4 minute read
Memandang ke Belakang
Memandang ke Belakang John Loughborough (paling kanan), dan istrinya, Maggie (tepat di belakangnya), menghadiri Rapat Pekerja di British Mission House, Ravenswood, Shirley Road, Southampton, Inggris, pada tahun 1882.
Dengan didirikan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh yang kuat di Amerika Utara, perhatian para pemimpin Advent awal tertarik pada kebutuhan untuk memperluas dan mengembangkan pekerjaan di luar negeri. Pada tahun 1870-an, John Nevins Andrews dikirim ke Basel, Swiss, untuk mendirikan rumah penerbitan. Andrews, mengetahui ikatan kuat yang ada antara Inggris dan Amerika Serikat, mengambil keuntungan dari persinggahan di Inggris. Meskipun tidak ada orang Advent di Inggris pada saat itu, ada beberapa pemelihara Sabat. Andrews tahu bahwa pekerjaan besar perlu dilakukan dalam membagikan pesan yang tampaknya asing bagi banyak orang.
Inggris berada di tengah-tengah penyesuaian dengan masalah sosial dan politik ketika perpindahan dari perta nianisme secara bertahap memberi jalan kepada industrialisme selama era pertengahan-Victoria (1851–1875). Seperti yang terlihat di sepanjang sejarah, iklim politik dan ekonomi suatu negara memengaruhi semangat keagamaan, dan inilah yang terjadi di Inggris, sebuah negara yang membanggakan diri dalam mengatur laju perilaku agama dan moral, dan ketua pengirim misionaris Kristen kepada negara lain di dunia.
Pekerjaan Dimulai
Gereja memilih pendeta yang diurapi yaitu John Norton Loughborough sebagai misionaris penuh-waktu ke Inggris. Dia berlayar bersama keluarganya dari New York dan tiba
di Southampton pada 30 Desember 1878.
Loughborough (1832–1924) telah menjadi pendeta selama hampir 30 tahun dan merupakan perintis gereja yang dihormati di Amerika Serikat bagian barat tengah, salah satu yang pertama menggunakan tenda untuk pertemuan penginjilan. Dia memimpin pembukaan peker jaan Advent di California, mendirikan lima jemaat baru dalam tiga tahun. Dia menjabat sebagai Ketua Konferens Michigan dan Bendahara General Conference. Tetapi tidak satu pun dari peran ini yang mempersiapkannya untuk pekerjaan yang akan dilakukan di Inggris.
Loughborough mengkhotbahkan khotbah pertamanya di Inggris di Shirley Hall atas undangan Free Evangelists, enam hari setelah kedatangannya. Lebih dari 150 orang hadir. Dia menyewa aula yang sama selama beberapa minggu ke depan, memberikan 15 kuliah malam. Loughborough sangat ingin, dan dia memberikan waktu dan kemampuannya ke pertemuan-pertemuan publik. Loughborough juga memutuskan untuk meniru cara penginjilan yang paling biasa dilakukannya di Amerika Serikat—pertemuan di tenda.
Metode Penginjilan yang Tidak Ortodoks
Pada April 1879, penginjilan Loughborough menawar kan pendekatan baru dan unik untuk Southampton, dan untuk banyak bagian lain di negara itu. Dalam buku hari annya, Loughborough menceritakan: “Dengan dibukanya musim semi, kami membeli dan memasang tenda enam
puluh kaki yang didirikan di pinggiran Kota Southampton, dan pertemuan dimulai hari Minggu, 18 Mei 1879.” 1 Pertemuan pertama dihadiri oleh 600 hadirin. Meskipun cuaca tidak mendukung selama tiga bulan pertemuan diadakan, kehadirannya relatif baik. Pada akhir pertemuan, tamu-tamu yang menghadiri kebaktian di Southampton berjumlah sekitar 30 orang.
Tenaga kerja sangat sedikit, dengan hanya satu pendeta yang diurapi dan dua pekerja awam. Tetapi mereka terus bekerja, dan satu tahun kemudian baptisan pertama dilaksanakan. Catatan harian Loughborough mencatat: “Baptisan pertama kami adalah di Southampton, 8 Febru ari 1880, ketika enam jiwa yang rela diselamkan. Hingga 2 Juli 1881, dua puluh sembilan orang telah dibaptis.” 2
Kemajuan Lambat dan Sumber Daya Terbatas
Beberapa orang akan berpendapat bahwa buah dari kerja keras Loughborough tidak mengesankan. Meskipun kehadirannya bagus dalam pertemuan-pertemuan publiknya, dengan banyak orang menerima pengajaran Sabat, orang-orang ragu untuk berkomitmen dalam bergabung dengan gereja.
Loughborough mengakui: “Kami menemui kesulitan dalam pendirian pekerjaan di Inggris Raya yang tidak sama dengan di Amerika. Kami terus-menerus diberi tahu bahwa ‘orang-orang di Inggris harus didekati dengan cara yang berbeda dari yang dikerjakan di Amerika Serikat.” 3 Jumlah mereka yang dibaptis tampaknya rendah dibandingkan dengan jam kerja yang panjang dan upaya yang dilakukan.
Loughborough tentu saja kecewa dengan kurangnya kemajuannya, terutama dibandingkan dengan keber hasilan yang biasa dia alami di Amerika Serikat. Namun, dalam laporannya, dia menunjukkan kesadaran dan memberikan analisis tentang tantangan yang dia hadapi. Salah satunya adalah kurangnya pertemuan tenda di antara orang-orang dari kelas ekonomi atas.
Tenda memberikan gambaran sirkus bahwa orang-orang yang lebih rendah hati yang suka bersukaria. Dengan kursi darurat, kayu rendah, dan kurangnya seni dan kesopanan, tenda dibenci oleh kaum masyarakat elit dan canggih. Loughborough mengakui dalam laporannya bahwa untuk mencapai kelas menengah dan atas, akan perlu untuk menyewa aula yang terhormat. Tantangan selanjutnya adalah biaya menyewa aula.
Dengan anggaran terbatas dan sumber daya terbatas, Loughborough dan tim kecilnya yang terdiri dari anggota awam harus bergantung pada pendanaan dari Amerika Utara, dan uang apa pun yang dapat mereka kumpulkan secara lokal. Anggota membagikan sampel gratis dari majalah The Present Truth: setelah empat edisi hadiah mereka memperpanjang undangan untuk berlangganan
majalah tersebut. Uang yang diperoleh dari langganan digunakan untuk menyewa tempat, membeli peralatan, dan memproduksi majalah serta selebaran tambahan.
Mengatasi Tantangan
Loughborough harus bersaing dengan kurangnya penerimaan yang mungkin merupakan hasil dari menjadi orang asing, dan orang yang mengajarkan doktrin yang tidak dikenal. Jika Inggris tertarik pada agama, mereka akan lebih mungkin mendukung gerakan Metodis dan Baptis yang mapan atau Gereja Inggris yang mapan dari pada dikaitkan dengan organisasi yang secara sosial lebih rendah, dan berisiko kehilangan prestise dan status. Loughborough juga menghadapi tentangan dari anggota klerus lainnya. Selama pertemuan tendanya, ia harus menghadapi oposisi dari pendeta setempat, baik di mimbar dan kunjungan dari rumah ke rumah, mendesak umat paroki menentang keputusan untuk Sabat.
Terlepas dari tantangan ini, dan dengan tenaga kerjanya yang sedikit, Loughborough bertahan dan menang. Dia percaya “bahwa Allah sedang mencoba kesabaran mereka dan bahwa segala sesuatu mungkin terjadi melalui Dia.” 4 Melalui ketekunan dan komitmen tanpa gentar terhadap tugas itu, pekerjaan di Kepulauan Inggris akhirnya melihat terobosan. Loughborough meletakkan landasan yang kokoh bagi misionaris lain untuk dibangun.
1 John Loughborough, Rise and Progress of the Seventh-day Adventists (Battle Creek, Mich.: General Conference Assoc., 1892), hlm. 321. 2 Ibid. 3 Ibid., hlm. 322. 4 Nigel Barham, The Progress of the Seventh-day Adventist Church in Great Britain, 1878-1974 (Ph.D. dissertation, University of Michigan, 1976), hlm. 63.
John Norton Loughborough