PENGEMBANGAN DAN PENATAAN KAWASAN SEMANGGI SEBAGAI MIX-USED URBAN DISTRICT DI SURAKARTA

Page 1

PROJEK AKHIR ARSITEKTUR Periode LXXIII, Semester Genap, Tahun 2017/2018

LANDASAN TEORI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PENATAAN KAWASAN SEMANGGI SEBAGAI MIX-USED URBAN DISTRICT DI SURAKARTA Tema Desain Arsitektur Tektonika

Fokus Kajian Transformasi Pola Tatanan Kampung Horizontal Ke Kampung Vertikal

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur

Disusun oleh :

Vinsensius Gilrandy Santoso NIM: 14.A1.0047 Dosen pembimbing :

Ir. Yulita Titik Sunarimahingsih, MT NIDN 0612066201

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS ARSITEKTUR DAN DESAIN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA Maret 2018


HALAMAN PENGESAHAN

Projek Akhir Arsitektur Periode LXXIII, Semester Genap, Tahun 2017/2018 Program Studi Arsitektur, Fakultas Arsitektur Dan Desain Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Judul

: Pengembangan dan Penataan Kawasan Semanggi Sebagai Mix-used Urban District di Surakarta (Pilot Projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta)

Tema Desain : Arsitektur Tektonika Fokus Kajian : Transformasi Pola Tatanan Kampung Horizontal Ke Kampung Vertikal Penyusun

: Vinsensius Gilrandy Santoso

NIM

: 14.A1.0047

Pembimbing

: Ir. Yulita Titik Sunarimahingsih, MT

Penguji

: Ir. FX. Bambang Suskiyatno, MT Ir. CH. Koesmartadi, MT Dr. Ir. Rudyanto Soesilo, MSA

ii


Semarang, 20 Maret 2018 Mengetahui dan Mengesahkan, Dekan

Ketua

Fakultas Arsitektur dan Desain Arsitektur

Program Studi

Dra. B. Tyas Susanti,MA., Ph.D NIDN 0626076501

MD. Nestri Kiswari, S.Mc NIDN 0627097502

iii


HALAMAN PENGESAHAN

Projek Akhir Arsitektur Periode LXXIII, Semester Genap, Tahun 2017/2018 Program Studi Arsitektur, Fakultas Arsitektur Dan Desain Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Judul

: Pengembangan dan Penataan Kawasan Semanggi Sebagai Mix-used Urban District di Surakarta (Pilot Projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta)

Tema Desain : Arsitektur Tektonika Fokus Kajian : Transformasi Pola Tatanan Kampung Horizontal Ke Kampung Vertikal Penyusun

: Vinsensius Gilrandy Santoso

NIM

: 14.A1.0047

Pembimbing

: Ir. Yulita Titik Sunarimahingsih, MT

Penguji

: Ir. FX. Bambang Suskiyatno, MT Ir. CH. Koesmartadi, MT Dr. Ir. Rudyanto Soesilo, MSA

iv


Semarang, 20 Maret 2018 Mengetahui dan Mengesahkan Pembimbing

Ir. Yulita Titik Sunarimahingsih, MT NIDN 0612066201

Penguji,

Penguji,

Penguji,

Ir. FX. Bambang Suskiyatno, MT NIDN 0625116302

Ir. CH. Koesmartadi, MT NIDN 0616035901

Dr. Ir. A. Rudyanto Soesilo, MSA NIDN 0020065402

v


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama

:

Vinsensius Gilrandy Santoso

NIM

: 14.A1.0047

Program Studi : Arsitektur Fakultas

: Fakultas Arsitektur dan Desain Unika Soegijapranata, Semarang

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Proyek Akhir Arsitektur tahap Landasan Teori dan Program dengan judul “Pengembangan dan Penataan Kawasan Semanggi Sebagai Mix-used Urban District di Surakarta � ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bebas dari peniruan terhadap karya dari orang lain. Kutipan pendapat dan tulisan pribadi lain ditunjuk sesuai dengan cara-cara penulisan karya ilmiah yang berlaku. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa dalam Proyek Akhir Arsitektur tahap Landasan Teori dan Program ini terkandung ciriciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Semarang, 20 Maret 2018 Penulis

Vinsensius Gilrandy Santoso NIM 14.A1.0047

vi


PRAKATA Puji Syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya dapat menyelesaikan Landasan Teori dan Program Projek Arsitektur dengan judul “Pengembangan dan Penataan Kawasan Semanggi Sebagai Mix-Used Urban District di Surakarta� sebagai syarat dalam menyelesaikan program Projek Akhir Arsitektur ke 73 Program studi Arsitektur, Fakultas Arsitektur dan Desain Univesitas Katolik Unika Soegijapranata Semarang. Landasan Teori dan Program ini dibuat berkat dukungan dan bantuan berbagai pihak yang terkait. Penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ir. Bambang Suskiyatno, MT, selaku dosen koordinator Proyek Akhir Arsitektur 73 yang memberi kesempatan dan menyetujui judul untuk dilanjutkan ke tahap proposal. 2. Ir. Yulita Titik Sunarimahingsih, MT, sebagai dosen pembimbing Proyek Akhir Arsitektur ke 73, yang telah memberikan kritik, saran dan masukan selama proses pembuatan hingga penyelesaian Landasan Teori dan Program ini. 3. Dra. B. Tyas Susanti, MA., Ph.D selaku Dekan Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. 4. Maria Damiana Nestri Kiswari, ST, MSc selaku Ketua Jurusan Program Studi Arsitektur. 5. Jajaran dosen dan staff yang terkait dalam proses Proyek Akhir Arsitektur 73, yang telah juga memberikan kritik, saran dan masukan

vii


selama proses pembuatan hingga penyelesaian Landasan Teori dan Program ini. Berharap melalui disusunya proposal ini dapat memberi gambaran secara jelas mengenai Projek Akhir Arsitektur dengan judul “Pengembangan dan Penataan Kawasan Semanggi Sebagai Mix-Used Urban District di Surakarta�. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Semarang, 20 Maret 2018 Penulis

Vinsensius Gilrandy Santoso NIM 14.A1.0047

viii


DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .............................................................. vi PRAKATA.......................................................................................................... vii DAFTAR ISI........................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvii DAFTAR TABEL.............................................................................................. xxx DAFTAR BAGAN ......................................................................................... xxxvii BAB I PENDAHULUAN PENGEMBANGAN DAN PENATAAN KAWASAN SEMANGGI

SEBAGAI

MIX-USED

URBAN

DISTRICT

DI

SURAKARTA ......................................................................................... 1 1.1

Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.1.1

Gagasan Awal ................................................................................. 1

1.1.2

Analisa Pemilihan Judul .................................................................. 2

1.2

Tujuan dan Sasaran Pembahasan ........................................................ 5

1.2.1

Tujuan Pembahasan ....................................................................... 5

1.2.2

Sasaran Pembahasan ..................................................................... 6

1.3

Lingkup Pembahasan............................................................................ 7

ix


1.4

Metode Pembahasan ............................................................................ 8

1.4.1

Metode Pengumpulan Data ............................................................. 8

1.4.2

Metode Penyusunan dan Analisa .................................................. 10

1.4.3

Metode Pemrograman ................................................................... 11

1.4.4

Metode Perancangan Arsitektur .................................................... 12

1.5

Sistematika Pembahasan.................................................................... 14

1.5.1

BAB I: Pendahuluan Pengembangan dan Penataan Kawasan Semanggi Sebagai Mix-Used Urban District di Surakarta ............. 14

1.5.2

BAB II: Tinjauan Projek Pengembangan dan Penataan Kawasan Semanggi Sebagai Mix-Used Urban District di Surakarta ............. 14

1.5.3

BAB III: Analisa Pendekatan Arsitektur Pengembangan dan Penataan Kawasan Semanggi Sebagai Mix-Used Urban District di Surakarta ....................................................................................... 15

1.5.4

BAB IV: Program Arsitektur Pengembangan dan Penataan Kawasan Semanggi Sebagai Mix-Used Urban District di Surakarta ............. 15

1.5.5

BAB V: Kajian Teori Pengembangan dan Penataan Kawasan Semanggi Sebagai Mix-Used Urban District di Surakarta ............. 15

1.5.6

Daftar Pustaka............................................................................... 16

1.5.7

Lampiran ....................................................................................... 16

x


BAB II TINJAUAN PROJEK PENGEMBANGAN DAN PENATAAN KAWASAN SEMANGGI

SEBAGAI

MIX-USED

URBAN

DISTRICT

DI

SURAKARTA ....................................................................................... 17 2.1

Tinjauan Umum ................................................................................... 17

2.1.1

Tinjauan Umum Projek .................................................................. 17

2.1.2

Gambaran Umum .......................................................................... 18

2.1.3

Latar Belakang – Perkembangan – Trend ..................................... 20

2.1.4

Sasaran yang Akan Dicapai .......................................................... 23

2.2

Tinjauan Khusus ................................................................................. 25

2.2.1

Terminologi Projek ........................................................................ 25

2.2.2

Tinjauan Khusus Projek ................................................................ 26

2.2.3

Kegiatan (Pelaku, Fasilitas dan Prasarana) .................................. 30

2.2.4

Deskripsi Fasilitas ......................................................................... 38

2.2.5

Spesifikasi dan Persyaratan Desain .............................................. 41

2.2.6

Status Kepemilikan ........................................................................ 43

2.2.7

Deskripsi Konteks Kecamatan....................................................... 44

2.3

Studi Kasus Projek Sejenis ................................................................. 52

2.3.1

Hakka House, Yong Ding, China ................................................... 52

2.3.2

Rumah Renteng Keprabon, Surakarta .......................................... 53

xi


2.3.3

Kampung Deret Petogogan, Jakarta Selatan ................................ 56

2.4

Permasalahan Desain ......................................................................... 58

2.5

Kesimpulan, Batasan dan Anggapan .................................................. 60

BAB III ANALISA

PENDEKATAN

PROGRAM

ARSITEKTUR

PENGEMBANGAN DAN PENATAAN KAWASAN SEMANGGI SEBAGAI MIX-USED URBAN DISTRICT DI SURAKARTA ................................. 64 3.1

Analisa Pendekatan Kawasan ............................................................. 64

3.1.1

Analisa Lokasi Kota dan Provinsi .................................................. 64

3.1.2

Analisa Lokasi dan Kecamatan ..................................................... 68

3.1.3

Analisa Kelurahan Semanggi ........................................................ 69

3.2

Pemilihan Alternatif Lokasi Projek ....................................................... 71

3.2.1

Kawasan RW 1, RW 2 dan RW 3 .................................................. 71

3.2.2

Kawasan RW 6, RW 7 dan RW 23 ................................................ 73

3.2.3

Kriteria Pemilihan Lokasi ............................................................... 74

3.2.4

Matriks Penilaian Lokasi ................................................................ 76

3.2.5

Kelurahan Semanggi Kawasan RW 1, RW 2 RW 3 ...................... 76

3.2.6

Kekuatan Alami ............................................................................. 78

3.2.7

Kekuatan Buatan ........................................................................... 81

3.2.8

Amenitas Alami ............................................................................. 98

xii


3.2.9

Amenitas Buatan ......................................................................... 100

3.2.10 Analisa Pemilihan Tapak Kawasan ............................................. 103 3.3

Analisa Pencapaian Skenario Kawasan ............................................ 105

3.3.1

Pencapaian Makro Kawasan ....................................................... 105

3.3.2

Zonasi Fungsi Kawasan Makro ................................................... 106

3.3.3

Analisa Penggunaan dan Kebutuhan Lahan Pada Kawasan Tapak Makro

3.3.4

107

Analisa Kondisi Permukiman RW 1, RW 2 dan RW 3 Pada Kawasan Kelurahan Semanggi ................................................................... 118

3.3.5

Pencapaian Mikro Kawasan ........................................................ 123

3.3.6

Zonasi Fungsi Kawasan Mikro .................................................... 124

3.3.7

Analisa Penggunaan dan Kebutuhan Lahan Kawasan Mikro ...... 125

3.3.8

Skenario Kawasan Makro ........................................................... 137

3.3.9

Skenario Kawasan Mikro ............................................................. 138

3.3.10 Skenario Keseluruhan ................................................................. 139 3.4

Analisa Pendekatan Masing-masing Fungsi ..................................... 141

3.4.1

Studi Aktivitas, Sifat dan Kebutuhan Ruang ................................ 141

3.4.2

Persyaratan Ruang ..................................................................... 159

3.4.3

Pola Aktivitas Pelaku ................................................................... 163

xiii


3.4.4 3.5

Waktu Operasional Bangunan..................................................... 176

Studi Fasilitas .................................................................................... 180

3.5.1

Pendekatan Jumlah Pelaku ......................................................... 180

3.5.2

Pendekatan Jumlah Penduduk.................................................... 182

3.5.3

Studi Ruang Umum ..................................................................... 186

3.5.3

Studi Ruang Khusus .................................................................... 204

3.5.5

Studi Besaran Ruang .................................................................. 238

3.6

Analisa Pendekatan Sistem Bangunan ............................................. 275

3.6.1

Studi Sistem Struktur dan Enclosure ........................................... 275

3.6.2

Studi Sistem Pembangunan ........................................................ 290

3.6.3

Studi Sistem Utilitas .................................................................... 292

3.6.4

Sistem Penerapan Teknologi ...................................................... 321

BAB IV PROGRAM

ARSITEKTUR

PENGEMBANGAN

DAN

PENATAAN

KAWASAN SEMANGGI SEBAGAI MIX-USED URBAN DISTRICT DI SURAKARTA ..................................................................................... 333 4.1

Program Kawasan ............................................................................. 333

4.1.1

Konsep Program dan Tema Kawasan ......................................... 333

4.1.2

Tujuan Perancangan, Faktor Penentu Perancangan dan Faktor Persyaratan Perancangan ........................................................... 337

xiv


4.1.3

Program Skenario Kawasan Keseluruhan ................................... 343

4.1.4

Program Besaran Luas Kawasan ................................................ 345

4.1.5

Program Sarana dan Prasarana Kawasan .................................. 347

4.2

Program Masing-masing fungsi ......................................................... 351

4.2.1

Program Kegiatan (Program Ruang, Besaran Ruang, Pola Ruang dan Tipe Ruang).......................................................................... 351

4.2.2

Rekapitulasi Kebutuhan Ruang Kawasan Mikro (RW 2) ............. 368

4.2.3

Pola Ruang.................................................................................. 369

4.2.4

Program Sistem Struktur dan Sistem Enclosure (Pelingkup) ...... 372

4.2.5

Program Sistem Utilitas ............................................................... 377

4.2.6

Program Tapak Kawasan ............................................................ 384

4.2.6

Program Perhitungan Sistem Bangunan ..................................... 390

BAB V KAJIAN TEORI PENGEMBANGAN DAN PENATAAN KAWASAN SEMANGGI

SEBAGAI

MIX-USED

URBAN

DISTRICT

DI

SURAKARTA ..................................................................................... 395 5.1

Kajian Teori Tema dan Penekanan Desain ....................................... 395

5.1.1

Uraian Interpretasi dan Elaborasi Teori Tema dan Penekanan Desain ......................................................................................... 395

5.1.2 5.2

Studi Preseden ............................................................................ 405

Kajian Teori Permasalahan Dominan ................................................ 417

xv


5.2.1

Uraian Interpretasi dan Elaborasi Teori Permasalahan Dominan Pada Projek ................................................................................. 417

5.2.2

Studi Preseden ............................................................................ 424

5.2.3

Kemungkinan Penerapan Teori Permasalahan Dominan Pada Projek .......................................................................................... 429

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 431 LAMPIRAN ..................................................................................................... 438

xvi


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1

Peta Perencanaan Projek Makro Kawasan yang Mencakup 3 RW ............................................................................................ 7

Gambar 2. 1

Peremajaan Kawasan Jefferson, Loas Angeles (Kiri) dan Cheong Gye Cheong, Seoul (Kanan)

17

Gambar 2. 2

Peta Pemetaan Kelurahan Semanggi ..................................... 21

Gambar 2. 3

Gentrifikasi Perkampungan Tianzifang City, China ................. 27

Gambar 2. 4

Projek Hunian Vertikal NEXT21 Osaka Gas, Jepang ............. 28

Gambar 2. 5

Contoh Rusunawa Marunda, Jakarta (Kiri) yang Kurang Berhasil dan Rusunawa Sombo, Surabaya (Kanan) yang Berhasil Menerapkan Budaya Kampung ............................................... 30

Gambar 2. 6

Peta Pola Ruang Kawasan I Kota Surakarta, Jawa Tengah ... 44

Gambar 2. 7

Peta Kelurahan Semanggi, Surakarta ..................................... 45

Gambar 2. 8

Prosentase Kepadatan Penduduk Kelurahan Semanggi ........ 46

Gambar 2. 9

Prosentase Luas Penggunaan Lahan Kelurahan Semanggi Tahun 2017 ............................................................................. 47

Gambar 2. 10 Pola Permukiman Hakka House, Yong Ding, China ............... 53 Gambar 2. 11 Perspektif Rumah Renteng Keprabon, Surakarta ................... 54 Gambar 2. 12 Suasana Koridor (Kiri) dan Area Jemur (Kanan) Pada Dalam Rumah Renteng Keprabon, Surakarta .................................... 55

xvii


Gambar 2. 13 Suasana Koridor Pada Sore Hari (Kiri) dan Keadaan Dalam Unit Hunian Tipe 27 (Kanan) .......................................................... 56 Gambar 2. 14 Suasana Koridor Depan Teras Rumah Di Kampung Petogogan, Jakarta Barat........................................................................... 57 Gambar 2.15

Area Komunal dan Playground Pada Tengah Kampung Petogogan, Jakarta Barat ....................................................... 58

Gambar 3. 1

Peta Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta Tahun 2011-2031 . 66

Gambar 3. 2

Peta Struktur Ruang Kota Surakarta Tahun 2011-2031 ......... 67

Gambar 3. 3

Peta Pola Ruang Kawasan I Kota Surakarta Tahun 2011-2031 ................................................................................................ 69

Gambar 3. 4

Peta Kelurahan Semanggi Kota Surakarta ............................. 70

Gambar 3. 5

Alternatif Tapak 1 Pada Kelurahan Semanggi Mencakup 3 RW ................................................................................................ 71

Gambar 3. 6

Alternatif Tapak 2 Kelurahan Semanggi Mencakup 3 RW ...... 73

Gambar 3. 7

Peta Topografi dan Jenis Tanah Kota Surakarta .................... 78

Gambar 3. 8

Data Pencatatan Air Kelurahan Semanggi Tahun 2016 ......... 79

Gambar 3. 9

Arah Perkembangan Langgam Kota Surakarta ...................... 82

Gambar 3. 10 Peraturan Persimpangan Jalan Perempatan .......................... 87 Gambar 3. 11 Peraturan Persimpangan Jalan Pertigaan .............................. 87 Gambar 3. 12 Rencana Pengembangan Jalan .............................................. 92

xviii


Gambar 3. 13 Peta Ukuran Luas Per-RT pada Kawasan Mikro Mencakup 3 RW .............................................................................................. 104 Gambar 3. 14 Analisa Pencapaian Makro Kawasan Kelurahan Semanggi, Kota Surakarta .............................................................................. 105 Gambar 3. 15 Peta Zonasi Fungsi Kegunaan Lahan Pada Kawasan Makro 106 Gambar 3. 16 Suasana Lapangan Losari .................................................... 107 Gambar 3. 17 MCK Umum Lapngan Losari ................................................. 108 Gambar 3. 18 Cumberland Park, USA ......................................................... 108 Gambar 3. 19 Suasana Kampung Semanggi di Sempadan Rel .................. 112 Gambar 3. 20 Suasana Gang Pada Kampung Semanggi ........................... 112 Gambar 3. 21 Suasana Sempadan Tanggul Semanggi............................... 113 Gambar 3. 22 Cumberland Park, USA ......................................................... 113 Gambar 3. 23 Salah Satu Gang Menuju Kampung Semanggi ..................... 115 Gambar 3. 24 Suasana Perpustakaan Kampung (Atas) dan Jalan (Bawah) 116 Gambar 3. 25 Gang Kampung Semanggi .................................................... 116 Gambar 3. 26 Peta Pencapaian Mikro Kawasan Semanggi (RW 2) ............ 123 Gambar 3. 27 Peta Zonasi Fungsi Kawasn Mikro ........................................ 124 Gambar 3. 28 MCK Umum Kampung .......................................................... 125 Gambar 3. 29 Kondisi Lapangan Losari....................................................... 126 Gambar 3. 30 Kondisi Sempadan Rel yang Digunakan Sebagai Jemuran .. 130 Gambar 3. 31 Kondisi Gang Pada Perkampungan Semanggi ..................... 130 Gambar 3. 32 Gang Masuk Perkampungan Semanggi ............................... 133

xix


Gambar 3. 33 Perpustakaan Kampung (Atas) dan Gang (Bawah) Pada Kawasan Semanggi .............................................................. 134 Gambar 3. 34 Penanaman

Vertikal

yang

Sudah

Dilakukan

Beberapa

Masyarakat ........................................................................... 135 Gambar 3. 35 Peta Zoning Skenario Makro Kawasan Semanggi ................ 137 Gambar 3. 36 Peta Zoning Skenario Mikro Kawasan Semanggi RW 2 ....... 138 Gambar 3. 37 Rumus Perhitungan Lajur Pertumbuhan Penduduk .............. 184 Gambar 3. 38 Rumus Perbandingan Perhitungan Lajur Pertumbuhan KK .. 185 Gambar 3. 39 Kesimpulan Dari Semua Studi Penduduk RW 2 Kawasan Semanggi .............................................................................. 186 Gambar 3. 40 Antropometri Manusia Pada Umumnya ................................ 187 Gambar 3. 41 Standar Kebutuhan Ruang Udara Bersih Manusia ............... 188 Gambar 3. 42 Standar Jendela Yang Optimum ........................................... 190 Gambar 3. 43 Standar Jendela Yang Optimum ........................................... 191 Gambar 3. 44 Perhitungan Standar Jendela Yang Optimum ....................... 191 Gambar 3. 45 Standar Nyaman Manusia Duduk ......................................... 193 Gambar 3. 46 Standar Nyaman Manusia Duduk ......................................... 193 Gambar 3. 47 Standar Nyaman Manusia Duduk ......................................... 193 Gambar 3. 48 Standar Nyaman Manusia Duduk ......................................... 194 Gambar 3. 49 Standar Sirkulasi Nyaman Ruang Tamu ............................... 194 Gambar 3. 50 Standar Nyaman Ruang Tamu yang Nyaman ...................... 195 Gambar 3. 51 Standar Ukuran Nyaman Ruang Makan ............................... 196

xx


Gambar 3. 52 Standar Sirkulasi Nyaman Ruang Makan ............................. 196 Gambar 3. 53 Antropometri Ukuran Gerak Dapur ....................................... 198 Gambar 3. 54 Antropometri Ukuran Gerak Dapur ....................................... 199 Gambar 3. 55 Standar Nyaman Ukuran Dapur Rumah Tinggal ................... 199 Gambar 3. 56 Antropometri Ukuran Kamar Tidur 2 Orang .......................... 200 Gambar 3. 57 Ukuran Standar Ruang Kamar Tidur 2 Orang ....................... 201 Gambar 3. 58 Ukuran Nyaman Untuk Ruang Gerak Pada Kamar TIdur ..... 201 Gambar 3. 59 Ukuran StandarUntuk Kamar Tidur Anak .............................. 202 Gambar 3. 60 Ukuran StandarUntuk Kamar Tidur Anak .............................. 203 Gambar 3. 61 Ukuran Standar Kamar Tidur 3 Anak .................................... 203 Gambar 3. 62 Ukuran Standar Toilet Hunian yang NYaman ....................... 204 Gambar 3. 63 Contoh Beberapa Perabot Multi-fungsi ................................. 206 Gambar 3. 64 Contoh Perabot Multi-fungsi.................................................. 207 Gambar 3. 65 Contoh Meja dan Kursi Multi-fungsi ...................................... 208 Gambar 3. 66 Contoh Lemari Multi-fungsi ................................................... 209 Gambar 3. 67 Contoh Tempat Tidur Multi-fungsi ......................................... 210 Gambar 3. 68 Contoh Lemari dan Meja Multi-fungsi.................................... 210 Gambar 3. 69 Contoh Perabot Dapur Multi-fungsi ....................................... 211 Gambar 3. 70 Gambaran Layout Ruang Tipe 54 Konvensional .................. 214 Gambar 3. 71 Gambaran Layout Ruang Tipe 54 Fleksibel .......................... 215 Gambar 3. 72 Gambaran Layout Ruang Tipe 72 Konvensional .................. 217 Gambar 3. 73 Gambaran Layout Ruang Tipe 72 Fleksibel .......................... 218

xxi


Gambar 3. 74 Ukuran Standar Mesin Cuci .................................................. 223 Gambar 3. 75 Ukuran Standar Mesin Setrika .............................................. 224 Gambar 3. 76 Standar Sirkulasi Nyaman Pada Area Mesin Cuci ................ 224 Gambar 3. 77 Ukuran Standar Mesin Cuci Koin .......................................... 225 Gambar 3. 78 Rumus Perhitungan Berat Pakaian Kotor Tiap KK ................ 225 Gambar 3. 79 Standar Peletakan Perabot yang Nyaman Area Mesin Cuci . 226 Gambar 3. 80 Standar Kenyamanan Individu Dalam Pergerakan ............... 230 Gambar 3. 81 Standar Ukuran Gerak Manusia Dalam Bergerak ................. 231 Gambar 3. 82 Diagram Phon Kenyamanan Akustik .................................... 232 Gambar 3. 83 Standar Kenyamanan Akustik Ruang ................................... 233 Gambar 3. 84 Kenyamanan Waktu Dengung Dalam Akustik ...................... 233 Gambar 3. 85 Spesifikasi Material Penyerap Akustik Bising........................ 234 Gambar 3. 86 Struktur Sistem Rangka ........................................................ 276 Gambar 3. 87 Struktur Sistem Dinding Masif ............................................... 276 Gambar 3. 88 Sistem Struktur Dinding Sejajar ............................................ 277 Gambar 3. 89 Pondasi Batu Kali .................................................................. 277 Gambar 3. 90 Pondasi Vutplat ..................................................................... 278 Gambar 3. 91 Pondasi Sumuran ................................................................. 279 Gambar 3. 92 Pondasi Raft ......................................................................... 279 Gambar 3. 93 Penggunaan Material Kayu Pada Konstruksi Atap ............... 280 Gambar 3. 94 Konstruksi Waffle Structure Pada Sistem Pembalokan......... 281 Gambar 3. 95 Konstruksi Flat Slab Pada Sistem Pembalokan .................... 282

xxii


Gambar 3. 96 Konstruksi Atap Baja Konvensional ...................................... 282 Gambar 3. 97 Penutup Lantai Keramik ........................................................ 284 Gambar 3. 98 Penutup Lantai Floor Hardener ............................................. 284 Gambar 3. 99 Material Bata Ringan............................................................. 285 Gambar 3. 100 Material Batu Bata Merah ..................................................... 286 Gambar 3. 101 Material Penyekat Dinding Partisi Kalsiboard ...................... 286 Gambar 3. 102 Material Gypsum Board ....................................................... 287 Gambar 3. 103 Material Papan PVC ............................................................ 288 Gambar 3. 104 Material Kalsiboard .............................................................. 288 Gambar 3. 105 Material Genteng Tanah Liat................................................ 289 Gambar 3. 106 Material Genteng Bitumen Selulosa ..................................... 289 Gambar 3. 107 Material Genteng Sirap Kayu Ulin ........................................ 290 Gambar 3. 108 Tower Crane ........................................................................ 291 Gambar 3. 109 Crane Tank .......................................................................... 291 Gambar 3. 110 Crane Truck ......................................................................... 291 Gambar 3. 111 Pendistribusian Air Bersih dengan Sistem Down-feed ......... 292 Gambar 3. 112 Pendistribusian Air Bersih dengan Sistem Up-feed ............. 293 Gambar 3. 113 Grey Water Treatment ......................................................... 295 Gambar 3. 114 Sistem Pengolahan Daur Ulang Limbah Air Hujan .............. 296 Gambar 3. 115 Logo 3R Dalam Pengelolaan Sampah ................................. 297 Gambar 3. 116 Contoh Implementasi Tangga Darurat ................................. 300 Gambar 3. 117 Contoh Implementasi Pintu Darurat ..................................... 300

xxiii


Gambar 3. 118 Sprinkler (Kiri) dan Smoke Detector (Kanan) ........................ 301 Gambar 3. 119 Contoh Alat Pemadam Api Ringan ....................................... 302 Gambar 3. 120 Contoh Hydrant Box Indoor................................................... 302 Gambar 3. 121 Contoh Hydrant Pillar Outdoor .............................................. 303 Gambar 3. 122 Sistem PABX ........................................................................ 303 Gambar 3. 123 Sistem Telekomunikasi Eksternal ......................................... 304 Gambar 3. 124 Prinsip Terusan Panas Melalui Pelingkup Bagian Bangunan 305 Gambar 3. 125 Perhitungan Perancangan Sistem Pencahayaan Alami Pada Bangunan Gedung ................................................................ 306 Gambar 3. 126 Pengukuran Titik Ukur Pada Bidang Lubang Cahaya Efektif 307 Gambar 3. 127 Metode Analitis Nilai Faktor Langit........................................ 310 Gambar 3. 128 Perhitungan Nilai Faktor Langit Dalam Tabel........................ 311 Gambar 3. 129 Rumus Perhitungan Kuantitas Laju Aliran Penghawaan Alami .............................................................................................. 313 Gambar 3. 130 AC Split dan Tabel Standar Pertukaran Penghawaan Buatan .............................................................................................. 315 Gambar 3. 131 Rekomendasi Ukuran Standar Kenyamanan Tangga Manual .............................................................................................. 316 Gambar 3. 132 Ukuran Standar Lidah Tangga (Kiri) dan Contoh Desain Tangga Manual (Kanan) .................................................................... 316 Gambar 3. 133 Contoh Pengaplikasian Desain Ramp Untuk Aksesibilitas ... 317

xxiv


Gambar 3. 134 Rekomendasi Ukuran Standar Ramp Untuk Kaum Disabilitas .............................................................................................. 317 Gambar 3. 135 Penangkal Petir Sistem Thomas ........................................... 318 Gambar 3. 136 Penangkal Petir Sistem Faraday........................................... 319 Gambar 3. 137 Sistem Keamaan Aktif Pada Bangunan ................................ 319 Gambar 3. 138 Sistem Keamanan Pasif Pada Bangunan ............................. 320 Gambar 3. 139 Material Suregreen PP40 Sebagai Penutup Area Perkerasan Parkir..................................................................................... 323 Gambar 3. 140 Sistem Pembalokan Material Holedeck Concrete Slab ......... 324 Gambar 3. 141 Material Penutup Dinding Mycotech Material’s (Kanan) dan Biobo Panel’s (Kiri)................................................................ 325 Gambar 3. 142 Penutup Area Olahraga Dengan Pavegen’s Floor Tiles ....... 326 Gambar 3. 143 Penutup Area Olahraga Dengan Pavegen’s Floor Tiles ....... 327 Gambar 3. 144 Sistem Penyelesaian Konstruksi Dengan Modular Building System Construction’s .......................................................... 327 Gambar 3. 145 Anidolic Daylighting System (Kiri) dan Transmitter Anidolic Daylighting System (Kanan).................................................. 329 Gambar 3. 146 Distribusi Pencahayaan Tubular Daylighting System (Kiri) dan Jenis Kolektor Pada TDS ...................................................... 330 Gambar 3. 147 Sistem PLTMH (Kiri) dan Sistem Turbin Generator (Kanan) .............................................................................................. 331

xxv


Gambar 4. 1

Program Skenario Kawasan Makro ...................................... 343

Gambar 4. 2

Program Skenario Kawasan Mikro ........................................ 344

Gambar 4. 3

Pengaplikasian Pondasi Sumuran (Kiri) dan Gambar Kerja .. 372

Gambar 4. 4

Contoh Penyelesaian Konstruksi Struktur Rangka Lewat Pendekatan Tektonika (Gambar 1 dan 2) dan Sistem Modular Bongkar Pasang (Gambar 3) ................................................ 373

Gambar 4. 5

Pengaplikasian Studi Teknologi Holedeck Concrete Slab Pada Pembalokan dan Plat Lantai ................................................. 373

Gambar 4. 6

Contoh Penerapan Material Kayu Pada Struktur dan Konstruksi Atap....................................................................................... 374

Gambar 4. 7

Material Penutup Lantai Floor Hardener (1) dan Keramik (2 dan 3) ........................................................................................... 375

Gambar 4. 8

Material Penutup Dinding Permanen dan Dinding Partisi Penyekat ............................................................................... 375

Gambar 4. 9

Material Beton Pre-Cast Pada Pengaplikasian Holedeck's Concrete Slab ....................................................................... 376

Gambar 4. 10 Material Penutup Atap Genteng Tanah Liat .......................... 376 Gambar 4. 11 Pendistribusian Utilitas Sistem Air Bersih Pada Bangunan ... 377 Gambar 4. 12 Pengolahan Limbah Air Menjadi Air Bersih ........................... 378 Gambar 4. 13 Distribusi Listrik Lewat Energi Kinetik (Kiri) dan Mesin Genset (Kanan) ................................................................................. 378 Gambar 4. 14 Sistem Komunikasi Dalam Perkampungan Vertikal .............. 378

xxvi


Gambar 4. 15 Jaringan Pendistribusian Pembuangan Sampah .................. 379 Gambar 4. 16 Hydrant Pillar Outdoor dan Sprinkle Dalam Bangunan ......... 379 Gambar 4. 17 Contoh Pengaplikasian Sistem Pencahayaan Alami Pada Bangunan.............................................................................. 380 Gambar 4. 18 Pengaplikasian Pencahayaan Buatan Dalam Bangunan ...... 380 Gambar 4. 19 Sistem Penghawaan buatan Menggunakan AC dan Alur Penghawaan Alami ............................................................... 381 Gambar 4. 20 Penerapan Tangga Manual dan Ramp Untuk Sirkulasi Vertikal Bangunan.............................................................................. 381 Gambar 4. 21 Penangkal Petir Sistem Thomas ........................................... 382 Gambar 4. 22 Sistem

Keamanan

Aktif

dan

CCTV

Sebagai

SIstem

Pengamanan Pasif ................................................................ 382 Gambar 4. 23 Kolam Retensi Kawasan Makro (1), Perbaikan Drainase Untuk Air Limpasan dan Vegetasi Keras Untuk Konsep Urban Forestry (3).......................................................................................... 383 Gambar 4. 24 Modular Building System (1), Pavegen’s Floor (2) dan Grass Paver’s (3) ............................................................................. 383 Gambar 4. 25 Contoh Perencanaan Ruang Terrbuka Hijau ........................ 384 Gambar 4. 26 Penerapan Biopori (1), Pengolahan Limbah Cair Dengan Biofilter (2) dan Perencanaan Kolam Retensi Pada Kawasan Mikro (3) .............................................................................................. 385 Gambar 4. 27 Pohon Akasia ........................................................................ 385

xxvii


Gambar 4. 28 Pohon Trembesi .................................................................... 385 Gambar 4. 29 Pohon Ketapang Kencana .................................................... 386 Gambar 4. 30 Pohon Angsana .................................................................... 386 Gambar 4. 31 Pavegen’s Floor Tiles............................................................ 386 Gambar 4. 32 Top Mix Permeable ............................................................... 387 Gambar 4. 33 Suregreen PP40 Grass Pavers ............................................. 387 Gambar 4. 34 Rumput Gajah Mini ............................................................... 387 Gambar 4. 35 Rumput Peking ..................................................................... 387 Gambar 4. 36 Grass Block Area Perkerasan ............................................... 388 Gambar 4. 37 Perkerasan Pada Gua Maria Penadaran, Gubug Jawa Tengah .............................................................................................. 388 Gambar 4. 38 Biofilter .................................................................................. 388 Gambar 4. 39 Alur Pengolahan Limbah Cair Pada Biofilter ......................... 389 Gambar 4. 40 Potongan Biofilter .................................................................. 389 Gambar 4. 41 Potongan Biofilter Groundtank .............................................. 389 Gambar 4. 42 Biopori dan Pengolahan Sampah Organik ............................ 390 Gambar 4. 43 Pengaplikasian Lupang Biopori ............................................. 390

Gambar 5. 1

Perspektif Depan Wisma Kuwera (Kiri) dan Tampak Depan Wisma Kuwera (Kanan) ........................................................ 406

Gambar 5. 2

Detail Sambungan Konstruksi Wisma Kuwera ...................... 407

Gambar 5. 3

Penggunaan Material Dominasi Kayu Wisma Kuwera .......... 408

xxviii


Gambar 5. 4

Tampak Depan Gereja Maria Assumpta (Kiri) dan Suasana Dalam Gereja Maria Assumpta (Kanan) ............................... 409

Gambar 5. 5

The Kriegbaum Logistic Center............................................. 414

Gambar 5. 6

Permukiman Kali Code Yogyakarta ...................................... 425

Gambar 5. 7

Perspektif dan Suasana Sekitar Rumah Renteng Keprabon Solo .............................................................................................. 426

Gambar 5. 8

Suasana Rumah Renteng Keprabon, Solo ........................... 428

Gambar 5. 9

Kegiatan Anak-anak Bermain Di Kali dan Kegiatan Warga... 429

xxix


DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1

Daftar Pengelompokan Masing-masing Pelaku ...................... 32

Tabel 2. 1

Tabel Daftar Pengelompokan Masing-masing Pelaku

Tabel 2. 2

Tabel Pengelompokan Aktivitas .............................................. 34

Tabel 2. 3

Tabel Fasilitas Utama dan Sarana .......................................... 36

Tabel 2. 4

Tabel Fasilitas Penunjang dan Sarana ................................... 36

Tabel 2. 5

Tabel Fasilitas Pengelola dan Sarana..................................... 37

Tabel 2. 6

Tabel Fasilitas Servis dan Sarana .......................................... 37

Tabel 2. 7

Tabel Deskrispsi Fasilitas Utama ............................................ 38

Tabel 2. 8

Tabel Deskripsi Fasilitas Penunjang ....................................... 39

Tabel 2. 9

Identitas Rumah, Letak dan Jumlah pada Kelurahan Semanggi

32

2017 ........................................................................................ 48

Tabel 3. 1

Tabel Kategori Penilaian ......................................................... 76

Tabel 3. 2

Tabel Rekapitulasi Data Penduduk Kelurahan Semanggi Tahun 2017 ........................................................................................ 77

Tabel 3. 3

Tabel Arah Fungsi Setiap Sub-Pelayanan Pusat Kota Surakarta ................................................................................................ 82

Tabel 3. 4

Tabel Peraturan RTRW Kota Surakarta yang Menyangkut Projek ................................................................................................ 83

Tabel 3. 5

Tabel RDTR Peraturan Sempadan Sungai Kota Surakarta .... 85

xxx


Tabel 3. 6

Table Zoning Text Zona Perlindungan Setempat .................... 94

Tabel 3. 7

Tabel Zoning Text Zona Perumahan-R ................................... 95

Tabel 3. 8

Tabel Analisa Penggunaan dan Kebutuhan Lahan Kawasan Makro .................................................................................... 107

Tabel 3. 9

Tabel Analisa Kondisi Lahan Mikro Kawasan ....................... 118

Tabel 3. 10

Tabel Analisa Penggunaan dan Kebutuhan Lahan Kawasan Mikro ..................................................................................... 125

Tabel 3. 11

Tabel Studi Aktivitas, Sifat dan Kebutuhan Ruang Masingmasing Penghuni .................................................................. 141

Tabel 3. 12

Tabel Studi Aktivitas, Sifat dan Kebutuhan Ruang Masingmasing Pengelola ................................................................. 148

Tabel 3. 13

Studi Aktivitas, Sifat dan Kebutuhan Ruang Masing-masing Pelaku Servis ........................................................................ 150

Tabel 3. 14

Studi Aktivitas, Sifat dan Kebutuhan Ruang Masing-masing Pelaku Pendukung ................................................................ 152

Tabel 3. 15

Tabel Kebutuhan Ruang Pada RW 2 Secara Keseluruhan... 154

Tabel 3. 16

Tabel Persyaratan Ruang Masing-masing Kebutuhan Ruang .............................................................................................. 159

Tabel 3. 17

Tabel Waktu Operasional Masing-masing Ruang Dalam Bangunan.............................................................................. 176

Tabel 3. 18

Tabel Studi Pendekatan Pelaku Pengelola ........................... 180

Tabel 3. 19

Tabel Studi Pendekatan Pelaku Penduduk Per-RT .............. 183

xxxi


Tabel 3. 20

Tabel Studi Jumlah Lajur Pertumbuhan Penduduk ............... 184

Tabel 3. 21

Tabel Lajur Pertumbuhan Penduduk 2017-2034 .................. 185

Tabel 3. 22

Tabel Prediksi Pertumbuhan Lajur Penambahan Jumlah KK Pada Setiap RW ................................................................... 185

Tabel 3. 23

Tabel Gabungan Ruang Tamu dan Ruang Keluarga ............ 207

Tabel 3. 24

Studi Perhitungan Gabungan Kamar Anak dan Ruang Belajar .............................................................................................. 208

Tabel 3. 25

Tabel Studi Perhitungan Gabungan Kamar Utama dan Ruang Kerja...................................................................................... 209

Tabel 3. 26

Tabel Studi Perhitungan Gabungan Dapur dan Ruang Makan .............................................................................................. 211

Tabel 3. 27

Tabel Rekapitulasi Studi Ruang Khusus ............................... 212

Tabel 3. 28

Perhitungan Unit Hunian Tipe 54 .......................................... 213

Tabel 3. 29

Perhitungan Unit Hunian Tipe 54 .......................................... 215

Tabel 3. 30

Perhitungan Unit Hunian Tipe 72 .......................................... 216

Tabel 3. 31

Perhitungan Unit Hunian Tipe 72 .......................................... 218

Tabel 3. 32

Tabel Perhitungan Jumlah Unit dan Luas Total Unit RT (2017) .............................................................................................. 220

Tabel 3. 33

Tabel Perhitungan Jumlah Unit dan Luas Total Unit RT (2034) .............................................................................................. 220

Tabel 3. 34

Tabel Prakiraan Perhitungan Prosentase Kenaikan Luas Bangunan.............................................................................. 221

xxxii


Tabel 3. 35

Tabel SPesifikasi Mesin Cuci yang Digunakan ..................... 226

Tabel 3. 36

Tabel Perhitungan Berat Cucian 5 Perkampungan Vertikal .. 227

Tabel 3. 37

Tabel Studi Perhitungan Area Cuci Koin Komunal ................ 227

Tabel 3. 38

Tabel Studi Besaran Ruang Area Komunal .......................... 235

Tabel 3. 39

Tabel Studi Kebutuhan Luas Area Parkir Masing-masing Perkampungan Vertikal ......................................................... 239

Tabel 3. 40

Tabel Studi Kebutuhan Luas Area Parkir Pengelola ............. 241

Tabel 3. 41

Tabel Studi Kebutuhan Luas Area Parkir Fasilitas Kesehatan .............................................................................................. 242

Tabel 3. 42

Tabel Studi Kebutuhan Luas Area Parkir Fasilitas Pendidikan .............................................................................................. 242

Tabel 3. 43

Tabel Studi Kebutuhan Luas Area Parkir Peribadatan .......... 243

Tabel 3. 44

Tabel Studi Kebutuhan Luas Area Parkir Lapangan Sepak Bola .............................................................................................. 244

Tabel 3. 45

Tabel Studi Kebutuhan Luas Perkampungan Vertikal RT 1 .. 245

Tabel 3. 46

Tabel Perhitungan Studi Kebutuhan Luas Perkampungan Vertikal RT 2 ......................................................................... 248

Tabel 3. 47

Tabel Perhitungan Studi Kebutuhan Luas Perkampungan Vertikal RT 3 ......................................................................... 251

Tabel 3. 48

Tabel Perhitungan Studi Kebutuhan Luas Perkampungan Vertikal RT 4 ......................................................................... 254

xxxiii


Tabel 3. 49

Tabel Perhitungan Studi Kebutuhan Luas Perkampungan Vertikal RT 5 ......................................................................... 257

Tabel 3. 50

Tabel Perhitungan Studi Kebutuhan Luas Perkampungan Vertikal RW 2 ........................................................................ 260

Tabel 3. 51

Tabel perhitungan Studi Kebutuhan Luas Fasilitas Pengelola .............................................................................................. 263

Tabel 3. 52

Tabel Perhitungan Rekapitulasi Kebutuhan Kawasan Mikro RW 2 ............................................................................................ 266

Tabel 3. 53

Tabel Peraturan Regulasi Kota Surakarta............................. 267

Tabel 3. 54

Tabel Perhitungan Luas Masing-masing Perkampungan Vertikal .............................................................................................. 269

Tabel 3. 55

Tabel Studi Sistem Whole Structure ..................................... 275

Tabel 3. 56

Tabel Studi Sistem Sub-Structure ......................................... 277

Tabel 3. 57

Tabel Studi Sistem Upper-Structure ..................................... 280

Tabel 3. 58

Tabel Studi Enclosure Material Penutup Lantai .................... 283

Tabel 3. 59

Tabel Studi Enclosure Material Penutup Dinding .................. 285

Tabel 3. 60

Tabel Studi Enclosure Material Penutup Langit-langit........... 287

Tabel 3. 61

Tabel Studi Enclosure Material Penutup Atap....................... 288

Tabel 3. 62

Tabel Studi Sistem Pembangunan ........................................ 290

Tabel 3. 63

Nilai Faktor Langit Minimal Dalam Ruang Bangunan ............ 309

Tabel 3. 64

Standar Tingkat Pencahayaan Buatan Dalam Rumah Tinggal .............................................................................................. 312

xxxiv


Tabel 3. 65

Standar Kenyamanan Temperatur Udara Kering .................. 314

Tabel 3. 66

Tabel Macam-macam Penangkal Petir ................................. 318

Tabel 4. 1

Faktor Persyaratan Perancangan ......................................... 340

Tabel 4. 2

Perhitungan Luas Total Masing-masing Kawasan Mikro ...... 345

Tabel 4. 3

Perhitungan Luas Total Masing-masing Kawasan Makro ..... 347

Tabel 4. 4

Program Sarana dan Prasarana Kawasan............................ 347

Tabel 4. 5

Perhitungan Luas Kebutuhan Ruang Program Perkampungan Vertikal RT 1 ......................................................................... 351

Tabel 4. 6

Perhitungan Luas Kebutuhan Ruang Program Perkampungan Vertikal RT 2 ......................................................................... 353

Tabel 4. 7

Perhitungan Luas Kebutuhan Ruang Program Perkampungan Vertikal RT 3 ......................................................................... 356

Tabel 4. 8

Perhitungan Luas Kebutuhan Ruang Program Perkampungan Vertikal RT 4 ......................................................................... 358

Tabel 4. 9

Perhitungan Luas Kebutuhan Ruang Program Perkampungan Vertikal RT 5 ......................................................................... 360

Tabel 4. 10

Perhitungan Luas Kebutuhan Ruang Program Kawasan Mikro Lingkup RW .......................................................................... 363

Tabel 4. 11

Rekapitulasi Perhitungan Kebutuhan Ruang Dalam Kawasan Mikro ..................................................................................... 368

Tabel 4. 12

Pola Ruang Masing-masing Fungsi Bangunan ..................... 369

xxxv


Tabel 4. 13

Pola Ruang Masing-masing Fungsi Bangunan Tingkat RT dan RW ........................................................................................ 371

Tabel 4. 14

Program Masing-masing Sistem Struktur.............................. 372

Tabel 4. 15

Program Masing-masing Sistem Pelingkup (Enclosure) ....... 374

Tabel 4. 16

Program Pengimpletasian Masing-masing Sistem Utilitas .... 377

Tabel 4. 17

Program Tapak Pada Kawasan Mikro................................... 384

Tabel 4. 18

Rata-rata Banyak Curah Hujan Pada Kawasan Mikro Dalam Kurun Waktu 5 Tahun ........................................................... 391

Tabel 4. 19

Perhitunga Kebutuhan Air Bersih Pada Kawasan Mikro ....... 392

Tabel 4. 20

Perhitungan Beban Listrik Pada Kawasan Mikro .................. 393

Tabel 5. 1

Kemungkinan Penerapan Teori Tema dan Penekanan Desain .............................................................................................. 416

Tabel 5. 2

Kemungkinan Penerapan Teori Permasalahan Dominan ..... 429

xxxvi


DAFTAR BAGAN Bagan 1. 1

Alur Pikir Dalam Metode Pemrograman .................................. 11

Bagan 1. 2

Alur Pikir Dalam Metode Perancangan Arsitektur ................... 12

Bagan 3. 1

Bagan Skenario Struktur Organisasi Pada Perkampungan Vertikal RW 2 ........................................................................ 140

Bagan 3. 2

Bagan Pola Aktivitas Warga Kawasan Semanggi ................. 163

Bagan 3. 3

Bagan Pola Aktivitas Pengelola ............................................ 163

Bagan 3. 4

Bagan Pola Aktivitas Servis .................................................. 164

Bagan 3. 5

Bagan Pola Aktivitas Penunjang ........................................... 164

Bagan 3. 6

Bagan Pola Aktivitas Pendukung .......................................... 165

Bagan 3. 7

Bagan Pola Aktivitas Pihak Lain ........................................... 165

Bagan 3. 8

Bagan Pola Aktivitas Bapak .................................................. 166

Bagan 3. 9

Bagan Pola Aktivitas Ibu ....................................................... 167

Bagan 3. 10

Bagan Pola Aktivitas Anak .................................................... 168

Bagan 3. 11

Bagan Pola Aktivitas BRemaja atau Karang Taruna ............. 169

Bagan 3. 12

Bagan Pola Aktivitas Pemerintah .......................................... 170

Bagan 3. 13

Bagan Pola Aktivitas Ketua RT atau RW .............................. 171

Bagan 3. 14

Bagan Pola Aktivitas Lansia.................................................. 171

Bagan 3. 15

Bagan Pola Aktivitas Pengelola Maintenance dan MEP Bangunan.............................................................................. 172

xxxvii


Bagan 3. 16

Bagan Pola Aktivitas Karyawan ............................................ 173

Bagan 3. 17

Bagan Pola Aktivitas Karyawan Kebersihan ......................... 174

Bagan 3. 18

Bagan Pola Aktivitas Tenaga Kesehatan .............................. 175

Bagan 3. 19

Blok Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro ........................ 332

xxxviii


BAB I PENDAHULUAN PENGEMBANGAN DAN PENATAAN KAWASAN SEMANGGI SEBAGAI MIX-USED URBAN DISTRICT DI SURAKARTA

1.1

Latar Belakang

1.1.1

Gagasan Awal Dalam dimensi waktu penduduk semakin berkembang, padat merayap

di perkotaan. Hal ini akan mengakibatkan pertambahan kepadatan jumlah penduduk yang diiringi dengan kebutuhan primer seperti, sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan, termasuk Kota Surakarta. Berdasarkan Buku Konsep Penanganan Permukiman Kumuh Kota Surakarta Tahun 2002 yang disusun Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta, Kota Surakarta seluas 440.4 Ha, dan jumlah penduduk yang lebih dari 500 ribu jelas merupakan kota yang padat. Kenyataan ini menyebabkan permasalahan yang rumit bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat seperti perumahan, perdagangan, pariwisata, kesehatan, pendidikan, lapangan kerja, ketertiban masyarakat, keuangan dan administrasi kepemerintahan. Wilayah Kota Surakarta terdapat kawasan kumuh yang dihuni sekitar 3.421 KK atau 15.850 Jiwa. Kondisi perumahan kumuh tersebut 39,45% rumah permanen, 31,6% rumah semi permanen dan sisanya 28,9% rumah tidak permanen (Sumber: Buku Pembangunan Inklusif dan Kebijakan Sosial di Kota Solo, Jawa Tengah). Daerah asal penghuni permukiman kumuh 83% adalah

1


pendatang dari luar kota Surakarta dengan yang telah lama menetap lebih dari 10 tahun sebanyak 33%, salah satunya adalah Kawasan Semanggi. Kawasan Semanggi masih merupakan hunian legal namun kondisinya kurang memadai. Kawasan tersebut berkembang menjadi permukiman yang padat dengan konsentrasi kemiskinan dan daerah rawan bencana banjir. Semanggi merupakan suatu kawasan dengan kesempatan ekonomi yang luas. Melalui Perencaan Urban Renewal1 Kawasan Semanggi di Kota Surakarta diharapkan dapat meningkatkan vitalitas dan kualitas lingkungan sehingga kawasan Semanggi tersebut dapat menjadi salah satu bagian identitas dari Kota Surakarta. 1.1.2

Analisa Pemilihan Judul a. Ketertarikan (Interest) Kampung merupakan suatu permukiman khas Indonesia yang biasanya berpola horizontal. Kampung memiliki karakteristik yang masih kuat dalam berbudaya dan berinteraksi. Banyak ditemukan juga masyarakat

yang

hidup

di

perkampungan

menggantungkan

kehidupannya dari lingkungan sekitar tempat tinggalnya, salah satunya adalah Perkampungan yang berada di Kelurahan Semanggi. Semanggi merupakan suatu kawasan dengan kesempatan ekonomi, sosial-budaya

1

dan

aset

wisata

yang

bisa

dikembangkan.

Upaya untuk menghidupkan kembali fungsi bagian kota yang telah menurun vitalitasnya.

2


Pengembangan kawasan dengan pendekatan Urban Renewal dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Kawasan Semanggi dengan perencanaan fungsi- fungsi infrastruktur dan saranaprasarana dengan mempertahankan pranata sosial masyarakat dimana tempat budaya lahir, tumbuh dan berkembang serta dapat memberikan konstribusi yang lebih baik bagi Kota Surakarta secara keseluruhan. Dari

beberapa

potensi

Kawasan

Semanggi

yang

bisa

dikembangkan secara berkelanjutan, Pengembangan dan Penataan Kawasan Semanggi Sebagai

Mix-Used Urban

District Di

Surakarta dengan pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Kawasan Semanggi Di Surakarta, merupakan suatu perencanaan peremajaan kawasan dengan mengganti sebagian atau seluruh unsur-unsur lama dengan unsur-unsur baru dengan tujuan untuk meningkatkan vitalitas dan kualitas lingkungan, sehingga kawasan Semanggi di Kota Surakarta tersebut dapat memperbaiki citra kemajemukan kawasan dan dapat memberikan konstribusi yang lebih baik bagi Kota Surakarta secara keseluruhan. b. Kepentingan Mendesak (Urgency) Salah satu wilayah di Kota Surakarta yang memiliki kawasan tidak tertata dan cenderung kumuh adalah Kawasan Kelurahan Semanggi. Kawasan Semanggi berkembang menjadi permukiman

3


yang padat dengan konsentrasi kemiskinan dan daerah rawan bencana banjir. Kawasan Semanggi termasuk dalam salah satu dari 15 kawasan kumuh di Kota Surakarta (Sumber: RKPKP Kota Surakarta Tahun 2015-2025). Ada beberapa permasalahan pokok di Kawasan Semanggi antara lain, daerah rawan bencana banjir karena sistem drainase yang buruk dan tingkat perekonomian masyarakat yang rendah yang menyebabkan banyak Rumah Tak Layak Huni (RTLH). c. Kebutuhan (Need) Kawasan Kelurahan Semanggi perlu ditata ulang untuk mengatasi problematika pada lingkup masyarakat. Hunian merupakan kebutuhan utama manusia, dengan kepadatan yang tinggi, hunian pada Kawasan Semanggi menjadi kurang layak, acak-acakan dan tentunya tidak sehat. Salah satu problematika utama yang harus diselesaikan adalah keberadaan rumah tunggal dengan kepadatan yang tinggi. Dari problematika kawasan tersebut, pilot projek Penataan

Perkampungan

Vertikal

Kawasan

Semanggi

Di

Surakarta bertujuan untuk membebaskan Kota Surakarta dari kawasan kumuh. Salah satu kawasan yang masuk prioritas kawasan kumuh Pemerintah Kota Surakarta adalah Kawasan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon. Kawasan Semanggi termasuk dalam Kecamatan Pasar Kliwon (Kawasan I) dengan perencanaan yang

4


berfungsi sebagai pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan, budaya, wisata dan industri kreatif. d. Keterkaitan (Relevancy) Kawasan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon merupakan salah satu kawasan yang masuk dalam prioritas kawasan kumuh Pemerintah Kota Surakarta dengan permasalahan banyak Rumah Tak Layak Huni (RTLH) karena kepadatan yang tinggi. Kawasan Semanggi termasuk dalam Kecamatan Pasar Kliwon (Kawasan I) dengan perencanaan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan, budaya, wisata dan industri kreatif. Dengan penataan ulang perkampungan Semanggi, lahan bekas tempat mereka bertinggal nantinya bisa dikembangkan dalam sektor perekonomian dan ruang terbuka hijau yang bisa dimanfaatkan langsung oleh warga Kawasan Semanggi untuk bersosialisasi dan bermata pencaharian pada lahan tersebut untuk meningkatkan taraf dan kualitas hidup masyarakat Semanggi. 1.2

Tujuan dan Sasaran Pembahasan

1.2.1

Tujuan Pembahasan Tujuan dari projek Pengembangan dan Penataan Kawasan Semanggi

Sebagai Mix-Used Urban District di Surakarta dengan pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta ini antara lain:

5


a. Membuat kajian tentang Landasan Teori dan Program untuk pengembangan dan penataan Kawasan Semanggi yang mampu menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan hunian tunggal berkepadatan tinggi dengan penataan Perkampungan Vertikal. b. Menyediakan suatu hunian vertikal yang dapat mengakomodasi segala kepentingan berumah tangga warga kampung. c. Memperbaiki

kualitas kehidupan

Kawasan

Semanggi

dengan

memperlengkap fasilitas umum dan fasilitas sosial. 1.2.2

Sasaran Pembahasan a. Sasaran Secara Umum Menemukan bentuk perkampungan vertikal sebagai bentuk peremajaan

kampung horizontal yang mempunyai

kepadatan

penduduk yang tinggi. Penataan dan pengembangan kawasan untuk menunjang sektor perekonomian warga dengan berlandaskan upaya Urban Renewal di bekas lahan permukiman yang padat dengan tujuan untuk memperbaiki citra kemajemukan kawasan di Kota Surakarta. b. Sasaran Secara Khusus Meningkatkan vitalitas dan kualitas lingkungan dalam penataan perkampungan vertikal Kawasan Semanggi dalam segi ekonomi, sosial-budaya dan industri kreatif dengan tidak menghilangkan identitas local wisdom.

6


1.3

Lingkup Pembahasan Dalam lingkup pembahasan projek Pengembangan dan Penataan

Kawasan Semanggi Sebagai Mix-used Urban District di Surakarta dengan pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta, terdapat beberapa sketsa dalam program perencanaan secara berkelanjutan. Langkah awal dalam pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta yakni:

Gambar 1. 1 Peta Perencanaan Projek Makro Kawasan yang Mencakup 3 RW Sumber: Analisis Pribadi, 2018

1. Menganalisis Kawasan Kelurahan Semanggi RW 1, RW 2 dan RW 3 yang dilihat dari kepentingan mendesak dalam kawasan. 2. Memilih 1 RW berdasarkan faktor-faktor yang sudah menjadi pertimbangan. 3. Dari analisis Kawasan Kelurahan Semanggi, dipilihlah site menurut kepentingan mendesak dalam sektor Kawasan Kelurahan Semanggi

7


sebagai tahapan awal dalam pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta. 4. Pada site RW 2 terdapat 5 RT yang selanjutnya akan dikaji dalam pilot projek

Penataan

Perkampungan

Vertikal

Pada

Kawasan

Semanggi Di Surakarta. 5. Perencanaan fasilitas pendukung dan infrastruktur baru secara mikro dan makro akan dilampirkan mengikuti peremajaan kawasan pada site terpilih yang akan dilampirkan melalui perencanaan block plan dan fungsi elemen bangunan pembentuk site kawasan terpilih. 1.4

Metode Pembahasan

1.4.1

Metode Pengumpulan Data Metode yang akan dipakai dalam penyusunan landasan teori dan

program ini adalah metode deskriptif kualitatif dan komparatif. Metode deskriptif kualitatif akan dipakai untuk menguraikan masalah yang ada dan kemudian permasalahan tersebut akan dianalisa. Sedangkan metode komparatif, berupa studi banding terhadap projek sejenis untuk mendapatkan data primer dan data sekunder. a. Pengumpulan Data Primer Pada metode ini data diambil dari sumber pertama atau dari sumber asli (narasumber) dan observasi pada studi projek sejenis, yang mengetahui secara baik tentang hal-hal yang terkait dengan projek ini.  Observasi Studi Projek Sejenis

8


- Melakukan kunjungan ke projek yang memiliki kesamaan dan melakukan pengamatan tentang kondisi bangunan (kampung) secara langsung, seperti Kampung Deret Petogogan, Jakarta Selatan dan Rumah Renteng Keprabon, Surakarta untuk menganalisa

penerapan

sistem

bangunan

yang

pernah

dikerjakan. - Melakukan pengamatan tentang lingkungan di sekitar kawasan Semanggi untuk mengumpulkan data kegiataan, kebiasaan dan kebudayaan masyarakat sekitar. Selain itu, tinjauan kawasan ini bergunan untuk mendata bagaimana tipologi rumah, material yang dominan digunakan dan apa saja yang dibutuhkan untuk upaya peremajaan Kawasan Semanggi di Kota Surakarta. - Melakukan studi observasi ke dinas-dinas terkait untuk mendapatkan data peraturan-peraturan yang ada yang berkaitan dengan projek ini. Dinas-dinas yang berperan dalam projek ini antara lain, BAPPEDA Kota Surakarta, Balai Besar Sungai Bengawan Solo, Keluarahan Semanggi, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Surakarta, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta dan Badan Pusat Statistik Kota Surakarta.  Wawancara

9


- Melakukan wawancara pada para warga yang sudah menjadi subjek pada studi projek sejenis untuk mengetahui bagaimana kesan, keluh kesah dan pendapat mereka. Selain itu melakukan beberapa wawancara pada masyarakat Kawasan Semanggi untuk menjadi beberapa sampel yang bisa dikaitkan dengan kebutuhan peremajaan Kawasan Semanggi di Kota Surakarta. Wawancara ke beberapa pihak-pihak yang pernah berkontribusi dalam studi projek sejenis, seperti ARKOM (Arsitek Komunitas), beberapa senior arsitek di Rumah Rempah Karya, pengelola Kelurahan Semanggi, Ketua RT, Ketua RW dan Pengelola Kantor Kota Kita bagian perencanaan wilayah untuk mengetahui bagaimana perencanaan pada projek yang berguna untuk evaluasi dari data dan bisa menyandingkan data-data yang diperoleh. b. Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diambil melalui media perantara, baik itu media cetak maupun elektronik. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi literatur yang diperoleh dari buku- buku literatur yang terkait dengan projek ini. 1.4.2

Metode Penyusunan dan Analisa Metoda analisa yang digunakan dalam projek ini adalah: a. Metode Induktif

10


Metode ini merupakan metode yang disusun dengan membandingkan data yang diperoleh dari buku dan literature dengan data primer hasil survei dengan narasumber pada projek sejenis. Dari metode ini dapat dihasilkan data tentang kegiatan yang dilakukan di dalam bangunan tersebut, fasilitas yang diperlukan dan kebutuhan ruang. b. Metode Deduktif Metode ini merupakan pengembangan data dari analisa tentang studi literature dengan mengumpulkan data standar bangunan dan persyaratannya serta fungsi bangunan. Data ini dapat menjadi gambaran umum tentang projek ini. 1.4.3

Metode Pemrograman

Bagan 1. 1 Alur Pikir Dalam Metode Pemrograman Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Data-data yang telah didapatkan melalui pengumpulan secara primer dan sekunder dianalisis untuk menghasilkan pemecahan masalah dalam perancangan projek ini yang nantinya akan berguna untuk membuat program

11


ruang. Lalu setelah itu dapat diterapkan pada saat proses desain. Tahap-tahap dalam metode ini adalah:  Tahap Analisis Sebelum menganalisis data haruslah disusun dahulu agar Memudahkan proses selanjutnya. Setelah itu data dianalisis untuk menentukan acuan dalam proses pemrograman dan perancangan dalam projek ini.  Tahap Sintesis Tahap ini merupakan proses penyimpulan dari data-data yang telah dianalisis dalam tahap sebelumnya. Hasil dari tahap ini digunakan sebagai acuan dalam Landasan teori dan pemrograman serta tahap selanjutnya. 1.4.4

Metode Perancangan Arsitektur

Bagan 1. 2 Alur Pikir Dalam Metode Perancangan Arsitektur Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Metode ini merupakan metode dimana tahap perancangan arsitektur. Tahap yang dilakukan antara lain:

12


a. Konsep Tahap ini merupakan tahap awal dalam perancangan arsitektur yang menguraikan mengena ide dasar dan tema desain dalam sebuah desain bangunan. b. Rancangan Skematik Rancangan skematik merupakan lanjutan dari tahap konsep. Deskripsi dari konsep diterjemahkan menjadi sketsa-sketsa desain bangunan yang meliputi konfigurasi massa bangunan, tata ruang dalam maupun luar bangunan, pengolahan tapak sketsa-sketsa detail yang lain. c. Pengembangan Perancangan Hasil dari rancangan skematik tersebut dikembangkan menjadi gambar kerja sesuai dengan kaidah gambar kerja yang berlaku dengan menggunakan bantuan komputer. d. Pembuatan Detail Tahap ini berguna untuk memperjelas suatu bagian pada desain bangunan. Detail ini dapat berupa gambar 2 dimensi maupun 3 dimensi sesuai dengan produk yang akan digambar. Proses pembuatan detail ini juga dibuat mengunakan bantuan komputer. e. Presentasi Produk Tahap terakhir dalam metode perancangan arsitektur. Pada tahap ini desainer (arsitek) menjelaskan tentang desain bangunannya kepada klien supaya klien

13


paham. Presentasi produk ini dapat dilakukan dengan menggunkaan maket, animasi 3 dimensi maupun dengan slide power point. 1.5

Sistematika Pembahasan

1.5.1

BAB I: Pendahuluan Pengembangan dan Penataan Kawasan Semanggi Sebagai Mix-Used Urban District di Surakarta Merupakan bab yang bertujuan untuk memperkenalkan ide dan gagasan

awal dalam projek ini. uraian ini dijabarkan dalam sub-bab yang meliputi : gagasan awal dan alasan pemilihan judul, tujuan dan sasaran pembahasan, lingkup pembahasan, metodologi pembahasan dan sistematika pembahasan. 1.5.2

BAB II: Tinjauan Projek Pengembangan dan Penataan Kawasan Semanggi Sebagai Mix-Used Urban District di Surakarta Bab ini berisi mengenai gambaran projek secara garis besarnya.

Gambaran umum ini belum mengarah pada projek secara detail. Sub-bab yang akan dibahas antara lain gambaran umum, latar belakang perkembangan dan sasaran yang akan dicapai. Pada bab ini juga akan membahas mengenai gambaran secara khusus projek yang akan dikerjakan. Sub-bab yang akan dibahas antara lain adalah terminologi projek, uraian kegiatan, spesifikasi dan persyaratan dalam desain pada projek terpilih.

14


1.5.3

BAB III: Analisa Pendekatan Arsitektur Pengembangan dan Penataan Kawasan Semanggi Sebagai Mix-Used Urban District di Surakarta Pada bab ini akan menjelaskan tentang studi literatur yang digunakanan

dan berkaitan dengan pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta. Sub-bab yang akan dibahas antara lain analisis pendekatan arsitektur, analisis pendekatan sistem banguan, dan pendekatan dalam konteks lingkungan. 1.5.4

BAB IV: Program Arsitektur Pengembangan dan Penataan Kawasan Semanggi Sebagai Mix-Used Urban District di Surakarta Bab IV ini berisi tentang program-program yang akan digunakan dalam

projek ini yang ditetapkan berdasarkan pertimbangan dari bab pertama hingga ketiga. Program ini nantinya akan digunakan sebagai landasan dalam proses perancangan arsitektur. 1.5.5

BAB V: Kajian Teori Pengembangan dan Penataan Kawasan Semanggi Sebagai Mix-Used Urban District di Surakarta Bab ini membahas tentang kajian teori penekanan desain bangunan dan

teori permasalahan dominan pada bangunan. subbab dalam bab ini antara lain adalah konsep program, tujuan perancangan, faktor penentu dan faktor persyaratan perancangan serta program arsitektur.

15


1.5.6

Daftar Pustaka Pada bab ini berisi tentang sumber data, referensi yang dipergunakan

dalam perancangan projek ini baik cetak, elektronik maupun melalui studi literatur yang diperoleh dari buku- buku literatur yang terkait dengan projek ini. 1.5.7

Lampiran Berisi data-data yang berkaitan dengan pilot projek Penataan

Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta.

16


BAB II TINJAUAN PROJEK PENGEMBANGAN DAN PENATAAN KAWASAN SEMANGGI SEBAGAI MIX-USED URBAN DISTRICT DI SURAKARTA

2.1

Tinjauan Umum

2.1.1

Tinjauan Umum Projek Urban Renewal atau Peremajaan Kawasan merupakan bentuk

intensifikasi kota akibat kebutuhan akan ruang dan pertumbuhan kota yang sangat pesat. Secara sederhana Urban Renewal dapat diartikan sebagai upaya untuk menghidupkan kembali fungsi bagian kota yang telah menurun vitalitasnya. Terdapat 3 aspek yang saling berhubungan, yakni aspek lingkungan fisik, antara lain kondisi bangunan, jalan dan infrastruktur kota. Aspek ekonomi berkaitan dengan nilai lahan, investor dan lapangan pekerjaan. Dan aspek sosiak budaya, diantaranya adalah pola pikir dan cara hidup atau perilaku warga kota.

Gambar 2. 1 Peremajaan Kawasan Jefferson, Loas Angeles (Kiri) dan Cheong Gye Cheong, Seoul (Kanan) Sumber: https://www.google.co.id/ Pada 15 November 2017

Sebagai contohnya, pembaharuan kawasan permukiman kumuh di Jefferson, Los Angeles. Kawasan tersebut dirubah menjadi permukiman vertikal

17


yang dilengkapi fasilitas umum dan fasilitas komersial (Weaver, 1964; Eisner 1993). Selain itu upaya peremajaan kawasan di daerah Cheong Gye Cheon, Seoul yang merubah jalan layang menjadi tempat publik dengan konsentrasi bagi pejalan kaki. 2.1.2

Gambaran Umum Berdasarkan Buku Konsep Penanganan Permukiman Kumuh Kota

Surakarta Tahun 2002 yang disusun Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta, Kota Surakarta seluas 440.4 Ha, dan jumlah penduduk yang lebih dari 500 ribu jelas merupakan kota yang padat. Kondisi perumahan kumuh tersebut 39,45% rumah permanen, 31,6% rumah semi permanen dan sisanya 28,9% rumah tidak permanen. Daerah asal penghuni permukiman kumuh 83% adalah pendatang dari luar kota Surakarta dengan yang telah lama menetap lebih dari 10 tahun sebanyak 33%. Di Kelurahan Semanggi terdapat beberapa segmen permukiman kumuh, sedikitnya terdapat 6.683 rumah kumuh. Kawasan yang tergolong area rawan banjir, karena lokasi kawasan berada tidak jauh dari Sungai Bengawan Solo. Berdasarkan data kependudukan Kelurahan Semanggi terdapat 35.652 kepala keluarga yang bermukim. Spesifikasi kondisi rumah yang memakai fasilitas WC umum sebesar 35%, WC pribadi sebesar 54%, dan rumah yang mendapat fasilitas PDAM sebesar 33%. Di bagian utara Kelurahan Semanggi terdapat kawasan permukiman padat di bantaran rel kereta api (Sumber: Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 17 No. 2 Tahun 2015).

18


Kampung

menjadi

konsep

alternatif

untuk

menjaga

dan

mengembangkan kawasan permukiman yang berkelanjutan, baik secara ekonomi dan lingkungannya. Pendekatan perancangan yang diterapkan pada pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal dan Pengembangan Segmen Kawasan ialah Urban Renewal. Dengan penerapan pendekatan dalam jangka panjang yang parsitipatif dan humanis serta berkelanjutan lewat sistem Urban Renewal (Peremajaan Kawasan) Kawasan Semanggi akan bisa memunculkan sebuah integrasi mutualisme antar fungsi dan elemen pembentuk Kawasan Semanggi. Terdapat 2 perencanaan yakni perencanaan makro kawasan dan perencanaan mikro kawasan. Kampung vertikal merupakan sebuah konsep baru permukiman yang menggabungkan kampung dengan hunian vertikal. Hunian vertikal akan dirancang dengan unsur lokalitas kampung dan segala dinamika kehidupannya. Dengan begitu diharapkan warga yang biasa tinggal di kampung biasa dapat merasa nyaman ketika tinggal di kampung vertikal ini. Dalam Pilot Projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta ini terdapat beberapa perbedaan perencanaan zonasi dan beberapa tahapan dalam perencanaan. Perencanaan zonasi ini dibedakan berdasarkan aktivitas pengguna, fungsi bangunan dari setiap zona dan sosial-budaya masyarakat pada Kawasan Semanggi sendiri melalui block plan.

19


2.1.3

Latar Belakang – Perkembangan – Trend a. Latar Belakang Kelurahan Semanggi merupakan salah satu kawasan terdapat di Kota Solo. Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui Kantor Kelurahan Semanggi, jumlah penduduk tahun 2017 berjumlah 35.652 jiwa. Kawasan padat penduduk ini, menjadi alternatif penghuni dikarenakan tidak adanya tempat tinggal yang layak bagi mereka sehingga lahan kosong yang ada dimanfaatkan oleh masyarakat untuk dijadikan tempat tinggal yang menyebabkan kepadatan. Pada perkembangannya wilayah kampung rawa Semanggi ini berkembang pesat, seluruh daerah rawa-rawa telah dijadikan areal permukiman bahkan hingga ke wilayah bantaran sungai Bengawan Solo. Hingga awal 2005 wilayah ini memiliki citra angker karena menjadi tempat persembunyian para begal, copet, dan maling serta pekerja seks komersial (PSK). Semanggi yang terletak di pinggiran sungai Bengawan Solo, dari sebuah kampung urban yang kumuh dan dihuni beragam penduduk dengan berbagai status sosial dan bermata pencaharian telah menjadikan kampung ini sebagai permukiman, namun tidak mampu mengendalikan perkembanggannya sehingga menjelma menjadi menjadi kampung kumuh, miskin dan sarang pelaku tindak kriminal.

20


Kampung Semanggi syarat dengan sejarah, pada masa lalu merupakan kota pelabuhan sungai atau bandar dengan daerah hinterland-nya, dan merupakan pelabuhan yang cukup terkenal menghubungkan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sejarah Pembentukan Kampung Semanggi yang kemudian bertransformasi menjadi sebuah wilayah kelurahan asal muasalnya hanya sebidang tanah rawa di wilayah pinggiran Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo. Daerah rawa tersebut banyak ditumbuhi tanaman Semanggi

(Hidrocotyle

Sibthorprides

Lamk)

(Sumber:

Buku

Pembangunan Inklusif dan Kebijakan Sosial di Kota Solo, Jawa Tengah).

Gambar 2. 2 Peta Pemetaan Kelurahan Semanggi Sumber: https://solokotakita.org/ Pada 12 Desember

b. Perkembangan Di jaman sekarang ini keterbatasan lahan menjadi suatu pertimbangan penting dalam sebuah perancangan bangunan atau

21


kawasan. Untuk menanggapi hal tersebut banyak bangunan yang berorientasi ke arah vertikal guna memaksimalkan lahan yang ada. Kampungpun dapat dirancang dengan orientasi vertikal. Dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu dan perencanaan yang baik kampung vertikal dapat dibuat. Namun kampung vertikal bukanlah sebuah hunian vertikal biasa seperti pada rumah susun atau apartemen, kampung vertikal merupakan sebuah hunian vertikal yang dirancang berdasarkan konsep kampung dimana warga yang tinggal di tempat itu dapat menggantungkan kehidupannya disana. Pemerintah Kota Surakarta menargetkan pada akhir 2019 Kota Surakarta bebas dari kawasan kumuh, salah satu kawasan yang masuk prioritas pemerintah Kota Surakarta adalah Kawasan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon (Sumber: RKPKP Kota Surakarta). Kawasan Semanggi termasuk dalam Kecamatan Pasar Kliwon (Kawasan I) dengan perencanaan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan, budaya, wisata dan industri kreatif. Semanggi merupakan suatu kawasan dengan kesempatan ekonomi, sosial-budaya dan aset wisata yang bisa dikembangkan. c. Trend Bangunan dewasa ini makin kehilangan identitas kelokalannya. Hal ini dapat dilihat dari bentuk bangunan yang semakin minimalis

22


tanpa menyesuaikan dengan keadaan lokalnya baik keadaan alam, budaya maupun material. Dengan mempertahankan kelokalan dari tempat tersebut diharapkan bangunan yang dirancang dapat menjadi landmark dari daerah tersebut yang tentu dapat menarik pihak-pihak yang mempunyai kepentingan maupun wisatawan untuk berkunjung ke Kawasan Semanggi. Dalam pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta ini akan menitik beratkan pada budaya dan aktifitas keseharian “kampung� akan diangkat menjadi konsep utama dalam perancangan projek ini. Dengan begitu pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta ini dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi pihak-pihak yang berkepentingan maupun wisatawan yang akan berkunjung mengingat Kawasan Semanggi merupakan suatu kawasan dengan kesempatan ekonomi yang luas. Melalui Perencaan Urban Renewal Kawasan Semanggi di Kota Surakarta diharapkan dapat meningkatkan vitalitas dan kualitas lingkungan sehingga kawasan Semanggi tersebut dapat menjadi salah satu bagian identitas dari Kota Surakarta. 2.1.4

Sasaran yang Akan Dicapai a. Arsitektur Menyediakan suatu hunian vertikal yang dapat mengakomodasi segala kepentingan berumah tangga warga kampung yang sesuai

23


dengan kebiasaan hidup penduduk kampung Semanggi, baik secara ekonomi, soisl maupun budaya, sehingga para warga kampung dapat merasakan kebebasan untuk mengekspresikan kepribadian mereka pada

unit

hunian

secara

berkelanjutan.

Memberikan

wadah

bersosialisasi dan berinteraksi bagi para penghuni di setiap RT pada lingkup mikro RW 2. Untuk lahan bekas perkampungan horizontal akan direncanakan lebih lanjut untuk menjadi sebuah ruang bagi panduduk kampung vertikal agar bisa berkembang dalam segi perekonomian.

Untuk

meningkatkan

taraf

hidup

para

warga

perkampungan vertikal, sarana-prasarana, fasilitas umum dan fasilitas sosial akan diperhatikan dari aspek kesehatan, keselamatan penghuni dan perokonomian warga perkampungan vertikal. b. Masyarakat Semanggi Dalam

perancangan

kampung

vertikal

pada

Kawasan

Semanggi, masyarakat Semanggi mendapat unit hunian baru yang lebih layak dan lebih sehat. Dengan perencanaan dan perancangan yang matang, masyarakat Kampung Semanggi tetap bisa melakukan kebiasaan dan kebudayaan mereka seperti biasa dan tidak merasa asing. Masyarakat diajak untuk berpartisipasi dalam merencanakan unit hunian mereka sendiri dan beberapa akan dimasukkan dalam daftar pekerja, misalnya menunggu alat berat, tukang dan lain-lain. Setelah selesai dalam peremajaan kawasan, para warga yang masih

24


berstatus tidak memiliki pekerjaan dapat ikut ambil bagian bekerja pada kawasan dengan naungan langsung dari Pemerintah Kota Surakarta. c. Pemerintah Kota Surakarta Pemerintah

Kota

Surakarta

berperan

aktif

dalam

tahapan

pengembangan secara berkelanjutan. Setelah peremajaan kampung kota sudah selesai, diharapkan banyak investor maupun pihak lain yang bisa bekerja sama tentang peremajaan kawasan kampung kota pada Pemerintah Kota Surakarta. Selain itu lewat pengembangan segmen kawasan Semanggi, diharapkan banyak wisatawan maupun investor yang menanamkan modal, sehingga bisa meningkatkan pendapatan daerah Kota Surakarta. 2.2

Tinjauan Khusus

2.2.1

Terminologi Projek Pengertian secara terminologi dari proyek Pengembangan dan Penataan

Kawasan Semanggi Sebagai Mix-Used Urban District Di Surakarta yaitu:  Pengembangan dan Penataan Kawasan Suatu program pembangunan kembali pada lahan di daerah dengan penggunaan lahan perkotaan yang kepadatannya sedang hingga tinggi. Melalui upaya rekayasa sosial di suatu wilayah dan dilakukan bersamaan dengan menciptakan suatu sistem yang komprehensif terkait aktivitas yang berlangsung di kawasan, dengan memperhatikan kualitas lingkungan hidup

25


yang diharapkan hadirnya suatu tatanan baru yang dapat memberikan harapan kualitas kehidupan yang lebih meningkat.  Mix-Used Urban District Mix-used Urban District yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia adalah perpaduan kemajemukan fungsi bangunan dalam suatu daerah perkotaan. Dalam lingkup arsitektur, Mix-Used Urban District adalah Salah satu konsep yang diterapkan dalam pengembangan daerah satelit di pinggiran sebuah kota. Jadi dalam pengertian secara terminologi, Pengembangan dan Penataan Kawasan Semanggi Sebagai Mix-Used Urban District Di Surakarta merupakan suatu perencanaan peremajaan kawasan dengan mengganti sebagian atau seluruh unsur-unsur lama dengan unsur-unsur baru dengan tujuan untuk meningkatkan vitalitas dan kualitas lingkungan, sehingga kawasan Semanggi di Kota Surakarta tersebut dapat memperbaiki citra kemajemukan kawasan dan dapat memberikan konstribusi yang lebih baik bagi Kota Surakarta secara keseluruhan. 2.2.2

Tinjauan Khusus Projek  Kampung Vertikal Kampung vertikal adalah sebuah hunian vertikal yang dibuat berdasarkan asas kampung, dimana nilai-nilai yang ada di dalam suatu kampung diterapkan dalam bentuk bangunan vertikal ke atas. Masyarakat berpenghasilan rendah tidak digusur, tidak juga direlokasi

26


melainkan ditransformasi yang pada semulanya bermukim dengan pola horizontal dipindahkan ke pola vertikal. Beberapa contoh konkret terdapat di perkampungan Tianzifang City, China. Tianzifang merupakan kampung bekas penjajahan dengan model rumah berkonsep Eropa di China. Pada masa itu, pemerintahan hampir menggusur bangunan-bangunan tersebut akibat terlalu kumuh. Penduduk Kota yang padat, sanitasi dan drainase yang tidak berfungsi dengan baik, membuat wajah kota ini semakin terkesan kumuh. Namun warga setempat bersatu untuk memperbaiki permasalahan lingkungan tersebut, hingga pada akhirnya kampung tersebut diresmikan dan menjadi kampung distrik komersial yang berdampak baik di China, dimana banyak turis yang berdatangan untuk berdagang maupun sekedar berbelanja. Sirkulasi yang digunakan masih merupakan jalan eksisting yang nyaman dan masih dapat dilewati oleh sepeda dan pejalan kaki.

Gambar 2. 3 Gentrifikasi Perkampungan Tianzifang City, China Sumber: https://issuu.com/ Pada 03 Januari 2018

27


NEXT21 (1993) adalah proyek perumahan eksperimental yang dibangun oleh OSAKA GAS (Jepang) dengan tujuan menyediakan dan mengembangkan gaya ideal perumahan perkotaan dengan beberapa unit yang berbeda untuk waktu dekat. Penekanannya adalah pada perlindungan lingkungan, kenyamanan hemat energi bagi penduduk dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial yang terus berkembang. Terdapat taman atap dan ruang hijau yang berkembang dalam hal penghematan energi. Sistem

bangunan

terdiri

dari

serangkaian

sub-sistem

yang

didefinisikan oleh perbedaan usia dan jalur produksi (struktur, cladding, infill dan mekanikal elektrikal plumbing). Proyek next21 adalah sistem arsitektur yang sangat fleksibel komponen sistem dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masing-masing komponen dan lini produksi, kemudian diproduksi sebagai modul sistem tersendiri, sehingga dinding luar, kamar mandi dan toilet, serta taman dapat dipindahkan.

Gambar 2. 4 Projek Hunian Vertikal NEXT21 Osaka Gas, Jepang Sumber: https://issuu.com Pada 04 Januari 2018

28


Kampung vertikal dan rumah susun terlihat sama tetapi sebenarnya ada perbedaan dalam pengemasan hasil akhirnya. Contoh kegagalan rumah susun yaitu rumah susun marunda yang berada di Jakarta Utara. Di rumah susun marunda ada beberapa poin permasalahan,

diantaranya

hanya

memandang

permasalahan

permukiman sebagai masalahan fisik, melupakan faktor pemenuhan dalam

proses

perancangan

dan

kurangnya

fasilitas-fasilitas

pendukung bagi penghuninya. Meskipun begitu, ada beberapa rumah susun yang sudah mulai berhasil mengadaptasi kampung dalam proses perencanaan dan perancangannya. Salah satunya adalah rumah susun sombo, Surabaya. Koridor di rumah susun sombo dapat mengakomodir ruang sosial penggunanya seperti di kampung. Karena koridor rusun adalah ruang sosial yang memiliki jangkauan terdekat dengan unit hunian, sehingga masyarakat seperti ibu-ibu dan anak- anak lebih cenderung menghabiskan waktu untuk bersosialisasi di koridor rusunawa dari pada harus turun ke bawah di area playground

umum. Dalam

sejarahnya, rumah

susun Sombo

merupakan hasil urban renewal dan relokasi dari warga yang tinggal di kampung kumuh dengan lokasi yang sama sebelumnya. Aktifitas masyarakat yang terjadi di rusun Sombo hampir sama dengan aktifitas penduduk di kampung. Dengan desain koridor yang cukup lebar dan luas tersebut, banyak dinamika aktifitas ruang sosial yang dapat

29


terwadahi. Seperti contohnya kegiatan primer yang selalu dilakukan penghuni setiap hari yakni makan, mandi, mencuci, menjemur pakaian, dan memasak. Juga kebutuhan aktifitas sekunder seperti bersosialisasi, bermain, berdagang, dan lain sebagainya.

Gambar 2. 5 Contoh Rusunawa Marunda, Jakarta (Kiri) yang Kurang Berhasil dan Rusunawa Sombo, Surabaya (Kanan) yang Berhasil Menerapkan Budaya Kampung Sumber: https://google.com Pada 29 Desember 2017

2.2.3

Kegiatan (Pelaku, Fasilitas dan Prasarana) a. Gambaran Aktivitas Berikut adalah gambaran aktivitas yang terdapat di sebuah Kampung Vertikal, yang dikelompokkan menurut kepentingannya:  Kegiatan Utama Pada Perkampungan Vertikal sendiri, kegiatan bermukim sangat dominan, istirahat dan berinteraksi antar individu maupun kelompok layaknya kampung pada umumnya.  Kegiatan Penunjang Kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menunjang kegiatan utama, seperti memberi ruang publik untuk interaksi sosial.

30


Pemberian ruang pada sirkulasi koridor-koridor di perencanaan perkampungan vertikal juga menunjang sosial-ekonomi para penghuni sendiri, seperti berjualan, bersantai dan bercengkerama. Selain itu peran pemerintah dan komunitas-komunitas bisa mendukung industri kreatif untuk penghuni perkampungan vertikal.  Kegiatan Pengelola Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah yang menjadi pengelola perkampungan vertikal seperti meninjau perkembangan maupun evaluasi-evaluasi yang diberikan oleh penghuni perkampungan vertikal nantinya.  Kegiatan Service Kegiatan dengan tujuan merawat dan memelihara, seperti misalnya kegiatan maintenance bangunan. Cleaning service sendiri nantinya juga berasal dari penghuni perkampungan vertikal yang dipilih atau mendaftarkan diri ke pihak pengelola, sehingga lajur pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi jumlah pengangguran masyarakat kawasan Semanggi nantinya akan berkurang. Dengan program ini penghuni perkampungan vertikal diajak untuk memiliki rasa handarbeni dan mandiri.  Kegiatan Pendukung Lainnya Kegiatan pariwisata dan kunjungan pagelaran festival kebudayaan nasional maupun internasional seperti SIPA, ajang

31


lomba maupun edukasi tentang kebudayaan lokal. Terdapat ampiteater, mini galeri dan perpustakaan mini yang bisa diselenggarakan untuk memajukan industri kreatif para warga, acara pameran seni rupa, pameran fotografi, pemutaran film dan berbagai forum diskusi seni budaya. Pengembangan Kawasan lainya

juga

terdapat

edukasi-edukasi

pelatihan

beragam

kebudayaan Kota Solo, perpustakaan yang berisi tentang edukasi tentang buku kebudayaan da pendidikan, ruang untuk disewakan kepada investor dalam menggelar suatu acara kebudayaan dan komunitas untuk mengedukasi para anak-anak atau ibu-ibu di kawasan Semanggi untuk bergerak dalam industri kreatif. b. Pelaku Secara

umum

pelaku

dalam

pilot

projek

Penataan

Perkampungan Vertikal dan Pengembangan Segmen Kawasan Semanggi di Surakarta ini dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 2. 1 Tabel Daftar Pengelompokan Masing-masing Pelaku Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Perkampungan Vertikal

No.

Pengelompokan Pelaku

Pelaku Makro

Lansia 1.

Warga Kawasan Semanggi

Bapak Ibu

32


Anak-anak dan Balita Remaja Pemerintah Ketua Setiap Rw / Rt 2.

Pengelola

Karang Taruna Pengelola Maintenance Bangunan Pengelola MEP Maintenance Bangunan Maintenance Lansekap

3.

Service

Maintenance MEP Maintenance Kebersihan Keamanan Makro Pengelola Poskesyandu Pengelola PAUD

4.

Penunjang

Pengelola Ruang Komunal Pengelola Balai Pengobatan Warga Pengelola Perpustakaan Kampung

5. 6

Pendukung

Pemberdayaan Masyarakat

Wisatawan, Investor atau Pihak yang Berkepentingan

c. Fasilitas Berikut adalah tabel pengelompokkan fasilitas yang ada didalam perencanaan pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi di Surakarta. Fasilitas-fasilitas dalam bangunan dikelompokkan berdasarkan kepentingannya. Yakni:

33


Tabel 2. 2 Tabel Pengelompokan Aktivitas Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Unit Hunian (Ruang Tamu, Kamar Fasilitas Utama

Mandi / WC, Dapur, Kamar Tidur Orang Tua dan Kamar Tidur Anak). Area Komunal Area Berkebun Playground 1thn – 10thn Pos Kamling Area Jemur Bersama Area Cuci Koin Bersama Area Cuci Motor atau Mobil Ruang Serbaguna Lapangan Olahraga Ruang Terbuka Hijau RT/RW Plaza

Fasilitas Penunjang

Poskesyandu Apotek Pendopo Seni Kreatif Perpustakaan Kampung Balai Pengobatan Warga (BP) Ampiteater Mini Market PAUD Sitting Group dan wi-fi corner Ruang Pusat Ekonomi Warga Koperasi Bersama

Fasilitas Pengelola

Pendopo Utama (RW) Basecamp Karang Taruna (RW)

34


Kantor Pengelola Bangunan Kantor Pengelola MEP Area Parkir Motor Area Parkir Sepeda Area Parkir Mobil MCK Umum TPS (RT) TPS (RW) Area Peribadatan (Mushola, Masjid, Fasilitas Service

Kapel) Gudang Bersama (per RT) Janitor Shaft MEP Shaft Sampah Ruang Panel (Mekanikal Elektrikal) Ruang Genset Ruang Pompa

d. Sarana Sarana merupakan alat yang digunakan untuk mencapat suatu tujuan atau maksud tertentu. Berikut ini adalah sarana yang terdapat pada pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi di Surakarta, yakni:

35


Tabel 2. 3 Tabel Fasilitas Utama dan Sarana Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Sarana

Fasilitas Utama Unit Hunian

Tempat tidur tingkat, Kitchen set, Meja dan kursi moveable, rak serbaguna, closet

Tabel 2. 4 Tabel Fasilitas Penunjang dan Sarana Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Fasilitas Penunjang Area Komunal Playground 1thn – 10thn

Sarana Permainan ramah anak

Area Berkebun

Green house area, Gudang alat, Area pemupukan

Pos Kamling

Kentongan, Papan kayu, Televisi

Area Jemur Bersama

Stegger besi

Area Cuci Koin Bersama

Mesin cuci, Dispenser, Kursi panjang, Almari peralatan

Area Cuci Kendaraan

Ember, Selang, Rak, Almari

Ruang Serbaguna

Meja kursi lipat

Lapangan Olahraga

-

Ruang Terbuka Hijau

-

Plaza

-

Poskesyandu

Kursi panjang, Meja, Almari alat medis, Rak obat, Kasur periksa

Apotek

Kursi panjang, Meja, Almari alat medis, Rak obat, Kasur periksa

Pendopo Seni Kreatif Perpustakaan Kampung

Almari, Rak sepatu sandal Meja baca, Rak Buku, Rak Sepatu, Rak Tas, Karpet, Kursi

36


Balai Pengobatan Warga (BP)

Kursi panjang, Meja, Almari alat medis, Rak obat, Kasur periksa

Ampiteater

-

Mini Market

Meja, Kursi, Retail shop, Showcase

PAUD

Meja anak, Kursi anak, Almari, Rak mainan, Papan tulis

Sitting Group dan wi-fi corner Ruang

Pusat

Ekonomi

Warga Koperasi Bersama

Pallet Kayu

Meja, Kursi, Retail shop, Showcase Meja, Kursi, Komputer, Lemari, Brankas, Rak buku, File Holder

Tabel 2. 5 Tabel Fasilitas Pengelola dan Sarana Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Fasilitas Pengelola Pendopo Utama (RW) Basecamp

-

Karang

Meja, Kursi, Set Komputer, Rak buku, almari, file holder

Pengelola

Meja, Kursi, Set Komputer, Rak buku, almari, file holder

Taruna (RW) Kantor

Sarana

Bangunan Kantor Pengelola MEP

Meja, Kursi, Set Komputer, Rak buku, almari, file holder

Tabel 2. 6 Tabel Fasilitas Servis dan Sarana Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Fasilitas Service Area Parkir Motor

Sarana -

37


Tempat Penempatan Sepeda

Area Parkir Sepeda

-

Area Parkir Mobil

Closet, Gantungan, Ember

MCK Umum TPS (RT)

Bak Sampah

TPS (RW)

Bak Sampah Almari alat sholat, Rak sepatu sandal, Toa, Mimbar

Masjid, Mushola

Meja Panjang, Kursi Panjang, Almari alat ibadah, Altar mini, Mimbar

Kapel Gudang

Bersama

(per

-

RT)

Gantungan alat, ember, Rak gantung

Janitor Shaft MEP

-

Shaft Sampah

-

Ruang Panel (Mekanikal Elektrikal)

2.2.4

Panel, Set Komputer, MCB, Meja, Kursi, File Holder

Ruang Genset

Mesin Genset

Ruang Pompa

Mesin Pompa

Deskripsi Fasilitas Deskripsi fasilitas dalam pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal

Pada Kawasan Semanggi di Surakarta akan diuraikan sebagai berikut: Tabel 2. 7 Tabel Deskrispsi Fasilitas Utama Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Fasilitas Utama

Deskripsi

Unit Hunian

Unit hunian merupakan satuan hunian yang akan ditempati oleh warga. Status kepemilikan dari unit ini

38


adalah milik perorangan atau milik warga ber-KK Kelurahan Semanggi dan ber-KTP Surakarta. Dalam Unit Hunian sendiri tidak akan dikenakan sewa karena warga sebelumnya memiliki sertifikat kepemilikan tanah.

Tabel 2. 8 Tabel Deskripsi Fasilitas Penunjang Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Fasilitas Penunjang

Deskripsi

Ruang Serbaguna

merupakan fasilitas yang disediakan oleh perkampungan vertikal yang dapat dipergunakan untuk berbagai macam fungsi seperti pertemuan rutin bapak-bapak ataupun PKK.

Ruang Komunal

ruang bersama yang dapat dipergunakan warga untuk bersosialisasi serta melalukan kegiatan bersama. Ruang komunal ini dapat diletakkan di dalam bangunan maupun di luar bangunan.

Playground

Tempat bermain anak yang mendasarkan pada perkembangan anak dengan audio, visual dan kinetik.

Plaza

Tempat terbuka yang dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas untuk menikmati pagelaran seni budaya.

Area Berkebun Hutan Mini

Area terbuka hijau yang bisa dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk bercocok tanam serta membuka wawasan dan edukasi pada pengunjung tentang beberapa tanaman hijau beriklim tropis.

Posyandu, Apotek

Klinik

dan Merupakan fasilitas kesehatan yang ada di perkampungan vertikal ini. Warga yang sakit dan membutuhkan pertolongan segera dapat dilarikan ke poliklinik sedangkan untuk warga yang ingin membeli obat atau vitamin untuk dapat membelinya di Apotek.

39


Lapangan Olahraga

Ruang publik yang memberikan fasilitas-fasilitas yang melatih pergerakan otot seperti senam, jogging track, pull-up.

Pos Kamling

Salah satu fasilitas keamanan yang ada pada komplek bangunan ini. Pos kamling digerakkan oleh warga setempat untuk membantu pengelola bagian keamanan dalam mengamankan wilayah bangunan ini. Pos kamling ini sendiri nantinya akan dibagi di beberapa tempat. Selain untuk sarana keamanan pos ini juga menjadi vokal poin sarana sosialisasi warga kampung.

PAUD

Merupakan fasilitas pendidikan yang ada di dalam komplek kampung vertikal ini yang menangani anak usia balita.

Ruang Pusat Ekonomi

Fasilitas ini merupakan fasilitas yang berfungsi untuk meningkatkan per ekonomian warga dengan system seperti pasar dadakan setiap pagi. Selain itu fasilitas ini juga berfungsi untuk menyediakan kebutuhan sehari-hari yang dikelola oleh warga kampung sendiri.

Warung Makan / Toko Tempat yang menyediakan makanan siap saji. Kelontong Warung makan ini dimiliki oleh warga yang sebelumnya telah tercatat mempunyai usaha makanan siap saji. Ruang Cuci Bersama

Pada Kampung vertikal nantinya akan disediakan juga ruang cuci bersama dengan beberapa mesin cuci yang bisa dimanfaatkan warga khusus kampung vertikal dengan membayar iuran rutin setiap minggu.

Ruang Jemur Bersama

Sebuah tempat untuk menjemur pakaian warga kampung vertikal agar kesan kumuh pada kampung bisa diminimalisir.

Koperasi Bersama

Fasilitas berdikari warga kampung vertikal yang bisa menjadi bank sendiri bagi para warga dengan sistem kas dan kerjasama dengan beberapa investor atau pemegang saham.

40


Area PKL

Tempat dengan beberapa ukuran petak yang disediakan untuk para PKL saat berjualan agar tidak semrawut dan mengganggu aksesibilitas pejalan kaki maupun kendaraan bermotor.

Wifi Corner

Tempat yang menyediakan layanan internet gratis bagi pengunjung maupun warga sekitar.

Area Teduh (Paviliun)

Tempat bersantai dan pagelaran seni kecil yang tertutup pada bagian atasnya.

Ruang Edukatif

Merupakan ruang indoor dengan beberapa wahana edukatif untuk anak.

Teater Arena Outdoor

Tempat terbuka yang dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas untuk menikmati pagelaran seni budaya.

Rest Area

Tempat beristirahat para pengunjung yang diisi oleh beberapa retailshop.

2.2.5

Spesifikasi dan Persyaratan Desain  Arsitektural Menurut Purwanto dan Wijayanti dalam Hapsara (2015), hunian vertikal ini harus menyediakan fasilitas sosial berupa ruang komunal untuk mengakomodasi aktivitas sosial para penghuninya. Terlebih karena sebelum tinggal di hunian vertikal warga telah tebiasa melakukan interaksi sosial dengan memanfaatkan lorong-lorong jalan di kampung. Ruang-ruang komunal ini dapat berupa teras- teras di depan unit atau ruang yang cukup besar yang ada di beberapa titik di bangunan ini.

41


Ruang komunal yang baik haruslah memenuhi beberapa unsur supaya dapat berperan secara baik, menurut Carr dalam Carmona dkk (2003) unsur-unsur tersebut antara lain: comfort (kenyamanan), relaxation (relaksasi), passive engagement (kegiatan pasif), active engagement (kegiatan pasif), discovery (inovasi pengelolaan ruang publik). Seperti dalam Permen PU No.5/PRT/M/2007 bahwa desain bangunan bukan ditekankan pada kemewahan material namun pada keserasian

antara

bangunan

dengan

lingkungan

sekitarnya.

Bangunan harus dirancang dengan bentuk yang sederhana dan material yang mudah disubtitusi sehingga memudahkan perawatan serta pemeliharaan bangunan. Memperhatikan fungsi ruang agar dapat dikelompokkan berdasarkan fungsinya lalu ditata supaya menciptakan sirkulasi antar ruangan yang nyaman dan tidak mengganggu privasi.  Aspek Sistem Bangunan Bangunan

utama

haruslah

dilengkapi

dengan

sistem

pengamanan dari kebakaran secara aktif dan pasif sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Selain itu limbah cair yang menuju saluran utama kota harus sudah bebas dari pencemaran (diolah terlebih dahulu) sesuai dengan standar yang berlaku. Limbah padat atau sampah rumah tangga harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke luar bangunan. Pemilihan struktur

42


konstruksi, material dan hasil desain harus disesuaikan dengan peraturan SNI yang sudah ditetapkan.  Aspek Lingkungan Kemudahan aksesibilitas untuk menuju tapak maupun keluar tapak. Penataan elemen pembentuk kawasan haruslah saling berintegrasi dan tertata sehingga bisa membentuk citra kemajemukan kawasan yang saling mendukung satu dengan yang lainnya. Konsep perencanaan Urban Renewal menerapkan prinsip-prinsip yang berkelanjutan

dan

bisa

dikembangkan

lebih

lanjut.

Untuk

meningkatkan kualitas hidup kawasan dengan menjaga iklim mikro melalui pemaksimalan lahan terbuka hijau dan resapan air hujan. Mengikuti

peraturan

regulasi-regulasi

yang

ditetapkan

oleh

pemerintah Kota Surakarta dan tetap melihat topografi untuk pengolahan site dengan meminimalisir pengrusakan site eksisting. 2.2.6

Status Kepemilikan Status kepemilikan kawasan Perkampungan Semanggi yang akan

dikembangkan menjadi perkampungan vertikal ini ada pada pihak pemerintahan Kota Surakarta dalam perencanaan pembangunan secara berkala yang bertujuan untuk memperbaiki citra kawasan, memperbaiki pola perilaku masyarakat Semanggi dibidang sosial dan kebudayaan.

43


2.2.7

Deskripsi Konteks Kecamatan a. Data Administratif

Gambar 2. 6 Peta Pola Ruang Kawasan I Kota Surakarta, Jawa Tengah Sumber: Bappeda Surakarta

Pasar Kliwon adalah sebuah kecamatan yang terletak di tenggara Kota Surakarta. Wilayah Pasar Kliwon saat ini terkenal sebagai tempat perkampungan warga keturunan Arab-Indonesia. Mereka biasa hidup dari penjualan tekstil dan di sini pulalah terdapat Pasar Klewer, pasar batik terbesar di Indonesia. Kampung Kauman, yang disebut sebagai Kampung Wisata Batik, terletak di kecamatan ini, yaitu di sebelah Pasar Klewer. Selain itu, Keraton Surakarta juga terletak di kecamatan ini. Pasar Kliwon berbatasan dengan tiga kecamatan di Solo dan satu kabupaten:  Utara

: Kecamatan Jebres

44


 Timur

: Kec.Mojolaban, Sukoharjo, Bengawan Solo

 Selatan

: Kec. Grogol, Sukoharjo dan Kec. Serengan

 Barat

: Kec. Serengan dan Kec. Banjarsari

Gambar 2. 7 Peta Kelurahan Semanggi, Surakarta Sumber: https://solokotakita.org pada 27 November 2017

Kawasan Semanggi adalah 1 dari 51 kelurahan yang berada di paling Tenggara Kota Surakarta dan merupakan bagian dari Kecamatan Pasar Kliwon. Semanggi merupakan suatu kawasan dengan kesempatan ekonomi, sosial-budaya dan aset wisata yang bisa dikembangkan. Salah satu kawasan yang masuk prioritas kawasan kumuh menurut pemerintah Kota Surakarta adalah Kawasan Semanggi. Kawasan Semanggi termasuk dalam Kecamatan Pasar Kliwon (Kawasan I) dengan perencanaan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan, budaya, wisata dan industri kreatif. Kawasan Semanggi berkembang menjadi permukiman

45


yang padat dengan konsentrasi kemiskinan dan daerah rawan bencana banjir.  Iklim Pada Kawasan Semanggi sendiri mempunyai temperatur rata-rata suhu maksimum diangka 32,2°C dan temperatur rata-rata suhu minimum diangka 24,2°C, dengan rata-rata tekanan udara ±26°C dan kelembaban rata-rata diangka ±73%. (Data dari BPS Kota Surakarta, Kecamatan Pasar Kliwon Dalam Angka Tahun 2017, Katalog 1102001.3372030).  Topografi Kawasan Semanggi mempunyai ketinggian 80 - 100 di atas permukaan laut dengan kemiringan tanah 0° - 40°. (Data dari BPS Kota Surakarta, Kecamatan Pasar Kliwon Dalam Angka Tahun 2017, Katalog 1102001.3372030).  Kependudukan

Gambar 2. 8 Prosentase Kepadatan Penduduk Kelurahan Semanggi Sumber: BPS Kota Surakarta, 2018

46


Pada Data kependudukan Kelurahan Semanggi memiliki jumlah kepala keluarga 9.283 jiwa. Dengan rincian kependudukan sebagai berikut:

Gambar 2. 9 Prosentase Luas Penggunaan Lahan Kelurahan Semanggi 2017 Sumber: BPS Kota Surakarta, 2018

b. Urgensi dan Relevansi Projek Dalam era urbanisasi, kebutuhan masyarakat akan infrastruktur, fasilitas dan sarana-prasarana di perkotaan semakin hari semakin meningkat hingga terkadang menciptakan penataan kota yang tidak teratur, kurang layak dan tidak tersedianya wadah untuk ruang publik, hal itupun tidak terelakkan pada Kota Surakarta sendiri. Salah satu wilayah di Kota Surakarta yang memiliki kawasan tidak tertata dan cenderung kumuh adalah Kelurahan Semanggi. Kawasan Semanggi

47


berkembang menjadi permukiman yang padat dengan konsentrasi kemiskinan dan daerah rawan bencana banjir. Tabel 2. 9 Identitas Rumah, Letak dan Jumlah pada Kelurahan Semanggi 2017 Sumber: BPS Kota Surakarta, 2018

Ada beberapa permasalahan pokok di Kawasan Semanggi antara lain, daerah rawan bencana banjir karena sistem drainase yang buruk dan tingkat perekonomian masyarakat yang rendah yang menyebabkan banyak Rumah Tak Layak Huni (RTLH). c. Potensi Kawasan Meskipun Semanggi

mempunyai

mempunyai

kepadatan

beberapa

poin

yang

tinggi,

potensi

Kawasan

yang

bisa

dikembangkan lebih lanjut, yakni:

48


 Aktivitas perdagangan: Pada Kawasan Semanggi sendiri terdapat Pasar Rakyat Notoharjo yang menjual barang-barang bekas, Pasar Hewan dan Pasar Besi. Kebudayaan masyarakat kawasan sendiri sering mengadakan pasar dadakan yang biasanya ada pada jamjam dan hari tertentu.  Sungai Bengawan Solo: meskipun berada ditepian Sungai Bengawan Solo, sebetulnya dalam RTRW maupun RDTR Kota Surakarta ada sebuah perencanaan pengembangan asset wisata di daerah tepian Sungai Bengawan Solo yang berkonsentrasi pada pemaksimalan Ruang Terbuka Hijau, sehingga dengan penataan dengan basis berkelanjutan bisa mengembangkan ruang terbuka hijau Kawasan Semanggi dan meningkatkan perekonomian pada Kawasan Semanggi. Pemaksimalan ruang terbuka hijau pada daerah tepian Sungai Bengawan Solo juga bisa menjadi sabuk hijau (Green Belt) yang bertujuan untuk daerah resapan air hujan dan konservasi air yang bisa memunculkan lagi habitat mini di dalamnya.  Kawasan Semanggi juga sangat dominan berjiwa dengan air sungai, dengan adanya konservasi air di daerah tepian Sungai Bengawan Solo, para masyarakat bisa menambah pundi-pundi perekonomian keluarga mereka dengan bertambak atau sekedar memancing. Dengan konservasi air, kebiasaan warga yang

49


berkebun dengan cara vertikal bisa dikembangkan lagi dengan pendampingan komunitas-komunitas yang bisa memajukan industri kreatif pada kawasan.  Industri Kreatif yang bergerak dalam pembuatan dandang di Kelurahan Semanggi bisa dikembangkan secara berkelanjutan, Potensi Kelurahan Semanggi terletak pada beberapa industri kreatif rumah tangga seperti,seperti kain lukis mukena, kurungan burung, baju pantai,kain sarung, pembuatan dandang, usaha pemanfaatan barang bekas dan antik.  Potensi Wisata Sejarah dan Budaya: Kelurahan Semanggi memiliki potensi yang cukup besar dalam gerakan seni tari. Kawasan Semanggi mempunyai 9 sanggar seni baik tari maupun karawitan yang diharapkan bisa mendukung sektor pariwisata Kawasan Semanggi. Kampung Semanggi sarat dengan sejarah, pada masa lalu merupakan kota pelabuhan sungai. Di wilayah Sungai Bengawan Solo ada festival yang sering digelar yakni Larung Gethek Joko Tingkir. Festival ini dihiasi dengan seni budaya dan kostum-kostum yang kemudian menyusuri Sungai Bengawan Solo. d. Urban Tissue Kota Surakarta kini lambat laun mulai berubah menjadi kota maju yang banyak menarik masyarakat luar. Hal ini didukung oleh perencanaan wilayah Kota Surakarta sendiri yang mewujudkan kota

50


sebagai kota budaya yang eco-cultural, produktif, berkelanjutan dan berwawasan

lingkungan

dengan

berbasis

industri

kreatif,

perdagangan dan jasa, pendidikan, pariwisata, serta olah raga. Kota Surakarta menjadi salah satu kota paling inovatif di Indonesia yang mendapat predikat sebagai Pemerintah Daerah Inovatif sepanjang tahun 2017. Lewat penghargaan Innovative Government Award (IGA) 2017 (solo.tribunnews.com, pada 18 November 2017 pukul 06:30 WIB) dari Kementerian Dalam Negeri atas inovasi yang dilakukan dalam memberikan pelayanan publik yang terbukti telah melakukan perubahan dengan inovasi-inovasinya berkaitan dengan pelayanan publik. Selain itu Kota Surakarta meraih penghargaan Adipura 2017 karena memiliki kinerja pengelolaan lingkungan perkotaan yang baik. Menggabungkan lingkungan sosial dan ekonomi yang meliputi perdagangan, pariwisata dan investasi untuk mewujudkan kota yang atraktif meliputi transparasi akuntabilitas mandiri dan bertanggung jawab. Rating Kota Cerdas Indonesia (RKCI). Surakarta juga memperoleh penghargaan tertinggi dai pemerintah pusat dalam bidang penataan lalu lintas di kota besar yaitu Wahana

Tata

Nugraha

(WTN)

Kencana

dan

mendapatkan

penghargaan sebagai kota peduli hak asasi manusia. Kota Surakarta kini berjuang untuk mendapatkan predikat sebagai kota terunik sedunia.

51


2.3

Studi Kasus Projek Sejenis

2.3.1

Hakka House, Yong Ding, China Urbanisasi yang cepat di China telah mendukung menara apartemen

bertingkat tinggi di atas perumahan tradisional karena kemudahan konstruksi dan kepadatan penduduk yang memungkinkannya, membuat tempat tinggal vernakular semakin langka di seluruh negeri, dengan memperhatikan banyak manfaat yang diberikan oleh tempat tinggal vernakular, Cina mencoba untuk mendamaikan tradisi dengan urbanisasi. Salah satunya ialah permukiman Yong Ding, Fujian di Cina. Provinsi Fujian di bagian tenggara adalah rumah bagi tempat tinggal para penduduk Hakka. Dinding silinder tebal yang terbuat dari kayu majemuk yang mencapai beberapa cerita tinggi dalam upaya yang sangat diperlukan untuk melindungi bagian dalam permukiman dari serangan. Dinding yang menghadap ke luar hanya memiliki satu pintu masuk dan tidak ada jendela, semua balkon, pintu, dan bukaan menghadap ke dalam. Setiap struktur menampung ratusan orang dan berfungsi sebagai desa kecil, dengan ruang untuk kegiatan komunal

52


di dalam, interior terbuka besar yang terdiri dari banyak kompartemen untuk penyimpanan makanan, tempat tinggal, kuil leluhur, gudang senjata.

Gambar 2. 10 Pola Permukiman Hakka House, Yong Ding, China Sumber: https://archdaily.com Pada 23 Januari 2018

2.3.2

Rumah Renteng Keprabon, Surakarta Tahun 2014 Pemerintah Kota Surakarta mulai membenahi permukiman

liar di bantaran Kali Pepe kawasan Kampung Keprabon menjadi rumah renteng usaha yang selama ini dihuni PKL secara liar. Pelaksanaan proyek tersebut dilaksanakan secara bertahap dengan anggaran APBD. Rumah itu dibangun 3 lantai, mulai lantai 1-2 untuk hunian dan bagian lantai dasar diberikan ruang untuk usaha. Sasarannya untuk warga bantaran Kali Pepe, mulai dari sebelah toko sepatu Sadinoe sampai penjual tanaman hias di belakang Mangkunegaran. Mereka tidak direlokasi, melainkan tetap berhuni ditempat yang sama tetapi dengan pola yang menjadi hunian vertikal. Konsep rumah renteng usaha di Keprabon tak berbeda dengan rusunawa (rumah susun sewa sederhana).

53


Gambar 2. 11 Perspektif Rumah Renteng Keprabon, Surakarta Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

Di permukiman tersebut akan dibangun MCK komunal dan tempat jemuran komunal, dengan begitu pemandangan bisa lebih tertata rapi. Pada survey tinjauan projek sejenis (20 Januari dan 21 Januari 2018) ada beberapa hal yang bias ditemukan lewat wawancara dengan beberapa warga, salah satunya Bapak Suyanto yang menjadi ketua RT di Rumah Renteng tersebut. Beliau mengatakan untuk sewa huniannya berbeda-beda. Pada lantai 1 dikenakan biaya sewa Rp. 100.000,-, pada lantai 2 dikenakan biaya Rp.90.000,dan untuk kios bagian bawah dikenakan biaya Rp. 80.000,-. Listrik pada Rumah Renteng menggunakan listrik central dan dilarang untuk menggunakan listrik token. Banyak warga yang mengeluh karena biaya listrik dipukul rata dan kadang bisa membengkak dengan penggunaan yang tidak adil antar hunian. Sistem pengelolaan air bersih menggunakan air sumur, ground tank dan tandon dengan sistem up-down feed. Ukuran unit hunian setiap kepala keluarga sama yakni 4m X 6m yang terdiri dari ruang tamu, dapur, kamar mandi dan 1 kamar tidur privat, untuk kios sendiri berukuran 4m X 3m. Salah satu Rumah Renteng terdapat 1

54


RT dengan jumlah 28 KK. Uniknya, Rumah Renteng ini tidak terdapat warga dari luar bantaran kali pepe.

Gambar 2. 12 Suasana Koridor (Kiri) dan Area Jemur (Kanan) Pada Dalam Rumah Renteng Keprabon, Surakarta Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

Sosialisasi dengan pendekatan humanis dilakukan oleh ARKOM (Arsitek Komunitas) selama 4 bulan. ARKOM menjadi perantara antara warga dan pemerintah yang bisa menyelaraskan pendekatan yang lebih humanis. Para warga lebih merasa aman dan nyaman dengan hunian di Rumah Renteng karena terhindar dari banjir dan penggusuran, meskipun sedikit kaget dengan pola bermukim yang vertikal tetapi para warga bisa beradaptasi dengan cepat. Mereka hanya mengeluhkan tentang ruang usaha yang agak kurang luas. Beberapa warga yang sempat diwawancarai berpendapat bahwa beberapa tindakan penggusuran dari pihak yang berwenang itu kurang pendekatan, berbeda dengan para warga yang menempati Rumah Renteng. Dalam eksekusi projek tersebut para warga mengaku tidak terjadi sesuatu konflik antara warga dan pemerintah, karena mereka merasa bahwa pemerintah memperlakukan mereka sebagaimana layaknya, tidak memandang jabatan maupun penghasilan. Terdapat parkiran, gudang, beberapa ruang komunal tetapi tidak terdapat shaft

55


sampah. Sirkulasi vertikal di Rumah Renteng menggunakan tangga manual, tidak ada lift dalam projek tersebut.

Gambar 2. 13 Suasana Koridor Pada Sore Hari (Kiri) dan Keadaan Dalam Unit Hunian Tipe 27 (Kanan) Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

2.3.3

Kampung Deret Petogogan, Jakarta Selatan Kampung Deret Petogogan, Jakarta Selatan, diresmikan Jokowi ketika

menjadi gubernur DKI pada 4 April 2014. Warga menyebut kampung yang tadinya kumuh dan kini menjadi layak huni. Pada survei tinjauan projek sejenis (25 Januari – 26 Januari 2018) ada beberapa poin yang bisa saya catat lewat pengamatan dan wawancara langsung dengan beberapa warga disana, salah satunya Pak Sugino. Beliau banyak bercerita tentang Kampung Deret Petogogan yang awalnya adalah kawasn kumuh, dengan material triplek dan kayu yang tidak teratur, bau dan masalah sanitasi yang tidak terdapat disana dulu.

56


Kampung Deret Petogogan adalah suatu contoh peremajaan kampung dengan system redevelopment, yakni dengan tidak memindahkan ke lokasi baru. Terdapat 137 unit hunian dengan 2 tipe, yakni tipe 36 yang berjumlah 117 unit dan tipe 18 yang berjumlah 20 unit. Tidak terdapat harga sewa pada setiap hunian tersebut. Setiap kepala keluarga mendapatkan hunian dengan ukuran 3m X 6m yang berjumlah 2 lantai yang terdiri dari 1 kamar mandi, 1 pantry, ruang tamu dan ruang kosong pada lantai atas. Ada beberapa warga yang kurang puas dengan ukuran unit hunian tersebut karena jumlah keluarga yang mencapai 12 orang. Meskipun begitu para warga mengaku nilai-nilai kebudayaan dan pola kehidupan masih sama seperti yang dulu di lingkungan yang sama pula. Beberapa hunian ada yang terdapat lebih dari 1 kepala keluarga, dengan sumber listrik token 900watt dan air bersih melalui PDAM.

Gambar 2. 14 Suasana Koridor Depan Teras Rumah Di Kampung Petogogan, Jakarta Barat Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

Kampung Deret Petogogan berada di RW 5 dan terdapat 4 RT didalamnya. Untuk mengejar waktu pembangunan selama 10 bulan, material yang digunakan ialah material pabrikasi beton dengan pondasi cakar ayam.

57


Perekonomian disana juga berkembang akibat peremajaan kampung. Kegiatankegiatan kampung juga masih ada disana antara lain perkumpulan paguyuban, karang taruna dan kumpul RT. Penambahan fasilitas juga terdapat di Kampung Deret Petogogan yakni posyandu, PAUD dan area komunal pada bagian tengah kampung yang berfungsi sebagai tempat bermain anak.

Gambar 2. 15 Area Komunal dan Playground Pada Tengah Kampung Petogogan, Jakarta Barat Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

2.4

Permasalahan Desain Dalam pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan

Semanggi Di Surakarta terdapat beberapa permasalahan, yakni:  Kawasan 1. Kawasan Semanggi merupakan wilayah kumuh di Kota Surakarta. 2. Kondisi topografi pada kawasan memiliki kemiringan 1° - 40°. 3. Penggunaan lahan Kawasan Semanggi berfungsi sebagai rumah tunggal dengan kepadatang tinggi. 4. Kawasan sering rawan banjir. 5. Terdapat perbedaan status kepemilikan sertifikat tanah pada Kawasan Semanggi.

58


 Arsitektur 1. Bagaimana pola tatanan kampung horizontal yang ditransformasikan pada pola kampung vertikal. 2. Bagaimana menghadirkan psikologi ruang terhadap desain unit hunian. 3. Bagaimana pengolahan sirkulasi antar hunian dalam satu bangunan perkampungan vertikal agar tetap mewadahi hubungan sosial antar penghuni. 4. Bagaimana penataan zoning ruang agar tetap memperhatikan privasi penghuni. 5. Bagaimana mengolah interior unit hunian menjadi lebih layak, sehat dan nyaman dihuni.  Bangunan 1. Bagaimana pendistribusian listrik dan sampah pada kampung vertikal. 2. Cara apa yang hendaknya diterapkan untuk menanggulangi bencana kebakaran pada Perkampungan Vertikal yang termasuk middle-rise building. 3. Struktur konstruksi apa yang diterapkan pada bangunan Perkampungan Vertikal yang termasuk middle-rise building. 4. Material apa yang dipadukan terhadap bangunan berdasar potensi-potensi Kawasan Semanggi. 5. Bagaimana pengolahan antar elemen bangunan agar tetap mengadaptasi iklim pada Kawasan Semanggi.

59


 Lingkungan 1. Upaya apa yang hendaknya diterapkan pada bangunan maupun kawasan guna memperbaiki sistem utilitas, sanitasi dan drainase untuk bisa mengatasi banjir dan perbaikan kualitas air pada kawasan. 2. Bagaimana zoning sarana-prasarana ruang luar terhadap perkampungan vertikal dalam lingkup kawasan. 3. Teknologi hemat energi apa yang hendaknya diterapkan pada bangunan Perkampungan Vertikal agar bisa menjadi bangunan yang berkelanjutan dan mandiri? Dari beberapa permasalahan desain yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa permasalahan dominan pada pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta yakni transformasi pola tatanan kampung horizontal ke kampung vertikal. 2.5

Kesimpulan, Batasan dan Anggapan a. Kesimpulan Membuat kajian tentang pengembangan dan penataan Kawasan Semanggi yang mampu menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan hunian tunggal berkepadatan tinggi dengan penataan Perkampungan Vertikal yang bisa menyediakan suatu hunian vertikal yang

bisa

fleksibel

mengakomodasi

segala

terhadap

penghuni

kepentingan

sehingga

berumah

tangga

dapat warga

kampung yang mempunyai banyak kebiasaan berkumpul, serta

60


memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat Semanggi dengan memperlengkap fasilitas umum dan fasilitas sosial. b. Batasan  Pada lingkup desain output nantinya ada zoning peruntukan lahan dalam skala makro (3 RW).  Yang menjadi fokus pada tahap desain nantinya adalah skala mikro yang melingkupi 1 RW dan 5 RT yakni pada RW 2 Kelurahan Semanggi.  Luasan 3 RW nantinya akan diperhitungkan untuk peruntukan zoning pengembangan perkampungan vertikal.  Output tahap desain untuk siteplan nantinya melingkupi 1 RW yakni RW 2 Kelurahan Semanggi.  Untuk Output tahap desain detail bangunan adalah gambar kerja 1 RT lengkap dengan Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum dalam skala mikro (RT) dan skala makro (RW).  Pilot Projek Penataan Perkampungan Vertikal dan Pengembangan Segmen Kawasan Semanggi Di Surakarta ini menitik beratkan pada disiplin ilmu arsitektur dengan alur perkotaan. Perhitungan ekonomi, perhitungan struktur dan ilmu perencanaan wilayah kota tidak dibahas tetapi sebagai ilmu pendukung projek ini.  Dalam pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta adalah membuat skenario dan

61


tahapan secara berkelanjutan dengan pendekatan Urban Renewal pada lingkup kawasan Semanggi secara keseluruhan berupa perencanaan block plan. c. Anggapan  Pengelola

dan

pengembang

dari

pilot

projek

Penataan

Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta adalah pemerintah Kota Surakarta.  Pemilik dari setiap unit di perkampungan vertikal ini adalah warga Kawasan Semanggi pada site terpilih dan tidak ada warga dari kelurahan lain yang bisa berhuni ataupun bertempat tinggal dalam perkampungan vertikal.  Untuk sertifikasi kepemilikan tanah akan dirancang dengan konsilidasi lahan warga sendiri.  Ruang-ruang kosong bekas peremajaan kawasan sendiri akan menjadi milik setiap kepala keluarga. Pihak investor atau swasta hanya bisa meminjam dengan harga sewa pada kawasan perkampungan vertikal dan pada daerah pengembangan daerah tepian Sungai Begawan Solo.  Lokasi terpilih pada proyek ini bukanlah lahan yang berstatus sengketa atau ada permasalahan lain.  Kebutuhan lahan dianggap sudah disetujui oleh pihak Pemerintah Kota Surakarta, Pemerintah Daerah dan Dinas-dinas terkait serta

62


masyarakat setempat bahwa peruntukan projek ini didirikan bukan pada lahan kosong sampai dengan 2034.

63


BAB III ANALISA PENDEKATAN PROGRAM ARSITEKTUR PENGEMBANGAN DAN PENATAAN KAWASAN SEMANGGI SEBAGAI MIX-USED URBAN DISTRICT DI SURAKARTA

3.1

Analisa Pendekatan Kawasan

3.1.1

Analisa Lokasi Kota dan Provinsi Surakarta yang sering disebut dengan Kota Solo telah berkembang

sebagai salah satu kota besar di Indonesia dengan berbagai atribut kota yang melekat seperti Kota Budaya, Pariwisata, Jasa, Pelajar, Olahraga, Vokasi dan berbagai atribut lain. Keragaman atribut kota itu menggambarkan besarnya potensi dan tingkat keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan Kota Surakarta.

Namun

demikian

dibalik

keberhasilan

yang

telah

diraih,

pembangunan Kota Surakarta saat ini dan dimasa yang akan datang masih menghadapi beberapa permasalahan yang sekaligus manjadi tantangan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang lebih luas. Sebagian lahan di kota Surakarta lebih dari 60% dipakai sebagai lahan permukiman dan 20% dari luas lahan yang ada digunakan untuk kegiatan ekonomi (Sumber: BPS Kota Surakarta). Wilayah Kota Surakarta secara umum berupa dataran rendah, hanya bagian utara dan timur memiliki daratan yang agak bergelombang. Jenih tanah di wilayah Surakarta sebagian besar berupa tanah liat berpasir termasuk Regosol Kelabu dan Alluvial, di wilayah utara tanah liat Grumosol serta wilayah bagian timur laut tanah Litosol Mediteran. Kota Surakarta

64


secara geografis berada pada jalur strategis lalu lintas ekonomi perdagangan maupun kepariwisataan di antara Jogyakarta - Solo (Surakarta) - Semarang (Joglo Semar) – Surabaya - Bali. Dengan luas wilayah administrative sebesar 4.404,06ha terbagi dalam 5 wilayah kecamatan, 51 wilayah kelurahan, lahan perumahan yaitu seluas 2.672,21ha dan sisanya berturu-turu untuk jasa 428,06ha, ekonomi industry dan perdagangan 383,51ha, ruang terbuka 248,29ha, pertanian (lading) 210,83ha dan sarana-prasarana lingkungan dan fasilitas umum 461,16ha. Secara regional Surakarta adalah kota metropolitan yang didukung oleh 6 wilayah hinterland yang memiliki potensi ekonomi yang sangat tinggi di berbagai bidang seperti jasa, perdagangan, pariwisata, industri, dan pertanian (Sumber: RDTR Kota Surakarta). Terdapat 5 Pusat Pelayanan Kota (PPK) yakni:  Kecamatan Pasar Kliwon  Kecamatan Serengan  Kecamatan Laweyan  Kecamatan Banjarsari  Kecamatan Jebres Dalam 1 PPK melayani 6 Sub Pelayanan Kota (SPK), yakni:  SPK kawasan I adalah Kelurahan Kemlayan.  SPK kawasan II adalah Kelurahan Purwosari.  SPK kawasan III adalah Kelurahan Nusukan.

65


 SPK kawasan IV adalah Kelurahan Mojosongo.  SPK kawasan V adalah Kelurahan Jebres.  SPK kawasan VI adalah Kelurahan Stabelan.

Gambar 3. 1 Peta Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta Tahun 2011-2031 Sumber: RTRW Kota Surakarta

Batas-batas wilayah Kota Surakarta ialah:  Utara

: Kab. Karanganyar, Kab. Boyolali

 Selatan

: Kab. Sukoharjo

 Barat

: Kab. Sukoharjo, Kab. Karangnyar

 Timur

: Kab. Sukoharjo, Kab. Karangnyar

Setiap Sub Pusat Kota dengan wilayah pelayanannya dibagi kembali menjadi beberapa Pusat Lingkungan, yang secara keseluruhan berjumlah 21 Pusat Lingkungan, sebagai berikut:

66


 Pusat lingkungan di kawasan I terletak di Kelurahan Sriwedari, Kelurahan Sangkrah dan Kelurahan Baluwarti.  Pusat lingkungan di kawasan II terletak di Kelurahan Sondakan, Kelurahan Jajar dan Kelurahan Manahan.  Pusat lingkungan di kawasan III terletak di Kelurahan Banyuanyar, Kelurahan Sumber dan Kelurahan Kadipiro (dua pusat lingkungan).  Pusat lingkungan di kawasan IV terletak di Kelurahan Mojosongo (tiga Pusat lingkungan) dan Kelurahan Nusukan.  Pusat lingkungan di kawasan V terletak di Kelurahan Jebres, Kelurahan Pucangsawit dan Kelurahan Jagalan.  Pusat lingkungan di kawasan VI terletak di Kelurahan Gilingan, Kelurahan Setabelan, Kelurahan Kampung Baru dan Kelurahan Mangkubumen.

Gambar 3. 2 Peta Struktur Ruang Kota Surakarta Tahun 2011-2031 Sumber: Bappeda Surakarta

67


3.1.2

Analisa Lokasi dan Kecamatan Pasar Kliwon adalah sebuah kecamatan yang terletak di tenggara Kota

Surakarta. Wilayah Pasar Kliwon saat ini terkenal sebagai tempat perkampungan warga keturunan Arab-Indonesia. Mereka biasa hidup dari penjualan tekstil dan di sini pulalah terdapat Pasar Klewer, pasar batik terbesar di Indonesia. Kampung Kauman, yang disebut sebagai Kampung Wisata Batik, terletak di kecamatan ini, yaitu di sebelah Pasar Klewer. Selain itu, Keraton Surakarta juga terletak di kecamatan ini. Pasar Kliwon berbatasan dengan tiga kecamatan di Solo dan satu kabupaten:  Utara

: Kecamatan Jebres.

 Timur

: Kec.Mojolaban, Sukoharjo, Bengawan Solo.

 Selatan

: Kec. Grogol, Sukoharjo dan Kec. Serengan.

 Barat

: Kec. Serengan dan Kec. Banjarsari.

Kawasan Semanggi adalah 1 dari 51 kelurahan yang berada di paling Tenggara Kota Surakarta dan merupakan bagian dari Kecamatan Pasar Kliwon. Semanggi merupakan suatu kawasan dengan kesempatan ekonomi, sosialbudaya dan aset wisata yang bisa dikembangkan. Salah satu kawasan yang masuk prioritas kawasan kumuh menurut pemerintah Kota Surakarta adalah Kawasan Semanggi. Kawasan Semanggi termasuk dalam Kecamatan Pasar Kliwon (Kawasan I) dengan perencanaan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan

68


pemerintahan, perdagangan, budaya, wisata dan industri kreatif. Kawasan Semanggi berkembang menjadi permukiman yang padat dengan konsentrasi kemiskinan dan daerah rawan bencana banjir.

Gambar 3. 3 Peta Pola Ruang Kawasan I Kota Surakarta Tahun 2011-2031 Sumber: Bappeda Surakarta

3.1.3

Analisa Kelurahan Semanggi Semanggi merupakan salah satu kawasan terdapat di Kota Solo.

Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui Kantor Kelurahan Semanggi, jumlah penduduk tahun 2017 berjumlah 35.652 jiwa. Kawasan padat penduduk ini, menjadi alternatif penghuni dikarenakan tidak adanya tempat tinggal yang layak bagi mereka sehingga lahan kosong yang ada dimanfaatkan oleh masyarakat untuk dijadikan tempat tinggal yang menyebabkan kepadatan. Pada perkembangannya wilayah kampung rawa Semanggi ini berkembang pesat,

69


seluruh daerah rawa-rawa telah dijadikan areal permukiman bahkan hingga ke wilayah bantaran sungai Bengawan Solo. Hingga awal 2005 wilayah ini memiliki citra angker karena menjadi tempat persembunyian para begal, copet, dan maling serta PSK.

Gambar 3. 4 Peta Kelurahan Semanggi Kota Surakarta Sumber: https://solokotakita.org

Semanggi yang terletak di pinggiran sungai Bengawan Solo, dari sebuah kampung urban yang kumuh dan dihuni beragam penduduk dengan berbagai status sosial dan bermata pencaharian telah menjadikan kampung ini sebagai permukiman, namun tidak mampu mengendalikan perkembanggannya sehingga menjelma menjadi menjadi kampung kumuh, miskin dan sarang pelaku tindak kriminal. kampung Semanggi syarat dengan sejarah, pada masa lalu merupakan kota pelabuhan sungai/bandar dengan daerah hinterland-nya, dan merupakan pelabuhan yang cukup terkenal menghubungkan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Sejarah

Pembentukan

Kampung

Semanggi

yang

kemudian

70


bertransformasi menjadi sebuah wilayah kelurahan asal muasalnya hanya sebidang tanah rawa di wilayah pinggiran Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo. Daerah rawa tersebut banyak ditumbuhi Tanaman Semanggi (Hidrocotyle Sibthorprides Lamk). 3.2

Pemilihan Alternatif Lokasi Projek Dalam skenario dan tahapan perancangan pilot projek Penataan

Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta, terdapat beberapa area RW dalam kawasan yang telah ditetapkan dalam program perencanaan secara berkelanjutan. 3.2.1

Kawasan RW 1, RW 2 dan RW 3

Gambar 3. 5 Alternatif Tapak 1 Pada Kelurahan Semanggi Mencakup 3 RW Sumber: Analisis Pribadi, 2018

a. Potensi  Berdekatan dengan induk Sungai Bengawan Solo yang bisa dikembangkan dalam sebagai asset wisata.

71


 Banyak bangunan yang berfungsi pusat pendidikan.  Terdapat Lapangan Losari yang bisa dikembangkan dan dikelola lebih lanjut.  Dekat dengan pusat Kota Surakarta.  Terdapat sanggar seni.  Sering diadakan festival budaya di Sungai Bengawan Solo.  Banyak terdapat MCK umum.  Terdapat banyak industri kecil seperti pembuatan dandang, sangkar burung dan kain yang bisa dikembangkan secara berkelanjutan. b. Kendala  Rawan Banjir.  Banyak permukiman RTLH yang harus bisa dipecahkan sesuai dengan projek.  Tidak terdapat tempat pengolahan sampah.  Tingkat bau berada di angka 4.  Sering terjadi kemacetan.  Tingkat kemiskinan yang masih tinggi.  Banyak timbunan sampah yang berserakan  Beberapa jalan tidak terdapat perkerasan sehingga becek saat hujan dan banyak jalan yang berlubang.

72


 Penduduk yang bermukim masuk dalam kategori berkepadatan tinggi.  Kondisi lingkungan yang buruk di pemukiman menyebabkan Masalah kesehatan sering terkait dengan kondisi air dan udara. Buruknya drainase juga sering menjadi sarang nyamuk pembawa penyakit. 3.2.2

Kawasan RW 6, RW 7 dan RW 23

Gambar 3. 6 Alternatif Tapak 2 Kelurahan Semanggi Mencakup 3 RW Sumber: Analisis Pribadi, 2018

a. Potensi  Terdapat Pasar Klithikan Notoharjo, Pasar Hewan dan Pasar Besi Semanggi.  Terdapat tempat pembuangan sampah sementara.  Terdapat Rusunawa Semanggi.  Berdekatan dengan Kali Pemulung.

73


 Terdapat Lapangan Kentheng.  Jalan Utama memiliki lebar ±10 meter.  Kawasan yang cenderung ramai. b. Kendala  Jauh dari pusat Kota Surakarta.  Meskipun terdapat Kali Pemulung, Kali Pemulung adalah anak Sungai Bengawan Solo sehingga jauh dari induk Sungai Bengawan Solo.  Tingkat pendidikan yang rendah.  Karena sebagai pusat perekonomian di Kawasan Semanggi, maka banyak terjadi kemacetan pada jam-jam tertentu apalagi saat bongkar muat.  Memiliki tingkat bau yang berada diangka 5, hal ini disebabkan percampuran bau dari Pasar Hewan dan Pasar Besi Semanggi. Pada Saat hujan bau akan lebih menyengat lagi. 3.2.3

Kriteria Pemilihan Lokasi Kriteria pemilihan lokasi projek meliputi:

 Sesuai dengan RTRW Kota Surakarta.  Sesuai dengan rencana pola ruang di RDTRK Kota Surakarta.  Berdekatan dengan induk Sungai Bengawan Solo.  Tidak terdapat Rusunawa yang telah terbangun pada site terpilih.

74


 Memiliki

beberapa

potensi

kawasan

yang

memungkinkan

untuk

dikembangkan secara berkelanjutan.  Pemilihan Sektor berdasarkan Ketertarikan (Interest), Kepentingan Mendesak (Urgency), Kebutuhan (Need) dan Keterkaitan (Relevancy).  Tidak pada daerah Konservasi ataupun Resapan.  Memiliki beberapa kendala site yang sama dengan konteks projek Pengembangan dan Penataan Kawasan Semanggi Sebagai Mix-used Urban District di Surakarta.  Lokasi dengan penduduk berkepadatan tinggi dan banyak terdapat RTLH sebagai masalah yang harus dipecahkan dalam projek Pengembangan dan Penataan Kawasan Semanggi Sebagai Mix-used Urban District di Surakarta.  Lokasi memiliki beberapa potensi view sungai yang menarik.  Aksesibilitas yang mudah dicapai oleh transportasi pribadi ataupun kendaraan umum, sehingga perencanaan aksesibilitas melalui transportasi juga bisa dikembangkan sebagi scenario peremajaan kawasan.  Lokasi Site yang bisa dikembangkan kearah langgam vernakular seperti yang telah ditetapkan di RDTRK Kota Surakarta.  Potensi site terpilih yang bisa dikembangkan pada kawasan RTH sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat dengan pelayanan yang lebih tinggi dan mengembangkan permukiman baru dengan tetap memberikan fasiltas RTH pada kawasan yang dibangun.

75


3.2.4

Matriks Penilaian Lokasi Diagram 3. 1 Diagram Perbandingan Penilaian Alternatif Tapak Sumber : Analisis Pribadi, 2018

Perbandingan Diagram Penilaian Alternatif Lokasi 100 80 60 40 20 0

Sub-sektor 1

Sub-sektor 2

Tabel 3. 1 Tabel Kategori Penilaian Sumber: Analisis Pribadi, 2018

No.

Kategori Nilai

Range

1.

Sangat Baik

81 – 90 / >90

2.

Baik

71 – 80

3.

Cukup

61 – 70

4.

Buruk

51 – 60

5.

Sangat Buruk

41 – 50

3.2.5

Kelurahan Semanggi Kawasan RW 1, RW 2 RW 3 Semanggi yang terletak di pinggiran sungai Bengawan Solo, dari sebuah

kampung urban yang kumuh dan dihuni beragam penduduk dengan berbagai status sosial dan bermata pencaharian telah menjadikan kampung ini sebagai permukiman, namun tidak mampu mengendalikan perkembanggannya sehingga menjelma menjadi menjadi kampung kumuh, miskin dan sarang pelaku tindak kriminal. Terdapat 3 Rw dan 18 Rt disana antara lain:

76


Tabel 3. 2 Tabel Rekapitulasi Data Penduduk Kelurahan Semanggi Tahun 2017 Sumber: Kantor Kelurahan Semanggi

No.

Rw

Rt

KK

Laki-laki

Perempuan

Penduduk

1

90

156

141

297

2

115

189

187

376

3

117

186

182

368

4

171

294

272

566

5

123

183

184

367

6

128

213

203

416

7

134

202

208

410

8

1

2

1

3

879

1.425

1.378

2.803

1

93

164

147

311

2

97

151

155

306

3

88

163

135

298

4

119

196

214

410

5

82

136

140

276

479

810

791

1.601

1

37

59

56

115

2

74

132

115

247

3

168

271

260

531

4

196

359

345

704

5

36

45

57

102

511

866

833

1.699

1.869

3.101

3.002

6.103

01

2.

3

02

03

Total

18

77


3.2.6

Kekuatan Alami a. Iklim Hari hujan terbanyak jatuh pada bulan Februari dengan jumlah hari hujan sebanyak 25. Sedangkan curah hujan terbanyak jatuh pada bulan Oktober sebanyak 699 mm dan rata – rata curah hujan saat hari hujan terbesar jatuh pada bulan November sebesar 33,1 mm per hari hujan. Pada Kawasan Semanggi sendiri mempunyai temperatur ratarata suhu maksimum diangka 32,2°C dan temperatur rata-rata suhu minimum diangka 24,2°C, dengan rata-rata tekanan udara ±26°C dan kelembaban rata-rata diangka ±73%. (Data dari BPS Kota Surakarta, Kecamatan

Pasar

Kliwon

Dalam

Angka

Tahun

2017,

Katalog

1102001.3372030).

b. Topografi

Gambar 3. 7 Peta Topografi dan Jenis Tanah Kota Surakarta Sumber: Bappeda Surakarta

Kawasan Semanggi mempunyai ketinggian 80 - 100 di atas permukaan laut dengan kemiringan tanah 0° - 40°. (Data dari BPS

78


Kota Surakarta, Kecamatan Pasar Kliwon Dalam Angka Tahun 2017, Katalog 1102001.3372030). Jenih tanah di Kawasan Semanggi sebagian besar berupa Grumusol Kelabu Tua, dengan bahan induk berupa batu kapur dan napal. c. Vegetasi Vegetasi yang tumbuh di Kawasan Semanggi sangat beragam. Mulai dari vegetasi penutup tanah seperti rerumputan, perdu, Cocor Bebek, Cucuk Buset, dan Lidah Mertua. Untuk beberapa vegetasi peneduh diantaranya Pohon Akasia, Pohon Kelengkeng, Bambu, Pohon Mangga, Pohon Nangka, Pohon Ketapang dan Pohon Pisang. d. Potensi Sumber Air Terdekat

Gambar 3. 8 Data Pencatatan Air Kelurahan Semanggi Tahun 2016 Sumber: https://solokotakita.org

Pada Kawasan Semanggi, potensi sumber air dulunya berasal dari Sungai Bengawan Solo tetapi dewasa ini air di Sungai Bengawan Solo kurang baik untuk dikomsumsi warga, sehingga air sungai ini digunakan untuk menyirami tanaman atau memberi minum ternak.

79


Sumber air untuk kebutuhan masyarakat sekitarnya setiap hari berasal dari PDAM, sumur pribadi dan sumur umum. Untuk sanitasi disana menggunakan WC pribadi tetapi juga terdapat beberapa titik MCK umum yang bisa dimanfaatkan warga sekitar. e. Arah Angin Arah angin Kawasan semanggi berasala dari arah Selatan dan Barat Daya dengan kecepatan rata-rata 180-360 knot selama tahun 2016 (Data dari BPS Kota Surakarta, Kecamatan Pasar Kliwon Dalam Angka Tahun 2017, Katalog 1102001.3372030). f. Bau Pada Kawasan Semanggi sendiri memiliki bau yang lumayan menyengat, apalagi pada saat musim hujan karena banyak terdapat genangan air pada jalan-jalan. Umumnya Jalan di Kawasan Semanggi masih banyak yang rusak dan berlubang sehingga saat hujan lebat menyebabkan genangan-genangan air di jalan. Selain itu Kawasan Semanggi berdekatan dengan Pasar Klithikan Notoharjo, Pasar Besi Semanggi dan Pasar Hewan Ternak yang menyebabkan perpaduan bau-bau dari pasar tersebut. g. Lingkungan Sekitar Lingkungan pada kawasan sendiri dominan pada daerah permukiman berkepadatan tinggi. Selain itu terdapat pemakaman umum, ruang terbuka hijau yakni Lapangan Losari, Rusunawa

80


Semanggi, Pasar Notoharjo, Pasar Hewan Ternak, Pasar Besi, terminal, stasiun, permukiman di bantaran rel kereta api, permukiman di daerah tepian Sungai Bengawan Solo, sempadan rel, sempadan sungai, kawasan pendidikan dan beberapa tempat Ibadah. h. Infrstruktur Jalan Pada Kawasan Semanggi memiliki beberapa macam jalan, diantaranya jalan kolektor sekunder yang berukuran 6m (Jln. Kyai Mojo dan Jln. Untung Suropati) dan jalan lokal primer yang berukuran 4m (Jln. Comal 5 dan Jln. Progo). 3.2.7

Kekuatan Buatan a. Pranata Secara regional Surakarta adalah kota metropolitan yang didukung oleh 6 wilayah hinterland yang memiliki potensi ekonomi yang sangat tinggi di berbagai bidang seperti jasa, perdagangan, pariwisata, industri, dan pertanian. Terdapat 5 Pusat Pelayanan Kota (PPK) dan dalam 1 PPK melayani 6 Sub Pelayanan Kota (SPK). Setiap Sub Pusat Kota dengan wilayah pelayanannya dibagi kembali menjadi beberapa Pusat Lingkungan, yang secara keseluruhan berjumlah 21 Pusat Lingkungan. Kawasan Semanggi sendiri berada di Kecamatan Pasar Kliwon yang menjadi salah satu Sub Pelayanan Kota yang direncanakan dengan penambahan sarana prasarana sebagai Pariwisata, Perdagangan dan Jasa, Olah Raga / RTH.

81


Tabel 3. 3 Tabel Arah Fungsi Setiap Sub-Pelayanan Pusat Kota Surakarta Sumber: Bappeda Surakarta

No.

Sub Pelayanan Pusat Kota

Kecamatan Tercakup

Arah Fungsi Kawasan Pariwisata, Perdagangan dan Jasa, Olah Raga / RTH

1.

I

Kec. Jebres Kec. Laweyan Kec. Pasar Kliwon Kec. Serengan

2.

II

Kec. Banjarsari Kec. Laweyan

Pariwisata, Olah Raga / RTH

3.

III

Kec. Banjarsari

Permukiman, Perdagangan/Jasa

4

IV

Kec. Jebres Kec. Banjarsari

Permukiman, Perdagangan/Jasa

V

Kec. Jebres Kec. Banjarsari

Pariwisata, Pendidikan Tinggi, Industri

VI

Kec. Banjarsari Kec. Laweyan Kec. Jebres Kec. Pasar Kliwon

Pemerintahan, Pariwisata, Perdagangan/ Jasa

5.

6.

Penataan BWP I Kota Surakarta harus ditinjau dari beberapa aspek,

seperti

aspek

sejarah,

aspek

budaya

dan

aspek

Gambar 3. 9 Arah Perkembangan Langgam Kota Surakarta Sumber: Bappeda Surakarta

82


pengembangan BWP I dalam konteks pengembangan skala kota yaitu Kota Surakarta. b. Regulasi Dalam peraturan RTRW Kota Surakarta, Peraturan Zonasi, sistem guna lahan dapat ditentukan berdasarkan hirarki peruntukan zona, meliputi peruntukan zona yang lebih umum mulai dari peruntukan lahan budidaya dan lindung, sampai peruntukan lahan yang umum di dalam hiraki selanjutnya. Pada Kawasan Semanggi masuk dalam zona SUB-BWP V yang termasuk dalam zona umum yakni zona peruntukan lahan budidaya dan lindung. Lebih mengerucut lagi Kawasan Semanggi termasuk dalam kawasan peruntukan pendidikan, kawasan sempadan sungai, kawasan sempadan rel, kawasan peruntukan pemakaman, ruang terbuka hijau dan kawasan peruntukan perumahan. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surakarta, ada beberapa regulasi yang berkaitan, yakni: Tabel 3. 4 Tabel Peraturan RTRW Kota Surakarta yang Menyangkut Projek Sumber: RTRW Kota Surakarta 2011-2031

Pasal

Isi

36

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a, meliputi kawasan sempadan Sungai Bengawan Solo, Kali Jenes, Kali Anyar, Kali Sumber, Kali Gajahputih, Kali Pepe, Kali Wingko, Kali Brojo, Kali Boro, Kali Pelem Wulung dengan arahan pengembangan, meliputi: a. Sungai Bengawan Solo yang melalui kota memiliki garis sempadan sungai sekurang-kurangnya 5 (lima) meter disebelah luar sepanjang kaki tanggul

83


(3) Rencana pengembangan kawasan perlindungan setempat, meliputi: a. mempertahankan fungsi sempadan sungai dan mengendalikan perkembangannya; b. mengembalikan fungsi sempadan sungai di seluruh wilayah kota sebagai RTH secara bertahap c. merehabilitasi kawasan sempadan sungai yang mengalami penurunan fungsi.

39

(3) Kawasan rawan bencana banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: b. Kecamatan Pasarkliwon di Kelurahan Kampung Baru, Kelurahan Baluwarti, Kelurahan Gajahan, Kelurahan Joyosuran, Kelurahan Kauman, Kelurahan Kedung Lumbu, Kelurahan Pasarkliwon, Kelurahan Sangkrah, Kelurahan Semanggi.

41

(2) Industri rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: b. industri rumah tangga pembuatan shuttle cock dan gitar di Kecamatan Pasarkliwon. (3) Industri kreatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi industri batik di Kecamatan Pasarkliwon dan Kecamatan Laweyan.

42

(5) Untuk menunjang pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) di atas, dikembangkan transportasi wisata yang meliputi: c. jaringan transportasi wisata sungai dikembangkan di Kali Pepe, Kali Anyar, dan Sungai Bengawan Solo.

61

Sistem jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf c meliputi: c. zona ruang milik jalan kereta api, ditetapkan untuk jalan kereta api pada sisi kiri dan kanan selebar 6 (enam) meter untuk jalan rel kereta api yang terletak di permukaan tanah

63

Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf e, meliputi: a. pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan;

84


b. dilarang mendirikan bangunan di dalam sempadan sumber air, sempadan sungai, bendungan, embung, jaringan irigasi. d. diperbolehkan mendirikan bangunan untuk mendukung sarana pengelolaan sumber daya air. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf a, meliputi: a. pengembangan perumahan dengan bangunan vertikal (rumah susun/ apartemen) dilakukan di kawasan pusat kota dan kawasan lainnya yang terdapat kawasan permukiman padat dan kumuh dengan tujuan untuk menambah RTH dengan koefisien dasar bangunan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen); f. pelaksana pembangunan perumahan/pengembang wajib menyediakan prasarana dan sarana umum dengan proporsi 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan luas lahan perumahan termasuk penyediaan RTH publik kawasan perumahan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari luas lahan perumahan k. pembangunan perumahan lama/perkampungan dilakukan secara terpadu baik fisik maupun sosial ekonomi masyarakat melalui program pembenahan lingkungan, peremajaan kawasan, perbaikan kampung, peningkatan prasarana dan sarana perumahan

71

Menurut Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota Surakarta, ada beberapa regulasi yang berkaitan, yakni:  Sempadan Sungai Tabel 3. 5 Tabel RDTR Peraturan Sempadan Sungai Kota Surakarta Sumber: Bappeda Surakarta

No. 1.

Kategori Sungai bertanggul

RDTRK Sungai bertanggul adalah 3 (tiga) meter disebelah luar sepanjang kaki tanggul;

85


2.

Sungai Tidak a) Sungai berkedalaman kurang dari 3 Bertanggul meter adalah 10 (sepuluh) meter b) Sungai berkedalaman 3 (tiga) sampai 20 (dua puluh) meter adalah 15 (lima belas) meter;

3.

Saluran Bertanggul

a) 3 (tiga) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 4 m3/detik atau lebih; b) 2 (dua) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 1 – 4 m3/detik; c) 1 (satu) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit kurang 1 m3/detik

4.

Saluran Tidak Bertanggul

a) 4 (empat) kali kedalaman saluran lalu ditambah 5 (lima) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 4 m3/detik; b) 4 (empat) kali kedalaman saluran ditambah 3 (tiga) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 1-4 m3/detik; c) 4 (empat) kali kedalaman saluran ditambah 2 (dua) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit kurang dari 1 m3/detik.

 Jalan Persimpangan Sebidang - Untuk pertigaan, terletak pada sisi-sisi segitiga yang titik sudutnya ditentukan dari titik pusat pertemuan as jalan masingmasing adalah 0,5 kali lebar jalan yang bersangkutan.

86


- Untuk perempatan, terletak pada sisi-sisi segi empat yang titik sudutnya ditentukan dari titik pusat pertemuan as jalan masingmasing yaitu 3 (tiga) kali lebar jalan. S

P

R

B1 Luar Kota :

Perkotaan :

PR = 5 x B 1

PR = 3 x B 1

QS = 5 x B 2

QS = 3 x B 2 Q

B 1, B 2 = Sempadan Jalan terhadap jalan yang bersangkutan (lebar jalan)

B2

Gambar 3. 11 Peraturan Persimpangan Jalan Pertigaan Sumber: RDTR Kota Surakarta

Gambar 3. 10 Peraturan Persimpangan Jalan Perempatan Sumber: RDTR Kota Surakarta

 Jalan Tikungan Garis sempadan jalan tikungan terletak pada garis lengkung yang merupakan perbatasan dari tali busur yang masing-masing menghubungkan dua titik di as jalan dan yang meliputi suatu busur dari sumbu itu yaitu: 3 (tiga) kali lebar jalan.  Sempadan Rel Kereta Api Sempadan rel KA merupakan sempadan yang berada di kanan kiri rel KA sebagai pengaman jalannya kereta api dengan lancar. Sempadan ini harusnya bebas dari aktivitas dan bangunan, sehingga keamanan kawasan lebih terjaga. Menurut perda nomor 11 tahun 2004 tentang garis sempadan, standar untuk garis sempadan jalan rel kereta api adalah sebagai berikut:

87


- Garis sempadan jalan rel kereta api adalah 6 meter dan batas daerah manfaat jalan rel terdekat apabila jalan rel kereta api itu terletak diatas tanah yang rata. - Garis sempadan jalan rel kereta api adalah 2 meter dihitung dari kaki talud apabila jalan rel kereta api itu terletak diatas tanah yang ditingkatkan. - Garis sempadan jalan rel kereta api adalah 2 meter ditambah lebar lereng sampai puncak dihitung dari daerah manfaat jalan rel kereta api apabila jalan rel kereta api itu terletak di dalam galian. - Garis sempadan jalan rel kereta api pada belokan adalah 18 meter diukur dari lengkung dalam sampai tepi daerah manfaat jalan. Dalam peralihan jalan lurus ke jalan lengkung diluar daerah manfaat jalan harus ada jalur tanah yang bebas yang secara berangsur-angsur melebar dari batas terluar damija rel kereta api sampai 18 meter. Garis sempadan jalan rel kereta api tidak berlaku apabila jalan rel kereta api tersebut terletak dalam galian. - Garis sempadan jalan perlintasan sebidang antara jalan rel kereta api dengan jalan adalah 150 meter dari daerah manfaat jalan rel kereta api pada titik perpotongan as jalan rel kereta api dengan daerah manfaat jalan dan secara berangsur-angsur menuju batas atau garis sempadan jalan rel kereta api pada titik

88


500 meter dari titik perpotongan as jalan rel kereta api dengan as jalan.  Zona Ruang Terbuka Hijau Salah satu kawasan yang berfungsi lindung di Kawasan I Kota Surakarta berupa ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau merupakan suatu kawasan yang dimanfaatkan sebagai unsur keseimbangan ekosistem perkotaan. - RTH Taman Kota: Taman ini melayani minimal 480.000 penduduk dengan standar minimal 0,3 m2 per penduduk kota, dengan luas taman minimal 144.000 m2. Taman ini dapat berbentuk sebagai RTH (lapangan hijau), yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan olah raga, dan kompleks olah raga dengan minimal RTH 80% - 90%. Semua fasilitas tersebut terbuka untuk umum. - RTH Jalur Hijau Jalan: Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20–30% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan kelas jalan.  Zona Perumahan Kawasan perumahan, adalah kawasan yang pemanfaatannya untuk, serta berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan. Kawasan I kota Surakarta ini merupakan kawasan dengan

89


kepadatan penduduk dan bangunan yang tinggi. Arahan kawasan perumahan kepadatan tinggi dilakukan melalui: - Peningkatan kualitas prasarana lingkungan perumahan dan penyediaan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau; - Peningkatan kualitas hunian di kawasan perumahan melalui pembangunan perumahan secara vertikal; dan - Menetapkan koefisien dasar bangunan maksimal 80% dalam setiap pembangunan kawasan perumahan.  Fasilitas Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan standar dalam SNI 03.1733.2004 untuk fasilitas ruang terbuka hijau adalah: - Taman untuk unit RT

melayani 250 penduduk, sekurang-

kurangnya diperlukan 250 m2 atau dengan standar 1 m2/penduduk. - Taman untuk unit RW melayani 2.500 penduduk, dibutuhkan minimal 1.250 m2 atau dengan standar 0,5 m2/penduduk yang lokasinya dapat disatukan dengan pusat kegiatan RW lainnya,

seperti

balai

pertemuan,

pos

hansip

dan

sebagainya. - Taman untuk unit Kelurahan melayani 30.000 penduduk, diperlukan lahan seluas 9.000 m2 atau dengan standar 0,3 m2/penduduk.

90


- Taman untuk unit Kecamatan melayani 120.000 penduduk, diperlukan lahan seluas 24.000 m2 (2,4 hektar) atau dengan standar 0,2 m2/penduduk. - Dibutuhkan jalur hijau seluas 15m2 / penduduk yang lokasinya menyebar; dan - Besarnya lahan kuburan/pemakaman umum tergantung dari sistem penyempurnaan yang dianut sesuai agama dan kepercayaan

masing-masing.

berdasarkan

angka

kematian

Acuan

perhitungan

setempat

dan/atau

luasan sistem

penyempurnaan.  Fasilitas Kesehatan Berdasarkan standar dalam SNI 03.1733.2004 untuk fasilitas kesehatan sebagai acuan dalam proyeksi kebutuhan fasilitas kesehatan adalah sebagai berikut: - Posyandu melayani 1250 jiwa dengan luas lahan 60 m². - Balai Pengobatan Warga (BP) melayani 2500 jiwa dengan luas lahan 300 m². - BKIA/ klinik bersalin melayani 30.000 jiwa dengan luas lahan 3000 m². - Puskesmas pembantu melayani 30.000 jiwa dengan luas lahan 300 m². - Puskesmas melayani 120.000 jiwa dengan luas lahan 1000 m².

91


- Tempat Praktek Dokter melayani 5000 jiwa dapat menyatu dengan rumah tinggal.  Fasilitas Sosial Budaya Berdasarkan standar dalam SNI 03.1733.2004 untuk fasilitas sosial budaya yang dibutuhkan di Kawasan I Kota Surakarta adalah: - Balai warga/balai pertemuan (skala pelayanan unit RW melayani 2.500 penduduk); - Balai serbaguna (skala pelayanan unit Kelurahan melayani 30.000 penduduk); - Gedung pertemuan/gedung serbaguna (skala pelayanan unit kecamatan melayani 120.000 penduduk).  Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Pengembangan dan peningkatan sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antar kawasan.

Gambar 3. 12 Rencana Pengembangan Jalan Sumber: RDTR Kota Surakarta

92


 Peraturan Kegiatan dan Pemanfaatan Ruang Sub-BWP V - Zona Perlindungan Setempat Karakteristik kegiatan dizona ini adalah sempadan sungai yang dilarang untuk adanya kegiatan terbangun dan aktivitas lainnya. - Zona Ruang Terbuka Hijau Karakteristik kegiatan utama di zona ini adalah RTH Taman dan Hutan dan Zona RTH pemakaman. Zona ini tentunya merupakan zona hijau yang harusnya dipertahankan keberadaannya dan tidak untuk menjadi lahan terbangun. - Zona Perumahan Karakter kegiatan utama pada zona ini adalah rumah tunggal kepadatan tinggi. Jenis kegiatan yang diperbolehkan namun dalam pembatasan tertentu di kawasan ini antara lain rumah tinggal,

rumah

susun,

villa,

asrama,

rumah

sewa/kost,

apartemen, rumah dinas, panti jompo, panti asuhan, guest house,

dan

paviliun.

Kegiatan

non

perumahan

yang

diperbolehkan dengan batas tertentu di kawasan ini antara lain kegiatan pendidikan kecuali perguruan tinggi, perdagangan (warung,

pertokoan),

hiburan

dan

rekreasi

yang

tidak

mengganggu lingkungan (bisnis lapangan olahraga, studio keterampilan), industri kecil tanpa limbah, fasilitas kesehatan (puskesmas, posyandu, dokter umum, dokter spesialis, bidan,

93


klinik/poliklinik), fasilitas olahraga (taman bermain lokal, taman, dan lapangan olahraga), fasilitas peribadatan dan lapangan parkir umum.  Zoning Text Sub-BWP V Tabel 3. 6 Table Zoning Text Zona Perlindungan Setempat Sumber: RDTR Kota Surakarta

Zona Perlindungan Setempat Sub-zona Sempadan Sungai a) Hutan kota, taman  Dominasi adalah ruang terbuka kota, jalur hijau jalan hijau, dengan maksimal dan pulau, diijinkan pekerasan adalah 30%. secara bersyarat  Tidak mengganggu ekosistem dengan ketentuan: sungai. b) Sempadan

c) TPU

 Dominasi Dominasi adalah ruang terbuka hijau, dengan maksimal pekerasan adalah 30%  Tidak mengganggu ekosistem sungai

d) Lapangan

 Dominasi adalah ruang terbuka hijau, dengan maksimal pekerasan adalah 30% berupa lapangan sarana olahraga dengan menggunakan bahan yang mampu meresap air dengan baik.

e) Tempat Parkir

 Tempat bangunan dengan

Berupa Berupa ruang terbuka, tidak ada bangunan.

parkir berupa tidak terbangun perkerasan

94


menggunakan bahan mampu menyerap air.

yang

f) Tempat Bermain

 Dominasi adalah ruang terbuka hijau, dengan maksimal pekerasan adalah 30% berupa sarana taman dan bermain dengan menggunakan bahan yang mampu meresap air dengan baik.

g) Trotoar

 Lebar standard trotoar 2m 2,75m.

h) Wisata Alam

 Berupa kegiatan yang menyuguhkan pemandangan alam dan bertumpu pada alam, dengan meminimalkan sarana terbangun, maksimal sarana terbangun 30%.

Tabel 3. 7 Tabel Zoning Text Zona Perumahan-R Sumber: RDTR Kota Surakarta

Zona Perumahan-R Sub-zona Rumah Tunggal Berkepadatan Tinggi a) Toko

 Bangunan toko dengan Kofisien Dasar Bangunan paling tinggi 60%.  Bangunan toko dengan Kofisien Lantai Bangunan paling tinggi 0,8.  Bangunan toko dengan Kofisien Dasar Hijau paling tinggi 40%.  Radius pelayanan toko yaitu 200m.

b) Salon dan Loundry  Bangunan dengan Kofisien Dasar Bangunan paling tinggi 70%.

95


 Bangunan dengan Kofisien Lantai Bangunan paling tinggi 0,8.  Bangunan dengan Kofisien Dasar Hijau minimal 30%. Susun

 Koefisien dasar bangunan maksimal 80%.  Koefisien lantai bangunan maksimal 1,8.  Koefisien dasar hijau minimal 20%.

d) Pasar Tradisional dan Pasar Lingkungan

 Jarak dengan pasar modern 500 meter.  Memiliki sistem pengolahan limbah dan persampahan tersendiri.  Gudang perdagangan tersedia ruang bongkar muat.

e) Minimarket

 Jarak dengan pasar tradisional 500 meter

f) Pendidikan

 Bangunan fasilitas sarana pelayanan umum berupa pendidikan dengan Koefisien Dasar Bangunan paling tinggi 80%.  Bangunan fasilitas sarana pelayanan umum berupa pendidikan dengan Koefisien Lantai Bangunan paling tinggi 1,2.  Bangunan fasilitas sarana pelayanan umum berupa pendidikan dengan Koefisien Dasar Hijau paling tinggi 20%.  Radius pelayanan Taman Kanakkanak yaitu 500m.  Radius pelayanan Sekolah Dasar yaitu 1.000m.

c) Rumah Rendah

96


 Radius pelayanan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama yaitu 1.000m.  Radius pelayanan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas yaitu 3.000m. g) Plaza

 Dominasi adalah ruang terbuka hijau, dengan maksimal pekerasan adalah 30% berupa sarana taman dan bermain dengan menggunakan bahan yang mampu meresap air dengan baik.  Lebar standard trotoar 2m 2,75m.

h) Kolam, Tempat pelelangan ikan, perkebunan tanaman keras, perkebunan agrobisnis i) Wisata Buatan dan Budaya

 Maksimal pembangunan sarana perikanan 30%.

j) Ruang Pompa

 Melaksanakan penyusunan kajian lingkungan.  Sepengetahuan dari RT dan RW setempat.  Sudah disosialisasikan kepada masyarakat setempat.

 Berupa kegiatan yang selaras dengan peruntukkan zonanya.  Melakukan kajian lingkungan.  Sudah disosialisasikan kepada masyarakat setempat.  Tidak menganggu aktivitas utama kawasan.

97


3.2.8

Amenitas Alami a. View View pada Kawasan Semanggi ini dominan ke arah Sungai Bengawan Solo dan beberapa ruang terbuka hijau di tepiannya tetapi ruang terbuka hijau ini tidak ada pengolahan secara lebih lanjut sehingga kurang enak dipandang. Terdapat juga view Lapangan Losari dan deretan SD, TK sebagai area pendidikan di kawasan ini. Untuk view lainnya berupa permukiman-permukiman. b. Topografi Kawasan Semanggi mempunyai ketinggian 80 - 100 di atas permukaan laut dengan kemiringan tanah 0° - 40°. Jenih tanah di Kawasan Semanggi sebagian besar berupa Grumusol Kelabu Tua, dengan bahan induk berupa batu kapur dan napal. c. Air Pada Kawasan Semanggi, potensi sumber air dulunya berasal dari Sungai Bengawan Solo tetapi dewasa ini air di Sungai Bengawan Solo kurang baik untuk dikomsumsi warga, sehingga air sungai ini digunakan untuk menyirami tanaman atau memberi minum ternak. Sumber air untuk kebutuhan masyarakat sekitarnya setiap hari berasal dari PDAM, sumur pribadi dan sumur umum. Untuk sanitasi disana menggunakan WC pribadi tetapi juga terdapat beberapa titik MCK umum yang bisa dimanfaatkan warga sekitar.

98


d. Bentang Alam Bentang alam pada site terpilih pada Kawasan Semanggi berupa wilayah yang dilewati dan berdekatan langsung dengan Sungai Bengawan Solo. e. Bencana Alam Terkait dengan permasalahan Banjir yang kerap melanda Sungai

Bengawan

Solo,

maka

diperlukan

pengelolaan

dan

penanganan terhadap Kawasan Semanggi yang rawan bencana banjir. Terdapat 3 tipe banjir yang terjadi di Sungai Bengawan Solo yaitu: 1. Banjir Skala Kecil Banjir di Bengawan Solo tahunan berskala kecil yang sering terjadi di wilayah-wilayah hilir karena sifat muka tanah hilir yang cenderung rendah menyebabkan banjir jika terjadi debit air Sungai Bengawan Solo mengalami kenaikan. 2. Banjir Skala Sedang Banjir dalam kurung waktu 5 tahun yang terjadi mulai wilayah tengah hingga hilir. 3. Banjir Skala Besar Banjir berskala besar pernah terjadi tahun 1965 dan 2007. Dibutuhkan waktu 40 tahun untuk terjadi sebuah banjir besar yang menggenangi hamper seluruh wilyaha aliran Sungai Bengawan

99


Solo. Banjir berskala besar ini dulunya diakibatkan jebotnya bendungan dan pintu wir Waduk Wonogiri. Dengan curah hujan yang tinggi pada bagian hulu, menyebabkan rusaknya beberapa talud di wilayah dalam kota.Debit air yang tak terkendali serta buruknya

prasaranan

pengendali

Sungai

Bengawan

Solo

mengakibatkan bencana banjir yang tak terelakkan. Di Kota Surakarta terdapat beberapa daerah yang sering mengalami banjir, yakni pada daerah yang berapa di sekitar tepian Sungai Bengawan Solo. Terdapat 3 hal yang menjadi permasalahan utama penyebab banjir di Sungai Bengawan Solo yaitu: 1. Kegiatan Pembangunan perumahan dan permukiman di daerah resapan air dengan pembabatan hutan. 2. Kebiasaan masyarakat membuang sampah ke sungai. 3. Buruknya sarana prasarana Sungai Bengawan Solo (Drainase, Talud, Tanggul, Pintu Air, dsb). 3.2.9

Amenitas Buatan a. Jaringan Kawasan  Terdapat 2 jenis jalan pada sub-sektor 1 Kawasan Semanggi yakni jalan kolektor sekunder yang berukuran 6m (Jln. Kyai Mojo dan Jln. Untung Suropati) dan jalan lokal primer yang berukuran 4m (Jln. Comal 5 dan Jln. Progo).

100


 Sub-sektor Kawasan Semanggi hanya dilewati 1 trayek bus BST yang termasuk pada Rute 4 pada jln. Kyai Mojo.  Jaringan listrik berasal dari PLN. Sub-sektor 1 Kawasan Semanggi ini dilewati jaringan listrik distributor sekunder.  Untuk jaringan telekomunikasi ini berada di jln. Kyai Mojo yang termasuk jaringan sekunder. Tidak terdapat BTS (Base Transceiver Station) pada area kawasan.  Pada sub-sektor 1 Kawasan Semanggi, sumber air berasal dari PDAM yang didistributornya berada di Jln. Kyai Mojo, Jln. Sampangan dan Jln. Untung Suropati yang termasuk jaringan air bersih sekunder.  Jaringan drainase sendiri berada di Jln. Kyai Mojo dan Jln. Untung Suropati yang termasuk jaringan drainase sekunder.  Jaringan air limbah berada di Jln. Sampangan yang termasuk jaringan air limbah sekunder.  Untuk persampahan pada sub-sektor 1 Kawasan Semanggi terdapat beberapa Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu yang berdekatan dengan pemilihan alternatif site. Rute pengangkatan sampah berada di Jln. Kyai Mojo.

101


b. Citra Arsitektural Tipologi dan Morfologi permukiman pada kelurahan RW 1, RW 2 dan RW 3 Kawasan Semanggi ini dominan bergaya tradisional dan sangat menggambarkan "arsitektur kampung". Dengan material dinding yang digunakan adalah batu bata, material atap menggunakan genteng tanah liat. Sebagian besar rumah terdapat "latar ngarep" atau teras depan yang sering digunakan untuk berkumpul ibu-ibu maupun anak-anak kecil yang bermain. Bagian depan rumah yang lebar tersebut dimanfaatkan oleh warga sebagai toko kelontong kecil maupun tempat untuk menjemur pakaian. Ada beberapa rumah yang teras depan atau bagian samping rumahnya sudah mulai mencoba menanam tanaman sayur-sayuran kecil dengan cara vertikal garden. Beberapa segmen skyline kawasan terlihat tidak teratur karena memang ada beberapa hunian rumah yang berisi lebih dari 1 kepala keluarga. Dengan kondisi tipologi pada permukiman tersebut, maka citra arsitektur yang akan ditampilkan ialah langgam neo-vernakular dan dengan pendekatan arsitektur populis agar bisa mewujudkan sebuah Transformasi Pola Tatanan Kampung Horizintal Ke Kampung Vertikal. Kebudayaan dan kebiasaan lama bisa diintegrasi dan kolerasikan dengan mengangkat lokalitas setempat seperti slogan Kota Surakarta sendiri, "Solo’s future is Solo’s past".

102


3.2.10 Analisa Pemilihan Tapak Kawasan Beberapa kriteria tapak yang cocok untuk projek Pengembangan dan Penataan Kawasan Semanggi Sebagai Mix-used Urban District di Surakarta adalah sebagai berikut:  Sesuai dengan RTRW Kota Surakarta.  Sesuai dengan rencana pola ruang di RDTRK Kota Surakarta.  Berdekatan dengan induk Sungai Bengawan Solo.  Tidak terdapat Rusunawa yang telah terbangun pada site terpilih.  Memiliki

beberapa

potensi

kawasan

yang

memungkinkan

untuk

dikembangkan secara berkelanjutan.  Pemilihan Sektor berdasarkan Ketertarikan (Interest), Kepentingan Mendesak (Urgency), Kebutuhan (Need) dan Keterkaitan (Relevancy).  Tidak pada daerah Konservasi ataupun Resapan.  Lokasi dengan penduduk berkepadatan tinggi dan banyak terdapat RTLH sebagai masalah yang harus dipecahkan.  Lokasi memiliki beberapa potensi view sungai yang menarik.  Aksesibilitas yang mudah dicapai oleh transportasi pribadi ataupun kendaraan umum, sehingga perencanaan aksesibilitas melalui transportasi juga bisa dikembangkan sebagi skenario peremajaan kawasan.  Potensi site terpilih yang bisa dikembangkan pada kawasan RTH sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat dengan pelayanan yang lebih tinggi dan

103


mengembangkan permukiman baru dengan tetap memberikan fasiltas RTH pada kawasan yang dibangun. Pemilihan salah satu site Kawasan Semanggi akan direncanakan lebih detail lagi dengan pemilihan 1 RW dari keseluruhan 3 RW dengan site sebesar 25,8ha, meliputi Rw 01, Rw 02 dan Rw 03 yang masing-masing mempunyai 8 Rt, 5 Rt dan 5 Rt. Batas-batas site terpilih pada Sub-sektor 1 Kawasan Semanggi meliputi:  Batas Utara

: Kelurahan Sangkrah, Jln. Untung Suropati

 Batas Selatan : Rel Kereta Api, Permukiman Sub-sektor 1 Kawasan Semanggi Rw 04 dan Rw 05  Batas Timur

: Jln. Sampangan, Permukiman Sub-sektor 4 Kawasan Semanggi Rw 13 - Rw 22

 Batas Barat

: Induk Sungai Bengawan Solo, Kabupaten Sukoharjo

Gambar 3. 13 Peta Ukuran Luas Per-RT pada Kawasan Mikro Mencakup 3 RW Sumber: Analisis Pribadi, 2018

104


3.3

Analisa Pencapaian Skenario Kawasan

3.3.1

Pencapaian Makro Kawasan

Gambar 3. 14 Analisa Pencapaian Makro Kawasan Kelurahan Semanggi, Kota Surakarta Sumber: Analisis Pribadi, 2018

105


3.3.2

Zonasi Fungsi Kawasan Makro

Gambar 3. 15 Peta Zonasi Fungsi Kegunaan Lahan Pada Kawasan Makro Sumber: RDTR Kota Surakarta

Kawasan makro ini berada site terpilih pada Kawasan Semanggi dengan luas lahan total 19,8ha untuk permukiman dan 6ha untuk lahan tepian Sungai Bengawan Solo. Zonasi penggunaan lahan yang paling dominan pada site terpilih ialah sebagai hunian rumah tunggal berkepadatan tinggi. Untuk ruang terbuka hijau terdapat pada tempat pemakaman umum, Lapangan Losari dan sempadan Sungai Bengawan Solo. Terdapat juga zonasi area pendidikan tingkat sekolah dasar, yakni SDN Losari.

106


3.3.3

Analisa Penggunaan dan Kebutuhan Lahan Kawasan Makro Tabel 3. 8 Tabel Analisa Penggunaan dan Kebutuhan Lahan Kawasan Makro Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Peta dan Gambar

Gambar 3. 16 Suasana Lapangan Losari Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

Fungsi

Data Eksisting

Ruang Terbuka Hijau

 Penggunaan lahan sebagai ruang terbuka hijau pada Kelurahan RW 1, RW 2 dan RW 3 Kawasan Semanggi adalah Lapangan Losari.  Lapangan Losari pada kawasan ini digunakan sebagai lapangan sepak bola untuk warga, fasilitas berolah raga bagi para murid SD disebelah lapangan ini dan kadang kala untuk pagelaran event budaya masyarakat kawasan ini seperti Grebeg Semanggi.  Kondisi Lapangan Losari ini kurang terawat, banyak tumbuh rumput ilalang yang mengganggu pemandangan.  Lapangan Losari ini kadang berubah fungsi yang hanya sebagai tempat para warga sekitar untuk membakar sampah dan limbah rumah tangga.  Lapangan Losari ini bersebelahan dengan bangunan SDN Losari.  Terkadang Lapangan Losari ini juga digunakan warga untuk menggelar “Layar Tancep”.  Penerangan yang kurang pada malam hari.  Terdapat juga tempat pemakaman umum sebagai ruang terbuka hijau.

107


 Pada sebelah Lapangan Losari terdapat juga MCK umum.  Terdapat Kapel dan Mushola yang berdekatan dengan MCK umum dan Lapangan Losari.

Gambar 3. 17 MCK Umum Lapngan Losari Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

Ilustrasi Perencanaan

Gambar 3. 18 Cumberland Park, USA Sumber: https://archdaily.com

Fungsi

Skenario Perancangan

Ruang Terbuka Hijau

 Fungsi Lapangan Losari sebagai ruang terbuka hijau tetap dipertahankan, tidak hanya sebagai paru-paru kawasan ini, tetapi fungsi lain Lapangan Losari yang menjadi ruang publik untuk berinteraksi warga setempat seperti bermain sepak bola, kebiasaan para warga yang sering mengadakan “Layar Tancep” untuk hiburan dan fasilitas berolahraga para siswa SDN Losari yang berada disebelah Lapangan Losari Sendiri.  Dalam skenario perancangan, akan dilibatkan peran aktif para warga setempat untuk bekerja bakti rutin secara terjadwal, selain merawat dan menjaga kelestarian Lapangan Losari, dalam kegiatan kerja bakti sendiri akan menumbuhkan rasa kebersamaan para warga lewat interaksi sosial dan menumbuhkan rasa “handarbeni”.

108


 Beberapa penambahan fasilitas olahraga luar, seperti Pull-up, Kolam Pasir, GYM outdoor guna melengkapi sarana-prasarana Lapangan Losari serta meningkatkan kegiatan yang akan diadakan di Lapangan Losari.  Jogging Track didesain pada lingkup luar Lapangan Losari untuk memfasilitasi para warga untuk berolahragalari santai, senam Rt atau Rw.  Pagar-pagar pembatas Lapangan Losari diganti dengan tempat duduk berundak yang beratap diletakkan dibeberapa titik pada lingkup dalam Lapangan Losari untuk memberi tempat beristirahat para warga yang sedang beraktivitas dan memberi kesan terbuka bagi siapa saja yang ingin berkegiatan di Lapangan Losari.  Penambahan WC umum, penerangan lampu pada malam hari.  Meletakkan beberapa lapangan lain di sekitar Lapangan Losari, seperti lapangan voli atau badminton.  Mempertahankan tempat pemakaman umum pada kawasan ini.

109


Peta dan Gambar

Ilustrasi Perencanaan

Fungsi

Data Eksisting

Area Pendidikan

 Pada area ini berfungsi sebagai area pendidikan bagi para warga di Kawasan Semanggi ini, diantaranya SDN Losari, Asrama Putra SMA MTA Surakarta dan SMA MTA Surakarta.  Berdasarkan Laporan Bulan Desember 2017 Monografi Dinamis Kelurahan Semanggi tercatat 1.899 anak umur 5 tahun keatas yang tidak berada di bangku sekolah. Selain itu tercatat juga bahwa terdapat 3.082 anak umur 5 tahun ke atas yang tidak tamat sekolah SD.

Fungsi

Skenario Perancangan

 Area ini akan dipertahankan fungsinya sebagai area pendidikan, tidak juga untuk dipindahkan.  Ada beberapa penambahan fasilitas pendidikan di area pendidikan seperti taman cerdas untuk melibatkan anak-anak sekolah dalam Area hal belajar di luar kelas. Pendidikan  Penambahan perpustakaan umum. dan Seni  Adanya wadah untuk proses pendidikan sementara seperti sekolah Keterampilan alam dalam tingkat PAUD, TK dan SD dengan relawan tenaga pengajar untuk membantu mengajar pada anak-anak yang putus sekolah maupun tidak bersekolah.  Perencanaan balai kreatif (Art’s Space) untuk melatih keterampilan dan kekreatifan anak-anak, remaja yang tidak bersekolah ataupun

110


putus sekolah belajar tentang seni budaya, berkreasi ataupun berinovasi untuk mendukung sektor pendidikan diluar kelas. Peta dan Gambar

Fungsi

Data Eksisting

Sempadan Rel Kereta Api dan Sempadan Sungai

 Pada sepanjang garis sempadan rel kereta api terdapat permukiman rumah tinggal dengan kepadatan tinggi yakni pada Rw 03 / Rt 04 dengan jumlah KK 196, Rw 04 / Rt 01 dengan jumlah KK 127, Rw 04 / Rt 02 dengan jumlah KK 128, Rw 04 / Rt 03 dengan jumlah KK 93, Rw 04 / Rt 04 dengan jumlah KK 59 dan Rw 04 / Rt 09 dengan jumlah KK 203.  Rumah tunggal di sepanjang garis sempadan rel kereta api ini sangat sesak dan padat dengan lebar jalan 2m. Selain itu pada bantaran sempadan rel kereta api ini dimanfaatkan warga untuk area jemur yang pemandangan menjadi kumuh dan tidak tertata.  Pada sisi kanan dan kiri sepanjang garis sempadan rel kereta api juga menjadi tempat membuang sampah para warga.  Tidak terdapat palang kereta api antara batas Rw 01, Rw 02, Rw 03 dan Rw 04, Rw 05.  Banyak warga yang berjualan kelontong pada area ini.  Sirkulasi udara di beberapa gang kurang lancer karena tertutup oleh jamuran-jemuran warga yang menjadikannya terasa agak pengap.

111


Gambar 3. 19 Suasana Kampung Semanggi di Sempadan Rel Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

Gambar 3. 20 Suasana Gang Pada Kampung Semanggi Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

 Pencahayaan pada gang-gang juga ada yang kurang maksimal karena biasanya warga menambahkan kanopi yang saling menempel rumah lain di depan rumah mereka.  Untuk area sempadan sungai sendiri terdapat beberapa permukiman yang masih bertahan melewati tanggul sempadan sungai, yakni Rw 03 / Rt 01, Rw 03 / Rt 05, Rw 04 / Rt 01 dan Rw 05 / Rt 07 dengan masing-masing KK yang berjumlah 37 KK, 36 KK, 127 KK dan 96 KK.  Terdapat tanggul sungai.  Daerah ini rawan banjir.  Infrastruktur jalan untuk menuju permukiman rumah tunggal masih sangat jelek, tidak ada perkerasan dan sering becek karena tergenang air saat musim penghujan.  Tanggul-tanggul pembatas digunakan warga untuk menjemur pakaian-pakaian mereka.  Pemerintah sudah menyiapkan rencana untuk perbaruan jalan lokal primer antara tanggul pembatas sungai.  Pada daerah ini mempunyai bau yang agak menyengat karena banyak sampah warga yang berserakan bercampur dengan genangan-genangan air di jalan.  Banyak anak-anak yang masih bermain disekitar projek pembangunan tanggul pembatas, sehingga agak membahayakan untuk anak-anak jika bermain pada sekitar projek pembangunan tanggul pembatas.

112


 Banyak kendaraan bermotor yang parkir di depan rumah dan membuat jalan di gang-gang menjadi tidak leluasa.  Kebiasaan para warga yang berkumpul pada sore hari.  Biasanya anak-anak bermain bersama di jalan-jalan gang yang bisa membahayakan karena jalan pada gang-gang tersebut berfungsi sebagai lalu lntas kendaraan bermotor roda dua.  Tidak adanya ruang publik untuk bermain anak-anak.  Terdapat Mushola kecil di perbatasan Rw.

Gambar 3. 21 Suasana Sempadan Tanggul Semanggi Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Ilustrasi Perencanaan

Gambar 3. 22 Cumberland Park, USA Sumber: https://archdaily.com

Fungsi

Penambahan Sabuk Hijau (Green Belt) pada Garis Sempadan Rel Kereta Api dan Sempadan Sungai

Skenario Perancangan  Pada daerah permukiman bantaran rel akan ditransformasikan ke dalam permukiman vertikal tetapi dengan jarak dan batas yang telah tertera dalam RDRT Kota Surakarta.  Memberi palang kereta api antara batas Rw 01, Rw 02, Rw 03 dan Rw 04, Rw 05.  Untuk bekas lahan permukikan bantaran rel akan dimanfaatkan untuk area hijau yang tidak terdapat bangunan permanen ataupun bangunan non-permanen, sehingga bisa memaksimalkan area hijau menjadi green belt. Sabuk hijau ini bisa dimanfaatkan warga untuk area penanaman tanaman sayuran tropis dengan cara vertikal dan menjadi ruang publik kecil bagi warga kawasan untuk menjaga kebiasaan para warga sekitar yang sering berkumpul.

113


   

 

Sabuk hijau ini secara tidak sengaja juga berfungsi sebagai pagar pembatas di garis sempadan rel kereta api. Pembuatan area parkir untuk kendaraan bermotor roda dua dan sepeda. Pembuatan area jemur bersama di beberapa titik pada sabuk hijau, agar gang-gang pada beberapa Rw bisa lebih leluasa. Pembersihan area permukiman yang melewati tanggul pembatas dan ditransformasikan ke perkampungan vertikal. Zona setelah tanggul pembatas adalah ruang terbuka hijau untuk sabuk hijau dan area publik river-front yang tidak diperbolehkan ada bangunan hunian permanen. Fasilitas sarana-prasarana diperbolehkan untuk menunjang perekonomian, sosial-budaya dan olahraga umum yang dikelola langsung oleh warga dengan awasan pemerintah terkait. Perencanaan bangunan panggung untuk evakuasi pertama pada bencana banjir di beberapa titik sepanjang garis sempadan Sungai Bengawan Solo. Perkerasan pada zona sempadan sungai dibatasi menurut peraturan RDRT Kota Surakarta. Perencanaan fasilitas peringatan dini (early warning) dan mekanisme tanggap darurat bencana banjir.

114


Peta dan Gambar

Gambar 3. 23 Salah Satu Gang Menuju Kampung Semanggi Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

Fungsi

Data Eksisting

 Pada zona permukiman rumah tunggal berkepadatan tinggi ini terdapat beberapa 5 Rw dan 35 Rt. Diantaranya Rw 01: 8 Rt dengan jumlah 879 KK, Rw 02: 5 Rt dengan jumlah 479 KK, Rw 03: 5 Rt dengan jumlah 51 KK, Rw 04: 9 Rt dengan jumlah 1.097 KK dan Rw 05: 8 Rt dengan jumlah 620 KK.  Dalam peraturan RDTR Kota Surakarta direncanakan bahwa permukiman bisa dikembangkan dan ditata dengan cara vertikal dan tidak diperbolehkan untuk membangun unit hunian baru secara horizontal, meskipun terdapat lahan kosong di Kawasan Semanggi. Permukiman dan Rumah  Rasa kekeluargaan yang sangat erat, hal ini terlihat pada kegiatan ibu-ibu yang sering berkumpul bercengkerama bersama di teras Tunggal depan rumah mereka. berkepadatan  Terdapat beberapa jalan lingkungan yang berukuran 3m dan ada Tinggi yang berukuran 1m - 2m.  Sebagian sisi pada rumija digunakan para warga untuk membuat kebun vertikal menggunakan pipa paralon, ada yang menggunakannya sebagai parkir motor, ada yang memanfaatkan sebagai warung dan area jemur mpara warga, sehingga sisi rumija pada jalan lingkungan tidak berguna sebagai mana semestinya.  Beberapa infrastruktur pada jalan lingkungan juga masih ada yang berlubang dan belum terdapat perkerasan sehingga saat musim hujan tiba, air hujan akan menggenang pada lubang-lubang di jalan

115


Gambar 3. 25 Gang Kampung Semanggi Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

     

   Gambar 3. 24 Suasana Perpustakaan Kampung (Atas) dan Jalan (Bawah) Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

dan membuat becek dibeberapa titik jalan yang belum memiliki perkerasan. Pada aksesibilitas untuk menuju site terpilih terdapat gapura selamat datang. Terdapat tempat pengepulan barang-barang bekas. Bau pada area ini berada di angka 4. Terdapat Pos Kamling yang masih aktif pada area ini. Sudah terdapat perpustakaan kampung dan MCK umum yang tersebar di beberapa Rw. Untuk anak dibawah 3 tahun blm terdapat PAUD pada area permukiman. Jalan-jalan yang seharusnya digunakan untuk aksesibilitas kendaraan bermotor kadang digunakan juga untuk "Mantenan" warga. Biasanya anak-anak bermain bersama di jalan-jalan gang yang bisa membahayakan karena jalan pada gang-gang tersebut berfungsi sebagai lalu lintas kendaraan bermotor roda dua. Tidak adanya ruang publik untuk bermain anak-anak. Terdapat Mushola kecil yang berdekatan dengan pos kamling. Tipologi pada bentuk rumah tunggal di kampung ini dominan ke bentuk kampung yang sederhana, beratap pelana dengan material genteng dan dinding yang menggunakan batu bata ekspos tanpa acian.

116


Ilustrasi Gambar

Fungsi

Skenario Perancangan

Permukiman dan Hunian Vertikal

 Penataan zona permukiman rumah tunggal berkepadatan tinggi ini terdapat beberapa 5 Rw dan 35 Rt. Diantaranya Rw 01: 8 Rt dengan jumlah 879 KK, Rw 02: 5 Rt dengan jumlah 479 KK, Rw 03: 5 Rt dengan jumlah 51 KK, Rw 04: 9 Rt dengan jumlah 1.097 KK dan Rw 05: 8 Rt dengan jumlah 620 KK.  Perkampungan horizontal dengan kepadatan tinggi akan ditransformasikan ke perkampungan vertikal.  Pada lahan-lahan kosong bekas perkampungan horizontal akan diberikan lagi kepada warga kampung dengan sewa tanah menurut sertifikat kepemilikan tanah. Dari kepemilikan tanah ini, perekonomian dan fasilitas umum serta sarana-prasarana warga kampung akan bisa membaik.  Direncanakan beberapa penambahan bangunan permanen yang bisa menunjang sektor perekonomian, sektor sosial-budaya dan perdagangan jasa kawasan terpilih.  Jenis-jenis fungsi bangunan akan direncanakan sesuai dengan perencanaan zoning kawasan, tetapi ada beberapa zoning fungsi bangunan yang ditambahkan untuk bisa mendukung elemenelemen bangunan pembentuk kawasan.

117


 Bekas lahan tetap ada pembagian untuk dimanfaatkan sebagai Ruang Terbuka Hijau.  Adanya perencanaan zoning kampung wisata yang bisa menunjang ekonomi para warga kampung Semanggi.

3.3.4

Analisa Kondisi Permukiman RW 1, RW 2 dan RW 3 Pada Kawasan Kelurahan Semanggi Tabel 3. 9 Tabel Analisa Kondisi Lahan Mikro Kawasan Sumber: Analisis Pribadi, 2018

1. Kondisi Fisik

 Untuk kepemilikan sertifikat tanah cukup tinggi, yakni 76%. Hal ini menunjukkan stabilitas. Terutama daerah Semanngi barat yang merupakan pemukiman lama dimana terdapat kepemilikan sertifikat secara formal. Ada beberapa Rw yang masih terkendala dengan sertifikat kepemilikan tanah, antara lain pada Rw 03 yang berada pada sempadan sungai dan Rw 04 yang berada di sempadan rel kereta api.  Hunian dikategorikan rumah tunggal dengan kepadatan tinggi, paling tinggi 2 lantai. Terdapat rumah permanen, semi permanen dan non permanen.  Tipologi rumah kampung dengan material dinding dari batu bata ekspos tanpada acian, material genteng tanah liat dan ada beberapa rumah yang menggunakan kayu dan bamboo untuk semi permanen.  Hunian yang memiliki Wc pribadi sebesar 50% dan Wc umum dipakai hampir oleh 43% KK. Hal ini menjadi aset penting, karena sebelumnya banyak warga memilih sungai sebagai sanitasi.

118


Jalan

Kondisi jalan pada permukiman sudah ada perkerasan paving dan aspal, tetapi kurang baik karena masih banyak lubanglubang yang menyebabkan genangan air pada saat musim penghujan. Untuk jalan lingkungan memiliki lebar jalan 3m-4m, untuk jalan-jalan pada gang memiliki lebar jalan 1m-2m dan jalan local primer dengan lebar 5m-6m.

Air Bersih

Sumber air untuk kebutuhan masyarakat sekitarnya setiap hari berasal dari PDAM yang distributornya berada di Jln. Kyai Mojo, Jln. Sampangan dan Jln. Untung Suropati yang termasuk jaringan air bersih sekunder.Penggunaan PDAM dengan presentase 38%, sumur pribadi dengan presentase 34% dan sumur umum dengan presentase 21%.

Air Kotor

Untuk sanitasi disana menggunakan WC pribadi tetapi juga terdapat beberapa titik MCK umum yang bisa dimanfaatkan warga sekitar. Terdapat drainase terbuka dan drainase tertutup. Jaringan drainase sendiri berada di Jln. Kyai Mojo dan Jln. Untung Suropati yang termasuk jaringan drainase sekunder. Jaringan air limbah berada di Jln. Sampangan yang termasuk jaringan air limbah sekunder.

Listrik

Jaringan listrik berasal dari PLN. Sub-sektor 1 Kawasan Semanggi ini dilewati jaringan listrik distributor sekunder. Untuk jaringan telekomunikasi ini berada di jln. Kyai Mojo yang

2. Kondisi Lingkungan

119


termasuk jaringan sekunder. Tidak terdapat BTS (Base Transceiver Station) pada area kawasan.

Sampah

Untuk persampahan pada sub-sektor 1 Kawasan Semanggi terdapat beberapa Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu yang berdekatan dengan pemilihan alternatif site. Rute pengangkatan sampah berada di Jln. Kyai Mojo.

Kesehatan

Belum terdapat poliklinik ataupun posyandu pada kawasan terpilih. Kondisi lingkungan site sendiri yang buruk menyebabkan masalah kesehatan yang sering terkait dengan kondisi air dan udara. Buruknya drainase juga sering menjadi sarang nyamuk pembawa penyakit. Penyakit yang umumnya terkena pada kawasan terpilih adalah diare, demam berdarah dan ISPA.

Peribadatan

Sudah terdapat beberapa fasilitas peribadatan pada site terpilih, antara lain Gereja Sidang Jemaat Allah di Rw 01/Rt 03, GKJ Losari di Rw 02/Rt 05, Mushola At-Taubah di Rw 03/Rt 05, Masjid Kusnul Khotimah di Rw 03/Rt 03, Masjid Amanah di Rw 02/Rt 03, Masjid Nur-Romah di Rw 02/Rt 04, Masjid Ahmad Mariyam di Rw 01/ Rt 07, Masjid Al Amin di Rw 01/ Rt 04, Masjid Al Ikhlas di Rw 03/ rt 03 dan Masjid Al Amin di Rw 01/ Rt 04.

3. Fasilitas Umum

120


Olahraga

Sarana Olahraga pada site terpilih ada pada Lapangan Losar yang dulunya sering digunakan para warga untuk berolahraga sepak bola, para murid SDN Losari untuk berolahraga, festivalfestival budaya dan kebiasaan warga yang dulunya sering menggelar “layar tancep�.

Transportasi

Sarana transportasi umumnya kendaraan bermotor pribadi roda 4 dan roda 2 serta sepeda. Untuk angkutan umum tidak tersedia dalam area tepilih.

Pendidikan

Terdapat sarana pendidikan pada site terpilih, yakni SDN Losari.

Tingkat Pendidikan

Berdasarkan Laporan Bulan Desember 2017 Monografi Dinamis Kelurahan Semanggi tercatat 1.899 anak umur 5 tahun keatas yang tidak berada di bangku sekolah. Selain itu tercatat juga bahwa terdapat 3.082 anak umur 5 tahun ke atas yang tidak tamat sekolah SD.

Tingkat Keamanan

Rasa kekeluargaan, gotong royong dan hubungan interaksi sosial antar masyarakat sangat erat pada kawasan terpilih. Hal inilah yang dapat menumbuhkan rasa nyaman dan aman di lingkungan kawasan terpilih, karena mereka juga peka terhadap orang asing yang bukan warga sekitar. Selain itu terdapat Poskamling untuk fasilitas berjaga malam, disana juga warga bisa memanfaatkanya untuk saling berinteraksi,

4. Sosial-Budaya

121


misalnya bermain kartu, bermain catur atau sekedar bersantai dan mengobrol.

Perekonomian

Perekonomian warga masih lemah, hal ini ditunjukan pada angka kemiskinan yang masih tinggi. Pekerjaan utama pada kawasan terpilih adalah PNS 10%, Pensiunan 15%, Pedagang 35% dan Buruh 40%.

122


3.3.5

Pencapaian Mikro Kawasan

Gambar 3. 26 Peta Pencapaian Mikro Kawasan Semanggi (RW 2) Sumber: Analisis Pribadi, 2018

123


3.3.6

Zonasi Fungsi Kawasan Mikro

Gambar 3. 27 Peta Zonasi Fungsi Kawasn Mikro Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Kawasan mikro ini berada pada RW 02 yang mempunyai 5 RT pada site terpilih pada Kawasan Semanggi dengan luas lahan total 6,7ha. Lapangan Losari sendiri memiliki luas 1,162ha, untuk area pendidikan mempunyai luas 0,482ha, ruang terbuka hijau sebagai pemakaman mempunyai luas lahan 0,39ha dan sisanya berfungsi sebagai rumah tunggal berkepadatan tinggi yang mempunyai luas lahan 4,67ha. Zonasi penggunaan lahan yang paling dominan pada site terpilih ialah sebagai hunian rumah tunggal berkepadatan tinggi. Untuk ruang terbuka hijau terdapat pada tempat pemakaman umum dan Lapangan Losari.Terdapat juga zonasi area pendidikan tingkat sekolah dasar, yakni SDN Losari.

124


3.3.7

Analisa Penggunaan dan Kebutuhan Lahan Kawasan Mikro Tabel 3. 10 Tabel Analisa Penggunaan dan Kebutuhan Lahan Kawasan Mikro Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Peta dan Gambar

Gambar 3. 28 MCK Umum Kampung Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

Fungsi

Data Eksisting

Ruang Terbuka Hijau

 Penggunaan lahan sebagai ruang terbuka hijau pada Kelurahan RW 2 RW 3 Kawasan Semanggi adalah Lapangan Losari dan Lahan Peruntukan Pemakaman Umum.  Lapangan Losari pada kawasan ini digunakan sebagai lapangan sepak bola untuk warga, fasilitas berolah raga bagi para murid SD disebelah lapangan ini dan kadang kala untuk pagelaran event budaya masyarakat kawasan ini seperti Grebeg Semanggi.  Kondisi Lapangan Losari ini kurang terawat, banyak tumbuh rumput ilalang yang mengganggu pemandangan.  Lapangan Losari ini kadang berubah fungsi yang hanya sebagai tempat para warga sekitar untuk membakar sampah dan limbah rumah tangga.  Lapangan Losari ini bersebelahan dengan bangunan SDN Losari.  Terkadang Lapangan Losari ini juga digunakan warga untuk menggelar “Layar Tancep”.  Penerangan yang kurang pada malam hari.  Terdapat juga tempat pemakaman umum sebagai ruang terbuka hijau.

125


 Pada sebelah Lapangan Losari terdapat juga MCK umum.  Terdapat Kapel dan Mushola yang berdekatan dengan MCK umum dan Lapangan Losari.

Gambar 3. 29 Kondisi Lapangan Losari Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

Ilustrasi Perencanaan

Fungsi

Skenario Perancangan

Ruang Terbuka Hijau

 Fungsi Lapangan Losari sebagai ruang terbuka hijau tetap dipertahankan, tidak hanya sebagai paru-paru kawasan ini, tetapi fungsi lain Lapangan Losari yang menjadi ruang publik untuk berinteraksi warga setempat seperti bermain sepak bola, kebiasaan para warga yang sering mengadakan “Layar Tancep” untuk hiburan dan fasilitas berolahraga para siswa SDN Losari yang berada disebelah Lapangan Losari Sendiri.  Dalam skenario perancangan, akan dilibatkan peran aktif para warga setempat untuk bekerja bakti rutin secara terjadwal, selain merawat dan menjaga kelestarian Lapangan Losari, dalam kegiatan kerja bakti sendiri akan menumbuhkan rasa kebersamaan para warga lewat interaksi sosial dan menumbuhkan rasa “handarbeni”.

126


 Beberapa penambahan fasilitas olahraga luar, seperti Pull-up, Kolam Pasir, GYM outdoor guna melengkapi sarana-prasarana Lapangan Losari serta meningkatkan kegiatan yang akan diadakan di Lapangan Losari.  Jogging Track didesain pada lingkup luar Lapangan Losari untuk memfasilitasi para warga untuk berolahragalari santai, senam RT atau RW.  Pagar-pagar pembatas Lapangan Losari diganti dengan tempat duduk berundak yang beratap diletakkan dibeberapa titik pada lingkup dalam Lapangan Losari untuk memberi tempat beristirahat para warga yang sedang beraktivitas dan memberi kesan terbuka bagi siapa saja yang ingin berkegiatan di Lapangan Losari.  Penambahan WC umum, penerangan lampu pada malam hari.  Meletakkan beberapa lapangan lain di sekitar Lapangan Losari, seperti lapangan voli atau badminton.  Mempertahankan tempat pemakaman umum pada kawasan ini.

127


Peta dan Gambar

Fungsi

Area Pendidikan

Ilustrasi Perencanaan

Fungsi

Data Eksisting  Pada area ini berfungsi sebagai area pendidikan bagi para warga di Kawasan Semanggi ini, diantaranya SDN Losari.  Berdasarkan Laporan Bulan Desember 2017 Monografi Dinamis Kelurahan Semanggi tercatat 1.899 anak umur 5 tahun keatas yang tidak berada di bangku sekolah. Selain itu tercatat juga bahwa terdapat 3.082 anak umur 5 tahun ke atas yang tidak tamat sekolah SD.

Skenario Perancangan

 Area ini akan dipertahankan fungsinya sebagai area pendidikan, tidak juga untuk dipindahkan.  Ada beberapa penambahan fasilitas pendidikan di area pendidikan Area seperti taman cerdas untuk melibatkan anak-anak sekolah dalam Pendidikan hal belajar di luar kelas. dan Seni  Penambahan perpustakaan umum. Keterampilan  Adanya wadah untuk proses pendidikan sementara seperti sekolah alam dalam tingkat PAUD, TK dan SD dengan relawan tenaga pengajar untuk membantu mengajar pada anak-anak yang putus sekolah maupun tidak bersekolah.

128


 Perencanaan balai kreatif (Art’s Space) untuk melatih keterampilan dan kekreatifan anak-anak, remaja yang tidak bersekolah ataupun putus sekolah belajar tentang seni budaya, berkreasi ataupun berinovasi untuk mendukung sektor pendidikan diluar kelas.

Peta dan Gambar

Fungsi

Data Eksisting

Sempadan Rel Kereta Api

 Pada sepanjang garis sempadan rel kereta api terdapat permukiman rumah tinggal dengan kepadatan tinggi yakni pada Rw 03 / Rt 04 dengan jumlah KK 196, Rw 04 / Rt 01 dengan jumlah KK 127, Rw 04 / Rt 02 dengan jumlah KK 128, Rw 04 / Rt 03 dengan jumlah KK 93, Rw 04 / Rt 04 dengan jumlah KK 59 dan Rw 04 / Rt 09 dengan jumlah KK 203.  Rumah tunggal di sepanjang garis sempadan rel kereta api ini sangat sesak dan padat dengan lebar jalan 2m. Selain itu pada bantaran sempadan rel kereta api ini dimanfaatkan warga untuk area jemur yang pemandangan menjadi kumuh dan tidak tertata.

129


Gambar 3. 30 Kondisi Sempadan Rel yang Digunakan Sebagai Jemuran Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

Gambar 3. 31 Kondisi Gang Pada Perkampungan Semanggi Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

 Pada sisi kanan dan kiri sepanjang garis sempadan rel kereta api juga menjadi tempat membuang sampah para warga.  Tidak terdapat palang kereta api antara batas Rw 01, Rw 02, Rw 03 dan Rw 04, Rw 05.  Banyak warga yang berjualan kelontong pada area ini.  Sirkulasi udara di beberapa gang kurang lancer karena tertutup oleh jamuran-jemuran warga yang menjadikannya terasa agak pengap.  Pencahayaan pada gang-gang juga ada yang kurang maksimal karena biasanya warga menambahkan kanopi yang saling menempel rumah lain di depan rumah mereka.  Daerah ini rawan banjir.  Infrastruktur jalan untuk menuju permukiman rumah tunggal masih sangat jelek, tidak ada perkerasan dan sering becek karena tergenang air saat musim penghujan.  Pemerintah sudah menyiapkan rencana untuk perbaruan jalan lokal primer antara tanggul pembatas sungai.  Pada daerah ini mempunyai bau yang agak menyengat karena banyak sampah warga yang berserakan bercampur dengan genangan-genangan air di jalan.  Banyak kendaraan bermotor yang parkir di depan rumah dan membuat jalan di gang-gang menjadi tidak leluasa.  Kebiasaan para warga yang berkumpul pada sore hari.

130


 Biasanya anak-anak bermain bersama di jalan-jalan gang yang bisa membahayakan karena jalan pada gang-gang tersebut berfungsi sebagai lalu lntas kendaraan bermotor roda dua.  Tidak adanya ruang publik untuk bermain anak-anak.  Terdapat Mushola kecil di perbatasan Rw. Ilustrasi Perencanaan

Fungsi

Skenario Perancangan

Penambahan Sabuk Hijau (Green Belt) pada Garis Sempadan Rel Kereta Api

 Pada daerah permukiman bantaran rel akan ditransformasikan ke dalam permukiman vertikal tetapi dengan jarak dan batas yang telah tertera dalam RDRT Kota Surakarta.  Memberi palang kereta api antara batas Rw.  Untuk bekas lahan permukikan bantaran rel akan dimanfaatkan untuk area hijau yang tidak terdapat bangunan permanen ataupun bangunan non-permanen, sehingga bisa memaksimalkan area hijau menjadi green belt. Sabuk hijau ini bisa dimanfaatkan warga untuk area penanaman tanaman sayuran tropis dengan cara vertikal dan menjadi ruang publik kecil bagi warga kawasan untuk menjaga kebiasaan para warga sekitar yang sering berkumpul. Sabuk hijau ini secara tidak sengaja juga berfungsi sebagai pagar pembatas di garis sempadan rel kereta api.  Pembuatan area parkir untuk kendaraan bermotor roda dua dan sepeda.

131


 Pembuatan area jemur bersama di beberapa titik pada sabuk hijau, agar gang-gang pada beberapa Rw bisa lebih leluasa.  Fasilitas sarana-prasarana untuk menunjang perekonomian, sosialbudaya dan olahraga umum yang dikelola langsung oleh warga dengan awasan pemerintah terkait.  Perencanaan bangunan panggung untuk evakuasi pertama pada bencana banjir di beberapa titik sepanjang garis sempadan Sungai Bengawan Solo.  Perkerasan pada zona sempadan sungai dibatasi menurut peraturan RDRT Kota Surakarta.  Perencanaan fasilitas peringatan dini (early warning) dan mekanisme tanggap darurat bencana banjir. Peta dan Gambar

Fungsi

Data Eksisting

 Pada zona permukiman rumah tunggal berkepadatan tinggi ini terdapat beberapa Rw 02: 5 Rt dengan jumlah 479 KK. Permukiman  Dalam peraturan RDTR Kota Surakarta direncanakan bahwa dan Rumah permukiman bisa dikembangkan dan ditata dengan cara vertikal Tunggal dan tidak diperbolehkan untuk membangun unit hunian baru secara berkepadatan horizontal, meskipun terdapat lahan kosong di Kawasan Semanggi. Tinggi  Rasa kekeluargaan yang sangat erat, hal ini terlihat pada kegiatan ibu-ibu yang sering berkumpul bercengkerama bersama di teras depan rumah mereka.

132


Gambar 3. 32 Gang Masuk Perkampungan Semanggi Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

 Terdapat beberapa jalan lingkungan yang berukuran 3m dan ada yang berukuran 1m - 2m.  Sebagian sisi pada rumija digunakan para warga untuk membuat kebun vertikal menggunakan pipa paralon, ada yang menggunakannya sebagai parkir motor, ada yang memanfaatkan sebagai warung dan area jemur mpara warga, sehingga sisi rumija pada jalan lingkungan tidak berguna sebagai mana semestinya.  Beberapa infrastruktur pada jalan lingkungan juga masih ada yang berlubang dan belum terdapat perkerasan sehingga saat musim hujan tiba, air hujan akan menggenang pada lubang-lubang di jalan dan membuat becek dibeberapa titik jalan yang belum memiliki perkerasan.  Pada aksesibilitas untuk menuju site terpilih terdapat gapura selamat datang.  Terdapat tempat pengepulan barang-barang bekas.  Bau pada area ini berada di angka 4.  Terdapat Pos Kamling yang masih aktif pada area ini.  Sudah terdapat perpustakaan kampung dan MCK umum yang tersebar di beberapa Rw.  Untuk anak dibawah 3 tahun blm terdapat PAUD pada area permukiman.  Jalan-jalan yang seharusnya digunakan untuk aksesibilitas kendaraan bermotor kadang digunakan juga untuk "Mantenan" warga.

133


Gambar 3. 33 Perpustakaan Kampung (Atas) dan Gang (Bawah) Pada Kawasan Semanggi Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

 Biasanya anak-anak bermain bersama di jalan-jalan gang yang bisa membahayakan karena jalan pada gang-gang tersebut berfungsi sebagai lalu lintas kendaraan bermotor roda dua.  Tidak adanya ruang publik untuk bermain anak-anak.  Terdapat Mushola kecil yang berdekatan dengan pos kamling.  Tipologi pada bentuk rumah tunggal di kampung ini dominan ke bentuk kampung yang sederhana, beratap pelana dengan material genteng dan dinding yang menggunakan batu bata ekspos tanpa acian.

134


Gambar 3. 34 Penanaman Vertikal yang Sudah Dilakukan Beberapa Masyarakat Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

Ilustrasi Gambar

Fungsi

Skenario Perancangan

Permukiman dan Hunian Vertikal

 Penataan Perkampungan horizontal dengan kepadatan tinggi akan ditransformasikan ke perkampungan vertikal.  Pada lahan-lahan kosong bekas perkampungan horizontal akan diberikan lagi kepada warga kampung dengan sewa tanah menurut sertifikat kepemilikan tanah. Dari kepemilikan tanah ini, perekonomian dan fasilitas umum serta sarana-prasarana warga kampung akan bisa membaik.  Direncanakan beberapa penambahan bangunan permanen yang bisa menunjang sektor perekonomian, sektor sosial-budaya dan perdagangan jasa kawasan terpilih.  Jenis-jenis fungsi bangunan akan direncanakan sesuai dengan perencanaan zoning kawasan, tetapi ada beberapa zoning fungsi

135


bangunan yang ditambahkan untuk bisa mendukung elemen-elemen bangunan pembentuk kawasan.  Bekas lahan tetap ada pembagian untuk dimanfaatkan sebagai Ruang Terbuka Hijau.

136


3.3.8

Skenario Kawasan Makro

ZONA INI MERUPAKAN AREA YANG NANTINYA AKAN BERALIH FUNGSI MENJADI ZONA DENGAN FUNGSI PERDAGANGAN-JASA, PERTOKOAN DAN KAMPUNG WISATA.

ZONA INI TETAP MERUPAKAN AREA DENGAN FUNGSI PENDIDIKAN. PADA SITE DAN DATA EKSISTING TERDAPAT SDN LOSARI YANG NANTINYA AKAN DIDUKUNG LAGI DENGAN PENAMBAHAN SARANA PRASARANA YANG BISA MENDUNGKUNG FUNGSI ZONASI PENDIDIKAN, SEPERTI PERPUSTAKAAN MINI, TAMAN CERDAS, WIFI-CORNER, BALAI KREATIF DAN RTH RAMAH ANAK.

PERENCANAAN ADANYA PASAR MUSIMAN, GEDUNG PARKIR, PENGINAPAN, RETAIL-SHOP AREA PEDAGANG PKL, FOOD-COURT. SEKTOR INI JUGA MENJADI LAPANGAN PEKERJAAN BARU UNTUK PENGHUNI PERKAMPUNGAN VERTIKAL. PERAN INVESTOR DAN SPONSOR AKAN BERGERAK DISINI DENGAN KERJASAMA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA.

ZONA INI MERUPAKAN AREA YANG NANTINYA AKAN DIGUNAKAN SEBAGAI PERKAMPUNGAN VERTIKAL YANG MENCAKUP 3 RW DAN 18 RT PADA SITE TERPILIH. AREA INI DIPILIH KARENA BERDEKATAN DENGAN JALAN KOLEKTOR SEKUNDER. SELAIN ITU DEKAT DENGAN PASAR NOTOHARJO DAN AREA PERTOKOAN.

ZONA INI MERUPAKAN AREA YANG NANTINYA AKAN MENJADI RUANG TERBUKA HIJAU, SKY-WALK, TAMAN CERDAS, PLAY GROUND TANPA ADA BANGUNAN PERMANEN KECUALI BANGUNAN EVAKUASI BANJIR DAN PENGELOLANYA.

PENATAAN PERKAMPUNGAN YANG BERADA DI SEPANJANG JALUR REL KERETA API, INI AKAN MENJADI DAYA TARIK SENDIRI BAGI PENUMPANG KERETA NANTINYA.

UNTUK PENGEMBANGANNYA SENDIRI AKAN ADA PERENCANAAN WISATA PERAHU GETHEK DAN MENARA PANDANG. Gambar 3. 35 Peta Zoning Skenario Makro Kawasan Semanggi Sumber: Analisa Pribadi, 2018

UNTUK PENGEMBANGAN GALERI SBS, MINI TEATER DAN PENDOPO BERADA DI LUAR TANGGUL DENGAN JARK YANG SUDAH DITENTUKAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA.

137


3.3.9

Skenario Kawasan Mikro

ZONA INI MERUPAKAN AREA SERVIS. DALAM PERENCANAAN NANTINYA TERDAPAT KANTOR PENGELOLA BANGUNAN DAN MEP. PADA AREA INI JUGA TERDAPAT TPS RW.

ZONA INI TETAP MERUPAKAN AREA RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN FUNGSI LAPANGAN SEPAK BOLA YAITU LAPANGAN LOSARI. PENAMBAHAN INFRASTRUKTUR NANTINYA DALAM PERENCANAAN ADALAH JOGGING TRACK, SITTING GROUP, BEBERAPA PENAMBAHAN AREA PARKIR KECIL DAN FOOD COURT WARGA.

ZONA INI MERUPAKAN AREA DENGAN FUNGSI PENDIDIKAN. PADA SITE DAN DATA EKSISTING TERDAPAT SDN LOSARI YANG NANTINYA AKAN DIPINDAH DAN TERDAPAT PENAMBAHAN SARANA PRASARANA YANG BISA MENDUNGKUNG FUNGSI ZONASI PENDIDIKAN, SEPERTI PERPUSTAKAAN KAMPUNG, PAUD, PLAYGROUND, WIFI CORNER DAN SITTING GROUP.

ZONA INI MERUPAKAN AREA YANG NANTINYA AKAN MENJADI RUANG TERBUKA HIJAU PENUH DENGAN KONSEP “URBAN FOREST” DAN TIDAK TERDAPAT BANGUNAN PERMANEN YANG TERBANGUN KECUALI BANGUNAN EVAKUASI BANJIR SKALA BESAR DAN KANTOR PENGELOLANYA, WISATA PERAHU GETHEK DAN MENARA PANDANG.

ZONA INI MERUPAKAN AREA PENUNJANG KAWASAN DALAM RW 2. TERDAPAT PERENCANAAN INFRASTRUKTUR TAMBAHAN YAKNI POSKESYANDU, APOTEK, BALAI PENGOBATAN WARGA (BP), MINI MARKET, KOPERASI BERSAMA, PENDOPO UTAMA, BASECAMP KARANG TARUNA DAN AREA PERIBADATAN.

ZONA INI MERUPAKAN AREA YANG NANTINYA AKAN DIGUNAKAN SEBAGAI PERKAMPUNGAN VERTIKAL YANG MENCAKUP RW 2 DAN 5 RT PADA SITE TERPILIH. TERDAPAT 5 BANGUNAN PERKAMPUNGAN VERTIKAL (SETIAP RT 1 BANGUNAN). AREA INI DIPILIH KARENA BERDEKATAN DENGAN JALAN KOLEKTOR SEKUNDER. SELAIN ITU DEKAT DENGAN PASAR NOTOHARJO DAN AREA PERTOKOAN. Gambar 3. 36 Peta Zoning Skenario Mikro Kawasan Semanggi RW 2 Sumber: Analisa Pribadi, 2018

138


3.3.10 Skenario Keseluruhan  Aksesibilitas pada pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta, khususnya pada tapak mikro yang mencakup RW 2 berada pada jalan kolektor primer pada sisi timur yang terdapat antara pembatas tanggul sungai dan tanggul permukiman. Untuk jalan dari pusat kota terdapat jalan kolektor sekunder pada sisi barat yakni Jln. Sampangan. Pada site mikro sendiri terdapat jalan-jalan lokal primer yang akan direncanakan memutari Kawasan Perkampungan Vertikal RW 2.  Kawasan mikro sendiri mencakup 1 RW dan 5 RT, yakni RW 2. Akan terdapat 5 bangunan Perkampungan Vertikal dengan kata lain, 1 RT mempunyai 1 Bangunan Perkampungan Vertikal. Bentuk Bangunan Perkampungan Vertikal nantinya akan mengikuti jumlah KK pada setiap RT, tetapi untuk hunian sendiri akan terdiri dari 2 tipe yakni tipe 54 dan tipe 63.  Pada wilayah sekitar tapak terpilih nantinya akan dilakukan pelebaran jalan, penambahan pedestrian dan sabuk hijau jalan.  Pada tapak mikro nantinya ada beberapa jalan khusus pedestrian yang menghubungkan antar fungsi bangunan. Untuk sirkulasi atas antar bangunan perkampungan vertikal per RT nantinya ada jembatan penghubung.

139


 Pada infrastruktur tambahan pada Lapangan Losari berupa lintasan jogging, sitting group, area parkir dan bangunan foodcourt dengan sistem panggung.  Pengelola bangunan perkampungan vertikal sendiri nantinya berasal dari ketua setiap RT dan RW. Pemerintah hanya sebagai pemantau dan memberikan pengelola untuk perawatan struktur konstruksi dan mekanikal elektrikal plumbing bangunan perkampungan vertikal. Struktur organisasi akan dijelaskan lewat bagan berikut:

Bagan 3. 1 Bagan Skenario Struktur Organisasi Pada Perkampungan Vertikal RW 2 Sumber: Analisis Pribadi, 2018

 Beberapa sarana-prasarana tambahan akan diletakkan pada tengah di ruang terbuka hijau milik RW. Fasilitas umum dan fasilitas sosial akan diletakkan menjadi 1 rangkaian area yang bisa diakses mudah oleh masyarakat RW 2

140


 Area Pendidikan akan dipertahankan fungsinya tapi dengan pemindahan dan terdapat beberapa fungsi bangunan tambahan seperti PAUD, Perpustakaan Kampung 1 RW dan RTH Playground.  Pengembangan

kawasan

makro

akan

dilampirkan

dengan

perencanaan block-plan, mengikuti peremajaan kawasan RW 2. Untuk siteplan detail akan mencakup tapak mikro. 3.4

Analisa Pendekatan Masing-masing Fungsi

3.4.1

Studi Aktivitas, Sifat dan Kebutuhan Ruang Studi aktivitas pada pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada

Kawasan Semanggi Di Surakarta ini dikelompokkan menjadi 6 kelompok pelaku yakni, kelompok Warga Kawasan Semanggi RW 2 sebagai penghuni, kelompok pengelola, kelompok service, kelompok penunjang, kelompok pendukung dan kelompok pihak yang berkepentingan. Keterangan: PR

: Privat

P

: Publik

SPR : Semi Privat

S

: Service

SP

I

: Indoor

: Semi Publik

O

: Outdoor

Tabel 3. 11 Tabel Studi Aktivitas, Sifat dan Kebutuhan Ruang Masing-masing Penghuni Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Warga Kawasan Semanggi RW 2 Sebagai Penghuni Pelaku

Kegiatan Datang Pergi

Kebutuhan Ruang Area Parkir Area Parkir

Sifat Ruang S S

Tipe I I

141


Bertemu Tamu BAB dan BAK Beristirahat Bersantai Berkebun

Bapak-bapak

Berinteraksi Meronda Mencuci Kendaraan Rapat Bapak RT Rapat Bapak RW Bertemu Pemerintah Berolahraga Badminton Bermain Catur Bersosialisasi Menonton Festival Menonton Layar Tancep Berobat Membeli Obat Membuat Kerajinan Tangan Membaca Koran Membaca Buku Berbelanja Makan Menabung Berjualan Mengunjungi Pengelola

Ruang Tamu Kamar Mandi, MCK Umum Kamar Tidur Teras, Ruang Keluarga Area Berkebun Plaza, Taman, Ruang Komunal Pos Kamling

PR

I

PR/P

I

PR P/SPR P

I I O

P

O

P

I

S

O

Ruang Serbaguna Pendopo RW

SPR SPR

I

Pendopo RW

SPR

I

P P

O O

P/SPR

I

P

O

P

I/O

P

O

P P

I I

P

I

P

I/O

P P

I I

SPR/P

I

SPR P

I I/O

PR/SPR

I

Area Cuci Kendaraan

Lapangan Olahraga Lapangan Badminton Teras, Ruang Komunal, Ruang Keluarga Plaza, Taman, Ruang Komunal Ampiteater, Pendopo Seni Kreatif Lapangan Sepak Bola, Plaza Balai Pengobatan Warga Apotek Pendopo Seni Kreatif Teras, Ruang Tamu, Ruang Keluarga, Sitting Group Perpustakaan Kampung Mini Market Ruang Makan, Kantin, Food Court, Warung Makan Koperasi RW Area PKL Kantor Pengelola

142


Membuang Sampah Beribadah Menyimpan Barang Mandi Bercengkerama Dengan Keluarga Bermain Ping Pong Menonton TV Hiburan Pelaku

S

O

Masjid, Mushola, Kapel

P

I

Gudang

S

I

PR

I

SPR/P

I

Lapangan Olahraga

P

O

Ruang Keluarga Ampiteater, Taman, Plaza

SPR

I

P

O

Kamar Mandi Ruang Keluarga, Teras

Kegiatan

Kebutuhan Ruang

Mencuci Pakaian Menjemur Pakaian

Area Cuci Koin Komunal Area Jemur Komunal Taman, Hunian, Playground, PAUD Ruang Serbaguna Pendopo RW Ruang Serbaguna, Ruang Komunal Area Parkir Area Parkir Ruang Tamu Kamar Mandi, MCK Umum Kamar Tidur Teras, Ruang Keluarga Area Berkebun Plaza, Taman, Ruang Komunal Lapangan Olahraga Plaza, Taman, Ruang Komunal Ampiteater, Pendopo Seni Kreatif Lapangan Sepak Bola, Plaza Balai Pengobatan Warga Apotek

Mengasuh Anak Rapat PKK RT Rapat PKK RW Rewang Datang Pergi Bertemu Tamu

Ibu-ibu

TPS

BAB dan BAK Beristirahat Bersantai Berkebun Berinteraksi Berolahraga Bersosialisasi Menonton Festival Menonton Layar Tancep Berobat Membeli Obat

Sifat Ruang P P

Tipe I I/O

P

I/O

SPR/P SPR

I I

SPR/P

I/O

S S PR

I I I

PR/P

I

PR P/SPR P

I I O

P

O

P

O

P

O

P

I/O

P

O

P P

I I

143


Membuat Kerajinan Tangan Membaca Buku Berbelanja Makan Menabung Berjualan Membuang Sampah Beribadah Menyimpan Barang Mandi Bercengkerama Dengan Keluarga Menonton TV Hiburan Pelaku

Kegiatan Bersekolah Bimbingan Belajar

Remaja

Belajar Pelatihan KTK Pelatihan Budaya Berkumpul Karang Taruna Rapat Karang Taruna Berinternet Datang Pergi BAB dan BAK Beristirahat Bersantai Berkebun

Pendopo Seni Kreatif

P

I

Perpustakaan Kampung Mini Market Ruang Makan, Kantin, Food Court, Warung Makan Koperasi RW Area PKL

P P

I I

SPR/P

I

SPR P

I I/O

TPS

S

O

Masjid, Mushola, Kapel

P

I

Gudang

S

I

PR

I

SPR/P

I

SPR

I

P

O

Kamar Mandi Ruang Keluarga, Teras Ruang Keluarga Ampiteater, Taman, Plaza Kebutuhan Ruang Area Pendidikan Pendopo Seni Kreatif, Perpustakaan Perpustakaan, Ruang Belajar Pendopo Seni Kreatif Pendopo Seni Kreatif Basecamp Karang Taruna Basecamp Karang Taruna Wifi Corner Area Parkir Area Parkir Kamar Mandi, MCK Umum Kamar Tidur Teras, Ruang Keluarga Area Berkebun

Sifat Ruang P

Tipe I

P

I

P

I

P P

I I

SPR

I

SPR

I

P S S

I/O I I

PR/P

I

PR P/SPR P

I I O

144


Berinteraksi Meronda Mencuci Kendaraan Mendampingi Rapat Bapakbapak Berolahraga Badminton Bermain Catur Bersosialisasi Menonton Festival Menonton Layar Tancep Berobat Membeli Obat Membuat Kerajinan Tangan Membaca Koran Membaca Buku Berbelanja Makan Beribadah Menyimpan Barang Mandi Bercengkerama Dengan Keluarga Bermain Ping Pong Menonton TV Hiburan

Plaza, Taman, Ruang Komunal Pos Kamling

P

O

P

I

S

O

SPR

I

P P

O O

P/SPR

I

P

O

P

I/O

P

O

P P

I I

P

I

P

I/O

P P

I I

SPR/P

I

P

I

S

I

PR

I

SPR/P

I

Lapangan Olahraga

P

O

Ruang Keluarga Ampiteater, Taman, Plaza

SPR

I

P

O

Area Cuci Kendaraan Ruang Serbaguna Lapangan Olahraga Lapangan Badminton Teras, Ruang Komunal, Ruang Keluarga Plaza, Taman, Ruang Komunal Ampiteater, Pendopo Seni Kreatif Lapangan Sepak Bola, Plaza Balai Pengobatan Warga Apotek Pendopo Seni Kreatif Teras, Ruang Tamu, Ruang Keluarga, Sitting Group Perpustakaan Kampung Mini Market Ruang Makan, Kantin, Food Court, Warung Makan Masjid, Mushola, Kapel Gudang Kamar Mandi Ruang Keluarga, Teras

145


Pelaku

Kegiatan Bersekolah Bimbingan Belajar Belajar Pelatihan KTK Pelatihan Budaya Datang Pergi BAB dan BAK

Anak-anak (Dibawah 11 Tahun)

Beristirahat Bersantai Belajar Berkebun Berinteraksi Berolahraga Badminton Bermain Catur Bersosialisasi Menonton Festival Menonton Layar Tancep Berobat Membeli Obat Membuat Kerajinan Tangan Membaca Buku Makan Beribadah Mandi Bercengkerama Dengan Keluarga Bermain Menonton TV

Kebutuhan Ruang Area Pendidikan SD Pendopo Seni Kreatif, Perpustakaan PAUD Pendopo Seni Kreatif Pendopo Seni Kreatif Area Parkir Area Parkir Kamar Mandi, MCK Umum Kamar Tidur Teras, Ruang Keluarga Area Berkebun Plaza, Taman, Ruang Komunal Lapangan Olahraga Lapangan Badminton Teras, Ruang Komunal, Ruang Keluarga Plaza, Taman, Ruang Komunal Ampiteater, Pendopo Seni Kreatif Lapangan Sepak Bola, Plaza Balai Pengobatan Warga, Poskesyandu Apotek

Sifat Ruang P

Tipe I

P

I

P P P S S

I I I I I

PR/P

I

PR P/SPR P

I I O

P

O

P P

O O

P/SPR

I

P

O

P

I/O

P

O

P

I

P

I

Pendopo Seni Kreatif

P

I

Perpustakaan Kampung Ruang Makan, Kantin, Food Court, Warung Makan Masjid, Mushola, Kapel Kamar Mandi

P

I

SPR/P

I

P PR

I I

SPR/P

I

P SPR

O I

Ruang Keluarga, Teras Play Ground Ruang Keluarga

146


Hiburan Pelaku

Kegiatan BAB dan BAK Beristirahat Bersantai Berinteraksi

Lansia (Diatas Umur 60 Tahun)

Bermain Catur Bersosialisasi Menonton Festival Menonton Layar Tancep Berobat Membeli Obat Membaca Koran

Makan Beribadah Menyimpan Barang Mandi Bercengkerama Dengan Keluarga Menonton TV Hiburan

Ampiteater, Taman, Plaza Kebutuhan Ruang Kamar Mandi, MCK Umum Kamar Tidur, Panti Jompo Teras, Ruang Keluarga, Panti jompo Plaza, Taman, Ruang Komunal, Panti jompo Teras, Ruang Komunal, Ruang Keluarga Plaza, Taman, Ruang Komunal Ampiteater, Pendopo Seni Kreatif Lapangan Sepak Bola, Plaza Balai Pengobatan Warga, Poskesyandu Apotek Teras, Ruang Tamu, Ruang Keluarga, Sitting Group Ruang Makan, Kantin, Food Court, Warung Makan Masjid, Mushola, Kapel Gudang Kamar Mandi Ruang Keluarga, Teras Ruang Keluarga Ampiteater, Taman, Plaza

P

O

Sifat Ruang

Tipe

PR/P

I

PR

I

P/SPR

I

P

O

P/SPR

I

P

O

P

I/O

P

O

P

I

P

I

P

I/O

SPR/P

I

P

I

S

I

PR

I

SPR/P

I

SPR

I

P

O

147


Keterangan: PR

: Privat

P

: Publik

SPR : Semi Privat

S

: Service

SP

I

: Indoor

: Semi Publik

O

: Outdoor

Tabel 3. 12 Tabel Studi Aktivitas, Sifat dan Kebutuhan Ruang Masing-masing Pengelola Sumber: Analisis Pribadi, 2018

PENGELOLA

Pemerintah

Pelaku

Kegiatan Mengelola Briefing Rapat Bersama Meninjau Mengevaluasi Bersosialisasi BAB dan BAK Beribadah Makan Datang Pergi Bertemu Tamu Beristirahat

Ketua RW dan Ketua RW

Pelaku

Kegiatan Membuat Laporan Briefing Rapat Bersama Meninjau Mengevaluasi Datang Pergi

Kebutuhan Ruang Ruang Serbaguna Pendopo RW Pendopo RW, Ruang Serbaguna Kamar Mandi Masjid, Mushola, Kapel Kantin, Food Court Area Parkir Area Parkir Kantor Pengelola Kantor Pengelola, Kantin, Food Court Kebutuhan Ruang Hunian, Ruang Serbaguna, Kantor Pengelola Kawasan Ruang Serbaguna, Pendopo RW Pendopo RW, Kantor Pengelola Area Parkir Area Parkir

Sifat Ruang SPR PR / SPR -

Tipe I I -

PR / SPR

I

S P P S S PR / SPR

I I I I I I

PR / SPR

I

Sifat Ruang

Tipe

PR/SPR

I

PR/SPR

I

PR/SPR

I

S S

I I

148


Bertemu Pemerintah

Ruang Kepala Manager Maintenance Bangunan, MEP

Pelaku

Kegiatan Datang Pergi Rapat Bersama Mendata Laporan Mengelola Meninjau Istirahat

Ruang Wakil Manager Maintenance Bangunan, MEP

Beribadah Makan BAB dan BAK Membuat Laporan Bertemu Tamu Berobat Membeli Obat Berbelanja Menyimpan Barang Pelaku Kegiatan Datang Pergi Rapat Bersama Mendata Laporan Mengelola Meninjau Istirahat Beribadah Makan BAB dan BAK Membuat Laporan Bertemu Tamu

Ruang Serbaguna, Pendopo RW, Kantor Pengelola Kebutuhan Ruang Area Parkir Pengelola Area Parkir Pengelola Ruang Rapat Ruang Arsip Ruang Kepala Manager Ruang Kepala Manager, Kantin, Food Court, Taman Mushola, Masjid, Kapel Pantry, Kantin Kamar Mandi Ruang Kepala Manager Ruang Tamu Pengelola Psokesyandu Apotek Mini Market Gudang Kebutuhan Ruang Area Parkir Pengelola Area Parkir Pengelola Ruang Rapat Ruang Arsip Ruang Wakil Manager Ruang Wakil Manager, Kantin, Food Court, Taman Mushola, Masjid, Kapel Pantry, Kantin Kamar Mandi Ruang Wakil Manager Ruang Tamu Pengelola

PR/SPR

I

Sifat Ruang S S PR PR

Tipe O O I I

PR PR

I I/O

P P PR PR

I I I I

PR/SPR P P P S

I I I I I

Sifat Ruang S S PR PR

Tipe O O I I

PR PR

I I/O

P P PR PR

I I I I

PR/SPR

I

149


Berobat Membeli Obat Berbelanja Menyimpan Barang

Poskesyandu Apotek Mini Market

P P P S

Gudang

I I I I

Keterangan: PR

: Privat

P

: Publik

SPR : Semi Privat

S

: Service

SP

I

: Indoor

: Semi Publik

O

: Outdoor

Tabel 3. 13 Studi Aktivitas, Sifat dan Kebutuhan Ruang Masing-masing Pelaku Servis Sumber: Analisis Pribadi, 2018

SERVICE

Service Maintenance Bangunan

Pelaku

Kegiatan Datang Pergi Rapat Bersama Mendata Laporan Mengelola Meninjau Istirahat Beribadah Makan BAB dan BAK Membuat Laporan Berobat Membeli Obat Berbelanja Menyimpan Barang

Kebutuhan Ruang Area Parkir Pengelola Area Parkir Pengelola Ruang Rapat Ruang Arsip Ruang Karyawan Maintenance Bangunan Ruang Karyawan Maintenance Bangunan Kantin, Food Court, Taman Mushola, Masjid, Kapel Pantry, Kantin Kamar Mandi Karyawan Ruang Karyawan Maintenance Bangunan Poskesyandu Apotek Mini Market Gudang

Sifat Ruang S S PR PR

Tipe O O I I

PR

I

PR

I/O

P P PR PR

I I I I

P P P S

I I I I

150


Pelaku

Kegiatan Datang Pergi Rapat Bersama Mendata Laporan Mengelola

Service MEP

Meninjau Istirahat

Service Kebersihan Lingkungan

Beribadah Makan BAB dan BAK Membuat Laporan Berobat Membeli Obat Berbelanja Menyimpan Barang Pelaku Kegiatan Datang Pergi Rapat Bersama Mendata Laporan Mengelola Meninjau Istirahat Beribadah Makan BAB dan BAK Membuat Laporan Berobat Membeli Obat Berbelanja

Kebutuhan Ruang Area Parkir Pengelola Area Parkir Pengelola Ruang Rapat Ruang Arsip Ruang Panel Ruang Genset, Ruang Pompa Ruang Karyawan MEP, Kantin, Food Court, Taman Mushola, Masjid, Kapel Pantry, Kantin Kamar Mandi Ruang Karyawan MEP Poskesyandu Apotek Mini Market Gudang, Janitor Kebutuhan Ruang Area Parkir Pengelola Area Parkir Pengelola Ruang Rapat Ruang Arsip Ruang Panel Ruang Genset, Ruang Pompa Ruang Karyawan MEP, Kantin, Food Court, Taman Mushola, Masjid, Kapel Pantry, Kantin Kamar Mandi Ruang Karyawan MEP Poskesyandu Apotek Mini Market

Sifat Ruang S S PR PR

Tipe O O I I

PR -

I -

PR

I/O

P P PR PR

I I I I

P P P S

I I I I

Sifat Ruang S S PR PR

Tipe O O I I

PR -

I -

PR

I/O

P P PR PR

I I I I

P P P

I I I

151


Menyimpan Barang Mengangkut Sampah

Gudang, Janitor TPS RT, TPS RW

S

I

S

O

Keterangan: PR

: Privat

P

: Publik

SPR : Semi Privat

S

: Service

SP

I

: Indoor

: Semi Publik

O

: Outdoor

Tabel 3. 14 Studi Aktivitas, Sifat dan Kebutuhan Ruang Masing-masing Pelaku Pendukung Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Pelaku

Kegiatan

Kebutuhan Ruang

Mengajar Menyimpan Alat Bermain Menyimpan Buku Bertemu Wali Murid Rapat Guru Beristirahat Mendata Membeli Obat Berbelanja Beribadah Makan BAB dan BAK Berobat Datang Pergi Mendampingi Anak-anak Bermain

Ruang Kelas, Play Ground

Guru PAUD dan SD

PENUNJANG, PENDUKUNG dan PIHAK LAIN Sifat Ruang P

Tipe

Gudang Mainan

S

I

Gudang Buku

S

I

Ruang Tamu

PR/SPR

I

Ruang Rapat Ruang Guru Ruang Arsip Apotek Mini Market Mushola, Masjid, Kapel Pantry, Kantin Kamar Mandi Poskesyandu Area Parkir Guru Area Parkir Guru

PR PR/SPR PR P P P P PR P S S

I I I I I I I I I O O

P

O

Play Ground

I

152


Pelaku

Kegiatan

Kebutuhan Ruang

Sifat Ruang S S

Tipe

PR/SPR PR P P P P PR P S S

I I I I I I I I O O

P

O

Sifat Ruang S S

Tipe

Ruang Praktik

PR

I

Ruang Praktik

PR

I

Apotek, Ruang Tunggu

PR/SPR

I

Ruang Tamu

PR/SPR

I

Gudang Obat

S

I

Gudang Alat Medis

S

I

PR P P P PR Sifat Ruang S

I I I I I Tipe

Ruang Resepsionis

Datang Pergi Mempersiapkan Alat Praktik Memeriksa Pasien Memberikan Resep Obat Bertemu Tamu Menyimpan Obat Menyimpan Alat Medis Mendata Berbelanja Beribadah Makan BAB dan BAK Pelaku Kegiatan

Area Parkir Karyawan Area Parkir Karyawan

Datang

Area Parkir Karyawan

Pengelola Poskesyandu dan Balai Pengobatan Warga (Dokter)

Karyawan Perpustakaan Kampung

Menerima Tamu Menyimpan Buku Beristirahat Mendata Membeli Obat Berbelanja Beribadah Makan BAB dan BAK Berobat Datang Pergi Mendampingi Orang Membaca Pelaku Kegiatan

Gudang Buku Ruang Karyawan Ruang Arsip Apotek Mini Market Mushola, Masjid, Kapel Pantry, Kantin Kamar Mandi Poskesyandu Area Parkir Karyawan Area Parkir Karyawan Ruang Baca Kebutuhan Ruang

Ruang Arsip Mini Market Mushola, Masjid, Kapel Pantry, Kantin Kamar Mandi Kebutuhan Ruang

I I

O O

O

153


Perawat atau Apoteker

Pergi Melayani Pembeli Menerima Pembayaran Mengecek Inventaris Menyimpan Obat Menyimpan Alat Medis Mendata Berbelanja Beribadah Makan BAB dan BAK

Area Parkir Karyawan

S

Resepsionis, Ruang Antri

P

Kasir

SPR

O I I I

Gudang Alat Medis

S

Gudang Obat

S

I

Gudang Alat Medis

S

I

PR P P P PR

I I I I I

Ruang Arsip Mini Market Mushola, Masjid, Kapel Pantry, Kantin Kamar Mandi

Berdasarkan Studi aktivitas di pilot projek yang sudah dikelompokkan maka didapatkan hasil kebutuhan ruang lewat analisa pendekatan kebutuhan ruang berdasarkan studi aktivitas, Pelaku dan Sifat Ruang dari tiap kelompok pelaku dalam bangunan. Tabel 3. 15 Tabel Kebutuhan Ruang Pada RW 2 Secara Keseluruhan Sumber: Analisis Pribadi, 2018

KEBUTUHAN RUANG Unit Hunian No. Kebutuhan Ruang 1. Ruang Tamu 2. Ruang Tidur Orang Tua 3. Ruang Tidur Anak 4. Ruang Keluarga 5. Ruang Tamu 6. Dapur 7. Kamar Mandi 8. Teras 9. Shaft Me

Tipe I I I I I I I O I

Sifat SPR PR PR SPR SPR S S P S

154


10. Shaft Sampah Tingkat RT No. Kebutuhan Ruang 1. Area Komunal 2. Area Parkir Motor 3. Area Parkir Mobil 4. Area Parkir Sepeda 5. Area Berkebun Green House Gudang Alat Tempat Pengolahan Pupuk Area Pembibitan 6. Area Cuci Motor Janitor 7. Taman RTH Milik RT 8. PlayGround RT 9. Pos Kamling 10. Area Cuci Koin 11. Area Jemur 12. Ruang Serbaguna 13. MCK Umum Janitor 14. TPS RT 15. Plaza 16. Mushola Tingkat RW No. Kebutuhan Ruang 1. Taman RTH Milik RW 2. Ampitheater 3. Poskesyandu Gudang Obat Area Parkir Gudang Alat Medis Ruang Arsip Ruang Pengolahan Obat Kamar Praktik Kasir Ruang Tunggu Ruang Resepsionis Kamar Mandi 4. PAUD

I

S

Tipe I/O I I I O I I I I O I O O I I O I I I O O I

Sifat P S S S P P S SPR SPR P S P P P P P P S S S P P

Tipe O O I I O I I I I I I I I I

Sifat P P P S S S PR PR SPR P P P S P

155


5. 6. 7. 8.

9.

10. 11. 12. 13. 14. 15.

Kelas Gudang Ruang Guru Ruang Tamu Ruang Rapat Area Parkir Guru Ruang Arsip Pantry Kamar Mandi Pendopo Seni Kreatif Pendopo RW TPS RW Apotek Resepsionis Kasir Ruang Tunggu Gudang Obat Kamar Mandi Area Parkir Ruang Karyawan Apotek Perpustakaan Kampung Resepsionis Gudang Buku Kamar Mandi Ruang Baca Ruang Karyawan Area Parkir Lapangan Sepak Bola Mini Market Masjid Kapel Lapangan Olahraga Balai Pengobatan Warga (BP) Gudang Obat Ruang Karyawan Resepsionis Kamar Mandi Area Parkir Gudang Alat Medis Ruang Arsip Ruang Pengolahan Obat

I I I I I O I I I I I O I I I I I I O I I I I I I I O O I I I O I I I I I O I I I

P S SPR SPR PR S PR S S P SPR S P P P P S S S SPR P P S S P SPR S P P P P P P S SPR P S S S PR PR

156


Kamar Praktik Kasir Ruang Tunggu 16. Food Court Pantry Area Makan Area Parkir 17. Sitting Group dan Wifi Corner 18. Basecamp Karang Taruna 19. Koperasi Berdikari 20. Panti Jompo 21. Area PKL 22. MCK Umum Pengelola 23. Kantor Pengelola Maintenance Bangunan Area Parkir Gudang Pantry Kamar Mandi Janitor Ruang Tamu Ruang Karyawan Ruang Manager Ruang Wakil Manager Ruang Rapat Ruang Arsip 24. Kantor Pengelola MEP Bangunan Area Parkir Gudang Pantry Kamar Mandi Ruang Tamu Ruang Karyawan Ruang Manager Ruang Wakil Manager Ruang Rapat Ruang Arsip Ruang Panel Ruang Genset Ruang Pompa Ruang Pengolahan Air Kawasan

I I I I I I O I/O I I I O I

SPR P P P S P S P SPR P P P S

I O I I I I I I I I I I I O I I I I I I I I I I I I I

SPR S S S S S SPR SPR PR PR PR PR SPR S S S S SPR SPR PR PR PR PR S S S S

157


Keterangan: PR

: Privat

P

: Publik

SPR : Semi Privat S

: Service

SP

: Semi Publik

I

: Indoor

O

: Outdoor

158


3.4.2

Persyaratan Ruang Tabel 3. 16 Tabel Persyaratan Ruang Masing-masing Kebutuhan Ruang Sumber: Analisis Pribadi, 2018

MEMPERHATIKAN ASPEK

1

Ruang Tamu

2

Kamar Tidur Orang Tua

3

Kamar Tidur Anak

4

Ruang Keluarga

5

Dapur

6

Kamar Mandi

7

Teras atau Balkon

8

Ruang Komunal

9

Area Parkir Sepeda

10

Area Parkir Motor

11

Area Parkir Mobil

12

Area Berkebun

13

Green House

14

Gudang Alat

15

Tempat Pengolahan Pupuk

16

Area Pembibitan

17

Area Cuci Motor

Harus Lebih

Biasa

Polusi Bisa Kurang

Buatan

Penghawaan

Alami

Buatan

Pencahayaan

Alami

Harus Lebih

Biasa

Kesehatan Bisa Kurang

Harus Lebih

Biasa

Keamanan Bisa Kurang

Harus Lebih

Biasa

Akustik Bisa Kurang

Harus Lebih

Biasa

Bisa Kurang

Kelembaban Harus Lebih

Biasa

Suhu Bisa Kurang

Harus Lebih

Biasa

Bisa Kurang

Kebersihan Harus Lebih

Nama Ruang

Biasa

No.

Bisa Kurang

View

159


18

Janitor

19

Taman RTH Milik RT

20

PlayGround RT

21

Pos Kamling

22

Area Cuci Koin

23

Area Jemur

24

Ruang Serbaguna

25

MCK Umum

26

TPS RT

27

Plaza

28

Mushola

29

Taman RTH Milik RW

30

Ampitheater

31

Poskesyandu

32

Gudang Obat

33

Area Parkir

34

Gudang Alat Medis

35

Ruang Arsip

36

Ruang Pengolahan Obat

37

Kamar Praktik

38

Kasir

39

Ruang Tunggu

40

Ruang Resepsionis

41

PAUD

160


42

Kelas

43

Gudang

44

Ruang Guru

45

Ruang Tamu

46

Ruang Rapat

47

Area Parkir Guru

48

Pantry

49

Pendopo Seni Kreatif

50

Pendopo RW

51

TPS RW

52

Apotek

53

Resepsionis

54

Ruang Tunggu

55

Ruang Karyawan Apotek

56

Perpustakaan Kampung

57

Gudang Buku

58

Ruang Baca

59

Ruang Karyawan

60

Lapangan Sepak Bola

61

Mini Market

62

Masjid

63

Kapel

64

Lapangan Olahraga

161


65

Balai Pengobatan Warga (BP)

66

Food Court

67

Area Makan

68

Sitting Group dan Wifi Corner

69

Basecamp Karang Taruna

70

Koperasi Berdikari

71

Panti Jompo

72

Area PKL

73

Kantor Pengelola Maintenance Bangunan

74

Ruang Manager

75

Ruang Wakil Manager

76

Kantor Pengelola MEP Bangunan

77

Ruang Manager

78

Ruang Wakil Manager

79

Ruang Panel

80

Ruang Genset

81

Ruang Pompa

82

Ruang Pengolahan Air Kawasan

162


3.4.3

Pola Aktivitas Pelaku a. Pola Aktivitas Makro  Warga Kawasan Semanggi

Bagan 3. 2 Bagan Pola Aktivitas Warga Kawasan Semanggi Sumber: Analisis Pribadi, 2018

 Pengelola

Bagan 3. 3 Bagan Pola Aktivitas Pengelola Sumber: Analisis Pribadi, 2018

163


 Servis

Bagan 3. 4 Bagan Pola Aktivitas Servis Sumber: Analisis Pribadi, 2018

 Penunjang

Bagan 3. 5 Bagan Pola Aktivitas Penunjang Sumber: Analisis Pribadi, 2018

164


 Pendukung

Bagan 3. 6 bagan Pola Aktivitas Pendukung Sumber: Analisis Pribadi, 2018

 Pihak Lain

Bagan 3. 7 Bagan Pola Aktivitas Pihak Lain Sumber: Analisis Pribadi, 2018

165


b. Pola Aktivitas Mikro  Bapak

Bagan 3. 8 Bagan Pola Aktivitas Bapak Sumber: Analisis Pribadi, 2018

166


 Ibu

Bagan 3. 9 Bagan Pola Aktivitas Ibu Sumber: Analisis Pribadi, 2018

167


 Anak-anak

Bagan 3. 10 Bagan Pola Aktivitas Anak Sumber: Analisis Pribadi, 2018

168


 Remaja atau Karang Taruna

Bagan 3. 11 Bagan Pola Aktivitas BRemaja atau Karang Taruna Sumber: Analisis Pribadi, 2018

169


 Pemerintah

Bagan 3. 12 Bagan Pola Aktivitas Pemerintah Sumber: Analisis Pribadi, 2018

170


 Ketua RT atau Ketua RW

Bagan 3. 13 Bagan Pola Aktivitas Ketua RT atau RW Sumber: Analisis Pribadi, 2018

 Lansia

Bagan 3. 14 Bagan Pola Aktivitas Lansia Sumber: Analisis Pribadi, 2018

171


 Pengelola Maintenance Bangunan dan MEP Bangunan

Bagan 3. 15 Bagan Pola Aktivitas Pengelola Maintenance dan MEP Bangunan Sumber: Analisis Pribadi, 2018

172


 Karyawan Maintenance Bangunan dan MEP Bangunan

Bagan 3. 16 Bagan Pola Aktivitas Karyawan Sumber: Analisis Pribadi, 2018

173


 Karyawan Kebersihan Lingkungan

Bagan 3. 17 Bagan Pola Aktivitas Karyawan Kebersihan Sumber: Analisis Pribadi, 2018

174


 Tenaga Kesehatan

Bagan 3. 18 Bagan Pola Aktivitas Tenaga Kesehatan Sumber: Analisis Pribadi, 2018

175


3.4.4

Waktu Operasional Bangunan Tabel 3. 17 Tabel Waktu Operasional Masing-masing Ruang Dalam Bangunan Sumber: Analisis Pribadi, 2018

WAKTU OPERASIONAL Unit Hunian No. Kebutuhan Ruang 1. Ruang Tamu 2. Ruang Tidur Orang Tua 3. Ruang Tidur Anak 4. Ruang Keluarga 5. Ruang Tamu 6. Dapur 7. Kamar Mandi 8. Teras 9. Shaft Me 10. Shaft Sampah Tingkat RT No. Kebutuhan Ruang 1.

Area Komunal

2.

Area Parkir Motor

3.

Area Parkir Mobil

4.

Area Parkir Sepeda

5.

Area Berkebun Green House Gudang Alat Tempat Pengolahan Pupuk Area Pembibitan

6.

Area Cuci Motor

7.

Janitor Taman RTH Milik RT

Waktu Sesuai Pemilik Sesuai Pemilik Sesuai Pemilik Sesuai Pemilik Sesuai Pemilik Sesuai Pemilik Sesuai Pemilik Sesuai Pemilik

Sifat SPR PR PR SPR SPR S S P S S

Tipe 24 Jam Setiap hari 24 Jam Setiap hari 24 Jam Setiap hari 24 Jam Setiap hari 04.00 – 17.00 WIB Setiap hari 04.00 – 16.00 WIB Setiap hari 04.00 – 17.00 WIB Setiap hari 07.00 – 16.00 WIB Hari Sabtu, Minggu Sesuai Bibit Tanaman 06.00 – 19.00 WIB Setiap hari

Sifat P

24 Jam

S S S P P S SPR SPR P S P

176


8.

PlayGround RT

9.

Pos Kamling

10.

Area Cuci Koin

11.

Area Jemur

12.

Ruang Serbaguna

13.

MCK Umum

Setiap hari 05.00 – 20.00 WIB Setiap hari 24 Jam Setiap hari 05.00 – 19.00 WIB Setiap Hari 24 Jam Setiap hari 24 Jam Setiap hari 24 Jam Setiap hari

Janitor 14.

TPS RT

15.

Plaza

16.

Mushola

Tingkat RW No. 1.

24 Jam Setiap hari 05.00 – 20.00 WIB Setiap hari 24 Jam Setiap hari Kebutuhan Ruang

Taman RTH Milik RW

2.

Ampitheater

3.

Poskesyandu

Tipe 05.00 – 20.00 WIB Setiap hari Sesuai Festival atau 24 Jam Setiap hari 08.00 – 16.00 WIB Senin - Jumat

Gudang Obat Area Parkir Gudang Alat Medis Ruang Arsip Ruang Pengolahan Obat Kamar Praktik Kasir Ruang Tunggu Ruang Resepsionis Kamar Mandi 4.

PAUD Kelas

08.00 – 11.00 WIB Senin - Jumat

P P P P P S S S P P

Sifat P P

P S S S PR PR SPR P P P S P P

177


Gudang Ruang Guru Ruang Tamu Ruang Rapat Area Parkir Guru Ruang Arsip Pantry Kamar Mandi 5.

Pendopo Seni Kreatif

6.

Pendopo RW

7.

TPS RW

8.

Apotek

08.00 – 20.00 WIB Setiap Hari 08.00 – 20.00 WIB Setiap Hari 24 Jam Setiap hari 08.00 – 16.00 WIB Senin - Jumat

Resepsionis Kasir Ruang Tunggu Gudang Obat Kamar Mandi Area Parkir Ruang Karyawan Apotek 9.

Perpustakaan Kampung

07.00 – 17.00 WIB Senin – Jumat 07.00 – 20.00 WIB Sabtu, Minggu

Resepsionis Gudang Buku Kamar Mandi Ruang Baca Ruang Karyawan Area Parkir 10.

Lapangan Sepak Bola

11.

Mini Market

12.

Masjid

13.

Kapel

14.

Lapangan Olahraga

24 Jam Setiap hari 24 Jam Setiap hari 24 Jam Setiap hari 24 Jam Setiap hari 24 Jam Setiap hari

S SPR SPR PR S PR S S P SPR S P P P P S S S SPR P

P S S P SPR S P P P P P

178


15.

Balai Pengobatan Warga (BP)

09.00 – 17.00 WIB Setiap hari

Gudang Obat Ruang Karyawan Resepsionis Kamar Mandi Area Parkir Gudang Alat Medis Ruang Arsip Ruang Pengolahan Obat Kamar Praktik Kasir Ruang Tunggu 16.

Food Court

06.00 – 19.00 WIB Setiap Hari

Pantry Area Makan Area Parkir 17.

Sitting Group dan Wifi Corner

18.

Basecamp Karang Taruna

19.

Koperasi Berdikari

20.

Panti Jompo

21.

Area PKL

22.

MCK Umum

Pengelola Kantor Pengelola Maintenance 23. Bangunan Area Parkir Gudang Pantry Kamar Mandi Janitor Ruang Tamu Ruang Karyawan Ruang Manager Ruang Wakil Manager

05.00 – 19.00 WIB Setiap Hari 10.00 – 20.00 WIB Setiap hari 09.00 – 16.00 WIB Senin - Sabtu 07.00 – 17.00 WIB Setiap hari 07.00 – 17.00 WIB Setiap hari 24 Jam Setiap hari 09.00 – 17.00 WIB Setiap hari

P S SPR P S S S PR PR SPR P P P S P S P SPR P P P S

SPR S S S S S SPR SPR PR PR

179


Ruang Rapat Ruang Arsip 24.

09.00 – 17.00 WIB Setiap hari

Kantor Pengelola MEP Bangunan Area Parkir Gudang Pantry Kamar Mandi Ruang Tamu Ruang Karyawan Ruang Manager Ruang Wakil Manager Ruang Rapat Ruang Arsip

24 Jam Setiap hari 24 Jam Setiap hari 24 Jam Setiap hari 07.00 – 22.00 WIB Setiap Hari

Ruang Panel Ruang Genset Ruang Pompa Ruang Pengolahan Air Kawasan

3.5 3.5.1

PR PR SPR S S S S SPR SPR PR PR PR PR S S S S

Studi Fasilitas Pendekatan Jumlah Pelaku Tabel 3. 18 Tabel Studi Pendekatan Pelaku Pengelola Sumber: Analisis Pribadi, 2018

No.

Pelaku

Jumlah

1

Pemerintah

5

2 3

Ketua RW Ketua RT

1 5

4

Karang Taruna RW

20

5

Pengelola Maintenance Bangunan

7

Analisis 1 Bag. Kelistrikan 1 Bag. Air 1 Bag. Infrastruktur 2 Sebagai Peninjau Ketua RW 2 Ketua Setiap RT di RW 2 Perwakilan Setiap RT 4 Orang 1 Ketua 1 Wakil Ketua 5 Karyawan

180


6

Pengelola MEP

7

7

Pengelola Kebersihan

10

8

Pengelola Poskesyandu

12

9

Pengelola PAUD

5

19

Pengelola Balai Pengobatan

18

23

Pengelola Perpustakaan Kampung

4

25

Pengelola Pemberdayaan Masyarakat

3

26

Komunitas

∞

28

Pengelola Koperasi

11

1 Ketua 1 Wakil Ketua 5 Karyawan 1 Ketua 1 Wakil 1 Ketua Lapangan 7 Karyawan 1 Ketua 1 Wakil 1 Sekretaris 1 Bendahara 2 Tenaga Dokter 2 Perawat 1 Resepsionis 1 Kasir 2 Karyawan 2 Guru 1 Tenaga Pengajar 2 Karyawan 1 Ketua 1 Wakil 1 Bendahara 1 Sekretaris 3 Tenaga Kesehatan 3 Tenaga Perawat 5 Karyawan 1 Kasir 1 Resepsionis 1 Sekuriti 1 Ketua 1 Sekretaris 2 Karyawan 1 Staff Festival RW 2 2 Staff Pemberdayaan Masyarakat 1 Ketua 1 Wakil 1 Bendahara 1 Sekretaris 2 Pengawas Organisasi 2 Karyawan Operasional 2 Karyawan 1 Sekuriti

181


30

Pengelola Panti Jompo

15

32 33 34

Pengelola Mini Market Pengelola Masjid Pengelola Kapel

3 2 2

35

Pengelola Apotek

9

36

Pengelola Pengolahan Air Kawasan RW 2

5

37

Pengelola Green House

5

Total

3.5.2

150

1 Ketua 1 Wakil 8 Tenaga Perawat 5 Karyawan 3 Karyawan 2 Karyawan Tetap 2 Karyawan Tetap 1 Empunya 2 Tenaga Ahli 1 Resepsionis 1 Kasir 2 Tenaga Operasional 2 Karyawan 2 Tenaga Ahli Teknologi 1 Tenaga Pembantu 2 Karyawan 1 Pengawas 1 Tenaga Bibit Tanaman 1 Tenaga Ahli Pengolahan Pupuk 2 Tenaga Pembantu Pemberdayaan Masyarakat Komunitas diasumsikan sebagai mahasiswa ataupun pakar ahli

Pendekatan Jumlah Penduduk Pendekatan pembagian perkampungan vertikal ini melalui perhitungan

setiap jumlah KK per RT yang mencakup 1 RW pada site terpilih. Luas bangunan nantinya akan dikategorikan berdasarkan jumlah KK per RT, sedangkan unit hunian akan disediakan untuk setiap Kepala Keluarga per RT pada RW 2 di kawasan tapak mikro terpilih. Terdapat 5 bangunan yang direncanakan pada perkampungan vertikal nantinya akan mencakup setiap RT yang berjumlah 5 pada RW 2 Kawasan Semanggi.

182


Jumlah total perhitungan RW 2 pada Kawasan Semanggi ini mencakup 5 RT yang dilampirkan dalam table kependudukan RW 2 yang diperoleh dari survey langsung di Kantor Kelurahan Semanggi tanggal 21 Januari 2018 dan mendapatkan data Kawasan Semanggi tahun 2017. Tabel 3. 19 Tabel Studi Pendekatan Pelaku Penduduk Per-RT Sumber: Analisis Pribadi, 2018

No.

Rw

Rt

KK

Laki-laki

Perempuan

Penduduk

/KK

1

II

1

93

164

147

311

3/4

2

97

151

155

306

3/4

3

88

163

135

298

3/4

4

119

196

214

410

3/4

5

82

136

140

276

3/4

5

479

810

791

1.603

3-4

Total

Rata-rata jumlah penghuni dalam 1 KK adalah 3-4 orang untuk setiap RT. Untuk menunjang keberlanjutan unit hunian ini akan di proyeksikan dalam jelang beberapa tahun mendatang sampai dengan 2034. Dalam RDTR Kota Surakarta telah ada penafsiran pertumbuhan laju penduduk dalam Kawasan Semanggi. Berikut merupakan presentase kenaikan penduduk pada cakupan Kelurahan Semanggi. Data ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Surakarta Kecamatan Pasar Kliwon.

183


Tabel 3. 20 Tabel Studi Jumlah Lajur Pertumbuhan Penduduk Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Tahun

Jumlah Lajur Pertumbuhan Penduduk

Kebutuhan Hunian

Presentase Kenaikan

2014

35.177 Jiwa

8.794

2016

35.734 Jiwa

-

0,73%

2017

35.652 Jiwa

-

-0,22%

2019

37.136 Jiwa

9.284

4,2%

2024

39.205 Jiwa

9.801

5,5%

2029

41.388 Jiwa

10.347

5,6%

2034

43.694 Jiwa

10.924

5,6%

Perhitungan lajur pertumbuhan penduduk tahun 2017-2034 secara makro dihitung dengan asumsi:

Gambar 3. 37 Rumus Perhitungan Lajur Pertumbuhan Penduduk Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Jumlah Penduduk 3 RW

= 6.103 x 22, 6% = 1.379,2 dibulatkan 1.380 Jiwa = 1.380 Jiwa รท 3 Rw = 460 Jiwa (Asumsi pertumbuhan / Rw)

184


Tabel 3. 21 Tabel Lajur Pertumbuhan Penduduk 2017-2034 Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Rw Jumlah Rt

Penduduk tahun 2017

Penduduk tahun 2034

Presentase / Tahun

1

8

2.803

3.263

0,96%

2

5

1.601

2.061

1,69%

3

5

1.699

2.159

1,59%

Gambar 3. 38 Rumus Perbandingan Perhitungan Lajur Pertumbuhan KK Sumber: Analisis Pribadi, 2018 Tabel 3. 22 Tabel Prediksi Pertumbuhan Lajur Penambahan Jumlah KK Pada Setiap RW Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Rw

Jumlah Rt

KK tahun 2017

KK tahun 2034

Jiwa / KK

Tambahan/ RT

1

8

879

1.023

3 – 4 Jiwa

18 KK

2

5

479

617

3 – 4 Jiwa

28 KK

3

5

511

649

3 – 4 Jiwa

28 KK

185


Jadi pada perhitungan mikro, asumsi hunian yang dibutuhkan per-KK pada Perkampungan Vertikal Kawasan Semanggi tahun 2037 adalah 617 KK untuk RW 2. Dengan asumsi ada pertambahan 28 KK pada setiap RT di RW 2, tetapi tetap dengan asumsi perhitungan 3-4 jiwa per-KK. Dengan jumlah pertumbuhan penduduk pada RW 2 yakni, 2.061 Jiwa. Dari perhitungan pendekatan jumlah penduduk tersebut dapat ringkas yakni,

Gambar 3. 39 Kesimpulan Dari Semua Studi Penduduk RW 2 Kawasan Semanggi Sumber: Analisis Pribadi, 2018

3.5.3

Studi Ruang Umum a. Unit Hunian Dimensi dan kelonggaran yang ditunjukkan untuk orang dewasa rata-rata mewakili persyaratan minimum untuk digunakan dalam merencanakan

tata

letak

bangunan

dan

perabotan

untuk

186


memungkinkan akomodasi yang nyaman bagi orang-orang yang lebih besar daripada rata-rata (Sumber: Time-Saver Standards for Building Types, page 3 – Dimensions of The Humen Figure) yang didalamnya mencakup sebuah ukuran-ukuran antropometri. Menurut Sritomo (2008), antropometri berasal dari kata anthro yang berarti manusia dan metri yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia, karena manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran tinggi dan lebar serta perilaku yang dinamis. Antropometri secara lebih luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan yang berhubungan dengan manusia.

Gambar 3. 40 Antropometri Manusia Pada Umumnya Sumber: Human Dimension & Interior Space

Sejatinya semua aktivitas manusia membutuhkan sebuah wadah, salah satunya adalah rumah. Selain untuk mewadahi aktivitasaktivitas manusia di dalamnya, Rumah tinggal harus melindungi

187


manusia terhadap keganasan cuaca dan memberi suatu lingkungan yang menjaga kesehatan dan memmberi kemampuan. Maka diperlukan udara yang bebas, aliran angin, cukup zat asam, udara panas dan kelembaban yang nyaman dan pencahayaan yang cukup (Sumber: Neufert Architect’s Data Jilid 1 halaman 29 – Manusia dan Rumah Tinggal). Dalam Buku Data Arsitek Jilid 1 halaman 29 yang membahas tentang manusia dan rumah tinggal, 1 orang dewasa memerlukan kebutuhan udara segar 16m³ - 24m³ per jam, sedangkan anak-anak memerlukan udara segar 8m³ - 12m³ per jam dengan pergantian udara dalam ruangan sebanyak-banyaknya 2 kali per jam dan tinggi plafon rata-rata 2,5m. Panas ruangan yang nyaman bagi manusia pada saat istirahat ialah 20°-24°C dan kelembaban udara dalam ruang yang paling nyaman yakni antara 50%-60%. Dari acuan kajian teori tersebut dapat dirumuskan bahwa:

Gambar 3. 41 Standar Kebutuhan Ruang Udara Bersih Manusia Sumber: Neufert Architect’s Data

188


Keterangan: L : Luas Hunian/ Orang U : Kebutuhan Udara/ Orang/ Jam Tp: Tinggi Plafon Minimal Dari KepMen Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 403/KTPS/M/2002 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat, meliputi:  Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya. Dari hasil kajian, kebutuhan ruang per orang adalah 9m² dengan perhitungan ketinggian rata-rata langitlangit adalah 2.80m.  Kebutuhan Kesehatan dan Kenyamanan rumah sederhana sehat yakni lubang penghawaan minimal 5% dari luas lantai ruangan, Udara yang mengalir masuk sama dengan volume udara yang mengalir keluar ruangan.  Kebutuhan Minimal Keamanan dan Keselamatan yakni kerangka dinding digunakan kayu berukuran 5/7 dengan jarak maksimum 100cm, Apabila untuk kerangka digunakan kayu balok berukuran 5/10, Jarak tiang rangka kurang lebih 150cm, Hubungan antara kolom dengan ringbalok dilengkapi dengan panjang sekur maksimum 50cm.

189


 Kemiringan

sudut

atap

harus

mengikuti

ketentuan

sudut

berdasarkan jenis penutup atap yang digunakan, sesuai dengan spesifikasi yang dikeluarkan oleh pabrik atau minimal 20° untuk pertimbangan kenyamanan ruang didalamnya.  Dari segi aktivitas penghuni dan kesehatan, dipergunakan norma: - Kebutuhan udara bersih didalam rumah + 9 m3/orang. - Kebutuhan pergantian udara + 0, 80 m3/menit/orang. - Kebutuhan penerangan alami didalam kamar minimum 50 lux. - Kebutuhan penerangan buatan untuk seluruh rumah minimum 100 VA. - Kebutuhan air bersih + 100 liter/hari/orang. Pada ruangan hunian sendiri akan terdapat beberapa jendela yang akan berfungsi sebagai media masuknya cahaya alami dan sirkulasi angin. Jendela merupakan hal yang sangat penting untuk menerangi ruangan dalam dengan memanfaatkan cahaya siang hari yang cukup. Bidang jendela yang tembus cahaya harus meliputi minimal 1/20 bidang dasar ruang kerja. Luas keseluruhan semua

Gambar 3. 42 Standar Jendela Yang Optimum Sumber: Neufert Architect’s Data

190


jendela harus minimal 1/20 luas keseluruhan semua dinding (Sumber: Buku Neufert Architect’s Data Jilid 1 Halaman 160 – Jendela-jendela).

Gambar 3. 43 Standar Jendela Yang Optimum Sumber: Neufert Architect’s Data

Pelindung

matahari

seharusnya

menghindari

penyilauan,

memperkecil sinar matahari yang masuk. Sementara bagian jendela yang terbuka minimal di bagian selatan memungkinkan cukup sinar matahari masuk (Sumber: Buku Neufert Architect’s Data Jilid 1 Halaman 163 – Jendela).

Gambar 3. 44 Perhitungan Standar Jendela Yang Optimum Sumber: Neufert Architect’s Data

191


Penentuan konstruksi jendela, bahan baku atau pembuatan permukaan jendela ditentukan oleh aturan teknik dan formal, dari ide tersebut diubah ke bentuk komponen bangunan. Peran yang penting pada konstruksi ialah besar, susunan, pembagian, cara membuka dan menutup, bahan baku kerangka dan pembuatan permukaan. Pembuatan bidang kampuh dan pentingnya letak dan susunan alat penutup adalah untuk pelindung air hujan, pelindung panas, peredam suara, plindung api dan keamanan (Sumber: Buku Neufert Architect’s Data Jilid 1 Halaman 166 – Jendela). Perencanaan unit hunian akan memuat beberapa ruangan diantaranya adalah ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, dapur, kamar tidur orang tua, kamar tidur anak dan kamar mandi. 1. Ruang Tamu Ruang tamu adalah tempat untuk menerima tamu sekaligus untuk

berkomunikasi

dengan

orang

luar

(Sumber:

https://id.wikipedia.org/wiki/Ruang_tamu diunduh pada 7 Maret 2018 pukul 18:58 WIB). Ruang tamu lebih dari elemen ruang interior lainnya, melibatkan kualitas kenyamanan pengguna yang sukar dipahami (Sumber: Buku Human Dimension and Interior Space Halaman 126). Ruang tamu erat kaitannya dengan sirkulasi, aktivitas menerima tamu, duduk, bersantai dan bercengkerama. Dalam buku Human Dimension and Interior Space terdapat

192


beberapa perilaku dan ukuran antropometri manusia yang hendaknya perlu diperhatikan.

Gambar 3. 45 Standar Nyaman Manusia Duduk Sumber: Human Dimension & Interior Space

Gambar 3. 46 Standar Nyaman Manusia Duduk Sumber: Human Dimension & Interior Space

Gambar 3. 47 Standar Nyaman Manusia Duduk Sumber: Human Dimension & Interior Space

193


Gambar 3. 48 Standar Nyaman Manusia Duduk Sumber: Human Dimension & Interior Space

2. Ruang Keluarga Dalam pertimbangan perencanaan ruang keluarga melalui lalu lintas harus dipisahkan dari pusat kegiatan. Bukaan harus diletakkan sedemikian rupa sehingga memberi ruang dinding yang cukup untuk berbagai pengaturan furnitur. Akses yang mudah harus disediakan di pintu masuk, jendela, gerai listrik, termostat, dan pemotong pasokan. Toleransi sirkulasi di ruang keluarga sangat penting, karena jumlah orang menggunakan ruangan, dan jalur sempit antara unit perabot tidak nyaman (Sumber: Buku TimeSaver Standards for Building Types Halaman 5).

Gambar 3. 49 Standar Sirkulasi Nyaman Ruang Tamu Sumber: Human Dimension & Interior Space

194


Gambar 3. 50 Standar Nyaman Ruang Tamu yang Nyaman Sumber: Human Dimension & Interior Space

3. Ruang Makan Ruang makan merupakan sebuah wadah yang menampung kegiatan makan, tempat untuk penghuni untuk makan. Ruang makan umumnya dilengkapi dengan meja makan dan perabotan penunjang lainnya seperti. Hubungan ruang makan dengan dapur yang sangat dekat membuat ruang makan biasanya diletakan dekat dapur untuk memudahkan penyajian dan pembersihan (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Ruang_makan diunduh pada 7 Maret 2018 pukul 19:51 WIB). Menurut Buku Time-Saver Standards for Building

Types

Halaman

14,

faktor

utama

yang

harus

dipertimbangkan dalam perencanaan ruang makan adalah sebagai berikut:  Jumlah orang yang duduk.  Ruang yang digunakan di meja.  Ruang untuk kursi dan untuk bagian belakang mereka.  Pengaturan tempat duduk.  Ukuran dan jenis furnitur.

195




Ruang penyimpanan untuk barang pecah belah.

Gambar 3. 51 Standar Ukuran Nyaman Ruang Makan Sumber: Human Dimension & Interior Space

Gambar 3. 52 Standar Sirkulasi Nyaman Ruang Makan Sumber: Human Dimension & Interior Space

196


4. Dapur Dapur digunakan untuk persiapan makanan, penyimpanan makanan dan peralatan, dan juga memasak. Di dalamnya seorang wanita

menggunakan

tenaga

kerjanya

sendiri

dan

juga

memanfaatkan sepenuhnya tenaga listrik, air keran, dan gas buatan atau botol. Dia menggunakan lemari es, kompor, mesin pencuci piring, mixer, pemanggang roti, dan unit pembuangan sampah, serta berbagai jenis kompartemen penyimpanan dan permukaan kerja. Karena lebih banyak waktu dan usaha sering dihabiskan di dapur daripada di area lain di rumah ini, perencanaan yang matang sangat penting. Hal ini membutuhkan pemilihan peralatan dan unit penyimpanan yang cermat dan pengaturan area yang mudah (Sumber: Buku Time-Saver Standards for Building Types Halaman 29). Beberapa panduan perencanaan umum adalah sebagai berikut:  Menjaga area kerja dasar dalam dapur tetap kompak, bahkan jika dapur adalah tipe pusat kegiatan dan hubungan antar fungsi di berbagai area dapur. Kemungkinan ada lebih dari satu orang yang bekerja pada area ini. Pengaturan akan bervariasi sesuai ukuran dan bentuk ruang yang ada.  Sirkulasi antar ruang dapur yang harus diperhatikan.

197


 Ruang penyimpanan harus cukup fleksibel untuk memungkinkan penyesuaiannya terhadap jumlah, ukuran, dan jenis makanan, persediaan,

dan

peralatan

yang

bervariasi.

Fasilitas

penyimpanan seharusnya tidak lebih tinggi dari yang bisa dicapai wanita dengan kedua kaki rata di lantai.  Ketinggian

penghitung

dan

permukaan

kerja

harus

memungkinkan postur kerja yang nyaman.  Perawatan dan penggantian peralatan Pertimbangan harus diberikan untuk memudahkan servis dan penggantian peralatan utama.  Bahan Bahan dan finishing yang meminimalkan perawatan dan pembersihan. Warnanya cukup ringan untuk menciptakan atmosfir kerja yang menyenangkan.  Pencahayaan yang baik.  Dapur harus berventilasi baik, dengan kipas angin untuk menghilangkan bau dapur.

Gambar 3. 53 Antropometri Ukuran Gerak Dapur Sumber: Human Dimension & Interior Space

198


Gambar 3. 54 Antropometri Ukuran Gerak Dapur Sumber: Human Dimension & Interior Space

Gambar 3. 55 Standar Nyaman Ukuran Dapur Rumah Tinggal Sumber: Human Dimension & Interior Space

199


5. Kamar Tidur Utama Kamar tidur utama merupakan sebuah ruangan yang khusus yang bersifat privasi dan dijadikan sebagai tempat tidur orang tua. Kamar tidur bisa juga sebagai tempat menyimpan barang dan surat-surat berharga yang dirahasiakan oleh pemilik rumah (Sumber: https://id.wiktionary.org/wiki/kamar_tidur diunduh pada 7 Maret 2018 pukul 21:19 WIB). Pada kamar tidur utama terdapat beberapa perabot penting seperti tempat tidur untuk 2 orang, meja dan beberapa rak atau almari pakaian.

Gambar 3. 56 Antropometri Ukuran Kamar Tidur 2 Orang Sumber: Human Dimension & Interior Space

200


Gambar 3. 58 Ukuran Nyaman Untuk Ruang Gerak Pada Kamar TIdur Sumber: Human Dimension & Interior Space

Gambar 3. 57 Ukuran Standar Ruang Kamar Tidur 2 Orang Sumber: Human Dimension & Interior Space

201


6. Kamar Tidur Anak Sama dengan kamar tidur utama, kamar tidur anak juga berfungsi untuk tempat istirahat, tempat belajar atau melakukan aktivitas yang bersifat privasi, tetapi kamar ini pelaku utamanya adalah anak dan remaja. Dalam pilot projek perkampungan vertikal ini, diasumsikan terdapat 2-3 anak dalam 1 KK.

Gambar 3. 59 Ukuran StandarUntuk Kamar Tidur Anak Sumber: Human Dimension & Interior Space

202


Gambar 3. 60 Ukuran StandarUntuk Kamar Tidur Anak Sumber: Human Dimension & Interior Space

Gambar 3. 61 Ukuran Standar Kamar Tidur 3 Anak Sumber: Human Dimension & Interior Space

7. Kamar Mandi Dalan pilot projek perkampungan vertikal nantinya akan terdapat kamar mandi dan WC pada masing-masing unit hunian. Kamar mandi dan WC adalah ruangan yang berdiri sendiri, di dalamnya terdapat perabotan dan perlengkapan untuk perawatan badan dan kesehatan. Kamar mandi sebaiknya menghadap ke sisi sebelah utara secara teoritis, karena bisa mendapat sinar dan udara secara alami. Pola ruangan dalam minimal harus ada 4 ventilasi. Untuk kenyamanan,

203


temperature berkisar antara ±22°C - ±24°C, karena kamar mandi merupakan tempat yang tingkat kelembapannya tinggi. Tingkat kebisingan instalasi tidak boleh lebih dari 35dB, stop kontak untuk alatalat elektronik minimal 1,3m. Dalam ruangan kamar mandi sendiri juga terdapat beberapa perabot penunjang, seperti gantungan handuk, almari, rak tempat sabun (Sumber: Buku Neufert Architect’s Data Jilid 1 Halaman 221-225 – Kamar Mandi).

Gambar 3. 62 Ukuran Standar Toilet Hunian yang NYaman Sumber: Neufert Architect’s Data

3.5.3

Studi Ruang Khusus Dari tinjauan studi ruang umum yang telah dibahas, maka terdapat

beberapa ruang yang bisa dialih fungsikan mengikuti aktivitas penghuni dalam unit hunian. Studi ruang khusus ini bertujuan untuk mewadahi aktivitas kebiasaan masyarakat kampung yang sering mengundang tetangga atau kerabat dekatnya berkunjung ke rumahnya untuk acara keluarga, arisan atau

204


sekedar bercengkerama. Studi ruang khusus ini juga ingin menghilangkan stigma masyarakat tentang hunian kampung yang sesak, padat, semrawut dan tidak tertata lewat penggunaan perabot multi fungsi yang bisa memberi efek psikologis keruangan. Dari aspek tersebut, studi ruang khusus tentang alih fungsi ruang dipilih untuk menjadi solusi dalam kasus pilot projek ini. 1. Fleksibilitas Ruang dengan Perabot Multi-fungsi Fleksibilitas ruang bertujuan untuk mengatasi ketepatgunaan, kemanfaatan, perubahan kuantitatif dan kualitatif pada sebuah ruang. Konsep ini ditujukan untuk mewadahi aktivitas masyarakat kampung yang biasanya mengundang beberapa tetangga untuk berkunjung ke rumah, rapat PKK ataupun ‘rewang’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, multifungsi merupakan sesuatu yang mempunyai berbagai tugas atau fungsi. Dapat diartikan perabot multifungsi merupakan perabot yang memiliki lebih dari satu fungsi dalam satu benda. Pada dasarnya perabot multifugsi memiliki fungsi yang sama dengan perabot yang lain, akan tetapi perabot multifungsi memiliki nilai lebih. Karena dari segi ergonomi dan ekonomi menjadi alasan perabot tersebut banyak diminati. Perabot jenis ini cocok untuk ruangan yang sempit seperti apartemen tipe studio, rumah dengan tipe rumah sederhana. Perabot multifungsi dapat mengoptimalkan penggunaan ruang, dimana dengan perabot tersebut dapat digunakan untuk lebih dari satu aktivitas. Contohnya

205


adalah sebuh sofa yang dapat menjadi tempat tidur, partisi ruang dua muka, sofa dengan rak buku, dan lain-lain.

Gambar 3. 63 Contoh Beberapa Perabot Multi-fungsi Sumber: https://pinterest.com

2. Ruang Tamu ↔ Ruang Keluarga Dalam pilot projek ini, kebiasaan masyarakat kampung cenderung sedikit menerima tamu formal, sehingga aktivitas ruang tamu dalam hunian nantinya bisa kurang maksimal. Masyarakat kampung Semanggi dikenal dengan rasa kekeluargaan yang erat, mereka cenderung sering berkumpul dengan keluarga ataupun bercengkerama dengan tetangga-tetangga di dalam rumah, sehingga untuk mewadahi kebiasaan tersebut memerlukan space yang cukup luas sedangkan hunian vertikal tidak bisa bebas untuk menentukan luasan suatu ruang. Dari uraian tersebut maka terdapat beberapa solusi, salah satunya menggabungkan 2 ruangan tersebut dengan penataan ruang yang fleksibel dan beberapa perabot multifungsi,

206


sehingga ruangan-ruangan tersebut bisa ikut beradaptasi dengan aktivitas penghuni unit perkampungan vertikal. Tabel 3. 23 Tabel Gabungan Ruang Tamu dan Ruang Keluarga Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Ruang Tamu ↔ Ruang Keluarga Pelaku Penghuni Perabot Meja* Kursi Tunggal* Kursi Panjang*

Standar

Sumber

0,6 m² / NAD 1 Orang Total Standar Sumber 0,6 x 0,9 TSS-BT

Jumlah

Total (m²)

1-4

2,4

Jumlah 1

2,4 Total 0,54

0,68 x 0,76

TSS-BT

2

1,03

1,8 x 0,76

TSS-BT

1

1,37

Total

2, 94

Gambar 3. 64 Contoh Perabot Multi-fungsi Sumber: https://pinterest.com

Almari* Rak TV*

2x1 AS 1,5 x 0,76 TSS-BT Total

Total Keseluruhan Sirkulasi Total Akhir Dibulatkan

1 1

30%

2 1,14 3,14

8,48 2,54 11

207


3. Kamar Anak ↔ Ruang Belajar Dalam pilot projek ini, anak diberi privasi pribadi dalam unit hunian. Untuk mendukung kegiatan belajar dalam hunian maka kamar anak juga dapat dialih fungsikan sebagai ruang belajar mereka. Tabel 3. 24 Studi Perhitungan Gabungan Kamar Anak dan Ruang Belajar Sumber: Analisa Pribadi

Kamar Anak ↔ Ruang Belajar Pelaku

Standar

Anak Perabot Tempat tidur tunggal* Meja* Kursi Tunggal*

Sumber

0,6 m² / NAD 1 Orang Total Standar Sumber

Jumlah

Total (m²)

1-2

1,2

Jumlah

1,2 Total

0,9 x 2,13

HD-IS

2

3,8

0,6 x 0,9

TSS-BT

2

1,08

0,5 x 0,6

AS

2

0,6

Total

5,48

Gambar 3. 65 Contoh Meja dan Kursi Multi-fungsi Sumber: https://pinterest.com

Almari*

2x1

AS Total

1

2 2

208


Gambar 3. 66 Contoh Lemari Multi-fungsi SUmber: https://pinterest.com

Total Keseluruhan Sirkulasi Total Akhir Dibulatkan

20%

8,68 1,7 10

4. Kamar Utama ↔ Ruang Kerja dan Ruang Santai Kamar utama dalam pilot projek ini ialah kamar yang diperuntukkan untuk orang tua. Kamar utama ini mendapatkan privasi yang intim dan peletakannya berada jauh dari area publik dalam rumah. Kegiatan bekerja para orang tua bisa terwadahi disini dengan menggabungkan fungsi kamar tidur dengan ruang kerja. Tabel 3. 25 Tabel Studi Perhitungan Gabungan Kamar Utama dan Ruang Kerja Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Kamar Utama ↔ Ruang kerja dan Ruang Santai Pelaku Orang Tua Perabot Tempat tidur 2 Orang* Meja*

Standar

Sumber

0,6 m² / NAD 1 Orang Total Standar Sumber

Jumlah

Total (m²)

2

1,2

Jumlah

1,2 Total

1,37 x 2,13

HD-IS

1

2,9

0,6 x 0,9

TSS-BT

2

1,08

209


Kursi Tunggal*

0,5 x 0,6

AS

2

Total

0,6 4,59

Gambar 3. 67 Contoh Tempat Tidur Multi-fungsi Sumber: https://pinterest.com

Almari*

2x1

AS

1

Total

2 2

Gambar 3. 68 Contoh Lemari dan Meja Multi-fungsi Sumber: https://pinterest.com

Total Keseluruhan Sirkulasi Total Akhir Dibulatkan

30%

7,79 2,33 10

5. Dapur + Ruang Makan Dalam pilot projek nantinya akan menambah luasan dapur, karena terdapat penambahan ruang makan di dalamnya. Kebiasaan masyarakat kampung yang jarang terdapat ruang makan pada hunian

210


eksistingnya akan difasilitasi dengan penambahan ruang makan yang fleksibel. Masyarakat tidak dipaksa untuk mengubah kebiasaan mereka yang makan di ruang tamu ataupun di ruang keluarga, tetapi dalam projek ini hunian akan mencoba untuk mengubah kebiasaan tersebut dengan penambahan ruang makan pada dapur. Tabel 3. 26 Tabel Studi Perhitungan Gabungan Dapur dan Ruang Makan Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Dapur + Ruang Makan Pelaku

Standar

Penghuni Perabot Wastafel Kompor Area Potong Kulkas Rak Perabot Ruang Makan*

Sumber

0,6 m² / NAD 1 Orang Total Standar Sumber 0,4 x 0,9 NAD 1 0,25 x 0,5 NAD 1 0,6 x 1 NAD 1 0,6 x 0,7 NAD 1 0,3 x 0,6 AS 0,8 x 1,5

AS

Jumlah

Total (m²)

1-4

2,4

Jumlah 1 1 1 1 1

2,4 Total 0,36 0,125 0,6 0,42 0,18

1

1,2

Total

1,685

Gambar 3. 69 Contoh Perabot Dapur Multi-fungsi Sumber: https://pinterest.com

Total Keseluruhan Sirkulasi Total Akhir Dibulatkan

70%

2,9 2,03 5

211


6. Rekapitulasi Studi Ruang Khusus (1-4 Anggota Keluarga) Tabel 3. 27 Tabel Rekapitulasi Studi Ruang Khusus Sumber: Analisis Pribadi, 2018

No.

Nama Ruang

1.

Ruang Tamu Ruang Keluarga

2.

Kamar Anak Ruang Belajar

3.

Kamar Utama Ruang Kerja Ruang Santai

4.

Dapur Ruang Makan

5

Kamar Mandi (standar)

Aktivitas Menerima Tamu Berkumpul Bersantai Melihat TV Membaca Koran Beristirahat Belajar Bersantai Bermain Istirahat Menyetrika Bekerja Bersantai Memasak Mencuci Piring Makan Bersama Menjamu Tamu BAB BAK

Total Sirkulasi 38% Total Akhir Dibulatkan

Luas Total

11 m²

10 m²

10 m²

5 m²

3,2 m² 39,2 m² 14,89 m² 54 m²

Penentuan tipe hunian pada setiap bangunan perkampungan vertikal di RT menggunakan standar kajian studi ruang khusus yang telah dibahas, sehingga standar hunian tersebut dapat digunakan sebagai acuan standar minimal tipe hunian yang akan diperuntukan untuk setiap KK pada setiap RT di RW 2 Kawasan Semanggi. Standar tersebut melingkupi 1-4 anggota keluarga dalam 1 Kepala Keluarga, sedangkan bila ada penambahan anggota keluarga bisa diasumsikan

212


lewat tipe hunian yang nantinya akan dirancang dalam kasus pilot projek

Penataan

Perkampungan

Vertikal

Pada

Kawasan

Semanggi Di Surakarta. Dari acuan standar hunian tersebut, maka tipe hunian yang akan dirancang adalah tipe 54 dan tipe 72 dengan konsep fleksibilitas penambahan ruang hunian untuk mengadaptasi penambahan jumlah anggota dalam 1 KK. Masing-masing tipe hunian nantinya akan bisa berolah dengan fleksibel dan beradaptasi dengan situasi aktivitas di dalam hunian, jadi setiap masing-masing hunian akan bisa berganti pola fungsi ruang dengan memanfaatkan perabot multi-fungsi. Penerapan pengolahan ruang hunian ini bisa menambah aspek psikologi keruangan bagi para penghuni sekaligus bisa mewadahi kebiasaan, kegiatan, aktivitas dan budaya warga kampung yang semula berhuni secara horizontal dalam hunian perkampungan vertikal nantinya.  Tipe 54 Tabel 3. 28 Perhitungan Unit Hunian Tipe 54 Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Studi NAD, TS, HD-IS, KepMen Kapasitas

Tipe: 54 (Konvensional) Dimensi 6m x 9m 1-4 Orang

Jam Operasional

Luas 54m² 24 jam 7 Hari

213


(Sesuai dengan Pemilik) Keterangan Mode hunian konvensional dengan fungsi standar

Gambar 3. 70 Gambaran Layout Ruang Tipe 54 Konvensional Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Aktivitas Kode

1

2

3

4

Beristirahat, memasak, menyetrika, MCK, menonton TV, berganti pakaian, belajar, menerima tamu, bersantai, bekerja membuat laporan Dimensi Ruang Perabot Sifat (Cm) 1 Rak TV 1 Kursi Panjang* Ruang 340 x 300 2 Kursi Tunggal* SPR Tamu 1 Karpet 1 Almari* 1 Kitchen Set Dapur 200 x 305 1 Rak S 1 Almari* 2 Almari Kamar 2 Tempat Tidur* Anak 300 x 300 SPR 1 Almari Pakaian (Semi) 1 Rak* 1 Bak Mandi Kamar 1 WC Jongkok 160 x 200 S Mandi Shaft 1 Wastafel

214


Kamar Utama

5

1 Almari Pakaian 1 Almari Setrika 300 x 300 1 Tempat Tidur* 1 Rak

PR

Tabel 3. 29 Perhitungan Unit Hunian Tipe 54 Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Studi

Tipe: 54 (Fleksibel) Dimensi 6m x 9m

Luas NAD & SNI 54m² 24 jam 7 Hari Jam Kapasitas 1-8 Orang (Sesuai dengan Operasional Pemilik) Mode hunian fleksibel dengan fungsi yang bisa Keterangan berubah.

Gambar 3. 71 Gambaran Layout Ruang Tipe 54 Fleksibel Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Aktivitas

Beristirahat, memasak, menyetrika, MCK, menonton TV, berganti pakaian, belajar, menerima tamu, bersantai, bekerja membuat laporan. Ruang tamu akan bisa beralih fungsi sebagai ruang keluarga, kamar anak dengan metode pintu lipat

215


Kode A B

C

D 2

4

bisa berganti menjadi ruang belajar serta menambah kesan kelegaan dalam hunian, ada penambahan perabot ruang makan pada area servis dapur yang bisa menyesuaikan situasi aktivitas dalam hunian dan di dalam ruang tidur utama bisa berfungsi juga sebagai ruang setrika baju. Dimensi Ruang Perabot Sifat (Cm) Ruang 1 Rak TV 340 x 300 SPR Keluarga 1 Almari* 3 Kursi Tunggal* Ruang 185 x 260 1 Meja Makan* SPR Makan 1 Rak* 1 Almari Pakaian Ruang 1 Almari Setrika Belajar 300 x 300 SPR 1 Tempat Tidur* Anak 1 Rak Ruang 1 Almari Pakaian 300 x 300 SPR Setrika 1 Rak 1 Kitchen Set Dapur 200 x 305 1 Rak S 1 Almari* 1 Bak Mandi Kamar 1 WC Jongkok 160 x 200 S Mandi Shaft 1 Wastafel

 Tipe 72 Tabel 3. 30 Perhitungan Unit Hunian Tipe 72 Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Studi NAD, TS, HD-IS, KepMen

Tipe: 72 (Konvensional) Dimensi 6m x 12m

Luas 72m²

24 jam 7 Hari (Sesuai dengan Pemilik) Keterangan Mode hunian konvensional dengan fungsi standar Kapasitas

1-5 Orang

Jam Operasional

216


Gambar 3. 72 Gambaran Layout Ruang Tipe 72 Konvensional Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Aktivitas Kode

1

2

3

4

Beristirahat, memasak, menyetrika, MCK, menonton TV, berganti pakaian, belajar, menerima tamu, bersantai, bekerja membuat laporan Dimensi Ruang Perabot Sifat (Cm) 1 Rak TV 1 Kursi Panjang* Ruang 340 x 300 2 Kursi Tunggal* SPR Tamu 1 Karpet 1 Almari* 1 Kitchen Set Dapur 200 x 375 1 Rak S 1 Almari* 2 Almari Kamar 2 Tempat Tidur* Anak 300 x 300 SPR 1 Almari Pakaian (Semi) 1 Rak* 1 Bak Mandi Kamar 1 WC Jongkok 160 x 200 S Mandi Shaft 1 Wastafel

217


5

Kamar Utama

6

Kamar Anak Permanen

7

Ruang Peralihan

1 Almari Pakaian 1 Almari Setrika 300 x 300 1 Tempat Tidur* 1 Rak 1 Almari 1 Tempat Tidur* 300 x 300 1 Meja Belajar* 1 Kursi Santai -

-

PR

SPR

-

Tabel 3. 31 Perhitungan Unit Hunian Tipe 72 Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Studi

Tipe: 72 (Fleksibel) Dimensi 6m x 12m

Luas NAD & SNI 72m² 24 jam 7 Hari Jam Kapasitas 1-12 Orang (Sesuai dengan Operasional Pemilik) Mode hunian fleksibel dengan fungsi yang bisa Keterangan berubah.

Gambar 3. 73 Gambaran Layout Ruang Tipe 72 Fleksibel Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Aktivitas

Beristirahat, memasak, menyetrika, MCK, menonton TV, berganti pakaian, belajar, menerima tamu, bersantai, bekerja membuat laporan. Ruang

218


Kode A B

C D E

F 2

4

tamu akan bisa beralih fungsi sebagai ruang keluarga, kamar anak semi permanen dengan metode pintu lipat bisa berganti menjadi ruang belajar serta menambah kesan kelegaan dalam hunian, ada penambahan perabot ruang makan pada area servis dapur yang bisa menyesuaikan situasi aktivitas dalam hunian, kamar anak permanen beralih fungsi sebagai tempat ruang belajar bersama dan di dalam ruang tidur utama bisa berfungsi juga sebagai ruang setrika baju. Dimensi Ruang Perabot Sifat (Cm) Ruang 1 Rak TV 340 x 300 SPR Keluarga 1 Almari* 5 Kursi Tunggal* Ruang 245 x 260 1 Meja Makan* SPR Makan 1 Rak* 1 Almari Pakaian Ruang 1 Almari Setrika Belajar 300 x 300 SPR 1 Tempat Tidur* Anak 1 Rak 1 Meja Saji (Bar) Ruang Saji SPR 1 Almari Pakaian Ruang 1 Almari Setrika Belajar 300 x 300 SPR 1 Tempat Tidur* Bersama 1 Rak Ruang 1 Almari Pakaian 300 x 300 SPR Setrika 1 Rak 1 Kitchen Set Dapur 200 x 305 1 Rak S 1 Almari* 1 Bak Mandi Kamar 1 WC Jongkok 160 x 200 S Mandi Shaft 1 Wastafel

 Peruntukan Unit Hunian Unit hunian diperuntukkan untuk setiap kepala keluarga yang ada pada setiap RT di RW 2 Kawasan Semanggi. Unit

219


hunian akan diasumsikan lewat kepadatan penduduk per-RW dan luas lahan dalam 1 Rw. Untuk mengatasi kepadatan KK maka diasumsikan dengan beberapa perbandingan unit yang berbeda. Dengan asumsi perbandingan setiap unit di Rw II Tipe 54 : Tipe 72 adalah 6:4 maka peruntukan unit dilampirkan dengan tabel berikut: Tabel 3. 32 Tabel Perhitungan Jumlah Unit dan Luas Total Unit RT (2017) Sumber: Analisis Pribadi, 2018

KK Tipe 2017 54 1 93 56 2 97 58 3 88 53 4 119 71 5 82 49 Total 479 287 RT

Luas (m²) 3.024 3.132 2.862 3.824 2.646 -

Tipe 72 37 39 35 48 33 192

Luas (m²)

Total (m²)

2.664 2.808 2.520 3.456 2.376 -

5.688 5.940 5.382 6.740 5.022 28.772

Tabel 3. 33 Tabel Perhitungan Jumlah Unit dan Luas Total Unit RT (2034) Sumber: Analisis Pribadi, 2018

KK Tipe 2034 54 1 121 73 2 125 75 3 116 70 4 147 88 5 110 65 Total 619 371 RT

Luas (m²) 3.942 4.050 3.780 4.752 3.510 -

Tipe 72 48 50 46 59 45 248

Jadi hasil akhir unit hunian

Luas (m²)

Total (m²)

3.456 3.600 3.312 4.248 3.240 -

7.398 7.650 7.092 9.000 6.750 37.890

yang dibutuhkan untuk

memindahkan 479 penduduk dari 1 RW dan 5 RT pada Permukiman Semanggi sendiri adalah 287 Unit Hunian bertipe 54

220


dan 192 Unit Hunian bertipe 72 pada tahun 2018 dengan prakiraan asumsi luas bangunan yang dibutuhkan adalah 28.772m². Dari perhitungan asumsi pertumbuhan penduduk RW 2 Kawasan Semanggi tersebut, didapatkan kenaikan 31,6%. Maka pada 20 tahun mendatang, luas lahan keseluruhan untuk mewadahi lajur pertumbuhan penduduk setiap RT di RW 2 Kawasan Semanggi Surakarta akan dikalikan dengan 31,6% kenaikan jumlah penduduk pada Kawasan Semanggi di RW 2. Perhitungan luas lahan total tersebut akan dianalisa lebih lanjut melalui perhitungan regulasi Kota Surakarta. Tabel 3. 34 Tabel Prakiraan Perhitungan Prosentase Kenaikan Luas Bangunan Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Data Luas Bangunan RT 1 Luas Bangunan RT 2 Luas Bangunan RT 3 Luas Bangunan RT 4 Luas Bangunan RT 5 Luas Bangunan Total

Analisa Asumsi Perhitungan 20 Tahun Selanjutnya Naik 30% Naik 28,8% Naik 31,7% Naik 33,5% Naik 34,4% Naik 31,6%

b. Area Cuci Koin Komunal Dalam perencanaan perkampungan vertikal nantinya akan disediakan tempat cuci koin komunal. Kebiasaan warga Semanggi mencuci pakaian berbeda-beda, jika hunian mereka mampu mewadahi aktivitas ini, maka mereka mencuci pakaian di rumah, tetapi kadang kala ada beberapa warga yang mencuci pakaian mereka di

221


MCK umum. Dengan keadaan eksisting, perencanaan area cuci para warga akan difasilitasi per-RT. Kebiasaan buruk para warga yang menjemur

di

sembarang

tempat

juga

akan

ditata

dengan

menyediakan tempat jemur komunal yang menyatu dengan tempat area cuci koin komunal ini. Kebudayaan mencuci di kampung Semanggi perlu untuk dipertahankan dan mengubah kebiasaan buruk warga yang menjemur pakaian sembarangan. Para warga yang tinggal dalam kampung vertikal bisa mengakses tempat cuci koin ini tanpa menghilangkan kebiasaan dan rasa kekeluargaan warga. Dengan sistem berbayar yang terjangkau, diharapkan para warga bisa tetap menjalin sebuah interaksi sosial dan mencoba mengubah kebiasaan buruk mereka. Area pencucian mencakup sejumlah tugas yang bisa dilakukan misalnya

memilah-milah

pakaian

kotor,

menjemur,

mencuci,

mengeringkan dan menyetrika. Perilaku dalam area pencucian ini antara lain membungkuk, mengambil, mengangkat dan membawa. Untuk memberi kenyamanan dalam berperilaku, pusat area cuci koin ini harus direncanakan dengan hati-hati. Beberapa pertimbangan perencanaan dasar adalah sebagai berikut (Sumber: Time-Saver Standards for Building Types, Halaman 41):  Urutan operasi pencucian harus menentukan perencanaan ruang dan fasilitas dan penempatan peralatan.

222


 Lebar sirkulasi minimum 120cm.  Jam operasional mencuci setiap keluarga adalah seytiap 3-4 hari dalam seminggu.  Peralatan dan fasilitas yang dibutuhkan antara lain meja sortir, permukaan

pemanas

(seperti

piring

panas)

dan

fasilitas

penyimpanan untuk pakaian kotor, persediaan cuci, dan keranjang, serta mesin cuci , pengering, rak gantung dan papan setrika.  Ruang harus kering, hangat (nyaman) dan diterangi dengan baik, dengan outlet listrik yang cukup, berada pada posisi yang tepat. Ruang harus berventilasi untuk menghilangkan kelembaban dan bau.

Gambar 3. 74 Ukuran Standar Mesin Cuci Sumber: Human Dimension & Interior Space

223


Gambar 3. 75 Ukuran Standar Mesin Setrika Sumber: Human Dimension &Interior Space

Gambar 3. 76 Standar Sirkulasi Nyaman Pada Area Mesin Cuci Sumber: Human Dimension & Interior Space

224


Gambar 3. 77 Ukuran Standar Mesin Cuci Koin Sumber: Human Dimension & Interior Space

Dalam buku Neufert Architect’s Data, Halaman 228 dijelaskan dengan rumus perhitungan sebagai berikut: 1. Tiap rumah tangga kira-kira membawa pakaian kotor 3Kg/orang dan bagian yang disetrika sekitar 40%.

Gambar 3. 78 Rumus Perhitungan Berat Pakaian Kotor Tiap KK Sumber: Neufert Architect’s Data

225


Gambar 3. 79 Standar Peletakan Perabot yang Nyaman Area Mesin Cuci Sumber: Neufert Architect’s Data

Dalam perencanaan ruang cuci koin komunal ini terdapat beberapa spesifikasi mesin yang dipergunakan antara lain (Sumber: http://www.samsung.com/id/washing-machines diunduh pada 8 Maret 2018 pukul 03:00 WIB): Tabel 3. 35 Tabel SPesifikasi Mesin Cuci yang Digunakan Sumber: https://google.com

Perabot

Merk

Mesin cuci dan pengering front loading

WW10 AddWash With Ecobubble

Kap.

Kec.

Dimensi (WxHxD)

Berat

10 Kg

Spin Speed 1.400 rpm

600 x 850 x 600 (mm)

75Kg

226


Untuk menentukan jumlah mesin cuci pada area cuci koin di setiap perkampungan vertikal, maka dilakukan perhitungan rata-rata dengan pendekatan jumlah pakaian kotor untuk setiap RT: Tabel 3. 36 Tabel Perhitungan Berat Cucian 5 Perkampungan Vertikal Sumber: Analisis Pribadi, 2018

RT 1 2 3 4 5

Jumlah KK 93 97 88 119 82

Prakiraan Berat/KK 15Kg/KK 15Kg/KK 15Kg/KK 15Kg/KK 15Kg/KK Rata-rata

Perhitungan Setiap Hari 1.395 ÷ 21 1.455 ÷ 21 1.320 ÷ 21 1.785 ÷ 21 1.230 ÷ 21

Total (Kg/hari) 66,4 69,3 62,9 85 58,6 68,44

Dari perhitungan tersebut, didapatkan bahwa rata-rata pakaian kotor pada perkampungan vertikal adalah 68,44 Kg/hari. Dengan spesifikasi mesin yang sudah ditentukan, maka kebutuhan jumlah mesin cuci pada area mesin cuci koin komunal ini adalah 7 mesin. Tabel 3. 37 Tabel Studi Perhitungan Area Cuci Koin Komunal Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Area Mesin Cuci Koin Komunal No. Nama Ruang Kap. Standar Sumber Area Cuci 1,2m²/ TS1. 15 Orang Keseluruhan Orang SFBT Area Pencucian 1,5m²/ NAD 2. 7 Mesin dan Mesin Jilid 1 Pengeringan Area Setrika 3,6m²/ NAD 3. 2 Mesin Mesin Alat Jilid 1 Area Setrika 2,8m²/ TS4. 3 Alat Manual Alat SFBT

Luas 18m²

10,5m²

7,2m² 8,4m²

227


5.

6.

Bak Pengendapan Pakaian Area Peletakan (Meja, Almari)

7.

Area Penerimaan (Keranjang, Ember)

8.

Ruang Tunggu

9.

Tempat Jemur

10.

Kamar Mandi

2 Buah

3,25m²/ Ruangan

TSSFBT

6,5m²

5 Buah

1,74m²/ Ruangan

TSSFBT

8,7m²

1,2m²/ Orang

TSSFBT

18m²

0,8m²/ Orang

NAD Jilid 1 NAD Jilid 1 TSSFBT NAD Jilid 1

15 Orang, Peletakan Keranjang, Rak sepatu 15 Orang, 15 Kursi 5 Orang, 5 Hanging Bar

6m²/ Orang

2,4m²/ Orang Total Luas 1 Area Cuci Koin Sirkulasi 80% Total Akhir Dibulatkan 2

12m²

30m²

4,8m² 124,1m² 99,28m² 223,38m² 225m²

Jadi kebutuhan luas akhir 1 ruang cuci koin komunal adalah 225m². Dalam pilot projek perkampungan vertikal sendiri nantinya akan ada 5 bangunan kampung vertikal (Tiap RT dalam 1 RW), maka luas akhir dari ruang cuci komunal nantinya akan dikali 5 pada rekapitulasi studi besaran ruang akhir. c. Area Komunal 1. Pengertian Dalam (Adisti Bunga Septerina, 2014) dijelaskan bahwa komunal merupakan sekumpulan orang-orang tak terbatas siapa

228


saja dan ruang merupakan suatu bentukan tiga dimensi yang terjadi akibat adanya unsur yang membatasinya (Ching, 1992). Ruang komunal merupakan ruang pubik atau ruang umum yang didefinisikan sebagai ruang terbuka yang bebas diakses, dimana setiap individu maupun kelompok dapat melakukan berbagai aktivitas (Carr,1992); berfungsi sebagai pusat, dimana berbagai kegiatan sosial, ekonomi, serta pertukaran budaya terjadi (PPS, 2000); kurang sesuai digunakan secara individual, serta perilaku pengguna ruang terkait oleh norma sosial yang berlaku (Roger Scription dalam Beng-Huat, 1992). 2. Macam dan Pola Interaksi Sosial Jumlah pelaku mempengaruhi bentuk interaksi yang akan tercipta dalam interaksi sosial antara individu. Menurut besaran serta tingkat terikatan (Rudy Prasetya, 2003) dapat dikelompokkan menjadi:  Interaksi sosial kelompok akrab, yaitu interaksi dalam jumlah yang terbatas (2-10 orang), berada dalam kondisi privasi.  Interaksi sosial kelompok kecil, yaitu jumlah individu yang berinteraksi lebih besar dari kelompok akrab (12-30 orang).  Interaksi sosial kelompok besar, yaitu interaksi sosial yang terjadi sebagai satu kesatuan penghuni atau kelompok sosial.

229


 Interaksi antar kelompok sosial, yaitu interaksi sosial yang terjadi antara suatu kelompok sosial dengan masyarakat luas di luar. 3. Studi Antropometri Ruang Komunal dalam perencanaan projek nantinya akan mewadahi beberapa aktivitas dan kegiatan manusia sebagai pelaku utama. Untuk memberi kenyamanan ruang gerak di dalamnya maka dilakukan studi antropometri. Menurut buku Human Dimension & Interior Space dan buku Neufert Architect’s Data Jilid 1, beberapa kajian tentang pola aktivitas dibedakan sebagai berikut:

Gambar 3. 80 Standar Kenyamanan Individu Dalam Pergerakan Sumber: Human Dimension & Interior Space

230


Gambar 3. 81 Standar Ukuran Gerak Manusia Dalam Bergerak Sumber: Neufert Architect’s Data

Dalam studi ruang khusus area komunal ini ditujukan untuk 3 area komunal indoor, yakni ruang serba guna dalam bangunan kampung vertikal setiap RT, Bangunan Pendopo RW dan Bangunan Balai Seni Kreatif yang nantinya akan mewadahi aktivitas masing-masing.

231


4. Kenyamanan Akustik dalam Area Komunal Standar Penerimaan Akustik berkaitan dengan kenyamanan akustik dan kejelasan penangkapan suara oleh telinga/indera pendengaran manusia. Telinga/indera pendengaran manusia mempunyai kepekaan yang berbeda untuk menangkap suara dengan frekuensi yang berbeda. Diagram Skala Phon di samping ini memperlihatkan kurva kontur keras suara yang sama. Terlihat bahwa telinga kita paling peka pada suara dengan frekuensi 4000 Hz dengan kebutuhan minimal volume dialog per orang adalah 4mÂł. Skala/Angka Phone kurva-kurva ini ditentukan berdasarkan keras/kuat suara pada frekuensi 1000 Hz.

Gambar 3. 82 Diagram Phon Kenyamanan Akustik Sumber: Buku Pembelajaran PTSB 1

Kejelasan penangkapan suara di dalam gedung tergantung pada akustik ruang. Akustik ruang terdiri dari dua faktor, i/ kuat suara yang dikehendaki diterima telinga kita dan ii/ tidak/kurang adanya gangguan suara-suara lain yang tidak dikehendaki.

232


Gambar 3. 83 Standar Kenyamanan Akustik Ruang Sumber: Buku Pembelajaran PTSB 1

Suara yang tidak dikehendaki dan sering muncul dalam gedung adalah dengung akibat suara-suara pantulan. Salah satu gangguan yang harus dikendalikan oleh rancang bangun adalah pengendalian Waktu Dengung (RT = Reverberation Time). Rumus sederhana untuk menggambarkan waktu dengung adalah:

Gambar 3. 84 Kenyamanan Waktu Dengung Dalam Akustik Sumber: Buku Pembelajaran PTSB 6

233


Gambar 3. 85 Spesifikasi Material Penyerap Akustik Bising Sumber: Time-Saver Standar’s For Building Types

Sifat gelombang bunyi mampu menembus celah atau retakan yang sangat kecil serta mampu menggetarkan objek-objek, maka pemakaian bahan yang berat, tebal dan masif yang dipasang secara rigid, kokoh dan permanen sangat disarankan. Untuk mendukung

hasil

hitungan,

maka

perlu

dipertimbangkan

pemakaian berat material sebagai berikut (Freeborn dan Turner, 1998):

234


 Untuk mendukung reduksi 0 – 10 dBA, diperlukan bahan dengan berat minimal 5 kg/m².  Untuk mendukung reduksi 11 – 15 dBA, diperlukan bahan dengan berat minimal 10 kg/m².  Untuk mendukung reduksi 16 – 20 dBA, diperlukan bahan dengan berat minimal 15 kg/m². Dari uraian studi ruang khusus diatas, maka ruang komunal dalam pilot projek Perkampungan Vertikal ini masuk dalam ruang umum yang bisa diakses oleh para warga RW 2 Kawasan Semanggi. Ruang komunal ini nantinya akan menjadi sebuah wadah pusat kegiatan para warga untuk melakukan kebiasaan dalam kampung maupun aktivitas kebudayaan dalam kampung dengan pola interaksi sosial kelompok besar (dalam 1 RT maupun 1 RW). Untuk mendukung kenyamanan ruang komunal ini menggunakan aspek kenyamanan akustik dan aspek antropometri. Tabel 3. 38 Tabel Studi Besaran Ruang Area Komunal Sumber: Analisis Pribadi, 2018

AREA KOMUNAL Ruang Serbaguna RT Nama Ruang Ruang Utama

Aktivitas Rapat RT Perkumpulan PKK Perkumpulan Bapak-bapak

Kap.

STD

Sumber

Luas (m²)

70 Orang (tiap RT 70%

1,2m² / Orang

HD&IS

84

235


Kebiasaan Rewang Ruang Penghubung Area Bermain Anak Interaksi Sosial Antar Warga 1 Gudang Alat 1 Janitor

Menyimpan Barang

jumlah KK)

2 Orang

Menyimpan 1 Orang Alat Total Luas Awal

1m² / Orang

NAD

15

1m² / Orang

NAD

4

Sikulasi Total Luas Akhir Dibulatkan Jumlah Kebutuhan di RW 2 Pendopo RW

30% 5

103 30,9 134 670

Nama Ruang

Aktivitas

Kap.

STD

Sumber

Luas (m²)

Ruang Utama

Rapat RW Bertemu Pengelola Bertemu Pemerintah Rapat Bersama Pentas Seni RW Mantenan

100 Orang

1,2m² / Orang

HD&IS

120

5 MCK Umum

BAB dan BAK

1 Orang

1,5m² / MCK

STUI (Toilet Umum)

7,5

NAD

24

NAD

9

50%

160,5 80,25

1 Menyimpan 1m² / Gudang 5 Orang Sarana Orang Peralatan Menyimpan 1m² / 1 Janitor 3 Orang Peralatan Orang Total Luas Awal Sirkulasi Total Luas Akhir Dibulatkan

240

236


Balai Seni Kreatif Nama Ruang

Aktivitas

Kap.

STD

Sumber

Luas (m²)

Ruang Utama

Pelatihan Gamelan Pelatihan Tari Pelatihan Pendidikan Pelatihan Industri Kreatif Kumpul Karang Taruna

50 Orang

1,2m² / Orang

HD&IS

60

1 Orang

1,5m² / MCK

STUI (Toilet Umum)

4,5

NAD

9

NAD

4

60%

77,5 46,5 124

3 MCK Umum

BAB dan BAK

1 Menyimpan 1m² / Gudang 3 Orang Sarana Orang Peralatan Menyimpan 1m² / 1 Janitor 2 Orang Peralatan Orang Total Luas Awal Sirkulasi Total Luas Akhir Dibulatkan

237


3.5.5

Studi Besaran Ruang Keterangan: NAD 1

: Neufert Architect’s Data Jilid 1

PR : Privat

NAD 2

: Neufert Architect’s Data Jilid 2

P

TS-SFBT : Time Saver – Standards for Building Types HD-IS

: Human Dimension and Interior Space

SNI

: Standar Nasional Indonesia

RDRTK

: Rencana Detail Ruang Tata Kota

SRK

: Studi Ruang Khusus

AS

: Asumsi Pribadi

STUI

: Standar Toilet Umum Indonesia

: Publik

SPR : Semi Privat S

: Service

SP

: Semi Publik

I

: Indoor

O

: Outdoor

238


a. Studi Kebutuhan Luas Parkir  Parkir Penghuni Masing-masing Perkampungan Vertikal Tabel 3. 39 Tabel Studi Kebutuhan Luas Area Parkir Masing-masing Perkampungan Vertikal Sumber: Analisis Pribadi, 2018

RT

1

Jumlah Penghuni

%

Jenis Kendaraan

311

45 5 35 10 5

Sepeda Becak Motor / Kap. Mobil / Kap. Angkutan Umum

Kebutuhan 140 20 60 10 20

Standard (m²) 1,7 x 0,6 1,2 x 2,35 2,25 x 0,8 5,36 x 3,9 -

Sumber

Kap.

Luas (m²)

NAD Jilid 2 AS NAD Jilid 2 NAD Jilid 2 -

1 orang 3 orang 2 orang 4 orang 10 orang

142,8 56,4 108 209,04 516,24 619,488 1.135 142,8 42,3 108 209,04 502,14 602,568 1.105 137,7

Total Sirkulasi

2

306

45 5 35 10 5

Total Akhir Dibulatkan Sepeda 140 Becak 15 Motor / Kap. 60 Mobil / Kap. 10 Angkutan Umum 15 Total

1,7 x 0,6 1,2 x 2,35 2,25 x 0,8 5,36 x 3,9 -

NAD Jilid 2 AS NAD Jilid 2 NAD Jilid 2 Sirkulasi

3

298

45

Total Akhir Dibulatkan Sepeda 135 1,7 x 0,6

NAD Jilid 2

120% 1 orang 3 orang 2 orang 4 orang 10 orang 120% 1 orang

239


5 35 10 5

Becak Motor / Kap. Mobil / Kap. Angkutan Umum

15 60 10 15

1,2 x 2,35 2,25 x 0,8 5,36 x 3,9 -

AS NAD Jilid 2 NAD Jilid 2 -

3 orang 2 orang 4 orang 10 orang

Total Sirkulasi

4

410

45 5 35 10 5

Total Akhir DIbulatkan Sepeda 185 Becak 20 Motor / Kap. 75 Mobil / Kap. 15 Angkutan Umum 20 Total

1,7 x 0,6 1,2 x 2,35 2,25 x 0,8 5,36 x 3,9 -

NAD Jilid 2 AS NAD Jilid 2 NAD Jilid 2 Sirkulasi

5

276

45 5 35 10 5

Total Akhir Sepeda 125 Becak 10 Motor / Kap. 50 Mobil / Kap. 10 Angkutan Umum 10 Total

1,7 x 0,6 1,2 x 2,35 2,25 x 0,8 5,36 x 3,9 -

NAD Jilid 2 AS NAD Jilid 2 NAD Jilid 2 Sirkulasi

Total Akhir

120% 1 orang 3 orang 2 orang 4 orang 10 orang 120% 1 orang 3 orang 2 orang 4 orang 10 orang 120%

42,3 108 209,04 497,04 596,448 1.090 188,7 56,4 135 313,56 693,66 832,392 1.525 127,5 28,2 90 209,04 454,74 545,688 1.000

240


 Parkir Area Pengelola Kawasan + Asumsi Tamu Luar Dari Luar Kawasan Tabel 3. 40 Tabel Studi Kebutuhan Luas Area Parkir Pengelola Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Jumlah Pelaku

Kap.

Luas (m²)

NAD Jilid 2

1 orang

20,4

8≤ˣ

-

-

4 orang

-

2,25 x 0,8 5,36 x 3,9 -

NAD Jilid 2 NAD Jilid 2 -

2 orang 4 orang 10 orang

57,6 334,464 412,464 329,9712 82,5 825

Jenis Kendaraan

Kebutuhan

25

Sepeda Kendaraan Online atau Taksi Motor Mobil Angkutan Umum

10 71 + 9

Sumber

20 ≤ ˣ

Standard (m²) 1,7 x 0,6

%

40 20 5

32 ≤ ˣ 16 ≤ ˣ 4≤ˣ Total

Sirkulasi Asumsi Tamu Masyarakat Total Akhir Dibulatkan

80% 20%

 Parkir Area Fasilitas Kesehatan + Asumsi Tamu Luar Dari Luar Kawasan

241


Tabel 3. 41 Tabel Studi Kebutuhan Luas Area Parkir Fasilitas Kesehatan Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Jumlah Pelaku

Kap.

Luas (m²)

NAD Jilid 2

1 orang

15,3

6≤ˣ

-

-

4 orang

-

2,25 x 0,8 5,36 x 3,9 -

NAD Jilid 2 NAD Jilid 2 -

2 orang 4 orang 10 orang

43,2 250,848 309,348 309,348 123,7392 740

Jenis Kendaraan

Kebutuhan

25

Sepeda Kendaraan Online atau Taksi Motor Mobil Angkutan Umum

10 44 + 16

Sumber

15 ≤ ˣ

Standard (m²) 1,7 x 0,6

%

40 20 5

24 ≤ ˣ 12 ≤ ˣ 3≤ˣ Total

Sirkulasi Asumsi Tamu Masyarakat Total Akhir Dibulatkan

100% 40%

 Parkir Area Pendidikan + Asumsi Tamu Dari Luar Kawasan Tabel 3. 42 Tabel Studi Kebutuhan Luas Area Parkir Fasilitas Pendidikan Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Jumlah Pelaku

%

Jenis Kendaraan

14 + 11

30

Sepeda

Kebutuhan 8≤ˣ

Standard (m²) 1,7 x 0,6

Sumber

Kap.

Luas (m²)

NAD Jilid 2

1 orang

20,4

242


10 45 10 5

Kendaraan Online atau Taksi Motor Mobil Angkutan Umum

8≤ˣ 32 ≤ ˣ 3≤ˣ 4≤ˣ Total

-

-

4 orang

-

2,25 x 0,8 5,36 x 3,9 -

NAD Jilid 2 NAD Jilid 2 -

2 orang 4 orang 10 orang

57,6 62,712 140,712 112,5696 98,4984 350

Sirkulasi Asumsi Tamu Masyarakat Total Akhir Dibulatkan

80% 70%

 Parkir Area Peribadatan + Asumsi Tamu Dari Luar Kawasan Tabel 3. 43 Tabel Studi Kebutuhan Luas Area Parkir Peribadatan Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Jumlah Pelaku

Kap.

Luas (m²)

NAD Jilid 2

1 orang

6,12

-

-

-

4 orang

-

2,25 x 0,8 -

NAD Jilid 2 -

2 orang 4 orang 10 orang

7,2 13,32 19,98

Jenis Kendaraan

Kebutuhan

60

Sepeda Kendaraan Online atau Taksi Motor Mobil Angkutan Umum

0 5+5

Sumber

6≤ˣ

Standard (m²) 1,7 x 0,6

%

40 0 0

4≤ˣ Total

Sirkulasi

150%

243


Asumsi Tamu Masyarakat Total Akhir Dibulatkan

200%

26,64 60

 Area Parkir Lapangan Sepak Bola Tabel 3. 44 Tabel Studi Kebutuhan Luas Area Parkir Lapangan Sepak Bola Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Jumlah Pelaku

Kap.

Luas (m²)

NAD Jilid 2

1 orang

24,48

10 ≤ ˣ

-

-

4 orang

-

2,25 x 0,8 5,36 x 3,9 -

NAD Jilid 2 NAD Jilid 2 -

2 orang 4 orang 10 orang

72 418,08 514,56 205,824 257,28 980

Jenis Kendaraan

Kebutuhan

25

Sepeda Kendaraan Online atau Taksi Motor Mobil Angkutan Umum

10 100

Sumber

25 ≤ ˣ

Standard (m²) 1,7 x 0,6

%

40 20 5

40 ≤ ˣ 20 ≤ ˣ 5≤ˣ Total

Sirkulasi Asumsi Masyarakat Datang Total Akhir Dibulatkan

40% 50%

244


b. Studi Kebutuhan Perkampungan Vertikal Tingkat RT Tabel 3. 45 Tabel Studi Kebutuhan Luas Perkampungan Vertikal RT 1 Sumber: Analisis Pribadi, 2018

PERKAMPUNGAN VERTIKAL RT 1

No. 1. 2.

Ruang Unit Hunian Tipe 54 Unit Hunian Tipe 72

3.

Selasar Koridor

4.

Ruang Serbaguna

5.

Ruang Cuci Koin

6.

Pos Kamling

7.

Area Parkir

8.

Area Cuci Motor

9.

MCK Umum

DALAM LINGKUNGAN BANGUNGAN Kap. Standar Sumber Luas (m²) 9 m²/ 1 - 4 Orang SRK 54 Orang 9 m²/ 1 - 5 Orang SRK 72 Orang 0,6 m² / Lebar 1 - 4 Orang HD&IS Orang 2,4m 1,2 m² / 70 Orang SRK 670 Orang 1,2 m² / 15 Orang SRK 225 Orang 1–8 1,2 m²/ TS-SFBT 9,6 Orang Orang 1 RT 1 RT SRK 1.135 14,88m²/ 5 Motor AS 74,4 Orang 1,5 m²/ STUI 1 Orang 1,5 Orang (Toilet)

Flow

Tipe Jumlah

Total (m²)

-

I

56

3.024

-

I

37

2.664

50%

I

*

Lebar 3,6m

-

I

1

670

-

I

1

225

70%

I

1

16,32

-

I

1

1.135

20%

I

1

89,28

20%

I

5

9

245


10.

Janitor

2 Orang

11.

Gudang RT

5 Orang

12.

Ruang Genset

13.

Ruang Pompa

14.

Ruang Panel

15.

Ruang Karyawan

8 Orang

16.

Shaft MEP

1 Orang

0,8 m²/ Orang 1,2 m²/ Orang

NAD 1

1,6

50%

I

1

2,4

TS-SFBT

6

200%

I

2

36

50 m²

SNI

50

50%

I

1

75

96 m²

SNI

96

30%

I

1

124,8

8 m² SNI 24 30% 1,2 m²/ TS-SFBT 9,6 80% Orang 1,2 m²/ TS-SFBT 1,2 30% Orang Luas Indoor Luas Outdoor LUAR LINGKUNGAN BANGUNAN 1,2 m²/ TS-SFBT 24 100% Orang 180 m²/ PLSC 180 20% Unit 372 1,2 m²/ TS-SFBT 6 50% Orang

I

1

31,2

I

1

17,28

I

*

1,56

1 Mesin Genset 2 Mesin Pompa 2 Water Groundtank 3 Orang

17.

Area Berkebun

20 Orang

18.

Green House

1 RT

19.

Gudang Alat

5 Orang

6.984,28 O

1

48

I

1

216

I

1

9

246


20.

Tempat Pengolahan Pupuk

21.

Area Pembibitan

22.

TPS RT Area PKL atau Plaza

23. 24.

Playground

25.

Taman RTH RT

26.

Mushola

2 m²/ AS Orang 3 m²/ 3 Orang AS Orang 1 RT 10 m² SNI 6 m²/ 50 Orang AS Petak 1 m²/ RDRTK 1 RT Orang Surakarta ±100 1 m²/ RDRTK Orang Orang Surakarta 1,2 m²/ 25 Orang NAD 2 Orang Luas Indoor Luas Outdoor Luas Indoor Total 5 Orang

10

50%

I

1

15

9

100%

I

1

18

10

0

O

1

10

300

50%

O

1

450

100

100%

O

1

200

100

100%

O

1

200

30

20%

I

1

36 294 908

7.278,28 m²

Luas Outdoor Total Sirkulasi Dalam 1 RT Luas Akhir RT 1 Dibulatkan

908 m² 40%

2.911,312 m² 10.189,6 m²

247


Tabel 3. 46 Tabel Perhitungan Studi Kebutuhan Luas Perkampungan Vertikal RT 2 Sumber: Analisis Pribadi, 2018

PERKAMPUNGAN VERTIKAL RT 2

No. 1. 2.

Ruang Unit Hunian Tipe 54 Unit Hunian Tipe 72

3.

Selasar Koridor

4.

Ruang Serbaguna

5.

Ruang Cuci Koin

6.

Pos Kamling

7.

Area Parkir

8.

Area Cuci Motor

9.

MCK Umum

10.

Janitor

DALAM LINGKUNGAN BANGUNGAN Kap. Standar Sumber Luas (m²) 9 m²/ 1 - 4 Orang SRK 54 Orang 9 m²/ 1 - 5 Orang SRK 72 Orang 0,6 m² / Lebar 1 - 4 Orang HD&IS Orang 2,4m 1,2 m² / 70 Orang SRK 670 Orang 1,2 m² / 15 Orang SRK 225 Orang 1–8 1,2 m²/ TS-SFBT 9,6 Orang Orang 1 RT 1 RT SRK 1.105 14,88m²/ 5 Motor AS 74,4 Orang 1,5 m²/ STUI 1 Orang 1,5 Orang (Toilet) 0,8 m²/ 2 Orang NAD 1 1,6 Orang

Flow

Tipe Jumlah

Total (m²)

-

I

58

3.132

-

I

39

2.808

50%

I

*

Lebar 3,6m

-

I

1

670

-

I

1

225

70%

I

1

16,32

-

I

1

1.105

20%

I

1

89,28

20%

I

5

9

50%

I

1

2,4

248


11.

Gudang RT

5 Orang

12.

Ruang Genset

13.

Ruang Pompa

14.

Ruang Panel

15.

Ruang Karyawan

8 Orang

16.

Shaft MEP

1 Orang

1 Mesin Genset 2 Mesin Pompa 2 Water Groundtank 3 Orang

17.

Area Berkebun

20 Orang

18.

Green House

1 RT

19.

Gudang Alat

5 Orang

20.

Tempat Pengolahan Pupuk

5 Orang

1,2 m²/ Orang

TS-SFBT

6

200%

I

2

36

50 m²

SNI

50

50%

I

1

75

96 m²

SNI

96

30%

I

1

124,8

30%

I

1

31,2

80%

I

1

17,28

30%

I

*

1,56

8 m² SNI 24 1,2 m²/ TS-SFBT 9,6 Orang 1,2 m²/ TS-SFBT 1,2 Orang Luas Indoor Luas Outdoor LUAR LINGKUNGAN BANGUNAN 1,2 m²/ TS-SFBT 24 Orang 180 m²/ PLSC 180 Unit 372 1,2 m²/ TS-SFBT 6 Orang 2 m²/ AS 10 Orang

7.236,28 100%

O

1

48

20%

I

1

216

50%

I

1

9

50%

I

1

15

249


21.

Area Pembibitan

22.

TPS RT Area PKL atau Plaza

23. 24.

Playground

25.

Taman RTH RT

26.

Mushola

3 m²/ AS Orang 1 RT 10 m² SNI 6 m²/ 50 Orang AS Petak 1 m²/ RDRTK 1 RT Orang Surakarta ±100 1 m²/ RDRTK Orang Orang Surakarta 1,2 m²/ 25 Orang NAD 2 Orang Luas Indoor Luas Outdoor Luas Indoor Total 3 Orang

9

100%

I

1

18

10

0

O

1

10

300

50%

O

1

450

100

100%

O

1

200

100

100%

O

1

200

30

20%

I

1

36 294 908

7.530,28 m²

Luas Outdoor Total Sirkulasi Dalam 1 RT Luas Akhir RT 2 Dibulatkan

908 m² 40%

3.012,112 m² 10.542,4 m²

250


Tabel 3. 47 Tabel Perhitungan Studi Kebutuhan Luas Perkampungan Vertikal RT 3 Sumber: Analisis Pribadi, 2018

PERKAMPUNGAN VERTIKAL RT 3

No. 1. 2.

Ruang Unit Hunian Tipe 54 Unit Hunian Tipe 72

3.

Selasar Koridor

4.

Ruang Serbaguna

5.

Ruang Cuci Koin

6.

Pos Kamling

7.

Area Parkir

8.

Area Cuci Motor

9.

MCK Umum

10.

Janitor

DALAM LINGKUNGAN BANGUNGAN Kap. Standar Sumber Luas (m²) 9 m²/ 1 - 4 Orang SRK 54 Orang 9 m²/ 1 - 5 Orang SRK 72 Orang 0,6 m² / Lebar 1 - 4 Orang HD&IS Orang 2,4m 1,2 m² / 70 Orang SRK 670 Orang 1,2 m² / 15 Orang SRK 225 Orang 1–8 1,2 m²/ TS-SFBT 9,6 Orang Orang 1 RT 1 RT SRK 1.090 14,88m²/ 5 Motor AS 74,4 Orang 1,5 m²/ STUI 1 Orang 1,5 Orang (Toilet) 0,8 m²/ 2 Orang NAD 1 1,6 Orang

Flow

Tipe Jumlah

Total (m²)

-

I

53

2.862

-

I

35

2.520

50%

I

*

Lebar 3,6m

-

I

1

670

-

I

1

225

70%

I

1

16,32

-

I

1

1.090

20%

I

1

89,28

20%

I

5

9

50%

I

1

2,4

251


11.

Gudang RT

5 Orang

12.

Ruang Genset

13.

Ruang Pompa

14.

Ruang Panel

15.

Ruang Karyawan

8 Orang

16.

Shaft MEP

1 Orang

1 Mesin Genset 2 Mesin Pompa 2 Water Groundtank 3 Orang

17.

Area Berkebun

20 Orang

18.

Green House

1 RT

19.

Gudang Alat

5 Orang

20.

Tempat Pengolahan Pupuk

5 Orang

1,2 m²/ Orang

TS-SFBT

6

200%

I

2

36

50 m²

SNI

50

50%

I

1

75

96 m²

SNI

96

30%

I

1

124,8

30%

I

1

31,2

80%

I

1

17,28

30%

I

*

1,56

8 m² SNI 24 1,2 m²/ TS-SFBT 9,6 Orang 1,2 m²/ TS-SFBT 1,2 Orang Luas Indoor Luas Outdoor LUAR LINGKUNGAN BANGUNAN 1,2 m²/ TS-SFBT 24 Orang 180 m²/ PLSC 180 Unit 372 1,2 m²/ TS-SFBT 6 Orang 2 m²/ AS 10 Orang

6.678,28 100%

O

1

48

20%

I

1

216

50%

I

1

9

50%

I

1

15

252


21.

Area Pembibitan

22.

TPS RT Area PKL atau Plaza

23. 24.

Playground

25.

Taman RTH RT

26.

Mushola

3 m²/ AS Orang 1 RT 10 m² SNI 6 m²/ 50 Orang AS Petak 1 m²/ RDRTK 1 RT Orang Surakarta ±100 1 m²/ RDRTK Orang Orang Surakarta 1,2 m²/ 25 Orang NAD 2 Orang Luas Indoor Luas Outdoor Luas Indoor Total 3 Orang

9

100%

I

1

18

10

0

O

1

10

300

50%

O

1

450

100

100%

O

1

200

100

100%

O

1

200

30

20%

I

1

36 294 908

6.972,28 m²

Luas Outdoor Total Sirkulasi Dalam 1 RT Luas Akhir RT 3 Dibulatkan

908 m² 40%

2.788,912 m² 9.761,2 m²

253


Tabel 3. 48 Tabel Perhitungan Studi Kebutuhan Luas Perkampungan Vertikal RT 4 Sumber: Analisis Pribadi, 2018

PERKAMPUNGAN VERTIKAL RT 4

No. 1. 2.

Ruang Unit Hunian Tipe 54 Unit Hunian Tipe 72

3.

Selasar Koridor

4.

Ruang Serbaguna

5.

Ruang Cuci Koin

6.

Pos Kamling

7.

Area Parkir

8.

Area Cuci Motor

9.

MCK Umum

10.

Janitor

DALAM LINGKUNGAN BANGUNGAN Kap. Standar Sumber Luas (m²) 9 m²/ 1 - 4 Orang SRK 54 Orang 9 m²/ 1 - 5 Orang SRK 72 Orang 0,6 m² / Lebar 1 - 4 Orang HD&IS Orang 2,4m 1,2 m² / 70 Orang SRK 670 Orang 1,2 m² / 15 Orang SRK 225 Orang 1–8 1,2 m²/ TS-SFBT 9,6 Orang Orang 1 RT 1 RT SRK 1.525 14,88m²/ 5 Motor AS 74,4 Orang 1,5 m²/ STUI 1 Orang 1,5 Orang (Toilet) 0,8 m²/ 2 Orang NAD 1 1,6 Orang

Flow

Tipe Jumlah

Total (m²)

-

I

71

3.824

-

I

48

3.456

50%

I

*

Lebar 3,6m

-

I

1

670

-

I

1

225

70%

I

1

16,32

-

I

1

1.525

20%

I

1

89,28

20%

I

5

9

50%

I

1

2,4

254


11.

Gudang RT

5 Orang

12.

Ruang Genset

13.

Ruang Pompa

14.

Ruang Panel

15.

Ruang Karyawan

8 Orang

16.

Shaft MEP

1 Orang

1 Mesin Genset 2 Mesin Pompa 2 Water Groundtank 3 Orang

17.

Area Berkebun

20 Orang

18.

Green House

1 RT

19.

Gudang Alat

5 Orang

20.

Tempat Pengolahan Pupuk

5 Orang

1,2 m²/ Orang

TS-SFBT

6

200%

I

2

36

50 m²

SNI

50

50%

I

1

75

96 m²

SNI

96

30%

I

1

124,8

30%

I

1

31,2

80%

I

1

17,28

30%

I

*

1,56

8 m² SNI 24 1,2 m²/ TS-SFBT 9,6 Orang 1,2 m²/ TS-SFBT 1,2 Orang Luas Indoor Luas Outdoor LUAR LINGKUNGAN BANGUNAN 1,2 m²/ TS-SFBT 24 Orang 180 m²/ PLSC 180 Unit 372 1,2 m²/ TS-SFBT 6 Orang 2 m²/ AS 10 Orang

8.576,28 100%

O

1

48

20%

I

1

216

50%

I

1

9

50%

I

1

15

255


21.

Area Pembibitan

22.

TPS RT Area PKL atau Plaza

23. 24.

Playground

25.

Taman RTH RT

26.

Mushola

3 m²/ AS Orang 1 RT 10 m² SNI 6 m²/ 50 Orang AS Petak 1 m²/ RDRTK 1 RT Orang Surakarta ±100 1 m²/ RDRTK Orang Orang Surakarta 1,2 m²/ 25 Orang NAD 2 Orang Luas Indoor Luas Outdoor Luas Indoor Total 3 Orang

9

100%

I

1

18

10

0

O

1

10

300

50%

O

1

450

100

100%

O

1

200

100

100%

O

1

200

30

20%

I

1

36 294 908

8.870,28 m²

Luas Outdoor Total Sirkulasi Dalam 1 RT Luas Akhir RT 4 Dibulatkan

908 m² 40%

3.548,112 m² 12.418,4 m²

256


Tabel 3. 49 Tabel Perhitungan Studi Kebutuhan Luas Perkampungan Vertikal RT 5 Sumber: Analisis Pribadi, 2018

PERKAMPUNGAN VERTIKAL RT 5

No. 1. 2.

Ruang Unit Hunian Tipe 54 Unit Hunian Tipe 72

3.

Selasar Koridor

4.

Ruang Serbaguna

5.

Ruang Cuci Koin

6.

Pos Kamling

7.

Area Parkir

8.

Area Cuci Motor

9.

MCK Umum

10.

Janitor

DALAM LINGKUNGAN BANGUNGAN Kap. Standar Sumber Luas (m²) 9 m²/ 1 - 4 Orang SRK 54 Orang 9 m²/ 1 - 5 Orang SRK 72 Orang 0,6 m² / Lebar 1 - 4 Orang HD&IS Orang 2,4m 1,2 m² / 70 Orang SRK 670 Orang 1,2 m² / 15 Orang SRK 225 Orang 1–8 1,2 m²/ TS-SFBT 9,6 Orang Orang 1 RT 1 RT SRK 1.000 14,88m²/ 5 Motor AS 74,4 Orang 1,5 m²/ STUI 1 Orang 1,5 Orang (Toilet) 0,8 m²/ 2 Orang NAD 1 1,6 Orang

Flow

Tipe Jumlah

Total (m²)

-

I

49

2.646

-

I

33

2.376

50%

I

*

Lebar 3,6m

-

I

1

670

-

I

1

225

70%

I

1

16,32

-

I

1

1.000

20%

I

1

89,28

20%

I

5

9

50%

I

1

2,4

257


11.

Gudang RT

5 Orang

12.

Ruang Genset

13.

Ruang Pompa

14.

Ruang Panel

15.

Ruang Karyawan

8 Orang

16.

Shaft MEP

1 Orang

1 Mesin Genset 2 Mesin Pompa 2 Water Groundtank 3 Orang

17.

Area Berkebun

20 Orang

18.

Green House

1 RT

19.

Gudang Alat

5 Orang

20.

Tempat Pengolahan Pupuk

5 Orang

1,2 m²/ Orang

TS-SFBT

6

200%

I

2

36

50 m²

SNI

50

50%

I

1

75

96 m²

SNI

96

30%

I

1

124,8

30%

I

1

31,2

80%

I

1

17,28

30%

I

*

1,56

8 m² SNI 24 1,2 m²/ TS-SFBT 9,6 Orang 1,2 m²/ TS-SFBT 1,2 Orang Luas Indoor Luas Outdoor LUAR LINGKUNGAN BANGUNAN 1,2 m²/ TS-SFBT 24 Orang 180 m²/ PLSC 180 Unit 372 1,2 m²/ TS-SFBT 6 Orang 2 m²/ AS 10 Orang

6.318,28 100%

O

1

48

20%

I

1

216

50%

I

1

9

50%

I

1

15

258


21.

Area Pembibitan

22.

TPS RT Area PKL atau Plaza

23. 24.

Playground

25.

Taman RTH RT

26.

Mushola

3 m²/ AS Orang 1 RT 10 m² SNI 6 m²/ 50 Orang AS Petak 1 m²/ RDRTK 1 RT Orang Surakarta ±100 1 m²/ RDRTK Orang Orang Surakarta 1,2 m²/ 25 Orang NAD 2 Orang Luas Indoor Luas Outdoor Luas Indoor Total 3 Orang

9

100%

I

1

18

10

0

O

1

10

300

50%

O

1

450

100

100%

O

1

200

100

100%

O

1

200

30

20%

I

1

36 294 908

6.612,28 m²

Luas Outdoor Total Sirkulasi Dalam 1 RT Luas Akhir RT 5 Dibulatkan

908 m² 40%

2.644,912 m² 9.257,2 m²

259


c. Studi Kebutuhan Perkampungan Vertikal Tingkat RW Tabel 3. 50 Tabel Perhitungan Studi Kebutuhan Luas Perkampungan Vertikal RW 2 Sumber: Analisis Pribadi, 2018

FASILITAS UMUM DAN FASILITAS SOSIAL RW 2 No. 1. 2.

Ruang Pendopo Seni Kreatif Pendopo RW

Kap. 50 Orang 100 Orang

Standar 1,2 m² / Orang 1,2 m² / Orang

Sumber

Luas (m²)

Flow

Tipe Jumlah

Total (m²)

SRK

124

-

I

1

124

SRK

240

-

I

1

240

1 RW

300 m²

RDTRK

300

20%

I

1

360

4. 5.

Balai Pengobatan Warga Poskesyandu Apotek

1 RW 10 Orang

RDTRK AS

60 20

30% 40%

I I

1 1

78 28

6.

PAUD

20 Orang

NAD 1

30

20%

I

1

36

7.

Perpustakaan Kampung

35 Orang

NAD 2

109,9

50%

I

1

164,85

8.

Koperasi Berdikari

10 Orang

TS-SFBT

12

50%

I

1

18

9.

Panti Jompo

30 Orang

NAD 2

120

30%

I

1

156

10.

Basecamp Karang Taruna

60 m² 2 m² 1,5 m²/ Anak 3,14 m²/ Orang 1,2 m²/ Orang 4 m²/ Orang 1,2 m²/ Orang

TS-SFBT

24

20%

I

1

28,8

3.

20

260


11.

Mini Market

15 Orang

12.

Masjid

60 Orang

13.

Kapel

50 Orang

14.

Kios Food Court

40 Unit 80 Orang

15. 16. 17. 18.

Lapangan Sepak Bola Lapangan Voli dan Futsal Lapangan Basket dan Badminton Arena Pingpong dan Catur

40 m² 1,2 m²/ Orang 1,2 m²/ Orang 2 m²/ Unit 0,8 m²/ Orang 7.350 m²

AS

40

20%

I

1

48

NAD 2

72

50%

I

1

108

NAD 2

60

50%

I

1

90

AS NAD 1

144

30%

I

1

187,2

NAD 2

7.350

50%

O

1

11.025

10 Orang

162 m²

NAD 2

162

50%

O

1

243

10 Orang

364 m²

NAD 2

364

50%

O

1

546

3 Meja

6 m²

AS

18

100%

I

1

36

RDTRK

300

50%

O

1

450

NAD 1

500

50%

O

1

750

TS-SFBT

3,6

120%

I

4

17,3

AS

10

120%

I

2

44

19.

Taman RTH RW

1 RW

20.

Ampitheater

1 RW

21.

Kamar Praktik

3 Orang

22.

Ruang Pengolahan Obat

5 Orang

0,5 m²/ Orang 0,8 m²/ Orang 1,2 m²/ Orang 2 m²/ Orang

261


23.

Ruang Guru

4 Orang

24.

Ruang Rapat

10 Orang

25.

Ruang Arsip

2 Orang

26.

Ruang Tunggu

15 Orang

27.

Ruang Tamu

6 Orang

28.

Kasir

1 Orang

29.

Resepsionis

1 Orang

30.

Ruang Karyawan

5 Orang

31.

Pantry

4 Orang

32.

Kamar Mandi

1 Orang

33.

MCK Umum

1 Orang

34.

Gudang

2 Orang

35,

Gudang Buku

3 Orang

1,2 m²/ Orang 1,2 m²/ Orang 1,2 m²/ Orang 0,66 m²/ Orang 1,2 m²/ Orang 0,8 m²/ Orang 0,8 m²/ Orang 1,2 m²/ Orang 1,2 m²/ Orang 3,2 m² 1,4 m²/ Orang 1,2 m²/ Orang 1,5 m²/ Orang

TS-SFBT

4,8

100%

I

1

9,6

TS-SFBT

12

30%

I

2

31,2

TS-SFBT

2,4

40%

I

3

10,08

HD-IS

9,9

100%

I

3

59,4

TS-SFBT

7,2

30%

I

4

37,44

NAD 1

0,8

30%

I

5

5,2

NAD 1

0,8

30%

I

5

5,2

TS-SFBT

6

20%

I

3

21,6

TS-SFBT

4,8

50%

I

6

43,2

NAD 1

3,2

20%

I

10

41,6

STUI

1,4

30%

I

25

45

TS-SFBT

2,4

50%

I

2

7,2

AS

4,5

80%

I

1

8,1

262


36. 37. 38.

Gudang Obat Gudang Alat Medis TPS RW

1,2 m²/ TS-SFBT 3,6 Orang 2 m²/ 5 Orang AS 10 Orang 1 RW 50 m² SNI 50 Luas Indoor Luas Outdoor Total Akhir Sirkulasi Dalam RW Luas Akhir Kawasan RW 2 Dibulatkan 3 Orang

100%

I

3

21,6

100%

I

2

40

50%

O

1

30%

75 2.150,57 13.089 15.239,57 4.571.871 m² 19. 810 m²

d. Studi Kebutuhan Fasilitas Pengelola Tabel 3. 51 Tabel perhitungan Studi Kebutuhan Luas Fasilitas Pengelola Sumber: Analisis Pribadi, 2018

FASILITAS PENGELOLA RW 2

No. 1.

Ruang Kantor Pengelola Maintenance Bangunan

DALAM LINGKUNGAN BANGUNGAN Kap. Standar Sumber Luas (m²) Flow 4 Orang

1,2 m²/ Orang

TS-SFBT

4,8

200%

Tipe Jumlah I

1

Total (m²) 9,6

263


2.

Kantor Pengelola MEP Bangunan

4 Orang

3.

Gudang

2 Orang

4.

Pantry

4 Orang

5.

Kamar Mandi

1 Orang

6.

Janitor

2 Orang

7.

Ruang Tamu

4 Orang

8.

Ruang Karyawan

5 Orang

9.

Ruang Manager Ruang Wakil Manager

1 Orang

1,2 m²/ Orang 1,2 m²/ Orang 1,2 m²/ Orang 3,2 m² 0,8 m²/ Orang 1,2 m²/ Orang 1,2 m²/ Orang 3 m²

1 Orang

3 m²

11.

Ruang Rapat

10 Orang

12.

Ruang Arsip

2 Orang

13.

Ruang Genset

14.

Ruang Pompa

10.

1 Mesin Genset 2 Mesin Pompa 2 Water Groundtank

TS-SFBT

4,8

200%

I

1

9,6

TS-SFBT

2,4

50%

I

2

7,2

TS-SFBT

4,8

50%

I

2

14,4

NAD 1

3,2

20%

I

4

15,36

NAD 1

1,6

50%

I

2

4,8

TS-SFBT

4,8

100%

I

2

19,2

TS-SFBT

6

20%

I

2

14,4

AS

3

30%

I

2

7,8

AS

3

30%

I

2

7,8

TS-SFBT

12

30%

I

2

31,2

TS-SFBT

2,4

40%

I

3

10,08

50 m²

SNI

50

50%

I

2

150

96 m²

SNI

96

30%

I

2

249,6

1,2 m²/ Orang 1,2 m²/ Orang

264


15. 16. 17.

Ruang Panel Ruang Pengolahan Air Kawasan Embung atau Kolam Retensi

3 Orang

8 m²

SNI

24

30%

I

2

62,4

8 Orang

120 m²

AS

120

30%

I

1

156

1

-

Kolam retensi ini akan menyesuaikan lewat perolehan luas lahan nantinya Luas Indoor Luas Outdoor Total Akhir Sirkulasi Dalam RW Luas Akhir Pengelola Dibulatkan

20%

769,44 769,44 m² 153,888 m² 923 m²

265


e. Rekapitulasi Kebutuhan Ruang Kawasan Mikro (RW 2) Tabel 3. 52 Tabel Perhitungan Rekapitulasi Kebutuhan Kawasan Mikro RW 2 Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Tingkat

RT

Area Parkir

RW

Fasilitas Kampung Vertikal RT 1 Area Parkir RT 1 Total Kampung Vertikal RT 2 Area Parkir RT 2 Total Kampung Vertikal RT 3 Area Parkir RT 3 Total Kampung Vertikal RT 4 Area Parkir RT 4 Total Kampung Vertikal RT 5 Area Parkir RT 5 Total Area Parkir Pengelola Area Parkir Fasilitas Kesehatan Area Parkir Area Pendidikan Area Parkir Fasilitas Peribadatan Area Parkir Lapangan Sepak Bola Total Fasilitas Umum Fasilitas Sosial Fasilitas Pengelola Total

Total Akhir Kebutuhan Dibulatkan

Tipe Indoor (m²) Outdoor (m²) 10.189,6 1.270 1.135 11.324,6 1.270 10.542,2 1.270 1.105 11.647,2 1.270 9.761,2 1.270 1.090 10.851,2 1.270 12.418,4 1.270 1.525 13.943,4 1.270 9.257,2 1.270 1.000 10.257,2 1.270 825 -

740

-

350

-

60

-

980

-

2.955

2.795,7

17.015,7

923 3.718,7

17.015,7

61.742 m²

26.320,7 m²

266


f. Studi Kebutuhan Luas Bangunan dan Luas Lahan  Regulasi Tapak kawasan pilot projek ini berada di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta tepatnya pada kawasan RW 1, RW 2 dan RW 3 Kelurahan Semanggi yang mempunyai regulasi yang berkaitan dengan studi luas bangunan dan luas lahan pada tapak kawasan. Tabel 3. 53 Tabel Peraturan Regulasi Kota Surakarta Sumber: RDTR Kota Surakarta

SUB-BWP V Zona Peruntukan

Rumah Tunggal Berkepadatan Tinggi

Arah Fungsi

Pariwisata, Olahraga, RTH, Industri Kreatif dan Perdagangan - Jasa

Pengembangan Citra Tradisional Kawasan Taman RT (m²) 250 ≤ ˣ Posyandu Regulasi 60 ≤ ˣ KDB KLB ˣ ≤ 80% ˣ ≤1,8

Taman RW (m²) 1250 ≤ ˣ Balai Pengobatan 300 ≤ ˣ GSB KDH 10 meter ˣ ≥ 20%

 Analisa Pada pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta ini bertujuan untuk mewadahi warga RW 2 yang mempunyai 5 RT pada Kawasan Semanggi. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka dibutuhkan tapak kawasan yang bisa menampung 5 Kampung Vertikal dan fasilitas

267


umum dan fasilitas sosial didalamnya guna meremajakan Kawasan Semanggi secara berkelanjutan. Menunjuk pada arah fungsi kawasan maka dibutuhkan area hijau yang lebih dominan guna fungsi zero run-off dan bisa mengembangkan fasilitas umum dan fasilitas sosial pada lahan bekas perkampungan di RW 2. Dari gagasan tersebut maka dilakukan perhitungan keseluruhan: - Luas Kebutuhan Tapak = Luas Total Bangunan (+ Luas Outdoor) KLB =

61.742 (+ 26.320,7) 1,8

= 34.301 (+26.320,7) = 60.621,7 m² - Luas Lantai Dasar

= Luas Lahan x KDB = 60.621,7 x 60% = 36.373,02 m²

- Area Hijau / Perkerasan= 22.340 m² / 3.980,7 m² - Koefisien Dasar Hijau

= Luas Lahan – Luas Lantai Dasar = 60.621,7 – 36.373,02 = 24.248,68 m²

- Ketinggian Bangunan

= Luas Lahan x KLB ÷ KDB = 60.621,7 x 1,8 ÷ 36.373,02 = 3 Lantai

268


Dalam perencanaan pilot projek nantinya terdapat 5 bangunan perkampungan vertikal pada RW 2, maka dari itu perhitungan menurut regulasi akan ditinjau kembali sebagai berikut: Tabel 3. 54 Tabel Perhitungan Luas Masing-masing Perkampungan Vertikal Sumber: Analisa Pribadi, 2018

KAMPUNG VERTIKAL RT 1  Luas Lahan

= Luas Bangunan Total KLB

(+ Luas Outdoor)

= 11.324,6 (+ 1.270)

1,8

= 6.291,4 + 1.270 = 7.561,4 m²  Luas Lantai Dasar = Luas Lahan x KDB = 7.561,4 x 60% = 4.536,84 m²  Koefisien Hijau

= Luas Lahan – Luas Lantai Dasar = 7.561,4 – 4.536,84 = 3.024,56 m²

 Ketinggian Lantai = Luas Lahan x KLB ÷ Lantai Dasar = 7.561,4 x 1,8 ÷ 4.536,84 = 3 Lantai KAMPUNG VERTIKAL RT 2  Luas Lahan

= Luas Bangunan Total KLB

(+ Luas Outdoor)

= 11.647,2 1,8

(+ 1.270)

= 6.470,7 + 1.270 = 7.740,7 m²

269


 Luas Lantai Dasar = Luas Lahan x KDB = 7.740,7 x 60% = 4.644,42 m²  Koefisien Hijau

= Luas Lahan – Luas Lantai Dasar = 7.740,7 – 4.644,42 = 3.096,28 m²

 Ketinggian Lantai = Luas Lahan x KLB ÷ Lantai Dasar = 7.740,7 x 1,8 ÷ 4.644,42 = 3 Lantai KAMPUNG VERTIKAL RT 3  Luas Lahan

= Luas Bangunan Total KLB

(+ Luas Outdoor)

= 10.851,2 (+ 1.270)

1,8

= 6.028,4 + 1.270 = 7.298,4 m²  Luas Lantai Dasar = Luas Lahan x KDB = 7.298,4 x 60% = 4.379,04 m²  Koefisien Hijau

= Luas Lahan – Luas Lantai Dasar = 7.298,4 – 4.379,04 = 2.919,36 m²

 Ketinggian Lantai = Luas Lahan x KLB ÷ Lantai Dasar = 7.298,4 x 1,8 ÷ 4.379,04 = 3 Lantai KAMPUNG VERTIKAL RT 4  Luas Lahan

= Luas Bangunan Total KLB

(+ Luas Outdoor)

270


= 13.943,4 (+ 1.270)

1,8

= 7.746,3 + 1.270 = 9.016,3 m²  Luas Lantai Dasar = Luas Lahan x KDB = 9.016,3 x 60% = 5.409,78 m²  Koefisien Hijau

= Luas Lahan – Luas Lantai Dasar = 9.016,3 – 5.409,78 = 3.609,52 m²

 Ketinggian Lantai = Luas Lahan x KLB ÷ Lantai Dasar = 9.016,3 x 1,8 ÷ 5.409,78 = 3 Lantai KAMPUNG VERTIKAL RT 5  Luas Lahan

= Luas Bangunan Total KLB

(+ Luas Outdoor)

= 10.257,2 1,8

(+ 1.270)

= 5.698,4 + 1.270 = 6.968,4 m²  Luas Lantai Dasar = Luas Lahan x KDB = 6.968,4 x 60% = 4.181,04 m²  Koefisien Hijau

= Luas Lahan – Luas Lantai Dasar = 6.968,4 – 4.181,04 = 2.787,36 m²

 Ketinggian Lantai = Luas Lahan x KLB ÷ Lantai Dasar = 6.968,4 x 1,8 ÷ 4.181,04 = 3 Lantai

271


BANGUNAN LINGKUP RW 2  Luas Lahan

= Luas Bangunan Total KLB

(+ Luas Outdoor)

= 3.718,7 1,8

(+ 17.015,7 + 2.955)

= 2.065,4 + 19.970,7 = 22.036,1 m²  Luas Lantai Dasar = Luas Lahan x KDB = 22.036,1 x 60% = 13.221,66 m²  Koefisien Hijau

= Luas Lahan – Luas Lantai Dasar = 22.036,1 – 13.221,66 = 8.814,44 m²

 Ketinggian Lantai = Luas Lahan x KLB ÷ Lantai Dasar = 22.036,1 x 1,8 ÷ 13.221,66 = 3 Lantai

g. Studi Arsitektural Pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta mempunyai fungsi utama sebagai tempat hunian vertikal masyarakat di RW 2 Kelurahan Semanggi. Studi citra arsitektural dalam pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta ini berkaitan dengan penggunaan material, struktur dan konstruksi yang lebih menekankan pada aspek estetika yang akan dihasilkan dari ekspresi sistem struktur ataupun konstruksinya yang mempunyai aspek simbolik yang representatif

272


akan budaya dari kampung Semanggi, lingkungan Kota Surakarta dan norma-norma yang berada disana. Untuk mendapatkan aspek-aspek tersebut, pilot projek ini tidak bisa lepas dari prinsip guna dan prinsip citra.  Prinsip Guna Pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta ini merujuk pada fungsi hunian vertikal yang layak dan sehat. Penataan kampung vertikal ditiap RT berusaha tidak menghilangkan rasa kekeluargaan yang erat dari kebiasaan pola bermasyarakat kampung Semanggi melalui pendekatan tata ruang dalam unit yang bisa ikut beradaptasi aktivitas penghuni didalamnya. Koridor pada akses sirkulasi bangunan kampung vertikal dibuat sedemikian rupa dengan gang-gang eksisting guna kenyamanan pola kehidupan masyarakat kampung yang ditambah perencanaan yang tepat dalam memasukkan cahaya alami ke dalam bangunan, pola penataan unit hunian yang bisa menyalurkan udara secara maksimal dan penggunaan material yang bisa mereduksi kebisingan dalam bangunan. Pengaturan fisik kampung secara vertikal berdaya guna memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat kampung Semanggi dengan perluasan area hijau, fasilitas sosial dan fasilitas umum bekas lahan perkampungan dalam RW 2.

273


Pengolahan Area hijau pada kawasan nantinya bisa berdaya guna sebagai suatu konservasi terhadap air lingkungan, udara dalam kawasan dan tanah untuk mengurangi resiko bencana banjir yang sering terjadi. Penyelesaian desain struktur dan sistem konstruksi yang stabil, seimbang dan efisien yang dapat menyatu dengan bentuk bangunan dan fungsi bangunan perkampungan vertikal sebagai wadah masyarakat berinteraksi, berbudaya dan berhuni.  Prinsip Citra Melalui teknik ornamentasi yang jujur lewat pengolahan dan penggunaan material lokal yang ditempatkan dengan tepat merupakan prinsip sebuah citra yang bisa menimbulkan suatu kekhasan yang bisa ditangkap dari bangunan kampung vertikal pada pilot projek ini. Pelingkup luar dan dalam bangunan perkampungan vertikal yang berkonteks lingkungan dan selaras dengan alam lewat penyesuaian kondisi tapak, iklim setempat bahkan sejarah atau stigma positif yang sudah melekat. Penerapan

sistem

panggung

pada

bangunan

yang

berintegrasi dengan kebudayaan dan kebiasaan masyarakat kampung di Kota Surakarta yang kental dengan Budaya Jawa. Ekspresi esensi bangunan yang representatif lewat pemilihan struktur dan cara konstruksi yang berhakekat stabil antara unsur yang ditopang dan unsur yang menopang. Perencanaan bangunan

274


kampung vertikal bisa peka menentukan citra ruang dari fungsi dan aktivitas warga kampung melalui Pengolahan citra ruang yang bisa mempengaruhi psikologis manusia dalam lingkup maupun luar lingkup bangunan. 3.6 3.6.1

Analisa Pendekatan Sistem Bangunan Studi Sistem Struktur dan Enclosure a. Pemilihan sistem struktur yang diaplikasikan dalam bangunan haruslah tepat guna, melihat bangunan menggunakan pola vertikal sistem struktur pastinya harus memenuhi klasifikasi untuk bangunan bertingkat. Studi terhadap sistem struktur terdiri dari 3 komponen, yakni Whole-structure (Struktur keseluruhan bangunan), Substructure (Struktur bawah bangunan) dan Upper-structure (Struktur atas bangunan). Tabel 3. 55 Tabel Studi Sistem Whole Structure Sumber: Analisa Pribadi

Whole-structure Struktur Rangka (Kolom) Alternatif

Pengertian Struktur rangka adalah struktur yang terdiri dari kolom dan balok yang berguna sebagai penyalur beban. Kelebihan

275


Gambar 3. 86 Struktur Sistem Rangka Sumber: https://google.com

 Kekuatan struktur dapat diatur dengan memanipulasi kualitas beton cor dan dimensi tulangan besi yang diinginkan  Ekonomis dari segi biaya perawatan  Sudah banyak pekerja yang dapat mengerjakan Kekurangan  Memerlukan tenaga ahli teknik sipil untuk menganalisis kekuatan dan dimensi

Struktur Dinding Masif Alternatif

Pengertian Struktur dinding masif adalah struktur yang terdiri dinding yang mengelilingi yang berguna sebagai penyalur beban. Kelebihan  Sangat stabil dan kokoh  Suhu didalam bangunan cenderung stabil

Gambar 3. 87 Struktur Sistem Dinding Masif Sumber: Buku Ajar PTSB 2

Kekurangan  Sangat mahal  Potensi memasukkan cahaya dan udara kedalam bangunan menjadi sangat minim

Struktur Plat Dinding Sejajar Alternatif

Pengertian Struktur yang terdiri dari dinding-dinding masif yang berdiri sejajar dan berfungsi sebagai pemikul beban utama keseluruhan bangunan dan juga beban itu sendiri.

276


Kelebihan

Gambar 3. 88 Sistem Struktur Dinding Sejajar Sumber: Buku Ajar PTSB 2

 Tidak memerlukan kolom struktur  Kuat terhadap gaya horisontal yang searah dengan plat dinding sejajar Kekurangan  Lemah terhadap gaya horizontal yang melawan arah plat dinding sejajar  Pembagian ruang yang terpaku posisi garis dinding

Tabel 3. 56 Tabel Studi Sistem Sub-Structure Sumber: Analisa Pribadi

Sub-structure Pondasi Batu Belah Alternatif

Pengertian Merupakan pondasi yang disusun dari pasangan batu kali, dengan kedalaman maksimal 1m. Kelebihan  Pelaksanaan konstruksi pondasi yang mudah  Bahan baku (batu belah) mudah didapat  Material batu belah yang ramah lingkungan

Gambar 3. 89 Pondasi Batu Kali Sumber: Buku Ajar Gambar Teknik

Kekurangan

277


 Beban maksimal 2 lantai  Hanya digunakan pada tanah keras Pondasi Footplate (Vutplat) Alternatif

Pengertian Pondasi yang dicor di tempat dengan menggunakan komponen beton dan batu belah sebagai pengisinya. Kelebihan  Pondasi lebih murah  Galian tanah lebih sedikit, hanya pada titik kolom struktur  Dapat diterapkan di lahan berkontur atau landai Kekurangan

Gambar 3. 90 Pondasi Vutplat Sumber: https://google.com

 Harus mempersiapkan bekisting  Pengerjaan dengan waktu yang lebih lama (menunggu beton kering)  Perlu pekerja yang paham ilmu struktur

Pondasi Sumuran Alternatif

Pengertian Pondasi yang dicor di tempat dengan menggunakan komponen beton dan batu belah sebagai pengisinya. Kelebihan

278


 Mengatasi tanah dengan daya dukung rendah  Merupakan alternatif dari pondasi dalam  Tidak memerlukan alat berat Kekurangan

Gambar 3. 91 Pondasi Sumuran Sumber: https://google.com

 Pemakaian bahan baku (batu belah) yang boros  Bagian dari pasangan batu belah tidak dapat dikontrol  Tidak tahan gaya horisontal karena tidak terdapat tulangan

Raft Foundation (Pondasi Rakit) Alternatif

Pengertian Pondasi dengan pelat beton yang berbentuk rakit melebar keseluruh bagian dasar bangunan, yang digunakan untuk meneruskan beban bangunan ke lapisan tanah dasar atau batu-batuan di bawahnya. Kelebihan

Gambar 3. 92 Pondasi Raft Sumber: https://google.com

 Dapat digunakan untuk bangunan tinggi hingga 10 lantai.  Cepat dalam pelaksanaannya.  Lebih ekonomis karena dapat menghemat biaya dalam penggalian dan penulangan beton.  Apabila terjadi penurunan tanah (settlement) maka seluruh pondasi turun bersama-sama

279


Kekurangan  Memiliki kemungkinan guling jika tidak diimbangi dengan beban.

Tabel 3. 57 Tabel Studi Sistem Upper-Structure Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Upper-structure Konstruksi Atap Kayu Alternatif

Pengertian Merupakan konstruksi atap yang menggunakan bahan dasar kayu. Kelebihan  Struktur tidak korosi  Mempunyai estetika indah

yang

Kekurangan Gambar 3. 93 Penggunaan Material Kayu Pada Konstruksi Atap Sumber: https://google.com

 Harga pembuatan mahal  Tidak anti rayap  Tidak bisa mengatasi bentang yang sangat lebar

Waffle Structure Alternatif

Pengertian

280


Merupakan konstruksi lantai yang terbuat dari material beton dengan rusuk (joist) yang arahnya saling tegak lurus satu sama lain.

Kelebihan  Struktur dapat diekspos  Memiliki bentang yang lebih lebar daripada beton bertulang konvensional.  Memiliki nilai estetika yang menarik dari plat lantai biasa. Kekurangan Gambar 3. 94 Konstruksi Waffle Structure Pada Sistem Pembalokan Sumber: https://google.com

 Butuh bekisting khusus dalam pemasangan  Harga pembuatan yang mahal.  Perawatan kebersihan pada sela-sela sirip yang harus selalu diperhatikan.

Flat Slab Alternatif

Pengertian Merupakan metode konstruksi lantai yang hanya mengguakan kolom dan slab sebagai media pemikul beban dari bangunan. Kelebihan

281


 Banyak tenaga yang mampu mengerjakan konstruksi ini.  Tidak memerlukan balokbalok horizontal antar kolom.  Memiliki efisiensi dalam hal ketinggian floor to floor.  Kekuatan struktur dapat diatur dengan mengubah kualitas beban serta dimensi tulangan beton yang digunakan. Kekurangan Gambar 3. 95 Konstruksi Flat Slab Pada Sistem Pembalokan Sumber: https://google.com

 Memiliki ketebalan plat lantai yang lebih tebal.  Harus dilengkapi dengan drop panel untuk mendukung penumpuan beban.

Konstruksi Atap Baja Konvensional Alternatif

Pengertian Merupakan konstruksi atap yang menggunakan bahan dasar baja konvensional atau baja WF. Kelebihan

Gambar 3. 96 Konstruksi Atap Baja Konvensional Sumber: https://google.com

 Dapat menopang beban dalam bentang lebar  Tidak menjalarkan api  Anti rayap  Kekuatan teruji tahan lama  Pemasangan lebih efisien Kekurangan  Harga relatif lebih mahal

282


b. Studi Sistem Enclosure Sistem Sistem enclosure merupakan suatu sistem pada bangunan yang berfungsi untuk memisahkan bagian dalam bangunan dengan luar bangunan, selain itu juga berfungsi untuk melindungi ruang di bagian dalam bangunan terhadap pengaruh dari luar. Sistem enclosure ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan dari pengguna bangunan supaya ruang-ruang di dalam bangunan tersebut dapat berfungsi dengan baik dan nyaman. Pada perancangan bangunan ini studi terhadap sistem enclosure dikelompokkan menjadi 4, yaitu:  Penutup Lantai  Penutup Dinding  Penutup Plafond  Penutup Atap Material bangunan yang akan dibahas pada bagian ini adalah material bangunan yang memenuhi karakteristik, tema desain dan kriteria yang telah ditentukan di bagian sebelumnya. Tabel 3. 58 Tabel Studi Enclosure Material Penutup Lantai Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Penutup Lantai Lantai Keramik Alternatif

Pengertian

283


Material yang sebagai penutup lantai yang dilapisi glazur dan memiliki sifat konduktor terhadap suhu panas dan dingin.

Kelebihan      

Tahan lama. Perawatan yang mudah. Tahan dan kedap air. Berbahan dasar alami. Harga relatif terjangkau. Mudah dipotong dan dibentuk.

Gambar 3. 97 Penutup Lantai Keramik Sumber: https://google.com

Kekurangan  Mudah pecah saat pemasangan.  Nat keramik yang mudah kotor.

Floor Harderner Alternatif

Pengertian Pelapis lantai beton dengan mengaplikasikan bubuk pada beton yang masih basah, kemudian digosok (trowel). Kelebihan

Gambar 3. 98 Penutup Lantai Floor Hardener Sumber: https://google.com

   

Tahan terhadap benturan. Lebih hemat. Perawatan yang mudah. Anti slip. Kekurangan

284


 Lemah terhadap tumpahan bahan kimia.  Memerlukan SDM yang ahli untuk hasil yang maksimal. Tabel 3. 59 Tabel Studi Enclosure Material Penutup Dinding Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Penutup Dinding Bata Ringan Alternatif

Pengertian Bata yang lebih ringan dari batu bata merah biasa dengan dimensi 60cm x 20 cm x 10 cm yang terbuat dari kwarsa, semen, kapus, air, alumunium pasta dan sedikit gypsum. Kelebihan

 Menghasilkan dinding yang rapi.  Tidak memerlukan siar yang tebal.  Pengangkutan mudah  Pelaksanaan yang lebih cepat dari batu bata biasa. Gambar 3. 99 Material Bata Ringan  Lebih ringan dari bata merah. Sumber: https://google.com  Bentuk yang relatif seragam satu sama lain. Kekurangan  Harga relatif mahal  Menggunakan perakat khusus (semen instan).  Memerlukan tukang yang berpengalaman dan alat khusus. Bata Merah Alternatif

Pengertian

285


Merupakan salah satu jenis bahan dasar pembangunan rumah yang sudah sangat umum digunakan di Indonesia. Kelebihan  Tidak memerlukan keahlian khusus untuk memasang  Tahan panas, sehingga dapat menjadi perlindungan terhadap api.  Ekonomis.  Mudah diperoleh disekitar tapak. Gambar 3. 100 Material Batu Bata Kekurangan Merah Sumber: https://google.com  Boros dalam bahan perekatnya.  Waktu pemasangan lebih lama.  Cenderung berat.  Mudah mengalami retak rambut pada lapisan finishingnya.  Lemah terhadap kelembaban. Partisi Kalsiboard Alternatif

Pengertian Dinding penutup yang terbuat dari bahan organik, semen, bahan penguat dan lem alami yang melalui proses autoclave atau pengeringan dengan suhu tekanan tinggi. Kelebihan

Gambar 3. 101 Material Penyekat Dinding Partisi Kalsiboard Sumber: https://google.com

 Lebih fleksibel  Ramah lingkungan  Tahan terhadap suhu Kekurangan

286


 Tidak kedap suara  Tidak tahan api  Tidak dapat menerima beban yang besar

Tabel 3. 60 Tabel Studi Enclosure Material Penutup Langit-langit Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Penutup Plafon Gypsumboard Alternatif

Pengertian Penutup plafond yang terbuat dari gypsum dan memiliki dimensi standar 1,22m x 2,44m. Kelebihan    

Pengerjaan cepat Lebih rapi Lebih murah Perawatan yang mudah Kekurangan

Gambar 3. 102 Material Gypsum Board Sumber: https://google.com

 Tidak tahan air  Tidak kedap suara  Tidak dapat menahan benturan keras

Papan PVC Alternatif

Pengertian Penutup plafond yang terbuat dari polyvinyl chloride. Kelebihan

287


   

Tahan terhadap air Pemasangan mudah Kedap suara Tahan rayap Kekurangan

Gambar 3. 103 Material Papan PVC Sumber: https://google.com

 Harga relatif mahal  Memerlukan tukang dengan skill tinggi

Kalsiboard Alternatif

Pengertian Penutup plafond yang terbuat dari polyvinyl chloride. Kelebihan    

Lebih fleksibel Ramah lingkungan Tahan terhadap suhu Tahan terhadap air

Gambar 3. 104 Material Kalsiboard Sumber: https://google.com

Kekurangan  Tidak kedap suara  Tidak tahan api  Tidak dapat menerima beban yang besar

Tabel 3. 61 Tabel Studi Enclosure Material Penutup Atap Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Penutup Atap Genteng Tanah Liat Alternatif

Pengertian

288


Merupakan genteng yang dibuat secara tradisional. Genteng ini terbuat dari bahan tanah liat yang dicetak kemudian dibakar pada tungku tradisional. Kelebihan

Gambar 3. 105 Material Genteng Tanah Liat Sumber: https://google.com

 Harga yang ekonomis.  Mudah didapatkan di sekitar tapak.  Anti Rayap.  Tahan Panas.  Ringan.  Tahan lama.  Tidak menimbulkan bising. Kekurangan

 Mudah retak.  Mudah ditumbuhi jamur dan lumut.  Rawan bocor.  Pemasangan yang sedikit rumit. Bitumen Selulosa Alternatif

Pengertian Penutup atap yang terbuat dari bahan fiber selulosa, resin, dan bitumen. Kelebihan

 Fleksibel dan mudah dibentuk  Ringan  Dapat meredam kebisingan dan mengurangi radiasi panas Gambar 3. 106 Material Genteng Bitumen Selulosa Sumber: https://google.com

289


Kekurangan  Harga relatif mahal  Memerlukan tukang dengan keahlian khusus Sirap Kayu Alternatif

Pengertian Jenis atap yang menggunakan bahan kayu. Kelebihan

Gambar 3. 107 Material Genteng Sirap Kayu Ulin Sumber: https://google.com

3.6.2

 Mudah didapatkan di sekitar tapak.  Harga yang ekonomis.  Tahan lama.  Tahan Panas.  Kesan natural yang lebih terlihat. Kekurangan  Jika tidak diproteksi, air akan cepat meresap.  Rentan terhadap rayap.  Kurang kuat terhadap terpaan angin.  Terkadang berlumut.

Studi Sistem Pembangunan Tabel 3. 62 Tabel Studi Sistem Pembangunan Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Tower Crane  Ketinggian yang tertinggi yang dapat dicapai hingga 100m.

290


 Memiliki panjang ranga horizontal antara 30 sampai 60m.  Memiliki radius putar hingga 120m.

Gambar 3. 108 Tower Crane Sumber: https://google.com

Crane Tank

 Ketinggian maksimum 51,8m dengan kemampuan mengangkat beban sebesar 4 ton Gambar 3. 109 Crane Tank Sumber: https://google.com

Crane Truck

 Ketinggian maksimum 15,5 m dengan kemampuan mengangkat beban sebesar 7 ton Gambar 3. 110 Crane Truck Sumber: https://google.com

291


3.6.3

Studi Sistem Utilitas a. Studi Distribusi Air Bersih Pada pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta, terdapat 4 jenis sumber air bersih yang dapat digunakan, yakni melalui saluran PDAM sekitar kawasan, sumur pribadi, tendon pengumpul air hujan (Rain Water Tank) yang terdapat pada setiap bangunan vertikal dan dari kolam retensi kawasan untuk membantu supply air bersih ataupun air pemadam kebakaran. Sedangkan untuk sistem distribusi air tersebut terdapat 3 jenis, yaitu:  Sistem Down-feed

Gambar 3. 111 Pendistribusian Air Bersih dengan Sistem Down-feed Sumber: Buku Sistem Utilitas Bangunan (Dwi Tanggoro)

Sistem

ini

memanfaatkan

gaya

gravitasi

untuk

mendistribusikan air dari tangki menuju ruang-ruang pada bangunan. Secara singkat down-feed system ini dapat dijelaskan

292


sebagai berikut. Air dari sumber ditampung terlebih dahulu ke ground tank, lalu dialirkan ke tangki yang terletak di atas bangunan. Setelah itu dialirkan ke ruang-ruang yang membutuhkan. Sistem ini memiliki kelebihan yaitu jika terjadi pemadaman listrik air masih dapat didistribusikan ke ruang-ruang, paling tidak sampai air di roof tank habis. Kelebihan: Hemat energi Kekurangan: Jika tidak tidak diberikan gatevalve, maka tekanan air yang keluar dalam setiap titiknya akan berbeda beda.  Sistem Up-feed

Gambar 3. 112 Pendistribusian Air Bersih dengan Sistem Up-feed Sumber: Buku Sistem Utilitas Bangunan (Dwi Tanggoro)

Berbeda dengan down-feed system, up-feed sistem ini memanfaatkan tenaga pompa air untuk mendistribusikan air ke seluruh ruang yang membutuhkan air pada bangunan. Secara singkat up-feed system dapat dijelaskan sebagai berikut, air dari

293


sumber ditampung di tangki air yang berada di bawah lalu langsung dialirkan kembali ke seluruh ruang yang membutuhkan. Keunggulan: Daya semprot air yang dikeluarkan dalam setiap titik akan selalu sama. Kekurangan:

Boros

energi

dikarenakan

terus

menerus

menggunakan daya pompa. b. Sistem Pengolahan Limbah Pengelolaan air limbah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:  Direncanakan dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya, serta memisahkan pembuangan air limbah yang mengandung bahan beracun dan berbahaya dengan air limbah domestic.  Limbah cair harus diolah terlebih dahulu dengan persyaratan tertentu sebelum dibuang ke saluran pembuangan umum.  Tersedia saluran pembuangan limbah tertutup yang tidak melewati area perdagangan.  Pemeriksaan kondisi limbah cair dilakukan melalui pengujian secara berkala. Pengolahan limbah dari suatu bangunan perlu diperhatikan. Berdasarkan sistem pengalirannya, limbah cair dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

294


 Sistem One Pipe Pada sistem ini, limbah jaringan air kotor yang berasal dari kamar mandi, dapur, dll, dialirkan melalui satu saluran sebuah pipa dengan ujung yang selalu terbuka.  Sistem Two Pipe Pada sistem ini, limbah jaringan air kotor yang berasal dari kamar mandi, dapur, dsb. dialirkan melalui dua pipa dan dikelompokkan berdasar jenisnya, seperti jenis air tinja dialirkan melalui soil pipe, sedangkan selain air tinja dialirkan melalui water pipe. Sedangkan limbah yang dapat diolah atau digunakan kembali, diolah dengan cara yang berbeda-beda, diantaranya:  Jaringan Limbah Cair (Grey Water)

Gambar 3. 113 Grey Water Treatment Sumber: http://sigitwijionoarchitects.blogspot.co.id/

Limbah cair yang berasal dari dapur, kamar mandi, dsb. yang tergolong kedalam grey water, dialirkan menuju bak pengumpul limbah untuk selanjutnya diolah melalui filter organik/bio filtration

295


sehingga hasil pengolahannya dapat digunakan untuk menyiram tanaman. Sedangkan sisa air yang mengendap pada bio filtration, langsung dibuang menuju saluran kota.  Jaringan Air Hujan

Gambar 3. 114 Sistem Pengolahan Daur Ulang Limbah Air Hujan Sumber: https://pinterest.com

Limbah air hujan dari atap dialirkan ke dalam saluran drainase bangunan, disadap dan dilewatkan pada saringan berlubang (screen) dan saringan kasar horizontal media batu kapur dan ditampung di dalam subreservoir (Sarbidi, 2012). Air yang ditampung subreservoir dimanfaatkan sebagai air bersih/ air minum, air baku dan kebutuhan untuk bangunan, halaman mau pun kawasan. Jika air hujan dalam tampungan over flow dari subreservoir dialirkan ke dalam sumur resapan air hujan.  Jaringan Limbah Padat (Black Water) Limbah padat yang berasal dari toilet, dalam hal ini adalah kotoran

manusia,

pada

dasarnya

dapat

terurai

dengan

296


menggunakan bio septictank, tetapi limbah ini dapat digunakan lagi sebagai media penyubur tanaman melalui proses filtrasi organik.

Diagram 3. 2 Pengolahan Limbah Black Water Sumber: Analisis Pribadi, 2018

c. Pengelolaan Sampah

Diagram 3. 3 Pengelolaan Sampah Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Gambar 3. 115 Logo 3R Dalam Pengelolaan Sampah Sumber: https://google.com

Untuk meningkatkan kenyamanan dan kesehatan warga Kampung Semanggi yang tinggal di perkampungan ini, maka pengelolaan sampah merupakan hal yang penting. Jika sampah tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan kekumuhan pada bangunan dan hal tersebut akan menurunkan citra bangunan, padahal pada tujuan projek perkampungan vertikal ini sebagai salah satu wujud upaya untuk menghilangkan kesan kumuh pada Kawasan Semanggi.

297


Berikut beberapa persyaratan tentang manajemen sampah:  Sistem pembuangan sampah direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya.  Tersedia fasilitas pewadahan yang memadai, sehingga tidak mengganggu kesehatan dan kenyamanan.  Tersedia tempat sampah yang kedap air, tertutup dan mudah diangkat serta dipisahkan antara jenis sampah organik dan nonorganik.  Tersedia tempat sampah yang terpisah antara sampah kering dan basah dalam jumlah yang cukup.  Tempat sampah harus terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, kuat, tertutup, dan mudah dibersihkan.  Tersedia alat angkut sampah yang kuat, mudah dibersihkan, dan mudah dipindahkan.  Tersedia Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang kedap air, kuat, mudah dibersihkan, serta mudah dijangkau petugas pengangkut sampah.  Lokasi TPS terpisah dari bangunan perkampungan vertikal dan memiliki akses tersendiri yang terpisah. Dalam memanajemen sampah, terdapat beberapa metode dalam pembuangannya, antara lain:  Pemisahan antara sampah organik dan anorganik

298


Dalam metode ini, pembuangan sampah dibedakan menjadi dua, yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah organik dapat diolah menjadi kompos, sedangkan sampah anorganik dibuang langsung menuju bak sampah lingkungan atau diangkut oleh petugas kebersihan kota untuk diankut langsung menuju TPS.  Pembakaran sampah Dalam metode ini sampah organik ataupun anorganik yang sudah terkumpul pada bak sampah lingkungan akan langsung dibakar. d. Penanganan Kebakaran Dalam sistem penanggulangan terhadap bahaya kebakaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:  Penanggulangan Pasif Pada sistem ini adalah penanggulangan kebakaran terhadap bangunan dengan respon pasif, yaitu dengan menggunakan atau mengaplikasikan material dan struktur yang tahan terhadap api. Beberapa contoh dari penganggulangan pasif: 1. Tangga Darurat Tangga darurat selain digunakan sebagai sirkulasi vertikal antar lantai, juga dapat digunakan untuk evakuasi diri dari kebakaran. Menggunakan jenis dinding yang masif, biasanya

299


merupakan inti (core) bangunan yang terbuat dari beton bertulang atau batu bata yang memiliki sifat tahan api.

Gambar 3. 116 Contoh Implementasi Tangga Darurat Sumber: http://djayaciptapratama.co.id/

2. Pintu Darurat Pintu darurat adalah pintu yang berfungsi sebagai akses evakuasi secara langsung menuju area luar bangunan, sehingga pintu darurat harus langsung membuka ke bagian luar bangunan. Letak pintu ini ditempatkan pada area publik dan padat pengunjung, agar pengunjung dapat langsung terevakuasi keluar bangunan.

Gambar 3. 117 Contoh Implementasi Pintu Darurat Sumber: http://djayaciptapratama.co.id/

300


3. Sprinkler dan Smoke Detector Sprinkle

berfungsi

sebagai

pemadam

api

yang

memancarkan air atau busa, Biasanya diletakkan di atas bagian plafond dan terkoneksi dengan smoke detector. Smoke adalah alat pendeteksi asap di dalam ruangan, sehingga saat alat ini mendeteksi asap, maka otomatis sprinkle akan hidup dan memancarkan air.

Gambar 3. 118 Sprinkler (Kiri) dan Smoke Detector (Kanan) Sumber: https://projectmedia.co.id

 Penanggulangan Aktif Penanggulangan kebakaran terhadap bangunan dengan respon aktif, yaitu dengan memadamkan api secara langsung. Beberapa contoh alat dari penganggulangan kebakaran secara aktif: 1. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) APAR adalah alat pemadam yang bisa dibawa dan dioperasikan oleh satu orang, cara pemakaiannya secara manual dan diarahkan pada posisi api berada. APAR berisi gas

301


nitrogen, biasanya diletakkan pada area servis dan pada ruang yang berpotensi tinggi terjadi kebakaran.

Gambar 3. 119 Contoh Alat Pemadam Api Ringan Sumber: https://tokoalatpemadamkebakaran.com

2. Hydrant Hydrant adalah sebuah alat pemadam yang memancarkan air melalui selang secara langsung, pada bangunan publik diklasifikasikan menjadi 2 jenis berdasarkan pada peletakannya, yaitu: - Hydrant Box (Indoor)

Gambar 3. 120 Contoh Hydrant Box Indoor Sumber: https://tokoalatpemadamkebakaran.com

Hydrant box biasanya diletakkan pada area indoor bangunan publik, jarak maksimium antar hydrant adalah 35 meter. Bangunan harus memiliki luas Âą 800 m2 untuk menghemat jumlah hydrant.

302


- Hydrant Pillar (Outdoor) Hydrant pillar yang terletak pada area luar bangunan, memiiki berfungsi sebagai sumber air pemadam kebakaran.

Gambar 3. 121 Contoh Hydrant Pillar Outdoor Sumber: https://tokoalatpemadamkebakaran.com

e. Jaringan Komunikasi Sarana telekomunikasi yang berfungsi sebagai penunjang ketersediaan informasi harus tersedia pada pasar, terutama pada kantor pengelola. Untuk sistem instalasi jaringan telekomunikasi dalam bangunan menggunakan fiber optic yang ditanam dalam tanah dan menggunakan pipa PVC. Berdasarkan sistemnya, jaringan telekomunikasi dalam bangunan ini dibagi menjadi 2, yaitu:  Sistem telekomunikasi internal

Gambar 3. 122 Sistem PABX Sumber: https://blog.situstarget.com

Sistem telekomunikasi internal adalah sistem yang digunakan untuk menyampaikan informasi dalam satu bangunan. Sistem ini

303


menggunakan sistem IP-PABX (Internet Protocol Private Branch eXchange), Sedangkan untuk server computer, jaringan LAN, komputer ruang kerja dihubungkan dengan pesawat telepon.  Sistem telekomunikasi eksternal

Gambar 3. 123 Sistem Telekomunikasi Eksternal Sumber: https://google.com

Sistem

telekomunikasi

eksternal

adalah

sistem

yang

digunakan untuk menyampaikan informasi ke luar bangunan. Sistem ini berupa internet dan jaringan telepon. f. Sistem Elektrikal Menurut SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan Di Perkotaan mengenai Prasarana/ Utilitas – Jaringan listrik lingkungan kawasan terdapat beberapa standar, yakni: 1. Setiap unit rumah tangga harus dapat dilayani daya listrik minimum 450 VA per jiwa dan untuk sarana lingkungan sebesar 40% dari total kebutuhan rumah tangga. 2. Disediakan gardu listrik untuk setiap 200 KVA daya listrik yang ditempatkan pada lahan yang bebas dari kegiatan umum. 3. Adapun penerangan jalan dengan memiliki kuat penerangan 500 lux dengan tinggi > 5 meter dari muka tanah.

304


Dalam pilot projek ini mendapatkan pasokan utama listrik dari PLN dan untuk menanggulangi ketika terjadi pemadaman listrik maka disediakan genset untuk menyuplai kebutuhan listrik bangunan. Berikut skema jaringan listrik pada bangunan ini.

Diagram 3. 4 Pendistribusian jaringan listrik Sumber: Analisis Pribadi, 2018

g. Sistem Kenyamanan Termal Dalam perkampungan vertikal juga terdapat standar kenyaman termal dari pencahayaan alami maupun pencahayaan buatan. Terdapat beberapa prinsip perlindungan panas melalui penggunaan material dan proteksi struktur konstruksi bangunan.

Gambar 3. 124 Prinsip Terusan Panas Melalui Pelingkup Bagian Bangunan Sumber: Neufert Architect’s Data Halaman 110 – Pelindung Panas

Dari prinsip tersebut didapatkan bahwa, makin kecil pelindung panas baguan bangunan, makin kecil pula temperature bidang dalam

305


bagian bangunan, karena bekerjanya temperatur tergantung pada pelindung panas dari lapisan tersendiri (Sumber: Neufert Architect’s Data Halaman 110 – Pelindung Panas). Konstruksi bangunan dengan kulit luar yang diberi ventilasi bagian belakang lewat ventilasi pada bagian belakang yang melenyapkan pengaruh penghalang uap dari lapisan luar yang relatif kedap uap dengan persyaratan penampang lintang ventilasi bagian belakang pada setiap tempat adalah 2cm dan perbedaan tinggi minimum 10% antara masuk dan keluarnya udara. h. Sistem Pencahayaan Dalam pilot projek akan menggunakan dua tipe pencahayaan yaitu pencahayaan alami dan pencahayaan buatan.  Pencahayaan Alami

Gambar 3. 125 Perhitungan Perancangan Sistem Pencahayaan Alami Pada Bangunan Gedung Sumber: SNI 03-2396-2001

Menurut SNI 03-2396-2001 Tentang Tata Cara Perancangan Sistem

Pencahayaan

Alami

Pada

Bangunan

Gedung,

pencahayaan alami siang hari dapat dikatakan baik apabila:

306


- Pada siang hari antara jam 08.00 - jam 16.00 waktu setempat terdapat cukup banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan. - Distribusi cahaya di dalam ruangan cukup merata dan atau tidak menimbulkan kontras yang mengganggu.

Gambar 3. 126 Pengukuran Titik Ukur Pada Bidang Lubang Cahaya Efektif Sumber: SNI 03-2396-2001

Pemilihan faktor langit sebagai angka karakteristik untuk digunakan sebagai ukuran keadaan pencahayaan alami siang adalah untuk memudahkan perhitungan oleh karena faktor langit merupakan komponen yang terbesar pada titik ukur. Dalam perhitungan digunakan dua jenis titik ukur yakni: - Titik ukur utama (TUU), diambil pada tengah-tengah antar kedua dinding samping, yang berada pada jarak 1/3d dari bidang lubang cahaya efektif. - Titik ukur samping (TUS), diambil pada jarak 0,50 meter dari dinding samping yang juga berada pada jarak 1/3d dari bidang lubang cahaya efektif, dengan d adalah ukuran kedalaman ruangan, diukur dari mulai bidang lubang cahaya efektif hingga

307


pada dinding seberangnya, atau hingga pada "bidang" batas dalam ruangan yang hendak dihitung pencahayaannya. - Ketentuan jarak 1/3d minimum untuk ruang dengan ukuran d sama dengan atau kurang dari pada 6 meter, maka ketentuan jarak 1/3d diganti dengan jarak minimum 2 meter. Dalam pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal ini terdapat 2 klasifikasi kualitas pencahayaan yang hendaknya diperhatikan, yakni: - Kualitas B: kerja halus, pekerjaan cermat tidak secara intensif terus menerus, seperti menulis, membaca, membuat alat atau merakit komponen-komponen kecil, dan sebagainya. - Kualitas D: kerja kasar, pekedaan dimana hanya detil-detil yang besar harus dikenal, seperti pada guclang, lorong falu lintas orang, dan sebagainya. Untuk persyaratan faktor langit dalam ruangan dalam pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: - Nilai faktor langit minimal dalam prosen untuk ruangan-ruangan dalam bangunan untuk TUU-nya 0,35.d dan 0,15.d, dimana d adalah jarak antara bidang lubang cahaya efektif ke dinding di seberangnya, dinyatakan dalam meter. Faktor langit minimum

308


untuk TUS nilainya diambil 40% dari flmin untuk TUU dan tidak boleh kurang dari 0,10d. - Nilai dari faktor langit minimal dalarn presentase untuk ruanganruangan dalarn bangunan tempat tinggal seperti pada tabel berikut: Tabel 3. 63 Nilai Faktor Langit Minimal Dalam Ruang Bangunan Sumber: SNI 03-2396-2001

Ruangan dengan pencahayaan langsung dari lubang cahaya di dua dinding yang berhadapan. Nilai faktor langit (fl) untuk ruangan semacam ini harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: - Untuk kelompok titik ukur yang kedua ditetapkan syarat minimum sebesar 30% dari yang tercantum pada ketentuan-ketentuan dari tabel diatas. - Ketentuan untuk kelompok titik ukur tidak berlaku apabila jarak antara kedua bidang lubang cahaya efektif kurang dari 6 meter. Ruang tangga, umum harus dapat menerima cahaya siang hari melalui luas kaca sekurang-kurangnya 0,75m². Sedangkan setiap koridor atau gang dalam bangunan rumah tinggal harus dapat menerima cahaya melalui luas kaca sekurang-kurangnya 0, 10m² dengan ketentuan:

309


- Luas kaca dinding luar atau atap diperhitungkan 100%. - Luas kaca dinding dalam, yang dapat merupakan batas dengan kamar tidur, kamar tinggal, kamar kerja dan sebagainya, diperhitungkan 30%. Perhitungan besarnya faktor langit untuk titik ukur pada bidang kerja di dalarn ruangan dilakukan dengan menggunakan metoda analitis di mana nilai faktor langit dinyatakan sebagai fungsi dari H/D dan UD dengan penjelasan: Ukuran H dihitung dari 0 ke atas. Ukuran L dihitung dari 0 ke kanan, atau dari P ke kiri. H: adalah tinggi lubang cahaya efektif L: adalah lebar lubang cahaya efektif D: jarak titik ukur ke bidang lubang cahaya efektif Gambar 3. 127 Metode Analitis Nilai Faktor Langit Sumber: SNI 03-2396-2001

310


Gambar 3. 128 Perhitungan Nilai Faktor Langit Dalam Tabel Sumber: SNI 03-2396-2001

 Pencahayaan Buatan Menurut SNI 03-6575-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung, sistem pencahayaan dapat dikelompokkan menjadi: - Sistem pencahayaan merata Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan yang merata di seluruh ruangan, digunakan jika tugas visual yang dilakukan di

seluruh

tempat

dalam

ruangan

memerlukan

tingkat

pencahayaan yang sama. Tingkat pencahayaan yang merata diperoleh dengan memasang armatur secara merata langsung maupun tidak langsung di seluruh langit-langit. - Sistem pencahayaan setempat Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan pada bidang kerja yang tidak merata. Di tempat yang diperlukan untuk

311


melakukan tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi, diberikan cahaya yang lebih banyak dibandingkan dengan

sekitarnya.

Hal

ini

diperoleh

dengan

mengkonsentrasikan penempatan armatur pada langit-langit di atas tempat tersebut. Tabel 3. 64 Standar Tingkat Pencahayaan Buatan Dalam Rumah Tinggal Sumber: SNI 03-6575-2001

i. Sistem Penghawaan Untuk sistem penghawaan pilot projek ini menggunakan penghawaan alami untuk perkampungan vertikal dan penghawaan buatan di ruang-ruang pengelola.  Penghawaan alami Menurut SNI 03-6572-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara pada Bangungan Gedung, ventilasi alami yang disediakan harus terdiri dari bukaan permanen, jendela, pintu atau sarana lain yang dapat dibuka, dengan jumlah bukaan ventilasi tidak kurang dari 5% terhadap luas lantai ruangan yang membutuhkan ventilasi dan arah yang menghadap ke daerah yang terbuka.

312


Liddamnet (1988) meninjau relevansi tekanan angin sebagai mekanisme penggerak. Model simulasi lintasan aliran jamak dikembangkan dan menggunakan ilustrasi pengaruh angin pada laju pertukaran udara. Perhitungan di bawah ini menunjukkan kuantitas gaya udara melalui ventilasi bukaan inlet oleh angin atau menentukan ukuran yang tepat dari bukaan untuk menghasilkan laju aliran udara:

Gambar 3. 129 Rumus Perhitungan Kuantitas Laju Aliran Penghawaan Alami Sumber: SNI 03-6572-2001

Faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal orang terhadap temperature udara kering sangat besar pengaruhnya terhadap besar kecilnya kalor

yang dilepas melalui penguapan

(evaporasi) dan melalui konveksi. Daerah kenyamanan termal untuk daerah tropis dapat dibagi menjadi: - Sejuk nyaman, antara temperatur efektif 20,50°C - 22,80°C. - Nyaman optimal, antara temperatur efektif 22,80°C - 25,80°C. - Hangat nyaman, antara temperatur efektif 25,80°C - 27,10°C. Untuk daerah tropis, kelembaban udara relatif yang dianjurkan antara 40% - 50%, untuk ruangan yang jumlah orangnya padat kelembaban udara relatif masih diperbolehkan berkisar antara 55%

313


-

60%.

Kebutuhan

peningkatan

kecepatan

udara

untuk

mengkompensasi kenaikan temperatur udara kering agar tingkat kenyamanannya tetap terpelihara ditunjukkan dengan gambar berikut: Tabel 3. 65 Standar Kenyamanan Temperatur Udara Kering Sumber: SNI 03-6572-2001

 Penghawaan buatan Penghawaan

buatan

ini

dapat

dilakukan

dengan

mengaplikasikan AC pada bangunan atau ruang-ruang tertentu yang membutuhkan penghawaan buatan. AC yang dipakai menggunakan jenis AC split karena perbedaan aktivitas dan kebutuhan pada tiap ruang. Menurut SNI 03-6572-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara pada Bangungan Gedung, penghawaan buatan memiliki beberapa persyaratan teknis, mencakup: - Sistem ventilasi mekanis harus diberikan jika ventilasi alami yang memenuhi syarat tidak memadai.

314


- Bangunan atau ruang parkir tertutup harus dilengkapi sistem ventilasi mekanis untuk membuang udara kotor dari dalam dan minimal 2/3 volume udara ruang harus terdapat pada ketinggian maksimal 0,6 meter dari lantai.

Gambar 3. 130 AC Split dan Tabel Standar Pertukaran Penghawaan Buatan Sumber: SNI 03-6572-2001

j. Sistem Transportasi Dalam Bangunan Penggunaan sistem transportasi vertikal dibutuhkan pada projek ini, karena Perkampungan Vertikal ini direncanakan terdiri maksimal 3 lantai. Beberapa sistem transportasi vertikal yang digunakan pada proyek ini, yaitu:  Tangga Tangga merupakan salah satu transportasi vertikal manual yang paling ramah lingkungan, karena tidak membutuhkan energi listrik. Tangga juga merupakan alat transportasi vertikal yang wajib dalam sebuah bangunan, selain sebagai sirkulasi vertikal, tangga juga berfungsi sebagai jalur evakuasi saat kebakaran. Ada beberapa persyaratan tangga manual, diantara lain:

315


- Letaknya diusahakan sentral didalam bangunan dengan jarak pencapaian terjauh Âą30 meter. - Letaknya strategis, mudah terlihat dan terjangkau. - Mudah dilalui. - Mempunyai sudut tanjakan yang harmonis. - Bernbentuk sederhana serta layak dan sesuai dengan fungsinya. - Tidak memboroskan tempat. - Mendapatkan penerangan yang cukup, alami maupun buatan. - Disarankan terbuat dari bahan yang tahan api.

Gambar 3. 131 Rekomendasi Ukuran Standar Kenyamanan Tangga Manual Sumber: Buku Human Dimensional & Interior Space

Gambar 3. 132 Ukuran Standar Lidah Tangga (Kiri) dan Contoh Desain Tangga Manual (Kanan) Sumber: Buku Human Dimensional & Interior Space, https://google.com

316


 Ramp Ramp merupakan transportasi vertikal yang biasa digunakan oleh pengunjung difabel (pengguna kursi roda), selain itu juga dapat berfungsi untuk mempermudah penghuni untuk mengangkut barang dan memfasilitasi penyandang disabilitas. Adapun standar kemiringan untuk ramp, yaitu tidak melebihi 1:12.

Gambar 3. 134 Rekomendasi Ukuran Standar Ramp Untuk Kaum Disabilitas Sumber: Human Dimension & Interior Space

Gambar 3. 133 Contoh Pengaplikasian Desain Ramp Untuk Aksesibilitas Sumber: https://pinterest.com

k. Sistem Penangkal Petir Penangkal petir berfungsi sebagai pelindung bangunan dari sambaran petir. Penangkal petri biasanya dipasang pada titik tertinggi bangunan dan memiliki tingkatan bangunan minimal dua lantai. Cara kerjanya adalah menyalurkan aliran listrik dari petir ke dalam tanah.

317


Secara umum penangkal petir yang sering digunakan pada bangunan adalah: Tabel 3. 66 Tabel Macam-macam Penangkal Petir Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Sistem Thomas Alternatif

Pengertian Sistem ini merupakan sistem penangkal petir yang menggunakan radius jangkauan sebagai pelindung dari bangunan terhadap bahaya petir, memiliki radius hingga 150 meter Kelebihan

Gambar 3. 135 Penangkal Petir Sistem Thomas Sumber: https://khedanta.wordpress.com

 Tidak mengganggu tampilan bangunan karena hanya butuh 1 down conductor.  Ramah Lingkungan dan aman.  Punya radius perlindungan yang luas Kekurangan  Down conductor dan electrode yang dibumikan harus memiliki jarak yang seminimal mungkin.

Sistem Sangkar Faraday Alternatif

Pengertian

318


Sistem Sangkar Faraday merupakan sistem penangkal petir yang umumnya digunakan pada rumah tinggal. Sistem ini bekerja dengan cara ujung atas menerima sambaran petir dan dialirkan melalui kawat tembaga melalui ujung bawah yang tertanam ke tanah. Kelebihan

Gambar 3. 136 Penangkal Petir Sistem Faraday Sumber: https://khedanta.wordpress.com

 Cocok untuk bangunan yang luas. Kekurangan  Agak mengganggu tampilan bangunan

l. Sistem Keamanan Bangunan Beberapa sistem keamanan dibedakan menjadi 2, yaitu:  Sistem keamanan aktif

Gambar 3. 137 Sistem Keamaan Aktif Pada Bangunan Sumber: http://omkargroupindia.com/security-guard-services/

Dalam pilot projek sistem keamanan aktif yang dilakukan dengan menggunakan jasa (security) yang bertugas mengontrol keamanan seluruh aktivitas skala makro (RW).  Sistem keamanan pasif

319


Sistem keamanan pasif dilakukan dengan menggunakan teknologi berupa kamera CCTV yang terpasang pada tiap sudut ruang bersama, baik indoor maupun outdoor. Kemudian kamera CCTV ini terhubung dengan ruang pemantau CCTV yang terus menyala 24 jam dan dipantau oleh petugas keamanan.

Gambar 3. 138 Sistem Keamanan Pasif Pada Bangunan Sumber: http://omkargroupindia.com/security-guard-services/

m. Sistem Pengamanan Banjir Beberapa upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah bencana banjir Sungai Bengawan Solo yang meluap ke kawasan makro projek adalah sebagai berikut:  Perbaikan jaringan drainase kota.  Perencanaan kolam retensi atau polder dan pengadaan pompa pada wilayah-wilayah tertentu yang merupakan kawasan rawan bencana banjir.  Pengelolaan dataran banjir berupa penataan ruang dan rekayasa pembangunan berupa Rumah Tipe Panggung, Rumah Susun dan lain sebagainya.  Pembuatan konstruksi bangunan pengendali banjir diatas tanggul.

320


 Pengembalian fungsi kawasan sempadan sungai sebagai daerah resapan dan sabuk hijau.  Penetapan garis sempadan sungai.  Pemanfaatan sempadan sungai sebagai pengembangan Urban Forest.  Penanaman vegetasi dengan jenis tanaman keras pada wilayah jalur hijau dan daerah hijau ditanami dengan kerapatan tanaman yang tinggi.  Pembangunan dan peningkatan sarana kebersihan serta sanitasi di wilayah aliran sungai serta anak-anak Sungai Bengawan Solo. 3.6.4

Sistem Penerapan Teknologi a. SUREGREEN PP40 grass pavers Merupakan sebuah teknologi yang dapat dijadikan alternatif untuk mengganti perkerasan suatu area bangunan, seperti misalnya lahan parkir dengan menggunakan plastik yang dipilih dengan cermat, untuk memenuhi permintaan dan beban yang diberlakukan pada berbagai

persyaratan

akhir

dan

kondisi

lokasi

(Sumber:

http://www.sure-ground.com pada 17 Februari 2018, pukul 16:37 WIB). Lahan parkir yang tadinya hanya mampu menyerap maksimal 25% air ke dalam tanah (jika menggunakan grass block), dapat

321


menyerapkan air hingga >90% dengan menggunakan teknologi grass pave/gravel pave ini. Metode penggunaan grass/gravel pave: 1. Sub-grade ada di bagian bawah profil. Ini adalah lapisan setelah pemindahan tanah yang ada ke kedalaman yang dibutuhkan yang telah dihitung berdasarkan jenis dan frekuensi lalu lintas yang menggunakan tanah setelah pemasangan dan kemampuan tanah yang ada untuk menangani beban yang dikenakan. Sub-grade bisa selesai menjadi sesedikit 100mm atau sebanyak 500mm di bawah permukaan yang ada. 2. Di atas sub-grade, lapisan sub-base perlu dipasang. Lapisan subbase ini perlu stabil dan berpori. Sub-base idealnya / perlu terdiri dari bahan pengisi sudut tajam yang menguras, 95% di antaranya ukuran partikel memiliki sifat campuran antara 5 mm sampai 45 mm. Di bagian bawah dan bagian atas sub-base, lapisan pemisahan geotekstil perlu dipasang. Geotekstil akan menstabilkan sub-basis dengan menyaring dan membatasi migrasi bahan halus ke dalam sub-basis permeabel untuk memungkinkan air masuk ke dalam infiltrasi. 3. Di atas permukaan geo-tekstil yang meliputi konstruksi sub-base batu sudut, lapisan tanah pasir akar 40 mm 60/40 harus ditempatkan dan dipadatkan. Lapisan pembungkus ini tidak lebih dari 35mm dalam memungkinkan struktur akar rumput yang baik

322


tumbuh dan tidak lebih dari 50mm dalam setelah pemadatan untuk menghindari kemungkinan hilangnya integritas struktural profil konstruksi. Lapisan zona akar perlu diratakan untuk memberikan permukaan yang rata bagi pavers plastik SUREGREEN PP40 yang akan diletakkan. 4. SUREGREEN PP40 harus diisi hampir sampai ke atas dengan zona akar meninggalkan celah sekitar 5mm dari atas. Lapisan ini bisa disikat dan tidak dipadatkan.

Gambar 3. 139 Material Suregreen PP40 Sebagai Penutup Area Perkerasan Parkir Sumber: http://www.sure-ground.com

b. Holedeck's concrete slab Sistem slab beton Holedeck mengklaim menggunakan beton kurang dari 55% dari beton standar, membuatnya lebih ramah lingkungan daripada struktur beton standar, sekaligus mengurangi ketebalan pelat lantai untuk memungkinkan penambahan lantai di gedung-gedung tinggi (Sumber: https://www.archdaily.com pada 11 Februari 2018 pukul 17:55 WIB). Struktur ini memiliki ketebalan yang berbeda, yaitu 300 milimeter dan 450 milimeter. Holedeck adalah

323


sistem pelat struktural terbuka yang dapat mengakomodasi lampu, saluran dan peralatan mekanis lainnya di dalam dan sekitar strukturnya. Dengan menggunakan bekisting beton yang inovatif, sistem pada dasarnya adalah upgrade ke sistem slab wafel yang sudah dikenal, menusuk lubang di beton di antara masing-masing void untuk menciptakan jaringan ruang terbuka di dalam struktur lempengan. Selain itu, bekisting modular yang digunakan dalam pembuatan juga dapat membuat lubang di bagian atas lempengan, sehingga sistem mekanis dapat dihubungkan secara vertikal. Holedeck mempermudah akses maintenance, merawat dan mengatur ulang peralatan yang ada di langit-langit, yang berarti bahwa pengelolaan dan renovasi bangunan menjadi sangat mudah. Pabrikan juga mengklaim bahwa karena sistem mekanik bangunan dapat diakses, mereka lebih mudah dibersihkan dan secara signifikan mengurangi kejadian sindrom bangunan sakit (SBS), sementara bentuk pelat meningkatkan kinerja akustik.

Gambar 3. 140 Sistem Pembalokan Material Holedeck Concrete Slab Sumber: https://www.archdaily.com/779340/this-innovative-concrete-slab-systemuses-up-to-55-percent-less-concrete

324


c. Mycotech Material’s dan BIOBO Panel’s.

Gambar 3. 141 Material Penutup Dinding Mycotech Material’s (Kanan) dan Biobo Panel’s (Kiri) Sumber: https://www.mycote.ch/

Ide awal inovasi Mycotech ini didapatkan dari proses pembuatan tempe yang semula dari kedelai yang terpisah-pisah, yang kemudian menyatu dan menjadi tempe. Konsep yang sama diterapkan dalam Mycotech, dengan bahan yang digunakan adalah limbah pertanian atau agrikultur. Adapun teknologi sederhana yang digunakan untuk menyatukan limbah tersebut yaitu miselia jamur, yang dapat mengikat material limbah secara kuat. Keunggulan utama Mycotech yaitu kekuatannya yang dapat menyaingi batu bata dan kayu. Bahan tersebut juga antiapi, tapi tetap ringan seperti gabus. Keunggulan lainnya, harga bahan tersebut lebih ekonomis, ramah lingkungan, dan bebas dari resin sintetis. Resin merupakan perekat pada kayu mebel yang mengandung senyawa berbahaya bagi kesehatan. (Sumber: https://www.mycote.ch pada 24 Februari 2018 pukul 18:18 WIB). Koefisien absorpsi praktis dari panel Akustik BIOBO 7 mm tebal pada frekuensi audio tertentu (Standar ASTM E2611 -09) dengan dimensi 30cm x 30cm, ketebalan 8mm dan 18mm. Struktur material

325


produk Akustik BIOBO mengurangi pantulan suara, menjadikannya sebagai penyerap suara yang hebat. Materi meredam kebisingan dan berkontribusi pada akustik yang tenang di bangunan tempat tinggal, tempat industri dan ruang publik. d. Pavegen's Floor Tiles

Gambar 3. 142 Penutup Area Olahraga Dengan Pavegen’s Floor Tiles Sumber: https://www.dezeen.com/2017/10/27/-mini-living-pavegen-flooringsystem-power-future-smart-cities-video/

Solusi lantai energi kinetik ini mengandalkan pejalan kaki untuk menghasilkan energi yang dapat digunakan kembali yang cukup kuat untuk menyalakan listrik. Saat menginjak, ubin menyebabkan generator induksi elektromagnetik bergerak - memicu gerakan rotasi yang pada gilirannya menghasilkan tenaga. Menurut perusahaan, satu langkah kaki cukup untuk menghasilkan jumlah energi off-grid yang dibutuhkan untuk menyalakan bola lampu LED selama kurang lebih 20 detik. Ubin juga memiliki sensor API nirkabel, yang mentransmisikan data tentang perilaku gerakan di daerah di mana Pavegen dipasang. Teknologi ini diciptakan karena keinginan untuk membuat konsumsi energi dan penciptaan lebih nyata dan mudah didekati. Teknologi ini berusaha menemukan cara bagi orang untuk

326


memajukan pemahaman mereka tentang isu-isu yang berkaitan dengan

perubahan

iklim

dan

keberlanjutan

(Sumber:

https://www.dezeen.com/2017/10/27/-mini-living-pavegen-flooringsystem-power-future-smart-cities-video/ pada 09 Maret 2018 pukul 18:45 WIB).

Gambar 3. 143 Penutup Area Olahraga Dengan Pavegen’s Floor Tiles Sumber: https://www.dezeen.com/2017/10/27/-mini-living-pavegen-flooring-systempower-future-smart-cities-video/

e. Modular Building System Construction’s

Gambar 3. 144 Sistem Penyelesaian Konstruksi Dengan Modular Building System Construction’s Sumber: https://www.dezeen.com/2018/03/07/matt-lucraft-proposes-japaneseinfluenced-modular-building-system-to-tackle-housing-scarcity/

Sistem modular adalah metoda pelaksanaan pembangunan dengan memanfaatkan material atau komponen fabrikasi yang dibuat di luar lokasi projek atau di dalam lokasi projek namun perlu disatukan lebih

dahulu

antar

komponennya

(erection)

ditempat

yang

327


seharusnya/posisi dari komponen tersebut (Tatum dkk, 1987). Sebuah konstruksi modular lebih mengacu kepada volumetrik sebuah ruang, bukan sebagai bagian ruang seperti tembok, atap, atau lantai, namun sebagai sebuah kesatuan ruang. Sebuah modular rata-rata telah diselesaikan 60%-90% di luar site yaitu di dalam pabrik kemudian di transportasikan dan dirakit di dalam site sebuah projek (Velamati, 2012). Sistem fabrikasi dalam pembangunan bangunan modular dapat tidak hanya sama atau lebih unggul daripada bangunan tradisional dalam segi kualitas, tetapi dengan proses manufaktur yang terkontrol sangat meminimalisir energi dan limbah material selama proses konstruksi dilapangan. Modularitas dalam sistem konstruksi memungkinkan relokasi dan re-use bangunan tanpa melakukan demolisasi dan pembuangan limbah sehingga dapat menghemat energy (Sumber: https://www.dezeen.com/2018/03/07/matt-lucraftproposes-japanese-influenced-modular-building-system-to-tacklehousing-scarcity/ pada 3 Maret 2018 pukul 18:53 WIB). f. Anidolic Daylighting System Anidolic Daylighting Sistem (ADS) adalah suatu sistem pencahayaan yang bekerja dengan cara menangkap cahaya matahari dari

luar

ruangan,

dan

memasukkannya

kedalam

ruangan

menggunakan kolektor untuk meningkatkan pencahayaan dalam ruang tersebut. Alat dari ADS ini menggunakan pipa persegi yang

328


diletakkan pada ceiling, dan juga menempatkan 2 anidolic optical (kolektor cahaya) pada kedua sisi dari pipa tersebut. Pipa yang terluar untuk menangkap cahaya matahari, dan pipa yang terdapat pada ruang berfungsi untuk menyebarkan cahaya yang disalurkan melalui pipa persegi tersebut. Pada pipa persegi tersebut, dilapisi dengan material dengan daya reflector tinggi, sehingga kemungkinan daya cahaya matahari untuk menghilang dapat berkurang. Pada bagian luar, yaitu bagian yang berfungsi untuk engkoleksi cahaya, juga berfungsi untuk mengatasi air untuk masuk (air hujan) (Sumber: Adviyandi,

M.

Dicky.

2017.

Daylighting

Sistem

Untuk

Pengoptimalisasian Cahaya Matahari Sebagai Pencahayaan Alami. Jurnal Seminar. Tidak Diterbitkan. Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Katolik Soegijapranata: Semarang). Daylighting sistem dengan tipe penyaluran cahaya, dibagi menjadi 3 bagian, yaitu Capture (Penangkap cahaya, kolektor), transmitter (penyalur), outlet (pendistribusi cahaya).

Gambar 3. 145 Anidolic Daylighting System (Kiri) dan Transmitter Anidolic Daylighting System (Kanan) Sumber: Johnson, Kjeld. 2010. Dayligthing In Building

329


g. Tubular Daylighting System (Light Pipe) Tubular Daylighting Sistem (TBS) hamper sama dengan Anidolic Daylighting Sistem, Sistem teknologi ini tersusun atas 3 komponen, yaitu kubah optic (capture zone), pipa (transmitter), dan diffuser (delivery zone). Yang membedakan adalah peletakannya yang secara vertkal, walaupun juga tidak menutup kemungkinan untuk ditempatkan secara horizontal. Pada bagian kubah optic, terdapat lapisan lensa khusus yang hanya menyerap sinar matahari, dan mencegah panas masuk ke dalam ruangan. Lalu pada bagian pipa (transmitter) dengan menyalurkan spectrum – spectrum cahaya, lalu disebarkan oleh diffuser ke dalam ruangan. Veronica

(2006)

menjabarkan

beberapa

merk

Tubular

daylighting system yang banyak doi pasaran, seperti Monodraught, Solatube, Skydome, dll.

Gambar 3. 146 Distribusi Pencahayaan Tubular Daylighting System (Kiri) dan Jenis Kolektor Pada TDS Sumber: Garcia, Veronica. 2008. Innovative Daylighting Systems for Deep Plan Commercial Building

330


h. Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) adalah suatu sistem pembangkit listrik yang dapat mengubah potensi air dengan ketinggian dan debit tertentu menjadi tenaga listrik, dengan menggunakan turbin air dan generator.

Gambar 3. 147 Sistem PLTMH (Kiri) dan Sistem Turbin Generator (Kanan) Sumber: Susatyo, Anjar Dkk. 2009. Implementasi Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro Kapasitas 30kW di Desa Cibunar Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Seminar Nasional. Tidak Diterbitkan. Puslit Tenaga Listrik dan Mekatronik - LIPI: Serpong.

Sistem PLTMH secara umum sama persis dengan PLTA pada umumnya. Namun, yang membedakan adalah daerah kerja sistem pembangkit listrik tersebut. PLTMH dapat memanfaatkan sumber air yang tidak terlalu besar. Tidak seperti PLTA, dengan atau tanpa reservoir pun PLTMH dapat beroperasi, karena dapat memanfaatkan potensi air yang kecil. Daya (power) yang dihasilkan dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut:

331


PLTMH memiliki beberapa keuntungan yang membuatnya menjadi pilihan, di antaranya adalah sebagai berikut: 

Tenaga penggerak PLTMH tidak akan habis atau berubah menjadi bentuk lain.

Biaya pengoperasian dan pemeliharaannya murah.

Pengoperasiannya dapat dihentikan setiap saat tanpa melalui prosedur yang rumit.

Sistemnya sangat sederhana dan memiliki ketangguhan yang baik, sehingga dapat diandalkan.

Tidak memberikan dampak yang besar terhadap ekologi di sekitarnya.

Bagan 3. 19 Blok Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro Sumber: Susatyo, Anjar Dkk. 2009. Implementasi Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro Kapasitas 30kW di Desa Cibunar Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Seminar Nasional. Tidak Diterbitkan. Puslit Tenaga Listrik dan Mekatronik - LIPI: Serpong.

332


BAB IV PROGRAM ARSITEKTUR PENGEMBANGAN DAN PENATAAN KAWASAN SEMANGGI SEBAGAI MIX-USED URBAN DISTRICT DI SURAKARTA

4.1

Program Kawasan

4.1.1

Konsep Program dan Tema Kawasan a. Aspek Citra Arsitektur Pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta mempunyai fungsi utama sebagai tempat hunian vertikal masyarakat di RW 2 Kelurahan Semanggi. Studi citra arsitektural dalam pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta ini berkaitan dengan penggunaan material, struktur dan konstruksi yang lebih menekankan pada aspek estetika yang akan dihasilkan dari ekspresi sistem struktur ataupun konstruksinya yang mempunyai aspek simbolik yang representatif akan budaya dari kampung Semanggi, lingkungan Kota Surakarta dan norma-norma yang berada disana. Untuk mendapatkan aspek-aspek tersebut, pilot projek ini tidak bisa lepas dari prinsip guna dan prinsip citra. Melalui teknik ornamentasi yang jujur lewat pengolahan dan penggunaan

material

lokal

yang

ditempatkan

dengan

tepat

merupakan prinsip sebuah citra yang bisa menimbulkan suatu kekhasan yang bisa ditangkap dari bangunan kampung vertikal pada

333


pilot projek ini. Pelingkup luar dan dalam bangunan perkampungan vertikal yang berkonteks lingkungan dan selaras dengan alam lewat penyesuaian kondisi tapak, iklim setempat bahkan sejarah atau stigma positif yang sudah melekat. Penerapan sistem panggung pada bangunan yang berintegrasi dengan kebudayaan dan kebiasaan masyarakat kampung di Kota Surakarta yang kental dengan Budaya Jawa. Ekspresi esensi bangunan yang representatif lewat pemilihan struktur dan cara konstruksi yang berhakekat stabil antara unsur yang ditopang dan unsur yang menopang. Perencanaan bangunan kampung vertikal bisa peka menentukan citra ruang dari fungsi dan aktivitas warga kampung melalui Pengolahan citra ruang yang bisa mempengaruhi psikologis manusia dalam lingkup maupun luar lingkup bangunan. b. Performance Kawasan Pada lokasi pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta ini terdapat beberapa tatanan segmen zona fungsi, antara lain fungsi hunian di Perkampungan Vertikal, fungsi perdagangan-jasa dan industri kreatif yang digunakan warga untuk tempat bekerja, berjualan souvenir, berjualan makanan, membuka warung makan, berlatih seni budaya seperti sendra tari dan berlatih membuat kerajinan tangan mereka sendiri dengan dampingan komunitas-komunitas dan fungsi ruang terbuka

334


hijau. Ruang terbuka hijau ini digunakan oleh masyarakat sekitar untuk mengadakan festival budaya kampung, melihat sendra tari, tempat bermain anak, berkumpul, bercengkerama, bersepeda, berolahraga dan aktivitas lainnya. Selain itu di ruang terbuka hijau ini digunakan juga untuk meperbaiki iklim mikro pada RW 2, terdapat sebuah embung retensi yang bisa dimanfaatkan kembali airnya lewat pengolahan lebih lanjut untuk membantu memenuhi kebutuhan air bersih pada RW 2. Dengan adanya beberapa pembagian segmen fungsi pada kawasan makro, maka kawasan ini akan sangat berpotensi untuk dikembangkan lagi secara berkelanjutan ke tingkat Kelurahan Semanggi bahkan sampai pada skala Kota Surakarta, sehingga bisa menjadi landmark baru dari Kelurahan Semanggi dan menjadi percontohan peremajaan kawasan bagi Kota Surakarta. c. Aspek Fungsi Kawasan Lokasi

kawasan

Penataan

Perkampungan

Vertikal

dan

Pengembangan Segmen Kawasan Semanggi Di Surakarta ini berada pada Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon yang masuk SUBBWP V pada BWP I. Menurut RDRT Kota Surakarta Kawasan SUBBWP

I

diarahkan

dengan

fungsi

sebagai

Pariwisata,

Perdagangan dan Jasa, Olah Raga dan RTH. Zona SUB-BWP V yang termasuk dalam zona umum yakni zona peruntukan lahan budidaya

335


dan lindung. Lebih mengerucut lagi Kawasan Semanggi termasuk dalam kawasan peruntukan pendidikan, kawasan sempadan sungai,

kawasan

sempadan

rel,

kawasan

peruntukan

pemakaman, ruang terbuka hijau dan kawasan peruntukan perumahan. Penetapan fungsi kawasan dan guna lahan tersebut, diperkuat dengan adanya perkampungan Semanggi dan bentang alam berupa Sungai Bengawan Solo yang masing-masing memiliki potensi-potensi yang dapat diangkat dan dikembangkan secara berkelanjutan. d. Aspek Prospek Kawasan Melihat permasalahan di kampung Semanggi menjadi sebuah tantangan tersendiri dalam pilot projek ini. Lewat permasalahanpermasalahan tersebut pilot projek ini dituntut untuk berbahasa dengan ruang dan gatra, dengan garis dan bidang, dengan bahan material dan suasana tempat, sudah sewajarnyalah kita berarsitektur secara budayawan; dengan nurani dan tanggung jawab penggunaan Bahasa arsitektural yang baik. Melihat potensi-potensi sekitar kawasan makro yang salah satunya Sungai Bengawan Solo yang namanya sudah termahsyur serta warga Kampung Semanggi yang masih membutuhkan pekerjaan untuk pundi-pundi perekonomian mereka, maka kedua hal ini dapat dimanfaatkan untuk saling bersimbiosis mutualisme.

336


Kawasan Semanggi yang dikenal sebagai kampung urban yang kumuh dan rawan banjir karena berada di daerah tepian Sungai Bengawan Solo nantinya akan berubah wajah melalui peremajaannya yakni Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta. Kawasan ini nantinya akan lebih meningkatkan aspek citra dan aspek guna, sebagai identitas Kelurahan Semanggi yang berada di daerah tepian Sungai Bengawan Solo di Surakarta. 4.1.2

Tujuan Perancangan, Faktor Penentu Perancangan dan Faktor Persyaratan Perancangan a. Tujuan Perancangan Meningkatkan kualitas dan vitalitas masyarakat Kelurahan Semanggi RW 2 secara berkelanjutan dalam kemajemukan fungsi sarana-prasarana

melalui

peremajaan

kawasan.

Selain

itu

perancangan dalam skala mikro ini menyediakan suatu hunian vertikal yang dapat mengakomodasi segala kepentingan berumah tangga warga kampung Semanggi lewat pengolahan ruang dan perabot multifungsi didalamnya, sehingga unit hunian nantinya akan bisa mewadahi kebiasaan aktivitas warga kampung Semanggi. Dalam konteks lingkungan, pilot projek ini bertujuan untuk menkonservasi air tanah sekaligus langkah tahapan perbaikan iklim mikro di RW 2 Kelurahan

Semanggi

melalui

konsep

Zero

Run-off

yang

diimplementasikan dalam rupa kolam retensi, pengolahan limbah air

337


hujan, biopori dan penggunaan material-material yang mempunyai daya resap air tinggi. b. Faktor Penentu Perancangan Beberapa faktor yang turut menjadi penentu perancangan pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta ialah Pelaku, Aktivitas, Fasilitas, Lokasi, Kondisi, Potensi dan Kendala pada Site Kawasan terpilih, serta Konsep Desain.  Pelaku Pelaku pada pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta ini merupakan penentu segala bentuk perancangan yang terdiri dari Pemerintah sebagai pemilik projek, Pengelola Swasta, Investor dan masyarakat Semanggi sebagai subjek utama, sehingga dibutuhkan pemikiranpemikiran baik fisik maupun non-fisik, faktor tangible dan intangible yang nantinya akan mempengaruhi pelaksanaan peremajaan kawasan dikemudian hari. Pemikiran fisik berupa kebutuhan ruang dan besarannya, sedangkan pemikiran non-fisik berupa kualitas masing-masing elemen bangunan pembentuk kawasan yang saling berintegrasi.

338


 Aktivitas Aktivitas yang dilakukan dalam kawasan ini dikelompokkan menjadi beberapa zona fungsi yang meliputi pengelompokan kegiatan, pola kegiatan, hubungan antar ruang, sifat kegiatan dan area indoor maupun outdoor, sehingga akan menghasilkan sirkulasi yang jelas pada kawasan ini.  Fasilitas Fasilitas pada kawasan terbagi menjadi beberapa kelompok tingakatan yakni tingkat RW dan tingkat RT yang meliputi kelompok fasilitas utama, kelompok fasilitas penunjang, kelompok fasilitas pengelola serta kelompok fasilitas servis.  Lokasi, Kondisi, Potensi dan Kendala Pada Site Terpilih Pengaruh dari faktor lokasi, kondisi, potensi dan kendala pada site kawasan terpilih terhadap perancangan dalam skala makaro adalah pada penataan massa bangunan dan lansekap zona fungsi hunian vertikal di tiap wilayah RW. Dalam skala mikro projek yakni pengolahan ruang dalam unit hunian, penataan massa bangunan antar RT dan lansekap yang melingkupinya, penempatan orientasi bangunan serta respon terhadap lingkungan seperti topografi dan bencana alam.

339


 Konsep Desain Konsep desain dari suatu projek juga merupakan faktor penentu dalam perancangan. Dalam hal ini adalah untuk memberikan

penekanan

dan

ciri

khas

dari

projek

yang

direncanakan, agar menjadi identitas diri Masyarakat Kampung Semanggi dan bisa menjadi sebuah permaknaan citra guna dan citra ruang dalam perkampungan, khususnya Kampung Semanggi di Kota Surakarta. c. Faktor Persyaratan Perancangan Tabel 4. 1 Faktor Persyaratan Perancangan Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Aspek Persyaratan

Persyaratan Perancangan

KAWASAN

 Berdekatan dengan induk Sungai Bengawan Solo.  Sesuai dengan rencana pola ruang di RDTRK Kota Surakarta.  Sesuai dengan RTRW Kota Surakarta.  Tidak terdapat Rusunawa yang telah terbangun pada site terpilih.  Memiliki beberapa potensi kawasan yang memungkinkan untuk dikembangkan secara berkelanjutan.  Tidak pada daerah Konservasi ataupun Resapan.  Lokasi dengan penduduk berkepadatan tinggi dan banyak terdapat RTLH sebagai masalah yang harus dipecahkan dalam projek

ARSI TEKTUR

 Aksesibilitas yang mudah dicapai oleh transportasi pribadi ataupun kendaraan umum, sehingga perencanaan aksesibilitas

340


 

 

BANGUNAN

melalui transportasi juga bisa dikembangkan sebagai skenario peremajaan kawasan. Lokasi yang bisa dikembangkan kearah langgam vernakular seperti yang telah ditetapkan di RDTRK Kota Surakarta. Tata letak dan tata bentuk bangunan yang tidak merusak ataupun mengganggu sistem ekologis alam atau lingkungan pada kawasan. Tata letak dan tata bentuk bangunan yang menyesuaikan topografi kawasan. Memperhatikan skala bangunan, psikologis ruang terhadap pengguna di dalam bangunan sesuai dengan hirarki fungsi masing-masing bangunan. Memperhatikan program ruang. Sirkulasi dalam site kawasan harus efektif dan jelas serta dapat digunakan oleh semua kalangan Zonasi guna fungsi lahan yang saling berintegrasi.

 Pemilihan struktur, konstruksi, material dan desain yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan di permukiman padat dan tepian sungai untuk mewujudkan keamanan, keselamatan dan kenyamanan dalam bangunan.  Drainase pada kawasan harus mampu mewujudkan konsep zero run-off.  Sistem utilitas bangunan yang bisa memenuhi segala kebutuhan yang ada serta memperhatikan bagaimana maintenance pada utilitas.  Penggunaan material bangunan lokal dan sesuai konteks budaya sekitar, material yang mudah didapatkan, ramah lingkungan, meminimalisir jejak karbon serta dapat diperbaharui secara berkelanjutan.  Penyediaan peralatan pemadam kebakaran serta terdapat jalur-jalur pengamanan darurat

341


pada kawasan yang rawan banjir untuk mengantisipasi adanya insiden yang tidak diinginkan seperti kebakaran ataupun korban jiwa karena bencana alam.  Penyediaan pengontrol ketinggian air sungai dan tanggul-tanggul pengaman untuk mengantisipasi adanya bencana banjir skala kecil yang diakibatkan oleh kenaikan muka air Sungai Bengawan Solo.  Pengamanan terhadap bangunan vertikal  Memberikan keamanan, kenyamanan terhadap anak-anak.

LINGKUNGAN

 Penerapan prinsip-prinsip peremajaan kawasan secara berkelanjutan yang pro terhadap lingkungan dan masyarakat kecil.  Menjaga iklim mikro pada kawasan dengan cara memaksimalkan penghijauan dalam lingkungan tapak maupun lingkungan bangunan.  Mengikuti pranata dan ketentuan yang sudah tercantum dalam RDTR Kota Surakarta, meliputi Ruang Terbuka Hijau, Permukiman dan perumahan, Sempadan Rel dan Sempadan Sungai.  Orientasi penataan bangunan pada site kawasan terpilih memperhatikan pencahayaan alami dan sirkulasi angin.  Penyediaan prasarana pengolahan limbah untuk mengurangi pencemaran lingkungan, pengolahan air hujan dan sampah untuk mewujudkan konsep zero run-off.

342


4.1.3

Program Skenario Kawasan Keseluruhan a. Program Skenario Kawasan Makro

AREA PENGEMBANGAN SEKTOR PEREKONOMIAN KAWASAN MAKRO merupakan area yang akan beralih fungsi menjadi fungsi perdagangan-jasa, pertokoan dan kampung wisata. Terdapat beberapa pasar dadakan, penginapan, ratail-shop dan gedung parkir. Bekas lahan perkampungan horizontal ini akan menjadi lapangan pekerjaan baru untuk warga RW 1, RW 2 dan RW 3. Peran investor akan bergerak dengan kerjasama Pemerintah Kota Surakarta. (Luas Lahan 6,8 ha)

Area Pendidikan yang masih dipertahankan fungsinya. Lewat pengembangan dan perencanaan perpustakaan kampung di setiap RW dan Bale Belajar untuk wadah belajar para anak yang putus sekolah mencakup 3 RW dalam skala makro. (Luas Lahan 1,7ha)

Area Lahan Permukiman Vertikal Perkampungan horizontal dengan kepadatan tinggi akan ditransformasikan ke perkampungan vertikal. Pada lahan-lahan kosong bekas perkampungan horizontal akan diberikan lagi kepada warga kampung dengan sewa tanah menurut sertifikat kepemilikan tanah. (Luas Lahan 7,2ha) Area Hijau Sepanjang Rel Kereta Api Untuk bekas lahan permukikan bantaran rel akan dimanfaatkan untuk area hijau menjadi green belt. Sabuk hijau ini bisa dimanfaatkan warga untuk area penanaman tanaman sayuran tropis dengan cara vertikal dan menjadi ruang publik kecil bagi warga kawasan. (Luas Lahan 1,8ha)

Jalan masuk utama menuju kawasan makro berada di jalan kolektor primer, yakni jalan yang berada diantara pembatas tanggul dengan lebar Âą8 meter untuk memudahkan aksesibilitas menuju ruang terbuka hijau daerah tepian sungai dan jalan kolektor sekunder untuk menuju area pengembangan sektor ekonomi kawasan dengan lebar Âą8 meter.

RUANG TERBUKA HIJAU TEPIAN SUNGAI Perencanaan area hijau pada daerah tepian Sungai Bengawan Solo menuju konsep Interactive Urban Forestry River-front. Dari perencanaan dan perancangan projek ini melibatkan kerjasama dengan badan pemerintah lokal, pemerintah daerah, kelompok masyarakat, pemangku kepentingan dan klien untuk menciptakan ruang publik baru yang dinamis yang mengenalkan masyarakat kembali ke tepi air. (Luas Lahan 8,3ha)

Gambar 4. 1 Program Skenario Kawasan Makro Sumber: Analisis Pribadi, 2018

343


b. Program Skenario Kawasan Mikro

PERKAMPUNGAN VERTIKAL RT 5 RUANG TERBUKA HIJAU

Jalan Lokal Primer

Jalan Kolektor Primer

Dalam skenario kawasan mikro, ruang terbuka hijau eksisting Lapangan Losari tetap dipertahankan. Lapangan sepak bola ini sering digunakan masyarakat kampung Semanggi untuk menggelar layar tancep.

Luas lahan yang diperlukan pada perkampungan vertikal RT 5 adalah 0,69ha.

PERKAMPUNGAN VERTIKAL RT 4 Luas lahan yang diperlukan pada perkampungan vertikal RT 4 adalah 0,9ha.

Jalan Kolektor Sekunder

RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH TEPIAN SUNGAI

FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, PENDIDIKAN DAN KESEHATAN Fasilitas sarana-prasarana kawasan diletakkan ditengah sebagai pusat. Peletakan fasilitas sarana-prasarana ini di sebelah barat dengan kebutuhan luas 0,2ha.

PERKAMPUNG AN VERTIKAL RT 3

PERKAMPUNGAN VERTIKAL RT 1

Luas lahan yang diperlukan pada perkampungan vertikal RT 1 adalah 0,75ha.

PERKAMPUNGAN VERTIKAL RT 2 Luas lahan yang diperlukan pada perkampungan vertikal RT 2 adalah 0,77ha.

Luas lahan yang diperlukan pada perkampungan vertikal RT 3 adalah 0,72ha.

Gambar 4. 2 Program Skenario Kawasan Mikro Sumber: Analisis Pribadi, 2018

344


4.1.4

Program Besaran Luas Kawasan a. Luas Total Tabel 4. 2 Perhitungan Luas Total Masing-masing Kawasan Mikro Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Tingkat

RT

Area Parkir

RW

Fasilitas Kampung Vertikal RT 1 Area Parkir RT 1 Total Kampung Vertikal RT 2 Area Parkir RT 2 Total Kampung Vertikal RT 3 Area Parkir RT 3 Total Kampung Vertikal RT 4 Area Parkir RT 4 Total Kampung Vertikal RT 5 Area Parkir RT 5 Total Area Parkir Pengelola Area Parkir Fasilitas Kesehatan Area Parkir Area Pendidikan Area Parkir Fasilitas Peribadatan Area Parkir Lapangan Sepak Bola Total Fasilitas Umum Fasilitas Sosial Fasilitas Pengelola Total

Total Akhir Kebutuhan Dibulatkan

Tipe Indoor (m²) Outdoor (m²) 10.189,6 1.270 1.135 11.324,6 1.270 10.542,2 1.270 1.105 11.647,2 1.270 9.761,2 1.270 1.090 10.851,2 1.270 12.418,4 1.270 1.525 13.943,4 1.270 9.257,2 1.270 1.000 10.257,2 1.270 825 -

740

-

350

-

60

-

980

-

2.955

2.795,7

17.015,7

923 3.718,7

17.015,7

61.742 m²

26.320,7 m²

345


b. Studi Kebutuhan Luas Kawasan Mikro Pada pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta ini bertujuan untuk mewadahi warga RW 2 yang mempunyai 5 RT pada Kawasan Semanggi. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka dibutuhkan tapak kawasan yang bisa menampung 5 Kampung Vertikal dan fasilitas umum dan fasilitas sosial didalamnya guna meremajakan Kawasan Semanggi secara berkelanjutan. Menunjuk pada arah fungsi kawasan maka dibutuhkan area hijau yang lebih dominan guna fungsi zero run-off dan bisa mengembangkan fasilitas umum dan fasilitas sosial pada lahan bekas perkampungan di RW 2. Dari gagasan tersebut maka dilakukan perhitungan keseluruhan sebagai berikut: - Luas Kebutuhan Tapak

= Luas Total Bangunan (+ Luas Outdoor) KLB =

61.742 (+ 26.320,7) 1,8

= 34.301 (+26.320,7) = 60.621,7 m² - Luas Lantai Dasar

= Luas Lahan x KDB = 60.621,7 x 60% = 36.373,02 m²

- Area Hijau / Perkerasan = 22.340 m² / 3.980,7 m²

346


= Luas Lahan – Luas Lantai Dasar

- Koefisien Dasar Hijau

= 60.621,7 – 36.373,02 = 24.248,68 m² - Ketinggian Bangunan

= Luas Lahan x KLB ÷ KDB = 60.621,7 x 1,8 ÷ 36.373,02 = 3 Lantai

c. Studi Kebutuhan Luas Makro Tabel 4. 3 Perhitungan Luas Total Masing-masing Kawasan Makro Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Penggunaan Lahan Zona Pengembangan Perekonomian Kawasan Rw 1, RW 2 dan RW 3 Zona Pengembangan Rw 1 Zona Pengembangan RW 3 Zona Mikro Kawasan RW 2 Zona Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Maro Total

4.1.5

Luas Kebutuhan 1,0 ha 7,1 ha 6,4 ha 6,0 ha 5,3 ha 25,8ha

Program Sarana dan Prasarana Kawasan Pada pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan

Semanggi Di Surakarta ini, fasilitas prasarana dan sarana yang digunakan antara lain adalah: Tabel 4. 4 Program Sarana dan Prasarana Kawasan Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Sarana dan Prasarana Jaringan Listrik

Status Sudah Tersedia

Kebutuhan  Digunakan untuk memenuhi

Keterangan  Dibutuhkan genset untuk mengganti

347


(Jaringan Distribusi Listrik Sekunder di Jalan Kyai Mojo dan Jalan Untung Suropati)

Jaringan Telepon

Sudah Tersedia (Jaringan Sekunder Pada Jalan Kyai Mojo)

Jaringan Air Bersih

Sudah Tersedia (Jaringan distribusi air bersih sekunder pada Jalan Kyai Mojo, Jalan Sampangan dan jalan Untung Suropati)

kebutuhan pencahayaan buatan dan alatalat elektronik pada kawasan RW 2.

jaringan listrik pusat apabila terjadi pemadaman pada waktu-waktu tertentu.  Selain menggunakan genset, pada pedestrian dan lapangan olahraga akan direncakanan menggunakan Pavegen Floor Tiles yang bisa menghasilkan energy listrik melalui energy kinetik para pejalan kaki atau penggunanya.

 Digunakan untuk  Perencanaan berkomunikasi jaringan telepon antar bagian untuk kebutuhan pengelola dan kantor pengelola perkampungan dan unit hunian vertikal. Selain itu dalam juga berguna perkampungan untuk mendukung vertikal serta pada kemudahan dalam masing-masing pelaksanaan fasilitas lainnya. operasional.  Jaringan distribusi air bersih dari  Jaringan air bersih PDAM digunakan untuk  Air bersih dari memenuhi beberapa titik kebutuhan air sumur pada bersih masingkawasan RW 2 masing hunian di  Terdapat rain water perkampungan tank pada masingvertikal, fasilitas masing bangunan pengelola dan kampung vertikal fasilitas lainnya. yang bisa diolah kembali untuk

348


Jaringan Drainase

Pembuangan Sampah

Sudah Tersedia (Jaringan  Dibutuhkan untuk drainase drainase limpasan sekunder air limbah dan air pada Jalan hujan dalam Kyai Mojo dan kawasan RW 2. Jalan Untung Suropati)

Sudah Tersedia tetapi jauh dari tapak terpilih

 Dibutuhkan fasilitas pembuangan limbah sampah dan pengolahan sampah pada tingkat RT dan RW. Pengolahan sampah menjadi pupuk akan mengajak masyarakat Semanggi

membantu pendistribusian kebutuhan air bersih pada hunian.  Terdapat embung retensi pada kawasan RW 2 yang bisa juga diolah untuk digunakan kembali, terutama kebutuhan distribusi air untuk pemadam kebakaran dalam makro kawasan.  Jaringan drainase sendiri mengikuti RDRTK Kawasan I Kota Surakarta.  Dengan penerapan konsep Zero Runoff dalam perancangan debit air limpasan bisa ditampung pada rain water tank dan embung retensi, sehingga air limpasan dari kawasan RW 2 bisa menuju 0.  Tempat sampah akan dibedakan dalam jenis sampah organik dan sampah an-organik dalam tingkat RT. Dalam tingkat RT pengolahan sampah bisa digunakan lagi untuk pupuk kompos.

349


khususnya RW 2 untuk menghilangkan kebiasaan membuang sampah sembarangan.

Jaringan Jalan

Jaringan Transportasi

Sudah Tersedia (Jalan kolektor primer, Jalan Kolektor Sekunder dan Jalan Lokal Primer)

 Jaringan jalan pada Kawasan dibutuhkan untuk menunjang kemudahan aksesibilitas dan pencapaian ke tapak makro maupun mikro kawasan.

Sudah Tersedia (Jalan Kyai Mojo termasuk dalam rute 4 BST Surakarta)

 Dibutuhkan sarana transportasi baik sarana transportasi umum maupun transportasi khusus untuk mendukung kemudahan transportasi pada kawasan RW 2.

 Tempat sampah dalam tingkat RW.

 Diperlukan pelebaran jalan dan perubahan jalan lokal primer dalam kawasan mikro yang nantiynya direncanakan agar nyaman bagi pejalan kaki.  Dalam beberapa jalan lokal primer skala mikro akan dirancang kembali.  Sarana transportasi umum akan diskenario untuk melewati jalan kolektor primer dan kolektor sekunder saja.  Sarana transportasi khusus dalam kawasan RW 2 akan didominasi oleh warga RW 2 yang bermata pencaharian sebagai tukang becak, dengan prinsip tersebut diharapkan bisa juga menunjang perekonomian kawasan mikro dan melestarikan budaya naik becak.

350


4.2

Program Masing-masing fungsi

4.2.1

Program Kegiatan (Program Ruang, Besaran Ruang, Pola Ruang dan Tipe Ruang) Tabel 4. 5 Perhitungan Luas Kebutuhan Ruang Program Perkampungan Vertikal RT 1 Sumber: Analisis Pribadi, 2018

FASILITAS UTAMA LINGKUP RT 1 UNIT HUNIAN PERKAMPUNGAN VERTIKAL RT 1 Nama Fasilitas

Aktivitas Utama

Unit Hunian tipe 54

Berhuni

Unit Hunian tipe 72

Berhuni

Ruang Serbaguna

Bersosialisasi, Rapat, Rewang

Nama Ruang Ruang Tamu ↔ Ruang Keluarga Kamar Tidur Orang Tua ↔ Ruang Kerja Kamar Tidur Anak ↔ Ruang Belajar Dapur ↔ Ruang Makan Kamar Mandi Ruang Tamu ↔ Ruang Keluarga Kamar Tidur Orang Tua ↔ Ruang Kerja Kamar Tidur Anak ↔ Ruang Belajar Dapur ↔ Ruang Makan Kamar Mandi FASILITAS PENDUKUNG LINGKUP RT 1 PERKAMPUNGAN VERTIKAL TINGKAT RT 1 Ruang Utama Gudang Janitor

Tipe Ruang I I I I I I I I I I

Sifat Ruang SPR PR PR S S SPR PR PR S S

I I I

P S S

Besaran Ruang (m²)

3.024

2.664

670

351


Ruang Cuci Koin Komunal

Fasilitas Pendukung Lainnya

Fasilitas Servis

Area Cuci Keseluruhan Area Pencucian dan Pengeringan Area Setrika Mesin Area Setrika Manual Mencuci, menjemur, Bak Pengendapan Pakaian menyetrika Area Peletakan (Meja, Almari) Area Penerimaan (Keranjang, Ember) Ruang Tunggu Tempat Jemur Kamar Mandi Pos Kamling Area Cuci Motor Melakukan segala Area Berkebun aktivitas dalam RT, Green House meronda, mencuci Tempat Pengolahan Pupuk motor, Area Pembibitan bercengkerama Area PKL atau Plaza Playground Taman RTH RT FASILITAS SERVIS LINGKUP RT 1 PERKAMPUNGAN VERTIKAL TINGKAT RT 1 Melakukan segala kegiatan yang memanfaatkan fasilitas servis

MCK Umum Janitor Gudang RT Ruang Genset

I I I I I I I I O I I I O I I I O O O

P P P P P P P P P S P P P P P P P P P

16,32 89,28 48 216 15 18 450 200 200

I I I I

S S S S

9 2,4 36 75

225

352


dalam perkampungan vertikal RT 1

Ruang Pompa Ruang Panel Ruang Karyawan Shaft MEP Area Parkir Gudang Alat TPS RT Mushola LUAS INDOOR (Termasuk Sirkulasi 40%) LUAS OUTDOOR (Termasuk Sirkulasi 40%)

I I I I I I O I

S S S S S S S S

124,8 31,2 17,28 1,56 1.135 9 10 36 10.189,6 m² 1.270 m²

Sifat Ruang SPR PR PR S S SPR PR

Besaran Ruang (m²)

Tabel 4. 6 Perhitungan Luas Kebutuhan Ruang Program Perkampungan Vertikal RT 2 Sumber: Analisis Pribadi, 2018

FASILITAS UTAMA LINGKUP RT 2 UNIT HUNIAN PERKAMPUNGAN VERTIKAL RT 2 Nama Fasilitas

Aktivitas Utama

Unit Hunian tipe 54

Berhuni

Unit Hunian tipe 72

Berhuni

Nama Ruang Ruang Tamu ↔ Ruang Keluarga Kamar Tidur Orang Tua ↔ Ruang Kerja Kamar Tidur Anak ↔ Ruang Belajar Dapur ↔ Ruang Makan Kamar Mandi Ruang Tamu ↔ Ruang Keluarga Kamar Tidur Orang Tua ↔ Ruang Kerja

Tipe Ruang I I I I I I I

3.132

2.808

353


Kamar Tidur Anak ↔ Ruang Belajar Dapur ↔ Ruang Makan Kamar Mandi FASILITAS PENDUKUNG LINGKUP RT 2 PERKAMPUNGAN VERTIKAL TINGKAT RT 2 Ruang Serbaguna

Ruang Cuci Koin Komunal

Fasilitas Pendukung Lainnya

Ruang Utama Gudang Janitor Area Cuci Keseluruhan Area Pencucian dan Pengeringan Area Setrika Mesin Area Setrika Manual Mencuci, menjemur, Bak Pengendapan Pakaian menyetrika Area Peletakan (Meja, Almari) Area Penerimaan (Keranjang, Ember) Ruang Tunggu Tempat Jemur Kamar Mandi Pos Kamling Melakukan segala Area Cuci Motor aktivitas dalam RT, Area Berkebun meronda, mencuci Green House motor, Tempat Pengolahan Pupuk bercengkerama Area Pembibitan Area PKL atau Plaza Bersosialisasi, Rapat, Rewang

I I I

PR S S

I I I I I I I I I I I O I I I O I I I O

P S S P P P P P P P P P S P P P P P P P

670

225

16,32 89,28 48 216 15 18 450

354


Playground Taman RTH RT FASILITAS SERVIS LINGKUP RT 2 PERKAMPUNGAN VERTIKAL TINGKAT RT 2

Fasilitas Servis

MCK Umum Janitor Gudang RT Melakukan segala Ruang Genset kegiatan yang Ruang Pompa memanfaatkan Ruang Panel fasilitas servis Ruang Karyawan dalam Shaft MEP perkampungan Area Parkir vertikal RT 1 Gudang Alat TPS RT Mushola LUAS INDOOR (Termasuk Sirkulasi 40%) LUAS OUTDOOR (Termasuk Sirkulasi 40%)

O O

P P

200 200

I I I I I I I I I I O I

S S S S S S S S S S S S

9 2,4 36 75 124,8 31,2 17,28 1,56 1.105 9 10 36 10.542,4 m² 1.270 m²

355


Tabel 4. 7 Perhitungan Luas Kebutuhan Ruang Program Perkampungan Vertikal RT 3 Sumber: Analisis Pribadi, 2018

FASILITAS UTAMA LINGKUP RT 3 UNIT HUNIAN PERKAMPUNGAN VERTIKAL RT 3 Nama Fasilitas

Aktivitas Utama

Unit Hunian tipe 54

Berhuni

Unit Hunian tipe 72

Berhuni

Ruang Serbaguna Ruang Cuci Koin Komunal

Nama Ruang Ruang Tamu ↔ Ruang Keluarga Kamar Tidur Orang Tua ↔ Ruang Kerja Kamar Tidur Anak ↔ Ruang Belajar Dapur ↔ Ruang Makan Kamar Mandi Ruang Tamu ↔ Ruang Keluarga Kamar Tidur Orang Tua ↔ Ruang Kerja Kamar Tidur Anak ↔ Ruang Belajar Dapur ↔ Ruang Makan Kamar Mandi FASILITAS PENDUKUNG LINGKUP RT 3 PERKAMPUNGAN VERTIKAL TINGKAT RT 3

Ruang Utama Gudang Janitor Area Cuci Keseluruhan Mencuci, menjemur, Area Pencucian dan Pengeringan menyetrika Area Setrika Mesin Area Setrika Manual Bersosialisasi, Rapat, Rewang

Tipe Ruang I I I I I I I I I I

Sifat Ruang SPR PR PR S S SPR PR PR S S

I I I I I I I

P S S P P P P

Besaran Ruang (m²)

2.862

2.520

670

225

356


Fasilitas Pendukung Lainnya

Fasilitas Servis

Bak Pengendapan Pakaian Area Peletakan (Meja, Almari) Area Penerimaan (Keranjang, Ember) Ruang Tunggu Tempat Jemur Kamar Mandi Pos Kamling Area Cuci Motor Melakukan segala Area Berkebun aktivitas dalam RT, Green House meronda, mencuci Tempat Pengolahan Pupuk motor, Area Pembibitan bercengkerama Area PKL atau Plaza Playground Taman RTH RT FASILITAS SERVIS LINGKUP RT 3 PERKAMPUNGAN VERTIKAL TINGKAT RT 3 Melakukan segala kegiatan yang memanfaatkan fasilitas servis dalam perkampungan vertikal RT 1

MCK Umum Janitor Gudang RT Ruang Genset Ruang Pompa Ruang Panel Ruang Karyawan Shaft MEP

I I I I O I I I O I I I O O O

P P P P P S P P P P P P P P P

16,32 89,28 48 216 15 18 450 200 200

I I I I I I I I

S S S S S S S S

9 2,4 36 75 124,8 31,2 17,28 1,56

357


Area Parkir Gudang Alat TPS RT Mushola LUAS INDOOR (Termasuk Sirkulasi 40%) LUAS OUTDOOR (Termasuk Sirkulasi 40%)

I I O I

S S S S

1.090 9 10 36 9.761,2 m² 1.270 m²

Sifat Ruang SPR PR PR S S SPR PR PR S S

Besaran Ruang (m²)

Tabel 4. 8 Perhitungan Luas Kebutuhan Ruang Program Perkampungan Vertikal RT 4 Sumber: Analisis Pribadi, 2018

FASILITAS UTAMA LINGKUP RT 4 UNIT HUNIAN PERKAMPUNGAN VERTIKAL RT 4 Nama Fasilitas

Aktivitas Utama

Unit Hunian tipe 54

Berhuni

Unit Hunian tipe 72

Berhuni

Nama Ruang Ruang Tamu ↔ Ruang Keluarga Kamar Tidur Orang Tua ↔ Ruang Kerja Kamar Tidur Anak ↔ Ruang Belajar Dapur ↔ Ruang Makan Kamar Mandi Ruang Tamu ↔ Ruang Keluarga Kamar Tidur Orang Tua ↔ Ruang Kerja Kamar Tidur Anak ↔ Ruang Belajar Dapur ↔ Ruang Makan Kamar Mandi FASILITAS PENDUKUNG LINGKUP RT 4

Tipe Ruang I I I I I I I I I I

3.824

3.456

358


PERKAMPUNGAN VERTIKAL TINGKAT RT 4 Ruang Serbaguna

Ruang Cuci Koin Komunal

Fasilitas Pendukung Lainnya

Ruang Utama Gudang Janitor Area Cuci Keseluruhan Area Pencucian dan Pengeringan Area Setrika Mesin Area Setrika Manual Mencuci, menjemur, Bak Pengendapan Pakaian menyetrika Area Peletakan (Meja, Almari) Area Penerimaan (Keranjang, Ember) Ruang Tunggu Tempat Jemur Kamar Mandi Pos Kamling Area Cuci Motor Melakukan segala Area Berkebun aktivitas dalam RT, Green House meronda, mencuci Tempat Pengolahan Pupuk motor, Area Pembibitan bercengkerama Area PKL atau Plaza Playground Taman RTH RT FASILITAS SERVIS LINGKUP RT 4 Bersosialisasi, Rapat, Rewang

I I I I I I I I I I I O I I I O I I I O O O

P S S P P P P P P P P P S P P P P P P P P P

670

225

16,32 89,28 48 216 15 18 450 200 200

359


PERKAMPUNGAN VERTIKAL TINGKAT RT 4

Fasilitas Servis

MCK Umum Janitor Gudang RT Melakukan segala Ruang Genset kegiatan yang Ruang Pompa memanfaatkan Ruang Panel fasilitas servis Ruang Karyawan dalam Shaft MEP perkampungan Area Parkir vertikal RT 1 Gudang Alat TPS RT Mushola LUAS INDOOR (Termasuk Sirkulasi 40%) LUAS OUTDOOR (Termasuk Sirkulasi 40%)

I I I I I I I I I I O I

S S S S S S S S S S S S

9 2,4 36 75 124,8 31,2 17,28 1,56 1.525 9 10 36 12.418,4 m² 1.270 m²

Sifat Ruang SPR

Besaran Ruang (m²)

Tabel 4. 9 Perhitungan Luas Kebutuhan Ruang Program Perkampungan Vertikal RT 5 Sumber: Analisis Pribadi, 2018

FASILITAS UTAMA LINGKUP RT 5 UNIT HUNIAN PERKAMPUNGAN VERTIKAL RT 5 Nama Fasilitas

Aktivitas Utama Berhuni

Nama Ruang Ruang Tamu ↔ Ruang Keluarga

Tipe Ruang I

360


Unit Hunian tipe 54

Unit Hunian tipe 72

Ruang Serbaguna

Ruang Cuci Koin Komunal

Berhuni

Kamar Tidur Orang Tua ↔ Ruang Kerja Kamar Tidur Anak ↔ Ruang Belajar Dapur ↔ Ruang Makan Kamar Mandi Ruang Tamu ↔ Ruang Keluarga Kamar Tidur Orang Tua ↔ Ruang Kerja Kamar Tidur Anak ↔ Ruang Belajar Dapur ↔ Ruang Makan Kamar Mandi FASILITAS PENDUKUNG LINGKUP RT 5 PERKAMPUNGAN VERTIKAL TINGKAT RT 5

Ruang Utama Gudang Janitor Area Cuci Keseluruhan Area Pencucian dan Pengeringan Area Setrika Mesin Area Setrika Manual Mencuci, menjemur, Bak Pengendapan Pakaian menyetrika Area Peletakan (Meja, Almari) Area Penerimaan (Keranjang, Ember) Ruang Tunggu Tempat Jemur Kamar Mandi Pos Kamling Bersosialisasi, Rapat, Rewang

I I I I I I I I I

PR PR S S SPR PR PR S S

I I I I I I I I I I I O I I

P S S P P P P P P P P P S P

2.646

2.376

670

225

16,32

361


Fasilitas Pendukung Lainnya

Fasilitas Servis

Area Cuci Motor Area Berkebun Melakukan segala Green House aktivitas dalam RT, Tempat Pengolahan Pupuk meronda, mencuci Area Pembibitan motor, Area PKL atau Plaza bercengkerama Playground Taman RTH RT FASILITAS SERVIS LINGKUP RT 5 PERKAMPUNGAN VERTIKAL TINGKAT RT 5

I O I I I O O O

P P P P P P P P

89,28 48 216 15 18 450 200 200

MCK Umum Janitor Gudang RT Melakukan segala Ruang Genset kegiatan yang Ruang Pompa memanfaatkan Ruang Panel fasilitas servis Ruang Karyawan dalam Shaft MEP perkampungan Area Parkir vertikal RT 1 Gudang Alat TPS RT Mushola LUAS INDOOR (Termasuk Sirkulasi 40%) LUAS OUTDOOR (Termasuk Sirkulasi 40%)

I I I I I I I I I I O I

S S S S S S S S S S S S

9 2,4 36 75 124,8 31,2 17,28 1,56 1.000 9 10 36 9.257,2 m² 1.270 m²

362


Tabel 4. 10 Perhitungan Luas Kebutuhan Ruang Program Kawasan Mikro Lingkup RW Sumber: Analisis Pribadi, 2018

FASILITAS UTAMA LINGKUP RW Nama Fasilitas

Aktivitas Utama

Pendopo RW

Rapat, bertemu pemerintah atau pengelola, mantenan

Balai Seni Kreatif

Pelatihan industri kreatif, pelatihan pendidikan, pelatihan seni budaya

Balai Pengobatan Warga (BP)

Berobat

Nama Ruang Ruang Utama MCK Umum Gudang Peralatan Janitor Ruang Utama MCK Umum Gudang Peralatan Janitor Ruang Tamu Ruang Rapat Gudang Obat Ruang Karyawan Resepsionis Kamar Mandi Gudang Alat Medis Ruang Arsip Ruang Pengolahan Obat Kamar Praktik Kasir Ruang Tunggu Gudang atau Janitor

1 5 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 3 3 1 1 1 3 3 1 1

Tipe Ruang I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I

Sifat Ruang P S S S P S S S PR PR S S P S S PR PR PR P P S

Besaran Ruang (m²)

240

124 9,36 15,6 7,2 7,2 3,12 12,48 20 3,36 22 12,975 3,12 19,8 3,6

363


PAUD

Pendidikan

Apotek

Membeli Obat

Perpustakaan Kampung

Membaca, Edukasi, Meminjam Buku

Pantry 2 FASILITAS PENDUKUNG LINGKUP RW Gudang 1 Kelas 1 Ruang Guru 1 Ruang Tamu 1 Ruang Rapat 1 Ruang Arsip 1 Pantry 1 Kamar Mandi 2 Ruang Utama 1 Resepsionis 1 Kasir 2 Ruang Tunggu 1 Gudang Obat 1 Kamar Mandi 1 Ruang Karyawan Apotek 1 Pantry 1 Resepsionis 1 Gudang Buku 1 Kamar Mandi 2 Ruang Baca 1 Ruang Karyawan 1 Ruang Tamu 1 Pantry 1

I

S

14,4

I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I

S P SPR SPR PR PR S S P P P P S S S S P S S P S SPR S

3,6 36 9,6 9,36 15,6 3,36 7,2 8,32 28 1,04 2,08 19,8 7,2 4,16 7,2 7,2 1,04 8,1 8,32 164,85 7,2 9,36 7,2

364


Poskesyandu

Berobat

Fasilitas Pendukung Lainnya

Melakukan segala kegiatan yang memanfaatkan fasilitas servis dalam lingkup makro RW 2

Gudang Obat 1 Gudang Alat Medis 1 Ruang Arsip 1 Ruang Pengolahan Obat 1 Kamar Praktik 1 Kasir 1 Ruang Tunggu 1 Resepsionis 1 Kamar Mandi 2 Ruang Tamu 1 Ruang Karyawan 1 Pantry 1 Area Makan (Food Court) 1 Lapangan Sepak Bola 1 Lapangan Voli dan Futsal 1 Lapangan Basket dan Badminton 1 Arena Pingpong dan Catur 1 Taman RTH RW 1 Ampitheater 1 Plaza 1 Mini Market 1 Basecamp Karang Taruna RW 1 Panti Jompo 1 Koperasi Berdikari 1 FASILITAS PENGELOLA LINGKUP RW

I I I I I I I I I I I I I O O O I O O I I I I I

S S PR PR PR P P P S SPR S S P P P P P P P P P SPR SPR P

7,2 20 3,36 22 4,325 1,04 19,8 1,04 8,32 9,36 7,2 7,2 187,2 11.025 243 546 36 450 750 450 48 28,8 156 18

365


Kantor Pengelola Maintenance Bangunan

Kantor Pengelola MEP Bangunan

Fasilitas Servis

Gudang 1 Pantry 1 Kamar Mandi 4 Janitor 2 Kegiatan pengelolaan Ruang Tamu 1 perawatan bangunan Ruang Karyawan 1 kawasan RW 2 Ruang Manager 1 Ruang Wakil Manager 1 Ruang Rapat 1 Ruang Arsip 1 Gudang 1 Pantry 1 Kamar Mandi 1 Ruang Tamu 1 Kegiatan pengelolaan Ruang Karyawan 1 MEP bangunan Ruang Manager 1 kawasan RW 2 Ruang Wakil Manager 1 Ruang Rapat 1 Ruang Arsip 1 Ruang Pengolahan Air Kawasan 1 FASILITAS SERVIS LINGKUP RW TPS RW Melakukan segala MCK Umum kegiatan yang Masjid memanfaatkan Kapel

I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I

S S S S P S PR PR PR PR S S S P S PR PR PR PR PR

3,6 7,2 15,36 4,8 19,2 14,4 9,6 9,6 9,6 5,04 3,6 7,2 15,36 4,8 19,2 14,4 9,6 9,6 9,6 5,04

O I I I

S S S S

75 45 108 90

366


fasilitas servis dalam lingkup RW

Ruang Panel Ruang Genset Ruang Pompa Area Parkir Pengelola Kawasan Area Parkir Fasilitas Kesehatan Area Parkir Fasilitas Pendidikan Area Parkir Fasilitas Peribadatan Area Parkir Outdoor LUAS INDOOR (Termasuk Sirkulasi 40%) LUAS OUTDOOR (Termasuk Sirkulasi 40%)

I I I O O O O O

S S S S S S S S

62,4 150 249,6 825 740 350 60 980 3.718,7 m² 19.970,7 m²

367


4.2.2

Rekapitulasi Kebutuhan Ruang Kawasan Mikro (RW 2) Tabel 4. 11 Rekapitulasi Perhitungan Kebutuhan Ruang Dalam Kawasan Mikro Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Tingkat

RT

Area Parkir

RW

Fasilitas Kampung Vertikal RT 1 Area Parkir RT 1 Total Kampung Vertikal RT 2 Area Parkir RT 2 Total Kampung Vertikal RT 3 Area Parkir RT 3 Total Kampung Vertikal RT 4 Area Parkir RT 4 Total Kampung Vertikal RT 5 Area Parkir RT 5 Total Area Parkir Pengelola Area Parkir Fasilitas Kesehatan Area Parkir Area Pendidikan Area Parkir Fasilitas Peribadatan Area Parkir Lapangan Sepak Bola Total Fasilitas Umum Fasilitas Sosial Fasilitas Pengelola Total

Total Akhir Kebutuhan Dibulatkan

Tipe Indoor (m²) Outdoor (m²) 10.189,6 1.270 1.135 11.324,6 1.270 10.542,2 1.270 1.105 11.647,2 1.270 9.761,2 1.270 1.090 10.851,2 1.270 12.418,4 1.270 1.525 13.943,4 1.270 9.257,2 1.270 1.000 10.257,2 1.270 825 740 350 60 980 2.955 2.795,7

17.015,7

923 3.718,7

17.015,7

61.742 m²

26.320,7 m²

368


4.2.3

Pola Ruang Tabel 4. 12 Pola Ruang Masing-masing Fungsi Bangunan Sumber: Analisis Pribadi, 2018

FASILITAS UTAMA

Unit Hunian Bagan 4. 1 Pola Ruang Unit Hunian Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Pendopo RW dan Balai Seni Kreatif Bagan 4. 2 Pola Ruang Pendopo RW dan Balai Seni Kreatif Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Balai Pengobatan Warga (BP) Bagan 4. 3 Pola Ruang Balai Pengobatan Warga (BP) Sumber: Analisis Pribadi, 2018

369


FASILITAS PENDUKUNG

Area Cuci Koin Komunal Bagan 4. 4 Pola Ruang Cuci Koin Komunal Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Perpustakaan Kampung Bagan 4. 5 Pola Ruang Perpustakaan Kampung Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Poskesyandu dan Apotek Bagan 4. 6 Pola Ruang Poskesyandu dan Apotek Sumber: Analisis Pribadi, 2018

370


Tabel 4. 13 Pola Ruang Masing-masing Fungsi Bangunan Tingkat RT dan RW Sumber: Analisis Pribadi, 2018

POLA TIAP TINGKAT RT

Bagan 4. 7 Pola Ruang Dalam Tingkat RT Sumber: Analisis Pribadi, 2018

POLA TINGKAT RW

Bagan 4. 8 Pola Ruang Dalam Tingkat RW Sumber: Analisis Pribadi, 2018

371


4.2.4

Program Sistem Struktur dan Sistem Enclosure (Pelingkup) Pengaplikasian sistem struktur yang akan digunakan pada pilot projek

Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta terdiri dari Whole-structure (Struktur keseluruhan bangunan), Sub-structure (Struktur bawah bangunan) dan Upper-structure (Struktur atas bangunan). Tabel 4. 14 Program Masing-masing Sistem Struktur Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Sub-structure Pondasi Pondasi yang akan digunakan adalah pondasi sumuran. Pondasi ini dipilh karena dari data yang diperoleh tentang kedalaman tanah keras Kota Surakarta bagian timur berada di kedalaman sekitar 1,5 – 10 meter (Sumber: Jurnal Reza Satria Warman, dkk, 2016). Dari perhitungan KLB pilot projek sendiri lantai yang diperbolehkan maksimal adalah 3 lantai, maka dari itu pondasi sumuran dipilih dalam penggunaan pondasi.

Gambar 4. 3 Pengaplikasian Pondasi Sumuran (Kiri) dan Gambar Kerja Sumber: https://google.com

Whole-structure Kolom – Penyelesaian Konstruksi Sistem struktur yang akan digunakan pada pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta adalah struktur rangka. Hal ini merupakan respon dari tujuan efisiensi penggunaan material. Selain itu penggunaan sistem struktur rangka ini dimaksudkan untuk mendukung fungsi dan aktivitas bangunan sebagai wadah masyarakat untuk saling berinteraksi. Konstruksi yang akan digunakan pada perkampungan vertikal nantinya adalah Modular Building System Construction’s karena fungsi bangunan yang lebih mengacu kepada volumetrik sebuah ruang, bukan sebagai bagian ruang seperti tembok, atap, atau lantai, namun sebagai sebuah kesatuan ruang. Sistem struktur dan penyelesaian konstruksi yang

372


memungkinkan perencanaan ekspansi pada bangunan tanpa melakukan demolisasi dan pembuangan limbah sehingga dapat menghemat energi. Beberapa hal diatas merupakan salah satu prinsip dari Arsitektur Tektonika.

(1) (2) (3) Gambar 4. 4 Contoh Penyelesaian Konstruksi Struktur Rangka Lewat Pendekatan Tektonika (Gambar 1 dan 2) dan Sistem Modular Bongkar Pasang (Gambar 3) Sumber: https://pinterest.com

Balok dan Slab – Penyelesaian Konstruksi Pada penerapan struktur balok dan plat lantai pada pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Seamnggi Di Surakarta ini menggunakan sistem waffle-slab. Waffle-slab dipilih karena ada penerapan teknologi Holedeck’s Concrete Slab. Sistem balok dan plat lantai ini bisa meminimalisir penggunaan material beton sebesar 55% dari beton standar, sekaligus mengurangi ketebalan pelat lantai untuk memungkinkan penambahan lantai pada perkampungan vertikal nantinya. Holedeck adalah sistem pelat struktural terbuka yang dapat mengakomodasi lampu, saluran dan peralatan mekanis lainnya di dalam dan sekitar strukturnya. Holedeck mempermudah akses maintenance, merawat dan mengatur ulang peralatan yang ada di langit-langit. Sistem plat ini juga mengurangi gema pada area luas di dalam perkampungan vertikal nantinya. Penerapan teknologi ini merupakan pengolahan bahan akan menentukan kualitas arsitektur secara keseluruhan, sehingga mampu memunculkan ekspresi bangunan.

Gambar 4. 5 Pengaplikasian Studi Teknologi Holedeck Concrete Slab Pada Pembalokan dan Plat Lantai Sumber: https://www.archdaily.com/779340/this-innovative-concrete-slab-system-uses-up-to55-percent-less-concrete

373


Upper-structure Struktur dan Konstruksi Atap Konstruksi dan struktur atap yang akan digunakan pada pilot projek adalah konstruksi atap kayu. Konstruksi yang akan ditampilkan pada beberapa bangunan bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi penggunanya. Material kayu dipilih juga karena faktor konteks lingkungan Kota Solo yang kental dengan adat budaya jawa. Pemilihan material ini merupakan suatu tahap perancangan menggunakan konsep tektonika, yakni harmonis meleburkan citra ruang, penyelesaian konstruksi, pengolahan material dengan benar, jujur dan wajar sehingga memunculkan keindahan. Kayu pada umumnya bisa menunjuk pada tampilan yang dihasikan melalui proses konstruksi, dimana bentuk yang hadir tampil dengan wajah yang menggambarkan hubungan material secara ekspresif.

Gambar 4. 6 Contoh Penerapan Material Kayu Pada Struktur dan Konstruksi Atap Sumber: https://pinterest.com

Tabel 4. 15 Program Masing-masing Sistem Pelingkup (Enclosure) Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Penutup Lantai Dalam unit hunian nantinya akan menggunakan penutup lantai dengan bahan keramik supaya mempermudah penghuni dalam perawatan. Selain itu pemilihan penutup lantai dengan keramik ini dikarenakan kemudahan dalam mencari pada daerah kawasan mikro. Keramik yang digunakan nantinya bermotif sederhana dengan tipologi yang disamakan dengan keramik rumah-rumah di kampung. Material keramik dipilih dalam penerapan karena berhubungan dengan salah satu prinsip tektonika yakni penggabungan material-material yang sesuai dengan elemen penyusun bangunan. Bekas-bekas pecahan keramik yang rusak juga nantinya tidak luput dari penggunaan. Beberapa dekorasi jenis keramik akan digabungkan menjadi sebuah permaknaan tentang keberagaman yang bisa bersatu dan membuat sebuah tampilan visual menjadi lebih kuat.

374


Penggunaan Floor Hardener digunakan pada area pengelola dan fasilitas-fasilitas lainnya serta bangunan pendopo seni kreatif.

(1)

(2)

(3)

Gambar 4. 7 Material Penutup Lantai Floor Hardener (1) dan Keramik (2 dan 3) Sumber: https://google.com

Penutup Dinding Material dinding yang digunakan pada projek ini terdiri dari beberapa macam. Untuk pembatas ruang luar dan ruang dalam, menggunakan Mycotech. Kelebihan dari material jenis ini adalah ringan namun dapat menjaga ruang dalam dari pengaruh luar. Dari segi kekuatannya, material ini dapat menyaingi batu bata dan kayu. Keunggulan lainnya, harga bahan tersebut lebih ekonomis, ramah lingkungan, dan bebas dari resin sintetis. Material yang dipilih ini juga dapat mengurangi pantulan suara dalam koridor perkampungan vertikal. Untuk pembatas ruang privat pada hunian akan menggunakan susunan batu bata secara stereotomic, artinya material struktur yang sejenis disusun dengan cara ditumpuk, sedangkan untuk kamar anak pada hunian nantinya akan menggunakan dinding partisi kalsiboard, polycarbonate atau kertas shoji, menggunakan rangka hollow dan diolah lagi sehingga bisa fleksibel dengan aktivitas dalam hunian. Pada ruang-ruang semi permanen dalam hunian nantinya akan digunakan juga kelambu. Pemilihan material dinding penyekat ini untuk memaksimalkan pencahayaan alami maupun buatan dalam hunian. Khusus untuk ruang-ruang pengelola, karena membutuhkan pengawasan yang cukup tinggi maka menggunakan dinding pemisah yang menggunakan kombinasi dari kaca dan bahan lain yang sesuai.

Gambar 4. 8 Material Penutup Dinding Permanen dan Dinding Partisi Penyekat Sumber: https://myeco.th dan https://pinterest.com

375


Penutup Langit-langit (Plafon) Dalam pilot projek nantinya tidak rencanakan penutup langit-langit, struktur balok horizontal akan sengaja diperlihatkan sebagai sebuah puisi ruang volumetrik. Tidak digunakannya plafon juga dilandasi karena penggunaan teknologi holedeck’s slab yang mempermudah dalam perawatan instalasi-instalasi dalam unit hunian.

Gambar 4. 9 Material Beton Pre-Cast Pada Pengaplikasian Holedeck's Concrete Slab Sumber: https://www.archdaily.com/779340/this-innovative-concrete-slab-system-usesup-to-55-percent-less-concrete

Penutup Atap Material penutup atap pada bangunan kampung vertikal menggunakan genteng tanah liat. Material ini mudah didapatkan dalam kawasan Semanggi dengan harga yang terjangkau. Material ini juga ringan dan tahan panas. Genteng juga bisa membantu untuk menyerap kebisingan. Untuk perlindungan termal, nantinya dalam proses konstruksi penutup atap sebelum genteng akan dilapisi dengan aluminium foil. Dalam Kitab Suci, Kitab Kejadian 2:7 “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.� Dalam Kejadian 2, kata yang dipakai dalam kaitan dengan manusia pertama adalah "membentuk". Allah menghembuskan nafas-Nya, "nafas hidup, ke dalam "tanah liat" (adamah) itu sehingga menjadi "makhluk yang hidup" (nefesh hayah). "Nefesh" adalah suatu kata yang berarti "kehidupan", "vitalitas", "kepribadian yang hidup" (Sumber: https://id.wikipedia.org pada 7 Maret 2018 pukul 05:41). Dari ayat ini, dapat dipahami bahwa manusia mendiami planet bumi saat ini berasal dari unsur tanah yang berproses (Sumber: Buku Emosi: Penjelajahan Religio Psiokogis, M Darwis Hude).

Gambar 4. 10 Material Penutup Atap Genteng Tanah Liat Sumber: https://id.wikipedia.org

376


4.2.5

Program Sistem Utilitas Tabel 4. 16 Program Pengimpletasian Masing-masing Sistem Utilitas Sumber: Analisis Pribadi, 2018

SISTEM AIR BERSIH  Sumber air bersih pada pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta menggunakan 4 jenis sumber air bersih, yakni melalui saluran PDAM sekitar kawasan, sumur pribadi, tendon pengumpul air hujan (Rain Water Tank) yang terdapat pada setiap bangunan vertikal dan dari kolam retensi kawasan untuk membantu supply air bersih ataupun air pemadam kebakaran.  Sistem pendistribusian pada pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta menggunakan sistem distribusi Down-feed, karena sistem ini memiliki keunggulan-keunggulan antara lain, lebih hemat energi dan masih dapat digunakan pada saat terjadi pemadaman listrik.

Gambar 4. 11 Pendistribusian Utilitas Sistem Air Bersih Pada Bangunan Sumber: Analisis Pribadi, 2018

SISTEM AIR KOTOR  Limbah cair yang berasal dari dapur, kamar mandi, dsb. yang tergolong kedalam grey water, dialirkan menuju bak pengumpul limbah untuk selanjutnya diolah melalui filter organik atau bio-filtration sehingga hasil pengolahannya dapat digunakan kembali, dengan catatan bukan untuk air yang dikomsumsi.  Limbah air hujan dari atap dialirkan ke dalam saluran drainase bangunan, disadap dan dilewatkan pada saringan berlubang (screen) dan saringan kasar horizontal media batu kapur dan ditampung di dalam subreservoir (Sarbidi, 2012). Air yang ditampung subreservoir dimanfaatkan sebagai air bersih, air baku dan kebutuhan untuk bangunan, halaman maupun kawasan. Jika air hujan dalam tampungan over flow dari subreservoir dialirkan ke dalam sumur resapan air hujan.  Limbah padat yang berasal dari toilet, dalam hal ini adalah kotoran manusia, pada dasarnya dapat terurai dengan menggunakan bio septictank, tetapi limbah ini dapat digunakan lagi sebagai media penyubur tanaman melalui proses filtrasi organik.

377


Gambar 4. 12 Pengolahan Limbah Air Menjadi Air Bersih Sumber: https://google.com

JARINGAN LISTRIK  Dalam pilot projek nantinya genset untuk mengganti jaringan listrik pusat apabila terjadi pemadaman pada waktu-waktu tertentu.  Selain menggunakan genset, pada pedestrian dan lapangan olahraga akan direncakanan menggunakan Pavegen Floor Tiles yang bisa menghasilkan energy listrik melalui energy kinetik para pejalan kaki atau penggunanya.  Menurut SNI 03-1733-2004, Setiap unit rumah tangga harus dapat dilayani daya listrik minimum 450 VA per jiwa dan untuk sarana lingkungan sebesar 40% dari total kebutuhan rumah tangga.

Gambar 4. 13 Distribusi Listrik Lewat Energi Kinetik (Kiri) dan Mesin Genset (Kanan) Sumber: https://google.com

SISTEM KOMUNIKASI  Sistem komunikasi dalam perkampungan vertikal menggunakan pengeras suara, kentongan dan telepon.

nantinya

akan

Gambar 4. 14 Sistem Komunikasi Dalam Perkampungan Vertikal Sumber: https://google.com

378


JARINGAN PEMBUANGAN SAMPAH  Sampah yang timbul pada bangunan ini dipilah-pilah sesuai dengan sifatnya, sampah organik dipisahkan dengan sampah anorganik. Untuk sampah organik dapat dimanfaatkan kembali menjadi kompos lalu dapat digunakan untuk menyuburkan tanaman di sekitar bangunan. Untuk sampah anorganik dipilahpilah kembali, beberapa ada yang didaur ulang dan yang sudah tidak layak dibuang ke TPS RT lalu menuju TPS RW.

Gambar 4. 15 Jaringan Pendistribusian Pembuangan Sampah Sumber: https://google.com

SISTEM PENGAMANAN KEBAKARAN  Pada sistem penanggulangan kebakaran terhadap bangunan bangunan kampung vertikal akan menggunakan tangga darurat yang menggunakan jenis dinding massif yang anti-api. Dalam Permen PU No. 26 Tahun 2008, bahan lapis penutup tahan api yang antara lain terbuat dari 13 mm, papan plester tahan api atau 12 mm, lembaran semen serat selulosa dengan tingkat ketahan api minimal 30 menit, pintu darurat, sprinkler dan smoke detector dan APAR.  Pada perencanaan ruang luar, projek ini menggunakan Hydrant Pillar.

Gambar 4. 16 Hydrant Pillar Outdoor dan Sprinkle Dalam Bangunan Sumber: https://google.com

SISTEM KENYAMANAN TERMAL  Dalam perkampungan vertikal juga terdapat standar kenyaman termal dari perlindungan panas melalui penggunaan material dan proteksi struktur konstruksi bangunan. Untuk mencapai kenyamanan termal dalam unit hunian, konstruksi bangunan dengan kulit luar yang diberi ventilasi silang dengan persyaratan penampang lintang ventilasi bagian belakang pada setiap tempat adalah 2cm dan perbedaan tinggi minimum 10% antara masuk dan keluarnya udara.

379


SISTEM PENCAHAYAAN ALAMI  Dalam pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal ini pencahayaan alami dilakukan dengan membuat bukaan-bukaan pada dinding dan beberapa pada atap supaya terang langit dapat masuk ke dalam ruangan. Pencahayaan alami hendaknya diaplikasikan semaksimal mungkin di dalam bangunan untuk mencegah timbulnya jamur dan mengurangi ruang-ruang yang lembab.  Lewat tema desain tentang arsitektur tektonika, aspek pencahayaan dihitung untuk mencari standar kenyamanan dalam bangunan, Dari perhitungan tersebut, bentuk-bentuk cahaya alami yang masuk akan bisa lebih dirasakan sehingga bisa mempengaruhi psikologis yang positif bagi masyarakat kampung vertikal.

Gambar 4. 17 Contoh Pengaplikasian Sistem Pencahayaan Alami Pada Bangunan Sumber: https://pinterest.com

SISTEM PENCAHAYAAN BUATAN  Untuk ruang-ruang yang tidak dimungkinkan mengaplikasikan pencahayaan alami dapat menggunakan lampu sebagai pencahayaan buatan. Dapat dilakukan dengan mengaplikasikan lampu-lampu di titik tertentu di area bangunan. Tingkat terang pada bangunan ini idealnya 60lux.

Gambar 4. 18 Pengaplikasian Pencahayaan Buatan Dalam Bangunan Sumber: https://google.com

380


SISTEM PENGHAWAAN  Sistem penghawaan pilot projek ini menggunakan penghawaan alami untuk perkampungan vertikal dan penghawaan buatan di ruang-ruang pengelola.  Menurut SNI 03-6572-2001 ventilasi alami yang disediakan idak kurang dari 5% terhadap luas lantai ruangan. Dalam area unit hunian akan direncakanan dengan kenyamnan suhu yang Nyaman optimal, antara temperatur efektif 22,80°C - 25,80°C dengan kelembaban udara relatif yang dianjurkan antara 40% - 50%.  Unit Hunian nantinya akan didesain dengan ventilasi silang.  Pada area pengelola AC yang dipakai menggunakan jenis AC split karena perbedaan aktivitas dan kebutuhan pada tiap ruangnya.

Gambar 4. 19 Sistem Penghawaan buatan Menggunakan AC dan Alur Penghawaan Alami Sumber: https://pinterest.com

SISTEM TRANSPORTASI DALAM BANGUNAN  Penggunaan sistem transportasi vertikal dibutuhkan pada projek ini, karena Perkampungan Vertikal ini direncanakan terdiri maksimal 3 lantai. Beberapa sistem transportasi vertikal yang digunakan pada proyek ini, yaitu tangga dengan peletakan sentral didalam bangunan dengan jarak pencapaian terjauh ±30 meter dan ramp untuk penyandang disabilitas dan orang-orang lanjut usia dengan standar kemiringan tidak melebihi 1:12.

Gambar 4. 20 Penerapan Tangga Manual dan Ramp Untuk Sirkulasi Vertikal Bangunan Sumber: https://pinterest.com

381


SISTEM PENANGKAL PETIR  Sistem yang diterapkan pada setiap bangunan perkampungan vertikal menggunakan sistem Thomas karena memiliki jangkauan yang luas. Selain itu Sistem Thomas juga ramah lingkungan.

Gambar 4. 21 Penangkal Petir Sistem Thomas Sumber: https://google.com

SISTEM KEAMANAN BANGUNAN  Dalam pilot projek sistem keamanan aktif yang dilakukan dengan menggunakan jasa (security) yang bertugas mengontrol keamanan seluruh aktivitas skala makro (RW).  Untuk keamanan masing-masing RT dalam Bangunan Perkampungan Vertikal tetap menggunakan kebudayaan masyarakat dengan penyediaan poskamling seperti kampung horizontal pada umumnya.  Untuk area pengelola bangunan menggunakan system CCTV yang terpasang pada tiap sudut ruang bersama, baik indoor maupun outdoor.

Gambar 4. 22 Sistem Keamanan Aktif dan CCTV Sebagai SIstem Pengamanan Pasif Sumber: https://google.com

SISTEM PENGAMANAN BANJIR PADA KAWASAN MIKRO DAN MAKRO  Perbaikan jaringan drainase kawasan mikro maupun makro dengan pelebaran.  Penanaman vegetasi dengan jenis tanaman keras pada wilayah jalur hijau dan daerah hijau ditanami dengan kerapatan tanaman yang tinggi dengan konsep Interactive Urban Forestry.  Pembuatan embung atau kolam retensi pada RW 2 yang nantinya akan menampung air limpasan RW 2, selian itu kolam retensi ini juga bisa menjaga siklus iklin mikro kawasan RW 2.  Adanya sumur resapan pada 5 bangunan perkampungan (Tiap RT) di kawasan RW 2.

382


 Rain Harvesting atau pemanenan air hujan pada setiap bangunan perkampungan vertikal di RW 2.  Membentuk beberapa titik biopori pada area perkerasan di RW 2 Kawasan Semanggi.

(1)

(2)

(3)

Gambar 4. 23 Kolam Retensi Kawasan Makro (1), Perbaikan Drainase Untuk Air Limpasan dan Vegetasi Keras Untuk Konsep Urban Forestry (3) Sumber: https://pinterest.com

SISTEM PENERAPAN TEKNOLOGI  Dalam penerapan teknologi area perkerasan menggunakan Suregreen PP40 Grass Pavers, merupakan sebuah teknologi yang dapat dijadikan alternatif untuk mengganti perkerasan dengan daya serap air hingga >90%.  Penggunaan Pavegen’s Floor Tiles pada area fasilitas olahraga dan pedestrian. Material ini mengandalkan energy kintetik pejalan kaki untuk menghasilkan energi terbarukan yang dapat digunakan kembali yang cukup kuat untuk menyalakan listrik. Pavegen’s Floor Tiles juga memiliki sensor API nirkabel, yang mentransmisikan data tentang perilaku gerakan di daerah di mana material ini dipasang.  Mengolah Modular Building System Construction’s dalam penyelesaian konstruksi bangunan pada projek, khususnya pada perkampungan vertikal. Ini merupakan sebuah metode pelaksanaan pembangunan dengan memanfaatkan material atau komponen fabrikasi yang dibuat di luar lokasi projek atau di dalam lokasi projek.

(3) (2) (1) Gambar 4. 24 Modular Building System (1), Pavegen’s Floor (2) dan Grass Paver’s (3) Sumber: https://google.com

383


4.2.6

Program Tapak Kawasan Tabel 4. 17 Program Tapak Pada Kawasan Mikro Sumber: Analisis Pribadi, 2018

PROSENTASE RUANG TERBUKA HIJAU Dalam perencanaan minimal ruang terbuka hijau dalam kawasan RW 2 adalah 20% dari luas kebutuhan lahan. Ruang terbuka hijau terbagi dalam setiap perkampungan vertikal RT dengan jumlah total 6.350 m² (masingmasing Perkampungan Vertikal RT adalah 1.270 m²). Ruang terbuka hijau pada masing-masing RT akan direncanakan antara lain area berkebun untuk produksi komsumsi warga dalam kampung vertikal, taman milik RT, sedikit perkerasan pada plaza dan playground. Sedangkan dalam skala RW luas kebutuhan ruang terbuka hijau adalah 19.970,7 m² yang digunakan sebagai lapangan sepak bola, taman milik RW, Ampitheatre dan sedikit perkerasan pada beberapa area olahraga. Dari perhitungan KDH minimal, kawasan makro harus menyediakan minimal 24.248,68 m².

Gambar 4. 25 Contoh Perencanaan Ruang Terrbuka Hijau Sumber: https://archdaily.com

PERBAIKAN IKLIM MIKRO Untuk perbaikan iklim mikro dalam lingkup kawasan makro RW 2 menggunakan pendekatan konsep zero run-off dengan 3 komponen utama yakni, Sistem Penampungan Air Hujan (SPAH) pada skala mikro (masingmasing bangunan perkampungan vertikal), Kolam Retensi (Dalam skala RW 2) dan Sumur Resapan (Pada masing-masing bangunan perkampungan vertikal RT). Untuk menunjang konservasi air tanah, maka terdapat beberapa lubang biopori yang bisa membantu meresapkan air ke dalam tanah. Selain beberapa konsep meresapkan air diatas, Sistem Penampungan Air Hujan (SPAH) pada masing-masing bangunan perkampungan vertikal RT bisa memanfaatkan cadangan air hujan yang telah diolah tersebut sebagai air bersih. Kolam Retensi juga berguna untuk memperbaiki iklim mikro dalam kawasan RW 2. Kolam Retensi ini juga bisa dimanfaatkan kembali setelah diolah untuk membantu mensuplai kebutuhan air bersih dalma skala kawasan. Lubang-lubang biopori juga bisa dimanfaatkan untuk pembuatan kompos dari limbah alami dari rumah tangga.

384


(1) (2) (3) Gambar 4. 26 Penerapan Biopori (1), Pengolahan Limbah Cair Dengan Biofilter (2) dan Perencanaan Kolam Retensi Pada Kawasan Mikro (3) Sumber: https://google.com

PERLINDUNGAN BANGUNAN DAN PENGUATAN TANAH  Dalam pengembangan daerah tepian sungai Bengawan Solo akan direncakanan dengan perkuatan tanggul sungai. Dengan mencermati desain tanggul dari perencanaan DD Dan LARAP Tanggul Bengawan Solo Kota Surakarta oleh Balai Besar Sungai Bengawan Solo.  Sedangkan upaya dalam pencegahan erosi tanah adalah dengan membuat sisipan cangkok perdu, akar perdu akan mengikat lerengan sungai. Atau cara lain dengan meletakkan concrete lawn block terlebih dahulu pada lerengan. JENIS VEGETASI  Vegetasi dalam tapak kawasan akan tetap dipertahankan dan ada beberapa yang dipindah. Penambahan vegetasi yang akan dimasukkan dalam kawasan mikro maupun makro diantaranya Bambu, bambu merupakan pohon yang bisa membantu menciptakan iklim mikro pada kawasan. Selain itu batangbatang bambu bisa dipanen dan dipakai untuk menunjang pelatihan industri kreatif kerajinan tangan di RW 2.  Selain bambu, ada juga pohon akasia (Acacia Mangium, Acacia Crassicarpa). Pohon Akasia membantu memperbaiki struktur tanah, mencegah terjadinya banjir dan tanah longsor, dengan daya

Gambar 4. 27 Pohon Akasia Sumber: http://www.aprilasia.com

Gambar 4. 28 Pohon Trembesi Sumber: https://alampriangan.com

385


serap karbondioksida 5.295,47 (kg/pohon/tahun).  Penanaman pohon trembesi sebagai peneduh kawasan juga diletakkan dalam perencanaan lansekap. Pohon trembesi bisa tumbuh sampai engan ketinggian bisa mencapai hingga 20 meter dan tajuknya sangat lebar. Pohon Trembesi mampu menyerap 28.442 (kg/pohon/tahun).  Untuk peneduh ruang terbuka hijau menggunakan Pohon Ketapang Kencana. Pohon Ketapang Kencana mampu tumbuh di iklim pesisir (dataran rendah) yang memiliki curah hujan kurang lebih 1.000 hingga 3.500 mm per tahun. Pohon Ketapang Kencana adalah pohon besar yang rindang. Tingginya bisa mencapai 10 – 20 meter, dengan lebar batang sebesar 1,5 meter.  Untuk menyerap polusi udara dalam kawasan menggunakan Pohon Angsana dan Pohon Mangga yang sudah ada pada eksisting kawasan.

Gambar 4. 29 Pohon Ketapang Kencana Sumber: https://www.gardener.id

Gambar 4. 30 Pohon Angsana Sumber: http://www.biodiversitywarriors.org

PENUTUP AREA PERKERASAN  Penggunaan Pavegen’s Floor Tiles pada area fasilitas olahraga dan pedestrian. Material ini mengandalkan energi kintetik pejalan kaki untuk menghasilkan energi terbarukan yang dapat digunakan kembali yang cukup kuat untuk menyalakan listrik. Pavegen’s Floor Tiles juga memiliki sensor api nirkabel, yang mentransmisikan data tentang

Gambar 4. 31 Pavegen’s Floor Tiles Sumber: https://www.dezeen.com

386


perilaku gerakan di daerah di mana material ini dipasang.  Perkerasan jalanmenggunakan Top Mix Permeable yakni, teknologi beton berongga yang mampu meresapkan air hingga 8000L dalam setiap menitnya. Gambar 4. 32 Top Mix Permeable Sumber: http://www.vwrrc.vt.edu

 Penerapan teknologi area perkerasan menggunakan Suregreen PP40 Grass Pavers, merupakan sebuah teknologi yang dapat dijadikan alternatif untuk mengganti perkerasan dengan daya serap air hingga >90%. Gambar 4. 33 Suregreen PP40 Grass Pavers Sumber: https://google.com

 Pada area ruang terbuka hijau menggunakan rumput gajah mini dan rumput peking. Penggunaan material penutup atap ini juga mengikuti tipologi vegetasi pada kawasan sendiri, yakni rerumputan yang didominasi oleh rumput gajah, rumput jalu dan cocor bebek. Rumput gajah mini cukup baik untuk area sirkulasi yang bisa dikombinasikan dengan grass block. Rumput peking merupakan jenis rumput yang memiliki pertumbuhan yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai ground cover pada area ruang terbuka hijau tapak. Dengan adanya rerumputan sebagai penutup tanah, maka air hujan dapat meresap kedalam tanah dan bisa memperbaiki kualitas air tanah sehingga bisa menunjang perbaikan iklim mikro kawasan RW 2.

Gambar 4. 34 Rumput Gajah Mini Sumber: https://en.indotrading.com

Gambar 4. 35 Rumput Peking Sumber: https://google.com

387


 Pada beberapa perpaduan perkerasan di area ruang terbuka hijau dan plaza PKL menggunakan grass block. Grass block juga membantu peresapan air ke tanah.

 Dalam perencanaan pilot projek, area amphitheatre banyak difungsikan sebagai pusat aktivitas para warga seperti menonton budaya, seni tari atau sekedar menikmati ruang terbuka, maka dari aspek kenyamanan, fungsi dan pola aktivitas tersebut, area perkerasan itu menggunakan buis beton dengan warna alami batu kali yang diisi dengan kerikil dan disusun secara stereotomic. Dari penyusunan tersebut buis beton mengarah pada area yang lebih tinggi. Buis beton yang diisi kerikil bertujuan untuk meresapkan air kedalam tanah lewat sela-sela tumpukan kerikil.

Gambar 4. 36 Grass Block Area Perkerasan Sumber: https://google.com

Gambar 4. 37 Perkerasan Pada Gua Maria Penadaran, Gubug Jawa Tengah Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

TEMPAT PENGOLAHAN LIMBAH

 Pengolahan limbah tipe black water dari unit hunian di perkampungan vertikal akan diwadahi dengan bioseptictank. Tangki ini mampu mengolah limbah padat dengan cepat menjadi limbah cair tanpa bau dan berwarna jernih ketika keluar dari tanki pengolahan ke selokan. Limbah padat diolah oleh sebuah biofilter yang dilengkapi dengan bakteri pengolah limbah menjadi cairan dan disalurkan lewat melalui

Gambar 4. 38 Biofilter Sumber: https://google.com

388


pipa desinfektan yang dapat merubah cairan menjadi tidak berbau dan berwarna bening.

Gambar 4. 39 Alur Pengolahan Limbah Cair Pada Biofilter Sumber: https://google.com

 Limbah cair yang berasal dari dapur, kamar mandi, dsb. yang tergolong kedalam grey water, dialirkan menuju bak pengumpul limbah untuk selanjutnya diolah melalui filter organik atau biofiltration sehingga hasil pengolahannya dapat digunakan kembali, dengan catatan bukan untuk air yang dikomsumsi.  Limbah air hujan dari atap dialirkan ke dalam saluran drainase bangunan, disadap dan dilewatkan pada saringan berlubang (screen) dan saringan kasar horizontal media batu kapur dan ditampung di dalam subreservoir (Sarbidi, 2012). Air yang ditampung subreservoir dimanfaatkan sebagai air bersih, air baku dan kebutuhan untuk bangunan, halaman maupun kawasan. Jika air hujan dalam tampungan over flow dari subreservoir dialirkan ke dalam sumur resapan air hujan.

Gambar 4. 40 Potongan Biofilter Sumber: https://google.com

Gambar 4. 41 Potongan Biofilter Groundtank Sumber: https://google.com

389


 Pada area perkerasan diletakkan juga biopori, Biopori adalah lubang sedalam 80 – 100 cm dengan diameter antara 10 sampai dengan 30 cm, sebagi lubang resapan untuk menampung air hujan dan meresapkannya kembali ke dalam tanah. Resapan Lubang Biopori juga mampu mendukung daya tampung tanah terhadap air hujan, mengurangi genangan air, sehingga dapat mengurangi volume debit air dalam kawasan.  Resapan lubang biopori juga bisa dimanfaatkan sebagai pembuatan kompos alami dari sampah organik yang dimasukkan dalam lubang biopori. Bila lubang biopori yang dibuat berdiameter 10 cm dengen kedalaman 100 cm, maka setiap lubang dapat menampung 7.8 liter sampah organik dan dapat diisi dengan sampah organik selama 2-3 hari. (Sumber: https://bioporibdg.wordpress.com pada 17 Desember 2017 pukul 23:55 WIB)

4.2.6

Gambar 4. 42 Biopori dan Pengolahan Sampah Organik Sumber: https://bioporibdg.wordpress.com

Gambar 4. 43 Pengaplikasian Lupang Biopori Sumber: https://google.com

Program Perhitungan Sistem Bangunan a. Perhitungan Debit Air Limpasan Kawasan (Qmaksimum) Dalam menghitung debit air hujan yang jatuh dalam kawasan menggunakan asumsi rumus perhitungan:

Qmaksimum = I x A

390


Keterangan: Qmaks : Debit Air Hujan yang Jatuh Dalam Kawasan I

: Rata-rata Intensitas Curah Hujan (mm/tahun)

A

: Luas Area Kawasan (m²) Dalam pilot projek ini menggunakan data dari Badan Pusat

Statistik Kota Surakarta tentang curah hujan dalam kurun 5 tahun (2012-2016). Tabel 4. 18 Rata-rata Banyak Curah Hujan Pada Kawasan Mikro Dalam Kurun Waktu 5 Tahun Sumber: Analisis Pribadi, 2018 dan Data BPS Kota Surakarta

Periode Tahun 2012 2013 2014 2015 2016 Rata-rata

Banyaknya Curah Hujan (mm) / Tahun 3774,6 mm/tahun 2615,8 mm/tahun 1703,1 mm/tahun 1744,8 mm/tahun 1187 mm/tahun 2205,06 mm/tahun

Perhitungan: Qmaks

=IxA = 2205,06 (mm/tahun) x 60.621,7 (m²) = 2,206 x 60.621,7 = 133.731,47 m³/tahun Dari data intensitas curah hujan tersebut maka minimal lahan

embung retensi yang hendaknya dirancang dalam kawasan bisa menampung 133.731,47 liter air hujan per tahun.

391


b. Perhitungan Kebutuhan Air Bersih Tabel 4. 19 Perhitunga Kebutuhan Air Bersih Pada Kawasan Mikro Sumber: Analisis Pribadi, 2018 dan SNI

Pelaku

Standar

Jumlah

Penghuni RT 1 120 311 Penghuni RT 2 120 306 Penghuni RT 3 120 298 Penghuni RT 4 120 410 Penghuni RT 5 120 276 Pengelola 120 150 Total 1.753 Cadangan Air 20% Total AKhir

Untuk

pemakaian

rata-rata,

Total Kebutuhan Air (Liter/hari) 37.320 36.720 35.760 49.200 33.120 18.000 210.360 Liter/hari 42.072 252.432 Liter/hari

dilakukan

perhitungan

menggunakan rumus: Qh= Qd/T Keterangan: Qh

= Pemakaian air rata-rata (Liter/jam)

Qd

= Pemakai air rata-rata sehari (Liter)

T

= Jangka Waktu Pemakaian (Jam)

Perhitungan: Qh

= 252.432 24 = 10.518 Liter/jam Diasumsikan:

 Tandon air menampung air untuk 2 hari

392


 Penggunaan air pada jam puncak 2x dari jam normal  Jam Puncak terjadi 3x sehari selama 3 jam Kebutuhan air selama 2 hari (cadangan air): Volume kebutuhan air selama 2 hari

= Volume Tandon

2 x 252.432 Liter = A + B 504.864 Liter = A + B Kebutuhan air pada jam puncak Qhmax= C x Qh Keterangan: Qhmax

= Pemakaian air jam puncak

C

= Konstanta (1,5-2)

T

= Pemakaian air rata-rata (Liter/jam) Perhitungan:

Qhmax

= 2 x 10.518 Liter/jam = 21.036 Liter/jam

Volume Tandon Atas

= 21.036 Liter

Volume Tandon Bawah = 504.864 Liter – 21.036 = 483.828 Liter c. Perhitungan Beban Listrik Bangunan Tabel 4. 20 Perhitungan Beban Listrik Pada Kawasan Mikro Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Pelaku

Standar

Luas (m²)

Penghuni RT 1

450 VA

12.594,6

Total Kebutuhan Listrik (watt) 5.667.570

393


Penghuni RT 2 Penghuni RT 3 Penghuni RT 4 Penghuni RT 5 Pengelola Kawasan Total

450 VA 450 VA 450 VA 450 VA 450 VA 180 VA

12.917,2 12.121,2 15.213,4 11.527,2 3.718,7 19.970,7 60.621,7

5.812.740 5.454.540 6.846.030 5.187.240 1.673.415 3.594.726 30.645.855 Watt

394


BAB V KAJIAN TEORI PENGEMBANGAN DAN PENATAAN KAWASAN SEMANGGI SEBAGAI MIX-USED URBAN DISTRICT DI SURAKARTA

5.1

Kajian Teori Tema dan Penekanan Desain Pada

perencanaan

dan

perancangan

pilot

projek

Penataan

Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta ini menggunakan tema desain Arsitektur Tektonika, yang akan diimplementasikan baik secara makro maupun mikro pada tapak terpilih. Arsitektur Tektonika berhubungan erat dengan konsep yang berkaitan dengan material, struktur dan konstruksi, namun tektonika lebih menekankan pada aspek estetika yang dihasilkan oleh suatu sistem struktur atau ekspresi dari suatu konstruksi yang mempunyai aspek simbolik yang representatif agar mampu melahirkan identitas arsitektur yang kaya akan budaya. 5.1.1

Uraian Interpretasi dan Elaborasi Teori Tema dan Penekanan Desain a. Tema Desain Arsitektur Tektonika Pengertian secara etimologi dari tema desain Arsitektur Tektonika yakni:  Pengertian tektonika menurut Frampton (1995:4) tektonika berasal dari kata tekton dan sering ditulis sebagai kata tektonamai dalam bahasa Yunani yang secara harafiah berarti pertukangan kayu atau pembangun. Dalam bahasa Sansekerta dapat disamakan dengan

395


kata taksan yang juga berarti seni pertukangan kayu yang menggunakan kapak. Istilah yang sama juga ditemukan dalam puisi Vedic yang juga berarti pertukangan kayu. Menurut Eko Prawoto (1999:4) tektonika merupakan aspek arsitektur yang berkaitan dengan bagaimana mengolah dan mempertemukan bahan bangunan serta mengartikulasikan penyelesaian sambungan dalam kaitan dengan gaya konstruksi. Persoalan tektonika lebih dari sekedar penyelesaian teknis statika bangunan. Sekalipun wujud akhirnya mungkin sama yaitu bangunan tidak ambruk namun artikulasi tentang mekanisme yang sebenarnya terjadi dalam penyaluran dan pengalihan beban dan gaya, serta pengolahan bahan

akan

menentukan

kualitas

arsitekturnya

secara

keseluruhan. Jadi dalam pengertian secara etimologi, Arsitektur Tektonika merupakan sebuah penyelesaiaan struktur dan konstruksi yang benar (stabil) dan jujur menjadi sumber keindahan suatu ruang yang diciptakan melalui karya arsitektural yang dalam, kaya akan makna, budaya dan berpuisi. Pemahaman tektonika mencakup penyelesaian logika struktur suatu ruang, penanganan sambungan konstruksi, kepandaian pengolahan dan pertemuan bahan material sehingga mampu

396


memunculkan ekspresi bangunan. Tahap perancangan dengan menggunakan konsep tektonika arsitektur yaitu:  Peka menentukan citra ruang dari fungsi dan aktivitas yang akan diwadahi.  Tepat menggunakan metoda konstruksi untuk mencapai kestabilan dan kekuatan.  Peka melihat dan mengolah karakter material yang dipilih.  Harmonis meleburkan citra ruang, penyelesaian konstruksi, pengolahan material dengan benar, jujur dan wajar sehingga memunculkan keindahan. Tektonika dituliskan Y.B Mangunwijaya (1988:262) yang beliau bangun dari hikmah pemikiran Yunani. Segala bangunan berhakikat dua prinsip : (1) ada unsur yang dipikul atau ditopang dan (2) unsur lain yang memikul atau menopang. Bila antara yang dipikul dan memikulnya ada keseimbangan, artinya serba stabil, maka hakikat bangunan sudah tertemulah dan justru itulah yang harus diespresikan, yakni tektoon. Tektoon menunjuk pada segala yang stabil, yang tidak roboh, yang dapat diandalkannya. Pengertian tektoon tidak terbatas sempit pada

- yang

berhubungan dengan kekokohan statika bangunan. Esensinya ialah pengejawantahan logika yang tajam menganalisa unur-unsur bagian dalam hubungannya dengan yang lain, sehingga bangunan berdiri

397


secara benar sesuai dengan hukum alam dan begitu memperoleh pada kehidupannya. Buah arsitektur yang berkualitas selalu punya daya citra yang khas, memiliki kekuatan terhadap persepsi maupun cita rasa psikologis orang yang menghadapinya. (Mangunwijaya, 1988:284). Oleh karena itu, bila kita berarsitektur, artinya berbahasa dengan ruang dan gatra, dengan garis dan bidang, dengan bahan material dan suasana tempat, sudah sewajarnyalah kita berarsitektur secara budayawan; dengan nurani dan tanggung jawab penggunaan bahasa arsitektural yang baik. Bahkan kalau mungkin, walaupun tentu saja tidak setiap orang mampu: dengan puisi (Mangunwijaya, 1988:20). Menurut Porphyrios, ada 3 hal pokok yang menjadi urusan utama dalam bertektonika (Arthana, 2002), yakni: 1. Sifat-sifat Bahan Perhatian terhadap bahan terutama terhadap sifat terbatas dan sifat formal dari bahan konstruksi, berupa kayu, batu-bata, baja, batu dan sebagainya. Sifat terbatas bahan yang dimaksud menyangkut

tentang

kemampuan

bahan

tersebut

untuk

dipergunakan sebagai bahan konstruksi. Sedangkan sifat formal yang dimaksudkan menyangkut tentang kemampuan bahan tersebut menahan gaya atau beban yang ditimpakan (Kuat tekan

398


atau kuat tarik). Dengan memperhatikan sifat-sifat bahan ini akan sangat berpengaruh terhadap kemunculan penempatannya. 2. Metode dan Teknik Penggabungan Bahan Metode menunjuk pada acara yang digunakan, sedangkan teknik penggabungan menunjuk pada proses penyusunan bahan. Posisi metode dan teknik penggabungan bahan menduduki tempat terpenting dalam tektonika, sebab tektonika pada dasarnya adalah sebuah cara dalam penyelesaian konstruksi. Metode menunjuk cara penyambungan dan teknik menunjuk pada strategi atau proses kerja yang digunakan. 3. Statika Visual Bentuk Statika visual bentuk yang dimaksud adalah prinsip-prinsip statika (Ilmu Gaya) yang dapat ditampilkan oleh bentukan, melalui kegiatan berkonstruksi. Unsur ini menunjuk pada tampilan yang dihasikan melalui proses konstruksi, dimana bentuk yang hadir tampil dengan wajah yang menggambarkan hubungan material secara ontologi, menyatu, seimbang dan ekspresif. Hubungan antara bentuk dengan teknik berkonstruksi dalam menghasilkan bentuk, dibedakan menjadi 5 kategori (Arthana, 2002), yang terdiri dari:

399


1. Glorification Technique Di sini kemajuan teknologi ditampilkan secara ekpose apa adanya ke dalam wujud arsitektur, sehingga hadir sebuah bentuk atau sosok yang ekspresif dengan kemegahan struktur teknologi. 2. Technique as an Image Berbeda dengan Glorification Technique dimana bentuk dihasilkan dari ekspresi yang menyatu dari teknologi, maka sebaliknya Technique as an Image melakukan pendekatan melalui bentuk imajinasi desain dan kemudian dicarikan teknologi yang sesuai walaupun terkadang dikerjakan dengan sistem kerajinan tangan. Teknik pelaksanaan disesuaikan dengan desain yang dibuat dan diikuti oleh pemakaian teknologi yang mendukung desain. 3. Falsification of Technique Teknik menghasilkan bentuk dengan mengubah penampilan melalui penambahan dekorasi, namun tetap terlihat kekuatan konstruksi teknik yang dipergunakan, seperti penampilan pilar-pilar pada zaman Yunani. 4. Technique of Subjected Merupakan salah satu teknik dalam menghadirkan teknologi yang struktur dan konstruksinya disembunyikan oleh tema dari tampilan fasad yang diinginkan. Teknologi struktur hanya menjadi

400


dasar pembentuk wujud arsitektur yang kemudian dilapisi atau diselesaikan dengan tema tampilan artistik yang diinginkan. 5. Technique Tamed Merupakan teknik penyelesaian konstruksi dengan menutupi struktur konstruksi pada bagian luar bangunan. b. Konsep Zero Run-Off Dalam Skala Mikro Kawasan Alih fungsi lahan yang semakin meningkat menyebabkan semakin berkurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan berkurangnya area resapan air khususnya di daerah perkotaan. Hal ini disebabkan oleh pesatnya peningkatan jumlah penduduk terus meningkat yang sebanding dengan meningkatnya kebutuhan ruang dan sumberdaya. Berkurangnya area resapan air akan mempercepat terjadinya aliran permukaan (run-off) dan memicu terjadinya banjir (Kodoatie, 2002). Banjir berasal dari aliran limpasan yang mengalir melalui sungai atau menjadi genangan. Limpasan air yang mengalir pada permukaan tanah disebabkan oleh tingkat infiltrasi air telah terlampaui, dengan kata lain tanah telah jenuh sehingga air mengalir menjadi limpasan permukaan. Konsep periode ulang tahun tertentu akan dihitung dengan probabilitas 5%. Besarnya periode ulang menunjunkkan interval tahun rata-rata berlangsungnya kejadian serupa dalam kurun waktu yang sangat panjang (Asdak, 2002).

401


Beberapa konsep untuk menanggulangi bencana banjir pada Kawasan Semanggi adalah Konsep Zero Run-Off. Berdasarkan Pergub DKI Jakarta No. 43 Tahun 2013 tentang Pelayanan Rekomendasi Peil Lantai Bangunan pasal 1 ayat 16, yang dimaksud dengan zero delta Q (Run-Off) adalah kebijakan prinsip keharusan agar tiap bangunan tidak boleh mengakibatkan bertambahnya debit air ke sistem saluran drainase atau sistem aliran sungai. Artinya debit air akibat pembangunan (run-off tambahan akibat pembangunan) harus ditahan sehingga tambahan debit (ΔQ)-nya adalah nol. Hal ini diupayakan dengan membuat 3 komponen utama, yakni: 1. Sistem Penampungan Air Hujan (SPAH) atau Rain Water Tank (RWT). 2. Kolam Resapan atau Kolam Konservasi. 3. Sumur Resapan. Kolam konservasi adalah kolam-kolam yang ada ditengah daerah perkotaan, permukiman, pertanian dan daerah Perkebunan (Maryono, 2005). Kolam pengumpul air hujan (PAH) merupakan kolam atau wadah yang dipergunakan untuk menampung air hujan yang jatuh di atas bangunan yang disalurkan melalui talang. Terdapat 2 Manfaat dari

402


kolam tampungan air hujan yang digabungkan dengan penampungan air hujan, yakni: 1. Menampung air larian. 2. Menyimpan air untuk musim kemarau dan bisa dimanfaatkan. Sumur resapan adalah salah satu prasarana untuk menampung dan meresapkan air hujan. Sumur resapan merupakan sumur kosong dengan kapasitas tampung sebelum air meresap ke dalam tanah.

403


Zero run-off merupakan salah-satu konsep dalam upaya mengendalikan banjir yang diakibatkan oleh air hujan dan run-off. Konsep zero run-off sudah pernah diterapkan di DKI Jakarta dalam upaya mengendalikan banjir di daerah hilir DKI Jakarta. Untuk DAS Belik, kriteria sumur resapan yang direncanakan adalah sebagai berikut: 1. Setiap luas bangunan 50 m2 memiliki 1 sumur resapan dengan kedalaman 3 m dan dengan diameter 90 cm. Sumur resapan ini di disain untuk curah hujan 30 ml/jam dengan asumsi, ketika curah hujan kurang dari 30 ml/jam, maka air akan sepenuhnya masuk dan meresap ke dalam tanah sehingga tersimpan menjadi air tanah. 2. Sumur

resapan

dilengkapi

dengan

filter

untuk

mencegah

pencemaran air tanah. Filter bisa berupa tanaman-tanaman organik. 3. Biopori baik untuk peresapan air atau mempercepat infiltrasi air, namun kurang cocok untuk mengendalikan banjir. Hal yang lebih efisien yaitu dengan membangun embung, waduk, atau situ. Pembangunan embung sudah pernah dilaksanakan dalam upaya mengendalikan banjir di Kota Yogyakarta. 4. Pembuatan kolam retensi di halaman yang masih terdapat tanah. Kolam retensi bisa berupa taman atau ledoan untuk jalur masuknya air ke dalam tanah.

404


5. Membuat area resapan dengan agroforestri sederhana, dimana setiap rumah memiliki taman yang ditanami tanaman bertingkat sehingga akan membantu dalam upaya menahan laju aliran air permukaan. Setiap 50 m2 bangunan memiliki 1 sumur resapan. Sumur resapan bisa dilengkapi dengan filter yang berfungsi sebagai penyaring bahan pencemar yang berpotensi mencemari air tanah. Salah satu filter yaitu tanaman-tanaman yang bisa menyerap bahan pencemar dan batuan-batuan yang bisa menahan sampah dan bahan pencemar. Kedalaman sumur 3m (Kedalaman muka air tanah) dan efektivitas sumur resapan dengan diameter sumur 19 cm. 5.1.2

Studi Preseden a. Wisma Kuwera, Yogyakarta Wisma Kuwera adalah rumah tinggal Y.B Mangunwijaya (Romo Mangun) yang terletak di Gang Kuwera, Gejayan Yogyakarta. Rumah berada dalam kawasan perkampungan yang dominan bangunan kampung walaupun banyak bangunan tinggi pertokoan di pinggir jalan Gejayan. Jalan depan rumah saja hanya bisa dilewati satu mobil. Wisma Kuwera adalah rumah yang ditempati Romo Mangun sampai akhir beliau wafat di tahun 1999. Selain sebagai rumah juga merupakan kantor yayasan pendidikan yang didirikan Romo Mangun yaitu Dinamika Edukasi Dasar (DED). DED fokus pada pendidikan

405


dasar kaum kecil, lemah, miskin dan tersingkir (KLMT) hingga sekarang mengasuh SD Mangunan dan Wisma Arita di Kalasan Yogyakarta.

Gambar 5. 1 Perspektif Depan Wisma Kuwera (Kiri) dan Tampak Depan Wisma Kuwera (Kanan) Sumber: Jurnal Penerapan Tektonika Arsitektur YB. Mangunwijaya Dalam Perancangan Rumah Tinggal Emha Ainun Nadjib (Lintang Rembulan, 2013)

Konsep rumah panggung dan dominasi pemakaian material kayu, papan, asbes semen, dan bambu berpegang dari sistem konstruksi ringan. Di mana pemakaian dinding batu bata dan perkuatan beton dilakukan di rumah bagian bawah, sedang bagian atas didominasi kolom kayu dan dinding papan. Konstruksi atap menggunakan atap segitiga majemuk sebagai aplikasi atap dingin, sehingga ruang dibawah atap bisa digunakan sebagai ruangan dan panas diselesaikan dengan lapisan sabut dan plafond bambu tutul di bawahnya. Agar panas cepat keluar, di bawah atap selalu diberi bukaan berupa jendela sebesar-besarnya. Bukaan tersebut mengikuti bentuk kuda-kuda. Atap dari bahan asbes semen

406


yang dicetak dan dipotong persegi ukuran 30x30cm. atap ringan ini menggunakan sistem jepit dengan seng yang dipakukan langsung pada reng.

Gambar 5. 2 Detail Sambungan Konstruksi Wisma Kuwera Sumber: Jurnal Penerapan Tektonika Arsitektur YB. Mangunwijaya Dalam Perancangan Rumah Tinggal Emha Ainun Nadjib (Lintang Rembulan, 2013)

Kejujuran ekspos struktur konstruksi dan sambungan sangat diperlihatkan

sebagai

penguat

kebenaran

struktur

bangunan.

Konstruksi ringan hadir melalui struktur kolom dan balok kayu yang terkomposisi harmoni antara kolom utuh dengan balok dari papan kayu jepit. Susunan melintang dan membujur balok papan jepit ini memunculkan ruang-ruang sesuai kebenaran struktur. Material struktur didominasi kayu kecuali ruangan yang membutuhkan batas dan perkuatan lebih menggunakan kolom semen dan dinding batu bata. Olahan material kayu didominasi bentuk geometris kaku dan tegas. Sisa kayu juga diguakan untuk meja altar kapel, sesuatu yang remeh atau sisa dipakaikan untuk sesuatu yang

407


agung, belajar tentang kesetaraan bahan. Bangunan didominasi dinding terbuka berupa pintu, jendela putar atau geser, pintu jendela juga dinding berupa rak kaca yang transparan sehingga cahaya dan udara bisa leluasa masuk sepanjang hari. Oleh sebab itu bangunan juga terdiri dari gugus-gugus terpisah yang berbeda ketinggian sehingga aspek fisika bangunan bisa optimal.

Gambar 5. 3 Penggunaan Material Dominasi Kayu Wisma Kuwera Sumber: Jurnal Penerapan Tektonika Arsitektur YB. Mangunwijaya Dalam Perancangan Rumah Tinggal Emha Ainun Nadjib (Lintang Rembulan, 2013)

Dinding semen cetak dengan guratan bambu yang dijadikan bekisting sebagai olahan material lokal. Cetakan memiliki ukuran tertentu yang kemudian dikomposisikan di dinding. Dinding dan atap dilapisi bambu tutul geprek yang dipakukan pada kayu topang sehingga

memiliki

tekstur

dinding

yang

khas

dan

mampu

mendinginkan panas. Pintu, jendela dan bukaan semua dibuat sendiri menyesuaikan kebutuhan ruang. Material berupa kayu glugu, kaca bening, dan nako. terdapat juga jendela nako yang diisi papan kayu

408


sisa. Kebanyakan bukaan menggunakan as putar di tengah bukan di samping agar penghawaan lebih banyak masuk. Olahan material yang dipadupadankan dengan harmoni, dari kayu menuju bambu, kayu menuju kaca/nako, kayu glugu dengan kayu bangkirai, juga kayu dengan besi. Konsep kesetaraan material membuat kepekaan akan karakter material muncul dalam penggunaan. b. Gereja Maria Assumpta, Klaten

Gambar 5. 4 Tampak Depan Gereja Maria Assumpta (Kiri) dan Suasana Dalam Gereja Maria Assumpta (Kanan) Sumber: https://google.com

Gereja Santa Maria Assumpta, Klaten merupakan gereja paroki yang didirikan pada tahun 1968 oleh Romo Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, Pr. Bangunan ini menggantikan gedung lama sebelumnya untuk meningkatkan kualitas gereja dan daya tampung gereja sebelumnya. Gerje ini menerapkan konsep “Katolik yang Jawa� sebagai bentuk inkulturasi dalam gereja terhadap lingkungannya.

409


 Kode penanda pada bentuk bangunan dan lay-out ruang Bentuk bangunan yang keseluruhan adalah persegi panjang yang terbagi menjadi dua buah bujursangkar dengan salah satu sisi terpotong, seperti huruf “L”. Alur sirkulasi dimulai dari halaman depan gereja, dilanjutkan ke dalam menuju inner-court yang dikelilingi oleh selasar. Lay-out ruang berpola simetris yang memiliki as diagonal dengan altar pada satu sisinya pada bujur sangkar pertama, sedangkan bujur sangkar kedua terbagi dua dengan as membelah sisi yang berhadapan. Bentuk simetris ini memiliki makna kestabilan, sifat dapat diandalkan, ketenangan dan kekokohan yang merupakan sifat perlindungan yang dicari oleh manusia dalam agama. Bentuk simetris juga terdapat pada atap bangunan. Atap gereja berbentuk pelana atau tenda yang terdiri dari beberapa atap mengikuti masing-masing ruang dibawahnya. Atap ini didukung oleh tiang-tiang utama (soko guru) dengan bentuk dan dimensi yang berbeda. Bentuk ujung atap yang mengerucut ke atas pada Gambar 1 menyimbolkan citra gunungan, dalam tradisi Jawa berarti penghayatan kepada „Yang Tinggi‟ atau „Yang Berada di Atas‟. Gunungan juga dipakai pada awal dan akhir pertunjukan wayang kulit, yang mewakili alam semesta. Selain itu secara metafora, bentuk atap dengan ujung mencuat ini dapat juga diartikan sebagai posisi tangan yang tertangkup ketika berdoa.

410


Sedangkan pada pertemuan ceiling terdapat bentuk kubus-kubus yang saling bersilangan yang tampak seperti posisi jari-jari tangan yang tertangkup.  Kode penanda pada ornamen dan elemen estetis Pada dinding bawah atap terdapat ornamen berwarna biru, yang berbentuk seperti pohon-pohon dengan ilustrasi-ilustrasi kecil yang menggambarkan kehidupan di dunia beserta isinya (manusia, binatang, tumbuhan, air, api, dan udara) yang ujung atasnya mengarah ke atas (atap). Pohon ini menandakan relasi antara manusia, alam semesta, dan Tuhannya. Dalam agama Katolik terdapat perumpamaan tentang Tuhan sebagai batang pokok pohon dan manusia sebagai ranting pohonnya. Sedangkan dalam keyakinan Jawa, ornamen ini menggambarkan falsafah ‘mamayu hayuning bawono’ yang berarti relasi antara manusia, alam semesta, dan Tuhan harus dijaga sedemikian rupa agar tercipta keharmonisan yang akan memperindah dunia. Ilustrasi-ilustrasi sejenis yang menggambarkan keadaan alam beserta isinya terdapat juga pada kolom-kolom penyangga bangunan gereja. Demikian juga terdapat ilustrasi bapak-ibu-anak (keluarga) yang disinari oleh matahari pada salah satu tiang penyangga atap, ilustrasi ini menggambarkan kerukunan yang membawa kecerahan dan kemakmuran dalam hidup atau dalam bahasa Jawa ‘rukun

411


agawe santoso’. Hal ini sesuai dengan ajaran gereja mengenai hukum keluarga dan cintakasih.

Simbol matahari merupakan

simbol Sol Christi dalam ajaran Katolik, yaitu Cahaya Kristus pembawa kehidupan. Di bagian bawah ilustrasi keluarga tersebut terdapat simbol air dan ikan yang melambangkan hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya yang saling menunjang secara harmonis.  Kode penanda pada system penghawaan dan pencahayaan Sistem

penghawaan

pada

bangunan

adalah

sistem

penghawaan alami, dimana pada beberapa sisi bangunan tidak dibuat dinding, melainkan dibiarkan terbuka. Konsep bangunan yang terbuka ini sesuai dengan konsep rumah orang Jawa yang pada dasarnya bersahabat dan membuka diri terhadap alam tropis (bersifat makrokosmos). Untuk memisahkan area luar dengan dalam, dibuat tembok berlubang-lubang pada beberapa tempat, yang berbatasan langsung dengan taman dalam dan kolam. Pada dinding dan langit-langit gereja, Romo Mangun membuat celahcelah untuk membiarkan cahaya matahari masuk untuk lebih memperkuat kesan sakral serta membantu penghayatan spiritual umat yang datang berdoa disini.

Celah-celah untuk masuknya

cahaya ini ini merupakan prinsip diafan, yang artinya cahaya menembus selaku rahmat Tuhan yang menembus kefanaan hidup

412


manusia dan meneranginya dengan Cahaya Ilahi. Dari sekian banyak celah-celah, terdapat tiga celah yang cukup besar untuk melambangkan kehadiran Allah Tritunggal menurut kepercayaan agama Katolik. Lambang dari Allah Tritunggal ini juga dapat terlihat dari bentuk kolom di sisi kanan dan kiri bangunan yang melengkung ke samping membentuk segitiga, cerminan tritunggal Bapa, Putra, dan Roh Kudus.  Kode penanda pada penggunaan material Dari segi penggunaan material, Romo Mangun banyak menggunakan material batu alam dan keramik tanah liat. Dinding diplester dengan tekstur bergaris kasar dan dicat putih sederhana. Pemilihan material ini memberi makna kesederhanaan dan keheningan

dari

segi

warna

dan

sifat

materialnya,

juga

mencerminkan kedekatan dengan alam. c. The Kriegbaum Logistic Center The Kriegbaum Logistic Center terletak di barat daya Jerman. Atap Hijau yang luas di Bondorf ini dirancang oleh StĂśtzer + Neher Landscape

Architects

terutama

sebagai

atap

alami

untuk

penyimpanan air lanjut. Proyek ini menunjukkan lebih dari 2 dekade menggunakan Atap Hijau sebagai alat pengelolaan air hujan. Seluruh kompleks yang berisi dua gudang besar dan area parkir yang berdekatan tidak memiliki (nol) run-off ke sistem saluran pembuangan.

413


Semua air hujan dipertahankan, dirawat dan diresapkan ke dalam tanah pada tapak.

Gambar 5. 5 The Kriegbaum Logistic Center Sumber: https://google.com

Instalasi atap hijau seluas 14ha ini menjadi tantangan tersendiri karena harus selesai dalam waktu 10 minggu. Ini hanya bisa dicapai dengan memiliki 4 truk artistik blower yang ada di tempat kerja terusmenerus untuk menerapkan 10.000 meter kubik media tanam di atap (sampai 500 meter kubik per hari). Dengan derek hidrolik 150 ton, semua komponen lainnya (hampir 100 muatan truk / 3 per hari) dibawa ke area atap. Proyek tersebut menyelamatkan pemilik bangunan sekitar 2 juta Euro untuk meningkatkan instalasi pengolahan air dan sistem pembuangan limbah.

414


5.1.3

Kemungkinan Penerapan Teori Tema dan Penekanan Desain Kemungkinan penerapan teori tema Arsitektur Tektonika dan

penekanan desain Arsitektur Neo-Vernakular sekaligus konsep Zero Run-Off untuk mikro kawasan yang berkelanjutan pada pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta terletak pada pemilihan material lokal Kota Surakarta yang kental akan Budaya Jawa terkhusus Kawasan Semanggi yang mudah didapatkan dan familiar bagi masyarakat kampung sendiri. Penggunaan struktur yang tepat guna, efisien dan bisa melebur sebagai citra ruang yang khas dari fungsi dan aktivitas perkampungan yang seimbang dan stabil lewat pengejawantahan logika yang tajam menganalisa unsur-unsur bagian dalam hubungan bangunan dan manusia yang hidup dalam naungan berkualitas yang mempunyai memiliki kekuatan terhadap persepsi maupun cita rasa psikologis dari warga kampung Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi ini. Penyelesaian konstruksi yang benar (stabil) dan jujur menjadi sumber estetika keindahan yang diciptakan melalui karya arsitektural yang mempunyai aspek simbolik yang representatif, kaya akan makna, budaya dan berpuisi. Pembuatan embung atau kolam retensi pada setiap RW, sumur resapan dan penampung air hujan pada setiap bangunan perkampungan vertikal per-RT serta pembuatan lubanglubang biopori pada area perkerasan dalam perencanaan dan perancangan kawasan RW 2.

415


Tabel 5. 1 Kemungkinan Penerapan Teori Tema dan Penekanan Desain Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Kemungkinan Penerapan Teori Tema dan Penekanan Desain ARSITEKTUR TEKTONIKA 1.

Pengolahan bahan yang diselesaikan lewat konstruksi yang jujur. Pemilihan bahan material bangunan yang cocok dengan budaya 2. setempat. Penyelesaiaan desain struktur dan konstruksi yang stabil, seimbang dan 3. tepat guna melalui gaya pembebanan massa bangunan. Menerapkan sistem panggung pada bangunan untuk merespon 4. kebudayaan dan kebiasaan masyarakat perkampungan di Kota Surakarta yang kental dengan Budaya Jawa. 5. Pengolahan desain yang bisa selaras terhadap lingkungan sekitar. 6. Peka menentukan citra ruang dari fungsi dan aktivitas warga kampung. Ekspresi esensi bangunan yang representatif lewat pemilihan struktur 7. dan cara konstruksi yang berhakekat stabil antara unsur yang ditopang dan unsur yang menopang. 8. Ornamentasi yang jujur lewat pengolahan dan penggunaan material. Pengolahan citra ruang yang bisa mempengaruhi psikologis manusia 9. dalam bangunan. Perhatian terhadap bahan terutama terhadap sifat terbatas dan sifat 10. formal dari bahan konstruksi, berupa kayu, batu-bata, baja, batu dan sebagainya. Menampilkan kemajuan teknologi struktur dan konstruksi yang 11. ditampilkan secara ekpose apa adanya ke dalam wujud arsitektur. ZERO RUN–OFF KAWASAN RW 2 1.

2.

3.

4.

Pembuatan embung atau kolam retensi pada RW 2 yang nantinya akan menampung air limpasan RW 2, selian itu kolam retensi ini juga bisa menjaga siklus iklin mikro kawasan RW 2. Adanya sumur resapan pada 5 bangunan perkampungan (Tiap RT) di kawasan RW 2. Sumur Resapan ini akan membantu memperbaiki kualitas air tanah pada RW 2. Rain Harvesting atau pemanenan air hujan yang diolah agar menjadi air yang layak dikomsumsi kembali lewat Rain Water Tank dan pemfilteran air hujan pada setiap bangunan perkampungan vertikal di RW 2 yang bisa dimanfaatkan kembali untuk warga Kawasan Semanggi di RW 2. Membentuk beberapa titik biopori pada area perkerasan di RW 2 Kawasan Semanggi. Lubang biopori tersebut juga bisa digunakan untuk menkonservasi air tanah serta pembuatan pupuk alami dari bekas sampah limbah alami dari hunian warga RW 2 Kawasan Semanggi.

416


5.2

Kajian Teori Permasalahan Dominan Permasalahan dominan pada pilot projek Penataan Perkampungan

Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta adalah pola tatanan kampung horizontal yang di transformasikan ke kampung vertikal. 5.2.1

Uraian Interpretasi dan Elaborasi Teori Permasalahan Dominan a. Terminologi Permasalahan Dominan Pengertian secara terminologi pola tatanan kampung horizontal yang ditransformasikan ke kampung vertikal sebagai berikut:  Pola Tatanan Kampung Horizontal Suatu sistem, aturan atau cara kerja yang berkaitan dengan kebiasaan kelompok rumah yang merupakan bagian suatu kota (biasanya dihuni orang berpenghasilan rendah) dan terletak pada garis mendatar.  Pola Tatanan Kampung Vertikal Suatu sistem, aturan atau cara kerja yang berkaitan dengan kebiasaan kelompok rumah yang merupakan bagian suatu kota (biasanya dihuni orang berpenghasilan rendah) dan membentuk garis tegak lurus (bersudut 90°) dengan permukaan bumi.  Transformasi Menurut KBBI transformasi adalah perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi, dan sebagainya).

417


Jadi definisi pengertian pola tatanan kampung horizontal yang ditransformasikan ke kampung vertikal secara terminologi adalah Penerapan suatu sistem, aturan atau cara kerja yang berkaitan dengan kebiasaan dan kebudayaan suatu kelompok rumah dan manusia di dalamnya yang biasa hidup sejajar terletak pada garis mendatar di tapak tanah yang diubah pada pola kehidupan bermukim membentuk garis tegak lurus (bersudut 90°). b. Pengertian Kampung Kampung

merupakan

kawasan

hunian

masyarakat

berpenghasilan rendah dengan kondisi fisik yang kurang baik (Budiharjo, 1992). Kampung merupakan kawasan permukiman kumuh dengan ketersediaan sarana umum buruk atau tidak sama sekali, kerap kawasan ini disebut Slum atau Squatter (Turner, 1972). Kampung adalah ruang nan familiar yang jamak. Kampung lalu menegaskan kedirian kita dalam relasi sejarah, kekerabatan, kebiasaan maupun relasi tali temali identitas. Rumah di kampung harusnya menjadi jeda bagi detak kehidupan yang terasa sesak (Akhmad Ramdhon, 2013). Berdasarkan beberapa teori diatas dapat dipahami bahwa kampung merupakan permukiman penduduk yang saat ini sering diartikan

sebagai

wilayah

permukiman

untuk

penduduk

418


berpenghasilan menengah ke bawah dan sering dikatakan sebagai wilayah yang tidak tertata rapih secara struktur kota yang baik, sehingga permasalahan sering muncul pada kawasan ini tak terkecuali masalah ruwetnya struktur tata ruang kota, kebersihan, kesehatan, pendidikan dan sampai dengan masalah sosial seperti perilaku yang menyimpang. c. Tipologi atau Klasifikasi Kampung Menurut Sujarto (1990), dalam proses terbentuknya, kampung dibedakan menjadi 2 bagian, yaklni terbentuk sebelum tahun 1950-an yang dimulai sejak kolonial dan setelah tahun 1950 yang ditandai dengan membanjirnya pengungsi masuk ke kota sebagai akibat dari perang

kemerdekaan.

Secara

fisik

proses

perkembangannya

berlangsung secara spontan dan tidak melalui kaidah-kaidah formal. Dalam disertasi Krausse (1975) yang berjudul The Kampung of Jakarta: a Study of Spatial Patterns in Urban Poverty, terdapat tipe kampung yang didasarkan pada lokasi dan kondisinya, yakni:  Kampung “Inner-city slumâ€? Kampung yang termasuk tipe ini adalah permukiman liar, permukiman dipinggir sungai dan permukiman di pasar-pasar tua. Kampung-kampung dalam kategori ini menggambarkan karakter kampung tua, padat, tampilan fisik yang buruk dan akses yang terbatas terhadap pelayanan fasilitas kota.

419


 Kampung “Peripheral Squatter” Kampung yang termasuk tipe ini adalah kampung yang berada di daerah pesisir pantai, daerah rawa dan daerah hijau kota yang belum dibangun. Kampung jenis ini sifatnya lebih baru, tidak sepadat tipe pertama dan kondisi fisiknya lebih baik dari kampung tua tipe pertama.  Kampung “Woodland” Kampung tipe ini memiliki banyak pepohonan dan tidak sepadat tipe yang lain. Kampung jenis ini memberikan suasana lingkungan yang lebih menyenangkan. d. Karakteristik Kampung Warga

kampung

kota

umumnya

berpendidikan

dan

berpenghasilan rendah, sehingga mereka sering berusaha untuk mendapatkan penghasilan dari sektor informal. Pendidikan rendah, serta keterbatasan ketrampilan membuat

kualitas lingkungan

permukiman menjadi rendah. Rumah-rumah yang serba padat dan tidak teratur serta fasilitas yang kurang membuat warga kampung sering melakukan aktivitas bersama seperti mencuci bersama, mengasuh anak bersama di depan teras sehingga hal ini mendorong hubungan antar warga menjadi lebih erat. Kehidupan sehari-hari warga kampung selalu terbebani dengan tekanan ekonomi dan sosial, bahkan sampai dengan tekanan adanya

420


penggusuran yang menggambarkan cara pandang yang berlawanan antar warga kapung dan juga perencanaan kota. Hal ini dikarenakan warga kampung melihat kampung sebagai wadah pusat aktivitas mereka, tempat akan harapan baru dan batu loncatan untuk mencapai standart hidup yang lebih baik, sedangkan perencana kota melihat kampung sebagai kawasan yang kumuh, tidak tertata dan penduduk yang sudah terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang tak berujungpangkal (Jellinek, 1994). e. Fasilitas Kampung Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Permukiman di Daerah, ada beberapa standar sarana dan prasarana prumahan dan permukiman, antara lain:  Sarana Perniagaan atau Perbelanjaan  Sarana Pelayanan Umum dan Pemerintahan  Sarana Pendidikan  Sarana Kesehatan  Sarana Peribadatan  Sarana Rekreasi dan Olah Raga  Sarana Pemakaman  Sarana Pertamanan dan Ruang Terbuka Hijau, dan  Sarana Parkir

421


Prasarana lingkungan permukiman dan perumahan merupakan kelengkapan fisik suatu lingkungan yang terdiri dari beberapa jenis. Terdapat 8 jenis prasarana lingkungan yang harus tersedia di lingkungan permukiman, yaitu (SNI 03-1733-2004):  Prasarana Jaringan Jalan  Prasarana Jaringan Drainase  Prasarana Jaringan Air Bersih  Prasarana Jaringan Air Limbah  Prasarana Jaringan Persampahan  Prasarana Jaringan Listrik  Prasarana Jaringan Telekomunikasi  Prasarana Jaringan Transportasi Lokal (Sumber: Perencanaan Kawasan Permukiman, Sadana, 2014) f. Pengertian Rumah Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halan dan area sekitarnya yang dipakai sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun 1992). Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keaadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu (Komisis WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001). Sedangkan menurut Riza Nur Afifah pada Jurnal Ruang edisi ke-7

422


yang membahas tentang rumah, rumah adalah tempat kembali, bagi siapa saja yang pernah melangkahkan kaki pergi darinya. g. Karakteristik Perilaku – Lingkungan Dalam buku Arsitektur dan Perilaku Manusia (Joyce Marcella Laurens, 2004) karakteristik perilaku - lingkungan memiliki ciri sebagai berikut:  Saling terkait, tidak berdiri sendiri (Pendekatan Holistik atau Eklektik).  Berhubungan timbal balik, saling terkait dan saling mempengaruhi. Manusia merupakan pusat lingkungan dan sekaligus juga menjadi bagian dari lingkungan. Karena itu, seorang individu dipengaruhi dan juga mempengaruhi lingkungannya. Proses dan pola perilaku manusia dikelompokkan ke dalam 2 bagian, yaitu proses individual dan proses sosial. Proses individual meliputi hal-hal sebagai berikut (Joyce Marcella Laurens, 2004):  Persepsi menerima

Lingkungan, informasi

yaitu

mengenai

proses

bagaimana

lingkungan

manusia

sekitarnya

dan

bagaimana informasi mengenai ruang fisik tersebut diorganisasikan ke dalam pikiran manusia.  Kognisi Spasial, yaitu keragaman proses mengorganisasikan, menyimpan dan mengingat kembali informasi mengenai lokasi, jarak dan tatanan dalam lingkungan fisik.

423


 Perilaku Spasial, menunjukkan hasil yang termanifestasikan dalam tindakan dan respon seseorang,termasuk deskripsi dan preferensi

personal,

respons

emosional

ataupun

evaluasi

kecenderungan perilaku yang muncul dalam interaksi manusia dengan lingkungan fisiknya. Kategorisasi llingkungan dibedakan menjadi lingkungan fisik dan sosial atau lingkungan psikologikal dan behavioral.  Lingkungan fisik terdiri atas terrestrial atau tatar geografis.  Lingkungan

sosial terdiri atas organisasi sosial kelompok

interpersonal.  Lingkungan psikologikal terdiri atas imaji yang dimiliki orang dalam benaknya.  Lingkungan behavioral mencakup elemen-elemen yang menjadi pencetus respon seseorang. 5.2.2

Studi Preseden a. Kampung Kali Code, Yogyakarta Kampung Code adalah bangunan yang mewakili budaya gotong royong dan harmonis masyarakat Yogyakarta. Pada tahun 1970-an, Kali Code tadinya relatif tidak dapat dimanfaatkan lagi karena dipenuhi sampah rumah tangga. Karena kepedulian yang tinggi terhadap kebersihan

lingkungan,

Romo

Y.B.

Manguwijaya

berusaha

menciptakan lingkungan Kali Code yang bersih dan indah, serta

424


mengubahnya menjadi sebuah karya seni. Menurut warga, sekitar tahun 1980-an wilayah tersebut merupakan rumah-rumah bambu yang kumuh dan tidak tertata. Pada pertengahan tahun 1980-an, (alm) Romo Mangunwijaya bersama para mahasiswa dan relawan kemudian menata

kawasan

pemukiman. Warga

tetap

boleh

menempatinya. Rumah-rumah ditata dengan baik mengikuti kontur alam di tempat itu.

Gambar 5. 6 Permukiman Kali Code Yogyakarta Sumber: https://google.com

Romo Mangun juga membuat fasilitas umum seperti tempat MCK, sumur dan tempat pertemuan warga guna memenuhi kebutuhan warga, agar tercipta pembangunan yang tepat guna. Tempat pertemuan warga di tengah-tengah pemukiman itu sampai sekarang masih tetap seperti aslinya. Konstruksi rumah tidak

425


mengalami perubahan namun hanya dicat ulang pada tiang dan dindingnya. b. Rumah Renteng Keprabon, Surakarta Tahun 2014 Pemerintah Kota Surakarta mulai membenahi permukiman liar di bantaran Kali Pepe kawasan Kampung Keprabon menjadi rumah renteng usaha yang selama ini dihuni PKL secara liar. Pelaksanaan proyek tersebut dilaksanakan secara bertahap dengan anggaran APBD. Rumah itu dibangun 3 lantai, mulai lantai 1-2 untuk hunian dan bagian lantai dasar diberikan ruang untuk usaha. Sasarannya untuk warga bantaran Kali Pepe, mulai dari sebelah toko sepatu

Sadinoe

sampai penjual

tanaman

hias

di belakang

Mangkunegaran. Mereka tidak direlokasi, melainkan tetap berhuni ditempat yang sama tetapi dengan pola yang menjadi hunian vertikal. Konsep rumah renteng usaha di Keprabon tak berbeda dengan rusunawa (rumah susun sewa sederhana).

Gambar 5. 7 Perspektif dan Suasana Sekitar Rumah Renteng Keprabon Solo Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

426


Di permukiman tersebut akan dibangun MCK komunal dan tempat jemuran komunal, dengan begitu pemandangan bisa lebih tertata rapi. Pada survey tinjauan projek sejenis (20 Januari dan 21 Januari 2018) ada beberapa hal yang bias ditemukan lewat wawancara dengan beberapa warga, salah satunya Bapak Suyanto yang menjadi ketua RT di Rumah Renteng tersebut. Beliau mengatakan untuk sewa huniannya berbeda-beda. Pada lantai 1 dikenakan biaya sewa Rp. 100.000,-, pada lantai 2 dikenakan biaya Rp.90.000,- dan untuk kios bagian bawah dikenakan biaya Rp. 80.000,-. Listrik pada Rumah Renteng menggunakan listrik central dan dilarang untuk menggunakan listrik token. Banyak warga yang mengeluh karena biaya listrik dipukul rata dan kadang bisa membengkak dengan penggunaan yang tidak adil antar hunian. Sistem pengelolaan air bersih menggunakan air sumur, ground tank dan tandon dengan sistem up-down feed. Ukuran unit hunian setiap kepala keluarga sama yakni 4m X 6m yang terdiri dari ruang tamu, dapur, kamar mandi dan 1 kamar tidur privat, untuk kios sendiri berukuran 4m X 3m. Salah satu Rumah Renteng terdapat 1 RT dengan jumlah 28 KK. Uniknya, Rumah Renteng ini tidak terdapat warga dari luar bantaran kali pepe.

427


Gambar 5. 8 Suasana Rumah Renteng Keprabon, Solo Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

Sosialisasi dengan pendekatan humanis dilakukan oleh ARKOM (Arsitek Komunitas) selama 4 bulan. ARKOM menjadi perantara antara warga dan pemerintah yang bisa menyelaraskan pendekatan yang lebih humanis. Para warga lebih merasa aman dan nyaman dengan hunian di Rumah Renteng karena terhindar dari banjir dan penggusuran, meskipun sedikit kaget dengan pola bermukim yang vertikal tetapi para warga bisa beradaptasi dengan cepat. Mereka hanya mengeluhkan tentang ruang usaha yang agak kurang luas. Beberapa warga yang sempat diwawancarai berpendapat bahwa beberapa tindakan penggusuran dari pihak yang berwenang itu kurang pendekatan, berbeda dengan para warga yang menempati Rumah Renteng. Dalam eksekusi projek tersebut para warga mengaku tidak terjadi sesuatu konflik antara warga dan pemerintah, karena mereka merasa bahwa pemerintah memperlakukan mereka sebagaimana

layaknya,

tidak

memandang

jabatan

maupun

428


penghasilan. Terdapat parkiran, gudang, beberapa ruang komunal tetapi tidak terdapat shaft sampah. Sirkulasi vertikal di Rumah Renteng menggunakan tangga manual, tidak ada lift dalam projek tersebut.

Gambar 5. 9 Kegiatan Anak-anak Bermain Di Kali dan Kegiatan Warga Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

5.2.3

Kemungkinan Penerapan Teori Permasalahan Dominan Kemungkinan

penerapan

teori

permasalahan

dominan

tentang

transformasi pola tatanan kampung horizontal ke kampung vertikal pada pilot projek Penataan Perkampungan Vertikal Pada Kawasan Semanggi Di Surakarta adalah sebagai berikut: Tabel 5. 2 Kemungkinan Penerapan Teori Permasalahan Dominan Sumber: Analisis Pribadi, 2018

Kemungkinan Penerapan Teori Permasalahan Dominan 1.

2.

3. 4.

Tidak menghilangkan kebudayaan, kebiasaan dan aturan yang sudah melekat pada masyarakat Kampung Semanggi lewat tatanan hunian yang berorientasi pada makrokosmos Kawasan Semanggi. Memperbaiki sektor perekonomian warga dengan perencanaan ruangruang terbuka untuk area PKL, berdagang maupun membuka warungwarung makan. Meningkatkan daya saing industri kreatif pada RW 2 lewat pelatihanpelatihan kriya yang difasilitasi langsung oleh pemerintah dan diwadahi oleh Balai Seni Kreatif dalam cakupan 1 RW. Tetap melestarikan budaya kampung yang kental akan kekerabatan sosial, seperti mencuci, menjemur, bersosialisasi dan kegiatan

429


5. 6.

7.

8. 9. 10. 11. 12. 13.

14. 15. 16. 17. 18. 19.

perkampungan lainnya dengan perencanaan ruang komunal, penyediaan are jemur pada tiap bangunan perkampungan vertikal agar terlihat rapi dan menuntun masyarakat untuk menggunakan kemajuan teknologi mesin cuci koin yang tetap bisa diakses oleh warga asli perkampungan vertikal. Memberi wadah pementasan dan pelatihan kesenian-kesenian asli Kampung Semanggi. Penambahan ruang terbuka hijau untuk perbaikan kualitas udara dan tanah sekitar perkampungan vertikal sekaligus menjadi media ruang 3 dimensional yang bisa diakses warga untuk bersosialisasi. Tidak memberikan perubahan yang mencolok, seperti contohnya lift untuk aksesibilitas vertikal, melainkan menggunakan tangga konvensional dan ramp yang ramah terhadap penghuni. Membina aktivitas-aktivitas warga yang pernah ada seperti PKK, Rapat RT dan RW dengan penerjunan personil pemerintahan secara langsung agar tercipta sebuah keterbukaan diantara kedua belah pihak. Perencanaan fasilitas sosial, fasilitas umum dan peribadatan yang mencakup perekonomian, kesehatan, pendidikan dan sosial-budaya. Pengolahan sirkulasi di dalam maupun luar bangunan yang mudah ditelaah oleh warga Kampung Semanggi, seperti papan penunjuk jalan, papan pengumuman, peta dan lain sebagainya. Desain yang memperhatikan iklim mikro setempat. Peremajaan Kelurahan Semanggi secara keseluruhani termasuk dengan tipologi Inner City Slum yang cenderung padat. Memberikan ruang komunal pada dalam bangunan yang bisa digunakan untuk tempat bermain anak, berkumpul ataupun aktivitas lainnya sehingga kekerabatan yang erat pada kampung horizontal tetap terjaga. Pengelolaan pencahayaan yang kurang lebih sama seperti pencahayaan alami pada Perkmapungan Vertikal untuk menjaga sebuah historic suatu perkampungan. Mendesain unit hunian yang sesuai standar. Memperbaiki saluran drainase, limba padat ataupun santiasi. Menggunakan material lokal yang bisa mendukung kamar2 luar. Merancang unit hunian dalam efek psikologis ruang yang bisa meningkatkan unsur budaya warga Semanggi honda. Memberi efek kelegaan dalam hunian lewat tata alih pengolahan material atau alat m,ulti fungsi.

430


DAFTAR PUSTAKA Clark, Roger H. dan Michael Pause. Precedent In Architecture. Canada: New Jersey. Catanese, Anthony J dan James C. Snyder. 1984. Pengantar Perencanaan Kota. Alih Bahasa: Ir. Susongko. Jakarta: Erlangga. Ching, Francis D.K. 2007. Arsitektur Bentuk, Ruang dan Tatanan. Diterjemahkan oleh: Hanggan Situmorang. Jakarta: Erlangga. Purnomo, Adi. Relativitas. Jakarta: Borneo Publications. Armand, Avianti. 2017. Arsitektur Yang Lain: Sebuah Kritik Arsitektur. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. Ashihara, Yoshinobu. 1982. Exterior Design in Architecture. Ramadhani, Annisa Nur. Majalah Arsitektur 2017. “Ruang #11: Fiksi Vol.1 Cermin” – Eksistensi Ruang Sosial Dalam Rumah Sosial: Fiksikah(?). Hardiyanto, Arlis. 2016. Jurnal: Penataan Kawasan Semanggi Surakarta Sebagai Kawasan Ramah Anak. Kusumawijaya, Marco. 2006. Kota Rumah Kita. Jakarta: Borneo Publications. BPS Kota Surakarta. 2017. Kota Surakarta Dalam Angka 2017. BPS Kota Surakarta: Surakarta. Rindarjono, Mohammad Gamal. 2017. “Slum” Kajian Permukiman Kumuh Dalam Perspektif Spasial. Yogyakarta: Media Perkasa.

431


Catanese, Anthony J & Synder, James. C. 1992. Perencanaan Kota (Edisi Kedua). Jakarta: Erlangga. Zahnd, Markus. 1999. Perancangan Kota Secara Terpadu “Teori Perancangan Kota dan Penerapannya”. Yogyakarta: Kanisius. Halim, Deddy. 2005. Psikologi Arsitektur. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Stiftung, Montag & Raume, Urbane. 2008. Riverscapes “Designing Urban Embankments”. Berlin: Birkhauser Verlag AG. Mangunwijaya, Y. B. 1988. Wastu Citra “Pengantar ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektur”. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Panero, Julius & Zelnik, Martin. 1979. Human Dimension & Interior Space. United States and Canada: Whitney Library of Design. Frampton, Kenneth edited by Cava, John. 1995. Studies In Tectonic Culture. London, England: Cambridge, Massachusetts MIT Press. T. Dines, Nicholas & D. Brown, Kyle. 1999. Time-Saver Standards “Site Construction Details Manual”. United States of America: The McGraw-Hill, Companies, Inc. Watson, Donald & Plattus, Alan & Shibley, Robert. 2003. Time-Saver Standards for Urban Design. United States of America: The McGraw-Hill, Companies, Inc.

432


W. Harris, Charles & T. Dines, Nicholas. 1998. Time-Saver Standards for Landscape

Architecture.

United States of

America: The McGraw-Hill,

Companies, Inc. Watson, Donald & J. Crosbie, Michael & Callender, John Hancock. 1999. Time-Saver Standards for Architectural Design Data. United States of America: The McGraw-Hill, Companies, Inc. De Chiara, Joseph & Callender, John. 1983. Time-Saver Standards for Building Types Second Edition. Singapore: Singapore National Printers, Ltd. De Chiara, Joseph & Panero, Julius & Zelnik, Martin. 1992. Time-Saver Standards for Interior Design dan Space Planning. Singapore: Singapore National Printers, Ltd. Laurens, Joyce Marcella. 2004. Arsitektur dan Perilaku Manusia. Jakarta: PT. Grasindo. Neufert, Ernst. 1996. Data Arsitek Jilid 1 Alih Bahasa Sunarto Tjahjadi. Jakarta: Erlangga. Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Alih Bahasa Sunarto Tjahjadi & Ferryanto Chaidir. Jakarta: Erlangga. Warsilah, Henny (Peny). 2017. Pembangunan Inklusif dan Kebijakan Sosial di Kota Solo, Jawa Tengah. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Suminar, El Yanno. 2016. Kampung Vertikal Kalianyar Dengan Pendekatan Arsitektur Perilaku. Tugas Akhir. Tidak Diterbitkan. Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret: Surakarta.

433


Septerina, Adisti Bunga. 2014. Konsep Perencanaan dan Perancangan Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan Sebagai Kampung Wisata di Surakarta Dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret: Surakarta. Rembulan, Lintang. 2013.

Penerapan Tektonika Arsitektur YB.

Mangunwijaya Dalam Perancangan Rumah Tinggal Emha Ainun Nadjib. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret: Surakarta. Pramudya, Sisca. 2014. Proses Partisipatif Perencanaan Tata Kampung Di Kampung Di Bantaran Kali Gajahwong, Sleman Bersama Arsitek Komunitas Jogja. Jurnal Kerja Praktek. Tidak Diterbitkan. Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret: Surakarta. Wicaksono, Vinsensius Prima Prasetia Ageng. 2017. Perkampungan Vertikal Untuk Warga Kampung Nelayan Di Rembang. Tugas Akhir. Tidak Diterbitkan.

Prodi

Arsitektur

Fakultas

Arsitektur

dan

Desain

Unika

Soegijapranata: Semarang. Christy, Debby Cynthia. 2015. Kawasan Wisata Tepian Sungai Bengawasan Solo Di Surakarta. Tugas Akhir. Tidak Diterbitkan. Prodi Arsitektur Fakultas Arsitektur dan Desain Unika Soegijapranata: Semarang. Akmal, Wafa Maulana. 2015. Pertanian dan Permukiman Vertikal. Tugas Akhir. Tidak Diterbitkan. Prodi Arsitektur Fakultas Arsitektur dan Desain Unika Soegijapranata: Semarang.

434


Widodo, Radhitya Sasmito. 2016. Rumah Susun Kontainer Di Semarang. Tugas Akhir. Tidak Diterbitkan. Prodi Arsitektur Fakultas Arsitektur dan Desain Unika Soegijapranata: Semarang. Mulyandari, Hestin & Bhayusukma, Muhammad Yani. 2015. Prospek Public Space Pada Kampung Susun Sebagai Ruang Interaksi Sosial, Ekonomi dan Pengembangan Ilmu di Area Bantaran Sungai. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Prodi Teknik Sipil Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Teknologi Yogyakarta: Yogyakarta. Leevianto, Joshuo Dwiky & Aly, Sudanto. 2017. Tektonika Arsitektur Rancangan Y.B. Mangunwijaya Di Kompleks Gua Maria Sendangsono. Jurnal Riset Arsitektur. Tidak Diterbitkan. Prodi Arsitektur Universitak Katolik Parahyangan: Bandung. Khaikhali, Ridwan. 2004. Menelusuri Pengaruh Tata Ruang Terhadap Perilaku Penghuni Pada Perumahan Real Estate (Studi Kasus: Perumahan Sektor V Bintaro Jaya). Jurnal Penelitian. Tidak Diterbitkan. Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta: Jakarta. Kasman, Tamiya M. Saada & Dkk. 2015. Teritorialitas Masyarakat Perumahan Menengah ke Bawah (Studi Kasus: Perumahan Sukaluyu, Cibeunying Kaler, Bandung). Jurnal Ilmiah. Tidak Diterbitkan. Prodi Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung: Bandung.

435


Nursyahbani, Raisya & Pigawati, Bitta. 2015. Kajian Karakteristik Kawasan Pemukiman Kumuh Di Kampung Kota (Studi Kasus: Kampung Gandekan

Semarang).

Jurnal

Teknik

PWK.

Tidak

Diterbitkan.

Prodi

Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro: Semarang. Adviyandi, M. Dicky. 2017. Daylighting Sistem Untuk Pengoptimalisasian Cahaya Matahari Sebagai Pencahayaan Alami. Jurnal Seminar. Tidak Diterbitkan. Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Katolik Soegijapranata: Semarang. Susatyo, Anjar Dkk. 2009. Implementasi Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro Kapasitas 30kW di Desa Cibunar Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Seminar Nasional. Tidak Diterbitkan. Puslit Tenaga Listrik dan Mekatronik - LIPI: Serpong. Sasongko, Ibnu. 2005. Pembentukan Struktur Ruang Permukiman Berbasis Budaya (Studi Kasus: Desa Puyung-Lombok Tengah). Jurnal. Tidak Diterbitkan. Prodi Planologi Institut Teknologi Nasional: Malang. Taylor, John & Dkk. 2015. Manual for Urban Climate Risk Management Planning. The United Nations Development Programme-Safer Communities Through Risk Reduction (UNDP-SCDRR) and Yayasan Kota Kita. Taylor, John & Dkk. 2015. Manual for Gender-Responsive Climate Change

Vulnerability

Assessments.

The

United

Nations

Development

436


Programme-Safer Communities Through Risk Reduction (UNDP-SCDRR) and Yayasan Kota Kita. Taylor, John & Dkk. 2015. The Angkots of Solo. The United Nations Development Programme-Safer Communities Through Risk Reduction (UNDPSCDRR) and Yayasan Kota Kita. Solo Kota Kita. 2010. Mengenal Sistem Perkotaan: Sebuah Pengantar Tentang Kota Solo. Jurnal Analisis Kota. Tidak Diterbitkan. Solo Kota Kita: Surakarta. Solo Kota Kita. 2012. City and Community Profile: Solo, Central Java, Indonesia. Jurnal Analisis Kota (Solo: City and Community Profile Report). Tidak Diterbitkan. Solo Kota Kita: Surakarta. https://solokotakita.org/ https://issuu.com/ http://worldlandscapearchitect.com/ http://www.hargreaves.com/work/cumberland-park/ https://www.dezeen.com/2018/03/07/matt-lucraft-proposes-japaneseinfluenced-modular-building-system-to-tackle-housing-scarcity/ https://www.dezeen.com/2017/10/27/movie-mini-living-pavegenflooring-system-power-future-smart-cities-video/ https://www.archdaily.com/779340/this-innovative-concrete-slabsystem-uses-up-to-55-percent-less-concrete https://www.mycote.ch/

437


LAMPIRAN

Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 403/KTPS/M/2002 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat. Permen Lingkungan Hidup No. 68 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Limbah Domestik. Kementerian Kesehatan RI Tahun 2011 Tentang Pedoman Teknis Instalasi Pengolahan Air Limbah dengan SIstem Biofilter Anaerob Aerob Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya Tentang Tata Cara Perencanaan, Pelaksanaan, Operasi dan Pemeliharaan Sistem Pompa. Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Surakarta Tahun 2011-2031. Standart Toilet Umum Indonesia SNI 03-2399-2002 Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK Umum. SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan Di Perkotaan. Kep. Men. PU no. 441 /KPTS/1998, Persyaratan Teknis Bangunan Gedung. Kep. Men. PU no. 468/KPTS/1998, Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan.

438


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN PERUMAHAN MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

REPUBLIK

PENINGKATAN

INDONESIA

KUALITAS

NOMOR

TERHADAP

02/PRT/M/2016

PERUMAHAN

TENTANG

KUMUH

DAN

PERMUKIMAN KUMUH.

439


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.