aN OmbudsmIndonesia
Catatan Redaksi
REFERENSI TERPERCAYA HUKUM DAN BISNIS
Pemimpin Umum : Haposan Hutagalung, SH.
Pemimpin Redaksi/ : Gerard da Silva Pemimpin Perusahaan/ Penanggung Jawab Office Manager : Yohanes Ngamal Dewan Redaksi : Paul Sukran A. Gani, Muchtar Lutfhi, M. Jaya, Hartono Tanuwidjaja, Mikael Mali, Frans Roi Lewar. Redaksi : Amri Siregar, Hendarman MD, Yori, Dewi Anggraeni. Redaksi Daerah : M. Amin (Makassar), Nandi Sunandi (Jabar III), Agus Manurung (Cirebon), Christian HCS, Bambang S (Lampung), Mangitua Sinaga (Bekasi), Doni Budiman, Budi Chaerul (Bandung Raya), Johny Aliandoe (NTT), Manahan Saragih, Anita TM (Sumut), Han B. Hardiyanto, M. Faizin (Semarang), Edo da Silva (Kendari), Harun Bless (Papua Barat), Anggi Sinaga (Riau). Sekretaris Redaksi : Maya PD Bussines Development : Riska H, Imelda Tenyala, Bernard da Silva, Don Ndaimanu, Ilham Marsaoly Layout/Web : Philip Weking Sirkulasi : Taman Pustaka Agency Perwakilan/Biro : Wahyono, Karabil H (Bekasi), Iing Rohimin (Indramayu), M. Yahya, Haming (Sulbar), Gokkon S (Riau), K. Sitanggang, Wisman Sinaga (Rohil), Ahmad Tumanggor (Rohul), Pohan, Sawaluddin H, Priyatman S (Sumut), Barry, Wahyu, K. Dhewi Dewantari (Yogyakarta), Walaupun Sarumaha (Nias), Kevin Simorangkir (Batam), Jhony Aliandoe (NTT), Edian Usnady (Jambi), Arihepi Raharjo (Pontianak), Syamsuddin (Makassar), Rizal Wahyudi (Kaltara), Dedison Jupray, Lidya Haw Liah (Kaltim), Ema Pluto (Tapanuli Tengah). Bagian Umum : Fernandito Alamat Redaksi/ : Jl. Inspeksi Saluran Kalimalang, No. 28 B, Sirkulasi Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur, 13420 Telp. 021 - 2298 6720 E-mail : ombudsman.indonesia@yahoo.co.id Website : www.majalahombudsmanindonesia.com Rekening : Bank Central Asia (BCA) AC No. : 7600510546 A/N : PT. Tritunggal Mandiri Sentosa Penerbit : PT. Tritunggal Mandiri Sentosa Penasehat Hukum : Haposan Hutagalung & Partners
!
Wartawan Majalah Ombudsman Indonesia selalau dibekali tanda pengenal resmi dan tidak diperkenankan meminta apapun yang melanggar kode etik wartawan Indonesia!
Rekan pembaca yang terkasih... Saat ini suasana kantor kami bertambah semarak dengan kehadiran rekan Iwa Kuswara yang berprofesi sebagai fotografer. Sebagian foto pada edisi ini adalah karya ayah delapan anak asal Bogor ini. Kang Iwa, demikian panggilan akrab rekan kami ini, sebenarnya bukan hanya membantu di media ini. Keahliannya dalam menghasilkan fotofoto berita yang unggul membuat dia juga diminta bantuan di beberapa media lain. Selain Kang Iwa, ada lagi tenaga baru yang membantu di redakkdasi. Reza Pahlevi, adalah desain yang merangkap sebagai ilustrator. Segala diamika di dunia pers tetap akan kami tangkap dengan segala dinamika dan proses kreativitas, semaksimal mungkin yang dapat kami ekspresikan. Kami ingin produk kami dapat tetap bersaing di jagad persilatan media masa di Tanah Air, baik cetak maupun online. Pada edisi ini, kami yang telah berpindah ke markas baru di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, harus menyesuaikan diri dengan suasana kantor baru. Team work tetap kami pertahankan, bahu-membahu, dalam suasana yang serius tanpa harus berkerut dahi, dalam suasana santai tapi tetap serius menyelesaikan target yang menjadi tanggung-jawab masing-masing. Dalam kepentingan pemberitaan dan bisnis, kami pun mengajak berbagai pihak, klien, relasi, vendor untuk bekerjasama, dengan tetap mempertahankan kemandirian sebagai pers yang bebas dan mandiri. Edisi ini, kami menampilkan organisasi advokat, Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) sebagai pihak yang mempercayai kami sebagai media partner. Semua hasilnya kami tuangkan lewat cover story edisi ini. Selamat menikmati.*
3
4
SURAT PEMBACA Siaran Pers!
Kejaksaan Berduka Atas Kecelakaan JT610
Ilustrasi kecelakaan Lion Air JT610.
J
aksa Agung H.M. Prasetyo didampingi para Jaksa Agung Muda, Kepala Badan Diklat Kejaksaan beserta jajaran pejabat eselon II Kejaksaan menyambangi rumah keluarga para korban kecelakaan pesawat Lion Air JT610 rute Jakarta-Pangkal Pinang, Senin (29/10/18) yang lalu. Wajah pimpinan Korps Adhyaksa itu tampak berduka dan merasa kehilangan karena dari 189 korban yang meninggal dunia, terdapat lima orang warganya. “Kami ikut berbelasungkawa semoga para korban mendapatkan tempat terbaik di sisiNya dan diampuni semua dosa-dosanya. Tak lupa kami doakan agar keluarga diberikan ketabahan dalam menghadapi cobaan ini,� kata Jaksa Agung di Jakarta, Selasa (30/10/18) yang lalu. Kediaman korban yang pertama dikunjungi adalah keluarga Andri Wiranofa di bilangan Jakarta Timur. Andri merupakan Koordinator pada Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung dan Isterinya Nia Soegiono berencana kembali ke Pangkal Pinang setelah menghabiskan akhir pekan bersama keluarga di Ibukota. Namun sayangnya nasib berkata lain, pesawat Lion Air yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan. Selain Andri dan isteri, terdapat tiga warga Adhyaksa lainnya yakni; Kasi Pidsus Pangkal Pinang Dody Djoenady (no manifest 075, seat 19E), Jaksa Fungsional Bangka Selatan Shandy Johan Ramadhan (no manifest122, Seat 7F) dan Staff Ttata Usaha Kejaksaan Tinggi Bangka Bleitung yang turut meninggal dunia pada penerbangan tersebut. Selain untuk mengucapkan turut
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
Jaksa Agung H.M.. Prasetyo saat mengunjungi korban pesawat Llion Air JT610.
Suasana pemakaman Jaksa Dody Djoenady.
berduka cita dan rasa kehiangan yang begitu besar, Jaksa Agung beserta Jaksa Agung Muda dan Kepaa Badan Diklat Kejaksaan memberikan santunan pada para keluarga korban. Kejaksaan akan
mendampingi keluarga korban hingga jenazah ditemukan dan dapat dimakamkan dengan layak. Kepala Pusat Penerangan Hukum Dr. Mukri, SH., MH.
www.majalahombudsmanindonesia.com
SURAT PEMBACA 5 Siaran Pers!
Perkembangan Kasus Tersangka DAP alias ADP
Ahmad Dani saat didemo massa di Surabaya yang tolak acara #2019GantiPresiden.
Penanganan Perkara: 1. Kejaksaan Tiunggi Jawa Timur telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyelidikan (SPDP) Nomor: B/278/X/Res.2.5/2018/ Ditreskrimsus tanggal 12 Oktober 2018 atas nama tersangka DAP alias ADP dari Kepolisisan Daerah Jawa Timur (Polda Jatim). 2. K e p a l a K e j a k s a a n T i n g g i Jawa Timur telah menerbitkan Surat Perintah Penunjukan Jaksa Penuntut Umum untuk mengikuti perkembangan penyidikan dan menelita hasil penyidikan (penelitian berkas perkara/P-16) sebanyak 2 (dua) orang Jaksa. 3. Kasus Posisi:
www.majalahombudsmanindonesia.com
Pada tangggal 26 Agusuts 2018, korban melakukan orasi di depan Hotel Mojopahit Jalan Tunjungan, Kota Surabaya dengan tuntutan agar Terlapor kembali ke Jakarta serta tidak melakukan orasi dengan acara #2019GantiPresiden yang rencanaya dilaksanakan di Tugu Pahlawan Surabaya, kemudian antara pihak Terlapor dan Pelapor melakukan mediasi yang difasilitasi pihak Hotel Mojopahit dengan kesepakatan Terlapor tidak akan melakukan orasi dan akan kembai ke Jakarta, namun muncul di beberapa media online Terlapor telah mengatakan bahwa yang melakukan demo di luar ‘idiot’ karena, Terlapor telah menyebarkan informasi
yang bermuatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik sehingga korban merasas dirugikan maka, Pelapor melaporkan kejadian tersebut ke SPKT Polda Jawa Timur guna proses hukum lebih lanjut. 4. Tersangka ADP diduga melakukan tindak pidana dugaan pencemaran nama baik dalam vlog ‘idiot’, sebagaimana melanggar Pasal 27 Ayat (3) jo. Pasal 45 Ayat (3) UndangUndang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kepala Pusat Penerangan Umum Dr. Mukri, SH., MH.
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
Daftar Isi 8
COVER STORY
21 I COVER STORY Muhammad Ismak, SH., MH. Ketua Umum DPP AAI
Momentum AAI untuk Merevitalisasi
28
SOSOK
MAJALAH OMBUDSMAN IDONESIA
Hukum adalah Payung Demokrasi Surat Pembaca ................ Cover Story ................ Cover Story ................ Cover Story ................ Cover Story ................. Cover Story ................. Cover Story ................. Cover Story ................ Cover Story ................ Sosok ................ Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
36 I INSPIRASI
4 12 21 22 23 24 25 26 27 32
Wenda Aluwi, SH. Ketua DPC AAI Bandung
54 I FAME Alya Rohali Profesi Baru Sosok ................ Kolom ................ Peradilan ................ Peradilan ................ Fame ................ Notaris ................ Konsultasi Hukum ................ Pendidikan ................ Kriminal ................ Budaya ................
38 40 42 43 55 56 60 64 66 69
www.majalahombudsmanindonesia.com
FORMULIR BERLANGGANAN
7
Saya ingin berlangganan Majalah Ombudsman Indonesia Nama :………………………….............……………..Jabatan………………………… Tempat/Tgl. Lahir
:……………………………………………………………………………………………
Alamat :…………………………………………………………………………………………… ………………………….……………………………………………………………….. Telepon :(Rumah)………………………............(Kantor)…………………………….. (Handphone)……………………………………………………….....………….. Fax :………………………………Email…………………………………………………… Pilihan Langganan
: A. 1 tahun (12 edisi)
Rp. 600.000
: B. 6 bulan (6 edisi)
Rp. 300.000
Pembayaran
: Bank Transfer : Bank Central Asia (BCA), AC. 7600510546
a/n PT. Tritunggal Mandiri Sentosa
…………………………………………………
Ttd (Nama Lengkap)
Anda merasa dizolimi aparatur pemerintah ketika mengurus perizinan? Anda merasa dirugikan oleh pelayanan aparat Negara? Anda merasa dirampas hak-hak Anda? Anda melihat ada pelanggaran hukum di sekitar tempat tinggal Anda? Anda melihat aparat tetap diam saja terhadap pelanggaran hukum di wilayah Anda? . Anda ingin melaporkan atau menyuarakan suara Anda mengenai semua ketidakadilan itu? . . . . .
Hubungi Kami di Nomor: 0855-1995-170
(Telepon/SMS/WA) Insyaallah…. Kami akan menyalurkan semua aspirasi dan suara Anda di media Kami!
8
COVER STORY
Munaslub AAI 2018
Momentum AAI untuk Merevitalisasi
Naskah: Tim MOI |. Foto: Int.
I
ngin kembali seperti dulu, para advokat AAI berniat menjadikan Musyarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) kali ini sebagai momentum untuk menjadikan organisasi tersebut menjadi yang terdepan dalam melaksanakan amanat UU No.18/2003 tentang Advokat. Muhammad Ismak saat ini mungkin menjadi salah satu ketua organisasi yang paling berat tanggung-jawabnya. Betapa tidak, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Advokat Indonesia (DPP AAI) ini harus memutar otak untuk kembali membesarkan organisasinya yang diterpa badai dan nyaris karam. Pria alumnus Alumni Fakultas Hukum Universitas Hassanudin ini harus menerima kenyataan bahwa sedikit saja peminat dari advokat baru yang mau bergabung ke organisasinya. Pasalnya,
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
Mahkamah Agung, baru pada 2015 lalu, akibat dari keputusan MA No. 73/2015, membuka keran bagi organisasi apapun untuk mengadakan rekrutmen penerimaan anggota baru organisasi advokat sesuai amanat UU Advokat. Bagaimana Ismak tidak pusing. Dulu, AAI, adalah salah satu pendiri Peradi. Sebagai organisasi profesi, termasuk salah satu organisasi advokat terbesar di Indonesia saat itu. Penyusutan AAI sebagai organisasi besar terjadi ketika Peradi, yang didirikan delapan organisasi advokat sebagai amanah dari UU Advokat yang mengharuskan pembentukan single bar, akhirnya pada Musyawarah Nasional yang berlangsung di Makassar pada 2015 terpecah menjadi tiga kubu. Pasca terpecah, sebagian besar advokat AAI kemudian direkrut oleh
tiga kubu untuk menjadi pengurus atau anggota organisasi Peradi. Kader-kader AAI kemudian lebih aktif berorganisasi Peradi. Situasi ini diperparah, karena amanat UU Advokat hanya memberikan kewenangan Peradi untuk melakukan rekrutmen advokat baru, dari PKPA hingga disumpah oleh pengadian tinggi. Apabila organisasi-organisasi ingin menjaring advokat baru, maka mereka wajib mengusulkan hal tersebut ke Peradi. Masalahnya, setelah terpecah menjadi tiga kubu, ketiga-tiganya sama melakukan perekrutan. Survey membuktikan bahwa para advokat baru lebih memilih bergabung ke Peradi ketimbang ke organisasi lain. Konsekwensi logisnya, di satu pihak, para organisasi pendiri Peradi seperti sepi peminat. Kondisi ini diperparah sejak MA membuka kran bahwa organisasi advokat apapun bisa mengajukan penyumpahan untuk anggotanya. Mendadak muncul banyak organisasi advokat baru. “Siapapun ketuanya saat ini, akan mengalami problem serupa,�ujar Ismak kepada Ombudsman Indonesia. Dalam nada yang hampir sama, Ranto Simanjuntak, Ketua DPP AAI bidang Pengabadian Masyarakat menyatakan kekhawatirannya, bahwa bisa saja tidak ada lagi generasi baru yang melanjutkan suksesi kepemimpinan generasinya di kepengurusan pusat AAI. “Memang saat ini, terkesan organisasi ini mati suri. Hampir tidak ada perekrutan baru karena hampir semua advokat baru memilih bergabung dengan www.majalahombudsmanindonesia.com
COVER STORY
Peradi,” ujar Ranto. PKPA Mandiri Organisasi AAI tidak tinggal diam menghadapi realita ini. Raker AAI di Palembang dua tahun lalu kemudian memerintahkan agar AAI melakukan perekrutan sendiri, yang prosedurnya harus menurut amanat UU Advokat. Entah mengapa, baru dua tahun setelah rekomendasi Raker di Palembang, DPC AAI Bandung mulai gebrakan dengan mengadakan PKPA hingga mengusulkan sendiri penyumpahan di pengadilan tinggi untuk para anggotanya. Seolah mendapat angin, tak lama berselang DPC AAI Denpasar pun melakukan hal serupa. Muhamad Ismak sendiri dan beberapa rekannya di DPP terbang ke Bali untuk melakukan pelantikan dan menemani penyumpahan para anggota barunya. Bagaimana dengan DPC lain? Nah, di sini lah permasalahannya. Beberapa DPC menyatakan karena belum mendapat mandat dari DPP maka mereka tidak melakukan hal tersebut. Ada yang beralasan karena belum mendapat mandat baru, maka kepengurusan DPC mengalami status demisioner. “Kami di AAI Dumai belum pernah melakukan PKPA dan penyumpahan, karena di dalam undang-undang belum
www.majalahombudsmanindonesia.com
ada perubahan bahwa seluruh organisasi advokat boleh melakukan hal tersebut,” kata Ketua DPC AAI Dumai Daulat Indra kepada majalah Ombudsman Indonesia melalui sambungan telepon. Wakil Ketua DPC AAI Bangka Belitung, Wahab mengatakan secara garis besar kita akan melaksanakan apa yang disebutkan di dalam AD/ART AAI. Maka dari itu sampai saat ini DPC Babel belum pernah melakukan PKPA dan penyumpahan. Karena kami masih mengacu kepada AD/ART yang ada. Senada dengan hal itu, Edwin Senduk,SH, Ketua DPC AAI Kota Bitung mengakui selama ini belum pernah ada pelantikan ataupun penyumpahan untuk advokat baru. Karena mereka masih mengacu pada undang-undang advokat, yang menyatakan bahwa organisasi tunggal adalah Persatuan Advokat Indonesia (Peradi). “Jika kita mengacu pada undang-undang advokat, maka organisasi tunggal itu hanya Peradi. Sepengetahuan saya mengenai sumpah yang di Manado baru ada Peradi yang pernah melakukan itu. Tapi untuk AAI di Manado sendiri belum pernah ada pengambilan sumpah untuk pengacara baru,” kata Edwin.
9
Tidak Relevan Dari beberapa pernyataan di atas, kelihatan bahwa hampir semua DPC melihat amanah Undang-Undang Advokat sudah wadah tunggal sebagai kendala terselenggaranya PKPA mandiri. Apakah memang benar demikian? Lalu kalau dihadapkan dengan Keputusan MA no. 73, maka menjadi suatu hal yang ambivalen karena di satu sisi UU Advokat belum direvisi, sedangkan di sisi lain, MA telah membuka pintu seluas-luasnya bagi perekrutan dan PKPA mandiri. Darwin Aritonang, Waki Ketua DPP AAI yang juga Wakil Ketua Peradi kubu Luhut Mpm Pangaribuan menyatakan dengan tegas bahwa semenjak MA mengeluarkan keputusan nomor 73, maka pembicaraan mengenai wadah tunggal tidak relevan lagi. “No doubt mengenai hal itu,” ujar advokat yang tengah naik daun tersebut. Ia menjelaskan pada butir (6) keputusan tersebut, MA menyatakan bahwa usulan untuk penyumpahan advokat baru bisa dilakukan tidak hanya oleh Peradi tapi bisa juga oleh organisasi lain, sampai terbentuknya UU Advokat yang baru. “Ini jelas-jelas menunjukan bahwa organisasi advokat apapun,
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
10
COVER STORY
sejauh memenuhi syarat perekrutan yang diatur oleh UU Advokat, bisa mengusulkan penyumpahan kepada Pengadilan Tinggi. Kalau seperti itu, mengapa kita harus menunggu dari Peradi?,” jelas Darwin. Menyoroti soal ambivalensi ini, beberapa advokat AAI menyampikan beberapa pendapat. Efran Helmi Juni, Sekjend AAI, menyatakan bahwa hal tersebut menjadi PR seluruh organisasi advokat Indonesia untuk mecari jalan keluarnya. Hal senada diungkapkan oleh Jamaslin Purba, Wakil Ketua Dewan Pimpinan Nasional Peradi. “ Ya, artinya kan hal tersebut memungkinkan untuk UU tersebut direvisi lagi,” ujar Jamaslin. Agenda Munaslub Menanggapi semua permasalahan di atas, AAI kemudian menggelar Munaslub. “Agendanya tunggal, agar membahas AD/ART untuk mengakomodir keinginan bagi AAI dan cabang-cabangnya untuk bisa mengadakan perekrutan secara mandiri,” ujar Efran. Menanggapi hal ini, hampir semua cabang AAI di seluruh Indonesia menytakan
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
dukungannya. Parlin B. Hutabarat, Sekretaris DPD AAI Kalimantan Tengah menyatakan dengan melihat situasi saat ini di mana Peradi sudah terpecah menjadi tiga pengurus, Parlin berpendapat sudah waktunya untuk mandiri. “Konsep Peradi yang kekinian itu sudah keluar jalur semua dan ada kesannya diobral. Untuk itu ketika AAI bisa mandiri kelak jangan sampai seperti organisasi lainnya yang diobral, tetap mempertahankan kualitas ketimbang kuantitas,” katanya. Ketua DPD AAI Sumatera Utara Januari Siregar menjelaskan AAI Sumut mendukung jika nanti organisasi ini menjadi multy bar sehingga bisa melakukan PKPA dan penyumpahan sendiri. Dalam nada yang lebih keras, Simon Nahak, SH, Ketua DPC AAI Denpasar menyatakan sangat keberatan kalau AAI tidak mandiri dan harus bisa menjadi sebuah organisasi yang bisa merangkul semua organisasi profesi advokat yang lain. AAI bisa bermartabat dan mandiri, kalau AAI sendiri tidak melakukan tindakan-tindakan seperti PKPA dan penyumpahan sendiri. Untuk itu saya sangat
men-support Munaslub tersebut, karena sebelum adanya Munaslub pun DPC Kota Denpasar ini pada 2016 sudah melakukan PKPA secara mandiri. “Dengan tantangan yang begitu keras karena di Bali sendiri juga ada Peradi, tapi saya tidak peduli. Karena bagi saya sebuah omong kosong besar kalau AAI tidak mandiri. Kan kasihan AAI sebagai cikal bakal berdirinya Peradi khususnya, lalu dengan munculnya Peradi dia malah mengekor pada Peradi. Apakah bukan sebaliknya Peradi yang harusnya mengekor pada AAI?” Saya menginginkan agar AAI yang merupakan sebuah organisasi advokat besar sampai tenggelam dan mengekor organisasi lainnya. Eksistensi itu harus diimplementasikan kepada semua pengurus. Dan saya memohon dan menghimbau kepada seluruh DPC se Indonesia sudah saatnya harus bangkit dan membuat PKPA sendiri. Sedangkan Andar Sidabalok, SH, Ketua DPC AAI Jakarta Timur mengatakan pada prinsipnya kami mendukung adanya perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART). Karena
www.majalahombudsmanindonesia.com
COVER STORY 11
yang dirubah ini untuk mewujudkan AAI ke depan jauh lebih mandiri. Apalagi AAI adalah sebuah organisasi yang bukan baru tumbuh seperti organisasi lain seperti Ferari maupun Peradri dan juga lainnya. Kita ini sudah lebih dulu di depan mereka semua. “Munaslub ini adalah sebuah tuntutan agar jauh lebih mandiri, selaku anggota dan pengurus di tingkat DPC saya -sangat mendukung. Saya sebagai ketua DPC Jakarta Timur, selalu bertanya bagaimana mengembangkan organisasi kalau tidak ada satu AD/ART yang menegaskan untuk perekrutan anggota baru. Artinya di dalam Munaslub nanti, ketika itu sudah digaungkan kita sebagai ketua DPC dan anggota sangat antusias terutama untuk mendukung kemandirian,” katanya. Saatnya Kembali Saat ini, animo untuk kembali membesarkan AAI seperti menjadi energi baru bagi para advokat AAI. Ciri khas AAI yang selalu menyelesaikan persoalan internal dengan azas kekeluargaan membuat sebagian dari mereka bertkead untuk kembali membesarkan AAI, atau menghidupkan kembali AAI dri
www.majalahombudsmanindonesia.com
ancaman mati suri. Menggunakan istilah “kembali membangun rumah kita (AAI)”, beberapa advokat AAI sepakat bahwa ‘rumah’ (organisasi) asal mereka kembali harus dibesarkan dengan memegangang prinsip mengedapankan kualitas daripada kuantitas. Salah satu pendiri AAI yang juga advokat senior di Bandung Joni Aluwi menekankan pentingnya kualitas yang dihasilkan advokat AAI. “Mendingan Small but beautiful, dari pada banyak anggota tapi kualitas di bawah standar,” ujar Jony. Andar Sidabalok menyatakan reputasi AAI itu bisa menjadi barometer organisasi advokat di negara ini, mungkin teman-teman senior juga mempunyai kerinduan kembali ke rumahnya masingmasing. Bahwa kerinduan ini sudah terlampau lama dinanti-nanti juga, maybe. Kalau yang gak mau pulang biarkan saja, masih banyak bibitbibit baru. Hendrich Juk Abeth, mantan sekretaris DPC AAI Samarida dan Kutai Barat menyatalkan “Meskipun telah lama tak eksis di AAI, namun saya rindu dengan semangat kekeluargaan yang ada di sana. Terlebih ketika di AAI tidak ada yang membedakan antara
advokat top dan advokat tidak top. Teman-teman di daerah juga menginginkan agar ada perhatian dari pengurus pusat,” katanya. F.X Kompo, Ketua DPC AAI Air Madidi berharap selesai Munaslub nanti, AAI akan semakin mandiri dan kita dapat mencetak advokat yang betul-betul profesional. AAI saat ini seperti organisasi yang sedang mati, karena beberapa tahun ini oraganisasi advokat itu kan identiknya hanya Peradi padahal AAI adalah pendiri daripada Peradi. AAI di Manado ini bersatu, bersatu dalam artian untuk mengembangkan Peradi. Semangat untuk kembali membesarkan AAI seperti dulu membutuhkan landasan hukum yang bisa menjadikan pegangan bagi organisasi ini di segala tingkatannya untuk bisa berkembang. “Saya berharap Munaslub ini bisa menghasilkan AD/ART baru yang meratafikasi apa yang sudah dilakukan AAI Bandung dan Denpasar, serta menjadi landasan hukum agar AAI bisa melangkah lagi seperti dulu, menjadi organisasi advokat pejuang yang terus memperjuangkan advokat sebagai sebuah profesi yang officium nobile,” ujar Darwin Aritonang.*
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
12
COVER STORY
Berbagai Pesan Dari Pelosok Nusantara
S
ehubungan dengan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Asosiasi Advokat Indonesia, para pimpinan cabang memberikan penadapat, saran,kritik dan evaluasi terhadap organisasi yang mereka cintai, yang menurut sebagian besar anggota AAI di daerah, mereka telah mengalai mati suri. Suara dan pendapat dari para pimpinan cabang Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) di seluruh Indonesia berusaha dikumpulkan oleh wartawan kami Hari Supriyanto. Berikut petikannya.
Andar Sidabalok, SH., Ketua DPC AAI Jakarta Timur
Kami Menunggu Legal Standing untuk PKPA
A
ndar mengatakan pada prinsipnya kami mendukung adanya perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART). Karena yang dirubah ini untuk mewujudkan AAI ke depan jauh lebih mandiri. Apalagi AAI adalah sebuah organisasi yang bukan baru tumbuh seperti organisasi lain seperti Ferari maupun Peradri dan juga lainnya. Kita ini sudah lebih dulu di depan mereka semua. “Munaslub ini adalah sebuah tuntutan agar jauh lebih mandiri, selaku anggota dan pengurus di tingkat DPC saya -sangat mendukung. Saya sebagai ketua DPC Jakarta Timur, selalu bertanya bagaimana mengembangkan
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
organisasi kalau tidak ada satu AD/ART yang menegaskan untuk perekrutan anggota baru. Artinya di dalam Munaslub nanti, ketika itu sudah digaungkan kita sebagai ketua DPC dan anggota sangat antusias terutama untuk mendukung kemandirian,� katanya. Andar menjelaskan mengacu pada Peradi sebagai wadah tunggal, maka Peradi yang mana? AAI mau masuk Peradi yang mana? Azas tunggal berlaku buat siapa? Apalagi ketika keberadaan AAI saja sudah dipandang tidak penting dan perlu, saya pikir sah-sah saja lah kemandirian itu direbut kembali. AAI tetaplah AAI, jika dicampuradukkan dengan Peradi mungkin korelasinya tidak ada karena organisasinya punya anggaran dasarnya masing-masing. Kalau yang menjadi dasarnya Munaslub untuk langkah AAI ke depannya adalah dalam Munaslub tersebut. Saya tidak bisa mengatakan apa yang saya katakan merupakan sebuah pandangan pribadi, tetapi nasib ke depannya tergantung dari hasil Munaslub nanti. Temanteman AAI khususnya yang ada di Jakarta Timur menginginkan agar AAI punya warna sendiri. Sampai ini kami belum mendengar
adanya pihak tertentu yang coba mengembangkan isu dengan adanya Munaslub. Sebagai ketua DPC Jaktim dan Ketua OC Munaslub saya sangat optimis acara nanti bisa berjalan dengan lancar tidak ada kepentingan pribadi siapapun, karena Munaslub nanti adalah untuk kepentingan bersama keluarga besar AAI. Segala-galanya diletakkan kepada kepentingan organisasi AAI. Terkait adanya beberapa teman DPC yang sudah melakukan PKPA itu saya rasa ada kebijak dari DPC nya sendiri. Karena yang lain saja bisa, kita juga bisa. Kami pun DPC Jakarta Timur menunggu legal standing daripada DPP. Ketika DPP sudah on untuk PKPA, maka kami pun akan lakukan yang demikian. Sebagai Ketua OC Munaslub, saya berharap akan bisa terwujudnya perubahan anggaran dasar untuk kemandirian, baik itu PKPA ataupun penyumpahan. Reputasi AAI itu bisa menjadi barometer organisasi advokat di negara ini, mungkin teman-teman senior juga mempunyai kerinduan kembali ke rumahnya masingmasing. Bahwa kerinduan ini sudah terlampau lama dinanti-nanti juga, maybe. Kalau yang gak mau pulang
www.majalahombudsmanindonesia.com
COVER STORY 13 biarkan saja, masih banyak bibitbibit baru. Jaktim bukannya tidak berani untuk melakukan PKPA/ penyumpahan tapi itu semua
semata-mata karena legal standing nya belum ada. Bahkan saya sudah berkali-kali bicara dengan pak Ketum dan Astuti Sitanggang, ini kapan kita mulai? Harapan
saya semoga AAI tetap menjadi organisasi advokat nomor satu di republik ini. Saya sangat berharap besar dan termotivasi hal itu bisa terwujud kembali.*
F.X Kompo, Ketua DPC AAI Air Madidi
AAI Harus Lebih Mandiri dan Profesional
A
sosiasi Advokat Indonesia (AAI) Air Madidi, Sulawesi Utara menyambut baik dilaksanakannya Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Jakarta pada 16-18 November
mendatang. Menurut Ketua DPC AAI Air Madidi F.X Kompo, para lawyer di daerah menginginkan agar AAI bisa lebih mandiri dan profesional. “Soal PKPA memang kami sudah beberapa lakukan namun itu ditingkat DPD yang terdiri dari beberapa DPC. Untuk itu kami sebagai pengurus daerah memang menginginkan agar AAI bisa menjadi lawyer yang mandiri dan profesional,” ujar Kompo kepada majalah Ombudsman Indonesia. Kompo menjelaskan, meskipun di dalam AD/ART AAI belum ada peraturan mengenai PKPA ataupun
penyumpahan saya rasa itu tidak ada masalah dan dibenarkan jika kita mengacu pada putusan Mahkamah Agung. “Meskipun begitu, kami berharap selesai Munaslub nanti, AAI akan semakin mandiri dan kita dapat mencetak advokat yang betul-betul profesional. AAI saat ini seperti organisasi yang sedang mati, karena beberapa tahun ini oraganisasi advokat itu kan identiknya hanya Peradi padahal AAI adalah pendiri daripada Peradi. AAI di Manado ini bersatu, bersatu dalam artian untuk mengembangkan Peradi.” *
Irfan Choiri, Ketua DPC AAI Gresik
AAI Menjadi Motor Gerakan Perubahan
A
AI ini jika diibaratkan sebagai partai politik tidak hanya sekedar untuk merekrut saja tapi perekrutan itu bukan hanya memperbanyak Advokat saja tapi
www.majalahombudsmanindonesia.com
juga mementingkan kualitas. “Jangan sampai para lawyer ini hanya kuantitasnya yang dikejar tapi kualitasnya dikesampingkan. Saat pendidikan sendiri lebih diutamakan kualitas sehingga akan melahirkan advokat-advokat yang berkualitas dalam menegakkan hukum lebih ditingkatkan lagi profesionalismenya,” katanya. Dengan adanya Munaslub nanti, sambung Irfan, DPC AAI Gresik berharap agar AAI ini menjadi motor gerakan perubahan membuat advokat lebih profesional. Kami akan bersuara di Munaslub nanti AAI ini bisa menjadi motor untuk merukunkan kembali Peradi yang sudah terpecah tiga. Tidak ada lagi terpecahpecah, terkotak-kotak seperti
kalau di pengadilan ada kelompok ini dan kelompok itu dengan maksud menunjukkan advokat itu tidak bersatu dan mudah diadu oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Kami juga berharap agar AAI selalu aktif dalam mengorganisir anggota secara aktif dan masif agar di setiap pertemuan-pertemuan dapat mengikuti diskusi-diskusi. AAI juga bisa menjalankan undang-undang dan memberikan perlindungan hukum kepada rakyat termasuk membangun pos-pos yang seharusnya diisi oleh advokat profesional di setiap lembaga peradilan atau pengadilan, termasuk menjalin kerjasama dengan kepolisian yang lebih masif dan terstruktur.*
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
14
COVER STORY
Daulat Indra, SH., Ketua DPC AAI Dumai
Munaslub adalah Langkah yang Tepat
D
ewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Kota Dumai masih berpegang pada undang-undang advokat di mana menurut undang-undang tersebut yang boleh melakukan PKPA dan penyumpahan hanyalah Peradi. “Kami di AAI Dumai belum pernah melakukan PKPA dan penyumpahan, karena di dalam undang-undang belum ada perubahan bahwa seluruh
organisasi advokat boleh melakukan hal tersebut,” kata Ketua DPC AAI Dumai Daulat Indra kepada majalah Ombudsman Indonesia melalui sambungan telepon. Daulat mengatakan yang menjadi kendala pengurus AAI di Dumai sebenarnya bukan soal PKPA ataupun penyumpahan tapi saat ada Munas di Bandung kami menginginkan diturunkannya mandat, sehingga kami bisa lebih memperkuat DPC Peradi Dumai, karena kepengurusan AAI di Dumai sudah vacum cukup lama. “Untuk Munaslub nanti juga kan harus ada kartu anggota, sementara saat ini kami tidak ada kartunya, lalu bagaimana? Termasuk waktu acara di Bandung itu kami cuma diberitahukan untuk mengadakan rapat pembentukan kepengurusan baru,” ujarnya. Nah saat itu saya dipercayakan untuk memegang DPC Peradi Dumai. Makanya kemarin kami untuk membawa ke mandat dari AAI
itu sendiri. Kami berharap ada surat untuk mengadakan muscab, namun yang kami terima malah undangan untuk Munaslub. Terkait dengan akan dirubahnya AD/ART agar DPC bisa melakukan PKPA dan penyumpahan saya rasa itu bagus, karena sesuai dengan putusan dari Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa semua organisasi advokat itu bisa melakukan PKPA dan penyumpahan. Sementara di anggaran dasar kita kan tidak ada, maka Munaslub adalah langkah yang tepat. Sebagai demisioner AAI di Dumai kami sangat mendukung. Kami kemarin berharap agar DPP bisa meminta ke personalia yang baru agar bisa dikirimkan ke Jakarta mengikuti Munaslub tersebut tapi sampai sekarang malah belum ada mandatnya. AAI Dumai tetap optimis dengan potensi yang ada, dan kami berharap akan ada utusan yang berangkat untuk melaksanakan Munaslub nanti.*
Rawuh Bahagia, SH., Ketua DPC AAI Jember
AAI Harus Mengutamakan Kualitas
M
enurut dia, saat ini di Jawa Timur belum ada masukan, karena belum diadakan pertemuan dengan pengurus yang ada di sini. “Terlebih di Jawa Timur suaranya masih terpecah. Sedangkan DPC Jember tetap menginginkan agar Peradi menjadi wadah tunggal. Namun beberapa DPC tidak sinkron dengan keinginan tersebut,” katanya. Rawuh menjelaskan, dengan adanya putusan Mahkamah Agung, maka semua organisasi boleh untuk melakukan PKPA dan penyumpahan. Maka AAI yang merupakan sebuah organisasi yang ikut mendirikan Peradi bersama
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
dengan tujuh organisasi lainnya sangat menjaga marwahnya sebagai sebuah organisasi advokat yang bisa menjadi barometer. “Namun AAI sangat menyayangkan karena saat ini Peradi yang sejatinya menjadi wadah tunggal organisasi advokat justru malah terpecah menjadi tiga pengurus. Di Peradi Luhut bisa dikatakan mewakili unsur Ikadin, sedangkan Juniver adalah anggota AAI dan yang mewakili semua unsur adalah kubu Fauzi,” ujarnya. Dia menilai di organisasi sudah tidak lagi mengutamakan kualitas tapi kuantitas, karena semua organisasi menginginkan
agar mendapatkan anggota sebanyak-banyaknya. “Banyak anggota yang asalkan sudah cari pengacara sudah cukup. Sehingga ketika dikemudian hari ada advokat yang nakal kita tidak bisa memberikan sanksi, karena ketika diberikan sanksi di organisasi A mereka bisa pindah ke B dan seterusnya,”tutupnya.*
www.majalahombudsmanindonesia.com
COVER STORY 15
Wahab, SH., WakilKetua DPC AAI Bangka Belitung
Pusat dan Daerah Harus Bersinergi
W
akil Ketua DPC AAI Bangka Belitung, Wahab mengatakan secara garis besar kita akan melaksanakan apa yang disebutkan di dalam AD/ART AAI. Maka dari itu sampai saat ini DPC Babel belum pernah melakukan PKPA dan penyumpahan. Karena kami masih mengacu kepada AD/ ART yang ada. “Namun apabila ada beberapa rekan DPC yang sudah melakukan PKPA dan penyumpahan kita akan tetap mendukung. Karena itu merupakan langkah awal bahwa organisasi AAI juga bisa melakukan hal yang sama seperti organisasi advokat lainnya,” katanya kepada majalah Ombudsman Indonesia melalui sambungan telepon. Lanjut Wahab, jika apa yang
telah dilakukan oleh rekan-rekan di DPC yang sudah melakukan PKPA dan penyumpahan untuk kebaikan sebuah organisasi maka kami di Babel sangat mendukungnya.
Edwin Senduk, SH., Ketua DPC AAI Kota Bitung
Mendukung Agenda Munaslub
D
ewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Kota Bitung mengakui selama ini belum pernah ada pelantikan ataupun penyumpahan untuk advokat baru. Karena mereka masih mengacu pada undang-undang advokat, yang menyatakan bahwa organisasi tunggal adalah Persatuan Advokat Indonesia (Peradi). “Jika kita mengacu pada undang-undang advokat, maka organisasi tunggal itu hanya Peradi. Sepengetahuan saya mengenai sumpah yang di Manado baru ada Peradi yang pernah melakukan itu. Tapi untuk AAI di Manado sendiri belum pernah ada pengambilan sumpah untuk pengacara baru,” kata Edwin. Ia berharap agar Ketua Umum AAI datang langsung ke sini untuk mensosialisasikan langsung www.majalahombudsmanindonesia.com
bahwa kita juga bisa melakukan pengambilan sumpah ataupun PKPA. Rencana ketika Munaslub nanti saya ataupun sekretaris akan datang ke Jakarta untuk mengikuti kegiatan tersebut. “Kami menyarankan agar kartu anggota AAI segera diterbitkan, karena saya sendiri sebagai Ketua DPC sampai saat ini belum memegang kartu AAI. Kami
Semoga di Babel juga akan bisa melakukan hal sama seperti daerah lainnya. DPC Babel berharap antara DPP AAI dengan Babel bisa terus bersinergi untuk memajukan organisasi.”Kami berharap antara daerah dengan pusat bisa bersinergi memajukan organisasi ini,” katanya. Menurut Wahab, akibat DPC tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan PKPA dan penyumpahan, anggota ataupun pengurus AAI di Babel hanya beberapa orang. “Saat ini anggota ataupun pengurus di sini hanya ada tiga orang, itu diakibatkan karena kami tak mempunyai kewenangan untuk merekrut anggota baru. Untuk itu kami berharap setelah adanya perubahan AD/ART dalam Munaslub, maka anggota ataupun pengurus AAI di sini akan bertambah,” tegasnya.*
akan sangat mendukung apapun hasil keputusan dari Munaslub, sepanjang itu telah disepakati bersama,” ujarnya. Apalagi, tambah Edwin, ketika Munaslub nanti akan diusulkan di dalam AD/ART akan dibahas mengenai kewenangan AAI untuk melakukan PKPA dan penyumpahan. Karena selama ini kami tidak ada kewenangan untuk melakukan itu. Padahal antara AAI dengan KAI lebih dulu AAI, tapi KAI sudah lebih dulu melakukan PKPA ataupun penyumpahan.KAI belum ada AAI sudah lebih dulu ada, pada intinya kami akan mendukung jika dalam Munaslub nanti adanya perubahan tersebut. “Kami di DPC berharap agar pimpinan pusat bisa sering mengunjungi DPC-DPC khususnya kami yang ada di Bitung ini. Sampai saat ini saya belum sempat ketemu (silaturahmi) dengan ketum, karena ketika beliau ke Manado saya pun sedang ada kesibukan lain,” tegasnya.*
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
16
COVER STORY
Parlin B. Hutabarat, Sekretaris DPD AAI Kalimantan Tengah
Sudah Saatnya AAI Mandiri
D
engan melihat situasi saat ini di mana Peradi sudah terpecah menjadi tiga pengurus, Parlin berpendapat sudah waktunya untuk mandiri. “Konsep Peradi yang kekinian itu sudah keluar jalur semua dan ada kesannya diobral. Untuk itu ketika AAI bisa mandiri kelak jangan sampai seperti organisasi lainnya yang diobral, tetap mempertahankan kualitas ketimbang kuantitas,” katanya. Jika sudah diperbolehkan untuk merekrut anggota advokat baru kami sangat bahagia, sebelumnya kita sempat setengah hati karena tidak bisa melakukan PKPA, pengangkatan dan penyumpahan di AAI. “Di balik kebahagiaan itu juga menjadi beban bagi para pengurusnya. Artinya jangan cuma sekedar merekrut tapi kita juga harus bisa memikirkan bagaimana merekrut anggota yang benarbenar berkualitas. Karena ini kan berkaitan dengan profesi jasa yang mulia, jangan karena kita
ingin merekrut akhirnya jadi serampangan dan yang menjadi korban adalah masyarakat pengguna jasa,” ujarnya. Sebagai bentuk eksistensi AAI di Kalteng, pihaknya sempat melakukan MoU dengan sebuah perguruan tinggi swasta pada 2017 lalu. Namun ketika terakhir komunikasi dengan DPP, ada perubahan terkait akreditasi perguruan tinggi. Jadi ada kebijakan baru yang menurut DPP harus yang minimal terakreditasi B, sementara kita saat kerjasama itu masih dengan PT yang terakreditasi C. “Dan itu adalah sebuah ketentuan yang bagus, artinya kerjasama kita dengan perguruan tinggi yang terakreditasi C akan kita tinjau ulang. AAI Kalteng sampai saat ini masih solid, kita tidak mati suri namun masih menunggu bagaimana ada kebijakan yang bagus kita pun akan mengikutinya. Sehingga kita akan membuat gerakan-gerakan perekrutan itu tadi,” tutupnya.*
Januari Siregar, SH., Ketua DPD dan Korwil AAI Sumatera Bagian Utara
AAI Harus Bisa PKPA Sendiri
D
ia merasa agak heran, karena untuk organisasi Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) di Sumatera Utara banyak diisi oleh orang-orang AAI, namun melihat organisasi lain yang sudah melakukan PKPA dan penyumpahan sendiri, kenapa AAI tidak bisa ? Ketua DPD AAI Sumatera Utara tersebut menjelaskan AAI Sumut mendukung jika nanti organisasi ini menjadi multy bar sehingga bisa melakukan PKPA dan penyumpahan sendiri. Sejauh ini
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
dibandingkan dengan organisasiorganisasi lain yang ikut mendirikan Peradi, AAI Sumut cukup eksis. Bahkan anggota AAI di Sumut ini pasti lebih banyak dibandingkan dengan yang lain. “Kami di Sumut berharap selesai Munaslub nanti, AAI bukan hanya bisa melakukan PKPA dan penyumpahan tapi juga bisa mengeluarkan kartu bagi anggotanya. Pada dasarnya AAI Sumut sangat mendukung terkait akan dilaksanakannya Munaslub,” tegas Januari.*
www.majalahombudsmanindonesia.com
COVER STORY 17
Taryadi, SH., Ketua DPC AAI Cirebon
Beri Kewenangan Lebih Luas untuk DPC
S
aya pribadi sangat mendukung adanya perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ ART) melalui jalur Munaslub. Apalagi saat ini organisasi advokat
sudah menganut multy bar, di mana setiap organisasi advokat sudah bisa melakukan PKPA dan penyumpahan sendiri. Salah satu usul agar pengurus daerah diberikan wewenang untuk bisa membuat kartu tanda anggota, karena selama ini orang-orang AAI siapa sih yang mengeluarkan KTA? DPC-DPC setempat atau pusat kan begitu, karena belum disosialisasikan mestinya ada agar itu jelas. Apalagi selama ini kita sebagai anggota ataupun pengurus hanya tercatat secara terstruktur di dalam SK namun tidak ada kartu anggotanya. Di Bandung sendiri sudah untuk praktek, dengan adanya kartu anggota. Saya rasa
Cirebon juga perlu, dengan hanya memperlihatkan kartu anggota AAI seperti saat kita sidang memperlihatkan kartu anggota Peradi. Meskipun teman-teman AAI di daerah ada yang mati suri, namun di Cirebon cukup eksis seperti sekarang kita sedang menyelenggarakan forum-forum diskusi setiap sebulan sekali. Seperti kemarin saat Bupati Cirebon tertangkap kita langsung membuat forum diskusinya. Kegiatan-kegiatan bantuan hukum di Cirebon dari dulu itu yang muncul adalah AAI sebelum adanya Peradi. Bahkan bisa dikatakan bahwa mayoritas anggota Peradi adalah anggota AAI.*
Simon Nahak, SH., Ketua DPC AAI Denpasar
AAI Jangan Mengekor Organisasi Lain
S
ebelum adanya Munaslub sendiri justru saya sudah mendahului melaksanakan PKPA dan pelantikan sendiri. Saya sangat keberatan kalau AAI tidak mandiri dan harus bisa menjadi sebuah organisasi yang bisa merangkul semua organisasi profesi advokat yang lain. AAI bisa bermartabat dan mandiri, kalau AAI sendiri tidak melakukan tindakan-tindakan seperti PKPA dan penyumpahan sendiri. Untuk itu saya sangat mensupport Munaslub tersebut, karena sebelum adanya Munaslub pun DPC Kota Denpasar ini pada 2016 sudah melakukan PKPA secara mandiri. Dengan tantangan yang begitu keras karena di Bali sendiri juga ada Peradi, tapi saya tidak peduli. Karena bagi saya sebuah omong kosong besar kalau AAI tidak mandiri. Kan kasihan AAI sebagai cikal bakal berdirinya
www.majalahombudsmanindonesia.com
Peradi khususnya, lalu dengan munculnya Peradi dia malah mengekor pada Peradi. Apakah bukan sebaliknya Peradi yang harusnya mengekor pada AAI? Saya menginginkan agar AAI yang merupakan sebuah organisasi advokat besar sampai tenggelam dan mengekor organisasi lainnya. Eksistensi itu harus diimplementasikan kepada semua pengurus. Dan saya memohon dan menghimbau kepada seluruh DPC se Indonesia sudah saatnya harus bangkit dan membuat PKPA sendiri. Saya sudah lebih jauh bekerjasama dengan universitas di Denpasar untuk mengadakan PPA. Kami selaku pengurus AAI di Denpasar dan kebetulan saya juga mengikuti kegiatan-kegiatan AAI nasional, maka usualan yang pertama adalah bikin KTA sendiri. Selain itu sebaiknya para
diwajibkan menggunakan nada sambung lagu AAI, karena saat ini masing-masing advokat kan sudah memegang HP. Dengan adanya nada sambung itu akan ada rasa memiliki organisasi AAI. Terakhir saya menyarankan agar seluruh DPC harus bisa mengadakan PKPA. Itu pasti bisa, karena saya sendiri sekarang sudah ada 70 orang yang siap mengikuti PKPA. Setidaknya Denpasar sudah dua kali mengadakan PKPA, dan sekarang akan diadakan PKPA untuk ketiga kalinya.*
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
18
COVER STORY
Hendrich Juk Abeth, SH., mantan sekretaris DPC AAI Samarida dan Kutai Barat
Saya Rindu Suasana Kekeluargaan AAI
S
emenjak Pak Ismak terpilih sebagai Ketua AAI, saya pernah mengusulkan agar dirinya segera melakukan konsolidasi ke daerah-daerah untuk membangkitkan semangat teman-teman pengurus yang telah vacum agar AAI di Kaltim tidak tenggelam. Di Kaltim semenjak Peradi yang merupakan wadah tunggal organisasi advokat terpecah, anggota AAI kini tesebar di kubu Fauzie dan kubu Juniver. Karena itu, saya pun kini berada di Peradi yang banyak senior AAI bergabung. “Saya sangat ingat ketika waktu itu menjadi Sekretaris AAI Samarinda lalu karena AAI ingin mengembangkan sayapnya di Kutai Barat maka waktu itupun saya pindah ke sana. Namun saat ini AAI seperti ayam kehilangan induknya, karena pengurus pusat tidak pernah melakukan konsolidasi ke daerah di Kaltim khususnya Samarinda dan Kutai Barat,” ujarnya. Menjelang dilaksanakannya Munaslub, lanjut Hendrich, kami pastikan tidak akan ke sana karena tidak mempunyai legal standing. Sejak Munas di Makassar saya sudah sampaikan bahwa SK kami habis, namun sampai detik ini tidak ada kabar sama sekali. “Meskipun telah lama tak eksis di AAI, namun saya rindu dengan semangat kekeluargaan yang ada di sana. Terlebih ketika di AAI tidak ada yang membedakan antara advokat top dan advokat tidak top. Teman-teman di daerah juga menginginkan agar ada perhatian dari pengurus pusat,” katanya. Hendrich menambahkan, daerah tak ingin dihargai namun hanya menginginkan agar diperhatikan sehingga keluarga besar AAI bisa utuh kembali. Dulu di jamannya Bang Denny Kailimang dan Humprey Djemat, teman-teman di daerah merasa senang jika dikunjungi oleh pengurus dari pusat. Meskipun datang hanya sebentar, namun di
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
situ kami mempunyai semangat dan motivasi tersendiri. “Saya berharap AAI di bawah kepemimpinan Ismak akan lebih sering melakukan road show ke daerah-daerah untuk melakukan konsolidasi. Semoga dengan diadakannya Munaslub nanti akan membawa AAI ke arah kebangkitan seperti dulu. AAI mempunyai lagu favorit Kemesraan, namun lagu tersebut kini telah diambil oleh Juniver,” tutupnya. Saat ini bagaimana mau merapatkan anggota-anggotanya, karena AAI saat ini kan terpecah belah. Ada di Peradinya Fauzi, ada di Peradinya Juniver dan Peradinya Luhut. Untuk di Kalimantan Timur ada dua Peradi, yakni kubunya Fauzi dan Juniver. Dulu saya pernah menjabat sebagai sekretaris AAI di Samarinda, lalu saya pindah ke Kutai Barat dengan jabatan yang sama. Karena pada saat itu AAI sedang melebarkan sayapnya. Setelah itu karena tidak adanya kegiatan-kegiatan mati suri lah AAI. Sampai diadakan Munas di Makassar, informasi mati surinya AAI sudah sampai pada Sekjen waktu itu Johnson Pandjaitan. Kami datang di Munas Makassar legal standing kami apa? Saya yakin tidak perwakilan AAI dari Samarinda dan Kutai Barat ini. Apalagi AAI sudah terpecah belah ke kedua kubu Peradi yang ada di Kaltim.
Itu sangat disayangkan mengingat AAI adalah cikal bakal berdirinya Peradi. Seharusnya permasalahan yang ada di daerah lebih disikapi lebih dulu. Pengurus AAI pusat harus konsolidasi dengan daerah, karena saya yakin seluruh daerah belum terjamah. AAI dulu waktu masih zamannya bang Denny dan bang Humprey seluruh pengurus Indonesia ada. Tapi di zamannya Ismak, jangankan seluruh daerah Kaltim sendiri saja belum terjamah. Kita sebagai orang hukum kan jelas jika kita ingin masuk ke sebuah kegiatan organisasi harus ada legal standing. Jangan ujuk-ujuk datang ke kegiatan tersebut namun tak mempunyai legal standing. Dengan terpecahnya AAI ke kedua kubu Peradi di Kaltim, AAI yang dulu solid kini sudah tidak ada gairah lagi. Jika hasil Munaslub nanti untuk kebaikan organisasi AAI, sebagai orang lama yang ada di AAI Kaltim saya sangat merindukan agar keluarga besar AAI ini bersatu kembali sehingga menjadi sebuah wadah yang besar untuk menjadi rumah advokat. Namun jika melihat SK MA No.073, saya lihat AAI sudah mulai bangkit. Bandung sudah mengambil PKPA, di SK 073 itu kan tidak menghalangi organisasi manapun untuk melakukan PKPA. Saya vakum di AAI sudah cukup lama. Saya sangat senang di AAI dan rindu dengan AAI yang selalu mengutamakan kekeluargaan, tidak ada perbedaan antara pengacara top dengan pengacara tidak top. Itu yang saya suka. Terakhir, saya sarankan agar Ketua Umum sering road show ke daerah-daerah, sehingga temanteman ini mempunyai motivasi dan semangat. Teman-teman di daerah itu bukan minta dihargai tapi minta diperhatikan, supaya kami jangan seperti anak ayam kehilangan induk.*
www.majalahombudsmanindonesia.com
COVER STORY 19
Tatang Suryadi, SH., Ketua DPC AAI Pontianak
AAI Jangan Lagi Bergantung ke Peradi
K
ami sangat mendukung diadakannya Munaslub, karena ini adalah momen di mana AAI bisa kembali menjadi sebuah organisasi besar seperti dulu lagi. Semenjak AAI menjadi cikal bakal berdirinya Peradi, dan Peradi menjadi besar malah AAI kebalikannya. AAI harus bisa mendiri dengan membuat aturan yang membolehkan pengurus daerah bisa melakukan PKPA dan penyumpahan. Dan tindakan itu sudah diperbolehkan berdasarkan keputusan Mahkamah Agung di mana dalam putusan tersebut
organisasi advokat kini multi bar. Pada saat jayanya Peradi, AAI Pontianak sempat vacum karena fokusnya ke sana semua. Akhir-akhir ini saya ambil alih
AAI untuk menghidupkannya kembali. Anggota-anggota kita kumpulkan kembali dan alhamdullilah sekarang sudah terkumpul sekitar 40-an. Kita berharap selesai Munaslub AAI bisa menjadi sebuah organisasi advokat yang mandiri. Dulu sebelum adanya Peradi, AAI di Pontianak sudah pernah mengadakan PKPA yang terakhir di tahun 2003 dulu. Kita menginginkan agar AAI tidak lagi bergantung pada Peradi. Rencana AAI Pontianak yang akan mengikuti Munaslub ada lima anggota, kemungkinan akan bertambah.*
Khairul Anwar, SH., Ketua DPC AAI Semarang
Berharap Perubahan AD/ART Jadi Payung Hukum
D
ewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Semarang mensupport dilaksanakannya Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) yang akan digelar di Jakarta 16-18 November 2018. “Kami di Semarang sudah bekerjasama dengan perguruan tinggi swasta untuk melaksanakan PKPA. Di tingkat DPD pun kami sudah melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi negeri ternama di Semarang,” katanya. Pada intinya, sambung Khairul, untuk mengadakan PKPA selama ini kami running apalagi jika nanti setelah Munaslub bisa melakukan penyumpahan secara masif di seluruh DPC akan menjadi sebuah perkembangan yang bagus bagi organisasi. “Jika kita bisa melakukan penyumpahan itu akan lebih sempurna, karena kita tidak lagi bergantung dengan organisasi lainnya. Maka dari itu kita akan terus mensupport rencana perubahan AD/ART sepanjang itu untuk
www.majalahombudsmanindonesia.com
kemandirian dan perkembangan organisasi AAI,” ujarnya. Mengenai adanya isu bahwa AAI di beberapa daerah ada yang vakum, Khairul Anwar yang juga Wakil Sekjen DPP AAI mengungkapkan kalau kita bicara AAI di daerah vakum itu ada benar dan ada yang tidak. Semenjak Peradi itu pecah menjadi tiga, semua kader-kader AAI itu berada di tiga Peradi. “Kalau DPC Semarang tidak masalah, justru kita di sini
cukup berjalan menjalankan roda organisasi AAI dan juga Peradi. Terkait sanggup tidak sanggup, DPC Semarang terus bergerak bahkan kemarin kita sudah mengadakan pelantikan bekerjasama dengan DPP untuk melantik beberapa cabang justru berkembang,”terangnya. Untuk itu, sambung Khairul, tinggal kita maksimalkan terkait PKPA dan penyumpahan ini dengan menunggu perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga di Munaslub nanti. Kami berharap AD/ART ini menjadi sebuah payung hukum bagi kami di DPC untuk melakukan terobosanterobosan hukum terutama dalam hal perekrutan. “Selain itu, juga dalam hal mengajarkan PKPA, sehingga kita bisa lebih mandiri dan berkembang seperti organisasi yang lain. Kemudian kita juga berharap bisa melakukan penyumpahan sendiri sehingga anggota AAI bisa beracara dengan menggunakan benderanya sendiri,” tegas Khairul.*
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
20
COVER STORY
Wenda Aluwi, SH., Ketua DPC AAI Bandung
Kita Mencetak Advokat yang Berkualitas
S
oal kekhawatiran bahwa AAI semakin mengecil, kita tidak takut berkurangnya peminat karna masuk ke AAI itu prosesnya memang susah. Tujuan utama, kita ingin mencetak advokat-advokat yang berkualitas, yang mempunyai integritas. Yang ‘seksi’ di AAI adalah perilaku advokat, yang tadi saya bilang prilaku advokat ini harus melekat bahkan dalam kehidupan sehari-hari dalam perilaku, sehingga itu yang menjadi kekuatan AAI sebenarnya. Setelah PKPA dan pelantikan kemarin, DPC AI Bandung ingin ada PKPA lagi sebelum akhir tahun ini. Beberapa waktu lalu, diadakan pelantikan terhadap 72 advokat yang sebagian besar berasal dari organisasi lain. Yang murni anggota
Ombudsman Indonesia - Edisi #88 | November 2018
baru yang disumpah di pengadilan tinggi Bandung ada 16 orang yang proses perekrutannya murni dari AAI. PKPA dan PPA kita lakukan sendiri. Kita puas dengan kualitas yang dihasilkan karena murni murni dari proses rekrutmen itu. Kalau melihat semangatnya yang 72 orang tadi itu luar biasa, bahkan banyak yang mau mengikuti munaslub. Mereka senang sekali berkumpul dan bertemu dengan senior-senior, dan mereka melihat ini berbeda dengan organisasi lain. Sebenarnya yang menjadi daya tarik AAI itu ialah senior selalu hadir untuk kita dalam setiap situasi, yang selalu kita bisa andalkan dan bisa kita banggakan, itu yang saya rasakan selama ini.*
www.majalahombudsmanindonesia.com
COVER STORY 21
Muhammad Ismak, SH., Ketua Umum DPP AAI
Semua Ini Untuk Mengembangkan Organisasi Naskah & Foto: Tim MOI.
S
ebagai organisasi, AAI, dengan keadaan sekarang ini, kalau tidak menyesuaikan dirinya dia akan mati perlahanlahan. Mengapa? AAI tidak punya lembaga untuk bisa menambah anggota, sedangkan untuk bisa organisasi berkembang adalah dengan anggota. Tidak ada penambahan anggota dia akan mati pelan-pelan. Memang ini terjadi karena adanya UU Advokat yang dulu lahir tapi kemudian menjadi tidak efektif seperti sekarang ini. Artinya yang diamanatkan oleh UU tidak dilaksanakan oleh Advokat itu sendiri. Dia dituntut untuk menjadi organisasi tunggal tapi dalam kenyataannya tidak bisa. AAI apabila diam terus dengan keadaan seperti ini dia akan mati pelan-pelan. Siapapun yang menjadi Ketua umumnya, kalau di minta berkreasi dengan keadaan ini, akan sulit. Secara internal beberapa poin harus dilurukan secara adminitratif. Kami punya beberapa persoalan mengenai Anggaran Dasar di mana versinya ada beberapa sehingga kami harus meluruskan. Siapapun ketua umumnya perlu ada pegangan yang pasti. Dan ini hanya bisa didapatkan melalui Munaslub atau Munas. Oleh karena itu, ini membutuhkan waktu tiga tahun untuk bisa meminta kepada anggota-anggota yang berdaulat untuk memberikan pegangan pasti untuk pengurus menjalankan roda organisasi. Ini tidak terlepas dari suatu keadaan, jarak administratif yang perlu dibenahi. AAI perlu pegangan untuk menyelenggarakan pendidikan sehingga Anggaran Dasar perlu memberikan legitimasi kepada www.majalahombudsmanindonesia.com
pengurus untuk menjalankan itu. Pengurus juga tidak boleh ada di dua atau tiga kantor. Siapa yang menjadi ketua umumnya, akan repot sendiri. Sebab? Ketulusan hati untuk mengurus organisasi akan menjadi pertanyaan kalau dia ada di mana-mana. Salah satu implikasi soal kemandirian adalah Dewan Kehormatan. Bisakah mereka menyidangkan anggotaanggotanya yang nakal, atau membiarkan anggota-anggotanya disidangkan di tempat lain. Buat siapapun juga untuk siapapun yang menjadi ketua umum, Munaslub bukan sesuatu yang fatal. Ini hanya pembenahan ini dan itu. Itupun kalau AAI berkeinginan untuk hidup selama-lamanya. Kalau tidak menginginkan AAI besar, ya, sudah, pakai saja AD/ ART yang lama ini. Saya tetap komitmen untuk menjabat dan berjiwa besar. Saya akan lakukan semua yang saya bisa untuk membesarkan kembali AAI. Oleha karenanya, saya dan rekanrekan di DPP AAI mengusulkan perubahan AD/ ART. Usulan-usalan perubahan bukan untuk saya. Kalau ini tidak di ubah maka tidak sinkronisasi dengan keadaan. Kalau seperti itu, mau kapan lagi kalau tidak sejak sekarang?* Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
22
COVER STORY
Darwin Aritonang, SH., Wakil Ketua DPP AAI
Wadah Tunggal Tidak Relevan Lagi Naskah & Foto: Tim MOI.
K
alau kita lari ke persoalan wadah tunggal, maka sejak Mahkamah Agung mengeluarkan Keputusan (MA) No. 73 Tahun 2015, maka tidak relevan lagi kita berbicara soal wadah tunggal. Saya pribadi kurang sepakat, misalnya temanteman Peradi sana sini menggagas pertemuan untuk standarisasi rekrutmen dan kode etik karena dengan begini mereka tidak mengakui organisasi Advokat lain yang sangat banyak. Pertanyaannya, apakah yang berwenang melakukan standarisasi kode etik itu hanya Peradi? Kalau ya, Peradi yang mana? Kalau mereka bersama sementara pemimpin mereka tiga AAI bagaimana? Artinya wadah tunggal itu sudah tidak cocok atau tidak relevan. Mengapa? Menyikapi kondisi seperti ini saya justru mendukung surat edaran tersebut karena pada akhirnya MA akan melihat tidak relevan lagi semua. Kalau ini terus dipertahankan dengan dasar hukum yang tidak kuat konyol juga kita nantinya gamang secara organisasi, jangan sampai Mahkamah Agung melihat ini, mencabut karena kegamangan ini.
Ombudsman Indonesia - Edisi #88 | November 2018
Konsep berpikir AAI adalah independen tidak memihak salah satu Peradi, karena anggotanya ada di semua Peradi. AAI ini sudah lama berdiri, survive, organisasi yang cabangnya sangat banyak, di daerah juga survive. Oleh karenanya, apa yang dilakukan oleh DPC Banding dan Denpasar sudah tidak bisa ditahan lagi. Beberapa DPC AAI sangat kuat di Bandung, Bali, Medan, Makasar, dan lainnya. Maka, tidak ada alasan bagi anggota untuk tidak memberikan dukungan untuk melegalkan dalam AD/ART AAI untuk segera dimasukan poin melaksanakan PKPA, PPA dan pelantikan sendiri. Jujur, kalau apa yang dilakukan cabang Bali dan Bandung tidak sah, karena hal tersebut tidak diatur dalam AD/ART. Oleh karena itu, menurut saya, demi perkembangan AAI ke depan, kita harus bersama mendorong hal ini agar diakomodir dalam perubahan AD/ART. Pertimbangannya, akan ada banyak DPC AAI di seluruh Indonesia yang mengikuti jejak DPC Bandung dan Denpasar. Selama ini, karena belum ada kewenangan dan tidak diatur, maka beberapa cabang AAI di
daerah seperti gamang dan secara organisasi AAI tidak berkembang karena tentu para calon advokat memilih bergabung ke oraganisasi yang mengadakan PKPA dan melantik anggotanya. Oleh karenanya, ke depan kita harus bisa mandiri dengan mengadakan standar prosedur seperti yang diamanatkan dan diatur dalam UU No.18/2003 tentang Advokat, tanpa anggota kita harus menunggu hal tersebut dilakukan organisasi lain.*
www.majalahombudsmanindonesia.com
COVER STORY 23
Jamaslin James Purba, SH., Wakil Ketua UmumDPN Peradi
Saya Tidak Pernah Pergi dari AAI Naskah & Foto: Tim MOI.
S
epanjang belum dirubah nafas dan spirit seperti yang ada dalam UU Advokat, maka spiritnya adalah wadah tunggal, walaupun faktanya ada banyak Peradi. Dalam UU Advokat, negara sudah menyerahkan kepada organisasi advokat soal proses rekrutmen melalui pendidikan ataupun PKPA lalu diberikan kewenangan untuk mengangkat. Kalo ada advokat melakukan pelanggaran etik bisa sampai dihukum pemecatan. Walau kemudian terjadi perpecahan saya menganggap Peradi ini tetap satu, karena menggunakan logo dan nama yang sama, dan anggaran dasarnya satu. Jadi kalau kita telusuri lebih detail bahwa seperti ibarat satu perusahaan badannya hukumnya terdapat tiga kubu mengaku sebagai direksi yang sah. Sepanjang mereka masih bernaung di bawah anggaran dasar yang sama, organisasi itu tetap bernama Peradi. Terkait organisasi AAI yang sudah menggagas PKPA Bandung dan Bali, itu artinya AAI dalam
www.majalahombudsmanindonesia.com
konteks sudah mengambil sikap bahwa AAI berkompeten mulai dari recruitmen, pengangkatan sampai seterusnya. Itu artinya AAI sudah keluar dari kepemimpinan Peradi. Ini sangat disayangkan. Padahal tujuan dibentuknya Peradi adalah ingin mempersatukan advokat. Padahal anggaran dasar AAI salah satunya menyatakan bahwa peran AAI adalah bagian dari Peradi karena sebagai pendiri, dan Ketua Umum AAI adalah calon yang akan diusung organisasi saat Munas Peradi. Itu salah satu bunyi di dalam anggaran dasar. Walau sebagai salah satu pendiri Peradi, namun saya melihat bahwa anggota AAI yang ada saat ini jumlahnya tidak signifikan bertambah, karena peran petinggi pengurus tidak terlalu gencar untuk merekrut anggota baru. Pada akhirnya jumlah anggota AAI tidak terlalu signifikan, otomatis kekuatannya tidak terlalu besar. Kemudian kita harus di catat sejak Peradi melakukan PKPA, justru anggota Peradi yang ada sekarang hampir 45.000 . Dampaknya, hampir dipastikan advokat luusan Peradi tidak signifikan ke AAI walaupun AAI menyatakan sebagai pendiri Peradi. Karena orang merasa, kalau sudah di Peradi, buat apa di AAI kecuali yang secara historis berawal dari AAI baru ke Peradi seperti para senior. Bisa jadi lebih nyaman di AAI lain hal, tapi untuk advokat yang baru sangat diragukan mereka akan ikut ke AAI karena yang dia kenal, dia dididik, diangkat dari Peradi, dan akan tetap di Peradi. Kalau AAI mau menambah anggota harus melalui PKPA. Kenyatannya, PKPA yang dilaksanakan AAI selama ini anggotanya terus tidak signifikan paling angkanya puluhan. Beda
dengan Peradi data terakhir sejak kita melaksanakan ujian gelombang pertama mencapai 5000 lebih, kemudian gelombang ke dua kita laksanakan pada 5 Desember nanti sudah terdaftar peserta hampir 5000 dari seluruh Indonesia. Artinya advokat sdh mempunyai pemikiran bahwa Peradi inilah organisasi sangat dinamis. Soal rangkap jabatan, kita akan lihat keputusan Munaslub AAI, bahwa kader AAI yang ada di Peradi, tentu tidak mudah untuk melepaskan jabatan di Peradi. Peradi jauh berkualitas, besar, powerfull, kegiatannya sangat kontinyu. Makanya bagus kalau dibuat peraturan pengurus atau anggota AAI tidak bisa merangkap . Kalaupun ada larangan jabatan di Peradi, saya akan memilih di Peradi. Berkembangnya organisasi dengan banyaknya kegiatan yang dilakukan oleh pengurus, itu menunjukkan eskistensi Peradi dibandingkan dengan perkembangan di AAI sangat jauh berbeda. Kalau soal keanggotaan rangkap, selama masih belum dikeluarkan sangksi apapun, dia tetap anggota. Di AAI pun nama kita masih ada. Saya prinsipnya sederhana saja, sepanjang aturan yang dibuat Munaslub AAI tidak bertentangan melanggar anggaran dasar Peradi dan tidak dimasalahkan saya akan tetap menjadi anggota AAI, dan tetap menjadi pengurus Peradi. Jauh lebih baik kalau kita masih bisa solid, ada kebanggaan di dalamnya. Saya sebagai anggota AAI tetap menjadi anggota AAI sampai saat ini. Tidak ada masalah, masih punya kartu keanggotaan AAI, sayang AAI dan memang saya berawal dari AAI. Kita tidak pernah pergi dari AAI.*
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
24
COVER STORY
Rudy Lontoh, SH., Advokat Senior, Pendiri AAI
AAI Tidak Harus Keluar dari Peradi Naskah & Foto: Tim MOI.
A
AI ada kelebihan karena sesuai lagunya “Kemesraan�, yang tua mengayomi yang muda, orang tua saling membuka diri bukan hanya mengkritik, di beberapa organisasi lain kalau yang senior biasanya harus diikutin oleh yang junior. Di kita saling mengisi. Kemudian AAI ini ikut membentuk Peradi yang kemudian pecah jadi tiga. Kita ikut yang mana? Kalau begini terus bukan hanya Peradi yang pecah. Kita pun akan rusak, ini sudah tinggal soal waktu. Soal wacana yang berkembang di antara anggota bahwa AAI mau berdiri sendiri, yang mau kita usulkan dan semoga di setujui oleh
Ombudsman Indonesia - Edisi #88 | November 2018
teman-teman adalah bahwa Peradi biar mengurus urusannya, kita juga mengurus diri kita. Kita tidak keluar dari Peradi lho, bukan melawan UU tapi itu kenyataan di lapangan. Tapi para senior dan temanteman pengurus sudah sepakat bahwa kita jangan keluar dari Peradi, tapi kita juga tidak mau tiga tetapi hanya satu. Pertanyannya, AAI ada di Peradi A, B, C mana? Krusialnya di perubahan anggaran dasar, diberikan wewenang di Munaslub bahwa kita akan menerapkan anggota AAI kalau jadi pengurus di tempat lain mereka harus memilih, mau jadi pengurus di Peradi A, B, C atau mau menjadi pengurus di AAI. Contohnya si A di Peradi B tapi dia tidak menjabat di AAI, pertanyaannya, apakah dia keluar dari Peradi? Jawabannya tidak harus keluar. Karena di AAI tidak ada jabatan hanya anggota tapi dia tidak boleh jadi pengurus di AAI. Bagaimana dengan anggota yang jadi pengurus di AAI dan di Peradi A,B,C? Misalnya dikasih waktu satu tahun untuk memilih. Anggota boleh di dua tempat namun untuk kepengurusan hanya di satu tempat. Jadi kembali lagi soal kepengurusan yang boleh aktif hanya satu. Keanggotaan tidak ada
masalah. Jadi, penyelesaian terbaik mereka bisa memilih sampai masa baktinya habis. Semua itu bisa kita lakukan tanpa harus keluar dari Peradi. Walaupun ada beberapa kawan yang menyarankan demikian, ingat kita orang hukum. Selama UU belum diubah, kita tetap taat. Kasihan dengan lawyer muda bingung, jadi, yang terbaik kita bersifat netral. Balik lagi pada pokok permasalahan, kita tetap boleh menjadi anggota di organisasi apapun tetapi tidak boleh rangkap kepengurusan karena tidak efektif. Kalo kita liat positifnya, AAI tidak di bawah Peradi. Yang terpenting organisasi kita tidak dicampuri. Untuk pemimpin AAI, pentng untuk terus menjaga komunikasi, blusukan ke daerah, jadi semangat daerah terjaga dan dia juga harus merangkul cabang-cabang. Saudara Ismak sudah bagus dan dia masih mau mendengarkan para senior. Soal Peradi, apakah tetap waduh tunggal atau tidak, kita wait and see lah. Yang jelas, untuk mengurus diri sendiri, kita butuh payung hukumnya. Jangan ekstrim keluar dari Peradi. Tapi kalau memang sudah waktunya mau dibilang apa.*
www.majalahombudsmanindonesia.com
COVER STORY 25
Paul Sukran, SH., Wakil Ketua Dewan Kehormatan DPP AAI
Manfaatkanlah Munaslub untuk Konsolidasi Naskah & Foto: Tim MOI.
O
rganisasi AAI sekarang kita ketahui seperti mati suri, hidup segan mati tak mau. Padahal kita merupakan salah satu organisasi pendiri Peradi yang pada saat itu di gadang-gadangkan sebagai organisasi tunggal, namun dalam perjalanan Peradi tidak dikelola dengan baik sehingga terjadi monopoli yang tidak sehat. Dengan perpecahan ini AAI saya lihat jalan di tempat, karena AAI terlalu menjadi anak manis. Kita harus realistis, mau memperbaiki situasi atau tidak. AAI tetap harus eksis dan harus kita aktifkan kembali. Sebelum terbentuknya Peradi, AAI adalah salah satu organisasi terbesar di Indonesia, paling rapih, tertib. Pasca. Peradi pecah belah, AAI pun mati suri. AAI harus memanfaatkan momen Munaslub ini untuk konsolidasi supaya kita tidak ketinggalan zaman. Konsolidasi ke dalam kita perbaiki, aktifkan kembali, tentunya ada hal yang perlu di rubah dalam pasal di Anggaran Dasar supaya boleh juga kita memperbaiki rumah kita sendiri, percantik supaya kembali hidup. Konsolidasi inilah yang sangat penting, deklarasi kita bukan keluar atau masuk dari organisasi lainnya.
www.majalahombudsmanindonesia.com
Kita konsisten kepada rumah asal kita. Sehingga ini menjadi kembali berfungsi sebagai sebagaimana harusnya, jalan organisasi dengan baik, jalankan kode etik dengan baik, PKPA, merekrut anggota baru, sebagaimana mestinya organisasi Advokat. Memang idealnya kembali bagi semua yang pernah menjadi anggota AAI masih mau, cinta, kembalilah ke rumah asal kita. Tidak perlu mendeklarasikan keluar dari Peradi mana. Karena kita bukan keluar dan masuk dari organisasi manapun juga. Kita kembali ke rumah asal, tak perlu malu atau gengsi. Namun tentunya ini hanya bersifat himbauan karena kita tidak bisa memaksakan kebebasan berpendapat dan berkumpul yang dijamin UUD 1945. Itulah bedanya kita, menjunjung tinggi azasazas sebagai satu organisasi yang terhormat. Karena kita bisa melihat fenomena yang ada, toh semua organisasi diakui sebagai organisasi Advokat. Memang tidak relevan bicara wadah tunggal. Idealnya, situasi tetap multi bar tapi satu kode etik. Ada konsensus dari seluruh organisasi advokat yang ada membentuk satu wadah tunggal
untuk kode etiknya. Dan harus di sepakati oleh semua organisasi Advokat. Dengan ini bisa menjamin mutu, tanggung jawab thd masyarakat, kontroling yang baik. Satu advokat berbuat negatif, semua advokat kena imbasnya. AAI dari dulu mengusung semangat kekeluargaan, dibalik semua itu ada semangat berjuang. Adanya loyalitas kecintaan organisasi dengan semangat seperti dulu. Memang tidak mudah, tapi itulah tantangan terbesar bagi kita untuk menghimpun kembali. Cuma kita harus hati-hati juga, dalam kontrolisasi ini kita harus mengajak mereka supaya mereka mengingat kembali semangat kebersamaan yang kita punya, kita kembali menyanyikan lagu KEMESRAAN.*
Ombudsman Indonesia - Edisi #88 | November 2018
26
COVER STORY
Efran Helmi Juni, SH., Sekjend DPP AAI
AAI Harus Mandiri dan Eksklusif Naskah & Foto: Tim MOI.
A
wal pemikiran melaksanakan secara utuh perintah UU No. 18/ 2003 tentang proses perekrutan profesi advokat dimulai dari rapat kerja AAI di Palembang pada 2016 lalu. Raker itu memberikan perintah agar AAI melakukan secara utuh dan mandiri proses perekrutan calon advokat di AAI. Berlanjut raker di Bandung, maka terjadilah kesepakatan. Saat itu saya kebetulan masih sebagai Ketua DPC AAI Bandung. Maka kami di Bandung kemudian melakukan PKPA bekerjasama dengan Universitas Parahyangan, Bandung. Selanjutnya saya selaku ketua DPC AAI Bandung melakukan dengan memulai pendidikan advokat mandiri, dan setelah sukses di melaksanakan PKPA hingga penyumpahan di Pengadilan Tinggi, maka DPCDPC lain pun mulai mengikuti apa yang kami lakukan. Jadi ini akan berkembang terus. Memang beberapa cabangcabang belum siap karena di daerahnya belum ada perguruan tinggi yang memenuhi syarat akreditasi. Memang AAI sedang menggodok satu format yang akan di jadikan standar dijadikan pendidikan Advokat. Munaslub itu pada prinsipnya melakukan perbaikan pembenahan organisasi dalam anggaran dasar di sesuaikan dengan perkembangan hukum sekarang, termasuk situasi hukum tertera dalam UU no. 18 /2003. Munaslub mengagendakan anggaran dasar dan berkaitan dengan AAI dalam hal perekrutan anggota AAI berawal dari pendidikan, ujian, magang sampai pelantikan akan disampaikan utuh dalam anggaran dasar. Perubahan itu akan di tuangkan.
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
Kalau sebelumnya hanya penjelasan secara umum maka sekarang disampaikan secara utuh poin-poinnya dan landasan yang akan kita buat pada saat cabang melaksanakan pendidikan mandiri berdasarkan anggaran dasar. Berdasarkan surat edaran SK MA No. 73 itu, organisasi di luar Peradi juga boleh mengajukan permohonan ke Pengadilan Tinggi untuk melakukan penyumpahan terhadap anggota organisasinya hingga muncul UU Advokat yang baru. Advokat sebagai profesi yang menjalankan sebagian fungsi Sistem Kekuasaan Kehakiman di Indonesia seperi yang diatur dalam UU Advokat memang harus mengikuti secara ketat apa yang telah digariskan oleh UU tentang perekrutan calon advokat baru. Itu yang dimaksudkan dengan Kemandirian AAI. Jadi AAI mandiri itu tidak berarti AAI keluar dari Peradi atau apa pun, melainkan dia eksklusif karena mengikuti semua aturan yang digariskan UU Advokat. AAI memang eksklusif, karena dia organisasi profesi, perofesi advokat. Dia beda dengan ormas atau partai politik karena tidak semua orang bisa menjadi anggota AAI. Ada syarat-syarat yang ketat yang harus ia penuhi dengan standarisasi ketat bila ingin menjadi anggota AAI. *
www.majalahombudsmanindonesia.com
COVER STORY 27
R. Astuti Sitanggang, SH., Wakil Ketua Umum DPP AAI
Kita adalah Advokat Pejuang Naskah: Tim MOI | Foto: Dok.Pri
A
AI itu organisasi yang bagus, karena lahir dari perjuangan yang mengusung one man one vote. AAI itu dari dulu cuman punya dua sikap, pilihannya tetap
www.majalahombudsmanindonesia.com
tunduk atau pergi. Dia tidak pernah mekasakan kehendak. AAI tetap memikirkan bagaimana advokat ini bisa tetap baik. Makanya AAI jadi pemakarsa lagi untuk membentuk satu wadah tunggal yaitu Peradi itu. Semua pentolan-pentolannya orang AAI. Orang AAI itu bisa maju, bisa tajam tapi halus. Maksudnya bukan demo demo yang kasar, tapi lebih banyak pemikir. Tapi karena saking pemikirnya jadi sopan dan bisa ditinggalkan, pemaaf. Lama-lama Peradi ini kan sudah tidak bisa diterima lagi tindak tanduknya. Ya sudah berarti kita mau menjalankan yang benar kita jalanlah AAI yang ada. Prinsip aku juga begitu, bukan kemudian malah membuat Peradi yang ke empat.
Ayo kita kembali dan berbuat untuk AAI yang tidak hilang tapi dia semacam tidur. Sekarang kok susah mengapa kembali ? Ada beberapa orang yang sudah mapan di sana di tiga Peradi. Tapi harus kembali ke AAI sama kembali ke rumah, kayak di rumah kursinya kok udah lama ya, belum ada yang baru. Ya ampun peralatan piringnya masih yang lama ya? Wajar saja karena sudah ditinggalkan sekian lama, jadi kita datang ke rumah yang memperbaiki memperbaharui rumah kita supaya bisa bagus kembali. Terus kalau di AAI sekarang ini semua harus dimulai dari nol bahkan minus. Harus dari kantongnya merogohrogoh. Sedangkan yang ada sekarang gak perlu. Malah kita kalau ada kegiatan semuanya ada uangnya kok. Saya juga tidak berpikir bahwa yang kembali itu adalah orangorang yang sakit hati yang mungkin dinomorduakan di organisasi lain. Kalau seperti itu kan seolah-olah saya kalah bertarung terus kembali ke rumah. Kita positive thinking saja, kalau sudah begini terus kita bilang apakah harus lebih baik begini siapa yang mau diharapkan. Kita tidak minta orang lain, tapi kita harus mulai sendiri. Saya suka waktu Pak Humprey ketika masih menjadi Ketua Umum menyatakan bahwa kita adalah advokat pejuang. Pak Humprey sendiri sudah pernah mengajak kita untuk bangun rumah kita. Di zaman pak Humprey bisa dikatakan AAI kembali mengembangkan sayapnya. Dan kita adalah yang pertama ada bidang perempuan dan anak. Terus kita juga yang pertama yang punya LBH diakui oleh Pengadilan. Makanya AAI itu officium nobile. *
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
28
SOSOK
Bhakti Dewanto, SH., MH., Advocat
Hukum adalah Payung Demokrasi
S
ekian lama Indonesia merdeka, masih saja terjadi kekurangan dan ketimpangan dalam penegakan hukum. Padhal, seharusnya hukum sebagai panglima dan apapun juga yang dilakukan harus berdasarkan hukum. Kalau kita bicara tentang hukum, berarti bicara tentang hak asasi manusia (HAM), Undangundang, demokrasi dan penegakan hukum. Menurut Bhakti, hukum adalah sesuatu yang hidup, ada dalam kehidupan kita sehari-hari dari lahir sampai meninggal. Harus diakui, kata Bhakti, bahwa kita masih dalam suatu proses, karena kita pernah menjadi Negara jajahan, sehingga aturanaturan hukumnya memang masih ada yang bersumber dari produk hukum penjajah. Nah, menurut Bhakti, dalam hal ini penting untuk melakukan pendalaman oleh ahliahli filsafat hukum agar hukum itu bisa menjadi yang hukum yang hidup dan bisa sesuai dengan nilainilai yang tumbuh di Indonesia, sehingga dia menjadi hukum yang hidup.
Ketua Umum Mitra Jaya 33 Koramil 03/GP Bhakti Dewanto, saat memberikan sambutan di acara Pelantikan Pengurus Mitra Jaya 33 Koramil 03/GP, di Taman Duta, Sport Center, Jelambar Baru, Jakarta Barat Naskah & Foto : Amri Siregar.
Karena hukum itu hidup dalam masyarakat, maka selain peran aparat penegak hukum, butuh kesadaran masyarakat agar hukum itu berjalan sebagaimana mestinya. Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
Dari Otoriter ke Demokrasi Bhakti mengatakan penegakkan hukum itu adalah konsekuensi logis dari era demokrasi. Kalau di suatu Negara sedang mengalami masa transisi menuju era demokrasi, maka, di situ penegakkan hukum berperan besar. Ada yang mengatakan, hukum itu menjadi panglima, menjadi pilar, jadilah, salah satu pilar demokrasi itu adalah hukum. “Bisa dibayangkan, bagaimana jadinya suatu negara demokrasi itu tanpa adanya peneggakkan hukum,� ujarnya. Berkaitan dengan adanya pengungkapan kasus-kasus
www.majalahombudsmanindonesia.com
SOSOK 29 korupsi, kata Bhakti, itulah satu bukti bahwa hukum itu berjalan, hukum itu hidup. Kalau tidak pernah ada masalah, tidak pernah ada kejadian penangkapan terhadap para pejabat pelaku tindak pidana korupsi, itu berarti hukum tidak berjalan, tidak berfungsi. Bagi Negara seperti Indonesia yang masih mengalami fase-fase transisi dari negara otoriter (Orde Baru) menjadi negara demokrasi, saat ini terjadi perubahan paradigma. “Contoh, di zaman otoriter itu era ketertutupan, sekarang keterbukaan. Pada zaman otoritarian itu ada dominasi pemerintah. Masyarakat, beserta komponen masyarakat lain, termasuk mahasiswa, rakyat dan pers menjadi subordinat di bawah kekuasaan pemerintah.�
Apresiasi untuk Presiden Jokowi
B
hakti pun tak lupa memberikan apresiasi kepada pemerintahan sekarang. Menurut dia, saat ini, masyarakat cukup terkesan dengan cara-cara Presiden Joko Widodo (Jokowi) menangani berbagai masalah hukum masih bergerak ke arah yang lebih baik. Beberapa kali Jokowi menunjukkan bahwa dia sangat pro terhadap penegakkan hukum. Tetapi, dia juga menunjukkan bisa bersikap bijaksana. Hanya saja, masih ada kekuatan lama yang masih ingin mendominasi dengan menggunakan cara-cara dan paradigma lama dengan kekuatan otoriter dan kekuatan kekuasaan. Agar pemerintahan berjalan baik, yang dibutuhkan sekarang ini adalah bagaimana masyarakat itu mengedepankan hati nurani dalam setiap proses berdemokrasi, dalam memilih
www.majalahombudsmanindonesia.com
pemimpin, dalam mengawal perjalanan penegakkan hukum. “Ini saling berkaitan. Hukum itu adalah payung dari demokrasi. Demokrasi yang substansial, bukan demokrasi yang semu. Saya percaya, rakyat Indonesia memiliki
masa depan yang lebih baik, jika merasa mengawal demokrasi ini dengan menggunakan hati nuraninya, menjadikan hukum sebagai payung perjalanan demokrasi ini,� pungkasnya.*
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
30
SOSOK
Ketika memasuki transisi menuju demokrasi, itu berubah dari era tertutup menjadi terbuka. Dari era yang mengedepankan
kekuasaan sebagai panglima menjadi mengedepankan hukum sebagai panglima. Dalam proses transisi ini terjadi
hal-hal, misalnya, kalau ada kasus korupsi, penyalahgunaan wewenang kekuasaan, itu ditutup pada zaman otoriter. Penguasa bisa melakukan intervensi terhadap pers, misalnya, supaya jangan menyebarkan berita korupsi. Jadi, bukannya nggak ada masalah di era otoriter itu. Masalah banyak, tapi ditutup. Orang sekarang bilang korupsi semakin meluas. Padahal, dulu juga seperti itu, tapi nggak kelihatan karena ketertutupan. Karena ciri era demokrasi adalah pers yang bebas. Kalau otoriter itu pers ditekan. Persoalannya apakah demokrasi yang sekarang berjalan ini sudah sampai demokrasi dalam arti substansinya atau masih demokrasi semua? Apakah memang rakyat itu betul-betul dapat meneriakkan suaranya atau tidak? ”Lihat saja, berapa ratus kepala daerah yang terkena masalah, tapi, koq rakyat kita pilih mereka sih? Kenapa bisa begitu? Apakah karena memang proses demokrasi di sini belum berjalan sebagaimana
Apresiasi Terhadap Kinerja KPK
A
dvokat senior ini mengaku sangat mendukung kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kalau di zaman Pak Harto kekuasaan itu terpusat dan tidak terjangkau hukum karena dia menganggap dirinyalah hukum itu, maka di era reformasi, hal tersebut tidak berlaku lagi karena sudah ada KPK. Bhakti mengatakan sejauh ini, sepak terjang KPK dalam rangka pemberantasan korupsi di negeri ini, sudah mendapat apresiasi yang luas di kalangan masyarakat umum maupun kalangan penegak hukum sendiri. “Harus diakui, KPK sebagai sebuah lembaga penegak hukum, sudah menjadi suatu ikon di era penegakkan
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
hukum sekarang,” ungkap Bhakti. Ketika polisi dan jaksa mungkin tidak bisa menjangkau, KPK yang melakukan itu. Jadi, sangat penting buat kita menguatkan KPK sehingga tak ada langkah langkah mundur. Kalau “KPK melemah, itu akan terjadi set back , karena harus diakui KPK saat ini menjadi garda depan untuk penegakan hukum dalam rangka pemberantasan korupsi,“ ujarnya pula. Meski begitu, lanjut Bhakti, tentu saja KPK juga punya keterbatasan. Para punggawanya juga manusia biasa. Banyak tekanan datang dari sana sini. Banyak dimusuhi orangorang. Rakyat Indonesia harus mendukung dan menjaga KPK. Caranya, setiap upaya pelemahan terhadap KPK, harus dilawan.
“Korupsi itu extraordinary crime, oleh karena itu, untuk mengatasinya di perlukan lembaga yang punya kemampuan dan kewenangan yang ekstra juga. Itu sebabnya, KPK dilengkapi kewenangan menyadap. Kalau kewenangan extra ini dilucuti, pasti KPK nggak bisa berbuat banyak.” Hukuman yang efektif untuk para koruptor yaitu yang memiliki efek jera, misalnya dengan perampasan aset koruptor. Pemiskinan akan lebih efektif. Blokir rekeningnya. Kekayaan negara harus dikembalikan. “Tapi yang professional, jangan asal sita. Nanti harta hasil keringat juga disikat. Kan bisa dihitung berapa kerugian negaranya.*
www.majalahombudsmanindonesia.com
SOSOK 31 persoalan di era transisi itu, kata Bhakti, ialah, ketika penegakan hukum berjalan, namun, watak dari era otoritarian yang masih mengandalkan kekuasaan, belum sepenuhnya hilang. “Ketika dia terpilih menjadi bupati, jiwanya masih otoriter. Jadi eranya ada di era demokrasi, tapi jiwanya masih otoriter. Ini disebabkan karena rakyat juga, oleh sebab dalam memilih pemimpinnya, mereka mau saja terlibat dalam aksi-aksi politik uang,” tandas Bhakti.*
Bhakti Dewanto, SH., bersama mobil Jeepnya yang digunakan untuk misi penyelamatan. (Foto: K abarOto/Bimo Hariyadi).
yang diharapkan?” ucap Bhakti bertanya-tanya. “Saya yakin, kalau kualitasnya demokrasi kita membaik, rakyat memilih berdasarkan hati nurani. Tidak ada permainan money politic di situ. Baik dari para elit politik maupun juga dari rakyat. Pemimpin yang terpilih juga akan lebih baik,” beber Bhakti.
Menurut Bhakti harus kembali lagi kepada kesadaran politik rakyat Indonesia. Diharapkan, ada kesadaran politik demokrasi yang betulbetul sehat. Nah,
Biodata Nama TTL Hobby Motto Idola Pendidikan Email Spesialisasi Kantor Hukum
: Bhakti Dewanto, SH., MH. : Jakarta, 3 April 1967. : Menembak dan Off Road. : Jadilah diri sendiri dan tetap rendah hati. : Bung Karno, Pangeran Diponegoro, Jendral Sudirman. : S1 Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. S2 Magister Hukum ( MH ) Universitas Jayabaya. : bhaktidewa@gmail.com : Pidana Umum, Pidana Khusus, Perdata, Perkawinan dan Keluarga, Hukum Perusahaan dan Hukum ketenagakerjaan. : DEWA JUSTISIA & Rekan, Satrio Building 4th floor Jl. Prof Satrio No. 289, Jakarta Selatan, Indonesia 12930
Selain menjalankan profesi sebagai advokat, anak pensiunan prajurit tersebut saat ini dipercaya menjadi Ketua Umum Mitra Jaya Kodim 0503/Jakarta Barat.
www.majalahombudsmanindonesia.com
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
32
SOSOK
Ludiyanto, SH., M.Hum., MM., Registered IPR & PVP Consultant
Kerja Keras dan Selalu Bersyukur
K
Ludiyanto, SH., M.Hum., MM. Naskah & Foto: Hendarman MD
Menikmati kesuksesan sebagai anugerah Allah SWT, Ia selalu langsung turun tangan mengawasi dan mendampingi pelayanan terhadap klien. Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
adangkala suatu tantangan mampu untuk menumbuhkan inspirasi seseorang dalam berimprovisasi. Dari improvisasi ini lalu muncul inovasi-inovasi dan akhirnya menghasilkan apa yang dinamakan prestasi. Itulah gambaran perjalanan Ludiyanto yang kini memiliki General Patent International (GPI). Ia terus berkarya dan berkreasi di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) meski kini telah mempunyai lebih dari 95.000 klien dari dalam maupun luar negeri. Dengan dukungan jaringan yang luas di berbagai belahan dunia, Ludiyanto yang telah memiliki network di 198 negara di dunia tidak berhenti berimprovisasi dan berkarya. Awal kariernya dimulai saat pria kelahiran Pemalang, 14 Juli 1962 ini bekerja sebagai asisten pengacara di bidang HKI sejak 1983 sampai 1994 pada kantor hukum Oei Tat Hwai Cs atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama George Widjojo & Partner. Dari sinilah Ludi banyak mendapatkan ilmu khususnya di bidang HAKI. Berbagai kasus merek dan paten ternyata telah menarik perhatiannya. Hingga memutuskan untuk mendalami ilmu hukum di Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta, dan menyelesaikan program S-1 pada 1990. Kemudian ia juga melanjutkan kuliah S-2 untuk program Magister Management (MM) di Fakultas Ekonomi Sekolah Tinggi Manajemen LABORA, Jakarta dan menyelesaikannya di tahun 1997. Sedangkan untuk program Magister Hukum (MH)
www.majalahombudsmanindonesia.com
SOSOK 33
Ludiyanto, SH., M.Hum., MM., di ruang kerjanya.
Ludiyanto lulusan dari Universitas Gajah Mada (UGM) tahun 2007. Saat ini Ludiyanto Kandidat Doctor (Hukum) di Universitas Gajah Mada (UGM). Menurut Ludi, dalam mendalami bidang HAKI meski undangundangnya sangat lex spesialis tapi ruang lingkupnya ternyata sangat luas. “ Hal ini menambah kreativitas saya pribadi untuk terus berkarya dan berkreasi menghadapi dan menyongsong era globalisasi
www.majalahombudsmanindonesia.com
yang sekarang telah dimulai,” ungkapnya. Setelah 11 tahun bekerja di Oei Tat Hwai Cs, pada 1994 Ludiyanto resmi mengundurkan diri (keluar). Kemudian pada 1994 bersama seorang mantan jaksa yang juga mantan dosennya, Sofril Manan, ia mendirikan law firm sendiri dengan nama Ludiyanto – Manan. Tapi karena kondisi kesehatan dari Sofril Manan terus menurun dan tak lama setelah itu beliau meninggal
dunia. Untuk mengisi kekosongan setelah ditinggal almarhum Sofril Manan, Ludiyanto kemudian menggandeng mantan Direktur Merek Hartono untuk menjadi konsultan paten. Sejak itu berdiri General Patent International (GPI) yang bergerak di bidang konsultan HAKI. Ludiyanto sendiri selalu mengikuti perkembangan kondisi HAKI, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Berbagai pertemuan, seminar, kursus, even-even HAKI baik di negara Asean, Eropa, Afrika termasuk di beberapa negara Amerika Latin diikutinya. Rupanya dengan seringnya Ludi mengikuti pertemuan, seminar, kursus, eveneven HAKI di luar negeri Law Office GPI yang dipimpinnya, mendapatkan banyak klien-klien dari luar negeri yang menggunakan jasa kantor hukumnya. Di tahun 2003 sampai sekarang General Patent International (GPI) berafiliasi dengan Drew & Napier, LLC Singapore untuk mendirikan Kantor Hukum di Indonesia dengan nama Drewmarks Intellectual Property Service. Selanjutnya di tahun 2006 sampai sekarang Ludiyanto masih tercatat sebagai Managing Director PT DREWMARKS (IPR Service) dan PT INDOMARKS (IPR Service). Bahkan di pertengahan tahun 2006 sampai 2010 Ludiyanto pernah menjabat sebagai Ketua Kode Etik Konsultan HKI. “Alhamdulillah berkat keikhlasan, kerja keras dan rasa syukur kepada Allah SWT saya mendapat berkah banyak klienklien yang tertarik menggunakan jasa kami sampai sekarang. Di antara klien-klien itu adalah Italia, Amerika, Afrika, Hongkong, Jepang, Singapura, Malaysia dan juga negara-negara lain di dunia,” ungkap Dosen HKI Universitas Tarumanagara, Jakarta pada Majalah Ombudsman Indonesia. Hingga kini General Patent International (GPI) sudah tercatat
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
34
SOSOK
pada badan-badan Organisasi Dunia yang terkait dengan urusan HAKI, di antaranya International Trademark Association (INTA), American Intellectual Property Law Association (AIPLA), European Communities Trademark Association (ECTA),International Law Association (ILA), Asosiasi Konsultan Paten Terdaftar Indonesia (AKPTI) dan Indonesian Intellectual Property Society (IIPS). Team Work Keberhasilan Ludiyanto dalam mengibarkan bendera General P a t e n t
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
International (GPI) tidak luput dari kerja kerasnya yang di dukung oleh asisten, staf dan ratusan karyawan yang bekerja di kantor hukumnya. Dalam bekerja ia lebih mengutamakan profesionalisme ketimbang menghalalkan segala cara. Untuk itu ia pun seringkali memberikan wejangan kepada asistennya dan juga yuniornya, agar jangan ambisius, sematamata yang dikejar materi sebab materi akan bisa datang dengan sendirinya. Dari berbagai kasus yang pernah ditanganinya, Ludiyanto masih terkesan saat menangani kasus merek Giordano. Sebagai pemilik resmi merek Giordano yang berbasis di Hongkong, kliennya akhirnya bisa mendaftarkan mereknya di Indonesia setelah sebelumnya bersengketa dengan pemilik Giordano aspal alias asli tapi palsu, yang didaftarkan oleh orang lokal. Kasus ini cukup menarik dari tingkat pertama hingga mendapatkan putusan PK atau Yurisprudensi M a h k a m a h Agung RI tentang Giordano. Kasus lain yang cukup menarik b a g i n y a adalah kasus
merek Benetton dan Cesare Paciotti. Meski sering menangani kasus perusahaan-perusahaan besar dan terkenal, Ia belum pernah mendapatkan teror atau ancaman dari pihak lawan, sebab dalam menangani setiap kasus mencoba untuk tidak egois dan tidak membuat suatu tantangan yang membuat orang merasa di musuhi. Dalam menjalani kariernya Ludiyanto berprinsip setiap melangkah dan menanam harus benar-benar ikhlas dan baik. “Karena setiap apa yang kita buat dan tanam dengan ikhlas dan baik, Insya Allah akan menghasilkan sesuatu yang baik pula,” ujarnya. Ludiyanto bahkan tidak pernah bermimpi akan punya kantor, punya karyawan banyak dan memiliki klien dalam negeri (domestik) dan juga luar negeri. “Itu semua semata-mata adalah pemberian Allah SWT. Karena setelah kami mendapatkan amanah dari klien, kami berusaha memberikan pelayanan sebaik mungkin (terbaik), karena bila sudah mendapatkan amanah jangan sekali-kali mengabaikannya,” jelas dia pula. Oleh karenanya, walaupun memiliki asisten atau team yang sudah ahli, sebagai senior ia tetap terus mendampingi dan mengontrol para staf dalam setiap memberikan pelayanan kepada klien. Hal ini dilakukan agar klien bisa merasa puas atas pelayanan dan pendampingan dari kami. “Sehingga klien tetap nyaman, puas dan tetap masih menggunakan jasa kami. Itulah yang membuat kantor hukum kami masih tetap eksis sampai sekarang,” ujar Ludiyanto. Profesi pengacara bagi Ludiyanto bukan sekedar sebuah profesi tapi sudah merupakan bagian dari pada hobi, sehingga ia ingin profesi ini bisa dijalaninya sampai tua nanti. “Selama saya masih sehat, saya akan selalu beraktivitas seperti ini,“ pungkasnya. *
www.majalahombudsmanindonesia.com
SOSOK 35
• • •
1997, Magister Management (MM) Sekolah Tinggi Manajemen Labora, Jakarta 2007, Magister Hukum (MH) Universitas Gajah Mada 2007- Sekarang, Kandidat Doktor (Hukum) Universitas Gajah Mada
Pendidikan Profesi • 1994, Lulus sebagai Pengacara • 2002, Lulus sebagai Advokat • 2006, Lulus sebagai Konsultan HAKI • 2006, Lulus sebagai Konsultan Varietas Tanaman Pengalaman Kerja • 1983-1994: Asisten Pengacara di bidang HKI pada kantor Hukum Oei Tat Hwai Cs • 1994 - Sekarang: Advokat dan Pengacara • Oktober 1994 - sekarang: Bergabung dengan Kantor Hukum General Patent International (Spesialisasi di bidang HKI) sebagai konsultan HKI • 2003-Sekarang: Afiliasi dengan Drew & Napier LLC Singapore untuk mendirikan Kantor Hukum di Indonesia dengan nama Drewmarks Intellectual Property Services • 2008-2010: Ketua Kode Etik Konsultas HKI • Berpengalaman dalam bidang Investigasi merek dan perusahaan.
BIODATA • • • • • •
Nama TTL Jenis kelamin Warga Negara Agama Status
; Ludiyanto, S.H.,M.H.,M.M. : Pemalang, 14 Juli 1962 : Laki-laki : Indonesia : Islam : Menikah
Jabatan • 1994-Sekarang, Managing Director GENERAL Patent International • 1994-Sekarang, Managing Partner Ludiyanto, SH., & Associates • 2003-Sekarang, Managing Director PT. Drewmarks (IPR Services) • 2006-Sekarang, Managing Director PT. Indomarks (IPR Services) • 2011- 2014, Dosen HKI di Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta • 2014-Sekarang, Dosen HKI, di Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara, Jakarta Pendidikan • 1990, S1 FH Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta
www.majalahombudsmanindonesia.com
Training/Kursus/Seminar Selalu mengikuti trainning dan seminar dalam dan luar negeri. • 6 Januari 1995 : Lulus ujian sebagai Pengacara, diselenggarakan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada tanggal 2830 November 1994 • 20 Maret 1995 : Dilantik Kepala Pengadilan Tinggi No. PTJ.PANKU 02/PP/1995 • 31 Mei 1994 : Lulus dari Kursus Kode Etik Advokat diselenggarakan oleh AAI (Asosiasi Advokat Indonesia) Organisasi: • INTA (International Trademark Association), New York, USA • AIPLA (American Intellectual Property Law Association), USA • ECTA (European Communities Trademark Association), London, England • ILA (International Law Association), England • IIPS (Indonesian Intellectual Property Society), Jakarta
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
36 INSPIRASI Wenda Aluwi, S.H., Ketua DPC AAI Bandung
Menerobos Langit-langit Kaca Naskah & Foto: TIM MOI
Berasal dari keluarga advokat, ia bertekad menjaga martabat advokat officium nobile.
L
oyalty, Integrity and Solidarity bagi Wenda Aluwi adalah hal penting yang selalu menjadi pegangan dirinya untuk menjalankan kehidupan. Dunia Lawyer baginya adalah metafora sekaligus dunia kerja, bertindak tegas, berjiwa besar dan menyukai tantangan. Dalam hal integritas, Wenda, putri dari pengacara senior Djony Aluwi ini sangat memahami bahwa ia menyandang nama besar ayahnya, dan ia berusaha menjaga nama ayahnya dengan terus berusaha menjadi advokat yang terhormat. Bagi Wenda, menjadi advokat adalah panggilan hatinya. Sebisa mungkin mematuhi dan menjaga kode etik Advokat. Prinsip lainnya yang ia jalani adalah pelayani dan pengabdian. “Mudah-mudahan dengan selalu mengingat prinsip pelayanan dan pengabdian tersebut saya tidak jadi advokat matre,” ujarnya berharap. Dibesarkan di lingkungan lawyer, dari kecil ia sangat mengerti bahwa kehidupan advokat penuh tantangan, karena itu pula alasan yang membuat dirinya memilih menggeluti dunia advokat. “Sejak saya kecil, papa sudah jadi advokat yang cukup terkenal dan disegani. Banyak menangani perkara besar, termasuk perkara yang melibatkan orang-orang besar. Pada saat itu, masih zamannya main kekerasan dan mafia-mafiaan. Ada saat ketika teror-teror yang berkaitan dengan perkara-perkara yang ditangani papa merembet pada kami. Bagi saya, profesi yang diemban oleh
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
beliau menantang dan menarik. Sehingga saya memilih untuk mengikuti jejak papa menjadi seorang advokat,” tutur Wenda. Menurut dia, ayahnya adalah sosok advokat yang sangat mengabdi dan mencintai profesinya. Itu yang ditiru oleh Wenda hingga saat ini. Sebagai advokat, dirinya memegang teguh prinsip officium nobile atau profesi yang terhormat. Karena itu, ia merasa mempunyai kewajiban untuk menjalaninya dengan menjaga kehormatan profesi dengan mematuhi dan menjaga kode etik advokat. Aktif berorganisasi Wenda merasa beruntung karena memiliki suami Haris Sugondo yang sangat memahami profesi dan kesibukannya meskipun memiliki latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang berbeda. “Saya tidak
www.majalahombudsmanindonesia.com
INSPIRASI 37 dibebani dengan urusan rumah tangga. Hampir semua dilakukan secara bersama-sama, tanggung jawab bersama, sehingga saya tidak merasa ada kesulitan. Pendamping saya, selalu berusaha untuk memberikan ruang dan waktu serta dukungan di setiap pencapaian saya,”ungkap dia. Selain sebagai advokat, ibu dari Kamaratih Reign Sugondo ini juga aktif di berbagai organisasi dan kegiatan. Karena kecintaannya yang mendalam di organisasi advokat tempat dirinya bernaung, Wenda yang juga concern terhadap HAKI (Patent) memantapkan hati untuk bertarung menjadi Ketua DPC AAI Bandung periode 2018 - 2023. “Saya memberanikan diri berjuang untuk DPC AAI Bandung, bukan ingin menunjukkan betapa kuatnya saya, akan tetapi saya ingin menunjukkan rasa cinta saya terhadap rumah yang menjadikan saya seperti sekarang ini,” tegasnya. Wenda pun akhirnya terpilih menjadi Ketua DPC Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Kota Bandung. Komitmne untuk Tidak hanya bergelut dengan dunia organisasi advokat,
Wenda juga mengikuti beberapa kegiatan di antaranya: Kepala Biro Pelayanan Masyarakat DPD GRANAT Jawa Barat (2000–2011), Sekertaris Ilumni FH UNPAR (2009–2011), Pengurus DPC AAI Bandung (2008–2013), Anggota Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum DPC AAI Bandung (2009–2012), Pengurus DPP AAI (2010–2013), Sekertaris DPD GRANAT Jabar (2011–2022), Wakil Sekertaris Jendral ILUMNI FH UNPAR (2012-2016), Pengurus DPC AAI Bandung (2013-2018), Pengurus DPP AAI (2013-2018), Sekertaris DPD GRANAT Jabar (2016-2021), Wakil Sekjen ILUMNI FH UNPAR (2016-2020), bendahara keluarga asuh perwira siswa manca negara (2017-2019), Kepala Biro advokasi IKA SMA 11 Bandung (2018-2023). Di sela kegiatan tersebut, ia lebih senang berkumpul dan berdiskusi dengan teman-teman seprofesi dan di luar profesinya untuk sekedar main kartu dan bersenda gurau. Tetapi, apabila masih ada waktu yang tersisa, dimanfaatkan dengan membaca dan inilah waktu yang istimewa baginya, di mana hanya ada dirinya,
handphone, sebuah buku dan kopi. Generasi Penerus Sebagai salah satu advokat muda yang tengah bersinar, Wenda berpendapat bahwa masih banyak ketimpangan dalam penegakkan hukum di Tanah Air. Hal itu terjadi karena prinsip penegakkan hukum itu sendiri belum terlaksana dengan baik. Untuk itu dirinya memiliki kewajiban untuk turut serta dalam memberikan pembelajaran bagi masyarakat luas, sehingga mereka dapat mengetahui, mengerti dan akhirnya mematuhi hukum. Memiliki law firm atas nama ayahnya adalah wujud kecintaan Wenda terhadap ayahnya. Ia bertekad akan terus mengibarkan nama ayahnya. Menjadi advokat tentu saja banyak sekali tantangannya, namun wanita yang selalu berpenampilan modis dan ramah kepada setiap orang ini sepertinya nyaman saja menjalani profesi yang rentan dengan kekerasan dan penuh gejolak ini. Menurutnya, agar tetap nyaman dalam berkarir di bidang advokat, ia menerapkan bahwa apapun yang dilakukan harus dengan cinta dan senyum. Dancing My Lawyering... Magenta Life... *
Biodata: Nama : WENDA ALUWI, SH Status : Ketua DPC AAI Bandung Pekerjaan : Advokat dan dan Konsultan HKI Kantor Advokat ALUWI & ALUWI Jl. V e t e r a n No. 52A - Bandung 40112 Seminar : 6th ASEAN YOUTH CONGRESS - Bali 2009 Colombo Plan Drug Advisory Program Singapore - Australia 2006 Trained & certified as Anti Drugs speaker (BNN & UNODC) Organisasi : • DPD GRANAT Jawa Barat – Kepala Biro Pelayanan Masyarakat ( 3 Periode sejak 2000 – 2011) • Pengurus Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Advokat Indonesia Bandung (Periode 2008 – 2013) • ILUMNI FH UNPAR Bandung – Sekretaris (Periode 2009 – 2011) • Anggota Bidang Perlindungan wanita dan anak-anak Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum (LAB) DPC AAI Bandung (Periode 2009-2012) • Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Advokat Indonesia (Periode 2010 - 2013) • DPD GRANAT Jawa Barat - Sekretaris (Periode 2011 - 016) • Pengurus dan Anggota aktif untuk beberapa Komunitas Hobby dan social, di antaranya: AWAKEE (asosiasi Wrangler Cherokee), IOF Komda Jabar (Indonesian Offroad Federation), Komunitas Support Group HIVAIDS (Bandung), Table 15 Community.
www.majalahombudsmanindonesia.com
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
38
SOSOK
Ranto Simanjuntak, SH.,M.H., Ketua DPP AAI Bidang Pelayanan Masyarakat
Menjunjung Tinggi Etika dan Standar Profesi Naskah & Foto: TIM MOI
Takdir hidup menghantar dirinya menjadi advokat, bergelut dengan kasus-kasus hukum dan bertemu dengan para pencari keadilan dari berbagai kalangan.
K
liennya tidak hanya dari kalangan atas saja. Setiap ditanya tentang kasus apa yang berkesan, maka kita akan menemukan jawaban tentang membela kaum marginal yang terpinggirkan. Ranto Parulian Simanjuntak lahir di Bona Pasogit, 10 Juli 1972. Anak ketiga dari enam bersaudara ini bercerita, selama berkarir sebagai advokat sejak 2005, ia pernah menangani dua perkara membela wong cilik. “Saya membantu para suster memenangkan perkara di persidangan plus mendapatkan
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
pesangon hingga ratusan juta, walaupun kita dibayar dengan ikan mas saja,” kisahnya. Selain itu Ranto menceritakan pengalaman lain yang hingga kini sangat membekas dalam sanubarinya adalah saat membantu seorang ibu rumah tangga yang sedang berperkara di pengadilan namun kurang beruntung secara ekonomi. Si ibu baru saja melahirkan bayi mungil saat mendatangi kantor Ranto untuk meminta bantuan hukum. “Perempuan itu terlihat sangat menyayangi buah hatinya. Dia
mengaku harta satu-satunya hanya si bayi tersebut. Ia pun nyaris menyerahkan bayinya pada saya. Saya bersyukur dan terkesan pengadilan telah benar-benar berpihak kepada ibu tersebut,”ujar Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) periode 2016-2020. Cita-cita sesungguhnya dari Ranto adalah menjadi tentara yang dalam imajinasi masa kecilnya adalah sosok gagah perkasa, pemberani dan pengayom masyarakat. Namun garis tangan Ranto menentukan berbeda. Dia malah berhasil menjadi pengacara kondang di Ibu Kota. Ranto berkisah, perjalanan karirnya hingga menapak menjadi Advokat sampai sukses, memang tidak disangka-sangka. Mungkin bisa disebut sebagai semacam kompensasi alias pelarian. “Ketika itu setelah saya lulus SMP, berlanjut ke SMA hasrat keinginan saya menjadi seorang militer. Tekad saya harus masuk A1 atau A3 untuk bisa ikut tes militer. Kala itu saya ikut tahapan tes sampai di Pantohir di Rindam Jaya (Kodam Jaya). Tapi nasib berkata lain. Nama saya tidak dipanggil. Lalu, saya berpikir harus bisa bergerak di bidang hukum. Akhirnya saya masuk ke dunia Advokat,”ungkap Ranto. Uniknya, awalnya Ranto malah tidak menjalani pendidikan di bidang hukum agar dapat menjadi seorang pengacara. Dia justru menimba ilmu di Jurusan Managemen, Universitas Gunadharma. Hebatnya, berkat tekad kuat dan otodidak, Ranto akhirnya mendirikan Law Office Ranto P.Simanjuntak & Partners, yang berkantor di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat.
www.majalahombudsmanindonesia.com
SOSOK 39 Biodata:
Nama : Ranto Parulian Simanjuntak,S.H., M.H. Lahir : Bona Pasogit, 10 July 1972 Pendidikan : * Master Hukum, 2004, Universitas Indonesia, Jakarta Indonesia • Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia, 2001, Jakarta Indonesia • Diploma Tiga Sistemn Informatika, 1996, Jakarta Indonesia • Kode Etik Profesi Advokat, 2002, Ikatan Advokat Indonesia, Jakarta Indonesia • Lisensi Advokat, 2002, AAI Peradi Indonesia • Lisensi Kurator 2010, Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) Ketua Umum Pengurus Bandung Karate Club (BKC) Pengda DKI Jakarta, Anggota Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (Forki)
Ranto P.Simanjuntak & Partners adalah kantor Pengacara dan Konsultan Hukum yang terdiri dari Pengacara dan Konsultan Hukum yang hadir untuk merespons kebutuhan hukum tersebut dengan layanan jasa hukum berkomitmen secara profesional dengan standar tinggi karena telah berpengalaman serta memiliki keahlian di beberapa bidang hukum. Dalam menangani setiap permasalahan hukum yang dipercayakan kepadanya, Ranto menggunakan sistem serta metode sesuai dengan etika dan standar profesional dengan pendekatan analitis dan sistematis guna memberi hasil layanan hukum yang terbaik dengan tetap memperhatikan biaya yang efisien. Kepuasan Klien menjadi perhatian khusus tanpa mengabaikan ketentuan hukum yang berlaku. Menurut dia, sebagai advokat profesional, pengacara dilarang menolak sebuah perkara, termasuk kasus perceraian dan narkoba. “Kasus yang paling berat ditangani adalah perceraian karena di dalam agama yang saya yakini itu dilarang,”kata Wakil Ketua Bidang Pengembangan Kerjasama Universitas Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) ini. Jujur Ranto mengakui, mendampingi kasus narkoba mempunyai tantangan luar biasa dan sangat berat baginya. Bagi Ranto, pemerintah sudah berupaya menerapkan sistem untuk
www.majalahombudsmanindonesia.com
menghindari adanya pungutan liar (Pungli) atau celah untuk korupsi. Namun, terkadang dari masyarakat sendiri yang memberi kesempatan agar hal-hal tersebut terjadi. Dia mencontohkan, dalam pengurusan izin-izin, ada pihakpihak yang sengaja memberikan “amplop” agar urusannya dipermudah atau dipercepat prosesnya. “Ini kan tidak benar juga”. Jangan pemerintah sudah berlakukan sistem, sementara masyarakat malah merusak sistem itu dengan cara-cara yang tidak baik,”tandas Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) periode 2016-2020 ini. Ranto tidak memungkiri sekarang ini banyak terjadi politisasi hukum. Bahkan, hukum seringkali ‘kalah’ terhadap intervensi politik. “Idealnya, hukum harus berdiri sendiri, meski hukum itu sendiri bisa dibuat dalam sebuah proses politik, namun hukum tetap hukum, tidak bercampur dengan politik.” Menurut dia, hukum hanyalah suatu alat. Yang utama adalah bagaimana kita membudayakan orang untuk taat pada hukum itu sendiri. Jadi, model sadar hukum harus terus disosialisasikan. Kalau, masyarakat sudah sadar hukum, maka otomatis pelanggarannya hukum pun akan semakin sedikit. Dukungan Keluarga Pria ramah ini mengaku apa
yang dimilkinya sekarang ini selain anugerah yang di atas, tetapi juga merupakang dukungan keluarga. Walaupun telah sukses, ayah tiga anak ini tetap rendah hati. Ia tidak ingin seperti ungkapan pepatah ‘Kacang lupa kulitnya’. Wakil Ketua Bidang Pengembangan Kerjasama Universitas di Peradi ini mengidolakan almarhum Yan Apul Girsang. “Pak Yan itu pada saat saya mau jadi Advokat, beliau banyak memberikan inspirasi buat saya. Beliau banyak mengambil kasus hukum dari perusahaanperusahaan besar dan saya selalu diikut sertakan,”katanya. Terkait dengan organisasi Peradi, anggota Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (FORKI) ini menyatakan bahwa wadah tersebut bukan hanya mencari sebanyak-banyaknya Advokat tetapi lebih menginginkan untuk mengembalikan marwah Advokat yang berkualitas. Profesi advokat yang officium nobile ini ia akui sangat dijaga. Profesi ini sangat terhormat, menyadarkan masyarakat pencari keadilan sampai sejauh mana mereka memiliki hak dan kewajiban. “Anda jangan menuntut hak saja, tapi juga harus menjalankan kewajiban Anda. Nah, kalau Anda sudah menjalankan kewajiban, maka Anda boleh menuntut hak Anda. Hukum itu seperti itu.”*
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
40
KOLOM
Menyikapi Isu Larangan Rangkap Jabatan
di Munaslub AAI 2018
Oleh :Johanes Rahardjo, S.H., M.H* Koordinator Wilayah Jawa Tengah - DPP AAI - Periode 2010-2015
M
unaslub 2018 dengan agenda sesuai pengumuman di Koran adalah Perubahan AD AAI. Salah satu isu besar yang akan dibahas dalam MUNASLUB 2108 ini yakni adanya wacana untuk perubahan pasal yang intinya Pengurus DPP dan atau DPC tidak boleh merangkap jabatan di Organisasi Advokad lainnya dan atau Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI). Wacana ini memang sangat sensitif dan adalah wajar saja jika menimbulkan polemik bagi anggota di daerah-daerah, khususnya di DPC yang pengurus DPCnya sebagian besar juga merangkap Pengurus DPC PERADI masing-masing daerah. Selaku Korwil Jateng DPP AAI 2 (dua) Periode, beberapa minggu lalu saya melakukan konsolidasi dan sosialisasi agenda Munaslub ke bebrapa DPC di Jateng. Saya banyak menerima masukan dan pendapat dari rekan2 anggota AAI di Jateng menanggapi isu adanya pasal yang melarang rangkap jabatan tersebut diantaranya: Pertama; DPC-DPC menyampaikan pandangannya bahwa, untuk sekarang ini mereka banyak yang menyatakan belum siap, dan merasa kaget, karena wacana ini belum pernah disosialisasikan terlebih dahulu, apa yang menjadi alasan riil dan
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
logisnya. Karena, ketika saya menjadi Korwil Jateng Periode 2010 -2015, DPP Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) selalu mendorong agar kader-kader AAI di seluruh Indonesia agar bisa berjuang merebut kursi Pengurus PERADI di daerah masing-masing. Saat itu saya diberi tugas untuk mendorong dan mensupport kader-kader AAI yang ada di daerah Wilayah Jateng untuk berupaya merebut kursi Kepengurusan di DPC PERADI masing-masing. Setelah ada kader-kader AAI yang berhasil menjadi Pengurus PERADI di daerahnya, sekarang tiba-tiba dilarang merangkap jabatan. Hal ini menjadikan para kader AAI banyak yang belum siap untuk saat ini. Ketika berdialog langsung
dengan para Pengurus DPC di Jateng, saya lalu dapat memahami pendapat mereka, karena memang faktanya banyak Pengurus DPC di Jateng yang menduduki Jabatan Pengurus PERADI di daerahnya. K edua; Anggota-anggota di DPC-DPC ingin kejelasan yang logis terkait adanya wacana larangan rangkap jabatan. Apabila alasan mendasar adanya perubahan ini dapat diterima secara logis, tentu pada akhirnya rekan-rekan akan memilih untuk membangun rumah sendiri yaitu AAI. Sejak melakukan konsolidasi ke Jateng pada 2010, saya menyimpulkan bahwa, anggotaanggota AAI di Jateng ‘sangat cinta’ AAI, walupun mereka saat ini merangkap jabatan di DPC PERADI masing-masing, mereka tetap komitmen mengutamakan AAI sebagai rumahnya. Saya sendiri sebenarnya tercatat sebagai salah satu Wakil Ketua Umum di salah satu PERADI, namun sejak awal saya sampaikan bahwa saya ingin fokus untuk membangun dan membesarkan rumah AAI di Jateng karena saya menyadari tugas saya selaku Korwil amat berat karena sebagai kepanjangan tangan DPP. Korwil adalah utusan Ketua Umum AAI saat turun gunung ke daerah-daerah. Menyikapi isu mengenai rangkap jabatan ini, ada beberapa alternatif yang dapat saya berikan
www.majalahombudsmanindonesia.com
KOLOM 41
diantaranya: Satu; Terlalu dini jika diberlakukan secara radikal dan mendadak sejak putusan MUNASLUB 2018, kecuali jauhjauh sebelumnya sudah ada sosialisasi mengenai larangan tersebut. Ini bertujuan agar tidak menimbulkan polemik bahkan perpecahan di AAI. Oleh karena nya harus disikapi dengan bijak demi keutuhan AAI. Dua; Larangan Rangkap Jabatan dapat diberlakukan, namun diberi grace periode dalam waktu beberapa tahun mendatang. Masa grace periode ini harus benar-benar dimanfaatkan secara optimal oleh DPP untuk menjalankan programprogram kerja dan melakukan
www.majalahombudsmanindonesia.com
inovasi terhadap programprogram kerja DPP sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh DPC-DPC maupun anggotanya, sehingga DPC-DPC merasa lebih bangga memiliki rumah AAI. Hal ini guna mengatasi adanya kehampaan program-program dari DPP AAI yang belum menyentuh sampai ke daerah-daerah. Program-program ini penting sebagai daya tarik yang memikat kader-kader AAI untukkembali ke rumahnya AAI. Salah satu program kerja yang saat ini dapat diandalkan adalah pendidikan advokat (PKPA). Keberhasilan DPC Bandung dalam menyelenggarakan Program Pendidikan dari recruitmen, ujian, pelantikan/penyumpahan secara Mandiri oleh Pengadilan Tinggi
setempat, yang kemudian disusul oleh DPC Denpasar, ini sebagai pilot project yang positif untuk dapat diikuti DPC-DPC lainnya. Namun, perlu diingat bahwa keputusan MUNASLUB ini tergantung suara anggota yang berhak. Oleh karena itu kita serahkan keputusan ini sesuai suara anggota. Saya berharap MUNASLUB kali ini akan menjadi momen yang HARMONIS untuk lebih mempererat PERSATUAN dan KEMESRAAN bahwa AAI TETAP SATU. Harus mengutamakan kepentingan AAI agar TETAP SATU. SEMOGA MUNASLUB LANCAR DAN AAI TETAP SATU. (* Penuis adalah K oordinator Wilayah Jawa Tengah - DPP AAI - Periode 2010-2015 )
Ombudsman Indonesia - Edisi #88 | November 2018
42 PERADILAN
Para Direksi Pertamina Mulai Diadili Naskah : Amri Siregar Foto : Int.
Investasi tanpa melakukan due diligence menyebabkan sejumlah direksi Pertamina harus berurusan dengan hukum.
Jaksa Sugeng Riamta.
P
engadilan Tipikor Jakarta yang dipimpin Ketua Majelis Frengky Tambuun, SH., mulai menyidangkan kasus korupsi dengan terdakwa mantan Direktur Keuangan PT Pertamina Frederick ST. Siahaan dengan dakwaan melakukan tindak pidana korupsi. Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) yang diketuai Sugeng Riyanto SH.MH dalam dakwaannya mengatakan Frederick, baik sendiri-sendiri maupun secara bersama, dengan Ir Karen Galaila Agustiawan selaku Direktur Utama PT. Pertamina, Ir Bayu Kristanto, Denadis Panjaitan (masing masing akan dilakukan Penuntutan secara terpisah), pada Januari 2009-2010 di Kantor PT. Pertamina Jakarta dan di Kantor Anzon Australia Pty Limited, Level 14, 1 Market Street, Sydney NSW 2000, Australia telah memperkaya diri sendiri atau orang
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya Roc Oil Company Limited (ROC, Ltd) Australia. “Terdakwa juga telah melakukan intervensi due diligence sehingga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp568 milyar lebih seperti laporan perhitungan Kerugian Negara dari Kantor Akuntan Publik Drs. Soewarno, Ak,” ujar Sugeng dengan tegas dan lantang di muka persidangan. Karena perbuatan tersebut, menurut Sugeng, terdakwa Bayu diancam pidana dalam Pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b UU No. 31/ 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/ 2001 tentang perubahaan atas UU No. 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Sementara itu, dalam dakwaan lainnya mengatakan, terdakwa Frederick telah melakukan atau turut melakukan perbuatan, secara melawan hukum karena mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT. Pertamina, yakni dalam Participating Interest (PI) atas Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009. Frederick telah menerima penawaran dari Citi Group terkait investasi PI di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan atau kajian terlebih dahulu dan menyetujui PI Blok BMG tanpa adanya due diligence serta tanpa adanya Analisa Risiko yang kemudian ditindaklanjuti dengan penandatangan Sale Purchase Agreement (SPA), serta tanpa adanya persetujuan dari Bagian Legal dan Dewan Komisaris PT. Pertamina. Ketika dilakukan akuisisi pembelian sebagian aset melalui Interest Participating (IP) milik ROC Oil Company Ltd di lapangan BMG Australia. Akuisisi tersebut didasari pada Agreement for Sale and Purchase BMG Project tanggal 27 Mei 2009 senilai US$ 31,91 juta. Namun Dalam pelaksanaannya ditemukan adanya dugaan penyimpangan dalam pengusulan investasi yang tidak sesuai dengan pedoman investasi tanpa didasari adanya kajian kelayakan berupa kajian secara lengkap. Selain itu, pengambilan keputusan tanpa adanya persetujuan dari Dewan Komisaris Pertamina. Akibatnya, peruntukan dan penggunaan dana sejumlah US$ 31,492,851 serta biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) sejumlah AU$ 26,808,244 tidak memberikan manfaat ataupun keuntungan kepada PT. Pertamina (Persero) dalam rangka penambahan cadangan dan produksi minyak nasional.* www.majalahombudsmanindonesia.com
PERADILAN 43
Kejaksaan Agung Melangkah dengan Zona Integritas Naskah : Amri Siregar Foto : Int.
Dalam ragka pembenahan ke dalam dan untuk memperoleh public trust, Kejaksaan Agung berbenah lewat komitmen zona integritas.
Wakil Jaksa Agung, DR Arminsyah bersama para JAM foto bersama di gedung bundar Kejaksaan Agung.
T
im Pengarah Reformasi Birokrasi Kejaksaan RI berencana membangun Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK), dan Wilayah Birokrasi Bersih Dan Melayani (WBBM), pada unit kerja khusus yang bersifat strategis di tingkat Eselon II Kejaksaan Agung (Kejagung). Wakil Jaksa Agung DR Arminsyah SH MH di Jakarta beberapa waktu lalu mengatakan rencana zona integritas wilayah bebas korupsi dan wilayah birokrasi bersih dan melayani itu antara
www.majalahombudsmanindonesia.com
lain Biro Kepegawaian, Direktorat Pengamanan Pembangunan Strategis, Direktorat Tindak Pidana Narkotika dan Zat Aktif lainnya, Direktorat Tindak Pidana Terorisme dan Lintas Negara, Direktorat Penyidikan dan Direktorat Pertimbangan Hukum. Menurut Armin, 16 Kejaksaan Negeri (Kejari) yang sudah ditetapkan masuk kategori zona integritas wilayah bebas korupsi dan wilayah birokrasi bersih dan melayani, berdasarkan penilaian tim pengarah Reformasi Birokrasi Kejaksaan RI yang dipimpin Wakil
Jaksa Agung Arminsyah serta Kementerian PAN dan RB. “Beberapa kejaksaan yang ditetapkan sebagai pilot project itu adalah Kejari Deli Serdang, Tanah Datar, Belitung, Lampung Utara, Serang, Jakarta Selatan, Bogor, Surakarta, Bantul, Surabaya, Situbondo, Gianyar, Palu, Tomohon, Hulu Sungai Tengah dan Kota Waringin Barat,” ungkapnya Lebih lanjut, mantan JAM Pidsus dan JAM Intel Kejaksaan Agung menyatakan bahwa pembangunan zona integritas menuju wilayah bebas korupsi dan wilayah birokrasi bersih dan melayani hendaknya dapat dilakukan secara intensif dan terus menerus. “Tidak hanya dalam rangka mendapatkan predikat dari Tim Penilai Nasional semata, namun lebih pada implementasi atas upaya pencegahan tindakan dan budaya korupsi, serta pelaksanaan reformasi birokrasi yang dapat menjadi percontohan pada unitunit kerja lainnya,” pungkasnya. Public Trust Aparat di Kejaksaan saat ini terus berbenah diri untuk menghadapi tantangan yang lebih luas ke depannya. Para jaksa di Kejaksaan Agung saat ini harus memiliki kemauan untuk membuktikan kinerja di tengah sikap skeptis masyarakat luas. Rencana ini disambut baik. Para jaksa di jajaran Jaksa Agung Muda Pengawasan misalnya merasa optimistis terhadap rencana perubahan yang dilakukan Biro Kepegawaian. Penunjukkan Biro Kepegawaian sebagai unit kerja yang dibina menjadi zona integritas ini, berdasarkan Surat Keputusan Wakil Jaksa Agung Nomor KEP-I008/B/WJA/08/2018 pada tanggal
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
44
PERADILAN
Zona Integritas, di gedung bundar Kejaksaan Agung di bawah komando JAM Pidsus DR. M. Adi Toegarisman, SH., MH.
29 Agustus 2018 lalu. Menurut Kepala Biro Kepegawaian Masyhudi dalam paparannya mengatakan rencana strategis Biro Kepegawaian pada tiga tahapan yakni jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Pentahapan tersebut ditujukan agar pembangunan zona integritas Biropeg dapat berjalan secara berkesinambungan. “Walaupun pejabat pada Biropeg silih berganti, namun pembangunan zona integritas tetap dapat berjalan yang pada akhirnya akan mampu menjadikan ASN Kejaksaan menjadi ASN yang berkelas dunia (Bireucrate World Class),” ungkapnya di hadapan Sesjamwas, para Inspektur dan audiens lainnya pada acara penilaian mandiri pembangunan zona integritas di lingkungan Kejaksaan Agung pada Selasa, 16 Oktober 2018. Penunjukkan Biropeg sebagai unit kerja zona integritas kata Masyhudi bersifat strategis dan bersifat idealis sekaligus ambisius karena Biro Kepegawaian dianggap sebagai cikal bakal terbentuknya sikap profesional dan proporsional para Jaksa maupun pegawai Kejaksaan karena Biro Kepegawaian merupakan rahim yang melahirkan insan Adhyaksa. “Walaupun secara seremonial,
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
Biropeg belum melakukan pencanangan zona integritas pada jajarannya. Namun demikian, terlihat jelas bahwa persiapan dan pentahapan yang dilakukan Biropeg hingga saat ini dilakukan secara sungguh-sungguh dan penuh perhitungan. Sehingga diharapkan program zona integritas bukan program lipsync semata, tapi tersusun, terukur dan terencana dengan baik,”jelasnya. Lebih lanjut, mantan Wakajati DKI Jakarta ini mengatakan, pada saat ini pentahapan yang sedang dilakukan salah satunya adalah pembenahan data kepegawaian yang melibatkan Pusdaskrimti dan pihak ketiga pengelola SIMKARI. “Tujuannya agar akses pribadi para pegawai di Kejaksaan terhadap data pribadinya masing-masing dapat terlihat dengan jelas,” ucapnya. Selain itu, perkembangan teknologi informasi juga menjadi prioritas pembangunan zona integritas di Biropeg. Karena menurut Masyudi dari mulai adiministrasi internal Biropeg, hingga pelayanan biropeg secara elektronik dan beberapa lainnya sedang dibangun. “Public campaign juga dilakukan oleh Biropeg dengan secara aktif mengelola beberapa lini media sosial seperti Facebook, Instagram
dan Twitter. Hal tersebut cukup efektif sebagai sarana komunikasi antara Biropeg dengan pemangku kepentingan, seperti tergambar saat penerimaan PNS yang tengah dilakukan Biropeg, banyak peserta CPNS menggunakan sarana media sosial sebagai sarana komunikasi untuk menanyakan pentahapan seleksi penerimaan PNS,” tandasnya. Disediakan juga pelayanan yang cepat dan tepat dapat dengan menggunakan virtual atau secara elektronik, sehingga pelayanan dapat menjadi mudah dan tidak bertele-tele. Hal ini menjadi sangat penting ungkap Masyudi, karena agar dapat terintegrasinya beberapa aplikasi misalnya dengan Badan Diklat, tentang Sistim Informasi Managemen Kejaksaan Republik Indonesia, tentang perjalanan pendidikan dan hasil pendidikan teknis maupun fungsional yang kesemuanya untuk jenjang karir seorang pegawai. Mantan Kepala Kejaksaan Negeri jakarta Selatan ini juga menyatakan pihaknya telah mendesain ulang Website https:/ biropeg.kejaksaan.go.id menjadi lebih simpel, aplikatif dan menarik, ditambah dengan penggunaan media sosial seperti https:/www. instagram.com/biropegkejaksaan, twitter@biropeg/ twitter.com/ biropeg dan facebook: https:/www. facebook.com/biropegkejaksaan. “Agar semuanya itu dapat terwujud, kami mengharap semua pihak dapat ikut mendukung dan mengawal Reformasi Birokrasi membangun Zona Integritas menuju WBK dan WBBM,” pungkasnya. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung M. Adi Toegarisman saat membuka in house training di lingkungan Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu mengatakan pihaknya terus berbenah dengan membangun gedung zona integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) di Lingkungan Kejaksaan RI.*
www.majalahombudsmanindonesia.com
PERADILAN 45
Kasus Pencurian di Serang Sepuluh Kali P-19 Naskah : Amri Siregar Foto : Int.
Sepuluh kali Kejaksaan Negeri Serang mem P-19 kan kasus pencurian dengan pemberatan (Ps 363 KUHP), namun kasus tersebut tak juga naik menjadi P-21. Diduga ada oknum Jaksa yang bermain dalam kasus ini.
Kejaksaan Negeri Serang,, Banten.
S
udah jatuh tertimpa tangga. Mungkin kata-kata ini tepat dialamatkan kepada Lim Hoa Hong alias Budi. Pasalnya ia membeli tanah dari perusahaan yang nyaris bangkrut dengan dasar AJB dan sertifikatnya HGB. Tetapi setahun kemudian HGB nya berakhir, dan bangunan di atas tanah tersebut diambil orang. Khristanto Purba, Penasehat Hukum pelapor Mario Lofa Wangsaly, anaknya Lim Hoa Hong alias Budi, menjelaskan bahwa kasus ini berawal dari penjualan
www.majalahombudsmanindonesia.com
aset melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Bina Cipta Gaya pada 2004 lalu. Pemegang saham sepakat untuk menjual berupa aset sebidang tanah dan gudang, karena kesulitan keuangan di PT Bina Cipta Gaya. “Dari hasil RUPS kemudian disepakat bahwa yang menjual assetnya diwakili oleh direksi sebelumnya, Muhammad Soebeno yakni menjual tanah tersebut kepada Budi, klien kami,” ujar advokat Kristanto Purba, SH., seraya mengatakan setelah itu
perusahaan tersebut dilikuidasi. Menurut advokat lulusan Universitas Bung Karno (UBK) tersebut, ada beberapa persoalan dalam penjualan tanah tersebut kepada kliennya. Misalnya pada 2004, setelah terjadi transaksi jual beli, diterbitkan AJB oleh Notaris Indrawati di Serang. Ironisnya, setahun setelah klien kami membeli tanah tersebut, izin memiliki Hak Guna Bangunan (HGB) tersebut berakhir. “Kala itu tidak dipersoalkan kapan berakhirnya HGB ini. Secara hukum perdata kalau HGB itu sudah berakhir tidak bisa diperjualbelikan, karena harus dikembalikan kepada negara,” kata Kris sambil menjelaskan bahwa seharusnya ada hak prioritas bagi pemegang HGB yang hendak memperpanjang haknya. Namun demikian, setelah Budi melakukan klarifikasi ke BPN, pihak petugas dari BPN tersebut menyarankan agar dibuat Akte Pemberian dan Penyerahan Hak, yakni haknya yang dialihkan, karena tanah tersebut sudah kembali ke negara, tapi bangunannya tidak dan tentu saja bahwa pemegang HBG berakhir masih mempuntai hak prioritas untuk memperpanjang dan memperbaharui haknya atas tanah tersebut ke negara. Ironisnya pada 2015, gudang yang berada di atas tanah tersebut hilang karena dibongkar orang. Diduga pelaku intelektualnya adalah Sri Surastiti Merdekawati, yang tak lain adalah anak tiri dari Wihelmina Manusama Soeyitno, kemudian Sri menyuruh orang membongkar gudang tersebut, dan dia juga sudah menjualnya melalui perantara kepada seseorang
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
46
PERADILAN
berinisial AD, dan barang-barang tersebut sudah disita dan dijadikan barang bukti oleh Polres Serang. Sri Rastiti sendiri dalam petunjuk jaksa yang dikembalikan ke penyidik pada 29 Agustus 2018 lalu, merasa berhak karena ia merasa gudang tersebut miliknya. Karena orang tua adalah salah satu pemegang saham PT Bina Cipta Gaya, dan tersangka mendapatkan hibah saham dari ibu tirinya. Nah dalam berkas P-19 tersebut, menurut petunjuk Jaksa menyatakan agar penyidik menanyakan kepada tersangka, apakah hibah dari orang tuanya tertulis atau tidak? Dan apa kepastian hibah tersebut? Selain itu, petunjuk jaksa juga menyatakan agar ditambahkan pasal 372 KUHP. “Akibat perbuatan Sri tersebut, klien kami dirugikan hingga Rp.400 jutaan, sehingga klien kami melaporkan kasus ini ke Polisi,” ujar Kris seraya mengatakan bahwa laporan polisi tersebut sesuai pasal 363 KUHP, yakni pencurian dengan pemberatan. Seiring berjalannya waktu, hingga akhirnya Sri ditetapkan sebagai tersangka pada 2017, karena penyidik dari Kepolisian Polres Serang sudah menyita barang bukti, memeriksa para saksi dan memiliki petunjuk lainnya. “Ironisnya, hingga saat ini berkas perkaranya masih di P-19 oleh Kejaksaan Negeri Serang, bahkan sudah 10 kali di P-19,” ujar Kris dengan nada meninggi, karena merasa kesal. “Jaksa terlalu mengada-ada dan berlebihan, bahkan terkesan ingin mengaburkan pokok perkara kasus ini. Karena ada dalam berkas petunjuknya, yang menyatakan tambahkan pasal 372 KUHP, padahal pasal 372 itu adalah penggelapan,” ungkapnya. Nah, apa yang digelapkannya, dan bagaimana mungkin Sri melakukan penggelapan? ujar Kris bertanya-tanya seraya mengatakan karena Sri ini bukan karyawan ataupun pemegang
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
Khristanto Purba, Penasehat Hukum pelapor Mario Lofa Wangsaly.
saham di PT Bina Cipta. “Mengapa perkara pencurian dengan pemberatan sesuai pasal 363 KUHP yang sangat sederhana ini sangat sulit di naikan menjadi P-21 dan dinyatakan lengkap untuk segera di sidangkan. Padahal syarat formilnya sudah lengkap, karena tersangkanya sudah ada, demikian juga barang bukti dan saksi-saksi serta petunjuk lainnya,” tandasnya. Berkas Belum Lengkap Sementara itu, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri Serang, Ardi Wibowo, SH., MH., mengatakan pihaknya memberikan P-19 itu karena berkas perkaranya belum lengkap, dan memenuhi unsur pidana. Sehingga pihak Kejaksaan memberikan petunjuk kepada penyidik untuk segera melengkapinya. “Berkasnya belum lengkap jadi kami berikan pendapat. Karena menurut pendapat jaksanya belum
memenuhi unsur pidana. Tidak apa-apa berkas itu dikembalikan, karena petunjuknya belum terpenuhi,” ujarnya diruang kerjanya pertengahan September 2018 lalu. Ketika ditanya sudah 10 kali berkas dikembalikan? Ardi menyatakan tidak ada aturan di KUHAP, harus berapa kali dikembalikan. Karena proses penanganan perkara itu ada ditangan jaksa. Dia yang menyidangkan dan meyakinkan hakim bahwa perkara tersebut bisa dipidana. “Maksudnya supaya sampai perkara itu terang, dan apakah ada unsur pasal lain didalamnya. Misalnya apakah ada penipuan atau penggelapan. Kalau saya melihat waktu ekspose dengan Kajari, melihat kasus ini belum lengkap,” ujar Ardi seraya mengatakan karena ada fakta-fakta lain yang perlu digali, sehingga diperlukan pendalaman.
www.majalahombudsmanindonesia.com
PERADILAN 47 Dalam P-19 ada pasal 372 yang perlu ditambahkan. Saat ditanya apa yang digelapkannya, karena tersangka bukan pemegang saham atau karyawan, sayangnya sang Kasi Pidum tersebut enggan menjelaskannya. “Saya tidak punya kapasitas untuk menjelaskan itu, intinya bahwa memang perkara itu P-19 dan P-19 berkali-kali karena memang perkara itu belum lengkap,” jelasnya. “Jadi bagaimana proses penyidikannya, tergantung dari penyidik, bagaimana mereka melengkapi berkas itu. Kalau kami berdasarkan KUHAP hanya memberikan petunjuk saja. Intinya masih kami dalami. Daripada nanti buru-buru di P-21 ternyata tidak lengap, sampai di Pengadilan bebas, nanti ramai lagi kalian memberitakannya,” ujar Ardi sambil tertawa seraya mengatakan bahwa ia juga tidak tau, kenapa tersangka tidak ditahan oleh penyidik sampai sekarang. Ketika ditanya apakah setelah dipasang pasal 372 perkara ini akan terang? Ardi mengatakan belum tentu juga, karena tergantung penyidiknya. “Perkara ini masih polos, didakwa 363 berdasarkan hasil ekspose. Karena banyak pendapat dari kasi-kasi dan seniorsenior, coba pasang pasal 372 atau 378, lalu digali lagi keterangan dari yang lain,” ucapnya. Seperti diketahui, pihak penyidik telah menyita barang bukti dari seseorang berinisial AD, yang juga musisi ternama di Indonesia. Terkait hal ini, Ardi engan berkomentar. Demikian juga dari pihak Kejaksaan Tinggi Banten, Paturohman selaku Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi yang juga Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Kejaksaan Tinggi Banten menyatakan, akan menanyakan mengenai perkara ini kepada Kejari Serang. Sedangkan Ketua RT 1 RW 05 Kelurahan Cimuncang, Hendi Juana mengatakan bahwa dilingkungan tempat tinggalnya pernah terjadi pembongkaran bangunan, bekas
www.majalahombudsmanindonesia.com
Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Serang, Ardi Wibowo
gudang garam. Karena Ia tidak mengetahui siapa pemiliknya, sehingga pembongkaran tersebut dia biarkannya saja. “Setahu saya diatas tanah itu bekas gudang garam dan saya tidak tahu siapa pemiliknya. Tiba-tiba kayu disitu dibongkar oleh seorang ibu dan ibu itu bukan warga kita. Artinya masyarakat disini juga mengetahui gudang itu dibongkar oleh orang-orang atas perintah seorang ibu. Saya bilang ya sudah biarkan saja, karena waktu itu emang ada yang lapor namanya Yakop penjaga gudang disitu,” jelasnya. Gelar Perkara Terkait kasus ini, pihak penyidik Polres Serang juga merasa heran, mengapa berkas perkara ini selalu di P-19 oleh Kejaksaan dengan alasan belum lengkap dan terkesan semakin melebar. Menurut Ilman Robiana selaku kepala Unit (Kanit) Reskrim Polres Serang, meminta pihak Kejaksaan
untuk lebih terbuka dan mau melakukan gelar perkara atau ekspose bersama. Tujuannya agar kasus ini bisa menjadi lebih jelas dan terang, untuk disidangkan. Ilman menambahkan sebelumnya kami juga pernah mengundang Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melakukan gelar perkara, namun tidak jadi, karena berbagai alasan dari pihak Kejaksaan. “Saya sudah pernah ingin melakukan gelar perkara kalau di Kejaksaan Ekspose namanya. Saat itu saya mengundang dari pihak BPN dan Jaksa, tapi hal itu tidak jadi terlaksana. Karena berbagai alasan dari pihak Kejaksaan,” ujarnya didampingi Romi Adiratna selaku penyidik di ruang kerjanya. “Saya juga tadi sudah menghadap Bapak Kasat Reskrim, petunjuknya kita harus mengadakan ekspose atau gelar perkara. Undangannya sudah ditandatangani dan tinggal kita kirimkan saja. Tujuanya agar kasus ini dapat kita bahas bersamasama, supaya terang,” ungkap Ilman seraya mengatakan kenapa berkas kasus tidak kunjung dinyatakan lengkap, sebenarnya apa yang menjadi kekurangan atau kendalanya. Profesional Menanggapi hal tersebut, Kasi Pidum Kejari Serang, Ardi Wibowo didampingi Kasi Pidsus .......... menyatakan baru empat bulan tugas di Serang, sehingga kami sebagai jaksa yang baru, mulai dari nol lagi memeriksa kasusnya secara profesional. Kita tidak bisa melihat perkara ini sesederhana itu, misalnya kenapa sudah 10 kali P-19 tapi belum dinaikan juga menjadi P-21? Ujar Ardi bertanya seraya mengatakan karena bukan disana letak menariknya perkara ini, tapi lebih kepada pembuktian dan unsurnya. “Saya baru empat bulan disini, dan kalau dikira saya ada beban, titipan atau atensi dalam perkara
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
48
PERADILAN
ini, itu jelas saya katakan tidak ada. Jangan pernah ada yang berfikiran seperti itu. Kalaupun ada yang lain sebelumnya, ya silahkan, karena mereka memang sekarang tidak berhubungan lagi dengan perkara ini. Kalau memang perkara ini bisa naik, ya saya naikkan,” ujarnya awal Oktober lalu di kantornya. Ardi mengatakan coba tanya penyidik, apakah petunjukpetunjuk yang kami berikan itu sudah dipenuhi? Apakah perkara itu sudah yakin bisa di P-21 dan memenuhi unsur? Kalau kita mau mengupas perkara itu harus dengan ahli hukum, ucapnya. “Kalau orang luar ya saya akui, pasti akan bertanya-tanya, kenapa 10 Kali P-19? Karena faktor pertama, adanya pergantian jaksa. Jaksanya pindah tugas, sehingga ditunjuklah jaksa baru. Dia harus kembali menelitinya lagi, sesuai petunjuk jaksa lama. Setelah diteliti, ternyata petunjuk yang lama belum dipenuhi oleh penyidik,” kata Ardi seraya menjelaskan makanya kami kasih petunjuk lagi, supaya dipenuhi. Perkara itu pasti naik, apabila sudah memenuhi syarat untuk dinaikan, jelasnya. Lebih lanjut Ardi mengakui kalau kasus pencurian unsurnya sudah terpenuhi. “Sebenarnya untuk pasal 363 KUHP saja sudah terpenuhi, dan bisa dinaikan, jelasnya seraya mengatakan tapi apakah dia bodoh, karena diakan pasti punya celah, dia pakai penasehat hukum. “Kalau kita nanti ternyata kita jadi kalah di persidangan, karena mendakwanya dengan pasal tunggal. Pasti beritanya akan lebih rame lagi, seperti jaksa tidak profesional, karena sudah 10 kali P-19, tapi terdakwa masih bebas,” ungkapnya. Yang kedua, menurut Ardi perkara ini menyerempetnyerempet perdata, karena ada kepemilikan. Misalnya masalah HGB. Taukah HGB itu bisa diperjual belikan? Tanah itu dimana letaknya? Dan tanah itu punya
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
siapa? Makanya harus kami kasih petunjuk, ini punya siapa? Tentu penyidik harus mencarinya. Hak milik tanah ini punya siapa? Karena kalau kita mengatakan kasus pencurian, itu mengambil suatu barang yang bukan tanpa haknya. “Saya tanya, tanah itu hak si pemilik bukan? Kita kembalikan lagi, bukan tapi dari RUPS. Digali lagi, ternyata RUPS sampai enam kali. Nah inikan petunjuk-petunjuk baru dari kami. Dalam RUPS itu tanggal berapa dijual belikan? Kan bukan di pertama RUPS, ada lagi tahapnya. Apakah sudah dibayar
Lokasi yang menjadi objek sengketa di Serang.
lunas RUPS itu? Dan RUPS keberapa dibayar lunas? Pencurianny tahun berapa? Apakah berdasarkan RUPS dijual, tanggal berapa jual belinya HGB tanah itu dilunasi? Karena belum dibayar lunas,” ujar Ardi sambil mengatakan karena berkaitan dengan kasus ini sudah dibayar lunas. Jadi harus dipisahkan dulu, mana perkara perdata dan mana perkara pidananya. Kalau versi terdakwa, menurut Ardi, dia menyatakan masih memiliki sebagian tanah itu. Berartikan pasal 372 KUHP (Penggelapan)
masuk disitu. Hak miliknya punya orang lain, sudah ada ditangn terdakwa bukan karena kejahatan. Kenapa bukan kejahatan? Karena dia merasa masih memiliki 50% disitu, kenapa? Karena belum dibayar lunas. “Jadi masih banyak fakta-fakta hukum didalam kasus ini yang perlu digali. Kalau petunjuk kemarin semuanya terpenuhi dan menurut berfikir jaksanya bisa, dan hasil ekspose itu terpenuhi semua, otomatis perkaranya bisa dinaikan ke persidangan,” ungkapnya seraya mengatakan intinya kami tidak menutup yang lain-lain. Jadi percayalah bahwa perkara ini tidak ada hal-hal lain selain kasuistis dan tidak ada interpensi juga. Ketika ditanya bahwa penyidik meminta agar dilakukan gelar perkara atau ekspose, Ardi menyatakan hingga saat ini belum ada menerima surat terkait gelar perkara itu. “Berarti penyidik kesulitan memenuhi petunjuk jaksa. Kalau memang kesulitan ya silahkan saja, untuk minta petunjuk,” ungkapnya sambil mengatakan sebenarnya petunjuk itu sudah jelas. Dalam petunjuk itu mereka cuma memanggil lagi. “Misalnya dipanggil lagi, Si A, B dan C, ditanya masalah ini. Apa susahnya? Cuma dipanggil lagi dan ditanya lagi berita acara tambahan dan lanjutan, Jadi apa susahnya , kalau semua dilakukan? Kecuali kalau dia mau menjadi hakim, itu baru susah,” kata Ardi sambil mengatakan mereka itukan penyidik, penyidik itu harus melaksanakan petunjuk jaksa, karena di KUHAP menyatakan begitu. “Sebenarnya sih kalau mau kasus ini jadi terang, karena inti perkara ini sedehana saja, kenapa jadi bolak-balik? Karena belum terpenuhi petunjuk jaksanya, Cuma itu saja. Kenapa belum terpenuhi menurut versi kami? Karena banyak hal yang harus dipenuhi,” pungkasnya.*
www.majalahombudsmanindonesia.com
PERADILAN 49
www.majalahombudsmanindonesia.com
Ombudsman Indonesia - Edisi #88 | November 2018
50
PERADILAN
Kejaksaan Agung Gencar Berantas Korupsi
PT. Pupuk Katim.
K
JAMPidsus Adi Toegarisman saat memberikan keterangan pers terkait kasus korupsi Dana Pensiun PT Pupuk Kaltim (Kalimantan Timur).
Naskah : Amri Siregar Foto : Int.
Tim Kejaksan Agung bergerak cepat menyidik para pelaku koruptor yang telah merugikan perusahaan-perusahaan milik negara. Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
ejaksaan Agung di bawah komando Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Dr. M. Adi Toegarisman, SH, MH, bergerak cepat mengungkap berbagai kasus tindak pidana korupsi di negara yang kita cintai ini. Pasalnya, bulan ini saja, jaksa penyidik di JAM Pidsus sudah menahan sembilan orang tersangka dari dua perkara yang berbeda. Dua kasus tersebut adalah perkara korupsi perjanjian jual beli anjag piutang antara PT Kasih Industri Indonesia dan PT PANN (Persero) dan perkara korupsi pengelolaan dana pensiun PT Pupuk Kalimantan Timur (Kaltim). Menurut Jampidsus, pihaknya telah menahan lima dari delapan tersangka perkara korupsi pengelolaan dana pensiun PT Pupuk Kalimantan Timur (Kaltim). “Mereka ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan,� ujarnya pada media di Jakarta beberapa waktu lalu di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung. Adi mengatakan mereka yang telah ditahan untuk kasus itu adalah Direktur PT Strategic Management Service, Arief Budisatria; Komisaris
www.majalahombudsmanindonesia.com
PERADILAN 51
PT. PANN. Tersangka kasus korupsi Dana Pensiun PT Pupuk Kaltimberhasi dijebloskan ke bui.
PT Stategic Management Service, Danny Boestami; Direktur Utama PT Anugrah Pratama Internasional, Djafar Lingkaran; Komisaris PT Anugrah Pratama Internasional, Andreas Chaiyadi dan Direktur Utama PT Bukit Inn Resort, Ida Bagus Surya Bhuwana. Sedangkan empat tersangka yang ditahan pada Senin (15/10) adalah tersangka kasus korupsi anjag piutang antara PT Kasih Industri Indonesia (KII) dan PT PANN (Persero), yakni pemilik Kasih Group, Eka Wahyu Kasih; mantan Kepala Divisi Keuangan PT PANN, Gompis Lumban Tobing; Kepala Divisi Usaha PT PANN, FX Koeswoyo dan Direktur Operasional PT PANN, Bimo Wicaksono. Adi menyatakan, pengelolaan dana pensiun (Dapen) PT Pupuk Kalimantan Timur tabun 20112016 tersebut tidak sesuai atau menyalahi aturan sehingga negara mengalami kerugian keuangan Rp 175 miliar. Adapun barang bukti yang telah disita oleh penyidik yakni 30 unit Condotel di pulau Bali. Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Mukri mengungkapkan, empat orang tersangka perkara korupsi
www.majalahombudsmanindonesia.com
perjanjian jual beli anjag piutang antara PT KII dan PT PANN (Persero) ditahan pada Senin, 15 Oktober 2018. “Kerugian negara berdasarkan hasil audit dari Kantor Akuntan Publik Pupung Heru dalam perkara korupsi perjanjian jual beli anjag piutang antara PT Kasih Industri Indonesia dan PT PANN (Persero) diperkirakan Rp 55 miliar,” ujar Mukri. Ia menjelaskan, PT PANN melakukan perjanjian jual-beli piutang (cessie) dengan PT KII, di mana salah satu perubahannya invoice diganti dengan bill of loading (surat pengangkutan jalan) yang mengakibatkan perusahaan itu dapat menjual piutangnya di PT Indonesia Power kepada PT PANN (Persero). Padahal, hak tagih PT KII belum timbul dan dalam addendum perjanjian PT PANN mempunyai hak melakukan pengecekan langsung kepada PT Indonesia Power mengenai tagihan kepada PT KII yang jatuh tempo. Mantan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi DIY itu mengatakan, PT PANN telah mengetahui jika PT KII telah memperoleh pembayaran dari PT IP. Hal itu sesuai dengan surat yang disampaikan oleh PT
KII kepada PT IP dan PT PANN mengetahui bahwa pembiayaan anjag piutang PT KII telah jatuh tempo dan PT KII tidak memenuhi kewajibannya untuk melakukan pembayaran. Selanjutnya, pembiayaan PT KII dinyatakan macet, namun tetap memberikan persetujuan untuk diberikan pembiayaan kepada PT KII yang tidak pernah membayarkan anjag piutang kepada PT PANN Berdasarkan hasil audit dari Kantor Akuntan Publik Pupung Heru dalam perkara korupsi perjanjian jual beli anjag piutang antara PT Kasih Industri Indonesia dan PT PANN (Persero) diperikirakan Rp55 miliar. “Saya kira ini bukan angka (kerugian negara) yang sedikit,” ujar mantan Kajati DKI Jakarta tersebut. Menurut Adi anggotannya selaku jaksa penyidik saat ini masih mengembangkan perkara tersebut dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lainnya. Di mana dalam perkara ini jaksa penyidik telah menahan empat tersangka yakni pemilik Kasih Group, Eka Wahyu Kasih; mantan Kepala Divisi Keuangan PT PANN, Gompis Lumban Tobing; Kepala Divisi Usaha PT PANN, FX Koeswoyo dan Direktur Operasional PT PANN, Bimo Wicaksono.*
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
52
PERADILAN
Saat Hakim dan Jaksa Berbeda Pandangan Naskah : Hari S. Foto : Int.
Karena tidak taat degan putusan hakim, sekelompok jaksa dipolisikan oleh kuasa hukum tersangka.
Andar A.A. Sidabalok, SH., MH., Kuasa Hukum Flora Simbolon, ST.
A
da empat pilar penegak hukum di Indonesia, yaitu Polisi, Jaksa, Hakim dan semenjak timbul UU No.18/2003 tentang Advokat, maka advokat juga masuk sebagai penegak hukum. Tapi apakah empat penegak hukum tersebut saling seiringsejalan dalam rangka penegakan hukum di Tanah Air? Belum tentu. Ini yang terjadi di Belawan. Gara-gara tetap menahan seseorang yang status tersangkanya telah dinyatakan gugur lewat putusan sidang
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
pra-peradilan, Kepala Kejaksaan Negeri Belawan, Sumatera Utara, Yusnani, dilaporkan ke Bareskrim Polri di Jakarta. Selain Yusnani, turut juga dilaporkan delapan jaksa lainnya dari Kejari Belawan, masingmasing Suheri Wira Fernanda, Franciskawati Nainggolan, Ruji Wibowo, Gerry Anderson Gultom, Christian Sinulingga, Tompian Jopi Pasaribu, Samgar Siahaan Nurdiono, serta seorang akuntan publik, Hernold F Makawimbang. Menurut Andar, Yusnani cs telah secara semena-mena memaksakan
Flora menjadi tersangka. “Hal itu telah terbukti dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap lewat putusan sidang pra-peradilan di Pengadilan Negeri Medan pada 26 Oktober 2018,” kata Andar. Ironisnya, rombongan jaksa Kejari Belawan itu seolah mengabaikan amanat dari putusan sidang pra-peradilan tersebut, bahkan tetap memaksa Flora yang sudah dinyatakan bukan tersangka untuk menjadi terdakwa melalui persidangan di PN Medan pada 29 Oktober 2018. “Mereka, para jaksa itu, berkeras ingin membacakan surat dakwaannya. Padahal, bagaimana bisa dijadikan terdakwa, orang status tersangkanya sudah dinyatakan tidak sah . Seharusnya, sejak terbitnya putusan praperadilan itu, jaksa dan hakim PN Medan segera menggugurkan perkara klien kami, dan membebaskannya dari tahanan,” kata Andar lagi. Maka, terkait kasus tersebut, selain mempolisikan para jaksa tadi, Andar Sidabalok cs pun melaporkan perilaku hakim PN Medan yang menangani perkara kliennya itu ke Ketua Mahkamah Agung, Badan Pengawasan Mahkamah Agung, Ketua Pengadilan Tinggi Medan, Komisi Yudisial Perwakilan Sumatera Utara, dan Ombudsman Perwakilan Sumatera Utara. “Ini jelas sebuah perampasan hak kemerdekaan seseorang berkedok penegakan hukum. Demi pemulihan hak asasi seseorang, kami akan terus berjuang dan bergerak melalui jalur-jalur yang dibenarkan di negeri ini. Save Flora!” pungkas Andar. Masalah hukum yang kini menjerat keseharian Flora Simbolon
www.majalahombudsmanindonesia.com
PERADILAN 53
Andar A.A. Sidabalok, SH., MH.
itu berawal dari upaya Kejari Belawan mengusut perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor)
www.majalahombudsmanindonesia.com
pada paket pekerjaan Engginering Procurement Contruction (EPC) Pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Martubung, PDAM Tirtanadi Sumatera Utara, senilai Rp 58,77 miliar, yang didanai penyertaan modal APBD Sumut Tahun Anggaran 2012. Kejari Belawan kemudian menetapkan Flora sebagai tersangka. Padahal, Flora hanyalah seorang staf keuangan yang bertugas bertanggungjawab membantu manager proyek untuk mengelola administrasi keuangan. Sedangkan dalam dokumen kontrak Nomor 01/SPJN/P3A/I/2014, penandatanganan surat perjanjian kontrak adalah pihak PDAM Tirtanadi yang diwakili oleh Ir M Suhairi MM selaku PPK PDAM Tirtanadi Sumut, dan pihak KSO Pro Promits LJU diwakili Ir Made Sunada selaku KSO Promits-LJU.
Tim kuasa hukum Flora berpendapat, Kejari Belawan telah keliru atau salah orang dalam menetapkan tersangka pada kasus dugaan korupsi di proyek tersebut. Maka, mereka pun mengajukan permohonan sidang pra-peradilan melalui PN Medan, dan tercatat dengan Nomor Perkara 73/Pid. Pra /2018 /PN Mdn tertanggal 5 Oktober 2018. Selanjutnya, pada sidang pembacaan putusan, hakim tunggal PN Medan menyatakan mengabulkan gugatan praperadilan (Prapid) Flora Simbolon, ST. Dengan demikian, status tersangka yang ditetapkan Kejari Belawan seharusnya ikut gugur seiring putusan praperadilan tersebut. Nah, karena dipasakan utuk disidangkan maka tim Kejari Belawan kemudian dilaporkan ke polisi.*
Ombudsman Indonesia - Edisi #88 | November 2018
54
FAME
Profesi Baru Sebagai Notaris N
ama Alya Rohali tentu sudah tak asing lagi bagi para pemirsa televisi. Wanita cantik kelahiran 1 Desember 1976 ini terkenal lewat prestasinya menjadi artis dan pembawa acara. Selain itu nama Alya Rohali sempat harum karena terpilih menjadi Puteri Indonesia 1996. Pasca pernikahan keduanya, Alya Rohali makin jarang terlihat muncul di televisi. Ternyata, mantan Puteri Indonesia 1996 ini tengah disibukkan dengan kegiatan di luar keartisan. “Sebenarnya sih, aku masih di dunia artis. Hanya saja karena kesibukan sebagai Notaris, bikin aku banyak menolak tawaran,” ucap perempuan berusia 39 tahun tersebut. Lama tak terlihat di layar televisi, rupanya kini Alya Rohali mempunyai profesi baru. Dengan menyandang gelar S.H., M.H., M.Kn., Alya Rohali kini memilih untuk menjadi seorang Notaris/ PPAT. Menurut pengakuannya, hal ini dulakukan karena dirinya tak mau terlalu lama berada di dunia nyaman sebagai seorang artis. Selain itu, menjadi Notaris/PPAT tentu saja dapat pula menjadikan pundi-pundi tambahan baginya selain profesinya sebagai artis. “Jujur, sudah sembilan tahun belakangan ini, aku menekuni profesi jadi Notaris/PPAT. Penghasilannya, bisa disetarakan dengan artis,” imbuh ibu dari tiga anak tersebut. Menikmati profesi sebagai Notaris, pemain film ‘Di Balik 98’ ini mengatakan, tidak sepenuhnya meninggalkan dunia hiburan yang sudah membesarkan namanya.*
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
www.majalahombudsmanindonesia.com
FAME 55
R
ehat dari kegiatan di layar kaca sebagai presenter tidak membuat aktivitas Tamara Geraldine aktif di dunia seni peran dan dunia tulis menulis. Tidak itu saja, ibu satu anak ini juga sibuk blusukan dalam penyuluhan bahaya narkobau tuk anak-anak dan anak muda. Baru-baru ini, Tamara memperkenalkan buku Drums (Not Drugs) Generation dan Indonesian With Attitude di Hard Rock Kafe, Jakarta beberapa waktu lalu. Lewat bukunya itu, ia mengajak generasi muda penerus bangsa untuk berani katakan tidak pada narkoba bahkan melawannya dan mensosialisasikan bahaya narkoba. “Seorang Tamara Geraldine pasti tidak mampu membuat Indonesia bersih dari narkoba. Tapi yang saya bisa bikin, memperkuat generasinya. Itu yang akan saya lakukan,” katanya. Selanjutnya, bekerjasama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN), Tamara akan menyerahkan secara langsung 30.000 buku tersebut kepada murid SD. Dua buku sekaligus dihadirkan Tamara Geraldine. Yaitu buku berjudul Drums (Not Drugs) Generation dan Indonesian With Attitude. “Seorang Tamara Geraldine pasti tidak mampu membuat Indonesia bersih dari narkoba. Tapi yang saya bisa bikin, memperkuat generasinya. Itu yang akan saya lakukan,” ujar Tamara Geraldine saat ditemui di Hard Rock Cafe, Jakarta Selatan. Tamara kini juga aktif di dunia politik dengan menjadi Caleg PDI-P Dapil 2 Jateng yang meliputi Demak, Jepara, dan Kudus. Alasan pasti kenapa ia terjun di dapil ini adalah karena Kudus merupakan salah satu kabupaten dengan angka
www.majalahombudsmanindonesia.com
Katakan Tidak untuk Narkoba penderita narkoba tertinggi. Untuk anak-anak yang ditawari Narkoba, Tamara punya pesan: Run (lari), Scream (teriak), dan Tell (laporkan).*
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
56
NOTARIS
Teka-teki Ketua Umum INI Bakal Terjawab di Makassar Naskah & Foto: Hari Supriyanto
Tim Panitia Pra Kongres INI di Yogyakarta 19-20 Oktober 2018.
P
engurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) telah sukses melaksanakan pra kongres di Yogjakarta pada 19-20 Oktober 2018 lalu. Dari hasil pra kongres tersebut, muncul 4 (empat) nama sebagai bakal calon Ketua Umum yakni Yualita Widyadhari, Otty Hari Candra Ubayani, Hapendi Harahap dan Firdhonal. Dari keempat nama tersebut tidak pasti semuanya akan lolos mengikuti Kongres INI di Makassar tahun depan. Karena tim verifikasi akan menseleksi keempat balon tersebut selama 90 hari setelah pra kongres. Usai melaksanakan pra kongres, Ketua OC Mochamad Iksanul Muslimin mengatakan, alhamdullilah acara pra kongres ini telah berjalan dengan baik dan lancar. Kerja keras panitia
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
sebelum dan saat pra kongres perlu diapresiasi, mereka sudah memberikan yang terbaik untuk rekan-rekan notaris yang hadir. “Peserta yang hadir sekitar 2.000an melebihi target yang ditentukan sekitar 1.400 peserta, sehingga kami terpaksa tutup pendafatran lebih awal mengingat animo yang begitu besar. Adapun peserta yang hadir meliputi anggota, pengurus dan anggota luar biasa (ALB) dari seluruh Indonesia,” katanya. Yualita Widyadhari selaku Ketua Umum INI mengapresiasi atas keberhasilan Pengwil DIY yang telah menyelenggarakan pra kongres dengan baik dan lancar.”Awalnya RP3YD ini tidak ada upgrading, namun karena antusias rekan notaris yang begitu besar untuk mengetahui
peraturan-peraturan terbaru yang dikeluarkan oleh pemerintah. Maka acara RP3YD tersebut akhirnya diadakan juga upgrading bagi notaris,” katanya. Yualita menjelaskan untuk kegiatan kali ini memang kita pisahkan biaya pra kongres dan biaya upgrading, karena biar tidak memberatkan rekan-rekan semua. Dikarenakan belum tentu mereka yang ikut upgrading, juga pengurus yang ikut pra kongres. “Sehingga karena adanya respon yang luar biasa, maka kita batasi hanya sampai dua ribu peserta, itu juga terkait keterbatasan tempat karena kami ingin memberikan kenyamanan pada peserta,” ujarnya. Sementara itu, tim verifikasi Zul Trisman mengungkapkan sesuai dengan hasil Pra Kongres telah dihasilkan kandidat bakal calon Ketum Umum yang memenuhi syarat karena telah mendapatkan dukungan lebih dari 11 pengurus wilayah sesuai dengan AD/ART yang ada. “Adapun putusan hasil sidang pleno III Pra Kongres Yogyakarta tertanggal 20 Oktober 2018 yang lolos menjadi balon ketum yakni Yualita Widyadhari mendapatkan dukungan dari 33 Pengwil, Otty Hari Candra Ubayani 24 Pengwil, Firdhonal 19 Pengwil dan DR. Hapendi Harahap 16 Pengwil,” katanya. Selain kandidat balon ketum, lanjut Zul, tim verifikasi juga telah mendapatkan hasil rekapitulasi balon DKP INI masa bakti 2019 - 2022 yakni Isyana Sarasvati, Firdhonal, Pieter Latumenten, Abdul Syukur, Fardian, Ardian Djuani, Ahmad Yulias dan Risbert.
www.majalahombudsmanindonesia.com
NOTARIS 57
Suasana Pra Kongres INI di Yogyakarta 19-20 Oktober 2018.
Sementara sesuai dengan hasil sidang pleno II tertanggal 19 Oktober 2018, tim verifikasi menetapkan struktur personalia Mahkamah Perkumpulan INI masa bakti 2018 - 2021.”Dan yang terpilih sebagai Mahkamah Perkumpulan adalah Ari Suprapto (Ketua), Tri Firdaus (Wakil Ketua), Pieter Latumenten (Sekretaris), Habib Adjie (Anggota), I Made Pria (Anggota), Agung Iryantoro (Anggota), Bambang Heru
www.majalahombudsmanindonesia.com
(Anggota), Hustam Husein (Anggota) dan Irfan Hardiansyah (Anggota),” terangnya. Terkait adanya satu nama yang tercatat sebagai balon ketum dan juga DKP yakni Firdhonal, menurut Zulkifli Trisman tim verifikasi memberikan waktu 90 hari agar yang bersangkutan memilih posisi mana yang diinginkan. “Sebagai pengurus kami dalam menjalankan roda organisasi tidak terlepas dari AD/ART. Bahwa di dalam anggaran rumah tangga, bakal calon ketum ditetapkan 6 bulan sebelum Kongres. Caketumnya kapan ? Caketumnya ditentukan sebelum Kongres, dalam jangka waktu 6 bulsn ini diberikan waktu untuk intens bekerja,” ujar Sekretaris Umum INI Tri Firdaus Akbarsyah di lokasi yang sama. Lebih lanjut Tri mengatakan, hari ini tim verifikasi baru menetapkan bacaketum belum menentukan caketum. Nanti menjelang kongres sesuai AD/ART tim verifikasi
bekerja menetapkan caketum. Memang agak aneh, tapi kami sebagai pelaksana tetap berpegang pada rambu-rambu yang sudah ada. Pada saat kongres segala kekurangan insha Allah akan kita perbaiki sesuai dengan jamannya, mudah-mudahan semuanya berjalan sesuai rencana. “Mengapa kongres tahun depan tetap dilaksanakan di Makassar? Itu adalah keputusan daripada kongres di Palembang beberapa waktu lalu. Atas putusan tersebut, kami tidak bisa merubahnya, tidak ada pertimbangan lain selain di Makassar,” tegasnya. Menutup acara konferensi pers, Ketua Umum INI Yualita Widyadhari berpesan agar para balon ketum dapat mensosialisasikan dirinya dengan baik.”Semoga para balon caketum saat ini bisa mensosialisasikan dirinya dengan baik, dalam sosialisasinya kita mengadu program, jangan saling menjelekkan satu dengan yang lainnya,” tegas Yualita.(Hari)
Ombudsman Indonesia - Edisi #88 | November 2018
58
NOTARIS
Sempat Alot, Akhirnya MoU Antara INI Dengan Polri Final Naskah & Foto: Hari Supriyanto
Penadatanganan MoU antara Pengurus Pusat INI dan Kepolisisan Rrepublik Indonesia.
I
katan Notaris Indonesia (INI) mengadakan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) pada bulan Agustus lalu. Sebelumnya terjadi kesepakatan bersama tersebut, sempat alot karena tim dari PP.INI mengusulkan pasal demi pasal sampai terwujudnya kerjasama antar kedua lembaga tersebut. “Kita patut bersyukur MoU INI dan POLRI akhirnya ditandatangani Pak Kapolri. Perjuangan yang cukup hebat dan dasyat untuk memperjuangkan Pasal demi Pasal pada pembahasan MoU dimaksud. Bagaimana Tim PP.NI mempertahankan draft MoU di hadapan Tim Polri, sampai kadang ngos-ngosan juga nafas kita mempertahankannya,” kata Dr. Diah Sulistiyani RS, S.H., C.N,. M.Hum saat dimintai tanggapannya terkait MoU antara INI dan Polri. Lebih lanjut Ketua Bidang (Kabid) Kaderisasi dan Kepemimpinan di Pengurus Pusat
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
(PP) Ikatan Notaris Indonesia (INI) tersebut juga mengatakan, “Akhirnya dalam kurun waktu yang sekian lama, dan dalam rapat pembahasan yang berkali-kali akhirnya final juga draft MoU yang disepakati antara INI dan Polri. Bulan Januari 2018 sudah final draft tersebut, namun bulan Mei 2018 pihak Polri mengundang PP.INI untuk rapat kembali, dengan rapat pembahasan kembali akhirnya benar-benar final,” sambung Listi (sapaan akrab Dr. Diah Sulistiyani RS, S.H., C.N., M.Hum) Listi juga memaparkan, bahwa pada setelah bulan Mei 2018 Tim PP.INI menunggu kapan Kapolri akan menandatangani MoU dimaksud. Mengingat Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian merupakan teman satu kelasnya pada saat pendidikan PPSA 17 Lemhannas RI, akhirnya Ia mempunyai inisiatif untuk menghubungi langsung Kapolri pada awal bulan Agustus 2018. Dari hasil pembicaraannya dengan
Kapolri, Ia disarankan oleh Kapolri untuk menghubungi Kepala Divisi Hukum (Kadivkum) Polri apakah benar-benar sudah final draft MoU-nya. “Alhamdulillah akhirnya Tim PP.INI dapat melaksanakan rapat pembahasan dengan Kepala Divisi Hukum (Kadivkum) Polri dan Kepala Biro (Karo) Hukum Polri dan jajarannya. Dan dibahas bahwa MoU sudah benar-benar final dan kemudian diatur penandatanganan dengan Pak Kapolri. Memang sangat susah meminta jadwal Pak Kapolri yang sangat padat, namun akhirnya tetwujud juga penandatanganan MoU Polri dan INI dimaksud,” papar Listi. “Kita sebagai Notaris memang harus hati-hati, meskipun sudah diatur bahwa kita hanya mengkonstantir keinginan para penghadap. Namun sekarang ini Notaris dengan mudahnya dijadikan tersangka. Semestinya, sepanjang tidak ada unsur turut serta (memenuhi Pasal 55 KUH Pidana) harusnya tidak bisa dipidana. Dan harus memenuhi syarat pemidanaan: 1. Dipenuhinya unsur tindak pidana (Strafbaarfeit, criminal act, actus reus). 2. Dipenuhinya unsur pertanggungjawaban pidana atau unsur kesalahan (Dolus/Culpa), kemampuan bertanggung jawab (Mens Rea). 3. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf,” tegasnya. Ia juga menghimbau, agar sebagai Notaris harus berhatihati, karena pidana kepada Notaris dikarenakan juga adanya beberapa makna seperti: malpraktek (Malpractice Profesional) Duty: Kontrak atau hubungan kepercayaan antara profesional
www.majalahombudsmanindonesia.com
NOTARIS 59
Pengurus Pusat INI dan Polri usai penandatanganan MoU.
dan klien; Breach of Duty: ada pelanggaran kewajiban daru kontrak tersebut atas norma atau standar pelayanan yang berlaku; Causation: pelanggaran tersebut berdasarkan hubungan sebabakibat telah menimbulkan kerugian (Legal Cause, Priximate Cause); Damage: pembuktian mutlak adanya kerugian aktual akibat pelanggaran. Sebagai catatan, Listi juga mengingatkan bahwa malpraktek
www.majalahombudsmanindonesia.com
merupakan refleksi adanya kurang pengetahuan, kurang keterampilan, dan kurang pengalaman. Yang pada akhirnya terjadi kesembronoan (Culpa Lata). Dalam hal ini maladministrasi dan pelanggaran hukum perdata bisa menjadi kejahatan apabila disertai dengan Dolus Malus (Intellectual Dishonesty). Apalagi apabila didayagunakan tanggung jawab mutlak (Strict Liability) terhadap profesional.
Juga harus diketahui adanya 2 (dua) kategori “Profesional Fringe Violators”. Profrsional Misconduct/ Malpraktice, profesiinal Deliberate Dishonesty (Dolus Malus). “Terakhir sebagai catatan lainnya, penentuan sikap batin dapat dilakukan baik secara psikologis maupun secara normatif. Deliberate Dishonesty PPAT dapat terkait dengan tindak pidana penipuan, pemalsuan, penggelapan, pencucian uang, dan lain-lain (penyertaan dan pembantuan). Demikianlah sedikit yang dapat Saya sampaikan terkait MoU antara INI dan Polri serta beberpa aspek yang dapat menjerat Notaris dalam kasus pidana. Semoga berguna bagi para Notaris, marilah kita berdoa bersama agar kita selalu diberi keselamatan dan kebahagiaan dalam bekerja sebagai Notaris, dan kebahagiaan dalam kehidupan, aamiin. Hidup PP.INI..! Terimakasih Pak Kapolri dan jajarannya,” tandas Listi. (Hari/IK)
Ombudsman Indonesia - Edisi #88 | Agustus 2018
60 KONSULTASI HUKUM
Pengertian Banding dan Gugatan di Peradilan Pajak Diasuh Oleh : DR (C) Joyada Siallagan, SE., S.Sos., SH., MH., CTA.,CITA.
Presiden IKHAPI (Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia)
Pertanyaan: Saya seorang Advokat domisili di Surabaya, dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan Advokat untuk mendampingi wajib pajak dalam menghadapi sengketa pajak, namun demikian saya masih bingung dan kesulitan untuk membedakan upaya hukum Banding dan Gugatan di Peradilan Pajak…mohon penjelasannya. M.A. Baskoro G, SH Jawaban : Latar Belakang adanya Banding atau Gugatan adalah berawal dari adanya sengketa pajak yaitu perbedaan pendapat antara wajib pajak dan fiskus. Kemudian Wajib Pajak mengajukan keberatan. Dalam penyampaian perbedaan pendapat dan keberatan yang dimaksud harus dilakukan secara tertulis sebagai bukti bagi upaya pembuktiaan selanjutnya kepada pengadilan pajak dengan mekanisme Banding atau Gugatan atas Tagihan Pajak Terutang. Untuk Menentukan Upaya Hukum Banding atau Gugatan Perlu Kejelian dan
Kecakapan seorang Tax Advisor dan Tax Attorney. Untuk itu akan dijelaskan perbedaan Banding dan Gugatan. Pengertian Banding dan Gugatan Banding adalah: berdasarkan pasal 1 angka 6 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak adalah sebagai berikut: “Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku” Berdasarkan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No.14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak definisi gugatan adalah sebagai berikut “Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku”
Perbedaan Banding dan Gugatan Banding
Gugatan
Dasar hukum Pasal 27 UU KUP;
Dasar hukum pasal 23 UU KUP;
Yang disengketakan adalah Surat Keputusan Keberatan;
Yang disengketakan prosedur pelaksanaan dan penerbitan surat-surat keputusan;
Surat balasan dari permohonan Banding adalah Surat Surat balasan dari pengajuan Gugatan adalah Surat Uraian Banding; Tanggapan; Jangka waktu menyelesaikan Surat Uraian Banding adalah Jangka waktu menyelesaikan Surat Tanggapan adalah 1 3 (tiga) bulan); (satu) bulan; Ada sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding apapun Tidak ada sanksi; keputusannya; Putusan jangka waktu 12 bulan.
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
Putusan jangka waktu 6 bulan.
www.majalahombudsmanindonesia.com
KONSULTASI HUKUM 61 Persyaratan Banding
Gugatan
Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia Indonesia kepada Pengadilan Pajak. kepada Pengadilan Pajak. Jangka Waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan Pajak adalah 14 empat belas) hari Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak sejak tanggal pelaksanaan penagihan. tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Keputusan selain Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan.
Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding. Pada Surat Banding dilampirkan salinan Keputusan yang dibanding. Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% Yang dimaksud utang pajak aquo adalah sejumlah yang disetujui pada saat closing conference.
Proses Persidangan Banding
Proses Persidangan Gugatan
Setelah Permohonan Banding diterima, Pengadilan Pajak Setelah Gugatan diterima, Pengadilan Pajak meminta Surat meminta Surat Uraian Banding (SUB) dalam jangka waktu Tanggapan dalam jangka waktu 14 hari kepada Fiskus 14 hari kepada Fiskus (Terbanding. (Tergugat). Salinan SUB dikirim PP kepada Pemohon Banding dalam Salinan Surat Tanggapan dikirim PP kepada Penggugat jangka waktu 14 hari. dalam jangka waktu14 hari. Terbanding menyerahkan SUB dalam kepada PP waktu 3 Tergugat menyerahkan Surat Tanggapan dalam kpd PP bulan sejak tanggal kirim permintaan. waktu 1 bulan sejak tanggal kirim permintaan. Salinan Bantahan dikirim PP kepada Pemohon Banding Penggugat menyerahkan Surat Bantahan atas Tanggapan dalam waktu 14 hari sejak diterima surat Bantahan Tergugat dalam jangka waktu 30 hari, sejak tanggal dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang diterima. dibanding. Pada Surat Banding dilampirkan salinan Keputusan yang Salinan Bantahan dikirim PP kepada Penggugat dalam dibanding. waktu 14 hari sejak diterima surat Bantahan.
Penutup Pengadilan Pajak merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak, oleh karena itu upaya hukum yang dilakukan terhadap putusan banding maupun putusan gugatan pengadilan pajak adalah Peninjauan Kembali Ke Mahkamah Agung. Upaya Penyelesaian Sengketa
www.majalahombudsmanindonesia.com
Pajak melalui Pengadilan Pajak dengan Banding harus dilakukan setelah ada Surat Keputusan Keberatan, sedangkan gugatan dapat dilakukan ke Pengadilan Pajak mengenai Proses pelaksanaan penagihan atau terhadap gugatan berdasarkan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. *
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
62
PENDIDIKAN
Ombudsman Indonesia - Edisi #88 | November 2018
www.majalahombudsmanindonesia.com
PENDIDIKAN 63
www.majalahombudsmanindonesia.com
Ombudsman Indonesia - Edisi #88 | November 2018
64
PENDIDIKAN
Banyak Penerbit dan Sekolah Langgar Aturan Menteri Naskah : Tim MOI Jateng Foto : Int.
Banyak satuan pendidikan atau sekolah gagal paham dengan apa yang dimaksud dengan “zero eror” terkait dengan ekosistem perbukuan menurut UU.
T
ampaknya peraturan Perundang-undangan No.3/2017 tentang ekosistem perbukuan nasional yang sudah diundangkan per 24 Mei 2017 sampai saat ini belum sepenuhnya diterima dan ditaati oleh semua pihak yang terkait dalam dunia pendidikan terutama para Penerbit. Hal ini terlihat dengan masih banyaknya penjualan buku dan LKS langsung ke satuan pendidikan atau sekolah, bahkan BSNP (Badan Standard Nasional Pendidikan) sudah memberikan kebijakan “zero eror” untuk buku yang layak digunakan oleh satuan pendidikan juga masih diabaikan oleh pihak penerbit. Pada pihak lain, satuan pendidikan atau sekolah gagal paham dengan apa yang dimaksud Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
dengan “zero eror” terkait dengan ekosistem perbukuan menurut UU No. 3/ 2017 yang seharusnya sudah berlaku efektif bagi satuan pendidikan dari SD, SMP, SMA, SMK dan Penerbit Buku. Selain itu tampaknya penerapan peraturan pemerintah masih banyak diabaikan oleh beberapa sekolah yang terkait dengan penjualan buku di lingkungan sekolah termasuk melalui Pendidik, Tenaga Pendidikan dan Koperasi Sekolah seperti Pasal 11 Peraturan Menteri Pendidikan N0 2 Tahun 2008 yang menyebutkan “larangan bertindak menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik di satuan pendidikan yang bersangkutan atau kepada satuan pendidikan yang bersangkutan,” dengan sanksi yang diatur pada
Bab X pasal 14 Peraturan Menteri Pendidikan No. 2/2008. Langkah pemerintah dalam upaya melakukan kebijakan tersebut sudah dimulai dan bekerjasama dengan pihak LKPP lewat e-cataloge sesuai SE No 12/D/KR/2016 di mana sistem dan pola pengadaan buku K13 SD kelas 1,4, SMP kelas 7 dan SMA/SMK kelas 10 dilakukan melalui “online” dengan harapan akan meminimalisir kesalahan dan memudahkan transaksi. Namun di tengah perjalanan hasil evaluasi kegiatan kerjasama dengan LKPP dihentikan dan berubah dengan kebijakan baru sesuai SE No 13/D/KR/2017 menjadi bisa “online” atau “ offline” dan berjalan seperti yang tertuang dalam Peraturan Mendiknas No. 1/2018 tentang Juknis BOS tahun 2018. Pengkondisian Ditingkat SD dalam pengelolaan pengadaan buku meskipun mengikuti Juknis Bos namun dalam teknis pelaksanaannya masih melakukan kerjasama dengan salah satu Penerbit/Penyedia/ Rekanan. Narasumber yang terdiri dari para guru, bendahara Bos serta Kepala sekolah (KS) SD yang tidak mau disebut namanya menerangkan “sistem pengadaan buku Tahun 2017 yang menggunakan Anggaran Bos Tahun 2017 dilakukan secara kolektif di tingkat kecamatan melalui K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah) menujuk salah satu CV/ rekanan untuk melayani buku PJOK dan Metematika kelas 4 dan 5 SD.” Hasil klarifikasi ke SD di beberapa Kecamatan Kota Semarang, seperti: Kec. Tembalang, Kec. Semarang
www.majalahombudsmanindonesia.com
PENDIDIKAN 65 Tengah, Kec. Gayamsari, Kec. Banyumanik, Kec. Gunungpati, Kec. Ngalian Semarang, meperlihatkan masih ada dugaan pengkondisian yang mengarah pada penyedia (rekanan /CV) tertentu, meskipun CV tersebut tidak terdaftar di laman penyedia kementerian, hal ini karena ada persaingan penjualan dari para Penerbit yang langsung melakukan penawaran dan penjualan buku ke Sekolah. Sementara hasil klarifikasi pengadaan buku PJOK dan Matematika Kelas 6 di kecamatan Banyumanik,Tembalang dan Kecamatan Semarang Tengah pengadaan buku PJOK dan Matematika Kelas 6 dengan menunjuk salah satu CV atau Penerbit dimana K3S yang menetapkan rekanan (CV BP) untuk melayani buku Tematik K13, rekanan (CV MT) untuk melayani buku PJOK dan PT GAP/ERL untuk Metematika. Meskipun hal itu disanggah oleh pihak K3S seperti keterangan Agus Pramono Kepala SD Sendangmulyo 03 selaku ketua K3S Kecamatan Tembalang Semarang ketika diklarifikasi secara terpisah menerangkan bahwa “Kegiatan pengadaan buku dilakukan sesuai Juknis Bos dan kewenangan penggunaan anggaran ada pada Kepala Sekolah masing-masing dan setiap Penerbit/Penyedia/ Rekanan yang akan melakukan penawaran ke Sekolah harus ijin ke Dinas UPTD untuk dilakukan verifikasi kelayakannya, sesuai petunjuk dari Kepala UPTD Kecamatan Tembalang Semarang”. Secara terpisah Dwi Yulianto selaku Kepala UPTD Kecamatan Tembalang Semarang menjelaskan “Mengingat Juknis Bos bahwa sistem pengadaan buku bisa dilakukan online atau offline, maka untuk meminimalisir penerbit atau rekanan melakukan penawaran langsung ke sekolah, dia mengambil kebijakan agar penerbit atau rekanan harus ijin ke UPTD untuk dilakukan verifikasi kelayakannya, yang selanjutnya
www.majalahombudsmanindonesia.com
pada saat rapat koordinasi kepala sekolah (K3S) penerbit atau rekanan dipersilahkan melakukan presentasi dan sekolah dibebaskan untuk memilih, karena semua anggaran Bos langsung masuk ke rekening sekolah masing-masing”. Setelah dilakukan klarifikasi di beberapa SD Bendahara Bos menyampaikan pembelian buku dilakukan atas perintah Kepala Sekolah dan buku yang harus dibeli mengikuti hasil keputusan rapat K3S. Di sinilah diduga pengkondisian penunjukan ke satu CV/rekanan untuk melayani buku yang dibutuhkan sekolah di wilayah kecamatan tersebut diputuskan sesuai kesepakatan di rapat K3S. Berbeda jika pengadaan tersebut harus melalui online di e catalog LKPP, karena antara pembeli dan penyedia tidak ketemu dan semua persyaratan sudah diverifikasi, oleh LKPP termasuk spesifikasi, kelayakan penyedia dan harga eceran tertinggi buku (HET). Penjualan LKS di Sekolah Tingkat SD masih ditemukan penggunaan LKS di Sekolah oleh guru, meskipun sudah ada larangan dari pemerintah tentang buku yang layak digunakan oleh peserta didik di satuan pendidikan namun masih ada oknum guru dan sekolah yang menggunakan LKS. Seperti keterangan dari Edi Budiono guru di SD Negeri Polaman Mijen Semarang yang menerangkan “LKS digunakan siswa untuk belajar dirumah, karena buku Teks utama digunakan hanya di sekolah tidak boleh dibawa pulang, dengan alasan sering buku teks utama yang dipinjamkan siswa tidak kembali lengkap.” Sementara menurut keterangan Muh. Anwar kepala SD Negeri Srondol Wetan 1 Banyumanik Semarang “LKS digunakan oleh siswa sebagai pelengkap belajar dirumah dan pengadaannya diserahkan kepada paguyuban orang tua siswa.” Sementara di tempat lain Kepala
Sekolah SMA negeri yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, langkah yang dilakukan terkait dengan “zero eror” dengan membuat pengumuman tentang larangan penggunaan LKS di setiap pintu ruang kelas, namun kenyataan para guru tetap menggunakan LKS dengan alasan untuk tambahan. Suratman selaku pengelola di salah satu SMA negeri favorit di kota Semarang mengatakan, “Pengelolaan pengadaan buku K13 sudah dilakukan sesuai dengan Juknis Bos sedang untuk buku pendamping dan LKS yang digunakan oleh guru pola pengeloaan pengadaannya dilakukan di koperasi sekolah, hal ini dimaksudkan supaya siswa lebih mudah mendapatkan buku yang diinginkan sesuai anjuran dari guru dan hasil keuntungannya bisa digunakan untuk semua karyawan di sekolah.” Taufiq selaku waka kurikulum SMAN 9 Semarang menjelaskan untuk pengertian “zero eror” sebatas buku yang sudah disahkan oleh pemerintah dan sistem pengadaannya dilakukan lewat penyedia yang telah terdaftar dalam laman penyedia sesuai di http:// dikdasmen.kemendikbud.go.id/ bse yang telah direkomendasikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Namun begitu untuk buku yang disahkan pemerintah baik buku teks wajib peminatan maupun pendamping ternyata tidak tertera harga di cover buku dan pembelian langsung ke penerbit tidak melalui toko buku, dengan alasan penerbit datang langsung memberikan penawaran ke sekolah melalui para guru meskipun penerbit tersebut tidak masuk dalam dafar penyedia Kemendikbud. Bahkan di kelompok SMK di kota Semarang ada beberapa narasumber yang tidak mau disebut identitasnya menerangkan ada keharusan beli buku referensi yang disarankan ke salah satu CV/ rekanan. Hal itu diperkuat oleh pihak perpustakaan, bendahara BOS dan Kepala Sekolah.*
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
66
KRIMINAL
Prahara Kepemilikan Saham Hotel Naskah : Amri Siregar Foto : Int.
Banyak melakukan dugaan penipuan, salah satu pemilik hotel dilaporkan rekannya ke aparat penegak hukum.
Hotel MaxOne.
T
ak puas dengan laporannya ke Polda Metro Jaya terkait tindak pidana penipuan dan penggelapan yang diakukan terlapor Tammy Salim, Budi Santoso dan Mulyady terhadap Devi Taurisa, Hartono Tanuwidjaja kembali melaporkan tiga pelaku terduga penipuan ke Polres Jakarta Pusat. Devi Taurisia pada awalnya diajak kerja sama oleh para terlapor untuk melakukan pembelian saham PT Batavia Land yang memiliki aset hotel Max One dengan porsi kepemilikan saham sebanyak 30%. Singkat cerita Devi membelinya dengan memberikan uang Rp
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
5.260.000.000 kepada para terlapor melalui transfer Bank Panin. Ironisnya saham korban oleh para terlapor dialihkan ke PT Suryamas Agung Perkasa dengan alasan agar mudah dijual kepihak lain. Devi tak menyangka bahwa kemudian Bank Mandiri Thamrin dan Bank Danamon Prapatan memberitahu dirinya bahwa bahwa statusnya sebagai direktur sudah dihapus. “Setelah kami cek ternyata benar tidak ada,” ujar Hartono pada Kamis, awal November 2018 di kantornya. Selain itu, menurut Hartono, para terlapor juga telah melakukan
pembagian keuntungan pemegang saham tapi Devita tidak pernah menikmati keuntungan tersebut. “Atas kejadian tersebut Devi selaku korban mengalami kerugian yang jika ditotal sebesar Rp21,5 Milyar yang terjadi pada Jumat, 12 Oktober 2018 di Bank Mandiri Thamrin, Jakarta Pusat dan Bank Danamon Prapatan Tugu Tani,” ungkapnya. Sebelumnya Kepolisian dari Poda Metro Jaya telah melayangkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) pada 7 Agustus 2018 kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Isinya menyatakan sejak 18 Mei 2017 telah dimulai Penyidikan Tindak Pidana Penipuan, Penggelapan dan atau Penggelapan dalam jabatan, Pemalsuan atau menyuruh menempatkan keterangan palsu kedalam Akta Otentik serta TPPU, sebagaimana yang diatur pada pasal 378 KUHP, 372 KUHP, 374 KUHP, atau pasal 3,4,5 UU RI No. 8 tahun 2010 tentang TPPU yang terjadi pada bulan April 2015 di Jakarta Pusat yang dilakukan oleh tersangka Budi Santoso. Waktu kejadian sekitar bulan Apri 2015 di Jakarta Pusat dengan terlapor Budi Santoso dan Notaris Fx. Budi Santoso Isbandi. Selaku pelapor Devi Taurisa adalah direktur dan pemegang saham di PT Batavia Land Dan PT Suryamas Agung Perkasa. Adapun saksisaksinya adalah Andrianita dan Desi Andriyanto. Dalam surat bernomor NO: B/17526/VIII/RES/.19/2018/ Datro yang ditanda tangani oleh AKBP Ade Ary Syam Indradi SH.SIK.MH disebutkan bahwa, Budi Santoso sebagai tersangka dalam kasus ini atas laporan Devi Taurisa, salah satu direkrur pada PT. Batavia Land di mana yang bersangkutan sebagai pemegang sahan 30% di badan usaha tersebut.
www.majalahombudsmanindonesia.com
KRIMINAL 67
Hartono Tanuwidjaja, Sh., MH., M.Si
Dalam SPDP tersebut dijelaskan, Budi Santoso disangka melanggar pasal 378, 372, 374, 263, 266 KUHP dan pasal 3,4,5 UU NO: 8 Tahun 2010 Tentang TPPU dengan ancaman hukuman penjara 20 tahun. Budi Santoso sebelumnya pernah digugat Devi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2016 lalu dalam kasus sengketa hotel Max-One yang berlokasi di jalan Sabang Jakarta Pusat. Dalam gugatan itu Budi Santoso tergugat I, dan PT. Bank QNB Indonesia Tbk tergugat II dan Kantor Pertanahan Jakarta Pusat sebagai turut tergugat.
www.majalahombudsmanindonesia.com
Sementara itu tergugat II, yang telah mengetahui tindakan tergugat I tanpa persetujuan RUPS, menjaminkan hotel yang dimaksut sebagai jaminan hutang. Perbuatan tergugat I dan II, kata penggugat, merupakan perbuatan melawan hukum. Tidak hanya sampai di sini saja. Tergugat I telah mengalihkan Hotel MaxOne Sabang yang sekarang nilai jualnya Rp150 milyar ini kepada tergugat II, hal ini diketahui melalui surat tergugat II No.0175/ MB-IG/V/16 tanggal 17 Mei 2016 yang ditujukan kepada manejemen Hotel MaxOne Sabang. Dalam surat Tersangka TPPU Budi Santoso. tersebut antara lain menyebutkan bahwa hotel yang dimaksud PT. Batavia Land berdiri pada luas tanahnya 2983 M2 dengan 2007 dengan susunan pengurus sertifikat HGB No.476 letaknya antara lain; Komisaris Utama di Jalan Haji Agus Salim No. 24 Mirlanni Santoso, Direktur Utama Sabang, Kebon Sirih, Menteng Budi Santoso, Direktur Devi Jakarta Pusat dengan pemilik atas Taurisa, dan Franky Fanny Aboetan nama badan hukum PT. Bank QNB sebagai Direktur. Aset yang dimiliki Indonesia. antara lain Hotel MaxOne Sabang Dari sinilah perselisihan antara yang merupakan aset terbesar. Devi Taurisa sebagai Direktur Namun demikian Budi Santoso Batavia Land dan Budi Santoso s e b a g a i t e r g u g a t I , t a n p a sebagai Dirutnya, mulai terjadi. sepengetahuan anggota direksi Selain Devi Taurisa menggugat lainnya/RUPS, telah mengajukan ke pengadilan pada 2016, juga kredit Rp 40 milyar kepada tergugat melaporkan Budi Santoso ke Polda II, PT. Bank QNB Indonesia Tbk Metro Jaya dalam kasus pemalsuan dengan jaminan Hotel MaxOne tanda tangan Maret 2017, dan Budi Sabang. Santoso kini sebagai tersangka.*
Ombudsman Indonesia - Edisi #88 | November 2018
68 INFO Tata Cara Pembuatan KTP
Tak Perlu Keterangan RT/RW
P
emerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Dengan Perpres itu, masyarakat kini lebih dimudahkan dalam membuat kartu identitas. Dicek dari laman setkab.go.id, Rabu (7/11/2018), Perpres itu diundangkan sejak 18 Oktober 2018. Perpres ini menggantikan aturan sebelumnya, Perpres Nomor 25 Tahun 2008. “Menurut Perpres ini, pelayanan pendaftaran penduduk terdiri atas pencatatan biodata penduduk, penerbitan KK (Kartu Keluarga), penerbitan KTP-el (Kartu Tanda Penduduk Elektronik), penerbitan surat keterangan kependudukan, dan pendaftaran penduduk rentan Administrasi Kependudukan,” tulis informasi dari laman Sekretariat Kabinet (Setkab) yang diunggah sejak 31 Oktober 2018 tersebut. Seperti tertulis dalam Pasal 14 Perpres 96/2018, penerbitan e-KTP bagi warga negara Indonesia (WNI) atau warga asing terbagi menjadi: • penerbitan e-KTP baru • penerbitan e-KTP karena pindah datang • penerbitan e-KTP karena perubahan data • penerbitan e-KTP karena perpanjangan bagi penduduk orang asing yang memiliki izin tinggal tetap • penerbitan e-KTP karena hilang atau rusak • penerbitan e-KTP di luar domisili “Perekaman dan penerbitan KTP-el baru oleh Disdukcapil Kabupaten/Kota di luar domisili dapat dilakukan dengan memenuhi persyaratan tidak melakukan perubahan data penduduk dan KK,” bunyi Pasal 22.
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
Berikut syarat dan kondisi penerbitan e-KTP seperti tertulis dalam Perpres tersebut: 1. Penerbitan e-KTP baru • Untuk WNI, syaratnya: a. Telah berusia 17 tahun, sudah kawin, atau pernah kawin b. KK • Untuk penduduk orang asing yang memiliki izin tinggal tetap, syaratnya: a. Telah berusia 17 tahun, sudah kawin, atau pernah kawin b. KK c. Dokumen Perjalanan d. Kartu izin tinggal tetap 2. Penerbitan e-KTP karena pindah datang • Untuk WNI, syaratnya: a. Surat keterangan pindah dari Disdukcapil Kabupaten/ Kota atau UPT Disdukcapil Kabupaten/ Kota daerah asal b. KK • Untuk WNI yang datang dari luar wilayah NKRI, syaratnya: a. Surat keterangan pindah dari Perwakilan RI b. KK 3. Penerbitan e-KTP karena pindah datang bagi penduduk orang asing yang memiliki izin tinggal tetap harus memenuhi persyaratan surat keterangan pindah. 4. Penerbitan e-KTP karena perubahan data bagi WNI atau penduduk orang asing yang memiliki izin tinggal tetap, syaratnya: a. KK b. e-KTP lama c. Kartu izin tinggal tetap d. Surat keterangan atau bukti perubahan Peristiwa
Kependudukan dan Perubahan Penting 5. Penerbitan e-KTP karena perpanjangan bagi penduduk prang asing yang memiliki izin tinggal tetap, syaratnya: a. KK b. e-KTP lama c. Dokumen Perjalanan d. Kartu izin tinggal tetap. 6. Penerbitan e-KTP karena hilang atau rusak bagi WNI atau penduduk orang asing yang memiliki izin tinggal tetap, syaratnya: a. Surat keterangan hilang dari kepolisian b. e-KTP yang rusak c. KK d. Dokumen Perjalanan Republik Indonesia atau Dokumen Perjalanan e. Kartu izin tinggal tetap. Sebagai pembanding, detikcom mengecek Perpres Nomor 25 Tahun 2008. Dalam Pasal 15 Perpres itu disebutkan sebagai berikut: Penerbitan KTP baru bagi penduduk Warga Negara Indonesia, dilakukan setelah memenuhi syarat berupa: a. Telah berusia 17 (tujuh belas) tahun atau sudah kawin atau pernah kawin; b. Surat Pengantar RT/RW dan Kepala desa/lurah; c. Fotokopi: 1. KK; 2. Kutipan Akta Nikah/Akta Kawin bagi penduduk yang belum berusia 17 tahun; 3. Kutipan Akta Kelahiran; dan d. Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana bagi Warga Negara Indonesia yang datang dari luar negeri karena pindah.
www.majalahombudsmanindonesia.com
BUDAYA 69
Tarian Indonesia Memukau Korea Selatan Naskah : Christian Saputro Foto : Int.
Prestasi internasional di bidang seni budaya kembali ditorehkan anak-anak bangsa.
Kontingen tari Indonesia dari Sanggar "Muli Mekhanai" SMA Negeri 1 Kotagajah, Lampung Tengah, berfoto usai meraih juara pertama ajang Andong International Mask Dance Festival di Incheon, Korea Selatan 2018.
K
ali ini, SMA Negeri 1 Kotagajah, Kabupaten Lampung Tengah dari Sanggar Tari Muli Mekhanai tak tanggung-tanggung berhasil menorehkan prestasi bergengsi ini pada gelaran “Andong International Mask Dance Festival”, yang dilaksanakan di Incheon, Korea Selatan, 1–10 Oktober 2018 lalu. Penanggungjawab kontingen Drs. Dasiyo Priambodo, M.Pd memaparkan keberangkatan kontingennya ditunjuk langsung oleh Andong Festival Tourism
www.majalahombudsmanindonesia.com
Foundation, South Korea. Dasiyo yang juga Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Kotagajah, Lampung Tengah ini mengatakan, alam hajat festival ini bertajuk; “Tuping Tuping”, yang mengisahkan ritual masyarakat Lampung untuk memohon bantuan Tuhan melalui medium topeng untuk mengusir penjajahan dari bumi Lampung. Tarian yang menarasikan perjuangan masyakat Lampung dalam melawan penjajahan ini berhasil menyabet juara pertama dalam ajang bergengsi “Andong
International Mask Dance Festival” yang diikuti delegasi dari berbagai negara itu. “Kontingen kami selain menyabet Juara Pertama Andong Mask Festival juga berhasil membukukan prestasi sebagai juara favorit atau Special Particiation dalam ajang Festival itu,” terang Dasiyo. Erna Budiwati S.Pd, pembina Sanggar Muli Mekhanai menambahkan, selain untuk unjuk prestasi, pihaknya juga mempunyai misi memperkenalkan budaya dan pariwisata Lampung ke ajang Internasional. Dalam ajang ini juga ditampilkan tarian Ngakuk Way yang menggambarkan gadisgadis Lampung yang melakukan ritual adat mengambil air dalam prosesi acara Cakak Pepadun. Tari memperlihatkan kecerian gadisgadis lampung dalam prosesi mengambil air untuk keperluan gelar Cakak Pepadun. “Pada gilirannya nanti diharapkan para peserta kontingen dari berbagai negara itu tertarik untuk mengunjungi Lampung sebagai destinasi wisata budaya yang menarik dan memesona,” ujar Erna Budiwati yang sering terlibat sebagai dewan juri dalam berbagai even kesenian di Provinsi Lampung. Ernawati, menambahkan, keberangkatan kontingen ini tak terlepas dari dukungan Pemda Lampung Tengah. Kepala Seksi Kesenian Disdikbud Provinsi Lampung, M. Hari W. Jayaningrat, S.Sos, MM., mengatakan keberhasilan ini tak hanya mengharumkan nama kabupaten Lampung Tengah dan Provinsi Lampung, tetapi juga mengharumkan Indonesia di kancah internasional. *
Ombudsman Indonesia - Edisi Khusus | November 2018
70
PROMEMORI
Ombudsman Indonesia - Edisi #88 | November 2018
www.majalahombudsmanindonesia.com
LAW OFFICE DR. DJONGGI M. SIMORANGKIR, SH., MH. ADVOKAT - MEDIATOR • Gedung Arva, Lt. 3, Jl. RP.Soeroso No.40, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat 10350 - Tlp. (021)391 9757 • Komplek Rukan Trinusa Jaya, Blok A No.3A Jl. Daeng Kamboja, Teluk Tering, Batam Center, Batam 29461 • Jl. Sidomukti No.73A, Sukaluyu, Bandung 40123 Tlp. (022) 250 4354. Fax. (022) 251 6892 Hp. 0812 8413 1957 - 0818 1555 69 Wakil Ketua Dewan Penasihat Email: Email: djonggi_ida@yahoo.co.id Dewan Pimpinan Nasional PERADI
HAPOSAN HUTAGALUNG & PARTNERS HAPOSAN HUTAGALUNG, SH. SPESIALIS: CRIMINAL, COMMERCIAL, LITIGATION, BANKING Gedung Arva Gondangdia, Lt. 4 Jl. RP.Soeroso No.40, Menteng, Jakarta Pusat 10350 Tlp. (021) 391 7079 , 315 2092. Email: hhutagalung.partners@gmail.com
AKHH LAWYERS
EDI PRASETIO, SH., MH
ADNAN KELANA HARYANTO HERMANTO STEFANUS HARYANTO, SH., LLM.
MANAGING PARTNER
KEPAILITAN, RESTRUKTURISASI, LITIGASI The Convergense Indonesia, Lt.19 Kawasan Rasuna Epicentrum. Jl. HR. Rasuna Said Jakarta, 12490 Phone: (021) 520 8270. Fax.: (021) 520 8277 Email: stef@akhh.com
Ruko Ambengan Plaza Blok A9 No.1, Surabaya, Jawa Timur Ruko Metro Plaza Blok D17 Peterongan, Semarang, Jawa Tengah Menara Vida Lantai 17, Jl. Raya Kebun Jeruk, Kav. 66-67, Jakarta Barat Hp. 0813 33656 7928 - WA. 0857 6570 4550 Email: bhirawalawfirm99@gmail.com Website: bhirawa_lawfirm.com FB: bhirawa lawfirm - Twitter: @Bhirawa_lawfirm
member off
JOYADA SIALLAGAN & PARTNERS
LAW OFFICES
DR (c) JOYADA SIALLAGAN, SE., S.Sos., SH., MH., CTA/CITA
LUDIYANTO, SH., MM., MHum
Tax and Commercial, Litigations, Kepailitan & Pertambangan
Merk Paten, Hak Cipta, Desain Industri, Rahasia Dagang
Plaza Sentral Lt.3 & 7, jl. Jendral Sudirman Kav.47, Jaksel 12930 Tlp. (021) 5785 3313, (021) 570 2629 Hp. 0811 9122 69 Email: joyada@jsp-lawfirm.com - Website: www.jsp-lawfirm.com
Jl. Hayam Wuruk No.3 I&J, Jakarta Pusat 10120 Tlp. (021) 3455 480, 3503 567, 3454 515, 3501 614 Fax.: (021) 3518 615, 3502 182 Email: gpijkt@indo.net.id
LAW OFFICE MUARA KARTA, SH., MM & PARTERS MUARA KARTA, SH., MM Advocate & Legal Consultants
Ruko Mega Grosir Cempaka Mas Blok D1 No.11 Jl. Letjend Suprapto ,Jakarta Pusat 10640 Tlp. (021) 429 001 99 - 429 068 09. Fax.: (021) 21 429 068 09 Email: muarakarta_lawyer@yahoo.co.id Blog: muarakarta_lawyer.blogspot.com
ADRIAGAL & PARTNERS Advocate & Legal Consultants
KANTOR HUKUM DEWA JUSTISIA & REKAN Advocate & Legal Consultants
Satrio Building 4th Floor Jl. Prof. Satrio No. 289, Jakarta Selatan 12930 Telp. (021) 5290 6590 - 9229 8799. Fax.: (021) 5290 6591 Email: bhaktidewa_99@yahoo.com
LAW OFFICE FARIDA SULISTYANI & PARTNERS Advocate & Legal Consultants
ADRIANUS AGAL, SH., MH HP. 0813 8037 2839 Office: Jl. Matraman Raya No. 121, Palmeriam, Jakarta Timur 13140 Tlp. (021) 8582 219 - Email: adrianusagal@ymail.com
FARIDA SULISTYANI, SH., CN., LL.M Jl. Sampit II No.13 Blok B4 Kramat Pela, Kebayoran Baru Jakarta Selatan 121130 Telp. /Fax.: (021) 7280 0850