9 minute read

masuk pukul 07.00, kelas masuk pukul

GKR Hemas Cari Solusi Bareng Soal Tambang Pasir

ISTIMEWA CARI SOLUSI- GKR Hemas berdiskusi bersama di Kraton Kilen Yogyakarta, Sabtu (8/1) kemarin.

Advertisement

YOGYA, TRIBUN - Anggota DPD RI asal DIY, GKR Hemas, mengundang Wakil Bupati Sleman Danang Maharsa, Sekda Sleman Hardo Kisworo serta jajaran dinas terkait Pemprov DIY dan Pemkab Sleman di Pendopo Kraton Kilen, Kompleks Kraton Yogyakarta, Sabtu (8/1).

Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut aspirasi masyarakat yang tergabung Paguyuban Masyarakat Kali Progo (PMKP), yang resah atas kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan pasir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Progo, khususnya yang berlangsung di wilayah Padukuhan Jomboran, Sendangagung, Minggir, Sleman, 28 Desember 2021 lalu.

Pada kesempatan itu, GKR Hemas mengingatkan sejumlah kepala dinas terkait untuk berhati-hati saat mengeluarkan izin penambangan pasir di wilayah DIY.

“Sebelum mengeluarkan izin (penambangan pasir), pastikan semua persyaratan dilengkapi (oleh perusahaan tambang) dengan benar, kawal prosesnya. Jangan hanya berdasarkan laporan di atas kertas,” kata GKR Hemas.

Permaisuri Sultan HB X itu mengingatkan, jika proses tersebut tak dikawal atau diawasi, maka rentan terjadi manipulasi. “Harus benar-benar diawasi dan dikawal prosesnya. Misal, kita harus tahu ada intimidasi atau tidak kepada masyarakat pada saat proses sosialisasi,” tegas GKR Hemas.

Selain soal perizinan tambang, GKR Hemas juga meminta kepada dinas terkait terus melakukan pengawasan terhadap aktivitas penambangan pasir, yang saat ini berlangsung di wilayah DIY.

“Pengawasan juga harus dilakukan terhadap tambang (pasir) yang memiliki izin. Pastikan aktifitas penambangan tersebut berjalan sesuai aturan dan tidak merusak lingkungan,” tambah GKR Hemas.

Selain Wakil Bupati Sleman dan Sekda Sleman, pertemuan tersebut juga dihadiri Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan ESDM DIY, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY, Dinas Perizinan dan Penanaman Modal DIY, Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak, Satpol PP DIY, Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman Sleman Kabupaten Sleman, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sleman, serta pihak Satpol PP Kabupaten Sleman.

Sebelum mengakhiri pertemuan, GKR Hemas menjelaskan kepada seluruh peserta rapat bahwa pihaknya mengadakan pertemuan tersebut berdasarkan aduan masyarakat. “Saya tidak mencari-cari perkara. Ini semua karena ada surat dari warga masyarakat yang terdampak dan menolak tambang,” ungkap GKR Hemas.

Ditemui seusai pertemuan, GKR Hemas menyatakan hasil rapat tersebut akan disampaikan kepada Gubernur DIY. Selain itu, perlu adanya evaluasi perizinan tambang. Hal itu sesuai temuan dari lapangan. Persoalan izin penambangan menurut GKR Hemas cukup pelik.

GKR Hemas juga menitipkan pesan kepada masyarakat, jika diminta memberikan salinan kartu identitas dan tanda tangan saat menghadiri sebuah pertemuan atau acara, agar lebih teliti lagi. Pasalnya salinan kartu identitas dan tanda tangan tersebut rentan disalahgunakan.

“Saya pesan, warga kalau disuruh memberikan fotokopi KTP dan tanda tangan ya diteliti dulu. Karena hal- hal seperti itu bisa disalahgunakan,” ungkap GKR Hemas. (rif/rls)

Anggota Wantimpres Mardiono Kunjungi Anak Yatim Piatu Covid-19 Jadi Orang Tua Asuh 9 Kakak Beradik

BANTUL, TRIBUN - Pandemi Covid-19 menyisakan duka mendalam dengan jatuhnya banyak korban meninggal. Tak terkecuali dialami anak-anak yang kehilangan orang tuanya karena Covid-19.

Satu di antaranya adalah kakak beradik Maila Putri Pratama (13), dan Maysa Putri Khasanah (3) yang kehilangan kedua orang tuanya. Kini mereka diasuh neneknya, Musinem (80) warga Paker RT 04, Mulyodadi, Kapanewon Bambanglipuro, Bantul.

Pada Sabtu (8/1) lalu, rumah mereka ramai karena kedatangan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Muhammad Mardiono. Pada kesempatan itu, Musinem menceritakan bahwa kedua cucunya telah kehilangan kedua orang tuanya.

Maryadi, ayah kedua anak itu meninggal pada 1 Juli 2021 lalu, dan telah dimakamkan dengan protokol kesehatan. Tahun sebelumnya, Emilia, ibu mereka juga meninggal dunia dan juga dimakamkan dengan prosedur prokes.

“Bapaknya (Maryadi) itu meninggal mendadak saat berbelanja. Dimakamkan dengan prokes,” ujarnya.

Sebagai anak yatim-piatu, kedua anak tersebut kini diasuh nenek, paman dan bibinya. “Setiap hari (cucunya) sama saya, kebutuhannya ya saya, pakde dan budhenya,” ujar Musinem.

Dalam membantu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Musinem kini mengandalkan warung kelontong yang ditinggalkan Maryadi. “Bapaknya kan memiliki warung dan itu diteruskan sampai saat ini,” imbuhnya.

Meski kedua cucunya sudah tak memiliki orang tua, Musinem berharap agar kedua cucunya tersebut tetap dapat memperoleh pendidikan layak dan dapat menggapai cita-citanya.

Sementara itu, Wantimpres Muhammad Mardiono menyatakan bahwa pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama dua ini telah menelan banyak korban jiwa. Menurut data yang dirilis pemerintah, per 6 Januari 2022 menunjukkan bahwa korban meninggal karena Covid-19 telah mencapai 144.116 jiwa. Dan menurut data yang disampaikan Kemensos pada akhir September 2021 kemarin, terdapat 40.766 anak menjadi yatim, piatu dan yatim piatu akibat Covid-19.

Terkait hal tersebut, pihaknya akan memantau secara nasional 30 ribu anak yang orang tuanya menjadi korban Covid-19. Sedangkan sebanyak sembilan anak yatim piatu yang orang tuanya meninggal karena Covid-19 di Kabupaten Bantul mendapatkan santunan dan diangkat sebagai anak asuh oleh Mardiono.

“Saya mulai dari Kabupaten Bantul. Di Kabupaten Bantul ada 9 adik-adik yang ayah ibunya meninggal akibat Covid-19,” ujarnya.

Dirinya memberikan santunan dalam bentuk bantuan pembayaran kebutuhan dan biaya sekolah dilakukan hingga mereka dapat menamatkan pendidikan SMA. “Bantuan ini merupakan bentuk kepedulian kita kepada anakanak yang menjadi korban akibat Covid-19. Harapannya, mereka tidak larut dalam kesedihan dan berkecil hati, harus tetap semangat dan terus giat belajar untuk meraih cita-cita,” imbuhnya.

Ajak Gotong Royong dan Bantu Sesama

Pada kesempatan itu pula, ia mengajak masyarakat untuk dapat terus meningkatkan gotong royong dan membantu sesama. Dukungan pemerintah dan masyarakat sekitar merupakan hal penting bagi penguatan mental dan semangat hidup bagi anak-anak yang ditinggalkan orang tuanya sejak dini.

“Kepada keluarga yang saat ini mengasuh apa budenya pakdenya, atau saudaranya. Insyaallah akan memberikan perhatian khusus agar adik-adik ini mendapatkan kehidupan layak,” katanya.

Mardiono juga mendorong masyarakat untuk melaporkan ke aparat pemerintah setempat untuk memastikan anak-anak yatim piatu korban Covid-19 mendapatkan bantuan dan pengasuhan sesuai haknya.

“Anak-anak memiliki hak yang sama untuk hidup dan bahagia, sehingga menjadi tanggungjawab kita bersama untuk bersinergi dan saling mendukung untuk memastikan mereka tumbuh menjadi generasi unggul di masa depan,” tandasnya. (nto)

Saya mulai dari Kabupaten Bantul. Di Kabupaten Bantul ada 9 adik-adik yang ayah ibunya meninggal akibat Covid-19

TRIBUN JOGJA/SANTO ARI ORTU ASUH - Wantimpres Muhammad Mardiono mengunjungi rumah Musinem di mana cucu dari Musinem telah kehilangan kedua orang tua karena Covid-19.

400 Anak Kehilangan Orang Tua Karena Pandemi

BANTUL, TRIBUN - Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Bantul mencatat terdapat 400-an anak yang kehilangan orang tua karena Covid-19 sehingga menjadi yatim, piatu atau yatim piatu. Dari ratusan anak tersebut, sembilan anak yatim piatu yang orang tuanya meninggal karena Covid-19 di Kabupaten Bantul mendapatkan santunan dan diangkat sebagai anak asuh oleh Wantimpres Muhammad Mardiono.

Kepala Dinas Sosial Bantul, Gunawan Budi Santoso menyatakan, lonjakan jumlah anak yatim, piatu atau yatim piatu terjadi pada 2021. Pasalnya pada pertengahan tahun lalu, memang terjadi lonjakan kasus karena varian delta yang menyebabkan banyak jatuh korban meninggal.

“Sebanyak 400-an anak, karena memang satu keluarga bisa ada 2 sampai 3 anak. Insyaallah semua bisa mendapatkan bantuan, baik dari kementerian sosial, dana keistimewaan maupun dari pemda sendiri,” ujarnya Sabtu (8/1).

Adapun bantuan sosial yang diberikan berupa tabungan melalui Bank Mandiri dan BPD. Tabungan tersebut senilai Rp1,5 juta dalam setahun dan ada pula yang diberikan Rp200 ribu per bulan.

“Itu merupakan program kemensos dan dana keistimewaan. Diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka, jangan sampai kekurangan,” ungkapnya.

Pihaknya pun berkomitmen untuk terus selalu memonitor anak-anak tersebut. Termasuk dalam hal pendampingan psikologis anak.

“Jangan sampai mereka telantar atau bahkan terjadi kekerasan terhadap mereka, itu yang tidak kita inginkan,” imbuhnya.

Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Bantul, Isdarmoko menyatakan, bahwa pihaknya berkomitmen untuk dapat memberian bantuan pendidikan kepada seluruh anak yang kehilangan orang tuanya.

“Kita akan kawal, khususnya kami akan kawal untuk kalanjutan studinya, harapannya semua bisa masuk ke sekolah negeri. Dan kami akan jamin tidak ada pungutan apapun juga,” tandasnya. (nto)

Lembah Si Cangkring, Bermula Lahan Tak Diperhatikan Kini Diburu Kuliner Tradisional Pasar Jadoel yang Dikunjungi Banyak Orang

Lembah si Cangkring, dusun Jambeyan, Kalurahan Banyurejo, Tempel kini ramai didatangi banyak pengunjung. Setiap akhir pekan, Sabtu dan Minggu, banyak warga berdatangan untuk berburu kuliner tradisional dan menikmatinya di pinggir sungai Krasak yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

SIAPA sangka, sebelum ramai menjadi jujugan banyak orang, Lembah si Cangkring, di perbatasan Sleman dan Magelang ini dulunya adalah lahan sawah - pekarangan milik Kalurahan Banyurejo, yang banyak ditumbuhi tanaman liar.

“Dulunya ini sawah pekarangan, tanah kas desa, banyak tumbuhan liar. Lahan yang tidak diperhatikan. Kemudian setelah diberi izin mengelola, kami bersihkan,” kata Bendahara sekaligus Inisiator Lembah si Cangkring, Adriyantopo, Sabtu (8/1).

Perjuangan hingga akhirnya bisa ramai dan dikunjungi banyak orang tidaklah mudah. Andriyantopo bercerita, awal mula lahan dibersihkan tahun 2018. Setelah itu, Desember akhir 2020, Ia mengajak warga untuk berjualan. Namun peminatnya sedikit. Karena saat itu, lokasinya masih sepi dan warga lebih tertarik berjualan online.

Pada 1 Januari 2021, objek wisata baru ini resmi dibuka. Ia sendiri menjadi inisiator yang mengawali membuka lapak dengan berjualan menu makanan tradisional. Di antaranya, Bubur Krecek, Nasi Bebek dan Nasi Megono.

Ternyata, dagangannya itu banyak diminati pengunjung. Terutama pesepeda yang melintas di Jalur Banyurejo - Bligo. Perlahan tempat itu mulai ramai.

Banyak warga yang akhirnya tertarik berjualan. Kini, sudah ada 15 pedagang. Konsepnya adalah pasar jadoel yang menjual aneka makanan tradisional.

“Kita akan tetap menjaga ketradasionalannya. Kedepan, mungkin akan menambahkan dengan menggali menu yang belum ada. Misalnya Brongkos maupun Serabi. Kami juga ingin ada spot atraksi memasak kuliner tradisional,” kata dia.

Tiap akhir pekan, lembah si Cangkring ramai dikunjungi banyak orang. Andiyantopo yang berjualan bubur Krecek, mengaku mampu menghabiskan 1.5 sampai 2 kilogram beras. Jika hari Minggu bahkan, peminatnya lebih banyak lagi bisa menghabiskan 3 kilogram beras.

Ketua Paguyuban Pasar Lembah si Cangkring, Eko Putro Susilo mengatakan, hampir mayoritas yang dijajakan di pasar ini adalah kuliner tradisional. Konsep kuliner jadul itulah yang menjadi magnet bagi pengunjung. Apalagi harga makanan yang dijual terjangkau, rata-rata tak lebih Rp20 ribu.

“Saya itu kepengen pengunjung yang datang ke sini, makan tak lebih Rp20 ribu. Jadi, kalau ke sini bawa uang Rp20 ribu ya, kira-kira bisa buat makan, sekaligus beli minuman,” tutur dia, lalu tertawa.

Beragam kuliner jadul tersaji di pasar ini. Mulai Bubur kricak, Megono, Gudeg Pecel, Jadah tempe, Cucur, Lopis, Gatot, Tiwul, Wajik hingga Nasi Wiwit dengan lauk suwiran ayam. Di bagian minuman tersedia wedang Bajigur, Dawet, Bandrek, Es jadeol, kopi tubruk, sekoteng, wedang uwuh dan Jahe gula jawa sereh. Konsep pasar ini sebenarnya cukup sederhana.

Stan pedagang berjejer dan pengunjung bisa menikmati kuliner di tepi sungai yang telah ditata. Suasananya menyenangkan. Selain makanan tradisional dan harga yang terjangkau, Lembah si Cangkring juga menjajakan aneka mainan tradisional. Mulai gangsingan dan otokotok hingga suling.

Eko mengatakan, penambahan mainan ini, agar pengunjung yang datang dengan membawa buah hatinya bisa sekaligus mengenalkan permainan tradisional kepada si anak. “Jadi bisa nostalgia. Ibu bisa mengenalkan ke anaknya. Ini loh dulu Ibu mainannya seperti ini. Semacam transformasi informasi. Mengenalkan anak-anak pada permainan tradisional zaman dulu,” ujar dia.

Lembah si Cangkring tidak buka setiap hari, hanya Sabtu - Minggu dan hari libur nasional. Pasar dibuka sejak pagi pukul 07.00 hingga makanan habis atau biasanya pukul 12.00. Tak ada retribusi. Pengunjung yang datang cukup membayar parkir seikhlasnya. (Ahmad Syarifudin)

TRIBUN JOGJA/AHMAD SYARIFUDIN NOSTALGIA - Pengunjung menikmati kuliner jadoel di Lembah si Cangkring, Dusun Jambeyan, Banyurejo, Tempel, Sleman.

This article is from: