pedahuluan final result

Page 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini penggunaan pondasi dangkal dengan berbagai tipe pondasi semakin sering dipilih dengan alasan lebih menghemat biaya jika dibandingkan dengan pondasi tiang, terutama bila letak lapisan tanah keras relatif dalam (>20m), sehingga biaya tiang pancang yang dibutuhkan juga cukup besar. Pilihan pondasi dangkal seperti pondasi pelat penuh (Mat foundation), pondasi sarang laba-laba dan pondasi cakar ayam sering digunakan untuk gedung-gedung 2 sampai 4 lantai. Para perencana struktur sering menganggap bahwa struktur tertumpu secara sempurna baik secara jepit maupun sendi di atas pondasinya. Jadi umumnya perencana melakukan perhitungan perencanaan untuk bangunan struktur atas terpisah dengan perencanaan pondasinya, padahal pada kenyataannya struktur dan pondasi merupakan satu kesatuan. Selain itu perencana struktur sering tidak mempertimbangkan kondisi tanah tempat bangunan tersebut akan dibangun. Kalaupun telah dilakukan perbaikan kondisi tanah dengan suatu metode , tidak hanya daya dukung yang ditinjau tetapi juga settlement. Jadi, akibat beban struktur di atasnya tanah akan mengalami penurunan/ pemampatan. Seperti pada Gambar 1.1 berat bangunan menyebabkan melengkungnya (pemampatan) di daerah yang terbebani, maka dasar struktur tersebut juga akan melengkung dan keseluruhan kerangka bangunan akan berubah yang akan berpengaruh pada perubahan gaya-gaya dalam pada struktur. (Lastiasih dan Mochtar,2004;Wicaksono dan Mochtar,2007).

1


2

Gambar 1.1a Bangunan belum mengalami Gambar 1.1b Bangunan sudah mengalami penurunan akibat tanah pemampatan tanah

Sebelumnya telah dilakukan studi perencanaan struktur 2 dimensi dengan tanah dan struktur merupakan satu kesatuan dan menghasilkan penurunan yang merata pada tanah di bawahnya. oleh Lastiasih dan Mochtar(2004). Hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya perubahan gaya dalam pada struktur akibat perbedaan pemampatan pada tanah lunak dibawahnya. Masalah yang sering timbul pada pondasi dangkal seperti pondasi telapak, pelat penuh, sarang laba-laba maupun cakar ayam di atas tanah lempung lunak berdasarkan pengalaman di lapangan (Mochtar, 1997) adalah sebagai berikut : 1. Terjadi kerusakan dalam bentuk retak-retak pada dinding, balok dan kolom struktur akibat penurunan yang tidak sama (differensial settlement). 2. Walaupun kerusakan sudah diperbaiki, maka tak lama kemudian akan timbul kerusakan yang serupa, baik ditempat yang sama maupun di tempat lain. 3. Kerusakan yang terjadi dapat menimbulkan keresahan bagi pemilik dan pengguna gedung karena mereka merasa gedung tersebut sudah tidak aman lagi.


3 4. Untuk menanggulangi masalah penurunan tersebut perlu biaya yang sangat mahal tetapi tetap saja tidak ada jaminan atas terulangnya kejadian tersebut. Salah satu contoh kasus dilapangan yang terjadi akibat adanya differential settlement pada tanah dasar yaitu pada sebuah gedung di UGD RSUD Dr.Soetomo,surabaya harus dibongkar total setelah kurang lebih 3 tahun berdiri,karena differential settlement telah mengakibatkan kerusakan yang cukup parah pada gedung,sehingga gedung tersebut tidak dapat berfungsi lagi sebagaimana yang diharapkan Berdasarkan hasil pengamatan Mochtar (2001) yang diperoleh pada contoh kasus tersebut adalah adanya kesalahan dalam asumsi perencanaan. Hal tersebut merupakan salah satu masalah yang menjadi penyebab kerusakan dari gedung pondasi dangkal di atas tanah lunak seperti pada gambar 1.2 a dan 1.2b dimana perhitungan untuk gedung dan tanah dibuat terpisah.

Gambar 1.2a

Gambar 1.2 b Keterangan gambar: Gambar 1.2:Dengan cara konvensional yang menganggap struktur terpisah dengan pondasi;Gambar 1.2 (a):Ilustrasi struktur yang menganggap struktur gedung tertumpu sempurna, baik jepit maupun sendi;Gambar 1.2 (b):Beban gedung yang disalurkan melalui kolom dengan gaya PA,PB ,PC,PD serta MA,MB ,MC,MD dan beban merata akibat pelat pada gedung dianggap simetris. (Lastiasih dan Mochtar ,2004:2 )

Cara perhitungan yang lainnya adalah mengikuti asumsi secara numerik dimana tanah dianggap sebagai pegas elatis.


4 Asumsi ini dikenal sebagai Winkler foundation (Winkler, 1867). Dengan asumsi ini didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan cara konvensional. Bila pembebanan yang merata akan mendapatkan penurunan tanah yang merata pula. Namun kenyataan yang ada membuktikan bahwa tanah lebih mendekati sifat sesungguhnya dilapangan jika dianggap sebagai media elastis (elastic half space).Seperti pada Gambar 1.3 , beban merata diatas media elastis tidak akan menyebabkan penurunan yang merata; dan sebaliknya, penurunan yang merata disebabkan oleh beban yang tidak merata.







Gambar 1.3a Pemampatan tanah akibat Gambar1.3b Pemampatan tanah yang beban flexible dan merata merata akibat beban struktur yang sangat kaku(beban tidak merata) Gambar 1.3 Penurunan tanah akibat beban diatas media tanah yang elastis (elastis half space,. Lastiasih dan Mochtar,2004 )

Ada 2 kenyataan yang sangat berbeda bila kondisi beban diatas media elastis dengan asumsi konvensional ataupun Winkler foundation, yaitu (lihat Gambar 1.2 dan 1.4) 1. Beban merata yang flexible diatas media elastis akan menghasilkan penurunan yang tidak merata. 2. Penurunan merata hanya dihasilkan untuk beban yang tidak merata seperti pada Gambar 1.2 (b) atau 1.4.b. Konfigurasi beban tidak merata ini sangat bergantung dari sifat tanahnya (Zeevaert, 1983).


5

Gambar 1.4a Pemampatan gedung 3D akibat beban yang merata.

Gambar 1.4b Pemampatan gedung 3D tidak rata akibat beban yang tidak merata

Dari Gambar 1.3 dan 1.4 dapat disimpulkan bahwa asumsi penurunan merata untuk beban merata sama sekali tidak mendekati asumsi media elastis. Sebaliknya seperti pada Gambar 1.2, bila gedung simetris maka reaksi PA dan PD (pada bangunan tepi kiri dan kanan) akan jauh lebih besar dari pada PB dan PC (pada tengah bentang bangunan) bila dianggap tanah sebagai media elastis dan penurunan pondasi merata. Tavio (1996) juga telah melakukan penelitian yang membandingkan suatu struktur 2 dimensi yang diletakkan diatas tanah lunak dengan tumpuan pegas dan tumpuan konvensional. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh suatu kesimpulan bahwa: 1. Penurunan suatu gedung tidak tergantung pada kekakuan gedungnya saja,tetapi kekakuan gedung dan pondasi sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. 2. Makin besar differential settlement yang terjadi,makin besar pula perbedaan gaya-gaya dalamnya yang dihitung berdasarkan asumsi konvensional. Jika menggunakan teori winkler foundation akan mendapatkan nilai gayagaya dalam yang jauh berbeda dibandingkan dengan cara konvensional. 3. Besarnya differential settlement tersebut juga sangat tergantung dari kondisi tanahnya. Makin lunak dan makin compresible tanahnya makin besar differential yang


6 terjadi. Jadi perhitungan konvensional dapat digunakan untuk kasus gedung berpondasi dangkal diatas tanah pasir atau tanah-tanah yang kuat. 4. Pada balok terluar diperoleh perbandingan momen pada balok :Mmax menurut perhitungan interaksi media elastis>6xMmax menurut perhitungan cara konvensional. Dmax perhitungan cara interaksi perhitungan media elastis 8xDmax perhitungan cara konvensional (D=Gaya lintang pada balok) Setelah dilakukan penelitian oleh Mustain dan Mochtar (2003) maka sudah ada program komputer yang mengintegrasi antara tanah dan sistem struktur. Dari hasil penelitian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa : - Baik untuk kondisi struktur yang relatif kaku maupun fleksibel, gaya-gaya dalam yang dihasilkan oleh perhitungan yang memperhatikan konsolidasi jauh lebih besar dibandingkan dengan hasil perhitungan tanpa konsolidasi. - Struktur yang relatif fleksible menghasilkan jumlah gaya-gaya dalam yang lebih kecil daripada struktur yang relatif kaku. Program komputer ini merupakan konsolidasi satu dimensi dengan gedung yang simetris dua dimensi dapat dilihat bahwa konsolidasi yang terjadi tetap merupakan penurunan yang tidak merata, hanya perencanaan dimensi-dimensi elemen struktur gedung yang diubah. Setelah mengetahui konfigurasi pembebanan melalui iterasi yang menghasilkan penurunan yang merata, maka akan dapat diketahui juga reaksi yang terjadi pada tanah.Untuk pemodelan tanah supaya dapat dicapai kondisi penurunan yang sama, maka tanah dianggap media elastis sebagai sekumpulan pegas yang memiliki konstanta pegas k yang tidak merata, konstanta pegas ini harus dibuat sehingga menghasilkan penurunan yang merata akibat beban yang tidak merata seperti


7

pada Gambar 1.3 b, besar konstanta pegas ki 

 .Ai ; dimana ki i

adalah konstanta pegas di titik i, i adalah tegangan akibat reaksi tanah di titik i dan Ai adalah luas tanah di antara pegas. (Lastiasih dan Mochtar,2004) Untuk menghindari terjadinya retak (rusak) pada struktur gedung pemodelan 2 dimensi yang dibangun diatas tanah lunak, maka beberapa syarat yang di teliti oleh Lastiasih dan Mochtar (2004) harus dipenuhi adalah sebagai berikut: 1. Gedung harus cukup kaku untuk melawan perbedaan penurunan (differential settlement) sehingga diharapkan tidak terjadi perbedaan penurunan pada tanah dasar akibat beban diatasnya. Jadi konsolidasi tanah akibat beban gedung merata (uniform) seperti pada Gambar 1.5. 2. Gedung tersebut haruslah mengakibatkan reaksi perlawanan tanah yang tidak merata sedemikian rupa sehingga dihasilkan penurunan konsolidasi yang merata.

Gambar 1.5 Struktur gedung diatas tanah yang menghasilkan penurunan merata (Lastiasih dan Mochtar,2004)


8 3. Jumlah reaksi total tanah dasar haruslah sama dengan berat gedung jadi

ďƒ˛ ď ł .dA  W = Berat gedung. ď ł =

reaksi perlawanan tanah, dA = luasan kecil tanah. 4. Penurunan konsolidasi tanah memenuhi toleransi differential settlement untuk bangunan beton yaitu 0.002 s/d 0.003. Hasil studi oleh Lastiasih dan Mochtar (2004) didapatkan bahwa untuk mendapatkan gedung yang cukup kaku sehingga menghasilkan penurunan merata perlu adanya modifikasi dimensi balok dan kolom dari gedung (dibandingkan dengan dimensi gedung konvensional menumpu diatas pondasi yang tidak mengalami penurunan). Didapatkan kolom dan balok yang harus diperbesar dimensinya, karena gaya-gaya dalam yang bekerja (momen dan gaya geser) ternyata jauh lebih besar dari pada hasil perhitungan konvensional. Studi yang yang dilakukan ini adalah untuk gedung 2 dimensi. Sampai saat ini belum pernah dicoba pendekatan diatas karena adanya kesulitan dalam mendapatkan konfigurasi tegangan reaksi tanah yang menghasilkan penurunan konsolidasi yang merata. Hal ini karena konfigurasi tegangan yang menyebabkan penurunan konsolidasi yang merata tersebut juga sangat tergantung dari antara lain : tebal lapisan tanah yang memampat, jumlah lapisan, jenis lapisan dan parameter pemampatan dan dimensi gedungnya. Berberapa studi yang sebelumnya telah dilakukan merupakan pemodelan struktur 2 dimensi yang dapat menghasilkan pemampatan yang merata pada tanah, untuk itu perlu dilakukan studi lebih lanjut guna mendapatkan pemodelan struktur 3 dimensi diatas tanah lunak yang menghasilkan pemampatan yang merata. 1.2 PERMASALAHAN - Bagaimana bentuk reaksi tanah yang menyebabkan penurunan 3 dimensi yang merata untuk lapisanlapisan tanah lunak yang ditinjau.


9 -

-

Bagaimana hasil perhitungan untuk system iterasi gedung dan tanah ini bila dibandingkan antara sistem konvensional gedung berada pada tumpuan pondasi jepit,sendi maupun pegas winkler foundation dan gedung dengan system tumpuan tanah lunak. Bagaimana hasil perhitungan sistem struktur 2 dimensi dengan hanya memperhitungkan 1 portal yang terberat dengan tumpuan tanah lunak dan sistem struktur 3 dimensi dengan tumpuan tanah lunak.

1.3 TUJUAN TUGAS AKHIR - Memperoleh bentuk reaksi tanah yang menyebabkan penurunan 3 dimensi yang merata. - Mengetahui hasil perhitungan untuk system iterasi gedung dan tanah bila dibandingkan dengan sistem konvensional gedung berada pada tumpuan pondasi jepit, sendi dan pegas merata dengan system struktur 3 dimensi. - Memperoleh dimensi kolom dan balok gedung diatas sebagai gedung yang relative sangat kaku sehingga menghasilkan penurunan yang merata diatas tanah lunak. 1.4 BATASAN MASALAH - Asumsi penurunan tanah berdasarkan teori konsolidasi 1 dimensi yang dikemukakan olek Karl Terzaghi (1925). Dengan asumsi ini maka konsolodasi arah lateral tidak diperhitungkan. - Asumsi jarak antar pegas adalah sama. - Gedung simetris 3 Dimensi dengan 3 lantai - Asumsi tanah Homogen - Jenis lempung lunak


10 (Halaman ini sengaja dikosongkan)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.