Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Page 1

Ngaji Wayang Pekan Peringatan 11th Wayang Pusaka Kemanusian Dunia


Ngaji Wayang Pekan Peringatan 11th Wayang Pusaka Kemanusian Dunia


Pesantren Kaliopak Rumah Budaya Nusantara


KATA PENGANTAR

Ngaji Wayang Orang-orang tua dahulu menyebut pagelaran wayang kulit dengan sebutan pasugatan, yang berasal dari kata sugata, artinya guru. Jadi, mendatangi pasugatan wayang kulit berarti menghadiri suatu perguruan, yang tidak hanya menunjuk kepada tempat melainkan juga proses dan peristiwa berguru. Dalam hal ini, siapakah yang menjadi guru, di mana dan apa yang diajarkannya?. Secara sederhana, dapat dikatakan dalanglah yang menjadi guru, dan yang diajarkannya adalah lakon (cerita, kisah) yang

1 dimainkan di dalam kelir (layar, tirai). Oleh karena itu, dalang sering disebut sebagai orang yang mudal piwulang (menyampaikan dan menguraikan ajaran). Menarik diperhatikan, di dalam pakeliran, ajaran diuraikan dan sekaligus tersembunyi di dalam gelaring cariyos (rangkaian cerita). Oleh karena itu, seorang dalang dituntut kemampuannya untuk menemukan dan memahami inti ajaran di dalam suatu lakon dan dengan pemahamannya itu dia mengembangkan sanggit (kreatiď€ tas pertunjukan) sehingga dapat diterima oleh penanggap dan para penontonnya dengan memuaskan. Di awal dan akhir pagelaran wayang, seringkali seorang dalang memainkan golek (boneka) di dalam kelir, sebuah ungkapan simbolik golekana (carilah), yang merupakan pesan kepada para penonton untuk mencari dan terus menggali makna-makna yang tersembunyi di dalam lakon yang sedang dan telah dimainkan. Dapatlah dipastikan bahwa para seniman yang berpartisipasi dalam pameran ini adalah para penonton wayang yang mendatangi acara pagelaran wayang kulit dengan semangat “berguruâ€? sebagaimana diuraikan di atas.


Ngaji Wayang Namun mereka adalah penonton yang kreatif, karena tidak hanya “menemukan piwulang” dan terilhami oleh sebuah lakon yang dimainkan dalam suatu pagelaran, tetapi juga terdorong untuk mengungkapkan dan menyampaikan panemunya itu kepada masyarakat luas dengan bahasa dan medianya sendiri yang beragam. Mereka menggambarkan lagi, dengan imajinasi yang bebas, sebuah lakon, atau satu adegan dalam suatu lakon, atau mengguratkan kembali sosok karakter seorang tokoh di dalam lakon wayang dengan penafsiran mereka sendiri. Dalam kadar dan batasbatas tertentu, tanpa disadari, mereka telah menjelma menjadi “dalang” pula. Demikianlah, oleh para dalang yang piawai, cerita-cerita di dalam lakon dan wayang-wayangnya begitu hidup dan kuat membawa para penontonnya hanyut di dalam kisah yang dimainkan. Di dalam kelir, antara dalang, wayang dan lakon, dengan iringan gending yang menghanyutkan, telah terjalin satu kesatuan yang tak terpisahkan, menjadi sebuah “gambar hidup” dan pada gilirannya secara lebih mendalam dan sayup-sayup menghadirkan ke dalam kesadaran penonton yang jeli, suatu “gambaran kehidupan”. Sebagaimana telah disampaikan oleh para bijak, keseluruhan unsur di dalam pagelaran wayang kulit itu adalah sasmita (lambang) yang menunjuk kepada keberadaan Tuhan. Lebih jelas lagi, bagaimana Tuhan

bertindak, mencipta dan mengatur alam semesta ini di belakang layar kehidupan. Kelir adalah jagad yang kelihatan, wayang-wayang yang ditancapkan di kiri dan kanan menggambarkan golongan makhluk-makhluk Tuhan. Batang pisang ialah bumi. Blencong adalah lampu kehidupan. Gamelan ialah keserasian antara peristiwa-peristiwa. Siapakah dalang?, Dalang adalah ruh yang “ditanggap” Tuhan untuk menggerakkan sebuah lakon kehidupan. Wayang-wayang adalah unsur-unsur di dalam tubuh (diri) kita. Dan lakon itu sendiri adalah peristiwa-peristiwa yang di alami oleh diri kita, sebagai sebuah ketentuan Tuhan Yang Maha Misteri. Sehingga, di dalam totalitas tontonan itu, kita sebetulnya sedang menyaksikan “lakon” kita sendiri sebagai instropeksi, dan di atas semua itu, Tuhan sedang menyaksikan tindakan kita, karena DIA-lah hakekatnya yang sedang “menanggap” lakon-lakon kehidupan ini. Pada titik inilah, pameran aneka ragam wayang yang diberi titel “Ngaji Wayang”. Karena, oleh para guru di dalam masyarakat Jawa, ngaji dijabarkan sebagai sebuah akronim “ngangsu kaweruh marang Kang Sawiji” (menggali pengetahuan menuju ke Yang Satu). Selamat menikmati, dan mencari, di dalam diri. - Pinggir Kaliopak, November 2014-

2


WAYANG KULIT PURWA

Ngaji Wayang

Koleksi: Ki Suharno Cermo Sugondo, S.Sn Demangan, Bangunharjo, Sewon Bantul, Yogyakarta

Hanonton ringgit manangis asekel muda hidepan, huwus wruh towin jan walulang inukir molah angucap - Prasasti Abad 11 zaman Raja Erlangga Wayang atau dalam bahasa Kawi disebut Ringgit merupakan cikal bakal dari jenis wayang yang saat ini ada di berbagai belahan Nusantara. Seperti Wayang Ukur, Wayang Golek ataupun jenis wayang lain yang termasuk dalam kreasi wayang bentuk baru. Dalam kamus perbendaharaan para dalang Wayang jenis lama mendapat sebutan Wayang Purwa. Purwa bisa diartikan tua atau kuno. Tua cerita lakon yang sering dikisahkan para dalang maupun bentuk wayang yang digunakan.

Ki Suharno S.Sn merupakan generasi penerus dalang. Dunia perdalangan telah hidup cukup lama sehingga terbentuk masyarakat dan tradisinya, yaitu sekitar 500 tahun lebih. Angka 500 tahun dihitung sejak bentuk dalang dan cerita diperbaharui pada zaman Walisanga

3


BIMA BUNGKUS

-Lakon ini menceritakan kelahiran BimaRaden Bratasena. Proses kelahiran Raden Bratasena cukup tragis dan dramatis. Raden Bratasena pertama kali dilahirkan oleh Dewi Kunthi bukan wujud seorang manusia namun berwujud Placenta. Placenta yang didalamnya berwujud bayi, sehingga orang Jawa sering menyebut Bayi Bima dengan sebutan Bayi Bungkus. Tepatnya bukan sembarang Placenta yang mudah untuk dirobek , bahkan dengan senjata yang tajamnya seribu kali tajam pisau. Hingga akhirnya orang tua Bayi Bungkus mendapatkan wangsit dewata untuk membuang bayi tersebut ke Hutan Krendawahana. Setelah dibuang bukannya bayi itu diam, namun Bayi Bungkus tumbuh semakin besar selama 8 tahun dan dapat bergerak kesana-kemari dan menghancurkan apa saja yang dilaluinya. Hutan lebat Krendawahana pun luluh lantak, sehingga membuat kekhawatiran dewata untuk segera merobek dan mengeluarkan Bayi dari bungkus. Batara Guru pun akhirnya memerintahkan Batara Narada beserta Dewi Umayi dan Gajah Sena untuk turun ke Bumi Arcapada. Setelah Bayi Bungkus diberikan pengajaran dan diberikan pakaian oleh Dewi Umayi, Bungkus pun

Ngaji Wayang diinjak dan dihancurkan oleh Gajah Sena. Keluarlah seorang manusia remaja dari Bungkus tersebut yang kemudian dipanggil dengan nama Raden Bratasena. Manusia yang dewasa mandiri dan bisa memilih antara yang baik dan buruk. Penerusan generasi untuk kelangsungan hidup manusia di alam semesta merupakan pancang dari tradisi yang terus menerus dilahirkan, digunakan dan diperbaharui. Setiap keluarga mempunyai tradisi yang akan diwariskan oleh generasinya. Seperti halnya Raden Bratasena meneruskan rantai kehidupan leluhurnya di muka bumi dengan kemandirian dan kebebasan untuk memilih mana yang baik dan buruk sebagai jalan hidupnya. Apabila bisa diartikan bahwa Placenta atau bungkus sebagai kungkungan kuat Tradisi, maka bima harus dikeluarkan setelah diberikan pendidikan dan atribut pakaian sebagai modal untuk hidup bebas. Kebebasan menentukan jalan hidupnya untuk sampai pada puncak tugas hidup dari Sang Hyang Widi, yaitu puncak kedekatan dengan Sang Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta.

4


WAYANG KULIT PURWA PRAYUNGAN

Ngaji Wayang

Koleksi: Ki Suharno Cermo Sugondo S.Sn Demangan Bangunharjo Sewon Bantul Yogyakarta

Wayang Kulit Purwa Prayungan, merupakan salah satu karya wayang kulit yang menggabungkan dua gaya atau lebih agar lebih bisa sesuai dengan selera dalang dalam penggunaannya pada praktek pakeliran. Corak gaya yang digabungkan disini adalah bentuk gaya Yogyakarta dan Surakarta, dan secara detail masih banyak sekali berbagai hal yang digabungkan sehinggamelahirkan

5


Wirata Parwa

Ngaji Wayang

Salah satu Parwa terkenal dalam Mahabarata -adalah Wirata Parwayang menceritakan pembuangan Pandhawa dalam hutan Kamyaka selama 12 tahun, dan menyamar menjadi rakyat jelata selama satu tahun. Dalam penyamarannya Pandhawa menjadi abdi di kerajaan Wirata di bawah Prabu Matswapati, dan bima menjadi abdi di tempat penyembelihan kerbau atau disebut penajagalan dan berganti nama menjadi Jagal Abilawa. Dalam rangkaian cerita tersebut kerajaan Wirata mendapat serangan kudeta dari adikadik Prabu Matswapati yang bertempat tinggal di Kadipaten Kincapura, yaitu Rupakinca, Kincarupa, dan Rajamala. Siasat kudeta yang digunakan yaitu dengan mengadakan pertandingan jago, namun jago yang disebut adalahmanusia yang diadu kekuatannya dalam perkelahian, dengan taruhan apabila rajamala kalah maka rupakinca dan seluruh

pengikutnya akan pergi meninggalkan Kadipaten Kincapura, namun jika jago Matswapati yang kalah maka Matswapati danseluruh keluarganya harus meninggalkan kerajaan Wirata, dan jago dari Rupakinca adalah Rajamala. Atas usul Wrehatnala yang merupakan penyamaran Arjuna yang menjadi banci, akhirnya Prabu Matswapati memerintahkan Abilawa (Bima) untuk menjadi jago dari kerajaan Wirata. Pertandingan adu jago manusia dilaksanakan, Bilawa melawan Rajamala dengan botoh Raden Utara dan Wratsangka yang mengawal dan mengamati perkelahian Bilawa. Perkelahian itu pun akhirnya dimenangkan oleh Bilawa selaku jago dari Matswapati ,akhir cerita semua pelaku kudeta dapat dibinasakan oleh Pandhawa yang menyamar, dan ketika waktu tepat satu tahun akhirnya Pandawa membuka jati diri dan berkumpul dengan keluarga di kerajaan Wirata.

6


WAYANG UKUR

Ngaji Wayang Berawal dari ketidakpuasan dengan kemapanan suatu tradisi, (Alm) Ki Sigit Sukasman bereksperimen dengan menciptakan wayang kulit genre baru yang diberi nama Wayang Ukur. Para penonton disuguhkan sebuah pertunjukan wayang yang dikemas dengan m e m a d u k a n s e n i L i h a t D a f t a r To k o h Te a t e r teater, tari, musik gamelan dan sastra pedalangan dipadu sentuhan artistik teknologi tata cahaya yang menawan. Boleh dibilang, Wayang Ukur mencoba menawarkan sebuah seni pertunjukan yang berwawasan globa disebut wayang ukur karena wayang gubahan Pak Kasman yang diukur secara sistematis secara matematis sehingga muncul proyeksi baru proporsional dengan bentuk tubuh wayang dan proporsi umum bentuk tubuh manusia. (Alm) Pak kasman sudah gemar dengan wayang sejak kecil hingga masa pendidikannya di ASRI dan bahkan hingga wafatnya. Wayang bagi dirinya adalah ruh kehidupan. Dalam pameran ini penitia meminjam block pertunjukan Wayang Ukur sebagai salah satu karya beliau dari Fiber cetak. Koleksi: Pondok Seni Wayang Ukur Mergangsan Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta

7


JUMENENGAN PARIKESIT

Ngaji Wayang

Raden Parikesit anak Abimanyu putra Arjuna penerus tahta Astina Pura. Setelah perang yang menghabiskan banyak tumbal, perang antara yang baik dan yang buruk, yaitu perang Baratayudha. Sebelum peperangan berkecamuk dan masih dalam masa damai Kelima pandawa menurunkan Putra, termasuk bima yang memiliki tiga putra. Namun perang pun memutus garis keturunan Pandawa dengan meninggalnya putra-putra para Pandawa. Dan yang tersisa serta yang bakal meneruskan garis keturunan Pandawa ada dalam kandungan Dewi Utari istri Abimanyu.

penting untuk menyerahkan tahta kerajaan kepada orang yang tepat. Pilihan para tetua dan Pandawa jatuh pada Parikesit yang telah dewasa dan mempunyai kecakapan untuk menggantikan Kakeknya, Prabu Puntadewa. Namun Dewa memberikan dua syarat sebelum penobatan Raden Parikesit menjadi raja, pertama Raden Parikesit dinobatkan oleh Rsi Jaladara (Baladewa) yang tak lain kakek dari jalur ibu. Kedua Raden Parikesit harus menemukan Pusaka Kalimasari yang nantinya menjadi Pusaka Kerajaan Astina Pura.

Setelah perang berakhir Dewi Utari pun melahirkan putra yang diberi nama Raden Parikesit. Setelah Pandawa memenangkan peperangan, Kerajaan Astina makmur dalam pemerintahan Prabu Puntadewa. Usia manusia tidak akan pernah berkurang tetapi terus bertambah dan semakin tua, maka Pandawa pun memutuskan untuk lepas dari pemerintahan dan menjadi pertapa. Akhirnya, sangatlah

Memilih dan memilah seseorang yang dinilai dari kecakapan serta keilmuan merupakan syarat penting dalam pemilihan Pemimpin. Selain itu, restu dari para sesepuh yang bijaksana juga menjadi syarat pokok demi keberlangsungan tampuk kepemimpinan. Restu dan do'a adalah tonggak utama ajaran para leluhur. Yaitu meneruskan tradisi yang baik dan wasiat jagad bagi pemimpin terpilih

8


KOMIK WAYANG MAHABHARATA

Ngaji Wayang

Karya: Teguh Santoso Koleksi: Dhani Valiandra Sleman,Yogyakarta

Mediumisasi penceritaan kisah Mahabarata lebih sering ditampilkan dalam sebuah pertunjukan yang lengkap dan besar dengan jumlah anggota yang lebih dari 10 orang dan bersifat kolektif, mulai dari wayang kulit, wayang golek sampai wayang orang. Namun dalam perkembangan zaman perubahan sikap kolektivitas masyarakat Indonesia mulai berubah dan jatuh pada sikap dan sifat individualistik yang disangka modern dan maju. Teguh Santoso mencoba menggarap pakeliran komik wayang ringkas yang mudah dipahami oleh generasi kekinian. Yaitu kisah Mahabarata dirintis dalam aplikasi bentuk gambar dan cerita yang dibukukan

yang kemudian dikenal di Indonesia dengan sebutan 'Komik'. Usaha beliau ialah salah satu bentuk kerja menjaga penyampaian nilai-nilai luhur jawa yang telah hidup agar tidak terlupakan oleh masa, harapannya setiap generasi dapat terus menggali nilai-nilai luhur sebagai tuntunan hidup. Usaha beliau kini diteruskan oleh putranya, Mas Dhani Valiandra.

9


Raden Bratasena Angsu-kaweruh Jati Lakon Dewa Ruci menjadi sebuah lakon yang diingat oleh pecinta wayang dan di-gandrungi, karena berisi ajaran agung dan luhur dalam tataran mistisime Jawa meskipun berbobot berat. Lakon Dewa Ruci dikenal juga sebagai lakon carangan, yaitu lakon yang tidak masuk dalam kisah besar Mahabarata asli, tetapi lakon ini digubah oleh Sunan Kalijaga. Lakon ini menceritakan kegelisahan Raden Bratasena akan ilmu sejati yang dimetaforakan dengan air, yaitu Tirta Prawitasari atau air kehidupan. Namun atas kelicikan Patih Sangkuni dan tipu muslihat kepentingan Kurawa, Begawan Drona diminta untuk memerintah Raden Bratasena mencari sesuatu yang tidak mungkin ada di dunia dan diarahkan ke tempat yang berbahaya. Begawan Drona merupakan guru Raden Bratasena dan tumpuan setiap ajaran yang diminta para muridnya termasuk Raden Bratasena sendiri. Akhirnya, Begawan Drona pun memerintahkan Raden Bratasena mencari terlebih dahulu Kayu Bung Susuhe Angin (bambu yang menjadi sarangnya angin) dan Galihe Kangkung (Jantung kangkung). Raden Bratasena pun mencari kedua hal tersebut dan bertemu dengan Dewa yang menjadi rupa raksasa, Para Dewa pun menasehati bahwa kedua hal tersebut ada dalam diri Raden Bratasena sendiri yaitu kekosongan atau kerelaan,

Ngaji Wayang

10

ketulusan dan keikhlasan. Akhirnya, Raden Bratasena pun kembali bertanya kepada Begawan Drona dan menanyakan 'apa itu Ilmu Sejati?'. Begawan Drona pun menjawab ilmu sejati sebenarnya adalah Tirta Prawitasari yang ada di dasar Samudera. Raden Bratasena pun berangkat ke dasar samudera dan bertemu dengan ular besar yang mengalahkan Raden Bratasena, namun ular besar berubah menjadi Dewa Ruci yang besarnya hanya sekelingking Raden Bratasena. Raden Bratasena pun menanyakan apa itu ilmu sejati kepada Dewa Ruci. Oleh Dewa Ruci, Raden Bratasena diminta masuk ke tubuh Dewa Ruci melalui telinganya jikalau ingin mengetahui ilmu sejati. Akhir kisah Raden Bratasena masuk ke dalam tubuh Dewa Ruci untuk di-wejang ilmu Sejatinig diri sejatining urip. Kesejatian diri dan kesejatian hidup merupakan puncak dari pencarian setiap manusia yang sadar akan tugas hidup yang telah digariskan oleh Yang Maha Kuasa. Kisah Raden Bratasena ini pun sesuai dengan mistisisme Islam bahwa melalui usaha kekosongan, kerelaan dan keikhlasan, maka akan mengantarkan manusia mengenal Yang Maha Kuasa sebagaimana disebut oleh mistisisme dan ď€ losof Islam besar abad ke-11 Imam AlGhazali dalam karangan masterpiece-nya Ihya 'Ulum Aldin “man 'arafa nafsahu fa qad 'arafa abbahuâ€?.


WAYANG SODO

Ngaji Wayang

11

Karya: Sumarsono Hadi Wardoyo Gunungbang, Bejiharjo, Karangmojo, Gn.Kidul, Yogyakarta

Medium Wayang Bahan pembuatan Wayang Sodo berupa tangkai anak daun pohon kelapa yang sudah dikeringkan, atau biasa disebut dengan “lidi”. Dalam Bahasa Jawanya, lidi adalah sodo. Agar lidi dapat mudah dibentuk menjadi wayang, lidi yang digunakan adalah lidi dari daun kelapa yang masih muda karena lentur. Dibandingkan dengan Wayang Kulit Purwa, dimensi Wayang Sodo lebih kecil. Di dalam pertunjukannya tidak menggunakan lampu, agar dapat menghasilkan bayangan sepertipertunjukan Wayang Kulit Purwa.

Wayang Sodo dikenalkan untuk pertama kali di Yogyakarta oleh Sumarsono Hadi Wardoyo. Melalui bakat dan jiwa kreativitas Sumarsono, Wayang Sodo pun lahir sebagai wayang kreasi baru. Bahan pembuatan Wayang Sodo berupa tangkai anak daun pohon kelapa yang sudah dikeringkan, atau biasa disebut dengan “lidi”. Dalam Bahasa Jawanya, lidi adalah sodo. Agar lidi dapat mudah dibentuk menjadi wayang, lidi yang digunakan adalah lidi dari daun kelapa yang masih muda karena lentur. Dibandingkan dengan Wayang Kulit Purwa, dimensi Wayang Sodo lebih kecil Di dalam pertunjukannya tidak menggunakan lampu, agar dapat menghasilkan bayangan seperti pertunjukan Wayang Kulit Purwa.


BIMA SUCI Perjalanan Bima tidak begitu saja berhenti dalam mencari ilmu dan menjalani tugas hidupnya dari Sang Hyang Widi. Tugas bagi seseorang yang telah mendapatkan ilmu adalah mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang didapat, begitu juga Bima. Setelah bertemu dengan Dewa Ruci yang oleh orang Jawa disimbolkan sebagai Ruh (Jati Diri) manusia. yaitu, Bima menyelami dalamnya lautan diri untuk bertemu dengan ruh dan kemudian kembali ke permukaan untuk mengajarkan ilmu yang didapat dari pengembaraan nun jauh. Lakon Bima Suci ini menjadi salah satu puncak pencarian, Bima yaitu tugasnya menjadi guru bagi jagad raya, yang kemudian dia mengajarkan kepada manusia yang lain dan juga dewata. Bima pun memutuskan menjadi pendeta (Pandhita) dan berganti nama menjadi Pandhita Senalodra. Guru bagi manusia yang ada di Kekaisaran besar Astina-pura. Bima mengajarkan ilmu Kasunyatan yang tidak dimiliki oleh para Dewa. Ilmu Kasunyatan mengajarkan bertauhid dan berbuat baik kepada alam semesta. Para Dewa pun merasa terlangkahi pemujaan dan ilmunya sehingga turunlah Batara Guru dan Anoman untuk berguru pula dengan

Ngaji Wayang

12

Bima.Mengamalkan ilmu bagi diri sendiri dan mengajarkan kepada orang lain merupakan tonggak utama norma antara guru dan murid dalam tataran tradisi Jawa. Guru tidak hanya mengajarkan tetapi juga memberikan keteladanan bagi para muridnya. Guru kencing berdiri murid kencing berlari, pribahasa ini merupakan kedalaman proses masyarakat Nusantara bahwa peran penting Guru adalah pokok dari pendidikan, sehingga apa yang diajarkan oleh seorang guru merupakan puncak proses dari diri manusia. Bukan muncul dari lisan saja, tetapi sudah menjadi tindakan dan pikiran setiap proses manusia hidup. Puncaknya, Hati dan pikiran adalah guru sejati yang kemudian mengantarkan manusia pada proses agung kehidupan untuk selalu dekat dengan Sang Hyang Murbeng dumadi.


WAYANG GOLEK YOGYAKARTA

Ngaji Wayang Karya: Ki Suharno Cermo Sugondho (Lampung, 11 September 1977) Demangan, Bangunharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta Hendra Andrean Somantri (Sumedang, 10 Oktober 1979) Cimasuk, RT/RW 01/007, Tanjungsari, Sumedang, Jawa Barat

Wayang Golek Mahabharata ini merupakan kreasi baru yang dibuat oleh Ki Suharno Cermo Sugondho bersama temannya Hendra Andrean Somantri. Wayang Golek ini memakai media kayu Sengon. Pemilihan kayu sengon berdasarkan pertimbangan kadar ketahanan dan keringanannya. Dengan kayu sengon yang ringan, wayang tersebut bisa dibuat dengan ukuran lebih besar, sehingga mampu terlihat dari jangkauan penonton yang menyaksikan dari jarak agak jauh.

Proses Pembuatan Finishing kayu sebelum dicat menggunakan wood ď€ ller dan sending epoxi. Pewarnaan Cat Mowillex, sandi warna sablon, dan baret emas pake gold foil.

13


Raden Werkudara dan Tiga Putranya Salah satu tokoh Pandawa yang terkenal adalah Raden Werkudara, dengan nama lain Bima, Bratasena, Bilawa (Jagal Abilawa), Wahyunindya, dan masih banyak nama lain dari Raden Werkudara. Bima mempunyai tubuh paling gagah tinggi besar diantara saudara-saudaranya, dan tinggal di Ksatriyan Jodhipati lingkungan kerajaan Amarta. Werkudara mempunyai tiga orang Istri dan dikarunia tiga orang putra dari ketiga istrinya tersebut. Dewi Naga Gini merupakan istri pertama Bima yang berasal dari Kahyangan Saptapertala, yaitu putri Dewa Naga Sang Hyang Anantaboga. berputra Raden Antareja yang juga gagah perkasa serta mempunyai kesaktian luar biasa, jika sedang murka, maka kulitnya akan bersisik dan mempunyai bisa yang sangat mematikan layaknya seekor naga, serta bisa masuk ke dalam bumi. Putra kedua Werkudara bernama Raden Gatotkaca. Raden Gatotkaca mempunyai ibu bernama Dewi Arimbi, yaitu istri Werkudara yang kedua dari kerajaan Pringgondani putri raja raksasa Prabu Tremboko. Raden Gatotkaca mempunyai sejarah perjalanan hidup yang banyak menjadi cerita lakon dalam pertunjukan wayang kulit purwa. Kesaktian Gatotkaca

Ngaji Wayang

14

juga sangat luar biasa, bisa terbang laksana burung garuda, mempunyai mata surya kanta sehingga mempunyai penglihatan yang terang saat malam hari, serta banyak aji kesaktian di tubuhnya yang membuat Gatotkaca menjadi kesatriya sakti dan mandraguna. Putra ketiga Bima adalah Raden Antasena, yang mempunyai karakter unik karena kecerdasannya yang istimewa sehingga sering dianggap sakit jiwa. Raden Antasena seperti Bima yang tidak bisa bertata-krama dengan yang lebih tua darinya. Antasena lahir dari istri ketiga Bratasena yang bernama Dewi Urang Ayu yang berasal dari Kahyangan Dhasaring Samodra putri dewa Ikan Sang Hyang Baruna. Antasena juga mempunyai kesaktian yang luar biasa, mempunyai bisa (racun) yang mematikan yang terletak pada sungut (tanduk) di keningnya, juga mempunyai insang sehingga bisa masuk ke dalam air layaknya seekor ikan. Ketiga Putra Bima sangat berbakti kepada orang tuanya, menyayangi saudara-saudaranya, serta mempunyai jiwa patriot membela bangsa dan Negara.


WAYANG GOLEK MENAK

Ngaji Wayang

15

Koleksi: Ki Suharno Cermo Sugondo S.Sn Demangan Bangunharjo Sewon Bantul Yogyakarta

Selain epos Mahabarata dan Ramayana, cerita menak merupakan karya ď€ ksi yang banyak menginspirasi orang Nusantara, khususnya juga orang Jawa meski saat ini cerita Menak kurang diminati dibandingkan minat orang Jawa terhadap kedua epos dari India. Faktanya dari cerita Menak, di Jawa, lahir sejumlah karya sastra dan budaya yang bermutu tinggi. Dari cerita Menak lahirlah karya seni adiluhung seperti Wayang Kulit Menak yang awalnya dibuat oleh Kyai Trunadipa dari Baturetno Wonogiri, Wayang Golek Menak yang awalnya dibuat oleh Sunan Kudus,

Wayang Orang Menak, pengabadian dalam bentuk sendratari yang dilakukan pada masa Sultan Hamengkubuwono IX "Beksa Golek Menak", dan berbagai karya sastra seperti serat yang digubah oleh R. Ng. Yasadipuro I dan R. Ng. Yasadipura II (Pujangga Kasunanan Surakarta). Atau karya sastra "Serat Menak Branta" yang dikerjakan pada masa Sultan Yogyakarta Hamengkubuwono VI atas perintah putrinya Gusti Kanjeng Ratusasi, oleh Adi Triyono dan Tukiyo. Atau nama tokoh dalam serat menak yang kemudian menjadi inspirasi untuk nama berbagai primbon. Sebut aja Primbon Adam Makna, Primbon Betal Jemur, Primbon Bekti Jamal, Primbon Lukman Hakim Adam Makna, Primbon Kuraisyin Adam Makna, dan lain sebagainya.


WAYANG BEBER

Ngaji Wayang

16

Wayang Beber Remeng Mangunjaya (Gulungan Keempat)� 70 x 335 cm | Cat Poster di Kertas | Yogyakarta, 2014 Karya di atas merupakan karya duplikasi dari Wayang Beber lakon Remeng Mangunjaya gulungan keempat. Lakon Remeng Mangunjaya bercerita tentang empat pejagong atau adegan dari pertempuran antara Raden Panji Asmarabangun, Raden Gunungsari, Bancak Enggel, Bancak Doyok dan pasukannya melawan Prabu Klana Brakumara, Patih Gajah Gurito, Wewe Putih beserta pasukannya.

dan pelukis. Sejak kecil ia telah menekuni dunia seni lukis dan telah menerima penghargaan dalam bidang seni rupa sebanyak 54 penghargaan baik nasional maupun internasional. Di antaranya adalah dari Jepang, kemudian dari "Certiď€ cate Of Merit Art Exhibition-Republic of Korea", Silver and Bronze Medal for a Painting dari "Shankar's International" dan lain-lain.

Indiria Maharsi saat ini berprofesi sebagai dosen program studi Desain Komunikasi Visual di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Kesibukan lainnya adalah sebagai illustrator, komikus, desainer graď€ s, penulis

Karya (Duplikasi): Indiria Maharsi, MSn Alumnus Penciptaan Seni Pascasarjana ISI YK


WAYANG ONTHEL

Ngaji Wayang

17

Instalator: Agung Dragon Dalang : Andri Topo Jl. Sarwo Edi Wibowo, Gg. Sadewa, Pakelan, Magelang, Jateng

Nilai Filosoď€ s Nama tokoh atau karakter dalam wayang Onthel pun tidak mengikuti pakem layaknya Wayang Purwa, melainkan diciptakan sesuai kebutuhan para seniman "VOC" dalam merespon dinamika kehidupan faktual dan aktual sehari-hari lingkungan sosialnya.Khusus untuk gunungan, Wayang Onthel memberikan nuansa universal dengan melingkarkan rantai sebagai simbolnya. Medium Wayang Berbeda dengan Wayang Kulit Purwa yang tentunya menggunakan kulit, Wayang Onthel menggunakan bahan onderdil dan alat-alat bengkel sepeda kuno. Begitupun dengan instrumen musik pengiringnya yang merupakan perpaduan antara gamelan dengan perkusi yang dibuat dari onderdil dan alat-alat bengkel.

Selain itu, termuat tiga berko (lampu sepeda) sebagai penggambaran iman, islam, dan ikhsan. Selain berko, dinamo lampu pun disertakan di dalamnya yang menyimbolkan siklus kehidupan yang musti terus berjalan.


POTRET DIRI

Ngaji Wayang

18

Karya: TARMAN Alumnus Seni Rupa ISI YK (1989-1895) @ 90 x 125 cm Mixed Media Kain Rajut & Alumunium Yogyakarta, 2010-2011

desanya di Majenang, Cilacap. Di Tahun 80-an, wayang orang masih menjadi suatu tontonan hiburan yang digandrungi masyarakat. M e n g g u n a k a n m a h k o t a k e r a j a a n , p e r u p a Ta r m a n menampilkan sosoknya dalam wujud Kresna. Baginya, Kresna merupakan salah satu tokoh paling bijaksana dalam kisah wayang Mahabharata. Kharisma dan kebijaksaannya menjadi pesona sekaligus ajaran berperilaku bagi seorang Tarman. Kedua karyanya tersebut adalah buah inspirasi tentang kesenian wayang orang, yang memiliki nama lain "ketoprak" atau "sandirwara". Ia membayangkan dirinya adalah seorang pemain ketoprak yang sedang memainkan tokoh sebagai Kresna. Lahir dan tumbuh di daerah perbatasan Jawa dan Sunda, kawasan Majenang, Cilacap, perupa Tarman memiliki memori manis masa kecil di saat-saat menonton pertunjukan wayang orang di

Ia adalah salah satu penikmat jenis kesenian tersebut. Akan tetapi seiring pergantian generasi, wayang orang, sebagaimana bentuk-bentuk kesenian lokal lainnya, mengalami degradasi minat dari selera masyarakat yang terus berubah. Kian waktu pertunjukannya pun semakin langka karena banyak di antaranya yang.gulung tikar. Fenomena pergeseran budaya ini menjadi latar belakang kegelisahan Tarman dalam menciptakan karya Potret Dirinya.


Wayang Beber II

Ngaji Wayang

19

Karya: Slamet Riyadi Alumnus Seni Rupa ISI YK 1994 Dra. Farida Alumnus Etnomusikologi ISI YK 1992 40 x 50 cm Benang Sulam di Kain Yogyakarta, 2009

untuk menguji kesetiaan sang suami yang tak lain adalah Prabu Panji. Karya ini merupakan bagian kedua dari episode Wayang Beber. Dalam karya pertama, cerita masih berisikan lengkap dengan Dewi Sekartadji. Sedangkan di karya kedua merupakan penceritaan saat Dewi Dalam karya ini tersaji cerita wayang Panji dengan tokoh Panji Sekartadji sedang pergi. Asmara Bangun, Bantak, Doyok. Adegan di dalamnya mengisahkan Panji yang sedang membahas kepergian Dewi Sekar Tadji di sebuah Karya kedua memang menekankan pendopo taman. Sementara itu di balik dinding pendopo, ada dua sisi kisah tentang kesetiaan, dimana utusan dari Kediri yang penasaran akan ketampanan Panji hal tersebut akan selalu diuji. Tiap yang sering dipergunjingkan. Namun, dalam adegan ini sosok kesetiaan mendatangkanujian bagi Panji sesungguhnya sedang menyamarsebagai Jaka seberapa besar keyakinan yang Kumbang Kuning. Kepergian Dewi Sekartadji dimaksudkan berhasil dipegang teguh.


Dialog Semar

Ngaji Wayang

Dialog antara Pandawa (Brotoseno, Setyaki, Arjuna) dengan Punakawan (Semar, Petruk, Gareng, Bagong). Dengan latar belakang pohon yang mewakili gunungan menyimbolkan alam semesta yang harus dijaga. "Siapapun yang memimpin atau berkuasa nantinya, ia harus mempunyai kesadaran akan lingkungan dan alamnya", demikian petuah yang disampaikan oleh Punakawan terhadap Pandawa.

Karya: Slamet Riyadi Alumnus Seni Rupa ISI YK 1994 Dra. Farida Alumnus Etnomusikologi ISI YK 1992 46 x 46 cm Benang Sulam di Kain Yogyakarta, 2005

Meski Punakawan kerap dilihat sebagai rakyat jelata, namun karena kebijaksanaannya mereka selalu diminta nasihat-nasihatnya sebagai panutan dalam berperilaku.Kedua karya ini lahir dari gagasan Slamet Riadi tentang wayang yang sarat dengan nilai-nilai ď€ losoď€ s. Proses pembuatannya unik, sebab Dialog Semar adalah kolaborasi antara ide sketsa dari Slamet dengan sulaman tangan sang istri, Farida. Tujuannya tak lain untuk melestarikan seni wayang dengan medium dan penyajian

20


KETEGUHAN HATI

Ngaji Wayang

21

Karya: Agus Nuryanto Seni Rupa STSI Surakarta (1992-1995) 70 x 110 cm Cat Akrilik di Kanvas Yogyakarta, 2009

Keteguhan Hati mengambil cerita perjalanan Bima mencari Tirta Prawitasari di tengah samudera atas perintah gurunya. Dari kisah tersebut, hikmah yang dapat diambil adalah keteguhan hati Bima dalam menjalani tugas dan tanggung-jawabnya. Bima dalam urutan usia yang matang dewasa, sehingga menghadapi urusan apa saja dapat terselesaikan. Pendiriannya teguh, keinginannya kuat, dan tidak mudah putus asa. Kebulatan semangat atas keyakinannya pantas untuk diteladani.Sebagaimana sunnah Rasul, barangsiapa bersungguh-sungguh dalam menjalani sesuatu, niscaya akan berhasil.Agus Nuryanto telah menyelenggarakan

pameran tunggal maupun bersama sejak tahun 1994. Kecintaannya pada wayang, menjadikan wayang sebagai subjek utama dalam wujud visual maupun artistik karyanya. Wayang bukan hanya ekspresi dunia tradisi, melainkan juga manifestasi ď€ losoď€ s dari jagat besar (alam semesta) untuk direalisasikan ke dalam jagat kecil (alam diri atau jiwa). Relevansinya sebagai ajaran kehidupan sepanjang generasi, membuat wayang memungkinkan untuk selalu diterjemahkan dari waktu ke waktu.


MESU BUDHI

Cerita pewayangan banyak yang memuat tentang kearifan lokal terutama dalam hal pencarian jati diri. "Mesu Budhi" dalam hal ini memiliki arti berkontemplasi, olah batin, atau bercermin diri. Bagi Ardian Kresna, konsep dalam kisah atau lakon wayang: "Begawan Mintaraga" atau "Arjuna Wiwaha", sangat membekas dan mempengaruhi perjalanan hidupnya. Terutama dalam hal pencarian rasa keilahian dalam diri, yang hingga kini masih dipenuhi kegelisahan dan nafsu lahiriah. Kontemplasi Arjuna dalam kisah itu pun kemudian ia coba

Ngaji Wayang

22

terapkan dalam pencarian pengalaman batin dirinya sendiri menuju 'Jalan Tuhan' yang lebih terarah, hingga lahirlah karya rupa dua dimensi ini. Belajar seni rupa secara otodidak, Ardian Kresna memulai proses kesenirupaannya dari belajar melalui buku-buku seni rupa, bergaul dengan para seniman, hingga berkarya langsung di lapangan seni. Ia pun memiliki kecintaan pada sejarah, budaya, religi, dan ď€ lsafat Jawa yang sudah tumbuh sejak kanak-kanak. Demi menekuni cerita pewayangan, Ardian biasa mempelajarinya melalui berbagai cara, antara lain media buku, maupun berdiskusi langsung dengan para dalang atau pakar wayang di Yogyakarta dan Surakarta. Karya-karyanya di luar dunia seni lukis adalah beberapa tulisan esai dan novel yang diterbitkan oleh Divapress, Mediapressindo, Narasi & Mata Padi Press. Karya: Ardian Kresna Alumnus FISIPOL UNSOED Purwokerto (1991-1997) 100 x 150 cm Cat Minyak di Kanvas Yogyakarta, 2013


MENUJU KESEIMBANGAN

Ngaji Wayang

23

SUHARDI | Seri Rupa IKIP Yogyakarta (1983-1987) 70 x 90 cm, Cat Akrilik di Kanvas, Yogyakarta, 2014 Namun ada kalanya, di tengah waktu berproses pun manusia perlu bereeksi, sehingga di dalam gambar terlukis api yang semula berpijar merah perlahan meredup hijau. Warna hijau menampilkan segi reektif dari hidup manusia. Artinya, dalam proses hidup apapun, manusia perlu menepi sejenak demi merenungi dan memaknai tiap segi dari perjalanan hidupnya. Di sisi lain, gambar bintang dari bandul kalung petruk merupakan simbol ketuhanan.

Lukisan Suhardi menggambarkan sosok Petruk sebagai gur utama. Petruk berasal dari kata "patra" yang berarti sifat-sifat yang baik. Di karya ini Petruk berdiri di atas batu dengan hanya menggunakan satu kaki, serta sebelah kakinya yang lain menahan beban batumerupakan sebuah metafor dari proses pertapaan di tengah cobaan yang dihadapi. Keseimbangan posisi tersebut dapat dicapai karena kedua tangan Petruk memegang erat kekayon. Kekayon di sini melambangkan kehidupan. Warna merah membara menghiasi kekayon bagian atas, sebagai simbol api, sebuah kobaran semangat dari proses hidup manusia.

Secara losos, Suhardi melukiskan karyanya dalam narasi tentang dinamika perjalanan hidup manusia. Cobaan dan rintangan pasti menghampiri, meskipun demikian segalanya akan mampu dilewati apabila manusia tetap berpegang teguh pada hakikat kehidupan yang memiliki jalinan maknanya terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Lukisan Suhardi pada dasarnya menyimpan spirit untuk memurnikan jiwa manusia. Dengan merangkai jalinan estetikanya, Suhardi membuat kandungan pesan dalam karyanya tidak menjadi terlampau tajam bagi mereka yang menikmati. Pilihan Suhardi menggunakan media kayu sebagai tekstur dari gur-gur dalam lukisannya memiliki alasan khusus. Baginya, tekstur kayu memiliki nilai artistik tersendiri. Kayu yang berasal dari pohon, memiliki proses pertumbuhan dari biji, benih, tunas, batang, ranting, batang, daun, hingga kemudian buah. Rangkaian pertumbuhan ini persis seperti proses manusia lahir dan berkembang. Atas dasar itulah, Suhardi menggunakan kayu sebagai material utama lukisannya.


Perundingan Kresna dan Arjuna

Ngaji Wayang

24

Karya: Alm. RASTIKA Koleksi: Perupa Nasirun 48 x 73 cm | Cat Akrilik di Kaca |Cirebon, 2009

Cerita yang termanifestasikan dalam lukisan kaca Rastika ini menjelaskan tentang sebuah pertemuan antara Kresna dan Arjuna yang didampingi oleh empat Punakawan. Dalam perang Bharatayuda, Kresna adalah penasihat utama dari putra-putra Pandawa. Pertemuan tersebut merundingkan strategi perang di Palagan Kurusetra. Kresna merupakan simbol dari Pamomong Wiji Ratu, artinya pembimbing atau pengasuh bibit-bibit penguasa. Diramalkan bahwa semua anak raja yang diasuh oleh para Punakawan ini kelak akan menjadi raja. Menariknya, ternyata tidak satupun dari

mereka menjadi raja di Hastinapura, melainkan justru cucu Arjuna, Parikesit Jumenengan Noto yang pada akhirnya menjadi raja agung di Hastinapura. Rastika memang seorang maestro lukisan kaca di Indonesia. Ia sudah melukis sejak usia 10 tahun. Anak karyanya menampilkan motif-motif hasil peleburan antara tradisi Jawa-Hindu, Islam, Tionghoa, dan Sunda Cirebon. Keharmoniannya terwujud dalam ď€ gur tokoh dan simbol atau aksen estetisnya. Misalkan, pada gambar Arjuna dan Kresna yang bernuansa sangat Jawa-Hindu, akan tetapi pada tokoh punakawannya, ciri Sunda Cirebonnya tampil sangat kental. Terlebih lagi bila memperhatikan ornamen mega mendungnya yang menjadi ciri khas utama dari tradisi seni hias Cirebon. Semua perpaduan tersebut menjelma sebuah kekhasan atau identitas sendiri dalam bentuk dan warna karya-karya seorang Rastika. Ia berhasil menjalin akar kultural dengan alam dan tradisi masyarakat dimana ia hidup. Itulah yang membuat Rastika mampu melegenda dalam seni lukis kaca Indonesia.


Sholat Iku Wajib, Shodaqoh Iku Utama

Ngaji Wayang

25

Karya: Drs. Subandi Giyanto Seni Rupa IKIP Negeri YK (1979-1986) 40 x 50 cm | Cat Akrilik di Kaca | Yogyakarta, 2014

Karya ini bercerita tentang ajakan untuk sholat dan shodaqoh. Pada gambar terdapat tokoh Petruk, Gareng dan Bagong. Tokoh Petruk menjadi ustadz yang mengajak Gareng dan Bagong untuk sholat dan shodaqoh. Gareng, meski memiliki tubuh kurus dan kecil (bisa juga dianggap bentuk dari orang miskin), dia senang memberi shodaqoh. Hal ini berbanding terbalik dengan Bagong yang bertubuh gemuk (bisa juga dianggap bentuk dari orang kaya), tapi enggan membagi hartanya untuk

shodaqoh. Subandi Giyanto menciptakan karyanya setelah terilhami dari suatu ceramah di radio, berkaitan dengan keutamaan sholat dan shodaqoh. Pitutur tersebut kemudian diekspresikan olehnya ke dalam lukisan kaca. Hampir seluruh pembuatan karya Subandi memperoleh inspirasinya dari pitutur orang-orang tua dahulu, ada beberapa yang merupakan respons langsung setelah melihat atau mendengar peristiwa-peristiwa di sekitarnya. Lahir dari keluarga penatah wayang, Subandi telah belajar natah dan nyungging wayang kulit dari ayahnnya yang bernama Giyanto Wiguna sejak berusia 7 tahun. Ia beberapa kali memenangkan perlombaan seni saat bersekolah dasar dan menengah. Di tahun 1975 dirinnya mulai diperkenalkan ke Sanggar Bambu oleh gurunya, Supono PR. Kemudian pada tahun 1979, Subandi mulai beralih menekuni lukisan kaca hingga sekarang. Akan tetapi, ia juga masih tetap sesekali membuat wayang kulit serta melukis wayang di kanvas. Punakawan merupakan tokoh utama dalam karyakaryanya, sebab menggambarkan representasi wong cilik sehingga mudah baginya untuk mengekspresikan idenya lewat tokoh-tokoh tersebut.


Mencari Kayu Gong Susuhing Angin

Ngaji Wayang

26

kayu Gong Susuhing Angin ini termasuk ke dalam tema pertama dari lakon Dewa Ruci. Di tahap atau tema selanjutnya, diceritakan bahwa Bima (Merkudara) berupaya Mencari Banyu Suci Prawitasari. Namun naas, di tengah jalan ia harus menghadapi dua raksasa. Secara loso, rangkaian kisah dari lukisan kaca Sulasno berupaya menuturkan bahwa tiap-tiap manusia untuk memperoleh kewahyuan, identitas, maupun karakteristik perlu melampaui ujian naik-gunung turun samudera terlebih dahulu. Kedua raksasa dalam gambar tersebut adalah penggoda. Kisah ini memiliki inti suatu pencarian jati diri.

“Mencari Kayu Gong Susuhing Angin”, dalam Bahasa Indonesia memiliki arti Mencari Kayu Besar Sarangnya Angin. Ini adalah sebuah metafor untuk menyebut hidung manusia. Bila ditelusuri lebih dalam, maknanya menjelaskan soal proses pernafasan melalui hidung sebagai jalan masuk dan keluarnya angin atau udara. Nafas, merupakan aspek penting dalam sistem biologis maupun dimensi keruhanian manusia. Pengaturan nafas menjadi syarat utama dalam pengolahan emosi tubuh dan jiwa. Dengan demikian nafas bagi kehidupan manusia merupakan penentu segalanya, baik aspek sik maupun batin.Karya Sulasno, Mencari

Sebagaimana perang Bharatayuda, alam dunia pun pada dasarnya adalah sebuah pertempuan. Pertempuran batin yang bermakna pencarian jati diri. Kelak di dalam kisah Mencari Banyu Suci Prawitasari, Bima akan bertemu dengan miniatur Bima berwarna putih tepat di dadanya. Simbol ini sebagai simbol ruhaniah Bima. Jadi proses perjalanan hidup manusia, pada dasarnya mencari identitas dirinya. Hal ini merupakan proses ruhaniah, sebab terkait pula dengan pencarian akar keilahianNya. Manusia pernah hidup di alam ruh, di alam gua garba (alam kandungan), lalu muncul di alam dunia, dan pada akhirnya akan berpulang ke alam ruh kembali. Dalam kehidupan di alam dunia lah, manusia ditakdirkan untuk berperang, perang secara batin. Di lakon wayang, perang Bharatayuda merepresentasikan tentang ini. Ketika manusia telah mampu melampaui perang dalam jiwanya sendiri, sesungguhnya ia telah “murca”, atau telah memasuki fase sustik dalam kehidupannya. Ia hidup di dunia, akan tetapi tidak lagi terikat olehnya.

Karya : Sulasno Koleksi: Perupa Nasirun 48,5 x 58,5 cm | Cat Akrilik di Kaca | Yogyakarta, 2005


JADZAB

Ngaji Wayang

27

Karya: NASIRUN Seni Rupa ISI Yogyakarta 90 x 145 cm Oil on Canvas Yogyakarta 2014


Dokumentasi Pagelaran Wayang

Ngaji Wayang

Pagelaran Wayang Milenium Kalijaga 2013 Pesantren Kaliopak Yogyakarta

28


Ngaji Wayang

Pagelaran Wayang Milenium Kalijaga 2013 Pesantren Kaliopak Yogyakarta

29


Ngaji Wayang

Pagelaran Wayang Milenium Kalijaga 2013 Pesantren Kaliopak Yogyakarta

30


Dokumentasi KIRAB GUNUNGAN

Ngaji Wayang

Gunungan Kayon Karya: Komunitas Pojok Dusun Onggopatran, Piyungan 11x5 m | Bahan: Bambu, Pelepah Pisang Akar Pohon

Kirab Gunungan Menuju Pesantren Kaliopak 2014 Yogyakarta

31


Terima kasih kepada:

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Warga Klenggotan, Srimulyo, Piyungan Lesbumi | NU Online | Kedaulatan Rakyat Jogja Review | Museum Nasirun | Nasirun Subandi Giyanto | Sulasno | Tarman Slamet Riadi | Ardian Kresna | Lukman T. Ki Suharno Cermo | Komunitas Sukro Kasih Agus Nuryanto | Wayang Onthel Magelang Sumarsono | Rumah Seni Sidoarum Wayang Ukur Sukasman | Ki Udreko Dhani Valyandra | Yoyok (Wayang Ukur) Komunitas Pojok | Sanggar Nuun


Pesantren Kaliopak Rumah Budaya Nusantara Jl.Wonosari KM 11, Klenggotan, Srimulyo Piyungan, Bantul, Yogyakarta

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Pesantren kaliopak,

P_Kaliopak,


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.