TQN News Bulletin 2014 03 Leadership

Page 1

N O .

3

V O L .

2

M A R E T

2 0 1 4

/

J U M A D I L

A W A L

1 4 3 5

Menyuarakan Kebajikan yang Timbul dari Kesucian

Dicari Pemimpin Yang Transformatif! “Leadership is a matter of intelligence, trustworthiness, humaneness, courage and discipline.” (Sun Tzu)

SAJIAN: Dicari Pemimpin yang Transformatif!

1

Jika Sudah Terpilih, Ingatlah Tanbih

1

Bila yang NonMuslim Lebih Baik

2

Pemimpin No. 1 di Dunia

3

Meneladani Sikap Politik Kamu Sufi

4

Andai Pimpinan Negeri Melihat Allah

5

Masyayikh Tarekat Berkumpul di Babakan Ciwaringin

6

Dakwah Transformatif Sang Wali Mursyid

7

Lembaga Safari Dakwah

8

Tahun 2014 adalah tahun politik, tahun pemilihan umum, tahun suksesi kepemimpinan nasional yang diawali dengan pemilihan wakil rakyat (Anggota DPR, DPD dan DPRD) kemudian disusul pemilihan presiden dan wakil presiden. Janji-janji perubahan kehidupan yang lebih baik dihembuskan para wakil rakyat dan calon presiden serta wakil presiden di berbagai media massa. Terhadap janji-janji tersebut, masyarakat pun terpecah dua: ada yang pesimis dan ada pula yang optimis. Sebagian dari mereka yang pesimis karena idealismenya mengambil jalan golput, tidak memilih. Namun, meski sebagian besar masyarakat Indonesia pesimis dan mengambil jalan golput, pemilihan umum tetap berjalan. Wakil rakyat akan

terpilih, begitu pula presiden dan wakil presiden. Ini seperti buah simalakama: tidak memilih, akan tetap ada yang terpilih; jika memilih, maka yang terpilih tidak sesuai yang diharapkan. Maka, memilih merupakan kebijakan yang bijak. Memang bagi mereka yang pesimis, yang idealis, tidak ada figur-figur yang ideal yang dapat dipilih. Namun, mereka dapat memilih yang terbaik di antara yang

buruk. Bagi umat Islam, tentu agama menjadi landasan utama. Memilih wakil rakyat dan pemimpin nasional yang seagama merupakan keharusan. Namun, jika calon pemimpin yang Muslim itu adalah pemimpin yang zalim dan tidak amanah, sementara ada calon pemimpin non Muslim tapi adil dan amanah, yang mana yang Anda pilih? Di sinilah terjadi perbedaan pendapat (baca artikel: Bila Yang Non Muslim Lebih Baik). Selain itu yang terpenting, pilihlah pemimpin yang transformatif, yang menawarkan perubaha n dan mampu melakukan perubahan, terutama perubahan mental spiritual masyarakat. Jangan pilih pemimpin yang transaksional, suara rakyat hanya dijadikan dagangan untuk mengeruk keuntungan bagi dirinya. ***

Jika Sudah Terpilih, Ingatlah Tanbih Jika wakil rakyat dan pemimpin nasional sudah terpilih, walau yang terpilih bukan yang diiginkan, maka kita wajib mentaati mereka, mendoakan mereka. Ingatlah Tanbih yang disusun dan ditetapkan oleh Pangersa Abah Sepuh, Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad, yang salah satu isi Tanbih tersebut adalah: “Pun pula semoga Pimpinan Negara bertambah kemuliaan dan keagungannya supaya dapat melindungi dan membimbing seluruh rakyat dalam keadaan aman, adil dan makmur dhohir maupun bathin. “

Di dalam tanbih ini, kita memiliki tugas untuk mendoakan Pimpinan Negara, bukan hanya mengkritik, apalagi berbuat makar. Berbuat makar adalah memperturuti bujukan nafsu. Maka para murid TQN Surlaya diingatkan “Insyafilah hai murid -murid sekalian, janganlah terpaut oleh bujukan nafsu, terpengaruh oleh godaan setan, waspadalah akan jalan penyelewengan terhadap perintah agama maupun negara, agar dapat meneliti diri, kalau kalau tertarik oleh bisikan iblis yang selalu menyelinap dalam hati sanubari kita.” ***


HALAMAN 2

SALAM REDAKSI

TRANSFORMASI Kata kunci yang diangkat oleh redaksi pada pada edisi kali ini adalah transformasi, kata sifatnya transformatif. Kata ini dapat diartikan mengubah sesuatu ke bentuk, sifat atau keadaan yang lain, tentunya keeadaan yang lebih baik. Redaksi melekatkan kata transformasi dalam bentuk kata sifatnya, transformatif, pada dua kata, yaitu pemimpin dan dakwah, menjadi: pemimpin transformatif dan dakwah transformatif. Dua hal ini menjadi tema utama dari isi buletin edisi kali ini karena terkait pemilu 2014 dan dakwah transformatif yang pada tahun 2014 ini digencarkan lebih marak lagi dan dengan organisasi yang lebih solid oleh para mubaligh TQN Center (TQNC) di bawah kepemimpinan KH. Wahfiudin Sakam. Pemimpin transformatif, pemimpin yang dapat mengubah keadaan menjadi lebih baik, sangat diharapkan muncul dalam pesta demokrasi lima tahunan yang akan digelar pada tahun 2014 ini. Apakah pemimpin transformatif itu harus beragama Islam, jika yang terbaik dan yang layak menjadi pemimpin bangsa dan pemimpin umat Islam beragama non-Islam? Hal ini tentu menarik untuk diulas. Sedangkan dakwah transformatif adalah dakwah para nabi dan para rasul yang sekarang banyak dilupakan para dai dan mubaligh. Seperti apa pembahasannya? Mari simak tulisan-tulisan di buletin Tqnnews.com kali ini semoga dapat menambah wawasan dan meningkatkan keimanan kita. ***

Bila yang Non Non--Muslim Lebih Baik Bagaimana jika seorang non-Muslim lebih baik daripada Muslim untuk menjadi pemimpin bangsa? Apakah kita harus memilih non-Muslim ini atau tidak? Mengutip dari tulisan Anita Tahmid, seorang ulama Al-Azhar Kairo Syekh Ahmad Musthofa Al M a r a g h i menafsirkan Al -Qur`an Surat Ali Imran ayat 118, bahwa orang-orang Islam dilarang mengambil orang-orang non-Muslim, seperti orangorang Yahudi dan orangorang Munafik s e b a g a i pemimpin atau teman setia, bila mereka memiliki sifatsifat seperti yang ditentukan dalam ayat tersebut, yaitu:



Mereka tidak segan-segan merusakkan dan mencelakakan urusan orang-orang Islam;



Mereka menginginkan urusan agama dan urusan dunia orang-orang Islam dalam kesulitan yang besar;



Mereka menampakkan kebencian kepada orangorang Islam melalui mulut mereka yang terangterangan. Sifat-sifat tersebut adalah persyaratan yang menyebabkan dilarangnya mengambil pemimpin dan teman setia yang bukan dari orang-orang Islam. Bila ternyata sikap mereka berubah, sebagaimana orang -orang Yahudi yang pada permulaan Islam terkenal sebagai golongan yang paling memusuhi orang-orang Islam, kemudian mereka mengubah sikap dengan mendukung Islam dalam penaklukan Andalusia. Contoh lainnya adalah orangorang Kristen Koptik yang membantu orang-orang Islam dalam menaklukkan Mesir dengan mengusir orang-orang Romawi yang menduduki lembah Sungai Nil itu. Dalam keadaan seperti itu tidak dilarang mengambil mereka sebagai pemimpin atau teman setia. Khalifah Umar sendiri membentuk orang-orang yang mengurusi dewannya dari

orang-orang non-Muslim. Begitu pula para khalifah sesudahnya melakukan hal yang sama. Ketentuan ini dijalankan oleh pemerintahan Bani Abbas dan lain sebagainya dari kalangan Raja-raja Islam. Mereka mempercayakan jabatanjabatan kenegaraan kepada

orang-orang Yahudi dan Nasrani. Pendapat Syekh Yusuf Qaradhawi tak jauh beda dengan Syekh Al Maraghi. Dalam buku Min Fiqh al-Dawlah fi al-Islam, doktor alumni Universitas Al-Azhar itu mengatakan, orang-orang Islam dilarang mengangkat orangorang Non Muslim sebagai teman, orang kepercayaan, penolong, pelindung, pengurus dan pemimpin, bukan sematamata karena beda agama. Alasan utamanya adalah karena mereka membenci agama Islam dan memerangi orang-orang Islam, atau dalam bahasa AlQuran disebut memusuhi Allah dan Rasul-Nya. Syekh Qaradhawi mendasarkan pendapatnya pada Al-Qur`an Surat AlMumtahanah: 1: “Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia sehingga kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad) karena rasa kasih sayang. Padahal mereka telah ingkar kepada kebenaran yang disampaikan kepadamu. Mereka mengusir Rasul dan kamu sendiri karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu…” Syekh Qaradhawi yang juga Ketua Persatuan Ulama Muslim Internasional, membagi orang Kafir atau non-Muslim menjadi dua golongan. Pertama, yaitu golongan yang berdamai dengan orang-orang Islam, tidak memerangi dan mengusir mereka dari negeri

mereka. Terhadap golongan ini, umat Islam harus berbuat baik dan berbuat adil, di antaranya memberikan hak-hak politik sebagai warga negara, yang sama dengan warga negara lainnya, sehingga mereka tidak merasa terasingkan sebagai sesama anak Ibu Pertiwi. Golongan kedua adalah golongan yang memusuhi dan memerangi umat Islam, seperti orangorang nonMuslim Mekah pada masa permulaan Islam yang sering menindas, menyiksa dan mencelakakan umat Islam. Terhadap gol on ga n in i, umat Islam diharamkan mengangkat mereka sebagai pemimpin atau teman setia. Pendapat Syekh Qaradhawi ini didasarkan pada Surat Al-Mumtahanah: 8: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orangorang yang tidak memerangimu karena agama, dan tidak pula mengusir kamu dari kampong halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hukum dilarangnya mengangkat orang-orang non-Muslim sebagai pemimpin karena adanya illat (alasan), yaitu adanya kekhawatiran dampak negatif bagi agama dan umat Islam. Selama pemimpin nonMuslim tersebut diyakini mendatangkan keburukan atau kemudharatan, maka hukum memilihnya tidak boleh. Sebaliknya, bila keyakinan adanya bahaya itu tidak ada, maka hukumnya boleh. Umat Islam, khususnya di Indonesia, boleh memilih pemimpin yang non-Muslim, dari wakil rakyat, gubernur, wakil gubernur, sampai presiden atau wakil presiden, jika tidak ada lagi dari kalangan Muslim yang berkualitas dan memiliki kompetensi untuk memimpin. Selain itu, non-Muslim tersebut tersebut tidak dikhawatirkan akan menghancurkan Islam dan memerangi umat Islam. Semoga hal ini tidak terjadi. Aaamiin. ***


TQN NEWS NO. 3 VOL. 2 EDISI MARET 2014 / JUMADIL AWAL 1435

Pemimpin No.1 di Dunia Sepanjang Masa

Leadership atau kepemimpinan Rasulullah SAW sebagai kepemimpinan terbaik di dunia sepanjang masa bukan hanya diakui oleh umat Islam, tetapi juga oleh dunia barat (non-Muslim). Michael H. Hart, sejarawan asal Amerika Serikat menerbitkan buku “100 Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah” pada 1978. Di bukunya ini, sosok Rasulullah SAW menempati posisi pertama, unggul dibandingkan tokoh-tokoh berikut: 2) Isaac Newton — fisikawan, pencetus teori gravitasi umum, hukum gerak 3) Yesus — pembawa agama Kristen

4) Siddhartha Gautama (Buddha) — pendiri agama Buddha 5) Kong Hu Cu — pendiri agama Kong Hu Cu 6) Santo Paulus — penyebar agama Kristen 7) Ts’ai Lun — penemu kertas 8) Johann Gutenberg — mengembangkan mesin cetak, mencetak Alkitab 9) Christopher Columbus — penjelajah, memimpin orang-orang Eropa ke Amerika 10) Albert Einstein — fisikawan, penemu Teori Relativitas Hart menulis bahwa Nabi Muhammad SAW adalah satu-satunya orang yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal spiritual maupun kemasyarakatan. Ia mencatat bahwa Nabi Muhammad SAW mampu mengelola bangsa yang awalnya egoistis, barbar, terbelakang dan terpecahbelah oleh sentimen kesukuan menjadi bangsa yang maju dalam bidang ekonomi, kebudayaan dan kemiliteran bahkan sanggup mengalahkan pasukan Romawi yang saat itu merupakan kekuatan militer terdepan di dunia.

Kriteria Pemimpin Menurut Islam

TIPS

Lalu, apa kunci keberhasilan kepemimpinan Rasulullah SAW? Kuncinya hanya satu, yaitu kepemimpinan berbasis moral (akhlak). Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. A k h l a k k e p em im p i nan Nabi SAW ini disebutkan dalam Firman Allah SWT: “Sungguh telah datang k e p a d am u seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasalehnya penderitaanmu, s a n g a t menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (Q.S. AtTaubah [9]: 128). ***

Apa Alasan Michael H. Hart?

Berdasarkan Al-Qur`an surat AtTaubah ayat 128 di atas, maka menurut Dr. A. Ilyas Ismail, ada tiga sifat akhlak yang membuat Rasulullah SAW sukses dalam kepemimpinannya: pertama, azizin alaihi maa anittum (berat dirasakan oleh Nabi SAW penderitaan orang lain); kedua, harishun `alaikum (amat sangat berkeinginan agar orang lain aman dan sentosa); ketiga, raufun rahim (pengasih dan penyayang). Tiga sifat ini harus menjadi pertimbangan dalam memilih pemimpin. Azizin Alaihi Maa Anittum Berat dirasakan oleh Nabi penderitaan orang lain. Dalam bahasa modern, sifat ini disebut sense of crisis, yaitu kepekaan atas kesulitan rakyat yang ditunjukkan dengan kemampuan berempati dan simpati kepada pihak-pihak yang kurang beruntung. Secara kejiwaan, empati berarti kemampuan memahami dan merasakan kesulitan orang lain. Empati dengan sendirinya mendorong simpati, yaitu dukungan, baik moral maupun material, untuk mengurangi derita orang yang mengalami kesulitan. Harishun `Alaikum Amat sangat berkeinginan agar orang lain aman dan sentosa. Bukan memikirkan diri sendiri. Dalam bahasa modern, sifat ini dinamakan sense of achievement, yaitu semangat yang mengebu-gebu agar masyarakat dan bangsa mengalami perubahan, meraih kemajuan. Tugas pemimpin, antara lain memang menumbuhkan harapan dan membuat rencana dan terobosan menuju cita-cita dan harapan itu.

Syekh Muhammad Rasyid Ridha (1282 – 1354 H) Tokoh Penyeru Persatuan Umat Islam Raufun Rahim Pengasih dan penyayang. Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Nabi Muhammad SAW juga seorang pengasih dan penyayang. Orangorang beriman wajib meneruskan kasih sayang Allah dan Rasul itu dengan mencintai dan mengasihi umat manusia. Kasih sayang (rahmah) adalah pangkal kebaikan. Tanpa kasih sayang, sulit dibayangkan seseorang bisa berbuat baik. Kata Nabi SAW, “Orang yang tak memiliki kasih sayang, tak bisa diharap kebaikan darinya.” Menurut Syekh Muhammad Rasyid Ridha, tiga akhlak ini wajib hukumnya bagi pemimpin. Menurutnya, tanpa ketiga akhlak ini, seorang pemimpin bisa dipastikan tidak bekerja untuk rakyat, tetapi untuk kepentingan diri, keluarga, dan kelompoknya saja.***

“Jatuhnya pilihan saya kepada Nabi Muhammad dalam urutan pertama daftar 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia mungkin mengejutkan sementara pembaca dan mungkin jadi tanda tanya sebagian yang lain. Tapi saya berpegang pada keyakinan saya. Nabi Muhammad adalah satusatunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi. Berasal dari keluarga sederhana, Muhammad menegakkan dan menyebarkan salah satu dari agama terbesar di dunia, Agama Islam. Pada saat yang bersamaan ia tampil sebagai seorang pemimpin tangguh, tulen, dan efektif. Kini tiga belas abad sesudah wafatnya, pengaruhnya masih tetap kuat dan mendalam serta berakar.” ***


HALAMAN 4

Meneladani Sikap Politik Kaum Sufi Tahun 2014 rakyat Indonesia akan menghadapi dua pemilihan umum sekaligus: legislatif pada April dan presiden pada Juli. Suasana politik menghangat, semua orang berbicara mengenainya. Ada yang optimis, ada yang pesimis. Tak sedikit juga yang acuh. Bagaimana sikap kita selaku orang beragama? Islam sebagai agama universal, seperti dibuktikan dalam sejarah, juga mengurusi persoalan politik. Prinsip umumnya sudah Allah SWT gariskan:

‫ﷲ َوأَطِ ي ُع وا‬ َ َّ ‫َي ا أَ ُّي َھ ا الَّ ِذي َن آ َم ُن وا أَطِ ي ُع وا‬ ‫ال رَّ ُس و َل َوأ ُولِ ي األمْ ِر ِم ْن ُك ْم‬ “Hai orang-orang beriman, taatilah Allah, Rasul dan Ulil Amri di antara kalangan kalian.” (Q.S. An-Nisa: 59) Secara etimologis, sebagaimana disampaikan KH. Wahfiudin Sakam, ulil amri berarti orang-orang yang memiliki keahlian dan wewenang dalam sesuatu hal. Merekalah yang wajib kita taati dalam hal-hal yang menjadi keahlian dan wewenang mereka. Dalam hal politik dan pemerintahan, mereka adalah para politikus. Persoalannya, tak sedikit politikus yang menyalahi janji, wewenang dan tugasnya sehingga banyak rakyat yang tak lagi percaya. Mungkin kita di antaranya. Sebentar lagi pemilu. Sebagai warga yang baik, mau tak mau kita harus menentukan sikap; maju menjadi caleg, aktif di partai politik tertentu, mencoblos atau golput. Para ulama telah berijtihad merumuskan fatwa-fatwa terkait sikap politik. Tentang mencoblos, misalkan, ada yang menghukumi

REDAKSI Chief Editor Rakhmad Zailani Kiki Editor Handri Ramadian Reporter Cecep Zakarias El-Bilad Informasi dan iklan: info@tqnnews.com Pengiriman naskah: redaktur@tqnnews.com http://tqnnews.com

@TqnNews

wajib, mandûb (dianjurkan) bahkan haram. Tentang golput, ada yang menghukuminya haram, ada pula yang boleh, sesuai kondisinya. Masing-masing ada argumentasinya. Apa pun pilihan sikap seseorang, harus selalu berdasarkan kesadaran. Di mana pun posisi kita, sebagai rakyat atau (calon) wakil rakyat, kita bertindak berdasarkan kepatuhan pada tuntunan agama. Jika tidak, hawa nafsu akan mengambil alih kesadaran kita. Inilah awal dari semua tindakan negatif dan kerusakan. Allah SWT berfirman:

‫ﷲ‬ ِ ‫ك َع ن َس ِب ي ِل‬ َ َّ‫َوالَ َت َّت ِب ِع ا ْل َھ َوى َف ُي ضِ ل‬ “Dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu karena ia menyesatkanmu dari jalan Allah.” (Q.S. Shaad: 26) Sejarah mencatat, para syekh sufi pun berbeda-beda dalam menyikapi urusan politik. Mereka para pewaris Nabi SAW, baik ilmu lahir/syariat maupun batin, ada yang aktif berpolitik, ada pula yang non-aktif tapi dekat dengan kekuasaan. Sebagian lainnya menjauh dari kekuasaan, bahkan melakukan perlawanan. Tapi, masing-masing pilihan mereka didasari alasan yang haq, bukan hawa nafsu. Perbedaan itu muncul, hanya karena sebab perbedaan sudut pandang dan konteks sosial, budaya dan politik. Satu sosok yang aktif berpolitik adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw. Melalui beliaulah, silsilah guru hampir semua tarekat sufi bermuara. Meskipun pada awalnya menolak, setelah dibujuk para sahabat Nabi lain, Sayyidina Ali akhirnya bersedia menjadi khalifah keempat. Sejarah mencatat, beliau adalah pemimpin yang tulus, bijak dan adil, di tengah kekacauan politik akut yang diwarisinya. Beliau wafat terbunuh dalam posisi sebagai praktisi politik, bukan karena ambisi kekuasaan, tapi karena mempertahankan kebenaran. Lain halnya dengan Syekh Abd al-Qâdir al-Jîlânî, seorang sufi agung di Baghdad yang bergelar shultân al-auliyâ (rajanya para wali). Beliau kaya raya dan merupakan sosok yang dekat dengan siapa saja. Beliau juga sering dikunjungi para pejabat untuk dimintai nasehat dan doa. Sikap dan karakter demikian dipelihara oleh para pewaris beliau, salah satunya guru mursyid kita, Syekh Ahmad Shahibul Wafa Tajul’arifin (1915-2011). Sebuah koran nasional menjuluki beliau ‘mentor spiritual pejabat’. Tak sedikit pejabat nasional mengunjungi beliau untuk meminta restu, doa dan bimbingan. Mereka dekat dengan pejabat bukan untuk meraih kekuasaannya, tapi sekedar

memberikan bimbingan ruhani, sebagaimana Nabi SAW menjadi pembimbing ruhani bagi semua sahabatnya tanpa pandang bulu. Maka bagi para syekh sufi ini, zuhud ialah lepasnya dunia dari genggaman dan bersihkan qalbu dari keterikatan dengannya.

‫َخ ْلوُ ا ْل َي د ِم ن ا ْل ُم ل ك َو ال َق ْل بُ ِم ن‬ ‫ا ْل َتت ِب ع‬ Syekh Abu al-Abbas al-Mursi adalah contoh syekh sufi yang anti-kekuasaan. Beliau adalah murid dari Syekh Abu al-Hasan asySyadzili. Dikisahkan, beliau tinggal di Iskandariyah, Turki, selama 36 tahun tapi tak pernah sekalipun melihat wajah pemimpin dan para pejabat wilayah tersebut. Beliau selalu menolak jika hendak dikunjungi pejabat. Muridnya, Syekh Ibnu ‘Ataillah menjelaskan, itu adalah bentuk zuhud sang guru. Kekuasaan, kemewahan dan harta benda adalah sumber keterpesonaan manusia yang membuat banyak manusia lalai dan ingkar kepada Allah. Semuanya itu ada di tangan seorang pimpinan negara. Maka, semua menjadi hal yang wajib dijauhi oleh seorang yang ingin selalu dekat dengan Allah. Terakhir, sebagian syekh sufi memilih perlawanan, jika penguasa yang ada zalim dan melakukan hal-hal ilegal. Sikap inilah yang dipilih oleh murid-murid Syekh Abd al-Karîm dari Banten yang mengobarkan perlawanan rakyat terhadap penjajah Belanda pada 1888. Syekh Abd al-Karîm ialah salah seorang khalifah Syekh Ahmad Khatib Sambas, pendiri Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Sebagai manusia, para ulama sufi pasti terlibat dalam urusan sosial di zamannya masing-masing, tak terkecuali politik. Sebagai pewaris Nabi SAW, terutama dari sisi keruhanian, mereka menjadi rujukan utama umat di sekitarnya. Kisah-kisah itu hanya sekelumit gambaran tentang ragam sikap politik mereka. Kisah mereka, sebagaimana kisah para guru sufi lainnya, hendaknya menjadi rujukan bagi kita dalam menentukan sikap politik di tahun ini. Apapun bentuknya, harus berangkat dari kesadaran, bukan keterpaksaan, serta bertolak dari ketaatan pada Allah, bukan bujukan hawa nafsu. ***


TQN NEWS NO. 3 VOL. 2 EDISI MARET 2014 / JUMADIL AWAL 1435

Andai Pimpinan Negeri Melihat Allah Syekh Junaid al-Baghdadi, seorang guru ruhani besar abad ke-9 hingga 10 Masehi di Baghdad, memiliki seorang murid kesayangan. Usianya masih muda sehingga membuat iri murid-murid Syekh Junaid lain yang lebih senior. Suatu hari Syekh Junaid menyuruh murid-muridnya untuk membeli seekor ayam. Mereka disuruh menyembelih ayam itu di tempat yang tak seorang p u n d a p a t melihatnya dan mereka harus sudah kembali ke pondokan pada saat maghrib. Mereka pun bergegas. Saat maghrib tiba semuanya telah kembali dengan membawa ayam sembelihannya masing-masing. Terakhir, sang murid junior kembali dengan ayam yang masih hidup. Para murid senior pun tertawa dan saling berbisik. Akhirnya mereka bisa menunjukkan betapa dungunya anak muda itu. Ia bahkan tak dapat melaksanakan perintah syekh.

Syekh Junaid pun menanyakan hasil usaha masing-masing. Murid yang kembali pertama melaporkan, bahwa ia membawa ayam yang dibelinya itu ke rumahnya, mengunci pintu, lalu menyembelihnya. Yang kedua berkata, ia membawa ayamnya ke rumahnya, mengunci pintu, menutup tirai, lalu masuk ke dalam lemari, baru menyembelihnya.

Murid lainnya melaporkan, ia masuk ke dalam lemari lalu menutup matanya dengan kain sehingga ia sendiri tidak dapat melihat p r o s e s p e ny e m b e l i h a nn y a . S em u a melaporkan prosesnya masing-masing.

HUMOR SUFI Seorang pria mengeluh di depan Syekh Junaid al-Baghdadi, "Zaman sekarang ini, saudara seiman makin sedikit dan sulit ditemui." Syekh Junaid merespon, "Jika engkau mencari orang untuk memikul bebanmu, orang seperti itu memang jarang dan susah ditemukan. Tapi jika engkau mencari orang untuk kau pikul bebannya, orang seperti itu banyak dan mudah dijumpai." Terakhir, sampailah giliran si murid junior. Ia menundukkan kepalanya karena malu. Ayamnya masing bergerak-gerak di pelukannya. Dengan lirih ia berkata, “Aku telah mencari-cari tempat yang tak seorang pun melihat. Aku pun pergi ke tempat paling terpencil di hutan, tapi Allah tetap mengikutiku. Bahkan di gua paling gelap pun, Allah berada di sana. Aku tidak menemukan satu tempat pun yang Allah tidak dapat melihatku.” Akhirnya, semua murid senior Syekh Junaid mengetahui, mengapa sang guru begitu menyayangi rekan mudanya itu. ***

HIKMAH Hidup di dunia adalah perjalanan ruh di dalam jasad menuju Allah. Semua aktivitas fisik merupakan ritual penghambaan kepada Allah. Puncak perjalanan ruhani ini ialah melihat dan merasakan kehadiran Allah di mana pun dan kapan pun berada. Inilah di antara maksud firman Allah:

ُ ‫َو َم ا َخ لَ ْق‬ ‫س إِالَّ لِ َي عْ ُب ُدو ِن‬ َ ‫ج نَّ َوا ْإلِن‬ ِ ‫ت ا ْل‬ “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia selain untuk menghamba kepadaKu.” (QS.Adz-Dzariyat:56) Ketaatan agama baik dalam bentuk ritual seperti shalat dan puasa, maupun sosial seperti sedekah dan berdakwah, tiada lain ialah untuk tujuan ini. Setiap Muslim dituntut untuk belajar agama. Bersama seorang syekh atau guru, ia dibimbing untuk dapat mengamalkan setiap hal yang telah dipelajarinya. Ketika seseorang dapat melihat atau merasakan kehadiran Allah kapan dan di mana pun berada, insan tersebut telah mencapai maqam ihsân, maqam spiritual yang hanya dapat diraih jika seseorang telah secara maksimal mengamalkan ibadahibadah yang disyariatkan Allah (Rukun Islâm) dan telah menjiwai setiap hal yang harus diimaninya (Rukun Iman). Pada maqam ini, seorang Mukmin senantiasa berada dalam kedekatan bersama Allah SWT. Rasulullah SAW menggambarkannya:

ْ‫ك َت َراهُ َف إِنْ ل ْم َ ُك ن‬ َ ‫ﷲ َك أ َ َّن‬ َ َّ ‫أَنْ َت عْ ُب َد‬ ‫ك‬ َ ‫َت َراهُ َف إِ َّن ُه َي َرا‬

“Engkau menghamba kepada Allah seakan kau melihat-Nya. Tapi jika kau tak mampu melihat-Nya, kau merasakan pengawasan-Nya atasmu.” (H.R. Muslim) Pada maqam ini, ia menangkap kehadiran Allah di setiap hal yang dilihatnya, di setiap suara yang didengarnya, di setiap tempat yang didiaminya dan di setiap keadaan yang dialaminya.

‫َو ِ َّ ِ ا ْل َم ْش ِر ُق َوا ْل َم ْغ ِربُ َف أ َ ْي َن َم ا ُت َولُّ وا‬ ‫ﷲ َواسِ ُع َع لِ ي ُم‬ ِ َّ ‫َف َث َّم َوجْ ُه‬ َ َّ َّ‫ﷲ إِن‬ “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kau menghadap hadirlah ‘wajah’ Allah. Betapa Allah Mahahadir di manapun dan Mahatahu segala sesuatu.” (Q.S. Al-Baqarah: 115) Si anak muda dalam kisah di atas, sepertinya telah berada pada maqam ini. Inilah mengapa sang guru, Syekh Junaid, begitu menyayanginya. Usia tidak menjamin kedekatan seseorang dengan Allah. Begitu pula dengan hal-hal lain, seperti ketinggian ilmu, lama dan banyaknya ibadah, apalagi banyaknya harta atau tingginya jabatan duniawi. Jika Allah menghendaki, seorang anak muda sekalipun bisa menjadi kekasih-Nya kapan pun Dia berkehendak, selama ia mau dan berusaha mendekat kepada-Nya. Allah SWT berfirman:

ُ ‫اﺣﺐ ﻋﺒﺪي ِﻟﻘﺎﰄ‬ ,‫اﺣﺒﺒﺖ ﻟﻘﺎءﻩ‬ ّ ‫اذا‬ ُ ْ‫ واذاﻛ ِﺮﻩ ﻟﻘﺎﰄ‬ ‫ﻟﻘﺎء‬ َ ‫ﻛﺮﻫﺖ‬

“Jika hamba-Ku sedang bertemu dengan-Ku, Aku pun senang menemuinya. Tapi jika hamba-Ku enggan bertemu dengan-Ku, Aku pun enggan menemuiNya.” (HR.An-Nasâî) Maka, jika setiap orang mau belajar dan mengamalkan agamanya dengan sungguh-sungguh, atas pertolongan Allah, pasti akan mencapai maqam ini: melihat dan merasakan kehadiran Allah kapan dan di mana pun. Jika ia seorang pengusaha, ia pasti menjadi pengusaha yang jujur dan memberi berkah bagi orang-orang dan lingkungannya. Jika ia seorang pemimpin, ia pasti menjadi pemimpin jujur, yang bekerja sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. Juga menjadi pemimpin adil, yang tidak memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya saja. juga menjadi pemimpin tegas, yang cepat-tanggap pada persoalan rakyat terutama yang terzholimi. Juga menjadi pemimpin yang berakhlaqul karimah, yang kata, sikap dan perilakunya menjadi teladan bagi rakyat. Sebab, matanya melihat alam, qalbunya menangkap kehadiran Allah. Tubuhnya bersama manusia, ruhaninya bersama Allah. Setiap orang adalah pemimpin. Setiap pemimpin bertanggungjawab atas kepemimpinannya. Kepemimpinan atas diri sendiri, keluarga, apalagi masyarakat.***


HALAMAN 6

Masyayikh Tarekat Berkumpul di Babakan Ciwaringin Pengurus Pusat (Idarah ‘Aliyah) Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah AnNahdliyyah (JATMAN), Selasa (25/02/14) lalu mengadakan rapat pleno khusus Komisi Tiga yang membidangi Pendataan Mursyid Thariqoh se-Indonesia, Lajnah Rabithan Ma’ahid Thariqiyyah (RMT), Lajnah MATAN di Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon, tepatnya di kediaman KH. Zamzami Amin, Katib Tsalits JATMAN.

SYIAR

sawufan untuk pesantren-pesantren thariqah dan pesantren non-thariqah. Beberapa hal utama yang disampaikan oleh KH. Wahfiudin adalah. dalam kunjungan beliau beserta timnya ke berbagai pelosok daerah, beliau dan timnya sering memberikan pelatihan-pelatihan ketasawufan di berbagai pondok pesantren, universitas-univesitas, sekolah-sekolah menengah atas dan yang sederajat dengan misi utama memasyara-

JATMAN

Rapat pleno dihadiri unsur pimpinan pusat, yakni Mudir Aam KH. Abdul Mu’thy Nurhadi, SH. , Wakil Katib Awwal KH. Drs. M. Adib Zaen, MpdI, Wakil Katib Tsalists sekaligus Sohibul Bayt KH. Zamzami Amin, Wakil Sekretaris Tsalits sekaligus Ketua Komisi Tiga KH. Syafi’ Muthi’ dan Wakil Aminushshunduq Tsalits H. Abdul Jabbar. Dari Lajnah RMT, hadir KH. Wahfiudin, SE, MBA dan H. Baden Badruzzaman, dari Lajnah MATAN hadir DR. H. Hamdani Mu’in, M. Ag dan Ust. H. Handri Ramadian. Rapat Pleno juga dihadiri pengurus JATMAN lainnya yang berdomisili di sekitar Pesantren Babakan Ciwaringin. Agenda rapat membahas pendataan Mursyid/Khalifah/Moqoddam/Badal/Wakil Talqin dan pondok-pondok Pesantren Thoriqoh se-Indonesia. Selain itu dibahas juga perkembangan Lajnah Mahasiswa Ahlith Thariqah Mu’tabarah An-Nahdliyah (MATAN) dan kegiatan-kegiatan Lajnah RMT. Pendataan Mursyid dan lain-lain diserahkan teknis pelaksanaannya kepada para peserta rapat yang hadir berdasarkan domisili para peserta rapat. DR. H. Hamdani Muin melaporkan perkembangan MATAN yang terus bergerak tumbuh. Konsolidasi di tingkat pengurus daerah dan cabang serta di berbagai universitas dan pesantren-pesantren. KH. Wahfiudin sebagai koordinator Lajnah RMT melaporkan kegiatan-kegiatan yang selama ini dilakukan ke berbagai daerah melalui program-program pelatihan keta-

katkan tarekat dan mentarekatkan masyarakat. Selain pelatihan bidang ketasawufan, beliau dan timnya juga memberikan pelatihan di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Oleh karena itu beliau mengusulkan Pembentukan tim trainer di lingkungan JATMAN untuk memberikan pelatihan-pelatihan di berbagai lapisan masyarakat. Para ustadz atau para kyai yang akan menjadi trainer atau narasumber mesti diberikan pelatihan untuk para calon trainer. Usulan lainnya, karena Lajnah RMT sering berinteraksi dengan kaum muda di pesantren-pesantren atau universitasuniversitas maka perlu sinkronisasi program kerja dengan Lajnah MATAN. Rapat Pleno berakhir sekitar pukul 13:30 WIB. Kegiatan Pengurus JATMAN ini pun dirangkai dengan kunjungan ke Keraton Kasepuhan dan Kacirebonan. Di Keraton Kasepuhan, rombongan diterima di Bangsal Utama Keraton Kasepuhan oleh Sultan Sepuh XIV yang bergelar P.R.A. Arief Natadiningrat dan dibimbing langsung oleh Drh. R.H. Bambang Iriyanto, salah seorang ndalem Keraton Kasepuhan yang juga pemimpin Tarekat Syatariyah di Keraton Kasepuhan. Keraton Kesepuhan mengoleksi ±200 naskah kuno, 500-1000 dokumen kuno, dan 200 naskah Belanda. Arsip yang akan didigitalisasi ini nantinya dapat dimanfaatkan JATMAN sebagai salah satu bahan studi tarekat yang bisa dikembangkan untuk kemaslahatan umat. ***

JATMAN merupakan singkatan dari Jam’iyyah Ahlith Thariqah AlMu’tabarah An-Nahdliyyah atau perkumpulan tarekat yang mu`tabarah di kalangan NU. JATMAN didirikan di Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah pada 20 Rajab 1377 / 10 Oktober 1957. Sebagai ormas, JATMAN mempunyai struktur organisasi dari tingkat nasional sampai tingkat desa. Tujuan didirikannya JATMAN adalah: 1) Mengusahakan berlakunya syari’at Islam dhohir batin dengan berhaluan ahlussunah wal-jamaah yang berpegang dari salah satu madzhab empat; 2) Mempergiat dan meningkatkan amal sholeh dhohir dan batin menurut ajaran Ulama’ Sholihin dengan Bai’ah Shohihah; 3) Mengadakan dan menyelenggarkan pengajian khushushi/tawajjuhan (majaalasatudzdzikri) dan nasril ulumunnafi’ah. ***


TQN NEWS NO. 3 VOL. 2 EDISI MARET 2014 / JUMADIL AWAL 1435

Dakwah Transformatif Sang Wali Mursyid Ada seorang lelaki di Gunung Guci, Tegal, Jawa Tengah bernama Dakot. Begitu tersohor namanya, jika kita pergi ke Gunung Guci saat ini, insya Allah semua orang kenal dia. Dakot dulunya telah khatam melakukan molimo (lima dosa). Ia dulu bekerja di bagian restribusi wisata pemandian air panas Gunung Guci. Uang habis di meja judi, berantem adalah pekerjaannya sehari-hari. Air minumnya adalah minuman keras. Mencicipi wanita yang bagaimana pun dia sudah pernah. Intinya semua kemaksiatan seakan-akan sudah pernah ia lakukan. Suatu saat ia datang ke Pondok Pesantren Suryalaya karena diakali temannya, Selamet Anshori yang mengatakan kepadanya bahwa ada seorang dukun sakti di Suryalaya yang dapat memberikan ilmu kanuragan kepada Dakot. Dakot yang gemar dengan ilmu-ilmu seperti itu sangat senang mendengarnya dan bersedia menerima tawaran Selamet Anshori. Ketika sampai di Pondok Pesantren Suryalaya pun, di mobil Dakot masih membawa satu kerat minuman keras, padahal ia akan bertemu dengan Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin q.s., Pangersa Abah Anom. Dakot yang masih teler berat sebelumnya tidak mau masuk bertemu Abah Anom, namun akhirnya bersama lima orang temannya, ia masuk ke rumah Abah Anom. Di dalam kediamannya, Abah Anom memberikan pembelajaran (talqin) dzikir. Awalnya, Dakot menunjukan penolakannya untuk ditalqin. Namun setelah tangan Abah Anom dengan lembut memegang kepala Dakot untuk nunduk, Dakot menurut dan proses talqin dzikir pun terjadi. Proses talqin dzikir menembus kalbu Dakot sehingga terjadilah perubahan yang dahsyat dalam dirinya. Dakot bertobat, ia kemudian dikenal sebagai orang yang tekun beribadah dan membenci maksiat, bahkan menjadi tokoh yang gemar mengajak masyarakatnya beribadah, berdzikir dan berbuat baik. Kisah di atas hanya salah satu kisah kepiawaian dakwah transformatif, yang mengubah sifat dan kesadaran seseorang, yang dimiliki oleh Pangersa Abah Anom atas kuasa Allah SWT kepadanya. Beliau tidak menceramahi Dakot yang sedang mabuk, tapi langsung menyapanya dengan usapan lemah lembut dan menghujami kalbu Dakot dengan dzikir. Kepentingan dakwah transformatif Pangersa Abah Anom bukan hanya untuk individu, tetapi juga untuk kepentingan

Â

bangsa dan negara yang banyak diungkapkan oleh media massa. Peran aktif Pangersa Abah Anom bersama TNI melawan gangguan keamanan yang diakibatkan oleh gerombolan DI/TII mendapatkan penghargaan jasa di bidang keamanan. Pangersa Abah Anom juga aktif membantu pemerintah dalam melaksanakan pembangunan diberbagai bidang seperti pertanian, pendidikan, lingkungan hidup, sosial, kesehatan, koperasi dan politik sehingga banyak menerima penghargaan dari pemerintah. Sejak tahun 1980 hingga wafatnya Pangersa Abah Anom telah mendirikan 22 Inabah sebagai panti rehabilitasi remaja korban narkotika dan telah berhasil menyembuhkan banyak para santri binaannya yang tergantung pada narkotika. Inabah adalah istilah yang berasal dari Bahasa Arab anaba-yunibu (mengembalikan) sehingga inabah berarti pengembalian atau pemulihan, maksudnya proses kembalinya seseorang dari jalan yang menjauhi Allah ke jalan yang mendekat ke Allah. Istilah ini digunakan pula dalam Al-Qur’an, antara lain dalam Luqman ayat ke-15, Surat ke-42 dan Al-Syura ayat ke-10.

Abah Anom menggunakan nama inabah sebagai metode program rehabilitasi pecandu narkotika, remaja-remaja nakal dan orangorang yang mengalami gangguan kejiwaan. Konsep perawatan korban penyalahgunaan obat serta kenakalan remaja adalah mengembalikan orang dari perilaku yang selalu menentang kehendak Allah SWT atau maksiat ke perilaku yang sesuai dengan kehendak Allah SWT atau taat. Dakwah transformatifnya yang menyentuh semua lapisan dan semua kepentingan, membuat banyak kalangan, tokoh-tokoh nasional dan internasional, menaruh simpati kepada beliau bahkan tidak sedikit yang datang kepada beliau untuk mendapatkan talqin (pembelajaran) dzikir, seperti Presiden RI ke4, KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Kedatangannya ke Pangersa Abah Anom ini jauh sebelum ia menjadi Presiden RI. Jika Pangersa Abah Anom selaku Wali Mursyid telah melakukan dakwah transformatif dengan hasil yang nyata, pertanyaannya bagaimana dengan murid-murid beliau? Apakah hanya sibuk dengan dzikir harian, khataman, dan manaqiban serta riyadhah, sementara umat terpuruk dalam penyakit sosial, kemiskinan dan kebodohan? Tentu sebagai murid yang baik, akan mengikuti jalan gurunya. ***


HALAMAN 8

Yayasan Aqabah Sejahtera (YAS)

PROFIL

Jl. Balai Pustaka V No. 3 Rawamangun, Jakarta 13220 Tel: (021) 470‐4704

Lembaga Safari Dakwah yang disingkat dengan LESAD didirikan sebagai wadah pergerakan bagi para dai dan mubaligh melakukan dakwah transformatif ke berbagai tempat di dalam dan di luar negeri. bakal Melalui dakwah Cikal LESAD berasal dari kegiatan mewujudkan Safari Dakwah yang dilakukan masyarakat yang oleh KH. Wahbertauhid, berdaya fiudin Sakam, mubaligh nasional, sejak spiritual, tahun 1995 bersama dengan manajerial, para dai dan teknologikal dan m u b a l i g h lainnya yang tergabung dakultural. lam Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) Suryalaya. Safari Dakwah dilakukan ke berbagai tempat di Indonesia dari ujung barat sampai ujung timur, dari Sabang sampai ke Merauke, dari Karawang sampai Singkawang. Kegiatan Safari Dakwah yang dilakukan bukan hanya berupa ceramah dan tabligh akbar, tapi juga pelatihan, pendampingan dan pemberian bantuan; tidak hanya dilakukan kepada masyarakat umum, tetapi juga kepada korban bencana, seperti pada korban Tsunami Aceh dan Gunung Merapi di tanah Jawa. Berdasarkan evaluasi terhadap kegiatan Safari Dakwah yang telah di-

lakukan puluhan tahun, dipandang perlu untuk mengelola Safari Dakwah dengan lebih sistematis. Pada tanggal 29 Rabiul Akhir 1435H atau bertepatan dengan tanggal 1 Maret 2014, dibentuklah unit LESAD di bawah YAS. Pelembagaan ini memiliki arti penting. Safari Dakwah bukan lagi sebuah program yang diurus secara ad hoc tetapi mempunyai organisasi serta manajemen yang profesional sehingga pencapaian dari kegiatan dakwah yang transformatif ini bisa lebih maksimal. ***

PROGRAM & KEGIATAN

 Ceramah & Tabligh Akbar Kursus Tasawuf   Pela han‐pela han Pemberdayaan  potensi lokal  Konsultasi

DAKWAH TRANSFORMATIF Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, transformasi memiliki arti perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi, dsb). Sedangkan transformatif merupakan kata sifatnya, sifat berubah-ubah rupa. Maka, dakwah transformatif adalah dakwah yang bersifat mengubah obyek dakwah kebentuk, sifat, fungsi dan lain-lain yang lebih baik. Dakwah transformatif bukanlah sesuatu yang baru. Istilahnya saja yang baru. Karena dakwah inilah yang telah dilakukan oleh para nabi dan rasul, terutama Rasulullah SAW. Beliau mampu mengubah masyarakat di Makkah dan Madinah serta sekitarnya dari masyarakat Jahiliyah menjadi masyarakat yang beradab.

Begitu pula para waliyullah, seperti Pangersa Abah Anom, Wali Mursyid TQN Suryalaya, dengan Inabahnya yang dikenal luas sampai ke manca negara. Maka, seharusnya seluruh para dai dan mubaligh menggunakan konsep dakwah transformatif ini. Dalam dakwah transformatif yang diselenggarakan oleh LESAD, yang ditransformasi adalah aspek-aspek spiritual, manajerial, teknologikal, dan kultrual . Aspek-aspek ini merupakan yang terpenting untuk ditransformasi karena , menurut hasil riset yang oleh beberapa lembaga, merupakan empat hal yang masih lemah di tubuh umat. ***

KH. Wahfiudin Sakam Dakwah adalah jalan hidupnya. Ia telah berdakwah sejak usia muda. Bukan hanya di mimbar, tapi juga menghiasi layar kaca televisi sampai hari ini. Ia lahir di Jakarta, 19 Oktober 1961. Sejak kecil, ia sering diajak orang tuanya untuk mendengarkan ceramah KH. Abdullah Syafi’i, seorang ulama Betawi terkemuka sekaligus pendiri Perguruan Islam Asy-Syafi’iyah, juga dikenal sebagai singa podium karena kepiawaiannya berceramah. Ceramah-ceramah dan retorika KH. Abdullah Syafi’i membekas dalam dirinya. Kini, ia pun telah menjadi singa podium dan dikenal sebagai penceramah ulung. Namun, ia memiliki kegelisahan melihat umat tidak beranjak dari keterpurukan di berbagai aspek kehidupan, padahal sudah banyak nasihat agama yang mereka dapatkan. Ia melihat, bisa jadi kesalahan bukan di umat, tetapi konsep dan praktik dakwahnya yang tidak transformatif. Maka, bersama para dai dan mubaligh, rekan-rekannya di TQN Suryalaya, ia mengadakan program Safari Dakwah: berkunjung ke berbagai tempat, dari kota sampai ke desa, untuk melakukan transformasi umat agar maju, sehat lahir dan batin. ***

LESAD mengundang Anda yang berminat mengembangkan dakwah untuk bergabung dengan m kami, hubungi Agus Syarif Hidayat (Gusrif) di nomor HP 0813‐1403‐9017, atau berkontribusi melalui donasi ke rekening Yayasan Aqabah Sejahtera (YAS) BSM Rawamangun No. Rek. 039.0002.552


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.