04
Maret - Juni 2011
Belaj ar
Pelesta Benih drian ari Dayak Meratu s
jendela dunia
Ketika Guru SMK Pertanian
Belajar Organik indonesia dalam berita
Kembalikan
Fitrah Bulog
Bertani, Bermitra, dan Belajar
Maret - Juni 2011
Foto Sampul
Terbit setiap Maret, Juni, September, dan Desember. Merupakan kerja sama Aliansi Organis Indonesia dengan Yayasan ILEIA Belanda. Sumber Dana DGIS-Belanda
Redaksi Shintia Dian Arwida, Ni Made Budi Utami, Sri Nuryati Desain Grafis Andiko Distribusi dan Pelanggan Raden Ai Lutfi Hidayat Alamat Jl Kamper Blok M No. 1 – Kompleks Budi Agung Bogor - Indonesia Ph: +62 251 8316294 Fax : +62 251 8316294 E-mail: majalahpetani@gmail.com Website : www.greentrustmagazine.com/petani Rekening Bank Bank OCBC NISP Cabang Kedung Badak, Bogor a/n Aliansi Organis Indonesia No Rekening: 048.800.00074.6
Anak-anak petani di Karawang belajar agar mengerti pertanian lebih baik lagi dan mau bekerja sebagai petani
Foto
Taty Krisnawati
ISSN 0216 – 7883
Edisi Global Farming Matters Magazine Kontak : Wilma Roem E-mail : ileia@ileia.nl Edisi Regional LEISA Reista de Agroecologia (Peru) Kontak: Teresa Gianella-Estrems E-mail: base-leisa@etcandes.com.pe LEISA India Kontak : K.V.S. Prasad E-mail : amebang@giasbg01.vsnl.net.in AGRIDAPE (Senegal) Kontak : Awa Faly ba E-mail : agridape@sentoo.sn Agriculturas (Brazil) Kontak : Paulo Petersen E-mail: paulo@aspta.org.br LEISA China Kontak : Ren Jian E-mail : renjian@cbik.ac.cn KILIMO (Kenya) Kontak : James Nguo E-mail : admin@alin.or.ke Redaksi mempersilakan pembaca untuk memperbanyak dan mengedarkan artikel yang dimuat dalam majalah, untuk keperluan non komersial dengan mencantumkan Majalah PETANI sebagai bahan acuan serta memberitahukan kepada kami mengenai penggunaan artikel tersebut.
Laporan utama Pelatihan dari Petani untuk Petani Penyuluhan Dibantu Teknologi Informasi
8 9 10 11
Demplot Harapan Petani Jembatan Akademik ke Petani
jendela dunia Ketika Guru SMK Pertanian Belajar Organik
22
Skema Sertifikasi: Proses Pembelajaran Petani Teknologi Pengering Sederhana: Higienis dan Memberi Nilai Tambah
24 26
22 8 Pengalaman
indonesia dalam berita
Belajar dari Dayak Meratus Lestarikan Padi Lokal Kalimantan
12
Kembalikan Fitrah Bulog
Sekolah Sawah Kaliaget: Belajar dari Alam
14
Mahasiswa Pertanian Belajar Atasi Puso di Sawah
Perubahan Iklim Adaptasi Masyarakat Harus Didukung
16
bijak dalam rumah
18
benih lokal Benih Lokal
18 sekolah iklim Penyebab Terjadinya Iklim Ekstrim
20
30 31
Teliti Membeli Produk Pangan Berlabel “Organik“
32
34
advokasi Revitalisasi Prinsip Penyuluhan suara petani
40
“Ternyata Saya Bisa Kawinkan Padi!”
40
dari redaksi
Bertani, Bermitra, dan Belajar P
ertanian adalah bidang yang selalu berkembang. Kapanpun dan di manapun selalu ada pengetahuan baru yang lahir dari sektor pertanian. Ini terjadi karena kondisi alam, ekonomi, sosial, politik, dan budaya yang memengaruhi pertanian sangat dinamis dan terus berubah. Agar bisa menghadapi perubahan tersebut, petani sebaiknya memiliki kemauan dan kapasitas belajar terus menerus. Misalnya dalam menghadapi perubahan iklim yang dampaknya kian terasa. Pergeseran musim hujan atau musim kemarau yang berkepanjangan memaksa petani untuk pandai mensiasati agar tidak gagal panen. Kebanyakan petani mempelajari keterampilan bertaninya—seperti persiapan lahan, memuliakan dan menyemai benih, pemupukan, penanggulangan hama dan penyakit— dari pengalaman orang tua mereka.
Jadi, praktik pertanian rata-rata petani saat ini, relatif sama dengan apa yang dilakukan orangtuanya puluhan tahun silam. Padahal dengan kondisi sektor pertanian yang terus berkembang, pengetahuan warisan ini mungkin tidak lagi cukup untuk menghadapi tantangan terkini. Petani juga perlu belajar dari sumber-sumber lain untuk meningkatkan kemampuan bertaninya.
Belajar dari Siapa? Lantas, dari sumber mana petani harus belajar? Akses petani di pelosok pedesaan terhadap informasi dan inovasi baru memang seringkali terbatas. Tapi bukan berarti tidak ada tempat belajar/ sumber informasi yang bisa dijangkau petani. Salah satu sumber terbaik sebenarnya adalah lahan dan lingkungan sekitar petani sendiri. Pengamatan dan pencatatan rutin di lahan bisa jadi media
belajar yang ampuh. Rekan petani juga bisa menjadi tempat belajar. Mekanisme diskusi/ pertemuan dalam kelompok tani bisa dimanfaatkan untuk menggali pengetahuan baru dari sesama petani. Dengan cara ini petani bisa melihat secara langsung berbagai hal yang sudah dikerjakan rekannya di lapangan, membangun komunikasi dan jejaring antarpetani, serta mengadopsi teknologi/ inovasi baru yang ditemukan sesama petani. Lembaga pendidikan seperti universitas yang memiliki jurusan pertanian atau sekolah kejuruan pertanian juga bisa dijadikan rujukan belajar bagi petani. Program KKN harusnya digalakkan lagi sehingga bisa menjadi jembatan distribusi pengetahuan di tingkat akademik dengan petani di lapangan. KKN juga bisa mendekatkan pelajar pertanian kepada dunia yang seharusnya mereka geluti selepas menamatkan pendidikan. Media (misal: majalah, siaran radio) seputar isu pertanian juga bisa menjadi pilihan petani untuk menambah pengetahuan. Selain pengetahuan teknis produksi dan pengolahan, petani juga perlu memahami isu pemasaran dan kebijakan pemerintah yang memengaruhi usaha taninya. Lembaga pendamping seperti LSM juga bisa membantu petani untuk mendapat informasi baru seputar isu pemasaran dan kebijakan. Terutama LSM yang bergerak di bidang rantai pemasaran dan advokasi.
Model Belajar Aktif
Lembaga pendamping seperti LSM--yang bergerak di bidang rantai pemasaran--juga bisa membantu petani untuk mendapat informasi baru seputar isu pemasaran. 4
Maret - Juni 2011
Foto: VECO Indonesia
Banyak petani tidak sadar bahwa dirinya kaya pengetahuan, yang diperoleh dari pengalaman bertahuntahun bergelut dengan dunia pertanian. Pengalaman dan praktik nyata di lapangan sejatinya adalah cara terbaik untuk mempelajari pertanian.
Mekanisme diskusi/pertemuan dalam kelompok tani bisa dimanfaatkan untuk menggali pengetahuan baru dari sesama petani. Tantangannya adalah bagaimana menuliskan secara terstruktur pengetahuan yang ada di kepala petani (sampai tips yang paling sepele sekalipun) menjadi informasi yang bisa menjadi bahan belajar petani lain. Salah satu cara untuk menjawab tantangan ini adalah metode Sekolah Lapangan Petani (SLP) yang populer tahun ’90-an. Cara belajar aktif dan diskusi kelompok dalam SLP juga akan mengasah pengetahuan dan pemikiran kritis petani. Ini karena petani ditempatkan sebagai subjek dari proses belajar dan bukannya objek yang perlu dijejali pengetahuan dari luar yang belum tentu sesuai dengan kebutuhannya. Proses mengamati, mencatat, dan menganalisis akan membantu petani benar-benar memahami bagaimana pertaniannya berjalan. Mulai dari proses persiapan lahan, semai benih, pengairan, penanggulangan hama-penyakit, sampai panen dan pengolahannya. Serta apa yang harus dilakukan untuk mendapat hasil terbaik dari masing-masing proses
itu. Pemahaman yang diperoleh dari proses ini biasanya jauh lebih baik dibanding model mengajar di kelas, di mana petani diposisikan sebagai murid yang tak tahu apa-apa.
Bermitra untuk Belajar Proses belajar selain menambah pengetahuan juga bisa dimanfaatkan untuk memperluas jaringan petani. Proses bermitra dan berjejaring menjadi lebih tingi nilainya, ketika petani adalah bagian dari gerakan yang “melawan� pertanian konvensional dan kebijakankebijakan yang merugikan petani. Prinsipnya hampir sama seperti sapu lidi. Lidi sebatang mudah dipatahkan, lidi seikat lebih kokoh dan berguna. Demikian juga petani. Dengan berjejaring dan saling belajar bersama, akan menambah keyakinan dan semangat petani untuk terus mengembangkan pertanian berkelanjutan sebagai bentuk perlawanan terhadap proses kapitalisasi di pedesaan dan membangun dialog antara sesama pelaku pertanian berkelanjutan.
Foto: VECO Indonesia
Mulai Memanfaatkan Teknologi Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi seperti internet dan HP sebenarnya memberi peluang bagi petani untuk belajar lebih baik. Banyak informasi seputar pertanian, bahkan peluang pemasaran, yang bisa diperoleh petani dari internet. Fasilitas mailing list juga bisa membantu petani berbagi informasi dengan sesama petani atau praktisi pertanian lain. HP juga bisa membantu petani, misalnya untuk cek harga pasar sebelum menjual hasil panennya. IFC Pensa di Sulawesi misalnya, sudah menyediakan layanan SMS informasi harga bagi petani kakao. Terakhir, yang paling diperlukan adalah semangat dari petani sendiri untuk terus belajar dan mengembangkan diri. Tanpa itu, meski semua fasilitas untuk belajar tersedia, tidak ada gunanya. Semangat untuk terus maju lah yang akan membantu petani untuk mencapai penghidupan yang lebih baik. Maret - Juni 2011
5
tanya jawab Silakan kirimkan pertanyaan Anda seputar pertanian, peternakan, dan perikanan ke redaksi Majalah PETANI melalui email majalahpetani@gmail.com, surat tertulis ke alamat redaksi, atau telepon dan SMS ke nomor 087860500078. Redaksi ahli kami akan membantu menjawab pertanyaan Anda.
Tanya Kepada Majalah PETANI, saya mau tanya. Saya punya kambing manggala yang sangat kurus, pertumbuhan lambat. Padahal makanannya tidak pernah kurang. Bagaimana cara supaya kambing saya cepat besar dan gemuk? Terima kasih. Abdi Rahman, Gpura – Sumenep (0878502790xx)
Tanya
Saya ingin bertani organik. Sudah beberapa kali coba tidak pernah berhasil, khususnya tanaman cabe. Daun, bunga, dan buah selalu gugur serta pertumbuhannya tidak sempurna. Bagaimana cara mengatasi hama/penyakit ini? Koster Sidikalang, Sumatera Utara (0812760826xx)
Kemungkinan besar tanaman cabe Bapak terserang penyakit bercak daun. Penyebabnya adalah jamur Cercospora capsici. Gejala awal berupa bulatan seperti cacar pada daun. Bila sudah parah, daun-daun cabe bisa berguguran sehingga pertumbuhan kurang optimal. Serangan lebih lanjut akan terlihat pada batang, tangkai daun, dan tangkai bunga. Untuk mengendalikan, cabut tanaman yang terinfeksi lalu dibuang atau dibakar. Selanjutnya lakukan pembersihan lahan. Usahakan sinar matahari bisa menembus sampai ke tanah untuk mengurangi kelembaban. Jika infeksi sudah parah, sebaiknya hentikan dulu menanam cabe dan ganti dengan tanaman lain. Ketika kembali menanam cabe, pastikan bibit berasal dari tanaman yang bebas penyakit ini. Untuk penyemprotan dengan fungisida nabati, bisa dicoba ramuan berikut. Siapkan 1 kg jahe, 1 kg lengkuas, 1 kg kunyit, dan 1 kg labu siam. Semua bahan diparut dan diperas. Campur semua sari yang didapat dalam satu botol tertutup dan diamkan sehari semalam. Untuk pemakaian, larutkan 20 cc ramuan dengan satu liter air.
6
Maret - Juni 2011
Coba cek apakah kambing Anda mendapat cukup air. Seekor kambing perlu 3—8 liter air per hari agar fungsi pencernaan dan penyerapan nutrisi berlangsung dengan baik. Suhu air minum juga harus dijaga tetap dingin. Jika air dingin, kambing lebih banyak makan. Selain itu, untuk pembentukan daging, kambing perlu pakan yang kaya protein. Contohnya adalah daun-daun muda dari tanaman yang banyak mengikat nitrogen/ tanaman yang bisa dipakai untuk pupuk hijau (orok-orok, gamal, petai cina). Sesekali perlu diberi dedak/bekatul untuk menambah asupan protein. Untuk menjaga nafsu makan, perlu disediakan “tempat mengasin”. Maksudnya adalah wadah di mana kambing bisa menjilati garam untuk memenuhi kebutuhan mineralnya. Wadah bisa dibuat dari batang bambu dengan diameter 10 cm dan panjang ± 40 cm. Buat lubang di bagian dasar dan gantung pada ketinggian di mana kambing bisa menjilat dasar bambu. Isi tabung dengan garam dapur. Jaga agar tidak terkena air hujan karena garam bisa larut.
tanya jawab
Tanya
Redaksi Ahli
Sawah saya adalah sawah tadah hujan. Apa ciri-ciri tanah yang kekurangan zat kapur? Apa dampak terhadap tanaman padi dan palawija? Kelompok Tani Setya Mulya, Pranggong Andong, Boyolali.
Tanah disebut kekurangan zat kapur bila kondisinya masam. Kadar pH tanah normal adalah 6—7. Di bawah angka 6, tanah disebut masam. Sawah atau tegalan yang kekurangan zat kapur/masam menyebabkan unsur hara fosfat (P) berikatan dengan aluminium (Al), zat besi (Fe), dan mangan (Mn). Akibatnya unsur hara P tidak terserap maksimal oleh tanaman. Tanaman pun mudah terserang hama dan penyakit, batang lunak, mudah rebah, produksi rendah, dan hasil panen sedikit. Tanah masam biasanya terjadi bila curah hujan tinggi, sementara drainase atau penyerapan air ke dalam tanah buruk, sehingga air menggenang. Tanah asam juga bisa terjadi di sekitar pegunungan verbek atau daerah tambang nikel, besi, dan tembaga. Selain itu, ada juga tanah gambut yang kadar asamnya tinggi. Untuk mengukur kadar keasaman tanah bisa dipakai kertas lakmus, pH Meter, atau Soil Tester. Anda bisa meminta bantuan petugas dari Dinas pertanian/perkebunan/ perikanan setempat.
Sabirin
Tanaman Tahunan
Toto Himawan
Agung Prawoto
YP Sudaryanto
Agus Kardinan
Hama dan Penyakit Tanaman
Sayuran Organik
Standar dan Sertifikasi
Pestisida Nabati
Daniel Supriyono Diah Setyorini Padi Organik
Kesuburan Tanah
Maret - Juni 2011
7
laporan utama
Pelatihan
dari Petani untuk Petani
G
agasan pelatihan “dari petani untuk petani� adalah upaya merumuskan pendidikan alternatif bagi petani. Karena, model pendidikan petani yang dikembangkan pemerintah lewat program penyuluhan, tidak benar-benar mendudukkan petani sebagai orang dewasa yang bisa belajar secara aktif. Penyuluh kebanyakan lebih mengambil peran sebagai pembawa paket pengetahuan yang harus diimplementasikan petani secara seragam. Sejak era ’80-an, praktek petani belajar dari petani kian banyak bermunculan. Salah satu contohnya adalah Kontak Tani Maju yang diprakarsai H. Djuhiya, H. Siroj, dan Kadir Rasyidi. Petani diberi kesempatan untuk magang di pusat-pusat pelatihan milik KTM. Ide dasarnya adalah, petani akan lebih mudah belajar dari sesama petani.
Pelembagaan oleh Pemerintah Karena pembentukan pusat-pusat pelatihan petani makin meluas dan 8
Maret - Juni 2011
melihat pentingnya inisiatif ini untuk memajukan dan menyejahterakan petani, pemerintah mulai memikirkan soal koordinasi dan pembinaannya. Mulailah dipakai sebutan Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) pada tahun 1990 untuk menamai pusat pelatihan dari petani untuk petani. Dari 14 P4S di tahun 1993, tercatat pertambahan sampai dengan 708 P4S pada Desember 2008. Bahkan pemerintah membuat payung hukum untuk P4S lewat Permentan No. 03/ Permentan/PP.410/1/2010, tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Pelatihan Pertanian Swadaya. Di luar angka ini, tentunya masih banyak inisiatif pelatihan dari petani untuk petani yang bertujuan memajukan petani.
Mitra Sejajar Kondisi petani yang semakin maju lewat pelatihan membuat mereka dapat menjadi mitra kerja sejajar bagi penyuluh pertanian untuk bersama-sama merancang, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan dan hasil kegiatan penyuluhan pertanian. Kondisi
petani yang memiliki kemampuan baik ini juga mengharuskan penyuluh pertanian untuk selalu belajar perkembangan terbaru tentang materi, pendekatan, metode dan kerja sama pertanian. Keberadaan pelatihan dari petani untuk petani ini juga menjadikan penyuluhan pertanian sebagai gerakan masyarakat. Ini bisa menjadi modal dasar untuk memajukan sektor pertanian, apalagi ketika prioritas pembangunan pertanian tidak menjadi agenda utama pemerintah. Karena bentuk pelatihan ini bisa mempersiapkan calon petani dan pelaku usaha pertanian lainnya yang tangguh. Tantangan ke depan adalah bagaimana pelatihan dari petani untuk petani ini bisa mengantisipasi dunia pertanian yang mengalami dinamika luar biasa. Untuk itu, para petani yang menjadi pelatih juga dituntut untuk terus mengasah pengetahuan dan keterampilannya. Semuanya agar bisa memberikan yang terbaik bagi peserta didiknya.
laporan utama
Penyuluhan Dibantu Teknologi Informasi
P
erkembangan teknologi informasi yang sangat pesat menjadikan internet dan telepon selular bukan lagi hal asing, termasuk di wilayah pedesaan. Ini adalah potensi yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan efektivitas penyuluhan kepada petani. Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian bermaksud memanfaatkan kemajuan ini. Mereka tengah mempersiapkan fasilitas pusat data penyuluhan pertanian online yang bisa diakses penyuluh dari mana pun. Fasilitas ini dinamai cyber extensions. Hal ini diungkapkan Kepala Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Mei Rochyat. Proses pengembangan fasilitas data ini akan berlangsung dari tahun 2009—2013. Selain persiapan di tingkat pusat, nantinya juga akan dilakukan pembangunan sistem di tingkat daerah. Para penyuluh di lapangan akan dilatih agar fasih memanfaatkan fasilitas ini. Bahkan pada tahap pengembangan lanjutan, petani juga akan diberikan pelatihan. Harapannya, semua lapisan masyarakat dapat mengakses dan menggunakan cyber extension.
Tantangan Penyuluh Permasalahan paling menonjol seputar penyuluhan pertanian adalah tenaga penyuluh yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah desa dan jumlah petani. Kementrian Pertanian berusaha mengatasinya dengan Revitalisasi Penyuluhan “satu desa satu penyuluh�. Kekurangan penyuluh disiasati dengan merekrut Tenaga Harian Lepas-Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP). Dari tahun 2007—2009, total ada 24.608 THL-TBPP yang tersebar di seluruh pelosok pedesaan di Indonesia. THL-TBPP yang direkrut memiliki kualifikasi pendidikan dan pengalaman yang beragam. Karena itu kualitas pendampingannya pun bisa sangat beragam antardaerah alias tidak standar. Tantangan selanjutnya adalah beda usia. Dalam proses transfer Pengetahuan Keterampilan dan Sikap (PKS) kepada kelompok-kelompok tani yang berada dalam wilayah binaannya, tenaga penyuluh yang masih muda ini harus mengajar petani-petani berusia lanjut. Pertanyaanya: efektifkah transfer pengetahuan itu pada akhirnya? Karena bisa jadi petani jauh lebih tahu daripada penyuluh karena menang pengalaman. Tantangan terakhir adalah pembiayaan kegiatan penyuluhan oleh pemerintah daerah. Sebelum adanya PP No.43 Tahun 2009, alokasi biaya ini tidak begitu jelas diambil dari mana sumbernya. Dengan PP ini diharapkan tidak ada lagi masalah pembiayaan untuk kegiatan penyuluhan.
Maret - Juni 2011
9
laporan utama
Demplot Harapan Petani Bagi petani kecil yang tak punya jaminan perlindungan/asuransi untuk usaha taninya, mencoba-coba cara baru di lahannya adalah tindakan penuh risiko. Sebab jika gagal, petani bisa kehilangan sumber penghidupan atau pangannya selama setahun. Tetapi bukan berarti petani tidak mau belajar pengetahuan baru. Mereka cukup sadar bahwa untuk maju atau meningkatkan panen mereka perlu belajar ilmu baru. Karena itu, petani mengharapkan adanya demplot (lahan percontohan) di mana petani bisa belajar mempraktikkan caracara baru dan melihat apakah hasilnya memuaskan.
Demplot = Bukti Nyata “Petani perlu bukti nyata agar percaya dan mau menerapkan cara baru di lahannya,� ungkap Usman Ahmad peneliti dari CREATA (Pusat Pengembangan Ilmu Teknik Untuk Pertanian Tropika) IPB. Lebih lanjut ia menerangkan bahwa proses transfer pengatahuan dan teknologi kepada petani tidak susah. Mereka cepat mengerti, tentunya dengan memakai bahasa yang sederhana. Tantangannya 10
Maret - Juni 2011
lebih pada meyakinkan petani bahwa cara baru ini tidak mahal dan bisa meningkatkan hasil panen. Proses meyakinkan ini bisa ditempuh dengan memperlihatkan contoh aplikasi nyata yang berhasil di lapangan Sementara itu, Prastowo, wakil Kepala Bidang Pengabdian Kepada Masyarakat LPPM IPB, mengungapkan hal yang kurang lebih sama. Petani sebenarnya haus pengetahuan baru yang bisa memerbaiki praktik pertaniannya. Tetapi karena terlalu berisiko bagi petani untuk mencoba-coba di lahannya, mereka sangat mengharapkan adanya demplot di desa-desa. Di sini mereka bisa belajar dan mencoba pendekatan baru. Jika berhasil, barulah mereka tak ragu menerapkan di lahannya. “Demplot ini harus dibuat berdasarkan potensi dan masalah yang dihadapi di tingkat desa. Dengan begitu, hasilnya benar-benar bermanfaat bagi petani,� kata Prastowo.
Kemitraan Multipihak Kebutuhan ini seyogyanya dimengerti dan dijawab oleh pemerintah—secara spesifik melalui alokasi anggaran dana pembangunan. Bentuk penyuluhan
tradisional mungkin memang tak lagi cukup membantu petani menjawab tantangan bagi usaha taninya. Pembuatan demplot di lapangan bisa diwujudkan lewat kemitraan pemerintah dan banyak pihak. Misalnya dengan pengurus desa setempat untuk penyediaan lahan, lembaga pendidikan bidang pertanian untuk tenaga ahli/pengajar, dan lembaga penelitian bidang pertanian untuk informasi seputar inovasi baru. Dalam demplot ini, penyuluh bisa difungsikan sebagai fasilitator. Penyuluh, misalnya, bisa berperan menghubungkan petani dengan narasumber yang sesuai dengan tema yang ingin mereka pelajari. Selain itu, dengan terlibat mencoba sendiri, petani akan terasah kemampuan berpikir kritisnya. Pemahamanpun juga lebih baik karena cara belajar langsung di lapangan akan mengkondisikan petani untuk menemukan pengetahuan itu sendiri. Faktor inilah yang membedakan belajar di demplot dengan model penyuluhan tradisional.
laporan utama
Jembatan Akademik
ke Petani I
ndonesia memiliki banyak lembaga pendidikan tinggi dan lembaga penelitian di bidang pertanian. Lembaga-lembaga ini adalah penghasil inovasi, pengetahuan,dan teknologi seputar pertanian. Pertanyaannya, sudahkan informasi itu sampai ke tangan petani dan membantu mereka meningkatkan kualitas usaha taninya?
Kebutuhan Petani Tak bisa dipungkiri banyak akademisi yang masih meyakini bahwa mereka adalah penghasil ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sedangkan petani hanyalah pemakai. Petani perlu mengadopsi hasil-hasil iptek dari akademisi agar bisa mengatasi masalahnya. Benarkah demikian? Ada banyak bukti bahwa hasil penelitian akademisi yang ketika diterapkan di lapangan justru menimbulkan masalah bagi petani. Kasus kapas BT di Sulawesi dan padi Super Toy adalah contoh nyata. Dalam konteks penelitian pihak akademisi seringkali berpegang pada preferensi, kepentingan, dan pengalaman mereka ketimbang kepentingan/ kebutuhan petani. Padahal, keberhasilan penerapan iptek di lapangan sangat tergantung pada proses adaptasi dan percobaan di tingkat lokal yang dilakukan secara intensif dalam jangka panjang. Di sini sebenarnya terlihat bahwa pengetahuan informal petani perlu dilibatkan dalam mengembangkan iptek pertanian. Petani seharusnya menjadi titik awal dari pengembangan teknologi dan penelitian.
Akademisi-PetaniPemerintah Berbagai persoalan kompleks yang menimpa alam dan masyarakat dewasa ini—seperti perubahan iklim dan kebijakan impor pangan—sungguh berada di luar jangkauan kemampuan petani untuk mengatasinya. Butuh kerja sama antara petani, akademisi dan juga
pemerintah untuk mengatasi masalah seputar sektor pertanian. Tantangan terbesar dari kerja sama ini adalah adanya jurang komunikasi dan interaksi sosial antara komunitas petani, akademisi, dan pemerintah. Dalam konteks ini akademisi sesungguhnya bisa mengambil sikap netral dan berperan sebagai mediator antara petani dan pemerintah. Lakukan penelitian berdasarkan kebutuhan dan bersama-sama dengan
petani di lapangan. Selanjutnya hasil penelitian itu harus disampaikan kepada pemerintah sebagai bahan acuan pengambilan keputusan, atau penetapan kebijakan untuk sektor pertanian. Di sini perlu kejelian dan inisiatif kreatif dari komunitas akademisi dalam menciptakan ruang komunikasi dengan pemerintah, agar dapat mencairkan kecenderungan formalisme dan birokratisme yang ada. Maret - Juni 2011 11
pengalaman
Belajar dari Dayak Meratus
Lestarikan Padi Lokal Kalimantan Kalimantan terkenal dengan kekayaan hutannya. Beragam jenis flora dan fauna bisa ditemukan di pulau ini. Namun, tahukah Anda bahwa masyarakat Dayak di Kalimantan juga menyimpan kekayaan padi lokal?
P
ada komunitas Dayak Meratus Anda bisa menemukan beragam jenis padi gunung (padi ladang/ gogo) seperti marangin, kalapa, buyung, dan lakatan, khususnya di Balai Malaris dan Balai Haratai, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Secara tradisi, masyarakat Dayak Meratus di Malaris dan Haratai menanam padi lokal ini tanpa pupuk kimia. Tiadanya sentuhan penyuluh lapangan, membuat masyarakat terbiasa memakai dan menyiapkan benih lokal dari musim tanam sebelumnya. Mereka juga mampu mengelola panen hingga cukup untuk konsumsi sehari-hari keluarga besar, bahkan
Jurungan tua dan peladangan masyarakat Dayak di Malaris dan Haratai. 12
Maret - Juni 2011
sampai 15 tahun! Adanya kelaparan di masa lalu membentuk tradisi melestarikan padi lokal, larangan menjual beras (beras hanya untuk konsumsi sendiri) dan pelestarian sumber daya alam di sekitar mereka, untuk ketahanan pangan.
Ketahanan Pangan dan Pelestarian Benih Budaya masyarakat Dayak Meratus terkait erat dengan padi. Bahuma yang berarti menanam padi gunung, adalah aktivitas utama di Malaris dan Haratai. Dalam bahuma, masyarakat Dayak di dua balai tersebut harus melalui sepuluh tahapan kegiatan. Mulai dari membuka hutan sampai panen dan diakhiri
Foto: Rudy Redhani Udur
dengan aruh (pesta panen padi). Hampir semua tahapan itu didahului ritual keagamaan yang juga mengandung nilainilai dasar pelestarian alam. Tahapan pertama disebut Manabas. Manabas adalah kegiatan membersihkan semak belukar di hutan memakai parang. Manabas dilakukan secara gotong royong oleh laki-laki dan perempuan. Tahapan kedua adalah batilah, yaitu memotong pohon bambu yang ada di hutan tersebut. Rumpun bambu hanya dipotong batangnya saja. Anakannya dibiarkan tetap hidup. Ini karena akar bambu bermanfaat menjaga kesuburan tanah dan dapat mengikat tanah agar tidak mudah hanyut terbawa air hujan, mengingat daerah peladangan berada di lereng bukit. Masyarakat Dayak Meratus memanen padi dalam waktu empat bulan sejak tanam, memakai alat sejenis ani-ani. Bertanam padi dilakukan sekali dalam setahun. Mereka menanam setidaknya dua jenis padi ladang. Benih didapat dari musim tanam sebelumnya. Padi untuk bibit dipilih dari rumpun yang tumbuh di tengah ladang. Benih disimpan di lumbung dan terpisah dari gabah yang akan dijadikan beras konsumsi. Setelah benih untuk musim tanam berikutnya disimpan, padi yang lain dipanen. Gabah hasil panen kemudian dinaikkan ke lumbung. Gabah disimpan dalam drum yang terbuat dari kulit kayu meranti. Gabah akan dikeluarkan lagi saat upacara adat di tingkat komunitas. Setelah upacara, gabah baru boleh
pengalaman
dijadikan beras untuk konsumsi. Sisanya dimasukkan lagi ke lumbung. Upacara di tingkat keluarga juga dilakukan untuk mengeluarkan beras bagi kebutuhan keluarga. Gabah disimpan untuk cadangan pangan keluarga selama 5—15 tahun. Pengambilannya pun diurut dari yang terbawah atau dari panen yang paling awal. Kelestarian benih padi lokal masyarakat Dayak Meratus juga terjaga karena mereka memiliki aturan adat pengelolaan padi. Benih hanya boleh keluar dari lumbung dengan upacara tertentu, untuk keperluan yang jelas, dan seizin pemiliknya. Gabah juga tak boleh dijual. Hanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan keluarga sendiri. Namun, beras boleh dipinjamkan ke tetangga yang membutuhkan. Tetangga akan mengganti beras yang dipinjam saat panen berikutnya.
Tata Ruang dan Tata Guna Lahan Dari hasil penelitian yang dilakukan Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia, diketahui, masyarakat Dayak di Kecamatan Loksado memilliki aturan adat yang mengatur pola pemakaian lahan. Pengaturan ini disesuaikan dengan kebutuhan hidup mereka seperti pangan, obat, upacara adat, bahan kerajinan, dan pemukiman. Masyarakat Dayak di Malaris dan Haratai menggolongkan wilayahnya dalam tiga kawasan, yaitu kawasan pemukiman, lindung, dan produksi. Kawasan lindung merupakan daerah keramat yang dibiarkan alami dan tidak boleh dipakai untuk kegiatan apapun. Kawasan produksi bisa diolah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Di sinilah kegiatan bahuma berlangsung. Lahan di kawasan produksi diolah dengan aturan “Pola Gilir Balik”. Aturan ini memberi kesempatan pada tanah dan lingkungan untuk mengembalikan kesuburan serta kelestariannya. Seiring dengan pertambahan penduduk, Pola Gilir Balik yang dulu berlangsung dalam siklus 12 tahun, kini hanya berlangsung dalam 7 tahun. Rata-rata luas lahan untuk bahuma yang dimiliki masyarakat Dayak di Malaris dan Haratai adalah 3 lembaran per keluarga besar. Sistem kepemilikan
Lumbung Masyarakat Dayak Meratus berupa rumah panggung terbuat dari bambu. lahan di kawasan produksi berdasarkan warisan dan jual beli. Namun, jual beli hanya boleh dilakukan sesama Dayak Meratus dalam satu balai. Kalaupun ada warga dari balai lain membeli tanah, maka mereka harus menetap balai tersebut. Bila keluar dari wilayah balai dalam waktu tertentu, tanah yang dibeli dikembalikan ke pemilik asal. Sedangkan kawasan lindung kepemilikannya adalah komunal (kepemilikan bersama oleh masyarakat adat).
Hukum Adat VS Hutan Lindung Adanya aturan adat yang mengatur pola pemakaian lahan dan pengelolaan hasil panen, sejatinya menjadikan pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan relatif dapat dicegah. Risiko kepunahan keragaman hayati pun dapat diminimalkan. Sayangnya, pemerintah justru menganggap bahwa pelestarian lingkungan dan keragaman hayati hanya bisa dilakukan melalui pemagaran kawasan hutan lindung. Peninjauan lapangan oleh Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia mendapati bahwa sebagian besar wilayah Balai Malaris berada dalam status hutan lindung yang ditetapkan oleh pemerintah. Padahal kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa wilayah hutan lindung versi pemerintah tersebut sebenarnya adalah kawasan produksi—
Foto: Rudy Redhani Udur
seperti ladang dan kebun karet—milik masyarakat Dayak. Perbedaan penetapan status kawasan menurut versi pemerintah dan masyarakat berpotensi meminggirkan masyarakat adat karena dituduh merambah hutan lindung. Padahal, penetapan status hutan lindung oleh pemerintahlah yang tidak memperhitungkan kepemilikan tanah secara adat dari masyarakat Dayak. Perlu adanya inisiasi kebijakan di tingkat lokal (kabupaten) dalam sistem pengelolaan dan penetapan status kawasan yang mengakui aturan adat masyarakat lokal. Tanpa adanya sinergi pengelolaan kawasan secara lestari dan berkelanjutan yang memberi manfaat secara adil bagi masyarakat lokal, pemerintah, dan pengusaha, kawasan ini sesungguhnya rawan perusakan sumber daya alam.
Rudy Redhani Udur Dewan Pendiri Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia Jl. Barito 106 Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah Telp: +62 81 250850289 E-mail: udur.jkti@yahoo.co.id
Maret - Juni 2011 13
pengalaman
Sekolah Sawah Kaliaget:
Belajar dari Alam Sejak awal ‘70-an persawahan dari Kabupaten Bekasi, Karawang, sampai Indramayu, tergantung seratus persen pada pupuk-pestisida kimia dan traktor. Angkatan kerja rata-rata merantau ke kota besar yang dianggap lebih menjanjikan. Sekolah Sawah Kaliaget berupaya mengembalikan gairah pertanian bagi warga sekitarnya.
L
ebih dari separuh warga pedesaan di Kabupaten Karawang bekerja di sektor pertanian. Sebagian besar menjadi buruh tani, sebagian petani pengarap, dan hanya sedikit petani pemilik lahan. Namun, kebanyakan warga yang bekerja di sawah berusia di atas 40—50 tahun. Tak bisa dipungkiri, angkatan kerja muda lebih tertarik menjadi buruh di kawasan industri—seperti mobil, elektronik, dan kertas—yang banyak tersebar di Karawang. Pertanian dianggap kurang menjanjikan.
14
Maret - Juni 2011
Demikian pula di Dusun Kaliaget, Desa Pasirawi, Kecamatan Rawamerta, Kabupaten Karawang. Tak sedikit perempuan angkatan kerja di dusun kecil ini memilih menjadi TKW di Arab Saudi atau negara timur tengah lainnya. Padahal sejauh mata memandang, dusun ini dikelilingi areal persawahan.
Inisiatif Komunitas “Sekolah Sawah Komunitas Kaliaget” (SSKK) didirikan di Kaliaget tahun 2006. Anak didiknya adalah komunitas petani setempat, termasuk anak-anak petani,
dan anak-anak yang ditinggal ibunya bekerja ke luar negeri. SSKK dikelola secara swadaya oleh komunitas di dusun itu. SSKK didirikan untuk menyediakan ruang belajar bersama, membangun dan mengembangkan pengetahuan yang didasarkan pada persoalan lokal, merawat¸ melestarikan, dan mengelola tradisi budaya, serta melatih keterampilan bertani organik. Tidak ada uang pendaftaran atau uang sekolah. Bentuk kontribusi yang diminta dari siswa adalah satu bibit pohon atau tanaman yang berasal dari wilayah setempat.
pengalaman
Nunu dan teman-teman SMA-nya menanam bibit padi berumur 7 hari dengan metode SRI (system of rice intensification) Awalnya anak-anak SSKK belajar bahasa, gamelan, tarian lokal, dan menanam di kebun. Baru di awal tahun 2010 mereka juga belajar mengelola sawah secara organik selama satu musim tanam. Pada musim tanam padi putaran pertama bulan Oktober 2010, SSKK menerima siswa-siswa Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian (SMAK Sarimukti) Garut, Jawa Barat.
Tempat dan Cara Belajar Proses belajar di SSKK berlangsung di sawah, kebun, dan teras rumah penduduk. Mata pelajaran utama adalah sistem pertanian organik, termasuk sekolah lapangan tentang hama. Selain itu ada tiga pelajaran tambahan yaitu seni budaya Sunda (gamelan degung, musik bambu, tembang, dan tari Sunda); bahasa (Indonesia dan Inggris), dan sejarah. Guru-gurunya berasal dari dusun setempat dan dari luar desa (petani, budayawan lokal). Sesekali, SSKK mengundang nara sumber dari luar kota. Meski sekilas tampak tak berkaitan, pertanian dan budaya adalah dua hal tak terpisahkan. Ini juga sesuai dengan prinsip pertanian organik: kita adalah bagian dari lingkungan (alam dan masyarakat). Tanah dan kebudayaan, bahasa dan pengetahuan, sejarah dan masa kini, manusia dan alam, perlu dipahami, dihargai, dan dipelajari secara menyeluruh, tidak terpisah-pisah. Kurikulum dikembangkan berdasarkan kebutuhan siswa yang beragam (petani, siswa SD, SMP, dan SMA). Proses belajar berangkat dari persoalan setempat, dan memanfaatkan fasilitas pendidikan yang ada di
Kelompok anak SMA sedang menggambar bibit padi berumur 25 hari.
komunitas. Rujukan yang dipakai antara lain: kurikulum pertanian organik IFOAM (federasi internasional gerakan pertanian organik), kurikulum sekolah lapangan pengendalian hama terpadu (World Education), metode pendidikan kritis dan kreatif untuk anak-anak, dan metode pendidikan orang dewasa. Proses belajar berlangsung selama satu periode musim tanam padi (dari memilih benih hingga panen) atau sekitar 4 bulan. Siswa SD, SMP, dan SMA tetap bersekolah di sekolah formal. Mereka mengikuti SSKK pada hari Sabtu dan Minggu. Sedangkan anak-anak SMK Pertanian belajar 5 hari penuh selama seminggu selama satu periode musim tanam.
Kritis, Kreatif, Terhubung, dan Bertanggung Jawab Di SSKK, petani dan anak-anak meski beda usia, posisinya setara dan saling menguatkan (terhubung). Anak-anak dan remaja memiliki jadwal mewawancarai petani tentang pertanian, budaya, bahasa, dan sejarah. Hasil wawancara itu diolah dan dipresentasikan sebagai salah satu bentuk proses membangun sikap kritis, kreatif, dan keterhubungan antara anak dan orangtua. Untuk mengasah sikap kritis dan kreatif, para siswa—baik dewasa, anakanak, maupun remaja—melakukan pengamatan perkembangan tanaman dan hama secara sistematis. Hasil pengamatan didiskusikan dalam kelompok dan dipresentasikan di depan seluruh siswa. Mereka juga merawat tanaman, membersihkan gulma, serta
Foto-foto: Sekolah Sawah Organik Kaliaget
membersihkan sawah dan kebun dari sampah plastik, sebagai bagian dari upaya membangun sikap bertanggung jawab.
Tantangan dan Dukungan SSKK masih terus mencari bentuk ideal dan meningkatkan kualitas layanannya, baik dari sisi bahan ajar maupun cara mengajar. Tantangan yang dihadapi adalah kepustakaan dan ketersediaan guru. Bacaan untuk anakanak (usia 7—17 tahun) terkait masalah lingkungan hidup, pertanian, sejarah, dan seni budaya tidak banyak tersedia. Guru yang berasal dari komunitas dan bekerja secara sukarela juga memerlukan proses pelatihan untuk pengembangan diri. Namun, sekolah ini terus berjalan karena mendapat dukungan dari komunitas Dusun Kaliaget dan sekitarnya yang antusias dengan proses pendidikan pertanian organik, khususnya untuk anak-anak.
Tati Krisnawaty Warga Desa Pasirawi, Kecamatam Rawamerta, Kabupaten Karawang, Jawa Barat Telp: +62 81 76606966 E-mail: tati.krisnawaty@gmail.com
Maret - Juni 2011 15
pengalaman
Mahasiswa Pertanian
Belajar Atasi Puso di Sawah T
ahun 2010 adalah tahun yang buruk bagi pertanian di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah karena hebatnya serangan wereng batang coklat pada tanaman padi sawah. Serangan ini adalah yang terparah di Jawa Tengah. Tak ayal, sawah para petani mengalami puso. Berdasarkan info dari Bappeda Jawa Tengah selama Januari—Mei 2010, wereng coklat telah menyerang 1.442 ha sawah di Klaten dan menyebabkan 411 ha sawah puso. Guna mengatasi serangan wereng batang coklat di wilayahnya, Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten menghubungi Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk bekerja sama. IPB melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat kemudian mengerahkan mahasiswa dan dosen untuk membantu Dinas Pertanian Kabupaten Klaten dan petani di sana mengatasi serangan tersebut.
Memetakan Permasalahan Pada Juli 2010, sembilan mahasiswa dengan bimbingan dosen dari
Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB, melakukan pengamatan terhadap ratusan petak sawah yang puso di Klaten. Pengamatan dilakukan di 6 kecamatan, yaitu Juwiring, Wonosari, Delanggu, Polanharjo, Karanganom, dan Ceter. Dengan didampingi petugas penyuluh lapangan serta pengamat hama dan penyakit dari unit pelaksana teknis wilayah setempat, kesembilan mahasiswa ini mengamati populasi hama, tingkat kerusakan dan menguji ekologi tanah. Di masing-masing kecamatan mereka mengambil sampel pada 3 desa. Fitri (19 th), mahasiswi jurusan proteksi tanaman yang terlibat menyatakan bahwa mereka juga mewawancarai petani untuk mendapatkan gambaran lebih jelas tentang pola bertani dan permasalahan yang dihadapi. Hasil yang didapat kemudian dianalisis dan dicarikan solusinya bersama-sama oleh para mahasiswa dan dosen pembimbing. Hasil kemudian disampaikan pada Dinas Pertanian, Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, serta Laboratorium Pengamatan
Pengujian sederhana untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah
16
Maret - Juni 2011
Hama dan Penyakit. Untuk petani, solusi bagi penanggulangan hama wereng coklat ini selanjutnya disosialisasikan dalam pertemuan di kelompok tani. Pada pertemuan yang sama tim IPB juga membuka klinik hama dan penyakit tanaman untuk para petani. Sosialisasi pengendalian wereng coklat di Klaten juga dilakukan dengan membuat dan memperbanyak selebaran serta poster. Selebaran dan poster disusun dengan bahasa sederhana yang mudah dipahami petani. Pada Agustus 2010, sosialisasi lebih diperluas dengan melakukan siaran langsung diskusi interaktif di televisi lokal—TVRI Yogyakarta—oleh dosen IPB, rektor IPB, dan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Klaten.
Kerja Sama Jangka Panjang Menurut Suryo Wiyono (41 th), Kepala Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB yang mendampingi mahasiswa, masalah di lapangan cukup kompleks.
Mahasiswa mewawancarai petani untuk mengetahui pola bertani dan permasalahan yang mereka hadapi
pengalaman
Mahasiswa sedang mengamati wereng batang coklat di sawah petani
Petani cenderung tidak bisa menanam tanaman lain selain padi. Padahal pergiliran tanaman diperlukan untuk mengendalikan wereng. Setelah memusnahkan padi yang terserang wereng coklat, para petani diajak untuk menggilir tanaman padi dengan palawija/sayuran, seperti jagung dan cabai. Untuk lokasi yang tidak memungkinkan ditanami palawija/ sayuran, maka lahan diberakan (tidak ditanami) dulu. Tim IPB berupaya memberikan pemahaman yang benar pada petani, dan jajaran petugas lapangan setempat tentang cara pencegahan dan pengendalian serangan wereng coklat. Program kerja sama pengendalian wereng coklat di Klaten sudah terlihat hasilnya: kini serangan wereng mulai bisa dikendalikan. Menurut Joko Siswanto (49 th), Kepala Seksi Perlindungan Tanaman dan Rehabilitasi Lahan Dinas Pertanian Kabupaten Klaten, kerja sama antara Pemda Klaten dengan IPB ini direncanakan untuk dilakukan dalam jangka panjang, yaitu selama lima tahun.
Program jangka pendek, yaitu mengubah pola tanam padi-padi-padi menjadi padipadi-palawija, sudah diterapkan petani. Petani juga mulai mengenal agen hayati untuk mengendalikan serangan wereng batang coklat. Dengan pendampingan dari IPB, ke depan petugas lapang bersama petani akan meningkatkan pengetahuan ekologi tanah, pengelolaan organisme pengganggu tanaman melalui kegiatan sekolah lapangan dan pembuatan demplot. Mereka juga akan belajar meningkatkan kesuburan lahan dengan menggunakan pupuk organik.
Program Berkelanjutan Program kerja sama IPB dan Dinas Pertanian Pemda Klaten ini terbingkai dalam program IPB Go Field. Program IPB Go Field secara rutin dilakukan saat liburan panjang bulan Juli—Agustus setiap tahunnya. Tujuan IPB Go Field ini adalah meningkatkan kemampuan mahasiswa lewat pengalaman nyata di lapangan. Selain itu, juga membantu mengatasi permasalahan pembangunan di masyarakat melalui penerapan inovasi
Foto: Tim Mahasiswa IPB Go Field Klaten 2010
hasil penelitian IPB yang telah siap diaplikasikan. Seperti dalam kerja sama dengan Pemda Klaten, IPB memiliki dua tujuan. Tujuan untuk petani dan Pemda Klaten adalah memberikan informasi dasar bagi program pengendalian wereng coklat. Sementara tujuan untuk mahasiswa adalah memberikan pengalaman lapangan dalam menangani masalah hama penyakit yang nyata, serta pengalaman berinteraksi dengan multipihak, antara lain Dinas Pertanian, laboratorium pengamatan hama penyakit, dan petani. Program yang berjalan sejak tahun 2009 ini telah melibatkan 249 mahasiswa/i yang ikut dengan kemauannya sendiri. Dengan 14 paket program dan paket yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak yang dilayani, hingga saat ini IPB melalui tangan-tangan mahasiswanya telah melayani 8 mitranya yang berasal dari perusahaan swasta, BUMN, dan pemerintah daerah di beberapa kabupaten di Pulau Jawa dan Sulawesi. (bud)
Maret - Juni 2011 17
benih lokal
Benih Lokal
Padi Somali Lama Penanaman Bervariasi Nama : Somali Jenis : Padi sawah Daerah asal : Kampung. Dowaluh, Desa Trirenggo, Kabupaten Bantul Nama penangkar : Kelompok Tani Ngudi Raharjo (Bapak Yais) Kontak : Kampung Dowaluh RT 02, Bantul 55714
Aspek Budi daya
Musim : Disarankan musim kedua (Bulan Maret— April) Cara menanam : Dibibitkan Tipe tanah : Debu pasir, mirip tanah vulkanik Gunung Merapi Ketinggian : 30 meter di atas permukaan laut
Ciri Agronomi
P
erubahan iklim membawa kondisi yang kurang menguntungkan bagi pertanian. Misalnya kekeringan yang panjang, hujan deras disertai angin kencang, dan serangan hama penyakit yang kian banyak. Salah satu strategi yang bisa dilakukan petani dalam menghadapinya adalah menanam benih dari jenis yang tahan kekeringan/hama. Untuk menghasilkan benih yang ungul, perlu “modal” benih yang bervariasi. Bicara soal padi, banyak benih lokal padi di Indonesia lenyap setelah dilaksanakannya Revolusi Hijau. Saat itu, petani dipaksa untuk menanam jenis IR 64 karena usia tanam lebih pendek sehingga bisa meningkatkan produksi dalam setahun. Ini merupakan suatu kehilangan yang besar. Dengan semangat menghidupkan kembali benih lokal dan mendorong interaksi antarpetani dalam mengusahakan benih lokal, Majalah PETANI membuka rubrik “Benih Lokal”. Kami akan mendokumentasikan benih-benih padi lokal yang masih ada dan masih diusahakan oleh petani. Di sini, petani bisa saling bertukar informasi tentang benih lokal yang mereka kembangkan di lahannya. Termasuk benih lokal hasil silangan petani. Juga petani yang ingin mencari benih lokal dengan karakteristik tertentu, bisa memuat permintaannya di sini. Kami berharap dengan rubrik ini, keanekaragaman benih padi lokal Indonesia tidak hilang. Lebih lanjut, kekayaan ini bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan benih unggul dalam menghadapi ancaman perubahan iklim.
Catatan: Beras Somali dibudidayakan dengan cara organik. Pola tanam masih mengikuti “Pranata Mangsa” (kalender tradisional untuk bercocok tanam), karena itu tidak pernah ada gangguan penyakit dan hama. Padi Somali memiliki karakter khas berupa lama masa tanam (mulai semai sampai dengan panen) yang berubah sesuai dengan musim tanamnya. Jika ditanam saat musim tanam pertama (bulan Desember) maka lama tanam adalah empat bulan. Jika ditanam saat musim tanam kedua (bulan Maret—April) lama penanaman adalah 80 hari. Dan jika ditanam di musim tanam ketiga (bulan Juli—Agustus) lama penanaman adalah delapan bulan. Diduga, perubahan ini terjadi karena adanya perbedaan lama penyinaran dan arah datang sinar matahari.
18
Maret - Juni 2011
Lama tanam (semai—panen) : 80 HST (hari setelah tanam) (Di) Pembibitan : 8—15 hari (cara System of Rice Intensification/SRI) 20—22 hari (cara biasa) Tinggi tanaman : Musim tanam I = 1,5 meter Musim tanam II = 70—80 cm Musim tanam III = 2,5 meter Rontok/Tidak-rontok : mudah rontok Rata-rata jumlah anakan produktif : 24—26 buah (Musim tanam II)
Karakteristik Malai
Beras Somali memiliki 11 bentuk malai yang berbeda-beda. Semuanya bisa ditemukan dalam satu hamparan. Sebelas sifat ini membentuk karakter akhir beras Somali. Pernah ada upaya memurnikan masing-masing sifat ini, tetapi malah menghilangkan karakter akhir beras Somali.
Karateristik Beras
Warna biji : Hijau muda pada fase berbunga dan susu, kuning saat panen Warna beras : Putih bening mengkilap Kualitas beras : pulen Bentuk biji : panjang Aromatik/Tidak : wangi serupa mentik wangi tetapi tidak sekuat mentik wangi.
benih lokal
Kuku Balam Beras Aromatik dari Sumatera Utara Nama : KUKU BALAM Jenis : Padi sawah Daerah asal : Desa Lumban Ria-ria, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara Nama penangkar : Norton Hutahaean, Kelompok Tani Marsada. NGO Pendamping : Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) Staf Penanggunjawab: Junpiter Pakpahan Kontak : Parapat, Sumatera Utara. pakpahanjun@yahoo.com
Aspek Budi daya
Musim : Hendaknya di musim hujan, tetapi dipilih waktu di mana curah hujan tidak terlalu tinggi. Cara menanam : Dibibitkan Tipe tanah : Tanah berpasir Ketinggian : 800 meter di atas permukaan laut
Ciri Agronomi
Lama tanam (semai—panen) : 150 HSS (Hari Setelah Semai) (Di) Pembibitan : 28 hari Tinggi tanaman a) Rata-rata : 80 cm b) Maksimum : 90 cm Rontok/Tidak-rontok : Tidak-rontok Rata-rata jumlah anakan produktif : 8 buah
Karakteristik Malai
Panjang malai (cm) a) Rata-rata : 20 cm b) Maksimum : 30 cm
Jumlah biji per malai a) Rata-rata b) Maksimum Berambut
: 50 - 60 butir : 60 butir : berambut pendek
Warna biji Berat 1000 biji Warna beras Kwalitas beras Bentuk biji Aromatik/Tidak
: Hijau muda pada fase berbunga dan susu, kuning emas saat panen : 31,5 gram : Putih : Halus : Panjang : Aromatik
Karateristik Beras
Hasil (per hektar)
Gabah (Basah/Kering) : 7 ton/Ha Jerami : 7,5 ton/Ha
Karakter positif
• Harum • Tidak mudah rontok • Tidak mudah rubuh kena angin • Enak dimakan meskipun tanpa lauk • Tahan terhadap kemarau
Gudil Putih Nama : GUNDIL PUTIH Jenis : Padi sawah Daerah asal : Indramayu, Jawa Barat Nama penangkar : Warsiyah Kontak : Desa Kalensasi, Kecamatan Widasari, Kab Indramayu, Jawa Barat
Budi daya
Musim Cara menanam Tipe tanah Ketinggian
: Musim hujan / musim kemarau : Disemai baru dipindahkan ke lahan : Podsolik (liat, pH tanah kurang dari 5,5, kadar bahan organik rendah sampai sedang) : 100 meter di atas permukaan laut
Ciri Agronomi
Lama tanam (semai—panen) : 95 HST (Hari Setelah Tanam) (Di) Pembibitan : 25 hari Tinggi tanaman a) Rata-rata : 110 cm b) Maksimum : 150 cm Rontok/Tidak-rontok : Tidak rontok Rata-rata jumlah anakan produktif : 15 anakan
Karakteristik Malai
Panjang malai (cm) a) Rata-rata : 28 cm b) Maksimum : 37.6 cm
Jumlah biji per malai
a) Rata-rata : 85 butir b) Maksimum : 259 butir
Karateristik Beras Warna biji Berat 1000 biji Warna beras Kualitas beras Bentuk biji Aromatik/Tidak
: Hijau muda pada fase berbunga dan susu, kuning kemerahan saat panen : 28.5 gram : Putih susu : sedang : lonjong : sedikit bau harum, tidak terlalu kuat
Hasil (per hektar)
Gabah (Basah/Kering): 3—4 ton / Ha Jerami : 8 -10 ton
Karakter positif • Tidak mudah rebah • Rasa nasi enak
Karakter negatif
Rentan terhadap penyakit BLB (Bacterial Leaft Blight) dan tungro
Karakter negatif • Bila lewat umur panakan, anakan menjadi sedikit • Tidak cocok di tanah yang berlumpur
Maret - Juni 2011 19
sekolah iklim
Bagian II
Penyebab Terjadinya
Iklim Ekstrim K
eragaman pola hujan di Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor dan siklus iklim di dunia. Misalnya pergerakan monsoon, pengaruh iklim setempat, dan badai siklon tropis. Pengaruh terbesar nonmusiman datang dari fenomena global ENSO (El-Nino Southern Osciallation)— lihat boks. Pengaruh ENSO umumnya paling kuat di wilayah dengan pola hujan tipe Monsoon dan tidak tentu di
wilayah khatulistiwa. Jika ENSO terjadi bersamaan dengan IOD (Indian Ocean Dipole-beda suhu permukaan air laut pantai timur Afrika dan pantai barat Sumatera) maka pengaruh ENSO bisa lebih kuat atau lebih lemah. Tanda yang dipakai untuk mengetahui apakah fenomena ENSO sedang terjadi atau tidak ialah beda suhu permukaan air laut; seberapa besar penyimpangannya dari nilai rata-rata.
Wilayah di kawasan Samudera Hindia dan Pasifik yang dipakai sebagai lokasi pemantauan suhu permukaan air laut untuk fenomena ENSO dan IOD.
Perkembangan beda suhu permukaan air laut di Wilayah Nino-3.4 (Sumber Data: http://www.cpc.ncep.noaa.gov/data/indices/) 20
Maret - Juni 2011
Penghitungan suhu ini di Samudera Pasifik dilakukan di beberapa wilayah. Wilayah ini dikenal dengan nama NINO-1, NINO-2, NINO-3, NINO-4 dan NINO-3.4 (wilayah antara NINO-3 dan NINO-4). Lihat Gambar 2. Keragaraman pola hujan di Indonesia sangat dipengaruhi beda suhu permukaan air laut di wilayah NINO-3.4. Jika beda suhu permukaan air laut di Samudera Pasifik sudah di atas 0,5oC, terjadi El-Nino kategori lemah. Kalau sudah di atas 1oC terjadi El-Nino kategori sedang dan di atas 1,5oC terjadi El-Nino kategori kuat. Sebaliknya, jika beda suhu permukaan air laut di Samudera Pasifik lebih rendah dari -0,5oC, tengah terjadi La-Nina kategori lemah. Kalau lebih rendah dari -1oC terjadi La-Nina kategori sedang dan kalau lebih rendah dari -1,5oC terjadi La-Nina kategori kuat. Catatan beda suhu permukaan air laut di kawasan NINO3.4 dari tahun 1982—2006 menunjukkan bahwa sifat ENSO dari waktu ke waktu tidak sama. El-Nino tahun 1982 dan 1997 terbentuk dan berakhir dengan cepat. Keduanya tergolong kategori El-Nino kuat, karena beda suhu permukaan air laut sudah melebihi +1,5oC. Sedangkan El-Nino tahun 1991, 1994, 2002 dan 2003 terbentuk lebih lambat dan masuk kategori El-Nino sedang, tetapi berlangsung lebih lama. Waktu terbentuknya pun bervariasi. El-Nino tahun 1982 dan 1997 mulai terbentuk sekitar Maret dan April, sedangkan ElNino 1994 mulai terbentuk sekitar Juli. Pola ini juga mirip pada fenomena LaNina. La-Nina tahun 1988 terbentuk dan berakhir dengan cepat dengan kekuatan sedang, sedangkan tahun 1998 terbentuk cepat tetapi berlangsung lebih lama. Saat fenomena El-Nino berlangsung, curah hujan di wilayah Indonesia umumnya sedikit/di bawah rata-rata
sekolah iklim
normal. Ini terjadi karena pembentukan awan-awan hujan lebih banyak terjadi di kawasan Pasifik sementara di Indonesia pembentukan awan akan berkurang. Kondisi sebaliknya terjadi saat fenomena La-Nina berlangsung. Di mana curah hujan di wilayah Indonesia akan lebih tinggi dari normal. Ini terjadi karena
pembentukan awan-awan hujan lebih banyak terjadi di Indonesia daripada di kawasan Pasifik. Terjadinya fenomena ENSO juga bisa dilihat dari nilai indeks osilasi Selatan (Southern Oscillation Index, SOI), yaitu nilai perbedaan tekanan udara antara
El Nino Southern Oscillation ENSO adalah pergerakan arus hangat dan dingin di lautan yang memengaruhi iklim di daratan. Fenomena ENSO pertama kali “ditemukan� oleh nelayan di Peru dan Ekuador yang tinggal di pantai sekitar Samudera Pasifik sebelah timur. Setiap Desember mereka mengamati bahwa laut yang biasanya kaya ikan menjadi miskin ikan. Ini terjadi karena ada perubahan pergerakan arus di laut yang menyebabkan nutrisi makanan ikan berkurang.
Tahiti dan Darwin (informasi lebih lanjut bisa dilihat di http://www.bom.gov.au/ silo/). Jika nilai SOI positif berarti terjadi fenomena La-Nina, dan kalau negatif berarti terjadi fenomena El-Nino. Sementara itu, perhitungan untuk IOD adalah sebagai berikut. Jika beda suhu permukaan air laut samudera Hindia dekat wilayah Indonesia di wilayah Timur lebih tinggi dari pada wilayah Barat, maka nilai IOD positif dan bila lebih rendah maka nilai IOD negatif. Saat nilai IOD positif, pembentukan awan-awan hujan akan lebih banyak (hujan akan lebih tinggi dari normal). Jadi, jika IOD positif terjadi bersamaan dengan El-Nino, maka pengaruh ElNino terhadap penurunan curah hujan di wilayah Indonesia akan berkurang. IOD memang memiliki pengaruh terhadap kondisi iklim Indonesia, tetapi kontribusinya hanya 5—10% saja. Tidak sebesar El Nino yang mencapai 50%. Karena itu pembahasan pada sub-bab berikut lebih difokuskan pada fenomena ENSO.
Maret - Juni 2011 21
jendela dunia
Ketika Guru SMK Pertanian
Belajar Organik Oleh: Santiago J. Sarandon dan Claudia C. Flores
S
ektor pertanian memainkan peran penting dalam perekonomian nasional Argentina. Sepuluh tahun terakhir, sektor pertanian maju pesat. Namun, cara bertani konvensional sarat bahan kimia yang dipakai, sangat merusak lingkungan. Petani, peneliti pertanian, dan pemerintah Argentina kini ditantang untuk meningkatkan produksi pertanian agar menguntungkan secara ekonomis, namun tidak merusak lingkungan, dan bisa diterima masyarakat. Untuk menjawab tantangan ini, perlu ilmuwan dan peneliti bidang pertanian yang handal dan berani membuat terobosan baru. Sayangnya, pendidikan pertanian di Argentina tidak menghasilkan ilmuwan dan peneliti dengan kualitas seperti itu. Kurikulum masih mengacu pada teknik bertani konvensional yang bergantung pada pupuk dan pestisida kimia serta mengabaikan kelestarian lingkungan dan kualitas hidup masyarakat. Karena itu, sejumlah peneliti dari Universitas Nasional de La Plata menyimpulkan perlunya pendekatan baru dan menyeluruh dalam menyusun 22
Maret - Juni 2011
kurikulum pendidikan pertanian. Pendekatan ini bukan sekadar menambahkan unsur “hijau� atau ramah lingkungan pada kurikulum yang sudah ada. Usul yang diajukan adalah: (1) kurikulum disusun berdasarkan kenyataan dan kebutuhan sektor pertanian yang ada di lapangan, (2) seluruh perspektif harus dimasukkan, seperti biologis, kimia, disika, ekologis, sosial, konomi, politik, dan budaya.
Mulai dari SMKP Provinsi Buenos Aires di Argentina memiliki lima SMK Pertanian (SMKP) dengan jumlah murid sekitar 17.000 orang. Kebanyakan lulusan SMKP tidak melanjutkan pendidikan ke universitas dan langsung bekerja sebagai petani. Karena itu, peneliti di Universitas Nasional de La Plata menganggap bahwa perubahan kurikulum pendidikan pertanian harus dilakukan dari tingkat SMKP. Di sinilah muncul ide
memberikan kursus pertanian organik bagi guru-guru SMKP. Kursus dimulai sejak tahun 1998. Materi yang diberikan meliputi analisis masalah yang timbul akibat pertanian konvensional, solusi pertanian organik, dan metode untuk mengukur “kesehatan� pertanian dan ekosistem. Kursus diberikan dengan metode belajar aktif. Artinya, peserta tidak sekadar dijejali materi oleh pengajar, tetapi diminta aktif menganalisis masalah dan mencari solusi. Harapannya, para guru peserta kursus akan memakai metode yang sama ketika mengajar muridnya di SMKP.
Jadwal Fleksibel Karena guru-guru peserta kursus kebanyakan tinggal di pedesaan, jadwal kursus dibuat sangat fleksibel. Tiap tahun hanya ada satu kursus yang diadakan selama 4 bulan berturut-turut. Satu bulan sama dengan satu sesi dan membahas satu modul. Lokasi kursus bergantian di SMKP yang gurunya ikut sebagai peserta.
jendela dunia
Tiap kursus biasanya diikuti 20—35 guru. Peserta kursus tak perlu khawatir harus libur mengajar selama empat bulan. Karena peserta wajib hadir hanya saat “hari pertemuan” yang diadakan satu hari di tiap bulannya. Semua bahan tertulis diberikan sebelum kursus dimulai sehingga peserta bisa belajar sendiri di rumah. Saat hari pertemuan, peserta
Modul Kursus • Modul 1: Analisis terhadap pertanian konvensional dan efek buruk yang ditimbulkannya, pengaruh Revolusi Hijau terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan ekologi, serta sejarah pertanian organik. • Modul 2: Analisis terhadap perubahan ekosistem akibat aktivitas pertanian. Perhatian diberikan pada fungsi keanekaragaman hayati, pemakaian energi secara efisien, dan kelestarian alam. • Modul 3: Pengelolaan ekosistem secara lestari dan teknik budi daya alternatif, pengaruh pertumbuhan populasi penduduk pada produksi pertanian, serta metode pertanian selaras alam seperti biodinamik, organik, dan permakultur. • Modul 4: Evaluasi, metode menilai kesehatan ekosistem pertanian, dan langkah perencanaan untuk memperkenalkan pertanian organik ke SMKP tempat mengajar.
diminta lebih banyak berdiskusi. Jika ada keraguan soal teori atau pertanyaan khusus maka bisa diungkapkan di hari pertemuan ini. Saat diskusi, peserta diajak membandingkan teori dengan pengalaman mereka di lapangan. Peserta dibagi dalam kelompokkelompok. Biasanya diusahakan agar tiap kelompok terdiri dari orang-orang yang berbeda pengalaman dan latar belakang pendidikan. Jika memungkinkan diadakan kunjungan lapangan di hari pertemuan. Peserta diajak melihat dan menilai sistem produksi pertanian di daerah itu. Selanjutnya, peserta diminta membuat laporan dan refleksinya sebagai bahan diskusi kelompok. Di akhir kursus (bulan ke-4) peserta diminta menyerahkan proposal berisi rencana mereka mengajarkan pertanian organik di SMKPnya.
Capaian dan Tantangan Sejak dimulai, minat guru-guru SMKP untuk mengikuti kursus tak pernah surut. Ketertarikan mereka terutama karena jadwal yang fleksibel dan materi tertulis yang lengkap. Semua materi diberikan dalam bahasa Spanyol dan contohcontohnya berkaitan dengan masalah pedesaan di Argentina. Selepas kursus, semua guru tetap melanjutkan karir mereka sebagai pengajar SMKP. Manfaat lain yang disebutkan peserta adalah kesempatan berkunjung ke lapangan dalam kelompok. Di sini mereka bisa melihat contoh secara langsung dan berdiskusi dengan rekan kelompoknya. Dengan cara ini peserta lebih mudah memahami konsep pertanian organik. Salah seorang pserta berkata bahwa ia termotivasi untuk menerapkan ilmu yang didapat dari kursus untuk memahami
masalah pertanian di wilayahnya dan mencari solusi dengan pendekatan pertanian organik. Secara umum, kursus ini bisa dibilang berhasil. Bahkan di SMKP Bavio dan Abasto, guru-guru memakai pendekatan kunjungan lapangan ke pelajaran yang lain. Di Tres Arroyos, satu kelompok guru alumni kursus berhasil mengganti seluruh kurikulum dan cara mengajar di sekolah mereka. Lebih lanjut, perubahan juga terlihat di tingkat komunitas di mana SMKP berada. Terutama munculnya permintaan penyediaan informasi tentang pertanian organik. Salah satu tantangan yang dihadapi kursus ini adalah, para guru biasanya lebih berminat pada materi tertulis ketimbang mengembangkan kemampuan berpikir kritis atau keterampilan analisis. Tantangan lain adalah, kurangnya tenaga pengajar yang berkualitas dan minimnya contoh sukses di tingkat lokal. Apapun hasilnya, upaya ini patut diacungi jempol karena bisa mendekatkan jarak antara lembaga pendidikan pertanian dan daerah pedesaan sekaligus menyebarkan ide tentang cara pertanian yang berkelanjutan.
Santiago J. Sarandon dan Claudia C. Flores bekerja di Fakultas Ilmu Pertanian dan Kehutanan, Universitas Nasional de La Plata, Buenos Aires, Argentina. E-mail: sarandon@agro.unlp.edu.ar ; cflores@agro.unlp.edu.ar
Maret - Juni 2011 23
jendela dunia
Skema Sertifikasi:
Proses Pembelajaran
Petani Oleh: Dave Boselie, Sabine Hiller dan Davies Onduru
S
epuluh tahun terakhir, swasta, LSM, dan lembaga donor di berbagai negara seolah berlomba menerapkan sistem sertifikasi produk pertanian. Salah satu alasannya adalah untuk meningkatkan pendapatan petani. Sebab, petani yang produknya bersertifikat, bisa mendapat akses pasar yang lebih baik dan harga jual lebih tinggi untuk hasil panennya (dalam skema sertifikasi sering disebut “harga premium�). Ternyata, selain mendapat harga premium, petani juga belajar praktik pertanian yang lebih baik. Hal ini dipelajari ketika petani harus memenuhi sejumlah standar yang ditetapkan oleh lembaga pemberi sertifikat.
24
Maret - Juni 2011
Artikel ini menceritakan hasil dua penelitian terhadap petani skala kecil yang mengadopsi skema sertifikasi. Di sini terlihat bahwa proses pembelajaran petani memberi efek positif terhadap kualitas dan jumlah panen serta cara bertani yang lebih selaras alam.
Pengembangan Kapasitas dan Sertifikasi Sertifikasi pertama yang diteliti adalah skema Fair Trade (perdagangan yang adil) untuk produk buah di Provinsi El Oro, Ekuador.
Awal tahun ’90-an 14 petani pisang di daerah ini memulai Asosiasi Petani Pisang. Tahun 1998 mereka mulai menjual pisang bersertifikat Fair Trade ke AgroFair, importir buahbuahan dari Eropa. Saat ini, Asosiasi sudah berkembang menjadi eskportir. Anggotanya mencapai 15 kelompok tani dengan keanggotaan perorangan berjumlah 400 petani. Tahun 2006 mereka mengekspor 1.727 juta kotak pisang yang mencakup 46% dari total penjualan pisang Agrofair.
jendela dunia Di lapangan terlihat bahwa petani yang bersertifikat Fair Trade pendapatannya lebih baik dari petani yang tidak bersertifikat. Praktik pertanian mereka juga menjadi lebih baik. Mereka beralih ke budi daya organik, seperti tidak memakai pupuk kimia dan melakukan pengendalian hamapenyakit secara biologis. Hasil panen petani Fair Trade lebih baik dari petani tak bersertifikat. Penyebabnya, tanaman menyerap unsur hara secara lebih baik karena kesuburan tanah yang dikelola secara organik dan sistem irigasi yang lebih efektif. Di sisi pemasaran, pendapatan petani Fair Trade meningkat karena jumlah kotak pisang yang bisa dikirim ke luar negeri bertambah. Pertambahan ini hasil dari investasi sarana transportasi dan fasilitas pengepakan. Hal menarik lain yang ditemukan adalah, Asosiasi Petani ini mau berinvestasi untuk perbaikan lingkungan karena percaya bahwa lingkungan yang baik akan bermanfaat bagi pertanian. Pendapatan yang lebih baik juga memungkinkan petani membeli asuransi kesehatan untuk keluarganya. Dan karena catatan produksi serta pejualan yang terhitung sukses, Asosiasi Petani Pisang ini juga bisa meminjam kredit dari bank untuk memperbesar skala usahanya. Keberhasilan ini tak lepas dari peran pihak lain. Misalnya AgroFair yang memenuhi ketentuan sertifikasi Fair Trade untuk membayar premium 1 US dollar per kotak pisang. Selain itu Asosiasi juga mendapat bantuan dari lembaga donor seperti SNV dan GTZ untuk pengembangan bisnisnya. Sumber dana tambahan ini termasuk penentu keberhasilan Asosiasi.
Sekolah Lapang untuk Sertifikasi Skema sertifikasi kedua yang diteliti adalah Rainforrest Alliance (RA), yang mensertifikasi produk seperti buah, kopi, coklat, dan teh. Tahun 2006, Kenya Tea Development Agency (KTDA), Lipton, ETC East Africa bekerja sama dengan Universitas Wageningen, Belanda untuk meningkatkan penerapan “Praktik Pertanian yang Lebih Baik� (PPB) di kalangan petani teh. Contoh PPB adalah “memanen� air hujan, jeda 7 hari pemetikan pucuk, dan pencatatan kegiatan di lapangan.
KTDA membuat empat proyek percontohan yang menyasar 120 petani teh. Proyek ini memakai metode sekolah lapangan petani (SLP) untuk membantu petani mempelajari dan menerapkan PPB. Kunci dari SLP adalah belajar isu yang menarik bagi petani dan peningkatan kemampuan belajar. Tujuannya, ketika petani sudah fasih menerapkan PPB mereka bisa mendapat sertifikasi RA untuk tehnya. Asumsi yang dipakai dalam proyek percontohan ini adalah petani yang dilatih dalam SLP akan menyebarkan PPB kepada tetangganya yang diharapkan akan mengadopsi PPB ini. Perbaikan di sisi budi daya yang dilakukan banyak petani diharapkan akan meningkatkan kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan yang menjadi syarat pemberian sertifikasi RA. Evaluasi terhadap proyek percontohan menunjukkan bahwa petani peserta SLP memiliki pengetahuan PPB yang lebih baik dibanding petani yang tidak ikut SLP. Yang menarik, sekitar 40% petani non SLP ternyata juga mau menerapkan PPB di lahannya setelah mendapat informasi dari petani SLP. Petani SLP melaporkan adanya peningkatan pendapatan dan kualitas hidup mereka. Mereka juga merasa bahwa SLP memperbaiki kekompakan dalam kelompok, kesadaran untuk menjaga lingkungan, dan kemampuan belajar perorangan. Yang menarik, meski
tidak tercatat adanya peningkatan hasil panen, petani SLP merasa bahwa kualitas tehnya menjadi lebih baik.
Keuntungan Lebih Dua contoh ini menunjukkan bagaimana proses belajar membantu petani untuk memingkatkan kualitas dan jumlah panen sekaligus juga memerbaiki kondisi sosial ekonomi petani. Dengan mempelajari dan menerapkan praktik pertanian yang lebih baik petani bisa meningkatkan panen dan memakai cara bertani yang lebih selaras alam. Skema sertifikasi tak hanya menjanjikan akses terhadap pasar dan harga premium. Jika diterapkan dengan model Sekolah Lapang dan dilengkapi mekanisme evaluasi rutin seperti prosedur pemeriksaan berkala oleh kelompok tani, bisa membantu petani meningkatkan kapasitas belajar dan keterampilan bertani.
Dave Boselie dan Sabine Hiller adalah peneliti di LEI / Universitas Wageningen University. Davies Onduru adalah anggota ETC East Africa. E-mail: dboselie@casema.nl
Maret - Juni 2011 25
info & teknologi
Teknologi Pengering Sederhana:
Higienis dan Memberi Nilai Tambah P enjemuran secara langsung memanfaatkan sinar matahari masih menjadi cara yang diminati petani untuk mengeringkan hasil panen sebelum disimpan atau dijual. Teknik ini murah dan mudah karena petani tidak perlu menyiapkan fasilitas khusus. Cukup di pekarangan rumah, bila perlu di jalan-jalan beraspal yang tidak terlalu banyak kendaraan. Petani hanya perlu menjaganya dari gangguan hewan dan cepat memindahkannya ketika hujan akan turun. Penjemuran di bawah sinar matahari di tempat terbuka, walaupun murah bahkan gratis dari sisi biaya energi, punya banyak kekurangan. Produk mudah terkena cemaran, debu, mikroba pembusuk/penyebar penyakit, serangga, dan binatang. Semuanya menyebabkan produk akhir tidak higienis, bahkan terkesan kotor. Penjemuran di tempat terbuka bisa dilakukan bila yang dijemur adalah biji-bijian yang akan mengalami pengolahan lebih lanjut sebelum dikonsumsi, seperti gabah atau kacang hijau. Namun, bila yang dijemur adalah makanan siap saji, seperti sale pisang atau buah-buahan, tentu akan menjadi masalah serius. Pengeringan mengandalkan sinar matahari di tempat terbuka juga berisiko karena tergantung pada cuaca dan besar
26
Maret - Juni 2011
kemungkinan produk menjadi basah bila hujan turun tiba-tiba. Bahkan, mendung beberapa hari dapat membuat produk yang dijemur—seperti ikan atau daging—menjadi busuk karena proses pengeringan berlangsung lambat. Bila pengeringan berjalan lambat, mikroba pembusuk punya cukup waktu untuk membusukan produk berkadar air tinggi. Jamur juga akan mempunyai kesempatan untuk tumbuh.
pendek ini tidak lagi dapat menembus keluar, sehingga energi terjebak di dalam dan membuat udara dalam ruangan lebih panas. Udara panas ini akan mengeringkan produk lebih cepat dibanding penjemuran tradisional. Yang perlu diperhatikan adalah, harus ada ventilasi untuk mengalirkan udara keluar ruangan. Udara yang keluar ini akan mengeluarkan juga uap air yang berasal dari produk yang dikeringkan.
Efek Rumah Kaca
Bangunan Sederhana
Guna membantu petani mengeringkan produknya dengan cara lebih baik, Pusat Pengembangan Ilmu Teknik untuk Pertanian Tropika/CREATALembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor membuat teknologi sederhana untuk pengeringan produk pertanian. Wujudnya berupa bangunan pengering sederhana dengan prinsip efek rumah kaca. Efek rumah kaca timbul ketika sinar matahari—berupa gelombang panjang—masuk ke dalam ruangan melalui atap/dinding transparan seperti kaca atau plastik. Di dalam ruangan, gelombang panjang ini akan dipantulkan oleh lantai/dinding yang tidak transparan. Pantulan cahaya yang berupa gelombang
Bangunan pengering bagian atap dan dindignya dibuat bahan transparan, seperti kaca atau plastik tebal. Rangka bisa dibuat dari bambu. Selain berfungsi mengeringkan, bangunan seperti ini juga menjaga kebersihan produk yang dikeringkan, karena tertutup dari peluang cemaran. Menurut Usman Ahmad, peneliti bidang pascapanen CREATA, teknologi ini sudah diterapkan oleh Asosiasi Petani Kakao di Ciamis, Jawa Barat. Petani di Asosiasi ini diberi pemahaman akan pentingnya pengolahan pascapanen yang benar agar produk yang dihasilkan bernilai jual tinggi. Selain berlatih mengeringkan, petani juga berlatih memfermentasi kakao sebelum dikeringkan.
info & teknologi
Dengan proses fermentasi dan pengeringan yang baik, kakao petani pun mendapatkan penawaran harga lebih tinggi. Kakao yang semula dihargai Rp 10.000/kg menjadi berharga Rp 13.000/ kg. “Memang petani perlu mengeluarkan modal tambahan. Utamanya modal membuat bangunan pengering dan tenaga untuk proses fermentasi. Namun, modal tambahan yang dikeluarkan ini menjadikan produk mereka punya nilai tambah sehingga bisa dijual dengan harga lebih baik,� ujar Usman. Lebih lanjut Usman menerangkan bahwa pengeluaran modal tambahan harus dihitung cermat apakah sepadan dengan tambahan pemasukan yang diterima. Salah satu yang harus dipertimbangkan adalah jenis komoditas. Model ini cocok untuk komoditas cash crop seperti kopi dan kakao, tetapi bisa jadi kurang menguntungkan untuk padi atau kacang hijau. Contoh lain adalah PT. Sari Ayu Indonesia dan mitra petani pemasok bahan baku kosmetiknya. Sari Ayu menetapkan standar kualitas (seperti kadar air, kebersihan, dan cara pengeringan) untuk rempah yang dipasok petani. Misalnya untuk daun kumis kucing, PT Sari Ayu hanya mau membeli yang berkadar air 12%, bersih dari cemaran, dan berwarna hijau
gelap. PT Sari Ayu sendiri memberikan pelatihan pasapanen dan kontrol kualitas bagi mitra petaninya. Tahapan proses pengeringan yang diminta memang lebih banyak ketimbang yang biasa dilakukan petani. Namun harga beli yang ditawarkan bisa 3—5 kali lipat harga pasaran.
Strategi Sosialisasi Teknologi Pada Petani Sejauh ini pemakaian teknologi pascapanen oleh petani masih terbatas. Banyak petani enggan memakai teknologi baru, meski yang sederhana sekalipun. Keengganan yang kemudian menjadi tantangan ini, menurut Usman dibedakan menjadi dua: faktor teknis dan faktor sosial-budaya-ekonomi. Faktor teknis terkait dengan kinerja teknologi, apakah mampu memenuhi harapan petani. Penting untuk memastikan suatu teknologi sudah teruji bekerja dengan baik sebelum dikenalkan pada petani. “Petani itu perlu melihat bukti nyata,� jelas Usman. Faktor sosial-budaya-ekonomi terkait dengan sulitnya mengubah kebiasaan yang sudah petani lakukan turuntemurun, dan menggantinya dengan teknologi baru. Penggunaan pengering efek rumah kaca misalnya, masih
dianggap mahal, merepotkan, bahkan aneh. Apalagi ketika kemudian harga jual produk yang dihasilkan ternyata sama saja. Umumnya petani, seperti orang kebanyakan, tidak mau mengubah kebiasaan kerja demi menghindari kerepotan atau untuk belajar sesuatu yang baru. Untuk mengatasi tantangan ini, pendekatan dari segala aspek (sosial, budaya, dan ekonomi) mutlak dilakukan. Penjelasan dengan bahasa yang mereka mengerti diperlukan guna membantu petani memahami teknologi yang diperkenalkan, cara penerapan teknologi, dan tujuannya. Kelemahan pada teknologi baru juga perlu dijelaskan agar tidak menimbulkan salah paham di kemudian hari. Salah satu strategi adalah membuat proyek percontohan di mana petani bisa melihat kinerja dan mencoba teknologi yang diperkenalkan. Artikel dituliskan oleh Redaksi Majalah PETANI berdasarkan hasil wawancara tertulis dengan Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr, --jabatan?--pada Pusat Pengembangan Ilmu Teknik untuk Pertanian Tropika/CREATA-Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Profl CREATA beserta alamatnya bisa didapatkan pada rubrik Silakan Kontak Majalah PETANI edisi ini.
Maret - Juni 2011 27
tip pertanian
Hijauan untuk Kompos
Beberapa jenis tanaman bisa dimanfaatkan sebagai hijauan kompos. Hijauan kompos bermanfaat memenuhi unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman. Tanaman yang bisa dimanfaatkan sebagai hijauan kompos, biasanya memiliki ciri-ciri seperti berikut. 1. Ciri tanaman yang banyak mengandung unsur nitrogen (N) • Memiliki buah polong, misalnya lamtoro dan orokorok. • Daunnya menjari atau berbentuk pita. Misalnya pakis-pakisan. • Tanaman jenis kacang-kacangan. Misalnya kacang hijau dan kacang tanah. 2. Ciri tanaman yang banyak mengandung unsur fosfat (P) • Daunnya mempunyai bulu-bulu halus. • Mempunyai bunga berwarna kuning. Misalnya ciplukan dan labu. • Secara khusus, batang pisang juga bisa digunakan sebagai campuran membuat kompos yang kaya unsur fosfat. 3. Bahan membuat kompos yang kaya kandungan unsur kalium (K) • Sabut kelapa (Disarikan dari buku Budi Daya • Air kelapa Sayuran Organik di Lahan Gambut, • Serbuk gergaji yang ditulis oleh Rudy Rhedany • Abu dari kayu bakar dan Yuli Setyo untuk SLUICES • Bekatul/dedak Project. Bisa didapatkan dengan menghubungi Rudy Rhedany pada e-mail: udur.jkti@yahoo.co.id)
28
Maret - Juni 2011
Ramuan Pemacu Pertumbuhan Buah Tidak jarang bulir-bulir padi kurang berisi malainya. Untuk menghindarinya, selain menggunakan pupuk alami berimbang, gunakanlah cairan perangsang pengisian bulir padi. Tidak perlu beli, karena bisa dibuat sendiri. Bahannya, yaitu: sampah organik/sisa buahbuahan yang tidak dimakan (10 kg), gula merah/tetes tebu (1 kg), dan air kelapa (10 liter). Cara pembuatannya: seluruh sampah/sisa buahbuahan diiris kecil-kecil dan dihaluskan. Masukkan dalam wadah plastik. Tuangkan air kelapa ke dalamnya. Kemudian masukkan tetes tebu atau gula merah yang telah dicairkan ke dalam campuran tersebut. Aduk rata. Tutup wadah dengan plastik lembaran dan diikat rapat. Agar tidak terjadi penumpukan gas, buatlah lubang pada plastik lembaran penutup. Selanjutnya pada lubang ini dipasang selang plastik yang ujung satunya dimasukkan ke dalam botol berisi air. Biarkan campuran ini selama 15 hari, dan siap digunakan. Cara menggunakannya: campurkan 400 cc ramuan dengan 14 liter air sumur. Jangan gunakan air PAM yang mengandung klorin atau air sungai/selokan yang tecemar. Semprotkan pada tanaman padi ketika berumur 55—60 hari setelah tanam. (Disarikan dari buku Teknologi Praktis untuk Petani Mandiri, ditulis oleh Sentot Burhanudin Iksan. Diterbitkan tahun 2010 oleh al-Ajda press)
tip pertanian
Kendalikan Organisme Pengganggu Tanaman dari Dapur Pestisida alami merupakan langkah terakhir pengendalian hama dan penyakit dalam pertanian berkelanjutan. Bahan pembuatan pestisida alami bisa kita dapatkan dari lingkungan sekitar, bahkan dari dapur. Berikut beberapa tips untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman yang bahannya bisa diperoleh dari dapur. 1. Minyak Kelapa Campuran minyak kelapa dan labu siam (Schium edule Sw) bisa dipakai mengendalikan hama penggerek buah, kutu, dan ngengat. Cara pembuatannya: larutkan 0,5 liter minyak kelapa bersama 1 kg labu siam ke dalam air secukupnya. Untuk menyemprotkan pada tanaman, ramuan dicampur air dengan perbandingan 1:15.
foto: www.sxc.hu
2. Jahe Siapkan 1 kg jahe, 1 kg lengkuas/laos, 1 kg kunyit, dan 1 kg labu siam. Parutlah jahe, lengkuas, kunyit, dan labu siam, kemudian diperas, dan disaring untuk diambil sarinya. Masukkan ke dalam botol dan disimpan selama sehari semalam. Cara penggunaannya: campurkan setiap 1 liter air dengan 20 cc larutan yang telah dibuat. Bahan ini digunakan untuk mengendalikan jamur pada tanaman. Tanaman yang sering diserang jamur antara lain tomat, cabai, dan kentang. 3. Sawang/Cawang Sawang/cawang banyak terdapat di dapur sebagai hasil pengendapan asap pembakaran kayu bakar. Sawang bila dibiarkan akan mengotori dapur. Dapur menjadi hitam dan banyak muncul jaring-jaring seperti sarang laba-laba. Sawang bisa digunakan sebagai bahan untuk mengendalikan serangga pengganggu tanaman. Adapun bahan yang diperlukan adalah sawang, cabai, dan air. Cara pembuatannya: kumpulkan sawang yang ada di dapur., baik yang membentuk jaring-jaring atau yang menempel pada kayu/bambu. Setelah terkumpul larutkan dalam air. Tambahkan tumbukan cabai. Perbandingan sawang dan cabai kira-kira 1:1. Aduk hingga merata. Kemudian saringlah agar tidak menutup saluran alat semprot yang akan digunakan. Cara penggunaannya: semprotkan pada tanaman yang terserang serangga. Pengendalian serangga sebaiknya dilakukan pada sore hari dan pagi hari agar lebih efektif.
foto: www.sxc.hu
(Dikutip dari buku Kumpulan Pengalaman Petani Membuat Pestisida Alami, yang diterbitkan oleh Sekretariat Pelayanan Tani-Nelayan Hari Pangan Sedunia, www.sptn.or.id)
foto: istimewa
Maret - Juni 2011 29
indonesia dalam berita
Kembalikan Fitrah Bulog Harga beras yang tinggi belakangan ini membuktikan buruknya dualisme fungsi yang melekat pada Bulog. Di satu sisi Bulog diharapkan berfungsi sebagai stabilisator harga beras. Namun nyatanya, status Bulog sudah berubah, dari lembaga pemerintah nondepartemen menjadi Perum, atas usul IMF melalui Peraturan Pemerintah No 7/2003. Status Perum membuat Bulog baru “bergerak� jika ada keuntungan ekonomi. Logikanya Bulog akan membeli gabah dan beras petani jika ada keuntungan. Selain itu, lembaga ini cenderung menyerahkan harga beras pada mekanisme pasar. Sulit membayangkan Bulog bisa menjalankan dua peran sekaligus: lembaga pencari untung
dan sebagai lembaga nirlaba (sosial). Apalagi komoditas yang ditangani adalah beras yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Sudah saatnya Bulog dikembalikan pada semangat awal pembentukannya: melindungi petani dari keterpurukan harga jual hasil panen, dan melindungi konsumen miskin serta kaum marjinal dari melambungnya harga pangan tak terkendali. Konsep manajemen pangan seperti itu diadopsi dari formula Saleh Affif dan Leon Mears pada tahun 1967. Ada lima prinsip dalam formula itu. Pertama, ditetapkannya harga dasar untuk harga jual gabah dan beras yang menguntungkan bagi petani sehingga mereka tetap bergairah melakukan usaha tani. Kedua, adanya harga maksimum untuk melindungi konsumen dari kenaikan harga tak terkendali. Ketiga, perlu adanya selisih yang memadai antara harga dasar dan harga maksimum untuk merangsang perdagangan oleh swasta. Keempat, perlu diupayakan relasi harga antardaerah dan isolasi harga terhadap pasar dunia dengan fluktuasi yang lebar. Kelima, perlu stok penyangga yang dikuasai pemerintah untuk kebutuhan stabilisasi harga di saat tertentu, misalnya pada musim paceklik. Menghadapi tingginya harga beras saat ini, pemerintah harus bertindak bijak. Langkah efektif adalah mempercepat distribusi raskin. Pertimbangannya, raskin dijual murah Rp 1.600/kg karena mendapat subsidi, volumenya cukup besar sehingga bisa menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Operasi pasar sendiri selain volumenya sangat terbatas, harganya juga tinggi Rp 6.400/kg, jadi tak efektif meredam gejolak harga Satu hal yang perlu diingat: dalam konteks pembangunan nasional, kegiatan operasi pasar dan impor beras harus ditempatkan sebagai bagian dari strategi peningkatan produksi secara nasional. Bukan sekadar mengatasi masalah dalam negeri sesaat.
Disarikan dari tulisan “Beras Tak Kunjung Beres� oleh Toto Subandriyo (Anggota Dewan Pembina HKTI Kab. Tegal, Jateng) Harian Kompas, Rabu, 1 Desember 2010.
30
Maret - Juni 2011
indonesia dalam berita
PERUBAHAN IKLIM
Adaptasi Masyarakat Harus Didukung Dampak perubahan iklim seperti cuaca ekstrem dan berkurangnya sumber air kian terasa. Petani, nelayan, dan masyarakat tradisional yang tinggal di kawasan hutan mencoba mengatasi dengan berbagai cara. Namun, upaya ini belum sepenuhnya mampu mengatasi dampak perubahan iklim. Pemerintah pun belum memberikan dukungan nyata terhadap berbagai upaya adaptasi masyarakat. Kepala Pemerintahan Dewan Adat Papua Sayid Fadhal Alhamid, memberikan beberapa contoh. Nelayan ikan budi daya di Genyem, kolamnya mengering karena tanah merekah akibat kemarau panjang. Selain itu kakao juga tidak berbuah. Di Demta, tangkapan ikan nelayan menurun. Sementara nelayan Danau Sentani mengeluhkan pertumbuhan ikan yang kian lambat, diduga karena naiknya suhu air Danau Sentani. Contoh adaptasi adalah upaya nelayan ikan budi daya Genyem membuat kolam ikan beralas terpal plastik untuk. mencegah terbuangnya air kolam akibat tanah yang merekah. Supervisor Yayasan Pahadang Manjoru di Sumba, Nusa Tenggara Timur, John Thomas menyatakan, dampak perubahan iklim yang paling dirasakan masyarakat Sumba
adalah kacaunya musim hujan. Sejak tahun 2009, kemarau panjang terjadi di Sumba. Benih tanaman habis karena panen selalu gagal. Petani pun beradaptasi dengan menanam di bantaran sungai. Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Andalan Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Riau, M Yusuf menceritakan soal karet yang tidak bisa disadap lagi karena terus-menerus turun hujan. Produksi beras pun menurun. Sebagian besar lahan di Riau adalah gambut yang dikeringkan dengan pembangunan kanal. Masyarakat beradaptasi dengan menutup 12 dari 29 kanal pengering lahan gambut di Pelalawan dan menjadikannya kolam ikan untuk menggantikan pendapatan yang hilang akibat cuaca ekstrem. Dengan semua fakta itu, pemerintah harus melindungi dan mendukung adaptasi yang telah dilakukan masyarakat. Dana mitigasi yang melimpah, misalnya dari skema pendanaan REDD+, harus dipakai membantu upaya adaptasi demi melindungi masyarakat yang terkena dampak perubahan iklim. Sumber: Harian Kompas, Jumat, 3 Desember 2010 – Humaniora
Maret - Juni 2011 31
bijak di rumah
Teliti Membeli Produk Pangan Berlabel
“Organik“
Kini makin mudah menemukan toko atau swalayan yang menawarkan produk pangan organik, baik segar maupun olahan. Sayangnya, konsumen seringkali belum mendapatkan informasi lengkap seputar istilah “organik”. Agar tak terjebak, simak artikel berikut.
P
roduk organik adalah hasil pertanian organik. Menurut Federasi Internasional Gerakan Pertanian Organik (IFOAM), pertanian organik adalah cara bertani yang menjaga kesuburan tanah, ekosistem, dan masyarakat. Benih hasil rekayasa genetika, pestisida, dan pupuk kimia tidak dipakai dalam pertanian organik. Saat produk organik dipanen hingga siap dipasarkan harus dijaga dari cemaran bahan lain, baik melalui manusia, air, atau udara. Sementara menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), produk organik olahan harus mengandung bahan organik minimal 95% dari berat total produk, di luar air dan garam.
32
Maret - Juni 2011
Sertifikat Organik Produk pangan organik yang dipasarkan secara luas perlu sertifikasi organik. Apalagi jika pasarnya adalah ekspor, sertifikasi menjadi syarat utama. Sertifikasi organik merupakan bukti bahwa produk dimaksud telah dikelola secara organik mulai dari budi daya, pengolahan, manajemen dan telah melewati serangkaian pengujian yang menjadikannya layak diberi label organik. Di Indonesia, ada tujuh lembaga yang memberikan sertifikasi organik, yang disebut dengan Lembaga Sertifikasi Pangan Organik (LSPO). Masing-masing lembaga ini berhak mengeluarkan logo resmi organik untuk produk pangan
organik. Label organik dari LSPO ini telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan Badan Standarisasi Nasional (BSN) melalui SNI Sistem Pangan Organik (SNI 6729-2010), serta Otoritas Kompeten Pangan Organik Departemen Pertanian (OKPO – Deptan) melalui Pedoman Umum Pelabelan Organik. Jadi, tidak sembarangan produsen bisa mencantumkan keterangan organik beserta logonya. Sayang, ada banyak produsen yang “nakal” dan memakai label organik palsu untuk mendapat keuntungan.
bijak di rumah
Logo “ORGANIK INDONESIA” Logo resmi produk organik bagi pasar Indonesia adalah ORGANIK INDONESIA. Logo ORGANIK INDONESIA (OI) adalah logo resmi yang dikeluarkan OKPO-Deptan. Logo ini sebagai tanda bahwa produsen memenuhi persyaratan pertanian organik serta telah memiliki sertifikat organik dari LSPO yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Sejak November 2009, OKPO dan KAN menambahkan nomor registrasi di bagian bawah logo organik yang dikeluarkan LSPO. Tujuannya memudahkan konsumen mengetahui LSPO mana yang melakukan sertifikasi terhadap produk tersebut. Anda dapat meminta informasi kepada LSPO mengenai jenisjenis produk yang mendapat sertifikat organik, lokasi kebun, serta masa berlaku sertifikat organik yang dimiliki produsen, sehingga konsumen mendapatkan kepastian serta percaya terhadap produkproduk organik yang berlabel OI. LSPO yang mengeluarkan label OI melakukan pengawasan rutin terhadap penggunaan labelnya dan pemeriksaan mendadak di toko/supermarket untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan label OI. Secara berkala LSPO juga meminta informasi kepada produsen yang menggunakan logo organiknya mengenai rencana produksi, hasil panen, dan catatan penjualan yang disertai dokumen pendukung sehingga dapat diketahui tingkat kewajaran antara produk yang ditanam dengan produk yang kemudian dijual.
Bagaimana cara mengenali logo dan label organik yang asli? Berikut tipsnya: • Pada kemasan harus tertera logo organik dan lembaga sertifikasi yang memberikan sertifikat organiknya. • Penempatan logo organik mudah dilihat. • Stiker logo organik tidak mudah lepas, luntur, atau rusak. • Pada label harus tercantum informasi lengkap tentang produk. • Perhatikan kualitas kemasan serta cara pengemasan. Apakah cukup melindungi produk dari bahan-bahan lain yang dapat mencemari? Logo ORGANIK INDONESIA pada salah satu produk madu organik. Foto: PT. BIOCert Indonesia
Jadi, saat membeli produk organik, Anda wajib memperhatikan tampilan fisik produk, informasi pada kemasan, dan ada/tidaknya logo “organik” pada kemasan produk. Jika tidak tercantum keterangan jelas pada kemasan produk, Anda bisa juga menanyakan langsung kepada si penjual mengenai asal-usul produk dan komposisi bahannya. Anda juga bisa memastikan keaslian logo organik yang dipasang pada kemasan pada penjual.
• Keterangan bebas pestisida dan bahan kimia tidak menjamin produk sepenuhnya organik. • Untuk produk olahan, perhatikan daftar bahan-bahan yang digunakan. Apakah 95% bahannya organik? • Pernyataan bahwa produk organik lebih menyehatkan atau sejenisnya dilarang dicantumkan pada kemasan. • Perhatikan informasi mengenai lokasi kebun dan nomor yang bisa dihubungi. Tidak ada salahnya jika sesekali kita mengunjungi langsung kebun produksinya atau menanyakan lembaga sertifikasi mana yang memberikan sertifikat organik.
Angga Maulana Yusuf Staf Sertifikasi PT. BIOCert Indonesia Jl. Kamper Blok M No. 1 Perum. Budi Agung, Bogor, Jawa Barat Telp/faks. 0251- 8316294 Email : angga@biocert.or.id Logo ORGANIK INDONESIA dan nomor registrasinya. Maret - Juni 2011 33
advokasi
Revitalisasi Prinsip Penyuluhan Pemerintah lewat Undang-undang Republik Indonesia No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, mengatur soal pendidikan bagi petani melalui program penyuluhan. Sudahkan UU ini menjawab kebutuhan petani akan sebuah proses belajar yang benar-benar mencerdaskan?
U
ndang-undang (UU) Republik Indonesia No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan merupakan landasan hukum utama bagi penyelenggaraan penyuluhan secara terpadu. Terpadu di sini maksudnya dilaksanakan secara terkoordinasi dari tingkat provinsi hingga desa. Pasal 8 ayat (2) menyebutkan: kelembagaan penyuluh di tingkat pusat disebut Badan Penyuluhan, di tingkat Provinsi disebut Badan Koordinasi Penyuluhan, di tingkat
kabupaten/kotamadya disebut Badan Pelaksana Penyuluhan dan di tingkat Kecamatan disebut Balai Penyuluhan, sedangkan di tingkat desa disebut Pos Penyuluhan. Rancangan UU ini sendiri mulai disiapkan sejak lebih dari 30 tahun silam. Namun baru resmi terwujud tahun 2006 lalu. Tujuan dibuatnya UU ini adalah memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum bagi penyelenggara penyuluhan pertanian dan memberikan perlindungan hukum bagi petani, peternak, nelayan,
petani hutan dan pelaku usaha pertanian lainnya dari risiko yang mungkin terjadi akibat kesalahan penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
Belum Semua Selesai Untuk melaksanakan undang-undang di lapangan, perlu produk hukum lain, seperti misalnya Peraturan Pemerintah (PP) yang merupakan penjabaran pelaksanaan undang-undang. Turunan UU No. 16 Tahun 2006 adalah PP No.43 Tahun 2009 tentang Pembiayaan, Pembinaan, dan Pengawasan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Sedangkan yang belum selesai proses penetapannya adalah dua Peraturan Presiden dan tujuh Peraturan Menteri. Karena peraturan-peraturan turunan ini belum selesai semua, pelaksanaan UU Penyuluhan di lapangan belum optimal. Banyak provinsi, kabupaten dan kotamadya yang belum membentuk kelembagaan penyuluh. Ada pula yang sudah membentuk tapi tidak sesuai amanat UU karena intepretasi beragam akibat belum tersedianya semua acuan.
Target Baru Penyuluhan
Foto: http://kabupatenpaniai.blogspot.com
Petani adalah subjek pembangunan dan memiliki posisi setara dengan kelompok masyarakat lain karena itu penyuluhan harus diarahkan untuk membantu petani menjadi mandiri. 34
Maret - Juni 2011
Sejak Orde Baru, kebijakan penyuluhan pertanian ditetapkan secara top-down dan seringkali kurang menghargai pengalaman maupun pengetahuan petani. Padahal pada kenyataannya, pengetahuan petani
advokasi
Penyuluhan adalah usaha pengembangan sumberdaya manusia, bukan membawa paket teknologi yang diterapkan secara seragam oleh petani. ini sangat berharga dan merekalah yang benar-benar memahami usaha pertaniannya. Pendekatan paternalistik dalam penyuluhan kepada petani perlu direvitalisasi. Dari sekadar pembawa paket teknologi untuk diterapkan petani, menjadi kelembagaan yang menciptakan suasana, iklim, lingkungan, dan kesempatan yang memungkinkan berkembangnya petani secara mandiri sebagai pemilik dan pengelola usaha tani. Target penyuluhan seharusnya adalah: petani yang mandiri dan tangguh, petani sebagai subjek, bukan lagi objek pembangunan.
Rombak Prinsip Penyuluhan Untuk membarui konsep penyuluhan, ada beberapa prinsip dalam pelaksanaan yang perlu dicermati. Pertama, pertanian harus dipandang sebagai suatu sistem yang hidup. Pertanian adalah tempat petani berinteraksi dengan tanah, air,
tanaman, dan organisme lain, dalam mengelola sumber daya yang ada secara optimal. Dengan sudut pandang ini, petani diajak belajar bekerja sama dengan alam, bukan menguasainya atau menyalahgunakannya. Pendekatan ini akan memampukan petani untuk mengembangkan cara bercocok tanam yang selaras alam, produktif, dan lestari. Kedua, petani adalah subjek pembangunan (bukan objek) dan memiliki posisi setara dengan kelompok masyarakat lain. Karena itu penyuluhan harus diarahkan untuk membantu petani menjadi pihak mandiri dan memiliki kemampuan negosiasi dengan pihak lain. Untuk itu, petani perlu dibantu belajar mengorganisasi diri mereka sendiri. Proses belajar mandiri juga perlu ditekankan di sini. Petani diajak mengamati, mengumpulkan, dan mengolah data di lahannya. Hasilnya dipakai untuk membuat keputusan rasional bagi usaha taninya. Ketiga, penyuluhan adalah usaha
Foto: http://kabupatenpaniai.blogspot.com
pengembangan sumberdaya manusia. Penyuluh bukanlah pembawa paket teknologi yang diterapkan secara seragam oleh petani. Sebaliknya, penyuluhan harus membantu petani menguasai konsep berpikir kritis dan menerapkan cara-cara baru untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Targetnya, petani berani dan mampu melakukan percobaan untuk mencari jawaban sendiri atas masalah yang dihadapi pertaniannya. Proses revitalisasi penyuluhan pertanian ini perlu dilakukan secara terus-menerus, sesuai dengan karakter sektor pertanian yang dinamis dan terus berkembang. Dengan upaya perbaikan terus menerus, ruang lingkup penyuluhan (seperti tercantum di UU No. 16 Tahun 2006) yang meliputi: praktik pertanian yang lebih baik, usaha tani yang lebih menguntungkan, penghidupan yang lebih baik, lingkungan hidup yang lebih nyaman, dan kondisi masyarakat yang lebih sejahtera akan bisa dicapai. (cia)
Maret - Juni 2011 35
silakan kontak World Rural Forum http://www.ruralforum.net Foro Rural Mundial. Granja Modelo s/n - 01192 Arkaute (Araba), Telp. + 945 12 13 24, Faks. + 34 945 28 14 22, e-mail: wrfsecretary@ruralforum.net
COMBINE Resource Institution http://www.combine.or.id Jl. Kyai H.Ali Maksum No.183 Pelem Sewu, Daerah Istimewa Yogyakarta Telp/Faks: +62-274-411123, E-mail: office@combine.or.id Sejak tahun 2001, COMBINE Resource Institution (selanjutnya disebut COMBINE) bergerak mendukung pengembangan media komunitas dan pemanfaatan teknologi informasi-komunikasi (TIK) sebagai bagian dari sistem dan jaringan pengembangan informasi dan komunikasi komunitas. Pada awalnya, COMBINE melakukan fasilitasi dan bantuan teknis secara langsung bagi komunitas untuk mengembangkan sistem komunikasinya, salah satunya melalui radio komunitas. Sejalan dengan pesatnya perkembangan radio komunitas , maka sejak tahun 2004, COMBINE mulai mengintegrasikan dan membangun jaringan antar media komunitas untuk mempermudah proses pertukaran informasi dan pengetahuan dengan mengandalkan jaringan internet. Dengan membangun infrastruktur jaringan informasi berbasis komunitas akan memungkinkan terjadinya aliran informasi dan pengetahuan dua arah, baik antar anggota komunitas maupun antara komunitas-komunitas dengan pihak lain seperti pengurus publik, penyusun kebijakan, pengambil keputusan publik. COMBINE berupaya memperjuangkan: 1. Advokasi hak-hak dasar masyarakat sipil, yang diwujudkan melalui Suara Komunitas – www.suarakomunitas.net 2. Penguatan Ekonomi rakyat, yang diwujudkan melalui Pasar Komunitas – www.pasarkomunitas.com 3. Pegurangan risiko bencana, yang diwujudkan dalam TIKUS DARAT (Tim Informasi-Komunikasi untuk Situasi Darurat) yang informasinya bisa diakses di http://www.tikusdarat.net 4. Pengelolaan sumber daya komunitas, yang diwujudkan dalam Lumbung Komunitas. 5. Produk yang telah dihasilkan COMBINE, antara lain penerbitan buku-buku serta iklan layanan masyarakat dan drama untuk radio dan komunitas.
Komunitas Organik Indonesia http://indoorganik.org Kebon Jeruk Baru B3 No. 18, Jl. Arjuna Selatan, Jakarta Barat 11530, DKI Jakarta, Telp. +62 21 - 536 53 369, faks. +62 21 - 536 74 680, e-mail: sekretariat@pronic.co.id Komunitas Organik Indonesia merupakan kumpulan berbagai kalangan, antara lain produsen pangan dan lembaga swadaya masyarakat yang peduli pada isu pangan sehat. Dengan spesialisasi pada informasi soal pangan sehat, terutama pangan organik, website ini bisa jadi salah satu referensi Anda untuk mendapatkan informasi yang benar soal konsumsi pangan sehat dan gaya hidup sehat.
36
Maret - Juni 2011
The World Rural Forum Association (WRF) merupakan sebuah forum untuk pertemuan, menganalisis, serta mengamati pembangunan pedesaan. WRF telah membangun kesepakatan dengan universitas-universitas dan pusat pendidikan atau penelitian, asosiasi-asosiasi petani, dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang memiliki jalinan erat dengan organisasiorganisasi di tingkat akar rumput. Informasi-informai yang didapat sebagai hasil kerja membuat WRF mampu menganalisis permasalahan yang dihadapi petani (laki-laki dan perempuan), peternak, dan masyarakat pedesaan di seluruh dunia. WRF berkomitmen pada pencapaian pembangunan yang layak dan berkelanjutan, khususnya dalam bidang pembangunan pedesaan. Melalui website ini Anda bisa menemukan beragam informasi seputar pembangunan pedesaan dari seluruh dunia. Forum ini berupaya menjadi fasilitator jalinan hubungan antara berbagai pihak yang bekerja di lingkungan pedesaan, sehingga bisa saling mengetahui dan memahami permasalahan untuk kemudian dicarikan jalan pemecahannya.
LEAD International http://www.lead.org Sundial House, 114 Kensington High Street, London W8 4NP, UK LEAD merupakan sebuah jaringan internasional yang terdiri atas kalangan professional dan organisasi-organisasi pelatihan yang bergerak pada semua area pembangunan berkelanjutan. Misi organisasi nirlaba, yang memiliki jaringan 2000 pemimpin yang terus bertambah jumlahnya di lebih dari 90 negara ini adalah menginspirasi kepemimpinan untuk dunia yang berkelanjutan. Misi ini dilakukan dengan cara mencari orang-orang sangat potensial di seluruh dunia, untuk kemudian mengembangkan potensi kepemimpinan mereka melalui program pelatihan inovatif, serta bekerja bersama mereka, menggerakkan orang lainnya untuk membuat perubahan nyata bagi masa depan dunia. LEAD melatih para eksekutif bisnis, kalangan pemerintahan, akademisi, direktur lembaga swadaya masyarakat, aktivis, kaum pendidik, dan kalangan media. Tim pelatih multibahasa dari LEAD bekerja sama dengan pakar dan praktisi hebat dari berbagai belahan dunia dalam isu yang relevan dengan kepemimpinan dan pembangunan berkelanjutan. LEAD memobilisasi bakat kolektif jaringannya melalui proyek-proyek dan program inovatif yang untuk implementasi pembangunan secara berkelanjutan. LEAD memiliki13 kantor regional yang dikelola oleh staf berdedikasi, yang merancang dan memberikan pelatihan berkualitas tinggi dan kursus pengembangan kapasitas dan kegiatan. Kegiatan yang dilakukan meliputi program pelatihan baru, kursus singkat, dan pembuatan materi belajar dan pelatihan. Dalam website-nya Anda juga bisa mendapatkan studi kasus dari 15 tahun sesi pelatihan internasional, yang tersedia gratis secara online.
Pusat Pengembangan Ilmu Teknik untuk Pertanian Tropika-Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan kepada Masyarakat-Institut Pertanian Bogor (Center for Research on Enginering Application in Tropical Agriculture, CREATA) http://web.ipb.ac.id/~creata Gedung Fateta IPB Lt. 2, Kampus IPB Darmaga, Jl. Raya Darmaga, Bogor 16002, Jawa Barat, Telp. +62 - 251 - 8621886, 8621887, faks. +62 - 251 – 621887, e-mail: creata@ipb.ac.id
Practical Action
Visi CREATA adalah menjadi pusat terkemuka dalam pengembangan dan penerapan ilmu teknik untuk menciptakan teknologi yang sesuai untuk pengembangan pertanian tropis berkelanjutan, baik dalam kegiatan on-farm dan off-farm. Misinya adalah mengembangkan teknologi tepat guna yang diperlukan untuk menciptakan system produksi pertanian yang optimal dan berwawasan lingkungan, yang didukung infrastruktur pedesaan sehingga dapat membantu pengembangan pertanian yang modern, terindustrialisasi, dan berkelanjutan melalui kegiatan penelitian dasar dan terapan. Sebagai salah satu pusat penelitian di Institut Pertanian Bogor, CREATA diberikan mandat yang difokuskan pada:
Practical Action bekerja bersama komunitas kaum miskin di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Lembaga ini membantu mereka memilih dan menggunakan teknologi untuk memerbaiki hidupnya kini dan di masa depan. Practial Action bertujuan membantu mengentaskan kemiskinan di negaranegara berkembang melalui pengembangan dan penggunaan teknologi,dan dengan cara mendemonstrasikan hasilnya, berbagi pengetahuan dan menularkannya pada yang lain. Untuk mewujudkannya, Practical Action memfokuskan usaha, keahlian,dan sumber dayanya pada program internasional, yaitu:
• Pembangunan infrastruktur di daerah pedesaan untuk kegiatan perumahan dan produksi dengan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuannya meningkatkan produktivitas, nilai tambah, menciptakan lapangan kerja, serta menciptakan akses ke pasar untuk produk yang dihasilkan sehingga lebih banyak aktivitas terjadi di pedesaan daripada perkotaan.
www.practicalaction.org
Mengurangi tingkat kerentanan. Practical Action membantu mengurangi tingkat kerentanan kaum miskin akibat bencana alam, konflik, dan penurunan kualitas lingkungan. Mengupayakan pasar adil bagi kaum miskin. Practical Action membantu kaum miskin mewujudkan kehidupannya yang lebih baik dengan cara meningkatkan kemampuan kaum produsen ini dalam hal produksi, pengolahan, dan pemasaran.
• Pengembangan teknologi inovatif yang sesuai untuk budaya sosial-ekonomi masyarakat pedesaan, terutama melalui pengenalan alat-alat pertanian dan mesin serta rekayasa biosistem.
Memperbaiki akses pada pelayanan. Practical Action membantu komunitas kaum miskin memperoleh akses pada pelayanan dasar, seperti air serta pangan yang bersih dan aman, perumahan, dan kelistrikan.
• Pengembangan sistem produksi pertanian on-farm yang optimal, baik aktivitas on-farm dan off-farm melalui penerapan disiplin ilmu teknik.
Tanggap pada teknologi baru. Practical Action membantu komunitas kaum miskin untuk tanggap pada tantangan teknologi-teknologi baru. Serta membantu mereka mengakses teknologi sederhana yang efektif, yang bisa mengubah hidup mereka selamanya. Melalui website-nya Practical Action juga menyediakan informasi berguna dan lembar fakta pengenalan beragam teknologi tepat guna yang bisa diunduh secara gratis.
• Pengembangan dan penggunaan teknologi informasi dengan menyediakan sistem informasi bagi pengelolaan kegiatan mekanisasi pertanian.
Garden Organic www.gardenorganic.org.uk Garden Organic merupakan sebuah lembaga amal di Inggris yang fokus pada isu organik. Lembaga ini telah aktif di gerakan pertanian organik selama 50 tahun dan didedikasikan untuk meneliti dan mempromosikan cara berkebun, bertani dan tentang konsumsi pangan organik. Aktivitas yang dilakukan lembaga ini, antara lain: konsultasi berkebun organik, panduan berkebun organik, penelitian dan pembangunan internasional, program sekolah, pembuatan kompos di rumah, program kebun organik, dan perpustakaan benih warisan masa lalu. Dalam website-nya disediakan informasi dan konsultasi gratis soal pertanian organik untuk negara-negara berkembang. Sekitar 60 buklet sederhana dan lembar informasi mengenai beragam isu, mulai dari pembuatan kompos dan pengendalian gulma, hingga tanaman-tanaman berguna tersedia dan bisa di-download.
Maret - Juni 2011 37
lentera pustaka Budi Daya Sayuran Organik di Lahan Gambut
Panduan Praktis. Ditulis oleh Rudy Rhedany dan Yuli Setyo untuk SLUICES Project. Bisa didapatkan dengan menghubungi Rudy Rhedany pada e-mail: udur.jkti@yahoo.co.id Buku ini memberikan panduan praktis cara bertani sayuran secara organik di lahan gambut. Pengalaman di UPT Lamunti, Kapuas, Kalimantan Tengah yang dibahas dalam buku ini menginformasikan hal-hal teknis namun penting ketika mengelola budi daya sayuran secara organik di lahan gambut. Kondisi tanah di UPT lamunti sendiri mempunyai phH rata-rata 2—3, 5, yang artinya sangat masam, sehingga akan meracuni tanaman yang dibudidayakan di lahan tersebut. Buku ini melengkapi bahasaanya dengan beberapa resep praktis dalam mengusahakan pertanian organik d lahan gambut. Catatannya, dari sudut kelestarian lingkungan, bertani di lahan gambut bisa dilakukan masyarakat asalkan diusahakan secara organik dalam skala kecil di lahan gambut kedalaman tertentu. Jika tidak, pelepasan gas karbondioksida dari lahan gambut yang dibuka akan makin memperparah pemanasan global.
Urban Agriculture
Agrodok-series No. 24. Ditulis oleh Jeroen Boland. Diterbitkan tahun 2005 oleh Agromisa Foundation. Buku ini adalah bagian dari 49 seri buku tentang praktik-praktik pertanian berkelanjutan skala kecil. Buku ini memberikan pertimbangan-pertimbangan dasar tentang memulai dan mengelola pertanian di kawasan perkotaan secara mendetail dan lengkap dengan tekniknya. Buku ini memfokuskan pembahasaanya pada: budi daya sayuran skala kecil. Buku ini akan membantu anda mempertimbangkan pilihan-pilihan yang ada (bab 2), menguraikan aspek keamanan, lingkungan, dan kesehatan (bab 3). Disediakan pula teknik membudidayakan tanaman hortikultura di halaman/ pekarangan rumah (bab 4 dan 5). Soal tanah dan air juga menjadi bahasan penting dalam buku ini (bab 6 dan 7). Selain menyinggung sedikit aspek sosial-ekonomi, guna makin melengkapi isinya, di bagian akhir buku ini disediakan daftar panduan bagi para sosiolog, agronomis, dan penyuluh untuk memeriksa kelayakan usaha tani perkotaan di suatu wilayah.
Pembangunan Kebun Kelapa Sawit Berbasis Gas Rumah Kaca: Tinjauan Kritis
Ditulis oleh Norman Jiwan, Ahmad Surambo, Jefri G. Saragih. Diterbitkan tahun 2008 oleh Sawit Watch. Bisa didapatkan di Jl. Sempur Kaler No. 28 Bogor, Jawa Barat, Telp: 0251-8352171, e-mail: info@sawitwatch.or.id Pemanasan global menurut UU RI No. 17 tahun 2004 berdampak pada menurunnya produksi pangan, terganggunya ketersediaan air, tersebarnya hama dan penyakit tanaman serta manusia, naiknya permukaan laut, tenggelamnya pulau-pulau kecil, dan punahnya keanekaragaman hayati. Buku ini memaparkan hitung-hitungan karbon secara detail di lahan gambut dan kelayakan usaha perkebunan sawit di lahan gambut. Terbitnya Peraturan Menteri Pertanian No. 14/Permentan/ PL.110/2/2009 tentang pedoman pemanfaatan lahan gambut untuk budi daya kelapa sawit justru kurang memberikan solusi bagi pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan dan ramah lingkungan. Paparan-paparan yang disebutkan dalam buku sampai pada kesimpulan bahwa lahan gambut tidak layak untuk ditanami kelapa sawit mengingat dampaknya terhadap peningkatan jumlah gas rumah kaca, penyebab pemanasan global.
Budi Daya 22 Ternak Potensial
Ditulis oleh Tri Eko Susilorini, Manik Eirry Sawitri, Muharlien. Diterbitkan tahuan 2010 oleh Penebar Swadaya. Bisa didapatkan di toko-toko buku terkemuka. Produksi ternak sangat ditentukan oleh interaksi antara faktor genotipe dan faktor lingkungan, antara lain iklim, pakan yang tersedia, penyakit, dan pengelolaannya. Optimalisasi produksi ternak dapat tercapai jika didukung oleh tiga faktor, yaitu pakan, tata laksana pengelolaan, dan pemuliaannya. Buku ini memaparkan teknik budi daya 22 jenis ternak, yaitu: sapi potong, kambing potong, domba, babi, kuda, kerbau, kelinci, sapi perah, kambing perah, ayam ras, ayam buras, puyuh, merpati, itik, kalkun, ulat sutra, lebah madu, burung unta, rusa, jangkrik, cacing tanah, dan walet. Pemaparan meliputi, taksonomi zoologi, morfologi, tingkah laku dan kebiasaaan, manajemen pemeliharaan, reproduksi, penyakit, serta hasil panen yang dapat diperoleh. Buku ini ditujukan bagi peternak, mahasiswa, masyarakat luas yang ingin menambah pengetahuan soal seluk beluk ternak dan pengelolaannya, termasuk untuk kepentingan komersial. 38
Maret - Juni 2011
lentera pustaka Teknologi Praktis untuk Petani Mandiri
Ditulis oleh Sentot Burhanudin Iksan. Diterbitkan tahun 2010 oleh al-Ajda press. Bisa didapatkan di toko-toko buku terkemuka. Penerapan teknologi pertanian selalu diartikan dengan “membeli” sarana produksinya, yang berarti menambah biaya dalam usaha tani. Pupuk dan pestisida kimia, hormon pertumbuhan, konsentrat, obat-obatan, dan biostarter untuk pembuatan pupuk/pestisida/pakan tidaklah harus diperoleh dengan membeli. Bahan-bahan sederhana di sekitar kita yang seringkali tersedia dalam jumlah besar—seperti bonggol pisang, air cucian beras, ludah di pagi hari, urin, kotoran ternak, dan limbah organik dari rumah—bisa kita manfaatkan untuk menyempurnakan teknologi yang diperlukan. Bahan-bahan yang murah dan tersedia tanpa harus dibeli ini, dengan sedikit pengetahuan, keterampilan, plus kemauan bisa diolah menjadi sarana produksi pertanian yang bermutu. Buku ini berupaya menyadarkan kita bahwa di sekitar lingkungan kita tersedia bahan pangan,obat-obatan, dan potensi alam yang bisa dimanfaatkan bagi kepentingan petani dan keluarganya. Untuk melengkapi bukunya, penulis yang seorang penyuluh pertanian ini memberikan resep-resep praktis pertanian (membuat biostarter, pupuk organik dan hayati untuk menyuburkan tanah dan tanaman, serta pestisida organik) dan peternakan ( soal pakan dan pengobatan alami untuk ternak.
Keanekaragaman Hayati Pertanian Menjamin Kedaulatan Pangan Ditulis oleh Setijati D. Sastrapradja dan Elizabeth A. Widjaja. Diterbitkan tahun 2010 oleh LIPI Press, atas kerjasama Plant Resources of South East Asia, Pusat penelitian Biologi-LIPI, Yayasan Kehati, dan Naturindo. Distributor: Yayasan Obor Indonesia, telp. 62-21-3920114, 31926978, faks. 62-2131924488. Bisa didapatkan di toko-toko buku terkemuka.
Conway menyatakan teknologi yang tercipta saat ini harus mampu mendorong adanya the doubly green revolution. Artinya, jika revolusi hijau dilakukan dengan cara: peneliti merakit varietas unggul di laboratorium. Kemudian melengkapinya dengan kebutuhan hara optimal dan menumbuhkannya pada lingkungan yang ideal. Baru kemudian dipikirkan cara agar varietas unggul tersebut menguntungkan petani. Maka, dalam the doubly green revolution, urutan cara berpikir ini harus dibalik. Artinya perencanaan penelitian dimulai dari kebutuhan sosial-ekonomi kaum miskin. Barulah kemudian ditentukan jenis penelitian yang akan menjawab kebutuhan tersebut dengan tujuan mencapai ketahanan pangan dan keberlanjutan lingkungan. Buku ini memaparkan pentingnya mengelola keanekaragaman hayati pertanian dari beragam aspek, mulai aspek biologis hingga kebijakan, termasuk aspek sosial politik. Pesan buku ini adalah dengan menjaga keanekaragaman hayati pertanian, maka pertanian—dalam arti luas—yang dikelola masyarakat Indonesia, terutama pemerintah, akan mampu mewujudkan kedaulatan pangan dan bangsa.
Making The Most of Agricultural Investment: A Survey of Business Models That Provide Opportunities for Smallholders Ditulis oleh Sonja Vermeulen and Lorenzo Cotula. Diterbitkan tahun 2010 oleh FAO and IIED. Buku ini menguji beragam model bisnis dan memperhitungkan peluang, hambatan, dan pilihan-pilihan untuk mengembangkannya. Menurut penulis, dari model-model bisnis yang ditinjau, tidak ada yang muncul sebagai pilihan terbaik untuk semua kondisi petani kecil. Akan tetapi, sejauh mana nilai investasi bersama dengan petani kecil setempat biasanya lebih penting. Agar sebuah bisnis model yang lebih inklusif bisa berjalan, penulis menyatakan bahwa kesediaan perusahaan untuk benar-benar terlibat dengan model ini adalah unsur pokoknya. Kebijakan pemerintah, jaminan hak atas tanah setempat,dan kemampuan negosiasi para petani kecil juga penting. Ke depan, laporan ini menyerukan adanya pemahaman mengenai model bisnis yang inklusif ini dengan lebih menyeluruh, program dan kebijakan nasional untuk mempromosikan dan mendukung model ini. Serta aksi pada tingkat internasional untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan peluang untuk petani kecil.
Experiences in Convincing local Government to Support Participatory Plant Breeding, The Case of PEDIGREA Efforts in Indramayu, Indonesia.
Disusun oleh Engkus Kuswara, Masroni, dan Arma R. Bertuso. Diterbitkan tahun 2009 oleh FIELD Indonesia. Bisa didapatkan di FIELD Indonesia, Telp/faks. 62-21-7803470, 33101515. Buku ini memaparkan pengalaman FIELD Indonesia bersama Participatory Enhancement of Diversity of Genetic Resources in Asia (PEDIGREA) dalam upaya-upaya advokasi mendorong pemerintah daerah agar mendukung program pemuliaan tanaman secara partisipatif bersama petani di Indramayu, Jawa Barat. Secara detail diuraikan cara kerja tahap demi tahap untuk mensosialisasikan—melalui beragam cara positif serta komunikasi intensif—dan kemudian meyakinkan pemegang kebijakan di Kabupaten Indramayu untuk menyetujui dan memberikan dukungan pada program pemuliaaan tanaman secara partisipatif. Dengan menguraikan langkah-langkah yang dilakukan dalam proses advokasi tersebut, buku ini bisa dijadikan contoh untuk melakukan kegiatan serupa di daerah lain di Indonesia.
Maret - Juni 2011 39
suara petani
“Ternyata Saya Bisa Kawinkan Padi!” “Awalnya saya kurang percaya diri, malu karena tidak biasa ikut pertemuan-pertemuan belajar bersama. Namun, berkat motivasi dan dorongan Yayasan Mitra Tani Mandiri (sebuah lembaga swadaya masyarakat pendamping petani-red) tumbuh semangat dan kemauan yang tinggi untuk belajar dan belajar.” oleh: Fransisca Rengo
D
emikian ungkap Lorensius Dhedhe (45 th), petani dari Desa Nangadhero, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur. Ia adalah salah satu petani yang sukses memuliakan tanaman padi. Karena tekun dan senang mempelajari hal-hal baru, Lorens mampu menyilangkan beberapa varietas tanaman padi. Berbekal hasil pelatihan pemuliaan tanaman padi di Indramayu, Jawa Barat yang difasilitasi Aliansi Petani Indonesia Juli 2009 lalu, petani padi organik ini mulai melakukan uji coba di lahannya sendiri. “September 2009 saya mulai menanam beberapa varietas padi. Saya mengamati mulai dari proses
perkecambahan sampai panen, untuk mengetahui umur panen masing-masing varietas. Selanjutnya saya melakukan analisis dan pemetaan bahan baku, menimbang keunggulan dari varietas yang dipilih. Untuk melakukan penyilangan, saya menyiapkan bunga jantan dan bunga betina. Penyilangan dilakukan dengan mengambil bunga jantan dari varietas yang satu dan bunga betina dari varietas yang lain untuk mendapatkan varietas baru yang diinginkan,” jelas bapak yang murah senyum ini. Bunga jantan siap disilangkan bila setengah bagian malai padi sudah keluar dari daun bendera yang membungkusnya. Sedangkan bunga betina siap disilangkan bila sepertiga bagian malai padi sudah keluar dari daun bendera yang membungkusnya. Waktu yang tepat untuk memotong dan membuang bunga jantan dari tanaman (agar tidak terjadi penyerbukan sendiri dengan bunga betina dalam satu malai) adalah pukul 2 sore sampai 2 dini
Lorens Dhedhe (memakai baju biru muda) menjelaskan cara menyilangkan padi saat sekolah lapangan Foto: VECO Indonesia - Field Antenna NTT 1
40
Maret - Juni 2011
hari. Sedangkan saat yang tepat untuk melakukan penyerbukan adalah pukul 8 pagi sampai 12 siang, pada suhu udara 37– 40 ºC. Demikian dijelaskan Lorens. Lorens telah menghasilkan lima varietas baru. Ke depan ia berencana menyilangkan kembali varietasvarietas hasil persilangannya itu. Berkat kemampuannya, Lorens dipercaya menjadi narasumber pada lokakarya pemuliaan benih padi pada Mei 2010. Sebulan kemudian ia membagikan ilmunya pada 150 petani padi dari 6 desa di kawasan irigasi Mbay. Menjadi guru bagi sesama petani merupakan sesuatu yang luar biasa bagi seorang petani sederhana seperti Lorens. Pengalaman ini makin memotivasi Lorens untuk terus mengembangkan kemampuan, baik untuk dirinya maupun dibagikan kepada sesama petani.
Rengo Fransisca donesia r VECO In ce . Kantor Field Offi oen, Komp d a h a S s e n sa Jl. Yoha RW. 03, De ati, RT. 008 , o d o Agen Merp Kom Kecamatan T Gorontalo, i Barat, NT ra a g g n a M , jo a B Labuan 3 0385- 4135 .net Telp/faks. -indonesia co e v @ o g n re a fransisc