ИΟLZΛ in your area

Page 1

ISSN: 2338-1027 September 2017

Jurnal Wahana Pendidikan Fisika (2017) Vol.2 No.2 : 44-48

MENGONSTRUKSI RANCANGAN SOAL DOMAIN KOMPETENSI LITERASI SAINTIFIK SISWA SMP KELAS VIII PADA TOPIK GERAK LURUS Adib Rifqi Setiawan*, Setiya Utari, Muhamad Gina Nugraha Departemen Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia *email: adibrifqisetiawan@gmail.com Ponsel: +62-858-6616-3117 ABSTRAK Seiring perkembangan zaman, literasi saintifik dipilih sebagai tujuan utama pendidikan sains. Literasi saintifik dianggap bisa digunakan untuk mempersiapkan generasi saat ini untuk menghadapi saat nanti. Literasi saintifik adalah pemahaman terhadap konsep dan proses sains serta bisa menggunakan pemahaman tersebut dalam keseharian. Sebagai tujuan utama dalam pendidikan sains, literasi saintifik dalam keseharian masyarakat menjadi gambaran keberhasilan pendidikan sains yang dilakukan oleh setiap negara. Namun kemampuan ini belum dilatihkan secara optimal melalui proses pembelajaran sains di Indonesia. Peneliti melakukan konstruksi soal yang bisa digunakan untuk mengukur kemampuan literasi saintifik siswa dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif jenis survei dengan jumlah soal 18 butir. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bandung Barat dengan jumlah sampel sebanyak 140 orang siswa kelas VIII menggunakan pengambilan sampel acak. Dari hasil penelitian diperoleh koefisien reliabilitas (rhh) sebesar 0,73 (kategori tinggi) dengan validitas item, tingkat kesukaran, dan daya pembeda setiap butir soal yang beragam. Hasil yang diperoleh akan dijadikan acuan untuk menganalisis kesulitan literasi saintifik siswa SMP kelas VIII pada topik gerak lurus serta merekonstruksi rencana pembelajaran sains yang melatihkan literasi saintifik.

ABSTRACT Over the times, scientific literacy have been selected as the main purpose of science education.Scientific literacy is considered to be used to prepare the current generation for life in the future. Scientific literacy is an understanding of the concepts and processes of science and can use that understanding in everyday life. As the main purpose of science education, scientific literacy in everyday society be a description the success of science education undertaken by each country. However, this capability has not been trained optimally through the learning process of science in Indonesia. Researcher conducted a construction matter that can be used to measure the literacy skills of students in the scientific domain competence on the topic of straight motion. This research use descriptive research type of survey with amount question 18 items. The population in this research is a class VIII student in one of the Junior High School in West Bandung regency with a total sample of 140 eighth grade students using random sampling. The result showed reliability coefficient (rhh) by 0.73 (high category) with the validity of the item, level of difficulty, and distinguishing each item on diverse. The results earned will be used as a reference for analyzing the difficulties of scientific literacy class VIII junior high school students on the topic of straight motion and reconstruct the science lesson plan which trains scientific literacy. Keywords: Construction; Scientific Literacy Profile; Domain Competence

PENDAHULUAN

Literasi saintifik adalah pemahaman konsep dan proses sains serta bisa menggunakan pemahaman tersebut dalam keseharian. Pengertian ini didukung oleh [1], [2], [3] [4] [5] . Dalam penilaian literasi saintifik berdasarkan

kerangka kerja PISA 2015, terdapat empat domain yang saling terkait, yaitu: a. Domain konteks, meliputi konteks personal, lokal/nasional dan global. b. Domain kompetensi, meliputi aspek kemampuan untuk menjelaskan fenomena sains, merancang dan mengevaluasi 44


Adib Rifqi dkk, Rancangan Soal Domain Kompetensi Literasi Saintifik penyelidikan sains, serta menafsirkan data dan bukti sains. c. Domain pengetahuan, meliputi aspek pengetahuan konten, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan epistemik. d. Domain sikap seseorang terhadap sains, ditandai dengan minat dalam sains dan teknologi, mengapresiasi pendekatan sains untuk penyelidikan, serta tanggapan dan kesadaran terhadap masalah lingkungan. Seiring perkembangan zaman, literasi saintifik dipilih sebagai tujuan utama pendidikan sains. Literasi saintifik dianggap bisa digunakan untuk mempersiapkan generasi saat ini untuk menghadapi saat nanti, selaras dengan [6], [7], [8]. Sebagai tujuan utama dalam pendidikan sains, literasi saintifik dalam keseharian masyarakat menjadi gambaran keberhasilan pendidikan sains yang dilakukan oleh setiap negara. Di Indonesia sendiri, sudah diambil kebijakan untuk mendukung tujuan ini meski tidak dipaparkan secara gamblang [9] [10][11] Bila dicermari, kemampuan ini belum dilatihkan secara optimal melalui proses pembelajaran sains di Indonesia. Sebagai contoh siswa belum dapat mengembangkan pertanyaan penyelidikan, eksperimen yang dibangun masih bersifat verifikasi terhadap buku teks (cookbook) [12]. Keadaan ini sesuai dengan hasil penilaian PISA terhadap siswa Indonesia terkait tingkat literasi saintifik yang menyebutkan bahwa sebagian besar siswa Republik Indonesia berada dalam level 1 literasi saintifik sedangkan sebagian kecil siswa Indonesia berada dalam level 2 literasi saintifik. Dua level ini terbilang rendah karena terdapat 6 level dalam penilaian PISA. Oleh karena itu, peneliti memandang penting dilakukan penelitian untuk memberi gambaran permasalahan yang ada. Melalui gambaran ini dapat dilakukan beberapa langkah untuk mengatasinya. Salah satu caranya ialah dengan melakukan tes terhadap siswa dengan menggunakan soal yang selaras dengan PISA [13] . Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui kualitas rancangan soal domain kompetensi literasi saintifik siswa sekolah menengah pertama (SMP) pada topik gerak lurus serta mengetahui perbaikan dari soal ini. Konstruksi disusun berdasarkan profil kesulitan literasi sains dan analisis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang digunakan . Rancangan soal menjadi acuan

untuk menganalisis kesulitan literasi saintifik siswa SMP kelas VIII pada topik gerak lurus serta merekonstruksi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang melatihkan literasi saintifik. BAHAN DAN METODE Penelitian ini bertujuan untuk mengonstruksi rancangan soal domain kompetensi literasi saintifik siswa sekolah menengah pertama (SMP ) pada topik gerak lurus. Oleh karena itu, penelitian deskriptif ini menggunakan metode suvei dengan jenis cross-sectional survey. Dalam rancangan survei, peneliti mendeskripsikan secara kuantitatif kecenderungan-kecenderungan, perilakuperilaku, atau pendapat-pendapat dari populasi dengan meneliti sampel populasi tersebut [14]. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: a. Tes tipe uraian literasi saintifik (selanjutnya soal literasi saintifik) untuk mengukur literasi saintifik siswa dalam domain kompetensi; dan b. Lembar validasi butir soal untuk memvalidasi kesesuaian indikator domain kompetensi literasi saintifik dengan soal kepada ahli. Penelitian dilaksanakan di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bandung Barat. Populasi dalam penelitian sebanyak 140 orang adalah seluruh siswa kelas VIII tahun ajaran 20162017 di sekolah tersebut. Sampel diambil secara acak sesuai dengan [15] sebanyak 38 orang yang sudah memenuhi aturan pengambilan sampel mengacu pada [16]. Analisis yang dilakukan terhadap validitas item, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitas tes mengacu pada [17]. HASIL DAN PEMBAHASAN Soal literasi saintifik yang digunakan berjumlah 18 butir pada topik gerak lurus dengan penyusunan mengacu pada kerangka kerja PISA 2015. Instrumen tes tipe uraian memiliki keunggulan untuk mengukur kemampuan individu dalam mengorganisasikan, mengintergasikan, menganalisis, menyintesiskan, dan mengevaluasi informasi [11]. Instrumen ini dianggap sesuai dengan indikator yang terdapat pada domain kompetensi dalam kerangka kerja PISA 2015 yang mengukur kemampuan siswa dalam 45


Jurnal Wahana Pendidikan Fisika (2017) Vol.2 No.2 : 44-48 menjelaskan fenomena ilmiah, merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah, serta menafsirkan data dan bukti ilmiah. Rincian domain kompetensi yang diberikan melalui soal literasi saintifik masing-masing sebanyak 6 butir yang terbagi dalam 3 subtopik sesuai dengan sub-topik yang diajarkan ditampilkan melalui tabel 1.1. dan Tabel 1.2. berikut. Tabel 1.1. Rincian Domain Kompetensi Soal Literasi Saintifik No. Soal 1; 7; 13 2; 8; 14

3; 9; 15

4; 10; 16 5; 11; 17 6; 12; 18

Domain Kompetensi

Menjelaskan fenomena ilmiah

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

Menafsirkan data dan bukti ilmiah

Indikator Mengingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai. Mengidentifikasi, menggunakan, dan menghasilkan model yang jelas dan representatif. Mengusulkan cara mengeksplorasi pertanyaan yang diberikan secara ilmiah. Mengevaluasi cara mengeksplorasi pertanyaan yang diberikan secara ilmiah. Mengevaluasi argumen ilmiah dan bukti dari berbagai sumber. Menganalisis dan menafsirkan data serta menarik kesimpulan yang tepat.

Tabel 1.2. Rincian Sub Topik Gerak Lurus Soal

No. Soal

I

1-6

II III

7-12 13-18

Sub Topik Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) Gerak Lurus Beraturan (GLB) Gerak dan Variabelnya

Validasi soal dilakukan kepada tiga ahli yang masing-masing fokus pada tiga aspek berikut:

kesesuaian indikator dengan soal, jawaban dengan pertanyaan, serta soal dengan jenjang sekolah. Berdasarkan hasil validasi ahli terhadap 18 butir soal literasi saintifik diperoleh hasil 17 butir soal sudah sesuai tanpa perbaikan dengan indikator yang diukur dan 1 butir soal perlu perbaikan. Untuk kesesuaian pertanyaan dengan jawaban, 9 butir soal sudah sesuai tanpa perbaikan dan 10 soal sesuai dengan perbaikan. Sementara untuk kesesuaian soal dengan jenjang sekolah, terdapat 11 butir soal

yang sudah sesuai tanpa perbaikan dan 7 butir soal sesuai dengan perbaikan. Rincian hasil validasi ahli dipaparkan melalui tabel 1.3. Pada kategori pertama, butir soal no. 18 perlu diperbaiki dengan alasan bahwa soal yang pertama disusun kurang sesuai dengan indikator yang diukur. Indikator yang diukur adalah menganalisis dan menafsirkan data serta menarik kesimpulan yang tepat sedangkan soal yang disusun lebih tepat untuk mengukur indikator mengingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai. Dengan demikian, perbaikan dilakukan dengan mengubah soal. Pada kategori kedua, soal yang perlu diperbaiki secara garis besar terdapat pada jawaban yang tidak selaras dengan konsep. Misalnya kecepatan yang seharusnya berkaitan dengan perpindahan, ditulis berkaitan dengan jarak tempuh. Dengan demikian, perbaikan dilakukan dengan menyelaraskan konsep yang terdapat pada jawaban. Pada kategori ketiga, seluruh soal yang perlu diperbaiki terdapat pada redaksi bahasa dalam pertanyaan. Redaksi bahasa yang digunakan dipandang kurang sesuai dengan jenjang sekolah. Dengan demikian, perbaikan dilakukan dengan menyunting redaksi bahasa yang digunakan dalam pertanyaan. Oleh karena itu, berdasarkan hasil validasi ahli dapat disimpulkan bahwa soal sudah bisa digunakan. Tabel 1.3. Hasil Validasi Ahli No. Soal

Kesesuaian indikator dengan soal

1 S 2 S 3 S 4 S 5 S 6 S 7 S 8 S 9 S 10 S 11 S 12 S 13 S 14 S 15 S 16 S 17 S 18 SP Keterangan: S = sesuai

Kesesuaian jawaban dengan pertanyaan SP S S SP SP SP SP SP S S S S S SP SP S SP SP

Kesesuaian soal dengan jenjang sekolah S SP SP SP SP S S S SP S S S SP S SP S S S


Adib Rifqi dkk, Rancangan Soal Domain Kompetensi Literasi Saintifik SP = sesuai dengan perbaikan T = tidak sesuai

Selanjutnya, peneliti melihat kelayakan soal yang dianalisis berdasarkan hasil uji coba soal. Hasil uji coba ini menjadi acuan peneliti dalam melihat nilai validitas item, reliabilitas tes, daya pembeda, dan tingkat kesukaran pada setiap butir soal. Melalui uji coba juga bisa didapatkan informasi banyak waktu yang diperlukan siswa untuk menjawab soal. Berdasarkan hasil uji coba soal, didapat analisis hasil uji coba yang dipaparkan melalui tabel 1.4. Dari analisis hasil uji coba didapat hasil seluruh soal literasi saintifik valid dengan rincian kategori 2 butir soal tinggi, 6 butir soal cukup, 6 butir soal rendah, dan 4 butir soal sangat rendah. Tingkat kesukaran didapat beragam dengan rincian kategori 1 butir soal sukar, 7 butir soal sedang, 10 butir soal mudah. Daya pembeda didapat beragam dengan rincian kategori 3 butir soal baik, 7 butir soal cukup, dan 8 butir soal jelek. Sementara reliabilitas soal didapat pada kategori tinggi. Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat dikatakan bahwa soal sudah bisa digunakan untuk mengukur

indikator domain kompetensi literasi saintifik pada topik gerak lurus di jenjang sekolah menengah pertama. Namun perlu dilakukan perbaikan karena uji coba yang dilakukan memberikan hasil validitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda pada kategori beragam serta reliabilitas pada kategori tinggi. Perbaikan dari hasil yang diperoleh menjadi acuan untuk menganalisis kesulitan literasi saintifik siswa SMP kelas VIII pada topik gerak lurus serta merekonstruksi rencana pembelajaran sains yang melatihkan literasi saintifik yang telah disusun oleh [8]. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan dosen Pendidikan Fisika UPI Dr. Setiya Utari, M. Si. dan Muhamad Gina Nugraha, S.Pd., M.Pd., M.Si., selama penelitian berlangsung; Dr. Endi Suhendi, M.Si., Duden Saepuzaman, M.Si., dan Drs. Tarma Anda yang bersedia melakukan validasi soal; serta siswa kelas VIII G SMP Negeri 2 Lembang yang menyediakan waktunya untuk menjadi sampel penelitian.

1

Tabel 1.4. Analisis Hasil Uji Coba Tingkat kesukaran Validitas Item (TK) Indeks Koef Kategori Kategori TK 0,18 Sangat Rendah 0,92 Mudah

2

0,27

Rendah

0,95

Mudah

0,00

Jelek

3

0,05

Sangat Rendah

0,68

Sedang

0,11

Jelek

0,43

Cukup

0,29

Sukar

0,26

Cukup

5

0,42

Cukup

0,34

Sedang

0,26

Cukup

6

0,34

Rendah

0,66

Sedang

0,37

Cukup

7

0,22

Rendah

0,95

Mudah

0,00

Jelek

8

0,03

Sangat Rendah

0,95

Mudah

0,00

Jelek

0,67

Tinggi

0,55

Sedang

0,68

Baik

No.

4

9 10

Soal

I

II

Daya Pembeda (DP) Indeks Kategori DP 0,05 Jelek

0,22

Rendah

0,47

Sedang

0,32

Cukup

11

0,51

Cukup

0,34

Sedang

0,37

Cukup

12

0,58

Cukup

0,68

Sedang

0,42

Baik

13

0,18

Sangat Rendah

0,95

Mudah

0,11

Jelek

14

0,42

Cukup

0,87

Mudah

0,16

Jelek

0,62

Tinggi

0,71

Mudah

0,47

Baik

0,43

Cukup

0,89

Mudah

0,21

Cukup

17

0,28

Rendah

0,74

Mudah

0,21

Cukup

18

0,30

Rendah

0,92

Mudah

0,05

Jelek

15 16

III

47


ISSN: 2338-1027 September 2017

Jurnal Wahana Pendidikan Fisika (2017) Vol.2 No.2 : 44-48

DAFTAR PUSTAKA

[1] Hurd, P. DeH. (1958). Science literacy: Its meaning for American schools. Educational Leadership, 16, 13–16, 52. [2] National Academy of Science. (1995). National Science Education Standards. Washington, D.C.: National Academy Press. [3] OECD. (2013) PISA 2015 Draft Science Frame Work. Paris: OECD. [4] Utari, S., Karim, S., Setiawan, A., Nugraha, M. G., Saepuzaman, D., & Prima, E. C. (2015). Designing Science Learning for Training Students’ Science Literacies at Junior High School Level. In Int. Conf. on Mathematics, Science, and Education (pp. 1-6). [5] Samsudin, A., Suhendi, E., Efendi, R., & Suhandi, A. (2012). Pengembangan “Cels” dalam Eksperimen Fisika Dasar untuk Mengembangkan Performance Skills dan Meningkatkan Motivasi Belajar Mahasiswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 8(1), 15-25. [6] Holbrook, J. & Rannikmae, M. (2009). The meaning of scientific literacy. International Journal of Environmental & Science Education, 4(3), 275-288. [7] Sudarisman, S. (2011). Tugas Rumah Berbasis Home Science Process Skill (HSPS) pada Pembelajaran Biologi untuk Mengembangkan Literasi Sains Siswa. Seminar Nasional VIII Pendidikan Biologi FPMIPA UNS. [8] Hayat, B. (2011). Benchmark Internasional Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. [9] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Kemendikbud. [10] Kulsum, F., Rochman, C., & Nasrudin, D. (2017). Profil Literasi Sains Peserta Didik Pada Konsep Pembangkit Listrik Tenaga Air (Plta) Cirata Di Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Wahana Pendidikan Fisika, 2(1). [11] Nehru, N., & Syarkowi, A. (2017). Analisis Desain Pembelajaran Untuk Meningkatkan Literasi Sains Berdasarkan Profil Penalaran Ilmiah. Wahana Pendidikan Fisika, 2(1).

[12] Alam, D.P. (2015). Rekonstruksi Rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Sains Melalui Analisis Kesulitan Literasi Sains Siswa SMP Kelas VII pada Topik Gerak Lurus. (Skripsi). Bandung: UPI. [13] Creswell, J.W. (2014). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. [14] Sugiyono. (2011). Metode penelitian pendidikan. Bandung : Alfabeta. [15] Fraenkel, J.R. & Wallen N.E. (2009). How to design and evaluate research in education. New York : McGraw-Hill Companies. [16] Sugiyono. (2015). Metode penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta. [17] Arikunto, S. (2013). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

48









Adib Rifqi Setiawan. Penerapan Pendekatan Saintfik ‌

Penerapan Pendekatan Saintifik untuk Melatih Literasi Saintifik dalam Domain Kompetensi pada Topik Gerak Lurus di Sekolah Menengah Pertama Adib Rifqi Setiawan Alobatnic Research Society (ARS), Jl. Kudus-Colo km. 20 Kudus, 59353, Indonesia Corresponding author’s e-mail: alobatnic@gmail.com

ABSTRAK Penelitian menggunakan metode pre-experimental dengan desain one-group pretest-posttest terhadap sampel sebanyak 36 siswa yang dipilih menggunakan teknik convenience sampling di Kabupaten Bandung Barat ini menerapkan pendekatan saintifik untuk melatih literasi saintifik. Pengujian dilakukan menggunakan tes uraian sebanyak 18 soal dengan keandalan tes sebesar 0,73. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah diterapkan pendekatan saintifik, siswa mengalami peningkatan literasi saintifik dalam domain kompetensi pada kategori sedang masing-masing: K1 <g> =0,52; K2 <g> =0,60; dan K1 <g> =0,69. Kata-kata kunci: Literasi Saintifik; Domain Kompetensi; Pendekatan Saintifik; Gerak Lurus.

ABSTRACT Research using pre experimental with one group pretest-posttest design on a sample of 36 students which were selected using convenience sampling technique in Kabupaten Bandung Barat was implemented the scientific approach to train scientific literacy. Tests used by 18 essay questions with a reliability of the test is 0.72. The reslut reports that after implemented scientific approach, students’ scientific literacy improve at moderate category in each domain competence: C1 <g> =0,52; C2 <g> =0,60; and C3 <g> =0,69. Keywords: Scientific Literacy; Domain Competence; Scientific Approach; Linear Motion

1. Pendahuluan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Indonesia memiliki fenomena yang unik. Pasalnya siswa Indonesia beberapa kali meraih medali dalam kejuaraan olimpiade IPA. Di cabang Biologi, siswa Indonesia dapat meraih total 4 medali perak dalam kejuaraan International Biology Olympiad (IBO) di Tehran, Iran pada 15-22 Juli 2018 [1]. Kabar ini menunjukkan bahwa siswa Indonesia dapat bersaing dengan siswa dari 78 negara peserta di cabang Biologi. Di cabang Fisika pun demikian, siswa Indonesia dapat meraih total 5 medali dalam kejuaran International Physics Olympiad (IPhO) ke-49 di Lisbon, Portugal, pada 21-29 Juli 2018 dengan rincian 1 emas, 1 perak, dan 3 perunggu [2]. Berita ini menunjukkan bahwa siswa Indonesia dapat

Prosiding Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2018 ISBN: 978-602-74598-2-3

bersaing dengan pelajar dari 90 negara peserta di cabang Fisika. Bahkan dalam ajang kejuaraan International Olympiad of Metropolises di Moskow, Rusia, pada 2-7 September 2018, yang mengadu matematika, fisika, kimia dan komputer, tim siswa Indonesia berhasil meraih silver trophy dari 25 negara peserta [3]. Uniknya, raihan siswa Indonesia dalam kejuaran olimpiade IPA tidak selaras dengan penilaian dari Programme for International Student Assessment (PISA). Informasi dari PISA menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada di peringkat ke-62 dari 70 negara peserta [4]. Raihan olimpiade memang tidak bisa menjadi gambaran keberhasilan pembelajaran IPA secara umum. Pasalnya dalam kejuaraan tersebut, peserta yang ikutserta merupakan

7


Adib Rifqi Setiawan. Penerapan Pendekatan Saintfik ‌ siswa yang sengaja dipilih, baik melalui seleksi maupun dilihat hasil unjuk kerja di pembelajaran IPA. Tak jarang dalam seleksi dilakukan secara bertahap dari tingkat kabupaten/kota sampai nasional. Karena Indonesia hampir tidak pernah mengikuti kejuaraan olimpiade dengan peserta yang diambil secara acak dari keseluruhan siswa, raihan olimpiade harus diperlakukan sebagai hiburan saja yang tidak boleh ditanggapi dengan kepuasaan yang berlebihan. Penilaian dari PISA pun bukan harga mati dalam mengukur hasil pembelajaran IPA. Pasalnya dari hasil yang diterbitkan, PISA tidak menunjukkan data lengkap pengambilan data berupa obyek penelitian tidak jelas. Ketidakjelasan ini karena PISA hanya menunjukkan umur saja, tidak menunjukkan sekolah yang menjadi lokasi pengambilan data. Kelengkapan data ini penting karena Indonesia masih memiliki masalah kesenjangan pendidikan antar wilayah [5]. Sehingga penilaian pelajar di wilayah tertentu, misalnya di Bandung, dengan pelajar di wilayah lain, seperti Kudus, memungkinkan hasil yang berbeda. Masalah lain dari penilian PISA ialah terkait instrumen yang digunakan. Sampai saat ini PISA belum pernah menunjukkan instrumen yang dipakai untuk mengukur siswa Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) juga enggan menunjukkan instrumen tersebut. Informasi yang diperoleh penulis dari Setiya Utari dalam wawancara informal di Cimahi pada 8 Juli 2018 pukul 21:00-22:00 waktu setempat menyebutkan bahwa hal ini karena instrumen yang dipakai ialah terjemahan instrumen versi Bahasa Inggris dari PISA. Letak masalah terkait instrumen ialah apakah instrumen terjemahan sudah sesuai dengan bahasa keseharian atau bahasa teknis keilmuan yang biasa dipakai oleh siswa Indonesia? Bisa jadi siswa Indonesia sulit mengerti intrumen yang dipakai karena bahasanya kurang akrab dengan mereka. Padahal bahasa memiliki peran penting dalam mengerjakan soal. Karena itulah kita tidak perlu terlalu terpaku dengan hasil yang diberikan oleh PISA. Meski demikian, bukan berarti penilaian PISA tidak perlu diperhatikan sama sekali. Selain menyediakan informasi sebagai bahan evaluasi pembelajaran di beberapa negara, PISA juga memberikan kerangka kerja yang digunakan dasar pengukuran. Kerangka kerja dari PISA dapat diadopsi atau minimal

Prosiding Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2018 ISBN: 978-602-74598-2-3

diadaptasi sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran karena menekankan kemampuan pelajar untuk menerapkan pengetahuan terhadap masalah keseharian. Kerangka kerja tersebut secara ringkas dapat disebut dengan literasi saintifik. Literasi saintifik dapat dimaknai sebagai kemampuan menerapkan penguasaan konsep dan proses terhadap keseharian. Dalam penilaian literasi saintifik berdasarkan kerangka kerja PISA, terdapat empat domain yang saling terkait [6], yaitu: a. Domain konteks, meliputi konteks personal, lokal/nasional dan global; b. Domain kompetensi, meliputi aspek kemampuan untuk menjelaskan fenomena sains, merancang dan mengevaluasi penyelidikan sains, serta menafsirkan data dan bukti sains; c. Domain pengetahuan, meliputi aspek pengetahuan konten, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan epistemik; serta d. Domain sikap seseorang terhadap sains, ditandai dengan minat dalam sains dan teknologi, mengapresiasi pendekatan sains untuk penyelidikan, serta tanggapan dan kesadaran terhadap masalah lingkungan. Seiring perkembangan zaman, literasi saintifik dipilih sebagai tujuan utama pembelajaran IPA karena dianggap bisa digunakan untuk mempersiapkan generasi saat ini untuk menghadapi saat nanti [7]. Sebagai tujuan utama dalam pembelajaran IPA, literasi saintifik dalam keseharian masyarakat menjadi gambaran keberhasilan pembelajaran IPA yang dilakukan oleh setiap negara, seperti Singapura, Jepang, Finlandia, dan Kanada [4]. Amerika Serikat sendiri sudah lama memilih literasi saintifik sebagai tujuan utama pembelajaran IPA di negaranya, bahkan dari sanalah gagasan ini kali pertama muncul [8,9]. Sementara itu di Indonesia sudah diambil kebijakan untuk mendukung tujuan ini meski tidak dipaparkan secara gamblang [10]. Namun, hasil penilaian PISA terhadap siswa Indonesia terkait tingkat literasi saintifik menyebutkan bahwa siswa Indonesia sebagian besar berada dalam level 1 dan sebagian kecil berada dalam level 2 literasi saintifik [11]. Dua level ini terbilang rendah karena terdapat 6 level (diperluas menjadi 8 level) dalam penilaian PISA [6]. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil penilaian PISA terhadap

8


Adib Rifqi Setiawan. Penerapan Pendekatan Saintfik ‌ siswa Indonesia terkait literasi saintifik ini. Salah satunya adalah proses pembelajaran yang belum bisa memfasilitasi secara optimal untuk meningkatkan literasi saintifik siswa. Sebagai contoh siswa belum dapat mengembangkan pertanyaan penyelidikan, eksperimen yang dibangun masih bersifat verifikasi terhadap buku teks (cookbook). Kebiasaan proses pembelajaran seperti ini bisa mengakibatkan literasi saintifik siswa menjadi rendah. Dengan demikian, diperlukan upaya perbaikan dalam proses pembelajaran supaya dapat meningkatkan literasi saintifik siswa. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan bisa bermacam-macam, misalnya dengan menganalisis kandungan literasi saintifik dalam bahan ajar, mengembangkan tes literasi saintifik, serta menganalisis desain pembelajaran. Dalam penelitian ini, upaya perbaikan yang dipilih ialah dengan menganalisis desain pembelajaran yang diselaraskan terhadap domain literasi saintifik dan tuntutan kurikulum yang berlaku. Pilihan ini diambil karena dalam desain pembelajaran dapat menyertakan bahan ajar dan tes serta memberikan tindakan secara langsung pada siswa. Sehingga tujuan penelitian ini ialah untuk meningkatkan kemampuan literasi saintifik dengan menggunakan desain pembelajaran pendekatan saintifik. Peneliti bermaksud untuk menerapkan desain tersebut kemudian melihat peningkatan literasi saintifik siswa setelah pembelajaran. Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini ialah, “Bagaimana penerapan pendekatan saintifik untuk melatih literasi saintifik dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama?â€?

dalam satu kelompok perlakuan, dan tidak memerlukan pengontrol variabel [12] Desain penelitian yang digunakan berupa dua kali observasi, yakni sebelum berupa pretest (O1) dan setelah berupa posttest (O2), serta perlakuan berupa penerapan pendekatan saintifik (X), ditunjukkan dengan pola berikut: O1____________ X____________ O2 Data yang diperoleh berupa skor pretest dan posttest diolah menggunakan gain yang dinormalisasi <g> untuk menggambarkan nilai peningkatan posttest terhadap pretest [13]. Subjek penelitian ini merupakan siswa dengan rentang usia 13-15 tahun. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bandung Barat sebanyak 144 siswa. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 25% dari populasi diambil menggunakan teknik convenience sampling [12,14]. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah tes tipe uraian literasi saintifik yang disusun oleh Setiawan, Utari, & Nugraha (2017) [15]. Instrumen sebanyak 18 butir soal tersebut dipilih karena memiliki keabsahan (validity) sudah layak dan nilai koefisien keandalan (reliability) sebesar 0,73. Penyekoran pre-test dan post-test setiap siswa yang menjadi sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut: đ?‘† = ∑ đ?‘… (Persamaan 1. Penyekoran PreTest dan Post-Test) dengan: S = skor siswa dan R = jawaban tepat Dari skor pretest dan posttest, nilai gain yang dinormalisasi <g> dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: % % < đ?‘” >= %

2. Bahan dan Metode Penelitian ini bertujuan untuk melihat peningkatan literasi saintifik siswa setelah diterapkan pendekatan saintifik pada topik gerak lurus di Sekolah Menengah Pertama. Oleh karena itu, diperlukan data literasi saintifik siswa sebelum dan setelah melakukan kegiatan pembelajaran. Berdasarkan tujuan penelitian dan kebutuhan data, metode penelitian yang dipilih pre-experimental dengan desain one-group pretest-posttest design [12]. Dengan metode ini, tidak diperlukan kelompok kontrol untuk dibandingkan dengan kelompok eksperimen, tidak menggunakan penyamaan karakteristik

(Persamaan 2. Nilai Gain) [13] yang ditafsirkan berdasarkan tabel berikut:

Prosiding Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2018 ISBN: 978-602-74598-2-3

Tabel 1. Kategori Peningkatan Nilai Gain [13] <g> Kategori 0,00 < g ≤ 0,30

Rendah

0,30 < g ≤ 0,70

Sedang

0,70 < g ≤ 1,00

Tinggi

3. Hasil dan Pembahasan Berikut adalah hasil keseluruhan peningkatan literasi saintifik siswa yang

9


Adib Rifqi Setiawan. Penerapan Pendekatan Saintfik ‌ didapatkan dengan menggunakan nilai gain yang dinormalisasi <g>. Tabel 2. Peningkatan Literasi Saintifik Rata-rata Rata-rata N-Gain pre-test post-test 4,61

15,52

0,61

Berdasarkan Tabel 1. maka peningkatan literasi saintifik siswa dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus secara keseluruhan ialah pada kategori sedang. Peningkatan dengan nilai gain yang dinormalisasi sebesar 0,61 menunjukkan bahwa lebih dari setengah dari seluruh jumlah siswa dalam penelitian ini memenuhi indikator domain kompetensi literasi saintifik. Peningkatan pada kategori sedang tersebut serupa dengan hasil yang didapatkan oleh Novili, dkk. (2017), Melida, dkk. (2016), Agustina, dkk. (2017) [16-18]. Novili, dkk. (2017) melakukan penelelitian penerapan pendekatan saintifik, tapi pada topik kalor. Peneltian Melida, dkk. (2016) sendiri membandingkan pengaruh penerapan strategi writing to learn dalam pembelajaran Hukum Newton. Sedangkan Agustina, dkk. (2017) mengukur penerapan pembelajaran berbasis STEM (Science, Technology, Engineering and Mathematics) dalam pembelajaran Hukum Pascal. Berdasarkan perbandingan terhadap hasil Novili, dkk. (2017), dapat dilihat bahwa tidak ditemukan perbedaan menyolok pada topik pembelajaran yang berbeda. Hal ini juga didukung oleh hasil Melida, dkk. (2016) dan Agustina, dkk. (2017) yang menunjukkan bahwa tidak ditemukan perbedaan menyolok dengan model pembelajaran yang berbeda. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa belum ditemukan model terbaik untuk digunakan dalam pembelajaran tfisika di sekolah. Artinya, selama model tersebut tidak melupakan kegiatan pengamatan (observation) dan/atau peramalan (eksperiment) yang merupakan karakteristik Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), termasuk fisika, maka tidak masalah diterapkan dalam pembelajaran [1921]. Secara rinci, domain kompetensi dikelompokkan ke dalam tiga kompetensi, yaitu Menjelaskan Fenomena Ilmiah (K1), Merancang dan Mengevaluasi Penyelidikan Ilmiah (K2), serta Menafsirkan Data dan Bukti

Prosiding Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2018 ISBN: 978-602-74598-2-3

Ilmiah (K3). Peningkatan literasi saintifik pada ketiga domain kompetensi dalam setiap pertemuan dapat dilihat pada Gambar 1. yang memperlihatkan bahwa peningkatan paling signifikan terjadi pada Pertemuan I dalam K3. Gambar 1. juga menunjukkan kecenderungan peningkatan literasi saintifik untuk setiap pertemuan hanya terjadi pada K2, sedangkan pada K1 dan K3 justru mengalami penurunan dan perubahan yang tidak laras untuk setiap pertemuan. 1.00

0.87 0.74

0.80 0.60

0.74 0.71 0.68

0.61 0.52 0.45 0.42

0.40

0.68

0.58

0.68 0.65

0.84 0.74

0.39

0.39 0.23

0.20 0.00 K1-1 K1-2 K2-3 K2-4 K3-2 K3-5 Pertemuan I

Pertemuan II

Pertemuan III

Gambar 1. Peningkatan Setiap Domain Dalam Setiap Pertemuan Peningkatan pada K1 dengan nilai gain yang dinormalisasi sebesar 0,52 menunjukkan bahwa siswa yang mampu menjelaskan fenomena secara ilmiah baru sekitar setengah dari seluruh jumlah siswa. K1 diukur berdasarkan dua indikator, ialah Mengingat dan Menerapkan Pengetahuan Ilmiah yang Sesuai (K1-1) serta Mengidentifikasi, Menggunakan, dan Menghasilkan Model yang Jelas dan Representatif (K1-2). Untuk setiap pertemuan, kedua indikator ini memberikan hasil yang berbeda. K1-1 mengalami perubahan yang tidak laras berupa penurunan dari Pertemuan 1 ke Pertemuan 2 serta peningkatan dari Pertemuan 2 ke Pertemuan 3 mengalami peningkatan. K1-2 mengalami perubahan yang laras berupa penurunan untuk setiap pertemuan. Perubahan tidak laras juga terjadi pada domain Menafsirkan Data dan Bukti Ilmiah (K3) dengan nilai gain yang dinormalisasi sebesar 0,69. K3 diukur berdasarkan dua indikator, ialah Mengevaluasi Argumen Ilmiah dan Bukti dari Berbagai Sumber (K3-2) serta Menganalisis dan Menafsirkan Data serta Menarik Kesimpulan yang Tepat (K3-5). K3-2 mengalami perubahan yang laras berupa penurunan untuk setiap pertemuan, bahkan penurunan sangat curam dari Pertemuan 1 ke Pertemuan 2. K3-5 mengalami perubahan yang

10


Adib Rifqi Setiawan. Penerapan Pendekatan Saintfik ‌ tidak laras penurunan dari Pertemuan 1 ke Pertemuan 2 dan peningkatan dari Pertemuan 2 ke Pertemuan 3. Perbedaan yang sangat besar antara Pertemuan 2 dengan dua pertemuan lainnya pada K3-5 membuat penurunan dan peningkatan yang terjadi terlihat paling jelas. Dari ketiga domain, hanya peningkatan pada K2 dengan nilai gain yang dinormalisasi sebesar 0,60 yang menunjukkan perubahan yang laras. K2 diukur berdasarkan dua indikator, berupa Mengusulkan Cara Mengeksplorasi Pertanyaan yang Diberikan Secara Ilmiah (K2-3) serta Mengevaluasi Cara Mengeksplorasi Pertanyaan yang Diberikan Secara Ilmiah (K2-4), mengalami peningkatan untuk setiap pertemuan. Namun peningkatan untuk Pertemuan 1 ke Pertemuan 2 pada K2-4 terlihat paling tajam. Secara keseluruhan, peningkatan literasi saintifik siswa tidak terjadi secara konsisten dari domain ke domain serta dari pertemuan ke pertemuan yang ditunjukkan dengan simpangan nilai rata-rata yang cukup besar. Ketidakkonsistenan ini menyulitkan peneliti dalam menyimpulkan gambaran umum peningkatan literasi saintifik siswa berkaitan dengan pertemuan. Kesulitan ini terjadi karena pada indikator dan pertemuan tertentu peningkatan sangat tajam dan penurunan sangat curam dibanding nilai rata-rata peningkatan keseluruhan. Dari keseluruhan hasil yang didapatkan, peningkatan K2-4 pada Pertemuan 1 terbilang paling rendah. Rendahnya peningkatan didapatkan karena sebagian besar siswa tidak tepat dalam menjawab SLS. Pada SLS ditanyakan tentang pengukuran perpindahan menggunakan Odometer dengan jawaban yang diharapkan ialah siswa menjawab bahwa cara tersebut tidak tepat karena Odometer mengukur jarak bukan perpindahan. Namun sebagian besar siswa menjawab bahwa cara tersebut sudah tepat. Indikator pada Tugas Proyek menuntut siswa untuk bisa Mengevaluasi Cara Mengeksplorasi Pertanyaan yang Diberikan Secara Ilmiah. Evaluasi yang ditekankan berupa kecermatan siswa dalam menemukan kesalahan cara mengeksplorasi berdasarkan pengetahuan yang telah mereka miliki. Dari ketiga pertemuan, hanya pada Pertemuan 1 peningkatan yang dialami memberikan nilai paling kecil dengan nilai gain yang dinormalisasi sebesar 0,23 sedangkan pada

Prosiding Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2018 ISBN: 978-602-74598-2-3

Pertemuan 2 dan 3 masing-masing sebesar 0,58 dan 0,68. Konsep dasar yang diangkat pada bagian ini berupa perbedaan Jarak dan Perpindahan seperti pada indikator K1-1 dan K1-2 untuk Pertemuan I. Kedua indikator tersebut memberikan nilai gain yang dinormalisasi masing-masing sebesar 0,45 dan 0,74. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa sudah bisa memahami perbedaan konsep jarak dan perpindahan namun belum bisa menerapkan untuk mengevaluasi cara mengeksplorasi pertanyaan yang memerlukan pemahaman terhadap perbedaan kedua konsep tersebut. Karena dibandingkan terhadap indikator dengan konsep yang sama serta tahapan yang sama simpangan nilainya sangat besar, peneliti menyebut bahwa siswa sudah bisa memahami konsep Jarak dan Perpindahan, tapi belum bisa menguasasi untuk diterapkan pada kasus tertentu yang memerlukan pemahaman terhadap kedua konsep tersebut. 4. Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan literasi saintifik siswa mengalami peningkatan pada kategori sedang setelah diterapkan pendekatan saintifik. Hasil ini menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik bisa melatihkan literasi sainifik. Secara teoretis penelitian ini berhubungan dengan peran penelitian ini bagi pengembangan kajian pembelajaran fisika dan IPA untuk sekolah menengah. Sementara secara praktis penelitian ini ikut serta memberikan penguatan pelaksanaan pembelajaran fisika dan IPA yang bisa melatihkan literasi saintifik pada siswa untuk untuk sekolah menengah. Penelitian ini memiliki batasan sebagai berikut: a. Pada penelitian ini, peningkatan literasi saintifik siswa masih belum terungkap secara menyeluruh berdasarkan indikator pada kerangka kerja PISA; b. Topik yang diajarkan baru gerak lurus; c. Penerapan pendekatan saintifik yang dilakukan pada penelitian ini belum meningkatkan literasi saintifik siswa secara optimal; Karena itu peneliti memberikan saran terkait penelitian ini yang diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk

11


Adib Rifqi Setiawan. Penerapan Pendekatan Saintfik ‌ perbaikan dan/atau kelanjutan penelitian ini, sebagai berikut: a. Melakukan pengembangan instrumen yang mampu mengukur seluruh indikator tersebut sehingga instrumen tersebut mampu menggambarkan peningkatan literasi saintifik siswa dengan tepat; b. Menyusun desain pembelajaran pada topik selain gerak lurus agar mampu meningkatkan literasi saintifik siswa pada seluruh topik pembelajaran, sehingga hasil pembelajaran bisa semakin optimal; c. Melakukan perbaikan berkelanjutan pada pelaksanaan maupun desain pembelajaran. Supaya perbaikan lebih optimal, peneliti menyarankan agar ujicoba dilakukan ke tiga sekolah setara dengan tingkat yang berbeda (tinggi, sedang, dan rendah); d. Untuk menegaskan bahwa pendekatan saintifik memang bisa meningkatkan literasi saintifik siswa, penelitian selanjutnya menggunakan kelas pembanding yang menerapkan desain pembelajaran tidak sama; e. Sebelum desain pembelajaran ini diterapkan, peneliti mengharapkan agar pengetahuan matematika yang diperlukan pada kegiatan pembelajaran sudah dikuasi atau minimal telah dipahami dengan tepat oleh siswa; serta f. Agar poin e dapat dilaksanakan dengan baik dan tidak saling tumpang tindih antar mata pelajaran, peneliti berharap agar dilakukan kajian ulang terhadap kurikulum matematika di sekolah yang fokus untuk memenuhi kebutuhan mata pelajaran lain terhadap konsep matematika. Penerapan desain pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik secara malar pada kegiatan pembelajaran topik gerak lurus dapat meningkatkan literasi saintifik siswa. Pendekatan saintifik dipandang cocok digunakan untuk melatihkan literasi saintifik siswa sekolah menengah pertama (SMP) karena siswa tidak hanya diberi informasi melainkan dipancing agar ikut serta mencari informasi dengan bekal pengetahuan yang telah dimiliki. Topik gerak lurus dipilih dalam penelitian ini dengan alasan bahwa banyak topik lain di fisika bergantung pada topik ini. Dengan demikian, desain pembelajaran yang dirancang pada penelitian ini dengan pendekatan saintifik untuk melatihkan literasi saintifik pada topik gerak lurus dapat ikut serta memperkaya kajian keilmuan pembelajaran fisika dan IPA.

Prosiding Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2018 ISBN: 978-602-74598-2-3

5. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan Setiya Utari dan Muhamad Gina Nugraha selama penelitian berlangsung; Tarma Anda beserta para siswanya yang memberikan kesempatan melakukan penelitian di kelas yang diajar; serta Laila Isrofatun Nahdiah atas dukungannya selama penelitian berlangsung. 6. Referensi [1] Abidin, Zaenal. (2018). Indonesia raih empat perak olimpiade biologi internasional. Antara, 22 Juli pukul 13:05. [lihat] [2] Indriani. (2018). Siswa indonesia raih emas olimpiade kimia dan fisika. Antara, 31 Juli pukul 10:16. [lihat] [3] Gibbons, Zeynita. (2018). Pelajar dki jakarta juara olimpiade di moskow. Antara, 10 September pukul 06:18. [lihat] [4] OECD. (2018). Pisa 2015 results in focus. Paris: OECD. [lihat] [5] Kemdikbud, (2018). Indonesia development forum 2018: terobosan dalam mengatasi kesenjangan tingkat regional. Kemdikbud, 12 Juli. [lihat] [6] OECD. (2017). Pisa for development assessment and analytical framework -draft version 03 may 2017. Paris: OECD. [lihat] [7] Setiawan, Adib Rifqi. (2017). Penerapan pendekatan saintifik untuk melatihkan literasi saintifik dalam domain kompetensi ada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama. S1 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia. [8] Hurd, Paul deHart. (1958). Science literacy: Its meaning for American schools. Educational Leadership, 16, hlm. 13–16. [lihat] [9] NAS. (1996). National science education standards. Washington, D.C.: National Academy Press. [lihat] [10] Kemdikbud. (2016). peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan republik indonesia nomor 24 tahun 2016 tentang kompetensi inti dan kompetensi dasar pelajaran pada kurikulum 2013 pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Jakarta Pusat: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. [lihat]

12


Adib Rifqi Setiawan. Penerapan Pendekatan Saintfik … [11] Utari, Setiya, dkk. (2015). Designing science learning for training students’ science literacies at junior high school level. International Conference on Mathematics, Science, and Education, hlm. 1─6. Semarang: Universitas Negeri Semarang. [lihat] [12] Creswell, James W. (2014). Research design: qualitative, quantitative, and mixed methods approaches (4th ed.). Thousand Oaks: SAGE Publications, Inc. [lihat] [13] Hake, Richard R. (1998). Interactiveengagement versus traditional methods: a six-thousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses. American Journal of Physics 66, (1), hlm. 64─74. [lihat] [14] Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E. (2009). How to design and evaluate research in education (7th ed.). New York. McGraw-Hill Companies. [lihat] [15] Setiawan, Adib Rifqi, Utari, Setiya, & Nugraha, Muhamad Gina. (2017). Mengonstruksi rancangan soal domain kompetensi literasi saintifik siswa smp kelas viii pada topik gerak lurus. Wahana Pendidikan Fisika, 2(2), hlm. 44─48. [lihat] [16] Novili, Widi Ilhami, dkk. (2017). Penerapan Scientific Approach dalam Upaya Melatihkan Literasi Saintifik dalam Domain Kompetensi dan Domain Pengetahuan Siswa SMP pada Topik Kalor. Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika, 8(1), hlm. 57─63. [lihat] [17] Melida, Hilda Nurul, dkk. (2016). Implementasi strategi writing to learn untuk meningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir kritis siswa sma pada materi hukum newton. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Fisika, 2(2), hlm. 31─38. [lihat] [18] Agustina, Dessy, dkk. (2017). Penerapan pembelajaran berbasis stem (science, technology, engineering and mathematics) untuk meningkatkan kemampuan control of variable siswa smp pada hukum pascal. Prosiding Seminar Nasional Fisika, 6, hlm. snf2017-eer-66─46). [lihat] [19] Giancoli, Douglas C. (2005). Physics: Principles with Applications -- 6th ed.

Prosiding Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2018 ISBN: 978-602-74598-2-3

Upper Saddle River: Pearson Education. [lihat] [20] Reece, Jane B., dkk. (2011). Campbell biology. (9th ed.). San Francisco: Pearson Education. [lihat] [21] Feynman, Richard Phillips. (2011). Six easy pieces. New York City: Basic Books. [lihat]

13


Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 1

E-ISSN 2656-3436/ P-ISSN 2615-3947 IAIN KUDUS Tersedia online: http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/jbe

Peningkatan Literasi Saintifik melalui Pembelajaran Biologi Menggunakan Pendekatan Saintifik Adib Rifqi Setiawan *) Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus, Indonesia email: alobatnic@gmail.com

ABSTRAK Pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa secara optimal harus dilakukan melalui langkah terstruktur dan terukur. Salah satu cara untuk menyusun pembelajaran yang sesuai dengan prinsip tersebut ialah menggunakan pendekatan saintifik. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mendapatkan peningkatan kompetensi literasi saintifik siswa setelah diterapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi topik plantae dan animalia di sekolah menengah. Metode penelitian yang dipilih ialah quasi-experimental dengan desain time series. Sampel sebanyak 120 siswa dari sekolah menengah di Kabupaten Kudus diambil menggunakan teknik convenience sampling. Desain penelitian berupa 16 kali pengamatan, yakni 8 kali sebelum diberikan tindakan berupa hasil pretest dan 8 kali setelah diberikan tindakan berupa hasil posttest serta tindakan berupa penerapan pendekatan saintifik ke dalam pembelajaran. Instrumen yang dipakai berupa tes tipe uraian topik plantae dan animalia yang disusun berdasarkan indikator kompetensi literasi saintifik PISA. Hasil yang diperoleh ialah peningkatan kompetensi literasi di kategori sedang dengan nilai sebesar 0,663. Melalui penelitian ini terungkap bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik memungkinkan untuk dipakai melatih literasi saintifik siswa. Kata-kata kunci: Literasi Saintifik, Pembelajaran Biologi, Pendekatan Saintifik ABSTRACT Learning that aims to improve students' abilities optimally must be done through structured and measurable steps. One way to arrange learning in accordance with these principles is to use a scientific approach. The purpose of this study was to obtain an increase in students' scientific literacy competencies after applying the scientific approach in learning biology on plantae and animalia topics in secondary schools. The research method chosen was quasi-experimental with time series design. A sample of 120 students from secondary schools in Kudus Regency was taken using convenience sampling techniques. The research design took the form of 16 observations, namely 8 times before being given the action as a result of the pretest and 8 times after being given the action in the form of posttest results and actions in the form of applying the scientific approach to learning. The instrument used was essay test of plantae and animalia which was constructed based on PISA scientific literacy competency indicators. The results


Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 2

obtained were an increase in literacy competencies in the medium category with a value of 0.663. Through this research, it was revealed that learning using a scientific approach made it possible to use students to train scientific literacy. Keywords: Biology Learning, Scientific Approach, Scientific Literacy PENDAHULUAN Pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa secara optimal harus dilakukan melalui langkah terstruktur dan terukur. Struktur pembelajaran yang baik diterapkan secara bertahap mulai dari langkah sederhana sampai rumit. Seluruh langkah tersebut dibuat agar dapat diukur, baik dari sisi pelaksanaan maupun pencapaian. Hal ini berlaku secara umum, termasuk dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) seperti biologi, fisika, kimia, geologi, dan astronomi. Salah satu cara untuk menyusun pembelajaran yang sesuai dengan prinsip tersebut ialah menggunakan pendekatan saintifik (Setiawan, 2019, hlm. 8). Nurohmah (2015) menjelaskan melalui one-group pretest-posttest menemukan bahwa pendekatan saintifik mempunyai efektivitas tinggi dalam meningkatkan hasil belajar tiap aspek kognitif siswa pada jenjang pengetahuan, pemahaman, dan penerapan. Secara umum pendekatan saintifik tersusun atas beberapa langkah kegiatan berurutan, ialah: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, melakukan percobaan, mengolah data, serta mengomunikasikan hasil (Setiawan, 2019: 2). Langkah tersebut dipakai guna memberi pengalaman kepada siswa agar informasi yang diperoleh lebih bermakna, teruji, dan dapat dipertanggungjawabkan. Pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik memungkinkan untuk dipakai melatih literasi saintifik siswa. Hal ini seperti ditunjukkan oleh Setiawan (2017) melalui one-group pretest-posttest dalam pembelajaran fisika topik mekanika memperoleh hasil bahwa pendekatan saintifik dapat meningkatkan literasi saintifik siswa pada kategori sedang dengan nilai peningkatan sebesar 0,61. Lebih lanjut, informasi tersebut disertai dengan saran agar dilakukan penerapan pada topik selain mekanika agar mampu melatih literasi saintifik melalui seluruh topik pelajaran, sehingga hasil pembelajaran kian optimal. Berdasarkan tuturan tersebut, kami menerapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi topik plantae dan animalia untuk melatih literasi saintifik siswa. Kompetensi literasi saintifik diukur berdasarkan indikator dari Programme for International Student Assessment (PISA): menjelaskan fenomena secara ilmiah,


Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 3

merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah, serta menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (OECD, 2013, hlm. 15-7). Karena itu rumusan masalahnya ialah, “Bagaimana peningkatan kompetensi literasi saintifik setelah penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi topik plantae dan animalia di sekolah menengah?� Hasil yang diperoleh diharapkan memberi informasi tentang manfaat penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran berorientasi literasi saintifik.

METODE PENELITIAN Tujuan penelitian ini ialah untuk melihat peningkatan kompetensi literasi saintifik siswa setelah diterapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi topik plantae dan animalia di sekolah menengah di Kabupaten Kudus. Hal itu diperlukan untuk data literasi

saintifik

sebelum

dan

setelah

pembelajaran

Bryophyta,

Pteridophyta,

Gymnospermae, Angiospermae, Annelida, Arthropoda, Pisces, dan Tetrapoda. Berdasarkan tujuan penelitian dan kebutuhan data, metode penelitian yang dipilih ialah quasi-experimental dengan desain time series. Dengan metode ini tidak diperlukan kelompok kontrol untuk dibandingkan dengan kelompok eksperimen, tidak menggunakan penyamaan karakteristik dalam satu kelompok tindakan, dan tidak memerlukan pengontrol variabel (Fraenkel & Wallen, 2009, hlm. 271). Untuk desain time series, kelompok yang digunakan untuk penelitian tidak dapat dipilih secara random sampling, sehingga sampel diambil menggunakan teknik convenience sampling (Fraenkel & Wallen, 2009, hlm. 101). Partisipan penelitian ini ialah siswa sekolah menengah. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa sekolah menengah di Kabupaten Kudus yang diambil 120 siswa sebagai sampel. Desain penelitian berupa 16 kali pengamatan, yakni 8 kali sebelum diberikan tindakan berupa hasil pretest (O1, O2, O3, O4, O5, O6, O7, O8) dan 8 kali setelah diberikan tindakan berupa hasil posttest (O9, O10, O11, O12, O13, O14, O15, O16) serta tindakan berupa penerapan pendekatan saintifik ke dalam pembelajaran biologi topik plantae meliputi Bryophyta, Pteridophyta, Gymnospermae, dan Angiospermae serta Animalia mencakup Annelida, Arthropoda, Pisces, dan Tetrapoda yang dilaksanakan secara malar (P). Desain tersebut ditunjukkan dengan pola di bawah ini (Fraenkel & Wallen, 2009, hlm. 272).


Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 4

O1 O2 O3 O4 ⇒P⇒ O5 O6 O7 O8 Instrumen yang dipakai berupa tes tipe

O9 O10 O11 O12 O13 O14 O15 O16 uraian terkait topik Bryophyta (T1),

Pteridophyta (T2), Gymnospermae (T3), Angiospermae (T4), Annelida (H1), Arthropoda (H2), Pisces (H3), dan Tetrapoda (H4) yang disusun berdasarkan indikator kompetensi literasi saintifik PISA.

Topik Plantae (T)

Animalia (H)

Tabel 1. Sebaran Topik Instrumen Penelitian Rincian Penggunaan Bryophyta (T1) O1 dan O9 Pteridophyta (T2) O2 dan O10 Gymnospermae (T3) O3 dan O11 Angiospermae (T4) O4 dan O12 Annelida (H1) O5 dan O13 Arthropoda (H2) O6 dan O14 Pisces (H3) O7 dan O15 Tetrapoda (H4) O8 dan O16

Tabel 2. Indikator Domain Kompetensi Literasi Saintifik Domain kompetensi Indikator literasi saintifik Menjelaskan fenomena secara Mengingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah ilmiah (L1) yang sesuai Mengidentifikasi, menggunakan, serta menghasilkan model dan representasi yang jelas Menjelaskan implikasi potensial dari pengetahuan ilmiah bagi masyarakat Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah (L2)

Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah pertanyaan yang diberikan Mendeskripsikan dan mengevaluasi berbagai cara yang digunakan oleh ilmuan untuk menentukan


Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 5

keabsahan dan keobjektifan data serta keumuman penjelasan Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (L3)

Mengubah data dari satu representasi ke representasi yang lain Menganalisis dan menafsirkan data dan menarik kesimpulan yang tepat

Contoh instrumen terkait tetrapoda (H4) dengan indikator menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (L3) yaitu, “Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia di dalam sel organisme yang berjalan satu arah. Salah satu metabolisme yang terjadi di tubuh RosĂŠ ialah pembakaran glukosa (C6H12O6) menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Berdasarkan metabolisme yang dialami, apa manfaat RosĂŠ bagi ekosistem?â€? yang dijawab dengan, “Menghasilkan karbondioksida yang dibutuhkan oleh organisme lain seperti tumbuhan dan bakteri sehingga menjaga aliran energi di Bumi.â€? Keabsahan (validity) instrumen ditentukan berdasarkan validasi ahli (obtain judgement expert), masing-masing terhadap kesesuaian indikator dengan soal, kesesuaian jawaban dengan pertanyaan, serta kesesuaian soal dengan jenjang sekolah (Fraenkel & Wallen, 2009, hlm. 148). Hasil validasi berupa penilaian terhadap setiap butir soal yang diolah menggunakan persamaan berikut: đ?‘ƒ(đ?‘?đ?‘ ) =

đ?‘?đ?‘ đ?‘

Ă— 100% (Persamaan 1. Penilaian Butir)

dengan: đ?‘ƒ(đ?‘?đ?‘ ) = persentase setiap butir soal đ?‘?đ?‘ = jumlah skor setiap butir soal đ?‘ = jumlah keseluruhan butir soal kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel berikut: Tabel 3. Penafsiran penilaian instrumen No. Rentang rata-rata penilaian ahli (%) Kriteria instrumen 1 7,001 ≤ % ≤ 10,000 Sangat layak 2 4,001 ≤ % ≤ 7,000 Cukup layak 3 0,000 ≤ % ≤ 4,000 Tidak layak Berdasarkan Tabel 3, instrumen dapat digunakan kalau memenuhi kriteria „sangat layakâ€&#x; atau „cukup layakâ€&#x;.


Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 6

Sementara keandalan (reliability) instrumen ditentukan berdasarkan internal consistency karena bisa dilakukan dengan satu kali uji coba. Maka instrumen dapat digunakan kalau nilai koefisien keandalan (reliability coefficient) lebih besar dari 0,70 (Fraenkel & Wallen, 2009, hlm. 157-8). Koefisien keandalan dapat dihitung menggunakan persamaan Kuder-Richardson Approaches (KR20) berikut (Cronbach, 1951, hlm. 299): � =

đ?‘› đ?‘› −1

1 −

� ��

(Persamaan 2. KR20)

��

dengan: đ?›ź = koefisien alfa đ?‘› = jumlah butir soal đ?‘‰đ?‘– = simpangan baku setiap butir soal đ?‘‰đ?‘Ą = simpangan baku keseluruhan Setelah dilakukan validasi kepada 3 ahli dan uji coba terhadap 40 siswa ditemukan bahwa instrumen „sangat layakâ€&#x; sebanyak 42% dan 58% „cukup layakâ€&#x; serta nilai koefisien keabsahan memenuhi kriteria dapat digunakan. Instrumen T1 T2 T3 T4 H1 H2 H3 H4

Tabel 4. Hasil Validasi Ahli Setiap Instrumen Sangat layak Cukup layak 6 2 6 2 6 2 4 4 3 5 1 7 0 8 1 7

Tabel 5. Hasil uji coba Koefisien alfa

Instrumen T1 T2 T3 T4 H1 H2 H3 H4

0,710 0,746 0,793 0,705 0,900 0,703 0,779 0,703

Tidak layak 0 0 0 0 0 0 0 0

Keterangan Dapat digunakan Dapat digunakan Dapat digunakan Dapat digunakan Dapat digunakan Dapat digunakan Dapat digunakan Dapat digunakan


Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 7

� =

Penyekoran instrumen dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut: � (Persamaan 3. Skor Siswa) dengan: � = skor setiap siswa � = jawaban setiap butir soal

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil keseluruhan kompetensi literasi saintifik siswa diperoleh meningkat di kategori sedang dengan nilai peningkatan sebesar 0,663. Hasil yang diperoleh dari pretest tidak stabil, tapi dengan bentuk garis yang memenuhi persamaan đ?‘Ś = −0,0838đ?‘Ľ + 11,585, dapat dikatakan bahwa ketidakstabilan kurang signifikan karena memiliki rentang perbedaan sebesar 1,257 poin dalam skala 30 poin. Ketidakstabilan yang serupa juga diperoleh dari hasil posttest yang garisnya memenuhi persamaan đ?‘Ś = −0,2534đ?‘Ľ + 24,809. Hanya saja rentang perbedaan posttest lebih lebar daripada pretest sebesar 3,801 poin. 30 25 20 15 10 5 0 O1

O2

O3

O4

O5

O6

O7

O8

O9

O10 O11 O12 O13 O14 O15 O16

Gambar 1. Kecenderungan data setiap tahap penelitian Berdasarkan Gambar 1, tampak bahwa dari pretest (black’s line) ke posttest (pink’s line) terdapat peningkatan. Nilai peningkatan untuk setiap tahap penelitian sebagai berikut: Tabel 6. Nilai peningkatan untuk setiap tahap penelitian Rata-rata Peningkatan Tahap penelitian Pretest Posttest Nilai Kategori O1 O9 11,213 24,393 0,702 Tinggi O2 O10 12,000 25,148 0,730 Tinggi O3 O11 10,984 23,877 0,678 Sedang


Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 8

O4 O5 O6 O7 O8

O12 O13 O14 O15 O16

10,730 11,352 11,943 11,074 10,369

23,221 23,246 23,148 23,434 22,885

0,648 0,638 0,621 0,653 0,638

Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang

Kompetensi merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah (L2) mengalami peningkatan paling tinggi, yang secara berurutan diikuti oleh menjelaskan fenomena secara ilmiah (L1) kemudian menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (L3).

Kompetensi L1 L2 L3

Tabel 7. Rincian Peningkatan Setiap Kompetensi Rata-rata Peningkatan Pretest Posttest Nilai Kategori 29,585 63,492 0,673 Sedang 29,756 65,385 0,709 Tinggi 29,642 60,475 0,612 Sedang

Untuk kaitan antara semua kompetensi dengan setiap topik, diperoleh peningkatan kategori tinggi paling banyak untuk kompetensi merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah di topik bryophyta, pteridophyta, gymnospermae, angiospermae, dan arthropoda. Kategori tinggi juga diperoleh untuk kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah di topik bryophyta, pteridophyta, dan annelida. Selebihnya kategori peningkatan berada di kategori sedang. Tabel 8. Rincian Keseluruhan Peningkatan Topik Pembelajaran Biologi Kompetensi Literasi Saintifik Bryophyta

Pteridophyta

Gymnospermae

Angiospermae

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1

Peningkatan Nilai Kategori 0,716 Tinggi 0,747 Tinggi 0,641 Sedang 0,736 Tinggi 0,770 Tinggi 0,688 Sedang 0,670 Sedang 0,705 Tinggi 0,663 Sedang 0,621 Sedang


Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 9

2 0,720 Tinggi 3 0,609 Sedang Annelida 1 0,702 Tinggi 2 0,601 Sedang 3 0,616 Sedang Arthropoda 1 0,597 Sedang 2 0,769 Tinggi 3 0,499 Sedang Pisces 1 0,647 Sedang 2 0,670 Sedang 3 0,643 Sedang Tetrapoda 1 0,685 Sedang 2 0,699 Sedang 3 0,529 Sedang Dapat dilihat dari Gambar 1 bahwa kompetensi literasi saintifik siswa meningkat setelah dilakukan penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi. Nilai peningkatan sebesar 0,663 menunjukkan bahwa sebagian besar indikator sudah dapat dicapai oleh siswa. Hasil ini menguatkan Nurohmah (2015) yang melalui one-group pretest-posttest menemukan bahwa pendekatan saintifik mempunyai efektivitas tinggi dalam meningkatkan hasil belajar tiap aspek kognitif siswa pada jenjang pengetahuan, pemahaman, dan penerapan. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari 4 siklus oleh Wahyuni (2018) memperoleh kesimpulan bahwa penerapan pendekatan saintifik dapat meningkatkan aspek pengetahuan dan keterampilan sains pada pelajaran biologi di sekolah menengah. Namun, penerapan pendekatan saintifik oleh keduanya tanpa dikaitkan dengan literasi saintifik. Perbandingan dengan keduanya menunjukkan bahwa pendekatan saintifik dapat memberikan hasil belajar yang baik. Peningkatan kompetensi literasi saintifik siswa memiliki nilai beragam di kategori sama dengan urutan dari nilai tertinggi ialah: merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah (L2) menjelaskan fenomena secara ilmiah (L1), kemudian menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (L3). Hasil ini menunjukkan bahwa siswa lebih cakap untuk merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah daripada menjelaskan fenomena serta menafsirkan data dan bukti secara ilmiah. Hasil yang diperoleh memiliki perbedaan menyolok dengan hasil penelitian Setiawan (2017) yang memberikan informasi bahwa peningkatan literasi saintifik untuk topik mekanika (fisika) berada di kategori sedang


Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 10

dengan urutan: menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (L3), merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah (L2), dan menjelaskan fenomena secara ilmiah (L1). Perbandingan hasil keduanya menunjukkan bahwa peningkatan untuk kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah dan merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah untuk topik plantae dan animalia lebih tinggi daripada mekanika, tapi hal ini berlaku sebaliknya untuk kompetensi menjelaskan fenomena serta menafsirkan data dan bukti secara ilmiah. Hasil belajar tersebut tampak bahwa siswa lebih sulit menafsirkan data dan bukti secara ilmiah di topik biologi daripada fisika. Literasi saintifik tampak tidak terkait maupun identik dengan topik tertentu. Hal ini diperlihatkan oleh temuan yang menunjukkan bahwa siswa memiliki peningkatan kompetensi merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah (L2) relatif setara meski berbeda topik. Kompetensi L2 ini, siswa tidak dikaitkan secara langsung dengan objek pengamatan dan/atau percobaan karena lebih menekankan terhadap penggunaan metode ilmiah. Walau begitu, rincian hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa topik berbeda memiliki kecenderungan peningkatan berbeda. Gambar 1 dan Tabel 7 memperlihatkan bahwa kompetensi literasi saintifik mengalami peningkatan di kategori sedang dengan nilai beragam untuk setiap topik. Secara beruntun urutannya ialah: pteridophyta (T2), bryophyta (T1), gymnospermae (T3), pisces (H3), angiospermae (T4), tetrapoda (H4), annelida (H1), dan arthropoda (H2). Urutan tersebut justru berbeda dengan pembelajaran yang dilaksanakan, secara malar yakni bryophyta (T1), pteridophyta (T2), gymnospermae (T3), angiospermae (T4), annelida (H1), arthropoda (H2), pisces (H3), dan tetrapoda (H4). Temuan ini menarik karena wajarnya, kalau kompetensi yang dilatih sama, hasil untuk setiap pertemuan cenderung kian apik. Namun, hasil yang diperoleh tidak demikian, justru terasa berantakan. Dalam pembelajaran secara umum, siswa diminta untuk mengamati organisme terkait topik yang sedang dipelajari. Misalnya untuk topik annelida, siswa diminta untuk mengamati Cacing tanah (Lumbricus terrestris). Peningkatan seperti itu menunjukkan bahwa kompetensi literasi saintifik siswa cenderung lebih mudah dilatih menggunakan objek yang sederhana untuk topik plantae dan objek berukuran besar yang tidak menggunakan mikroskop untuk topik animalia. Artinya, untuk topik plantae, siswa sudah menunjukkan tanda terampil mikroskop buat melakukan pengamatan. Namun,


Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 11

keterampilan tersebut terasa kurang berguna ketika memasuki topik animalia. Pasalnya dalam topik animalia, siswa harus berurusan dengan organisme yang lebih lentur, sehingga lebih menyulitkan mereka untuk memotong setiap bagian organisme buat diamati. Hal ini dikuatkan dengan temuan yang menunjukkan bahwa peningkatan kompetensi literasi saintifik untuk pisces (H3) menggunakan Bandeng (Chanos chanos) dan tetrapoda (H4) menggunakan Mencit (Mus musculus), yang lebih mudah dipotong, lebih baik dibandingkan dengan annelida (H1) menggunakan Cacing tanah (Lumbricus terrestris) dan arthropoda (H2) menggunakan Udang jerbung (Fenneropenaeus merguiensis). Hasil ini justru melemahkan anggapan bahwa literasi saintifik tidak identik dengan topik tertentu. Pasalnya perbedaan tingkat kerumitan antar topik ketika diukur dengan indikator yang sama, hasilnya tampak berbeda. Hubungan antara tingkat kerumitan topik dengan peningkatan kompetensi literasi saintifik berbanding terbalik yang dapat ditunjukkan dengan pola berikut: đ?‘˜đ?‘œđ?‘šđ?‘?đ?‘’đ?‘Ąđ?‘’đ?‘›đ?‘ đ?‘– đ?‘™đ?‘–đ?‘Ąđ?‘’đ?‘&#x;đ?‘Žđ?‘ đ?‘– đ?‘ đ?‘Žđ?‘–đ?‘›đ?‘Ąđ?‘–đ?‘“đ?‘–đ?‘˜ ≈

1 đ?‘˜đ?‘’đ?‘&#x;đ?‘˘đ?‘šđ?‘–đ?‘Ąđ?‘Žđ?‘› đ?‘Ąđ?‘œđ?‘?đ?‘–đ?‘˜

Hal itu memberikan makna, semakin rumit topik yang dibahas, peningkatan kompetensi kian rendah. Karena itu dalam menyiapkan pembelajaran, urutan topik pelajaran yang dibahas perlu diperhatikan secara seksama berdasarkan tingkat kerumitannya di mata siswa tanpa perlu terpaku dengan panduan dalam kurikulum yang diberlakukan. Secara keseluruhan, dapat disampaikan bahwa penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi topik plantae serta animalia dapat meningkatkan kompetensi literasi saintifik siswa. Pendekatan saintifik dipandang cocok digunakan untuk melatih kompetensi literasi saintifik karena siswa dibiasakan untuk menggunakan metode ilmiah dalam memperoleh informasi. Hasil keseluruhan ini sama seperti Fatimah & Anggrisia (2019) yang menggunakan model pembelajaran 7E (elicited, engage, explore, explain, elaborate, evaluate, dan extend). Namun, pendekatan saintifik memberi peningkatan kategori tinggi untuk kompetensi merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah, sedangkan peningkatan menggunakan model 7E berada di kategori sedang di setiap kompetensi. Peningkatan kategori tinggi untuk kompetensi merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah juga diperoleh oleh Dinata (2018) ketika melakukan field trip di topik ekosistem. Lebih lanjut, hasil tersebut juga memberi peningkatan kategori tinggi


Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 12

untuk kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah serta sedang untuk menafsirkan data dan bukti secara ilmiah. Field trip memang memberi hasil lebih baik di topik ekosistem, tapi kami memandang bahwa strategi tersebut tidak cocok diterapkan di topik plantae dan animalia. Perbandingan hasil ini memberi pesan bahwa guru selayaknya mengerti karakteristik topik pelajaran, keterampilan yang hendak dilatih dalam pembelajaran, serta keadaan siswa agar hasil yang diperoleh dapat optimal. Perbandingan terhadap beberapa penelitian tersebut sekaligus menunjukkan bahwa tidak ditemukan perbedaan menyolok dengan beragam model pembelajaran. Dengan demikian, kami belum dapat menentukan model terbaik untuk digunakan dalam pembelajaran IPA termasuk biologi. Sehingga kami menganggap bahwa setiap model dapat digunakan dalam pembelajaran IPA selama tidak mengabaikan kegiatan pengamatan (observation) dan/atau peramalan (eksperiment) yang merupakan karakteristik IPA. SIMPULAN Melalui penelitian menggunakan metode quasi-experimental dengan desain time series, jawaban terhadap rumusan masalah ialah secara keseluruhan kompetensi literasi saintifik siswa meningkat di kategori sedang dengan nilai peningkatan sebesar 0,663 setelah dilakukan penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi topik plantae dan animalia di sekolah menengah. Hasil ini menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik bisa menjadi sarana untuk melatih kompetensi literasi saintifik siswa. DAFTAR PUSTAKA Cronbach, L J. (1951). Coefficient alpha and the internal structure of tests. Psychometrika, 16: 297–334. Dinata, A N. (2018). the influence of field trip on high school student's scientific literacy and attitude towards science in ecosystem concept. Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education, 1(1): 8-13. Fatimah, F M & Anggrisia, N F. (2019). The effectiveness of 7 learning model to improve scientific literacy. Advances in Social Science, Education and Humanities Research, 277: 18-22.


Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 13

Fraenkel, J R. & Wallen, Norman E. (2009). How to Design and Evaluate Research in education (7th ed.). New York. McGraw-Hill Companies. Nurohmah, E F. (2015). Efektivitas pendekatan saintifik dalam meningkatkan hasil dan motivasi belajar siswa smp. Skripsi. Diterbitkan. Diakses melalui http://bit.ly/2TCEDc9 OECD. (2013). Pisa 2015 draft science framework march 2013. Paris: OECD. Setiawan, A R. (2019). A Brief Explanation of Scientific Teaching. INA-Rxiv. DOI: https://dx.doi.org/10.31227/osf.io/by9sm Setiawan, A R. (2017). Penerapan pendekatan saintifik untuk melatihkan literasi saintifik dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama. Skripsi. Diakses melalui http://bit.ly/2I9NjOn Wahyuni, S. (2018). Implementasi pendekatan sainstifik pada pelajaran biologi untuk meningkatkan hasil belajar kognitif dan keterampilan sains siswa kelas XI-IPA SMA Negeri 2 Lambandia, Kab. Kolaka Timur- Sultra. Jurnal Pendidikan Biologi, 9(2): 47-55.


BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019

e-ISSN: 2549-0486

Menyusun Soal Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Biologi Topik Plantae dan Animalia Adib Rifqi Setiawan1*, Arij Zulfi Mufassaroh2 1

Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS), Jl. KH. Turaichan Adjhuri no. 23, Kajeksan, Kudus, Jawa Tengah, 59315, Indonesia 2 Madrasah Annajah Yamra Merauke, Jl.Taman Makam Pahlawan Trikora, Mandala, Kabupaten Merauke, 99614, Indonesia * e-mail: alobatnic@gmail.com Abstrak

Tujuan dari survei lintas bagian ini ialah untuk menemukan keabsahan dan keadanalan tes literasi saintifik untuk pembelajaran biologi di topik plantae dan animalia. Untuk mengungkap keabsahan, diuji berdasarkan penilaian ahli dan keandalan diukur menggunakan konsistensi inernal. Diperoleh bahwa keabsahan dari topik plantae ialah 5 soal sangat layak dan 1 soal cukup layak dengan nilai keandalan sebesar 0,779 serta keabsahan dari topik animalia ialah 4 soal sangat layak dan 2 soal cukup layak dengan nilai keandalan sebesar 0,869. Ini menunjukkan bahwa semua soal dapat digunakan untuk menganalisis kesulitan siswa sebagai bahan merancang rencana pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik di topik plantae dan animalia. Kata Kunci—animalia, literasi saintifik, pembelajaran biologi, plantae, soal

Abstract The purpose of this cross-sectional survey work was to find the validity and reliability of scientific literacy’s assessment for biological learning in topic plantae and animalia. To reveal validity is assessed based on obtain judgement expert and reliability measured by internal consistency. It was gained that the validity from topic plantae is 5 items very feasible and 1 item quite feasible with reliability’s value is 0,779 nor the validity from topic animalia is 4 items very feasible and 2 items quite feasible with reliability’s value is 0,869. It shows that all items can be used to analyzing difficulties of students for designing scientific literacy biological learning oriented’s lesson plan in in topic plantae and animalia. Keywords: animalia, assessment, biological learning, scientific literacy, plantae

baikan berkelanjutan perlu dilakukan terhadap rancangan maupun pelaksanaan pembelajaran guna meningkatkan literasi saintifik siswa secara optimal. Ungkapan ini disampaikan atas dasar analisis pelaksanaan penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran berorientasi literasi saintifik di topik mekanika. Dari keselarasan saran tersebut tampak bahwa keduanya memandang bahwa pembelajaran, terutama fisika yang dijadikan pijakan, perlu diarahkan untuk melatih literasi saintifik. Literasi saintifik bisa dimaknai sebagai ukuran kemampuan menggunakan pengalaman bela-

I. PENDAHULUAN Utari, dkk. (2017) memberi saran bahwa strategi pembelajaran harus ditentukan dibangun dengan baik untuk melatih literasi saintifik, termasuk menjelaskan fenomena alam, membangun dan mengevaluasi percobaan, serta menafsirkan data yang diperoleh dari bukti ilmiah. Saran ini diberikan berdasarkan ulasan deskriptif berdasarkan dimensi Marzano yang dilakukan terhadap pelaksanaan rancangan pembelajaran termodinamika untuk melatih literasi saintifik (Utari, dkk., 2017, hlm. 3-4). Saran tersebut selaras dengan Setiawan (2017) yang mengungkap bahwa per33


BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019

e-ISSN: 2549-0486

jar untuk memenuhi kebutuhan. Pembelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) selayaknya menjadi saran untuk melatih keterampilan ilmiah serta menumbuhkan kepedulian terhadap alam dan upaya pelestarian fungsinya (Rustaman, 2017, hlm. KS-3). Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan pembelajaran IPA dengan literasi saintifik bisa dipadukan. Dari sini, kami memandang penting dilakukan penyusunan instrumen penilaian literasi saintifik. Rustaman (2017) menyampaikan bahwa pembelajaran IPA berorientas literasi saintifik dapat dilakukan dengan cara mengkaji indikator guna dibekalkan kepada siswa, bukan sekadar membiasakan berlatih soal. Ungkapan yang disampaikan tersebut memang tepat. Karena itu, tujuan penyusunan instrumen ini bukan untuk membiasakan siswa berlatih soal, tetapi sebagai sarana memperoleh profil literasi saintifik siswa. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menemukan keabsahan dan keandalan rancangan soal literasi saintifik untuk pembelajaran biologi. Rancangan soal yang disusun berdasarkan indikator domain kompetensi literasi saintifik dari kerangka kerja Programme for International Student Assessment (PISA) 2015. Indikator tersebut dikaitkan dengan topik plantae dan animalia atas dasar pertimbangan agar dapat digunakan dalam pembelajaran di sekolah menengah. Hasil penelitian ini diharapkan memberi bahan untuk memperoleh profil literasi saintifik siswa sebelum dan/atau setelah pembelajaran. Melalui profil sebelum pembelajaran, dapat disusun rancangan pembelajaran berorientasi literasi saintifik yang selaras dengan keadaan siswa. Sementara profil setelah pembelajaran dapat dipakai sebagai bahan evaluasi, baik dari sisi pelaksanaan proses, pencapaian hasil, keefektifan kegiatan, maupun ketiganya. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi bahan kajian untuk diperbaiki secara berlanjut supaya lebih operasional ketika diterapkan di lapangan serta kuat dari sisi penelitian. Karena itu, rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian ini ialah, “Bagaimana keabsahan dan keandalan rancangan soal literasi saintifik untuk pembelajaran biologi topik plantae dan animalia?�

II. METODE PENELITIAN Tujuan penelitian ini ialah untuk mene-mukan keabsahan dan keandalan rancangan soal literasi saintifik untuk pembelajaran biologi topik plantae dan animalia. Karena itu dibutuhkan data berupa ulasan terhadap soal yang disusun. Berdasarkan tujuan penelitian dan kebutuhan data, metode penelitian yang dapat dipakai ialah pendekatan kuantitatif tipe deskriptif jenis survei dengan desain cross-sectional. Keabsahan (validity) soal ditentukan berdasarkan validasi ahli (obtain judgement expert), masing-masing terhadap kesesuaian indikator dengan soal, kesesuaian jawaban dengan pertanyaan, serta kesesuaian soal dengan jenjang sekolah (Fraenkel & Wallen, 2009, hlm. 148). Ahli yang dipilih yaitu akademisi dengan bidang keahlian literasi saintifik (1 orang, selanjutnya Ahli-1) dan evaluasi pembelajaran biologi (1 orang, selanjutnya Ahli-2) serta praktisi pembelajaran biologi sekolah menengah (1 orang, selanjutnya Ahli-3) dan praktisi profesional bidang bahasa (1 orang, selanjutnya Ahli-4). Berikut ini ialah profil setiap ahli tersebut:

Ahli 1

Nama Dr. Setiya Utari

2

Dr. Kusnadi

3

Selvinia Nilamsari, S.Pi.

4

Laila Fariha Zein, M.Pd.

Tabel 1. Profil Ahli Asal Instansi Alasan Pemilihan Sekolah Publikasi penelitian Pascasarjana terkait literasi saintifik Universitas dalam 4 tahun terakhir Pendidikan Indonesia (SPs UPI) Departemen Pengalaman mengampu Biologi perkuliahan Evaluasi Universitas Pembelajaran Biologi Pendidikan Indonesia (UPI) Sekolah Pengalaman menjadi Menengah pengajar Biologi di Kejuaran Negeri Sekolah Menengah (SMKN) 1 Jepara Kejuruan (SMK) Komunitas Hujan Pengalaman sebagai Safir penyunting bacaan remaja dan buku pelajaran sekolah

Hasil validasi berupa komentar yang kemudian diberi skor berdasarkan klasifikasi berikut:

Skor 3 2 1 0

34

Tabel 2. Klasifikasi Skor Validasi Ahli Bentuk Komentar Soal sudah sesuai tanpa perlu mengalami perubahan Soal perlu mengalami perubahan kecil Soal harus mengalami perubahan besar Soal tidak sesuai


BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019

e-ISSN: 2549-0486

yang diolah menggunakan persamaan berikut: đ?‘ đ?‘ƒ(đ?‘ ) = đ?‘ Ă— 100% (Persamaan 1) dengan: đ?‘ƒ(đ?‘?đ?‘ ) = persentase setiap butir soal đ?‘ = skor setiap butir soal đ?‘ = jumlah keseluruhan butir soal

Kompetensi ilmiah

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

Hasil dari tabel 2 kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel berikut:

No. 1 2 3

Tabel 3. Penafsiran Penilaian Soal Rentang Rata-rata Penilaian Ahli Kriteria (%) Instrumen 7,001 ≤ % ≤ 10,000 Sangat layak Cukup layak 4,001 ≤ % ≤ 7,000 Tidak layak 0,000 ≤ % ≤ 4,000

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah

Berdasarkan Tabel 3, instrumen dapat digunakan kalau memenuhi kriteria ‘sangat layak’ atau ‘cukup layak’. Sementara keandalan (reliability) soal ditentukan berdasarkan internal consistency. Dengan cara ini, dibutuhkan satu kali uji coba yang hasilnya diolah dengan ketentuan instrumen dapat digunakan kalau nilai koefisien keandalan (reliability coefficient) lebih besar dari 0,70 (Fraenkel & Wallen, 2009, hlm. 157-8). Koefisien keandalan dapat dihitung menggunakan persamaan KuderRichardson Approaches (KR20) berikut (Cronbach, 1951, hlm. 299): đ?›ź = đ?›ź đ?‘› đ?‘‰đ?‘– đ?‘‰đ?‘Ą

đ?‘› đ?‘› −1

(1 −

∑đ?‘– đ?‘‰đ?‘– đ?‘‰đ?‘Ą

)

Indikator Mengidentifikasi, menggunakan, serta menghasilkan model dan representasi yang jelas. Menjelaskan implikasi potensial dari pengetahuan ilmiah bagi masyarakat. Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan. Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah pertanyaan yang diberikan. Mendeskripsikan dan mengevaluasi berbagai cara yang digunakan oleh ilmuan untuk menentukan keabsahan dan keobjektifan data serta keumuman penjelasan. Mengubah data dari satu representasi ke representasi yang lain. Menganalisis dan menafsirkan data dan menarik kesimpulan yang tepat. (OECD, 2013, hlm. 15-16)

Indikator tersebut digunakan sebagai acuan dalam menyusun soal dengan konten terkait topik plantae dan animalia. Pilihan mengaitkan dengan topik tertentu dilakukan karena kami berupaya agar keseluruhan pembelajaran biologi diarahkan untuk melatih literasi saintifik. Sehingga diperlukan soal sebagai alat ukur literasi saintifik dari beragam topik pembelajaran biologi. Dengan beragam soal tersebut, guru dan/atau peneliti dapat melakukan pengukuran literasi saintifik secara berlanjut, seperti menggunakan desain time series, tidak hanya mengukur dari satu topik saja, misalnya menggunakan desain one shot case study, untuk memperoleh keabsahaan dan keandalan hasil yang lebih tinggi. Selain itu, keragaman topik juga lebih memudahkan guru untuk menunjukkan kepada siswa kaitan antara pengalaman terlibat pembelajaran dengan keterampilan yang ditargetkan dapat dimiliki. Soal disusun dalam bentuk uraian. Pilihan ini diambil karena kami memandang bahwa tes tipe uraian memiliki keunggulan untuk mengukur kemampuan individu dalam mengorganisasikan, mengintregasikan, menganalisis, menyintesiskan, dan mengevaluasi informasi. Karena itu, soal bentuk uraian dipandang lebih cocok untuk digunakan. Banyak soal yang disusun ialah 6 kelompok untuk setiap topik plantea dan animalia. Kami menyadari bahwa untuk soal tipe ini, terdapat kesulitan dalam hal melakukan penyekoran. Sehingga kami membuat rancangan sederhana guna mengklasifikasikan skor dari setiap jawaban, yang ditampilkan melalui tabel berikut:

(Persamaan 2)

dengan: = koefisien alfa = jumlah butir soal = simpangan baku setiap butir soal = simpangan baku keseluruhan

III. HASIL DAN PMBAHASAN Soal literasi saintifik yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 14 butir untuk topik plantae dan 20 butir untuk topik animalia. Literasi saintifik dalam penelitian ini dibatasi di domain kompetensi, meliputi: menjelaskan fenomena secara ilmiah (K1), merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah (K2), dan menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (K3). Rincian indikator tersebut dapat dilihat melalui tabel berikut: Tabel 4. Indikator Kompetensi Literasi Saintifik Kompetensi Indikator Menjelaskan Mengingat dan menerapkan pengetahuan fenomena secara ilmiah yang sesuai.

35


BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019

Skor 2 2 1 0 0

e-ISSN: 2549-0486

Tabel 5. Klasifikasi Skor Setiap Jawaban Bentuk Jawaban Sama seperti yang diharapkan Hampir seperti yang diharapkan tanpa terdapat pernyataan yang salah Mengandung hal yang benar dan terdapat pula pernyataan yang salah Jawaban tidak berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan Tidak menjawab

yang kemudian dijumlah secara keseluruhan persamaan berikut: đ?‘† = ∑đ?‘… (Persamaan 3) dengan: đ?‘† = skor setiap siswa đ?‘… = jawaban setiap butir soal

bahan. Setiap soal yang sudah tidak dibahas di sini, karena dianggap tidak terlampau perlu. Secara khusus, beberapa komentar yang kami tanggapi dalam bentuk memperbaiki soal diuraikan dalam bentuk deskripsi berikut: Untuk soal kelompok T-1 topik plantae, Ahli1 menyebut bahwa soal sudah tepat kalau untuk mengingat pengetahuan ilmiah yang sesuai, tapi belum tepat untuk indikator menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai. Ahli-2 menyebut bahwa sebaiknya pertanyaan lebih rinci seperti, “Berdasarkan bagan di atas, berilah penjelasan dengan melengkapi tabel berikut, sehingga jelas hubungan antar konsep yang disajikan dalam bagan!â€? serta untuk jawaban bentuk tubuh diganti dengan struktur tubuh. Ahli-3 menyebut bahwa soal perlu disempurnakan, seperti pernyataan ditambah data umum dasar klasifikasi tumbuhan. Sementara Ahli-4 menyebut bahwa perlu disempurnakan, seperti bentuk tubuh menjadi struktur tubuh. Tanggapan kami terhadap komentar 4 ahli tersebut ialah menyesuaiakn soal dengan indikator menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai. Sehingga soal diubah dalam bentuk penyajian data untuk menerapkan pengetahuan ilmiah, yaitu, “Jisoo menemukan suatu tumbuhan di pekarangan rumah dengan ciri berdaun lebar, pertulangan menyirip, tingginya 10 meter cm, serta mahkota bunga kelipatan lima. Berdasarkan ciri tersebut, bagaimana klasifikasi tumbuhan yang ditemukan oleh Jisoo?â€? Untuk soal kelompok T-2 topik plantae, Ahli2 menyebut bahwa pertanyaan sebaiknya, “Apakah rancangan pecobaan RosĂŠ tersebut apakah sudah tepat? Mengapa demikian?â€? Sementara Ahli-4 menyebut bahwa pertanyaan perlu disempurnakan, seperti: RosĂŠ ingin mengerti sebaiknya diubah menjadi RosĂŠ ingin menganalisis. Tanggapan kami terhadap komentar 2 ahli tersebut ialah melakukan perubahan kecil terhadap soal tanpa mengubah uraian yang telah disusun. Untuk soal kelompok T-3 topik plantae Ahli-4 menyebut bahwa pertanyaan sebaiknya disempurnakan bahasanya. Tanggapan kami terhadap komentar 1 ahli tersebut ialah melengkapi pertanyaan dengan kalimat berikut, “Berdasarkan gambar tersebut, bagaimana penjelasan model tumbuhan lumut dalam bentuk tabel berikut?â€?

menggunakan

Langkah yang dilakukan dalam penyusunan soal sebagai berikut: (a). Membuat matrikulasi domain kompetensi dan indikator soal; (b). Menyusun soal berdasarkan matrikulasi; (c). Meminta validasi ahli; (d). Menganalisis hasil validasi ahli (analisis keabsahan); (e). Meminta siswa mengerjakan soal (mengujicobakan); serta (f). Menganalisis hasil ujicoba (analisis keandalan). Contoh soal yang disusun sebagai berikut:

Indikator Konten Soal

Pertanyaan Jawaban

Tabel 6. Contoh Soal yang Disusun Mengidentifikasi, menggunakan, serta menghasilkan model dan representasi yang jelas Hewan tak bertulang belakang (Invertebrata) Dilihat dari lapisan nutfah, cacing tanah (Lumbricus terrestris) memiliki kekhasan berupa tubuh dilapisi oleh ektoderm dan saluran pencernaan dilapisi oleh endoderm. Di antara ektoderm dan endoderm, terdapat rongga tubuh dan dilapisi oleh jaringan yang berasal dari mesoderm. Bagaimana ilustrasi ciri-ciri Cacing tanah tersebut? Ilustrasi ciri-ciri Caving tanah tersebut seperti berikut:

Setelah dilakukan validasi kepada 4 ahli, diperoleh komentar yang beragam. Namun, secara umum soal sudah sesuai tanpa perlu banyak peru36


BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019

e-ISSN: 2549-0486

Untuk soal kelompok T-4 topik plantae, Ahli2 dan Ahli-4 sama-sama menyebut bahwa bahasa pertanyaan perlu disempurnakan. Tanggapan kami terhadap komentar 2 ahli tersebut ialah mengubah pertanyaan menjadi, “Berdasarkan alur pergiliran keturunan tumbuhan paku tersebut, bagaimana pergiliran tumbuhan paku dalam bentuk bagan beserta keterangan setiap fasenya?” Untuk soal kelompok T-5 topik plantae, Ahli4 menyebut bahwa bahasa perlu disempurnakan agar tidak menimbulkan multi tafsir kepada siswa. Tanggapan kami terhadap komentar 1 ahli tersebut ialah mengubah pertanyaan menjadi, “Dari kelompok apa tumbuhan yang diamati oleh Jisoo tersebut?” Untuk soal kelompok T-6 topik plantae, Ahli1 menyebut bahwa sebaiknya pertanyaan perlu diganti dengan menampilkan data dalam bentuk tabel atau grafik sehingga siswa bisa menafsirkan data tersebut untuk menarik kesimpulan. Tanggapan kami terhadap komentar 1 ahli tersebut ialah tidak melakukan perubahan terhadap soal. Hal ini karena kami memandang narasi soal sudah tepat sesuai dengan indikator tanpa harus menampilkan data dalam bentuk tabel atau grafik. Untuk soal kelompok H-1 topik animalia, Ahli-4 menyebut bahwa bahasa perlu disempurnakan. Tanggapan kami terhadap komentar 1 ahli tersebut ialah mengubah pertanyaan menjadi, “Berdasarkan ilustrasi bagan pengelompokkan hewan tersebut, bagaimana penjelasan kalian melalui tabel berikut?” Untuk soal kelompok H-2 topik animalia, Ahli-2 menyebut bahwa pertanyaan perlu disempurnakan. Sementara Ahli-4 menyebut bahwa bahasa perlu disempurnakan. Tanggapan kami terhadap komentar 2 ahli tersebut ialah menyempurnakan penggunaan bahasa menjadi, “Untuk dapat menjawab tujuan penelitian Jennie tersebut, bagaimana bentuk tabel pengamatan yang harus dibuat secara tepat, jelas, dan lengkap dengan keterangan tindakannya? Untuk soal kelompok H-4 topik animalia, Ahli-2 menyebut bahwa soal sebaiknya menampilkan data berupa tabel atau grafik, sehingga siswa ditutut bisa mengubah representasi. Ahli-3 menyebut bahwa soal dan tingkatan diselerasakan lagi. Sementara Ahli-4 menyebut bahwa bahasa disempurnakan lagi. Tanggapan kami terhadap

komentar 4 ahli tersebut ialah mengubah pertanyaan menjadi, “Dari ilustrasi tersebut, bagaimana penjelasan simetri tubuh Ubur-ubur laut pasifik dalam bentuk tabel?” serta, “Berdasarkan tabel simetri tubuh yang tepat, Ubur-ubur laut pasifik termasuk kelompok simetri tubuh apa?” Untuk soal kelompok H-5 topik animalia, Ahli-1 menyebut bahwa soal dan indikator kurang sesuai. Ahli-2 menyebut bahwa soal sebaiknya menampilkan kasus, sehingga siswa ditutut dapat mengevaluasi. Ahli-3 menyebut bahwa soal dan tingkatan diselerasakan lagi. Sementara Ahli4 menyebut bahwa bahasa disempurnakan lagi. Tanggapan kami terhadap komentar 4 ahli tersebut ialah mengubah soal menjadi, “Berdasarkan tabel tersebut, apakah Lalisa dapat membuat penjelasan umum mengenai hewan bertulang belakang? Mengapa demikian?” Untuk soal kelompok H-6 topik animalia, Ahli-2 menyebut bahwa pertanyaan perlu disempurnakan. Sementara Ahli-4 menyebut bahwa bahasa perlu disempurnakan. Tanggapan kami terhadap komentar 2 ahli tersebut ialah mengubah pertanyaan menjadi, “Berdasarkan reaksi kimia tersebut, apa manfaat hasil dari proses metabolisme di tubuh Rosé bagi kehidupan dalam ekosistem?” Berdasarkan keseluruhan komentar tersebut, dilakukan klasifikasi setiap soal berikut: Tabel 7. Hasil Validasi Ahli Skor dari Ahli 2

3

4

Jumlah Skor

Kriteria Soal

1 T-1

1

2

2

2

58

Cukup Layak

T-2

3

2

3

2

83

Sangat Layak

T-3

3

3

3

2

92

Sangat Layak

T-4

3

2

3

2

83

Sangat Layak

T-5

3

3

3

2

92

Sangat Layak

T-6

1

3

3

3

83

Sangat Layak

A-1

3

3

3

2

92

Sangat Layak

A-2

3

2

3

2

83

Sangat Layak

A-3

3

3

3

3

100

Sangat Layak

A-4

3

2

2

2

75

Sangat Layak

A-5

1

1

1

2

42

Cukup Layak

A-6

3

1

3

1

67

Cukup Layak

Soal

37


BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019

e-ISSN: 2549-0486

Setelah melakukan perbaikan berdasarkan komentar keempat ahli, kami melakukan ujicoba soal. Hasil uji coba dijadikan sebagai acuan untuk menemukan nilai koefisien keandalan soal. Melalui uji coba juga bisa didapatkan informasi banyak waktu yang diperlukan siswa untuk menjawab soal. Setelah dilakukan uji coba soal, diperoleh hasil sebagai berikut:

Sis wa

P1

Tabel 8. Hasil Uji Coba Soal Plantae P P P2 P5 3 4 1 3 4 5 6 7 8 9 0

1 1

1 2

1 3

1 4

Sis wa

P6

1

2

1

2

2

1

2

2

1

0

2

2

2

1

0

1

2

2

1

2

1

2

2

2

2

2

2

2

2

2

1

2

3

1

2

1

2

2

2

2

2

2

2

2

2

1

2

4

1

2

1

2

2

2

1

2

2

2

2

0

1

2

5

1

2

1

2

2

2

2

2

2

1

2

0

1

0

6

1

0

1

1

1

0

2

0

0

0

2

2

1

2

7

2

2

0

2

2

0

0

1

1

2

2

2

1

2

8

2

2

1

2

2

1

1

1

1

2

2

2

1

2

9

2

2

1

2

2

2

1

1

1

2

2

2

1

2

10

2

2

1

2

2

0

2

2

2

2

2

2

1

2

11

2

2

1

2

2

0

2

2

2

2

2

2

1

2

12

2

2

1

2

2

2

2

2

2

0

2

2

1

2

13

0

2

2

1

2

2

2

2

2

2

2

2

1

2

14

2

2

2

1

2

2

2

2

2

0

2

2

0

2

15

0

2

2

0

2

2

0

1

1

0

2

2

1

2

16

0

2

2

1

2

2

2

2

2

2

2

2

1

2

17

2

2

2

1

2

2

2

1

1

2

1

0

1

2

18

2

1

0

1

2

2

2

1

1

2

2

0

1

2

19

2

2

0

1

2

2

2

1

1

2

2

2

1

2

20

2

2

2

1

2

2

2

1

1

2

1

2

1

2

21

2

1

2

1

2

2

0

1

1

2

2

2

1

2

22

2

2

2

1

2

2

2

2

2

2

2

2

1

2

23

2

2

2

1

2

2

2

2

2

2

2

0

0

1

24

2

2

0

0

1

2

2

1

1

2

0

0

1

1

25

2

0

0

1

1

0

0

0

0

2

2

0

1

0

26

2

2

0

1

0

2

0

0

0

2

2

2

1

1

27

2

2

2

1

1

2

2

2

2

2

2

2

1

2

28

2

2

2

1

2

2

2

2

2

2

2

0

1

2

29

2

2

0

1

2

0

1

2

2

2

2

2

1

2

P1

P2

P 3

P 4

P5

P6

1

2

3

4

5

6

7

8

9

1 0

1 1

1 2

1 3

1 4

30

1

2

1

1

1

0

1

2

2

1

0

0

1

1

31

2

2

1

2

2

2

1

1

1

2

1

2

1

2

32

1

1

1

1

0

0

1

0

0

0

1

2

1

2

33

2

2

1

2

2

0

1

1

1

0

2

1

1

2

34

1

2

1

2

2

2

1

2

2

2

2

2

1

2

35

2

2

1

2

2

0

1

2

2

2

2

2

1

2

36

2

2

1

2

0

0

1

1

1

0

2

2

1

2

37

2

2

1

2

2

0

1

2

2

2

2

1

1

2

38

2

2

1

2

2

0

1

2

2

2

2

1

1

2

39

2

2

1

2

2

0

1

2

2

0

2

2

1

1

40

1

2

1

2

2

0

1

2

2

2

1

0

1

1

Tabel 8 kemudian diolah menggunakan persamaan 2, yang diperoleh nilai koefisien alfa sebesar 0,779. Artinya soal plantae dapat digunakan. Tabel 9. Hasil Uji Coba Soal Animalia S A1 A2 A3 A4 A5 A6 i s w 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 a 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 1 2 1 0 1 1 2 0 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 0 1 0 0 2 2 2 2 2 0 2 2 2 3 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 0 1 1 4 1 0 2 0 1 2 2 1 0 2 0 2 2 2 2 2 1 2 2 2 5 1 0 2 0 1 0 0 0 1 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 6 1 2 1 0 1 2 0 0 1 1 0 1 2 2 2 2 0 0 1 2 7 2 0 1 1 2 1 2 1 1 1 0 0 2 2 1 2 2 0 1 1 8 2 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 2 2 2 2 2 0 1 1 1 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7

38

2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 2 2 1 0 2 2 2 2 2 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 0 2 2 2 0 2 2 0 0 2 2 2 2 2 2 1 0 1 1 0 2 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 0 1 0 0 0 0 0 0 2 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 0 2 2 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 0 1 0 2 0 1 1 0 0 1 2 2 2 2 2 2 2 1 0 1 0 1 1 0 2 2 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 2 0 1 0 0 1 2 2 1 1 1 2 2 2


BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019 S i s w a 1 8 1 9 2 0 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 3 0 3 1 3 2 3 3 3 4 3 5 3 6 3 7 3 8 3 9 4 0

A1

A2

A3

A4

A5

e-ISSN: 2549-0486 topik plantae, tapi lebih kecil 0,014 ketimbang topik animalia saja. Walau begitu, secara keseluruhan tidak ditemukan perbedaan menyolok, baik khusus topik plantae, topik animalia saja, maupun keduanya. Selain itu, keseluruhan pengolahan menunjukkan bahwa soal termasuk dalam kategori dapat digunakan.

A6

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 1 2 2 1 1 2 2 1 1 0 2 2 2 0 0 2 0 0 0 2 2 1 1 1 1 2 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 1 0 2 2 1 2 1 1 2 2 1 1 2 0 1 2 0 0 0 1 0 0 1 2 2 2 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 1 0

IV. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, soal yang disusun dapat dijadikan sebagai alat ukur literasi saintifik siswa dalam pembelajaran biologi topik plantae dan animali di sekolah menengah. Secara rinci, hasil validasi ahli memberi kesimpulan bahwa terdapat 5 soal kategori ‘sangat layak’ dan 1 soal kategori ‘cukup layak’ untuk topik plantae serta 4 soal kategori ‘sangat layak’ dan 2 soal kategori ‘cukup layak’ untuk topik plantae. Sementara berdasarkan hasil ujicoba, diperoleh nilai koefisien alfa masing-masing sebesar 0,779 untuk topik plantae, 0,869 untuk topik animalia, serta 0,855 untuk gabungan keduanya.

1 2 2 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 2 0 2 1 0 0 2 2 1 0 1 0 0 0 1 1 0 2 2 2 2 0 0 2 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0 0 1 0 0 0 0 2 2 1 1 2 2 1 2 2 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 2 1 1 2 2 1 2 2 1 0 2 2 1 1 1 0 0 1 2 2 2 1 1 0 2 1 0 0 2 0 2 0 2 0 0 1 0 2 0 2 2 1 1 2 2 1 1 2 2 2 1 2 2 0 1 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 0 1 2 0 0 0 2 2 1 1 2 2 1 1 2 1 2 1 2 2 0 1 2 2 2 1 2 2 1 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 1 1 0 1

DAFTAR PUSTAKA Cronbach, Lee J. (1951). Coefficient alpha and the internal structure of tests. Psychometrika, 16: 297–334. Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E. (2009). How to design and evaluate research in education (7th ed.). New York. McGrawHill Companies. OECD. (2013). Pisa 2015 draft science framework march 2013. Paris: OECD. Rustaman, Nuryani Y. (2017). Mewujudkan sistem pembelajaran sains/biologi berorientasi pengembangan literasi peserta didik. Dalam Prosiding Seminar Nasional III Tahun 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”: KS. Setiawan, Adib Rifqi. (2017). Penerapan pendekatan saintifik untuk melatihkan literasi saintifik dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia.

2 2 2 2 1 1 2 2 1 1 2 0 1 2 2 2 1 0 1 1 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 1 0 1 2 2 2 1 1 1 2 2 0 2 2 1 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 0 2 1 2 2 0 1 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 1 0 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 1 1 2 1 2 2 2 2 2 2 0 0 1 2 2 1 2 2 1 1 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 0 1 1 0 0 0 0 0 1

Tabel 9 kemudian diolah menggunakan persamaan 2, yang diperoleh nilai koefisien alfa sebesar 0,869. Artinya soal plantae dapat digunakan. Dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan nilai koefisien alfa untuk topik plantae dan animalia, yang memiliki perbedaan sebesar 0,090. Untuk skala 1,000, rentang perbedaan tersebut dapat dianggap tidak menyolok. Ketika kami menghitung nilai koefisien alfa gabungan antara topik plantae dan animalia, diperoleh hasil sebesar 0,855. Hasil keseluruhan ini lebih besar 0,076 daripada khusus 39


BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019

e-ISSN: 2549-0486

Utari, Setiya, dkk. (2017). Recostructing the physics teaching didactic based on marzano’s learning dimension on training the scientific literacies. Journal of Physics: Conference Series, 812(1): 012102. Penulisan buku dengan editor disertai (Ed.) untuk satu editor dan (Eds.) untuk lebih dari satu editor. Contohnya: Maher, B. A. (Ed.). (1964–1972). Progress in experimental personality research (6 vols.). New York: Academic Press. Duncombe, J.U. (1959). Infrared navigation— Part I: An assessment of feasibility (Periodical style). IEEE Trans. Electron Devices, 11(5), 34–39. Chen, S., Mulgrew, B., and Grant, P.M. (1989). A clustering technique for digital communications channel equalization using radial basis function networks. IEEE Trans. Neural Networks, 4, 570–578. Lucky, R.W. (1965). “Automatic equalization for digital communication,” Bell Syst. Tech. J., 44(4), 547–588.

Fang, Q., Zhao, F., & Guibas, L. (2003). Lightweight sensing and communication protocols for target enumeration and aggregation. In M. Gerla, A. Ephremides, & M. Srivastava (Eds.), MobiHoc ’03 fourth ACM symposium on mobile ad hoc networking and computing (pp. 165–176). New York, NY: ACM Press. Banks, I. (n.d.). The NHS Direct healthcare guide. Retrieved from http://www.health careguide.nhsdirect.nhs.uk Alexander, J., & Tate, M. A. (2001). Evaluating web resources. Retrieved from Widener University, Wolfgram Memorial Library website: http://www2.widener.edu/Wolf gram-Memorial Library/webevaluation/we beval.htm Bibliographic references Harvard format APA style. (2011). Retrieved from University of Portsmouth website: http://www.port.ac. uk/library/guides/filetodownload,137568,e n.pdf

40


Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education ISSN 2621-7260 (Online) 2(2): 42-46 homepage: http://ejournal.upi.edu/index.php/asimilasi

Instrumen Penilaian untuk Pembelajaran Ekologi Berorientasi Literasi Saintifik (Assessment for Ecological Learning with Scientific Literacy Oriented) Adib Rifqi Setiawan* Pondok Pesantren Ath-Thullab, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia *Corresponding author: alobatnic@gmail.com Received: 20 August 2019 - Accepted: 27 September 2019 - Published: 30 September 2019 ABSTRACT The aims of this cross-sectional survey research was to find the validity and reliability of assessment instruments for ecological learning scientific literacy oriented’s. Determination of the sample used purposive sampling of 4 experts and 122 high school level students. To reveal validity is assessed based on obtain judgment expert and reliability measured by internal consistency. It was gained that the validity is 7 items very feasible and 3 item quite feasible with reliability’s value is 0.763. It showed that all items can be used to analyzing the difficulties of students for designing ecological learning scientific literacy oriented’s lesson plans. Keywords assessment, ecological learning, scientific literacy ABSTRAK Tujuan dari riset tipe cross-sectional survey ini ialah untuk menemukan keabsahan dan keandalan instrumen penilaian untuk pembelajaran ekologi berorientasi literasi saintifik. Penentuan sampel dengan menggunakan purposive sampling terhadap 4 pakar dan 122 siswa tingkat sekolah menengah di Kabupaten Kudus. Keabsahan diungkap berdasarkan penilaian pakar dan keandalan diukur menggunakan konsistensi internal. Diperoleh bahwa keabsahan 7 butir soal memenuhi kriteria sangat layak dan 3 butir soal memenuhi kriteria cukup layak dengan nilai keandalan sebesar 0.763. Ini menunjukkan bahwa semua butir soal dapat dipakai untuk menganalisis kesulitan siswa sebagai bahan merancang rencana pembelajaran ekologi berorientasi literasi saintifik. Kata kunci instrumen penilaian, literasi saintifik, pembelajaran ekologi © 2019 Department of Biology Education, Universitas Pendidikan Indonesia

1. PENDAHULUAN Kurikulum nasional Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak 10 kali (Setiawan & Sari, 2019). Perubahan tersebut wajar dilakukan karena keadaan masyarakat beserta tantangan yang dihadapi juga berubah. Tujuan dari semua perubahan yang dilakukan ialah untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, termasuk dari pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Namun, ulasan riset menyampaikan dan fakta lapangan menunjukkan bahwa selama ini belum tampak hasil (outcomes) menggembirakan berkelanjutan yang diperoleh dari pembelajaran di Indonesia. Setiawan (2019a) mengungkap bahwa terdapat fenomena unik dalam pembelajaran sains di Indonesia. Ungkapan ini didasari oleh perbandingan antara prestasi siswa Indonesia dalam ajang olimpiade internasional pada 2018 dengan penilaian literasi saintifik dari PISA (Programme for International Student Assessment) pada 2015 (Setiawan, 2019a). Perluasan data menunjukkan bahwa ungkapan tersebut tak dapat begitu saja disangkal, karena siswa Indonesia memang memiliki prestasi bagus dalam ajang International Science Olympiads (ISOs) sejak kali pertama ikut

serta, baik untuk fisika, biologi, astronomi dan astrofisika, geologi, serta kimia (IPhO, 2019; IBO, 2019; IOAA, 2019; IChO, 2019; IESO, 2019). Namun, secara bersamaan raihan tersebut disertai keberadaan yang konsisten di papan bawah dalam empat periode terakhir penilaian literasi saintifik dari PISA (OECD, 2019). Lebih lanjut, diungkapkan bahwa selayaknya raihan olimpiade diperlakukan sebagai hiburan semata, bukan gambaran keberhasilan pendidikan sains karena peserta merupakan siswa pilihan (Setiawan, 2019). Fenomena unik yang diungkap oleh Setiawan (2019a) dilanjut dengan penyampaian saran agar fokus yang serius harus diarahkan kepada hasil PISA. Hal ini karena kerangka kerja yang digunakan sebagai dasar untuk pengukuran dapat diadopsi atau setidaknya diadaptasi ke dalam pembelajaran (Setiawan, 2019a). Saran tersebut selaras dengan Karim et al. (2017) yang mengungkap bahwa strategi pembelajaran harus ditentukan dan dibangun dengan baik untuk melatih literasi saintifik, termasuk menjelaskan fenomena alam, membangun dan mengevaluasi percobaan, serta menafsirkan data yang diperoleh dari bukti ilmiah. Ungkapan tersebut disampaikan berdasarkan ulasan deskriptif menggunakan


Setiawan (2019) Menyusun Instrumen Penilaian untuk Pembelajaran Ekologi Berorientasi Literasi Saintifik

dimensi Marzano terhadap pelaksanaan desain pembelajaran termodinamika untuk melatih literasi saintifik (Karim et al., 2017). Dari sisi lain, Rustaman (2017) menyampaikan bahwa pembelajaran sains selayaknya menjadi sarana untuk melatih keterampilan saintifik serta menumbuhkan kepedulian terhadap alam dan upaya pelestarian fungsinya. Keseluruhan informasi tersebut menguatkan anggapan bahwa hasil PISA perlu ditindaklanjuti secara serius dalam bentuk mengarahkan pembelajaran sains untuk melatih literasi saintifik. Literasi saintifik telah dijelaskan oleh Hurd (1998) sebagai kompetensi yang diperlukan oleh warga negara untuk berpikir rasional tentang sains dalam kaitannya dengan masalah pribadi, sosial, politik, ekonomi, dan masalah yang mungkin ditemui seseorang sepanjang hidup. Konsep literasi saintifik harus mengenali berbagai kekuatan yang berubah dalam masyarakat, termasuk kemunculan era informasi, kelahiran ekonomi global, dan dunia daring (Hurd, 1998). Kerangka kerja PISA dari OECD (2018) mendefinisikan literasi saintifik sebagai kemampuan untuk terlibat masalah yang berhubungan dengan sains dan dengan ide sains sebagai warga negara yang reflektif. Karena itu, orang yang memiliki literasi saintifik bersedia untuk terlibat komunikasi ilmiah tentang sains dan teknologi yang membutuhkan kompetensi untuk: menjelaskan fenomena secara ilmiah, mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah, juga menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (OECD, 2018). Berdasarkan uraian tersebut, riset ini bertujuan untuk menemukan keabsahan dan keandalan rancangan instrumen penilaian pembelajaran ekologi beroerientasi literasi saintifik. Rancangan soal disusun berdasarkan indikator domain kompetensi literasi saintifik dari kerangka kerja PISA (OECD, 2018). Indikator tersebut dikaitkan dengan topik ekologi atas dasar pertimbangan agar dapat digunakan dalam pembelajaran di sekolah menengah. Karena itu, rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian ini ialah, “Bagaimana keabsahan dan keandalan rancangan instrumen penilaian pembelajaran ekologi beroerientasi literasi saintifik?�

dan praktisi profesional bidang bahasa 1 orang (Pakar-4). Sementara untuk siswa kriteria yang dipakai ialah merupakan siswa aktif di sekolah menengah yang mengambil program peminatan Ilmu Alam. Instrumen yang dipakai untuk mengukur keabsahan ialah lembar validasi butir pernyataan. Lembar tersebut diberi skor menggunakan skala Likert. Kelebihan skala Likert sebagai pengukur tanggapan secara verbal maupun numerik terhadap kuesioner, dapat memberi nilai kuantitatif dalam rentang spektrum yang panjang (Likert, 1932). Sedangkan kekurangannya berupa sikap terdistribusi secara normal ke dalam lima kategori persetujuan (Likert, 1932). Memperhatikan kelebihan dan kekurangan, skala Likert dipilih karena hasilnya dapat diolah baik secara statistik maupun desktriptif. Letak kekurangan berupa pembagian tingkat persetujuan ke dalam lima kategori diatasi dengan menggunakan tujuh tingkat secara numerik (Dawes, 2008). Tabel 1. Indikator Kompetensi Literasi Saintifik Kompetensi Menjelaskan fenomena secara ilmiah

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah

Indikator Mengingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai. Mengidentifikasi, menggunakan, serta menghasilkan model dan representasi yang jelas. Menjelaskan implikasi potensial dari pengetahuan ilmiah bagi masyarakat. Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan. Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah pertanyaan yang diberikan. Mendeskripsikan dan mengevaluasi berbagai cara yang digunakan oleh ilmuan untuk menentukan keabsahan dan keobjektifan data serta keumuman penjelasan. Mengubah data dari satu representasi ke representasi yang lain. Menganalisis dan menafsirkan data dan menarik kesimpulan yang tepat.

(OECD, 2013)

2. METODE Tujuan dari riset ini adalah untuk menemukan keabsahan dan keandalan rancangan instrumen penilaian pembelajaran ekologi beroerientasi literasi saintifik. Karena itu dibutuhkan data berupa lembar validasi dan nilai keabsahan instrumen. Berdasarkan tujuan riset dan kebutuhan data, metode riset yang dapat dipakai ialah tipe cross-sectional survey. Tipe ini berupaya untuk memperoleh informasi yang dikumpulkan pada titik waktu yang kira-kira sama (Fraenkel & Wallen, 2009). Sampel diambil dengan teknik penyampelan bertujuan (purposive sampling) terhadap 4 pakar dan 122 siswa tingkat sekolah menengah di Kabupaten Kudus. Teknik ini dipilih karena tujuan spesifik riset memerlukan sampel yang memenuhi kriteria (Fraenkel & Wallen, 2009). Kriteria untuk 4 pakar tersebut berupa akademisi dengan bidang kepakaran literasi saintifik 1 orang (Pakar-1) dan evaluasi pembelajaran biologi 1 orang (Pakar-2) serta praktisi pembelajaran biologi sekolah menengah 1 orang (Pakar-3)

Nilai keabsahan (validity) ditentukan berdasarkan penilaian pakar (obtain judgement expert), masing-masing terhadap ketepatan antara rancangan dan indikator yang dikur, pertanyaan dan jawaban, serta soal dengan subjek sasaran (Fraenkel & Wallen, 2009). Hasil validasi berupa penilaian skala 7 terhadap setiap butir pernyataan yang diolah menggunakan persamaan berikut (Setiawan, 2019b): đ?‘ƒ(đ?‘ ) =

đ?‘ đ?‘

Ă— 100%

(Persamaan 1)

dengan: đ?‘ƒ(đ?‘ ) = Nilai setiap butir pernyataan đ?‘ = skor setiap butir pernyataan đ?‘ = jumlah keseluruhan butir pernyataan kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel berikut:

43


44

Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education, 2(2): 42-46

Tabel 2. Penafsiran Penilaian Keabsahan Instrumen No. 1 2 3

Rentang Rerata Penilaian Pakar (%) 7,001 ≤ % ≤ 10,000 4,001 ≤ % ≤ 7,000 0,000 ≤ % ≤ 4,000

Kriteria Kelayakan Sangat layak Cukup layak Tidak layak

(Setiawan, 2019b) Berdasarkan tabel tersebut, instrumen dapat digunakan kalau memenuhi kriteria ‘sangat layak’ atau ‘cukup layak’ (Setiawan, 2019b). Sementara untuk mengukur keandalan (reliability), dipakai kuesioner motivasi belajar yang telah diperbaiki berdasarkan lembar validasi butir pernyataan. Keandalan instrumen ditentukan berdasarkan konsistensi internal (internal consistency). Konsistensi internal biasanya diukur dengan alfa Cronbach (Îą), salah satu cara statistik untuk mengetahui korelasi berpasangan antar butir pertanyaan atau pernyataan, yang dapat dihitung menggunakan persamaan Kuder-Richardson Approaches (KR20) berikut (Sijtsma, 2009): đ?›ź =

đ?‘› đ?‘› −1

(1 −

∑đ?‘– đ?‘‰đ?‘– đ?‘‰đ?‘Ą

(Persamaan 2)

)

dengan: � = koefisien alfa � = jumlah butir pernyataan �� = simpangan baku setiap butir pernyataan �� = simpangan baku keseluruhan Persamaan 2 mengungkap bahwa alfa Cronbach adalah fungsi dari jumlah butir pernyataan, simpangan baku setiap butir pernyataan, dan simpangan baku keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa nilai alfa Cronbach dapat meningkat ketika interelasi antar butir meningkat, sehingga dapat dipakai untuk memperkirakan konsistensi internal dari keandalan skor instrumen. Persamaan 2 juga memberi makna bahwa dibutuhkan uji coba yang hasilnya dapat ditafsirkan berdasarkan tabel berikut: Tabel 3. Penafsiran Penilaian Keandalan Instrumen No. 1 2 3 4 5 6

Nilai Alfa Cronbach � ≤ 0,9 0,8 ≤ � < 0,9 0,7 ≤ � < 0,8 0,6 ≤ � < 0,7 0,5 ≤ � < 0,6 � < 0,5

Kategori Keandalan Luar biasa Baik Dapat diterima Dipertanyakan Rendah Tidak dapat diterima

(Morera & Stokes, 2016) Berdasarkan tabel tersebut, instrumen dapat dipakai setelah satu kali uji coba kalau nilai koefisien alfa lebih besar dari 0,70 (Fraenkel & Wallen, 2009). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Instrumen penelitian yang dirancang berjumlah 10 butir soal dengan indikator mengacu kepada domain kompetensi literasi saintifik dari kerangka kerja PISA.

Indikator tersebut digunakan sebagai acuan dalam menyusun soal dengan konten terkait topik ekologi. Pilihan mengaitkan dengan topik tertentu dilakukan karena kami berupaya agar pembelajaran aktual di sekolah dapat diarahkan untuk melatih literasi saintifik. Sehingga diperlukan soal sebagai alat ukur literasi saintifik dari beragam topik, antara lain ekologi. Soal disusun dalam bentuk uraian. Pilihan ini diambil karena kami memandang bahwa tes tipe uraian memiliki keunggulan untuk mengukur kemampuan individu dalam mengorganisasikan, mengintregasikan, menganalisis, menyintesiskan, dan mengevaluasi informasi. Karena itu, soal bentuk uraian dipandang lebih cocok untuk digunakan. Banyak soal yang disusun ialah 3 kelompok untuk setiap topik. Kami menyadari bahwa untuk soal tipe ini, terdapat kesulitan dalam hal melakukan penyekoran. Sehingga kami membuat rancangan sederhana guna mengklasifikasikan skor dari setiap jawaban, yang ditampilkan melalui tabel berikut: Tabel 4. Klasifikasi Skor Setiap Jawaban Skor Bentuk Jawaban 2 Sama seperti yang diharapkan 2 Hampir seperti yang diharapkan tanpa terdapat pernyataan yang salah 1 Mengandung hal yang benar dan terdapat pula pernyataan yang salah 0 Jawaban tidak berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan 0 Tidak menjawab yang kemudian dijumlah menggunakan persamaan berikut: đ?‘ = ∑đ?‘†

secara

keseluruhan

(Persamaan 3)

dengan: đ?‘ = skor setiap siswa đ?‘† = jawaban setiap butir soal Langkah yang dilakukan dalam penyusunan soal sebagai berikut: 1) Membuat matrikulasi domain kompetensi dan indikator soal (Tabel 5); 2) Menyusun soal berdasarkan matrikulasi; 3) Meminta validasi pakar; 4) Menganalisis hasil validasi pakar (analisis keabsahan); 5) Meminta siswa mengerjakan soal (mengujicobakan); serta 6) Menganalisis hasil ujicoba (analisis keandalan). Setelah dilakukan validasi kepada 4 pakar, diperoleh penilaian yang beragam. Namun, secara umum soal sudah sesuai tanpa perlu banyak perubahan. Berdasarkan keseluruhan komentar tersebut, dilakukan klasifikasi setiap soal pada Tabel 6.


Setiawan (2019) Menyusun Instrumen Penilaian untuk Pembelajaran Ekologi Berorientasi Literasi Saintifik

Tabel 5. Contoh Soal yang Disusun Indikator Topik Soal

Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan Penanganan Perubahan Lingkungan Ketika memimpin proyek pembangunan sirkuit MotoGP dari DORNA di Kabupaten Kudus pada 2019 yang harus siap pakai pada 2024, Rosé ingin agar hasilnya ramah lingkungan. Karena itu dirinya mengumpulkan data sebagai berikut: a) Jumlah kendaraan untuk setiap sesi balapan paling banyak ialah 30 sepeda motor; b) Bahan bakar setiap kendaraan ialah Pertamax Plus; c) Setiap kendaraan membutuhkan 1 liter untuk sekali mengelilingi sirkuit sepanjang 5 km; d) Daftar pohon yang dapat dipilih Rosé untuk ditanam di lingkungan sirkuit sebagai berikut: No.

Pertanyaan Jawaban

Pohon

1

Mahoni

2

Palem Phoenix

3

Kersen

4

Beringin

5

Trembesi

Nama Ilmiah Swietenia macrophylla Phoenix roebelenii Muntingia calabura Ficus benjamina Samanea saman

Daya Serap CO2 (g/jam.pohon) 3.112,43 0,39 0,6 1.146,51 3.252,10

Bagaimana langkah perencanaan yang dapat dilakukan Rosé agar sirkuit yang dibangun ramah lingkungan? Langkah perencanaan yang dapat dilakukan Rosé ialah: 1) Memprediksi total emisi karbon selama masa balapan; 2) Memilih pohon yang memiliki daya serap paling bagus sekaligus memungkinkan ditanam di lokasi; 3) Memetakan letak penanaman pohon agar efektif dan efisien serta tidak mengganggu pelaksanaan balapan.

Setelah melakukan perbaikan berdasarkan komentar keempat pakar, dilakukan ujicoba soal. Hasil uji coba dijadikan sebagai acuan untuk menemukan nilai koefisien keandalan soal. Melalui uji coba juga bisa didapatkan informasi banyak waktu yang diperlukan siswa untuk menjawab soal. Setelah dilakukan uji coba soal, diperoleh hasil bahwa nilai konsistensi internal sebesar 0.763, yang berarti instrumen penilaian dapat digunakan. Banyaknya waktu yang diperlukan siswa untuk menjawab soal ialah 45 menit. Instumen yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat digunakan untuk memperoleh profil literasi saintifik siswa sebelum dan/atau setelah pembelajaran. Melalui profil sebelum pembelajaran, dapat disusun rancangan pembelajaran berorientasi literasi saintifik yang selaras dengan keadaan siswa. Sementara profil setelah pembelajaran dapat dipakai sebagai bahan evaluasi, baik

dari sisi pelaksanaan proses, pencapaian hasil, keefektifan kegiatan, maupun ketiganya. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi bahan kajian untuk diperbaiki secara berlanjut supaya lebih operasional ketika diterapkan di lapangan serta kuat dari sisi penelitian. Tabel 6. Hasil Validasi Pakar Soal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 7 3 3 7 6 5 7 7 7 7

Skor dari Pakar 2 3 2 5 6 6 5 5 5 6 4 6 6 5 4 6 3 4 6 7 7 7

4 3 6 5 5 3 6 6 6 6 5

Jumlah Skor

Kriteria Soal

61 75 64 82 68 79 82 71 93 93

Cukup Layak Sangat Layak Cukup Layak Sangat Layak Cukup Layak Sangat Layak Sangat Layak Sangat Layak Sangat Layak Sangat Layak

4. SIMPULAN Berdasarkan riset yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa keabsahan dan keandalan instrumen penilaian menunjukkan soal termasuk dalam kategori dapat digunakan. Dengan demikian, soal yang disusun dapat dijadikan sebagai alat ukur literasi saintifik siswa dalam pembelajaran ekologi di sekolah menengah. Secara rinci, hasil validasi pakar memberi kesimpulan bahwa terdapat 7 soal kategori ‘sangat layak’ dan 3 soal kategori ‘cukup layak’. Sementara berdasarkan hasil ujicoba, diperoleh nilai konsistensi internal sebesar 0.763, yang berarti soal dapat digunakan. REFERENSI Dawes, J. (2008). Do Data Characteristics Change According to the Number of Scale Points Used? An Experiment Using 5-Point, 7-Point and 10-Point Scales. International Journal of Market Research, 50(1), 61–104. doi:10.1177/147078530805000106 Fraenkel, J.R. & Wallen, N.E. (2009). How to design and evaluate research in education (7th ed.). New York. McGraw-Hill Companies. Hurd, P.D. (1998). Scientific literacy: New minds for a changing world. Science Education, 82(3), 407–416. doi:10.1002/(sici)1098-237x(199806)82:3<407::aidsce6>3.0.co;2-g IBO. (2019). Final Scores IBO 2019. Dalam 30th IBO Hungary 2019 (Online). Tersedia http://ibo2019.org/sites/default/files/201907/FINAL%20SCORES%20IBO2019.pdf [15 Juli 2019]. IChO. (2019). International chemistry olympiad: indonesia. Dalam International Chemistry Olympiad (Online).

45


46

Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education, 2(2): 42-46

Tersedia http://www.icho-official.org/results/ country_info.php?country=Indonesia [15 Juli 2019]. IESO. (2019). List of medal and team award winners. Dalam International Earth Science Olympiad (Online). Tersedia http://www.ieso-info.org/ documents/ honor-board/ [15 Juli 2019]. IOAA. (2019). Participating countries. Dalam International Olimpiad on Astronomy and Astrophysics (Online). Tersedia http://www.ioaastrophysics.org/ participating-countries/ [15 Juli 2019]. IPhO. (2019). IPhO 2019. Dalam International physics olympiad (Online). Tersedia https://iphounofficial.org/countries/IDN/individual [15 Juli 2019]. Karim, S., Prima, E.C., Utari, S., Saepuzaman, D. & Nugaha, M.G. (2017). Recostructing the physics teaching didactic based on marzano’s learning dimension on training the scientific literacies. Journal of Physics: Conference Series, 812: 1-8. doi:10.1088/1742-6596/812/1/012102 Likert, R. (1932). A technique for the measurement of attitudes. Archives of Psychology, 22 (140): 1-55. Morera, O.F., & Stokes, S.M. (2016). Coefficient α as a Measure of Test Score Reliability: Review of 3 Popular Misconceptions. American Journal of Public Health, 106(3), 458–461. doi:10.2105/ ajph.2015.302993 OECD. (2018). Pisa for development science framework. Dalam OECD, PISA for Development Assessment and Analytical Framework: Reading, Mathematics and Science. Paris: OECD Publishing. doi:https://dx.doi.org/10.1787/9789264305274-6en

OECD. (2019), "Science performance (PISA)" (indicator). Dalam OECDiLibrary (online). Tersedia https://doi.org/10.1787/91952204-en [18 September 2019]. Rustaman, N.Y. (2017). Mewujudkan sistem pembelajaran sains/biologi berorientasi pengembangan literasi peserta didik. Makalah disajikan dalam Prosiding Seminar Nasional III Tahun 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 29 April 2017. Setiawan, A.R. (2019a). Penerapan pendekatan saintifik untuk melatih literasi saintifik dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama. Prosiding Seminar Nasional Fisika (SiNaFi) 2018, 4(1): 7-13. Setiawan, A.R. (2019b). Peningkatan literasi saintifik melalui pembelajaran biologi menggunakan pendekatan saintifik. Journal of Biology Education, 2 (1): 223-235. doi:10.21043/jobe.v2i1.5278 Setiawan, A.R. & Sari, D.R. (2019). A Simple Essay of Natural Science Curricula in Indonesia. ΛLΟBΑΤИIƆ (ΛRS). doi:https://doi.org/ 10.31219/osf.io/uwn4r Sijtsma, K. (2009). On the Use, the Misuse, and the Very Limited Usefulness of Cronbach’s Alpha. Psychometrika, 74(1), 107–120. doi:10.1007/s11336008-9101-


Thabiea : Journal of Natural Science Teaching Program Studi Tadris Ilmu Pengetahuan Alam Institut Agama Islam Negeri Kudus http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Thabiea

p-issn: 2580-8974, e-issn: 2655-898x

Efektivitas Pembelajaran Biologi Berorientasi Literasi Saintifik Adib Rifqi Setiawan Madrasah Aliyah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS), Jl. KH. Turaichan Adjhuri No. 23 Kudus, Indonesia, 59315 alobatnic@gmail.com

Kata kunci: literasi saintifik pembelajaran biologi pendekatan saintifik

Keyword: biology learning scientific approach scientific literacy

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menemukan keefektifan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik. Subjek dari penelitian ini adalah siswa program ilmu pengetahuan alam sekolah menengah di Kudus. Keefektifan diukur berdasarkan nilai ukuran efek Cohen d berdasarkan hasil pretest dan posttest yang diambil menggunakan desain deret waktu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keefektifan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik berada di kategori sedang dengan nilai 0,548. Pendekatan saintifik dapat menjadi tawaran model pembelajaran berorientasi literasi saintifik serta tidak dapat ditemukan model terbaik untuk digunakan dalam pembelajaran ilmu pengetahuan alam termasuk biologi. ABSTRACT Effectiveness of biology learning scientific literacy oriented. The goals of this work were to find the effectiveness of scientific approach in scientific literacy biological learning oriented. The subject of this study is students of natural science program class in secondary school in Kudus. To reveal effectiveness is measured based on the value of Cohen’s d effect size based on pretest and posttest result gained with time series design. The results of this work revealed that the effectiveness of scientific approach in scientific literacy biological learning oriented were in medium category with the value were 0,548. Scientific approach can be used as alternative model for scientific literacy learning oriented nor did not found the best model for science learning include biology. Copyright Š 2019 Institut Agama Islam Negeri Kudus. All Right Reserved

Pendahuluan Pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa secara optimal harus dilakukan melalui langkah terstruktur dan terukur (Setiawan & Koimah, 2019). Struktur pembelajaran yang baik diterapkan secara bertahap mulai dari langkah sederhana sampai rumit. Seluruh langkah tersebut dibuat agar dapat diukur, baik dari sisi pelaksanaan maupun pencapaian. Hal ini berlaku secara umum, termasuk dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) seperti biologi, fisika, kimia, geologi, dan astronomi. Salah satu cara untuk menyusun pembelajaran yang sesuai dengan prinsip

tersebut ialah menggunakan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik adalah pendekatan pedagogis yang menggunakan langkah sesuai dengan metode ilmiah (Setiawan, 2019). Nurohmah (2015) melalui one-group pretestposttest menemukan bahwa pendekatan saintifik mempunyai keefektifan tinggi dalam meningkatkan hasil belajar tiap aspek kognitif siswa pada jenjang pengetahuan, pemahaman, dan penerapan. Setiawan (2017) kemudian menerapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran fisika berorientasi literasi saintifik. Hasil yang diperoleh menggunakan one-group pretest-posttest menyebutkan bahwa pendekatan saintifik dalam pembelajaran fisika JURNAL THABIEA Vol. 02 No. 02 Tahun 2019 | 83 – 94


topik mekanika dapat meningkatkan literasi saintifik siswa di kategori sedang dengan nilai gain yang dinormalisasi sebesar 0,61. Nurohmah (2015) berupaya untuk mengetahui seberapa besar keefektifan pendekatan saintifik dalam meningkatkan hasil belajar. Besar keefektifan diukur berdasarkan ukuran efek đ??śđ?‘œâ„Žđ?‘’đ?‘› đ?‘‘ terhadap hasil pretest dan posttest. Hasil pretest dan posttets diambil menggunakan tes objektif sebanyak 20 butir soal yang disusun sebagai alat pengukur hasil belajar tiap aspek kognitif. Tes tersebut diberikan kepada siswa sebelum dan sesudah pembelajaran sebanyak 3 pertemuan. Sementara tujuan penelitian Setiawan (2017) ialah untuk mendapat gambaran peningkatan literasi saintifik setelah diterapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran fisika topik mekanika. Penerapan tersebut dilakukan menggunakan desain pembelajaran yang diadaptasi dari usulan Utari, dkk. (2015). Peningkatan literasi saintifik diukur berdasarkan nilai gain yang dinormalisasi terhadap hasil pretest dan posttest. Alat ukur pretest dan posttets berupa tes tipe uraian sebanyak 18 butir soal yang disusun berdasarkan indikator kompetensi literasi saintifik dari Programme for International Student Assessment (PISA). Tes tersebut diberikan kepada siswa sebelum dan sesudah pembelajaran sebanyak 3 pertemuan. Dari penyampaian informasi tersebut tampak bahwa pembelajaran yang dilaksanakan oleh Nurohmah (2015) tidak diarahkan untuk melatih literasi saintifik sepertihalnya dilakukan oleh Setiawan (2017). Namun, Setiawan (2017) luput tidak mengulas keefektifan penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran laiknya dikerjakan oleh Nurohmah (2015). Ditilik dari sisi metode penelitian, keduanya menggunakan desain yang sama berupa onegroup pretest-posttest. Desain tersebut termasuk dalam tipe experimental dari kelompok weak experimental karena tidak memiliki kontrol untuk ancaman terhadap kualitas pelaksanaan rancangan penelitian, sehingga hasilnya bukan semata dipengaruhi oleh tindakan yang diberikan (Fraenkel & Wallen, 2009). Keabsahan hasil penelitian tipe

experimental akan lebih kuat kalau menggunakan dari kelompok true experimental lantaran peneliti dapat mengontrol beberapa faktor yang tidak diharapkan memengaruhi hasil penelitian. Berdasarkan tuturan tersebut, kami memandang perlu dilakukan tindak lanjut terhadap Nurohmah (2015) dan Setiawan (2017) berupa penelitian yang memaduan tujuan dan pembahasan data serta perbaikan desain penelitian dari keduanya. Sehingga kami menerapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik siswa. Karena itu rumusan masalah yang menjadi fokus kami ialah, “Bagaimana keefektifan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik?� Metode Tujuan penelitian ini ialah untuk menemukan keefektifan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik. Karena itu dibutuhkan data berupa profil literasi saintifik sebelum dan sesudah pembelajaran biologi menggunakan pendekatan saintifik. Berdasarkan tujuan penelitian dan kebutuhan data, metode penelitian yang dapat dipakai ialah pendekatan kualitatif tipe experimental jenis action research (Fraenkel & Wallen, 2009). Dalam metode ini dapat digunakan kelompok desain quasiexperimental, yang kami pilih karena kesulitan menggunakan true experimental, tapi hasilnya lebih kuat daripada weak eksperimental. Desain penelitian yang dipilih dari kelompok quasi-experimental yakni time series, karena tidak memerlukan kelompok kontrol untuk dibandingkan dengan kelompok eksperimen, tidak menggunakan penyamaan karakteristik dalam satu kelompok tindakan, serta tidak memerlukan pengontrol variabel. Untuk desain time series, kelompok yang digunakan untuk penelitian tidak dapat dipilih secara random sampling, sehingga sampel diambil menggunakan teknik convenience sampling (Fraenkel & Wallen, 2009). Target JURNAL THABIEA |84


populasi di sini adalah siswa sekolah menengah program ilmu pengetahuan alam (IPA) di Kabupaten Kudus. Sampel yang diambul sebanyak 120 siswa dengan kisaran usia 15-17 tahun dari salah satu sekolah menengah. Desain penelitian berupa 16 kali pengamatan terhitung mulai 6 Januari sampai 3 Maret 2019. Rincian desain yakni: 8 kali pengamatan sebelum diberikan tindakan berupa hasil pretest (OA1, OA2, OA3, OA4, OA5, OA6, OA7, OA8); 8 kali pengamatan setelah diberikan tindakan berupa hasil posttest (OH1, OH2, OH3, OH4, OH5, OH6, OH7, OH8); serta tindakan berupa penerapan pendekatan saintifik yang dilaksanakan secara malar dalam pembelajaran biologi topik plantae meliputi bryophyta (P1), pteridophyta (P2), gymnospermae (P3), dan angiospermae (P4) serta animalia mencakup annelida (P5), arthropoda (P6), pisces (P7), dan tetrapoda (P8). Desain tersebut ditunjukkan dengan pola berikut:

Kompetensi Menjelaskan fenomena secara ilmiah

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah

OH1 ⇒ P1 ⇒ OH2 ⇒ P2 ⇒ OH3 ⇒ P3 ⇒ OH4 ⇒ P4 ⇒ OH5 ⇒ P5 ⇒ OH6 ⇒ P6 ⇒ OH7 ⇒ P7 ⇒ OH8 ⇒ P8 ⇒ Penerapan pendekatan saintifik dilaksanakan menggunakan desain pembelajaran usulan Utari, dkk. (2015) yang diperbaiki oleh Setiawan (2017). Komponen literasi saintifik yang dilatih untuk setiap langkah berfokus kepada domain kompetensi, ialah: menjelaskan fenomena secara ilmiah (K1), merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah (K2), dan menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (K3). Instrumen yang dipakai untuk mengukur literasi saintifik berupa tes tipe uraian dengan konten terkait topik bryophyta, pteridophyta, gymnospermae, angiospermae, annelida, arthropoda, pisces, dan tetrapoda masingmasing sebanyak 3 butir soal yang disusun berdasarkan indikator kompetensi dari kerangka kerja PISA. OA1 OA2 OA3 OA4 OA5 OA6 OA7 OA8

Tabel 1. Indikator Kompetensi Literasi Saintifik Kode Indikator Mengingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai Mengidentifikasi, menggunakan, serta menghasilkan model dan K1 representasi yang jelas Menjelaskan implikasi potensial dari pengetahuan ilmiah bagi masyarakat Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah pertanyaan yang K2 diberikan Mendeskripsikan dan mengevaluasi berbagai cara yang digunakan oleh ilmuan untuk menentukan keabsahan dan keobjektifan data serta keumuman penjelasan Mengubah data dari satu representasi ke representasi yang lain K3 Menganalisis dan menafsirkan data dan menarik kesimpulan yang tepat (OECD, 2018)

JURNAL THABIEA |85


Tabel 2. Kompetensi yang dilatihkan untuk Setiap Langkah Pembelajaran Langkah Pembelajaran Kegiatan Pendahuluan

Apersepsi Motivasi Mengamati

Kegiatan Inti Menanya Mengumpulkan Informasi (pustaka) Mengolah Data (laboratorium atau lapangan) Mengomunikasikan Hasil Evaluasi Kegiatan Penutup

Literasi Saintifik

Gambaran Kegiatan

Penugasan

Memberi contoh penerapan masalah keseharian terkait dengan konsep yang akan disampaikan. Melakukan simpulan dari hasil pengamatan, mendapatkan data untuk memunculkan pertanyaan penyelidikan. Mengajukan pertanyaan penyelidikan terkait objek yang dimati, memprediksi hubungan antar variabel. Merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan informasi pustaka yang relevan.

K1 K1

Menganalisis data dan membuat kesimpulan.

K2, K3

Menyampaikan kesimpulan yang didapatkan secara lisan dan tulisan. Memberi soal terkait dengan konsep yang telah dibahas. Memberi tugas yang memacu siswa untuk menuangkan gagasan dalam memecahkan masalah keseharian.

K1, K3

K1, K2

K1, K2, K3

K2, K3 K1, K2, K3 K1, K2, K3 Setiawan (2017)

Tabel 3. Sebaran Topik Instrumen Pengukuran Topik Plantae

Animalia

Rincian

Penggunaan

Bryophyta

OA1 dan OH1

Pteridophyta

OA2 dan OH2

Gymnospermae

OA3 dan OH3

Angiospermae

OA4 dan OH4

Annelida

OA5 dan OH5

Arthropoda

OA6 dan OH6

Pisces

OA7 dan OH7

Tetrapoda

OA8 dan OH8 (OECD, 2018)

Keabsahan instrumen ditentukan berdasarkan validasi pakar, masing-masing terhadap kesesuaian indikator dengan soal, kesesuaian jawaban dengan pertanyaan, serta kesesuaian soal dengan jenjang sekolah. Pakar yang dipilih yaitu akademisi dengan bidang kepakaran literasi saintifik dan evaluasi pembelajaran biologi serta praktisi

pembelajaran biologi sekolah menengah dan bidang profesional terkait biologi. Sementara keandalan instrumen ditentukan berdasarkan internal consistency. Dengan cara ini, dibutuhkan satu kali uji coba yang hasilnya diolah dengan ketentuan instrumen dapat digunakan kalau nilai koefisien keandalan persamaan Kuder-Richardson

JURNAL THABIEA |86


Approaches (KR20) lebih besar dari 0,70 (Fraenkel & Wallen, 2009; Cronbach, 1951). Setelah dilakukan validasi kepada 4 pakar dan uji coba terhadap 40 siswa ditemukan bahwa instrumen layak dipakai serta nilai koefisien keabsahan memenuhi kriteria dapat digunakan. Dalam mengukur literasi saintifik siswa, digunakan panduan penilaian jawaban berikut: Skor 3 2 1 0 0

Tabel 4. Klasifikasi Skor Setiap Jawaban Jawaban Sesuai seperti yang diharapkan Hampir seperti yang diharapkan tanpa terdapat pernyataan yang salah Mengandung hal yang benar dan terdapat pula pernyataan yang salah Jawaban tidak berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan Tidak menjawab

Dari skor tersebut, keefektifan dicari melalui perhitungan nilai ukuran efek (effect size) dari nilai Cohen d (Nissen, dkk., 2018). Hasil perhitungan tersebut kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel berikut:

Nilai 0,01 0,20 0,50 0,80 1,20 2,00

Tabel 5. Besar Keefektifan Kategori Sangat Kecil Kecil Sedang Tinggi Sangat Tinggi Luar Biasa (Sawilowsky, 2009)

Hasil dan pembahasan Hasil penelitian ditunjukkan melalui gambar 1, yang menampakkan bahwa terdapat peningkatan hasil dari pretest ke posttest. Hasil yang diperoleh dari pretest tidak stabil dengan

bentuk garis memenuhi persamaan persamaan đ?‘Ś = −0,0045đ?‘Ľ + 0,6179, tapi karena memiliki rentang perbedaan yang kecil dapat dikatakan bahwa ketidakstabilan kurang signifikan. Ketidakstabilan serupa juga diperoleh dari hasil posttest memenuhi persamaan đ?‘Ś = −0,0152đ?‘Ľ + 1,4886. Persamaan garis đ?‘Ś = 0,075đ?‘Ľ + 0,3717 diperoleh untuk keseluruhan tahap pengamatan. Koefisien positif dalam persamaan tersebut menyampaikan makna bahwa terdapat kecenderungan peningkatan nilai dari setiap tahap. Perhitungan hasil tersebut memberi nilai Cohen d sebesar 0,548, yang berarti secara keseluruhan penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik memiliki keefektifan di kategori sedang. Dapat dilihat dari Gambar 1 bahwa pendekatan saintifik terbilang efektif untuk melatih literasi saintifik dalam pembelajaran biologi. Hasil ini menguatkan Nurohmah (2015) yang mengungkap bahwa pendekatan saintifik efektif dalam meningkatkan hasil belajar tiap aspek kognitif siswa pada jenjang pengetahuan, pemahaman, dan penerapan. Namun, kategori keefektifan yang didapat oleh Nurohmah (2015) berada di kategori tinggi, sedangkan kami berada di kategori sedang. Hal ini mungkin disebabkan oleh indikator hasil belajar yang dirancang dalam pembelajaran. Nurohmah (2015) merancang pembelajaran berdasarkan aspek kognitif tanpa mengaitkan dengan literasi saintifik seperti yang kami lakukan. Kemungkinan tersebut didukung oleh temuan PISA yang menyebutkan bahwa ratarata skor literasi saintifik siswa Indonesia sebesar 403, lebih rendah 90 poin dari rata-rata internasional sebesar 493 serta jauh di bawah peringkat pertama yakni Singapura dengan ratarata 556 poin (OECD, 2018).

JURNAL THABIEA |87


1.600 1.400 1.200 1.000 0.800 0.600 0.400 0.200 0.000 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

Gambar 1. Kecenderungan data dari tahap pretest (black) ke posttest (pink)

Temuan PISA berbanding terbalik dengan pendapat Suwarma (2012), yang melalui kajian deskriptif terhadap kurikulum Indonesia sejak 1947 sampai 2006 menyampaikan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia mulai meningkat secara bertahap dilihat dari persentase siswa yang lulus ujian nasional (UN). Anggapan berdasarkan hasil UN ini dapat memberi kesimpulan bahwa hasil pembelajaran IPA di Indonesia sudah bagus. Artinya ketika acuan penilaian hasil pembelajaran IPA berupa ujian nasional dengan susunan indikator berdasarkan rincian aspek kognitif, diperoleh kesimpulan lebih baik daripada menggunakan indikator literasi saintifik. Hasil ini selaras dengan perbandingan hasil yang kami peroleh dengan temuan Nurohmah (2015). Penilaian dari PISA memang bukan harga mati dalam mengukur hasil pembelajaran. Pasalnya PISA hanya menunjukkan umur sampel tanpa menyampaikan wilayah sekolah yang menjadi lokasi pengambilan data. Aspek wilayah terbilang penting karena Indonesia masih memiliki masalah kesenjangan pendidikan antar wilayah. Sehingga penilaian di wilayah tertentu misalnya di Bandung, dengan di wilayah lain seperti Malang, memungkinkan hasil yang berbeda. Meski demikian, bukan berarti penilaian PISA tidak perlu diperhatikan sama sekali. Selain menyediakan informasi

sebagai bahan evaluasi pembelajaran di beberapa negara, PISA juga memberikan kerangka kerja yang digunakan dasar pengukuran. Kerangka kerja dari PISA dapat diadopsi atau minimal diadaptasi ke dalam proses pembelajaran karena menekankan kemampuan siswa untuk menerapkan hasil pembelajaran terhadap masalah keseharian. Kerangka kerja tersebut secara ringkas dapat disebut dengan literasi saintifik. Corebima (2016) mengungkap fakta berupa pembelajaran dilakukan mengacu pada acuan utama, yaitu supaya para siswa lulus ujian, yang membuat guru berupaya dengan segala cara, baik halal maupun setengah halal, agar siswa memahami sajian konten pembelajaran sementara siswa juga berupaya dengan segala cara serupa agar dapat menjawab soal ujian sehingga dinyatakan lulus. Artinya fakta di lapangan menunjukkan bahwa ketika ujian nasional, yang menjadi dasar Suwarma (2012) dalam mengungkap pendapat, cenderung berupaya menumpuk pengetahuan ketimbang memupuk keterampilan. Hal ini berbeda kalau acuan utama yang digunakan ialah literasi saintifik. Rustaman (2017) menyebutkan bahwa pembelajaran IPA, termasuk biologi, berorientasi literasi saintifik dapat dilakukan dengan cara mengkaji indikator guna dibekalkan kepada siswa, bukan sekadar membiasakan berlatih soal menurut PISA. Dari JURNAL THABIEA |88


sini tampak bahwa pembelajaran berorientasi literasi saintifik lebih berupaya memupuk keterampilan ketimbang menumpuk pengetahuan. Utari, dkk. (2015) menyediakan hasil bagus berupa matriks kaitan antara literasi saintifik untuk domain pengetahuan dan kompetensi dengan langkah pembelajaran berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013 (K13). Nilai penting dari karya Utari, dkk. (2015) ialah menyediakan panduan operasional dalam menyusun desain pembelajaran berorientasi literasi saintifik. Panduan tersebut kemudian diadaptasi dalam bentuk matriks oleh Setiawan (2017) untuk menerapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran fisika berorientasi literasi saintifik. Walau sayang seperti telah disebutkan sebelumnya, Setiawan (2017) luput tidak mengulas keefektifan penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Selain itu, baik Utari, dkk. (2015) maupun Setiawan (2017), memperoleh profil literasi saintifik dalam pembelajaran fisika, bukan biologi. Untuk itulah diperlukan penelitian berlanjut di luar topik fisika seperti yang kami lakukan melalui desain time series dalam pembelajaran biologi ini, walau untuk saat ini keefektifan yang diperoleh belum mencapai kategori tinggi. Desain time series dalam praktiknya sama seperti dengan penelitian tindakan kelas (PTK), tapi tanpa terdapat tahap refleksi. Melalui PTK yang terdiri dari 4 siklus Wahyuni (2018) memperoleh kesimpulan bahwa penerapan pendekatan saintifik dapat meningkatkan aspek pengetahuan dan keterampilan pada pelajaran biologi di sekolah menengah. Wahyuni (2018), laiknya Nurohmah (2015), tidak mengaitkan pembelajaran dengan literasi saintifik. Namun, perbandingan tersebut menunjukkan bahwa pendekatan saintifik dapat memberikan hasil belajar yang baik. Secara umum pendekatan saintifik tersusun dari beberapa langkah pembelajaran berurutan, ialah: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, melakukan percobaan, mengolah data, serta mengomunikasikan hasil.

Pendekatan saintifik dipakai guna memberi pengalaman kepada siswa agar hasil yang diperoleh dapat absah, andal, dan objektif melalui langkah pembelajaran terstruktur dan terukur. Struktur pembelajaran diterapkan secara bertahap mulai dari langkah sederhana sampai rumit dengan langkah yang dapat diukur, baik dari sisi pelaksanaan maupun pencapaian. Rustaman (2017) menyebut bahwa dalam pembelajaran IPA selayaknya terdapat kegiatan yang membekali siswa untuk mengembangkan operasi mereka menjadi sesuatu yang lebih bermakna dalam memahami pola di alam dan hakikat sains sekaligus melatih keterampilan ilmiah serta menumbuhkan kepedulian terhadap alam dan upaya pelestarian fungsinya. Dari sini dapat dikatakan bahwa langkah pendekatan saintifik mendukung pembelajaran IPA. Kompetensi merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah mengalami nilai keefektifan paling tinggi, yang secara berurutan diikuti oleh menjelaskan fenomena secara ilmiah kemudian menafsirkan data dan bukti secara ilmiah. Hasil yang ditampilkan dalam Tabel 6 menunjukkan bahwa pendekatan saintifik lebih efektif dalam melatih siswa untuk merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah daripada menjelaskan fenomena serta menafsirkan data dan bukti secara ilmiah. Hasil ini memiliki perbedaan dengan dengan Setiawan (2017) yang memberi informasi bahwa peningkatan literasi saintifik untuk pembelajaran fisika topik mekanika berada di kategori sedang dengan urutan: menafsirkan data dan bukti secara ilmiah, merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah, dan menjelaskan fenomena secara ilmiah. Perbandingan hasil tersebut menunjukkan bahwa peningkatan untuk kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah dan merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah untuk topik biologi lebih tinggi daripada fisika, tapi hal ini berlaku sebaliknya untuk kompetensi menjelaskan fenomena serta menafsirkan data dan bukti secara ilmiah. Tampak bahwa siswa lebih sulit

JURNAL THABIEA |89


menafsirkan data dan bukti secara ilmiah di topik biologi daripada fisika. Tabel 6. Rincian Keefektifan Kompetensi

Keefektifan Nilai

Kategori

K1

0,555

Sedang

K2

0,581

Sedang

K3

0,509

Sedang

Biologi memang disiplin ilmu yang rumit dibanding dengan cabang lain dalam IPA (Koimah & Setiawan, 2019). Marcharis (2015) menyebut bahwa biologi kerap dianggap sebagai pelajaran hafalan yang membuat siswa cenderung merasa berat dalam mempelajari. Melalui kajian deskriptif terungkap bahwa siswa di pondok pesantren memiliki kemampuan menerima dan mengolah informasi yang termasuk ke dalam kategori sedang, hanya menggunakan sedikit usaha mentalnya dalam mempelajari materi biologi di dalam kelas, serta hasil belajar termasuk ke dalam kategori kurang. Nilai penting dari gambaran yang didapat oleh Marcharis (2015) ialah menunjukkan bahwa terdapat perjuangan berat bagi guru biologi untuk memandu pembelajaran seiring topik yang dibahas memiliki kerumitan. Kerumitan biologi cukup berbahaya karena ketika topik pembelajaran terlampau rumit siswa dapat mengalami beban kognitif, tapi pada saat bersamaan ketika hal ini disampaikan secara sederhana membuka peluang timbulnya kesalahpahaman serta mempromosikan hafalan bukan pemahaman (Koimah & Setiawan, 2019; Si’ayah, 2010). Literasi saintifik tampak tidak terkait maupun identik dengan topik tertentu. Hal ini diperlihatkan oleh temuan yang menunjukkan bahwa pembelajaran memiliki keefektifan relatif setara meski berbeda topik untuk kompetensi merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah. Dalam kompetensi ini, siswa tidak dikaitkan secara langsung dengan objek pengamatan dan/atau percobaan karena lebih menekankan terhadap penggunaan metode ilmiah. Walau begitu, kaitan antara semua

kompetensi dengan setiap topik yang ditunjukkan melalui tabel 7 diperoleh keefektifan kategori sedang hampir di setiap rincian, kecuali kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah di topik pisces serta kompetensi menafsirkan data dan bukti secara ilmiah di topik tetrapoda, yang keduanya mendapat keefektifan rendah. Hasil ini cenderung selaras dengan gambar 1 yang memperlihatkan bahwa pendekatan saintifik memiliki keefektifan berbeda untuk melatih kompetensi literasi saintifik di kategori sedang dengan nilai beragam untuk setiap topik. Secara beruntun urutannya ialah: pteridophyta (P2), bryophyta (P1), gymnospermae (P3), angiospermae (P4), tetrapoda (P8), pisces (P7), annelida (P5), kemudian arthropoda (P6). Urutan tersebut justru berbeda dengan pembelajaran yang dilaksanakan, secara malar yakni bryophyta (P1), pteridophyta (P2), gymnospermae (P3), dan angiospermae (P4) serta animalia mencakup annelida (P5), arthropoda (P6), pisces (P7), dan tetrapoda (P8). Keefektifan seperti itu menunjukkan bahwa dalam pembelajaran biologi pendekatan saintifik lebih efektif untuk melatih kompetensi literasi saintifik menggunakan topik plantae daripada topik animalia. Dalam proses pembelajaran secara umum, siswa diminta untuk mengamati organisme terkait topik yang sedang dipelajari. Misalnya untuk topik angiospermae (P4), siswa diminta untuk mengamati mawar merah (Rosa centifolia) dengan fokus pengamatan terhadap bentuk akar, letak pembuluh angkut, bentuk tulang daun, serta pola bagian bunga. Dengan keefektifan pembelajaran di kategori sedang sebesar 0,547, diharapkan pembelajaran berikutnya yakni annelida (P5) dapat lebih efektif dalam melatih siswa. Sayang dalam pembelajaran annelida menggunakan Cacing tanah (Lumbricus terrestris) yang fokus pengamatan terhadap jaringan tubuh, simetri tubuh, lapisan nutfah, dan tulang belakang justru memiliki keefektifan sedang sebesar 0,526. Artinya, keefektifan yang diperoleh dari pembelajaran angiospermae (P4) terasa kurang berguna ketika memasuki topik annelida (P5). JURNAL THABIEA |90


Pasalnya dalam topik annelida, siswa harus berurusan dengan organisme yang lebih lentur, sehingga lebih menyulitkan mereka buat memotong setiap bagian organisme untuk mengamati lapisan nutfah. Hasil potongan pun akhirnya sulit untuk diamati, sehingga data yang diperoleh sulit untuk ditafsirkan. Keadaan seperti ini dikuatkan oleh temuan yang menunjukkan bahwa keefektifan pembelajaran dalam topik animalia untuk tetrapoda menggunakan Mencit (Mus musculus) dan pisces menggunakan Bandeng (Chanos chanos), yang lebih mudah dipotong, lebih

tinggi dibandingkan dengan annelida menggunakan Cacing tanah (Lumbricus terrestris) dan arthropoda menggunakan Udang jerbung (Fenneropenaeus merguiensis). Paparan hasil di Tabel 7 justru melemahkan anggapan bahwa literasi saintifik tidak identik dengan topik tertentu. Pasalnya perbedaan tingkat kerumitan antar topik ketika disampaikan dengan pendekatan yang sama dan diukur menggunakan indikator yang sama, hasilnya tampak berbeda. Kian rumit topik yang dibahas, keefektifan pembelajaran untuk

Tabel 7. Rincian Keefektifan Topik Bryophyta

Pteridophyta

Gymnospermae

Angiospermae

Annelida

Arthropoda

Pisces

Tetrapoda

Kompetensi

Keefektifan Nilai

Kategori

Menjelaskan fenomena secara ilmiah

0,620

Sedang

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

0,596

Sedang

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah

0,515

Sedang

Menjelaskan fenomena secara ilmiah

0,583

Sedang

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

0,607

Sedang

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah

0,548

Sedang

Menjelaskan fenomena secara ilmiah

0,556

Sedang

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

0,567

Sedang

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah

0,571

Sedang

Menjelaskan fenomena secara ilmiah

0,516

Sedang

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

0,592

Sedang

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah

0,535

Sedang

Menjelaskan fenomena secara ilmiah

0,560

Sedang

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

0,517

Sedang

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah

0,503

Sedang

Menjelaskan fenomena secara ilmiah

0,484

Rendah

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

0,607

Sedang

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah

0,413

Rendah

Menjelaskan fenomena secara ilmiah

0,520

Sedang

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

0,580

Sedang

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah

0,531

Sedang

Menjelaskan fenomena secara ilmiah

0,600

Sedang

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

0,583

Sedang

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah

0,457

Rendah

melatih literasi saintifik kian rendah. Karena itu dalam menyiapkan pembelajaran, urutan topik yang dibahas perlu diperhatikan secara

seksama berdasarkan tingkat kerumitannya di mata siswa tanpa perlu terpaku dengan panduan dalam kurikulum yang diberlakukan. JURNAL THABIEA |91


Dilihat dari sisi peningkatan tinggi dari kompetensi merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah, hasil yang kami peroleh sama seperti Dinata (2018) ketika melakukan field trip di topik ekosistem. Dinata (2018) juga memberi hasil berupa peningkatan kategori tinggi untuk kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah serta sedang untuk menafsirkan data dan bukti secara ilmiah. Field trip memang memberi hasil lebih baik di topik ekosistem, tapi kami memandang bahwa strategi tersebut tidak cocok diterapkan di topik plantae dan animalia. Hal ini terjadi karena konten pembelajaran plantae dan animalia berupa organisme tertentu akan tetap bermakna bagi siswa ketika diamati di laboratorium tanpa harus melakukan field trip. Sedangkan konten pembelajaran ekosistem mempelajari interaksi, baik interaksi antar makhluk hidup maupun antara makhluk hidup dengan lingkungannya, sehingga membutuhkan pembelajaran dengan menggunakan field trip (Dinata, 2018). Perbandingan dengan beberapa hasil penelitian lain memberi pesan bahwa guru selayaknya mengerti karakteristik topik pelajaran, keterampilan yang hendak dilatih dalam pembelajaran, serta keadaan siswa agar proses dapat dilaksanakan secara maksimal guna memperoleh hasil optimal. Terdapat pendapat yang menyebut bahwa pembelajaran sebaiknya berorientasi terhadap proses bukan hasil pembelajaran. Kami menyangkal pendapat ini dengan memilih pembelajaran yang berorientasi terhadap hasil. Hasil optimal secara konsisten tentu dapat diperoleh melalui proses maksimal yang dibiasakan. Agar hasil yang diperoleh tidak sia-sia, orientasi pembelajaran perlu diarahkan terhadap literasi saintifik bukan sekadar meningkatkan aspek kognitif seperti HOTS (higher order of thinking skill) apalagi sekadar lulus ujian nasional. Sehingga pembelajaran yang dialami oleh siswa tidak sia-sia ketika sudah menyelesaikan pendidikan di sekolah (Si’ayah, 2010). Secara keseluruhan, dapat disampaikan bahwa penerapan pendekatan

saintifik dalam pembelajaran biologi efektif untuk melatih literasi saintifik. Pendekatan saintifik dipandang cocok digunakan untuk melatih kompetensi literasi saintifik karena siswa dibiasakan untuk menggunakan metode ilmiah dalam memperoleh informasi. Hal ini membuat pembelajaran lebih berupaya untuk memupuk keterampilan ketimbang menumpuk pengetahuan. Beberapa perbandingan tersebut sekaligus menunjukkan bahwa tidak ditemukan perbedaan menyolok dengan beragam model pembelajaran. Dengan demikian, melalui penelitian ini kami belum dapat menentukan model terbaik untuk digunakan dalam pembelajaran IPA termasuk biologi. Sehingga kami menganggap bahwa setiap model dapat digunakan dalam pembelajaran IPA selama tidak mengabaikan kegiatan pengamatan (observation) dan/atau peramalan (eksperiment) yang merupakan karakteristik IPA, yakni biologi dan fisika. Simpulan Secara keseluruhan penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik memiliki keefektifan di kategori sedang dengan nilai sebesar 0,548. Hasil ini menunjukkan bahwa pendekatan saintifik bisa menjadi sarana untuk melatih kompetensi literasi saintifik. Melalui perbandingan terhadap beberapa penelitian terungkap bahwa tidak ditemukan perbedaan menyolok dengan beragam model pembelajaran. Dengan demikian, kami tidak dapat menemukan model terbaik untuk digunakan dalam pembelajaran IPA termasuk sekalius bukan hanya biologi. Ucapan Terima Kasih Adib Rifqi Setiawan mengucapkan terima kasih kepada semua warga Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus yang memberi dukungan pembelajaran aktual; serta Dr. Setiya Utari dan Dr. Kusnadi dari Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (SPs UPI) Bandung maupun Syarofis Si’ayah, S.Ked. dari Program Studi JURNAL THABIEA |92


Pendidikan Dokter Universitas Islam Malang (UNISMA) atas dorongan dan bantuan teknis. Referensi Corebima, Aloysius Duran. 2016. Pembelajaran biologi di indonesia bukan untuk hidup. Proceeding Biology Education Conference, 13(1): 8-22. URL: https://jurnal.uns.ac.id/prosbi/article/vie wFile/5640/5008 Cronbach, Lee J. 1951. Coefficient alpha and the internal structure of tests. Psychometrika, 16: 297–334. DOI: https://dx.doi.org/10.1007/BF02310555 Dinata, Anita Nurlela. 2018. The influence of field trip on high school student's scientific literacy and attitude towards science in ecosystem concept. Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education, 1(1): 8-13. DOI: http://dx.doi.org/10.17509/aijbe.v1i1.11 449 Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E. 2009. How to design and evaluate research in education (7th ed.). New York. McGraw-Hill Companies. Koimah, Siti & Setiawan, Adib Rifqi. 2019. A glance overview of the living environment. Thesis Commons. DOI: https://dx.doi.org/10.31237/osf.io/6wyq4 Marcharis, Dita Alawiyah. (2015). Beban kognitif siswa pada pembelajaran biologi di sma berbasis pesantren. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia. URL: http://repository.upi.edu/20265/ Nissen, Jayson M. 2018.Comparison of normalized gain and cohen’s d for analyzing gains on concept inventories. Physical Review Physics Education Research, 14(1): 010115. DOI: https://dx.doi.org/10.1103/PhysRevPhys EducRes.14.010115 Nurohmah, Eva Fauziah. 2015. Efektivitas pendekatan saintifik dalam meningkatkan hasil dan motivasi belajar

siswa smp. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia. URL: http://repository.upi.edu/22537/ OECD. 2013. Pisa 2015 draft science framework march 2013. Paris: OECD. OECD. 2018. Pisa 2015 results in focus. Paris: OECD. Rustaman, Nuryani Y. 2017. Mewujudkan sistem pembelajaran sains/biologi berorientasi pengembangan literasi peserta didik. Dalam Prosiding Seminar Nasional III Tahun 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”: KS.URL: http://researchreport.umm.ac.id/index.php/researchreport/article/download/944/1157 Sawilowsky, Shlomo S. 2009. New Effect size rules of thumb. Journal of Modern Applied Statistical Methods, 8(2): 597599. URL: https://digitalcommons.wayne.edu/jmas m/vol8/iss2/26/ Setiawan, Adib Rifqi & Koimah, Siti. 2019. Effective learning and teaching. Thesis Commons. DOI: https://dx.doi.org/10.31237/osf.io/p42nx Setiawan, Adib Rifqi. 2017. Penerapan pendekatan saintifik untuk melatihkan literasi saintifik dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia. URL: http://repository.upi.edu/29074/ Setiawan, Adib Rifqi. 2019. A brief explanation of scientific teaching. INARxiv. DOI: https://doi.org/10.31227/osf.io/by9sm Si’ayah, Syarofis. 2010. Pendidikan di indonesia?? what happen???. Open Science Framework. DOI: http://dx.doi.org/10.31219/osf.io/ubg2k Suwarma, Irma Rahma. 2012. Science education development in Indonesia: curriculum changes from 1947 – 2010, a way to improve education quality in indonesia. Japan Society for Science Education (JSSE) National Seminar, 36: JURNAL THABIEA |93


381-382. URL: https://www.jstage.jst.go.jp/article/jssep/ 36/0/36_381/_pdf Utari, Setiya, dkk. 2015. Designing science learning for training students’ science literacies at junior high school level. International Conference on Mathematics, Science, and Education 2015 (ICMSE 2015): SE. URL: http://icmseunnes.com/2015/wpcontent/uploads/2016/03/82_SE.pdf Wahyuni, Sri. 2018. Implementasi pendekatan sainstifik pada pelajaran biologi untuk meningkatkan hasil belajar kognitif dan keterampilan sains siswa kelas xi-ipa sma negeri 2 lambandia, kab. kolaka

timur- sultra. Jurnal Pendidikan Biologi, 9(2): 47-55. DOI: http://dx.doi.org/10.17977/jpb.v9i2.5301

JURNAL THABIEA |94


Penyusunan Program Pembelajaran Biologi Berorientasi Literasi Saintifik 1)

Adib Rifqi Setiawan1) Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS), Jl. KH. Turaichan Adjhuri No. 23, Kudus, 59315, Indonesia 1) Surel : alobatnic@gmail.com

Abstrak – Pendekatan research and development desain four-d model digunakan untuk menyusun program pembelajaran biologi berorientasi

literasi saintifik di topik ekologi. Data dikumpulkan melalui kajian pustaka, tabel analisis, validasi ahli, serta nilai konsistensi internal yang dianalisis secara deskriptif dan statistik. Diperoleh hasil berupa 11 lembar kegiatan siswa yang memiliki nilai keandalan beruntun sebesar 0,962; 0,710; 0,824; 0,839; 1,000; 0,839; 0,724; 0,848; 0,943; 0,932; dan 0,983 serta nilai keandalan instrumen penilaian pembelajaran sebesar 0,910 yang berarti keduanya dapat digunakan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran biologi topik ekologi dapat menjadi sarana untuk melatih literasi saintifik kepada siswa. Kami berharap bahwa penyusunan program ini tidak dianggap final, sehingga perlu dilakukan perbaikan berkelanjutan.

Kata Kunci : instrumen penilaian pembelajaran; lembar kegiatan siswa; literasi saintifik; pembelajaran biologi;

PENDAHULUAN Utari, dkk. (2017) memberi saran bahwa strategi pembelajaran harus ditentukan dibangun dengan baik untuk melatih literasi saintifik, termasuk menjelaskan fenomena alam, membangun dan mengevaluasi percobaan, serta menafsirkan data yang diperoleh dari bukti ilmiah. Saran ini diberikan berdasarkan ulasan deskriptif menggunakan dimensi Marzano terhadap pelaksanaan desain pembelajaran termodinamika untuk melatih literasi saintifik (Utari, dkk., 2017, hlm. 3-4). Saran tersebut selaras dengan Setiawan (2017) yang mengungkap bahwa perbaikan berkelanjutan perlu dilakukan terhadap desain maupun pelaksanaan pembelajaran guna meningkatkan literasi saintifik secara optimal. Ungkapan ini disampaikan atas dasar analisis pelaksanaan penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran berorientasi literasi saintifik di topik mekanika (Setiawan, 2017, hlm. 24-5). Dari penyampaian informasi tersebut tampak bahwa Utari, dkk. (2017) serta Setiawan (2017) memandang bahwa pembelajaran fisika perlu diarahkan untuk melatih literasi saintifik. Pandangan tersebut diwujudkan dalam pembelajaran termodinamika dan mekanika. Dari sini kami memandang bahwa perlu dilakukan pengembangan pembelajaran untuk melatih literasi saintifik, tidak hanya melalui fisika melainkan juga biologi yang sama-sama merupakan cabang IPA. Pembelajaran IPA di Indonesia dapat dikatakan memiliki fenomena unik, karena siswa Indonesia beberapa kali meraih medali dalam kejuaraan olimpiade IPA sekaligus konsisten berada di kelompok bawah dalam penilaian literasi saintifik dari Programme for International Student Assessment (PISA) (Setiawan, 2019, hlm. 7). Rustaman (2017) menyampaikan bahwa pembelajaran IPA selayaknya menjadi sarana untuk melatih keterampilan ilmiah serta menumbuhkan

kepedulian terhadap alam dan upaya pelestarian fungsinya. Sementara literasi saintifik bisa dimaknai sebagai kemampuan menggunakan pengalaman belajar untuk memenuhi kebutuhan (Setiawan, 2019, hlm. 8; Setiawan, 2017, hlm. 1; Utari, dkk., 2017, hlm. 2). Dengan demikian tampak kentara bahwa tujuan pembelajaran IPA dengan literasi saintifik bisa dipadukan. Rustaman (2017) menegaskan bahwa pembelajaran IPA berorientasi literasi saintifik dapat dilakukan dengan cara mengkaji indikator guna dibekalkan kepada siswa, bukan sekadar membiasakan berlatih soal. Berdasarkan tuturan tersebut, penelitian ini diarahkan untuk memperoleh rancangan program pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik di topik ekologi. Kami bermaksud untuk menyusun indikator program yang dirancang beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian, rumusan masalah penelitian ialah, “Bagaimana susunan program pembelajaran ekologi berorientasi literasi saintifik?� METODE Tujuan penelitian ini ialah menyusun program pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik di topik ekologi. Data yang dibutuhkan berupa kajian pustaka tentang karakteristik topik ekologi dan indikator literasi saintifik serta survei terhadap rancangan dan temuan dari uji coba program yang dikembangkan. Berdasarkan tujuan penelitian dan kebutuhan data, dapat dipakai pendekatan research and development desain four-d model berupa define, design, develop, dan disseminate (Thiagarajan, dkk., 1974, hlm. 5).

1


Tabel 1. Desain penelitian

Tabel 3. Kurikulum topik ekologi di indonesia

Tahap

Pengumpulan Data

Pengolahan Data

Kompetensi Dasar

Define

Kajian pustaka

Analisis deskriptif

Pengetahuan

Keterampilan

Design

Tabel analisis

Analisis deskriptif

Judgement expert

Penyekoran hasil

Internal consistency

Koefisien alfa

3.10 Menganalisis informasi/data dari berbagai sumber tentang ekosistem dan semua interaksi yang berlangsung di dalamnya

4.10 Mensimulasikan interaksi antar komponen dalam suatu ekosistem

Ekosistem meliputi interaksi, komponen, aliran energi, dan daur biogeokimia

3.11 Menganalisis data perubahan lingkungan dan penyebab, serta dampak dari perubahanperubahan tersebut bagi kehidupan untuk aspek pengetahuan

4.11 Mengajukan gagasan pemecahan masalah perubahan lingkungan sesuai konteks permasalahan lingkungan di daerahnya

Perubahan lingkungan mencakup adaptasi dan mitigasi

Develop

Desain ini dipilih karena kami perlu beberapa tahap yang masing-masing memerlukan cara pengumpulan dan pengolahan data yang tidak selalu sama dalam mengembangkan program. Namun, karena keterbatasan tenaga, desain tersebut hanya diambil 3 tahap berupa define, design, dan develop. Tabel 2. Partisipan dan instrumen penelitian Tahap

Partisipan

Instrumen

Akademisi sebanyak 3 orang dan praktisi sebanyak 2 orang;

Survei validasi berdasarkan lembar kegiatan siswa dan instrumen penilaian pembelajaran;

Siswa ujicoba sebanyak 122 orang

Lembar kegiatan siswa dan instrumen penilaian pembelajaran

Develop

HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap Define Tahap define dilakukan untuk mengkaji pustaka terkait karakteristik topik ekologi dan indikator literasi saintifik. Kata ekologi berasal dari Bahasa Yunani ‘oikos’ (Yunani: οἶκος) yang secara bahasa berarti ‘rumah’ dan ‘logos’ (Yunani: λογία) yang artinya ‘pembahasan’ (Reece, dkk., 2011, hlm. 1144.). Secara teknis ekologi ialah kajian tentang cara organisme berinteraksi dengan sesama makhluk hidup (biotik) dan benda mati (abiotik) (Miller & Spoolman, 2009, hlm. 52). Dengan ungkapan lain dapat dikatakan bahwa ekologi ialah pembahasan tentang hubungan yang berlangsung di alam. Sebagai bagian dari biologi, ekologi fokus terhadap pembahasan tentang faktor lingkungan yang membatasi distribusi geografis organisme serta cara variasi suplai makanan dan interaksi antar organisme mempengaruhi ukuran populasi (Reece, dkk., 2011, hlm. 1144.). Sebagai bagian dari ilmu lingkungan, ekologi merupakan bagian utama yang fokus membahas cara organisme berinteraksi dengan lingkungan (Miller & Spoolman, 2009, hlm. 7).

Topik Pembelajar an

(Kemdikbud, 2016, lampiran 07)

Keadaan di lapangan menunjukkan bahwa proses pembelajaran ekologi hampir kurang maksimal dilaksanakan, antara lain, karena terletak di urutan terakhir pembelajaran setiap kelas. Peletakan urutan memang sudah tepat, karena untuk membahas ekologi diperlukan bekal awal berupa pengertian terhadap perubahan materi, kelestarian energi, dan keragaman hayati. Sementara kalender sekolah/madrasah pada akhir semester genap sudah mulai terganggu oleh pelaksanaan serial ujian akhir yang membuat pembelajaran kerap diliburkan. Tak jarang libur tersebut berdampak terhadap pengurangan alokasi waktu pembelajaran. Padahal pembelajaran ekologi terkait langsung dengan upaya memunculkan kesadaran terhadap lingkungan yang mengarah kepada tindakan individu dan kelompok secara bertanggung jawab. Sehingga perlu alternatif langkah untuk mengakali keadaan seperti ini. Melalui analisis terhadap konten ekologi, topik yang disampaikan dalam kurikulum, serta pembelajaran aktual yang dapat dilaksanakan, kami memilih untuk mengelompokkan topik menjadi: komponen ekosistem, aliran energi, daur materi, serta perubahan lingkungan. Keseluruhan topik tersebut dapat disampaikan di kelas masing-masing selama 4-6 jam pembelajaran dengan tambahan tugas untuk diselesaikan di luar kelas. Topik ekologi dipandang memiliki keselarasan kategori tinggi dengan literasi saintifik. Hal ini bisa dilihat dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selaku organisasi internasional yang memberi perhatian khusus terhadap masalah lingkungan berupa pelaksanaan pertemuan tingkat tinggi di Rio de Janeiro, Brazil pada 3-14 Juni 1992 guna membahas pengawasan sistematis pola

2


produksi, sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil, pengurangan emisi gas buang kendaraan, serta kelangkaan air (Setiawan & Inayati, 2019, hlm. 4). Sehingga pembahasan sejenis demikian perlu disampaikan dalam pembelajaran untuk memupuk keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi keseharian. Tujuan pembelajaran seperti itulah yang merupakan pijakan literasi saintifik, yakni untuk membuat IPA bermanfaat buat kehidupan manusia (Hurd, 1998, hlm. 414). Hurd (1998) menyebut bahwa literasi saintifik bukanlah gagasan baru, karena sudah disampaikan oleh banyak orang setidaknya sejak 400 tahun lalu, antara lain oleh: Francis Bacon pada 1620, Thomas Jefferson pada 1798, serta Herbert Spencer pada 1859. Walau begitu, gagasan tersebut belum diterapkan secara operasional ke dalam kurikulum hingga membuatnya berinisiatif meletakkan istilah literasi saintifik (bukan literasi sains) sebagai tujuan pembelajaran IPA pada 1958 (Hurd, 1998, hlm. 408). Setelah 40 tahun diterapkan, istilah tersebut dikembangkan menjadi 25 indikator, antara lain: mengetahui bahwa IPA dalam konteks sosial sering memiliki dimensi dalam penafsiran politik, peradilan, etika, dan terkadang moral; menggunakan IPA yang sesuai dalam membuat keputusan kehidupan dan sosial, membentuk penilaian, menyelesaikan masalah, dan mengambil tindakan; serta mengakui terdapat banyak hal yang tidak diketahui dalam IPA dan bahwa penemuan paling signifikan dapat diumumkan besok (Hurd, 1998, hlm. 4012-3). Indikator literasi saintifik juga dibuat oleh Gormally, dkk. (2012) ketika mengembangkan tes keterampilan literasi saintifik. Indikator tersebut disusun menjadi 2 bagian, yakni: memahami metode penyelidikan yang mengarah pada pengetahuan ilmiah; serta mengatur, menganalisis, sekaligus menafsirkan data kuantitatif dan informasi ilmiah (Gormally, dkk, 2012, hlm. 367). Pekerjaan serupa juga dilakukan oleh Fives, dkk. (2014) ketika mengembangkan alat ukur literasi saintifik untuk siswa sekolah menengah yang menghasilkan 5 komponen, berupa: peran IPA, pemikiran dan kegiatan ilmiah, IPA dan masyarakat, matematika dalam IPA, serta motivasi dan keyakinan IPA. PISA turut menawarkan indikator literasi saintifik yang dikelompokkan menjadi 3 kompetensi, ialah: menjelaskan fenomena secara ilmiah, merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah, serta menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (OECD, 2017, hlm. 73). Berdasarkan tuturan tersebut, indikator literasi saintifik yang kami pilih ialah dari naskah kerangka kerja PISA. Alasan utama karena kerangka kerja PISA termasuk dokumen yang mengurai secara rapi dan rinci mengenai literasi saintifik. Alasan lain berupa kajian

pustaka menunjukkan bahwa penelitian di Indonesia lebih banyak berpijak kepada hasil penilaian PISA sebagai latar belakang masalah daripada berdasarkan survei dan/atau observasi lapangan menggunakan indikator lain. Penelitian tersebut misalnya dilakukan oleh Utari, dkk. (2015) ketika mengembangkan desain pembelajaran untuk melatih literasi saintifik melalui pembelajaran fisika serta Setiawan, dkk. (2017) ketika menyusun soal literasi saintifik untuk topik mekanika. Memang tidak dimungkiri bahwa terdapat penelitian yang tidak menggunakan indikator dari PISA. Hal ini seperti dilakukan oleh Rachmatullah, dkk. (2016) yang menggunakan indikator dari Fives, dkk. ketika menyelidiki profil pencapaian literasi saintifik siswa sekolah menengah di Sumedang serta Arohman, dkk. (2016) yang mengadaptasi indikator Gormally, dkk. untuk mengungkap profil literasi saintifik siswa sekolah menengah di Cirebon. Walau begitu, Rachmatullah, dkk. (2016) dan Arohman, dkk. (2016) turut memperhatikan hasil penilaian dari PISA sebagai bagian dari masalah. Konteks

Kompetensi

Pengetahuan

Sikap

Gambar 1. Kaitan antar domain literasi saintifik

Literasi saintifik dalam kerangka kerja PISA diklasifikasi ke dalam empat domain yang saling terkait, yaitu konteks, pengetahuan, kompetensi, dan sikap (OECD, 2017, hlm. 78). Gambar 1 yang memperlihatkan bahwa domain konteks menuntut individu untuk memiliki kompetensi, yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap bermakna bahwa bahwa kompetensi merupakan pusat domain dari literasi saintifik (OECD, 2017, hlm. 89). Berikut ini 10 indikator yang diambil dari 3 kompetensi berbeda yang disusun dengan formasi 4-3-3 sebagai berikut: Tabel 4. Indikator program pembelajaran No.

Kompetensi

1

Mengingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai

2

3 4

Indikator

Menjelaskan fenomena secara ilmiah

Mengidentifikasi, menggunakan, dan menghasilkan model dan representasi yang jelas Membuat dan menjustifikasi prediksi yang sesuai Menjelaskan implikasi potensial dari pengetahuan ilmiah bagi masyarakat

3


5 6

7

Mengidentifikasi pertanyaan dari penelitian ilmiah yang diberikan Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

8

9

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah

10

Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan Mengubah data dari satu representasi ke representasi yang lain Menganalisis data dari satu representasi ke representasi yang lain Mengevaluasi argumen dan bukti ilmiah dari beragam tipe sumber (OECD, 2017, hlm. 79-82)

Tahap Design Indikator yang disajikan melalui tabel 3 tersebut digunakan sebagai acuan penyusunan program yang dilakukan di tahap design. Tahap design dimulai dengan menyusun instrumen penilaian pembelajaran. Pilihan ini diambil karena kami sudah menentukan indikator literasi saintifik sebagai hasil belajar, sehingga lebih tepat kalau instrumen penilaian pembelajaran disusun lebih dahulu. Dengan acuan penilaian tersebut, kemudian ditentukan proses pembelajaran yang dialami oleh siswa. Agar tujuan proses tersebut selaras dengan hasil yang diharapkan, kami turut menyusun lembar kegiatan siswa. Lembar kegiatan siswa tersebut juga berguna untuk memudahkan pelaksanaan sekaligus mengevaluasi proses pembelajaran. Langkah terakhir tahap design ialah menyusun program pembelajaran, yang dibuat berdasarkan hasil yang diharapkan dan proses yang memungkinkan untuk diterapkan. Instrumen penilaian pembelajaran berupa 3 kelompok soal tes tipe uraian yang masing-masing memuat 3 kompetensi. Hal ini dipilih agar kompetensi literasi saintifik dapat diukur melalui setiap topik pembelajaran, meliputi: interaksi antar komponen ekosistem (kelompok soal 1); aliran energi dan daur materi (kelompok soal 2); serta perubahan lingkungan (kelompok soal 3). Indikator yang diukur berupa menjelaskan fenomena secara ilmiah (kompetensi 1); merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah (kompetensi 2); serta menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (kompetensi 3). Sementara instrumen tes tipe uraian memiliki keunggulan untuk mengukur kemampuan individu dalam menyusun, mengaitkan, menguraikan, memadukan, serta mengevaluasi informasi (Fraenkel & Wallen, 2009, hlm. 133-4). Karena itu, instrumen tes tipe uraian dipandang lebih

cocok untuk digunakan. Penggunaan tes tipe uraian juga dipilih untuk memperkecil peluang spekulasi siswa ketika menjawab pertanyaan yang disajikan. Langkah yang ditempuh dalam penyusunan instrumen penilaian sebagai berikut: a) Menulis soal berdasarkan indikator; b) Meminta validasi ahli; c) Menganalisis hasil validasi ahli; d) Memperbaiki soal; e) Melakukan ujicoba soal; f)

Menganalisis hasil ujicoba soal; serta

g) Memperbaiki soal. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, siswa diberi lembar kegiatan siswa yang memuat langkah sesuai dengan indikator literasi saintifik. Dengan demikian lembar kegiatan siswa bisa menuntun siswa untuk mencapai hasil belajar sesuai indikator kompetensi literasi saintifik yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran dilaksanakan menggunakan model beragam, meliputi: peer instruction dengan structured inquiry untuk interaksi antar komponen ekosistem bagian awal, aliran energi, dan daur materi serta group work dengan guided inquiry untuk interaksi antar komponen ekosistem bagian akhir dan perubahan lingkungan. Model inquiry dipilih karena gambaran kegiatan untuk setiap tahap pembelajaran yang menekankan siswa agar dapat mengembangkan keterampilan ilmiah dipandang selaras dengan tujuan literasi saintifik (Banchi & Bell, 2008, hlm. 26). Untuk peer instruction digunakan karena tetap menekankan interaksi bersama siswa selama pembelajaran yang membahas banyak konten rumit (Miller & Tanner, 2015, hlm. 4). Sementara group work dipakai karena IPA merupakan upaya kolaborasi, sehingga keterampilan bekerja secara kolaboratif perlu dibiasakan terhadap siswa selama pembelajaran selain ujian individual (Miller & Tanner, 2015, hlm. 4). Pembedaan tersebut diambil karena karakteristik topik yang dibahas tidak sama sepenuhnya, sehingga gambaran kegiatan pembelajaran tidak dapat disamakan seluruhnya. Peer instruction dipilih untuk topik interaksi antar komponen ekosistem bagian awal, aliran energi, dan daur materi karena tidak memungkinkan dilakukan peramalan (experiment) maupun pengamatan (observation) selama pembelajaran, sehingga pembelajaran dilaksanakan dalam bentuk diskusi antar siswa dengan panduan guru. Guided inquiry dipilih untuk topik interaksi antar komponen ekosistem bagian akhir dan perubahan lingkungan dengan alasan bahwa pembelajaran dapat dilaksanakan melalui penelitian yang fokus masalah telah ditentukan oleh guru. Dengan demikian,

4


ketidaksamaan topik masih memungkinkan siswa agar dapat menerapkan metode ilmiah dalam membangun makna, menguji gagasan, dan menyelesaikan masalah selama mengalami pembelajaran dengan model yang berbeda. Tabel 5. Gambaran lembar kegiatan siswa Topik

LKS

Model

Kegiatan

Interaksi antar komponen ekosistem bagian awal

E1

Peer instruction dengan structured inquiry

Siswa bersama rekan satu bangku menyelidiki pertanyaan terkait komponen ekosistem berdasarkan prosedur yang ditentukan oleh guru kemudian disampaikan secara lisan di depan kelas.

Interaksi antar komponen ekosistem bagian akhir

E2 dan E3

Group work dengan guided inquiry

Siswa menyelidiki pertanyaan yang disampaikan oleh guru menggunakan prosedur yang dirancang oleh siswa tentang pengaruh komponen biotik terhadap pertumbuhan organisme.

Aliran energi

E4 dan E5

Peer instruction dengan structured inquiry

Siswa bersama rekan satu bangku menyelidiki pertanyaan terkait aliran energi berdasarkan prosedur yang ditentukan oleh guru kemudian disampaikan secara lisan di depan kelas.

Daur materi

E6, E7, dan E8

Peer instruction dengan structured inquiry

Siswa bersama rekan satu bangku menyelidiki pertanyaan terkait daur materi berdasarkan prosedur yang ditentukan oleh guru kemudian disampaikan secara lisan di depan kelas.

Perubahan lingkungan

Perubahan lingkungan

E9 dan E10

E11

Group work dengan guided inquiry

Group work dengan guided inquiry

Siswa menyelidiki pertanyaan yang disampaikan oleh guru menggunakan prosedur yang dirancang oleh siswa tentang kaitan ruang terbuka hijau dengan emisi karbondioksida kendaraan berbahan bakar minyak. Siswa menyelidiki pertanyaan yang disampaikan oleh guru menggunakan prosedur yang dirancang oleh siswa

tentang keefektifan alat penjernih air yang dibuat siswa.

Tahap Develop Hasil susunan instrumen penilaian pembelajaran dan lembar kegiatan siswa tersebut kemudian dianalisis keabsahan dan keandalannya di tahap develop. Keabsahan instrumen penilaian pembelajaran dan lembar kegiatan siswa ditentukan berdasarkan validasi ahli (Fraenkel & Wallen, 2009, hlm. 148). Validasi dilakukan terhadap keselarasan instrumen penilaian pembelajaran dan lembar kegiatan siswa dengan program yang dikembangkan, kesesuaian indikator dengan soal, ketepatan jawaban dengan pertanyaan, serta kecocokan soal dengan jenjang sekolah. Ahli yang dipilih yaitu akademisi yang memiliki keahlian literasi saintifik (1 orang), evaluasi pembelajaran (1 orang), dan model pembelajaran (1 orang), serta praktisi pembelajaran biologi sekolah menengah (1 orang) dan penyunting naskah bacaan remaja (1 orang). Penentuan status ‘ahli’ diberikan berdasarkan terbitan akademik terkait literasi saintifik, evaluasi pembelajaran, dan model pembelajaran selama 2 tahun terakhir. Sementara status ‘praktisi’ didasari dengan pengalaman lapangan terlibat pembelajaran biologi sekolah menengah dan penyunting naskah bacaan remaja minimal 2 tahun. Hasil validasi berupa penilaian terhadap setiap butir soal yang diolah menggunakan persamaan berikut: đ?‘ đ?‘ƒ(đ?‘ ) = Ă— 100% đ?‘ keterangan: đ?‘ƒ(đ?‘?đ?‘ ) = persentase setiap butir soal đ?‘

= skor setiap butir soal

đ?‘

= jumlah keseluruhan butir soal

kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel berikut: Tabel 6. Penafsiran penilaian instrumen No.

Rentang Rata-rata Penilaian Ahli (%)

Kriteria Kelayakan Instrumen

1

7,001 ≤ % ≤ 10,000

Sangat layak

2

4,001 ≤ % ≤ 7,000

Cukup layak

3

0,000 ≤ % ≤ 4,000

Tidak layak

Berdasarkan tabel tersebut, instrumen penilaian pembelajaran dan lembar kegiatan siswa dapat digunakan kalau memenuhi kriteria ‘sangat layak’ atau ‘cukup layak’. Sementara keandalan instrumen penilaian pembelajaran dan lembar kegiatan siswa ditentukan berdasarkan internal consistency. Dengan cara ini, dibutuhkan satu kali uji coba yang hasilnya diolah

5


dengan ketentuan instrumen dapat digunakan kalau nilai koefisien keandalan lebih besar dari 0,70 (Fraenkel & Wallen, 2009, hlm. 157-8). Koefisien keandalan dapat dihitung menggunakan persamaan KuderRichardson Approaches (KR20) berikut (Cronbach, 1951, hlm. 299): � =

Hasil dari validasi ahli dan ujicoba dapat dilihat melalui tabel 5 & 6. Hasil dari tahap develop berupa instrumen penilaian dan lembar kegiatan siswa yang dapat digunakan sebagai bahan penyusunan desain pembelajaran. Ketiganya dapat disebarkan secara luas dalam satu paket perangkat pembelajaran atau terpisah. Satu paket yang dimaksud ialah digunakan seutuhnya berdasarkan kerja kami. Sedangkan terpisah berarti hanya diambil seperlunya, seperti instrumen penilaian pembelajaran untuk mengukur profil literasi saintifik siswa. Keterbatasan tenaga membuat kami tidak melakukan penyebaran secara luas yang merupakan tahap terakhir berupa disseminate.

∑đ?‘– đ?‘‰đ?‘– đ?‘› (1 − ) đ?‘›âˆ’1 đ?‘‰đ?‘Ą

keterangan: �

= koefisien alfa

đ?‘›

= jumlah butir soal

��

= simpangan baku setiap butir soal

��

= simpangan baku keseluruhan

Kami menyarankan agar dilakukan uji terbatas kepada 3 kategori kelompok siswa sekolah menengah berupa rendah, sedang, dan tinggi. Saran ini ditujukan agar program pembelajaran tersebut dapat dilaksanakan ke seluruh sekolah/madrasah, mengingat Indonesia masih memiliki masalah kesenjangan pendidikan antar wilayah (Setiawan, 2019, hlm. 8). Guna menilai keefektifan penerapan program pembelajaran tersebut, kami menyarankan agar setiap kelompok instrumen penilaian pembelajaran diberikan sebanyak 2 kali dalam bentuk pretest dan posttest. Pemberian ini dilakukan agar diperoleh hasil pelaksanaan lembar kegiatan siswa. Perolehan dari lembar kegiatan siswa tersebut dikaitkan dengan hasil pretest dan posttest instrumen penilaian pembelajaran untuk dilihat perubahan profil literasi saintifik siswa serta keefektifan proses penerapan desain terhadap hasil pembelajaran.

Dalam melaksanakan ujicoba tersebut kami memilih partisipan sebanyak 122 orang yang dibagi menjadi 5 kelompok dengan rincian 4 kelompok untuk mengujicoba lembar lembar kegiatan siswa dan 1 kelompok untuk instrumen penilaian pembelajaran. Pilihan ini didasari oleh pertimbangan banyak instrumen penilaian pembelajaran yang disusun yakni 1 buah serta 11 buah lembar kegiatan siswa yang terbagi dalam 4 topik. Keseluruhan peserta ujicoba dipilih menggunakan teknik convenience sampling untuk menghemat waktu dan tenaga karena kami menjadi pemandu pembelajaran aktual partisipan (Fraenkel & Wallen, 2009, hlm. 101).

Tabel 5. Hasil validasi ahli dan ujicoba instrumen penilaian pembelajaran Kelayakan Instrumen

Kelompok Instrumen

Sangat

Cukup

Tidak

Kelompok soal 1

3

0

0

Kelompok soal 2

4

0

0

Kelompok soal 3

2

1

0

Koefisien Alfa

Keterangan

0,901

Dapat digunakan

Tabel 6. Hasil validasi ahli dan ujicoba lembar kegiatan siswa Lembar kegiatan siswa

Kelayakan Lembar kegiatan siswa Sangat

Cukup

Tidak

E1

11

1

E2

6

E3

Koefisien Alfa

Keterangan

0

0,962

Dapat digunakan

5

0

0,710

Dapat digunakan

4

6

0

0,824

Dapat digunakan

E4

7

4

0

0,839

Dapat digunakan

E5

2

2

0

1,000

Dapat digunakan

E6

6

3

0

0,839

Dapat digunakan

6


E7

7

3

0

0,724

Dapat digunakan

E8

3

5

0

0,848

Dapat digunakan

E9

3

8

0

0,943

Dapat digunakan

E10

6

4

0

0,932

Dapat digunakan

E11

5

7

0

0,983

Dapat digunakan

KESIMPULAN Melalui penelitian ini, diperoleh hasil berupa 11 lembar kegiatan siswa dengan nilai keandalan beruntun sebesar 0,962; 0,710; 0,824; 0,839; 1,000; 0,839; 0,724; 0,848; 0,943; 0,932; dan 0,983 serta instrumen penilaian pembelajaran dengan nilai keandalan 0,910 yang berarti dapat digunakan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran ekologi meliputi interaksi antar komponen ekosistem, aliran energi, daur materi dan perubahan lingkungan dapat menjadi sarana untuk melatih literasi saintifik kepada siswa. SARAN Kami menganggap bahwa kerja yang kami lakukan ini masih perlu dilanjutkan. Karena itu, diharapkan penyusunan program ini tidak dianggap final, sehingga perlu dilakukan perbaikan berkelanjutan baik oleh kami sendiri maupun oleh orang lain yang berminat. UCAPAN TERIMA KASIH Adib Rifqi Setiawan mengucapkan terima kasih kepada warga Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) yang memberi kesempatan pembelajaran; Dr. Setiya Utari, dan Dr. Kusnadi dari Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (SPs UPI) atas obrolan teknis dalam penelitian; serta Fahrida Inayati melalui dorongan psikis untuk melakukan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Arohman, Mamat, dkk. (2016). Kemampuan literasi sains siswa pada pembelajaran ekosistem. Proceeding Biology Education Conference: Biology, Science, Enviromental, and Learning, 13(1), 90-92. Banchi, Heather & Bell, Randy. (2008). The many levels of inquiry. Science and children, 46(2), 26. Cronbach, Lee J. (1951). Coefficient alpha and the internal structure of tests. Psychometrika, 16: 297– 334. Fives, Helenrose, dkk. (2014). Developing a measure of scientific literacy for middle school students. Science Education, 98(4), 549-580.

Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E. (2009). How to design and evaluate research in education (7th ed.). New York. McGraw-HillCompanies. Gormally, Cara, dkk. (2012). Developing a test of scientific literacy skills (tosls): measuring undergraduates’ evaluation of scientific information and arguments. CBE—Life Sciences Education, 11(4), 364-377. Hurd, Paul deHart. (1998). Scientific literacy: New minds for a changing world. Science education, 82(3), 407-416. Kemdikbud. (2016). Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 24 tahun 2016 tentang kompetensi inti dan kompetensi dasar pelajaran pada kurikulum 2013. Jakarta Pusat: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Miller, G. Tyler & Spoolman, Scott E. (2009). Essentials of ecology (5th ed.). Boston: Brooks/Cole. Miller, Sarah & Tanner, Kimberly D. (2015). A portal into biology education: an annotated list of commonly encountered terms. CBE—Life Sciences Education, 14, 1–14. Nissen, Jayson M. (2018). Comparison of normalized gain and cohen’s d for analyzing gains on concept inventories. Physical Review Physics Education Research, 14(1), 010115. OECD. (2017), Pisa for development assessment and analytical framework: reading, mathematics and science, preliminary version. Paris: OECD Publishing. OECD. (2018). Pisa 2015 results in focus. Paris: OECD Publishing. Rachmatullah, Arif, dkk. (2016). Profile of middle school students on scientific literacy achievements by using scientific literacy assessments (sla). American Institute of Physics Conference Proceedings, 1708(1), 080008. Reece, Jane B., dkk. (2011). Campbell biology. (9th ed.). San Francisco: Pearson Education. Rodgers, Joseph Lee, & Nicewander, W. Alan. (1988). Thirteen ways to look at the correlation coefficient. The American Statistician, 42(1): 59-66.

7


Rustaman, Nuryani Y. (2017). Mewujudkan sistem pembelajaran sains/biologi berorientasi pengembangan literasi peserta didik. Prosiding Seminar Nasional III Tahun 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”, KS. Sawilowsky, Shlomo S. (2009). New Effectsizerules of thumb. Journal of Modern Applied Statistical Methods, 8(2): 597-599. Setiawan, Adib Rifqi. (2017). Penerapan pendekatan saintifik untuk melatihkan literasi saintifik dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Setiawan, Adib Rifqi, dkk. (2017). Mengonstruksi rancangan soal domain kompetensi literasi saintifik siswa smp kelas viii pada topik gerak lurus. Wahana Pendidikan Fisika, 2(2), 44-48. Setiawan, Adib Rifqi. (2019). Penerapan pendekatan saintifik untuk melatih literasi saintifik dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama. Prosiding Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2018, hlm. 7-13. Setiawan, Adib Rifqi, & Inayati, Fahrida. (2019). Integrasi kaidah fiqih dalam pembelajaran ekologi. Open Science Framework, 11 Februari. Thiagarajan, Sivasailam, dkk. (1974). Instructional development for training teachers of exceptional children: a sourcebook. Washington, D. C.: National Center for Improvement of Educational Systems (DHEW/OE). Utari, Setiya, dkk. (2015). Designing science learning for training students’ science literacies at junior high school level. International Conference on Mathematics, Science, and Education, SE. Utari, Setiya, dkk. (2017). Recostructing the physics teaching didactic based on marzano’s learning dimension on training the scientific literacies. Journal of Physics: Conference Series, 812, 012102.

8


Vol. 6 No. 2 November 2019 (pp. 187-192) DOI: 10.17509/t.v6i2. 20887 ISSN : 2580-6181 (Print), 2599-2481 (Online) Available online at: https://ejournal.upi.edu/index.php/tarbawy/index

PEMBELAJARAN FIQH MU’ĀMALĀT BERORIENTASI LITERASI FINANSIAL Adib Rifqi Setiawan*, Mita Puspaningrum, Khoirul Umam Pondok Pesantren Ath-Thullab Kudus dan Universitas Stikubank, Semarang, Indonesia *E-mail: alobatnic@gmail.com

Abstract. Financial literacy is the knowledge and understanding of financial concepts and risks, and the skills, motivation and confidence to apply such knowledge and understanding in order to make effective decisions across a range of financial contexts, to improve the financial well-being of individuals and society, and to enable participation in economic life. This research goals are to gain the design for a learning program that is aligning fiqh mu’āmalāt and financial literacy. We used research and development approach with four-D model that is reduced into three stages: define, design, and develop. It was gained a syllabus that is completed by lesson plan, student worksheets, and assessment instrument as well, that is validated by experts and practitioners and reliability counted based on test. The final test of these educational ideas are in learning implementation. The implementation of this program is not carreid out yet. Keywords: financial literacy, fiqh mu’āmalāt, learning program Abstrak. Literasi finansial adalah pengetahuan dan pemahaman tentang konsep-konsep keuangan dan risiko, serta keterampilan, motivasi dan kepercayaan diri untuk menerapkan pengetahuan dan pemahaman tersebut untuk membuat keputusan yang efektif di berbagai konteks keuangan, guna meningkatkan kesejahteraan keuangan individu dan masyarakat, dan untuk memungkinkan partisipasi dalam kehidupan ekonomi. Riset ini bertujuan untuk mendapatkan desain untuk program pembelajaran yang menyelaraskan fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial. Kami menggunakan pendekatan research and development model four-D yang direduksi menjadi tiga tahap: mendefinisikan, merancang, dan mengembangkan. Diperoleh hasil berupa silabus yang dilengkapi oleh rencana pembelajaran, lembar kerja siswa, dan instrumen penilaian, yang divalidasi oleh para pakar dan praktisi serta keandalan dihitung berdasarkan uji coba. Tes akhir dari setiap gagasan pendidikan ini dalam implementasi pembelajaran. Implementasi program ini belum dilakukan.

Kata Kunci: fiqh mu’āmalāt, literasi finansial, program pembelajaran

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 187


Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial

PENDAHULUAN Kesadaran pelajar tingkat menengah saat ini terhadap masalah finansial dapat dikatakan rendah. Temuan ini kami peroleh sebagai pengamat terlibat selama 40 hari terhadap keseharian santri Pondok Pesantren Ath-Thullab Kudus. Pondok pesantren tersebut menampung pelajar tingkat menengah dengan kisaran usia 11–19 tahun yang kebutuhan finansial sepenuhnya ditanggung oleh wali. Temuan tersebut mengungkap bahwa sebagian besar santri tidak menyadari dampak rincian pengeluaran harian terhadap keadaan finansial bulanan serta tidak peduli dengan besaran biaya pendidikan di pondok pesantren yang ditanggung oleh setiap wali. Kedua fakta tersebut ditambah data lain berupa kecenderungan perilaku sebagian kecil santri yang menambah kerepotan sekaligus pengeluaran wali, hasil pengamatan khusus terhadap kebijakan merit dalam pencairan titipan uang saku, serta alasan yang mendasari keputusan dalam bertransaksi. Anggapan bahwa santri tidak menyadari dampak rincian pengeluaran harian terhadap finansial bulanan ditunjukkan oleh beberapa hal. Misalnya ketika akan membeli barang non-rutin dengan harga setara pengeluaran jajan selama sepekan. Dampaknya wali harus kembali mengeluarkan uang saku sebelum waktu yang direncanakan. Pengurus pondok pesantren yang terdiri dari santri relatif paling tua dapat dikatakan sama saja. Kesamaan muncul karena pengurus tidak pernah membuat perencanaan pengeluaran tahunan yang rapi dan rinci seperti diminta oleh salah satu pembina pondok pesantren. Ketidakpedulian kepada besaran biaya pendidikan di pondok pesantren yang dikeluarkan oleh setiap wali tampak dengan pengabaian terhadap informasi rincian penggunaan biaya pendidikan. Padahal informasi tersebut bersifat

terbuka. Menarik untuk diperhatikan bahwa santri yang mengabaikan informasi tersebut, ketika ditanya terkait pembayaran bulanan, segera menghubungi wali. Dari sini tampak bahwa santri peduli kepada kewajiban sekaligus acuh terhadap hak. Dampak ekstrim perilaku seperti ini antara lain tampak kentara ketika rapat evaluasi makanan: sebagian santri menyampaikan permintaan menu makanan yang melebihi anggaran serta sebagian lain menerima seutuhnya penuh kerelaan. Beberapa perilaku sebagian kecil santri yang menambah kerepotan sekaligus pengeluaran wali juga menunjukkan bahwa tingkat kesadaran terhadap masalah finansial terbilang rendah. Beberapa santri tampak tak memperhitungkan besaran biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh wali ketika meminta ditelepon, dikunjungi, atau dijemput pulang di luar jadwal. Di luar masalah finansial secara langsung, tidak terdapat pula kesadaran dari beberapa santri bahwa perilaku tersebut berdampak kepada keseharian wali, mulai merusak fokus ketika sedang bekerja, menambah lelah yang tak perlu saat akan kembali bekerja, sampai mengurangi keefektifan istirahat karena menimbulkan kecemasan. Pengamatan lain yang dilakukan secara khusus kepada beberapa santri yang menitipkan uang saku kepada pembina juga menguatkan hasil pengamatan umum. Kalau terkait pembayaran bulanan beberapa santri tampak acuh terhadap hak, untuk urusan jajan harian mereka kerap melupakan kewajiban sekaligus menuntut hak— untuk keperluan ini uang saku dianggap hak. Temuan ini tampak dari tanggapan santri tersebut terhadap penerapan merit untuk pencairan titipan uang saku, yang membuat tidak dapat dijalankan secara optimal. Terkait alasan yang mendasari keputusan dalam bertransaksi kami

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 188


Adib Rifqi Setiawan, Mita Puspaningrum, Khoirul Umam

peroleh dari beberapa santri yang menggunakan kartu anjungan tunai mandiri (ATM). Hampir semua santri mengatakan bahwa kartu ATM hanya berguna untuk menarik tunai tanpa harus ke bank. Padahal beberapa bank seperti Bank Negara Indonesia (BNI) sudah membuka layanan setor menggunakan kartu ATM. Lebih lanjut, mereka pun tidak tahu tentang kontrak (‘aqd) terkait perbankan dari sisi fiqh mu’āmalāt. Selain itu, walau semua santri sudah mengerti bahwa ribā adalah larangan umum dalam semua transaksi, mereka tidak dapat menjelaskan posisi bunga bank (bank interest) dalam ruang lingkup ribā. Di sisi lain, sebagai pemandu pembelajaran sorogan kitab kuning, kami juga mengalami kebingungan terkait kelanjutan pembelajaran tersebut. Pembelajaran sorogan dipakai untuk melatih keterampilan santri dalam mengomunikasikan kajian terhadap teks kitab kuning. Kitab kuning yang dipilih adalah Taqrīb untuk santri MTs (Madrasah Tsanawiyyah) dan Fatḥ alQorīb untuk santri MA (Madrasah ‘Aliyyah). Pilihan kitab kuning tersebut diambil karena matn Taqrīb yang disyarḥ-i Fatḥ al-Qorīb adalah textbook klasik paling ringkas yang memuat pembahasan fiqh maẓhab Syāfi’ī secara utuh. Kebingungan mulai muncul ketika sebagian besar santri MTs hampir selesai menyajikan topik ibādāt. Letak kebingunan ialah antara melanjutkan ke bagian mu’āmalāt yang diurai dalam Taqrīb atau mengalihkan ke bagian ibādāt dari Fatḥ al-Qorīb. Alhasil keputusan memperhatikan fiqih mu’āmalāt memberi jawaban dalam bentuk solusi untuk mengatasi kebingungan tersebut. Informasi tersebut melatarbelakangi harapan kami untuk mewujudkan pembelajaran fiqh mu’āmalāt sebagai upaya membimbing pelajar tingkat menengah mencapai literasi finansial.

Literasi finansial yang disebut di sini bermakna kemampuan menafsirkan informasi finansial sebagai bahan membuat keputusan agar siap menerima dampak yang diperoleh. Misalnya memahami dampak pembelian barang non-rutin terhadap kondisi uang saku bulanan. Sebagai pelajar pondok pesantren, mestinya keputusan finansial juga didasari oleh fiqh. Contohnya ketika ingin membuka rekening bank. Berdasarkan sebaran informasi yang disampaikan, kami memandang bahwa fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial dapat dipadukan sebagai program pembelajaran. Program tersebut dapat diwujudkan dengan cara mengkaji indikator yang dibekalkan kepada pelajar, bukan sekadar membiasakan mengerjakan soal literasi finansial yang diperkaya topik fiqh mu’āmalāt. Riset ini diarahkan untuk memperoleh rancangan program pembelajaran fiqh mu’āmalāt berorientasi literasi finansial tingkat pendidikan menengah. Secara khusus, kami bermaksud menyusun program yang dapat digunakan dalam pembelajaran di pondok pesantren tanpa perlu mengubah struktur kurikulum yang berlaku. Tingkat pendidikan menengah dipilih karena pada rentang tersebut sebagian besar pelajar dapat dikatakan mandiri ketika terlibat transaksi finansial, meski masih bergantung kepada wali dalam memperoleh pemasukan. Pondok pesantren dipilih karena lembaga otentik Indonesia ini memiliki tujuan untuk memberi keterampilan hidup melalui pendidikan kajian keislaman (Octavia, 2014, 1; Madjid, 1997: 17). Dengan demikian, rumusan masalah yang menjadi fokus dalam riset ini ialah, “Bagaimana susunan program pembelajaran fiqh mu’āmalāt berorientasi literasi finansial?.”

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 189


Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial

METODE PENELITIAN Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa kajian pustaka tentang karakteristik dan peta fiqh mu’āmalāt maupun kerangka kerja literasi finansial serta survei terhadap rancangan dan temuan dari uji coba program yang disusun. Berdasarkan tujuan penelitian dan kebutuhan data, dapat dipakai pendekatan research and development desain four-d model berupa define, design, develop, dan disseminate (Thiagarajan, dkk., 1974: 5). Desain four-d model dipilih karena kami perlu beberapa tahap yang masingmasing memerlukan cara pengumpulan dan pengolahan data yang tidak selalu

sama. Namun, karena keterbatasan tenaga, desain direduksi menjadi 3 tahap berupa define, design, dan develop. Tahap define dilakukan untuk mengkaji pustaka terkait karakteristik dan peta fiqh mu’āmalah maupun kerangka kerja literasi finansial. Luaran kajian tersebut berupa kaitan antara fiqh mu’āmalah dan literasi finansial sebagai acuan dalam menyusun instrumen penilaian pembelajaran dan lembar kerja siswa di tahap design. Susunan yang diperoleh dipakai sebagai bahan merancang program pembelajaran dalam bentuk silabus di tahap develop. Tahap develop juga dipakai untuk menganalisis keabsahan dan keandalan perangkat pembelajaran melalui ujicoba terbatas.

Tabel 1. Desain Riset Tahap Define Design

Pengumpulan Data Kajian pustaka Tabel analisis

Pengolahan Data Analisis deskriptif

Judgement expert

Partisipan Riset

Instrumen Riset

Penulis

-

Penyekoran hasil

Pakar fiqh mu’āmalāt, pendidikan menengah, bidang finansial, dan bahasa.

Lembar survei validasi

Koefisien alfa

Pelajar pendidikan tingkat menengah sebanyak 50 orang

Lembar pengamatan pelaksanaan pembelajaran, lembar kerja siswa, & instrumen penilaian

Develop Internal consistency

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Mahmada (2001) menyampaikan bahwa fiqh adalah kumpulan hasil ijtihād ulamā’ klasik terhadap al-Qur’ān dan al-Ḥadīts sebagai dasar keseharian umat Islam dalam setiap konteks kehidupan, mulai personal seperti sholāt, lokal seperti zakāt, sampai global seperti politik. Sementara Umar (2014) menyebut bahwa fiqh adalah penafsiran kultural terhadap sumber syarī’āt yang

dikembangkan oleh ulamā’ sejak abad kedelapan. Kedua ungkapan tersebut selaras dengan definisi fiqh yang dituturkan oleh beberapa ulamā’ (alBantānī, 2008: 6; al-Ghozī, 2005: 22; alMalībārī, 2005: 34; al-Dimyāṭī, 1997: 21; al-Ḥuṣnī, 1994: 7; al-Zuḥaylī, 1989: 29). Dapat dikatakan bahwa fiqh adalah dugaan kuat terhadap sumber syarī’āt sebagai bahan panduan praktis keseharian umat Islam yang berlaku untuk semua konteks mulai personal, lokal, nasional, sampai global.

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 188


Adib Rifqi Setiawan, Mita Puspaningrum, Khoirul Umam

Pembahasan utuh fiqh secara umum biasa dimulai dari topik ‘ibādāt, lalu mu’āmalāt, kemudian dilanjutkan ke topik lain seperti munākaḥāt dan jināyāt (al-Bantānī, 2008; al-Ghozī, 2005; alMalībārī, 2005; al-Dimyāṭī, 1997; alḤuṣnī, 1994; al-Zuḥaylī, 1989). Urutan pembahasan tersebut disusun berdasarkan nilai penting setiap topik berdasarkan tinjauan syarī’āt serta tingkat keluasan konteks berlaku. Pembahasan paling awal berupa praktik ritual, dengan urutan sesuai dengan lima rukūn Islām (al-Dimyāṭī, 1997: 1024). Selanjutnya karena kebutuhan manusia terhadap transaksi ekonomi adalah hal yang sangat penting, pembahasan topik mu’āmalāt diletakkan tepat setelah ‘ibādāt (alDimyāṭī, 1997: 734). Dilihat dari sisi urutan pembahasan, tampak bahwa fiqh secara serius sangat memperhatikan masalah finansial. Keseriusan tersebut ditunjukkan dengan peletakan transaksi finansial tepat setelah pembahasan praktik ritual. Perhatian fiqh tersebut diwujudkan dalam bentuk memberi panduan operasional praktik transaksi finansial, antara lain berupa prinsip dasar, unsur ḥukm, serta ketentuan umum setiap jenis transaksi finansial. Transaksi yang dimaksud termasuk—sekaligus bukan hanya— ragam penjualan, kemitraan, peminjaman, maupun penyewaan. Di sisi lain, OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) (2005) selaku organisasi multilateral yang berupaya meningkatkan kualitas manusia secara global mulai memperhatikan masalah pendidikan finansial sejak 2005 silam. Secara khusus disarankan bahwa pendidikan finansial harus sedini mungkin dimulai di sekolah yang merupakan tahap awal kehidupan pelajar (OECD, 2005: 5). Alasan utama yang mendasari saran tersebut ialah nilai penting berfokus kepada generasi muda untuk membekali keterampilan yang penting sebelum terlibat aktif dalam

transaksi finansial serta relatif lebih efisien untuk melakukan pendidikan finansial di sekolah ketimbang melakukan tindakan perbaikan untuk orang yang berusia tua. Saran OECD (2005) tersebut kemudian dipertimbangkan sebagai bahan mengembangkan kerangka kerja literasi dari PISA (Programme for International Students Assessment) (OECD, 2019: 119). PISA adalah program internasional OECD untuk menilai performa akademik pelajar berusia 15 tahun yang bertujuan untuk memberi bahan dalam meningkatkan pendidikan negara yang terlibat (OECD, 2019: 11). Penilaian PISA berfokus terhadap kemampuan pelajar untuk menggunakan pengalaman terlibat pembelajaran ke dalam keseharian (OECD, 2019: 128). Fokus ini membedakan penilaian PISA dengan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study), program dari IEA (International Association for the Evaluation of Educational Achievement), yang fokus terhadap penguasaan konten kurikuler tertentu. Penilaian PISA tersebut biasanya dikenal lebih luas dengan istilah literasi. Literasi dalam kerangka kerja PISA dikelompokkan menjadi empat bagian: membaca, matematis, saintifik, dan finansial. Ketiga kelompok literasi pertama, yakni membaca, matematis, dan saintifik, masing-masing sudah pernah menjadi fokus utama penilaian pada tahun tertentu, yang diperbarui setiap 9 tahun (OECD, 2019: 11). Sementara kelompok terakhir yakni literasi finansial, baru masuk dalam penilaian sejak 2012 tanpa pernah menjadi fokus utama, malah sampai sekarang masih menjadi penilaian pilihan (OECD, 2019: 12). Fakta tersebut membuat literasi finansial lebih sedikit diperhatikan di Indonesia, baik dari sisi kajian akademik maupun praktik pembelajaran, khususnya untuk pendidikan menengah

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 191


Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial

maupun pondok pesantren. Namun, perhatian sedikit tidak membuat government Indonesia luput memberi perhatian. Bentuk perhatian tersebut ialah menetapkan kebijakan untuk meningkatkan literasi finansial melalui program Strategi Nasional Literasi Finansial pada 19 November 2013 (OJK, 2017: 2; OECD, 2015: 12; Setneg, 2013). Program ini dirilis sebagai upaya mewujudkan literasi finansial masyarakat Indonesia, sehingga dapat memanfaatkan produk dan layanan jasa finansial yang sesuai untuk mencapai kesejahteraan berkelanjutan. Fiqh adalah dugaan kuat terhadap sumber syarī’āt sebagai bahan panduan praktis keseharian umat Islam yang berlaku untuk semua konteks mulai personal, lokal, nasional, sampai global (Umar, 2014: 1; al-Bantānī, 2008: 6; alGhozī, 2005: 22; al-Malībārī, 2005: 34; Mahmada, 2001; al-Dimyāṭī, 1997: 21; al-

Ḥuṣnī, 1994: 7; al-Zuḥaylī, 1989: 29). Berdasarkan arahnya, peta fiqh dapat diklasifikasi menjadi 2 kelompok besar: ibādāt dan mu’āmalāt. Arah pembahasan kelompok ibādāt ialah hubungan antara manusia dengan Allōh (ḥablun min Allōh), sementara mu’āmalāt adalah kelompok yang arahnya membahas hubungan antara manusia dengan selain Allōh (ḥablun min al-nas dan ḥablun min al-‘alam). Namun, ketika textbook fiqh mengungkap kata mu’āmalāt secara mutlak, ruang lingkup pembahasan ialah mu’āmalāt māliyyāt (transaksi finansial). Hal ini dapat ditemukan ketika kita mengamati textbook fiqh utuh, seperti al-Ghōyah wa al-Taqrīb, Fatḥ al-Mu'īn, dan al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu (al-Aṣfiḥānī, 2019; al-Malībārī, 2005; al-Zuḥaylī, 1989). Istilah mu’āmalāt dalam riset ini ialah mu’āmalāt māliyyāt, sehingga tidak mencakup topik munākaḥāt dan jināyāt.

Tabel 2. Kitab Kuning Fiqh di Lingkungan Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah Kitab Kuning

Kategori Penyajian

al-Ghōyah wa al-Taqrīb

Matn

Qurrotu al’Ayn

Matn

Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb

Syarḥ

Fatḥ al-Mu'īn

Syarḥ

Pondok Pesantren AthThullab Sorogan (MTs) Musyāwaroh (MTs) Sorogan (MA) Musyāwaroh (MA) Bandongan (semua santri)

Pembelajaran aktual di Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus, termasuk Pondok Pesantren Ath-Thullab, didasarkan secara langsung terhadap uraian kitab kuning. Karena itu, fiqh mu’āmalah baru mulai dipelajari di tingkat menengah. Di tahap define ini, peta fiqh mu’āmalah didasarkan secara langsung terhadap seluruh kitab kuning yang dipakai tersebut. Setiap kitab kuning memiliki perbedaan cakupan dan kedalaman ulasan terhadap ragam transaksi. Namun secara umum, dapat

Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah Pembelajaran Fiqh (VII, VIII, dan MPA) Pembelajaran Fiqh (IX) Pembelajaran membaca kitab kuning (X – XII) Pembelajaran Fiqh (X – XII) Ujian membaca kitab kuning (XII)

diperoleh kesamaan dalam tiga kategori berupa: prinsip dasar, unsur ḥukm, dan jenis transaksi. Prinsip dasar fiqh mu’āmalah berupa transaksi harus: berdasarkan kesepakatan bersama antar pelaku yang diungkapkan secara sadar, transparan, dan memperhatikan aspek keadilan. Unsur ḥukm dalam transaksi mencakup: ahliyyah (kapasitas ḥukm) berupa pelaku transaksi sudah pubertas dan waras; māl (kekayaan) berupa sesuatu yang berguna dan bernilai, bukan berupa barang ḥarōm (dilarang), serta rincian

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 192


Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial

kepemilikan sudah diketahui antar pelaku transaksi; milkiyyah (kepemilikan) menyangkut jenis, metode, dan cakupan kepemilikan; serta ‘aqd (kontrak) yang menjelaskan kerangka kerja hubungan ḥukm yang dibuat oleh pelaku transaksi dalam memanfaatkan kekayaan, seperti bai' (penjualan) dalam bentuk tatap muka atau jarak jauh, musyārokah (kemitraan) permanen maupun berjangka, serta ijāroh (penyewaan) benda atau jasa.

Proses Konten

Penjualan Penyimpa nan

Pembe rian

serta menerapkan pengetahuan dan pemahaman finansial. Sementara domain konteks mengacu kepada situasi terkait penerapan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman finansial. Domain konteks mencakup pendidikan dan pekerjaan, rumah dan keluarga, individu, serta masyarakat.

Konteks

Literasi Finansial

Transa ksi Penja minan

Peminjaman Penyewaan

Gambar 1. Klasifikasi Transaksi Finansial Berdasarkan Pemindahan Hak Milik Literasi finansial dalam kerangka kerja PISA dibagi ke dalam 3 domain: konten, proses, dan konteks (OECD, 2019: 119–164). Domain konten adalah bidang yang harus dimengerti ketika terlibat transaksi finansial. Domain konten mencakup: uang dan transaksi, perencanaan dan pengelolaan finansial, risiko dan imbalan, serta lanskap finansial. Domain proses adalah sisi kognitif yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan dalam mengenali dan menerapkan konsep terkait transaksi serta dalam memahami, menganalisis, mempertimbangkan, mengevaluasi dan menyarankan solusi finansial. Domain proses mencakup: mengidentifikasi informasi finansial, menganalisis informasi dalam konteks finansial, mengevaluasi masalah finansial,

Gambar 2. Kaitan antar Domain Literasi Finansial Konten uang dan transaksi mencakup kesadaran tentang ragam bentuk dan tujuan uang serta menangani transaksi moneter sederhana seperti pembayaran harian, pengeluaran, nilai uang, kartu bank, cek, rekening bank, dan mata uang. Konten perencanaan dan pengelolaan finansial mencakup penge-tahuan dan kemampuan untuk memantau pemasukan dan pengeluaran serta untuk menggunakan pemasukan dan sumber daya lain yang tersedia dalam jangka pendek dan panjang guna meningkatkan kesejahteraan finansial. Konten risiko dan imbalan adalah bidang utama literasi finansial, yang menggabungkan kemampuan untuk mengidentifikasi cara mengelola, menyeimbangkan, dan mengatasi risiko serta pemahaman tentang potensi keuntungan atau kerugian finansial di berbagai konteks. Terdapat dua jenis risiko yang sangat penting dalam bidang ini. Yang pertama berkaitan dengan kerugian finansial yang tidak dapat

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 46


Adib Rifqi Setiawan, Mita Puspaningrum, Khoirul Umam

ditanggung seseorang, seperti yang disebabkan oleh bencana atau biaya berulang. Yang kedua adalah risiko yang melekat pada produk finansial, seperti perjanjian kredit dengan suku bunga variabel, atau produk investasi. Konten lanskap finansial berkaitan dengan karakter dan fitur dunia finansial, yang mencakup pengetahuan hak dan tanggung jawab konsumen di pasar finansial maupun dalam lingkungan finansial umum, serta implikasi utama dari kontrak finansial. Sumber daya informasi dan peraturan Ḽukm juga merupakan topik yang terkait dengan bidang konten lanskap finansial. Dalam arti luas, lanskap finansial menggabungkan pemahaman tentang konsekuensi dari perubahan kondisi ekonomi dan kebijakan publik, seperti perubahan tingkat suku bunga, inflasi, dan perpajakan. Proses mengidentifikasi infor-masi finansial digunakan ketika orang mencari dan mengakses sumber informasi finansial, serta mengidentifikasi kaitannya dengan kebutuhan. Informasi ini dapat berbentuk teks cetak seperti kontrak kerja atau digital semisal iklan. Contoh yang mungkin biasa dialami ialah fitur nota dan faktur pembelian serta laporan saldo dalam rekening bank. Proses menganalisis informasi dalam konteks finansial termasuk menafsirkan, membandingkan, menyintesis, dan mengekstrapolasi informasi yang tersedia. Proses ini melibatkan pengenalan terhadap informasi yang tidak eksplisit, seperti mengidentifikasi asumsi yang mendasari atau implikasi dari masalah tertentu dalam konteks finansial. Contoh paling mudah ialah membandingkan ketentuan yang ditawarkan oleh penyedia layanan jaringan yang berbeda. Proses mengevaluasi masalah finansial mencakup mengenali atau membangun justifikasi dan penjelasan finansial serta menggunakan penge-

tahuan dan pemahaman finansial yang diterapkan dalam konteks tertentu. Proses ini melibatkan penjelasan, penilaian, dan generalisasi informasi yang tersedia. Karena itu, dalam proses ini diperlukan pemikiran kritis dalam memahami dan membentuk pandangan tentang masalah finansial. Proses menerapkan pengetahuan dan pemahaman finansial berfokus kepada mengambil tindakan yang efektif dalam pengelolaan finansial berdasarkan pemahaman produk, konteks, dan konsep terkair. Proses ini tercermin dalam kegiatan yang melibatkan perhitungan dan penyelesaian masalah, yang seringkali harus mempertimbangkan kondisi tertentu. Contoh dari proses ini adalah menghitung besaran bunga kredit pembelian barang. Konteks pendidikan dan pekerjaan termasuk memahami slip pembayaran, merencanakan menabung untuk pendidikan tinggi, menyelidiki manfaat dan risiko ikutserta dalam skema tabungan di lembaga pendidikan atau tempat kerja. Konteks rumah dan keluarga termasuk masalah finansial yang berkaitan dengan biaya yang diperlukan untuk menjalankan rumah tangga seperti membeli perabotan rumah tangga atau belanjaan keluarga, menyimpan catatan pengeluaran keluarga, serta membuat rencana penganggaran dan prioritas pengeluaran. Konteks individual mencakup masalah seperti membuka rekening bank, membeli barang konsumsi pribadi, mengeluarkan uang untuk kegiatan pribadi, maupun urusan dengan layanan finansial yang terkait, seperti kredit dan asuransi. Konteks masyarakat mencakup hal-hal seperti hak dan tanggung jawab konsumen, pajak, dan retribusi daerah, kepentingan bisnis, serta daya beli konsumen. Pilihan finansial seperti menyumbang ke organisasi nirlaba dan

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 47


Pembelajaran Fiqh Muâ€™Ä malÄ t Berorientasi Literasi Finansial

lembaha amal juga dapat dimasukkan ke dalam konteks ini. Berdasarkan ulasan yang disajikan, dapat dikatakan bahwa bentuk paduan fiqh muâ€™Ä malÄ t dan literasi finansial ialah fiqh muâ€™Ä malÄ t muncul untuk memperkaya perspektif literasi finansial, sementara perspektif literasi finansial dipakai agar pengamalan fiqh muâ€™Ä malÄ t bisa tepat guna. Paduan keduanya secara langsung dapat digunakan untuk mewujudkan maqĹ?ᚣid syarÄŤâ€™Ä t (beberapa tujuan syarÄŤâ€™Ä t), terutama dalam aspek menjaga kekayaan (yaḼfaáş“ al-mÄ l), supaya dapat menghilangkan bahaya (yuzÄ l alá¸?oror) yang dialami ketika terlibat transaksi (al-GhozÄ lÄŤ, 1993: 174; alSuyĹŤáš­ÄŤ, 1990: 83). Tahap design dimulai dengan menyusun instrumen penilaian pembelajaran. Pilihan ini diambil karena hasil belajar berupa literasi finansial sudah ditentukan, sehingga lebih tepat kalau instrumen penilaian pembelajaran disusun lebih dahulu. Dengan acuan penilaian tersebut, kemudian ditentukan proses pembelajaran yang harus dialami oleh pelajar. Agar tujuan proses tersebut selaras dengan hasil yang diharapkan, kami turut menyusun lembar kerja siswa (LKS). LKS juga berguna untuk memudahkan pelaksanaan sekaligus mengevaluasi proses pembelajaran. Langkah terakhir tahap design ini ialah menyusun program pembelajaran, yang dibuat berdasarkan hasil yang diharapkan dan proses yang memungkinkan untuk dilaksanakan. Instrumen penilaian pembelajaran yang dirancang berjumlah 12 butir soal yang terbagi ke dalam 4 kelompok soal. Instrumen tersebut disusun dalam tes objektif beralasan untuk menghindari kesubjektifan dalam memeriksa jawaban, mengurangi kesulitan dalam memberikan skor, serta meminimalisir waktu pengoreksian instrumen. Selain itu, dalam urusan finansial, biasanya

seseorang sudah memiliki beberapa pilihan dalam membuat keputusan. Keberadaan pilihan jawaban dipakai untuk membiasakan pelajar untuk membuat keputusan berdasarkan beberapa pilihan. Penambahan alasan dipakai untuk mengarahkan pelajar kepada jawaban yang diharapkan serta mengurangi peluang menjawab secara spekulatif. Sehingga keberadaan alasan dipakai sebagai faktor tebakan (koefisien penilaian). Dengan demikian, penilaian setiap butir soal dilakukan menggunakan persamaan berikut: đ?‘ đ?‘– = đ?‘†đ?‘– Ă— đ??šđ?‘– (Persamaan 1.) keterangan: đ?‘ đ?‘– = nilai setiap butir soal (nilai 0–2) đ?‘†đ?‘– = skor setiap butir pilihan jawaban (nilai 0–1) đ??šđ?‘– = skor faktor tebakan setiap butir soal (nilai 0–2)

Tabel 3. Klasifikasi Faktor Tebakan Skor 2 1 0 0

Bentuk Uraian Alasan terkait serta mendukung jawaban yang dipilih Alasan terkait, tapi tidak mendukung jawaban yang dipilih Alasan tidak terkait dengan jawaban yang dipilih Alasan tidak disampaikan

Persamaan 1 dan tabel 3 menunjukkan bahwa setiap pilihan jawaban dan alasan dapat memiliki skor sendiri. Skor faktor tebakan dapat maksimal selama alasan terkait serta mendukung jawaban yang dipilih. Namun, karena jawaban yang dipilih salah, nilai yang diperoleh dapat bernilai 0 akibat mengalami operasi perkalian. Begitu pula sebaliknya.

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 48


Adib Rifqi Setiawan, Mita Puspaningrum, Khoirul Umam

Konten literasi finansial : Lanskap finansial Proses literasi finansial : Mengevaluasi masalah finansial Konteks literasi finansial : Masyarakat Topik fiqh mu'āmalāt : Mudhōrobah Rosé yang merupakan nasabah Bank BlackPink menerima surel berikut: Nasabah Bank BlackPink yang terhormat Terdapat kesalahan di server kami dan detail login e-banking Anda telah hilang. Akibanya, Anda tidak memiliki akses e-banking. Yang harus Anda perhatikan adalah akun Anda tidak lagi aman. Silakan klik tautan berikut dan lengkapi informasi sesuai petunjuk untuk memulihkan akses: https://bankblackpink.com/ 10. Tanggapan yang harus segera dilakukan oleh Rosé terhadap surel tersebut ialah .... A. Membalas pesan berupa rincian detail login e-banking miliknya. B. Menghubungi Bank BlackPink untuk menanyakan tentang pesan surel. C. Mengikuti saran yang dipersilakan oleh pesan surel. D. Menanyakan pesan tersebut lebih lanjut melalui surel. Alasan: ____________________________________________________________

Gambar 3. Contoh Butir Soal yang Disusun Sampel soal yang disajikan melalui gambar 1 terkait dengan konten lanskap finansial dalam konteks masyarakat. Hal ini karena internet banking adalah bagian dari transaksi finansial yang memiliki banyak fitur dengan ruang lingkup lebih luas daripada urusan pribadi. Proses terkait soal tersebut ialah mengevaluasi masalah finansial karena siswa harus mengevaluasi pilihan yang disajikan dan mengenali saran yang lebih menguntungkan atau tidak lebih merugikan untuk diambil. Topik fiqh mu'āmalāt dalam sampel soal tersebut ialah transaksi model mudhōrobah. Transaksi ini bersifat lebih umum daripada waḍī’ah, walau untuk remaja terdapat program perbankan yang sekilas tampak menerapkan ‘aqd waḍī’ah seiring ketiadaan biaya administrasi dan bunga bank, seperti BNI Taplus Anak dari BNI. Melalui soal tersebut, pelajar dituntut untuk cakap dalam menganalisis

produk finansial sebagai bahan mengambilkeputusan ketika menghadapi masalah terkait, seperti penipuan atas nama bank yang disajikan melalui soal. Dari sisi pembelajaran, kegiatan yang menunjang ke arah tersebut ialah kajian tentang beberapa ‘aqd terkait, seperti mudhōrobah dan waḍī’ah serta posisi bunga bank, biaya administrasi, serta pajak dalam ruang lingkup ribā. Kegiatan tersebut dapat diwujudkan dengan multi-model yang selama ini telah mengakar diterapkan di pondok pesantren, yakni: bandongan (ceramah atau lecture) untuk memberi uraian secara utuh terkait dasar fiqh mu’āmalāt tertentu; sorogan agar dapat melatih pelajar dalam mengomunikasikan hasil kajian terhadap topik tersebut, serta musyāwaroh (baḥts almasā’il, problem-based learning, atau casebased learning) guna membiasakan pelajar terampil dalam mengambil keputusan ketika menghadapi masalah atau kasus tertentu.

Tabel 4. Matriks Fiqh Mu’āmalāt dan Literasi Finansial untuk Instrumen Penilaian No. Soal

Konten

1

Uang dan transaksi

Literasi Finansial Proses Mengidentifikasi informasi finansial

Konteks

Fiqh Mu'āmalāt

Individu

Istiṣnā’

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 49


Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial

2

Uang dan transaksi

3

Uang dan transaksi

4

Risiko dan imbalan

5

Risiko dan imbalan

6

Risiko dan imbalan

7 8 9

Perencanaan dan pengelolaan finansial Perencanaan dan pengelolaan finansial Perencanaan dan pengelolaan finansial

10

Lanskap finansial

11

Lanskap finansial

12

Lanskap finansial

Mengidentifikasi informasi finansial Mengidentifikasi informasi finansial Menganalisis informasi dalam konteks finansial Menganalisis informasi dalam konteks finansial Menganalisis informasi dalam konteks finansial Menerapkan pengetahuan dan pemahaman finansial Menerapkan pengetahuan dan pemahaman finansial Menerapkan pengetahuan dan pemahaman finansial Mengevaluasi masalah finansial Mengevaluasi masalah finansial Mengevaluasi masalah finansial

Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, pelajar diberi LKS yang memuat langkah sesuai dengan indikator yang dibekalkan. Dengan demikian LKS bisa menuntun pelajar untuk mencapai hasil belajar yang telah ditetapkan. Secara rinci, LKS diberikan untuk meminta pelajar mengembangkan ulasan yang disampaikan melalui bandongan sebagai bahan menyiapkan sorogan (individual) serta musyāwaroh (kelompok). Secara urut, LKS disusun berdasarkan alur penuturan al-Ghōyah wa al-Taqrīb. Alur ini dipilih agar pembelajaran sorogan kitab kuning serta musyāwaroh naḥwiyyah dan fiqhiyyah yang telah dilakukan tidak perlu mengalami perubahan. Karena uraian yang disampaikan dalam al-Ghōyah wa al-Taqrīb cukup singkat, melalui LKS pelajar juga diarahkan agar mengelaborasi lebih lanjut melalui referensi lain, seperti Qurrotu al’Ayn, Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb, Kifāyat al-Akhyār, Fatḥ al-Mu'īn, Nihāyatu al-Zayn, Ḥāsyiyat alBājūrī ‘alā Ibn Qōsim al-Ghōzī, I'ānatu alṬōlibīn, dan al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu. Rancangan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS tersebut

Individu

Istiṣnā’

Individu

Istiṣnā’

Pendidikan dan pekerjaan Pendidikan dan pekerjaan Pendidikan dan pekerjaan Rumah dan keluarga Rumah dan keluarga Rumah dan keluarga

Ijāroh Musyārokah Musyārokah Ijāroh Murōbaḥah Murōbaḥah

Masyarakat

Mudhōrobah

Masyarakat

Mudhōrobah

Masyarakat

Mudhōrobah

kemudian dianalisis keabsahan dan keandalannya di tahap develop sebagai bahan menyusun program pembelajaran. Keabsahan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS ditentukan berdasarkan validasi pakar (Fraenkel & Wallen, 2009: 148). Validasi dilakukan terhadap keselarasan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS dengan program yang dikembangkan, kesesuaian indikator dengan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS, ketepatan jawaban dengan pertanyaan dalam instrumen penilaian pembelajaran dan LKS, serta kecocokan tingkat pendidikan dengan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS. Kriteria untuk pakar tersebut berupa akademisi dengan bidang kepakaran fiqh mu’āmalāt (Pakar1), bidang finansial (Pakar-2) dan pembelajaran pendidikan menengah (Pakar-3) serta praktisi profesional bidang finansial (Pakar-4) dan terkait bahasa (Pakar-5). Instrumen yang dipakai untuk mengukur keabsahan ialah lembar validasi butir pernyataan. Lembar tersebut diberi skor menggunakan

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 46


Model Teams Games Tournament: Suatu Analisis Hasil Implementasi dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

skala Likert. Kelebihan skala Likert sebagai pengukur tanggapan secara verbal maupun numerik terhadap kuesioner, dapat memberi nilai kuantitatif dalam rentang spektrum yang panjang (Likert, 1932: 7). Sedangkan kekurangannya berupa sikap terdistribusi secara normal ke dalam lima kategori persetujuan (Likert, 1932: 42). Memperhatikan kelebihan dan kekurangan, skala Likert dipilih karena hasilnya dapat diolah baik secara statistik maupun desktriptif. Letak kekurangan berupa pembagian tingkat persetujuan ke dalam lima kategori diatasi dengan menggunakan tujuh tingkat secara numerik. Nilai keabsahan (validity) ditentukan berdasarkan penilaian pakar terhadap ketepatan antara rancangan dan indikator, pertanyaan dan jawaban, serta soal dengan subjek sasaran (Fraenkel & Wallen, 2009: 148). Hasil validasi berupa penilaian numerik skala 7 terhadap setiap butir pernyataan yang diolah menggunakan persamaan 1 (Setiawan, 2019: 227): đ?‘

đ?‘ƒ(đ?‘ ) = Ă— 100% đ?‘ (Persamaan 2.) keterangan: đ?‘ƒ(đ?‘ ) = Nilai setiap butir pernyataan đ?‘ = skor setiap butir pernyataan đ?‘ = jumlah butir pernyataan kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel berikut, yakni dapat digunakan kalau memenuhi kriteria ‘sangat layak’ atau ‘cukup layak’ (Setiawan, 2019: 5).

Tabel 5. Penafsiran Penilaian Keabsahan Instrumen No.

1 2 3

Rentang Rerata Penilaian Numerik Pakar (%) 7,001 ≤ % ≤ 10,000 4,001 ≤ % ≤ 7,000 0,000 ≤ % ≤ 4,000

Kriteria Kelayakan Sangat layak Cukup layak Tidak layak

(Setiawan, 2019: 5)

Sementara untuk mengukur keandalan (reliability), dipakai rancangan yang telah diperbaiki berdasarkan lembar validasi. Keandalan instrumen penilaian pembelajaran dan lembar kerja siswa ditentukan berdasarkan konsistensi internal (internal consistency). Konsistensi internal biasanya diukur dengan alfa Cronbach (ι), salah satu cara statistik untuk mengetahui korelasi berpasangan antar butir pertanyaan atau pernyataan, yang dapat dihitung menggunakan persamaan Kuder-Richardson Approaches (KR20) (persamaan 2) (Cronbach, 1951: 299): � =

đ?‘›

đ?‘› −1

(1 −

∑đ?‘– đ?‘‰đ?‘– đ?‘‰đ?‘Ą

)

(Persamaan 3.) keterangan: � = koefisien alfa � = jumlah butir pernyataan �� = simpangan baku setiap butir �� = simpangan baku semua

Persamaan 3 mengungkap bahwa alfa Cronbach adalah fungsi dari jumlah butir pernyataan serta simpangan baku setiap butir dan keseluruhan. Ini menunjukkkan bahwa nilai alfa Cronbach dapat meningkat ketika interelasi antar butir meningkat. Karena itu, dapat dipakai untuk memperkirakan konsistensi internal sebagai nilai numerik keandalan skor instrumen penilaian pembelajaran dan lembar kerja siswa. Persamaan 3 juga bermakna bahwa dibutuhkan uji coba. Hasil ujicoba dapat ditafsirkan berdasarkan tabel 6, yakni dapat dipakai kalau nilai koefisien alfa lebih besar dari 0,70 (Fraenkel & Wallen, 2009: 157-8). Dalam melaksanakan ujicoba tersebut kami memilih partisipan sebanyak 50 pelajar. Keseluruhan partisipan ujicoba dipilih menggunakan teknik convenience sampling untuk menghemat tenaga karena kami terlibat sebagai pemandu pembelajaran aktual

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 188


Mokh. Iman Firmansyah, Yusuf Ali Tantowi, dan Gina Ratnanisa Fawziah

partisipan (Fraenkel & Wallen, 2009: 101). Tabel 6. Penafsiran Penilaian Keandalan Instrumen No.

Nilai Alfa Kategori Keandalan Cronbach Luar biasa 1 α ≤ 0,9 Baik 2 0,8 ≤ α < 0,9 Dapat diterima 3 0,7 ≤ α < 0,8 Dipertanyakan 4 0,6 ≤ α < 0,7 Rendah 5 0,5 ≤ α < 0,6 Tidak dapat diterima 6 α < 0,5 (disusun berdasarkan uraian Morera & Stokes, 2016)

Hasil dari tahap develop berupa validasi pakar dan ujicoba digunakan sebagai bahan penyusunan program pembelajaran dalam bentuk silabus. Berdasarkan pertimbangan prioritas pembahasan, tingkat penalaran, serta struktur kurikulum, sasaran program pembelajaran ialah pelajar yang sudah mengalami pembelajaran fiqh ‘ibādāt. Dalam bentuk aktual, sasaran tersebut tampak secara langsung mengarah kepada santri yang memasuki tahun ketiga di pondok pesantren dan/atau siswa kelas IX. Namun, tidak menutup kemungkinan santri atau siswa di luar himpunan tersebut masuk ke dalam sasaran program pembelajaran. Yang jelas, program pembelajaran memerlukan rentang waktu paling sedikit satu semester. Kaitan antara silabus dengan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS mewujud dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP, lesson plan). Selanjutnya instrumen penilaian pembelajaran, LKS, dan RPP dapat disebarkan secara luas dalam satu paket perangkat pembelajaran atau terpisah. Satu paket yang dimaksud ialah digunakan seutuhnya berdasarkan kerja kami. Sedangkan terpisah berarti hanya diambil seperlunya, seperti instrumen penilaian pembelajaran untuk mengukur profil literasi finansial pelajar. Keter-

batasan tenaga membuat kami tidak melakukan penyebaran secara luas yang merupakan tahap terakhir berupa disseminate. Tabel 7. Hasil Validasi Pakar terhadap Instrumen Penilaian Pembelajaran so al

1

Skor Setiap Pakar 2 3 4 5

1

7

6

5

3

3

69

2

5

6

6

7

4

80

3

5

7

6

3

3

69

4

5

6

6

5

3

71

5

5

3

7

2

3

57

6

4

6

7

5

5

77

Cukup Layak Sangat Layak Cukup Layak Sangat Layak Cukup Layak Sangat Layak

7

5

5

7

7

4

80

Sangat Layak

8

6

6

4

4

5

71

Sangat Layak

9

6

6

4

3

7

74

10

6

5

6

3

4

69

1 1

6 5 6 3 3

66

Sangat Layak Cukup Layak Cukup Layak

12

6

74

Sangat Layak

No

6

6

3

5

Skor Keselu -ruhan

Kriteria Kelayakan

KESIMPULAN Dapat dikatakan bahwa fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial dapat dipadukan. Bentuk paduan keduanya ialah fiqh mu’āmalāt muncul untuk memperkaya perspektif literasi finansial, sementara perspektif literasi finansial dipakai agar pengamalan fiqh mu’āmalāt bisa tepat guna. Paduan keduanya secara langsung dapat digunakan untuk mewujudkan maqōṣid syarī’āt (beberapa tujuan syarī’āt), terutama dalam aspek menjaga kekayaan (yaḥfaẓ al-māl), supaya dapat menghilangkan bahaya (yuzāl al-ḍoror) yang dialami ketika terlibat transaksi. Karena itu, dapat disusun program pembelajaran yang memadukan fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial.

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 189


Model Teams Games Tournament: Suatu Analisis Hasil Implementasi dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Berdasarkan pertimbangan prioritas pembahasan, tingkat penalaran, serta struktur kurikulum, sasaran program pembelajaran ialah pelajar yang sudah mengalami pembelajaran fiqh ‘ibādāt. Program pembelajaran tersebut memerlukan rentang waktu paling sedikit satu semester untuk mempelajari ragam transaksi dalam kategori penjualan, penyimpanan, peminjaman, penyewaan, penjaminan, pemberian, dan penemuan. Seluruh ragam transaksi tersebut dipelajari dari sisi fiqh mu’āmalāt mencakup prinsip dasar, unsur ḥukm, dan jenis transaksi, serta dari sisi literasi finansial meliputi konten, proses, dan konteks. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, pelajar diberi LKS yang memuat langkah sesuai dengan indikator yang dibekalkan, guna menuntun pelajar untuk mengelaborasi lebih lanjut supaya bisa mencapai hasil belajar yang telah ditetapkan. Hasil belajar diukur menggunakan instrumen penilaian pembelajaran yang disusun berdasarkan indikator literasi finansial dengan diperkaya topik fiqh mu’āmalāt. Kami menganggap bahwa kerja yang kami lakukan ini masih perlu dilanjutkan. Apalagi Keterbatasan tenaga membuat kami tidak melakukan penyebaran secara luas (disseminate) yang merupakan tahap terakhir dalam metode riset model fourd. Karena itu, diharapkan penyusunan program ini tidak dianggap final, sehingga perlu dilakukan perbaikan berlanjut. REFERENSI al-Aṣfiḥānī, Aḥmad ibn al-Ḥusayn. (2019). al-Ghōyah wa al-taqrīb. Kudus: Pondok Pesantren AthThullab. al-Bantānī, Muḥammad ibn ‘Umar. (2008). Nihāyatu al-zayn. Beirut: Dār al-Fikr. URL: https://almaktaba.org/book/6146

al-Dimyāṭī, Abū Bakr ‘Utsman ibn Muḥammad. (1997). I'ānatu alṭōlibīn. Beirut: Dār al-Fikr. URL: https://almaktaba.org/book/33983 al-Ghozālī, Abū Ḥāmid Muḥammad ibn Muḥammad. (1993). Al-Mustaṣfā min ilm al-uṣūl. Beirut: Dār Kutub al-Ilmiyyah. URL: https://almaktaba.org/book/5459 al-Ghozī, Muḥammad ibn Qāsim. (2005). Fatḥ al-qorīb al-mujīb. Beirut: Beirut: Dār ibn Ḥazm. URL: https://almaktaba.org/book/33949 al-Ḥuṣnī, Abū Bakr ibn Muḥammad. (1994). Kifāyat al-akhyār. Damaskus: Dār al-Khoir. URL: https://almaktaba.org/book/6140 al-Malībārī, Aḥmad ibn 'Abd al-Azīz. (2005). Fatḥ al-mu'īn bi syarḥ qurrotu al-ayn bi muhimmāt al-dīn. Beirut: Beirut: Dār ibn Ḥazm. URL: https://almaktaba.org/book/11327 al-Malībārī, Aḥmad ibn 'Abd al-Azīz. (2019). Qurrotu al-ayn bi muhimmāt al-dīn. Kudus: Pondok Pesantren Ath-Thullab. al-Suyūṭī, ‘Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr. (1990). al-Asybah wa al-naẓō'ir. Beirut: Dār al-Kutub al'Ilmiyyah. URL: https://almaktaba.org/book/21719 al-Zuḥaylī, Wahbah ibn al-Muṣṭōfā. (1989). al-Fiqh al-islāmī wa adillatuhu. Damaskus: Dār al-Fikr. URL: https://almaktaba.org/book/33954 Cronbach, Lee J. (1951, September). Coefficient alpha and the internal structure of tests. Psychometrika, 16: 297–334. URL: http://psych.colorado.edu/~carey /courses/psyc5112/readings/alph a_cronbach.pdf

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 190


Mokh. Iman Firmansyah, Yusuf Ali Tantowi, dan Gina Ratnanisa Fawziah

Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E.(2009). How to design and evaluate research in education (7th ed.). New York: McGraw-Hill Companies. URL: https://archive.org/details/metho dology-alobatnic-libraries Likert, Rensis. 1932. A technique for the measurement of attitudes. Archives of Psychology, 140 : 1–55. URL: https://legacy.voteview.com/pdf/ Likert_1932.pdf Madjid, Nurcholish. (1997). Bilik-bilik pesantren: sebuah potret perjalanan. Jakarta Selatan: Paramadina. URL: https://archive.org/details/nmbb p Mahmada, Nong Darol. (2001, 30 Juli – 05 Agustus). Membangun fikih yang pro-perempuan. Majalah TEMPO, 22 (30). URL: https://majalah.tempo.co/read/8 1720/membangun-fikih-yang-properempuan Morera, Osvaldo F. & Stokes, Sonya M. (2016, 17 Februari). Coefficient α as a measure of test score reliability: review of 3 popular misconceptions. American Journal of Public Health, 106(3): 458–461. DOI: https://dx.doi.org/10.2105%2FAJ PH.2015.302993 Octavia, Lanny. (2014, 01 Januari). Pendidikan karakter berbasis tradisi pesantren. Jakarta Selatan: Renebook. URL: https://play.google.com/store/bo oks/details/Pendidikan_Karakter_ Berbasis_Tradisi_Pesantren?id=h EdODAAAQBAJ&hl=bs OECD. (2005, Juli). Recommendation on principles and good practices for financial education and awareness. Paris: Directorate for Financial and Enterprise Affairs. URL: http://www.oecd.org/finance/fin ancial-education/35108560.pdf

OECD. (2015, 16 November). National strategies for financial education: oecd/infe policy handbook. Paris: OECD Publishing. URL: https://www.oecd.org/daf/fin/fi nancial-education/nationalstrategies-for-financial-educationpolicy-handbook.htm OECD. (2019, 26 April). Pisa 2018 assessment and analytical framework. Paris: OECD Publishing. DOI: https://dx.doi.org/10.1787/b25ef ab8-en OJK. (2017, 20 Desember). Strategi nasional literasi finansial indonesia (revisit 2017). Jakarta Pusat: Otoritas Jasa Finansial (OJK). URL: https://www.ojk.go.id/id/beritadankegiatan/publikasi/Pages/StrategiNasional-Literasi-FinansialIndonesia-(Revisit-2017)-.aspx Setiawan, Adib Rifqi. (2019, 14 Oktober). Penyusunan program pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik. Seminar Nasional Sains & Entrepreneurship VI, 1(1). URL: http://conference.upgris.ac.id/ind ex.php/snse/article/view/255 Setneg. (2013, 13 November). Sambutan presiden ri pd strategi nasional literasi finansial, tgl 19 nov. 2013, di jcc. Jakarta Pusat: Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. URL: https://www.setneg.go.id/baca/in dex/sambutan_presiden_ri_pd_str ategi_nasional_literasi_finansial_tg l_19_nov_2013_di_jcc Thiagarajan, Sivasailam, dkk. (1974). Instructional development for training teachers of exceptional children: a sourcebook. Washington, D. C.: National Center for Improvement of Educational Systems (DHEW/OE). URL:

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 191


Model Teams Games Tournament: Suatu Analisis Hasil Implementasi dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

https://files.eric.ed.gov/fulltext/E D090725.pdf Umar, Nasaruddin. (2014, 24 Maret). Ketika fikih membela perempuan. Jakarta Pusat: Elex Media Komputindo. URL: https://books.google.co.id/books /about/Ketika_Fikih_Membela_P erempuan.html?id=rYhKDwAAQ BAJ&redir_esc=y

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 192


Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

Literasi Saintifik Berdasarkan Kecerdasan Majemuk dan Motivasi Belajar Adib Rifqi Setiawan Pondok Pesantren Ath-Thullab, Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Jl. KH. Turaichan Adjhuri No.23, Kajeksan, 002/002, Kudus, 59314, Indonesia Received Revised Accepted

Abstract Burhān al-Dīn al-Nu’mān ibn Ibrōhīm al-Zarnūjī in his treatise entitled “Ta'līm al-Muta'allim Ṭorīq al-Ta'allum” informed that the academic achievement has six things dependency: ingenious acumen, fervent desire, resilience, sufficent sustenance, guidance of a teacher, and length of time. Based on this perspective, we was empirically tested students scientific literacy through correlational research. In particular, first, multiple intelligences was examined based on Multiple Intelligences Survey (MIS). Second, science learning motivation was explored used Science Motivation Questionnaire II (SMQ-II). Third, scientific literacy was tested that focused on competence domain and environmental content. The participants of the study were 128 students in Kabupaten Kudus choosen by random sampling technique. We used Pearson r to elaborate relation of scientific literacy with each type of multiple intelligences nor component of science learning motivation. It reveals that naturalistic intelligence and self-efficacy has strong correlation with scientific literacy. The findings suggest that it is important to facilitate students’ intelligence and motivations to guide them on achieving scientific literacy. Keywords: Learning Motivation; Multiple Intelligences; Scientific Literacy

: 1 Des 2019 : 15 Des 2019 : 18 Des 2019

(*) Corresponding Author:

alobatnic@gmail.com, +62-856-4067-6017

How to Cite: Setiawan, A. R. (2019). Literasi saintifik berdasarkan kecerdasan majemuk dan motivasi belajar. Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran, 13 (2): 126-137.

PENDAHULUAN Gagasan tentang alam mengikuti prinsip konsisten yang dapat diuraikan, dimulai sejak 2.603 tahun lalu ketika Thalēs melibatkan dirinya dalam penyelidikan ilmiah termasuk juga rekayasa (Boitani, 2015; al-Syahrostānī, 2010; Hawking & Mlodinow, 2010; Panchenko, 1994; Crawford & Sen, 1996). Thalēs memperoleh kredit sebagai orang pertama yang berhasil memprediksi gerhana matahari pada 28 Mei 585 SM. Dirinya juga berhasil mendeskripsikan posisi Ursa Minor dan berpikir bahwa rasi bintang bisa berguna sebagai panduan untuk navigasi di laut. Namun, nilai penting dari pekerjaan Thalēs ialah menggunakan rumahnya untuk menjadi tempat pembelajaran di Ionia (pada waktu itu Yunani, saat ini Turki), yang memelopori minat kuat dalam mengungkap hukum dasar guna menjelaskan fenomena alam. Thalēs juga memanfaatkan kemampuan memprediksi cuaca untuk membeli semua mesin pengepres zaitun di Milētos setelah memperkirakan cuaca dan panen yang baik pada tahun tertentu guna mendapatkan kekayaan dari panen zaitun. Tujuan utama Thalēs dalam melakukan pembelian tersebut bukan hanya untuk memperkaya diri, tetapi sekaligus membuktikan kepada sesama warga Milētos bahwa penyelidikan ilmiah dapat berguna untuk keseharian termasuk finansial, bertentangan dengan pikiran masyarakat tersebut. Informasi historis tersebut menyampaikan bahwa Thalēs telah membangun sebuah gagasan yang sekarang dikenal dengan literasi saintifik. Literasi saintifik telah dijelaskan oleh Paul deHart Hurd (1998) sebagai kompetensi yang diperlukan oleh warga negara untuk berpikir rasional tentang sains dalam kaitannya dengan masalah pribadi, sosial, politik, ekonomi, dan masalah yang mungkin ditemui seseorang sepanjang hidup. Konsep literasi saintifik yang mulai dikembangkan pada 1958 senantiasa menyesuaikan dengan perubahan masyarakat, termasuk kemunculan era informasi, kelahiran ekonomi global, dan dunia daring. Gormally, dkk. (2012) menyusun indikator keterampilan literasi saintifik menjadi 2

126


Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

bagian, yakni: memahami metode penyelidikan yang mengarah pada pengetahuan ilmiah; serta mengatur, menganalisis, sekaligus menafsirkan data kuantitatif dan informasi ilmiah. Sementara Fives, dkk. (2014) mengklasifikasi literasi saintifik ke dalam 5 komponen, berupa: peran sains, pemikiran dan kegiatan ilmiah, sains dan masyarakat, matematika dalam sains, serta motivasi dan keyakinan sains. Selain itu, kerangka kerja PISA (Programme for International Student Assessment) dari OECD (2019a) mendefinisikan literasi saintifik sebagai kemampuan untuk terlibat masalah yang berhubungan dengan sains dan dengan gagasan sains sebagai warga negara yang reflektif. Karena itu, orang yang memiliki literasi saintifik bersedia untuk terlibat dalam komunikasi ilmiah tentang sains dan teknologi yang membutuhkan kompetensi untuk: menjelaskan fenomena secara ilmiah, mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah, juga menafsirkan data dan bukti secara ilmiah. Informasi teoretis ini memperjelas fakta bahwa arah gagasan literasi saintifik ialah upaya untuk menggunakan sains di luar praktik ilmiah.

Gambar 1. Literasi Saintifik Pelajar Indonesia Berdasarkan Penilaian PISA (OECD, 2019b) Kedua informasi tersebut menunjukkan bahwa gagasan dan kenyataan ini bukan sesuatu yang modern, meskipun kita kehilangan pandangan sejarah ini. Sayangnya, kajian PISA pada 2006–2015 dan beberapa karya ilmiah pada periode itu, telah menemukan bahwa pembelajaran sains secara umum tidak dapat membimbing pelajar secara optimal untuk mencapai literasi saintifik (OECD, 2019b; Setiawan, 2019a; 2017; Rosser, 2018; Setiawan, dkk., 2017; Utari, dkk., 2017; OECD/ADB, 2015; Juliani, 2015; Adisendjaja, 2008). Pelajar Indonesia secara keseluruhan tampak tidak mengapresiasi pengetahuan ilmiah, kurang melihat peluang untuk menjadi ilmuwan, maupun memanfaatkan penguasaan sains secara praktis di luar penyelidikan ilmiah. Mungkin hanya sebagian kecil pelajar Indonesia yang berharap untuk mengejar karier di bidang sains dibanding semua pelajar di negara berkembang ini. Di antara sebagian kecil itu, tidak terdapat jumlah yang secara signifikan memiliki kinerja tinggi dalam literasi saintifik dibanding pelajar dari negara lain yang ikut serta dalam penilaian PISA. Informasi lapangan ini adalah sumber kuat untuk memberi bukti empiris kepada pendidik sains, dan peneliti pembelajaran, maupun pembuat kebijakan pendidikan di Indonesia. Sebenarnya sudah terdapat beberapa upaya untuk melatih literasi saintifik melalui pembelajaran sains yang dilakukan oleh pendidik maupun peneliti Indonesia. Misalnya dilakukan oleh Utari, dkk. (2017) melalui pembelajaran termodinamika. Diperoleh hasil berupa sebagian besar pelajar dapat membuat pertanyaan serta menyusun langkah eksperimen dan tabel pengamatan, tapi tidak terdapat pelajar

127


Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

yang mengkritik atau memberikan saran terhadap hasil percobaan yang mereka lakukan. Setiawan (2019b) melakukan upaya yang sama melalui pembelajaran mekanika. Hasil menunjukkan bahwa secara keseluruhan literasi saintifik pelajar mengalami peningkatan pada kategori sedang setelah diterapkan pendekatan saintifik. Selain melalui pembelajaran fisika, upaya lain juga dilakukan melalui pembelajaran biologi. Misalnya oleh Dinata (2018) ketika melakukan field trip dalam pembelajaran ekosistem, yang memberi hasil berupa peningkatan kategori tinggi untuk kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah serta sedang untuk menafsirkan data dan bukti secara ilmiah. Upaya Setiawan (2019c; 2019d) melalui pembelajaran plantae dan animalia memberi simpulan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik bisa menjadi sarana untuk melatih literasi saintifik pelajar. Namun, perbandingan terhadap beberapa riset lain menunjukkan bahwa tidak ditemukan perbedaan menyolok antar model pembelajaran dari sisi peningkatan maupun keefektifan. Bila dicermati, kajian pustaka yang disampaikan menunjukkan bahwa fokus lebih diarahkan terhadap ‘apa’ yang harus pelajar peroleh setelah pembelajaran serta ‘bagaimana’ cara memandu pelajar memperoleh ‘apa’ itu melalui pembelajaran. Sisi lain berupa ‘siapa’ yang terlibat dalam pembelajaran tampak tidak diperhatikan. Karena itu, kami merasa perlu untuk memperoleh gambaran ‘siapa’ yang terlibat dalam pembelajaran. Secara khusus fokus ‘siapa’ tersebut diarahkan kepada aspek kecerdasan majemuk dan motivasi belajar yang dikaitkan dengan profil kompetensi literasi saintifik. Gambaran tersebut diharapkan dapat menjadi bahan untuk menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi program pembelajaran berorientasi literasi saintifik agar lebih terstruktur dan terukur. Karena itu, rumusan masalah riset ini ialah, “Bagaimana profil literasi saintifik berdasarkan kecerdasan majemuk dan motivasi belajar?” METODE Tujuan riset ini ialah untuk mendapatkan profil literasi saintifik berdasarkan kecerdasan majemuk dan motivasi belajar. Karena itu dibutuhkan data profil kompetensi literasi saintifik, kecerdasan majemuk, dan motivasi belajar. Berdasarkan tujuan riset dan kebutuhan data, metode yang dapat dipakai ialah pendekatan kuantitatif tipe correlational jenis associational research. Tipe correlational berupaya untuk mengetahui perbedaan satu atau lebih hubungan dari beberapa faktor tanpa memerlukan intervensi dari peneliti (Fraenkel & Wallen, 2009). Tipe riset ini juga dapat digunakan sebagai bahan memprediksi kemungkinan hasil yang diperoleh (Fraenkel & Wallen, 2009). Partisipan untuk riset tipe correlational sebaiknya dipilih secara acak sebanyak lebih dari 30 orang (Fraenkel & Wallen, 2009). Dalam riset ini, sampel sebanyak 128 pelajar diambil menggunakan teknik penyampelan acak. Keseluruhan sampel berasal dari satu sekolah menengah di Kabupaten Kudus, berjenis kelamin lelaki, dan memiliki rentang usia 15–17 tahun. Profil kompetensi literasi saintifik diukur menggunakan instrumen penilaian yang disusun oleh Setiawan (2019a; 2019e). Instrumen penilaian ini dipilih karena keseluruhan soal sudah layak pakai berdasarkan validasi pakar serta dua kali ujicoba lapangan memberi nilai keandalan sebesar 0.763 dan 0,901. Literasi saintifik dalam instrumen penilaian tersebut difokuskan kepada domain kompetensi: menjelaskan fenomena secara ilmiah (K1), merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah (K2), dan menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (K3), yang tersebar ke dalam 3 kelompok dari 10 butir soal. Instrumen tersebut juga dilengkapi panduan penilaian yang memudahkan kami untuk memberi skor terhadap setiap butir soal. Untuk kecerdasan majemuk diukur menggunakan Multiple Intelligences Survey (MIS) versi Bahasa Indonesia (Si'ayah & Setiawan, 2019; McKenzie, 2005). MIS terdiri dari 90 buah pernyataan singkat yang dinilai menggunakan skala biner berupa angka 1 untuk setiap pernyataan yang dianggap sesuai serta 0 untuk semua pernyataan yang tidak sesuai. Instrumen ini dapat dipakai buat memperoleh gambaran sebaran sembilan kecerdasan majemuk seseorang, mencakup:

128


Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

interpersonal, intrapersonal, logis, verbal, visual, musikal, kinestetik, naturalis, dan eksistensialis. Contoh butirnya ialah, “Klasifikasi membantu saya memahami data baru.� yang ditanggapi dengan memberi skor 1 kalau sesuai atau 0 kalau tidak sesuai. Kompetensi Indikator Topik Soal

Pertanyaan Jawaban

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan Penanganan Perubahan Lingkungan Ketika memimpin proyek pembangunan sirkuit MotoGP dari DORNA di Kabupaten Kudus pada 2019 yang harus siap pakai pada 2024, RosĂŠ ingin agar hasilnya ramah lingkungan. Karena itu, dirinya mengumpulkan data sebagai berikut: a) Jumlah kendaraan untuk setiap sesi balapan paling banyak ialah 30 sepeda motor; b) Bahan bakar setiap kendaraan ialah Pertamax Plus; c) Setiap kendaraan membutuhkan 1 liter untuk sekali mengelilingi sirkuit sepanjang 5 km; d) Daftar pohon yang dapat dipilih RosĂŠ untuk ditanam di lingkungan sirkuit sebagai berikut: Daya Serap CO2 No. Pohon Nama Ilmiah (g/jam.pohon) 1 Mahoni Swietenia macrophylla 3.112,43 2 Palem Phoenix Phoenix roebelenii 0,39 3 Kersen Muntingia calabura 0,6 4 Beringin Ficus benjamina 1.146,51 5 Trembesi Samanea saman 3.252,10 Bagaimana langkah perencanaan yang dapat dilakukan RosĂŠ agar sirkuit yang dibangun ramah lingkungan? Langkah perencanaan yang dapat dilakukan RosĂŠ ialah: 1) Memprediksi total emisi karbon selama masa balapan; 2) Memilih pohon yang memiliki daya serap paling bagus sekaligus memungkinkan ditanam di lokasi; 3) Memetakan letak penanaman pohon agar efektif dan efisien serta tidak mengganggu pelaksanaan balapan.

Gambar 2. Contoh Instrumen Penilaian Literasi Saintifik Sementara motivasi belajar, instrumen yang dipakai ialah Science Motivation Questionnaire II (SMQ-II) versi Bahasa Indonesia (Velasufah & Setiawan, 2019; Glynn, dkk., 2011). SMQ-II terdiri dari 25 buah pertanyaan yang dinilai menggunakan Skala Likert tipe 5 skala untuk mengukur lima komponen motivasi belajar: motivasi intrinsik, determinasi diri, efikasi diri, motivasi karier, serta motivasi nilai. Contoh butirnya ialah, “Sains yang saya pelajari sesuai dengan kebutuhan hidup saya.â€? yang ditanggapi dengan “tidak pernahâ€? (skor=1), “jarangâ€? (skor=2), “kadangâ€? (skor=3), “seringâ€? (skor=4), dan “selaluâ€? (skor=5). Dalam riset tipe korelasi, instrumen yang digunakan harus menghasilkan data kuantitatif (Fraenkel & Wallen, 2009). Karena setiap instrumen sudah dapat dinilai secara kuantitatif, nilai literasi saintifik dikaitkan dengan kecerdasan majemuk dan motivasi belajar. Kaitan ketiganya dihitung menggunakan persamaan koefisien korelasi Pearson r yang kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel 1 (Fraenkel & Wallen, 2009; Rogers & Nicewander, 1987): ∑đ?‘›đ?‘–=1(đ?‘Ľđ?‘– − đ?‘ĽĚ… )(đ?‘Śđ?‘– − đ?‘ŚĚ…) đ?‘&#x;= √∑đ?‘›đ?‘–=1(đ?‘Ľđ?‘– − đ?‘ĽĚ… )2 √∑đ?‘›đ?‘–=1(đ?‘Śđ?‘– − đ?‘ŚĚ…)2 keterangan: r = koefisien korelasi n = banyak sampel i = skor datum đ?‘Ľđ?‘– = skor setiap sampel đ?‘ĽĚ… = rerata skor kecerdasan atau motivasi

129


Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

đ?‘ŚĚ… đ?‘Śđ?‘–

= rerata literasi saintifik = skor literasi saintifik setiap sampel Tabel 1. Kategori Kaitan Pearson r Kategori Kaitan −1 ≤ đ?‘&#x; < 0 Terdapat kaitan negatif đ?‘&#x;=0 Tidak terdapat kaitan 0<đ?‘&#x;≤1 Terdapat kaitan positif (Rogers & Nicewander, 1987)

HASIL DAN PEMBAHASAN Profil literasi saintifik, kecerdasan majemuk, dan motivasi belajar yang diperoleh secara rinci masing-masing seperti berikut: Tabel 2. Profil Kompetensi Literasi Saintifik Kompetensi Literasi Saintifik Nilai Menjelaskan fenomena secara ilmiah 0,352 Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah 0,356 Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah 0,340 Keseluruhan 0,349 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0.000

Gambar 1. Profil Ragam Kecerdasan Majemuk

Motivasi Karier

12.664

Motivasi Nilai

8.805

Determinasi Diri

11.578

Efikasi Diri

14.039

Motivasi intrinsik

0.000

12.211 5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

Gambar 2. Profil Komponen Motivasi Belajar Pembahasan BurhÄ n al-DÄŤn al-Nu’mÄ n ibn IbrĹ?hÄŤm al-ZarnĹŤjÄŤ dalam Ta'lÄŤm al-Muta'allim ᚏorÄŤq al-Ta'allum menuturkan bahwa terdapat 6 faktor penentu hasil belajar: kecerdasan, motivasi, kesabaran ketika menghadapi kesulitan, kecukupan bekal untuk pembelajaran, bimbingan guru, dan waktu belajar yang intensif (Siayah, dkk., 2019; al-ZarnĹŤjÄŤ, 2014). Tuturan al-ZarnĹŤjÄŤ (2014) didukung oleh Jung & Haier (2007) yang mengungkap bahwa tidak ada konsep yang lebih penting dalam pendidikan daripada kecerdasan. Kecerdasan adalah potensi diri untuk memproses informasi yang dari lingkungan sekitar untuk digunakan dalam mengambil keputusan, menyelesaikan masalah, dan/atau menghasilkan produk yang bernilai. Setiap jenis

130


Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

kecerdasan majemuk merupakan gabungan dari keterampilan terkait dan hal ini menjelaskan bentuk sarafnya yang rumit. Pendidikan secara umum bertujuan upaya menumbuhkan kesadaran bahwa seseorang memiliki kecerdasan yang dapat dikembangkan dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan diri serta mengembangkan masyarakat (OECD, 2019a; al-MaḼallč & al-Suyōᚭč, 2010). Tabel 3. Perbedaan setiap kecerdasan majemuk Jenis Kecerdasan Keterangan Interpersonal Sanggup bekerja sama dengan orang lain Intrapersonal Memahami kekuatan dan kelemahan diri Logis Bisa melakukan penalaran runtut Verbal Cakap menggunakan perkataan Visual Dapat untuk memvisualisasi dengan pikiran Musikal Peka terhadap suara Kinestetik Mampu mengontrol gerakan tubuh Naturalis Mengerti hubungan informasi dengan lingkungan Eksistensialis Merenungkan sifat keberadaan alam raya Konsep kecerdasan sepanjang sejarah telah mengalami banyak perubahan dalam benak pakar. Pada 1905, gagasan kecerdasan umum dibangun menggunakan tes IQ (intelligence quotient) untuk menilai kemampuan anak dalam memahami, bernalar, dan membuat penilaian (Shearer & Karanian, 2017). Belakangan, pada 1983, mulai muncul gagasan kecerdasan majemuk yang dilatari oleh anggapan bahwa kecerdasan umum terlalu terbatas (Gardner, 2011; Candler, 2011). Kemunculan gagasan kecerdasan majemuk tidak langsung mendapat dukungan utuh dari semua orang. Sebagian orang menganggap bahwa kecerdasan majemuk memiliki dukungan empiris yang tidak memadai dan tidak konsisten dengan temuan neurosains kognitif (Waterhouse, 2006). Namun, telaah terhadap 318 artikel akademik terkait riset neurosains (neuroscience, ilmu saraf) yang dilakukan oleh Shearer & Karanian (2017) menunjukkan bahwa kecerdasan majemuk memiliki pola saraf yang jelas dan koheren. Lebih lanjut Shearer (2019) menyimpulkan berdasarkan telaah lanjutan terhadap 417 kajian neurosains terkait korelasi antara saraf dengan unit keterampilan dalam tujuh kecerdasan. Simpulan yang diperoleh menemukan setiap kecerdasan adalah unit keterampilan kognitif yang memiliki keunikan dan kesamaan dalam saraf. Tabel 4. Kaitan Kompetensi Literasi Saintifik dengan Setiap Jenis Kecerdasan Jenis Kecerdasan K1 K2 K3 K Interpersonal 0,026 0,142 0,000 0,063 Intrapersonal 0,070 0,161 0,010 0,090 Logis 0,060 0,107 0,021 0,070 Verbal -0,063 0,057 -0,130 -0,050 Visual 0,225 0,148 0,021 0,146 Musikal 0,174 0,272 0,074 0,194 Kinestetik -0,089 0,136 0,028 0,030 Naturalis 0,223 0,225 0,119 0,211 Eksistensialis -0,156 -0,019 -0,300 -0,176 Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak semua jenis kecerdasan memiliki kaitan positif dengan kompetensi literasi saintifik. Kecerdasan eksistensialis memiliki kaitan negatif dengan setiap kompetensi literasi saintifik. Sementara kecerdasan verbal hanya memiliki korelasi positif dengan kompetensi merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah. Kecerdasan logis yang umumnya dianggap berkelindan dengan penyelidikan ilmiah justru memiliki nilai korelasi yang lebih rendah dibanding kecerdasan intrapersonal, visual, bahkan musikal. Literasi saintifik membutuhkan tidak hanya pengetahuan tentang konsep dan teori sains, tapi juga pengetahuan tentang prosedur dan praktik umum yang terkait dengan penyelidikan ilmiah yang memungkinkan sains berkembang. Untuk mencapai arah ini, diperlukan kemampuan untuk menghubungkan dan mengklasifikasi informasi yang sesuai dengan jenis kecerdasan naturalis (Morris, 2004; Gardner, 131


Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

1995). Tabel 4 menunjukkan bahwa jenis kecerdasan naturalis memiliki korelasi paling kuat dengan keseluruhan kompetensi literasi saintifik. Namun, secara rinci nilai koefisien korelasi jenis naturalis masih di bawah visual untuk kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah (K1). Hasil tersebut wajar karena salah satu indikator kompetensi tersebut ialah mengidentifikasi, menggunakan, dan menghasilkan model dan representasi yang jelas (OECD, 2019a). Indikator ini diuji dengan soal yang meminta pelajar untuk membuat skema daur biogeokimia untuk menunjukkan bahwa terdapat hubungan erat antar organisme dalam menjaga kelangsungan nitrogen (N) di alam. Dengan demikian, pengertian terhadap hubungan informasi dengan lingkungan tidak cukup, tapi diperlukan tambahan berupa dapat untuk memvisualisasi dengan pikiran yang termasuk dalam kecerdasan visual. Hasil paling menyolok ditunjukkan oleh jenis eksistensialis yang memiliki korelasi negatif untuk semua kompetensi literasi saintifik. Hasil ini berarti kian tinggi kecerdasan eksistensialis seseorang, kompetensi literasi saintifik kian rendah. Jenis eksistensialis terkait dengan kecenderungan untuk mengajukan dan merenungkan pertanyaan tentang kehidupan, kematian, dan realitas pamungkas (Gardner, 2000). Hasil ini perlu diperhatikan secara serius, bahkan untuk korelasi dengan jenis ini kami menyarankan dilakukan replikasi secara khusus. Saran ini didasarkan bahwa salah satu tujuan sains ialah mengerti realitas alam serta jenis eksistensialis terkait erat dengan kereligiusan seseorang (al-Syahrostānī, 2010; Hawking & Mlodinow, 2010; Gardner, 2000). Sementara sepanjang lintasan sejarah Indonesia termasuk negara religus (OECD/ADB, 2015). Selain itu, hasil penilaian PISA tahun 2015 sekilas menunjukkan bahwa literasi saintifik pelajar dari beberapa negara religius seperti Indonesia, Israel, dan Amerika Serikat lebih rendah dibanding negara yang dianggap tidak religius seperti Singapura, Korea, dan Hong Kong (OECD, 2019b).

Gambar 5. Penilaian Literasi Saintifik PISA 2015 untuk Negara (OECD, 2019b) Tuturan al-Zarnūjī (2014) bahwa motivasi sebagai satu dari enam faktor penentu keberhasilan belajar diperkuat oleh Kışoğlu (2018) dan Bryan, dkk. (2011) yang mengungkap bahwa terdapat kaitan positif antara motivasi belajar dan sikap pelajar dalam pembelajaran sehingga guru perlu mendorong motivasi pelajar. Memang survei dari PISA menunjukkan anomali untuk Korea Selatan berupa hasil tinggi dalam literasi saintifik justru disertai motivasi rendah, tapi secara umum motivasi belajar cenderung linear dengan literasi saintifik (Mo, 2019; OECD, 2019b; 2016). Secara keseluruhan setiap komponen motivasi belajar berkorelasi positif dengan kompetensi literasi saintifik. Hasil ini selaras dengan temuan yang menunjukkan bahwa hasil belajar cenderung rendah ketika motivasi rendah (Velasufah & Setiawan, 2019; Nurohmah, 2015; Marcharis, 2015; Glynn, dkk., 2011). Motivasi dalam pembelajaran merupakan faktor penting karena kehadiran pelajar

132


Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

dalam kelas, laboratorium, dan/atau kunjungan lapangan bukan jaminan bahwa mereka ingin belajar (Setiawan, 2019f). Tidak dapat dimungkiri bahwa beberapa pelajar yang hadir hanya untuk menggugurkan kewajiban dari sekolah dan orangtua, sekadar cara agar mendapat uang saku harian, atau ingin berkumpul dengan teman maupun pacar. 0.400 0.350 0.300 0.250 0.200

0.150 0.100 0.050 0.000 Motivasi intrinsik

Efikasi Diri

Determinasi Motivasi Nilai Diri

Motivasi Karier

Keseluruhan

Menjelaskan fenomena secara ilmiah Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah

Keseluruhan

Gambar 6. Kaitan Kompetensi Literasi Saintifik dengan Setiap Komponen Motivasi Belajar Glynn, dkk. (2011) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar adalah motivasi intrinsik, efikasi diri, determinasi diri, motivasi nilai, dan motivasi karier. Dari keseluruhan, efikasi diri dengan nilai 0,356 memiliki korelasi paling tinggi dibandingkan komponen lain. Efikasi diri yang merujuk kepada keyakinan diri pelajar dalam meraih prestasi memainkan peran sentral dalam motivasi (Bandura, dkk., 2001). Kian kuat efikasi diri, pelajar kian aktif berupaya dalam meraih prestasi. Velasufah & Setiawan (2019) menyampaikan bahwa efikasi diri termasuk komponen penting bagi pelajar dalam menjaga ketekunan selama terlibat pembelajaran untuk meraih prestasi yang diharapkan. Hasil yang ditunjukkan melalui gambar 6 menyiratkan makna bahwa guru perlu mendorong pelajar untuk terbiasa menghadapi tantangan guna, seperti melalui tugas, guna memberi pengalaman agar kemampuan mereka berkembang. Komponen lain yang memiliki korelasi hampir setara ialah motivasi karier dengan nilai 0,345. Glynn, dkk. (2011) mendefinisikan motivasi karir sebagai motivasi yang timbul dari persepsi pelajar terhadap masa depan karier mereka. Gambar 6 menunjukkan bahwa pelajar menemukan nilai kegunaan literasi saintifik untuk masa depan karier mereka. Dari sini dapat dibuat hipotesis bahwa pelajar sekolah menengah Indonesia sedang dalam proses pengembangan karier, yang membuat motivasi karier menjadi faktor paling penting dalam mencapai kompetensi literasi saintifik. Hipotesis tersebut diperkuat dengan hasil yang menunjukkan bahwa motivasi nilai (0,332) dan motivasi intrinsik (0,327) yang memiliki korelasi setara dengan motivasi karier. Tampak bahwa pelajar Indonesia memiliki perspektif bahwa keinginan diri sendiri dan nilai yang akademik diperoleh memiliki kaitan erat dengan masa depan karier. Untuk menjawab hipotesis tersebut, tentu diperlukan lebih banyak pengertian mendalam tentang motivasi karier pelajar. Sehingga diperlukan

133


Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

kajian yang mempertimbangkan faktor lingkungan, seperti status sosial, kurikulum sekolah, tingkat ekonomi, serta dukungan orangtua. Secara khusus, Simpkins, dkk., (2015) menyebut bahwa dukungan orangtua dikenal sebagai faktor paling penting yang memengaruhi motivasi karier pelajar. Apalagi dalam budaya Indonesia, keluarga memiliki peran penting dalam menata karier yang mungkin akan ditempuh oleh pelajar. Karena itu, kelanjutan kajian yang mempertimbangkan faktor lingkungan akan memberi pengertian utuh dan menyeluruh tentang motivasi karier pelajar Indonesia, khususnya terkait kompetensi literasi saintifik. Keempat hasil tersebut jauh berbeda dengan determinasi diri yang hanya memiliki korelasi sebesar 0,130. Hasil ini menunjukkan bahwa pelajar kurang mengerti langkah agar dapat memiliki kompetensi literasi saintifik. Hasil tersebut mengkhawatirkan karena membuka peluang pelajar beralih pilihan untuk tidak mempelajari sains atau minimal mengubah prioritas belajar mereka. Pelajar bisa saja berpikir bahwa kompetensi literasi saintifik dapat membantu karier mereka, tapi pada saat bersamaan menganggap hal ini sulit diperoleh. Literasi saintifik memang sulit, sehingga tugas guru ialah membuat agar kompetensi ini tidak tambah sulit diperoleh pelajar. Untuk itu, perlu dilakukan pembelajaran yang melatih pelajar secara berjenjang dari tingkat rendah, sedang, dan tinggi, dalam bentuk mengerjakan soal algoritma maupun menyelesaikan masalah. Riset ini terbatas kepada data yang dikumpulkan pada satu titik waktu tertentu. Karena itu, terdapat kemungkinan bahwa profil literasi saintifik dapat berubah, begitu pula kecerdasan majemuk dan motivasi belajar. Kecerdasan terus tumbuh dan berubah menjadi matang ketika fungsi kognitif manusia dilibatkan (Kweldju, 2015; Fuchs dan FlĂźgge, 2014). Beberapa riset lapangan, seperti dilakukan oleh Nurohmah (2015) serta Setiawan (2019f; 2019g), menunjukkan bahwa motivasi belajar dapat berubah ketika pelajar menerima perlakuan tertentu. Sementara literasi saintifik, dapat berubah melalui pembelajaran (Utari, dkk., 2017; Setiawan, 2017; 2019b; 2019c; 2019d; 2019h; Dinata, 2018). Dalam riset sosial, hasil yang diperoleh tidak memberi garansi bahwa keabsahan dan keandalan yang sama dapat berlaku untuk partisipan lain. Alasannya antara lain, ruang lingkup pembahasan berada dalam spektrum tertentu. Kalau hanya mengambil simpulan akhir tanpa memperhatikan rincian tertentu seperti metode dan fokus pembahasan, berarti yang terjadi adalah implantasi atau pencangkokan. Memperhatikan hasil yang diperoleh serta keterbatasan ruang lingkup pembahasan, kami berharap agar guru turut berupaya untuk memastikan agar pembelajaran yang dilakukan dapat menampung keragaman setiap jenis kecerdasan majemuk serta dapat merangsang motivasi belajar. Cara yang dapat dilakukan bisa beragam selama tidak bertentangan dengan tujuan pembelajaran. Sementara peneliti pembelajaran juga diharapkan agar melakukan replikasi terhadap riset yang kami lakukan guna memberi gambaran rinci permasalahan yang dihadapi sebagai informasi agar cara yang dilakukan guru dapat memberi hasil maksimal. PENUTUP Berdasarkan kecerdasan majemuk, jenis naturalis memiliki korelasi dibanding yang lain serta korelasi negatif diperoleh dari jenis verbal dan eksistensialis. Berdasarkan motivasi belajar, hampir setiap komponen memiliki korelasi setara, yakni efikasi diri, motivasi karier, motivasi nilai, dan motivasi intrinsik, sedangkan determinasi diri tidak memiliki kecenderungan yang sama dengan empat komponen tersebut. DAFTAR PUSTAKA Adisendjaja, Yusuf Hilmi. (2008). Analisis buku ajar biologi sma kelas x di kota bandung berdasarkan literasi sains. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Pendidikan Indonesia

134


Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

al-Maḥallī, Muḥammad ibn Aḥmad & al-Suyūṭī, ‘Abd al-Raḥmān ibn Abī Bakr. (2010). Tafsīr al-jalālayn. Cairo: Dār al-Ḥadīts. al-Syahrostānī, Abū al-Fatḥ Muḥammad ibn ‘Abd al-Karīm. (2010). Al-Milal wa alniḥal. Amman: Muassasat al-Ḥalabi. al-Zarnūjī, Burhān al-Dīn. (2014). Ta’līm al-muta’allim ṭōrīq at-ta’allumi. Beirut: Dār ibn Katsīr. Bandura, Albert, dkk. (2001, Januari/Februari). Self-efficacy beliefs as shapers of children's aspirations and career trajectories. Child Development, 72 (1): 187– 206. Boitani, Piero. (2015, 11 April). Ulysses and the Stars. Strumenti Critici, 30(1): 3-18. Bryan, Robert R., dkk. (2011, 25 Juli). Motivation, achievement, and advanced placement intent of high school students learning science. Science education, 95(6): 1049-1065. Candler, Laura. (2011). Teaching multiple intelligence theory. Teaching Resources. Crawford, George, & Sen, Bidyut. (1996, 10 Agustus). Derivatives for decision makers: strategic management issues. John Wiley & Sons. Dinata, Anita Nurlela. (2018, Maret). The influence of field trip on high school student's scientific literacy and attitude towards science in ecosystem concept. Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education, 1(1): 8-13. Fives, Helenrose, dkk. (2014, 18 Juni). Developing a measure of scientific literacy for middle school students. Science Education, 98(4), 549-580. Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E. (2009). How to design and evaluate research in education (7th ed.). New York. McGraw-Hill Companies. Gardner, Howard Earl. (1995, 09 November). Reflections on multiple intelligences: myths and messages. Phi Delta Kappan, 77 (3): 200–209. Gardner, Howard Earl. (2000, 18 September). Intelligence reframed: multiple intelligences for the 21st century. Hachette UK. Gardner, Howard Earl. (2011). Multiple intelligences: the first thirty years. Harvard Graduate School of Education. Glynn, Shawn M.; Brickman, Peggy; Armstrong, Norris; & Taasoobshirazi, Gita. (2011, 20 September). Science motivation questionnaire ii: validation with science majors and nonscience majors. Journal of Research in Science Teaching, 48(10): 1159-1176. Gormally, Cara, dkk. (2012, 01 Desember). Developing a test of scientific literacy skills (tosls): measuring undergraduates’ evaluation of scientific information and arguments. CBE—Life Sciences Education, 11(4), 364-377. Hake, Richard R. (1998). Interactive-engagement versus traditional methods: a sixthousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses. American Journal of Physics, 66(1): 64─74. Hawking, Stephen William, & Mlodinow, Leonard. (2010, 07 September). The grand design. Bantam Books. Hurd, Paul deHart. (1998). Scientific literacy: New minds for a changing world. Science education, 82(3), 407-416. Juliani, Rini. (2015, 26 Juni). Rekonstruksi rancangan rencana pelaksanaan pembelajaran (rpp) melalui analisis kesulitan literasi sains peserta didik sekolah menengah pertama pada topik listrik dinamis. Undergraduate Thesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Jung, Rex E., & Haier, Richard J. (2007, 26 Juli). The parieto-frontal integration theory (p-fit) of intelligence: converging neuroimaging evidence. Behavioral and Brain Sciences, 30(2): 135-154. Kışoğlu, Mustafa. (2018, Februari). An examination of science high school students’ motivation towards learning biology and their attitude towards biology lesson. International Journal of Higher Education, 7(1): 151-64. Marcharis, Dita Alawiyah. (2015, 26 Juni). Beban kognitif pelajar pada pembelajaran biologi di sma berbasis pesantren. Undergraduate Thesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

135


Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

McKenzie, Walter. (2005). Multiple intelligences and instructional technology. ISTE International Society for Technology in Education. Mo, Jeffrey. (2019, 15 Januari). How is students’ motivation related to their performance and anxiety?. PISA in Focus, 92. Paris: OECD Publishing. Morris, Marla. (2004). The eight one: naturalistic intelligence. Dalam Kincheloe, Joe L. (ed.) Multiple Intelligences Reconsidered: 150–176. Peter Lang. Nurohmah, Eva Fauziah. (2015, 30 Januari). Efektivitas pendekatan saintifik dalam meningkatkan hasil dan motivasi belajar pelajar smp. Undergraduate Thesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. OECD. (2016, 06 Desember). Students' attitudes towards science and expectations of science–related careers. Dalam PISA 2015 Results (Volume I): Excellence and Equity in Education. Paris: OECD Publishing. OECD. (2019a, 26 April). Pisa 2018 assessment and analytical framework: 97-117. Paris: OECD Publishing. OECD. (2019b, 06 November). Science performance (pisa) (indicator). OECD/ADB. (2015, 25 Maret). Education in indonesia: rising to the challenge. Paris: OECD Publishing. Panchenko, Dmitri. (1994, 01 November). Thales's prediction of a solar eclipse. Journal for the History of Astronomy, 25(4): 275-288. Rodgers, Joseph Lee, & Nicewander, W. Alan. (1987, 01 Juni). Thirteen ways to look at the correlation coefficient. The American Statistician, 42(1): 59-66. Rosser, Andrew. (2018, 21 Februari). Beyond access: making indonesia’s education system work. Sidney: Lowy Institute for International Policy. Setiawan, Adib Rifqi, Utari, Setiya, & Nugraha, Muhamad Gina. (2017, 22 September). Mengonstruksi rancangan soal domain kompetensi literasi saintifik pelajar smp kelas viii pada topik gerak lurus. Wahana Pendidikan Fisika, 2(2): 44-48. Setiawan, Adib Rifqi. (2017, 24 Februari). Penerapan pendekatan saintifik untuk melatihkan literasi saintifik dalam domain kompetensi ada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama. Undergraduate Thesis. Universitas Pendidikan Indonesia. Setiawan, Adib Rifqi. (2019a, 14 Oktober). Penyusunan program pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik. Seminar Nasional Sains & Entrepreneurship VI (SNSE VI), 1(1): 348–355. Setiawan, Adib Rifqi. (2019b, 07 Mei). Penerapan pendekatan saintifik untuk melatih literasi saintifik dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama. Prosiding Seminar Nasional Fisika (SiNaFi) 2018, 4 (1): 713. Setiawan, Adib Rifqi. (2019c, 26 Juni). Peningkatan literasi saintifik melalui pembelajaran biologi menggunakan pendekatan saintifik. Journal of Biology Education, 2 (1): 223-235. Setiawan, Adib Rifqi. (2019d, 02 Oktober). Efektivitas pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik. Thabiea: Journal of Natural Science Teaching, 2 (2): 83–94. Setiawan, Adib Rifqi. (2019e, 30 September). Instrumen penilaian untuk pembelajaran ekologi berorientasi literasi saintifik. Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education (AIJBE), 2 (2): 42-46. Setiawan, Adib Rifqi. (2019f, 23 Maret). Upaya meningkatkan motivasi belajar dalam pembelajaran ilmu pengetahuan alam (ipa) melalui bacaan populer. Disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi 2019 Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III), Universitas Negeri Surabaya. Setiawan, Adib Rifqi. (2019g, 23 Maret). Penggunaan naḍom mabādī ‘asyroh dalam pembelajaran biologi untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar. Disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi 2019 Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III), Universitas Negeri Surabaya. Setiawan, Adib Rifqi. (2019h, 23 Maret). Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi sebagai upaya melatih literasi saintifik siswa sekolah

136


Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

menengah. Disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi 2019 Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III), Universitas Negeri Surabaya. Shearer, C. Branton, & Karanian, Jessica M. (2017, March). The neuroscience of intelligence: Empirical support for the theory of multiple intelligences?. Trends in neuroscience and education, 6: 211-223. Shearer, C. Branton. (2019, 19 Juni). A detailed neuroscientific framework for the multiple intelligences: describing the neural components for specific skill units within each intelligence. Journal of Psychological Studies, 11 (3): 1-26. Si'ayah, Syarofis, & Setiawan, Adib Rifqi. (2019, 26 Juni). Multiple intelligences survey: analysis on validity and reliability of bahasa indonesia version through different education level. Thesis Commons. Siayah, Syarofis, dkk. (2019, 29 November). Six main principles for quality learning. EdArXiv. Simpkins, Sandra D.; Price, Chara D.; & Garcia, Krystal. (2015, 08 Mei). Parental support and high school students' motivation in biology, chemistry, and physics: Understanding differences among latino and caucasian boys and girls. Journal of Research in Science Teaching, 52(10): 1386–1407. Utari, Setiya, dkk. (2017, Februari). Recostructing the physics teaching didactic based on marzano’s learning dimension on training the scientific literacies. Journal of Physics: Conference Series, 812 (1): 012102. Velasufah, Whasfi, & Setiawan, Adib Rifqi. (2019, 09 Agustus). Science motivation questionnaire ii (smq-ii): analysis on validity and reliability of bahasa indonesia version through various learning context. Thesis Commons. Waterhouse, Lynn. (2006). Inadequate evidence for multiple intelligences, mozart effect, and emotional intelligence theories. Educational Psychologist, 41:4, 247255.

137


EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

INSTRUMEN PENILAIAN PEMBELAJARAN FIQH MU’ĀMALĀT BERORIENTASI LITERASI FINANSIAL

Adib Rifqi Setiawan Pondok Pesantren Ath-Thullab, Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) alobatnic@gmail.com

Abstrak Tujuan dari riset tipe cross-sectional survey ini ialah untuk menemukan keabsahan dan keandalan instrumen penilaian pembelajaran fiqh mu’āmalāt berorientasi literasi finansial di tingkat pendidikan menengah. Metode penelitian adalah tipe cross-sectional survey.Keabsahan diungkap berdasarkan penilaian pakar dan keandalan diukur menggunakan konsistensi internal. Diperoleh bahwa keabsahan 7 butir soal memenuhi kriteria sangat layak dan 5 butir soal memenuhi kriteria cukup layak dengan nilai keandalan sebesar 0,763. Temuan ini menunjukkan bahwa instrumen penilaian dapat digunakan untuk menganalisis kesulitan pelajar sebagai bahan merancang rencana pembelajaran fiqh mu’āmalāt berorientasi literasi finansial. Kata-kata Kunci: fiqh mu'āmalāt; intrumen penilaian; literasi finansial; Abstract Assessment Instrument of Fiqh Mu'āmalāt Learning with Financial Literacy Oriented. The goal of this cross-sectional survey research was to find the validity and reliability of assessment instrument for fiqh mu'āmalāt learning with financial literacy oriented for secondary education. To reveal validity is assessed based on obtain judgement expert and reliability measured by internal consistency. It was gained that the validity is 7 items very feasible and 5 item quite feasible with reliability’s value is 0,763. This finding shows that assessment instrument can be used to analyze difficulties of students for designing lesson plan of fiqh mu'āmalāt learning with financial literacy oriented. Keywords: assessment instrument; financial literacy; fiqh mu'āmalāt;

258


EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

(Mahmada, 2001) menyampaikan

PENDAHULUAN Kesadaran pelajar tingkat menengah

bahwa fiqh adalah kumpulan hasil ijtihād

terhadap masalah finansial saat ini dapat

ulamā’ klasik terhadap al-Qur’ān dan al-

dikatakan rendah. Temuan ini yang kami

Ḥadīts sebagai dasar keseharian umat

peroleh sebagai pengamat terlibat dalam

Islam dalam setiap konteks kehidupan,

pengamatan terhadap keseharian santri

mulai personal seperti sholāt, lokal

Pondok Pesantren Ath-Thullab Kudus

seperti zakāt, sampai global seperti

selama

politik. Serupa dengan penyampaian

40

tersebut

hari.

Pondok

menampung

pesantren

pelajar

tingkat

tersebut,

(Umar,

2014)

menuturkan

menengah dengan kisaran usia 11–19

bahwa fiqh adalah penafsiran kultural

tahun

finansial

terhadap syarī’āt yang dikembangkan

sepenuhnya ditanggung oleh wali. Secara

oleh ulamā’ sejak abad kedelapan.

umum,

Penyampaian Kedua ungkapan tersebut

yang

kebutuhan

sebagian

besar

santri

tidak

menyadari dampak rincian pengeluaran

selaras

harian

finansial

diungkap oleh beberapa ulamā’ klasik,

bulanan. Lebih lanjut, mereka tidak

seperti dapat ditemukan dalam Fatḥ al-

pernah peduli kepada besaran biaya

Qorīb al-Mujīb, Fatḥ al-Mu’īn, Kifāyat

pendidikan di pondok pesantren yang

al-Akhyār, Nihāyatu al-Zayn, dan I'ānatu

dikeluarkan oleh setiap wali. Kedua fakta

al-Ṭōlibīn (al-Bantānī, 2019: 6; al-Ghozī,

tersebut ditambah data lain berupa

2005: 22; al-Malībārī, 2005: 34; al-

kecenderungan perilaku sebagian kecil

Dimyāṭī, 1997: 21; al-Ḥuṣnī, 1994: 7).

santri

kerepotan

Dapat dikatakan bahwa Fiqh adalah

sekaligus pengeluaran wali, hasil dari

dugaan kuat terhadap berbagai ketentuan

pengamatan khusus, serta alasan yang

praktis syarī’āt yang berlaku dalam

mendasari transaksi dalam keseharain.

beragam konteks mulai personal, lokal,

Informasi

sampai global.

harapan

terhadap

yang

keadaan

menambah

tersebut kami

melatarbelakangi

untuk

mewujudkan

dengan

definisi

fiqh

yang

Secara umum pembahasan utuh fiqh

pembelajaran fiqih mu’āmalāt sebagai

biasanya dimulai dari

upaya

mu’āmalāt, baru kemudian dilanjutkan

membimbing

pelajar

mencapai literasi finansial.

dalam

‘ibādāt, lalu

ke topik lain seperti munākaḥāt (al-

259


EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

Bantānī, 2019;

al-Ghozī,

2005;

al-

Development)

sebagai

organisasi

Malībārī, 2005; al-Dimyāṭī, 1997; al-

multilateral yang berupaya meningkatkan

Ḥuṣnī,

kualitas manusia secara global mulai

1994).

tersebut

Urutan

disusun

penting setiap

pembahasan

berdasarkan

bagian

serta

nilai tingkat

memperhatikan masalah keuangan sejak 2005

silam.

OECD

secara

khusus

keluasan konteks berlaku (al-Dimyāṭī,

menyarankan bahwa pendidikan tentang

1997: 1024). Pembahasan paling awal

masalah finansial harus sedini mungkin

berupa praktik ritual, dengan urutan

dimulai di sekolah sebagai tahap awal

Islām.

kehidupan pelajar (OECD, 2005: 5).

Selanjutnya karena kebutuhan manusia

Alasan utama yang mendasari saran

terhadap transaksi ekonomi adalah hal

tersebut ialah: nilai penting berfokus

yang sangat penting, pembahasan topik

kepada generasi muda untuk memberi

mu’āmalāt

mereka keterampilan hidup yang penting

sesuai

dengan

lima

diletakkan

rukūn

tepat

setelah

‘ibādāt.

sebelum terlibat aktif dalam transaksi

Dilihat dari sisi urutan pembahasan

finansial serta relatif lebih efisiensi untuk

tersebut, tampak kentara bahwa fiqh

melakukan

sebagai dasar keseharian umat Islam

sekolah ketimbang melakukan tindakan

turut memperhatikan masalah ekonomi

perbaikan untuk orang tua. Saran OECD

yang

tersebut

merupakan

upaya

pemenuhan

pendidikan

kemudian

keuangan

di

dikembangkan

kebutuhan diri. Perhatian fiqh tersebut

menjadi kerangka kerja yang saat ini

diwujudkan

dikenal dengan literasi finansial (finacial

dalam

bentuk

memberi

panduan operasional praktik transaksi.

literacy) (OECD, 2019: 119–164).

Panduan operasional tersebut antara lain

Literasi finansial sejak 2012 lalu

berupa prinsip dasar, teori hukum, serta

sudah mulai dilibatkan dalam PISA

larangan

umum.

Transaksi

yang

(Programme for International Students

dimaksud

termasuk sekaligus

bukan

Assessment),

program

internasional

hanya ragam perdagangan, kemitraan,

OECD yang berfokus untuk menilai

peminjaman, maupun penyewaan.

performa akademik pelajar berusia 15

Di sisi lain, OECD (Organisation for Economic

Co-operation

and

tahun (OECD, 2019: 11). Penilaian PISA bertujuan untuk memberi bahan dalam

260


EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

meningkatkan pendidikan negara yang

Indonesia, baik dari sisi kajian akademik

terlibat

terhadap

maupun praktik pembelajaran, khususnya

kemampuan pelajar untuk menggunakan

untuk pendidikan menengah maupun

pengalaman terlibat pembelajaran dalam

pondok pesantren. Namun, perhatian

keseharian (OECD, 2019: 128). Fokus ini

sedikit tidak berarti luput dari perhatian

membedakan penilaian PISA dengan

government Indonesia, yang membuat

TIMSS

kebijakan untuk meningkatkan literasi

dengam

fokus

(Trends

Mathematics program Association

in

and

dari

Science

IEA

for

International

the

Study),

(International Evaluation

finansial dengan merilis program Strategi Nasional

Literasi

Keuangan

melalui

of

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 19

Educational Achievement), yang fokus

November 2013 (OJK, 2017: 2; OECD,

terhadap penguasaan konten kurikuler

2015: 12; Setneg, 2013). Program ini

tertentu.

dirilis

sebagai

upaya

mewujudkan

Literasi dalam kerangka kerja PISA

masyarakat Indonesia yang memiliki

dikelompokkan menjadi empat bagian:

literasi finansial yang tinggi, sehingga

membaca,

matematis,

dapat memanfaatkan produk dan layanan

finansial.

Ketiga

saintifik,

kelompok

dan

literasi

pertama, yakni membaca, matematis, dan

jasa

keuangan

yang

sesuai

untuk

mencapai kesejahteraan berkelanjutan.

saintifik, masing-masing sudah pernah

Riset

ini

diarahkan

untuk

menjadi fokus utama penilaian pada

menemukan keabsahan dan keandalan

tahun tertentu, yang diperbaru setiap 9

instrumen penilaian pembelajaran fiqh

tahun (OECD, 2019: 11). Sementara

mu’āmalāt berorientasi literasi finansial

kelompok

di

terakhir

yakni

literasi

tingkat

pendidikan

menengah.

finansial, baru mulai masuk dalam

Rancangan soal disusun berdasarkan

penilaian sejak 2012 silam tanpa pernah

domain literasi finansial dari kerangka

menjadi fokus utama, malah sampai

kerja PISA (OECD, 2019: 119–164).

sekarang masih menjadi penilaian pilihan

Indikator tersebut dikaitkan dengan fiqh

(OECD, 2019: 12).

mu’āmalah atas dasar pertimbangan agar

Fakta

tersebut

membuat

literasi

dapat digunakan dalam pembelajaran di

finansial lebih sedikit diperhatikan di

pondok pesantren tanpa perlu mengubah

261


EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

struktur kurikulum yang berlaku. Pondok

Sampel

diambil

dengan

teknik

pesantren dipilih karena lembaga otentik

penyampelan bertujuan terhadap 5 pakar

Indonesia ini memiliki tujuan untuk

dan 50 pelajar tingkat menengah di

memberi keterampilan hidup melalui

Kabupaten Kudus. Teknik ini dipilih

pendidikan kajian keislaman (Octavia,

karena tujuan spesifik riset memerlukan

2014, 1; Madjid, 1997: 17). Tingkat

sampel

pendidikan menengah dipilih karena

(Fraenkel & Wallen, 2009: 99). Kriteria

meski pada rentang tersebut pelajar

untuk 5 pakar tersebut berupa akademisi

sebagian besar pelajar belum mandiri

dengan bidang kepakaran fiqh mu’āmalāt

dalam memperoleh pemasukan finansial,

(Pakar-1) dan evaluasi pembelajaran

tapi mereka dapat dikatakan mandiri

(Pakar-2)

terlibat transaksi keuangan. Karena itu,

pembelajaran

rumusan masalah yang menjadi fokus

(Pakar-3), bidang finansial (Pakar-4) dan

pembahasan

terkait

keabsahan

ialah, dan

“Bagaimana

keandalan

instrumen

yang

memenuhi

serta

bahasa

kriteria

praktisi

profesional

pendidikan

menengah

(Pakar-5).

Sementara

untuk pelajar kriteria yang dipakai ialah

penilaian pembelajaran fiqh mu’āmalāt

merupakan

berorientasi literasi finansial di tingkat

menengah yang bermukim di pondok

pendidikan menengah?”

pesantren.

pelajar

Instrumen mengukur

METODE PENELITIAN Data yang dibutuhkan dalam riset ini

validasi

yang

keabsahan butir

aktif

tingkat

dipakai

untuk

ialah

lembar

pernyataan.

Lembar

berupa hasil validasi dan nilai keabsahan

tersebut diberi skor menggunakan skala

instrumen.

Likert. Kelebihan skala Likert sebagai

Berdasarkan

tujuan

dan

kebutuhan, metode yang dipakai ialah

pengukur

tanggapan

secara

verbal

tipe cross-sectional survey. Tipe ini

maupun numerik terhadap kuesioner,

berupaya untuk memperoleh informasi

dapat memberi nilai kuantitatif dalam

yang dikumpulkan pada titik waktu yang

rentang spektrum yang panjang (Likert,

kira-kira sama (Fraenkel & Wallen,

1932: 7). Sedangkan kekurangannya

2009: 391).

berupa sikap terdistribusi secara normal ke dalam lima kategori persetujuan

262


EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

(Likert,

1932:

42).

Memperhatikan

instrumen

dapat

digunakan

kalau

kelebihan dan kekurangan, skala Likert

memenuhi kriteria „sangat layak‟ atau

dipilih karena hasilnya dapat diolah baik

„cukup layak‟ (Setiawan, 2019: 227).

secara statistik maupun desktriptif. Letak

Tabel 1. Penafsiran Penilaian

kekurangan berupa pembagian tingkat

Keabsahan Instrumen

persetujuan ke dalam lima kategori diatasi

dengan

menggunakan

No. Rentang

tujuh

Rerata Kriteria

Penilaian Numerik Kelayakan

tingkat secara numerik.

Pakar (%)

Nilai keabsahan (validity) ditentukan berdasarkan penilaian pakar, masingmasing

terhadap

ketepatan

serta

soal

layak

antara

rancangan dan indikator, pertanyaan dan jawaban,

Sangat

1

dengan

Cukup 2

layak

subjek

sasaran (Fraenkel & Wallen, 2009: 148).

Tidak layak 3

Hasil validasi berupa penilaian numerik skala 7 terhadap setiap butir pernyataan

(Setiawan, 2019: 227) Sementara

untuk

mengukur

yang diolah menggunakan persamaan 1

keandalan (reliability), dipakai kuesioner

(Setiawan, 2019: 227):

yang telah diperbaiki berdasarkan lembar validasi butir pernyataan. Keandalan instrumen

ditentukan

(Persamaan 1)

konsistensi

internal

keterangan:

consistency).

Konsistensi

=

Nilai

setiap

butir

(internal internal

biasanya diukur dengan alfa Cronbach (α), salah satu cara statistik untuk

pernyataan =

berdasarkan

skor

setiap

butir

mengetahui korelasi berpasangan antar butir pertanyaan atau pernyataan, yang

pernyataan = jumlah butir pernyataan

dapat dihitung menggunakan persamaan

kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel

Kuder-Richardson Approaches (KR20)

1.

(persamaan 2) (Cronbach, 1951: 299):

Berdasarkan

tabel

1

tersebut,

263


EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

(

∑

Baik

)

2

(Persamaan 2) keterangan:

Dapat diterima

3

= koefisien alfa = jumlah butir pernyataan

Dipertanyakan 4

= simpangan baku setiap butir

Rendah

5 = simpangan baku semua

Persamaan 2 mengungkap bahwa

Tidak dapat

6

diterima

alfa Cronbach adalah fungsi dari jumlah butir pernyataan serta simpangan baku setiap

butir

dan

menunjukkkan Cronbach

dapat

keseluruhan.

bahwa

nilai

meningkat

(disusun berdasarkan uraian Morera & Stokes, 2016)

Ini alfa

ketika

HASIL DAN PEMBAHASAN

interelasi antar butir meningkat. Karena

Instrumen penilaian pembelajaran

itu, dapat dipakai untuk memperkirakan

yang dirancang berjumlah 12 butir soal

konsistensi internal sebagai nilai numerik

yang terbagi ke dalam 4 kelompok soal.

keandalan skor instrumen. Persamaan 2

Acuan utama dalam penyusunan soal

juga bermakna bahwa dibutuhkan uji

ialah kerangka kerja literasi finansial

coba. Hasil ujicoba dapat ditafsirkan

PISA (OECD, 2019: 119–164). Dalam

berdasarkan tabel 2, yakni instrumen

kerangka kerja literasi finansial PISA

dapat dipakai kalau nilai koefisien alfa

(OECD, 2019), literasi finansial dibagi

lebih besar dari 0,70 (Fraenkel & Wallen,

ke dalam 3 domain: konten, proses, dan

2009: 157-8).

konteks.

Tabel 2. Penafsiran Penilaian Keandalan Instrumen No. Nilai

Alfa Kategori

Cronbach 1

Keandalan Luar biasa

Domain

konten

adalah

bidang

pengetahuan dan pemahaman yang harus dimiliki

ketika

terlibat

transaksi

keuangan. Domain konten mencakup: uang dan transaksi, perencanaan dan

264


EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

pengelolaan imbalan,

keuangan, serta

risiko

lanskap

dan

keuangan.

Domain proses adalah proses kognitif

diperoleh

dalam

menerapkan

konsep

transaksi

serta

mengenali yang

dalam

menganalisis,

dan

dalam

tiga

hukum, dan jenis transaksi. Prinsip dasar fiqh mu'āmalāt berupa transaksi harus: berdasarkan kesepakatan

terkait

bersama

memahami,

keadaan

mempertimbangkan,

ke

kategori berupa: prinsip dasar, unsur

yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan

simpulan

yang

diungkapkan

sadar,

transparan,

dalam dan

memperharikan aspek keadilan. Unsur

mengevaluasi dan menyarankan solusi

hukum

finansial. Domain proses mencakup:

ahliyyah

mengidentifikasi

keuangan,

pelaku transaksi sudah pubertas dan

menganalisis informasi dalam konteks

waras; māl (properti) berupa barang yang

keuangan,

masalah

berguna dan bernilai, bukan berupa

keuangan, serta menerapkan pengetahuan

barang harom, serta rincian kepemilikan

dan

sudah diketahui dan dapat dipindahmilik

informasi

mengevaluasi

pemahaman

keuangan.

Domain

dalam

transaksi

(kapasitas

hukum)

antar

penerapan pengetahuan, keterampilan,

(kepemilikan) menyangkut jenis, metode,

dan

dan cakupan kepemilikan; serta ‘aqd

konteks

finansial.

mencakup

Domain

milkiyyah

dan

(kontrak) yang menjelaskan kerangka

pekerjaan, rumah dan keluarga, individu,

kerja hubungan hukum yang dibuat oleh

serta masyarakat.

pelaku transaksi dalam memanfaatkan

Keseluruhan

pendidikan

transaksi;

berupa

konteks mengacu kepada situasi terkait

pemahaman

pelaku

mencakup:

tersebut

properti. Jenis transaksi yang berlaku

dikaitkan dengan fiqh mu'āmalāt yang

seperti bai' (perdagangan) dalam bentuk

disarikan dari ulasan al-Bantānī (2019),

tatap muka atau jarak jauh, musyārokah

al-Ghozī (2005); al-Malībārī (2005), al-

(kemitraan) permanen maupun berjangka

Dimyāṭī (1997), al-Ḥuṣnī (1994), dan al-

waktu, serta ijāroh (penyewaan) barang

Khin & al-Baghō (1992). Masing-masing

atau jasa.

memiliki kedalaman

domain

perbedaan ulasan

cakupan setiap

dan bentuk

transaksi. Namun secara umum, dapat

265


EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

Tabel 3. Matriks Susunan Instrumen Penilaian No.

Literasi Finansial

Soal

Konten

1

2

3

Uang

Proses dan

transaksi

Uang

dan

dan

informasi

dan

informasi

informasi

informasi dalam

Menganalisis

imbalan

informasi dalam konteks keuangan Menganalisis

6

Risiko

dan

imbalan

informasi dalam konteks keuangan

7

8

9

10

12

Individu

Individu

masalah

finansial

Istiṣnā’

Mudhōrobah

keuangan

Pendidikan dan

Musyārokah

Mengevaluasi

finansial

masalah keuangan

Konteks literasi :

Masyarakat

finansial Aspek

Pendidikan dan

Musyārokah

fiqh :

Mudhōrobah

mu'āmalāt

pekerjaan

Bentuk soal dan

:

Roseanne Park yang merupan nasabah

Pendidikan Musyārokah

Bank Bintang Blink menerima surel

pekerjaan

berikut:

pengetahuan dan

Rumah dan

pengelolaan

pemahaman

keluarga

keuangan

keuangan

Perencanaan

Menerapkan

dan

pengetahuan dan

Rumah dan

pengelolaan

pemahaman

keluarga

keuangan

keuangan

Perencanaan

Menerapkan

dan

pengetahuan dan

Rumah dan

pengelolaan

pemahaman

keluarga

keuangan

keuangan

Nasabah Bank Bintang Blink yang Ijāroh

terhormat Terdapat kesalahan di server kami dan detail login e-banking Anda telah

Murōbaḥah

hilang. Akibanya, Anda tidak memiliki akses e-banking.

Murōbaḥah

Yang harus Anda perhatikan adalah akun Anda tidak lagi aman.

Mengevaluasi

keuangan

literasi :

pekerjaan

dan

masalah

Lanskap finansial

finansial Proses

Menerapkan

finansial

Masyarakat

Mengevaluasi

Lanskap

Konten literasi :

Perencanaan

Lanskap

Mudhōrobah

Istiṣnā’

Mengidentifikasi

konteks

dan

Masyarakat

keuangan

Mengidentifikasi

keuangan

5

Istiṣnā’

keuangan

imbalan

Risiko

Individu

masalah

finansial

Mengidentifikasi

Menganalisis 4

Mu’āmalah

keuangan

transaksi

Risiko

11

Konteks

keuangan

transaksi

Uang

Fiqh

Mengevaluasi

Lanskap

Masyarakat

Mudhōrobah

Silakan

klik

tautan

berikut

dan

lengkapi informasi sesuai petunjuk

266


EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

untuk memulihkan akses:

pilihan

dalam

https:// Bank Bintang Blink.com/

Keberadaan

membuat

pilihan

keputusan.

jawaban

yang

Tanggapan yang harus segera dilakukan

disajikan dipakai untuk membiasakan

oleh Roseanne Park terhadap surel

pelajar

tersebut ialah ....

berdasarkan

untuk

membuat

beberapa

keputusan

pilihan.

Kami

berupa

menyadari bahwa tes objektif lemah

memberikan rincian detai login e-

karena membuka peluang spekukasi

banking miliknya.

pelajar ketika menjawab pertanyaan yang

A. Membalas

pesan

B. Menghubungi

bank

untuk

menanyakan tentang pesan surel. C. Mengikuti

saran

yang

disajikan. Karena itu, setiap pertanyaan disertai dengan alasan. Alasan tersebut dipakai sebagai faktor tebakan. Dengan demikian, penilaian setiap butir soal

dipersilakan oleh pesan surel. D. Menanyakan pesan tersebut lebih

dilakukan

menggunakan

persamaan

berikut:

lanjut melalui surel. Alasan: _________________________________ _________________________________

(Persamaan 3)

_______

keterangan: = nilai setiap butir soal

Gambar 1. Contoh Butir Soal yang

= skor setiap butir pilihan

Disusun

jawaban (0–1). = skor faktor tebakan

Instrumen tersebut disusun dalam

setiap butir soal (0–2)

tes objektif beralasan untuk menghindari

Tabel 4. Klasifikasi Faktor Tebakan

kesubjektifan dalam memeriksa jawaban, mengurangi kesulitan dalam memberikan skor,

serta

pengoreksian dalam

meminimalisir instrumen.

urusan

seseorang

sudah

waktu

Selain

finansial, memiliki

itu,

Skor Bentuk Uraian 2

biasanya beberapa

1

Alasan terkait serta mendukung jawaban yang dipilih Alasan

terkait,

tapi

tidak

mendukung jawaban yang dipilih

267


EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

0 0

Alasan

tidak

terkait

dengan

dapat digunakan. Banyak waktu yang

jawaban yang dipilih

diperlukan untuk menjawab seluruh butir

Tidak menyampaikan alasan

soal ialah 40–50 menit. Dengan demikian, soal yang disusun 4

dapat dijadikan sebagai alat ukur literasi

dapat

finansial pelajar dalam pembelajaran fiqh

tebakan

mu’āmalāt tingkat menengah. Hasil riset

yang

ini juga dapat menjadi bahan kajian

disampaikan terkait serta mendukung

untuk diperbaiki secara berlanjut supaya

jawaban yang dipilih. Namun, karena

lebih operasional ketika diterapkan di

jawaban yang dipilih salah, nilai yang

lapangan serta kuat dari sisi metodologi.

diperoleh dapat bernilai 0. Begitu pula

Instrumen penilaian yang dihasilkan

sebaliknya. Pelajar dapat memperoleh

diharapkan dapat menjadi bahan untuk

nilai maksimal dari pilihan jawaban yang

memperoleh

tepat, tapi karena alasan tidak terkait atau

pelajar

tidak menyampaikan alasan, nilai yang

pembelajaran. Melalui profil sebelum

diperoleh adalah 0.

pembelajaran, dapat disusun rancangan

Persamaan

3

dan

menunjukkan

bahwa

memperoleh

skor

maksimal

validasi

pelajar faktor

selama

kepada

Tabel

alasan

Setelah dilakukan 5

pakar,

diperoleh

profil

sebelum

literasi

saintifik

dan/atau

setelah

fiqh

pembelajaran

mu’āmalāt

penilaian beragam yang mengungkap

berorientasi literasi finansial yang selaras

bahwa

dengan

soal

Keseluruhan

dapat

digunakan.

komentar

tersebut

keadaan

menengah.

diklasifikasi secara numerik untuk setiap

pembelajaran

butir

bahan

soal.

Komentar

kelima

pakar

pelajar

Sementara dapat

evaluasi,

tingkat

profil

setelah

dipakai

sebagai

baik

terhadap

menjadi dasar perbaikan yang hasilnya

pelaksanaan proses, pencapaian hasil,

dipakai untuk melakukan ujicoba sebagai

keefektifan kegiatan, maupun ketiganya.

acuan untuk menemukan nilai koefisien

Tabel 5. Hasil Validasi Pakar

keandalan. Hasil uji coba mengungkap

No

Skor dari Juml

bahwa nilai konsistensi internal sebesar

.

Pakar

0.843, yang berarti instrumen penilaian

So

ah

1 2 3 4 5 Skor

Kriteria Soal

268


EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

SIMPULAN DAN SARAN

al 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

7 6 5 3 3 69

5 6 6 7 4 80

5 7 6 3 3 69

5 6 6 5 3 71

5 3 7 2 3 57

4 6 7 5 5 77

5 5 7 7 4 80

6 6 4 4 5 71

6 6 4 3 7 74

6 5 6 3 4 69

11

6 5 6 3 3 66

12

6 6 6 3 5 74

Cukup Layak Sangat Layak Cukup Layak Sangat Layak Cukup Layak Sangat Layak

Instrumen

penilaian

pembelajaran

yang dirancang berjumlah 12 butir soal yang terbagi ke dalam 4 kelompok soal. Seluruh instrumen mencakup 3 domain literasi finansial, yakni konten, proses, dan konteks, yang setiap kelompok memuat aspek fiqh mu’āmalāt. Riset yang

telah

bahwa

dilakukan

keabsahan

menunjukkan

dan

keandalan

instrumen penilaian menunjukkan soal termasuk

dalam

kategori

dapat

digunakan. Secara rinci, hasil validasi

Sangat

pakar

Layak

terdapat 7 soal kategori „sangat layak‟

Sangat

dan 5 soal kategori „cukup layak‟.

Layak

Sementara berdasarkan hasil ujicoba,

Sangat

diperoleh

Layak

sebesar 0.843, yang berarti soal dapat

Cukup

digunakan.

Layak

diperlukan pelajar untuk menjawab soal

Cukup

ialah 45 menit.

memberi

nilai

kesimpulan

konsistensi

Banyak

waktu

bahwa

internal

yang

Layak Sangat Layak

269


EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

Cronbach, Lee J. (1951, September).

DAFTAR PUSTAKA Muḥammad

al-Bantānī,

ibn

„Umar.

(2019). Nihāyatu al-zayn. Beirut: Dār

al-Fikr.

URL:

https://al-

maktaba.org/book/6146 al-Dimyāṭī, Abū Bakr „Utsman ibn Muḥammad. (1997). I'ānatu alṭōlibīn. Beirut: Dār al-Fikr. URL: https://alal-Ghozī, Muḥammad ibn Qāsim. (2005). Fatḥ al-qorīb al-mujīb. Beirut: Beirut: Dār ibn Ḥazm. URL: https://alal-Ḥuṣnī, Abū Bakr ibn Muḥammad. al-akhyār.

Damaskus: Dār al-Khoir. URL: https://al-maktaba.org/book/6140 al-Khin,

Sa'īd

Muṣṭōfā

&

Baghō,

Muṣṭōfā 'Alī Syarbajī. (1992). alFiqh al-manhaji 'alā madzhab alimām al-syāfi'ī. Damaskus: Dār alQolam.

URL:

https://al-

maktaba.org/book/32558 al-Malībārī, Aḥmad ibn 'Abd al-Azī. (2005).

Fatḥ

al-mu'īn.

16:

297–334.

URL:

http://psych.colorado.edu/~carey/c ourses/psyc5112/readings/alpha_cr onbach.pdf Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E.(2009). How to design and

ed.). New York: McGraw-Hill Companies.

URL:

https://archive.org/details/methodol ogy-alobatnic-libraries Likert, Rensis. 1932. A technique for the

maktaba.org/book/33949

Kifāyat

structure of tests. Psychometrika,

evaluate research in education (7th

maktaba.org/book/33983

(1994).

Coefficient alpha and the internal

Beirut:

Beirut: Dār ibn Ḥazm. URL: https://al-maktaba.org/book/33949

measurement of attitudes. Archives of Psychology, 140 : 1–55. URL: https://legacy.voteview.com/pdf/Li kert_1932.pdf Madjid, Nurcholish. (1997). Bilik-bilik pesantren:

sebuah

potret

perjalanan.

Jakarta

Selatan:

Paramadina.

URL:

https://archive.org/details/nmbbp Mahmada, Nong Darol. (2001, 30 Juli – 05 Agustus). Membangun fikih yang

pro-perempuan.

TEMPO,

22

(30).

Majalah URL:

https://majalah.tempo.co/read/817

270


EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

20/membangun-fikih-yang-pro-

OECD

perempuan

https://www.oecd.org/daf/fin/finan

Morera, Osvaldo F.; & Stokes, Sonya M.

Publishing.

URL:

cial-education/national-strategies-

(2016, 17 Februari). Coefficient Îą

for-financial-education-policy-

as a measure of test score

handbook.htm

reliability: review of 3 popular misconceptions.

OECD. (2019, 26 April). Pisa 2018

American

assessment

Journal of Public Health, 106(3):

framework.

458–461.

Publishing.

DOI:

and

analytical

Paris:

OECD DOI:

https://dx.doi.org/10.2105%2FAJ

https://dx.doi.org/10.1787/b25efab

PH.2015.302993

8-en

Octavia, Lanny. (2014, 01 Januari). Pendidikan

karakter

berbasis

OJK. (2017, 20 Desember). Strategi nasional

literasi

keuangan

tradisi pesantren. Jakarta Selatan:

indonesia (revisit 2017). Jakarta

Renebook.

Pusat: Otoritas Jasa Keuangan

URL:

https://play.google.com/store/boo

(OJK).

ks/details/Pendidikan_Karakter_B

https://www.ojk.go.id/id/berita-

erbasis_Tradisi_Pesantren?id=hE

dan-

dODAAAQBAJ&hl=bs

kegiatan/publikasi/Pages/Strategi-

OECD. (2005, Juli). Recommendation on principles and good practices for financial

education

and

URL:

Nasional-Literasi-KeuanganIndonesia-(Revisit-2017)-.aspx Setiawan, Adib Rifqi. (2019, 26 Juni).

awareness. Paris: Directorate for

Peningkatan

Financial and Enterprise Affairs.

melalui

URL:

menggunakan pendekatan saintifik.

http://www.oecd.org/finance/fina

Journal of Biology Education, 2

ncial-education/35108560.pdf

(1):

OECD. (2015, 16 November). National strategies for financial education:

literasi

pembelajaran

223-235.

saintifik biologi

URL:

http://journal.stainkudus.ac.id/inde x.php/jbe/article/view/5278

oecd/infe policy handbook. Paris:

271


EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

Setneg. (2013, 13 November). Sambutan presiden ri pd strategi nasional literasi keuangan, tgl 19 nov. 2013, di jcc. Jakarta Pusat: Kementerian Sekretariat

Negara

Indonesia.

Republik URL:

https://www.setneg.go.id/baca/inde x/sambutan_presiden_ri_pd_strateg i_nasional_literasi_keuangan_tgl_1 9_nov_2013_di_jcc Umar, Nasaruddin. (2014, 24 Maret). Ketika fikih membela perempuan. Jakarta

Pusat:

Komputindo.

Elex

Media URL:

https://books.google.co.id/books/ab out/Ketika_Fikih_Membela_Perem puan.html?id=rYhKDwAAQBAJ& redir_esc=y

272


Seminar Nasional Biologi “Inovasi Penelitian dan Pendidikan Biologi III (IP2B III) 2019�

Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Biologi sebagai Upaya Melatih Literasi Saintifik Adib Rifqi Setiawan 1 Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Jl. KH. Turaichan Adjhuri No. 23 Kudus, Indonesia, 59315 Email korespondensi: alobatnic@gmail.com 1

ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mendapatkan peningkatan kompetensi literasi saintifik siswa setelah diterapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi topik plantae dan animalia di sekolah menengah. Metode penelitian yang dipilih ialah quasi-experimental dengan desain time series. Sampel sebanyak 120 siswa dari sekolah menengah di Kabupaten Kudus diambil menggunakan teknik convenience sampling. Desain penelitian berupa 16 kali pengamatan, yakni 8 kali sebelum diberikan tindakan berupa hasil pretest dan 8 kali setelah diberikan tindakan berupa hasil posttest serta tindakan berupa penerapan pendekatan saintifik ke dalam pembelajaran. Instrumen yang dipakai berupa tes tipe uraian topik plantae dan animalia yang disusun berdasarkan indikator kompetensi literasi saintifik PISA. Hasil yang diperoleh ialah peningkatan kompetensi literasi di kategori sedang dengan nilai sebesar 0,663. Melalui penelitian ini terungkap bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik memungkinkan untuk dipakai melatih literasi saintifik siswa. Kata kunci: Literasi Saintifik; Pendekatan Saintifik; Pembelajaran Biologi; Plantae; Animalia ABSTRACT The goal of this study was to obtain an increase in students' scientific literacy competencies after applying the scientific approach in learning biology on plantae and animalia topics in secondary schools. The research method chosen was quasi-experimental with time series design. A sample of 120 students from secondary schools in Kudus Regency was taken using convenience sampling techniques. The research design took the form of 16 observations, namely 8 times before being given the action as a result of the pretest and 8 times after being given the action in the form of posttest results and actions in the form of applying the scientific approach to learning. The instrument used was essay test of plantae and animalia which was constructed based on PISA scientific literacy competency indicators. The results obtained were an increase in literacy competencies in the medium category with a value of 0.663. Through this research, it was revealed that learning using a scientific approach made it possible to use students to train scientific literacy. Key words: Scientific Literacy; Scientific Approach; Biology Learning; Plantae; Animalia

PENDAHULUAN

Pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa secara optimal harus dilakukan melalui langkah terstruktur dan terukur (Kurniawati, dkk., 2019; Setiawan & Koimah, 2019). Struktur pembelajaran yang baik diterapkan secara bertahap mulai dari langkah sederhana sampai rumit. Seluruh langkah tersebut dibuat agar dapat diukur dari sisi pelaksanaan maupun pencapaian. Hal ini berlaku umum, termasuk dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) seperti biologi, fisika, kimia, geologi, dan astronomi. Salah satu cara untuk menyusun pembelajaran yang sesuai dengan prinsip tersebut ialah menggunakan pendekatan saintifik.

Prodising Seminar Nasional Biologi 2019_ISBN: 978-602-0951-26-3

Nurohmah (2015) melalui one-group pretest-posttest menemukan bahwa pendekatan saintifik mempunyai efektivitas tinggi dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Secara umum pendekatan saintifik tersusun atas beberapa langkah kegiatan berurutan, ialah: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, melakukan percobaan, mengolah data, serta mengomunikasikan hasil. Langkah tersebut dipakai guna memberi pengalaman kepada siswa agar informasi yang diperoleh lebih bermakna, teruji, dan dapat dipertanggungjawabkan (Setiawan, 2017). Dalam penelitian ini, kami menerapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi topik plantae dan animalia untuk melatih literasi saintifik siswa. Kompetensi literasi saintifik diukur berdasarkan indikator dari kerangka kerja 140


Seminar Nasional Biologi “Inovasi Penelitian dan Pendidikan Biologi III (IP2B III) 2019”

Programme for International Student Assessment (PISA): menjelaskan fenomena secara ilmiah, merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah, serta menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (OECD, 2019). Karena itu rumusan masalahnya ialah, “Bagaimana peningkatan kompetensi literasi saintifik melalui penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi topik plantae dan animalia di sekolah menengah?” METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dipilih ialah quasi-experimental dengan desain time series. Dengan metode ini tidak diperlukan kelompok kontrol untuk dibandingkan dengan kelompok eksperimen, tidak menggunakan penyamaan karakteristik dalam satu kelompok tindakan, dan tidak memerlukan pengontrol variabel (Fraenkel & Wallen, 2009). Sampel dalam penelitian ini adalah siswa sekolah menengah di Kabupaten Kudus yang diambil 120 siswa yang dipilih berdasarkan teknik convenience sampling. Desain penelitian berupa 16 kali pengamatan, yakni 8 kali sebelum diberikan tindakan berupa hasil pretest (O1, O2, O3, O4, O5, O6, O7, O8) dan 8 kali setelah diberikan tindakan berupa hasil posttest (O9, O10, O11, O12, O13, O14, O15, O16) serta tindakan berupa penerapan pendekatan saintifik ke dalam pembelajaran biologi topik plantae meliputi bryophyta, pteridophyta, gymnospermae, dan angiospermae serta animalia mencakupannelida, arthropoda, pisces, dan tetrapoda yang dilaksanakan secara malar(P). Desain tersebut ditunjukkan dengan pola berikut O1O2O3O4 O5O6O7O8

⇒P⇒

Tabel 1. Sebaran topik instrumen penelitian Topik

Rincian

Plantae (T)

Bryophyta (T1)

O1 dan O9

Pteridophyta (T2)

O2 dan O10

Gymnospermae (T3)

O3 dan O11

Angiospermae (T4)

O4 dan O12

Annelida (H1)

O5 dan O13

Arthropoda (H2)

O6 dan O14

Pisces (H3)

O7 dan O15

Tetrapoda (H4)

O8 dan O16

Animalia (H)

Tabel 2. Indikator domain kompetensi literasi saintifik Domain Indikator literasi saintifik kompetensi Menjelaskan Mengingat dan menerapkan fenomena secara pengetahuan ilmiah yang sesuai ilmiah (L1) Mengidentifikasi, menggunakan, serta menghasilkan model dan representasi yang jelas Menjelaskan implikasi potensial dari pengetahuan ilmiah bagi masyarakat Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah (L2)

Prodising Seminar Nasional Biologi 2019_ISBN: 978-602-0951-26-3

Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah pertanyaan yang diberikan Mendeskripsikan dan mengevaluasi berbagai cara yang digunakan oleh ilmuan untuk menentukan keabsahan dan keobjektifan data serta keumuman penjelasan

O9O10O11O12 O13O14O15O16

Instrumen yang dipakai berupa tes tipe uraian terkait topik bryophyta (T1), pteridophyta (T2), gymnospermae (T3), angiospermae (T4), annelida (H1), arthropoda (H2), pisces (H3), dan tetrapoda (H4) yang disusun berdasarkan indikator kompetensi literasi saintifik PISA (Setiawan, 2019). Instrumen ini dipakai karena hasil validasi pakar dan uji coba lapangan menunjukkan bahwa keabsahan dan keandalan dalam kategori layak digunakan. Secara rinci, penggunaan instrumen dapat dilihat di tabel 1 serta indikator yang dipakai ditunjukkan melalui tabel 2.

Penggunaan

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (L3)

Mengubah data dari satu representasi ke representasi yang lain Menganalisis dan menafsirkan data dan menarik kesimpulan yang tepat

Penyekoran instrumen menggunakan persamaan 1 berikut:

dilakukan

(Persamaan 1. Skor Siswa) dengan: = skor setiap siswa = jawaban setiap butir soal

141


Seminar Nasional Biologi “Inovasi Penelitian dan Pendidikan Biologi III (IP2B III) 2019”

Dari skor tersebut, peningkatan dilihat melalui perhitungan menggunakan persamaan 2 berikut (Hake, 1998): (Persamaan 2. Peningkatan) dengan: = nilai peningkatan = hasil pretest = hasil posttest

yang ditafsirkan berdasarkan tabel 3 berikut: Tabel 3. Kategori peningkatan Nilai Kategori Rendah Sedang Tinggi

Gambar 1. Kecenderungan data setiap tahap penelitian

(Hake, 1998) HASIL Hasil keseluruhan kompetensi literasi saintifik siswa diperoleh meningkat di kategori sedang dengan nilai peningkatan sebesar 0,663. Berdasarkan Gambar 1, tampak bahwa dari pretest (black’s line) ke posttest(pink’s line) terdapat peningkatan. Hasil yang diperoleh dari pretest tidak stabil, tapi dengan bentuk garis yang memenuhi persamaan , dapat dikatakan bahwa ketidakstabilan kurang signifikan karena memiliki rentang perbedaan sebesar 1,257 poin dalam skala 30 poin. Ketidakstabilan yang serupa juga diperoleh dari hasil posttest yang garisnya memenuhi persamaan . Nilai peningkatan untuk setiap tahap penelitian ditunjukkan melalui tabel 4, yang rincian kaitan antara kompetensi dengan topik ditampilkan melalui tabel 5. Tabel 4. Nilai peningkatan untuk setiap tahap penelitian Tahap penelitian

O1 O2 O3 O4 O5 O6 O7 O8

O9 O10 O11 O12 O13 O14 O15 O16

Rata-rata

Peningkatan

Tabel 5. Rincian keseluruhan peningkatan Topik Peningkatan Kompetensi pembelajaran literasi saintifik Nilai Kategori biologi Bryophyta 1 0,716 Tinggi

Pteridophyta

Gymnospermae

Angiospermae

Annelida

Arthropoda

Pisces

2

0,747

Tinggi

3

0,641

Sedang

1

0,736

Tinggi

2

0,770

Tinggi

3

0,688

Sedang

1

0,670

Sedang

2

0,705

Tinggi

3

0,663

Sedang

1

0,621

Sedang

2

0,720

Tinggi

3

0,609

Sedang

1

0,702

Tinggi

2

0,601

Sedang

3

0,616

Sedang

1

0,597

Sedang

2

0,769

Tinggi

3

0,499

Sedang

1

0,647

Sedang

2

0,670

Sedang

3

0,643

Sedang

Pretest

Posttest

Nilai

Kategori

11,213

24,393

0,702

Tinggi

1

0,685

Sedang

12,000

25,148

0,730

Tinggi

2

0,699

Sedang

10,984

23,877

0,678

Sedang

3

0,529

Sedang

10,730

23,221

0,648

Sedang

11,352

23,246

0,638

Sedang

11,943

23,148

0,621

Sedang

11,074

23,434

0,653

Sedang

10,369

22,885

0,638

Sedang

Prodising Seminar Nasional Biologi 2019_ISBN: 978-602-0951-26-3

Tetrapoda

PEMBAHASAN Dapat dilihat dari Gambar 1 bahwa kompetensi literasi saintifik siswa meningkat setelah dilakukan penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi. Nilai peningkatan sebesar 0,663 menunjukkan bahwa sebagian besar indikator sudah dapat dicapai oleh siswa. 142


Seminar Nasional Biologi “Inovasi Penelitian dan Pendidikan Biologi III (IP2B III) 2019�

Hasil tersebut menguatkan Nurohmah (2015) yang melalui one-group pretestposttestmenemukan bahwa pendekatan saintifik mempunyai efektivitas tinggi dalam meningkatkan hasil belajar tiap aspek kognitif siswa pada jenjang pengetahuan, pemahaman, dan penerapan. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari 4 siklus oleh Wahyuni (2018) memperoleh kesimpulan bahwa penerapan pendekatan saintifik dapat meningkatkan aspek pengetahuan dan keterampilan sains pada pembelajaran biologi di sekolah menengah. Walau penerapan pendekatan saintifik oleh keduanya tanpa dikaitkan dengan literasi saintifik, perbandingan tersebut menunjukkan bahwa pendekatan saintifik dapat memberikan hasil belajar yang baik. Peningkatan kompetensi literasi saintifik siswa memiliki nilai beragam di kategori sama denganurutan dari nilai tertinggi ialah: merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah (L2) menjelaskan fenomena secara ilmiah (L1), kemudian menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (L3). Hasil ini menunjukkan bahwa siswa lebih cakap untuk merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah daripada menjelaskan fenomena serta menafsirkan data dan bukti secara ilmiah. Hasil yang diperoleh memiliki perbedaan menyolok dengan dengan Setiawan (2017) yang memberi informasi bahwa peningkatan literasi saintifik untuk topik mekanika (fisika) berada di kategori sedang dengan urutan: menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (L3), merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah (L2), dan menjelaskan fenomena secara ilmiah (L1). Perbandingan hasil tersebut menunjukkan bahwa peningkatan untuk kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah dan merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah untuk topik plantae dan animalia lebih tinggi daripada mekanika, tapi hal ini berlaku sebaliknya untuk kompetensi menjelaskan fenomena serta menafsirkan data dan bukti secara ilmiah. Dari sini tampak bahwa siswa lebih sulit menafsirkan data dan bukti secara ilmiah di topik biologi daripada fisika. Literasi saintifik tampak tidak terkait maupun identik dengan topik tertentu. Hal ini seleras dengan temuan yang menunjukkan bahwa siswa memiliki peningkatan kompetensi merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah (L2) relatif setara meski berbeda topik. Prodising Seminar Nasional Biologi 2019_ISBN: 978-602-0951-26-3

Dalam kompetensi ini, siswa tidak dikaitkan secara langsung dengan objek pengamatan dan/atau percobaan karena lebih menekankan terhadap penggunaan metode ilmiah. Namun, rincian hasil memperlihatkan bahwa topik berbeda memiliki kecenderungan peningkatan berbeda. Gambar 1 dan tabel 5 menunjukkan bahwa kompetensi literasi saintifik mengalami peningkatan di kategori sedang dengan nilai beragam untuk setiap topik, yang secara beruntun ialah: pteridophyta (T2), bryophyta (T1), gymnospermae (T3), pisces (H3), angiospermae (T4), tetrapoda (H4), annelida (H1), dan arthropoda (H2). Urutan tersebut justru berbeda dengan pembelajaran yang dilaksanakan seperti ditunjukkan oleh tabel 4, yang secara malar ialah: bryophyta(T1), pteridophyta (T2), gymnospermae (T3), angiospermae (T4), annelida (H1), arthropoda (H2), pisces (H3), dan tetrapoda (H4). Ini menarik karena wajarnya kalau kompetensi yang dilatih sama, hasil untuk setiap pertemuan cenderung kian apik. Namun, hasil yang diperoleh justru terasa berantakan. Dalam pembelajaran secara umum, siswa diminta untuk mengamati organisme terkait topik yang sedang dipelajari. Misalnya untuk topik annelida, siswa diminta untuk mengamati Cacing tanah (Lumbricus terrestris). Peningkatan seperti itu menunjukkan bahwa kompetensi literasi saintifik siswa cenderung lebih mudah dilatih menggunakan objek yang sederhana untuk topik plantae dan objek berukuran besar yang tidak menggunakan mikroskop untuk topik animalia. Artinya, untuk topik plantae, siswa sudah menunjukkan tanda terampil mikroskop buat melakukan pengamatan. Namun, keterampilan tersebut terasa kurang berguna ketika memasuki topik animalia. Pasalnya dalam topik animalia, siswa harus berurusan dengan organisme yang lebih lentur, sehingga lebih menyulitkan mereka untuk memotong setiap bagian organisme buat diamati. Hal ini dikuatkan dengan temuan yang menunjukkan bahwa peningkatan kompetensi literasi saintifik untuk pisces (H3) menggunakan Bandeng (Chanos chanos)dan tetrapoda (H4) menggunakan Mencit (Mus musculus), yang lebih mudah dipotong, lebih baik dibandingkan dengan annelida (H1) menggunakan Cacing tanah (Lumbricus terrestris) dan arthropoda (H2) menggunakan Udang jerbung (Fenneropenaeus merguiensis). 143


Seminar Nasional Biologi “Inovasi Penelitian dan Pendidikan Biologi III (IP2B III) 2019�

Hasil tersebut justru melemahkan anggapan bahwa literasi saintifik tidak identik dengan topik tertentu. Pasalnya perbedaan tingkat kerumitan antar topik ketika diukur dengan indikator yang sama, hasilnya tampak berbeda. Hubungan antara tingkat kerumitan topik dengan peningkatan kompetensi literasi saintifik berbanding terbalik yang dapat ditunjukkan dengan pola berikut: Artinya, kian rumit topik yang dibahas, peningkatan kompetensi kian rendah. Karena itu dalam menyiapkan pembelajaran, urutan topik yang dibahas perlu diperhatikan secara seksama berdasarkan tingkat kerumitannya di mata siswa tanpa perlu terpaku dengan panduan dalam kurikulum yang diberlakukan. Dapat disampaikan bahwa penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi topik plantae serta animalia dapat meningkatkan kompetensi literasi saintifik siswa. Pendekatan saintifik dipandang cocok digunakan untuk melatih kompetensi literasi saintifik karena siswa dibiasakan untuk menggunakan metode ilmiah dalam memperoleh informasi (Kurniawati, dkk., 2019; Setiawan & Koimah, 2019). Dalam penelitian ini, pendakatan saintifik yang kami pakai ialah inkuiri. Hasil keseluruhan model yang kami pakai sama seperti Fatimah & Anggrisia (2019) yang menggunakan model pembelajaran 7E (elicited, engage, explore, explain, elaborate, evaluate, dan extend). Namun, model inkuiri memberi peningkatan kategori tinggi untuk kompetensi merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah, sedangkan peningkatan menggunakan model 7E berada di kategori sedang di setiap kompetensi. Peningkatan kategori tinggi untuk kompetensi merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah juga diperoleh oleh Dinata (2018) ketika melakukan field trip di topik ekosistem. Lebih lanjut, hasil tersebut juga memberi peningkatan kategori tinggi untuk kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah serta sedang untuk menafsirkan data dan bukti secara ilmiah. Field trip memang memberi hasil lebih baik di topik ekosistem, tapi kami memandang bahwa strategi tersebut tidak cocok diterapkan di topik plantae dan animalia. Perbandingan antar model pembelajaran memberi pesan bahwa guru selayaknya mengerti karakteristik topik pembelajaran, keterampilan yang hendak dibekalkan, serta keadaan siswa Prodising Seminar Nasional Biologi 2019_ISBN: 978-602-0951-26-3

agar hasil yang diperoleh dapat optimal. Perbandingan terhadap beberapa penelitian tersebut sekaligus menunjukkan bahwa tidak ditemukan perbedaan menyolok dengan beragam model pembelajaran. Dengan demikian, kami belum dapat menentukan model terbaik untuk digunakan dalam pembelajaran IPA termasuk biologi. Sehingga kami menganggap bahwa setiap model dapat digunakan dalam pembelajaran IPA selama tidak mengabaikan kegiatan pengamatan (observation)dan/atau peramalan (eksperiment) yang merupakan karakteristik IPA (Koimah & Setiawan, 2019; Marcharis, 2015). SIMPULAN Secara keseluruhan kompetensi literasi saintifik siswa meningkat di kategori sedang dengan nilai peningkatan sebesar 0,663 setelah dilakukan penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi topik plantae dan animalia di sekolah menengah. Hasil ini menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik bisa menjadi sarana untuk melatih kompetensi literasi saintifik siswa. DAFTAR PUSTAKA Cronbach, L. J. (1951). Coefficient alpha and the internal structure of tests. Psychometrika, 16: 297–334. DOI: https://dx.doi.org/10.1007/BF02310555 Dinata, A. N. (2018). The influence of field trip on high school student's scientific literacy and attitude towards science in ecosystem concept. Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education, 1(1): 8-13. DOI: http://dx.doi.org/10.17509/aijbe.v1i1.1144 9 Fatimah, F. M., & Anggrisia, N. F. (2019). The effectiveness of 7e learning model to improve scientific literacy. Advances in Social Science, Education and Humanities Research, 277: 18-22. URL: https://www.atlantispress.com/proceedings/steach18/55911998 Fraenkel, J. R. & Wallen, N. E. (2009). How to design and evaluate research in education (7th ed.). McGraw-Hill Companies. URL: https://archive.org/details/methodologyalobatnic-libraries

144


Seminar Nasional Biologi “Inovasi Penelitian dan Pendidikan Biologi III (IP2B III) 2019”

Hake, R. R. (1998). Interactive-engagement versus traditional methods: a six-thousandstudent survey of mechanics test data for introductory physics courses. American Journal of Physics, 66(1): 64─74. URL: https://aapt.scitation.org/doi/abs/10.111 9/1.18809 Koimah, S., & Setiawan, A. R. (2019). A glance overview of the living environment. Thesis Commons. DOI: https://dx.doi.org/10.31237/osf.io/6wyq4 Kurniawati, N. K., dkk. (2019). A brief explanation of basic science education. EdArXiv. DOI: https://doi.org/10.35542/osf.io/z62w8 Marcharis, D. A. (2015). Beban kognitif siswa pada pembelajaran biologi di sma berbasis pesantren. Undergraduate Thesis, Universitas Pendidikan Indonesia. URL: http://repository.upi.edu/20265/ Nurohmah, E. F. (2015). Efektivitas pendekatan saintifik dalam meningkatkan hasil dan motivasi belajar siswa smp. Undergraduate Thesis, Universitas Pendidikan Indonesia. URL: http://repository.upi.edu/22537/. OECD. (2019). PISA 2018 Assessment and Analytical Framework. OECD. DOI: https://dx.doi.org/10.1787/b25efab8-en

Prodising Seminar Nasional Biologi 2019_ISBN: 978-602-0951-26-3

Setiawan, A. R. (2017). Penerapan pendekatan saintifik untuk melatihkan literasi saintifik dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama. Undergraduate Thesis, Universitas Pendidikan Indonesia. URL: http://repository.upi.edu/29074/. Setiawan, A. R. (2019). Penyusunan program pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik. Seminar Nasional Sains & Entrepreneurship VI (SNSE VI), 1(1). URL: http://conference.upgris.ac.id/index.php/ snse/article/view/255 Setiawan, A. R., & Koimah, S. (2019). effective learning and teaching. Thesis Commons. DOI: https://dx.doi.org/10.31237/osf.io/p42nx Wahyuni, S. (2018). Implementasi pendekatan sainstifik pada pembelajaran biologi untuk meningkatkan hasil belajar kognitif dan keterampilan sains siswa kelas xi-ipa sma negeri 2 lambandia, kab. kolaka timursultra. Jurnal Pendidikan Biologi, 9(2): 47-55. URL: http://journal2.um.ac.id/index.php/jpb/a rticle/view/5301.

145


Seminar Nasional Biologi 2019 “Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III) 2019�

Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Melalui Bacaan Populer 1

Adib Rifqi Setiawan 1 Pondok Pesantren Ath -Thullab, Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Jl. KH. Turaichan Adjhuri No. 23 , Kudus, 59314, Indonesia email korespondensi: alobatnic@gmail.com

ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mendapatkan peningkatan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran ilmu pengetahuan alam setelah membaca artikel populer. Data diperoleh menggunakan metode weak-experimental dengan desain one-group pretest-posttest terhadap sampel sebanyak 40 siswa sekolah menengah yang dipilih melalui teknik convenience sampling di Kabupaten Kudus. Peningkatan ditentukan berdasarkan nilai gain yang dinormalisasi terhadap hasil pretest-posttest menggunakan Science Motivation Questionnaire II (SMQ-II) versi Bahasa Indonesia untuk mengukur motivasi belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan di kategori sedang dengan nilai sebesar 0,621. Melalui penelitian ini terungkap bahwa artikel populer bisa diterapkan dalam pembelajaran biologi untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Kata kunci: Bacaan Populer; Motivasi Belajar; Pembelajaran IPA.

PENDAHULUAN

Setiawan & Sari (2019) mengulas kurikulum nasional Indonesia yang hasilnya menunjukkan bahwa telah mengalami perubahan sebanyak 10 kali, yakni pada 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, serta 2013. Perubahan tersebut wajar dilakukan karena keadaan masyarakat beserta tantangan yang dihadapi juga berubah. Tujuan dari semua perubahan yang dilakukan ialah untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, termasuk dari pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Sayangnya, ulasan penelitian menyampaikan dan fakta lapangan menunjukkan bahwa selama ini belum tampak hasil (outcomes) menggembirakan berkelanjutan yang diperoleh dari pembelajaran di Indonesia. Setiawan (2019), misalnya, menyebut bahwa pembelajaran di Indonesia memiliki fenomena unik karena siswa beberapa kali meraih medali dalam kejuaraan olimpiade IPA, tapi pada saat bersamaan mendapatkan hasil rendah dalam penilaian dari Programme for International Student Assessment (PISA). Keadaan sejenis demikian disebut sebagai akibat dari proses pembelajaran yang belum optimal. Salah satu penyebab proses pembelajaran belum optimal ialah motivasi belajar siswa. Melalui survei yang dilakukan, ditemukan bahwa motivasi belajar siswa masih tergolong rendah, misalnya anggapan bahwa

pembelajaran IPA tidak membantu dalam berkarier. Dalam pembelajaran di sekolah, motivasi belajar merupakan faktor penting karena kehadiran siswa dalam kelas dan/atau laboratorium bukan jaminan bahwa mereka ingin belajar. Tidak dapat dimungkiri bahwa beberapa siswa yang hadir dalam pembelajaran hanya untuk menggugurkan kewajiban dari sekolah dan orangtua, sekadar cara agar mendapat uang saku harian, atau ingin berkumpul dengan teman maupun pacar. Dengan demikian, guru sebagai pemandu pembelajaran memiliki tanggung jawab untuk memastikan agar siswa memiliki motivasi belajar. Cara yang dapat dilakukan bisa beragam, selama tidak bertentangan dengan tujuan pembelajaran. Kami memilih untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dengan cara memberikan bacaan populer karena keseharian siswa yang dihadapi tinggal di pondok pesantren. Marcharis (2015) menyebut bahwa siswa di pondok pesantren memiliki kemampuan menerima dan mengolah informasi yang termasuk ke dalam kategori sedang, hanya menggunakan sedikit usaha mentalnya dalam mempelajari materi biologi di dalam kelas, serta hasil belajar termasuk ke dalam kategori kurang. Selain itu, pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa siswa memiliki kecenderungan lebih menyukai bacaan populer seperti buku cerita daripada bacaan teknis seperti buku pelajaran (textbook).

154 Prodising Seminar Nasional Biologi 2019_ISBN: 978-602-0951-26-3


Seminar Nasional Biologi 2019 “Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III) 2019”

Berdasarkan tuturan tersebut, tujuan penelitian ini ialah untuk mendapatkan peningkatan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPA setelah membaca artikel populer. Sehingga rumusan masalahnya ialah, “Bagaimana peningkatan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran ilmu pengetahuan alam setelah membaca artikel populer?” METODE PENELITIAN Data yang diperlukan dalam penelitian ini ialah motivasi belajar sebelum dan setelah diberikan tindakan. Berdasarkan tujuan penelitian dan kebutuhan data, metode penelitian yang dipilih ialah weak-experimental dengan desain one-group pretest-posttest. Dengan metode ini tidak diperlukan kelompok kontrol untuk dibandingkan dengan kelompok eksperimen, tidak menggunakan penyamaan karakteristik dalam satu kelompok tindakan, dan tidak memerlukan pengontrol variabel (Fraenkel & Wallen, 2009: 265). Partisipan penelitian ini ialah siswa sekolah menengah. Populasi dalam penelitian ini adalah 360 siswa di salah satu sekolah menengah Kabupaten Kudus. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 40 siswa yang diambil menggunakan teknik convenience sampling. Desain penelitian berupa dua kali pengamatan, yakni sebelum diberikan tindakan berupa hasil pretest (O1) dan setelah diberikan tindakan berupa hasil posttest (O2) serta tindakan berupa membaca bacaan populer (P) yang ditunjukkan dengan pola berikut: O1____________P____________ O2 Tindakan diberikan dalam bentuk tugas membaca di luar jam pembelajaran dalam rentang waktu mulai 16 Desember 2018 sampai 14 Januari 2019. Bacaan populer yang dipilih ialah novel George Berburu Harta Karun Kosmis karya Andang H. Sutopo alih bahasa dari George’s Cosmic Treasure Hunt karya Catherine Lucy Hawking dan Stephen William Hawking. Versi alih bahasa lebih dipilih daripada versi rilisan karena siswa belum terbiasa membaca karya tulis berbahasa Inggris. Buku ini memang karya fiksi, tapi memiliki dasar ilmiah kuat, diselingi beberapa esai penjelasan teori ilmiah yang terdapat dalam cerita, dan foto hasil pengamatan faktual. Karena itu, karya fiksi ini tidak ngawur dari sisi perkembangan keilmuan.

Sebagai tanda bahwa siswa memang membaca, diberikan lembar refleksi yang memuat 2 buah pertanyaan berupa: 1. Apa cerita yang telah dibaca?; 2. Apa hal menarik yang didapatkan? Kedua pertanyaan tersebut diberikan sebanyak 20 kali sesuai banyak bagian bacaan yang ditugaskan. Jawaban terhadap pertanyaan tersebut dipakai guna memastikan bahwa siswa mendapat tindakan, bukan untuk menganalisis perilaku dalam membaca maupun tanggapan terhadap bacaan. Analisis dilakukan terhadap hasil pretest dan posttest terkait motivasi belajar yang diperoleh menggunakan Science Motivation Questionnaire II (SMQ-II) versi Bahasa Indonesia (Setiawan & Saputri, 2019; Glynn, dkk., 2011). SMQ-II terdiri dari 25 buah pertanyaan yang dinilai menggunakan Skala Likert tipe 5 skala untuk mengukur lima komponen motivasi belajar: motivasi intrinsik, determinasi diri, efikasi diri, motivasi karier, serta motivasi nilai (Setiawan & Saputri, 2019: 3; Glynn, dkk., 2011: 1171). Penyekoran instrumen dilakukan menggunakan persamaan 1 berikut: ∑ (Persamaan 1. Skor siswa) dengan: = skor setiap siswa = jawaban setiap butir soal

Dari skor tersebut, nilai peningkatan (gain) yang dinormalisasi <g> dihitung menggunakan persamaan 2 berikut (Hake, 1998: 65): (

)

(

)

(Persamaan 2. Peningkatan)

dengan: = nilai peningkatan = hasil pretest = hasil posttest

yang ditafsirkan berdasarkan tabel berikut: Tabel 1. Kategori peningkatan Nilai Kategori Rendah Sedang Tinggi

(Hake, 1998: 65) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil keseluruhan motivasi belajar siswa ditunjukkan melalui tabel berikut: Tabel 2. peningkatan motivasi belajar siswa Rata-rata

Peningkatan

pretest

posttest

Nilai

Kategori

76,625

122,2

0,621

Sedang

155 Prodising Seminar Nasional Biologi 2019_ISBN: 978-602-0951-26-3


Seminar Nasional Biologi 2019 “Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III) 2019�

Untuk rincian setiap komponen motivasi belajar siswa ditunjukkan oleh gambar 1 berikut: 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0

Gambar 1. Rincian komponen motivasi belajar

Tabel 2 menunjukkan bahwa peningkatan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran ilmu pengetahuan alam setelah membaca artikel populer berada pada kategori sedang dengan nilai 0,621. Hasil ini serupa dengan Nurohmah (2015) yang memberi informasi bahwa pendekatan saintifik memiliki efektivitas yang rendah dalam meningkatkan setiap komponen motivasi belajar siswa. Perbandingan tersebut bukan berarti bahwa membaca bacaan populer terkait IPA sama saja dengan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik. Ini karena keduanya punya perbedaan yang kentara. Membaca bacaan populer punya keunggulan berupa uraian bebas tidak tersusun secara berurutan seperti konten pembelajaran dalam kurikulum. Sedangkan pendekatan saintifik dilakukan melalui pembelajaran, sehingga kontennya lebih sistematis sesuai kurikulum. Keserupaan hasil keduanya justru memberi pesan bahwa penting bagi setiap guru untuk mengenali keadaan dan kecenderungan pribadi siswa sehingga dapat memilih cara yang cocok untuk meningkatkan motivasi belajar. Pasalnya satu cara yang dapat meningkatkan motivasi belajar satu siswa tidak selalu dapat meningkatkan motivasi belajar kepada siswa lain. Karena membaca bacaan populer dapat dilakukan di luarsekolah dan pendekatan saintifik dilaksanakan dalam pembelajaran, mungkin perpaduan dengan keduanya bisa dilakukan bersamaan untuk saling melengkapi agar motivasi belajar siswa lebih tinggi. Tentu perlu penelitian sendiri untuk mendukung atau menyangkal kemungkinan ini.

Gambar 1 memperlihatkan bahwa peningkatan untuk setiap komponen menunjukkan hasil yang beragam. Hasil membaca cerita terkait IPA tidak selalu dapat membuat kepercayaan diri dalam belajar IPAmeningkat pesat, yang menunjukkan bahwa siswa tidak yakin dapat mengikuti tes dengan baik. Hasil tersebut selaras dengan motivasi instrinsik terlibat pembelajaran IPA dan kecemasan terhadap penilaian IPA. Tampak bahwa siswa kurang menyukai konten IPA yang menantang. Ini menunjukkan bahwa siswa cenderung lebih berkeinginan untuk menghindari konten yang dianggap rumit karena merasa benci untuk mengikuti tes IPA. Temuan tersebut mengkhawatirkan lantaran membuka peluang siswa beralih pilihan untuk tidak mempelajari IPA atau minimal mengubah prioritas belajar mereka. Siswa bisa saja berpikir bahwa pembelajaran IPA dapat membantu keseharian mereka, tapi pada saat bersamaanmenganggap bahwa IPA adalah disiplin ilmu yang rumit. IPA memang rumit, sehingga tugas guru ialah membuat agar IPA tidak tambah rumit di mata siswa. Untuk itu, perlu dilakukan pembelajaran yang melatih siswa secara berjenjang dari tingkat rendah, sedang, dan tinggi, dalam bentuk mengerjakan soal algoritma maupun menyelesaikan masalah. Dari gambar 1 ditemukan bahwa tidak diperoleh perbedaan menyolok dengan Nurohmah (2015). Dengan demikian dapat disebut bahwa bacaan populer perlu disertakan guna melengkapi pembelajaran. Memang penyertaan bacaan populer dilakukan di luar pembelajaran serta mengabaikan kegiatan pengamatan (observation) dan/atauperamalan (eksperiment)yang merupakan karakteristik IPA. Namun, hal ini bukanlah masalah berarti karena bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar, bukan melatih keterampilan ilmiah maupun menambah pengetahuan teknis. Berbekal motivasi belajar yang tinggi, siswa diharapkan lebih mudah untuk dilibatkan dalam pembelajaran yang telah dirancang oleh guru, sehingga hasilnya diharapkan lebih optimal. Motivasi belajar memiliki peranan penting dalam pembelajaran. Hal ini, antara lain, dituturkan oleh al-Zarnuji yang menyebut bahwa terdapat 6 faktor penentu keberhasilan 156

Prodising Seminar Nasional Biologi 2019_ISBN: 978-602-0951-26-3


Seminar Nasional Biologi 2019 “Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III) 2019”

belajar: kecerdasan, motivasi, kesabaran ketika menghadapi kesulitan, ketekunan terlibat aktif dalam pembelajaran, bimbingan guru, dan waktu belajar yang intensif (Kurniawati, dkk., 2019: 10; al-Zarnuji, 2015: 76). Tuturan tersebut diperkuat oleh Bryan dkk. (2011) yang menunjukkan bahwa guru IPA harus menggunakan pemodelan sosial dan kegiatan pembelajaran kolaboratif untuk mendorong motivasi siswa. Kışoğlu (2018) menemukan terdapat kaitan positif antara motivasi belajar dan sikap siswa dalam pembelajaran. Sementara survei dari PISA menunjukkan bahwa siswa yang memiliki motivasi tinggi dalam belajar memiliki kecenderungan lebih baik dalam unjuk kerja di kelas (Mo, 2019: 2). SIMPULAN Diperoleh bahwa motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPA setelah membaca artikel populer meningkat di kategori sedang dengan nilai peningkatan sebesar 0,621. Simpulan ini menunjukkan bahwa artikel populer yang dapat dilakukan di luar sekolah perlu disertakan guna melengkapi pembelajaran. Hasil penelitian ini diharapkan memberi informasi tentang manfaat artikel populer dalam pembelajaran terhadap motivasi belajar siswa. Keserupaan hasil penelitian ini dengan Nurohmah (2015) memberi pesan bahwa penting bagi setiap guru untuk mengenali keadaan dan kecenderungan pribadi siswa sehingga dapat memilih cara yang cocok untuk meningkatkan motivasi belajar. DAFTAR PUSTAKA al-Zarnuji, Burhan al-Din. (2015). Ta’līm almuta’allim toriq at-ta’allumi. Beirut: alMaktab al-Islamī. Bryan, Robert R., dkk. (2011). Motivation, achievement, and advanced placement intent of high school students learning science. Science education, 95(6): 1049-1065. Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E. (2009). How to design and evaluate research in education (7th ed.). New York City: McGraw-Hill Companies.

Glynn, Shawn M.; dkk. (2011). Science motivation questionnaire ii: validation with science majors and nonscience majors. Journal of Research in Science Teaching, 48(10): 1159-1176. Hake, Richard R. (1998). Interactiveengagement versus traditional methods: A six-thousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses. American journal of Physics, 66(1): 64-74. Kışoğlu, Mustafa. (2018). An examination of science high school students’ motivation towards learning biology and their attitude towards biology lesson. International Journal of Higher Education, 7(1): 151-64. Kurniawati, Novi Khoirunnisa, dkk. (2019,). Six main principles for quality learning. EdArXiv. Marcharis, Dita Alawiyah. (2015). Beban kognitif siswa pada pembelajaran biologi di sma berbasis pesantren. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia. Mo, Jeffrey. (2019). How is students’ motivation related to their performance and anxiety?. PISA in Focus, 92. Paris: OECD Publishing. Nurohmah, Eva Fauziah. (2015). Efektivitas pendekatan saintifik dalam meningkatkan hasil dan motivasi belajar siswa smp. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia. Setiawan, Adib Rifqi. (2018). Debut mengajar biologi. Alobatnic. Setiawan, Adib Rifqi. (2019). Penerapan pendekatan saintifik untuk melatih literasi saintifik dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama. Prosiding Seminar Nasional Fisika (SiNaFi) 2018, 4 (1): 7-13. Setiawan, Adib Rifqi; & Saputri, Wahyu Eka. (2019, 13 November). Analisis keabsahan dan keandalan science motivation questionnaire ii (smq ii) versi bahasa indonesia. EdArXiv. Setiawan, Adib Rifqi; & Sari, Dewi Ratna. (2019). A simple essay of natural science curricula in indonesia. Open Science Framework. Sutopo, Andang H. (2012). George berburu harta karun kosmis (alihbahasa dari george’s cosmic treasure hunt karya lucy dan stephen hawking). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

157 Prodising Seminar Nasional Biologi 2019_ISBN: 978-602-0951-26-3


Seminar Nasional Biologi 2019 “Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III) 2019”

Penggunaan Mabadi ‘Asyroh dalam Pembelajaran Biologi untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Adib Rifqi Setiawan 1 Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Jl. KH. Turaichan Adjhuri No. 23 Kudus, Indonesia, 59314 email korespondensi: alobatnic@gmail.com 1

ABSTRAK Mabadi„asyroh adalah sepuluh indikator yang dipakai untuk mengidentifikasi setiap disiplin ilmu, antara lain berupa ruang lingkup disiplin ilmu. Penelitian ini bertujuan untuk mengintegrasikan mabadi „asyroh ke dalam pembelajaran biologi topik pendahuluan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Data diperoleh menggunakan metode weakexperimental dengan desain one-group pretest-posttest terhadap sampel sebanyak 41 siswa sekolah menengah yang dipilih melalui teknik convenience sampling di Kabupaten Kudus. Peningkatan ditentukan berdasarkan nilai gain yang dinormalisasi terhadap hasil pretest-posttest menggunakan Science Motivation Questionnaire (SMQ) untuk mengukur motivasi belajar dan tes tipe uraian dengan keandalan sebesar 0,810 sebagai pengukur hasil belajar siswa kemudian dikaitkan menggunakan Pearson r. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi belajar mengalami peningkatan dalam kategori tinggi dengan nilai 0,809 dan hasil belajar mengalami peningkatan dalam kategori tinggi dengan nilai 0,709, yang keduanya memiliki kaitan positif sebesar 0,840 setelah diterapkan mabadi „asyroh ke dalam pembelajaran biologi. Melalui penelitian ini terungkap bahwa mabadi „asyroh bisa dipakai dalam pembelajaran biologi untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Kata kunci: Mabadi „asyroh; Hasil belajar; Motivasi Belajar; Pembelajaran Biologi.

PENDAHULUAN

Mabadi„asyroh (Arab: ‫ػ ْش َرة‬ ‫) َمبَادِى‬ َ adalah sepuluh indikator yang dipakai untuk mengidentifikasi setiap disiplin ilmu yang, antara lain, diurai dalam bentuk َ َ‫ )و‬berikut (al-Sobban, 1938: nadom(Arab: ‫ظم‬ 35): ْ‫مرة‬ َ َّ‫ال َحدُّ َوال َم ْوض ُْوعُ ث ُ َّم الث‬

ْ‫شرة‬ َ ‫إِ َّن َمبَادِى ُك ِّل فَ ٍّ​ّه َػ‬

َّ ‫َواال ْس ُم ا ِال ْست ِْمدَادُ ُح ْك ُم ال‬ ُ‫ارع‬ ِ ‫ش‬

‫اض ُغ‬ ْ ‫َووِ ْسبَتٌ َو َف‬ ِ ‫الو‬ َ ‫ضلُهُ َو‬

َّ ‫َو َم ْه د َ​َرى ال َجمِ ْي َغ َحازَ ال‬ ‫ش َرفَا‬

‫ض ا ْكتَفَي‬ ِ ‫ض ِبال َب ْؼ‬ ُ ‫سائِ ُل َوال َب ْؼ‬ َ ‫َم‬

yang dapat dialihbahasakan secara bebas ke dalam Bahasa Indonesia menjadi, “Terdapat sepuluh indikator untuk mengidentifikasi setiap disiplin ilmu, yaitu: (1) definisi esensial; (2) objek pembahasan; (3) hasil mempelajari; (4) hubungan dengan ilmu lain; (5) keistimewaan dibandingkan ilmu lain; (6) peletak dasar; (7) nama ilmunya; (8) sumber pengambilan bahan pembahasan; (9) hukm syar‟i dalam mempelajari; serta (10) permasalahan yang dibahas; yang kesepuluhnya saling melengkapi. Siapapun yang menguasai semuanya akan meraih kemuliaan.”

Prodising Seminar Nasional Biologi 2019_ISBN: 978-602-0951-26-3

Mabadi „asyroh biasanya muncul di bagian pengantar disiplin ilmu, misalnya dalam textbook fiqh, qowa‟id al-fiqh, dan alhadits (al-Dimyati, 1997: 21-2; al-Lahji, 2013: 14; al-Maliki & al-Nauri, 2008: 7). Tujuannya agar orang yang ingin belajar dapat mengenali disiplin ilmu tersebut sebagai bahan menentukan prioritas belajar berdasarkan pandangan, pengalaman, dan kebutuhan. Namun, melalui kajian pustaka kami belum menemukan penggunaan mabadi „asyroh dalam bagian pengantar biologi (Reece, dkk., 2011: 1-25; Black, 2012: 1-5). Hasil wawancara kepada beberapa guru lintas disiplin ilmu juga menunjukkan bahwa mabadi „asyroh tidak pernah digunakan dalam pembelajaran, meskipun sebagian dari mereka telah mengetahui naḍom tersebut. Beberapa guru yang tidak menggunakan mabadi „asyroh dalam pembelajaran menyebut bahwa hal ini tidak penting atau percaya bahwa siswa berinisiatif sendiri untuk mengaitkannya dengan disiplin ilmu yang dipelajari. Temuan dari pustaka dan lapangan tersebut mungkin karena mabadi „asyroh biasa digunakan dalam rumpun ilmu syar‟i 158


Seminar Nasional Biologi 2019 “Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III) 2019”

yang termasuk kategori bayani (tuturan) dan „irfani (intuisi) bukan burhani (observasi) laiknya biologi (al-Ghozali, 2005: 24; alJabiri, 2009: 332-8). Apalagi terdapat satu uraian berupa hukm syar‟i mempelajari disiplin ilmu, yang tidak berdampak apapun terhadap konten biologi. Kalaupun uraian berupa hukm syar‟i mempelajari disiplin ilmu diabaikan, masih terdapat sembilan uraian yang layak digunakan. Kami menganggap bahwa mabadi „asyroh perlu diterapkan ke dalam setiap disiplin ilmu yang masuk dalam kurikulum semua sekolah. Kekhasan mabadi „asyroh yang cocok diterapkan untuk bagian pendahuluan disesuaikan dalam penelitian ini dengan membatasi pembahasan pada topik pendahuluan. Uraian mabadi „asyroh dan kompetensi dasar mata pelajaran biologi topik pendahuluan bukan hanya tidak bertentangan bahkan selaras (Setiawan, 2018; Kemdikbud, 2016). Berdasarkan tuturan tersebut, tujuan penelitian ini ialah untuk mengintegrasikan mabadi „asyroh ke dalam pembelajaran biologi topik pendahuluan. Kami bermaksud untuk menerapkan mabadi „asyroh ke dalam pembelajaran untuk melihat kaitan antara perubahan motivasi dan hasil belajar siswa. Sehingga rumusan masalahnya ialah, “Bagaimana kaitan antara perubahan motivasi dan hasil belajar siswa setelah integrasi mabadi „asyroh ke dalam pembelajaran biologi topik pendahuluan?” METODE PENELITIAN Penelitian ini membutuhkan data motivasi dan hasil belajar sebelum dan setelah kegiatan pembelajaran. Berdasarkan tujuan penelitian dan kebutuhan data, metode penelitian yang dipilih ialah weakexperimental dengan desain one-group pretestposttest. Dengan metode ini tidak diperlukan kelompok kontrol untuk dibandingkan dengan kelompok eksperimen, tidak menggunakan penyamaan karakteristik dalam satu kelompok tindakan, dan tidak memerlukan pengontrol variabel (Fraenkel & Wallen, 2009: 265). Partisipan penelitian ini ialah siswa sekolah menengah. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa sekolah menengah Kabupaten Kudus dengan Prodising Seminar Nasional Biologi 2019_ISBN: 978-602-0951-26-3

sampel sebanyak 41 siswa yang diambil menggunakan teknik convenience sampling. Desain penelitian yang digunakan berupa dua kali pengamatan, yakni sebelum diberikan tindakan berupa hasil pretest (O1) dan setelah diberikan tindakan berupa hasil posttest (O2) serta tindakan berupa integrasi mabadi „asyroh ke dalam pembelajaran Biologi topik pendahuluan (P). Desain tersebut ditunjukkan dengan pola berikut: O1____________P____________ O2 Hasil pretest dan posttest terkait motivasi belajar yang diperoleh menggunakan Science Motivation Questionnaire II (SMQ-II) versi Bahasa Indonesia (Setiawan & Saputri, 2019; Glynn, dkk., 2011). SMQ-II terdiri dari 25 buah pertanyaan yang dinilai menggunakan Skala Likert tipe 5 skala untuk mengukur lima komponen motivasi belajar: motivasi intrinsik, determinasi diri, efikasi diri, motivasi karier, serta motivasi nilai (Setiawan & Saputri, 2019: 3; Glynn, dkk., 2011: 1171). Sementara hasil belajar diukur berdasarkan tes tipe uraian sebanyak 10 butir soal yang Indikator setiap butir soal ditunjukkan melalui Tabel 1. Keabsahan (validity) instrumen tes tipe uraian yang digunakan ditentukan berdasarkan validasi pakar(judgement expert), masing-masing terhadap kesesuaian indikator dengan soal, kesesuaian jawaban dengan pertanyaan, serta kesesuaian soal dengan jenjang sekolah (Fraenkel & Wallen, 2009: 148). Hasil validasi berupa penilaian terhadap setiap butir soal yang diolah dengan menggunakan persamaan 1 untuk kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel 2. (Persamaan

1.

Penilaian

butir) dengan: = persentase setiap butir soal = jumlah skor setiap butir soal = jumlah keseluruhan butir soal Tabel 2. Penafsiran penilaian instrumen Rentang rata-rata No. penilaian ahli Kriteria (R) (%) 1 Sangat layak 2 Cukup layak 3 Tidak layak 4 Sangat tidak layak

Keandalan instrumen yang digunakan ditentukan berdasarkan internal 159


Seminar Nasional Biologi 2019 “Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III) 2019”

consistency. Internal consistency dipilih karena bisa dilakukan dengan satu kali uji coba instrumen yang hasilnya digunakan sebagai bahan analisis menggunakan teknik koefisien alfa. Koefisien keandalan (reliability coefficient) dapat dihitung menggunakan persamaan Kuder-Richardson Approaches (KR20) berikut (Cronbach, 1951: 299): ∑

(

)

Berdasarlan Persamaan 2, instrumen dapat digunakan ketika hasil perhitungan koefisien keabsahan bernilai lebih dari 0,70 (Fraenkel & Wallen, 2009: 157).

(Persamaan 2. KR20)

Tabel 1. Indikator hasil belajar Mabadi ‘asyroh No. Arab Indonesia ُّ‫ال َحد‬ 1 Definisi esensial 2 ُ‫ ال َم ْوض ُْوع‬Objek pembahasan 3

ْ‫مرة‬ َ َّ‫الث‬

Hasil mempelajari

4

ٌ‫الىِ ْسبَت‬

Hubungan dengan ilmu lain

5

‫ض ُل‬ ْ َ‫الف‬

Keistimewaan dibandingkan ilmu lain

6 7

‫اض ُغ‬ ِ ‫الو‬ َ ‫ا ِال ْس ُم‬

Peletak dasar Nama ilmunya

8

ُ ‫ا ِال ْست ِْمدَاد‬

Sumber pengambilan bahan pembahasan

9

‫ال ُح ْك ُم‬ َّ ‫ال‬ ُ‫ارع‬ ِ ‫ش‬

10

‫سائِ ُل‬ َ ‫ال َم‬

Indikator hasil belajar Menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai Menarik kesimpulan yang tepat berdasarkan data Menjelaskan penerapan dari pengetahuan ilmiah untuk masyarakat Menjustifikasi prediksi yang sesuai Membedakan antara argumen yang didasarkan pada bukti dan teori ilmiah dengan argumen yang didasarkan pada pertimbangan lain Mengidentifikasi penalaran dalam bacaan terkait Biologi Menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai Menjelaskan berbagai cara yang digunakan oleh ilmuan untuk memastikan keandalan data serta keobjektifan dan keumuman penjelasan Mengusulkan cara mengeksplorasi pertanyaan ilmiah yang diberikan Mengevaluasi cara mengeksplorasi pertanyaan ilmiah yang diberikan terhadap materi terkait ruang lingkup Biologi

Hukm syar‟i dalam mempelajari Permasalahan yang dibahas

Setelah dilakukan validasi instrumen diperoleh hasil berupa 6 butir soal sangat layak dana 4 butir soal layak serta hasil uji coba instrumen memberi nilai koefisien keabsahan sebesar 0,810 yang menunjukkan bahwa instrumen dapat digunakan. Penyekoran instrumen motivasi dan hasil belajar siswa dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut: ∑

dengan: = koefisien alfa = jumlah butir soal = simpangan baku setiap butir soal = simpangan baku keseluruhan

(Persamaan

3.

Skor

Siswa) dengan: = skor setiap siswa = jawaban setiap butir soal

Dari skor tersebut, nilai peningkatan (gain) dihitung menggunakan persamaan berikut (Hake, 1998: 65):

Prodising Seminar Nasional Biologi 2019_ISBN: 978-602-0951-26-3

(Persamaan 4. Peningkatan) dengan: <g> = nilai peningkatan O1 = hasil pretest O2 = hasil posttest

yang ditafsirkan berdasarkan tabel berikut: Tabel 3. Kategori peningkatan Nilai Kategori Rendah Sedang Tinggi

(Hake, 1998: 65) Sementara kaitan antara motivasi dan hasil belajar siswa dihitung menggunakan persamaan koefisien korelasi Pearson (Pearson r) berikut (Fraenkel & Wallen, 2009: 247; Rogers & Nicewander,1988: 61):

160


Seminar Nasional Biologi 2019 “Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III) 2019”

∑ √∑

̅

̅

̅ √∑

(Persamaan

belajar siswa. Peningkatan ini sama seperti diperoleh Suwarma (2015) yang melakukan pembelajaran berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics). Perbandingan antar hasil ini bukan berarti bahwa penerapan mabadi „asyroh sama baiknya dengan pembelajaran berbasis STEM. Ini karena keduanya punya kemampuan mencakup materi yang berbeda. Mabadi „asyroh punya keunggulan berupa rincian yang lebih dalam untuk mengurai disiplin ilmu. Bahkan STEM yang berupaya mengaitkan produk IPA dengan aplikasinya di teknologi dan engineering (pertukangan) serta matematika sebagai alatnya, bisa terlibat dalam pembahasan uraian berupa „kaitan dengan ilmu lain‟. Namun, mabadi „asyroh hanya terbatas di topik pendahuluan saja. Mabadi „asyroh bisa saja dipakai untuk membahas klasifikasi organisme di biologi, tapi tidak bisa digunakan dalam mengidentifikasi organisme menggunakan kunci determinisme, sehingga perlu pendekatan lain untuk hal ini. Sedangkan STEM bisa diupayakan agar diterapkan dalam setiap bagian pembahasan, meskipun tampaknya lebih bagus di topik aplikasi (penerapan).

5.

̅

korelasi) dengan:

̅ ̅

= banyak sampel = nilai datum = nilai SMQ setiap sampel = rata-rata nilai SMQ = nilai hasil belajar setiap sampel = rata-rata nilai hasil belajar

yang ditafsirkan berdasarkan tabel berikut: Tabel 4. Kategori kaitan Pearson r

Kategori Kaitan Terdapat kaitan negatif Tidak terdapat kaitan Terdapat kaitan positif

HASIL Hasil keseluruhan motivasi dan hasil belajar siswa ditunjukkan melalui tabel 5.Secara rinci, hasil untuk setiap komponen motivasi belajar siswa ditunjukkan melalui gambar 1 Sementara untuk setiap indikator hasil belajar siswa ditunjukkan melalui gambar 2. PEMBAHASAN Dapat dilihat bahwa pembelajaran penerapan mabadi „asyroh ke dalam pembelajaran dapat meningkatkan motivasi Tabel 5. Motivasi dan hasil belajar siswa Aspek

Rata-rata pretest

Rata-rata posttest

Nilai peningkatan

Kategori peningkatan

Motivasi Hasil

72,976 39,756

135,268 82,488

0,809 0,709

Tinggi Tinggi

1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 Motivasi Intrinsik

Determinasi Diri

Efikasi Diri

Motivasi Karier

Motivasi Nilai

Gambar 1. Rincian motivasi belajar Tabel 6. Rincian hasil belajar setiap indikator Indikator

Pretest

Postest

<g>

Kategori

Mengingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai

8,439

10,000

1,000

Tinggi

Menganalisis dan menafsirkan data serta menarik kesimpulan yang

3,463

7,805

0,664

Sedang

Prodising Seminar Nasional Biologi 2019_ISBN: 978-602-0951-26-3

161


Seminar Nasional Biologi 2019 “Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III) 2019�

tepat Menjelaskan penerapan dari pengetahuan ilmiah untuk masyarakat

2,683

8,049

0,733

Tinggi

Membuat dan menjustifikasi prediksi yang sesuai

2,976

8,000

0,715

Tinggi

Membedakan antara argumen yang didasarkan pada bukti dan teori ilmiah dengan argumen yang didasarkan pada pertimbangan lain Mengidentifikasi asumsi-asumsi, bukti, dan penalaran dalam bacaan terkait IPA Menganalisis dan menafsirkan data serta menarik kesimpulan yang tepat Menjelaskan dan mengevaluasi berbagai cara yang digunakan oleh ilmuan untuk memastikan keandalan data serta keobjektifan dan keumuman penjelasan Mengusulkan cara mengeksplorasi pertanyaan ilmiah yang diberikan Mengevaluasi cara mengeksplorasi pertanyaan ilmiah yang diberikan

2,439

7,805

0,710

Tinggi

2,488

8,146

0,753

Tinggi

8,439

10,000

1,000

Tinggi

2,683

7,122

0,607

Sedang

2,927

7,659

0,669

Sedang

3,220

7,902

0,691

Sedang

Kesamaan hasil kami dengan Suwarma (2015) justru menunjukkan bahwa penting bagi setiap guru untuk mengenali latar siswa sehingga dapat memilih pendekatan yang cocok dalam pembelajaran guna memperoleh hasil optimal. Gambar 1. memperlihatkan bahwa tidak semua komponen motivasi belajar mengalami peningkatan dalam kategori tinggi, yakni komponen determinasi diri, motivasi karier, dan motivasi nilai. Artinya, walau sudah diupayakan agar mereka mengenali uraian disiplin ilmu yang dipelajari menggunakan mabadi „asyroh, pengenalan terhadap disiplin ilmu tidak serta merta membuat motivasi belajar dari diri (internal) meningkat dalam kategori tinggi. Hasil ini selaras dengan efikasi diri yang menunjukkan bahwa mereka mereka kurang yakin dalam mengikuti pembelajaran dan ujian IPA. Dari gambar 1 tampak bahwa siswa bisa saja terangsang untuk mempelajari IPAkarena merasa perlu untuk mendukung karier mereka, tapi pada saat bersamaan mungkin mereka menganggap bahwa IPA adalah disiplin ilmu yang rumit. IPA memang rumit, dan tugas guru ialah membuat agar IPA tidak tambah rumit di mata siswa (Koimah & Setiawan, 2019; Marcharis; 2015; Siayah, 2010). Untuk itu, perlu dilakukan pembelajaran yang melatih siswa secara berjenjang dari tingkat rendah, sedang, dan tinggi, entah dalam bentuk mengerjakan soal algoritma maupun menyelesaikan masalah melalui peramalan (eksperiment) serta pengamatan (observation).

Prodising Seminar Nasional Biologi 2019_ISBN: 978-602-0951-26-3

Peningkatan hasil belajar dalam kategori tinggi tersebut berbeda dengan pendekatan lain. Setiawan (2017) yang menerapkan pendekatan saintifik menunjukkan bahwa siswa mengalami peningkatan literasi saintifik dalam kategori sedang setelah pembelajaran. Serupa dengan Martianingsih (2017) yang menerapkan memperoleh hasil bahwa 8 siswa memiliki literasi saintifik dalam kategori tinggi, 8 siswa dalam kategori sedang, dan 6 siswa dalam kategori rendah setelah dilakukan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik. Hikmawati (2016) yang melihat pengaruh penerapan strategi writing to learn dalam pembelajaran menunjukkan bahwa kemampuan kognitif siswa meningkat dalam kategori sedang. Perbandingan terhadap Setiawan (2017), Martianingsih (2017), dan Hikmawati (2016) menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh memang berbeda, tapi tidak ditemukan perbedaan menyolok. Sehingga bisa dikatakan bahwa mabadi „asyroh dapat diterapkan dalam pembelajaran biologi sebagai salah satu cabang IPA yang dipelajari di sekolah. Gambar 2. menunjukkan bahwa tidak semua peningkatan berada dalam kategori yang sama. Indikator nomor 1 dan 7 bahkan menunjukkan peningkatan paling tinggi. Indikator nomor 1 terkait dengan definisi esensial biologi yang melatih siswa agar dapat menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai. Indikator tersebut adalah

162


Seminar Nasional Biologi 2019 “Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III) 2019”

kategori paling mudah dari seluruh soal yang diberikan. Selama kegiatan pembelajaran, siswa diajak terlibat diskusi terkait definisi biologi, guna menunjukkan perbedaan cakupan dan batasan biologi dengan cabang IPA lain berupa fisika. Sebagai gambaran bahwa mereka berhasil mengerti definisi tersebut, diberikan pertanyaan berupa virus yang tidak memenuhi persyaratan sebagai makhluk hidup karena tidak dapat melakukan metabolisme sendiri. Berbekal pengetahuan definsi biologi, siswa diminta untuk menunjukkan alasan pembahasan virus dalam biologi. Hasil tersebut sama dengan indikator pada nomor 7 yang juga meminta siswa untuk dapat menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai. Pertanyaan yang diberikan untuk nomor 7 serupa dengan nomor 1, yakni terkait dengan cabang Biologi apa saja yang dapat terlibat dalam kerja sama antara IndonesiaMaroko-Tunisia di bidang vaksin. Berbekal pengetahuan nama cabang biologi, siswa diminta untuk menunjukkan alasan bahwa cabang biologi yang terlibat antara lain virologi (ilmu tentang virus), bakteriologi (ilmu tentang bakteri), dan patologi (Ilmu tentang parasit patogen). Ketika motivasi dan hasil belajar dikaitkan, keduanya memiliki korelasi positif dengan nilai 0,840. Hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan motivasi turut membuat hasil belajar meningkat. Secara keseluruhan,bisa dikatakan bahwa mabadi „asyroh dapat digunakan dalam pembelajaran biologi di topik pendahuluan yakni „Ruang Lingkup Biologi‟. Kecocokan tersebut ini disebabkan oleh karakteristik mabadi „asyroh yang membuat siswa harus mengurai cakupan dan batasan yang dibahas dalam biologi secara utuh. Keberhasilan siswa dalam mengaitkan mabadi „asyroh dengan bagian pendahuluan biologi dapat menjadi dasar siswa untuk mengenali keseluruhan ruang pembahasan sebelum memasuki bagian lain. Pengenalan ini tentu saja dapat membuat mereka lebih termotivasi untuk mempelajari serta hasilnya lebih optimal. Khusus siswa berlatar Islam, mereka juga

Prodising Seminar Nasional Biologi 2019_ISBN: 978-602-0951-26-3

bisa memiliki dasar hukm syar‟i dalam mempelajari Biologi. SIMPULAN Dapat dikatakan bahwa motivasi belajar mengalami peningkatan dalam kategori tinggi dengan nilai 0,809 dan hasil belajar mengalami peningkatan dalam kategori tinggi dengan nilai 0,709, yang keduanya memiliki kaitan positif sebesar 0,840 setelah diterapkan mabadi „asyroh ke dalam pembelajaran biologi. Hasil ini menunjukkan bahwa mabadi „asyroh bisa dipakai dalam pembelajaran biologi sebagai salah satu cabang IPA yang dipelajari di sekolah. Penelitian ini dapat mewarnai pembahasan tentang mabadi „asyroh serta turut memperkaya kajian pembelajaran biologi khususnya, dan IPA umumnya. Dengan demikian, kami berharap hasil ini memberi informasi tentang manfaat penerapanmabadi „asyroh ke dalam pembelajaran, khususnya terhadap motivasi dan hasil belajar siswa.Secara teoretis penelitian ini berhubungan dengan peran penelitian bagi pengembangan kajian pembelajaran IPA. Sementara secara praktis penelitian ini ikut serta memberikan penguatan pelaksanaan pembelajaran biologi yang bisa meningkatkan motivasi dan hasil belajar. DAFTAR PUSTAKA al-Dimyati, Abū Bakr „Utsman ibn Muhammad. (1997). I'anatu al-tōlibina. Beirut: Dar al-Fikr. al-Ghozali, Abū Ḥamid Muhammad. (2005). Ihya` „ulūmu al-dini. Beirut: Dar ibn Ḥazm. al-Jabiri, Muhammad 'Abid. (2009). Takwinu al-'aqlu al-'arobi. Beirut: Bait alNahdloh. al-Lahji, 'Abdullōh ibn Sa‟id. (2013). Idhōh alqowa‟id al-fiqhiyyah li tōlibi al-madrasati aṣ-ṣhulatiyati. Kuwait: Dar Aldheya. al-Maliki, „Alawi„Abbas & al-Nauri, Ḥasan Sulaiman. (2008). Ibanatu al-ahkami syarh bulūghu al-marōm (vol 1). Beritut: Dar alFikr. al-Sobban, Abu al-'Irfan Muhammad ibn 'Ali. (1938). Hashiyat 'ala syarh al'allamah al-mullawi 'ala al-sullam al163


Seminar Nasional Biologi 2019 “Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III) 2019”

munawwraq (3th ed.). Kairo: Matba‟at Muṣtafa al-Babi al-Ḥalabi wa Awladihi. Black, Jacquelyn G. (2012). Microbiology principles and explorations (8th ed.). Hoboken: John Wiley & Sons. Cronbach, Lee J. (1951). Coefficient alpha and the internal structure of tests. Psychometrika, 16: 297–334. Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E. (2009). How to design and evaluate research in education (7th ed.). New York City: McGraw-Hill Companies. Glynn, Shawn M.; Brickman, Peggy; Armstrong, Norris; & Taasoobshirazi, Gita. (2011, 20 September). Science motivation questionnaire ii: validation with science majors and nonscience majors. Journal of Research in Science Teaching, 48(10): 1159-1176. Hake, Richard R. (1998). Interactiveengagement versus traditional methods: A six-thousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses. American Journal of Physics, 66(1): 64-74. Hikmawati, Iqlima. (2017). Penerapan strategi writing to learn untuk meningkatkan kemampuan kognitif siswa sma pada materi gerak lurus. Skripsi. Diterbitkan. Kemdikbud. (2016). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Keterampilan Inti dan Keterampilan Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta Pusat: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Koimah, Siti & Setiawan, Adib Rifqi. (2019). A glance overview of the living environment. Thesis Commons.

Prodising Seminar Nasional Biologi 2019_ISBN: 978-602-0951-26-3

Marcharis, Dita Alawiyah. (2015). Beban kognitif siswa pada pembelajaran biologi di sma berbasis pesantren. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia. Martianingsih, Yesi. (2017). Profil sikap siswa smp berdasarkan hasil pencapaian literasi saintifik (ls) pada topik kalor. Gravity, 2.2. Reece, Jane B., dkk. (2011). Campbell biology. (9th ed.). San Francisco: Pearson Education. Rodgers, Joseph Lee, & Nicewander, W. Alan. (1988). Thirteen ways to look at the correlation coefficient. The American Statistician, 42(1): 59-66. Setiawan, Adib Rifqi. (2017). Penerapan pendekatan saintifik untuk melatihkan literasi saintifik dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama. Skripsi. Diterbitkan. Setiawan, Adib Rifqi. (2018). Debut mengajar biologi. Alobatnic. Setiawan, Adib Rifqi; & Saputri, Wahyu Eka. (2019, 13 November). Analisis keabsahan dan keandalan science motivation questionnaire ii (smq ii) versi bahasa indonesia. EdArXiv. Siayah, Syarofis. (2010). Pendidikan di indonesia?? what happen???. Open Science Framework. Suwarma, Irma Rahma. (2015). Baloon powered car sebagai media pembelajaran ipa berbasis stem (science, thechnology, engineering, and mathematics). Proceed Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains (SNIPS) 2015: 373-6.

164


Jurnal Basicedu Volume 4 Nomor 1 Januari 2020 Halaman 51- 69

JURNAL BASICEDU Research & Learning in Elementary Education https://jbasic.org/index.php/basicedu

PEMBELAJARAN TEMATIK BERORIENTASI LITERASI SAINTIFIK Adib Rifqi Setiawan1 MI NU Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus, Indonesia E-mail: alobatnic@gmail.com1

Abstrak Pembelajaran tematik adalah metode pembelajaran yang menekankan pemberian tema khusus pilihan untuk mengajarkan beberapa konsep kurikuler Konsep integrasi beberapa subjek untuk mengajar di sekolah Indonesia, secara umum bukan hal baru dan tidak sukses pada masa lalu. Sebagai tambahan, beberapa orang menanggap pembelajaran tematik adalah satu kesempatan sementara sebagian lain memandang bahwa ini memiliki masalah. Namun, jawaban untuk bagaimana penerapan pembelajaran tematik belum dikaji secara menyeluruh. Riset ini menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran tematik untuk membimbing siswa dalam memperoleh literasi saintifik, mengggunakan pendekatan R&D model 4-D yaitu: define, design, develop, and disseminate. Untuk mengevaluasi penerapan dari hasil ini, kami menggunakan format observasi penerapan dan menguji literasi saintifik siswa. Lebih lanjut, untuk mengelaborasi profil literasi saintifik siswa, kami menganalisis profil mereka berdasarkan motivasi belajar dan penguasaan konsep melalui tipe correlational. Luaran riset ini adalah susunan program pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik yang keabsahan dan keandalan secara umum dalam kategori dapat digunakan. Penerapan program tersebut menunjukkan bahwa program dapat diterapkan oleh guru serta bisa diikuti oleh siswa. Profil literasi saintifik memiliki korelasi linear positif dengan motivasi belajar dan penguasaan konsep. Kata Kunci: Literasi Saintifik; Motivasi Belajar; Pembelajaran Tematik. Abstract Thematic learning is an instructional method of teaching in which emphasis is given on choosing a specific theme for teaching curricular’ concepts. The concept of integrating subjects to teach in Indonesian schools, generally is not new and has not been very successful in the past. In addition, some people consider thematic learning as an opportunity while others view it as having problems. The answer, however, to how thematic learning implementation has not been studied yet comprehensively. This research constructs thematic learning’s lesson plan for guide students on achieving scientific literacy, using R&D approach four-D model that is: define, design, develop, and disseminate. To evaluate implementation of this result, we uses orservation implementation sheets and tests students scientific literacy. Furthermore, to elaborate the profil of students’ scientific literacy, we analyses their profil based on learning motivation. and concept’ mastering through correlational research. The output of this research is the syllabus of scientific literacy-oriented thematic learning programs whose general validity and reliability in the category can be used. The implementation of the program shows that the program can be implemented by the teacher and can be followed by students. The scientific literacy profile has a positive linear correlation with learning motivation and concept mastery. Keywords:Learning Motivation; Scientific Literacy; Thematic learning.

@Jurnal Basicedu Prodi PGSD FIP UPTT 2020  Corresponding author : Address :Email : Phone :-

ISSN 2580-3735 (Media Cetak) ISSN 2580-1147 (Media Online)

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147


52 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan

PENDAHULUAN Gagasan tentang alam mengikuti prinsip konsisten

Konsep literasi saintifik yang mulai dikembangkan

yang dapat diuraikan, dimulai sejak 2.604 tahun

perubahan masyarakat, termasuk kemunculan era

lalu ketika Thalēs melibatkan dirinya dalam

informasi, kelahiran ekonomi global, dan dunia

penyelidikan ilmiah termasuk juga rekayasa

daring. Gormally, dkk. (2012) menyusun indikator

(Boitani, 2015: 4; al-Syahrostānī, 2010: 373;

keterampilan literasi saintifik menjadi 2 bagian,

Hawking & Mlodinow, 2010: 20; Crawford & Sen,

yakni: memahami metode penyelidikan yang

1996:

7;

Panchenko,

1994:

275).

Thalēs

pada 1958 senantiasa menyesuaikan dengan

mengarah

pada

pengetahuan

ilmiah;

serta

memperoleh kredit sebagai orang pertama yang

mengatur, menganalisis, sekaligus menafsirkan

berhasil memprediksi gerhana matahari pada 28

data kuantitatif dan informasi ilmiah. Sementara

Mei

berhasil

Fives, dkk. (2014) mengklasifikasi literasi saintifik

mendeskripsikan posisi Ursa Minor dan berpikir

ke dalam 5 komponen, berupa: peran sains,

bahwa rasi bintang bisa berguna sebagai panduan

pemikiran

untuk navigasi di laut. Namun, nilai penting dari

masyarakat,

pekerjaan Thalēs ialah menggunakan rumahnya

motivasi dan keyakinan sains. Selain itu, kerangka

untuk menjadi tempat pembelajaran di Ionia (pada

kerja PISA (Programme for International Student

waktu

yang

Assessment) dari OECD (2019a) mendefinisikan

memelopori minat kuat dalam mengungkap hukum

literasi saintifik sebagai kemampuan untuk terlibat

dasar guna menjelaskan fenomena alam. Thalēs

masalah yang berhubungan dengan sains dan

juga memanfaatkan kemampuan memprediksi

dengan gagasan sains sebagai warga negara yang

cuaca untuk membeli semua mesin pengepres

reflektif. Karena itu, orang yang memiliki literasi

zaitun di Milētos setelah memperkirakan cuaca

saintifik bersedia untuk terlibat dalam komunikasi

dan panen yang baik pada tahun tertentu guna

ilmiah

mendapatkan kekayaan dari panen zaitun. Tujuan

membutuhkan kompetensi untuk: menjelaskan

utama Thalēs dalam melakukan pembelian tersebut

fenomena

bukan hanya untuk memperkaya diri, tetapi

merancang penyelidikan ilmiah, juga menafsirkan

sekaligus membuktikan kepada sesama warga

data dan bukti secara ilmiah. Informasi teoretis ini

Milētos bahwa penyelidikan ilmiah dapat berguna

memperjelas fakta bahwa arah gagasan literasi

untuk keseharian termasuk finansial, bertentangan

saintifik ialah upaya untuk menggunakan sains di

dengan pikiran masyarakat tersebut. Informasi

luar praktik ilmiah.

585

itu

SM.

Yunani,

Dirinya

saat

juga

ini

Turki),

dan

kegiatan

matematika

tentang

secara

sains

ilmiah, dalam

dan

ilmiah,

sains sains,

teknologi

mengevaluasi

dan serta

yang

dan

historis tersebut menyampaikan bahwa Thalēs telah membangun sebuah gagasan yang sekarang dikenal dengan literasi saintifik.

Kedua informasi tersebut menunjukkan bahwa gagasan dan wujud literasi saintifik bukan sesuatu yang modern, meskipun kita kehilangan

Literasi saintifik telah dijelaskan oleh Paul deHart

pandangan sejarah ini. Sayangnya, kajian PISA

Hurd (1998) sebagai kompetensi yang diperlukan

pada 2006–2019 dan beberapa karya ilmiah pada

oleh warga negara untuk berpikir rasional tentang

periode itu, telah menemukan bahwa pembelajaran

sains dalam kaitannya dengan masalah pribadi,

secara umum tidak dapat membimbing pelajar

sosial, politik, ekonomi, dan masalah yang

secara optimal untuk mencapai literasi saintifik

mungkin ditemui seseorang sepanjang hidup.

(OECD, 2019b; Setiawan, 2019a; 2017; Rosser,

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147


53 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan 2018; Setiawan, dkk., 2017; Utari, dkk., 2017;

Diperoleh hasil berupa sebagian besar pelajar

OECD/ADB, 2015; Juliani, 2015; Adisendjaja,

dapat

2008). Pelajar Indonesia secara keseluruhan

langkah eksperimen dan tabel pengamatan, tapi

tampak tidak mengapresiasi pengetahuan ilmiah,

tidak terdapat pelajar yang mengkritik atau

kurang melihat peluang untuk menjadi ilmuwan,

memberikan saran terhadap hasil percobaan yang

maupun memanfaatkan penguasaan sains secara

mereka

praktis di luar penyelidikan ilmiah. Mungkin

melakukan upaya yang sama melalui pembelajaran

hanya sebagian kecil pelajar Indonesia yang

fisika topik mekanika di sekolah menengah. Hasil

berharap untuk mengejar karier di bidang sains

menunjukkan bahwa secara keseluruhan literasi

dibanding semua pelajar di negara berkembang ini.

saintifik pelajar mengalami peningkatan pada

Di antara sebagian kecil itu, tidak terdapat jumlah

kategori sedang setelah diterapkan pendekatan

yang secara signifikan memiliki kinerja tinggi

saintifik. Upaya serupa juga dilakukan oleh

dalam literasi saintifik dibanding pelajar dari

Dinata, dkk. (2018) ketika melakukan field trip

negara lain yang ikut serta dalam penilaian PISA.

dalam pembelajaran biologi topik ekosistem di

Informasi lapangan ini adalah sumber kuat untuk

sekolah menengah, yang memberi hasil berupa

memberi bukti empiris kepada pendidik sains, dan

peningkatan kategori tinggi untuk kompetensi

peneliti pembelajaran, maupun pembuat kebijakan

menjelaskan fenomena secara ilmiah serta sedang

pendidikan di Indonesia

untuk menafsirkan data dan bukti secara ilmiah. Upaya

membuat

lakukan.

Setiawan

pertanyaan

serta

Setiawan

(2019c;

menyusun

(2019b;

2017)

2019d)

melalui

pembelajaran biologi topik plantae dan animalia di sekolah menengah memberi simpulan bahwa perbandingan

penerapan

pendekatan

saintifik

dengan beberapa riset lain menunjukkan tidak ditemukan perbedaan menyolok antar model pembelajaran

dari

sisi

peningkatan

maupun

keefektifan. Bila

dicermati,

kajian

pustaka

yang

disampaikan menampakkan bahwa upaya untuk melatih literasi saintifik melalui pembelajaran lebih banyak dilakukan di sekolah menengah. Upaya yang sama belum dilakukan di sekolah dasar. Kami menganggap bahwa pembelajaran berorientasi literasi saintifik harus sedini mungkin Gambar 1. Literasi saintifik pelajar Indonesia berdasarkan penilaian PISA (OECD, 2019b) Sebenarnya sudah terdapat beberapa upaya untuk

melatih

pembelajaran

yang

literasi

saintifik

dilakukan

oleh

melalui pendidik

maupun peneliti Indonesia. Misalnya dilakukan oleh Utari, dkk. (2017) melalui pembelajaran fisika topik termodinamika di sekolah menengah.

dimulai di sekolah dasar yang merupakan tahap awal kehidupan pelajar. Alasan utama yang mendasari anggapan kami ialah nilai penting berfokus kepada anak-anak untuk membekali keterampilan yang penting untuk keseharian, lebih efektif dalam melatih literasi saintifik di sekolah dasar yang tingkat kerumitan topik pembelajaran lebih sederhana dibanding sekolah menengah, serta lebih efisien untuk membiasakan hal ini sejak

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147


54 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan dini daripada melakukan tindakan perbaikan untuk

dipadu

orang yang berusia tua. Kajian pustaka juga

correlational

menunjukkan

(Fraenkel & Wallen, 2009: 11, 14, & 329;

bahwa

fokus

lebih

diarahkan

terhadap ‘apa’ yang harus pelajar peroleh setelah

dengan

pendekatan jenis

kuantitatif

associational

tipe

research

Thiagarajan, dkk., 1974: 5).

pembelajaran serta ‘bagaimana’ cara memandu pelajar

memperoleh

melalui

Desain ini dipilih karena kami perlu beberapa

pembelajaran. Sisi lain berupa ‘siapa’ yang terlibat

tahap yang masing-masing memerlukan cara

dalam pembelajaran tampak tidak diperhatikan.

pengumpulan dan pengolahan data yang tidak

Berdasarkan

‘apa’

informasi

yang

selalu sama dalam mengembangkan program.

perlu

untuk

Namun, karena keterbatasan tenaga, untuk tahap

memperoleh gambaran ‘siapa’ yang terlibat dalam

disseminate hanya dilakukan secara terbatas di

pembelajaran. Secara khusus fokus ‘siapa’ tersebut

satu kelas. Tahap define dilakukan untuk mengkaji

diarahkan kepada aspek motivasi belajar dan

pustaka terkait karakteristik pembelajaran tematik

penguasaan konsep yang dikaitkan dengan profil

dan indikator literasi saintifik. Indikator tersebut

kompetensi literasi saintifik. Gambaran tersebut

digunakan sebagai acuan penyusunan program

diharapkan dapat menjadi bahan untuk menyusun,

yang dilakukan di tahap design. Hasil susunan

melaksanakan,

tersebut

disampaikan,

sebaran

itu

kami

dan

merasa

mengevaluasi

program

kemudian

dianalisis

keabsahan

dan

pembelajaran berorientasi literasi saintifik agar

keandalannya di tahap develop. Program yang

lebih terstruktur dan terukur. Karena itu, rumusan

sudah absah dan andal kemudian diterapkan di

masalah riset ini ialah, “Bagaimana pembelajaran

tahap disseminate, untuk dianalisis lebih lanjut.

tematik berorientasi literasi saintifik?” Secara

Ruang lingkup analisis mencakup penerapan

rinci, pertanyaan penyelidikan yang menjadi fokus

program dari sisi pelaksanaan guru dan tanggapan

riset ini ialah: (1) “Bagaimana susunan program

siswa serta profil literasi saintifik, motivasi belajar,

pembelajaran

dan penguasaan konsep.

tematik

berorientasi

literasi

saintifik?”; (2) “Bagaimana penerapan program pembelajaran

tematik

berorientasi

Profil penguasaan konsep dan literasi

literasi

saintifik diukur menggunakan instrumen penilaian

saintifik?”; (3) “Bagaimana kaitan antara profil

pembelajaran yang dihasilkan dalam tahap develop

literasi saintifik dengan profil motivasi belajar dan

riset ini. Keabsahan Instrumen dinilai berdasarkan

penguasaan konsep?”.

validasi pakar serta keandalan diukur berdasarkan ujicoba lapangan. Rincian konsep yang diujikan

METODE

ialah: Tanggung Jawab (PPKn), Teks Non-Fiksi

Riset ini membutuhkan data berupa kajian

(Bahasa Indonesia), Ekosistem (IPA), Kegiatan

pustaka tentang karakteristik pembelajaran tematik

Ekonomi (IPS), dan Seni Rupa (SBdP). Sementara

dan indikator literasi saintifik, survei terhadap

literasi

rancangan dan temuan dari uji coba program yang

kompetensi: menjelaskan masalah, menafsirkan

dikembangkan, serta kaitan antara profil literasi

data, dan mengomunikasikan informasi secara

saintifik dengan profil motivasi belajar dan

ilmiah

penguasaan konsep. Berdasarkan tujuan riset dan

mengevaluasi penyelidikan ilmiah.

saintifik

difokuskan

serta merencanakan,

kepada

domain

melakukan, dan

kebutuhan data, dapat dipakai pendekatan research and development desain four-d model berupa define, design, develop, dan disseminate yang

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147


55 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan Tabel 1. Desain Riset Pertanyaan

Pendekatan

Bagaimana susunan program pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik?

Research and development

Tahap

Pengumpulan

Pengolahan

Partisipan

Instrumen

Define

Kajian pustaka

Deskriptif

-

-

Design

Tabel analisis

Deskriptif

-

-

Judgement expert

Penyekoran numerik

Akademisi (3 orang) dan praktisi (2 orang);

Survei validasi susunan;

Internal consistency

Koefisien alfa

Siswa ujicoba (17 orang)

Develop

Bagaimana penerapan program pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik? Bagaimana kaitan antara profil literasi saintifik dengan profil motivasi belajar dan penguasaan konsep?

Dalam

Disseminate

Correlational

riset

ini

kami

Observasi pelaksanaan Tanggapan siswa selama pembelajaran Tes Literasi saintifik Kuesioner Motivasi Belajar Tes Penguasaan Konsep

Guru (1 orang) Penyekoran numerik

Korelasi Pearson r

Korelasi Pearson r

menggunakan

Questionnaire II (SMQ-II) versi Bahasa Indonesia guna memperoleh profil motivasi belajar. SMQ-II terdiri dari 25 buah pertanyaan yang dinilai menggunakan Skala Likert tipe 5 skala untuk lima komponen

motivasi

belajar:

motivasi intrinsik, determinasi diri, efikasi diri, motivasi karier, serta motivasi nilai (Setiawan & Saputri, 2019; Glynn, dkk., 2011). Untuk riset tipe korelasi,

instrumen

yang

digunakan

harus

menghasilkan data kuantitatif (Fraenkel & Wallen, 2009). Karena itu, untuk tahap disseminate, semua data dinilai secara kuantitatif. Kaitan antar data dihitung

menggunakan

persamaan

Siswa (35 orang)

LKS

Siswa (35 orang)

Tes literasi saintifik

Siswa (35 orang)

SMQ-II versi Bahasa Indonesia

Siswa (35 orang)

Tes penguasaan konsep

đ?‘– = skor datum đ?‘Ľđ?‘– = skor setiap sampel pelaksanaan, tanggapan, kecerdasan, atau motivasi đ?‘ĽĚ… = rerata skor pelaksanaan, tanggapan, kecerdasan, atau motivasi đ?‘ŚĚ… = rerata skor literasi saintifik đ?‘Śđ?‘– = skor literasi saintifik setiap sampel

instrumen tambahan berupa Science Motivation

mengukur

LKS dan instrumen penilaian pembelajaran Catatan pelaksanaan pembelajaran

Tabel 2. Kategori Kaitan Pearson r Kategori Kaitan −1 ≤ đ?‘&#x; < 0 Terdapat kaitan negatif đ?‘&#x;=0 Tidak terdapat kaitan 0<đ?‘&#x;≤1 Terdapat kaitan positif (Rogers & Nicewander, 1987) HASIL DAN PEMBAHASAN

koefisien

Pembelajaran

tematik

adalah

metode

korelasi Pearson r yang kemudian ditafsirkan

pembelajaran yang menekankan pemberian tema

berdasarkan tabel 2 (Fraenkel & Wallen, 2009;

khusus pilihan untuk mengajarkan beberapa

Rogers & Nicewander, 1987):

konsep (Resor, 2017a: 10–11; 2017b: 1–2;

đ?‘&#x;=

∑đ?‘› Ě…) đ?‘–=1(đ?‘Ľđ?‘– −đ?‘ĽĚ… )(đ?‘Śđ?‘– −đ?‘Ś 2 2 √∑đ?‘› √∑đ?‘› Ě…) đ?‘–=1(đ?‘Ľđ?‘– −đ?‘ĽĚ… ) đ?‘–=1(đ?‘Śđ?‘– −đ?‘Ś

(Persamaan 1.Pearson r) keterangan: đ?‘&#x; = koefisien korelasi đ?‘› = banyak sampel

Seefeldt, 2005: 47). Metode ini berdasarkan memadukan dan menggunakan ragam informasi untuk

mempelajari

kurikulum

dari

topik.

Setiawan

Uraian &

perubahan

Sari

(2019)

menunjukkan bahwa konsep integrasi beberapa

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147


56 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan subjek untuk mengajar di sekolah Indonesia, secara umum bukan hal baru dan tidak sukses pada masa lalu. Sebagai tambahan, beberapa orang menanggap pembelajaran tematik adalah satu kesempatan sementara sebagian lain memandang bahwa ini memiliki masalah. Namun, jawaban untuk bagaimana penerapan pembelajaran tematik

menghembuskan karbondioksida. Karbondioksida yang dikeluarkan dari tubuh hewan ke lingkungan dimanfaatkan oleh tumbuhan. Tumbuhan menyerap karbondioksida ketika bernafas. Pernafasan tumbuhan menghasilkan oksigen. Oksigen kemudian dimanfaatkan oleh manusia dan hewan lainnya. Karena itu, manusia dan hewan dengan tumbuhan saling melengkapi dalam proses pernafasan.

belum dikaji secara menyeluruh di Indonesia. Gambar 2. Teks tentang siklus karbondioksida Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 menyampaikan bahwa pembelajaran tematik di kelas V dilaksanakan untuk mata pelajaran selain Matematika serta Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK) (Kemdikbud, 2016: 3). Artinya mata pelajaran yang dipadu dalam pembelajaran tematik ialah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, serta Seni Budaya dan Prakarya (SBdP). Walau begitu, keadaan yang kami alami selama debut memandu pembelajaran tematik menunjukkan

bahwa

kelima

mata

pelajaran

tersebut tidak selalu seperti itu. Perbedaan

Tabel 3. Paduan antar mata pelajaran untuk topik siklus karbondioksida Mata Fokus Pembahasan Pelajaran Menjelaskan tanggung jawab PPKn masyarakat untuk merawat kelestarian lingkungan alam Menyampaikan gagasan pokok dan Bahasa membuat pertanyaan berdasarkan teks Indonesia non-fiksi Menunjukkan bentuk usaha ekonomi IPS yang bertanggung jawab terhadap lingkungan alam Menyelesaikan masalah terkait IPA ekosistem Membuat gambar ilustrasi terkait SBdP lingkungan Informasi tersebut menunjukkan bahwa

karakteristik antar konten pembelajaran membuat

pembelajaran

paduan

keselarasan dengan literasi saintifik. Ini terjadi

lebih

kerap

hanya

mencakup

2–3

tematik

dipandang

memiliki

kompetensi dasar setiap mata pelajaran. Secara

karena literasi saintifik

umum, mata pelajaran IPS dan PPKn tidak pernah

kecakapan untuk menerapkan pengalaman terlibat

dipadukan dengan IPA, tapi ketiganya masing-

pembelajaran ke dalam keseharian, bukan sebatas

masing dapat dipadukan dengan Bahasa Indonesia

menguasai konsep kurikuler tertentu. Tentu bukan

dan SBdP. Namun, untuk topik tertentu, kelima

bermaksud mengabaikan peran semua konten

mata pelajaran tersebut dapat dipadukan semua.

kurikuler.

Gambar 2 adalah salah satu topik tertentu ketika

penguasaan konten saja tidak berguna kalau tidak

kelima mata pelajaran tersebut dapat dipadukan

disertai

yang secara rinci dapat dilihat melalui tabel 3

keseharian.

Konten

kecakapan Dengan

menekankan

kurikuler

kepada

penting,

tapi

menerapkan

ke

dalam

ungkapan

lain,

dapat

dikatakan bahwa penguasaan konsep tidak cukup Salah satu ciri makhluk hidup adalah bernafas. Bernafas merupakan proses pertukaran oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) antara tubuh makhluk hidup dengan lingkungan. Tujuan bernafas ialah untuk memperoleh energi agar bertahan hidup. Hewan, termasuk manusia, bernafas dengan cara menghirup oksigen dan

kalau tidak disertai pengalaman dalam keseharian. Inilah yang menjadi penekanan literasi saintifik, ialah membuat pengalaman terlibat pembelajaran bermanfaat buat keseharian (OECD, 2019a: 128;

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147


57 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan Fives, dkk., 2014: 549; Gormally, dkk, 2012: 367;

Pekerjaan serupa juga dilakukan oleh Fives, dkk.

Hurd, 1998, hlm. 414).

(2014) ketika mengembangkan alat ukur literasi

Literasi saintifik memang bukan gagasan

saintifik untuk siswa sekolah menengah yang

baru, tapi gagasan tersebut belum diterapkan

menghasilkan 5 komponen, berupa: peran IPA,

secara operasional ke dalam kurikulum sekolah

pemikiran

hingga dijadikan istilah tersendiri sebagai tujuan

masyarakat, matematika dalam IPA, serta motivasi

pembelajaran IPA pada 1958 (Hurd, 1998, hlm.

dan keyakinan IPA. OECD (2019a) melalui PISA

408). Setelah 40 tahun diterapkan, istilah tersebut

turut menawarkan indikator literasi saintifik yang

dikembangkan menjadi 25 indikator, antara lain:

dikelompokkan

mengetahui bahwa IPA dalam konteks sosial

menjelaskan fenomena secara ilmiah, merancang

sering memiliki dimensi dalam penafsiran politik,

dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah, serta

peradilan, etika, dan kadang moral serta mengakui

menafsirkan data dan bukti secara ilmiah.

terdapat banyak hal yang tidak diketahui dalam IPA (Hurd, 1998: 4012-3).

dan

kegiatan

menjadi

ilmiah,

3

IPA

dan

kompetensi:

Berdasarkan kajian terhadap Hurd (1998), Gormally, dkk. (2012), Fives, dkk. (2014), serta

Indikator literasi saintifik juga disusun oleh

OECD (2019a), indikator literasi saintifik yang

Gormally, dkk. (2012) ketika mengembangkan tes

kami kembangkan fokus terhadap kompetensi: (1)

keterampilan literasi saintifik. Indikator tersebut

menjelaskan masalah, menafsirkan data, dan

disusun menjadi 2 bagian, yakni: memahami

mengomunikasikan informasi secara ilmiah; serta

metode

pada

(2) merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi

pengetahuan ilmiah; serta mengatur, menganalisis,

penyelidikan ilmiah; yang secara rinci dapat dilihat

sekaligus

melalui tabel 4.

penyelidikan

menafsirkan

yang

data

mengarah

kuantitatif

dan

informasi ilmiah (Gormally, dkk, 2012: 367). Tabel 4. Rincian indikator setiap kompetensi literasi saintifik Kompetensi Indikator Mengingat pengetahuan ilmiah yang sesuai Menyusun pertanyaan berdasarkan fokus masalah Menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai Menjelaskan masalah, Menyajikan data menggunakan beragam representasi menafsirkan data, dan yang sesuai mengomunikasikan informasi Menganalisis informasi dari setiap representasi secara ilmiah Menyimpulkan informasi berdasarkan analisis Menjelaskan manfaat pengetahuan ilmiah bagi masyarakat Menentukan variabel penyelidikan Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan Mengidentifikasi, menggunakan, dan menghasilkan model dan representasi yang jelas Merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi Mengidentifikasi asumsi, bukti, dan penalaran dalam penyelidikan ilmiah bacaan Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan Mengevaluasi argumen dan bukti ilmiah dari beragam tipe sumber

Kode KA-01 KA-02 KA-03 KA-04 KA-05 KA-06 KA-07 KB-01 KB-02 KB-03 KB-04 KB-05 KB-06

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147


58 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan Setelah

kami

tebakan (koefisien penilaian). Dengan demikian,

pembelajaran.

penilaian setiap butir soal dilakukan menggunakan

Pilihan ini diambil karena dengan acuan penilaian

persamaan 2 berikut dengan acuan dari tabel 5

tersebut, dapat dirancang proses pembelajaran

(Setiawan, Puspaningrum, & Umam, 2019: 195).

menyusun

indikator

instrumen

ditentukan,

penilaian

yang perlu dialami oleh siswa. Agar tujuan proses tersebut selaras dengan hasil yang diharapkan, kami turut menyusun lembar kegiatan siswa (LKS). LKS juga berguna untuk memudahkan pelaksanaan

sekaligus

mengevaluasi

proses

pembelajaran. Berdasarkan istrumen penilaian pembelajaran tersebut, kemudian dibuat susunan

đ?‘ đ?‘– = đ?‘†đ?‘– Ă— đ??šđ?‘– (Persamaan 2. penilaian setiap butir soal) keterangan: đ?‘ đ?‘– = nilai setiap butir soal (nilai 0–2) đ?‘†đ?‘– = skor setiap butir pilihan jawaban (nilai 0–1) đ??šđ?‘– = skor faktor tebakan setiap butir soal (nilai 0–2)

program pembelajaran dalam bentuk rencana pelaksanaan

pembelajaran

(RPP).

Dengan

demikian, susunan RPP dibuat berdasarkan hasil yang diharapkan dan proses yang memungkinkan untuk diterapkan. Instrumen penilaian pembelajaran yang disusun berupa tes penguasaan konsep dan tes literasi saintifik. Hal ini dipilih agar tujuan

Tabel 5. Klasifikasi Faktor Tebakan Skor Bentuk Uraian Alasan terkait serta mendukung jawaban 2 yang dipilih Alasan terkait, tapi tidak mendukung 1 jawaban yang dipilih Alasan tidak terkait dengan jawaban yang 0 dipilih 0 Alasan tidak disampaikan (Setiawan, Puspaningrum, & Umam, 2019: 195)

pembelajaran di sekolah dengan orientasi dan literasi saintifik dapat dipadukan. Rincian topik

Persamaan 2 dan tabel 4 menunjukkan

yang diujikan untuk tes konsep ialah: Tanggung

bahwa setiap pilihan jawaban dan alasan dapat

Jawab, Teks Non-Fiksi

Ekosistem, Kegiatan

memiliki skor sendiri. Skor faktor tebakan dapat

Ekonomi, dan Seni Rupa. Sementara literasi

maksimal selama alasan terkait serta mendukung

saintifik difokuskan kepada domain kompetensi

jawaban yang dipilih. Namun, karena jawaban

yang rincian indikator dapat dilihat melalui tabel 3.

yang dipilih salah, nilai yang diperoleh dapat bernilai 0 akibat mengalami operasi perkalian.

Instrumen objektif

tersebut

beralasan

disusun

dalam

untuk

tes

Begitu pula sebaliknya.

menghindari jawaban,

Dalam pelaksanaan proses pembelajaran,

mengurangi kesulitan dalam memberikan skor,

siswa diberi LKS yang memuat konsep tertentu

serta

pengoreksian

dengan langkah sesuai indikator literasi saintifik

instrumen. Selain itu, dalam keseharian, biasanya

guna menuntun siswa untuk mencapai hasil belajar

seseorang sudah memiliki beberapa pilihan dalam

sesuai indikator yang telah ditetapkan. LKS

membuat keputusan. Keberadaan pilihan jawaban

disusun berdasarkan model yang dipakai dalam

dipakai untuk membiasakan siswa untuk membuat

setiap proses pembelajaran, meliputi: group work

keputusan

pilihan.

dan guided inquiry. Pembedaan tersebut diambil

Penambahan alasan dipakai untuk mengarahkan

karena karakteristik topik yang dibahas dan

siswa kepada jawaban yang diharapkan serta

kompetensi

mengurangi peluang menjawab secara spekulatif.

sepenuhnya,

Sehingga keberadaan alasan dipakai sebagai faktor

pembelajaran tidak dapat disamakan seluruhnya.

kesubjektifan

dalam

meminimalisir

berdasarkan

memeriksa

waktu

beberapa

yang

dibekalkan

sehingga

tidak

gambaran

sama kegiatan

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147


59 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan Group work dipakai supaya membekali siswa

gambaran

untuk dapat berkolaborasi dalam membahas

pembelajaran yang menekankan siswa agar dapat

masalah tertentu (Miller & Tanner, 2015: 4).

mengembangkan keterampilan ilmiah (Banchi &

Model ini dipandang selaras untuk membahas

Bell, 2008: 26). Alur model ini dianggap cocok

topik

Indonesia),

untuk membahas topik Teks Non-Fiksi (Bahasa

Tanggung Jawab (PPKn), dan Kegiatan Ekonomi

Indonesia), Ekosistem (IPA), dan Seni Rupa

(IPS). Model guided inquiry dipilih karena

(SBdP).

Teks

Kompetensi Indikator Topik Fokus Soal

Pertanyaan

Non-Fiksi

(Bahasa

kegiatan

untuk

setiap

tahap

Merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah Mengidentifikasi, menggunakan, dan menghasilkan model dan representasi yang jelas Seni Rupa (SBdP) Membuat gambar ilustrasi terkait lingkungan Salah satu ciri makhluk hidup adalah bernafas. Bernafas merupakan proses pertukaran oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) antara tubuh makhluk hidup dengan lingkungan. Tujuan bernafas ialah untuk memperoleh energi agar bertahan hidup. Hewan, termasuk manusia, bernafas dengan cara menghirup oksigen dan menghembuskan karbondioksida. Karbondioksida yang dikeluarkan dari tubuh hewan ke lingkungan dimanfaatkan oleh tumbuhan. Tumbuhan menyerap karbondioksida ketika bernafas. Pernafasan tumbuhan menghasilkan oksigen. Oksigen kemudian dimanfaatkan oleh manusia dan hewan lainnya. Karena itu, manusia dan hewan dengan tumbuhan saling melengkapi dalam proses pernafasan.

3. Skema yang tepat untuk Bacaan A ialah .... đ?‘œđ?‘˜đ?‘ đ?‘–đ?‘”đ?‘’đ?‘› → â„Žđ?‘’đ?‘¤đ?‘Žđ?‘› ] A. [ ↑ ↓ đ?‘Ąđ?‘˘đ?‘šđ?‘?đ?‘˘â„Žđ?‘Žđ?‘› â†? đ?‘˜đ?‘Žđ?‘&#x;đ?‘?đ?‘œđ?‘›đ?‘‘đ?‘–đ?‘œđ?‘˜đ?‘ đ?‘–đ?‘‘đ?‘Ž đ?‘œđ?‘˜đ?‘ đ?‘–đ?‘”đ?‘’đ?‘› B. [ ↓ đ?‘Ąđ?‘˘đ?‘šđ?‘?đ?‘˘â„Žđ?‘Žđ?‘›

�

đ?‘œđ?‘˜đ?‘ đ?‘–đ?‘”đ?‘’đ?‘› ↓ đ?‘Ąđ?‘˘đ?‘šđ?‘?đ?‘˘â„Žđ?‘Žđ?‘›

→

đ?‘œđ?‘˜đ?‘ đ?‘–đ?‘”đ?‘’đ?‘› D. [ ↑ đ?‘Ąđ?‘˘đ?‘šđ?‘?đ?‘˘â„Žđ?‘Žđ?‘›

→

C. [

→

→

→

â„Žđ?‘’đ?‘¤đ?‘Žđ?‘› ] ↑ đ?‘˜đ?‘Žđ?‘&#x;đ?‘?đ?‘œđ?‘›đ?‘‘đ?‘–đ?‘œđ?‘˜đ?‘ đ?‘–đ?‘‘đ?‘Ž â„Žđ?‘’đ?‘¤đ?‘Žđ?‘› ] ↓ đ?‘˜đ?‘Žđ?‘&#x;đ?‘?đ?‘œđ?‘›đ?‘‘đ?‘–đ?‘œđ?‘˜đ?‘ đ?‘–đ?‘‘đ?‘Ž â„Žđ?‘’đ?‘¤đ?‘Žđ?‘› ] ↑ đ?‘˜đ?‘Žđ?‘&#x;đ?‘?đ?‘œđ?‘›đ?‘‘đ?‘–đ?‘œđ?‘˜đ?‘ đ?‘–đ?‘‘đ?‘Ž

Alasan : _____________________________________________________ ____________________________________________________________ Jawaban

A. [

đ?‘œđ?‘˜đ?‘ đ?‘–đ?‘”đ?‘’đ?‘› ↑ đ?‘Ąđ?‘˘đ?‘šđ?‘?đ?‘˘â„Žđ?‘Žđ?‘›

→ �

â„Žđ?‘’đ?‘¤đ?‘Žđ?‘› ] ↓ đ?‘˜đ?‘Žđ?‘&#x;đ?‘?đ?‘œđ?‘›đ?‘‘đ?‘–đ?‘œđ?‘˜đ?‘ đ?‘–đ?‘‘đ?‘Ž

Karena hewan menghirup oksigen dan menghembuskan karbondioksida serta tumbuhan sebaliknya. Gambar 3. Contoh butir soal literasi saintifik Keabsahan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS ditentukan berdasarkan Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147


60 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan validasi pakar (Fraenkel & Wallen, 2009: 148).

dengan alfa Cronbach (Îą), salah satu cara statistik

Validasi dilakukan terhadap keselarasan instrumen

untuk mengetahui korelasi berpasangan antar butir

penilaian pembelajaran dan LKS dengan program

pertanyaan atau pernyataan, yang dapat dihitung

yang dikembangkan, kesesuaian indikator dengan

menggunakan persamaan 4 (Cronbach, 1951: 299).

soal, ketepatan jawaban dengan pertanyaan, serta

Persamaan 4 mengungkap bahwa alfa Cronbach

kecocokan soal dengan jenjang sekolah. Pakar

(�) adalah fungsi dari jumlah butir pernyataan,

yang dipilih yaitu akademisi yang memiliki

simpangan baku setiap butir pernyataan, dan

kepakaran literasi saintifik (1 orang), evaluasi

simpangan

pembelajaran (1 orang), dan model pembelajaran

menunjukkkan bahwa nilai � dapat meningkat

(1 orang), serta praktisi pembelajaran sekolah

ketika interelasi antar butir meningkat, sehingga

dasar (1 orang) dan penyunting naskah bacaan

dapat dipakai untuk memperkirakan konsistensi

anak (1 orang). Penentuan status ‘pakar’ diberikan

internal dari keandalan skor instrumen. Karena

berdasarkan terbitan akademik terkait literasi

interelasi antar butir dimaksimalkan ketika semua

saintifik,

butir mengukur rancangan yang sama, nilai � tidak

evaluasi

pembelajaran,

dan

model

baku

keseluruhan.

Hal

ini

pembelajaran selama 2 tahun terakhir. Sementara

dapat

status ‘praktisi’ didasari dengan pengalaman

menghasilkan nilai lebih tinggi untuk kelompok

lapangan terlibat pembelajaran sekolah dasar dan

yang

penyunting naskah bacaan anak minimal 2 tahun.

kelompok yang cenderung beragam. Ini bermakna

Hasil validasi berupa penilaian terhadap setiap

dibutuhkan uji coba yang hasilnya bisa ditafsirkan

butir soal yang diolah menggunakan persamaan 3

berdasarkan tabel 6, dengan nilai � sebagai acuan

kemudian

5.

koefisien keandalan (reliability coefficient) harus

Berdasarkan tabel tersebut, instrumen penilaian

lebih besar dari 0,700 (Fraenkel & Wallen, 2009:

pembelajaran dan LKS dapat digunakan kalau

157-8).

ditafsirkan

berdasarkan

tabel

berlaku

cenderung

di

semua

seragam

situasi

dan

rendah

seiring

buat

memenuhi kriteria ‘sangat layak’ atau ‘cukup layak’.

đ?›ź = đ?‘ƒ(đ?‘ ) =

đ?‘ đ?‘

Ă— 100%

(Persamaan 3. Pengolahan hasil validasi) keterangan: đ?‘ƒ(đ?‘ ) = persentase setiap butir soal đ?‘ = skor setiap butir soal đ?‘ = jumlah keseluruhan butir soal Tabel 5. Penafsiran penilaian instrumen Kriteria Rentang Rerata No. Kelayakan Penilaian Pakar (%) Instrumen 1 7,001 ≤ % ≤ 10,000 Sangat layak 4,001 ≤ % ≤ 7,000 2 Cukup layak 0,000 ≤ % ≤ 4,000 3 Tidak layak Untuk keandalan (reliability) keandalan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS diukur berdasarkan nilai konsistensi internal (internal consistency). Konsistensi internal biasanya diukur

đ?‘› (1 đ?‘›âˆ’1

−

∑đ?‘– đ?‘‰đ?‘– đ?‘‰đ?‘Ą

)

(Persamaan 4. Kuder-Richardson Approaches) keterangan: đ?›ź = koefisien alfa đ?‘› = jumlah butir soal đ?‘‰đ?‘– = simpangan baku setiap butir soal đ?‘‰đ?‘Ą = simpangan baku keseluruhan Tabel 6. Penafsiran Penilaian Keandalan Instrumen Nilai Alfa Kategori Konsistensi No. Cronbach (âˆ?) Internal đ?›ź ≤ 0,9 1 Luar biasa 2 0,8 ≤ đ?›ź < 0,9 Baik 0,7 ≤ đ?›ź < 0,8 3 Dapat diterima 0,6 ≤ đ?›ź < 0,7 4 Dipertanyakan 5 0,5 ≤ đ?›ź < 0,6 Rendah đ?›ź < 0,5 6 Tidak dapat diterima Dalam melaksanakan ujicoba tersebut kami memilih partisipan sebanyak 17 orang yang dipilih

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147


61 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan menggunakan teknik convenience sampling karena

berupa instrumen penilaian dan LKS ini dapat

keterbatasan tenaga (Fraenkel & Wallen, 2009:

digunakan sebagai bahan penyusunan program

101). Hasil dari validasi pakar dan ujicoba dapat

pembelajaran yang gambaran umum diperlihatkan

dilihat melalui tabel 7. Hasil dari tahap develop

melalui tabel 8.

Tabel 7. Hasil validasi ahli dan ujicoba Validasi Pakar 1 2 3 4 5 Rerata Kelayakan

Susunan

Uji Coba Keabsahan

Îą

5 7 5 7 7

6,200

Cukup Layak

0,962

Dapat digunakan

7 8 7 6 7 7 8 7 6 7

7,000 7,000

Cukup Layak Cukup Layak

0,71 0,983

Dapat digunakan Dapat digunakan

8 7 7 7 7

7,200

Sangat Layak

0,724

Dapat digunakan

7 8 5 5 7 7 7 7 6 7

6,400 6,800

Cukup Layak Cukup Layak

0,932 0,843

Dapat digunakan Dapat digunakan

7 8 7 5 7

6,800

Cukup Layak

0,901

Dapat digunakan

LKS Topik Teks NonFiksi (Bahasa Indonesia), Ekosistem (IPA), dan Seni Rupa (SBdP)

8 7 5 6 7 7 8 7 6 7

6,600 7,000

Cukup Layak Cukup Layak

0,839 0,703

Dapat digunakan Dapat digunakan

8 7 7 7 7

7,200

Sangat Layak

0,943

Dapat digunakan

7 7 7 5 7 7 8 7 4 7

6,600 6,600

Cukup Layak Cukup Layak

0,839 0,772

Dapat digunakan Dapat digunakan

Tes Konsep

7 7 7 7 7

7,000

Cukup Layak

0,824

Dapat digunakan

Tes Literasi Saintifik

9 8 7 5 7

7,200

Sangat Layak 0,848 Dapat digunakan madrasah ibtidaiyyah di Kabupaten Kudus. Di

LKS Topik Teks NonFiksi (Bahasa Indonesia), Tanggung Jawab (PPKn), dan Kegiatan Ekonomi (IPS)

Keseluruhan hasil yang kami hasilkan dapat

kelas ini pembelajaran tematik dilakukan sebanyak

disebar secara luas dalam satu paket perangkat

4 pertemuan dengan total alokasi waktu sebanyak

pembelajaran atau terpisah. Penyebaran ini dapat

11 jam pembelajaran setiap pekan. Aspek yang

digunakan untuk keperluan praktik pembelajaran

diperhatikan dalam penerapan program ialah

maupun replikasi riset. Satu paket yang dimaksud

pelaksanaan

ialah digunakan seutuhnya berdasarkan kerja kami.

Pelaksanaan guru dilihat berdasarkan catatan

Sedangkan

diambil

pelaksanaan pembelajaran, sementara tanggapan

penilaian

siswa dilihat berdasarkan isian dalam LKS. Dapat

pembelajaran untuk mengukur profil literasi

dilihat di gambar 4 bahwa program dapat

saintifik siswa. Keterbatasan tenaga membuat

diterapkan hampir maksimal di setiap tahap.

kami tidak melakukan penyebaran secara luas

Rincian

yang

berupa

pelaksanaan guru sebesar 75,17 dan tanggapan

disseminate, tapi hanya melakukan penerapan

siswa sebesar 69,17. Perhitungan menggunakan

program terbatas di satu kelas.

persamaan 1 menunjukkan bahwa nilai koefisien

seperlunya,

terpisah seperti

merupakan

berarti

hanya

instrumen

tahap

terakhir

data

guru

dan

tanggapan

menunjukkan

bahwa

siswa.

rerata

korelasi Pearson r antara pelaksanaan guru dan Penerapan program pembelajaran dilakukan terbatas di satu kelas, yaitu kelas V di salah satu

Topik Teks NonFiksi, Tanggung

tanggapan siswa memiliki nilai 0,834, yang menunjukkan bahwa keduanya berkorelasi positif.

Tabel 8. Gambaran umum susunan program pembelajaran Model Indikator Kompetensi Literasi Saintifik Mengingat pengetahuan ilmiah yang sesuai Group Work Menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai Menyajikan data menggunakan beragam representasi yang Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147


62 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan Jawab, dan Kegiatan Ekonomi

Teks NonFiksi, Ekosistem, dan Seni Rupa

Guided Inquiry

sesuai Menganalisis informasi dari setiap representasi Menyimpulkan informasi berdasarkan analisis Menjelaskan manfaat pengetahuan ilmiah bagi masyarakat Menyusun pertanyaan berdasarkan fokus masalah Menentukan variabel penyelidikan Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan Mengidentifikasi, menggunakan, dan menghasilkan model dan representasi yang jelas Mengidentifikasi asumsi, bukti, dan penalaran dalam bacaan Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan Mengevaluasi argumen dan bukti ilmiah dari beragam tipe sumber

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

1

2

3

4

5

6

Pelaksanaan Guru (%)

7

8

9

10

11

12

Tanggapan Siswa (%)

Gambar 4. Pelaksanaan Program Pembelajaran Setelah mengalami proses pembelajaran, siswa

setelah siswa mengerjakan tes konsep dan literasi

diminta untuk menyelesaikan instrumen tes konsep

saintifik dengan alokasi waktu 1 Ă— 40 menit.

dan literasi saintifik. Kedua instrumen tersebut

Pilihan ini diambil karena kuesioner motivasi

dikerjakan dalam waktu terpisah, dengan alokasi

belajar tidak memerlukan pemikiran teknis yang

waktu yang sama, yakni 2 Ă— 40 menit. Untuk

berat sepertihalnya tes konsep dan literasi saintifik.

instrumen kuesioner motivasi belajar sendiri diisi

Hasil ketiganya dapat dilihat melalui tabel 9.

Aspek

Motivasi Belajar

Penguasaan Konsep

Tabel 9. Rincian hasil siswa Rincian Rerata Skor Siswa Motivasi intrinsik 51,714 Efikasi Diri 49,714 Determinasi Diri 46,000 Motivasi Nilai 51,857 Motivasi Karier 45,429 Tanggung Jawab 82,857 Teks Non-Fiksi 82,857 Ekosistem 84,286 Kegiatan Ekonomi 80,571

Kategori Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147


63 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan Senirupa Menjelaskan ... Merencanakan .... Motivasi Belajar Penguasaan Konsep Literasi Saintifik

Literasi Saintifik

Skor Umum

84,286 Tinggi 56,571 Sedang 41,190 Sedang 48,943 Sedang 82,971 Tinggi 48,881 Sedang kelas (Mo, 2019: 2). Sementara tuturan terkait

Secara keseluruhan, profil literasi saintifik siswa

motivasi diperkuat oleh Bryan, dkk. (2011) yang

berada dalam kategori sedang dengan nilai sebesar

mengungkap bahwa guru harus menggunakan

48,881. Profil tersebut menunjukkan bahwa proses

pemodelan sosial dan kegiatan pembelajaran

pembelajaran yang dilaksanakan belum dapat

kolaboratif untuk mendorong motivasi pelajar.

membekali kompetensi literasi saintifik secara

Kışoğlu (2018) menemukan terdapat kaitan positif

maksimal kepada siswa. Meski berada dalam

antara motivasi belajar dan sikap pelajar dalam

kategori yang sama, kompetensi menjelaskan

pembelajaran. Memang survei dari PISA 2015

masalah,

menunjukkan

menafsirkan

mengomunikasikan

data,

anomali untuk Korea Selatan,

secara

ilmiah

berupa hasil tinggi dalam literasi saintifik justru

sebesar

56,571

disertai motivasi rendah, tapi secara umum

dibandingkan dengan 41,190 yang diperoleh

motivasi belajar cenderung linear dengan literasi

kompetensi

saintifik (Mo, 2019: 2; OECD, 2019b; 2016: 122,

memiliki

skor

informasi

dan

lebih

tinggi

merencanakan,

mengevaluasi

melakukan,

penyelidikan

ilmiah.

Hal

dan ini

126–127).

menunjukkan bahwa siswa sudah dapat mengolah

Berdasarkan hasil yang kami peroleh,

informasi ilmiah, tapi masih memiliki kesulitan

motivasi belajar memiliki hubungan positif dengan

melakukan praktik penyelidikan ilmiah. Profil

literasi saintifik, secara umum maupun rinci untuk

literasi saintifik tersebut berbeda tajam dengan

setiap komponen dan kompetensi. Rincian korelasi

penguasaan konsep yang berada dalam kategori

setiap komponen dapat dilihat melalui gambar 5.

tinggi dengan nilai sebesar 87,971. Artinya proses

Secara keseluruhan setiap komponen motivasi

pembelajaran yang dilaksanakan berperan baik

belajar berkorelasi positif dengan kompetensi

terhadap penguasaan konsep siswa.

literasi saintifik. Hasil ini selaras dengan temuan

Dalam Ta'līm al-Muta'allim Ṭorīq al-

Nurohmah (2015), Marcharis (2015), dan Glynn,

Ta'allum karya Burhān al-Dīn al-Nu’mān ibn

dkk. (2011) yang menunjukkan bahwa hasil belajar

Ibrōhīm al-Zarnūjī disebutkan bahwa terdapat 6

cenderung

faktor

pembelajaran:

Motivasi dalam pembelajaran merupakan faktor

kecerdasan utuh, motivasi belajar, komitmen,

penting karena kehadiran pelajar dalam kelas,

kecukupan

dan

laboratorium, dan/atau kunjungan lapangan bukan

manajemen waktu (Siayah, dkk., 2019: 10; al-

jaminan bahwa mereka ingin belajar (Setiawan,

Zarnūjī, 2014: 52). Dari sini tampak bahwa

2019e). Tidak dapat dimungkiri bahwa beberapa

motivasi belajar merupakan faktor penting, meski

pelajar yang hadir hanya untuk menggugurkan

bukan

meraih

kewajiban dari sekolah dan orangtua, sekadar cara

keberhasilan dalam pembelajaran. Survei PISA

agar mendapat uang saku harian, atau ingin

2015 menunjukkan bahwa pelajar yang memiliki

berkumpul dengan teman maupun pacar.

motivasi

penentu

keberhasilan

finansial,

satu-satunya

tinggi

bimbingan

faktor

dalam

guru,

untuk

belajar

rendah

ketika

motivasi

rendah.

memiliki

kecenderungan lebih baik dalam unjuk kerja di

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147


64 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan 0,50 0,45 0,40 0,35 0,30 0,25 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 Motivasi intrinsik

Efikasi Diri

Determinasi Diri

Motivasi Nilai

Motivasi Karier

Menjelaskan masalah, menafsirkan data, dan mengomunikasikan informasi secara ilmiah Merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

Gambar 5. Kaitan antara komponen motivasi belajar dengan kompetensi literasi saintifik menjelaskan masalah, menafsirkan data, dan Glynn, dkk. (2011) berpendapat bahwa

mengomunikasikan

informasi

secara

ilmiah

faktor yang mempengaruhi motivasi belajar adalah

dengan nilai 0,04. Korelasi motivasi karier dengan

motivasi intrinsik, efikasi diri, determinasi diri,

kompetensi

motivasi

Dari

mengevaluasi penyelidikan ilmiah dengan nilai

keseluruhan hasil, korelasi sebesar 0,35 antara

0,10 juga menjadi paling rendah dibanding dengan

motivasi

komponen

nilai,

dan

motivasi

internal

dengan

karier.

kompetensi

merencanakan,

lain.

Glynn,

melakukan,

dkk.

dan

(2011)

merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi

mendefinisikan motivasi karier sebagai motivasi

penyelidikan ilmiah memiliki nilai paling tinggi

yang timbul dari pandangan siswa terhadap masa

dibanding 9 korelasi lain. Motivasi internal

depan karier mereka. Gambar 5 menyiratkan

termasuk komponen penting bagi pelajar dalam

makna bahwa siswa belum menemukan nilai

menjaga ketekunan selama terlibat pembelajaran

kemanfaatan literasi saintifik untuk masa depan

untuk meraih prestasi yang diharapkan. Kajian

karier mereka. Hal ini tampak wajar, karena usia

pustaka dan hasil lapangan menunjukkan bahwa

siswa masih di tahap sekolah dasar. Di tahap ini,

ketika siswa memiliki motivasi internal yang kuat,

siswa memang sudah dapat menyebutkan cita-cita

mereka berinisiatif untuk mencari tahu lebih lanjut

mereka secara jelas. Namun, penyebutan tersebut

melalui kegiatan penyelidikan. Dengan ungkapan

tidak disertai pengertian terkait langkah teknis

lain: kian kuat motivasi internal, kian mudah

untuk mewujudkan cita-cita itu. Sehingga belum

inisatif itu muncul. Ini menyiratkan pesan bahwa

banyak siswa yang menganggap penting bahwa

guru

perlu

pembelajaran di sekolah dapat bermanfaat untuk

mengetahui rincian komponen motivasi belajar

karier mereka. Apalagi kalau orangtua tidak

siswa. Karena walau secara umum motivasi belajar

membantu mengarahkan anak mereka. Simpkins,

tidak tinggi, ketika motivasi internal kuat, proses

dkk., (2015) menyebut bahwa dukungan orangtua

pembelajaran berpeluang besar dapat dilaksanakan

dikenal sebagai faktor paling penting yang

optimal sebagai langkah mencapai hasil yang

memengaruhi motivasi karier pelajar. Apalagi

maksimal.

dalam budaya Indonesia, keluarga memiliki peran

sebagai

pemandu

pembelajaran

Korelasi paling rendah diperoleh dari komponen motivasi karier dengan komponen

penting dalam menata karier yang mungkin akan ditempuh oleh pelajar.

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147


65 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan 0,50 0,45 0,40 0,35 0,30 0,25 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 Tanggung Jawab

Teks Non-Fiksi

Ekosistem

Kegiatan Ekonomi

Seni Rupa

Menjelaskan masalah, menafsirkan data, dan mengomunikasikan informasi secara ilmiah Merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

Gambar 6. Kaitan antara komponen motivasi belajar dengan penguasaan setiap konsep positif dengan motivasi belajar dan penguasaan Hasil yang kami sampaikan melalui konsep. gambar 6 juga menunjukkan bahwa penguasaan konsep memiliki korelasi positif dengan literasi

Simpulan

yang

kami

sampaikan

saintifik, secara umum maupun rinci setiap

menunjukkan bahwa pembelajaran tematik dapat

konsep. Hasil ini serupa dengan korelasi motivasi

menjadi sarana untuk memandu siswa untuk

belajar dengan literasi saintifik. Bedanya nilai

memiliki literasi saintifik. Dalam riset sosial, hasil

korelasi penguasaan konsep lebih kuat dibanding

yang diperoleh tidak memberi garansi bahwa

dengan motivasi belajar. Ini menunjukkan bahwa

keabsahan dan keandalan yang sama dapat berlaku

literasi

dengan

untuk partisipan lain. Alasannya antara lain, ruang

penguasaan konsep teknis daripada aspek psikis.

lingkup pembahasan berada dalam spektrum

Siswa

untuk

tertentu. Kalau hanya mengambil simpulan akhir

menerapkan pengalaman terlibat pembelajaran ke

tanpa memperhatikan rincian tertentu seperti

dalam keseharian. Namun, tanpa punya bekal

metode dan fokus pembahasan, berarti yang terjadi

penguasaan konsep teknis, motivasi tersebut sulit

adalah implantasi atau pencangkokan.

saintifik

bisa

lebih

saja

terkait

sangat

erat

termotivasi

diwujudkan, bahkan mungkin gagal. Ini juga menjunjukkan bahwa siswa perlu dibimbing oleh

Kami menganggap bahwa kerja yang kami

guru untuk dapat mengaitkan pembelajaran dengan

lakukan ini masih perlu dilanjutkan. Sehingga

keseharian (Siayah, dkk., 2019: 10; al-ZarnĹŤjÄŤ,

diharapkan

2014: 52)

dianggap final, karena perlu dilakukan perbaikan

penyusunan

program

ini

tidak

berlanjut. Memperhatikan hasil yang diperoleh serta keterbatasan ruang lingkup pembahasan,

SIMPULAN Melalui riset ini, diperoleh hasil berupa susunan

program

pembelajaran

tematik

kami berharap agar guru turut berupaya untuk memastikan agar pembelajaran yang dilakukan

berorientasi literasi saintifik yang keabsahan dan

dapat

merangsang

motivasi

belajar

dan

keandalan secara umum termasuk dalam kategori

memastikan bahwa konsep penting sudah dikuasai.

dapat digunakan. Penerapan program tersebut

Cara yang dapat dilakukan bisa beragam selama

menunjukkan bahwa program yang disusun dapat

tidak bertentangan dengan tujuan pembelajaran.

diterapkan oleh guru serta bisa diikuti oleh siswa.

Sementara kepada peneliti lain juga diharapkan

Profil literasi saintifik memiliki korelasi linear

agar melakukan replikasi terhadap riset yang kami

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147


66 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan lakukan

guna

memberi

gambaran

rinci

permasalahan yang dihadapi sebagai informasi agar cara yang dilakukan guru dapat memberi hasil maksimal. Secara teknis, karena metode yang dipakai ialah korelasi Pearson r, kami tidak dapat menyebut bahwa tanggapan siswa disebabkan oleh pelaksanaan guru serta literasi saintifik ditentukan oleh motivasi belajar dan penguasaan konsep. Yang jelas, hasil menunjukkan bahwa program pembelajaran dapat diterapkan, oleh guru yang melaksanakan maupun dari siswa yang terlibat dalam pembelajaran, serta memiliki korelasi positif

linear

penguasaan

dengan

konsep.

motivasi Kajian

belajar

dan

berikutnya

bisa

menunjukkan lebih rinci seberapa besar beberapa faktor tersebut terhadap literasi saintifik.

UCAPAN TERIMA KASIH Rasa terima kasih untuk seluruh warga MI NU Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) kami sampaikan berkat kesempatan pembelajaran yang diberikan; Dr. Setiya Utari dan Dr. Kusnadi dari Sekolah

Pascasarjana

Universitas

Pendidikan

Indonesia (UPI); Shawn M. Glynn, Ph.D. dari Department of Educational Psychology University of Georgia; Dr. Fenny Roshayanti dari Program Studi Magister Pendidikan IPA Universitas PGRI Semarang; Muhamad Gina Nugraha, M.Pd., M.Si., dari Departemen Pendidikan Fisika UPI; dan Syarofis Siayah, S.Ked. dari Universitas Islam Malang atas bantuan teknis; serta Wahyu Eka Saputri yang memberi dorongan psikis untuk melakukan riset. ИOLZΛ!

DAFTAR PUSTAKA Adisendjaja, Yusuf Hilmi. (2008). Analisis buku ajar biologi sma kelas x di kota bandung berdasarkan literasi sains. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Pendidikan Indonesia. URL:

https://id.scribd.com/doc/7933690 2/Analisis-Buku-Ajar-BiologiSma-Kelas-x-Di-KotaBandungberdasarkan-LiterasiSains al-Syahrostānī, Abū al-Fatḥ Muḥammad ibn ‘Abd al-Karīm. (2010). Al-Milal wa alniḥal. Amman: Muassasat alḤalabi. URL: https://almaktaba.org/book/11812/373 al-Zarnūjī, Burhān al-Dīn. (2014). Ta’līm almuta’allim ṭōrīq at-ta’allumi. Beirut: Dār ibn Katsīr. URL: https://books.islamway.net/1/15_B Zrnouji_TalainMoutallim.pdf Banchi, Heather & Bell, Randy. (2008, Oktober). The many levels of inquiry. Science and children, 46(2), 26– 29. URL: https://search.proquest.com/openvi ew/94da97e9a5090eb024c13b920 01ec534/1?pqorigsite=gscholar&cbl=41736 Boitani, Piero. (2015, 11 April). Ulysses and the Stars. Strumenti Critici, 30(1): 318. URL: https://www.rivisteweb.it/doi/10.1 419/78914 Bryan, Robert R., dkk. (2011, 25 Juli). Motivation, achievement, and advanced placement intent of high school students learning science. Science education, 95(6): 1049-1065. DOI: https://dx.doi.org/10.1002/sce.204 62 Crawford, George, & Sen, Bidyut. (1996, 10 Agustus). Derivatives for decision makers: strategic management issues. John Wiley & Sons. URL: https://books.google.co.id/books?i d=NIIVeirctosC&hl=id&source=g bs_navlinks_s Cronbach, Lee J. (1951, 28 Februari). Coefficient alpha and the internal structure of tests. Psychometrika, 16: 297–334. DOI: https://dx.doi.org/10.1007/BF0231 0555 Dinata, Anita Nurlela; Adisendjaja, Yusuf Hilmi; & Amprasto. (2018, Maret). Pengaruh field trip terhadap kemampuan literasi sains dan sikap terhadap sains siswa sma pada materi ekosistem.

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147


67 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education, 1(1): 8-13. DOI: https://dx.doi.org/10.17509/aijbe.v 1i1.11449 Fives, Helenrose, dkk. (2014, 18 Juni). Developing a measure of scientific literacy for middle school students. Science Education, 98(4), 549-580. DOI: https://dx.doi.org/10.1002/sce.211 15 Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E. (2009). How to design and evaluate research in education (7th ed.). New York. McGrawHillCompanies. URL: https://archive.org/details/methodo logy-alobatnic-libraries Glynn, Shawn M.; Brickman, Peggy; Armstrong, Norris; & Taasoobshirazi, Gita. (2011, 20 September). Science motivation questionnaire ii: validation with science majors and nonscience majors. Journal of Research in Science Teaching, 48(10): 1159-1176. URL: https://coe.uga.edu/assets/downloa ds/mse/smqii-glynn-et-al-2011.pdf Gormally, Cara, dkk. (2012, 01 Desember). Developing a test of scientific literacy skills (tosls): measuring undergraduates’ evaluation of scientific information and arguments. CBE—Life Sciences Education, 11(4), 364-377. URL: https://www.lifescied.org/doi/abs/ 10.1187/cbe.12-03-0026 Hawking, Stephen William, & Mlodinow, Leonard. (2010, 07 September). The grand design. Bantam Books. URL: https://books.google.co.id/books?i d=vfFhxYwjgK8C&dq Hurd, Paul deHart. (1998). Scientific literacy: New minds for a changing world. Science education, 82(3), 407-416. URL: https://dx.doi.org/10.1002/(SICI)1 098237X(199806)82:3%3C407::AIDSCE6%3E3.0.CO;2-G Juliani, Rini. (2015, 26 Juni). Rekonstruksi rancangan rencana pelaksanaan pembelajaran (rpp) melalui

analisis kesulitan literasi sains peserta didik sekolah menengah pertama pada topik listrik dinamis. Undergraduate Thesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. URL: http://repository.upi.edu/17569/ Jung, Rex E., & Haier, Richard J. (2007, 26 Juli). The parieto-frontal integration theory (p-fit) of intelligence: converging neuroimaging evidence. Behavioral and Brain Sciences, 30(2): 135-154. URL: https://pdfs.semanticscholar.org/5d 3a/8ae75864f5cf29df4a20c82a9be 3c000fd47.pdf Kışoğlu, Mustafa. (2018, Februari). An examination of science high school students’ motivation towards learning biology and their attitude towards biology lesson. International Journal of Higher Education, 7(1): 151-64. URL: http://www.sciedu.ca/journal/inde x.php/ijhe/article/view/12832 Marcharis, Dita Alawiyah. (2015, 26 Juni). Beban kognitif pelajar pada pembelajaran biologi di sma berbasis pesantren. Undergraduate Thesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. URL: http://repository.upi.edu/20265/ McKenzie, Walter. (2005). Multiple intelligences and instructional technology. ISTE - International Society for Technology in Education. URL: https://books.google.co.id/books?i d=uhHXNQSwO8C&lpg=PP10&ots =zilfF1OsjH&dq=Multiple%20Int elligences%20Inventory%20Walte r%20McKenzie&lr&hl=id&pg=P A15#v=onepage&q&f=false Miller, Sarah & Tanner, Kimberly D. (2015). A portal into biology education: an annotated list of commonly encountered terms. CBE—Life Sciences Education, 14: 1–14. DOI: URL: https://www.lifescied.org/doi/abs/ 10.1187/cbe.15-03-0065 Mo, Jeffrey. (2019, 15 Januari). How is students’ motivation related to their performance and anxiety?. PISA in

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147


68 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan Focus, 92. Paris: OECD Publishing. URL: https://www.oecdilibrary.org/deliver/d7c28431en.pdf?itemId=%2Fcontent%2Fpa per%2Fd7c28431en&mimeType=pdf Nurohmah, Eva Fauziah. (2015, 30 Januari). Efektivitas pendekatan saintifik dalam meningkatkan hasil dan motivasi belajar pelajar smp. Undergraduate Thesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. URL: http://repository.upi.edu/22537/ OECD. (2016, 06 Desember). Students' attitudes towards science and expectations of science–related careers. Dalam PISA 2015 Results (Volume I): Excellence and Equity in Education. Paris: OECD Publishing. DOI: https://dx.doi.org/10.1787/978926 4266490-7-en OECD. (2019a, 26 April). Pisa 2018 assessment and analytical framework. Paris: OECD Publishing. URL: https://www.oecdilibrary.org/sites/f30da688en/index.html?itemId=/content/co mponent/f30da688-en OECD. (2019b, 06 November). Science performance (pisa) (indicator). Paris: OECD Publishing. DOI: https://dx.doi.org/10.1787/919522 04-en OECD/ADB. (2015, 25 Maret). Education in indonesia: rising to the challenge. Paris: OECD Publishing. URL: https://www.adb.org/sites/default/f iles/publication/156821/educationindonesia-rising-challenge.pdf Panchenko, Dmitri. (1994, 01 November). Thales's prediction of a solar eclipse. Journal for the History of Astronomy, 25(4): 275-288. DOI: https://dx.doi.org/10.1177%2F002 182869402500402 Resor, Cynthia Williams (2017a). Exploring vacation and etiquette themes in social studies, primary source inquiry for middle and high school. Maryland: Rowman & Littlefield Publishers. URL:

https://teachingwiththemes.com/in dex.php/book-1-info/ Resor, Cynthia Williams (2017b). Investigating family, food, and housing themes in social studies. Maryland: Rowman & Littlefield Publishers. URL: https://teachingwiththemes.com/in dex.php/book-2-info/ Rodgers, Joseph Lee, & Nicewander, W. Alan. (1987, 01 Juni). Thirteen ways to look at the correlation coefficient. The American Statistician, 42(1): 59-66. URL: https://www.stat.berkeley.edu/~rab bee/correlation.pdf Rosser, Andrew. (2018, 21 Februari). Beyond access: making indonesia’s education system work. Sidney: Lowy Institute For International Policy. URL: https://www.lowyinstitute.org/publ ications/beyond-access-makingindonesia-s-education-systemwork Seefeldt, Carol. (2005). How to work with standards in the early childhood classroom. Teachers College Press. URL: https://books.google.com/books?id =PaAuwVyhVV8C&pg=PA47 Setiawan, Adib Rifqi, Utari, Setiya, & Nugraha, Muhamad Gina. (2017, 22 September). Mengonstruksi rancangan soal domain kompetensi literasi saintifik pelajar smp kelas viii pada topik gerak lurus. Wahana Pendidikan Fisika, 2(2): 44-48. DOI: https://dx.doi.org/10.17509/wapfi. v2i2.8277 Setiawan, Adib Rifqi. (2017, 24 Februari). Penerapan pendekatan saintifik untuk melatihkan literasi saintifik dalam domain kompetensi ada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama. Undergraduate Thesis. Universitas Pendidikan Indonesia. URL: http://repository.upi.edu/29074/ Setiawan, Adib Rifqi. (2019a, 14 Oktober). Penyusunan program pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik. Seminar Nasional

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147


69 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan Sains & Entrepreneurship VI (SNSE VI), 1(1): 348–355. URL: http://conference.upgris.ac.id/inde x.php/snse/article/view/255/183/ Setiawan, Adib Rifqi. (2019b, 07 Mei). Penerapan pendekatan saintifik untuk melatih literasi saintifik dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama. Prosiding Seminar Nasional Fisika (SiNaFi) 2018, 4 (1): 7-13. URL: http://proceedings.upi.edu/index.p hp/sinafi/article/view/355 Setiawan, Adib Rifqi. (2019c, 26 Juni). Peningkatan literasi saintifik melalui pembelajaran biologi menggunakan pendekatan saintifik. Journal of Biology Education, 2 (1): 223-235. URL: http://journal.stainkudus.ac.id/inde x.php/jobe/article/view/5278 Setiawan, Adib Rifqi. (2019d, 02 Oktober). Efektivitas pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik. Thabiea : Journal of Natural Science Teaching, 2 (2): 83–94. DOI: http://dx.doi.org/10.21043/thabiea. v2i2.5345 Setiawan, Adib Rifqi. (2019e, 23 Maret). Upaya meningkatkan motivasi belajar dalam pembelajaran ilmu pengetahuan alam (ipa) melalui bacaan populer. Disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi 2019 Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III), Universitas Negeri Surabaya. DOI: https://dx.doi.org/10.13140/RG.2.2 .13087.71847 Setiawan, Adib Rifqi; & Saputri, Wahyu Eka. (2019, 13 November). Analisis keabsahan dan keandalan science motivation questionnaire ii (smq ii) versi bahasa indonesia. EdArXiv. DOI: https://dx.doi.org/10.35542/osf.io/ 4pmtu Setiawan, Adib Rifqi; & Sari, Dewi Ratna. (2019). A simple essay of natural science curricula in indonesia. Open Science Framework. DOI:

https://dx.doi.org/10.31219/osf.io/ uwn4r Setiawan, Adib Rifqi; Puspaningrum, Mita; & Umam, Khoirul. (2019, 29 November). Pembelajaran fiqh mu’āmalāt berorientasi literasi finansial. Tarbawy: Indonesian Journal of Islamic Education, 6(02): 187–102. URL: https://ejournal.upi.edu/index.php/t arbawy/article/view/20887 Siayah, Syarofis, Kurniawati, Novi Khoirunnisa, & Setiawan, Adib Rifqi. (2019, 29 November). Six main principles for quality learning. EdArXiv. DOI: https://dx.doi.org/10.35542/osf.io/ 9jbuc Simpkins, Sandra D.; Price, Chara D.; & Garcia, Krystal. (2015, 08 Mei). Parental support and high school students' motivation in biology, chemistry, and physics: understanding differences among latino and caucasian boys and girls. Journal of Research in Science Teaching, 52(10): 1386–1407. DOI: https://dx.doi.org/10.1002/tea.212 46 Thiagarajan, Sivasailam, dkk. (1974). Instructional development for training teachers of exceptional children: a sourcebook. Washington, D. C.: National Center for Improvement of Educational Systems (DHEW/OE). URL: https://files.eric.ed.gov/fulltext/ED 090725.pdf Utari, Setiya, dkk. (2017, Februari). Recostructing the physics teaching didactic based on marzano’s learning dimension on training the scientific literacies. Journal of Physics: Conference Series, 812 (1): 012102. DOI: https://dx.doi.org/10.1088/17426596/812/1/012102

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147


ISBN: 978-602-74598-3-0 Prosiding Seminar Nasional Fisika 5.0 (2019) (7-14)

Menyusun instrumen penilaian untuk pembelajaran topik lingkungan berorientasi literasi saintifik Adib Rifqi Setiawan* Pondok Pesantren Ath-Thullab, Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) * e-mail: alobatnic@gmail.com ABSTRAK Tujuan dari penelitian survei cross-sectional ini adalah untuk menemukan keabsahan dan keandalan instrumen penilaian untuk pembelajaran topik lingkungan berorientasi literasi saintifik. Keabsahan diungkap berdasarkan penilaian pakar dan keandalan diukur menggunakan konsistensi internal. Diperoleh bahwa keabsahan 8 butir soal memenuhi kriteria sangat layak dan 2 butir soal memenuhi kriteria cukup layak dengan nilai keandalan sebesar 0.763. Ini menunjukkan bahwa semua butir soal dapat dipakai untuk menganalisis kesulitan siswa sebagai bahan merancang rencana pembelajaran topik lingkungan berorientasi literasi saintifik. Kata kunci: instrumen penilaian; literasi saintifik; pembelajaran lingkungan

1. Pendahuluan Setiawan & Sari (2019) mengulas kurikulum nasional Indonesia yang hasilnya menunjukkan bahwa telah mengalami perubahan sebanyak 10 kali, yakni pada 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, serta 2013. Perubahan tersebut wajar dilakukan karena keadaan masyarakat beserta tantangan yang dihadapi juga berubah. Tujuan dari semua perubahan yang dilakukan ialah untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, termasuk dari pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Namun, ulasan riset menyampaikan dan fakta lapangan menunjukkan bahwa selama ini belum tampak hasil (outcomes) menggembirakan berkelanjutan yang diperoleh dari pembelajaran di Indonesia. Setiawan (2019a), misalnya, mengungkap bahwa terdapat fenomena unik dalam pembelajaran sains di Indonesia. Ungkapan ini didasari oleh perbandingan antara prestasi siswa Indonesia dalam ajang olimpiade internasional pada 2018 dengan penilaian literasi saintifik dari PISA (Programme for International Student Assessment) pada 2015 (Setiawan, 2019a: 7). Perluasan data menunjukkan bahwa ungkapan tersebut tak dapat begitu saja disangkal, karena siswa Indonesia memang memiliki prestasi bagus dalam ajang International Science Olympiads (ISOs) sejak kali pertama ikut serta, baik untuk fisika, biologi, astronomi

dan astrofisika, geologi, serta kimia (IPhO, 2019; IBO, 2019; IOAA, 2019; IChO, 2019; IESO, 2019). Sayangnya, secara bersamaan raihan ISOs tersebut disertai keberadaan yang konsisten di papanbawah dalam empat periode terakhir penilaian literasi saintifik dari PISA (OECD, 2019). Lebih lanjut, diungkapkan bahwa selayaknya raihan olimpiade diperlakukan sebagai hiburan semata, bukan gambaran keberhasilan pendidikan sains karena peserta merupakan siswa pilihan (Setiawan, 2019: 7-8). Fenomena unik yang diungkap oleh Setiawan (2019a) dilanjut dengan penyampaian saran agar fokus yang serius harus diarahkan kepada hasil PISA. Hal ini karena kerangka kerja yang digunakan sebagai dasar untuk pengukuran dapat diadopsi atau setidaknya diadaptasi ke dalam pembelajaran (Setiawan, 2019a: 8). Saran tersebut selaras dengan Utari, dkk. (2017) yang mengungkap bahwa strategi pembelajaran harus ditentukan dibangun dengan baik untuk melatih literasi saintifik, termasuk menjelaskan fenomena alam, membangun dan mengevaluasi percobaan, serta menafsirkan data yang diperoleh dari bukti ilmiah. Ungkapan tersebut disampaikan berdasarkan ulasan deskriptif menggunakan dimensi Marzano terhadap pelaksanaan desain pembelajaran termodinamika untuk melatih literasi saintifik (Utari, dkk., 2017: 3-4). Dari sisi lain, Rustaman (2017) menyampaikan bahwa


8

Prosiding Seminar Nasional Fisika 5.0 (2019) (7-14)

pembelajaran sains selayaknya menjadi sarana untuk melatih keterampilan saintifik serta menumbuhkan kepedulian terhadap alam dan upaya pelestarian fungsinya. Keseluruhan informasi tersebut menguatkan anggapan bahwa hasil PISA perlu ditindaklanjuti secara serius dalam bentuk mengarahkan pembelajaran sains untuk melatih literasi saintifik. Literasi saintifik telah dijelaskan oleh Hurd (1998) sebagai kompetensi yang diperlukan oleh warga negara untuk berpikir rasional tentang sains dalam kaitannya dengan masalah pribadi, sosial, politik, ekonomi, dan masalah yang mungkin ditemui seseorang sepanjang hidup. Konsep literasi saintifik harus mengenali berbagai kekuatan yang berubah dalam masyarakat, termasuk kemunculan era informasi, kelahiran ekonomi global, dan dunia daring (Hurd, 1998: 410). Kerangka kerja PISA dari OECD (2018) mendefinisikan literasi saintifik sebagai kemampuan untuk terlibat masalah yang berhubungan dengan sains dan dengan ide sains sebagai warga negara yang reflektif. Karena itu, orang yang memiliki literasi saintifik bersedia untuk terlibat komunikasi ilmiah tentang sains dan teknologi yang membutuhkan kompetensi untuk: menjelaskan fenomena secara ilmiah, mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah, juga menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (OECD, 2018: 75). Berdasarkan uraian tersebut, riset ini bertujuan untuk menemukan keabsahan dan keandalan rancangan instrumen penilaian pembelajaran topik lingkungan beroerientasi literasi saintifik. Rancangan soal disusun berdasarkan indikator domain kompetensi literasi saintifik dari kerangka kerja PISA (OECD, 2018: 75). Indikator tersebut dikaitkan dengan topik topik lingkungan atas dasar pertimbangan agar dapat digunakan dalam pembelajaran di sekolah menengah. Karena itu, rumusan masalah yang menjadi fokus riset ini ialah, “Bagaimana keabsahan dan keandalan rancangan instrumen penilaian pembelajaran topik lingkungan beroerientasi literasi saintifik?�

2. Metode Data yang dibutuhkan dalam riset ini berupa lembar validasi dan nilai keabsahan instrumen. Berdasarkan tujuan riset dan kebutuhan data, metode yang dapat dipakai ialah tipe cross-sectional survey. Tipe ini berupaya untuk memperoleh informasi yang dikumpulkan pada titik waktu yang kira-kira sama (Fraenkel & Wallen, 2009: 391). Sampel diambil dengan teknik penyampelan bertujuan terhadap 4 pakar dan 122 siswa tingkat sekolah menengah di Kabupaten Kudus. Teknik ini dipilih karena tujuan spesifik riset memerlukan sampel yang memenuhi kriteria (Fraenkel & Wallen, 2009: 99). Kriteria untuk 4 pakar tersebut berupa akademisi dengan bidang kepakaran literasi saintifik (1 orang, selanjutnya Pakar-1) dan evaluasi pembelajaran biologi (1 orang, selanjutnya Pakar-2) serta praktisi pembelajaran biologi sekolah menengah (1 orang, selanjutnya Pakar-3) dan praktisi profesional bidang bahasa (1 orang, selanjutnya Pakar-4). Sementara untuk siswa kriteria yang dipakai ialah merupakan siswa aktif di sekolah menengah yang mengambil program peminatan Ilmu Alam. Instrumen yang dipakai untuk mengukur keabsahan ialah lembar validasi butir pernyataan. Lembar tersebut diberi skor menggunakan skala Likert. Kelebihan skala Likert sebagai pengukur tanggapan secara verbal maupun numerik terhadap kuesioner, dapat memberi nilai kuantitatif dalam rentang spektrum yang panjang (Likert, 1932: 7). Sedangkan kekurangannya berupa sikap terdistribusi secara normal ke dalam lima kategori persetujuan (Likert, 1932: 42). Memperhatikan kelebihan dan kekurangan, skala Likert dipilih karena hasilnya dapat diolah baik secara statistik maupun desktriptif. Letak kekurangan berupa pembagian tingkat persetujuan ke dalam lima kategori diatasi dengan menggunakan tujuh tingkat secara numerik (Dawes, 2008: 61). Nilai keabsahan (validity) ditentukan berdasarkan penilaian pakar, masingmasing terhadap ketepatan antara rancangan dan indikator, pertanyaan dan jawaban, serta soal dengan subjek sasaran


A. R. Setiawan, - Menyusun instrumen penilaian untuk pembelajaran topik

(Fraenkel & Wallen, 2009: 148). Hasil validasi berupa penilaian numerik skala 7 terhadap setiap butir pernyataan yang diolah menggunakan persamaan 1 yang kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel 1. Berdasarkan tabel 1 tersebut, instrumen dapat digunakan kalau memenuhi kriteria ‘sangat layak’ atau ‘cukup layak’ (Setiawan, 2019b: 227).

No. 1 2 3

đ?‘

đ?‘ƒ(đ?‘ ) = Ă— 100% (1) đ?‘ keterangan: đ?‘ƒ(đ?‘ ) = Nilai setiap butir pernyataan đ?‘ = skor setiap butir pernyataan đ?‘ = jumlah butir pernyataan

Tabel 1. Penafsiran Penilaian Keabsahan Instrumen Rentang Rerata Penilaian Numerik Pakar (%) Kriteria Kelayakan Sangat layak 7,001 ≤ % ≤ 10,000 Cukup layak 4,001 ≤ % ≤ 7,000 Tidak layak 0,000 ≤ % ≤ 4,000 (Setiawan, 2019b: 227)

Sementara untuk mengukur keandalan (reliability), dipakai kuesioner yang telah diperbaiki berdasarkan lembar validasi butir pernyataan. Keandalan instrumen ditentukan berdasarkan konsistensi internal (internal consistency). Konsistensi internal biasanya diukur dengan alfa Cronbach (Îą), salah satu cara statistik untuk mengetahui korelasi berpasangan antar butir pertanyaan atau pernyataan, yang dapat dihitung menggunakan persamaan KuderRichardson Approaches (KR20) (persamaan 2) (Cronbach, 1951: 299): ∑ đ?‘‰ đ?‘› đ?›ź = (1 − đ?‘– đ?‘– ) (2) đ?‘› −1

��

keterangan: � = koefisien alfa � = jumlah butir pernyataan

No. 1 2 3 4 5 6

9

�� butir ��

= simpangan baku setiap = simpangan baku semua

Persamaan 2 mengungkap bahwa alfa Cronbach adalah fungsi dari jumlah butir pernyataan serta simpangan baku setiap butir dan keseluruhan. Ini menunjukkkan bahwa nilai alfa Cronbach dapat meningkat ketika interelasi antar butir meningkat, sehingga dapat dipakai untuk memperkirakan konsistensi internal dari keandalan skor instrumen. Persamaan 2 juga bermakna bahwa dibutuhkan uji coba. Hasil ujicoba dapat ditafsirkan berdasarkan tabel 2, yakni instrumen dapat dipakai kalau nilai koefisien alfa lebih besar dari 0,70 (Fraenkel & Wallen, 2009: 157-8).

Tabel 2. Penafsiran Penilaian Keandalan Instrumen Nilai Alfa Cronbach Kategori Keandalan Luar biasa � ≤ 0,9 Baik 0,8 ≤ � < 0,9 Dapat diterima 0,7 ≤ � < 0,8 Dipertanyakan 0,6 ≤ � < 0,7 Rendah 0,5 ≤ � < 0,6 Tidak dapat diterima � < 0,5 (disusun berdasarkan uraian Morera & Stokes, 2016)


10

Prosiding Seminar Nasional Fisika 5.0 (2019) (7-14)

3. Hasil dan pembahasan Tabel 3. Indikator Kompetensi Literasi Saintifik Kompetensi Indikator Menjelaskan fenomena Mengingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai. secara ilmiah Mengidentifikasi, menggunakan, serta menghasilkan model dan representasi yang jelas. Menjelaskan implikasi potensial dari pengetahuan ilmiah bagi masyarakat. Merancang dan Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap mengevaluasi pertanyaan yang diberikan. penyelidikan ilmiah Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah pertanyaan yang diberikan. Mendeskripsikan dan mengevaluasi berbagai cara yang digunakan oleh ilmuan untuk menentukan keabsahan dan keobjektifan data serta keumuman penjelasan. Menafsirkan data dan Mengubah data dari satu representasi ke representasi yang lain. bukti secara ilmiah Menganalisis dan menafsirkan data dan menarik kesimpulan yang tepat. (OECD, 2018: 15-16) Instrumen riset yang dirancang berjumlah 10 butir soal dengan indikator mengacu kepada domain kompetensi literasi saintifik dari kerangka kerja PISA seperti ditunjukkan melalui tabel 3. Indikator tersebut digunakan sebagai acuan dalam menyusun soal dengan konten terkait topik topik lingkungan. Pilihan mengaitkan dengan topik tertentu dilakukan karena kami berupaya agar pembelajaran aktual di sekolah dapat diarahkan untuk melatih literasi saintifik. Sehingga diperlukan soal sebagai alat ukur literasi saintifik dari beragam topik, antara lain topik lingkungan. Soal disusun dalam bentuk uraian. Pilihan ini diambil karena kami memandang bahwa soal tipe uraian unggul dalam mengukur kemampuan mengorganisasikan, mengintregasikan, menganalisis, menyintesiskan, dan mengevaluasi

Skor 2 2 1 0 0

informasi. Sehingga bentuk uraian dipandang lebih cocok untuk digunakan. Bentuk ini juga dipilih untuk memperkecil peluang spekulasi siswa ketika menjawab pertanyaan yang disajikan. Banyak soal yang disusun ialah 3 kelompok untuk setiap sub-topik. Kami menyadari bahwa untuk soal tipe ini, terdapat kesulitan dalam hal melakukan penyekoran. Sehingga kami membuat rancangan sederhana guna mengklasifikasikan skor dari setiap jawaban yang ditampilkan melalui tabel 4, kemudian dijumlah secara keseluruhan menggunakan persamaan berikut: đ?‘ = ∑đ?‘† (3) keterangan: đ?‘ = skor setiap siswa đ?‘† = jawaban setiap butir soal

Tabel 4. Klasifikasi Skor Setiap Jawaban Bentuk Jawaban Sama seperti yang diharapkan Hampir seperti yang diharapkan tanpa terdapat pernyataan yang salah Mengandung hal yang benar dan terdapat pula pernyataan yang salah Jawaban tidak berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan Tidak menjawab


A. R. Setiawan, - Menyusun instrumen penilaian untuk pembelajaran topik

11

Ketika memimpin proyek pembangunan sirkuit MotoGP dari DORNA di Kabupaten Kudus pada 2019 yang harus siap pakai pada 2024, RosĂŠ ingin agar hasilnya ramah lingkungan. Karena itu dirinya mengumpulkan data sebagai berikut: a) Jumlah kendaraan untuk setiap sesi balapan paling banyak ialah 30 sepeda motor; b) Bahan bakar setiap kendaraan ialah Pertamax Plus; c) Setiap kendaraan membutuhkan 1 liter setiap mengelilingi sirkuit sepanjang 5 km; d) Daftar pohon yang dapat dipilih RosĂŠ untuk ditanam di lingkungan sirkuit sebagai berikut: Daya Serap CO2 No. Pohon Nama Ilmiah (g/jam.pohon) Swietenia 1 Mahoni 3.112,43 macrophylla Palem 2 Phoenix roebelenii 0,39 Phoenix 3 Kersen Muntingia calabura 0,6 4 Beringin Ficus benjamina 1.146,51 5 Trembesi Samanea saman 3.252,10 Pertanyaan: 10) Apa makna data yang diperoleh RosĂŠ terkait langkah perencanaan yang dilakukan? Gambar 1. Contoh soal yang disusun

Setelah dilakukan validasi kepada 4 pakar, diperoleh penilaian yang beragam. Namun, secara umum soal sudah sesuai tanpa perlu banyak

Nomor Soal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 7 3 3 7 6 5 7 7 7 7

perubahan. Berdasarkan keseluruhan komentar tersebut, dilakukan klasifikasi setiap soal yang ditampilkan melalui tabel 5.

Tabel 5. Hasil Validasi Pakar Skor dari Pakar Jumlah Skor 2 3 4 4 6 3 71 6 6 6 75 5 5 5 64 5 6 5 82 4 6 3 68 6 5 6 79 4 6 6 82 3 4 6 71 6 7 6 93 7 7 5 93

Setelah melakukan perbaikan berdasarkan komentar keempat pakar, kami melakukan ujicoba soal. Hasil uji coba dijadikan sebagai acuan untuk menemukan nilai koefisien keandalan soal. Melalui uji coba juga bisa didapatkan informasi banyak waktu

Kriteria Soal Sangat Layak Sangat Layak Cukup Layak Sangat Layak Cukup Layak Sangat Layak Sangat Layak Sangat Layak Sangat Layak Sangat Layak

yang diperlukan siswa untuk menjawab soal. Setelah dilakukan uji coba soal, diperoleh hasil bahwa nilai konsistensi internal sebesar 0.763, yang berarti instrumen penilaian dapat digunakan. Banyak waktu yang diperlukan siswa untuk menjawab soal ialah 45 menit.


A. R. Setiawan, - Menyusun instrumen penilaian untuk pembelajaran topik

Hasil riset ini diharapkan memberi bahan untuk memperoleh profil literasi saintifik siswa sebelum dan/atau setelah pembelajaran. Melalui profil sebelum pembelajaran, dapat disusun rancangan pembelajaran berorientasi literasi saintifik yang selaras dengan keadaan siswa. Sementara profil setelah pembelajaran dapat dipakai sebagai bahan evaluasi, baik dari sisi pelaksanaan proses, pencapaian hasil, keefektifan kegiatan, maupun ketiganya. Hasil riset ini juga dapat menjadi bahan kajian untuk diperbaiki secara berlanjut supaya lebihoperasional ketika diterapkan di lapangan serta kuat dari sisi riset. 4. Penutup Berdasarkan riset yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa keabsahan dan keandalan instrumen penilaian menunjukkan soal termasuk dalam kategori dapat digunakan. Dengan demikian, soal yang disusun dapat dijadikan sebagai alat ukur literasi saintifik siswa dalam pembelajaran topik lingkungan di sekolah menengah. Secara rinci, hasil validasi pakar memberi kesimpulan bahwa terdapat 7 soal kategori ‘sangat layak’ dan 3 soal kategori ‘cukup layak’. Sementara berdasarkan hasil ujicoba, diperoleh nilai konsistensi internal sebesar 0.763, yang berarti soal dapat digunakan. Banyak waktu yang diperlukan siswa untuk menjawab soal ialah 45 menit. Kami berharap agar dilakukan riset lain yang serupa dari beragam topik pembelajaran. Harapan ini didasari fakta lapangan yang menunjukkan bahwa guru kerap kesulitan menyusun instrumen penilaian pembelajaran berorientasi literasi saintifik. Dengan keberadaan instrumen penilaian beragam topik, guru dan/atau peneliti dapat melakukan pengukuran literasi

12

saintifik secara berlanjut serta lebih memudahkan untuk menunjukkan kepada siswa kaitan antara pengalaman terlibat pembelajaran dengan keterampilan yang ditargetkan dapat dimiliki. Ucapan terima kasih Adib Rifqi Setiawan mengucapkan terima kasih kepada Dr. Setiya Utari dari Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (SPs UPI) Bandung dan Syarofis Si’ayah, S.Ked. dari Universitas Islam Malang (UNISMA) Malang yang memberi arahan, bimbingan, dan bantuan teknis serta Wahyu Eka Saputri atas dorongan psikis dalam melakukan riset. Daftar Pustaka Dawes, John. 2008. Do data characteristics change according to the number of scale points used? an experiment using 5-point, 7point and 10-point scales. International Journal of Market Research, 50 (1): 61–77. DOI: https://dx.doi.org/10.1177%2F1470 78530805000106 Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E. 2009. How to design and evaluate research in education (7th ed.). New York. McGraw-Hill Companies. URL: https://archive.org/details/methodol ogy-alobatnic-libraries Hurd, Paul deHart. 1998. Scientific literacy: New minds for a changing world. Science education, 82(3), 407-416. DOI: https://dx.doi.org/10.1002/(SICI)10 98237X(199806)82:3%3C407::AIDSCE6%3E3.0.CO;2-G IBO. 2019. International biology olympiad: indonesia. ibo-info.org. URL: http://www.iboinfo.org/countries/indonesia


14

Prosiding Seminar Nasional Fisika 5.0 (2019) (7-14)

IChO. 2019. International chemistry olympiad: indonesia. ichoofficial.org. URL: http://www.ichoofficial.org/results/country_info.php ?country=Indonesia IESO. 2019. List of medal and team award winners. ieso-info.org. URL: http://www.iesoinfo.org/documents/honor-board/ IOAA. 2019. Participating countries. ioaastrophysics.org. URL: http://www.ioaastrophysics.org/part icipating-countries/ IPhO. 2019. International physics olympiad: indonesia. iphounofficial.org. URL: https://iphounofficial.org/countries/IDN/individu al Likert, Rensis. 1932. A technique for the measurement of attitudes. Archives of Psychology, 140 : 1–55. URL: https://legacy.voteview.com/pdf/Lik ert_1932.pdf Morera, Osvaldo F.; & Stokes, Sonya M. 2016. coefficient α as a measure of test score reliability: review of 3 popular misconceptions. American Journal of Public Health, 106(3): 458–461. DOI: https://dx.doi.org/10.2105%2FAJP H.2015.302993 OECD. 2018. PISA for Development Assessment and Analytical Framework: Reading, Mathematics and Science. Paris: OECD Publishing. DOI: https://dx.doi.org/10.1787/9789264 305274-6-en OECD. 2019. Science performance (pisa) (indicator). DOI: https://dx.doi.org/10.1787/9195220 4-en

Rustaman, Nuryani Y. 2017. Mewujudkan sistem pembelajaran sains/biologi berorientasi pengembangan literasi peserta didik. Prosiding Seminar Nasional III Tahun 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”, p. KS. URL: http://researchreport.umm.ac.id/index.php/resear ch-report/article/viewFile/944/1157 Setiawan, Adib Rifqi. 2019. Penerapan pendekatan saintifik untuk melatih literasi saintifik dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama. Prosiding Seminar Nasional Fisika (SiNaFi) 2018, 4 (1): 7-13. URL: http://proceedings.upi.edu/index.ph p/sinafi/article/view/355 Setiawan, Adib Rifqi. 2019. Peningkatan literasi saintifik melalui pembelajaran biologi menggunakan pendekatan saintifik. Journal of Biology Education, 2 (1): 223-235. DOI: 10.21043/jobe.v2i1.5278 Setiawan, Adib Rifqi; & Sari, Dewi Ratna. 2019. A simple essay of natural science curricula in indonesia. Open Science Framework. DOI: https://doi.org/10.31219/osf.io/uwn 4r Utari, Setiya, dkk. 2017. Recostructing the physics teaching didactic based on marzano’s learning dimension on training the scientific literacies. Journal of Physics: Conference Series, 812 (1): 012102. DOI: https://dx.doi.org/10.1088/17426596/812/1/012102


Nazhruna: Jurnal Pendidikan Islam Vol. 3 No 1 2020. Hal. 138-159 ISSN: 2614-8013 DOI: https://doi.org/10.31538/nzh.v3i1.522

PENDIDIKAN LITERASI FINANSIAL MELALUI PEMBELAJARAN FIQH MU’ĀMALĀT BERBASIS KITAB KUNING Adib Rifqi Setiawan Pondok Pesantren Ath-Thullab, Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) alobatnic@gmail.com Naskah Diterima: 31-12-2019

Direvisi: 24-02-2020

Disetujui: 28-02-2020

Abstract

This research goals to gain the design for a learning program to guide students in pondok pesantren on achieving financial literacy throught fiqh mu’āmalāt learning that is based on kitab kuning. We used R&D approach 4D model that reduced into three stages: define, design, and develop. It was gained a syllabus that completed by lesson plan, student worksheets, nor assessment instrument as well, that validated by experts and practitioners and reliability counted based on test. Keywords: financial literacy; fiqh mu'āmalāt; kitab kuning; learning program. Abstrak Riset ini bertujuan mendapatkan desain program pembelajaran untuk membimbing pelajar pondok pesantren dalam mencapai literasi finansial melalui pembelajaran fiqh mu'āmalāt berdasarkan kitab kuning. Kami menggunakan pendekatan R&D model 4D yang direduksi menjadi tiga tahap: mendefinisikan, merancang, dan mengembangkan. Diperoleh hasil berupa silabus yang dilengkapi oleh rencana pembelajaran, lembar kerja siswa, dan instrumen penilaian, yang divalidasi oleh para pakar dan praktisi serta keandalan dihitung berdasarkan uji coba. Kata Kunci : fiqh mu'āmalāt; literasi finansial; kitab kuning; program pembelajaran. PENDAHULUAN Kesadaran pelajar tingkat menengah saat ini terhadap masalah finansial dapat dikatakan rendah. Temuan ini kami peroleh sebagai pengamat terlibat selama 40 hari terhadap keseharian santri Pondok Pesantren Ath-Thullab Kudus. Pondok pesantren tersebut menampung pelajar tingkat menengah dengan kisaran usia 11–19 tahun yang kebutuhan finansial sepenuhnya ditanggung oleh wali santri. Temuan tersebut mengungkap bahwa sebagian besar santri tidak menyadari dampak rincian pengeluaran harian terhadap keadaan finansial bulanan serta tidak peduli kepada besaran biaya pendidikan di pondok pesantren yang ditanggung oleh setiap wali santri. Kedua fakta tersebut ditambah data lain berupa kecenderungan perilaku sebagian kecil santri yang menambah kerepotan sekaligus pengeluaran wali santri, hasil pengamatan khusus terhadap kebijakan merit dalam pencairan titipan uang saku, serta alasan yang mendasari keputusan dalam bertransaksi.

http://e-journal.ikhac.ac.id/index.php/NAZHRUNA/


Adib Rifqi Setiawan

Anggapan bahwa santri tidak menyadari dampak rincian pengeluaran harian terhadap finansial bulanan ditunjukkan oleh beberapa peristiwa. Misalnya ketika akan membeli barang non-rutin dengan harga setara pengeluaran jajan selama sepekan. Dampak terhadap wali santri ialah harus kembali memberikan uang saku sebelum waktu yang direncanakan. Pengurus pondok pesantren yang terdiri dari santri relatif paling tua dapat dikatakan sama saja. Kesamaan muncul karena pengurus tidak pernah membuat perencanaan pengeluaran tahunan yang rapi dan rinci seperti diminta oleh salah satu pembina pondok pesantren. Ketidakpedulian kepada besaran biaya pendidikan di pondok pesantren yang dikeluarkan oleh setiap wali santri tampak dengan pengabaian terhadap rincian penggunaan biaya pendidikan, walau informasi tersebut bersifat terbuka. Menarik untuk diperhatikan bahwa santri yang mengabaikan informasi tersebut, ketika ditanya terkait pembayaran bulanan, segera menghubungi wali santri. Dari sini tampak bahwa santri peduli kepada kewajiban sekaligus acuh terhadap hak. Dampak ekstrim perilaku seperti ini antara lain tampak kentara ketika rapat evaluasi makanan: sebagian santri menyampaikan permintaan menu makanan yang melebihi anggaran serta sebagian lain menerima seutuhnya penuh kerelaan. Beberapa perilaku sebagian kecil santri yang menambah kerepotan sekaligus pengeluaran wali santri juga menunjukkan bahwa tingkat kesadaran terhadap masalah finansial terbilang rendah. Beberapa santri tampak tak memperhitungkan besaran biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh wali santri ketika meminta ditelepon, dikunjungi, atau dijemput pulang di luar jadwal. Di luar masalah finansial secara langsung, tidak terdapat pula kesadaran dari beberapa santri bahwa perilaku tersebut berdampak kepada keseharian wali santri, mulai merusak fokus ketika sedang bekerja, menambah lelah yang tak perlu saat akan kembali bekerja, sampai mengurangi keefektifan istirahat karena menimbulkan kecemasan. Pengamatan lain yang dilakukan secara khusus kepada beberapa santri yang menitipkan uang saku kepada pembina juga menguatkan hasil pengamatan umum. Kalau terkait pembayaran bulanan beberapa santri tampak acuh terhadap hak, untuk urusan jajan harian mereka kerap melupakan kewajiban sekaligus menuntut hak—untuk keperluan ini uang saku dianggap hak. Temuan ini tampak dari tanggapan santri tersebut terhadap penerapan merit untuk pencairan titipan uang saku, yang membuat tidak dapat dijalankan secara optimal. Terkait alasan yang mendasari keputusan dalam bertransaksi kami peroleh dari beberapa santri yang menggunakan kartu anjungan tunai mandiri (ATM). Hampir semua santri mengatakan bahwa kartu ATM hanya berguna untuk menarik tunai tanpa harus ke bank. Padahal beberapa bank seperti Bank Negara Indonesia (BNI) sudah membuka layanan setor 139 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020


Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning

menggunakan kartu ATM. Lebih lanjut, beberapa santri tidak tahu tentang kontrak (‘aqd) terkait perbankan dari sisi fiqh mu’āmalāt. Selain itu, walau semua santri sudah mengerti bahwa ribā telah disepakati ‘ulamā’ sebagai larangan umum dalam semua transaksi, mereka tidak dapat menjelaskan posisi bunga bank (bank interest) dalam ruang lingkup ribā. Di sisi lain, sebagai pemandu pembelajaran sorogan kitab kuning, kami juga mengalami kebingungan terkait kelanjutan pembelajaran tersebut. Pembelajaran sorogan dipakai untuk melatih keterampilan santri dalam mengomunikasikan kajian terhadap teks kitab kuning. Kitab kuning yang dipilih adalah al-Ghōyah wa al-Taqrīb untuk santri tahun kedua dan Fatḥ al-Qorīb alMujīb untuk santri tahun ketiga. Pilihan kitab kuning tersebut diambil karena matn al-Ghōyah wa al-Taqrīb yang di-syarḥ-i Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb adalah textbook klasik paling ringkas yang memuat pembahasan fiqh maẓhab Syāfi’ī secara utuh. Kebingungan mulai muncul ketika sebagian besar santri MTs hampir selesai menyajikan topik ibādāt. Letak kebingunan ialah antara melanjutkan ke bagian mu’āmalāt yang diurai dalam al-Ghōyah wa al-Taqrīb atau mengalihkan ke bagian ibādāt dari Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb. Alhasil keputusan memperhatikan fiqih mu’āmalāt memberi jawaban dalam bentuk solusi untuk mengatasi kebingungan tersebut. Informasi tersebut melatarbelakangi harapan kami untuk turut memanfaatkan pembelajaran fiqh mu’āmalāt sebagai upaya membimbing pelajar tingkat menengah mencapai literasi finansial. Literasi finansial yang disebut di sini bermakna kemampuan menafsirkan informasi finansial sebagai bahan membuat keputusan agar siap menerima dampak yang diperoleh. Misalnya memahami dampak pembelian barang non-rutin terhadap kondisi uang saku bulanan. Sebagai pelajar pondok pesantren, mestinya setiap keputusan termasuk dalam hal finansial didasari oleh fiqh. Contohnya ketika ingin membuka rekening bank. Nong Darol Mahmada menyampaikan bahwa fiqh adalah kumpulan hasil ijtihād ulamā’ klasik terhadap al-Qur’ān dan al-Ḥadīts sebagai dasar keseharian umat Islam dalam setiap konteks kehidupan, mulai personal seperti ṣolāt, lokal seperti zakāt, sampai global seperti siyāsat.1 Sementara Nasaruddin Umar menyebut bahwa fiqh adalah penafsiran kultural terhadap sumber syarī’āt yang dikembangkan oleh ulamā’ sejak abad kedelapan.2 Kedua ungkapan tersebut selaras dengan definisi fiqh yang dituturkan oleh beberapa ulamā’ dalam beberapa textbook fiqh yang biasa dikaji di pondok pesantren maupun kitab kuning serupa.3 Misalnya 1 Nong Darol Mahmada, ―Membangun Fikih yang Pro-Perempuan,‖ http://linkis.com/ssfSZ, Tempo, 2001, https://majalah.tempo.co/read/81720/membangun-fikih-yang-pro-perempuan. 2 Nasaruddin Umar, Ketika Fikih Membela Perempuan (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2014), 1. 3 Muḥammad Nawāwī ibn ‗Umar al-Bantānī, Nihāyatu al-Zayn (Beirut Lebanon: Dār al-Fikr, 2008), 6, https://al-maktaba.org/book/6146; Muḥammad ibn Qāsim al-Ghozī, Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb (Beirut Lebanon:

Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

140


Adib Rifqi Setiawan

tuturan ‗Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī dalam Itmam al-Dirōyāt li Qurrō’ al-Nuqōyat yang menyebut bahwa fiqh adalah mengerti beberapa ḥukm syar’ī yang caranya melalui ijtihād.4 Dapat dikatakan bahwa fiqh adalah mengerti tentang kumpulan dugaan kuat terhadap penafsiran sumber syarī’āt dengan cara ijtihād sebagai bahan panduan praktis keseharian umat Islam yang berlaku untuk semua konteks mulai personal, lokal, nasional, sampai global. Pembahasan utuh fiqh secara umum biasa dimulai dari topik paling personal ‘ibādāt, kemudian dilanjutkan ke topik lain yang lebih sosial seperti mu’āmalāt dan jināyāt. Urutan pembahasan tersebut disusun berdasarkan nilai penting setiap topik berdasarkan tinjauan syarī’āt serta tingkat keluasan konteks berlaku. Pembahasan paling awal berupa praktik ritual, dengan urutan sesuai dengan ketentuan lima rukūn Islām.5 Selanjutnya karena kebutuhan manusia terhadap transaksi ekonomi adalah hal yang sangat penting, pembahasan topik mu’āmalāt diletakkan tepat setelah ‘ibādāt.6 Dilihat dari sisi urutan pembahasan, tampak bahwa fiqh secara serius sangat memperhatikan masalah finansial. Keseriusan tersebut ditunjukkan dengan peletakan transaksi finansial tepat setelah pembahasan praktik ritual. Perhatian fiqh tersebut diwujudkan dalam bentuk memberi panduan operasional praktik transaksi finansial, antara lain berupa prinsip dasar, unsur ḥukm, serta ketentuan umum setiap jenis transaksi finansial. Transaksi yang dimaksud termasuk—sekaligus bukan hanya—ragam penjualan, kemitraan, peminjaman, maupun penyewaan. Masalah pendidikan finansial mulai diperhatikan lebih serius sejak 2005 silam oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) selaku organisasi multilateral yang berupaya meningkatkan kualitas manusia secara global.7 Secara khusus OECD menyarankan bahwa pendidikan finansial harus sedini mungkin dimulai di sekolah yang merupakan tahap awal kehidupan pelajar. Alasan utama yang mendasari saran tersebut ialah nilai penting berfokus kepada generasi muda untuk membekali keterampilan yang penting sebelum terlibat Dār ibn Ḥazm, 2005), 22, https://al-maktaba.org/book/33949; Aḥmad ibn ‗Abd al-Azīz al-Malībārī, Fatḥ alMu’īn bi Syarḥ Qurrotu al-‘Ayn bi Muhimmāt al-Dīn (Beirut Lebanon: Dār al-Khoir, 2005), 34, https://almaktaba.org/book/6140; Abū Bakr ‗Utsman ibn Muḥammad al-Dimyāṭī, I’ānatu al-Ṭōlibīn (Beirut Lebanon: Dār al-Fikr, 1997), 21, https://al-maktaba.org/book/33983; Abū Bakr ibn Muḥammad al-Ḥuṣnī, Kifāyat al-Akhyār (Damaskus: Dār al-Fikr, 1994), 7, https://al-maktaba.org/book/6140. 4 ‗Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī, Itmam al-Dirōyāt li Qurrō’ al-Nuqōyat (Beirut Lebanon: Dar al-Kotob Al-Ilmiyah, 1985), 65, https://al-maktaba.org/book/10733/66#p1. 5 Abū Bakr ‗Utsman ibn Muḥammad al-Dimyāṭī, I’ānatu al-Ṭōlibīn, 1024. 6 Abū Bakr ‗Utsman ibn Muḥammad al-Dimyāṭī, 734. 7 ―OECD. Recommendation on Principles and Good Practices for Financial Education and Awareness‖ (Paris: Directorate for Financial and Enterprise Affairs, 2005), 5, http://www.oecd.org/finance/financialeducation/35108560.pdf.

141 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020


Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning

aktif dalam transaksi finansial serta relatif lebih efisien untuk melakukan pendidikan finansial di sekolah ketimbang melakukan tindakan perbaikan untuk orang yang berusia tua. Saran OECD pada 2005 tersebut kemudian dipertimbangkan sebagai bahan mengembangkan kerangka kerja literasi dari PISA (Programme for International Students Assessment).8 PISA adalah program internasional OECD untuk menilai performa akademik pelajar berusia 15 tahun yang bertujuan untuk memberi bahan dalam meningkatkan pendidikan negara yang terlibat.9 Penilaian PISA berfokus terhadap kemampuan pelajar untuk menggunakan pengalaman terlibat pembelajaran ke dalam keseharian.10 Fokus ini membedakan penilaian PISA dengan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study), program dari IEA (International Association for the Evaluation of Educational Achievement), yang fokus terhadap penguasaan konten kurikuler tertentu. Dari sisi pondok pesantren, fokus tersebut selaras dengan penafsiran ‗Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī terhadap ayat 122 al-Taubat yang disajikan dalam Tafsīr al-Jalālayn.11 Penilaian PISA tersebut biasanya dikenal lebih luas dengan istilah literasi. Literasi dalam kerangka kerja PISA dikelompokkan menjadi empat bagian: membaca, matematis, saintifik, dan finansial.12 Ketiga kelompok literasi pertama, yakni membaca, matematis, dan saintifik, masing-masing sudah pernah menjadi fokus utama penilaian pada tahun tertentu, yang diperbarui setiap 9 tahun. Sementara kelompok terakhir yakni literasi finansial, baru masuk dalam penilaian sejak 2012 tanpa pernah menjadi fokus utama, malah sampai sekarang masih menjadi penilaian pilihan. Fakta tersebut membuat literasi finansial lebih sedikit diperhatikan di Indonesia, baik dari sisi kajian akademik maupun praktik pembelajaran, khususnya untuk pendidikan menengah maupun pondok pesantren. Namun, perhatian sedikit tidak membuat government Indonesia luput memberi perhatian. Bentuk perhatian tersebut ialah menetapkan kebijakan untuk meningkatkan literasi finansial melalui program Strategi Nasional

8 ―OECD. PISA 2018 Assessment and Analytical Framework‖ (Paris: OECD Publishing, 2018), 119, https://dx.doi.org/10.1787/b25efab8-en. 9 ―PISA 2018 Assessment and Analytical Framework,‖ Text, 2018, 11, https://www.oecdilibrary.org/education/pisa-2018-assessment-and-analytical-framework_b25efab8-en. 10 ―PISA 2018 Assessment and Analytical Framework,‖ 128. 11 Muḥammad ibn Aḥmad al-Maḥallī dan ‗Abd al-Raḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī, Tafsīr al-Jalālayn (Cairo: Dār al-Ḥadīts, 2010), 263, https://al-maktaba.org/book/12876/1618. 12 OECD. PISA 2018 Assessment and Analytical Framework. Paris: OECD Publishing, 26 April 2019, hlm. 11–2 . DOI: https://dx.doi.org/10.1787/b25efab8-en

Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

142


Adib Rifqi Setiawan

Literasi Finansial pada 19 November.13

14

Program ini dirilis sebagai upaya mewujudkan

literasi finansial masyarakat Indonesia, sehingga dapat memanfaatkan produk dan layanan jasa finansial yang sesuai untuk mencapai kesejahteraan berkelanjutan. Berdasarkan sebaran informasi yang disampaikan, kami memandang bahwa fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial dapat dipadukan ke dalam program pembelajaran. Program tersebut dapat diwujudkan dengan cara mengkaji indikator yang dibekalkan kepada pelajar, bukan sekadar membiasakan mengerjakan soal literasi finansial yang diperkaya topik fiqh mu’āmalāt. Karena itu, riset ini diarahkan untuk menyusun program pembelajaran untuk mewujudkan pendidikan literasi finansial melalui pembelajaran fiqh mu’āmalāt berbasis kitab kuning. Secara khusus, kami bermaksud menyusun program yang dapat digunakan dalam pembelajaran di pondok pesantren yang kami kelola tanpa perlu mengubah struktur kurikulum yang telah berlaku sejak lama. Sehingga sasaran pelajar yang dipilih dalam riset ini ialah di tingkat pendidikan menengah. Pilihan ini juga didasari dengan fakta bahwa pada rentang tersebut sebagian besar pelajar dapat dikatakan mandiri ketika terlibat transaksi finansial, meski masih bergantung kepada wali sendiri dalam memperoleh pemasukan. Pondok pesantren dipilih karena lembaga otentik Indonesia ini memiliki tujuan untuk memberi keterampilan hidup melalui pendidikan kajian keislaman.15 Dengan demikian, rumusan masalah yang menjadi fokus dalam riset ini ialah, ―Bagaimana susunan program pembelajaran untuk mewujudkan pendidikan literasi finansial melalui pembelajaran fiqh mu’āmalāt berbasis kitab kuning?‖

―OJK. Strategi Nasional Literasi Finansial Indonesia (revisit 2017)‖ (Jakarta Pusat: Otoritas Jasa Finansial (OJK), 2017), 2, https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/publikasi/Pages/Strategi-Nasional-LiterasiFinansial-Indonesia-(Revisit-2017)-.aspx; ―OECD. Recommendation,‖ 12. 14 ―National Strategies for Financial Education: OECD/INFE Policy Handbook - OECD‖ (Paris: OECD Publishing, 2015), 12, https://www.oecd.org/daf/fin/financial-education/national-strategies-for-financialeducation-policy-handbook.htm; Kementerian Sekretariat Negara RI, ―Sambutan Presiden RI Pd Strategi Nasional Literasi Keuangan, tgl Nov 19 . 2013 , di JCC Selasa, 19 November 2013‖ (Jakarta Pusat: Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2013), https://www.setneg.go.id/baca/index/sambutan_presiden_ri_pd_strategi_nasional_literasi_finansial_tgl_19_no v_2013_di_jcc. 15 ―OECD & ADB. Education in Indonesia: Rising to the Challenge‖ (Paris: OECD Publishing, 2015), 69– 72, https://www.adb.org/sites/default/files/publication/156821/education-indonesia-rising-challenge.pdf; Lanny Octavia, Pendidikan karakter berbasis tradisi pesantren: referensi untuk para guru, ustadz, pendidik, orang tua, dan mahasiswa pendidikan: kumpulan bahan ajar (Pejaten, Jakarta: Renebook, 2014), 1; Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi (Jakarta Pusat: The Wahid Institute, 2006), 223–24, https://archive.org/details/abdurrahmanwahid--islamkuislamandaislamkita2006; Madjid Nurcholis, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, 6 ed. (Jakarta: Paramadina Grup, 2016), 17. 13

143 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020


Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning

METODE PENELITIAN Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa kajian pustaka tentang karakteristik dan peta fiqh mu’āmalāt maupun kerangka kerja literasi finansial serta survei terhadap rancangan dan temuan dari uji coba program yang disusun. Berdasarkan tujuan penelitian dan kebutuhan data, dapat dipakai pendekatan R&D (research and development) desain model 4D berupa define, design, develop, dan disseminate.16 Desain model 4D dipilih karena kami perlu beberapa tahap yang masing-masing memerlukan cara pengumpulan dan pengolahan data yang tidak selalu sama. Namun karena keterbatasan tenaga, desain model 4D dikurangi menjadi 3 tahap berupa define, design, dan develop. Tahap define dilakukan untuk mengkaji pustaka terkait karakteristik dan peta fiqh mu’āmalah maupun kerangka kerja literasi finansial. Luaran kajian tersebut berupa matriks kaitan antara fiqh mu’āmalah dan literasi finansial sebagai acuan dalam menyusun instrumen penilaian pembelajaran dan lembar kerja siswa di tahap design. Susunan yang diperoleh dipakai sebagai bahan merancang program pembelajaran dalam bentuk silabus di tahap develop. Tahap develop juga dipakai untuk menganalisis keabsahan dan keandalan perangkat pembelajaran melalui ujicoba terbatas.

Tahap

Pengumpulan Data Define Kajian Pustaka Design Matriks Analisis Develop Judgement Expert

Internal Consistency

Tabel 1. Desain Riset Pengolahan Partisipan Riset Data Analisis Penulis Deskriptif Analisis Penulis Deskriptif Penyekoran Pakar fiqh mu‘āmalāt, Hasil finansial, dan pembelajaran pendidikan menengah serta praktisi finansial dan bahasa. Perhitungan Pelajar pondok Koefisien pesantren tingkat Alfa pendidikan menengah sebanyak 50 orang

Instrumen Riset Lembar Survei Validasi

Lembar Pengamatan Pelaksanaan Rencana Pembelajaran, Lembar Kerja Siswa, dan Instrumen Penilaian

16 Sivasailam Thiagarajan dan And Others, Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children: A Sourcebook (Council for Exceptional Children, 1920 Association Drive, Reston, Virginia 22091 (Single Copy, $5, 1974), 5, https://eric.ed.gov/?id=ED090725.

Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

144


Adib Rifqi Setiawan

HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap Define Fiqh adalah mengerti tentang kumpulan dugaan kuat terhadap penafsiran sumber syarī’āt dengan cara ijtihād sebagai bahan panduan praktis keseharian umat Islam yang berlaku untuk semua konteks mulai personal, lokal, nasional, sampai global. Berdasarkan arahnya, peta fiqh dapat diklasifikasi menjadi 2 kelompok besar: ibādāt dan mu’āmalāt. Arah pembahasan kelompok ibādāt ialah hubungan antara manusia dengan Allōh (ḥablun min Allōh), sementara mu’āmalāt adalah kelompok yang arahnya membahas hubungan antara manusia dengan selain Allōh (ḥablun min al-nās dan ḥablun min al-‘ālam). Namun ketika textbook fiqh mengungkap kata mu’āmalāt secara mutlak, ruang lingkup pembahasan cenderung hanya terbatas kepada mu’āmalāt māliyyāt (transaksi finansial). Kecenderungan ini dapat ditemukan ketika kita mengamati textbook fiqh utuh, seperti al-Ghōyah wa al-Taqrīb17, Fatḥ al-Mu'īn18, dan al-Fiqh alIslāmī wa Adillatuhu.19 Istilah mu’āmalāt yang dimaksud dalam riset ini ialah mu’āmalāt māliyyāt, sehingga tidak mencakup topik munākaḥāt dan jināyāt. Penjualan Penemuan

Penyimpanan

Transaksi Pemberian

Penjaminan

Peminjaman

Penyewaan

Gambar 1. Klasifikasi Transaksi Finansial Berdasarkan Pemindahan Hak Milik Pembelajaran aktual di setiap lembaha dalam Yayasan Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus, termasuk Pondok Pesantren Ath-Thullab, didasarkan secara langsung

17 Aḥmad ibn al-Ḥusayn al-Aṣfiḥānī, al-Ghōyah wa al-Taqrīb (Kudus: Pondok Pesantren Ath-Thullab, 2019), https://al-maktaba.org/book/11370. 18 Aḥmad ibn ‗Abd al-Azīz al-Malībārī, Fatḥ al-Mu’īn bi Syarḥ Qurrotu al-‘Ayn bi Muhimmāt al-Dīn, 34. 19 Wahbah ibn al-Muṣṭōfā al-Zuḥaylī, al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu (Damaskus: Dār al-Fikr, 1989), 29, https://al-maktaba.org/book/33954.

145 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020


Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning

terhadap uraian kitab kuning.20 Karena itu, fiqh mu’āmalah baru mulai dipelajari di tingkat menengah. Di tahap define ini, peta fiqh mu’āmalah didasarkan secara langsung terhadap seluruh kitab kuning yang dipakai di tingkat menengah. Setiap kitab kuning memiliki perbedaan cakupan dan kedalaman ulasan terhadap ragam transaksi. Namun secara umum, dapat diperoleh kesamaan dalam tiga kategori berupa: prinsip dasar, unsur ḥukm, dan jenis transaksi. Prinsip dasar fiqh mu’āmalah berupa transaksi harus: berdasarkan kesepakatan bersama antar pelaku yang diungkap secara sadar, transparan, dan memperhatikan aspek keadilan. Unsur ḥukm dalam transaksi mencakup: ahliyyah (kapasitas ḥukm) berupa pelaku transaksi sudah pubertas dan waras; māl (kekayaan) berupa sesuatu yang berguna dan bernilai, bukan berupa barang ḥarōm (dilarang), maupun rincian kepemilikan sudah diketahui antar pelaku transaksi; milkiyyah (kepemilikan) menyangkut jenis, metode, dan cakupan kepemilikan; serta ‘aqd (kontrak) yang menjelaskan kerangka kerja hubungan ḥukm yang dibuat oleh pelaku transaksi dalam memanfaatkan kekayaan, seperti bai' (penjualan) dalam bentuk tatap muka atau jarak jauh, musyārokah (kemitraan) permanen maupun berjangka, serta ijāroh (penyewaan) benda atau jasa. Tabel 2. Kitab Kuning Fiqh di Lingkungan Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah Judul Kitab Kategori Pondok Pesantren Madrasah Tasywiquth Thullab Kuning Penyajian Ath-Thullab Salafiyyah (TBS) al-Ghōyah wa matn Sorogan (MTs) Pembelajaran Fiqh al-Taqrīb Musyāwaroh (MTs) (VII, VIII, dan MPA) Qurrotu almatn Pembelajaran Fiqh (IX)

‘Ayn Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb Fatḥ al-Mu'īn

syarḥ syarḥ

Sorogan (MA) Musyāwaroh (MA) Bandongan (semua santri)

Pembelajaran membaca kitab kuning (X – XII) Pembelajaran Fiqh (X – XII) Ujian membaca kitab kuning (XII)

Literasi finansial dalam kerangka kerja PISA dibagi ke dalam 3 domain: konten, proses, dan konteks.21 Domain konten adalah bidang yang harus dimengerti ketika terlibat transaksi finansial. Domain konten mencakup: uang dan transaksi, perencanaan dan pengelolaan finansial, risiko dan imbalan, serta lanskap finansial. Domain proses adalah sisi kognitif yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan dalam mengenali dan

20 Adib Rifqi Setiawan, ―Kurikulum Lokal Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus,‖ preprint (Open Science Framework, 27 April 2019), 20, https://doi.org/10.31219/osf.io/dcvum. 21 OECD. PISA 2018 Assessment and Analytical Framework. Paris: OECD Publishing, 26 April 2019, hlm. 119– 164. DOI: https://dx.doi.org/10.1787/b25efab8-en

Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

146


Adib Rifqi Setiawan

menerapkan

konsep

terkait

transaksi

serta

dalam

memahami,

menganalisis,

mempertimbangkan, mengevaluasi dan menyarankan solusi finansial. Domain proses mencakup: mengidentifikasi informasi finansial, menganalisis informasi dalam konteks finansial, mengevaluasi masalah finansial, serta menerapkan pengetahuan dan pemahaman finansial. Sementara domain konteks mengacu kepada situasi terkait penerapan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman finansial. Domain konteks mencakup pendidikan dan pekerjaan, rumah dan keluarga, individu, serta masyarakat.

Proses Konten

Konteks

Literasi Finansial Gambar 2. Kaitan antar Domain Literasi Finansial Konten uang dan transaksi mencakup kesadaran tentang ragam bentuk dan tujuan uang serta menangani transaksi moneter sederhana seperti pembayaran harian, pengeluaran, nilai uang, kartu bank, cek, rekening bank, dan mata uang. Konten perencanaan dan pengelolaan finansial mencakup pengetahuan dan kemampuan untuk memantau pemasukan dan pengeluaran serta untuk menggunakan pemasukan dan sumber daya lain yang tersedia dalam jangka pendek dan panjang guna meningkatkan kesejahteraan finansial. Konten risiko dan imbalan adalah bidang utama literasi finansial, yang menggabungkan kemampuan untuk mengidentifikasi cara mengelola, menyeimbangkan, dan mengatasi risiko serta pemahaman tentang potensi keuntungan atau kerugian finansial di berbagai konteks. Terdapat dua jenis risiko yang sangat penting dalam bidang ini. Yang pertama berkaitan dengan kerugian finansial yang tidak dapat ditanggung seseorang, seperti yang disebabkan oleh bencana atau biaya berulang. Yang kedua adalah risiko yang melekat pada produk finansial, seperti perjanjian kredit dengan suku bunga variabel, atau produk investasi. Konten lanskap finansial berkaitan dengan karakter dan fitur dunia finansial, yang mencakup pengetahuan hak dan tanggung jawab konsumen di pasar finansial maupun dalam lingkungan finansial umum, serta implikasi utama dari kontrak finansial. Sumber daya informasi dan peraturan Ḽukm juga merupakan topik yang terkait dengan bidang konten

147 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020


Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Muâ€™Ä malÄ t Berbasis Kitab Kuning

lanskap finansial. Dalam arti luas, lanskap finansial menggabungkan pemahaman tentang konsekuensi dari perubahan kondisi ekonomi dan kebijakan publik, seperti perubahan tingkat suku bunga, inflasi, dan perpajakan. Proses mengidentifikasi informasi finansial digunakan ketika orang mencari dan mengakses sumber informasi finansial, serta mengidentifikasi kaitannya dengan kebutuhan. Informasi ini dapat berbentuk teks cetak seperti kontrak kerja atau digital semisal iklan. Contoh yang mungkin biasa dialami ialah fitur nota dan faktur pembelian serta laporan saldo dalam rekening bank. Proses menganalisis informasi dalam konteks finansial termasuk menafsirkan, membandingkan, menyintesis, dan mengekstrapolasi informasi yang tersedia. Proses ini melibatkan pengenalan terhadap informasi yang tidak eksplisit, seperti mengidentifikasi asumsi yang mendasari atau implikasi dari masalah tertentu dalam konteks finansial. Contoh paling mudah ialah membandingkan ketentuan yang ditawarkan oleh penyedia layanan jaringan yang berbeda. Proses mengevaluasi masalah finansial mencakup mengenali atau membangun justifikasi dan penjelasan finansial serta menggunakan pengetahuan dan pemahaman finansial yang diterapkan dalam konteks tertentu. Proses ini melibatkan penjelasan, penilaian, dan generalisasi informasi yang tersedia. Karena itu, dalam proses ini diperlukan pemikiran kritis dalam memahami dan membentuk pandangan tentang masalah finansial. Proses menerapkan pengetahuan dan pemahaman finansial berfokus kepada mengambil tindakan yang efektif dalam pengelolaan finansial berdasarkan pemahaman produk, konteks, dan konsep terkair. Proses ini tercermin dalam kegiatan yang melibatkan perhitungan dan penyelesaian masalah, yang seringkali harus mempertimbangkan kondisi tertentu. Contoh dari proses ini adalah menghitung besaran bunga kredit pembelian barang. Konteks pendidikan dan pekerjaan termasuk memahami slip pembayaran, merencanakan menabung untuk pendidikan tinggi, menyelidiki manfaat dan risiko ikutserta dalam skema tabungan di lembaga pendidikan atau tempat kerja. Konteks rumah dan keluarga termasuk masalah finansial yang berkaitan dengan biaya yang diperlukan untuk menjalankan rumah tangga seperti membeli perabotan rumah tangga atau belanjaan keluarga, menyimpan catatan pengeluaran keluarga, serta membuat rencana penganggaran dan prioritas pengeluaran.

Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

148


Adib Rifqi Setiawan

Konteks individual mencakup masalah seperti membuka rekening bank, membeli barang konsumsi pribadi, mengeluarkan uang untuk kegiatan pribadi, maupun urusan dengan layanan finansial yang terkait, seperti kredit dan asuransi. Konteks masyarakat mencakup hal-hal seperti hak dan tanggung jawab konsumen, pajak, dan retribusi daerah, kepentingan bisnis, serta daya beli konsumen. Pilihan finansial seperti menyumbang ke organisasi nirlaba dan lembaha amal juga dapat dimasukkan ke dalam konteks ini. Berdasarkan ulasan yang disajikan, dapat dikatakan bahwa bentuk paduan fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial ialah fiqh mu’āmalāt muncul untuk memperkaya perspektif literasi finansial, sementara indikator literasi finansial dipakai agar pembiasaan melaksanakan ketentuan fiqh mu’āmalāt bisa tepat guna. Paduan keduanya secara langsung dapat digunakan untuk mewujudkan maqōṣid syarī’āt (beberapa tujuan syarī’āt), terutama dalam aspek menjaga kekayaan (yaḥfaẓ al-māl), supaya dapat menghilangkan bahaya (yuzāl al-ḍoror) yang dialami ketika terlibat transaksi.22 Tahap Design Tahap design dimulai dengan menyusun instrumen penilaian pembelajaran. Pilihan ini diambil karena hasil belajar berupa literasi finansial sebagai sudah ditentukan, sehingga lebih tepat kalau instrumen penilaian pembelajaran disusun lebih dahulu. Dengan acuan penilaian tersebut, kemudian ditentukan proses pembelajaran yang harus dialami oleh pelajar. Agar tujuan proses tersebut selaras dengan hasil yang diharapkan, kami turut menyusun lembar kerja siswa (LKS). LKS juga berguna untuk memudahkan pelaksanaan sekaligus mengevaluasi proses pembelajaran. Langkah terakhir tahap design ini ialah menyusun program pembelajaran, yang dibuat berdasarkan hasil yang diharapkan dan proses yang memungkinkan untuk dilaksanakan. Instrumen penilaian pembelajaran yang dipakai dalam penyusunan ini diadaptasi dari Instrumen Penilaian Pembelajaran Fiqh Mu'āmalāt Berorientasi Literasi Finansial yang disusun oleh Adib Rifqi Setiawan.23 Instrumen ini dipilih karena ujicoba yang telah dilakukan memberi hasil berupa keseluruhan soal dapat dipakai dengan nilai keandalan sebesar 0,763. Instrumen 22 Abū Ḥāmid Muḥammad ibn Muḥammad al-Ghozālī, al-Mustaṣfā min ‘Ilm al-Uṣūl (Beirut Lebanon: Dar alKotob Al-Ilmiyah, 1993), 174, https://al-maktaba.org/book/5459; Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī, alAsybah wa al-Naẓō’ir (Beirut Lebanon: Dar al-Kotob Al-Ilmiyah, 1990), 83, https://al-maktaba.org/book/21719. 23 Adib Rifqi Setiawan, ―Instrumen Penilaian Pembelajaran Fiqh Mu‘āmalāt Berorientasi Literasi Finansial,‖ Eklektik : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan 2, no. 2 (30 Desember 2019): 258–72, https://doi.org/10.24014/ekl.v2i2.8117.

149 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020


Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning

tersebut disusun dalam tes objektif beralasan untuk menghindari kesubjektifan dalam memeriksa jawaban, mengurangi kesulitan dalam memberikan skor, serta meminimalisir waktu pengoreksian instrumen. Selain itu, dalam urusan finansial, biasanya seseorang sudah memiliki beberapa pilihan dalam membuat keputusan. Keberadaan pilihan jawaban dipakai untuk membiasakan pelajar untuk membuat keputusan berdasarkan beberapa pilihan. Penambahan alasan dipakai untuk mengurangi peluang menjawab sekaligus membiasakan untuk tidak bertindak secara spekulatif. Sehingga keberadaan alasan dalam penilaian bisa dijadikan faktor tebakan (koefisien penilaian). Dengan demikian, penilaian setiap butir soal dilakukan menggunakan persamaan berikut:24 (Persamaan 1) keterangan: = nilai setiap butir soal (skor 0–2) = skor setiap butir pilihan jawaban (nilai 0–1) = skor faktor tebakan setiap butir soal (nilai 0–2) Skor 2 1 0 0

Tabel 3. Klasifikasi Faktor Tebakan Bentuk Uraian Alasan terkait serta mendukung jawaban yang dipilih Alasan terkait tanpa mendukung jawaban yang dipilih Alasan tidak terkait dengan jawaban yang dipilih Alasan tidak disampaikan Sumber: Setiawan, Instrumen Penilaian Pembelajaran, 201925

Persamaan 1 dan tabel 3 menunjukkan bahwa setiap pilihan jawaban dan alasan dapat memiliki skor sendiri. Skor faktor tebakan dapat maksimal selama alasan terkait serta mendukung jawaban yang dipilih. Namun, karena jawaban yang dipilih salah, nilai yang diperoleh dapat bernilai 0 akibat mengalami operasi perkalian. Begitu pula sebaliknya. Konten literasi finansial : Lanskap finansial Proses literasi finansial : Mengevaluasi masalah finansial Konteks literasi finansial : Masyarakat Topik fiqh mu'āmalāt : Mudhōrobah Soal : Rosé yang merupakan nasabah Bank BlackPink menerima surel berikut: Nasabah Bank BlackPink yang terhormat Terdapat kesalahan di server kami dan detail login e-banking Anda telah hilang. Akibanya, Anda tidak memiliki akses e-banking. 24 25

Setiawan, 258. Setiawan, 258.

Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

150


Adib Rifqi Setiawan

Yang harus Anda perhatikan adalah akun Anda tidak lagi aman. Silakan klik tautan berikut dan lengkapi informasi sesuai petunjuk untuk memulihkan akses: https://bankblackpink.com/ 10. Tanggapan yang harus segera dilakukan oleh Rosé terhadap surel tersebut ialah .... A. Membalas pesan berupa rincian detail login e-banking miliknya. B. Menghubungi Bank BlackPink untuk menanyakan tentang pesan surel. C. Mengikuti saran yang dipersilakan oleh pesan surel. D. Menanyakan pesan tersebut lebih lanjut melalui surel. Alasan: ____________________________________________________________ ___________________________________________________________________ Gambar 3. Contoh Butir Soal yang Disusun Sumber: Setiawan, Instrumen Penilaian Pembelajaran, 201926 Sampel soal yang disajikan melalui gambar 1 terkait dengan konten lanskap finansial dalam konteks masyarakat. Hal ini karena internet banking adalah bagian dari transaksi finansial yang memiliki banyak fitur dengan ruang lingkup lebih luas daripada urusan pribadi. Proses terkait soal tersebut ialah mengevaluasi masalah finansial karena pelajar harus mengevaluasi pilihan yang disajikan dan mengenali saran yang lebih menguntungkan atau tidak lebih merugikan untuk diambil. Topik fiqh mu'āmalāt dalam sampel soal tersebut ialah transaksi model mudhōrobah. Transaksi ini bersifat lebih umum daripada waḍī’ah, walau untuk remaja terdapat program perbankan yang sekilas tampak menerapkan ‘aqd waḍī’ah seiring ketiadaan biaya administrasi dan bunga bank, seperti BNI Taplus Anak dari BNI. Melalui soal tersebut, pelajar dituntut untuk cakap dalam menganalisis produk finansial sebagai bahan mengambilkeputusan ketika menghadapi masalah terkait, seperti penipuan atas nama bank yang disajikan melalui soal. Dari sisi pembelajaran, kegiatan yang menunjang ke arah tersebut ialah kajian tentang beberapa ‘aqd terkait, seperti mudhōrobah dan waḍī’ah serta posisi bunga bank, biaya administrasi, serta pajak dalam ruang lingkup ribā. Kegiatan tersebut dapat diwujudkan dengan multi-model yang selama ini telah mengakar diterapkan di pondok pesantren, yakni: bandongan (ceramah atau lecture) untuk memberi uraian secara utuh terkait dasar fiqh mu’āmalāt tertentu; sorogan agar dapat melatih pelajar dalam mengomunikasikan hasil kajian terhadap topik tersebut, serta musyāwaroh (baḥts al-masā’il, problem-based learning, atau casebased learning) guna membiasakan pelajar terampil dalam mengambil keputusan ketika menghadapi masalah atau kasus tertentu.27

Setiawan, 258. Syarofis Siayah, ―A Brief Explanation of Basic Science Education | Request PDF,‖ ResearchGate, diakses 1 Maret 2020, https://www.researchgate.net/publication/336162979. 26 27

151 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020


Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning

Tabel 4. Matriks Fiqh Mu'āmalāt dan Literasi Finansial untuk Instrumen Penilaian No. Soal Domain Literasi Finansial Aspek Fiqh Konten Proses Konteks Mu'āmalāt 1–3 Uang dan transaksi Mengidentifikasi Individu Istiṣnā’ informasi finansial 4 Risiko dan Menganalisis informasi Pendidikan dan Ijāroh 5–6 imbalan dalam konteks pekerjaan Musyārokah finansial 7 Perencanaan dan Menerapkan Rumah dan Ijāroh 8–9 pengelolaan pengetahuan dan keluarga Murōbaḥah finansial pemahaman finansial 10–12 Lanskap finansial Mengevaluasi masalah Masyarakat Mudhōrobah finansial Sumber: Setiawan, Instrumen Penilaian Pembelajaran, 201928 Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, pelajar diberi LKS yang memuat langkah sesuai dengan indikator yang dibekalkan. Dengan demikian LKS bisa menuntun pelajar untuk mencapai hasil belajar yang telah ditetapkan. Secara rinci, LKS diberikan untuk meminta pelajar mengembangkan ulasan yang disampaikan melalui bandongan sebagai bahan menyiapkan sorogan (individual) serta musyāwaroh (kelompok). Secara urut, LKS disusun berdasarkan alur penuturan al-Ghōyah wa al-Taqrīb. Alur ini dipilih agar pembelajaran sorogan kitab kuning serta musyāwaroh naḥwiyyah, ṣorfiyyah, dan fiqhiyyah yang telah dilakukan tidak perlu mengalami perubahan. Karena uraian yang disampaikan dalam al-Ghōyah wa al-Taqrīb cukup singkat, melalui LKS pelajar juga diarahkan agar mengelaborasi lebih lanjut melalui referensi lain, seperti Qurrotu al-‘Ayn, Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb, Kifāyat al-Akhyār, Fatḥ al-Mu'īn, Nihāyatu al-Zayn, Ḥāsyiyat al-Bājūrī ‘alā Ibn Qōsim al-Ghōzī, I'ānatu al-Ṭōlibīn, dan al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu. Pembiasaan elaborasi juga dimaksudkan agar pelajar terbiasa membaca uraian secara utuh dan menyeluruh dari beragam referensi. Tahap Develop Rancangan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS tersebut kemudian dianalisis keabsahan dan keandalannya di tahap develop sebagai bahan menyusun program pembelajaran. Walau instrumen penilaian pembelajaran yang diapakai adalah hasil susunan yang sudah ada, tapi kami menganggap perlu dilakukan validasi dan ujicoba kembali agar lebih selaras dengan keadaan yang dihadapi. Keabsahan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS ditentukan 28

Setiawan, ―Instrumen Penilaian Pembelajaran Fiqh Mu‘āmalāt Berorientasi Literasi Finansial,‖ 258.

Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

152


Adib Rifqi Setiawan

berdasarkan validasi pakar.29 Validasi dilakukan terhadap keselarasan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS dengan program yang dikembangkan, kesesuaian indikator dengan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS, ketepatan jawaban dengan pertanyaan dalam instrumen penilaian pembelajaran dan LKS, serta kecocokan tingkat pendidikan dengan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS. Kriteria untuk pakar tersebut berupa akademisi dengan bidang kepakaran fiqh mu’āmalāt (Pakar-1), finansial (Pakar-2) dan pembelajaran pendidikan menengah (Pakar-3) serta praktisi profesional bidang finansial (Pakar-4) dan terkait bahasa (Pakar-5). Instrumen yang dipakai untuk mengukur keabsahan ialah lembar validasi butir pernyataan. Lembar tersebut diberi skor menggunakan skala Likert. 30 Kelebihan skala Likert sebagai pengukur tanggapan secara verbal maupun numerik terhadap kuesioner, dapat memberi nilai kuantitatif dalam rentang spektrum yang panjang. Sedangkan kekurangannya berupa sikap terdistribusi secara normal ke dalam lima kategori persetujuan. Memperhatikan kelebihan dan kekurangan, skala Likert dipilih karena hasilnya dapat diolah baik secara statistik maupun desktriptif. Letak kekurangan berupa pembagian tingkat persetujuan ke dalam lima kategori diatasi dengan menggunakan tujuh tingkat secara numerik. Nilai keabsahan (validity) ditentukan berdasarkan penilaian pakar terhadap ketepatan antara rancangan dan indikator, pertanyaan dan jawaban, serta soal dengan subjek sasaran. 31 Hasil validasi berupa penilaian numerik skala 7 terhadap setiap butir pernyataan yang diolah menggunakan persamaan 2, kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel 5, yakni dapat digunakan kalau memenuhi kriteria ‗sangat layak‘ atau ‗cukup layak‘.32 (Persamaan 2) keterangan: = Nilai setiap butir pernyataan = jumlah butir pernyataan

= skor setiap butir pernyataan

29 Jack R. Fraenkel & Norman E. Wallen, How To Design And Evaluate Research In Education ( 7th Ed.) [ 2009], 2009, 148, http://archive.org/details/methodology-alobatnic-libraries. 30 Likert Rensis, A Technique for the Measurement of Attitudes, 140 (New York: New York University, 1932), 55, https://legacy.voteview.com/pdf/Likert_1932.pdf. 31 Jack R. Fraenkel dan Norman E. Wallen, How to Design and Evaluate Research in Education (McGraw-Hill, 2006), 148. 32 Adib Rifqi Setiawan, ―Penyusunan Program Pembelajaran Biologi Berorientasi Literasi Saintifik,‖ Seminar Nasional Sains & Entrepreneurship 1, no. 1 (14 Oktober 2019): 2–4, http://conference.upgris.ac.id/index.php/snse/article/view/255.

153 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020


Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning

No. 1 2 3

Tabel 5. Penafsiran Penilaian Keabsahan Instrumen Rentang Rerata Penilaian Numerik Pakar (%) Kriteria Kelayakan Sangat layak Cukup layak Tidak layak Sumber: Setiawan, Penyusunan Program Pembelajaran, 201933 Sementara untuk mengukur keandalan (reliability), dipakai rancangan yang telah

diperbaiki berdasarkan lembar validasi. Keandalan instrumen penilaian pembelajaran dan lembar kerja siswa ditentukan berdasarkan konsistensi internal (internal consistency). Konsistensi internal biasanya diukur dengan alfa Cronbach (α), salah satu cara statistik untuk mengetahui korelasi berpasangan antar butir pertanyaan atau pernyataan, yang dapat dihitung menggunakan persamaan Kuder-Richardson Approaches (KR20) berikut:34 (

)

(Persamaan 3)

keterangan: = koefisien alfa = jumlah butir pernyataan = simpangan baku setiap butir = simpangan baku semua Persamaan 3 mengungkap bahwa alfa Cronbach adalah fungsi dari jumlah butir pernyataan serta simpangan baku setiap butir dan keseluruhan. Ini menunjukkkan bahwa nilai alfa Cronbach dapat meningkat ketika interelasi antar butir meningkat. Karena itu, dapat dipakai untuk memperkirakan konsistensi internal sebagai nilai numerik keandalan skor instrumen penilaian pembelajaran dan lembar kerja siswa. Persamaan 3 juga bermakna bahwa dibutuhkan uji coba. Hasil ujicoba dapat ditafsirkan berdasarkan tabel 6, yakni dapat dipakai kalau nilai koefisien alfa lebih besar dari 0,70.35 Dalam melaksanakan ujicoba tersebut kami memilih partisipan sebanyak 50 pelajar. Keseluruhan partisipan ujicoba dipilih menggunakan teknik convenience sampling untuk menghemat tenaga karena kami terlibat sebagai pemandu pembelajaran aktual partisipan.36 No. 1 2 3 4

Tabel 6. Penafsiran Penilaian Keandalan Instrumen Nilai Alfa Cronbach Kategori Keandalan α Luar biasa α Baik α Dapat diterima α Dipertanyakan

Setiawan, 5. Lee J. Cronbach, ―Coefficient Alpha and the Internal Structure of Tests,‖ Psychometrika 16, no. 3 (1 September 1951): 300, https://doi.org/10.1007/BF02310555. 35 Fraenkel dan Wallen, How to Design and Evaluate Research in Education, 157–58. 36 Osvaldo F. Morera dan Sonya M. Stokes, ―Coefficient α as a Measure of Test Score Reliability: Review of 3 Popular Misconceptions,‖ American Journal of Public Health 106, no. 3 (17 Februari 2016): 459, https://doi.org/10.2105/AJPH.2015.302993; Fraenkel dan Wallen, How to Design and Evaluate Research in Education, 101. 33 34

Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

154


Adib Rifqi Setiawan

5 6

α α

Rendah Tidak dapat diterima

Hasil dari tahap develop berupa validasi pakar dan ujicoba digunakan sebagai bahan penyusunan program pembelajaran dalam bentuk silabus. Berdasarkan pertimbangan prioritas pembahasan, tingkat penalaran, serta struktur kurikulum, sasaran program pembelajaran ialah pelajar yang sudah mengalami pembelajaran fiqh ‘ibādāt. Dalam bentuk aktual, sasaran tersebut tampak secara langsung mengarah kepada santri yang memasuki tahun ketiga di pondok pesantren. Namun, tidak menutup kemungkinan santri atau siswa di luar himpunan tersebut masuk ke dalam sasaran program pembelajaran. Yang jelas, program pembelajaran memerlukan rentang waktu paling sedikit satu semester serta alokasi wajar yang diperlukan ialah dua semester. Kaitan antara silabus dengan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS mewujud dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP, lesson plan). Selanjutnya instrumen penilaian pembelajaran, LKS, dan RPP dapat disebarkan secara luas dalam satu paket perangkat pembelajaran atau terpisah. Satu paket yang dimaksud ialah digunakan seutuhnya berdasarkan kerja kami. Sedangkan terpisah berarti hanya diambil seperlunya, seperti instrumen penilaian pembelajaran untuk mengukur profil literasi finansial pelajar. Keterbatasan tenaga membuat kami tidak melakukan penyebaran secara luas yang merupakan tahap terakhir berupa disseminate. Tabel 7. Hasil Validasi Pakar terhadap Instrumen Penilaian Pembelajaran No. Soal Skor Setiap Pakar Skor Keseluruhan Kriteria Kelayakan 1 2 3 4 5 1 7 6 5 3 3 69 Cukup Layak 2 5 6 6 7 4 80 Sangat Layak 3 5 7 6 3 3 69 Cukup Layak 4 5 6 6 5 3 71 Sangat Layak 5 5 3 7 2 3 57 Cukup Layak 6 4 6 7 5 5 77 Sangat Layak 7 5 5 7 7 4 80 Sangat Layak 8 6 6 4 4 5 71 Sangat Layak 9 6 6 4 3 7 74 Sangat Layak 10 6 5 6 3 4 69 Cukup Layak 11 6 5 6 3 3 66 Cukup Layak 12 6 6 6 3 5 74 Sangat Layak

155 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020


Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning

SIMPULAN Dapat dikatakan bahwa fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial dapat dipadukan. Bentuk paduan fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial ialah fiqh mu’āmalāt muncul untuk memperkaya perspektif literasi finansial, sementara indikator literasi finansial dipakai agar pembiasaan melaksanakan ketentuan fiqh mu’āmalāt bisa tepat guna. Paduan keduanya secara langsung dapat digunakan untuk mewujudkan maqōṣid syarī’āt (beberapa tujuan syarī’āt), terutama dalam aspek menjaga kekayaan (yaḥfaẓ al-māl), supaya dapat menghilangkan bahaya (yuzāl al-ḍoror) yang dialami ketika terlibat transaksi. Karena itu, dapat disusun program pembelajaran yang memadukan fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial. Berdasarkan pertimbangan prioritas pembahasan, tingkat penalaran, serta struktur kurikulum, sasaran program pembelajaran ialah pelajar yang sudah mengalami pembelajaran fiqh ‘ibādāt. Program pembelajaran tersebut memerlukan rentang waktu paling sedikit satu semester untuk mempelajari ragam transaksi dalam kategori penjualan, penyimpanan, peminjaman, penyewaan, penjaminan, pemberian, dan penemuan. Seluruh ragam transaksi tersebut dipelajari dari sisi fiqh mu’āmalāt mencakup prinsip dasar, unsur ḥukm, dan jenis transaksi, serta dari sisi literasi finansial meliputi konten, proses, dan konteks. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, pelajar diberi LKS yang memuat langkah sesuai dengan indikator yang dibekalkan, guna menuntun pelajar untuk mengelaborasi lebih lanjut supaya bisa mencapai hasil belajar yang telah ditetapkan. Hasil belajar diukur menggunakan instrumen penilaian pembelajaran yang disusun berdasarkan indikator literasi finansial dengan diperkaya topik fiqh mu’āmalāt. Kami menganggap bahwa kerja yang kami lakukan ini masih perlu dilanjutkan. Apalagi Keterbatasan tenaga membuat kami tidak melakukan penyebaran secara luas (disseminate) yang merupakan tahap terakhir dalam metode riset model 4D. Karena itu, diharapkan penyusunan program ini tidak dianggap final, sehingga perlu dilakukan perbaikan berlanjut. UCAPAN TERIMA KASIH Rasa terima kasih untuk seluruh warga Pondok Pesantren Ath-Thullab, Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus berkat kesempatan pembelajaran yang diberikan; Syarofis Siayah dari Pondok Pesantren Yanaabii‘ul Quran Kudus, Arij Zulfi Mufassaroh dari Madrasah Annajah Yamra Merauke; Ahmad Ulul Albab dari Yayasan Ar-Risalah Jakarta Timur; Muflih Muhammad Mahiry dari Universitas Islam Indonesia (UII) Sleman; serta Khoirul Umam, Muhammad Fahmil Huda, dan Nurtsalits Fahman Mughni dari Pondok Pesantren Ath-Thullab Kudus atas bantuan teknis; maupun Wahyu Eka Saputri yang memberi dorongan psikis untuk melakukan riset. ИOLZΛ!

Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

156


Adib Rifqi Setiawan

REFERENSI Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī. al-Asybah wa al-Naẓō’ir. Beirut Lebanon: Dar al-Kotob Al-Ilmiyah, 1990. https://al-maktaba.org/book/21719. ‗Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī. Itmam al-Dirōyāt li Qurrō’ al-Nuqōyat. Beirut Lebanon: Dar al-Kotob Al-Ilmiyah, 1985. https://al-maktaba.org/book/10733/66#p1. Abū Bakr ibn Muḥammad al-Ḥuṣnī. Kifāyat al-Akhyār. Damaskus: Dār al-Fikr, 1994. https://al-maktaba.org/book/6140. Abū Bakr ‗Utsman ibn Muḥammad al-Dimyāṭī. I’ānatu al-Ṭōlibīn. Beirut Lebanon: Dār al-Fikr, 1997. https://al-maktaba.org/book/33983. Abū Ḥāmid Muḥammad ibn Muḥammad al-Ghozālī. al-Mustaṣfā min ‘Ilm al-Uṣūl. Beirut Lebanon: Dar al-Kotob Al-Ilmiyah, 1993. https://al-maktaba.org/book/5459. Aḥmad ibn ‗Abd al-Azīz al-Malībārī. Fatḥ al-Mu’īn bi Syarḥ Qurrotu al-‘Ayn bi Muhimmāt al-Dīn. Beirut Lebanon: Dār al-Khoir, 2005. https://al-maktaba.org/book/6140. Aḥmad ibn al-Ḥusayn al-Aṣfiḥānī. al-Ghōyah wa al-Taqrīb. Kudus: Pondok Pesantren AthThullab, 2019. https://al-maktaba.org/book/11370. Cronbach, Lee J. ―Coefficient Alpha and the Internal Structure of Tests.‖ Psychometrika 16, no. 3 (1 September 1951): 297–334. https://doi.org/10.1007/BF02310555. Fraenkel, Jack R., dan Norman E. Wallen. How to Design and Evaluate Research in Education. McGraw-Hill, 2006. Jack R. Fraenkel & Norman E. Wallen. How To Design And Evaluate Research In Education ( 7th Ed.) [ 2009], 2009. http://archive.org/details/methodology-alobatnic-libraries. Kementerian Sekretariat Negara RI. ―Sambutan Presiden RI Pd Strategi Nasional Literasi Keuangan, tgl Nov 19 . 2013 , di JCC Selasa, 19 November 2013.‖ Jakarta Pusat: Kementerian

Sekretariat

Negara

Republik

Indonesia,

2013.

https://www.setneg.go.id/baca/index/sambutan_presiden_ri_pd_strategi_nasional_li terasi_finansial_tgl_19_nov_2013_di_jcc. Morera, Osvaldo F., dan Sonya M. Stokes. ―Coefficient α as a Measure of Test Score Reliability: Review of 3 Popular Misconceptions.‖ American Journal of Public Health 106, no. 3 (17 Februari 2016): 458–61. https://doi.org/10.2105/AJPH.2015.302993. Muḥammad ibn Aḥmad al-Maḥallī, dan ‗Abd al-Raḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī. Tafsīr alJalālayn. Cairo: Dār al-Ḥadīts, 2010. https://al-maktaba.org/book/12876/1618.

157 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020


Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning

Muḥammad ibn Qāsim al-Ghozī. Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb. Beirut Lebanon: Dār ibn Ḥazm, 2005. https://al-maktaba.org/book/33949. Muḥammad Nawāwī ibn ‗Umar al-Bantānī. Nihāyatu al-Zayn. Beirut Lebanon: Dār al-Fikr, 2008. https://al-maktaba.org/book/6146. ―National Strategies for Financial Education: OECD/INFE Policy Handbook - OECD.‖ Paris:

OECD

Publishing,

2015.

https://www.oecd.org/daf/fin/financial-

education/national-strategies-for-financial-education-policy-handbook.htm. Nong Darol Mahmada. ―Membangun Fikih yang Pro-Perempuan.‖ Http://linkis.com/ssfSZ. Tempo, 2001. https://majalah.tempo.co/read/81720/membangun-fikih-yang-properempuan. Nurcholis, Madjid. Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan. 6 ed. Jakarta: Paramadina Grup, 2016. Octavia, Lanny. Pendidikan karakter berbasis tradisi pesantren: referensi untuk para guru, ustadz, pendidik, orang tua, dan mahasiswa pendidikan: kumpulan bahan ajar. Pejaten, Jakarta: Renebook, 2014. ―OECD & ADB. Education in Indonesia: Rising to the Challenge.‖ Paris: OECD Publishing, 2015.

https://www.adb.org/sites/default/files/publication/156821/education-

indonesia-rising-challenge.pdf. ―OECD. PISA 2018 Assessment and Analytical Framework.‖ Paris: OECD Publishing, 2018. https://dx.doi.org/10.1787/b25efab8-en. ―OECD. Recommendation on Principles and Good Practices for Financial Education and Awareness.‖ Paris: Directorate for Financial and Enterprise Affairs, 2005. http://www.oecd.org/finance/financial-education/35108560.pdf. ―OJK. Strategi Nasional Literasi Finansial Indonesia (revisit 2017).‖ Jakarta Pusat: Otoritas Jasa

Finansial

(OJK),

2017.

https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-

kegiatan/publikasi/Pages/Strategi-Nasional-Literasi-Finansial-Indonesia-(Revisit2017)-.aspx. ―PISA 2018 Assessment and Analytical Framework.‖ Text, 2018. https://www.oecdilibrary.org/education/pisa-2018-assessment-and-analytical-framework_b25efab8-en. Rensis, Likert. A Technique for the Measurement of Attitudes. 140. New York: New York University, 1932. https://legacy.voteview.com/pdf/Likert_1932.pdf.

Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

158


Adib Rifqi Setiawan

Setiawan, Adib Rifqi. ―Instrumen Penilaian Pembelajaran Fiqh Mu‘āmalāt Berorientasi Literasi Finansial.‖ Eklektik : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan 2, no. 2 (30 Desember 2019): 258–72. https://doi.org/10.24014/ekl.v2i2.8117. ———. ―Kurikulum Lokal Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus.‖ Preprint. Open Science Framework, 27 April 2019. https://doi.org/10.31219/osf.io/dcvum. ———. ―Penyusunan Program Pembelajaran Biologi Berorientasi Literasi Saintifik.‖ Seminar Nasional

Sains

&

Entrepreneurship

1,

no.

1

(14

Oktober

2019).

http://conference.upgris.ac.id/index.php/snse/article/view/255. Syarofis Siayah. ―A Brief Explanation of Basic Science Education | Request PDF.‖ ResearchGate.

Diakses

1

Maret

2020.

https://www.researchgate.net/publication/336162979. Thiagarajan, Sivasailam, dan And Others. Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children: A Sourcebook. Council for Exceptional Children, 1920 Association Drive,

Reston,

Virginia

22091

(Single

Copy,

$5,

1974.

https://eric.ed.gov/?id=ED090725. Umar, Nasaruddin. Ketika Fikih Membela Perempuan. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2014. Wahbah ibn al-Muṣṭōfā al-Zuḥaylī. al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu. Damaskus: Dār al-Fikr, 1989. https://al-maktaba.org/book/33954. Wahid, Abdurrahman. Islamku Islam Anda Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi. Jakarta

Pusat:

The

Wahid

Institute,

2006.

https://archive.org/details/abdurrahmanwahid--islamkuislamandaislamkita2006.

159 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.