ALSA Indonesia Legal Review Competition 2020 Selected Paper

Page 1

SELECTED PAPERS

ALSA INDONESIA LEGAL REVIEW COMPETITION 2020

Find out more alsa-indonesia.org


PENETAPAN HARGA MELALUI ALGORITMA MENURUT HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA Julienna Hartono dan Julianda Rosyadi Universitas Airlangga

PENDAHULUAN

Latar Belakang Digitalisasi telah masuk ke berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam aktivitas ekonomi masyarakat. Aktivitas ekonomi secara digital makin banyak dilakukan

masyarakat

saat

Pembatasan Sosial Berskala Besar

(PSBB)

diberlakukan.1 Bahkan, aktivitas ini diperkirakan akan bertahan dan terus tumbuh setelah pandemi selesai. 2 Oleh karena itulah penting untuk dilakukan berbagai kajian mengenai hukum seputar ekonomi digital ini. Bagian utama dari aktivitas ekonomi digital adalah jual beli, sedangkan harga adalah unsur esensialia dari jual beli.3 Di dalam aktivitas jual beli konvensional, harga ditentukan oleh penjual sebagai naturlijke persoon. Sementara itu, dalam aktivitas jual beli secara digital, penentuan harga dapat diserahkan pada algoritma. Sebuah perusahaan dapat menggunakan algoritma untuk menentukan harga dengan melihat berbagai data seperti tren dan harga pesaing. Selanjutnya, algoritma akan menentukan harga paling optimal untuk produk perusahaan tersebut untuk saat tertentu dan kondisi tertentu. Inilah yang disebut algoritma harga.4

1 Agustin Setyo Wardani, “Ini Tren Belanja Online Orang Indonesia saat PSBB”, https:// www.liputan6.com/tekno/read/4249012/ini-tren-belanja-online-orang-indonesia-saat-psbb, diakses 16 Oktober 2020. 2 Rumi, “Menarik, 6 Prediksi Dunia Pasca Corona”, https://accurate.partners/news/ menarik-6-prediksi-dunia-pasca-corona/, diakses 16 Oktober 2020. 3 Subekti, 2010, Hukum Perjanjian, Cet. XXIII, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.79. 4 “A pricing algorithm is a quantum leap from fixed pricing, mark up to mark down and simplistic cost-plus calculations. A sophisticated price algorithm is a customised heuristic, integrated within a pricing system. Furthermore, it enables a pricing team to implement and adjust differentiated price strategies across many different products and customer segments.” dalam Taylor Wells, “Leadership Guide to Machine Learning Pricing Algorithms”, https://taylorwells.com.au/machine-learning-pricing-algorithms/, diakses pada 16 Oktober 2020.

1


Setidaknya ada dua perusahaan besar yang di dalam websitenya menyatakan penggunaan algoritma harga, yaitu Airbnb dan Grab.5 Airbnb menggunakan algoritma harga untuk menentukan penawaran harga untuk setiap penginapan yang tersedia. Algoritma harga Airbnb mempertimbangkan banyak hal seperti popularitas sampai dengan review pengguna. Sementara Grab menjelaskan bahwa jumlah pengguna, tingkat kemacetan, dan kejadian tertentu dapat mempengaruhi harga/biaya layanan. Dari sisi produsen, seperti Airbnb dan Grab, algoritma sangat membantu untuk merespon kondisi pasar dengan sangat cepat dan efisien.6 Pada dasarnya dari sini seharusnya akan terlihat juga keuntungan untuk konsumen: efisiensi produksi seharusnya terefleksi pada harga yang kompetitif. Potensi efek positif di atas lahir bersamaan dengan kemungkinan adanya potensi efek negatifnya: penyalahgunaan algoritma. Penyalahgunaan algoritma ini dapat berupa penetapan harga (price fixing), penjualan di bawah harga pasar (predatory pricing), penetapan harga jual kembali (resale price maintenance), dan tindakan anti persaingan lainnya. Tulisan ini secara khusus akan membahas penyalahgunaan algoritma untuk penetapan harga ditinjau dari hukum persaingan usaha di Indonesia. Beberapa perusahaan di Indonesia sudah menggunakan algoritma. Hal ini dibuktikan ketika Kementerian Perhubungan menentukan tarif minimum, aplikator ojek daring menyatakan, “kami akan menyesuaikan aspek teknologi, seperti algoritma dan GPS sesuai dengan skema tarif yang baru.”7 Pemerintah sendiri telah menyadari penggunaan algoritma di Indonesia. Hal ini terlihat saat Pemerintah meminta aplikator ojek daring untuk membuat algoritma khusus terkait protokol

5 Lihat https://www.grab.com/sg/blog/news/askgrab-pricing/ (Grab) dan https://blog. atairbnb.com/smart-pricing/ (Airbnb) 6 Sebelum ada algoritma, semua analisis dilakukan manual dan membutuhkan sumber daya yang cukup banyak. Algoritma memangkas banyak hal dan memberikan hasil yang lebih cepat dan akurat. Efisiensi ini akan berefek pada harga produksi yang lebih rendah dan kemudian terefleksi pada harga yang lebih murah. Efek ini disebut OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) sebagai supply side efficiencies. Lihat OECD, Algorithms and Collusion: Competition Policy in the Digital Age, http://www.oecd.org/competition/algorithms-collusioncompetition-policy-in-the-digital-age.htm, diakses 29 September 2020. 7 Monica Wareza, “Siap-siap! September, Tarif Ojol Naik di Seluruh Wilayah”, https:// www.cnbcindonesia.com/news/20190810095834-4-91096/siap-siap-september-tarif-ojol-naik-diseluruh-wilayah, diakses 25 Oktober 2020.

2


kesehatan8 dan saat KPPU menduga adanya kejanggalan dalam algoritma salah satu aplikator ojek daring dalam memperlakukan mitra pengemudinya.9 Di Indonesia belum ada contoh kasus penyalahgunaan algoritma untuk melakukan penetapan harga. Oleh karena itu akan digunakan contoh dari negara lain untuk kemudian diuji dengan hukum persaingan usaha yang berlaku di Indonesia. Hal ini penting dilakukan sebagai sebuah sumbangan pemikiran bagi penegakan hukum persaingan usaha. Penetapan harga yang dimaksud dalam tulisan ini adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut UU LPMPUTS). Pasal inilah yang akan diuji pada dua contoh kasus dari negara lain. Kasus pertama adalah kasus yang dikenal dengan sebutan Poster Case yang terjadi di Amerika dan Inggris.10 Adapun kasus kedua adalah kasus E-Turas yang diputus oleh ECJ (European Court of Justice).11 Kedua kasus di atas akan dianalisis berdasarkan hukum persaingan usaha di Indonesia dalam dua tahap. Tahap pertama, dengan menggunakan kasus aslinya. Tahap kedua, dengan sebuah simulasi: kedua kasus terjadi murni melalui algoritma (ketiadaan komunikasi para pihak). Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah: 1. Apakah hukum persaingan usaha di Indonesia dapat diterapkan dalam kasus Poster Case dan E-Turas?

Aditya Pratama, “Ojek Online Boleh Angkut Penumpang, Aplikator Diminta Siapkan Algoritma Protokol Kesehatan”, https://www.inews.id/finance/makro/ojek-online-boleh-angkutpenumpang-aplikator-diminta-siapkan-algoritma-protokol-kesehatan, diakses 25 Oktober 2020. 9 Halamatul Qurani, “KPPU Duga Grab dan PT TPI Langgar 3 Pasal Ini”, https://www. hukumonline.com/berita/baca/lt5d8b49222eac2/kppu-duga-grab-dan-pt-tpi-langgar-3-pasal-ini?pa ge=all, diakses 25 Oktober 2020. 10 Kasus pertama adalah yang terjadi di Amerika di tahun 2015, kemudian kasus yang sangat mirip terjadi di Inggris di tahun 2016. Kedua kasus ini akan dijelaskan di bagian selanjutnya sebagai sebuah kesatuan. Lihat Shearman.com, “Artificial Intellegence and Algorithms in Cartel Cases: Risk in Potential Broad Theories of Harm”, https://www.shearman.com/perspectives /2018/04/2018-antitrust-report/artificial-intelligence-and-algorithms-in-cartel-cases, diakses 25 Oktober 2020. 11 European Court of Justice, “Eturas UAB and Others v Lietuvos Respublikos konkurencijos taryba”, http://curia.europa.eu/juris/liste.jsf?&num=C-74/14, diakses 25 Oktober 2020. 8

3


2. Apakah hukum persaingan usaha di Indonesia dapat diterapkan di dalam kasus Poster Case dan E-Turas jika murni hanya terjadi melalui algoritma (tanpa komunikasi di antara para pihak)?

4


PEMBAHASAN

Analisis A. Poster Case Poster Case yang terjadi di Amerika disebut United States of America v. David Topkins12, sementara yang terjadi di Inggris disebut Online sales of posters and frames: Case 50223.13 Selain sama-sama merupakan praktik penetapan harga yang dilakukan di amazon.com,14 alur kasus ini juga sangat mirip. Pertama, para pihak dalam kasus ini melakukan kesepakatan harga tertentu. Kedua, awalnya kesepakatan tersebut dilakukan secara konvensional. Ketiga, demi efisiensi, para pihak kemudian membuat algoritma untuk mengotomasi perubahan harga ke tingkat tertentu.15 Perbedaan kedua kasus ini ada dalam cara kerja algoritmanya. Dalam kasus Topkins, algoritma milik Topkins dapat memberikan instruksi kepada algoritma milik co-konspiratornya untuk menyesuaikan harga sesuai kesepakatan.16 Dalam Case50223, kedua perusahaan dalam kasus ini membuat masing-masing algoritmanya agar menyesuaikan harga sesuai kesepakatan.17

B. Kasus E-Turas E-Turas adalah sebuah platform penjualan layanan perjalanan daring (online travel booking system). Banyak perusahaan travel yang bergabung dalam E-Turas. Suatu hari, E-Turas mengirim sebuah email kepada para perusahaan travel dengan judul “Vote”. Di dalam email tersebut, E-Turas menyatakan keinginan untuk

The United States Department of Justice, “United States of America v. David Topkins”, https://www.justice.gov/atr/case-document/file/513586/download, diakses 25 Oktober 2020. 13 Competition and Markets Authority, “Online Sales of Posters and Frames”, www.gov. uk/cma-cases/online-sales-of-discretionary-consumer-products, diakses 25 Oktober 2020. 14 Dalam hal ini Amazon tidak terlibat, hanya menjadi pasar bagi para pelaku. 15 Rincian terjadinya kesepakatan dalam kasus David Topkins ada dalam Section IV, Means and Methods, sedangkan untuk Case 50223 ada dalam Section D, The Arrangement between The Parties. 16 “TOPKINS wrote a computer code that instructed Company A’s algorithm-based software to set prices…” The United States Departement of Justice, Op. Cit., hlm. 3. 17 “…GBE implemented the arrangement by the use of automated repricing software which was configured to give effect to it. Trod also used automated repricing software…albeit different software that used by GBE.”, Competition and Markets Authority, Op.Cit.. hlm.19. 12

5


menyesuaikan diskon dari yang sebelumnya 4% (empat persen) menjadi 0-3% (nol sampai tiga persen) dan meminta persetujuan dari para perusahaan travel.18 Email tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan sebuah pesan yang dikirim melalui sistem internal E-Turas dengan judul “Message concerning the reduction of the discount for online travel bookings, between 0% and 3%.” Inti dari pesan tersebut adalah menyatakan bahwa jika ada perusahaan travel yang memberikan diskon di atas 3%, maka algoritma E-Turas akan menyesuaikannya menjadi 3% secara otomatis. Pesan ini menegaskan bahwa dalam voting melalui email tersebut, telah tercapai kesepakatan antara E-Turas dan beberapa perusahaan travel atas usulan tersebut.19

C. Poster Case dan Kasus E-Turas dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Para pihak dalam kasus-kasus di atas, oleh otoritas masing-masing, dinyatakan bersalah telah melakukan penetapan harga. Di Indonesia, setidaknya ada dua aturan yang perlu dilihat untuk menguji masuk tidaknya kasus-kasus di atas dalam ketentuan penetapan harga. Aturan pertama tentu saja UU LPMPUTS, sedangkan aturan kedua adalah Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 5 (Penetapan Harga) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut Perkom Pedoman Pasal 5). Penetapan harga dalam UU LPMPUTS masuk dalam kategori perjanjian yang dilarang (BAB III). Hal ini sangat logis mengingat penetapan harga yang dilakukan secara mandiri oleh masing-masing pengusaha adalah hal yang wajar dilakukan. Hanya penetapan harga yang terjadi di antara dua atau lebih pengusaha yang merupakan tindakan anti persaingan dan harus dilarang. 20 Dari logika ini pulalah analisis paling penting dalam penetapan harga adalah adanya perjanjian dan keberadaan harga yang sama akibat perjanjian tersebut. Apalagi dalam hal ini,

18

European Court of Justice, Op. Cit., hlm. 4. Ibid. 20 “Tanpa adanya perjanjian…tidak dapat dikatakan melanggar Pasal 5…” Komisi Pengawas Persaingan Usaha, “Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 5 (Penetapan Harga) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”, hlm. 13. 19

6


penetapan harga merupakan tindakan yang per se illegal21 mengingat bunyi Pasal 5 yang menyatakan sebagai berikut: Pasal 5 (1) Pelaku Usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi: a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku. Poster Case dan E-Turas adalah kasus yang, secara normatif, cukup mudah. Hal ini dapat dilihat dari kasus posisi keduanya yang menyatakan bahwa otoritas dapat menemukan bukti adanya perjanjian. Apalagi dalam Case 50223, salah satu pelaku, GBE, melaporkan adanya perjanjian melalui leniency program kepada Competition and Markets Authority Inggris.22 Dalam hal ini, perjanjian dalam Poster Case dan E-Turas telah dimulai oleh naturlijke persoon yang memang berwenang (bevoegheid), baru kemudian diotomasi melalui algoritma. Terkait kondisi algoritma yang berbeda dalam dua kasus Poster Case hal tersebut tidak mempengaruhi pembuktian mengenai adanya perjanjian. Baik dalam kasus Topkins yang menggunakan satu algoritma maupun dalam Case 50223 yang menggunakan dua algoritma, tidak menambah atau mengurangi fakta adanya perjanjian. Bagian terpenting dari algoritma yang ditemukan adalah bahwa program di dalamnya menghasilkan harga yang sama. Terkait harga, kasus E-Turas dapat dianalisis lebih mendalam dibanding Poster Case yang merupakan contoh kasus direct price fixing (penetapan harga secara langsung). Penetapan harga secara langsung terjadi ketika para pihak memang menyepakati harga tertentu dan konsumen akan mendapatkan harga yang sama.23 Dalam kasus E-Turas yang terjadi adalah indirect price fixing (penetapan harga secara tidak langsung). E-Turas dan para perusahaan travel tidak menyepakati suatu harga, melainkan diskon. Dalam kondisi seperti ini, harga yang ditampilkan di pasar dapat berbeda-beda. Meskipun begitu, penetapan diskon akan melahirkan Siti Anisah, “The Use of Per Se Illegal Approach in Proving the Price-Fixing Agreements in Indonesia”, Jurnal Media Hukum, Vol.27, No.1, Juni, 2020, hlm.99. 22 Competition and Markets Authority, Op.Cit., hlm. 5. 23 Jules Backman, “Direct Price Fixing”, Southern Economic Journal, Vol.3, No.2, October, 1936, hlm.189. 21

7


supra-competitive price24 yang justru menjadi alasan lahirnya larangan penetapan harga. Dalam hukum persaingan usaha di Indonesia, tindakan menyepakati batas diskon diatur dalam Perkom Pedoman Pasal 5. Pada sub-sub bagian 4.3.1 poin 1 tentang perjanjian penetapan harga, Perkom tersebut menyatakan bahwa penetapan harga mencakup (namun tidak terbatas pada) sembilan bentuk tindakan. Salah satunya adalah kesepakatan untuk meniadakan diskon atau membuat keseragaman diskon.25 Unsur-unsur lain seperti pelaku usaha, pesaing, barang atau jasa, konsumen atau pelanggan, dan pasar bersangkutan, sudah sangat jelas terlihat dalam kasus posisi. Oleh karena itu, sampai di titik ini, dapat disimpulkan bahwa hukum persaingan usaha di Indonesia cukup siap untuk menghadapi kasus-kasus serupa. Kunci utamanya adalah adanya kesepakatan/perjanjian yang terjadi dan dapat dibuktikan. Berbeda halnya jika tidak dapat dibuktikan adanya perjanjian (atau memang tidak ada perjanjian) dan hanya ditemukan algoritma yang menunjukkan adanya penetapan harga yang sama. Hal seperti ini akan dibahas di bagian selanjutnya.

D. Poster Case dan Kasus E-Turas tanpa Komunikasi Para Pihak dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Di dalam kasus aslinya, baik Poster Case maupun E-Turas, dapat ditemukan hard evidence (bukti langsung) mengenai perjanjian. Pada bagian ini, dibayangkan terjadi kasus yang sama, namun tidak ditemukan adanya bukti langsung tentang perjanjian tersebut. Fakta hukum yang dapat ditemukan hanyalah keberadaan algoritma. Dalam kasus Poster Case, algoritma langsung membentuk harga yang sama dalam penjualan poster para pihak sedangkan dalam kasus E-Turas, algoritmanya membuat semua diskon di atas 3% (tiga persen) langsung disesuaikan menjadi 3% (tiga persen). Masalah inti yang harus dipecahkan di sini adalah tentang dapat tidaknya fakta keberadaan algoritma digunakan sebagai bukti adanya perjanjian penetapan harga. 24 Menerapkan harga yang sangat tinggi, lihat Andi Fahmi Lubis, et.al., 2017, Hukum Persaingan Usaha: Buku Teks, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Jakarta, hlm.189. 25 Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Op. Cit., hlm. 14.

8


Ketiadaan hard evidence membuat penemuan circumstantial evidence (bukti tidak langsung)26 menjadi keharusan. Circumstantial evidence dapat berupa bukti komunikasi yang tidak secara langsung menyatakan kesepakatan dan bukti ekonomi. Kedua circumstanstial evidence inipun harus didukung dengan plus factor (analisis tambahan). Gabungan ketiganya (bukti komunikasi tidak langsung, bukti ekonomi, dan plus factor) bertujuan membuktikan bahwa kesamaan harga yang ada di pasar bukanlah sesuatu yang wajar, bukan perilaku independen, dan merupakan supra-competitive price. Perkom Pedoman Pasal 5 menyatakan, “Tanpa adanya perjanjian, maka kesamaan harga yang ditetapkan oleh suatu perusahaan dan perusahaan lain tidak dapat dikatakan melanggar Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999.” Lebih lanjut, dalam pedoman ini dinyatakan bahwa perjanjian dalam hal ini tidak harus perjanjian tertulis. Bahkan, dalam pembuktian dapat digunakan circumstantial evidence jika perjanjian tidak tertulis berupa komunikasi bentuk lain yang secara langsung menunjukkan adanya kesepakatan tidak ditemukan. Kondisi ketiadaan hard evidence seperti ini sudah banyak ditemui dalam berbagai kasus penetapan harga di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam Putusan KPPU Nomor 15/KPPU-1/2019 yang memutus tentang penetapan harga yang dilakukan beberapa maskapai penerbangan. Di dalam putusan tersebut, KPPU berusaha memperluas definisi perjanjian, menyusun circumstansial evidence, dan menunjukkan adanya plus factor. Hal tersebut dapat pula dilakukan dalam kasus ini. Mengutip putusan lainnya, yaitu Putusan KPPU Nomor 167 PK/Pdt.SusKPPU/2017, KPPU mengutip DIM (Daftar Isian Masalah) Rancangan UU LPMPUTS yang menyatakan bahwa: “Untuk menghindari lolosnya praktik persaingan curang tertentu dari undang-undang ini, perjanjian harus mencakup baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk tindakan bersama (concerted action) pelaku usaha, walaupun tanpa mengikatkan dirinya satu sama lain.”27

26 Avirup Bose, “Circumstancial Evidence and Dawn Raids: A New Era of Antitrust Investigation in India”, Competition Law Report, India, April 2013, hlm.3. 27 Cetak tebal oleh penulis. Putusan KPPU Nomor 167 PK/Pdt.Sus-KPPU/2017, hlm. 953.

9


Mengutip pernyataan Michael F. Belchman, putusan tersebut kemudian menjelaskan syarat adanya concerted action adalah adanya unity of purpose, atau understanding, atau telah terjadi di antara mereka meeting of minds.28 Sampai di sini, putusan tersebut tetap menyatakan bahwa agar concerted action dapat dianggap menunjukkan adanya perjanjian, harus ada bukti-bukti tambahan yang dikenal dengan plus factor. Kembali kepada kasus di bagian ini, keberadaan algoritma dapat dikaitkan dengan perjanjian penetapan harga dengan mengaitkan kepada peraturan dan konsep berikut: a. Perkom Panduan Pasal 5 menyatakan bahwa salah satu bentuk penetapan harga adalah kesepakatan memakai suatu formula standar sebagai dasar perhitungan harga;29 b. Penafsiran historis berdasarkan DIM yang menyatakan bahwa para pembuat undang-undang menganggap bahwa makna perjanjian dalam UU LPMPUTS adalah perjanjian dalam arti luas, bahkan termasuk concerted action. c. Perkom Panduan Pasal 5 juga memberikan contoh analisis tambahan/plus factor yang dapat digunakan untuk mendampingi circumstantial evidence. Untuk poin a, Perkom Panduan Pasal 5 tidak menjelaskan lagi secara rinci apa yang dimaksud dengan formula standar penetapan harga. Ketentuan ini pada dasarnya mewujudkan keinginan pembentuk undang-undang yang ingin memperluas makna perjanjian penetapan harga. Contoh formula standar harga ada di dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia Nomor 19K/10/MEM/2019 (Kepmen ESDM).30 Kepmen ESDM ini menyebutkan hal-hal yang mempengaruhi harga bahan bakar dan memberikan formula harga jual ecerannya sebagai: MOPS+Konstanta+Margin+PPN+PBBKB. 31 Dalam hal ini 28

Ibid. Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Loc. Cit. 30 Tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin Dan Minyak Solar Yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Dan/Atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan 31 MOPS adalah biaya perolehan, konstanta adalah nilai tetap yang ditentukan oleh Kepmen tersebut, margin adalah keuntungan yang akan didapatkan, PPN adalah pajak pertambahann nilain, dan PBBKB adalah pajak bahan bakar kendaraan bermotor. 29

10


tidak terlalu penting memahami satu per satu komponen tersebut. Dari contoh ini dapat dilihat bahwa harga barang/jasa terbentuk dari berbagai hal, tergantung pertimbangan masing-masing produsen. Dalam pasar kompetitif, pertimbangan masing-masing produsen akan cenderung berbeda atau unik, meskipun akan ada bagian tertentu yang sama atau beririsan.32 Bagi perusahaan yang menggunakan algoritma harga, formula harga akan terlihat dalam algoritmanya. Penggunaan algoritma yang persis sama atau algoritma berbeda tetapi dengan formula harga yang sama dapat menjadi penanda awal adanya perjanjian penetapan harga. Dalam kasus Topkins, para pengusaha menggunakan satu algoritma yang sama sehingga pembuktiannya lebih mudah. Dalam Case 50223, para pengusaha menggunakan algoritma berbeda. KPPU akan perlu melihat kesamaan formula harga dalam algoritma para pihak. Terakhir, dalam kasus E-Turas yang algoritmanya membatasi diskon secara otomatis dapat masuk dalam ketentuan Perkom Pedoman Pasal 5 tentang penyeragaman diskon bahkan sejak diskonnya disamakan 4% (empat persen). Apalagi jika dilihat kelaziman terms and condition (T&C) yang biasanya harus disetujui oleh para perusahaan ketika bergabung ke sebuah platform. T&C ini biasanya detil, tidak dibaca secara menyeluruh, dan langsung disetujui.33 Persetujuan terhadap T&C yang berisi penetapan (batas) diskon dapat dimaknai sebagai persetujuan penetapan harga. Terkait poin b, penggunaan algoritma yang sama tentu saja masuk dalam kategori concerted action. Begitupula dalam hal penggunaan algoritma berbeda namun berisi formula harga yang sama. Dalam semua kondisi yang dijelaskan dalam paragraf sebelumnya, telah terlihat adanya meeting of minds. Sampai di titik ini, keberadaan algoritma sudah dapat memenuhi makna perjanjian dalam arti luas dan concerted action. Namun, perlu diingat bahwa dalam kasus ini tidak ditemukan hard evidence, sehingga penjelasan di atas memerlukan plus factor.

32

Pada bagian awal telah dijelaskan bahwa penggunaan algoritma harga berarti menyerahkan pertimbangan penentuan harga secara manual oleh manusia kepada mesin. Cara menyerahkannya adalah memasukkan faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi harga ke dalam algoritma. 33 “In this experiment only 9.4% of the consumers opened the T&Cs in the absence of a (quality or reading cost) cue. This means that 90.6% did not even open the T&Cs, let alone read them.” Maartje Elshout, et.al., 2016, Study on Consumers’ Attitude towards Terms and Conditions (T&Cs) Final Report, European Commission, Brussels, hlm. 96.

11


Terkait poin c, plus factor, Perkom Pedoman Pasal 5 menjelaskan beberapa plus factor yang dapat dijadikan acuan, misalnya rasionalitas penetapan harga, struktur pasar, data kinerja, dan penggunaan fasilitas kolusi. Tidak semua analisis tambahan ini harus ada secara kumulatif. Dua analisis yang sangat berkaitan erat dengan keberadaan algoritma adalah rasionalitas penetapan harga dan struktur pasar. Analisis atas rasionalitas penerapan harga menguji dua hal. Pertama, apakah harga yang dihasilkan oleh algoritma menguntungkan semua pelaku penetapan harga. Kedua, apakah harga yang dihasilkan oleh algoritma tidak membuat satu atau lebih pelaku justru tidak mendapatkan keuntungan yang seharusnya didapat. 34 Pada poin analisis struktur pasar, Perkom Pedoman Pasal 5 menyebutkan banyak hal. Salah satu yang paling relevan dengan kasus ini adalah kecepatan informasi penyesuaian harga. Secara teori, semakin cepat informasi perubahan harga diketahui dalam sebuah pasar, semakin besar insentif bagi pengusaha untuk melakukan perjanjian penetapan harga.35 Dalam kasus ini, ekonomi digital adalah ekosistem di mana perubahan harga dapat dimonitor dengan sangat cepat apalagi jika menggunakan algoritma. Sampai di titik ini, analisis di atas menunjukkan bahwa keberadaan algoritma dalam Poster Case dan kasus E-Turas, jika hard evidence tidak ditemukan, masih dapat dijerat dengan pasal penetapan harga dalam hukum persaingan usaha di Indonesia. Keberadaan algoritma dapat dijadikan sebagai circumstantial evidence yang menunjukkan adanya unity of purpose dan meeting of minds. Hal ini meneguhkan adanya concerted action. Namun, circumstantial evidence ini masih perlu didukung plus factor yang telah diuraikan di atas. Dalam hal ini, keberadaan Perkom Panduan Pasal 5 sebagai tafsir sistematis dan putusan sebelumnya yang mengacu pada DIM penyusunan UU LPMPUTS sebagai tafsir historis sangat berperan memberikan kepastian hukum atas penerapan pasal tentang penetapan harga.

34 35

Perkom, hlm. 19. Perkom, hlm. 20.

12


PENUTUP

Kesimpulan Dari analisis dalam tulisan ini, kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut: 1. Hukum persaingan usaha di Indonesia dapat diterapkan jika kasus serupa Poster Case dan E-Turas terjadi. Penerapan ini didukung oleh ditemukannya hard evidence dalam kedua kasus tersebut. Kondisi ini membuat kedua kasus ini cukup mudah dibuktikan secara normatif. 2. Hukum persaingan usaha di Indonesia bahkan masih dapat diterapkan jika kasus Poster Case dan E-Turas terjadi tanpa ditemukannya bukti nyata adanya perjanjian. Dalam hal ini, penerapan Pasal 5 UU LPMPUTS memerlukan penafsiran sistematis sekaligus historis terhadap istilah perjanjian yang digunakan dalam pasal ini. Pembuktian perjanjian dalam kasus seperti ini harus didukung analisis tentang concerted action dan plus factor yang memadai.

Saran Saran yang dapat disampaikan sebagai penutup tulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Penting untuk segera diadakan perubahan UU LPMPUTS untuk menyesuaikan perubahan zaman. Sebagaimana terlihat dalam analisis di atas, Perkom Panduan Pasal 5 sangat banyak berperan dalam menafsirkan UU LPMPUTS. Dalam hal ini yang digunakan adalah penafsiran sistematik, namun antara sebuah undang-undang dengan peraturan komisi. Selain itu juga digunakan penafsiran historis. Jika di dalam praktik sudah tidak terlalu banyak perbedaan pendapat mengenai hasil kedua penafsiran tersebut, sebaiknya kandungannya dijadikan isi undangundang atau setidaknya ada di bagian penjelasan sebagai tafsir otentik. 2. KPPU sebagai otoritas pengawasan perlu menyesuaikan diri dengan digitalisasi yang semakin marak. Dari analisis dalam tulisan ini terlihat bahwa sumber daya manusia yang mumpuni di bidang teknologi akan

13


sangat dibutuhkan. Di samping ahli hukum dan ahli ekonomi, ahli teknologi dan informasi merupakan sumber daya yang sangat penting ada di tubuh KPPU saat ini.

14


DAFTAR PUSTAKA Airbnb, “What’s smart about smart pricing?”, https://blog.atairbnb.com/smartpricing/, diakses 23 Oktober 2020. Anisah, Siti, “The Use of Per Se Illegal Approach in Proving the Price-Fixing Agreements in Indonesia”, Jurnal Media Hukum, Vol.27, No.1, Juni, 2020. Backman, Jules, “Direct Price Fixing”, Southern Economic Journal, Vol.3, No.2, October, 1936. Bose, Avirup, “Circumstancial Evidence and Dawn Raids: A New Era of Antitrust Investigation in India”, Competition Law Report, India, April 2013. Competition and Markets Authority, “Online Sales of Posters and Frames”, www.gov.uk/cma-cases/online-sales-of-discretionary-consumer-products, diakses 25 Oktober 2020. Elshout, Maartje, et.al., 2016, Study on Consumers’ Attitude towards Terms and Conditions (T&Cs) Final Report, European Commission, Brussels. European Court of Justice, “Eturas UAB and Others v Lietuvos Respublikos konkurencijos taryba”, http://curia.europa.eu/juris/liste.jsf?&num=C74/14, diakses 25 Oktober 2020. Grab, “#AskGrab: Pricing”, https://www.grab.com/sg/blog/news/askgrab-pricing/ diakses 25 Oktober 2020. Lubis, Andi Fahmi, et.al., 2017, Hukum Persaingan Usaha: Buku Teks, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Jakarta. OECD, Algorithms and Collusion: Competition Policy in the Digital Age, http://www.oecd.org/competition/algorithms-collusion-competitionpolicy-in-the-digital-age.htm, diakses 29 September 2020. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 5 (Penetapan Harga) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Jakarta. Pratama, Aditya, “Ojek Online Boleh Angkut Penumpang, Aplikator Diminta Siapkan Algoritma Protokol Kesehatan”, https://www.inews.id/ finance/makro/ojek-online-boleh-angkut-penumpang-aplikator-dimintasiapkan-algoritma-protokol-kesehatan, diakses 25 Oktober 2020. Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 15/KPPU-I/2019 Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Penumpang Kelas Ekonomi Dalam Negeri, 23 Juni 2020. 15


Putusan Mahkamah Agung Nomor 167 PK/Pdt.Sus-KPPU/2017 antara PT Bridgestone Tire Indonesia dan PT Sumi Rubber Indonesia melawan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 25 Januari 2018. Qurani, Halamatul, “KPPU Duga Grab dan PT TPI Langgar 3 Pasal Ini”, https://www. hukumonline.com/berita/baca/lt5d8b49222eac2/kppu-dugagrab-dan-pt-tpi-langgar-3-pasal-ini?pa ge=all, diakses 25 Oktober 2020. Rumi, “Menarik, 6 Prediksi Dunia Pasca Corona”, https://accurate.partners/news/ menarik-6-prediksi-dunia-pasca-corona/, diakses 16 Oktober 2020. Shearman.com, “Artificial Intellegence and Algorithms in Cartel Cases: Risk in Potential Broad Theories of Harm”, https://www.shearman.com/perspectives /2018/04/2018-antitrustreport/artificial-intelligence-and-algorithms-in-cartel-cases, diakses 25 Oktober 2020. The United States Department of Justice, “United States of America v. David Topkins”, www.justice.gov/atr/case-document/file/513586/download, diakses 25 Oktober 2020. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Jakarta. Wardani, Agustin Setyo, “Ini Tren Belanja Online Orang Indonesia saat PSBB”, https:// www.liputan6.com/tekno/read/4249012/ini-tren-belanja-onlineorang-indonesia-saat-psbb, diakses 16 Oktober 2020. Wareza, Monica, “Siap-siap! September, Tarif Ojol Naik di Seluruh Wilayah”, https:// www.cnbcindonesia.com/news/20190810095834-4-91096/siapsiap-september-tarif-ojol-naik-di-seluruh-wilayah, diakses 25 Oktober 2020. Wells, Taylor, “Leadership Guide to Machine Learning Pricing Algorithms”, https://taylorwells.com.au/machine-learning-pricing-algorithms/, diakses pada 16 Oktober 2020.

16


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.