USAID IUWASH Regional Best Practice Booklet (South Sulawesi and Eastern Indonesia)

Page 1

BERBENAH MERAIH UNIVERSAL ACCESS 2019 Praktik Cerdas USAID IUWASH Regional Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur


Foto sampul: IUWASH Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur


BERBENAH MERAIH UNIVERSAL ACCESS 2019 Praktik Cerdas USAID IUWASH Regional Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur


BERBENAH MERAIH UNIVERSAL ACCESS 2019 Praktik Cerdas USAID IUWASH Regional Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur PENGARAH Louis O’Brien, Foort Bustraan, Lutz Kleeberg, Purwoko Hadi, Alifah Sri Lestari, Virgi Fatmawati PENYUNTING Farida Utami, Reiner Ntoma KONTRIBUTOR Budi Raharjo, Agustinus Sudarto, Abdul Muin, Agung Kurniawan, Bahran Ilmi, Brian Sendoh, Desi Patty, Hendri Saputro, Johanis Valentino, Muh Zuhri, Nur Sudibyo, Ridwan Habibie, Shofyan Ardiansyah, Sofyan ST, Suhartini, Selviana Hehanussa. FOTO Yusuf Ahmad & IUWASH Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur LAYOUT & DESAIN Pryatin M Santoso


Kata Pengantar Tanpa terasa, Program Indonesia Urban Water, Sanitation and Hygiene (IUWASH) yang didanai the U.S. Agency for International Development (USAID) telah menyelesaikan kegiatan dan pendampingannya dengan hasil memuaskan di 12 kota/kabupaten untuk wilayah kerja Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur selama lima tahun ini. Atas nama Pemerintah Amerika Serikat dan Program USAID IUWASH, perkenankan Saya secara tulus mengucapkan terima kasih dan penghargaan tertinggi kepada seluruh jajaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Maluku dan Papua, khususnya Kota Makassar, Kota Parepare, Kota Ambon, Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Maros, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Takalar atas dukungan dan kerjasama yang sangat berharga dalam mendukung pembangunan sektor Air Minum dan Sanitasi. IUWASH adalah program lima tahun dengan total pendanaan dari USAID sebesar 40,7 juta Dollar Amerika Serikat. Program ini adalah bagian dari Kerjasama Komprehensif antara Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat yang ditandatangani pada tahun 2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Barack Obama. Tujuan Program IUWASH adalah mendukung Pemerintah Indonesia dalam mencapai kemajuan signifikan untuk Tujuan Pembangunan Millennium atau Millennium Development Goals/MDGs 2015 dan target Universal Access 2019 khususnya bagi peningkatan akses masyarakat terhadap air bersih yang aman dan fasilitas sanitasi layak. Secara spesifik, tujuan utama Program IUWASH adalah meningkatkan akses terhadap air bersih bagi 2,4 juta penduduk berpenghasilan rendah di wilayah perkotaan dan akses terhadap sanitasi layak bagi 250.000 penduduk miskin perkotaan di Indonesia. Kegiatan IUWASH untuk wilayah Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur telah dimulai sejak Juni 2011. Kemitraan yang terjalin bersama Pemerintah Daerah di 12 kota/kabupaten telah dilaksanakan melalui berbagai kegiatan dan telah membuahkan hasil serta dampak positif bagi masyarakat. Misalnya, pengembangan kredit mikro sambungan air bersih di Kabupaten Takalar dan Sidrap; program pengurangan air tak berekening di Kota dan Kabupaten Jayapura; sumur resapan di Kabupaten Bantaeng; peningkatan akses jamban sehat melalui kredit mikro di Kabupaten Pinrang; pembangunan IPAL dan UPTD Air Limbah; program Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) di Kota Makassar; mendorong penganggaran daerah yang responsif gender, dan lain-lain. Buku ini berisi kumpulan cerita sukses dari berbagai kegiatan, pendekatan dan pelaksanaan Program IUWASH yang dilaksanakan di 12 kota/kabupaten dampingan di Provinsi Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur. Kami bangga telah bermitra dengan Pemerintah Indonesia dan menjadi bagian dari pembangunan sektor air bersih, sanitasi dan higienitas di 54 kota/kabupaten. Selamat membaca buku ini, semoga Anda mendapatkan inspirasi dan motivasi untuk membangun Indonesia yang sehat, produktif dan sejahtera.

Louis O’Brien USAID IUWASH Chief of Party



DAFTAR ISI

Kata Pengantar DAFTAR ISI

iii v

AIR BERSIH Menekan Air Tak Berekening, Meningkatkan Kinerja Keuangan PDAM Jayapura

1

PDAM Kabupaten Jeneponto Mampu Kelola Kualitas Air

5

Aplikasi GIS/Data Spasial untuk Jaringan Distribusi PDAM Parepare

9

Forum Komunikasi Pelanggan Mitra Kritis PDAM Kabupaten Maros

13

Sumur Resapan: Menabung Air untuk Sumber Air Baku PDAM Kabupaten Bantaeng

17

PDAM Kabupaten Takalar Kembangkan Kredit Mikro Air Bersih

21

PDAM Kabupaten Sidrap dan KSU Denas 66 Targetkan 2.560 Sambungan Air Bersih

25

Mengalirkan Air Bersih untuk 4.200 Keluarga di Negeri Passo dan Waiheru, Kota Ambon

29

Penyusunan SOP Tingkatkan Kinerja PDAM Kabupaten Maros

33


SANITASI Sinergi Pemkab Pinrang, Koperasi Denas 66 dan Bank Sulselbar Perluas Akses Jamban Sehat

39

Pa’kkuru’ Sumange’mu - Bangkitkan Semangatmu Sang Pemberdaya Sejati Dari Tanjung Merdeka, Kota Makasar

43

Pendekatan ‘Trisula’, Strategi Penyadaran Masyarakat terhadap Sanitasi Lingkungan

47

Padukan Langkah Membangun IPAL Kawasan

51

Program LLTT: Komponen Penting Sistem Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga

55

Komitmen UPTD PAL Kota Makassar dan KPP untuk Pemeliharaan Sarana Sanitasi Komunal

59

UPTD PAL: Pengelolaan Air Limbah Terpadu di Provinsi Sulawesi Selatan, Maluku dan Papua

63

LINTAS SEKTOR 67 PDAM Jayapura Gandeng Kepolisian untuk Penertiban Sambungan Liar

69

Unit Pelayanan dan Pengaduan Kota Parepare: Pelibatan Warga dalam Pelayanan Publik

73

Pengarusutamaan Gender dalam Kebijakan Pembangunan di Kabupaten Maros

77

Mendorong Dukungan Program CSR untuk Air Bersih dan Sanitasi di Kota Jayapura

81


AIR BERSIH Foto: Yusuf Ahmad


Foto: IUWASH Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur


Menekan Air Tak Berekening, Meningkatkan Kinerja Keuangan PDAM Jayapura

Tingginya angka air tak berekening (non-revenue water – NRW) yang terjadi di Jayapura dapat menurunkan kinerja keuangan PDAM. Kebocoran pada pipa, pencurian atau pengukuran pemakaian air yang tidak akurat menjadi penyebab utama dari kehilangan air yang terjadi pada PDAM Jayapura. Akibatnya, biaya operasional PDAM Jayapura terus meningkat, sementara pemasukan justru terus menerus berkurang.

Produksi Air PDAM Jayapura Hilang Akibat Air tak berekening PDAM Jayapura menghadapi masalah serius terkait tingginya jumlah air tak berekening. Berdasarkan hasil audit kinerja PDAM Jayapura pada tahun 2013, cakupan pelayanan PDAM Jayapura yang hanya 43,79 persen, rata-rata kehilangan air mencapai 36,22 persen. Menurut hasil analisa PDAM Jayapura, besarnya kehilangan air ini antara lain disebabkan karena berbagai hal. Mulai dari tidak adanya meteran pada pipa sambungan air pelanggan resmi PDAM Jayapura, kondisi meter air rusak atau tidak berfungsi dengan baik serta adanya penyambungan ke pipa PDAM secara tidak resmi atau sambungan liar. Dari hasil analisa perbandingan Jumlah Produksi Air dengan Jumlah Penggunaan Air yang tercatat pada Daftar Rekening Ditagihkan (DRD) yang dilaksanakan oleh Unit Pelayanan Pelanggan (UPP) Jayapura Selatan pada tahun 2013, ternyata dari volume produksi air minum 383.012 m3, volume air yang hilang sebanyak 45 persen. Angka kehilangan di Unit Pelayanan Jayapura Selatan ini merupakan yang tertinggi di dibandingkan dengan wilayah administratif lain di Jayapura.

Sambungan ilegal di salah satu wilayah layanan PDAM Jayapura.

Kondisi tersebut yang menjadi dasar IUWASH untuk mendampingi PDAM 1

Jayapura dalam menanggulangi masalah kehilangan air. Pendampingan yang dilakukan adalah dengan memberikan pelatihan dan proyek percontohan pengurangan air tak berekening di UPP Jayapura Selatan, tepatnya di Asrama Polisi Kloofkamp, Kelurahan Gurabesi, Kota Jayapura sebagai lokasi percontohan. Selain pendampingan langsung kepada PDAM Jayapura, IUWASH juga melakukan advokasi pada Pemerintah Kota Jayapura dan SKPD terkait serta Polresta Jayapura untuk mendukung program pengurangan air tak berekening. Kerjasama antara PDAM Jayapura dan Polresta ini kemudian dituangkan dalam MoU Penanggulangan Air tak berekening Melalui Tindakan Hukum yang diresmikan pada 24 April 2014. Belajar dan Bekerjasama Menekan Kehilangan Air PDAM Langkah awal yang dilakukan dalam program percontohan di Jayapura Selatan adalah pendataan kondisi meteran air pelanggan di Jayapura Selatan dan Pendataan jumlah pengguna air perpipaan PDAM di Asrama Polisi Klofkamp. Hasil dari pendataan kondisi meteran air di Jayapura Selatan menunjukkan bahwa dari 6.080 sambungan rumah (SR), ternyata yang kondisi meteran airnya baik adalah 2.900 SR, 1.800 SR yang rusak dan 1.100 sambungan rumah lainnya tidak memiliki meteran. Hasil pendataan


di Aspol lebih mencengangkan dengan hanya 50 pelanggan resmi yang memiliki meteran air dan membayar rekening rutin, sementara 292 rumah lainnya terindikasi sebagai pelanggan tidak resmi.

Kami harap cara penertiban ini bisa memberikan efek jera secara hukum positif bagi para pelanggar. Hal ini perlu agar angka kehilangan air bisa ditekan dan PDAM tidak terus merugi sehingga bisa memberikan pelayanan distribusi air yang lebih maksimal kepada pelanggan. Abdul Muthalib Petonengan Direktur Utama PDAM Jayapura

Langkah berikutnya adalah mengganti meteran air yang rusak dan melakukan sosialisasi kepada warga di Aspol Klofkamp tentang penertiban air tak berekening. Dalam proses sosialisasi ini, pihak Polresta Jayapura juga turut dilibatkan. Mengingat begitu banyak kasus sambungan tidak resmi di lokasi tersebut, maka pada saat itu juga dilakukan penertiban. Bagi pengguna air yang tidak memilki meteran diharuskan mendaftar sebagai pelanggan resmi. Apabila mereka menolak, maka sambungan mereka akan diputus. Ternyata cara tersebut terbukti efektif. Dari yang semula hanya 50 sambungan yang tercatat sebagai pelanggan resmi, kini sudah mencapai 280 pelanggan resmi. Pemasangan Meteran Air dan Memutus Pipa Sambungan Tidak Resmi, Mampu Menekan Kehilangan Air tak berekening Sejak pertama kali penertiban yang dimulai pada bulan April 2014, menurut data UPP Jayapura Selatan pada bulan April 2015, 700 sambungan rumah yang terindikasi sebagai pelaku sambungan tidak resmi telah ditertibkan dan 552 sambungan rumah diantaranya akhirnya mendaftar sebagai pelanggan resmi. Upaya penertiban dengan memutus pipa sambungan tidak resmi dan memasang meteran air di lokasi percontohan Aspol Kloofkamp ini membuktikan bahwa cara ini dapat menekan kehilangan air dan meningkatkan volume air yang bisa diselamatkan oleh PDAM Jayapura. Selain itu, cara ini juga bisa digunakan untuk mengetahui jumlah pelanggan yang resmi dan tidak resmi. 2

Dibandingkan dengan jumlah keseluruhan pengguna air PDAM Jayapura yang mencapai 6.080 SR, jumlah di atas memang belum dapat mempengaruhi peningkatan pendapatan PDAM Jayapura secara keseluruhan. Namun dari proses penertiban ini, PDAM Jayapura mendapatkan pembelajaran bahwa apabila penertiban dilakukan di seluruh UPP, maka pendapatan PDAM Jayapura akan dapat meningkat secara signifikan. Direktur Utama PDAM Jayapura, Abdul Muthalib Petonengan menyadari betapa pentingnya menganalisa dan memperhitungkan nilai NRW dalam rangka meningkatkan pendapatan dari rekening air di PDAM Jayapura. Menurutnya, Penertiban melalui tindakan hukum menjadi pilihan yang tepat. “Kami harap cara penertiban ini bisa memberikan efek jera secara hukum positif bagi para pelanggar. Hal ini perlu agar angka kehilangan air bisa ditekan dan PDAM tidak terus merugi sehingga bisa memberikan pelayanan distribusi air yang lebih maksimal kepada pelanggan,� ujar Abdul Muthalib Petonengan. Namun demikian, upaya penertiban ini juga menimbulkan konsekuensi bagi PDAM Jayapura, antara lain PDAM harus menyiapkan anggaran untuk pengadaan sarana seperti meteran air, perbaikan dan pemeliharaan di masa yang akan datang serta memperbaiki Standar Operasi Prosedur yang lebih jelas bagi pelaku sambungan tidak resmi ke pipa PDAM. Pada bulan November 2015, PDAM Jayapura telah menerbitkan Surat Keputusan Direktur PDAM tentang Pembentukan Tim Kerja Pelaksanaan Penurunan NRW di setiap UPP. Tugas tim ini adalah mengadakan pemantauan dan evaluasi pelanggan secara berkala serta membenahi sistem, terutama


Foto: IUWASH Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur

Warga Kompleks Aspol Klofkamp, Ibu Korpames saat dialog warga dalam Sosialisasi Penanggulangan Air Tak Berekening di Kota Jayapura.

mulai menerapkan langkah penurunan kehilangan air seperti yang tertuang dalam SOP. Semua hal itu dilakukan PDAM Jayapura untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik bagi pelanggan. Sulistiyono, salah satu TIM NRW dari PDAM Jayapura, mengungkapkan bahwa pembenahan NRW ini sangat penting, karena selain mendidik masyarakat untuk menggunakan air dengan lebih bijak, pihak PDAM juga dapat mengetahui berapa sesungguhnya sisa kapasitas air yang masih bisa dimanfaatkan di satu wilayah. “Dengan mengetahui tingkat kehilangan air dan kapasitas yang masih bisa dimanfaatkan, kita akan dapat meningkatkan pelayanan kepada pelanggan dalam menjaga kualitas, kuantitas dan kontinuitas,” ungkap Sulistiyono. Apa yang disampaikan oleh Sulistiyono tersebut diperkuat dengan pernyataan warga yang akhirnya menjadi pelanggan

setelah penertiban dilakukan di Aspol Klofkamp. Ibu Korpames, salah satu warga Aspol Klofkamp yang kini sudah menjadi pelanggan resmi PDAM Jayapura menyatakan, “Dengan adanya sosialisasi ini, kami kini mengerti bahwa program ini bertujuan baik dan tentunya mensejahterakan warga kami”. Upaya pengurangan air tak berekening di Jayapura ini memberikan banyak pelajaran penting. Pertama, penertiban melalui pendekatan hukum dirasakan efektif untuk dapat memberikan efek jera bagi warga yang melakukan sambungan liar. Kedua, pemasangan meteran air menjadi alat kontrol penggunaan air yang benar. Upaya ini juga dapat menjadi pembelajaran bersama baik bagi staf PDAM serta Polres dalam menertibkan sambungan air liar dan bagi warga sendiri untuk bertanggung jawab membayar rekening air dan menggunakan air dengan lebih bijak. 3

Dengan adanya sosialisasi ini, kami kini mengerti bahwa program ini bertujuan baik dan tentunya mensejahterakan warga kami. Korpames Warga Aspol Klofkamp, Jayapura


Foto: Yusuf Ahmad

4


PDAM Kabupaten Jeneponto Mampu Kelola Kualitas Air

“Air PDAM Keruh, bagaikan Air Kali. Berwarna Coklat, bagaikan Kopi Susu” adalah beberapa keluhan pelanggan yang sering dialamatkan pada PDAM Jeneponto sejak lama. Namun kini, PDAM Jeneponto bisa berbangga karena kualitas air PDAM kini tak lagi keruh dan pelanggan pun tak lagi mengeluh.

Staf laboratorium PDAM Kabupaten Jeneponto, Zelviyani sedang melakukan tes kualitas air olahan PDAM.

Air Keruh dan Mengandung Bakteri E.Coli, Persoalan PDAM Jeneponto Hingga saat ini PDAM Jeneponto baru melayani warga di enam dari 11 kecamatan yang ada di Kabupaten Jeneponto, dan penduduk yang dapat dilayani pun baru mencakup 13 persen dari total jumlah penduduk Kabupaten Jeneponto. Selain cakupan pelayanan yang masih terbatas, kualitas air yang dihasilkan PDAM Jeneponto juga masih rendah. Pelangggan PDAM sering mengeluhkan air keran yang keruh. Salah satunya adalah Inayati, warga Lingkungan Bontosunggu, Kelurahan Empoan, Kecamatan Binamu. Inayati mengeluhkan kualitas air PDAM yang keruh seperti air kali, namun sebagai pelanggan ia masih diharuskan untuk terus membayar biaya langganan yang cukup mahal. Direktur PDAM Jeneponto, Amri Mahadi mengatakan bahwa air keruh yang terjadi di Bontosunggu disebabkan pipa yang sudah tua dan berkarat. Pipa yang berkarat berpengaruh terhadap kejernihan air, meskipun air yang disalurkan dari IPA sudah jernih. “Peremajaan pipa memang harus dilakukan, tapi tentunya butuh dana yang tidak sedikit,” kata Amri Mahadi. Selain air yang berwarna keruh, dari hasil analisis kualitas air yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jeneponto, ternyata air yang dihasilkan oleh PDAM 5

Jeneponto mengandung bakteri E.Coli. Kondisi ini tentu tak bisa dibiarkan karena sangat berisiko bagi kesehatan. Menjaga kualitas air agar sesuai standar kesehatan sangat penting. Oleh karena itu, pemantauan terhadap kualitas air minum harus rutin dilakukan untuk memastikan bahwa air yang didistribusikan dan akan dikonsumsi oleh pelanggan adalah air yang bersih dan sehat. Mengelola Kualitas Air, Prosedur dalam Pengolahan Air Baku Satu hal yang ditengarai oleh rendahnya kualitas air bersih PDAM Jeneponto adalah masih minimnya pengetahuan dan keterampilan staf PDAM untuk memproduksi dan mendistribusikan air dengan kualitas air minum. Alasan itulah yang kemudian mendorong IUWASH mendukung PDAM Jeneponto dalam peningkatan pengelolaan kualitas air minum. IUWASH juga mendorong PDAM Jeneponto untuk memprioritaskan terlebih dahulu peningkatan kualitas air minum sebelum memperluas jaringan perpipaan. Dukungan yang diberikan IUWASH adalah dengan memberikan pelatihan Pemantauan Kualitas Air kepada 40 staf PDAM pada tanggal 28-30 November 2012. Pelatihan ini diselenggarakan bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Jeneponto. Dalam pelatihan


ini, para peserta dilatih untuk dapat menganalisa kadar dan komposisi pembubuhan bahan kimia yang tepat yang diperlukan untuk mengubah air baku menjadi air bersih, pemahaman tentang fungsi laboratorium air dan penggunaan alat-alat laboratorium, penyegaran kembali pengetahuan peserta tentang pengujian kualitas air dan metode pengolahan air baku yang tepat, penentuan formula komponen kimia tertentu yang dapat digunakan oleh staf laboratorium serta pemanfaatan data harian tentang data analisa air dan dosis yang diperlukan. Untuk dapat melihat secara langsung penerapan palaksanaan peningkatan kualitas air minum dilapangan, peserta melakukan studi banding ke PDAM Maros dan PDAM Bantaeng. Studi banding ini memotivasi mereka untuk lebih meningkatkan kualitas air minum yang dihasilkan oleh intansi mereka.

Foto: Yusuf Ahmad

Air Tak Keruh, Pelanggan Tak Mengeluh Kini, PDAM Jeneponto sudah jarang mendapat keluhan kualitas air minum dari pelanggan. Zelviyani, petugas Laboratorium PDAM Jeneponto mengatakan bahwa kini kondisi air olahan PDAM Jeneponto semakin baik karena pihaknya telah menerapkan semua ilmu yang telah mereka dapatkan dari pelatihan pemantauan kualitas air. “Kami secara rutin membuat laporan harian sebagai bahan acuan dan evaluasi operator IPA. Kini tidak ada lagi keluhan mengenai kualitas air dari pelanggan dan justru lebih sering mendapat pujian,� Zelviyani katakan dengan penuh percaya diri. Staf PDAM Jeneponto kini sudah terampil menggunakan peralatan, baik di laboratorium maupun di lokasi IPA. Pengujian kualitas air minum kini juga rutin

Hasil uji kimia sampel air minum PDAM Jeneponto.

6


Foto: Yusuf Ahmad

Rapat rutin Direktur dan staf PDAM Kabupaten Jeneponto.

PDAM Kabupaten Jeneponto juga telah melakukan penambahan tenaga staf sehingga ada sistem pembagian kerja yang bertugas memantau secara periodik untuk menjaga kualitas air dan melakukan perawatan instalasi pengolahan air (IPA).

Setelah berhasil menjaga dan mengelola kualitas air minum, kini PDAM Jeneponto, berencana untuk memperluas jangkauan pelanggan. Baru-baru ini, PDAM Jeneponto telah membangun sebuah IPA baru di Kecamatan Bangkalan yang diprediksi akan dapat melayani sekitar 3000 pelanggan baru. Amri Mahadi mengisyaratkan bahwa perluasan cakupan ini adalah dampak dari peningkatan pelayanan kualitas air dan semakin baiknya kapasitas sumber daya yang dimiliki oleh PDAM Kabupaten Jeneponto.

Kinerja Baik, Menghasilkan Produk Berkualitas Pada bulan Maret 2015, Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa produksi air PDAM Kabupaten Jeneponto sudah memenuhi standar kualitas air minum. Kerja keras dari PDAM Jeneponto selama lima tahun pun kini terbayarkan.

Memang masih banyak hal yang perlu dibenahi oleh PDAM Kabupaten Jeneponto. Namun dengan semangat kerja sama yang tinggi serta dukungan pemerintah daerah setempat akan dapat meningkatkan kinerja PDAM Jeneponto untuk menjaga kepercayaan masyarakat.

dilakukan. Tiga kali sebulan melakukan pemeriksaan bakteriologis, fisik dan parameter kimia sedangkan pemeriksaan parameter bakteriologis dilaksanakan setiap enam bulan.

Kami secara rutin membuat laporan harian sebagai bahan acuan dan evaluasi operator IPA. Kini tidak ada lagi keluhan mengenai kualitas air dari pelanggan dan justru lebih sering mendapat pujian. Zelviyani Petugas laboratorium PDAM Jeneponto

7


Foto: Yusuf Ahmad

8


Aplikasi GIS/Data Spasial untuk Jaringan Distribusi PDAM Parepare

Sebagai lembaga pelayanan publik, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dituntut untuk menyediakan informasi yang akurat dan cepat saat pelanggan membutuhkan. Oleh karena itu, PDAM membutuhkan sebuah sistem informasi berbasis internet, yaitu Sistem Informasi Geografis atau Geographic Information System (GIS).

Penggunaan peralatan GPS oleh staf PDAM Kota Parepare.

Penanganan Keluhan Pelanggan Lambat, Masalah Utama Pelayanan PDAM Parepare PDAM Kota Parepare adalah salah satu penyelenggara layanan air minum yang memiliki cakupan cukup besar, yaitu sekitar 90 persen sambungan terpasang. Walaupun demikian, sistem pengelolaan PDAM Parepare masih dilakukan dengan cara manual. Pencatatan meteran air, pemeriksaan jaringan, pencatatan rekening pelanggan dan perbaikan jaringan perpipaan masih dilakukan dengan menggunakan pulpen dan kertas sebagai alat kerja. Dengan cara ini, potensi akan terjadinya kesalahan yang disebabkan oleh kelalaian manusia sangat tinggi sehingga tidak aneh ketika ada pelanggan yang mengeluhkan tentang tagihan air yang seketika melonjak dari biasanya. Kewalahan juga terjadi ketika PDAM Parepare harus melayani keluhan tentang kebocoran pipa. Staf PDAM mengalami kesulitan saat harus menentukan koordinat letak jaringan pipa yang dikeluhkan pelanggan. Mereka tidak bisa lagi mengenali titik dan patokan jaringan perpipaan. Hal ini terjadi terjadi karena kota Parepare terus mengalami perkembangan, lebar serta ruas jalan terus berubah sehingga ketika harus mencari jaringan pipa yang bermasalah, PDAM terpaksa membongkar jalan untuk menemukan titik masalah tersebut dengan waktu yang tidak sebentar. 9

Penanganan Keluhan, Tidak Hanya Sekadar Melayani Pengaduan Sejak tahun 2011, PDAM Kota Parepare sebenarnya telah menerapkan sistem pelayanan pengaduan berbasis informasi melalui ‘SMS Center’ dan situs web yang merupakan kerjasama dengan Telkom. Melalui sistem itu, PDAM Parepare berhasil menampung keluhan pelanggan, bahkan pernah terjadi “banjir keluhan”. Persoalannya ketika keluhan pelanggan tidak segera ditangani, maka kredibilitas masyarakat terhadap kualitas pelayanan PDAM pun menurun. Hal ini terbukti dengan kecenderungan penurunan minat pelanggan untuk melakukan pengaduan dalam dua tahun terakhir. Mengingat bahwa masalah utama penanganan pengaduan pelanggan adalah lambatnya penyediaan informasi yang akurat, maka gagasan mengembangkan Sistem Informasi Geografis ini menjadi solusi yang selama ini dicari. Sistem Informasi Geografis atau lebih dikenal dengan sebutan Geographic Information System atau GIS adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk. Misalnya data kepadatan penduduk suatu daerah, data jaringan perpipaan atau saluran air dan sebagainya. IUWASH mendukung PDAM Parepare dalam mempersiapkan penggunaan


teknologi GIS ini di instansi mereka dalam rangka meningkatkan kinerja mereka dalam pelayanan masyarakat. Mengingat bahwa alat ini baru akan bekerja ketika ada orang yang mengoperasikannya, maka selain mendorong PDAM Parepare untuk menyediakan alat-alat dan sarana yang mendukung, IUWASH juga mempekuat kapasitas staf PDAM melalui pelatihan dan pendampingan. Melalui pelatihan ini, staf PDAM Parepare diharapkan akan lebih terampil dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi GIS ini. Sistem Informasi Geografis, Solusi Mempercepat Penanganan Pengaduan Melalui pelatihan dan pendampingan yang intensif, per November 2015, Staf PDAM telah berhasil memasukkan hampir 90 persen data dan informasi ke dalam sistem database GIS mereka. Walaupun pembenahan sistem ini belum berdampak terhadap peningkatan pelayanan pelanggan, namun setidaknya kini staf PDAM di beberapa Provinsi Sulawesi Selatan, termasuk di Parepare sudah dapat mengembangkan GIS secara mandiri. Hal ini menjadi modal PDAM untuk meningkatkan kinerjanya di masa depan. Database ini juga akan sangat bermanfaat bagi pengembangan program di masa depan. Direktur Utama PDAM Kota Parepare, H. Fahruddin mengatakan bahwa dengan menggunakan aplikasi database yang berbasis teknologi informasi ini, pengembangan cakupan PDAM akan lebih mudah untuk diusulkan kepada SKPD terkait.

Foto: Yusuf Ahmad

Deteksi dan penanganan masalah pada jaringan distribusi air PDAM dapat dilakukan lebih cepat berkat sistem GIS.

Kini saya akan lebih mudah untuk melakukan identifikasi dan analisa permasalahan, pemantauan serta evaluasi pelayanan. Waktu untuk pengambilan tindakan juga akan lebih cepat, terutama dalam hal perbaikan dan rehabilitasi jaringan.perpipaan. Nasrun Staf PDAM Parepare

Selain telah berhasil mengembangkan sistem database secara mandiri, kini staf PDAM, terutama yang ditempatkan 10


Foto: Yusuf Ahmad

Staf PDAM Kota Parepare kini mahir mengolah data spasial dan GIS secara mandiri.

sebagai operator sistem GIS merasa lebih percaya diri. Salah satu staf PDAM Parepare, Nasrun mengatakan, “Kini saya akan lebih mudah untuk melakukan identifikasi dan analisa permasalahan, pemantauan serta evaluasi pelayanan. Waktu untuk pengambilan tindakan juga akan lebih cepat, terutama dalam hal perbaikan dan rehabilitasi jaringan. perpipaan.� Untuk pengembangan lanjutan, PDAM Parepare telah menyiapkan peralatan dan perangkat lunak Free & Open Source

Quantum GIS serta membentuk tim GIS untuk melengkapi dan menyempurnakan database sebelumnya. Saat ini, PDAM Parepare telah memiliki operator khusus yang bertugas untuk memperbaharui database pelanggan dan jaringan perpipaan air bersih di Kota Parepare. Apa yang sudah berhasil dikembangkan oleh PDAM Parepare dalam penyediaan database GIS ini tidak terlepas dari antusiasme dan tanggung jawab dari tim GIS PDAM Parepare. Percepatan pengembangan GIS di PDAM Parepare 11

tidak akan dapat terwujud tanpa perhatian dari jajaran direksi PDAM dan komitmen staf PDAM sendiri. Dengan adanya GIS ini, diharapkan pelayanan pelanggan PDAM Parepare akan dapat lebih ditingkatkan. Pemanfaatan teknologi mutakhir ini dipercaya dapat mempermudah dan mempercepat proses pengambilan keputusan, khususnya dalam hal pelayanan pelanggan, penambahan jumlah pelanggan dan pengembangan wilayah cakupan pelayanan di masa depan.


Foto: Yusuf Ahmad

12


Forum Komunikasi Pelanggan Mitra Kritis PDAM Kabupaten Maros

Menjadi Mitra Kritis PDAM adalah peran utama Forum Komunikasi Pelanggan (FKP). Tidak hanya kritis dalam menyikapi pelayanan PDAM, tetapi juga kritis dalam menyaring segala keluhan pelanggan. FKP juga menjadi wadah koordinasi antara PDAM dan pelanggan agar dapat membangun kesepahaman bersama dalam peningkatan pelayanan. Keberadaan FKP juga sekaligus sebagai sarana bagi PDAM untuk memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Pelanggan Bingung Menyampaikan Keluhan, Pelayanan PDAM pun Lambat Kabupaten Maros terletak di bagian barat Sulawesi Selatan dan berbatasan langsung dengan Ibukota Makassar. Luas wilayah kabupaten Maros adalah 1.619,12 km2 dan terdiri dari 14 kecamatan serta 102 desa/ kelurahan. Secara administratif, kabupaten ini memegang peranan penting dalam pembangunan dan pengembangan Kota Makassar karena termasuk dalam salah satu proyek percontohan pengembangan tata ruang terpadu di Indonesia, yaitu Kawasan Mamminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar). Sayangnya, cakupan layanan penyehatan lingkungan di Kabupaten Maros masih rendah. Menyadari hal tersebut, PDAM Tirta Bantimurung Kabupaten Maros, sebagai salah satu penyedia layanan penyehatan lingkungan, yaitu sektor pelayanan air minum, berupaya untuk meningkatkan pelayanan kepada para pelanggannya. Saat ini cakupan pelayanan air minum PDAM Tirta Bantimurung baru mencapai 49,8 persen. Selain itu, kualitas air minum yang diproduksi oleh PDAM Tirta Bantimurung sering keruh dan berbau sehingga belum memenuhi standar kesehatan yang telah ditetapkan.

Diskusi anggota Forum Komunikasi Pelanggan (FKP) PDAM Kabupaten Maros.

Salah satu kendala yang dirasakan PDAM Tirta Bantimurung dalam upaya meningkatkan pelayanannya adalah 13

lambatnya penanganan keluhan pelanggan. Hal ini dikarenakan kurangnya jumlah sumber daya PDAM Tirta Bantimurung, sehingga kesulitan untuk memantau perkembangan masalah di lapangan. Melihat kondisi tersebut, PDAM Tirta Bantimurung merasa perlu adanya “penyambung� antara pihak PDAM dengan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, tersiratlah ide untuk membentuk Forum Komunikasi Pelanggan (FKP) PDAM Tirta Bantimurung. Forum Komunikasi Pelanggan, Mediator antara PDAM dan Pelanggan Sebuah Forum Komunikasi Pelanggan memiliki fungsi sebagai wadah untuk menyampaikan aspirasi dan keluhan pelanggan dan sebagai kepanjangan tangan PDAM untuk menginformasikan kebijakan PDAM sekaligus menjadi mediator antara PDAM dan pelanggan. Walaupun dikatakan sebagai kepanjangan tangan PDAM, FKP tidak berada di bawah kendali PDAM tetapi lebih sebagai mitra kritis yang setara dengan PDAM. Jika PDAM mengeluarkan sebuah kebijakan, FKP berhak untuk mendukung kebijakan tersebut apabila memang dirasa dapat meningkatkan pelayanan kepada para pelanggan, dan sebaliknya dapat menolak dan melakukan advokasi apabila kebijakan tersebut dirasa justru merugikan pelanggan.


Foto: Yusuf Ahmad

Foto: Yusuf Ahmad

Kunjungan FKP ke Instalasi Pengolahan Air (IPA) Pattontongang PDAM Tirta Bantimurung.

Forum Komunikasi Pelanggan PDAM Tirta Bantimurung dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama PDAM Kabupaten Maros tertanggal 4 November 2013 sesuai dengan mandat dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pembentukan FKP PDAM Tirta Bantimurung ini menarik perhatian IUWASH untuk mendorong PDAM Tirta Bantimurung dalam upaya peningkatan pelayanan air bersih di Kabupaten Maros. Berbagai kegiatan telah dilakukan oleh IUWASH untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan pengembangan kelembagaan FKP PDAM Tirta Bantimurung seperti pelatihan dan pendampingan. Beberapa pelatihan yang dilakukan mencakup penyamaan persepsi tentang peran gender dalam pemenuhan kebutuhan air minum di rumah tangga, penyusunan program kerja FKP periode 2014-2015, dukungan terhadap pertemuan rutin FKP, edukasi tentang pengelolaan air baku melalui kunjungan lapangan,

FKP PDAM Tirta Bantimurung (tampak dalam foto Ketua FKP, Loly Hendrajaya) secara aktif mendukung sosialisasi dan promosi PDAM salah satunya melalui talkshow di Radio Butta Saliwangang FM Kabupaten Maros.

pelatihan komunikasi dan advokasi serta survei peran rumah tangga terhadap penyediaan air bersih.

kebijakan dengan pelanggan sebelum ditetapkan, semisal mengenai kenaikan tarif berlangganan.

Pada tanggal 5-6 November 2014, para anggota FKP PDAM Tirta Bantimurung berkunjung ke IPA Pattontongang dengan difasilitasi IUWASH. Pada kunjungan tersebut, para anggota FKP sedikit banyak mempelajari secara langsung proses pengolahan air baku dari sungai menjadi air yang siap konsumsi dan menyadarkan mereka bahwa proses pengolahan air bersih sangat rumit dan butuh biaya yang cukup besar. Hal ini telah membuka mata mereka tentang peran sebagai anggota FKP.

Hal tersebut selalu menjadi landasan Ketua FKP PDAM Tirta Bantimurung, Loly Hendrajaya, dalam melaksanakan tugasnya sebagai anggota FKP. “Tugas utama dari forum komunikasi pelanggan ini adalah menjadi mediator antara PDAM dan pelanggan maupun dengan pemerintah setempat agar tidak ada miskomunikasi antara para pihak yang terkait,� tegasnya.

Sebagai mediator, FKP harus mengingatkan kepada sesama pelanggan untuk tidak hanya menuntut haknya mendapatkan layanan yang baik, tetapi juga harus melakukan kewajiban mereka membayar rekening serta menghemat pemakaian air. Demikian sebaliknya, FKP juga harus mengingatkan pihak PDAM untuk mengomunikasikan semua 14

Loly juga menyebutkan bahwa tugas lain dari FKP adalah untuk memberikan masukan kepada PDAM mengenai wilayah-wilayah yang belum tersentuh pelayanan air bersih sehingga dapat segera dipasangkan pipa sambungan agar dapat memenuhi permintaan air bersih dari warga masyarakat di wilayah-wilayah tersebut. PDAM Tirta Bantimurung sendiri sangat mendukung keberadaan FKP ini. Dukungan PDAM Tirta Bantimurung


Tugas utama dari forum komunikasi pelanggan ini adalah menjadi mediator antara PDAM dan pelanggan maupun dengan pemerintah setempat agar tidak ada miskomunikasi antara para pihak yang terkait. Loly Hendrajaya Ketua FKP PDAM Tirta Bantimurung

diberikan dalam bentuk alokasi anggaran bagi kegiatan harian FKP dan menyediakan ruangan khusus di kantor mereka untuk mendukung kegiatan anggota FKP. Dalam mengembangkan perannya sebagai mediator, FKP berkolaborasi dengan UPP bagian Hubungan Pelanggan PDAM Tirta Bantimurung untuk mempermudah koordinasi dalam menindaklanjuti keluhan dari pelanggan. Meningkatkan Layanan Air Minum Berperspektif Gender Air minum sangat dekat dengan kehidupan wanita sehari-hari. Namun, seringkali kebijakan air minum tidak mempertimbangkan kebutuhan kaum wanita. Kebijakan yang dibangun seringkali bias gender. Hal ini disebabkan karena selain pada umumnya penyusunan kebijakan dilakukan oleh mayoritas pria, isu perspektif gender juga kurang diperhatikan. Karena itulah, survei peningkatan Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas (K3) yang berspektif gender dikembangkan.

IUWASH memfasilitasi pelatihan teknis survei berperspektif gender yang diikuti oleh anggota FKP dan staf PDAM Tirta Bantimurung. Pelatihan ini bertujuan untuk menyamakan kesepahaman mengenai gender dan pentingnya survei berperspektif gender. Pemahaman tentang pentingnya gender dalam pelayanan air minum ini menumbuhkan kesadaran para anggota FKP mengenai pentingnya menyertakan kaum wanita, khususnya para ibu rumah tangga dalam survei. Seiring dengan hal tersebut, FKP PDAM Tirta Bantimurung pun mengubah struktur organisasi mereka yang awalnya terdiri dari 28 anggota pria dan hanya satu anggota wanita, menjadi 19 anggota pria dan 10 anggota wanita. Keterbukaan Informasi, Membuka Ruang Dialog Untuk mendorong keterbukaan informasi publik, FKP PDAM Tirta Bantimurung bekerjasama dengan Radio Butta Saliwangang FM, para anggota FKP seringkali menjadi narasumber pada siaran Dialog Interaktif. Salah satu pendengar setia siaran tersebut, Bapak Amiruddin, warga Kelurahan Adatongeng, Kecamatan Turikale menyatakan dirinya sangat terbantu dengan adanya FKP PDAM Tirta Bantimurung ini. Amiruddin mengingat saat pertama kali menelepon siaran Dialog Interaktif untuk menanyakan tentang masalah perhitungan rekening air kepada anggota FKP yang menjadi narasumber. “Ketika saya tanya tentang masalah perhitungan rekening air, narasumber FKP bisa menjelaskan dengan jawaban yang sangat jelas dan memuaskan�. FKP PDAM Tirta Bantimurung juga seringkali menyampaikan aspirasi 15

masyarakat kepada PDAM Tirta Bantimurung. Salah satu kesempatan adalah pada saat diselenggarakan lokakarya Hasil Survei Gender dan Pemantauan K3 pada 14 September 2015 dan bertempat di Hotel Grand City Makassar. Pada lokakarya yang juga dihadiri oleh Abdul Baddar (Direktur Utama PDAM), FKP PDAM Tirta Bantimurung menyampaikan keluhan pelanggan mengenai aliran air yang sering mati selama lebih dari 12 jam di beberapa wilayah serta kualitas air yang kurang jernih. Selain menyampaikan keluhan pelanggan, pada kesempatan yang sama, FKP PDAM Tirta Bantimurung juga menggagaskan peningkatan layanan air bersih di empat kecamatan pesisir, yaitu di Kecamatan Marusu, Lau, Bontoa dan Turikale, karena masih banyaknya warga yang belum mendapatkan akses terhadap air bersih. PDAM Maros pun merespon dengan berjanji untuk melakukan perbaikan ke depan, di antaranya meningkatkan kualitas pengolahan air baku pada IPA dan rencana membangun satu sistem pengolahan air di daerah pesisir Maros Baru agar masyarakat di daerah pesisir akan dapat menikmati air minum. Forum Komunikasi Pelanggan PDAM Maros dan pihak-pihak terkait, termasuk PDAM Maros boleh berbangga karena PDAM Maros dijadikan sebagai salah satu percontohan untuk peningkatan pelayanan air minum. Kabupaten Maros juga menjadi kabupaten pertama yang telah menyelesaikan dan mempresentasikan hasil survei FKP – PDAM. Terbukti dengan adanya FKP, PDAM terdorong untuk memperbaiki kinerjanya dan melayani kebutuhan masyarakat akan air minum dengan lebih baik.


Foto: Yusuf Ahmad

16


Sumur Resapan: Menabung Air untuk Sumber Air Baku PDAM Kabupaten Bantaeng

“Kini tak ada lagi air yang lari, air mengalir dan masuk ke dalam sumur resapan. Dulu, saat sosialisasi, saya tidak paham apa itu sumur resapan. Menabung air yang saya pahami ya kita tampung air untuk cadangan dan dipakai saat kemarau. Ternyata sumur resapan itu, memasukkan air hujan ke dalam tanah�, Kaimudin, warga Desa Kampala, Kecamatan Eremerasa. Kabupaten Bantaeng.

Kaimudin Warga Desa Kampala, Kecamatan Eremerasa Kabupaten Bantaeng

Salah satu sumur resapan yang dibangun di halaman rumah Kepala Dusun Baroe, H. Makka, Kabupaten Bantaeng.

Debit Mata Air Semakin Berkurang, Ancaman Bagi Penyediaan Air Baku PDAM Bantaeng Desa Kampala adalah salah satu desa di Kecamatan Eremerasa, Kabupaten Bantaeng, yang terbagi dalam dua dusun, yaitu Dusun Tanete dan Dusun Baroe. Masyarakat desa ini sebagian besar berprofesi sebagai petani dengan produk andalan cengkeh dan coklat. Desa Kampala dikelilingi bukit-bukit dengan topografi yan terjal dengan kondisi lahan yang telah gundul. Selain karena alih fungsi lahan dari hutan menjadi kebun cengkeh dan kebun coklat, penebangan pohon juga marak terjadi. Masyarakat Desa Kampala memang kerap menggunakan kayu sebagai bahan dasar untuk membangun rumah yang hampir semua konstruksinya terbuat dari kayu. Akibat pengalihan fungsi lahan dan penebangan pohon liar tersebut, Desa Kampala kini menjadi langganan banjir dan longsor. Ketika hujan, aliran air permukaan sangat deras hingga merusak kebun dan jalan. Desa Kampala memang berkontur terjal dari bagian utara ke selatan dan ketinggian jalan yang lebih rendah dari lokasi rumah penduduk. Pada musim hujan, air dari bukit dan rumah mengalir deras ke jalan utama yang menyebabkan kerusakan jalan di setiap penghunjung musim hujan. Hal 17

tersebut tentu membuat warga Desa Kampala resah, termasuk Kepala Desa Kampala, Tanete. “Walau diaspal tiap tahun, jalan selalu rusak karena banjir,� Tanete ungkapkan. Desa Kampala ini juga menjadi daerah tangkapan air bagi beberapa mata air yanag berada di Desa Kampala dan desa sekitarnya, dimana salah satu mata air dengan debit yang besar adalah mata air Eremerasa yang juga menjadi sumber air baku PDAM Bantaeng dan beberapa perusahaan air kemasan. Dalam beberapa tahun terakhir ini, kondisi Sumberdaya mata air Eremerasa telah mengalami penurunan debit dan perubahan kualitasnya, dimana pada musim kemarau, debit air berkurang dan sebaliknya pada musim hujan air menjadi berlumpur dan keruh. Kondisi penurunan dan kerusakan ini semakin hari semakin parah. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan iklim, dimana akibatnya pada saat musim kemarau akan terjadi kemarau yang semakin panjang dan kering. Sebaliknya, pada musim hujan terjadi peningkatan curah hujan yang tinggi dengan waktu yang pendek. Kondisi yang bertolak belakang seperti ini sangat mengganggu dan memperngaruhi penyediaan kebutuhan air bagi masyarakat dan terutama bagi pelayanan PDAM Kabupaten Bantaeng.


sumber air baku yang akan diolah untuk kebutuhan air bersih PDAM. Dengan dibangunnya sumur resapan, maka jumlah dan kecepatan aliran air permukaan dapat berkurang, sehingga resiko banjir dan longsor pun berkurang. Selain itu, sumur resapan juga dapat mencegah penurunan tanah dan dapat mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah.

Foto: Yusuf Ahmad

Kelompok Masyarakat Peduli Lingkungan ‘Pammanjengan’.

Melihat permasalahan itu, PDAM Bantaeng dengan dukungan IUWASH membuat program percontohan sumur resapan di Desa Kampala sebagai upaya perlindungan sumber air baku. Sumur resapan ini dipilih karena menggunakan teknologi sederhana dan relatif cepat dalam meningkatkan debit air tanah dibandingkan dengan teknologi lain. Beberapa pihak seperti Bappeda, Badan Lingkungan Hidup, Aparat Pemerintah Desa dan LSM juga dilibatkan dalam program percontohan ini sebagai pemantau agar para pihak tersebut dapat melanjutkan program pembuatan sumur resapan sebagai kegiatan perlindungan sumberdaya air di Kabupaten Bantaeng.

Sumur Resapan, Teknologi Sederhana untuk Menangkap Air Sumur resapan bisa dikatakan sebagai rekayasa teknologi sederhana untuk menangkap air hujan Untuk diresapkan kedalam tanah dan dapat meningkatkan cadangan dan jumlah air dalam tanah. Manfaat sumur resapan dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat dan PDAM. Sumur resapan dapat menjaga ketersediaan air tanah bagi masyarakat yang masih memengandalkan sumur gali dan sumur timba sebagai sumber air utama mereka sehari-hari. Sedangkan bagi pihak PDAM, dengan terjaganya ketersediaan air tanah, maka akan dapat meningkatkan kapasitas air tanah sebagai 18

Menumbuhkan Kesadaran Masyarakat, Strategi Pendekatan dalam Mengembangkan Sumur Resapan Membangun sumur resapan tidak sekadar membuat bangunan teknis sumur resapan. Tetapi yang jauh lebih penting adalah membangun manusianya, yaitu untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dan pihak lain yang berkepentingan akan manfaat sumur resapan. Hal ini agar dapat menumbuhkan perilaku dan kebiasaan baru melakukan perlindungan mata air secara berkelanjutan. Menumbuhkan kesadaran masyarakat adalah strategi IUWASH untuk mensosialisasikan program sumur resapan ini di Desa Kampala. Berbagai strategi dikembangkan, mulai dari sosialisasi tentang manfaat sumur resapan, mengorganisir masyarakat untuk membentuk kelompok peduli lingkungan, pemetaan lingkungan, hingga melakukan kunjungan belajar ke Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah. Kunjungan belajar ke Kabupaten Batang tersebut ternyata pendekatan yang paling efektif untuk dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat. Kaimmudin, salah satu warga Desa Kampala yang turut serta dalam kunjungan belajar ke Batang menyatakan bahwa sudah beberapa kali staf IUWASH membicarakan dan menjelaskan tentang


pembanagunan dan manfaat sumur resapan kepada dirinya dan masyarakat Desa Kampala, akan tetapi mereka belum tertarik dan memahami tentang sumur resapan. Namun setelah berkunjung ke Batang, Kaimmudin mengaku bahwa kini ia menjadi lebih mengerti dan tertarik untuk mereplikasikan apa yang ia lihat di Batang ke desanya sendiri. “Setelah kunjungan ke Jawa, baru saya paham. Di sana saya bisa lihat langsung sumur resapan dan bisa diskusi juga dengan warga di sana dan tertarik untuk dicoba di desa,� Kaimmudin mengatakan. Kelompok Masyarakat Peduli Lingkungan yang mereka beri nama Pammanjengan (yang berarti tempat sandaran dalam bahasa setempat) terdiri dari 13 orang anggota, . Kelompok ini diharapkan dapat menjadi penggerak masyarakat dan juga dapat berperan sebagai pengelola sumur resapan yang telah dibangun. Mereka secara intensif didampingi oleh IUWASH untuk dapat menjadi organisasi yang secara mandiri berani memperjuangkan pelestarian lingkungan, baik di Desa Kampala maupun di Provinsi Sulawesi Selatan. Kelompok Pammanjengan selalu aktif terlibat dalam setiap kegiatan yang diadakan oleh IUWASH. Pada tahap awal, mereka terlibat dalam pemetaan kondisi lingkungan untuk mengidentifikasi masalah dan potensi desa dengan menggunakan teknik Participatory Rural Appraisal (PRA). Dari hasil pemetaan tersebut, maka kelompok ini menentukan lokasi rencana pembuatan sumur resapan dan pelaksanaan pembuatannya, sekaligus melakukan pemantauan serta evaluasi terhadap dampak positif dan manfaat dibangunnya sumur resapan tersebut nantinya.

Kelompok Pammanjengan kini telah menjadi sangat kritis dan aktif dalam menyuarakan pentingnya sumur resapan dalam pelestarian lingkungan, tidak hanya di Desa Kampala tapi juga di tingkat Kabupaten Bantaeng. Dengan Sumur Resapan, Tiga Masalah Teratasi Kini Desa Kampala sudah memiliki 11 sumur resapan yang tersebar di enam dusun. Tentu sumur resapan sejumlah ini belum dapat memberikan dampak yang signifikan bagi pengendalian banjir dan peningkatan air tanah. Menurut perhitungan para ahli, sumur resapan baru akan memberikan dampak besar apabila sudah terbangun 500 sumur. Walau demikian, warga yang rumahnya dijadikan lokasi percontohan sumur resapan sudah merasakan manfaat dari keberadaan sumur resapan ini. Salah satunya adalah Kepala Dusun Baroe, H. Makka yang mengatakan dengan adanya sumur resapan, air hujan yang biasanya mengalir deras ke jalanan dan menggenangi rumahnya kini dapat langsung dialirkan masuk ke sumur resapan. “Kini di halaman rumah kering, tak ada lagi genangan air hujan dan yang lebih menyenangkan lagi, pohon cengkeh saya tidak terlalu kering dan terjaga kelembabannya,� H. Makka mengatakan. Saat ini, Kelompok Pammanjengan sedang membuat usulan program pelestarian lingkungan dalam Musrenbang untuk Tahun Anggaran 2017. Kegiatan yang diusulkan adalah pembuatan 500 sumur resapan, penanaman pohon dan pembuatan bendungan pengendali (check dam). Dinas Kehutanan Kabupaten Bantaeng juga telah menyatakan ketertarikan mereka dengan program sumur resapan ini dan 19

Kini di halaman rumah kering, tak ada lagi genangan air hujan dan yang lebih menyenangkan lagi, pohon cengkeh saya tidak terlalu kering dan terjaga kelembabannya. H. Makka Kepala Dusun Baroe

telah mengalokasikan anggaran untuk membangun sumur resapan di desa ini. Dengan adanya program percontohan sumur resapan di Desa Kampala ini, tiga hasil sekaligus diperoleh, yaitu banjir yang terjadi karena aliran air permukaan akan dapat dikurangi, debit mata air baik yang digunakan oleh warga maupun sebagai sumber air baku PDAM Bantaeng dapat dipertahankan dan bahkan ditingkatkan serta menumbuhkan kesadaran warga akan pentingnya sumur resapan.


Foto: Yusuf Ahmad

20


PDAM Kabupaten Takalar Kembangkan Kredit Mikro Air Bersih

“Muka sekarang sudah putih. Mandi sudah bisa dua kali sehari. Pagi-pagi juga sudah bisa pergi ke kebun. Dulu, jam 3 pagi harus bangun pergi ambil air di sumur yang jauh. Siang dan sore hari pergi lagi!�, tutur Daeng Sugi, warga Dusun Pandala, Desa Likangar. Apa yang dirasakan oleh Daeng Sugi ini juga dialami oleh sekitar 60 keluarga yang tinggal di Dusun Pandala dan Turikale, Desa Likang, di daerah pesisir Cikoang, Kabupaten Takalar. Namun, warga Dusun Pandala dan Turkikale yang rata-rata berpenghasilan rendah ini sudah tidak perlu lagi pergi jauh untuk mengambil air, karena mereka kini sudah mendapatkan akses air minum dari PDAM melalui skema kredit.

Daeng Sugi, warga Desa Likangar, salah satu penerima manfaat program kredit mikro untuk sambungan air bersih perpipaan PDAM Kabupaten Takalar.

Kapasitas Produksi Tinggi, Tetapi Cakupan Layanan Air Minum Rendah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Takalar adalah salah satu PDAM yang cakupan layanan air bersihnya masih tergolong rendah. Masyarakat yang terlayani air minum baru sekitar 30 persen saja, itupun hanya dapat dinikmati pelanggan selama 12-18 jam. Kapasitas sumber air baku PDAM Takalar yang berasal dari Sungai Paleko, Desa Puntondo ini sebenarnya masih cukup besar untuk bisa melayani kebutuhan air minum hingga 3000 rumah tangga. Namun, permintaan warga, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk menjadi pelanggan masih rendah. Rendahnya permintaan dari MBR untuk mengakses air PDAM ini disebabkan oleh dua masalah. Pertama, tarif pemasangan sambungan baru yang sebesar Rp 750 ribu dirasa tidak terjangkau bagi mereka yang rata-rata hanya mengandalkan pendapatan dari berpanen palawija dan rumput laut. Kedua, akses informasi layanan PDAM juga masih rendah, sehingga masyarakat, terutama MBR, banyak yang tidak mengetahui cara mengakses layanan air dari PDAM. Latar belakang itulah yang kemudian menginspirasi IUWASH dan PDAM 21

Takalar untuk mengembangkan skema kredit khusus bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Takalar. Dengan uang muka 200 ribu rupiah, masayarakat berpenghasilan rendah di Kabupaten Takalar sudah dapat memasang sambungan air baru di tempat tinggal mereka. Selanjutnya, sisa pembayaran pemasangan baru sebesar 550 ribu rupiah akan dibayarkan secara kredit selama 11 bulan dengan biaya cicilan sebesar 100 ribu rupiah setiap bulannya. Namun, apabila ada warga yang tidak mampu membayar uang muka sebesar 200 ribu rupiah, PDAM Takalar akan memberikan keringanan asalkan bisa memperlihatkan surat keterangan miskin dari Kepala Desa atau Kepala Dusun. Selain itu, skema kredit pemasangan sambungan baru ini juga langsung ditawarkan ke calon pelanggan melalui sosialisasi dari rumah ke rumah, sehingga masyarakat pun menjadi lebih paham tentang skema kredit tersebut. Sebelumnya, PDAM Takalar sudah memiliki skema kredit bagi warga untuk mendapatkan sambungan baru. Tetapi skema yang memberlakukan uang muka sebesar 450 ribu rupiah itu dirasa terlalu memberatkan, terutama para MBR. Selain itu, informasi mengenai akses skema kredit ini juga sangat terbatas, sehingga banyak yang tidak mengetahui keberadaannya.


Saya melihat spanduk program ini di jalan, saya tertarik karena ternyata prosesnya mudah dan tidak mahal. Saya cukup membayar uang muka dua ratus ribu dan membayar cicilannya 50 ribu rupiah selama 11 bulan. Walaupun tetap harus membayar rekening 36 ribu rupiah per bulan, tidak apa-apa Foto: Yusuf Ahmad

Nurdin Warga Kelurahan Pappa, Kecamatan Pattalassang

Warga Dusun Pandala yang sudah menikmati air bersih melalui Kredit Mikro Air PDAM.

Menumbuhkan Minat Melalui Promosi Untuk mempercepat capaian akses sambungan air ini, PDAM Takalar bekerjasama dengan Forum Komunikasi Pelanggan (FKP) PDAM Takalar yang diprakarsai oleh IUWASH untuk melakukan promosi skema kredit baru ini. Anggota FKP berperan dalam mensosialisasikan program Kredit Mikro Air Bersih ini kepada masyarakat di Takalar.

strategi promosi dan pemasaran. Hal ini perlu dilakukan mengingat cakupan pelayanan PDAM Takalar yang masih memungkinkan untuk meningkatkan akses pelayanan air bersih untuk masyarakat. Selain itu, untuk lebih memudahkan penyampaian informasi, PDAM Takalar juga membentuk Tim Promosi untuk bekerjasama dengan FKP dalam melakukan sosialisasi.

Promosi kredit air bersih yang dilakukan oleh FKP Takalar ini membuahkan hasil. Masyarakat pun menjadi sangat antusias untuk memasang sambungan air baru dengan adanya program ini. Sosialisasi melalui berbagai media, seperti spanduk dan selebaran juga dilakukan dan disebar di berbagai tempat umum di Kabupaten Takalar.

“Kulitku Dulu Kusam, Kini Tidak Lagi” Sejak diberlakukan sistem Kredit Mikro Air Bersih untuk MBR pada bulan Februari 2014, sebanyak 1400 rumah tangga sudah dapat mengakses air bersih melalui Kredit Mikro Air Bersih hingga bulan Mei 2015. Hal ini menunjukkan keberhasilan kerjasama antara PDAM Takalar, FKP Takalar dan IUWASH dengan memanfaatkan peluang yang ada untuk memenuhi layanan air bersih bagi MBR. Prestasi ini membuat PDAM Takalar menjadi daerah

Untuk memperkuat kapasitas FKP PDAM Takalar, IUWASH memberikan pelatihan

22

yang mencapai target pencapaian tertinggi dalam jumlah pelanggan di tahun 2014, yaitu sebanyak 2200 sambungan. Dengan cara yang sangat mudah, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan mereka akan air bersih. Kredit Mikro Air Bersih menjadi pilihan yang murah dalam keterbatasan mereka. Hal ini disampaikan oleh salah seorang warga di Kelurahan Pappa, Kecamatan Pattalassang, Nurdin. “Saya melihat spanduk program ini di jalan, saya tertarik karena ternyata prosesnya mudah dan tidak mahal. Saya cukup membayar uang muka dua ratus ribu dan membayar cicilannya Rp 50.000 selama 11 bulan. Walaupun tetap harus membayar rekening Rp 36.000 per bulan, tidak apaapa,” tuturnya. Salah satu wilayah yang mendapatkan akses kredit mikro adalah Desa Laikang, Kecamatan Mara Bombang, sebuah desa


FKP Takalar dan Pemerintah Kabupaten Takalar juga memudahkan PDAM Takalar untuk melaksanakan berbagai kegiatan pendukung. Masyarakat juga semakin sadar akan pentingnya air bersih, seperti yang disampaikan oleh Nurdin yang kini lebih memilih menggunakan air PDAM karena lebih jernih dibandingkan air sumur. Nurdin juga mengatakan bahwa ia enggan untuk kembali menggunakan air sumur. “Berkat kredit mikro ini, saya sudah tidak perlu lagi ke sumur karena sekarang air selalu tersedia di rumah, tidak perlu lagi jalan jauh,” beliau melanjutkan.

Foto: IUWASH Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur

Daeng So’ja, Warga Dusun Pandala Desa Laikang, Kecamatan Mara Bombang : “Sekarang saya bisa mencuci kapan saja karena air mengalir lancar seharian”.

transmigrasi yang dulu sangat sulit mendapatkan air bersih. Warga yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan dan buruh tani ini biasanya mendapatkan air dari desa tetangga, Desa Puntondo yang berjarak 2 km. Mereka harus berangkat subuh dan berjalan kaki atau bersepeda dengan membawa jerigen. Di tempat mata air pun, mereka harus antri. Airnya juga kadang keruh. Salah satu warga Dusun Pandala, Daeng So’ja berkata “Pokoknya dulu sengsara! Kita harus berjalan kaki, berangkat jam 3 subuh untuk mendapatkan air. Kita biasa ambil air 3 kali dalam satu hari.” Hal serupa juga disampaikan oleh Daeng Sugi, “Paling repot kalau datang bulan. Saya bisa mengambil air lebih dari 3 kali sehari. Kulit wajah hitam karena setiap hari kena matahari. Kami pun selalu terlambat pergi ke kebun karena baru sampai rumah jam 9 pagi.”

Melalui Kredit Mikro Air Bersih, Cakupan Layanan PDAM Takalar pun Meluas Direktur Utama PDAM Kabupaten Takalar, H. Syamsul Kamar mengatakan bahwa program mikro kredit air bersih dari IUWASH ini terbukti sangat berhasil. Beliau mengatakan bahwa program ini tidak hanya meningkatkan cakupan layanan PDAM Takalar, tetapi juga membantu masyarakat yang kurang mampu untuk mengakses air bersih dengan mudah. “Bahkan jika memungkinkan, program ini akan terus kami terapkan secara berkelanjutan agar semua masyarakat di Kabupaten Takalar dapat terlayani dengan air bersih dari PDAM,” Syamsul Kamar mengatakan. Keberhasilan PDAM Takalar dalam melaksanakan program Kredit Mikro Air Bersih ini tentu tidak lepas dari kerja keras PDAM Takalar sendiri untuk mengembangkan diri. Dukungan dari 23

Sampai saat ini, PDAM Takalar masih melanjutkan program kredit mikro air bersih tersebut, bahkan kini sedang merencanakan program lain yaitu Promosi dan Pemasaran Percepatan Akses Air Bersih yang juga bekerja sama dengan IUWASH. Bagi PDAM Takalar, pencapaian ini menunjukkan bahwa kapasitas produksi yang dimiliki oleh PDAM Takalar termanfaatkan dengan baik karena didukung program yang dikelola dengan baik juga. Kini masyarakat berpenghasilan rendah yang telah mengakses air bersih di Kabupaten Takalar sangat senang dan tak lagi kesulitan air. Istilah ‘sengsara’ yang mereka katakan kini tak lagi mereka alami. Dulu yang hanya bisa mandi sekali dalam seminggu, kini sudah mandi dua kali sehari dan bahkan dapat mencuci pakaian kapan saja karena air mengalir di rumah mereka selama 24 jam. Dengan hanya membayar rekening sebesar Rp 36.000 saja untuk 0-12 meter kubik, masyarakat berpenghasilan rendah di Kabupaten Takalar sudah dapat menikmati air bersih.


Foto: Yusuf Ahmad

24


PDAM Kabupaten Sidrap dan KSU Denas 66 Targetkan 2.560 Sambungan Air Bersih

Memberikan pelayanan air minum yang prima bagi masyarakat adalah misi utama perusahaan daerah air minum. Namun, seringkali misi itu terhambat ketika diperhadapkan dengan persoalan keterbatasan modal usaha. Apalagi ketika PDAM pun harus memberikan perhatian lebih bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Butuh terobosan agar pelayanan air minum bagi masyarakat berpenghasilan rendah terwujut dan modal usaha pun tersedia.

Cakupan Layanan Tak Bertambah dan Selalu Merugi, Persoalan Utama PDAM Kabupaten Sidrap Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Sidrap, adalah perusahaan milik Pemerintah Kabupaten Sidenreng Rappang, atau biasa disingkat Sidrap. Sejak tahun 2008 hingga 2011, PDAM Sidrap hanya mampu melayani sambungan air minum sebanyak 49 persen dari total jumlah penduduk Kabupaten Sidrap. Hal ini disebabkan oleh PDAM Sidrap yang selalu merugi setiap tahunnya sehingga tidak cukup dana untuk meningkatkan cakupan layanan. Kerugian terjadi karena berbagai faktor. Misalnya, kehilangan air akibat kerusakan pipa, kesalahan pencatatan meteran dan keterlambatan pembayaran rekening oleh pelanggan. Ketiga faktor itu terus menerus terjadi hingga menjelang akhir tahun 2011, PDAM Sidrap berencana untuk melakukan restrukturisasi hutang kepada Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Namun syarat utama untuk mendapatkan persetujuan untuk restrukturisasi hutang, PDAM Sidrap harus memiliki Dokumen Rencana Bisnis, yang ternyata belum dimiliki.

Manfaat kredit mikro untuk sambungan air PDAM kini dapat dinikmati oleh masyarakat berpenghasilan rendah di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan.

Pada saat inilah, USAID IUWASH yang memberikan dukungan bagi pelayanan air bersih dan sanitasi, memberikan dukungan kepada PDAM Sidrap untuk 25

meningkatkan kinerjanya agar tidak terus menerus merugi. Sebagai langkah awal, IUWASH memfasilitasi PDAM Sidrap untuk membuat Perencanaan Bisnis 2013-2017. Salah satu rencana penting dalam Perencanaan Bisnis tersebut adalah penambahan kapasitas IPA dan sambungan pelanggan baru, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebanyak 826 sambungan rumah pada periode 2015. Mewujudkan rencana usaha tersebut di tengah masalah keuangan yang sedang dihadapi PDAM Sidrap tentu bukan hal yang mudah. Menunggu hasil dari restrukturisasi hutang pun juga terlalu lama. Satu gagasan yang kemudian dikembangkan untuk memberikan pelayanan bagi MBR adalah penyediaan kredit sambungan air minum. Namun, tantangan berikutnya adalah bagaimana menyediakan modal kredit bagi MBR, kendati PDAM Sidrap sendiri selalu merugi? Siapa yang bisa menyediakan layanan kredit untuk sambungan air PDAM? Kemitraan dengan Koperasi Penyedia Kredit, Pilihan Cerdas untuk Peningkatan Akses Kredit Sambungan Air PDAM IUWASH menawarkan gagasan agar PDAM Sidrap bekerjasama dengan lembaga penyedia layanan kredit. Dengan bekerjasama dengan lembaga penyedia kredit, dua masalah sekaligus akan bisa


tertangani. PDAM Sidrap akan dapat meningkatkan cakupan layanan bagi MBR dan juga akan mendapatkan modal bagi sambungan pelanggan baru. Setelah strategi tersebut disepakati, pendekatan dimulai dengan mengidentifikasi lembaga yang bersedia dan mampu menyediakan kredit sambungan air PDAM bagi MBR. Ternyata proses ini tidak mudah. Tidak banyak lembaga yang berani mengambil risiko ini karena dianggap tidak menguntungkan. Pada akhirnya, hanya lima penyedia kredit yang menyatakan bersedia. Namun ketika dijelaskan bahwa untuk bisa menjaring nasabah atau pelanggan sambungan air dibutuhkan pendekatan kepada masyarakat dan membutuhkan waktu lama untuk dapat menarik minat calon nasabah, beberapa diantaranya pun mengundurkan diri. Hingga akhirnya, Koperasi Serba Usaha Denas 66 mengajukan kebersediaan mereka walaupun melihat tantangan yang akan mereka hadapi tidak mudah. Kerjasama ini kemudian dituangkan dalam Kesepakatan Bersama antara KSU Denas 66 dan PDAM Kabupaten Sidrap pada tanggal 22 April 2013. Dari sisi teknis, koperasi ini dianggap layak, baik secara keuangan dan struktur organisasi untuk menyediakan kredit sambungan air PDAM. Dari sisi koperasi sendiri, KSU Denas 66 memang kerap menunjukkan kepedulian terhadap isu kesehatan. Kebutuhan Sambungan Air Tinggi, Sementara Modal Koperasi Terbatas Melihat kapasitas produksi yang dimiliki PDAM Sidrap masih besar, yakni 32 liter per detik, maka sambungan baru yang dapat dilayani dibatasi pada dua wilayah pelayanan terlebih dahulu, yaitu Instalasi

Kota Kecamatan Tellu Limpoe (sebesar 22 liter per detik) dan Instalasi Kota Kecamatan Panca Lautang (sebesar 10 Liter per detik). Dalam jangka waktu lima tahun, jumlah sambungan baru yang terpasang di dua wilayah itu mencapai 2.560 sambungan rumah. Mendapatkan nasabah sebanyak itu dalam jangka waktu lima tahun, tentu memberikan harapan bagi KSU Denas 66. Namun dibutuhkan modal yang lebih besar bagi KSU Denas 66 apabila ingin meneruskan peluang usaha ini. Oleh karena itu, IUWASH kemudian memfasilitasi KSU Denas 66 untuk mandapatkan pinjaman dana kredit dari pihak Perbankan. Walaupun begitu, untuk meyakinkan pihak Perbankan tidaklah mudah. Untuk mengajukan pinjaman kredit dengan jumlah banyak, diperlukan penjamin yang mampu untuk menyokong KSU Denas 66 jika suatu ketika mereka tidak dapat membayar dana kredit tersebut. Menanggapi hal tersebut, akhirnya Pemerintah Kabupaten Sidrap pun sepakat untuk menjadi penjamin hingga akhirnya Bank SulSelBar setuju untuk mengucurkan pinjaman bagi KSU Denas 66 sebesar Rp 500 juta. Menumbuhkan Minat Masyarakat Menjadi Nasabah Sambungan Air Guna memastikan bahwa investasi sambungan air tidak sia-sia, IUWASH melakukan survei minat di wilayah teknis yang direkomendasikan oleh PDAM Sidrap. Survei yang dilakukan oleh mahasiswa relawan dilakukan langsung dengan mendatangi calon pelanggan di dua Ibukota Kecamatan, Tellu Limpoe dan Panca Lautang. Setelah hasil dari survei menunjukkan bahwa minat masyarakat tinggi, barulah dilanjutkan 26

ke tahap promosi mengenai pentingnya air bersih dan skema kredit air minum. Skema kredit yang ditawarkan adalah pembayaran uang muka Rp 100 ribu dengan cicilan Rp 100 ribu selama 11 bulan. Promosi dilakukan secara gencar dengan memasang spanduk pada tempat-tempat strategis di sekitar sarana sosial dan peribadatan, Puskesmas dan kantor layanan pemerintah lainnya. Ternyata spanduk bertuliskan slogan “Hanya dengan uang Rp 100 ribu, kita mendapatkan air bersih� tersebut mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Di tengah-tengah promosi pun, IUWASH juga menyediakan dan melatih tenaga pembaca meteran agar saat sambungan air telah siap digunakan, sudah tersedia sumber daya manusia yang terlatih. Tidak ada prasyarat yang menyulitkan bagi warga yang ingin menjadi nasabah Koperasi ini. Peminat cukup membuktikan bahwa mereka adalah MBR. Walaupun begitu, Koperasi Denas 66 tetap melakukan studi kelayakan bagi para calon peminat. Dari hasil studi kelayakan ini, skema kredit berkembang menjadi dua, yaitu peminat dengan skema kredit dengan cicilan Rp 100 ribu per bulan dan peminat dengan angsuran dua kali (Rp 600 ribu) dalam 11 bulan. Untuk para nasabah dengan skema pertama, pelanggan wajib membayar rekening air Rp 36.000 dan pembayaran non-air yaitu cicilan Rp 100 ribu selama 11 bulan. Sedangkan untuk nasabah skema kedua yang hanya diberlakukan bagi para petani yang penghasilannya musiman, mereka tetap berkewajiban untuk membayar rekening meteran sebesar Rp 36.000 per bulan selama enam bulan pertama.


Foto: Yusuf Ahmad

Foto: Yusuf Ahmad

Warga Kelurahan Pajalele, Haji Mini merasa sangat terbantu menjadi pelanggan PDAM melalui skema kredit mikro KSU Denas 66.

Jalan Panjang bagi Warga Miskin Mendapatkan Layanan Air Minum Sejak bulan April 2013 sampai dengan bulan November 2015, sebanyak 182 sambungan rumah bagi MBR sudah terpasang di Kabupaten Sidrap. Cakupan layanan PDAM Sidrap pun kini sudah meluas hingga ke seluruh Kabupaten Sidrap. Proses pengembangan skema kredit air telah memberikan pelajaran yang berarti, baik bagi PDAM Sidrap maupun KSU Denas 66 sendiri. Bagi PDAM Sidrap, skema ini membuktikan bahwa ada jalan untuk dapat meningkatkan cakupan pelayanan di tengah masalah keuangan yang membelit. Bagi KSU Denas 66, pelayanan kredit mikro ini adalah bisnis baru yang menjanjikan, seperti yang dikatakan oleh Ketua KSU Denas 66, M. Danial S.T, yang mengatakan

Pengembangan skema kredit mikro air dipandang sebagai bisnis menguntungkan oleh Ketua KSU Denas 66, M.Danial S.T.

“kegiatan ini membuka peluang bagi koperasi untuk mengembangkan usaha lebih besar di masa mendatang.” Bagi warga miskin yang memiliki penghasilan rendah, skema ini tentu sangat membantu. Bapak Ahmad Salni, warga Desa Corawali yang menjadi pelanggan PDAM melalui Kredit Mikro menyatakan bahwa ia sangat gembira bisa menjadi pelanggan PDAM dengan cara kredit. Sebelumnya, ia dan keluarganya minum dari air sumur atau dari sungai pada saat musim kemarau tiba. Selain itu, Ahmad Salni juga menceritakan tentang bagaimana warga sebelmunya mencoba membuat penampungan air untuk dialirkan ke rumah. “Namun karena tidak ada pengolahan, kualitas airnya pun tidak baik,” ingat Ahmad Salni. Respon positif juga disampaikan oleh Ibu Haji Mini di 27

Kelurahan Pajalele yang merasa sangat terbantu dengan menjadi pelanggan PDAM dengan sistem kredit. “Sekarang saya tidak perlu lagi repot karena sekarang (mengambil) air sudah dekat, tak perlu susah lagi pikul air dari sungai,” tuturnya. Tak ada yang tak mungkin. Hal ini telah dibuktikan oleh PDAM Kabupaten Sidrap bahwa membangun kemitraan dengan lembaga jasa penyedia kredit adalah salah satu solusi untuk meringankan masalah keuangan. PDAM Sidrap memperoleh pendapatan dari luar pelayanan air minum dengan menerima pembayaran tunai sebesar Rp 750 ribu per pelanggan tanpa mempengaruhi arus kas mereka. Sebaliknya, bagi KSU Denas 66, kegiatan ini membuka peluang usaha dan lapangan kerja baru.


Foto: IUWASH Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur

28


Mengalirkan Air Bersih untuk 4.200 Keluarga di Negeri Passo dan Waiheru, Kota Ambon

Kota Ambon saat ini dihadapkan dengan masalah ketersediaan air minum. Sumber air baku semakin kritis dan cakupan pelayanan PDAM Kota Ambon hanya 25 persen. Seringkali air dari PDAM Kota Ambon di pusat kota dalam sehari hanya dialirkan satu atau dua jam saja dan selebihnya mati. Apabila di pusat kota yang dekat dengan akses air PDAM seperti itu, bagaimana dengan Negeri Passo dan Waiheru yang terpencil?

IUWASH dan Satker Pengembangan Air Minum Provinsi Maluku melakukan survei ke Mata Air Waiheru II & III, sumber air baku IPA PDAM dengan total kapasitas produksi sebesar 50 liter/detik untuk pelayanan air bersih di Negeri Passo, Kota Ambon.

Potensi Sumber Air Baku yang Terlupakan Negeri Passo dan Waiheru adalah dua desa yang terletak di Kecamatan Baguala, Kota Ambon. Sesuai dengan namanya, Passo yang berarti di tengah-tengah, Negeri Passo berada di tengah dua jasirah yaitu Jasirah Leihitu dan Jasirah Leitimu. Sedangkan Negeri Waiheru terletak di sebelah Timur Negeri Passo. Passo dan Waiheru termasuk wilayah yang terletak di dataran rendah Maluku, wilayah padat penduduk yang di masa depan diprediksi tekanan penduduknya akan semakin meningkat. Sebagian besar warganya berprofesi sebagai petani dan nelayan. Untuk memenuhi kebutuhan mencuci dan mandi, warga Passo dan Waiheru biasanya memanfaatkan sumur dangkal yang kualitas airnya kurang baik dan terasa payau karena memang berlokasi di dekat laut. Sedangkan untuk kebutuhan memasak dan minum, masyarakat biasanya membeli air galon seharga Rp 7.000 per galon. Salah satu warga Negeri Passo, Empi Salampessy mengatakan bahwa ia biasa menghabiskan setidaknya dua sampai dua galon air minum dalam seminggu untuk keperluan keluarganya. “Untuk mandi dan cuci, kami dari dulu menggunakan air sumur bor, tetapi airnya terasa payau. Pada akhirnya air galon juga dipakai untuk mandi�, Empi Salampessy akui. 29

Padahal wilayah ini memiliki cukup sumber air yang melimpah. Di Negeri Passo sendiri ada empat sungai, yaitu Sungai Waitanahitu, Waitatiri, Waimahu, dan Waitanahitu, sementara di Waiheru terdapat tiga mata air yaitu Waiheru I, Waiheru II dan Waiheru III, sayangnya sumber-sumber air tersebut sejak lama tidak dimanfaatkan oleh PDAM. Sebelumnya PDAM Kota Ambon pernah membangun intake di Waiheru III, namun jaringan perpipaan sudah tidak dapat digunakan lagi. Sedangkan dua sumber air lainnya, yaitu Waiheru I dan Waiheru II dimanfaatkan oleh TNI dan masyarakat setempat secara swakelola. Melihat kondisi di atas, USAD IUWASH selanjutnya mendorong PDAM Kota Ambon untuk membangun sarana air minum di Negeri Passo dan Waiheru. Diawali pada tahun 2011, USAID IUWASH dan Pemerintah Kota Ambon menandatangani MOU dalam rangka memperluas akses sanitasi dan air minum perkotaan. Dalam MoU disepakati bahwa IUWASH akan membantu memberikan penguatan kelembagaan kepada PDAM Kota Ambon, seperti perbaikan kinerja PDAM dibidang manajemen, perluasan akses pelayanan air minum kepada masyarakat serta sistem pengelolaan keuangan PDAM


Langkah awal dari perwujudan MOU, pada pertengahan tahun 2012, IUWASH melakukan pengkajian beberapa sumber air baku yang ada di wilayah WaiheruPasso. Dari hasil pengkajian itu, didapati bahwa beberapa sumber air baku yang ada di wilayah tersebut memiliki potensi untuk dialirkan ke Negeri Passo serta Waiheru. Kapasitas sumber air baku bisa mencapai 40 liter/detik dan diperkirakan dapat melayani kurang lebih 3.000 kepala keluarga. Namun permasalahannya adalah untuk memanfaatkan sumber air tersebut dibutuhkan dua intake mata air. Untuk itu, PDAM Kota Ambon harus membangun satu intake mata air baru dan memperbaiki intake yang ada yang kondisinya rusak.

Foto: IUWASH Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur

Empi Salampessy, salah satu warga penerima manfaat suplai air bersih di Negeri Passo, Kota Ambon.

30

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, IUWASH selanjutnya bekerja sama dengan Satuan Kerja (Satker) Air Minum Provinsi Maluku merumuskan komitmen kerjasama dalam membantu pembangunan fasilitas penyediaan air bersih di Negeri Passo serta melakukan pemanfaatan kembali sistem air baku dari sumber Waiheru III. Untuk mewujudkan komitmen yang telah dibangun berbagai kegiatan selanjutnya dilakukan oleh IUWASH bersama Satker Air Minum serta PDAM Kota Ambon. Kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan rencana ini meliputi survei lokasi sumber air di Waiheru dan Paso yang juga melibatkan masyarakat di lokasi sumber air. Selain itu, pendekatan kepada berbagai pihak, termasuk pemilik lahan dan kepala desa, untuk memperoleh izin prinsip akan pembangunan instalasi air minum juga dilakukan. Selanjutnya, untuk memenuhi persyaratan perolehan pendanaan dari pemerintah pusat, yaitu melalui APBN; IUWASH membantu dalam penyusunan dokumen Detailed Engineering Design (DED) untuk pembangunan unit intake mata air tersebut.


kasih kepada IUWASH yang sudah membantu dalam merencanakan sistem pengembangan air bersih di Passo dan Waiheru. Saya berkomitmen akan membangun sistem ini dalam dua tahun anggaran melalui APBN,� ujar Sandi. Tentu saja proyek pembangunan fasilitas air bersih di Negeri Passo dan Waiheru ini akan berdampak besar terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat akan air bersih dan sanitasi lingkungan yang layak. Sinergi dan kerjasama para pihak ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran bersama yang dapat menghasilkan komitmen dari para pihak ini, merupakan kegiatan inti yang justru dampaknya paling besar.

Foto: IUWASH Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur

Jaringan pipa distribusi dari intake Mata Air Waiheru III menuju IPA PDAM Kota Ambon.

Langkah Kecil Mengawali Hasil yang Besar Pada Tahun 2015, Instalasi Pengolahan Air (IPA) berkapasitas 40 liter per detik yang mampu melayani kurang lebih sekitar 3000 kepala keluarga atau sekitar 15.000 jiwa di Waiheru III selesai dibangun. Selanjutnya, direncanakan pembangunan fasilitas air bersih dengan kapasitas 20 liter/detik yang dapat melayani kurang lebih 1200 kepala keluarga atau sekitar 6000 jiwa direncanakan akan dilanjutkan pada tahap kedua yang juga memanfaatkan sumber air baku Waiheru III. Pada periode yang sama Pembangunan jaringan air bersih di Negeri Passo dan Waiheru ini dibangun dengan dukungan dana penuh berasal dari APBN yang diperoleh melalui Satker Air Minum Provinsi Maluku.

Pembangunan fasilitas air minum di Negeri Passo ini mendapatkan sambutan yang baik oleh masyarakat setempat karena pelayanan air bersih yang baik sudah mereka dambakan sejak lama. Kepala Satker Air Minum Provinsi Maluku, Sandi Wattimena mengatakan bahwa ia beserta pihaknya sangat berterima kasih kepada IUWASH yang telah membantu dan merencanakan pengembangan sistem ari bersih di Passo dan Waiheru. Sandi mengatakan bahwa kini ia beserta seluruh jajaran stafnya akan berkomitmen untuk terus mendukung pembangunan sistem ini hingga selesai dan akan terus memeliharanya dengan baik. “Masyarakat Passo sudah lama mengajukan akses air bersih ke kita. Saya sangat berterima 31

Dari pengalaman di Negeri Passo dan Waiheru ini, dapat disimpulkan bahwa pembangunan tidak harus berupa fisik. Seringkali pembangunan dalam bentuk non-fisik, seperti proses pembelajaran bersama, justru menjadi kegiatan yang berdampak paling besar. Pembangunan juga akan mendorong proses perubahan ketika mampu menggali potensi yang ada di dalam masyarakat atau wilayah itu sendiri. Pembangunan juga akan dapat dipercepat ketika ada sinergi dari para pihak untuk dapat bekerjasama meningkatkan akses pelayanan air bersih bagi masyarakat.


Foto: Yusuf Ahmad

32


Penyusunan SOP Tingkatkan Kinerja PDAM Kabupaten Maros

Sejak diresmikan tahun 1993, PDAM Tirta Bantimurung terus berupaya melakukan pembenahan. Penyediaan infrastruktur pengolahan air minum menjadi salah satu fokus perbaikan. Modernisasi dan aplikasi berbagai teknologi mutakhir bukan lagi keinginan, tetapi sudah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Demikian pula dengan sistem manajemen dan kapasitas sumberdaya manusia harus ditingkatkan sesuai dengan kemajuan tenologi yang digunakan. Tentu semua itu harus bekerja secara terpadu dalam keseharian.

Aktifitas pelayanan pelanggan di PDAM Tirta Bantimurung, Kabupaten Maros.

Potensi dan Permasalahan yang dihadapi PDAM Tirta Bantimurung, Maros Dalam hal layanan air bersih, PDAM Tirta Bantimurung Kabupaten Maros termasuk salah satu yang cukup tua dan berprestasi. Pada tahun 2013-2014, PDAM Tirta Bantimurung menjadi salah satu PDAM percontohan nasional karena berhasil membukukan keuntungan bagi daerah (tidak melulu merugi seperti kebanyakan PDAM lain di Indonesia). Selain itu, salah satu aset sumber air minum di Kabupaten Maros, yaitu Bendungan Bantimurung, sudah berdiri sejak tahun 1903.

Bahkan pada tahun 2013, PDAM Tirta Bantimurung juga memiliki hutang sebesar 16 miliar rupiah ke pemerintah pusat.

Berdasarkan data tahun 2012, kapasitas produksi Instalasi Pengolahan Air (IPA) PDAM Tirta Bantimurung adalah sebesar 130 liter per detik. Hasil produksi tersebut diperoleh dari dua IPA, yakni IPA Bantimurung (80 liter per detik) dan IPA Pattontongan (50 liter per detik). Namun kapasitas produksi tersebut ternyata baru mampu melayani 9.307 sambungan langsung atau 12,48 persen dari total penduduk Kabupaten Maros.

Ada berbagai macam alasan yang disampaikan para pelanggan yang menunggak. Beberapa beralasan sedang tidak ada di rumah ketika ditagih, beberapa beralasan belum punya uang, dan tidak sedikit yang mengaku sengaja menunggak sebagai bentuk “protes� karena merasa layanan PDAM Tirta Bantimurung belum memuaskan.

Walaupun dikatakan berprestasi, ternyata banyak masalah yang dihadapi PDAM Tirta Bantimurung sebelumnya. Mulai dari debit air yang tidak cukup, tekanan air yang tidak maksimal, mahalnya listrik sebagai sumber energi utama dan banyaknya kasus kebocoran air. 33

Salah satu pemicu permasalahan di atas adalah tingginya tunggakan pembayaran rekening oleh para pelanggan PDAM Tirta Bantimurung. Hingga pertengahan tahun 2015, sekitar 700 pelanggan masih menunggak pembayaran yang mencapai nilai total Rp 1 miliar dari akumulasi penunggakan selama tiga tahun terakhir dan rata-rata berasal dari pelanggan perseorangan.

Pada sisi lainnya, isu sumber daya manusia juga menjadi salah satu faktor penyebab terhambatnya PDAM untuk berkembang. Direktur PDAM Tirta Bantirumung, Abdul Baddarudin mengakui bahwa saat ini instansinya tersebut masih kekurangan staf, baik staf manajemen ataupun staf teknis. Beliau memaparkan bahwa seringkali


untuk menata ulang sistem perusahaan melalui alat kerja Standar Operasional Prosedur (SOP).

Foto: IUWASH Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur

Rangkaian FGD yang difasilitasi IUWASH untuk penyusunan 36 SOP PDAM Tirta Bantimurung.

terjadi kesalahan pada catatan yang diperoleh dari lapangan, salah satunya pencatatan meteran. Seringkali, pegawai PDAM memasukkan data hanya berdasarkan perkiraan karena ternyata petugas tersebut tidak turun langsung ke lapangan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya staf yang mengemban berbagai tugas sekaligus, yaitu tugas lapangan dan juga tugas kantoran. Pembenahan Internal demi Peningkatan Layanan Setelah mempelajari peta potensi dan masalah yang dihadapi PDAM Tirta Bantimurung, IUWASH memutuskan untuk mendukung pembenahan manajemen internal PDAM Tirta Bantimurung. Dari hasil studi awal IUWASH menemukan bahwa ternyata dalam bekerja sehari-hari, staf PDAM melakukan prosedur kerja berdasarkan kebiasaan saja, tidak ada standar baku yang menjadi

acuan kerja. Saat akan melakukan sambungan pipa bagi pelanggan baru misalnya, setelah pelanggan membayar, staf teknis akan meminta barang-barang ke bagian pergudangan. Setelah bagian pergudangan memberikan barangbarang yang diminta, mereka langsung menggunakan barang tersebut. Tidak ada bukti permintaan dari bagian teknis, dan sebaliknya bagian pergudangan juga hanya memberikan barang begitu saja tanpa bukti. Bagian teknis pun hanya memperkirakan kebutuhan barang yang akan diminta. Sehingga ketika ada masalah, antar bagian akan saling menyalahkan. Padahal dalam mengelola sebuah perusahaan, semua hal harus bisa dipertanggungjawabkan. Apalagi bagi sebuah usaha pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama dalam manajemen perusahaan. Oleh karena itu, IUWASH mendorong PDAM Tirta Bantimurung 34

Menurut keterangan dari Direktur PDAM Tirta Bantimurung Maros, Abdul Baddarudin, berdasarkan hasil audit kinerja PDAM Kabupaten Maros, selama ini kegiatan yang dilaksanakan di masingmasing bagian adalah dengan mengikuti kebiasaan dan tidak berdasarkan prosedur. “Hal ini karena (PDAM) belum memiliki SOP yang tertulis dan memenuhi standar,� Abdul Baddarudin menegaskan. Maka dari itu, Abdul Baddarudin berharap bahwa dengan adanya SOP ini, seluruh pelaksanaan kegiatan menjadi lebih teratur dengan mengikuti prosedur yang ada sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan, terutama untuk peningkatan kualitas kinerja PDAM Kabupaten Maros di masa mendatang. Pada bulan Juli 2014, IUWASH memulai program dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD) untuk mendiskusikan persiapan pembuatan SOP PDAM Tirta Bantimurung. Dalam kegiatan yang diresmikan oleh Bupati Kabupaten Maros, Ir. H.M. Hatta Rahman, MM tersebut, kedua belah pihak sepakat untuk membentuk kerjasama yang mencakup bantuan IUWASH kepada PDAM Tirta Bantimurung Maros dalam mengidentifikasi, merumuskan, mempersiapkan, mengembangkan, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan SOP terkait dengan tugas dan fungsi; dan PDAM Tirta Bantimurung berkomitmen untuk melaksanakan semua SOP untuk menciptakan tata kelola perusahaan yang baik. IUWASH bersama dengan PDAM berhasil menyusun 45 SOP yang selanjutnya


digunakan oleh PDAM untuk menjadikan proses bekerja lebih baik dalam organisasi PDAM. SOP Berjalan, Kinerja PDAM Meningkat Hingga pertengahan tahun 2015, sebanyak 36 SOP yang terdiri dari 17 SOP terkait Administrasi dan Keuangan, 5 SOP terkait Hubungan Langganan sebanyak 5 SOP dan 11 SOP terkait Teknis telah dihasilkan dan disahkan oleh Direktur PDAM Kabupaten Maros. Penerapan atas SOP langsung dilakukan oleh PDAM agar tujuan peningkatan kinerja PDAM dapat segera dirasakan. Seiring dengan diterapkannya SOP, dalam bidang pengembangan sumber daya manusia, perubahan juga langsung dirasakan. Abdul Baddarudin mengakui bahwa selama ini belum ada pihak yang bisa mendampingi dalam aspek non-teknis seperti pengembangan

mekanisme kerja staf. Dengan adanya SOP ini, Abdul Baddarudin melihat para staf PDAM menjadi lebih bergairah. “Sejak pelaksanaan uji coba SOP, dampaknya langsung dirasakan. Etos kerja kami (staf PDAM) menjadi lebih efisien dan kami juga dapat meningkatkan kualitas layanan untuk menjadi lebih profesional, cepat dan mudah untuk masyarakat�, tegas Baddarudin. Pekerjaan Rumah yang Masih Menanti Belajar dari pengalaman tersebut, PDAM Tirta Bantimurung menyadari bahwa tidak ada penyelesaian masalah yang bersifat instan. Untuk saat ini, PDAM Tirta Bantimurung akan memprioritaskan untuk memperkuat sistem manajemen internal terlebih dahulu. Setelah tercipta sistem yang lebih memenuhi standar, diharapkan bahwa tidak ada lagi petugas yang lalai dalam melaksanakan tugasnya, seperti memeriksa meteran pelanggan secara rutin.

Belajar dari upaya pembenahan internal melalui penerapan SOP, PDAM Tirta Bantimurung selanjutnya menghidupkan fungsi pengawasan publik dengan membentuk Forum Komunikasi Pelanggan yang dibentuk pada tahun 2014. Diharapkan bahwa forum ini tidak hanya mengawasi secara pasif, tetapi juga dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan PDAM Tirta Bantimurung, seperti misalnya terlibat dalam survei kepuasan pelanggan yang berlangsung pada tahun 2015. Namun memang pekerjaan rumah PDAM Tirta Bantimurung masih banyak. Masalah-masalah yang berkaitan dengan peremajaan infrastruktur dan modernisasi peralatan dan teknologi harus didukung dengan strategi yang lain. Upaya melalui kordinasi dengan SKPD atau dengan mitra lainnya tidak dapat dihindari untuk menjadikan PDAM Tirta Bantimurung lebih baik di masa yang akan datang.

Sejak pelaksanaan ujicoba SOP, dampaknya langsung dirasakan. Etos kerja kami (staf PDAM) menjadi lebih efisien dan kami juga dapat meningkatkan kualitas layanan untuk menjadi lebih profesional, cepat dan mudah untuk masyarakat. Abdul Baddarudin Direktur PDAM Tirta Bantimurung Maros Foto: IUWASH Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur

Sosialisasi pentingnya penyusunan SOP untuk perbaikan kinerja PDAM Tirta Bantimurung.

35



SANITASI


Foto: Yusuf Ahmad

38


Sinergi Pemkab Pinrang, Koperasi Denas 66 dan Bank Sulselbar Perluas Akses Jamban Sehat

Memiliki sebuah jamban sehat memang tidak mudah. Selain tidak banyak tersedia di pasaran, harga jamban sehat jauh lebih mahal dari jamban biasa. Hal ini dikarenakan jamban sehat harus memiliki tangki septik kedap yang berstandar nasional. Dibutuhkan inovasi agar masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah, dapat mengakses jamban sehat, seperti penerapan skema kredit jamban sehat di Kabupaten Pinrang.

Pembangunan jamban sehat standard SNI di Kabupaten Pinrang yang difasilitasi oleh Koperasi Denas 66.

Jamban Tidak Kedap, Mencemari Air Tanah Dari hasil studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan di Kabupaten Pinrang pada tahun 2011, ditemukan bahwa sebanyak 83 persen warga Kabupaten Pinrang sudah menggunakan jamban pribadi untuk buang air besar. Sedangkan sisanya masih mempraktekkan kebiasaan buang air besar sembarangan seperti di kebun atau pekarangan dan memasukkannya ke dalam lubang galian atau langsung ke sumber air seperti sungai, pantai atau teluk. Beberapa lainnya mengaku menumpang jamban pada tetangga untuk buang air besar. Bahkan masih ada warga yang buang air besar di selokan atau mempraktikkan cara “helikopter� dengan memasukkan kotoran ke dalam plastik dan membuangnya ke kebun, sungai dan teluk. Dari sekitar 80 persen warga yang memiliki jamban, beberapa mengaku tidak pernah mengosongkan tangki septiknya. Hal ini dapat diartikan bahwa sebenarnya jamban yang dimiliki warga adalah tangki septik yang tidak kedap. Sebagian besar warga Kabupaten Pinrang tersebut secara tidak langsung dapat dianggap masih buang air besar sembarangan karena lumpur tinja 39

tidak diolah tetapi masuk ke dalam tanah dan mencemari air tanah. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran warga terhadap sanitasi lingkungan masih rendah. Kesadaran warga tentang sanitasi yang layak ternyata tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan maupun tingkat pendidikan warga. Ini membuktikan bahwa sanitasi yang layak masih belum mendapat perhatian warga. Melihat persoalan tersebut, Pemerintah Kabupaten Pinrang, yang memiliki visi untuk “mengoptimalkan fungsi infrastruktur dan lingkungan hidup�, merasa perlu untuk meningkatkan pelayanan publik yang berkaitan dengan sanitasi, termasuk menerbitkan kebijakan sebagai payung hukum dalam pengelolaan air limbah rumah tangga. Hal tersebut yang kemudian mendorong IUWASH untuk mendukung Pemkab Pinrang agar dapat meningkatkan akses sanitasi bagi masyarakatnya. Salah satu bentuk dukungan tersebut adalah dengan memfasilitasi kegiatan teknis dan non-teknis kepada Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan untuk


menumbuhkan kebutuhan masyarakat akan pentingnya sanitasi yang layak. Kegiatan teknis antara lain mobilisasi kebutuhan masyarakat akan pelayanan penyediaan air bersih dan sanitasi, strategi promosi dan pengembangan media; sedangkan kegiatan non-teknis adalah pengorganisasian SKPD terkait dalam merencanakan dan melaksanakan promosi air bersih dan sanitasi. IUWASH juga bekerjasama dengan Dinas Kesehatan, Puskesmas dan para pengusaha sanitasi di Kabupaten Pinrang untuk turut serta mempromosikan dan memasarkan jamban sehat yang ber-Standar Nasional Indonesia (SNI). Bersamaan dengan promosi dan pemasaran jamban sehat yang harganya relatif mahal, gagasan pengadaaan jamban melalui skema kredit bagi masyarakat berpenghasilan rendah pun dikembangkan. Bersinergi dengan KSU Denas 66 Membuka Akses Kredit Koperasi Serba Usaha Denas 66 , sebuah lembaga keuangan lokal, terpilih menjadi mitra PDAM Pinrang dalam penyediaan kredit jamban bagi MBR. Kerjasama dengan Koperasi Denas 66 ini dilakukan mengingat keterbatasan dana PDAM Pinrang untuk memodali pengadaan jamban sehat. Pilihan jatuh kepada Koperasi Denas 66 karena kondisinya yang sehat, baik dari sisi manajemen dan juga keuangan serta memiliki minat untuk melaksanakan program kredit jamban sehat. Selain itu, Denas 66 juga telah mendapatkan dukungan kerjasama permodalan dengan Bank Sulselbar sebelumnya untuk kredit mikro air minum. Sebelum kredit diluncurkan, promosi mengenai skema kredit tersebut sudah mulai dilakukan. KSU Denas 66

berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Pinrang untuk membantu mempromosikan skema baru ini di tingkat kelurahan. KSU Denas 66 juga mendapatkan dukungan dari IUWASH dalam proses pemicuan, promosi dan sosialisasi skema mikro kredit per panen yang sebelumnya juga diterapkan di Kabupaten Sidrap kepada masyarakat Kabupaten Pinrang. IUWASH juga turut melibatkan sanitarian Puskesmas dan kader kesehatan setempat yang sebelumnya telah mengikuti pelatihan yang difasilitasi oleh IUWASH dan Pokja AMPL untuk membantu melakukan promosi dan sosialisasi skema mikro kredit ini kepada masyarakat. Promosi kepada masyarakat ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya jamban sehat. Metode promosi dilakukan dengan menggunakan teknik partisipatif, pemetaan, transek dan penggunaan media gambar tentang alur penyebaran penyakit. Berbagai media promosi seperti spanduk, brosur dan talkshow yang disiarkan oleh Radio Susia Media 106.6 FM Pinrang juga digunakan untuk mempromosikan skema kredit mikro ini. Proses promosi ini kemudian dilanjutkan dengan survei minat. Berbeda dengan hasil survei minat air bersih, ternyata minat masyarakat Kabupaten Pinrang untuk mengakses jamban sehat masih sangat rendah. Bahkan KSU Denas 66 sendiri sempat pesimis dengan keberlanjutan program kredit jamban sehat ini di Kabupaten Pinrang. Tidak seperti air bersih, kredit jamban sehat tidak memiliki jaminan. Pada skema kredit air bersih, apabila peminat tidak membayar cicilan, meteran atau pipa bisa dicabut kapan saja. Namun hal serupa 40

tidak dapat diterapkan untuk skema kredit mikro jamban sehat karena tidak memungkinkan untuk membongkar kembali jamban yang sudah terpasang. Sebagai gantinya, KSU Denas 66 menggunakan mekanisme penjaminan dari kader setempat. Penjaminan di sini tidak berarti bahwa kalau ada yang tidak membayar cicilan kemudian kader akan membayarnya, tetapi kader itu akan menagih hingga orang yang bersangkutan membayar cicilan. Terdapat dua macam skema kredit mikro yang diberlakukan. Skema pertama adalah peminat membayar uang muka sebesar 450 ribu rupiah dan cicilan sebesar100 ribu rupiah selama 11 kali dalam satu tahun. Sedangkan pada skema kedua yang dikhususkan bagi nelayan dan petani yang penghasilannya musiman, cicilan dilakukan selama dua kali dan dibayarkan setelah musim panen. Perjanjian kredit dilakukan setelah warga membayar uang muka dan kemudian ditandatangani oleh pihak nasabah dan KSU Denas 88 dengan saksi Ketua Lingkungan. Berkat Kredit Jamban Sehat, Upaya Peningkatan Sanitas Layak Terbuka Skema mikro kredit ini ternyata mendapatkan sambutan positif, baik dari Pemerintah Kabupaten Pinrang maupun masyarakat Pinrang sendiri. Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pinrang, H. Kennedy SKM, M.Kes mengatakan bahwa cicilan setiap panen ini merupakan sebuah solusi yang tepat bagi masyarakat Pinrang yang sebagian besar merupakan masyarakat berpenghasilan rendah. “Dengan skema pembayaran cicilan ini, biaya pembangunan jamban pribadi tidak akan terlalu membebani masyarakat yang sebagian besar berprofesi sebagai


dengan kegiatan yang difasilitasi IUWASH. “Sekarang, saya lebih berani dan percaya diri untuk meminta kepada Lurah atau Kades untuk menyediakan waktu pertemuan, di luar jadwal penyuluhan. Bahkan saya berani juga meminta Kader untuk menyiapkan data kesehatan!”, pungkas Hj. Hasnawati.

Foto: Yusuf Ahmad

Yuliani, sanitarian dari Puskesmas Mattombong, Kecamatan Mattirosompe, Kabupaten Pinrang.

petani dan nelayan,” Kennedy mengatakan. Sementara itu, Lurah Langnga, Muhammad Basri HS mengamini kata-kata dari Kennedy. “Skema ini sangat membantu karena kini masyarakat Kabupaten Pinrang sudah dapat membangun jamban pribadi dengan harga terjangkau sesuai dengan kemampuan ekonomi mereka,” tutur Muhammad Basri. Sejak skema kredit mikro ini diluncurkan bulan Januari 2014 hingga September 2015 yang lalu, sebanyak 59 unit jamban telah dibangun bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Keberhasilan akses kredit jamban sehat ini juga tidak terlepas dari peran sanitarian dari Pusksesmas setempat. Sanitarian yang gigih mempromosikan jamban sehat itu

adalah Hj. Hasnawati dan Yuliani, keduanya dari Puskesmas Mattombong, Kecamatan Mattirosompe, Kabupaten Pinrang. Hj. Hasnawati mengungkapkan bagaimana mereka berdua mempromosikan tentang pentingnya jamban sehat bagi kesehatan melalui kunjungan rutin di Posyandu dan kunjungan dari rumah ke rumah. Tidak hanya itu saja, Hj. Hasnawati membuat jamban sehat di rumahnya sebagai percontohan. “Warga akan lebih mudah mengerti tentang jamban sehat dengan melihat langsung, orang juga boleh pakai jamban sehat ini sehingga akan lebih merasakan manfaatnya langsung,” Hj. Hasnawati menceritakan pengalamannya. Hj. Hasnawati juga mengaku bahwa apa yang telah ia dan Yuliani lakukan ini berkat keterlibatannya 41

KSU Denas 66 sendiri menyatakan bahwa walaupun skema kredit mikro sanitasi ini relatf lebih berat dbandingkan dengan skema kredit mikro air minum, mereka akan terus berupaya untuk memperluas cakupan akses kredit jamban sehat. Untuk itu, KSU Denas 66 sedang mengupayakan suntikan dana untuk modal pengadaan jamban sehat ke pihak Perbankan. Ketua KSU Denas 66, Daniel menyatakan bahwa bisnis di bidang sanitasi sangat menjanjikan. “Oleh karena itu, kami akan mereplikasi akses kredit mikro serupa ke wilayah lain,” Daniel katakana dengan antusias. Pemerintah Kabupaten Pinrang juga menyambut baik program ini. Pemerintah Kabupaten Pinrang, melalui Dinas Koperasi telah menyiapkan anggaran untuk peningkatan kapasitas koperasi agar koperasi lain juga dapat memberikan layanan kredit jamban sehat. Pemkab Pinrang juga telah menyiapkan anggaran untuk kegiatan promosi sanitasi, khususnya bagi sanitarian dan kader masyarakat serta kegiatan pendampingan dan penguatan masyarakat. Pengadaaan jamban sehat dengan skema kredit ini terbukti dapat mempercepat akses masyarakat untuk mendapatkan layanan sanitasi yang layak dan merupakan solusi cerdas untuk mengatasi rendahnya daya beli masyarakat berpenghasilan rendah untuk membangun jamban sehat.


Foto: Yusuf Ahmad

42


Pa’kkuru’ Sumange’mu - Bangkitkan Semangatmu

Sang Pemberdaya Sejati Dari Tanjung Merdeka, Kota Makasar ‘Campako tuli u campako, ooh anak aja’mu terri, kupakuru’ sumange’mu (kutepuk selalu kutepuk, oh anak jangan menangis, kubangkitkan semangatmu)’, sebuah lagu yang selalu didendangkan orang tua semasa kecil ini tertanam dalam benak Muhammad Jufri, sosok sederhana yang menjadi motor penggerak Instalasi Pengolahan Air Limbah Komunal di Kelurahan Tanjung Merdeka, Kota Makasar.

Keberadaan Penggerak Perubahan, Kunci Kesuksesan Program Muhammad Jufri, biasa dipanggil Jufri adalah Ketua Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP) Sipakatau, pengelola sarana sanitasi komunal di Tanjung Merdeka, Kecamatan Tamalete, Kota Makassar. Sarana ini dibangun melalui Program Urban Sanitation and Rural Infrastructure (USRI) yang merupakan bagian dari program PNPM-Mandiri. Sarana sanitasi yang dikembangkan terdiri dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal, jaringan perpipaan, dan sambungan rumah yang melayani 54 rumah tangga. Kelurahan Tanjung Merdeka yang dikeliling oleh pemukiman mewah dan tempat wisata ini menyimpan sejarah yang cukup panjang. Tidak seperti kampung lain yang ‘hilang’, kelurahan ini tetap ada berkat sosok Jufri yang bersikeras mempertahankan kampung yang berada di tengah-tengah bangunan yang berdiri kokoh dan megah dan dulunya kebanyakan pendudukanya berprofesi sebagai nelayan ini.

Muhammad Jufri, sosok penggerak KPP IPAL Komunal di Kelurahan Tanjung Merdeka, Kota Makasar.

Para pengembang pemukiman dan pariwisata bergerilya mendorong warga di pesisir Teluk Makassar untuk menjual tanah mereka. Banyak yang kemudian menjual tanah bahkan rumah mereka karena tergiur dengan jumlah uang yang 43

ditawarkan kepada mereka. Namun, Jufri bersikukuh tidak akan pernah menjual tanah miliknya: “Saya sangat sedih, banyak warga yang menjual tanah dan satu per satu meninggalkan rumah mereka. Memang saat itu uang banyak, bisa punya motor, bisa bergaya. Tetapi mereka tidak pikir, uang akan habis. Hingga banyak yang akhirnya pulang kampung ke Takalar dengan tangan kosong. ‘Gigi’ jarimoko’ – Gigit Jari mereka!”, Jufri bercerita mengingat saat itu. Namun, perjalanan Jufri mempertahankan tanah leluhurnya tidaklah mudah. Kampung ini terus menjadi incaran pengembang, tapi beberapa warga menolak, termasuk Jufri. Karena penolakan mereka tersebut, semua akses ke kampung mereka ditutup. Bersama dengan beberapa orang, Jufri lalu menemui pemangku jabatan setempat, Dinas PU dan bahkan ke DPRD untuk mengadukan nasib warga kampungnya. “Saya menangis di Dinas PU dan DPRD. ‘Ini tanah kami, sejak dulu nenek-nenek kami sudah hidup dan mati disana, kenapa mau diambil? Kami mau tinggal dimana?’ Lucunya mereka bilang kalau kampung kami sudah masuk master plan pembangunan Kota Makassar, padahal belum ada pembebasan tanah. Yang datang hanya orang pengembang, itupun hanya menemui aparat dan kades saja, warga tidak dilibatkan,” tutur Jufri. Singkat kata, masalah ini pun menjadi


masyarakat. Selanjutnya, bekerjasama dengan SKPD terkait, sebuah strategi promosi program IPAL Komunal dirancang. Sebelum mempromosikan IPAL Komunal ini kepada masyarakat luas, Tim Promosi melatih fasilitator dari DKM, Aksansi (Asosiasi KSM Sanitasi Seluruh Indonesia) dan anggota KSM tentang metode promosi sanitasi.

Foto: Yusuf Ahmad

Pengelolaan IPAL Tanjung Merdeka, Kota Makassar berbasis masyarakat.

perhatian Gubernur Sulawesi Selatan saat itu, Ahmad Amiruddin, yang akhirnya memperbolehkan Kelurahan Tanjung Merdeka tetap berdiri hingga sekarang. Tahun 2010, program P2KP dan PNPM masuk ke Kelurahan Tanjung Merdeka. Jufri yang sejak dulu aktif menjadi Ketua BKM, melihat hal ini sebagai kesempatan untuk melakukan perubahan yang lebih baik di Kelurahan Tanjung Merdeka. Bersama dengan dua warga Tanjung Merdeka lainnya, Muhammad Jafar Kulle dan Abdul Rahman Tiro, Jufri dan kedua temannya tersebut bersama-sama menggerakkan warga untuk turut serta dalam program ini dengan tujuan meningkatkan derajat kampung mereka. Suka Duka Promosi IPAL Komunal Menurut Buku Putih Sanitasi Kota Makassar 2011, keluarga yang sudah menggunakan sarana sistem pembuangan air limbah terpusat (IPAL) Komunal yang memenuhi syarat kesehatan baru sebesar 0,5 persen dari jumlah rumah tangga di Kota Makassar. Oleh karena itu, butuh investasi

dan promosi yang besar untuk mendorong warga mengembangkan IPAL Komunal. Sebagai langkah awal, Dinas PU bersama SKPD terkait difasilitasi oleh IUWASH untuk melakukan pengkajian terhadap potensi pengembangan IPAL di Kota Makassar. Akhirnya dipilihlah beberapa lokasi percontohan IPAL di Kota Makassar, termasuk RW 04 Kelurahan Tanjung Merdeka. Muhammad Jafar Kulle--warga lain Kelurahan Tanjung Merdeka--menceritakan kondisi daerahnya“Jorok sekali di sini. Warga buang air besar sembarangan, di kebun dan di sepanjang kanal. Ada juga yang punya WC, tapi sering mampet, sehingga akhirnya kembali ke kebiasaan lama mereka dengan membuang sembarangan”. Sebelum membangun IPAL Komunal, langkah pertama adalah melakukan pengkajian masalah sanitasi di lokasi oleh Yayasan Dwi Karya Mandiri (DKM), sebuah LSM yang berperan mendampingi 44

Setelah dirasa para promotor sudah “siap”, barulah sosialisasi kepada masyarakat dilakukan. Namun pada tahap sosialisasi ini, Jufri dan kawankawan banyak menghadapi tantangan. Lebih dari tiga perempat warga RW04 menolak pembangunan IPAL Komunal yang ditawarkan. Alasan yang banyak dikemukakan adalah dari pengalaman kelurahan lain yang sudah lebih dulu membangunan sarana yang sama, masyarakat lebih banyak mendapatkan masalah dibanding dengan manfaat yang diperolehnya. Bahkan ada warga memandang sebelah mata dengan menyebut Jufri dan kawan-kawan sebagai “anak kemarin sore” yang tidak tahu apa-apa. Walaupun begitu, Jufri bersama teman-temannya menyikapi persoalan tersebut dengan sabar dan menyampaikan: “Ini adalah peluang kita untuk berubah dan berkembang. Tidak ada yang sempurna, ambil yang baik buang yang jelek, yang baik itulah yang kita lanjutkan”, Jufri melanjutkan ceritanya. Hal menarik dari pendekatan Jufri bersama warga lain saat meyakinkan warga adalah dengan mengedepankan perubahan menuju keadaan yang lebih baik. Setiap melakukan sosialisasi, Jufri selalu menanyakan kepada para warga untuk bersama membangun kampung mereka menjadi lebih baik dan tanpa menunda waktu “Masa kita mau begini-


begini terus, kapan lagi, kalau bukan sekarang! Kalau bukan kita siapa lagi yan bisa mengubah kampung kita? Warga disini sudah kehilangan semangat, jadi saya selalu motivasi mereka dengan kata “Mana sumanga’nu (mana semangatmu). Kalau ‘madodongmiki‘ (loyo, lemas dan malas), tidak ada yang jadi’, ujarnya saat ditemui oleh tim IUWASH. Pendekatan menarik lain yang dilakukan oleh Pak Jufri dan kawan-kawan adalah dengan menumbuhkan rasa malu. Bagi orang Makassar, rasa “Malu” atau “Siri” adalah harga diri. Apabila telah tumbuh rasa malu pada warga, maka mereka akan lebih mudah untuk diyakinkan. “Bayangkan kalau kita lihat anak gadis kita duduk makkalimbu’ (pakai sarung) jongkok di tanggul buang air sembarangan, apa tidak malu? Bagaimana rasanya kalau lingkungan kita bau?” Jufri memeragakan ketika menceritakan pengalamannya. Alhasil, warga pun tersentuh dan mulai mau menerima pembangunan IPAL Komunal di kampung mereka. Setelah IPAL Komunal Tanjung Merdeka beroperasi tiga tahun dan berjalan dengan baik, KPP mengusulkan perluasan layanan. Pada tahun 2014, satu unit IPAL Komunal baru dibangun yang berjarak 50 meter dari IPAL Komunal pertama. Kini pelayanan IPAL Komunal di Tanjung Merdeka sudah dapat melayani 100 rumah tangga. IPAL Komunal Terbangun, Lingkungan pun Bersih Apabila bertandang ke Kelurahan Tanjung Merdeka, terutama RW 04, tidak akan menyangka kalau sebelumnya kampung tersebut kotor, bau, dan becek. Kini, kampung sudah nampak bersih, jalanan tertata rapi, air sungai yang mengalir jernih, serta pagar dan jalan pun dicat warna warni.

Perjalanan panjang dan berat sejak sosialisasi sampai dengan membangun IPAL Komunal kini telah dapat dinikmati warga di Kelurahan Merdeka. Dua buah IPAL Komunal yang dibangun serta merta membuat kebiasaan warga untuk buang air besar sembarangan perlahan hilang. Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP) Sipakainga yang merupakan pengelola IPAL Komunal di Tanjung Merdeka ini beranggotakan sembilan orang. Kelompok dengan nama yang berarti “Saling Mengingatkan” ini bekerja dengan struktur sederhana. Terdapat tiga Ketua Presidium, yang dalam masa tertentu bergiliran sebagai Ketua KPP agar semua anggota bisa melakukan semua tugas dan tanggung jawab sebagai Ketua KPP serta dapat mewakili jika suatu saat Ketua KPP yang sedang menjabat sedang berhalangan. Pengawasan IPAL pun dilakukan oleh KPP dengan cara yang sederhana. Terdapat satu terminal untuk beberapa rumah dengan pemberian nomor. Dengan cara ini, jika terdapat masalah maka akan lebih mudah mendeteksi dimana lokasi sumber masalahnya. Melalui musyawarah warga, iuran IPAL Komunal ditetapkan sebesar lima ribu rupiah. Sebagai pemotivasi bagi warga dan KPP sendiri, beberapa orang, baik dari warga maupun anggota KPP bertindak sebagai penyandang dana tetap. Uang yang berasal dari iuran warga dan sumbangan tetap ini dikelola bersama dan dipertanggungjawabkan di hadapan warga. Semangat untuk berubah adalah kunci bagi KPP Sipakainga dalam mengelola IPAL Komunal dengan baik. Hasilnya, IPAL 45

Dulu kalau saya mau buang air besar, harus tahan sampai malam. Malu kalau harus buang air besar di kanal siang hari. Air bekas cucian piring juga tidak ke mana-mana dan menggenangi halaman. Daeng Caya Warga RW 04 Kelurahan Merdeka

Komunal Kelurahan Tanjung Merdeka berhasil mendapatkan penghargaan dalam Lomba Sanitasi Kota Makasar sebagai “Sistem Pengelolaan Air Limbah Terbaik” selama dua tahun berturut-turut, yaitu Juara I pada tahun 2014 dan Juara II pada tahun 2015. “Melalui Program IPAL Komunal ini, saya jadi bisa berkunjung ke daerah lain, seperti Bali dan bisa naik pesawat yang sebelumnya hanya merupakan mimpi saja. Setiap berkunjung ke tempat lain, saya selalu melihat apa yang baik dari tempat lain dan menjadikannya sebagai inspirasi saya untuk mengembangkan ide-ide baru,” pungkas Jufri. Tanjung Merdeka yang Nyaman dan Bersih, Gambaran Sebuah Perubahan.


Foto: Yusuf Ahmad

46


Pendekatan ‘Trisula’, Strategi Penyadaran Masyarakat terhadap Sanitasi Lingkungan

Jamban kotor dan tidak terpelihara. Begitulah kondisi yang banyak kita jumpai. Sarana dan prasarana yang telah dibangun tidak terpelihara. Perilaku buang air besar sembarangan pun masih menjadi praktek biasa. Dibutuhkan upaya dan strategi jitu agar masyarakat merubah perilakunya.

Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP) IPAL Komunal di Kabupaten Takalar.

Rendahnya Kesadaran Masyarakat untuk Hidup Sehat, Tantangan Sanitasi di Kabupaten Takalar Sejak tahun 2010 Pemerintah Kabupaten Takalar telah berupaya meningkatkan layanan sanitasi kepada masyarakat dengan membangun berbagai fasilitas seperti MCK ++, IPAL Komunal dan IPAL Kombinasi. Hingga tahun 2014, tercatat 20 fasilitas sanitasi komunal telah dibangun di Kabupaten Takalar. Sayangnya, kondisi fasilitas sanitasi yang tersedia tidak digunakan sebagaimana mestinya. Kebiasaan masyarakat yang masih buang air besar sembarangan tidak juga hilang. Berdasarkan pantauan bersama Pokja Sanitasi, IUWASH dan LSM Dwi Karya Mandiri di 14 lokasi, lima sistem berjalan baik, tiga sistem mengalami kerusakan berat, lima sistem rusak ringan dan 1 sistem masih dalam proses penyelesaian pembangunan. Dari segi pengguna, hanya sekitar 54 persen dari target yang sudah menjadi pemanfaat. Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk menggunakan dan memelihara sarana sanitasi serta masih maraknya perilaku buang air besar sembarangan menjadi tantangan yang serius bagi Pokja Sanitasi dan pengelola sarana. Rendahnya kesadaran masyarakat ini disebabkan kurang efektifnya upaya untuk membangun kesadaran masyarakat sebelum pembangunan fasilitas dilakukan. Membangun kesadaran masyarakat tidak 47

mudah dan butuh waktu. Hal tersebut yang seringkali terlupakan, sehingga kegiatan-kegiatan untuk membangun kesadaran masyarakat dilakukan ala kadarnya saja dengan alasan waktu dan anggaran yang terbatas. Pokja Sanitasi yang dimotori Dinas Kesehatan Kabupaten Takalar bersama LSM Dwi Karya Mandiri mengembangkan pendekatan untuk membangun kesadaran masyarakat yang meliputi tiga komponen yaitu Penguatan Masyarakat, Penguatan Kelompok Masyarakat dan Pengembangan Media. Pendekatan ini disebut pendekatan trisula, karena memiliki tiga komponen. Pendekatan Trisula untuk Membangun Kesadaran Masyarakat Pendekatan Trisula memadukan tiga komponen, yaitu penguatan masyarakat, penguatan organisasi masyarakat dan pengembangan media dalam membangun kesadaran masyarakat. a. Penguatan Masyarakat. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Penguatan dilakukan melalui pembentukan dan penguatan Kelompok Swadaya Masyarakat, Kelompok Pengguna dan Pemanfaat atau Badan Pengelola Sarana (KSM/ KPP/BPS). Kegiatan ini dilakukan terus menerus sejak persiapan, pelaksanaan


Foto: Yusuf Ahmad

Salah satu proses membangun kesadaran masyarakat melalui pendekatan ‘Trisula’.

pembangunan fasilitas, hingga pemeliharaan. Keberadaan KSM/KPP/ BPS ini akan menjadi “tenaga dalam” masyarakat sendiri yang memotivasi warga lainnya untuk mengetahui manfaat, menjadi pelanggan, menggunakan, memelihara dan melestarikan sarana yang dibangun.

sangat efektif karena mempercepat penyampaian pesan dan informasi serta memudahkan pengawasan penggunaan/pemanfaatan sarana yang dilakukan oleh masyarakat sendiri.

Strategi yang dipergunakan dalam desiminasi pesan kepada masyarakat adalah “1 banding 5” (1:5). Maksudnya, setiap anggota KSM/ KPP/BPS mempunyai kewajiban memotivasi lima keluarga di sekitar rumahnya. Selanjutnya keluarga yang sudah mengetahui pesan tersebut diharapkan dapat melanjutkan kepada lima tetangga mereka. Konsep pendekatan 1 banding 5

b. Penguatan Organisasi. Kegiatan ini dilakukan dengan melibatkan para tokoh masyarakat, tokoh agama dam pemimpin-pemimpin kelompok masyarakat lain, baik formal maupun informal (Lurah/Kepala Desa, Ketua RW,

IUWASH mendukung para sanitarian yang sudah dilatih, mendampingi KSM/KPP/BPS dalam proses desiminasi pesan tersebut. Pendampingan dilakukan dengan memanfaatkan kunjungan rutin mereka ke Posyandu.

48

Ketua RT,Ketua PKK, Kader Posyandu). Mereka memiliki pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat di Takalar yang masih “patrilinialistik”.

Kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan peran para tokoh tersebut agar terlibat secara aktif dalam membangun kesadaran masyarakat. Bekerjasama dengan LSM-Dwi Karya Mandiri dan Asosiasi KSM Sanitasi Seluruh Indonesia (Aksansi), IUWASH mendukung Pokja SAN dalam pelatihan lurah/kepala desa, kader masyarakat dan para tokoh masyarakat. Melalui pelatihan tersebut, mereka diharapkan dapat menjadi pendorong bagi masyarakat agar mau menjadi pelanggan sarana sanitasi komunal dan memelihara sarana yang telah dibangun.


Saya senang ada jamban komunal, karena itu saya harus ikut rawat juga. Saya rawat bak kontrol di depan rumah, saya kasih saringan. Kalau bak sudah penuh dengan kotoran, akan saya buang agar nanti tidak tersumbat. Daeng Sawang Warga Desa Takalar

c. Pengembangan Media. Berbagai jenis format media yang digunakan sebagai alat bantu komunikasi bagi para sanitarian, kader maupun tokoh-tokoh masyarakat untuk menyampaikan pentingnya perilaku hidup bersih dan menjaga sarana sanitasi di lingkungan terdekat dikembangkan dalam rangka mendukung dua kegiatan di atas.

Media berupa video, buklet dan brosur, digunakan untuk menyampaikan pesan tentang cara merawat jamban keluarga, cuci tangan pakai sabun dan mengelola air di tingkat rumah tangga. Praktek cerdas dilakukan oleh seorang

sanitarian, Ibu Hasna dari Kabupaten Pinrang membangun jamban sehat sebagai percontohan di rumahnya. Ternyata, cara ini terbukti lebih mudah menarik minat warga karena mereka bisa melihat langsung model jamban yang direkomendasikan serta cara merawatnya.

Namun media sederhana yang bersifat interaktif dan dialogis seperti pemetaan, transek dan diskusi alur penyakit dengan menggunakan gambar justru dirasa paling efektif dalam menumbuhkan kesadaran warga. Selain bisa melihat langsung alurnya, proses diskusi yang interaktif dan kritis mampu menyentuh hati warga.

Pendekatan Trisula adalah pendekatan partisipatif yang merangkul semua pihak yang terlibat dalam peningkatan sanitasi dan terbukti efektif. Ketika ada permasalahan, seperti jamban yang buntu, masyarakat melihat bersama apakah saluran pembuangan ke inlet sudah bersih dari kotoran. Sanitarian Sebagai Pemicu Kesadaran Masyarakat Sanitarian berada di setiap desa dan/ atau kelurahan serta memiliki jadwal rutin bertemu dengan masyarakat, baik secara langsung mendatangi rumah warga ataupun di Posyandu atau Puskesmas. Kepercayaan masyarakat kepada sanitarian cukup tinggi., sehingga posisi sanitarian sebagai ujung tombak dalam membangun kesadaran masyarakat sangat strategis. Pendekatan yang dilakukan secara ‘getuk tular� dengan rumus 1:5 mampu mempercepat proses penyadaran warga agar berperilaku hidup bersih. 49

Sanitarian sebagai Fasilitator Masyarakat Sanitarian sebagai ujung tombak memiliki modal ilmu tentang sanitasi lingkungan. Dalam kegiatannya, sanitarian berperan sebagai fasilitator dalam perubahan perilaku masyarakat. Komunikasi yang lebih intensif dengan masyarakat menjadi sarana untuk menggali permasalahan, mengidentifikasi penyebab masalah, serta mencari solusi bersama masyarakat. Penguasaan teknik promosi perubahan perilaku menggunakan Diagram F, penyusuran lapangan, dan pemicuan perubahan perilaku merupakan keterampilan yang dikuasai oleh sanitarian. Keterampilan tersebut sangat berguna dalam pendampingan masyarakat. Sanitarian sebagai Mitra UPTD Keberadaan pengelola sarana dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) sebagai pengelola tingkat daerah menjadi syarat keberlanjutan sistem sanitasi komunal. Upaya promosi perubahan perilaku di tingkat masyarakat dan pengelola sarana dilakukan oleh UPTD bekerja sama dengan sanitarian. Melihat pentingnya membangun kesadaran masyarakat sebelum membangun sarana sanitasi, Pemerintah Kabupaten Takalar, melalui APBD, telah menganggarkan biaya operasional untuk kegiatan sanitarian dan UPTD. Dengan menggunakan pendekatan “Trisula� ini, diyakini akan dapat meningkatkan daya ungkit program pembangunan sanitasi di Kabupaten Takalar.


Foto: IUWASH Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur

50

Foto: Zaki Nasution


Padukan Langkah Membangun IPAL Kawasan

Sanitasi adalah salah satu aspek pembangunan yang berperan dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berhubungan dengan kesehatan, pola hidup, kondisi lingkungan permukiman serta kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari. Namun sanitasi masih dianggap sebagai kebutuhan sekunder sehingga seringkali diabaikan. Seiring dengan tuntutan peningkatan standar kualitas hidup masyarakat, pemerintah dituntut untuk membuat terobosan. Salah satu terobosan itu adalah membangun IPAL Kawasan melalui kerjasama antar-kementerian dan lembaga untuk memadukan program sanitasi layak.

Walikota Ambon, Richard Louhenapessy, didampingi oleh Sekretaris Daerah dan Kepala SKPD meninjau IPAL Kawasan Nani 1 di Kota Ambon.

IPAL Kawasan, Solusi Sanitasi Perkotaan Salah satu model pengelolaan limbah terpusat yang kini tengah digalakkan oleh Pemerintah Pusat adalah Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Skala Kawasan atau secara singkat disebut “IPAL Kawasan�. IPAL Kawasan adalah sebuah sistem dengan cakupan lebih luas dari IPAL skala permukiman yang dirancang untuk mengolah air limbah domestik secara biologisagar dikurangi mencemari air tanah dan air permukaan di daerah perkotaan. Teknologi ini dianggap penting karena dapat mengolah semua jenis air limbah domestik (black dan grey water) namun mudah dikelola dan dioperasikan. Untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak mempunyai sarana bangunan setempat (tangki septik dengan sistem resapan dan/atau biofilter) atau bagi masyarakat yang sama sekalih tidak memiliki sarana jamban, IPAL Kawasan ini merupakan salah satu teknologi yang dapat digunakan. Pemerintah pusat dan daerah kini mulai menyediakan anggaran melalui APBN dan APBD untuk membangun IPAL Kawasan. Mengingat bahwa membangun IPAL Kawasan membutuhkan dana yang cukup besar, kerjasama dengan berbagai penyandang dana untuk ikut mengembangkan program sanitasi di 51

Indonesia diperlukan dan salah satunya adalah IUWASH. Salah satu program yang menjadi fokus IUWASH adalah penyediaan IPAL Terpusat, baik skala Permukiman ataupun skala kawasan. Dalam strategi programnya, IUWASH menfasilitasi pemerintah daerah kota dan kabupaten untuk membangun sinergi dengan para pihak terkait dalam membangun IPAL tersebut. Peningkatan sanitasi yang layak tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat saja. Para pihak seperti halnya Bappeda, Kementrian Lingkungan Hidup, Pokja AMPL, Pemerintah Kota dan Kabupaten beserta jajaran SKPD-nya, pihak swasta dan penyandang dana juga harus dilibatkan dalam membangun sistem sanitasi yang layak. Pembangunan sarana IPAL tersebut di wilayah Sulawesi Selatan dan beberapa daerah di Indonesia Timur dibiayai melalui program sanitasi Australia Indonesia Improvement Grant (sAAIG) dengan sistem hibah oleh Pemerintah Pusat melalui Anggaran APBN. Pembangunan IPAL Kawasan di beberapa kota dan Kabupaten di Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur sudah dilaksanakan sejak tahun 2014. Sedangkan IUWASH mendukung promosi sanitasi, pendampingan kepada PDAM,


Konsultan sAIIG. Promosi dilakukan dengan memberikan pemahaman tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat melalui Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga kepada warga setempat. Namun strategi promosi IPAL Kawasan yang diterapkan di setiap daerah memiliki pendekatan yang berbeda. Di Kota Ambon misalnya, IUWASH bekerjasama dengan sanitarian dan tenaga promosi kesehatan dari Puskesmas setempat. Tokoh masyarakat dan kader setempat juga difasilitasi oleh IUWASH untuk studi banding ke lokasi yang sudah dibangun IPAL di Desa Nania agar mereka dapat melihat langsung penerapan IPAL yang baik.

Ilustrasi konstruksi dan jaringan IPAL Kawasan.

pengembangan kelembagaan terutama UPTD PAL dan kelembagaan masyarakat, serta memfasilitasi pembelajaran dan koordinasi di antara para pihak. Khusus untuk pembangunan IPAL Kawasan di Kota Ambon yang dibiayai oleh APBN, IUWASH juga memberikan dukungan dalan proses persiapan perencanaan teknik dan membantu Satker PLP untuk mempersiapkan dokumen lelang untuk penawaran pembangunan IPAL. Membangun Kerjasama dan Menumbuhkan Kesadaran Masyarakat Perencanaan dan pembangunan IPAL Kawasan ini membutuhkan keterlibatan Pemerintah Kabupaten/Kota secara intensif, karena pemerintah daerahlah yang nantinya menjadi penanggung jawab dari pelaksanaan pelayanan sanitasi ini. Setelah IPAL Kawasan selesai dibangun, pengelolaan dan pengoperasiannya akan

diserahkan kepada lembaga operator UPTD PAL di bawah Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kebersihan dan Pertamanan serta Badan Lingkungan Hidup. Agar sarana IPAL Kawasan ini dapat berkelanjutan, satu langkah penting dalam perencanaan adalah melakukan promosi dan menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya IPAL Kawasan. Hal ini dilakukan agar masyarakat memahami tujuan dari pembangunan IPAL Kawasan di daerah mereka juga untuk meningkatkan kesadaran mereka untuk berkontribusi, baik dalam proses pembangunannya ataupun pemeliharaannya di masa mendatang. Kegiatan promosi ini dilakukan oleh IUWASH dengan berkolaborasi bersama Pemerintah Kabupaten Kota, Konsultan Perencanaan Kabupaten Kota dan 52

Berbeda dengan Kota Ambon, di Kota Makassar dan Kabupaten Maros, sebuah Tim Promosi Sanitasi, yaitu Tim Sanrima (Kabupaten Maros) dan Tim Prosinta (Kota Makassar), dibentuk sebelum melakukan promosi. Tim ini kemudian dilatih oleh konsultan dari SPEAK Indonesia mengenai cara mempromosikan dan memasarkan yang benar. Tantangan Membangun IPAL Kawasan Proses pembangunan IPAL Komunal skala Kawasan disertai dengan tantangan. Masyarakat akan dihadapkan dengan situasi lingkungan terkesan “berantakan�. Proses penggalian tanah dan pemasangan jaringan perpipaan membuat banyak jalan yang ditutup sementara, bekas tanah galian tersebar hingga pertokoan dan warung pun harus tutup. Ketika hujan, jalan juga menjadi becek sehingga mengganggu akses warga. Namun disinilah peran penting Tim Promosi. Tim Promosi harus dapat memberikan pemahaman kepada


masyarakat tentang dampak positif dari IPAL Kawasan di masa depan, meski saat ini terlihat ‘berantakan”. Seringkali, anggota masyarakat yang pada awalnya menerima pembangunan IPAL dapat berbalik menyuarakan penolakan mereka setelah melihat situasi yang “berantakan” tersebut. Pada situasi seperti itu, Tim Promosi dituntut untuk melakukan pendekatan secara personal kepada mereka yang menolak agar mereka dapat memahami dampak positif dari pembangunan IPAL Kawasan tersebut di masa depan. Pendekatan khusus juga dibutuhkan ketika pemasangan sambungan IPAL ke rumah warga bermasalah, seperti saat harus membongkar lantai rumah mereka. Tidak sedikit masyarakat yang menolak ketika mengetahui bahwa lantai rumah mereka harus dibongkar dan menuntut ganti rugi untuk penggantian keramik jika memang harus dibongkar. Tim Promosi harus dapat menjelaskan bahwa pembongkaran tanah tersebut diperlukan agar IPAL Kawasan yang tengah dibangun dapat berfungsi dengan baik. Dari hal ini, dapat disimpulkan bahwa kegiatan promosi tidak hanya dilakukan pada saat perencanaan saja, tetapi berlanjut pada saat pembangunan dan bahkan pasca pembangunan. IPAL Kawasan Dibangun, Saatnya Menggunakan dan Merawatnya IPAL Kawasan yang dibangun melalui program sAIIG di 3 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Maros, Kota Makassar dan Kota Ambon berada di 11 lokasi dengan total 2.300 sambungan rumah (SR). Khusus untuk Kota Ambon, satu unit IPAL Kawasan dengan cakupan 263 SR juga telah dibangun melalui APBN TA 2014. Hingga November 2015, pembangunan IPAL

Kawasan di Kabupaten Maros dan Kota Ambon telah selesai dan tengah memasuki tahap pemasangan sambungan rumah. Agar fasilitas IPAL Kawasan dapat terus berfungsi secara berkelanjutan, diperlukan pemeliharaan secara intensif. Oleh karena itu, lembaga operator UPTD PAL bersama dengan masyarakat saling membantu dalam hal pengelolaan dan pemeliharaan IPAL Kawasan di daerah mereka. Agar pengelolaan dan pemeliharaan IPAL Kawasan dilaksanakan dengan benar, maka diperlukan sebuah standar operasional prosedur (SOP) yang mengatur. IUWASH bersama dengan sAIIG mendampingi UPTD PAL dalam penyusunan SOP pengelolaan dan pemeliharaan IPAL Kawasan. Selain mendukung penyusunan SOP, IUWASH juga memberikan pelatihan kepada staf UPTD PAL mengenai tugas dan kewajiban mereka sesuai dengan SOP. Program pembangunan IPAL Kawasan di Kota Makassar, Kabupaten Maros dan Kota Ambon ini telah memberikan banyak pelajaran bagi para pihak terkait, mulai dari Pemerintah Daerah hingga kader masyarakat. Di tingkat pemerintah daerah sendiri, telah diterbitkan regulasi yang mengharuskan pengembang perumahan untuk membangun IPAL Kawasan di setiap kompleks perumahanyang dituangkan dalam Instruksi Bupati dan Walikota yang saat ini masih dimasukkan dalam Rancangan Peraturan Daerah maisngmasing daerah. Regulasi tentang IPAL Kawasan tersebut didukung oleh banyak kalangan, termasuk salah seorang Kader Lingkungan yang juga merupakan pegawai Pemerintah Kabupaten Maros, Andi Farida. Beliau 53

berharap bahwa selanjutnya juga akan dirancang regulasi lain yang mewajibkan semua warga perumahan untuk menyambungkan rumah mereka ke IPAL Kawasan. “Hal ini agar nantinya para pemasang sambungan ke IPAL dapat memberikan contoh kepada mereka yang tidak mau atau enggan melakukannya. Dengan saling memberi contoh, akan lebih efektif untuk menyadarkan masyarakat,” tuturnya. Mengingat begitu pentingnya sarana dan prasarana IPAL Kawasan ini bagi tata lingkungan dan kesehatan masyarakat, advokasi secara terus menerus kepada Pemda maupun DPRD harus dilakukan. Hal ini agar di masa akan dating, para pihak tersebut bersedia untuk mengalokasikan lebih besar di sektor sanitasi. Sedangkan bagi masyarakat sendiri, perawatan IPAL Kawasan di daerah mereka perlu dilakukan secara berkelanjutan sehingga sistem pengelolaan air limbah bisa berjalan lancar seperti yang diharapkan.

Hal ini agar nantinya para pemasang sambungan ke IPAL dapat memberikan contoh kepada mereka yang tidak mau atau enggan melakukannya. Dengan saling memberi contoh, akan lebih efektif untuk menyadarkan masyarakat. Andi Farida Kader Lingkungan/Pegawai Pemerintah Kabupaten Maros


Foto: Yusuf Ahmad

54


Program LLTT: Komponen Penting Sistem Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga

Pengelolaan Air Limbah adalah sebuah sistem yang berjalan secara terpadu, sejak dari hulu hingga hilir. Hulu dari sistem ini adalah antarmuka dalam rumah tangga yang menggunakan tangki septik, instalasi pengolahan air limbah (IPAL) Komunal atau IPAL Kawasan. Sedang bagian hilir adalah Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT). Sistem ini tentu baru bisa berjalan optimal ketika setiap komponen dari sistem ini juga berfungsi dengan baik. Penyedotan lumpur tinja, adalah komponen penting yang sangat berperpengaruh terhadap berfungsi tidaknya IPLT. Bila pasokan lumpur tidak optimal, maka IPLT pun tidak akan berfungsi maksimal.

Warga Kota Makassar kini dapat memperoleh Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) dengan mudah.

Pasokan Lumpur Tinja Tak Optimal, Menjadikan IPLT Tak Berfungsi Maksimal Kota Makassar adalah salah satu kota metropolitan di Indonesia yang memiliki isu-isu serius pada masalah pencemaran lingkungan, khususnya pencemaran air. Penyebab dari pencemaran air ini tidak hanya berasal dari limbah industri pabrik yang dibuang tanpa pengolahan lebih dahulu ke sungai atau ke laut, tetapi juga air limbah domestik dari masyarakat Kota Makasar sendiri. Perilaku masyarakat membuang limbah domestik ke dalam tanah dan/ atau sungai/kanal masih dilakukan masyarakat (sesuai Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup No. B-13926/MENLH/ PDAL/12/2013 yang menyatakan hampir semua sungai utama di Indonesia, mengalami pencemaran cukup berat oleh air limbah domestik yang mencapai 60 hingga 80 persen). Selama ini, Dinas Pekerjaan Umum Kota Makasar telah mengembangkan Perencanaan Pengelolaan Limbah (Master plan Air Limbah Kota Makassar). Dalam perencanaan tersebut, sistem pengelolaan air limbah dirancang terpadu sejak hulu sampai hilir. Pada bagian hulu, gencar dikembangkan sistem sanitasi individual menggunakan tangki septik kedap, instalasi pengolahan limbah komunal dan kawasan. Sedang di bagian hilir, Kota 55

Makasar juga telah meningkatkan kinerja Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja yang berada di Nipanipa. Namun rupanya, IPLT di Nipanipa belum dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Hasil survei yang dilakukan oleh Direktorat PLP Dirjen Cipta Karya Kementerian PU PERA tahun 2013 di 156 kabupaten/kota yang memiliki IPLT, menunjukkan bahwa hanya 10 persen IPLT di seluruh Indonesia yang berfungsi. IPLT Nipanipa sendiri termasuk dalam daftar yang tidak berfungsi. Masalah utama bukan terletak pada IPLT yang tidak berfungsi, melainkan tidak optimalnya pasokan lumpur tinja. Kapasitas IPLT di Nipanipa adalah 100 m3/ hari dan didukung oleh 8 unit truk tinja. Rata-rata jumlah rumah per hari yang disedot adalah sepuluh rumah (data UPTD PAL tahun 2014) dengan sistem On Call atau berdasarkan panggilan pelanggan. Sistem penyedotan lumpur tinja ini ternyata tidak mampu memenuhi kapasitas IPLT. Hal ini disebabkan oleh banyaknya warga yang merasa tidak butuh untuk menyedot lumpur tinja dari tanki septik di rumah mereka. Maka dari itu, dibutuhkan sistem penyedotan secara berkala agar lumpur tinja dari tanki septik dapat memenuhi kapasitas IPLT sekaligus mendorong


Foto: Yusuf Ahmad

Kepala UPTD PAL Kota Makassar, Zuhaelsi Zubir memantau langsung uji coba LLTT di Perumahan BTP Tamalanrea Blok A, Kota Makassar.

warga untuk secara berkala menyedot lumpur tinja. Hal inilah yang kemudian melatar belakangi kerjasama antara UPTD PAL Kota Makassar dengan IUWASH pada November 2013 untuk mengembangkan sistem Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT). Jalan Panjang Membangun Percontohan LLTT Dalam mengembangkan program percontohan LLTT membutuhkan upaya yang cukup panjang dan proses yang berjalan cukup rumit. Program percontohan ini membutuhkan partisipasi penuh para pihak terkait, termasuk merubah kebiasaan masyarakat di lokasi percontohan. Kerjasama antara UPTD PAL Kota Makassar dan IUWASH diawali dengan memilih lokasi percontohan. Lokasi yang dipilih adalah Perumahan BTP Tamalanrea Blok A, dikarenakan lokasi tersebut dianggap sebagai “miniatur� Kota Makasar, yaitu

dilengkapi berbagai fasilitas publik, seperti sekolah, perkantoran dan fasilitas layanan publik lainnya. Langkah pertama yang dilakukan adalah sosialisasi kepada Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Kota Makassar. Kegiatan ini dilakukan mengingat Pokja AMPL sudah berjalan melakukan koordinasi antar institusi di lingkungan Pemda Makassar dan dapat melakukan advokasi kepada Pemerintah Kota Makassar di bidang sanitasi. Kemudian sebuah lokakarya dilaksanakan yang dihadiri oleh para pihak yang berkepentingan, yaitu Pemerintah Kota Makassar, dalam hal ini Dinas Teknik seperti Bappeda, Dinas PU, Dinas Kesehatan dan Bagian Hukum Pemkot Makassar, camat, lurah, Ketua RT dan RW Perumahan BTP Tamalanrea Blok A serta perwakilan masyarakat dan tokoh agama setempat. Lokakarya yang 56

diselenggarakan pada bulan Agustus 2013 ini menghasilkan kesepakatan bersama tentang pelaksanaan program LLTT di Perumahan BTP Tamalanrea Blok A. Dimulai pada bulan Juli – Agustus 2013, UPTD PAL dengan didampingi oleh IUWASH telah melakukan survei kondisi jamban dan tangki septik dari 300 rumah terpilih. Namun dari 300 rumah itu, hanya ada 75 rumah yang bersedia terlibat dalam program LLTT. Hasil dari survei ini kemudian dikoordinasikan dengan Pokja AMPL Kota Makassar pada bulan November 2013 yang menyatakan bahwa jumlah ini sangat kecil. IUWASH pun melakukan survei ulang yang akhirnya berhasil mendapatkan 125 rumah yang bersedia. Setelah area pilot diperluas, Dinas PU Kota Makassar dan UPTD PAL Kota Makassar kemudian melakukan sosialisasi


kepada masyarakat. Dalam sosialisasi tersebut, UPTD PAL juga mendorong calon pelanggan program LLTT untuk membentuk Kelompok Pengelola Sanitasi (KPS). KPS ini nantinya akan bertugas untuk menagih dan menghimpun iuran dari pelanggan yang telah disedot. Selanjutnya, UPTD PAL dengan dukungan IUWASH melakukan persiapan program LLTT, seperti perhitungan iuran bulanan yang harus dibayarkan, kelompok yang akan melakukan penagihan, mekanisme penyetoran iuran yang terkumpul dan kesiapan IPLT untuk menerima hasil penyedotan melalui LLTT. Persiapan ini memakan waktu yang cukup lama, yaitu hampir enam bulan. Bahkan mengalami penundaan beberapa kali dikarenakan Pemkot Makasar dan UPTD PAL yang masih belum yakin mengenai mekanisme pembayaran yang akan digunakan. Pada masa jeda ini, UPTD PAL menginisiasi penyusunan Perturan Daerah Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga yang di dalamnya mengatur program LLTT, termasuk mekanisme pembayaran dan besaran iurannya. Agar program LLTT dapat segera dilakukan, sambil menunggu finalisasi Peraturan Daerah Pengelolaan Air Limbah, dilakuan penyusunan Peraturan Walikota tentang pengelolaan air limbah. Sementara regulasi dipersiapkan, IUWASH mendampingi UPTD PAL dengan menyiapkan sistem penagihan, sosialisasi kembali kembali kepada pemerintah setempat dan kepada 125 calon pelanggan serta menfasilitasi pembentukan KPS. Akhirnya setelah hampir dua tahun persiapan, program LLTT di Kota Makassar pun resmi diluncurkan pada bulan Agustus 2015.

Layanan Lumpur TInja Terjadwal Terlaksana, Kesadaran Warga Meningkat Peraturan Walikota Kota Makassar Nomor 47 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan, Keringanan, dan Pembebasan Retribusi Pelayanan Penyedotan dan Pengangkutan Limbah Air (Tinja) yang mengatur mengenai program LLTT ini ditetapkan pada tanggal 21 Juli 2015. Diikuti dengan Perwal Kota Makasar No 48 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik yang ditetapkan tanggal 31 Juli 2015. Penetapan kedua Perwal ini menjadi tonggak bagi pelaksanaan program LLTT di Perumahan BTP Tamalanrea Blok A dengan mekanisme pembayaran dan besaran iuran bulanan sebesar Rp 12 ribu per bulan. Sejak pertama kali dilaksanakan pada awal Agustus 2015 hingga November 2015, 121 rumah telah mendapatkan layanan LLTT tersebut. Masyarakat pun menyambut baik program LLTT ini. Bapak H. Rustam Abdul Aziz, Ketua RW mengatakan: “Cara ini baik, bukan saja tangki septik kita yang disedot lumpur tinjanya, tetapi kita juga bisa tahu apakah tangki septik yang kita punya ini kedap atau hanya cubluk. Jika 125 rumah nanti sudah selesai disedot, program ini diteruskan sampai semua rumah yang ada di Blok A yaitu 600 rumah dapat terlayani semua”. Untuk memperluas target layanan LLTT, UPTD PAL telah melakukan sensus rumah tangga diluar pilot area (perumahan BTP) dengan menggunakan biaya APBD sebagai dukungan dari Pemda Kota Makassar melalui Dinas PU. Hingga tulisan ini ditulis, UPTD PAL Makassar telah melakukan sensus terhadap 10.600 Rumah tangga dan 680 bangunan kantor 57

Cara ini baik, bukan saja tangki septik kita yang disedot lumpur tinjanya, tetapi kita juga bisa tahu apakah tangki septik yang kita punya ini kedap atau hanya cubluk. Jika 125 rumah nanti sudah selesai disedot, program ini diteruskan sampai semua rumah yang ada di Blok A yaitu 600 rumah dapat terlayani semua. H. Rustam Abdul Aziz Ketua RW Perumahan BTP Tamalanrea Blok A

di wilayah Jalan Nusantara dan Jalan Sulawesi, Kota Makassar. Syamsu Rizal, Wakil Walikota Makasar juga menyambut baik program LLTT ini dan berharap akan dilanjutkan. “Saya telah menyiapkan Rp 3 milyar untuk program LLTT ini untuk tahun depan,” ujarnya. Walau proses pengembangan progam LLTT ini cukup panjang, namun hasil dari program percontohan ini memberikan banyak pelajaran bagi pengembahan sistem LLTT di masa mendatang. Pentingnya sosialisasi konstruksi tangki septik kedap sesuai standar SNI, penentuan wilayah untuk program LLTT, pengembangan data base dan penggunaan Sistem Informasi geografis (Geographic Information System/GIS) dalam sistem pemantauan pengoperasian LLTT dan tentu pengembangan teknologi pada IPLT diharapkan dapat berfungsi dengan baik dan lancar serta berkelanjutan.


Foto: Yusuf Ahmad

58


Komitmen UPTD PAL Kota Makassar dan KPP untuk Pemeliharaan Sarana Sanitasi Komunal

Jika saja ada alat untuk mendeteksi lokasi tinja, pekerjaan kita akan lebih mudah!� Gurauan ini disampaikan oleh Muhammad Arif, staf UPTD PAL Kota Makassar, berdasarkan pengalamannya saat UPTD PAL bekerjasama dengan KPP dalam melayani kebutuhan pemeliharaan sarana sanitasi di pemukiman penduduk. Ia menggambarkan betapa masyarakat merasa tidak perlu untuk mempertimbangkan kondisi tangki septik di rumah tangga sebelum membangun atau membeli rumah. Muhammad Arif berpendapat bahwa keberadaan sebuah lembaga atau unit khusus pengelola, pemelihara dan perawatan sarana sanitasi sangat penting keberadaannya.�

Pemeriksaan berkala kondisi manhole saluran air limbah dan IPAL oleh UPTD Kota Makassar.

Tidak Ada yang Merasa Bertanggung Jawab untuk Mengelola IPAL Kota Makassar Kota Makassar merupakan salah satu wilayah program IUWASH terbesar. Menurut data tahun 2013, penduduk Makassar berjumlah sekitar 1.370.000 jiwa yang tersebar di 14 kecamatan dan 143 kelurahan. Walaupun begitu, berdasarkan data tahun 2011, hanya sekitar 296.000 KK yang telah menikmati layanan sanitasi dasar atau sekitar1,3 persen saja. Tentunya jumlah tersebut sangat meresahkan. Pemerintah Kota Makassar telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan layanan sanitasi dasar untuk masyarakat, salah satunya dengan membangun IPAL Komunal pada tahun 2010. Sejak itu hingga tahun 2015, telah terbangun IPAL Komunal sebanyak 103 unit. Dari 103 IPAL, terdapat tiga IPAL Kawasan yang mencakup wilayah Rappokalling, Manggala, Kassi Kassi dan Pannambungan. IUWASH bekerja sama dengan LSM Dwi Karya Mandiri telah melakukan pengkajian tentang pemanfaatan IPAL di 72 lokasi. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa ternyata hingga Oktober 2014, hanya 13 lokasi atau sekitar 18 persen dari jumlah IPAL di Kota Makassar yang berjalan dengan baik dan sisanya dikategorikan sedang dan buruk. 59

Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP) yang seharusnya sebagai pihak yang bertanggun jawab atas pemeliharaan IPAL ternyata banyak yang tidak berjalan. Sulitnya menggerakkan partisipasi masyarakat, menjadi alasan klise tak berjalannya KPP. Tidak adanya pembagian tanggungjawab di antara anggota KPP serta tidak adanya pengawasan menjadi penyebab banyaknya sarana yang sudah terbangun menjadi rusak dan tidak terperlihara. Pembentukan dan Penguatan UPTD PAL serta Peningkatan Kinerja KPP Melihat permasalahan tersebut, IUWASH menyadari perlunya sektor dari Pemerintah Kota Makassar untuk menjadi pengayom dari sekian banyak KPP/BPS yang telah terbentuk dan akan dibentuk. IUWASH bekerja sama dengan Pokja AMPL membentuk dan memfasilitasi serta melakukan penguatan Unit Pengelolaan Teknis Daerah Pengelolaan Air Limbah (UPTD PAL) Kota Makassar sebagai instansi yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan IPAL Komunal serta untuk mempermudah koordinasi antara KPP masing masing. Selain itu, IUWASH juga turut mendukung pembentukan Asosiasi KSM Sanitasi (Aksansi) Kota Makassar. UPTD PAL dibentuk oleh Pemda Makassar dengan konsep sebagai bagian integral dari kebijakan sanitasi berkelanjutan.


Foto: Yusuf Ahmad

Zuhaelsi Zubir, Kepala UPTD PAL Kota Makassar.

Dalam hal ini, UPTD PAL bertanggung jawab mengelola lumpur tinja dari tangki septik rumah tangga, sistem skala kawasan/terpusat air limbah (skala kecil dan skala besar) serta mengawasi dan membantu kelompok masyarakat dalam mengelola sistem sanitasi skala komunal. UPTD PAL juga berfungsi sebagai operator layanan air limbah domestik di bawah kepemimpinan Dinas Pekerjaan Umum yang bertanggung jawab mengelola bidang air limbah domestik. Kepala UPTD PAL Kota Makassar Zuhaelsi Zubir mengakui bahwa awalnya sangat sulit melakukan koordinasi, atau menentukan siapa yang bertanggungjawab untuk mengelola IPAL karena UPTD pada umumnya merupakan bagian teknis dari Dinas PU. Dengan dibentuknya UPTD PAL, Zuhaelsi

Zubir mengakui bahwa kini pembagian tanggung jawab menjadi lebih jelas. Walaupun begitu, Zuhaelsi mengakui bahwa instansinya masih memerlukan pendampingan karena banyak staf UPTD PAL yang tidak punya latar belakang teknik atau kesehatan lingkungan. “Kami butuh peningkatan kapasitas, terutama dari bidang teknik dan pengelolaan sektor sanitasi, serta penguatan dalam strategi promosi dan pemasaran agar staf kami dapat bekerja dengan lebih optimal di lapangan,� Zuhaelsi katakan. Agar UPTD PAL dapat beroperasi, tentunya dibutuhkan sebuah payung hukum. IUWASH pun mendukung Pemerintah Kota Makassar untuk segera membuat sebuah regulasi yang mengukuhkan keberadaan UPTD PAL secara sah. Hasilnya, Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2011 Tentang 60

Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pengelolaan Air Limbah diterbitkan. Kemudian IUWASH juga memberikan dukungan kepada UPTD PAL yang telah terbentuk melalui pendampingan teknis, pembuatan SOP, pelatihan, permodelan tarif dan pengelolaan pedapatan, data base pelanggan dan aspek opersional, serta rencana usaha. UPTD PAL kemudian bertanggung jawab atas pembuatan kebijakan dan penarikan retribusi untuk layanan penyedotan lumpur tinja yang terjadwal. Salah seorang staf Humas UPTD PAL, Bapak Muhamad Arif mengakui bahwa sebelumnya ia mengetahui ataupun memahami apapun tentang pengelolaan sanitasi dasar karena latar belakangnya adalah bidang hukum. “Dengan adanya


program IUWASH, wawasan saya tentang bagaimana kita menjaga lingkungan yang sehat sudah meningkat. Pendampingan IUWASH sangat baik, tidak hanya datang memberi materi, tapi juga memberi pelatihan teknis pengelolaan yang sangat baik, sehingga kita menjadi paham cara mempraktekkannya di lapangan juga” sambung Muhammad Arif. Kedepannya, UPTD PAL Kota Makassar menargetkan kenaikan bentuk hukum menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dengan penambahan armada, sarana dan sumberdaya tenaga operasional. Peran KPP dalam Operasi Pemeliharaan IPAL Komunal Salah satu penyebab tidak terpeliharanya sarana IPAL Komunal yang ada di Kota Makassar adalah kurang berjalannya KPP sebagai pihak yang berperan dalam pemeliharaan sarana. Untuk itu, IUWASH memfasilitasi UPTD PAL untuk mengembangkan pendampingan teknis khusus bagi KPP dalam sifat “pembinaan”.

yang bertanggung jawab terus menerus berupaya untuk menindaklanjuti misinya untuk meningkatkan pelayanan sanitasi yang layak dengan memperluas fokus pelayanan mereka yang selama ini mengutamakan daerah pemukiman ke tempat-tempat publik seperti perkantoran, sekolah dan rumah sakit. Selama ini pencemaran lingkungan hanya dianggap berasal dari sampah saja. Padahal pencemaran dari air limbah justru lebih berbahaya. Dengan adanya Perda Nomor 23 tahun 2011, keberadaan UPTD PAL di Kota Makassar menjadi bagian yang integral dari Pemerintah Kota Makassar sendiri. Peran utama UPTD PAL adalah mengelola dan memelihara sarana sanitasi di Kota Makassar. Tentunya, peran tersebut akan sulit dilakukan tanpa adanya dukungan dari masyarakat dan Pemda secara penuh. Oleh karena itu, UPTD PAL menggagaskan penyelenggaraan Lomba Sanitasi Lingkungan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan

sarana Sanitasi. Lomba yang diadakan setiap tahun ini diikuti oleh desa atau kelurahan yang memiliki IPAL. Lomba yang memperebutkan “Sanitasi Award” ini terbukti dapat meningkatkan motivasi KPP untuk terus meningkatkan kinerja mereka dalam mengelola dan memelihara sarana sanitasi di wilayah mereka serta mendorong masyarakat pada umumnya untuk selalu menjaga dan memelihara kesehatan lingkungan mereka. Saat ini, UPTD PAL Kota Makassar menjadi yang terdepan dalam hal pengelolaan air limbah domestik di Indonesia. Selain kapasitas staf yang telah memadai, UPTD PAL Kota Makassar juga sudah dilengkapi dengan berbagai perangkat kerja pendukung seperti SOP, aplikasi Geographic Information System (GIS), konsep LLTT, strategi promosi dan pemicuan, aplikasi sistem informasi manajemen pengelolaan LLTT dan tentu anggaran yang cukup untuk memastikan keberlangsungan program mereka secara berkelanjutan.

KPP dipandang sebagai mitra bagi UPTD PAL untuk melakukan pekerjaan harian dan identifikasi permasalahan sanitasi di masyarakat. Oleh karena itu, KPP membutuhkan pelatihan teknis dan non teknis di lapangan, seperti bagaimana mensosialisasikan iuran pemeliharaan instalasi kepada masyarakat. Ancaman Serius Bila Sanitasi Tidak Ditangani dengan Baik Ibarat melihat kuman di seberang laut, gajah di pelupuk mata tak terlihat. Demikian gambaran atas masalah sanitasi lingkungan kita saat ini. Masalah besar di depan mata tetapi tidak terlewatkan dari penglihatan. UPTD PAL selaku pihak

Kami butuh peningkatan kapasitas, terutama dari bidang teknik dan pengelolaan sektor sanitasi, serta penguatan dalam strategi promosi dan pemasaran agar staf kami dapat bekerja dengan lebih optimal di lapangan. Zuhaelsi Zubir Kepala UPTD PAL Kota Makassar.

61


Foto: Yusuf Ahmad Foto: IUWASH Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur

62


UPTD PAL: Pengelolaan Air Limbah Terpadu di Provinsi Sulawesi Selatan, Maluku dan Papua

Pengelolaan air limbah rumah tangga akhir-akhir ini menjadi topik yang sangat ‘seksi’. Baik Pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah mulai merasakan dampak buruk dari ketiadaan sistem pengelolaan air limbah yang memadai. Selama ini, keinginan tersebut banyak terkendala oleh perencanaan yang kurang memadai sehingga berdampak kepada penyediaan anggaran “yang penting ada atau asal gugur kewajiban” yang pada akhirnya tidak memberikan hasil yang maksimal. Ironisnya, setelah selesai membangun, sering didapati infrastruktur tersebut tidak digunakan hingga akhirnya mubazir.

Aktivitas kerja di kantor UPTD PAL Kota Makassar.

Berawal dari Wilayah Timur Dari semua wilayah kerja IUWASH, program untuk wilayah Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur (South Sulawesi and Eastern Indonesia/SSEI) memiliki luas wilayah terbesar, yakni meliputi Provinsi Sulawesi Selatan, Kota Ambon di Provinsi Maluku serta Kota dan Kabupaten Jayapura di Provinsi Papua. Populasi gabungan mereka adalah sekitar 8.638.147 jiwa dengan total luas permukaan gabungan sekitar 72.881 km2. IUWASH mulai bekerja di wilayah tersebut pada bulan Juni 2011 dengan diawali serangkaian pertemuan bersama berbagai pemimpin pemerintah provinsi dan kota/ kabupaten di Sulawesi Selatan, Maluku dan Papua. Selain bertemu dan membuat komitmen dengan unsur pemerintah, IUWASH juga melakukan berbagai pengkajian awal tingkat kota/kabupaten untuk mengetahui kondisi pasokan air bersih dan sanitasi. Hingga akhirnya diputuskan bahwa IUWASH regional SSEI bekerja di 12 kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan Indonesia bagian Timur. Dari hasil studi awal, yang juga diperkuat dengan data dari Kementrian Pekerjaan 63

Umum (PU) menunjukkan bahwa hanya sepuluh persen Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang berfungsi dan dioperasikan dengan baik di seluruh Indonesia. Sisanya tidak berfungsi atau pengelolaan dan pengoperasiannya tidak maksimal. Dari studi yang sama, juga diketahui bahwa salah satu penyebabnya adalah pada umumnya pengelolaan IPLT tersebut dilakukan oleh satu institusi atau divisi yang khusus menangani IPLT dan sarana prasarana air limbah rumah tangga. Dengan kata lain, terlalu sektoral dan tidak ada koordinasi dengan institusi atau divisi lain. Padahal, penanganan limbah dan sanitasi seharusnya dilakukan secara integral dan bukan sektoral. Fakta inilah yang kemudian mendasari IUWASH untuk menggagas suatu sistem pengelolaan air limbah rumah tangga yang terintegrasi dalam satu atap yang kemudian dikenal dengan nama “Unit Pengelola Teknis Daerah Pengolahan Air Limbah” atau disingkat UPTD PAL. Dengan adanya unit ini, diharapkan dapat membantu masyarakat perkotaan untuk mencegah pencemaran air tanah dan sungai oleh kotoran tinja manusia yang menjelma menjadi bakteri Coliform dan Fecal Coliform. Penyebaran ini diawali oleh


kebiasaan Buang air Besar Sembarangan (BABS) dan tangki septik warga yang tidak pernah disedot.

badan-badan air (sungai dan air tanah) tercemar berat dari limbah domestik di Indonesia.

Penyedotan tangki septik masyarakat selama ini dilakukan oleh pihak swasta. Dengan tarif yang cukup mahal, masyarakat menjadi enggan menyedot tangki septik mereka secara rutin. Hal ini mengakibatkan frekuensi dan kuantitas lumpur tinja yang diangkut truk tinja ke IPLT menjadi tidak dapat diperkirakan. Tentu saja hal ini membuat IPLT tidak bisa berjalan secara optimal.

Kota Makassar adalah salah satu contoh konkret pada kasus ini. Limbah domestik telah mencemari sungai- sungai besar di kota yaitu Sungai Jeneberang, Sungai Tallo dan Kanal Jongaya, dengan tingkat pencemaran tinggi yang disebabkan oleh kotoran tinja manusia. Kotoran manusia yang masif ini menjelma menjadi bakteri Coliform dan Fecal Coliform dan menyatu dengan air tanah dan sungai.

Disinilah UPTD PAL menjalankan fungsinya. Salah satu konsep yang ditawarkan oleh UPTD PAL adalah layanan lumpur tinja terjadwal (LLTT) dimana UPTD PAL akan mengkoordinasikan jadwal penyedotan dan pembuangan limbah tinja ke IPLT sehingga IPLT pun dapat berjalan dengan optimal. Dengan ini, tangki septik masyarakat dapat berfungsi dengan baik dan tingkat pencemaran air juga dapat ditekan.

Di Kota Makassar, pengelolaan lumpur tinja selama ini berjalan didasarkan pada kebutuhan (on call based), yaitu ketika masyarakat membutuhkan jasa sedot tinja maka menghubungi UPTD PAL untuk melayani sedot tinja. Pola layanan tersebut akan berdampak pada jumlah lumpur yang masuk ke IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) yang kadang tidak sesuai dengan kapasitas IPLT, sehingga IPLT tidak berjalan optimal. Selain itu, banyak rumah-rumah yang memiliki tangki septik tidak pernah di sedot karena merasa tidak pernah bermasalah pada tangki septiknya. Besar kemungkinan tangki septik tersebut bocor atau berupa cubluk sehingga tidak pernah penuh, dan berakibat pada pencemaran air tanah.

Belajar dari Pengalaman, Menyebarluaskan Hasil Pembelajaran Jika mengacu pada data buku putih sanitasi di kota-kota Indonesia lainnya di bagian timur, disebutkan bahwa masih banyak masyarakat yang melakukan Buang Air Besar Sembarangan (BABS) atau belum memiliki jamban, yaitu 7,6 % di Kota Makassar, 5% di Kota Ambon dan 13,8% di Kota Jayapura. Meskipun dari data tersebut terlihat jumlah masyarakat yang sudah memiliki jamban jauh lebih banyak, namun perlu di kaji lebih jauh berapa persen yang sudah menggunakan jamban dengan tangki septik yang kedap dan tidak mencemari air tanah. Dari data lain, yaitu Catatan Kementerian Lingkungan Hidup Desember 2013 menyebutkan bahwa 75%

Terbentuknya UPTD PAL Kota Makassar dalam menangani masalah perlimbahan domestik, termasuk lumpur tinja, dengan Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) adalah salah satu cara dalam menangani masalah perlimbahan domistik di perkotaan. Sayangnya, hal ini belum diikuti oleh daerah lainnya. Tantangan pembentukan UPTD Dalam Undang-Undang Nomor 23 64

Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dikatakan bahwa pengelolaan air limbah domestik termasuk sebagai urusan wajib pelayanan dasar. Hal tersebut mendasari pemerintah daerah untuk menggagas sebuah unit sistem pengelolaan air limbah domestik yang terintegrasi dalam satu atap yang dikenal dengan Unit Pengelola Teknis Daerah Pengolahan Air Limbah Domestik (UPTD PAL-D). UPTD PAL-D memiliki tugas pelayanan sistem setempat, memonitoring/ mendata sistem setempat, pembinaan KSM/KPP IPAL komunal, pelayanan IPAL skala Permukiman (kawasan-kota) dan pengelolaan lumpur tinja terpadu, melakukan komunikasi perubahan perilaku yang didukung oleh peraturan dan penegakan hukum. Berbagai hal sudah dilakukan untuk meningkatkan kapasitas institusi pengelola air limbah yang masih baru ini diataranya, penyusunan Standar Operating Procedure (SOP) Teknis dan Manajemen, penyusunan roadmap, horizontal learning ke UPTD PAL-D domestik lain yang dianggap lebih maju, penyediaan aplikasi untuk layanan lumpur tinja terjadwal (LLTT) dan penyusunan regulasi (perda) pengelolaan air limbah domestik. IUWASH mendukung beberapa Pemerintah Daerah di Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur dalam melakukan rangkaian kegiatan pembentukan UPTD PAL, yaitu di Kota Makassar, Kota Ambon, Kota Jayapura, Kota Pare-pare, Kabupaten Maros, Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Bantaeng. Upaya yang dilakukan sudah mulai menampakkan hasil. UPTD PAL-D Kota Makassar misalnya, sudah melakukan penyedotan on-call dan penyedotan terjadwal, memfasilitasi pelatihan, promosi sanitasi bersama dengan tim Promosi


Foto: Yusuf Ahmad

Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Nipanipa Kota Makassar.

Sanitasi Kota (Prosinta) dan pembinaan terhadap KPP/KSM di Kota Makassar. Sedangkan di daerah lain, kesadaran untuk mengelola air limbah semakin meningkat, seperti yang di sampaikan Kepala UPTD PAL Kabupaten Maros, Ibu Asma, “Saya jadi tahu dan mengerti apa itu air limbah dan bagaimana mengelolanya. Walaupun awal-awalnya susah dan saya sepertinya mau menyerah saja. Tetapi sekarang saya sangat senang dan saya akan mendorong staf saya untuk belajar bersama. Semoga IUWASH tetap memberikan pendampingan dan pembelajaran kepada kami UPTD PAL Maros,” Ibu Asma memaparkan. Jalan Panjang Menuju Sanitasi Layak untuk Semua Setelah program ini dijalankan, terungkap bahwa sebelumnya beberapa Pemerintah Kota/Kabupaten cenderung enggan

mengutamakan program sanitasi. Bagi mereka, program seperti ini hanya akan menambah beban APBD dan tidak terlalu signifikan hasilnya. Namun berdasarkan hasil proses pembelajaran bersama, kesadaran akan bahaya permasalahan sanitasi mulai diyakini oleh perwakilan kota/kabupaten. Bapak Amirruddin Nur ST, Kepala Bidang Pemukiman dan Prasarana Wilayah Dinas PU & Permukiman dan Prasarana Wilayah Kabupaten Bantaeng mengatakan bahwa konsep integrasi sistem pengelolaan air limbah, pengelolaan sarana prasarana dan IPLT melalui UPTD PAL akan lebih optimal. Hal ini, menurutnya adalah karena sifatnya yang inklusif. “Selama ini memang IPLT seperti tidak diprioritaskan, karena dinas yang menaunginya merasa memiliki banyak pekerjaan yang lebih penting untuk diurus,” tuturnya. 65

Terbentuknya UPTD PAL-D bukan berarti masalah pengelolaan air limbah sudah selesai, minimnya ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten di bidang air limbah domestik, sarana dan prasarana yang belum memadai, regulasi yang tidak mendukung, dukungan pembiayaan yang minim serta factor-faktor lainnya merupakan tantangan UPTD PAL domestic memberikan pelayanan. Saat tulisan ini disusun, tujuh UPTD PAL di tujuh kabupaten/kota (termasuk Makassar) telah terbentuk dan mulai melakukan pelayanan di wilayah Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur. Meskipun jalan masih panjang, tetapi semangat yang ditunjukkan oleh masing-masing UPTD PAL untuk terus meningkatkan pelayanan serta terus semangat berimprovisasi dapat menjamin kesuksesan mereka di masa yang akan datang.



LINTAS SEKTOR Foto: Yusuf Ahmad


Foto: IUWASH Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur

68


PDAM Jayapura Gandeng Kepolisian untuk Penertiban Sambungan Liar

Sambungan liar atau sambungan pipa air tidak resmi merupakan salah satu masalah yang hampir selalu dihadapi oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di seluruh Indonesia. Masalah sambungan liar ini juga dihadapi oleh PDAM Jayapura dan diperkirakan jumlah sambungan liar pada unit pelayanan tertentu lebih dari 20% dari jumlah pelanggan resmi. Berbagai cara telah dilakukan untuk menghilangkan atau setidak-tidaknya mengurangi sambungan liar, namun hasilnya kurang memuaskan. Sebagai upaya akhir, PDAM bekerja sama dengan Kepolisian Resort Jayapura untuk membantu menertibkan sambungan liar dengan tindakan hukum bagi pelanggar.

Sosialisasi yang digelar PDAM bersama Polres Jayapura dalam penurunan air tak berekening.

Sambungan Liar: Kebocoran Pendapatan PDAM Jayapura PDAM Jayapura dimiliki bersama oleh 2 Pemerintah Daerah, yaitu Pemerintah Kabupaten Jayapura dan Pemerintah Kota Jayapura. Sebagian besar sumber air baku dari Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) PDAM Jayapura terletak di wilayah administrasi Kabupaten Jayapura, sedangkan sebagian besar pelanggan berada di wilayah administrasi Kota Jayapura. Dari volume produksi air 1.800 m3 perhari di Unit Pelayanan Pelanggan (UPP) Jayapura Selatan, ternyata 900 m3 atau 50% dari volume produksi dilaporkan hilang. Angka tersebut melebihi tingkat rata-rata kehilangan air secara nasional, yaitu sekitar 30 persen. Selain mengurangi pendapatan PDAM Jayapura, pencurian air ini juga mengurangi jumlah masyarakat yang dapat dilayani PDAM serta mengurangi volume air yang dapat dikonsumsi pelanggan PDAM. Berdasarkan hasil pengkajian PDAM Jayapura, terungkap bahwa hilangnya produksi air di area pelayanan ini disebabkan oleh banyaknya sambungan liar. Berbagai alasan yang cukup mengejutkan dikemukakan oleh masyarakat tentang alasan lebih memilih sambungan liar dibandingkan sambungan resmi. Banyak anggota masyarakat 69

beralasan bahwa air merupakan berkat dari Tuhan dan karena itu tidak perlu membayar untuk memanfaatkannya. Beberapa lainnya beralasan menggunakan sambungan liar karena tidak sabar menunggu pemasangan sambungan resmi dari PDAM atau dengan alasan bahwa mereka pernah mengajukan permohonan penyambungan baru kepada PDAM, namun tidak bisa dilayani karena beberapa masalah teknis, seperti rendahnya debit air atau lokasi rumah calon pelanggan yang tidak dilewati pipa transmisi. Karena itu, sebagian dari masyarakat memilih untuk melakukan sambungan air liar yang dapat lebih cepat menyediakan air minum dibandingkan harus menunggu pemasangan sambungan baru oleh PDAM yang tidak diketahui kapan akan dipasang. Menghadapi tantangan ini, PDAM Jayapura telah melakukan berbagai upaya untuk menghilangkan sambungan liar, antara lain dengan memberikan himbauan kepada para pelaku sambungan liar dan mengirimkan petugas untuk memeriksa lokasi yang didapati sambungan liar. Tindakan penertiban ini kerap kali mengalami kesulitan karena adanya beberapa oknum PDAM yang justru terlibat dalam pemasangan sambungan liar. Disamping itu beberapa petugas PDAM yang melakukan penertiban


Dukungan IUWASH Keinginan PDAM untuk membangun kemitraan dengan Kepolisian ini didukung oleh IUWASH. Melalui program peningkatan kualitas pelayanan PDAM Jayapura, IUWASH mendorong penyusunan Peraturan Bersama Bupati Jayapura dan Walikota Jayapura untuk menertibkan pengguna/pemakai air minum secara tidak sah. Selanjutnya, menindaklanjuti kerjasama dengan Polresta Jayapura untuk penindakan sambungan air tidak resmi secara hukum.

Foto: IUWASH Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur

Staf Polres Jayapura memberi pengarahan kepada masyarakat terkait air tak berekening.

sambungan liar seringkali diancam oleh para pelaku sambungan liar, kadang kala dengan menggunakan kekerasan. Bahkan terkadang warga melindungi adanya sambungan liar dengan cara menghambat penyelidikan sambungan liar oleh staf PDAM. Kerjasama dengan Kepolisian untuk Penegakan Hukum “Penertiban yang kami lakukan di lapangan bertujuan agar warga masyarakat paham dan bisa berlangganan. Tetapi hal itu tidak dianggap. Sehingga kami merasa perlu menggandeng pihak kepolisian untuk memprosesnya lebih lanjut,” demikian Abdul Muthalib Petonengan, Direktur PDAM Jayapura1, mengatakan kepada Antara News.

1 Dikutip dari website www.AntaraNews.com, 25 Maret 2014

Landasan hukum dari keputusan PDAM Jayapura untuk menggandeng pihak kepolisian Jayapura dalam menegakkan aturan bagi sambungan liar adalah Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 33 Tahun 1982 tentang Pembentukan Perusahaan Daerah Air Minum, pasal 7 menyatakan bahwa: “PDAM dalam memberi pelayanan air minum bagi masyarakat, mempunyai lapangan usaha untuk menyelenggarakan pengaturan untuk mencegah adanya pengambilan air secara liar”, dan Pasal 7 ayat (3), yang menyatakan bahwa: “Direksi dapat bekerjasama dengan pihak ketiga”. Hal lain yang dipertimbangkan manajemen menggandeng kepolisian Jayapura dalam menegakkan aturan bagi sambungan liar adalah kepolisian mempunyai wewenang untuk menindak pelanggaran peraturan dan secara psikologis warga Jayapura menaruh hormat dan segan pada polisi. 70

IUWASH juga memberikan dukungan dengan menempatkan dua orang Tenaga Ahli (Tenaga Ahli Pemerintahan dan Tenaga Ahli Manajemen Suplai Air) untuk melakukan pendampingan kepada staf PDAM Jayapura. Tim dari IUWASH dan PDAM Jayapura ini kemudian bekerjasama membangun sebuah proses yang partisipatif dengan melibatkan Pemda Kabupaten dan Kota Jayapura, PDAM dan Kepolisian Resor Kota Jayapura agar kesepakatan yang dibangun menjadi milik bersama dan menjadi tanggung jawab bersama. Proses ini berujung pada penandatanganan kesepakatan antara Walikota Jayapura dan Bupati Jayapura, berupa Peraturan Bersama Nomor 46 Tahun 2014 dan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Penertiban Terhadap Pengguna/ Pemakai Air Minum Secara Tidak Sah Pada PDAM Jayapura. Pada tingkat operasional, PDAM Jayapura dan Polres Jayapura menandatangani Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) pada tanggal 24 Maret 2014 yang menandai resminya kerja sama antara kedua belah pihak dalam penindakan sambungan air tidak resmi di Kota Jayapura.


Setelah MOU resmi diberlakukan, tim gabungan PDAM, Polres dan Pemda langsung melakukan sosialisasi ke masyarakat yang tinggal di Asrama Polisi Klofkamp, Kelurahan Gurabesi, Kota Jayapura. Lokasi ini dipilih karena memiliki tingkat pencurian air paling tinggi di Kota Jayapura. Di lokasi tersebut, pernah dilakukan pemeriksaan sambungan air oleh PDAM, namun dihalangi oleh warga karena para petugas dianggap merusak wilayah mereka. Namun dari kegiatan sosialisasi ini, terungkap bahwa tindakan warga tersebut terjadi karena kurangnya komunikasi antara pihak PDAM dan warga sehingga terjadi salah paham. Terbukti, melalui komunikasi interaktif dalam kegiatan sosialisasi, warga tidak menentang dan justru mendukung kegiatan penindakan sambungan liar. Bahkan beberapa warga turut mensosialisasikan kepada warga lain tentang tujuan kedatangan PDAM di wilayah mereka. Sosialisasi yang dilakukan bersama ini ternyata cukup efektif meningkatkan pelanggan sambungan PDAM secara resmi. Banyak warga yang sebelumnya membuat sambungan liar segera mengurus peralihan ke sambungan pipa resmi PDAM. Setelah sosialisasi dilakukan, dilanjutkan dengan upaya penegakan peraturan yaitu dengan melakukan pemeriksaan sambungan pipa air minum. Jika diketemukan sambungan liar, maka pelaku diberi peringatan untuk mengurus pemasangan sambungan secara resmi dan PDAM mendaftarkannya sebagai pelanggan resmi dan memasang meteran air. Namun jika warga yang bersangkutan

tidak mengurus pemasangan sambungan resmi, maka sambungan illegal yang mereka buat akan dicabut. Untuk memberikan contoh kepada masyarakat, dilakukan penertiban sambungan liar yang dilanjutkan dengan proses hukum. Berdasarkan laporan warga, polisi telah menindak lima pelaku melalui proses hukum ini, yaitu dua orang pelaku penyambungan liar dan tiga orang warga pengguna jasa sambungan liar. Kelima pelaku tersebut kemudian dipertemukan pimpinan PDAM oleh pihak kepolisian untuk mengakui perbuatan mereka. Dalam kasus ini, karena para pelaku mengakui kesalahan mereka dan mau bertanggung jawab, mereka akhirnya dilepaskan setelah membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatan mereka dan bersedia melunasi penggunaan airnya kepada PDAM. Ketertiban Meningkat, Kebocoran Menurun Sejak adanya kerjasama PDAM dan Polres Jayapura, Abdul Muthalib Petonengan, Direktur PDAM Jayapura yang didampingi oleh H. Idris, Kabid Penertiban Pelanggan menyatakan: “Di Abepura, sebelum program ini dilakukan, penyambungan liar mencapai 300 sambungan. Setelah pelaksanaan kerjasama dengan Polres Jayapura, angka ini menurun drastis.” Hal ini diamini oleh Kapolsek Abepura, Kompol Yulius Yawan. Beliau menyampaikan bahwa: “Hingga saat ini masih banyak sambungan liar dan saat ini kami dari Kepolisian terus menerus melakukan pemeriksaan ke lapangan secara intensif. Pelaku sambungan air liar ini jelas melanggar hukum dan masuk pasal pidana pencurian.” Kompol Yulius juga membantah kalau Kepolisian terlambat 71

Di Abepura, sebelum program ini dilakukan, penyambungan liar mencapai 300 sambungan. Setelah pelaksanaan kerjasama dengan Polres Jayapura, angka ini menurun drastis. H. Idris Kabid Penertiban Pelanggan PDAM Jayapura

merespon kasus-kasus sambungan liar PDAM ini, “Sebenarnya sudah hampir 10 tahun aturan ini berlaku. Namun memang baru kali ini ada penertiban tegas sehingga pelakunya bisa secara tegas digiring ke proses hukum,” ujarnya. Kini, para petugas PDAM merasa nyaman untuk bertindak tegas dengan adanya peraturan daerah yang secara resmi mengatur soal sambungan ilegal ini, yang didukung dengan adanya kerjasama antar instansi juga merupakan kunci agar penindakan bisa dilakukan. Adanya proses pelibatan para pihak yang dibangun secara setara dan bertahap serta dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak juga dapat merupakan kunci sukses dalam penindakan sambungan ilegal ini. Tugas selanjutnya adalah bagaimana PDAM Jayapura dapat membuat sebuah mekanisme yang nyaman bagi pelanggan untuk menyampaikan laporan jika melihat adanya pelanggaran. Karena bagaimanapun juga, sebuah penindakan diawali dengan sebuah laporan.


Foto: Yusuf Ahmad

72


Unit Pelayanan dan Pengaduan Kota Parepare: Pelibatan Warga dalam Pelayanan Publik

Kota Parepare dapat dikatakan sudah berpengalaman dalam hal pengelolaan pelayanan publik yang prima. Salah satu instansi pemerintah yang memiliki pelayanan publik paling mengesankan adalah PDAM Parepare. PDAM Parepare dikenal sebagai salah satu PDAM di Indonesia yang telah menerapkan sistem pencatatan dan layanan pengaduan berbasis SMS. PDAM Parepare pun kerap dijadikan lokasi studi banding bagi kota dan kabupaten lain untuk mempelajari kiat suksesnya dalam sektor pelayanan publiknya. Namun dengan cepatnya perubahan teknologi informasi, dibutuhkan upaya untuk terus melakukan perubahan agar pelayanan pelanggan juga semakin dapat ditingkatkan sesuai dengan perkembangan zaman.

Aktivitas kerja di Unit Pelayanan dan Pengaduan (UPP) Kota Parepare.

Peta Peraturan yang Mendorong Partisipasi Masyarakat di Kota Parepare Masyarakat adalah salah satu elemen penting dalam proses pembangunan. Oleh karena itu, wajar jika masyarakat harus terlibat atau berperan serta dalam proses pengambilan keputusan dalam rangka pembangunan daerah. Negara telah mengatur pelaksanaan hak masyarakat ini antara lain melalui Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang menyatakan bahwa masyarakat harus dilibatkan dalam: penyusunan kebijakan, penetapan standar pelayanan, evaluasi dan pengawasan kinerja pelayanan. Bentuk keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pelayanan publik antara lain melalui penyampaian aspirasi, baik berupa saran, masukan, pengaduan dan pertanyaan kepada pemerintah daerah. Pelibatan masyarakat dalam pembangunan di Kota Pare-pare sudah berjalan ketika IUWASH pertama kali datang di kota tersebut. Pada saat itu, masyarakat sudah dilibatkan dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah yang diatur melalui Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2010 tentang Penganggaran Berbasis Masyarakat. Perda ini muncul sebagai respon terhadap 73

keengganan masyarakat untuk turut serta dalam forum Musrenbang, khususnya di tingkat kelurahan. Keengganan mereka muncul karena seringkali usulan program dari masyarakat tidak terakomodir dalam pembangunan daerah. Dengan adanya Perda tersebut, Pemerintah Kota Parepare menjamin keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan daerah, mulai dari tingkat kelurahan sampai pada keputusan anggaran. Setelah terbitnya Perda Perencanaan Penganggaran Partisipatif tersebut, pemerintah Kota Parepare mengeluarkan kebijakan lain terkait keterlibatan masyarakat dalam pelayanan publik, salah satunya yaitu Peraturan Walikota Nomor 52 tahun 2011 tentang Mekanisme Penanganan Keluhan Masyarakat. Kebijakan Tersedia, Namun Pelaksanaan Belum Optimal Melihat kondisi pelayanan publik Kota Parepare yang cukup kondusif serta dikeluarkannya peraturan-peraturan sebagai payung hukum, seharusnya kinerja di sektor layanan publik tidak bermasalah. Tetapi ternyata muncul masalah baru. SKPD mengalami kesulitan dalam menghadapi banyaknya pengaduan yang masuk dan sempitnya batas waktu untuk


merespon. Ternyata mekanisme yang sudah ada selama ini, yaitu melalui SMS, sudah tidak dapat lagi mengakomodir semua pengaduan masyarakat yang masuk. Masyarakat membutuhkan sebuah ‘ruang penampungan aspirasi’ yang lebih besar. Selain itu, mekanisme layanan pengaduan masyarakat tersebut ternyata belum banyak diketahui keberadaannya, baik oleh masyarakat maupun di kalangan SKPD sendiri. Di sisi lain, SKPD masih memiliki kendala dalam merespon aspirasi masyarakat, baik secara teknis, manajemen maupun ketersediaan sumber daya manusia. Sejumlah pertemuan pun dilaksanakan untuk mendiskusikan pengaturan mekanisme pengaduan masyarakat, termasuk meningkatkan respon dalam menanggapi keluhan masyarakat yang masuk. Koordinasi untuk Sinergi Kini, Kota Parepare telah memiliki Unit Pelayanan Pengaduan (UPP) sebagai pengelola pelayanan pengaduan masyarakat. UPP yang berada di bawah naungan Bagian Humas Pemerintah Kota Parepare ini bertindak sebagai “front office” yang menjadi pusat penerimaan keluhan dan aspirasi masyarakat. Unit ini memiliki 2 staf yang bertanggung jawab mengelola pengaduan masyarakat. Sedangkan SKPD dan Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pemerintah Kota Parepare bertindak sebagai “back office” dari pelayanan pengaduan masyarakat tersebut. Melalui serangkaian diskusi dan lokakarya dengan para pihak yang berkepentingan, diperoleh informasi bahwa SOP yang telah ditetapkan dalam Peraturan Walikota

Nomor 52 tahun 2011 tentang Mekanisme Penanganan Keluhan Masyarakat masih kurang optimal. Para pejabat di SKPD masih membutuhkan pembahasan lebih lanjut agar dicapai kesamaan persepsi mengenai bagaimana implementasi peraturan tersebut di lapangan. Selain itu, kebingungan mengenai pelaksanaan SOP ini juga terjadi karena adanya penataan struktur pemerintahan di Kota Parepare, dimana UPP dipindahkan dari Bagian Humas Pemkot Parepare ke Dinas Komunikasi dan Informatika. Mengingat situasi ini juga akan berpengaruh terhadap kinerja layanan pengaduan PDAM, maka IUWASH memfasilitasi para pihak yang berkepentingan untuk merumuskan bersama pengembangan dan pelaksanaan mekanisme umpan balik. Kegiatan ini mendapat dukungan dari sejumlah lembaga di luar PDAM dan SKPD Kota Parepare, diantaranya Forum Kota Sehat, LP2EM, Yayasan People Care, Forum Layanan Publik, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) dan Forum Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan se-kota Parepare. Selain memfasilitasi proses pelibatan para pihak, IUWASH juga membantu pengembangan sistem SMS gateway dan situs web. Dengan sistem ini, maka daya tampung pesan yang masuk menjadi tidak terbatas (unlimited) dan dapat terhubung langsung dengan situs web layanan pengaduan Pemerintah Kota Parepare. Keluhan dan aspirasi yang disampaikan melalui sms center diarahkan menggunakan nomor 0821 241 350 077 yang juga terhubung dengan situs http:// pengaduan.setdako.pareparekota.go.id/. Sinergi SKPD Pasca Pembenahan Bersama Sejak resmi digunakan, telah banyak 74

aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui nomor sms center dan situs web UPP Pemkot Parepare dengan ratarata sekitar 50 pengaduan masuk per tahun (hingga tahun 2014). Beberapa pengaduan yang masuk adalah tentang pelayanan air bersih dan kinerja PDAM Kota Parepare, yaitu sekitar 5 persen per tahun (hingga tahun 2014). Dengan pembenahan mekanisme yang telah dilakukan dan penerapan sistem teknologi yang baru, pengaduan yang ada langsung disampaikan ke Bagian Hubungan Pelanggan PDAM Kota Parepare melalui SMS center PDAM. Salah satu pengaduan yang terbaru adalah tentang aliran air PDAM yang tidak lancar di Jalan Atletik, Parepare, tertanggal 5 Maret 2015. Pengaduan yang dikirimkan oleh Jamaludin tersebut diteruskan oleh bagian Humas kepada PDAM dan diterima oleh Bagian Pelayanan Pelanggan PDAM. Sebagai respon, PDAM mengkonfirmasi kepada warga tersebut bahwa pesan sudah diterima. Kemudian dilanjutkan dengan pengiriman petugas dari bagian teknik ke lokasi dalam waktu 24 jam. Kasus lainnya adalah pengaduan anggota masyarakat yang menemukan bahwa pipa air bersih PDAM Kota Parepare menghalangi saluran air hujan, sehingga saat hujan banyak sampah yang tersendat dan menyebabkan banjir. Aduan yang diterima via situs web ini langsung ditanggapi PDAM ke lokasi untuk menata ulang pipa tersebut. Banyaknya aduan masyarakat terkait layanan PDAM ditindaklanjuti oleh pimpinan PDAM Parepare dengan perbaikan manajemen pelayanan pelanggan, yaitu membentuk tim khusus yang selalu siaga turun ke lapangan untuk


segera menindaklanjuti aduan masyarakat dan membentuk tim untuk melakukan optimalisasi jaringan distribusi pipa jaringan air bersih. Sistem layanan pengaduan ini ternyata berdampak positif bagi peningkatan kinerja para penyedia layanan. Pihak penyedia layanan kini dapat mengetahui hal apa yang harus diperbaiki untuk meningkatkan kinerja mereka. Namun demikian, penerapan teknologi maju juga harus selalu diikuti dengan pengembangan hal-hal lain yang terkait, misalnya penyesuaian terhadap kebijakan dan pembaharuan terhadap peraturanperaturan yang sudah ada, termasuk SOP pelayanan publik di setiap instansi terkait, serta peningkatan kapasitas para pegawai agar dapat mengoperasikan teknologi baru yang digunakan.

Foto: Yusuf Ahmad

75

Penanganan keluhan masyarakat terkait kebocoran pipa PDAM Kota Parepare mendapatkan respon cepat karena UPP berfungsi secara optimal.


Foto: IUWASH Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur

76


Pengarusutamaan Gender dalam Kebijakan Pembangunan di Kabupaten Maros Isu gender bukanlah hal baru dalam dunia pembangunan di Indonesia. Selama ini, berbagai metode digunakan untuk menyadarkan pemerintah dan masyarakat Indonesia agar lebih sensitif gender. Sudah tidak terhitung banyaknya lembaga terkait isu gender yang datang dan pergi mendampingi pemerintah maupun warga untuk lebih memahami dan dapat menerapkan pendekatan yang berbasis gender. Salah satu daerah yang mulai sadar betapa pentingnya is gender ini adalah Kabupaten Maros yang perlahan mulai menerapkan pengarusutamaan gender dalam setiap kebijakan mereka.

Lokakarya Nasional Berbagi Pengalaman Penerapan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Sektor Air Minum dan Sanitasi yang digelar di Makassar, 13-15 Januari 2016.

Gender, Sanitasi dan Air Bersih Seperti yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia, isu gender dalam sanitasi dan air minum masih kurang dipahami, apalagi untuk diterapkan. Berbagai masalah klasik, seperti perencanaan yang salah sasaran, penganggaran yang kurang tepat sasaran atau dampak yang belum terasa masih sering ditemukan pada kebijakankebijakan yang diterbitkan pada tahun 2010-an. Permasalahan tersebut sebenarnya berakar dari kerangka analisa gender yang salah, yaitu membedakan antara kegiatan khusus laki-laki dan perempuan . Sebagai contoh, kegiatan konstruksi atau pembangunan infrastruktur sanitasi dan air minum biasanya banyak dikerjakan oleh kaum lakilaki. Namun pemanfaatan, penggunaan dan pemeliharaannya diserahkan kepada para ibu rumah tangga. Sebagai contohnya adalah dalam hal mengolah air di tingkat masyarakat untuk dikonsumsi oleh anggota keluarga. Pengolahan air minum ini dilakukan agar anggota keluarga mereka terbebas dari penyakit seperti diare dan muntaber. Desain infrastruktur juga seringkali tidak memperhatikan aspek gender, misalnya pembangunan sarana toilet. Beberapa contoh terkait desain ini misalnya kunci kamar mandi yang dibuat seadanya sehingga jika rusak membuat perempuan maupun laki-laki menjadi tidak nyaman dalam melakukan kegiatan 77

di dalam kamar mandi. Contoh lainnya bahan untuk membangun lantai kamar mandi sering kali belum nyaman bagi lansia, anak-anak maupun perempuan yang sedang hamil. Terkadang, dalam membuat sebuah keputusan atau kebijakan yang bersifat umum, seringkali kaum perempuan tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Akibatnya, keputusan atau kebijakan tersebut sama sekali tidak menunjang keperluan khusus bagi kaum perempuan. Oleh karena itu, peran pemerintah selaku pengambil kebijakan menjadi sangat vital dalam merancang program-programnya agar lebih berperspektif gender. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, teladan pemerintah untuk lebih membuat kebijakan dan penganggaran yang setara gender akan membuat masyarakat umum sadar bahwa semua kebutuhan laki-laki dan perempuan dapat terpenuhi secara adil. Berdasarkan pertimbangan tersebut, IUWASH bekerjasama dengan Bappeda Kabupaten Maros memutuskan untuk lebih aktif memfasilitasi proses penguatan kapasitas SKPD Kabupaten Maros dalam meningkatkan pemahaman gender sehingga dengan perspektif gender yang lebih kuat maka Tim SKPD mampu menerapkan pengarusutamaan


gender dalam setiap perencanaan dan penganggaran dari program-program mereka. Strategi penguatan kapasitas ini dipilih karena dengan adanya programprogram yang responsif gender yang direncanakan oleh SKPD terkait sektor air minum dan sanitasi, maka target pencapaian akses sanitasi dan air minum yang layak bagi semua akan dapat segera diwujudkan. Pertimbangan lainnya adalah menyangkut peraturan terkait pengarusutamaan gender oleh pemerintah daerah, di Kabupaten Maros, beberapa regulasi memang sudah ada, namun ternyata masih belum secara jelas membahas konsep gender dengan benar. Perencanaan dan Penganggarana Responsif Gender, Alat Pengarusutamaan Gender dalam Program Pembangunan IUWASH pun mengusulkan Program Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) untuk mendorong pengarusutamaan gender di Kabupaten Maros. PPRG dipandang sebagai upaya pada tataran operasional untuk melaksanakan strategi pengarusutamaan gender dalam kegiatan pembangunan. Pada prinsipnya, penerapan PPRG dalam perencanaan adalah melakukan analisis kondisi dan kebutuhan yang didasarkan pada kepentingan kaum laki-laki dan perempuan yang nantinya akan dijadikan bahan untuk merumuskan program-program pembangunan, khususnya tujuan, target, kegiatan yang akan dilakukan dan capaiannya. Sedangkan dalam pangganggaran, harus ada pemilahan anggaran yang mencerminkan kebutuhan kaum laki-laki dan perempuan sesuai dengan analisis yang telah dilakukan.

Penerapan PPRG ini ternyata menunjukkan hasil. Sejak tahun 2012, rangkaian kegiatan pelatihan bagi SKPD di Kabupaten Maros untuk mendukung penerapan PPRG seringkali diadakan. Kegiatan-kegiatan pelatihan mengenai PPRG yang difasilitasi oleh IUWASH ini rutin dilaksanakan setiap tahun mengingat seringkali terjadi pergantian atau mutasi dalam tubuh SKPD. Proses Pengembangan Kapasitas SKPD untuk Pengarusutamaan Gender Dalam pelaksanaan kegiatan, IUWASH bekerja sama dengan Bappeda Kabupaten Maros, sebagai salah satu SKPD penggerak dalam penerapan pengarusutamaan gender di Kabupaten Maros. Sebagai langkah awal, sebuah lokakarya tentang PPRG dan dilanjutkan dengan penyusunan Gender Analysis Pathway (GAP), Gender Budget Statement (GBS) dan Term of Reference (TOR). Selanjutnya dilakukan pelatihan telaah GAB, GBS, TOR dan pengawasan PPRG. Pelatihan ini diberikan untuk Staf SKPD penggerak (Bappeda, Bagian Pemberdayaan Perempuan, Inspektorat dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) dan SKPD teknis yang bekerja di sektor air minum dan sanitasi (Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, PDAM, dan Dinas Pendidikan). Melalui pelatihan ini, diharapkan SKPD penggerak mampu menyusun program-program yang responsif gender. IUWASH juga melakukan bimbingan teknis (bintek) secara langsung di masing-masing SKPD saat mereka menyusun GAP, GBS, TOR untuk program-program mereka. Dalam pelaksanaan bintek, IUWASH juga dibantu oleh fasilitator dari Badan Pemberdayaan Perempuan Provinsi Sulawesi Selatan. 78

Saya akan mendorong Dinas saya tentang pentingnya rencana kegiatan dilengkapi dengan GAP, GBS dan TOR. Ramli Staf Dinas Pendidikan Kabupaten Maros

Peninggalan yang Berkelanjutan: Investasi Ilmu dan Sumberdaya Manusia Tidak seperti program-program sebelumnya di Kabupaten Maros, IUWASH memfasilitasi lima orang dari setiap SKPD untuk dilatih dan didampingi. Total peserta yang menjadi pemanfaat dari program ini adalah 35 peserta yang berasal dari berbagai SKPD, baik penggerak maupun teknis di Kabupaten Maros, seperti Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Dinas PU, BKAD (Badan Keuangan dan Administrasi Daerah), Bappeda, Inspektorat Daerah dan Bagian Pemberdayaan Wanita. Berdasarkan hasil evaluasi, seluruh personil dari SKPD diatas dinyatakan sudah dapat mejadi fasilitator PPRG untuk SKPD teknis lainnya. Salah satu peserta, Ramli dari Dinas Pendidikan Kabupaten Maros, mengatakan bahwa lokakarya PPRG ini merupakan suatu pengalaman berharga.


Pemberdayaan perempuan sebagai “penggerak” mendampingi Dinas Pendidikan, PU, Bappeda dan SKPD lain di Maros dalam penyusunan GAP, GBS dan TOR responsif gender.

Foto: IUWASH Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur

Beliau mengaku banyak memperoleh pemahaman tentang merencanakan dan menyusun anggaran program pembangunan yang lebih sensitif gender. Beliau juga mengaku menjadi paham, mengapa harus bersusah payah membuat GAP, GBS, dan TOR. Pembelajaran ini membuat dirinya termotivasi untuk segera menyelesaikan pekerjaan yang selama ini belum diselesaikan. “Saya akan mendorong Dinas saya tentang pentingnya rencana kegiatan dilengkapi dengan GAP, GBS dan TOR,” Ramli menyatakan dengan mantap. Meningkatkan Layanan Sambungan Air Minum oleh PDAM melalui Keterlibatan Pelanggan PDAM dan Pengintegrasian Gender Selain memberikan dukungan kepada SKPD untuk penyusunan perencanaan dan penganggaran responsif gender, IUWASH juga secara khusus menudukung penguatan aspek gender di dalam kegiatan Forum Komunikasi Pelanggan (FKP) PDAM. IUWASH juga telah melakukan beberapa pelatihan bagi anggota aktif FKP PDAM Tirta Bantimurung, salah

satunya adalah pelatihan Survei Gender dan Pemantauan Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas layanan PDAM yang dilakukan langsung terhadap para pelanggan PDAM. Tim dari FKP langsung diterjunkan untuk melakukan survei di wilayah mereka masing-masing.

hal tersebut. Lory mengatakan bahwa para ibu-ibu lebih mengerti tentang permasalahan layanan PDAM “Mereka bisa menceritakan permasalahannya secara detil, seperti misalnya aliran air mati lebih dari 12 jam serta kualitas air yang kurang jernih,” Lory menceritakan.

Dari hasil survei yang dipresentasikan oleh FKP PDAM Tirta Bantimurung pada bulan September 2015 yang lalu, dapat disimpulkan bahwa sektor sanitasi dapat dijadikan bahan advokasi kepada pemerintah kabupaten untuk mendukung peningkatan pelayanan infrastruktur berperspektif gender. Selain isu perspektif gender, survei ini juga menunjukkan tentang pelayanan PDAM Tirta Bantimurung yang belum maksimal seperti aliran air yang sering mati serta kualitas air yang masih di bawah standar. Keluhan-keluhan tersebut ternyata lebih banyak datang dari kaum perempuan yang memang sehari-hari merupakan pengguna langsung layanan PDAM. Ketua FKP PDAM Maros, Lory Hendradjaya mengamini

Munculnya kesadaran mengenai perlunya mendengar suara dari kelompok lakilaki dan perempuan akan menjadi hasil yang positif dan akan mendukung keberlanjutannya. Perubahan pemahaman yang diakui oleh para peserta program ini merupakan kunci bagi keberlanjutan upaya peningkatan layanan sanitasi dan air bersih, terutama di Kabupaten Maros. Keberadaan mereka yang terlibat dalam kegiatan PPRG ini menjadi investasi bagi pengembangan kualitas pembangunan Kabupaten Maros di masa depan.

79


Foto kondisi perkotaan dan lingkungan di Kota Jayapura yang kotor

Foto: IUWASH Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur

80


Mendorong Dukungan Program CSR untuk Air Bersih dan Sanitasi di Kota Jayapura

Berbagai kebijakan pemerintah yang bertujuan mensejahterakan masyarakat, termasuk dalam bidang air minum dan sanitasi sudah diluncurkan. Namun, pelayanan air bersih dan sanitasi yang layak ternyata tak kunjung optimal. Butuh kerjasama dan dukungan para pihak, terutama pihak swasta, untuk lebih terlibat agar dampaknya lebih bermakna. Untuk itu, butuh pendekatan khusus agar pihak swasta berkenan terlibat tanpa merasa ragu.

Pertemuan ‘Kopi Pagi’ untuk mendorong dukungan pihak swasta dalam pembangunan sektor air bersih dan sanitasi di Jayapura melalui program CSR.

Kondisi Pelayanan Publik di Kota Jayapura Kota Jayapura yang terletak di Kawasan Timur Indonesia merupakan pusat pemukiman terpadat di Provinsi Papua dengan luas wilayah 940 km2 dan jumlah penduduk 271,012 jiwa (tahun 2011) dengan tingkat pertumbuhan penduduk mencapai 4,10 persen per tahun. Untuk mendukung perkembangan kota, tentu membutuhkan ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai. Sarana air bersih, persampahan dan sanitasi lingkungan yang didukung dengan perilaku masyarakat yang bersih dan sehat tidak hanya berperan dalam menunjang perekonomian, tetapi juga berpengaruh pada peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Hasil studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment/ EHRA) di lima distrik Kota Jayapura pada tahun 2012 menunjukkan bahwa: a) Sebanyak 21,09 persen masyarakat masih membuang limbah ke sungai/ pantai; b) Sekitar 91persen masyarakat tidak mengolah sampah, tidak ada pemilahan sampah basah, sampah kering dan berbahaya; c) Risiko banjir di Kota Jayapura sebesar 69,9 persen; d) Sebanyak 46,9 persen masyarakat tidak melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan baik; dan e) Sebanyak 46 persen masyarakat masih belum terlayani air minum. 81

Kondisi pelayanan publik tersebut, termasuk air bersih dan sanitasi masih jauh dari ideal. Untuk memperbaiki kondisi ini, dibutuhkan kerjasama semua pihak, baik pemerintah, organisasi masyarakat sipil, maupun swasta. Oleh karena itu, butuh kerjasama multipihak untuk mengerahkan semua potensi yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kerjasama difokuskan pada keterlibatan swasta melalui skema Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan kepada seluruh pemangku kepentingannya. Menggali Potensi untuk Sinergi Kerjasama Multipihak Menurut Pemerintah Kota Jayapura, sampai dengan tahun 2013, baru sedikit perusahaan yang melaporkan pelaksanaan CSR kepada pemerintah kota. Sementara di sisi lain, banyak perusahaan yang sebenarnya sudah melakukan berbagai kegiatan CSR di Papua. Mereka umumnya mendukung pembangunan taman kota, pengadaan truk sampah, tempat sampah dan bibit pohon untuk penghijauan serta berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat. Tentu saja jika dibandingkan dengan kebutuhan Kota dan Kabupaten Jayapura, jumlah tersebut masih sangat jauh dari ideal. Terutama pada sektor air bersih dan sanitasi, dapat dikatakan masih sangat minim.


Foto: IUWASH Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur

Penyusunan strategi pemanfaatan potensi CSR di Kota dan Kabupaten Jayapura.

Rendahnya dukungan CSR dari perusahaan-perusahaan di Jayapura dalam sektor air bersih dan sanitasi ini, menurut Pemkot Jayapura, kemungkinan disebabkan belum adanya sinkronisasi komunikasi antara pemerintah daerah dengan perusahaan-perusahaan tersebut. Wakil Walikota Jayapura, DR. H. Nur Alam, M.si mengatakan bahwa kemungkinan penyebabnya adalah pihak swasta belum tahu akan kebutuhan masyarakat. “Untuk program Sanitasi khususnya air limbah, peran pihak swasta belum ada. Hal ini dikarenakan pihak swasta belum paham dan mengetahui tentang kebutuhan sanitasi masyarakat, khususnya pengelolaan air limbah,� tukas Nur Alam. Di sisi lain, pihak perusahaan kerap mengeluhkan bahwa mereka seringkali ditawari berbagai proposal dari berbagai pihak yang kadang tidak jelas maksud dan tujuannya. Hal ini membuat mereka

merasa ditodong untuk memberikan dana tanpa mengetahui untuk apa dana tersebut akan digunakan. Persoalan itu kemudian menjadi bahan penyusunan strategi IUWASH dalam mendorong pemanfaatan potensi CSR di Kota dan Kabupaten Jayapura. Strategi yang ditempuh oleh IUWASH untuk mendorong sinergi CSR ini pada dasarnya terdiri dari dua jenis. Strategi pertama adalah dengan melakukan kemitraan tiga pihak (IUWASH, perusahaan swasta dan pemerintah daerah). Lalu, strategi kedua adalah dengan membentuk Forum CSR sebagai wadah komunikasi dan koordinasi antar-CSR dengan pemerintah dan meningkatkan kapasitas Forum CSR di tingkat Kota dan Kabupaten. Mengembangkan Forum CSR Jayapura Inisiasi pembentukan Forum CSR Jayapura dikemukakan Wakil Walikota Jayapura, DR. 82

H. Nur Alam dengan bantuan IUWASH sebagai fasilitator untuk membantu dalam proses mediasi antar para pihak. Berbagai langkah sudah dilakukan oleh Forum CSR ini dalam pengembangan CSR di Jayapura, yaitu: Sosialisasi. Kegiatan ini lebih merupakan kegiatan saling berkenalan antar pihak. Tidak hanya antara pemerintah daerah dengan perusahaan, tetapi juga antara perusahaan. Kegiatan ini diisi dengan penjelasan dan/atau presentasi wilayah kerja CSR setiap perusahaan anggota forum. Hal ini penting untuk membantu perusahaan dalam mengetahui cakupan bentuk dukungan dari masing-masing perusahaan. Seringkali, sebuah cakupan wilayah kerja perusahaan berada di luar wilayah Jayapura, namun ternyata beberapa program CSR yang dilakukannya masuk ke dalam wilayah Jayapura, baik Kota ataupun kabupaten. Salah


satunya adalah PT. Freeport Indonesia yang cakupan wilayah kerjanya berada di Kabupaten Timika, namun ternyata beberapa program CSR-nya masuk ke dalam wilayah Jayapura; Sosialisasi ini juga penting untuk memperkenalkan jenis bantuan yang pernah diberikan oleh perusahaan kepada masyarakat. Dari pihak pemerintah sendiri, Pokja AMPL Kota Jayapura berkesempatan untuk menyampaikan kebutuhan air minum dan sanitasi kepada pihak swasta, memperkenalkan program air limbah, membuat kerangka pengelolaan dan teknologi yang digunakan dalam operasional mereka sehari-hari kepada pihak swasta. Sosialisi tidak hanya dilakukan dalam acara-acara formal seperti lokakarya atau seminar, tetapi juga dalam bentuk kegiatan lain yang lebih informal. Acara Kopi Pagi seringkali menjadi pilihan untuk melakukan sosialiasi. Biasanya

Logo CSR Forum Kota Jayapura

dalam sebuah lokakarya atau pertemuan resmi, seringkali pimpinan perusahaan tidak datang, tetapi diwakilkan oleh staf yang tidak punya kapasitas untuk membuat keputusan penting. Latar belakang tersebut mendorong IUWASH untuk melakukan improvisasi dengan merancang kegiatan yang lebih santai dan akrab, yaitu Coffee Morning atau Kopi Pagi. Dalam kegiatan ini, IUWASH mengundang para pimpinan perusahaan dan Pemerintah Daerah dalam suasana non-formal, santai, sembari menikmati secangkir kopi. Ternyata hal ini justru memudahkan untuk para pihak dalam menyampaikan ide dan gagasan masingmasing. Kegiatan ini pun kini menjadi kebiasaan para pemimpin perusahaan dan Pemerintah Daerah anggota Forum CSR untuk saling bertatap muka. Lokakarya pembentukan Forum CSR. Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 5 April 2015. Sebanyak 30 perusahaan, baik BUMN maupun swasta turut serta dalam lokakarya tersebut. Beberapa perusahaan yang turut serta antara lain PT Freeport Indonesia, PLN, Pelindo, PHRI, Telkom, Pertamina, dan beberapa perusahaan perbankan, dari bank pemerintah hingga bank swasta. Pada kesempatan ini, IUWASH berkesempatan untuk menyampaikan program pengelolaan air limbah agar peserta dapat mengetahui, mengerti dan berkeinginan untuk berpartisipasi dalam program tersebut. Pada kesempatan yang sama, Surat Keputusan Walikota Jayapura Nomor 54 tahun 2015 tentang Pembentukan Forum Komunikasi CSR dibacakan sekaligus membentuk Forum CSR Jayapura secara resmi. Dalam Surat Keputusan Walikota Jayapura tersebut juga ditetapkan tentang keanggotaan Forum dan bidang-bidangnya. 83

IUWASH dan Forum Komunikasi CSR Jayapura: Sambil Menyelam, Minum Air Nilai tambah yang diberikan oleh IUWASH dalam proses fasilitasi penguatan Forum CSR Jayapura adalah menjadikan Forum CSR ini sebagai wadah komunikasi terbuka bagi perusahaan untuk bersinergi. Selama ini, CSR hanya terbatas berbentuk program karitatif, seperti santunan kepada masyarakat, penyampaian bantuan dan infrastruktur ringan. Melalui Forum CSR ini, IUWASH mendorong agar semua perusahaan memiliki SOP penyaluran CSR, membentuk bidang khusus CSR dan merekrut staf khusus untuk menangani CSR yang sebenarnya sudah tercantum dalam ISO 26000 tentang CSR yang ditetapkan pada tahun 2010. Dengan keberadaan Forum CSR ini diharapkan akan terjadi proses saling bertukar pengalaman dan peningkatan kapasitas bersama antar anggota forum. IUWASH juga mengambil kesempatan untuk mendorong anggota Forum untuk mendukung program air minum dan sanitasi. Salah satunya dengan menyampaikan konsep Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) sebagai bagian sistem pengelolaan air limbah setempat (menggunakan tangki septik) untuk diolah pada IPLT. Konsep ini sangat penting karena selama ini penyedotan tinja dilakukan oleh usaha individu dengan biaya yang relatif mahal untuk satu kali penyedotan. Di sisi lain, Kota Jayapura sudah memiliki Unit Pelayanan Teknis Daerah Pengelolaan Air Limbah (UPTD PAL), namun belum optimal karena keterbatasan kendaraan operasional. Tawaran dari IUWASH memperoleh sambutan yang positif dari para anggota forum. Anggota forum sepakat untuk melakukan pembagian pendanaan


pengadaan truk penyedot lumpur tinja, sehingga terkumpul dana sebesar 160 juta rupiah. Sedangkan kekurangannya akan ditutupi dengan pengajuan proposal oleh forum ke perusahaan. Dana yang terkumpul disalurkan ke dua rekening, yaitu rekening Bank Papua dan Bank Mandiri atas nama Forum CSR.

Selama ini sudah banyak kegiatan yang kami lakukan. Tetapi rupanya Pemda tidak tahu (sehingga tidak dianggap ada kegiatan CSR oleh pemerintah). Dengan adanya forum CSR ini, semua program yang kami lakukan dapat diketahui oleh Pemerintah maupun temanteman lainnya Rianti Pane Humas PT. PLN

IUWASH juga mendukung operasional sekretariat Forum CSR, dengan menyediakan pengurus harian sebanyak tiga orang. IUWASH juga melakukan penguatan kapasitas bagi para staf tersebut dengan memberikan pelatihan tentang pemanfaatan sosial media sebagai salah satu sarana pelaporan dan publikasi. Saat ini kegiatan forum CSR sementara dilakukan di kantor Walikota Jayapura. Optimisme yang Mulai Terbit Keberadaan forum CSR di Jayapura diakui membawa angin segar bagi keberlanjutan program CSR perusahaan-perusahaan di masa yang akan datang. Salah satu pejabat Humas PLN, Rianti Pane mengaku bahwa Forum CSR ini berperan mengatasi masalah komunikasi antara pemerintah dan perusahaan-perusahaan di Jayapura selama ini. “Selama ini sudah banyak kegiatan yang kami lakukan. Tetapi rupanya Pemda tidak tahu (sehingga tidak dianggap ada kegiatan CSR oleh pemerintah). Dengan adanya forum CSR ini, semua program yang kami lakukan dapat diketahui oleh Pemerintah maupun teman-teman lainnya�. Anggota Forum CSR lainnya, Humas PT. Freeport Indonesia, Peter Tukan menyambut baik peresmian Forum

84

ini. Bagi Freeport, Forum CSR ini bisa membantu melayani banyaknya permintaan dari masyarakat. “Selama ini perusahaan kami (PT. Freeport Indonesia) cukup kewalahan karena banyaknya proposal yang masuk. Saya rasa, forum ini bisa menjadi wadah untuk dapat mempelajari dan mendiskusikannya dengan temanteman yang lain tentang bagaimana menindaklanjutinya�. Saat ini, Forum telah membuat rencana kerja dalam bentuk proposal selama lima tahun (2015-2019). Untuk tahun 2015, pengadaan truk tinja sedang dalam proses pemesanan. Selanjutnya hingga tahun 2019, Forum merencanakan beberapa kegiatan, termasuk pengadaan truk tinja dan truk penyedot tangki septik sebanyak satu unit, proyek percontohan kampung bersih dengan akses sanitasi yang lengkap (dilengkapi sarana/prasarana cuci tangan pakai sabun), pengadaan transportasi laut dan pembangunan sarana ibadah. Perencanaan program kerja ini dilakukan dalam pertemuan rutin dua bulan sekali yang dilakukan oleh Forum dan Pemerintah Kota Jayapura dalam bentuk gala dinner yang mendapat respon positif dari para anggota forum. Pertemuan rutin ini juga berfungsi sebagai ajang untuk saling berbagi pengalaman, terutama karena banyaknya anggota forum yang diganti/mutasi, sehingga dibutuhkan pengulangan pendekatan untuk menjaga keberlanjutan kegiatan program yang sudah direncanakan.



Foto: IUWASH Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur

USAID IUWASH SULAWESI SELATAN DAN INDONESIA TIMUR adalah: Budi Raharjo, Agustinus Sudarto, Abdul Muin, Agung Kurniawan, Andi Sahriah Alam, Bahran Ilmi, Brian Gerald Sendoh, Desi Patty, Ferawati Hamka, Hatta Daeng Nompo, Hendri Saputro, Ira Leman, Ismail Zainuddin, Johanis Valentino, Lily Marlina, Muh Zuhri, Nur Sudibyo, Ridwan Habibie, Rukman, Shofyan Ardiansyah, Sofyan ST, Suhartini Ridwan, Surya Akbar, Selviana Hehanussa.



USAID Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene 2016


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.