Local Chapter Legal Writing - ALSA LC UJ

Page 1

LOCAL CHAPTER LEGAL WRITINGS

alsa-indonesia.org


TINGKAT EFEKTIVITAS KEBIJAKAN PSBB SEBAGAI RESPON PEMERINTAH MENGHADAPI COVID-19 DI INDONESIA Oleh: Brillian Aditya Prawira Arafat Universitas Jember

I. Latar Belakang Pergerakan dramatis pemerintah di beberapa negara dalam menetapkan kebijakankebijakan di negaranya guna mencegah, memutus, serta menanggulangi COVID-19 yang telah ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) sebagai pandemi pada 11 Maret 20201 telah sampai pada titik yang sensitif. Pasalnya, virus yang tergolong sebagai virus RNA dengan kandungan alpha, beta, gamma, dan delta genera2 ini telah menginfeksi 212 negara dan teritorial dengan angka kematian 265.908 dan kasus sebanyak 3.849.046.3 Berbeda dengan sejumlah negara di dunia seperti Amerika untuk mengambil kebijakan lockdown, pemerintah Indonesia menolak untuk menerapkan hal tersebut dan mengambil jalan lain seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar. Pembatasan Sosial Berskala Besar (selanjutnya disebut PSBB) merupakan salah satu dari empat jenis tindakan kekarantinaan kesehatan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan kedaruratan kesehatan masyarakat. Empat jenis tindakan tersebut mencakup: Karantina Rumah; Karantina Rumah Sakit; Karantina Wilayah, dan; Pembatasan Sosial Berskala Besar.4 Penjelasan lebih lanjut tentang Tindakan Kekarantinaan Kesehatan mengacu pada Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan bahwa:

1

WHO (27 April 2020) “WHO Timeline – COVID-19” https://www.who.int/news-room/detail/277-04-2020who-timeline---covid-19 (diakses pada 7 May 2020) 2

Benjamin W. Neuman “Bioinformatics and Functional Analyses of Coronavirus Nonstructural Proteins Involved in The Formation of Replicative Organelles” http://dx.doi.org/10.1016/j.antiviral.2016.10.005 (diakses pada 6 April 2020) 3

Worldometers (7 Mei 2020) “Coronavirus Update (Live)” https://www.worldometers.info/coronavirus/ (diakses pada 7 Mei 2020) 4

Pasal 1 huruf 8, 9, 10, dan 11 UU No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan

1


Tindakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a) Karantina, isolasi, pemberian vaksinasi atau profilaksis, rujukan, disinfeksi, dan/atau dekontaminasi terhadap orang sesuai indikasi; b) Pembatasan Sosial Berskala Besar; c) Disinfeksi, dekontaminasi, disinseksi, dan/atau deratisasi terhadap alat angkut dan barang; dan/atau d) Penyehatan, pengamanan, dan pengendalian terhadap media lingkungan. PSBB diambil sebagai langkah pemutusan serta penanganan-penanggulangan COVID-19 karena social distancing – yang disampaikan oleh presiden Joko Widodo tertanggal 15 Maret 2020 – dianggap tidak cukup kuat untuk menurunkan kasus positif COVID-19. PSBB resmi diberlakukan melalui Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Berdasarkan Pasal 2 hingga Pasal 6 PP No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID19), dapat disimpulkan bahwa tiap daerah dalam memberlakukan PSBB harus memerhatikan dan didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektivitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan,5 sehingga setiap daerah memiliki pertimbangan yang berbeda. Bahkan ada beberapa daerah yang ditolak oleh Menteri Penyelenggara Urusan Pemerintahan Bidang Kesehatan, dengan alasan perbaikan berkas.6 Disamping itu, meski Pasal 1 dan Pasal 2 ayat (1) PP No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) secara jelas memberikan pengertian PSBB adalah untuk membatasi pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu, 5

Pasal 2 ayat (2) PP No. 21 Tahun 2020 Tentang PSBB

6

CNN Indonesia (17 April 2020) “Daftar Daerah yang Disetujui dan Belum Boleh Terapkan PSBB” https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200417074310-20-494387/daftar-daerah-yang-disetujui-danbelum-boleh-terapkan-psbb (diakses pada 7 Mei 2020 )

2


pelaksanaan PSBB masih dinilai kurang optimal sehingga tidak mampu memenuhi tujuan PP tersebut. Hal ini dibuktikan dengan padatnya laporan pelanggaran seperti laporan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya pada 6 Mei 2020 bahwa terdapat 42.529 pelanggar peraturan PSBB di DKI Jakarta dan sekitarnya7, dan masih meningkatnya kasus positif COVID-19 di Indonesia.8

II. Rumusan Masalah Selama satu bulan lebih semenjak diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19) oleh Menkumham Yasonna H. Laoly dan ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Maret 2020 oleh Presiden Joko Widodo, terjadi banyak permasalahan dalam pelaksanaan PP tersebut. Sesuai dengan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dalam Legal Review ini masalahnya dapat dirumuskan sebagai berikut: “Sejauh mana efektivitas penerapanan serta pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka percepatan penanganan COVID-19 di Indonesia”.

III. Analisis A. Dasar Hukum dan Pelaksanaan PSBB Banyak regulasi yang ditetapkan terkait upaya penanganan COVID-19 di Indonesia, sebut saja Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar, Keputusan Presiden (Keppres) Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, dan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.

7

Tempo (6 Mei 2020) “PSBB di Jabodetabek, Polisi Catat 42.529 Pelanggaran Berkendara” https://metro.tempo.co/read/1339544/psbb-di-jabodetabek-polisi-catat-42-529-pelanggaran-berkendara (diakses pada 9 Mei 2020) 8

Penulis menyimpulkan demikian berdasarkan pada kumpulan data dan statistik yang didapat penulis melalui media-media resmi online seperti: covid19.go.id. Tercatat pada laporan terakhir (9 Mei 2020) kasus positif di Indonesia mencapai 13.645.

3


Penerapan dan pelaksanaan PSBB di sejumlah daerah di Indonesia diawali dengan diundangkan serta ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19) oleh pemerintah. Peraturan ini merupakan ‘anak’ dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Di dalam PP tersebut, terdapat tujuh pasal yang mengatur tentang pembatasan kegiatan sosial, syarat agar dapat diterapkannya PSBB di sebuah daerah, hingga bentuk paling minimum dari PSBB – berupa peliburan sekolah dan tempat kerja; pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum 9. Pasal 3 PP tersebut menyebutkan status pembatasan sosial berskala besar harus memenuhi dua kriteria.10 Pertama, jumlah kasus kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan. Lalu, terdapat keterkaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah lain. Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 yang hadir sebagai pedoman, PSBB dapat dilaksanakan sesuai prinsip kesehatan sehingga dilarangnya kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengumpulan massa merupakan contoh aturan guna menghambat laju penyebaran virus. Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar secara komprehensif ditetapkan dan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020, terutama dalam pasal 13. Ayat (1) mengatur macam kegiatan yang perlu diterapkan PSBB, hal tersebut meliputi: Peliburan sekolah dan tempat kerja; Pembatasan kegiatan keagamaan; Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum; Pembatasan kegiatan sosial dan budaya; Pembatasan moda transportasi; dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan. Pada ayat (6), diatur mengenai pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum yang harus dilaksanakan dalam bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang. Pembatasan tempat atau fasilitas umum diberikan pengecualian bagi kantor atau instansi strategis yang memberikan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar 9

Pasal 4 ayat (1) PP No. 21 Tahun 2020

10

Pasal 3 huruf a dan b PP No. 21 Tahun 2020

4


lainnya sesuai Pasal 13 ayat (3) Permenkes tersebut. Lebih lanjut, pengecualian tersebut diuraikan pada ayat (7) diperuntukkan bagi supermarket, minimarket, pelayanan kesehatan, dan fasilitas umum guna pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat seperti kegiatan olahraga. Pengecualian tersebut tetap dilaksanakan sesuai protokol kesehatan dan peraturan perundangundangan, hal ini sesuai ayat (8). Sesuai ayat (4) dan ayat (5), pembatasan kegiatan keagamaan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan yang dilakukan di rumah dan dihadiri keluarga terbatas, dengan menjaga jarak setiap orang, dengan tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan, dan fatwa atau pandangan lembaga keagamaan resmi yang diakui oleh pemerintah. Dalam lingkup Pembatasan Transportasi Saat PSBB, terdapat beberapa pembatasan sesuai PP Nomor 21 Tahun 2020 dan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020, yakni: Semua moda (udara, laut, kereta api, jalan raya) baik umum maupun pribadi tetap berjalan dengan pembatasan jumlah dan jarak penumpang; Moda transportasi barang kebutuhan dasar penduduk tidak dibatasi; Transportasi roda dua (termasuk ojek online) tidak boleh mengangkut penumpang dan hanya barang.

B. Teori Kepatuhan dan Keefektifan Hukum Sarwohadi11 dalam paper-nya bertajuk Rekonstruksi Pemikiran Hukum di Era Demokrasi menyebutkan bahwa dalam sejarah perkembangan ilmu hukum dikenal tiga jenis aliran konvensional tentang tujuan hukum, yaitu sebagai berikut: 1. Aliran Etis, yang menganggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah mencapai keadilan. 2. Aliran utilitis, yang menganggap bahwa asasnya tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan warga. 3. Aliran yuridis formal, yang menganggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah semata-mata untuk kepastian hukum.

11

H. Sarwohadi, S.H., M.H, seorang hakim tinggi pengadilan tinggi agama (PTA) Bengkulu

5


Ketiga aliran tersebut jelas bahwa hukum tidak terlepas untuk menjamin kelangsungan ketertiban hukum bagi masyarakat. Masalah pengaruh hukum tidak hanya terbatas pada timbulnya ketaatan atau kepatuhan pada hukum tapi mencakup efek total dari hukum terhadap sikap tindak atau perilaku baik yang bersifat positif maupun negatif. Sejalan dengan tujuan hukum berdasarkan ketiga aliran tersebut, Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa tentang pengaruh hukum salah satu fungsinya baik sebagai kaidah maupun sebagai sikap tindak atau perilaku teratur adalah membimbing perilaku manusia. Apabila ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, yang dapat dilakukan adalah mengetahui sejauh mana peraturan tersebut ditaati. Jika suatu aturan hukum yang menjadi target ditaati oleh mayoritas masyarakat maka dapat dikatakan bahwa aturan hukum tersebut sudah berjalan secara efektif, begitu pula sebaliknya. Seseorang menaati atau tidak menaati suatu aturan hukum, tergantung pada kepentingannya. Dalam teori kepatuhan hukum, baik H.C. Kelman dan Soerjono berpendapat hakikat kepatuhan hukum memiliki tiga faktor yang menyebabkan warga masyarakat mematuhi hukum, faktor-faktor tersebut antara lain: a. Compliance, b. Identification, c Internalization. a) Compliance: Suatu kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindari diri dari hukuman atau sanksi yang mungkin dikenakan apabila seseorang melanggar ketentuan hukum. Kepatuhan ini sama sekali tidak didasarkan pada suatu keyakinan pada tujuan kaidah hukum yang bersangkutan, dan lebih didasarkan pada pengendalian dari pemegang kekuasaan.. Sebagai akibatnya, kepatuhan hukum akan ada apabila ada pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan kaidah-kaidah hukum tersebut – “An overt acceptance induced by expectation of rewards and an attempt to avoid possible punishment, not by any conviction in the desirability of the enforced nile. Power of the influencing agent is based on ‘meanscontrol’ and, as a consequence, the influenced person conforms only under surveillance”. b) Identification: Terjadi apabila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan karena nilai intrinsiknya, akan tetapi agar keanggotaan kelompok tetap terjaga serta ada hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah 6


hukum tersebut. Daya tarik untuk patuh adalah keuntungan yang diperoleh dari hubungan-hubungan tersebut, dengan demikian kepatuhan tergantung pada baikburuknya interaksi – “An acceptance of a rule is not because of its intrinsic value and appeal but because of a person’s desire to maintain membership in a group or relationship with the agent. The source of power is the attractiveness of the relation which the persons enjoy with the group or agent, and his conformity with the rule will be dependent upon the salience of these relationships” c) Internalization: Pada tahap ini seseorang mematuhi kaidah hukum karena secara intrinsik kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isi kaidah tersebut adalah sesuai dengan nilai-nilainya dari pribadi yang bersangkutan, atau karena Ia mengubah nilai-nilai semula dianutnya. Hasil dari proses tersebut adalah suatu konformitas yang didasarkan pada motivasi secara intrinsik. Central point dari kekuatan proses ini adalah kepercayaan orang tadi terhadap tujuan dari kaidah-kaidah yang bersangkutan, terlepas dari pengaruh atau nilai-nilainya terhadap kelompok atau pemegang kekuasaan maupun pengawasannya. Tahap ini merupakan derajat kepatuhan tertinggi, dimana ketaatan itu timbul karena hukum yang berlaku sesuai dengan nilai-nilai yang dianut – “The acceptance by an individual of a rule or behavior because he finds its content intrinsically rewarding … the content is congruent with a person‟s values either because his values changed and adapted to the inevitable” 12 Dapat kita simpulkan, jika banyak masyarakat yang menaati suatu undang-undang hanya dengan ketaatan yang bersifat compliance atau identification, berarti kualitas keefektifan undang-undang tersebut masih rendah. Sebaliknya, semakin banyak warga masyarakat yang menaati suatu aturan perundang-undangan dengan ketaatan yang bersifat internalization, maka semakin tinggi kualitas keefektifan aturan tersebut.

12

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 10

7


C. Kurang Jelasnya Sanksi Dalam teori hukum pidana, tujuan hukum pidana menurut aliran klasik adalah untuk melindungi kepentingan individu dari kesewenang-wenangan penguasa.13 Namun aliran modern dalam hukum pidana berpegang pada postulat le salut du people est la supreme loi yang berarti hukum tertinggi adalah perlindungan masyarakat. 14 Tanpa sebuah teori pun melihat saat ini adalah masa pandemi, pemerintah dengan kebijakannya yang bertujuan untuk memutus penyebaran COVID-19 adalah wujud dari upaya implementasi postulat tersebut. Pada 9 Mei 2020, data kasus COVID-19 di Indonesia menunjukkan sebesar 13.645 kasus terkonfirmasi positif.15 Berbagai media memberitahukan bahwa selama PSBB, pemerintah melarang masyarakat berkumpul diatas lima orang. Ancaman sanksi, penjara atau denda Rp 100 juta pun disebut akan dijatuhkan bagi para pelanggar ketentuan-ketentuan PSBB. Namun, nyatanya, hal tersebut masih bersifat ancaman dan belum diterapkan. Padahal, untuk menjerat seseorang dengan ancaman pidana, setiap unsur dalam pasal pidana tersebut harus terpenuhi. Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan memuat unsur akibat. Pelanggaran perbuatan-perbuatan dalam PSBB bisa dipidana apabila menyebabkan kedarurat kesehatan masyarakat. Karena ketidakjelasan ketentuan hukuman atau sanksi pelanggaran kebijakan PSBB – baik dari ancaman pidana maupun hukuman administratif – masyarakat masih nekat untuk melakukan kegiatan tanpa memerhatikan upaya pemutusan rantai penyebaran COVID-19. Hal ini dibuktikan dari laporan pelanggaran, meningkatnya jumlah kasus positif, dan masih banyaknya masyarakat yang tidak mengindahkan adanya PSSB. Warga masih banyak berkeliaran, berkumpul dan berpergian. Bahkan di Bekasi, misalnya, larangan berkerumun

13

Eddy O. S. Hiariej. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana. Edisi Revisi. (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2016), hlm. 29 14

Ibid., 31

15

Kompas (9 Mei 2020) “Data COVID-19 di Indonesia” https://www.kompas.com/covid-19 (diakses pada 9 Mei 2020)

8


yang dikeluarkan pemerintah kota hanya tampak seperti himbauan16. Hal seperti ini menyebabkan tingkat efektivitas PSBB masih sangat rendah. Padahal, jika regulasinya dibuat secara tegas dengan hukuman yang jelas, maka kemungkinan besar fakta di lapangan adalah vice versa.

IV. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan panjang-lebar terkait PSBB yang dilaksanakan di tingkat daerah maupun nasional, didapat simpulan bahwa tingkat efektivitas PSBB masih sangat rendah guna mengatasi, memutus, serta menangani pandemi COVID-19 di Indonesia. PP tentang PSBB dan Permenkes Pedoman PSBB sudah cukup memuat ketentuan-ketentuan sesuai protokol kesehatan guna memutus serta menanggulangi pandemi COVID-19, seperti aturan pembatasan moda transportasi dan ketentuan lain. Namun, adanya ketentuan-ketentuan tersebut tidak dibarengi dengan pemahaman, kesadaran serta kepatuhan masyarakat. Padahal, kepatuhan hukum secara internalization sangat dibutuhkan guna mendorong upaya pemenuhan postulat tujuan hukum oleh pemerintah. Selain kepatuhan hukum secara internalization, dalam rangka percepatan penanggulangan COVID-19, juga diperlukan faktor penunjang seperti ketegasan dalam pelaksanaan hukum yang berlaku. Dalam hal ini bisa berupa penindakan tegas warga yang melakukan pelanggaran ketentuan PSBB.

V. Saran Tingkat efektivitas PSBB dapat terpenuhi secara maksimal jika: 1. Prosedur dan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19) dipatuhi secara komprehensif oleh seluruh elemen, baik pemerintah maupun masyarakat;

16

CNN Indonesia (7 Mei 2020) “Dishub Jabodetabek Keluhkan Sanksi PSBB yang Tak Jelas� https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200506210630-20-500889/dishub-di-jabodetabek-keluhkansanksi-psbb-tak-jelas (diakses pada 10 Mei 2020)

9


2. Pemahaman

serta

kepatuhan

internalization

secara

benar

diadopsi

dan

diimplementasikan oleh seluruh elemen masyarakat; 3. Hukuman dapat direalisasikan untuk para pelanggar PSBB sehingga membuat jera para pelanggar karena hukuman sejatinya adalah perwujudan konkretisasi kekuasaan negara dalam pelaksanaan kewajibannya untuk dapat memaksakan ditaatinya suatu hukum karena Lex semper dabit remedium (hukum selalu memberi obat). Dengan dilaksanakannya ketiga poin tersebut, maka PSBB dapat dijalankan (implementable) secara maksimal sehingga percepatan penanganan COVID-19 dapat terwujud dan Indonesia bisa pulih dengan cepat.

10


VI. Daftar Pustaka Republik Indonesia. 2018. Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OI8 Nomor 128. Sekretariat Negara. Jakarta. Republik Indonesia. 2020. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020

Nomor 91. Sekretariat Negara. Jakarta.

Republik Indonesia. 2020. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 326. Sekretariat Negara. Jakarta. Hiariej, Eddy O. S. 2016. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana. Edisi Revisi. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, Neuman, B.W., 2016. Bioinformatics and functional analyses of coronavirus nonstructural proteins involved in the formation of replicative organelles. Antiviral research, 135, pp.97-107. Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, CNN Indonesia. 2020. “Dishub Jabodetabek Keluhkan Sanksi PSBB yang Tak Jelas”, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200506210630-20-500889/dishub-di-jabodetabekkeluhkan-sanksi-psbb-tak-jelas (diakses pada 10 Mei 2020) CNN Indonesia. 2020. “Daftar Daerah yang Disetujui dan Belum Boleh Terapkan PSBB”, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200417074310-20-494387/daftar-daerah-yangdisetujui-dan-belum-boleh-terapkan-psbb (diakses pada 7 Mei 2020 ) Kompas. 2020. “Data COVID-19 di Indonesia”, https://www.kompas.com/covid-19 (diakses pada 9 Mei 2020)

11


Tempo. 2020. “PSBB di Jabodetabek, Polisi Catat 42.529 Pelanggaran Berkendara”, https://metro.tempo.co/read/1339544/psbb-di-jabodetabek-polisi-catat-42-529-pelanggaranberkendara (diakses pada 9 Mei 2020) WHO. 2020. “WHO Timeline – COVID-19”, https://www.who.int/news-room/detail/277-042020-who-timeline---covid-19 (diakses pada 7 May 2020) Worldometers.

2020.

“Coronavirus

Update

(Live)”,

https://www.worldometers.info/coronavirus/ (diakses pada 7 Mei 2020)

12


Perbandingan Konstitusi dan Kelembagaan Negara Indonesia dengan Negara Rusia berdasarkan Sistem dan Mekanisme Hak Asasi Manusia

Oleh : Dini Wininta Sari

Pendahuluan Eksistensi konstitusi dalam perjalanan sejarah kehidupan ketatanegaraan suatu negara merupakan suatu hal yang sangat fundamental dan mutlak ada dalam suatu negara. Hakikat konstitusi atau konstitusionalisme menurut Bagir Manan yaitu pengaturan dan pembatasan terhadap kekuasaan negara dan jaminan terhadap perlindungan HAM. 1 Oleh karena itu, dinamika ketatanegaraan suatu negara berkaitan erat dengan dinamika perjalanan sejarah konstitusi negara tersebut, sebab dalam konstitusi dapat diketahui bagaimana bentuk negara, bentuk dan sistem pemerintahan, jaminan hak-hak dan kebebasan warga negara dan yang paling pokok mengenai pembagian kekuasaan antar lembaga negara.2 Penulis meyakini bahwa untuk memahami struktur ketatanegaraan suatu negara yang dijelaskan dalam konstitusinya dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan

perbandingan

(comparative

approach).

Dengan

mengkaji

perbandingan konstitusi antara beberapa negara melalui pendekatan perbandingan, maka akan memberikan kegunaan bagi pengembangan teori perbandingan konstitusi dan implementasinya dalam sistem ketatanegaraan suatu negara.3 Dalam konsep negara hukum, antara konstitusi dan HAM sangat berkaitan. Untuk menjamin perlindungan dan penegakan HAM dalam suatu negara, hukum menjadi instrumen penting khususnya berkaitan dengan pengawasan

dan

pembatasan

kepada

pemerintah

agar

tidak

terjadi

penyalahgunaan kekuasaan.4 Adanya jaminan perlindungan terhadap HAM adalah Cut Aja Mawaddah Rahmah dan Eddy Purnama, “Studi Perbandingan Jaminan Perlindungan Terhadap Hak Asasi Manusia tentang Kebebasan Beragama di Negara Republik Indonesia dan Negara Kerajaan Thailand,” JIM Bidang Hukum Kenegaraan 2, no. 4 (2018): hlm. 746. 2 K.C.Wheare, Konstitusi-Konstitusi Modern (Surabaya: Pustaka Eureka, 2005), hlm. 25. 3 Andi Safriani, “Komparasi Konstitusi Negara Modern antara Indonesia dan Korea Selatan,” Jurnal Perbandingan Mazhab 1, no. 2 (2019): hlm. 201. 4 Muhammad Amin Putra, “Perkembangan Muatan Ham dalam Konstitusi di Indonesia,”FIAT JUSTISIA 9, no. 2 (2015): hlm. 200, https://doi.org/10.25041/fiatjustisia.v9no2.597. 1


salah satu materi muatan yang hampir terdapat dalam semua konstitusi negaranegara di dunia, termasuk pada konstitusi Negara Indonesia dan Negara Rusia. Dengan demikian, hal itu menjadi fokus penting dalam memahami dan menganalisis sistem dan mekanisme HAM serta eksistensi lembaga-lembaga negara yang berkaitan dengan HAM pada kedua negara tersebut.5 Untuk menganalisis dan menjawab paradoks-paradoks tersebut, penulis merumuskan 2 (dua) permasalahan. Pertama, penulis mengajukan pertanyaan, bagaimana sistem konstitusi di Indonesia dan Rusia? kemudian penulis juga mencoba menghubungkan hal tersebut dengan kelembagaan dan instrumen yang berkaitan dengan HAM di Indonesia dan Rusia. Sehingga, hal itu dijadikan pengambilan rumusan masalah kedua, yaitu bagaimana sistem dan mekanisme HAM di Indonesia dan Rusia?. Sistem Konstitusi Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) merupakan konstitusi tertulis yang diyakini sebagai dasar bagi pengaturan mekanisme ketatanegaraan dan arah pembangunan nasional. Dalam pembukaan konstitusi, umumnya berisikan latar belakang cita-cita bernegara, landasan filosofi dan tujuan negara yang diinginkan oleh bangsa itu sendiri. 6 Kemudian dalam batang tubuh dijelaskan mengenai bentuk negara dan pemerintahan, kekuasaan lembaga negara, hak asasi manusia dan hak-hak warga negara serta ketentuanketentuan lain yang umumnya diatur lebih lanjut dalam undang-undang. Bentuk negara Indonesia berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UUD NRI 1945 adalah negara kesatuan sedangkan bentuk pemerintahannya yaitu republik konstitusional. Negara kesatuan adalah bentuk negara yang mempunyai kemerdekaan

dan

kedaulatan

atas

seluruh

wilayahnya

sendiri

yang

diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal di mana pemerintah pusat sebagai

Aja Mawaddah Rahmah dan Purnama, “Studi Perbandingan Jaminan Perlindungan Terhadap Hak Asasi Manusia tentang Kebebasan Beragama di Negara Republik Indonesia dan Negara Kerajaan Thailand,� hlm. 746. 6 Dahlan Thaib, Teori dan Hukum Konstitusi (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999), hlm. 1617. 5


pemegang kekuasaan tertinggi dan unit-unit lainnya sebagai pelaksana kekuasaan yang dipilih oleh pemerintah pusat.7 Kemudian dalam Pasal 4 ayat (1) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” Mengacu pada pernyataan tersebut, penulis meyakini bahwa konstitusi membatasi kekuasaan presiden yaitu sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. 8 Hal ini juga menegaskan bahwa Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensiil yang merupakan sistem pemerintahan negara republik yang mana kekuasaan eksekutif dengan kekuasaan legislatif dipilih terpisah oleh rakyat melalui pemilihan umum.9 Sistem parlemen di Indonesia menganut bikameral yaitu meliputi Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dimana MPR mempunyai wewenang dan kedudukan yang berdiri sendiri tidak berkaitan dengan lembaga DPR dan DPD, serta DPD hanya memiliki fungsi sebagai komplementer dari DPR karena tidak mempunyai fungsi legislatif secara penuh.10 Penulis meyakini kedudukan DPR dan DPD pada sistem bikameral harus seimbang agar mampu menjalankan fungsi check and balances dengan sempurna. Sistem Konstitusi Rusia Pembentukan Amademen Konstitusi Federasi Rusia diberlakukan pada tahun 1993 sebagai tindak lanjut adanya perubahan bentuk negara Rusia menjadi negara Federasi. Keputusan Presiden Rusia pada tanggal 15 Oktober 1993 Nomor 1633 menetapkan dan mengesahkan hasil suara perubahan dalam rancangan konstitusi yang disebut dengan istilah “The popular vote” dan dipublikasikan dalam “Rusia Koran”.11 Perubahan tersebut didasarkan pada peraturan perundang-

“Apa Yang Dimaksud Dengan Negara Kesatuan?,” Dictio Community, 11 Mei 2018, https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-negara-kesatuan/109167. 8 Budi Hermawan Bangun, “Perbandingan Sistem dan Mekanisme HAM Negara-Negara Anggota Asean: Tinjauan Konstitusi dan Kelembagaan,” Jurnal HAM 10, no. 1 (19 Juli 2019): hlm. 102, https://doi.org/10.30641/ham.2019.10.99-113. 9 Ibid 10 Bangun, hlm. 102. 11 Nur Rohim Yunus, “Reformasi Radikal Konstitusi Negara Rusia,” Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi Nasional (POSKO-LEGNAS), Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1, no. 5a (t.t.): hlm. 41. 7


undangan tentang Referendum dari RSFSR yang menyatakan bahwa konstitusi hanya dapat diubah dengan suara terbanyak dari rakyat pemilih.12 Pada tahun 2008 terjadi amandemen substansial pertama Konstitusi Rusia tahun 1993 sekaligus memperpanjang masa jabatan Presiden Rusia dan Negara Duma dari empat hingga enam dan lima tahun, masing-masing yang diusulkan pada November 2008 dan mulai berlaku pada tanggal 31 Desember 2008. Hal tersebut berawal dari sedikit penyesuaian mengenai penamaan atau penggabungan kekuasaan federal yang membutuhkan prosedur lebih sederhana. Konstitusi Federasi Rusia terdiri dari pembukaan dan dua bagian. Dalam pembukaan menyatakan bahwa konstitusi yang diterima masyarakat adalah konstitusi yang mengandung nilai-nilai demokratis dan kemanusiaan di dunia modern.13 Bagian pertama terdiri dari 9 bab dan 137 pasal yang menjelaskan dasar sistem politik, sosial, hukum, ekonomi dan sosial, hak dan kebebasan asasi, struktur ketatanegaraan, status lembaga negara, serta prosedur peninjauan kembali dan perubahan konstitusi. Bagian kedua menjelaskan tentang ketentuan peralihan dan penutup yang merupakan pokok dari kelanjutan stabilitas kaidah-kaidah dalam konstitusi.14 Menurut Pasal 11 Konstitusi Federasi Rusia, kekuasaan negara dilakukan oleh kepala negara yaitu seorang presiden serta pengawas koordinasi fungsi dan interaksi lembaga negara dalam badan-badan federal yang tidak secara langsung terkait dengan pemerintah pusat. 15 Dalam hal penyelenggaraan pemerintahan Rusia didasarkan pada pemisahan kekuasaan dari lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif yang independen. Sistem parlemen di Federasi Rusia menganut bikameral yang meliputi dua kamar badan legislatif dan representatif yaitu Dewan Federasi dan Duma Negara. Lembaga eksekutif dijalankan oleh Pemerintah Federasi Rusia sebagai kepala pemerintahan. Kemudian, kekuasaan yudikatif dilakukan oleh Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Pengadilan Agung

Dwilian, “Konstitusi Rusia,” dwilian, 13 Juni https://dwilian.wordpress.com/2012/06/13/konstitusi-rusia/. 13 “Konstitusi Rusia.” 14 Yunus, “Reformasi Radikal Konstitusi Negara Rusia,” hlm. 41. 15 Article 11.1 Russian Federation's Constitution of 1993 with Amendments through 2008 12

2012,


Arbitrase dan pengadilan-pengadilan federal lainnya untuk menjalankan kekuasaan peradilan.16 Sistem dan Mekanisme HAM di Indonesia Jaminan perlindungan HAM di Indonesia merupakan salah satu materi muatan terpenting dalam amandemen UUD NRI 1945 yang dilakukan sebanyak empat kali yakni mulai tahun 1945 sampai tahun 2002. Dalam kurun berlakunya undang-undang dasar tersebut, pencantuman secara eksplisit seputar HAM mengalami pasang surut yang lebih politis. 17 Namun, pada amandemen kedua yang dilakukan di tahun 2000 telah ditetapkan pengaturan HAM dalam sebuah bab tersendiri yaitu dalam Bab XA yang terdiri dari sepuluh pasal (Pasal 28A28J). Selain itu, terdapat pasal-pasal lain yang juga mengatur mengenai hak-hak dan kebebasan asasi warga negara dalam UUD NRI 1945.18 HAM menurut pandangan bangsa Indonesia tidak bersifat individual belaka melainkan harus dapat dilaksanakan berdampingan dengan kewajiban asasi warga negara. Dalam konstitusi yang terdiri dari pembukaan, batang tubuh dan penjelasan, belum ditemukan penggunaan istilah HAM secara eksplisit, namun hanya dicantumkan istilah hak dan kewajiban warga negara.19 Seperti rumusan yang terdapat dalam Pasal 28 UUD NRI 1945 yang menyatakan “kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan ditetapkan dengan undang-undang� hal ini diartikan bahwa HAM dapat direduksi menjadi suatu hak yang diatur dengan undang-undang.20 Kemudian suatu hak tersebut telah termuat dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Penulis meyakini bahwa dalam undang-undang tersebut ditegaskan pengakuan bangsa Indonesia kepada HAM sebagai hak dasar yang harus dihormati, dijunjung tinggi, dilindungi serta ditegakkan. Ruang lingkup pelanggaran HAM berat yang diatur dalam undang-undang pengadilan HAM 16

Ibid Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2017), hlm. 9. 18 Budi Hermawan Bangun, Pengantar Hukum dan Hak Asasi Manusia (Pontianak: FH Untan Press, 2013), hlm. 39-40. 19 Andi Safriani, “Komparasi Konstitusi Negara Modern antara Indonesia dan Korea Selatan,� Jurnal Perbandingan Mazhab 1, no. 2 (2019): hlm. 208. 20 Safriani, hlm. 208-209. 17


mengambil sebagian materi dalam Statuta Roma 1998 berkaitan dengan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

21

Selain itu, pemerintah juga telah

meratifikasi beberapa instrumen hukum internasional yang berkaitan dengan HAM, misalnya International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR).22 Pengadilan HAM di Indonesia diatur dalam sistem hukum nasional sebagai upaya menyelesaikan pelanggaran HAM berat. Secara faktual, pengadilan HAM sudah menangani dan memutus tiga perkara, yaitu kasus pasca jajak pendapat di Timor-Timur, kasus Tanjung Priok, dan kasus Abepura.23 Selain itu terdapat beberapa lembaga negara yang berkaitan dengan HAM, meliputi Komisi Nasional HAM, Komisi Perlindungan Anak, Komisi Nasional Anti Kekerasaan terhadap Perempuan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban serta lembagalembaga HAM lainnya. Sistem dan Mekanisme HAM di Rusia Konstitusi Federasi Rusia mencantumkan pengaturan tentang hak dan kebebasan asasi dalam Bab 2 Pasal 17-64 serta memberikan pengertian bahwa HAM dan kebebasan dasar ada pada diri setiap manusia sejak lahir, diakui secara universal dan tidak bisa dicabut. Selain itu juga menegaskan bahwa pelaksanaan HAM dan kebebasan asasi warga negara tidak diperbolehkan melanggar hak dan kebebasan orang lain.24 Untuk Pengadilan HAM di Rusia berwenang menyelidiki keluhan dan pengaduan dari masyarakat Rusia terhadap keputusan dan tindakan lembaga-lembaga negara dalam menyelesaikan persoalan mengenai pelanggaran HAM. Federasi Rusia mengadopsi instrumen HAM dari Uni Soviet sebelumnya, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Pada akhir tahun 1990 hingga 1998, Rusia juga meratifikasi Konvensi HAM Eropa yang menegaskan

Bangun, “Perbandingan Sistem dan Mekanisme HAM Negara-Negara Anggota Asean,� hlm. 111. 22 Bangun, hlm. 40-41. 23 Bangun, hlm. 109. 24 Article 17 Russian Federation's Constitution of 1993 with Amendments through 2008 21


bahwa pengadilan HAM Eropa di Strasbourg ditetapkan menjadi pengadilan banding terakhir bagi masyarakat Rusia dari sistem peradilan nasionalnya. 25 Menurut Bab 1, Pasal 15 ayat 4 Konstitusi yang diadopsi di Rusia pada bulan Desember 1993, perwujudan hukum internasional ini diterapkan sesuai dengan undang-undang federal nasional. Dalam upaya mengawasi penghormatan dan penegakan HAM di Eropa, Eropa membentuk Dewan Eropa yang berperan penting dalam melakukan penegakan dan perlindungan HAM. Menurut sistem regional HAM di Eropa, terdapat pembagian dalam mekanisme pengawasan berdasarkan perjanjian dan piagam. Dalam hal ini, Dewan Eropa telah membentuk mekanisme dan konvensi berdasarkan perjanjian, utamanya adalah Konvensi Eropa tentang HAM dan Pengadilan HAM Eropa.26 Sebagai anggota Dewan Eropa dan penandatangan Konvensi Eropa tentang HAM, Rusia memiliki kewajiban internasional terkait dengan masalah HAM. Dalam pengantar laporan tahun 2004 tentang situasi di Rusia, Komisaris HAM Dewan Eropa mencatat perubahan besar sejak runtuhnya Uni Soviet tidak dapat disangkal. 27 Selama masa jabatan Vladimir Lukin sebagai Ombudsman Federasi Rusia dari tahun 2004-2014, ia selalu menganggap situasi HAM di Rusia sebagai hal yang tidak memuaskan dan mengakui bahwa pembangunan negara yang diatur oleh hukum di Rusia akan menjadi sulit dan membutuhkan proses panjang.28

“Perjanjian Internasional,” A Chronicle of Current Events, 2 Mei 2014, https://chronicle-ofcurrent-events.com/international-law/. 26 “Mekanisme Hak Asasi Manusia Internasional,” hlm. 256. 27 Dewan Eropa , Komisaris untuk Hak Asasi Manusia, “Laporan Oleh Mr Alvaro Gil-Robles, Komisaris Untuk Hak Manusia, Tentang Kunjungannya Ke Federasi Rusia,” diakses 9 Mei 2020, https://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&rurl=translate.goo gle.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://rm.coe.int/16806db7be&usg=ALkJrhgABpbNZTmsMwrV0qbjBu-VqFWuQ. 28 Sejak pemilihan Duma Negara tahun 2011 dan dimulainya kembali kepresidenan tahun 2012, telah terjadi serangan legislatif terhadap beberapa hak konstitusional dan internasional. Hal itu dapat dilihat pada Pasal 20 dari Deklarasi Universal HAM tentang Kebebasan Majelis dan Asosiasi yang diwujudkan dalam Pasal 30 dan 31 Konstitusi Federasi Rusia tahun 1993. Lihat White & Case LLP, “Hukum Rusia tentang Prioritas Konstitusi RF atas Resolusi Badan Hak Asasi Manusia antar pemerintah,” diakses 9 Mei 2020, https://www.whitecase.com/publications/alert/russian-law-priority-rf-constitution-overresolutions-intergovernmental-human. 25


Penutup Negara Indonesia dan Negara Rusia memiliki konstitusi yang rigid, yang mana perubahannya harus melalui mekanisme khusus yang berbeda dengan perubahan undang-undang. Bentuk pemerintahan Indonesia dengan Rusia memiliki persamaan, yaitu sama-sama menganut republik konstitusional di mana pemerintahan di dirikan dibawah sistem konstitusional yang mengakui presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Sedangkan perbedaannya dilihat dari bentuk negaranya, dimana Negara Indonesia adalah negara kesatuan, sedangkan Rusia adalah berbentuk Serikat atau Federal. Indonesia dan Rusia menjadikan konstitusi sebagai landasan negara serta memuat ketentuan-ketentuan mengenai perlindungan terhadap HAM. Sistem dan mekanisme HAM yang didirikan oleh Negara Indonesia dan Rusia melalui materi muatan dalam konstitusi, keberadaan lembaga-lembaga yang berkaitan dengan HAM serta instrumen HAM yang telah diratifikasi cukup beragam. Hal itu menegaskan bahwa sistem dan mekanisme HAM nasional Negara Indonesia dan Rusia dapat menjadi sebuah keutamaan bagi pembentukan sistem dan mekanisme HAM secara global sesuai dengan setiap perkembangan yang terjadi.

Daftar Pustaka Aja Mawaddah Rahmah, Cut, dan Eddy Purnama. “Studi Perbandingan Jaminan Perlindungan Terhadap Hak Asasi Manusia tentang Kebebasan Beragama di Negara Republik Indonesia dan Negara Kerajaan Thailand.” JIM Bidang Hukum Kenegaraan 2, no. 4 (2018). Dictio Community. “Apa Yang Dimaksud Dengan Negara Kesatuan?,” 11 Mei 2018.

https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-negara-

kesatuan/109167. Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Hukum Tata Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013. Bangun, Budi Hermawan. Pengantar Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pontianak: FH Untan Press, 2013. ———. “Perbandingan Sistem dan Mekanisme HAM Negara-Negara Anggota Asean: Tinjauan Konstitusi dan Kelembagaan.” Jurnal HAM 10, no. 1 (19


Juli 2019): 99. https://doi.org/10.30641/ham.2019.10.99-113. Blomfield, Adrian. “Vladimir Putin could reclaim Russian presidency within months,”

6

November

2008.

https://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1& hl=id&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://www .telegraph.co.uk/news/worldnews/europe/russia/3392827/Vladimir-Putincould-reclaim-Russian-presidency-withinmonths.html&usg=ALkJrhjrhtHnOZCJKkQiI5ViW0SFJeok6g. C.F Strong. Konstitusi-Konstitusi Politik Modern Kajian tentang Sejarah dan Bentuk-Bentuk Konstitusi Dunia. Diterjemahkan oleh Terjemahan SPA Teamwork. Bandung: Nuansa-Nusamedia, 2004. Dewan Eropa , Komisaris untuk Hak Asasi Manusia. “Laporan Oleh Mr Alvaro Gil-Robles, Komisaris Untuk Hak Manusia, Tentang Kunjungannya Ke Federasi

Rusia.”

Diakses

9

Mei

2020.

https://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1& hl=id&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://rm.c oe.int/16806db7be&usg=ALkJrhgAB-pbNZTmsMwrV0qbjBu-VqFWuQ. Dwilian.

“Konstitusi

Rusia.”

dwilian,

13

Juni

2012.

https://dwilian.wordpress.com/2012/06/13/konstitusi-rusia/. El-Muhtaj, Majda. Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia. Jakarta: Prenada Media, 2017. K.C.Wheare. Konstitusi-Konstitusi Modern. Surabaya: Pustaka Eureka, 2005. “Mekanisme Hak Asasi Manusia Internasional.” Diakses 21 Mei 2020. https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:amL9vhH9WhsJ :https://pusham.uii.ac.id/ham/10_Chapter4.pdf+&cd=4&hl=id&ct=clnk&g l=id&client=firefox-b-d. A Chronicle of Current Events. “Perjanjian Internasional,” 2 Mei 2014. https://chronicle-of-current-events.com/international-law/. Pieris, John. Pembatasan Konstitusional Kekuasaan Presiden RI. Jakarta: Pelangi Cendikia, 2007. Putra, Muhammad Amin. “Perkembangan Muatan Ham dalam Konstitusi di Indonesia.”

FIAT

JUSTISIA

9,

no.

2

(2015).


https://doi.org/10.25041/fiatjustisia.v9no2.597. Safriani, Andi. “Komparasi Konstitusi Negara Modern antara Indonesia dan Korea Selatan.” Jurnal Perbandingan Mazhab 1, no. 2 (2019). Soemantri, Sri. Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi. Bandung: Alumni, 1987. Syahuri, Taufiqurrohman. Hukum Konstitusi: Proses dan Prosedur Perubahan UUD di Indonesia 1945- 2002 serta Perbandingannya dengan Konstitusi Negara Lain di Dunia. Bogor: Ghalia Indonesia, 2004. Thaib, Dahlan. Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999. White & Case LLP. “Hukum Rusia tentang Prioritas Konstitusi RF atas Resolusi Badan Hak Asasi Manusia antar pemerintah.” Diakses 9 Mei 2020. https://www.whitecase.com/publications/alert/russian-law-priority-rfconstitution-over-resolutions-intergovernmental-human. Yunus, Nur Rohim. “Reformasi Radikal Konstitusi Negara Rusia.” Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi Nasional (POSKO-LEGNAS), Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1, no. 5a (t.t.): 2.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.