PENDEKATAN DAN PERSPEKTIF DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN UMKM DI INDONESIA BY SANDO SASAKO Jakarta, 15.05.2015 Abstract This background research and the recapitulations on UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; Micro-, Small, and Medium Enterprises – MSMEs) and its problems is compiled and is to serve as the entry points in designing the necessary programs / interventions in order to empower UMKM in Indonesia. The synthesis on this research leads to 4 possible approaches and perspectives. First of all, what you need to do is placing the UMKM as an entity no less than as small corporations. The possible approaches and perspectives are: 1. The production function Q = f (L, K, T, I). 2. The rent-seeking behaviours. 3. Porter’s Five Forces. 4. Mass markets where Q produced @ MC = MR and customised markets where the highest value added created and ripped off. You may contact the author through sandosako @ yahoo . com +62 812 80 56 516
PENDEKATAN DAN PERSPEKTIF DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN UMKM DI INDONESIA
PENDEKATAN DAN PERSPEKTIF DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN UMKM DI INDONESIA
DAFTAR ISI PENDAHULUAN................................................................................................................................1 Latar Belakang......................................................................................................................................1 PERMASALAHAN.............................................................................................................................2 Permasalahan Kerawanan Sosial..........................................................................................................2 Permasalahan Pengangguran................................................................................................................3 Permasalahan Hubungan Industri.........................................................................................................4 Permasalahan Keahlian Kerja...............................................................................................................4 Permasalahan UMKM sebagai Pemberi Kerja.....................................................................................4 Permasalahan UMKM Diinventarisir...................................................................................................5 ARTI PENTING UMKM.....................................................................................................................7 BEBERAPA DASAR HUKUM PEMBERDAYAAN UMKM............................................................9 IDEALITAS DALAM PEMBERDAYAAN UMKM.........................................................................11 Prinsip Pemberdayaan UMKM...........................................................................................................11 Tujuan Pemberdayaan UMKM...........................................................................................................11 STAKEHOLDER UMKM.................................................................................................................12 Stakeholder Pemberdayaan UMKM menurut Fungsi dan Keberadaan..............................................12 Lembaga Pendukung Pemberdayaan UMKM....................................................................................14 INISIATIF PEMBERDAYAAN UMKM...........................................................................................15 Pendekatan Pembinaan.......................................................................................................................17 Pendekatan Kemitraan........................................................................................................................17 Pendekatan Clustering ala OVOP......................................................................................................19 Pendekatan Pembiayaan ala KUR......................................................................................................19 Tentang KUR......................................................................................................................................20 UMKM DIDEFINISIKAN.................................................................................................................22 Pentingnya Definisi............................................................................................................................22 Definisi Praktis dari UMKM..............................................................................................................22 Karakteristik UMKM.........................................................................................................................23
PENDEKATAN DAN PERSPEKTIF DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN UMKM DI INDONESIA
PENDAHULUAN Latar Belakang Urbanisasi berdampak pada semakin terkonsentrasinya penduduk di suatu daerah. Kepadatan yang berlebihan menimbulkan masalah sosial dan masalah kependudukan yang kronis. Beberapa masalah kependudukan utama mencakup kemiskinan, penyediaan dan ketersediaan barang publik yang cukup dan memadai seperti pendidikan dan kesehatan; barang setengah publik/swasta seperti tempat tinggal; dan lainnya. Tabel – Garis Kemiskinan Maret 2014 (Rp/kapita/Bulan) Propinsi Kota Desa Aceh 383.186 350.204 Sumatera Utara 338.234 299.145 Sumatera Barat 374.968 333.511 Riau 375.286 357.009 Kepulauan Riau 421.733 385.071 Jambi 379.183 291.534 Sumatera Selatan 336.929 277.509 Bangka Belitung 439.377 448.817 Bengkulu 362.614 325.261 Lampung 336.927 295.931 DKI Jakarta 447.797 Jawa Barat 288.742 277.645 Banten 315.239 281.925 Jawa Tengah 279.036 267.991 DI Yogyakarta 327.273 286.137 Jawa Timur 287.582 278.429 Bali 310.321 271.646 Nusa Tenggara Barat 307.147 274.136 Nusa Tenggara Timur 337.367 248.606 Kalimantan Barat 291.533 279.049 Kalimantan Tengah 307.382 323.556 Kalimantan Selatan 322.006 298.656 Kalimantan Timur 448.220 404.554 Sulawesi Utara 265.093 257.845 Gorontalo 246.633 241.936 Sulawesi Tengah 336.900 303.975 Sulawesi Selatan 240.276 211.271 Sulawesi Barat 235.934 233.215 Sulawesi Tenggara 241.921 226.220 Maluku 362.783 345.536 Maluku Utara 321.231 286.242 Papua 404.944 338.206 Papua Barat 416.158 389.812 Indonesia 318.514 286.097 Sumber: BPS
Kota+Desa 359.504 318.398 349.656 364.176 415.800 318.262 298.824 444.171 336.930 306.600 447.797 285.013 304.636 273.056 313.452 282.796 295.210 287.987 265.955 282.835 318.094 308.512 431.560 261.117 243.547 311.993 222.003 233.838 230.627 352.208 295.787 355.380 397.662 302.735
1
SANDO SASAKO
PERMASALAHAN Permasalahan Kerawanan Sosial Masyarakat yang lapar dan tidak punya daya beli yang cukup untuk menutupi kebutuhan hariannya bisa memicu timbulnya aksi kejahatan (pidana) dan pelanggaran hukum perdata. Aspek ekonomi merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya kerawanan sosial. Beberapa aspek kehidupan lainnya mencakup ideologi, politik, sosial budaya, hankam, dan hukum. Menurut Pokja Puslitbang SDM Balitbang Departemen Pertahanan, kerawanan sosial didefinisikan sebagai kondisi keresahan sosial yang berkepanjangan, akibat adanya konflik kepentingan di antara masyarakat atau golongan tertentu, dengan pemecahan dan penyelesaian masalah yang tidak memuaskan masyarakat/kelompok golongan tersebut.1
Bagan – Sumber:
Pola eskalasi kerawanan sosial-politik Pokja Puslitbang SDM Balitbang Departemen Pertahanan, Kerawanan Sosial dan Strategi Penanggulangannya
Tabel –
Matrikulasi kerawanan sosial menurut kejadian atau tahapan, kondisi, penanggulangan, dan metode pra-krisis, saat krisis, dan setelah-krisis Penanggulangan Metode
Kejadian
Kondisi
Fungsional
Terpadu
Pra Krisis
Krisis
Purna Krisis
Konflik kepentingan
Aman
Cegah dini
Dialog
Pre-emtif
-
-
Keresahan Sosial
Rawan
Cegah
Dialog
Preventif
-
-
Demontrasi
Gawat Darurat
Tindakan
Dialog/Negosiasi
Represif untuk Preventif
Anarkis
Cegah
Dialog
Represif
Conflict Resolution
Rehabilitasi
Separatisme
Tindakan
Dialog/Negossiasi
Operasi
Conflict Resolution
Rehabilitasi
Sumber:
Pokja Puslitbang SDM Balitbang Departemen Pertahanan, Kerawanan Sosial dan Strategi Penanggulangannya
Pemecahan masalah yang tidak tepat dapat memicu aksi keresahan, demonstrasi, anarki, ataupun separatisme. Beberapa masalah klasik lainnya mencakup rendahnya mutu dan daya saing manusia Indonesia, luasnya wilayah perairan, tersebarnya pulau-pulau kecil yang berpenduduk, ketiadaan dan pemberdayaan teknologi tepat guna, ketiadaan kebijakan sosialis (pro-poor), ketiadaan kebijakan yang peduli lingkungan. 1
2
Pokja Puslitbang SDM Balitbang Departemen Pertahanan, Kerawanan Sosial dan Strategi Penanggulangannya, STT No.2289, Vol.V, No.8, Juli 2002.
PENDEKATAN DAN PERSPEKTIF DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN UMKM DI INDONESIA
Menurut Nafsiah, tahapan kerawanan sosial terbagi empat, yakni:2 1. Aman. Keadaan ini dimana kondisi lingkungan masyarakat belum terjadi tanda-tanda konflik antar-masyarakat, masyarakat terhadap kelompok, masyarakat terhadap komponen lainnya, kelompok terhadap kelompok lainnya, dan kelompok terhadap komponen lainnya. 2. Resah. Keadaan ini ditandai dengan adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap masyarakat lainnya, masyarakat terhadap kelompok, masyarakat terhadap pemerintah, kelompok terhadap kelompok lainnya, dan kelompok terhadap pemerintah. 3. Demonstratif. Keadaan ini ditandai dengan berkembangnya kondisi ketidakpuasan menjadi tindakan atraktf yang berwujud demonstrasi sebagai pengungkapan protes rasa ketidakpuasan. 4. Anarkhis. Keadaan ini ditandai dengan perkembangan kondisi ketidakpuasan yang berwujud tindakan atraktif berupa protes menjadi tindakan brutal tanpa terkendali dan merusak.
Permasalahan Pengangguran Permasalahan kependudukan yang vital lainnya adalah penyediaan dan ketersediaan lapangan kerja. Dengan bekerja, penduduk bisa memenuhi tuntutan kebutuhan ekonominya. Sementara itu, masyarakat yang gamang terhadap status sosial-ekonominya, tidak berdaya secara ekonomi, tidak memiliki pekerjaan tetap, dan sangat mengandalkan kerja harian, membuat mereka rentan terhadap timbulnya kerawanan sosial. Secara ekonomi praktis, pengangguran terjadi karena tidak terciptanya kecocokan antara kebutuhan pemberi kerja dan pencari kerja. Pemberi kerja cenderung selektif atas berbagai persyaratan dan kriteria yang harus dimiliki oleh pencari kerja. Di sisi lain, pencari kerja juga memiliki ketentuan dan harapan tersendiri bagi jasa dan keahlian yang dimilikinya. Tabel – Penduduk Berumur 15 tahun ke atas Menurut Jenis Kegiatan, 2013 - Maret 2014 2013 Jenis Kegiatan Februari Agustus 1 Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas 178.774.131 179.967.361 2 Angkatan Kerja 123.635.733 120.172.003 a. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 69,16 66,77 b. Bekerja 116.436.521 112.761.072 c. Penganguran Terbuka *) 7.199.212 7.410.931 d. Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 5,82 6,17 3 Bukan Angkatan Kerja 55.138.398 59.795.358 a. Sekolah 15.189.891 14.630.852 b. Mengurus Rumah Tangga 32.848.740 36.036.779 c. Lainnya 7.099.767 9.127.727 Sumber: BPS
2
2014 Februari 181.169.972 125.316.991 69,17 118.169.922 7.147.069 5,70 55.852.981 15.899.591 32.853.393 7.099.997
Nafsiah, Implementasi Strategi Penanggulangan Kerawanan Sosial dalam Rangka Mendukung Ketahanan Nasional, Puslitbang Strahan Balitbang Dephan, STT No.2289, Vol.VII, No.13, 2004. 3
SANDO SASAKO
Permasalahan Hubungan Industri Lapangan kerja tercipta ketika pemberi kerja dan pencari kerja sama-sama bersepakat atas berbagai hal. Dalam praktik dan kesehariannya, hubungan kerja atau hubungan industri di antara kedua belah pihak bersifat dinamis dan cenderung pasang-surut. Pengalaman, pengetahuan, kepandaian, keahlian, dan berbagai atribut sejenis dari pekerja sering menjadi ukuran 'nilai' pekerja. Beberapa perusahaan dan industri sangat menghargai 'nilai' dan loyalitas pekerja. Di sisi lain, beberapa perusahaan dan industri sangat tidak menghargai 'nilai' dan loyalitas pekerja. Dua kutub ini secara tidak langsung membagi industri menjadi dua kelompok, yakni industri padat karya dan industri padat modal. Di industri padat karya, teknologi dan mesin yang digunakan relatif tidak canggih dan keahlian pekerja yang dibutuhkan relatif tidak tinggi. Keahlian pekerja bisa ditempa dalam waktu relatif singkat. Pergantian tenaga kerja juga relatif lebih tinggi. Di sisi lain, di industri padat modal, teknologi dan mesin yang digunakan relatif canggih dan keahlian pekerja yang dibutuhkan relatif tinggi. Butuh pelatihan dan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan pekerja yang sesuai dengan bidangnya. Oleh karena itu, pergantian tenaga kerja di industri padat modal relatif lebih rendah.
Permasalahan Keahlian Kerja Pergantian tenaga kerja yang relatif tinggi di industri padat karya bersifat dinamis. Kadang pemberi kerja yang 'aktif' melakukan pergantian tenaga kerja. Di sisi lain, tidak jarang pemberi kerja yang banyak dan 'aktif' berinisiatif mempertahankan tidak terjadinya pergantian tenaga kerja. Kesulitan mendapatkan pengganti tenaga kerja yang sudah ada merupakan pertimbangan utama. Sementara itu, seberapapun nilai investasi yang ditanamkan, UMKM merasa perusahaannya bersifat padat modal. Dengan persepsi demikian, tenaga kerja yang UMKM miliki merupakan aset yang harus dipertahankan, semampunya. Rekrutmen tenaga kerja baru dan menjadikan mereka mumpuni menjadi suatu hal yang harus dihindari. Dalam jenjang pendidikan formal, SMK bisa menjadi institusi pencetak tenaga kerja muda dan baru siap pakai. Sementara lembaga pelatihan kerja bisa menjadi institusi pemberdaya tenaga kerja yang tetap ingin menambah pengetahuan dan keahlian lebih baik lagi.
Permasalahan UMKM sebagai Pemberi Kerja Menurut Perpres No.5/2010 tentang RPJMN 2010-2014 (Lampiran, Buku II Bab III), tiga masalah utama UMKM sebagai pemberi kerja adalah sebagai berikut: 1. rendahnya kualitas SDM. 2. permasalahan pengembangan produk dan pemasaran. 3. belum kondusifnya iklim usaha. Rendahnya kualitas SDM dicirikan oleh: 1. belum dipertimbangkannya karakteristik wirausaha dalam pengembangan UMKM; 2. rendahnya kapasitas pengusaha skala mikro, kecil dan menengah serta mengelola koperasi; 3. masalah rendahnya motivasi dan budaya wirausaha mikro dalam membangun kepercayaan; serta 4. masih rendahnya tingkat keterampilan dan kapasitas pengelola usaha. 4
PENDEKATAN DAN PERSPEKTIF DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN UMKM DI INDONESIA
Permasalahan pengembangan produk dan pemasaran meliputi: 1. terbatasnya akses koperasi dan UMKM kepada teknologi dan lembaga litbang; 2. kurangnya kepedulian koperasi dan UMKM mengenai prasyarat mutu dan desain produk dan kebutuhan konsumen; 3. kurangnya insentif untuk berkembangnya lembaga pendukung koperasi dan UMKM; 4. belum terbangunnya prinsip kemitraan dalam satu kesatuan struktur/strategi pengembangan usaha yang bersinergi sesuai dengan rantai nilai (value chain); serta 5. masih adanya gap dalam kebutuhan pertumbuhan UMKM yang tinggi dan ketersediaan sumberdaya. Belum kondusifnya iklim usaha adalah sebagai akibat: 1. belum efektifnya koordinasi dan sinkronisasi program dan kegiatan pemberdayaan koperasi dan UMKM yang direncanakan dan diimplementasikan oleh berbagai kementerian dan lembaga; 2. adanya prosedur dan administrasi berbiaya tinggi; 3. keterbatasan dukungan sarana dan prasarana untuk pemberdayaan koperasi dan UMKM; serta 4. kurangnya partisipasi seluruh pemangku kepentingan termasuk pemerintah, organisasi non pemerintah, dan masyarakat dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM.
Permasalahan UMKM Diinventarisir Berdasarkan pengamatan Pusat Konsultasi Pengusaha Kecil UGM, prioritas permasalahan yang dihadapi oleh pengusaha kecil adalah sebagai berikut:3 1. belum memiliki sistem administrasi keuangan dan manajemen yang baik karena belum dipisahkannya kepemilikan dan pengelolaan perusahaan; 2. kemampuan membuat proposal dan studi kelayakan untuk memperoleh pinjaman, baik dari bank maupun modal ventura karena kebanyakan PK mengeluh berbelitnya prosedur mendapatkan kredit, agunan tidak memenuhi syarat, dan tingkat bunga dinilai terlalu tinggi; 3. kemampuan membuat perencanaan bisnis dalam rangka memenangkan persaingan di pasar; 4. akses terhadap teknologi terutama bila pasar dikuasai oleh perusahaan/grup bisnis tertentu dan selera konsumen cepat berubah; 5. akses terhadap bahan baku, terutama karena adanya persaingan yang ketat dalam mendapatkan bahan baku dalam hal kualitas dan harga; 6. perbaikan kualitas barang dan efisiensi terutama bagi yang sudah menggarap pasar ekspor karena selera konsumen berubah cepat, pasar dikuasai perusahaan tertentu, dan banyak barang pengganti; 7. kesulitan mendapatkan tenaga kerja yang terampil. Menurut sifat dan keterlibatannya, masalah UKM dapat dikelompokkan menjadi 3, yakni masalah internal, masalah eksternal, dan masalah asistensi.4 1. masalah internal yang bersifat klasik dan mendasar mencakup isu permodalan, bentuk badan hukum yang umumnya non formal, SDM, pengembangan produk, dan akses pemasaran; 2. masalah eksternal mencakup pengenalan dan penetrasi pasar ekspor yang belum optimal, 3
4
Mudrajad Kuncoro, "Pengembangan Industri Pedesaan Melalui Koperasi dan Usaha Kecil: Suatu Studi Kasus di Kalimantan Timur", Analisis CSIS, XXVI, no.1, 1997; dalam Mudrajad Kuncoro, Usaha Kecil di Indonesia: Profil, Masalah, dan Strategi Pemberdayaan, Makalah, Studium Generale, Strategi Pemberdayaan Usaha Kecil di Indonesia, STIE Kerja Sama, Yogyakarta, 18 Nopember 2000; Seminar, A Quest for Industrial District, Kelompok Diskusi Pascasarjana Ilmu-ilmu Ekonomi UGM, Yogyakarta, 1 Desember 2000. Andang Setyobudi, Peran Serta Bank Indonesia dalam Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 5, 2007, 29-35; dalam Musran Munizu, Strategi Peningkatan Kinerja dan Peran Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Pengolah Produk Berbasis Pangan di Kota Makassar, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas (FEB-Unhas) Makassar, 2014-11-11. 5
SANDO SASAKO
kurangnya pemahaman terhadap desain produk yang sesuai dengan karakter pasar, permasalahan hukum yang menyangkut hak paten, prosedur kontrak penjualan serta peraturan yang berlaku di negara tujuan ekspor; 3. masalah asistensi dari instansi terkait untuk menyelesaikan masalah dasar agar mampu menghadapi persoalan lanjutan secara lebih baik. Asistensi yang diharapkan mencakup manajemen keuangan, agunan dan keterbatasan dalam kewirausahaan.
6
PENDEKATAN DAN PERSPEKTIF DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN UMKM DI INDONESIA
ARTI PENTING UMKM Signifikansi UMKM wujud dalam hal kontribusinya terhadap beberapa hal berikut: 1. Penyerapan tenaga kerja (industri padat karya). 2. Pembentukan PDB. 3. Ekspor. Tabel – Kontribusi perusahaan terhadap perekonomian Indonesia menurut skala usaha Usaha Besar Usaha Menengah Kekayaan bersih > Rp 10 M Rp 500 jt – Rp 10 M Hasil penjualan > Rp 50 M Rp 2.5 M – Rp 50 M Jumlah unit usaha ± 4.372 unit (0.01%) ±39.657 unit (0.08%) Peran dalam perekonomian Kontribusi thd penyerapan tenaga kerja 2.96% 3.48% Kontribusi thd PDB 44.44% 3.43% Kontribusi thd ekspor non-migas 79.83% 13.10% Kontribusi thd investasi 47.11% 23.81% Sumber: BI, BPS, Kemenkop5
Usaha Kecil Rp 50 jt – Rp 500 jt Rp 300 jt – Rp 2.5 M ±520.221 unit (1.01%)
Usaha Mikro ≤ Rp 50 jt ≤ Rp 300 jt ±50.567.659 unit (98.90%)
4.26% 10.08% 4.85% 20.69%
89.30% 32.05% 2.22% 8.39%
Bagan – Jumlah unit usaha menurut skala usaha, 2013
5
Boby Rantow Payu dan Sri Indriyani S. Dai, Pemetaan UKM di Kota Gorontalo Berdasarkan Pola dan Tingkat Penggunaan Teknologi Informasi, Laporan Penelitian Pengembangan Program Studi Dana PNBP Tahun Anggaran 2014, Program Studi Pendidikan Ekonomi, Jurusan Pendidikan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Gorontalo, Sept.2014. 7
SANDO SASAKO
Bagan – Perkembangan jumlah unit usaha menurut skala usaha, 1986-2013
Tabel – Jumlah unit usaha dan penyerapan tenaga kerja, 2006-2010 INDIKATOR SATUAN 2006 UNIT USAHA (A+B) (Unit) 49,026,380 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Unit) 49,021,803 (UMKM) - Usaha Mikro (UMi) (Unit) 48,512,438 - Usaha Kecil (UK) (Unit) 472,602 - Usaha Menengah(UM) (Unit) 36,763 Usaha Besar (UB) (Unit) 4,577 TENAGA KERJA (A+B) Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) - Usaha Mikro (UMi) - Usaha Kecil (UK) - Usaha Menengah(UM) Usaha Besar (UB) Sumber : Kemenkop dan UMKM, 20116
8
2008 51,414,262 51,409,612
2009 52,769,280 52,764,603
2010 53,828,569 53,823,732
49,608,953 498,565 38,282 4,463
50,847,771 522,124 39,717 4,650
52,176,795 546,675 41,133 4,677
53,207,500 573,601 42,631 4,838
(Orang) (Orang)
90,350,778 87,909,598
93,027,341 90,491,930
96,780,483 94,024,278
98,886,003 96,211,332
102,241,486 99,401,775
(Orang) (Orang) (Orang) (Orang)
82,071,144 3,139,711 2,698,743 2,441,181
84,452,002 3,278,793 2,761,135 2,535,411
87,810,366 3,519,843 2,694,069 2,756,205
90,012,694 3,521,073 2,677,565 2,674,671
93,014,759 3,627,164 2,759,852 2,839,711
Tabel – Jumlah koperasi menurut provinsi, Okt. 2014 Aceh 7,720 Jabar 25,468 Kaltim Sumut 11,453 Jateng 27,572 Sulut Sumbar 3,805 DIY 2,621 Sulteng Riau 5,144 Jatim 30,754 Sulsel Jambi 3,566 Banten 6,550 Sultra Sumsel 5,790 Bali 4,865 Gorontalo Bengkulu 2,161 NTB 3,904 Sulbar Lampung 4,713 NTT 2,723 Maluku Babel 1,032 Kalbar 4,670 Papua Kepri 2,232 Kalteng 3,048 Malut DKI Jakarta 7,901 Kalsel 2,546 Papbar TOTAL KOPERASI : 206.834 Sumber: Kementerian Koperasi & UKM 2014
6
2007 50,150,263 50,145,800
5,919 6,023 2,143 8,259 3,290 1,131 937 3,095 2,816 1,388 1,595
Sudaryanto, Ragimun, dan Rahma Rina Wijayanti, Strategi Pemberdayaan UMKM Menghadapi Pasar Bebas ASEAN, 20140926.
PENDEKATAN DAN PERSPEKTIF DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN UMKM DI INDONESIA
BEBERAPA DASAR HUKUM PEMBERDAYAAN UMKM Undang-Undang 1. UU No.9/1995 2. UU No.19/2003 tentang Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN), Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) 3. UU No.20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah 4. UU No.25/2007 tentang Penanaman Modal 5. UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaiangan Tidak Sehat 6. UU No.22/1999 7. UU No.25/1999 8. UU No.32/2004 9. UU No.33/2004 Keputusan Presiden 1. Keputusan Presiden No.16/1994 2. Keputusan Presiden No.127/2001 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah dan Kemitraan Peraturan Pemerintah 1. PP No.44/1997 tentang Kemitraan. 2. PP No 102/2000 Peraturan Presiden 1. Perpres No.5/2010 tentang RPJMN 2010-2014. Instruksi Presiden 1. Instruksi Presiden No.6/2007 tentang kebijakan percepatan pengembangan sektor rill dan pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (OVOP) 2. Instruksi Presiden No.3/2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan (MDG). 3. Instruksi Presiden No.5/2008 tentang Fokus Program Perekonomian 2008-2009 4. Instruksi Presiden No.10/1999 5. Instruksi Presiden No.3/2006 Peraturan Bank Indonesia 1. Peraturan Bank Indonesia No.3/2/PBI/2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil 2. Peraturan Bank Indonesia No.6/25/PBI/2004 Surat Edaran Bank Indonesia 1. Surat Edaran Bank Indonesia No.6/44/DPNP perihal Rencana Bisnis Bank Umum dalam Penyaluran Kredit UMKM 2. Surat Edaran Bank Indonesia No.3/9/Bkr tanggal 17 Mei 2001 tentang Petunjuk Pemberian Kredit Usaha Kecil 3. Surat Edaran Bank Indonesia No.8/3/DPNP, dimana dalam perhitungan aktiva tertimbang menurut risiko bobot risiko untuk KUK dikenakan sebesar 85%. Keputusan Menteri Keuangan 1. Keputusan Menteri Keuangan No.316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994 2. Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003 Peraturan Menteri Keuangan 1. Peraturan Menteri Keuangan No.135/PMK.05/2008 (tentang Kredit Usaha Rakyat?) 2. Peraturan Menteri Keuangan No.10/PMK.05/2009 9
SANDO SASAKO
Peraturan Ketua Bapepam 1. Peraturan Ketua Bapepam KEP-11/PM/1997 (tentang perubahan peraturan IX.C.7 tahun 1996) Peraturan Menteri Negara BUMN 1. Peraturan Menteri Negara BUMN No.PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan Peraturan Menperin 1. Peraturan Menperin No.78/M-Ind/Per/9/2007 tentang Peningkatan Efektivitas Pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM) melalui pendekatan OVOP (One Village One Product)
10
PENDEKATAN DAN PERSPEKTIF DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN UMKM DI INDONESIA
IDEALITAS DALAM PEMBERDAYAAN UMKM Prinsip Pemberdayaan UMKM Beberapa prinsip pemberdayaan UKM menurut UU No. 20/2008: 1. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan UMKM untuk berkarya dengan prakarsa sendiri; 2. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel dan berkeadilan; 3. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi UMKM; 4. Peningkatan daya saing UMKM, dan 5. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu. Tiga prinsip dari program-program pembangunan yang berkeadilan menurut Inpres No.3/ 2010: 1. Program pembangunan yang pro rakyat, yaitu program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga, pemberdayaan masyarakat, dan pemberdayaan UKM; 2. Program pembangunan yang adil untuk semua, yaitu program keadilan yang memprioritaskan anak-anak, perempuan, keluarga miskin, dan orang terpinggirkan, keadilan di bidang ketenagakerjaan, bantuan hukum, dan reformasi hukum dan peradilan; dan 3. Program pembangunan untuk mencapai target-target MDGs, dimana indikator MDGs dijadikan sebagai indikator keberhasilan pembangunan. Dalam rangka pemberdayaan UMKM melalui intensifikasi dan ekstensifikasi kemitraan, prinsip kemitraan perusahaan besar, BUMN, dan bank dalam berhadapan dengan usaha kecil harus lebih memprioritaskan unsur manfaat, kemudian aman, dan terakhir menguntungkan. Dalam praktek dan kesehariannya, prinsip utama yang berlaku adalah harus menguntungkan, aman, dan bermanfaat.7
Tujuan Pemberdayaan UMKM Beberapa tujuan pemberdayaan UKM menurut UU No. 20/2008: 1. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang dan berkeadilan; 2. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan UMKM menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan 3. Meningkatkan peran UMKM dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan kemiskinan. Mengacu pada ASEAN Policy Blue Print for SME Development (APBSD) 2004-2014, pengembangan UMKM dilaksanakan melalui lima program, yakni:8 1. program pengembangan kewirausahaan, 2. peningkatan kemampuan pemasaran, 3. akses kepada keuangan, 4. akses kepada teknologi dan 5. kebijakan yang kondusif.
7 8
Mudrajad Kuncoro, Usaha Kecil di Indonesia: Profil, Masalah, dan Strategi Pemberdayaan. Bank Indonesia, Kajian Akademik Pemeringkat Kredit Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Indonesia, Jakarta, Jan. 2011. 11
SANDO SASAKO
STAKEHOLDER UMKM Stakeholder Pemberdayaan UMKM menurut Fungsi dan Keberadaan Lima institusi yang berperan sebagai pilar pemberdayaan UMKM menurut fungsinya, antara lain:9 1. lembaga keuangan yang berperan dalam intermediasi keuangan, terutama untuk memberikan pinjaman/pembiayaan kepada nasabah mikro, kecil dan menengah serta sebagai Agents of development (agen pembangunan). 2. regulator yakni Pemerintah dan Bank Indonesia yang berperan dalam Regulator sektor riil dan fiskal, Menerbitkan ijin-ijin usaha, Mensertifikasi tanah sehingga dapat digunakan oleh UMKM sebagai agunan, menciptakan iklim yang kondusif dan sebagai sumber pembiayaan. 3. katalisator yang berperan dalam mendukung perbankan dan UMKM, termasuk Promoting Enterprise Access to Credit (PEAC) Units, perusahaan penjamin kredit. 4. fasilitator yang berperan dalam mendampingi UMKM, khususnya usaha mikro, membantu UMKM untuk memperoleh pembiayaan bank, membantu bank dalam hal monitoring kredit dan konsultasi pengembangan UMKM. 5. UMKM yang berperan sebagai pelaku usaha, pembayar pajak, dan penyedia lapangan kerja. Beberapa pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan (pemberdayaan) UMKM menurut jenis institusi, antara lain:10 1. Bank Indonesia, sebagai Bank Sentral selama ini mempunyai program untuk pengembangan sektor riil dan UMKM melalui bidang ekonomi dan moneter.11 2. Lembaga Keuangan Bank, Bank Umum, BPR/BPRS, menyediakan dana untuk permodalan UMKM melalui kredit program pemerintah (KUR, KKPE dan lainnya) serta kredit komersial untuk investasi dan modal kerja yang dapat dimanfaatkan oleh UMKM. 3. Lembaga Keuangan Bukan Bank (PNPM, PNM, Pegadaian, Asuransi, dll). PNPM Mandiri merupakan program nasional pemberdayaan masyarakat juga menyalurkan dana modal untuk UMKM. 4. Lembaga Penjaminan (Askrindo, Jamkrindo, dll) adalah lembaga penjaminan yang berfungsi membantu UMKM yang sudah feasible (layak usaha) namun belum bankable dari sisi tidak ada jaminan kredit. 5. Lembaga Keuangan Mikro (BMT, Koperasi, dll) adalah pihak yang dapat membantu UMKM untuk mendapatkan modal dengan cepat karena memiliki jaringan hingga ke pelosok dan prosedur pinjaman yang ringkas dan sederhana. 6. Instansi Terkait (DKP, Kop/UKM, Pertanian, Industri & Perdagangan, dll). Dinas teknis yang memiliki program dan dana dalam pengembangan UMKM, terutama dalam meningkatkan kemampuan manajemen teknis produksi melalui program pelatihan. 7. Pemda (Pemprov, Pemko, Pemkab) adalah instansi yang mengatur kebijakan di daerah, dapat diharapkan melakukan kegiatan riil di setiap daerah. 8. KADIN, sangat peduli dengan usaha kecil dan menengah. 9. PINBUK. Pusat inkubasi bisnis usaha kecil, membawahi BMT (baitul mal wattanwil) di seluruh Indonesia. 10. Perguruan Tinggi (Negeri/Swasta) di setiap perguruan tinggi banyak kita jumpai pusat inkubator bisnis, yang memiliki UMKM binaan terutama yang ada di sekitar wilayah kampus. 11. BDSP/ KKMB. Konsultan Keuangan Mitra Bank adalah program nasional pemerintah 9
10 11
12
Sudaryanto, Ragimun, dan Wijayanti, Strategi Pemberdayaan UMKM Menghadapi Pasar Bebas ASEAN. Lihat juga Bank Indonesia, Five Finger Philosophy: Upaya Memberdayakan UMKM, 2011, http://www.bi.go.id/web/id/UMKMBI/Koordinasi/Filosofi+Lima+Jari/ Tiolina Evi N.P, UMKM Batik Penunjang Perekonomian Keluarga, IKPIA Perbanas, 20120408. Salah satu inisiatif Bank Indonesia dalam melakukan pembinaan dan pemberdayaan UMKM adalah menjalankan program Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB). Program ini merupakan bentuk pendampingan manajerial di bidang keuangan, pemasaran, kapasitas pengelolaan serta administrasi UMKM.
PENDEKATAN DAN PERSPEKTIF DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN UMKM DI INDONESIA
dalam rangka membantu UMKM untuk akses permodalan kepada perbankan. 12. SATGASDA KKMB., adalah wadah yang dibentuk melalui SK Gubernur KDH Tingkat I di setiap propinsi. Didalamnya terdapat unsur Bank Indonesia, Perbankan, Dinas Terkait dan Pemerintah Daerah. 13. BUMN, Program PKBL memiliki dana CSR hasil penyisihan keuntungan BUMN. Program Kemitraan menyediakan pinjaman modal hingga lima puluh juta. 14. Swasta Nasional banyak perusahaan ingin menyalurkan dana CSR kepada UMKM dalam rangka tanggung jawab sosial mereka kepada masyarakat. 15. Organisasi Profesi hingga terdapat banyak organisasi profesi seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia, HIPMI, Aosiasi Pedagang Pasar dan lainnya. Semuanya sangat berkepentingan dalam pengembangan UMKM.
13
SANDO SASAKO
Lembaga Pendukung Pemberdayaan UMKM Tabel – Lembaga-lembaga Pendukung Pengembangan UMKM Lembaga Pendukung Peran Yang Dilakukan A. PEMERINTAH 1. Kementerian Perumusan kebijakan, pengembangan, Perindustrian implementasi program, dan penyediaan fasilitas
2. Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan
3. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
4. Kementerian Sosial 5. Kementerian Keuangan
6. Kementerian Negara Koperasi dan UKM 7. Pemerintah Daerah, Bappeda, dan Dinas Tata Kota B. Lembaga Swasta dan Perseorangan C. LSM
• Peningkatan SDM melalui semua jalur formal, informal, dan non formal • Konsep link dan match antara dunia pendidikan dengan dunia usaha • Orientasi pendidikan sangat bias • Pembinaan dan penempatan tenaga kerja • Perumusan kebijakan ketenagakerjaan
• Pembinaan usaha kecil sebagai bagian dari upaya pengentasan kemiskinan • Merancang kebijakan ekonomi yang kondusif bagi pengembangan usaha kecil • Mekanisme kontrol terhadap implementasi kebijakan yang telah diambil masih sangat minim • Kontrol pelayanan finansial bagi usaha kecil • Merumuskan kebijakan pengembangan usaha kecil • Berfungsi sebagai koordinator dalam gerakan pengembangan ekonomi rakyat • Pengaturan perizinan usaha • Pengaturan tata kota
• Pendidikan dan pelatihan • Penelitian dan pengembangan teknologi produksi melalui R&D • Pelayanan teknis melalui UPT • Pelayanan informasi dan konsultasi • Perantara UMKM dengan Bapak Angkat • Program magang • Pelatihan melalui pendidikan masyarakat • Pembinaan kursus-kursus informal • Perhatian terfokus pada usaha menengah-besar formal, belum ada program yang berorientasi pada usaha kecil • Pelatihan melalui BLK • Pengembangan pusat informasi • Penetapan UMKM dan monitoringnya • Pengembangan usaha kecil dan usaha mandiri lebih ditujukan mengatasi penganggur ketimbang pengembangan usaha itu sendiri • Pelatihan-pelatihan • Pembentukan dan pembinaan usaha kecil, antara lain melalui alokasi 1-5 % dana keuntungan BUMN • Penyederhanaan prosedur pelayanan finansial • Peningkatan SDM • Pelayanan konsultasi bekerjasama dengan perguruan tinggi • Mengembangkan koperasi sebagai satusatunya wadah kegiatan ekonomi rakyat • Penyediaan fasilitas tempat usaha (sentra atau pusat perdagangan) • Lokalisasi usaha kecil seringkali sangat merugikan karena memisahkan usaha kecil dari system social yang ada
• Pengembangan SDM • Perantara dalam pasar kerja • Pengembangan berbagai kelompok swadaya masyarakat • Pelatihan teknis produksi dan pengelolaan/administrasi • Penelitian dan konsultasi • Intervensi efektif hanya dalam wilayah kerjanya • Masih belum menjangkau kelompok usaha kecil yang betul-betul marginal • Koordinasi antar LSM maupun lembaga pendukung lainnya sangat minim • Lingkup kerja terbatas, serta ada ketergantungan finansial dan teknisi ahli yang akan mengancam keberlanjutan lembaga D. Lembaga Penelitian di • Penelitian dan pengembangan teknologi • Pengembangan skema pelayanan financial di pedesaan Perguruan Tinggi produksi, sumber daya manusia • Pelatihan dan teknis manajemen untuk pedagang kecil • Konsultasi dan pembinaan E. Asosiasi Pengusaha Kecil • Idealnya asosiasi seperti ini terlibat langsung • Pengorganisasian pengusaha kecil harus dibangun dengan dalam negosiasi, perumusan kebijakan, tujuan spesifik dan dikaitkan dengan pemberdayaan monitoring, dan evaluasi • Distribusi informasi Sumber : Sjifudian,et.al. dalam Mudrajat Kuncoro (2006). Lihat juga Mudrajad Kuncoro, Usaha Kecil di Indonesia: Profil, Masalah, dan Strategi Pemberdayaan. Augustin Rina Herawati, Sistem Kemitraan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) - Usaha Besar dengan Pemodelan Systems Archetype (Studi Kasus UMKM Mitra PT Indofood Sukses Makmur Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills), Disertasi, Program Studi Pasca Sarjana, Dept. IImu Administrasi, FISIP, Universitas Indonesia, Jakarta, Des. 2011.
14
• Peningkatan SDM melalui pendidikan dan latihan • Lembaga pelayanan alternative bagi usaha kecil yang berfungsi sebagai lembaga perantara untuk menjembatani keterbatasan pemerintah dan swasta dalam menjangkau usaha kecil • Sangat berpotensi menjadi partner usaha kecil karena kedekatan hubungannya dengan usaha kecil
Program/Intervensi
PENDEKATAN DAN PERSPEKTIF DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN UMKM DI INDONESIA
INISIATIF PEMBERDAYAAN UMKM Pemberdayaan UMKM dapat dikelompokkan atas 4 inisiatif, yakni pelatihan keahlian (dan manajemen), penyediaan akses terhadap dan/atau pembiayaan, kemitraan (dalam hal informasi, teknologi, produksi, pemasaran), clustering (sektoral dan/atau wilayah). Di tahun 2015, Kementerian Koperasi dan UKM menetapkan 5 aspek strategis dalam upaya pemberdayaan UMKM, yakni kelembagaan, produksi, pembiayaan, pemasaran, dan kapasitas pengembangan SDM. Beberapa program atau skim kredit pemberdayaan UMKM:12 1. Kredit Usaha Rakyat (KUR). 2. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE). KKPE adalah kredit investasi atau modal kerja yang diberikan dalam rangka mendukung program ketahanan pangan, dan diberikan melalui kelompok tani atau koperasi. 3. Program Usaha Agrobisnis Pertanian (PUAP). PUAP merupakan fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani yang dikoordinasikan oleh gabungan kelompok tani (Gapoktan). 4. Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS). 5. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM). Menurut Kuncoro, strategi pemberdayaan yang telah diupayakan selama ini dapat diklasifikasikan dalam beberapa hal berikut, antara lain:13 1. Aspek managerial, yang meliputi: peningkatan produktivitas/omset/tingkat utilisasi/tingkat hunian, meningkatkan kemampuan pemasaran, dan pengembangan sumberdaya manusia. 2. Aspek permodalan, yang meliputi: bantuan modal (penyisihan 1-5% keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi usaha kecil minimum 20% dari portofolio kredit bank) dan kemudahan kredit (KUPEDES, KUK, KIK, KMKP, KCK, Kredit Mini/Midi, KKU). 3. Mengembangkan program kemitraan dengan besar usaha baik lewat sistem Bapak-Anak Angkat, PIR, keterkaitan hulu-hilir (forward linkage), keterkaitan hilir-hulu (backward linkage), modal ventura, ataupun subkontrak. 4. Pengembangan sentra industri kecil dalam suatu kawasan apakah berbentuk PIK (Pemukiman Industri Kecil), LIK (Lingkungan Industri Kecil), SUIK (Sarana Usaha Industri Kecil) yang didukung oleh UPT (Unit Pelayanan Teknis) dan TPI (Tenaga Penyuluh Industri). 5. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB (Kelompok Usaha Bersama), KOPINKRA (Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan). Menurut Evi, beberapa upaya pemberdayaan UMKM mencakup:14 1. Pelatihan-pelatihan kepada lembaga pendamping UMKM, dalam rangka meningkatkan kemampuan kredit UMKM.15 2. Pendirian Pusat Pengembangan Pendamping UKM (P3UKM), yang bertugas melakukan pelatihan dan akreditasi pendamping UKM.16 3. Pengembangan Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil (SIPUK) sebagai sarana untuk lebih menyebarluaskan secara cepat hasil-hasil penelitian dan berbagai 12 13 14 15
16
Sudaryanto, Ragimun, dan Wijayanti, Strategi Pemberdayaan UMKM Menghadapi Pasar Bebas ASEAN. Mudrajad Kuncoro, Usaha Kecil di Indonesia: Profil, Masalah, dan Strategi Pemberdayaan. Tiolina Evi N.P, UMKM Batik Penunjang Perekonomian Keluarga. Pada periode Januari-Juni 2007, Bank Indonesia telah memberikan pelatihan kepada 819 orang pendamping UMKM atau konsultan keuangan mitra bank (KKMB) dengan jumlah kredit yang berhasil dihubungkan dengan bank mencapai lebih dari Rp. 155 miliar untuk 2.582 UMKM; Bandung merupakan lokasi pilot project P3UKM. Pada bulan Juli 2007 lembaga sejenis telah didirikan di Kalimantan Selatan dan pada bulan September ini lembaga sejenis direncanakan juga didirikan di Sulawesi Selatan; 15
SANDO SASAKO
informasi lainnya. 4. Berbagai penelitian dalam rangka memberikan informasi untuk mendukung pengembangan UMKM. Kegiatan penelitian terutama diarahkan untuk mendukung penetapan arah dan kebijakan Bank Indonesia dalam rangka pemberian bantuan teknis dan juga dalam rangka penyediaan informasi yang berguna dalam rangka pengembangan UMKM. SIPUK terdiri dari: 1. Sistem Informasi Baseline Economic Survey (SIB), 2. Sistem Informasi Agroindustri Berorientasi Ekspor (SIABE), 3. Sistem Informasi Pola Pembiayaan/lending model Usaha Kecil (SILMUK), 4. Sistem Penunjang Keputusan Untuk Investasi (SPKUI); dan 5. Sistem Informasi Prosedur Memperoleh Kredit (SIPMK). Beberapa informasi pasar produksi atau pasar komoditas yang diperlukan misalnya 1. jenis barang atau produk apa yang dibutuhkan oleh konsumen di daerah tertentu, 2. bagaimana daya beli masyarakat terhadap produk tersebut, 3. berapa harga pasar yang berlaku, 4. selera konsumen pada pasar lokal, regional, maupun internasional. Beberapa informasi pasar faktor produksi yang diperlukan terutama untuk mengetahui : 1. sumber bahan baku yang dibutuhkan, 2. harga bahan baku yang ingin dibeli, 3. di mana dan bagaimana memperoleh modal usaha, 4. di mana mendapatkan tenaga kerja yang professional, 5. tingkat upah atau gaji yang layak untuk pekerja, 6. di mana dapat memperoleh alat-alat atau mesin yang diperlukan.17 Beberapa kegiatan pokok dari program pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM meliputi: 1. Penyediaan fasilitasi untuk mengurangi hambatan akses UMKM terhadap sumber daya produktif, termasuk sumber daya alam; 2. Peningkatan peran serta dunia usaha/masyarakat sebagai penyedia jasa layanan teknologi, manajemen, pemasaran, informasi dan konsultan usaha melalui penyediaan sistem insentif, kemudahan usaha serta peningkatan kapasitas pelayanannya; 3. Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan koperasi simpan pinjam/usaha simpan pinjam (KSP/USP) antara lain melalui pemberian kepastian status badan hukum, kemudahan dalam perijinan, insentif untuk pembentukan sistem jaringan antar LKM dan antara LKM dan Bank, serta dukungan terhadap peningkatan kualitas dan akreditasi KSP/USP/LKM sekunder; 4. Perluasan sumber pembiayaan bagi koperasi dan UMKM, khususnya skim kredit investasi bagi koperasi dan UMKM, dan peningkatan peran lembaga keuangan bukan bank, seperti perusahaan modal ventura, serta peran lembaga penjaminan kredit koperasi dan UMKM nasional dan daerah, disertai dengan pengembangan jaringan informasinya; 5. Peningkatan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan dana pengembangan UMKM yang bersumber dari berbagai instansi pemerintah pusat, daerah dan BUMN; 6. Dukungan terhadap upaya mengatasi masalah kesenjangan kredit (kesenjangan skala, formalisasi, dan informasi) dalam pendanaan UMKM; 7. Pengembangan sistem insentif, akreditasi, sertifikasi dan perkuatan lembaga-lembaga pelatihan serta jaringan kerjasama antarlembaga pelatihan; 8. Pengembangan dan revitalisasi unit pelatihan dan penelitian dan pengembangan (litbang) teknis dan informasi milik berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah untuk berperan 17
16
Effendi Ishak, Artikel : Peranan Informasi Bagi Kemajuan UKM. Yogyakarta : Kedaulatan Rakyat, 2005; dalam Sudaryanto, Ragimun, dan Wijayanti, Strategi Pemberdayaan UMKM Menghadapi Pasar Bebas ASEAN.
PENDEKATAN DAN PERSPEKTIF DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN UMKM DI INDONESIA
sebagai lembaga pengembangan usaha bagi UMKM; 9. Dukungan terhadap upaya penguatan jaringan pasar produk UMKM dan anggota koperasi, termasuk pasar ekspor, melalui pengembangan lembaga pemasaran, jaringan usaha termasuk kemitraan usaha, dan pengembangan sistem transaksi usaha yang bersifat on-line, terutama bagi komoditas unggulan berdaya saing tinggi. 10. Pemberian bantuan dana bahi pengusaha UMKM yang kurang modal oleh Bank Indonesia di sektor perbankan dengan meluncurkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Pendekatan Pembinaan Pembinaan UMKM sering tumpang-tindih, terkotak-kotak, tidak terkoordinir, dilakukan sendirisendiri, atau sector-oriented. Akibatnya, upaya tujuan dan arah pembinaan sering tidak efektif; tidak adanya indikator keberhasilan yang seragam; adanya "persaingan" antar organisasi pembina. Bagi pengusaha kecil pun, mereka merasa sering dijadikan "obyek" binaan tanpa ada tindak lanjut atau solusi terhadap masalah mereka secara langsung. Beberapa pola pembinaan UMKM meliputi: 1. pelatihan pengusaha kecil, 2. pelatihan calon konsultan pengusaha kecil, 3. bimbingan usaha, 4. konsultasi bisnis, 5. monitoring usaha, 6. temu usaha, 7. lokakarya/seminar usaha kecil, dan 8. lainnya. Setiap instansi pembina memiliki persepsi tersendiri mengenai UMKM, baik dalam hal definisi kerja, definisi praktis, kriteria, target, dan sasaran kerja. Orientasinya lebih sering top-down (supply driven), dan tidak pernah mencoba mencari tahu secara lebih detil dalam hal keilmiahan dan kepraktisan serta manfaat langsung dari pembinaan. Beberapa manfaat utama yang diharapkan dari pembinaan adalah sesuai kebutuhan praktis dalam hal masalah teknik produksi dan pengalaman, tersedianya fasilitas teknis, peralatan lab dan litbang (eksperimen) yang memadai, bukan sekedar solusi teoritis. Kenyataan yang sering terjadi adalah tenaga pembina justru tidak update terhadap teknologi, mesin, dan suku cadang. Berbagai lembaga riset yang ada, seperti LIPI, BPPT, balitbang dari berbagai departemen teknis, dan lainnya, lebih fokus pada upaya sertifikasi produk, dan pemenuhan permintaan pelatihan dan pengujian untuk perusahaan-perusahaan manufaktur. Pelatihan manajemen dan pemasaran tidak menarik perhatian UMKM.18
Pendekatan Kemitraan Beberapa landasan hukum pendekatan kemitraan dalam pemberdayaan UMKM: 1. UU No.19/2003 tentang Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN), Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) 2. Keputusan Presiden Republik Indonesia. No.127/2001 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah dan Kemitraan 18
Tulus Tambunan, Masalah Pengembangan UMKM di Indonesia: Sebuah Upaya Mencari Jalan Alternatif, Pusat Studi Industri dan UKM, Universitas Trisakti & Kadin Indonesia, Bahan diskusi Forum Keadilan Ekonomi (FKE) Institute for Global Justice, Jakarta, 28 September 2008. 17
SANDO SASAKO
3. PP No.44/1997 tentang Kemitraan. 4. Peraturan Menteri BUMN No.PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Kemitraan UMKM bisa dalam berbagai bentuk. Pola kemitraan bisa dibedakan menurut keterkaitannya, langsung dan tidak langsung. Pola keterkaitan tidak langsung merupakan pola pembinaan murni. Dalam pola ini tidak ada hubungan bisnis langsung antara "Pak Bina" dengan mitra usaha. Beberapa pihak yang bisa menjelma menjadi Pak Bina mencakup perguruan tinggi atau institusi bentukan lembaga donor. Pola keterkaitan langsung meliputi:19 1. Pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat), di mana Bapak Angkat (baca: usaha besar) sebagai inti sedang petani kecil sebagai plasma. 2. Pola dagang, di mana bapak angkat bertindak sebagai pemasar produk yang dihasilkan oleh mitra usahanya. 3. Pola vendor, di mana produk yang dihasilkan oleh anak angkat tidak memiliki hubungan kaitan ke depan maupun ke belakang dengan produk yang dihasilkan oleh bapak angkatnya. Sebagai contoh, PT Kratakau Steel yang core business-nya menghasilkan baja mempunyai anak angkat perusahaan kecil penghasil emping melinjo. 4. Pola subkontrak, di mana produk yang dihasilkan oleh anak angkat merupakan bagian dari proses produksi usaha yang dilakukan oleh bapak angkat, selain itu terdapat interaksi antara anak dan bapak angkat dalam bentuk keterkaikan teknis, keuangan, dan atau informasi. Beberapa manfaat penerapan pola sub-kontrak: 1. telah terjadi peningkatan efisiensi dan produktivitas pengusaha kecil mitra binaan (PT Astra); 2. peningkatan kualitas output dan ketepatan pengiriman barang; 3. industri kecil (penghasil komponen kendaraan bermotor) binaan (Astra) bertransformasi dari industri padat karya menjadi industri padat modal.20 4. dapat menekan ongkos, adanya technical linkages, dan berbagi resiko.21 Dasar utama bagi keberhasilan dan terjalinnya kemitraan adalah sinergitas, saling membutuhkan, saling menguntungkan, serta berpegang teguh pada prinsip partner in progress, bukan atas dasar demi keberhasilan berbagai program dan kebijakan lembaga tertentu (instansi pemerintah atau lainnya), charity, atau belas kasih.22 Salah satu tujuan kemitraan adalah dalam rangka mempertahankan keberadaan (survival) masingmasing pihak. Beberapa bentuk kemitraan dan kerjasama usaha bisa terkait produksi, teknologi, pemasaran, pelatihan (keahlian dan manajemen), pembiayaan, ketersediaan informasi. Tidak adanya hubungan langsung dalam proses bisnis (day-to-day) membuat kemitraan banyak yang bersifat formal dan legal belaka. Tidak ada simbiosis membuat kedua belah pihak saling lepas tangan. UMKM merasa mereka mendapat dana hibah dan bantuan sinterklas; korporasi merasa mereka hanya sekedar dan terpaksa memenuhi target misi sosial dalam rangka CSR semata.
19 20
21 22
18
Mudrajad Kuncoro, Usaha Kecil di Indonesia: Profil, Masalah, dan Strategi Pemberdayaan. Ratna Diah Ismoyowati, Analisis Dampak Pola Kemitraan Subkontrak Terhadap Efisiensi dan Produktivitas Usaha Kecil Binaan Kelompok Perusahaan PT Astra, skripsi S1, Fakultas Ekonomi, UGM, Yogyakarta, 1996, tidak dipublikasikan. Farid Harianto, "Study on Subcontracting in Indonesian Domestic Firms", dalam Mari Pangestu (ed.), Small-Scale Business Development and Competition Policy, CSIS, Jakarta, 1996. Tulus Tambunan, Masalah Pengembangan UMKM di Indonesia.
PENDEKATAN DAN PERSPEKTIF DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN UMKM DI INDONESIA
Kemitraan dengan Lembaga Pendamping Sifat kemitraan bisa B2B atau melalui jasa pihak ketiga seperti berperan dalam jaringan atau pendampingan atau asistensi. BDS Provider, PKPK merupakan contoh lembaga pendamping bagi pemberdayaan UMKM. PKPK (Pusat Konsultasi Pengusaha Kecil) merupakan contoh pihak ketiga yang berperan sebagai wadah pengembangan pengusaha kecil untuk menjadi tangguh dan/atau menjadi pengusaha menengah melalui kerjasama dengan perguruan tinggi dan koordinasi antar instansi. PKPK merupakan wadah bentukan Departemen Koperasi dan PPK. Saat ini sudah ada 16 PKPK operasional di 13 propinsi. PKPK direncanakan mencakup 21 perguruan tinggi di 18 propinsi. Kemitraan dengan BUMN melalui PKBL Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dari BUMN bertujuan memberdayakan UMKM melalui pengalokasian laba sebesar 2,5 persen. Kemitraan dengan Swasta melalui Mekanisme CSR Beberapa bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilaksanakan oleh banyak perusahaan swasta, antara lain: 1. mekanisme bapak angkat, 2. inti-plasma, 3. pembinaan manajemen, 4. kegiatan untuk pemasaran produk UMKM.
Pendekatan Clustering ala OVOP Beberapa landasan operasional OVOP: 1. Instruksi Presiden No.6/2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Rill dan Pemberdayaan UMKM. 2. Peraturan Menperin No.78/M-Ind/Per/9/2007 tentang Peningkatan Efektivitas Pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM) melalui pendekatan OVOP (One Village One Product)
Pendekatan Pembiayaan ala KUR Beberapa landasan operasional KUR (Kredit Usaha Rakyat): 1. Inpres No.6/2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM (8 Juni 2007) 2. Nota Kesepahaman Bersama antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan (9 Oktober 2007) Landasan program penjaminan KUR: 1. Keputusan Menko Ekuin No.Kep-05/M.ekon/01/2008 tanggal 31 Januari 2008 tentang Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada UKM dan Koperasi. 2. Peraturan Presiden No.2/2008 tentang Lembaga Penjaminan. 3. Nota kesepahaman antara Lembaga Penjamin Kredit dengan masing-masing Bank 19
SANDO SASAKO
Pelaksana. Beberapa tujuan dijalankannya program KUR adalah sebagai berikut:23 1. untuk mempercepat pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM; 2. untuk meningkatkan akses pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi; 3. untuk penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja. Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah sejenis kredit tanpa agunan (KTA) dengan bunga kredit yang relatif tinggi, yakni sekitar 24%. Walau demikian, KUR tetap banyak diminati karena didesain untuk memfasilitasi masyarakat yang memiliki usaha tetapi terkendala dana. Skema yang disiapkan juga cukup ringan. Misalnya, pinjaman dibawah Rp 20 juta tidak perlu ada jaminan. Skema lain, misalnya dengan penyertaan agunan, diberikan bunga rendah seperti lima persen per tahun.
Tentang KUR Enam bank pelaksana KUR, yakni Bank BRI, Bank BNI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, Bank BTN, dan Bank Syariah Mandiri. Dua perusahaan penjamin, yakni PT Asuransi Kredit Indonesia dan Perum Sarana Pengembangan Usaha (SPU). Enam kementerian terkait erat dengan pelaksanaan KUR, yakni Keuangan, Pertanian, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan, Perindustrian, dan KUKM. Lima fungsi yang diharapkan dijalankan 6 kementerian tersebut adalah sebagai berikut:24 1. Membantu dan mendukung pelaksanaan pemberian kredit/pembiayaan berikut penjaminan kredit/pembiayaannya kepada UMKM dan Koperasi. 2. Mempersiapkan UMKM dan Koperasi yang melakukan usaha produktif yang bersifat individu, kelompok, kemitraan dan/atau cluster untuk dapat dibiayai dengan kredit/pembiayaan. 3. Menetapkan kebijakan dan prioritas bidang usaha yang akan menerima penjaminan kredit/pembiayaan. 4. Melakukan pembinaan dan pendampingn selama masa kredit/pembiayaan. 5. Memfasilitasi hubungan antara UMKM dan Koperasi dengan pihak lainnya seperti perusahaan inti/off taker yang memberikan kontribusi dan dukungan kelancaran usaha. Beberapa ketentuan pokok dalam skema KUR adalah sebagai berikut : 1. Nilai kredit maksimal Rp 500 juta per debitur; 2. Bunga minimal 16 % pertahun (efektif) 3. Pembagian risiko penjaminan : perusahaan penjaminan 70 % dan Bank Pelaksana 30 %. 4. Penilaian kelayakan terhadap usaha debitur sepenuhnya menjadi kewenangan Bank Pelaksana. 5. UMKM dan Koperasi tidak dikenakan Imbal jasa penjaminan. Prosedur permohonan KUR adalah sebagai berikut : 1. UMKM dan Koperasi yang membutuhkan kredit dapat menghubungi kantor cabang /kantor cabang pembantu Bank Pelaksana terdekat. 2. Memenuhi persyaratan dokumen sesuai dengan yang ditetapkan Bank Pelaksana. 3. Mengajukan surat permohonan Kredit/pembiayaan 4. Bank pelaksana akan menilai kelayakan 5. Bank pelaksana berwenang memberikan persetujuan atau menolak permohonan kredit. Beberapa jenis risiko dalam penyaluran KUR: 1. Risiko Perorangan; mencakup masalah fisik pengusaha mikro seperti kematian, kecelakaan 23 24
20
Tiolina Evi N.P, UMKM Batik Penunjang Perekonomian Keluarga. Tiolina Evi N.P, UMKM Batik Penunjang Perekonomian Keluarga.
PENDEKATAN DAN PERSPEKTIF DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN UMKM DI INDONESIA
2. 3. 4. 5. 6.
atau kelelahan yang akan sangat memperngaruhi jalannya kegiatan usaha UMKM. Risiko Harta Benda; mencakup risiko kehilangan harta benda atau aset usaha yang bisa disebabkan oleh pencurian, kebakaran, dan musubah yang mengancam keberlanjutan usaha. Risiko Operasional; mencakup kekurangan usaha mikro dalam memenuhi standar operasional layaknya jenis usaha lainnya. Risiko legal; mencakup ketidakpastian hukum yang diberlakukan terhadap usaha mikro seperti legalitas tempat usaha dan perlindungan hukum terhadap usaha dan perlindungan manakala menghadapi kebijakan atau perlakuan yang bisa merugikan pengusaha mikro. Risiko pasar; mencakup risiko kehilangan pelanggan seketika ada perubahan-perubahan yang terjadi di pasar atau gangguan-gangguan operasional yang menghambat distribusi produk ke pasar. Risiko Keuangan; mencakup masalah permodalan dan manajemen pengelolaan dana di mana usaha mikrodiasumsikan belum cukup profesional dalam mengelola keuangan.
Beberapa ketentuan dalam pelaksanaan KUR: 1. Imbal jasa penjaminan/premi sebesar 1,5 % per tahun yang dibayarkan kepada Lembaga Penjamin dan dananya diambil dari APBN. 2. Lembaga Penjamin tidak sepenuhnya menanggung 100% risiko, melainkan dibagi dengan Bank Pelaksana dengan besaran 70% ditanggung oleh Lembaga Penjaminan dan sisanya 30% dijamin oleh Bank Pelaksana. 3. Setiap dana KUR mikro yang disalurkan, maka penjaminan dilaksanakan secara otomatis oleh LPK. Tidak ada ketentuan perbedaan plafon kredit antara LKM dengan nasabah individual (pelaku usaha mikro), sehingga plafon tersebut berlaku baik disalurkan secar tidak langsung melalui LKM maupun secara langsung kepada pelaku usaha. 4. Penyaluran KUR kepada usaha mikro yang mendapat jaminan dari LPK adalah usaha mikro yang kayak (feasible), namun belum memenuhi persyaratan pembiayaan oleh bank (bankable), sehingga penyalurannya dilaksanakan oleh bank pelaksana dan penilaian kelayakan usaha dan putusan pemberian kredit ditentukan oleh Bank. 5. Pengaturan pengajuan klaim, pengaturan pembayaran klaim, dan jangka waktu penjaminan paling kurang sama dengan jangka waktu kredit, dengan jaminan bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable).
21
SANDO SASAKO
UMKM DIDEFINISIKAN Pentingnya Definisi Dua tujuan utama pemberian definisi yang jelas tentang UMKM adalah untuk keperluan administratif dan pengaturan; serta tujuan terkait dengan pembinaan (GTZ, 2002). Tujuan pertama berkaitan dengan ketentuan yang mengharuskan suatu perusahaan memenuhi kewajibannya, seperti membayar pajak, melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, serta mematuhi ketentuan ketenagakerjaan seperti keamanan dan hak pekerja lainnya. Sementara tujuan kedua lebih pada pembuatan kebijakan yang terarah seperti upaya pembinaan, peningkatan kemampuan teknis, serta kebijakan pembiayaan untuk UKM.25
Definisi Praktis dari UMKM Berbagai definisi dan kriteria UMKM biasanya didasarkan pada aspek-aspek sebagai berikut: 1. Jumlah tenaga kerja, 2. Pendapatan dan/atau penjualan, 3. Jumlah aset. Tabel – Definisi UMKM menurut beberapa lembaga Lembaga Usaha Mikro Usaha Kecil Keppres No.16/1994 kekayaan bersih maksimal Rp. 400 juta.
Usaha Menengah
Usaha Besar
aset Rp 500 - 10.000 juta; omset Rp 2.500 - ≤ 50.000 juta pekerja 20 - 99 orang
aset > Rp 10 milyar; omset > Rp 50 milyar
UU No.9/1995 Inpres No.10/1999
aset ≤ Rp 200 juta, omset ≤ Rp 1 milyar aset bersih Rp 200 juta - Rp 10 milyar
UU No.20/2008
aset ≤ Rp 50 juta; omset ≤ Rp 300 juta
Badan Pusat Statistik
pekerja < 5 orang termasuk keluarga
Menteri Negara Koperasi dan UKM Kementerian Perindustrian dan Perdagangan
aset < Rp 200 juta, omset < Rp 1 milyar aset < Rp 600 juta, modal kerja < Rp 25 juta
Kementerian Keuangan Badan Pengawas Pasar Modal & Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)
omset < Rp 600 juta; aset < Rp 600 juta berbadan hukum, aset ≤ Rp 100 miliar, Peraturan Ketua Bapepam KEP-11/PM/1997 tentang Perubahan Peraturan IX.C.7/1996
Kementerian Kesehatan Bank Indonesia
memiliki standar mutu seperti Sertifikat Penyuluhan (SP), Merk Dalam Negeri (MD), Merk Luar Negeri (ML) kekeluargaan, sumber daya aset < Rp 200 juta, atau Untuk kegiatan industri, lokal, teknologi sederhana, omset Rp 1 milyar aset < Rp 5 milyar; untuk mudah keluar masuk inlainnya (termasuk jasa), dustri Aset <Rp 600 juta; omset < Rp 3 milyar.
Bank Dunia
pekerja <10, aset <$100.000, omset <$100.000 Pekerja <10; aset <$100.000; omset <$ 100.000
IFC
aset Rp 50 - ≤ 500 juta; omset Rp 300 - ≤ 2.500 juta pekerja 5 - 9 orang
aset > Rp 200 juta atau omset > Rp 1,10 milyar
pekerja <50, aset <$3 juta, omset <$3 juta
pekerja <300, aset <$15 juta, omset < $15 juta
Pekerja 11-50; aset $100.000 – 3 juta; omset $100.000 – 3 juta
Pekerja 51-300; aset $3–15 juta; omset $3–15 juta
Komisi Eropa
Pekerja < 10; omset ≤ $ 2 Pekerja < 50; omset ≤ $ 10 Pekerja < 250; omset ≤ $ juta; aset ≤ $ 2 juta juta; aset ≤ $ 13 juta 50 juta; aset ≤ $ 50 juta Sumber: Krisnamurti (Yustika, 2005). Lihat juga P. Eko Prasetyo, Peran UMKM dalam Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan dan Pengangguran, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, AKMENIKA UPY, Volume 2, 2008. Catatan: Nilai aset adalah di luar tanah dan bangunan; dan nilai omset adalah per tahun
25
22
Bank Indonesia, Kajian Akademik Pemeringkat Kredit bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Indonesia.
PENDEKATAN DAN PERSPEKTIF DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN UMKM DI INDONESIA
Karakteristik UMKM Menurut Setyari, beberapa karakteristik yang paling melekat pada sebagian besar UMKM antara lain:26 1. rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) yang bekerja pada sektor UMKM, 2. rendahnya produktifitas tenaga kerja yang berimbas pada rendahnya gaji dan upah, 3. kualitas barang yang dihasilkan relatif rendah, 4. mempekerjakan tenaga kerja wanita lebih besar daripada pria, 5. lemahnya struktur permodalan dan kurangnya akses untuk menguatkan struktur modal tersebut, 6. kurangnya inovasi dan adopsi teknologi-teknologi baru, serta 7. kurangnya akses pemasaran ke pasar yang potensial. Table â&#x20AC;&#x201C; Beberapa karakteristik utama dari UMI, UK, dan UM di Indonesia No Aspek UMI UK UM 1 Formalitas beroperasi di sektor informal; beberapa beroperasi di sektor formal; semua di sektor formal; terdaftar dan bayar usaha tidak terdaftar; tidak/jarang beberapa tidak terdaftar; sedikit yang pajak bayar pajak bayar pajak 2 Organisasi & dijalankan oleh pemilik; tidak dijalankan oleh pemilik; tidak ada ILD, banyak yang mengerjakan manajer profesional manajemen menerapkan pembagian tenaga MOF, ACS dan menerapkan ILD, MOF, ACS kerja internal (ILD), manajemen & struktur organisasi formal (MOF), sistem pembukuan formal (ACS) 3 Sifat dari kesempatan kebanyakan menggunakan beberapa memakai tenaga kerja (TK) -semua memakai TK digaji kerja anggota-anggota keluarga tidak yang digaji -semua memiliki sistem perekrutan formal dibayar 4 Pola/sifat dari proses derajat mekanisasi sangat beberapa memakai mesin-mesin terbaru banyak yang punya derajat mekanisasi yang produksi rendah/umumnya manual; tingkat tinggi/punya akses terhadap teknologi tinggi teknologi sangat rendah 5 Orientasi pasar umumnya menjual ke pasar lokal banyak yang menjual ke pasar domestik semua menjual ke pasar domestik dan banyak untuk kelompok berpendapatan dan ekspor, dan melayani kelas menengah yang ekspor, dan melayani kelas menengah ke rendah ke atas atas 6 Profil ekonomi & pendidikan rendah & dari rumah banyak berpendidikan baik & dari RT sebagian besar berpendidikan baik dan dari RT sosial dari pemilik tangga (RT) miskin; motivasi non-miskin; banyak yang bermotivasi makmur; motivasi utama: profit usaha utama: survival bisnis/mencari profit 7 Sumber-sumber dari kebanyakan pakai bahan baku beberapa memakai bahan baku impor dan banyak yang memakai bahan baku impor dan bahan baku dan lokal dan uang sendiri punya akses ke kredit formal punya akses ke kredit formal modal 8 Hubungan-hubungan kebanyakan tidak punya akses ke banyak yang punya akses ke programsebagian besar punya akses ke programeksternal program-program pemerintah dan program pemerintah dan punya program pemerintah dan banyak yang punya tidak punya hubungan-hubungan hubungan-hubungan bisnis dengan UB hubungan-hubungan bisnis dengan UB bisnis dengan UB (termasuk penanaman modal asing/PMA). (termasuk PMA). 9 Wanita pengusaha rasio dari wanita terhadap pria rasio dari wanita terhadap pria sebagai rasio dari wanita terhadap pria sebagai sebagai pengusaha sangat tinggi pengusaha cukup tinggi pengusaha sangat rendah Sumber: Tulus T.H. Tambunan, Peluang, Tantangan dan Ancaman bagi UMKM Indonesia dalam Era CAFTA dan ME-ASEAN 2015, Center for Industry, SME and Business Competition Studies, USAKTI, Prosiding Seminar & Konferensi Nasional Manajemen Bisnis, 26 Mei 2012.
Menurut Sucherly, beberapa karakteristik UMKM adalah sebagai berikut:27 1. skala usaha kecil baik dilihat dari modal, tenaga kerja, dan pasar, umumnya terdapat di perdesaan, kota kecil atau pinggiran kota besar dengan status kepemilikan pribadi, 2. status usaha milik pribadi dan keluarga, 3. sumber TK berasal dari lingkungan social budaya (etnis atau geografis), 4. pola kerja sering paro waktu atau berupa usaha sampingan, 5. pengelolaan usaha yg sederhana dan terbatas dalam mengadopsi teknologi, 6. sangat tergantung pada sumber modal sendiri, 7. sering tidak memiliki izin usaha dan persyaratan usaha tidak dipenuhi, 8. strategi perusahaan sering tergantung pada lingkungan, 9. manajemen usaha tidak dikelola dengan baik (keuangan, organisasi dll), dan 26 27
Setyari (2005) dalam Haryadi, Profil dan Permasalahan UMKM di Provinsi Jambi, Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Jambi, 2010. Sucherly, Peranan Manajemen Pemasaran Stratejik dalam Menciptakan Keunggulan Posisional serta Implikasinya terhadap Kinerja Organisasi Bisnis dan Non Bisnis (Pendekatan 5-A). Orasi Ilmiah. Universitas Padjajaran, Bandung, 2003; dalam Haryadi, Profil dan Permasalahan UMKM di Provinsi Jambi. 23
SANDO SASAKO
10. kebanyakan uaha kecil merupakan usaha untuk mempertahankan hidup. Karekteristik yang terakhir juga cukup menonjol.
24