Kata Kita : Mengeja Satu Tambah Satu

Page 1

Mengeja Satu Tambah Satu Dalam Rangka Hari Pendidikan Nasional

Surat Undangan Terbuka Kpd. Seluruh Warga Negara Indonesia yang ramai membicarakan negerinya dalam diam

2015


>> INDONESIAN YOUTH MOTION

Mengeja Satu Tambah Satu

Karya yang dibukukan merupakan tulisan yang dikirimkan melalui email selama periode Kata Kata (Mei 2015). Indonesian Youth Motion tidak mengubah, menambah dan atau mengurangi tulisan yang dikirimkan.

2015


Tujuh dari sepuluh tautan di halaman pertama mesin google dalam upayanya mencari “pendidikan di Indonesia� hasilnya (diam), sisanya : satu tentang kilas balik pendidikan, satu lagi dari worldbank yang ternyata di poin terakhir juga menyebutkan hal yang sama, status pendidikan indonesia : (diam). Sebelumnya, kami akan memperkenalkan diri. Kami : Indonesian Youth Motion. Tak lebih dari sekumpulan pemuda yang konon katanya peduli pendidikan kreativitas anak anak. Berangkat dengan nama Indonesian Youth Motion beberapa kegiatan sudah dilakukan dan 2015 menjadi tahun keempat kami berjalan (lamanya memang tak sehingar bingar namanya). Mengeja satu tambah satu merupakan proyek pertama #Katakita dalam menyambut hari pendidikan Indonesia. Kami tidak akan membahas apa saja yang menjadi 10 hasil pertama pencarian mesin google diatas. 847.000 tautan lainnya jauh lebih menggugah selera. Mungkin salah satu diantaranya pandangan dari belahan lain dunia atau dari bapak menteri pendidikan kita. Pidato menteri pendidikan di hari pendidikan nasional, ah... terdengar sempurna. Pesan dari anak muda berprestasi di hari pendidikan juga masih sama wajarnya. Terlalu sering kita mendengar pembicara yang selaras dengan acara, seakan akan momentumnya akan terasa kalau satu jalan satu suara. Tapi kami sadar semua orang, siapapun dari kalangan manapun mempunyai haknya untuk bersuara. Mengeja satu tambah satu bermaksud untuk mengajak siapapun untuk berpendapat, termasuk rakyat ‘biasa’ yang ragu ragu, pemikir kritis yang pemalu, penikmat berita dengan secangkir kopi yang setiap pagi hanya mengomeli tv melulu. Mereka yang setidaknya punya sekelebatan pertanyaan tak butuh jawaban, solusi dari permasalahan, unek unek, maupun pengalaman senang sedih sedu sedan dengan tema besar "pendidikan� Kami pun tidak berharap kisah yang dramatis, kata kata manis nan epik ala golden ways, ditulis mau sepanjang surat ini atau hanya beberapa baris. Tak perlu sangat lantang memekakkan, tak harus kritis, juga tak harus memecahkan permasalahan. Setidaknya jangan menyebar kebencian dan membuat kita mulai belajar mencintai Indonesia, pelan pelan.

KATA KITA 1.0 MENGEJA SATU TAMBAH SATU


>> INDONESIAN YOUTH MOTION

Konten

“Ayo pemuda waktunya kita bangkit dalam tidur pulasmu.”

“Wahai para petinggi negara, banyak hal hitam dibalik aturan yag kalian tetapkan.”

“Kenapa pendidikan di Indonesia lebih mengutamakan hasil dan angka.”

“Saya sempat berfikir kenapa saya dilahirkan di Indonesia dengan ramainya persoalan.”

“Semenjak sekolah gratis makin banyak guru yang males ngajar.”

“Merasa dipermainkan oleh pendidikan yang tidak jelas arahnya.”

“Kalau sekolah, kau diledekin temen temenku soalnya sekolahku gak bayar sedang mereka bayar. Aku lebih seneng main sama temenku yang di jalan.”

“Bukan sekedar tahu cara membuat surat lamaran kerja pada pelajaran bahasa Indonesia, tetapi cara saya berpikir.”

“Orientasi Pendidikan nasional lebih berat untuk memenuhi kebutuhan pasar.”

“Sudah ada ketika zaman kerajaan, buktinya dari hukum adat yang mengucilkan para penyandang cacat karena dianggap membawa kesialan.”

“Ingat diluar banyak yang ingin melanjutkan pendidikan tapi dihalangi, jadi semasih ada jalan untuk ;lanjut, ya ... lanjutkan saja! Oke!”

2015


“Bahkan asal bayar SPP lancar, aman sudah.”

“Berapa kira-kira jumlah kasus penolakan murid berkaitan dengan isu diskriminasi karena status HIV?”

“Karena aku tidak punya uang, apakah aku bisa sekolah?”

“Buatku pendidikan berjalan seumur hidup.”

“Menurut saya, yang dibutuhkan saat ini adalah pengembangan serta pendidikan yang lebih mendalam di sektor pendidikan informal.”

“Pendidikan di Indonesia hanyalah lebih maju dari Timor Leste dalam lingkup ASEAN.”

“Untuk adik adikku yang kaki kaki kecilnya berjalan berkilo kilo meter hanya untuk dapat mengeja “Ini bapak budi”. Kalian adalah pahlawan kecil Indonesia.”

“Waktu saya lebih baik dihabiskan sengan mencari uang daripada belajar.”

“Ketika semua berlombalomba masuk jurusan pendidikan untuk mengejar status dan gaji tinggi.”

KATA KITA 1.0 MENGEJA SATU TAMBAH SATU


>> INDONESIAN YOUTH MOTION

anonymous

“Ayo pemuda waktunya kita bangkit dalam tidur pulasmu.�

Pendidikan bagiku sebuah gerbang dan jalan tuk menemukan jalan keluar. Indonesia yah 60 tahun merdeka dengan semangat membara bergelora menjadikan tekad kuat tuk memiliki pendidikan yang layak. Kita generasi emas di tahun emas siapa lagi yang memegang dan menjaga negeri ini ? Modernisasi dan kemajuan teknologi menjadikan kita mudah tuk memilikinya. Peran tervital dengan kemajuan pendidikan. Menjadikan generasi kita sebagai generasi kuat tahan cuaca. Berawal saat sang burung hantu di simbolkan dengan sang pendidik. Dan berawal sang pahlawan pendidik Ki Hajar Dewantara berkumandang ing ngarso sung tulodo ing ngarso mangun karso tutwuri handayani tonggak estafet ini kita teruskan. Kamu dan kami sama kita adalah generasi indonesia. Memiliki itu wajib. Pernah kah kita alami saat ini dengan sistem pendidikan yang masih carut marut dengan kebingungan kurikulum pendidikan yg melanda negeri ini. Dan sudahkah kamu lelah hanya mengomentari dan itukah akan sia sia? Setidaknya nya tidak akan. Kita katanya pemuda ? Apa sih yang tidak mungkin untuk pemuda. Antrian ide yang mengantri di otakmu akan kamu acc ? Ya semua pemuda ingin. Setitik kecil dari sumbanganmu untuk negeri ini adalah aksimu. Simpel lah ketika kmu membacakan dongeng untuk adikmu itu adalah sebuah usaha untuk merubah dunia. Ayo pemuda waktunya kita bangkit dalam tidur pulasmu. Satu bersatu unga berguguran, satu bersatu buah bermunculan. Pemuda inovasi dan kreasi adalah bakti untuk negeri. Selamat hari pendidikan indonesia. Ayo bangun indonesia. Salam seni dan budaya.

2015


18 , Mahasiswa Malang

“Kenapa pendidikan di Indonesia lebih mengutamakan hasil dan angka.�

Banyak orang-orang yang berpendapat bahwa sistem dari pelaksanaan pendidikan di Indonesia selama ini kurang tepat. Saya yang merupakan mahasiswa psikologi di salah satu universitas negri di Indonesia, menurut ilmu yang saya pelajari, memang untuk usia dibawah 7 tahun, usia sebelum sekolah dasar usia dimana seorang anak dalam masa berkembang-berkembangnya dalam hal perkembangan sel-sel di otaknya, tetapi hal tersebut bukan berarti merupakan masa dimana anak-anak tersebut dijejali/dipaksa untuk memahami banyak ilmu, seperti:anak diajari berbagai macam bahasa. Hal tersebut memang bagus, tapi usia tersebut anak masih lah banyak memerlukan bermain dan jangan dipaksa untuk belajar secara formal seperti orang dewasa, mereka bukan miniatur orang dewasa, mereka adalah anak-anak dan anak-anak tetaplah seorang anak-anak yang memiliki dunianya sendiri, harusnya kita lah sebagai orang dewasa yang memahami itu untuk dapat bisa masuk dalam dunia mereka. Bisa mereka diajarkan berbagai hal tersebut dengan cara menyelipkanya disela-sela permainan mereka. Orang tua bisa melakukan hal tersebut sendiri tanpa harus menitipkanya kesebuah tempat penitipan, anak yang mendapatkan perhatian dan kasihsayang yang cukup dari kedua orang tua nya, akan tumbuh menjadi anak memiliki kepercayaan diri dan kemampuan bersosialisasi yang baik dengan lingkunganya. kalaupun dilihat dari cara berfikir anak, diusia mereka, mereka masih dalam tahap berfikir konkrit, mereka tidak bisa dipaksa untuk berfikir secara abstrak. Saya juga masih bingung kenapa pendidikan di Indonesia lebih mengutamakan hasil dan angka dalam menentukan anak tersebut pintar atau tidak, padahal dalam kehidupan nyata yang sebenarnya paling dibutuhkan adalah kemampuan bersosialisasi dan bagaimana kita bisa menempatkan diri dengan benar dengan lingkungan kita berada, kemampuan komunikasi kita dengan orang lain. Informasi yang pernah saya dengar, bahwa penerapan sistem pendidikan yang terbaik adalah di negra finlandia, saya belum tahu detailnya, yang saya pahami hanyalah, bahwa penerapan pendidikan disana tidak terlalu banyak matapelajaran yang diajarkan, dan semua mata pelajaran tersebut mengacu pada tujuan agar anak-anak yang bersekolah tersebut bisa menghadapi kehidupan yang sebenarnya dalam praktiknya bukan hanya teori saja Saya juga risih dengan tradisi ospek yang masih ada dibeberapa universitas, termasuk di universitas tempat saya kuliah. Meskipun saat itu ospeknya sudah tidak terlalu parah seperti tahun-tahun saya sebelumnya. Tapi kenapa sih harus ada hal-hal tersebut, seperti kita diharuskan membawa barang ini dan itu, berpakaian seperti yang mereka (senior) wajibkan. Mereka(senior) mengatakan bahwa semua itu demi kebaikan kita para mahasiswa baru, tapi apakah hanya cara itu yang bisa dipakai? yang saya rasakan saat itu ialah saya harus tunduk dengan apa yang dikatakan oleh senior dan saya merasa rendah dan membuat saya tidak berani untuk mengatakan pendapat saya.

KATA KITA 1.0 MENGEJA SATU TAMBAH SATU


>> INDONESIAN YOUTH MOTION

anonymous

“Wahai para petinggi negara, banyak hal hitam dibalik aturan yang kalian tetapkan.�

Waktu itu, tahun 2013 ujian nasional diselenggarakan dengan menggunakan 20 paket soal. Aku menjadi gelisah, takut, galau, tak karu-karuan, putus asa. Semua perasaan itu bercampur menjadi beban. Rasanya saat itu tiada hari tanpa rasa tertekan. Ikut bimbingan belajar sana-sini. Berlatih soal-soal. Waktu bermain menjadi berkurang. Mungkin ini memang kewajiban siswa tingkat akhir. Tidak bisa di tolak. Aku tak mengerti mengapa pemerintah membuat aturan (konyol) ini. Mereka hanya bisa membuat aturan, aturan dan aturan. Mungkin mereka hanya mencari pencitraan diri. Mungkin mereka merasa menjadi "ada" bila mencetuskan suara-suara mereka. Entah, mereka membuat aturan (konyol) ini dengan difikirkan baik-baik atau tidak. Tapi, apakah mereka pernah ber fikir atau sekedar merasakan bagaimana jadi kelinci percobaan? Aku bisa mengatakan bahwa siswa kelas 3 SMA tahun 2013 adalah kelinci percobaan. Bagaimana tidak, ujian nasional dengan sistem 20 paket di uji cobakan kepada kami, siswa kelas 3 SMA tahun 2013 yang bahkan tahun - tahun sebelumnya tidak merasakan apa yang kita rasakan. Di tahun ini juga pemerintah menetapkan bahwa nilai akhir ujian merupakan gabungan dari nilai ujian nasional dan ujian sekolah. Tahukah kalian wahai para petinggi negara, banyak hal-hal hitam dibalik aturan yang kalian tetapkan. (Mungkin) banyak sekolah yang dengan sengaja menambah nilai muridmuridnya demi mendapatkan nilai di atas nilai minimum. Dan bahkan nilai minumum saat itu di ubah menjadi 85 untuk semua mata pelajaran. Kalian tahu wahai penikmat jabatan pemerintahan, (mungkin) banyak sekolah yang memanipulasi nilai-nilai murid mereka. Tidak hanya satu atau dua sekolah saja. Apa saja dilakukan oleh sekolah untuk menyelamatkan muridnya dari ujian kelulusan yang kalian selenggarakan. Sebenarnya untuk apa kalian menyelenggarakan ujian macam ini? Toh juga hasilnya sama saja. Kecurangan terjadi. Bahkan yang paling membuat hati miris adalah ketika siswa yang berprestasi harus menangis karena membaca tulisan "tidak lulus" pada hasil ujiannya. Sangat tidak adil. Pernahkah kalian berfikir dampak yang akan terjadi dengan adanya ujian macam ini? waktu itu juga diberitakan di dalam televisi ada seorang siswa gantung diri akibat stres memikirkan ujian nasional. Ia gantung diri karena takut tidak lulus. Takut mengecewakan orang tua. Miris sekali kan?. Pernah kalian berfikir dampak yang seperti itu?. Pasti TIDAK. Yang kalian fikirkan hanya aturan, aturan, dan aturan yang wajib ditaati. Kalian bersikap semena-mena. Kalaupun ujian nasional seperti ini hasilnya mengapa tidak dihapuskan saja ujian macam ini? Membuang-buang uang negara. memerlukan kita. Kita sebagai pembawa perubahan. Perubahan menjadi lebih baik.

2015


anonymous

“Wahai para petinggi negara, banyak hal hitam dibalik aturan yang kalian tetapkan.�

Dan saat ini, tahun 2015, ujian nasional diadakan melalui online. Aku tertawa mendengarkan berita di televisi yang mengumumkan ujian nasional online. Buat apa? Katanya sih ujian nasional hanya untuk evaluasi. Dan hasilnya? Tetap sama saja. Kecurangan juga tetap terjadi. Mungkin orang berjas, berdasi, memakai sepatu fantofel itu merasa proses belajar mengajar selama 3 tahun itu kurang. Mungkin mereka senang memberikan tekanan pada para siswa. Aduhai pak, kalian seharusnya merasakan bagaimana dituntut untuk menguasai mata pelajaran lebih dari 10. Dan masih saja di beri beban ujian nasional. Kasian sekali siswa di Indonesia. Mengapa pendidikan di Indonesia tidak mencontoh sistem pendidikan di luar negeri saja? Itu sajakah permasalah pendidikan di tanah air kita? Tentu tidak, itu hanya satu dari sekian banyak masalah pendidikan di Indonesia kita. Masih banyak daerah-daerah pelosok yang tidak tersentuh tangan pendidikan. Bahkan masih banyak anak-anak yang harus bertaruh nyawa hanya untuk berangkat ke sekolah. Dimana kalian wahai (yang katanya) pemimpin negara? Wakil rakyat? Apa yang kalian lakukan sebenarnya di meja-meja rapat kalian? Lihatlah keluar, jangan hanya duduk manis di ruangan ber-AC itu saja. Lihatlah rakyatmu. Sudah? Itu saja masalah pendidikan kita? Oh, tentu tidak. Masih ada lagi yang menurutku ini adalah masalah yang sangat hmmm sangat tidak adil. Entah dimana pikiran mahasiswa yang mengambil beasiswa dengan SURAT KETERANGAN TIDAK MAMPU padahal ia berasal dari keluarga dengan segi ekonomi cukup atau bahkan lebih. Hai kawan, tahukah kalian bahwa kalian mengambil hak yang bukan menjadi hak kalian? Mungkin kalian akan mengatakan "ah, tidak apa, lagian banyak juga yang ngambil, dan banyak juga mahasiswa yang kurang mampu yang gak ngambil" atau bahkan mengeluarkan kata-kata andalan "buat ngeringanin beban orang tua". Bodoh!! Sangat bodoh!! Masih mahasiswa saja kalian sudah berani korupsi. Apalagi ketika kalian terjun di masyarakat kelak. Apa kalian tidak pernah berfikir, mungkin saja ada mahasiswa yang benar-benar tidak mampu, sangat membutuhkan beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya tapi harus tergeser hanya karena ulah kalian yang ikut-ikutan mengajukan beasiswa dengan surat keterangan tidak mampu. Seharusnya kalian malu pada diri kalian. Malu telah menorehkan tinta hitam pada citra pendidikan di negara kalian. Kawan, pendidikan di Indonesia jauh dari kata sempurna tapi kalian malah menambahkan catatan hitam padanya. Inilah wajah pendidikan di Indonesia kawan. Sebenarnya tidak berhenti di situ saja. Masih banyak permasalahan yang seharusnya digunakan sebagai koreksi untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik. Untuk kawankawanku, sebangsa, setanah air, yang ada di pelosok ataupun yang bertempat tinggal di kota besar, mari kita beri warna cerah pada dunia pendidikan kita. Kita adalah penerus. Penerus dari pemimpin negara kita saat ini. Masih maukah kalian masalah-masalah diatas terulang lagi? Tidak malukah kalian? Pendidikan di Indonesia memerlukan kita. Kita sebagai pembawa perubahan. Perubahan menjadi lebih baik.

KATA KITA 1.0 MENGEJA SATU TAMBAH SATU


>> INDONESIAN YOUTH MOTION

“Semenjak sekolah gratis makin banyak guru yang males ngajar.�

anonymous

Aku kelas 2 sma di sma negeri jakarta. Gue fikir guru2 salah ngajarin matematika ke anak muridnya guru kasih tugas 1+1=.....? Menurut gue harusnya tuh ....+....=2 gitu kan banyak men bisa aja 0,5+1,5 kan, kadang gue juga lelah sekolah kebanyakan mikir masuk otak juga engga. Sama satu lagi pendidikan di Indonesia itu kurang bagus semenjak sekolah gratis makin banyak guru yang males ngajar dan berpikiran "gue digaji pemerintah ini" HELOWWWWW dan gue sesalin adalah ketidakadilan presiden, gue sedih kalo liat sekolah pinggir gitu ga keurus ada guru cuma 1 dan ga dibayar. GUE MAU JADI GURU!? guru pinggir indonesia yg dibayar sukarela yg ngeliat anak2 kecil disekitar gue yang berharap mereka kebagian ilmu dari otak gue yang ngeliat anak kecil ga megang gadget, yang main main bareng sambil ketawa lepas. Omg i wanna this situation. Gue sebagai murid SMA yg pake kurikulum 2013 mau nyampein ga gampang, susah jadi murid, cape pake kurikulum baru. Tolong ngertiin kita kalian juga dulu adalah murid kan?

2015


“Bahkan asal bayar SPP lancar, aman sudah.�

anonymous

Pendidikan di negara ini membiasakan manipulasi kepada setiap insan pendidikannya, mulai dari siswa hingga gurunya. Nilai katrolan, Ujian sebagai syarat formalitas, bahkan asal bayar SPP lancar aman sudah. Sekian.

KATA KITA 1.0 MENGEJA SATU TAMBAH SATU


>> INDONESIAN YOUTH MOTION

“Berapa kira-kira jumlah kasus penolakan murid berkaitan dengan isu diskriminasi karena status HIV?�

Natasya Evalyne Sitorus – PPH Atma Jaya Manajer Advokasi Lentera Anak Pelangi

Surat Terbuka Untuk Pak Menteri Pendidikan Salam sejahtera! Selamat Hari Pendidikan Nasional, Pak Anies! Pak Anies yang baik, Tak terasa, tahun 2015 ini bangsa kita memperingati Hari Pendidikan Nasional ke-61. Pak Muhammad Yamin, kala itu sebagai Menteri Pendidikan mengusulkan kepada Presiden Sukarno untuk menjadikan tanggal kelahiran Ki Hajar Dewantara sebagai Hari Pendidikan Nasional. Namun, selama 61 tahun Hari Pendidikan Nasional selalu diperingati, seperti apakah potret pendidikan bangsa kita Pak? Tidak Pak, surat ini tidak akan membahas tentang struktur bangunan sekolah yang sangat tidak layak untuk dipakai dalam proses belajar mengajar sementara kantor kementerian begitu megahnya di Senayan. Tidak Pak, surat ini juga tidak akan membahas perihal penyelewengan dana bantuan ser ta anggaran yang sudah dialokasikan untuk pendidikan. Tidak Pak, surat ini juga tidak akan bicara tentang jatah kursi yang dijual di sekolah negeri atau bocornya soal Ujian Nasional. Pak Anies yang baik, Surat ini ingin bicara tentang hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, yang memang menjadi haknya sebagai warga negara Indonesia. Tahukah Bapak ada berapa kira-kira jumlah kasus penolakan murid berkaitan dengan isu diskriminasi karena status HIV? Dalam rentang waktu enam tahun sejak 2009 lalu, setidaknya ada enam kasus penolakan murid di sekolah dasar yang didampingi oleh Lentera Anak Pelangi. Enam kasus tersebut terjadi di DKI Jakarta, empat di antaranya terjadi di sekolah swasta dan dua di sekolah negeri. Di luar Jakarta, setidaknya ada empat kasus diskriminasi yang terjadi dalam tiga tahun terakhir. Pak Anies yang budiman, Anak dengan HIV bukanlah anak berkebutuhan khusus. Anak dengan HIV bisa ber tumbuh dan berkembang selayaknya anak-anak yang lain dengan adanya perawatan serta dukungan yang baik. Maka ketika sekolah pada akhirnya meminta murid yang berstatus HIV untuk pindah ke sekolah lain dengan alasan tidak tahu bagaimana harus memenuhi kebutuhan khusus anak tersebut, ada sesuatu yang salah di sana. Sesungguhnya anak dengan HIV tidak mudah untuk menularkan HIV kepada anak lain atau orang dewasa. Kontak sosial normal yang terjadi dalam aktivitas di sekolah tidak akan memungkinkan salah satu cairan tubuh anak yang mengandung virus HIV keluar dari tubuhnya dan masuk ke tubuh anak atau orang lain.

2015


Natasya Evalyne Sitorus – PPH Atma Jaya Manajer Advokasi Lentera Anak Pelangi

“Berapa kira-kira jumlah kasus penolakan murid berkaitan dengan isu diskriminasi karena status HIV?�

Pak Anies yang baik, Anak tidak bisa memilih dari siapa ia dilahirkan. Seandainya bisa, mungkin mereka akan memilih dilahirkan dari orangtua yang serba berkecukupan. Mereka akan memilih dilahirkan dari orangtua yang sehat dan tidak menularkan apapun kepada mereka selain kebahagian dan segala kecukupannya. Bukan salah dan dosa anak ketika ia terlahir dengan HIV. Tetapi mengapa anak yang harus menanggung rasa sedih akibat dikucilkan oleh teman-temannya di sekolah? Mengapa anak yang harus terluka akibat penolakan oleh orangtua murid yang lain? Mengapa anak yang harus dirugikan ketika sekolah gagal meyakinkan orangtua serta guru bahwa anak dengan HIV juga punya hak bersekolah? Pak Anies yang bijaksana, Hari Pendidikan Nasional diperingati tiap tanggal 2 Mei untuk mengenang jasa Ki Hajar Dewantara. Ia menentang kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang mengijinkan anak-anak kelahiran Belanda dan orang-orang kaya saja yang boleh duduk di bangku pendidikan di Indonesia. Baginya, setiap anak, apalagi anak yang lahir di Indonesia berhak untuk bersekolah di negeri ini. Lalu mengapa kita masih memperingati Hari Pendidikan Nasional ketika sistem pendidikan negeri ini gagal menjamin hak anak untuk bersekolah? Pak Anies yang baik, Sekolah negeri mungkin mau tak mau harus membiarkan anak dengan HIV tetap bersekolah di sana bahkan ketika orangtua murid lain tidak menginginkannya. Tapi sekolah swasta tunduk pada suara orangtua. Jika tidak, maka sekolah akan merugi dan guru-gurunya mungkin tidak akan menerima gaji. Tapi bukankah sekolah swasta juga berada di bawah sistem pendidikan nasional? Masing-masing daerah mungkin beroperasi sesuai dengan otonomi daerahnya dan mengikuti peraturan daerah. Tapi untuk pendidikan, bukankah seharusnya mengacu pada sistem pendidikan nasional? Jika demikian, mengapa masih ada sekolah swasta yang seakan-akan diperbolehkan untuk menolak anak dengan HIV bersekolah di sana? Sekolah mungkin tak bisa selamanya disalahkan karena harus mengalah pada kemauan sebagian besar orangtua. Tapi pemerintah khsususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga seharusnya punya sanksi yang tegas bagi sekolah yang melakukan diskriminasi terhadap anak, atas alasan apapun itu.

KATA KITA 1.0 MENGEJA SATU TAMBAH SATU


>> INDONESIAN YOUTH MOTION

Natasya Evalyne Sitorus – PPH Atma Jaya Manajer Advokasi Lentera Anak Pelangi

“Berapa kira-kira jumlah kasus penolakan murid berkaitan dengan isu diskriminasi karena status HIV?�

Pak Anies yang arif, Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dibuat bukan hanya untuk menambah sederet undang-undang yang sudah ada di negeri ini. Undang-undang tersebut dibuat untuk melindungi anak, menjamin bahwa semua haknya terpenuhi. Pasal 4 dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dan pasal 9 ayat 1 menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Dan anak yang terlahir dengan HIV seharusnya termasuk dalam kata anak pada kedua pasal terserbut. Pak Anies yang mencintai anak-anak Indonesia, Anak-anak dengan HIV adalah anak Indonesia juga. Hingga September 2014 lalu, tercatat ada 3.976 anak usia 0-14 tahun yang terinfeksi HIV di Indonesia (Ditjen P2PL, 2014). Mereka yang sudah berada di usia sekolah dan mereka yang segera akan masuk sekolah tidak membutuhkan sebuah sekolah khusus untuk menampung mereka. Mereka membutuhkan kesempatan untuk bisa mengenyam pendidikan dasar yang dijanjikan pemerintah untuk mereka, sama seperti anak-anak lainnya. Mereka membutuhkan suasana dan kesempatan untuk bisa bersosialisasi dalam sistem bernama sekolah dan bukan sekedar mengikuti pelajaran di rumah saja. Pak Anies yang baik, Ijinkan kami untuk meminta satu hal pada hari Pendidikan Nasional ini. Kami hanya meminta adanya jaminan bahwa anak dengan HIV tidak akan lagi didiskriminasi di sekolah apapun di seluruh tanah air tercinta ini. Ijinkan kami membantu mewujudkan mimpi anak-anak yang bercita-cita menjadi dokter, guru, polisi, olahragawan, menteri, bahkan menjadi seorang presiden ini. Jangan ada lagi anak HIV yang harus mengalah atas keegoisan orangtua, jangan ada lagi anak HIV yang harus trauma akibat penolakan berturut-turut dari sekolah yang didatanginya, bahkan jangan ada lagi kasus diskriminasi di lingkungan sekolah atas dasar apapun. Pak Anies yang kami banggakan, Bagi kami, satu, empat, atau enam kasus diskriminasi karena status HIV adalah kasus. Jumlahnya mungkin bisa dihitung dengan dua tangan tapi bukan berarti bahwa kita bisa tutup mata terhadap situasi ini. Berapapun kasus diskriminasi yang terjadi, ada anak yang sudah terlanggar haknya di sana. Dan selama hak anak untuk bersekolah masih terlanggar, maka hal tersebut masih akan menjadi bagian dari potret buram pendidikan bangsa ini. Salam, Jakarta, 2 Mei 2015

2015


“Merasa dipermainkan oleh pendidikan yang tidak jelas arahnya.�

Annisya, Siswi SMA Lampung

Halo Indonesia! Khusus untuk negeriku tercinta. Apa kabar para petinggi negara? Apa kabar para siswasiswi Indonesia?Aku adalah seorang siswi yang sebentar lagi melangkahkan kaki keluar gerbang Sekolah Menengah Atas. Terimakasih untuk guruku yang selama ini telah mentransfer ilmu kepadaku. Terimakasih untuk petinggi Negara yang sudah menata kurikulum, dan terkadang belum siap untuk kita terima. Mau sampai kapan pun, pendidikan penting untuk kehidupan kita. Menjadi pedoman kita untuk melakukan kehidupan. Hatiku berteriak, seolah merasa dipermainkan oleh pendidikan yang tidak jelas arahnya. Aku menyadari, petinggi negara menginginkan Negara ini menjadi Negara Maju. Tetapi, tak salah apabila kalian melihat daya para masyarakat ini. Kita punya Ibu Pertiwi yang jelas luas mencakup banyak wilayah. Dari wilayah kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Munculkah dibenak bahwa masih banyak wilayah yang terisolasi, sehingga mereka kekurangan sarana dan prasarana. Dan itu merupakan titik masalah. Aku tak tahu, Tuan adilkah dengan keadaan ini. Tuan fokus dibeberapa wilayah, sehingga kelas bawah terasingkan. Kelas bawah butuh perhatian. Kelas bawah butuh keadilan. Kelas bawah membutuhkan apa yang dibutuhkan oleh kelas atas dan kelas menengah, Tuan. Tolong, lihat ke arah kami. Aku yakin, apabila petinggi bersikap seimbang maka Indonesia akan mengalami progress. Indonesia akan cerdas, dan mampu membangun Negara ini. Ujian Nasional. Jiwaku tak seutuhnya menyetujui evaluasi ini. Apabila sarana dan prasarana sudah mendukung seluruh wilayah, barulah jiwa dan ragaku setuju. Mereka yang jauh disana adalah temanku, Tuan. Teman seperjuangan walau kita jauh termakan jarak. Mengharukan. Di saat evaluasi, aku menggunakan sepeda motor yang mungkin akan cepat sampai tujuan. Dan mereka? Mereka harus berjalan di atas jembatan tua, menyebrangi sungai menggunakan rakit dari bambu, bahkan bersepeda padahal jarak tempuh sangat jauh. Batinku menangis. Belum lagi, guru yang kualitasnya berbeda. Ada yang sangat mencintai murid, dan masih ada pula yang hanya mencintai materi. Kami sama, tetapi mengapa terdapat perbedaan? Jiakalau Tuan belum sanggup berlaku adil, ubahlah evaluasi menjadi barometer pendidikan. Barometer yang hanya mengukur kemampuan penerus bangsa ini. Bukan menjadi acuan untuk meneruskan pendidikan yang lebih tinggi. Karena, apabila evaluasi untuk kelas bawah terus dilakukan, bisa saja cita-cita mereka akan mati.

KATA KITA 1.0 MENGEJA SATU TAMBAH SATU


>> INDONESIAN YOUTH MOTION

“Saya sempat berďŹ kir kenapa saya dilahirkan di Indonesia dengan ramainya persoalan.â€?

anonymous

SELAMAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL UNTUK RAKYAT INDONESIA. Tidak terasa kini kita akan memperingati hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara yang sebagaimana kita tahu bahwa beliaulah pelopor pendidikan di Indonesia. Apa kalian tahu bagaimana perjuangan beliau kala itu? Sangat menyedihkan dan butuh perjuangan! Bahkan beliau rela diasingkan ke Belanda hanya karena kritiknya terhadap kebijakan pemerintah kolonial tidak bisa diterima saat itu. Tapi beliau tidak gampang menyerah, setelah pulang dari pengasingan beliau mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama "Taman Siswa" di Indonesia. Beliau memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda. "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya"? Kalian pasti pernah mendengar quotes seperti itu kan? Kita sebagai rakyat Indonesia hanya berbicara tanpa ada hasil atau dalam bahasa gaul yaitu NATO (No Action Talk Only). Kita belum sepenuhnya menghargai pahlawan, maka dari itu kita belum pantas mengaku bahwa kita adalah bangsa yang besar. Saya sempat berfikir kenapa saya dilahirkan di Indonesia dengan ramainya persoalan. Seperti korupsi, hukuman mati, harga bbm meningkat dan begal dimana-mana. Padahal yang bertindak itu adalah para petinggi yang gelar pendidikannya diatas rata-rata. Ya, saya disini akan menceritakan keluh kesah saya dalam dunia pendidikan di Indonesia. Bukan melenceng dari tema hanya saja saya akan menjabarkan tentang potret pendidikan yang saya alami.Pendidikan yang saya alami sangat sulit. Saya heran kepada petinggi yang mengaharuskan setiap sekolah menggunakan kurikulum 2013. Memang pada tujuannya sangat bagus, tapi tidakkah mereka kasihan kepada kita yang melaksanakannya? Kita dituntut untuk belajar sendiri, presentasi dan meneliti. Setiap hari pulang sore dan tugas menumpuk. Disaat seperti itu saya merasa sedih. Ingin sekali keluar dari sekolah yang memuakkan ini. Tapi apadaya, saya sebagai siswa hanya bisa menaati tanpa harus melawan karena diseberang sana sudah terdapat cita-cita yang sebentar lagi akan saya genggam seutuhnya. Entah kenapa cita-cita yang terlihat diseberang sana kini menjadi samar dan tidak terlihat. Kini saya pesimis akan hal itu. Saya menjadi pribadi yang takut akan sesuatu itu menjadi hilang setelah saya perjuangkan. Mengapa demikian? Karena menurut saya kurikulum 2013 itu penyebabnya. Saya menjadi pribadi yang patah semangat mengingat bagaimana pelajaran-pelajaran yang sulit dipahami yang kemudian menyebabkan saya frustasi oleh perkerjaan rumah yang selalu ditugaskan, dan itu membuat prestasi saya sangaaaaaat menurun drastis. Nilai-nilai anjlok dan kemampuan menjadi dibawah rata-rata. Saya selalu merutuki bahwa yang terjadi pada diri saya adalah kelalaian para petinggi yang tidak bisa bekerja dengan optimal. Saya tidak tahu akan masa depan Indonesia saat ini. Tapi saya berharap dikehidupan mendatang. Para petinggi di Indonesia, lebih mempunyai sifat dermawan, realistis, bijaksana dan rela berkorban untuk negara seperti para pahlawan yang telah meninggalkan kita.? SEMANGAT UNTUK SAYA, SEMANGAT UNTUK KITA DAN SEMANGAT UNTUK BANGSA INDONESIA! 2015


“Buatku pendidikan berjalan seumur hidup.�

Buatku pendidikan itu berjalan seumur hidup dan perbincangan ini tak akan pernah berakhir. Suatu saat ia akan sedikit berulang, sementara kita terus mengusahakan ia berjalan maju. Kita akan menyampaikan hal-hal pokok dan dasar pada anak yang memang belum tahu. Sementara anak lain yang sudah tahu akan mencari tahu lebih. Ini yang penting. Setiap anak harus tahu hal dasar dan pokok, karena variasi yang tercipta akan mereka pahami sendiri. Tak perlu kita khawatirkan berlebihan.

anonymous

Tak ada yang perlu kita khawatirkan dari banyaknya jumlah paket soal jika kisi-kisi nya cuma satu. Pendidikan buatku yang penting cukup. Cukuplah anak sekolah merasa gembira dan semangat meski lupa menyelesaikan PR. Cukuplah kita mendebatkan perjalanan anak sekolah yang menggunakan rakit di pulau dengan sungai besar itu. Cukuplah kita membandingkan antar anak dengan titel kompetisi. Mendidik memang tidak mudah, tapi tidak akan jadi menakutkan. Berkunjung ke museum yang pernah menjadi penjara bagi pribumi saja tetap membuat mereka tertawa. Aku percaya. Masih banyak yang bisa membuat kita tersenyum jika bicara tentang pendidikan, apalagi pengalaman kita menjalani pendidikan. Kereta menuju Surabaya, Mei 2015

KATA KITA 1.0 MENGEJA SATU TAMBAH SATU


>> INDONESIAN YOUTH MOTION

“Menurut saya, yang dibutuhkan saat ini adalah pengembangan serta pendidikan yang lebih mendalam di sektor pendidikan informal.�

Ronny Oki Girsang, Mahasiswa 22, Surabaya

Bicara mengenai pendidikan, saya sangat setuju dengan kalimat bahwa pendidikan itu sangat penting bagi setiap orang terutama untuk menentukan kualitas dari Sumber Daya Manusia dalam suatu negara itu sendiri. Dengan pendidikan yang baik maka harapan memiliki kualitas kehidupan negara yang lebih baik dan maju juga akan lebih mudah dicapai, meskipun terdapat beberapa "oknum" yang bisa dikatakan tidak mengenyam tingkat pendidikan yang baik bahkan putus sekolah dan drop out kuliah tetapi tetap dapat menjadi orang yang bisa dikatakan sukses dan sebagainya. Tapi semua hal diatas adalah sektor pendidikan formal, dimana mungkin semua yang sudah coba saya tuliskan diatas sebenarnya telah menjadi rahasia umum bahkan agak sedikit membosankan untuk kembali dibahas (hehehehehe..) Oleh karena itu saya mau mencoba untuk lebih membahas mengenai sektor pendidikan informal. Menurut saya sebenarnya cakupan pendidikan informal itu masih sangat luas, berbeda dengan sektor pendidikan formal yang mungkin bisa dikatakan lebih terstruktur dan jelas, contohnya program wajib belajar dll. Dalam pikiran saya meskipun sektor pendidikan informal terkadang luput dari perhatian kita, namun sektor inilah yang sebenarnya juga memberikan peranan besar dan sangat penting untuk kita perhatikan. Saya hanyalah mahasiswa biasa yang saat ini berkuliah di salah satu kampus teknik negeri di Kota Surabaya. Saya berani dan mencoba berpendapat untuk berdasarkan apa yang saya alami dan rasakan di lingkungan saya terutama lingkungan kampus saya. Menurut saya orang muda yang dibutuhkan saat ini adalah pengembangan serta pendidikan yang lebih mendalam di sektor pendidikan informal sendiri. Sebagai mahasiswa teknik sangat diakui bahwa keseharian kami akan selalu dipenuhi dengan materi-materi perkuliahan serta ilmu matematika dan fisika. Suatu hal yang penting memang terutama buat kami dalam mendalami bidang kami, namun seringkali dalam kesehariannya ada hal yang tak jauh lebih penting yang sering juga dilupakan yakni sektor pendidikan informal. Didalam pikiran saya mengerucutkan sektor pendidikan informal adalah sesuatu yang menghasilkan maupun membentuk sifat maupun karakter seseorang, dimana menurut saya saat ini banyak diantara kami dan orang2 muda lainnya yang masih kurang terbentuk dalam hal ini.

2015


“Menurut saya, yang dibutuhkan saat ini adalah pengembangan serta pendidikan yang lebih mendalam di sektor pendidikan informal.�

Ronny Oki Girsang, Mahasiswa 22, Surabaya

Banyak orang muda yang acuh tak acuh, tidak peka dengan kondisi sekitar, serta tidak kritis dalam menyikapi sesuatu. Salah satunya ya mengenai isu2 hangat yang sebenarnya layak untuk diketahui dalam keseharian negara ini, banyak diantaranya hanya memperhatikan sektor pendidikan formal mereka. Sekali lagi saya berpendapat berdasarkan apa yang saya rasakan sehari - hari terutama dalam keseharian dan pergaulan saya. Ada beberapa hal yang sebenarnya membuat saya gemas serta ingin berpendapat melalui tulisan saya ini. Seperti yang saya katakan diatas sewaktu-waktu saya menemui teman saya yang menurut saya tidak kritis bahkan bisa menjadi bumerang buat dia sendiri, hal ini terjadi pada saat sedang hangat2nya isu pilpres 2014 kemarin, dimana teman saya mengatakan serta menyebarkan dengan percaya diri sebuah info yang memojokkan bahkan cenderung menjelekkan salah satu pasangan calon presiden, setelah saya tanyakan langsung ternyata informasi tersebut dia dapatkan melalui salah satu akun anonim di twitter. Saya sendiri gemas dengan tindakan teman saya tersebut dimana menurut saya tindakannya kurang kritis dimana dia hanya cenderung mencari info dari satu sumber dan menelan mentah2 apa yang dibacanya. Hal lain menurut saya yang tak kalah penting adalah sikap jujur terutama mengenai pengetahuan dan budaya anti-korupsi. Sesuatu hal yang menurut saya sebenarnya bisa dimasukkan dalam sektor pendidikan formal. Dimana secara nyata dapat kita lihat dalam banyak orang dengan tingkat pendidikan formal yang tinggi (menteri, pejabat daerah, pejabat BUMN) banyak tesandung kasus korupsi, suatu hal yang sangat disayangkan dan sebenarnya sangat rentan tetap terjadi pada generasi serta orang2 muda seperti saya saat ini yang suatu saat nanti pasti akan menduduki serta menggantikan posisi2 penting diatas. Harapan saya kedepan dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional untuk menjadi negara yang besar dan dihormati Indonesia harus memiliki sektor pendidikan formal maupun informal yang berkualitas dan seimbang

KATA KITA 1.0 MENGEJA SATU TAMBAH SATU


>> INDONESIAN YOUTH MOTION

“Pendidikan di Indonesia hanyalah lebih maju dari Timor Leste dalam lingkup ASEAN.�

Pendidikan di Indonesia? Baru saja saya pulang dari sebuah tempat dimana ada seseorang disitu berkata "Pendidikan di Indonesia hanya lah lebih maju dari Timor Leste dalam lingkup ASEAN". Hanya butuh satu detik untuk membuat saya terperanjak. "Sungguh? Begitukah? Lantas bagaimana pendidikan di Indonesia dibanding Singapura? Filipina? Oh no."

anonymous

Satu kalimat itu mungkin tidak menggugah siapa pun di ruangan tadi, di tempat tadi. Bahkan, seorang guru saja belum tentu mengerti akan hal ini. Apalagi petinggi- petinggi negara kita yang mungkin tahu, mungkin, hanya sebatas tahu tanpa mempedulikan hal ini secara serius. Metode pengajaran yang tidak konsisten, gonta- ganti kurikulum, ujian nasional CBT, tugas kirim e-mail, pakai LCD serta proyektor di kelas, pikirnya sudah canggih? Sudah kekinian? Sudah mewah? Sudah 'WOW'? Sudah patut diberi tepuk tangan? Tidak, Bung. Belum. Dan bahkan mungkin tidak pantas. Karena tetap saja kita masih kalah dari negara- negara tetangga. Memangnya apa sih sebenarnya tujuan negara ini memperlakukan sumber dayanya sedemikian rupa? Masih tak nampak hasil dan perubahan yang signifikan. Soal UN masih bisa bocor, kuliah masih bisa titip absen, tugas masih bisa copy-paste, inikah yang disebut canggih dan kekinian? Iya, memang kekinian di mata pengajar dan pelajar. Tapi apakah hasilnya dapat memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia? Pernahkah terlintas di benak kita berapa ratus atau bahkan mungkin ribu sekolah yang mengenal whiteboard dan spidol boardmarker saja tidak? Yang menggunakan listrik saja tidak? Sepatu, seragam, tas, bangunan, bahkan akses ke sekolah mereka saja tidak memadahi. Mengapa harus ribut- ribut mencari dan mengejar taraf internasional? Cari muka? Cari nama? Cari tenar? Tidak. Karena menurut saya tujuan mencari ilmu sebenarnya bukan lah untuk bersaing dalam mencari ketenaran. Namun bagaimana melahirkan peneruspenerus bangsa yang ahli di bidangnya. Seperti yang tertulis di UUD 1945 saja, bahwa kita ingin mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi seharusnya lebih fokus saja pada bagaimana menghasilkan guru-guru, pengajar- pengajar yang berkompeten dan memiliki suatu kelayakan serta kemampuan yang benar- benar memadai sebagai guru. Sehingga juga benar- benar timbul kepercayaan bahwa guru yang berkualitas akan melahirkan siswa yang berkualitas pula.

2015


“Pendidikan di Indonesia hanyalah lebih maju dari Timor Leste dalam lingkup ASEAN.�

anonymous

Saya menulis disini memang sebagai mahasiswa yang baru menginjak semester dua. Tapi hal itu justru membuat saya masih ingat betul apa yang saya rasakan selama masa sekolah. Teman- teman lain pun begitu. Pertanyaan mereka sama "Kenapa sih kita harus belajar semua mata pelajaran? Toh endingnya kita cuma milih jurusan yang sesuai sama minat kita. Lah nanti di jurusan itu juga diulang lagi dasar- dasarnya." See? Seperti di beberapa negara, yang disebut- sebut tingkat high school itu setara D3 atau S1. Sedangkan di negara kita? Pelajaran SD, diulang lagi di SMP. Pelajaran SMP, diulang lagi di SMA. Bahkan sekarang pun saya masih sedikit mengulang pelajaran SMA saya. Kenapa tidak sepenuhnya berlanjut? Karena menurut saya mengulangnya itu tidak dari awal, melainkan bagaimana konsep yang sekarang dikaitkan dengan yang pernah diajarkan. Atau jika mengingat salah satu program presiden kita saat ini, yakni perbaikan moral, mengapa tidak dibuat saja sekolah yang memang mengajarkan moral? Tidak sekedar diselipkan pada satu atau dua jam pelajaran? Kaitkan saja fisika dengan moral, biologi dengan moral, sejarah dengan moral, atau mungkin ekonomi dengan moral. Sekali lagi kita tidak butuh cari nama, melainkan kita butuh perubahan dan konsistennya pendidikan di negara kita tercinta, Indonesia. Hidup mahasiswa!! Hidup rakyat Indonesia!!

KATA KITA 1.0 MENGEJA SATU TAMBAH SATU


>> INDONESIAN YOUTH MOTION

“Bukan sekedar tahu cara membuat surat lamaran lerja pada pelajaran bahasa Indonesia, tetapi cara saya berpikir.�

Setelah 12 tahun belajar formal (ditambah 2 tahun tk), saya merasakan pentingnya pendidikan formal. Walaupun, saat masih bersekolah saya terlalu sering merasa malas dan bosan terhadap pelajaran. Tetapi berjalannya waktu, efek dari pembelajaran formal itu saya rasakan.

anonymous

Penting. Bukan sekedar mengetahui bagaimana menyelesaikan soal fisika dengan rumus rumusnya atau membuat surat lamaran kerja pada pelajaran bahasa Indonesia, tetapi cara saya berpikir atau memandang suatu hal menjadi lebih luas dan tidak narrowminded. Betapa takut dan sedih yang saya rasakan kepada teman-teman, adik-adik, ataupun mereka yang lebih tua dari saya yang tidak dapat merasakan pembelajaran formal tersebut. Saya sangat berharap pendidikan menjadi fokus utama peninggi negara. Karna saya yakin, pendidikan berpengaruh penting untuk kehidupan kita semua, baik sekarang ataupun di masa depan.

2015


“Orientasi Pendidikan nasional lebih berat untuk memnuhi kebutuhan pasar.�

anonymous

Yang selalu ada dalam benak saya adalah begitu miris ketika seseorang hanya dinilai dari segi hasil yang diacapai. Dipandang karena nilai-nilai dan nilai, hasil, hasil dan hasil. Pada era sekarang semua system pendidikan di Indonesia adalah mengejar memenuhi kebutuhan pasar, karena banyak prodi-prodi yang disesuaikan dengan lapangan pekerjaan. Dalam benak sebagian orang, termasuk saya pribadi.Mengapa harus ada UN, mengapa harus ada penyetaraan.Bisa kita ambil contoh dari Universitas sendiri, dengan semua prodi yang disiapkan oleh lembaga pendidikan untuk menggodok seseorang menjadi seseorang pegawai, peniru, pemakai dan petarung.Bahkan yang tertanam dalam benak segilintiran orang, kita sekolah untuk bekerja. Secara filosofis, pendidikan adalah untuk meningkatkan kualitas berpikir manusia sehingga meningkatkan mutu SDM yang nantinya sangat berguna untuk negeri ini. Indonesia sudah bermodalkan tanah yang begitu subur, maritime yang maju dan terdiri dari ratusan suku bangsa dimana ciri khas dari Negara ini. Sudah saatnya kita bangkit dari kekeliruan sistem. Mata pelajaran seperti Pancasila, Sejarah, Budaya dll bahkan dianggap remeh atau tidak pokok. Pendidikan digunakan untuk membangun semangat nasionalisme dan identitas budaya bangsa. Dimana hal tersebut adalah kunci keberhasilan negeri ini sendiri, sehingga menciptakan mental Pekerja, Pemikir, Pencipta dan Pejuang. Saya pribadi tidak banyak berharap dari pemerintah, apa yang ada didepan mata saya, apa yang harus saya kerjakan, saya kerjakan untuk sedikit demi sedikit memperbaiki sistem. Sehingga generasi muda bisa menemukan jati dirinya, cinta negerinya, dan membuat negerinya disegani oleh Negara lain. Setiap perubahan sangat berarti untuk negeri ini.

KATA KITA 1.0 MENGEJA SATU TAMBAH SATU


>> INDONESIAN YOUTH MOTION

anonymous

“Kalau sekolah, kau diledekin temen temenku soalnya sekolahku gak bayar sedang mereka bayar. Aku lebih seneng main sama temenku yang di jalan.� Sebelum saya mulai menulis tentang pendidikan. Ijinkan saya bercerita sedikit tentang kisah nyata yang terkadang kita sendiri pura-pura tidak mendengar kisah itu. Ibu saya adalah seorang fasilitator progam keluarga harapan di sebuah kecamatan. Untuk itu, ibu saya harus sering-sering turun langsung ke lapangan untuk mengetahui keadaan mereka. Dari progam tersebut seorang anak yang kurang mampu akan mendapat bantuan berupa biaya untuk kebutuhannya bersekolah, atau pun balita juga mendapat bantuan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Jadi anak-anak yang mendapat bantuan tersebut harus bersekolah, jika tidak maka bantuan akan dicabut. Untung-untung kalau mereka mau bersekolah, kalau tidak ibu saya harus pandai merayu anak tersebut agar mau bersekolah. Sayang kalau bantuannya dicabut. Suatu hari seorang ibu berkeluh kesah kepada ibu saya bahwa anaknya tidak mau sekolah (sekolah swasta pinggiran). Ia lebih suka ngamen di jalanan katanya. Saat ibu saya menemui anak tersebut dan menanyakan alasannya tidak mau bersekolah, anak itu menjawab “kalau sekolah, aku diledekin temen-temenku soalnya sekolahku gak bayar sedang mereka bayar. Gurunya juga kayak ngecing (nyindir, menandai) aku. Aku lebih seneng main sama temenku yang di jalan. Mereka gak pernah gituin aku�. Jujur, ketika mendengar cerita itu rasanya sangat terpukul. Turun ke jalanan bukan suatu keinginan, tapi itu merupakan pilihan terakhir setelah dia tidak lagi menemukan kenyamanan di sekolah. Pendidikan seharusnya bisa dinikmati semua kalangan. Bukan hanya kalangan tertentu saja yang boleh bersekolah. Lalu siapa yang salah kalau begini ceritanya ? Saya rasa pemerintah sudah punya usaha dengan memberi bantuan agar semua anak bisa sekolah. Tapi masyarakat kita malah tidak mendorong agar si anak tetap bersekolah. Masyarakat kita malah menghardik, parahnya guru-gurunya pun ikut menghardik. Kita pun disibukkan dengan menuntut dan terus menuntut sampai lupa untuk berbuat sesuatu. Maka dari itu Indonesia tidak semaju yang anda pikir. Kita masih tutup mata dan telinga dengan fenomena yang terjadi di sekitar. Pikiran kita hanya tertuju pada berita-berita yang ada di media. Kesalahan kedua kita adalah kita masih berpikir bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tanggung jawab guru atau siapa saja yang punya gelar pendidikan. Mencerdaskan kehidupan bangsa bukan hanya tanggung jawab guru atau mereka yang punya gelar pendidikan. Tapi tanggung jawab siapa saja yang sudah punya pendidikan. Ki Hajar Dewantara tidak lulus dari Stovia, tapi karena ia merasa punya ilmu maka ia mendirikan sekolah rakyat pertama. Itu yang menyebabkan ia menjadi bapak pendidikan Indonesia. Atas dasar itu semua, kita harus berbuat. Sekecil apapun kontribusi kita, itu akan sangat berarti untuk bangsa ini. Setiap kita masih punya utang dengan negara ini. Karena kita menginjak tanah bekas darah pejuang. Bantu anak bangsa bisa bebas mengenyam pendidikan dengan baik. Agar nantinya akan tumbuh generasi-generasi penerus yang jauh lebih baik. Sebagai penutup, saya pernah mendengar seorang teman berkata seperti ini "Saya mengingat orang-orang bermimpi tentang Indonesia yang bakalan jadi bangsa besar. Tapi ketika di tempat lain orang berbicara soal ilmu pengetahuan dan peradaban, kita masih angkat pentungan."

2015


“Waktu saya lebih baik dihabiskan sengan mencari uang daripada belajar.�

Ketika melihat sistem pendidikan di indonesia, saya kira cukup baik apa yang telah dilakukan pemerintah dengan mewajibkan belajar 12 tahun, dan diimbangi dengan subsidi sekolah gratis pada 12 tingkat awal tersebut. Dengan cara seperti itu, paling tidak akan mengurangi satu alasan mengapa orang tidak bersekolah.

PF, 19, Mahasiswa

Tapi apakah hal itu cukup efisien untuk membuat mereka bersemangat untuk sekolah? Jawabannya adalah : tergantung. Tergantung siapa targetnya. Ketika bertanya kepada anak yang sangat ingin bersekolah, namun ternyata ia tak mempunyai biaya, dengan hal ini jelas ia akan terbantu. Tetapi yang menjadi masalah disini adalah anak-anak yang tidak mau bersekolah dengan alasan "waktu saya lebih baik dihabiskan dengan mencari uang daripada belajar" Sekedar berbagi pengalaman, saat itu saya sempat membantu seorang teman yang bernadzar untuk memberi makan kepada kurang lebih 50 anak jalanan ketika ia diterima di universitas yang diinginkannya. Maka pergilah kami ke sebuah sanggar di daerah kami, dimana sanggar tersebut adalah satu tempat berkumpulnya anak-anak jalanan. Baik yang bersekolah, maupun tidak. Disana kami disambut oleh dua orang pembina anakanak jalanan tersebut. Dan seiring waktu, kami pun bertanya pada pembimbing sanggar tersebut "apakah anak-anak disini semangat untuk belajar?“ Jawaban yang diberikan oleh pembimbing tersebut sangat mengejutkan saya. "Ya memang ada yang semangat untuk bersekolah, namun ada juga beberapa yang tidak semangat. Mungkin karena orangtuanya menanamkan nilai-nilai dimana mereka sudah dibesarkan oleh orangtua mereka, dan kini saatnya mereka untuk balas budi kepada orangtuanya. Disini juga banyak yang jadi pengamen. Oleh karena itu, kami mengontrol anak-anak dengan cara memperbolehkan mereka mengamen ketika hari itu mereka sudah selesai sekolah.“ Menurut saya hal ini sudah bisa menjadi bukti bahwa yang perlu diperbaiki disini bukanlah sistem pendidikan yang sudah ada, namun bagaimana cara kita, masyarakat indonesia, untuk bisa memotivasi anak-anak untuk semangat bersekolah, untuk menanamkan nilai-nilai pentingnya pendidikan. Untuk indonesia yang lebih baik.Maaf jika tulisan saya sulit dicerna, atau tidak sesuai topik bahasan. ini merupakan opini pribadi saya tentang pendidikan di Indonesia, agar tanah air kita tercinta ini bisa lebih maju.

KATA KITA 1.0 MENGEJA SATU TAMBAH SATU


>> INDONESIAN YOUTH MOTION

“Ketika semua berlombalomba masuk jurusan pendidikan untuk mengejar status dan gaji tinggi.�

Volunteer Rumah Pintar Jendi

Bimbingan belajar dengan berbagai tawaran harga hingga jutaan dan jaminan nilai tinggi semakin marak dijumpai disekitar kami, tentor les privat sebagai sampingan mahasiswa jurusan pendidikan juga semakin tidak asing lagi sebagai profesi teman-teman kami lainnya. Apa yang mereka kejar? Ya, nilai yang tertulis diatas kertas sebagai tolak ukur bahwa anak mereka pandai. Atau banyak juga yang mengikutkan anak mereka ke dalam bimbel atau les privat hanya untuk gengsi di tingkat ekonomi mereka. Sedangkan bagi orang tua dengan tingkat ekonomi masih kurang, bagaimana anak mereka mengikuti pola pendidikan semacam ini? Apalagi bagi anak-anak yang sering kita lihat di lampu merah, bagaimana bisa mereka memiliki cita-cita? Sementara sering kita jumpai masalah bukan hanya karena uang tapi mereka dilarang belajar oleh orang tua mereka sendiri. Kemana lagi makna pendidikan yang sebenarnya? Kemana lagi gaung guru yang dulu kita dengar sebagai pahlawan tanpa tanda jasa? Ketika semua berlomba-lomba masuk jurusan pendidikan untuk mengejar status dan gaji tinggi. Pendidikan semakin hari bagai semacam barang yang kita beli dengan kwalitas sesuai dengan kantong yang kita punya. Pada akhirnya anak-anak desa dan anak-anak yang yang awam dengan perkembangan pendidikan semacam ini mulai menyerah sejak dini dengan mimpi dan cita-cita mereka. Kami disini beberapa kumpulan mahasiswa yang memandang pola semacam itu merupakan hal yang tak lazim mulai berpikir. Andaikan semua bisa bersama belajar tanpa memandang status yang ada, andai semua bisa bermimpi dan bercita-cita yang sama tanpa menoleh siapa latar belakang keluarga mereka, andai mereka yang lemah di bidang akademik atau nilai yang kurang masih dianggap pantas memiliki masa depan yang cerah. Bahkan, andai anak-anak yang kita lihat disekeliling lampu merah itu juga bisa berseragam layaknya anak yang dianggap berpendidikan.

2015


“Ketika semua berlomba-lomba masuk jurusan pendidikan untuk mengejar status dan gaji tinggi.”

Volunteer Rumah Pintar Jendi

Yang kami pahami pasti, semua tidak bisa diselesaikan dengan hanya berdiam diri, apalagi hanya dengan mengkritisi pemerintah dengan pendapat kita dari desa ini, yang sangat dan hampir tidak mungkin sampai ke pihak yang berwenang. Kami berkumpul, dengan mencoba melakukan hal dari sudut pandang kami dalam pendidikan. Mencoba melangkah dengan tujuan bahwa siapapun berhak belajar, belajar bukan atas dasar tujuan mendapat nilai agar dianggap cerdas tapi lebih bagaimana memahami bagaimana menjadi manusia yang hidup dengan cita-cita tinggi dan bermanfaat apapun latar belakang orang tua mereka. Mengajarkan diri kami sendiri sebagai mahasiswa yang memilih jurusan sebagai pendidik bahwa tujuan luhur seorang guru harus tetap dijaga. Bukan hanya uang, tapi lebih kepada kecintaan kita terhadap pendidikan dan dunia mengajar. Kita bergabung sebagai volunteer di “Rumah Pintar Jendi”, bisa dibaca lengkapnya bagaimana perjalanan kami di “rumahpintarjendi.blogspot.com” Kita yang mencoba merubah paradikma tentang pendidikan dan makna mengajar, meski tidak terlihat gaung gerakannya dan dihadapkan dengan birokrasi yang sulit mendukung.Tapi kita memiliki semangat untuk terus mencoba, semangat yang semakin hari semakin lebih besar dengan dukungan senyuman dan semangat dari anak-anak didik kami. Menyelesaikan segala masalah pendidikan kita sadari tidak bisa dengan sekejab mata, tapi mulailah, bagaimanapun caranya. Pemerintah dengarkan kami dari desa, yang juga bersuara!

KATA KITA 1.0 MENGEJA SATU TAMBAH SATU


>> INDONESIAN YOUTH MOTION

“Sudah ada ketika zaman kerajaan, buktinya dari hukum adat yang mengucilkan para penyandang cacat karena dianggap membawa kesialan.� Arti Penting Pendidikan Insklusif bagi Disabilitas

Dendy Arifianto FORMAPI Universitas Brawijaya

Pendidikan merupakan kebutuhan yang fundamental bagi setiap insan manusia. Pendidikan mengembangkan pola pikir dan membentuk watak serta sifat manusia. Pendidikan memberikan pengetahuan bagi manusia. Sehingga, seseorang yang tidak tahu menjadi tahu. Kehidupan yang dinamis pasti memunculkan permasalahan. Hal ini memerlukan sebuah solusi atau pemecahan akan permasalahan tersebut. Maka dari itu pendidikan memiliki arti penting bagi pemecahan masalah kehidupan.Pengetahuan yang diberikan melalui proses pendidikan bermanfaat bagi kehidupan manusia. Kebutuhan akan pendidikan menjadi sangat krusial ditengah era globalisasi di Indonesia. Kurangnya pengetahuan dapat mengakibatkan salah presepsi antar manusia. Hal ini dapat menimbulkan diskriminasi yang terjadi dalam bermasyarakat. Diskriminasi terjadi karena pemikiran yang sempit sebagai dampak dari kurangnya pengetahuan. Seseorang yang kurang akan pengetahuan cenderung berputus asa dan nekat dalam mengambil keputusan. Budaya putus asa dan nekad ini terus berkembang di Indonesia. Sehingga, tidak jarang para orang tua yang mengabaikan anaknya yang terlahir cacat (difabel). Tidak jarang pula sekolah-sekolah umum yang menolak murid dengan penyandang disabilitas. Dan pada akhirnya penyandang disabilitas juga tidak sedikit yang mengalami penolakan salah satunya adalah ketika membuat rekening di bank. Diskriminasi tersebut didasari oleh minimnya pengetahuan akan disabilitas. Berdasarkan pasal 1 ayat 3 UU no 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia diskriminasi adalah penolakan, pembatasan, atau pengucilan yang didasari dari suku, agama, ras, etnis, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, golongan, dan keyakinan politik yang mengakibatkan penghapusan , penolakan, atau penyimpangan atas pelaksanaan pengakuan atau penggunaan hak asasi manusia. Proses diskriminasi tersebut sudah ada ketika zaman kerajaan di Indonesia. Buktinya dari hukum adat yang mengucilkan para penyandang cacat karena dianggap membawa kesialan. Hal ini di tambah lagi dari pemaksaan secara halus dari pemerintah kolonial yang memisahkan penyandang disabilitas dalam memperoleh pendidikan. Pemerintah kolonial Belanda membatasi ruang lingkup para penyandang disabilitas dengan cara mengeksklusifkan mereka masuk ke dalam sekolah luar biasa. Budaya yang telah mengakar ini merupakan masalah serius. Sehingga dibutuhkan sebuah pemecahan yang sangat cocok untuk masalah tersebut. Solusi tersebut terdapat dalam pendidikan inklusif. Dengan menerapkan pendidikan inklusif, maka para penyandang disabiltas diharapkan dapat membaur dengan masyarakat luas. Dengan membaur penyandang disabilitas dapat merubah pola pikir masyarakat yang telah terdoktrinasi sejak zaman dahulu.

2015


Dendy Arifianto FORMAPI Universitas Brawijaya

“Sudah ada ketika zaman kerajaan, buktinya dari hukum adat yang mengucilkan para penyandang cacat karena dianggap membawa kesialan.�

Apendidikan inklusif adalah sebuah sistem pendidikan yang mangakomodasi seluruh orang yang terdiskriminasi secara sosial dalam satu wadah. Artinya, para penyandang disabilitas atau yang termasuk seseorang yang mengalami perbedaan sosial secara krusial dapat membaur dalam kelas atau wadah yang sama dengan orang-orang yang mampu atau bukan disabilitas. Hal ini dibenarkan oleh pasal 24 United Nations Convention on the Right of Person with Disability (UNCRPD) yang telah diratifikasi menjadi UU no 19 tahun 2011 tentang hak-hak penyandang disabilitas, yang bermakna bahwa “Negara wajib menjamin penuh pendidikan inklusif dan negara harus mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memfasilitasi para penyandang disabilitas agar dapat mengikuti pelajaran baik di sekolah umum maupun sekolah kejuruan atau perguruan tinggi�. Jadi, pada kesimpulannya tidak terdapat alasan bagi para pihak penyelengara negara untuk tidak berperan dalam pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dalam memperoleh pendidikan.Pendidikan inklusif di Indonesia kini telah menjadi keperluan yang medesak.Pendidikan inklusif memiliki peran penting sebagai salah satu usaha memajukan pendidikan di Indonesia.

KATA KITA 1.0 MENGEJA SATU TAMBAH SATU


>> INDONESIAN YOUTH MOTION

“Karena aku tidak punya uang, apakah aku bisa sekolah?”

Mahalnya Biaya Pendidikan: Penyakit Kronis Dunia Pendidikan Indonesia “Mengapa biaya pendidikan di Indonesia begitu mahal?” “Kapan biaya pendidikan di Indonesia bisa menjadi lebih murah tanpa mengesampingkan kualitas?”

Andreanus Abadi

“Kenapa pendidikan di Indonesia tidak membumi? Tidak menjangkau berbagai lapisan masyarakat?” Pertanyaan-pertanyaan diatas hanyalah beberapa pertanyaan yang sering muncul dalam benak saya (pertanyaan yang sama mungkin juga muncul di benak kebanyakan rakyat di negeri ini) ketika membicarakan pendidikan di Indonesia. Pertanyaan tersebut mengerucut pada satu kalimat: PENDIDIKAN DI INDONESIA MAHAL! Bahkan tidak jarang ditemui pertanyaan yang lebih miris: “karena Aku tidak punya uang, apakah aku bisa sekolah?” Banyak diantara rakyat Indonesia yang menganggap pendidikan sebagai jalan utama untuk memperbaiki nasib. Rakyat Indonesia berbondong-bondong berusaha mengenyam pendidikan setinggi-tingginya, dengan harapan seseorang akan memperoleh ilmu sebanyak-banyaknya. Ilmu tersebut akan berguna bagi seseorang untuk terserap dalam lapangan pekerjaan yang sudah tersedia atau bahkan membuat lapangan pekerjaan sendiri (wiraswasta). Negara juga berperan dalam membangun pola pikir rakyat yang mengutamakan pendidikan untuk masa depan. Pola berpikir sederhananya adalah sebagai berikut : sekolah hingga tingkat Universitas (S1, syukursyukur S2, sampai S3), kerja, memiliki penghasilan, akhirnya nasib lebih baik. Tetapi realitanya tidak semudah itu. Pendidikan di Indonesia dirasa mahal oleh berbagai pihak. Permasalahan ini telah mencuat sejak lama, namun belum ada obat mujarab untuk mengatasi permasalahan tersebut. Orang tua menjadi pihak yang paling terdampak pada permasalahan ini. Tidak jarang orang tua akan berhutang sana-sini untuk dapat membiayai sekolah anaknya. Biaya tersebut antara lain biaya masuk sekolah, biaya per bulan atau semester, hingga biaya hidup saat mengenyam bangku sekolah. Beruntunglah bagi kalian yang tidak mengalami hal tersebut, namun keadaan itu adalah nyata adanya. Bagaimana bila nanti ketika kita menjadi orang tua dan keadaan pendidikan di Indonesia masih begini-begini saja? Tentunya keadaan seperti ini tidak bisa di biarkan begitu saja. Membicarakan mahalnya pendidikan di Indonesia mengingatkan saya pada kalimat yang akhir-akhir ini sedang populer: “di situ kadang saya merasa sedih”. Tetapi kenyataannya kita tidak hanya “kadang” namun “sering” merasa sedih melihat pemberitaan mengenai Pendidikan di Indonesia. Bagaimana tidak? Kita ambil contoh kasus yang dialami oleh banyak mahasiswa sehari-hari. Sebagai mahasiswa, tidak jarang kita harus belajar di kelas dalam keadaan lapar. Alasannya adalah karena kita harus menghemat—hingga terkadang mencapai level pelit—uang saku. 2015


“Karena aku tidak punya uang, apakah aku bisa sekolah?”

Andreanus Abadi

Beberapa teman saya yang nge-kos keadaannya lebih ironis. Mereka sampai harus makan hanya dua kali—kadang kala sekali atau bahkan tidak makan—dalam sehari dengan menu dan porsi seadanya. Mahasiswa diharuskan memeras otak dalam keadaan perut keroncongan. Keadaan ini ternyata juga menjadi hal yang turun-temurun. Alhasil proses belajar tidak maksimal atau bahkan menjadi jatuh sakit. Belum lagi bila mahasiswa harus melakukan penelitian untuk tugas perkuliahan atau tugas akhir yang tentunya membutuhkan biaya ekstra. Tidak jarang penelitian harus terhenti karena kehabisan dana. Keadaan akan menjadi lebih menyesakkan ketika naiknya harga bahan kebutuhan pokok dan Bahan Bakar Minyak (BBM). Tentunya kita tidak bisa menuntut lebih pada orang tua yang sudah memikul banyak beban lainnya. Mencari pekerjaan sampingan adalah salah satu solusi. Namun kerja sampingan belum terlalu membudaya di Indonesia. Tidak semua Kota di Indonesia berlimpah lowongan kerja sampingan. Mengejar beasiswa adalahsolusi lain. Tetapi tidak semua beasiswa mengakhiri derita mahasiswa. Dana yang disediakan beberapa beasiswa hanya sampai pada taraf biaya akademik. Ditambah lagi dengan permasalahan keterlambatan pencairan dana beasiswa. Solusi-solusi tersebut sejauh ini belum menjawab semua permasalahan utama mengenai mahalnya pendidikan di Indonesia. Orang-orang tua selalu menyemangati kita dengan mengatakan “bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”. Namun logikanya tidak ada orang yang ingin sakit bukan? Iya kalau sembuh dari sakit, kalau tidak bagaimana? Mencapai kesuksesan dengan perjuangan adalah mutlak, namun apakah harus selamanya seperti ini? Apakah mahalnya pendidikan di Indonesia merupakan penyakit yang harus terlebih dahulu dilalui untuk hidup lebih baik di masa depan? Apakah kita sebagai warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mengidap penyakit bernama “PendidikanMahal”? Apabila benar pendidikan yang mahal di Indonesia sebagai penyakit, maka itu adalah penyakit yang kronis. Penyakit yang telah lama bersemayam di dunia pendidikan Indonesia. Impian saya (dan lagi-lagi impian bagi kebanyakan Rakyat Indonesia) ialah pendidikan di Indonesia menjadi lebih murah tanpa mengabaikan kualitas. Bila pendidikan di Indonesia dapat terjangkau bagi segala lapisan masyarakat, maka seluruh anak di kolong langit negara ini akan mendapatkan pendidikan yang layak. Saya bersepakat dengan Y.B. Mangunwijaya, rohaniwan, arsitek, sastrawan, sekaligus aktivis pendidikan yang mengatakan bahwa masa depan suatu bangsa ada pada generasi muda bukan generasi tua. Generasi muda lah yang akan menggunakan pendidikan untuk membangun Indonesia yang lebih baik ke depannya. Semoga saja impian bersama itu suatu saat dapat terwujud.

KATA KITA 1.0 MENGEJA SATU TAMBAH SATU


>> INDONESIAN YOUTH MOTION

“Untuk adik adikku yang kaki kaki kecilnya berjalan berkilo kilo meter hanya untuk dapat mengeja “Ini bapak budi�. Kalian adalah pahlawan kecil Indonesia.�

Safrizal Priambada

Untuk adik adikku, yang kaki kaki kecilnya harus berjalan berkilo kilo meter hanya untuk dapat mengeja "Ini Bapak Budi". Kalian adalah pahlawan kecil Indonesia. Rela mengorbankan waktu bermain untuk berjalan kaki, meniti masa depan menuju cita cita yang mulia. Tetap bersemangat meskipun kaki khaki kalian harus melewati kotornya jalan berlumpur dan dinginnya air sungai. Teruslah bersemangat adik adikku, karena Tuhan telah memberikan kesempatan kepada kalian untuk dapat membangun aspal dan jembatan untuk daerah kalian sendiri dengan tangan kalian sendiri pada masa yang akan datang. Tetaplah bersemangat sekalipun orang orang itu saat ini sedang berebut memakan aspal dan jembatan yang seharusnya menjadi hak kalian. Untuk adik adikku, yang harus belajar di bangunan reot dan nyaris roboh hanya untuk dapat berhitung "satu tambah satu". Kalian adalah kebanggan ibu pertiwi. Para pahlawan kemerdekaan tentu akan bangga dengan sikap kalian. Tetap bertahan sekalipun harus belajar di alam terbuka karena genting sekolah kalian jatuh berhamburan ditiup angin. Tetap gigih belajar sekalipun meja dan kursi yang kalian tempati telah lapuk dimakan usia. Kalian adalah teladan bagi orang orang itu. Orang orang yang oleh negara telah diberikan kursi yang empuk dan ruangan yang nyaman tapi malah digunakan untuk tidur, menonton film porno, mengobrol tentang urusan pribadi, bahkan merokok. Mereka yang seharusnya menjadi penyambung aspirasi tapi malah menjadi kaki tangan kepentingan organisasi Untuk adik adikku, yang harus cerdik membagi waktu antara belajar dan bekerja. Kalian adalah calon pemimpin pemimpin bangsa. Berbahagialah karena kalian telah dihadapkan pada situasi dan pilihan yang sulit sejak usia kalian masih dini. Bersyukurlah karena sesungguhnya Tuhan sedang menempa pemahaman dan jiwa kalian sehingga mampu menjadi pemimpin yang berani, tegas, berakhlak mulia, dan berjiwa Pancasila di masa yang akan datang. Salah satu dari kalian nantinya akan berdiri diatas mimbar dihadapan para pemimpin bangsa lainnya dan pada saat itu seluruh dunia akan tahu betapa kayanya Indonesia, betapa hebatnya kebudayaan Indonesia, dan betapa makmur dan sejahteranya rakyat Indonesia. Untuk adik adikku, tetaplah bermimpi. Tetaplah jaga dan pelihara mimpi mimpi kalian. Karena mimpi kalian adalah bagian dari mimpi mimpi Indonesia, mimpi Ibu Pertiwi. Wujudkan dan hidupkanlah mimpi kalian menjadi kenyataan Untuk aku, yang masih sering malas untuk berangkat ke kampus tepat waktu. Jarak yang tidak terlalu jauh dan akses yang mudah terkadang tidak mampu mengalahkan rasa malas untuk berangkat ke kampus. Bahkan, rasa malas itu seringkali masih terbawa hingga kuliah telah dimulai. Seharusnya aku malu dengan adik adikku yang kekuatan semangatnya bisa mengalahkan terjalnya jalan menuju sekolah tercinta mereka. Seharusnya aku bisa belajar dari apa yang adik adikku lakukan.

2015


“Untuk adik adikku yang kaki kaki kecilnya berjalan berkilo kilo meter hanya untuk dapat mengeja “Ini bapak budi”. Kalian adalah pahlawan kecil Indonesia.”

Untuk aku, yang masih sering mengacuhkan dosen saat kuliah di kelas. Aku masih sering bermain bermain gadget dan mengobrol dengan teman saat dosen mengajar di kelas. Ruangan kelas yang nyaman dan fasilitas yang lengkap tidak serta merta membuatku bisa berkonsetrasi selama pelajaran. Seharusnya aku malu dengan adik adikku yang harus belajar dengan segala keterbatasan yang mereka miliki. Seharusnya aku bisa meneladani tekad dan sikap yang mereka miliki ? Untuk aku, sudah saatnya ada PERUBAHAN menuju lebih baik. Perubahan yang akan membawa masa depan kita, masa depan Indonesia, menjadi lebih baik. Dan perubahan itu dimulai dari aku. Untuk Bapak Bapak dan Ibu Ibu, orang orang itu, yang kami hormati, Education Not For Sale. Jangan jual hak kami. Jangan jual pendidikan kami. Jangan jual masa depan adik adik kami. Jangan jadikan pendidikan sebagai obyek bisnis dan politik. Karena kami tidak mau menjadi turis di negeri sendiri yang harus membayar mahal hanya untuk belajar di tanah air kami. Memperingati Hari Pendidikan Nasional. Wujudkan pendidikan yang berkarakter bagi seluruh rakyat Indonesia demi masa depan Indonesia yang lebih baik. Ing ngarso sung tulodo Ing madya mangun karso Tut wuri handayani

KATA KITA 1.0 MENGEJA SATU TAMBAH SATU


>> INDONESIAN YOUTH MOTION

“Ingat diluar banyak yang ingin melanjutkan pendidikan tapi dihalangi, jadi semasih ada jalan untuk lanjut, ya ... lanjutkan saja! Oke!”

Adik Adik Sekolah Kita Rumpin

Fitri “Aku senang sekolah karena kakak-kakak sudah memberikan ilmu yang bermanfaat. Semoga sekolah bisa lebih maju lagi dan kakak-kakak yang mengajar bisa lebih banyak lagi.” Deni Hidayat “Aku bisa berkenalan, bertemu, bermain dengan kakak-kakak. Aku juga bisa menari, bercanda dan bertemu dengan teman-temanku.” Adit Alpiansyah “Melalui sekolah aku senang sekali karena kakak-kakak bisa ngajak aku jalan-jalan ke Jakarta dan bisa lihat pemandangan indah dari Monas. Aku bisa melihat museum, naik tangga jalan di sana, lihat perahu dan sepeda besar.” Dian Anggraeni “Aku seneng banget bisa sekolah. Aku bisa tahu bahwa dengan bersekolah kita bisa senang apalagi pendidikan itu sangat penting bagi anak-anak Indonesia. Semacam kita yang bersekolah, di manapun kita harus senang dengan sekolahan kita, karena di luar sana pun banyak anak-anak yang gak tau pendidikan.Ya banyak banget yang gak sekolah karena dia gak punya biaya, aku berharap ada sekolahan gratis untuk anakanak yang gak punya biaya. Ayo kitabersekolah biar cita-cita kita tercapai. OK!!! Semangat untuk bersekolah ya.” Tia Ananda “Aku senang sekali menari, senang sekali bermain, belajar, menggambar dan mengenakan baju putih di sekolah.” Opik “Aku senang bisa belajar dengan kakak. Aku bisa bermain dimikado dan tebak-tebakan dan aku juga senang bisa naik ke panggung.”

2015


“Ingat diluar banyak yang ingin melanjutkan pendidikan tapi dihalangi, jadi semasih ada jalan untuk lanjut, ya ... lanjutkan saja! Oke!”

Nuryani “Aku sangat senang bersekolah. Sekolah membuatku senang. Sekolah telah membantu aku menjadi lebih berani dan tidak malu lagi di depan orang yang banyak. Aku sekarang semakin mengenal kakak-kakak dari luar sekolah dan di luar kampong aku.” Sari “Sekolah membawa banyak perubahan dalam hidupku untuk menjadi yang lebih baik dan bersemangat untuk mencari pendidikan yang lebih banyak lagi. Merubah anak-anak untuk menjadi penerus yang hebat dan selalu konsisten dalam tujuan yang diinginkan. Berkumpul dan bersenang-senang itu selalu datang, membuat aku kenal kota dan pengetahuan. Pendidikan adalah bukti yang sangat nyata untuk meraih kesuksesan. Orang yang menyerah dalam menghadapinya adalah orang yang sangat tidak punya pemikiran hidup. Sampai kapanpun ilmu pendidikan itu takkan hilang dibawa redup oleh globalisasi. Ingat…di luar banyak yang ingin melanjutkan pendidikan tapi dihalangi, jadi semasih ada jalan untuk lanjut, ya…jalankan saja! Oke.” Dea Sapitri “ Disekolah aku belajar nari, ternyata nari itu seru dan senang. Aku juga bisa bertemu dengan kakak-kakak dan aku bisa mengenal mereka.” Mila “ Aku senang sekali karena kakak-kakak sudah mengajar dengan sangat giat dan tulus sekali. Kakak-kakak sudah mengajaraku dan kakak sudah menghibur semua orang dan mengajari aku. Semoga kakak-kakak di sekolah bisa panjang umur selalu dan tidak melupakan kami.”

KATA KITA 1.0 MENGEJA SATU TAMBAH SATU



Karya Anak Anak TPQ di Doli dan Anak Anak Save Street Child Surabaya

2015


INDONE SIAN YOUTH MOTION


initiated on December 2011

Sebuah organisasi non profit yang bergerak di bidang sosial dimana di dalamnya beranggotakan anak-anak muda yang menginginkan adanya perubahan positif dalam pembentukan kreatifitas anak bangsa yang bertujuan untuk mengajak anak kecil untuk lebih berani mengekspresikan kekreativitasannya melalu nyanyian, cerita, karya dan lain-lain. Untuk mencapai keinginan tersebut, berbagai macam kegiatan sosial yang positif direncanakan dan diselenggarakan oleh anak muda. Menurut kami perubahan-perubahan kecil adalah akar menuju perubahan besar.

@iyouthmotion Indonesian Youth Motion iyouthmotion@gmail.com indonesianyouthmotion.blogspot.com Kertajaya Indah Regency F6, Surabaya, Indonesia

2015


INDONE SIAN YOUTH MOTION


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.