antara masyarakat kota dan
pekerjaan tetap, memberikan dampak
masyarakat desa. Faktor-faktor yang
buruk dalam memenuhi kebutuhan
mendukung terjadinya perubahan dan
keluarga.Masyarakat Indralaya banyak
perkembangan tersebut, antara lain
yang merantau ke kota-kota besar dan
hubungan perdagangan, pertumbuhan
ke luar negeri hanya untuk mencari
173
Aji Windu Viatra & Slamet Triyanto, Seni Kerajinan Songket Kampoeng Tenun di Indralaya Palembang
pekerjaan tetap, namun tidak sedikit
Pinang. Para perajin-perajin ini banyak
yang kembali dari perantauan dengan
yang memproduksi songket sesuai
hasil yang kurang memuaskan.
dengan pesanan dari kota Palembang
Tingginya
akan
dan daerah sekitarnya. Jumlah produk
kebutuhan kain tenun songket menjadi
songket yang sangat terbatas menjadi
titik tolak awal dalam perkembangan
salah satu kendala dalam memenuhi
songket
Keahlian
permintaan konsumen. Salah satu
menenun yang diwariskan secara turun
penyebabnya adalah proses pembuatan
temurun,
oleh
songket yang membutuhkan waktu
meskipun
yang lama antara 1-2 bulan, dan sistem
semangat ini masih hanya dilakukan
kerja yang kolektif dalam proses
oleh beberapa warga saja.Para perajin
menenun memerlukan waktu saling
di Kabupaten Ogan Ilir cukup banyak
menunggu. Di antara para perajin
dan menyebar hampir di seluruh desa-
tahapan proses menenun tidak semua
desa. Di Kecamatan Indralaya, seperti
para perajin yang menguasai semua
Desa
Desa
teknik membuat songket, seperti tahap
Tanjung Seteko, Desa Sudi Mampir,
pencelupan, tahap mencukit motif,
Desa Penyandingan, Desa Talang Aur,
tahap menenun, dan tahapan finishing,
Desa Tunas Aur, Desa Ulak Bedil,
kecuali tahapan menenun hampir rata-
Desa Saka Tiga, Desa Tanjung Sejaro,
rata para perajin di setiap desa
Desa Tanjung Agung, Desa Tanjung
menguasai teknik menenun. Mereka
Agung, Desa Lubuk Sakti, Desa
hanya mengandalkan pesanan yang
Tanjung Gelam, Desa Ulak Segelung,
datang, baru kemudian memproduksi
terdapat para perajin tenun songket.
songket,
jika
Desa-desa
songket
mereka
di
permintaan
Indralaya.
diasah
masyarakat
kembali
Indralaya
Muara
Penimbung,
di
Kecamatan
daerah
tidak pun
ada
pesanan
menganggur
sekitar Indralaya pun terdapat juga
kembali, keterbatasan modal menjadi
para perajin tenun songket, seperti
salah
Kecamatan
Pemulutan,
Kecamatan
mengembangkan songket, baik dari
Pemulutan
Barat,
Kecamatan
bahan, teknik dan ragam hias songket.
Pemulutan
Selatan,
Kecamatan
Tanjung Raja,
Kecamatan Sungai
satu
kendala
Perkembangan
songket
dalam
dan
peningkatan ekonomi yang paling
174
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
dirasakan oleh para perajin tenun di
program
Indralaya, yakni ketika masuknya
peningkatan ekonomi kerakyatan, seni
bantuan
kerajinan tenun songket yang disebut
pinjaman
modal
yang
kemitraan
dalam
usaha
diberikan oleh PT. Bank Negara
Kampoeng
Indonesia (BNI) Palembang sekitar
Menteri Koordinator Perekonomian
tahun
Republik Indonesia, Ir. M. Hatta
2009.
Sebelumnya
terdapat
BNI,
diresmikan
oleh
pihak-pihak yang telah ikut berperan,
Rajasa.
seperti
menjadi pusat kegiatan seni kerajinan
Dinas
Perindustrian
dan
Desa
Perdagangan (Disperindag) Kabupaten
tenun
OI,
sekitarnya.
Dewan
(Dekranas)
Kerajinan Kabupaten
Universitas
Sriwijaya,
Nasional OI,
dan
songket
Indralaya
Muara
Penimbung
meliputi
Kampoeng semakin
desa-desa BNI
dikenal
di oleh
dalam
daerah-daerah sekitar dan di kota
membantu dan mengembangkan seni
Palembang, bahkan hampir ke seluruh
kerajinan tenun songket, baik melalui
Nusantara. Desa-desa yang termasuk
pelatihan, pendidikan, dan bantuan
dalam kawasan sentra seni kerajinan
modal, namun hasilnya kurang mampu
tenun songket meliputi Desa Muara
untuk meningkatkan daya taraf hidup
Penimbung, Desa Sudi Mampir, Desa
para perajin. Banyak berbagai pihak
Talang
yang menilai program-program yang
Bedil.Meskipun
dilakukan oleh pihak-pihak tersebut
hanya dipusatkan di Desa Muara
dilakukan dengan pendekatan yang
Penimbung sebagai pusat kegiatan,
tidak
namun
sesuai
dengan
budaya
Aur,
dan
Desa
Kampoeng
kenyataannya
Ulak Tenun
kegiatan
masyarakat setempat dan sering kali
menenun mencakup hampir seluruh
salah sasaran dalam hal pemberian
desa di Kabupaten Ogan Ilir.Seiring
materi pelatihan dan dana bantuan
waktu desa-desa tersebut lebih dikenal
modal.
dengan “Kampoeng Tenun�. Pada tanggal 11 februari 2010,
atas kerjasama Pemerintah Propinsi Sumatera
Selatan,
Pemerintah
Kabupaten Ogan Ilir, BNI, dan Cita Tenun Indonesia (CTI) membentuk
175
Aji Windu Viatra & Slamet Triyanto, Seni Kerajinan Songket Kampoeng Tenun di Indralaya Palembang
dari bantuan dan binaan BNI ini, memberikan
semangat
bagi
para
perajin untuk mengembangkan usaha mereka.Selama ini, para perajin hanya mengambil
upah
pemesan.Sekarang
menenun
dari
dengan
adanya
bantuan tersebut mereka mampu untuk Gambar 3. Galeri Kampoeng Tenun Indralaya (Foto: Aji Windu Viatra, 2012)
membuka usaha secara mandiri.
Kampoeng Tenun Indralaya
Kontinuitas Songket Tenun Indralaya
Kampoeng
semakin berkembang dan meningkat
Keberadan seni kerajinan tenun
dengan pesat, banyaknya pesanan
songket telah menghadirkan warna
songket dari luar daerah, baik dari
baru di kehidupan sosial budaya
Sumatera Selatan bahkan dari daerah
masyarakat
propinsi lain dan pengunjung yang
Indralaya. Menenun telah dilakukan
datang ke tempat tersebut, memesan
turun-temurun,
secara langsung ke para perajin tenun
penuh penjiwaan dan menjadi bagian
dan
hidup
mendapatkan
pesanan
dari
Kampoeng
Tenun
dilakukan
mereka.
Produk
dengan
songket
propinsi lain bahkan mancanegara.
Kampoeng Tenun Indralaya sangat
Kain songket dari Kampoeng Tenun
bervariasi, baik jenis, ukuran, dan
Indralaya telah mampu menembus
bahannya,
pasar
dengan
ketiga
benua,
antara
lain
serta
daerah
mampu
bersaing
penghasil
songket
Mumbai (India), London (Inggris),
lainnya. Beberapa hasil produksisudah
Milan
memasuki
(Italia)
dan
Amerika.
pasar
nasional
dan
Sehubungan dengan hal ini, menuntut
internasional, bahkan terdapat juga
kinerja yang lebih baik terhadap para
para pembeli yang datang langsung ke
perajin tenun, dengan peningkatan
lokasi para perajin tenun songket
mutu kain tenun songket dari segi
tersebut.
kualitas bahan, inovasi motif songket, dan mengemas tampilan gaya songket
Perkembangan Palembang,
semakin
songket berkembang
agar lebih menarik pembeli. Dampak 176
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
mengikuti
permintaan
pasar
dan
berdampak
makin
berkembangnya
berubah fungsi sebagai benda pakai
bentuk, fungsi, teknologi, dan nilai
atau hiasan. Ada beberapa kendala
estetik. Perubahan tersebut merupakan
yang
dalam
hasil dari akulturasi,pengaruh dari luar
yakni
lingkup wilayahnya yang menciptakan
cukup
memenuhi
mendasar
kondisi
permasalahan
tersebut
untuk
menciptakan
proses
terjadinya
perubahan.
motif-motif songket baru dan kuantitas
Perubahan itu adalah inovasi gagasan
produk
Masyarakat
dan nilai, teknik-teknik atau aplikasi
kampoeng tenun Indralaya, saat ini
baru dalam teknologi dan seni.Sejalan
selalu
dengan kenyataan tersebut Gustami
songket.
berkeinginan
melakukan
eksperimen dan menciptakan motif-
(2000:103)
motif yang dapat menunjukan identitas
pergeseran nilai sudah terjadi sesuai
songket
Tenun
dengan perubahan dan perkembangan
Indralaya, namun masih dibayangi
zaman. Suatu realitas yang tidak
oleh kekhawatiran tidak memiliki nilai
mungkin
jual di pasaran. Permintaan jumlah
berpengaruh
produk kain songket dalam skala
eksistensi seni kriya dan kerajinan.
khas
Kampoeng
besar, seringkali sulit untuk dipenuhi
mengatakan
dihindari,
bahwa
dan
langsung
Perubahan
itu
terhadap
yang
paling
oleh para perajin,disebabkan sistem
dirasakan
kerja
memang
tenun di Indralaya, ketika masuknya
membutuhkan waktu yang lama, 1
bantuan pinjaman modal dan binaan
hingga 2 bulan untuk menyelesaikan
yang diberikan oleh BNI cabang
satu set kain tenun songket.
Palembang dan CTI pada tahun 2010.
tradisional
yang
masyarakat
dan
perajin
Kampoeng Tenun Indralaya,
Banyak pihak-pihak yang juga telah
awalnya hanya memproduksi kain
ikut berperan, seperti Disperindag
tenun yang sangat sederhana dan
Kabupaten OI, Dekranas Kabupaten
berfungsi sebagai benda pakai. Seiring
OI, dan perguruan tinggi Universitas
waktu,
Sriwijaya,
kegiatan
ini
mendapatkan
dalam
mengembangkan
pengaruh yang datang dari dalam
seni kerajinan tenun songket melalui
maupun
pelatihan, pendidikan, dan bantuan
luar
sehingga
berubah
menjadi kain tenun songket. Hal ini
modal.
Namun
dampak
yang
177
Aji Windu Viatra & Slamet Triyanto, Seni Kerajinan Songket Kampoeng Tenun di Indralaya Palembang
dihasilkan masih kurang memberikan perubahan ke arah yang lebih baik. Banyak berbagai pihak yang menilai
Teknik
Cukit Celup/cece p Tenun ATBM
Fungsi
Kain Sarung Kain Selendang Tanjak
Bahan
Benang Emas Benang Perak Benang Sutera Benang Katun
program-program yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut dilakukan dengan pendekatan yang tidak sesuai dengan budaya
masyarakat
setempat
dan
sering kali salah sasaran dalam hal pemberian materi pelatihan dan dana bantuan modal.
Gambar 4. Jenis-jenis kain tenun Songket Kampoeng Tenun Indralaya Palembang, dengan pengembangan motif dan perubahan bahan. (Foto: Aji Windu Viatra, 2014)
Perubaha n
Bentuk
Tahun 2000-2008 Kain tenun
Ukuran
Standar
Motif
Lepus Tawur Limar
Warna
Merah Kuning Ungu Hijau
Tahun 2008-2011 Kain dan Pakaian Tidak standar Lepus Tawur Limar Tretes Mender Bungo Pacik Berante Pulir Berakam Kombinasi Merah Kuning Ungu Hijau
Biru Oranye Warnawarna Alam Cukit Celup/cecep Tenun ATBM Jahit Bordir Kain Sarung Kain Selendang Tanjak Syal Sajadah Taplak Hiasan Dinding Kemasan Produk Tas Dompet Sepatu Perlengkapa n Interior Benang Emas Benang Perak Benang Sutera Benang Katun Nilon Poliester Filamen sintetis
Tabel 1. Perubahan songket di Kampoeng Tenun Indralaya
Kontinuitas
dan
perubahan
songket Kampoeng Tenun Indralaya yang terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor
yaitu
eksternal.
faktor
Proses
internal
perubahan
dan yang
mempengaruhi yakni budaya, perajin tenun, institusi-institusi pemerintah,
178
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
lembaga akademi, dan perusahaan atau
mengekspresikan curahan dalam hati
lembaga
secara pribadi, karya seni dihadirkan
swasta.
Perubahan
seni
kerajinan tenun songket terjadi pada
untuk
bentuk,
kebutuhan-kebutuhan
motif,
warna,bahan
ukuran,
teknik,
material,
dan
kebutuhan
mengenai
sosial,
dan
fisik
kita
barang-barang
dan
fungsi.Masyarakat Kampoeng Tenun
bangunan yang bermanfaat. Feldman
Indralaya
telah
menguraikan fungsi seni menjadi tiga
kreasi
warna-warna
berhasil
membuat dengan
bagian,
yaitu:
fungsi
personal
menggunakan dari bahan alami.Hasil
(personal function of art), fungsi sosial
dari
songket
(the social function of art), dan fungsi
Kampoeng Tenun Indralaya dapat
fisik (physical function of art).Fungsi
diamati melalui meningkatnya tingkat
personal berkaitan dengan pemenuhan
taraf kehidupan sosial, budaya, dan
kepuasan jiwa pribadi dan minat
ekonomi masyarakat khususnya para
individu, fungsi sosial berhubungan
perajin
songket.Infrastruktur
dengan tujuan sosial, ekonomi, budaya
desa yang kian diperindah, seperti
dan kepercayaan, sedangkan fungsi
jalan yang diperbaiki, listrik masuk
fisik berurusan dengan pemenuhan
desa,
kebutuhan
praktis,
dapat
arsitektur,
desain
kerajinan
berkembangnya
tenun
pembangunan
rumah
galeri
songket, dan tempat ibadah.
meliputi dan
industri. Perwujudanketiga fungsi seni Fungsi Seni Songket Kampoeng Tenun Indralaya
itu seringkali berkaitan, sebagai satu kesatuan yang utuh dan padu.
Kerajinan tenun songket, lebih banyak
diproduksi
berdasarkan
Fungsi Personal
pesanan. Namun di beberapa daerah di Sumatera
Selatan,
tenun
Kampoeng
masih
Tenun Indralaya, merupakan suatu
tertentu.
komunitas seni yang terdiri dari
Feldman (1967:3), menjelaskan bahwa
individu-individu kreatif.Para perajin
fungsi-fungsi
yang bertujuan
sebagai mahluk sosial telah dibuktikan
untuk memuaskan, yaitu fungsi seni
oleh mereka dengan ikatan kerja,
sebagai kebutuhan individu dalam
ikatan
memiliki
songket
Perajin
fungsi-fungsi
seni
yang
mencerminkan
rasa
179
Aji Windu Viatra & Slamet Triyanto, Seni Kerajinan Songket Kampoeng Tenun di Indralaya Palembang
persaudaraan ini diwujudkan dalam
keluarga dengan keluarga lain, saling
produk
songket.
memberikan buah tangan atau hadiah
Songket merupakan hasil dari kerja
atas ucapan terima kasih, atau suatu
kolektif para perajin, dimulai dengan
tindakan
proses kerja persiapan alat-alat tenun,
membantu keluarga tersebut.
kerajinan
tenun
tertentu
yang
sangat
pengolahan bahan, perancangan motif, penenunan motif, dan penyelesaian
Fungsi Sosial
akhir hingga berwujud songket yang siap
pakai,
serta
Seni kerajinan songket, yang
sampai
dihasilkan oleh para perajin tenun
pemasarannya. Para perajin tidak bisa
Kampoeng Tenun Indralaya secara
lepas
fungsi sosial, diciptakan agar dapat
dari
dukungan-dukungan
personal tersebut.
diterima oleh masyarakat Sumatera
Perajin tenun sebagai mahkluk sosial,
tidak
tanpa
Nusantara, dan bahkan mancanegara.
dukungan manusia lain, dibutuhkan
Para perajin mempunyai harapan suatu
tata cara hidup dalam bermasyarakat
persepsi umum yang akan dapat
yang disebut dengan budaya.Manusia
menarik rasa simpatik dan menghargai
sebagai subjek yang terkait oleh satu
karya mereka. Setiap manusia yang
budaya,
alat
menciptakan suatu karya, akan selalu
subjek
lain
mengharapkan, ada suatu apresiasi
media
atau
atas hasil kerjanya. Hal tersebut juga
bahasa, dimana karya seni sebagai
berlaku bagi seniman dan perajin,
perwujudan
karya
maka
komunikasi
hidup
dibutuhkan
dengan
menggunakan
individu
bisa
Selatan, daerah-daerah propinsi di
sebuah
perasaan (Kartika,
dan
emosi
seni
yang diciptakan oleh
2004:31-32).
ungkapan ekspresi personal memiliki
Songket tidak hanya sebagai produk
fungsi sosial, yang bermanfaat untuk
yang memiliki fungsi pakai, juga
masyarakat.
memiliki fungsi sebagai alat untuk
Para perajin sebagai mahluk
berkomunikasi, seperti untuk saling
sosial, mempunyai tanggung jawab
hormat-menghormati dan mempererat
atas dirinya yang memiliki ikatan
rasa tali persaudaraan. Hal ini dapat
dengan
kita temui dalam hubungan satu
kerajinan tenun songket,merupakan
lingkungan
sosialnya.Seni
180
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
salah satu bentuk karya seni yang
sehari-hari.Karya seni yang dibuat
digunakan oleh masyarakat, maka
benar-benar merupakan kesenian yang
karya
berorientasi
ini
menunjukkan
fungsi
pada
kebutuhan
fisik
barang
itu
sosial.Fungsi sosial suatu karya seni,
selain
menurut
sendiri(Kartika, 2004: 33-34).
Feldman
(1967:
36-37),
diuraikan sebagai berikut, (1) karya
keindahan
Produk
songket
diciptakan
seni itu mencari atau cenderung
dengan bentuk dan kontruksi yang
mempengaruhi perilaku kolektif orang
terstruktur,
banyak: (2) karya itu diciptakan untuk
ketentuan yang berlaku.Perkembangan
dilihat atau dipergunakan, khususnya
songket
dalam situasi-situasi umum; dan (3)
Indralaya masih menganut pakem
karya seni itu mengeskpresikan aspek-
yang ada, namun saat ini telah
aspek tentang eksistensi sosial atau
mengalami
kolektif sebagai lawan dari bermacam-
pemakaian bahan benang yang banyak
macam pengalaman setiap individu.
dikombinasikan dengan bahan-bahan
disesuaikan
dari
dengan
Kampoeng
perubahan
Tenun
terhadap
lain, dan penambahan sentuhan pada akhir produk, seperti menambah bahan
Fungsi Fisik Fungsi
fisikdihubungkan
tambahan.Songket
dikenakan
dan
dengan penggunaan benda-benda yang
dipandang agar tampak nyaman di
efektif sesuai dengan kriteria kegunaan
mata, menyangkut dengan hal tersebut
dan efisiensi, baik penampilan maupun
songket perlu dirancang dengan efektif
permintaannya
dan efisien.
(Feldman,
71).Seni
kerajinan
memiliki
fungsi
bentuk
1967:
tenun fisik,
songket kegunaan
produk
PENUTUP
dengan
Seni kerajinan tenun songket
nilai
sebagai warisan budaya telah menjadi
berperan
bagian kehidupan dalam masyarakat
sebagai daya tarik songket.Fungsi
Sumatera Selatan. Perkembangan dan
pada suatu karya seni merupakan
penyebaran
kreasi
dapat
berkisar di kota Palembang saja, saat
praktis
ini songket dapat dijumpai di daerah-
mempertimbangkan estetisnya.Nilai-nilai
yang
digunakanuntuk
secara
ini
fisik
kebutuhan
songket
tidak
hanya
181
Aji Windu Viatra & Slamet Triyanto, Seni Kerajinan Songket Kampoeng Tenun di Indralaya Palembang
daerah sekitar Palembang, hingga ke
teknis menenunnya saja, melainkan
desa-desa yang lebih jauh, seperti di
sangat
Kabupaten
Ogan
Indralaya,
Ilir,
Kecamatan
Kampoeng
Tenun
Indralaya.
penting,
ketika
keahlian
tersebut
diiringi
dengan
apresiasi
proses
perancangan
motif-motif
songket baru, agar dapat berkembang
Perkembangan
songket
dan
dan menghasilkan ciri khas songket
peningkatan ekonomi yang paling
yang berasal dari Kampoeng Tenun
dirasakan oleh para perajin tenun di
Indralaya.
Indralaya, yakni ketika masuknya bantuan
pinjaman
modal
yang
diberikan oleh PT. Bank Negara Indonesia
(BNI)
Palembang
dan
binaan dari Cita Tenun Indonesia (CTI) sekitar tahun 2009.Songket yang diproduksi
oleh
para
perajin
Kampoeng Tenun Indralaya sangat bervariasi, baik jenis motif, ukuran, dan bahannya, serta mampu bersaing dengan
daerah
lainnya.Produk
penghasil songket
songket
Kampoeng
Tenun Indralaya sudah memasuki pasar
nasional
dan
internasional,
bahkan terdapat juga para konsumen yang datang langsung ke lokasi perajin tenun songket tersebut. Seni kerajinan tenun songket dari
Kampoeng
Tenun
Indralaya,
memiliki potensi besar dan bernilai tinggi
bagi
kemajuan
masyarakat
Indralaya. Ragam hias songket tidak hanya dipandang dari segi keahlian
KEPUSTAKAAN Feldmen, Edmun Burke. 1967. Art as Image and Idea. New Jersey: The University of Georgia.Prentice Hall, Inc. Englewood Clifss. Gustami, SP. 2000. Seni Kerajinan Mebel Ukir Jepara. Yogyakarta: Penerbit Kanisius ________. 2004. Proses Penciptaan Seni Kriya: Untaian Metodologis. Yogyakarta: PPS ISI Yogyakarta. Kartiwa, Suwati. 1989. Kain Songket Indonesia. Jakarta: Djambatan. ________. 2007. Ragam Kain Tradisional Indonesia, Tenun Ikat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Rodgers, Susan and Anne Summerfield, dkk. 2007. Gold Cloths of Sumatra: Indonesia's Songkets from Ceremony to Commodity. Netherland: Cantor Art Gallery, KITLV Press. Syarofie, Yudhy. 2007. Songket Palembang: Nilai Filosofis, Jejak Sejarah dan Tradisi. PemProv. Sum-Sel: Depdiknas, Sumatera Selatan. William, Raymond. 1981.Culture. Fortana Paperback, Glasgow.
182
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
KORAN HARIAN (3 Oktober 2009).“Berbagai Motif Songket Dihasilkan”. Sriwjaya Post, Palembang. (25 Februari 2011). “BNI Kucurkan Rp. 1,6 milliar”. Sriwijaya Post, Palembang. (25 Februari 2011). “Songket Kampoeng Tenun Mendunia”. Baturaja Region, Sriwijaya Post, Palembang. (1 Maret 2011). “Obsesi Majukan Produk Lokal”. Sriwijaya Post, Palembang. (28 September 2011). “Menjemput Peluang di Kampoeng BNI”. Media Indonesia, Jakarta. (12 Januari 2012).“BNI Fokus Industri Kreatif”. Sriwijaya Post, Palembang. (26 Januari 2012).“Kampung Tenun BNI Makin Maju”.Radar Palembang.
NARASUMBER Erwan Suryanegara, (50 thn), Budayawan dan Dosen, wawancara tanggal 9 Maret
2014 di Palembang, Sumatera Selatan. Ernawati, (47 thn), Pengurus Koperasi Tenun Songket Anggrek, wawancara tanggal 26 April 2014 di Desa Muara Penimbung, Indralaya, Sumatera Selatan. Fitria, (30 thn) Perajin Tenun Songket, wawancara tanggal 26 April 2014 di Desa Sri Banding, Indralaya, Sumatera Selatan. Hanafi, (60 thn), Tokoh Masyarakat, wawancara tanggal 30 Mei 2014 di Desa Sudi Mampir, Indralaya, Sumatera Selatan. Ju Akhir, (40 thn), Perajin Tenun Songket, wawancara tanggal 30 Mei 2014 di Desa Muara Penimbung, Indralaya, Sumatera Selatan. Muhammad Sani, (35 thn), Pengurus Koperasi Besi Emas, wawancara tanggal 30 Mei 2014 di Desa Limbang Jaya, Indralaya, Sumatera Selatan. Nirmala, (32 thn), Perajin Tenun Songket dan Pemilik Galeri Nirmala Songket, wawancara tanggal 23 Juni 2014 di Desa Talang Aur, Indralaya, Sumatera Selatan
183
BENTUK PERTUNJUKAN SALUANG ORGEN DALAM ACARA BARALEK KAWIN DI KABUPATEN SOLOK Nofroza Yelli Program Studi Sendratasik FKIP Universitas PGRI Palembang. yelliumboro@gmail.com ABSTRAK Kabupaten Solok merupakan tempat berkembangnya sebuah kesenian baru yaitu disebut dengan saluang orgen. Perkembangan ini dimulai sejak tahun 1997 sampai sekarang. Pertunjukan yang menggunakan alat musik saluang dan keyboard ini, dilihat dari bentuk pertunjukannya tergolong sederhana, karena masih terdapat bagian-bagian yang sama dengan pertunjukan tradisi sebelumnya yaitu saluang dendang klasik dan saluang dangdut dengan iringan gendang. Konteks pertunjukannya mulai berkembang yaitu dihadirkan dalam acara sosial, politik, dan upacara adat yang salah satunya yaitu upacara baralek kawin. Pertunjukan ini terdiri dari 6-7 orang pendendang, satu orang pemain saluang, satu orang pemain Keyboard, dan 2-3 orang crew sebagai penanggung jawab peralatan sound system selama dilokasi pertunjukan. Sedangkan jenis lagu yang dibawakan adalah dendang ratok, dendang gembira, lagu gamad, dangdut dan dangdut House Music. Pertujukan ini difungsikan sebagai acara hiburan yang salah satunya dalam upacara adat baralek kawin. Kata kunci; saluang orgen, baralek kawin, dangdut, dan lokasi. ABSTRACT Kabupaten Solok is home to a new art that is called by saluang orgen. This development started in 1997 until now. The show that usesmusical instrument of keyboard and saluang,in terms of its performance form, is simple because we still can see the same elements of previous traditional performance of classicalsaluang dendang and saluanga dangdut to the accompany of drums. The context of the show began to develop as it is now performed in social and political ceremonies, and baralek kawin (wedding ceremony). The show consists of 6-7 singers, one saluang player, one keyboard player, and 2-3 crew in charge of sound system. The types of songs played include dendang ratok dendang gembira, gamat song, house music dangdut. This show functions as entertainment in baralek kawin ceremony.
184
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
KeywordS: Saluang orgen, Baralek Kawin, and Kabupaten Solok.
ini mencerminkan suasana senda gurau
PENDAHULUAN Sumatera
Barat
merupakan
(Sastra, 1999:156). Dengan adanya
salah satu wilayah yang terkenal
pernyataan
dengan kesenian tradisinya, hal ini
bahwa bagurau adalah suatu aktivitas
terlihat
sekelompok
dari
banyaknya
digelar
yang
demikian
orang
yang
diakui
ingin
pertunjukan-pertunjukan dan festival-
bergembira yang diwujudkan dalam
festival kesenian tradisi di wilayah
bentuk pertunjukan tradisional yaitu
Sumatra Barat, diantaranya tradisi seni
pertunjukan saluang dendang.
pertunjukan
dendang.
Pertunjukan saluang dendang
Kesenian ini menggunakan instrument
juga dimanfaatkan sebagai pertunjukan
saluang sebagai pengiring vocal atau
yang bersifat komersil. Sebagaimana
dendang.
dalam Skripsi dari Yelmi Irdawati
kesenian
saluang
Masyarakat ini
biasa
pendukung menyebutnya
menjelaskan
tentang
Pertunjukan
dengan acara bagurau, karena adanya
Saluang Dendang Dalam “Bagurau
aktifitas senda gurau yang terdapat
Lapiak�
dalam
yang
pertunjukan ini tidak menggunakan
diungkapkan melalui pantun-pantun
tempat khusus, melainkan emperan
dendang
toko
pertunjukan
yang
ini
bersifat
sindiran
di
yang
Pasar
Payakumbuh,
dimanfaatkan
untuk
terhadap aktifitas penonton yang ada
pertunjukan
pada saat itu sehingga tercipta suasana
(Irdawati, 2007:36). Dilihat dari lagu-
canda penuh tawa.
lagu dendang yang dibawakan pada
Khusus
tentang pertunjukan
pertunjukan
di
ini,
malam
masih
harinya
terlihat
saluang dendang di Minangkabau,
ketradisian kesenian Minangkabau ini
Andar menjelaskan dalam tulisannya
yaitu dominannya dibawakan dendang-
Bagurau dalam Basaluang: Cerminan
dendang klasik atau dendang ratok.
Budaya Konflik, bahwa istilah bagurau lebih
dipahami
oleh
Selain
itu
juga
terdapat
masyarakat
pertunjukan dendang yang disebut
pendukungnya sebagai suatu kegiatan
dengan saluang dangdut. Pertunjukan
pertunjukan saluang. Pada pertunjukan 185
Nofroza Yelli, Bentuk Pertunjukan Saluang Orgen dalam Acara Baralek Kawin di Kabupaten Solok
saluang dangdut adalah pertunjukan
Talang Babungo Kabupaten Solok,
saluang dendang yang menggunakan
oleh group saluang �Junita Group�
alat musik gendang dan giring-giring
yang
sebagai instrumen pengiring dalam
Kecamatan X Koto Di Atas Kabupaten
mengiringi lagu-lagu gembira. Lagu-
Solok, dan diiringi dengan group orgen
lagu dangdut sudah banyak dibawakan
tunggal “Ool Musik� dari Sulit Air
dalam pertunjukan ini, serta adanya
Kabupaten Solok. Di Kabupaten Solok,
jogetan baik itu dari pihak penonton
pertunjukan saluang orgen pernah
ataupun para pendendang itu sendiri.
ditampilkan
berasal
dari
pada
Nagari
Kuncir
beberapa
acara
Seiring dengan perkembangan
perayaan seperti acara politik, acara
pola pikir dan kreativitas masyarakat
sosial, dan dalam upacara-upacara adat
menyebabkan terjadinya pergeseran
seperti
terhadap
penghulu dan baralek kawin.
bentuk
kesenian
tradisi
sunat
rasul,
pengangkatan
Minangkabau, salah satunya terjadi di
Saat ini pertunjukan saluang
Kabupaten Solok yaitu pertunjukan
orgen sangat marak dihadirkan yaitu
saluang dendang menjadi saluang
dalam
orgen. Salah satu perbedaan dari kedua
Kabupaten Solok, salah satunya yaitu
bentuk pertunjukan ini adalah dari segi
di Nagari Selayo. Untuk menghadirkan
instrumen.
pertunjukan
Instrumentasi
pada
upacara
baralek
saluang
kawin
orgen
di
dalam
pertunjukan saluang orgen, di samping
upacara baralek kawin, tuan rumah
masih menggunakan saluang sebagai
harus mengundang dua group kesenian
instrument pokok, saat ini sudah
yaitu group saluang dan group orgen
ditambah dengan keyboard sebagai
tunggal tanpa penyanyi, karena dalam
instrument pengiring.
pertunjukan
Pertunjukan
saluang
orgen
menggunakan
saluang
orgen
seperangkat
ini orgen
mulai tumbuh dan berkembang di
sebagai
daerah Solok dan sekitarnya pada
beberapa orang wanita dari group
tahun 1997 sampai sekarang. Pertama
saluang
kali,
pendendang.
pertunjukan
saluang
orgen
instumen
sebagai
pengiring
penyanyi
dan
atau
ditampilkan dalam acara pemuda atau
Dalam kasus ini, selain dilihat
acara pengumpulan dana sosial di pasar
dari segi instrumentnya, jelas tampak 185
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
bahwa
pengaruh
tunggal
Sedangkan pendendang pada
memberi dampak yang sangat besar
pertunjukan ini, tampil dengan tata rias
terhadap pertunjukan saluang dendang
yang mencolok atau bertolak belakang
yang sekarang menjadi saluang orgen,
dengan
pengaruh ini dapat dilihat dari struktur
sebagai
penyajiannya yaitu adanya goyangan
aktifitas sehari-hari. Saat pertunjukan,
semi erotis dengan busana sederhana
para
yang diiringi dengan musik triping atau
pakaian pas badan dan make-up yang
house music yang biasanya terdapat
mencolok serta bergoyang semi erotis
pada
baik
pertunjukan
orgen
orgen
tunggal.
dandanan mana
masyarakat
pendendang
sesama
kesehariannya dalam
menggunakan
pendendang
ataupun
Dengan adanya pertunjukan Saluang
dengan penonton. Maka hal inilah yang
orgen sebagai salah satu kesenian baru
merupakan permasalahan yang terdapat
di Kabupaten Solok khususnya Nagari
pada pertunjukan saluang orgen yang
Selayo, maka terjadi satu bentuk
menggunakan alat musik tradisi serta
pertunjukan saluang yang digemari
membawakan dendang-dendang tradisi
oleh masyarakat pendukungnya.
Minangkabau, tetapi bertolak belakang
Boleh dikatakan hampir semua golongan masyarakat dapat menikmati
dengan norma atau aturan adat istiadat di Minangkabau itu sendiri.
pertunjukan saluang orgen ini, yaitu
Dilihat dari permasalahan ini,
masyarakat kalangan remaja dapat
permasalahan penting yang diungkap
terhibur dengan adanya musik-musik
dalam tulisan ini adalah Bagaimana
dangdut dari keyboard, dan kalangan
bentuk pertunjukan saluang orgen
orang tua pun dapat meminta dendang-
dalam konteks upacara baralek kawin
dendang klasik atau dendang ratok.
di Nagari Selayo Kabupaten Solok.
Karena beragamnya jenis lagu-lagu
Untuk
yang
dalam
penelitian ini, digunakan Teori fungsi
pertunjukan saluang orgen ini yaitu
dalam membedah fenomena tersebut,
dendang
gembira,
yang dikutip Alan P. Merriam, dimana
gamad, dangdut, musik triping atau
dalam baku tersebut Radcliffe-brown
house music.
menyatakan bahwa fungsi merupakan
biasa
ratok,
dibawakan
dendang
suatu
mencapai
kontribusi
tujuan
yang
dalam
membuat 186
Nofroza Yelli, Bentuk Pertunjukan Saluang Orgen dalam Acara Baralek Kawin di Kabupaten Solok
beberapa aktivitas total untuk menjadi
PEMBAHASAN
bagian dari itu. Dengan kata lain dalam
Bentuk Pertunjukan Saluang Orgen di Kabupaten Solok
sebuah
pertunjukan
pertunjukan struktur
saluang
akan
tertama
orgen,
terbentuk
suatu apabila
Pertunjukan merupakan
saluang
sebuah
orgen
pertunjukan
difungsikan. Dimana dalam hal ini,
dendang tradisi yang diringi dengan
pertunjukan saluang orgen merupakan
alat musik tradisi yaitu saluang dan
suatu pertunjukan yang difungsikan
menggunakan
oleh masyarakat sebagai musik hiburan
sebagai instrument pengiring yaitu
yang salah satunya di hadirkan dalam
disebut
upacara adat baralek kawin di Nagari
seperangkat orgen. Sedangkan bentuk
Selayo
tampilan dari pertunjukannya dapat
Kabupaten
Solok.
Metode
penelitian yang di digunakan adalah metode
kualitatif
menyaksikan
dengan
langsung
menganalisis
bentuk
alat
dengan
musik
modern
keyboard
atau
dilihat pada gambar di berikut ini.
cara dan
pertunjukan
saluang
orgen
yang
merupakan
kesenian
yang
hampir
mengarah
kepada pertunjukan orgen tunggal. Diharapkan
tulisan
ini
dapat
memberikan sumbangan pengetahuan terkait
kesenian
tradisi
yang
berkembang saat ini di Minangkabau
Gambar 1. Bentuk tampilan Pertunjukan saluang orgen di Nagari Selayo Kabupaten Solok (Foto: Nofroza Yelli, Desember 2012)
terutama di Kabupaten Solok. Nagari Selayo adalah salah satu daerah sangat
yang
mana
menggemari
masyarakatnya pertunjukan
saluang orgen, sehingga masyarakat lebih sering menghadirkan pertunjukan ini di Nagari Selayo, salah satunya yaitu dalam upacara baralek kawin. 187
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
Mengadakan upacara baralek kawin
kebahagian bersama masyarakat sekitar
didaerah ini sudah merupakan sebuah
baik
kelaziman, bahkan masyarakat akan
masyarakat muda dengan adanya dua
berlomba-lomba
untuk
tipe umum dalam pertunjukan ini yaitu
memperlihatkan kepada masyarakat
tipe modern dan tipe tradisi. Tipe
lain
betapa
modern dihasilkan oleh seperangkat
meriahnya acara yang mereka adakan
orgen, dan tipe tradisi diperoleh dari
untuk perayaan perkawinan dalam
alat musik saluang dan dendang tradisi
keluarga
yang dibawakan. Lain halnya bila
di
sekitar
mereka
mereka.
keluarga
Misalnya
yang
suatu
menghadirkan
itu
masyarakat
dibandingkan
dengan
tua
ataupun
pertunjukan
pertunjukan saluang orgen dalam acara
orgen tunggal atau saluang dangdut.
pesta perkawinan tersebut, hal ini
Pada
merupakan suatu kebanggaan bagi
masyarakat
keluarga mereka karena tidak semua
mengalah kepada pemuda yang selalu
masyarakat
ingin bergembira dengan musik-musik
mampu
pertunjukan
ini
menghadirkan
dalam
upacara
keluarga.
pertunjukan
saat
upacara
kalangan
tua
tunggal, terpaksa
dangdut dan house musik. Sebaliknya bila
Pada
orgen
yang
dihadirkan
adalah
baralek
pertunjukan saluang dendang, para
kawin disiang harinya, pertunjukan
pemuda apalagi remaja yang bisa
saluang orgen tampil pada malam
dikatakan secara umum tidak mengerti
setelah pesta tersebut bahkan terkadang
dengan pertunjukan tradisi ini, maka
pertunjukan ini diadakan pada malam
mereka
sebelum pesta saat kedua mempelai
pertunjukan yang diadakan tersebut,
bersanding di esok harinya, atau
walaupun sebenarnya diadakan untuk
disebut dengan malam bainai. Dari
hiburan
kenyataan ini, Fungsi sebagai musik
kegembiraan secara bersama-sama.
hiburan
sangat
melekat
pada pertunjukan saluang orgen dalam baralek
penyelenggara
kawin, ingin
dan
akan
menghiraukan
mengungkapkan
pada
pertunjukan saluang orgen. Terlihat
acara
tidak
pihak berbagi
Faktor Pendukung Pertunjukan Saluang Orgen di Kabupaten Solok Sebagai
sebuah
pertunjukan
yang di gelar sebagai musik hiburan 188
Nofroza Yelli, Bentuk Pertunjukan Saluang Orgen dalam Acara Baralek Kawin di Kabupaten Solok
dalam
upacara
kawin
Pentas pada pertunjukan ini
khususnya di Nagari Selayo Kabupaten
biasanya dengan ukuran yang besar
Solok,
dibutuhkan
karena fungsi pentas yang tidak hanya
beberapa bagian-bagian berikut yang
untuk para pendendang saja, melainkan
merupakan
untuk pemain orgen dengan keyboard
baralek
pastinya
maka
faktor
penting
hingga
terbentuknya suatu pertunjukan yaitu
dan
pertunjukan saluang orgen dalam acara
memungkinkan, joget dan tari piring
di
dari para pendendang juga ditampilkan
baralek
kawin
Nagari
Selayo
tersebut.
perangkatnya.
Bahkan
Jika
di atas pentas. Pentas untuk pertunjukan ini di sediakan oleh pihak penyelenggara,
Tempat pertunjukan Untuk
mengadakan
sebuah
sedangkan para pendendang hanya
pertunjukan terutama saluang orgen
ditugaskan
dalam konteks upacara baralek kawin,
pertunjukan pada tempat yang telah
maka hal utama yang menjadi struktur
disediakan oleh tuan rumah atau pihak
pertunjukan
untuk
penyelenggara tersebut. Apabila pentas
pertunjukan.
yang disediakan oleh tuan rumah
Dalam konteks upacara baralek kawin
adalah sebuah pentas yang berukuran
ini, lokasi yang dijadikan tempat
sedang
pertunjukan
rumah
peralatan orgen dan tempat duduk para
dimana acara pesta berlangsung. Di
pendendang, maka joget dan tari piring
halaman rumah ini akan didirikan
akan disajikan di depan pentas.
pelaksanaan
yaitu
tempat
sebuah
yaitu
halaman
untuk
dan
hanya
menyajikan
cukup
untuk
sebuah pentas yang biasanya di sewa khusus untuk acara-acara perayaan yang salah satunya adalah acara pesta perkawinan
Ukuran
dan
Perangkat
pentas
Alat musik yang penting dan
luas
berperan utama pada pertunjukan ini
halaman, sehingga pas dan tidak
adalah satu buah saluang darek dan
mengganggu aktifitas atau tempat lain
satu buah keyboard, di samping alat
dalam lingkungan pesta tersebut.
musik
biasanya
ini.
Alat Musik Pendukungnya
tergantung
kepada
ini
yang
mendukung
terbentuknya suatu pertunjukan adalah 189
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
perangkat sound system dan speaker untuk
menghasilkan
suara
seperti
Sebagaimana
dalam
sebuah
pertunjukan, untuk menghasilkan suara
halnya pertunjukan yang diadakan di
yang
ruangan terbuka. Khusus untuk alat
dengan seperangkat sound system yang
musik saluang yang digunakan saat
terdiri dari beberapa buah speaker
pertunjukan tidak hanya berjumlah satu
berukuran besar, satu buah mixer,
buah saja melainkan beberapa saluang
stabilizer, power, amplifere, echo,
yang minimal dua buah.
ini
equalizer, crossover dan beberapa buah
disebabkan adanya kemungkinan buruk
wareless yang di hubungkan oleh
yang terjadi pada alat tersebut seperti
bermacam
kerusakan, maka saat itu dapat diganti
kebutuhan.
dengan
pemasangan dan pengawasan alat-alat
yang
direncanakan Sedangkan
lain
yang
sebagai untuk
Hal
sudah
cadangan.
keyboard
bagus,
dilengkapi
keyboard
jenis Untuk
kabel
sesuai
melakukan
ini dilakukan oleh para crew.
yang
dominan digunakan oleh group-group kesenian ini adalah keyboard dengan merk Technic yang bertipe KN-7000. Untuk mengiringi lagu-lagu dendang, pemain orgen harus bermain secara manual dan fokus pada sample sound dan tuts-tuts pada keyboard.
Gambar 3. Alat musik keyboard yang digunakan dalam pertunjukan saluang orgen, yang ditata di atas stand keyboard di belakang pendendang. (Foto: Nofroza Yelli, Februari 2012)
a. Pemain dan anggota pendukung Dalam
pertunjukan
saluang
orgen terdiri dari anggota-anggota yang saling terkait satu sama lain untuk Gambar 2. Alat musik saluang yang digunakan dalam pertunjukan saluang orgen (Foto: Nofroza Yelli, Februari 2012)
mendukung jalannya pertunjukan dari awal hingga akhir. Pendukung dalam pertunjukan ini yaitu terdiri dari satu
190
Nofroza Yelli, Bentuk Pertunjukan Saluang Orgen dalam Acara Baralek Kawin di Kabupaten Solok
orang pemain saluang atau tukang
Dari segi kostum pendendang
saluang, 6-7 orang pendendang, satu
pada pertunjukan dalam acara baralek
orang pemain orgen, dan 2-3 orang
kawin ini tidak mempunyai aturan,
crew yang bertanggung jawab atas
keharusan,
sound system. Seluruh pendukung ini
dalam
akan bekerja sesuai tanggung jawab
mereka menggunakan baju kaos biasa
masing-masing. Para pendukung ini
yang
baik pendendang, pemain saluang,
kenyamanan masing-masing.
ataupun
keseragaman
penampilannya.
pas
badan
Cendrung
sesuai
dengan
pemain orgen, dan crew tidak memiliki pendidikan khusus dalam bidangnya namun untuk memperoleh kepandaian ini
mereka
dapatkan
dengan
pengalaman atau seringnya bergabung dengan para seniman yang sudah ahli dan
bahkan
keluarga
turun
yang
temurun
sebelumnya
dari sudah
mempunyai keahlian dalam kegiatan seni ini. Pada dasarnya pimpinan group berperan sebagai pendendang inti atau
Gambar 4. Kostum pendendang pada pertunjukan saluang orgen (Foto: Nofroza Yelli, Desember 2012)
b. Penonton Pertunjukan
saluang
orgen
yang disebut dengan induak dendang
dihadiri oleh penonton dari barbagai
dalam sebuah group itu sendiri yang
macam golongan. Dan secara umum
sebelumnya
berpengalaman
golongan ini terdiri dari golongan
dalam kesenian ini sehingga dapat
masyarakat muda, dan masyarakat tua,
mengelola sendiri dengan mencari
baik itu laki-laki ataupun perempuan.
anggota dan membentuk sebuah group.
Pada awal pertunjukan yaitu tepatnya
Maka dalam pertunjukan ini, pimpinan
pada jam 09.00 WIB, umumnya semua
tersebut mengatur seluruh anggota baik
golongan masyarakat laki-laki hingga
itu keamanan para anggota selama
perempuan
pertunjukan, trasportasi serta honor
pertunjukan ini, yaitu mulai dari
sudah
akan
terlihat
pada
atau gaji anggota. 191
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
masyarakat
kalangan
anak-anak,
berirama sedih atau meratap, ratapan
remaja, dewasa dan tua. Sedangkan
ini dalam bahasa minang yaitu ratok
tengah malam hingga selesai umumnya
(Erizal dan Efrinon, 1987: 25). Maka
disaksikan
laki-laki
dendang ratok ini secara sedarhana
saat
adalah lagu dendang yang berirama
saluang
sedih atau meratap. Selain dapat
oleh
terutama
kaum
pemuda.
menyaksikan
Pada
pertunjukan
orgen ini, masyarakat bisa meminta
dirasakan
lagu kepada para pendendang sesuai
kesedihan ini juga terlihat dalam
dengan
beberapa
kemampuan
pendendang.
kemudian pada tengah malam para penonton
akan
berjoget
melalui
irama
lirik
dendang,
dendang
yang
dibawakan oleh pendendang tersebut.
bersama
Jenis
dendang
ratok
pada
pendendang dengan iringan musik
pertunjukan saluang dendang dulunya
yang dihasilkan dari orgen. Joget ini
sangat beragam mulai dari lirik yang
akan dilakukan dengan tertip sehingga
menceritakan tentang kehidupan yang
tidak terjadi konflik seperti keributan
sulit,
besar ataupun kecil. Selain itu, para
penonton
penonton akan menjaga keamanan dan
berlangsung, lirik yang mengarah pada
menghargai tuan rumah dengan cara
pornografi dan sebagainya. Namun
tidak memancing keributan selama
dalam
dilokasi acara.
dalam konteks upacara baralek kawin
lucu
dan
sindiran
saat
pertunjukan
terhadap
pertunjukan
saluang
orgen
di Kanagarian Selayo ini, dendang Lagu-lagu yang dibawakan Dendang ratok
ratok mempunyai tempat yang sangat sedikit dalam struktur pertunjukannya,
Dulunya dendang ratok berawal
sehingga jenis dendang ratok
yang
dari ratapan kematian yang merupakan
ditemukan pada pertunjukan ini secara
tangisan dengan kata-kata sehingga
umum di Kabupaten Solok dan Nagari
dengan perkembangan zaman, hal ini
Selayo khususnya hanya dua jenis
dihadirkan dalam pertunjukan saluang
dendang yang telah diceritakan di atas
dendang.
Disebut
dendang
ratok
yaitu dendang dengan lirik tentang
karena dendang yang di bawakan ini
kehidupan yang sulit atau sedih dan
192
Nofroza Yelli, Bentuk Pertunjukan Saluang Orgen dalam Acara Baralek Kawin di Kabupaten Solok
dendang dengan lirik lucu. Judul-judul dendang
ini
sangat
beragam
namun
banyak
dominan
atau irama dendang, sehingga akord
dan
dan melodi atau intro lagu, dimainkan
yang
datar mengikuti dendang dan melodi
dibawakan dalam pertunjukan saluang
keyboard.
orgen yaitu seperti piaman lamo, ratok
memainkan
suayan, banda sapuluah, ratok lawang,
mengikuti irama dendang.
cupak
ambiak
dan
lado,
lain
sebagainya.
Disaat
vokal,
keyboard
dan
saluang
akord
Beragam
dendang gembira
yang dibawakan pada pertunjukan ini yaitu
dendang
yang
berjudul
singgalang, kincia tuo, larek nagari
Dendang Gembira Dendang gembira yaitu lagu-
dan sebagainya. Dalam menyajikan
lagu dendang bertempo atau bernada
dendang
gembira dan mempunyai lirik yang
pendendang
juga
pertunjukan
spontanitas untuk menciptakan suasana
saluang orgen, dendang ini diiringi
tawa dari penonton dengan sindiran
oleh orgen sehingga lebih jelas adanya
yang diberikan kepada beberapa orang
kesan gembira. Musik yang digunakan
yang hadir pada saat itu.
oleh
gembira.
Pada
pemain
mengiringi adalah
jenis
Berdasarkan
inilah
menyajikan
para pantun
dalam
keyboard
lagu-lagu
gembira
dendang
ini
Lagu Gamad
musik
dangdut.
Musik gamad juga merupakan
penyajian
ensambel
kesenian Minangkabau yang juga tidak
musiknya, lagu dendang ini diiringi
pernah
oleh alat musik saluang dan keyboard
pertunjukan
yang dimainkan secara bersamaan.
hiburan oleh masyarakat Minangkabau.
Intro
oleh
Hal yang membedakan bahwa suatu
saluang
lagu yang di bawakan oleh pendendang
keyboard
pada pertunjukan saluang orgen ini
dendang
keyboard mengikuti tersebut.
dimainkan
sedangkan melodi Karena
dari
sama-sama
terlupakan yang
pada
setiap
digelar
sebagai
telah
adalah sebuah lagu gamad, yaitu dapat
diketahui bahwa dalam permainannya,
dilihat hanya dengan mendengarkan
alat musik saluang tidak mengenal
musik pengiring yang dihasilkan dari
namanya akord, namun hanya melodi
keyboard, karena terdapatnya ciri khas 193
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
dari musik gamad ini yaitu terdiri dari
dengan
accordion, biola, gitar dan perkusi
penyajian lagu ini alat musik saluang
yang sudah terprogram dalam sebuah
mengikuti irama dendang dan melodi
keyboard. Dengan olahan suara-suara
keyboard
dari alat musik ini menjadikan sebuah
keyboard sebagai melodi musik atau
lagu
intro dan memainkan akord saat vokal.
gamad
pertunjukan
yang
persis
aslinya
seperti yang
dendang
gembira,
saat
intro,
dalam
sedangkan
Dalam menyajian lagu gamad
menggunakan alat musik yang nyata
ini,
yaitu accordion, biola, gendang dan
menghadirkan pantun spontanitas yang
gitar (Rizaldi, 1994: 41). Walaupun si
bersifat sindiran untuk menciptakan
pendendang tidak membawakan lagu
suasana yang lebih ceria. Lagu-lagu
gamad dengan ciri vokal gamad,
gamad yang biasa dibawakan dalam
masyarakat pendukung kesenian ini
pertunjukan saluang orgen ini adalah
akan dapat menebak secara mudah
tanjung katung, anak tiung, ratok
bahwa ini adalah sebuah lagu gamad
pasaman dan lain sebagainya. pada
dengan adanya musik orgen yang
saat lagu ini sesekali beberapa orang
memprogram ritme gamad ini. Ritme
pendendang
akan
dari musik gamad yang mempunyai
berdendang
di
ciri khas
ini sangat berbeda dengan
beberapa dari penonton dan bahkan
lagu-lagu lainnya. Secara umum ritme
keluarga dari pihak penyelenggara juga
musik gamad terdiri dari dua bagian
akan berjoget di depan pentas.
pendendang
juga
dapat
berjoget
atas
sambil
pentas,
dan
yaitu langgam yang merupakan lagu gamad dengan tempo lambat dan joget
Dangdut Pada sebuah pertunjukan yang
yaitu lagu gamad dengan tempo cepat. Dalam menyajikan lagu gamad
digelar untuk hiburan di Kabupaten
ini, hanya diiringi oleh alat musik
Solok,
khususnya
keyboard atau tanpa saluang. Namun
malam hari, masyarakat lebih meminati
sesekali atas permintaan penonton,
lagu-lagu dangdut. Musik
lagu gamad ini diiringi dengan saluang
merupakan
selain dari keyboard. Sama halnya
mempunyai ciri khas pada motif
musik
pertunjukan
di
dangdut
indonesia
yang
gendang. Di Indonesia, musik dangdut 194
Nofroza Yelli, Bentuk Pertunjukan Saluang Orgen dalam Acara Baralek Kawin di Kabupaten Solok
ini merupakan salah satu musik yang
Lagu dangdut triping ini biasa di
sangat
masyarakat,
bawakan setelah larut malam dimana
sehingga sering di hadirkan pada acara
lokasi pertunjukan dominan dipenuhi
hiburan
terutama
oleh kaum laki-laki terutama pemuda
Kabupaten Solok. Sedangkan lagu
yang ingin bergembira dengan cara
dangdut pada pertunjukan ini yaitu
berjoget baik bersama pendendang
lagu dangdut dengan tempo biasa
dengan jumlah maksimal adalah 3
seperti lagu yang berjudul menunggu
pasang,
(oleh Ridho Roma), cinta noda hitam,
secara tertip atau tidak berdesakan.
diminati
oleh
masyarakat
ataupun
sesama
penonton
rindu (oleh Evi Tamala), serta lagu
Lagu-lagu dangdut triping yang
syahdu (oleh Roma Irama), dan lain
biasa dibawakan pada pertunjukan ini
sebagainya. Saat menyajikan lagu ini,
adalah lagu yang berjudul mati lampu,
hanya
atau
sms, kucing garong, janji dan lain
keyboard. Sedangkan penonton mulai
sebagainya. Namun tidak fokus pada
berjoget
santai
lagu ini saja, ada juga lagu dangdut
yang
slow yang diganti musiknya dengan
dihadirkan pada sebuah pertunjukan
musik triping sehingga menjadi lagu
tersebut.
dangdut triping, seperti lagu yang
diiringi
oleh
dengan
mengikuti
alunan
orgen
sangat musik
berjudul syahdu oleh Roma Irama. Musik dari lagu syahdu ini dibuat
House music Dalam
pertunjukan
saluang
sendiri oleh pemain orgen untuk
orgen, lagu dangdut dengan house
mencipta sesuatu yang baru dalam lagu
music ini hanya diiringi oleh orgen.
tersebut yaitu menjadi lagu dengan
Lagu ini juga merupakan lagu dangdut
musik triping atau house musik.
biasa namun dengan versi musik yang berbeda yaitu musik dengan tempo
PENUTUP
cepat. Sebagaimana pengertian house
Saluang orgen merupakan salah satu
musik yaitu musik yang dimainkan
kesenian tradisi Minangkabau yang
untuk mengiringi joget atau tarian
mengalami
dengan beat yang kencang atau juga
menjadi sebuah kesenian baru yang
biasa disebut dengan musik triping.
berkembang
Akulturasi
di
Kabupaten
sehingga
Solok. 195
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
Pengaruh ini didapatkan dari musik modern
yang
masyarakat
lebih
saat
ini
disukai
oleh
dibandingkan
dengan 4 orang pendendang dengan ketentuan kesepakatan gerakan yang sudah
dilatih
sebelumnya.
Untuk
dengan musik-musik tradisi. Dalam hal
mendukung
ini, pada pertunjukan saluang orgen
penampilan ini, keyboard didukung
yang berkembang di Kabupaten Solok
oleh
terutama di Nagari Selayo, dalam
sehingga menghasilkan suara yang
penyajiannya terdiri dari dua buah
keras
instrumen pengiring yaitu saluang dan
pertunjukan yang diadakan di lapangan
keyboard atau orgen.
terbuka. Seluruh peralatan ini diatur
Dalam
pertunjukan
penyajian
seperangkat
dan
bagus
penampilan-
sound
sesuai
system
dengan
saluang
oleh para crew sebagai penanggung
orgen, para pemain terdiri dari enam
jawab perangkat pertunjukan selama di
atau tujuh orang pendendang, satu
lapangan.
orang pemain saluang, dan satu orang pemain
orgen.
Pertunjukan
ini
berlangsung pada malam hari sebelum atau sesudah upacara baralek kawin yaitu mulai dari jam 21.00-04.00 WIB. Jenis
lagu
yang
terdapat
pada
pertunjukan ini yaitu lagu ratok yang hanya diiringi oleh alat musik saluang, lagu dendang gembira yang diiringi oleh saluang dan orgen, lagu gamad, lagu dangdut, serta lagu dangdut house music. Pada
saat
penampilannya,
selain joget yang disajikan oleh para pendendang dengan iringan lagu-lagu dangdut ataupun dendang gembira, dalam pertunjukan ini juga terdapat tari
KEPUSTAKAAN Aulia, Nisaul. 2008. Fenomena Organ tunggal dalam Konteks Upacara Baralek Kawin di Minangkabau. Skripsi. Padang Panjang: STSI. Erizal dan Efrinon. 1987. Sekilas Dendang Minang. Diktat. Padangpanjang: Akademi Seni Karawitan Indonesia. Irdawati, Yelmi. 2007. “ertunjukan Saluang Dendang Dalam “Bagurau Lapiak� di Pasar Payakumbuh. Skripsi. Padangpanjang: Sekolah Tinggi Seni Indonesia. Merriam, Alan P. 1964. The Antropologi Of Music. Amerika: University Press. Rizaldi. 1994. Musik Gamad di KotaMadya Padang: Sebuah Bentuk Akulturasi Antara Budaya Pribumi Dan Budaya
piring yang ditampilkan oleh 2 sampai 196
Nofroza Yelli, Bentuk Pertunjukan Saluang Orgen dalam Acara Baralek Kawin di Kabupaten Solok
Barat. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Sastra, Andar Indra. 1999. Bagurau dalam Basaluang: Cerminan Budaya Konflik. Tesis.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. House musik Diakses dari www.wikipedia.com. 3 april 2014.
197
MEREFLEKSIKAN KABA ANGGUN NAN TONGGA MELALUI KOREOGRAFI “PILIHAN ANDAMI” Evadila Program Studi Sendratasik FKIP Universitas Islam Riau (UIR) evadila@gmail.com ABSTRAK Anggun Nan Tongga Magek Jabang sebagai seni tradisi sangat lekat dengan budaya matriarki. Namun demikian oleh Evadila dijadikan media untuk menyampaikan gagasan pemahaman terhadap dunia keperempuanan. Melalui kaba tersebut, pengkarya memandang bahwa sifat keperkasaan tidak hanya milik laki-laki. Perempuan dengan keperkasaan yang dimilikinya ternyata mampu menjadi pemimpin dan pahlawan yang disegani oleh kawan maupun lawan. Selain itu, juga menyikapi kekerasan terhadap perempuan pada saat bersamaan berperan sebagai istri, yang mewarisi tradisi dan budaya Minangkabau. Metode yang digunakan studi pustaka,. Artikel ini diharapkan dapat berguna menyampaikan pesan terhadap kepedulian dan pandangannya tentang perempuan. Artikel ini mampu menghapus streotip dimana perempuan selalu menjadi pihak yang dirugikan, bahkan mampu menjadi pimpinan yang disegani.. Koreografi “Pilihan Andami” merupakan koreografi yang menggali nilai-nilai kehidupan yang ada dalam kaba Anggun Nan Tungga Magek Jabang. Cerita cinta segi tiga Andami Sutan, Anggun Nan Tungga dan Gondan Gondoriah dalam episode Ka Taluak Koto Tanau diinterpretasikan sebagai keikhlasan sekaligus perlawanan. Kata Kunci: Refleksi, Anggun Nan Tongga, Koreografi, “Andami”
ABSTRACT Anggun Nan Tongga Magek Jabang as a traditional art is closely related to matriarchal culture. But Evadila has turned it into media to express ideas about the world of women. Through this story, the creator sees that audacity does not only belong to men. With their audacity, women can be leaders or heroes respected by both friends and enemies. In addition,they also respond to violence against women and at the same time play a role as housewives, inherited the tradition and culture of Minangkabau. The methode used was library study. This article is expected to deliver messages on care and views about women. It can eliminate the stereotype where women are always on the disadvantageous side, and they can even become respected leaders. The 199
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
coreography of “Pilihan Andami” is to explore the values of life existing in the story of Anggun Nan Tungga Magek Jabang. This is a story of love triangle between Andami Sutan, Anggun Nan Tungga dan Gondan Gondoriah in the epidose of Ka Taluak Koto Tanau interpreted as submission and resistance as well. Keyword: Reflection, Anggun Nan Tongga, Choreography, Andami Salah
PENDAHULUAN Kaba Minangkabau mengandung
satu
Minangkabau yang
kaba
klasik
popular, adalah
nilai-nilai falsafah hidup masyarakat
kaba
Minangkabau, yaitu ajaran-ajaran agama
Anggun Nan Tungga merupakan epos
Islam, dan ajaran adat Minangkabau
dengan tokoh Anggun Nan Tungga,
yang sarat akan estetika lokal, sehingga
Gondan
sangat menarik untuk dijadikan sumber
(dalam versi Sijobang disebut sebagai
penciptaan karya seni. Namun situasi
Dondomi Sutan), dan lain-lain. Menurut
kehidupan modern
Hajizar
sekarang, sudah
jarang sekali koreografer muda
Anggun
Nan
Gondoriah,
(1988:
Tungga.
Andami
142-149),
Kaba
Sutan
dalam
yang
skripsinya yang berjudul “Studi Tekstual
Menurut
dan Musikologis Kesenian Tradisional
Widaryanto (2007: 354), Modernisasi
Minangkabau Sijobang: Kaba Anggun
dan globalisasi bisa mengakibatkan
Nan Tungga Magek Jabang”, terdapat
budaya-budaya tradisional tidak lagi
14
mempunyai
episode Ka Taluak Koto Tanau, yang
terinspirasi
dari
kaba.
kesempatan
untuk
episode.
Salah
satunya
adalah
berkembang, perlahan tetapi semakin
mengisahkan
lama semakin tersapu bersih. Oleh sebab
percintaan antara Anggun Nan Tungga
itu, dirasa perlu untuk mengangkat
dan Andami Sutan. Sijobang merupakan
kembali
klasik
seni tutur tradisi Payakumbuh, yang
Minangkabau, yang merupakan warisan
memiliki melodi melankolik dan meter
dari masa lalu agar tetap dapat dikenal
(sukatan) ganjil (meter tiga, lima dan
dalam kehidupan modern sekarang ini.
tujuh).
karya
sastra
Bertitik
tentang
tolak
perjalanan
dari
musik
Sijobang yang memainkan episode Ka
200
Evadila, Merefleksikan Kaba Anggun Nan Tongga Melalui Koreografi “Pilihan Andami�
Taluak Koto Tanau inilah lahirnya karya
Walaupun dengan hati sedih dan dalam
Pilihan Andami.
keadaan
Episode Ka Taluak Koto Tanau
hamil,
Andami
mengizinkannya.
Sesudah
Sutan beberapa
Nan
bulan Anggun Nan Tungga berangkat,
mencari
akhirnya Andami Sutan melahirkan
mamaknya, yaitu Patiah Maudun, Tuak
seorang anak laki-laki yang diberi nama
Mangguang Kayo, dan mencari burung
Mandu Gombak.
mengisahkan Tungga
tentang
dalam
Anggun
perjalanan
Andami
nuri yang pandai berbicara merupakan
Sutan
sesungguhnya
salah satu kandak seratuih duo puluah
bukan tokoh utama dalam kaba Anggun
(kehendak seratus dua puluh macam)
Nan Tungga, namun pada episode Ka
Gondoriah.
Taluak Koto Tanau tokoh Andami dapat
Anggun
dapat
bertemu
dengan mamaknya Tuak Manggung
dikatakan
Kayo, yang memiliki anak perempuan
perempuan. Pengalaman hidup Andami
bernama
sebagai
Andami
Sutan.
Ternyata
sebagai
perempuan
tokoh
yang
utama
menerima
Andami Sutan inilah yang mempunyai
dinikahi oleh Anggun bukan karena
salah satu kehendak Gondoriah berupa
cinta, tetapi hanya ingin memiliki
burung nuri yang pandai berbicara.
burung nuri kesayangannya. Andami
Permintaan Anggun untuk memiliki
ditinggalkan
burung tersebut disanggupi Andami
keadaan
dengan
bersedia
kekasihnya Gondoriah. Kedua hal inilah
menikahinya. Maka menikahlah Anggun
yang ditafsirkan sebagai keikhlasan
dengan Andami. Setelah Anggun Nan
Andami. Pemilihan Andami sebagai
Tungga
tokoh utama, karena dapat mewakili
mamaknya
syarat
bertemu dan
Anggun
dengan sudah
dapat
semua pula
salah
satu
oleh
hamil
Anggun untuk
ikonisitas Perempuan
dalam menemui
perempuan
mengumpulkan kandak seratuih duo
Minang.
puluah (kehendak seratus dua puluh
diinterpretasikan
macam) tunangannya Gondoriah, ia
yang ikhlas menjalani kehidupannya,
minta izin kepada Andami Sutan untuk
walaupun ikhlas dalam pengertian yang
sementara waktu kembali ke Pariaman.
pasif. Dengan kata lain, pemilihan
sebagai
yang perempuan
201
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
Musik
terhadap tokoh Andami, secara tidak
merupakan
Sijobang,
langsung mewakili sesuatu yang lain di
nyanyian narasi puitis tentang pahlawan
luar dirinya, yaitu tingkah lakunya, adat
legendaris Anggun Nan Tungga. Selain
istiadat yang dipakainya, dan budaya
itu musik Sijobang, adalah bentuk
yang melatar-belakanginya.
hiburan yang populer di daerah sekitar
Perempuan yang ikhlas seperti
Payakumbuh, di dataran tinggi Sumatera
Andami Sutan dalam kaba mungkin
Barat. Meskipun kisah yang ada sebagai
tidak dapat ditemukan pada perempuan
teks tertulis, namun yang terbaik adalah
Minang masa kini. Oleh sebab itu dirasa
dikenal secara lokal sebagai drama dan
perlu
narasi yang dinyanyikan.
menginterpretasikan
kembali
episode Ka Taluak Koto Tanau menjadi episode ‘baru’ dengan tokoh Andami sebagai perempuan yang ikhlas ‘masa kini’, yaitu menolak ketidakadilan yang dilakukan oleh orang lain kepadanya, dan berjuang untuk mendapatkan yang menjadi hak atas dirinya, serta meminta pertolongan
hanya
kepada
Keikhlasan
Andami
yang
semaksimal
mungkin
Tuhan. berjuang
Gambar 1. Basijobang (Foto: Asril Muchtar, Desember 2010)
Kekuatan narasi dan musikologis
untuk
diinterpretasikan
menjadi
mendapatkan apa yang menjadi haknya
Sijobang
inilah yang diangkat ke dalam karya tari
sebuah karya tari “Pilihan Andami”.
yang berjudul Pilihan Andami.
Musik episode
Sijobang Ka
yang
Taluak
memainkan Koto
Tanau
PEMBAHASAN
ditampilkan di awal karya, sebagai
Musik Sijobang: Kaba Anggun Nan Tungga Sebagai Titik Tolak Karya Tari “Pilihan Andami”
pengantar karya ini. Kemudian narasi pada episode Ka Taluak Koto Tanau direinterpretasi
menjadi
keikhlasan
Andami. 202
Evadila, Merefleksikan Kaba Anggun Nan Tongga Melalui Koreografi “Pilihan Andami�
Secara umum, tokoh Andami
Namun dalam kaba diceritakan, meski
Sutan dalam kaba Anggun Nan Tungga
Gondoriah kemudian memang tergugah
yang
berbagai
untuk menggugat kesetiaan Anggun,
genre kesenian, adalah perempuan yang
namun Andami tidak pernah memiliki
ikhlas, menerima takdirnya ditinggal
suaminya kembali.
oleh
diekspresikan
Anggun.
Muhammad
dalam
Keikhlasan
Ramadhan
Sepintas, pilihan Andami Sutan
menurut
(2009:
31),
versi
kaba
justru
biasanya diartikan sebagai keinginan
keikhlasan
yang
untuk
mempersembahkan
Namun
jika
hanya
kepada
ketaatan
terlihat
utuh,
sebagai
dan
dilihat
penuh.
lebih
jauh,
untuk
keikhlasan Andami Sutan adalah ikhlas
selainNya. Ikhlas dalam hati manusia
yang terlalu cepat (prematur). Ia tidak
mewujud
melakukan
Allah,
melalui
tidak
perasaan-perasaan
usaha
yang
damai, sabar, mudah bersyukur, tawakal,
terlebih
dan menyerahkan urusan pada Tuhan
menyerahkannya kepada takdir, atau
ketika
maksimal.
ketentuan Ilahi. Dengan kata lain,
Dengan kata lain, tidak memaksakan
keikhlasan Andami Sutan versi kaba,
kehidupan untuk selalu berjalan sesuai
justru keikhlasan yang tidak hakiki
kehendak diri.
sifatnya,
sudah
berusaha
Pada konteks Andami Sutan dalam kaba, keiklasan itu cenderung
perjuangan
dahulu
maksimal
sebab
sebelum
tidak
sekuat
diawali
tenaga
dari
terlebih
dahulu. Padahal, kaba selain merupakan
pasif. Andami, tidak melakukan apa-apa untuk mengubah nasibnya. Ia merelakan
kekayaan
saja Anggun suaminya pergi untuk
pembelajaran informal, bahkan salah
menikahi perempuan lain. Satu-satunya
satu
usaha yang dilakukan Andami untuk
Andami Sutan dalam kaba, secara tidak
tetap memiliki suaminya, adalah dengan
langsung akan turut membangun citra
meminta
untuk
tidak baik perempuan Minangkabau.
menceritakan kisahnya pada Gondoriah,
Jika perubahan tidak dilakukan terhadap
dengan harapan Gondoriah tergugah.
episode
burung
nuri
budaya,
instrumen
juga
pencitraan.
Andami,
maka
sebagai
Episode
setiap 203
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
pembacaan terhadap teks kaba Anggun
adalah sesuatu yang tercipta karena
Nan Tungga akan membangun citra
keberadaan konsep materilineal yang
negatif, bahwa sebagian perempuan
ada, atau dengan kata lain sesuatu yang
Minangkabau, adalah perempuan yang
telah tercipta dengan sendirinya. Namun
pasrah secara membabi buta, ketika ia
hal tersebut tidak terlihat pada kisah
menjadi korban ketidakadilan.
Andami Sutan dalam kaba, seperti yang
Hal
itu,
tentunya
bertolak
telah diuraikan sebelumnya.
belakang dengan berbagai pernyataan
Untuk itu, penggarap tertarik
yang menyiratkan bahwa perempuan
melakukan interpretasi terhadap episode
Minangkabau memiliki kedudukan yang
tersebut,
setara dengan kaum laki-laki. Salah
dilakukan untuk mengubah pencitraan
satunya
tersebut. Salah satu bentuk interpretasi
adalah
pernyataan
Hajizar
yang
(2006: vi), bahwa:
karena
dilakukan
dapat
dan
adalah
perlu
dengan
Bundo
mengubah episode yang menceritakan
Kanduang dan keistimewaan konsep
mengenai Andami, dan menambahkan
matrilineal
kaum
beberapa peristiwa sebagai lanjutan
perempuan memiliki hak-hak istimewa
cerita kehidupan Andami Sutan, yang
dalam
masyarakat
tidak diceritakan dalam kaba. Adapun
Minangkabau. Tersirat di sini bahwa
genre kesenian yang dapat digunakan
kaum perempuan Minang tidak perlu
untuk
lagi menggunakan hak azasinya untuk
mengkomunikasikan hasil interpretasi
memperjuangkan ‘emansipasi wanita’
tersebut, dapat beragam. Salah satunya
dalam
adalah seni tari, seperti yang dilakukan
Kemuliaan
telah
mitos
menjadikan
sosio-kultural
konteks
gerakan
jender
mengekpresikan
dan
dalam karya berjudul Pilihan Andami.
masyarakat dunia. pernyataan
Wawancara dengan Asrul (58
Hajizar tersebut, terlihat bahwa kaum
tahun) seniman Sijobang dari Sungai
perempuan
yang
Tolang, kabupaten 50 kota menjelaskan,
masyarakat
bahwa sesungguhnya cinta Anggun
Minangkabau. Posisi istimewa tersebut,
hanya untuk Gondoriah, tidak untuk
Memperhatikan
istimewa
memiliki dalam
posisi
204
Evadila, Merefleksikan Kaba Anggun Nan Tongga Melalui Koreografi “Pilihan Andami”
Andami
Sutan
yang
dinikahinya
tenaga dan waktu. Hal tersebut sesuai
(wawancara, 10 Oktober 2010 di Sungai
dengan
Tolang). Hal ini memberikan inspirasi
Murgiyanto (1986: 124), bahwa ruang,
pada bagian Anggun di ‘kamar rumah
waktu, dan tenaga adalah elemen-
dengan
yang
dikemukakan
Sal
Gondoriah
yang
elemen dasar dari gerak. Kepekaan
lebih
intim,
terhadap elemen-elemen tersebut, dan
dibandingkan dengan gerak ‘percintaan’
pemilihan secara khas, serta pemikiran
Anggun dengan Andami yang agak
akan penyusunanya, yang berdasarkan
berjarak.
pertimbangan-pertimbangan mendalam,
gadang’ adegannya
dibuat
merupakan alasan utama kenapa tari menjadi ekspresi seni. Sementara media
Media Proses pengejawantahan gagasan
musik bertolak dari kesenian Sijobang. merupakan
musik
tradisi
tari “Pilihan Andami” ke dalam bentuk
Sijobang
karya, mengimplikasikan setidaknya tiga
Payakumbuh
media, yang merupakan hasil eksplorasi
sebuah kaba, salah satu kaba yang
terhadap gagasan dengan kondisi pentas.
sering dimainkan adalah kaba Anggun
Media-media tersebut adalah: gerak,
Nan Tungga. Musik Sijobang memiliki
musik, warna dan rupa. Media gerak
melodi-melodi yang khas dan sangat
sebagai bahan baku pada karya tari ini,
unik, dilahirkan pada bagian ke dua
berangkat dari tari tradisi Sado. Filosofi
karya ini. Selain itu penggarap pernah
keikhlasan Andami dilahirkan dengan
memiliki pengalaman estetis terhadap
gerak-gerak simbolis, yang berasal dari
musik
pengembangan idiom-idiom gerak yang
menarikan tari Piriang Itiak Patah karya
menjadi ciri dari tari tradisi ini, antara
Syahril Alek. Kekuatan musik Sijobang
lain
pada
dari
bentuk
kakinya
ketika
yang
Sijobang,
hitungan
mendendangkan
yaitu
ganjilnya,
pada
saat
memiliki
melangkah selalu tumit yang menapak
keunikan tersendiri apabila dilahirkan ke
terlebih
dalam gerakan, sehingga pengalaman
dahulu,
berdasarkan
unsur
ruang, waktu, dan tenaga, namun lebih banyak
pada
pengembangan
tersebut
sangat
membekas
dan
unsur 205
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
dituangkan dalam karya tari Pilihan
lahan
Andami.
pertunjukan tari. Selanjutnya digunakan
Media warna dan rupa dimaksud, berupa:
(1)
pelaminan
adat
turun
menutupi
tempat
sebagi properti tari; (5) galuak terbuat dari batok kelapa yg biasanya digunakan
(Minangkabau) yang terdiri dari warna
sebagai
merah, kuning dan hitam. Pelaminan ini
Minangkabau. Galuak ini diikatkan pada
sebagai
Minagkabau
pergelangan tangan, pergelangan kaki,
tempo dulu, sesuai dengan ruang dan
dan pinggang. Tujuannya adalah agar
waktu penampilan kesenian Sijobang.
dari setiap gerakan penarinya akan
Selain itu, pelaminan tersebut biasa
menghadirkan bunyi, yang disimbolkan
digunakan untuk dekorasi acara adat,
sebagai suara kemarahan dan kebencian
seperti:
Andami.
penggambaran
pengangkatan
datuak,
alek
properti
tari
tradisi
nagari, pesta perkawinan; (2) jerami kering yang disusun membentuk jalan, sebagai
simbol
“pilihan�
Wujud Karya Karya Pilihan Andami dalam
Andami.
Penonton yang berjalan di atas jerami
penggarapanya
tersebut memberikan kesan koreografi
Gedung
tersendiri,
Gedung Teater sampai ke Teater Arena
sehingga
penonton
juga
Teater,
mulai
lobby
Mursal
sebagai alas tempat duduk terbuat dari
tempat pertunjukan. Pemilihan tempat
pandan,
saat
pertunjukan karya ini, adalah sebagai
Sijobang.
perwujudan dari mata kuliah tata ruang.
Pemilihan lapik ini juga disesuaikan
Pengetahuan yang didapat dari mata
dengan
musik
kuliah tersebut dirasakan sangat berguna
Sijobang; (4) kain putih yang berukuran
dalam penggarapan karya ini. Alasan
besar sebagai simbol sublimasi perasaan
lain
marah Andami menuju keikhlasan. Kain
adalah
ini pada awalnya sebagai artistic dari
dengan membalikan pentas merupakan
penampilam
kesenian
konteks
pada
pertunjukan
pemilihan
dengan
dari
ruang
menjadi bagian karya; (3) lapiak pandan
digunakan
Esten
memanfaatkan
tempat
penggarapan
membalikan
pertunjukan,
ruang
pentas
karya, yang kemudian secara perlahan206
Evadila, Merefleksikan Kaba Anggun Nan Tongga Melalui Koreografi “Pilihan Andami�
inovasi baru bagi seni pertunjukan tari di
minuman kawa. 15 menit sebelum
ISI Padangpanjang.
pertunjukan
jam
19.45
wib
gong
Selain itu, dengan adanya ruang
berbunyi satu kali, 10 menit kemudian
yang berlevel, ruang kecil berjendela,
jam 19.55 wib berbunyi gong dua kali,
dan
melahirkan
dan tepat pada jam 20.00 wib gong
gerakan sesuai dengan konteks ruang
berbunyi tiga kali. Setelah itu MC
dan tempat. Hal tersebut sejalan dengan
memulai acara dengan memberikan
pendapat Alma M. Hawkins (2003: 66),
keterangan mengenai musik Sijobang.
bahwa semua gerakan yang dilakukan
Dimulailah bagian pertama karya tari
oleh penari terjadi dalam konteks ruang
“Pilihan Andami�, di lobby Gedung
dan
dengan
Teater menampilkan musik Sijobang
pembatasan dan penggunaan secara
yang merupakan titik tolak karya ini.
khusus dari ruang akan membentuk
Dari musik Sijobang yang merupakan
sebuah gesture ataupun pola gerak yang
nyanyian narasi puitis tentang pahlawan
lebih rumit.
legendaris
Anggun
pengkarya
melahirkanya
ruang
datar
tempat,
dapat
sehingga
Ruang-ruang
yang
memang
Nan ke
Tungga dalam
sudah terbentuk di Teater Arena (ruang
bentuk karya tari yang ditampilkan di
penonton dan lantai pembatas antara
Teater Arena Mursal Esten. Penonton
pentas arena dengan ruang penonton)
juga merupakan bagian dari pertunjukan
diolah
suasana-
karya, sebab pertunjukannya memakai
suasana yang diinginkan pada tiap-tiap
prosesi yang dipandu oleh Among
bagiannya. Penonton masuk pun tidak
Tamu. Selain itu, pertunjukan musik
seperti
pintu
Sijobang juga bertujuan membangun
samping kiri Gedung Teater, langsung
suasana dan memperkuat karya tari yang
menuju pentas arena sebagai ruang
ditampilkan di Teater Arena Mursal
penonton.
Esten.
lobby
untuk
biasa,
memperkuat
yaitu
melalui
Pertunjukan dimulai
Gedung
Teater
dari
menampilkan
pertunjukan musik Sijobang, namun sebelumnya
penonton
disediakan 207
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
Gambar 2. Pentas Bagian Pertama: Basijobang (Foto: Antoni Putra, Desember 2010)
Pemusik Basijobang
dan
Sijobang mulai
selesai memukul Gambar 3. Ruang menuju Teater Arena (Foto: Antoni Putra, Desember 2010)
momongan, MC membacakan sinopsis karya.
Among
penonton
untuk
Tamu
mengarahkan
memasuki
Gedung
Teater menuju Pentas Arena Mursal Esten, sepanjang perjalanan ke dalam dipasang enam buah obor panjang dan momongan juga mengantar penonton sampai ke pentas. Namun, dalam sebuah ruangan menuju pentas di dindingdindingnya terpajang foto-foto proses karya “Pilihan Andami”.
Setelah penonton masuk dan duduk di tempat yang telah disediakan mulailah bagian kedua yang diberi judul: “Api Percintaan”, yang fokus pada ruang
Andami.
menggambarkan Andami
dan
Bagian
suasana Anggun.
menggambarkan
ini
pertemuan Dan
Gondan
juga
Gondoriah
yang berjuang melawan penyakitnya, serta
berkehendak
boneka
buatan
tangan. Tokoh tengah
Andami
bermain
ditampilkan
dengan
boneka
kesayangannya dengan satu orang penari perempuan. Setelah itu fokus berganti ke ruang
tengah
yang
berjendela 208
Evadila, Merefleksikan Kaba Anggun Nan Tongga Melalui Koreografi “Pilihan Andami”
menampilkan adegan Gondoriah dan
menghadapi
kenyataan,
Anggun.
perjuangan
Andami
Gondoriah
menghadapi
juga
memperoleh
penyakitnya berkehendak agar Anggun
suaminya
mencarikan
tangan.
digunakan, yaitu galuak. Galuak sebagai
Pemilihan boneka sebagai pengganti
simbol suara hati Andami Sutan, yang
burung
sebab
diliputi oleh api amarah dan kebencian.
ditampilkannya karya tari ini pada
Selain itu, pemilihan properti galuak
zaman ‘sekarang’ agar terlihat lebih
dilakukan agar dalam mengekspresikan
realistis
teks lama atau klasik (kaba Anggun Nan
boneka
nuri
buatan
bisa
bicara,
penggambarannya,
maka
kembali.
dan
tersebut
Properti
dilakukan
yang
Andami ‘masa kini’ memilik boneka
Tungga)
dengan
buatan tangan bukan burung nuri bisa
“sarana yang membuat sesuatu jadi aneh
bicara.
dan ganjil”, seperti menurut Echo (2009: 395), bahwa untuk mendeskripsikan sesuatu yang sudah pernah dilihat atau dikenal, dengan menggunakan kata-kata (atau tanda-tanda jenis lain) dengan cara yang berbeda.
Gambar 4. Bagian Kedua: “Api Percintaan” (Foto: Asril Muchtar, Desember 2010)
Pada bagian ketiga karya ini, berjudul:
“Gelombang
Perjuangan”.
Gambar 5. Bagian Ketiga: “Gelombang Perjuangan” (Foto: Antoni Putra, Desember 2010)
Bagian ini menggambarkan suasana hati Andami
setelah
Kemarahannya,
suaminya
Bagian keempat diberi judul:
pergi.
ketidaksiapannya
“Angin
Kesadaran”.
menggunakan
209
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
putih
belakang kain dengan gerak melilitkan
penyebab
kain putih ke tubuh dan bergerak berdiri
perubahan pemahaman kehidupan yang
mengeksplorasi kain. Ruang tengah
dialami oleh Andami. Kain putih ini
berjendela
menutupi ruang Andami, dan penari
dengan pose tangan kanan serong dan
menari di dalam kain putih tersebut.
jari telunjuk ke atas membentuk angka
Pergerakan penari di dalam kain putih
satu (diambil dari gerak tari Sado) yang
seperti
menyimbolkan sikap Anggun yang ingin
properti
kain
merupakan
putih.
simbol
Kain
dari
gelombang,
penggambaran
hati
sebagai
Andami
yang
kembali
menampilkan
Anggun
ke pelukan istrinya. Namun
haknya
Andami tidak bergeming dengan terus
sebagai istri atau pasrah menerima
berjalan ke arah penonton dengan tetap
ditinggalkan oleh suaminya.
memegang kain sampai menghilang dari
bimbang
apakah
menuntut
Bagian kelima, yang diberi judul:
pandangan penonton.
“Pohon Keikhlasan�. Menggambarkan wujud
keikhlasan
yang
dipahami
Andami. Andami mendatangi Gondoriah yang tengah sekarat, ia menyaksikan penderitaan Andami
dari
kekasih
bertemu
suaminya.
Anggun
dan
menyatakan bahwa ia telah meikhlaskan apa yang terjadi, tapi bukan karena cintanya
pada
karena
rasa
bagian
ini,
menyadari
Anggun,
makna
sesungguhnya,
melainkan
kemanusiaannya. Andami
satu
Gambar 6. Bagian Kelima: “Pohon Keikhlasan� (Foto: Asril Muchtar, Desember 2010)
Pada
benar-benar
Musik Menurut La Meri (1986: 105),
keikhlasan
yang
musik adalah partner tari. Penggarapan
orang
penari
musik dalam karya tari Pilihan Andami,
perempuan bergerak di atas kain putih,
dimaksudkan
kemudian duduk di bagian tengah
pengertian di atas, bahwa musik bukan
untuk
memenuhi
210
Evadila, Merefleksikan Kaba Anggun Nan Tongga Melalui Koreografi “Pilihan Andami”
saja sebagai pengiring, tetapi juga
perempuan, dan empat orang penari
sebagai partner yang bisa mendukung
laki-laki sebagai penggambaran hati
terciptanya suasana yang diinginkan.
Gondoriah.
Musik yang digarap berangkat dari
menimbulkan
musik
Firasat
Gondoriah
kegelisahan
ketika
tradisi
Minangkabau,
yaitu
tunanganya Anggun bertemu dengan
dari
Payakumbuh,
yang
perempuan lain (Andami), seakan-akan
Sijobang
memiliki ciri khas pada hitungan atau
Gondoriah
metriknya, seperti metrik tiga, lima, dan
‘pengkhianatan’
tujuh. Penggarapan musik dalam karya
Pengembangan gerak hitungan ganjil ini
ini dipercayakan kepada Susandra Jaya
dilakukan berdasarkan hitungan yang
dan
ada
Hajizar
sebagai
penulis
syair
dalam
dapat
melihat Anggun.
musik
Sijobang
dan
Sijobang. Alat musik yang digunakan,
pertimbangan yang mendalam, sehingga
adalah djembe, kecapi Payakumbuh,
sesuai dengan kebutuhan karya tari.
kecapi Sunda, mbira, momongan, gong, gendang tambua, gendang katindiak, galuak, dan alat tiup Bali.
Tahap Eksplorasi Eksplorasi yang dilakukan untuk
Aksen-aksen pada musik, dan
karya ini, berawal dari pemilihan tema.
hitungan pada musik mempengaruhi
Tema yang dipilih adalah keikhlasan
pengembangan gerakan dalam tari, yang
dari episode Ka Taluak Koto Tanau,
biasanya dilakukan delapan hitungan
yang ditafsirkan dari kaba Anggun Nan
menjadi hitungan tiga, lima, dan tujuh,
Tungga Magek Jabang versi Sijobang.
khususnya pada bagian pertama yaitu
Tahap
yang
dilakukan
adegan pertemuan antara Andami dan
selanjutnya adalah pengumpulan data
Anggun. Alat musik yang digunakan
yang digunakan untuk proses karya tari.
pada
kecapi
Data-data tersebut di antaranya skripsi
Payakumbuh dengan memainkan melodi
yang berjudul “Studi Tekstual dan
bagian
Sijobang.
ini,
Gerakan
adalah
hitungan
ganjil
Musikologis
Kesenian
Tradisional
(hitungan tiga, lima, dan tujuh) ini
Minangkabau Sijobang: Kaba Anggun
dilakukan
Nan Tungga Magek Jabang”, yang
oleh
lima
orang
penari
211
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
ditulis oleh Hajizar. Buku komposisi dan
menjadi sesuatu yang baru. Akhirnya
koreografi, buku masalah agama Islam
didapat pengembangan gerak yang lebih
mengenai keikhlasan, dan data-data
domiman dengan memberi aksen atau
audio, berupa VCD tari Sado, VCD
tekanan pada gerak itu sendiri. Gerak
karya tari Susasrita Loravianti yang
yang didapat belum tentu semuanya
berangkat
dipakai pada karya ini, tentunya harus
dari
kaba
Anggun
Nan
Tungga, VCD musik-musik tradisional
disesuaikan
Sijobang.
sentuhan-sentuhan imajinasi, sehingga
Eksplorasi
yang
dilakukan
dengan
suasana
serta
cocok dipakai dalam karya tari ini. Improvisasi
selanjutnya, adalah eksplorasi gerak.
awal
dilakukan
Eksplorasi gerak atau penjelajahan gerak
penggarap bersama satu orang penari
menurut, yakni pencarian secara sadar
tokoh perempuan, latihan dilakukan
kemungkinan-kemungkinan gerak baru
lebih kurang empat kali. Setelah didapat
dengan mengembangkan dan mengolah
beberapa
tiga elemen dasar gerak, yaitu ruang,
bersama-sama dengan lima orang penari
waktu, dan tenaga. Adapun gerak yang
perempuan
dieksplorasi, adalah gerak-gerak tari
dengan enam orang penari perempuan
Sado. Gerak dasar tari Sado lebih
dilakukan lebih kurang delapan kali.
ditekankan pada sebagian kecil dari
Kemudian baru latihan gabungan antara
motif geraknya.
penari perempuan dengan penari laki-
gerakan,
lainnya.
barulah
Latihan
latihan
hanya
laki. Gerakan-gerakan yang dilatihkan Tahap Improvisasi
kepada seluruh penari sangat berguna
Tahap ini adalah melakukan percobaan-percobaan terhadap apa yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Improvisasi
dilakukan
untuk
memperoleh gerakan-gerakan baru yang
untuk
tahapan
berkarya,
selanjutnya
namun
dalam
dalam tahapan
improvisasi apa yang telah didapat belum
tentu
terpakai
ke
tahap
pembentukan.
segar dan spontan. Tahap ini mencoba mengembangkan
gerak
tari
Sado
212
Evadila, Merefleksikan Kaba Anggun Nan Tongga Melalui Koreografi “Pilihan Andami�
koreografinya. Menyususun tiap gerakan
Tahap Konstruksi Tahap ini adalah penyusunan
sesuai dengan struktur garapan. Mode
terhadap materi-materi yang didapat dari
penyajian yang digunakan dalam karya
kedua tahapan di atas. Pada tahap ini,
ini adalah penggabungan dua kombinasi,
segala
dengan
yaitu simbolis-representasional. Menurut
dibentuk
Jacqueline Smith (1985: 29), penetapan
yang
berkaitan
pertunjukkan
karya
menjadi
kesatuan
satu
tari
yang
utuh.
mode atau cara penyajian juga sangat
Komunikasi yang baik antara penata
diperlukan
tari, dengan seluruh pendukung tari dan
penyajian
musik sangat dibutuhkan pada tahapan
representasional
ini.
Representasional adalah cara penyajian Pada awal proses pembentukan,
dalam
berkarya.
terbagi
mode
dua, dan
yaitu simbolis.
dalam suatu tari untuk mengungkapkan
gerak-gerak
penari
gerak manusia persis seperti dalam
digunakan pada
bagian
kehidupan nyata. Simbolis, adalah cara
pertama, kedua, ketiga dan keempat.
penyajian gerak memakai tanda atau
Proses tersebut berlangsung selama dua
simbol
minggu. Setelah itu baru latihan dengan
penonton.
penari laki-laki dan perempuan untuk
Sumandiyo Hadi 2003: 91) penyajian
gerak bagian pertemuan antara Anggun
secara representasional pada sebuah
dan Andami. Pada bagian ini memakan
karya diperlukan, agar dapat dipahami.
waktu selama tiga minggu, sebab gerak
Pada umumnya satu sajian tari agar
yang diberikan tidak memakai hitungan
tidak membosankan terdiri dari dua
seperti biasa (delapan hitungan), tetapi
kombinasi,
memakai hitungan ganjil (tiga, lima, dan
representasional.
adalah
latihan
perempuan,
sehingga
bermakna
Sedangkan
yaitu
bagi
menurut
simbolis-
Pada tahap ini juga dilakukan
tujuh). Selanjutnya latihan gerak-gerak
tahap evaluasi yang merupakan proses
untuk penari tokoh, yaitu tokoh Andami,
yang tidak pernah berhenti, dan terus
Anggun, dan Gondoriah. Setelah didapat
belajar dari apa yang telah dilakukan
semua
sebelumnya. Saran dan kritikan dari
gerakan,
mulai
membentuk
213
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
pembimbing yang bersifat membangun
memiliki peranan yang penting sebagai
terhadap karya yang digarap sangat
pemeran pembantu utama.
dilihat
Berdasarkan saran dan masukan
kelebihan dan kekurangan yang ada
dari bimbingan dilakukan perubahan
dalam karya ini, guna terwujud sebuah
pada karya tari ini. Setelah karya diubah
karya yang lebih sempurna. karya tari
komposer melihat karya tari untuk
“Pilihan Andami�
mencari materi musik dan penambahan
diperlukan,
sehingga
bisa
Pembimbing karya, Arison Ibnur
yang terjadi pada musik. Penggabungan
pembimbing
antara tari dan musik dilakukan setelah
pendamping Syaiful Erman. Banyak
karya ini selesai empat bagian. Namun
catatan yang perlu diperbaiki untuk
penggabungan
karya ini, yaitu: pada bagian gerak meter
ketika bimbingan kedua dengan Arison
tiga, lima, tujuh diatur teknik penari
Ibnur, sehingga pada saat bimbingan
pada saat turun naik ruang level agar
tersebut
rampak. Pada bagian ini agar lebih
diperbaiki pada bimbingan selanjutnya.
(Tom
Ibnur)
dan
menarik dengan memecah gerak melalui permainan
speed,
ruang,
level.
ini
banyak
belum
maksimal
kritikan,
untuk
Bimbingan ketiga dilakukan dua minggu
setelah
bimbingan
kedua.
Selanjutnya bagian awal ketika Andami
Banyaknya kritikan dan jarak waktu
bermain boneka, Gondoriah bergerak
yang sangat singkat untuk bimbingan
mengikuti
selanjutnya, membuat penggarap harus
gerakan
Andami
namun
dilakukan secara bergantian. Artistiknya
melakukan
bisa dibuat menjadi asimetris, sebab
dilakukan setiap hari selama seminggu,
ruang
membuat
kemudian libur dua hari. Latihan lagi
koreografinya terkesan sama, walaupun
setiap hari sampai bimbingan ketiga,
sudah ada pecaha-pecahan pola lantai
Bimbingan ketiga dilakukan malam hari
dan gerak. Gejolak dua perempuan harus
tepatnya pukul 20.00 wib dan dilakukan
dimunculkan. Walaupun fokus cerita
sebagaimana pertunjukan sebenarnya.
pada Andami namun Gondoriah juga
Pembimbing
pentas
simetris
pengkarya,
kerja
keras.
melihat sehingga
Latihan
keseriusan pembimbing 214
Evadila, Merefleksikan Kaba Anggun Nan Tongga Melalui Koreografi “Pilihan Andami�
memberikan
masukan
yang
sangat
bergerak
sesuai
dengan
positif untuk karya ini. Walaupun
Selanjutnya
demikian
sebuah
terakhir, eksplorasi kain oleh penari
pertunjukan ada kekurangan yang perlu
tokoh Andami. Dan bagian Andami
ditambah dan diperbaiki.
menuntut haknya sebagai seorang istri
tentunya
dalam
Bimbingan keempat dilakukan,
diperkuat
perbaikan
musik.
dengan
pada
penari
bagian
kelompok
dan pada bimbingan ini perubahan yang
melempar-lempar jerami. Untuk lebih
terjadi adalah gerak meter tiga pada
jelasnya struktur pertunjukannya dapat
bagian tokoh Anggun bergerak lari ke
dilihat pada diagram di bawah ini:
sudut kanan belakang pentas, agar
215
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
luar negeri yang kesemuanya memiliki
Hambatan dan Solusi Selama proses pembentukan
jadwal yang ketat. Kegiatan itu terkait
karya sampai terbentuk menjadi karya
secara tidak langsung dengan proses
yang utuh tentunya banyak mengalami
terciptanya
hambatan. Begitu juga dengan karya
beberapa penari yang juga mengikuti
“Pilihan Andami�. Pada prosesnya
kegiatan tersebut. Pengaturan jadwal
banyak mengalami hambatan, baik
latihan,
masalah teknis maupun non teknis.
disesuaikan dengan kegiatan-kegiatan
Hambatan
itu
tersebut, sehingga terjadi pergantian
hambatan
dalam
tentang
musik
diantaranya proses
adalah, observasi dan
Sijobang
penari.
karya
ini,
pemakaian
Walaupun
sebab
ruangan
dengan
ada
harus
adanya
pergantian penari secara tidak langsung
pendokumentasian Tari Sado. Jauhnya
menghambat
lokasi penelitian dan sulitnya menemui
karena mengulang materi yang telah
seniman tradisi, menyebabkan tidak
ada kepada penari baru. Solusi lain
didapatkannya data mengenai kedua
yang pengkarya lakukan adalah tetap
hal
dapat
latihan walaupun dengan penari yang
adalah
tidak lengkap. Selain masalah penari
dan
pemakain ruang juga menjadi habatan
tersebut.
penggarap menyediakan
Solusi
yang
lakukan waktu
khusus,
pemanfaatan teknologi (handphone) sehingga terbangun kerjasama yang baik
antar
penggarap
dengan
narasumber.
kemajuan
karya
ini,
dalam proses latihan. Hambatan ruang latihan juga menjadi kendala dalam proses latihan dan bimbingan karya ini. Karya ini
Hambatan selanjutnya adalah
tidak menggunakan pentas prosenium,
masalah proses penggarapan, sulitnya
namun menggunakan ruang terbuka
menyusun jadwal latihan, disebabkan
dan ruang berlevel (tangga), sehingga
banyaknya jadwal kegiatan di bulan
memerlukan
November.
sesungguhnya karya ini dipentaskan.
Kegiatan-kegiatanya
latihan
di
tempat
antara lain tugas akhir mahasiswa
Sementara itu
Strata 1, Porprov (Pekan Olahraga
merupakan tempat pertunjukan juga
Provinsi) Sumatera Barat, belum lagi
digunakan oleh mahasiswa jurusan
pentas-pentas baik di daerah maupun
Teater dan mahasiswa jurusan lainnya
teater arena yang
216
Evadila, Merefleksikan Kaba Anggun Nan Tongga Melalui Koreografi “Pilihan Andami”
untuk pertunjukan tugas akhir S1 dan
Episode
S2. Akhirnya didapat solusi dengan
didendangkan
mengubah
pertunjukan musik Sijobang, sebagai
jadwal latihan ataupun
bimbingan.
Penyesuaian
Ka
Taluak
Koto
dalam
Tanau bentuk
jadwal
pengantar karya ditamilkan pada lobby
maupun
Gedung Teater, Jurusan Teater ISI
pertunjukan antara sesama penggarap
Padangpanjang. Fokus karya, yaitu
diperlukan rasa toleransi yang tinggi.
pada
Idealisme penggarap harus disesuaikan
diinterpretasikan sebagai perempuan
dengan kondisi yang ada di lapangan.
yang ikhlas. Karya tari ini berdurasi
latihan,
bimbingan
Selain itu, tepat sehari sebelum bimbingan ketiga, tidak
Sijobang Penggarap
pemusik tradisi dapat
berasal
lebih kurang 60 menit ditampilkan dengan melibatkan penonton, sebagai
dengan
berbentuk drama tari ini menampilkan
akhirnya
‘Minangkabau tempo dulu’ dengan
utama,
yang
yang
bagian dari pertunjukan. Karya yang
diputusan mengganti dengan pemusik lain
Andami
dihubungi.
berkonsultasi
pembimbing
tokoh
dari
‘rasa’ kekinian.
ISI
Padangpanjang. Hambatan lain yang
KEPUSTAKAAN
dialami oleh penari adalah dalam
Echo, Umberto. 2009. Teori Semiotika Signifikasi Komunikasi, Teori Kode, Serta Teori Produksi – Tanda. Yogyakarta: Kreasi Wacana Hajizar. 1988. Studi Tekstual dan Musikologis Kesenian Tradisional Minangkabau Sijobang: Kaba Anggun Nan Tungga Magek Jabang. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara Fakultas Sastra ________. 2009. Sekapur Sirih Seulas Pinang (Catatan Editor). Dalam Hajizar (ed). Perempuan-Perempuan Minang Pelaku Seni. Padangpanjang: PUSLIT dan P2M STSI Padangpanjang
melakukan
gerak
bermeter
ganjil,
sehingga pada bagian ini diperlukan waktu
yang
lebih
lama
untuk
menguasai gerakan.
PENUTUP Karya merupakan
tari karya
Pilihan tari
Andami
baru
yang
menginterpretasikan kaba Anggun Nan Tungga
versi
Sijobang.
Dari
14
episode yang ada dalam kaba tersebut, yang dipilih untuk diinterpretasikan, adalah episode Ka Taluak Koto Tanau.
217
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
Hawkins, Alma M. 2003. Bergerak Menurut Kata Hati: Metoda Baru dalam Menciptakan Tar. terjemahan I Wayan Dibia. Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia Meri, La. 1986. Komposisi Tari, Elemen-elemen Dasar. terjemahan Soedarsono. Yogyakarta: Laligo Murgiyanto, Sal. 1986. Pengetahuan Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari. Jakarta: Direktorat Proyek Pengembangan Kesenian. Ramadhan, Muhammad. 2009. Quantum Ikhlas. Solo: Abyan Smith, Jacqueline. 1985. Komposisi Tari Sebuah Petunjuk Praktis Bagi Guru. terjemahan Ben
Suharto. Yogyakarta: Ikalasti yogyakarta. Sumandiyo, Y Hadi. 2003. Aspekaspek Dasar Koreografi Kelompok. Yogyakarta: Lembaga Kajian Pendidikan dan Humaniora Indonesia. Widaryanto, F.X. 2007. Menuju Representasi Dunia Dalam. Bandung: PenerbitKelir. NARA SUMBER Andomo, Datuak. (52). PNS di Kantor Agama. Padangpanjang Bawang Pariangan. Asrul Datuak Nan Kodo. (62). Wiraswasta. Sungai Tolang Kabupaten 50 Kota. Endri, Novi. (42). Wiraswasta. Pariak Mudiak Rampanai Pitalah.
218
PERTUNJUKAN BIANGGUNG DITINJAU DI KUALA TOLAM PELALAWAN: TINJAUAN MUSIKAL DAN RITUAL Nurmalinda Prodi Pend. Sendratasik FKIP Universitas Islam Riau (UIR) nurmalinda67@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pertunjukkan bianggung ditinjau dari aspek musikal dan ritual di Desa Kuala Tolam Kecamatan Pelalawan Kabupaten Pelalawan. Ditinjau dari aspek musikal pertunjukkan bianggung memiliki beberapa unsur musik di antaranya adalah irama/ritme, tempo, birama, melodi, dan dinamik. Unsur-unsur musik tersebut memiliki fungsi yang berbeda satu sama lainnya dalam pertunjukkannya. Ditinjau dari aspek ritualnya pertunjukan bianggung ini adalah sebagai media penghubung atau komunikasi pebayu dan si pelaku bianggung dengan dunia gaib, Ditinjau dari aspek ritual bianggung adalah suatu pertunjukkan yang sifatnya pemanggilan-pemanggilan mambang-mambang (sejenis mahluk halus/roh-roh) agar masuk kedalam tubuh si pelaku permainan Kata kunci: pertunjukan, bianggung, musikal, ritual, Pelalawan ABSTRACT The purpose of this study is to describe the performance of bianggung in term of its musical and ritual aspects in Kuala Tolam village Pelalawan subdistrict, Pelalawan district. From the musical aspect, the performance of bianggung has several musical elements including rhythm, tempo, birama, melody, and dinamic. Those musical elements have their unique function in each performance. From the ritual aspect, the performance of bianggung is a medium of communication pebayu between players of bianggung and the supernatural world. From the ritual aspect, bianggung is a performance to summon mambang-mambang (a kind of spirit) to get into the body of players. Key words: performance, bianggung, musical, ritual, Pelalawan
219
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
pertunjukkan bianggung sudah jarang
PENDAHULUAN Kabupaten
Pelalawan yang
dipertunjukkan
dilingkungan
terletak di Provinsi Riau, memiliki
masyarakat, disebabkan dengan faktor-
potensi budaya yang didukung oleh
faktor tertentu yang tidak bisa dihindari
sumber daya alam dan sumber daya
seperti usia orang yang memainkan
manusianya.
yang
permainan bianggung ini sudah tua-
dimiliki Kabupaten Pelalawan juga
tua. Perkembangan teknologi juga ikut
merupakan suatu usaha yang menjadi
berdampak negatif terhadap permainan
perhatian oleh Pemerintah Daerah. Hal
bianggung.
ini dibuktikan dengan adanya kegiatan-
regenerasi permainan bianggung, yang
kegiatan budaya yang selalu diadakan
makin
oleh
khususnya
Potensi
budaya
pemerintahan
Kabupaten
Pelalawan. Kabupaten Pelalawan juga
muda.
banyak
memiliki
bentuk
kesenian
tradisional.
Di
Begitu
pula
berkurang dari
dengan
peminatnya
kalangan
Orang
yang
generasi
memainkan
berbagai
macam
permainan
yang
bersifat
orang biasa, melainkan orang yang
seperti,
memiliki kelebihan khusus
antaranya
juga
bianggung
bukan
seperti
nyanyian panjang, menumbai, bulian
orang yang mempunyai sifat indra ke
(upacara pengobatan), upacara adat,
enam
bianggung (sejenis permainan rakyat),
terhadap adanya mahluk halus atau di
dan kesenian-kesenian lainnya.
sebut juga dengan animisme.
dan
mempunyai
keyakinan
pertunjukkan
Sedangkan kalau ditinjau dari
bianggung ditampilkan apabila ada
segi adat pertunjukkan bianggung tidak
acara-acara
ada
Pada mulanya
hiburan
di
lingkungan
bertentangan
dengan
adat
masyarakat dan terkadang masyarakat
setempat, baik itu dari segi pelaksanaan
Kuala Tolam membuat acara hiburan
maupun
yang khusus dipertontonkan hanya
mantranya.
Hal
fungsi
dikatakan
oleh
untuk
narasumber yang termasuk sebagai
bianggung
saja.
Selain
permainan
bianggung
ini
dari
segi
musik
dan
ini
sesuai
yang
pemain
salah
musik
seorang
hiburan, pertunjukkan bianggung juga
seorang
dalam
berfungsi sebagai penyampaian suatu
permainan bianggung ini dan sekaligus
pesan-pesan moral. Pada saat ini,
juga dipercaya sebagai salah seorang
220
Nurmalinda, Pertunjukan Bianggung Ditinjau di Kuala Tolam Pelalawan: Tinjauan Musikal dan Ritual
tokoh adat dilingkungan masyarakat
kepribadiannya
Desa Kuala Tolam yaitu M.Syukur,
manusia normal melainkan seperti apa
beliau
bahwa;“Bila
mambang yang dipanggil oleh pebayu
ditinjau dari aspek adat pertunjukkan
(pemantra) maka seperti itulah prilaku
bianggung tidak pernah bertentangan
si pelaku tersebut.
mengatakan
dengan
adat-istiadat,
tidak
lagi
seperti
karena
Adapun fungsi musik dalam
bianggung
ini
pertunjukkan bianggung ini adalah
terkandung pesan-pesan moral
yang
pertunjukkan
sebagai
media
penghubung
atau
positif bagi pelaksana pertunjukkan
komunikasi pebayu dan si pelaku
bianggung dan penonton, pesan-pesan
bianggung dengan dunia spiritual yang
itu seperti bagaimana tingkah laku kita
mana dalam hal ini pebayu melakukan
dalam menghormati penghuni alam
komunikasi dan memberikan perintah
gaib, saling menjaga batasan-batasan
kepada
antara manusia dengan mahluk halus
masuk ke dalam tubuh si pelaku
(jin/roh-roh) yang mana semua itu
bianggung, dan musik juga berfungsi
adalah
sebagai pengiring/ mengiringi pada
ciptaan
Allah
mambang-mambang
agar
saat si pelaku memulai aksinya yang
SWT�(Wawancara 19-9-2013). Pertunjukkan bianggung adalah
mana pada saat melakukan aksinya
pertunjukkan
sifatnya
tersebut si pelaku sudah tidak lagi
pemanggilan-pemanggilan mambang-
berprilakuan seperti manusia normal
mambang (sejenis mahluk halus/roh-
tetapi berprilakuan seperti mambang
roh) agar masuk kedalam tubuh si
yang sudah merasukinya. Berdasarkan
pelaku. Mambang-mambang
latar belakang masalah, maka rumusan
suatu
yang
adalah
perwujudan dari binatang dan tumbuh-
masalahnya
tumbuhan yang menyerupai perempuan
pertunjukkan bianggung di tinjau dari
yang sangat cantik jelita seolah seperti
aspek ritual dan musikal di Desa Kuala
bidadari yang turun dari kayangan.
Tolam
Setelah mambang-mambang tersebut
Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau
adalah:
Kecamatan
Bagaimanakah
Pelalawan
masuk ke alam bawah sadar, si pelaku akan kehilangan kesadarannya dan si pelaku
akan
berubah
dimana
221
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
irama, melodi, harmoni, bentuk atau
Konsep Musik Pengertian
Musik
Dalam
struktur,
dan
ekspresi.
(http://
Kamus Besar Bahasa Indonesia Musik
widagdosenimusik.blogspot.com
adalah: ilmu atau seni menyusun nada
/2009/07/html)
atau suara diutarakan, kombinasi dan hubungan
temporal
untuk
Gitrif
Yunus
menyatakan
bahwa musik adalah alunan bunyi yang
menghasilkan komposisi (suara) yang
beraturan.
mempunyai
dan
melodi dengan ritme terdengar bunyi
kesatuan, nada atau suara yang disusun
yang mendapat tekanan (berat), dan
sedemikian rupa sehingga mengandung
bunyi yang tidak bertekanan (ringan).
irama,
Pertentangan
keseimbangan
lagu
dan
keharmonisan
Pada
pertautan
bunyi
antara
antara
yang
(terutama yang dapat menghasilkan
bertekanan dan yang tidak bertekanan
bunyi-bunyi itu) (1990:602).
selalu
Musik
berulang
secara
teratur
adalah bunyi yang dikeluarkan oleh
(1996:27). Romy Sylado menyatakan
satu atau beberapa alat musik yang
bahwa Musik musik bukan sekedar
dihasilkan oleh individu yang berbeda-
bunyi dan suara saja, dikala bunyi dan
beda berdasarkan sejarah, budaya,
suara ada tata tertib yang mewujudkan
lokasi
tidak
menjadi indah, baik dan betul, yaitu
tetapi
unsur nada, unsur irama, dan unsur
dan
berwujud
selera. sama
Musik sekali,
mempunyai kemampuan mendamaikan
keselarasan
hati yang gundah, mempunyai terapi
(1988:27).
rekreatif
dan
menumbuhkan
dua
yaitu
alat
disebut
harmoni
jiwa
patriotisme. Alat musik dikategorikan menjadi
yang
Unsur-Unsur Musik
musik
Menurut
Soepandi
bahwa
tradisional dan alat musik modern.
unsur-unsur musik sebagai teori musik
Menurut cara menggunakannya, alat
dasar yaitu Irama, Melodi, Harmoni,
musik dibedakan menjadi : alat musik
Bentuk atau struktur lagu dan ekspresi
petik, alat musik gesek, alat musik tiup,
secara sistematika serta memberikan
alat musik pukul. Di samping itu musik
pengertian-pengertiannya. Unsur-unsur
adalah suatu karya seni yang tersusun
musik
atas
komposisi secara bersama merupakan
kesatuan
unsur-unsur
seperti
itu
terdiri
dari
beberapa
222
Nurmalinda, Pertunjukan Bianggung Ditinjau di Kuala Tolam Pelalawan: Tinjauan Musikal dan Ritual
kesatuan membentuk sebuah lagu atau
antaranya adalah : Presto (sangat
komposisi musik. Semua unsur-unsur
cepat),
musik itu berkaitan erat dan sama-sama
(kecepatan sedang), Andante (agak
mempunyai peranan penting dalam
lambat), Adagio (agak lambat dari
sebuah lagu. Urutan pengelompokan
andante), Lento (lambat), dan Largo
unsur-unsur musik itu berbeda-beda
(sangat lambat).
sesuai dengan pandangan orang yang
c. Birama
menyusunnya. Pada dasarnya unsur-
Allegro
Dalam
(Cepat),
Kamus
Moderato
Arti
Kata,
unsur musik itu dapat dikelompokan
Birama merupakan satuan kelompok
atas : (i) Unsur-unsur pokok, yaitu
ketukan tetap yang dimulai dengan
Irama, Melodi, Harmoni, Bentuk atau
ketukan kuat sampai ketukan kuat
Struktur
Unsur-unsur
berikutnya. Sedangkan dalam Kamus
ekspresi, yaitu Tempo, Dinamik, dan
Musik Pono Bonoe Birama adalah
warna nada (1978;4).
ruas-ruas yang membagi kalimat lagu
lagu.
(ii)
Unsur-unsur musik diatas juga
ke dalam ukuran-ukuran yang sama,
dapat diperjelas lagi berdasarkan poin-
ditandai dengan lambang hitungan atau
poinnya sebagai berikut:
bilangan tertentu.
a. Irama Atau Ritme
d. Melodi
Irama atau ritme adalah panjang
Atan
Hamju
dan
pendeknya nada pada melodi lagu.
mengatakan
bahwa
melodi
Irama berhubungan dengan birama,
urutan nada-nada yang berbentuk suatu
karena birama menentukan nilai suatu
lagu suatu melodi
nada pada setiap ketukan.
sebagai suatu rangkaian beberapa atau
b. Tempo
sejumlah nada yang berbunyi atau
Tempo
adalah
dapat
Armillah adalah
dibatasi
tingkat
dibunyikan secara beraturan (2012:15).
kecepatan dan lambatnya permainan
Melodi adalah susunan rangkaian nada
musik. Sedangkan Hugh M. Miller
(bunyi dengan getaran teratur) yang
dalam bukunya menyatakan tempo
terdengar berurutan serta berirama dan
menunjukkan
dalam
mengungkapkan suatu gagasan. Bunyi
musik. Adapun istilah-istilah yang
adalah peristiwa getaran, getaran bunyi
umum untuk menunjukkan tempo itu di
dapat cepat dapat pula lambat. Jika
kecepatan
di
223
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
suatu sumber getaran dengan cepat
mempunyai
sikap
maka bunyi yang dihasilkannya tinggi,
merupakan
sesuatu
umpanya
Jika
manusia, (2) sistem keyakinan, yaitu
getaran bunyinya itu lambat, maka
suatu religi berwujud pikiran dan
bunyi
gagasan manusia, yang menyangkut
bunyi
yang
gerincingan.
kedengaran
rendah,
umpanya bunyi tambur besar.
keyakinan
e. Dinamik
tentang
dan
serba getaran
konsepsi
sifat-sifat
religi, jiwa
manusia
Tuhan,
tentang
Menurut Kamus Musik Pono
wujud alam gaib (kosmologi), tentang
Dinamik merupakan keras
terjadinya alam dan dunia (kosmogoni),
lembutnya dalam memainkan musik,
tentang zaman akhirat (esyatologi),
dinyatakan dengan berbagai istilah
tentang wujud dan ciri-ciri kekuatan
seperti:
f
sakti, roh nenek moyang, roh alam,
(Forte/keras), cresc (Crescendo/makin
dewa-dewa, roh jahat dan makhluk-
keras), mf (Mezzo Forte/sangat keras)
makhluk halus lainnya, (3) Sistem ritus
dan lain sebagainya.
dan upacara yaitu berwujud aktivitas
f. Upacara Ritual
dan
Bonoe,
p
(Piano/lembut),
tindakan
manusia
dalam
Upacara ritual merupakan suatu
melaksanakan kebaktiannya terhadap
unsur dalam kehidupan masyarakat
tuhan, dewa-dewa dalam usahanya
suku-suku bangsa di dunia. Pada
untuk berkomunikasi dengan tuhan dan
umumnya terdapat pada masyarakat
penghuni dunia gaib laiannya, (4)
sederhana dan primitif, oleh karena itu
peralatan ritus dan upacara yaitu
bersifat kuno atau merupakan sisa-sisa
bermacam-macam sarana dan peralatan
kebudayaan
seperti:
manusia
Koentjaraningrat
kuno.
Alat-alat
bunyian
suci
(1987:80)
(seruling, gendang) pakaian suci, (5)
menjelaskan konsep religi dipecah ke
numatnya atau kesatuan sosial yang
dalam
menganut
lima
komponen
yang
sistem
mempunyai peranannya sendiri-sendiri,
melaksanakan
tetapi yang sebagai bagian dari suatu
upacara itu.
keyakinan
sistem
ritus
dan serta
sistem berkaitan erat satu sama lain. Kelima komponen itu adalah:(1) emosi keagamaan,
yaitu
bahwa
manusia
224
Nurmalinda, Pertunjukan Bianggung Ditinjau di Kuala Tolam Pelalawan: Tinjauan Musikal dan Ritual
(pluralistik) maknanya lebih banyak
Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif
menggunakan
teknik
pengumpulan
analisis dengan menggunakan metode
data yang di gunakan, lebih baik hasil
kualitatif,
yang
penelitian karena dapat memberikan
dilakukan dengan cara pendekatan
rangkaian bukti (chain of evidences)
terhadap objek yang diteliti. Dalam
yang di perlukan untuk meningkatkan
penelitian ini teknik pengumpulan data
kesahihan internal (internal validity)
yaitu
dan kesahihan eksternal (eksternal
yaitu:
penelitian
wawancara,
observasi
dan
dokumentasi yang diambil langsung
validity) data yang dikumpulkan.
dari lapangan yaitu di Desa Kuala Tolam
Kecamatan
Pelalawan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan
sampel
purposive,
hanya
mengambil
Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau,
karena
dengan objek alamiah yang bertujuan
sampel diantara populasi sehingga
untuk
sampel
memberi
sesuatu
yang
Pertunjukan
gambaran ada
tentang
didalam
dalam
Seni
permainan
bianggung di Desa Kuala Tolam. Iskandar menjelaskan,
tersebut
karakteristik dikenal
dapat
populasi
sebelumnya.
mewakili
yang
telah
Narasumber
dalam penelitian ini berjumlah 4 orang,
(2008:187) metode
penulis
penelitian
yaitu: 1) Darman sebagai sumber pertama
yang
telah
memberikan
kualitatif adalah metode penelitian
informasi tentang tradisi pertunjukkan
yang berpegang kepada paradigma
bianggung
naturalistik atau fenomenologi. Ini
mengetahui sedikit banyaknya tentang
karena penelitian kualitatif senantiasa
pertunjukkan bianggung dan orang-
dilakukan
alamiah
orang yang terlibat langsung dalam
terhadap suatu fenomena. Selain itu,
pertunjukan bianggung; 2) Amran
penelitian kualitatif juga sebenarnya
sebagai salah seorang pemain musik
menggunakan
beberapa
teknik
dalam pertunjukkan bianggung; 3)
pengumpulan
data
untuk
M.Syukur sebagai orang yang selalu
dalam
setting
serta
orang
yang
menggambarkan suatu fenomena. Oleh
terlibat
sebab itu, penelitian kualitatif juga
pertunjukkan bianggung yaitu sebagai
berpedoman
si
kepada
paradigma
langsung
pelaku
dalam
dalam
kesenian
pertunjukkan
225
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
bianggung; 4) Zainur sebagai orang
saja bagian luarnya. Gendang bebano
yang juga selalu terlibat langsung
ini terbuat dari bahan kayu yang keras,
dalam pertunjukkan bianggung ini
kulit penutup penampang besarnya
dengan fungsi sebagai pembaca mantra
adalah kulit kambing atau kulit rusa
(pebayu). Teknik analisis data yang
yang sudah kering. Untuk melekatkan
digunakan adalah analisis kualitatif
kulit
yang
data,
“anggit�nya. Ukuran Bebano lebih
melaksanakan display atau penyajian
kurang 0,3 meter, penampang yang
data, dan mengambil kesimpulan atau
diberi berkulit lebih kurang 0,3 meter
verifikasi.
sedangkan penampang lainnya sekitar
terdiri
dari:
reduksi
0,2
meter
(Tenas
rotan
sebagai
Effendy
Dkk,
1992:56).
PEMBAHASAN Di
dipergunakan
dalam
bebano dimainkan dalam pertunjukkan
keunikan. Hal tersebut dapat diamati
bianggung ini, terdapat pula nyanyian-
pada saat musik dimainkan, si pelaku
nyanyian (mantra) yang dibacakan oleh
bianggung akan bergerak (membentuk
pebayu, mantra ini adalah sebagai
sebuah
dimana
bahasa atau dialognya antara pebayu
gerakannya mengikuti irama musik
dengan mambang-mambang (mahluk
yang dimainkan.
halus).
tarian
juga
Pada saat musik atau Gendang
memiliki
bianggung,
musik
pertunjukkan
sederhana)
Alat musik yang digunakan
Nyanyian-nyanyian
(mantra)
dalam permainan bianggung ini adalah
dalam permainan bianggung adalah
alat musik gendang bebano.
sebagai berikut:
Istilah
lain disebut “gendang pendek�. Pada bagian
permukaan
(yang
diberi
berkulit), ukurannya lebih besar dari bagian belakang (bawah), yang tidak diberi tutup kulit (tetap berlubang). Perbandingan muka dengan belakang rata-rata sekitar 33:2. Gendang ini lazim pula diberi hiasan atau divernis
Heeii.. mailah kito mamulai Untuk memain anggung Tuun mambang tuun sesado Untuk bemain anggung malam ini.
pado
Hei nak toang dibagi toang Toang toang tak menyampai Nak pulang dibagi pulang Pulang jangan bekotu ko pulang Jangan beganti ganti
226
Nurmalinda, Pertunjukan Bianggung Ditinjau di Kuala Tolam Pelalawan: Tinjauan Musikal dan Ritual
Kami tuwonkan mambang bungo cino Bigitu gayanyo begitu lenggoknyo Lenggok ke ki.ii lenggok ke kanan Mambang bungo cino
raga si pelaku sudah dikuasai oleh
Budak dulang di bagi dulang Dulang mengait ampai kain Endak pulang di bagi pulang Pulang beganti mambang lain
yang sudah merasukinya.
Hei baliklah engkau mambang bungo cino Kami ganti mambang buang Begitu ganas begitu garang Sekaang ini kito tonton mambang buang Hei mambang buang tonga asik bemain. Hendak dulang di bagi dulang Dulang mengait ampai kain Hendak pulang di bagi pulang Pulang beganti mambang lain. Hei mambang buang tonga asik bemain Kami ganti pulak dengan mambang toong asam Sodang bemain begitu cantik begitu lawonyo Kulai kesano kulai kesini Dio sangat pemalu benamo mambang toong asam. Hendak dulang di bagi dulang Dulang mengait ampai kain Hendak pulang di bagi pulang Pulang beganti mambang lain.
mambang-mambang
yang telah di
nyanyikan oleh pebayu dan si pelaku akan bertingkah laku seperti mambang
Claude
Levi-Strauss
mengatakan bahwa, keadaan yang dialami seseorang individu pada saat ia kehilangan kesadaran dan mengalami keadaan khayal yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu. Keadaan ini merupakan keadaan disosiasi psikis yang ditandai oleh kurangnya gerakan yang dilakukan secara sengaja dan sering ditandai oleh terjadinya otomatis dalam tindakan dan pikiran. Keadaan tidak sadarkan diri sering dicontohkan dalam keadaan hipnotis dan “medium mistik� (keadaan pribadi berfungsi sebagai
medium
kabar
roh-roh)
(2009:36). Menurut narasumber Zainur, permainan bianggung merupakan suatu pertunjukkan yang sangat di gemari di lingkungan masyarakat khususnya di
Pada saat nyanyian-nyanyian ini
di
nyanyikan
oleh
Desa Kuala Tolam pada masanya. Dari
pebayu,
segi nama, “bianggung� adalah salah
mambang-mambang yang di panggil
satu nama burung yang bernama
oleh pebayu akan masuk ke dalam
burung
tubuh si pelaku bianggung dan akan
cukup besar dan bianggung artinya
hilang kesadaran diri karena jiwa dan
bermain Anggung. Jadi dari nama
anggung
yang
ukurannya
227
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
inilah pertunjukkan bianggung berasal,
Permainan
yaitu diangkat dari nama burung
tidak setiap saat tetapi ada waktu dan
anggung.
tempatnya, permainan bianggung ini
ditampilkan
Bianggung
Menurut narasumber M.Syukur,
ditampilkan pada malam hari setelah
selain untuk hiburan, pertunjukkan
sholat isya atau sekitar jam 20.00 WIB.
juga
dapat
Alasan permainan ini dipertunjukan
manusia
setelah sholat Isya atau sekitar jam
tentang meremehkan alam gaib. Hal ini
20.00 WIB karena pada waktu tersebut
dirasakan langsung oleh masyarakat
masyarakat
setempat karena didalam permainan ini
melaksanakan kegiatannya sehari-hari
terkandung pesan moral yaitu saling
dan permainan ini dijadikan sebagai
menghormati antara dunia nyata dan
hiburan untuk menghilangkan rasa letih
dunia tidak nyata (alam gaib) karna
karena sudah berkegiatan seharian.
bianggung menjauhkan
dipercaya
pemikiran
masyarakat
setempat
setempat
sudah
tidak
masih
Di
mempercayai bahwasanya di dunia ini
permainan
tidak hanya manusia saja sebagai
beberapa
penghuninya tetapi ada juga mahluk
dalam permainan ini, seperti Tikar
lain
pandan,
yang
menghuni
dunia
ini
(Wawancara 16-10-2013).
dari
pelaksana
Piring
yang
digunakan
(tempat
Pebao
bantal kepala. Musik yang mengiringi
sebagai
permainan bianggung ini adalah musik
ini
dimana
tradisional masyarakat Melayu. Musik
mempunyai
ini memiliki jenis instrumen perkusi
mereka
(membranofon) dengan menggunakan
Pertama sebagai pemusik yaitu Amran
alat musik gendang bebano dan Vokal
(orang yang memainkan alat musik),
(mantra).
yang kedua sebagai Pebayu adalah
pendapat narasumber sebagai berikut.
mantra),
tugas
properti
terdapat
berbeda.
Zainur
dan
Bianggung,
orang
permainan
masing-masing fungsi
bianggung,
tiga
pelaksanaan
kemenyan dibakar), Kain panjang, dan
Pertunjukkan terdiri
dalam
(orang yang
yang
yang ketiga
membacakan si
pelaku
Hal
ini
sesuai
dengan
Menurut narasumber Amran, dalam
pertunjukan
permainan
permaian yaitu M.Syukur (orang yang
bianggung diiringi oleh instrument
menjadi
musik yaitu gendang bebano dan syair-
objek
dalam
permainan).
228
Nurmalinda, Pertunjukan Bianggung Ditinjau di Kuala Tolam Pelalawan: Tinjauan Musikal dan Ritual
syair
yang
masyarakat berbentuk
menggunakan
bahasa
dimainkan si pelaku bianggung akan bergerak (membentuk sebuah tarian
Kuala
Tolam
yang
mantra.
Musik
dalam
sederhana)
dimana
gerakannya
pertunjukkan bianggung adalah musik
mengikuti suara yang dikeluarkan dari
yang
untuk
gendang bebano tersebut. Ditinjau dari
mengiringi permainan bianggung saja.
musik pertunjukkan bianggung juga
Musik atau mantra ini tidak pernah
memiliki beberapa unsur musik pada
dipertunjukkan
adanya
umumnya, unsur-unsur musik tersebut
Instrumen
diantaranya adalah irama/ritme, tempo,
musiknya memiliki jenis komposisi
birama, melodi, dan dinamik. Unsur-
dan motif (Wawancara 15-10-2013).
unsur musik tersebut memiliki fungsi
berfungsi
permainan
khusus
tanpa
bianggung.
Adapun fungsi musik dalam pertunjukkan bianggung ini adalah sebagai
media
penghubung
yang berbeda satu sama lainnya baik itu untuk permainan
atau
komunikasi pebayu dan si pelaku
a. Irama/Ritme.
bianggung dengan dunia spiritual yang
Irama
atau
Ritme
adalah
mana dalam hal ini pebayu melakukan
panjang pendeknya nada pada melodi
komunikasi dan memberikan perintah
lagu.
kepada
agar
birama, karena birama menentukan
masuk ke dalam tubuh si pelaku
nada pada setiap ketukan. Pola ritme
Musik juga berfungsi
Gendang Bebano dalam permainan
sebagai pengiring / mengiringi pada
Bianggung ini polanya sederhana dan
saat si pelaku memulai aksinya yang
pola ritmenya hanya itu-itu saja serta
mana si pelaku sudah tidak lagi
warna bunyi yang dipakai dalam
berprilakuan seperti manusia normal
permainan Bianggung ini hanya dua
tetapi berprilakuan seperti mambang
yaitu warna bunyinya Pung dan Pak,
yang sudah merasukinya.
karna itulah seperti yang saya bilang
mambang-mambang
bianggung.
Di
dalam
pertunjukkan
bianggung ini musik juga memiliki
Irama
berhubungan
dengan
tadi pola ritmenya sederhana. Untuk lebih jelasnya dapat
keunikan yang hal itu terbukti pada
dilihat pada Pola irama
saat gendang bebano dipukul atau
berikut ini.
pukulan
229
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
Bianggung ini tergantung situasi dan kondisi
pada
saat
permainan
ini
berlangsung. Sedangkan menurut narasumber Zainur selaku orang yang membacakan
b. Tempo Tempo
adalah
tingkat
kecepatan dan lambatnya permainan musik. Sedangkan Hugh M. Miller dalam bukunya menyatakan bahwa tempo menunjukan kecepatan di dalam musik. Adapun istilah-istilah yang umum untuk menunjukan tempo itu di antaranya adalah : Presto (sangat cepat),
Allegro
(cepat),
Moderato
(kecepatan sedang), Andante (agak lambat), Adagio (agak lambat dari andante), Lento (lambat), dan Largo (sangat lambat). Tempo
dalam
pertunjukkan
bianggung, tidak terlalu lambat dan juga tidak terlalu cepat, karna pemusik juga memikirkan si pelaku bianggung, jika musiknya cepat maka si pelaku akan melakukan gerakan yang cepat pula dan itu bisa menguras tenaga para pemain cepat habis serta kecepatan memainkan
musik
mantra atau pebayu, beliau mengatakan bahwa kecepatan dalam membacakan mantra tidak terlalu cepat dan juga tidak terlalu lambat, yang jelas kalau telinga
orang
lain
yang
mendengarkannya pasti jelas, karna kalau terlalu cepat maka mantra yang dibacakan
bisa-bisa
tidak
jelas
bagaimana kata-katanya. Kalau untuk yang
diawal
kecepatan
dalam
membacakan mantra agak lambat dan itu menjelang musik masuk, kalau musik sudah masuk maka kecepatan membacakan mantra akan mengikuti kecepatan
orang
yang
memainkan
Gendang Bebano. Sampai permainan berakhir
seperti
itulah
kecepatan
didalam musik permainan bianggung ini (wawancara 14-09-2013) . Untuk lebih jelasnya tempo dari bianggung adalah sebagai berikut.
permainan
230
Nurmalinda, Pertunjukan Bianggung Ditinjau di Kuala Tolam Pelalawan: Tinjauan Musikal dan Ritual
Berdasarkan observasi yang
c. Birama
penulis lakukan di lapangan, tempo yang
di
gunakan
merupakan
satuan
musik
kelompok ketukan tetap yang dimulai
pertunjukkan bianggung ini adalah
dengan ketukan kuat sampai ketukan
tempo andante (agak lambat), atau
kuat
berkisar
M.M
digunakan dalam Musik pertunjukan
(metronome maelzel) yang berarti ada
bianggung ini adalah birama 4/4
50-70 ketuk dalam setiap menit. Jika
artinya jika dituliskan dalam notasi
dihubungkan
pelaku
balok, dalam satu birama ada 4 buah
permainan, maka tempo yang terdapat
not Âź (not-not lain yang ketukannya
pada musik ini juga sebagai pengatur
berjumlah 4 buah not Âź), dan setiap
tempo bagi si pelaku permainan
ketukan pertama akan di beri aksen
antara
dalam
Birama
50-70
dengan
yang
yang kuat. Aksen atau suara yang kuat
tempo yang jelas dari musik, maka si
inilah yang menjadi pedoman hitungan
pelaku akan mudah untuk merasakan
pertama dalam musik pertunjukkan
musik serta melakukan gerakan dan
bianggung.
tempo
birama dari bianggung adalah sebagai
juga
dengan
Birama
adanya
bianggung
sebab
si
berikutnya.
berfungsi
sebagai
rangsangan terhadap si pelaku dalam
Untuk lebih jelasnya
berikut.
bermain pertunjukkan bianggung.
231
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
d. Melodi
dihasilkannya
Menurut
Atan
Hamju
dan
bunyi
tinggi,
umpamanya
gerincingan. Jika getaran
Armillah Widarti mengatakan bahwa
sumber bunyi itu lambat, maka bunyi
melodi adalah urutan nada-nada yang
yang akan terdengar adalah rendah,
berbentuk suatu lagu, suatu melodi
umpanya bunyi tambur besar.
dapat dibatasi sebagai suatu rangkaian
Selanjutnya
beberapa atau sejumlah nada yang
pertunjukkan
berbunyi
mempunyai
atau
dibunyikan
secara
beraturan (1984:23). Musik
musik
dalam
bianggung
juga
nada atau bunyi yang
dihasilkan oleh suatu sumber bunyi
dalam
pertunjukkan
seperti Suara Manusia, tetapi dalam
bianggung mempunyai suatu melodi,
hal ini bunyi yang bergetar dengan
dan melodinya mempunyai rangkaian
kecepatan yang teratur. Kecepatan
nada (bunyi dengan getaran teratur)
getaran itu dinamakan frekuensi yang
yang
serta
dapat di ukur dengan menghitung
berirama, dan mengungkapkan suatu
jumlah getarnya dalam satu detik.
gagasan.
peristiwa
Musik dalam pertunjukkan bianggung
getaran, getaran bunyi dapat cepat dan
mempunyai melodi dengan urutan
dapat pula lambat. Jika suatu sumber
nada-nada yang berbentuk suatu lagu.
getaran dengan cepat maka bunyi yang
Dengan demikian dapat diterapkan
terdengar
Bunyi
berurutan
adalah
232
Nurmalinda, Pertunjukan Bianggung Ditinjau di Kuala Tolam Pelalawan: Tinjauan Musikal dan Ritual
bahwa nada syair-syair atau mantra
dalam memainkan musik, dinyatakan
dalam
bianggung
dengan berbagai istilah seperti: p
merupakan unsur pokok suatu melodi
(piano/lembut), f (forte/keras), cresc
dalam musik permainan bianggung.
(Crescendo/makin keras), mf (Mezzo
Hal ini sesuai yang dikatakan oleh
Forte/sangat
narasumber Amran, bahwa: “Melodi
sebagainya.
yang
pertunjukkan
terdapat
di
dalam
musik
keras)
Dalam
dan
musik
lain
pertunjukkan
pertunjukkan bianggung berasal dari
bianggung, dinamik yang digunakan
suara manusia atau pada saat pebayu
ada kalanya lembut dan ada juga keras
membacakan mantra dengan suara
tergantung apa yang mereka (pemain
yang
itu
musik) inginkan atau ekspresikan.
membentuk sebuah melodi dalam
Tetapi dinamik yang slalu digunakan
musik pertunjukan bianggung ini�
didalam permainan Bianggung oleh
(Wawancara 14-09-2013).
pemain
musik
wilayah
p
mengalun-alun
dan
Sedangkan
menurut
tidak
keluar
(piano/lembut),
dari f
narasumber Zainur selaku orang yang
(forte/keras), hal itu disebabkan pada
menjadi Pebayu (pembaca mantra)
saat permainan sedang berlangsung,
dalam
suasana
Permainan
Bianggung
ini,
permainan
terkadang
mengatakan bahwa : ‘kalau melodi
memanas dan terkadang mendingin di
yang
musik
tambah lagi faktor tenaga pemain
permainan Bianggung ini tidak berasal
musik, karna pada saat permainan ini
dari alat musik tetapi berasal dari suara
berlangsung tidak ditentukan batas
yang
(suara
waktunya dan itu bisa menyebabkan
manusia) karna dengan nada-nada
dalam memainkan musik dinamik
yang dikeluarkan itulah yang menjadi
akan bisa berubah dan bisa jadi
melodi dalam musik Bianggung ini�
berubah tanpa disadari. Tetapi tetap
(Wawancara 14-09-2013).
dinamik dalam permainan Bianggung
terdapat
membacakan
didalam
mantra
tidak e. Dinamik
keluar
dari
(piano/lembut), dan
wilayah
p
f (forte/keras).
Menurut Kamus Pono Bonoe,
Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh
Dinamik merupakan keras lembutnya
Amran selaku pemusik, bahwa: “Keras
233
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
atau lembutnya dalam memainkan
adalah sebuah bentuk bahasa yang
musik
digunakan
didalam
pertunjukkan
oleh
Pebayu
untuk
bianggung ini tidak bisa ditentukan,
berkomunikasi
disebabkan karna beberapa faktor yang
Mambang-mambang agar masuk ke
mempengaruhinya seperti tenaga, usia
dalam tubuh si pelaku permainan
dan
faktor-faktor
dan
memanggil
lain
yang
Bianggung. Setelah Mambang yang
memainkan
musik
telah dipanggil oleh Pebayu tersebut
dalam pertunjukkan bianggung ini
masuk ke dalam tubuh si pelaku,
tidak keras dan juga tidak lembut,
sebaliknya
yang jelas enak dimainkan dan enak di
mengeluarkan Mambang tersebut dari
dengar� (Wawancara 14-09-2013).
tubuh
menyebabkan
Selain alat musik Gendang Bebano
yang
terdapat
dalam
si
Pebayu
pelaku
dan
juga
bisa
memanggil
Mambang-mambang yang lain agar menggantikan
Mambang
yang
pertunjukan bianggung ini, mantra
dikeluarkan oleh pebayu tadi dan
(syair-syair) juga memiliki peran yang
begitulah
tidak
permainan
kalah
pentingnya
dengan
seterusnya Bianggung
sampai ini
selesai
Gendang Bebano, karna mantra (syair-
dipertunjukan. Untuk lebih jelasnya
syair) yang di ucapkan oleh Pebayu
berikut ini melodi bianggung.
234
Nurmalinda, Pertunjukan Bianggung Ditinjau di Kuala Tolam Pelalawan: Tinjauan Musikal dan Ritual
235
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
236
Nurmalinda, Pertunjukan Bianggung Ditinjau di Kuala Tolam Pelalawan: Tinjauan Musikal dan Ritual
Di
PENUTUP Pertunjukan bianggung Desa Kuala Tolam Kecamatan Pelalawan Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau, memiliki
arti
yaitu
“bermain
anggung,” yaitu suatu permainan yang berbentuk
magis
dan
melibatkan
unsur-unsur gaib seperti pemanggilan mambang-mambang (mahluk halus) yang akan dimasukan kedalam tubuh objek pertunjukkan yaitu si pelaku bianggung. Adapun fungsi musik dalam pertunjukkan bianggung ini adalah sebagai
media
penghubung
atau
komunikasi pebayu dan si pelaku bianggung dengan dunia spiritual yang mana dalam hal ini pebayu melakukan komunikasi dan memberikan perintah kepada
mambang-mambang
agar
masuk ke dalam tubuh si pelaku bianggung, dan musik juga berfungsi sebagai pengiring / mengiringi pada saat si pelaku memulai aksinya yang mana pada saat melakukan aksinya tersebut si pelaku sudah tidak lagi berprilakuan seperti manusia normal tetapi berprilakuan seperti mambang yang sudah merasukinya.
dalam
pertunjukan
bianggung ini musik juga memiliki peranan yang sangat penting, hal itu terbukti pada saat musik dimainkan si pelaku
bianggung
akan
bergerak
(membentuk sebuah tarian sederhana) dimana gerakannya mengikuti irama musik yang dimainkan. Alat musik yang digunakan dalam pertunjukkan bianggung ini adalah alat musik Gendang bebano. Alat musik ini amatlah dikenal masyarakat Melayu dan mereka warisi turun temurun. Orang tua-tua sering menyebutkan bahwa nama “bebano” berpuncak dari pengertian “berbahana”, yakni bunyi yang bergema. Sebab, alat musik ini bunyinya keras dan berbahana. Musik
yang
mengiringi
pertunjukkan bianggung ini adalah musik tradisional masyarakat melayu yaitu dengan menggunakan alat musik Gendang bebano dan mantra (vokal). Jumlah
orang
yang
melakukan
pertunjukkan bianggung ada 3 orang, (i) orang yang memainkan musik berjumlah 1 (satu) orang, (ii) sebagai pebayu (pembaca mantra) berjumlah 1 (satu) orang, (iii) sebagai si pelaku bianggung berjumlah 1 (satu) orang. Pertunjukan
bianggung
berfungsi
237
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
sebagai hiburan dan secara tidak langsung
juga
sebagai
tempat
penyampaian suatu pesan-pesan moral seperti bagaimana batasan manusia dan mahluk halus (jin), dunia nyata dan dunia tidak nyata (gaib), saling menghormati antar sesama penghuni alam semesta ini.
KEPUSTAKAAN Anandar, Merriam. 2008. Musik Tradisional Katobung. Pekanbaru: Dinas Kebudayaan, Kesenian dan Pariwisata Provinsi Riau. Hamju, Atan dan Amillah Windawati. 1984. Seni Musik, Untuk SMA Jilid 1. Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surabaya: Rajawali Pers. Bahar, Mahdi. 2009. Islam Landasan Ideal Kebudayaan Melayu. Malang: Malak. Elmustian. Dkk. 2005. Pengkajian Alat-Alat Musik Tradisional Daerah Riau. Pekanbaru: Balai Pengkajian Dan Pelatihan Dinas Kebudayaan Kesenian Dan Pariwisata Provinsi Riau. Effendy, Tenas Dkk. Alat-alat Musik Tradisional Daerah Riau.
Riau: Pemerintahan Daerah Tingkat I Propinsi Riau Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Riau. Hamidy. UU. 1991. Estetika Melayu Di Tengah Hamparan Estetika Islam. Pekanbaru: Zamrad. Iskandar. 2008. Metodelogi Penelitian Pendidikan dan Sosial (kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta: Gaung Persada Press. Kodijah, Latifah dan Marzoeki. 2002. Istilah-Istilah Musik. Jakarta: Djambatan. Levi-Strauss, Claude. 1996. Mitos Dukun dan Sihir. Yogyakarta: Kanisius. Rahman, Elmustian, dkk. 2003. Alam Melayu.Dinas Kebudayaan, Kesenian dan Pariwisata Provinsi Riau: UNRI Press Pekanbaru. Sylado, Romy. 1988. Menuju Apresiasi Musik. Bandung. Angkasa Soepandi. 1978. Diktat pengantar pengetahuan musik tari. Yogyakarta: Akademis seni tari Indonesia. Usman, Husaini Dkk. 1995. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Bumi Aksara. Yunus, Gitrif. 1996. Dasar-dasar Teori Musik Umum. Padang Panjang: ASKI.
238
ANALISIS SEMIOTIKA CHARLES SANDERS PEIRCE KARYA PATUNG RAJUDIN BERJUDUL MANYESO DIRI Mukhsin Patriansyah Jurusan Desain Komunikasi Visual Fakultas Ilmu Pemerintahan dan Budaya Universitas Indo Global Mandiri Palembang patriansyahmukhsin8@gmail.com ABSTRAK Karya seni adalah salah satu fenomena bahasa.Oleh karena itu karya seni dapat dipandang sebagai fenomena tanda. Tanda-tanda yang digunakan dalam sebuah karya seni lahir dari proses kontemplasi, olah rasa dan pikiran seniman terhadap lingkungan.Rajudin dalam karya Manyeso Diri berpijak pada konsep langkah untuk menciptakan tanda-tanda pada kekaryaan patung. Langkah yang baik akan menentukan keberhasilan kita di masa yang akan datang, begitu juga sebaliknya langkah yang buruk akan menentukan kegagalan dan kekecewaan di masa yang akan datang. Hal ini yang menjadi pedoman bagi seorang Rajudin dalam melahirkan karyanya yang berjudul ManyesoDiri. Karya ini mempunyai hubungan erat dengan latar belakang kebudayaan Minangkabau. Pernyataan inilah yang ingin disampaikan Rajudin melalui karyanya. Metode yang digunakan untuk mengetahui makna yang ada di dalam karya patung Rajudin ini adalah metode analisis interpretasi. Dari simpulan diketahui bahwa tanda-tanda yang dihasilkan mengarah pada upaya Rajudin untuk menyampaikan pesan sosial kepada para perempuan Minangkabau hari ini. Kata Kunci : Rajudin, Semiotika, Langkah, Manyeso Diri. ABSTRACT Work of art is one of linguistic phenomena. Therefore, a work of art can be viewed as a phenomenon of signs. Signs used in a work of art stem from a process of contemplation, feeling, and mind of the artist about environment. Rajudin in his work Manyeso Diri bases his work on the concept of steps to create signs. Good steps will lead to success in the future, and on the contrary, bad steps will lead to failure and disappointment. This is the guideline used by Rajudin in creating his work Manyeso Diri. This work is closely related to Minangkabau culture. This a statement that Rajudin wants to express in this work. The method used to find out the meaning contained in Rajudin’s work is the method of analysis
239
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
interpretation. From the conclusion it is found that resulting signs lead Rajudin’s effort to express some social messages to today’s Minangkabau women. Key word: Rajudin, semiotics, step, Manyeso Diri umum proses kratif berasal dari dua
PENDAHULUAN dalam
energi, yaitu energi dari dalam dan
menanggapi suatu fenomena selalu
energi dari luar (Nyoman Kutha Ratna,
diungkapkan ke dalam karya seni,
2007:12). Energi yang datang dari
maka dari itu sebuah karya seni yang
dalam adalah dorongan yang kuat
lahir merupakan realitas baru yang
untuk
kompleks, bahkan lebih kompleks dari
berdasarkan pengetahuan, keahlian,
realitas yang sesungguhnya. Karena
penguasaan teknik, alat dan konsep
sebuah
serta
Upaya
seniman
karya
berusaha
seni
di
menyajikan
dalamnya fenomena-
melahirkan
karya
pengalaman
estetik
seni
yang
dimilikinya. Sedangkan energi dari
fenomena yang ada di lingkungannya,
luar
memiliki makna dan arti tertentu untuk
pencipta dalam merespon realitas yang
dibedah dan dianalisis. Latar belakang
diamatinya. Menurut Jakob Sumarjo
kebudayaan
mempengaruhi
bahwa, kehadiran sebuah karya seni
seorang seniman dalam melahirkan
merupakan representasi terhadap dunia
karyanya seperti perbedaan ideologi,
luar
pengalaman, pola pikir, serta visi
langsung
kesenimanan
yang
obyektif atau kenyataan dalam dirinya,
seni
sehingga menimbulkan respon atau
menjadi berbeda walaupun dihadapkan
tanggapan, maka lahirlah karya seni
dengan objek atau permasalahan yang
(Jakob Sumarjo, 200:76).
menyebabkan
sangat
mereka sebuah
karya
merupakan
diri
seniman dengan
Kehidupan
sama. Daya
sensitifitas
seorang
sosial
daya
manusia
sensitifitas
bersentuhan
kenyataan
intelektual didasarkan
penggunaan,
yang
dan pada
seniman sangat tinggi dalam merespon
penghasilan,
dan
kondisi yang ada di lingkunganya, hal
pertukaran tanda, misalnya saat kita
ini merupakan proses kreatif. Secara
membuat isyarat, berbicara, menulis,
240
Mukhsin Patriansyah, Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce Karya Patung Rajudin Berjudul Manyeso Diri
membaca, menonton acara televisi,
menjadi pedoman siseniman dalam
mendengarkan musik, melihat sebuah
melahirkan
lukisan,
dengan
kita
penggunaan
tengah
dan
melakukan
penafsiran
tanda
karyanya Rajudin,
(wawancara 12/05/2011).
Langkah merupakan salah satu dari
(Marcel Danesi, 2010: 33). Penafsiran
suratan takdir, disamping
tanda
seni
rezeki dan maut. Langkah yang baik
memungkinkan kita sebagai apresiator
akan menentukan keberhasilan kita di
dapat dengan mudah untuk memahami
masa yang akan datang, begitu juga
makna yang ingin disampaikan oleh
sebaliknya langkah yang buruk akan
sisenimannya
menentukan
dalam
sebuah
karya
melalui
analisis
semiotika yang digunakan nantinya. Tanda-tanda yang digunakan
kekecewaan
patung
lebih
di
masa
yang
dan akan
datang.
dalam sebuah karya seni khususnya seni
kegagalan
jodoh,
Karya patung ini di dalamnya
mengarah
dapat di lihat dengan jelas bagaimana
kepengalaman pribadi siseniman yang
kemampuan dari Rajudin menyusun
merupakan representasi dari olah rasa
garis, bentuk, warna, ruang dan tekstur
dan pikiran seniman dalam mengamati
sesuai dengan asas-asas penyusunan.
objek-objek
sekitar
Selain itu Rajudin menerapkan sistem
mereka, namun ada juga tanda yang
tanda yang baru di dalam karyanya.
hadir
Sistem tanda tersebut sangat berkaitan
yang
dengan
ada
sengaja
di
(dipinjam)
sebagai bahasa ungkap (metafora) dan
erat
bersifat ekspresif. Oleh sebab itu
Minangkabau,
Cassirer berpendapat bahwa karya seni
memunculkan
tidak semata-mata representatif, tidak
dalam menginterpretasikannya. Hal
juga semata-mata ekspresif, karya-
inilah yang membuat penulis tertarik
karya itu bersifat simbolis dengan
untuk menganalisis karya Rajudin
makna baru yang lebih mendalam
yang berjudul “Manyeso Diri�.
(Agus Sachari, 2002:19).
dengan
lingkungan sehingga
alam banyak
argumen-argumen
Permasalahan yang diangkat
Langkah merupakan sesuatu
dalam tulisan ini adalah bagaimana
yang amat penting bagi manusia untuk
membedah dan menganalisis tanda
mengarungi kehidupan, hal ini yang
pada karya patung Rajudin yang
241
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
berjudul
“Manyeso
berkaitan
erat
yang
mengetahui bagaimana sistem tanda
falsafah
bekerja sesuai dengan kapasitas dan
Diri�
dengan Upaya
Minangkabau.
untuk
latar
belakang
kebudayaan
yang
memecahkan permasalahan yang telah
beraneka ragam. Pendekatan teori
dirumuskan,
maka
penulis
untuk menganalisis sistem tanda yang
menggunakan
metode
analisis
ada
pada
karya
patung
Rajudin,
interpretasi. Metode ini digunakan
penulis menggunakan teori Charles
agar bisa menelusuri makna yang
Sanders Peirce. Menurut penulis, teori
tersirat dibalik karya patung Rajudin
semiotika
tersebut. Menganalisis merupakan kata
sangat relevan untuk membedah karya
kerja yang berasal dari kata analiyze/
patung Rajudin. Pendekatan teori yang
artinya
Sanders
Peirce
dan
digunakan untuk membedah karya
mengamati sesuatu secara kritis dan
patung Rajudin agar bisa mengetahui
seksama
membedah
tanda-tanda yang digunakannya, maka
bagian-bagiannya terlebih dahulu dan
penulis menggunakan pendekatan teori
menyoroti detil-detil dari setiap bagian
semiotika
menurut
Peirce
tersebut (M. Dwi Marianto, 2011:37).
batasan
yakni
Representamen
Tulisan
(qualisign,
sinsign
dan
analyse,
dengan
ini
membedah
Charles
cara
proses
pengumpulan
dengan
legisign).
datanya dilakukan melalui observasi
Pembatasan
dan
menghindari kesalahpahaman dalam
wawancara
sisenimannya gambaran penciptaan
langsung untuk
dengan
mengetahui
mengenai karya
seni
ini
dilakukan
untuk
membaca tulisan ini nantinya.
konsep tersebut,
sehingga proses interpretasi terhadap karya memiliki tingkat validitas yang tinggi.
PEMBAHASAN Tanda Menurut Peirce Charles Sanders Peirce seorang ahli filsuf dari Amerika (1839-1914)
Tujuan dari analisis karya ini
mengutarakan
bahwa
kehidupan
untuk memberikan pemahaman yang
manusia dicirikan oleh pencampuran
lebih kepada insan akademis akan
tanda dan cara penggunaannya dalam
pentingnya
ilmu
aktivitas yang bersifat representatif
semiotika dalam bidang seni, dan
(Marcel Danesi, 2010:33). Penjelasan
peran
disiplin
242
Mukhsin Patriansyah, Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce Karya Patung Rajudin Berjudul Manyeso Diri
tersebut mengidentifikasikan tanda-
tanda merupakan representasi dari
tanda yang diciptakan oleh manusia
sesuatu,
yang merupakan representasi dari latar
direpresentasikannya,
kebudayaan mereka. Oleh sebab itu di
representasi dari, benda, figur, dan lain
suatu daerah atau kawasan tertentu
sebagainya yang disebut dengan object
mempunyai tanda-tanda yang berbeda
(Y). Sesuatu itu bisa menjadi sebuah
sesuai
belakang
tanda yang dapat dimaknai orang lain
kebudayaan mereka masing-masing.
atau makna yang ada dalam benak
Misalnya seekor tikus bagi masyarakat
seseorang tentang objek yang dirujuk
Indonesia
para
sebuah tanda, hal itu merupakan
tindakan
Interpretan(X =Y). Tiga unsur yang
korupsi. Hal ini belum tentu sama
menghadirkan semiotika signifikasi
penjelasannya dengan negara lain
yang melibatkan tiga unsur pokok
karena sebuah tanda yang diciptakan
yakni Representamen (X), Object (Y),
membentuk pandangan yang akan
Interpretan (X=Y). Pemahaman di atas
dimiliki orang terhadap dunia sesuai
senada dengan yang diungkapkan oleh
dengan kebudayaan mereka masing-
Peirce dalam Marcel Danesi :
dengan
oknum
latar
merepresentasikan
yang
melakukan
masing. Menurut Peirce tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang berfungsi sebagai wakil dari sesuatu yang lain dalam hal atau kapasitas tertentu. (Umberto Eco, 2009, 21). Pandangan Peirce
tersebut
bagaimana
sebuah
menjelaskan tanda
demikian
sebuah
merepresentasikan mewakilinya. sesuatu
yang
tanda
sesuatu
yang
Representasi
dari
diwakili
tersebut
dinamakan representamen (X). Karena
ada
sesuatu
yang
misalnya
“.......tanda sebagai Representamen dan konsep, benda, gagasan, dan seterusnya, yang diacunya sebagai Objek. Makna (impresi, kogitasi, perasaan, dan seterusnya) yang kita peroleh dari sebuah tanda oleh Peirce diberi istilah Interpretan (Marcel Danesi, 2010:37).
dapat
mewakili sesuatu yang lain, dengan
tentu
Pendapat di atas dapat di uraikan bahwa sesuatu itu bisa dilihat dan dipahami
berdasarkan kulitas
tanda yang disebut dengan qualisign, sinsign
adalah
eksistensi
tanda
terhadap peristiwa yang dialami dan legisign
adalah
eksistensi
tanda 243
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
dengan
konsep
dan
aturan
yang
berlaku umum. Sacara keseluruhan qualisign,
dan
sinsign
legisign
merupakan tipe atau jenis
tanda
mempresentasikan (Marcel
Danesi,
selain
dirinya
2010:6).
Asumsi
tersebut dapat diartikan bahwa sebuah tanda
tidak
bisa
mewakili
atau
berdasarkan representamen. Wujud
mempresentasikan
dari
ingin
sesuatu itu bisa menjadi sebuah tanda
direpresentasikan dinamakan dengan
sejauh sesuatu itu tidak mewakili atau
Object yang di dalamnya terdiri dari
mempresentasikan dirinya sendiri.
icon
sesuatu
adalah
yang
tanda
berdasarkan
dirinya
sendiri,
Secara representatif, Rajudin
kemiripan, indeks adalah kategori
meminjam
tanda yang dilahirkan berdasarkan
memiliki
sebab dan akibat, sedangkan simbol
manusia. Selain sebagai pelindung
adalah sistem tanda yang bersifat
kaki, sepatu juga berfungsi dalam
konvensi. Sebuah tanda yang muncul
kehidupan keseharian untuk digunakan
atau dilahirkan tentu memliki makna
sebagai alat bantu berjalan yang lebih
yang memungkinkan seseorang untuk
nyaman. Sebagai wujud penekanan
menafsirkannya
dengan
ekpresi si seniman dalam karyanya,
interpretan. Penafsiran yang masih
suatu objek sebagai karya seni telah
bersifat kemungkinan disebut dengan
memiliki suatu pengembangan secara
rheme, suatu penafsiran apabila sudah
bentuk.
disebut
memiliki suatu kebenaran dinamakan
bentuk fungsi
sepatu bagi
yang
kehidupan
Sepatu sebagai objek telah
dengan disent, sedangkan argument
mengalami
adalah kebenaran suatu tanda yang
bentuk sepatu digabung dengan unsur-
ditafsirkan
dengan
unsur kebudayaan di Minangkabau
konsep dan aturan secara umum atau
seperti gonjong dan tanduk kerbau.
konvensi.
Tanduk kerbau tersebut dalam visual
sudah
sesuai
transformasi,
sehingga
karya dari Rajudin diletakkan di Antara Karya Seni dan Tanda
bagian
tumit,
sedangkan
gonjong
Tanda adalah segala sesuatu seperti
ditempatkan di bagian atas dari bentuk
warna, isyarat, kedipan mata, objek,
sepatu.
rumus matematika, dan lain-lain yang
244
Mukhsin Patriansyah, Analis nalisis Semiotika Charles Sanders Peirce Karya Patung Raju ajudin Berjudul Manyeso Diri
Sepatu yang digunakan di pada karya ini adalah sepat atu high heels. Sepatu high heels meerupakan objek yang memiliki tumit it yang tinggi. Sepatu pada karya ini terdapat ter gonjong rumah gadang dan tandu nduk kerbau. Bila sepatu
pada
umumn nya
memiliki
pasangan sebelah kiri dan da kanan, maka
Gambar 2. Foto Tampak Atass Rajudin, Manyeso Diri, 90 x 25 x 50 cm, 2011 e) dan Semen, Bahan : Tepung batu (dolomitte) Teknik : Plasteringg ssy Finishing : clear glossy 4) (Foto: Rajudin, 2014)
oleh pada karya yang dihasilkan diha patu high heels Rajudin berupa sepatu nduk kerbau yang sebelah kiri dan tanduk wah tumit dari terletak dibagian bawa sepatu
tersebut.
Warna W
yang
rah pekat pada digunakan warna mera upai lilin yang bagian yang menyerupa warna telah mencair dan memiliki me biru kuning kusam, hijau kehitaman, ke kehitaman dan hitam.. Warna yang digunakan
dalam
karya kar
Gambar 3. ing Foto Tampak samping Rajudin, Manyeso Diri, 90 x 25 x 50 cm, 2011 e) dan Semen, Bahan : Tepung batu (dolomitte) Teknik : Plasteringg ssy Finishing : clear glossy 4) (Foto: Rajudin, 2014)
Rajuddin
makna memiliki interpretasi berupa b ndak disampaikan atau pesan yang hendak melalui representamen..
tanda pada Secara Qualisign, ta bentuk sepatu karya di atas terdiri dari bent miliki tumit high heels. Sepatu ini mem yang
tinggi
dan
tidakk
menutupi
ngan bagian seluruh bagian kaki, deng terbuka dan punggung kaki lebih ter pada bagian terdapat tanduk kerbau pa usam terletak bawah. Warna kuning kusa umah gadang pada bagian gonjong ruma Gambar 1. 1 Rajudin, Manyeso Diri, 90 x 25 x 50 cm, Bahan : Tepung batu (dolom lomitte) dan Semen, Teknik : Plaster tering Finishing : muilex ilex, 2011 (Foto: Mukhsin, 12 Mei M 2011)
serta warna biru kehitamaan terletak njong rumah pada bagian dalam gonjong kat dan hijau gadang. Warna hitam pekat bagian paling kehitaman terletak pada bag 245
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
bawah, sedangkan warna merah pekat
keagungan dan kemulian. Warna biru
menyerupai
mencair
merupakan kategori warna dingin,
terdapat pada bagian atas dari warna
secara empiris warna biru kehitaman
hitam.
yang
lilin
Bentuk
yang
sepatu
yang
telah
dihadirkan
kesendirian
merepresentasikan
dan
kesepian.
Warna
mengalami transformasi dan distorsi
hitam pekat terletak pada bagian
bentuk pada
bawah
karya
di
atas
bila
dari
sepatu
high
heels
direlasikan dengan pengalaman secara
mengidentifikasikan suatu kegelapan
empiris
representamen
dan warna hijau yang merupakan
dari bentuk sepatu high heels yang
warna kehidupan, hal ini memaknai
umum dipakai oleh wanita.
Hal ini
sebuah perjalanan hidup yang tidak
didukung dengan bentuk sepatu high
mempunyai titik terang atau arah
heels yang tidak menutupi keseluruhan
tujuan. Warna merah yang menyerupai
kaki atau bagian punggung kaki
lelehan
terbuka dan memiliki tumit yang
ancaman,
tinggi.
peringatan.
merupakan
lilin
menandai
bahaya,
dan
sebuah sebuah
Bentuk sepatu high heels yang
Seiring berkembangnya zaman
telah dijelaskan secara Qualisign pada
banyak sekali wanita Minangkabau
bagian di atas mempunyai kualitas
mengabaikan aturan dan norma yang
berdasarkan
secara
berlaku, sehingga tidak memiliki arah
empiris tentang sepatu sebelah kiri
dan tujuan dalam hidupnya, hal ini
yang menginterpretasikan kebanyakan
dapat dilihat dari penyusunan unsur-
dari
sudah
unsur rupa yang diekspresikan Rajudin
melanggar aturan dan norma yang
dalam karyanya menandai tentang
berlaku
suasana kesendirian dan kegelapan
wanita
globalisasi.
pengalaman
Minangkabau
akibat Tanduk
pengaruh
dari
kerbau
pada
yang
dijalani
oleh
kaum
wanita
bagian bawahnya merupakan landasan
Minangkabau. Perasaan berupa makna
untuk berpijak. Begitu juga warna
dari suasana yang muncul ketika
yang digunakan yakni warna kuning
mengamati sistem tanda yang ada pada
kekusaman
karya patung Rajuddin di atas dapat
pada
bagian
gonjong
rumah gadang menjelaskan sebuah
dikatakan
sinsign
karena
sesuai
246
Mukhsin Patriansyah, Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce Karya Patung Rajudin Berjudul Manyeso Diri
dengan peristiwa yang dialami secara
dipakai tentu sudah dapat ditafsirkan
empiris berdasarkan sistem tanda yang
bagaimana
ada di dalamnya.
digunakannya, misalnya menggunakan
pakaian
yang
Karya patung Rajudin di atas
pakaian yang tidak menutupi aurat.
dapat dikatakan legisign apabila hal itu
Pada karya patung Rajuddin di atas
dapat dikaitkan dengan konsep, aturan,
lebih menekankan pada aspek tindakan
struktur sosial dan konvensi. Semua
yang tercela yang dilakukan oleh
orang akan sepakat bahwa karya
kaum
patung Rajudin di atas berangkat dari
penekanan ini dapat dilihat dari sepatu
bentuk sepatu high heels yang umum
high heels yang diambil pada bagian
dipakai oleh kaum wanita ketika
sebelah kiri, hal ini merupakan suatu
mereka
acara
kesalahan yang dilakukan kebanyakan
tertentu misalnya pesta pernikahan,
wanita Minangkabau akibat pengaruh
pergi ke mal dan lain sebagainya.
globalisasi. Banyak sekali kejadian
Bagian sebelah kiri dalam aturan
bagaimana
konvensi yang berlaku di dalam
minangkabau
masyarakat Minangkabau merupakan
bergaul secara bebas dengan laki-laki,
sebuah tindakan yang tercela misalnya
sehingga
menyapa orang lain dengan tangan kiri
mempertahankan
kecantikan
atau mengambil sesuatu dengan tangan
keperawanannya.
Akhirnya
wanita
kiri.
tersebut
menyiksa
dirinya
sendiri
dalam
bahasa
menghadiri
Kebiasaan
diperbolehkan Minangkabau, olah
kita
sebuah
ini oleh
tentu
masyarakat
dikarenakan
tidak
tidak
seolah-
menghargai
dan
menghormati orang tesebut. Selanjutnya apabila dikaitkan antara Qualisign dari sepatu high heels
legisign
memunculkan
interpretasi
bahwasanya sepatu high heels yang
Minangkabau,
prilaku di
masa
tidak
Minang
wanita sekarang
mampu dan
disebut
“Manyeso Diri� sesuai dengan judul yang diberikan oleh si seniman pada karyanya. Pernyataan tersebut tidak sesuai dengan hukum dan normanorma yang berlaku di Minangkabau.
dengan konsep-konsep yang berlaku secara umum yang disebut dengan
wanita
Hukum dan norma-norma yang berlaku
di
Minangkabau
ditandai
dengan tanduk kerbau yang terletak pada
bagian
bawahnya
sebagai
247
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
landasan berpijak bagi kaum wanita
Warna
hitam
pekat
yang
Minangkabau. Wanita atau Bundo
terdapat pada bagian bawah dari
Kanduang dalam kesehariannya harus
sepatu high heels apabila dikaitkan
berhati-hati untuk menjaga sikap dan
dengan struktur yang bersifat konvensi
tingkah
yang ada di Minangkabau menandai
laku,
pergaulan
misalnya
dengan
dalam
laki-laki,
cara
suatu
musibah
atau
kemalangan.
berpakaian, makan, minum, berbicara
Konvensi
warna
dan sebagainya. Mengingat pentingnya
masyarakat
Minangkabau
kedudukan dan fungsi wanita di dalam
tanda adanya orang yang meninggal di
kehidupan
keluarga tersebut. Warna hijau dalam
Minangkabau
(Haryati
Nizar, 2004:102).
yang
hitam
bagi sebagai
aturan konvensi seni rupa merupakan
Selanjutnya dari kualitas warna
warna kehidupan. Pemaknaan antara
dimunculkan
warna
seperti
warna
kuning pada bagian gonjong rumah gadang
apabila
struktur
yang
dikaitkan bersifat
menandakan hal
tingginya
ini
warna
hijau
kehitaman yakni berupa perjalanan hidup yang tidak mempunyai titik
konvensi
terang atau arah tujuan dikarenakan
dan
menjelaskan
kedudukan
wanita
Minangkabau yang mempunyai peran sangat vital di lingkungan rumah Apabila
dan
dengan
keagungan
kemuliaan,
hitam
dan
Minangkabau
tingkah tidak
laku
wanita
berlandaskan
aturan-aturan dan norma-norma yang berlaku. Warna merah dalam atauran
dari
yang berlaku secara umum menandai
kualitas warna kuning yang muncul
sebuah ancaman, bahaya, dan sebuah
yakni
yang
peringatan, misalnya ketika melihat
dan
warna merah pada mobil ambulans
memudar.
atau pada mobil pemadam kebakaran
gadang.
kuning
kehitaman
menjelaskan kemuliaan Akibat
dicermati
sikap
keagungan yang
dari
telah
semua
wanita
semua itu menandai sebuah peringatan
Minangkabau merasa kesendirian dan
agar mobil disekitarnya berhati-hati
kesepian,
ditandai
dan menjaga jarak karena ada sesuatu
dengan warna biru kehitaman pada
kejadian yang amat penting. Warna
bagian dalamnya.
merah yang menyerupai lelehan lilin
pernyataan
itu,
ini
248
Mukhsin Patriansyah, Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce Karya Patung Rajudin Berjudul Manyeso Diri
mempunyai makna tersendiri karena
MinangKabau. Dalam sebuah sistem
lilin
kebudayaan
dalam
aturan
mempunyai
sifat
konvensinya yang
mampu
gonjong
Minangkabau
dan tanduk kerbau merupakan sesuatu
menerangi orang lain tetapi tidak
yang sakral dan diagungkan,
mampu memberikan kehidupan pada
sebab itu posisinya tidak mungkin di
dirinya sendiri, hal ini yang harus
taruh pada bagian yang paling bawah
dihindarkan
wanita
seperti alas kaki atau sepatu. Berbicara
Minangkabau. Pemaknaan dari warna
sebuah karya seni, hal itu menjadi
merah tersebut dapat diartikan berupa
kewajaran karena di dalam karya seni
pesan agar wanita Minangkabau harus
memiliki suatu makna yang ingin
berhati-hati
disampaikan oleh seniman melalui
oleh
kuam
dalam
kesehariannya
karena banyak bahaya yang ada disekitar
mereka
karyanya.
dalam
Bertolak pada karya di atas
dalam
terlihat bagaimana seorang Rajuddin
menjaga sikap agar tetap disebut
ingin menyampaikan pesan berupa
sebagai wanita sejati yang mempunyai
pengarahan agar setiap wanita di
kedudukan tinggi, bermanfaat bagi
Minangkabau lebih berhati-hati dalam
dirinya sendiri dan orang lain.
bertingkah laku serta menjaga sikap
bertingkah
baik
oleh
laku
maupun
dan Interpretasi Tanda dalam Karya Seni Secara
keseluruhan
ketika
perbuatannya
agar
menjadi
panutan bagi anak dan kemenakan nantinya. Sesuai dengan judul yang diberikan oleh si seniman yakni
mengamati karya patung Rajudin dan
“Manyeso
korelasi antara qualisign, sinsign, dan
bentuk sepatu bagian kiri , hal ini
legisign di atas, maka makna yang
menggambarkan
muncul adalah sebuah kesalahan yang
lingkungan yang diakibatkan oleh
dilakukan oleh wanita Minangkabau
pengaruh
akibat
dampak bagi kaum perempuan di
pengaruh
globalisasi
yang
Diri�
dengan
sebuah
globalisasi
memilih
perubahan
memberikan
membuat sikap dan tingkahlakunya
Minangkabau
tidak sesuai dengan aturan, norma dan
dengan norma adat-istiadat yang ada,
adat-istiadat
yang
berlaku
yang
tidak
sesuai
di
249
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
sehingga harga diri dan martabatnya
menyiksakan dirinya sendiri karena
dianggap rendah bagi kaum laki-laki.
tidak dianggap sebagai wanita yang
Seorang wanita harus dapat menjaga nama baik agar tetap disebut
mempunyai kedudukan tertinggi dan mulia di kalangan kaum laki-laki.
wanita sejati. Wanita atau Bundo Kanduang harus berhati-hati dalam
PENUTUP
tingkah laku dan perbuatan, misalnya
Pembacaan tanda-tanda yang
dalam pergaulan dengan laki-laki, cara
dilakukan pada karya Rajudin di atas
berpakaian, makan, minum, berbicara
dapat diambil kesimpulan yakni sepatu
dan sebagainya. Mengingat pentingnya
high hells bagian sebelah kiri dapat
kedudukan dan fungsi wanita di dalam
dikatakan
kehidupan
representamen
Minangkabau
(Haryati
sebuah
tanda
yang
berupa
terdiri
dari
Nizar, 2004:102). Pernyataan tersebut
qualisign, sinsign, dan legisign yang
mengharuskan
ditawarkan oleh Peirce.
setiap
wanita
Minangkabau lebih berhati-hati dalam menjaga
sikap
dan
perbuatannya,
karena seoarang wanita nantinya akan menjadi seorang ibu yang mempunyai kewajiban untuk memelihara anak dan membimbingnya ke arah yang lebih baik.
Secara qualisign dari karya di atas terdiri dari sepatu high hells, tanduk kerbau, gonjong dan warna yang digunakan yakni warna hitam pekat,
kuning
kehitaman,
biru
kehitaman, merah pekat dan warna hijau kehitaman. Penjelasan tersebut
Banyak
wanita
di
Minang
kabau lupa akan identitasnya sendiri sebagai
Bundo
Kanduang
yang
menjadi panutan di dalam keluarga, kebanyakan
wanita
Minangkabau
sekarang ini lebih mengarah ke hal-hal yang negatif dan bertentangan dengan norma-norma dan adat-istiadat yang berlaku di Minangkabau. Pernyataan tersebut
dapat
merugikan
memiliki makna dan pesan yang hendak
disampaikan
representamen.
Penyusunan
melalui dari
unsur-unsur seni rupa pada karya diatas
apabila
pengalaman
dikaitkan
pribadi
dengan
memunculkan
suasana kesendirian, kesepian, dan kegelapan. Perasaan berupa makna dari suasana yang muncul ketika
atau
250
Mukhsin Patriansyah, Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce Karya Patung Rajudin Berjudul Manyeso Diri
mengamati karya patung di atas dapat
kegelapan yang terletak pada bagian
dikatakan sinsign.
bawah dari karya di atas memaknai
Unsur-unsur seni rupa pada
perjalanan hidup yang tidak sesuai
karya di atas dapat dikatakan legisign
dengan aturan dan norma-norma yang
apabila unsur-unsur tersebut dalam
ada. Hal ini yang dialami wanita
pemaknaanya dapat dikaitkan dengan
Minangkabau pada saat sekarang ini,
aturan-aturan, hukum, struktur sosial
sehingga
dan konvensi. Unsur-unsur tersebut
kehidupannya tidak memiliki titik
terdiri dari bentuk sepatu high hells
terang atau arah tujuan.
pada bagian sebelah kiri yang umum
dalam
menjalani
Warna merah yang menyerupai
dipakai oleh kaum wanita, hal ini
lilin
memaknai wanita Minangkabau dalam
bahaya, dan sebuah peringatan agar
kesehariannya
berjalan
tidak hanya memberikan kesenangan
kearah yang benar dengan kata lain
pada kaum laki-laki tetapi dirinya
telah lari dari aturan dan norma-norma
tersiksa. Penandaan dari warna merah
yang ada di Minangkabau. Tanduk
tersebut dapat diartikan berupa pesan
kerbau yang terdapat pada bagian
agar
tumit merupakan landasan berpijak
berhati-hati
yang sesuai dengan aturan dan norma
karena banyak bahaya yang ada
yang ada di Minangkabau.
disekitar
tidak
Gonjong kuning
lagi
yang
kehitaman
menandai
wanita
sebuah
ancaman,
Minangkabau dalam
harus
kesehariannya
mereka
baik
dalam
berwarna
bertingkahlaku, berpakaian maupun
menandai
dalam
menjaga
sikap
agar
tetap
keagungan dan kemuliaan yang telah
disebut sebagai wanita sejati yang
memudar
mempunyai kedudukan tinggi.
akibatnya
wanita
Minangkabau tidak dihiraukan oleh kaum
laki-laki
dan
Masih
banyak
hal
yang
merasa
menarik yang perlu ditelaah pada
kesendirian, kesepian dan kedinginan
karya Rajudin di atas baik secara
yang ditandai dengan warna biru
bentuk,
kehitaman pada bagian dalam gonjong
ditampilkan,
rumah gadang. Warna hijau menandai
kepada
kehidupan dan hitam pekat menandai
mengkaji lebih mendalam lagi tentang
isi
dan
visual
penulis
kritikus
yang
menyarankan
lainnya
untuk
251
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
karya yang dibuat oleh Rajudin baik
KEPUSTAKAAN
dari
Danesi, Marcel. 2010. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra. Eco, Umberto. 2000. Teori Semiotika, Signifikasi Komunikasi, Teori Kode, Serta Teori Produksi Tanda. terjemahan Inyiak Ridwan Muzir. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Marianto, M. Dwi. 2011. Menempa Quanta Mengurai Seni. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta. Nizar, Haryati. 2004 Bundo Kanduang dalam Kajian Islam dan Budaya. Padang: Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau Sumatera Barat.
segi
Estetika,
antropologi
dan
lain
sehingga
melalui
pendekatan
tersebut
sosiologi, sebagainya, pendekatan-
kita
mampu
memberikan wacana baru dalam wajah seni rupa yang ada di pulau Sumatera khususnya di sumatera barat. Kajian tentang ide, gagasan dan konsep berkarya Rajudin adalah merupakan sebuah kajian yang menarik, untuk diteliti lebih lanjut.
252
TUBUH PEREMPUAN HARI INI MELALUI KOREOGRAFI “AKU DAN SEKUJUR MANEKIN� Nike Suryani Program Studi Sendratasik FKIP Universitas Islam Riau (UIR) nikesuryani_87@yahoo.com ABSTRAK Aku dan Sekujur Manekin merupakan sebuah wujud karya tari yang mengusung tubuh tari dan keperempuanan dalam wacana seni pertunjukan. Dengan memfokuskan pada rekonsruksi seni pertunjukan pada masa tertentu, maka ada batasan untuk menganalisis bagaimana tubuh perempuan dimaknai, diinterpretasikan, dan direpresentasikan dalam bentuk karya tari. Tubuh tari dalam tulisan ini tidak hanya dilihat sebagai bentuk seni yang diproduksi, dilakukan, dan diinterpretasikan oleh perempuan, melainkan juga bagaimana masyarakat mengartikan tubuh tari tersebut. Garapan karya tari Aku dan Sekujur Manekin menunjukkan sejauhmana terjadi kontradiksi tokoh perempuan dalam proses transformasinya.Tulisan ini akan digunakan pendekatan intertekstual. Pendekatan ini menegaskan adanya keterkaitan antara satu teks dengan teks lain. Sebuah karya hanya dapat dibaca dalam kaitan ataupun pertentangan dengan teks-teks lain yang merupakan semacam kisi-kisi. Melalui kisi-kisi itu teks dibaca dan diberi struktur dengan menimbulkan pembaca untuk memilih dan mengambilciri-ciri menonjol dari teks tersebut dan memberikan sebuah struktur pada teks baru. Kata Kunci: feminisme, Tubuh, Fashion ABSTRACT Aku dan Sekujur Manekin is dance performance presenting dance body feminism in a performance. Focusing on reconstruction of performing art in certain time, there is a limitation in analysing how female body is to be interpreted and represented in the work of dance. The dance body in this writing is not only seen in the form of art produced, carried out, and interpreted by women, but also how the community interpret the dance body. The work of Aku dan Sekujur Manekin shows how to what extent the contradiction of women occurs in their transformation. This writing uses intertextual approach. This approach confirms interrelation between one text and another. A work can only be read in its relation or contradiction with other texts in the form of gridlines. Through these gridlines, a text is
253
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
read and given a structure to let reader choose the dominant characteristics of the text and give a new structure in a new text. Key words: feminism, body, fashion
komunikasi, memulai pengertiannya
PENDAHULUAN
mengenai fashion dengan mengacu Manekin
(mannequin)
sebenarnya bukan benda yang asing dalam kehidupan kaum perempuan. Dalam kaitannya dengan dunia fesyen (fashion), manekin menjadi salah satu benda yang disadari atau tidak, paling sering ditemui, diperhatikan, bahkan dikagumi. Pasalnya, libido terhadap pakaian dan segala aksesoris yang ditujukan penampilan
untuk kaum
perempuan,
semua
itu
dipajang,
ditampilkan, atau dipamerkan. Dan benda yang paling
efektif untuk
memajang semua itu adalah manekin, yaitu: boneka manusia yang digunakan untuk memamerkan pakaian. Fashion yang dikenakan pada boneka manekin merupakan daya tarik bagi kaum perempuan,
sehingga
mereka
menginginkan untuk memiliki barangbarang yang dipakai oleh boneka manekin tersebut. Malcolm Barnard dalam
bukunya
Fashion
Oxford
English
Dictionary
(OED). Menurut Malcolm: “Etimologi kata ini terkait dengan bahasa latin, Factio, yang artinya membuat�. Karena itu, arti asli fashion adalah sesuatu kegiatan yang di lakukan seseorang, tidak
seperti
dewasa
ini
yang
memaknai fashion sebagai sesuatu yang dikenakan seseorang.
kepentingan
sebenarnya berhubungan erat dengan bagaimana
pada
Manekin bisa dilihat sebagai salah satu instrumen bagi wacana tubuh. Sebagaimana diketahui, dalam peradaban kontemporer, tubuh menjadi wacana yang populer, baik sebagai representasi
maupun
sebagai
komodifikasi dari budaya industri. Tubuh, bahkan juga telah menjadi mekanisme manusia
pendisiplinan modern
Synnot,2003-27). dengan
manekin,
Dalam tubuh
terhadap (Anthony kaitannya manusia,
terutama perempuan, diarahkan pada satu tipe tertentu, yang dinamakan tubuh ideal, tubuh seksi, dan lain-lain.
sebagai 254
Nike Suryani, Tubuh Perempuan Hari Ini melalui Koreografi “Aku dan Sekujur Manekin”
Pencitraan
tubuh
kehadirannya diilhami oleh manekin.
perempuan yang erotic dan seksual
Secara tidak langsung pasar pakaian
yang
jadi
mulai
terhadap
berkembang
dikala
juga
tengah
dikembangkan.
booming media massa di akhir tahun
Tentunya, akan lebih mudah dan
1990- an telah jauh berkembang
menguntungkan bagi industri pakaian
sejalan
lunaknya
jadi, bila mereka cukup memproduksi
maupun
satu tipe atau ukuran pakaian saja,
Suharto.
yang akan cocok bagi semua tubuh
Dalam seni pertunjukan perempuan
konsumen. Filsuf kontemporer melihat
kebanyakan
tarik
hal ini sebagai suatu pola di mana
tubuhnya,
tubuh diciptakan atau dikonstruksi oleh
dalam
hukum sosial, moralitas dan nilai-nilai.
penampilannya saat tampil di atas
Ia menamakan tubuh semacam ini
panggung.
sebagai
‘tubuh
sosial’(Michel
Foucoult,
2010-105)
atau,
dengan
batasan
semakin
ideologis
pengekangan
tersendiri,
media
ala
memiliki baik
parasnya,
daya
dari
keluwesan
Seni
berpangkal berpola
pertunjukan
yang
pada
tradisi
maupun
modern
tidak
pernah
kekurangan ide dan tema garapan yang bersumber
pada
dalam
kaitannya dengan logika pasar, dapat dinamakan sebagai ‘tubuh pasar’.
perempuan.
Manekin menjadi entitas yang
Perempuan yang berkarakter popular
memainkan peran penting dalam pasar
sering menjadi pilihan untuk sumber
fesyen. Diciptakan dengan mengambil
garapan penyajian sesering mereka
sampel para model yang bertubuh
yang tanpa tanda pengenal seperti ibu,
langsing, manekin kemudian secara
istri, pembantu rumah tangga, atau pun
laten
penjaja
2009).
tentang tubuh ideal pada banyak
Realita perilaku mereka yang ditemui
perempuan. Ketika digunakan sebagai
koreografer
ke
alat pajang pakaian di berbagai toko
dalam seni pertunjukan.Tidak jauh
pakaian, manekin tidak saja tengah
berbeda
mengiklankan
seks
(Kusmayati,
ditransformasikan
dengan
manekin,
tubuh
mengiklankan
pemahaman
fesyen
yang
perempuan diasumsikan dengan seksi,
dikenakannya, namun pada saat yang
ideal,
bersamaan, juga mengiklankan tubuh
dan
perwujudan
lain-lain dan
merupakan
rekayasa
yang 255
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
yang ideal untuk mengenakan fashion
satu
yang dipajang itu.
disukai
Para perempuan tanpa sadar
daya tarik perempuan yang oleh
laki-laki.
Dengan
demikian, jarang sekali perempuan
berusaha membuat tubuhnya sendiri
memilih
menjadi
tubuh
tubuhnya menurut caranya sendiri.
manekin. Akibatnya, perempuan selalu
Tetapi mereka (perempuan) secara
menjadi obyek dari pelabelan spesifik
tidak
yang
tubuhnya
penilaian tertentu yang diterapkan oleh
“keseksian�(menggiurkan,
lingkungan di luar dirinya dalam
seindah,
berkaitan
seperti
seideal
dengan
untuk
langsung
mendefinisikan
ikut
serta
dalam
menggemaskan dan menggairahkan),
menghargai
tubuh.
jelek, busuk, gemuk dan sebagainya.
seringkali
terdapat
Lebih jauh, tubuh perempuan menjadi
kesenjangan antara idealitas tubuh
objek eksploitasi dalam stereotipisasi
dengan persepsi umum. Realitas ini
yang mengusung daya tarik seksual
menghantui
dengan penekanan pada bagian-bagian
memojokkan cara berpikir mereka
tubuh
tentang status tubuhnya di ruang
sensual
perempuan,
seperti
payudara, paha, pinggul atau pun tubuh
Akibatnya, masalah
perempuan
dan
publik.
sensual yang utuh, dengan kriteria-
Femenis Prancis, Simone de
kriteria yang tergambar pada tubuh
Beauvoir menyatakan fenomena itu
manekin itu.
dengan kalimat: “one is not born, but
Berjalan simultan dengan itu,
rather becomes a women� dalam
media massa terutama televisi, setiap
bukunya yang terkenal, the Second Sex.
saat juga mengiklankan tubuh ideal
Dengan kalimat yang sering dikutip
tersebut, sekaligus beraneka produk
itu,
untuk mencapai tubuh ideal. Hal itu
bahwa bukan takdir biologis atau
ditambah pula dengan kecenderungan
psikologis
untuk memposisikan tubuh perempuan
perempuan tampil seperti sekarang ini,
sebagai obyek untuk pemuas hasrat
melainkan konstruksi budaya tempat
pandangan, terutama kaum laki-laki,
perempuan itu berada.seperti yang
sebagai mana yang dinyatakan Mulvey.
telah dinyatakan sebelumnya, salah
Menurutnya, tubuh merupakan salah
satu instrument dari budaya pasar
Beouvoir
ingin
yang
menjelaskan,
menentukan
256
Nike Suryani, Tubuh Perempuan Hari Ini melalui Koreografi “Aku dan Sekujur Manekin�
tersebut, adalah manekin, yang setiap
komposisi tari yang merupakan hasil
saat mengkonstruksi pikiran kaum
transformasi gerak dari berbagai genre
perempuan, tentang tubuh yang ideal.
pertunjukan era postmodern dengan
Karya tari Aku dan Sekujur Manekin
merupakan
sosok
dan
tematik yang telah dipilih tersebut dan menciptakan karya tari melalui proses
rekayasa yang kehadirannya dilhami
penggabungan
dunia fesyen dan manekin. Proses
sebelumnya yang berisikan secara
dalam penciptaan dirumuskan dengan
tematik ke dalam komposisi baru,
cara
dengan
mentransformasikan gagasan-
gagasan
tentang
hubungan
tubuh
atas
melakukan
karya-karya
interpretasi
ke
dalam bentuk tari kontemporer.
perempuan masa kini, dunia fesyen dan
Landasan
penciptaan
manekin ke dalam komposisi tari
pengamatan secara langsung maupun
dengan memberikan interpretasi yang
tidak langsung, kajian lisan maupun
sesuai
kekinian.Bagaimana
sumber sumber tertulis merupakan hal
mentransformasikan gagasan-gagasan
yang penting di dalam menunjang daya
dari berbagai genre pertunjukan era
kreativitas untuk menciptakan hal-hal
postmodern ke dalam komposisi tari
yang baru. Untuk itu, karya tari “Aku
dan
dan Sekujur Manekin� dikembangkan
dengan
mengimajinasikan
gagasan-
gagasan
manekin-manekin
dalam
dengan
sebuah
karya
bentuk
sumber yang dianggap relevan dengan
kontemporer.
dalam
Melalui
karya
ini,
memperhatikan
berbagai
tema yang telah dipilih.
pengkarya berharap dapat mewujudkan
Sementara dari segi wacana,
dan memberi sumbangan bagi dunia
feminimisme
tari
dapat
gerakan
yang
pencerahan di Eropa yang dipelopori
secara
umum,
menciptakan
komposisi
agar tari
sebagai
berkaitan
filsafat
dan
dengan
era
merupakan hasil transformasi gagasan-
oleh Lady Wortlay Montagu
gagasan
Marquis
tentang
hubungan
tubuh
de
Condercet.
dan Setelah
perempuan masa kini, dunia fashion
Revolusi Amerika 1776 dan Revolusi
dan
Prancis
manekin
interpretasi kekinian.
dengan
yang
memberikan
sesuai
Kemudian
pada
1792
berkembang
dengan
pemikiran bahwa posisi perempuan
menciptakan
kurang beruntung dari pada laki-laki 257
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
dalam realitas sosialnya. Ketika itu,
sama di bidang pendidikan, politik, dan
perempuan, baik dari kalangan atas,
sosial, terkait dengan itu karya tari
menengah
tidak
“Aku dan Sekujur Manekin” seakan
memiliki hak-hak seperti hak untuk
memaparkan kehidupan perempuan di
mendapatkan pendidikan, berpolitik,
era
hak atas milik dan pekerjaan. Oleh
kehidupan
karena itulah, kedudukan perempuan
khususnya.
ataupun
bawah,
postmodren
saat
sosial
ini
dalam
dan
fashion
tidaklah sama dengan laki-laki di hadapan
hukum.
Pada
1785
perkumpulan masyarakat ilmiah untuk
PEMBAHASAN Proses Perancangan
perempuan pertama kali didirikan di Middelburg, sebuah kota di selatan Belanda.
kali oleh aktivis sosialis utopis , Charle Fourier pada tahun 1837. Pergerakan yang berpusat di Eropa ini berpindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak publikasi Jhon Stuart Mill , "Perempuan sebagai Subyek" ( The Subjection of Women) pada tahun (1869) Perjuangan mereka menandai kelahiran
feminisme
gelombang
pertama.(Rose Mery Tong, 1896-57) Beberapa tulisan ini sangat terkait karya
“Aku
yang
Manekin” tentang
dari proses mencipta yang memerlukan latihan dan pengetahuan. Hadi (2012:
Feminisme dicetuskan pertama
dengan
Karya seni merupakan hasil
feminimisme
Sekujur
mengusung
isu
Tulisan
ini
perempuan.
menegaskan
dan
bahwa menegaskan
gerakan bahwa
34) menyebutkan bahwa pertumbuhan kreatifitas diperoleh dari pengalaman yang
merangsang
semangat ingin
dan
memberi
memproses suatu
penghayatan, perasaan imajinasi dan mengekpresikannya karya.
Sedangkan
mempengaruhi
dalam faktor
kreativitas
sebuah yang adalah
faktor internal dan eksternal yang mampu menyentuh pribadi. Metode dan Proses Perancangan koreografi “Aku dan Sekujur Manekin” dilakukan melalui
tahapan-tahapan
sebagai
berikut: 1. Tahap eksplorasi dan observasi Tahap eksplorasi merupakan tahap awal mencari bahan-bahan yang
setiap perempuan memiliki hak yang 258
Nike Suryani, Tubuh Perempuan Hari Ini melalui Koreografi “Aku dan Sekujur Manekin�
memungkinkan
dijadikan
Dalam hal ini, eksplorasi adalah usaha
sebagai sumber gagasan tari “Aku dan
untuk membentuk pengertian umum
Sekujur
untuk
disebut
Manekin�
juga
dan awal terhadap suatu fenomena.
penjelajahan atau pencarian, adalah tindakan
mencari
atau
Ketika konsep karya diperoleh
melakukan
di lapangan, penggarap mencari data-
perjalanan dengan tujuan menemukan.
data untuk memperkuat konsep karya
Pengertian
dan
eksplorasi
di
abad
menceritakan konsep garapan
informasi dan spiritual saat ini, juga
pada penari, dan
meliputi
akan
Gagasan yang telah didapat dituangkan
yang tidak umum atau
melalui gerak, suara dan rupa. Untuk
tindakan
pengetahuan
pencarian
penata musik.
pencarian akan pengertian metafisika-
eksplorasi
spiritual; misalnya tentang kesadaran
teknik jalan seorang model dan bentuk
(consciousness),
atau
pose serta ekspresi wajah, selain itu
noosphere Istilah ini dapat digunakan
juga memperlihatkan video tentang
pula untuk menggambarkan masuknya
fashionshow sebagai referensi penari
budaya
untuk
suatu
cyberspace
masyarakat
untuk
awal,
lebih
penari
diajarkan
mempermudah
dalam
pertama kalinya ke dalam lingkungan
eksplorasi.
geografis atau budaya dari masyarakat
mengeksplorasi gerak-gerak sehingga
lainnya. Meskipun eksplorasi telah
menemukan motif gerak dan mencari
terjadi sejak awal keberadaan manusia,
gerak
kegiatan eksplorasi dianggap mencapai
gerak dilakukan dengan cara berfikir,
puncaknya pada saat terjadinya abad
berimajinasi,
penjelajahan, yaitu ketika para pelaut
kemungkinan
Eropa menjelajah ke seluruh penjuru
pengembangan
dunia
orisinal. Pada saat ini
untuk
menemukan
berbagai
Pada
tahap
penghubungnya.
ini
mulai
Penjajakan
dan
mencari
gerak dan
baru
gerak
yang
dikenakan
daerah dan budaya baru. (Rebecca
kostum
Colombu: 2009) Dalam konteks riset
membiasakan penari untuk tidak terjadi
ilmiah, eksplorasi adalah salah satu
kecanggungan dalam bergerak. Selain
dari tiga bentuk tujuan riset, sedangkan
itu,
tujuan lainnya ialah penggambaran
pendukung
karya
(deskripsi) dan penjelasan (eksplanasi).
melahirkan
ekspresi,
hal
ini
dilakukan
dilakukan
tahap
untuk
pencarian
yang gerak
mampu sesuai 259
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
dengan karakter yang diinginkan dan
dinginkan.
pencarian
dilakukan ekpresi gerak dan wajah
penata musik sekaligus
penata lighting, 2.
Pada
saat
bersamaan
yang akan diungkap melalui pelaku tari Proses kerja studio untuk menuangkan
Improvisasi
ide-ide yang telah dirancang pada Improvisasi sebuah artikulasi daya
gerak,
daya
rasa
,
guna
melahirkan dinamika bagi terciptanya sebuah
gagasan
beserta
kemungkinan-kemungkinan
segala
tahap pengamatan disiapkan sedini mungkin
dapat
memperagakan dan menyelami gerak yang dimaksud. 4. Pembentukan.
sensitivitas seseorang untuk mampu serta
penari
barunya.
Improvisasi adalah cerminan dari rasa
mendayagunakan
agar
me-
Pembentukan diperoleh
hasil
komposisi penggabungan
maintainance dengan baik ‘aksi dan
eksplorasi, observasi, improvisasi, dan
reaksi’
sendiri.
spontanitas yang datang dengan tiba-
Improvisasi akan berkembang dengan
tiba. Hasil tersebut akan lahir susunan
baik bila faktor kualitas kemampuan
gerak menjadi satu bentuk komposisi
penari sudah memadai . Dibutuhkan
tari.
sebuah kerangka yang kokoh dan
penyusunan
terkonsep
dengan
improvisasi
bisa
dalam
tubuhnya
Setelah
tahap
pembentukan,
terhadap
materi
yang
baik
agar
didapat dari tahap improvisasi maka
bergerak
lincah
dilakukan penggabungan yaitu antara
dapat
tari dan musik sehingga menjadi
menemukan dan mengisi ruang-ruang
bentuk koreografi yang utuh. Keutuhan
yang tersedia.
koreografi didapat melalui evaluasi
leluasa
yang
akhirnya
yang melibatkan pembimbing, pemusik 3. Kerja Studio Mencari dan menentukan gerak tari yang akan digarap dan divariasi.
dan penari. Pendokumentasian video dilakukan setelah keseluruhan tahap yang diharapkan tercapai.
Merangkai unsure-unsur gerak diramu menjadi motif gerak sesuai tema yang telah ditentukan, kemudian gerak yang
5. Wujud Karya 260
Nike Suryani, Tubuh Perempuan Hari Ini melalui Koreografi “Aku dan Sekujur Manekin�
Manekin, adalah sosok patung
dinamakan tubuh ideal, tubuh seksi,
menyerupai manusia, baik dari segi
dan lain-lain. Tetapi tidak semua
bentuk badan, kaki, tangan, kepala,
perempuan didunia diciptakan dengan
bahkan
wajahnya
bisa
diserupai
tubuh yang ideal. Hampir setiap hari,
Tanpa
disadari
tanpa sadar, tubuh perempuan itu telah
turut
serta
dibentuk sesuai dengan selera industry
tertentu
tentang
pakaian jadi, atau lazim disebut fesyen.
tubuh perempuan. Pelabelan semacam
Televisi dan berbagai media lainnya,
fesyenabel, seksi, glamor dan bahkan
menguatkan
trendi,
menanamkan
manusia.aslinya. sebenarnya
juga
membangun
citra
misalnya, yang dikenakan
kepada individu, dapat dilihat sebagai
kepala
hal
periklanan
yang
erat
kaitannya
dengan
kesan wacana
perempuan.
tersebut itu
kedalam
Dalam
dunia
terlalu
banyak
fetitisme( paham atau kepercayaan
mengeluarkan
bahwa terdapat daya pesona pada
kecantikan untuk kalangan perempuan
sesuatu
ideal, hal tersebut mengakibatkan bagi
benda
bermuara
pada
yang
cenderung
pemujaan.)
produk
produk
dalam
perempuan gemuk berkeinginan kuat
kehidupan kotemporer, fetitsme tidak
untuk menjadi perempuan yang ideal.
sama
Perempuan
berkaitan
dengan
spiritual,
namun juga dengan yang material. Mudah
dipahami
bahwa
tubuh
gemuk
merasa
‘tidak
percaya diri’ akan tubuhnya. Wacana
ini
menarik
untuk
manekin dipuja sebagai tubuh yang
dikembangkan
ideal, di mana pakaian dengan model
artistik, dalam hal ini karya tari..
apapun akan terlihat indah dan menarik
Sebab, fenomena yang memperlihatkan
jika terpajang.
kebenaran
dari
menjadi
wacana
ekspresi
tersebut
Manekin bisa dilihat sebagai
terdapat diberbagai tempat, fenomena
salah satu instrument bagi wacana
ini banyak terdapat disekitar kehidupan
tubuh. Sebagaimana diketahui, dalam
kita, hanya saja, barangkali tidak
kaitannya
tubuh
terlalu banyak orang yang menyadari
perempuan
bahwa manekin adalah isntrumen yang
diarahkan pada satu tipe tertentu yang
turut serta membangun citra tentang
manusia
dengan
manekin,
terutama
261
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
tubuh ideal seperti yang telah diketahui
urban yang bersifat modern, yang
selama ini.
menceritakan tentang usaha seorang
Garapan
karya
dan
tokoh memiliki tubuh seindah tubuh
Sekujur Manekin”, untuk kata “Aku”
manekin yang sering dilihatnya di
yang
kedirian.
berbagai toko pakaian jadi. Dalam
manekin’
usahanya,
sang
mewakili setiap bagian tubuh manekin.
menyadari
bahwa
Jadi, sesorang bertubuh gemuk yang
membuat
tubuhnya
berkeinginan kuat untuk menjadi tubuh
manekin-manekin
ideal seperti tubuh manekin. Karya aku
fesyenlah yang harus menyesuaikan
dan
satu
semua kebutuhan tubuhnya. Namun
kepada
demikian dalam karya tari “Aku dan
tradisi, hal ini dalam dunia kesenian
Sekujur Manekin” merupakan karya
merupakan
tari baru yang berangkat dari sebuah
“Aku
mengekspresikan
Adapun
frasa
sekujur
‘Sekujur
manekin
salah
garapan yang tidak berpijak
peristiwa
yang
wajar,
muncul dan hadirnya model-model
fenomena.
pertunjukan
yang
yang
menolak
tradisi
tokoh ia
akhirnya
tidak
perlu
menyerupai
itu,
melainkan
fashion menjadi gagasan
diungkap
melalui
ketubuhan
adalah ciri khas dari teori postmodern.
penari. Kondisi ini sangat mencuat
Pada awalnya setiap seni pertunjukan
ketika
bertolak dari ketradisiannya yang adi
menggunakannya,
luhung, begitu juga dengan genre seni
sehari-hari
pertunjukan
Minangkabau,
kebutuhan yang terefleksi dalam seni
tradisi
pertunjukan
dahulunya
di sebuah
yang
diartikan sebagai sebuah pemaknaan
banyak
orang sehingga
fashion
dan
sudah
selera
yang dalam menjadi
kehidupan
(Tajudin, 2005, 12)
yang sulit untuk dikeluarkan dari
“Aku dan Sekujur Manekin”
tubuhnya, kemudian dengan lahirnya
bertolak dari bentuk pertunjukan urban
seniman-seniman
berfikir
yang lahir dari era postmodern, gerak-
postmodern, maka lahir genre seni
gerak yang dilahirkan tidak berpijak
pertunjukan
dari ketradisian atau genre pertunjukan
yang
yang
berbeda
di
Minangkabau seperti karya “Aku dan
Minangkabau.
Setting,
lighting,
Penciptaan
properti, karakter yang dilahirkan oleh
koreografi ini bertolak dari genre seni
penari dengan teknik gerak pengolah
Sekujur
Manekin”.
262
Nike Suryani, Tubuh Perempuan Hari Ini melalui Koreografi “Aku dan Sekujur Manekin�
tubuh dan pengembangan teknik-teknik
cermerlang tidak akan terwujud dengan
modern yang telah dipelajari selama ini
baik apabila betuknya tidak jelas serta
menjadikan karya ini dapat dibaca
kemampuan teknik penarinya tidak
dalam konteks kekinian.
mendukung.(Lois Elfeldt, 1971-24)
Untuk awal karya ini diadakan sebuah
adegan
lipsing
Karya ini banyak menggunakan
(peniruan
setting untuk mendukung suasana di
terhadap lagu) diiringi oleh tiga orang
mall seperti tiga ruang ganti, beberapa
penari perempuan sebagai penari latar
boneka manekin, trolly, gantungan
dari penyanyi tersebut. Pentas yang
baju dan kaca, sedangkan properti yang
digunakan
dan
digunakan seperti korset dan stagen.
arena, karya ini memakai 12 orang
Properti ini diolah oleh tiga orang
penari, tiga orang dari 12 penari ini
penari
berperan sebagai tokoh
menggambarkan
pentas
proscenium
yang tidak
tidak
ideal usahanya
yang untuk
ideal, penari yang bertubuh ideal juga
menjadikan tubuhnya menjadi tubuh
bisa berfungsi sebagai manekin yang
yang ideal, adegan ini ada pada bagian
berpose.
ke 2 dalam karya Aku dan Sekujur
Dalam pemilihan penari harus
Manekin. Selain itu tubuh penari juga
memiliki kesiapan mental dan fisik
bisa berfungsi berbagai macam bentuk
agar dapat membantu terwujudnya
yang diinginkan, yang menyerupai
garapan karya tari ini, serta dapat
pose manekin.
bertanggungjawab sesuai dengan apa
Dalam karya ini juga terdapat
yang menjadi tanggung jawabnya.
multimedia
Seperti
tentang cara untuk menjadikan tubuh
(Jhon
Martin,
1947:12)
yaitu
pemutaran
iklan
mengatakan, bahwa kualitas seorang
ideal,
penari
memiliki
tentang fashion peragaan busana. Alat
dalam
musik yang digunakan salah satunya
garapan tari. Kualitas
seperti gitar, cymbal, dan pada karya
bentuk dan teknik penari adalah sarana
ini juga menggunakan musik lipsing
untuk mewujudkan sasaran makna
terhadap lagu Barat yang berjudul Bad
komunikatif yaitu memproyeksi isi tari
Romance,
dan
kemudian juga menghadirkan musik
diharapkan
kemampuan melahirkan
;
yang
sebuah
tarian
baik
dengan
isi
dan
juga
pemutaran
penyanyi
Lady
video
Gaga,
263
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
bernuansa Blues. Untuk memicu atau
gerak,
dan(4)
merangsang
penari.
meningkatkan emosi penari, karya ini
Dalam
karya
“aku
sekujur
menggunakan gendang.
manekin”
Tidak
kalah
pentingnya
musik
dan
yang
digunakan
adalah kulinter, gendang,tambur, biola,
berbagai macam bentuk busana yang
gitar
membentuk tubuh, dan warna kostum
Sementara lighting yang digunakan
menyerupai warna kulit, sengaja dipilih
sebagai penerang umum atau general
untuk memberi kesan sensual bagaikan
illumination
barang pajangan di etalase atau boneka
illumination). Sumber-sumber cahaya
manekin.
yang
yang digunakan memiliki kemampuan
terkesan mewah serta rias cantik yang
menciptakan sesuatu sesuai dengan
dikenakan
tuntutan garapan. Tata cahaya yang
Penggunaan
baju
penari
berbagai
persepsi
mengundang yang
muncul
electrik,
kaleng,
dan
khusus
cymbal.
(specific
digunakan berfungsi untuk membantu
kepaermukaan. Terlepas dari persoalan
melihat
setuju atau tidak setuju tidak menjadi
sempurna dan jelas yang berhubungan
masalah.
dengan perhatian penonton. Untuk
Seperti
Sumandiyo berbicara
Hadi
diungkap bahwa
keindahan
oleh ketika
kearah
menambah
pentas
kedalaman
dengan
suasana
dengan
digunakan filter atau plastik warna
religi/agama secara rasional tidak ada
dalam pencahayaanya.dan pengguanan
hubungan, tetapi secara emosional tari
lighting secara fokus dipergunakan
dan agama memiliki hubungan sangat
untuk memperjelas peradegan-adegan.
erat (Hadi, 2012: ) karya tari “Aku dan Sekujur
Manekin”
tidak
hanya
Pemilihan tempat pertunjukan secara
tepat
dapat
membantu
ditunjang rias dan busana namun
keberhasilan
ditunjang juga musik, lighting dan
disampaikan. Untuk keperluan karya
tempat pertunjukan. Menurut Lameri,
“Aku dan Sekujur Manekin”, tempat
musik adalah partner tari. Graha dalam
pertunjukan yang digunakan adalah
Daryusti mengatakan bahwa musik
panggung
dalam tari (1) member irama, (2)
stage). Panggung prosenium dipilih
membantu
mengukur
waktu(3)
karena
membantu
mempertegas
ekspresi
garapan
prosenium
dalam
karya
yang
(proscenium
ini
terdapat
beberapa tekhnis artistik yang perlu 264
Nike Suryani, Tubuh Perempuan Hari Ini melalui Koreografi “Aku dan Sekujur Manekin�
ditempatkan sebagai rahasia panggung,
dalam mencari penari yang bertubuh
atau dengan kata lain tidak diketahui
tidak ideal tersebut.
penonton. Selain itu, efek-efek artistik yang dihasilkan pada garapan ini, lebih maksimal jika ditonton dari satu arah saja. Panggung dimaksud Auditorium Boestanoel
Arifin
Adam
STSI
Padangpanjang. Gedung ini dipilih karena memenuhi kriteria panggung proscenium. Selain itu, di gedung ini terdapat arena yang berdekatan dengan panggung, yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan artistik, selain adanya fasilitas-fasilitas yang memadai untuk mendukungnya garapan karya tari ini
Gambar 1. Beberapa kostum penari yang digunakan (Foto: Yuditia Leo Andhika ,2010).
6. Hambatan dan Solusi Hambatan yang ditemui dalam proses penggarapan karya tari ini tidak terlalu rumit, karena hanya terdapat pada pencarian penari, garapan ini membutuhkan beberapa penari yang bertubuh tidak ideal untuk dijadikan tokoh,
tetapi
tidak
semua
penari
bertubuh tidak ideal mampu untuk dijadikan sebagai tokoh karna teknik-
Gambar 2. Foto Rias dan Busana yang digunakan (Foto: Yuditia Leo Andhika, 2010).
teknik gerak belum tercapai, akhirnya solusi yang dicari yaitu pengolahan terhadap
kostum
yang
didesain
sedemikian rupa agar terlihat gemuk sehingga tidak perlu lagi kebingungan
265
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
baju. Hal tersebut digunakan untuk mendukung suasana di sebuah mall. Manekin juga merupakan media gerak yang diekplorasi oleh penari. 8. Deskripsi Sajian Karya Adegan I Opening
dengan
lipsing,
penyanyi Lady Gaga, diiringi oleh tiga orang penari perempuan, bergerak, berjalan dan berpose layaknya penari latar,. Adegan pertama diawali seorang Gambar 3. salah satu foto set dan property serta alat music yang digunakan (Foto: Yuditia Leo Andhika, 2010)
penari perempuan berdandan dengan satu pasang boneka manekin, seolah olah penari yang berdiri di tengah pentas bagaikan barang pajangan yang tengah di pasang di etalase toko, sembari diiring music Blues. Tidak lama berselang waktu, lima orang penari bertubuh ideal berjalan seperti
Gambar 4. penataan Pentas (Foto: Yuditia Leo Andhika, 2010)
model manekin.
berpose Sosok
menggambarkan 7. Media Karya multimedia
layaknya manekin perempuan
seperti ini yang
memiliki tubuh ideal dan pada sisi lain, ini seperti
menggunakan TV,
yang
digunakan untuk menampilkan videovideo tentang dunia fashion. Mediummedium lainnya seperti perlengkapan di mall yaitu ruang ganti, box baju, trolly dan gantungan baju serta baju-
muncul enam orang penari yang tidak memiliki tubuh ideal . Mereka samasama berjalan seperti para model. Para penari yang tidak memiliki tubuh ideal layaknya highills
manekin
menggunakan
sebagai ikon yang hanya
memiliki keinginan besar, tetapi tidak
266
Nike Suryani, Tubuh Perempuan Hari Ini melalui Koreografi “Aku dan Sekujur Manekin�
menyadari
kepekaan
terhadap
tidak ideal. Disaat itulah manekin-
ini
manekin bergerak menertawakannya.
menggunakan dua pentas, pentas arena
Suasana tenang, dengan durasi 10
yang dibentuk seperti catwalk dan
menit,
pentas prosenium seperti mall. Penari
mewakili dunia fashion.
ketubuhannya.
Adegan
kostum yang di gunakan
yang silih berganti menggambarkan perubahan suasana seperti saat berada di kawasan pusat perbelanjaan (mall). Perubahan dilakukan melalui pentas yang disulap seperti mall. Masingmasing properti
diletakkan diatas
panggung seperti tempat baju, dan trolly. Tiga belas orang penari berjalan seolah melihat dan mencari baju yang
Gambar 5. Pertunjukan Aku dan Sekujur Manekin (Foto: Yuditia Leo Andhika, 2010)
Adegan II
cocok dengan selera mereka, sementara 3 orang penari menjadi tokoh.
usaha para penari yang tidak ideal
Kemunculan lima orang penari perempuan
yang
Adengan ini menggambarkan
bertubuh
gemuk
untuk
menjadi
seperti
yang
memutarkan
pada
manekin-
dengan
mengeksplorasi properti yang ada,
tengah memperhatikan banyak pakaian terpasang
ideal
korset,
stagen, iklan-iklan
dan
TV untuk
manekin. Mereka mengagumi pakaian-
menjadikan tubuh ideal. Iklan-iklan
pakaian itu, dan ingin memilikinya.
keluar dari TV, menyodorkan satu-
Keinginan tersebut langsung dicoba di
demi satu produk. Tokoh berusaha
depan
seperti
sekeras mungkin untuk bisa menjadi
manekin-manekin tersebut. Namun ia
tubuh yang ideal. Merasa ia telah
merasa
memiliki tubuh
kaca
dengan
tidak
pose
dan
terus
setting
dan
berjalan dan berpose seperti manekin-
propertipun digunakan, seperti trolly,
manekin, berusaha menggunakan baju
dan
itu
yang tidak sesuai dengan tubuhnya,
dan
kemudian melakukan gerak rampak,
mencoba.
ruang
dilakukan
cocok,
Pengolahan
ganti. secara
Eksplorasi bergantian
seperti manekin, ia
bersamaan oleh penari yang tubuhnya 267
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
dan pada bagian ini salah satu penari tidak ideal bergerak sendiri berjalan menuju kaca besar diujung pentas
Gambar 6. Pertunjukan Aku dan Sekujur Manekin (Foto: Yuditia Leo Andhika, 2010)
Adegan III
arena yang menggambarkan keinginan dan usaha dan
Tiga orang penari menuju ke
akhirnya si tokoh
merasa lelah, dua penari yang lainnya
sudut-sudut
berpose.
menekin, bergerak secara bergantian,
Adegan ini dilakukan di
pentas
yang
terdapat
juga
mengalir, stakato, distorsi dan bagian
difungsikan sebagai proses atau usaha
ini ligthing berfungsi secara focus,
untuk menjadikan tubuh yang tidak
dilakukan bergantian, Susana musik
ideal
pada
pentas
arena,
menjadi
pentas
tubuh
ini
yang
ideal,
adegan
ini
sedih
dengan
akhirnya
menggunakan vocal, efek bunyi dari
setelah melakukan ekplorasi gerak
gitar bass, kemudian biola. Pada bagian
secara
penaripun
ini menandakan usaha dan gejolak
bergerak secara bersamaan dengan
batin sesorang terhadap tubuhnya,
mengeksplorasi
pada bagian akhir diiringi permainan
usahapun
tidak
tunggal,
berhasil
ke
3
tubuhnya
bergerak
sampai ujung pentas arena dengan
gendang
menggunakan satu highils melakukan
klimak. Kemudian si penari kembali
gerak rampak dengan keseimbangan
menyeret
tubuh dan bergerak didepan cermin
memajangnya
besar dan si tokoh pun bercermin
sebentar,
melihat tubuhnya dan memberontak
sekali tidak menyerupai pose manekin,
gerak jatuh bangun, contract dilakukan
masing-masing penari masih bergerak
saat itu menandakan tokoh merasa
dengan membawa boneka manekin dan
kecewa
kembali bergerak tetapi semua usaha
dengan
dirinya.
Suasana
gelisah dengan durasi 15 menit.
dan
merupakan
cymbal
manekin
ke
pentas,
memperhatikannya,
membuat pose yang sama
yang dilakukan sia-sia. Satu persatu tubuh dari boneka manekin dilepas dan dihancurkan menandakan kepasrahan dan akhirnya manekin tersebut dibawa perlahaan dari ujung pentas arena menggunakan troly dengan mendorong 268
Nike Suryani, Tubuh Perempuan Hari Ini melalui Koreografi “Aku dan Sekujur Manekin”
secara pelan, Kemudian para penari
tari dengan kreatifitas dan imajinasi
yang
yang telah diinterpretasikan.
bertubuh
ideal
tadi
mentertawakan para penari yang tidak
KEPUSTAKAAN
ideal. Suasana katarsis dengan durasi
Bernard, Malcom. 2007. Fashion Sebagai Komunikasi, Yogyakarta: Jala Sutra Daryusti. 2006. Hegemoni Penghulu Dalam Perspektif Budaya. Yogyakarta: Pustaka David, Cohen. 2009. Bahasa Tubuh Dalam Pergaulan. London: Primary Subject Languarge Art. Hadi, Sumandiyo. 2012. seni Pertunjukan dan Masyarkat Penonton. Yogyakarta: Katalog Dalam Terbitan. _________. 2012. Koreografi Bentuk, Teknik dan Isi. Yogyakarta: Katalog Dalam Terbitan. Hermien, Kusmayati. 2009. Perempuan dalam Seni Pertunjukan Pengawal yang Handal dalam Pesona Perempuan Dalam Sastra & Seni Pertunjukan. Bandung: Sunan Ambu Press Soedarsono. 1986. Elemen Dasar Komposisi Tari terj Soedarsono. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Anthhony, Symot. 2013. Tubuh Sosial Yogyakarta: Jala Sutra Tajudin. 1991. Publish Company Qaris Fashion dan Seni Pertunjukan. Jurnal Le’Bur Quartley, Teather. 2005. Yogyakarta: Yayasan Teater Garansi
10 menit. PENUTUP Karya tari “Aku dan Sekujur Manekin” merupakan karya tari baru yang berangkat dari sebuah fenomena kehidupan terutama pada masyarakat urban.
Penciptaan
koreografi
ini
bertolak dari genre seni urban yang bersifat modern. “Aku dan Sekujur Manekin”
merupakan
keinginan
seseorang yang menginginkan tubuh ideal
seperti
tubuh
manekin,
penuangan ide ke dalam karya tari melalui kerja yang panjang, melalui beberapa tahapan yaitu: eksplorasi, improvisasi, dan konstruksi sehingga terciptalah sebuah garapan tari, karya tari “Aku dan Sekujur Manekin” mencoba menghadirkan sebuah karya
269
KREATIVITAS SENIMAN SALAREH AIA (AGAM) DALAM PENGEMBANGAN MUSIK RONGGEANG RANTAK SAIYO Nora Anggraini Nursyirwan Prodi Seni Musik, Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Padangpanjang Wawa.violin@yahoo.co.id drnursyirwanmsn_sipisang@yahoo.com ABSTRAK Kajian ini membahas tentang kreativitas seniman Salareh Aia (Agam) dalam mengembangkan musik Ronggeang Rantak Saiyo pada acara pesta perkawinan baralek gadang. Kajian ini dibahas dari sudut keilmuan musikologi dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif serta pendekatan multidisiplin, dengan perspektif disiplin ilmu musikologi, etnomusikologi, sosiologi,antropologi dan cabang ilmu lain yang dapat memperkuat tulisan. Ronggeang pada dasarnya bukanlah kesenian yang lahir dari tradisi masyarakat Salareh Aia, namun kesenian ini dapat diterima secara baik dan dikembangkan secara kreatif oleh para senimannya serta telah menjadi bagian dari tradisi masyarakat Salareh Aia sampai sekarang. Musik Ronggeang Rantak Saiyo sangat dihargai oleh masyarakat Salareh Aia, terbukti musik tersebut diperbolehkan bermain pada acara pesta perkawinan baralek gadang. Dalam kenyataannya musik Ronggeang Rantak Saiyo Nagari Salareh Aia berbeda dengan Ronggeng lainnya yang ada di Sumatera Barat, maupun Ronggeng yang ada di Jawa dari berbagai macam aspek. Kreativitas seniman masyarakat Salareh Aia berdampak baik bagi perkembangan musik Ronggeang Rantak Saiyo hingga sekarang. Kata kunci: Musik Ronggeang, Perkawinan Baralek Gadang, Kreativitas.
ABSTRACT This study discusses the creativity of artists Salareh Aia (Agam) in developing Rantak Saiyo Ronggeang music at the wedding Baralek ceremony.This study is discussed from the point of scientific musicology using qualitative and quantitative research methods as well as a multidisciplinary approach, with the perspective of disciplines musicology, ethnomusicology, sociology, anthropology and other disciplines that can strengthen writing. Ronggeang basically is not the art that was born from the tradition of the Aia Salareh society, but this art can be received well and creatively developed by the artists and have become part of the local tradition Salareh Aia until now. Music Ronggeang Rantak Saiyo is greatly appreciated by the community Salareh Aia, the music proved to be allowed to play at the wedding Baralek ceremony. In fact the music Ronggeang Rantak Saiyo Nagari Aia Salareh is different from other Ronggeng in West Sumatra, or
270
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
Ronggeng from Java in several aspects. Creativity of the artists from the community of Salareh Aia is good for the development of music Ronggeang Rantak Saiyo until now. Keywords: Ronggeang Music, Marriage Baralek Gadang, Creativity
Pasaman dan daerah Pasaman Barat.
PENDAHULUAN Ronggeang kesenian
yang
Ronggeng
dan
merupakan
Kedekatan daerah antara Pasaman
bernama
Barat tepatnya daerah Kinali yang
mulanya telah
tersebar
di
berbatasan langsung dengan Nagari
sebagian besar daerah Jawa, sebagian
Salareh
wilayah Indonesia dan Mancanegara.
berkembangnya kesenian Ronggeang
Ronggeng masuk dan berkembang
ke Nagari Salareh Aia. Dengan sajian
hampir ke seluruh wilayah dari pulau
yang lebih kreatif dan lebih mudah
Jawa, yaitu daerah Betawi, pantai
dicerna, menjadikan Ronggeang yang
Utara Jawa, Jawa barat, Blora Jawa
ada di Nagari Salareh Aia berbeda
Tengah dan Jawa Timur. Bukan hanya
dibandingkan Ronggeang yang ada di
di daerah Jawa, perkembangan seni
daerah Pasaman dan Pasaman Barat.
Aia,
membawa
dampak
Ronggeng juga sampai ke daerah
Kesenian Ronggeng di daerah
Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan
Tapanuli, daerah Pasaman maupun
negara Malaysia. Kemudian di Pulau
Pasaman
Sumatera,
kesenian
hidup
Ronggeng
dan
Barat
menilai
Ronggeng
adalah
bentuk suatu
berkembang di propinsi Sumatera
pertunjukkan yang menggabungkan
Utara
dan
unsur musik dan tari. Tari merupakan
Sumatera
unsur utama dalam kesenian Ronggeng
ke
yang didukung oleh iringan musik
Nusantara
bertempo joget. Hal ini menjadi
seperti
Simalungun, Barat.
daerah Aceh
Persebaran
berbagai
daerah
Karo
dan
Ronggeng di
menjadikan kesenian Ronggeng tetap
berbeda
hidup sampai sekarang dengan ciri
dipertunjukkan di Nagari Salareh Aia,
khas masing-masing daerah.
mereka tidak mengenal tari dalam
Di Sumatera Barat, Ronggeng awalnya
berkembang
di
daerah
ketika
pertunjukan
Ronggeang
musik
yang
Ronggeang
melainkan hanya berjoget menikmati
271
Nora Anggraini & Nursyirwan, Kreativitas Seniman Salareh Aia (Agam) dalam Pengembangan Musik Ronggeang Rantak Saiyo
iringan
musik
menunggu Perbedaan
Ronggeang giliran
sambil
bernyanyi.
persepsi
ini
dalam pesta perkawinan yang kecil atau sederhana.
menjadi
Mempedomani uraian di atas,
menarik untuk dikaji lebih jauh bagi
Ronggeang pada dasarnya bukanlah
penulis
untuk
sajian
dari
mengetahui
bentuk
kesenian asli dari Nagari Salareh Aia,
pertunjukkan
musik
namun
pada
kenyataannya
dapat
Ronggeang di Nagari Salareh Aia, dan
diterima baik oleh masyarakatnya,
satu-satunya
Ronggeang
bahkan telah menjadi bagian dari
kepunyaan
musik tradisional di Nagari Salareh
yang
masih
masyarakat
kelompok aktif Salareh
di
aia
sampai
Aia. Selanjutnya masyarakat Salareh
sekarang adalh kelompok Ronggeang
Aia memasukkan kesenian Ronggeang
Rantak Saiyo.
pada aturan perhelatan baralek gadang Saiyo
yang berlandaskan pada adat istiadat
biasanya ditampilkan dalam acara
setempat. Hal ini menjadi menarik
Nagari dan pesta perkawinan. Pada
kenapa masyarakat bisa menerima
acara perkawinan, Ronggeang hanya
kesenian Ronggeang dan memasukkan
boleh diadakan pada pesta perkawinan
kesenian Ronggeang ini ke dalam
yang besar atau digolongkan mewah
prosesi perkawinan baralek gadang.
Ronggeang
Rantak
dalam pandangan masyarakat Salareh
Keberadaan Ronggeang hingga
Aia. Pesta yang besar itu disebut
saat ini telah mendapatkan tempat
dengan istilah baralek gadang. Dalam
tersendiri di hati masyarakat Salareh
menghadirkan
harus
Aia. Dengan kecintaan masyarakat
melalui izin dari pemuka masyarakat,
terhadap Ronggeang yang sifatnya
hal ini dimaksud adalah melalui rapat
merakyat
Niniak Mamak atas dasar kesepakatan
masih tidak lepas dari kreativitas dari
adat di Nagari Salareh Aia. Ketentuan
musisi Ronggeang agar pertunjukan
tersebut mempertegas bahwa kesenian
yang ditampilkan tidak monoton atau
Ronggeang hanya boleh dihadirkan
membosankan.
jika melaksanakan acara perkawinan
yang muncul karena mengingat bahwa
yang besar, dan tidak boleh dihadirkan
pertunjukan Ronggeang pada acara
Ronggeang
menjadikan
Ronggeang
Bagaimanakah
ide
baralek gadang dimulai pada malam
272
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, 16 No. 2, November 2014
hari sekitar pukul 22.00 .00 WIB sampai pukul 04.00 WIB subuh s dengan perhitungan durasi Âą 6 jam. ja Berdasarkan lata atar belakang di atas, permasalahan kajian ka terfokus kepada:
bagaimankah ah
keberadaan
musik Ronggeang Rantak Saiyo dalam acara perkawinan di Nagari N Salareh bentuk
Cziksenmihalyi meenguraikan,
kreativitas masyarakat kat Salareh Aia
bahwa lingkungan dalam m masyarakat
dalam pertunjukkan mus usik Ronggeang
memiliki dua aspek penting ing, pertama
dan bentuk musik Ronggeang Rong Rantak
yaitu ranah budaya yang ang disebut
Saiyo dilihat dari kajia jian musikologi?
domain, dan kedua adalahh m masyarakat
Kajian ini dilakukan dengan d tujuan:
yang
(1) Mengetahui keber beradaan musik
kelompok yang merupaka pakan aspek
Ronggeang Rantak Saiy iyo dalam acara
sosial dari lingkungan. Dom Domain adalah
perkawinan di Nagari Salareh S Aia, (2)
komponen penting dari kreativitas
mengetahui
karena
Aia?
:
masyarakat
bagaimana nakah
bentuk uk Salareh
kreativitas Aia
dalam
terdiri
dari
tidak
memperkenalkan
pertunjukkan musik Ronggeang Rongge dan
referensi
bentuk
Csikszentmihalyi,
musik
Ronggeang Rongg
Rantak
Saiyo dilihat dari kajian n musikologi. m
yang
indiv ndividu
dan
mungkin kin
untuk
variasi asi
tanpa
ada
(Mihaly 1999: 1999:314).
Seseorang dapat menjadi m musisi atau
Untuk membed bedah kreativitas
seniman karena domainn yang ada
seniman kelompok mus usik Ronggeang
dapat mengevaluasi dengan an mengacu
RantaK Saiyo meruju juk pada teori
kepada
kreativitas yang oleh h Cziksenmihalyi C
mengungkap
di dalam buku Handbook Handboo of creatifity
kedudukan
editor Robert J. Ste ternberg. Teori
dibolehkan pada acara pe perkawinan
kreativitas
baralek gadang di Nagari S Salareh Aia
karena proses.
yang lahir hir bukan hanya
kefakuman,
t tetapi
karena
tradisi
yang
ada da.
Dalam
keberadaan daan
serta
Ronggeang
sehingga
menggunakan teori hegemoni oni Antonio Gramsci.
273
Nora Anggraini & Nursyirwan, Kreativitas Seniman Salareh Aia (Agam) dalam Pengembangan Musik Ronggeang Rantak Saiyo
Membedah unsur musikal dari
serta memerlukan persiapan yang lebih
repertoar musik Ronggeang, merujuk
rumit dibandingkan pesta kecil. Jenis
dari teori analisis musik oleh Nicholas
pesta ini ditentukan oleh aturan adat
Cook dalam bukunya A Guide To
yang telah ditetapkan oleh pemuka-
Musical Analysis. Menunjang dari
pemuka adat di Nagari Salareh Aia.
teori analisis musik Nicholas Cook,
Suatu
keluarga
ingin
Leon Stain juga membahas tentang
mengadakan
struktur dan gaya musik di dalam
sebelumnya
bukunya yang berjudul Structure And
pertemuan
Style, The Study and Analysis Of
disebut dengan istilah duduaksamo
Selanjutnya
awak. Duduak samo awak diadakan di
penelitian
rumah si alek yang mengadakan pesta,
kombinasi metode penelitian kualitatif
baik itu di rumah calon mempelai laki-
dan kuantitatif dengan pendekatan
laki maupun rumah calon mempelai
multidisiplin keilmuan yang terkait
perempuan.
dengan kebutuhan kajian masalah.
dihadiri oleh seluruh keluarga dari
Musical
Form.
menggunakan
metode
baralek, diadakanlah terlebih
Duduak
dahulu
samo
maka sebuah yang
awak
pihak alek dalam satu kaum atau suku, PEMBAHASAN
anak kemenakan, Mamak Rumah, dan
Keberadaan Musik Ronggeang Rantak Saiyo Dalam Acara Perkawinan
Urang Sumando. Baralek ketek dan baralek gadang juga memiliki penamaan lain
Berdasarkan tingkatannya, di Nagari
Salareh
Aia
baralek
dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu baralek ketek dan baralek gadang. Hal yang paling dasar dalam membedakan antara baralek gadang dengan baralek ketek adalah tentang kesiapan ekonomi dari keluarga yang akan mengadakan pesta. Dinamakan pesta besar tentulah harus menyediakan dana yang besar,
oleh masyarakat
Salareh Aia, yaitu
baralek ketek denganistilah baralek malam, dan baralek gadang dengan istilah baralek siang. Siang dan malam ditentukan oleh kedatangan
Ninik
Mamak ke rumah sialek, karena Ninik Mamak adalah tamu yang sangat penting dalam acara baralek. Sukses atau tidaknya sebuah hajatan dalam acara baralek di Nagari Salareh Aia,
274
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
ditentukan oleh kedatangan
Ninik
tentang
hegemoni,
Chris
Barker
Mamak ini, dan kesuksesan tersebut
mengatakan
ditandai dengan istilah pacah alek.
memberikan
Jika si alek mengadakan baralek
sebuah aturan tingkah laku praktis dan
malam, maka pacah alek terjadi pada
moral,
malam hari, begitu sebaliknya jika si
pengalaman yang dihidupkan, tetapi
alek mengadakan baralek siang, maka
juga seperangkat ide-ide sistematis
pacah alek terjadi pada siang hari
yang mempunyai sifat fungsi untuk
pula. Waktu kedatangan Ninik Mamak
mengikat
ke rumah sialek sudah merupakan
dalam suatu penentukan blok-blok
kebiasaan yang tidak bisa dirobah
hegemoni (Mudji Sutrisno, 2006: 171).
begitu saja. Jika jenis alek sudah
bahwa
ideologi
kepada
bukan
masyarakat
hanya
berbagai
Penerapan
berupa
elemen-elemen
hegemoni
dari
ditentukan, maka masyarakat sudah
kepemimpinan
jelas mengetahui apa saja bentuk
Mamak dapat dilihat dari cara Ninik
persiapan yang akan dihadapi dan apa
Mamak yang telah mengikat peraturan
saja
kepada masyarakat Nagari Salareh Aia
peraturan
yang
harus
dilaksanakan.
Pangulu atau Ninik
dalam menentukan peraturan pada
Peran serta Pangulu atau dalam
menentukan
acara perkawinan. Pertemuan duduak pangulu
harus
ditetapkan terlebih
aturan adat Nagari, mencerminkan
dahulu
jenis
alek
adanya hegemoni yang berlaku seperti
dilaksanakan, apakah akan melakukan
teori yang dikemukakan oleh Antonio
perkawinan
Gramsci.
tingkatan
perkawinan baralek gadang. Setelah
hegemoni yang dikemukakan oleh
menetapkan jenis alek yang akan
Gramsci tentang
hegemoni integral
dilaksanakan dan telah dilaporkan
yang menunjukkan tingkat kesatuan
kepada Ninik Mamak, maka pihak alek
moral dan intelektual yang kokoh
tidak akan bisa merobah di tengah
dalam
jalan.
Ninik
Mamak
Berdasarkan
hubungan
diperintah
dan
organis
yang
yang
memerintah
baralek
Menetapkan
yang
ketek
acara
akan
atau
baralek
(Nezar Patria dan Andi Arif, 1999: 128).
gadang untuk perayaan perkawinan,
Mengacu pada pemikiran Gramsci
tentu saja pihak alek sudah siap
275
Nora Anggraini & Nursyirwan, Kreativitas Seniman Salareh Aia (Agam) dalam Pengembangan Musik Ronggeang Rantak Saiyo
dengan
aturan-aturan
dalam
melaksanakan alek gadang, begitu juga
dengan
ditampilkan,
hiburan pada
Pertunjukan
akan
acara
baralek
alek
boleh
pihak
gadang
yang
Kreativitas dan Bentuk Ronggeang Rantak Saiyo
Musik
Ronggeang
disajikan pada malam hari sebelum baralek
diadakan
gadang
dengan
menghadirkan bentuk kesenian seperti
tujuan untuk menghibur ibu-ibu yang
Kelompok
Ronggeang
sedang memasak, serta menghibur
yang sering diundang yaitu kelompok
bapak-bapak yang sedang bermain
Ronggeang Rantak Saiyo yang juga
kartu (koa) dalam tujuan menjaga
kepunyaan masyarakat Salareh Aia.
keamanan
Hadirnya
acara
mempersiapkan pesta bsok harinya.
perkawinan hanya boleh dimainkan
Malam dengan menikmati hiburan
pada acara baralek gadang saja, dan
musik Ronggeang disebut juga dengan
tidak boleh pada acara baralek ketek.
istilah malam bajago-jago. Sajian
Keputusan ini telah ditetapkan oleh
musik
Ninik Mamak di dalam Nagari Salareh
dipersembahkan
Aia dan tidak boleh dilanggar.
sekitar yang datang sengaja untuk
Ronggeang.
pada
Ronggeang
Penghargaan bagi masyarakat Salareh
Aia
dalam
menghargai
kebudayaan di Nagari, terhadap musik
pada
malam
juga
Ronggeang
menonton
untuk
masyarakat
pertunjukkan
musik
Ronggeang. Pertunjukkan
musik
dapat
Ronggeang menampilkan empat orang
menyesuaikan bentuk pertunjukkanya
penyanyi atau lebih yang bernyanyi
dengan
setempat
secara bergantian dengan diiringi oleh
berlaku.
instrumen biola, dua gendang dan
Musik Ronggeang Rantak Saiyo hadir
tamburin. Dengan mengikuti irama
tanpa membawa sesuatu yang akan
musik yang bertempo joget, tentunya
merusak
murni
mengundang hasrat untuk berjoget.
hanya sebagai hiburan yang turut
Saat bernyanyi maupun ketika kawan
menyemarakkan
mendapat
Ronggeang
Rantak
Saiyo
kebudayaan
berdasarkan
norma
etika
yang
masyarakat,
perayaan
pesta
giliran, tidak
para
penyanyi
henti-hentinya
perkawinan yang besar atau baralek
Ronggeang
gadang.
berjoget sampai lagu habis. Disamping
276
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, 16 No. 2, November 2014
memiliki bakat bernyany anyi dengan baik serta pandai merangkai kai pantun, tidak ada persyaratan khusus us yang menjadi patokan untuk bergab gabung sebagai penyanyi untuk
penyanyi
dibolehkan menjaga yang
Hanya
Ronggeang. ang. yang ng
bernyanyi nyi penampilan. n.
dimaksud
saja
perempuan, asal
bisa
Penampilan
adala dalah
bernyanyi
Gambar 1. Pertunjukkan musik Ronggeangg ddalam acara perkawinan baralek gada dang (Foto: Nora Anggraini, 25 Janu nuari 2012)
dengan sopan, dan berpakaian ber yang sopan.
dala lam
perkawinan memiliki dur durasi Ada atau tidakny knya perempuan
dalam pertunjukan Ronggeang, Ron tidak mempengaruhi penampilannya. maupun
atass Di
kesuksesan m mata
masyarakat, at,
perempuan
dalam
seniman kehadiran
Ronggeang
merupakan pelaku seni ni yang berperan sebagai penyanyi
penyanyi laki-laki
berperan
s sama
seperti
l lainnya
hanya
yang
bernyanyi
mengeluarkan pantun-pa -pantun sebagai teksnya. Tidak ada yang diharapkan lebih dari pada seked kedar bernyanyi, karena pada hakekatny nya pertunjukan musik
Ronggeang ang
hanya
mengutamakan pada unsur u musikal dan
Baronggeang
makna
dikeluarkan.
pantunun-pantun
yang
acara yang
sangat lama, yaitu dimulaii pa pada pukul 10.30 WIB dan berakhir bi bisa sampai ngan rentang pukul 03.00 WIB. Denga but tentunya waktu yang lama tersebut kelompok
harus
ng Ronggeang
menyiapkan
lagu la
repertoar
yang
durasi yang cukup banyak, dengan dur begitu
lama
pertunjukan
akan
kurang
membuat
mena enarik
dan
membosankan. Namun para ra pengurus kelompok
Ranah
kehilangan
akal,
Saiy Saiyo
tidak
merek reka
harus
melakukan sesuatu agar per pertunjukkan Ronggeang tetap bisa dinikm nikmati oleh penonton dengan porsi yang ng pas. Porsi yang pas dimaksud adalah Rongge Ronggeang tampil pada waktu tau sesi si yang tepat dalam pertunjukkannya. Dal Dalam hal ini, kelompok
Rongge Ronggeang
277
Nora Anggraini & Nursyirw irwan, Kreativitas Seniman Salareh Aia (Agam) dalam Peng engembangan Musik Ronggeang Rantak Saiyo Sa
mengkolaborasikan dengan
Ronggeang Dua
Randai.
jenis
pertunjukkan
komposisinya
pertunjukkan
Hubungan antara dua kes kesenian ini
kesenian
ini
dikatakan
masing sing-masing.
kepada
simbiosis
disatukan dalam pertunj unjukkan dengan
mutualisme
tidak mengurangi bentuk ntuk dari masing-
menguntungkan kepada dua belah
masing jenis keseniann nnya. Dari segi
pihak. Ronggeang bisa jjadi lebih
komposisi
pertunjukkan
berkualitas dalam porsiny inya ketika
Ronggeang tidak ada yang y berubah,
bergabung dengan Ronggeang Ronggeang, begitu
tetapi yang berbeda adalah waktu
juga Randai
kapan Ronggeang ini a ni akan tampil di
semarak jika ada Ronggeang ang di dalam
dalam sesi-sesi Randai .
rangkaian ceritanya.
dan
yang
saling
akan mena enarik dan
Kreativitas masyarak akat Salareh Aia, dalam hal ini tentuny unya seniman Ronggeang Rantak Saiyoo membuat variasi baru dari bentuk saj sajian musik Pengg nggabungan
Ronggeang.
pertunjukkan Ronggeang da dan Randai menjadi tradisi baru per pertunjukkan Gambar 2. Pertunjukkan Musik Rongge geang dalam cerita Randai “Lareh Sim imawang� (Foto: Nora Anggraini, ini, 1 Juni 2013)
yang
sekarang
masyarakat
disuka sukai
Salareh
Aia Aia.
oleh Sesuai
dengan uraian teori kreativ tivitas yang seperti Penampilan Ronggeang Rongg
dicetuskan
oleh
Cziks ksenmihalyi,
menjaga ini berdampak baik dalam da
bahwa variasi yang telah di dipilih telah
efektifitas waktu yan ang digunakan,
masuk ke dalam ranah dom domain baru
sehingga penonton dapat dapa menikmati
dengan
sajian pertunjukkan Ronggeang Ron dalam
kemudian menjadi tradisii yyang terus
porsi yang tepat dan ti n tidak monoton.
menerus
Gabungan
antara
Ronggeang Rongge
dan
pengertian
bahwa b
Ronggeang dan Randai
antara
tetap pada
kreativit vitas.
berkembang
tanpa
Dan
henti
(Mihaly Csikszentmihalyi , 1999: 315). Kolaborasi antara Rong Ronggeang
kat satu sama lain, Randai tidak mengikat dengan
penuh
dan
Randai
pakan merupaka
suatu
kreativitas seniman Ronggeang dalam
278
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
usaha mempertahankan keberadaan
digabungkan
dan kualitas pertunjukkan agar tetap
bagaimana teknisnya bisa diatur di
segar di mata penonton. Kreativitas
dalam pertunjukkan. Bagi kelompok
mejadi solusi dalam memecahkan
Ranah Saiyo telah memilih cerita
suatu masalah dalam menjaga setiap
Randai
penampilan
Simawang�.
Ronggeang.
The
dengan
dengan
Ronggeang,
judul
Pada
�Lareh rangkaian
Relationship between creatifity and
pertunjukkan, Ronggeang tampil pada
problem solving is a very close one in
awal
the minds of many investigators. Some
repertoar, kemudian tampil lagi pada
investigators have taken the position
sesi pergantian cerita bahkan bisa
that creativity is a special form of
masuk dalam alur cerita Ronggeang.
problem
(Raymond
solving
pertunjukkan
Dampak
S.
dengan
dari
dua
kreativitas
Nickerson, 1999: 394). Dapat dijelaskan
seniman Ronggeang Rantak Saiyo
bahwa; hubungan antara kreativitas
dalam menggabungkan pertunjukkan
dan pemecahan masalah sangat dekat
musik Ronggeang ke dalam rangkaian
dalam
banyak
cerita Randai yang telah disusun
adalah
secara
pemikiran
penyelidik
dalam
para hal
ini
apik,
menjadi
daya
tarik
peneliti, dan beberapa peneliti telah
tersendiri bagi masyarakat penikmat
memposisikan
sebagai
pertunjukkan baik di Nagari Salareh
bentuk spesil dari pemecahan masalah.
Aia maupun masyarakat luar. Hal ini
Pemahaman tentang kreativitas diatas
ditunjukkan
dikemukakan oleh R.S Nickerson ini
kelompok Ronggeang Rantak Saiyo
mejelaskan,
dalam
merupakan
kreativitas
bahwa sebuah
kreativitas solusi
mempertahankan
untuk serta
mengembangkan sebuah kesenian. Kesenian Randai sendiri telah mempunyai
banyak
cerita
dengan
mengisi
diundangnya
acara bersifat
ke
daerahan dan mengikuti perlombaan yang
diadakan
oleh
dinas
pemerintahan Kabupaten Agam di Lubuk Basung.
yang
Sejauh ini, kreativitas yang
disadur dari hikayat-hikayat, tambo
dilakukan oleh kelompok Ronggeang
maupun kaba Minangkabau. Apapun
Rantak Saiyo dalam menggabungkan
judul cerita Randai
ke
tersebut bisa
dua
jenis
seni
pertunjukkan
279
Nora Anggraini & Nursyirwan, Kreativitas Seniman Salareh Aia (Agam) dalam Pengembangan Musik Ronggeang Rantak Saiyo
Ronggeang dan Randai masih dalam
di atas, seniman Ronggeang juga tidak
kadar sepatutnya. Antara ke dua seni
menutup
ini saling mendukung dan saling
repertoar lain yang cocok untuk
melengkapi
dinyanyikan dalam musik Ronggeang.
kekurangan
masing-
diri
untuk
menambah
masing. Selagi itu tidak menyalahi aturan dan tidak melanggar norma, etika
berkesenian
masyarakat
dan
akan
bersikap, selalu
frase
Lagu
Ronggeang
yang
simetris,
dinyanyikan
berupa
memiliki teks
yang
pantun
yang
memiliki sajak teratur (ab,ab). Pola
menghargainya.
pantun mempermudah penulis dalam Bentuk Musik Ronggeang Rantak Saiyo Repertoar
yang
sering
dinyanyikan oleh penyanyi Ronggeang Rantak Saiyo adalah lagu-lagu seperti; Sirek-Sirek, Cogok bangkinang, Kok Kaberang, Baburu babi, Tri Arga, serta lagu gamad popular seperti Simpang Ampek. Pemilihan repertoar atau lagu Ronggeang berpengaruh
menganalisis lagu Ronggeang dari ilmu musik konvensional. Struktur melodi lagu Ronggeang juga sangat sederhana, terlihat dari harmoni serta progresi akord I, IV dan V yang berhenti pada kadens sempurna (the perfect authentic cadens). Gambaran frase dalam lagu Ronggeang dapat dilihat dari teks lagu yang berbentuk pantun sebagai berikut:
kepada suasana pertunjukkan, dengan demikian kelompok Rantak Saiyo memilih lagu-lagu yang lebih mudah dicerna oleh penonton. Semua lagu Ronggeang memiliki karakter yang
Teks lagu
Sajak
Frase
Sampiran
a
a
antecedent
Sampiran
b
b
konsekwen
Isi
a
a’
antecedent
Isi
b
b’
konsekwen
sama dengan memakai tempo joget atau cepat dan tidak ada perubahan tempo pada lagu. Sehingga pola gandang yang dimainkan pada setiap lagu
Ronggeang
adalah
sama.
Disamping repertoar-repertoar tersebut
Tabel 1. Pola analisis motif dan frase lagu Ronggeang
Instrumen pendukung musik Ronggeang Rantak Saiyo terdiri dari Biola, gandang guncang, gandang 280
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, 16 No. 2, November 2014
paningkah dan cer (tam tamburin). Biola
dan bermain mengiringi melodi vokal da
merupakan
pada
satu-satuny unya
instrumen
melodis yang berfungsi si sebagai s melodi
nyambungan peny
bagian-bagian
antara antecedent dan konsek nsekwen.
intro, pembuka atau pintu pi lagu serta
Tabel 2. Notasi 1 vokal dan biola lagu Ronggeang Sirek-Sirek Jalur melodi me
Notasi
1
menunjukkan
Semakin
ntun pantun
banyak
yang
pergerakan melodi biola biol yang selalu
dinyanyikan maka lagu aakan terus
berjalan mengiringi mel elodi vokal dan
ka penyanyi berlanjut, sebaliknya jika
memaikan melodi yang ng sama dengan
ngan pantun sudah merasa cukup deng
melodi vokal penyany nyi Ronggeang.
yang dinyanyikan maka lagu pun
Perbedaannya melodi biola bio lebih bebas
berhenti.
bermain dengan menge ngeluarkan filler-
ainan biola Melihat dari permai ang, Ronggeang
pada
filler serta akord penun nunjang harmoni
oleh
lagu.
Ronggeang yang dasarnya semua lagu Rongge Teks lagu Ronggeang Rongge tidak
pemusik
ar A-Mayor, dimainkan pada nada dasar
lagu
saan pemain tetapi pengaruh dari kebiasa
penyanyi bebas mengel eluarkan pantun
biola yang musik terutama pemain bi
sesuai
menjadi
baku,
setiap
dengan
memba bawakan
temaa
lagu
yang
intrumen
lodis melodi
satu-
dimainkan, sehingganya nya berdampak
ggeang selalu satunya pada musik Rongge
kepada
mengandalkan
durasi
lagu u
dinyanyiakan.
filling
saja saj
dalam
281
Nora Anggraini & Nursyirwan, Kreativitas Seniman Salareh Aia (Agam) dalam Pengembangan Musik Ronggeang Rantak Saiyo
menstem biola, sehingganya tuning
PENUTUP Kreativitas
setiap bermain biola tidak tetap.
seniman
Tuning biola terkadang hampir standar
Ronggeang dalam sajian Ronggeang
(A-440 Hz), terkadang kerendahan dan
dengan
bahkan
pertunjukkan
ketinggian.
disebabkan
Kebiasaan
karena
pemain
ini biola
dengan porsi yang pas dan tidak membosankan.
tidak
porposional
alat
pengukur
tampil
Ronggeang
Ronggeang kelompok Rantak Saiyo memiliki
menjadikan
randai
Sajian
yang
berdasarkan
kadar
frekwensi senar seperti cromatik tuner,
pertunjukkan terlihat dalam seniman
sehingganya frekwensi senar selalu
menempatkan musik Ronggeang pada
berubah-rubah
pada
setiap
repertoar, pada saat jeda dan masuk
dimainkan. N o
1.
2.
3.
Waktu Pengu kuran 25 Januari 2012
awal Randai dengan mempilkan dua
Tempat
Jorong Padang Koto Gadang, Salareh Aia 11 Jorong Novem Padang ber Koto 2012 Gadang, Salareh Aia 1 Juni Jorong 2013 Padang Koto Gadang, Salareh Aia
Frekwe nsi senar A
pada alur cerita Randai. Penempatan
469 Hz
efektifitas sajian musik Ronggeang,
kapan saja Ronggeang ditampilkan serta durasi berdampak baik untuk
yang
menjadikan
Ronggeang
dan
pertunjukkan saling
Randai
mendukung. 442 Hz
Kreativitas
menuju
suatu
perobahan yang positif, kreativitas juga
menjadi
suatu
solusi
yang
cemerlang dalam memecahkan suatu 438 Hz
masalah
yang
kemonotonan musik.
suatu
Berdampak
Ronggeang merupakan
Tabel 3. Hasil pengukuran frekwensi senar A (senar 2) biola Ronggeang
menyangkut
Rantak
pada
pertunjukkan kepada
musik
Saiyo
yang
satu-satunya
kelompok
Ronggeang yang masih berkembang dengan
baik
sampai
sekarang.
Berkembangnya kelompok Ronggeang
282
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
Rantak Saiyo juga telah melalui selektifitas dari masyarakat tempat kesenian itu berada dan diterima oleh masyarakat Nagari Salareh Aia.
KEPUSTAKAAN Brandon, James R. (terjemahan R.M. Soedarsono). Seni Pertunjukan di Asia Tenggara, Yogyakarta: BP. ISI Yogyakarta. Caturwati, Endang. 2006. Perempuan dan Ronggeang. Pusat Kajian LintasBudaya dan Pembangunan Berkelanjutan. Bandung: Sunan Ambu Press Bandung. _______. 2011.Sinden-Penari di Atas dan di Luar Panggung. Kehidupan Sosial Budaya Para Sinden-Penari Kliningan Jaipongan di Wilayah Subang Jwa Barat. Bandung: Sunan Ambu Press Bandung. Cook, Nicholas. 1989. A Guide To Musical Analisis. New York: Oxford University Press. David J, Goldsworthy. 1979. Melayu Musik Of North Sumatera: Continuitas and Changes. Disertasi Doktoral. Cannberra: Monash University. Hibban. 2011. Musik Ronggeng: Media Interaksi sosial Masyarakat Simpang Tonang Kecamatan Duo Koto Kabupaten Pasaman. Program Pascasarjana ISI Padangpanjang. Huberman, A. Michael, dan mattew B. Miles. 2009. Manajemen data dan Metoda Analisis dalam Norman K. Denzin dan Yvona
S. Lincoln (ed), Handbook of Qualitative Research edisi Bahasa Indonesia. Terjemahan. Dariyanto, Badrus Samsul Fata, Abi, John Rinaldi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ihromi, T.O. 1990. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Gramedia. Irawan, Prasetyo. 1999. Metode Penelitian (Jakarta: Logika Prosedur Penelitian STIALAN). Kennedy, Michael. 1980. The concise Oxford University Dictionary of Music London. New York, Toronto: Oxford University Press, cetakan ketiga. Kurth, Ernst. 1991. Selected Writingsstudies in music theory And analysis. New York: Cambridge University Press. Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebuayaan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Patria, Nezar. 1999. Antonio Gramsci Negara dan Hegemoni. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Perret, Daniel. Kolonialisme dan Etnisitas Batak dan Melayu di Sumatera Timur Laut. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Simanjuntak, Hendrik. 2010. Simfoni Beethoven N0.9 Op.125 Movement IV: Kajian Bentuk Musik. Medan: Pasca Sarjana Pengkajian Musik USU.
283
Nora Anggraini & Nursyirwan, Kreativitas Seniman Salareh Aia (Agam) dalam Pengembangan Musik Ronggeang Rantak Saiyo
Sterndberg, Robert J. 1999. Handbookof Creativity. Cambridge: Cambridge University Press. Suganda, Dadang. Manajemen Seni Pertunjukan. Bandung,: STSI Press Bandung.
Sumarjo, Jacob. 2010. Estetika Paradoks. Bandung: STSI Bandung. Takari, Muhammad. 1998. Ronggeng Melayu umateraUtara sejarah, fungsi dan strukturnya. Yogyakarta: Program Pascasarjana UGM.
284
PENAMPILAN JALAN KEPANG DI SAWAHLUNTO: SEBUAH DISKURSUS SENI POSKOLONIAL Dede Pramayoza Prodi Seni Teater, Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, dedepramayoza.neo@gmail.com ABSTRAK Jalan Kepang merupakan nama salah satu seni penampilan rakyat di Sawahlunto, Sumatera Barat, yang memiliki kemiripan nama dengan salah satu kesenian di pulau Jawa. Keunikan jalan kepang mendorong sebuah kebutuhan untuk memahami maknanya secara lebih jauh. Melalui pembacaan yang meminjam metode semiotika atas foto-foto penampilan Jalan Kepang, terbukti bahwa kesenian ini memiliki ciri-ciri yang mirip sekaligus berbeda dengan jaran kepang di Pulau Jawa. Fakta itu menghadirkan kebutuhan untuk membaca konteks masyarakat pendukung kesenian ini, yakni masyarakat ‘orang rante’. Hubungan antara teks penampilan dengan konteks sejarah dan budaya ‘orang rante’ menunjukkan bahwa kesenian ini merupakan bentuk mimikri, yang berfungsi sebagai ritual komunitas. Secara keseluruhan, jalan kepang adalah bentuk peristiwa budaya poskolonial, yang memantulkan narasi sejarah dan pengalaman masa kolonial dari masalalu komunitas ‘orang rante’. Kata Kunci: Jalan Kepang; Sawahlunto; Penampilan; Diskursus; Poskolonial
ABSTRACT Jalan Kepang is a name of a performing art in Sawahlunto, West Sumatera, which has similar name to an art in Java. The uniqueness of Jalan Kepang incites the need to understand its meaning more deeply. Using semiotic methods to explore photos of Jalan Kepang performances, it is proven that this art has similar yet different characteristics from Jaran Kepang in Java. This fact presents us with the need to read the context of community supporting this art, that is, the community of ‘orang rante’. Relatiionship between text of performance and context of history and culture of ‘orang rante’ shows that this art is a form of mimicry, functioning as a community ritual. On the whole, Jalan Kepang is a form of post-colonial cultural event reflecting historical naration and colonial experience of ‘orang rante’ communiity’s past. Keywords: Jalan Kepang, Sawahlunto, performance, discourse, postcolonial
285
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
dikenali oleh masyarakat lokal sebagai
PENDAHULUAN Di Kota Sawahlunto, Sumatera
‘orang rante’. Fakta ini, membuat menjadi
jalan
dinamakan Lapangan Segitiga, yaitu
fenomena, yang menarik untuk dikaji.
sebuah tempat berbentuk taman di
Tulisan
pusat kota, tepatnya di halaman sebuah
membaca kesenian Jalan kepang di
bangunan bergaya kolonial Belanda,
Sawahlunto itu, berdasarkan tanda-
yang kini berfungsi sebagai kantor PT.
tanda
Tambang
Batubara
penampilannya.
(PTTBA),
Unit
Bukit
Asam
kepang
sebuah
Barat, terdapat sebuah tempat yang
ini
dimaksudkan
dalam
untuk
beberapa
foto
Pertambangan
Ombilin. Pada setiap akhir bulan, di
Foto-foto Penampilan dan Strategi Membacanya
tempat ini ada sebuah grup yang Data yang digunakan sebagai
memainkan sebuah seni penampilan yang disebut penduduk lokal sebagai jalan kepang. Sekitar 2 Km ke arah Barat Laut dari Lapangan Segitiga, terdapat pula sebuah pasar tradisional bernama Pasar Sapan, yang juga acapkali dijadikan tempat penampilan
Penamaan
jalan
kepang
dengan mudah diasosiasikan dengan sebuah seni penampilan di Jawa, yang jaran
kepang.
Namun
kenyataannya, jalan kepang adalah sebuah
seni
penampilan
yang
ditampilkan di salah satu kota di pulau Sumatera. Masyarakat pendukungnya, adalah
sebuah
menyebut
adalah
beberapa
foto
penampilan
Jalan kepang di Sawahlunto. Proses pembacaan berlandaskan
itu,
dilakukan
pada
dengan
konsep
yang
diajukan Marco De Marinis. Menurut Marinis(1993: 47), dalam pemahaman
jalan kepang.
bernama
bahan pembacaan dalam tulisan ini
komunitas,
dirinya
sendiri,
yang serta
tentang tekstualitas, gambar/foto atau sekelompok
gambar/foto,
dapat
diperlakukan sebagai sebuah teks. Dari sudut pandang semiotika, istilah /teks/ [sic.] menunjuk tidak hanya pada seri yang koheren dan lengkap dari sebuah pernyataan linguistik, baik lisan maupun tulisan, tetapi juga setiap unit wacana, baik secara verbal, non verbal, atau campuran, yang dihasilkan dari koeksistensi beberapa kode (dan
286
Dede Pramayoza, Penampilan Jalan Kepang di Sawahlunto: Sebuah Diskursus Seni Poskolonial
faktor-faktor lain juga, seperti yang bisa kita lihat) dan memenuhi prasyarat konstitutif berupa kelengkapan dan koheren. Menurut pemahaman tekstualitas ini, gambar, atau kelompok gambar, adalah, atau bisa menjadi, sebuah teks. Foto-foto tersebut terdiri dari dua bagian, yaitu: (1) empat buah foto penampilan
Jalan
yang
kepang
berlangsung di di halaman gedung PTTBA
Sawahlunto,
pada
hari
Minggu, 16 Maret 2008; dan (2) dua buah foto penampilan Jalan kepang di Pelataran
Parkir
Pasar
Sapan,
Sawahlunto, yang berlangsung pada hari Kamis, 6 Maret 2008. Dalam uraian,
tiap-tiap
disajikan disajikan
utuh,
foto
tidak
melainkan
sesuai
akan akan
tanda-tanda teater menjadi tanda-tanda visual dan auditif, yang dirinci dalam 13
unit
sistem
tanda.
Namun
mengingat tulisan ini menggunakan data foto sebagai bahan bahasan, maka tanda-tanda auditif dengan sendirinya tidak bisa dibahas. Demikian pula, tidak semua tanda visual penampilan yang diajukan Kowzan dapat diamati. Dalam
tulisan
ini,
yang
akan
disinggung hanya unit tanda yang berkaitan dengan: properti; kostum; dan perangkat musik. Sementara itu, terdapat
pula
ditambahkan, dalam
unit yang
klasifikasi
tanda
yang
tidak
terdapat
tanda
teateral
Kowzan, yaitu tanda penonton dan ruang.
kebutuhan
pembahasan. Hal tersebut dilakukan dengan cara memotong bagian foto yang dianggap relevan dengan ikhwal yang sedang dibicarakan. Pembacaan dengan
akan
dimulai
pengklasifikasian
unit-unit
tanda pada foto penampilan tersebut dengan merujuk pada pembagian unitunit tanda penampilan (teater) yang dirumuskan Tadeusz Kowzan. Secara umum, Kowzan (via Elaine Aston & George Savona, 199: 105) membagi 287
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
menemukan makna dari tanda-tanda penampilan Jalan kepang itu sendiri, dengan merujuk Erika Fischer-Lichte (1991: 280), bahwa: Makna muncul ketika sebuah tanda dikaitkan oleh penggunanya dengan sesuatu hal dalam konteks tanda; makna bisa berubah jika tanda adalah (a) dimasukkan ke dalam konteks semiotika yang berbeda; (b) dikaitkan dengan sesuatu yang lain; atau (c) digunakan oleh pengguna yang lain.
Gambar 1. Data 1: Empat buah foto Penampilan Jalan kepang di halaman gedung PTTBA Sawahlunto, Minggu, 16 Maret 2008
Berdasarkan
unit-unit
tanda
tersebut, tulisan ini selanjutnya akan menguraikan
beberapa
wacana
(diskursus), untuk bisa mendapatkan gambaran yang lebih dalam tentang kesenian Jalan kepang ini. Analisis beberapa seringkali
wacana
tersebut,
akan
didasarkan
atas
perbandingan antara Jalan kepang dengan sebuah kesenian di tempat lain (Jawa), yaitu kesenian yang lazim dinamakan Jaran Kepang, dan atau Kuda
Lumping.
Perbandingan
itu
dilakukan karena alasan kemiripan tanda,
dengan
tujuan
Gambar 2. Data 2: Dua buah foto Penampilan Jalan kepang di Pelataran Parkir Pasar Sapan, Sawahlunto, Kamis, 6 Maret 2008
Berdasarkan hal itu, maka makna dari tanda-tanda penampilan Jalan kepang yang terlihat pada foto,
untuk 288
Dede Pramayoza, Penampilan Jalan Kepang di Sawahlunto: Sebuah Diskursus Seni Poskolonial
yang tentunya tidak mungkin dilihat
(1) Properti dan Spektakel
pada konteks tandanya sendiri (yaitu
Paling tidak, terdapat dua jenis
di mana ia dipergelarkan), diharapkan
properti
akan dapat ditemukan dengan cara
penampilan
membandingkannya
tanda-
Sawahlunto. Yang pertama adalah
tanda yang mirip pada penampilan
kuda-kudaan (gambar 3), dan yang
lain. Berdasarkan perbandingan itu,
kedua adalah barongan (gambar 4).
maka
dapat
Kuda-kudaan adalah properti yang
ditemukan perbedaan dan persamaan
terbuat dari anyaman bambu, yang
makna dari jalan kepang dengan jaran
dipotong menyerupai bentuk tubuh
Berdasarkan
kuda tanpa kaki. Anyaman kuda ini
mungkin
kepang/kuda perbedaan
dengan
pula
akan
lumping. dan
persamaan
yang
digunakan
Jalan
dalam
kepang
di
itulah
dihias dengan cat beraneka warna,
kemudian, makna Jalan kepang di
antara lain merah dan putih, serta
Sawahlunto itu sendiri diharapkan
diberi rambut buatan terbuat dari ijuk.
dapat diuraikan sebisanya.
Adapun Barongan, adalah properti yang terbuat dari kain, yang pada salah
PEMBAHASAN
satu bagiannya diberi kepala berbentuk
Membaca Teks Penampilan Jalan kepang
kepala
Beberapa
komponen
penampilan yang dapat dibaca dari
singa
barongan
atau
naga.
Tubuh
biasanya
dihias
dengan
menggunakan cat, membentuk sisik naga atau loreng harimau.
foto-foto penampilan Jalan kepang di Sawahlunto ini antara lain adalah: (1) properti dan spektakel penampilan; (2) kostum
yang
dikenakan
para
penampil; (3) instrumen musik yang digunakan; (4) ruang dan penonton penampilan; dan (5) pose dan formasi penampil. Masing-masingnya, akan diuraikan seperti di bawah ini.
Gambar 3. Properti Kuda-kudaan terbuat dari anyaman bambu, yang digunakan dalam penampilan Jalan kepang. Atas, kuda-kudaan yang
289
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
digunakan dalam penampilan di halaman gedung PTTBA Sawahlunto. Bawah, kudakudaan yang digunakan dalam penampilan di pasar Sapan, Sawahlunto.
maka
besar kemungkinan ia tidak
dianggap
sebagai
bagian
dari
penampilan oleh penonton.
Menarik untuk dicatat, bahwa tanpa properti tersebut, para penampil Jalan kepang hampir tak terbedakan dengan penontonnya (seperti dapat dilihat pada gambar 3 bawah). Hal ini, terutama terkait dengan penggunaan kostum penampilan yang tidak terlalu ketat, yang nanti akan dibahas lebih lanjut. Namun dapat dikatakan, bahwa praktis
hanya
dengan
memegang
properti kuda-kudaan dengan cara tertentu saja, para penampil jalan kepang ‘memasuki’ dunia penampilan, dan membangun jarak dengan dunia para penontonnya, yaitu dunia sehari-
Gambar 4. Properti Barongan terbuat dari kain yang diberi kepala berbentuk singa atau naga, yang digunakan dalam penampilan Jalan kepang. Atas, Barongan yang digunakan dalam penampilan di halaman gedung PTTBA Sawahlunto. Bawah, Barongan yang digunakan dalam penampilan di pasar Sapan, Sawahlunto.
hari. Seperti dapat kembali dilihat cara
Demikian pula halnya dengan
menggunakan kuda-kudaan dengan
perlakuan terhadap properti barongan.
meletakkannya di antara dua kaki,
Hanya jika dua orang penampil masuk
layaknya orang menunggang kuda ini
ke dalam ruang dalam kain dan
adalah perlakuan khusus yang menjadi
menjadi kaki dari tubuh barongan saja
penanda
para
lah, ia dianggap tengah menjadi bagian
penampil, perlakukan ini sekaligus
dari penampilan (lihat gambar 4). Jika
adalah persiapan untuk memasuki
barongan diperlakukan dengan cara
dunia
jika
lain, maka sang penampil dianggap
memperlakukannya
bukan merupakan bagian dari dunia
pada
gambar
(3
bawah),
penampilan.
penampilan.
penampil
tidak
Bagi
Artinya,
–misalnya
seni penampilan. Maka, bisa dikatakan
dengan memegangnya di atas kepala—
bahwa kepiawaian memainkan dan
dengan
cara
demikian
290
Dede Pramayoza, Penampilan Jalan Kepang di Sawahlunto: Sebuah Diskursus Seni Poskolonial
memperlakukan properti kuda-kudaan dan barongan ini lah yang sejatinya menjadi spektakel (tontonan) utama
Panjang Batik, yang dikenakan salah seorang penampil Jalan kepang pada penampilan di halaman gedung PTTBA Sawahlunto
(2) Kostum
dari seni penampilan Jalan kepang. Sepanjang penampilan, perlakuan para penampil terhadap kuda-kudaan dan barongan,
yaitu
mengibaskan
dengan
atau
cara
memutarnya
merupakan atraksi yang dinikmati penonton. Dapat dikatakan bahwa, penonton mengidentifikasikan adanya peristiwa,
berdasarkan
kehadiran
kedua jenis properti tersebut. Dan selanjutnya,
mereka
mengetahui
dimulai dan diakhirinya penampilan berdasarkan pula pada dimulai dan diakhirinya perlakuan terhadap kedua properti tersebut.
Secara
umum,
sebenarnya
tidak terlihat adanya kostum khas yang dikenakan oleh para penampil Jalan kepang. Para penampil pada umumnya bebas menggunakan pakaian yang ia anggap nyaman untuk dipakai selama penampilan, misalnya celana jeans, kaos oblong, bahkan sepatu kets (seperti terlihat pada gambar 4 dan gambar
5).
Namun,
demikian,
terdapat juga beberapa jenis pakaian yang
dapat
diidentifikasi
sebagai
kostum penampilan, yaitu: (1) ikat kepala; (2) celana hitam; (3) rompi hitam; (4) baju kaos belang; dan (5) kain
batik
yang
diikatkan
pinggang.
Identifikasi
dilakukan
dengan
itu
pada bisa
memperhatikan
bahwa jenis pakaian serupa lazimnya tidak
digunakan
sehari-hari.
Di
samping itu, jenis pakaian tersebut juga Gambar 5. Kostum yang dikenakan para penampil Jalan kepang. Atas, Celana Hitam dengan kain panjang, yang dikenakan para penampil Jalan kepang pada penampilan di halaman gedung PTTBA Sawahlunto. Bawah Kiri, Ikat Kepala yang dikenakan para penampil dalam penampilan di pasar Sapan, Sawahlunto. Bawah Kanan, Rompi Hitam dan Kain
memiliki
kecendrungan
uniformisasi (penseragaman), artinya dikenakan
oleh
penampil
(seperti
dua
atau
lebih
terlihat
pada
gambar 5).
291
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
Gambar 6. Instrumen musik yang mengiringi penampilan Jalan kepang. Atas, posisi pemusik dan kesatuan musik iringan dalam penampilan di halaman gedung PTTBA Sawahlunto. Bawah kiri, dua buah alat milip gong kecil. Bawah tengah, sebuah alat mirip gendang. Bawah kanan, seperangkat alat mirip gamelan.
(3) Instrumen Musik dan Iringan Musik
Iringan
tempat bermain. Tiga instrumen musik
penampilan
tersebut disusun sejajar menghadap
Jalan kepang dibangun dari komposisi
penampilan (perhatikan gambar 4
bunyi tiga instrumen (alat) musik saja.
atas). Pilihan ini, barangkali erat
Ketiganya instrumen itu, adalah: (1)
kaitannya
dengan
sebuah alat mirip gendang (gambar 6
pemusik
untuk
bawah tengah); (2) seperangkat alat
perkembangan peristiwa penampilan
mirip gamelan (gambar 6 bawah
yang sedang berlangsung. Artinya,
kiri); dan (3) dua buah alat milip gong
musik pada awalnya berfungsi sebagai
kecil (gambar 6 bawah kanan).
irama
Dalam peristiwa penampilan, para
penampil, namun selanjutnya juga
pemusik biasanya mengambil salah
merupakan bentuk respons pemusik
satu bagian arena penampilan sebagai
terhadap penampilan itu sendiri.
yang
kebutuhan selalu
direspons
para
mengikuti
oleh
para
292
Dede Pramayoza, Penampilan Jalan Kepang di Sawahlunto: Sebuah Diskursus Seni Poskolonial
penampilan (lihat gambar 7 atas).
(4) Penonton dan Ruang Ruang yang digunakan bagi peristiwa
seni
penampilan
Jalan
Sementara itu, pada penampilan di halaman kantor PTTBA,
sebagian
kepang relatif sangat longgar. Para
penonton memanfaatkan tembok yang
penampil
mengelilingi sebuah tiang bendera di
batas
tidak
area
berusaha
memberi
penampilannya.
Para
halaman kantor itu sebagai tempat
penonton pun dapat mengambil posisi
duduk untuk menyaksikan penampilan
di mana ia suka, dengan memanfaatkan
(lihat gambar 7 bawah).
kondisi yang ada sebagai tempat
Kendati
terkesan
longgar,
duduk, atau berdiri. Pada penampilan
namun posisi yang diambil penonton
di Pasar Sapan, misalnya, terdapat
tersebut ternyata mempengaruhi pola
penonton yang memanfaatkan tiang
lantai (floor plan) yang dibuat para
beton bekas pagar sebagai tempat
penampil Jalan kepang di atas bidang
duduk, sementara yang lain, memilih
lantai area penampilan. Misalnya, pada
berdiri
penampilan di Pasar Sapan, para
atau
jongkok
di
taman
berumput yang terdapat di dekat area formasi
lingkaran,
penampil
kemudian
berdiri
dalam
dengan
arah hadap ke luar lingkaran
penonton yang duduk dengan posisi 90
(gambar 7 atas). Formasi ini, dapat
derajat
dianggap sebagai bentuk respon para
bawah).
terhadapnya
(gambar
7
penampil terhadap posisi penonton yang mengelilinginya. Dengan formasi semacam
itu,
penampilan
dapat
dinikmati oleh semua penonton yang berada pada semua sudut pandang terhadap
area
penampilan
(360
derajat). Sementara pada salah satu bagian dari penampilan di halaman kantor PTTBA, dua orang penampil barongan
bergerak
penonton,
seolah
melintasi
para
merespon
para
Gambar 7. Posisi penonton terhadap penampilan Jalan kepang. Atas, penampilan di Pasar Sapan,
293
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
sebagian penonton yang memanfaatkan tiang beton bekas pagar sebagai tempat duduk, atau memilih berdiri atau jongkok di taman berumput yang terdapat di dekat area penampilan. Bawah, pada penampilan di halaman kantor PTTBA, sebagian penonton memanfaatkan tembok yang mengelilingi sebuah tiang bendera di halaman kantor itu sebagai tempat duduk untuk menyaksikan penampilan.
Para
penonton
pemusik,
sehingga
para
pemusik
disikapi
sebagai
bagian
dari
penampilan (perhatikan gambar 8 bawah).
sendiri,
sebenarnya terlihat sangat menyadari di mana mereka harus berada pada saat penampilan berlangsung. Meski tidak terdapat pembatas area penampilan, atau semacam wilayah pentas, namun penonton cenderung membuat atau menciptakan wilayah tempat menonton sendiri.
Misalnya,
mereka
yang
sebagian datang menonton dengan menggunakan sepeda motor, biasanya memilih
untuk
kendaraannya,
dan
menggunakannya
sebagai
memarkir langsung tempat
duduk dalam menikmati penampilan. Menariknya, mereka cenderung untuk memarkir kendaraannya sejajar di luar batas
halaman
gedung
Gambar 8. Atas, penonton yang memarkir kendaraannya sejajar di luar batas halaman gedung PTTBA, dan menonton dari atas kendaraannya masingmasing. Bawah, penonton yang berada di belakang para pemusik, menonton penampilan dari sela-sela pemusik.
PTTBA
(perhatikan gambar 8 atas), dan tidak memilih untuk memasukkan sepeda motornya ke wilayah halaman kantor itu, meski sebenarnya hal itu mungkin dilakukan. Demikian pula, mereka cenderung menonton di belakang para
(5) Pose dan Formasi Penampil Meski
melalui
foto-foto,
mustahil membaca gerak dan tingkah laku yang diperagakan para penampil, namun kita masih bisa membaca adanya pose dan formasi dari para penampil. Pose, secara sederhana dapat diartikan sebagai cara tertentu dalam berdiri atau duduk, yang biasanya dilakukan
dalam
kebutuhan
fotografi,
kaitan
dengan
lukisan
atau
gambar. Sementara formasi, dapat diartikan sebagai laku menyusun atau
294
Dede Pramayoza, Penampilan Jalan Kepang di Sawahlunto: Sebuah Diskursus Seni Poskolonial
proses bersusun, yang dalam hal ini
tersebut dengan konteksnya, yakni
berkaitan
dengan
susunan
para
masyarakat pendukung jalan kepang
penampil
dalam
sebuah
seni
Sawahlunto. Beberapa wacana yang
penampilan.
menarik untuk ditelusuri itu, antara lain
Dari foto-foto yang ada, dapat dilihat bagaimana para penampil jalan kepang
menyusun
barisan
dalam
adalah: (1) Penamaan ‘jalan kepang’, beserta
sejarah
Sawahlunto;
keberadaannya
(2)
Hubungan
di
jalan
bentuk lingkaran dengan dengan arah
kepang dengan sosio-budaya orang
saling membelakangi (gambar 7 atas),
rante
sementara dua orang penampil berbaris
penampilan
membangun citraan barong (gambar 4
peristiwa budaya.
di
Sawahlunto; jalan
dan
kepang
(3)
sebagai
atas dan bawah). Ada kalanya, para penampil tampaknya berpose secara
(1) Nama ‘Jalan Kepang’
bebas sesuai keinginannya masing-
Istilah
jalan
yang
kepang
masing (lihat gambar 8 bawah).
dilekatkan
Namun yang paling menarik, adalah
kepada
pose
berbaring
penampilannya ini, secara etimologis
menyentuh tanah/lantai, seperti tampak
besar kemungkinan berasal dari kata
dalam dua foto di atas (gambar 8 atas
‘jaran
dan gambar 5 bawah kanan).
penampilan
dengan
tubuh
Membaca Diskursus di Penampilan Jalan kepang
Balik
Berdasarkan apa-apa yang telah diuraikan pada teks penampilan Jalan kepang di atas, maka selanjutnya, berbagai wacana (diskursus) di sekitar keberadaan
penampilan
ini
di
Sawahlunto dapat pula ditelisik. Hal itu dapat
dilakukan
dengan
menghubungkan pembacaan atas teks
masyarakat salah
satu
kepang,’ yang
Sawahlunto genre
sebuah
seni
genre
berkembang
di
beberapa tempat di pulau Jawa. Namun penampilan jalan kepang harus dilihat sebagai bentuk perkembangan dari kesenian yang di Jawa terkadang dinamakan juga sebagai jaranan, kuda lumping, atau jathilan itu. Perkataan jaran kepang sendiri berasal dari kata ‘jaran’ yang berarti kuda, dan ‘kepang’ yang berarti anyaman bambu. Sehingga jaran kepang, secara sederhana dapat diartikan kuda (tiruan), yang terbuat 295
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
dari
anyaman
bambu.
Karena
mendapatkan arti dari jalan kepang,
bentuknya yang pipih atau ‘lumping’,
yakni: kepang (anyaman bambu) yang
maka ia terkadang di beberapa daerah
berjalan. Kenyataan ini, membuka
juga dinamakan kuda lumping.
wacana tentang mimikri, yakni proses
Adapun
Sawahlunto,
peniruan yang buram atas satu bentuk
dapat
kebudayaan. Jalan kepang, boleh jadi
buruh
memang merupakan tiruan atas jaran
tambang batubara asal Jawa, yang
kepang, namun bukan tiruan yang
didatangkan
tepat.
eksistensi
di
jalan
dihubungkan
kepang
dengan
ke
para
Sawahlunto
pada
Akibatnya,
dapat
diartikan
permulaan abad ke -20 oleh pemerintah
bahwa ‘perubahan’ nama jaran kepang
kolonial
tetapi,
menjadi jalan kepang di Sawahlunto
mengapa di Sawahlunto, sebutan jaran
merupakan bentuk afirmasi sekaligus
itu berubah menjadi jalan? Barangkali
diferensiasi dengan jaran kepang di
teori tentang dialek bisa dikemukakan
tempat lain. Sebuah pernyataan, yang
di sini, atau perubahan bunyi karena
ingin menunjukkan hubungan, namun
sifat penularannya yang lisan. Namun
sekaligus perbedaan.
Belanda.
Akan
yang lebih masuk akal, barangkali, karena
kata
‘jaran’
tidak
lagi
(2) Kesenian ‘Orang Rante’
digunakan dalam percakapan sehari-
Fakta artistik tentang jalan
hari masyarakat Tansi. Kata yang
kepang di Sawahlunto, Sumatera Barat,
lazim digunakan adalah ‘kuda’ (Lihat:
membuka wacana tentang sejarah kota
Elsa Putri E. Syafril, 2010: 92).
Sawahlunto. Sawahlunto merupakan
Sehingga yang dipahami justru adalah
salah satu kota di Sumatera Barat yang
kata
‘diciptakan’ oleh kolonial Belanda.
‘jalan’,
yang
berarti
melangkahkan kaki. Namun
anehnya,
Sebagaimana terlihat dari namanya, perkataan
Sawahlunto sebelumnya adalah daerah
‘kepang’ tetap bertahan, meski kata itu
yang terdiri dari areal persawahan dan
juga tidak lazim lagi digunakan oleh
hutan belantara. Sejarah Sawahlunto
masyarakat Sawah Lunto. Barangkali,
sebagai sebuah kota, baru dimulai
dengan mempertahankan kata itulah,
dengan ditemukannya potensi tambang
masyarakat pendukung di Sawahlunto 296
Dede Pramayoza, Penampilan Jalan Kepang di Sawahlunto: Sebuah Diskursus Seni Poskolonial
batubara oleh De Groot pada tahun
langsing tertampilkan narasi tentang
1851.
hubungan Pemerintah Hindia Belanda,
dengan
tradisi
kesenian
Jawa. Oleh sebab itu, barangkali jalan
kemudian mendatangkan para pekerja
kepang
tambang dari berbagai etnis, antara lain
upaya masyarakat Sawahlunto dalam
Jawa, Sunda, Madura, Bali, Bugis,
melihat hubungan dan kaitan kota dan
Tionghoa dan Minang. Sebagian dari
komunitas mereka dengan tempat dan
mereka dijadikan buruh paksa, yang
komunitas lain. Pada saat yang sama,
bekerja dengan keadaan kaki, tangan,
mereka
dan leher terikat rantai. Karena itulah,
kedatangan nenek moyang mereka di
keturunannya
Sawahlunto, yang secara tak langsung
dinamakan
para sebagai
buruh ‘orang
ini rante’
(orang rantai) oleh masyarakat sekitar. Adapun tempat tinggal mereka yang berupa
barak-barak,
merupakan
dapat
menghadirkan
bahagian
mengingat
diskursus
dari
sejarah
tentang
kolonialisme dan kreolisasi. Seturut
keterangan
Benedict
dinamakan
Anderson (2008: 71), perkataan kreol
“tansi”, sehingga terkadang mereka
pada mulanya dimaksudkan untuk
juga dinamakan ‘orang tansi’. Bersama
orang berdarah eropa, yang dilahirkan
masyarakat etnis Minang, orang rante
di luar eropa, terutama Amerika Latin.
atau orang tansi inilah yang menjadi
Namun, istilah kreol dapat diperluas
warga kota Sawahlunto hingga masa
pengertiannya, menjadi ‘orang-orang
sekarang (Lihat: Elsa Putri E. Syafril,
yang berdarah etnik tertentu’ yang di
2011: lampiran 8: Foto-Foto dan Daftar
lahirkan di luar lingkungan etniknya.
Leksikon).
Atau bahkan, bisa diartikan sebagai
Sebuah
tontonan
seni
‘orang-orang yang berdarah beberapa
penampilan tidak bisa diidentifikasi
etnik sekaligus’. Penelitian Elsa E
sebagai sebuah bentuk pernyataan,
Syafril (2011), membuktikan bahwa di
namun jelas ada hal yang tertampilkan
Sawahlunto
melaluinya, yang terkadang jauh lebih
bahasa kreol, yakni bahasa yang
kuat dari yang bisa dilakukan oleh
dikenal masyarakat setempat sebagai
‘pernyataan’,
bahasa ‘tansi’.
Melalui
atau
kehadiran
berkembang
semacam
penampilan jalan kepang, secara tidak 297
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
Jika pendapat Levi-Strauss (via
Patah, yang dibantu Sunan Kalijaga,
Ahimsa-Putra, 2006: 24-25) bahwa
melawan penjajah Belanda. Versi lain
bahasa adalah kondisi bagi sebuah
menyebutkan,
kebudayaan
maka
mengisahkan tentang latihan perang
bahasa kreol adalah kondisi bagi
pasukan Mataram yang dipimpin Raja
sebuah kebudayaan yang juga kreol.
Mataram bernama Sultan Hamengku
Maka, jalan kepang, adalah kesenian
Buwono I, untuk menghadapi pasukan
yang tumbuh dari kebudayaan kreol,
Belanda.
dapat
diterima,
kesenian
ini
masyarakat tansi Sawahlunto. Budaya
Meski setiap versi tersebut
kreol komunitas tansi Sawahlunto itu
menceritakan tokoh yang berbeda,
terefleksi
dan
demikian pula menunjuk pada konteks
percampuran budaya yang mereka
waktu dan tempat yang berbeda dalam
dukung. Para pendukung kesenian
rentang sejarah, namun semua versi itu
Jalan kepang, adalah juga pendukung
memunculkan
beragam genre seni penampilan, yang
Persamaan yang bisa segera kita lihat
jika
adalah
dari
dilihat
keberagaman
secara
genealogis
pula
adanya
persamaan.
narasi
tentang
bersumber dari tradisi budaya yang
perlawanan
berbeda, yaitu: randai, talempong,
sebentuk sikap anti kolonialisme. Di
tonil,
rabab,
Sawahlunto, meski nama jalan kepang
ronggengan, tandak, gamelan dan
tampaknya tidak lagi dihubungkan
wayang wong (Syafril, 2011).
dengan
keroncongan,
kepada
Belanda,
mitos-mitos
atau
tersebut,
Para pendukung jaran kepang
melainkan dengan masa lalu kota
atau kuda lumping di Jawa, umumnya
Sawahlunto sendiri, namun hubungan
mengetahui bahwa konon penampilan
dengan semangat ‘anti kolonialisme’
ini merupakan bentuk penghargaan dan
atau ‘patriotisme’ tampaknya masih
dukungan rakyat terhadap pasukan
tertampilkan
berkuda Pangeran Diponegoro yang
atmosfir
berperang
pengertian
Belanda.
melawan Ada
pula
penjajahan versi
yang
melalui
penampilan. ini,
jalan
kepang sekaligus menguatkan makna eksistensinya
sebagai
menggambarkan
poskolonial,
yang
Raden
dan Dalam
penampilan
menyebutkan, bahwa kuda lumping perjuangan
atraksi
kesenian seringkali 298
Dede Pramayoza, Penampilan Jalan Kepang di Sawahlunto: Sebuah Diskursus Seni Poskolonial
merupakan cara untuk berhubungan
dinamis, dan agresif, melalui kibasan
dengan masa lalu, sekaligus cara untuk
anyaman
memberi makna masa lalu tersebut di
gerakan layaknya seekor kuda di
masa kini. Hubungan antara seni
tengah
penampilan masakini dengan masa lalu
mendengarkan
dalam perspektif poskolonial ini antara
mengiringi,
lain banyak dibicarakan dalam tulisan
menceritakan
Crow dan Banfield (1996: 11).
sendiri, dan juga kepada penonton,
Jalan
Kepang
Penampilan jalan kepang di
dan
dengan
gamelan
yang
para
penampil
kepada
pada
diri
dasarnya,
mereka
sebuah
penampilan selalu ditujukan kepada
beberapa
bagaimana dikatakan Carlson (1996:
segi
73): “Penampilan selalu merupakan
memperlihatkan ciri-ciri yang disebut
penampilan untuk seseorang,... bahkan
Jenifer Lindsay (2006: 4), sebagai ciri
jika, seperti terjadi pada beberapa
utama kesenian tradisi, yakni: (1)
kasus, para penonton itu adalah diri
berorientasi lokal (ditandai dengan
sendiri.”
penggunaan
dalam
menirukan
seseorang atau sekelompok orang,
sebagai Peristiwa Budaya
Sawahlunto,
yang
peperangan,
sebab (3) Penampilan
bambu
bahasa
lokal);
(2)
Memperhatikan konsep yang
mewakili kesinambungan dengan masa
dinamakan oleh Milton Singer (via
silam dalam hal ‘pusaka warisan’; dan
Elizabeth Bell, 2008: 131) sebagai
(3) keberadaannya terutama adalah
‘penampilan
berorientasi
performance),
non-komersial.
Namun
budaya’ maka
jalan
(cultural kepang
mengapakah kesenian serupa ini, yang
adalah semacam ziarah bagi para
tidak
pelakunya (penampil dan penonton),
berorientasi
komersil,
dapat
bertahan dan tetap bisa tampil?
yakni
cara
yang ditempuh untuk
Jawaban dari pertanyaan ini
bersama-sama membangun komunikasi
bisa tampak dalam ciri pertama dan
dengan masa-lalu, dengan para leluhur
kedua yang disebutkan Lindsay di atas.
dan pendahulu. Dalam cara itu, jalan
Melalui gerakan-gerakan jalan kepang
kepang
yang mungkin dipandang oleh para
internalisasi dan enkulturasi, yakni
penampil
wahana
sebagai
gerakan
ritmis,
berperan
untuk
sebagai
medium
mengikatkan
diri 299
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
sebagai
suatu
komunitas,
yang
kepang di Di Kota Sawahlunto, baik di
memiliki nilai budaya yang sama.
Lapangan Segitiga, maupun di Pasar
Jalan kepang sekaligus merupakan
Sapan,
sebentuk upacara untuk mengukuhkan
berulang, akan memunculkan diskursus
identitas sebagai orang rante, sebagai
tentang
sebuah
Sebagaimana
komunitas
yang
memiliki
identitas sendiri, yang memberi makna sebagai ekspresi sekaligus komunikasi budaya dengan komunitas lain di Sawahlunto. Karena itu, menjadi masuk akan jika ‘bayaran’ dalam bentuk materi menjadi tidak terlalu penting bagi para penampil jalan kepang. Sebab,
kesenangan
dan
kepuasan
pribadi, dalam bentuk keringat dan rasa lelah, yang memang dicari oleh para
cenderung
terjadi
‘upacara’
secara
atau
dinyatakan
ritual. Elizabeth
Bell (2008: 128), bahwa: Para teoretisi ritual, lintas disiplin ilmu akademik dan metode, telah menyepakati tiga karakteristik kegiatan ritual, ... Pertama , tindakan ritual komunal, melibatkan kelompok masyarakat yang memperoleh solidaritas sosial melalui partisipasi mereka. Kedua, tindakan [ritual] tradisional dan “dipahami sebagai [yang] membawa kepada cara bertindak yang terdapat di masa lalu”... Ketiga, ritual yang berakar pada keyakinan kepada yang ilahiah.
penampil. Sebuah kondisi fisik, yang membawa mereka pada identifikasi
Lebih jauh, penampilan jalan
diri, sebagai komunitas ‘orang rante’.
kepang di Sawahlunto boleh jadi
Sementara
adalah bagian dari upaya penduduk
di
penikmatan
sisi atas
lain,
suasana
tontonan
ini,
lokal
untuk
melawan
sekaligus
membawa penonton pada situasi yang
menampilkan
relatif
tertentu atas seni dan budaya mereka
mirip,
yakni
situasi
memungkinkan
yang mereka
(yang
kontrol
berfungsi
dari
sebagai
‘kuasa’
penanda
mengidentifikasikan
diri
sebagai
identitas/diri). Dengan cara ini, ironi
‘pemilik
atau
bahkan
kebijakan
kesenian’
kebudayaan yang khas.
membuat
Memperhatikan situasi itu, serta menghubungkannya
dengan
kesenian berbagai
yang
sering
kesenian
lokal
dengan cara tertentu terisolasi dari
fakta
berbagai pengaruh, tetapi pada waktu
bahwa peristiwa penampilan jalan
tertentu dipamerkan dalam berbagai 300
Dede Pramayoza, Penampilan Jalan Kepang di Sawahlunto: Sebuah Diskursus Seni Poskolonial
Yogyakarta: Insist dan Pustaka Pelajar.
parade dan festival, dilawan dan diantitesakan. Sekali lagi, semangat anti-kolonialisme, dapat terpantulkan melalui penampilan. Pada akhirnya, maka jika pun sebuah penampilan dapat terkategori sebagai penampilan seni (aesthetic performances) atau penampilan budaya (cultural performances) sebagaimana disarankan Auslander (2008: 107) maka
jalan
kepang
tampaknya
memiliki makna yang memenuhi kedua kategori itu bagi masyarakat ‘orang rante’ di Sawahlunto. Tidak saja bagian dari pengalaman keindahan,
Aston, Elaine, & George Savona, 1991. Theatre As Sign-System: A Semiotics of Text and Performance. London: Routledge. Auslander, Philip. 2008. Live and Technologically Mediated Performance, dalam Tracy C. Davis, ed., The Cambridge Companion To Performance Studies. Cambridge: Cambridge University Press. Bell, Elizabeth. 2008. Teories of Performance. London: SAGE Publications, Inc. Carlson, Marvin. 1996. Performance: A Critical Introduction. New York: Routledge.
akan sejarah sebagai sebuah komunitas
Crow, Brian, with Chris Banfield, 1996. An introduction to Postcolonial Theatre. Cambridge: Cambridge University Press.
poskolonial, di mana warisan-warisan
De
jalan kepang adalah juga ‘peristiwa budaya’ yang memberikan pengalaman
kolonial
telah
mempengaruhi
kenyataan hidup masyarakat ‘tansi’ masakini.
KEPUSTAKAAN Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2006. Strukturalisme Levi-Strauss, Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Kepel Press. Anderson, Benedict. 2008. Imagined Community: KomunitasKomunitas Terbayang.
Marinis, Marco. 1993. The Semiotics of Performance. Indianapolis: Indiana University Press.
Fischer-Lichte, Erika. 1991. The Semiotics of Theater. Trans. Jeremy Gaines & Doris L. Jones. Indianapolis: Indiana University Press. Lindsay, Jenifer. 2006. Berguru Pada Seni Tradisi: Jurus-Jurus Tatakelola Dari Indonesia, dalam Jenifer Lindsay, ed., Telisik Tradisi: Pusparagam Pengelolaan Seni. Jakarta: Yayasan Kelola. Syafril, Elsa Putri E. 2010. Kamus Bahasa Tansi Sawahlunto. 301
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
Sawahlunto: Pemerintah Kota Sawahlunto, Kantor Dinas Pariwisata Kota Sawahlunto.
Tansi, Bahasa Kreol Buruh dari Sawahlunto. Sawahlunto: Pemerintah Kota Sawahlunto.
Syafril, Elsa Putri E. 2011. Menggali Bara Menemu Bahasa: Bahasa
302
SUNTIANG GADANG DALAM ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT PADANGPARIAMAN Yulimarni Yuliarni Prodi Seni Kriya, Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang yulimarni1979@gmail.com
ABSTRAK Suntiang gadang merupakan hiasan kepala pengantin perempuan di Minangkabau, khususnya di Kabupaten Padangpariaman. Secara visual suntianggadang memiliki tampilan yang sangat menarik, selain terpancar dari warnanya juga didukung oleh keberagaman hiasan yang tertata di dalamnya. Ragam hias tersebut diambil dari bentuk alam yang dikelompokkan ke dalam bentuk motif tumbuhan dan motif binatang. Keberagaman hiasan yang terdapat pada suntiang tidak saja bertujuan untuk memberi keindahan dan kecantikan bagi orangnya, juga terkandung pesan-pesan moral yang ditujukan untuk kedua mempelai dan akan menjadi panutan dalam hidup rumah tangga. Kata Kunci: Suntiang gadang,Bentuk, Makna, Ornamen
ABSTRACT Suntiang gadang is a bridalhead dress in Minangkabau, especially in the Padangpariaman district. Visually, suntiang gadang has a very attractive appearance, apart from the color emitted is also supported by the diversity of ornaments that are arranged there in. The ornaments are taken from natural forms that are grouped into the form of plant and animal motifs. The diversity of decoration found in suntiang is not only aimed to provide beauty, but also contains moral messages aimed at both families and as a role model in the house hold. Keywords: Suntiang gadang, Form, Meaning, Ornament
303
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
perempuan (anak daro), dan melalui
PENDAHULUAN Setiap
anak
manusia
baik
perempuan ataupun laki-laki dalam hidupnya
akan
mengalami
suntiang orang akan lebih cepat mengenal siapa pengantinnya. Sekarang
masa
ini
pemakaian
peralihan. Masa peralihan yang sangat
suntiang sudah banyak yang praktis,
berarti bagi setiap orang adalah setelah
karena sudah ditata dan dirangkai
pernikahan, karena merupakan masa
langsung oleh pengrajinnya, hal ini
dimana seseorang memulai hidup baru
tidak hanya meringankan pekerjaan si
dengan melepaskan diri dari kelompok
penata
rias
tetapi
keluarga
meringankan
bagi
inti,
untuk
membentuk
juga
sangat
pengantinya.
kelompok kecil (rumah tangga) milik
Berbeda dengan suntiang pada tahun
mereka sendiri. Ini artinya bahwa
90-an
peristiwa pernikahan sangatlah penting
merepotkan,
bagi siklus kehidupan seseorang, dan
beratnya
pernikahan
pemakaiannya yang kadangkala jika
akan
selalu
ditandai
yang
pemakaiannya
sangat
tidak
hanya
karena
juga
cara
tetapi
dengan berbagai prosesi baik secara
pemasangannya
adat maupun secara keagamaan.
mencederai kulit kepala pengantinnya.
pernikahan telah diatur dalam adat
oleh
perkawinan,
disebut
juga
di
benar
bisa
Suntiang yang umum dipakai
Di Kabupaten Padangpariaman
termasuk
tidak
anak
Padangpariaman
daro
dengan
suntiang
gadang,
dalamnya tata cara dan kelengkapan
dikatakan suntiang gadang karena
dalam berpakaian khususnya untuk
memiliki ukuran yang lebih besar dan
kedua mempelai. Bagian yang menarik
lebih tinggi. Berbeda dengan suntiang
dari kelengkapan pakaian pengantin
yang
1
biasa
dipakai
oleh
para
adalah suntiang . Suntiang memiliki
sumandan atau disebut pendamping
arti penting dalam kehidupan sosial
pengantin atau yang sering dipakai
masyarakat Padangpariaman, dalam
dalam acara berkesenian dan karnaval.
adat
Secara
perkawinan
suntiang
adalah
sebagai simbol dari seorang pengantin 1
Suntiang mengandung pengertian sebagai hiasan yang ditusukan pada sanggul perempuan, (Saydam, 2004: 360).
visual
suntiang
memiliki
tampilan
menarik,
nilai
yang
keindahan
gadang sangat yang
dimilikinya tidak saja terpancar dari
304
Yulimarni & Yuliarni, Suntiang Gadang dalam Adat Perkawinan Masyarakat Padangpariaman
warnanya akan tetapi juga didukung
hias yang terdapat dalam suntiang
oleh keberagaman hiasan yang tertata
gadang.
di dalamnya. Keberagaman hiasan tersebut tidak saja bertujuan untuk
PEMBAHASAN
memberi keindahan dan kecantikan sipemakainya,
namun
terkandung
Masyarakat
Padangpariaman
adalah masyarakat yang
hidup dan
pesan moral untuk kedua mempelai
menetap di wilayah rantau bagian
dan akan menjadi panutan dalam
pesisir.
kehidupan berumah tangga.
mempengaruhi
Kondisi
seperti
ini telah
kehidupan
sosial
Berkaitan dengan hal tersebut
budaya masyarakatnya. Salah satunya
di atas tulisan ini bertujuan untuk
suntiang, dimana suntiang merupakan
melihat dan menguraikan bagaimana
bentuk pencampuran budaya cina dan
sesungguhnya bentuk ragam hias yang
masyarakat setempat, (Mutia, 2000:
ada pada suntiang gadang, sehingga
41).
didapat pengetahuan sekaligus dapat
menjadi
menambah referensi tentang bentuk-
masyarakat Padangpariaman bahkan
bentuk ragam hias yang ada di
telah meluas ke seluruh wilayah
Minangkabau.
untuk
Minangkabau. Hal ini terjadi tidak
meninjau makna apa yang terkandung
terlepas dari keindahan warna dan
di dalam ragam hias suntiang gadang
keberagamana hiasan yang ada dalam
dan memahami makna tersebut dalam
suntiang tersebut.
kehidupan
Selain
sosial
itu
masyarakat
Padangpariaman. Untuk
Dan
sampai bagian
sekarang dari
telah budaya
Ragam hias yang dijadikan sebagai elemen pembentuk suntiang
menjawab
semua
umumnya terinspirasi dari apa yang
permasalahan sebagaimana yang telah
ada di lingkungan alam sekitarnya,
dijabarkan di atas diperlukan beberapa
baik yang ada di darat, di udara
pendekatan diantaranya pendekatan
maupun di laut. Sesuai dengan falsafah
estetik untuk memahami bentuk ragam
hidup masyarakat Minangkabau pada
hias yang ada pada suntiang gadang,
umumnya yaitu Alam takambang jadi
dan
untuk
guru, bahwa semua yang ada di alam
memahami makna setiap bentuk ragam
luas dapat dijadikan guru atau contoh
pendekatan
semiotik
305
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
yang bermaanfaat bagi kehidupan
sarunai, bungo gadang atau kambang
manusia.
goyang,
Hal
itu
menginspirasikan Padangpariaman alam
sebagai
untuk sumber
telah
masyarakat
burung merak, dan kote-kote atau
menjadikan
jurai-jurai.
ide
disusun
dalam
pembentukan suntiang sejak dulunya. Menurut
sepasang
mansi-mansi,
hasil
penelitian
Kelima sedemikian
jenis
hiasan
rupa
secara
berlapis dan bertingkat melingkari kepala.
terdapat dua jenis ragam hias yang
Suntiang gadang itu sendiri
menjadi elemen dalam pembentuk
juga memiliki ukuran yang bervariasi,
suntiang yaitu jenis tumbuh-tumbuhan
yang dibedakan oleh jumlah susunan
dan jenis binatang. Ragam hias jenis
bungo
tumbuh-tumbuhan diambil dari bentuk
Setiap jenis hiasan tersebut selalu
bunga seperti bunga ros, melati,
disusun dalam jumlah ganjil, yaitu
cempaka dan juga tumbuhan serai.
untuk suntiang yang paling tinggi
Ragam hias jenis tumbuh-tumbuhan
memiliki 11 tingkatan bungo sarunai,
ini
dan
kemudian
divisualisasikan
ke
sarunai
memiliki
dan
25
mansi-mansi.
mansi-mansi,
dalam media kuningan, plat dan
sedangkan untuk suntiang yang paling
sebagainya. Begitu juga dengan ragam
rendah memiliki 7 bungo sarunai dan
hias jenis binatang yang terinspirasi
21 mansi-mansi. Penyusunan dalam
dari burung merak, merpati, kupu-
jumlah ganjil ini dilakukan untuk
kupu dan ikan. Semua hiasan tersebut
mengatur keseimbangan antara kiri
kemudian
menggunakan
dan kanan agar terlihat balans. (lihat
kawat yang dipasang pada kerangka
gambar 2). Semua hiasan disusun
seng
dibentuk
secara berurutan mulai dari lapisan
seukuran setengah lingkaran kepala.
yang paling belakang, yaitu deretan
Setiap motif yang telah diwujudkan ke
bungo sarunai sebagai dasar dari
dalam kuningan tersebut. Kemudian di
pembentukan suntiang. Kemudian di
dalam penataannya disusun secara
lapisan kedua disusun deretan bungo
bertingkat pada kerangka suntiang,
kambang atau kambang goyang dan
dan
diantara
dirangkai
aluminium
yang
masing-masingnya
oleh
masyarakat dinamakan dengan bungo
kambang
goyang
bagian
tengah disisipkan sepasang burung
306
Yulimarni & Yuliarni, Suntia tiang Gadang dalam Adat Perkawinan Masyarakat Padangpariaman
merak. Untuk hiasan yang ya paling atas dipasang mansi-mansi nsi kemudian di bagian samping yang ng jatuh ke pipi kanan
dan
dipasangkan
pipi
ki kiri
kote-ko -kote.
pengantin Selain
kelimanya di bagian n pipi p kanan dan pipi kiri juga ditamb mbahkan bunga hidup, seperti bunga meelati dan bunga cempaka yang telah dirangkai dira dengan benang, kedua jenis bunga bu ini dapat memberikan keharumaan bagi sang pengantin.
Gambar 2 Bentuk Suntiang yang tertata di atas kepala anak daro (Foto: Yulimarni, 2008 08)
Berdasarkan
ri dari
bentuk
maka dapat suntiang gadang di atas, m rapa bentuk dilihat secara dekat bebera motif diantaranya: a. Motif
dengan
polaa
tumbuh-
tumbuhan:
Gambar 1. Bentuk Suntiang Gadang dii Kecamatan K Lubuk Alung (Foto: Yulimarni, ni, 2013)
Gambar 3. Mansi-mansi 13) (Foto: Yulimarni, 2013
307
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, 16 No. 2, November 2014
Gambar 4. Bungo Saruna nai (Foto: Yulimarni, ni, 2013)
Gambar 7. ak Motif Burung Merak 13) (Foto: Yulimarni, 2013
adalah salah Suntiang gadang ad angat berarti satu benda kriya yang sang masyarakat dalam kehidupan sosial m dalam adat Padangpariaman terutama da ragam hias perkawinan. Keberadaan ra uk suntiang sebagai elemen pembentuk Gambar 5. Bungo gadang / Kamba bang goyang (Foto: Yulimarni, ni, 2013)
b. Motif dengan pola binatang: bi
bagai hiasan tidak saja berfungsi sebag untuk
tetapi tet
memperindah,
juga
mengandung terkandung makna yang me pesan
yang
harus
pahami dipaha
dan
dupan sosial diaplikasikan dalam kehidupa berumah
tangga,
tterciptanya
agar
dan bahagia. rumah tangga yang rukun da Suntiang gadang di dalam masyarakat m
kehidupan Padangpariaman
nal dikenal
dengan
dan suntiang suntiang sarai sarumpun da Gambar 6. Kote-kote (Motif burun rung dan ikan (Foto: Yulimarni, ni, 2013)
kambang.
Pemberian
nama na
ini
ri be bentuknya, tentunya tidak terlepas dari iang gadang dimana secara visual suntiang berbentuk
setengah
menyerupai
kipas
yang ng
lingkaran sedang
terkembang dan tertata di aatas kepala
308
Yulimarni & Yuliarni, Suntiang Gadang dalam Adat Perkawinan Masyarakat Padangpariaman
anak daro. Bentuk merupakan aspek
kembang dan beberapa diantaranya
yang terlihat, (Read, 2000: 11), dan
berbentuk binatang seperti burung
merupakan penyandang nilai intrinsik
merak, merpati, kupu-kupu dan ikan.
seni yang merupakan aspek yang pertama
menarik
minat
para
Ragam
hias
yang
menjadi
elemen penting dalam pembentukan
penikmatnya. Hal tersebut dipertegas
suntiang
oleh The Liang Gie (1996: 31), bahwa
harus dimaknai baik oleh masyarakat
bentuk
maupun
merupakan
penggabungan
merupakan
oleh
simbol
kedua
yang
mempelai.
unsur dari berbagai garis, warna,
Sebagaimana yang dikatakan Gustami
volume dan semua unsur lainnya yang
bahwa Ornamen atau ragam hias
membangkitkan suatu tanggapan khas
adalah komponen produk seni yang
berupa tanggapan estetik.
ditambahkan atau yang sengaja dibuat
Berdasarkan pendapat di atas, dalam
pencapaian
tujuan
sebagai
hiasan,
di
sangat
samping itu di dalam ornament sering
berhubungan dengan bahan, alat dan
pula ditemui nilai-nilai simbolik atau
teknik yang dipakai. Sebagaimana
maksud-maksud tertentu yang ada
diketahui, setiap bahan selalu memiliki
hubungannya dengan pandangan hidup
sifat dan kemampuan sendiri begitu
dari
pun
teknik
memiliki
bentuk
untuk
manusia
atau
masyarakat
pembuatannya
juga
penciptanya, sehingga benda-benda
kebolehan
dan
yang
dikenai
ornament
akan
keterbatasannya sendiri. Oleh sebab
mempunyai arti yang lebih (Gustami,
itu suntiang gadang terbentuk dari
1980: 4).
susunan
beberapa
elemen
yang
Simbol adalah bentuk yang
dirangkai sedemikian rupa sehingga
menandai sesuatu yang lain diluar
menjadi satu kesatuan yang utuh.
perwujudan
Setiap elemen hias tersebut terbentuk
sendiri. Simbol dalam konsep Charles
dari pengolahan berbagai unsur seni
Sanders Peirce diartikan sebagai tanda
rupa pada media kuningan dengan
yang mengacu pada objek tertentu di
teknik tatahan sehingga melahirkan
luar tanda itu sendiri. Hubungan antara
berbagai bentuk motif. Motif yang ada
simbol
secara umum berbentuk bunga atau
sesuatu yang ditandakan (petanda)
bentuk
sebagai
simbolik
penanda
itu
dengan
309
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
sifatnya konvensional. Berdasarkan
dilautan.
konvensi
diperintahkan oleh Allah SWT dalam
itu
pemakainya
pula
masyarakat
menafsirkan
Sebagaimana yang telah
ciri
Al-Qur’an yang artinya: Apabila telah
hubungan antara simbol dengan objek
ditunaikan shalat, maka bertebaranlah
yang diacu dan menafsirkan maknanya
kamu
(dalam Sobur, 2003: 156).
karunia Allah dan ingatlah Allah
Berdasarkan hal tersebut di atas, suntiang gadang dapat dikatakan
dimuka
bumi
banyak-banyak
dan
carilah
supaya
kamu
beruntung (QS. Al-Jumu’ah: 10).
sebagai salah satu bentuk tanda yang
Berdasarkan pengertian ayat
mengacu pada objek tertentu, dalam
tersebut
hal ini adalah pasan moral dan
bahwa Allah telah memrintahkan kita
pengharapan. Ragam hias yang ada di
manusia untuk bertebaran di muka
dalam suntiang memiliki kandungan
bumi mencari karunia Allah, mencari
makna yang mendalam. Semua motif
karunia
diambil dari bentuk yang ada di alam
memanfaatkan apa yang ada dibumi
meskipun
tidak
yang luas. Alam adalah anugerah yang
sepenuhnya dituangkan dalam bentuk
terindah yang diciptakan oleh Allah
utuh atau naturalis. Secara umum
SWT untuk manusia, daratan yang
motif
memiliki tanah yang subur, dan lautan
dalam
wujudnya
menggambarkan
bentuk
dapat
ditarik
Allah
dengan
bekerja
tumbuh-tumbuhan dan binatang. Hal
yang
ini dapat dimaknai bahwa kedua jenis
kekayaannya. Maka sebagai manusia
ciptaan Allah tersebut tidak dapat
yang telah dianugerahi dengan akal
dipisahkan dari kehidupan manusia.
untuk
Keduanya
memanfaatkan
merupakan
sumber
luas
kesimpulan
dengan
berfikir
berbagai
tentunya
dapat
pemberian
sang
kehidupan manusia yang harus dijaga
pencipta tersebut demi kelangsungan
dan dipelihara. Dan dari keduanya itu
hidup dalam berumah tangga.
pula sepasang pengantin dituntut untuk berusaha
mencari
nafkah
demi
adalah
Suntiang
simbol
kebesaran anak daro di Minangkabau,
kelangsungan rumah tangga mereka,
khususnya
di
Kabupaten
dengan memanfaatkan apa yang ada di
Padangpariaman.
alam, baik yang ada di darat maupun
masa peralihan dari remaja menjadi
Untuk
melewati
310
Yulimarni & Yuliarni, Suntiang Gadang dalam Adat Perkawinan Masyarakat Padangpariaman
perempuan dewasa yang memiliki
sedang mekar. Jika bunga sudah mekar
keluarga kecil sendiri, sang perempuan
ia akan menebarkan keharuman dan
harus mengikuti berbagai acara adat
keindahan di lingkungan tempat ia
perkawinan. Salah satunya adalah
berada.
pemakaian
Pemakaian
perempuan, jika ada suatu nagari
suntiang bagi anak daro adalah salah
memiliki perempuan yang cantik dan
satu bentuk gambaran tanggung jawab
baik prilakunya, maka nagari tersebut
yang
akan kelihatan lebih semarak. Pesan
suntiang.
besar
yang
akan
dipikul
Begitu
juga
dengan
dipundak anak daro baik itu tanggung
dari
jawab dalam rumah tangga, keluarga
membentuk suntiang gadang memiliki
maupun lingkungannya. Di dalam
makna yang ditujukan untuk pengantin
rumah tangga si perempuan berperan
pria,
sebagai seorang istri bagi suaminya
dinikahinya itu ibarat sekuntum yang
dan ibu bagi anak-anaknya yang harus
harus dijaga. Si pengantin pria harus
menjaga keutuhan rumah tangganya.
bertanggungjawab
Di dalam masyarakat perempuan yang
kebaikan dan keindahan yang dimiliki
sudah menikah akan diberi julukan
pasangan dapat terjaga.
seorang
perempuan
yang
bahwa
makna
memiliki sifat arif dan bijaksana yang
kehidupan
menjadi
tauladan
kemenakannya
motif
bunga
perempuan
penuh
yang
yang
agar
Begitu banyak dan dalamnya
bundo kanduang. Bundo kanduang adalah
simbol
suntiang
gadang
bagi
masyarakat
bagi
anak
Padangpariaman
khususnya
yang
Minangkabau pada umumnya. Akan
perempuan.
dan
masyarakat
tetapi akibat perkembangan zaman
Makna lain dari ragam hias
kadangkala makna itu sudah mulai
suntiang terdapat pada bentuk motif
tidak dipahami lagi, baik bagi kedua
bunga, dimana suntiang gadang lebih
mempelai
didominasi oleh motif bentuk bunga.
disekitar
Bunga adalah bahagian yang sangat
umumnya
menarik dari tumbuhan- tumbuhan.
cenderung pada kepraktisan dan tidak
Perempuan dalam kehidupan sehari-
merepotkan, baik itu bagi si peĂąata
hari diibaratkan sebagai bunga yang
rias maupun bagi orang yang dirias itu
maupun mereka.
masyarakat Karena
orang-orang
pada lebih
311
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
sendiri. Ditambah lagi dukungan dari
Meskipun demikian, hal itu
para pengrajin dengan menghadirkan
tidak mempengaruhi
suntiang yang mudah dan simple
hiasan yang ada pada suntiang, yang
dalam pemasangannya.
terbagi ke dalam lima bagian yaitu,
jumlah jenis
bungo serunai sebagai dasar suntiang gadang, bungo gadang atau sinar
PENUTUP Suntiang merupakan salah satu elemen terpenting dalam kelengkapan
blong, sepasang burung merak, mansimansi dan kote-kote.
pakaian adat perkawinan di Kabupaten Padangpariaman.
Di
dalam
perkembangannya pemakaian suntiang ternyata
gadang
perubahan
telah
sesuai
mengalami
dengan
kondisi
zaman sekarang. Perubahan itu terlihat dari tampilan hiasan yang ada pada suntiang gadang, dimana setiap hiasan ditaburi dengan batu permata sehingga mempengaruhi corak warna suntiang yang
awalnya
keemasan.
berwarna
Secara
tidak
kuning langsung
perubahan telah mempengaruhi warna perlengkapan yang lainnya, seperti warna pakaian dan warna pelaminan. Perubahan lain juga terlihat dari jumlah tingkatan kembang- kembang suntiang gadang. Perubahan jumlah tingkatan
ini
terjadi
atas
dasar
kepraktisan dan menyesuaikan dengan bentuk wajah serta kemampuan dan kemauan si pengantin.
KEPUSTAKAAN Bakar, Abdul Latiff Abu dan Mohd. Nefi Imran. 2004. Busana Melayu Serumpun. Malaysia: Institut Seni Malaysia Melaka. Basir, Nazif dan Elly Kasim. 1997. Tata Cara Perkawinan Adat Istiadat Minangkabau. Jakarta: Elly Kasim Collection. Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. Bogdan, R.C and S.J Taylor. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmuilmu Sosial. Surabaya: Usaha Nasional. Gie, The Liang, 1996, Filsafat Seni, Yogyakarta: PUBIB. Gustami, SP. 1980. Nukilan Seni Ornamen Indonesia. Yogyakarta: ASRI Yogyakarta. Ibrahim, Anwar, dkk. 1985. �Arti Lambang dan Fungsi Tata Rias Pengantin dalam Menanamkan Nilai-nilai Budaya Provinsi Sumatera Barat�. Laporan penelitian, Padang: Depdikbud 312
Yulimarni & Yuliarni, Suntiang Gadang dalam Adat Perkawinan Masyarakat Padangpariaman
Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan daerah. Kato,
Tsuyoshi. 2005. Adat Minangkabau dan Merantau dalam Perspektif Sejarah. Jakarta: Balai Pustaka.
Latief, Ch. N. 2002. Etnis dan Adat Minangkabau (Permasalahan dan masa depannya). Bandung: Angkasa. Marah, Risman. 1987. Ragam Hias Minangkabau. Yogyakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan. Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mutia, Riza, dkk. 2000. ”Upacara Adat Perkawinan di Padangpariaman. Laporan Penelitian. Padang: Proyek Pembinaan Permusiuman Sumatera Barat.
Nawawi, Hadari. 1990. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Read, Herbert. Terjemahan Soedarso SP. 2000. The Meaning of Art, Praeger Publishers Inc, New York, atau Seni: Arti dan Problematikanya. Yogyakarta: Duta Wacana University Press Saydam, Gouzali. 2004. Kamus Lengkap Bahasa Minang, Bagian Pertama. Padang: Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau (PPIM). Sobur,
Alex. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yayasan Penyelenggara Penerjemah / Penafsiran Al-Qur’an Revisi terjemah oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an kementerian Agama Republik Indonesia. 2010. Syaamil AlQur’an Miracle The Reference. Bandung: Sygma Publishing.
313
TEATER ‘TANPA-KATA’ DAN ‘MINIM-KATA’ DI KOTA PADANG DEKADE 90-AN DALAM TINJAUAN SOSIOLOGI SENI Pandu Birowo Prodi Seni Teater, Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang pitoxiste@gmail.com
ABSTRAK Tulisan ini mendiskusikan dua bentuk pertunjukan teater ‘tanpa-kata’ dan ‘minim-kata’ di kota Padang pada pertengahan dekade 90-an dengan menggunakan ‘pembacaan arena’ yang ditawarkan Pierre Bourdieu. Analisis eksternal atas arena dan dan analisis internal berupa tinjauan dan perbandingan dramaturgi memperlihatkan bahwa kedua pertunjukan tersebut hadir untuk menggugat posisi Wisran Hadi, seorang sutradara dominan di kota Padang pada dekade 90-an. Analisis internal atas dramaturgi kedua pertunjukan memperlihatkan perbedaan yang signifikan atas aspek-aspek dramaturginya, terutama pada pusat dramaturginya, tema kontemporer dan pesan pertunjukannya, tokoh-tokoh ‘plural yang singular’ yang dihadirkannya, akting dan gestur metaforis yang digunakannya, serta setting dan tata artistik yang provokatif dan simbolis ketimbang lokatif. Tulisan ini juga berargumen bahwa bentuk ‘tanpa-kata’ dan ‘minim-kata’ merupakan sebuah strategi pemosisian internal dan eksternal dari kedua sutradara dalam arena teater kota Padang pada dekade 90-an. Kata Kunci: teater, dramaturgi, Padang, Yusril, Zurmalis, Wisran Hadi.
ABSTRACT This study is to discuss two forms of theater performance in Padang in the mid of 1990s, namely ‘teater tanpa-kata’ and ‘teater minim-kata’ using the theory of the field proposed by Pierre Bourdieu. External analysis of the field and internal analysis of the dramaturgy concludes that the two performances present themselves in the field of theater life in Padang to challenge the dominant position over Wisran Hadi’s, a dominant director in the mid of 1990s. Internal analysis of the two performances shows the significant differences of their dramaturgy aspects, i.e the basis of dramaturgy based on, the contemporary theme and messages of both performances, the characters presented are ‘singular plural characters’ that used, the metaphoric acting and gesture used, and setting and artistic layout are more provocative and symbolic rather than locative. This study argues that the two forms of ‘tanpa-kata’ dan ‘minim-kata’ performances were a strategic positioning, internally and externally, used by both directors in theatre field of Padang in mid 1990s. Keywords: theatre, dramaturgy, Padang, Yusril, Zurmalis, Wisran Hadi.
314
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
Menunggu,
PENDAHULUAN
Nasrul
Azwar
(1997)
Pada pertengahan dekade 90-
mencatat bahwa bentuk pertunjukan
an dua bentuk pertunjukan teater yang
itu merupakan “penggarapan teater
‘tanpa-kata’ dan ‘minim-kata’ hadir di
tanpa diikat oleh suatu batasan yang
kota Padang. Kedua pertunjukan itu
lazim dipakai” di mana “naskah bukan
mengganti penggunaan bahasa verbal
lagi menjadi sentral untuk melahirkan
berupa dialog dan kata-kata dengan
sebuah pertunjukan teater.”
bahasa tubuh sebagai media utama dalam
menyampaikan
Sekilas, dalam konteks lokal,
pesan-pesan
kedua pertunjukan yang dipentaskan
pertunjukannya. Pertunjukan pertama
itu seperti sedang mengawali semangat
berjudul
Lini,
disutradarai
oleh
‘dramaturgi
Zurmailis
dan
dipentaskan
oleh
kehidupan teater moderen di kota
baru’
dalam
arena
Kelompok Studi Sastra dan Teater
Padang.
(KSST) Noktah pada tahun 1996,
beralasan apabila kedua pertunjukan
sementara pertunjukan kedua berjudul
juga dibandingkan dengan bentuk-
Menunggu, disutradarai oleh Yusril
bentuk pertunjukan serupa pada masa
dan dipentaskan oleh Teater Plus pada
berikutnya. Hal itu terlihat antara lain
tahun 1997.
pada penyelenggaraan Pekan Seni III
Dua
pertunjukan
Asumsi
demikian
sangat
yang
Sumatera Barat oleh Dewan Kesenian
dipentaskan dalam jarak satu tahun itu
Sumatera Barat tahun 2002, di mana
kemudian
pembicaraan
enam pertunjukan teater dari enam
hangat di kalangan pemerhati dan
kelompok teater yang berpartisipasi
pekerja teater di kota Padang terutama
merupakan pertunjukan dengan bentuk
mengenai
‘tanpa-kata’.
menjadi
konsep
dan
bentuk
Enam
pertunjukan
pertunjukannya. Ivan Adilla (1996)
‘tanpa-kata’ itu mengundang beberapa
misalnya, memberikan komentar atas
tanggapan ‘miring’ para pemerhati
bentuk
seni pertunjukan di kota Padang. Rusli
pertunjukan
pertunjukan
yang
Lini
sebagai
“berbeda
dari
Marzuki Saria, seorang penyair dan
pementasan pada umumnya” di mana
budayawan
“cerita disampaikan melalui gerak.”
misalnya, berpendapat bahwa teater-
Sementara
teater dengan bentuk yang demikian
atas
pertunjukan
(via
Kompas,
2002)
315
Pandu Birowo, Teater ‘Tanpa Kata’ dan ‘Minim Kata’ di Kota Padang Dekade 90-an dalam Tinjauan Sosiologi Seni
memperlihatkan
sisi
generasi
pekerja
muda
buruk
dari
teater
di
Padang dan Sumatera Barat yang “kurang merenung”. Wisran Hadi juga turut
memberikan
komentarnya
dengan nada peyoratif, sebagaimana diingat Sahrul N. (wawancara 2012), bahwa teater-teater dalam bentuk itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang
Pada sisi lain, pilihan bentuk yang ‘tanpa-kata’ dan ‘minim-kata’ tersebut tentu mengingatkan banyak orang pada serial pertunjukan ‘minikata’ yang pernah dipentaskan W.S. Rendra pada akhir dekade 60-an yang ditanggapi
beberapa
pengamat.
(2000)
misalnya,
beragam Fuad
Goenawan
Mohamad,
2000:
48)
menduga bahwa hal tersebut dilakukan W.S. Rendra sebagai upaya untuk mengembalikan
teater
pada
kemurniannya dan membebaskannya dari tirani kesusasteraan dan amanatamanat,
serta
menghubungkannya
dengan ‘teater primitif’-nya Eugene
bisu karena ‘ketiadaan kata’-nya.
juga
Sementara Arifin C. Noer (via
oleh Hasan
memberikan
penilaian bahwa pertunjukan ‘minikata’ W.S. Rendra merupakan upaya untuk: ...mendramatisasikan penghayatan konflik pada manusia di abad moderen ini, dan tanpa elaborasi intelektual yang sadar (yang memang tidak mutlak perlu) ia telah berhasil mengkonstantir suatu pola konflik yang khas dalam abad moderen ini, yaitu: individuasi versus massifikasi, atau lebih mendesak lagi, humanisasi versus dehumanisasi.”
Ionesco yang mempergunakan “bahasa sunyi dalam bentuknya yang pertama dan secara serempak menggunakan unsur musik, tari, dan gerak yang masih sangat murni.” Pengamat
lain,
Goenawan
Mohamad (2000: 49), membenarkan anggapan Arifin C. Noer tersebut seraya menambahkan bahwa apa yang dilakukan W.S. Rendra sebagai upaya untuk menolak teater literer sarat dengan ‘fatwa’ atau amanat tertentu serta merupakan “karya yang berisi ungkapan
suasana
bertendensi
ideologis,
merupakan
‘impuls’
hati, serta
tidak lebih
ketimbang
‘program’”. Lantas, apakah bentuk ‘tanpa-kata’ dan ‘minim-kata’ yang dipilih oleh Zurmailis dan Yusril memiliki alasan dan semangat yang sama, misalnya, dengan apa yang
316
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
dilakukan
W.S.
kemungkinan
Rendra?
Adakah
pembacaan
yang
pertunjukan-pertunjukan dominan di kota Padang pada masa itu?
berbeda mengingat konteks arena dan ruang historis yang berbeda, termasuk
PEMBAHASAN
waktu-antara yang cukup panjang
Perihal ‘Pembacaan Arena’ dan Dramaturgi
pula?
Juga
bukankah
terdapat
Penelitian
pertanyaan yang cukup penting untuk
ini
menggunakan
arena”
sebagaimana
diajukan atas hadirnya dua bentuk
“pembacaan
pertunjukan teater ‘tanpa-kata’ dan
diusulkan Pierre Bourdieu (1993: 181)
‘minim-kata’ di kota Padang, sebuah
yang merupakan antitesa dari apa yang
kota di mana latar kultur yang
disebutnya sebagai ‘efek hubungan-
membayanginya adalah latar kultur
singkat’
yang demikian mengagungkan kata
sosiologi seni yang timpang dan
dan bahasa? Padahal, Khaidir Anwar
parsial berupa: 1). Penjelasan terhadap
(1976) pernah menyebutkan bahwa
fungsi
konsep tentang keindahan dikenali
terhadap logika internal sebuah karya
oleh orang Minangkabau terutama
seni saja. Alih-alih untuk memilih
melalui keindahan bahasa.
salah satu dari dua kecenderungan itu,
atas
saja;
banyak
atau
2).
penjelasan
Penjelasan
Beberapa hal tersebut di atas
Bourdieu (1990: 147) menyarankan
menjadi landasan yang cukup kuat
untuk melakukan keduanya secara
kiranya untuk mengajukan pertanyaan
bersamaan dan menarik relasinya.
tentang: 1). Mengapa konsep dan
Pembacaan
arena,
dengan
bentuk pertunjukan ‘tanpa-kata’ dan
demikian, mensyaratkan adanya dua
‘minim-kata’ tersebut dipilih oleh
tinjauan, yakni: tinjauan eksternal,
kedua sutradara dan hadir dalam arena
berupa tinjauan atas situs
kehidupan teater di kota Padang pada
sebuah karya seni diproduksi, dalam
masa itu?; dan 2). Bagaimanakah
hal ini arena teater; dan, tinjauan
konstruksi
kedua
internal, berupa tinjauan atas struktur
sehingga
karya seni tersebut, dalam hal ini
pertunjukan
dramaturgi tersebut
dari
dianggap berbeda dengan dramaturgi
konstruksi penting
dramaturginya. milik
Bourdieu
di mana
Konsep yang
317
Pandu Birowo, Teater ‘Tanpa Kata’ dan ‘Minim Kata’ di Kota Padang Dekade 90-an dalam Tinjauan Sosiologi Seni
digunakan dalam penelitian ini adalah
Terakhir, mengingat bahwa objek
‘strategi’,
kerangka
analisis dalam penelitian ini adalah
subjektif yang berada dalam habitus
sebuah teks pertunjukan yang sarat
dan dipedomani oleh dua hal, yakni:
dengan bahasa tubuh dan tanda-tanda
1). pembacaan seorang agen atas
yang dihasilkannya, maka tipologi
posisinya
yakni
pembacaan relasi indeksikal, relasi
kemungkinan-
ikonik, dan relasi simbolis tanda-tanda
pembacaan
yakni
suatu
sendiri; atas
dan
2).
kemungkinan yang dapat diambil atau
pertunjukan
ditolaknya berdasarkan posisinya di
Charles S. Peirce (1983: 21) juga
dalam arena (Pierre Bourdieu, 1993:
digunakan.
184). Hal lain yang juga disinggung
sebagaimana
diajukan
Penelitian ini adalah penelitian
Bourdieu (1993: 181-182) dalam teori
kualitatif,
arena adalah adanya kemungkinan
mendasarkan
‘bias’ determinan eksternal seperti
kualitas data sebagai sebuah totalitas
peristiwa politik, revolusi, atau krisis
(R.M.
ekonomi dalam karya seni yang
Secara spesifik, penelitian ini adalah
biasanya terlihat saat struktur arena
penelitian studi kasus, yakni penelitian
berubah.
yang mengeksplorasi sebuah “sistem
Berikutnya, untuk melakukan tinjauan
internal
atas
struktur
yakni
penelitian
yang
penelitiannya
pada
Soedarsono,
2001:
33-34).
terbatas” atau sebuah kasus (atau beberapa
kasus),
dalam
kerangka
dramaturgi kedua pertunjukan, tulisan
waktu tertentu, dengan pengumpulan
ini
data dari berbagai sumber informasi
memodifikasi
pemahaman
dramaturgi yang diajukan oleh Mary
atas
Lukchurst (2006), pemahaman unsur-
Creswell,
unsur dramatik yang diajukan George
dikumpulkan
Kernodle (1967), dan pemahaman
catatan
struktur dramatik yang ditawarkan
pertunjukan, serta wawancara. Studi
Edwin Wilson dan Alvin Goldvarb
pustaka dan analisis tekstual menjadi
(1991). Ketiga pemahaman tersebut
dua metode utama dalam penelitian
menjadi panduan dalam membaca
ini.
dramaturgi
kedua
sebuah
konteks
1998:
(John
61).
berupa,
W.
Data
yang
arsip,
foto,
pertunjukan,
berita
pertunjukan.
318
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
Struktur Arena Teater di Kota Padang pada Dekade 90-an Hal
pertama
yang
patut
pertunjukan teater seperti program apresiasi teater dan festival teater serta turut mempengaruhi kecenderungan
disebutkan dari arena kehidupan teater
dan
di kota Padang pada dekade 90-an
banyak pertunjukan. Dede Pramayoza
adalah
(2009)
sifatnya
yang
memenuhi
kriteria-kriteria
bahkan
artistik
sampai
pada
pada
kriteria dari apa yang disebut Bourdieu
kesimpulan bahwa pada dekade 80-an
sebagai ‘arena produksi terbatas’ (the
kehidupan teater di kota Padang
field of restricted production), di mana
terutama digerakkan oleh festival-
produksi-produksi pertunjukan teater
festival tersebut.
yang ada ditujukan terutama untuk kalangan
sesama
produsen
dan
Hal berikutnya yang penting untuk
dibaca
adalah
posisi-posisi
khalayak terbatas (lihat: Bourdieu,
khusus yang ditempati oleh agen-agen
1993: 53). Berkebalikan dengan ‘arena
dominan tertentu. Dalam arena teater
industri skala-luas’ (the field of large-
kota Padang, Wisran Hadi adalah
scale
production)
yang
bertujuan
nama
dan
sosok
sutradara
yang
untuk mendapatkan laba ekonomi
mewakili agen dominan itu. Posisi
sebesar-besarnya,
dominan
kebanyakan
itu
setidaknya
dapat
pertunjukan yang digelar di kota
dijelaskan melalui tiga sumber, yakni
Padang
dari legitimasi atas naskah-naskah
pada
ditujukan
masa
untuk
itu
terutama
menghasilkan
drama
yang
ditulisnya,
dari
keuntungan dan akumulasi modal
penyutradaraan-penyutradaraan
simbolis dari para produsennya.
pertunjukannya, dan dari daya tahan
Institusi pertama yang telah
kelompoknya, Bumi Teater. Melalui
turut membentuk struktur sistim arena
ketiga sumber tersebut Wisran Hadi
terbatas kehidupan teater kota Padang
juga menjadi seorang agen yang
adalah
Taman
memiliki dua kepemimpinan utama
Budaya Provinsi Sumatera Barat (pada
sebagai sebuah syarat untuk dapat
saat pendiriannya di tahun 1974
menghegemoni
bernama Pusat Kesenian Padang) yang
Padang yang dengannya mengukuhkan
kerap menyelenggarakan pertunjukan-
dominasi (tentang konsep hegemoni
institusi
bernama
arena
teater
kota
319
Pandu Birowo, Teater ‘Tanpa Kata’ dan ‘Minim Kata’ di Kota Padang Dekade 90-an dalam Tinjauan Sosiologi Seni
Gramsci lihat antara lain: Stanley
pertunjukan pertamanya, Gaung dan
Aronowits, 2009).
Wanita Terakhir, pada tahun 1976
Sumber
pertama
posisi
yang dipentaskan di Padang dan
dominannya tidak dapat dilepaskan
Jakarta. Melalui dua pertunjukan itu,
dari kanonisasi yang terjadi pada
Wisran Hadi mulai menempatkan
wilayah sastra di mana Wisran Hadi
nama dan posisinya dalam arena
tercatat
kehidupan teater di Padang. Salah satu
kerap
Sayembara
memenangkan
Penulisan
Sandiwara
penyutradaraan
pertamanya
dicatat
Dewan Kesenian Jakarta. Sejak tahun
dan
1975 hingga 1996, belasan naskah
Padmadarmaya
dramanya
sebagai
sutradara, kritikus teater, dan juga
nominasi dan pemenang lomba. Sahrul
dosen teater dari LPKJ Jakarta sebagai
N. (2005: 16-17) mencatat setidaknya
pertunjukan yang menarik, memiliki
dua belas naskah drama Wisran Hadi
visi dan tafsir cerita yang kuat, serta
telah
keseimbangan bentuk dan isi.
telah
terpilih
memenangkan
berbagai
dilegitimasi
sayembara dan penghargaan.
Selama
oleh
Pramana
(1976),
seorang
proses
kreatifnya
Ciri khas atas drama-drama
Wisran
yang ditulis Wisran Hadi adalah tema-
belasan
tema dengan nuansa lokal yang kental
pertunjukan yang diproduksi Bumi
dan upaya demitefikasi atas cerita dan
Teater
tokoh-tokoh pada kaba dan tambo juga
Fenomena
termasuk tokoh sejarah Perang Paderi
Kreatifitas”, Dokumen pada perayaan
(Syafril, 2010: 29-30; Elfialdi, 1995;
20 tahun Bumi Teater di Padang,
Umar Junus, 1980). Aspek lain yang
1996, tidak diterbitkan). Pertunjukan-
juga dapat dicatat adalah kemampuan
pertunjukannya sendiri dikenal sebagai
Wisran Hadi dalam mengeksplorasi
pertunjukan yang mengandalkan kata
idiom-idiom
dan
Minangkabau
dalam
naskah-naskahnya dengan baik. Wisran
Hadi
Hadi
telah
menyutradarai
pertunjukan
(lihat:
“20
dari
tahun
suatu
permainan
menggunakan
dari
Bumi;
Perjalanan
bahasa
sistem
50-an
serta
penceritaan
kemudian
Minangkabau (Sahrul N., 2005: 33;
memulai pergulatannya dalam arena
Umar Junus, 1980). Pada awal dekade
kehidupan
90-an Wisran Hadi mementaskan tiga
teater
melalui
dua
320
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
pertunjukannya secara berturut-turut,
Umar Junus, Mursal Esten, Darman
Jalan Lurus (1993), Anggun nan
Moenir, Ivan Adilla, Elfialdi, serta
Tongga (1994), dan Imam Bonjol
termasuk
(1995)
lainnya
di
Padang
dan
Jakarta.
beberapa telah
kritikus
turut
muda
mendapatkan
Ketiganya mendapatkan apresiasi yang
keuntungan simbolik atas tulisan-
baik. Jalan Lurus misalnya, diapresiasi
tulisan
sebagai pertunjukan yang bertumpu
pertunjukan dan naskah drama Wisran
pada kata (dialog) dan mengerahkan
pada
kemahiran eksplorasi kata sebagai
pertengahan
kekuatan pertunjukan (Rudy Harahap,
1
Hadi.
mereka
yang
masa-masa proses
mengulas
awal
hingga
kratif
Wisran
Menjelang akhir dekade 80-an
1993). Sumber posisi dominan Wisran
dan awal 90-an, beberapa kritikus di
Hadi berikutnya adalah daya tahan dan
Padang cenderung menyudutkan dan
dinamika kelompoknya, Bumi Teater.
mempertanyakan
Daya
dan
sutradara muda di hadapan sosok
produktifitasnya kerap menjadi contoh
Wisran Hadi. Pernyataan-pernyataan
dan ukuran atas bagaimana seharusnya
dari
sebuah
menjaga
memojokkan itu terlihat misalnya
vitalitasnya. Ivan Adilla (1989) dalam
dalam tulisan Ivan Adilla (1989) yang
sebuah
menyebutkan
tahan
kelompok
kelompok
tulisannya,
misalnya,
posisi-posisi
beberapa
kritikus
bahwa
para
yang
kelompok-
membandingkan lemahnya daya tahan
kelompok yang ada tidak memiliki
kelompok-kelompok yang ada dengan
daya tahan kelompok yang baik. Tidak
vitalitas kelompok Bumi Teater yang
jauh berbeda dengan Ivan Adilla,
mampu bertahan selama tiga belas
Zulmasri
tahun dan melahirkan 25 sutradara
amatannya
baru.
kelompok teater di Sumatera Barat Kehadiran
Wisran
Hadi
dan juga
dominasi
tidak
(1992)
juga
tentang
menuliskan kelompok-
yang menurutnya tidak sehat dan
dapat
dilepaskan dari kritikus-kritikus yang memberikan legitimasinya. Beberapa nama seperti Pramana Padmadarmaya,
1
Untuk melacak tulisan-tulisan beberapa nama yang disebutkan serta mengetahui bentuk legitimasi dan konsekrasinya atas Wisran Hadi dapat dilihat pada kepustakaan tulisan ini.
321
Pandu Birowo, Teater ‘Tanpa Kata’ dan ‘Minim Kata’ di Kota Padang Dekade 90-an dalam Tinjauan Sosiologi Seni
dipaksakan sehingga tidak memiliki
memandang Wisran Hadi sebagai
konsep baru untuk ditawarkan. Kritik
lawan potensial di dalam arena dan
lain dengan nada serupa juga muncul
sekaligus
pada bulan Juli tahun 1993, ditulis
kemungkinan-kemungkinan
Asraferi Sabri, yang menyayangkan
pengambilan posisi dalam arena teater
seorang sutradara muda dan pimpinan
kota Padang. Akan tetapi bagaimana
kelompok Teater Padang bernama
pengambilan posisi tersebut mesti
Hardian Radjab yang memilih lakon
dilakukan oleh kedua sutradara muda
Salonsong karya Wisran Hadi saat
itu serta strategi seperti apakah yang
akan menghadiri Pertemuan Teater
mungkin dapat dijalankannya?
menyadari
adanya
Indonesia 1993 di Solo. Menurut
akan terbuang sia-sia dan membuat
Pertunjukan Lini dan Menunggu: Bentuk ‘tanpa-kata’ dan ‘Minimkata’ Sebagai Strategi Gugat.
Teater Padang selalu berada di bawah
Para penantang baru dalam
Asraferi Sabri: “Kesempatan itu hanya
nama besar Wisran Hadi.” Jika
masa
digeneralisir,
yang
relatif
sama
akan
ketiga
memaknai ‘ruang kemungkinan’ yang
catatan tersebut mengandung dua segi
ada sebagai sistim acuan umum yang
penilaian yang sebenarnya berasal dari
dalam
satu hal tunggal, yakni posisi dominan
mengaitkan para penantang baru ini
Wisran Hadi dan kelompoknya Bumi
satu
Teater. Segi penilaian pertama tentu
(Bourdieu,
saja
itu bukan hal yang mengherankan jika
merupakan
sebuah
bentuk
level-level
sama
lain
secara
akan
objektif
1993: 176-177). Oleh sebab
legitimasi dan konsekrasi atas Wisran
Zurmailis
dan
Hadi,
kesamaan
dalam
sementara
tertentu
Yusril
memiliki
segi
penilaian
merupakan
sebuah
kemungkinan yang ada. Keduanya
tantangan dan ruang kemungkinan
secara objektif memandang posisi
bagi hadirnya sutradara baru dan
dominan Wisran Hadi sebagai ordinat
konsep
utama
berikutnya
baru
pertunjukan.
Dalam
tujuan
kondisi dan penilaian demikian maka
pembacaan
dapat dipahami pula mengapa para
kemungkinan
sutradara
mereka
muda
di
masa
itu
melihat
perlawanan.
ruang
Atas
tersebut
maka
ruang
yang
tersedia
bagi
berdua
adalah
sebuah
322
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
(Orang main poles saja dengan kata-kata di masa itu, seakanakan retorika begitu berharganya)
pertunjukan teater yang mesti mampu ‘menggugat Wisran’ dan sekaligus ‘menggugat kata’. Oleh sebab itu pula dapat dipahami bahwa bentuk ‘tanpakata’
dan
merupakan umum
‘minim-kata’ sebuah
yang
tersebut
strategi
acuan
yang
dapat
efektif
diajukan oleh Zurmailis dan Yusril dalam
upayanya
menantang
dan
menjadikannya sebuah strategi gugat untuk melakukan pengambilan-posisi dalam arena. Hal tersebut menjadi jawaban
utama
dari
pertanyaan
mengenai alasan dari hadirnya dua
Sementara dengan
dan Yusril.
pembedaan
untuk dan
melakukan
gugatan
tersebut
terlihat dari beberapa pernyataan dari kedua
menjelaskan
satu tulisannya tentang teater di kota Padang dan pertunjukan-pertunjukan yang disutradarai Wisran Hadi di masa itu: “Saat banyak orang tengah ‘meminimalkan kata’, Wisran Hadi justru memaksimalkan dan mengeksplorasinya habishabisan”. Sebagai
sebuah
strategi
gugatan atas posisi agen-produsen dominan, dalam hal ini adalah Wisran
Sebagian dari bentuk-bentuk kesadaran
lugas
(1994)
pendapatnya atas Wisran Hadi dalam
pertunjukan ‘tanpa-kata’ dan ‘minimkata’ yang disutradarai oleh Zurmailis
lebih
Yusril
sutradara.
Sutradara
Lini,
Zurmailis
(wawancara
2013),
mengingat
bagaimana
posisi
pertunjukan Wisran Hadi di masa itu: “Wisran mengambil warna lokal secara verbal, dalam hal ini bahasa. Ternyata petatah petitih, atau tradisi berbasi-basi dalam bahasa itu adalah formal. Urang main lepoh se jo katokato di maso itu, seakan-akan retorika ko begitu berharganyo.”
Hadi dan kelompoknya Bumi Teater, pilihan
bentuk
‘tanpa-kata’ tampak
pertunjukan
dan
jelas
yang
‘minim-kata
merupakan
itu
sebuah
strategi pembeda utama atau, dalam bahasa Bourdieu (1993: 241), “deviasi diferensial”
dari
pertunjukan-
pertunjukan yang diproduksi agen dominan. Untuk meluaskan pandangan, strategi ‘tanpa-kata’ dan ‘minim kata’ dari kedua pertunjukan juga dapat dilihat
sebagai
sebuah
‘teknologi
untuk menumbuhkan pesona’ (the 323
Pandu Birowo, Teater ‘Tanpa Kata’ dan ‘Minim Kata’ di Kota Padang Dekade 90-an dalam Tinjauan Sosiologi Seni
enchantment)
kepercayaan pada bahasa’ dan fungsi
sebagaimana dimaksud Alfred Gell.
komunikatifnya di tengah masyarakat.
Lono
58)
Daniel Dhakidae (dalam Yudi Latif
tekhnologi
dan Idi Subandi Ibrahim(ed.), 1996:
pesona yang dimaksud Gell tersebut
247) dengan lugas menyebut bahasa
tidak secara spesifik menunjuk pada
yang
keindahan, melainkan pada sensasinya
berbahasa pada masa itu sebagai
secara umum. Artinya, bentuk ‘tanpa-
“bahasa birokrasi”, yang dicirikannya
kata’ dan ‘minim-kata’ yang dipilih
sebagai: 1), Memiliki tipe bahasa
sebagai sebuah strategi gugatan juga
jargon pembangunan; 2), Sarat dengan
merupakan sebuah tekhnologi sensasi
muatan
alternatif dari teknik pesona kata
Menampilkan latar-kultur penuturnya
kepada pesona tubuh dan tanda.
yang terutama didominasi bahasa Jawa
technology
of
Simatupang
menyebutkan
bahwa
(2013:
Pertanyaan selanjutnya yang
digunakan
dalam
ideologis;
dan
Sunda.
praktik
dan
Wujud
3)
lainnya,
dapat diajukan adalah dari manakah
sebagaimana ditulis Zeffry Alkatiri
datangnya gagasan untuk mengambil
(2013), pada masa itu juga hadir
pilihan atas bentuk-bentuk pertunjukan
berbagai
yang
kehidupan masyarakat Indonesia yang
‘tidak
berkata-kata’
atau
‘kata-kata
sakti’
dalam
‘meminimkan kata’ sebagai deviasi
bertujuan
diferensial tersebut berasal? Pada titik
membentuk opini publik. Fenomena
ini tinjauan dapat diarahkan pada
‘bahasa
kondisi eksternal yang tengah yang
menyebabkan
berlangsung di masa itu, yakni dalam
yang oleh Daniel Dhakidae (1996:
arena lebih besar, kehidupan sosial-
249)
politik Indonesia saat itu dan juga
linguistik birokratif yang formalis,
kehidupan sosial-politik lokal di kota
gersang, dan tidak imajinatif, serta
Padang.
merebaknya
Pada
dekade
awal
hingga
pertengahan dekade 90-an tersebut tengah bahasa’
berlangsung atau
suatu
tepatnya
mempengaruhi
birokrasi’
ini
dan
selanjutnya
berlangsungnya
dikatakan
sebagai:
‘slang
hal
“situasi
birokrasi’
(bureaucratic slang) para pejabat yang sarat muatan ideologis.”
‘krisis
Fenomena ‘bahasa birokrasi’
‘krisis
dan ‘rekayasa kata’ ini juga disadari
324
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
oleh kalangan seniman. Dalam satu
pertunjukan. Pada titik inilah kedua
koran nasional, Benny Johanes (1993)
pertunjukan itu juga dapat dipahami
misalnya,
sebagai respon atas kondisi ‘krisis
menyebut masa-masa itu
sebagai
masa
di
mana:
“Kita
bahasa’
tersebut
dan
merupakan
cenderung menjadi masyarakat yang
sebuah ‘prisma-bias’ dari determinan
‘tidak berkata-kata’, namun menjadi
eksternal yang terjadi pada masa itu.
barisan orang yang mendengarkan ‘kata-kata’.” Kesadaran serupa juga terlihat pada saat diselenggarakanya pertemuan teater di Cibubur pada tahun 1994. pertemuan
terdapat
kecenderungan
untuk
mempertanyakan bahasa-bahasa yang manipulatif. Pertunjukan-pertunjukan yang digelar pada jambore itu dicatat sebagai pertunjukan yang: ...hendak
merayakan cara pengucapan yang tak lagi konvensional, penampikan terhadap tokoh dalam teater, matinya sutradara dan pemain di atas panggung, penolakan naskah sebagai pusat penciptaan, dan bahkan usaha penghancuran bahasa”. (Harian Republika, 1994). Kemuakan
dan
ketidakpercayaan
Dramaturgi Pertunjukan Lini dan Menunggu serta Gugatannya pada Dramaturgi PertunjukanPertunjukan yang Disutradarai Wisran Hadi.
dan Menunggu akan terlihat dengan jelas beberapa hal yang menjadi perbedaan signifikan dari dramaturgi kedua pertunjukan ‘tanpa-kata’ dan ‘minim-kata’ dramaturgi yang
tersebut
dengan
pertunjukan-pertunjukan
disutradarai
Wisran
Hadi.
Perbedaan tersebut tentu saja dapat dimaknai sebagai gugatan dramaturgi dari kedua sutradara, Zurmailis dan Yusril,
terhadap
Wisran
Hadi.
Beberapa hal tersebut dapat diuraikan dalam penjelasan-penjelasan berikut:
praktik
Kedua pertunjukan, Lini dan
oleh
Menunggu, sama-sama mendasarkan
pemerintah itu kemudian dituangkan
dramaturginya pada diskusi tematik
oleh banyak pertunjukan teater di
selama proses latihan. Informasi atas
berbagai
proses
berbahasa
yang
yang
kota
sepertinya
pada
Mencermati pertunjukan Lini
digunakan
di
masa
menjadi
umum
itu
dan
kecenderungan
dalam
latihan
juga
menunjukkan
bahwa pertunjukan adalah hasil dari
banyak 325
Pandu Birowo, Teater ‘Tanpa Kata’ dan ‘Minim Kata’ di Kota Padang Dekade 90-an dalam Tinjauan Sosiologi Seni
elaborasi
tema-tema
diskusi
dan
pembangunan adegan yang diinisiasi
dan Joseph R. Roach (eds.), 1992: 146-155).
pada saat dan selama proses latihan.
Tinjauan atas tema dan pesan
Informasi latihan kedua pertunjukan
pada
memperlihatkan bahwa para aktor
memperlihatkan rujukan tematik yang
merupakan pusat dan penggerak utama
berbeda dari pertunjukan-pertunjukan
dalam proses pembangunan dramatika
yang
pertunjukan.
Pertunjukan Lini merujuk tema utama
Hal tersebut sangat berbeda
kedua
disutradarai
kebudayaan
pertunjukan
Wisran
Minangkabau
Hadi.
dalam
dengan pusat dramatugi pertunjukan-
kondisi-kondisi
pertunjukan
yang
sementara Menunggu mengusung tema
pada
naskah
tentang kondisi kehidupan pers yang
teruji
melalui
carut marut dalam kehidupan sosial-
sayembara
politik sebuah negara-bangsa moderen.
terutama lakon
Wisran
Hadi
didasarkan
yang
telah
penyertaannya
dalam
penulisan
naskah
tersebut
juga
sandiwara.
Hal
menginformasikan
kontemporer,
Tema-tema kedua pertunjukan juga memperlihatkan
konflik
yang
bahwa kedua sutradara telah sampai
dihadirkan memiliki keserupaan, yakni
pada eksperimen atas teaterikalitas
konflik-konflik kekinian. Sementara
sesungguhnya,
dimana
pertunjukan-pertunjukan Wisran Hadi
dapat
bersumber dari legenda dan sejarah
“naskah
yakni
lakon
saat
tidak
lagi
menjamin teaterikalitas di atas panggung” (Féral,
Josette
P.
Kedua sumber dramatik dan
begitu,
pusat konflik itu memberikan dua
Zurmailis dan Yusril masih tetap
dampak berbeda. ‘Keklasikan’ cerita
memberlakukan latihan-latihan yang
pada pertunjukan-pertunjukan Wisran
reguler dan tetap untuk membuatnya
Hadi dan ‘kekontemporeran’ cerita
menjadi pertunjukan yang ‘baku’ yang
pada Lini dan Menunggu yang turut
dengannya
dipahami
mengarahkan persepsi penonton, di
sebagai sebuah ‘teater sutradara’ (lebih
mana yang klasik cenderung diterima
lanjut tentang ‘teater sutradara’ lihat:
sebagai ‘ajaran’ dan ‘teladan’ didaktif
John Rouse, dalam Janelle G. Reinelt,
yang
Bermingham,
and 2002).
mesti
Ronald
lokal.
Pun
tetap
‘berjarak’,
sementara
yang
326
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
belakangan
cenderung
diterima
semisal
segi
psikologis,
segi
sebagai ‘pencerminan’ reflektif yang
sosiologis, dan segi ideologinya akan
‘mendekatkan’.
didaktif
sangat sulit dilakukan pada tokoh-
pertunjukan Wisran Hadi dihadirkan
tokoh di dalam Lini dan Menunggu.
melalui
Ke-‘personal’-an
Fungsi
‘cerita-cerita
lama’,
tokoh
sepertinya
menggunakan ‘kato kieh’ (lihat: A.A.
tidak berlaku pada tokoh-tokoh dalam
Navis, 1984: 229-232), yakni kiasan-
Lini dan Menunggu. Tokoh-tokoh
kiasan
tanpa personalitas itu seperti sedang,
dan
perumpamaan
perumpamaansebagaimana
juga
mengutip Bakdi Soemanto (2001:
tampak
dalam
pertunjukannya.
139), “lenyap menuju massa yang
Berbeda
dengan
Wisran
Hadi,
‘grey and unknown’, sebuah objek
membicarakan
ditengah kerumunan. Apa yang sangat
keminangkabauan melalui ‘peristiwa-
penting dalam hidup, ialah otentisitas,
peristiwa
terganyang.”
Zurmailis
baru’,
memilih
sementara
membicarakan
Yusril tema
keindonesiaan lebih luas. Tinjauan kedua
pertunjukan
penokohan
pertunjukan
Kesamaan
dalam
memperlihatkan
adalah
lainnya dan
Lini
adanya
antara
Menunggu
tokoh-tokoh
yang
sepertinya jamak (plural) dalam segi
bahwa tokoh-tokoh yang dihadirkan
jumlah,
pada
mewakili ketunggalan (singularitas)
kedua
beberapa
pertunjukan memiliki kesamaan.
namun
sesungguhnya
Indikasi
watak. Meskipun begitu, tokoh-tokoh
kesamaan pertama adalah adanya dua
‘plural yang singular’ pada kedua
kubu yang berbeda dan dalam posisi
pertunjukan memiliki perbedaannya
berseberangan pada tiap adegannya.
pula. Tokoh-tokoh yang mewakili dua
Perbedaan posisi ini, meskipun sekilas
kubu dan dua entitas dalam Lini relatif
terlihat
dapat
stabil dan konsisten. Tokoh-tokoh
dipahami dalam kerangka penokohan
lelaki mewakili perjalanan sosok laki-
protagonis-antagonis yang personal-
laki
individual dan melibatkan segi-segi
maskulinitas’
psikologis ataupun strata sosial tokoh.
(Minangkabau) yang harmonis menuju
Pelacakan-pelacakan dan identifikasi
maskulinitas yang serakah dan buas di
antagonistik,
tidak
yang
mengalami dari
‘perjalanan
ikatan
kultural
327
Pandu Birowo, Teater ‘Tanpa Kata’ dan ‘Minim Kata’ di Kota Padang Dekade 90-an dalam Tinjauan Sosiologi Seni
adegan-adegan akhir. Sementara tokoh
Senandung
perempuan
adalah tokoh-tokoh yang memiliki
mewakili
identitas
(1986),
Semenanjung
feminim yang maternal dan berada
fungsi
dalam dalam fungsinya untuk menjaga
cerita’
dan mempertahankan diri sendiri, anak
pertunjukannya. Hal tersebut secara
dan
inheren juga memperlihatkan bahwa
keturunannya,
serta
utama
untuk ‘menjalankan
dalam
pertunjukan-
lingkungannya. Tokoh-tokoh tersebut,
tokoh-tokoh
sebagaimana dikategorisasi oleh Anne
merupakan tokoh-tokoh dengan bobot
Ubersfeld (via Elain Aston dan George
dramatik yang lebih pekat.
Savona, 1991: 41), termasuk ke dalam
dalam
pertunjukannya
Perbedaan tersebut juga dapat
tokoh-tokoh metonimia dan metaforis,
dilihat
yakni tokoh yang berfungsi sebagai
perbandingan atas catatan dan kritik
“satu bagian dari keseluruhan bagian
pertunjukan-pertunjukan Wisran Hadi
yang lebih besar
atau berhubungan
dengan catatan dan kritik pertunjukan
dengan hal dan tokoh lain” dan tokoh
Lini dan Menunggu yang terbit di
yang
berbagai media massa. Tokoh Imam
“berfungsi
sebagai
sebuah
Bonjol
metafora.”
secara
dalam
jelas
melalui
pertunjukan
Imam
Hal-hal tersebut juga membuat
Bonjol (1982) misalnya, dipersepsi
tokoh-tokoh Lini dan Menunggu lebih
oleh Darman Moenir (1982) sebagai
terlihat
yang
tokoh yang “bukan seorang malaikat
tokoh-tokoh
atau nabi atau rasul. Ia tetap sebagai
yang ‘dramatik’. Tokoh-tokoh yang
manusia yang punya kelebihan dan
dihadirkan
kekurangan,
sebagai
‘teaterikal’
tokoh-tokoh
ketimbang
Wisran
Hadi
seperti
punya
keunikan
misalnya tokoh Imam Bonjol, Tuanku
manusiawi. Ia pun mempunyai rasa
Nan Renceh, dan Tuanku Koto Tuo,
gelisah, cemas, tak berdaya, ragu,
dalam pertunjukan Imam Bonjol (1982
bahkan
dan 1995), atau tokoh-tokoh dalam
pertunjukan
kaba seperti Malin Duano dan Malin
Semenanjung
Deman pada pertunjukan Puti Bungsu
sebagai
(1985), termasuk juga tokoh Hang
menceritakan tentang “Hang Jebat
Jebat dan Hang Tuah pada pertunjukan
yang tak rela sahabatnya, Hang Tuah,
juga
bisa
nekad”.
lainnya, (1986), pertunjukan
Atau
Senandung dipersepsi yang
328
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
yang harus dihukum mati tanpa alasan
dirinya
nyata” dan “tak rela istana jadi sarang
kondisi dan situasi tertentu. Hal itu
kemandekan,
tampak
tempat
kekuasaan
sebagai
‘sesuatu’
seperti
pada
dalam
yang
Lini
mutlak bercumbu dengan kebodohan
memperlihatkan tubuh dan gestur
dan penjilat.” (Kompas, 22 Agustus
sebagai ‘sesuatu’ bernama kebuasan
1986).
dan Sebaliknya, bobot teaterikalitas
keserakahan,
adalah
lebih
bernama
ketimbang
bobot
pada
Menunggu tubuh-tubuh yang hadir
dalam Lini dan Menunggu terlihat dominan
sementara
perwujudan ‘teror’,
dari
‘sesuatu’
‘intimidasi’,
dan
dramatiknya. Lini misalnya, dipersepsi
‘korban’ berita. Akting-akting dari
oleh penonton sebagai pertunjukan di
para pemain dalam kedua pertunjukan
mana “Idiom yang ditimpakan kepada
juga tidak dibangun dalam upaya dan
penonton terlalu bertubi-tubi. Bahkan
kerangka ‘menjadi seseorang’ namun
penonton yang sudah berusaha keras
lebih
untuk ikut dalam irama permainan
‘menampilkan potret’ sebuah kondisi.
harus menerima resiko, pemain terlalu
Jerzy Grotowsky (1968: 21) menyebut
tergesa-gesa dan tidak maksimal.”
akting
(Alfian Zainal, 30 September 1996).
arketipal”,
Mengenai Menunggu, Ayub Badrin,
menggunakan
seorang penggiat dan ketua Teater Izet
mengekspresikan
yang tinggal di Medan, mencatatnya
tersembunyi,
sebagai
yang
mengenali imaji-imaji itu kembali.
pertunjukan
sebagai
sarana
demikian
untuk
sebagai
yakni
“akting
akting
yang
teknik
untuk
imaji
kolektif
sehingga
penonton
menggambarkan
“Koran
sebagai
Tujuan dari akting arketipal terutama
media
dituding
sebagai
untuk membuat penonton mengenali
corong pekak yang dipasung. Orang-
kembali peristiwa-peristiwa di atas
orang di dalam televisi mengalami
panggung
shock mental dan sangat menderita.”
menggetarkan
(Riau Pos, ? Juli 1997).
‘sesuatu’ yang terlanjur laten di dalam
informasi
Pada banyak adegan, gestur dan tubuh-tubuh pemain dalam Lini dan Menunggu lebih memperlihatkan
sebagai
peristiwa
dan
yang
menggugah
ingatannya. Gestur pertunjukan
dan Lini
akting dan
dalam
Menunggu
329
Pandu Birowo, Teater ‘Tanpa Kata’ dan ‘Minim Kata’ di Kota Padang Dekade 90-an dalam Tinjauan Sosiologi Seni
membuktikan potret arketipal tersebut.
sementara
pada
pertunjukan-
Meskipun memiliki kemiripan secara
pertunjukan
yang
menonjolkan
fisikal dalam bentuk pertunjukannya
teaterikalitas,
fungsi
itu
dengan
menjadi aktor yang ‘mempertunjukkan
teater-teater
sebagaimana
juga
artaudian
terlihat
pada
potret
peristiwa’.
Bahkan,
berubah
karena
dan
bobot provokatif dari teaterikalitasnya,
Menunggu sama sekali tidak terlihat
tubuh-tubuh dan gestur pada Lini dan
memiliki niat untuk membangun apa
Menunggu
yang
‘horor
maksimalnya pada penonton untuk
eksistensial’ oleh Charles Marowitz
melakukan upaya pembacaan tanda-
(1990: 299).2
tanda teaterikalitas tersebut ketimbang
Grotowsky,
pertunjukan
disebut
sebagai
Lini
Perbedaan antara pertunjukan
menerimanya
memberikan
sebagai
tawaran
pembeberan
yang menekankan akting dramatik
cerita. Dalam hal ini penonton ditarik
dengan pertunjukan yang menekankan
dan
akting
membaca’ dan bukan untuk ‘pasif
teaterikal,
menimbulkan
perbedaan pula pada fungsi aktor
diprovokasi
untuk
‘aktif
menerima’ pertunjukan.
dalam hubungannya dengan peran
Selain melakukan eksperimen
yang dimainkan. Pada pertunjukan-
dan eksplorasi yang sedemikian intens
pertunjukan dramatik, aktor adalah
atas tubuh dan gestur, pertunjukan Lini
‘aktor yang memerankan tokoh cerita’,
dan Menunggu juga menggunakan setting panggung dengan fungsi dan
2
Charles Marowitz menyebutkan bahwa segala bentuk pembongkaran pikiran, perasaan, dan saraf-saraf dalam pertunjukan ‘teater kejam’ ditujukan untuk mengungkap kebenaran di balik realitas sosial. Akan tetapi kebenaran itu selamanya terselubung hingga manusia mampu menghadapinya melalui ‘konfrontasi’. Ketegangan dan ketakutan di dalam diri personal tiap individu yang tidak mungkin dihindari dalam konfrontasi itulah yang disebutnya sebagai ‘horor eksistensial’. Teater kejam menawarkan jalan untuk mengalami ‘horor eksistensial’ tersebut melalui pertunjukan-pertunjukannya. Tujuan utamanya adalah melatih penonton agar tidak takut mengalami horor itu saat benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata yang dijalaninya.
tujuan yang berbeda dari pertunjukanpertunjukan yang disutradarai Wisran Hadi. Hal itu terlihat pertama kali dari skeneri panggungnya (tentang seting panggung lihat: Samuel Selden dan Hunton D. Sellman, 1964: 15).3 Pada pertunjukan Imam Bonjol misalnya, sebagaimana
telah
dideskripsikan
3
Setting panggung, merujuk Samuel Selden dan Hunton D. Sellman, terdiri dari skeneri, properti, kostum dan pencahayaan.
330
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
Sahrul N., Wisran Hadi menyusun
Menunggu bobot ekspresifnya lebih
ribuan bambu sedemikian rupa hingga
menonjol ketimbang lokatifnya.4
mereferensikan,
Hal yang sama juga terjadi
secara lokatif dan arsitektural, bentuk
pada properti yang digunakan dalam
benteng pertahanan kaum Paderi. Hal
pertunjukan.
lain yang terlihat dari skeneri yang
dalam
digunakan oleh pertunjukan Imam
(1995) terutama untuk membangun
Bonjol adalah bentuknya yang secara
ilusi layaknya sebuah situasi pada
jelas ditujukan untuk membangun
banyak adegan peperangan, sementara
suatu lokasi realistik-ilusif.
properti koran-koran dan bingkai kayu
menyerupai
dan
Sementara skeneri Lini dan Menunggu
dibangun
tidak
dalam
Penggunaan
pertunjukan
Imam
pedang Bonjol
pada Menunggu menjadi properti yang selalu
terikat
dan
terlibat
dalam
kerangka dan rujukan lokatif-definitif,
membangun tanda-tanda simbolis dan
namun
ruang-ruang
peristiwa-peristiwa pada tiap adegan.
yang
Properti dan benda-benda pada Lini
lebih
sebagai
simbolis-provokatif
merepresentasikan situasi-situasi dan
dan
kondisi-kondisi tertentu. Sifat dan
penonton untuk selalu memperhatikan
rujukan situasional dan kondisional
dan
dari setting panggung yang digunakan
secara
Lini dan Menunggu juga membuat
simboliknya.
Menunggu
memancing
menduga-duga teaterikal
mata
kegunaannya ataupun
tanda
bobot
Kostum yang digunakan kedua
ketimbang
pertunjukan juga tidak merujuk pada
arsitekturalnya. Hal itu juga membuat
sebuah rentang waktu tertentu secara
skeneri dalam Lini dan Menunggu
harfiah
pertunjukan lebih memiliki atmosferiknya
melainkan
tetap
dalam
lebih memiliki fungsi dan bobot ekspresif ketimbang lokatif. Meskipun kedua konsep tersebut tidak dapat dipertentangkan
secara
diametral,
namun dalam pertunjukan Lini dan
4 Pada dasarnya setiap setting pertunjukan memiliki dimensi lokatif dan ekspresifnya masing-masing. Hanya saja, pertimbangan dalam memberikan bobot dan penekanan pada salah satu dimensi tersebut dapat memberi kesan yang berbeda pada tiap pertunjukan. Untuk memahami dasar-dasar dimensi lokatif dan ekspresif setting dalam pertunjukan lihat: Samuel Selden dan Hunton D. Sellman, Stage Scenery and Lighting, ‌, 1964: 15.
331
Pandu Birowo, Teater ‘Tanpa Kata’ dan ‘Minim Kata’ di Kota Padang Dekade 90-an dalam Tinjauan Sosiologi Seni
kerangka metaforis dan pragmatisnya. Penggunaan kostum
dalam
PENUTUP
kedua
Hadirnya kedua pertunjukan
pertunjukan juga memiliki kedekatan
dengan
dengan teater-teater artaudian, yang
‘minim-kata’ pada pertengahan dekade
“tidak untuk mengidentifikasi tokoh
90-an akhirnya dapat disimpulkan
secara spesifik’, namun tetap berguna
sebagai sebuah bagian dari strategi
untuk “meneror penonton dengan
dalam ‘pemosisian’ kedua sutradara.
intensi sensual”( John Harrop dan
Pemosisian
Sabin R. Epstein, 1990: 307).
‘pemosisian internal’ dalam kaitannya
Pada kedua
wilayah
pertunjukan
menggunakan kapasitas
tata
cahaya,
bentuk
‘tanpa-kata’
pertama
dan
adalah
untuk membedakan dan menggugat
juga
tidak
pencahayaan
dalam
Wisran Hadi yang dominan di kota
waktu
Padang;
untuk
menandai
dramaturgi
pertunjukan-pertunjukan
serta,
kedua,
sebagai
eksternal’
yang
harfiah perihal terjadinya peristiwa
‘pemosisian
dalam pertunjukan seperti siang, sore,
berhubungan dengan sikap politik atas
malam, namun lebih sebagai ‘efek’
realitas ‘krisis bahasa’ pada masa itu.
dan
penekanan
atas
intensitas
Analisis eksternal atas arena
peristiwa dan adegan. Dampak yang
teater kota Padang memperlihatkan
diharapkan dari tata artisitik demikian
bahwa kedua sutradara diposisikan dan
terutama untuk membangun suasana
disituasikan oleh adanya arus dominan
pertunjukan
yang dengannya merangsang mereka
yang
sepenuhnya
ekspresif dan teatrikal dan merangsang
untuk
visual-auditif
pengambilan
non-dramatik
yang
merumuskan posisi.
strategi Strategi
‘mengerkah’ perasaan dan pikiran
pertunjukan ‘tanpa-kata’ dan ‘minim-
penonton. Pada level tertentu, setting
kata’ menjadi pilihan yang cukup
panggung pada Lini dan Menunggu
efektif dalam struktur arena di masa
terlihat paralel dengan apa yang
itu. Pada analisis internal, unsur-unsur
dimaknai Artaud (1958: 37) sebagai
dramaturgi yang digunakan kedua
“sebuah ruang fisikal yang minta diisi
sutradara dalam kedua pertunjukan
dan diberi makna untuk berucap.”
juga menegaskan strategi gugatan itu secara konsisten dan koheren.
332
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
Bentuk ‘minim-kata’
‘tanpa-kata’ ini
juga
dan
selanjutnya
menjadi semacam kredo artistik bagi kedua kelompok teater dalam prosesproses kreatif di masa berikutnya. Selain itu bentuk ini juga sempat menjadi
satu
sebagaimana
trend
terlihat
dalam
artistik acara
Pekan Seni III yang diadakan oleh Dewan Kesenian Sumatera Barat di tahun 2002, di mana enam pertunjukan dari
enam
kelompok
teater
mempergunakan bentuk pertunjukan ‘tanpa-kata’
atau
‘minim-kata’.
Dengan demikian, strategi ‘tanpa-kata’ dan ‘minim-kata’ merupakan sebuah strategi gugat dari kedua sutradara dan kelompok atas struktur arena dan posisi-posisi
yang
ada
pada
pertengahan dekade 90-an.
KEPUSTAKAAN Alkatiri, Zeffry. “The Words of Magic Used During the Soeharto’s Indonesian New Order Military Regime Era 19801997” dalam Asian Journal Of Social Sciences & Humanities, Vol. 2. No. 1. February 2013. Japan: Leena and Luna International, Oyama. Anwar, Khaidir. 1976. “Minangkabau, Background of the Main Pioneers of Modern Standard
Malay in Indonesia”, Archipel, Année, Volume 12, Numéro 1. Artaud, Antonin. 1958. The Theatre and Its Double (trans. Mary Richards). New York: Grove Press. Aston, Elain, dan George Savona. 1991. Theatre as Sign-System, A Semiotics of Text and Performance. New York: Routledge. Bourdieu, Pierre. 1990. The Intelectual Field: a World Apart dalam In Other Words, Essays Toward a Reflexive Sociology. California: Stanford University Press. ______. 1993. Principles for a Sociology of Cultural Works. dalam The Field of Cultural Production: Essays on Art and Literature (ed. Randal Johnson). Columbia: Columbia University Press. ______. 1993 . The Field of Cultural Production, or: The Economic World Reversed. dalam The Field of Cultural Production, Essays on Art and Literature (ed. Randal Johnson), Columbia: Columbia University Press. Creswell, John W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design Chossing Among Five Tradition. London: Sage Publications. Dhakidae, Daniel. 1996. Bahasa dan Kekuasaan: Bahasa, Jurnalisme, dan Politik Orde Baru. dalam Bahasa dan Kekuasaan: Politik Wacana di Panggung Orde Baru (ed. Yudi Latif dan Idi Subandi Ibrahim). Bandung: Mizan.
333
Pandu Birowo, Teater ‘Tanpa Kata’ dan ‘Minim Kata’ di Kota Padang Dekade 90-an dalam Tinjauan Sosiologi Seni
Elam, Keir. 1983. The Semiotics of Theatre and Drama. London dan New York: Methuen. Féral, Josette and Ronald P. Bermingham. 2002. Theatricality: The Specificity of Theatrical Language Author(s). SubStance, Vol. 31, No. 2/3, Issue 98/99: Special Issue: Theatricality, Published by: University of Wisconsin Press. Grotowsky, Jerzy. 1968. Towards a Poor Theatre, New York. Harrop, John, dan Sabin R. Epstein. 1990. Acting with Style (second edition). New Jersey: Prentice Hall. Hassan, Fuad. 2000. Beberapa Catatan Buat Eksperimen W.S. Rendra ‘Bip-Bop’, dalam Rendra dan Teater Modern Indonesia (ed. Edi Haryono). Yogyakarta: Kepel Press. Mohamad, Goenawan. 2000. Tentang Bip-Bop Mengapa Teater Mini Kata. dalam Rendra dan Teater Modern Indonesia (ed. Edi Haryono). Yogyakarta: Kepel Press. Navis, A.A. 1984. Alam Terkembang Jadi Guru. Jakarta: Grafiti Pres. Pramayoza, Dede. 2009. Catatan Festival Teater Sumatera Barat; Tinjauan Terhadap Isu, Peserta dan Modus Pelaksanaan Festival Teater di Sumatera Barat 1975-2009. laporan penelitian pada Puslit dan P2M STSI Padangpanjang. R.M. Soedarsono. 2001. Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. Bandung: MSPI.
Rouse, John. 1992. Textuality in Theatre and Drama: Some Contemporary Possibilities. dalam Janelle G. Reinelt dan Joseph R. Roach, Critical Theory and Performance. Ann Arbor: The University of Michigan Press. Sahrul N. 2005. Kontroversial Imam Bonjol. Padang: Penerbit Garak. Selden, Samuel, dan Hunton D. Sellman. 1964. Stage Scenery and Lighting. New York: Appleton-Century-Croft. Simatupang, Lono. 2013. Kajian Tari dan Wacana Penubuhan. dalam Pergelaran; Sebuah Mozaik Penelitian SeniBudaya. Yogyakarta: Jalasutra. Soemanto, Bakdi. 2001. Jagat Teater. Yogyakarta: Kepel Press. Syafril. 2010. Wisran Hadi, Bumi Teater dan Teater yang Mengindonesia. JakartaPadang: FTI Press. “20 tahun Bumi; Fenomena dari suatu Perjalanan Kreatifitas”, Dokumen pada perayaan 20 tahun Bumi Teater di Padang, 1996, tidak diterbitkan. Koran Adilla,
Ivan. “Benarkah kita membutuhkan Teater?”. harian Singgalang, 29 Januari 1989. Adilla, Ivan. “Pementasan ‘Lini’ KSST Noktah: Sebuah Pencarian Penuh Ketegangan”. Harian Singgalang, 27 Oktober 1996. Azwar, Nasrul. “’Memboyong’ Indonesia ke Atas Pentas”. Harian Singgalang, ? April 1997.
334
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 2, November 2014
Elfialdi. “Kontramitos dan Kontroversi Wisran Hadi”. harian Kompas, 12 November 1995. Harahap, Rudy. “Jalan Lurus, Silat Lidah Mengubah Makna”. harian Republika, 19 Desember 1993. Junus, Umar, “Wisran Hadi dan perkembangan Drama di Indonesia”, harian Sinar Harapan, 27 Desember 1980. Moenir, Darman, “’Imam Bonjol’ di Tangan Wisran Hadi”, harian Haluan, 9 Maret 1982. Pramana Pmd., “Sedikit Catatan Tentang Pementasan ‘Wanita Terakhir’ Karya dan Sutradara Wisran Hadi”, harian Haluan, 24 Agustus 1976. Sabri, Asraferi, “Teater Sumatera Barat Hanya Punya Sutradara”, harian Singgalang, ? Juli 1993. Yohanes, Benny, “Teater Khotbah dan Mikrofonisasi Kesenian” harian Kompas, 21 Februari 1993.
Yusril,
“Perkembangan (Teater Moderen Indonesia?) di Sumatera Barat”, Harian Singgalang, ? Juni 1994. Zainal, Alfian, “Catatan Pementasan Lini Teater Noktah; Kalau Lilik mau Bersabar”, harian Singgalang, 30 September 1996. Zulmasri, “Teater Sumatera Barat: Kerja Amatiran dan Tumpang Tindih”, harian Singgalang, 22 Juni 1992. “Menyulap Luka-luka Tradisi”, harian Kompas, 22 Agustus 1986. “‘Wajah Mereka’ Hilang dalam Jambore Teater”, Harian Republika, Kamis 2 Juni 1994. “Melihat ketegangan Tema Teater Indonesia”, harian Riau Pos, ? Juli 1997. “Seni Tanpa Kata Padangpanjang”, harian Kompas, 2 November 2002.
335
Indeks Nama Penulis JURNAL EKSPRESI SENI PERIODE TAHUN 2011-2014 Vol. 13-16, No. 1 Juni dan No. 2 November
Admawati, 15 Ahmad Bahrudin, 36 Alfalah. 1 Amir Razak, 91 Arga Budaya, 1, 162 Arnailis, 148 Asril Muchtar, 17 Asri MK, 70 Delfi Enida, 118 Dharminta Soeryana, 99 Durin, Anna, dkk., 1 Desi Susanti, 28, 12 Dewi Susanti, 56 Eriswan, 40 Ferawati, 29 Hartitom, 28 Hendrizal, 41 Ibnu Sina, 184 I Dewa Nyoman Supanida, 82 Imal Yakin, 127 Indra Jaya, 52 Izan Qomarats, 62 Khairunas, 141 Lazuardi, 50
Leni Efendi, Yalesvita, dan Hasnah Sy, 76 Maryelliwati, 111 Meria Eliza, 150 Muhammad Zulfahmi, 70, 94 Nadya Fulzi, 184 Nofridayati, 86 Ninon Sofia, 46 Nursyirwan, 206 Rosmegawaty Tindaon, Rosta Minawati, 122 Roza Muliati, 191 Selvi Kasman, 163 Silfia Hanani, 175 Sriyanto, 225 Susandra Jaya, 220 Suharti, 102 Sulaiman Juned, 237 Wisnu Mintargo, dkk., 115 Wisuttipat, Manop, 202 Yuniarni, 249 Yurnalis, 265 Yusril, 136
JURNAL EKSPRESI SEN Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni ISSN: 1412–1662 Volume 16, Nomor2,November 2014
Redaksi Jurnal Ekspresi Seni Mengucapkan terimakasih kepada para Mitra Bebestari
1. Ediwar, S.Sn., M.Hum. Ph.D (ISI Padangpanjang) 2. Dr.G.R. Lono Lastoro Simatupang, M.A (UGM Yogyakarta) 3. Dr. Sri Rustiyanti, S.Sn., M.Sn (ISBI Bandung)
EKSPRESI SENI Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni
Redaksi menerima naskah artikel jurnal dengan format penulisan sebagai berikut: 1. Jurnal Ekspresi Seni menerima sumbangan artikel berupa hasil penelitian atau penciptaan di bidang seni yang dilakukan dalam tiga tahun terakhir, dan belum pernah dipublikasikan di media lain dan bukan hasil dari plagiarisme. 2. Artikel ditulis menggunakan bahasa Indonesia dalam 15-20 hlm (termasuk gambar dan tabel), kertas A4, spasi 1.5, font times new roman 12 pt, dengan margin 4cm (atas)-3cm (kanan)-3cm (bawah)-4 cm (kiri). 3. Judul artikel maksimal 12 kata ditulis menggunakan huruf kapital (22 pt); diikuti nama penulis, nama instansi, alamat dan email (11 pt). 4. Abstrak ditulis dalam dua bahasa (Inggris dan Indonesia) 100-150 kata dan diikuti kata kunci maksimal 5 kata (11 pt). 5. Sistematika penulisan sebagai berikut: a. Bagian pendahuluan mencakup latar belakang, permasalahan, tujuan, landasan teori/penciptaan dan metode penelitian/penciptaan b. Pembahasan terdiri atas beberapa sub bahasan dan diberi sub judul sesuai dengan sub bahasan. c. Penutup mengemukakan jawaban terhadap permasalahan yang menjadi fokus bahasan. 6. Referensi dianjurkan yang mutakhir ditulis di dalam teks, footnote hanya untuk menjelaskan istilah khusus. Contoh: Salah satu kebutuhan dalam pertunjukan tari adalah kebutuhan terhadap estetika atau sisi artistik. Kebutuhan artistik melahirkan sikap yang berbeda daripada pelahiran karya tari sebagai artikulasi kebudayaan (Erlinda, 2012:142). Atau: Mengenai pengembangan dan inovasi terhadap tari Minangkabau yang dilakukan oleh para seniman di kota Padang, Erlinda (2012:147-156) mengelompokkan hasilnya dalam dua bentuk utama, yakni (1) tari kreasi dan ciptaan baru; serta (2) tari eksperimen. 7. Kepustakaan harus berkaitan langsung dengan topik artikel. Contoh penulisan kepustakaan: Erlinda. 2012. Diskursus Tari Minangkabau di Kota Padang: Estetika, Ideologi dan Komunikasi. Padangpanjang: ISI Press.
Pramayoza, Dede. 2013(a). Dramaturgi Sandiwara: Potret Teater Populer dalam Masyarakat Poskolonial. Yogyakarta: Penerbit Ombak. _________. 2013(b). “Pementasan Teater sebagai Suatu Sistem Penandaan”, dalam Dewa Ruci: Jurnal Pengkajian & Penciptaan Seni Vol. 8 No. 2. Surakarta: ISI Press. Simatupang, Lono. 2013. Pergelaran: Sebuah Mozaik Penelitian Seni Budaya. Yogyakarta: Jalasutra. Takari, Muhammad. 2010. “Tari dalam Konteks Budaya Melayu”, dalam Hajizar (Ed.), Komunikasi Tradisi dalam Realitas Seni Rumpun Melayu. Padangpanjang: Puslit & P2M ISI. 8. Gambar atau foto dianjurkan mendukung teks dan disajikan dalam format JPEG.
Artikel berbentuk soft copy dikirim kepada : Redaksi Jurnal Ekspresi Seni ISI Padangpanjang, Jln. Bahder Johan. Padangpanjang Artikel dalam bentuk soft copy dapat dikirim melalui e-mail: red.ekspresiseni@gmail.com